Pencarian

Taiko 17

Taiko Karya Eiji Yoshikawa Bagian 17


Hamba mohon tuanku sudi membaca sisa surat Hanbei dan berpikir dengan kepala dingin. Yang
Mulia Hanbei telah menuliskan rencana untuk merebut Benteng Miki."
Kesetiaan Kanbei pada Hideyoshi tak tergoyahkan, tapi dalam situasi sekarang, nada suaranya
menunjukkan ketidaksabaran terhadap cara Hideyoshi memperlihatkan sisi emosional wataknya.
Dalam suratnya, Hanbei meramalkan bahwa Benteng Miki akan takluk dalam seratus hari. Tapi ia
pun mewanti-wanti agar kemenangan jangan diraih dengan serangan frontal, yang akan membawa
banyak korban di pihak mereka, lalu ia menuliskan rencana terakhir:
Di Benteng Miki, tak seorang pun lebih pandai mem-baca situasi daripada Jendral Goto Motokuni.
Dalam pandanganku, dia bukan prajurit yang menutup mata terhadap keadaan negeri dan
menunjukkan kegagahannya dengan bertempur se-cara membabi buta. Sebelum operasi militer ini
dimulai, aku beberapa kali berbincang-bincang dengannya di Benteng Himeji, jadi dapat dikatakan
bahwa kami telah menjalin hubungan baik. Aku telah mengirim surat padanya, berisi desakan untuk
menjelaskan keuntungan dan kerugian situasi saat ini kepada junjungannya, Bessho Nagaharu.
Jika Yang Mulia Nagaharu memahami ucapan Goto, matanya seharusnya terbuka, dan dia akan
menyerah dan memohon damai. Tapi agar rencana ini dapat berjalan, kita harus menunggu saat
yang tepat. Menurutku, waktu yang paling tepat adalah pada akhir musim gugur, ketika tanah
tertutup daun-daun kering, bulan tampak sepi dan dingin di langit, dan para prajurit musuh
menundukkan sanak tauladan. Para prajurit di Benteng Miki sudah terancam kelaparan. Mereka
pasti sadar bahwa maut telah mengintai, dan mereka tentu didera oleh kesengsaraan. Serangan
besar-besaran pada saat itu hanya memberikan kesempatan yang baik untuk mati pada mereka.
Tapi jika kau menunda serangan dan, setelah memberi waktu pada mereka untuk berpikir dengan
kepala dingin, mengirim surat untuk menjelaskan duduk perkaranya pada yang Mulia Nagaharu dan
para pengikutnya, aku tidak ragu bahwa kau akan memperoleh hasil dalam tahun ini.
Kanbei menyadari bahwa Hideyoshi sangsi, apakah rencana Hanbei dapai berhasil, dan kini ia
menambahkan pemikirannya sendiri.
4 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Sesungguhnya sudah dua-tiga kali Hanbei menyinggung rencana ini ketika dia masih hidup, tapi
selalu ditunda karena waktunya belum tepat. Dengan seizin tuanku, hamba setiap saat siap
bertugas sebagai utusan untuk menemui Goto di Benteng Miki."
"Jangan, tunggu," ujar Hideyoshi sambil menggelengkan kepala. "Bukankah baru musim semi yang
lalu kita memakai rencana serupa, yaitu mendekati salah seorang jendral di dalam benteng melalui
kerabat Asano Yahei" Ketika itu tak ada jawaban. Belakangan kita baru mengetahui bahwa pada
waktu orang kita menyarankan Bessho Nagaharu untuk menyerah, para jendral dan prajurit marah
dan mencincangnya. Rencana yang ditinggalkan Hanbei sekarang kedengarannya sama saja.
bukan" Dan kurasa memang sama. Kalau tidak ditangani dengan cermat. kita hanya akan
memperlihatkan kelemahan kita dan tidak meraih keuntungan apa pun."
"Bukan begitu, tuanku. Hamba kira Hanbei justru menekankan pentingnya menunggu saat yang
tepat. Dan hamba pikir saat itu telah tiba."
"Kaukira sekarang saat yang tepat?"
"Hamba yakin sepenuhnya." Tiba-tiba mereka mendengar suara-suara di luar. Selain suara para
jendral dan prajurit yang sudah biasa mereka dengar, juga ada suara perempuan. Suara itu milik
adik Hanbei, Oyu. Begitu diberitahu bahwa kakaknya berada dalam kondisi kritis. Oyu bertolak dari
Kyoto, hanya disertai oleh beberapa pembantu. Dengan harapan ia masih dapat menjumpai Hanbei
dalam keadaan hidup, Oyu bergegas ke Bukit Hirai, tapi semakin dekat ia ke garis depan, semakin
berat medan yang harus ditempuhnya. Akhirnya ia terlambat.
Di mata Hideyoshi, perempuan yang kini mem-
bungkuk di hadapannya telah berubah sama sekali. Ia menatap pakaian Oyu dan wajahnya yang
kurus, dan kemudian, ketika ia hendak angkat bicara. Kanbei dan para pelayan sengaja menarik diri
untuk membiarkan mereka berdua. Mula-mula Oyu hanya bisa mencucurkan air mata, dan untuk
waktu lama ia tak sanggup menatap Hideyoshi. Selama operasi militer di provinsi-provinsi Barat
berlangsung, Oyu ingin bertemu dengannya, tapi kini, pada waktu berdiri di hadapannya, ia hampir
tak sanggup menghampiri laki-laki itu.
"Kau sudah tahu bahwa Hanbei telah tiada?" "Sudah."
"Kau harus menerimanya. Tak ada yang dapat kita lakukan." Hati Oyu runtuh bagaikan salju yang
mencair, dan ia tersedu sedan sampai tubuhnya terguncang-guncang.
"Hentikan tangismu; ini tak pantas." Hideyoshi kehilangan kesabaran. Walau tak ada orang lain
yang hadir, para pernbantu berdiri tepat di luar petak bertirai, dan ia merasa terpojok ketika
membayangkan apa saja yang mungkin mereka dengar.
"Mari kita pergi ke makam Hanbei bersama-sama," ujar Hideyoshi, dan ia mengajak Oyu menyusuri
jalan setapak di belakang perkemahan, yang menuju puncak sebuah bukit kecil.
Angin musim gugur bertiup dingin ketika mereka menuju ke sebatang pobon cemara yang tumbuh
di tempat terpencil. Di bawahnya terdapat gundukan tanah yang masih basah, berikut batu nisan.
Biasanya, jika ada waktu senggang, selembar tikar digelar di kaki pohon cemara ini, dan Kanbei,
Hanbei, serta Hideyoshi duduk bersama-sama, membahas masa lalu dan keadaan sekarang,
5 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
sambil memandang bulan. Oyu menyingkap semak-semak, mencari kembang untuk diletakkan di atas makam. Kemudian ia
menghadap gundukan tanah tadi dan membungkuk di samping Hideyoshi. Air matanya telah
berhenti. Di puncak bukit ini, rerumpuran dan pepohonan di akhir musim gugur memperlihatkan
bahwa keadaan yang dihadapinya sekarang merupakan prinsip alam. Musim gugur berganti dengan
musim dingin, musim dingin berganti dengan musim semi - alam tak mengenal duka maupun air
mata. "Tuanku, hamba ada permintaan, dan hamba ingin menanyakannya di sini, di tempat kakak hamba
terbaring." "Ya?" "Barangkali sanubari tuanku dapat memahaminya." "Aku memahaminya."
"Hamba mohon tuanku sudi membiarkan hamba pergi. Jika tuanku berkenan meluluskan
permohonan ini, hamba tahu bahwa kakak hamba akan merasa lega, walau telah berada di akhirat."
"Hanbei meninggal dengan pesan bahwa jiwanya tetap akan mengabdi dari liang kubur. Bagaimana
mungkin aku bisa menutup mata terhadap sesuatu yang dicemaskannya ketika dia masih hidup"
Ikutilah kata hatimu."
"Terima kasih. Dengan seizin tuanku, hamba akan berusaha memenuhi permintaannya yang
terakhir." "Ke manakah kau hendak pergi ?"
"Ke sebuah kuil di salah satu desa terpencil." Sekali lagi Oyu meitikkan air mata.
*** Setelah memperoleh restu dari Hideyoshi, Oyu menerima sejumput rambut serta pakaian Hanbei.
Tak sepantasnya seorang perempuan berlama-lama di perkemahan militerer, jadi keesokan harinya
Oyu segera menghadap Hideyoshi dan memberitahunya bahwa ia sudah siap berangkat.
"Hamba datang untuk berpamitan. Hamba mohon Yang Mulia mau menjaga diri baik-baik," katanya.
"Kenapa kau tidak tinggal dua atau tiga hari lagi di sini?" tanya Hideyoshi.
Selama beberapa hari berikut Oyu tinggal seorang diri di sebuah pondok terpencil, berdoa bagi
arwah kakaknya. Hari demi hari berlalu tanpa kabar dari Hideyoshi. Gunung-gunung telah
diselubungi bunga es. Setiap kali turun hujan di awal musim dingin ini, daun-daun berguguran.
Kemudian, pada malam pertama bulan tampak jelas, seorang pelayan mendatangi Oyu dan
berkata, "Yang Mulia ingin bertemu, dan beliau menunggu Tuan Putri di makam Tuan Hanbei.
Beliau juga minta agar Tuan Putri malam ini bersiap-siap berangkat."
Persiapan Oyu untuk menempuh perjalanan tidak banyak. Ia menuju makam Hanbei beserta
Kumataro dan dua pembantu lainnya. Pohon-pohon telah kehilangan daun. Rerumputan pun layu.
Seluruh bukit tampak gersang. Tanah kelihatan putih dalam cahaya bulan, seakan-akan dilapisi
bunga es. 6 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Salah satu dari keenam pengikut yang menyertai Hideyoshi mengumumkan kedatangan Oyu.
"Terima kasih atas kedatanganmu, Oyu," Hideyoshi berkata dengan lembut. "Sejak pertemuan kita
yang terakhir, aku begitu sibuk menangani masalah-masalah militer, sehingga tak sempat
mengunjungimu. Akhir-akhir ini udara sangat dingin, kau tentu kesepian."
"Hamba telah bertekad menghabiskan sisa hidup hamba di sebuah desa terpencil, jadi hamba
takkan kesepian." "Kuharap kau berdoa untuk arwah Hanbei. Tempat mana pun yang kaupilih sebagai tempat tinggal,
aku tetap percaya bahwa kita akan berjumpa lagi," Hideyoshi berpaling pada makam Hanbei di
bawah pohon cemara. "Oyu, aku telah menyiapkan sesuatu untukmu di sana. Aku sangsi apakah
aku akan mendengar kemerduan koto-mu lagi. Setelah malam ini. Bertahun-tahun lalu, kau
menyertai Hanbei dalam pengepungan Benteng Choteiken di Mino. Kau memainkan koto dan
mencairkan hati para prajurit yang bertempur bagaikan iblis, sehingga mereka akhirnya menyerah.
Kalau kau mau memainkannya sekarang, permainanmu akan merupakan persembahan bagi arwah
Hanbei, sekaligus kenang-kenangan bagiku. Selain itu, jika nada-nadanya terbawa angin sampai ke
benteng, para prajurit musuh mungkin akan tergugah untuk menyadari bahwa kematian mereka kini
sia-sia belaka. Hanbei pun akan bersukacita seandainya usaha ini berhasil."
Hideyoshi mengajak Oyu ke pohon cemara, tempat sebuah koto disiapkan di tikar jerami.
Setelah menghadap pengepungan selama tiga tahun dengan segenap keberanian dan ketulusan,
kegagahan para prajurit provinsi-provinsi Barat, yang memandang rendah pada orang lain, kini
tinggal bayang-bayang. "Aku tak peduli apakah aku mati hari ini atau besok, asal tidak mati kelaparan," salah satu dari
mereka berkata. Keadaan mereka demikian parah, sehingga mati dalam pertempuran merupakan harapan terakhir
yang masih tersisa. Penampilan mereka masih seperti manusia, namun kini mereka merasa
terpaksa mengisap-isap sumsum tulang kuda-kuda yang sudah mati dan makan tikus, kulit pohon,
dan akar-akaran. Untuk musim dingin yang sudah di ambang pintu, mereka sudah siap merebus
tikar-tikar tatami dan makan tanah liat yang menempel di dinding-dinding.
Dengan mata cekung, mereka saling menghibur, dan semangat mereka masih cukup guna
menyusun rencana untuk melewati musim dingin sebaik mungkin. Jika musuh mendekat, mereka
bahkan sanggup melupakan rasa lapar dan lelah, dan keluar untuk bertempur.
Namun sudah lebih dari setengah bulan para prajurit Hideyoshi tidak mendekati benteng, dan ini
lebih menyiksa pasukan yang bertahan daripada bayangan kematian. Pada waktu matahari
terbenam, seluruh benteng diselubungi kegelapan pekat bagaikan di dasar rawa. Tak satu lentera
pun dinyalakan. Seluruh persediaan minyak ikan dan minyak lobak telah dihabiskan. Sebagai
makanan. Banyak burung yang biasa berkerumun di pekarangan benteng pada pagi dan malam
hari telah ditangkap dan disantap, dan belakangan ini burung-burung yang masih tersisa tak pernah
datang lagi, mungkin karena mengetahui nasib yang menanti mereka. Para prajurit sudah makan
begitu banyak burung gagak, sehingga hampir tak ada lagi yang dapat mereka tangkap. Di tengah
kegelapan, mata para penjaga berbinar-binar kalau mendengar musang menyelinap. Secara naluri,
cairan lambung mereka mulai mengalir, dan mereka saling berpandangan sambil menyeringai.
7 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Perutku serasa diperas, seperti lap basah."
Bulan malam itu tampak indah, tapi para prajurit hanya mcnyayangkan bahwa bulan tak dapat
dimakan. Daun-daun mati berjatuhan ke atap benteng dan di sekitar gerbang. Salah satu prajurit
mengunyah daun-daun itu dengan rakus, "Enak?" rekannya bertanya.
"Lebih baik daripada jerami," jawab prajurit itu, lalu memungut daun berikut. Mendadak ia tampak
mual. batuk beberapa kali, dan memuntahkan daun-daun yang baru saja dimakannya.
"Jendral Goto!" seseorang tiba-tiba berseru, dan semuanya berdiri tegak. Goto Motokuni, pengikut
utama marga Bessho, berjalan ke arah para prajurit tadi dari menara yang gelap gulita.
"Ada yang perlu dilaporkan?" Goto bertanya. "Tidak ada, Yang Mulia."
"Betulkah?" Goto memperlihatkan sebatang panah pada mereka. "Panah ini ditembakkan ke dalam
benteng oleh musuh tadi. Sepucuk surat terikat pada panah ini, berisi pesan agar aku menemui
salah satu jendral Yang Mulia Hideyoshi, Kuroda Kanbei, di sini."
"Kanbei mau datang malam ini! Laki-laki yang mengkhianati junjungannya demi orang-orang Oda.
Dia tak pantas menjadi samurai. Kalau dia muncul. kami akan menyiksanya sampai mati."
"Dia utusan Yang Mulia Hideyoshi, dan tidak seharusnya kita membunuh orang yang telah
memberita bukan kedatangannya lebih dulu. Di kalangan samurai berlaku kesepakatan bahwa
utusan tak boleh dibunuh."
