Pencarian

Taiko 24

Taiko Karya Eiji Yoshikawa Bagian 24


yakin bahwa Fujitaka dan putranya akan mendukung pemberontakannya.
Namun ternyata Fujitaka tidak bergabung dengan Mitsuhide. Seandainya ia sempat membiarkan
dirinya hanyut terbawa perasaan pribadi, kemungkinan besar marganya sudah menemui
kehancuran bersama marga Akechi. Ten-tunya ia merasa seakan-akan menumpuk telur di atas
telur. Bertindak hati-hati ke luar sambil menghindari bahaya di dalam pasti telah menimbulkan
kepedihan yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Ia telah menyelamatkan istri Tadaoki, tapi
pengampunan yang ia berikan ternyata menimbulkan pertentangan di dalam marga.
Kini Hideyoshi telah mengampuninya dan mengakui kesetiaan yang diperlihatkan pihak Hosokawa.
22 Pendekar Bodoh . Munculnya Sang Pewaris m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Karena itu mereka disambut baik oleh Hideyoshi. Ketika Hideyoshi menatap Fujitaka, ia melihat
bahwa cambang laki-laki itu telah berubah seputih bunga es dalam setengah tahun terakhir. Ah,
orang ini memang piawai, pikir Hideyoshi, dan secara bersamaan ia menyadari bahwa untuk ikut
berperan dalam arus perubahan tanpa melakukan kesalahan, seseorang harus rela mengerat
dagingnya dan mengorbankan kehitaman rambutnya. Mau tak mau ia merasa iba setiap kali melihat
Fujitaka. "Genderang ditabuh di seberang danau maupun di kota benteng, dan rupanya tuanku sudah siap
menyerang. Hamba berharap tuanku sudi memberikan kehormatan pada kami dengan
menempatkan putra hamba di barisan terdepan." kata Fujitaka.
"Maksudmu, pengepungan Nagahama?" balas Hideyoshi. Sepertinya ia menyinggungnya secara
sambil lalu saja, tapi kemudian ia melanjutkan dengan nada berbeda. "Kita akan menyerang dari
darat dan dari danau. Namun serangan sesungguhnya terjadi di dalam benteng, bukan di luar. Aku
yakin para pengikut Katsutoyo akan datang ke sini nanti malam."
Ketika merenungkan ucapan Hideyoshi. Fujitaka teringat pepatah lama. "Orang yang
mengistirahatkan anak buahnya dengan baik dapat memacu mereka sampai ke batas kemampuan."
Ketika memandang Hideyoshi, putra Fujitaka pun teringat sesuatu. Pada waktu nasib marga
Hosokawa berada di persimpangan yang menentukan, dan semua pengikutnya berkumpul untuk
memutuskan langkah berikut. Fujitaka angkat bicara dan secara tegas menyatakan posisi yang
harus mereka ambil. "Dalam generasi ini, aku hanya melihat dua orang yang benar-benar luar
biasa: yang pertama Tokugawa Ieyasu. yang satu lagi tak pelak Yang Mulia Hideyoshi."
Kini Tadaoki bertanya-tanya. apakah ucapan ayahnya itu memang benar. Inikah orang luar biasa
yang dimaksud ayahnya" Betulkah Hideyoshi satu dari dua jendral besar segenerasinya"
Setelah kembali ke penginapan mereka, Tadaoki mengemukakan keraguannya.
"Kurasa kau belum mengerti." Fujitaka bergumam. "Kau masih kurang pengalaman." Melihat roman
muka Tadaoki yang tidak puas, ia menebak pikiran putranya dan berkata, "Semakin kau mendekati
sebuah gunung tinggi, semakin sukar bagimu merasakan kebesarannya. Kalau kau mulai mendaki,
kau sama sekali tidak memahami ukurannya. Kalau kau mendengarkan dan membandingkan
komentar semua orang, kau akan mengerti bahwa kebanyakan dari mereka bicara tanpa pernah
melihat gunung itu secara keseluruhan. Meski baru melihat satu puncak atau satu lembah. mereka
mengira telah melihat semuanya. Tapi sesungguhnya mereka hanya menilai keseluruhannya
berdasarkan bagian yang sempat mereka lihat."
Tanpa terpengaruh oleh pelajaran yang baru diierimanya, pikiran Tadaoki tetap diliputi keraguan
semula. Namun ia sadar bahwa ayahnya sudah lebih banyak makan asam-garam di dunia.
sehingga ia tak dapat berbuat apa-apa selain menerima ucapan ayahnya sebagai kebenaran.
Secara mengejutkan, dua hari setelah kedatangan mereka, Benteng Nagahama beralih ke tangan
Hideyoshi tanpa satu prajurit pun terluka. Segala sesuatu berjalan seperti diramalkan Hideyoshi
kepada Fujitaka dan putranya. "Benteng ini akan ditaklukkan dari dalam."
Rombongan utusan yang menghadap Hideyoshi terdiri atas tiga pengikut senior Shibata Katsutoyo.
Mereka membawa ikrar tertulis, yang menyatakan bahwa Katsutoyo dan semua pengikutnya
bersumpah setia kepada Hideyoshi.
23 Pendekar Bodoh . Munculnya Sang Pewaris m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Mereka bertindak bijaksana." ujar Hideyoshi, yang kelihatan cukup puas. Berdasarkan persyaratan
yang diajukan, wilayah kekuasaan Benteng Nagahama takkan diusik, dan Katsutoyo akan
diperkenankan untuk tetap menjabat sebagai pemiliknya.
Ketika Hideyoshi menerima persyaratan itu, orang-orang segera berkomentar betapa cepat ia setuju
untuk melepaskan lokasi yang demikian strategis. Benteng itu diambil alih kembali semudah
membalik tangan. Tapi seandainya pun Katsutoyo meminta bala bantuan, pasukan Echizen takkan bisa datang akibat
hujan salju lebat. Selain itu, Katsuie pasti hanya akan mencaci makinya, seperti sudah kerap ia
lakukan sebelumnya. Ketika Katsutoyo jatuh sakit pada waktu bertugas menemui Hideyoshi.
Katsuie memperlihatkan kegusarannya secara terang-terangan di hadapan seluruh marga.
"Memanfaatkan keramahan Hideyoshi dengan berlagak sakit, lalu kembali setelah menjadi tamunya
selama beberapa hari - orang itu benar-benar bodoh."
Laporan mengenai ucapan Katsuie yang begitu ketus akhirnya sampai juga ke telinga Katsutoyo.
Kini, dalam keadaan terkepung oleh pasukan Hideyoshi, Benteng Nagahama terputus dari dunia
luar, dan Katsutoyo tidak mempunyai tempat berpaling.
Pengikut-pengikut seniornya, yang sudah bisa menebak niat Katsutoyo. mengumumkan. "Para
pengikut yang mempunyai kerabat di Echizen sebaiknya kembali ke sana. Mereka yang ingin tetap
bersama Yang Mulia Katsutoyo dan bergabung dengan Yang Mulia Hideyoshi boleh tinggal di sini.
Tapi Yang Mulia juga menyadari bahwa tidak sedikit dari kalian mungkin merasa melanggar jalan
Samurai dengan meninggalkan marga Shibata dan mengabaikan Yang Mulia Katsuie. Mereka yang
merasa begitu, boleh mengundurkan diri tanpa perlu ragu sedikit pun."
Sejenak suasana terasa tegang. Para pengikut menundukkan kepala dengan getir, dan hanya ada
segelintir suara yang tidak setuju. Malam itu cawan-cawan sake diangkat untuk menandakan
perpisahan terhormat antara junjungan dan pengikut, tapi kurang dari satu di antara sepuluh orang
kembali ke Echizen. Dengan cara inilah Katsutoyo memutuskan hubungan dengan ayah angkatnya, dan bersekutu
dengan Hideyoshi. Mulai saat itu ia secara resmi berada di bawah komando Hideyoshi, tapi
sebenarnya itu pun hanya formalitas belaka. Jauh sebelumnya, hati Katsutoyo sudah menyerupai
burung kecil yang diberi makan dalam sangkar Hideyoshi.
Bagaimanapun, penaklukan Nagahama kini telah rampung. Tapi bagi Hideyoshi keberhasilan itu tak
lebih dari langkah kecil dalam perjalanan menuju Gifu - benteng utama Nobutaka.
Jalan lintas di atas Fuwa dikenal sebagai tempat yang sulit dilalui di musim dingin, dan khususnya di
Dataran Sekigahara, kondisi yang dihadapi teramat berat.
Mulai hari kedelapan belas sampai hari kedua puluh delapan, pasukan Hideyoshi melintasi
Sekigahara. Pasukannya dibagi-bagi ke dalam sejumlah korps dan masing-masing korps dipecah
lagi menjadi beberapa divisi: iring-iringan kuda beban, penembak, pasukan tombak, prajurit
berkuda, dan laskar infanteri. Mereka terus maju. tanpa mengindahkan salju maupun lumpur.
Pasukan Hideyoshi yang berkekuaian sekitar tiga puluh ribu prajurit, memerlukan waktu dua hari
untuk menyeberang ke Mino.
24 Pendekar Bodoh . Munculnya Sang Pewaris m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Perkemahan utama didirikan di Ogaki. Dari sana Hideyoshi menyerang dan merebut semua
benteng kecil di daerah sekitar. Hal ini segera dilaporkan pada Nobutaka yang menjadi kalang kabut
selama beberapa hari. la tak tahu strategi mana yang harus ia jalankan, apalagi bagaimana caranya
bertempur sebagai pihak yang bertahan.
Nobutaka telah menyusun rencana-rencana besar, tapi ia sama sekali tidak tahu bagaimana harus
mewujudkan rencana-rencana tersebut. Sampai saat itu ia bersekutu dengan orang-orang seperti
Katsuie dan Takigawa serta mengusulkan siasat-siasat untuk menyerang Hideyoshi, tapi ia tak
pernah menduga bahwa ia akan digempur olehnya.
Karena kehabisan akal, Nobutaka mempercayakan nasib ke tangan para pengikut seniornya.
Namun, mengingat situasi yang mereka hadapi, para pengikut seniornya tidak mempunyai pilihan
selain bersujud di perkemahan Hideyoshi, persis seperti yang dilakukan para pengikut Katsutoyo.
Ibu Nobutaka dikirim sebagai sandera, dan para pengikut seniornya pun diharuskan mengirim ibu
masing-masing. Niwa memohon Hideyoshi agar membiarkan Nobutaka tetap hidup. Dan seperti yang dapat diduga,
Hideyoshi pun mengampuninya. Ia menatap para pengikut senior Nobutaka sambil tersenyum dan
bertanya, "Sudah jerakah Yang Mulia Nobutaka" Moga-moga dia sudah menyadari kekeliruannya."
Para sandera langsung dibawa ke Azuchi. Segera setelah itu. Samboshi, yang semula ditahan di
Gifu, diserahkan pada Hideyoshi dan ikut dipindahkan ke Azuchi.
Nobuo lalu ditetapkan sebagai walinya yang baru. Sesudah menunaikan tanggung jawabnya itu.
Hideyoshi kembali ke Benteng Takaradera. Malam Tahun Baru dirayakan dua hari setelah
Hideyoshi pulang. Lalu tibalah hari pertama di tahun Tensho Kesebelas. Sejak pagi, sinar matahari
memantul pada salju di pepohonan yang belum lama ditanam di benteng yang telah selesai
dipugar. Bau harum kue-kue Tahun Baru menggantung di udara, dan bunyi genderang terdengar bergaung
di selasar-selasar selama lebih dari setengah hari. Tapi pada siang hari sebuah pengumuman
berkumandang dari bangunan utama. "Yang Mulia Hideyoshi akan berangkat ke Himeji!"
Hideyoshi tiba di Himeji sekitar tengah malam pada Hari Tahun Baru. Disambut oleh api unggun
yang berkobar-kobar, ia segera memasuki benteng. Namun kegembiraan terbesar bukan milik
Hideyoshi, melainkan milik rakyat yang menyaksikan tontonan megah ini. Semua pengikut
Hideyoshi beserta keluarga masing-masing berkumpul di gerbang utama benteng untuk
menyambutnya. Setelah turun dari kuda, ia menyerahkan tali kekang pada salah satu pembantunya, dan sejenak
memandang ke menara. Di Bulan Keenam pada musim panas yang lalu, tepat sebelum bertolak ke
Yamazaki dan meraih kemenangan besar untuk membalas pembunuhan Nobunaga, ia berdiri di
gerbang yang sama dan bertanya-tanya apakah ia akan kembali dalam keadaan hidup.
Perintah terakhir yang ia berikan kepada para pengikutnya sangat jelas. "Kalau kalian mendapat
kabar bahwa aku kalah, bunuhlah seluruh keluargaku dan bakarlah benteng ini sampai rata dengan
tanah." 25 Pendekar Bodoh . Munculnya Sang Pewaris m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Kini ia telah kembali ke Benteng Himeji, tepat tengah malam pada Hari Tahun Baru. Seandainya ia
sempat bimbang dan membuang-buang waktu dengan memikirkan istri dan ibunya di Nagahama, ia
takkan sanggup berjuang de
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
26Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis | http://cerita-silat.mywapblog.com | Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis pdf created by Saiful Bahri (Seletreng - Situbondo) pd 23-04-2016 08:26:27
ngan tekad seseorang yang siap menghadapi ajal di medan tempur. Ia akan ditekan oleh marga
Mori di Barat, dan melihat kekuatan pihak Akechi semakin mem besar di Timur.
Baik dalam lingkup perorangan maupun dalam skala negara, batas antara kejayaan dan kekalahan
selalu berupa taruhan yang didasarkan atas hidup atau mati - hidup di tengah kematian, mati di
tengah kehidupan. Namun Hideyoshi tidak pulang untuk beristirahat. Begitu memasuki bangunan utama, bahkan
sebelum berganti pakaian, ia mengadakan pertemuan dengan para pengurus benteng. Dengan
saksama ia mendengarkan laporan mengenai perkembangan di wilayah Barat dan keadaan di
berbagai benteng miliknya.
Pertengahan kedua Jam Tikus telah tiba - tengah malam. Walau tidak memikirkan keletihan mereka
sendiri, para pengikut Hideyoshi cemas kalau-kalau kelelahan mungkin mempengaruhi kesehatan
junjungan mereka. "Ibunda Yang Mulia serta Putri Nene telah menanti kedatangan Yang Mulia sejak sore tadi.
Mengapa Yang Mulia tidak masuk dulu untuk menunjukkan bahwa Yang Mulia dalam keadaan
sehat?" saudara ipar Hideyoshi, Miyoshi. mengusulkan. Ketika Hideyoshi melangkah masuk, ia
menemukan bahwa ibu, istri, keponakan-keponakan, dan saudara-saudara iparnya telah
menunggu. Meski sama sekali belum tidur, mereka berbaris untuk menyambutnya dan berlutut
dengan tangan menempel di lantai. Hideyoshi berjalan melewati mereka sambil tersenyum.
Matanya berbinar-binar. Akhirnya ia berhenti di hadapan ibunya yang tua dan berkata, "Aku ada
sedikit waktu senggang pada Tahun Baru ini, dan aku kembali agar dapat menghabiskan waktu
sejenak bersama Ibu."
Ketika memberi penghormatan pada ibunya. penampilan Hideyoshi persis seperti julukan yang
sering digunakan oleh ibunya - "anak itu".
