Musim Panas Berdarah 3
Fear Street - Musim Panas Berdarah One Evil Summer Bagian 3
Hari Selasa lalu, Mr. Lawrence terlihat lari dari lapangan parkir sebuah kompleks gedung perkantoran di Juniper Street di Peachton. Tak lama kemudian, tampak api berkobar dari kantor biro hukum Minor and Henry, yang berlokasi di kompleks perkantoran tersebut.
Minor and Henry! Kuncinya pasti ada pada nama Minor itu.
Tapi Amanda masih belum melihat hubungannya.
Dibacanya lagi artikel itu.
Mr. Lawrence mengaku sedang mengorek-ngorek tong sampah ketika melihat asap mengepul. Menurut pengakuannya pada polisi, ia lari karena bermaksud mencari pertolongan.
Namun demikian, polisi menemukan sejumlah kaleng bensin yang sudah kosong di gubuknya di kolong jembatan. Pria tunawisma itu pun ditahan dan diseret ke pengadilan dengan tuduhan membakar gedung.
Apa hubungan artikel itu dengan teka-teki ini" tanya Amanda dalam hati.
Mengapa Chrissy menyimpan guntingan koran mengenai seorang pria tunawisma yang dibela ayahnya dalam persidangan"
Ia merogoh-rogoh ke balik kertas tisu di dasar kotak. Ada beberapa helai guntingan koran lagi di sana.
Tapi begitu ia mengambil sehelai, terdengar suara mobil memasuki halaman.
Dave dan Chrissy! Mereka sudah pulang! Dan Chrissy sudah turun dari mobil. Bagaimana, dong, sekarang" Bagaimana, dong" Bagaimana"
Tubuh Amanda membeku, panik.
Didekapnya guntingan-guntingan koran itu erat-erat di dada. Kotak-kotak sepatu campur aduk dan bertumpuk-tumpuk di lantai.
Bagaimana, dong" Bagaimana"
Ia harus menyembunyikan kotak-kotak ini"lekas!
Dengan jantung berdebar-debar, ia melemparkan begitu saja semua kotak sepatu itu ke dalam rak, lalu menutup pintunya.
Didengarnya suara pintu depan dibanting dan langkah-langkah kaki menaiki tangga. Chrissy sedang berjalan menuju kamarnya.
Tidak mungkin aku bisa lari dari sini tanpa berpapasan dengannya, pikir Amanda menyadari. Tak mungkin. Tak mungkin. Tak mungkin.
Sambil menggenggam guntingan-guntingan koran itu erat-erat, Amanda menyusup masuk ke kolong tempat tidur. Ia menggigit tangannya untuk menahan suara napasnya yang terengah-engah. Chrissy masuk.
"Kok lampunya nyala?" terdengar Chrissy bergumam. Dari gerakan-gerakan kakinya, Amanda tahu kalau Chrissy sedang meneliti keadaan kamarnya.
Amanda menahan diri untuk tidak berteriak kaget. Ada sehelai guntingan koran yang tercecer di lantai. Tidak jauh dari kaki Chrissy.
Chrissy membungkuk dan memungut guntingan koran itu.
Lalu Amanda mendengar pintu rak dibuka dan ditutup.
"Amanda?" panggil Chrissy sambil berjalan keluar kamar. Amanda mendengarkan suara Chrissy dan langkah-langkah kakinya untuk memperkirakan posisinya. "Amanda?" panggil Chrissy lagi. Ia berjalan ke ujung lorong, ke kamar Amanda.
Ini kesempatanku, pikir Amanda.
Cepat-cepat ia keluar dari kolong tempat tidur dan lari sekencang-kencangnya ke pintu.
Aku harus segera mendatangi Mom dan Dad.
Aku harus segera menunjukkan guntingan-guntingan koran ini pada mereka. Dengan begitu mereka akan tahu bahwa Chrissy bukan cuma kebetulan saja berada di sini.
Saking takutnya, Amanda sampai tidak bisa berpikir jernih.
Amankah meninggalkan Kyle dan Merry di sini sendirian"
Mereka sudah tidur, kata Amanda dalam hati sambil memeras otak, mencoba menentukan tindakan selanjutnya. Mereka sudah tidur. Tak lama lagi aku akan kembali bersama Mom dan Dad. Mereka tidak akan apa-apa.