"Jendral musuh mana pun yang datang. Sebagai utusan akan kami perlakukan dengan baik, asal
bukan Kanbei. Tapi dengan Kanbei, rasanya belum cukup kalau kami menggerogoti daging dari
tulang-tulangnya." "Jangan perlihatkan perasaan kalian pada musuh. Tertawalah pada waktu kalian menyambutnya."
Ketika Goto memandang ke dalam kegelapan, ia dan pihak anak buahnya seakan-akan mendengar
bunyi sayup-sayup di kejauhan.
Seketika Benteng Miki diliputi keheningan yang ganjil. Di malam yang sepekat tinta, rasanya tak
seorang pun sanggup menarik napas, sementara daun-daun gugur berputar-putar dan menari-nari
tak beraturan dalam suasana gaib.
"Suara kotor," salah satu prajurit berkata sambil menatap kehampaan di atasnya.
Kegembiraan mereka hampir meluap ketika mendengar bunyi yang membangkitkan kerinduan itu.
Orang-orang di menara pengintai, di ruang jaga, dan di setiap bagian benteng memiliki pikiran yang
sama. Di bawah hujan panah, tembakan senapan, serta teriakan perang - dari fajar sampai senja,
dan dari senja sampai fajar - orang-orang yang sudah tiga tahun berada di dalam benteng, terputus
dari dunia luar, tetap bertahan dengan gigih, tanpa menyerah maupun mundur. Kini suara kotor
tiba-tiba membangkitkan berbagai pikiran dalam benak masing-masing.
Tanah Leluhur, Sudikah kau menanti Laki-laki yang tidak tahu Apakah malam ini Malam terakhir
baginya Inilah sajak kematian Kikuchi Taketoki, jendral setia Tenno Godaigo, yang dikirim kepada
istrinya ketika ia dikepung pasukan pemberontak.
8 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Ketika orang-orang di dalam benteng merenungkan sajak itu dalam hati, para prajurit yang berada
jauh dari rumah tentu ada yang memikirkan ibu, anak, kakak, dan adik yang sudah lama tidak
terdengar kabarnya. Dan para prajurit yang tak lagi memiliki tempat pulang pun ikut terpengaruh
oleh perasaan yang timbul akibat nada-nada koto itu. Tak seorang pun sanggup membendung air
matanya. Dalam hati Goto merasakan hal yang sama seperti anak buahnya, tapi ketika melihat roman muka
para prajurit di sekelilingnya, ia cepat-cepat menahan diri. Ia sengaja bersikap ceria ketika menegur
mereka. "Apa" Bunyi koto dari perkemahan musuh" Dasar! Untuk apa mereka membawa koto" Ini
membuktikan betapa lemahnya para prajurit musuh. Mereka tentu lelah karena pengepungan
berkepanjangan ini, lalu mengambil pesinden dari salah satu desa dan berusaha menghibur diri.
Prajurit yang membiarkan semangatnya begitu goyah tak patut diampuni. Jiwa prajurit sejati tidak
selemah itu!" Ucapannya membuyarkan lamunan para anak buahnya.
"Daripada memperhatikan kebodohan seperti int. lebih baik masing-masing orang menjaga posnya
sendiri. Sebuah Benteng menyerupai tanggul yang menahan terjangan air lumpur. Tanggulnya
panjang dan meliuk-liuk, tapi kalau satu bagian saja ambruk. keseluruhannya akan runtuh. Kalian
semua seharusnya berdiri tegak, bahu-membahu, tak bergerak bahkan saat ajal tiba. Kalau salah
seorang dari kalian meninggalkan tempatnya, sehingga Benteng Miki jatuh ke tangan musuh,
leluhurnya akan meratap di akhirat dan keturunannya akan menanggung aib dan menjadi bahan
tertawaan." Goto sedang membangkitkan semangat anak buahnya ketika ia melihat dua atau tiga orang berlari
ke benteng. Mereka segera memberitahunya bahwa jendral musuh yang kedatangannya telah
diumumkan sudah sampai di pagar kayu runcing di kaki bukit.
Kanbei tiba, diusung tandu. Tandunya ringan, terbuat dari kayu, jerami, dan bambu. Tak ada atap,
dan kedua sisinya rendah, ia telah terbiasa mengayun-ayunkan pedang dari atas tandu jika
menggempur musuh dalam pertempuran. Tapi malam ini ia datang dengan maksud damai sebagai
utusan. Di atas jubah tipis berwarna kuning. Kanbei memakai baju tempur dan mantel dengan sulaman
perak di atas dasar putih. Untung saja perawakannya kecil, sekitar seratus lima puluh tiga senti dan
lebih ringan dari rata-rata, sehingga orang-orang yang menggotong tandunya tidak keberatan dan
gerak-geriknya sendiri tidak terlambat.
Tak lama kemudian terdengar suara langkah dari batik gerbang di pagar pertahanan. Sejumlah
prajurit dari benteng berlari menuruni lereng bukit.
"Tuan Utusan. Tuan diperkenankan masuk!" mereka berseru. Begitu Kanbei mendengar seruan
keras itu, gerbang di hadapannya membuka. Dalam kegelapan ia melihat sekitar seratus prajurit
saling berdesakan. Setiap kali mereka bergerak-gerak, kilau lombak-tombak mereka seakan-akan
menusuk matanya. "Maaf kalau kedatanganku merepotkan," Kanbei berkata pada orang yang mempersilakannya
masuk. "Aku pincang, jadi aku terpaksa menggunakan tandu. Maafkanlah sikapku yang kurang
pantas ini," Kemudian ia berpaling dan berkata kepada putranya, Shojumaru, satu-satunya orang
9 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
yang ikut besertanya. "Kau jalan di depan."
"Baik." Setelah melewati tandu ayahnya, Shojumaru menerobos barisan tombak musuh.
Keempat pengusung mengikuti langkah Shoju-maru. Ketika melihat ketenangan yang diperlihatkan
anak berusia tiga belas tahun itu serta ayahnya yang pincang, para prajurit Benteng Miki yang haus
darah dan kelaparan tak bisa marah, walaupun mereka berhadapan dengan musuh. Kini mereka
paham bahwa pihak musuh memiliki keteguhan dan kegigihan yang sebanding dengan keteguhan
dan kegigihan mereka sendiri, sehingga sebagai sesama prajurit, mereka bersimpati dengan para
utusan. Anehnya, Kanbei dan Shojumaru bahkan menggugah perasaan mereka.
Setelah melewati pagar pertahanan dan gerbang benteng, Kanbei dan putranya tiba di gerbang
utama, tempat Goto dan pasukan pilihannya menunggu dengan acuh tak acuh.
Sekarang aku mengerti bagaimana Benteng Miki dipertahankan oleh orang-orang ini, pikir Kanbei.
Benteng ini takkan runtuh, walaupun mereka kehabisan perbekalan. Mereka akan bertahan, tanpa
memedulikan harga yang harus mereka bayar. Kanbei melihat bahwa semangat tempur
orang-orang itu tidak berkurang sedikit pun, dan beban tanggung jawabnya terasa semakin berat.
Perasaan ini segera berubah menjadi keprihatinan mendalam atas situasi yang dihadapi Hideyoshi.
Tanpa bersuara Kanbei mengulangi ikrarnya di dalam hati. Entah bagaimana caranya, tapi misi
yang diembankan padaku harus berhasil.
Goto dan para anak buahnya terkejut oleh sikap utusan yang mendatangi mereka. Inilah jendral
pasukan penyerang, tapi orang itu tidak menatap mereka dengan angkuh. Ia malah hanya disertai
seorang pemuda tampan. Bukan itu saja; ketika Kanbei menyapa Goto, ia cepat-cepat minta
tandunya diturunkan, dan dengan berdiri di atas kedua kaki, menyapanya sambil tersenyum.
"Jendral Goto, aku Kuroda Kanbei, dan aku datang sebagai utusan Yang Mulia Hideyoshi. Aku


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merasa tersanjung bahwa semua orang keluar untuk menyambutku."
Kanbei sama sekali tidak bersikap tinggi hati. Sebagai utusan musuh, ia memberi kesan yang
sangat baik. Ini mungkin karena ia mendekati mereka dari hati ke hati, tanpa memedulikan menang
atau kalah, dengan pengertian bahwa ia dan para musuhnya sama-sama samurai. Namun alasan
ini belum cukup untuk memaksa pihak musuh menerima tujuan kedatangannya, yaitu membujuk
mereka untuk menyerah. Sekitar satu jam Kanbei berbicara dengan Goto di salah satu ruangan di
benteng yang gelap gulita, lalu bangkit dari tempat duduknya sambil berkata, "Baiklah, aku akan
menunggu jawaban Tuan."
"Aku akan memberikan jawaban setelah berunding dengan Yang Mulia Nagaharu dan para jendral
lain," ujar Goto, dan ikut berdiri. Dengan demikian, pembicaraan malam itu memberi kesan bahwa
hasil negosiasi melebihi harapan Kanbei dan Hideyoshi - tapi lima hari berlalu, kemudian tujuh,
sepuluh, dan belum juga ada jawaban dari benteng. Bulan Kedua Belas datang dan pergi, dan
kedua pasukan yang bertikai menyongsong Tahun Baru ketiga dari pengepungan. Di perkemahan
Hideyoshi, para prajurit masih memiliki nasi untuk dimakan dan sedikit sake untuk diminum, tapi
mereka tak dapat melupakan bahwa orang-orang di dalam benteng tidak mempunyai perbekalan
dan hanya dengan susah payah menyambung nyawa. Sejak misi Kanbei di Bulan Kesebelas,
Benteng Miki tenggelam dalam kesedihan dan kesunyian. Konon para prajuritnya bahkan kehabisan
peluru untuk menembak pasukan penyerang. Namun Hideyoshi tetap menunda serbuan
besar-besaran, dan berkata, "Barangkali mereka takkan bertahan lebih lama lagi."
10 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Kalau pengepungan ini dipandang sekadar sebagai adu ketahanan, posisi yang kini ditempati
Hideyoshi tak dapat disebut sulit atau tidak menguntungkan. Namun sesungguhnya perkemahan di
Bukit Hirai maupun posisi Hideyoshi bukan bagian dari perjuangannya sendiri. Pada dasarnya, ia
menggempur salah satu mata rantai persekutuan musuh yang terdiri atas orang-orang yang
menentang supremasi Nobu-naga, dan ia sendiri tak lebih dari perpanjangan tangan Nobunaga
yang mencari lubang untuk mendobrak barisan musuh yang mengelilinginya. Karena itu, lambat
laun Nobunaga mulai bertanya-tanya mengenai operasi militer di provinsi-provinsi Barat yang tak
kunjung berakhir. Dan musuh-musuh Hideyoshi dalam staf lapangan Nobunaga mulai mempertanyakan pilihan
Nobunaga dalam menentukan komandan. Mereka berkilah bahwa sejak semula tanggung jawab ini
terlalu berat bagi Hideyoshi.
Untuk membuktikan perasaan mereka saingan-saingan Hideyoshi menuduh bahwa ia
menghambur-hamburkan uang militer untuk meraih popularitas di kalangan rakyat setempat, atau ia
tidak tegas melarang sake di perkemahan karena takut memancing antipati para prajurit. Tapi apa
pun yang dipertanyakan oleh para saingannya, segala urusan sepele yang tak pantas sampai di
telinga Nobunaga terdengar juga di Azuchi dan dimanfaatkan untuk memfitnah Hideyoshi.
Namun Hideyoshi tak pernah memedulikan gunjingan mengenai dirinya. Tentu saja ia pun manusia
biasa yang memiliki perasaan seperti semua orang lain, dan ia juga bukannya tidak mengetahui
desas-desus yang beredar: ia hanya tak mau dipusingkan oleh hal-hal seperti ini.
"Urusan sepele setiap urusan sepele," ia biasa berkata: "Kalau diselidiki, semuanya akan jelas
dengan sendirinya." Satu-satunya hal yang membebani pikirannya adalah komplotan penentang
Nobunaga yang bertambah kuat setiap hari. Marga Mori yang memiliki kekuatan besar sedang
membenahi, menyusun rencana dengan pihak Honganji, berhubungan dengan marga Takeda dan
Hojo yang jauh di Timur, dan menghasut marga-marga di pesisir laut Jepang. Kekuatan mereka
dapat dipahami dengan mengkaji posisi Araki Murashige di Benteng Itami, yang walau dikepung
oleh pasukan utama Nobunaga. belum juga berhasil ditaklukkan.
Sesungguhnya yang diandalkan Murashige dan marga Bessho bukanlah kekuatan mereka sendiri,
maupun kekokohan tembok-tcmbok pertahanan scmata-mata. Tak lama lagi pasukan Mori akan
datang membantu! Sebentar lagi Nobunaga akan kalah! Inilah yang menyebabkan semangat
mereka tetap tegak. Pada umumnya, masalah paling berat bukan musuh yang berhadap-hadapan
langsung dengan Nobunaga, melainkan musuh yang menunggu dalam bayang-bayang.
Pihak Honganji dan Mori memang musuh Nobunaga, tapi Araki Murashige di Itami dan Bessho
Nagaharu di Benteng Miki-lah yang secara langsung merintangi ambisinya.
Malam itu Hideyoshi tiba-riba memutuskan untuk menyalakan api unggun. Ia sedang melawan
udara malam yang dingin, ketika ia berbalik dan melihat para pelayan muda yang riang berdiri di
dekat api. Mereka setengah telanjang dan meributkan sesuatu yang rupanya lucu bagi mereka.
"Sakichi! Shojumaru! Ada apa dengan kalian berdua?" tanya Hideyoshi, hampir iri akan
kegembira-an mereka. "Tidak ada apa-apa." jawab Shojumaru, yang baru-baru ini diangkat sebagai pelayan pribadi.
Cepat-cepat ia berpakaian dan merapikan baju tempumya.
11 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Tuanku." Sakichi menyela. "Shojumaru malu hati mengemukakan masalah pada tuanku, karena
memang menjijikkan. Tapi hamba akan angkat bicara, scbab kalau kami tidak memberitahukannya,
tuanku tentu akan curiga."
"Baiklah. Apa yang sedemikian menjanjikan se-hingga Shojumaru harus malu?"
"Kami saling mencari kutu." "Kutu?"
"Ya. Mula-mula salah satu dari kami menemukan seekor merayap di kerah baju hamba, lalu
Toranosuke mendapatkan seekor lagi di dengan baju Sengoku. Akhirnya semua berkata bahwa
yang lain terserang kutu, dan di tengah-tengah seloroh itu, ketika kami datang ke sini untuk
menghangatkan badan di dekat api, kami menemukan kutu merayap pada baju tempur semua
orang. Sekarang kami mulai merasa gatal-gatal, jadi kami akan membantai seluruh pasukan musuh.
Kami akan melakukan pembasmian, persis seperti ketika Gunung Hiei dibumihanguskan!"
"Begitukah?" Hideyoshi tertawa. "Rasanya kutu-kutu pun letih karena terus dikepung."
"Tapi situasi kami berbeda dengan Benteng Miki. Kutu-kutu ini tidak kekurangan perbekalan, jadi
kalau kami tidak membakar semuanya, mereka takkan pernah menyerah."
"Cukup. Sekarang aku pun mulai terserang gatal-gatal."
"Sudah lebih dari sepuluh hari tuanku tidak mandi.
bukan" Hamba yakin tuanku pun tengah menghadapi serangan gerombolan 'musuh'!"