Terbungkus tudung sutra berwarna putih, wajah ibunya berseri-seri oleh kegembiraan yang tak
dapat dilukiskan dengan kata-kata. "Jalan yang kaupilih ternyata penuh dengan cobaan yang luar
biasa," perempuan tua itu berkata. "Khususnya tahun lalu sangat berat bagimu. Tapi kau berhasil
mengatasi segala rintangan."
"Udara di musim salju kali ini lebih dingin daripada tahun-tahun sebelumnya," ujar Hideyoshi, "tapi
ibu kelihatan sehat sekali."
"Kata orang, usia merupakan sesuatu yang merayap tanpa terasa, dan tahu-tahu umurku sudah
lebih dari tujuh puluh tahun. Hidupku sudah panjang - jauh lebih panjang dari yang pernah kuduga.
Aku tak pernah menyangka akan hidup selama ini."
"Ah, Ibu harus hidup sampai seratus tahun. Ibu lihat sendiri, aku masih kanak-kanak."
"Tahun Baru ini kau akan berumur empat puluh enam," perempuan tua itu membalas sambil
tertawa. "Kau sudah tidak pantas disebut kanak' kanak."
"Tapi, Ibu, bukankah Ibu sendiri yang selalu memanggilku dengan julukan 'anak itu'"'
1 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Itu hanya kebiasaan lama."
"Himm. aku berharap Ibu akan terus memanggilku begitu. Terus terang, meski usiaku terus
bertambah, perkembangan jiwaku tak dapat mengimbangi lajunya waktu. Selain itu, seandainya Ibu
tidak ada di sini, aku akan kehilangan dorongan yang paling besar dan mungkin malah berhenti
tumbuh." Miyoshi, yang muncul di belakangnya, melihat Hideyoshi masih ber-bincang-bincang dengan
ibunya. la tertegun, lalu berkata, "Tuanku belum berganti pakaian?"
"Ah, Miyoshi. Duduklah bersama kami."
"Terima kasih, tapi mengapa tuanku tidak mandi dulu?"
"Ya, kau benar, Nene, antar aku."
Hideyoshi dikejutkan oleh kokok ayam jago. Hampir sepanjang malam ia asyik mengobrol, dan
hanya sebentar saja ia memejamkan mata. Pada waktu fajar Hideyoshi mengenakan topi serta
kimono kebesaran dan pergi ke tempat persembahan benteng. Sesudah itu ia makan pagi di kamar
Nene, kemudian ia menuju bangunan utama. Hari ini, hari kedua di tahun yang baru, antrean orang
yang datang ke benteng untuk menyampaikan ucapan selamat Tahun Baru seakan-akan tak ada
habisnya. Hideyoshi menyambut mereka semua dan menawarkan secawan sake pada setiap tamunya. Para
pengunjung lalu melewati tamu-tamu yang datang lebih dulu, dengan wajah cerah dan berseri-seri.
Pada waktu melalui bangunan utama dan bangunan sebelah timur, mereka melihat semua ruangan
dipadati tamu - di sini ada sekelompok orang yang sedang mengalunkan tembang Noh, di sana ada
sekelompok yang membacakan sajak. Setelah siang pun Hideyoshi masih terus didatangi
pengunjung. Hideyoshi menyelesaikan semua urusan di Himeji sampai hari kelima, dan malam itu ia
mengejutkan para pengikutnya dengan mengumumkan bahwa ia hendak bertolak ke Kyoto
keesokan harinya. Mereka bergegas agar segala sesuatu siap pada waktunya. Semula mereka
menduga ia akan tinggal di Himeji sampai pertengahan bulan, dan sampai siang hari memang
belum ada gelagat bahwa Hideyoshi ingin bepergian.
Baru lama kemudian orang-orang memahami tujuan di balik tindakannya. Hideyoshi bergerak cepat
dan tak pernah menyia-nyiakan kesempatan.
Seki Morinobu adalah komandan Benteng Kameyama di Ise. Walau sebenarnya termasuk pengikut
Nobutaka, ia kini cukup akrab dengan Hideyoshi. Pada hari raya yang baru lalu, Seki pun diam-diam
berkunjung ke Himeji untuk menyampaikan ucapan selamat Tahun Baru.
Ketika ia sedang bertatap muka dengan Hideyoshi, seorang kurir menyusulnya dari Ise. Rupanya
bentengnya telah jatuh ke tangan pendukung utama Nobutaka. Takigawa Kazumasu.
Hideyoshi segera bertolak dari Himeji. Malam itu juga ia sampai di Benteng Takaradera. Pada hari
ketujuh ia memasuki Kyoto, keesokan harinya ia mencapai Azuchi. dan pada hari kesembilan ia
menghadap Samboshi yang kini berusia tiga tahun. "Aku baru saja mohon restu dari Yang Mulia
Samboshi untuk menunduk-kan Takigawa Kazumasu." ujar Hideyoshi tanpa basa-basi pada Seki
2 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dan para pembesar lain ketika ia memasuki bangsal. "Katsuie-lah yang mendalangi semuanya ini.
Jadi. kita harus menaklukkan Ise sebelum pasukan Katsuie sempat bergerak."
Hideyoshi mengeluarkan sebuah pengumuman di Azuchi. Pengumuman tersebut beredar luas di
wilayah kekuasaannya, dan juga dikirim kepada para jendral di daerah-daerah yang bersahabat.
Semua pejuang pembela kebenaran diminta berkumpul di Azuchi. Betapa malang nasib pencetus
strategi buta yang mengakibatkan pengumuman ini. Di Kitanosho sana, bersama Puiri Oichi yang
cantik dan dikelilingi salju tebal, Shibata Katsuie menanti dengan sia-sia agar alam bermurah hati
padanya. Kalau saja matahari musim semi mau menampakkan diri dan mencairkan salju. Tapi tembok salju
yang dianggapnya sebagai perisai sakti sudah mulai runtuh, bahkan sebelum musim semi tiba.
Katsuie mengalami pukulan demi pukulan: penaklukan Benteng Gifu, pemberontakan di Nagahama,
penyerahan diri Nobutaka. Dan kini Hideyoshi akan menyerbu lse. Katsuie merasa serba salah. la
tak mampu bergerak, juga tak sanggup diam di tempat. Tapi salju di perbatasannya setebal salju di
Pegunungan Szechuan. Baik barisan prajurit maupun rombongan perbekalan militer takkan
sanggup melintas. la tak perlu cemas mengenai serangan dari Hideyoshi. la akan bergerak pada hari salju mulai
mencair, tapi siapa yang tahu kapan hari itu tiba" Salju seakan-akan telah menjadi tombak
pelindung bagi pihak musuh.
Kazumasu pun pejuang kawakan, pikir Katsuie, tapi merebut benteng-benteng kecil di Kameyama
dan Mine merupakan gerakan sembrono yang tidak memperhitungkan waktu. Tindakan itu sungguh
bodoh, Katsuie marah sekali.
Meski strateginya sendiri banyak mengandung kesalahan, ia mencela Takigawa Kazumasu yang
terialu dini melancarkan serangan.
Namun, kalaupun Kazumasu mengikuti ren-cana Katsuie dan menunggu sampai salju mencair.
Hideyoshi - yang telah membaca niat musuh - takkan memberi kesempatan pada mereka. Singkat
kata, Hideyoshi telah memperdaya Katsuie. Ia telah membaca isi hati Katsuie sejak Katsuie
mengirim utusan untuk mengadakan perundingan damai.
Menghadapi itu semua, Katsuie tak sudi duduk berpangku tangan. Dua kali ia mengirim kurir:
pertama ke markas Shogun Yoshiaki, dengan permintaan agar Yoshiaki menghasut marga Mori
untuk melancarkan serangan dari wilayah Barat; lalu ke Tokugawa Ieyasu.
Tapi pada hari kedelapan belas Bulan Pertama, leyasu diam-diam bertemu dengan putra sulung
Nobunaga. Nobuo, dengan alasan yang tidak diketahui. Selama ini Ieyasu memilih bersikap netral,


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jadi apa gerangan rencananya sekarang" Dan mengapa orang yang demikian pandai bersiasat
mau menemui orang yang sama sekali tidak memiliki bakat itu"
Ieyasu telah mengundang Nobuo, yang tak berdaya menghadapi arus perubahan zaman, ke tempat
tinggalnya. Di sana ia menjamu laki-laki lemah itu dengan berbagai hiburan dan pembicaraan
rahasia. Ieyasu mem-perlakukan Nobuo persis seperti orang dewasa memper-
lakukan anak kecil, dan apa pun hasil pembicaraan mereka, tetap dirahasiakan. Nobuo tampak
cerah ketika kembali ke Kyoto. Penampilannya seperti orang kebanyakan yang merasa puas akan
3 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dirinya, tapi juga ada kesan bahwa ia dihantui perasaan bersalah mengenai sesuatu. Sepertinya ia
enggan bertatapan dengan Hideyoshi.
Dan di manakah Hideyoshi pada hari kedelapan belas Bulan Pertama" Disertai beberapa pengikut
kepercayaan saja, ia telah mengitari bagian utara Danau Biwa, dan diam-diam melintasi wilayah
bergunung di perbatasan Omi dan Echizen.
Ketika Hideyoshi melakukan perjalanan keliling ke desa-desa pegunungan dan dataran tinggi yang
masih terselubung salju tebal, ia menunjuk tempat-tempat strategis dengan tongkat bambunya dan
memberikan perintah-perintah sambil berjalan.
"Gunung Tenjin-kah itu" Dirikan beberapa kubu pertahanan di sana. Juga di gunung sebelah sana."
Pada hari ketujuh Bulan Kedua, Hideyoshi mengirim surat dari Kyoto kepada marga Uesugi. berisi
tawaran untuk bersekutu. Alasannya sederhana saja. Marga Shibata dan Uesugi sudah bertahun-tahun terlibat pertikaian
berdarah, dan gonta-ganti merebut atau kehilangan wilayah. Katsuie tentu akan berupaya
mengakhiri permusuhan mereka, sehingga ia dapat memusat-
kan seluruh kekuatannya pada konfrontasi dengan Hideyoshi. Tapi akibat sifatnya yang keras
kepala dan tinggi hati, kemung-kinannya kecil ia akan berhasil menjalankan strategi yang
sedemikian rumit. Dua hari setelah mengirim surat kepada pihak Uesugi di Utara, Hideyoshi ntengumumkan
keberangkatan pasukannya menuju Ise. la membagi kekuatannya ke dalam tiga korps, yang
bergerak melewati tiga jalur berbeda.
Diiringi teriakan perang, panji-panji, dan gen-derang, gerak maju mereka mengguncangkan
gunung-gunung dan bukit-bukit. Ketiga pasukan melintasi barisan pegunungan di Omi dan Ise, dan
bergabung kembali di daerah Kuwana dan Nagashima. Di sanalah tempat Takigawa Kazumasu
bercokol. "Pertama-tama kita lihat dulu, formasi tempur macam apa yang dipilih Hideyoshi." ujar Kazumasu
ketika mendengar bahwa musuh sedang mendekat. Ia yakin sepenuhnya akan kemam-puannya
sendiri. Semuanya tergantung pemilihan waktu, dan ia telah keliru memilih waktu untuk memulai
peperangan. Rahasia persekongkolan antara Katsuie, Nobutaka, dan Kazumasu telah dijaga ketat,
bahkan terhadap penasihat-penasihat mereka sendiri, tapi kini segala sesuatu terancam hanya
karena Kazumasu begitu bernafsu memantaatkan kesempatan. Pesan-pesan mendesak dikirim ke
Gifu dan Echizen. Setelah mening-galkan dua ribu prajurit di Benteng Nagashima, Kazumasu
sendiri pindah ke Benteng Kuwana.
Benteng ini lebih mudah dipertahankan dibandingkan Nagashima. Satu sisinya dilindungi laut, satu
sisi lagi oleh bukit-bukit yang mengelilingi kota benteng. Namun strategi Kazumasu bukan sekadar
mundur ke tempat yang menguntungkan. Hideyoshi akan terpaksa membagi pasukannya yang
berkekuatan enam puluh ribu orang untuk menyerang Gifu, Nagashima, serta Kuwana. dan juga
benteng-benteng lain di daerah sekitar. Jad, kalaupun pasukan utamanya menyerang, serangan itu
takkan melibatkan segenap kekuatannya.
4 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Di satu pihak, Kazumasu telah mendengar bahwa kekuatan pasukan musuh sangat mengesankan,
namun di pihak lain, ia tahu bahwa para prajurit Hideyoshi akan melewati jalan-jalan yang melintasi
barisan Pe-gunungan Owari-Kai. Sudah tentu iring-iringan yang membawa amunisi dan perbekalan
akan sangat panjang. Mengingat hal itu, Kazumasu yakin ia takkan menemui kesulitan untuk memusnahkan Hideyoshi. Ia
akan memancing musuh, menyerang tanpa ampun, mencari kesemparan untuk membantu
Nobutaka bangkit kembali, bergabung dengan para prajurit di Gifu, dan menghancurkan Nagahama.
Berlawanan dengan dugaan Kazumasu, Hideyoshi tidak membuang-buang waktu dengan merebut
benteng-benteng kecil, melainkan memutuskan untuk langsung menyerang kubu pertahanan utama
musuh. Pada saat itulah Hideyoshi mulai menerima pesan-pesan mendesak dari Nagahama,
Sawayama, dan Azuchi. Situasinya tidak mudah; awan-awan dan pasang-surut yang mdiputi dunia
berubah dengan setiap hari yang berlalu.
Berita pertama berbunyi. "Barisan depan Echizen telah melewati Yanagase. Sebagian akan segera
menyerbu Omi bagian utara."
Kurir berikutnya membawa pesan serupa, "Kesabaran Katsuie akhirnya mencapai batasnya.
Daripada menunggu saat salju mencair, ia memilih mengerahkan dua puluh atau tiga puluh ribu kuli
untuk membersihkan salju dari jalan raya."
Kurir ketiga menegaskan kegentingan situasi yang dihadapi, "Kabarnya pasukan Shibata telah
bertolak dari Kitanosho pada hari kedua Bulan Ketiga. Pada hari ketujuh, satu divisi mengancam
posisi kita di Gunung Tenjin, sementara divisi-divisi lain membakar Desa Imakhi, Yogo, dan
Sakaguchi. Pasukan utama berkekuatan dua puluh ribu orang di bawah komando Shibata Katsuie
dan Maeda Inuchiyo terus bergerak kearah selatan,"
"Segera bongkar kemah." Hideyoshi me-
merintahkan. Lalu. "Kita berangkat ke Omi bagian utara."
Setelah menyerahkan operasi militer di Ise pada Nobuo dan Ujisato. Hideyoshi mengalihkan
pasukannya ke Omi. Pada hari keenam belas ia mencapai Nagahama, dan pada hari ketujuh belas
pasukannya menyusuri jalan di tepi danau yang menuju Omi bagian utara. Ia sendiri menempuh
perjalanan dengan berkuda. Wajahnya diterpa angin musim semi keiika ia berkuda di bawah panji
komando berlambang labu emas.