Sambil menarik napas panjang, ia menghambur ke lorong.
"Hei?" jerit Chrissy marah. "Ngapain kau di dalam sana" Hei!"
Tapi Amanda berbalik dan lari menuruni tangga.
Beberapa detik kemudian, ia sudah keluar dari pintu depan.
"Dave!" teriaknya. "Kau masih di sini!" "Waktu kami sampai di kota, Chrissy berubah pikiran," cerita Dave sambil berdiri di halaman depan. "Ia tidak ingin nonton film itu, jadi?"
"Dave"ayo kita pergi!" pekik Amanda. "Cepat! Antarkan aku menemui orangtuaku! Mereka ada di Beachside Inn!"
Dave ragu-ragu sejenak. Detik berikutnya, ia sudah lari bersama Amanda ke mobil. Roda-roda mobilnya berdecit saat melesat keluar dari halaman.
"Aku"aku membawa guntingan-guntingan koran itu," kata Amanda terbata-bata. "Aku harus menunjukkannya pada orangtuaku. Aku?"
Mendadak ia terdiam saat matanya tertumbuk pada salah satu guntingan koran di tangannya.
Tiba-tiba saja dicengkeramnya lengan Dave. "Dave, coba dengar ini!"
Amanda membacakan artikel itu.
Arthur Lawrence, seorang tunawisma, hari ini dibebaskan dari tuduhan membakar kantor biro hukum Minor and Henry hari Selasa silam.
Pembela tertuduh, Pengacara Publik Robert Conklin, memohon agar pengadilan mengajukan tuduhan tersebut pada Anton Minor, seorang warga Peachton.
"Aku tidak mengerti," kata Dave mengakui. Matanya terus menatap ke depan, sementara mobilnya terlonjak-lonjak di jalan yang sempit dan berkelok-kelok.
"Masa tidak mengerti?" seru Amanda. Akhirnya ia bisa menyatukan potongan teka-teki ini. "Orang ini, Anton Minor"ia pasti ada hubungannya dengan Chrissy. Mungkin orang itu ayahnya. Ya! Ia pasti ayah Chrissy. Karena menurut guntingan koran yang lain, Anton Minor adalah ayah Lilith."
"Jadi dia itu ayah Chrissy dan Lilith?" tanya Dave.
"Tepat!" jawab Amanda sambil berpikir keras. "Dan karena, ayahku, ia dituduh sengaja membakar kantornya sendiri!"
Dave mengangguk. "Sejauh ini sudah jelas. Jadi Chrissy dendam pada ayahmu, karena beliau menuntut ayahnya. Tapi belum jelas bagaimana ia bisa melakukan hal-hal aneh itu."
Amanda berusaha keras membaca guntingan-guntingan koran yang lain di bawah penerangan lampu yang remang-remang. "Kau benar. Entah bagaimana caranya menjelaskan kekuatan Chrissy yang aneh itu."
"Tunggu dulu," sambung Dave. "Bukankah kaubilang Anton Minor mati karena bunuh diri, sekaligus membunuh istrinya juga" Dan Lilith dalam keadaan koma" Aku masih belum mengerti hubungannya dengan Chrissy?"
"Wah! Tidak dapat dipercaya!" pekik Amanda.
"Hah" Apa?" tanya Dave.
Amanda menoleh pada Dave dengan raut wajah shock. "Chrissy itu Lilith Minor!" katanya.
Peristiwa di Mobil "LIHAT! Foto yang ada di guntingan koran ini!" teriak Amanda sambil melambai-lambaikan lembaran kertas di tangannya. "Katanya ini foto Lilith. Tapi ini kan foto Chrissy!"
"Coba aku lihat," kata Dave penuh semangat. Cowok itu menghentikan mobilnya dan menyalakan lampu baca.
"Wow, memang benar itu Chrissy!" serunya sambil merenggut guntingan koran itu dari tangan Amanda. Tapi sejurus kemudian ekspresi wajahnya berubah. "Tunggu. Bukankah kaubilang mereka kembar?"
