Pencarian

Alexs Wish 1

Alexs Wish Karya Elcy Anastasia Bagian 1


?"Part 1 JAUH di suatu tempat, di langit tak terbatas, ada dua kerajaan besar bernama Asteria dan Malvera.
Asteria negeri yang penuh kesederhanaan, baik kerajaan maupun rakyatnya. Walaupun begitu, negeri ini tetap saja terlihat menyenangkan dan sangat nyaman dihuni. Lingkungannya sangat bersih dan teratur. Bunga bermekaran di sepanjang jalan dan taman di seluruh penjuru negeri. Bangunan kerajaan yang megah dan besar terlihat asri dengan taman yang mengelilinginya. Sikap bersahabat seluruh penghuni kerajaan menambah kehangatan negeri yang dihuni para malaikat ini.
Sementara Malvera adalah negeri yang penuh kemewahan. Bangunan-bangunan megah, yang nggak jarang dihiasi kilauan emas, memenuhi tiap sudut negeri yang dihuni para setan itu. Namun nggak seperti Asteria yang nyaman dan asri, negeri megah Malvera malah terkesan kaku dan menakutkan. Sejauh mata memandang hanya ada tembok-tembok kaku dan dominasi warna hitam. Nggak tampak serangkai bunga pun di negeri ini. Malaikat dan setan adalah dua makhluk yang menghuni dunia langit. Kehidupan di langit sama dengn di bumi. Di sana terdapat pemerintahan yang mengatur negeri, perkantoran, sekolah, dan sebagainya. Dan di sana juga terdapat kendaraan yang sama seperi di bumi.
Sosok malaikat dan setan juga sama sepert sosok manusia penghuni bumi. Bedanya, sementara manusia bisa memilih apa-apa sendiri seperti pakaian yang harus dipakainya, sekolah tempatnya belajar, negeri tempatnya tinggal, berteman dengan siapa saja yang diinginkannya makhluk langit nggak punya kebebasan itu. Meski sosok mereka sama, merka diharuskan hidup di dua kerajaan yang berbeda, dengan wajah dan penampilan berbeda. Malaikat umumnya berwajah biasa dan berpakaian sederhana. Pakaian yang mereka kenakan umumnya berwarna soft, kalo nggak putih sekalian. Sementara setan umumnya berwajah cantik dan tampan. Kebanyakan dari mereka sering menghiasi wajah dengan riasan hitam dan merah. Mereka juga senang sekali memakai pakaian dengan warna-warna mencolok. Meski nggak sedikit yang hobi memakai pakaian serba hitam.
Dalam kesehariannya, malaikat bertugas memengaruhi manusia berbuat baik agar masuk surga, sementara setan bertugas memengaruhi manusia berbuat kesalahan biar jadi penghuni neraka. Begitulah yang terjadi sepanjang masa. Masing-masing makhluk langit itu melakukan tugas menurut bangsanya.
Namun tujuh belas tahun lalu terjadi kasus menggemparkan di antara kedua kerajaan langit tersebut. Michael Sawa, yang biasa dipanggil Mike, putra mahkota kerajaan setan, diam-diam menikahi malaikat bernama Alisa. Begitu masalah ini terbongkar, kedua kerajaan sibuk memperebutkan status bangsa pasangan itu. Kerajaan malaikat nggak mau salah seorang kaumnya menjadi setan. Kerajaan setan apalagi. Terlebih karena Mike putra mahkota tunggal.
Karena keributan terus berlanjut, akhirnya Sang Bijak, penguasa tunggal seluruh alam, turun tangan. Dia meminta Mike dan Alisa memilih sendiri. Mike yang lebih dulu memilih, mutusin dia akan pindah ke kerajaan Asteria dan menjadi malaikat.
Westana Sawa, sang raja kegelapan, tentu nggak mau begitu saja kehilangan pewaris kerajaannya. Dia menyetujui kepergian Mike dengan perjanjian yang disepakati bersama. Bunyi perjanjian itu: jika Mike mempunyai anak laki-laki, anak tersebut harus diserahkan kepada kerajaan setan.
Bua tahun setelah menihkah, Mike dikaruniai putra yang dinamakan Federic Sawa, sejak kecil ditasbihkan menjadi bangsa setan dan diangkat menjadi putra mahkota tunggal kerajaan Malvera. Eric pun dididik kakeknya secara keras untuk menjadi setan sejati dan raja kegelapan seperti dirinya.
*** Lima belas tahun pun berlalu. Kini Eric sudah remaja. Dia memiliki ketampanan kaum setan. Tubuhnya jangkung dan tegap, rambut lurus yang ditata hingga nutupin sebagian wajah, dan tatapannya tajam. Dia juga suka membuat kekacauan, sifat dasar penghuni kerajaan setan. Raja Westana sangat senang dengan calon pengganti dirinya ini.
Namun belakangan, berembus isu di kerajaan setan yang mengatakan Eric memiliki hati malaikat. Konon dua penjaga kerajaan setan pernah melihat Eric menolong manusia.
Atas isu ini kemudian Ketua Dewan kerajaan Malvera memanggil Eric untuk menemuinya. Kau telah melakukan perbuatan baik yang melanggar hukum kerajaan setan, tapi karena kau adalan calon pewaris tunggal kerajaan, kau akan diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa kau tidak memiliki hati malaikat. Kau akan menghadapi sebuah ujian, dan jika gagal, kau akan diusir dari kerajaan setan, kata Ketua Dewan dengan senyum sinis, belum apa-apa sudah yakin Eric gagal. Hahaha, itu nggak bakal terjadi! Eric tertawa, balas meremehkan
Sang Biijak sudah menyetujui rencana ini, kata Ketua Dewan, menghentikan tawa Eric. Eric terdiam, Sang Bijak adalah penguasa tunggal semesta. Jika Sang Bijak sedah menyetujui hal ini, artinya Kakek juga setuju. Nggak ada yang pernah membantah Sang Bijak. Eric nggak bisa berkutik. Ini soal ujianmu, kata Ketua Dewan. Tangannya terangkat dan melakukan gerakan menjatuhkan sesuatu. Mendadak entah dari mana, jatuhlah buku yang tebal banget ke tangan Eric. Saking tebalnya, Eric nyaris terjungkal saat menangkapnya. Baca soalnya, dan cepat kerjakan.
Eric berusaha menyeimbangkan tubuh, sambil terbengong-bengong melihat buku yang tebalnya lebih dari dua puluh sentimeter ini.
Sekarang" tanya Eric nggak yakin. Dia nggak suka kerja keras, hobinya Cuma bermalas-malasan. Dan sekarang dia harus ikut ujian" Ada berapa soal di buku setebal ini"! Eric menggerutu sendiri.
Ada batas waktu mengerjakan soal di dalam buku ini, baca saja aturannya. Lebih cepat kauselesaikan, tentu lebih baik.
Setebal ini isinya soal semua" Itu ujianmu.
Sebanyak ini" Ketua Dewan mengangguk. Lalu tanpa basa-basi lagi, dia mengetukkan palu. Sidang ditutup! serunya nyaring.
Seketika para anggota dewan lain bergegas merapikan tas kerja mereka dan meninggalkan ruang sidang.
Eric melongo melihat dirinya ditinggal begitu saja. Padahal dia ingin minta pengurangan jumlah soal ujian. Uuugh! Eric hanya bisa menarik napas kesal. Nggak percaya dirinya harus ikut ujian segala, apalagi dengan soal sebanyak ini.
Semua cuma gara-gara isu! Gerutu Eric dalam hati. Padahal ia yakin banget dirinya pangeran kegelapan dan setan sejati. Nggak mungkin kan, dia mau ngelepasin posisinya sebagai calon raja kegelapan" Yang benar saja! Jadi raja kegelapan itu kan berartii punya istana mewah, kerjanya cuma bermalasmalasan, punya semua kekuasaan jahat, dan ditakuti. Nggak rela banget kalau gara-gara gosip yang nggak terbukti dia sampai kehilangan semua itu...
*** Dengan lunglai Eric melangkah keluar dari ruang sidang dewan kerajaan. Di luar, dia langsung mengomel panjang-pendek pada Slash, teman yang mengantarnya ke sini.
Bayangin, Slash, gue diharusin ikut ujian. Masa pangeran disuruh-suruh kayak gini" gerutu Eric sambil menyerahkan bukunya ke tangan Slash. Slash yang spontan menyambut buku itu, langsung terjungkal saking beratnya. Sementara Eric terus saja berjalan ke mobil.
Setan-setan di dewan itu payah semua. Masa isu kayak gitu mereka percaya" Eric masih terus mengomel. Dia membuka pintu mobil Slash dan duduk di bangku sebelah setir.
Tanpa bicara, Slash membuka pintu mobil dan melemparkan buku tebal itu ke pangkuan Eric, lalu menyalakan mesin.
Tau nggak, ini soal ujian. Coba lihat, tebal banget, kan"! Gila aja yang nagsih soal ujian sebanyak ini, Eric masih protes.
Slash masih diam. Cowok ini aslinya memang pendiam. Wajahnya pun sering terlihat bete. Giliran bicara, kalo nggak ketus pasti menggerutu. Slash dan Eric bukan sahabat sejati, tapi mereka berteman dari kecil. Sampai sekarang pun mereka tetap berteman meski jarang akur.
Kata dewan kerajaan kalo nggak lulus, gue akan diusir dari kerajaan setan dan nggak bisa jadi raja! Baguslah, kata Slash, berkomentar untuk pertama kalinya.
Bagus"! Setan suka kegagalan, termasuk kalo temannya gagal jadi setan hahaha, Slash malah tertawa keras. Jadi menurut lo, gue nggak bakal lulus"! Eric mulai tersinggung.
Slash mengangguk. Oke, gue akan ngerjain soal ujian ini. Lo lihat aja, gue pasti bisa! kata Eric sambil membalik lembar pertama buku tebal tersebut. Di belakang lembar ini tercantum catatan hidup seorang manusia. Tugas anda adalah... minta manusia itu menyerahkan nyawanya dan jerumuskan dia ke dalam neraka. Caranya terlampir di belakang. Waktu anda tiga puluh hari. Kontrak kematian terlampir di halaman terakhir. Selamat ujian... Eric membacakan soal tersebut. Segampang ini"! tanyanya takjub. Mengganggu manusia adalah masalah gampang bagi kaum setan, karena tugas mereka memang itu. Yang agak berbeda dalam soal ini mungkin cuma masalah kontrak kematian.
Ada dua cara untuk membuat manusia menandatangani kontrak ini. Pertama, bujuk dia dengan mengabulkan permintaannya, dan kedua, paksa dia dengan kekerasan supaya mau tanda tangan, kata eric sambil membalik halaman dua di buku ini.
Jadi buku setebal ini soalnya hanya itu"! Tau gitu ngapain gue capek-capek ngomel dari tadi" Ini sih gampang banget. Eric tertawa meremehkan. Siapa manusia itu" tanya Slash dengan suara datar. Dia nggak terpengaruh sedikit pun dengan kegembiraan Eric.
Eric membalik lembar buku itu lagi. Tampak foto seorang cewek. Tawa Eric langsung terhenti. Slash melirik sekilas, Cewek" Kok Dewan Kerajaan mencari sasaran semudah itu" gerutunya. Eric diam saja. Cewek itu mengingatkannya pada...pada siapa ya"
Berapa umurnya" Eric mencari keterangan usia di buku itu. Lima belas, katanya pelan. Dalam hati dia malah pengin protes kenapa baru lima belas tahun udah harus mati"
Slas malah kesal mengetahui usia cewek itu masih lima belas tahun. Di kalangan setan, ngerjain remaja lebih mudah, karena umumnya pikiran mereka masih gampang dipengaruhi. Ah, makin gampang aja. Kok dewan ngasih soal semudah itu sih" Eric nggak berkomentar. Sekarang gantian dia yang jadi pendiam.
Hei, ngapain lo diam" Slash mulai sadar perubahan sikap temannya. Jangan-jangan lo bukan setan, ya" sindirnya.
Siapa bilang" Gue ini setan sejati dan pasti jadi raja Malvera! tegas Eric biar terkesan pede. Namun pas melihat buku ujian itu lagi, wajahnya malah murung. Tunggu apa lagi" Buktikan ke semua setan itu! kata Slash sambil menghentikan mobilnya seolah sudah tidak sabar ingin menurunkan Eric biar langsung pergi ke bumi.
Part 2 JAM 04.57. Alexandra Alfarez tersentak dari tidurnya tiga menit sebelum weker di kamarnya berbunyi.
Alex, begitu cewek kelas satu SMA itu biasa disapa, memang sengaja bangun pagi. Sebisa mungkin lebih pagi dibandingkan biasanya. Dia bangun pagi, mandi, dan menyiapkan keperluan sekolah secepatnya. Setelah itu, dia mengendap-endap menuju garasi. Ada motor 250 cc di sana, yang langsung di dorong Alex perlahan keluar garasi. Alex, bangun! terdengar teriakan Mama dari dalam rumah. Pasti Mama mengira dia belum bangun, karena belum juga muncul di ruang makan. Jam segini biasanya Mama sedang membuat sarapan dan Alex kadang membantunya.
Alex, kamu udah bangun, belum" Nanti terlambat, kata Mama lagi.
Alex nggak menyahut sama sekali. Dia malah semakin cepat mendorong motornya keluar gerbang.
Alex"! teriak Mama yang tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu. Wajah Mama tampak penuh amarah. Alex pura-pura nggak lihat, dia malah menyalakan mesin motornya.
Alex, jangan bawa motor itu! Berapa kali Mama bilang, nanti kamu bisa celaka! Alex! Alex....! Alex nggak mendengar lagi ucapan mamanya. Ia menginjak pedal motor dan memutar gas di setang kanannya. Dengan cepat ia melaju meninggalkan rumahnya.
Sudah lima bulan terakhir ini Alex berusaha berangkat sekolah naik motor sport berwarna dominan hijau ini. Aslinya motor itu punya Oom Fadly, adik Mama. Karena Oom Fadly ditugasin belajar di luar negeri oleh kantornya, motornya dititip di rumah Alex. Maksudnya sih biar bisa dipakai Adrian, kakak laki-laki Alex, buat kuliah. Tapi karena kakak Alex tinggal di kos-an dan nggak mau bawa motor itu, Alex-lah yang membawanya. Bahkan akhirnya motor itu jadi milik Alek, karena dia minta sama oomnya dan dikasih.
Alex memang senang sekali dengan motor yang kecepatannya bisa dengan mudah dipacu di atas seratus kilometer per jam itu. Berada di atas motor sekencang itu membuatnya merasa dekat dengan seseorang. Ayahnya.
Alex nggak pernah kenal papanya. Orangtuanya bercerai, dan Papa pergi dari rumah saat Alex masih berusia tiga tahun. Apa sebabnya, Alex nggak tahu. Yang pasti sampai usia lima belas tahun saat ini, Alex nggak pernah ketemu papanya lagi. Satu-satunya yang Alex ingat soal papanya adalah punggung Papa saat meninggalkan rumah terakhir kalinya. Punggung yang terkesan lebar dan kokoh. Setelah Papa pergi, semua tentang papa seolah jadi hal terlarang di rumah. Mama menyingkirkan semua, barang, maupun foto yang berhubungan dengan Papa. Mama juga sepertinya marah kalau Alex bertanya soal Papa. Yang Alex tahu, sampai saat ini papanya masih hidup. Tapi berada di mana atau bagaimana keadaannya, Alex nggak tahu. Alex juga malas sering-sering bertanya soal Papa, karena cuma akan bikin Mama marah. Jadi semua soal Papa dipendamnya dalam-dalam. Untung Alex masih sempat menyelamatkan foto Papa yang dia temukan di rumah neneknya. Di foto itu Papa tampak duduk di atas motor balap.
Makanya Alex senang sekali dengan motor sport pemberian Oom Fadly. Dia nggak sekadar memakai motor itu menjadi alat transportasinya ke manamana, tapi juga suka main kebut-kebutan di jalanan, di arena balapan ilegal. Yang semakin membuat kemarahan Mama menjadi-jadi.
Alex, kamu tuh gimana sih" Kebut-kebutan itu berbahaya. Buat anak laki-laki aja udah bahaya, apalagi buat anak perempuan! Nanti kamu bisa mati! begitu hardik Mama tiap kali tahu Alex baru kebut-kebutan naik motor.
Biasanya Alex cuma bisa diam. Tapi bukan berarti dia kapok.
*** Motor Alex melaju menuju SMA Harapan. Sudah satu semester dia jadi siswa di SMA ini. Tapi boleh dibilang, Alex nggak suka sekolahnya. Anak-anak di sekolah ini sepertinya menganggap Alex cewek aneh dan takut padanya. Nggak tahu kenapa. Mungkin karena dia pendiam, jarang tersenyum, dekil, naik motor sport, dan sering muncul di sekolah dengan tangan dan kaki pakai plester perban. Alhasil, selama SMA, dia cuma punya dua teman: Mimi dan Elmo. Dua-duanya juga orang aneh, mungkin malah lebih aneh dibanding Alex... hehehe.
Motor yang dikendarai Alex mulai mendekati SMA Harapan. Tiba-tiba saja ada motor lain yang melintas kencang mendahuluinya.
Alex cuma menahan napas melihat motor itu. Motor biru bertipe sama dengan motor Alex itu milik Kian. Cowok itu juga masih kelas satu, sama kayak Alex. Bedanya, Kian kelas 1-1, sementara Alex kelas 1-7. Bedanya lagi, cowok itu populer di sekolah. Semua anak di SMA Harapan terutama cewek kenal sama Kian. Secara fisik, semua kompak bilang Kian keren. Cowok itu tinggi, cakep, jago basket, dan senyumnya menawan.
Alex tiba di parkiran motor. Begitu melepas helmnya, dia nggak sengaja menoleh ke samping. Tampak Kian menatapnya sinis. Alex langsung buang muka dan pergi secepatnya dari parkiran. Dia benci pada cowok yang menatapnya sinis itu. Bagi Alex, dijauhi anak-anak lebih baik daripada ditatap sengan tatapan permusuhan seperti yang dilakukan Kian barusan.
Alex nggak begitu paham kenapa Kian bersikap seperti itu padanya. Mungkin karena Alex pernah ngalahin cowok itu balap motor. Bukan balapan sungguhan sih. Hanya keisengan anak-anak sekolah mereka suatu sore sehabis latihan basket, yang ngomporin Alex dan Kian buat nguji kecepatan motor mereka. Saat itu motor Alex yang menang, dan Kian ditertawakan Elmo.
Wah, lo kalah ama cewek, Kian, kata Elmo saat itu. Alex yakin Elmo nggak bermaksud mengejek. Satu hal menurut Alex yang bikin Elmo sulit bergaul ialah gaya bicaranya. Elmo pada dasarnya pendiam, tapi sekalinya bicara pasti terkesan seperti menyindir. Soalnya pemilihan kata Elmo terlalu jujur, diucapkan tanpa melihat situasi. Sehingga banyak anak yang salah paham dan tersinggung. Termasuk Kian. Sejak kasus balapan itu, Kian yang sebelumnya juga bukan teman mereka (karena memang nggak pernah kenal) musuhin Elmo, Mimi, dan juga Alex.