Perbatasan Omi di daerah Yanagase yang bergunung-gunung masih diselubungi lapisan salju baru
yang tampak seperti ombak bergulung-gulung. Angin yang bertiup masih cukup dingin untuk
membuat merah hidung para prajurit. Pada waktu fajar, pasukan Hideyoshi berpencar-pencar
mengambil posisi. Kehadiran musuh hampir dapat dicium. Meski demikian, tidak teriihat asap dari
perkemahan musuh atau satu prajurit musuh pun.
Tapi para perwira menunjukkan posisi-posisi musuh kepada anak buah masing-masing. "Unit-unit
Shibata berada di sepanjang kaki Gunung Tenjin dan di daerah Tsubakizaka. Divisi-divisi musuh
juga terdapat di daerah Kinomoto, Imaichi, dan Sakaguchi, jadi waspadalah, bahkan pada waktu
kalian tidur pun." 5 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Namun kabut putih yang merayap memasuki perkemahan membawa suasana begitu damai,
sehingga sukar untuk membayangkan bahwa dunia sedang dilanda perang.
Tiba-tiba terdengar tembakan sporadis di kejauhan - semuanya dari sisi Hideyoshi. Sepanjang
malam tak ada satu pun tembakan balasan. Apakah musuh sedang terlelap"
Ketika fajar menyingsing, pasukan penembak yang ditugaskan menguji barisan depan musuh ditarik
mundur lagi. Hideyoshi memerintahkan agar para komandan korps senapan melapor ke markasnya.
Di sana ia mendengarkan laporan mereka mengenai posisi-posisi musuh.
"Apakah kalian melihat tanda-tanda kehadiran pasukan Sassa Narimasa?" tanya Hideyoshi.
Hideyoshi ingin memperoleh kepastian, tapi ketiga komandan memberikan jawaban sama.
"Panji-panji Sassa Narimasa tidak terlihat di medan laga."
Hideyoshi mengangguk, seakan-akan mengakui kebenaran berita itu. Biarpun Katsuie sendiri yang
datang, ia takkan bisa tenang karena ancaman pihak Uesugi di belakangnya. Hideyoshi dapat
membayangkan bahwa inilah alasan Sassa tidak turut serta.
Perintah untuk makan pagi diberikan. Ransum yang dibawa ke medan tempur berupa nasi campur
pasta kacang kedelai yang dibungkus daun ek. Hideyoshi berbincang-bincang dengan para peiayan
pribadinya sambil me-ngunyah. Sebelum ia menghabiskan setengah jatahnya, yang lain sudah
selesai makan. "Kalian langsung main telan saja?" tanyanya. "Bukankah tuanku yang makan terialu pelan?"
para pelayan menjawab. "Sudah menjadi kebiasaan kami untuk makan dengan cepat dan buang air
dengan cepat.' "Itu bagus." balas Hideyoshi. "Buang air dengan cepat memang baik, tapi dalam hal makan, kalian
seharusnya mencontoh Sakichi."
Para pelayan segera menoleh ke arah Sakichi. Seperti Hideyoshi. Sakichi makan pelan-pelan. Baru
setengah jatah nasinya habis. la mengunyah seperti perempuan tua.
"Kalian mau tahu kenapa?" Hideyoshi meianjutkan. "Jika kalian menghadapi pertempur-an,
memang ada baiknya kalian makan cepat-cepat. Tapi kalau kalian terkepung di sebuah benteng
dengan persediaan makanan terbatas, kalian harus pandai-pandai berhemat. Pada saat itu, kalian
akan sadar bahwa makan pelan-pelan banyak manfaatnya bagi kepentingan benteng maupun bagi
kesehatan kalian sendiri. Selain itu, andaikata kalian tak punya perbekalan di tengah-tengah
pegunungan dan harus bertahan untuk waktu lama, kalian mungkin terpaksa mengunyah apa
saja - akar-akaran atau daun-daunan - sekadar untuk memuaskan perut. Mengunyah secara baik
harus dilatih, dan kalau kalian tidak terbiasa, dalam keadaan terdesak kalian takkan dapat
melakukannya secara otomatis*." Tiba-tiba ia berdiri dari kursinya dan memberi isyarat pada
mereka. "Ayo, mari kita mendaki Gunung Fumuro."
Gunung Fumuro termasuk barisan gunung di tepi utara dua danau - Danau Yogo yang lebih kecil
dan Danau Biwa yang lebih besar. Gunung itu menjulang hampir delapan ratus meter di atas Desa
Fumuro yang terletak di kakinya, dan untuk mencapai puncak gunung, orang harus berjalan sekitar
enam mil. Jika ingin mendaki lerengnya yang terjal, harus menyediakan waktu paling tidak setengah
6 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
hari. "Yang Mulia pergi."
"Hendak ke mana beliau, mendadak begini?" Para prajurit yang bertugas mengawal Hideyoshi
melihat rombongan pelayannya menjauh, dan segera berlari menyusul. Mereka melihat Hideyoshi
berjalan paling depan sambil menggenggam tongkat bambu. Ia seakan-akan hendak pergi berburu.
"Yang Mulia akan mendaki gunung?"
Hideyoshi menunjuk suatu titik di tengah lereng dengan tongkatnya.
"Ya. Kira-kira sampai ke sana."
Setelah mendaki beberapa waktu, mereka tiba di sebidang tanah datar. Hideyoshi memandang
berkeliling. Angin yang berembus menyejukkan keringat pada keningnya. Dari tempatnya berdiri, ia
dapat mengamati daerah antara Yanagase dan Yogo. Jalan raya menuju provinsi-provinsi Utara.
yang berkelok-kelok melintasi pegunungan dan menghubungkan beberapa desa, tampak seperti
pipa. "Yang mana Gunung Nakao?" "Yang itu, di sebelah sana."
Hideyoshi memandang ke arah yang ditunjuk. Itulah perkemahan utama musuh. Panji-panji dalam
jumlah besar tampak berderet-deret di lereng, sampai ke kaki gunung itu. Di sana satu korps dapat
dikenali. Tapi jika melayangkan pandangan, akan terlihat bahwa panji-panji pasukan Utara
memenuhi gunung-gunung di kejauhan, dan menempati posisi-posisi strategis pada puncak-puncak
yang lebih dekat serta di sepanjang jalan. Sepertinya seorang ahli militer telah menjadikan bagian
bumi dan langit itu sebagai markasnya, dan sedang berusaha membentuk formasi yang mahaluas.
Tak ada celah maupun tempat kosong dalam susunan yang cermat itu. Mereka telah siap menelan
musuh, dan kemegahan yang mereka perlihatkan tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Hideyoshi mengamati semuanya itu sambil membisu. Kemudian ia kembali menoleh ke
perkemahan utama Katsuie di Gunung Nakao, dan menatapnya untuk waktu lama.
Dengan saksama ia mempelajari keadaan dan melihat sekelompok orang bekerja bagaikan semut
di tepi selatan perkemahan utama di Gunung Nakao. Dan bukan hanya di satu atau dua tempat. la
menemukan kesibukan di semua tempat yang agak tinggi itu.
"Hmm, tampaknya Katsuie bersiap-siap menghadapi pertempuran panjang."
Hideyoshi langsung mendapatkan jawabannya. Pihak musuh sedang membangun kubu-kubu
pertahanan di ujung selatan perkemahan utama. Seluruh susunan tempur, yang menyebar
bagaikan kipas dari pasukan utama, telah diatur dengan hati-hati. Pasukan musuh akan bergerak
maju secara teratur dan terencana. Tak ada tanda-tanda bahwa mereka berniat melancarkan
serangan mendadak. Rencana musuh telah terbaca oleh Hideyoshi. Kesimpulannya, Katsuie bermaksud menahan
Hideyoshi di sini, agar sekutu-sekutunya di Ise dan Mino memperoleh kesempatan untuk
mempersiapkan serangan serempak dari depan dan belakang.
7 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Mari kita kembali." ujar Hideyoshi, dan lang-sung mulai berjalan. "Adakah jalan lain untuk turun?"
"Ada, tuanku." salah satu pelayan menjawab dengan bangga.
Mereka mencapai perkemahan sekutu di antara Gunung Tenjin dan Ikenohara. Melihat panji-panji
yang berkibar, Hideyoshi segera tahu bahwa itu pos Hosokawa Tadaoki.
"Aku haus," ujar Hideyoshi setelah memperkenalkan diri di gerbang.
Tadaoki dan para pengikutnya menyangka Hideyoshi melakukan pemeriksaan mendadak. "Bukan,"
Hideyoshi menjelaskan. "Aku baru kembali dari Gunung Fumuro. Tapi karena aku sudah di sini..."
Sambil berdiri di hadapan Tadaoki, ia minum beberapa teguk air dan memberikan perintah. "Segera
bongkar kemah, lalu pulanglah. Kemudian ambil semua kapal perang yang berlabuh di Miyazu di
Tango dan serang pantai musuh."
Ide untuk menggunakan kapal muncul ketika Hideyoshi sedang mendaki gunung. Rencana itu
seakan-akan tak ada sangkut-pautnya dengan apa yang tengah dikerjakannya saat itu, tapi ketidak
sesuaian ini mungkin justru ciri khas jalan pikirannya. Proses berpikir Hideyoshi tidak tcrbatas pada
apa yang terpampang di depan matanya.
Setelah melakukan pengamatan selama setengah hari, Hideyoshi hampir selesai menyusun
strategi. Malam itu ia memanggil semua jendral ke markasnya dan memberi tahukan rencananya
pada mereka: Berhubung musuh sedang bersiap-siap untuk perang berkepanjangan, pasukan
Hideyoshi pun harus mendirikan sejumlah kubu pertahanan untuk menghadapi pertempuran yang
akan bcrlangsung lama. Pembangunan serangkaian benteng di mulai. kcgiatan itu bersekala besar-besaran - bertujuan
untuk memacu semangat juang. Keputusan Hideyoshi untuk memulai pembangunan tepat di depan
hidung musuh bisa disebut gegabah atau gagah berani. Keputusan itu dengan mudah dapat
mengakibatkan kekalahan, tapi Hideyoshi bersedia mengambil risiko itu untuk merangkul para
warga provinsi. Gaya tempur Nobunaga bercirikan kekuatan yang tak dapat dibendung: kata orang. "Ke mana pun
Nobunaga bergerak, rumput dan pohon menjadi layu. Tapi gaya tempur Hideyoshi berbeda. Jika ia
bergerak maju, jika ia mendirikan perkemahan, dengan sendirinya ia menarik orang-orang di
sekitarnya. Meraih dukungan masyarakat setempat merupakan hal penting yang harus ditangani
sebelum mulai berusaha mengalahkan musuh.
Disiplin militer yang keras amat menentukan, tapi pada hari-hari yang ditandai banjir darah pun
angin sejuk terasa berembus di tempat Hideyoshi menaruh kursinya. Scseorang pernah mencatat,
"Di mana ada Hideyoshi, di situ angin musim semi bertiup."
Deretan benteng itu membelah dua kawasan. Yang pertama membentang dari Kitayama di
Nakanogo, mengikuti jalan raya ke provinsi-provinsi Utara yang melewati Gunung Higashino.
Gunung Dangi, dan Gunung Shinmei; yang kedua menyusuri Gunung Iwasaki, Gunung Okami,
Shizugatake, Gunung Tagami, dan Kinomoto. Pckerjaan raksasa seperti itu membutuhkan puluhan
ribu pekerja. Hideyoshi mengambil orang-orang dari Provinsi Nagahama. la memerintahkan pemasangan
papan-papan pemberitahuan untuk mengumumkan pekerjaan di daerah-daerah yang dilanda
8 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
kerusakan paling parah akibat perang. Gunung-gunung dipadati pengungsi. Pohon-pohon ditebang,
jalan-jalan dibuka, kubu pertahanan didirikan di mana-mana, dan orang-orang dengan mudah
terpenga-ruh untuk percaya bahwa pembangunan rangkaian benteng akan selesai dalam satu
malam. Namun tugas yang dihadapi tidak semudah itu. Masing-masing benteng harus dilengkapi
menara intai dan barak, juga parit serta tembok pertahanan. Tiga pagar kayu runcing didirikan,
sementara batu-batu besar dan batang-batang pohon ditumpuk di jalan yang paling mungkin
menjadi sasaran serangan musuh.
Selokan dan pagar kayu runcing menghubungkan kawasan antara Gunung Higashino dan Gunung
Dangi, yang paling mungkin digunakan sebagai medan tempur. Pekerjaan galian untuk ini saja
sudah mengecilkan hati, tapi berhasil dirampungkan hanya dalam dua puluh hari. Kaum perempuan
dan anak-anak pun ikut membantu.
Pihak Shibata melancarkan serangan kecil-kecilan pada malam hari dan menggunakan
siasat-siasat remeh yang sempat menghambat kemajuan pembangunan, Namun rupanya mereka
pun menyadari bahwa mereka takkan dapat berbuat banyak menghadapi orang-orang yang selalu
siaga, sehingga mereka akhirnya berhenti dengan sendirinya.
Sikap mereka benar-benar mengherankan. Mengapa mereka tidak bertindak saja" Tapi Hideyoshi
paham. Pikiran yang selalu berada dalam kepalanya - bahwa lawannya merupakan pejuang
kawakan dan bukan sasaran empuk - juga tercermin dalam benak Katsuie. Namun kecuali itu
masih ada berbagai alasan penting lainnya.
Persiapan pasukan Katsuie telah rampung, tapi ia merasa belum waktunya mengerahkan
sekutu-sekutu yang dicadangkannya.
Sekutu-sekutu itu, tentu saja, pasukan Nobutaka di Gifu. Begitu Nobutaka sudah dapat bergerak,
Takigawa Kazumasu pun bisa menyerang dari Benteng Kuwana. Baru setelah itu rencana-rencana
Katsuie akan berubah menjadi strategi efektif.
Katsuie sadar bahwa jika ia tidak bertindak demikian, kemenangan takkan mudah diraih. Begitulah
ia menilai situasi sejak semula- - diam-diam dan dengan perasaan waswas. Penilaian itu sendiri
didasarkan pada perbandingan kekuatan provinsi-provinsi Hideyoshi dan provinsi-provinsi yang
berada di pihaknya. Pada waktu itu, dengan mengingat popularitas dan kekuasaan Hideyoshi yang menanjak pesat
setelah Pertempuran Yamazaki, Hideyoshi dapat meng-harapkan dukungan dari Provinsi Harima,
Tajima, Settsu, Tango, Yamato, serta beberapa provinsi lain, dengan kekuatan total sebesar enam
puluh tujuh ribu prajurit. Bila ditambah dengan laskar-laskar Owari, Ise, Iga, dan Bizen, jumlah
totalnya mencapai seratus ribu orang.
Katsuie dapat mengerahkan pasukan utama Echizen, Noto, Oyama, Ono, Matsuto, dan Toyama. Itu
berarti kekuatannya tak lebih dari empat puluh lima ribu prajurit. Namun jika ia menambahkan
kekuatan Mino dan Ise yang dikuasai Nobutaka, serta kekuatan provinsi milik Kazumasu, berarti ia
membawahi hampir enam puluh dua ribu prajurit, suatu jumlah yang hampir dapat menyaingi
musuh. 9 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Secawan Teh

Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

PENAMPILAN laki-laki itu seperti biksu pengembara, namun gaya berjalannya lebih menyerupai
prajurit. la sedang mendaki Jalan Raya Shurukuji.
"Hendak ke mana kau!" seorang penjaga gerbang Shibata berseru.