"Oh. Iya, ya." Wajah Amanda berubah kecewa. "Kok aku bisa lupa" Tapi coba lihat foto ini. Aku pernah melihat Chrissy memakai gaun putih ini. Malam ini pun ia memakainya."
"Kadang-kadang anak kembar memang suka berpakaian sama," ucap Dave mengingatkan. "Atau mungkin Chrissy memakai baju saudara kembarnya."
Amanda menutup muka dengan tangan.
"Aku benar-benar sudah gila. Aku sama sekali tidak bisa berpikir jernih!"
Dengan lembut Dave menarik tangan Amanda dari wajahnya. "Tenang sajalah. Semua pasti beres. Kau sudah hampir memecahkan teka-teki ini. Apa pun maksud Chrissy, permainannya sudah hampir berakhir."
Tiba-tiba Amanda ingat bagaimana guntingan koran yang dulu mendadak terbakar. Bisakah Chrissy melakukannya lagi sekarang"
Sambil menggenggam guntingan-guntingan koran itu erat-erat, ia menyuruh Dave meneruskan perjalanan. "Aku harus segera menunjukkan ini semua pada orangtuaku"sebelum terjadi apa-apa."
"Baiklah. Ayo kita segera ke Beachside Inn, sekarang juga," kata Dave.
"Tapi bagaimana kalau mereka tidak ada di sana" Kau ngerti, kan" Jangan-jangan mereka pergi ke restoran atau tempat lain," kata Amanda gelisah. "Mungkin sebaiknya aku menelepon dulu. Memberitahu kalau aku akan ke sana."
Dave tampak berpikir keras. "Di Channings Bluff ada telepon umum. Telepon saja dari sana."
"Oke. Cepatlah."
Dave menginjak pedal gas dalam-dalam. Mobil pun melesat pergi. Amanda berpegangan di kursinya erat-erat sewaktu mobil menikung di kelokan dengan kecepatan tinggi.
Segumpal kabut tebal bergulung-gulung naik dari laut. Tertiup angin ke jalan, menghalangi pandangan.
Sebentar-sebentar Amanda melirik bundelan kertas di pangkuannya untuk memastikan semuanya masih utuh. Semoga Kyle dan Merry tidak apa-apa, doanya dalam hati. Please, jangan sampai terjadi apa-apa pada mereka.
Mustang itu meluncur masuk ke lapangan parkir Channings Bluff yang kosong melompong. "Wow! Seperti masuk ke awan saja!" seru Amanda sambil memandangi selimut kabut putih yang berputar-putar mengelilingi mobil.
Sebuah lampu jalan menyinari lapangan parkir yang gelap itu dengan cahayanya yang suram.
Dave menghentikan mobilnya di samping bilik telepon umum. "Kau punya uang receh?" tanya Amanda.
Dave diam saja. Matanya menatap lurus ke depan.
"Dave, ada apa?" tanya Amanda. "Kau melihat sesuatu di sana?"
Perlahan-lahan Dave mulai bergoyang-goyang. Kepala dan tubuh bagian atasnya berputar-putar pelan. Matanya membelalak, seolah-olah ia sedang kemasukan.
"Dave?" jerit Amanda sambil memukul-mukul bahu cowok itu.
"Dave"kenapa kau" Jangan begitu, dong! Hentikan"please!"
Tapi tubuh Dave tetap bergoyang-goyang, ekspresi wajahnya kosong, dan matanya melotot tak berkedip.
Sekonyong-konyong ia ambruk.
Dahinya membentur setir mobil dengan keras.
"Dave!" pekik Amanda.
Dengan kedua tangannya, Amanda merengkuh kepala Dave dan berusaha menegakkannya.
Tapi begitu melihat wajah cowok itu, pegangannya serta merta terlepas.
Darah muncrat dari hidung dan mulutnya. Mengalir dari kedua telinganya.
Kepalanya terkulai ke belakang, matanya yang terbuka memandang Amanda dengan tatapan kosong.
Suzi! pikir Amanda. Persis seperti yang dialami Suzi!
Apa yang bisa kulakukan" Apa" Aku tak boleh membiarkannya mati kehabisan darah!