Tiap papasan cowok itu nggak pernah negur. Alex juga nggak mau negur duluan, takut diketusin. Jadi yang Alex lakukan tiap ketemu cowok itu adalah menghindar.
Bruuk!!! Alex menabrak seseorang, eh, bukan satu, tapi tiga orang sekaligus! Niken, Moniq, dan leony. Cewek-cewek paling wah di kelasnya. Nggak hanya di kelas, tapi mungkin juga di seantero SMA Harapan. Itu karena mereka yang paling populer, selalu ngikutin tren kecantikan terkini dan memakai barang-barang mahal mulai dari tas, sepatu, jam tangan, gelang, pokonya semua yang lagi ngetren. Kebetulan juga sih ketiga cewek itu cantik. Niken bahkan pernah jadi finalis model majalan remaja. Moniq dan Leony juga pernah ikutan sesi foto untuk lembar mode majalah. Cuma sekali sih, tapi karena di SMA Harapan ini Cuma mereka bertiga yang pernah difoto buat majalah, cewek-cewek itu sudah kayak selebritis.
Uh, si Alex! Kalo jalan lihat-lihat dong"! hardik Niken sinis sambil merapikan tata rambutnya yang nggak kusut.
Alex diam saja. Sebenarnya dia pengin langsung minta maaf, tapi karena tiga cewek di depannya kompak melotot seperti mau mengeroyok, dia lebih memilih kabur tanpa bicara apa pun.
Dasar cewek aneh! gerutu Leony yang sempat terdengar.
Dandanannya aneh gitu, dia pasti nggak pernah baca majalah remaja, tuduh Niken menyahuti. Berarti dia nggak tahu kita pernah masuk majalah" Come on, ketinggalan zaman banget nggak sih" gerutu Moniq lebih prihatin.
Alex yang mendengar semua itu nggak peduli, dia terus saja berjalan...
Halo, Kian. Lo makin cakep aja deh, kata Niken yang mau nggak mau menghentikan langkah Alex dan membuatnya menoleh.
Tampak Kian dicegat tiga cewek centil itu. Dan dari pandangan Alex, cowok itu ngobrol dan tertawa bareng cewek-cewek itu. Akrab banget. Sepertinya Kian juga gembira ketemu mereka. Ya iya lah, mereka kan cantik-cantik. Semua cowok pasti suka sama mereka, keluh Alex dalam hati. Seandainya gue jadi salah satu anggota geng mereka, mungkin Kian... Alex nggak mau nerusin ucapannya.
Belakangan ini ada yang salah pada diri gue, batin Alex. Gimana nggak, cowok yang selalu membuat Alex menjauh itu tiba-tiba selalu ada di pikirannya. Entah kenapa, Alex ingat wajah tersenyum cowok itu, padahal senyum itu dilihatnya dari jauh dan bukan untuknya (seperti saat ini Kian tersenyum dan tertawa dengan tiga cewek cantik itu, tapi Alex malah mengkhayalkan seolah cowok cakep itu tersenyum padanya).
Senyum Kian, sosok Kian berlari di lapangan basket, wajah Kian saat melepas helm, dan sebagainya memenuhi memori otak Alex. Semua kebencian yang Alex ingat tentang cowok itu sekarang berganti dengan semua hal manis. Sialnya, semua hal manis seperti senyum, wajah cakep, dan sosok keren Kian itu nggak pernah ada buat Alex....
Alex pun cuma menunduk pasrah dan melanjutkan langkah menuju toilet. Dia harus melepas celana jinsnya dan memakai rok sekolah (tiap bawa motor Alex selal pakai jins). Lalu Alex pun melangkah ke kelas 1-7, kelasnya.
Hai, Alex, wajah lo kayak habis bangun dari mimpi buruk aja, kata Elmo yang sudah ada di kelas, menyapanya.
Alex diam saja, dan terus berjalan ke bangkunya. Entah mana yang lebih buruk: mimpi buruk atau mikirin indah-indah tentang orang yang justru benci sama gue, keluhnya dalam hati. Tentu saja yang Alex maksud itu Kian.
Lonceng tanda pelajaran dimulai berbunyi. Pertanda jam-jam membosankan buat seorang Alex dimulai. Alex nggak pernah suka pelajaran sekolah. Nilai rapornya selalu jelek. Dari dulu guru-guru selalu menganggapnya anak bermasalah, menatapnya curiga, dan nggak pernah memedulikannya. Buat para guru, penampilan, sikap, dan latar belakang keluarganya sudah cukup untuk dicap sebagai anak bermasalah.
Gue benci hidup gue, keluh Alex dalam hati. ***
Begitu pulang sekolah, Mama sudah menunggu Alex di depan pintu. Sejenak Alex heran. Ada apa sampai Mama sudah ada di rumah jam segini" Seharusnya Mama masih di kantornya. Mama Alex bekerja sebagai arsitek di salah satu perusahaan properti milik swasta dan biasanya sibuk banget.
Ah, paling-paling Mama pulang khusus buat marahin gue, gumam Alex dalam hati.
Dan tuduhan Alex itu langsung terbukti begitu motornya berhenti.
Sudah berapa kali Mama bilang sama kamu, Alex, jangan bawa motor itu"! hardik Mama langsung. Alex diam saja.
Kamu kenapa sih, bandel banget kalo dibilangin" Tiap kamu bawa motor itu pasti kamu ngebut. Mau cari mati, apa"! omel Mama lagi.
Alex nggak ngebut ko, Ma, bantah Alex.
Kata siapa" Semua tetangga di sini bilang kalo kamu bawa motor kencang banget.
Ah, mereka cuma mengarang-ngarang aja, kata Alex, pura-pura nggak merasakan tuduhan itu. Dia melenggang masuk ke kamar dan mengganti seragam sekolahnya dengan kaus dan kembali memakai jaketnya.
Hei, mau ke mana lagi kamu" kata Mama yang mengikuti Alex ke kamar.
Belajar kelompok di tempat teman, Alex mengarang alasan.
Belajar kelompok"! Alex, jangan bikin Mama tertawa. Mama ini nggak bisa kamu bohongi. Belajar di sekolah saja kamu malas. Lihat nilai ulangan kamu semuanya hancur. Sekarang kamu bilang mau belajar kelompok di rumah teman"! sindir Mama.
Alex nggak menggubris ucapan Mama. Dia terus saja melangkah keluar rumah dan kembali menaiki motor.
Alex! Alex! Mama bilang... ucapan Mama cuma Alex dengar sampai di situ, karena dia sudah melaju dengan motornya.
Alex sengaja pergi dari rumah, karena kalo dia ada di rumah, Mama akan terus memarahinya tanpa henti.
Hubungan Alex dan ibunya memang agak nggak begitu bagus. Semua hal sepertinya selalu jadi bahan pertengkaran di antara mereka. Makanya, kadang lebih baik kalo nggak ketemu aja sekalian. Biasanya waktu Mama pulang kerja malam, Alex sudah mengurung diri di kamar. Dan jika pagi tiba, Alex sudah lebih dulu berangkat sekolah. Alex nggak ngerti juga kenapa dirinya dan Mama nggak pernah akur. Mungkin karena ada sisi pribadi Alex yang marah pada Mama karena telah membuatnya hidup tanpa ayah.
Sama Adrian, kakak cowoknya, Alex juga nggak dekat. Kakaknya yang pintar itu terlalu sibuk dengan buku dan komputernya. Sejak kuliah, Rian kos di dekat kampusnya dan jarang banget pulang. Makin lengkaplah alasan Alex buat nggak betah berada di rumahnya sendiri.
*** Alex melajukan motornya menuju Jalan Kahyangan. Jalanan ini merupakan tempat nongkrong favoritnya. Di jalan inilah balapan ilegal sering dilakukan. Hampir tiap hari, ada saja anak-anak yang mencoba mengadu kecepatan motornya. Paling sering malam, meskipun siangnya jalanan lurus sejauh lima ratus meter yang terletak di pinggir kota ini agak sepi. Tetapi memang lebih seru balapan malam. Alex suka ke sini karena bengkel Garage tempat dia memodifikasi motor terletak di jalan ini. Tapi siang ini Alex cuma nongkrong di kafe yang terletak persis di samping bengkel.
Kebetulan belum makan siang, Alex pun memesan makanan dan melahapnya sendirian. Siang-siang begini, Kafe Garage yang masih satu pemilik dengan yang punya bengkel memang sepi. Anak-anak motor baru ramai ke sini kalau sudah sore. Saat ini yang ada di kafe cuma Alex, Galang, dan dua temannya yang Alex nggak kenal, serta seorang cewek yang masih pakai seragam SMA. Cewek yang pasti bukan anak motor ini (karena dia tipe cewek cantik seperti geng Niken di kelasnya) berkali-kali melihat jam dan HP-nya. Cewek berambut pendek itu seperti sedang menunggu seseorang.
Mana sih dia" gerutu cewek itu yang sempat terdengar Alex.
Alex nggak memedulikan cewek itu, dan kembali menikmati nasi gorengnya.
Tiba-tiba terdengar deru motor yang tak lama kemudian berhenti di depan kafe. Hah... akhirnya, kata cewek itu sambil bergegas keluar.
Alex nggak sengaja menoleh keluar. Karena kafe ini sekelilingnya kaca, dia bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi di luar. Motor di depan kafe itu mirip motor Alex, cuma beda warna saja. Hei, itu kan motor...
Alex nggak jadi nerusin tebakannya, karena pengendara motor itu keburu membuka helm, dan ya, dia memang Kian.
Cewek cantik yang masih berseragam itu segera mendekati Kian dan mengangsurkan gelas plastik berisi jus yang dipegangnya ke Kian.
Alex nggak mendengar apa yang mereka bicarakan. Yang tampak di mata Alex, dua orang itu terlihat akrab banget. Tangan si cewek dengan santai bersandar di bahu Kian, dan tanpa canggung mengelap tetesan air yang jatuh di dagu cowok itu dengan tangannya.
Cewek itu pacar Kian..." tanya Alex nggak percaya dalam hati.
Sejenak Alex memperhatikan cewek berambut pendek yang garis wajahnya cantik itu. Selain cantik, selalu ada tawa menghiasi wajah cewek itu, sehingga mengesankan dia orang yang menyenangkan. Nggak heran Kian suka padanya. Dibanding Niken cs, cewek ini pasti lebih menarik buat Kian. Niken, Moniq, dan Leony memang cantik, tapi mereka kan angkuh, sementara cewek di depan Kian ini benarbenar menyenangkan. Dibanding Alex...
Hanya dalam mimpi. Begitu pun peluang gue dibanding cewek itu tipisss banget! Keluh Alex dalam hati.
Kian kembali memakai helmnya dan cewek cantik itu duduk di belakangnya. Dua orang yang menyita perhatian Alex ini pun pergi dari depan kafe. Alex menarik napas, ada perasaan nggak menentu di hatinya sekarang. Selama ini dia nggak tahu Kian sudah punya pacar. Di sekolah Alex selalu melihat cowok itu jalan sendirian. Tapi mungkin saja kan, dia punya cewek yang nggak satu sekolah dengannya. Hei, dia mau punya cewek atau nggak, apa urusannya sama gue! Tegur Alex pada diri sendiri. Stop, gue nggak boleh mikirin Kian lagi. Mau senyumnya bagus kek, mau tampangnya cakep kek, mau keren kek, mau jago basket atau apa pun juga, gue nggak peduli lagi! Teriak Alex dalam hati. Teriaknya sih dalam hati, tapi sendok yang nggak berdosa jadi korban dilempar Alex dengan kasar ke piringnya. Prang! Untung piringnya nggak pecah. Alex berdiri dan meninggalkan begitu saja makanannya yang belum habis. Selera makannya seketika hilang. Alex pun terlihat jauh lebih kesal daripada saat dimarahi mama tadi. Perasaannya jadi marah nggak menentu. Dia keluar dari kafe itu dan duduk di motornya.
Alex tahu nggak ada gunanya kesal dan marah. Kian bukan siapa-siapanya Alex. Tapi saat ini otak Alex nggak bisa kompromi sama hatinya yang sakit melihat cewek lain bersandar ke Kian.
Hai, Lex! tegur Galang, cowok yang tadi juga makan di Kafe Garage. Cowok itu merupakan anak motor yang sering nongkrong di sini, makanya Alex kenal. Lex, kenalin teman gue, Kaka ama Rio, kata Galang lagi sambil menunjuk dua cowok di dekatnya. Alex cuma diam. Dia mengamati teman Galang itu satu per satu.
Rio nggak percaya waktu gue bilang lo bisa balap, Lex. Katanya mana ada cewek yang bisa bawa motor sambil ngebut.
Oh, ya" komentar Alex sinis.
Gue bilang aja, lo tantangin Alex kalo berani, kata Galang lagi.
Kapan" Alex malah langsung menjawab tantangan cowok itu.
Nanti malam, kata Rio. Alex melihat ke arah jalanan yang siang ini sepertinya lebih sepi daripada biasanya. Kenapa nggak sekarang aja" tantang Alex lagi. Sekarang" Rio tampak kaget.
Jalanan sepi kok. Gimana" Alex malah semakin ingin secepatnya memacu motornya. Rasa kesal membuatnya ingin secepatnya mencari pelampiasan.
Cowok bernama Rio itu tampak terdiam sesaat, lalu akhirnya mengangguk.
Oke deh, gue ambil motor dulu, kata cowok itu sambil berjalan ke dalam bengkel.
Alex mendorong motornya ke pinggir jalan, mengikuti Rio yang sudah lebih dulu tiba di sana untuk menempati tempat start.
Peraturannya, mulai dari sini, putar di tugu pertigaan itu, lalu balik lagi ke sini. Siapa yang duluan tiba lagi di sini, itulah pemenangnya! Galang menjelaskan lintasan yang harus dilalui Alex dan Rio.
Alex melihat ke Rio, cowok itu mengangguk, pertanda dia memahami aturannya. Alex memakai helmnya, begitu juga Rio. Galang berdiri di antara motor Alex dan Rio. Cowok itu merentangkan kedua tangan untuk aba-aba start.
Satu, dua, tiga! Alex langsung memacu kencang motornya. Dalam sekejap petunjuk kecepatan di depannya melesat naik. Motornya melaju kencang. Alex melihat ke spion kanan, melihat Rio berada di belakangnya. Seulas senyum sinis terukir di wajah Alex, dia akan memenangi pertandingan ini. Namun nggak lama kemudian, dalam hitungan detik, cowok itu menjejeri motor Alex, dan berhasil melewatinya. Alex nggak bisa diam melihat semua itu. Dia pun makin menambah kecepatan motornya. Gue harus menang! teriak Alex menyemangati dirinya sendiri.
Alex terus menambah kecepatan motornya. Dia nggak peduli dengan angin kencang yang terasa menusuk tubuhnya. Dia harus bisa mendahului Rio. Kalau dia menang, rasa sakit hatinya melihat Kian tadi mungkin akan sedikit terbayar.
Usaha Alex untuk menang sepertinya nggak sia-sia; dia berhasil melewati Rio. Senyum kemenangan mulai muncul di wajah Alex. Namun tiba-tiba... entah mengapa, motornya sulit dikendalikan. Motornya sempat oleng ketika ia dengan panik berusaha menginjak rem. Tapi... tapi... remnya blong! Motornya meluncur tak terkendali. Di tengah kepanikannya, Alex membanting setir. Motornya oleng hebat, dan dia refleks melepas pegangannya di setang supaya tidak terseret motornya lebih jauh. Alex bisa merasakan tubuhnya terempas keras di aspal.
Setelah itu semuanya gelap Part 3
ALEX nggak tau apa yang terjadi pada dirinya. Tibatiba saja dia berada di lorong gelap. Nggak ada cahaya atau apa pun yang terlihat di sekitarnya. Dia melangkah seorang diri di tempat ini.
Apa gue udah mati" Tanya Alex pada diri sendiri.
Alex nggak tahu jawabannya. Kakinya terus melangkah untuk mencari tahu dia ada di mana saat ini. Tapi tetap nggak ada petunjuk apa pun.
Lorong hitam yang dilalui Alex berakhir. Sekarang langkahnya berada di tempat yang terang banget. Semuanya terlihat berselubung kabut putih, seperti penuh asap.
Kayak dunia langit aja, pikir Alex. Ia ingat dalam salah satu buku cerita anak-anak yang pernah dibacanya, saat mati orang digambarkan berjalan di lorong gelap dan menemukan tempat luas berwarna putih dan penuh asap.
Apa ini artinya gue... hampir mati"
Tidak!!! teriak Alex sekuat tenaga. Meski pernah bilang dia benci hidupnya, tetap saja dia nggak pernah kepikiran soal kematian.
Alex langsung cemas. Suaranya habis. Janganjangan... sebentar lagi semua yang ada di dirinya akan hilang perlahan-lahan. Mula-mula kakinya akan terasa ringan, lalu hilang. Terus tangannya menghilang, diikuti badannya... dan terakhir kepalanya yang hilang jadi asap. Setelah semua itu, nggak ada lagi yang namanya Alex!
Namun sebelum semua itu terjadi, Alex mendengar sesuatu.
Kamu harus mengikuti aturannya. Minta nyawanya, bukan menrenggutnya begitu saja! Cara seperti ini tidak akan membuatmu lulus ujian! Terdengar suara seorang laki-laki yang sepertinya sudah lanjut usia. Suaranya sarat kemarahan.
Apa bedanya, Raja" Yang penting di sudah mati, maksudku segera mati, bantah suara lain.
Sepertinya yang ini suara cowok remaja gitu.
Alex mencari-cari asal suara tersebut, tapi tetap nggak menemukan seorang pun. Yang bisa dilihatnya hanya dirinya sendiri. Pembicaraan kedua orang itu masih terus berlanjut.
Turun ke bumi, dan ikuti ujianmu dengan benar. Jika tidak lulus, hakmu sebagai putra mahkota akan dicabut Dewan!!! terdengar suara menggelegar. Marah banget, sepertinya.
Tapi aku kan pangeran kegelapan, buat apa aku harus susah payah"! protes cowok itu lagi. Cepat pegi, sebelum Dewan tahu ulahmu! Nggak terdengar suara cowok itu membantah.
Itu kalimat terakhir yang Alex dengar dari suara laki-laki yang dipanggil Raja oleh si cowok muda. Apa maksud pembicaraan mereka" Raja... hmmm, apa tempat ini merupakan kerajaan"
Alex nggak bisa melihat apa-apa. Juga nggak mendengar suara apa pun lagi. Dirinya kembali sendirian di sini. Alex yang takut dirinya akan menghilang begitu saja, berusaha terus melangkahkan kakinya. Dia berharap bisa menemukan jalan keluar dari tempat ini. Namun sejauh apa pun dia melangkah, tetap yang ditemuinya hanyalah cahaya terang dan asap putih di sekelilingnya.
