Pencarian

Taiko 27

Taiko Karya Eiji Yoshikawa Bagian 27


kukenal" Perlukah kutegur Shonyu, ataukah lebih baik kubiarkan sa
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
25Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua | http://cerita-silat.mywapblog.com | Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua pdf created by Saiful Bahri (Seletreng - Situbondo) pd 23-04-2016 08:27:15
ja" Hideyoshi bertanya-tanya ketika terbangun keesokan paginya. Namun kenyataan bahwa
Benteng Inuyama berada di tangannya sebelum pertempuran besar yang akan datang merupakan
keuntungan luar biasa. Berulang kali Hideyoshi memuji Shonyu atas keberhasilannya yang
gemilang, dan bukan sekadar untuk menghiburnya.
Pada hari kedua puluh lima. Hideyoshi beristirahat dan mengumpulkan pasukannya yang
berkekuatan lebih dari delapan puluh ribu orang, Pagi berikutnya ia bertolak dari Gifu, mencapai
Unuma pada siang hari. dan segera memerintahkan pembangunan jembatan apung melintasi
Sungai Kiso. Kemudian pasukannya mendirikan kemah. Pada pagi kedua puluh tujuh ia
membongkar kemah dan menuju Inuyama. Tepat tengah hari Hideyoshi memasuki Benteng
Inuyama. "Ambilkan kuda yang berkaki kuat." ia memerintahkan, dan setelah selesai makan siang, ia
langsung melesat keluar dari gerbang benteng, disertai beberapa penunggang kuda dengan baju
tempur ringan. "Ke mana tujuan tuanku?" tanya salah satu jendral yang memacu kudanya agar tidak tertinggal di
belakang Hideyoshi. "Jangan terlalu banyak yang ikut denganku," balas Hideyoshi. "Kalau kita terlalu ramai, musuh akan
melihat kita." Setelah bergegas melewati Desa Haguro, tempat Nagayoshi dilaporkan gugur, mereka mendekati
Gunung Ninomiya. Dari sana Hideyoshi dapat melihat perkemahan utama musuh di Bukit Komaki.
Kabarnya pasukan gabungan Nobuo dan Ieyasu berkekuatan sekitar enam puluh satu ribu orang.
Hideyoshi menyipitkan mata dan memandang ke kejauhan. Matahari bersinar terik. Sambil
mdindungi mata dengan satu tangan, ia mengamati Bukit Komaki yang dipadati pasukan musuh.
Pada hari itu Ieyasu masih berada di Kiyosu. Ia sempat datang ke Bukit Komaki. memberi instruksi
mengenai susunan tempur, lalu segera kembali. la seperti ahli go yang menggerakkan satu bidak
dengan sangat hati-hati. Pada malam hari kedua puluh enam, Ieyasu menerima laporan bahwa Hideyoshi berada di Gifu.
Ieyasu, Sakakibara, Honda, dan beberapa pengikut lain sedang duduk di suatu ruangan. Mereka
baru saja diberitahu bahwa pembangunan kubu-kubu pertahanan di Bukit Komaki telah rampung.
"Jadi, Hideyoshi sudah datang?" gumam leyasu. Ketika ia dan orang-orang yang lain saling
pandang, ia iersenyum: kulit di bawah matanya tampak berkerut-kerut seperti kulit kura-kura. Segala
sesuatu berjalan seperti yang diperkirakannya.
Sejak dulu Hideyoshi selalu benindak cepar, namun kali ini ia tidak memperlihatkan kesigapan yang
lazim baginya, dan ini menimbulkan tanda tanya dalam diri Ieyasu. Apakah Hideyoshi akan
bertahan di Ise, atau datang ke Timur ke Dataran Nobi" Mengingat Hideyoshi masih berada di Gifu,
kedua kemungkinan itu masih terbuka lebar. Ieyasu menantikan laporan berikut. Kabarnya
Hideyoshi telah membangun jembatan melintasi Sungai Kiso dan berada di Benteng Inuyama.
Ieyasu menerima informasi ini menjelang malam hari kedua puluh tujuh bulan itu, dan ekspresi
1 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
wajahnya menunjukkan bahwa waktunya sudah tiba. Pada hari kedua puluh delapan, pasukan
Ieyasu bergerak menuju Bukit Komaki. diiringi gemuruh genderang dan kibaran bendera.
Nobuo telah kembali ke Nagashima. tapi setelah memperoleh laporan mengenai perkembangan
terakhir. ia bergegas ke Bukit Komaki. Di sana ia bergabung dengan Ieyasu.
"Kudengar pasukan Hideyoshi sendiri berkekuatan lebih dari delapan puluh ribu orang, dan jumlah
seluruh prajurit di bawah komandonya mencapai lebih dari seratus lima puluh ribu orang." ujar
Nobuo. seakan-akan tak pernah terpikir olehnya bahwa dirinyalah penyebab pertempuran besar ini.
Sorot matanya yang gemetar mengungkapkan apa yang tak sanggup ia sembunyikan dalam dada.
Shonyu menyeringai di tengah asap api dapur ketika ia keluar lewat gerbang benteng di atas
kudanya. Para laskar Ikeda yang melihat wajahnya langsung merasa waswas. Mereka semua tahu bahwa
Shonyu sedang uring-uringan akibat kekalahan Nagayoshi. Karena kekeliruan Shonyu, para
sekutunya terpaksa menerima pukulan telak pada awal perang. bahkan sebelum Hideyoshi. sang
panglima tertinggi, tiba di medan tempur.
Ikeda Shonyu merasa yakin bahwa tak seorang pun pernah menudingnya dengan geram, dan bagi
orang yang telah menjalani kehidupan sebagai pejuang selama empat puluh delapan tahun. aib
seperti itu tentu tak disangka-sangka.
"Yukisuke, kemarilah, Terumasa, kau juga. Dan kuminta para pengikut senior juga mendekat."
Sambil duduk bersila di bangsal benteng utama, ia memanggil kedua putranya beserta para
pengikut senior. "Aku ingin mendengar pendapat kalian. Sekarang, coba lihat ini." ia berkata sambil mengeluarkan
sebuah peta dari kimononya.
Ketika peta itu diedarkan, mereka menyadari apa yang hendak diusulkan Shonyu.
Sebuah garis yang dibuat dengan tinta merah terlihat pada peta itu. mulai dari Inuyama. melewati
pegunungan. melintasi sungai-sungai, sampai ke Okazaki di Mikawa. Setelah mempelajari peta,
semuanya duduk membisu dan menunggu apa yang akan dikatakan Shonyu.
"jika kita mengabaikan Komaki dan Kiyosu serta menggerakkan pasukan kita menyusuri satu jalan
ke benteng utama marga Tokugawa di Okazaki. Ieyasu tentu akan kalang kabut. Satu-satunya
masalah yang perlu dipikirkan adalah bagaimana caranya agar pasukan kita tidak terlihat oleh
musuh di Bukit Komaki."
Mula-mula tak seorang pun angkat bicara. Rencana itu tidak lazim. Satu kesalahan saja dapat
mengakibatkan bencana yang mungkin fatal bagi semua sekutu mereka.
"Aku bermaksud mengajukan rencana ini pada Yang Mulia Hideyoshi. Jika berhasil, baik Ieyasu
maupun Nobuo tak dapat melakukan apa-apa saat kita menangkap mereka."
Shonyu ingin mengambil langkah gemilang untuk menebus kekalahan menantunya. Ia menatap
orang-orang yang kini menjelek-jelekkan dirinya dengan kepala tegak. Meski para pengikutnya
2 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
memahami niatnya, tak seorang pun bersedia mengkritik rencana tersebut. Tak seorang pun mau
berkata, Tidak, rencana lihai jarang membawa hasil yang diharapkan. Ini berbahaya."
Pada akhir rapat, rencananya diterima dengan suara bulat. Semua komandan memohon
ditempatkan di barisan depan yang akan menerobos jauh ke wilayah musuh dan akan
menghancurkan Ieyasu di jantung provinsinya sendiri.
Rencana serupa pernah dicoba di Shizugatake oleh keponakan Shibata Katsuie, Genba. Meski
demikian, Shonyu tetap ingin mengajukan rencana itu kepada Hideyoshi, dan ia berkata, "Besok
kita akan pergi ke perkemahan utama di Gakuden."
Sepanjang malam ia memikirkan idenya itu. Tapi ketika fajar menyingsing, seorang kurir tiba dari
Gakuden dan memberitahunya. "Yang Mulia Hideyoshi mungkin akan mampir ke Benteng Inuyama
pada waktu melakukan inspeksi keliling siang nanti."
Ketika Hideyoshi merasakan angin di awal Bulan Keempat berembus lembut, ia bertolak dari
Gakuden dan setelah mengamati perkemahan Ieyasu di Bukit Komaki serta kubu-kubu pertahanan
di daerah itu, ia menyusuri jalan ke Inuyama dengan disertai sepuluh pelayan dan sejumlah
pembantu dekat. Setiap kali Hideyoshi bertemu Shonyu, ia memperlakukan Shonyu seperti kawan lama. Ketika
mereka masih samurai muda di Kiyosu, Shony,. Hideyoshi, dan Inuchiyo sering pergi minum-minum
bersama-sama. "O ya, bagaimana kabar Nagayoshi?" ia bertanya. Mula-mula Nagayoshi dikabarkan gugur di
medan tempur, namun rupanya ia hanya mengalami luka parah.
"Sifatnya yang lekas naik darah telah mengacaukan semuanya, tapi tampaknya dia akan pulih
dengan cepat. Satu-satunya keinginannya adalah segera dikirim ke garis depan, agar dia dapat
membersihkan namanya."
Hideyoshi berpaling ke salah satu pengikutnya dan berkata. "Ichimatsu, dari semua kubu
pertahanan musuh yang kita lihat di Bukit Komaki tadi, manakah yang tampak paling kuat?"
Pertanyaan seperti itulah yang kerap diajukannya. memanggil orang-orang di sekitamya, lalu
mendengarkan pendapat terus terang para prajurit muda.
Dalam kesempatan seperti itu, kerumunan pengikut muda yang mengelilinginya tak pernah
segan-segan. Kalau mereka mulai panas. Hideyoshi juga ikut panas, dan suasana seperti itu
menyebabkan orang luar sukar menilai apakah orang-orang yang berdebat itu merupakan
junjungan dan pengikut atau sekadar teman biasa. Namun jika Hideyoshi mulai bersikap lebih
serius. semuanya segera menegakkan badan.
Shonyu duduk berdampingan dengan Hideyoshi, dan akhirnya memotong pembicaraan. "Ada
sesuatu yang ingin kubicarakan dengan Tuan."
Hideyoshi menoleh kepadanya dan mengangguk. Kemudian ia memerintahkan agar yang lain
meninggalkan mereka. Semua orang, kecuali Shonyu dan Hideyoshi, keluar dari ruangan. Mereka berada di bangsal
3 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
benteng utama, dan karena tak ada yang menghalangi pandangan, ia tak perlu berjaga-jaga.
"Ada apa. Shonyu?"
Tuan telah melakukan inspeksi, dan aku percaya Tuan telah mengambil beberapa keputusan.
Bukankah Tuan sependapat bahwa persiapan Ieyasu di Bukit Komaki patut disebut sempurna?"
"Hmm, persiapannya memang baik sekali. Aku sangsi ada orang selain Ieyasu yang dapat
mendirikan kubu-kubu pertahanan seperti itu dalam waktu sedemikian singkat.-
"Aku pun sudah beberapa kali memantau keadaan. dan kelihatannya tidak ada jalan untuk
melancarkan serangan," kata Shonyu.
Tampaknya kita hanya akan saling berhadapan," balas Hideyoshi.
"Ieyasu sadar bahwa lawannya merupakan lawan tangguh," Shonyu melanjutkan, "sehingga dia
bersikap hati-hati. Sebaliknya, sekutu-sekutu kita tahu bahwa ini pertama kali kita menghadapi
laskar-laskar Tokugawa yang tersohor dalam pertempuran menentukan. Jadi, sudah sewajarnya
kalau hasilnya seperti ini."
"Memang menarik. Bahkan letusan senapan pun tidak terdengar selama beberapa hari. Ini perang
dmgin tanpa pertempuran."
"Dengan seizin Tuan...," Shonyu maju beringsut-ingsut, menggelar sebuah peta, dan menjelaskan
rencananya dengan berapi-api.
Hideyoshi mendengarkan dengan sungguh-sungguh, dan mengangguk beberapa kali. Namun
roman mukanya menunjukkan bahwa ia takkan terpancing untuk serta-merta memberi kata setuju.
"Jika Tuan mengizinkan, aku akan mengerahkan seluruh marga dan menyerang Okazaki. Kalau
kami sudah menyerbu provinsi asal Tokugawa di Okazaki, dan Ieyasu mendengar bahwa tanah
tumpah darahnya diinjak-injak oleh kaki kuda-kuda kami, segala persiapannya di Bukit Komaki
takkan ada artinya. dan kejeniusannya dalam bidang militer pun takkan membantu. Dia akan hancur
dari dalam, tanpa perlu diserbu."
"Aku akan memikirkannya," ujar Hideyoshi. menghindari jawaban terburu-buru. Tapi kuharap kau
pun memikirkan sekali lagi - bukan sebagai buah pikiranmu sendiri, melainkan secara objektif.
Rencanamu sungguh lihai dan menuntut keberanian, tapi justru ini yang membuatnya berbahaya."
Strategi Shonyu memang merupakan ide unik. Hideyoshi pun, yang selalu bersikap hati-hati,
jelas-jelas terkesan, namun jalan pikirannya berbeda.
Pada dasarnya. Hideyoshi tidak menyukai strategi lihai maupun serangan mendadak.
Dibandingkan strategi militer, ia cenderung memilih jalan diplomasi: daripada kemenangan mudah
yang bersifat jangka pendek, ia lebih suka menguasai keadaan secara menyeluruh. meskipun
makan waktu lebih lama. "Sebaiknya kita jangan gegabah," katanya. Kemudian ia mengendurkan sikapnya. "Besok aku akan
memberi jawaban pasti. Datanglah ke perkemahan utama besok pagi."
4 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Selama pembicaraan dengan Shonyu, para pengikut pribadi Hideyoshi menunggu di selasar, dan
kini mereka hendak kembali mendampinginya. Ketika sampai di pintu masuk benteng utama,
mereka melihat samurai berbaju aneh meringkuk di dekat tempat kuda-kuda diikat. Kepala dan satu
tangannya dibalut, dan baju luar yang menutupi baju tempurnya terbuat dari brokat emas di atas
dasar purih. "Siapa itu?" Orang itu mengangkat kepalanya sedikit. "Duli tuanku. hamba Nagayoshi."
"Oh, Nagayoshi" Kudengar kau masih harus berbaring di tempat tidur. Bagaimana luka-lukamu?"
"Hamba telah bertekad untuk bangun hari ini." "Jangan terlalu memaksakan diri. Beri waktu pada
tubuhmu agar pulih sepenuhnya, dan kau akan dapat menghapus aibmu kapan saja."
Mendengar kata "aib", Nagayoshi mulai menitikkan air mata.
Setelah mengeluarkan sepucuk surat dan menyerahkannya dengan hormat kepada Hideyoshi, ia
kembali bersujud. 'Hamba mohon tuanku berkenan membaca ini."
Hideyoshi mengangguk, mungkin karena kasihan melihat penderitaan orang itu.