Sambil berjuang keras mengatasi rasa paniknya, Amanda mendorong tubuh Dave. Merogoh-rogoh saku celana cowok itu. Mengeluarkan dompetnya.
"Recehan, recehan, recehan," bisiknya. Tangannya bergetar hebat, meraba-raba ritsleting tempat koin.
"Yes!" teriaknya ketika berhasil mendapatkan sekeping uang logam.
Mati-matian didorongnya pintu mobil.
Tak bergerak sedikit pun.
Terkunci" Tidak. Ia mencondongkan badan ke tubuh Dave yang terkulai lemas, mencoba membuka pintunya.
Macet! Dicobanya lagi. Dan lagi.
Pintu itu bergeming. Aku harus keluar. Harus keluar.
Kata-kata itu bergema berulang-ulang bagaikan senandung kepanikan.
Tangannya mencari-cari alat yang bisa digunakan untuk memecahkan kaca.
Dengan tangan gemetar, dibukanya laci mobil.
Ada obeng! Dengan mengerahkan segenap kekuatannya, ia mulai memukul-mukul kaca itu dengan mata obeng yang tajam.
"Ahh!" teriaknya frustasi sambil terus memukul-mukul. Di film-film kok kelihatannya gampang sekali memecahkan kaca!
"Ayo, Amanda, lebih keras!" Dihantamnya kaca itu dengan tangannya. Lagi. Lagi.
Akhirnya kaca itu retak sedikit. "Oke!" Pecah juga akhirnya.
Dengan napas terengah-engah, dipukul-pukulnya kaca yang sudah retak itu.
"Tidaaak!" Ia berhenti dan berteriak ketika sekonyong-konyong tampak seraut wajah di hadapannya.
Chrissy! "Maaf, Amanda!"
"CHRISSY"bagaimana?" tanya Amanda dengan suara tercekik.
Mendadak keempat pintu mobil terpentang lebar, seolah-olah tertiup angin yang amat kencang.
Amanda menjerit ketakutan dan terenyak menimpa tubuh Dave yang terkulai. Kepala cowok itu tergolek lemas di atas setir.
"Oh, Dave!" tangis Amanda, dengan panik berusaha mengangkat badannya dari tubuh Dave.
Di balik kabut yang berputar-putar, dengan cahaya lampu meremang di rambutnya, Chrissy melayang bagaikan sesosok hantu yang pucat dan menakutkan. Ia tertawa. Tawanya parau dan mendirikan bulu kuduk. "Sebaiknya kau keluar saja, Amanda," serunya dengan nada mengejek. "Kau toh tidak bisa lari dariku."
Amanda berusaha merosot lebih rendah lagi di kursinya. Tapi ia tak bisa bersembunyi, juga tak bisa melarikan diri.
Wajah Chrissy yang pucat dan mengerikan itu mendekat. "Keluar! Keluar!" katanya dengan suara yang berirama dan menakutkan.
Putus asa dan ingin lari dari situ, Amanda berguling ke kursi belakang.
Tapi tubuhnya terdorong oleh kekuatan yang amat dashyat, sama kuatnya dengan angin topan. Tertiup ke depan.
"Tidak!" jeritnya sambil membenamkan jari-jarinya ke kursi mobil. "Tidak!" Ia melawan dorongan itu sekuat tenaga sampai jari-jarinya terasa sakit.
Lalu, kekuatan yang mahadashyat itu melemparkan tubuhnya ke pintu mobil yang terbuka. Ia jatuh tunggang langgang di tanah. Terempas dalam posisi menelungkup.
Dan kekuatan itu"bagaikan tangan yang tak kelihatan"mendorongnya lebih kuat lagi.
Badannya meluncur di aspal. Menembus kabut yang tebal dan basah.
Meluncur. Meluncur cepat sekali.
Dan kemudian ia terangkat ke atas. Ke atas. Berhadap-hadapan dengan wajah Chrissy yang menyeringai.
"Apa maumu" Bagaimana caramu melakukan semua ini" Kenapa?" tanya Amanda dengan napas terengah-engah. Ia menepiskan rambut ikalnya yang menutupi mata. .