"Cukup, Sakichi!" Seakan-akan hendak menambah kegembiraan para pelayan, Hideyoshi bergegas
menghampiri mereka dan mengguncang-guncangkan badan Sebagai bukti bahwa bukan mereka
saja yang mengatasi masalah kutu.
Tiba-tiba seorang prajurit mengintip dari luar kemah. "Apakah Tuan Shojumaru ada di sini?"
"Ya, aku di sini," balas Shojumaru. Prajurit itu salah satu pengikut ayahnya.
"Kalau Tuan tidak sedang sibuk melaksanakan tugas, ayah Tuan ingin bertemu."
Shojumaru minta izin pada Hideyoshi. Karena permintaan ini kurang lazim, Hideyoshi tampak
terkejut, tapi cepat-cepat memberikan persetujuannya. Shojumaru segera pergi, disertai oleh
pengikut ayahnya. Api unggun menyala di mana-mana, dan semua kesatuan sedang bergembira
ria. Mereka sudah kehabisan makanan dan sake, tapi sebagian suasana Tahun Baru masih terasa.
Malam ini menandai hari kelima belas di Bulan Pertama. Ayah Shojumaru tidak berada di
perkemahan. Tanpa mengindahkan hawa dingin, ia duduk di sebuah kursi, di puncak bukit yang
jauh dari barak-barak darurat.
Tak ada perlindungan dari terpaan angin dingin yang menusuk-nusuk kulit dan hampir membuat
darah berhenti mengalir. Tapi Kanbei hanya memandang ke dalam kegelapan. scolah-olah ia
sebuah patung prajurit yang terbuat dari kayu.
"Ayah, aku sudah datang."
12 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Kanbei hanya bergerak sedikit ketika Shojumaru melangkah ke sampingnya dan berlutut.
"Kau sudah mendapat izin dari majikanmu?" "Sudah, dan aku segera datang."
"Kalau begitu, temani aku duduk di sini sejenak" "Baik."
"Perhatikan Benteng Miki. Bintang-bintang terselubung awan dan tak satu lentera pun menyala di
dalam benteng, jadi kau mungkin tidak melihat apa-apa. Tapi kalau matamu sudah terbiasa dengan
kegelapan ini, bentengnya akan tampak samar-samar."
"Untuk inikah aku diminta datang?"
"Ya," ujar Kanbei, sambil memberikan tempat duduknya pada putranya. "Selama dua atau tiga hari
terakhir aku mengamati benteng, dan entah kenapa aku mendapat kesan bahwa sedang terjadi
sesuatu di dalamnya. Sudah setengah tahun kita tidak melihat asap, tapi sekarang ada sedikit, dan
ini mungkin membuktikan bahwa hutan kecil yang mengelilingi benteng - satu-satunya rintangan
yang menghalangi pandangan dari luar - sedang ditebang dan digunakan Sebagai kayu bakar.
Kalau kau pasang telinga saat malam telah larut, kau akan merasa mendengar suara-suara, tapi
sulit untuk mengatakan apakah itu suara tangis atau tawa. Pokoknya, selama Tahun Baru telah
terjadi sesuatu yang tidak biasa di dalam benteng." "Ayah yakin?"
"Sebenarnya tidak ada perubahan nyata, dan kalau aku ternyata keliru tapi sudah keburu
mengumumkannya, orang-orang kita mungkin menjadi tegang dengan sia-sia. Itu mungkin
merupakan kesalahan serius yang dapat menimbulkan saat lengah, dan kelengahan ini bisa saja
dimanfaatkan oleh pihak musuh. Tidak, aku hanya duduk di sini memandangi benteng pada malam
kemarin dan malam sebelumnya, dan aku merasa sedang terjadi sesuatu. Bukan memandang
dengan mata kepala, melainkan dengan mata batin."
"Itu sulit sekali."
"Ya, memang sulit, tapi bisa juga dianggap mudah.
Kau tinggal menenangkan hati dan mengosongkan batinmu. Karena itulah aku tak bisa memanggil
para prajurit lain. Kuminta kau duduk di sini dan menggantikanku untuk beberapa waktu."
"Aku paham." "Jangan sampai tertidur. Kau memang diterpa angin dingin, tapi setelah terbiasa, kau akan
mengantuk." "Aku takkan melakukan kesalahan."
"Satu hal lagi. Segera lapor pada jendral-jendral Iain begitu kau melihat api di dalam benteng, walau
hanya sekilas. Dan kalau kau melihat prajurit musuh meninggalkan benteng, nyalakan sumbu
cerawat, lalu lari menghadap Yang Mulia."
"Baik." Shojumaru mengangguk sambil menatap panah api yang tertancap di tanah di depannya.
Situasinya lumrah untuk medan tempur, tapi tak sekali pun ayahnya bertanya, apakah tugas itu
13 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
berat atau menyiksa, dan Kanbei pun tidak berusaha menenangkan anak itu. Namun Shojumaru
memahami bahwa ayahnya selalu berusaha menurunkan ilmu kemiliterannya, sesuai situasi yang
tengah dihadapi. Shojumaru merasakan pancaran kehangatan, bahkan dari balik sikap ayahnya
yang teramat serius, dan ia menganggap dirinya sangat beruntung.
Kanbei meraih tongkatnya, dan sambil terpincang-pincang menuju ke arah barak-barak. Tapi ia
tidak memasuki perkemahan, melainkan terus menuruni gunung seorang diri. Dengan cemas para
pem- bantunya bertanya ke mana ia hendak pergi .
"Ke bukit-bukit di bawah," Kanbei menjawab singkat, dan walaupun harus bertopang pada
tongkatnya, ia mulai menuruni jalan setapak dengan langkah yang hampir dapat dikatakan ringan.
Orang-orang yang semula menyertai Kanbei, Mori Tahei dan Kuriyama Zensuke, segera
menyusulnya. "Tuanku!'' Mori memanggil. "Tunggu!"
Kanbei berhenti, memegang tongkat, dan menoleh ke arah mereka. "Rupanya kalian berdua?"
"Hamba tercengang melihat kelincahan tuanku," ujar Mori, tersengal-sengal. "Dengan kaki tuanku
yang cedera, hamba khawatir tuanku akan celaka."
"Aku sudah tcrbiasa berjalan dengan kakiku yang pincang," Kanbei menampik sambil tertawa. "Aku
hanya jatuh kalau aku mcmikirkan kakiku saat aku melangkah. Belakangan ini aku bisa bergerak
lebih bebas. Tapi aku tak ingin memamerkannya."
"Tuanku sanggup melakukannya di tengah-tengah pertempuran?"
"Kurasa tandu lebih baik untuk medan perang. Dalam pertempuran jarak dekat pun aku bebas
menggenggam pedang dengan kedua tangan atau merebut tombak musuh. Satu-satunya hal yang
tak dapat kulakukan hanyalah berlari maju-mundur. Jika aku duduk di tandu dan melihat gelombang
prajurit musuh siap menerjang, aku dikuasai oleh gejolak tak tertahankan. Rasanya seolah-olah
musuh akan mundur hanya dengan mendengar suaraku."
"Ah, tapi keadaan sekarang sangat berbahaya. Bagian-bagian tebing yang terlindung dari matahari
masih disdimuti salju, dan tuanku mungkin tergelincir dalam arus salju yang mencair."
"Di bawah sana ada sungai, bukan?"
"Perkenankan hamba menggendong tuanku ke seberang." Mori menawarkan punggungnya.
Kanbei digotong menyeberangi sungai. Ke manakah mereka hendak pergi " Kedua pengikut Kanbei
tak punya bayangan sama sekali. Beberapa jam sebelumnya, mereka melihat seorang prajurit
datang dari pagar pertahanan di kaki gunung dan menyerahkan sesuatu yang tampak seperti surat
pada Kanbei, dan tak lama kemudian, mereka tiba-riba disuruh menyertai Kanbei, tapi tidak
memperoleh keterangan lebih lanjut.
Setelah perjalanan lumayan jauh, Kuriyama mulai menyinggungnya. "Tuanku, apakah komando pos
jaga di kaki gunung mengundang tuanku malam ini?"
14 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Apa" Kaukira kita diundang makan?" Kanbei terkekeh-kekeh. "Kaupikir perayaan Tahun Baru tak
ada habis-habisnya" Bahkan Yang Mulia Hideyoshi pun sudah tidak lagi mcngadakan upacara
minum teh." "Kalau begitu, ke manakah kita pergi ?"
"Ke pagar pertahanan di tepi Sungai Miki."
"Pagar pertahanan di tepi sungai" Itu tempat berbahaya!"
"Tentu saja berbahaya. Tapi pihak musuh juga menganggapnya begitu. Di situlah kedua
perkemahan bertemu."
"Hmm, bukankah lebih baik kalau kita membawa lebih banyak orang?"
"Tidak perlu. Pihak musuh pun tidak membawa rombongan besar. Kurasa kita hanya akan menemui
seorang pembantu dan seorang anak kecil."
"Anak kecil?" "Benar."
"Hamba tidak mengerti."
"Ikut sajalah. Dan jangan ribut. Aku bukannya tak mau memberi tahu kalian, tapi untuk sementara
lebih baik kalau urusannya tetap kurahasiakan. Setelah Benteng Miki takluk, aku juga akan
menjelaskan duduk perkatanya pada Yang Mulia Hideyoshi.'
"Benteng Miki akan takluk?"
"Apa jadinya kalau tidak" Pertama-tama, kemung-kinan besar musuh akan menyerah kalah dalam
dua atau tiga hari mendatang. Mungkin bahkan besok."
"Besok?" Kedua pengikut itu menatap Kanbei dengan mata terbelalak. Wajahnya tampak putih
terkena pantulan cahaya dari air sungai yang jernih. Ilalang kering terdengar berdesir di
tempat-tempat dangkal. Mori dan Kuriyama berhenti karena ngeri. Mereka melihat sebuah sosok
berdiri di antara ilalang di tepi seberang.
"Siapa itu?" Kejutan berikut berbeda dari kejutan pertama. Sepertinya mereka berhadapan dengan
jendral musuh yang berkedudukan tinggi, tapi orang itu hanya disertai satu pembantu yang
menggendong anak kecil di punggung. Tak ada tanda-tanda bahwa ketiganya datang dengan
maksud buruk. Sepertinya mereka sedang menunggu kedatangan mmbongan Kanbei.
"Tunggu di sini," Kanbei memerintahkan.
Dengan taat kedua pengikutnya memperhatikan majikan mereka menjauh.
Ketika Kanbei mulai berjalan, musuh yang berdiri di tengah ilalang pun maju satu-dua langkah.
Begitu mereka dapat saling melihat dengan jelas, keduanya menegur sapa, seakan-akan mereka
sahabat lama. Seandainya pertemuan rahasia antarmusuh di tempat seperti ini sempat diaksikan
oleh orang lain, orang itu tentu akan mencium persekongkolan, tapi kelihatannya Kanbei maupun
15 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
jendral musuh yang ditemuinya sama sekali tidak mengacuhkan pertimbangan se-macam itu.
"Anak yang hendak kutitipkan pada Tuan berada di punggung laki-laki itu. Pada waktu benteng
akhirnya takluk dan aku menemui ajal di medan tempur besok, kuharap Tuan tidak menertawakan
kasih sayang seorang ayah. Dia anak kecil tak berdosa dan masih begitu polos." Inilah jendral
musuh, komandan Benteng Miki, Goto Motokuni. Ia dan Kanbei kini berbicara dengan akrab, karena
baru pada akhir musim gugur tahun lalu Kanbei mendatangi Benteng Miki sebagai utusan
Hideyoshi, menyarankan agar mereka menyerah. Pada waktu itu pun pembicaraan mereka
berlangsung dalam suasana bersahabat. "Rupanya Tuan telah membulatkan tekad. Aku ingin
bertemu dengannya. Suruh orang itu membawanya kc sini."
Ketika Kanbei memberi isyarat halus, pengikut Goto maju dari balik majikannya, melepaskan tali
yang mengikat anak di punggungnya, dan menurunkan anak itu dengan hati-hati.
"Berapa umurnya?"
"Baru tujuh tahun." Pengikut Goto tentu sudah lama bertugas sebagai pengasuh anak itu; ia
menjawab pertanyaan Kanbei sambil mengusap matanya yang berkaca-kaca, membungkuk satu
kali, lalu mundur lagi. "Namanya?" tanya Kanbei, dan kali ini ayah anak itu yang menjawab.
"Dia dipanggil Iwanosuke. Ibunya telah tiada, dan tak lama lagi ayahnya akan menyusul. Tuan
Kanbei, aku mohon dengan sangat agar Tuan sudi menjaga masa depan anak ini."
"Jangan khawatir. Aku pun seorang ayah. Aku memahami perasaan Tuan, dan aku akan
memastikan dia dibesarkan di bawah pengawasanku sendiri. Kalau dia telah dewasa kelak, nama
marga Goto takkan lenyap dari muka bumi,"
"Kalau begitu, besok aku bisa menyambut maut tanpa penyesalan." Goto berlutut dan mendekap
putranya. "Perhatikan baik-baik apa yang dikatakan ayahmu sekarang. Umurmu sudah tujuh tahun.
Putra samurai tak pernah menangis. Upacara akil baligmu masih jauh, dan kau masih merindukan
cinta kasih ibumu dan ingin berada di sisi ayahmu. Tapi kini dunia dilanda pertempuran. Kita tak
kuasa mencegah perpisahan ini, dan sudah sewajarnya aku gugur bersama junjunganku. Tapi
sesungguhnya nasibmu tidak terlalu malang. Kau beruntung bisa berada bersamaku sampai malam
ini, dan untuk itu kau harus memanjatkan syukur kepada dewa-dewa langit dan bumi. Mulai
sekarang, kau akan berada di sisi laki-laki ini, Kuroda Kanbei. Tuan Kanbei akan menjadi majikan
sekaligus orangtua yang membesarkanmu, jadi kau harus taat kepadanya. Kau mengerti?"
Ketika ayahnya menepuk-nepuk kepalanya dan berbicara dengannya, Iwanosuke berulang kali
mengangguk sambil membisu, sementara air mata mengalir di pipinya. Nasib Benteng Miki kini
sudah jelas. Semua orang di dalam benteng, yang berjumlah beberapa ribu, tentu saja berikrar
untuk gugur bersama junjungan mereka, dan telah bertekad untuk menghadapi kematian dengan
gagah berani. Kemauan Goto sekeras batu karang, dan sekarang pun ia tak goyah sedikit pun. Tapi
ia memiliki putra yang masih kanak-kanak, dan ia tak sampai hati menyaksikan kematian seorang
anak yang tak berdosa. Iwanosuke masih terlalu kecil untuk memikul beban sebagai keturunan
samurai. Selama hari-hari sebelum pertemuan ini, Goto mengirim surat pada Kanbei yang - walaupun berada
di pihak musuh - dipandangnya sebagai orang yang dapat dipercaya. Goto telah membuka hatinya
16

Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
pada Kanbei, memohon Kanbei untuk membesarkan putranya.
Ketika menguliahi putranya yang masih kecil itu, ia menyadari bahwa saat perpisahan telah tiba,
dan setetes air mata mengalir tanpa dapat dicegah. Akhirnya ia berdiri dan dengan tegas menyuruh
Iwanosuke menghampiri Kanbei, seakan-akan hendak mencampakkan bocah malang itu.