"ini aku," biksu itu membalas sambil membuka tudung yang menutupi kepalanya.
Para penjaga gerbang memberi isyarat ke arah pagar pertahanan di belakang mereka. Sekelompok
orang terlihat berkerumun di muka gerbang. Si biksu menghampiri seorang perwira dan
mengucapkan beberapa patah kata. Sejenak timbul kegaduhan. tapi kemudian perwira itu
mengambil seekor kuda dan menyerahkan tali kekang pada si biksu.
Gunung Yukiichi merupakan perkemahan Sakuma Genba dan adiknya, Yasumasa. Laki-laki yang
menyamar sebagai biksu adalah Mizuno Shinroku, seorang pengikut Yasumasa. Sebuah pesan
rahasia telah dipercayakan padanya. dan kini ia tengah berlutut di hadapan junjungannya, di dalam
markas besar. "Bagaimana hasilnya" Kabar baik atau burukkah yang kaubawa?" Yasumasa bertanya tak sabar.
"Semuanya sudah beres." jawab Shinroku.
"Kau berhasil bertemu dengannya" Apakah semuanya berjalan lancar?" "Musuh sudah
menempatkan barisan pengintai, tapi hamba berhasil menemui Yang Mulia Shogen." "Bagaimana
rencananya?" "Hamba membawa surat dari beliau."
la melongok ke dalam topi anyaman yang dipakainya, lalu mencabut sambungan tali pengikat.
Sepucuk surat yang ditempelkan di bawahnya jatuh ke pangkuannya. Shinroku melicinkan semua
kerut, lalu menyerahkan surat itu kepada junjungannya.
Yasumasa mengamati sampulnya untuk beberapa saat.
"Ya, ini memang tulisan tangan Shogen, tapi suratnya ditujukan kepada kakakku. Ayo, ikut aku.
Sekarang juga kita temui kakakku, lalu melapor ke perkemahan utama di Gunung Nakao."
Junjungan dan pengikut itu keluar dari pagar pertahanan dan mendaki puncak Gunung Yukiichi.
Semakin dekat ke puncak, barisan prajurit, kuda, gerbang-gerbang pagar penahanan, serta
barak-barak semakin rapat. Penjagaan pun semakin ketat. Akhirnya kubu pertahanan utama, yang
menyerupai sebuah benteng, mulai tampak. dan mereka melihat petak-petak bertirai yang tak
terhitung jumlahnya tersebar-sebar di puncak gunung.
"Beritahu kakakku bahwa aku ada di sini." Ketika Yasumasa tengah bicara dengan pengawal di
hadapannya, salah satu pengikut Genba menghampirinya sambil berlari.
"Tuanku Genba tidak ada di tempat, Yang Mulia."
"Dia pergi ke Gunung Nakao?" "Tidak, beliau ada di sebelah sana."
10 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Ketika menoleh ke arah yang ditunjuk pengikut itu, Yasumasa melihat kakaknya, Genba, duduk di
rumput di belakang benteng, bersama lima atau enam samurai dan pelayan. Sukar untuk
memastikan apa yang sedang mereka kerjakan.
Setelah mendekat, ia melihat bahwa Genba telah menyuruh salah satu pelayannya memegang
cermin, sementara pelayan lainnya membawa baskom. Di sana, di bawah langit biru. Genba sedang
bercukur, seakan-akan tak ada yang membebani pikirannya.
Hari itu hari kedua belas di Bulan Keempat. Musim kemarau telah tiba, dan kota-kota benteng di
daerah dataran sudah dilanda hawa panas. Tapi di pegunungan, kesejukan musim semi masih
bertahan. Yasumasa mendekat dan berlutut di rumput. "Ah. adikku?" Genba melirik dari sudut mata, namun
tetap menyorongkan dagunya ke arah cermin, sampai ia selesai bercukur. Baru setelah pisau cukur
diletakkan dan wajahnya dibasuh dengan air dari dalam baskom, ia menoleh kepada adiknya. "Ada
apa. Yasumasa?" "Sebaiknya Kakanda menyuruh para pelayan pergi dulu."
"Kenapa kita tidak kembali ke petakku saja?" "Jangan, jangan. Ini justru tempat terbaik untuk
pembicaraan rahasia."
"Kaupikir begitu" Baiklah." Sambil berpaling kepada para pelayannya, Genba memerintahkan agar
mereka menjauh. Mereka membawa cermin dan baskom, kemudian pergi. Para samurai pun mengikuti mereka.
Tinggal kakak-adik Sakuma yang duduk berhadap-hadapan di puncak bukit. Selain mereka berdua.
masih ada satu orang lagi - Mizuno Shinroku. yang datang bersama Yasumasa.
Sesuai pangkatnya, Shinroku tetap menjaga jarak, dan bersujud ke arah kedua atasannya.
Baru sekarang Genba melihatnya. "Rupanya Shinroku sudah kembali." "Ya, dan dia melaporkan
bahwa semuanya berjalan lancar. Sepertinya dia berhasil melaksanakan tugasnya."
Tentu tidak mudah. Hmm. bagaimana tanggapan Shogen?" "Shogen menitipkan surat."
Genba segera membuka surat yang diserahkan kepadanya. Sorot matanya tampak gembira, dan
kegembiraan itu juga tercermin dalam senyumnya yang mengembang. Keberhasilan macam
apakah yang bisa membuatnya begitu senang" Bahunya sampai terguncang-guncang hampir tak
terkendali. "Shinroku, mendekatlah. Kau terlalu jauh di sana."
"Baik, tuanku."
"Berdasarkan surat Shogen, keterangan lengkap rupanya telah dipercayakan padamu. Ceritakanlah
semua yang dikatakan Shogen."
"Yang Mulia Shogen mengungkapkan bahwa beliau maupun Yang Mulia Ogane telah berselisih
paham dengan junjungan mereka, Katsutoyo. bahkan sebelum Nagahama beralih tangan.
Perselisihan itu telah diketahui oleh Hideyoshi. sehingga meskipun keduanya ditunjuk sebagai
11 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
komandan Benteng Dangi dan Gunung Shinmei. mereka berada di bawah pengawasan pengikut
kepercayaan Hideyoshi, Kimura Hayato. Mereka hampir tak dapat berbuat apa-apa."
"Tapi baik Shogen maupun Ogane bermaksud melarikan diri dan datang ke sini."
"Mereka berniat membunuh Kimura Hayato besok pagi. Setelah itu. mereka berdua bersama anak
buah masing-masing akan membelot ke pihak kita."
"Kalau ini akan terjadi besok pagi, kita tak boleh buang-buang waktu. Kirim pasukan ke tempat
mereka." Genba memerintahkan pada Yasumasa. Kemudian ia kembali menanyai Shinroku,
"Sementara laporan mengatakan bahwa Hideyoshi berada di perkemahan utamanya, sedangkan
menurut berita lain, dia berada di Nagahama. Kau tahu di mana dia sekarang?"
Shinroku mengakui bahwa ia tidak mengetahuinya.
Bagi pihak Shibata, pertanyaan apakah Hideyoshi berada di garis depan atau di Nagahama
merupakan pertanyaan yang sangat penting.
Tanpa mengetahui di mana ia berada, orang-orang Shibata tak bisa menentukan langkah berikut.
Strategi Katsuie tidak memberi tempat bagi serangan tunggal dari satu sisi. Ia telah menunggu
cukup lama agar pasukan Nobutaka di Gifu dapat ikut meramaikan kancah peperangan. Setelah itu
pasukan Takigawa Kazumasu dapat melancarkan serangan, dan bersama-sama pasukan Mino dan
Ise akan mengancam Hideyoshi dari belakang. Pada saat itulah kekuatan utama Katsuie yang
berjumlah dua puluh ribu orang akan menyerbu dan memojokkan Hideyoshi di Nagahama.
Katsuie telah menerima surat dari Nobutaka sehubungan dengan rencana itu. Jika Hideyoshi
berada di Nagahama, ia akan mengatur agar Gifu maupun Yanagase bersiap-siap. Jika Hideyoshi
berada di garis depan. Katsuie harus siaga, sebab saat pemberontakan Nobutaka sudah dekat.
Tapi sebelum salah satu dari kedua rencana itu dapat dilaksanakan, orang-orang Shibata harus
membatasi ruang gerak Hideyoshi, guna memberi kesempatan pada Nobutaka untuk melangkah.
"Keberadaan Hideyoshi tetap belum jelas." ujar Genba. Tampak jelas bahwa dalam masa penantian
yang begitu lama, yang telah berlangsung lebih dari sebulan, ia semakin tertekan. "Hmm. kita
berhasil memancing Shogen, dan itu saja sudah merupakan alasan untuk bergembira. Yang Mulia
Katsuie harus segera diberitahu. Kita tunggu tanda dari Shogen besok."
Yasumasa dan Shinroku pergi lebih dulu dan kembali ke perkemahan mereka. Genba memanggil
seorang pelayan dan menyuruhnya membawakan kuda kesayangannya. Disertai sepuluh prajurit, ia
segera bertolak ke perkemahan utama di Gunung Nakao.
Lebar jalan baru antara Gunung Yukiichi dan perkemahan utama di Gunung Nakao kira-kira empat
meter. Jalan itu meliuk-liuk sepanjang lebih dari enam mil, menyusuri punggung gunung-gunung. Di
mana-mana para prajurit melihat kehijauan musim semi, dan ketika Genba memacu kudanya, ia
pun diliputi perasaan puitis.
Perkemahan utama di Gunung Nakao dikelilingi pagar pertahanan yang berlapis-lapis. Setiap kali
Genba mendekati sebuah gerbang, ia hanya menyebutkan namanya dan langsung lewat, sambil
memandang para penjaga dari atas kuda.
12 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tapi ketika ia hendak memasuki gerbang terakhir, komandan pasukan penjaga tiba-tiba
mencegahnya. Tunggu! Mau ke mana!" Genba menoleh dan memelototi orang itu.
"Ah, kaukah itu, Menju" Aku datang untuk menemui pamanku. Apakah dia ada di tendanya, atau di
markas?" Menju mengerutkan kening. la berjalan ke depan Genba dan berkata dengan gusar. "Harap turun
dulu." "Apa?" "Gerbang ini dekat sekali dengan markas Yang Mulia Katsuie. Biarpun dalam keadaan terburu-buru,
tak seorang pun diperkenankan masuk dengan menunggang kuda."
"Lancang betul kau. Menju!" Genba membalas dengan geram, tapi berdasarkan disiplin militer, ia
tak dapat menolak. Ia turun dari kudanya dan membentak. "Mana pamanku?"
Yang Mulia tengah mengadakan rapat militer." "Siapa saja yang hadir?"
"Yang Mulia Haigo, Yang Mulia Osa, Yang Mulia Hara, Yang Mulia Asami, dan Yang Mulia
Katsutoshi." "Kalau begitu, tak ada masalah jika aku bergabung." "Jangan, mereka harus diberitahu dulu."
"Tidak perlu." Genba mendesak maju. Menju hanya dapat memandangnya pergi. Roman mukanya meman-
carkan keprihatinan. Tindakan yang baru saja diambilnya, dengan mempertaruhkan reputasinya
sendiri, bukan demi tegaknya peraturan militer semata-mata. Sudah beberapa waktu ia diam-diam
berusaha agar Genba merenungkan sepak terjangnya.
Kecongkakan yang diperlihatkan Genba berkaitan dengan sikap pilih kasih pamannya. Melihat kasih
sayang buta yang ditunjukkan penguasa Kitanosho pada keponakannya. Menju mau tak mau
merasa risau mengenai masa depan. Paling tidak, ia merasa Genba tidak sepantasnya menyebut
panglima tertinggi sebagai "paman".
Tapi Genba tidak memedulikan hal-hal seperti keprihatinan Menju. Ia langsung masuk ke markas
pamannya, dan tanpa mengindahkan para pengikut lain di sana, berbisik ke telinga Katsuie, "Seusai
rapat ini, ada masalah penting yang perlu dibahas secara empat mata."
Katsuie cepat-cepat mengakhiri rapat. Setelah para jendral pergi, ia mencondongkan badan dan
berbicara dengan keponakannya. Genba tertawa puas lalu menunjukkan balasan Shogen tanpa
berkata apa-apa, seakan-akan sudah tahu bahwa Katsuie akan gembira sekali.
Dan Katsuie memang senang sekali. Rencana yang telah disusunnya dan dilaksanakan oleh Genba
ternyata berhasil. Ia teramat gembira karena segala sesuatu berjalan sesuai rencana.
Katsuie dikenal gemar bersekongkol, dan ketika membaca surat Shogen, ia hampir tak dapat
menguasai diri. 13 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Rencana itu bertujuan menggerogoti kekuatan musuh dari dalam. Dari sudut pandang Katsuie,
kehadiran orang-orang seperti Shogen dan Ogane dalam pasukan Hideyoshi membuka peluang
untuk melancarkan siasat demi siasat.
Sementara itu, Shogen yakin bahwa kemenangan akan diraih oleh pihak Shibata. Sesungguhnya
keyakinan itu tak berdasar. Dan nyatanya di kemudian hari ia pun dihantui kesedihan dan
penyesalan mendalam. Tapi surat persetujuan telah dikirim, dan tak perlu dipikirkan lagi. Dengan
segala akibatnya, pengkhianatan Shogen dijadwalkan untuk keesokan paginya, dan ia menunggu
untuk menyambut pasukan Shibata di bentengnya.
*** Hari kedua belas di bulan itu, tengah malam. Semua api unggun tinggal bata merah, dan
satu-satunya suara yang terdengar di perkemahan yang diselubungi kabut adalah suara angin yang
membelai pohon-pohon cemara.
"Buka gerbang!" seseorang berseru dengan suara tertahan, sambil me-ngetuk-ngetuk gerbang kayu
di pagar pertahanan. Benteng kecil di Motoyama semula merupakan markas Shogen, tapi Hideyoshi telah menggantinya
dengan Kimura Hayato. "Siapa itu?" si penjaga bertanya sambil mengintip ke luar.
Sebuah sosok gelap tampak dalam kegelapan. "Panggil Komandan Osaki," sosok itu berkata.
"Katakan dulu siapa kau dan dari mana kau datang."
Sejenak orang yang berdiri di luar tidak menjawab. Hujan rintik-rintik turun dari langit yang kelihatan
sepekat tinta. "Itu tak bisa kukatakan. Aku harus bicara dengan Osaki Demon di sini, di pagar
pertahanan. Beritahu dia."
"Kawan atau lawan?"
"Kawan, tentu saja! Kaupikir musuh begitu mudah datang ke sini" Sembronokah para penjaga yang
ditempatkan di luar" Seandainya ini siasat musuh, mungkinkah aku mengetuk gerbang?"
Penjelasan orang itu masuk akal. Si penjaga gerbang pergi untuk me-manggil Osaki.
"Ada apa?" Osaki benanya. "Tuan Komandan Osaki?" "Ya-Apa keperluanmu?"
"Namaku Nomura Shojiro. dan aku pengikut Yang Mulia Katsutoyo. Sekarang aku di bawah
komando Yang Mulia Shogen."
"Urusan apa yang membuatmu ke sini di tengah malam buta?"
"Aku harus segera bicara dengan Yang Mulia Hayato. Aku tahu ini mencurigakan, tapi ada hal
penting yang harus segera kusampaikan pada beliau."