Dikelilingi oleh kabut yang gelap pekat, Chrissy melayang dan hinggap di kap Mustang, kakinya yang panjang menjuntai-juntai. Kepalanya miring sedikit, mengamati Amanda sebentar sebelum menjawab. "Kau tentunya tahu bahwa manusia hanya memanfaatkan sebagian kecil otaknya. Well, sementara aku menggunakan semuanya. Jadi aku bisa melakukan apa saja. Apa saja!"
Seolah-olah ingin pamer, Chrissy melayang beberapa sentimeter di atas kap mobil. "Hebat, kan?" Ia tertawa.
Kacau, pikir Amanda lemas.
Jadi waktu itu aku memang benar-benar melihatnya melayang.
"Mengapa kau berusaha mencelakakan kami?" tanyanya.
"Mengapa?" Chrissy menirukan dengan nada getir. "Jawabannya gampang saja. Gampang sekali. Tahukah kau kenapa ayahku bunuh diri" Gara-gara ayahmu!"
"Tapi ayahmu kan tidak bunuh diri," bantah Amanda. "Kaubilang mereka tewas karena kecelakaan."
"Ayahku tidak mungkin mengalami kecelakaan," jawab Chrissy dengan nada mengejek. "Beliau orang hebat. Jenius. Tapi ayahmu memburunya. Menahannya. Menghancurkan hidupnya. Memorak-porandakan hidup kami semua. Juga hidup Mom dan Lilith. Kasihan Lilith. Oleh karena itulah, ayah berusaha agar kami tidak menderita. Dengan cara menghabisi nyawa kami semua."
"Ayahku hanya melakukan tugasnya," bela Amanda dengan suara gemetar. "Kalau gelandangan itu memang tidak bersalah?"
"Peduli apa?" pekik Chrissy. "Hidup ayahku jauh lebih berharga daripada hidupnya. Mana mungkin membandingkan mereka berdua. Pegawai rendahan seperti ayahmu memang selalu iri pada orang yang brilian. Mereka gemar menghancurkan hidup orang yang benar-benar hebat seperti ayahku!"
"Apa yang terjadi pada keluarga-keluarga yang namanya tercantum dalam daftar referensimu?" desak Amanda.
"Siapa" Keluarga si hakim dan si asisten jaksa wilayah itu" Mereka sudah mendapatkan ganjaran yang setimpal," jawab Chrissy kejam. "Dan sekarang giliran keluargamu."
Chrissy meluncur turun dari kap mobil dan mulai bergerak menembus kabut, menghampiri Amanda.
Lari! perintah Amanda pada dirinya sendiri.
Larilah dari sini! Sekarang!
Tapi kakinya terasa berat, seperti diganduli batu.
"Lepaskan aku! Jangan sakiti aku!" tangisnya. "Ini"ini tidak adil."
"Adil?" pekik Chrissy. "Justru adil sekali, Amanda. Ibuku, ayahku, saudaraku"seluruh anggota keluargaku sudah tiada. Sekarang giliran keluargamu yang harus dilenyapkan."
"Tapi"tapi?" Amanda terbata-bata, otaknya berputar keras. "Bayangkan, apa yang bisa kaulakukan dengan kekuatan seperti itu," teriaknya putus asa. "Untuk apa membuang-buang waktu mengurusi kami" Dengan kekuatanmu, kau bisa kaya raya!"
Chrissy tidak menanggapi. Ia mengangkat kedua tangannya. Embusan angin dingin berputar mengelilingi Amanda.
Amanda menjerit saat kakinya terangkat dari tanah.
"Hentikan!" tangisnya memohon, sementara angin dingin itu memutar-mutar tubuhnya di udara.
Tangannya mengapai-gapai, berusaha menyeimbangkan diri.
Tapi embusan angin yang dashyat itu meniupnya ke arah mobil.
Jeritannya membahana, meningkahi raungan suara angin. Amanda melindungi kepalanya dengan tangan, bersiap-siap menghantam bagian depan mobil.
"Ohhh!" Tubuhnya terdorong ke dalam mobil.
Jatuh berdebam di kursi depan, di samping Dave yang terkapar.
Keempat pintu mobil terbanting hingga menutup.
Terdengar suara pintu mengunci.
Melalui jendela, Amanda melihat Chrissy tertawa. Menikmati kemenangannya.