Setelah merampungkan inspeksi medan tempur hari itu, menjelang malam Hideyoshi kembali ke
Gakuden. Perkemahannya tidak terletak di tempat tinggi seperti perkemahan musuh di Bukit
Komaki, tapi Hideyoshi telah memanfaatkan hutan-hutan, ladang-ladang, dan sungai-sungai di
sekitar secara maksimal, dan posisi pasukannya dikelilingi oleh jaringan selokan dan pagar
pertahanan yang luas. Sebagai langkah pengamanan tambahan, tempat persembahan desa sengaja disamarkan sebagai
tempat tinggal Hideyoshi.
Dari sudut pandang Ieyasu, keberadaan Hideyoshi tak dapat ditentukan dengan pasti. Bisa saja ia
berada di Gakuden atau di Benteng Inuyama. Pengamanan di garis depan sedemikian ketat,
sehingga setetes air pun takkan dapat merembes, jadi pengawasan oleh pihak yang satu ierhadap
pihak yang lain benar-benar tak mungkin. "Aku belum sempat mandi sejak bertolak dari Osaka. Hari
ini aku ingin menghilangkan keringat yang menempel di badanku."
Seketika para pengikut mulai menyiapkan tempat mandi bagi Hideyoshi. Setelah menggali lubang di
tanah, mereka melapisinya dengan lembaran-lembaran kertas minyak berukuran besar. Kemudian
mereka memanaskan sepotong besi dan melemparkannya ke lubang yang sudah diisi air. Mereka
juga mendirikan sejumlah papan di sekelilingnya dan memasang tirai penghalang.
"Ah, betapa nikmat rasanya." Di tempat mandi yang sederhana itu, Hideyoshi berendam dalam air
panas dan memandang langit malam yang bertabur bintang. Inilah kemewahan terbesar di dunia.
katanya dalam hati ketika menggosok-gosok badan.
Sejak tahun lalu ia telah membersihkan tanah di sekitar Osaka dan memulai pembangunan benteng
5 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dengan kemegahan yang tak tertandingi. Namun kesenangan yang paling besar dirasakannya di
tempat-tempat seperti ini, bukan di ruang-ruang berlapis emas dan menara-menara berhiaskan batu
mulia di dalam benteng. Tiba-tiba ia merasa rindu pada rumahnya di Nakamura, tempat ibunya
menggosok-gosok punggungnya ketika ia masih kecil.
Sudah lama Hideyoshi tak pernah merasa setenteram sekarang, dan dalam keadaan inilah ia
masuk ke kemahnya. "Ah. rupanya kalian sudah datang!" seru Hideyoshi ketika melihat para jendral yang dipanggilnya
telah menunggu. "Coba lihat ini." ia berkata, lalu mengeluarkan peta dan sepucuk surat dari kimono serta
menyerahkan keduanya kepada para jendral. Surat itu merupakan petisi yang ditulis dengan darah
oleh Nagayoshi, sedangkan petanya milik Shonyu.
"Bagaimana pendapat kalian tentang rencana ini?" tanya Hideyoshi. "Kuminta kalian berterus
terang." Sesaat tak seorang pun angkat bicara. Semuanya tampak termenung-menung.
Akhirnya salah satu jendral berkata, "Hamba pikir rencana ini baik sekali."
Setengah dari orang-orang itu mendukung rencana Shonyu, tapi setengah-nya lagi menolaknya
dengan berkata, "Rencana lihai selalu mengandung risiko besar."
Rapat menemui jalan buntu.
Hideyoshi hanya mendengarkan sambil tersenyum. Pokok bahasannya begitu penting, sehingga
tidak mudah bagi dewan untuk mencapai kata sepakat.
"Kami terpaksa menyerahkan masalah ini untuk diputuskan oleh Yang Mulia."
Pada waktu malam tiba, semua jendral kembali ke kemah masing-masing.
Sesungguhnya, dalam perjalanan pulang dari Inuyama, Hideyoshi telah membulatkan tekad.
Tujuannya mengadakan rapat bukan karena ia tak sanggup menentukan langkah berikut. la
mengundang para jendralnya untuk menghadiri rapat singkat justru karena ia telah mengambil
keputusan. Itu merupakan salah satu kiat psikologis yang dijalankannya sebagai pemimpin. Para
jendralnya kembali ke kemah masing-masing dengan kesan bahwa ia takkan melaksanakan
rencana tersebut. Namun dalam hati Hideyoshi telah memutuskan untuk bertindak. Jika ia tidak menerima usul
Shonyu, posisi Shonyu dan Nagayoshi sebagai pejuang akan sulit. Selain itu, Hideyoshi yakin
bahwa jika watak mereka yang keras kepala ditekan, akibatnya akan muncul di lain waktu.
Dari segi kepemimpinan militer, situasi semacam itu sangat berbahaya. Dan yang lebih penting lagi.
Hideyoshi khawatir bahwa jika Shonyu merasa tidak puas, Ieyasu akan berusaha membujuknya
untuk membelot ke kubu musuh.
Ikeda Shonyu kini bawahanku. Kalau dia percaya bahwa dirinya menjadi sasaran desas-desus
6 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
memalukan, dapat dimengerti bahwa dia sedemikian tergesa-gesa, kata Hideyoshi dalam hati.
Mereka telah menemui jalan buntu. dan Hideyoshi harus mengambil langkah positif untuk
mengundang perubahan. "Itu dia." kata Hideyoshi keras-keras. "Daripada menunggu sampai Shonyu datang besok pagi, lebih
baik kukirim kurir malam ini juga."
Begitu menerima pesan penting ini, Shonyu bergegas ke perkemahan Hideyoshi. Giliran jaga
keempat telah tiba. dan malam masih gelap gulita.
"Aku sudah memutuskannya, Shonyu."
"Bagus! Berkenankah Tuan memberiku kepercayaan untuk memimpin serangan mendadak ke
Okazaki?" Kedua laki-laki itu menyelesaikan pembicaraan mereka sebelum fajar menyingsing. Shonyu
menemani Hideyoshi makan pagi, lalu kembali ke Inuyama.
Keesokan harinya medan tempur kelihatan lesu. namun di sana-sini terlihat tanda-tanda gerakan
terselubung. Letusan senapan musuh dan sekutu terdengar menggema di langit yang berawan tipis. Suara
tembak-menembak itu berasal dari arah Onawate. Di Jalan Raya Udatsu, pasir dan debu tampak
mengepul. di tempat dua ribu sampai tiga ribu prajurit pasukan Barat mulai menyerang kubu-kubu


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertahanan musuh. "Serangan umum telah dimulai!"
Ketika memandang ke kejauhan, para jendral merasa darah mereka menggelora. Ini memang
sebuah titik balik dalam sejarah. Siapa pun yang keluar sebagai pemenang akan menjadi penguasa
zaman. Ieyasu tahu bahwa tak ada yang lebih ditakuti dan dihormari Hideyoshi daripada Nobunaga. Kini tak
ada yang lebih ditakuti dan dihormatinya daripada leyasu. Sepanjang pagi itu tak satu bendera pun
di perkemahan di Bukit Komaki terlihat bergerak. seakan-akan telah ada perintah keras untuk tidak
menanggapi serangan-serangan pasukan Barat yang hendak menguji tekad pasukan Timur.
Senja pun tiba. Satu korps pasukan Barat telah mundur dari pertempuran, guna menyerahkan
setumpuk selebaran propaganda yang mereka pungut di jalan ke perkemahan Hideyoshi.
Ketika Hideyoshi membaca salah satunya, amarahnya meledak.
Hideyoshi menyebabkan Yang Mulia Nobutaka. putra bekas junjungannya, Nobunaga, melakukan
bunuh diri. Sekarang dia memberontak terhadap Yang Mulia Nobuo. Dia terus-menerus
menimbulkan kerusuhan di kalangan samurai, membawa bencana bagi rakyat jelata, dan
merupakan penghasut utama dalam konflik saat ini. Dia menghalalkan segala cara untuk mencapai
cita-citanya. Selanjutnya selebaran itu berkata bahwa Ieyasu mempunyai alasan kuat untuk mengangkat
7 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
senjata, dan bahwa ia memimpin pasukan penegak kewajiban moral.
Kkspresi marah - yang tidak lazim bagi Hideyoshi - mengubah ait muka-nya. "Siapa di antara
mereka yang menulis selebaran ini?" tanyanya.
"Ishikawa Kazumasa," jawab salah satu pengikutnya.
"Juru tulis!" Hideyoshi berseru. "Siapkan pengumuman untuk ditempelkan di mana-mana:
Barangsiapa berhasil membawa kepala Ishikawa akan menerima imbalan sebesar sepuluh ribu
gantang." Tapi seusai memberi perintah itu, kemarahan Hideyoshi belum juga mereda, dan setelah
memanggil para jendral yang kebetulan hadir, ia sendiri yang memerintahkan serangan tiba-tiba.
"Regini rupanya tindak-tanduk Ishikawa Kazumasa keparat itu!" ia mengomel. "Kuminta kalian
membawa korps cadangan dan membantu pasukan kita yang berhadapan dengan Kazumasa.
Serang dia sepanjang malam. Serang dia besok pagi. Serang dia besok malam. Lancarkan
serangan demi serangan, dan jangan beri dia kesempatan menarik napas."
Akhirnya ia minta dibawakan nasi dan menyuruh makan malamnya disajikan saat itu juga.
Hideyoshi tak pernah lupa makan. Namun pada waktu ia makan pun, kurir-kurir terus
mondar-mandir antara Gakuden dan Inuyama.
Kemudian kurir terakhir tiba dengan membawa pesan dari Shonyu. Sambil hergumam, Hideyoshi
menghirup sup dari dasar mangkuknya. Malam itu suara tembak-menembak terdengar jauh di balik
perkemahan utama. Sejak dini hari letusan senapan menggema di sana-sini di garis depan, dan
terus berlanjut sampai esoknya. Sampai sekarang pun ini dianggap sebagai awal serangan umum
oleh pasukan Barat pimpinan Hideyoshi.
Namun sesungguhnya serangan pertama kemarin hanya merupakan tipu muslihat. Gerakan
sebenarnya adalah persiapan di Inuyama untuk serangan mendadak Shonyu ke Okazaki.
Hideyoshi hendak mengalihkan perhatian Ieyasu, sementara pasukan Shonyu menyusuri jatan-jalan
kecil dan menyerang benteng utama Ieyasu.
Pasukan Shonyu terdiri atas empat korps:
Korps Pertama: enam ribu orang di bawah komando Ikeda Shonyu.
Korps Kedua: tiga ribu orang di bawah komando Mori Nagayoshi.
Korps Ketiga: tiga ribu orang di bawah komando Hori Kyutaro.
Korps Keempat: delapan ribu orang di bawah komando Miyoshi Hidetsugu.
Korps Pertama dan Kedua membentuk barisan utama sekaligus kekuatan utama pasukan
tersebut - -prajurit-prajurit yang siap menyambut kemenangan maupun maut.
Hari keenam Bulan Keempat telah tiba. Setelah menunggu sampai tengah malam, kedua puluh ribu
prajurit di bawah pimpinan Shonyu diam-diam bertolak dari Inuyama. Panji-panji mereka tidak
8 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dikibarkan, kaki kuda-kuda mereka dibungkus kain. Sepanjang malam mereka bergerak maju dan
menyongsong fajar di Monoguruizaka.
Para prajurit menghabiskan ransum masing-masing dan beristirahat sejenak, lalu kembali berbaris
dan berkemah di Desa Kamijo. Dari sana rombongan pengintai dikirim ke Benteng Oteme.
Sebelumnya, Komandan Bangau Biru, Sanzo, telah diutus oleh Shonyu untuk menemui Morikawa
Gonemon, komandan benteng tersebut, yang sudah berjanji akan membelot dari pihak Ieyasu. Tapi
sekarang, sekadar untuk berjaga-jaga. Sanzo dikirim sekali lagi.
Shonyu kini sudah menyusup jauh ke wilayah musuh. Pasukannya maju langkah demi langkah,
semakin mendekati benteng utama Ieyasu. Ieyasu tentu saja tidak berada di sana, sama halnya
dengan para jendral dan prajuritnya yang telah menuju garis depan di Bukit Komaki, terhadap
rumah kosong, jantung provinsi asal marga Tokugawa, yang kini menyerupai kepompong kopong
inilah Shonyu akan melancarkan pukulan mematikan.
Komandan Benteng Oteme, yang semula bersekutu dengan pihak Tokugawa tapi dibujuk oleh
Shonyu, telah menerima jaminan dari Hideyoshi atas wilayah senilai lima puluh ribu gantang.
Gerbang benteng terbuka lebar, dan komandan nya sendiri yang keluar untuk menyambut para
penyerbu, menunjukkan jalan. Di zaman keshogunan lama, bukan kalangan samurai saja yang
dilanda kebejatan dan kemerosotan akhlak. Di bawah kepemimpinan Ieyasu, baik junjungan
maupun pengikut makan nasi dingin dan bubur; mereka terjun ke kancah pertempuran; mereka
mengangkat cangkul. bekerja di ladang, dan menjadi buruh tani untuk menyambung hidup. Akhirnya
mereka berhasil mengatasi segala kesusahan dan menggalang kekuatan memadai untuk
menentang Hideyoshi. Meski demikian, di sini pun tetap ada samurai seperti Morikawa Gonemon.
"Ah, Jendral Gonemon." ujar Shonyu dengan wajah berseri-seri. "Aku bersyukur bahwa Tuan tetap
berpegang pada janji Tuan dan menyambut kedatangan kami hari ini. Jika semuanya berjalan
sesuai rencana, proposal sebesar lima puluh ribu gantang akan dikirimkan langsung pada Yang
Mulia Hideyoshi." "Itu tidak perlu. Semalam aku telah menerima jaminan dari Yang Mulia Hideyoshi."
Mendengar jawaban Gonemon, Shonyu sekali lagi dibuat kagum oleh kewaspadaan dan
kesungguhan Hideyoshi. Para prajurit Shonyu kini membentuk tiga pasukan dan mulai menuju Dataran Nagakute. Mereka
melewati satu benieng lagi, Benteng Iwasaki, yang dipertahankan hanya oleh dua ratus tiga puluh
orang. "Biarkan saja. Percuma kita merebut benteng sekecil itu. Kita tidak punya waktu untuk
bermain-main." Sambil memandang Benteng Iwasaki dengan curiga, baik Shonyu maupun Nagayoshi melewatinya,
seakan-akan benteng itu tak berarti sama sekali. Namun tiba-tiba saja mereka dihujani tembakan
dari dalam benteng, dan salah satu peluru menyerempet panggul kuda Shonyu. Kuda itu
memberontak. dan Shonyu nyaris terlempar dari pelana.
"Kurang ajar!" Sambil mengacungkan pecut, Shonyu berseru kepada para prajurit Korps Pertama.
9 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Habisi benteng kecil itu sekarang juga!"
Ini merupakan pertempuran perdana bagi pasukannya. Seketika seluruh energi yang selama ini
dipendam meledak. Dua komandan masing-masing membawa sekitar seribu prajurit dan menyerbu
Benteng Iwasaki. Benteng yang lebih kokoh pun tak sanggup menghalau gempuran sedemikian
hebat, dan benteng ini hanya dipertahankan oleh segelintir orang.