14 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Katakan saja padaku, biar aku yang menyampaikannva "Tidak, aku harus bicara langsung dengan
beliau. Sebagai bukti bahwa aku beriktikad baik, kuserahkan ini padamu," ujar Nomura sambil
melepaskan pedang-pedangnya dan menyodorkan semuanya ke hadapan Osaki.
Osaki menyadari bahwa Nomura bukan musuh yang menyamar. la membuka gerbang, lalu
mengantarnya ke tempat tinggal Hayato. Di masa perang, penjagaan tetap ketat, baik siang
maupun malam. Tempat ke mana Nomura dibawa disebut benteng utama, tapi sesungguhnya hanya berupa
pondok, dan tempat tinggal Hayato tak lebih dari pagar kayu.
Hayato masuk dan duduk tanpa mengucapkan sepatah kata pun. "Apa yang hendak
kausampaikan?" ia lalu bertanya sambil menatap Nomura. Mungkin akibat cahaya lentera dari
samping, wajah Hayato tampak pucat sekali.
"Hamba menduga Tuan telah menerima undangan untuk menghadiri upacara minum teh di
perkemahan Yang Mulia Shogen di Gunung Shinmei besok pagi."
Sorot mata Nomura tampak membara, dan dalam keheningan malam, suaranya terdengar agak
bergetar. Baik Hayato maupun Osaki diliputi perasaan aneh.
"Betul." jawab Hayato.
"Dan Tuan telah menyatakan kesediaan untuk hadir?" "Ya. Karena dia telah bersusah payah
mengirim undangan, aku mengutus seorang kurir untuk memberi tahunya bahwa aku akan datang."
"Kapan kurir Tuan berangkat?" "Sekitar tengah hari tadi."
"Kalau begitu, ini memang siasat busuk yang hamba duga."
"Siasat?" "Tuan jangan pergi besok pagi. Upacara minum teh itu merupakan jebakan. Shogen bermaksud
membunuh Tuan. Dia sudah bertemu dengan utusan rahasia dari pihak Shibata dan mengirim ikrar
tertulis pada mereka. Jangan membuat kesalahan. Shogen berencana membunuh Tuan, lalu
mengibarkan bendera pemberontakan."
"Bagaimana kau bisa tahu semuanya ini?"
"Dua hari yang lalu. Shogen memanggil tiga biksu Buddha dari Kuil Shuhiku untuk
menyelenggarakan upacara peringatan bagi leluhurnya. Hamba pernah melihat salah satu dari
mereka, dan hamba yakin dia samurai Shibata. Hamba terkesima, dan ternyata seusai upacara dia
mengeluh sakit perut dan tetap tinggal di perkemahan pada waktu kedua rekannya pulang.
Dia pergi keesokan paginya, dan mengaku hendak kembali ke Kuil Shuhiku. Tapi sekadar untuk
memastikan, hamba menyuruh salah satu pengikut hamba membuntutinya. Dan persis seperti yang
hamba duga, dia tidak kembali ke Kuil Shuhiku. melainkan langsung bergegas ke perkemahan
Sakuma Genba." Hayato mengangguk-angguk, seolah-olah tak perlu mendengar apa-apa . "Aku berterima kasih atas
peringatan ini. Yang Mulia Hideyoshi tak percaya pada Shogen maupun Ogane, dan telah berpesan
15 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
agar berhati-hati terhadap mereka. Pengkhianatan mereka sudah jelas sekarang. Apa yang harus
kita lakukan. Osaki?"
Osaki maju beringsut-ingsut dan mengemukakan pendapatnya. Gagasan Nomura pun
dipertimbangkan, dan mereka segera menyusun rencana. Osaki mengirim beberapa kurir ke
Nagahama. Sementara itu, Hayato menulis surat dan menitipkannya pada Osaki. Surat tersebut berisi pesan
singkat untuk Shogen, yang menjelaskan bahwa ia tak dapat menghadiri upacara minum teh karena
alasan kesehatan. Menjelang fajar menyingsing, Osaki membawa surat itu dan pergi menemui Shogen di Gunung
Shinmei. Penyelenggaraan upacara minum teh merupakan kebiasaan saat itu. Tentu saja semuanya
dipersiapkan secara sederhana - ruangan yang digunakan berupa pondok dengan dinding
berplester kasar. tikar alang-alang, dan vas berisi bunga liar. Upacara minum teh bertujuan
memupuk kekuatan mental yang diperlukan untuk mengatasi kelelahan akibat perang
berkepanjang-an. Pagi-pagi sekali Shogen telah menyapu tanah yang basah karena embun dan
membakar arang di tungku. Tak lama kemudian. Ogane dan Kinoshita tiba. Keduanya pengikut
Shibata Katsutoyo. Shogen menaruh kepercayaan pada mereka, dan mereka telah bersumpah
setia padanya. "Rasanya Hayato terlambat, bukan?" Ogane berkomentar.
Di kejauhan terdengar kokok ayam jantan, dan kedua tamu tampak gelisah. Namun Shogen
bersikap seperti tuan rumah yang baik dan tetap tenang. "Sebentar lagi dia akan datang." ia berkata
dengan yakin. Akan tetapi orang yang mereka tunggu-tunggu tak pernah muncul; mereka malah dihampiri seorang
pelayan yang membawa surat yang dititipkan Hayato pada Osaki.
Ketiga laki-laki itu saling pandang.
"Bagaimana dengan pembawa surat ini?" Shogen bertanya. Si pelayan menjawab bahwa orang itu
segera kembali setelah menyerahkan surat tersebut.
Kecemasan tercermin pada wajah ketiga laki-laki itu. Seberapa besar pun keberanian yang mereka
miliki, mereka tak sanggup tetap tenang, karena sadar bahwa pengkhianatan mereka mungkin telah
terungkap. "Bagaimana bisa bocor?" Ogane bertanya.
Setiap ucapan terdengar bagaikan keluhan. Setelah rencana mereka ter-bongkar, tak ada lagi yang


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memedulikan upacara minum teh, dan masing-masing memikirkan cara untuk menyelamatkan diri
sendiri. Baik Ogane maupun Kinoshita seakan-akan tak tahan tinggal lebih lama lagi.
"Tak ada yang bisa dilakukan setelah ini." Ketika keluh kesah ini keluar dari mulut Shogen, kedua
laki-laki yang lain merasa seperti ditikam. Namun Shogen memelototi keduanya, seolah-olah
menyuruh mereka tetap berkepala dingin.
16 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Sebaiknya segera kumpulkan anak buah kalian dan pergi ke Ikenohara. Tunggu di dekat pohon
cemara besar yang ada di sana. Aku akan mengirim surat ke Nagahama. Setelah itu aku akan
segera menyusul kalian."
"Ke Nagahama" Surat macam apa?"
"Ibu, istri, dan anak-anakku masih ada di benteng. Aku bisa lolos, tapi keluargaku pasti akan
dijadikan sandera kalau kita menunggu terlalu lama."
"Rasanya sudah terlambat. Tuan pikir masih ada waktu"
"Apa lagi yang bisa kulakukan" Meninggalkan mereka begitu saja di sana" Ogane, ambilkan tempat
tinta di sebelah sana."
Shogen mulai mencoretkan kuasnya di selembar kertas. Pada saat itulah salah satu pengikutnya
masuk untuk melaporkan bahwa Nomura Shojiro menghilang.
Shogen mencampakkan kuasnya. "Ternyata dia. Rupanya aku lalai mem-perhatikan si pandir itu.
Dia akan merasakan akibatnya."
la mendelik, seakan-akan hendak menyantet seseorang, dan tangan yang menggenggam surat
kepada istrinya mulai bergetar.
"lppeita!" ia memekik.
Orang yang dipanggil segera muncul.
"Ambil kuda dan bergegas ke Nagahama. Cari keluargaku dan naikkan mereka ke perahu. Jangan
coba-coba menyelamatkan harta benda: seberangi danau, ke perkemahan Yang Mulia Katsuie.
Keselamatan mereka tergantung padamu. Berangkat sekarang juga, dan jangan buang-buang
waktu." ia memerintahkan.
Sambil bicara, Shogen mengencangkan tali pengikat baju tempurnya. Sambil menggenggam
tombak panjang, ia berlari keluar. Ogane dan Kinoshita segera mengumpulkan anak buah
masing-masing dan menuruni gunung.
Ketika itu hari sudah mulai terang, dan Hayato telah mengirim pasukannya. Pada waktu
orang-orang di bawah pimpinan Ogane dan Kinoshita sampai di kaki gunung, mereka disergap oleh
Osaki. Mereka yang berhasil lolos dari serangan itu berupaya kabur ke pohon cemara besar, tempat
mereka akan menunggu Shogen. Tapi anak buah Hayato telah mengitari sisi utara Gunung Dangi
dan memotong jalan mereka. Dalam keadaan terkepung, hampir semuanya dibantai.
Shogen hanya satu langkah di belakang mereka. Ia pun melarikan diri ke arah itu, disertai segelintir
orang. Ia mengenakan helmnya yang berhiaskan tanduk rusa dan baju tempurnya yang berwarna
hitam, dan menjepit tombak panjang di bawah lengan saat berkuda. Penampilannya seperti pejuang
yang siap menerjang angin dan musuh paling gagah sekalipun, namun ia sudah menyimpang dari
Jalan Samurai, dan gema kebenaran serta cita-cita luhur tak lagi terdengar ketika kudanya berlari.
Tiba-tiba saja ia dikepung pasukan Hayato. "Jangan biarkan pengkhianat itu lolos!"
17 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Mereka mencaci maki Shogen, tapi ia bertempur seolah-olah tak takut mati. Sambil meninggalkan
jalur berdarah di belakangnya, ia akhimya berhasil menerobos kepungan yang bagaikan
kerangkeng besi. Dengan memacu kudanya sekencang-kencangnya sejauh kurang-lebih enam mil,
tak lama kemudian ia bergabung dengan pasukan Yasumasa yang telah menunggu sejak malam
sebelumnya. Seandainya pembunuh-
an Hayato berhasil, kedua benteng di Motoyama akan diserang dan direbut setelah Shogen
memberi isyarat. Tapi rencana itu tidak berjalan sesuai harapan. dan Shogen beruntung masih bisa
menyelamatkan diri. Ketika mendengar laporan mengenai perkembangan terakhir dari adiknya, Yasumasa, Genba
tampak gusar. "Apa" Maksudmu, Hayato mendului mereka karena rencana itu terungkap tadi pagi?"
katanya. "Hah, rupanya rencana Shogen tidak dipikirkan matang-matang. Suruh ketiga-tiganya
menghadapku." Sampai saat itu, Genba berupaya sekuat tenaga untuk membujuk Shogen mengkhianati
jun-jungannya. Namun sekarang, setelah rencana itu gagal memenuhi harapannya, ia bersikap
seolah-olah Shogen hanya membuat masalah saja.
Shogen dan kedua rekannya menduga mereka akan disambut dengan tangan terbuka, tapi mereka
dikecewakan oleh tanggapan Genba. Shogen minta bertemu dengan Katsuie, karena hendak
menyampaikan informasi rahasia guna menebus kegagalannya.
"Hmm. sepertinya masih ada harapan." Sikap Genba sedikit melunak, namun terhadap Ogane dan
Kinoshita ia tetap kasar, seperti sebelumnya. "Kalian tunggu di sini. Hanya Shogen yang akan ikut
ke perkemahan utama denganku."
Kemudian mereka segera berangkat ke Gunung Nakao.
Peristiwa pagi itu, dengan segala komplikasinya, telah dilaporkan selengkap-lengkapnya pada
Katsuie. Tak lama setelah itu, ketika Genba menyertai Shogen ke perkemahan Katsuie, ternyata Katsuie
sudah menunggu dengan memasang wajah angkuh. Bagaimanapun situasi yang dihadapinya,
Katsuie setalu tampak penuh wibawa. Shogen segera diberi kesempatan menghadap.
"Kau gagal kali ini, Shogen," ujar Katsuie. Ekspresi wajahnya ketika menyapa Shogen
mencerminkan gejolak perasaan-nya. Baik paman maupun keponakan Shibata dikenal penuh
perhitungan dan mementingkan diri sendiri, dan sekarang Katsuie dan Genba menunggu
penjelasan Shogen dengan sikap dingin.
"Hamba mengaku lalai." ujar Shogen, yang menyadari bahwa ia tak dapat berbuat apa-apa selain
memohon maaf. Saat itu ia tentu menyesali keputusannya, namun sudah terlambat untuk mundur.
Sambil menahan marah dan malu tak terperi, ia terpaksa bersujud di hadapan pembesar yang
angkuh dan mementingkan diri sendiri itu.
la hanya bisa memohon ampun. Tapi ia masih menyimpan rencana lain yang mungkin dapat
berkenan di hati Katsuie, dan rencana itu berkaitan dengan teka-teki mengenai keberadaan
Hideyoshi. Pertanyaan tersebut sangat penting bagi Katsuie dan Genba, dan ketika Shogen
18 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
menying-gung topik itu, mereka mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Di mana Hideyoshi sekarang?"
"Keberadaan Hideyoshi dirahasiakan, bahkan terhadap anak buahnya sendiri," Shogen
menjelaskan. "Meskipun sempat terlihat selama pembangunan benteng-benteng, dia sudah agak
lama tidak berada di perkemahannya. Kemungkinan besar dia ada di Nagahama, dan ada
kemungkinan dia sedang melakukan persiapan untuk melancarkan serangan dari Gifu, sambil
mengamati perkembangan di sini, Hamba pikir dia mencari posisi agar dapat menanggapi kondisi di
kedua tempat itu." Katsuie mengangguk serius, dan bertukar pandang dengan Genba. "Ya, itu jawabannya. Dia pasti
ada di Nagahama." "Bukti apa yang kaumiliki untuk memperkuat dugaanmu?"
"Hamba belum mempunyai bukti nyata." balas Shogen. "Tapi jika diberi waktu beberapa hari.
hamba akan memastikan di mana Hideyoshi berada.
Hamba menjalin hubungan baik dengan beberapa orang di Nagahama, dan hamba yakin jika
mereka mendengar hamba mendukung Yang Mulia, mereka akan menyusup dari Nagahama dan
mencari hamba di sini. Dan tak lama lagi pasti sudah ada laporan dari mata-mata yang hamba kirim.
Selain itu, hamba ingin mengusulkan strategi yang akan mengalahkan Hideyoshi." ia mengakhiri
penjelasannya. Sorot matanya mengisyaratkan betapa ia meyakini keberhasilan siasatnya.
"Awas, jangan gegabah. Tapi coba kita dengar dulu bagaimana usulmu."