Amanda berusaha mati-matian untuk bergerak, keluar dari situ.
Tapi ada kekuatan yang menahannya.
Dengan ngeri dan tak berdaya, dilihatnya rem tangan terlepas. Mesin mobil hidup.
"Sori, Amanda!" tawa Chrissy mengejek. "Kau kalah!"
Mobil itu melesat maju. Menabrak pagar kayu. Dan melayang melewati tebing yang curam.
Terjun Bebas MENGHUNJAM menembus kegelapan.
Amanda meringkuk seperti bola, melindungi kepalanya dengan tangan.
Menunggu mobil jatuh menghantam tanah.
Mobil menabrak sesuatu dengan keras, lalu mental. Amanda berteriak saat kepalanya menghantam langit-langit mobil.
Lalu mobil terjungkir ke depan. Ia jatuh menimpa tubuh Dave yang terpental-pental, lalu merasakan badannya terempas lagi dan menghantam pintu mobil dengan keras. Saking kerasnya sampai-sampai nyawanya seakan tercabut dari badannya, diiringi oleh suara wusss panjang.
Mobil terbanting-banting, lalu berhenti.
Dengan napas megap-megap, Amanda berusaha menghirup udara ke paru-parunya yang terasa sakit, dan mengintip ke kegelapan di luar sana.
Aku masih hidup, pikir Amanda, terpana.
Aku masih hidup. Entah bagaimana, tapi aku masih hidup.
Tapi bagaimana bisa"
Ia mencoba membuka pintu. Terkunci rapat.
Amanda memandangi Dave, susah payah menahan tangis. Dave yang malang. Ia harus melakukan sesuatu"segera.
Tangannya terulur melewati tubuh Dave. Mengguncang-guncang gagang pintu. Mendorongnya hingga terbuka.
Amanda menunduk, memandangi lautan hitam pekat yang menggelora di bawah sana, sembilan meter jauhnya. Setelah matanya menyesuaikan diri dalam gelap, ia bisa melihat buih-buih ombak yang memutih. Dan mendengar suara angin menderu lembut.
Mengapa mobil ini tidak langsung terjun ke laut" tanyanya dalam hati sambil memandang ke luar, jantungnya berdentam-dentam.
Lalu ia teringat pada batu-batu besar yang ditunjukkan Dave padanya. Tiga buah batu besar yang menjorok dari pinggir tebing.
Mobil Mustang itu terjepit di tengah-tengahnya.
Tapi sampai kapan" Mobil bergerak saat batu-batu di bawahnya longsor.
Aku harus keluar dari sini, pikir Amanda. Ia mengintip ke bawah melalui pintu mobil yang terbuka. Laut tampak sangat jauh di bawah.
Dirabanya dada Dave. Tidak ada detak jantung. Cowok itu sudah meninggal.
Mobil bergerak lagi. Amanda berguling ke depan.
Mungkin aku bisa merosot turun ke atas batu itu, pikirnya sambil menatap batu besar itu dengan putus asa.
Batu-batu yang longsor semakin banyak. Mobil bergerak lagi.
Ia tahu mobil ini sudah hampir terjun ke laut. Amanda menyambar pintu yang terbuka, menarik badannya melewati mayat Dave, merosot keluar"dan melepaskan pegangannya.
Tubuhnya jatuh berdebam di atas batu dalam posisi bahu dan bagian samping lebih dulu. Dengan sekujur tubuh kesakitan, didengarnya suara berderak nyaring.
Dalam kegelapan, dilihatnya mobil itu jatuh berguling-guling menuruni tebing. Lalu tercebur ke laut dengan posisi hidung lebih dahulu, diiringi oleh suara byur yang mengerikan. Suara air menciprat dan baja beradu menggema di antara deru ombak yang teratur.
Amanda menengadah, melihat ke puncak tebing. Apakah Chrissy masih ada di sana" Apakah ia melihatnya keluar dari dalam mobil"
Amanda menggerakkan kedua kakinya dan mulai merangkak ke ujung batu, melongok ke bawah.
Ia menjerit dengan suara melengking ketika melihat sebuah mata raksasa memandanginya.