Dalam sekejap tembok-ternboknya telah dipanjati, selokannya ditimbun. kobaran api bermunculan
di mana-mana, dan matahari terhalang asap hitam. Saat itulah jendral yang memimpin pasukan
bertahan keluar, dan gugur dengan pedang ditangan. Semua anak buahnya dibantai, keeuali satu
orang yang berhasil meloloskan diri dan berlari ke Bukit Komaki untuk melaporkan kepada Ieyasu.
Selama pertempuran singkat itu, Korps Kedua di bawah Nagayoshi telah memperbesar jarak antara
mereka dan Korps Pertama. Prajurit-prajuritnya kini beristirahat dan menyantap ransum
masing-masing. Sambil makan, mereka menoleh dan bertanya-tanya, dari mana asap yang mengepul-ngepul itu
berasal. Tapi tak lama kemudian seorang kurir dari garis depan mengumumkan penaklukan
Benteng Iwasaki. Kuda-kuda mereka merumput dengan tenang, sementara suara tawa terdengar
menggema. Setelah menerima informasi tersebut, Korps Ketiga pun beristirahat di Kanahagiwara. Di belakang
mereka, Korps Keempat ikut berhenti dan menunggu sampai korps-korps di depan mulai bergerak
maju lagi. Musim semi sudah hampir berakhir di pegunungan, dan musim panas sudah dekat. Birunya langit
tampak sangat cerah, bahkan lebih kuat daripada birunya laut. Begitu berhenti, kuda-kuda mulai
mengantuk, dan kicauan burung bulbul terdengar di ladang-Iadang dan hutan-hutan.
Dua hari sebelumnya, pada malam hari keenam Bulan Keempat, dua petani dari Desa Shinoki
merangkak melewati ladang-ladang dan menyelinap dari pohon ke pohon, menghindari para
pengintai pasukan Barat. "Ada sesuatu yang harus kami laporkan pada Yang Mulia Ieyasu! Kami membawa berita yang
sangat penting!" kedua orang itu berseru ketika mereka berlari ke perkemahan utama di Bukit
Komaki. Ii Hyobu membawa mereka ke markas besar Ieyasu. Sesaat sebelumnya, Ieyasu sempat berbicara
dengan Nobuo. tapi setelah Nobuo pergi, ia mengambil buku berisi bunga rampai Konfusius dari
atas lemari senjatanya dan mulai membaca dengan tenang, tanpa memedulikan suara tembakan di
kejauhan. Dengan selisih umur lima tahun dari Hideyoshi. ia akan merayakan ulang tahun keempat puluh dua
tahun ini, seorang jendral di puncak kejayaannya. Penampilannya begitu lembut dan ramah.
tubuhnya begitu lembek dan kulitnya begitu pucat. sehingga sukar untuk mempercayai bahwa ia
telah mengalami segala macam kesusahan, dan bahwa ia pernah terlibat pertempuran-pertempuran
di mana ia memacu pasukannya hanya dengan sorot matanya.
"Siapa itu" Naomasa" Masuklah, masuklah." Ieyasu menutup bungai rampai yang tengah
dibacanya, lalu memutar kursi.
10 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Kedua petani itu melaporkan bahwa sejumlah unit dari pasukan Hideyoshi meninggalkan Inuyama
malam itu dan menuju ke arah Mikawa.
"Kalian telah berjasa," ujar Ieyasu. "Kalian akan menerima imbalan yang pantas."
Ieyasu mengerutkan kening. Jika Okazaki diserang, tak ada yang dapat dilakukannya. Ia sendiri pun
tak menyangka bahwa musuh akan meninggalkan Bukit Komaki dan melancarkan serangan ke
provinsi asalnya, Mikawa.
"Panggil Sakai, Honda, dan Ishikawa sekarang juga," katanya dengan tenang.
Ketiga jendral itu menerima perintah menjaga Bukit Komaki sementara ia pergi. Ia akan memimpin
sebagian besar pasukannya dan mengejar pasukan Shonyu.
Kira-kira pada waktu yang sama. seorang samurai desa melapor ke perkemahan Nobuo. Ketika
Nobuo membawa orang tersebut ke hadapan Ieyasu, sekutunya itu sedang mengadakan rapat
anggota staf. Kuharap Yang Mulia Nobuo pun turut serta. Rasanya tidak berlebihan jika kukatakan bahwa
pengejaran ini akan berakhir dengan pertempuran hebat, dan ketidakhadiran Yang Mulia akan
mengurangi maknanya."
Pasukan Ieyasu dibagi menjadi dua korps, dengan jumlah keseluruhan lima belas ribu sembilan
ratus orang. Pasukan Mizuno Tadashige yang berkekuatan empat ribu prajurit akan bertindak
sebagai barisan depan. Pada malam hari kedelapan bulan itu. korps utama di bawah Ieyasu dan Nobuo telah bertolak dari
Bukit Komaki. Akhirnya mereka menyeberangi Sungai Shonai. Unit-unit di bawah komando
Nagayoshi dan Kyutaro berkemah di Desa Kamijo yang berjarak kurang dari enam mil.
Cahaya samar-samar yang meliputi sawah-sawah dan kali-kali kecil me-nunjukkan bahwa fajar
sudah dekat, tapi bayang-bayang hitam masih tampak di mana-mana. dan awan-awan gelap
menggantung rendah di atas bumi.
"Hei! Itu mereka!" "Tiarap! Tiarap!"
Di tengah-tengah sawah. di antara semak-semak. dalam bayang-bayang pepohonan, di
cekungan-cekungan di tanah, para prajurit pasukan pengejar segera membungkuk. Sambil
memasang telinga. mereka mendengar pasukan Barat berbaris di jalan yang menyilang di sebuah
hutan di kejauhan. Pasukan pengejar membagi diri menjadi dua korps. dan diam-diam membuntuti barisan belakang
musuh yang terdiri atas Korps Keempat pasukan Barat di bawah komando Mikoshi Hidetsugu.
Seperti itulah posisi kedua pasukan pada pagi hari kesembilan. Komandan yang ditunjuk Hideyoshi
untuk tugas penting ini - keponakannya sendiri, Hidetsugu - belum menyadari situasi pada waktu
fajar menyingsing. Meskipun Hideyoshi menunjuk Hon Kyutaro yang sudah sarat pengalaman sebagai pemimpin
penyerbuan ke Mikawa, Hidetsugu-lah yang diangkatnya sebagai panglima tertinggi. Namun usia
11 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Hidetsugu baru enam belas tahun, sehingga Hideyoshi memilih dua jendral senior dan
memerintahkan mereka untuk mengawasi komandan muda itu.
Pasukan Barat masih letih ketika matahari mulai terbit. Sadar bahwa para prajurit merasa lapar.
Hidetsugu memberi aba-aba berhenti. Setelah diperintahkan untuk makan, para jendral dan prajurit
duduk, lalu menyantap ransum pagi masing-masing.
Tempat itu bernama Hutan Hakusan, disebut demikian karena Tempat Persembahan Hakusan
berada di puncak sebuah bukit kecil di sana. Di puncak itulah Hidetsugu memasang kursinya.
"Kau masih punya air?" pemuda itu bertanya pada seorang pengikut. "Airku sudah habis, dan
kerongkonganku benar-benar kering."
la meraih botol yang disodorkan padanya, dan mereguk isinya sampai tetes terakhir.
"Minum terlalu banyak dalam perjalanan tidak baik. Bersabarlah sedikit. tuanku," seorang pengikut
menegurnya. Tapi Hidetsugu menoleh pun tidak. Orang-orang yang ditugaskan Hideyoshi untuk mengawasinya
merupakan duri dalam daging, la berusia enam belas tahun, bertugas sebagai panglima tertinggi,
dan semangat tempurnya tentu saja berkobar-kobar.
"Siapa itu yang sedang berlari ke sini?"
*Itu Hotomi." "Hotomi" Kenapa dia ada di sini?" Hidetsugu menyipitkan mata dan berjinjit agar dapat melihat lebih
jelas. Hotomi, komandan korps tombak, menghampirinya dan berlutut. Napasnya terengah-engah.
"Tuanku Hidetsugu, kita ada masalah!" "Begitu"
"Sudikah tuanku mendaki ke puncak bukii?" "Itu!" Hotomi menunjuk awan debu. "Sekarang masih
jauh, tapi awan itu bergerak dari pegunungan ke arah dataran."
"Kelihaiannya bukan angin puyuh. Hmm. itu pasti sebuah pasukan." "Tuanku harus mengambil
keputusan." "Musuhkah itu?"
"Hamba rasa tidak ada jawaban lain." Tunggu, benarkah itu pasukan musuh?"
Hidetsugu masih bersikap acuh tak acuh. Sepertinya ia tidak percaya bahwa musuh sedang menuju
ke arah mereka. Tapi begitu para pengikutnya sampai di puncak bukit, mereka langsung berseru-seru.
"Keparat!" "Sudah kuduga musuh akan mengikuti kita. Siagalah!"
Tak sabar menanti perintah Hidetsugu. semuanya bergegas menyepak-nyepak rumput dan
menerbangkan debu. Tanah serasa bergetar, kuda-kuda meringkik, perwira dan prajurit
12 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
bersahut-sahutan. Dalam selang waktu yang diperiukan untuk beralih dari suasana makan ke
keadaan siap tempur, para komandan Tokugawa telah memberikan perintah untuk memberondong
pasukan Hidetsugu dengan tembakan dan menghujani mereka dengan anak panah.
Tembak! Lepaskan anak panah!" "Serbu mereka!"
Melihat kebingungan yang melanda musuh, pasukan berkuda dan korps tombak segera menerjang.
"Jangan biarkan mereka mendekati Yang Mulia!"
Di sekeliling Hidetsugu kini terdengar teriakan-teriakan liar untuk me-nyelamatkan nyawa.
Serangan musuh datang dari segala arah, dari pepohonan, dari semak belukar, dari jalan raya.
Hanya ada satu kelompok yang tak berhasil meloloskan diri, yaitu kelompok yang terdiri atas
Hidetsugu dan para pengikutnya.
Hidetsugu mengalami luka ringan di dua atau tiga tempat. dan ia mengayun-ayunkan tombaknya
dengan garang. "Tuanku masih di sini?" "Cepat! Mundur! Kembali!"
Ketika para pengikutnya melihatnya, mereka menegurnya dengan gusar. Semuanya gugur dalam
pertempuran itu. Kinoshiu Kageyu melihat bahwa Hidetsugu kini berjalan kaki karena kudanya kabur
entah ke mana. "Ini! Ambil kuda hamba! Gunakan pecut dan tinggalkan tempat ini tanpa menoleh ke belakang!"
Setelah menyerahkan kudanya pada Hidetsugu, Kageyu menancapkan panjinya di tanah. Tak
sedikit prajurit tewas di ujung pedangnya, sebelum ia pun akhirnya menemui ajal. Hidetsugu
berpegangan pada pelana, namun sebelum ia sempat naik ke atas kuda, binarang itu mati terkena
peluru. "Berikan kudamu padaku!
Sambil lari tergopoh-gopoh, Hidetsugu melihat seorang prajurit berkuda lewat di dekatnya dan
segera berseru. Orang itu langsung menarik tali kekang, lalu menatap Hidetsugu dari atas kudanya.
"Ada apa. tuanku?" "Berikan kudamu."
"Iiu sama saja dengan minta payung seseorang pada waktu turun hujan. bukan" Tidak, kudaku
takkan kuberikan, walaupun atas perintah tuanku." "Kenapa tidak?"
"Karena tuanku hendak mundur, sedangkan hamba masih akan menerjang musuh."
Setelah menolak dengan tegas, prajurit itu kembali memacu kudanya. Di punggungnya, selembar
daun bambu tampak berkibar-kibar.
"Keparat!" Hidetsugu menyumpah ketika memperhatikan orang itu men-jauh. Ia merasa dipandang
sebelah mata oleh prajurit tersebut. Hidetsugu menoleh ke belakang dan melihat awan debu yang
diterbangkan musuh. Tapi sekelompok prajurit dari berbagai korps yang telah menelan kekalahan
melihatnya dan berseru-seru agar ia berhenti.
"Tuanku! Jika tuanku berlari ke arah itu, tuanku akan bertemu musuh lagi!"
13 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Mereka segera mengelilingi dan menggiringnya ke arah Sungai Kanare.
Ketika menuju ke sana, mereka menangkap seekor kuda yang terlepas. dan Hidetsugu akhirnya
memperoleh tunggangan. Tapi pada waktu mereka beristirahat sejenak di suatu tempat bernama
Hosogane, mereka kembali diserang musuh dan setelah menderita kekalahan lagi, melarikan diri ke
arah Inaba.

Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan demikian, Korps Keempat digulung habis. Korps Ketiga, yang dipimpin oleh Hori Kyutaro,
berkekuatan sekitar tiga ribu orang. Semua korps saling terpisah sejauh tiga sampai lima mi,. dan
kurir-kurir terus mondar-mandir, sehingga jika Korps Pertama beristirahat, korps-korps berikut-nya
pun berhenti, satu demi satu.
Sekonyong-konyong Kyutaro menempelkan tangan ke telinga. "Bukankah itu suara tembakan?"
Saat itulah salah satu pengikut Hidetsugu memacu kudanya ke tengah-tengah pasukan yang
sedang beristirahat. "Kami menderita kekalahan telak. Pasukan utama telah dibinasakan oleh bala tentara Tokugawa,
dan nasib Yang Mulia Hidetsugu pun tidak jelas. Berbaliklah segera!"
Kyutaro tampak terkejut, tapi ia menanggapi berita itu dengan tenang.
"Kau anggota korps kurir?"
"Mengapa tuanku bertanya begitu dalam keadaan seperti sekarang?" "Kalau bukan kurir. kenapa
kau tergopoh-gopoh begini" Kau melarikan diri?"
Tidak! Hamba datang untuk melaporkan situasi. Hamba tidak tahu apakah hamba bersikap
pengecut atau tidak, tapi hamba datang secepat mungkin untuk memberitahu Yang Mulia
Nagayoshi dan Yang Mulia Shonyu."
Kemudian orang itu memacu kudanya dan menghilang, menuju korps berikut di depan.
"Karena yang datang adalah seorang pengikut. bukan seorang kurir, kita terpaksa menyimpulkan
bahwa barisan belakang kita menderita kekalahan mutlak."
Sambil memendam kegelisahan dalam hatinya. Kyutaro tetap duduk di kursinya.
"Semuanya ke sini!" Para pengikut dan perwiranya, yang telah memahami situasi, berkumpul
dengan wajah pucat. "Pasukan Tokugawa sudah siap menyerang. Jangan sia-siakan peluru.
Tunggu sampai jarak antara kita dan musuh tinggal dua puluh meter sebelum kalian melepaskan
tembakan." Setelah memberikan perintah mengenai penempatan pasukan, ia menyampaikan pesan
terakhir, "Aku akan memberikan seratus gantang untuk setiap prajurit musuh yang tewas."
Dugaan Kyutaro ternyata tidak meleset. Pasukan Tokugawa yang sebelumnya telah melayangkan
pukulan mematikan terhadap korps Hidetsugu kini menyerang korpsnya dengan garang. Para
komandan Tokugawa pun tercengang melihat semangat tempur pasukan mereka.
Busa menempel di mulut semua kuda, wajah para prajurit tampak tegang, dan baju tempur yang
datang bergelombang telah diselubungi darah dan debu. Ketika pasukan Tokugawa makin
14 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mendekat, Kyutaro mengawasi mereka dengan cermat, lalu memberi aba-aba.