Matahari baru hendak terbit pada hari kesembilan belas di bulan itu, ketika Shogen dan Genba
mengunjungi perkemahan Katsuie untuk kedua kali. Apa yang dibawa Shogen pagi itu memang
sangat bernilai. Genba telah mengetahui informasi yang diperoleh Shogen, tapi Katsuie baru
sekarang mendengarnya. Matanya membe-lalak lebar, dan bulu-bulu di seluruh tubuhnya berdiri
tegak. Shogen berkata dengan semangat meluap-luap. "Selama beberapa hari terakhir. Hideyoshi berada
di Nagahama. Dua hari yang lalu, pada hari ketujuh belas, dia tiba-tiba membawa pasukan
berkekuatan dua puluh ribu orang dari sana, dan terburu-buru menuju Ogaki, tempat ia mendirikan
perkemahan. Rasanya sudah jelas bahwa dengan menghancurkan Yang Mulia Nobutaka di Gifu
dengan sekali pukul, dia tak perlu cemas lagi mengenai serangan dari belakang. Sudah bisa diduga
bahwa dia bertekad mengerahkan segenap kekuatannya, menuju ke arah itu, dan bertempur
habis-habisan. Kabarnya. sebelum bertolak dari Nagahama. Hideyoshi memerintahkan agar semua
sandera dari keluarga Yang Mulia Nobutaka dibunuh, jadi tak perlu diragukan bahwa bajingan itu
sudah membulatkan tekad. Dan masih ada lagi. Kemarin barisan depannya menyulut kebakaran di
beberapa tempat dan sedang bersiap-siap mengepung Benteng Gifu."
Hari yang kita tunggu-tunggu akhirnya tiba, pikir Katsuie. la demikian gembira, sehingga hampir
menjilat-jilat bibir. Pandangan Genba pun sama. Ini suatu kesempatan emas - yang takkan terulang lagi. Tapi
bagaimana mereka dapat memanfaatkannya sebaik-baiknya"
19 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Kesempatan kecil dalam suatu pertempuran berjumlah puluhan ribu, tapi kesempatan besar yang
akan menentukan nasib seseorang dengan sekali pukul hanya datang satu kali. Kini akan ketahuan,
apakah Katsuie mampu melihat kesem-patan seperti itu. Air liurnya nyaris meleleh ketika ia
memikirkan berbagai kemungkinan, dan wajah Genba tampak merah.
"Shogen." Katsuie akhirnya angkat bicara, "jika kau ingin menawarkan strategi tertentu, jangan
segan-segan." "Dengan segala hormat, hamba berpendapat bahwa kesempatan ini seyogyanya tidak disia-siakan.
Kita harus menyerang kedua benteng musuh di Gunung Iwasaki dan Gunung Oiwa. Kita bisa
bekerja sama dengan Yang Mulia Nobutaka, meskipun Gifu jauh dari sini, dan kita bertindak tak
kalah cepat dari Hideyoshi. Dan secara bersamaan, sekutu-sekutu Ying Mulia dapat menyerang dan
menghancurkan benteng-benteng Hideyoshi."
"Ah, itulah yang ingin kulakukan, tapi berbicara lebih mudah daripada bertindak. Shogen. Musuh
bukannya tanpa prajurit, dan mereka juga telah membangun benteng-benteng, bukan?"
'Kalau formasi tempur Hideyoshi dipelajari dengan cermat. akan terlihat bahwa ada satu lubang
besar," balas Shogen. "Pertimbangkan ini. Kedua benteng musuh di Iwasaki dan Oiwa terietak jauh
dari perkemahan Yang Mulia, tapi Yang Mulia tetap menganggap keduanya sebagai benteng
utama. Nyatanya kedua benteng tersebut jauh lebih rapuh dibandingkan benteng-benteng yang lain.
Ditambah lagi para komandan dan prajurit yang menjaga benteng-benteng itu sama sekali tak
menyangka mereka akan diserang musuh. Tampaknya persiapan mereka dilakukan dengan
teramat sembrono. Jika kita akan melancarkan serangan mendadak, di sanalah tem-patnya. Kecuali
itu, kalau kita menghancurkan pusat kekuatan musuh, benteng-benteng yang lain akan jauh lebih
mudah ditaklukkan." Katsuie dan Genba sepenuhnya setuju dengan rencana Shogen.
"Shogen telah membaca tipu muslihat musuh." kata Katsuie. "Ini rencana terbaik untuk
menghantam Hideyoshi."
Baru sekali ini Shogen dipuji begitu tinggi oleh Katsuie. Selama beberapa hari ia kelihatan lesu dan
tak bersemangat, tapi kini roman mukanya mendadak berubah.
"Coba lihat ini." katanya sambil menggelar sebuah peta. Benteng-benteng di Dangi, Shinmei.
Gunung Iwasaki, dan Gunung Oiwa terletak di tepi timur Danau Yogo. Juga ada sejumlah benteng
dari daerah selatan Shizugatake sampai Gunung Tagami, rangkaian perkemahan yang
membentang menyusuri jalan raya ke provinsi-provinsi Utara, dan beberapa posisi militer lainnya.
Semuanya tercantum dengan jelas, dan topografi daerah itu - berikut danau-danau,
gunung-gunung, dataran-dataran, serta lembah-lembah - di-gambarkan dengan teliti.
Yang tak mungkin kini menjadi mungkin. Hideyoshi menderita kerugian besar, pikir Katsuie dengan
gembira, karena peta rahasia seperti itu digelar di markas besar musuh sebelum pertempur-an
dimulai. Hal itu saja membuat hati Katsuie berbunga-bunga. Sambil mempelajari peta tersebut dengan
cermat, ia sekali lagi memuji Shogen.
20 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Ini hadiah yang tak terhitung nilanya, Shogen."
Genba, yang berdiri di sampingnya, juga mengamati peta itu, tapi tiba-tiba ia mengangkat kepala
dan berkata dengan tekad membara. "Paman, rencana Shogen ini - menyusup jauh ke balik garis
musuh dan merebut kedua benteng di Iwasaki dan Oiwa - kuharap Paman berkenan menugaskan
aku sebagai pimpinan barisan depan! Aku yakin serangan dengan tekad dan kecepatan yang
dibutuhkan hanya dapat dilakukan oleh aku seorang."
"Hmm, tunggu dulu..."
Katsuie memejamkan mata dan merenung, seakan-akan merasa khawatir karena semangat yang
diperlihatkan oleh laki-laki yang lebih muda itu. Sebaliknya, akibat hasrat bertempur yang
menggebu-gebu, Genba tak sabar menghadapi kebimbangan pamannya.
"Apa lagi yang Paman tunggu" Tentunya Paman takkan ragu-ragu memanfaatkan kesempatan ini.
bukan?" "Apa" Kukira tidak."
"Kesempatan seperti ini takkan terulang lagi. Sementara kita berdiri di sini, peluang ini mungkin
terlepas dari tangan kita." "Jangan terburu-buru, Genba."
"Tidak. Semakin lama Paman berpikir, semakin banyak waktu terbuang. Apakah Paman tak
sanggup mengambil keputusan pada saat kemenangan gemilang telah berada di depan mata"
Ah, mungkin si Iblis Shibata sudah termakan usia."
"Bicaramu tak keruan. Masalahnya, kau masih muda. Kau memiliki keberanian untuk bertempur,
tapi masih kurang pengalaman dalam hal strategi."
"Kenapa Paman berkata begitu?" Wajah Genba menjadi merah, tapi Katsuie tidak terpancing. Ia
telah mengikuti pertempuran yang tak terhitung jumlahnya, dan tak mudah kehilangan kendali diri.
"Coba renungkan sejenak, Genba. Tak ada yang lebih berbahaya daripada menyusup jauh ke balik
garis musuh. Patutkah kita mengambil risiko sebesar itu" Bukankah kita telah mencapai suatu titik
yang harus kita pikirkan matang-matang, agar tak ada penyesalan di kemudian hari?"
Genba tertawa keras-keras. Tapi di balik isyarat bahwa kecemasan pamannya tak beralasan, jiwa
muda Genba juga menertawakan kebimbangan yang menyertai pertambahan usia.
Namun Katsuie tidak menegur keponakannya yang terang-terangan tertawa mengejek. Sepertinya
ia justru senang melihat anak muda yang tak dapat menahan diri itu. Ia senang melihat semangat
Genba berkobar-kobar. Genba sudah hafal tabiat pamannya. Ia bisa membaca perasaan laki-laki itu dengan mudah. Kini ia
mendesak lebih lanjut, "Memang benar aku masih muda, tapi aku sepenuhnya sadar bahwa
penyusupan ke balik barisan musuh tidak terlepas dari bahaya. Dalam situasi ini, aku berpegang
pada strategi, dan takkan bertindak gegabah karena ingin mengharumkan namaku. Bahaya yang
mengancam justru merupakan tantangan bagiku."
21 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Katsuie belum juga dapat memberikan persetujuannya dengan sepenuh hati. Seperti semula, ia
kembali termenung-menung. Genba berhenti memaksa-maksa pamannya, dan mendadak berpaling
pada Shogen. "Mana peta tadi?"
Tanpa berdiri dari kursi, Genba menggelar peta itu, mengusap-usap dagu dengan satu tangan, dan
tetap membisu. Hampir satu jam berlalu.
Katsuie sempat khawatir sewaktu keponakannya berbicara dengan semangat menggelora, tapi
ketika melihat Genba mempelajari peta dengan tekun, ia tiba-tiba merasa yakin akan kemampuan
anak muda itu. "Baiklah." Setelah akhirnya mengambil keputusan, ia berpaling dan berkata pada keponakannya.
"Jangan membuat kesalahan, Genba. Aku memberikan perintah untuk menyusup jauh ke balik garis
musuh malam ini." Genba mengangkat wajah, sekaligus berdiri dari kursinya. Kegembiraannya nyaris tak terkendali,
dan ia membungkuk dengan teramat sopan. Tapi sementara Katsuie mengagumi keponakannya
yang begitu gembira karena ditunjuk sebagai pemimpin barisan depan, ia juga tahu bahwa posisi
tersebut dapat membawa maut jika orang yang bersangkutan melakukan kesalahan.
"Kutekankan sekali lagi, begitu kau berhasil menghancurkan Iwasaki dan Oiwa, kembalilah secepat
angin." "Baik. Paman."
"Kau tentu tahu bahwa kembali dengan selamat sangat penting dalam peperangan, khususnya
dalam operasi penyusupan ke wilayah musuh. Gagal kembali dengan selamat sama saja dengan
meninggalkan keranjang tanah terakhir setelah menggali sumur sedalam seratus depa. Pergilah
secepat angin, dan kembalilah dengan cara yang sama.
" Aku paham." Setelah keinginannya terwujud, Genba kini bersikap patuh sepenuhnya. Katsuie segera
mengumpulkan jendral-jendralnya. Ketika malam tiba, perintah-perintahnya telah disampaikan ke
semua perkemahan, dan persiapan masing-masing korps tampaknya telah rampung.
Malam itu malam kesembilan belas Bulan Keempat. Pasukan berkekuatan delapan belas orang
diam-diam meninggalkan perkemahan, tepat pada penengahan kedua Jam Tikus. Pasukan
penyerang dibagi menjadi dua korps, masing-masing dengan empat ribu orang. Mereka bergerak
menuruni gunung, ke arah Shiotsudani, melintasi Celah Tarumi. dan maju ke arah timur, di pesisir
barat Danau Yogo. Dalam suatu manuver untuk mengalihkan perhatian, kedua belas ribu orang yang merupakan
pasukan utama Katsuie melewati jalur lain. Sambil menyusuri jalan raya menuju provinsi-provinsi
Utara, mereka perlahan-lahan berpaling ke arah tenggara. Manuver mereka bertujuan membantu
keberhasilan korps serangan mendadak yang dipimpin Sakuma Genba, sekaligus mengawasi
setiap gerakan dari benteng-benteng musuh.
Di antara korps-korps pasukan utama, korps Shibata Katsumasa yang berkekuatan tiga ribu orang
menyusuri lereng sampai ke liura, menyembunyi-kan panji-panji dan perlengkapan tempur, dan
22 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
diam-diam memantau gerakan-gerakan musuh ke arah Shizugatake.
Maeda Inuchiyo ditugaskan menjaga garis yang membentang dari Shiotsu sampai ke Gunung
Dangi dan Gunung Shinmel.
Shibata Katsuie bertolak dari perkemahan utama di Gunung Nakao dengan pasukan berkekuatan
tujuh ribu orang, dan ia menyusuri jalan raya ke provinsi-provinsi Utara, sampai ke Kitsunezaka.
Pasukan itu mengibarkan panji-panji dan berbaris dengan bangga, guna memancing kelima ribu
prajurit Hidemasa di Gunung Higashino dan membuat mereka tak berdaya.
Langit malam perlahan-lahan bertambah cerah dengan datangnya fajar. Hari itu hari kedua puluh
Bulan Keempat pada penanggalan kamariah. sangat dekat ke titik balik matahari, dan malam


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berlalu dengan cepat. Kira-kira pada saat itulah para jendral barisan depan mulai berkumpul di pesisir Danau Yogo. Di
belakang barisan depan berkekuatan empat ribu orang, korps kedua segera menyusul. Itulah
pasukan yang akan menyusup jauh ke balik garis musuh, dan Sakuma Genba berada di
tengah-tengahnya. Kabul tebal membatasi jarak pandang.
Tiba-tiba cahaya berwarna pelangi muncul di tengah danau, memberi isyarat pada orang-orang
bahwa sebentar lagi hari akan terang. Tapi mereka nyaris tak dapat melihat ekor kuda di depan
mereka, dan jalan setapak yang membelah dataran berumput masih diselubungi kegelapan.
Dengan kabut melayang-layang di antara panji-panji, baju tempur, dan tombak, mereka semua
tampak seakan-akan berjalan di air.
Mereka dihantui perasaan yang menyesakkan dada. Kabut dingin me-nempel pada alis dan bulu
hidung mereka. Bunyi gemercik serta tawa dan senda gurau terdengar dari tepi danau. Pengintai-pengintai dari
pasukan penyerang segera tiarap dan merangkak maju untuk menyelidiki siapa yang berada di
tengah-tengah kabut. Mereka melihat dua samurai dan sekitar sepuluh tukang kuda dari benteng di
Gunung Iwasaki; mereka baru saja masuk ke air dangkal dan sedang memandikan kuda-kuda.
Para pengintai menunggu sampai pasukan barisan depan menyusul, lalu memberi isyarat dengan
lambaian tangan. Kemudian, setelah yakin bahwa musuh terkepung. mereka tiba-tiba berteriak,
"Tangkap mereka hidup-hidup!"
Disergap seperti itu, kedua samurai dan para tukang kuda langsung berlari menyusuri tepi danau.
"Musuh! Pasukan musuh!"
Enam atau lima orang berhasil lolos, tapi yang lainnya tertangkap.
"Hmm. Hmm, hasil buruan yang pertama. Dengan kasar para prajurit Shibata menggiring
tawanan-tawanan itu ke hadapan komandan mereka. Fuwa Hikozo, yang menginterogasi mereka
dari atas kudanya. Sebuah pesan dikirim pada Sakuma Genba. menanyakan apa yang harus dilakukan dengan para
23 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tawanan. Balasan Genba memacu mereka untuk bertindak cepat. "Jangan buang-buang waktu
dengan orang-orang itu. Bunuh mereka dan lanjutkan perjalanan ke Gunung Oiwa."
Fuwa Hikozo turun dari kuda, mencabut pedang, dan memenggal kepala salah satu tawanan.
Kemudian ia menyerukan perintah kepada para anggota barisan depan, "Hei, nikmati perayaan
berdarah! Penggal kepala mereka sebagai persembahan kepada Dewa Perang. Lalu
kumandangkan teriakan perang dan serbu benteng di Oiwa!"
Prajurit-prajurit di sekitar Hikozo nyaris berkelahi karena memperebutkan kesempatan untuk
memenggal para tukang kuda. Sambil mengacung-acung-kan pedang berdarah, mereka
mempersembahkan nyawa para tawanan, dan seruan mereka disambut oleh seluruh pasukan.