Di mana sih sebenarnya tempat ini" Tanya Alex sambil melihat sekeliling. Dia sudah putus asa setelah lagi-lagi hanya asap putih dan kesendirian yang ditemuinya.
Mungkin ini memang akhir dari seorang Alexandra Alfarez, Alex akhirnya pasrah.
Tiba-tiba... Alex melihat cahaya merah menerpa dirinya. Cahaya itu sangat menyilaukan, Alex sampai menyipitkan mata saking perihnya. Bukan hanya perih, cahaya itu juga terasa berat. Sangat berat, sampai Alex terjatuh. Dia nggak merasakan tubuhnya lagi.
Alex, Alex, bangun, Sayang... terdengar suara samar-samar.
Mama..." apakah itu suara Mama" Alex yakin itu suara ibunya. Dengan segenap kekuatan yang tersisa, ia berusaha memaksa matanya membuka. Tampak cahaya terang dan berwarna putih. Hanya saja kali ini tidak menyilaukan seperti yang di lorong tadi.
Hah"! Alex malah melongo menyadari dirinya terbaring di tempat tidur rumah sakit.
Sayang, syukurlah kamu sudah sadar, kata Mama, memeluknya sambik terisak-isak.
Alex masih melongo. Dia heran melihat dirinya benar-benar terbaring di kamar rumah sakit, bahkan tangannya ditusuk selang infus segala. Meski samasama terang dan putih, ini jelas bukan seperti tepat barusan yang dikunjunginya.
Janji sama Mama, jangan naik motor lagi ya, Sayang, pinta Mama dengan suara memohon sambil menatap Alex.
Alex hanya diam melihat ibunya. Saat ini dia belum bisa mengatakan apa-apa pada Mama. Dia masih sangat kebingungan.
Seorang dokter dan dua perawat masuk ke kamar Alex. Para petugas medis itu langsung memegang lengannya sampil memperhatikan layar monitor denyut jantung di meja.
Bagaimana anak saya, Dok" tanya Mama dengan suara cemas. Padahal ibunya lihat sendiri, Alex sudah sadar.
Anak Ibu nggak apa-apa. Silahkan tunggu di luar sebentar. Saya akan mencoba memeriksa keadaan Alexandra. Nanti saya jelaskan hasil pemeriksaannya pada Ibu, kata Dokter yang usianya sepertinya lebih tua daripada Mama itu.
Mama Alex pun keluar dari ruang gawat darurat.
Alex sedikit lega karena nggak perlu membahas soal motor dengan Mama saat ini.
Dokter dan dua perawat itu terus memeriksa kondisi Alex. Mulai dari cek jantung, denyut nadi, tekanan darah, sampai mengetuk sendi-sendi Alex seperti kaki dan lengannya, untuk memeriksa refleksnya.
Sementara Alex sendiri merasa dirinya baik-baik saja. Nggak ada sedikit pun bagian tubuhnya yang terasa sakit. Bahkan saat Alex lihat, tangan, kaki, dan wajahnya juga nggak ada bekas luka. Padahal biasanya Alex jatuh sedikit saja sudah perlu pakai plester perban. Ini malah mulus. Aneh. Kecelakaannya kan parah banget, mengingat ia sampai nggak sadarkan diri.
Dok, berapa lama saya pingsan" tanya Alex ingin tahu.
Sekitar 48 jam. Saya nggak apa-apa, Dok" tanya Alex, ingin memastikan keadaan dirinya.
Sampai saat ini saya belum menemukan kelainan apa-apa pada dirimu. Sepertinya kamu baik-baik saja. Benar-benar mukjizat, kata Pak Dokter, yang membuat Alex bingung.
Mukjizat" Biasanya banyak akibat yang terjadi pada korban kecelakaan, terutama kendaraan bermotor. Tapi sudahlah, yang penting kamu selamat. Jangan diulangi lagi ya, kata Pak Dokter. Kalimat terakhir itu mirip dengan ucapan Mama.
Alex hanya menghela napas.
Thank God, gue bisa kembali ke hidup seorang Alexandra, katanya pasrah.
Part 4 SETELAH tiga hari absen, pagi ini Alex kembali ke sekolah lagi. Cuma kalau biasanya dia pergi ke sekolah naik motor kebanggaannya, kali ini ia diantar Mama. Motornya sendiri terpaksa menginap di bengkel.
Ke sekolah diantar Mama sebenarnya merupakan hal yang paling Alex hindari. Soalnya Mama biasanya menceramahinya sepanjang jalan.
Mama paling nggak suka kamu bawa motor itu, Alex. Apa gunanya coba, kebut-kebutan di jalanan" Nggak ada, kan"! Cuma bikin kamu luka dan masuk rumah sakit, kata Mama untuk yang keseratus kalinya Alex dengar sejak siuman.
Alex hanya diam. Coba cari hobi yang bermanfaat seperti main basket, majalah dinding, atau melukis, saran Mama yang hanya dijawab Alex dengan kebisuan.
Mama nggak pernah ngerti kenapa kamu suka motor itu. Kamu itu anak perempuan, Lex! omel Mama lagi.
Alex masih diam. Kalau dia jawab alasannya suka sama motor itu, Mama pasti akan kehilangan katakata saking marah besar dan juga sedihnya.
Untung sekolah sudah di depan mata, sehingga Alex bisa turun dan omelan Mama bisa segera berakhir. Meski kesal mendengar omelan Mama, Alex tidak membantah. Ia takut mamanya semakin marah. Ma, Alex pamit, katanya saat mobil sudah berhenti.
Hati-hati, jawab Mama. Oh ya, Lex, nanti pulang sekolah kamu langsung pulang ke rumah, ya" Kamu nggak boleh pergi ke mana pun hari ini, karena nanti malam kita ada acara, lanjut Mama lagi.
Acara apa" tanya Alex heran.
Syukuran kamu sudah sembuh. Mama mau kita makan malam bareng. Kakakmu juga sudah Mama kasih tahu, nanti sore habis kuliah Rian pulang, jelas Mama.
Oh. Alex pun mengangguk. Mobil Mama kembali melaju.
Alex melangkah ke gerbang sekolah. Hal pertama yang dai lakukan adalah menoleh ke parkiran motor. Ingin melihat motornya" Tentu saja bukan. Dia ingin tahu apakah cowok sinis yang membawa motor biru itu sudah datang atau belum. Bukan kenapa-kenapa, Alex hanya sekadar ingin tahu. Sudah tiga hari Alex nggak melihat wajah cowok itu. Cuma ingin tahu, ada nggak yang berubah dari cowok itu" Sebelum Alex sempat menemukan motor biru itu, tahu-tahu... BRUKK!!! Ia menabrak, bukan satu, bukan dua, tapi tiga orang sekaligus. Lagi"""
Alex lagi! Lo tuh jalan lihat-lihat kenapa sih, Lex" Niken langsung melabraknya.
Ng... Alex baru mau bilang sori, tapi tiga cewek canti itu udah ninggalin dia.
Eh, eh, Eric datang! pekik Leony yang sempat terdengar Alex.
Alex menoleh, ingin tahu siap yang dimaksud Leony. Sebuah mobil merah yang sudah dimodifikasi berhenti di parkiran. Ada gambar percikan api di kedua sisi mobil.
Wah, mobilnya keren juga, kayak mobil balap, kata Alex dalam hati. Siapa di SMA Harapan yang membawa mobil itu" Perasaan Alex baru lihat sekali ini.
Dari dalam mobil turun seorang cowok berkacamata hitam dengan bingkai silver. Cowok jangkung itu memakai seragam SMA yang dilapisi jaket oranye. Dia juga pakai kalung bling-bling yang cukup besar.
Mungkin gara-gara jaket, kacamata, dan perhiasan bling-bling itulah dari jauh cowok itu terlihat bersinar.
Alex merasa nggak pernah melihat cowok yang langsung disambut ramah oleh ketiga cewek tersebut. Nggak sengaja Alex melirik ke sampingnya. Ternyata bukan cuma Alex sendiri yang menonton cowok bersinar itu, tapi Kian juga. Namun sial bagi Alex, begitu dia memandangi Kian, cowok itu malah berjalan ke arahnya.
Alex langsung panik. Ia berbalik dan lari ke kelasnya.
Alex! Lo udah sembuh" kata Mimi yang kebetulan ada di kelasnya. Cewek itu memang sering ke kelas
1-7. Mimi langsung memeluk Alex kegirangan.
Hebat juga lo, Lex. Padahal menurut teori medis lebih dari 2x24 jam nggak sadar bisa berakibat fatal. Kalo nggak lewat, berarti kerusakan sistem saraf tubuh. Lah ini lo sehat-sehat aja, kata Elmo, seperti biasa cenderung blak-blakan.
Thanks, Mo, jawab alex atas sambutan aneh itu.
Untung lo baik-baik aja, Lex, kata Mimi sambil mengetuk-ngetuk bahu, lengan, dan kaki Alex seperti dokter yang memeriksa keadaan Alex pas siuman. Gerak-gerik teman Alex yang satu ini memang aneh. Dia suka berlagak seperti apa yang ada di pikirannya. Kali ini sepertinya Mimi menganggap dirinya dokter ahli.
Aduh, sakit kali, Mi, protes Alex. Habis Mimi memukulnya terlalu keras.
Hehe, sori. Oh ya, Lex, lo tahu nggak, ada info terbaru, kata Mimi lagi, mulai ngegosip.
Info apa" tanya Alex sambil meletakkan tas di bangkunya.
Ada anak... Mimi baru ngomong segitu ketika tibatiba saja cowok bersinar yang naik mobil keren tadi memasuki kelas.
Hai, Alexandra. Lo udah sembuh" kata cowok itu sambil membuka kacamata hitamnya.
Alex, yang nggak merasa kenal sama cowok itu, mengangguk saja.
Oh, bagus. Sembuh dari koma akan membuat lo punya kehidupan baru. Percaya deh sama gue, kata cowok itu sambil dengan sok akrab menepuk bahu Alex segala.
Alex cuma melongo. Oke deh, gue mau ke kantin dulu, kata cowok itu, padahal nggak ada yang nanya. Cowok bersinar itu menaruh tasnya di samping tas Alex dan pergi keluar.
Siapa dia" tanya Alex yang masih melongo.
Eric! jawab Elmo dengan suara yang terdengar bete. Sepertinya teman Alex ini nggak suka sama si cowok baru. Ya, umumnya cowok kan nggak suka lihat cowok wah seperti cowok kinclong barusan. Siapa" tanya Alex masih belum mengerti. Anak baru, jawab Mimi.
Alex lalu menoleh ke Elmo. Kalau ada anak baru di kelas mereka, Elmo pasti tau informasi tentang cowok itu.
Info terbaru yang dimaksud Mimi itu, ya si Eric barusan. Nama lengkapnya Frederic Sawa, pindahan dari luar negeri, warna favoritnya merah... Warna favorit" Alex merasa aneh mendengarnya. Dia memang bilang begitu pas pengenalan diri.
Sekalian aja tinggi badan, hobi, cita-cita, sindir Alex.
Dia mau bilang begitu sih, tapi Bu Anita sudah motong duluan dan nyuruh Eric duduk, kata Elmo, dengan lugunya malah membenarkan.
Alex cuma meringis, sepertinya teman sebangku barunya cukup ajaib .
Sepertinya dia baik ya, Lex, buktinya tadi dia nyapa lo duluan, komentar Mimi.
Mi, dia anak baru, memang dia yang harus nyapa duluan, kali, kata Alex mengingatkan.
Ah, biasanya siapa pun nggak ada yang peduli ama kita, Lex, kata Mimi balik mengingatkan.
Alex diam saja. Mimi ada benarnya. Mereka bertiga anak-anak yang nggak terlihat di sekolah ini, alias dianggap pecundang.
Eric tinggal dekat rumah lo, kata Elmo lagi nambah info.
Masa sih" Iya, di ujung kompleks rumah lo, tambah Mimi. Rumah kosong itu"
Sekarang itu rumah Eric. Kemaren gue lewat situ, benar kok rumah itu sudah diisi, jelas Mimi lagi.
Alex cuma angkat bahu. Nggak ada urusannya sama dia, Eric mau tinggal di mana. Toh Alex nggak kenal dia. Mungkin Mimi dan Elmo membahasnya cuma karena nggak ada bahan pembicaraan baru.
*** Jam-jam membosankan di sekolah berlangsung seperti biasanya. Guru menerangkan pelajaran demi pelajarann di depan kelas dan Alex mengikuti dengan setengah hati. Cuma satu yang berbeda hari ini, yaitu teman sebangku baru Alex, Eric. Cowok itu selalu tersenyum saat tanpa sengaja Alex menoleh padanya.
Alex yang jarang banget dapat senyuman dari siapa saja (ada juga kening orang-orang berkerut begitu melihatnya), cuma bisa meringis. Mungkin Eric tipe orang yang ramah dan murah senyum, pikir Alex soal sikap cowok itu.
Tadi Alex sudah melihat mobil, jaket oranye, dan kacamata hitam berbingkai silver Eric, sekarang Alex bisa melihat dari jarak dekat sepatu cowok itu warnanya merah dengan garis silver. Buat ukuran cowok, pemilihan warna barang-barang Eric itu menurut Alex agak luar biasa... atau Eric memang sengaja begitu biar menarik perhatian orang-orang" Sok nyentrik, gitu. Entahlah, Alex juga nggak tahu. Kalau kata Alex sih, tanpa benda-benda berwarna mencolok itu pun Eric sudah menarik perhatian anak-anak SMA Harapan, terutama cewek-cewek. Bagaimana tidak, cowok itu cakep, tinggi, ramah, dan pintar. Hal terakhir baru Alex sadari sejak jam pelajaran pertama, cowok itu selalu menjawab pertanyaan guru dan sering menawarkan diri pergi ke depan kelas untuk mengerjakan soal.
Apa lagi yang kurang dari Eric" Sepertinya nggak ada. Makanya nggak heran, pas jam istirahat tiga cewek cantik dari geng Niken langsung mendekati cowok itu. Alex memilih keluar dari kelas dan menghampiri kelas Mimi. Sebenarnya sih bukan kelas sahabatnya itu tujuan utama Alex, tapi lapangan basket yang terletak di depan kelas Mimi. Di lapangan basket itu tiap jam istirahat ada... Kian.
Yap, mau secakep atau sebaik apa pun si anak baru, buat Alex tetap saja musuhnya ini lebih menarik perhatiannya.
Alex melihat Kian sudah ada di lapangan basket bersama anak-anak basket lainnya. Memang sudah menjadi kebiasaan mereka untuk selalu mengisi waktu jam istirahat dengan melempar-lemparkan bola ke ring.
Alex, ke kantin yuk! ajak Mimi yang baru keluar dari kelasnya.
Nggak deh, Mi, gue kenyang, jawab Alex sementara matanya tetap saja fokus melihat ke lapangan basket. Tampak Kian melambai dan tersenyum pada cewek-cewek yang kebetulan lewat dan
menyapanya. Kenapa sih dia nggak pernah senyum ke gue, desis Alex kesal. Dalam hati aja sih...
Lo lihatin siapa sih, Lex" tegur Mimi.
Nggak ada, jawab Alex tanpa menoleh sama sekali. Dia masih saja melihat ke lapangan basket.
Kian" tebak Mimi yang spontan membuat perhatian Alex teralihkan. Selama ini nggak ada satu orang pun yang tahu Alex suka sama Kian. Dan bagi Alex, nggak ada satu orang pun yang boleh tahu. Kian" Buat apa gue lihatin dia" tanya Alex balik. Mimi angkat bahu. Mana gue tahu.
Kian itu kan cowok brengsek! sergah Alex tegas buat menutupi rahasianya.
Mimi nggak berkomentar apa-apa. Raut wajah cewek itu malah tampak cemas melihat ke Alex... tepatnya ke belakang Alex!
Lo bilang apa, Lex" terdengar bunyi suara serak cowok.
Kian. Mati gue, batin Alex cemas, tapi buru-buru pasang tampang datar untuk menutupi perasaannya. Gue nggak bilang apa-apa, kata Alex berlagak cuek dan sombong.
Lo pikir gue nggak punya kuping, apa" sindir Kian sambil mengambil bola basket yang kebetulan banget jatuh dekat kaki Alex. Heran gue, baru juga sembuh dari kecelakaan. Lo bukannya berubah, tapi malah makin belagu, tambah Kian lagi.
Belagu"! tanya Alex kesal.
Kian diam, menatap Alex sinis.
Hei, kalo lo kalah balapan ama cewek akui aja, bukan malah main tuduh gue belagu segala, balas Alex sengaja menyindir. Dia terpaksa mengungkitungkit cerita lama supaya imejnya terjaga. Jaim, gitu.
Gue nggak pernah kalah ama lo! Kian menuding bahu Alex. Lama-lama cewek ini bikin emosi juga nih.
Nggak pernah" cemooh Alex. Lah yang waktu itu apa dong namanya"


Alexs Wish Karya Elcy Anastasia di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lo benar-benar menyebalkan! teriak Kian. Nggak jelas kenapa, ia jadi marah banget.
Lo juga! balas Alex nggak mau kalah.
Kian sepertinya hendak membalas ucapan Alex lagi, tapi temannya keburu datang.
Ki, udah, kata cowok itu, menarik Kian balik lagi ke lapangan basket.
Alex mengembuskan napas perlahan. Pas menoleh, dia baru sadar selain Mimi, di dekatnya ternyata sudah ada Elmo, Niken cs, dan Eric! Keenam orang itu menatapnya aneh.
Lo nggak apa-apa, Lex" Eric yang bersuara duluan. Cowok ini memang persis tebakan Alex ramah dan sekarang ditambah lagi penuh perhatian. Tapi karena Alex lagi bete, jawabannya malah jadi jutek nggak jelas.
Kian benar-benar brengsek! kata Alex sambil buruburu pergi, meninggalkan keenam orang itu yang lagi-lagi menatapnya aneh.
Alex berjalan kembali ke kelasnya. Begitu tiba di bangkunya, dia langsung membereskan bukubukunya dan menyandang ransel.
Lho, Lex, lo mau ke mana" tanya Mimi yang ternyata menyusulnya.
Cabut! Lex, masa sih cuma gara-gara keributan kecil kayak gitu aja lo mau bolos sekolah" Lo kan udah tiga hari nggak masuk"
Keributan kecil, lo bilang" Bagi gue itu masalah!
Masalah besar!!! tegas Alex, tanpa sadar berteriak di depan wajah Mimi.
Kening Mimi mengernyit. Elmo yang baru muncul di kelas juga heran melihatnya.
Kian brengsek! kata Alex sambil meneruskan langkahnya keluar kelas.
Jangan-jangan ini gara-gara kecelakaan. Saraf emosi Alex yang biasanya nggak berfungsi, sekarang malah aktif, jadi pemarah deh dia, Elmo berhipotesis.