Tembak!" Seketika timbul gemuruh mengerikan dan gulungan asap tebal yang menyerupai tembok. Dengan
senapan-senapan kuno yang mereka gunakan, orang-orang yang terlatih pun memerlukan waktu
lima sampai enam tarikan napas untuk kembali mengisi mesiu dan peluru. Karena itu, mereka
memakai sistem berondongan bergilir. Setiap berondongan terhadap musuh segera diikuti oleh
yang berikut. Pasukan penyerang terpontang-panting menghadapi pertahanan ini. Dalam sekejap
mayat mayat sudah mulai ber-gelimpangan di tanah.
"Mereka sudah menunggu!" "Berhenti! Mundur!"
Para komandan Tokugawa meneriakkan perintah mundur, tapi para prajurit mereka tak mudah
dihentikan. Kyutaro menyadari bahwa saatnya sudah tiba dan memerintahkan serangan balasan.
Kemenangannya sudah pasti, baik secara psikologis maupun fisik, tanpa perlu menunggu hasil
pertempuran. Pasukan yang baru saja mencicipi kejayaan kini mengalami nasib seperti Hidetsugu
beberapa saat sebelumnya.
Di seluruh jajaran pasukan Hideyoshi, korps tombak Hori Kyutaro terkenal hebat. Mayat
orang-orang yang menemui ajal di ujung tombak-tombak itu kini menghalangi kuda-kuda para
komandan yang berusaha kabur. Para jendral Tokugawa berhasil lolos, pedang-pedang panjang
mereka terayun-ayun pada waktu mereka melarikan diri dari tombak-tombak yang terus mengejar.
Langkah Gemilang DATARAN NAGAKUTE terselubung asap mesiu, bau mayat dan darah terasa
menyengat. Dengan munculnya matahari, dataran itu tampak membara.
Suasana telah kembali tenteram, tapi para prajurit yang semula mengobarkan api permusuhan kini
bergegas ke arah Yazako, bagaikan awan ditiup badai.
Kyutaro tidak terpancing untuk bertindak gegabah ketika memburu pasukan Tokugawa. "Barisan
belakang jangan ikut. Ambil jalan memutar ke Inokoishi dan kejar mereka dari dua arah."
Satu unit berpencar dan menyusuri jalan lain, sementara Kyutaro membawa enam ratus orang
untuk mengejar musuh. Korban tewas dan luka dari pihak Tokugawa yang ditinggalkan di tepi jalan
berjumlah lebih dari lima ratus orang, tapi jumlah anak buah Kyutaro pun terus menyusut.
Meskipun korps utama sudah berada jauh di depan, dua orang yang masih bernapas di tengah
mayat-mayat kini beradu tombak. Tapi, mungkin karena terlalu menyulitkan, mereka lalu
mengempaskan senjata-senjata itu dan menghunus pedang masing-masing. Sambil bergulat
mereka terjatuh, berdiri lagi, dan terus bertempur tanpa henti. Akhirnya salah satu berhasil
memenggal lawannya. Diiringi teriakan yang nyaris tak terkendali, sang pemenang mengejar
rekan-rekannya di korps utama. Sekali lagi ia menghilang di tengah asap dan darah, namun akibat
terjangan peluru nyasar, ia pun ambruk sebelum sempat bergabung dengan pasukannya.
Kyutaro berteriak-teriak sampai serak, "Percuma saja mereka dikejar-kejar. Genza! Momoemon!
Hentikan pasukan! Suruh mereka mundur!"
15 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Beberapa pengikutnya memacu kuda ke garis depan, dan dengan susah payah menghalau anak
buah mereka. "Mundur!" "Berkumpul di bawah panji komandan!"
Hori Kyutaro turun dari kuda dan melangkah dari jalan ke ujung sebuah tebing. Dari sini
pandangannya tak terhalang, dan ia pun menatap ke kejauhan.
"Ah, dia datang begitu cepat," gumamnya. Roman mukanya menunjukkan bahwa ia tak lagi mabuk
kemenangan. Sambil berpaling kepada para pengikutnya, ia menyuruh mereka melihat ke arah itu.
Di barat, di sebuah daerah agak tinggi yang berseberangan dengan matahari pagi, sesuatu tampak
berkilau-kilau di Gunung Fujigane.
Bukankah itu lambang leyasu - panji komandan dengan kipas emas" Kyutaro angkat bicara, dan
suaranya bernada pilu, "Hatiku terasa pedih karena terpaksa mengatakan ini, tapi kita tak punya
strategi untuk menghadapi lawan setangguh itu. Tugas kita di sini sudah selesai."
Kyutaro segera mengumpulkan pasukannya dan mulai bergerak mundur. Tapi pada saat itulah
empat kurir dari Korps Pertama dan Kedua yang datang bersama-sama dari arah Nagakute
menghadapnya. "Yang Mulia diperintahkan berbalik dan bergabung dengan barisan depan. Ini perintah langsung
dari Yang Mulia Shonyu."
Kyutaro menolak dengan tegas, "Tidak. Kami akan mundur."
Para kurir hampir tak percaya pada apa yang mereka dengar. "Sebentar lagi pertempuran akan
meletus. Yang Mulia harap kembali dan segera bergabung dengan pasukan junjungan kami!"
mereka mengulangi dengan nada tinggi.
Kyutaro meninggikan suara, "Kalau aku bilang mundur, aku mundur! Kita harus memastikan bahwa
Yang Mulia Hidetsugu selamat. Lagi pula, lebih dari separo pasukan ini telah terluka, dan jika
mereka dipaksa menghadapi musuh yang masih segar bugar, bencanalah yang akan terjadi. Aku
tak mau memulai pertempuran yang aku tahu tak dapat kumenangkan. Sampaikan ini pada Yang
Mulia Shonyu dan Yang Mulia Nagayoshi!"
Dan dengan ini, ia segera memacu kudanya.
Di sekitar Inaba, korps Kyutaro bertemu dengan Hidetsugu dan sisa pasukannya yang selamat.
Kemudian, sambil membakar rumah-rumah petani di sepanjang jalan. mereka berulang kali
membela diri terhadap serangan pasukan Tokugawa yang terus mengejar, dan akhirnya kembali ke
perkemahan utama Hideyoshi di Gakuden menjelang matahari terbenam.
Para kurir yang memohon bantuan Kyutaro marah sekali.
"Pengecut macam apa yang lari ke perkemahan utama tanpa mau melihat kesulitan yang dialami
sekutu-sekutunya?" 16 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Rupanya dia dicekam ketakutan."
"Hari ini Hori Kyutaro telah menunjukkan watak sesungguhnya. Kita akan mencelanya kalau kita
kembali dalam keadaan hidup."
Mereka kini berpaling ke arah korps mereka sendiri, yang dipimpin Shonyu, dan dengan geram
mereka memacu kuda masing-masing.
Memang, kedua korps di bawah komando Shonyu dan Nagayoshi merupakan makanan empuk bagi
Ieyasu. Kedua orang tersebut sungguh berbeda. Pertempuran antara Hideyoshi dan Ieyasu saat itu
menyerupai penandingan sumo umuk memperebutkan gelar juara, dan kedua-duanya saling
memahami dengan baik. Sejak dini Hideyoshi dan Ieyasu telah menyadari bahwa bentrokan
bersenjata tak terelakkan, dan mereka sama-sama menyadari bahwa musuh bukan orang yang
dapat ditaklukkan dengan tipu muslihat atau gertakan. Namun sungguh malang nasib prajurit gagah
dan garang yang hanya dituntun oleh kebanggaannya sebagai pejuang semata-mata. Terdorong
oleh semangatnya yang membara, ia tak sanggup mengenali musuh maupun kemampuan nya
sendiri. Setelah memasang kursinya di Gunung Rokubo, Shonyu memeriksa lebih dari dua ratus kepala
musuh yang berhasil dibawa dari Benteng Iwasaki.
Hari masih pagi, baru sekitar pertengahan pertama Jam Naga. Shonyu sama sekali belum
mengetahui bencana yang terjadi di belakangnya. Pada waktu memandang reruntuhan benteng
yang masih berasap, ia terbuai oleh kesenangan sesaat yang begitu mudah menguasai kaum
prajurit. Seusai pemeriksaan kepala musuh dan pencatatan jasa-jasa anak buahnya, mereka makan pagi.
Sambil mengunyah, para prajurit sesekali menoleh ke barat laut. Tiba-tiba ada sesuatu yang juga
menarik perhatian Shonyu.
Tango, apa itu di langit sebelah sana?" tanyanya. Semua jendral di sekitar Shonyu menengok ke
timur laut. "Mungkinkah ada huru-hara, salah satu dari mereka menduga-duga.
Namun ketika sedang menghabiskan sisa ransum, mereka didatangi kurir Nagayoshi. "Kami
disergap! Mereka menyelinap dari belakang!" orang itu berseru sambil bersujud di depan kursi
Shonyu. Seketika para jendral merinding, seakan-akan terkena embusan angin dingin.
"Apa maksudmu, mereka menyelinap dari belakang?" tanya Shonyu. "Barisan belakang Yang Mulia
Hidetsugu diikuti pasukan musuh."
"Barisan belakang?"
"Serangan mereka datang tiba-tiba dari kedua sisi."
Shonyu mendadak berdiri, bersamaan dengan kemunculan kurir kedua dari Nagayoshi.
17 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tuanku tak boleh membuang-buang waktu.
Barisan belakang Yang Mulia Hidetsugu menderita kekalahan mutlak."
Semua orang di bukit itu terperanjat. Kemudian terdengar perintah-perintah ketus, diikuti bunyi
langkah para prajurit yang menuruni jalan di kaki bukit.
Di sisi Gunung Fujigane yang tidak terkena sinar matahari, panji komandan berlambang kipas emas
tampak berkilau di atas pasukan Tokugawa. Lambang ini seolah-olah mengandung kekuatan gaib,
dan setiap prajurit pasukan Barat yang melihatnya langsung gemetar. Secara psikologis terdapat
perbedaan besar antara semangat pasukan yang sedang bergerak maju dan semangat pasukan
yang dipaksa mundur. Nagayoshi, yang kini memacu anak buahnya dari atas kuda, tampak seperti
orang yang telah mencium kematiannya sendiri. Baju tempurnya terbuat dari kulit hitam dengan
benang biru, dan baju luarnya menggunakan kain brokat emas di atas dasar putih. Sepasang
tanduk rusa menghiasi helm yang didorong ke belakang, sehingga menggantung pada bahunya.
Kepala Nagayoshi masih dibalut kain putih yang menutupi luka-lukanya.
Korps Kedua semula beristirahat di Oushigahara, tapi begitu mendapat berita menge-nai
pengejaran pasukan Tokugawa. Nagayoshi langsung menyuruh prajurit-prajuritnya bersiaga.
Kemudian ia menatap kipas emas di Gunung Fujigane.
"Ini lawan yang pantas," katanya. "Hari ini aku akan menebus kegagalanku di Haguro. Dan aib
mertuaku akan kuhapus sekaligus."
Hari ini* ia berniat menegakkan kehor-matannya. Nagayoshi laki-laki tampan, dan baju kematian
yang ia kenakan berkesan terlalu suram untuknya. Laporanmu sudah diterima oleh barisan depan?"
Kurir yang baru saja kembali itu menyejajarkan kudanya dengan kuda junjungannya, lalu
menyam-paikan laporannya.
Pandangan Nagayoshi tertuju lurus ke depan ketika ia mendengarkan orang itu. "Bagaimana
dengan orang-orang di Gunung Rokubo?" tanyanya.
"Mereka segera disiagakan, dan sekarang sedang menyusul di belakang kita"
"Kalau begitu, beritahu Yang Mulia Kyutaro di Korps Ketiga bahwa kita akan mengerahkan segenap
kekuatan untuk menghadapi Ieyasu di Gunung Fujigane. dan bahwa beliau diminta mundur ke arah
sini untuk mendukung kita."
Tapi, seperti telah disinggung sebelumnya, permintaan tersebut ditolak oleh Kyutaro, dan para kurir
kembali dengan geram. Pada waktu Nagayoshi menerima laporan mereka, pasukannya telah
melintasi daerah paya-paya di antara gunung-gunung dan sedang mendaki ke Puncak Gifugadake
untuk mencari posisi yang menguntungkan. Di hadapan mereka, panji berlambang kipas emas milik
Ieyasu tampak berkibar-kibar.
Medan di tempat itu cukup berat. Di kejauhan, jalan yang menuju ke salah satu bagian Dataran
Higashi Kasugai tampak meliuk-liuk, sesekali diapit oleh gunung-gunung, terkadang melewati
dataran-dataran sempit. Jalan raya Mikawa yang berhubungan dengan Okazaki terlihat jauh di
selatan. 18 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tapi di banyak tempat pemandangan terhalang gunung-gunung. Tak ada ngarai-ngarai terjal
maupun tebing-tebing tinggi, hanya bukit-bukit yang tampak bergelombang. Musim semi sudah
hampir berakhir, dan pohon-pohon diselubungi kuncup-kuncup berwarna merah pucat.
Kurir-kurir terus datang dan pergi, tapi pikiran-pikiran Nagayoshi dan Shonyu disampaikan tanpa
kata-kata. Pasukan Shonyu yang berkekuatan enam ribu orang segera dipecah menjadi dua unit.
Sekitar empat ribu orang menuju ke utara, lalu membentuk formasi di tenggara, di suatu tempat
tinggi. Panji komandan dan pataka-pataka yang berkibar menunjukkan bahwa pasukan ini dipimpin
oleh putra sulung Shonyu, Yukisuke. serta putra keduanya, Terumasa.
Ini baru sayap kanan. Sayap kiri terdiri atas ketiga ribu prajurit Nagayoshi di Gifugadake. Shonyu,
yang membawahi kedua ribu prajurit lainnya, bertindak sebagai korps cadangan. Ia mendirikan panji
komandannya di tengah-tengah formasi sayap bangau ini.
Formasi apa yang akan digunakan Ieyasu pada saat menyerang"'' tanya Shonyu.
Berdasarkan posisi matahari, mereka menaksir bahwa saat ini baru penengahan .kedua Jam Naga.
Apakah waktu berjalan cepat atau lambat" Hari itu waktu tak dapat diukur dengan cara biasa.
Kerongkongan mereka terasa kering. namun mereka tidak menginginkan air.
Kesunyian yang aneh membuat mereka merinding. Keheningan itu hanya terusik oleh seekor
burung yang berteriak-teriak ketika terbang melintasi dataran. Semua burung lain telah terbang ke
gunung-gunung yang lebih tenteram, meninggalkan tempat itu pada manusia.
Ieyasu tampak berbahu bungkuk. Setelah melewati usia empat puluh, badannya menjadi agak
gembur. Bahkan kala mengenakan baju tempur pun punggungnya melengkung dan pundaknya
kelihatan terlalu gempal; helmnya yang penuh hiasan seakan-akan mendorong kepalanya ke
bawah, sehingga ia seperti tidak memiliki leher. Tangan kanannya, yang menggenggam tongkat
komando, dan tangan kirinya sama-sama bertumpu pada lutut. la duduk mengangkang di kursinya,
dengan sikap membungkuk ke depan yang mengurangi wibawanya.
