Pencarian

Taiko 26

Taiko Karya Eiji Yoshikawa Bagian 26


terutama Benteng Gifu-lah yang meneruskan serangan terhadap Hideyoshi, tapi setelah kekalahan
besar yang diderita marga Shibata, semangat juang Nobutaka dan para prajuritnya langsung
mengerut. Selain itu di Benteng Nagahama terdapat sejumlah pengikut dari Gifu yang telah
16 Pendekar Cambuk Naga Pedang Semerah Darah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
meninggalkan Nobutaka dan bergabung dengan Hideyoshi. Pada akhirnya situasi jadi sedemikian
buruk sehingga tinggal dua puluh tujuh orang yang tetap setia pada Nobutaka.
Berhubung Nobutaka selama ini amat mengandalkan pihak Shibata, kehancuran mereka
membuatnya bagai tanaman kehilangan akar.
Selain pembantu-pembantu terdekatnya, semua anak buahnya telah membelot. Nobuo
mengerahkan pasukannya dan mengepung benteng Nobutaka. Ia mengirim pesan yang
menganjurkan agar saudaranya pergi ke Owari.
Nobutaka meninggalkan Benteng Gifu, menaiki perahu, dan mendarat di Utsumi di Owari. Salah
satu pembantu Nobuo mendatangi Nobutaka dengan membawa perintah untuk melakukan seppuku
dan karena merasa waktunya sudah tiba, Nobutaka dengan tenang menuliskan kata-kata
perpisahan, lalu bunuh diri. Tak perlu dijelaskan bahwa Hideyoshi enggan menggunakan
pasukannya sendiri untuk menyerang Nobutaka - yang mempunyai hubungan darah begitu dekat
dengan Nobunaga - dan karena itu memanfaatkan Nobuo.
Bagaimanapun, tak perlu diragukan bahwa Nobuo dan Nobutaka sama-sama bukan orang yang
menonjol. Kalau saja mereka mau bersatu sebagai saudara, atau seandainya salah satu dari
mereka memiliki keberanian dan dikaruniai pandangan tajam yang dapat melihat pasang-surutnya
zaman, mereka tak perlu mengalami nasib seperti itu. Dibandingkan Nobuo, yang memperlihatkan
kebodohan yang polos, Nobutaka sedikit lebih berani. Tapi sesungguhnya ia pun tak lebih dari
tukang gertak yang tidak mempunyai kemampuan.
Pada hari ketujuh. Hideyoshi bertolak ke Azuchi. Ia menyempatkan diri mampir di Benteng
Sakamoto pada hari kesebelas. Di Ise. Takigawa Kazumasu juga menyerah. Hideyoshi memberinya
sebuah provinsi di Omi senilai lima ribu gantang. Kejahatan Kazumasu di masa lampau tidak
diungkit-ungkit lagi. BUKU SEPULUH TAHUN TENSHO KESEBELAS 1583 TOKOH dan TEMPAT GAMO UJISATO. pengikut senior marga Oda
NAKAGAWA KANEMON, komandan Benteng Inuyama
IKEDA YUKISUKE. putra Shonyu
BITO JINEMON, pengikut Hideyoshi
17 Pendekar Cambuk Naga Pedang Semerah Darah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
MORI NAGAYOSHI, menantu Ikeda Shonyu
SAKAI TADATSUGU. pengikut senior marga Tokugawa
HONDA HEIHACHIRO. pengikut senior marga Tokugawa
II HYOBU. pengikut senior marga Tokugawa
MIYOSHI HIDETSUGU. keponakan Hideyoshi
ODA NOBUTERU, paman Nobuo
ISE. provinsi Oda Nobuo NAGASHIMA, benteng utama Oda Nobuo
OGAKI, benteng Ikeda Shonyu
BUKTT KOMAKI. tempat Ieyasu mendirikan benteng
GAKUDEN. kamp utama Hideyoshi
OKAZAKI. benieng Tokugawa Ieyasu
OSAKA, benteng baru Hideyoshi
DOSA-DOSA SANG AYAH DALAM waktu satu tahun saja, nama Hideyoshi sedemikian cepat terkenal, sehingga ia sendiri pun
terkejut. la telah menundukkan marga Akechi dan marga Shibata: Takigawa dan Sassa berlutut di
hadapannya; Niwa memandangnya sebagai orang kepercayaan; dan Inuchiyo telah
memperlihatkan kesetiaannya terhadap persahabatan mereka.
Hideyoshi kini menguasai hampir semua provinsi yang pernah ditaklukkan Nobunaga.
Hubungannya dengan provinsi-provinsi di luar lingkup pengaruh Nobunaga pun telah berubah sama
sekali. Marga Mori, yang selama bertahun-cahun menghalangi rencana Nobunaga untuk meraih
kekuasaan tertinggi, telah menandatangani perjanjian bersekutu dan mengirim sejumlah sandera.
Namun masih ada satu orang yang tetap merupakan tanda tanya - Tokugawa leyasu. Sudah
beberapa lama tidak ada komunikasi antara mereka berdua. Mereka sama-sama diam, seperti dua
pemain catur yang menunggu sampai lawan melakukan langkah bagus.
Ieyasu-lah yang melangkah lebih dulu. tak lama setelah Hideyoshi kembali ke Kyoto pada hari
kedua puluh satu Bulan Kelima. Ishikawa Kazumasa, jendral leyasu yang paling senior,
mengunjungi Hideyoshi di Benteng Takaradera.
18 Pendekar Cambuk Naga Pedang Semerah Darah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Aku datang untuk menyampaikan ucapan selamat dari Tuanku leyasu. Kemenangan besar yang
diraih Yang Mulia telah membawa perdamaian di negeri ini." Dan dengan khidmat Kazumasa
menyerahkan hadiah berupa wadah teh antik bernama Hatsuhana pada Hideyoshi.
Hideyoshi telah menjadi penggemar upacara minum teh, dan ia senang sekali menerima hadiah
yang amat berharga itu. Tapi kelihatan jelas bahwa ia memperoleh kepuasan yang bahkan lebih
besar lagi karena Ieyasu yang lebih dulu mengirim cinderamata. Kazumasa sebenarnya hendak
kembali ke Hamamatsu hari itu juga, namun Hideyoshi menahannya.
Tuan tidak perlu terburu-buru." kata Hideyoshi. Tinggallah selama dua atau tiga hari. Aku akan
memberitahu Yang Mulia Ieyasu bahwa aku yang memaksa Tuan. Apalagi kami akan mengadakan
perayaan kecil untuk lingkungan keluarga besok.
Yang disebut "perayaan kecil untuk lingkungan keluarga'' oleh Hideyoshi adalah jamuan makan
yang diselenggarakan dalam rangka penganugerahan gelar baru, yang merupakan bukti bahwa
pihak kekaisaran pun merestui sepak terjang Hideyoshi, serta mengakui keberhasilan-keberhasilan
yang diraihnya di medan perang.
Jamuan itu berlangsung selama tiga hari.
Barisan pengunjung yang mendatangi benteng seakan-akan tanpa ujung, jalan-jalan sempit di kota
dipadati tandu-tandu para bangsawan beserta pembantu-pembantu dan kuda-kuda mereka.
Kazumasa terpaksa mengakui bahwa kebesaran Nobunaga kini telah beralih pada Hideyoshi.
Sampai hari itu ia percaya sepenuhnya bahwa junjungannya sendiri, Ieyasu, akan menjadi penerus
Nobunaga. Tapi waktu yang dihabiskannya bersama Hideyoshi menyebabkan ia berubah pikiran.
Ketika membandingkan provinsi-provinsi Hideyoshi dan Ieyasu serta merenungkan perbedaan di
antara pasukan mereka, dengan sedih ia sampai pada kesimpulan bahwa wilayah kekuasaan
Tokugawa tetap hanya merupakan daerah pinggiran di bagian timur Jepang.
Beberapa hari kemudian, Kazumasa mengumumkan bahwa ia hendak pulang, dan Hideyoshi
menyertainya sampai ke Kyoto. Ketika mereka sedang menempuh perjalanan, Hideyoshi menengok
dari atas pelana dan menatap ke belakang. Ia memberi isyarat pada Kazumasa, yang sengaja
menjaga jarak, untuk bergabung dengannya. Sebagai pengikui marga lain, Kazumasa diperlakukan
dengan keramah-ramahan yang layak bagi seorang tamu. tapi tentu saja ia tahu menempatkan diri.
Hideyoshi berkata dengan akrab, "Kita telah memutuskan untuk menempuh perjalanan
bersama-sama. dan itu tidak berarti berkuda sendiri-sendiri. Jalan ke Kyoto ini cukup menjemukan.
jadi kenapa kita tidak berbincang-bincang saja?"
Kazumasa ragu-ragu sejenak, tapi kemudian ia menyejajarkan kudanya dengan kuda Hideyoshi.
"Mondar-mandir ke Kyoto sungguh merepotkan." Hideyoshi melanjutkan. "Jadi dalam tahun ini aku
akan pindah ke Osaka, yang dekat ke ibu kota." Kemudian ia menjabarkan rencananya untuk
membangun sebuah benteng.
"Yang Mulia memilih lokasi yang baik di Osaka." Kazumasa berkomentar. "Konon Yang Mulia
Nobunaga pun selama bertahun-tahun mengincar Osaka."
19 Pendekar Cambuk Naga Pedang Semerah Darah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Ya, hanya saja waktu itu para biksu-prajurit Honganji berkubu di kuil-benteng mereka di sana,
sehingga beliau harus puas dengan Azuchi."
Tak lama kemudian mereka memasuki kota Kyoto, tapi ketika Kazumasa hendak mohon diri,
Hideyoshi sekali lagi mencegahnya dan berkata, "Dalam cuaca sepanas ini, Tuan jangan
menem-puh perjalanan lewat darat. Sebaiknya Tuan naik perahu menyeberangi danau dari Otsu.
Mari kita makan siang bersama Maeda Geni sementara perahunya disiapkan."
Yang dimaksudnya adalah orang yang baru-baru ini diangkat sebagai gubernur Kyoto. Tanpa
memberi kesempaian menolak pada Kazumasa, Hideyoshi membawanya ke kediaman Gubernur.
Pekarangan dalam telah disapu bersih, seakan-akan kedatangan sang tamu telah diketahui
sebelumnya. dan sambutan Geni terhadap Kazumasa sangat ramah.
Hideyoshi terus mendesak Kazumasa agar bersantai, dan selama makan siang tak ada yang
mereka bicarakan selain benteng yang akan dibangunnya.
Geni membawa selembar kertas besar dan menggelarnya di lantai. Rencana untuk sebuah benteng
ditunjukkan pada utusan provinsi lain, dan orang yang memperlihatkannya maupun orang yang
mengamatinya bertanya-tanya, mengapa Hideyoshi bersikap sedemikian terbuka: ia seakan-akan
lupa bahwa Kazumasa adalah prajurit marga Tokugawa, dan sepertinya ia pun tidak mengingat
huhungannya sendiri dengan marga tersebut.
"Kabarnya Tuan termasuk ahli dalam hal benteng." Hideyoshi berkata pada Kazumasa. "Jadi, kalau
Tuan punya usul, kuharap Tuan jangan segan-segan."
Seperti dikatakan Hideyoshi, Kazumasa cukup menguasai pembangunan benteng. Biasanya
rencana-rencana seperti itu bersirat amat rahasia - sudah barang tentu bukan sesuatu yang
diperlihatkan kepada pengikut provinsi saingan - tapi Kazumasa menyingkirkan segala keragu-
raguannya mengenai niat Hideyoshi dan mempelajari rencana-rencana tersebut.
Kazumasa tahu bahwa Hideyoshi tidak tertarik pada hal-hal kecil, namun ketika menyadari skala
proyek yang direncanakan, ia pun terkagum-kagum. Pada waktu Osaka masih merupakan markas
besar para biksu-prajurit Honganji, benteng mereka menempati lahan seluas seribu meter persegi.
Dalam rencana Hideyoshi, itu menjadi fondasi bagi benteng utama. Topografi daerah ini - termasuk
semua sungai dan pesisir laut - telah dipenimbangkan; segala kelebihan dan kekurangan telah
dipikirkan masak-masak, dan kesulitan-kesulitan dalam menyerang dan bertahan serta
masalah-masalah logistik lainnya telah dipecahkan. Benteng utama, serta yang kedua dan ketiga,
dikelilingi tembok tanah. Panjang tembok-tembok luar lebih besar delapan belas mil. Bangunan
tertinggi di sebelah dalam tembok adalah donjon bertingkat lima yang dilengkapi bukaan-bukaan
untuk memanah. Genting-genting pada atapnya akan dilapisi emas.
Kazumasa hanya bisa terbengong-bengong karena takjub. Tapi apa yang dilihatnya baru satu
bagian dari proyek Hideyoshi. Selokan yang mengelilingi benteng berisi air dari Sungai Yodo.
Karena letaknya yang berdekatan dengan Sakai, kota niaga yang makmur, Osaka berhubungan
dengan berbagai jalur perdagangan ke Cina, Korea, dan Asia Tenggara. Barisan pegunungan
Yamato dan Kawachi membentuk benteng pertahanan alam. Jalan raya Sanin dan Sanyo
menghubungkan Osaka dengan jalur laut dan darat ke Shikoku dan Kyushu, dan menjadikannya
gerbang ke kawasan-kawasan terpencil. Sebagai lokasi benteng paling penting di selutuh negeri
dan sebagai tempat untuk memerintah seluruh bangsa, Osaka jauh lebih unggul dibandingkan
20 Pendekar Cambuk Naga Pedang Semerah Darah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Azuchi-nya Nobunaga. Kazumasa tidak menemukan kekurangan sama sekali.
"Bagaimana pendapat Tuan?" tanya Hideyoshi. "Sempurna. Proyek ini sungguh megah," balas
Kazumasa. Tak ada lagi yang dapat dikatakannya secara jujur. "Memadai, bukan?"
"Setelah rampung nanti, kota ini akan menjadi kota benteng terbesar di seluruh negeri," kata
Kazumasa. "Itulah tujuanku."
"Kapan pembangunannya selesai?"
"Aku ingin pindah sebetum akhir tahun ini." Kazumasa berkedip-kedip, seakan-akan tak percaya.
"Apa" Akhir tahun ini?" "Hmm, sekitar itulah."
"Proyek sebesar itu bisa makan waktu sepuluh tahun."
"Dalam sepuluh tahun, dunia sudah berubah, dan aku telah menjadi orang tua." kata Hideyoshi
sambil tertawa. "Aku telah memerintahkan para mandor untuk merampungkan bagian dalam
benteng, termasuk dekorasinya, dalam waktu tiga tahun."
"Aku tak bisa membayangkan bahwa para pengrajin dan tukang bisa dipacu bekerja secepat itu.
Batu dan kayu yang akan Tuan butuhkan tentu luar biasa jumlahnya."
"Aku mengambil kayu dari dua puluh delapan provinsi."
"Dan berapa banyak tukang yang akan Tuan kerahkan?"
"Aku belum tahu persis. Rasanya lebih dari seratus ribu. Petugas-petugasku menaksir bahwa untuk
menggali selokan sebelah luar dan sebelah dalam saja, kami memerlukan enam puluh ribu orang
yang bekerja setiap hari selama tiga bulan."