Meski mendengar ucapan itu, Alex tetap saja berjalan ke gerbang sekolah. Dia benci sekolah dan sekarang, dia benci banget ada di sekolah ini garagara cowok bernama Kian. Selama ini Kian nggak pernah bicara pada Alex, tapi sekalinya bicara, katakata cowok itu nyelekit banget. Dasar brengsek! Umpat Alex dalam hati.
Tapi kalau dipikir-pikir lagi... sebenarnya apa sih yang membuatnya mengecap Kian brengsek" Apa gara-gara ucapan cowok itu atau gara-gara memori otak Alex yang menyimpan adegan Kian berduaan cewek lain di depan Kafe Garage" Kok sepertinya yang terakhir ya"
Alex, Alex tunggu! terdengar suara cowok memanggilnya. Bukan suara Kian, sayangnya. Tapi Eric.
Alex terpaksa menghentikan langkahnya.
Lo nggak apa-apa, Lex" tanya cowok itu, memastikan keadaan Alex.
Gue mau pulang! kata Alex ketus membalas perhatian cowok itu.
Tapi sikap Eric tidak berubah.
Gue antar, ya" kata Eric sambil menunjuk ke arah mobilnya.
Alex melihat ke mobil merah tersebut. Sekilas dia melihat ada kucing hitam di dalam mobil. Tapi berhubung emosi, dia nggak berminat nanya kenapa ada kucing di mobil anak baru itu dan apa kucing itu nggak mati ditinggalin di dalam mobil berjam-jam gitu.
Gue pulang sendiri aja! kata Alex, meneruskan langkah tanpa memedulikan Eric. Dia keluar gerbang dan menyetop bus yang lewat.
Dari sekolah, Alex langsung menuju rumahnya. Sebenarnya dia ingin jalan-jalan, tapi karena motornya di bengkel, dia memilih pulang saja.
Tiba di rumah, nggak ada siapa-siapa yang Alex temui. Mama pasti masih di kantor dan di rumah mereka memang nggak ada pembantu. Jadi begitu pulang, Alex langsung mengurung diri di kamar sambil terus merutuki Kian.
Kenapa sih Kian kayak gitu" Coba dia baik-baik sama gue, kan gue juga nggak jadi salting dan ngucapin kata-kata kasar ke dia. Gue bakal bermanis-manis sama dia, dan siapa tahu dia membalas rasa suka gue, kan kami bisa jadian. Kalau gini sih boro-boro jadian, jadi teman aja belum tentu. Kayaknya waktu gue di rumah sakit pun dia nggak pernah ngejenguk deh. Padahal kan bisa dibilang gue kecelakaan garagara panas lihat dia sama cewek genit gitu. Berarti dia punya andil dalam kecelakaan gue... Eh, udah nengok nggak, sikapnya bete gitu lagi, repet Alex panjang-lebar. Gambar chibi Kian yang semula cakep dan menggemaskan habis dicorat-coret Alex.
Sebenarnya sih percuma Alex ngomel, Kian nggak akan dengar. Kalaupun cowok itu dengar palingpaling Kian bakal bilang, Emang lo siapa" Kian kan sudah punya cewek...
Ah, hidup ini mengesalkan! rutuk Alex sendiri. Part 5
SAMPAI menjelang malam, Alex masih mengurung diri di kamarnya yang terletak di lantai atas. Dia nggak keluar-keluar dari kamar, baik buat ngambil makanan atau apa pun. Sore tadi pas Mama pulang kerja, Mama sempat teriak memanggil Alex turun buat bantuin nyiapin makan malam. Tapi Alex malah sengaja pura-pura nggak dengar. Mama pun berhenti memanggil, mungkin Mama pikir Alex ketiduran.
Alex, ini sudah jam tujuh, sebentar lagi kita makan malam, kata Mama sambil mengetuk pintu kamarnya.
Alex melihat ke jam dinding kamarnya, memang sudah jam tujuh malam.
Ya, Ma, bentar lagi Alex turun, kata Alex dengan suara terpaksa.
Alex mengembuskan napas dengan malas. Mau nggak mau dia harus turun dan makan malam bersama Mama dan Rian. Duduk bertiga, mendoakan hidup mereka, terutama keselamatan Alex. Itulah yang selalu dilakukan keluarganya tiap kali Alex berurusan dengan rumah sakit.
Tiba di ruang makan, Alex melihat Mama sedang menata meja makan. Sejenak Alex bengong melihat meja makan yang cantik banget itu. Dia tahu mamanya arsitek yang selain bisa merancang rumah juga jago menata ruangan. Tapi apa nggak berlebihan, untuk acara kecil seperti makan malam keluarga aja Mama menata meja sampai sebagus ini" Ada lilni, bunga, lipatan serbet cantik, dan peralatan makan yang matching satu sama lain. Belum lagi berbagai jenis makanan yng terhidang di meja.
Ma, kenapa sih harus repot-repot seperti ini" protes Ales melihat hasil karya mamanya. Terlalu bagus buat sekadar makan malam.
Kita kan jarang makan sama-sama, Lex kata Mama. Ya memang jarang sih, malah boleh dibilang langka. Mama biasanya pulang kerja malam, sehingga Alex sering makan sendirian, sementara Rian yang udah nggak tinggal di sini juga jarang nengok rumah.
Ma, kenapa piringnya ada empat" tanya Alex, baru sadar meja makan tersebut ditata untuk empat orang.
Ada teman Mama yang mau ikut makan sama kita, kata Mama sambil masih saja sibuk menata meja.
Teman" Alex jadi curiga. Siapa teman yang diundang Mama" Jangan-jangan...
Oom Iwan. Oom Iwan" Alex nggak merasa kenal dengan nama itu.
Teman Mama, mantan klien. Rumahnya Mama yang rancang tahun lalu. Oom Iwan mau kenal sama kamu. Sekarang dia lagi ada di jalan, jemput Rian dulu di kos, baru bareng ke sini. Oom Iwan sudah kenal sama Rian, tapi belum kenal sama kamu. Kemaren waktu kamu dirawat dia sempat datang menjenguk, cuma karena kamu belum sadar, kamu nggak tau. Makanya Mama ajak Oom Iwan ke sini biar kenal sama kamu, jelas Mama panjang-lebar.
Alex terdiam menatap Mama. Ucapan Mama barusan sudah langsung menjawab kecurigaan Alex, Oom Iwan itu pasti teman istimewa mamanya. Dan bukan nggak mungkin...
Kecurigaan Alex semakin menjadi jelas saat Oom Iwan dan Rian datang. Mama menyambut temannya itu dengan wajah ceria sekali. Alex nggak pernah melihat Mama sesenang itu.
Alex, kemari, Sayang. Kenalin, ini Oom Iwan, kata Mama dengan suara lembut beanget memanggil Alex. Padahal biasanya Mama selalu berteriak dan marah-marah pada Alex.
Dengan langkah terpaksa, Alex mendekati pintu depan dan melihat laki-laki yang disebut Oom Iwan. Laki-laki itu kira-kira seusia ibunya, tubuhnya tinggi, kurus, dan berkulit agak kecokelatan.
Penampilannya sama dengan eksekutif perusahaan pada umumnya. Berkemeja mahal, wangi, dan pakai kacamata.
Hai, Alexa, Oom senang lihat kamu sudah sembuh, kata Oom Iwan sambil menjabat tangan Alex.
Alex diam saja. Dia paling nggak suka dipanggil Alexa . Nama itu menurut Alex terkesan cewek banget alias manja.
Oh, ya, Oom bawa hadiah buat kamu, kata Oom Iwan sambil mengangsurkan tas kertas di tangannya kepada Aelx.
Alex diam saja, nggak berusaha mengambil tas itu. Mama Alex buru-buru menengahi dengan menarik tangan Alex supaya menerimanya.
Semoga kamu suka, kata Oom Iwan lagi.
Alex melirik sekilas ke dalam tas kertas tersebut. Isinya boneka beruang. Halah, sejak kapan gue suka boneka"! Gerutu Alex dalam hati. Dia langsung ingat, ada boneka malaikat cewek di meja kamarnya di rumah sakit waktu Alex sadar dari koma. Itu pasti pemberian Oom Iwan juga, tuduh Alex. Hanya itu benda pemberian yang nggak Alex kenali pengirimnya saat di rumah sakit. Yang lainnya Alex hafal semua. Majalah dan komik pasti dari kakaknya, bunga dari Mimi, dan Elmo membawa buah-buahan. Hanya itulah orang-orang selain Mama yang selalu menjenguknya,.
Sebaiknya kita langsung ke ruang makan saja. Mari, Mas, kata Mama menghapus lamunan Alex. Tampak Mama menggandeng tangan laki-laki itu ke ruang makan.
Alex mengernyitkan kening. Sppertinya Oom Iwan itu bukan sekadar teman istimewa, tapi lebih dari itu. Dalam waktu dekat kemungkinan laki-laki itu akan menjadi suami Mama. Duh, jangan sampai deh!
Kapan-kapan kita berempat makan di luar aja, biar nggak ngerepotin kamu masak semua ini, Wi, kata Oom Iwan pada Mama saat mereka berempat mulai makan.
Idih. Belum apa-apa laki-laki itu sudah bersikap seperti keluarga ini aja, desis Alex dalam hati. Nggak apa-apa, Mas. Sekali-sekali ini. Biasanya kita juga makan di luar, ya kan, Lex" kata Mama dengan senyuman yang malam ini terasa sering banget diumbar. Dari tadi, sejak laki-laki itu datang, Mama selalu ceria. Bukan hanya Mama, tapi Kak Rian yang biasanya berwajah murung juga terlihat ceria.
Sementara Alex yang baru kali ini melihat laki-laki itu dan langsung diberi tontonan sikap manis Mama dan kakaknya terhadap Oom Iwan, hanya bisa menebak-nebak heran dalam hati kenapa begtu cepat laki-laki itu diterima keluargamya"
Oom dengar kamu suka balap motor ya, Lexa" tanya Oom Iwan, berbasa-basi pada Alex.
Alex diam saja. Sepertinya oom Iwan sedang berusaha membuat dirinya disukai Alex.
Alex sering kebut-kebutan di jalanan, nggak bisa dibilangin, kata Mama, menambahkan informasi soal hobi Alex.
Daripada kebut-kebutan di jalan raya, mending kamu ikutan klub motor sport, Lexa. Teman Oom anaknya ada yang ikut klub itu, mereka punya agenda latihan dan pertandingan yang teratur. Lebih aman balapan legal daripada ilegal. Kalo kamu mau, nanti Oom daftarin.
Nggak usah, makasih, jawab Alex singkat dan bernada kesal. Dia paling nggak suka orang yang bersikap baik karena ada maunya.
Balapan motor kurang bagus buat anak perempuan. Kamu punya hobi lain, Lex" Melukis, misalnya"
Nggak, jawab Alex berbohong. Padahal menggambar termasuk hal yang sering dilakukan Alex di waktu luang. Terutama gambar chibi-chibi seperti yang ada di dalam komik Jepang. Alex suka karena lucu aja ngeliatnya.
Kalo musik" Kamu suka musik apa" Oom Iwan masih terus berusaha mencari perhatian Alex. Dari caranya yang tetap tenang dan berusaha bicara baikbaik pada Alex, ketahuan banget dia berharap Alex bisa menyukainya sehingga dia bisa cepat menjadi ayah Alex.
Nggak suka musik! Kalo..
Oom, saya nggak suka apa-apa! tegas Alex. Dia muak dengan basa-basi yang dipaksakan seperti ini. Oom Iwan tampak tetap tenang.
Mama Alex mendelik, menegur sikap nggak sopannya.
Alex menunduk dan diam saja.
Begitu selesai makan malam, Alex langsung keluar dari ruamahnya. Dia nggak mau berbaik-baik pada laki-laki itu. Dia nggak mau Oom Iwan jadi ayahnya! Itulah sebabnya dia langsung nggak suka terhadap teman mamanya itu. Dia nggak mau siapapun jadi ayahnya, selain Papa. Lagi pula jika dibandingin, papanya pasti jauh lebih dbaik daripada Oom Iwan. Dari segi wajah, cakepan Papa. Badan Papa yang Alex lihat difoto juga jauh lebih gagah dibanding Oom Iwan. Papanya kekar, sementara Oom Iwan kerempeng.
Tapi apa yang Alex bisa lakukan, ketika papanya sendiri nggak pernah muncul dan Mama menghapus semua hal tentang Papa dari hidup mereka" Alex nggak pernah kenal papanya dan sekarang akan ada orang lain yang tiba-tiba menggantikan posisi itu... Keluhan Alex makin lama makin panjang. Kakinya terus melangkah tanpa tujuan di jalan kompleks rumahnya.
Tadi dia menggerutu seharian soal Kian, sekarang tambah lagi soal calon ayahnya.
Hidup ini memuakkan! rutuk Alex sendirian.
Part 6 RUMAH besar di jalan Meranti yang baru dihuni tiga hari itu tampak lengang pada malam hari. Nggak ada tanda-tanda kehidupan dari rumah itu, selain mobil merah dengan gambar nyala api di bodinya yang terparkir di depan rumah. Tapi jangan tanya seperti apa bagian dalam rumah tersebut. Penuh barang mewah, dan nggak sedikit diantaranya yang terbuat dari emas dan perak. Ruangan dalam rumah itu didominasi warna merah, hitam, dan warna mengilat seperti emas dan perak. Sepintas ruangan dalam rumah itu mirip puri atau istana dalam bukubuku dongeng. Tapi tentu saja ini bukan istana dongeng. Ini kediaman baru Frederic Sawa, sang pangeran kegelapan.
Setelah gagal dengan cara licik supaya lulus ujian, Eric terpaksa harus turun juga ke bumi. Awalnya karena ingin cepat lulus, Eric merekayasa kecelakaan Alex dan mengantar cewek itu ke kematian. Tapi begitu kakeknya, Raja Sawa, mengetahui hal tersebut, dia langsung mengambil alih dan mengemballikan Alex ke kehidupannya dan menyuruh Eric turun ke bumi secepatnya dan menuntaskan ujiannya. Eric pun terpaksa menurut.
Turun ke bumi. Artinya Eric harus menyamar menjadi manusia dan punya kehidupan seperti manusia. Eric pun menyewa rumah besar, dan dengan kemampuan sejenis sihir yang dikuasainya, dia menata bagian dalam rumah tersebut seperti Istana Malvera. Merah, gelap, dan mewah. Bagian luar rumah tetap dibiarkan Eric seperti semula, biar nggak terkesan mencolok. Bagaimanapun, dia sedang menyamar, jangan sampai mengganggu kehidupan manusia lain.
Sebagai anak usia lima belas tahun, Eric harus sekolah. Dia pun membuat identitas baru sebagai pelajar pindahan dari luar negeri. Dan supaya meyakinkan, Eric pun mengaku punya darah campuran Asia dan Eropa. Orangtua rekayasa Eric masih di luar negeri dan akan segera menyusulnya ke Jakarta.
Eric, cepat kerjakan tugas lo, gue udah bosan di bumi, gerutu Slash sambil menatap keluar jendela rumah. Sementara Eric malah berbaring di sofa empuk sambil asyik ngobrol di telepon dengan Niken.
...orangtua gue masih di Paris, mungkin bulan depan mereka baru pulang, kata Eric, menjelaskan soal orangtuanya kepada Niken. Dalam hati dia bilang, bulan depan gue nggak si bumi lagi. Eric!!! tegur Slash.
Nik, udah dulu ya, gue ada urusan lain nih. Nggak, lo nggak bisa datang ke rumah gue sekarang. Gue ada urusan, penting banget. Sori teleponnya gue tutup. Dah, Niken, kata Eric sambil menutup telepon.
Akhirnya. Setelah tiga jam, gitu lho...
Slash menatap sahabatnya itu dengan kesal. Gimana dia nggak kesal, sudah lebih dari 24 jam Alex, cewek yang menjadi bahan ujian dewan kerajaan setan, siuman. Tapi bukannya berusaha mendekati cewek itu untuk menandatangani kontrak kematiannya, eh Eric malah bersantai-santai. Padahal selama di bumi, tiap kali keluar dari rumah besar ini Slash harus berubah menjadi kucing hitam. Soalnya kalau berwujud manusia seperti Eric, artinya dia harus punya identitas baru, dan berusaha hidup normal seperti manusia: harus sekolah, bersosialisasi, dan sebagainya. Dia nggak mau bersussah payah kayak gitu. Ujian ini untuk Eric, bukan dia. Karena Eric mencoba curang dengan ujiannya, Raja Sawa marah. Dan Slahs yang kebetulan mengantar Eric dituduh telah memengaruhi Eric. Akibatnya dia disuruh menemani Eric melakukan tugasnya di bumi. Sial.
Sabar Slash, bukannya lo sendiri yang bilang ujian ini mudah, Eric mengingatkan ucapan Slash dulu.
Seberapa pun mudahnya, lo nggak akan lulus kalo lo nggak usaha, sindir Slash.
Bersikap manis sama manusia itu bagian dari usaha, Slash, biar mereka percaya sama gue. Lo tau nggak, di bumi ini gue dibilang cool. Lo tau apa artinya" Tampan, keren, dan disukai cewek-cewek, kata Eric bangga.
Lo itu pangeran kegelapan. Semuanya lo punya, bukannya itu jauh lebih hebat" kata Slash.
Nggak ada setan di negeri kita yang bilang gue cool, Eric ngotot. Dia tetap suka kata cool itu. Ya, iyalah, di kerajaan setan mana ada yang saling memuji. Mereka cuma bekerka sama bikin kejahatan dan nggak pernah peduli pada hal-hal baik, termasuk memuji temannya. Yang menyenangkan di kalangan setan adalah hal-hal jelek. Kalu bagus, itu malah berarti kesalahan. Buktinya, isu menyukai bunga saja sudah bisa menyeret Eric dalam masalah dan menyebabkannya dihukum.
Cewek-cewek di negeri kita lebih cantik daripada cewek-cewek di bumi, Slash membandingkan.
kalo di negeri malaikat" tanya Eric iseng. Dia sengaja ingin menguji apakan Slash tahu negeri tetangga mereka itu.
Mana gue tau, gue nggak pernah ke sana! tegas Slash.
Eric menarik napas. Sebagai setan, mereka memang dilarang pergi ke negeri malaikat. Sejak kasus ayah Eric, perbatasan negeri itu dijaga ketat oleh kedua belah pihak. Jarang sekali yang bisa melewatinya, meskipun bukan berarti tidak ada.
Udah, cepetan. Gue udah bosan di sini. Cepat kerjain tugas lo! Slash kembali bete.
Iya, iya. Oke, gue akan temui Alex sekarang. Bujuk dia buat nandatanganin kotrak kematian, lalu kita kembali ke langit. Beres, kan" kata Eric enteng sambil meraih jaket oranyenya di sofa dan berjalan keluar rumah.
Slash berubah wujud menjadi kucing dulu, lalu mengikuti langkah Eric.