Gelombang baju tempur membelah kabut pagi, setiap orang berusaha mendului yang lain.
Kuda-kuda bermandikan keringat, saling berpacu dalam usaha merebut tempat pertama, dan korps
demi korps mendesak maju.
Letusan senjata sudah mulai menggema, tombak dan pedang panjang tampak berkilauan dalam
cahaya pagi, dan sebuah bunyi aneh terdengar dari arah pagar pertahanan pertama di Gunung
Oiwa. Betapa hebatnya bualan mimpi malam musim panas yang singkat! Lereng-lereng Gunung Oiwa,
yang dipertahankan oleh Nakagawa Sebei, dan Gunung Iwasaki, yang diamankan oleh Takayama
Ukon - pusat pertahanan Hideyoshi - diselubungi kabut dan keheningan, seakan-akan belum ada
yang menyadari gelombang manusia yang akan menerjang.
Pembangunan benteng di Gunung Oiwa dilaksanakan secara cepat dan sederhana. Nakagawa
Sebei tidur di sebuah pondok, di sebelah pagar pertahanan di tengah lereng.
Dalam keadaan setengah terjaga, ia tiba-tiba mengangkat kepala dan bergumam. "Apa yang
terjadi?" Di ambang antara mimpi dan kenyataan, tanpa tahu sebabnya ia mendadak bangkit dan
mengenakan baju tempur yang telah diletakkan di samping tempat tidurnya.
Ketika ia hampir selesai, seseorang mengetuk pintu pondok, lalu rupanya mendorong-dorongnya
dengan bahu. Pintu itu roboh ke dalam, dan tiga atau empat pengikut jatuh terguling-guling.
"Orang-orang Shibata!" seru mereka. "Tenang dulu!" ia menegur mereka.
Para tukang kuda yang selamat memberikan laporan membingungkan, sehingga Sebei tak dapat
memastikan di mana musuh berhasil menerobos pagar pertahanan dan siapa yang memimpin
mereka. "Menyusup sejauh ini sungguh luar biasa, bahkan bagi musuh yang paling berani pun. Orang-orang
itu takkan mudah dihalau. Aku tidak tahu siapa pemimpin mereka, tapi kurasa dari semua
komandan pasukan Shibata, Sakuma Genba-lah orangnya."
Sebei segera memahami situasi, dan seluruh tubuhnya gemetar. Sulit untuk menyangkal bahwa
24 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
orang itu musuh yang tangguh, ia berkata dalam hati. Tapi bertawanan dengan perasaan itu,
sebuah kekuatan lain timbul dalam dirinya, dan ia segera pulih kembali.
Sambil menyambar tombak ia berseru. "Mari bertempur"
Tembakan sporadis terdengar di kejauhan, dari kaki gunung. Kemudian letusan-letusan mendadak
lebih dekat, di sebuah daerah berhutan di lereng tenggara.
"Mereka lewat jalan pintas."
Karena kabut tebal, panji-panji musuh tidak kelihatan jelas, dan ini membuat pasukan Nakagawa
semakin bingung. Sebei berseru sekali lagi. Suaranya bergema di keheningan malam.
Korps Nakagawa yang mempertahankan gunung itu terdiri atas seribu orang, dan mereka
dibangunkan oleh serangan yang telah sampai di depan mata. Mereka benar-benar tidak siap
menghadapi serangan mendadak seperti itu. Setahu mereka. posisi utama pasukan Shibata berada
jauh dari tempat mereka - sebuah anggapan yang membuat mereka gegabah. Musuh takkan
menyerang tempat seperti itu! Tapi sebelum sempat menyadari kekeliruan mereka, musuh telah
menerjang bagaikan badai.
Sebei mengetak-entakkan kaki dan mencela anak buahnya atas kelalaian mereka. Satu per satu
para perwira menemukannya, entah karena melihat panji komandan atau karena mengenali
suaranya, dan mereka beserta para prajurit terburu-buru mengelilinginya dan membentuk susunan
tempur. "Genba-kah yang memimpin mereka?"
"Ya, tuanku." seorang pengikut menjawab. "Seberapa besar kekuatannya?" Sebei melanjutkan.
"Kurang dari sepuluh ribu orang." "Satu atau dua baris?"
"Kelihatannya ada dua pasukan. Genba menyerang dari Niwatonohama, dan Fuwa Hikozo melewati
jalan setapak dari Gunung Onoji."
Dengan mengumpulkan semua prajurit pun benteng itu dipenahankan oleh tak lebih dari seribu
orang. Pasukan penyerang dilaporkan berkekuatan hampir sepuluh ribu orang.
Baik jalan-jalan pintas maupun gerbang-gerbang di kaki gunung tidak memadai Semuanya segera
tahu bahwa hanya masalah waktu sebelum mereka dibinasakan.
"Cegat musuh di jalan pintas!" Sebei mula-mula menugaskan tangan kanannya beserta tiga ratus
orang, lalu membakar semangat anak buahnya sendiri. "Yang lainnya ikut aku. Pasukan Nakagawa
belum pernah ditaklukkan sejak keluar dari Ibaraki di Settsu, jangan mundur satu langkah pun dari
musuh yang kini di hadapan kita!"
Di depan panji komandan dan umbul-umbul, Nakagawa Sebei segera melesat maju dan memacu
kudanya sekencang-kencangnya ke kaki gunung.
25 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pada pagi hari yang sama, enam atau tujuh kapal perang melintasi Danau Biwa ke arah utara,
bagai sekawanan unggas air. Pada tirai yang menutupi anjungan salah satu kapal, sebuah
lam-bang bunga seruni berkibar-kibar ditiup angin.
Niwa Nagahide berdiri di anjungan kapal itu, ketika ia tiba-tiba melihat asap hitam mengepul dari
salah satu gunung di sisi utara danau. Ia berseru pada orang-orang di sekitarnya. "Apakah itu dekat
dengan Oiwa atau Shizugatake?" tanyanya.
"Kelihatannya seperti Shizugatake." seorang anggota stafnya menjawab.
Jika seseorang memandang ke arah itu, gunung-gunung tersebut kelihatan bertumpuk-tumpuk.
sehingga api di Gunung Oiwa tampak berasal dari Shizugatake.
"Benar-benar sukar dimengerti." Niwa mengerutkan alis dan tetap memandang ke kejauhan.
Sungguh mengejutkan, betapa tepat firasatnya. Pada waktu fajar di hari itu - hari kedua puluh - ia
telah menerima pesan dari putranya. Nabemaru:
Semalam terjadi gerakan mencurigakan di perkemahan Katsuie dan Genba.
Pada waktu itu, ia telah menduga bahwa apa yang dilihatnya merupakan serangan musuh.
Hideyoshi sedang menggempur Gifu. Dan jika musuh-musuh mereka mengetahui hal itu, mereka
tentu menyadari bahwa se-karanglah saat yang tepat untuk menyerbu posisi Hideyoshi yang tak
terjaga. Niwa langsung waswas ketika mendengar laporan putranya. Setelah menaikkan pasukannya yang
hanya berjumlah seribu orang ke atas lima atau enam kapal, ia memerintahkan mereka
menyeberangi danau ke daerah sekitar Kuzuo.
Seperti yang dikhawatirkannya, dari arah Shizugatake terlihat lidah api. dan ketika ia akhirnya
mencapai tepi danau di Kuzuo. ia mendengar bunyi tembakan.
"Rupanya musuh telah menyerbu benteng di Motoyama. Shizugatake juga terancam. dan aku
sangsi apakah Gunung Iwasaki dapat bertahan." Niwa menanyakan pendapat dua perwira stafnya.
"Situasinya tampak gawat," salah satu dari mereka menjawab. "Musuh telah mengerahkan pasukan
besar, dan sepertinya kekuatan kita tidak memadai untuk membantu sekutu-sekutu kita dalam
keadaan darurat ini. Langkah terbaik adalah kembali ke Sakamoto dan berkubu di dalam benteng di
sana." "Bicaramu tak keruan." Niwa menampik usul itu. "Perintahkan seluruh pasukan segera naik ke
darat. Lalu bawa kapal-kapal ke Kaitsu dan bawa sepertiga kekuatan Nagamaru ke sini."
"Cukupkah waktunya, tuanku?"
"Perhitungan sehari-hari tak berguna di saat perang. Kehadiran kita saja sudah mempunyai
pengaruh. Mereka butuh waktu untuk menaksir kekuatan kita. Dan itu akan menghambat mereka.
Suruh pasukan turun dari kapal dan bergegaslah ke Kaitsu."
26 Pendekar Cambuk Naga Racun Puri Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pasukan Niwa mendarat di Ozaki, dan kapal-kapalnya segera kembali berlayar. Niwa menghentikan
kudanya di sebuah desa untuk menanyai para penduduk setempat.
Warga desa itu memberi tahunya bahwa pertempuran meletus pada waktu fajar, dan sama sekali di
luar dugaan. Begitu melihat api di Gunung Oiwa, mereka juga mendengar teriakan perang yang
menderu-deru bagaikan gelombang pasang. Kemudian prajurit-prajurit berkuda dari pasukan
Sakuma, mungkin sebuah regu pengintai. melewati desa dari arah Yogo. Menurut kabar angin,
pasukan Nakagawa Sebei berusaha mempertahankan benteng, tapi dibatai sampai orang terakhir.
Ketika ditanyai apakah mereka mengetahui sesuatu mengenai pasukan Kuwayama di daerah
Shizugatake, para pendu (http://cerita-silat.mywapblog.com)
27Pendekar Cambuk Naga Gerhana Tebing Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pendekar Cambuk Naga Gerhana Tebing Neraka | http://cerita-silat.mywapblog.com | Pendekar Cambuk Naga Gerhana Tebing Neraka pdf created by Saiful Bahri (Seletreng - Situbondo) pd 23-04-2016 08:27:00
duk desa menjawab bahwa Yang Mulia Kuwayama Shigeharu baru saja membawa semua anak
buahnya dari benteng di Shizugatake, dan kini sedang bergegas menyusuri jalan pegunungan ke
arah Kinomoto. Jawaban tersebut membuat Niwa terbengong-bengong. Ia datang dengan membawa bala bantuan,
siap berjuang bahu-membahu beserta para sekutunya, tapi rupanya pasukan Nakagawa telah
dimusnahkan, sedangkan pasukan Kuwayama telah meninggalkan pos dan lari terpontang-panting.
Betapa memalukan! Apa yang mereka pikirkan" Niwa merasa iba pada Kuwayama yang dilanda
kebingungan. "Dan ini baru saja terjadi?" Niwa benanya kepada para penduduk.
"Mereka pasti belum sampai dua mil dari sini." seorang petani menjawab.
"lnosuke!" ia memanggil salah satu pengikutnya. "Kejar korps Kuwayama dan bicara dengan Yang
Mulia Shigeharu. Beritahu dia bahwa aku datang, dan bahwa kita akan mempertahankan
Shizugatake bersama-sama. Beritahu dia agar segera berbalik arah."
"Baik, tuanku!"
Orang itu memacu kudanya dan menuju ke arah Kinomoto.
Pagi itu Kuwayama dua atau tiga kali berusaha membujuk Nakagawa agar mundur, tapi ia sama
sekali tidak menawarkan bantuan, dan sepertinya ia telah patah arang menghadapi gempuran
pasukan Sakuma. Begitu mendapat kabar mengenai kekalahan korps Nakagawa, ia semakin
goyah. Kemudian, setelah mengetahui kehancuran perkemahan utama sekutunya, ia meninggalkan
Shizugatake tanpa melepaskan satu tembakan pun. Pasukannya terkocar-kacir dan semua prajurit
mencari selamat sendiri-sendiri.
Ia hendak bergabung dengan sekutu-sekutu mereka di Kinomoto, lalu menunggu perintah dari
Hideyoshi. Tapi kini dalam perjalanan ia disusul anggota marga Niwa dan diberitahu mengenai bala
bantuan Niwa. Semangat-nya mendadak bangkit lagi. la mengatur pasukan, berbalik arah, dan
kembali ke Shizugatake. Sementara itu, Niwa telah menenangkan para penduduk desa. Dan pada waktu menaiki
Shizugatake, ia akhirnya bergabung dengan Kuwayama Shigeharu.
Ia segera menulis surat untuk menjelaskan keadaan gawat yang dihadapi, dan mengutus kurir guna
menyampaikan surat itu ke perkemahan Hideyoshi di Mino.
Pasukan Sakuma di Gunung Oiwa mendirikan perkemahan sementara, dan karena terbuai oleh
nikmatnya kemenangan, mereka beristirahat selama dua jam sejak jam Kuda. Para prajurit merasa
letih seusai pertempuran sengit dan perjalanan panjang yang dimulai pada malam sebelumnya.
Namun setelah menyantap ransum masing-masing, mereka membanggakan tangan dan kaki yang
berlumuran darah; senda gurau terdengar di sana-sini, dan kelelahan mereka segera terlupakan.
Perintah baru diberikan, dan para perwira ditugaskan untuk meneruskan-nya dari korps ke korps.
1 Pendekar Cambuk Naga Gerhana Tebing Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tidur! Tidur! Pejamkan mata kalian sejenak. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti malam!"
Awan-awan di langit tampak seperti awan musim panas, dan bunyi jangkrik sudah terdengar di
pepohonan. Angin berembus perlahan, melewati pegunungan dari danau ke danau, dan para
prajurit yang telah mengisi perut akhirnya mulai mengantuk. Mereka duduk sambil tetap
menggenggam senjara api dan tombak.
Di bawah naungan pohon-pohon, kuda-kuda juga memejamkan mata; para komandan regu pun
bersandar pada batang-batang pohon dan tertidur.
Semuanya hening, tapi kesunyian ini merupakan kesunyian yang menyusul pertempuran dahsyat.
Perkemahan musuh - yang diselubungi mimpi sampai menjelang fajar - kini tinggal abu, dan semua
prajuritnya telah berubah menjadi mayat yang tergeletak di rumput. Hari sudah terang, tapi kematian
ada di mana-mana. Selain para penjaga, semua orang sedang melepas lelah, dan suasana di
markas pun hening. Genba, sang panglima tertinggi, sedang mendengkur keras di balik tirai. Tiba-tiba lima atau enam
ekor kuda berhenti di suatu tempat, dan sekelompok orang dengan helm dan baju tempur berlari ke
arah markas. Para anggota staf, yang semula tidur sambil duduk mengelilingi Genba, segera
melihat ke luar. "Ada apa?" mereka berseru.
"Matsumura Tomojuro, Kobayashi Zusho, dan para pengintai yang lain telah kembali."
"Ayo. mari masuk."
Orang yang mempersilakan mereka adalah Genba. Matanya terbelalak dan masih merah karena
kurang tidur. Rupanya sebelum memejamkan mata ia telah menghabiskan sake dalam jumlah
cukup besar. Sebuah cawan sake yang besar dan berwarna merah tergeletak kosong di samping
tempat duduknya. Matsumura berlutut di sudut petak bertirai dan rnelaporkan hasil pengamatan mereka.
Tak satu prajurit musuh pun tersisa di Gunung Iwasaki. Mula-mula kami menduga mereka mungkin
menyembunyikan panji-panji dan bermaksud menjebak kita, sehingga kami memeriksa daerah itu
untuk memastikannya. Tapi rupanya panglima mereka. Takayama Ukon, dan semua orang di
bawah komandonya telah pergi ke Gunung Tagami."