Kazumasa terdiam. Ia merasa sedih ketika membayangkan perbedaan besar antara proyek ini dan
benteng-benteng di Okazaki dan Hamamatsu di provinsinya sendiri. Tapi benar-benar sanggupkah
Hideyoshi membawa batu-batu besar yang dibutuhkannya ke Osaka, suatu daerah yang sama
sekali tidak mempunyai tambang batu" Dan di masa sukar ini, dari mana ia berharap mendapatkan
dana guna membiayai proyek tersebut" Sempat terlintas dalam benaknya bahwa rencana-rencana
besar Hideyoshi sesungguhnya hanya omong kosong.
Saat itu Hideyoshi seakan-akan teringat sesuatu yang penting. Ia me-manggil juru tulisnya dan
mulai mendiktekan sepucuk surat. Tanpa mengindahkan kehadiran Kazumasa, ia memeriksa apa
yang ditulis, mengangguk, lalu mendiktekan surat berikut. Seandainya pun Kazumasa tak ingin
mendengarkan ucapan Hideyoshi, ia berada tepat di hadapannya dan mau tak mau mendengar
segala sesuatu yang dikatakan. Rupanya Hideyoshi sedang mendiktekan surat yang sangat penting
untuk marga Mori. Sekali lagi Kazumasa merasa kikuk dan salah tingkah. Ia berkata, "Urusan Tuan tampaknya cukup
mendesak. Bagaimana kalau tempat ini kutinggalkan dulu?"
"Jangan, jangan, tidak perlu. Sebentar lagi aku sudah selesai."
21 Pendekar Cambuk Naga Pedang Semerah Darah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Hideyoshi kembali mendiktekan surat. la telah menerima surat ucapan selamat dari pihak Mori atas
kemenangannya melawan marga Shibata. Kini, dengan berlagak menjelaskan jalannya
pertempuran di Yanagase, ia menuntut agar pengirim surat itu menegaskan sikapnya mengenai
masa depan marganya sendiri. Sural itu bersifat pribadi dan sangat penting.
Kazumasa duduk di samping Hideyoshi. Sambil membisu ia memandang rumpun-rumpun bambu
sementara Hideyoshi mendiktekan surat.
"Andai kata Katsuie sempat mendapat peluang untuk menarik napas, dia takkan bisa dikalahkan
secepat ini. Tapi nasib Jepang dipertaruhkan, sehingga aku terpaksa merelakan prajurit-prajuritku.
Aku menyerang benteng utama Katsuie pada penengahan kedua jam Macan, dan pada jam Kuda
aku berhasil merebut benteng dalam."
Ketika mengucapkan kata-kata "nasib Jepang", sorot matanya tampak menyala-nyala seperti ketika
ia menaklukkan benteng itu. Kemudian ia mendiktekan kata-kata yang pasti akan menarik perhatian
marga Mori. "Kurasa tak ada gunanya kita menyiagakan pasukan masing-masing, tapi kalau perlu aku akan
mengunjungi provinsi Tuan untuk membahas masalah perbatasan. Karena itu, pihak Tuan harus
bersikap arif dan menghindari provokasi.
Kazumasa diam-diam melirik ke arah Hideyoshi, Keberanian orang itu membuatnya tercengang.
Dengan tenang Hideyoshi mendiktekan kata-kata yang sangat terus terang. seakan-akan sedang
duduk bersila sambil mengobrol santai. Congkakkah ia, atau sekadar naif"
"Baik marga Hojo di Timur maupun marga Uesugi di Utara tdah mempercayakan pemecahan
masalah ini padaku, jika pihak Mori pun bersedia membiarkanku bertindak bebas. pemerintahan
jepang akan memasuki masa jaya yang belum pernah dialami. Pertimbangkanlah ini masak-masak,
jika ada keberatan, harap beritahu aku sebelum Bulan Ketujuh. Dan harap diperhatikan bahwa
urusan ini sebaiknya dilaporkan secara terperinci kepada Yang Mulia Mori Terumoto."
Mata Kazumasa memperhatikan permainan angin di sela-sela bambu, namun telinganya terpesona
oleh ucapan Hideyoshi. Hatinya gemetar seperti daun-daun bambu yang dibelai angin. Bagi
Hideyoshi, tugas raksasa untuk membangun Benteng Osaka pun merupakan sesuatu yang
kelihatannya dilakukan dalam wakiu senggang. Dan ia menegaskan. bahkan kepada marga Mori
pun, bahwa jika mereka merasa keberatan, mereka harus memberirahunya sebelum Bulan
Ketujuh - sebelum ia mulai berperang lagi.
Perasaan Kazumasa sukar dijelaskan dengan kata-kata; ia merasa letih.
Saat itulah seorang pembantu mengumumkan bahwa perahu Kazumasa telah siap berlayar.
Hideyoshi mengambil sebilah pedang yang tergantung di pinggang dan menyerahkannya pada
Kazumasa. "Biarpun sudah agak tua, orang-orang menganggapnya pedang yang baik. Terimalah
pedang ini sebagai tanda penghargaan dariku."
Kazumasa mengambil pedang tersebut, dan dengan hormat mengangkatnya ke kening.
Ketika mereka melangkah ke luar, para pengawal pribadi Hideyoshi telah menunggu untuk
mengantar Kazumasa ke pelabuhan Otsu.
22 Pendekar Cambuk Naga Pedang Semerah Darah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Segunung persoalan telah menanti Hideyoshi, baik di dalam maupun di luar kota Kyoto. Setelah
Yanagase, pertempuran berakhir, tapi walaupun Takigawa telah tunduk pada Hideyoshi, masih ada
sejumlah pemberontak yang dengan keras kepala menolak menyerah. Sisa-sisa pasukan Ise
berkubu di Nagashima dan Kobe, dan Oda Nobuo bertugas membersihkan kantong-kantong
perlawanan terakhir. Ketika mendengar bahwa Hideyoshi telah kembali dari Echizen. Nobuo segera bertolak ke Kyoto
dan menemui Hideyoshi pada hari itu juga.
"Setelah Ise bertekuk lutut, silakan ambil Benteng Nagashima," kata Hideyoshi kepadanya.
Dan dengan hati berbunga-bunga pangeran itu meninggalkan Kyoto.
Saat untuk menyalakan lentera telah tiba. Para warga istana yang datang berkunjung telah kembali
dan semua tamu lain pun sudah pulang; Hideyoshi mandi, dan ketika ia bergabung dengan
Hidekatsu dan Maeda Geni untuk makan malam, seorang pembantu memberitahunya bahwa
Hikoemon baru saja tiba. Angin menggoyang-goyangkan kerai-kerai rotan dan membawa suara tawa perempuan-perempuan
muda. Hikoemon tidak segera masuk, melainkan berkumur dan merapikan rambutnya dulu.
Perialanan pulang dari Uji ditempuhnya dengan menunggang kuda, dan debu masih menempel di
seluruh badannya. la diberi tugas menemui Sakuma Genba yang ditawan di Uji. Tugas tersebut tampaknya mudah, tapi
sesungguhnya cukup sukar. Hideyoshi pun menyadari hal itu; karena itulah, ia memilih Hikoemon.
Genba telah ditangkap, namun tidak diekse-kusi. Ia malah ditawan di Uji. Hideyoshi telah
memerintahkan agar ia tidak diperlakukan dengan kasar atau dipermalukan. Ia tahu bahwa Genba
merupakan orang dengan keberanian tanpa tandingan, dan kalau dibebaskan. akan menyeru-pai


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

macan yang mengamuk. Oleh karena itu, ia selalu dijaga ketat.
Meskipun Genba merupakan jendral musuh yang tertawan, Hideyoshi merasa kasihan padanya.
Sama seperti Katsuie, ia pun mengakui bakat alam Genba, dan merasa sayang jika harus
membunuhnya. Jadi, tak lama setelah Hideyoshi kembali ke Kyoto, ia mengutus seorang kurir uniuk
berunding dengan Genba. "Katsuie telah tiada." kurir itu mengawali pembicaraan. "dan seyogyanya Tuan memandang
Hideyoshi sebagai penggantinya. Jika Tuan bersedia, Tuan bebas kembali ke provinsi dan benteng
Tuan." Genba tertawa. "Katsuie adalah Katsuie. Mustahil Hideyoshi dapat meng-gantikannya. Katsuie telah
melakukan bunuh diri, dan tak terpikir olehku untuk tetap berada di dunia ini. Aku takkan pernah
mengabdi pada Hideyoshi, biarpun dia menyerahkan kendali atas seluruh negeri padaku."
Hikoemon bertindak sebagai utusan kedua. Pada waktu berangkat pun ia tdah menyadari bahwa ia
menghadapi tugas berat. Dan memang, ia juga gagal membujuk Genba untuk berubah pikiran.
"Bagaimana hasilnya?" tanya Hideyoshi. la duduk berselubung asap obat nyamuk yang naik dari
anglo dupa yang terbuat dari perak.
23 Pendekar Cambuk Naga Pedang Semerah Darah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Dia tidak tertarik." jawab Hikoemon. "Dia justru memohon agar hamba memenggal kepalanya."
"Kalau begitu, rasanya tak pantas kalau kita mendesak-desaknya lebih lanjut." Hideyoshi rupanya
melepaskan harapan untuk membujuk Genba, dan garis-garis pada wajahnya mendadak lenyap.
"Hamba tahu apa yang diharapkan tuanku, tapi sepertinya hamba kurang layak sebagai utusan."
Tak perlu minta maaf," Hideyoshi menghiburnya. "Meskipun Genba tawanan, dia tak mau tunduk
padaku untuk menyelamatkan nyawanya. Tekadnya untuk mempertahankan kehormatannya
sungguh luar biasa. Aku menyesal harus kehilangan orang yang begitu tabah dan teguh.
Seandainya kau berhasil membujuknya sehingga dia berubah pikiran, aku mungkin akan kehilangan
rasa hormat padanya." Lalu ia menambahkan. "Kau seorang samurai, dan kau pun menghayati hal
itu, jadi tidak aneh kalau kau gagal mempengaruhi nya."
"Maafkan hamba."
"Akulah yang minta maaf karena telah merepotkanmu. Tapi tidakkah Genba mengatakan apa-apa
selain itu?" "Hamba bertanya, kenapa dia tidak memilih gugur di medan laga, tapi malah lari ke gunung dan
tertawan oleh sekelompok petani. Hamba juga bertanya, kenapa dia menghabiskan hari-harinya
sebagai tawanan yang menunggu dipenggal, bukannya bunuh diri "Apa katanya?"
"Dia bertanya. apakah hamba menganggap seppuku atau kematian dalam pertempuran sebagai
tujuan utama seorang samurai, kemudian berkata bahwa dia berpendapat lain. Menururnya,
seorang samurai harus berusaha sekuat tenaga untuk tetap hidup."
"Apa lagi?" "Pada waktu meloloskan diri dari pertempuran di Yanagase, dia tidak tahu apakah Katsuie masih
hidup atau sudah mati, jadi dia berusaha kembali ke Kitanosho untuk membantu menyusun
serangan balasan. Namun dalam perjalanan, rasa nyeri dari luka-lukanya jadi tak tertahankan,
maka dia mampir ke sebuah rumah petani dan minta diberi moxa."
"Menyedihkan... sangat menyedihkan."
"Dia juga berkata bahwa dia rela menanggung aib karena ditangkap hidup-hidup dan dimasukkan
ke penjara, sebab jika para penjaga memberi peluang, dia akan mdarikan diri, lalu mengejar dan
membunuh tuanku. Dengan demikian, dia akan meredakan kemarahan Katsuie, sehingga dia dapat
memohon maaf atas kesalahan yang dilakukannya ketika menembus garis musuh di Shizugatake."
"Ah, sayang sekali." Mata Hideyoshi mulai berkaca-kaca. "Menyalahguna-kan orang seperti itu dan
menyuruhnya menghadap maut - itulah kesalahan Katsuie. Baiklah, kita berikan saja apa yang
diinginkannya, dan membiar-kannya mati secara terhormat. Laksanakan. Hikoemon."
"Hamba mengerti, tuanku. Besok, kalau begitu?" "Makin cepat makin baik."
"Dan tempatnya"* "Uji."
24 Pendekar Cambuk Naga Pedang Semerah Darah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Perlukah dia diarak keliling dan dipertontonkan?"
Hideyoshi merenung sejenak. "Kurasa begitulah kehendak Genba, laksanakan eksekusi di sebuah
ladang di Uji, setelah dia dibawa berkeliling di ibu kota."
Keesokan harinya, tepat sebelum Hikoemon hendak bertolak ke Uji. Hideyoshi menyerahkan dua
kimono sutra padanya. "Pakaian Genba tentu sudah kotor. Berikan kimono-kimono ini sebagai baju kematiannya."
Hari itu Hikoemon berkuda ke Uji dan sekali lagi menemui Genba. yang kini telah dipisahkan dari
para tahanan lain. "Yang Mulia Hideyoshi memerintahkan agar Tuan diarak melalui Kyoto, lalu dipenggal di sebuah
ladang di Uji, seperti yang Tuan kehendaki."
Genba tidak tampak risau sama sekali. "Aku sangat berterima kasih," ia menjawab sopan.
"Yang Mulia Hideyoshi juga menyediakan pakaian ini."
Genba menatap kimono-kimono itu, lalu berkata, "Aku sungguh berterima kasih atas kebaikan Yang
Mulia Hideyoshi. tapi kurasa lambang dan potongannya tidak cocok untukku. Tolong kembalikan
saja." "Tidak cocok?" "Pakaian seperti itu biasa dikenakan oleh prajurit bawahan. Bagiku, keponakan Yang Mulia Katsuie,
terlihat dengan pakaian seperti itu di hadapan para warga ibu kota hanya akan membawa aib pada
almarhum pamanku. Pakaian yang kukenakan sekarang memang sudah compang-camping, tapi
meskipun masih kotor akibat pertempuran, aku lebih suka diarak dengan pakaian ini. Tapi jika Yang
Mulia Hideyoshi memperkenankan aku memakai kimono baru, aku menginginkan sesuatu yang
sedikit lebih pantas." "Aku akan menyampaikannya pada beliau. Apa yang Tuan inginkan?"
"Mantel merah berlengan lebar dengan pola besar-besar. Di bawahnya, kimono sutra berwarna
merah dengan sulaman perak." Genba tidak sungkan-sungkan. "Bukan rahasia bahwa aku
tertangkap oleh sekelompok petani, diikat, lalu dibawa ke sini, Aku menanggung aib karena
ditangkap hidup-hidup. Semula aku masih berniat memenggal kepala Yang Mulia Hideyoshi, namun
itu pun gagal. Aku bisa membayangkan bahwa ibu kota akan gempar pada waktu aku dibawa ke
tempat eksekusi. Aku menyesal harus memakai baju sutra seburuk ini, tapi kalau aku akan
memakai yang lebih baik aku ingin baju yang serupa dengan yang kupakai di medan tempur,
dengan bendera berkibar-kibar dari punggungku, Selain itu, sebagai bukti bahwa aku tidak
mendendam karena diikat, aku minta diikat di hadapan khalayak ramai sehelum aku naik ke
gerobak." Keterusterangan Genba memang salah satu ciri yang paling menyenangkan. Ketika Hikoemon
menyampaikan keinginan Genba kepada Hideyoshi, Hideyoshi langsung menyuruh pembantunya
menyiapkan pakaian yang akan dikirim.
Hari eksekusi pun tiba. Sang tawanan mandi, lalu mengikat rambutnya. Kemudian ia mengenakan
kimono merah, dan di atasnya mantel berlengan lebar dengan pola besar-besar. la mengulurkan
25 Pendekar Cambuk Naga Pedang Semerah Darah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tangan untuk diikat sebelum naik ke gerobak. Tahun itu ia berusia tiga puluh tahun, begitu tampan
sehingga semua orang menyayangkan kematiannya.