*** Capek jalan kaki tanpa tujuan, Alex duduk di bangku taman kompleks rumahnya. Seandainya motornya ada, Alex pasti sudah memacunya keliling kota, atau mungkin sampai ke luar kota sekalian, mengingat dia emosi banget saat ini.
Alex melamun sendirian, matanya menatap langit hitam di atasnya.
Mungkin di sana lebih baik daripada di sini, desisnya dalam hati. Nggak ada gunanya gue hidup, nggak ada satu pun yang gue suka yang gue dapatkan, dan nggak ada orang yang merasa gue berarti bagi hidupnya. Seorang Alex mati pun nggak ada yang bakal merasa kehilangan...
Hai, Alex! suara cowok membuyarkan lamunannya.
Alex menurunkan pandangannya. Tampak cowok cakep berdiri di depannya dengan wajah tersenyum ceria.
Eric" Ngapain lo di sini"! tanya Alex heran.
Nggak ngapa-ngapain, cuma jalan-jalan aja. Rumah gue di sana, tunjuk Eric ke ujung jalan. Gue lagi keliling naik mobil, trus lihat lo di sini. Lo lagi ngapain, Lex" tanya Eric balik.
Nggak ngapa-ngapain. Rumah gue di blok belakang. Gue cuma lagi malas di rumah aja, ada tamu, jawab Alex seadanya.
Gue boleh duduk di sini" tanya Eric sambil menunjuk tempat kosong di sebelah Alex.
Duduk aja, ini tempat umum kok, jawab Alex ketus seperti biasa. Sebenarnya dibanding semua orang yang dikenalnya, Eric termasuk yang paling ramah. Cuma karena sedang kesal, tetap saja cara bicara Alex seperti orang bete.
Lex, lo percaya nggak kalo gue bilang gue ini devil alias setan" kata Eric membuka percakapan.
Tampang lo terlalu cakep buat jadi setan, komentar Alex.
Setan itu memang harus berwajah cantik dan tampan, Lex, kalo nggak gimana dia bisa menggoda menusia, coba" kata Eric lagi.
Ah, lo bisa aja, Alex tertawa menanggapi lelucon itu. Mata Alex tetap memandang ke langit.
Gue nggak bercanda, Lex. Gue serius, kata Eric tanpa tawa sedikit pun.
Alex menoleh sesaat, lalu menggeleng. Lo cukup pintar nyenangin orang lain, Ric.
Kalau gini bisa bikin lo percaya" kata Eric dengan suara yang terdengar meyakinkan banget.
Alex tetap cuek, pandangannya sekarang beralih ke jalanan kompleks yang sepi pada malam seperti ini. Tiba-tiba Alex melihat cahaya merah menyilaukan dari sampingnya. Dia ingat pernah melihat cahaya semerah dan sekuat itu saat terbaring koma di rumah sakit. Alam bawah sadarnya membawanya berjalan di lorong hitam, bertemu dunia yang semuanya tampak putih, lalu ada cahaya merah, dan sesudah itu dia siuman.
Cahaya merah itu memudar dan tampaklah Eric di samping Alex. Alex langsung berdiri saking kagetnya. Di depannya tampak Eric berjas hitam, kemeja merah, bersayap hitam, dan ada tanduk merah di kepalanya. Eric seperti... setan.
Kalau gini lo baru percaya" tanya Eric sekali lagi.
Alex mundur selangkah, terheran-heran. Kenapa Eric bisa berubah begitu"
Cahaya merah yang menyilaukan itu hilang. Eric kembali ke sosoknya semula dengan jaket oranye, jins biru, dan sepatu kers merah.
Ini sulap" tanya Alex dengan kening yang masih mengernyit.
Alex, tadi itu sungguhan. Gue ini setan, kata Eric, masih berusaha meyakinkan Alex jati dirinya.
Anak-anak di sekolah tahu lo bisa sulap" tanya Alex lagi. Alex masih sulit percaya ucapan maupun penglihataan tentang Eric saat ini. Ia yakin Eric pasti punya trik khusus.
Ya nggaklah, Lex. Gue ini beneran setan. Tujuan gue ke bumi cuma untuk lo, untuk bantu lo bersenangsenang.
Gue..." tanya Alex makin nggak ngerti. Sedetik lalu, yang Alex tahu Eric itu cowok cakep yang ramah banget padanya. Kenapa sekarang tiba-tiba cowok ramah itu jadi mengaku-aku diri setan"
Lo seharusnya udah mati, Lex. Ingat lo pernah jalan di lorong hitam, lalu bertemu dengan dunia yang semuanya seba putih" tanya Eric.
Alex terdiam. Bagaimana cowok itu bisa tahu soal itu"
Cahaya merah yang bikin lo balik ke bumi itu adalah kakek gue. Dia raja setan. Lo dihidupin kembali biar lo bisa memilih sendiri, mau hidup atau mati, jelas Eric.
Alex menatap cowok itu dengan lebih seksama. Apa sebenarnya tujuan Eric mengatakan semua itu"
Kalo lo mau hidup, jalanilah kehidupan lo yang membosankan. Sementara kalo lo ingin mati, gue akan bantu lo bersenang-senang sebelum mati.
Bersenang-senang sebelum mati" Alex memastikan pendengarannya.
Dewan Kerajaan Setan memilih lo biar dapat tawaran kehidupan yang menyenangkan sebelm mati, kata Eric lagi.
Alex terdiam. Saat ini dia memang sedang banyak masalah dan benci banget dengan hidupnya. Tawaran eric ini terdengar... menggiurkan banget!
Hei, Alex! Hidup ini nggak menyenangkan, kan" Jadi, hidup ataupun mati, apa bedanya buat lo" kata Eric. Cowok menebak dengan tepat isi hati Alex. Toh akhirnya lo akan mati juga, Lex, kata Eric, menekankan kata mati .
Semua orang akan mati, Alex berusaha tetap cuek.
Betul. Makanya gue mau ketemu lo. Tanda tangani kontrak kematian ini, dan gue akan ngabulin keinginan lo. Apa saja yang lo inginkan. Gimana" tanya Eric sambil menyodorkan buku setebal Kamus Webster ke depan Alex.
Lo bawa-bawa kamus itu dari rumah" tanya Alex heran. Kenapa tiba-tiba ada buku setebal itu di tangan Eric"
Alex, udah gue bilang, gue ini setan. Gue bisa bantu ngabulin apa saja keinginan lo sebelum lo mati. Syaratnya mudah, Lex, lo bener-bener tinggal tanda tangani saja kontrak kematian ini. Eric kembali menyodorkan buku tebal tersebut. Kali ini tiba-tiba saja seperi sulap, sudah ada bolpion di atas buku itu.
Alex mulai memikirkan ucapan Eri. Mungkin nggak sih cowok ini benar-benar titisan setan seperti di film-film" Tapi masa iya sih" Ini sama nggak mungkinnya dengan manusia yang ngaku-aku setan, kan" Kayaknya kurang kerjaan banget. Apa mungkin sebenarnya Eric ini malaikat"
Lex, malaikat itu nggak akan bantu lo bersenangsenang, mereka cuma bantu lo tabah, nyuruh lo sabar setiap lo dapat masalah. Gue sebaliknya, kata Eric, membaca pikiran Alex. Ayolah, Lex, lo bisa bersenang-senang gitu lho. Seumur hidup lo nggak pernah dapet apa yang lo inginkan, kan" bujuk Eric lagi.
Emang lo tau apa yang gue inginkan" Alex sengaja coba menguji.
Kian, salah satunya, tebak Eric yang bikin Alex melongo.
Tau apa lo soal Kian" Gue benci cowok itu. Lo nggak lihat tadi di sekolah, gue berantem ama dia" Alex berusaha menghindar.
Ya, tapi gue juga lihat lo sengaja ke lapangan basket demi merhatiin Kian diam-diam.
Gue nggak merhatiin dia! bantah Alex tegas.
Ayolah, Lex, lo nggak bisa bohongin gue. Gue tau semua tentang lo. Pikirkanlah, Kian bisa jadi pacar lo. Lo tinggal bilang apa aja permintaan lo, dan gue tinggal bilan zettha archapen, maka permintaan lo akan langsung terwujud, kata Eric lagi. Zettha archapen" tanya Alex heran.
Itu mantra. Zetta archapen! Dan klik, Eric menjentikkan jari, keinginan lo langsung terkabul.
Alex menatap cowok cakep di sebelahnya. Alex jelas nggak mau percaya sedikit pun ucapan cowok itu. Mungkin saat ini Alex sedang ngelindur atau bermimpi dengan semua yang dilihatnya barusan.
Tapi karena penasaran, Alex akhirnya bertanya juga. Benar nih, lo bisa kabulkan apa pun keinginan gue"
Part 7 ERIC mengangguk yakin. Berapa lama" tanya Alex masih penasaran. Dia kembali duduk di bangku taman demi mendengar penjelasan Eric.
Sebulan. Tapi waktunya sudah terpotong tiga hari karena lo kecelakaan, jadi tinggal 27 hari lagi, kata Eric.
Apa pun" tanya Alex meyakinkan. Batasnya tiga permintaan ya. Cuma tiga"!
Alex, tiga aja udah lebih dari cukup, kali. Contoh nih, pertama jadian sama Kian, kedua jadi kaya, ketiga jadi terkenal. Itu kan sudah berarti semuanya, Lex, sudah lebih dari cukup, Eric menjawab kekagetan Alex.
Tolong jangan sebut-sebut nama cowok brengsek itu lagi, protes Alex.
Eric malah tersenyum. Kalau gue punya tiga permintaan, Kian nggak akan masuk daftar gue! tegas Alex.
Eric masih tersenyum penuh arti. Sepertinya cowok itu sangat yakin soal Kian.
Benar, lo bisa ngabulin permintaan gue" tanya Alex, mastiin sekali.
Tanda tangani kertas ini, dan mintalah sesuatu, pasti akan gue kabulin, kata Eric sambil membalik lembar buku tebal tersebut, dan terbukalah halaman yang berisi kontrak kematian atas nama Alexandra Alfarez . Di bagian bawah halaman itu ada kolom untuk ditandatangani. Membaca semua itu bikin Alex yang semula bingung jadi cemas.
Ini bohong-bohongan, kan" Lo becanda, kan" tanya alex, nggak mau percaya semua ini sungguhan. Masa ada orang, setan, malaikat, atau apalah sebutannya, yang minta nyawanya dengan imbalan mengabulkan tiga permintaan. Jangan-jangan ini sungguhan....
Ini gila, nggak masuk akal. Hari ini masalah gue udah kelewat banyak. Pikiran gue stuck. Udah ah, mending gue pulang dan tidur, kata Alex, beranjak dari bangku taman tersebut.
Lex, lo punya waktu buat mikirinnya kok, tapi jangan lama-lama. Semakin lama lo ragu, waktu lo buat senang-senang semakin dikit, Eric mengingatkan.
Alex nggak menggubris ucapan cowok itu. Dia memang pernah berpikir untuk mati, tapi nggak pernah berpikir dengan cara seperti yang ditawarkan Eric.
Lex, jangan bilang pada siapa pun tentang apa yang kita bicarakan! kata Eric setengah berteriak karena jarak Alex sudah cukup jauh.
Langkah kaki Alex berhenti. Kenapa" tanyanya sambil melihat ke Eric.
Nanti lo dibilang gila. Ini hanya rahasia kita, kata Eric lagi. Alex meringis. Ya, memang gila, katanya pelan sambil meneruskan langkah. Sekilas Alex melihat ke mobil Eric. Ada kucing hitam di dalamnya, lagi minum softdrink seperti manusia dalam posisi duduk dan memegang kalengnya dengan tangan. Hah"!
Alex makin mempercepat langkah menuju rumah. Malam ini benar-benar gila!!! Teriaknya dalam hati. ***
Eric berjalan lunglai menuju mobilnya. Dia sudah berusaha mengikuti cara pertama untuk lulus ujian, yaitu membujuk dan mencoba mengabulkan permintaan korban -nya. Dia juga sudah hafal kalimat Zetta archapen yang jadi mantra pengabul permintaan.
Gimana, dia udah tanda tangan" tanya Slash yang sudah kembali ke wujud manusia.
Belum, jawab Eric pelan.
Membujuk dia aja lo nggak bisa" tanya Slash nggak percaya.
Alex bukan orang yang mudah dipengaruhi, Eric beralasan.
Bujukin apa kek. Kabulkan apa aja yang dia mau! suruh Slash kesal.
Gue udah nawarin buat ngabulin tiga permintaan sebagai ganti nyawanya, Alex malah bilang semua ini gila.
Hah" Cuma tiga"
Ya, nggak mungkin kan tiga ratus, waktunya cuma tinggal 27 haru. Nggak mungkin mintanya banyakbanyak, jelas Eric, nggak terima dipersalahkan.
Berapa kek, selain tiga. Tujuh atau sepuluh, biar lebih menarik.
Tiga juga sudah lebih dari cukup. Capek gue banyak-banyak, kata Eric, nggak mau mengganti rencananya.
Terus, sekarang gimana" Gue bosan tuh jadi kucing.
Sabar sebentar bro. Gue yakin Alex akan berubah pikiran.
Kalau nggak" Kita ini kan setan. Kalau cara baik-baik nggak mempan, kita pakai cara...
Kekerasan! Slash menyelesaikan ucapan Eric sambil tertawa culas.
Eric ikut tertawa. Lalu, tanpa sepengetahuan temannya, tawa gembira itu berganti dengan tawa getir....
*** Alex tiba di rumahnya. Begitu sampai di depan pagar, ia berpapasan dengan Oom Iwan yang baru mau pulang. Ada Mama dan Kak Rian yang mengantar laki-laki itu.
Hai, Lexa, kamu mau ikut main boling Minggu sore" tanya oom Iwan begitu melihat Alex. Wajah laki-laki itu tetap berseri menyapa Alex, seolah nggak merasa pernah diketusin.
Nggak, jawab Alex singkat.
Tapi, Lex, hari Minggu kan kamu libur, apa salahnya kita keluar sama-sama, Mama ikut nimbrung.
Alex nggak mau, kata Alex sambil terus masuk ke rumahnya, dan langsung menuju kamarnya.
Di dalam kamar, mata Alex langsung terfokus melihat boneka pemberian Oom Iwan tadi dan boneka malaikat yang diberikannya saat Alex dirawat. Kedua boneka yang nggak bersalah itu langsung direnggut Alex dan hendak dibuangnya keluar jendela.
Mo ngapain lo, Lex" tanya Kak Rian yang baru masuk ke kamar Alex, kaget.
Mau gue buang, sebal gue lihat laki-laki itu, kata Alex kesal.
Apa hubungannya boneka itu sama Oom Iwan" tanya Kak Rian dengan wajah heran.
Dia yang ngasih, kan"
Boneka beruang itu ya, tapi malaikat itu bukan. Bukan" Tapi ini ada di rumah sakit.
Teman lo mungkin yang ngasih, jelas Kak Rian singkat.
Alex diam sesaat. Teman gue yang mana yang nagsih boneka ini" Batinnya heran.. yang pasti bukan Elmo ataupun Mimi.
Lagian emang apa hubungan boneka itu sama Oom Iwan" tegur Kak Rian, kembali ke masalah semula. Nggak ada.
Ya udah, nggak usah dibuang.
Alex dengan terpaksa menaruh kembali boneka itu di meja.
Duduk bentar, Lex, gue mau bicara, kata Kak Rian serius sekali. Sifat Alex dan kakaknya ini sama sekali berbeda. Rian tipe anak baik-baik, pintar dan patuh banget sama Mama. Segala pujian selalu diberikan pada Rian, sementara segala teguran untuk Alex. Tapi Alex nggak pernah iri pada Rian. Malah, dalam hati dia menyayangi kakaknya itu. Meski kelihatannya Rian jarang banget peduli pada Alex. Sama seperti Mama, yang cuma bicara pada Alex kalau ada masalah.
Kalo soal Oom Iwan, gue nggak mau dengar. Dia bakal jadi ayah kita, kan" tuduh Alex langsung.
Kak Rian diam sesaat. Kemungkinan besar. Tapi apa salahnya, Lex, dia duda dan nggak punya anak. Istrinya meninggal dua tahun lalu. Kelhatannya Oom Iwan baik...
Baik karena ada maunya. Semua orang juga gitu, sergah Alex memotong ucapan kakaknya.
Lo nggak boleh pukul rata kayak gitu dong, Lex. Belum tentu semua orang sama seperti yang lo pikirin.
Pokoknya gue nggak suka sama Oom Iwan! tegas Alex lagi.
Kak Rian menatap Alex sesaat, dan geleng-geleng. Ia prihatin melihat sikap Alex yang keras kepala itu. Lalu tanpa bicara apa-apa lagi, Rian keluar begitu saja dari kamarnya.
Begitu Rian pergi, Alex melemparkan kedua boneka tanpa dosa itu ke lantai. Dia mendengus kesal.
Huh, kenapa sih semuanya nggak seperti yang gue mau"!
Tiba-tiba Alex teringat penawaran Eric di taman tadi. Tukarkan nyawa dengan tiga permintaan. Hmm... Alex jadi memikirkan tawaran itu.
Buat apa terus hidup kalau nggak menyenangkan kayak gini" Lagian semua orang kan juga bakal mati. Dan kalau sebelum mati gue bisa bersenangsenang....
Tidak! teriak Alex dengan gelengan yang sangat kencang. Lagi pula, nggak ada yang gue inginkan kok.
Nggak ada" Alex terdiam. Kepalanya berpikir keras. Pastinya ada sesuatu yang paling dia inginkan....
Part 8 PAGI ini Alex masih diantar Mama ke sekolah. Begitu kaki Alex nginjak gerbang sekolah, hal pertama yang dilakukannya adalah menatap parkiran mobil. Kalau biasanya hal pertama yang dilakukannya adalah menatap parkiran motor (memarkir motornya sendiri sekalian mencari Kian), sekarang ia malah mencari Eric. Tapi mobil yang paling keren di SMA Harapan itu belum kelihatan. Berarti Eric belum datang.
Alex terus melangkah menuju kelasnya, tapi matanya tetap saja melihat ke arah parkiran. Ia penasaran, benar nggak sih cowok itu setan"
Bruk! Langkah kaki Alex menabrak seseorang kali ini benar-benar cuma satu orang. Heran, belakangan ini hampir tiap pagi jalan di sekolah, dia pasti nabrak orang.
Lo tuh kalo jalan lihat-lihat, napa" Alex langusng emosi begitu tahu orang yang ditabraknya itu Kian. Seharusnya dia memang minta maaf, tapi berhubung masih jengkel soal kemarin, malah Alex yang marah duluan.
Gue" Bukannya lo sendiri yang ngak lihat-lihat" Atau jangan-jangan lo memang sengaja" sindir Kian kesal.
Sengaja" Ngapain gue sengaja nabrak lo"! Alex makin emosi dituduh begitu.