Demikianlah sikap tubuhnya sehari-hari, bahkan kalau ia duduk meng-hadapi tamu atau
berjalan-jalan. la bukan orang yang suka membusungkan dada. Para pengikut seniornya pernah
menyarankan agar ia memperbaiki sikap, dan Ieyasu pun mengangguk-angguk. Tapi suatu malam,
ketika sedang bicara dengan para pengikutnya, ia bercerita sedikit mengenai masa lalunya.
"Aku dibesarkan dalam kemiskinan. Kecuali itu, aku disandera oleh marga lain sejak aku berusia
enam tahun, dan semua orang yang kulihat di sekelilingku mempunyai lebih banyak hak daripada
aku. Dengan sendirinya aku terbiasa untuk tidak membusungkan dada, bahkan kalau berada
bersama anak-anak lain. Alasan lain untuk sikapku yang buruk ini, ketika aku belajar di ruangan
yang dingin di Kuil Rinzai, aku membaca buku di meja yang begitu rendah, sehingga aku terpaksa
membungkuk terus. Aku terus berangan-angan bahwa suatu hari aku akan dibebaskan oleh marga
Imagawa, dan bahwa tubuhku akan kembali menjadi milikku. Aku tak dapat bermain-main seperti
banyaknya anak-anak."
Rupanya Ieyasu tak sanggup menghapus kenangan pahit dan masa kecilnya. Di antara para
pengikutya tak ada seorang pun yang belum mendengar kisah mengenai hari-harinya sebagai
sandera marga Imagawa. 19 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Di pihak lain," ia melanjutkan. "berdasarkan perkataan Sessai padaku, kaum biksu lebih percaya
pada bentuk bahu seseorang daripada raut wajahnya. Sepertinya, hanya dengan mengamati bahu
seseorang. Sessai dapat mentamsilkan apakah orang itu telah mencapai tahap pencerahan. Nah,
setelah itu aku mulai mengamati bahu para biksu, dan ternyata semuanya bulat dan lembut seperti
lingkaran cahaya yang mengelilingi bulan. Jika seseorang ingin menampung seluruh alam semesta,
dalam dada, dia tak dapat melakukannya dengan dada membusung. Karena itu, aku mulai yakin
bahwa sikapku tidak terlalu buruk."
Setelah mendirikan markas besarnya di Fujigane, Ieyasu memandang berkeliling dengan tenang.
"Gifugadake-kah itu" Orang-orang di sana pasti anak buah Nagayoshi. Hmm, tampaknya pasukan
Shonyu pun akan segera bersiap siaga di salah satu gunung lainnya. Suruh para pengintai
memeriksa keadaan." Tak lama kemudian para pengintai kembali dan melapor pada Ieyasu. lnformasi mengenai
posisi-posisi musuh datang sepotong demi sepotong. Ieyasu mendengarkan semua laporan,
kemudian menyusun strategi.
Saat itu Jam Ular telah tiba. Hampir dua jam telah berlalu sejak panji-panji musuh muncul di gunung
di hadapan mereka. Namun Ieyasu tetap tenang. "Shiroza, Haniuro. Kemarilah." Masih sambil duduk, ia memandang
berkeliling dengan wajah tenteram.
"Ya, tuanku"*" Kedua samurai itu menghampirinya, baju tempur mereka bergemerincing.
Ieyasu meminta pendapat mereka ketika ia membandingkan peta di hadapannya dengan medan
sesungguhnya. "Kalau dikaji lebih mendalam. tampaknya pasukan Shonyu di Kobehazama-lah yang terdiri atas
prajurit-prajurit kawakan. Tergantung pada pergerakan mereka, posisi kita di Fujigane ini mungkin
kurang menguntungkan."
Salah seorang dari mereka menunjuk puncak-puncak di tenggara dan berkata, jika tuanku telah


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertekad untuk melakukan pertempuran jarak dekat yang menentukan, hamba pikir bukit-bukit di
kaki gunung itu lebih cocok untuk mengibarkan panji-panji tuanku."
"Baiklah! Mari kita pindah ke sana."
Sedemikian cepat ia mengambil keputusan. Pergeseran posisi pasukannya dimulai seketika. Dari
bukit-bukit itu mereka hampir dapat menyentuh posisi musuh.
Terpisah hanya oleh paya-paya dan Cekungan Karasuhazama, para prajurit bisa melihat wajah
pasukan musuh dan bahkan mendengar suara-suara mereka yang terbawa angin.
leyasu mengatur penempatan setiap unit, sementara ia sendiri memasang kursinya di suatu tempat
dengan pandangan tak terhalang.
"Ah, rupanya Ii yang memimpin barisan depan hari ini." ujar leyasu.
20 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Pengawal Merah telah berada di garis depan!" "Mereka tampak gagah, tapi entah bagaimana
semangat tempur mereka."
Ii Hyobu berusia dua puluh tiga tahun. Semua orang tahu bahwa pemuda ini sangat dihargai oleh
Ieyasu, dan sampai pagi itu ia masih berada di antara para pengikut yang mendampingi Ieyasu.
Ieyasu sendiri memandang li sebagai orang yang dapat dimanfaarkan, dan ia telah menyerahkan
komando atas tiga ribu orang serta tanggung jawab untuk memimpin barisan depan. Posisi tersebut
memberi peluang untuk meraih kemasyhuran, tapi juga memungkinkan penderitaan paling hebat.
"Bertempurlah sesuka hatimu hari ini." Ieyasu menasihati.
Namun karena Ii masih begitu muda, Ieyasu mengambil langkah pengamanan dengan menyertakan
dua pengikut berpengalaman dalam unit itu. Ia menambahkan. "Perhatikanlah saran kedua pejuang
kawakan ini." Yukisuke dan Terumasa memandang Pengawal Merah dari posisi mereka di Tanojiri, di sebelah
selatan. "Gempurlah Pengawal Merah yang sok pamer itu!" Yukisuke memerintahkan.
Kemudian kakak-beradik tersebut mengirim satu unit berkekuatan dua ratus sampai tiga ratus orang
dari sisi sebuah jurang, serta satu korps serang dengan seribu orang dari garis depan. Semuanya
segera melepaskan tembakan, yang disambut berondongan peluru dari bukit-bukit di kaki gunung.
Asap putih segera menyebar bagaikan awan. Ketika asap mulai menipis dan melayang ke arah
paya-paya, para prajurit Ii yang berbaju serbamerah berlari menuruni bukit. Sekelompok samurai
berbaju hitam serta sejumlah prajurit infanteri bergegas menghadang mereka. Jarak antara kedua
kelompok itu menyusut dengan cepat, dan kedua korps tombak mulai terlibat pertempuran jarak
dekat. Keberanian sejati biasanya terlihat dalam pertempuran tombak melawan tombak. Dan lebih dari itu,
hasil akhir sebuah pertempuran sering kali ditentukan oleh sepak terjang pasukan tombak.
Di sini korps pimpinan Ii membantai beberapa ratus prajurit musuh. Namun di pihak Pengawal
Merah pun korban berjatuhan, dan tak sedikit para pengikut mereka menemui ajal.
Sudah beberapa lama Ikeda Shonyu memikirkan strategi yang akan dijalankannya. Ia melihat
bahwa pasukan di bawah kedua putranya terlibat pertempuran jarak dekat dengan pasukan
Pengawal Merah. dan bahkan pertempuran semakin sengit. "Sekaranglah kesempatan kalian!" ia
berteriak ke belakang. Sebuah korps yang terdiri atas sekitar dua ratus orang berani mati telah bersiap siaga dan
menunggu saat yang tepat. Begitu diberi perintah maju, mereka akan bergegas ke arah Nagakute.
Kebiasaan memilih taktik-taktik tempur yang tidak lumrah sudah mendarah daging dalam diri
Shonyu. Unit pasukan serang menerima penntahnya, memutari Nagakute, dan mengincar pasukan
yang masih tertinggal setelah sayap kiri Tokugawa mendesak maju. Mereka ditugaskan menyerang
pusat pasukan musuh, dan ketika susunan tempur musuh sedang kacau, menangkap sang
Panglima Tertinggi, Tokugawa Ieyasu.
Namun rencana itu tidak berhasil. Mereka dipergoki pihak Tokugawa sebelum mencapai tujuan, dan
di bawah hujan peluru, dipaksa berhenti di daerah paya-paya yang menyulitkan gerak-gerik mereka.
21 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Dalam keadaan terjepit, jatuh banyak korban di pihak mereka.
Nagayoshi-mengamati situasi dari Gifugadake dan berdecak. "Ah. mereka maju terlalu cepat."
serunya. "Tidak biasanya mertuaku begitu tak sabar." Hari ini justru ia yang jauh lebih tenang
dibandingkan mertuanya. Dalam hati, Nagayoshi telah menentukan hari ini sebagai hari
kematiannya. Tanpa terpengaruh oleh hiruk-pikuk di sekelilingnya, ia memandang lurus ke kursi
komandan di bawah panji berlambang kipas emas di bukit seberang.
Kalau saja aku bisa membunuh Ieyasu, katanya dalam hati. Ieyasu, sebaliknya. memusatkan
perhatiannya ke Gifugadake, sebab ia sadar bahwa pasukan Nagayoshi bersemangat tinggi. Pada
pagi sebelumnya. seorang pengintai sempat menyinggung pakaian yang dikenakan Nagayoshi, dan
Ieyasu segera mewanti-wanti orang-orang di sekelilingnya.
Tampaknya Nagayoshi memakai baju kematiannya hari ini, dan tak ada yang lebih menakutkan
daripada musuh yang hendak menyambut maut. ]angan anggap enteng dia, dan jangan sampai
kalian yang dijemput dewa maut.
Dengan demikian, kedua belah pihak memilih bersikap menunggu. Nagayoshi memperhatikan
gerak-gerik lawannya dengan cermat. Ia yakin Ieyasu takkan sanggup berpangku tangan jika
pertempuran di Tanojiri bertambah sengit. Ieyasu pasti akan mengirim satu divisi sebagai bala
bantuan. Dan kesempatan itulah yang akan dimanfaatkan Nagayoshi untuk menyerang.
Namun Ieyasu tak mudah dikelabui.
"Nagayoshi lebih garang daripada kebanyakan orang. Kalau dia diam sepeni ini, dia pasti punya
rencana tertentu." Tapi situasi di Tanojiri ternyata mengecewakan harapan Nagayoshi. Semakin lama semakin banyak
tanda bahwa Ikeda bersaudara akan mengalami kekalahan. Akhirnya ia memutuskan tak dapat
menunggu lebih lama. Tapi secara bersamaan panji komandan dengan lambang kipas emas yang
selama ini tidak kelihatan, mendadak dikibarkan di bukit-bukit tempat Ieyasu menunggu. Setengah
pasukan Ieyasu bergegas ke arah Tanojiri. sementara yang lainnya menyerang Gifugadake sambil
bersorak-sorak. Prajurit-prajurit Nagayoshi maju untuk menghalau mereka, dan dengan bentrokan kedua pasukan
itu, Cekungan Karasuhazama segera dilanda banjir darah.
Letusan senapan terdengar tanpa henti, Pertempuran sengit pecah di daerah yang terkurung oleh
bukit-bukit itu, ringkikan kuda serta gemerincing pedang panjang dan tombak terus bergema. Suara
para prajurit yang menyerukan nama masing-masing kepada lawan-lawan mereka
mengguncang-kan bumi dan langit.
Dalam sekejap tak ada satu orang pun yang tidak terlibat dalam pertarungan maut, dan tak satu
komandan maupun prajurit pun yang tidak berjuang mari-matian. Begitu salah satu pasukan
kelihatan di atas angin, prajurit-prajuritnya ambruk; sedangkan mereka yang sudah hampir bertekuk
lutut tiba-tiba berhasil mematahkan serangan musuh. Tak ada yang tahu siapa yang menang, dan
selama beberapa saat pertempuran berlangsung tak menentu.
Ada yang roboh dan gugur di ujung pedang, ada pula yang berjaya dan mengumandangkan
namanya sendiri. Dari mereka yang terluka, beberapa dicaci maki sebagai pengecut, tapi ada juga
22 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
yang dianggap sebagai prajurit yang gagah berani. Namun jika diamati secara saksama. terlihat
bahwa semuanya bergegas menuju keabadian, dan masing-masing menentukan nasibnya sendiri.
Rasa malu adalah satu-satunya alasan Nagayoshi tidak berpikir untuk kembali ke dunia sehari-hari
dalam keadaan hidup. Itulah alasan ia mengenakan baju kematiannya.
"Aku akan mencegat Ieyasu!" Nagayoshi bersumpah.
Ketika pertempuran semakin membingungkan. Nagayoshi memanggil sekitar lima puluh prajurit.
dan mulai bergerak ke arah panji komandan berlambang kipas emas.
"Aku akan mencegat Ieyasu! Sekarang!" Dan ia mulai memacu kudanya ke bukit seberang.
"Berhenti! Kau takkan ke mana-mana!" teriak seorang prajurit Tokugawa. Tangkap Nagayoshi!"
"Itu dia! Yang memakai tudung putih dan memacu kudanya dengan kencang!"
Gelombang demi gelombang orang-orang berbaju tempur itu berusaha menghalaunya, tapi
semuanya terinjak atau diselubungi percikan darah.
Namun kemudian satu di antara sekian banyak peluru yang berdesingan, yang dilepaskan dari laras
senapan yang membidik samurai berbaju putih itu menghantam Nagayoshi tepat di antara kedua
matanya. Tudung putih yang menutupi kepala Nagayoshi mendadak berubah merah. Nagayoshi terempas
dari belakang kudanya, dan untuk terakhir kali menatap langit Bulan Keempat. Pemuda gagah
berusia dua puluh enam tahun itu jatuh ke tanah, tangannya masih menggenggam tali kekang,
Hyakudan, kuda kesayangan Nagayoshi, berdiri di atas kedua kaki belakangnya dan meringkik
penuh duka. Anak buahnya menjerit pilu ketika menghampirinya. Sambil menggotong jenazahnya, mereka
mundur ke Puncak Gifugadake. Pasukan Tokugawa segera mengejar, berjuang untuk meraih
simbol kemenangan mereka, ber-teriak-teriak, "Bawa kepalanya!"
Para prajurit yang baru saja kehilangan pemimpin nyaris menangis. Sambil berbalik dengan wajah
mengerikan, mereka mengerahkan tombak masing-masing untuk menyambut para pengejar. Dan
meski dilanda kekalutan, mereka masih sempat menyembunyikan jasad Nagayoshi. Namun berita
bahwa Nagayoshi telah gugur segera menyebar bagaikan angin yang dingin membeku. Satu lagi
bencana telah menimpa pasukan Shonyu.
Suasana di medan tempur menyerupai sarang semut yang disiram air panas, di mana-mana terlihat
prajurit-prajurit melarikan diri dalam keadaan kalang kabut.
"Mereka tak pantas disebut sekutu!" seru Shonyu ketika mendaki ke tempat yang lebih tinggi dan,
bertentangan dengan keadaan damai di sekelilingnya, mencaci maki segelintir prajurit yang
berpapasan dengannya. "Aku ada di sini! Jangan lari kocar-kacir! Kalian sudah melupakan apa
yang kalian pelajari setiap hari" Kembali! Kembali dan bertempurlah!"
Tapi orang-orang bertudung hitam di sekitarnya tidak menghentikan langkah mereka. Justru
sebaliknya, hanya seorang pelayan belia berusia lima belas atau enam belas tahun yang
23 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
menghampirinya sambil terhuyung-huyung.