Gerobak itu dibawa mengelilingi jalan-jalan di Kyoto, lalu kembali ke Uji-Di sana selembar kulit
binatang telah digelar di tanah.
Tuan boleh membelah perut sendiri," algojo Genba menawarkan.
Sebilah pedang pendek disodorkan padanya. tapi Genba hanya tertawa. "Kalian tak perlu memberi
keringanan khusus untukku."
lkatannya tidak dibuka, dan kepalanya pun dipenggal.
Akhir Bulan Keenam sudah dekat. "Pembangunan Benteng Osaka seharusnya berjalan lancar," ujar
Hideyoshi. "Coba kita lihat bagaimana kemajuannya."
Ketika ia tiba. orang-orang yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pembangunan menjelaskan
kemajuan apa saja yang telah dicapai sampai saat itu. Paya-paya di Naniwa sedang diuruk, dan
saluran-saluran air telah digali dalam arah memanjang maupun melebar. Toko-toko darurat para
pedagang sudah mulai bermunculan di lokasi kota benteng. Jika memandang ke arah muara
Sungai Yasuji dan pelabuhan Sakai di tepi laut, orang akan melihat ratusan perahu yang membawa
batu-batu, saling berdesakan dengan layar mengembang. Hideyoshi berdiri di titik tempat benteng
utama akan dibangun, dan sambil memandang ke darat, melihat puluhan ribu tukang dan pengrajin
dari segala bidang. Orang-orang bekerja siang-malam bergiliran, sehingga kegiatan pembangunan
tak pernah berhenti. Para pekeria ditarik dari semua marga; jika seorang pembesar lalai memenuhi jumlah tenaga kerja
yang dibebankan padanya, ia dihukum keras, tanpa memandang kedudukannya. Di setiap tempat
pembangunan terdapat rantai komando yang terdiri atas subkontraktor, mandor, dan pembantu
mandor untuk semua bidang keahlian. Tanggung jawab masing-masing telah digariskan secara
jelas. Kalau ada yang tidak disiplin, ia akan langsung dipenggal. Para samurai yang bertindak
sebagai pengawas tidak menunggu hukuman. melainkan mdakukan seppuku di tempat.
Tapi yang paling menyita perhatian Hideyoshi saat itu adalah Ieyasu. Sepanjang hidupnya.
Hideyoshi yakin bahwa orang yang paling menonjol di zaman itu - selain Yang Mulia
Nobunaga - adalah Ieyasu. Dan mengingat kekuasaannya sendiri yang meningkai secara
mencolok, ia beranggapan bahwa bentrokan di antara mereka berdua hampir tak terelakkan.
Pada Bulan Kedelapan, ia memerintahkan Tsuda Nobukatsu untuk membawa pedang termasyhur
buatan Fudo Kuniyuki guna diserahkan kepada Ieyasu, "Katakan pada Yang Mulia Ieyasu bahwa
aku senang sekali menerima wadah teh yang diberikannya padaku ketika mengutus Ishikawa
Kazumasa." Nobukatsu bertolak ke Hamamatsu pada awal bulan, dan kembali sekitar hari kesepuluh.
"Keramah-tamahan yang ditunjukkan marga Tokugawa begitu luar biasa, sehingga hamba hampir
merasa malu sendiri. Mereka benar-benar penuh perhatian," ia melaporkan, "Apakah Yang Mulia
Ieyasu baik-baik saja?" "Beliau tampak sehat sekali."
"Bagaimana dengan disiplin para pengikutnya?" "Mereka mempunyai ciri yang tidak ditemukan
26 Pendekar Cambuk Naga Pedang Semerah Darah m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
pada marga-marga lain - kesan bahwa mereka sukar ditaklukkan."
"Kabarnya Yang Mulia leyasu mempekerjakan banyak orang baru."
"Kelihatannya banyak dari mereka bekas pengikut marga Takeda."
Dalam percakapannya dengan Nobukatsu, Hideyoshi mendadak teringat akan perbedaan usianya
dengan usia Ieyasu. Ia memang senior Ieyasu. Ieyasu berusia empat puluh satu tahun, dan ia
sendiri empat puluh enam tahun - perbedaan sebesar lima tahun. Tapi Ieyasu
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
27Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti | http://cerita-silat.mywapblog.com | Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti pdf created by Saiful Bahri (Seletreng - Situbondo) pd 23-04-2016 08:27:10
yang lebih muda justru menimbulkan beban pikiran dalam benak Hideyoshi, bahkan melebihi
Shibata Katsuie. Meski demikian, semuanya itu terkunci rapat-rapat dalam hati Hideyoshi. la sama sekali tidak
memperlihatkan bahwa pada saat perang melawan marga Shibata baru saja berakhir, ia telah
mengantisipasi pertempuran berikut. Artinya. hubungan di anrara kedua orang itu tampak baik-baik
saja. Di Bulan Kesepuluh. Hideyoshi mengajukan petisi kepada sang Tenno untuk
menganugerahkan gelar yang lebih tinggi pada leyasu.
*** Di Azuchi, Yang Mulia Samboshi baru berusia empat tahun. Sejumlah pembesar provinsi datang
untuk menyambut Tahun Baru dan melakukan kunjungan kehormatan serta berdoa agar ia tetap
dalam keadaan sehat. "Permisi, Tuan Shonyu." "Ah. Tuan Gamo."
Kedua laki-laki itu bertemu secara kebetulan di muka bangsal besar di benteng utama. Yang
percama Ikeda Shonyu, yang dipindahkan dari Osaka ke Benteng Ogaki untuk memberi tempat
bagi Hideyoshi. Yang satu lagi Gamo Ujisato "Tuan tampak semakin sehat saja," ujar Gamo. Itulah
berkah terbesar yang bisa diberikan pada kita."
"Sampai sekarang memang belum ada keluhan. tapi akhir-akhir ini aku cukup sibuk. Sudah
beberapa malam aku tak bisa tidur, bahkan di Ogaki pun."
"Tuan memikul beban tambahan karena bertanggung jawab atas pembangunan Benteng Osaka."
"Tugas semacam itu cocok untuk orang-orang seperti Matsuda dan Ishida, tapi tidak sesuai bagi
kita, kaum prajurit."
"Aku tidak sependapat. Yang Mulia Hideyoshi tidak biasa menempatkan seseorang pada posisi
yang tidak cocok baginya. Percayalah, beliau memerlukan Tuan di antara pejabat-pejabatnya."
"Aku benar-benar tak menduga, Tuan dapat melihat kemampuan seperti itu dalam diriku." balas
Shonyu sambil tertawa. "O ya, Tuan sudah menyampaikan ucapan selamat Tahun Baru kepada
Yang Mulia Samboshi?"
"Aku baru saja mohon diri."
"Kebetulan sekali aku pun baru saja berpamitan. Ada urusan pribadi yang ingin kubahas dengan
Tuan." "Sebenamya, begitu melihat Tuan. aku pun teringat bahwa ada sesuatu yang perlu kita bicarakan."
"Rupanya pikiran kita sama. Di mana kita akan bicara?"
Shonyu menunjuk sebuah ruangan kecil yang bersebelahan dengan bangsal besar.
1 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Kedua laki-laki tersebut duduk di ruangan kosong itu. Tak ada anglo, namun sinar matahari Tahun
Baru yang menembus piniu geser kertas terasa hangat.
Tuan sudah mendengar desas-desus yang beredar?" Shonyu membuka pembicaraan.
"Sudah. Kabarnya Yang Mulia Nobuo telah dibunuh. Dan sepertinya berita itu dapat dipercaya."
Shonyu menghela napas dan mengerutkan kening. "Sekarang saja sudah ada tanda-tanda bahwa
akan terjadi keguncangan dalam tahun ini. Seberapa parah, itu tergantung pihak mana yang akan
berhadapan, tapi pertanda-pertanda yang timbul belakangan ini cukup merisaukan. Tuan lebih
muda dari aku. tapi sepertinya penilaian Tuan lebih tajam. Tidak dapatkah Tuan mencari ide bagus
sebelum ierjadi sesuatu yang patut disesali?"
Ia tampak amat cemas. Gamo menjawab dengan mengajukan penanyaan lain. "Dari manakah desas-desus ini berasal?"
"Aku sendiri tidak tahu. Tapi takkan ada asap kalau tidak ada api."
"Maksud Tuan, ada sesuatu yang tidak kita ketahui?"
"Bukan, sama sekali bukan. Hanya saja semua fakta serba terbalik. Pertama-tama. Yang Mulia
Nobuo pergi ke benteng Takaradera pada Bulan Kesebelas tahun lalu, untuk mengunjungi Yang
Mulia Hideyoshi. Kabarnya Yang Mulia Hideyoshi sendiri mengatur jamuan yang diadakan dalam
rangka berterima kasih pada Yang Mulia Nobuo karena telah menundukkan Ise, dan sikapnya
demikian ramah sehingga Yang Mulia Nobuo tinggal selama empat hari."
"O ya?" "Para pengikui Yang Mulia Nobuo menyangka dia akan meninggalkan benteng esoknya, tapi pada
hari kedua tetap tidak ada kabar darinya, begitu juga pada hari ketiga, bahkan pada hari keempat.
Nah, rupanya mereka membayangkan hal-hal yang paling buruk, dan para pelayan di luar benteng
pun mulai menyebarkan dugaan-dugaan yang tak berdasar."
"Jadi, itu masalahnya." ujar Gamo sambil tertawa. "Kalau akar dari cerita-cerita seperti ini telah
terungkap, ternyata sebagian besar hanya isapan jempol belaka, bukan begitu?"
Namun Shonyu tetap kelihatan khawatir, dan segera melanjutkan. "Setelah itu masalahnya dibahas
lebih luas, dan berbagai isu yang saling bertentangan mondar-mandir antara Ise, Nagashima,
Osaka, dan ibu kota. Yang pertama mengatakan bahwa laporan palsu mengenai kematian Nobuo
tidak berasal dari para pembantu Yang Mulia Nobuo, melainkan dari mulut para pelayan Hideyoshi.
Orang-orang di Benteng Takaradera menyangkal keras. Mereka mengatakan bahwa desas-desus
tersebut timbul akibat kecurigaan dan iktikad buruk para pengikui Yang Mulia Nobuo. Sementara
masing-masing pihak sibuk menyalahkan lawannya, desas-desus mengenai pembunuhan Yang
Mulia Nobuo menyebar bagaikan angin."
Apakah ralcyai percaya?"
"Pikiran rakyar jelata sulit diraba, tapi setelah menyaksikan kematian Yang Mulia Nobutaka,
menyusul kekalahan marga Shibata, tak perlu diragukan bahwa di antara kerabat dan pengikut
2 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Yang Mulia Nobuo ada beberapa orang yang mengalami mimpi buruk dan bertanya-tanya siapa
yang mendapai giliran berikut."
Kemudian Gamo mengungkapkan kecemasannya secara terang-terangan. la beringsut-ingsut
mendekati Shonyu dan berkata, "Mestinya ada saling pengertian antara Hideyoshi dan Nobuo yang
tak terpengaruh oleh desas-desus yang beredar. Tapi mungkin juga telah terjadi perselisihan di
antara mereka." Gamo menatap Sonyu yang mengangguk-anggukkan kepala.
"Amatilah situasi setelah kematian Yang Mulia Nobunaga. Sebagian besar orang berpendapat
bahwa setelah mewujudkan perdamaian, Hideyoshi se-harusnya menyerahkan seluruh
kekuasaannya kepada pewaris bekas junjungannya. Tapi dilihat dari sudut mana pun, sudah jelas
bahwa Yang Mulia Samboshi masih lerlalu kecil dan bahwa Yang Mulia Nobuo yang seharusnya
menjadi penerus. Jika tidak tunduk pada Yang Mulia Nobuo. Hideyoshi bisa dituduh tidak setia dan
telah melupakan segala kebaikan yang diterima-nya dari marga Oda."
"Semua ini agak meresahkan, bukan" Keinginan Nobuo sudah jelas, namun sepertinya dia tak
mengerti bahwa yang akan terjadi justru kebalikan dari yang dikehendakinya.
"Mungkinkah dia menyimpan harapan semuluk itu?"
"Mungkin saja. Siapa yang bisa menebak jalan pikiran orang pandir yang manja?"
"Desas-desus ini tentu juga terdengar di Osaka, dan ini akan menyebabkan semakin banyak
kesalahpahaman." "Memang pelik," ujar Shonyu sambil mendesak. Sebagai jendral Hideyoshi, baik Shonyu mau-pun
Gamo terikat oleh hubungan mutlak yang terjalin antara junjungan dan pengikut. Tapi mereka juga
mempunyai ikatan dengan pihak lain, dan ikatan tersebut kini dapat menimbulkan masalah yang tak
mudah dipecahkan. Pertama-tama. Gamo menikah dengan putri bungsu Nobunaga. Selain itu, Shonyu dan Nobunaga
diasuh oleh inang yang sama, dan sebagai saudara sesusuan, hubungan Shonyu dengan bekas
junjungannya itu sangat dekat. Karena itu, bahkan dalam pertemuan Kiyosu pun kedua laki-laki itu
ditempatkan sebagai kerabat. Dengan sendirinya mereka tak dapat bersikap acuh tak acuh
terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi marga Oda, dan selain Samboshi yang masih kecil,
satu-satunya orang yang merupakan keturunan langsung Nobunaga adalah Nobuo.
Gamo dan Shonyu takkan sebingung itu sean-dainya mereka dapat melihat suatu kelebihan dalam
diri Nobuo, tapi keduanya menyadari bahwa Nobuo tidak memiliki kemampuan menonjol. Baik
sebelum maupun sesudah pertemuan Kiyosu. semua orang telah maklum bahwa bukan Nobuo
yang akan meraih tali kekang yang terlepas dari tangan Nobunaga.
Namun sayangnya tak seorang pun mau berterus terang pada Nobuo. Bangsawan muda yang lugu
ini - yang sejak dulu mengandalkan kekuatan para pengikutnya, yang setiap kali termakan bujuk
rayu para penjilat, dan ditipu oleh orang-orang yang memanipulasinya untuk meraih keuntungan
pribadi - telah menyia-nyiakan sebuah kesempatan besar dan bahkan tidak menyadarinya.


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pada tahun sebelumnya Nobuo diam-diam bertemu dengan Ieyasu, dan setelah pertempuran di
3 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Yanagase, atas anjuran Hideyoshi ia memaksa saudaranya melakukan bunuh diri. Kemudian ia
menerima imbalan berupa Provinsi Ise, Iga, dan Owari atas kemenangannya di Ise. Dan mungkin
karena merasa saatnya telah tiba, ia pun menyangka Hideyoshi akan segera mengalihkan
pemerintahan pusat kepadanya.
"Kita tak boleh berpangku tangan dan membiarkan situasi berlanjut seperti ini. Barangkali Tuan
punya ide tertentu?" Gamo bertanya.
"Tidak, aku justru mengharapkan usulan dari Tuan. Tuan harus mencari akal."
"Rasanya paling baik jika Yang Mulia Nobuo bertemu dengan Yang Mulia Hideyoshi, agar mereka
dapat membicarakan hal ini secara terbuka."
"Itu ide yang baik sekali. Hmm, tapi belakangan ini dia berlagak penting, jadi bagaimana kita bisa
melaksanakan ide Tuan?"
"Aku akan mencari alasan."