Mana gue tau, kata Kian sambil mengumpulkan buku-bukunya yang jatuh dan terus pergi. Orang aneh, Alex sempat-sempatnya berkomentar.
Kian kontan berbalik lagi. Lo tanya sama anak-anak satu sekolah ini, siapa yang aneh. Gue atau lo"
Peduli apa" kata Alex, tetap nggak mau kalah. Karena emosi, sesaat dia lupa cowok di depannya ini sebenarnya orang yang selalu dipujanya dalam hati.
Pagi, Alex! tegur Mimi, menghapus tatapan marah Alex pada Kian.
Tanpa bicara apa-apa lagi, Kian langsung berderap pergi.
Lo kenapa sih masih berantem sama dia" tegur Mimi.
Tauk! jawab Alex, masih kesal.
Lo udah sembuh belum sih, Lex" tanya Mimi yang masih menatapnya heran.
Hei, denger ya. Gue baik-baik aja. Teori Elmo itu salah! teriak Alex sambil ninggalin Mimi sendirian.
Hebat, sekarang gue benar-benar seperti orang yang bosan hidup! Kata Alex kesal dalam hati.
Begitu Alex masuk kelas, dia melihat bangkunya diduduki Niken.
Lex, gue duduk di sini ya, lo di belakang aja, kata cewek itu begitu melihat Alex.
Pindah! bentak Alex ketus. Padahal biasanya dia nggak pernah marah pada teman-teman sekelasnya. Mungkin karena terlalu banyak masalah yang dialaminya, saraf Alex langsung tegangan tinggi hari ini.
Lo bilang apa, Lex" tanya Niken, si cewek paling populer di sekolah, nggak yakin pada
pendengarannya. Pindah! ulang Alex, tetap sama ketusnya.
Kalo gue nggak mau" tantang Niken nggak mau kalah.
Alex yang sedang dibakar emosi, langsung menarik paksa cewek itu dari bangkunya. Begitu tempat duduknya kosong, tanpa rasa bersalah Alex duduk di situ.
Niken benar-benar terperangah menatap Alex. Dasar gila! kata cewek cantik itu kesal. Lalu dengan terpaksa Niken berjalan ke bangkunya yang terletak di deretan belakang.
Semua mata di kelas 1-7 menatap takjub pada Alex. Termasuk Elmo.
Dampak kecelakaan itu ternyata banyak banget buat lo ya, Lex, komentar cowok itu yang sempat Alex dengar.
Alex diam saja, nggak peduli.
Eric yang baru datang, masuk ke kelas sambil menyapa ramah, Pagi semua!
Alex mengangkat wajahnya. Eric tersenyum seperti biasa.


Alexs Wish Karya Elcy Anastasia di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pagi, Alex, kata cowok itu sambil duduk di sebelahnya.
Alex diam saja. Keadaan kelas pun tetap sunyi, nggak ada yang mau membalas sapaan Eric. Semua anak sepertinya masih terkesima dengan scene Niken dan Alex barusan.
Gue ketinggalan apa nih, Lex" bisik Eric. Ia bisa merasakan keadaan kelas yang agak aneh pagi ini.
Alex mengangkat bahu. Dia nggak mau membahasnya. Eric pun nggak nanya-nanya lagi. Cowok itu ngeluarin buku dari ranselnya dan mulai membaca.
Alex melirik ke sampingnya. Eric terlihat biasa saja. Sama seperti saat Alex melihatnya pertama kali. Sama seperti anak-anak cowok lainnya. Tapi bukannya tadi malam Eric mengaku...
Ric, yang lo bilang tadi malam itu benar" Alex ingin mastiin.
Tanda tangani dulu kontrak itu dan mintalah sesuatu. Lo akan tau sendiri, gue bercanda atau serius, jawab Eric.
Ngng... gue bisa bicara sebentar ama lo" tanya Alex agak ragu. Meski kemarin malam sudah matangmatang memikirkannya, dia nggak mau terpengaruh oleh Eric. Tapi pagi ini, sisi lain dari dirinya malah menginginkan tawaran Eric itu.
Eric jalan keluar kelas duluan. Alex mengikuti cowok itu dari belakang. Mereka lalu berhenti di koridor belakang sekolah yang agak sepi.
Ada apa, Lex" tanya Eric.
Gue pengin lo ngejelasin lagi ucapan lo kemaren, pinta Alex. Ia pengin memastikan sekali lagi maksud perkataan Eric tadi malam.
Oke. Alex, gue ini setan. Dan lo manusia yang terpilih buat gue bantu bersenang-senang sebelum mati, jelas Eric, masih sama seperti yang dikatakannya kemarin.
Berarti benar. Berarti semalam dia nggak mimpi. Bisa jadi semalam cowok itu benar-benar memakai baju merah, punya sayap hitam, dan bertanduk. Kenapa gue yang dipilih"
Gue nggak tau juga kenapa. Setahu gue bisa siapa saja, kebetulan aja orangnya elo.
Kalo gue nggak mau" tanya Alex.
Terserah elo. Yang rugi kan elo, bukan gue, kata Eric tersenyum.
Alex menatap Eric sesaat. Senyum cowok itu seolah mengatakan, rugi banget kalo nggak lo ambil kesempatan ini, Lex.
Seperti apa rasanya mati" tanya Alex. Tawaran kematian Eric benar-benar menggoda. Ambil atau nggak, ya"
Lo nggak tinggal di bumi, tapi di langit. Kalo lo baik, lo masuk surga, kalo nggak, berarti lo bakal hidup di neraka. Nggak ada bedanya sih,Lex, antara hidup dan mati. Asyik malah, karena semua yang lo benci di dunia, lo tinggalin, jelas Eric lagi.
Alex mencoba berpikir sesaat. Emang
menyenangkan meninggalkan orang yang kita benci, tapi bagaimana dengan orang yang kita sayangi"
Memang orang yang lo sayangi, sayang sama lo" sindir Eric.
Gue nggak menyayangi siapa-siapa, bantah Alex, sengaja berbohong. Dia paling nggak suka disindir seperti itu.
Eric menoleh, dan mengarahkan pandangannya ke lapangan basket. Tampak Kian lagi memutar bola basket di jarinya, berlagak di depan beberapa cewek. Nggak cuma memutar bola basket, tapi juga beberapa gerakan free style lainnya. Dan cewekcewek yang melihatnya heboh memuji cowok cakep itu.
Tukang pamer, gerutu Alex kesal. Di depan cewekcewek lain Kian baik banget, tapi di depan Alex" Ngebetein abis.
Dia bisa jadi salah satu permintaan lo, lho, Eric mulai berusaha memengaruhi.
Sekali lagi gue kasih tau ya, kalo gue punya tiga permintaan, dia nggak akan termasuk dalam daftar gue! bantah Alex.
Eric malah tertawa kecil. Alex... gue tau tentang lo. Ingat buku tebal yang lo bilang kamus tadi malam itu" tanya Eric mengingatkan.
Memangnya kenapa" Sebagian isinya riwayat hidup lo. Kapan lo lahir, siapa keluarga lo, siapa yang lo taksir, semua ada di dalamnya.
Lo baca semua" tanya Alex nggak percaya. Masa semua tentang hidupnya ada orang yang tahu. Oh iya, Eric kan ngakunya bukan orang, batin Alex dalam hati.
Ya nggak lah, Lex. Bukunya tebal banget gitu. Gue cuma membalik beberapa lembar. Halaman apa yang kebetulan terbuka aja yang gue baca.
Alex diam. Dia kembali berpikir. Ucapan Eric memang kedengarannya meyakinkan, tapi semua ini nggak masuk logika. Alex nggak mau dijadikan bahan tertawaan oleh anak baru ini.
Gue bukan anak baru, Lex, gue ini setan, kata Eric, untuk kesekian kalinya seolah bisa membaca isi pikiran Alex. Gue turun ke bumi cuma buat nawarin kontrak kematian itu sama lo. Gue ini lagi menyamar. Waktu gue cuma tiga puluh hari, dan sudah empat hari berlalu. Terserah lo, lo ambil atau nggak.
Alex kembali melihat ke arah lapangan basket.
Pasti terkabul" tanya Alex, ingin memastikan sekali lagi.
Gue jamin. Ayolah, lex, hidup lo nggak pernah menyenangkan, kan" Sekarang lo bisa bersenangsenang sebelum mati. Bisa punya cowok yang lo sukai, uang yang banyak, terkenal... Eric terus membujuk Alex.
Alex diam sesaat. Otaknya berpiki keras. Hei, hidup gue kan memang nggak menyenangkan! Teriak Alex dalam hati. Jadi buat apa dipertahankan"
Kontraknya lo bawa" Itulah kalimat yang akhirnya keluar dari mulut Alex.
Eric menoleh dan menatap Alex dalam-dalam. Alex pun mengangguk.
Ikut gue ke mobil, kata cowok itu sambil berjalan ke depan, ke arah parkiran.
Alex masih terdiam sesaat, agak ragu. Tapi akhirnya diikutinya juga Eric.
*** Alex mengikuti Eric masuk ke mobilnya. Begitu duduk, Alex mendengar ada suara menyapanya. Hai, Lex!
Alex menoleh melihat sekelilingnya. Dia yakin Eric nggak bicara dan di mobil ini nggak ada siapa-siapa. Cuma si kucing hitam yang duduk di bangku belakang.
Eric membuka laci mobilnya dan ngeluarin buku setebal kamus yang Alex lihat tadi malam.
Tanda tangani di sini, kata cowok itu, membukakan halaman kontrak.
Alex meraih bolpoin yang terletak di atas kertas itu dan...
Lo yakin mau melakukan ini, Lex" tanya Eric sambil tiba-tiba menjauhkan kertas tersebut.
MIAAUW! Terdengar raungan keras kucing dari bangku belakang mobil. Alex terlonjak kaget. Kenapa kucing itu sepertinya marah, ya"
Tanpa bicara Eric kembali menyodorkan kertas tersebut ke Alex dan dalam satu tarikan napas, kontrak itu selesai ditandatangani Alex.
Thanks, Lex, terdengar lagi cuara cowok, tapi bukan suara Eric.
Alex sejenak menoleh ke sekeliling mobil itu. Lagilagi, selain mereka, yang ada cuma kucing hitam. Lalu ia menatap Eric.
Selesai, kata Eric. Sekarang, ayo kita balik ke kelas, Lex. Bentar lagi pelajaran pertama dimulai.
Alex buru-buru keluar dari mobil mewah tersebut. Dia dan Eric kembali berjalan ke kelas.
Ric, kucing hitam itu kucing lo" tanya Alex, penasaran dengan si kucing hitam di mobil tadi. Sahabat.
Sahabat" tanya Alex heran.
Iya, sahabat... biasa kan, bersahabat dengan binatang.
Tapi apa nggak bahaya ninggalin dia di mobil" Panas kan, Ric, kasihan, jelas Alex.
Dia kucing dari negeri setan, udah biasa panas, kata Eric tetap santai.
Alex dan Eric kembali ke kelas mereka. Begitu masuk, mata Alex langsung bertubrukan dengan mata Niken, Moniq, dan Leony yang menatapnya penuh kebencian.
Lo udah pikirin apa permintaan pertama lo" tanya Eric begitu duduk di bangkunya.
Udah, kata Alex yakin. Apa" Gue mau jadi anggota geng-nya Niken.
Zetta archapen, permintaan lo akan terwujud, kata Eric, bersamaan dengan berbunyinya lonceng jam pertama
Part 9 SAAT jam pelajaran pertama, kedua, dan ketiga berlalu, nggak ada tanda-tanda permintaan Alex akan terkabul. Niken, Moniq, dan Leony tetap duduk di bangku belakang, cewek-cewek itu tetap ngobrol bertiga di sela-sela pergantian pelajaran.
Lo ngerjain gue ya, Ric" tanya Alex saat bel jam istirahat berbunyi.
Eric malah tersenyum misterius.
Sori, gue perlu ngomong sebentar sama Alex. Pinjem dia bentar ya, Ric" tegur Niken tiba-tiba.
Alex menoleh, kaget melihat Niken ada di depannya, apalagi dengan wajah serius seperti ini. Biasanya tiap melihat Alex, cewek itu akan pasang tampang sinis atau kalau nggak memandang remeh. Janganjangan permintaannya benar-benar terkabul. Silahkan, kata Eric, yang langsung berdiri dan pergi dari bangkunya. Tapi sebelumnya cowok cakep yang mengaku devil itu mengacungkan jempolnya buat Alex.
Gue minta maaf atas kejadian tadi pagi, kata Niken saat Eric sudah keluar dari kelas. Saat ini keadaan kelas nggak begitu rame. Setengah dari anak 1-7 sudah keluar dari kelas buat istirahat.
Tadi pagi" tanya Alex nggak begitu ngerti. Perasaan alex duluan yang ngomong ketus. Apa sikap Niken ini bagian dari terwujudnya permintaan gue"
Sepertinya begitu. Karena ucapan Niken berikutnya, Ya, gue salah udah ngambil bangku lo tanpa izin. Sori ya, Lex, kata Niken, terdengar bersahabat banget.
Alex cuma mengangguk sambil meringis dalam hati. Ini benar"
Lo mau ikut kita ke kantin, Lex" ajak Niken yang terdengar sangat ajaib di kuping Alex. Selain Niken, di depannya sekarang juga ada Moniq dan Leony.
...duluan aja deh, Alex berusaha menolak. Dia masih canggung bersahabat dengan tiga cewek paling populer di SMA Harapan.
Oke deh, tapi ntar pulang lo bareng kita, ya" kata Niken.
Lagi-lagi kata-kata cewek itu membuat Alex terperangah. Setahu Alex, tiga cewek itu pulang dan pergi sekolah naik mobil Niken. Nggak ada anak lain yang diizinkan nebeng. Sekarang cewek itu nawarin Alex" Wah... keinginan gue asli terkabul nih! Meski begitu, Alex masih grogi. Kita lihat nanti aja.
Niken tersenyum, lalu bersama dua cewek cantik lainnya pergi keluar kelas.
Alex membalas senyum itu dengan meringis. Gila, ini sungguhan, ujarnya takjub dalam hati.
Hai, lex, ngapain cewek-cewek itu sama lo" Berantem" tegur Mimi yang muncul di kelasnya.
Tadi pagi sih iya, tapi barusan udah minta maaf kok, jelas Alex seadanya.
Siapa" Niken. Niken"! Mimi terperanjat. Memang sih, yang paling sombong dari tiga cewek cantik itu Niken. Alex mengangguk.
Tumben, komentar Mimi kagum.
Alex cuma angkat bahu. Dia nggak mungkin mengatakan yang sesungguhnya pada Mimi. Sobatnya itu nggak bakal mengerti. Jadi mending kontrak kematian itu hanya Alex dan Eric saja tahu. ***
Jam istirahat kali ini Alex nggak nongkrong di pinggir lapangan basket lagi. Dia malas bertemu dengan Kian. Mimi dan Elmo mengajak Alex ke kantin. Begitu Alex duduk, matanya langsung bersirobok dengan Niken yang duduk di meja dekat jendela. Cewek itu langsung melambai.
Lex, duduk sini! panggil Niken.
Alex menggeleng. Gue di sini aja, katanya canggung.
Tumben Niken ramah banget, komentar Mimi yang menyaksikan adegan Niken mengajak Alex.
Tau, alex mengangkat bahu. Dia tetap duduk dan makan nasi goreng yang dipesannya.
Mo, lo tau nggak, tadi Niken minta maaf ke Alex, lapor Mimi. Waktu Niken minta maaf, Elmo memang sudah nggak ada di kelas.
Sebenarnya bukan hal yang aneh, kata Elmo seperti biasanya.
Bukan" Ada titik-titik tertentu yang memunculkan kesadaran manusia atas kesalahannya. Itu yang sekarang terjadi pada Niken, kata Elmo sok tahu.
Alex nggak memedulikan teori cowok itu. Dari dulu Elmo sering punya hipotesis tanpa dasar yang jelas.
Tapi kayaknya nggak ada hipotesis yang bisa menjelaskan soal Niken dan Alex saat ini.
Niken kembali melambai dan menawarkan roti bakarnya pada Alex.
Alex menggeleng. Sumpah, dia canggung banget dengan semua kebaikan cewek itu padanya.
Kayaknya ada yang salah dengan Niken, desis Mimi yang ikut memperhatikan Niken. Tapi nggak boleh berprasangka jelek. Malah bagus kan kalo Niken baik sama lo, Lex, kata Mimi lagi.
Ah, gue nggak mikirin, Alex berlagak menolak teman barunya.
Mimi nggak membahas lagi soal sikap Niken. Cewek itu mulai melahap makanannya. Begitu juga Elmo. ***
Setelah kasus minta maaf pas jam istirahat, lalu mengajak duduk semeja pas ketemu di kantin, sekarang saat bubaran kelas Niken langsung menghampiri Alex.
Lex, lo pulang bareng kita, ya" kata cewek itu mencegat langkahnya. Alex sedang jalan bareng Mimi dan Elmo. Sejak motornya masuk bengkel, Alex selalu pulang bareng dua temannya itu, nebeng mobil Elmo.
Gue sama... Alex nggak enak sama dua temannya. Namun belum selesai dia bicara, Mimi sudah mendorongnya ke dekat Niken.
Oh, Alex mau ikut kok, kata Mimi sambil sempatsempatnya ngedipin mata ke Alex.
Alex menatap temannya heran.
Lex, kapan lagi lo bisa teman mereka" Semua anak berharap jadi teman mereka. Ayo, lex, mumpung Niken merasa bersalah sama lo, bisik Mimi pada Alex. Cewek itu masih percaya teori Elmo, bahwa Niken baik pada Alex karena merasa bersalah.
Alex menoleh ke arah Niken. Cewek yang biasanya sombong banget itu malah tersenyum.
Ngng... oke deh, akhirnya Alex mau juga.
Asyik! kata Niken riang banget, seolah Alex teman favoritnya, sehingga kesediaan Alex ikut merupakan kebanggaan baginya.
Hmm... ini menyenangkan juga, komentar Alex dalam hati.
Alex pun ikut naik mobil Niken, bersama tiga sahabat barunya. Sebelum kedatangan Eric, mobil Niken lah yang paling keren di sekolah ini. Itulah sebabnya hampir semua anak selalu menoleh tiap tiga cewek cantik itu lewat. Gimana nggak, mereka cantik, kaya, dan elegan. Dan sekarang geng yang biasanya berjumlah tiga orang itu akan menjadi empat orang!
*** Bubaran sekolah, Eric masuk ke mobilnya setelah melempar senyum pada cewek-cewek yang menyapanya sepanjang koridor. Di bumi dia cepat populer di kalangan cewek-cewek. Tapi Eric tetap bertindak sewajarnya. Nggak membiarkan satu cewek pun jadi pacarnya. Dia di bumi kan cuma sebentar. Kalau dia sampai punya pacar, bisa berabe.
Karena nanti begitu tugasnya selesai di bumi Eric akan menghilang begitu saja dan meninggalkan semuanya.