"Iwanosuke, kau pun harus memohon kemurahan hati Tuan Kanbei."
"Tenangkanlah pikiran Tuan," Kanbei meyakinkan laki-laki itu ketika ia meraih tangan putranya. Ia
memerintahkan salah satu pengikutnya untuk membawa anak itu kembali ke perkemahan.
Baru sekarang kedua pengikut Kanbei memahami maksud majikan mereka. Mori mengangkat
Iwanosuke ke punggungnya dan berangkat bersama Kuriyama.
"Baiklah," ujar Kanbei.
"Ya, inilah saat untuk berpisah." balas Goto.
Ucapan dan tindakan tidak selalu berjalan seiring. Kanbei berusaha mengeraskan hati dan pergi
secepatnya, tapi walaupun ia menganggap ini sebagai tindakan paling baik, kakinya terasa berat
melangkah. Akhirnya Goto berkata sambil tersenyum, "Tuan Kanbei, jika besok kita berjumpa di medan tempur,
dan kita membiarkan ujung tombak kita menjadi tumpul karena perasaan kita, kita akan
menanggung aib sampai akhir zaman. Kalau yang terburuk terjadi, aku takkan segan-segan
memenggal kepala Tuan. Secmoga Tuan tidak lengah!" Ia menyemburkan kata-kata itu sebagai
ucapan perpisahan, kemudian langsung berbalik dan berjalan ke arah benteng.
Kanbei pun segera kembali ke Bukit Hirai, menghadap Hideyoshi, dan memperlihatkan putra Goto.
"Besarkan dia dengan baik." Hideyoshi berpesan. "Itu akan merupakan perbuatan amal. Dia
kelihatan gagah, bukan?" Hideyoshi sangat sayang pada anak kecil, dan ia memandang wajah
Iwanosuke dengan ramah dan menepuk-nepuk kepalanya.
Barangkali Iwanosuke belum mengerti; usianya baru tujuh tahun. Ia berada di perkemahan asing
bersama orang-orang asing, sehingga ia menatap segala sesuatu di sckelilingnya dengan mata
terbelalak. Berthun-tahun kemudian ia akan meraih ke-masyhuran sebagai prajurit marga Kuroda.
Tapi sekarang ia hanya bocah cilik yang ditinggal seorang diri, hampir seperti kera gunung yang
jatuh dari pohonnya. Hari yang dinanti-nanti pun tiba. Benteng Miki akhirnya berhasil ditaklukkan. Hari itu hari ketujuh
belas di Bulan Pertama tahun Tensho Kedelapan. Nagaharu, adik laki-lakinya Tomoyuki, dan para
pengikut seniornya membelah perut masing-masing, benteng dibuka, dan Uno Uemon
menyampaikan surat penyerahan pada Hideyoshi.
Kami bertahan selama dua tahun dan telah mengerahkan segala daya sebagai prajurit.
Satu-satunya hal yang tak tega kusaksikan adalah kematian beberapa ribu prajurit setia dan para
anggota keluargaku. Demi para pengikutku aku memohon dan berbarap Tuan sudi memperlibatkan belas kasihan.
17 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Hideyoshi meluluskan permohonan jantan ini dan menerima penyerahan Benteng Miki.
Kaum Padri WALAUPUN Hideyoshi dan Nobunaga berdiam di tempat yang saling berjauhan, Hideyoshi merasa
bahwa pengiriman berita secara berkala ke Azuchi merupakan salah satu kewajibannya sebagai
panglima perang. Dengan cara ini, Nobunaga memperoleh gambaran umum mengenai situasi di
provinsi-provinsi Barat, sehingga ia merasa tenteram.
Setelah menyaksikan keberangkatan Hideyoshi ke provinsi-provinsi Barat. Nobunaga menyambut
Tahun Baru di Azuchi. Tahun Kesepuluh Tensho telah tiba. Suasana Tahun Baru lebih semarak
dibandingkan tahun lalu, dan perayaannya diiringi kecelakaan. Kejadian berikut tercatat dalam
Riwayat Hidup Nobunaga: Ketika para pembesar provinsi, sanak saudara, dan orang-orang lain berdatangan ke Azuchi untuk
menyampaikan ucapan selamat Tahun Baru kepada Yang Mulia, desakan massa begitu kuat,
sehingga sebuah tembok runtuh dan banyak yang tewas tertimbun bebatuan yang jatuh.
Kekacauan besar tak terelakkan.
"Kenakan biaya seratus mon pada setiap tamu yang datang pada hari pertama, tanpa memandang
siapa orangnya," Nobunaga memerintahkan pada malam Tahun Baru. "Sudah sewajarnya orang
membayar pajak kunjungan, karena diperkenankan menghadap-ku untuk mengucapkan selamat
Tahun Baru." Tapi bukan itu saja. Sebagai imbalan atas pajak kunjungan yang dibayar, Nobunaga juga membuka
bagian-bagian benteng yang biasanya tertutup untuk umum.
Tempat-tempat penginapan di Azuchi sudah lama dipesan habis oleh para pelancong
tamasya - para pembesar, saudagar, cerdik pandai, dokter, seniman, pengrajin, serta para samurai
dari segala tingkatan. Semuanya tak sabar menanti kesempatan melihat Kuil Sokenji, melewati
Gerbang Luar, dan menuju Gerbang Ketiga, lalu dari sana melintasi daerah hunian dan memasuki
taman pasir putih, untuk kemudian menghaturkan selamat Tahun Baru pada junjungan mereka.
Para pengunjung Tahun Baru menyusuri benteng, memandang ruang demi ruang. Mereka
mengagumi pintu-pintu geser yang dihiasi lukisan Kano Eitoku. terpukau oleh tikar-rikar tatami
dengan pinggiran berupa brokat Korea, dan dibuat tercengang oleh dinding-dinding yang dipoles
dan dilapisi emas. Para pengawal menggiring massa keluar lewat gerbang istal, tapi tanpa diduga jalan mereka
terhalang oleh Nobunaga dan beberapa pembantunya.
"Jangan lupa membayar sumbangan! Masing-masing seratus mon!" Nobunaga berseru. Ia
menerima uang itu dengan tangannya sendiri dan melemparkannya ke belakang.
18 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Dengan cepat tumpukan keping uang di belakangnya mulai menggunung. Uang itu dimasukkan ke
dalam kantong-kantong oleh sejumlah prajurit, lalu diberikan kepada pejabat-pejabat yang
berwenang dan dibagi-bagikan pada kaum papa di Azuchi. Jadi, dengan hati senang Nobunaga
membayangkan bahwa selama Tahun Baru tak ada yang perlu menahan lapar di Azuchi.
Ketika Nobunaga berbicara dengan pejabat yang bertugas mengumpulkan sumbangan, yang
semula merasa rikuh karena Nobunaga hendak melibatkan diri dalam kegiatan yang demikian
kampungan, orang itu terpaksa mengakui. "Gagasan Yang Mulia sungguh cemerlang. Orang-orang
yang mengunjungi benteng mendapatkan kisah yang dapat mereka ceritakan sepanjang hayat, dan
orang-orang miskin yang memperoleh 'sumbangan' akan menyebarkan beritanya. Semua orang
menganggap keping-keping itu bukan uang biasa, melainkan uang yang telah tersentuh tangan
Yang Mulia Nobunaga, dan karena itu sayang dikeluarkan lagi. Mereka bilang akan
menggunakannya sebagai modal. Wah, para petugas pun merasa gembira. Hamba pikir kegiaran
amal ini merupakan contoh baik untuk Tahun Baru berikut, dan untuk tahun-tahun mendatang."
Tapi di luar dugaan orang itu, Nobunaga menggelengkan kepala dengan dingin dan berkata, "Aku
tidak akan melakukannya lagi. Membiarkan orang miskin terbiasa menerima sedekah merupakan
kesalahan bagi orang yang memegang tampuk pemerintahan."
*** Bulan Pertama telah berlalu setengahnya. Setelah perhiasan Tahun Baru dicopot dari pintu-pintu
rumah, para warga Azuchi menyadari bahwa sedang terjadi sesuatu - begitu banyak kapal memuat
barang dan berlayar setiap hari.
Kapal-kapal itu, tanpa kecuali, berlayar dari bagian selatan danau ke arah utara. Dan ribuan
bungkus beras dibawa lewat jalan darat oleh iring-iringan kuda dan gerobak yang panjang dan
meliuk-liuk. Semuanya menuju utara.
Seperti biasa, jalan-jatan di Azuchi dipenuhi oleh pelancong-pclancong yang berlalu-lalang dan para
pembesar yang datang dan pergi. Tak satu hari pun berlalu tanpa kurir yang memacu kudanya, atau
kedatangan utusan dari provinsi lain.
"Kau tidak mau ikut?" Nobunaga berseru riang pada Nakagawa Sebei.
"Ke mana, tuanku?"
"Membawa elang untuk berburu!"
"Itu olahraga kesukaan hamba! Bolehkah hamba menyertai tuanku?"
"Sansuke, kau ikut juga."
Pada suatu pagi di awal musim semi, Nobunaga bertolak dari Azuchi. Rombongan yang
menyertainya sudah ditentukan malam sebelumnya, tapi Nakagawa Sebei - yang baru tiba di
benteng - ikut diajak, begitu juga putra Ikeda Shonyu, Sansuke.
Nobunaga gemar berkuda, menyukai gulat sumo, berburu dengan elang, dan upacara minum teh,
tapi berburulah yang merupakan hiburan favoritnya.
19 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Seusai acara berburu, para penabuh dan pemanah selalu letih sekali. Kegiatan seperti ini mungkin
dianggap sebagai hiburan, namun Nobunaga tak pernah mengerjakan sesuatu setengah-setengah.
Dengan gulat sumo, misalnya, jika sebuah basho diadakan di Azuchi, ia akan mengumpulkan lebih
dari seribu lima ratus pegulat dari Omi, Kyoto, Naniwa, dan provinsi-provinsi jauh lainnya. Para
pembesar akan menonton beramai-ramai, dan Nobunaga pun seakan-akan tak jemu-jemunya
menyaksikan pertarungan demi pertarungan, walaupun malam telah larut. Ia justru menunjuk
orang-orang dari kalangan pengikutnya sendiri dan menyuruh mereka naik ke arena.
Namun acara berburu ke Sungai Echi di Bulan Pertama itu tak lebih dari pesiar belaka, dan
burung-burung elang pun tak dilepaskan. Setelah berhenti sejenak untuk melepas lelah, Nobunaga
memberi perintah untuk kembali kc Azuchi.
Ketika rombongannya memasuki kota, Nobunaga mengekang kudanya dan berpaling ke sebuah
bangunan yang tampak asing dan dikelilingi pepohonan. Gesekan biola mengalun dari salah satu
jendela. Mendadak Nobunaga turun dari kuda dan melewati pintu beserta sejumlah pembantu.
Dua atau tiga padri Jesuit bergegas menyambutnya, tapi Nobunaga sudah melangkah memasuki
bangunan itu. "Yang Mulia!" para padri berseru kaget.
Inilah sekolah yang dibangun bersebelahan dengan Gereja Kebangkitan Yesus Kristus. Nobunaga
merupakan salah satu orang yang membantu pendirian sekolah itu, tapi segala sesuatu, mulai dari
kayu untuk keperluan konsituksi sampai ke perlengkapannya, disumbangkan oleh para pembesar
provinsi yang telah beralih pada ajaran Nasrani.
"Aku ingin melihat bagaimana kalian mendidik murid-murid kalian," ujar Nobunaga. "Kukira mereka
ada di sini." Mendengar keinginan Nobunaga, para padri bersukaria dan saling memberitahu betapa besar
kehormatan yang mereka peroleh. Tapi Nobunaga tidak memedulikan ocehan mereka, dan segera
menaiki tangga. Terburu-buru, nyaris panik, salah satu padri mendului Nobunaga ke ruang kelas, dan memberitahu
para murid bahwa mereka mendapat kunjungan tak terduga dari seorang tamu agung.
Bunyi biola mendadak berhenti, dan bisik-bisik para murid langsung dihentikan. Sejenak Nobunaga
berdiri di mimbar dan memandang berkeliling. Baginya sekolah itu sungguh ganjil. Kursi-kursi dan
meja-meja di dalam ruang kelas tampak asing di matanya, dan di atas setiap meja ada sebuah buku
pelajaran. Seperti bisa diduga, semua murid merupakan putra para pembesar dan pengikut. Penuh
hormat mereka membungkuk di depan Nobunaga.
Anak-anak itu berusia antara sepuluh dan lima belas tahun. Semuanya berasal dari keluarga
terpandang, dan pemandangan yang terlihat, yang diilhami oleh kebudayaan Eropa yang asing
namun menakjubkan, menyerupai taman bunga yang tak tertandingi oleh sekolah kuil Jepang mana
pun di Azuchi. Tapi pertanyaan mengenai sekolah mana - Nasrani atau Buddha - yang menawarkan pendidikan
paling baik rupanya telah terjawab dalam benak Nobunaga, sehingga ia tidak kagum maupun
terpesona pada apa yang dilihatnya. Ia meraih buku pelajaran seorang murid dari meja paling
20 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dekat, membolak-balik halamannya, lalu mengembalikannya pada pemiliknya.
"Siapa yang memainkan biola tadi?" ia bertanya. Salah seorang padri berbicara dengan para murid,
mengulangi pertanyaan Nobunaga.
Nobunaga segera paham. Baru sekarang para guru masuk ke ruang kelas, dan para murid
memanfaatkan ketidakhadiran mereka untuk memainkan alat musik, berbincang-bincang, dan
bercanda ria. "Jerome yang memainkannya," ujar si Padri.
Semua murid menoleh pada satu anak yang duduk di tengah-tengah mereka. Nobunaga mengikuti
arah pandangan mereka, dan matanya bertumpu pada seorang pemuda berusia empat belas atau
lima belas tahun. "Ya. Itu dia. Itu Jerome." Ketika si Padri menunjuknya, pemuda itu tersipu-sipu dan menundukkan
kepala. Nobunaga sangsi apakah ia mengenalnya atau tidak.
"Siapa Jerome ini" Putra siapakah dia?" ia kembali bertanya.
Dengan keras padri tadi menegur anak itu. "Berdirilah, Jerome. Jawab pertanyaan Yang Mulia."
Jerome berdiri dan membungkuk.
"Hamba yang memainkan biola tadi, Yang Mulia." Ucapannya tegas, tanpa merendah: kelihatan
jelas ia keturunan keluarga samurai.
Nobunaga terus menatap mata Jerome, tapi pemuda itu tidak mengalihkan pandangannya.
"Apa yang kaumainkan tadi" Itu pasti musik bangsa barbar dari Selatan."
"Ya, benar. Hamba memainkan Mazmur Daud," Pemuda itu tampak sangat gembira. Ia bicara
demikian lancar, seakan-akan sudah lama menanti-nanti kesempatan untuk menjawab pertanyaan
sepeni itu. "Siapa yang mengajarkannya padamu?" "Hamba belajar dari Padri Valignani." "Ah. Valignani."
"Yang Mulia mengenalnya?" tanya Jerome.
"Ya, aku pernah bertemu dengannya." balas Nobunaga. "Di mana dia sekarang?"