Bagi Nobuo sesuatu yang kemarin masih diminati hari ini sudah tidak menarik. Dalam hati ia selalu
merasa tidak senang. Selain itu, ia tak pernah memikirkan mengapa ia merasa demikian. Musim
gugur yang lalu ia pindah ke Benteng Nagashima di Ise, provinsinya yang baru, dan ia pun telah
menerima kenaikan pangkat dari istana kekaisaran. Jika ia keluar, semua orang membungkuk, dan
jika kembali, ia disambut dengan seruling dan alat musik berdawai. Segala keinginannya terpenuhi,
dan pada musim semi itu usianya baru dua puluh enam tahun. Namun keadaan yang serba
menyenangkan itu justru menyebabkan ia semakin tidak puas.
"Ise terlalu terpencil," ia kerap mengeluh. "Untuk apa Hideyoshi mem-bangun benteng yang begitu
besar di Osaka" Apakah dia berniat tinggal di sana seorang diri, ataukah dia juga akan mengajak
pewaris yang sah?" Bila bicara demikian, ia seperti Nobunaga. Sepertinya ia mewarisi bentuk lahiriah ayahnya, tanpa
dibekali kemampuan sebanding. "Hideyoshi itu tak tahu diri. Dia sudah lupa bahwa dia bekas
pengikut ayahku, dan sekarang dia bukan saja merepotkan pengikut-pengikut ayahku yang masih
hidup dan membangun benteng raksasa, dia juga bersikap seakan-akan aku merupakan beban
baginya. Belakangan ini dia tak pernah lagi mengajakku berunding mengenai apa pun."
Sudah sejak Bulan Kesebelas tahun lalu kedua orang itu tidak saling berkomunikasi. Desas-desus
bahwa Hideyoshi sedang menyusun rencana tanpa melibatkan Nobuo, yang belakangan ini
semakin santer, segera menyulut kecurigaannya.
Pada waktu yang sama, Nobuo memberikan beberapa pernyataan sembrono di depan para
pengikutnya, yang akhirnya diketahui oleh umum dan dengan demikian semakin menjengkelkan
Hideyoshi. Akibatnya Tahun Baru berlalu tanpa tukar-menukar ucapan selamat di antara mereka.
Pada Hari Tahun Baru, ketika Nobuo sedang bermain bola sepak di pekarangan belakang bersama
para dayang dan pelayannya, seorang samurai mengumumkan kedatangan seorang tamu. Tamu
itu temyata Gamo. la dua tahun lebih tua dari Nobuo, dan menikah dengan saudara perempuan
Nobuo. "Gamo" Dia datang pada waktu yang tepat," ujar Nobuo sambil menendang bola dengan anggun.
4 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Dia akan menjadi lawan tangguh. Bawa dia ke sini."
Samurai itu pergi, namun segera kembali lagi dan berkata. "Yang Mulia Gamo sedang terburu-buru.
Beliau menunggu tuanku di ruang tamu." "Bagaimana dengan acara bola sepak?"
"Yang Mulia Gamo berpesan bahwa beliau tidak berbakat dalam permainan ini." im "Dasar!" Nobuo
tertawa. memamerkan giginya yang telah dihitamkan.
Beberapa hari setelah kunjungan Gamo, sepucuk surat datang dari Gamo dan Shonyu. Nobuo
sedang bergembira, dan segera memanggil empat pengikut senior dan meneruskan informasi yang
diterimanya. "Besok kita berangkat ke Otsu. Menurut mereka. Hideyoshi menungguku di Kuil Onjo."
"Bukankah itu berbahaya, tuanku?" salah satu dari keempat pengikutnya bertanya.
Nobuo tersenyum, sehingga giginya yang dihitamkan kelihatan jelas.
"Hideyoshi rupanya terusik oleh desas-desus mengenai perselisihan kami. Pasti itu masalahnya.
Dia tidak memenuhi kewajibannya terhadap orang yang paling dekat dengan ayahku."
"Tapi bagaimana pertemuan ini diaiur?"
Jawaban Nobuo penuh percaya diri, "Begini. Beberapa waktu lalu, Gamo menemuiku dan
melaporkan bahwa ada desas-desus mengenai suatu masalah antara Hideyoshi dan aku, tapi dia
menjamin bahwa Hideyoshi tidak menyimpan dendam sama sekali. Dia minta agar aku pergi ke Kuil
Onjo untuk mengadakan pertemuan Tahun Baru dengannya. Rasanya tak ada alasan untuk
menaruh curiga pada Hideyoshi, karena itu aku telah memutuskan untuk pergi. Baik Yang Mulia
Shonyu maupun Yang Mulia Gamo menjamin bahwa semuanya akan aman-aman saja."
Ketenderungan Nobuo umuk mempercayai apa saja yang ditulis atau diucapkan bisa dianggap
sebagai akibat dari cara ia dibesarkan. Karena itu para pengikut seniornya merasa perlu bersikap
lebih hati-hati dan mereka tak sanggup menyembunyikan perasaan waswas.
Sambil berkerumun, mereka mengamati surat Gamo.
"Tak salah lagi," saiah seorang dari mereka berkata. "sepertinya ini memang tulisan tangan Yang
Mulia Gamo." "Tak ada lagi yang bisa kita lakukan." orang lain menanggapi. "Jika Yang Mulia Shonyu dan Yang
Mulia Gamo telah bersedia menangani urusan sejauh ini, kita tak boleh ketinggalan."
Dengan demikian diputuskan bahwa keempat pengikui senior itu akan menyertai Nobuo ke Otsu.
Keesokan harinya Nobuo bertolak ke Otsu. Ketika ia tiba di Kuil Onjo, Gamo segera menemuinya,
dan tak lama kemudian Ikeda pun menyusul.
"Yang Mulia Hideyoshi telah tiba kemarin." ujar Shonyu. "Beliau me nunggu tuanku.
Tempat pertemuan sudah disiapkan di tempat Hideyoshi menginap, yaitu di kuil utama, namun
5 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
ketika ditanya apakah ia berkenan menemui Hideyoshi. Nobuo menjawab dengan congkak. "Aku
masih lelah karena perjalanan, jadi besok aku ingin beristirahat sepanjang hari."
Tak seorang pun ingin menghabiskan satu hari tanpa melakukan apa-apa, tapi berhubung Nobuo
telah menyatakan keinginannya untuk melepas lelah semuanya melewatkan hari ini dalam
kejemuan yang tak berguna.
Pada waktu tiba di Otsu, Nobuo langsung jengkel karena Hideyoshi dan para pengikutnya ternyata
telah menempati bangunan-bangunan utama, sementara bagi rombongannya sendiri disediakan
bangunan-bangunan yang lebih kecil. Untuk melampiaskan kekesalannya, Nobuo sengaja agak
ber-tingkah, tapi keesokan harinya ia sendiri tampak bosan dan mulai mengeluh.
"Para pengikut senior pun tidak ada di sini." Nobuo menghabiskan hari itu dengan mengamati
koleksi buku sajak di kuil, dan mendengarkan ocehan para biksu tua yang seakan-akan tanpa akhir.
Ketika malam tiba, keempat pengikut senior muncul di ruangannya. "Tuanku dapat beristirahat
dengan baik?" salah seorang dari mereka bertanya.
Dasar bodoh semua! Nobuo benar-benar marah. la ingin berteriak bahwa ia merasa jemu dan
bahwa tak ada yang dapat dikerjakannya, tapi ia berkata, "Ya, terima kasih. Kalian juga sudah
sempat bersantai di tempat kalian menginap?"
"Kami tak ada waktu untuk bersantai." "Kenapa begitu?"
"Para utusan dari marga-marga lain terus berdatangan."
"Begitu banyak tamu yang datang" Kenapa aku tidak diberitahu?"
Tuanku telah berpesan bahwa tuanku hendak beristirahat, dan kami tak ingin mengganggu."
Sambil mengetuk-ngetuk lutut, Nobuo memandang mereka dengan sikap angkuh dan tak peduli.
"Hmm. baiklah. Tapi kalian berempat harus makan malam bersamaku. Kita juga akan menikmati
sedikit sake." Keempat pengikut senior ber-pandangan; mereka tampak salah tingkah. "Apakah ada
sesuatu yang me-nyebabkan kalian berhalangan?" tanya Nobuo.
Salah satu pengikut berkata, seakan-akan ingin minia maaf. "Sebenarnya, beberapa waktu lalu
seorang kurir menyampaikan undangan dari Yang Mulia Hideyoshi, dan kini kami menemui tuanku
untuk mohon izin." "Apa"! Hideyoshi mengundang kalian! Apa ini" Upacara minum teh?" Wajah Nobuo mulai
berkerut-kerut. "Bukan. hamba rasa acaranya bukan seperti itu, Hamba yakin beliau takkan mengundang pengikut
seperti ini, apalagi untuk upacara minum teh, tan-pa menyertakan junjungan kami, apalagi masih
banyak permbesar lain yang dapat diundang. Beliau berpesan bahwa ada sesuatu yang ingin beliau
bicarakan dengan kami."
"Aneh." ujar Nobuo, tapi kemudian ia angkat bahu. "Hmm. kalau dia mengundang kalian, siapa tahu
dia ingin membicarakan pengalihan kekuasaan atas marga Oda ke tanganku. Mungkin itu. Tidak
sepantasnya Hideyoshi menempatkan diri di atas penerus yang sah. Rakyat takkan menerimanya."
6 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Kuil utama tmpak lengang. Hanya lentera-ientera menunggu datangnya malam. Para tamu tiba. Di
Pertengahan Bulan Pertama, cuaca masih amat dingin. Kemudian ada orang lain muncul,
berdeham. Berhubung orang itu disertai pembantu, keempat pengikut Nobuo segera menyadari
bahwa itu Hideyoshi. Sepertinya ia sedang memberi perintah dengan suara lantang sambil berjalan.
"Maaf kalau Tuan-Tuan terpaksa menunggu," ia berkata ketika memasuki ruangan, lalu terbatuk ke
tangannya. Keempat tamu menoleh dan melihat bahwa ia kini seorang diri - tak seorang pelayan pun tampak di
belakangnya. Keempat orang itu merasa tidak tenang. Ketika mereka menyapanya. Hideyoshi membuang ingus
dan membersihkan hidung. "Rupanya Yang Mulia terkena selesma," ujar salah satu pengikut Nobuo dengan ramah.
"Dan sepertinya tidak sembuh-sembuh," balas Hideyoshi tak kalah ramah.
Ruangan tempat mereka berada berkesan sederhana untuk tempat diskusi. Tak ada hidangan
makanan maupun minuman, dan Hideyoshi pun membuka percakapan tanpa basa-basi, "Tidakkah
Tuan-Tuan merasa risau melihat tindak-tanduk Yang Mulia Nobuo belakangan ini?"
Keempat tamunya langsung waswas. Mereka kaget mendengar ucapan bernada teguran itu, dan
menyangka Hideyoshi akan menyalahkan mereka sebagai penasihat senior Nobuo. "Kukira
Tuan-Tuan tentu sudah berusaha sedapat mungkin,-ia lalu berkata. "Tuan-Tuan dikenal sebagai
orang-orang cerdas, tapi rasanya Tuan-Tuan pun tak dapat berbuat banyak di bawah Yang Mulia
Nobuo. Aku mengerti. Aku sendiri sudah memeras otak, namun sayangnya sia-sia."
Kata-kata terakhir ini diucapkan dengan sungguh-sungguh, dan keempat tamunya merasa kaku.
Hideyoshi membuka isi harinya, dan menyatakan kekecewaannya terhadap Nobuo secara
terang-terangan. "Aku telah mengambil keputusan," ia berkata. "Aku merasa prihatin bahwa
Tuan-Tuan sudah bertahun-tahun mengabdi pada orang ini. Singkat kata, kita bisa mengakhiri
urusan ini tanpa banyak ribut jika Tuan-Tuan dapat membujuk Yang Mulia Nobuo untuk melakukan
seppuku atau menjadi biksu. Sebagai imbalan, aku akan menganugerahkan tanah di Ise dan Iga."
Bukan hawa dingin saja yang menyebabkan keempat orang itu menggigil. Dinding-dinding yang
mengelilingi mereka terasa seperti pedang dan tombak. Kedua mata Hideyoshi menyorot tajam,
memaksa para pengikut Nobuo untuk menjawab ya atau tidak.
Ia tidak memberikan kesemparan berpikir pada merek,. atau membiarkan mereka memohon diri
sebelum mendapat jawaban. Mereka dalam keadaan terjepit, dan keempat-empatnya
menundukkan kepala dengan gundah. Namun akhimya mereka menyetujui usul Hideyoshi dan
segera menulis dan menandatangani perjanjian.
"Pengikut-pengikutku sedang menikmati sake di ruang di ujung selasar," kata Hideyoshi.
"Bergabunglah dengan mereka. Aku sebenarnya ingin me-nemani Tuan-Tuan, tapi malam ini aku
akan tidur lebih cepat karena selesmaku ini."
Sambil meraih surat-surat perjanjian, ia kembali ke ruangan di kuil.
7 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Nobuo tak kuasa menenangkan diri malam itu. Pada waktu makan malam, ia duduk bersama para
pengikut dan pembantunya, ditemani para biksu, dan bahkan biksuni perawan dari kuil tetangga. la
bersikap ceria dan berbicara dengan suara lantang. tapi setelah semua orang pergi dan kembali
seorang diri, ia terus-menerus bertanya pada para pelayan dan samurai yang bertugas jaga, "jam
berapa sekarang" Betum kembalikah para pengikut senior dari kuil utama.'-
Setelah beberapa waktu, hanya satu dari mereka yang muncul.
"Kau sendirian, Saburobei?" Nobuo bertanya curiga.
Roman muka orang itu tidak biasa, dan Nobuo pun merasa waswas. Sambil bersujud dengan kedua
tangan menempel di lantai, orang itu bahkan tidak berani menatap junjungannya. Nobuo
mendengarnya tersedu-sedu.
"Ada apa, Saburobei" Apakah terjadi sesuatu ketika kalian bicara dengan Hideyoshi"
"Pertemuan itu sungguh menyakitkan."
"Apa"! Dia memanggil kalian untuk dimarah-marahi?"
"Kalau hanya itu, hamba takkan merasa gundah. Kejadian tadi benar-benar tak terduga. Kami
dipaksa menandatangani surat perjanjian. Tuanku pun harus rela." Kemudian ia melaporkan
perintah Hideyoshi secara Iengkap, dan berkata. "Kami tahu bahwa jika kami menolak, kami akan
dibunuh di tempat. Karena itu kami tak dapat berbuat apa-apa selain menuruti ke-hendaknya.
Belakangan hamba melihat kesempatan dalam pesta minum-minum bersama para pengikutnya,
dan langsung berlari ke sini. Mereka akan gempar pada waktu menyadari bahwa hamba
menghilang. Tuanku tidak aman di sini. Tuanku harus segera meninggalkan tempat ini."
Bibir Nobuo tampak pucat. Gerakan matanya seakan-akan menunjukkan bahwa ia hanya
mendengar setengah dari yang diucapkan Saburobei. Jantung-nya berpacu kencang, dan ia nyaris
tak sanggup duduk diam. "Tapi, kalau begitu, bagaimana dengan yang lain?"
"Hamba kembali seorang diri. Hamba tak sempat memperhatikan mereka."
"Mereka juga menandatangani perjanjian itu?" "Ya."
"Jadi, mereka masih minum-minum bersama para pengikut Hideyoshi" Rupanya aku keliru menilai
mereka. Orang-orang itu lebih hina daripada binatang!"
Ia berdiri sambil terus mencaci maki dan merebut pedang panjang dari tangan pelayan yang berdiri
di belakangnya. Tergesa-gesa ia meninggalkan ruangan, diikuti Saburobei yang dengan bingung
memohon agar diberitahu ke mana junjungannya hendak pergi. Nobuo berbalik, dan sambil
merendah-kan suara, minta diambilkan kuda.