Apa lo nggak bisa pulang sedikit lebih cepat" gerutu Slash begitu Eric duduk di belakang setir. Bel bubaran kelas sudah berbunyi setengah jam lalu, tapi sobatnya baru muncul ke mobil sekarang. Sabar, Slash, gue kan cuma ngobrol sebentar saja.
Kayaknya lo suka bergaul sama manusia-manusia itu. Jangan-jangan tuduhan Dewan soal lo yang berhati malaikat itu benar, sindir Slash, mengingatkan pada kasus yang menimpa eric, sehingga mereka berdua dikirim ke bumi.
Gue ini setan sejati, Slash. Lo nggak percaya banget sih ama teman lo sendiri"! Dukung gue napa, protes Eric.
Mendukung lo" Hei, gue yang harus jadi kucing dan dikurung berjam-jam di mobil gara-gara lo. Lo pikir nggak panas apa di sini" gerutu Slash.
Negeri kita kan juga panas, Slash, kayak baru kenal yang namanya panas aja, ejek Eric. Negeri di langit memang sama dengan di bumi, ada siang dan ada malam. Cuma di Malvera kalau siang memang panas banget, habis dekat banget dengan matahari sih.
Ya, memang. Tapi kan gue butuh oksigen, sementara di mobil ini nggak ada! teriak Slash emosi.
Tenang, bro. Harusnya lo ngasih gue selamat, congrats karena berhasil membuat Alex menandatangani kontrak kematiannya. Bentar lagi gue lulus ujian dan kita bisa kembali ke langit, kata Eric sambil menjalankan mobil.
Emosi Slash mereda. Ya, lo benar, kata kucing hitam itu, menyatakan persetujuan untuk pertama kalinya. Ini harus dirayakan, Ric. Lo harus traktir gue makan!
Beres! Sebentar lagi gue akan kembali ke rumah gue. Gue rindu kamar gue, mobil gue, dan si Draco, kata Slash mengingat rumah, mobil, dan juga kucing hitam peliharaannya.
Slash benar-benar merindukan negeri Malvera. Sementara Eric" Nggak ada satu pun yang diucapkannya soal negeri yang panas itu.
Part 10 MOBIL Niken meluncur hingga di depan rumah Alex. Begitu berhenti, ketiga cewek yang baru pertama kali melihat rumah Alex itu agak kaget.
Rumah lo di sini, Lex" Gue baru tau kalo ternyata rumah kita dekat. Gue tinggal di Kompleks Pesona, di sebelah kompleks ini, kata Niken.
Oh, gue juga baru tau, kata Alex bohong. Padahal dia sih udah dari dulu tau Niken tinggal di perumahan mewah di sebelah kompleks rumah Alex yang termasuk perumahan elite juga. Motor Alex sering berpapasan dengan mobil Niken di jalan depan kompleks. Niken aja yang nggak pernah ngeh. Gue nggak nyangka lo tinggal di sini. Eric tinggal di kompleks ini juga, kan" kata Moniq, yang malah lebih tahu rumah si anak baru ketimbang rumah Alex yang sudah satu semester dikenalnya.
Ya, rumahnya di blok depan, tadi kita lewatin kok, jelas Alex. Kalian mau mampir" Alex menawarkan ketiga teman barunya main ke rumah. Itu tawaran yang sangat bersahabat, kan"
Mampir" Rumah gue kosong, nggak ada siapa-siapa. Nyokap gue kerja, bokap gue nggak tinggal di sini, dan kakak gue kos, jelas Alex.
Kosong" Kalo gitu boleh deh, kata Niken sambil turun dari mobil, mendului Alex sendiri.
Ketiga cewek itu lalu diajak Alex melihat sekeliling rumahnya. Niken, Moniq, dan Leony sepertinya kaget melihat tempat tinggal Alex. Soalnya selama ini yang tampak di mata mereka kan Alex biasabiasa aja, belum lagi kalau dilihat dari jaket dekil yang nggak pernah diganti-ganti alias selalu dipakai Alex itu, kesannya Alex anak dari keluarga sederhana. Jadi, nggak nyangka aja ternyata rumah Alex keren begini.
Siapa yang desain rumah lo, Lex" tanya Moniq masih kagum.
Nyokap gue. Nyokap"
Dia arsitek, kata Alex. Oh, pantas. Keren lho desainnya. Thanks.
Alex lalu mengajak mereka ke kamarnya. Kalo tadi ketiga anak itu kagum pada arsitektur dan interior rumah Alex, sekarang sepertinya mereka nggak begitu suka melihat isi kamar Alex.
Kok meja rias lo kosong sih, Lex" Memangnya lo nggak pernah dandan" tanya Moniq kaget melihat meja rias Alex yang cantik tanpa satu pun peralatan make-up.
Alex menggeleng. Beli dong. Cewek itu harus dandan, Moniq menyarankan.
Alex tersenyum mendengarnya. Nanti deh, gue beli.
Lemari lo segede gini kok isinya cuma kaus sama jins belel doang" tanya Leony, sama kagetnya dengan Moniq begitu membuka lemari pakaian Alex. Ya, gue nggak sempat belanja, Alex beralasan.
Nggak sempat" Memang selain sekolah lo ngapain lagi sih" tanya Niken. Oh, gue tau. Pasti lo sibuk sama motor itu, kan" ujarnya menjawab pertanyaannya sendiri.
Alex cuma meringis. Dia memang cinta motor itu karena merasa bisa lebih dekat dengan Papa. Tapi nggak selalu waktunya habis untuk itu. Pulang sekolah dia lebih sering mengurung diri di kamar, nggak ada kegiatan berarti. Paling-paling cuma menggambar.
Ini siapa yang bikin, Lex" tanya Leony saat menemukan kertas-kertas gambar Alex di meja. Tampaknya semua sisi kamar Alex dibongkar ketiga cewek itu.
Gue. Lo bisa gambar" Lagi-lagi Alex mendengar nada kagum dalam suara cewek-cewek itu.
Ah, cuma bisa gambar seperti itu aja, nggak bagusbagus amat.
Tapi lucu kok. Eh, gambar ini kenapa lo coretcoret" tanya Leony sambil menunjukkan gambar chibi-chibi yang habis dicoretin Alex.
Eh, kayaknya ini gambar cowok deh. Siapa, Lex" tanya Niken, cepat menyadari gambar di balik semua coretan itu.
Bukan siapa-siapa, elak Alex sambil meraih gambar chibi Kian dan buru-buru memasukkannya ke laci.
Nik, kayaknya Alex harus kita make over deh, kata Moniq tiba-tiba, mengganti bahan pembicaraan.
Make over" tanya Alex heran.
Ganti penampilan, Lex. Lo itu harus jadi cewek. Gue yakin kalo lo didandani, cowok mana pun pasti menoleh kagum waktu lo lewat.
Gue setuju! kata Leony, mendukung saran Moniq.
Ayo, berangkat sekarang aja. Kita ke rumah gue sebentar buat ganti baju, lalu langsung cabut, kata Niken langsung semangat mau pergi.
Alex terdiam sesaat. Sihir macam apa yang diciptakan Eric, sampai bisa membuat ketiga cewek cantik ini langsung bersikap seolah Alex sahabat mereka, bagian dari mereka" Sepertinya semua hal yang nggak oke dari dirinya, termasuk soal penampilan, mereka bantu perbaiki supaya Alex kelihatan lebih oke.
Lex, cepat ganti baju lo! Kita tunggu di bawah, tegur Niken membuyarkan lamunan Alex.
Alex mengangguk dan cepat-cepat mengganti seragam sekolahnya dengan kaus dan jins. Dia lalu mengunci kembali rumahnya dan pergi bersama ketiga sahabat barunya.
*** Untuk pertama kalinya Alex jalan bareng Niken, Moniq, dan Leony. Sekarang Alex merasa sepertinya sudah benar-benar menjadi sahabat Niken cs. Permintaan pertamanya benar-benar terkabul.
Mobil Niken berhenti di salon Violet. Kata Niken, salon ini merupakan langanannya. Perawatan apa pun yang menyangkut penampilan, mulai dari potong rambut, perawatan wajah dan tubuh, menikur pedikur, di sinilah tempat yang didatangi Niken dan sahabat-sahabatnya. Itu berarti Alex juga termasuk.
Alex bukannya nggak pernah ke salon. Mamanya sering mengajaknya pergi. Tapi kebanyakan ajakan itu Alex tolak. Dia malas saja pergi dengan ibunya. Sementara teman Alex nggak ada yang bisa diajak pergi ke salon. Elmo kan cowok, sedangkan Mimi biasa meminta tolong kakaknya sendiri buat potong rambut di teras belakang rumah. Makanya model rambut Mimi jadi unik, saking sering jadi bahan percobaan.
Hai, ini teman gue Alex. Ana, tolong bikin dia jadi cantik ya, pinta Niken pada salah seorang pegawai salon. Kalau dilihat dari tas perlengkapan potong rambut yang bertengger di pinggangnya, sepertinya dia hair stylist.
Beres, honey, kata sang hair stylist bernama Ana itu sambil memperhatikan Alex dari ujung kepala sampai ujung kaki. Ini teman lo, Nik" tanyanya langsung nggak percaya. Hair stylist di depan Alex ini sebenarnya cowok. Tapi seperti kebanyakan pekerja seni kecantikan, dia kayaknya merasa lebih cocok jadi cewek. Alex sempat bingung harus manggil dia Mas atau Mbak. Tapi karena katanya namanya Ana, ya sudah, anggap saja dia cewek. Please, bikin dia jadi cantik, pinta Niken sekali lagi.
Hair stylist itu memperhatikan Alex sekali lagi, baru kemudian dia tertarik mendandani Alex. Siapa namamu, Sayang"
Alex. Alex sayang, badan lo tinggi, tulang pipi lo bagus, rambut lo juga bagus, kata Ana mengomentari fisik Alex. Kok hair stylist ngomentarin soal tualng pipi dulu baru rambut sih" Aneh. Apa mungkin selain hair stylist, dia ahli make up juga" Pikir Alex.
Setelah meminta Alex duduk di depan cermin, Ana pun mulai memotong rambut Alex dengan model yang dirasanya sesaui dengan wajah Alex. Selesai menata rambut Alex, Ana lalu mulai mendandani wajah Alex. Tebakan Alex tadi benar, Ana ternyata memang ahli make up juga. Alis Alex yang berantakan dirapikan, pipinya dikasih blush on pink, bibirnya dibubuhi lipstik, dan matanya diberi eye shadow warna pink dan putih, katanya biar terkesan lebih cerah. Setelah urusan rambut dan make up wajah selesai, kuku Alex yang banyak bekas hitam terkena oli motor itu dibersihkan dan diberi kuteks pink juga.
Alex, lo cantik bangeeeet! kata Leony seakan nggak percaya meihatnya.
Alex melihat pantulan dirinya sendiri di cermin. Ia terlihat seperti cewek-cewek yang ada di halaman mode majalah remaja. Apa itu berarti bagus"
Tanyanya dalam hati. Alex pribadi sih nggak pernah peduli pada penampilannya. Tapi kalau kata sahabat-sahabat barunya benar, bahwa dengan penampilan seperti ini cowok-cowok bakal meliriknya, dia nggak keberatan. Meski dia nggak perlu perhatian dari banyak cowok. Cukup satu cowok saja.
Rambut oke, make up oke, tapi kayaknya masih ada yang kurang deh, kata Moni. Sepertinya dari tadi dia yang paling gatal untuk mengubah penampilan Alex.
Bajunya, cetus Leony, langsung tahu apa yang kurang dari Alex.
Betul, baju. Lo harus pake baju yang berkelas dikit, Lex, jangan T-shirt biasa kayak gini. Come on, girls, kita shopping, kata Niken sambil mengajak cabut dari salon Violet.
Alex membayar lebih dulu tagihan salonnya. Karena dia sahabat Niken, dia dapat diskon yang lumayan. Salah satu keuntungan lain berteman dengan Niken cs, batin Alex...
*** Alex, Niken, Moniq, dan Leony pergi ke salah satu mal, langsung menuju konter pakaian bermerek. Tiga sahabat Alex itu memilihkan pakaian yang menurut istilah mereka lucu-lucu . Artinya kurang lebih baju bermerek, mahal, dan potongannya nggak pasaran.
Alex nggak pernah memilih baju seperti saat ini. Dia jarang banget ke mal. Kalau pun ke mal, paling cuma makan doang. Dan kalau perlu belanja pakaian, itu cuma sebatas kaus, jins, dan jaket. Hanya itu. Baru sekali ini dia punya konsultan penampilan seperti tiga sahabat barunya ini.
Nah, benar kan gue bilang. Lo cantik, Lex, kata Moniq senang.
Kalo dilihat-lihat, lo malah lebih cantik daripada Niken, kata Leony ikut berkomentar.
Ah, nggak mungkinlah, bantah Alex langsung. Mereka sekarang kan sahabat, sesama sahabat nggak boleh saling menjatuhkan.
Emang dasarnya lo cantik kok, Lex. Pantas Eric cepat tertarik ama lo, kata Niken, tiba-tiba membawa nama si anak baru.
Eric" tanya Alex heran. Moniq dan Leony mengangguk.
Niken kan naksir Eric, kata Moniq buka rahasia. Eric"! tanya Alex kaget. Tapi cowok itu kan...
Nggak usah marah lah, Lex. Kalo lo suka juga nggak apa-apa kok. Gue cuma suka aja lihat dia, keren. Gue nggak naksir-naksir banget. Gue kan nggak kenal siapa Eric, bantah Niken.
Gue nggak naksir dia kok, Alex cepat-cepat meluruskan.
Gue cuma suka sedikit, belum sampai punya perasaan istimewa. Menurut gue, naksir cowok itu harus jelas. Bukan begitu kenal, cakep, langsung naksir begitu aja. Harus kenal dulu, harus jelas dia siapa, baru deh jadian. Kalo nggak kenal, tahu-tahu dia punya cewek lain, bikin sakit hati, kan" jelas Niken lagi.
Alex mengangguk. Dia langsung ingat pernah lihat Kian dan cewek lain!
Lagi pula, Eric itu tipe cowok misterius, tiap gue tanyain jawabannya berbelit-belit, dan jarang jawabannya sama. Aneh, kan" Makanya gue udah malas deketin dia, mending gue dikejar cowok daripada ngejar cowok, cerita Niken lagi.
Berhenti naksir Eric" Baguslah, Nik. Dia kan setan, kata Alex dalam hati.
*** Begitu urusan mengubah penampilan selesai, Alex dan tiga sahabatnya makan di kafe. Kalau biasanya kafe yang Alex datangi cuma Garage, yang isinya anak-anak motor atau orang yang menunggu mobil atau motornya diperbaiki di bengkel sebelah, kafe ini kafe gaul yang didatangi cewek-cewek modis dan cowok-cowok keren. Pembicaraan juga bukan soal oli mesin, tapi ceputar masalah cowok.
Menurut gue, cowok paling keren di sekolah kita, kalo dibikinin chart nih, tempat pertama itu Eric, kedua... Kian, Niken mulai ngegosip.
Kian" Alex pura-pura kaget. Meski menurut dia, cowok itu harusnya ada di posisi pertama.
YA, Kiano, cowok yang ribut ama lo itu, kata Niken seolah perlu mengingatkan Alex siapa Kian.
Oh, si brengsek itu, komentar Alex berlagak sombong. Tentu saja dia nggak mau rahasianya ketahuan.
Alex, Kian itu nggak brengsek. Lo nggak kenal dia sih. Aslinya Kian itu baik, lucu malah. Saking seringnya tertawa, kita sampai sulit tahu isi hatinya. Misalnya siapa cewek yang dia suka, kali ini Moniq ikutan membela Kian.
Gue tau, potong Alex. Hah" Yang bener"
Gue pernah lihat dia jemput cewek di kafe samping bengkel motor gue. Cewek itu bukan anak sekolah kita, kata Alex, sedikit bangga karena menjadi sumber informasi saat ini. Meski hatinya tetap saja panas kalau ingat peristiwa itu.
Anaknya kecil, rambutnya pendek" tebak Niken. Alex mengangguk.
Oh, itu sih si Lala, anak SMA Persada. Dia teman Kian dari SMP, mereka cuma sahabaran kok, jelas Niken.
Masa sih" Kayaknya dekat banget deh, protes Alex masih nggak percaya. Dalam hati, dia malah lega banget mendengar informasi itu.
Gue pernah tanya langsung ke Kian, dan jawabannya begitu. Kalo Lala-nya sendiri sih gue gak tau. Mungkin aja cewek itu suka, tapi sepertinya Lala bukan cewek istimewa buat Kian, tambah Niken.
Ngapain sih kita ngebahas Kian, emang di sini ada yang naksir cowok itu" Alex sengaja motong pembicaraan, ingin mastiin dulu.
Niken, Moniq, dan Leony kompak menggeleng.
Alex bernapas lega. Jadi, kenapa kita ngomongin Kian"
Nggak ada alasan. Gue cuma iseng aja bikin chart. Soal Kian, siapa tau lo tertarik sama cowok itu,Lex, tunjuk Niken pada Alex.
Gue" Alex berlagak kaget mendengarnya.
Ya, lo cocok sama Kian, lagi, Moniq ikut-ikutan mendukung ucapan Niken.
Gue selalu emosi kalau melihat dia, habis sering diketusin sih, Alex masih berlagak menolak ucapan teman-temannya.
Ah, itu sih lo juga yang salah, Lex. Abis lo kalo ketemu dia, tampang lo langsung jutek gitu. Coba sekali-sekali senyum, gue yakin Kian bakal luluh sama lo, Leony menimpali.
Alex masih menggeleng. Gue musuhan ama dia.
Terus menurut lo cowok seperti Kian itu benernya lebih enak dijadiin apa, musuh apa pacar" tantang Niken.
Alex terdiam, lalu seulas senyum simpul tersungging di wajahnya.
Gue benar, kan" kata Niken, senang sarannya diterima Alex.
Ya sih, Nik, tapi kayaknya sulit deh. Alex akhirnya mau juga basa-basi curhat soal Kian.
Siapa bilang" Sekarang lo cantik, gaul, badan lo tinggi, lagi. Lo pasti bisa dapatin Kian. Nggak cuma Kian sih, cowok-cowok keren lain juga bisa. Lo tinggal tunjuk aja, kata Niken biar Alex pede.
Alex menatap Niken dan dua teman di depannya ini, seolah masih nggak percaya. Mereka baik-baik banget, ngertiin dia banget, sahabat baik banget. Nggak sia-sia 26 hari terakhir hidup gue diisi dengan sahabat seperti mereka! Alex berteriak girang dalam hati.
*** Alex diantar Niken pulang ke rumahnya jam tujuh malam. Mama yang sudah pulang kerja, agak kaget melihat penampilan anaknya yang jadi cantik dan cewek banget.
Sayang, kamu baik-baik aja" tanya Mama dengan kening mengernyit.