Ia menuntun seekor kuda lepas dan menawarkannya pada junjungannya.
Dalam pertempuran di kaki bukit, kuda Shonyu terkena peluru dan roboh seketika. Shonyu sempat
terkepung, tapi dengan garang ia menerabas membuka jalan dan mendaki bukit.
"Aku sudah tidak butuh kuda. Pasang kursiku di sini."
Pelayan itu melaksanakan perintah, dan Shonyu pun duduk.
"Empat puluh delapan tahun berakhir di sini,"
ia bergumam pada diri sendiri. Sambil menatap pelayan di hadapannya, ia melanjutkan, "Kau putra
Shirai Tango, bukan" Kurasa ayah dan ibumu sudah menunggu. Larilah sekencang mungkin ke
Inuyama. Lihat, peluru-peluru sudah berham-buran! Pergilah dari sini! Sekarang!"
Setelah mengusir pelayan yang hampir menangis itu, Shonyu tinggal seorang diri. Ia merasa tak
mempunyai beban lagi. Dengan tenang ia memandang dunia untuk terakhir kali.
Tak lama kemudian terdengar suara menyerupai bunyi binatang yang sedang bertarung, dan
pepohonan di celah tepat di bawahnya terguncang-guncang. Rupanya beberapa anak buahnya
yang bertudung hitam masih bertahan, dan mereka mengayunkan senjata dalam pergulatan hidup
atau mati. Shonyu seakan-akan mati rasa, Kemenangan dan kekalahan tak penting lagi. Kesedihan yang
mengiringi perpisahan dari dunia ini membangkitkan kenangan masa silam yang dibubuhi oleh
wangi air susu ibunya. Sekonyong-konyong semak belukar di hadapannya mulai bergoyang-goyang.
"Siapa itu?" Mata Shonyu bersinar-sinar. "Musuhkah?" ia berseru. Suaranya yang begitu tenang
mengejutkan prajurit Tokugawa yang sedang mendekatinya, dan tanpa sadar orang itu pun
melangkah mundur. Shonyu kembali berseru, menuntut jawaban. "Kau prajurit musuh" Kalau ya, penggallah kepalaku
dan kau akan mengukir nama untukmu. Orang yang bicara padamu adalah Ikeda Shonyu."
Prajurit yang tengah membungkuk di tengah semak belukar itu menyembulkan kepala dan
memandang Shonyu di kursinya. la sempat gemetar, tapi kemudian menegakkan badan sambil
berkata dengan congkak. "Hah rupanya aku mendapat lawan yang hebat. Aku Nagai Denpachiro
dari marga Tokugawa. Bersiaplah!" ia berseru, lalu menusukkan tombaknya.
Seruan seperti ini biasanya ditanggapi dengan ayunan pedang, tapi tombak Denpachiro menancap
di tubuh Shonyu tanpa menemui perlawanan sedikit pun. Denpachiro sampai terhuyung-huyung
akibat gerakannya yang terlalu bernafsu.
Shonyu roboh seketika, dengan ujung tombak menonjol keluar dari punggung.
"Ambillah kepalaku!" ia berteriak sekali lagi. Sampai sekarang pun tangannya belum menggenggam
24 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
pedang panjang. Atas kemauan sendiri ia mengundang maut, dan atas kemau-annya sendiri pula ia
menawarkan kepalanya. Semula Denpachiro seperti kerasukan, namun ketika tiba-tiba menyadari
perasaan Shonyu dan melihat bagaimana jendral musuh itu menyambut kematiannya, ia pun
terserang luapan emosi yang membuatnya ingin menangis.
"Ah!" serunya, tapi kemudian ia seakan-akan lupa diri karena begitu gembira, sehingga tidak tahu
lagi apa yang harus dilakukannya.
Saat itulah ia mendengar rekan-rekannya berjuang untuk lebih dulu sampai di puncak.
"Aku Ando Hikobei! Bersiaplah!" "Namaku Uemura Denemon!"
"Aku Hachiya Shichibei dari marga Tokugawa!" Semuanya menyerukan nama masing-masing
ketika mereka berlomba-lomba untuk memenggal kepala Shonyu.
Tapi oleh pedang siapakah batang leher Shonyu ditebas" Tangan mereka yang berlumuran darah
meraih kepala itu dan memutar-mutarnya.
"Aku telah memenggal kepala ikeda Shonyu!" teriak Nagai Denpachiro. "Bukan, aku yang
melakukannya." Ando Hikobei bersorak. "Kepala Shonyu milikku!" seru Uemura Denemon.
Cipratan darah, teriakan-teriakan liar, hasrat untuk meraih kemasyhuran. Empat orang, lima
orang - kerumunan prajurit yang semakin membengkak mulai menuju ke arah kursi Ieyasu dengan
kepala Shonyu di tengah-tengah mereka.
"Shonyu telah gugur"
Seruan itu membahana dari puncak-puncak sampai ke paya-paya, dan menyebabkan pasukan
Tokugawa di sduruh medan pertempuran bersorak-sorai gembira.
Para prajurit pasukan Ikeda yang berhasil lolos tidak berteriak sama sekali. Dalam sekejap
orang-orang itu telah kehilangan langit dan bumi, bagaikan daun-daun kering mereka kini mencari
tempat unruk menyelamat-kan diri.
"Jangan biarkan saru orang pun dari mereka kembali dalam keadaan hidup!"
"Kejar mereka!"
Para pemenang. didorong oleh perasaan haus darah yang tak terpuaskan, membantai setiap
prajurit Ikeda yang mereka temui.
Bagi orang-orang yang sudah tak peduli pada nyawa sendiri, merenggut nyawa orang lain dengan
ganas tak ubahnya bermam-main dengan kembang-
kembang gugur. Shonyu akhirnya berhasil dihabisi, Nagayoshi tewas dalam pertempuran, dan kini
formasi-formasi Ikeda yang masih bertahan di Tanojiri dibuat bercerai-berai oleh pasukan
Tokugawa. Satu per satu para jendral membawa cerita mengenai sepak terjang mereka ke perkemahan yang
membentang di bawah kipas emas Ieyasu.
25 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Mereka begitu sedikit." Ieyasu merasa khawatir.
Jendral besar ini jarang memperlihatkan perasaannya, namun ia cemas mengenai para prajurit
yang memburu musuh yang telah kalah. Banyak yang tidak kembali, meski sangkakala telah
berulang kali dibunyikan. Barangkali mereka lupa diri akibat kemenangan yang mereka raih.
Ieyasu mengulangi komentarnya dua atau tiga kali.
"Jangan tumpuk kemenangan di atas kemenangan." katanya. "Tak ada gunanya kita mencari
kejayaan pada waktu kita sudah berjaya."
Ia tidak menyinggung nama Hideyosh, namun tak pelak lagi ia bisa merasakan bahwa ahli strategi
berbakat alam itu telah menudingnya sebagai reaksi terhadap kekalahan yang dideriia pasukannya.
"Pengejaran berkepanjangan sangat berbahaya. Apakah Shiroza pergi"'*
"Ya. Dia pergi beberapa waktu lalu dengan membawa perintah tuanku."
Setelah mendengar jawaban Ii, Ieyasu kembali memberikan perintah, "Susul dia, Ii. Tegurlah semua
orang yang lupa diri, dan perintahkan mereka untuk menghentikan pengejaran."
Pada waktu pasukan Tokugawa tiba di Sungai Yada, mereka menemukan korps Naito Shirozaemon
berbaris di sepanjang tepi sungai, masing-masing orang dengan tombak siap di tangan.
"Stop!" "Berhenti!"
"Perintah dari perkemahan utama: jangan teruskan pengejaran!"
Ketika mendengar ucapan ini dari orang-orang di tepi sungai, para pengejar pun berhenti.
Sesaat kemudian Ii muncul, dan berseru-seru sampai serak sambil mondar-mandir di atas kudanya.
"junjungan kita berpesan bahwa mereka yang lupa diri karena begitu bangga akan kemenangan,
sehingga terus mengejar musuh. akan dihadapkan ke mahkamah militer saat mereka kembali ke
perkemahan. Berbaliklah! Ayo. kembali!"
Akhirnya luapan semangat mereka mereda, dan semuanya mundur dari tepi sungai.
Pertengahan kedua jam Kuda belum berlalu, dan matahari berada di tengah-tengah langit. Kala itu
Bulan Keempat, dan dari bentuk awan-awan terbaca bahwa musim panas sudah dekat. Wajah
setiap prajurit berlumuran tanah, darah, dan keringat, serta seakan-akan terbakar.
Pada jam Kambing, Ieyasu turun dari perkemahan di Fujigane, melintasi Sungai Kanare, dan
memeriksa kepala-kepala yang dijajarkan di kaki Gunung Gondoji.
Pertempuran berlangsung setengah hari, dan di mana-mana mayat-mayat sedang dihitung. Pihak
Hideyoshi kehilangan lebih dari dua ribu lima ratus orang, sementara jumlah korban jiwa di pasukan
Ieyasu dan Nobuo mencapai lima ratus sembilan puluh orang, dengan beberapa ratus lagi
mengalami luka-luka. 26 Pendekar Cambuk Naga Dendam Darah Tua m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Jangan sampai terbuai oleh kemenangan besar ini," salah seorang jendral mewanti-wanti. "Korps
Ikeda hanya sebagian dari bala tentara Hideyoshi, tapi kita telah mengerahkan seluruh pasukan kita
dari Bukit Komaki dan menerjunkan mereka di sini. Kalau kita sampai kalah di sini, itu akan
berakibat fatal bagi sekutu-sekuiu kita. Sebaiknya kita secepat mungkin mundur ke Benteng Obata."
Seorang jendral lain langsung membantah, "Jangan, jangan, Sekali kemenangan sudah di tangan,
kita harus mengambil inisiatif dengan gagah berani. Itulah hakikat perang. Berita mengenai
kekalahan mutlak ini tentu akan memancing kemarahan Hideyoshi. Kemungkinan besar dia akan
segera mengumpulkan pasukan dan bergegas ke sini. Bukankah lebih baik kita tunggu dia sambil
menyiapkan diri, lalu mengambil kepala Tuan Monyet?"
Menanggapi kedua argumen ini, Ieyasu kembali berkata. "Kita jangan menumpuk kemenangan di
atas kemenangan." Lalu, "Prajurit-prajurit kita sudah letih semua. Sekarang pun Hideyoshi tentu
sudah menerbangkan awan debu dalam perjalanan ke sini, tapi sebaiknya jangan hari ini kita


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hadapi dia. Waktunya terlalu dekat. Mari kita kembali ke Benteng Obata."
Setelah keputusan tersebut diambil, mereka melintasi sebelah selatan Hutan Hakusan dan
memasuki Benteng Obata saat matahari masih tinggi di langit.
Baru setelah seluruh pasukan berada di dalam Benteng Obata dan gerbang-gerbang benteng
ditutup, Ieyasu menikmti kemenangannya. Ia merasa puas bahwa pasukannya berlaga tanpa
kesalahan dalam pertempuran setengah hari itu. Para prajurit dan perwira mendapat kepuasan dari
tindakan-tindakan berani seperti menjadi orang pertama yang mengambil kepala musuh, tapi
kepuasan panglima tertinggi hanya menyangkut satu hal; perasaan bahwa ketajaman
pandangannya telah membawa hasil gemilang.
Tetapi hanya orang besar dapat mengenali sesama orang besar. Satu-satunya yang kini menarik
perhatian Ieyasu adalah langkah apa yang akan diambil Hid
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
27Pendekar Cambuk Naga Misteri Goa Malaikat m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pendekar Cambuk Naga Misteri Goa Malaikat | http://cerita-silat.mywapblog.com | Pendekar Cambuk Naga Misteri Goa Malaikat pdf created by Saiful Bahri (Seletreng - Situbondo) pd 23-04-2016 08:27:20
eyoshi. Ieyasu berusaha bersikap fleksibel ketika memikirkan masalah ini, dan sejenak ia melepas
lelah di benteng utama di Obata, mengistirahatkan baik jiwa maupun raga.
Setelah Shonyu dan putranya berangkat pada pagi hari kesembilan, Hosokawa Tadaoki dipanggil
ke perkemahan Hideyoshi di Cakuden, dan ia beserta beberapa jendral lain menerima perintah
untuk segera melancarkan serangan terhadap Bukit Komaki. Setelah mereka mulai menyerang,
Hideyoshi memanjat menara observasi dan mengamati jalannya pertempuran. Masuda Jinemon
menunggu di sampingnya sambil memandang ke kejauhan.
"Mengingat kegarangan Yang Mulia Tadaoki, bukankah kira akan menghadapi masalah jika dia
menerobos terlalu jauh ke wilayah musuh?"
Dengan perasaan cemas karena pasukan Hosokawa telah begitu dekat ke kubu pertahanan musuh,
Jinemon mempelajari roman muka Hideyoshi.
Tenang saja. Tadaoki memang masih muda, tapi Takayama Ukon sudah banyak makan
asam-garam. Selama dia ada di sampingnya, kita tidak perlu khawatir."
Pikiran Hideyoshi menerawang. Bagaimana nasib Shonyu" Hideyoshi terus berharap akan
memperoleh berita baik dari rekan seperjuangannya itu.
Sekitar tengah hari, sejumlah penunggang kuda muncul. Mereka datang dari Nagakute. Dengan
tampang menyedihkan mereka menyampaikan berita tragis: pasukan utama Hidetsugu telah binasa,
dan nasib Hidetsugu sendiri belum diketahui.
"Apa" Hidetsugu?" Hideyoshi benar-benar kaget. la bukan orang yang sanggup memasang
tampang acuh tak acuh saat mendengar berita mengejutkan. "Ah. betapa lalainya!" la mengatakan
ini bukan untuk mencela kesalahan Hidetsugu atau Shonyu, melainkan untuk mengakui
kekhilafannya sendiri dan memuji kejelian musuhnya, Ieyasu.
"Jinemon." ia memanggil. "bunyikan sangkakala untuk mengumpulkan pasukan."
Hideyoshi segera mengirim kurir-kurir bertudung kuning dengan perintah darurat pada setiap
divisinya, dan dalam satu jam dua puluh ribu prajurit telah bertolak dari Gakuden dan sedang
bergegas menuju Nagakute.
I'ergerakan itu tidak Input dari perhatian markas besar Tokugawa di Bukit Komaki. Ieyasu telah
pergi, dan segelintir orang ditinggalkan untuk menjaga tempat itu.
"Tampaknya Hideyoshi sendiri yang memimpin pasukannya."
Pada waktu Sakai Tadatsugu, salah satu jendral yang bertugas mengaman-kan Bukit Komaki,
mendengar berita itu, ia segera bertepuk tangan dan berkata. "Ternyata semua berjalan sesuai
dugaan kita! Sementara Hideyoshi pergi, kita bisa membakar markas besarnya di Gakuden serta
benteng di Kurose. Sekaranglah waktunya bertindak, Kita akan melancarkan serangan
besar-besaran." Tapi Ishikawa Kazumasa, salah satu jendral lain yang mendampingi Tadatsugu dalam tugasnya,
1 Pendekar Cambuk Naga Misteri Goa Malaikat m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
langsung menentang. "Tuan Tadatsugu, mengapa Tuan begitu terburu-buru" Hideyoshi terkenal sebagai ahli strategi yang
luar biasa. Tuan pikir orang seperti dia akan menempatkan jendral yang tidak cakap untuk menjaga
markas besarnya, biarpun dia sudah tak sabar menunggu saat keberangkatan?"