"Dia berada di Jepang selama Tahun Baru, tapi mungkin sudah bertolak dari Nagasaki dan kembali
ke India lewat Macao. Menurut surat dari sepupu hamba, kapalnya seharusnya berlayar pada
tanggal dua puluh." "Sepupumu?" "Namanya Ito Anzio,"
"Aku belum pernah mendengar nama itu - 'Anzio'. Apa dia tak punya nama Jepang?"
"Dia keponakan Ito Yoshimasu. Namanya Yoshi-kata."
21 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Oh, begitu rupanya. Kerabat Ito Yoshimasu, penguasa Benteng Obi. Dan bagaimana denganmu?"
"Hamba putra Yoshimasu."
Nobunaga merasa geli. Ketika menatap pemuda lancang tapi menyenangkan ini, ia langsung
membayangkan sosok ayahnya, Ito Yoshimasu yang bercambang dan ugal-ugalan. Kota-kota
benteng di pesisir Pulau Kyushu di bagian barat Jepang berada dalam kekuasaan orang-orang
seperti Oiomo, Omura, Arima, dan Ito. Dan belakangan ini daerah tersebut mulai terpengaruh
kebudayaan Fropa. Apa pun yang dibawa dari Eropa - entah senjata api, mesiu, teropong, obat-obat dan alat-alat
kedokteran, kulit, kain celup dan kain tenun, serta barang-barang kebutuhan sehari-hari - Nobunaga
menerimanya de-ngan rasa terima kasih. Ia terutama menaruh minat pada - dan bahkan sangat
menginginkan - penemuan-penemuan yang berkaitan dengan ilmu kedokteran, ilmu bintang, dan
kemiliteran. Namun sebaliknya ada dua hal yang ditolaknya mentah-mentah: ajaran Nasrani dan
pendidikan Nasrani. Tapi jika kedua hal ini tidak diperkenankan kepada para misionaris, mereka
takkan datang membawa senjata, obat-obatan, dan kejaiban-kejaiban lainnya.
Nobunaga menyadari bahwa ia perlu memelihara berbagai kebudayaan, dan ia telah mengizinkan
pembangunan gereja dan sekolah di Azuchi. Tapi setelah benih-benih yang dibiarkannya tumbuh
bertunas, ia mengkhawatirkan masa depan murid-murid itu. Jika diabaikan terlalu lama, situasi ini
tentu akan membawa masalah.
Nobunaga meninggalkan ruang kelas, dan oleh para padri ia dituntun ke sebuah ruang tunggu yang
nyaman. Di sana ia duduk di kursi berwarna-warni dan berkilau-kilau yang disediakan khusus bagi
tamu agung. Para padri lalu mengeluarkan teh dan tembakau dari negeri asal mereka, yang begitu
mereka banggakan, dan menawarkannya pada Nobunaga, tapi Nobunaga tidak menyentuhnya.
"Putra Ito Yoshimasu baru saja memberitahuku bahwa Valignani berlayar dari Jepang bulan ini.
Apakah dia sudah berangkat?"
Salah seorang padri menjawab, "Padri Valignani menyertai rombongan dari Jepang."
Rombongan?" Nobunaga tampak curiga. Kyushu belum berada di bawah kekuasaannya, sehingga
tidak mengherankan bahwa hubungan persahabatan dan perniagaan antara Eropa dan para
pembesar dari pulau itu membuatnya bersikap waspada.
"Menurut Padri Valignani, jika anak-anak orang Jepang yang berpengaruh tak pernah memperoleh
kesempatan untuk melihat peradaban Eropa, hubungan niaga dan diplomatik takkan pernah
terbentuk dengan baik. Dia menyurati raja-raja di Eropa serta Sri Paus dan mcmbujuk mereka untuk
mengundang rombongan dari Jepang. Yang tertua dari mereka yang terpilih untuk misi ini berumur
enam belas tahun." Kemudian ia menyebutkan nama-nama mereka. Hampir semuanya merupakan putra marga
tcrpandang di Kyushu. Mereka pemberani." Nobunaga malah gembira bahwa serombongan pemuda - yang paling tua baru
berusia enam belas - berlayar ke Eropa yang begitu jauh. Dalam hati, ia pikir ada baiknya
seandainya ia sempat bertemu dengan mereka, dan sebagai bekal bagi mereka, berbicara
22 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mengenai keyakinan dan kepercayaannya sendiri.
Mengapa para raja Eropa serta orang seperti Padri Valignani begitu bersemangat agar anak-anak
para pembesar provinsi mcngunjungi Eropa" Nobunaga memahami tujuan mereka, tapi ia juga
melihat maksud yang terselubung.
"Ketika bertolak dari Kyoto untuk kunjungan ini, Valignani mengungkapkan penyesalannya...
mengenai Yang Mulia."
"Penyesalan?" "Bahwa dia kembali ke Eropa sebelum membaptis Yang Mulia."
"Begitukah" Dia bilang begitu ?" Nobunaga tertawa. Ia bangkit dari kursi dan berpaling kepada
pembantunya. Orang itu membawa elang yang bertengger di tangannya. "Kita sudah terlalu lama di
sini. Mari kita pergi."
Begitu ucapan itu meluncur dari bibirnya, ia sudah menuruni tangga dengan langkah lebar. Di luar
pintu ia segera menyuruh seseorang mengambilkan kudanya. Ito Jerome - murid yang memainkan
biola tadi - serta para murid lain berbaris di pekarangan sekolah untuk mengantar Nobunaga.
*** Benteng di Nirasaki, ibu kota Kai yang baru, telah rampung sampai ke dapur dan hunian para
dayang. Tanpa memedulikan bahwa hari itu hari kedua puluh empat di Bulan Kedua Belas, tepat di akhir
tahun, Takeda Katsuyori pindah dari Kofu, yang selama bergenerasi-generasi merupakan ibu kota
para leluhurnya, ke ibu kotanya yang baru. Kemegahan dan keindahan kepindahan itu masih
menjadi buah bibir para petani di sepanjang jalan.
Mulai dari tandu untuk Katsuyori dan istrinya serta dayang-dayang mereka, berlanjut dengan tandu
untuk bibi dan purri bibinya, tandu para pembesar dan kerabat Takeda berjumlah ratusan.
Dari iring-iringan yang memukau ini - para samurai dan pengikut, para pembantu pribadi, para


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pejabat dengan pelana emas dan perak, hiasan kulit kerang, kemilau lapisan emas, payung-payung
yang dibuka, para pemanah dengan busur dan tempat anak panah, gagang-gagang lombak yang
menyerupai hutan - yang paling menarik perhaitan semua orang adalah panji-panji marga Takeda.
Tiga belas aksara Cina tampak berkilau dengan warna emas di atas kain merah terang,
berdampingan dengan bendera lain. Dua baris aksara emas tampak pada bendera panjang
berwarna biru tua: Gesit bagaikan angin Hening bagikan hutan Panas bagaikan api Diam bagaikan gunung Semua
orang tahu bahwa kaligrafi sajak ini merupakan karya Kaisen, biksu kepala Kuil Erin.
"Ah, sungguh menyedihkan bahwa jiwa bendera ini meninggalkan benteng di Tsutsujtgasaki dan
berpindah ke tempat lain."
Semua orang di ibu kota lama tampak sedih. Setiap kali bendera dengan ucapan Sun Tzu dan
bendera dengan aksara-aksara Cina dikibarkan dan dibawa ke medan perang, para prajurit yang
23 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
gagah kembali dengan membawa kejayaan. Dalam kesempatan seperti itu, mereka dan para warga
kota bersorak-sorai sampai serak, memekikkan teriakan kemenangan. Peristiwa-peristiwa seperti itu
terjadi di zaman Shingen, dan sekarang semuanya merindukan masa itu.
Walaupun bendera dengan kata-kata Sun Tzu tidak berubah secara fisik, orang-orang merasa
bendera itu berbeda dengan yang kerap mereka lihai sebelumnya.
Tapi ketika rakyat Kai menyaksikan harta yang luar biasa serta persediaan amunisi dipindahkan ke
ibu kota baru, berikut tandu-tandu dan pelana-pelana emas seluruh marga, dan iring-iringan kereta
lembu yang meliuk-liuk sepanjang bermil-mil, maka pulihlah keyakinan mereka bahwa Provinsi Kai
tetap provinsi kuat. Perasaan bangga yang meliputi mereka sejak zaman Shingen ternyata masih
hidup dalam hati para prajurit dan orang kebanyakan.
Tak lama sesudah Katsuyori pindah ke benteng di ibu kota baru, bunga-bunga prem berwarna
merah dan putih di pekarangan mulai mekar. Katsuyori dan pamannya, Takeda Shoyoken,
berjalan-jalan di kebun buah, tanpa memperhatikan kicauan burung.
"Dia bahkan tidak datang untuk perayaan Tahun Baru. Dia mengaku sakit. Apa dia tidak mengirim
kabar kepada Paman?"
Katsuyori berbicara mengenai sepupunya, Anayama Baisetsu, penguasa Benteng Ejiri. Oleh
orang-orang Takeda, benteng yang terletak di perbatasan dengan Suruga itu dianggap sebagai titik
strategis penting di daerah Selatan. Lebih dari setengah tahun telah berlalu sejak Baisetsu terakhir
kali mengunjungi Katsuyori, selalu berdalih bahwa ia sakit, dan Katsuyori merasa cemas.
"Tidak, hamba rasa dia benar-benar sakit. Dia biksu dan dikenal jujur. Hamba kira dia takkan
pura-pura sakit." Shoyoken merupakan orang yang amat baik hati, jadi jawabannya tak mampu mcnenteramkan
pikiran Katsuyori. Shoyoken terdiam. Katsuyori pun tidak mengucapkan apa-apa lagi, dan keduanya berjalan sambil membisu.
Di antara menara dan benteng dalam terdapat sebuah jurang sempit yang ditumbuhi berbagai jenis
pohon. Seekor burung turun mendadak, seakan-akan jatuh dari langtt, mengepak-ngepakkan
sayap, lalu kembali terbang. Secara bersamaan seseorang terdengar memanggil dari deretan
pohon prem. "Yang Mulia! Yang Mulia! Hamba membawa berita penting." Wajah pengikut itu tampak pucat.
"Tenangkan dirimu. Seorang samurai mestinya sanggup menyampaikan berita penting dengan
tenang," Shoyoken memarahinya. Shoyoken bukan sekadar menegur orang itu, ia juga hendak
menenangkan keponakannya. Tidak seperti biasa. Katsuyori pun tampak pucat karena kaget.
"Ini bukan urusan sepde. Beritanya sungguh penting, ruanku." balas Gcnshiro sambil menyembah.
"Kiso Yoshimasa dari Fukushima berkhianat!"
"Kiso?" Nada suara Shoyoken menunjukkan bahwa ia merasa ragu, sekaligus ingin menyangkal
24 Pendekar Bodoh . Setan Selaksa Wajah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
kebenaran berita itu. Sedangkan Katsuyori, ia mungkin sudah menduga bahwa ini akan terjadi. Ia
hanya menggigit bibir dan menatap pengikut yang bersujud di hadapannya.
Degup dalam dada Shoyoken pun takkan mudah diredam, dan ketidaktenangannya terdengar
dalam suaranya yang bergetar. "Suratnya! Mana suratnya!"
"Kurir tadi berpesan bahwa urusannya begitu mendesak, sehingga tak ada waktu yang boleh
terbuang," ujar Genshiro, "dan bahwa kita akan menerima surat dari kurir berikutnya."
Sambil berjalan dengan langkah lebar, Katsuyori melewati pengikut yang masih bersujud, dan
berseru pada Shoyoken, "Kita tak perlu menunggu surat dari Goro. Dalam tahun-tahun terakhir
sudah banyak tanda mencurigakan mengenai Yoshimasa dan Baisetsu. Aku tahu permintaanku ini
sangat merepotkan, Paman, tapi aku sekali lagi memerlukan Paman sebagai pemimpin pasukan.
Aku pun akan turut scrta."
Sebelum dua jam berlalu, genderang besar di menara benteng baru berdentam, dan bunyi
sangkakala berkumandang di kota benteng, menandakan pengerahan pasukan.
Kembang-kembang prem hampir putih ketika senja musim semi yang penuh damai di provinsi
pegunungan ini mulai berganti malam. Pasukan Kai bertolak sebelum hari berakhir. Dipacu oleh
matahari yang sedang terbenam, lima ribu orang berbaris di jalan raya Fukushima, dan ketika
malam tiba, hampir sepuluh ribu prajurit telah meninggalkan Nirasaki.
"Hah, malah kebetulan! Dia memperlihatkan pemberontakannya secara terang-terangan.
Seandainya ini tidak terjadi, aku mungkin takkan pernah mendapat kesempatan untuk menghabisi
pengkhianat yang tak tahu diri itu. Kali ini kita harus menumpas semua orang dengan kesetiaan
mendua di Fukushima."
Sambil melampiaskan kedongkolan yang begitu sukar dikendalikan, Katsuyori bergumam-gumam
sementara kudanya terus me
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
25Pendekar Bodoh . Ratu Perut Bumi m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pendekar Bodoh . Ratu Perut Bumi | http://cerita-silat.mywapblog.com | Pendekar Bodoh . Ratu Perut Bumi pdf created by Saiful Bahri (Seletreng - Situbondo) pd 23-04-2016 08:25:35
langkah. Tapi selain Katsuyori hanya sedikit yang marah karena peng-khianatan Kiso.
Seperti biasa, Katsuyori penuh percaya diri. Ketika memutuskan hubungan dengan marga Hojo, ia
membubarkan sebuah persekutuan tanpa memandang kckuatan marga yang telah memberikan
dukungan begitu besar kepadanya.
Atas saran orang-orang yang mengelilinginya, Katsuyori juga telah mengembalikan putra
Nobunaga - yang selama bertahun-tahun menjadi sandera pihak Takeda - ke Azuchi; tapi dalam
hati ia tetap memandang rendah pemimpin marga Oda itu, lebih-lebih lagi pada Tokugawa Ieyasu di
Hamamatsu. Sejak pertempuran di Nagashino, Katsuyori sudah memperlihatkan sikap agresif ini.
Seesngguhnya kekokohan semangat Katsuyori tanpa cela. Ia selalu berpikiran positif. Memang,
kekokohan semangat merupakan zat yang seharusnya mengisi hati sampai meluap. Dan selama
periode itu, yang ditandai oleh provinsi-provinsi yang saling berperang, golongan samurai secara
keseluruhan dapat dikatakan memiliki semangat sepertii itu. Tapi dalam situasi yang kini dihadapi
Katsuyori, orang sebaiknya mengandalkan kekuatan yang penuh kesabaran, yang sepintas lalu
mungkin saja dianggap kelemahan. Unjuk kekuatan secara sembrono takkan dapat menggertak
musuh, bahkan sebaliknya, justru memperkuat semangatnya. Karena alasan inilah kegagahan dan
keberanian Karsuyori dianggap enteng oleh Nobunaga dan Ieyasu.
Dan bukan oleh mereka saja, musuh-musuhnya. Di provinsinya sendiri terdengar suara-suara yang
berharap Shingen masih hidup.
Shingen berkeras menegakkan pemerintahan militer yang kuat di Kai, baik para pengikutnya
maupun rakyat Kai merasa mereka akan aman selama Shingen masih hidup, sehingga mereka
sepenuhnya bertopang pada dirinya.