Nggak pernah sebaik ini, Ma, kata Alex sambil terus naik ke kamarnya. Namun dia masih sempat mendengar ucapan ibunya.
Kamu jatuh cinta, Sayang"
Alex nggak mau jawab pertanyaan itu sekarang.
Permintaan satu telah terpenuhi. Saatnya memikirkan permintaan kedua..
Part 11 PAGI ini Alex dijemput Niken berangkat sekolah. Padahal Alex nggak minta. Tepat saat Mama mau ngeluarin mobil dari garasi, sahabat baru Alex itu muncul.
Tiba di sekolah, Mimi yang menyaksikan kejadian langka itu mengernyitkan kening. Belum lagi melihat penampilan baru temannya itu.
Lo berangkat bareng Niken" tanya Mimi nggak percaya.
Alex mengangguk. Ternyata rumah Niken sama rumah gue dekat, Alex beralasan biar kerutan di kening Mimi hilang.
Kalo gue boleh tau, apa sih salah Niken sama lo sampai dia minta maaf kemaren" tanya Mimi heran. Dia dudukin bangku gue tanpa izin.
Hah" Hanya itu"! Mimi makin heran.
Alex, ayo! ajak Leony sambil menarik tangan Alex biar jalan bareng tiga cewek itu. Alex pun nggak sempat lagi menjawab sederet pertanyaan Mimi selanjutnya.
Alex, tas lo baru ya" Sepatu lo juga"! Hei, lo potong rambut "! tanya Mimi beruntun. Alex memang belum sempat cerita soal sahabat-sahabat barunya pada Mimi.
Hai, Eric! Lihat, Alex jadi cantik kan" Niken memamerkan Alex yang tampil baru ke depan Eric. Mereka berempat menghampiri mobil cowok itu yang baru saja berhenti.
Eric keluar dari mobilnya dan tersenyum. Dari pertama lihat gue tau kok Alex cantik, kata Eric. Tatapannya seolah bilang, Lex, ingat, persahabatan lo ini berkat gue.
Tuh kan, lo nggak percaya sih, kata Niken sambil merangkul bahu Alex. Benar-benar teman sejati banget.
Eh, eh, itu Kian! kata Moniq mengalihkan perhatian. Kian! panggil cewek itu nyaring.
Kian baru saja memarkir motor birunya datang menghampiri mereka yang masih berada di dekat mobil Eric.
Hai semua, pagi! sapa Kian dengan senyumnya yang ceria.
Wah, senyum Kian memang bagus, bikin dia kelihatan makin cakep, kata Alex dalam hati. Ini pertama kalinya dia melihat Kian tersenyum dari dekat. Semoga wajah gue nggak merah saat ini, gumam Alex dalam hati.
Senyum Kian tiba-tiba hilang begitu melihat (atau sadar) salah satu anak yang anak di depannya adalah Alex. Kening cowok itu langsung mengernyit aneh.


Alexs Wish Karya Elcy Anastasia di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ki, Alex kirim salam, kata Niken yang langsung disikut Alex.
Kian langsung tertawa tertawa mencemooh. Hahaha, pagi-pagi lo udah becanda, Nik, kata cowok itu sambil berlalu meninggalkan mereka.
Wajah Alex pasti benar-benar merah saat ini. Bukan karena ge-er, tapi karena panas melihat cowok yang memusuhinya itu. Padahal dia bela-belain berubah seperti ini demi cowok itu.
Tenang, Lex, cowok kalo menghindar seerti itu pertanda ada apa-apanya, kata Niken menepuknepuk bahu Alex, ngasih spirit.
Ada apa-apanya" tanya Alex nggak ngerti.
Dia suka sama lo, tapi nggak mau ngaku, malah Moniq yang jawab.
Kali ini Alex yang balas tertawa, biar nggak tengsin banget. Hahaha, itu hal terlucu yang pernah gue dengar.
Kayaknya kita harus ke kelas deh , bentar lagi bel, kata Leony sambil mendahului jalan menuju kelas mereka. Pembahasan soal Kian pun berhenti. Alex jalan paling belakang bersama Eric.
Udah punya permintaan kedua, Lex" tanya cowok itu pelan.
Alex yang masih kesal karena ditertawakan Kian nggak jawab apa-apa.
Oke, pikirkan dulu baik-baik. Tapi sebaiknya cepat, Lex, biar lo bisa lebih lama bersenang-senang, Eric mengingatkan.
Alex tetap diam. Saat ini dia memang kepikiran permintaan keduanya. Gimana kalo minta Kian jadi pacarnya" Tapi nggak ah. Kalo gue ingin dapatkan cinta, sebaiknya dari orang yang menyukai gue, bukan dari orang yang musuhin gue, kata Alex dalam hati.
Sementara Alex sibuk memikirkan permintaan keduanya, anak-anak lain yang melihat Alex jalan bersama Niken cs malah mengernyitkan kening.
Mi, itu Alex, kan" tanya Rika, anak kelas Mimi yang nggak sengaja memperhatikan Alex.
Mimi yang ditanya diam saja. Dia sendiri juga bingung melihat sahabatnya yang tiba-tiba berubah.
Sejak kapan Niken mau temanan sama anak aneh itu" tanya Rika lagi.
Mimi bukannya menjawab, malah langsung ngeloyor pergi ke kelasnya. Biar gimana Alex kan temannya, masa dikatain aneh.
*** Alex belum menemukan permintaan keduanya, padahal sisa hidupnya sesuai perjanjian tinggal 24 hari lagi. Keasyikan main bersama tiga sahabat barunya seolah bikin dia lupa dirinya masih dua permintaan lagi.
Malam Minggu ini, Alex juga jalan bareng sahabatnya yang cantik-cantik itu. Kalau biasanya malam Minggu Alex hanya mengurung diri di kamar dan menggambar sosok Kian, sekarang dia nongkrong di kafe bareng geng barunya. Alex nggak tahu kenapa tiga cewek cantik ini nggak ada satu pun yang punya pacar. Mungkin karena mereka bingung mau milih cowok mana yang harus dijadiin pacar.
Baru mereka duduk, tiga cowok kelas dua di SMA mereka langsung mendekati.
Hai, cewek-cewek cantik. Nik, kenalin dong ama teman lo, sapa salah seorang cowok sambil melirik ke Alex.
Alex tahu cowok itu wakil ketua OSIS. Tiap sekolah mereka bikin acara, tampang cowok itu selalu ada di samping ketua OSIS. Tapi Alex nggak tau siapa namanya.
Ini teman sekelas gue, kata Niken menjawab tatapan penasaran cowok itu.
Anak SMA kita" Masa sih" Kok gue gak pernah lihat" tanya cowok itu langsung heran. Ini Alexandra.
Alexandara" Kelihatan banget si wakil ketua OSIS masih belum mengenali.
Alex, yang sering bawa motor sport warna hijau itu lho. Satu-satunya cewek yang bawa motor seperti itu ke sekolah kita, kata Leony memberi clue.
Wajah wakil ketua OSIS itu malah lebih heran daripada sebelumnya. Tapi seketika seulas senyum hadir di wajahnya.
Lo kelihatan beda banget. Sumpah, gue nggak ngenalin, kata cowok itu.
Kayaknya Alex juga nggak ngenalin lo, kata Leony yang sepertinya bisa menebak isi pikiran Alex saat ini.
Tau kok, bantah Alex cepat. Dia nggak mau kelihatan nggak gaul di sekolah. Dia wakil ketua OSIS.
Namanya" tuntut Leony. Alex diam, lalu tersipu malu.
Nggak apa-apa kok, Lex. Nama gue Dimas, teman gue Putra dan Yogi, kata cowok itu menyalami tangan Alex, begitu juga dengan Putra dan Yogi. Tiga cowok itu tampak biasa saja mengetahui perubahan Alex. Malah mereka terlihat senang.
Kami ikut duduk di sini, ya" pinta Dimas. Tanpa menunggu jawaban, tiga cowok itu sudah duduk di meja mereka.
Teman ngobrol Alex yang semula tiga orang berubah menjadi enam orang. Niken, Moniq, dan Leony sepertinya sudah biasa ngobrol bareng cowokcowok kakak kelas mereka itu, sementara Alex nggak. Ngobrol sama cowok satu angkatan pun dia nggak pernah. Paling cuma sama Elmo, itu juga sering nggak nyambung saking omongan cowok itu sulit dimengerti. Jadi sekarang kelihatan bangetlah kalau Alex merasa canggung.
Motor lo mana, Lex" Kok kayaknya beberapa hari ini gue nggak pernah lihat" tanya Dimas yang duduk persisi di sampingnya. Kursi kafe ini berupa bangku menyatu yang berbentuk huruf U atau setengah lingkaran. Kalau mereka duduk bertujuh, kebayang kan sempitnya" Niken, Moniq, dan Putra langsung memilih menambah meja. Tiga orang itu pindah meja.
Di bengkel, rusak parah sehabis gue pakai. Minggu lalu gue kecelakaan.
Oh, gue malah baru denger. Tapi lo nggak apa-apa, kan" kata cowok itu, terdengar ramah banget di telinga Alex. Kalo dia harus bikin chart, cowok in menempati tempat kedua sifat ramahnya setelah Eric.
Baik-baik aja kok. Baguslah.
Alex cuma mengangguk. Tapi lo benar-benar kelihatan beda deh, kata Dimas sambil sekali lagi menatap Alex.
Lebih baik atau lebih buruk" Alex mulai berani juga menanggapi.
Lebih cantik. Cantik banget, malah, kata Dimas tersenyum.
Thanks, kata Alex sambil tersenyum sedetik melihat cowok itu. Seandainya Kian yang berkata seperti itu, Alex setengah memohon dalam hatinya.
Lex, mau turun nggak" tanya Dimas tiba-tiba, menghapus lamunan Alex.
Turun" Dance. Mendengar kata itu, Alex spontan menggeleng. Ya nggak mungkinlah Alex yang beberapa hari lalu masih seperti jagoan itu bisa nge-dance.
Ayolah, ajak Dimas sekali lagi. Alex kembali menggeleng.
Ayo dong, Lex, sekali-sekali juga. Leony yang mendengar Dimas mengajak Alex ikut mendorongnya.
Daripada dipaksa Leony terus, Alex mau juga berdiri dan menyambut uluran tangan Dimas. Musik yang diaminkan di kafe ini dari tadi memang terdengar smooth dan jazzy. Tipikal musik yang memang enak buat nge-dance.
Gue nggak bisa nge-dance, nggak pernah, kata Alex jujur.
Nggak apa-apa kok, Lex, kata Dimas sambil menggenggam tangan Alex. Lo cuma perlu berdiri di depan gue aja.
Alex pun nurut. Ia berdiri di depan Dimas dan melihat cowok itu terus memperhatikannya. Kenapa bukan Kian yang speerti ini" Keluh Alex lagi dalam hatinya.
Lo punya pacar, Lex" tanya Dimas setelah sekian lama menatapnya.
Alex agak kaget mendengar pertanyaan itu. Dia baru kenal Dimas beberap menit lalu, dan sekarang cowok itu langsung berani menanyakan hal-hal yang sifatnya pribadi. Mungkin karena statusnya di sekolah senior Alex.
Nggak, jawab Alex jujur banget.
Senyum dimas makin lebar. Lo mau nggak kalo kita lebih sering ketemu" tanya cowok itu.
Kita kan satu sekolah, pasti sering ketemu.
Maksud gue bukan itu, Alex, tegur Dimas. Cowok itu kayaknya nggak suka Alex bercanda saat ini.
Gue... gue lagi suka seseorang. Alex mengaku juga akhirnya.
Oh, ya" Siapa" Rahasia.
Di mana dia sekarang" tanya Dimas seolah menguji. Ini kan malam Minggu, seharusnya orang yang Alex taksir ada di dekatnya.
Alex mau bilang nggak tahu, tapi seketika matanya malah melihat Kian masuk ke kafe ini bersama beberapa anak basket sekolah mereka. Dia ada di sana, Alex ingin bilang begitu. Tapi nggak berani.
Kian yang nggak sengaja menoleh langsung kaget melihat Alex. Mata cowok itu lebih sinis daripada biasanya.
Alex nggak tau apa makna tatapan cowok itu. Yang dia tahu, dia cepat-cepat melepaskan tangannya dari genggaman Dimas. Semua perubahan penampilan Alex dilakukannya demi Kian, dan sekarang cowok itu malah menangkap basah Alex berduaan dengan Dimas. Gawat!
Kian dengan sinis langsung pergi begitu saja dari kafe ini. Bahkan tanpa pamit pada gengnya yang kelihatan bingung melihatnya.
Sungguh sia-sia semua yang gue lakukan, keluh Alex dalam hati. Semakin jauhlah usaha Alex untuk membuat Kian menyukainya.
*** Hari Minggu ini Alex kembali mengurung diri di kamar. Gengnya nggak bisa diajak jalan karena Moniq ada acara keluarga. Jadi, kembalilah Alex ke kebiasaannya dulu. Melamun dan menggambar Kian. Sudah berlembar-lembar gambar Alex hasilkan. Dia jadi mulai mempertimbangkan, gimana kalau permintaan keduanya Kian saja, habis, sudah susah payah Alex mengubah penampilan, cowok itu nggak juga meliriknya. Apa lagi setelah kejadian tadi malam. Pasti makin membuat Kian nggak tertarik padanya.
Alex, kamu udah siap-siap belum" tegur Mama dari balik pintu.
Siap-siap apa sih" Tanya Alex dalam hati. Dia melihat jam di dinding, jam tiga sore. Ya ampun! Pasti Mama mau memaksanya ikut main boling sama Oom Iwan. Ugh, satu masalah belum kelar, sudah ditambah masalah baru lagi.
Ma, Alex nggak mau ikut, kata Alex begitu membuka pintu kamarnya.
Mau ngapain kamu sendirian di rumah" Mama malah balik nanya.
Alex capek, Ma, mau tidur, Alex mencari alasan. Habis kalau dia bilang terus terang alasannya nggak mau pergi, Mama pasti bakal ngomel panjangpendek.
Mandi, ganti bajumu. Sebentar lagi Oom Iwan datang. Suruh Mama tanpa memedulikan alasan Alex.
Alex nggak mau ikut, Ma, tolak Alex sekali lagi.
Cepat, Alex! Sekalian kita mau ke kos kakakmu, kata Mama seolah-olah itu doktrin yang wajib dipatuhi.
Alex dengan sangat terpaksa pergi ke kamar mandi. Dia nggak mau ribut dengan mamanya saat ini. Usianya tinggal 23 hari lagi, dia nggak mau Mama mengenangnya sebagai anak nakal. Bagaimanapun, Alex sering berantem sama mamanya, tapi dalam hati Alex sangat menyayanginya. ***
Pada Minggu sore ini, rumah Eric yang besar mendapat kunjungan seorang teman sekolahnya di bumi, teman pertama yang mampir ke rumah Eric. Teman lainnya begitu menelepon mau datang, langsung dia tolak denagan berbagai alasan. Kalau sudah terlanjur datang seperti saat ini, otomatis dia harus berusaha agar teman itu jangan sampai masuk ke rumahnya.
Dia nggak mau anak-anak sekolahnya kebingungan melihat interior rumahnya yang serbanerah, hitam, dan dipenuhi barang mahal seperti emas dan perak. Belum lagi nanti bakal ada pertanyaan soal orangtuanya, soal dengan siapa ia tinggal di rumah sebesar ini, dan lain sebagainya. Sulit bagi Eric menjawab semua itu, lama-lama nanti malah ketahuan dia bukan manusia.
Hai, Ki, tumben lo ke sini, sapa Eric begitu tahu siapa pengendara motor yang berhenti di depan gerbangnya. Kian.
Gue cuma kebetulan lewat aja. Gue dari rumah Niken, rumahnya dekat sini kok, jelas Kian.
Yang dekat dari sini kayaknya rumahnya Alex deh, Eric mengingatkan.
Alex" Ngapain gue ke rumah cewek itu" tanya Kian sambil tertawa kencang.
Eric sejenak bingung melihatnya. Rasanya nggak ada hal yang lucu, tapi kenapa teman buminya ini tertawa"
Gue cuma numpang istirahat sebentar. Capek banget. Gue habis keliling kompleks ini, panas banget ternyata, kata Kian sambil membuka helm dan turun dari motornya.
Habis keliling kompleks ini" Tanya Eric heran dalam hati. Bukannya rumah Niken di kompleks sebelah" Ngapain Kian malah keliling kompleks ini" Wah, teman buminya ini pasti merahasiakan sesuatu!
Kian duduk sebentar di batu pinggir gerbang rumah Eric. Cowok itu kelihatan banget seperti punya masalah. Gerak-geriknya aneh. Duduk sebentar, lalu berdiri lagi, dan melihat ke arah jalanan. Lo janjian sama seseorang, Ki" tanya Eric.
Nggak! jawab cowok itu singkat, lalu kembali duduk lagi.
Mau gue ambilin minum"
Nggak perlu... gue mau pergi aja deh, kata Kian sambil kembali naik ke motornya dan pergi begitu saja dari rumah Eric.
Itu anak kenapa sih" Tanya Eric makin heran. ***
Alex baru saja selesai berpakaian saat mendengar Mama berteriak lagi.
Alex, lihat Oom Iwan bawa apa buat kamu! kata Mama, yang bikin Alex terpaksa turun meski dengan muka cemberut. Dia nggak suka banget melihat lakilaki yang akan mendampingi mamanya itu. Kamu kelihatan beda, Lexa. Potong rambut, ya" tegur Oom Iwan begitu melihat Alex.
Alex diam saja. Ia sama sekali nggak ada urusan dengan laki-laki itu. Dan tahu hadiah apa yang dibawanya buat Alex kali ini" Boneka lagi!
Kita berangkat sekarang"! tanya Oom Iwan seolah itu perintah. Coba ya, belum jadi suami mamanya saja, laki-laki itu sudah bersikap seolah dia kepala rumah tangga rumah ini.
Ma, Alex... Alex masih mencoba menolah pergi sekali lagi. Tapi mata Mama langsung melotot. Ngng... Alex taruh boneka ini dulu ke kamar terus ambil jaket dan Hp, kata Alex terpaksa.
Tiba di kamarnya, Alex melempar boneka itu begitu saja ke atas tempat tidurnya dan mondar-mandir. Ia mau saja menyenangkan Mama, tapi ... ugh, pasti mengesalkan banget ikut sama laki-laki itu. Hidup gue tinggal 23 hari, kenapa masih saja gue ngalamin hal yang mengesalkan" Tidak! Tidak bisa! Alex langsung meraih Hp-nya dan menelepon Eric. Eric, gue Alex! teriak Alex saking antusiasnya.
Iya, Alex! Nomor telepon lo udah gue simpen. Gue punya permintaan kedua.
Apa" Alex menarik napas, berusaha menenangkan diri sesaat. Gue mau Kian jadi pacar gue, katanya pelan banget.
Caesar And Cleopatra 1 Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo Sang Penakluk 2
^