"Dalam keadaan tergesa-gesa, orang mungkin saja tidak dapat mengerahkan seluruh
kemampuannya. Hideyoshi telah membunyikan sangkakala tanda berkumpul, dan berangkat begitu
terburu-buru, sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa dia pun gugup mendengar berita kekalahan
di Nagakute. Kesempatan emas ini tak boleh kita sia-siakan."
"Pemikiran Tuan sungguh dangkal!" Ishikawa Kazumasa tertawa keras-keras dan semakin
menentang Tadatsugu. "Aku takkan heran kalau Hideyoshi meninggalkan pasukan yang cukup
besar untuk memanfaatkan situasi yang terjadi kalau kita meninggalkan kubu pertahanan kita.
Dan serangan dengan pasukan sekecil yang kita miliki sekarang hanya akan mengundang
cemooh." Honda Heihachiro muak mendengar mereka saling membantah, dan ia pun bangkit
dengan gusar. "Untuk apa Tuan-Tuan berdebat seperti ini" Orang yang suka berdebat memang
hanya bisa mengoceh. Aku sendiri tak bisa duduk berpangku tangan di sini, Maafkan aku karena
berangkat lebih dulu."
Honda tak pandai bercakap-cakap, namun memiliki watak kokoh. Baik Tadatsugu maupun
Kazumasa telah berkeras mempertaruhkan kebenaran pendapat masing-masing dan mengundang
kontroversi, Kini keduanya tampak kaget melihat Honda meninggalkan mereka sambil mendongkol.
"Honda, hendak ke mana kau?" mereka cepat-cepat bertanya.
Honda berbalik dan berkata, seakan-akan telah menyadari sesuatu, "Aku telah menjadi pengikut
junjunganku sejak masa kanak-kanak. Mengingat situasi yang dihadapt beliau sekarang, aku tak
bisa berbuat apa-apa selain mendampinginya."
Tunggu!" Kazumasa rupanya menduga bahwa tindakan Honda disebabkan oleh luapan kemarahan.
dan ia mengangkat satu tangan untuk mencegah-nya. "Kita diperintahkan oleh junjungan kita untuk
menjaga Bukit Komaki selama kepergian beliau, tapi kita tidak diperintahkan untuk bertindak sesuka
hati. Tenangkan dirimu." Tadatsugu pun berusaha menenangkannya.
"Honda, apa gunanya kau bertindak seorang diri pada saat seperti ini" Pengamanan Bukit Komaki
jauh lebih penting."
Honda tersenyum tipis, seakan-akan melecehkan kepicikan pikiran mereka, tapi sikapnya tetap
sopan, berhubung kedua orang itu merupakan seniornya, baik dari segi pangkat maupun usia.
"Aku takkan bergabung dengan para jendral lain. Tuan-Tuan bebas bertindak sesuai kehendak
masing-masing. Tapi Hideyoshi memimpin pasukan yang segar bugar untuk menghadapi Yang
Mulia Ieyasu, dan aku tak sanggup berdiri di sini tanpa berbuat apa-apa. Coba pikirkan, Pasukan
junjungan kita tentu lelah akibat pertempuran semalam dan pagi tadi. Jika kedua puluh ribu prajurit
Hideyoshi bergabung dengan sisa pasukan mereka dan menyerang serempak dari depan dan
belakang, mungkinkah Yang Mulia Ieyasu dapat lolos dengan selamat" Beginilah pandanganku,
dan kalaupun aku bersalah karena meninggalkan Nagakute seorang diri, jika junjunganku harus
gugur di medan laga, aku akan menyertainya."
2 Pendekar Cambuk Naga Misteri Goa Malaikat m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Mendengar ucapan ini, semua orang mendadak terdiam. Honda memimpin pasukannya yang
berkekuatan tiga ratus orang dan bergegas meninggalkan Bukit Komaki. Tersulut oleh semangat
orang itu. Kazumasa pun mengumpulkan kedua ratus anak buahnya dan bergabung dengan
rombongan Honda. Pasukan gabungan itu berjumlah kurang dari enam ratus orang, tapi semangat Honda
menyelubungi mereka sejak mereka bertolak dari Bukit Komaki. Apalah arti pasukan berkekuatan
dua puluh ribu orang" Lagi pula, siapa Tuan Monyet itu"
Para prajurit infanteri bersenjata ringan, panji-panji digulung, dan ketika kuda-kuda dipacu, awan
debu yang diterbangkan pasukan kecil itu menyerupai angin puyuh yang menuju ke timur.
Tiba di tepi selatan Sungai Ryusenji, mereka menemukan pasukan Hideyoshi bergerak menyu-suri
tepi utara, korps demi korps.
"Ah, itu mereka!"
"Itu panji komandan berlambang labu emas." "Hideyoshi tentu dikelilingi para pengikutnya."
Sejak berangkat dari Bukit Komaki, Honda dan anak buahnya terus memacu kuda masing-masing
tanpa henti. Kini mereka memandang ke tepi seberang, sambil menuding-nuding dengan riuh dan
melindungi mata. Semuanya sudah tak sabar untuk bertindak.
Jaraknya begitu dekat, sehingga seandainya anak buah Honda berteriak, balasan dari seberang
akan terdengar jelas oleh mereka. Wajah para prajurit musuh pun terlihat, dan bunyi langkah kedua
puluh ribu laskat yang bercampur baur dengan gemerincing langkah kuda melintasi sungai dan
mengguncangkan dada orang-orang yang mengamati mereka.
"Kazumasa!" Honda berseru ke belakangnya. "Ada apa?"
"Kaulihat itu di tepi seberang?"
"Ya, pasukan yang besar sekali. Sepertinya barisan mereka lebih panjang dari sungai ini. "Itulah
kelebihan Hideyoshi." ujar Honda sambil tertawa. "Dialah yang sanggup menggerakkan pasukan
sebesar ini, seakan-akan merupakan perpanjangan tangan dan kakinya sendiri. Dia memang
musuh, tapi kita harus mengakui kehebatannya."
"Sudah agak lama aku memperhatikan mereka, Kaupikir Hideyoshi ada di sebelah sana, tempat
panji komandan berlambang labu emas kelihatan berkibar-kibar?"
"Tidak, tidak. Aku yakin dia bersembunyi di tengah-tengah sekelompok orang lain. Dia takkan
berkuda di tempat dia bisa dibidik oleh seseorang." "Para prajurit bergerak cepat, tapi semuanya
menoleh ke sini dengan curiga."
'Tugas kita sudah jelas. Kita harus memperlambat gerakan Hideyoshi di jalan yang menyusuri
Sungai Ryusenji, biarpun hanya sesaat saja."
"Apakah kita harus melancarkan serangan?"
3 Pendekar Cambuk Naga Misteri Goa Malaikat m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Jangan. Musuh mempunyai dua puluh ribu prajurit, sedangkan kekuatan kita hanya lima ratus
orang. Kalau kita menyerang, dalam sekejap permukaan sungai sudah merah oleh darah kita. Aku
bersedia mengorbankan nyawa, tapi aku tak sudi mati sia-sia."
"Ah, kau hendak memberikan waktu kepada pasukan junjungan kita di Nagakute untuk bersiap
siaga dan menunggu kedatangan Hideyoshi."
Betul. Honda mengangguk sambil memukul pelananya. "Untuk mencuri waktu bagi sekutu-sekutu
kita di Nagakute, kita harus menghambat perjalanan Hideyoshi dan serangannya - -meski hanya
sebentar - dengan memberikan nyawa kita. Bertindaklah sambil mengingat-ingat ini, Tadatsugu."
"Baiklah. Aku paham."
Kazumasa dan Honda memutar kuda masing-masing.
"Para penembak akan membentuk tiga kelompok. Sambil berlari menyusuri sungai, setiap kelompok
berlutut dan menembak musuh di seberang secara bergiliran."
Musuh bergerak cepat di tepi seberang, hampir menandingi arus yang deras. Anak buah Honda
harus melakukan segala sesuatu dengan irama yang sama, tapi dua kali lebih cepat dan sambil
terus berlari, saat mereka menyerang atau menyusun barisan.
Karena mereka begitu dekat ke air, suara tembakan bergema jauh lebih keras daripada biasanya,
dan asap mesiu menyebar bagaikan tirai raksasa. Ketika satu unit melompat ke depan dan
melepaskan tembakan, unit berikut menyiapkan senapan. Kemudian unit itu melompat maju,
menggantikan tempat unit pertama, dan segera memberondong musuh di tepi seberang.
Sejumlah prajurit Hideyoshi jatuh terguling-guling, dan tak lama kemudian barisannya mulai goyah.
"Siapa yang berani menantang kita dengan pasukan sekecil itu?"
Hideyoshi terperanjat. Ia kelihatan kaget sekali, dan tanpa sadar menghentikan kudanya.
Para jendral serta semua orang di sekelilingnya segera melindungi mata dengan satu tangan dan
memandang ke tepi seberang, namun tak seorang pun dapat menjawab pertanyaannya dengan
cepat. "Hanya komandan yang luar biasa gagah akan menantang musuh berkekuaian seperti kita
dengan pasukan berjumlah kurang dari seribu orang. Adakah yang mengenalinya?"
Berulang kali Hideyoshi mengajukan pertanyaan itu sambil memandang orang-orang di depan
maupun di belakangnya. Orang yang akhirnya angkat bicara adalah Inaba Ittetsu, komandan Benteng Sone di Mino. Meski
telah mencapai usia yang patut dimuliakan, ia bergabung dengan pihak Hideyoshi dan sejak awal
mendampinginya sebagai penasihat.
"Ah. Ittetsu. Kau mengenali jendral musuh di seberang sungai itu?"
"Hmm, melibat tanduk rusa di helmnya serta jalinan pita putih di baju tempurnya, aku yakin itu
tangan kanan Ieyasu, Honda Heihachiro. Aku masih mengingatnya dari pertempuran di Sungai Ane
bertahun-tahun lalu."
4 Pendekar Cambuk Naga Misteri Goa Malaikat m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Ketika Hideyoshi mendengar ini, ia tampak seolah-olah akan mencucurkan air mata. "Ah, betapa
perkasanya orang ini. Dengan segelintir prajurit dia menyerang dua puluh ribu orang. Kalau itu
memang Honda, keberaniannya tak perlu diragukan. Sungguh mengharukan bahwa dia berusaha
membantu Ieyasu melarikan diri dengan menghambat kita di sini dan mengorbankan nyawa," ia
bergumam. Dan kemudian, "Dia patut memperoleh simpati kita, jangan lepaskan satu anak panah
atau satu peluru pun ke arahnya, seberapa gencar pun dia menyerang kita. Jika ada hubungan
karma antara kami, suatu hari nanti aku akan mengangkatnva sebagai pengikutku. Dia orang yang
patut disayangi. Jangan menembak, biarkan saja dia."
Selama itu ketiga regu tembak di tepi seberang tentu saja sibuk mengisi senapan dan menembak
tanpa henti. Satu-dua peluru bahkan berdesing di dekat Hideyoshi. Saat itulah pejuang berbaju
tempur yang terus diperhatikan Hideyoshi - Honda, orang yang mengenakan helm berhiaskan
tanduk rusa - menghampiri batas air, turun dari kuda, lalu membasuh moncong kudanya dengan
airn dari sungai. Terpisah oleh sungai, Hideyoshi memandang orang itu, sementara Honda menatap kelompok
jendral - salah satu dari mereka jelas-jelas Hideyoshi - yang telah menghentikan kuda
masing-masing. Korps senapan Hideyoshi mulai melepaskan tembakan balasan, tapi Hideyoshi sekali lagi memarahi
seluruh pasukannya, "Jangan menembak! Teruskan perjalanan! Bergegaslah!" Dan kemudian ia
memacu kudanya semakin kencang.
Ketika Honda melihat adegan di tepi seberang, ia berseru keras-keras. "Jangan biarkan mereka
lolos!~ dan ia pun menambah kecepatan. Sambil menyusuri sungai, ia sekali lagi melancarkan
serangan sengit terhadap pasukan Hideyoshi. Namun Hideyoshi tidak terpancing, dan tak lama
kemudian ia mengambil posisi di sebuah bukit yang berdekatan dengan Dataran Nagakute.
Begitu tiba di tempat tujuan, Hideyoshi langsung memerintahkan tiga jendralnya untuk membawa
beberapa unit kavaleri ke medan tempur. "Kerahkan segala daya untuk menghalau pasukan
Tokugawa yang hendak mundur dari Nagakute ke Obata."
Markas besarnya didirikan di bukit itu, sementara kedua puluh ribu prajurit menyebar di bawah
matahari senja, memamerkan niat mereka untuk menuntut balas kepada Ieyasu.
Hideyoshi menugaskan dua orang sebagai pemimpin unit pengintai, dan mereka diam-diam
menyelinap ke arah Benteng Obata. Setelah itu Hideyoshi segera menyusun rencana pergerakan
bagi seluruh pasukannya. Tapi sebelum perintah-perintahnya sempat disebarluaskan, sebuah
pesan penting tiba: "Ieyasu tak lagi berada di medan pertempuran." "Tidak mungkin!" semua jendral berkata serempak.
Hideyoshi duduk membisu pada waktu ketiga komandan yang dikirimnya ke Nagakute bergegas
kembali. "Ieyasu dan pasukan utamanya tdah mundur ke Obata. Kami menemui beberapa kelompok musuh
yang terpencar-pencar dan tertinggal di belakang rekan-rekan mereka, tapi yang lainya rupanya
berada satu jam di depan kami," mereka melaporkan.
Dari ketiga ratus prajurit Tokugawa yang mereka habisi, tak satu pun merupakan jendral tersohor.
5 Pendekar Cambuk Naga Misteri Goa Malaikat m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Kita terlambat." Hideyoshi tak dapat melam-piaskan kemarahannya yang tampak membara di
wajahnya. Semua pengintai memberikan laporan yang sama. Gerbang benteng di Obata telah ditutup
rapat-rapat, dan suasana di sana tenang-tenang saja. Ini suatu bukti bahwa Ieyasu telah berada di
dalam benteng dan sedang menikmati kemenangannya sambil beristirahat.
Di tengah perasaannya yang tak menentu, Hideyoshi tanpa sadar bertepuk tangan dan
mengucapkan selamat pada Ieyasu. "Itulah Ieyasu! Kecepatannya luar biasa. Dia mundur ke
sebuah benteng dan menutup gerbangnya tanpa menyombongkan diri. Burung yang satu ini takkan
bisa kita tangkap dengan umpan maupun jaring. Tapi tunggu saja, dalam beberapa tahun Ieyasu
akan bersikap sedikit lebih tahu diri, dan akan bersujud di hadapanku."
Hari telah senja, dan serangan malam terhadap sebuah benteng pada umumnya dihindari. Kecuali
itu, pasukan Hideyoshi telah menempuh perjalan-an dari Gakuden tanpa istirahat sejenak pun,
sehingga kegtatan-kegiatan selanjutnya ditunda untuk sementara waktu. Perintah segera diubah.
Para prajurit dlsuruh makan dulu. Asap api unggun mengepul-ngepul di langit senja.