Dalam masa pemerintahan Katsuyori pun, dinas militer, penarikan pajak, dan segala bidang
pe-merintahan lainnya tetap dijalankan berdasarkan hukum yang disusun oleh Shingen. Namun ada
sesuatu yang hilang. Katsuyori tidak tahu apa "sesuatu" itu. Sayangnya, ia bahkan tidak sadar bahwa ada yang hilang.
Tapi yang tidak dimilikinya adalah kepercayaan pada keselarasan serta kemampuan untuk
membangkitkan keyakinan terhadap pemerintahannya. Inilah yang mulai menimbulkan
pertentangan dalam tubuh marga.
Di zaman Shingen terdapat hukum tak tertulis yang dianut oleh golongan atas maupun bawah, yang
membuat mereka semua teramat bangga. Takkan pernah ada musuh yang diperkenankan
menjejakkan satu kaki pun ke wilayah Kai.
Tapi kini perasaan was-was timbul di mana-mana Rasanya tak perlu dijelaskan, semua orang
menyadari bahwa kekalahan di Nagashino menandakan akhir sebuah zaman. Bencana ini bukan
semata-mata akibat kegagalan perlengkapan dan strategi pasukan Kai. Bencana ini disebabkan
oleh kekurangan-kekurangan dalam watak Katsuyori; dan orang-orang di sekitarnya - bahkan rakyat
kebanyakan, yang menganggapnya sebagai sokoguru - mengalami kekecewaan yang luar biasa.
Katsuyori, mereka menyadari, bukanlah Shingen.
Meski Kiso Yoshimasa menantu Shingen, ia berkomplot untuk mengkhianati Katsuyori dan tak
1 Pendekar Bodoh . Ratu Perut Bumi m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
percaya bahwa Katsuyori sanggup bertahan lama. Ia mulai menghitung-hitung prospek Kai di masa
mendatang. Melalui perantara di Mino, sudah dua tahun ia diam-diam menjalin hubungan dengan
Nobunaga. Pasukan Kai berpencar, membentuk sejumlah barisan, dan maju ke arah Fukushima.
Para prajurit mdelngkah dengan mantap, penuh percaya diri. Acap kali mereka terdengar berkata,
"Pasukan Kiso akan kita injak-injak."
Tapi ketika hari demi hari berlalu, berita yang disampaikan ke markas besar tak dapat membuat
Takeda Katsuyori tersenyum puas. Justru sebaliknya, laporan-laporan itu malah mencemaskannya.
"Kiso tetap keras kepala."
"Medannya berbukit-bukit, dan pertahanan mereka kuat, jadi barisan depan kita membutuhkan
waktu beberapa hari untuk mendekat."
Setiap kali Katsuyori mendengar hal-hal seperti ini, ia menggigit bibir dan bergumam, "Kalau aku
sendiri yang pergi ke sana..."
Katsuyori memang cepat naik darah jika situasi perang tidak menguntungkan baginya.
Bulan Pertama berlalu, dan kini hari keempat di Bulan Kedua.
Berita mencemaskan sampai ke telinga Katsuyori: Nobunaga tiba-tiba memberi perintah untuk
mengerahkan pasukan di Azuchi, dan ia sendiri bahkan sudah bertolak dari Omi.
Mata-mata lain pun membawa kabar buruk: "Pasukan Tokugawa Ieyasu telah bertolak dari Suruga;
pasukan Hojo Ujimasa telah berangkat dari Kanto; dan Kanamori Hida meninggalkan Bentengnya.
Semuanya menuju Kai, dan kabarnya pasukan Nobunaga dan Nobutada telah terpecah dua dan
kini siap menyerbu. Ketika hamba mendaki sebuah gunung tinggi dan memandang berkeliling,
hamba melihat asap membubung ke segala arah."
Katsuyori merasa seperti diempaskan ke tanah. "Nobunaga! Ieyasu! Dan Hojo Ujimasa juga?"
Berdasarkan laporan-laporan rahasia itu, Katsuyori bagaikan tikus yang terperangkap.
Menjelang matahari terbenam, berita baru tiba: Pasukan Shoyoken telah membelot malam
sebelumnya. "Tak mungkin!" ujar Katsuyori. Namun sesungguhnya itulah yang terjadi, dan berita-beita
selanjutnya membawa bukti yang tak dapat disangkal.
"Shoyoken! Bukankah dia pamanku, dan termasuk pengetua marga" Apa-apaan dia meninggalkan
medan tempur dan lari tanpa izin" Dan yang lainnya, cis. bicara tentang orang-orang durhaka itu
hanya mengotori mulutku."
Katsuyori mencerca langit dan bumi, tapi seharusnya kemarahan itu ditujukan pada dirinya sendiri.
Biasanya ia tidak lemah hati, tapi seseorang dengan keberanian luar biasa pun mau tak mau
merasa ngeri akibat perkembangan seperti itu.
2 Pendekar Bodoh . Ratu Perut Bumi m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Apa boleh buat. Tuanku harus memberi perintah untuk mcmbongkar perkemahan."
Berkat saran Oyamada Nobushige dan yang lain, Katsuyori tiba-tiba mundur. Betapa hancur hatinya
ketika itu! Meski kedua puluh ribu prajurit yang berangkat bersamanya belum terlibat satu
pertempuran pun, mereka yang kini kembali ke Nirasaki berjumlah tak lebih dari empat ribu.
Barangkali untuk mencari penyaluran bagi perasaan-perasaan yang nyaris tak sanggup diatasinya.
Katsuyori memerintahkan Kaisen si biksu datang ke benteng. Keberuntungan seakan-akan semakin
menjauhi dirinya, sebab setelah kembali ke Nirasaki ia terus mendapat kabar buruk. Yang paling
buruk mungkin berita bahwa Anayama Baisetsu telah membelot, dan seolah-olah itu belum cukup,
Baisetsu bukan saja menyerahkan bentengnya di Ejiri pada musuh, melainkan juga bertindak
sebagai pemandu bagi Tokugawa Ieyasu. Konon Baisetsu kini berada di barisan depan pasukan
yang menyerbu Kai. Jadi, saudara iparnya sendiri telah mengkhianatinya secara terang-terangan, bahkan berupaya
menghancurkannya. Kejadian ini memaksa Katsuyori mawas diri. Di mana letak kesalahanku" Ia
bertanya dalam hati. Di satu pihak, ia semakin memperteguh semangatnya dan memerintahkan
agar pertahanan semakin diperkuat, tapi di pihak lain, ketika menerima Kaisen di bentengnya yang
baru, ia memperlihatkan kesediaan untuk melakukan intropeksi. Namun kemungkinan besar
perubahan ini datang terlambat.
"Baru sepuluh tahun berlalu sejak ayahku wafat, dan delapan tahun sejak pertempuran di
Nagashino. Mengapa para jendral Kai tiba-tiba mencampakkan prinsip-prinsip yang mereka anut?"
ia bertanya pada si biksu.
Tapi Kaiecn, yang duduk berhadapan dengannya, tetap membisu, sehingga Katsuyori melanjutkan,
"Sepuluh tahun lalu, jendral-jendral kita tidak seperti ini. Masing-masing memiliki rasa malu dan
menjaga reputasinya. Ketika ayahku masih berada di dunia ini, jarang ada orang yang mengkhianatt
junjungannya, apalagi marganya sendiri."
Kaisen duduk membisu dengan mata terpejam. Dibandingkan biksu itu, yang menyerupai abu yang
telah dingin, Katsuyori terus bicara seperti api yang berkobar hebar.
"Bahkan mereka yang semula tenang dan siap menggempur para pengkhianat akhirnya bubar
tanpa terlibat pertempuran atau menunggu perintah junjungan mereka. Pantaskah sikap seperti ini
diperlihatkan oleh marga Takeda dan para jendralnya - yang telah menangkal semua musuh yang
ingin menapakkan kaki di tanah Kai, termasuk Uesugi Kenshin yang termasyhur" Bagaimana
mungkin terjadi kemerosotan disiplin yang begitu parah" Seberapa hinakah mereka itu" Banyak
jendral yang mengabdi pada ayahku - Baba, Yamagata, Oyamada, Amakasu - sudah tua atau
telah tiada. Mereka yang tersisa sungguh berbeda. Mereka putra para jendral tersohor atau prajurit
yang tidak memiliki hubungan langsung dengan ayahku."
Kaisen tetap tidak memberi tanggapan. Biksu itu lebih akrab dengan Shingen daripada siapa pun,
dan usianya kini tentu sudah melebihi tujuh puluh tahun. Dari balik alisnya yang bagaikan salju, ia
telah mengamati pewaris Shingen dengan saksama.
"Tuan Guru yang terhormat, Tuan mungkin merasa bahwa sekarang sudah terlambat, karena
segala sesuatu telah terjadi, tapi jika caraku menjalankan pemerintahan salah, sudikah Tuan
menunjukkan letak kesalahanku" Jika pemahamanku mengenai disiplin militcr tidak tepat,
3 Pendekar Bodoh . Ratu Perut Bumi m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tunjukkanlah cara untuk menegakkannya. Aku ingin memperbaiki diri. Ku-dengar Tuan banyak
belajar dari mendiang ayahku. Tak dapatkah Tuan mengajarkan beberapa strategi kepada putranya
yang tak berguna ini" Kumohon Tuan tidak ragu-ragu mengajariku. Pandanglah aku sebagai putra
Shingen. Tunjukkanlah kesalahanku dan beritahukan bagaimana aku dapat membenahi semuanya.
Apakah aku membuat gusar rakyat setelah ayahku wafat dengan tiba-tiba mcnaikkan tarif di tempat
penyeberangan sungai dan perbatasan agar pertahanan provinsi dapat diperkuat?"
"Tidak," ujar Kaisen. Ia menggelengkan kepala. Katsuyori scmakin gelisah.
"Kalau begitu, aku tentu membuat kesalahan dalam memberi imbalan dan menjatuhkan hukuman."
"Sama sekali tidak." Sekali lagi orang tua itu menggeleng.
Katsuyori bersujud dan hampir menangis. Di hadapan Kaisen, panglima perang yang memiliki rasa
harga diri demikian besar itu hanya dapat meratap dalam penderitaan, "Jangan menangis," Kaisen
akhirnya berkata. "Tak sepatutnya Yang Mulia menyebut diri putra yang tak berguna. Satu-satunya
kesalahan Yang Mulia adalah kelengahan. Zaman yang kejam inilah yang memaksa Yang Mulia
berhadap-hadapan dengan Oda Nobu-naga. Bagaimanapun, Yang Mulia bukan musuhnya.
Gunung-gunung Kai berada jauh dari pusat, dan Nobunaga mempunyai keuntungan geografis, tapi
ini pun bukan sumber utama masalah Yang Mulia. Meski Nobunaga terlibat pertempuran demi
pertempuran dan menjalankan pemerintahan, dalam hati ia tak pernah melupakan sang Tenno.
Pembangunan Istana Kekaisaran hanyalah salah satu contoh dari sekian banyak hal yang telah
dikerjakannya." Di antara Kaisen dan Shingen terjalin persahabatan kental. sehingga masing-masing sanggup
menyelami hati yang lainnya, dan Shingen sangat menaruh hormat pada biksu tua itu. Tapi Kaisen
pun amat percaya pada Shingen - Shingen bagaikan naga di tengah-tengah manusia; kuda
bernapas api dari langit. Kaisen menyanjung-nyanjung Shingen, tapi tak sekali pun
membandingkannya dengan putranya. Katsuyori, maupun menganggap Katsuyori kalah hebat.
Justru sebaliknya, ia memandang Katsuyori dengan penuh simpati. Jika ada yang mengecam
kesalahan Katsuyori, Kaisen selalu menjawab bahwa berlebihan untuk mengharapkan lebih banyak;
ayahnya memang terlalu besar. Ada satu hal yang mungkin mengusik Kaisen. Seandainya Shingen
masih hidup sampai sekarang, pengaruhnya takkan terbatas pada Provinsi Kai. Ia tentu akan
memantaatkan kemampuannya yang besar serta kejeniusannya untuk hal-hal yang lebih bermakna.
Dan kini Kaisen menyesalkan kematian Shingen. Laki-laki yang menyadari panggilan untuk hal-hal
yang lebih berani adalah Nobunaga. Nobunaga-lah yang memperluas peran samurai dari tingkat
provinsi ke tingkat nasional. Nobunaga-lah yang memperlihatkan diri sebagai pengikut panutan.
Harapan Kaisen pada Kaisuyori, yang tidak mewarisi jiwa ayahnya, telah lenyap. Dengan jelas biksu
tua itu merasa kan bahwa perang sipil yang berkepanjangan sudah berakhir.
Jadi, membantu Katsuyori memaksa pasukan Oda bertekuk lutut, atau mereka-ecka pemecahan
yang aman adalah mustahil. Marga Takeda didirikan berabad-abad lalu, dan nama Shingen
bersinar terlalu terang di langit. Katsuyori takkan memohon damai di kaki Nobunaga.
Takeda Katsuyori berkemauan kcras dan memiliki rasa malu. Di kalangan rakyat kebanyakan di
provinsinya, terdengar suara-suara sumbang mengenai pemerintahan yang memburuk sejak zaman
Shingen, dan kenaikan pajak dianggap sebagai sumber utama keluhan-keluhan itu. Tapi Kaisen
tahu bahwa Katsuyori menaikkan pajak bukan demi keuntungan pribadi atau gengsi. Seluruh
pemasukan pajak digunakan untuk kepentingan militer. Dalam beberapa tahun terakhir, taktik dan
4 Pendekar Bodoh . Ratu Perut Bumi m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
teknologi perang telah berkembang pesat di ibu kota, bahkan di provinsi-provinsi tetangga. Tapi
Katsuyori tak mampu mengeluarkan uang sebanyak pesaingnya untuk memperoleh persenjataan
baru. "Jagalah diri Yang Mulia." Kaisen berkara pada Katsuyori ketika ia bersiap-siap pergi.
"Tuan Guru sudah akan kembali ke kuil?" Sesungguhnya masih banyak yang hendak ditanyakan
Katsuyori, tapi ia tahu bahwa jawabannya sama saja. Ia menempelkan tangannya ke lantai,
memberi hormat. Kaisen melakukan hal yang sama, lalu pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi.
Kehancuran Marga Takeda "MARI kita lewatkan musim semi di Pegunungan Kai," ujar Nobunaga ketika ia bertolak dari Azuchi


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di muka pasukannya. "Kita bisa memandang kembang ceri, memetik bunga, lalu bertamasya di
sekitar Gunung Fuji dalam perjalanan pulang."
Keberhasilan serbuan ke Kai tampaknya sudah pasti kali ini, dan keberangkaian pasukan boleh
dikatakan berlangsung dalam suasana santai. Pada hari kesepuluh di Bulan Kedua, mereka telah
tiba di Shinano dan telah menempatkan pasukan di pintu masuk ke Ina, Kiso, dan Hida. Marga Hojo
akan masuk dari timur, sementara orang-orang Tokugawa akan menyerang dari Suruga.