Tunggu sebentar, tuanku." Saburobei memahami niat junjungannya dan bergegas ke istal.
Ia kembali dengan membawa kuda gagah berbulu cokclat kemerahan. yang bernama Palu Godam.
Begitu duduk di pelana, Nobuo menyusup ke dalam kegelapan malam. Sampai keesokan paginya
tak seorang pun me-ngetahui kepergiannya. Pertemuannya dengan Hideyoshi tentu saja dibatalkan,
8 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dengan alasan bahwa Nobuo mendadak jatuh sakit. Hideyoshi dengan tenang kembali ke Osaka,
seakan-akan telah menduga bahwa itu akan terjadi.
Nobuo pulang ke Nagashima, mengurung diri di dalam bentengnya, dan masih dengan berlagak
sakit, tidak memperlihatkan batang hidung bahkan kepada pengikut-pengikutnya sendiri. Namun ia
tidak sepenuhnya berpura-pura. la memang jatuh sakit. Hanya para dokter yang keluar-masuk
kamarnya, dan meskipun kembang-kembang prem di belakang benteng telah mekar, alunan musik
terhenti dan pekarangannya sunyi dan lengang.
Tapi di kota benteng dan di seluruh Ise dan Iga, desas-desus semakin menjadi-jadi dan berlipat
ganda setiap hari. Pelarian Nobuo dari Kuil Onjo menambah keeurigaan semua orang.
*** Para pengikui senior Nobuo mengurung diri di benteng masing-masing. seakan-akan telah
bersepakat, dan tak pernah datang ke Nagashima. Tindakan mereka justru memperkuat
desas-desus dan memperparah keresahan yang melanda provinsi.
Kebenaran selalu sukar terungkap, tapi sudah bisa dipastikan bahwa perselisihan antara Nobuo
dan Hideyoshi sekali lagi tersulut. Status Nobuo tentu saja merupakan pusat badai, dan sepertinya
ada seseorang yang dapat diandalkannya. Nobuo berwatak konservatif, dan ia meyakini
keampuhan komplotan rahasia dan tipu muslihat. Meski selalu tampak sepaham dengan para
sekutunya, ia pun selalu memberi isyarat bahwa ia masih mempunyai teman-teman lain yang akan
membantunya jika situasi tidak berkembang ke arah yang dikehendakinya. Tanpa sekutu rahasia, ia
tak pernah bisa tenang. Nobuo kini teringat tokoh penting yang berdiri dalam bayang-bayang. Orang itu, tentu saja, si Naga
Tidur dari Hamamatsu, Tokugawa leyasu.
Tapi hasil dari permainan strategi tergantung kepada para pemain lainnya. Nobuo bermaksud
memanfaatkan leyasu untuk menghalau Hideyoshi, dan ini menunjukkan bahwa pemahamannya
mengenai pihak-pihak lain yang terlibat masih dangkal. Orang dengan pikiran berliku-liku tak pernah
sungguh-sungguh mengenali lawannya. la seperti pemburu yang mengejar rusa tanpa melihat
gunung-gunung di sekelilingnya.
Jalan pikiran seperti itulah yang mendorong Nobuo untuk meminta bantuan Ieyasu guna meneegah
Hideyoshi meraih kekuasaan lebih besar lagi. Suatu malam, sesudah awal Bulan Kedua, Nobuo
mengirim utusan pada Ieyasu. Kedua orang itu lalu menjalin persekutuan militer rahasia yang
didasarkan atas kesepakatan bahwa mereka sama-sama menanti kesempatan untuk menyerang
Hideyoshi. Kemudian, pada hari keenam Bulan Ketiga, ketiga pengikut senior yang belum terlihat di benteng
sejak malam di Kuil Onjo tiba-tiba muncul. Mereka diundang Nobuo secara khusus untuk
menghadiri sebuah jamuan. Sejak peristiwa di Kuil Onjo, Nobuo yakin bahwa mereka pengkhianat
yang berkomplot dengan Hideyoshi. Melihat mereka membuatnya muak karena dendam.
Nobuo menjamu ketiga orang itu, dan setelah mereka makan, ia se-konyong-konyong berkata, "Ah,
Nagato, aku ingin memperlihatkan senapan baru yang baru saja kuterima dari seorang pandai besi
di Sakai." 9 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Mereka pindah ke ruangan lain, dan ketika Nagato mengamati senapan itu, pengikut Nobuo
tiba-tiba berseru, "Atas perintah tuanku!" dan menang-kapnya dari belakang.
"Kurang ajar!" Nagato termegap-megap dan berusaha mencabut pedang. Tapi ia diempaskan oleh
penyerangnya yang lebih kuat dan hanya bisa meronta-ronta tak berdaya.
Nobuo bangkit dan berlari mondar-mandir sambil berseru-seru. "Lepaskan dia! Lepaskan dia!"
Namun pergulatan itu terus berlanjut. Sambil mengangkat pedangnya yang belum terhunus, tinggi
di atas kepala, Nobuo berteriak sekali lagi, "Kalau kau tidak melepaskannya, aku tak bisa
membunuh bajingan itu! Lepaskan dia!"
Si pembunuh mencekik Ieher Nagato, tapi begitu melihat peluang, ia mendorong lawannya itu.
Secara bersamaan, dan tanpa menunggu sampai Nobuo mengayunkan pedang, ia menikam
Nagato dengan pedang pendeknya.
Sekelompok samurai, yang kini berlutut di luar ruangan, mengumumkan bahwa mereka telah
membunuh kedua pengikut lainnya. Nobuo mengangguk-angguk puas. Namun kemudian ia
mendesah panjang. Apa pun kejahatan mereka, membunuh tiga penasihat senior yang sudah
bertahun-tahun mendampinginya merupakan tindakan keji. Kebrutalan seperi itu juga mengalir
dalam darah Nobunaga, tapi perbuatan Nobunaga selalu mengandung arti besar. Kekerasan
Nobunaga dipandang sebagai obat yang drastis namun ampuh uniuk mengatasi kebobrokan dunia;


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tindakan Nobuo hanya didorong oleh emosinya yang picik.
Pembunuhan di Benteng Nagashima bisa saja menimbulkan gelombang yang mungkin membawa
keguncangan bagi semua pihak. Tapi pembunuhan ketiga pengikut senior itu dilaksanakan secara
diam-diam, dan keesokan harinya Nobuo langsung mengirim pasukan dari Nagashima untuk
menyerang benteng masing-masing.
Masuk akal jika orang-orang mengira pertempuran besar berikut sudah di ambang pintu. Sesuatu
telah membara sejak tahun lalu, tapi lidah api yang muncul di sini mungkin saja merupakan lidah api
yang akhirnya menghanguskan dunia. Itu bukan lagi dugaan tanpa dasar, melainkan sudah
dianggap kepastian. Laskar Bertudung IKEDA SHONYU tersohor karena tiga hal: perawakannva yang pendek, ke-beraniannya, dan
keterampilannya dalam tari tombak. Usianya empat puluh delapan tahun, sama seperti Hideyoshi.
Hideyoshi tidak mempunyai putra; Shonyu mempunyai tiga putra yang dapat dibanggakan, dan
ketiga-tiganya kini telah dewasa. Yang tertua. Yukisuke, berusia dua puluh lima tahun dan
meiupakan komandan Benteng Gifu, yang kedua, Terumasa, berumur dua puluh tahun dan
merupakan komandan Benteng Ikejiri; sedangkan yang bungsu akan me-rayakan ulang tahun
keempat belas tahun ini dan masih tinggal bersama ayahnya.
Shonyu dan Hideyoshi sudah saling mengenal sejak Hideyoshi masih memakai nama Tokichiro.
10 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Namun kini mereka telah terpisah oleh jurang lebar. Tapi Shonyu pun tidak terlindas oleh
perkembangan zaman. Setelah Nobunaga wafat, Shonyu merupakan satu di antara empat orang -
bersama Katsuie, Niwa, dan Hideyoshi - yang ditunjuk untuk menjalankan pemerintahan di Kyoto,
dan meskipun hanya bersifat sementara, posisi itu sangat bergengsi. Selain itu, Shonyu dan
putra-putranya memiliki tiga benteng di Mino, sedangkan Benteng Kaneyama berada di bawah
komando menantunya, Nagayoshi.
Nasibnya tak dapat dikatakan buruk. Ia pun tak punya alasan untuk merasa waswas. Hideyoshi
selalu bersikap sopan dan sering memberikan perhatian pada teman lamanya itu. Ia bahkan
mengatur penunangan keponakannya, Hidetsugu. dengan putri Shonyu.
Jadi, dalam masa damai Hideyoshi dengan cerdik memperkuat ikatan antara mereka, tapi tahun
ini - ketika pertempuran menentukan semakin tak terelakkan - ia semakin mengandalkan Shonyu
sebagai sekutu utama. Kini ia tiba-tiba mengirim utusan ke Ogaki dan menawarkan untuk
mengangkat menantu Shonyu, Nigayoshi, sebagai anak, lalu memberinya Provinsi Owari, Mino, dan
Mikawa. Dua kali Hideyoshi mengirim surat yang ia tulis dengan tangannya sendiri. Shonyu tidak segera
membalas, namun itu tidak berarti ia merasa dengki atau tak senang. Ia sadar bahwa mendukung
Hideyoshi lebih menguntungkan daripada mendukung orang lain. Dan ia paham bahwa meski
Hideyoshi mempunyai ambisi besar. ia sendiri pun akan memperoleh keuntungan besar.
Yang menyebabkan ia sukar memberi tanggapan adalah suatu masalah yang ramai
diperbincangkan: pembenaran moral untuk memulai perang antara pasukan Timur dan Barat. Pihak Tokugawa
menuduh Hideyoshi sebagai pengkhianat yang telah melenyapkan satu putra bekas junjungannya,
dan kini tengah hersiap-siap menggempur pewarisnya, Nobuo.
Jika aku berpihak pada Hideyoshi, pikir Shonyu, aku melalaikan kewajiban moral; jika aku
membantu Nobuo, aku memenuhi kewajiban moral, tapi harapanku untuk masa depan akan pudar.
Dan ada satu hal lagi yang membuat Shonyu resah. Shonyu menjalin hubungan erat dengan
Nobunaga, dan karena itu tidak mudah baginya untuk memutuskan hubungannya dengan Nobuo,
bahkan setelah kematian Nobunaga sekalipun. Persoalan semakin pelik karena putra sulungnya
ditahan sebagai sandera di Ise, dan Shonyu tak sampai hati membiarkan putranya itu mati dibunuh.
Jadi, setiap kali menerima surat dari Hideyoshi, Shonyu dilanda kebingungan. Pada waktu
membahas masalah ini dengan para pengikutnya, ia mendengarkan pendapat dari dua kubu yang
saling bertentangan. Kubu pertama menekankan bahwa keadilan harus ditegakkan dan
menyarankan agar ia jangan melalaikan kewajiban moral; yang kedua berkilah bahwa situasi ini
mempakan kesempatan untuk meraih keuntungan besar demi kemakmuran seluruh marga.
Apa yang akan dilakukannya" Shonyu semakin bingung, namun sekonyong-konyong putra
sulungnya dipulangkan dari Nagashima. Nobuo menyangka Shonyu akan merasa berutang budi,
dan karena itu takkan mengkhianatinya. Tipu muslihat seperti itu mungkin dapat mempengaruhi
orang lain, tapi Shonyu memiliki wawasan luas. Ia memahami tindakan ini sebagai taktik mentah
dan kekakak-kanakan yang didasarkan atas pertimbangan politik semata-mata.
"Aku telah mengambil keputusan. Dalam mimpi, sang Buddha bersabda agar aku bergabung
dengan pasukan Barat," ia memberitahu para pengikutnya. Pada hari yang sama ia mengirim surat
11 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
pada Hideyoshi dan menyatakan diri sebagai sekutunya.
Cerita mengenai wahyu dari sang Buddha tentu saja isapan jempol belaka, tapi segera setelah
Shonyu mengambil keputusan, ambisi jendral tersebut tiba-tiba tersulut oleh percakapan dengan
putra sulungnya. Yukisuke sempat menyinggung bahwa Komandan Benteng Inuyama, Nakagawa Kanemon, telah
memperoleh perintah untuk kembali ke Inuyama tak lama setelah ia sendiri dibebaskan dari
Nagashima. Sampai hari itu, Shonyu tak sanggup menentukan, apakah Benteng Inuyama akan merupakan
sekutu atau musuh. Tapi kini, setelah Shonyu memberitahukan dukungannya pada Hideyoshi,
Benteng Inuyama merupakan musuh yang berada tepat di depan hidungnya. Benteng itu terletak di
daerah strategis dengan petahanan alami; Ieyasu dan Nobuo rupanya yakin bahwa Nakagawa
Kanemon mampu mengemban tanggung jawab atas garis pertahanan pertama provinsi-provinsi
mereka. Kalau memang demikian, tak pelak itulah tujuan ia tiba-tiba ditarik dari pasukan Ise dan
diperintahkan kembali ke bentengnya.
"Panggil Pemimpin Bangau Biru," Shonyu menyuruh seorang pembantunya.
Di sebuah lembah di dekat gerbang belakang ada sekelompok pondok yang dihuni oleh anak buah
Shonyu yang bukan anggota marga. Mereka dijuluki Korps Bangau Biru. Dari perkampungan itu,
pembantu Shonyu memanggil seorang pemuda pendek-kekar berusia sekitar dua puluh lima tahun.
la Sanzo, pemimpin Bangau Biru. Setelah menerima instruksi dari pembantu itu, ia masuk lewat
gerbang belakang dan pergi ke pekarangan dalam.
Shonyu berdiri dalam hayang-bayang pohon, dan dengan gerakan dagu ia menyuruh Sanzo
mendekat. Kemudian, ketika Sanzo bersujud di depan kaki junjungannya, Shonyu sendiri yang
memberikan perintah. Nama Korps Bangau Biru diambil dari seragam katun mereka yang berwarna biru. Setiap kali terjadi
insiden, mereka bertolak ke tujuan yang tidak diketahui, bagai sekawanan bangau biru yang mulai
terbang. Tiga hari setetah itu, Sanzo kembali dari suatu tempat yang dirahasiakan. Cepat-cepat ia masuk
lewat gerbang belakang dan seperti sebelumnya, bersujud di hadapan Shonyu di pekarangan
dalam. Shonyu lalu menerima sebilah pedang berlumuran darah yang dibungkus kertas minyak, dan
mengamatinya dengan saksama.
"Tampaknya kau berhasil." ujar Shonyu sambil mengangguk-angguk, lalu menambahkan, "kau telah
melaksanakan tugasmu dengan baik." la memberikan beberapa keping emas pada Sanzo sebagai
imbalan. Tak perlu diragukan bahwa pedang tersebut merupakan pedang yang dikenakan Nakagawa
Kanemon, komandan Benteng Inuyama. Lam bang keluarganya tampak pada sarung pedang itu.
"Terima kasih atas kemurahan hati tuanku," kata Sanzo. la mulai mundur. tapi Shonyu
menyuruhnya menunggu. Setelah sekali lagi memanggil seorang pembantu, ia memerintahkan
orang itu untuk menaruh uang sedemikian banyak di hadapan Sanzo, sehingga harus diangkut
dengan kuda. Seorang pejabat serta pembantu pribadi tadi membungkus keping-keping itu dengan
12 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tikar-tikar jerami, sementara Sanzo berdiri sambil ter-
bengong'bengong. "Ada satu tugas lagi untukmu, Sanzo." "Baik, tuanku."