Para pengintai yang menyusup dari Obata kembali dalam waktu singkat. Sebenarnya Ieyasu sudah
tidur, tapi ia bangun lagi untuk mendengarkan laporan mereka. Setelah menge-tahui situasi ia
mengumumkan bahwa semua orang akan segera kembali ke Bukit Komaki. Para jendralnya
menggebu-gebu menyarankan serangan tengah malam terhadap Hideyoshi, namun Ieyasu hanya
tertawa dan bertolak ke Bukit Komaki melalui jalur memutar.
Taiko KARENA tak ada pilihan lain, Hideyoshi berputar haluan dan kembali ke perkemahannya di
Gakuden. Ia tak dapat memungkiri bahwa kekalahan yang dialaminya di Nagakute merupakan
pukulan serius, meskipun kekalahan itu disebabkan oleh semangat Shonyu yang meluap-luap tak
terkendali. Namun juga tak dapat disangkal bahwa dalam kesempatan ini Hideyoshi terlambat
bertindak. Penyebabnya bukan karena Hideyoshi baru sekali ini mengadu kekuatan dengan Ieyasu. Ia telah
mengenal Ieyasu jauh sebelum menghadapinya di medan tempur. Masalahnya bentrok-an ini
merupakan bentrokan antara dua jendral ulung, pertarungan antar juara, sehingga Hideyoshi
bersikap lebih hati-hati daripada biasanya.
"Jangan hiraukan benteng-benteng kecil di sepanjang jalan. Jangan buang-buang waktu." Hideyoshi
sempat mengingatkan, tapi Shonyu telah ditantang oleh garnisun di Iwasaki dan berhenti untuk
menghancurkan benteng itu.
Kemampuan Ieyasu dan Hideyoshi-lah yang akan meneniukan hasil pertempuran. Ketika
mendengar berita mengenai kekalahan di Nagakute. Hideyoshi merasa yakin bahwa
kesempatannya telah tiba. Kematian Shonyu dan Nagayoshi merupakan umpan tepat untuk
6 Pendekar Cambuk Naga Misteri Goa Malaikat m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
menangkap Ieyasu hidup-hidup.
Tapi musuh muncul seperti api, dan menghilang bagaikan angin, dan setelah mereka pergi,
suasana jadi sehening hutan. Pada waktu Ieyasu mundur ke Bukit Komaki, Hideyoshi merasa gagal
menangkap seekor kelinci ketakutan, tapi dalam hati ia berkata bahwa ia hanya menderita luka kecil
di jarinya. Kekuatan militernya memang nyaris tak terpengaruh, namun secara psikologis ia telah
memberikan kemenangan kepada pihak Ieyasu.
Tapi bagaimanapun, seusai pertempuran sengit selama setengah hari di Nagakute, kedua orang itu


Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersikap sangai hati-hati, dan masing-masing mengamati gerak-gerik lawan dengan cermat. Dan
sementara menunggu-nunggu kesempatan baik, tidak terpikir oleh kedua-duanya untuk
melancarkan serangan gegabah. Namun usaha-usaha untuk memancing musuh dilakukan berulang
kali. Sebagai comoh, ketika Hideyoshi mengirim keenam puluh dua ribu prajuritnya ke Gunung Komatsuji
pada hari kesebelas Bulan Keempat, tanggapan di Bukit Komaki hanya berupa senyum masam
yang tenang. Kemudian, pada hari kedua puluh dua di bulan yang sama, pihak Ieyasu-lah yang melancarkan
provokasi. Pasukan gabungan berjumlah delapan belas ribu orang dibagi-bagi menjadi enam belas
unit dan bergerak ke timur.
Sambil menabuh genderang dan melepaskan teriakan-teriakan perang, barisan depan di bawah
komando Sakai Tadatsugu dan Ii Hyobu berkali-kali menghampiri musuh, seakan-akan hendak
berkata, "Keluarlah, Hideyoshi!"
Pagar kayu runcing dengan selokan pertahanan di depannya dijaga oleh Hori Kyutaro dan Gamo
Ujisato. Ketika memandang pasukan musuh yang riuh rendah, Kyutaro mengertakkan gigi.
Setelah Nagakute, musuh telah menyebarkan desas-desus bahwa prajurit-prajurit Hideyoshi takut
menghadapi laskar Tokugawa. Tapi Hideyoshi telah menegaskan bahwa bala tentaranya dilarang
melancarkan serangan tanpa perintah langsung darinya, sehingga mereka tak dapat berbuat
apa-apa selain mengirim kurir-kurir ke perkemahan utama.
Ketika salah satu kurir tiba, Hideyoshi tengah bermain go.
"Pasukan Tokugawa berkekuatan besar sedang mendekati orang-orang kita di selokan ganda."
orang itu memberitahunya.
Sejenak Hideyoshi mengalihkan pandang dari papan go dan bertanya pada kurir tersebut. "Apakah
Ieyasu berada di antara mereka?"
"Yang Mulia Ieyasu tidak turut serta."
Hideyoshi meraih biji berwarna hitam, meletakkannya di papan permainan, dan tanpa menoleh ia
berkata. "Beritahu aku kalau Ieyasu muncul. Kecuali dia sendiri yang memimpin pasukannya.
Kyutaro dan Ujisato bebas memilih bertempur atau tidak."
Kira-kira secara bersamaan, Ii Hyobu dan Sakai Tadatsugu di garis depan dua kali mengirim kurir
pada Ieyasu di Bukit Komaki.
7 Pendekar Cambuk Naga Misteri Goa Malaikat m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Sekaranglah waktu yang tepat untuk datang ke medan tempur. Jika tuanku melakukannya dengan
segera, kita pasti sanggup memberikan pukulan mematikan kepada pasukan utama Hideyoshi."
Ieyasu menanggapi dengan tenang. "Apakah Hideyoshi sudah melangkah" Kalau dia masih di
Gunung Komatsuji, aku pun tak perlu turun tangan."
Pada akhirnya Ieyasu tidak meninggalkan Bukit Komaki.
Sementara itu, Hideyoshi memuji para prajurit yang berjasa dalam pertempuran Nagakute dan
menyalahkan mereka yang gagal melaksanakan tugas. la sangat hati-hati ketika mengumumkan
kenaikan upah atau memberi penghargaan, tapi tidak mengucapkan sepatah kata pun pada
keponakannya, Hidetsugu. Setelah melarikan diri dari Nagakute, Hidetsugu sendiri tampak salah
tingkah di hadapan pamannya. Ketika tiba di perkemahan, ia hanya melapor bahwa ia telah
kembali. Baru kemudian ia berusaha menjelaskan alasan kekalahannya. Tapi Hideyoshi hanya
berbicara dengan para jendral lain yang duduk di sekelilingnya. Tak sekali pun ia memandang
wajah Hidetsugu. "Akulah yang bersalah, sehingga Shonyu menemui ajal." kata Hideyoshi. "Sejak muda kami berbagi
kemiskinan. Kami mencari hiburan malam bersama-sama, dan main perempuan bersama-sama.
Aku takkan pernah melupakannya."
Setiap kali ia bicara mengenai teman lamanya itu, matanya berkaca-kaca.
Suatu hari, tanpa menjelaskan jalan pikirannya pada siapa pun, Hideyoshi memerintahkan
pembangunan kubu pertahanan di Oura. Dua hari kemudian, pada hari terakhir Bulan Keempat, ia
memberikan perintah lebih lanjut. "Besok aku akan melakukan pertempuran paling penting dalam
hidupku. Kita akan melihat siapa yang tumbang, Ieyasu atau Hideyoshi. Beristirahatlah dengan baik,
persiapkan diri, dan jangan lengah."
Hari berikutnya adalah hari pertama Bulan Kelima. Dengan anggapan bahwa hari itu mereka akan
berlaga dalam pertempuran menentukan semua prajurit telah mempersiapkan diri sejak malam
sebelumnya. Kini, pada waktu Hideyoshi akhirnya tampil di hadapan mereka para prajurit
mendengarkan kata-katanya dengan heran.
"Kita akan kembali ke Osaka! Seluruh pasukan ditarik mundur." Kemudian ia memberikan perintah
selanjutnya. "Korps-korps di bawah Kuroda Kanbei dan Akashi Yoshiro akan bergabung dengan
pasukan di selokan ganda. Posisi barisan belakang akan ditempati oleh Hosokawa Tadaoki dan
Gamo Ujisato." Enam puluh ribu orang berpindah tempat, Sambil mengarah ke timur, mereka mengawali gerakan
mundur pada waktu matahari pagi muncul di cakrawala. Hori Kyutaro ditinggalkan di Gakuden dan
Kato Mitsuyasu di Benteng Inuyama. Selain mereka. seluruh pasukan menyeberangi Sungai Kiso
dan memasuki Oura. Gerak mundur mendadak ini menimbulkan tanda tanya dalam benak para jendral Hideyoshi.
Hideyoshi tenang-tenang saja ketika memberikan perintah, tapi menarik mundur pasukan sebesar
itu bahkan lebih sukar daripada memimpinnya melancarkan serangan. Tugas membuat barisan
belakang dipandang paling berat, dan konon hanya mereka yang paling perkasa yang sanggup
mengemban tanggung jawab itu.
8 Pendekar Cambuk Naga Misteri Goa Malaikat m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Ketika orang-orang di markas besar Ieyasu melihat pasukan Hideyoshi mendadak mundur ke timur
pagi itu, semuanya diliputi keragu-raguan, dan mereka melaporkan kejadian itu pada Ieyasu.
Semua jendral yang berada di sana sepenuhnya sependapat. "Tak perlu diragukan lagi. Kita telah
meluluhlantakkan semangat tempur musuh."
"Kalau kita mengejar dan menyerang mereka, pasukan Barat akan hancur lebur dan kita akan
merebut kemenangan besar."
Mereka mendesak-desak Ieyasu agar melancarkan serangan. dan masing-masing memohon diberi
kepercayaan sebagai pemimpin pasukan. Tapi Ieyasu tidak tampak gembira. Dengan tegas ia
melarang pengejaran pasukan musuh.
Ia sadar bahwa orang seperti Hideyoshi takkan menarik mundur sebuah pasukan besar jika tidak
karena alasan tertentu. Ia juga sadar bahwa meski ia sanggup bertahan, kekuatannya tidak
memadai untuk menghadapi Hideyoshi dalam suatu penempuran di tempat terbuka.
"Perang bukan judi. Apakah kita harus mempertaruhkan nyawa untuk sesuatu yang hasilnya tak
dapat kita ramalkan" Jangan bertindak sebelum yakin waktunya sudah tiba."
Ieyasu tidak suka mengambil risiko. Ia juga mengenal dirinya dengan baik. Dalam hal itu, ia bertolak
belakang dengan Nobuo. Nobuo selalu membayangkan bahwa ia memiliki karisma dan kemampuan
yang sama seperti Nobunaga. Ia tak sanggup berdiam diri, walaupun semua jendral lain duduk
membisu setelah permohonan mereka ditolak oleh Ieyasu.
Kata orang, prajurit sejati menghormati peluang yang diberikan kepadanya. Kenapa kita hanya
duduk di sini dan membiarkan kesempatan emas ini berlalu begitu saja" Perkenankanlah aku
memimpin pengejaran." Sikap Nobuo semakin berapi-api.
Ieyasu mengingatkannya dengan dua atau tiga patah kata, tapi Nobuo semakin gigih memamerkan
keberaniannya. Sambil berdebat dengan Ieyasu, ia bertingkah seperti anak manja yang tidak mau
mendengarkan siapa pun. "Kalau begitu, apa boleh buat. Lakukanlah apa yang Tuan anggap perlu.-
Ieyasu memberi izin, meski sadar bahwa bencanalah yang akan muncul. Nobuo segera membawa
pasukannya sendiri dan mengejar Hideyoshi.
Setelah Nobuo pergi, Ieyasu menunjuk Honda sebagai pemimpin sejumlah prajurit dan menyuruh
mereka mengikuti Nobuo. Seperti telah diduga oleh Ieyasu, Nobuo menggempur barisan belakang
Hideyoshi yang sedang mundur, dan walaupun ia sempat kelihatan unggul, ia segera dikalahkan.
Dengan cara ini, ia menyebabkan banyak pengikutnya menemui ajal dalam pertempuran.
Seandainya bala bantuan Honda tidak muncul, bukannya tak mungkin Nobuo sendiri pun menjadi
salah satu hadiah terbesar bagi barisan belakang Hideyoshi. Ketika kembali ke Bukit Komaki.
Nobuo tidak segera menghadap Ieyasu. Tapi Ieyasu memperoleh laporan terperinci dari Honda, la
hanya mengangguk dan berkata.
"Memang sudah kuduga."
9 Pendekar Cambuk Naga Misteri Goa Malaikat m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Meski telah memutuskan untuk mundur, Hideyoshi tidak bermaksud pulang dengan tangan kosong.
Ketika pasukannya bergerak menyusuri jalanan, ia berkata kepada para pengikutnya, "Bagaimana
kalau kita membawa tanda mata dari sini?"
Benteng Kaganoi berdiri di tepi kiri Sungai Kiso, di sebelah timur laut Benteng Kiyosu. Dua pengikut
Nobuo berkubu di sana, siap bertindak sebagai salah satu sayap pasukan Nobuo dalam keadaan
darurat. "Rebut benteng itu." Perintah tersebut diberikan Hideyoshi kepada para jendralnya, seakan-akan
menunjuk buah kesemek yang tergantung di pohon.
Pasukannya menyeberangi Sungai Kiso dan mengambil posisi di Kuil Seitoku. Hideyoshi, yang
berada di tengah-tengah pasukan cadangan, membuka serangan pada pagi hari keempat bulan itu.
Sesekali ia menaiki kudanya dan mengamati jalannya pertempuran dari sebuah bukit di dekat
Tonda. Dalam pertempuran keesokan harinya, komandan benteng itu gugur. Namun bentengnya sendiri
baru takluk menjelang malam hari keenam.
Hideyoshi memerintahkan pembangunan kubu pertahanan di sebuah titik strategis di Taki, dan
mundur sampai ke Ogaki pada hari ketiga belas.
Di Benteng Ogaki ia bertemu dengan para anggota keluarga Shonyu yang selamat. dan menghibur
istri dan ibu rekan seperjuangannya itu.
"Aku bisa membayangkan kesepianmu. Tapi jangan lupakan masa depan anak-anakmu yang
penuh harapan. Usahakanlah untuk melewatkan sisa hidupmu dalam keharmonisan. Amatilah
pertumbuhan pohon-pohon kecil dengan gembira, dan nikmatilah bunga-bunga yang sedang
mekar." Hideyoshi juga memanggil kedua putra Shonyu yang masih hidup dan berpesan agar mereka selalu
tabah. Malam itu ia bersikap seperti anggota keluarga, dan selama berjam-jam ia membicarakan
kenangannya mengenai Shonyu.
"Aku berbadan pendek, sama halnya dengan Shonyu. Pada waktu laki-laki pendek itu menjamu
jendral-jendral yang lain, dia sering menampilkan tari tombak kalau sudah mabuk. Kurasa dia belum
pernah memamerkan kebolehannya di hadapan keluarganya sendiri, tapi gerakannya kira-kira
seperti ini." la menirukan Shonyu, dan semuanya tertawa. Hideyoshi tinggal selama beberapa hari,
Pendekar Lembah Naga 7 Pendekar Bayangan Sukma 17 Warisan Berdarah Sari Otak 1
^