Dibandingkan pertempuran di Sungai Ane dan Nagashino, serbuan Nobunaga ke Kai berlangsung
dengan tenang, seakan-akan ia pergi ke kebun untuk memetik sayur-sayuran. Di tengah-tengah
provinsi musuh terdapat kekuatan-kekuatan yang tak lagi dipandang sebagai musuh. Baik Naegi
Kyubei di Benteng Naegi maupun Kiso Yoshimasa di Fukushima menanti-nanti kedatangan
Nobunaga, bukan ke-datangan Katsuyori; dan pasukan yang berbaris dari Gifu ke Iwamura tidak
menghadapi perlawanan dalam bentuk apa pun. Benteng-benteng Takeda telah diserahkan pada
angin. Ketika fajar menyingsing, baik Benteng Matsuo maupun Benteng di Iida tak lebih dari
bangunan kosong. "Kami telah maju sampai ke Ina, dan ternyata hampir tak ada prajurit musuh yang
mempertahankannya." Itulah laporan yang diterima Nobunaga di pintu masuk ke Kiso. Para prajurit bergurau bahwa
mereka tidak mempcroleh kepuasan karena tugas mereka terlampau mudah. Apa yang membuat
marga Takeda begitu rapuh" Alasannya rumit, tapi jawabannya dapat dirangkum secara sederhana.
Kali ini marga Takeda takkan sanggup mempertahankan Kai.
Semua pihak yang terikat hubungan dengan marga Takeda merasa yakin bahwa kekalahan tak
terelakkan lagi. Barangkali malah ada yang sudah menanti-nanti datangnya hari ini. Namun telah
menjadi kebiasaan di kalangan samurai - tanpa memandang marga asalnya - untuk tidak
memperlihatkan sikap tidak layak pada kesempatan seperti itu, meski mereka sadar bahwa
kekalahan tak dapat ditolak.
5 Pendekar Bodoh . Ratu Perut Bumi m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Mereka akan merasakan kehadiran kita," ujar Nishina Nobumori, komandan Benteng Takato dan
adik Katsuyori. Putra Nobunaga, Nobutada, yang telah membanjiri daerah itu dengan pasukannya, menaksir
peluang mereka cukup baik. Setelah menulis sepucuk surat, ia memanggil seorang pemanah yang
kuat dan menyuruhnya menembakkan pesan itu ke dalam benteng. Pesan itu tentu saja berisi
bujukan untuk menyerah. Tak lama kemudian, jawaban dari benteng sudah tiba. Kami lelah mempelajari surat Tuan... Dari
baris pertama sampai terakhir, surat balasan itu ditulis dengan gaya sangat agung.
Suatu hari, orang-orang di dalam benteng ini akan membalas kemurahan hati Yang Mulia Katsuyori
dengan nyawa mereka, dan tak satu pun dan mereka akan memperlihatkan sikap pengecut.
Seyogyanya Tuan segera memberi perintah untuk menyerang. Kami akan memperlihatkan
keberanian dan kegagahan yang telah menjadi ciri kami sejak zaman Yang Mulia Shingen.
Nobumori telah menjawab dengan tekad bulat, yang hampir dapat dicium pada tintanya.
Walaupun berusia muda, Nobutada telah dijadikan jendral tangguh oleh ayahnya. "Baiklah, kalau itu
yang mereka kehendaki," ujarnya, lalu segera memerintahkan penyerangan.
Pasukan terbagi menjadi dua divisi, dan keduanya menyerang benteng itu secara bersamaan dari
gunung di belakang dan dari daerah yang menuju gerbang depan. Pertempuran yang menyusul
patut dikenang. Keseribu prajurit di dalam benteng sudah siap menghadapi maut. Seperti bisa
diduga, keberanian para prajurit Kai belum berkurang sedikit pun. Dari awal Bulan Kedua sampai
awal Bulan Ketiga, tembok-tembok benteng dibasahi darah. Setelah menerobos beberapa pagar
pertahanan paling depan, yang berada sekitar lima puluh meter dari selokan pertahanan, pasukan
penyerang menimbun selokan itu dengan batu, semak, pohon, dan tanah. Kemudian mereka
cepat-ccpat menyeberang ke kaki tembok baru.
"Ayo, majulah!" teriak orang-orang di atas tembok beratap, sambil melemparkan tombak, potongan
kayu dan batu, serta menuangkan minyak panas pada orang-orang di bawah. Para prajurit yang
berusaha memanjat tembok berjatuhan tertimpa batu, kayu, dan cipratan minyak. Namun tak peduli
betapa jauh mereka jatuh, sehabis itu mereka justru semakin garang. Kalaupun mereka terempas
ke tanah, selama masih sadar mereka segera bangkir dan kembali memanjat.
Prajurit-prajurit yang menyusul di belakang orang-orang itu berseru kagum melihat keberanian
rekan-rekan mereka, dan ikut memanjat. Mereka tak mau ketinggalan. Ketika mereka memanjat dan
jatuh, memanjat lagi, dan mencengkeram tembok batu, sepertinya tak ada yang sanggup menahan
kegarangan mereka. Namun upaya pasukan penjaga benteng pun tak kalah hebatnya. Mereka
yang menangkal serangan, memberi kesan bahwa benteng hanya diisi oleh para prajurit Kai yang
gagah perkasa. Tapi seandainya pasukan penyerang dapat melihat kegiatan di dalam, mereka akan
mengetahui bahwa seluruh isi Benteng telah dikerahkan dalam pergulatan yang menyedihk, namun
dilaksanakan dengan sepenuh hati. Selama Benteng dikepung, orang-orang yang berada di
dalamnya - yang tua dan muda, bahkan perempuan-perempuan hamil - bekerja gigih membantu
para prajurit membentuk pertahanan. Perempuan-perempuan muda membawa anak panah,
sementara orang-orang tua menyapu sisa mesiu senapan. Mereka mengurus yang terluka dan
menyiapkan makanan untuk para prajurit. Tak seorang pun menyuruh mereka berbuat demikian,
tapi mereka bekerja dengan tekun, tanpa mengeluh.
6 Pendekar Bodoh . Ratu Perut Bumi m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Benteng itu pasti jatuh kalau kita kerahkan segala kekuatan yang kita miliki." Pendapat ini
dikemukakan oleh Kawajiri, salah satu jendral pasukan penyerang yang datang menghadap
Nobutada. "Korban di pihak kita terlalu banyak," ujar Nobutada. Ia pun telah memikirkannya. "Kau punya usul
bagus?" "Hamba mendapat kesan bahwa kekuatan para prajurit di dalam benteng didasarkan atas
keyakinan bahwa Katsuyori masih berada di ibu kotanya yang baru. Dengan mempertimbangkan
hal ini, kita bisa mundur sementara dari sini: dan mengalihkan serangan ke Kofu dan Nirasaki. Tapi
itu menuntut perubahan strategi menyeluruh. Barangkali lebih baik kita meyakinkan mereka bahwa
Nirasaki telah berhasil kita rebut, dan bahwa Katsuyori telah tewas." Nobutada mengangguk setuju.
Pada pagi hari pertama di Bulan Ketiga, pesan lain diikat pada sebatang anak panah dan
ditembakkan ke dalam Benteng.
Ketika mempejarinya, Nobumori hanya tertawa. "Siasat mereka begitu mudah dibaca, seakan-akan
merupakan hasil pemikiran bocah ingusan. Ini suatu bukti bahwa musuh sudah tak sanggup
melanjutkan pengepungan."
Bunyi pesan itu sebagai bcrikut:
Pada hari ke-28 di bulan lalu, Kai dipaksa bertekuk lutut dan Yang Mulia Katsuyori melakukan
bunuh diri. Para anggota marga yang lain menyusulnya ke akhirat, atau dijadikan tawanan.
Sia-sialah kalian terus memperlihatkan kegagahan, sebab benteng kalian kini hanya sebuah
benteng di wilayah penaklukan. Sebaiknya kalian segera menyerah dan mengerahkan tenaga
kalian untuk membantu provinsi ini.
Oda Nobutada "Manis sekali. Mungkinkah mereka menganggap siasat murahan ini sebagai seni
perang?" Malam itu Nobumori mengadakan pesta minum dan memperlihatkan surat Nobutada
kepada para pengikutnya. "Kalau ada yang terbujuk oleh surat ini, dia tak perlu ragu-ragu
meninggalkan benteng sebelum fajar tiba."
Mereka memukul gendang, menyanyikan tembang dari berbagai sandiwara Noh, dan
menghabiskan waktu dengan gembira. Malam itu, istri para jendral pun dipanggil dan disajikan
sake. Semuanya segera menyadari maksud Nobumori. Keesokan paginya, sesuai dugaan semua
orang. Nobumori meraih tombak panjang untuk digunakan sebagai tongkat penyangga, mengikat
sandal jerami ke kaki kirinya yang bengkak - terluka dalam pertempuran untuk mempertahankan
benteng - dan berjalan pincang ke gerbang.
Ia menyuruh semua orang berkumpul, lalu naik ke menara gerbang yang beratap, mengamati
pasukannya. Ia mempunyai kurang-lebih seribu prajurit, tidak termasuk mereka yang masih terlalu
muda, orang-orang tua, dan kaum perempuan, tapi tak satu orang pun berkurang sejak malam
sebelumnya. Sejenak ia mcnundukkan kepala, seakan-akan berdoa dalam hati. Sesungguhnya ia
memang berdoa kepada arwah ayahnya, Shingen, "Lihatlah! Kita masih punya orang-orang seperti
ini di Kai." Akhirnya ia menegakkan kepala. Dari tempatnya berdiri, ia dapat melihat seluruh
pasukannya. Nobumori tidak memiliki roman wajah lebar seperti kakaknya. Karena sudah lama menjalani
kehidupan pedesaan yang bersahaja, ia tidak mengenal makanan mahal maupun kemewahan. Ia
7 Pendekar Bodoh . Ratu Perut Bumi m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
diberi wajah menyerupai rajawali muda yang dibesarkan oleh angin kencang yang bertiup di atas
gunung-gunung dan dataran Kai. Pada usia tiga puluh tiga tahun, ia mirip ayahnya, Shingen: rambut
tebal, alis tebal, dan mulut lebar.
"Hmm, kusangka hari ini akan hujan, tapi ternyata langit tampak cerah. Dengan kembang-kembang
ceri di gunung-gunung di kejauhan, kita diberi hari yang indah untuk menyambut kematian. Kita
tentu tidak akan mencampakkan reputasi kita karena tergoda oleh imbalan duniawi. Kalian lihai
sendiri, dua hari yang lalu aku terluka dalam pertempuran. Karena tidak leluasa bergerak, aku akan
menyaksikan pertempuran kalian yang terakhir sambil berdiri di sini, menunggu datangnya musuh.
Setelah itu aku akan mengakhirinya dengan berjuang sepuas hati. Jadi majulah kalian! Keluarlah
lewat gerbang depan dan belakang, dan tunjukkan pada mereka bagaimana kembang ceri
pegunungan berguguran!"
Sorak-sorai para prajurit, yang berseru bahwa mereka akan melaksanakan perintah itu dengan
setepat-tepatnya, menyerupai angin puyuh. Semua nya menatap junjungan mereka di atas
gerbang, dan beberapa saat seruan yang sama terdengar berulang-ulang. "Inilah perpisahan kiia!"
Masalah hidup atau mati sudah tidak dipertanyakan. Mereka hendak bergegas menuju kematian.
Gerbang depan dan belakang dibuka lebar oleh orang-orang di dalam, dan seribu prajurit
menghambur keluar, masing-masing menyerukan teriakan perang.
Pasukan penyerang dipukul mundur. Sesaat mereka dilanda kebingungan begitu hebat, sehingga
markas Nobutada pun sempat terancam.
"Mundur! Susun barisan!" Komandan pasukan penjaga benteng menanti kesempatan yang tepat,
lalu memerintahkan gerak mundur.
Para prajurit kembali ke benteng, masing-masing memamerkan kepala-kepala yang berhasil
dipenggalnya kepada Nobumori yang masih duduk di atas gerbang.
"Aku akan masuk sebentar dan minum seteguk, lalu segera keluar lagi," salah seorang prajurit
berseru. Dan begitulah seterusnya. Beristirahat sejenak di gerbang depan atau belakang, lalu
kembali menghambur keluar dan menerjang barisan musuh - anak buah Nobumori mengulangi pola
serang dan mundur itu sebanyak enam kali, sampai empat ratus tiga puluh tujuh kepala berhasil
direbut. Ketika hari hampir senja, jumlah pasukan penjaga benteng telah berkurang banyak, dan
mereka yang tersisa tampak penuh luka. Hampir tak ada yang tidak terluka. Api berkobar hebat,
membakar pohon-pohon di sekeliling benteng. Pasukan musuh telah menerobos masuk, mendesak
dari segala arah. Tanpa berkedip Nobumori menyaksikan para prajurit menyambut maut.
"Tuanku! Tuanku ada di mana?" seorang pengikut memanggil sambil berlari di sekitar gerbang.
"Aku di atas sini." Nobumori berseru, memberi-tahu pengikutnya bahwa ia masih hidup. "Ajalku
sudah dekat. Di mana kau?" dan ia menatap ke bawah dari kursinya. Pengikut tadi memandang
sosok junjungannya yang terselubung asap.
"Hampir semua orang kita sudah tewas. Sudahkah tuanku mempersiapkan diri untuk bunuh diri?" ia
bertanya, tersengal-sengal menarik napas.
"Naiklah, agar kau dapat membantuku."
8 Pendekar Bodoh . Ratu Perut Bumi m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Baik, tuanku." Terhuyung-huyung orang itu berusaha menaiki tangga di dalam gerbang, tapi ia tak
pernah sampai di atas. Kobaran api mulai menjilati kaki tangga. Nobumori mendorong daun
penutup jendela yang lain dan menatap ke bawah. Semua prajurit yang dilihatnya merupakan
prajurit musuh. Kemudian pandangannya beralih pada satu orang yang bertempur dengan gagah di
tengah-tengah kerumunan musuh. Di luar dugaannya, orang itu ternyata perempuan, istri salah satu
pengikutnya, dan ia menggenggam sebatang tombak.
Walaupun Nobumori sudah bertekad mati, ia berjuang untuk menerima perasaan tak terduga yang
tiba-tiba meliputi dirinya.
Perempuan itu amat pemalu. Biasanya ia bahkan tidak berani bicara di hadapan laki-laki, apalagi
menantang mereka dengan tombak, ia berkata dalam hati. Tapi kini Nobumori didesak oleh sesuatu
yang harus dilakukannya, dan dari jendela sempit tempat ia berdiri, ia berseru kepada para prajurit
musuh. "Kalian yang bertcmpur untuk Nobunaga dan Nobutada! Dengarkanlah suara kehampaan.
Nobu-naga berbangga hati di saat kemenangan ini, tapi setiap kembang ceri akan gugur, dan
benteng setiap penguasa akan dilalap api. Aku akan memperlihatkan sesuatu yang takkan gugur
atau terbakar sampai kapan pun. Aku, putra kelima Shingen, Nobumori, akan menunjukkannya
pada kalian!" Ketika para prajurit Oda akhirnya berhasil naik ke atas gerbang, mereka mencmukan mayat dengan
perut terbelah bersilang. Tapi kepalanya sudah tak ada. Sesaat kemudian langit malam diterangi
cahaya merah, dan asap membubung bagaikan pilar hitam.
Benteng Nirasaki di ibu kota baru dilanda ke-bingungan, seakan-akan hari kiamat telah tiba.
"Benteng Takato telah ditaklukkan, dan semuanya, termasuk adik Yang Mulia, gugur."
Ketika mendengar ucapan para pengikutnya. Katsuyori seolah-olah tak tergerak sedikit pun. Meski
demikian, roman mukanya menunjukkan ia sadar bahwa kekuatan yang dimilikinya sudah tak
memadai, laporan berikut tiba.