Perinciannya telah kuberikan pada tiga orang kepercayaanku. Kuminta kau menyamar sebagai
tukang kuda beban, naikkan uang ini ke atas kuda. lalu ikuti ketiga orang itu."
"Dan apa tempat tujuan kami?" "Jangan bertanya."
"Baik, tuanku."
"Jika semuanya berjalan lancar, kau akan kuangkat sebagai samurai."
"Terima kasih. tuanku."
Sanzo laki-laki pemberani yang tak kenal takut, tapi ia lebih terkesima oleh tumpukan uang itu
daripada oleh genangan darah. Sekali lagi ia menyembah, menempelkan keningnya ke tanah. Pada
waktu menegakkan badan, ia melihat seorang laki-laki tua yang kelihatan seperti samurai desa, dan
dua pemuda kekar yang sedang menaikkan bungkusan-bungkusan uang ke pelana seekor kuda.
Shonyu dan Yukisuke minum teh di ruang teh. Sepintas lalu mereka tampak seperti ayah dan anak
yang setelah lama terpisah kini menikmati sarapan bersama, namun sesungguhnya mereka sedang
terlibat pembicaraan rahasia.
"Aku akan segera bertolak ke Gifu." Yukisuke akhirnya berkata.
Ketika meninggalkan ruang teh, Yukisuke langsung memerintahkan para pengikutnya untuk
menyiapkan kuda. Semula ia hendak segera pulang ke bentengnya di Gifu. tapi kini rencana
tersebut ditunda selama dua-tiga hari.
"Jangan buat kesalahan besok malam." Shonyu mewanti-wanti sambil setengah berbisik.
Yukisuke mengangguk dengan pasti, tapi di mata ayahnya, pemuda yang penuh semangat itu
masih terlihat seperti anak kecil.
Namun menjelang malam keesokan harinya - hari ketiga belas di bulan itu - pikiran Shonyu dan
alasan ia mengirim Yukisuke ke Gifu kemarin telah diketahui oleh semua orang di dalam Benteng
Ogaki. Tiba-tiba saja keluar perintah untuk menyiagakan pasukan. Perintah itu sangat mengejutkan.
bahkan bagi para pengikut Shonyu sekalipun.
Di tengah-tengah kebingungan, seorang komandan memasuki barak, tempat sejumlah samurai
muda sedang ribut-ribut. Setelah mengikat tali kulit pada sarung tangannya, ia menatap mereka
dengan wajah kelabu dan berkata, "Kita akan merebut Benteng Inuyama sebelum (ajar
menyingsing." Seperti bisa diduga, satu-satunya tempat tenang di tengah segala hiruk-pikuk adalah ruang pribadi
13 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
sang panglima, Shonyu. Bersama putra keduanya, Terumasa. di sisinya, ia saling bersulang sambil memegang cawan sake.
Ayah dan anak itu duduk di kursi lipat masing-masing dan menunggu jam keberangkatan.
Biasanya, pada saat keberangkatan pasukan diumumkan, sangkakala dibunyikan, genderang dan
panji-panji dihias, dan seluruh pasukan berbaris dengan gagah melewari kota benteng. Tapi dalam
kesempatan ini. para penunggang kuda mengelompok dua-dua atau tiga-tiga; para prajurit intanteri
ditempatkan di depan dan di belakang: panji-panji digulung, serta semua senapan disembunyikan.
Pada malam berkabut di Bulan Ketiga itu, para warga kota mungkin menoleh sambil bertanya-tanya,
tapi tak seorang pun menduga bahwa itulah keberangkatan pasukan menuju garis depan.
Hanya sembilan mil dari Ogaki. ketika mereka berkumpul sekali lagi. Shonyu berpidato, "Mari kira
tuntaskan pertempuran ini sebelum fajar, lalu kembali ke rumah sebelum hari berakhir. Bawalah
perlengkapan sesedikit mungkin."
Kota Inuyama berikut bentengnya terletak tepat di tepi seberang. Sungai yang mengalir di hadapan
mereka adalah hulu Sungai Kiso. Gemercik air terdengar bergema, tapi terselubung kabut tebal,
bulan, gunung, dan air seolah-olah terbungkus mika. "Turun."
Shonyu pun turun dari kudanya dan memasang kursinya di tepi sungai. "Yang Mulia Yukisuke tepat
waktu. Itu pasukannya di sebelah sana." salah satu pengikut Shonyu melaporkan.
Shonyu bangkit dan menatap ke arah hulu. "Pengintai! Pengintai!" ia langsung berseru.
Salah satu pengintai menghampirinya untuk membenarkan laporan itu. Tak lama kemudian pasukan
berkekuatan empat ratus sampai lima ratus orang bergabung dengan pasukan berkekuatan hampir
enam ratus orang di bawah komando lkeda Shonyu, dan sosok-sosok seribu orang tampak
bergerak bagai kawanan ikan yang bercampur baur.
Sanzo akhirnya menyusul setelah anak buah Yukisuke. Para penjaga di belakang mengepungnya
dengan tombak dan membawanya ke hadapan Shonyu.
Shonyu tidak memberikan kesempatan pada Sanzo untuk menceritakan hal-hal yang tak perlu
diketahui orang lain ketika menanyakan pokok-pokok tugasnya.
Pada waktu itu sejumlah perahu nelayan berdasar rata yang semula tersebar-sebar di sepanjang
tepi sungai mulai melintasi air. Lusinan prajurit berbaju tempur ringan mengambil ancang-ancang
dan melompat ke luar, satu per satu, ke tepi seberang. Kemudian perahu-perahu itu segera kembali
untuk menjemput rombongan berikut.
Dalam sekejap saja, Sanzo-lah satu-satunya orang yang tertinggal. Akhirnya teriakan-teriakan para
prajurit mengguncangkan langit malam yang lembap, dari seberang sungai sampai ke daerah di
bawah benteng. Secara bersamaan bagian langit itu berubah merah, bunga api tampak menari-nari
dan berkilau-kilau di atas kota benteng.
Rencana Shonyu berjalan sempurna. Benteng Inuyama bertekuk lutut dalam waktu satu jam. Rasa
kaget yang dialami para prajuritnya akibat serangan tak terduga itu masih ditambah dengan
pengkhianatan di dalam benteng dan di kota. Pengkhianatan memang salah satu alasan mengapa
benteng dengan penahanan alami sebaik ini takluk dalam waktu sedemikian singkat. Namun masih
14 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
ada alasan lain. Shonyu pemah menjadi komandan Benteng Inuyama, dan para warga kota, para
kepala kampung dari desa-desa sekitar, dan bahkan para petani pun masih ingat pada bekas
majikan mereka itu. Meskipun Shonyu sempat menugaskan beberapa pengikut untuk menyuap
orang-orang tersebut dengan uang sebelum ia melancarkan serangan, keberhasilan rencananya
lebih banyak disebabkan oleh posisi yang pernah didudukinya.
Orang yang termasuk keluarga terpandang yang sedang mengalami masa surut cenderung menarik
berbagai macam orang. Mereka yang berpandangan jauh, mereka yang picik, orang-orang yang
menyesalkan keadaan tapi tak sanggup mengambil sikap maupun memberikan saran dengan
setia - semua-nya itu segera menghilang. Dan pada suatu ketika, mereka yang memahami arah
perubahan namun tak punya kekuatan maupun kemampuan untuk mencegahnya pun akan
berpaling. Orang-orang yang tetap tinggal dapat dibagi menjadi dua kelompok: mereka yang tidak memiliki
kemampuan menonjol yang dapat menopang kehidupan mereka di tempat lain seandainya mereka
pergi, dan orang-orang yang sungguh-sungguh setia sampai akhir, dalam kemiskinan dan
kekurangan, hidup dan mati, suka maupun duka.
Tapi siapakah yang patut disebut samurai sejati" Mereka yang hidup secara berguna atau mereka
yang tinggal semata-mata karena hendak mencari kesempatan" Ini tak mudah dimengerti, karena
setiap orang mengerahkan segala daya agar junjungannya menilai kemampuannya secara berlebih.
Meski ia pun merupakan oportunis, Ieyasu berada dalam kelas yang berbeda dengan Nobuo yang
kekanak-kanakan, yang sama sekali tidak tahu apa-apa mengenai dunia. Nobuo sepenuhnya
berada di tangan Ieyasu, seperti bidak catur yang sewaktu-waktu siap digerakkan.
"Wah, kedatanganku tentu merepotkan sekali, Tuan Nobuo," ujar Ieyasu. "Sungguh, aku hanya
menambah sedikit nasi saja. Aku dibesarkan di lingkungan bersahaja, jadi baik lidah maupun
perutku kewalahan menghadapi hidangan mewah yang Tuan sajikan malam ini."
Malam itu malam pada hari ketiga belas. Ketika Ieyasu tiba di Kiyosu sore itu, Nobuo mengajaknya
ke sebuah kuil. Di sana keduanya mengadakan pembicaraan rahasia selama beberapa jam, dan
pada malam hari ia me-nyelenggarakan jamuan makan di ruang tamu di benteng.
Ieyasu tidak terpancing untuk bertindak, bahkan ketika insiden Kuil Honno berlangsung. Namun
sekarang ia mempenaruhkan seluruh kekuatan marga Tokugawa - kekuatan yang dibangunnya
selama bertahun-rahun - dan berkunjung ke Kiyosu. Nobuo menganggap Ieyasu sebagai juru
selamat-nya. Ia berusaha keras menjamu Ieyasu, dan kini ia menyajikan berbagai hidangan lezat.
Tapi di mata Ieyasu keramah-tamahan Nobuo tak lebih dari permainan kanak-kanak, dan ia hanya
bisa merasa kasihan pada orang itu. Di masa lampau, Ieyasu pernah berpesta dan menjamu
Nobunaga selama tujuh hari ketika Nobunaga kembali dari Kai. Ketika mengenang kemegahan
acara itu, Ieyasu mau tak mau merasa iba melihat usaha Nobuo.
Situasi tersebut menimbulkan belas kasihan dalam hati semua orang, leyasu tak terkecuali. Tapi ia
menyadari bahwa hakikat alam semesta adalah perubahan. Jadi, meskipun merasa kasihan dan
simpati di tengah jamuan, ia tidak dihantui perasaan bersalah karena maksud terselubungnya, yaitu
memanfaatkan pesolek lembek itu sebagai boneka. Alasannya sudah jelas - tak seorang pun lebih
mungkin menimbulkan bencana selain penerus sebuah keluarga terpandang yang mewarisi
peninggalan dan reputasi. Dan semakin mudah orang itu dimantaatkan, semakin besar bahaya
15 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
yang ditimbul-kannya. Jalan pikiran Hideyoshi kemungkinan besar sama dengan Ieyasu. Tapi sementara Hideyoshi
memandang Nobuo sebagai hambatan untuk mencapai tujuan dan mencari jalan untuk
menyingkirkannya, Ieyasu mendapatkan cara-cara untuk memanfaatkan orang itu. Sudut pandang
yang berbeda ini berpangkal pada satu tujuan mendasar yang sama-sama hendak dicapai oleh
Hideyoshi dan Ieyasu. Dan tak pengaruh siapa di antara mereka yang keluar sebagai pemenang,
nasib Nobuo takkan berubah, semata-mata karena ia tak mampu melepaskan keyakinannya bahwa
ia penerus Nobunaga. "Apa maksud Tuan?" ujar Nobuo. "Pesta sesungguhnya baru akan dimulai. Cuaca malam hari di
musim semi ini sangat menyenangkan, sayang kalau hanya digunakan untuk tidur."
Nobuo berusaha keras menghibur tamunya, namun sesungguhnya ada pekerjaan yang harus
diselesaikan Ieyasu. "Jangan, Yang Mulia Nobuo. Sebaiknya Yang Mulia Ieyasu jangan tambah sake lagi. Paling tidak
kalau melihat rona wajah Yang Mulia. Serahkan cawan pada kami saja."
Tapi Nobuo tidak menyadari kejemuan yang melanda tamu kehormaran-nya. Usahanya kini dituntun
oleh kekeliruannya dalam mengartikan sorot mengantuk dalam mata tamunya. Ia berbisik kepada
para pengikutnya, dan pintu-pintu geser di ujung ruangan segera terbuka, memperlihatkan
se-kelompok pemain musik serta beberapa penari. Bagi Ieyasu ini merupakan hal biasa, tapi
dengan sabar ia sesekali menunjukkan minat, tertawa dari waktu ke waktu, dan bertepuk tangan
setelah pertunjukan berakhir.
Para pengikutnya memanfaatkan kesempatan itu untuk menarik lengan bajunya dan memberi
isyarat bahwa sudah waktunya beranjak tidur, tapi secara bersamaan seorang pelawak muncul
sambil membawa sejumlah alat musik.
"Bagi tamu kehormatan malam ini, kini kami tampilkan pertunjukan Kabuki dari ibu kota.,.."
Orang itu bukan main cerewetnya. la lalu menyanyikan pengantar untuk sandiwara tersebut.
Setelah itu aktor lain menembangkan satu bait dari sebuah refrein dan beberapa lagu dari misa
Nasrani yang belakangan mulai digemari oleh para pembesar provinsi-provinsi Barat. Ia memainkan
alat musik menyerupai biola yang digunakan dalam upacara gereja, dan pakaian-nya dihiasi


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sulaman bergaya Barat serta renda-renda yang diserasikan dengan kimono tradisional Jepang.
Para penonton tampak terkesan dan terpukau. Kelihaian jelas bahwa apa yang menyenangkan bagi
rakyat jelata juga menyenangkan bagi para petinggi dan samurai.
"Yang Mulia Nobuo, Yang Mulia leyasu berpesan bahwa beliau mulai mengantuk," Okudaira berkata
pada Nobuo yang terpesona oleh penunjukan itu.
Nobuo segera bangkit dan mengantar Ieyasu ke ruangannya. Pertunjukan Kabuki belum selesai,
suara biola, seruling, dan gendang masih terdengar.
Keesokan paginya Nobuo bangun pada jam yang termasuk dini untuknya dan pergi ke kamar
Ieyasu. Ia menemukan Ieyasu duduk dengan wajah segar, tengah membahas sesuatu dengan para
pengikutnya. 16 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Bagaimana dengan sarapan Yang Mulia Ieyasu?" Nobuo bertanya.
Ketika diberitahu oleh seorang pengikut bahwa sarapan telah dihidangkan, Nobuo tampak agak
salah tingkah. Tiba-tiba seorang samurai yang berjaga di pekarangan dan seorang prajurit di atas menara
pengintai mulai sahut-menyahut mengenai sesuatu yang terjadi di kejauhan. Seruan-seruan mereka
segera menarik perhatian Ieyasu dan Nobuo, dan tak lama kemudian keduanya dihampiri samurai
yang ingin memberi laporan.
"Asap hitam terlihat di langit barat laut sejak beberapa waktu lalu. Mula-mula kami menyangka ada
kebakaran hutan, tapi kemudian asap itu perlahan-lahan berpindah tempat, dan muncul di beberapa
lokasi sekaligus." Nobuo angkat bahu. Seandainya asap terlihat di tenggara, ia mungkin berpikir mengenai medan
tempur di Ise atau tempat-tempat lain, namun roman mukanya memperlihatkan bahwa ia tidak tahu
apa yang terjadi. Ieyasu, yang telah mendapat laporan mengenai kematian Nakagawa dua hari sebelumnya, berkata.