Genba bertepuk tangan. "Mereka kabur?" Ia tertawa keras-keras dan memandang para perwira stafnya. "Dia bilang Ukon
melarikan diri! Lucu sekali!" Ia kembali tertawa, sampai seluruh tubuhnya terguncang-guncang.
Sepertinya ia masih di bawah pengaruh sake yang diminumnya untuk merayakan kemenangan,
Genba tak dapat berhenti tertawa.
Pada saat itu, utusan yang dikirim ke perkemahan utama Katsuie untuk melaporkan perkembangan
terakhir kembali dengan membawa perintah Katsuie.
2 Pendekar Cambuk Naga Gerhana Tebing Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Tidak ada gerakan musuh di daerah Kitsunezaka?" tanya Genba.
"Tidak ada. Yang Mulia Katsuie tampak bersukacita."
"Tentunya dia gembira sekali."
"Memang benar." Utusan itu terus menjawab pertanyaan-pertanyaan Genba tanpa sempat
mengusap keringat di alisnya. "Ketika hamba menceritakan detail-detail pertempuran tadi pagi
kepada beliau, beliau berkata. "O ya" Hmm. begitulah keponakanku yang satu ini."
"Bagaimana dengan kepala Sebei?"
"Beliau segera memeriksanya dan memastikan bahwa itu kepala Sebei. Sambil memandang
orang-orang di sekeliling, beliau berkata bahwa itu merupakan pertanda baik, dan sepertinya beliau
semakin gembira." Genba pun sedang berbesar hati. Setelah mendengar bahwa Katsuie demikian bersukacita, ia
bertambah bangga, dan dalam dadanya meng-
gelora hasrat untuk membuat kejutan yang bahkan lebih hebat untuk pamannya.
"Kukira sang Penguasa Kitanosho belum mendengar bahwa benteng di Gunung Iwasaki pun sudah
jatuh ke tanganku." ia berkata sambil tenawa. "Kelihatannya dia terlalu cepat merasa puas."
Tidak, penaklukan Iwasaki telah dilaporkan pada beliau ketika hamba hendak berangkat dari sana."
"Kalau begitu, percuma saja aku mengirim utusan lain."
"Begitulah." "Bagaimanapun, besok pagi Shizugatake akan menjadi milikku."
"Ehm, mengenai itu..." "Apa maksudmu?"
"Yang Mulia Katsuie berkata bahwa tuanku mungkin terpengamh oleh kemenangan yang baru
diraih, sehingga tuanku menganggap enteng musuh, dan ini dapat menyebabkan tuanku bersikap
gegabah." "Jangan mengada-ada." balas Genba sambil tertawa. "Aku takkan lupa daratan karena satu
kemenangan ini."

Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tapi sebelum tuanku berangkat, Yang Mulia Katsuie sempat menekankan bahwa tuanku harus
langsung mundur setelah menerobos jauh ke wilayah musuh. Dan hari ini beliau berpesan agar
tuanku segera kembali."
"Dia menyuruhku segera kembali?"
"Yang Mulia berpesan agar tuanku secepatnya kembali dan bergabung dengan sekutu-sekutu yang
ada di belakang kita."
3 Pendekar Cambuk Naga Gerhana Tebing Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Hah, betapa loyo!" Genba menggerutu sambil tersenyum mengejek.
"Hmm, baiklah."
Pada saat itulah beberapa pengintai menghadap untuk menyampaikan laporan. Pasukan Niwa yang
berkekuatan tiga ribu orang telah bergabung dengan korps Kuwayama, dan bersama-sama mereka
memperkuat pertahanan di Shizugatake.
Bagaikan api disiram minyak, semangat tempur Genba kembali berkobar-kobar. Semua jendral
yang benar-benar berani pasti akan terpacu oleh berita seperti itu.
"Ini bakal menarik."
Genba menyingkap tirai dan melangkah ke luar. Ketika memandang kehijauan yang bersemi di
pegunungan, ia melihat Shizugatake berjarak sekitar enam mil ke arah selatan. Lebih dekat dan
lebih rendah dari tempat ia berdiri, seorang jendral sedang mendaki dari kaki gunung, disertai
sejumlah pengikut. Komandan pasukan penjaga gerbang tampak bergegas untuk menunjukkan
jalan. Genba berdecak dan bergumam, "Itu pasti Dosei."
Begitu ia mengenali jendral yang selalu berada di sisi pamannya, ia telah dapat menduga maksud
kedatangan orang itu. "Ah, rupanya tuanku di sini."
Dosei menghapus keringat dari alis. Genba hanya berdiri, tanpa mengundangnya ke dalam petak
bertirai. Tuan Dosei, apa yang membawa Tuan ke sini?" ia bertanya tanpa basa-basi.
Dosei tampak enggan menjelaskan tujuan kunjungannya di tempat itu, tapi Genba lebih dulu angkat
bicara. "Malam ini kami akan berkemah di sini. Besok pagi kami mundur. Ini sudah disampaikan kepada
pamanku." Sepertinya ia tak mau mendengar apa-apa lagi mengenai urusan itu.
"Aku telah diberitahu." Dosei mengawali pereakapan dengan memberi salam. Kemudian ia
mengucapkan selamat secara panjang-lebar atas ke-menangan gemilang yang diraih Genba di
Gunung Oiwa, tapi Genba tak sabar menghadapi basa-basi itu.
"Apakah pamanku mengutus Tuan karena dia masih merasa khawatir?"
"Seperti perkiraan Tuan, beliau sangat cemas mengenai rencana Tuan untuk berkemah di sini.
Beliau mengharapkan Tuan segera mundur dari wilayah musuh, paling lambat malam ini, dan
kembali ke perkemahan utama."
"Jangan takui, Dosei. Kalau pasukan pilihanku bergerak maju, mereka didukung kekuatan yang
meledak-ledak; kalau mereka mempertahankan suatu tempat, mereka bagaikan tembok baja.
Kehormatan kami belum pernah tercoreng."
"Sejak awal Yang Mulia Katsuie telah menaruh kepercayaan penuh pada Tuan, tapi kalau masalah
ini dipandang dari sudut militer, penundaan gerak mundur setelah menyusup jauh ke wilayah musuh
tidak mendukung keberhasilan strategi Tuan."
4 Pendekar Cambuk Naga Gerhana Tebing Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Tunggu dulu, Dosei. Maksudmu, aku tidak memahami seni perang" Dan apakah itu kata-kata
pamanku atau ucapanmu sendiri?"
Saai itu Dosei pun mulai gugup. dan ia tak punya pilihan selain diam seribu bahasa. Ia mulai
merasa tugasnya sebagai utusan mengancam ke-selamatannya.
"Jika itu kehendak Tuan. Aku akan menyampaikan tekad Tuan kepada Yang Mulia Katsuie."
Dosei cepat-cepat mohon diri, dan ketika Genba kembali ke kursinya, ia segera mengeluarkan
perintah-perintah. Setelah menugaskan satu korps ke Gunung lwasaki, ia juga mengirim sejumlah
regu pengitai ke Minegamine dan ke daerah sekitar Kannonzaka, antara Shizugatake dan Gunung
Oiwa. Tak lama kemudian, sebuah suara lain terdengar membuat pengumuman.
"Yang Mulia Joemon baru saja tiba, atas perintah dari perkemahan utama di Kitsune."
Kali ini utusan tersebut tidak sekadar ingin berbincang-bincang atau menyampaikan pemikiran
Katsuie. la membawa perintah resmi agar Genba segera mundur. Genba mendengarkannya
dengan tenang, namun seperti sebelumnya ia tetap pada pendirian semula dan tidak menunjukkan
gelagat akan mengalah. "Dia telah memberikan tanggung jawab padaku untuk mengawasi penyusupan ke wilayah musuh.
Menuruti permintaannya sekarang sama saja dengan tidak memberikan sentuhan terakhir kepada
operasi militer yang sudah sejauh ini berhasil. Aku berharap dia mau mempercayakan tongkat
komando padaku untuk satu langkah lagi." Genba tidak tunduk kepada pesan yang disampaikan
utusan itu, tapi juga tidak menentang perintah langsung atasannya. la memanfaatkan egonya
sebagai perisai. Berdiri di hadapan Genba. Joemon pun - yang dipilih sendiri oleh Katsuie untuk
melaksanakan tugas ini - tak sanggup menggoyahkan tekad laki-laki itu.
"Tak ada lagi yang dapat kulakukan." ujar joemon, seakan-akan hendak lepas tangan. Ucapan
terakhirnya diiringi pandangan agak jengkel. "Aku tak bisa membayangkan tanggapan Yang Mulia
Katsuie, tapi aku akan menyampaikan jawaban Tuan kepada beliau."
Joemon langsung kembali. la mencambuk kudanya agar berlari lebih kencang, persis seperti yang
dilakukannya ketika datang tadi.
Dengan demikian, utusan ketiga pulang tanpa membawa hasil, dan pada waktu utusan keempat
tiba, matahari telah meredup di barat. Ota Kuranosuke, pejuang kawakan, pengikut senior, dan
penasihat pribadi Katsuie, berbicara panjang-lebar. Tapi ia lebih banyak membahas hubungan
antara paman dan keponakan daripada perintah yang dititipkan padanya, dan berusaha sekuat
tenaga untuk melunakkan sikap keras kepala yang diperlihatkan Genba.
"Hmm, hmm. Aku memahami tekad Tuan, tapi dari semua anggota keluarga Tuan, Tuan-lah yang
paling dihargai oleh Yang Mulia Katsuie, karena itulah beliau demikian cemas sekarang. Setelah
Tuan berhasil menghancurkan satu seksi musuh, kita bisa mengonsolidasi posisi kita, terus meraih
kemenangan demi kemenangan, dan mendobrak titik-titik lemah musuh satu per satu. Itulah strategi
yang lebih luas, dan itu pula strategi yang telah disepakati untuk menguasai seluruh negeri. Tuan
Genba, seyogya-nya Tuan mengakhiri operasi penyusupan ini."
5 Pendekar Cambuk Naga Gerhana Tebing Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Perjalanan akan penuh bahaya setelah matahari terbenam. Orang Tua. Pulanglah."
Tuan takkan melakukannya, bukan?" "Apa maksudmu?"
"Bagaimana keputusan Tuan?"
"Sejak semula aku tidak bermaksud mengambil keputusan itu."
Dengan letih pengikut tua itu kembali. Utusan kelima tiba.
Tekad Genba semakin membaja. Ia telah maju begitu jauh, dan takkan mundur lagi. la menolak
menemui utusan itu, tapi orang tersebut bukan pengikut biasa. Semua utusan yang datang hari itu
merupakan tokoh terkemuka, namun yang kelima termasuk orang dekat Katsuie yang sangat
berpengaruh. "Aku sadar bahwa utusan-utusan kami mungkin tidak berkenan di hati Tuan, tapi kini Yang Mulia
Katsuie sedang mempertimbangkan untuk datang ke sini. Kami, para pembantu dekat, mendesak
beliau agar tetap di perkemahan utama, dan aku. betapapun tak berartinya aku, datang sebagai
wakilnya. Aku memohon dengan sangat agar Tuan merenungkan hal ini. lalu membongkar
perkemahan dan kembali ke Gunung Oiwa secepat mungkin."
la menyampaikan permohonan itu sambil bersujud di luar petak bertirai.
Namun Genba menilai situasinya seperti ini: Kalaupun Hideyoshi diberitahu mengenai kekalahan
pasukannya dan bergegas dari Ogaki, jarak dari sana ke sini tetap sekitar tiga puluh sembilan mil,
dan peringatan takkan tiba sebelum malam hari. Selain itu, takkan mudah meninggalkan Gifu
dengan cepat. Karenanya, pergeseran posisi itu takkan rampung sebelum besok malam atau hari
sesudahnya. "Keponakanku itu tak bakal mau menurut, tak peduli siapa pun yang kukirim," Katsuie sempat
menggerutu. "Aku sendiri yang harus pergi ke sana dan memaksanya mundur sebelum hari gelap."
Kabar mengenai keberhasilan pasukan Genba telah sampai ke perkemahan utama di Katsune, dan
disambut dengan sukacita, tapi perintah untuk segera mundur tidak dilaksanakan. Sambil
tersenyum mengejek, Genba bahkan menolak mematuhi perintah yang disampaikan para utusan
yang terhormat. "Ah, keponakanku itu akan membawa malapetaka bagiku," Katsuie menggerutu. Ia nyaris tak
sanggup menahan diri. Ketika berita mengenai perselisihan di tingkat staf diketahui kalangan
prajurit - bahwa sikap keras kepala Genba dicela oleh Katsuie - semangat tempur di perkemahan
mulai melemah. "Satu utusan lagi telah berangkat." "Apa" Satu lagi?"
Melihat utusan-utusan itu mondar-mandir antara perkemahan utama dan Gunung Oiwa. para
prajurit diliputi perasaan galau.
Selama setengah hari Katsuie dihantui kecemasan. Selama menunggu sampai utusan kelima
kembali, ia hampir tak sanggup duduk tenang. Markasnya berada di sebuah kuil di Kitsunezaka,
6 Pendekar Cambuk Naga Gerhana Tebing Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dan di selasar-selasar kuil itulah Katsuie berjalan-jalan sambil membisu. Sebentar-sebentar ia
menoleh ke arah gerbang kuil.
"Shichiza belum datang?" ia berulang kali bertanya pada para pembantu dekatnya. "Malam sudah
dekat, bukan?" Menjelang malam ia mulai gelisah. Matahari sore kini menerangi menara lonceng.
"Yang Mulia Yadoya telah kembali!" Itulah berita yang disampaikan prajurit penjaga gerbang.
"Bagaimana?" Katsuie bertanya cemas.
Prajurit itu melaporkan apa adanya. Mula-mula Genba rupanya menolak menemui Yadoya, namun
Yadoya berkeras. la telah membeberkan pandang-an junjungannya secara terperinci, tapi sia-sia
belaka. Genba tak mau mengalah. Kalaupun Hideyoshi bergegas ke Gunung Oiwa dari Ogaki.
Genba berdalih, ia tetap memerlukan waktu paling tidak satu-dua hari. Genba merasa yakin
pasukan Hideyoshi dapat dikalahkan dengan mudah, karena mereka tentu sangat lelah akibat
perjalanan panjang. Dengan alasan itu, Genba menyatakan tekadnya untuk tetap bertahan di
Gunung Oiwa, dan sama sekali tidak bersedia mengubah pikiran.
Mata Katsuie bersinar-sinar marah. "Dasar bodoh!" ia berseru dengan gusar. Lalu. sambil
menggeram sampai seluruh tubuhnya terguncang, ia bergumam, "Kelakuan Genba tidak bisa
diterima" "Yaso! Yaso!" Sambil memandang berkeliling dan melihat ke tempat tunggu para praiurit di ruang
sebelah, Katsuie memanggil-manggil orang itu dengan nada tinggi.
"Tuanku mencari Yashida Yaso?" Menju Shosuke bertanya.
"Tentu saja!" Katsuie menghardik, melampiaskan kemarahannya pada Shosuke. "Panggil dia ke
Rahasia Candi Tua 2 Thalita Karya Stephanie Zen Pendekar Pedang Dari Bu Tong 17
^