"Pasukan Oda Nobutada sudah memasuki Kai dari Suwa, dan orang-orang kita dibantai tanpa
ampun, tak peduli apakah mereka melawan atau menyerah. Kepala-kepala mereka dijajarkan di tepi
jalan, dan musuh menerjang ke sini bagaikan air bah."
Pesan penting lainnya menyusul. "Saudara Shingen, si biksu buta Ryuho, ditangkap dan dibunuh
musuh." Kali ini Katsuyori mengangkat mata dan mencerca musuhnya.
"Pasukan Oda tak kenal belas kasihan. Kesalahan apa yang bisa mereka tuduhkan pada seorang
biksu buta" Bagaimana mungkin dia memiliki kekuatan untuk melawan mereka ?" Kini ia dapat
merenungkan kematiannya sendiri secara lebih mendalam. Ia menggigit bibir dan menekan
gelombang perasaan yang menggelora di lubuk hatinya. Kalau aku melampiaskan kemarahanku
seperti ini, pikirnya, mereka mungkin menyangsikan ketabahanku, dan para pengikut di sekitarku
pun terpaksa menahan malu. Tak sedikit yang memandang Katsuyori hanya dari luar, dan
menganggapnya berani, bahkan kasar. Tapi sesungguhnya ia sangat berhati-hari dalam
memperlakukan para pengikutnya. Ditambah lagi, ia berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang
9 Pendekar Bodoh . Ratu Perut Bumi m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dianutnya - pada kehormatannya sebagai penguasa provinsi dan pada sikap mawas diri. Ia telah
melanjutkan tradisi Shingen dan belajar dasar-dasar Zen dari Kaisen. Namun, meski ia mempunyai
guru yang sama dan sama-sama menekuni Zen, ia tak sanggup menghidupkannya sepert Shingen.
Bagaimana Benteng Takato bisa ditaklukkan" Seharusnya benteng itu bisa bertahan dua minggu
lagi, bahkan satu bulan, pikir Katsuyori. Ini menunjukkan bahwa bencana ini bukan akibat kesalahan
dalam menyusun strategi pertahanan, melainkan akibat ketidakmatangan. Kini, tanpa memandang
bagaimana wataknya, Katsuyori terpaksa menerima nasib.
Dinding-dinding pemisah telah dikeluarkan dari ruang pertemuan yang luas, bahkan dari
ruang-ruang di sisi luar benteng utama, dan seluruh marga kini tinggal bersama-sama, seperti
pengungsi yang melari- kan diri dari bencana yang berlangsung siang-malam. Tirai-tirai dipasang bahkan di pekarangan,
perisai-perisai dijajarkan, dan para prajurit bertugas tanpa sempat memejamkan mata, membawa
lampion besar, dan berpatroli pada malam hari. Setiap jam para kurir yang membawa kabar
mengenai perkembangan terakhir dibawa langsung dari pintu masuk melalui gerbang utama ke
pekarangan, agar Katsuyori dapat menyimak laporan mereka. Segala sesuatu yang meru-pakan
bagian dari pembangunan tahun lalu - bau kayu yang masih baru, perhiasan emas dan perak,
keindahan perabot dan perlengkapan - kini hanya terasa mengganggu.
Diikuti seorang pelayan wanita, sambil mengikat ujung kimononya, seorang dayang meninggalkan
hiruk-pikuk di pekarangan dan memasuki ruang pertemuan yang gelap. Tanpa ragu ia memandang
sekelilingnya. Saat itu ruangan tersebut dipenuhi oleh para jendral, baik tua maupun muda, dan
semuanya berlomba-lomba memberikan pendapat mengenai langkah berikut yang harus diambil.
Akhirnya perempuan itu menghadap Katsuyori dan menyampaikan pesan istrinya. "Semua
perem-puan hanya berdiri sambil meratap, dan mereka tak mau berhenti, walau kami telah
berusaha menenangkan mereka. Tuan Putri berkata bahwa saat terakhir hanya datang satu kali,
dan menurut beliau mereka mungkin bisa lebih ta seandainya diperkenankan hadir di sini bersama
para samurai. Jika Yang Mulia mengizinkan, Tuan Putri akan segera pindah ke sini. Bagaimana
kehendak Yang Mulia?"
"Boleh saja," Katsuyori menjawab cepat-cepat. "Bawa istriku ke sini, juga mereka yang masih
kecil-kecil, Pada saat itu, pewaris Katsuyori yang berusia lima belas tahun, Taro Nobukatsu,
melangkah maju dan berusaha mencegahnya. "Ayah, bukankah itu tidak berguna?"
Katsuyori berpaling pada putranya, bukan dengan gusar, melainkan sambil memikirkan sesuatu
dengan gelisah. "Kenapa?"
"Kalau perempuan-perempuan itu dibawa ke sini, mereka hanya akan menghalangi para samurai.
Dan kalau para laki-laki melihat mereka meratap-ratap, samurai yang paling gagah pun mungkin
patah semangat." Taro masih bocah, tapi ia berkeras memberikan pendapatnya. Ia berkata bahwa
Kai merupakan tanah leluhur mereka sejak zaman Shinra Saburo, dan seharusnya tetap begitu
sampai saat terakhir, walaupun untuk itu mereka harus bertempur dan menyerahkan nyawa.
Meninggalkan Nirasaki dan melarikan diri, seperti yang baru saja diusulkan oleh salah satu jendral,
hanya akan membawa aib kepada marga Takeda.
Salah seorang jendral membantah. "Bagaimana-pun, musuh sudah mendesak dari keempat sisi,
dan Kofu terletak di sebuah cekungan. Sekali musuh menyerbu, mereka akan bergerak bagaikan air
10 Pendekar Bodoh . Ratu Perut Bumi m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
yang mengalir ke danau. Bukankah lebih baik kita menyelamatkan diri ke Agatsuma di Joshu" Jika
Yang Mulia bisa mencapai Pegunungan Mikuni, ada banyak provinsi tempat Yang Mulia mungkin
mendapat suaka. Dan begitu Yang Mulia mengumpulkan para sekutu, Yang Mulia tentu dapat
merebut kembali tanah Kai dari tangan para penyerbu."
Nagasalta Chokan sependapat, dan Katsuyori pun cenderung ke arah itu. Ia menatap Taro dan
diam sejenak. Kemudian ia berpaling kepada dayang tadi dan berkata, "Kita akan pergi ."'
Dengan demikian, saran Taro ditolak oleh ayahnya. Taro berbalik sambil membisu dan
menundukkan kepala. Pertanyaan yang belum terjawab tinggal apakah mereka sebaiknya
melarikan diri ke Agatsuma atau mendirikan kubu di daerah Gunung Iwadono. Tapi rute mana pun
yang mereka pilih, meninggalkan ibu kota yang baru dan melarikan diri merupakan suratan takdir
yang tak terelakkan, dan baik Katsuyori maupun para jendralnya telah me-nerimanya sebagai
kenyataan. Hari itu hari ketiga di Bulan Ketiga, hari di saat Katsuyori beserta para pengikutnya biasa
mengadakan Perayaan Roneka di benteng dalam. Tapi pada hari yang cerah ini seluruh marga


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dikejar-kejar asap hitam ketika meninggalkan Nirasaki. Katsuyori, tentu saja, juga turut serta, sama
halnya dengan semua samurai yang mengabdi padanya. Tapi ketika ia berbalik dan memandang
rombongannya, roman mukanya menunjukkan keheranan.
"Hanya ini?" ia bertanya. Entah kapan, beberapa pengikut senior dan bahkan kerabatnya sendiri
menghilang. Katsuyori diberitahu bahwa mereka memanfaatkan kekacauan dalam kegelapan
menjelang fajar, dan melarikan diri ke benteng masing-masing bersama para pengikut mereka.
"Taro?" "Aku di sini, Ayah." Taro mendekatkan kudanya ke sosok ayahnya yang menyendiri. Dengan
menghitung semua pengikut, samurai biasa, dan para prajurit infanteri, kekuatan mereka kurang
dari seribu orang. Namun tandu-tandu untuk istri Katsuyori dan para dayang tampak berderet-deret,
dan perempuan-perempuan bercadar, baik yang berjalan kaki maupun yang menunggang kuda,
memenuhi jalan. "Oh! Bentengnya terbakar!" "Lidah apinya menjilat langit!"
Kaum perempuan nyaris tak sampai hati untuk pergi, dan ketika baru berjalan beberapa mil dari
Nirasaki, mereka menoleh sambil terus melangkah. Api dan asap hitam membubung tinggi di langit
pagi, menyelubungi benteng di ibu kota baru. Mereka telah membakarnya pada waktu fajar.
"Aku tak ingin hidup lama," kata salah seorang di antara mereka. "Seperti apa masa depan yang
akan kulihat nanti" Inikah akhir dari marga Yang Mulia Shingen?" Biksuni yang juga bibi Katsuyori,
gadis menawan yang merupakan cucu Shingen, istri-istri para anggota marga dan para dayang
mereka - semuanya berurai air mata, saling merangkul sambil menangis, memanggil-manggil nama
anak-anak mereka. Tusuk konde yang terbuat dari emas dan perhiasan lainnya ditinggalkan di
jalan, dan tak seorang pun berusaha memungutnya. Berbagai perhiasan dan alat kecantikan
berlumuran lumpur, namun tak ada yang menyayangkannya.
"Bergegaslah! Kenapa kalian menangis" Inilah yang dinamakan kehidupan. Kalian hanya
mempermalukan diri di hadapan para petani!" Katsuyori berkuda di antara usungan dan tandu yang
bergerak lambat. Ia mendesak, memacu mereka ke arah rimur.
11 Pendekar Bodoh . Ratu Perut Bumi m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Dengan harapan mencapai Benteng Oyamada Nobushige, mereka memandang benteng lama di
Kofu ketika melewatinya, tapi mereka hanya bisa terus berjalan menuju pegunungan. Dalam
perjalanan, para pengusung tandu berangsur-angsur menghilang, para kuli yang memanggul
barang-barang bawaan kabur satu per satu, dan rombongan itu makin mengecil. Pada waktu
memasuki daerah pegunungan di dekat Katsunuma, kekuatan mereka tinggal dua ratus orang, dan
kurang dari dua puluh orang yang menunggang kuda, termasuk Katsuyori dan putranya. Ketika
Katsuyori dan para pengikutnya dengan susah payah berhasil mencapai Desa Komagai, mereka
menemukan bahwa satu-satunya orang yang menjadi tumpuan harapan mereka tiba-
tiba berubah pikiran. "Carilah suaka di tempat lain!" Dengan menghalangi jalan ke Sasago, Oyamada Nobushige
menolak kedatangan rombongan Katsuyori. Katsuyori, putranya, dan seluruh anggota rombongan
habis akal. Tak ada yang dapat mereka lakukan selain berganti arah, dan kini mereka menuju Tago,
sebuah desa di kaki Gunung Temmoku. Musim semi telah mencapai puncaknya, tapi
gunung-gunung dan ladang-ladang, sejauh mata memandang, tidak menjanjikan keten-teraman
maupun harapan. Kini rombongan kecil yang masih tersisa sepenuhnya mempercayakan nasib
pada Katsuyori. Namun Katsuyori sendiri sudah habis akal. Sambil berimpit-impitan di Tago, para
pengikutnya menunggu dalam keadaan bingung, diterpa angin pegunungan.
Pasukan gabungan Oda dan Tokugawa memasuki Kai bagaikan gelombang mengamuk. Di bawah
pimpinan Anayama, pasukan Ieyasu maju dari Minobu ke Ichikawaguchi. Oda Nobutada menyerang
Suwa bagian atas, membakar Kuil Suwa Myojin dan se-jumlah kuil Buddha. Ia membumihanguskan
rumah-rumah penduduk di sepanjang jalan sambil mengejar-ngejar prajurit musuh yang selamat,
terus maju siang-malam ke arah Nirasaki dan Kofu. Pada pagi hari kesebelas di Bulan Ketiga, saat
penghabisan pun tiba. Salah satu pembantu pribadi Katsuyori menyelinap ke desa pada malam sebelumnya, dan kembali
setelah mengintip posisi musuh. Pagi itu, dengan napas tersengal-sengal ia memberikan laporan
pada majikannya. "Barisan depan pasukan Oda telah memasuki desa-desa di sekitar sini. Rupanya mereka diberi
tahu oleh para penduduk bahwa tuanku beserta seluruh kerabat ada di sini. Tampaknya
orang-orang Oda telah mengepung daerah ini dan memutuskan semua jalan, dan sekarang mereka
sedang bergerak kemari."
Rombongan Katsuyori kini hanya berjumlah sembilan puluh satu orang - keempat puluh satu
samurai yang masih tersisa beserta Katsuyori dan putranya, dan istri Katsuyori dengan para
dayang. Pada hari-hari sebelumnya, mereka berlindung di sebuah tempat bernama Mirayashiki,
bahkan sempat mendirikan pagar kayu runcing. Tapi ketika mereka mendengar laporan itu,
masing-masing menyadari bahwa saatnya telah tiba, dan mereka segera menyiapkan diri untuk
menghadapi kematian. Di tengah-tengah mereka, istri Katsuyori duduk, seakan-akan masih berada
di kediamannya di benteng dalam. Wajahnya menyerupai kembang putih ketika ia menatap dengan
pandangan kosong. Perempuan-perempuan di sekelilingnya mencucurkan air mata.
"Jika akhirnya memang harus begini, lebih baik kita tinggal saja di benteng baru di Nirasaki. Betapa
memilukan. Pantaskah istri pemimpin marga Takeda tampak seperti ini?"
Perempuan-perempuan ini bertangis-tangisan dan berkeluh kesah tanpa henti.
12 Pendekar Bodoh . Ratu Perut Bumi m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Katsuyori menghampiri istrinya dan mendesaknya untuk pergi, "Aku baru menyuruh pembantuku
mengambilkan kuda untukmu. Walaupun kita tinggal di sini untuk waktu lama, penyesalan kita
takkan pernah berakhir, dan sekarang pasukan musuh sudah mulai mengepung. Kudengar kita tak
jauh dari Sagami, jadi sebaiknya kau segera pergi ke sana. Lintasilah pegunungan dan kembalilah
pada marga Hojo," Mata istrinya berkaca-kaca, tapi ia tidak beranjak. Sepertinya ia justru
menyesalkan kata-kara suaminya.
"Tsuchiya! Tsuchiya Uemon!" Katsuyori memanggil, menyuruh seorang pengikut mendekat.
"Naikkan istriku ke atas kuda."
Orang itu menghampiri istri Katsuyori, tapi perempuan itu tiba-tiba berpaling pada suaminya dan
berkata, "Kata orang, samurai sejati tak mungkin memiliki dua majikan. Begitu juga kalau seorang
perempuan telah memiliki suami, tidak seharusnya dia kembali pada keluarganya. Meskipun
dilandasi belas kasihan, ucapan yang mcnyuruhku kembali ke Odawara seorang diri terasa begitu
dingin. Takkan kutinggalkan tempat ini. Aku akan mendampingi suamiku sampai saat terakhir.
Kemudian, mungkin kita dapat bersama-sama menuju akhirat." Pada saat itulah dua pengikut
melaporkan bahwa musuh telah mendekat.
"Mereka sudah sampai di kuil perbukitan."
Wasiat Agung Dari Tibet 3 Candika Dewi Penyebar Maut I I I Macan Gunung Sumbing 2
^