"Bukankah itu kearah Inuyama?" Tanpa menunggu jawaban, ia memberi perintah pada orang-orang
di sekitarnya. "Okudaira. coba kauperiksa."
Okudaira berlari menyusuri selasar bersama para pengikut Nobuo dan memanjat ke puncak
menara. Suara langkah orang-orang yang dengan terburu-buru menuruni menara jelas-jelas mengisyaratkan
bahwa telah terjadi bencana.
"Kelihatannya seperti Haguro, Gakuden, atau Inuyama, tapi yang pasti sekitar daerah itulah,"
Okudaira melaporkan. Suasana di dalam benteng menjadi kalang kabut. Bunyi sangkakala terdengar di luar, tapi sebagian
besar prajurit yang wara-wiri untuk mengambil senjata masing-masing tidak menyadari bahwa
Ieyasu sudah ada di sana.
Ketika memperoleh kepastian bahwa asap berasal dari arah Inuyama, Ieyasu berseru. "Kita
kecolongan!" lalu pergi dengan sikap terburu-buru yang tidak lazim baginya.
Ia memacu kudanya dengan kencang. menuju arah asap di barat laut. Para pengikutnya berkuda di
kiri-kanannya, tak ingin ketinggalan. Jarak dari Kiyosu ke Komaki, atau dari Komaki ke Gakuden,
tidak jauh. Jarak dari Gakuden ke Haguro sekitar tiga mi, dan dari Haguro ke Inuyama tiga mil lagi.
Pada waktu mereka tiba di Komaki. mereka telah mengetahui semuanya. Benieng di Inuyama telah
ditaklukkan dini hari tadi. Ieyasu menarik tali kekang dan memandang asap yang mengepul-ngepul
di beberapa tempat antara Haguro dan daerah sekitar Inuyama.
"Aku terlambat, ia bergumam dengan getir. "Tidak seharusnya aku melakukan kesalahan seperti
ini." Di mata Ieyasu, wajah Shonyu seakan-akan terbayang-bayang dalam asap hitam itu. Ketika
17 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mendengar kabar angin bahwa Nobuo telah memulangkan putra Shonyu, ia langsung merasa
waswas mengenai akibat yang akan ditimbulkan oleh tindakan Nobuo itu. Meski demikian, ia tak
menyangka Shonyu menyembunyikan sikap sebenarnya dan melaksanakan rencana licik dengan
begitu cepat. Aku bukannya tidak tahu bahwa Shonyu merupakan musang tua yang lihai, pikir Ieyasu. Nilai
strategis yang dimiliki benteng di Inuyama tak perlu dipertanyakan lagi. Karena letaknya yang
berdekatan dengan Kiyosu, perannya dalam perang melawan Hideyoshi pasti akan membesar.
Inuyama menguasai bagian hulu Sungai Kiso, perbatasan antara Mino dan Owari, serta tempat
penyeberangan ke Unuma yang sangat penting. Posisi itu sepadan dengan seratus kubu, tapi kini
telah jatuh ke tangan musuh.
"Kita pulang saja." ujar Ieyasu. "Kalau melihat api sudah berkobar-kobar seperti itu, Shonyu dan
putranya tentu sudah mundur ke Gifu."
Sekonyong-konyong Ieyasu memutar kudanya, dan pada saat itu ekspresi wajahnya kembali
normal. Kesan yang ia berikan kepada para pengikut di sekelilingnya adalah kesan percaya diri; ia
yakin bahwa ia sanggup menebus kehilangan ini. Dengan berapi-api para pengikutnya membahas
tindakan Shonyu yang tak tahu berterima kasih, dan mencela serangan mendadak yang ia
lancarkan sebagai perbuatan pengecut, namun Ieyasu seakan-akan tidak mendengar mereka.
Sambil tersenyum ia memutar kudanya kembali ke Kiyosu.
Dalam perjalanan mereka berpapasan dengan Nobuo yang meninggalkan Kiyosu beberapa waktu
kemudian di muka pasukannya. Nobuo menatap Ieyasu, seolah-olah tak menyangka akan bertemu
di tengah jalan. "Apakah Inuyama aman-aman saja?" tanyanya. Sebelum Ieyasu sempat menjawab, suara tawa
terdengar di antara para pengikut di belakangnya. Keiika menjelaskan situasinya pada Nobuo,
Ieyasu benar-benar ramah dan sopan. Nobuo tampak patah semangat. Ieyasu menyejajarkan
kudanya di samping kuda Nobuo dan berusaha menghiburnya, "Jangan khawaiir. Kita memang
kalah di sini, tapi Hideyoshi akan menelan kekalahan lebih besar lagi. Lihat di sebelah sana."
Dengan matanya ia memberi isyarat ke bukit di Komaki.
Jauh sebelumnya, Hideyoshi sudah pernah menyarankan agar Nobunaga pindah dari Kiyosu ke
Komaki. Meski tidak seberapa tinggi, hanya sekitar sembilan puluh lima meter, bukit itu menguasai
dataran di sekelilingnya dan dengan mudah dapat dijadikan titik totak untuk melancarkan serangan
ke segala arah. Dalam pertempuran di dataran Owari-Mino, jika Komaki dijadikan kubu pertahanan,
gerak maju pasukan Barat akan terhalang, dan dengan demikian Komaki merupakan lokasi yang
sangat baik untuk men-jalankan strategi menyerang maupun bertahan.
Tak ada waktu untuk menjelaskan semuanya itu pada Nobuo. Ieyasu menoleh dan menunjuk. Kali
ini ia bicara dengan para pengikutnya sendiri. "Mulai dirikan kubu pertahanan di Bukit Komaki,
sekarang juga." Setelah memberikan perintah itu, ia kembali menemani Nobuo, dan keduanya berbincang-bincang
dengan santai dalam perjalanan pulang ke Kiyosu, Saat itu semua orang menyangka Hideyoshi
berada di Benteng Osaka, tapi sesungguhnya ia berada di Benteng Sakamoto sejak hari ketiga
belas Bulan Ketiga, ketika Ieyasu berbicara dengan Nobuo di Kiyosu. Kelambanan seperti ini tidak
lazim baginya. 18 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
leyasu telah mulai mengambil tindakan, merampungkan rencana-rencana-nya dan semakin siap
untuk bergerak dari Hamamatsu ke Okazaki, lalu ke Kiyosu: tapi Hideyoshi, yang acap kali
mengejutkan dunia dengan kecepatan-nya yang luar biasa, kali ini agak terlambat. Paling tidak,
itulah kesan yang tampak.
"Hei. ke mana semuanya" Mana pelayan-pelayanku?"
Suara sang majikan. Dan seperti biasa, suaranya keras.
Para pelayan muda, yang sengaja pergi ke ruang pelayan yang jauh, terburu-buru menyimpan
permainan suguroku yang diam-diam mereka main-kan, dan salah satu dari mereka, Nabemaru,
yang berusia tiga belas tahun, berlari sekencang mungkin ke ruangan tempat junjungannya
bertepuk tangan berulang-ulang.
Hideyoshi telah melangkah ke serambi. Melalui gerbang depan benteng ia melihat sosok Sakichi
tergopoh-gopoh menaiki lereng dari kota benteng. dan tanpa menoleh ke arah suara langkah di
belakangnya, ia menyerukan perintah untuk membiarkannya masuk.
Sakichi mendekat dan berlutut di hadapan Hideyoshi.
Setelah mendengarkan laporan Sakichi mengenai situasi di Benteng Osaka. Hideyoshi bertanya,
"Dan Chacha" Apakah Chacha dan adik-adiknya juga baik-baik saja?"
Sejenak Sakichi memasang wajah yang mengisyaratkan ia tidak ingat. Menjawab seakan-akan
telah menunggu pertanyaan itu hanya akan membuat Hideyoshi curiga (rupanya Sakichi sudah
tahu), dan tentu akan membuatnya merasa kikuk setelah itu. Buktinya, segera setelah menanyakan
Chacha, kesan berwibawa lenyap dari wajah Hideyoshi dan ia tampak tersipu-sipu. la kelihatan
salah tingkah. Sakichi segera memahami sebabnya, dan mau tak mau merasa geli.
Setelah penaklukan Kitanosho, Hideyoshi telah mengurus ketiga anak perempuan Oichi seperti
mengurus anak sendiri. Ketika mendirikan Benteng Osaka, ia juga membangun tempat yang mungil
dan cerah khusus untuk mereka. Dari waktu ke waktu ia berkunjung dan bermain-main dengan
anak-anak itu. seakan-akan mereka burung langka dalam sangkar emas.
"Kenapa kau teriawa. Sakichi?" Hideyoshi mendesak. Tetapi ia sendiri pun merasa agak geli.
Rupanya rahasianya memang sudah diketahui oleh Sakichi.
"Tidak ada apa-apa. Hamba terlalu sibuk dengan tugas-tugas yang lain dan kembali tanpa mampir
di tempat tinggal ketiga putri."
"Begitukah" Hmm. baiklah." Dan kemudian Hideyoshi segera mengalihkan pembicaraan,
"Desas-desus apa saja yang kaudengar di sekitar Sungai Yodo dan Kyoto selama perjalanan mur"
Hideyoshi selalu mengajukan pertanyaan seperti itu jika ia mengutus kurir ke suatu tempat jauh.
"Ke mana pun hamba pergi. satu-satunya topik yang dibicarakan adalah perang."
19 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Ketika menanyai Sakichi lebih lanjut mengenai keadaan di Kyoto dan Osaka, ia menemukan bahwa
semua orang berpendapat bahwa pertempuran akibat hasutan Nobuo takkan ierjadi antara
Hideyoshi dan penerus marga Oda itu, melainkan antara Hideyoshi dan Ieyasu. Setelah kematian
Nobunaga, orang beranggapan bahwa perdamaian akhirnya akan diwujudkan oleh Hideyoshi, tapi
kini seluruh negeri sekali lagi terpecah belah, dan rakyat dihantui kecemasan akibat momok
pertentangan besar yang sangat mungkin akan merambah ke semua provinsi.
Sakichi mohon diri. Ketika ia pergi, dua jendral Niwa Nagahide muncul, yakni Kanamori Kingo dan
Hachiya Yoritaka. Hideyoshi sudah berusaha keras menarik Niwa menjadi sekuiunya, sehab ia
sadar bahwa ia akan menderiia kerugian besar jika Niwa sampai menyeberang ke pihak musuh.
Selain kerugian dari segi kekuatan militer, pembelotan Niwa akan meyakinkan dunia bahwa Nobuo
dan Ieyasu berada di pihak yang benar. Di antara para pengikut Nobunaga, kedudukan Niwa hanya
kalah dari Katsuie, dan ia dihormati sebagai tokoh berbudi dan tulus.
Tak perlu diragukan bahwa Ieyasu dan Nobuo pun berusaha dengan segala cara membujuk Niwa
agar bergabung dengan mereka. Namun karena akhirnya tergerak oleh semangat Hideyoshi, Niwa
mengutus Kanamori dan Hachiya sebagai bala bantuan pertama dari Utara. Hideyoshi merasa
gembira, tapi belum sepenuhnya tenang.
Sebelum malam tiba, ia tiga kali menerima kurir yang menyampaikan laporan tentang situasi di Ise.
Hideyoshi membaca laporan-laporan yang dibawa oleh ketiga orang itu dan menanyai mereka
secara langsung. Kemudian ia memberikan jawaban secara lisan dan menyuruh juru tulisnya
membuat surat balasan sementara ia makan malam.
Sebuah penyekat yang dapat dilipat berdiri di pojok ruangan. Kedua panilnya menampilkan peta
Jepang yang dibuat dengan helaian emas yang sangat halus. Hideyoshi menatap peta itu dan
bertanya, "Belum adakah berita dari Echizen" Bagaimana dengan kurir yang kukirim kepada marga
Uesugi?" Sementara para pengikutnya beralasan dengan menyinggung jarak yang harus ditempuh,
Hideyoshi menghitung jari. Ia telah mengirim pesan kepada marga Kiso dan Satake. Jaringan
diplomasinya yang disusun dengan hati-hati mdiputi seluruh negeri yang tampak pada penyekat.
Pada dasarnya. Hideyoshi menganggap perang sebagai langkah terakhir. Ia percaya bahwa
diplomasi pun merupakan pertempuran tersendiri. Namun Hideyoshi tidak menjalankan diplomasi
semata-mata demi diplomasi itu sendiri. Upayanya itu juga tidak lahir dari kelemahan militer.
Diplomasinya sdalu didukung oleh kekuatan militer, dan baru dijalankan setelah ia menegakkan
wibawa militer dan menyiapkan pasukan. Tapi dengan Ieyasu, diplomasi ternyara tidak membawa
hasil. Hideyoshi tak pemah menceritakan pada siapa pun bahwa jauh sebelum situasinya mencapai
tahap ini. ia telah mengutus seseorang ke Hamamatsu dengan pesan sebagai berikut:
Jika Tuan mempertimbangkan petisi mengenai promosi Tuan yang tahun lalu kuajukan kepada
sang Tenno. Tuan akan memahami simpati yang kurasakan terhadap Tuan. Adakah alasan
mengapa kita harus bertempur" Hampir semua orang di negeri ini sependapat bahwa Yang Mulia
Nobuo lemah hati. Biarpun Tuan mengibarkan bendera kewajiban moral dan merangkul sisa-sisa
marga Oda, dunia takkan mengagumi tindakan Tuan tebagai usaha orang besar yang memimpin
pasukan pembela kebenaran.
Pada akhirnya, percuma saja kita bertempur. Tuan orang yang cerdas, dan jika kita dapat mencapai
kata sepakat, aku akan menambahkan Provinsi Owari dan Mino kepada wilayah kekuasaan Tuan.
20 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Namun hasil dari usulan semacam itu tergantung pada tanggapan pihak lawan, dan jawaban yang
diberikan pada Hideyoshi jelas-jelas negatif. Tapi setelah memutuskan hubungan dengan Nobuo
pun, Hideyoshi tetap berusaha membujuk Ieyasu dengan mengirim utusan disertai tawaran yang
bahkan lebih menarik daripada sebelumnya. Namun utusan-utusan itu hanya menimbulkan
kemarahan Ieyasu, dan terpaksa pulang dengan tangan kosong.
"Yang Mulia Ieyasu menjawab bahwa Yang Mulia Hideyoshi-lah yang tidak memahami beliau," para
utusan melaporkan. Hideyoshi memaksakan senyum dan berkata.
"Ieyasu pun tidak memahami perasaanku yang sesungguhnya."
Apa pun yang dilakukan, waktu yang ia lewatkan di Sakamoto sepenuhnya diisi dengan bekerja.
Sakamoto merupakan markas militernya untuk Ise dan Owari bagian selatan, sekaligus pusat
jaringan diplomatik dan intelijen yang membentang dari Utara sampai ke provinsi-provinsi Barat.
Sebagai pusat untuk operasi-operasi rahasia. Sakamoto jauh lebih menguntungkan dibandingkan
Osaka. Selain itu, kurir-kurir bisa datang dan pergi tanpa menarik perhatian yang tidak perlu.
Sepintas lalu, kedua lingkup pengaruh tampaknya dibatasi secara jelas: Ieyasu dari timur ke timur
laut, dan Hideyoshi dari ibu kota ke barat. Tapi di kubu utama Hideyoshi di Osaka pun tak terhitung
banyaknya orang yang berkomplot dengan pihak Tokugawa. Juga tak bisa dikatakan bahwa di
kalangan istana tak ada orang yang mendukung Ieyasu dan menunggu sampai Hideyoshi
tersandung. Bahkan di antara marga-marga samurai ada ayah dan ibu yang mengabdi pada
pembesar-pembesar provinsi di Osaka dan Kyoto yang mempunyai anak-anak yang merupakan
pengikut para jendral pasukan Timur. Saudara-saudara kandung saling berhadapan sebagai
musuh. Perselisihan berdarah antar saudara sudah membayang.
Hideyoshi mengenal penderitaan yang ditim-bulkan oleh perang. Dunia tengah dilanda perang
ketika ia masih kanak-kanak, tinggal di rumah ibunya yang bobrok di Nakamura. Dan hal yang sama
dialaminya dalam masa pengembaraan selama bertahun-tahun. Ketika Nobunaga muncul.
penderitaan masyarakat semakin menjadi-jadi untuk sementara waktu, tapi penderitaan itu disertai
kecerahan dan kegembiraan dalam kehidupan rakyat jelata. Orang-orang percaya bahwa
Nobunaga akan membawa perdamaian abadi. Tapi ia terbunuh sebelum merampungkan tugasnya.
Hideyoshi tdah bersumpah bahwa ia akan mengatasi kemunduran yang timbul akibat kematian
Nobunaga, dan dengan segala upaya yang telah dikerahkannya - nyaris tanpa tidur atau
istirahat - tinggal satu langkah sebelum tujuannya tercapai. Langkah terakhir yang harus diambilnya
untuk meraih cita-cita kini sudah dekat. Ibaratnya ia telah menempuh sembilan ratus mil dari
perjalanan sejauh seribu mil. Tapi seratus mil terakhir itulah yang paling berat. Ia telah
memperkirakan bahwa pada suatu ketika, mau tak mau ia akan menghadapi satu rintangan
terakhir - Ieyasu - dan rintangan itu harus disingkirkan dari jalannya atau dihancurkan. Tapi ketika
mendekatinya, ia mulai menyadari bahwa rintangan itu lebih tangguh dari pada yang ia duga.
Hideyoshi berada di Sakamoto selama sepuluh hari, dan dalam waktu itu Ieyasu memindahkan
pasukannya sampai ke Kiyosu. Sudah jelas bahwa Ieyasu berniat memicu perang di lga, Ise, dan
Kishu, maju ke barat. memasuki Kyoto dan menyerang Osaka dengan sekali pukul, seperti angin
badai yang menerjang. 21 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tapi Ieyasu tahu bahwa jalannya takkan mudah. Sama seperti Hideyoshi, ia meramalkan satu
pertempuran besar dalam gerak majunya ke Osaka. Tapi di manakah tempatnya" Satu-satunya
tempat yang cukup luas bagi pertempuran menentukan antara Timur dan Barat ini adalah Dataran
Nobi yang berbatasan dengan Sungai Kiso.
Orang yang berinisiatif dapat meraih keuntungan dengan membangun kubu pertahanan dan
menguasai tempat-tempat yang lebih tinggi. Sementara Ieyasu telah melakukan semuanya itu dan
sudah siap sepenuhnya, Hideyoshi dapat dikatakan memulai agak terlambat. Pada malam hari
ketiga belas di bulan itu pun ia tetap belum beranjak dari Sakamoto.
Namun sikapnya yang berkesan lamban ini bukan akibat kelalaian. Hideyoshi sadar bahwa Ieyasu
tak dapat dibandingkan dengan Mitsuhide maupun Katsuie. Ia harus mengulur waktu untuk
merampungkan segala persiapannya. Ia menunggu untuk menarik Niwa Nagahide ke pihaknya: ia
menunggu untuk memastikan bahwa marga Mori tak dapat berbuat apa-apa di Barat; ia menunggu
untuk menghancurkan sisa-sisa para biksu-prajurit yang berbahaya di Shikoku dan Kishu; dan
akhirnya ia menunggu untuk memecah belah perlawanan para jendral di Mino dan Owari.
Utusan-utusan yang hendak menemuinya seakan-akan tak pernah berakhir, dan Hideyoshi
menerima mereka sambil makan. la baru saja selesai bersantap dan meletakkan .sumpit ketika
sebuah pesan tiba. Ia meraih kotak surat.
Surat itu telah ia tunggu-tunggu - jawaban dari Bito Jinemon, yang ia kirim sebagai kurir kedua ke
Benteng Ikeda Shonyu di Ogaki. Berita baik atau burukkah yang menantinya" Tak ada berita sama
sekali dari para utusan yang dikirimnya untuk mencari dukungan dan benteng-benteng lain.
Hideyoshi membuka surat Shonyu dan membacanya.
"Bagus." hanya itu yang dikatakannya.
Lama setelah ia beranjak tidur malam itu, ia mendadak terbangun seakan-akan baru teringat
sesuatu. lalu memanggil samurai yang bertugas "Apakah kurir Bito akan kembali besok pagi?"
"Tidak." jawab si pengawal. "Dia terdesak waktu, dan setelah beristirahat sejenak, dia kembali ke
Mino." Sambil duduk di tempat tidurnya. Hideyoshi meraih kuas dan menulis surat kepada Bito
Berkat usahamu yang gigih, Shonyu dan putranya telah menyatakan mendukung aku, dan tak ada
yang lebih menggembirakan bagiku. Tapi ada satu hal yang perlu kukemukakan dalam kesempatan
ini. Jika Nobuo dan Ieyasu tahu bahwa Shonyu mendukungku, mereka pasti akan mengancam
dengan segala cara. Jangan tanggapi mereka. Jangan bertindak gegabah. Sejak dulu Ikeda Shonyu
dan Mori Nagayoshi dikenal sebagai orang berani dan sombong yang memandang rendah pada
musuh. Begitu meletakkan kuas, ia mengirim pesan itu ke Ogaki.
Namun dua hari kemudian, menjelang malam hari kelima belas, pesan berikut tiba dari Ogaki.


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Benteng Inuyama telah dipaksa bertekuk lutut. Segera setelah Shonyu dan putranya mengambil
keputusan, mereka menaklukkan kubu pertahanan paling strategis di sepanjang Sungai Kiso, dan
menghadiahkannya pada Hideyoshi sebagai tanda dukungan mereka. Sungguh berita baik.
Hideyoshi merasa gembira. namun sekaligus dihantui perasaan khawatir.
22 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Keesokan harinya Hideyoshi berada di Benteng Osaka. Selama beberapa hari berikut, pertanda
kegagalan semakin banyak bermunculan. Setelah kemenangan di Inuyama. Hideyoshi mendapat
kabar bahwa menantu Shonyu, Nagayoshi, yang hendak mengukir nama besar di medan laga, telah
merencanakan serangan mendadak ke kubu pertahanan Tokugawa di Bukit Komaki.
Pasukannya ternyata diccgat musuh di dekat Haguro, dan kabarnya ia gugur bersama sebagian
besar prajurttnya. "Kita kehilangan orang ini karena semangat tempurnya. Kebodohan seperti itu tak dapat
dimaafkan!" Keluh kesah Hideyoshi ditujukan pada dirinya sendiri.
Pada waktu Hideyoshi telah siap meninggalkan Osaka pada hari kesembilan belas, berita buruk
lainnya datang dari Kishu. Hatakeyama Sadamasa rupanya memberontak dan menyerang Osaka
dari laut dan darat. Tindakan ini kemungkinan besar didalangi oleh Nobuo dan Ieyasu. Kalaupun
bukan mereka, stsa-sisa biksu-prajurit Honganji selalu menunggu kesempatan untuk menyerang.
Hideyoshi terpaksa menunda hari keberangkatannya agar dapat merampungkan pertahanan
Osaka. Pagi-pagi sekali pada hari kedua puluh satu Bulan Ketiga. Burung-burung berkicau di tengah
alang-alang di Osaka. Kembang-kembang ceri berguguran. dan di jalan-jalan, bunga-bunga yang
telah jatuh itu berputar-putar di antara iring-iringan prajurit dan kuda. seakan-akan alam pun hendak
melepaskan mereka ke medan laga. Para warga kota yang datang untuk menonton membentuk
pagar panjang di kedua sisi jalan Pasukan yang mengikuti Hideyoshi hari itu berkekuatan lebih dari
tiga puluh ribu orang. Semua orang berusaha melihat Hideyoshi di tengah-tengah mereka, namun ia begitu kecil dan
penampilannya pun begitu biasa, sehingga ia, yang dikelilingi para jendral berkuda, mudah luput
dari perhatian. Tapi Hideyoshi memandang kerumunan penduduk dan diam-diam tersenyum dengan yakin. Osaka
akan menjadi makmur, katanya dalam hati. Sekarang saja kotanya sudah berkembang pesat, dan
ini merupakan pertanda terbaik. Para penduduk mengenakan pakaian berwarna cerah, dan tak ada
tanda-tanda kekurangan. Apakah itu disebabkan oleh keyakinan mereka terhadap benteng baru di
tengah kota" Kita akan menang. Kali ini kita bisa menang. Begitulah Hideyoshi meramalkan masa depan.
Malam itu pasukannya berkemah di Hirakata, dan keesokan paginya, pasukan berkekuatan tiga
puluh ribu orang itu kembali bergerak ke timur, menyusuri jalan setapak yang meliuk-liuk di
sepanjang tepi Sungai Yodo.
Ketika mereka tiba di Fushimi, sekitar empat ratus orang menemui mereka di tempat
penyeberangan. "Panji siapakah itu?" unya Hideyoshi.
Para jendral menyipitkan mata dengan curiga. Tak seorang pun mengenali pataka-pataka
berukuran besar dengan aksara-aksara Cina berwarna hitam di atas dasar merah itu. Selain itu
masih ada lima gantungan emas dan sebuah panji komandan yang menampilkan delapan lingkaran
kecil yang mengelilingi lingkaran besar di atas kipas emas. Di bawah bendera-bendera itu terdapat
23 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tiga puluh prajurit berkuda, tiga puluh prajurit bertombak. tiga puluh prajurit bersenapan, dua puluh
prajurit bersenjatakan panah dan busur, dan satu korps prajurit infanteri. Semuanya menunggu
dalam formasi lengkap, baju tempur mereka berdesir dalam angin sungai.
"Cari tahu siapa mereka." Hideyoshi memerintahkan salah seorang pengikutnya.
Orang itu segera kembali dan melaporkan, "Itu Ishida Sakichi."
Hideyoshi menepuk pelananya.
"Sakichi" Wah, wah, pantas." ia berkata dengan nada gembira. seakan-akan baru teringat sesuatu.
Sambil menghampiri kuda Hideyoshi, Ishida Sakichi menyapa junjungannya. "Hamba pernah
berjanji pada tuanku, dan hari ini hamba membawa pasukan yang hamba persiapkan dengan uang
hasil pembersihan lahan yang untuk digunakan di sini."
"Mari, Sakichi. Bergabunglah dengan rom-bongan perbekalan di belakang."
Prajurit dan kuda itu bernilai lebih dari sepuluh ribu gantang - Hideyoshi terkesan oleh kelihaian
Sakichi. Hari itu sebagian besar pasukan melewati Kyoto dan mengambil jalan Raya Omi. Bagi Hideyoshi,
setiap pohon dan setiap helai daun mengandung kenangan akan kemalangan masa mudanya.
"Itu Gunung Bodai." Hideyoshi bergumam. Ketika memandang gunung itu, ia teringat penguasanya,
Takenaka Hanbei. si pertapa Gunung Kurihara. Ketika merenungkannya sekarang, ia bersyukur
bahwa ia tak menyia-nyiakan satu hari pun dalam musim semi kehidupan yang singkat itu.
Kemalangan dan perjuangan di masa mudanya telah membawanya ke posisi yang kini ia duduki,
dan ia merasa memperoleh berkah dari kegelapan dunia saat itu.
Hanbei, yang memandang Hideyoshi sebagai junjungannya, merupakan sahabat sejati yang tak
mungkin dilupakan. Bahkan setelah kematian Hanbei pun, setiap kali Hideyoshi mengalami
kesulitan, ia berkata dalam hati, "Kalau saja Hanbei ada di sisiku." Meski demikian, ia telah
membiarkan orang itu mati tanpa penghargaan apa pun. Tiba-tiba pelupuk Hideyoshi terasa hangat
oleh air mata kesedihan yang menghalangi pandangannya ke puncak Gunung Bodai.
Dan ia pun teringat adik Hanbei. Oyu...
Tiba-tiba ia melihat tudung putih seorang biksuni dalam bayang-bayang pohon pinus di tepi jalan.
Sejenak mata biksuni itu beradu dengan mata Hideyoshi. Ia menarik tali kekang kudanya dan
hendak memberikan perintah, tapi wanita di bawah pohon tadi telah menghilang.
Di perkemahan malam itu, Hideyoshi menerima kiriman berupa sepiring kue. Orang yang
mengantarkannya berkata bahwa kiriman itu dibawa oleh seorang biksuni yang tidak menyebutkan
namanya. "Kue-kue ini lezat sekali," ujar Hideyoshi setelah mencicipi beberapa potong, meskipun sudah
makan malam. Dan ketika ia berkomeniar demikian, matanya berkaca-kaca.
Belakangan, si pelayan yang bermata jeli melaporkan sikap Hideyoshi yang janggal kepada para
24 Pendekar Cambuk Naga Malaikat Pedang Sakti m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
jendral yang mendampinginya. Semuanya tampak terkejut dan seakan-akan tak dapat menebak
alasan di balik sikap junjungan mereka. Mereka cemas mengenai kesedihannya, tapi begitu
kepalanya me-nyentuh bantal, Hideyoshi segera mendengkur seperti biasa. Selama beberapa jam
ia tidur pulas. Dini hari, ketika langit masih gelap. ia bangun dan berangkat. Hari itu detasemen
pertama dan kedua tiba di Gifu. Hideyoshi disambut oleh Shonyu dan putranya, dan tak lama
kemudian benteng telah dipadati oleh pasukan besar, baik di dalam maupun di luar.
Obor dan api unggun menerangi langit malam di atas Sungai Nagara. Di kejauhan, unit ketiga dan
keempat terlihat bergerak ke timur sepanjang malam.
"Sudah lama kita tak berjumpa!" Hideyoshi dan Shonyu berkata serempak. "Aku sungguh gembira
bahwa Ikeda Shonyu dan putranya bergabung denganku pada saat seperti ini. Dan aku tak dapat
menemukan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan betapa besar arti Benteng Inuyama yang
Tuan hadiahkan kepadaku. Aku pun terkesan oleh kecepatan dan kesigapan Tuan dalam
memanfaatkan peluang itu."
Hideyoshi menghujani Shonyu dengan pujian, tapi tidak menyinggung kekalahan yang diderita
menantunya seusai kemenangan di Inuyama.
Meskipun Hideyoshi tidak berkata apa-apa mengenai hal itu, Shonyu tetap merasa bahwa ia
memikul aib di pundaknya. Ia malu sekali bahwa kemenangannya di Inuyama tak dapat menebus
kekalahan serta kerugian yang ditimbulkan oleh Nagayoshi. Surat Hideyoshi yang diantarkan Bito
Jinemon secara khusus mewanti-wanti agar mereka tidak terpancing oleh Ieyasu, namun
sayangnya surat tersebut terlambat sampai di tangan Shonyu.
Shonyu kini menyinggung kejadian itu. "Aku tidak tahu bagaimana aku harus minta maaf atas
kekalahan akibat kebodohan menantuku."
Tuan terlalu merisaukan hal itu," ujar Hideyoshi sambil tertawa. "Ini tidak seperti Ikeda Shonyu yang
Monster Dari Timur 1 Joko Sableng Malaikat Penggali Kubur Api Di Bukit Menoreh 11
^