Ia terpeleset. Nyaris saja pegangannya terlepas. Wajah raksasa itu bergerak mendekatinya. Mulutnya menganga lebar, seolah ingin menelannya bulat-bulat.
Chrissy Mengambil Alih AMANDA mencengkeram batu erat-erat, berpegangan sekuat tenaga supaya jangan sampai jatuh.
"Chrissy! Jangan!" jeritnya. Dengan kekuatannya, Chrissy telah mengubah diri menjadi raksasa menyeramkan.
Dan kemudian"setelah menemukan tempat berpijak dan berhasil mengangkat badannya kembali ke puncak batu, Amanda menyadari kekeliruannya.
Itu bukan Chrissy, makinya dalam hati. Tapi lukisan wajah di atas batu yang dibuat oleh kakak Dave dan teman-temannya.
Pelan-pelan, Amanda mengembuskan napas lega.
Walaupun sekujur tubuhnya terasa sakit, perlahan-lahan ia beringsut turun, mencari-cari pijakan untuk bisa mencapai pantai. Ia nyaris tidak bisa melihat apa-apa karena kabut.
Rasanya baru berjam-jam kemudian ia bisa menjejakkan kaki di bawah.
Akhirnya sampai juga ia di pantai. Ia menengadah, memandang ke puncak tebing.
Kabut semakin tebal. Tebing yang gelap itu seakan bergulung ke arahnya.
Kemudian lutut Amanda terasa goyah. Ia ambruk.
Sekuat tenaga ia mencoba berdiri. Tapi ia malah tenggelam, tenggelam di pasir yang dingin dan basah, hanyut dalam kegelapan.
**********************************************
Ketika Amanda membuka mata, cahaya matahari yang terang benderang terasa amat menyilaukan. Ia menyipitkan mata, memandang pagi yang amat cerah.
Tadi aku pasti pingsan, pikir Amanda sambil pelan-pelan menyangga badannya dengan siku. Lalu ia berlutut dan mengibaskan pasir basah dari kaus oblongnya.
Matanya menjelajahi pantai sempit dan berbatu-batu di kaki tebing. Lalu beralih ke laut lepas, mencari sisa-sisa mobil Mustang Dave.
Tapi tak ada apa-apa. Mobil itu sudah tenggelam atau hanyut terbawa arus.
Wajah tampan Dave berkelebat dalam ingatan Amanda. Air matanya menggenang. Gara-gara aku dia meninggal, kata Amanda dalam hati. Ia mati karena mencoba menolongku.
Tidak. Bukan aku yang menyebabkan ia tewas, tapi Chrissy.
Wajah Chrissy yang jahat dan penuh ejekan itu muncul, menggantikan bayangan wajah Dave. Chrissy membunuh Dave, pikir Amanda getir. Dan kalau dibiarkan saja, ia akan membunuh seluruh anggota keluargaku.
Amanda mendongak dan memandangi wajah-wajah konyol yang dilukis di batu-batu besar. Wajah-wajah itu menyeringai jelek. "Trims, ya," bisik Amanda sambil berdiri.
Sekarang bagaimana" tanyanya dalam hati. Celana jinsnya robek dan basah kuyup berlumuran pasir. Sepatu ketsnya juga. Ia membuka semuanya, lalu masuk ke air dengan hanya mengenakan celana dalam dan kaus oblong.
Satu-satunya cara agar bisa terlihat dari puncak tebing adalah dengan berenang ke laut lepas. Mungkin kalau ada turis yang sedang melihat-lihat pemandangan, ia bisa berteriak minta tolong.
Air laut terasa perih di kulit lututnya yang terkelupas. Saat berenang, perutnya keroncongan karena lapar. Beberapa meter dari pantai, ia berbalik, menggerak-gerakkan kaki dan tangan supaya bisa tetap mengambang di air, dan melihat ke puncak tebing. Satu-satunya saksi hanyalah lubang yang menganga di pagar kayu.
Sepuluh menit berlalu, tapi tak ada orang muncul. Mom dan Dad pasti sedang mencari-cariku sekarang, pikir Amanda menghibur diri.
Tentu saja, tak terpikir oleh mereka untuk mencariku di kaki tebing yang curam ini. Setidaknya, belum. Tapi nanti pasti ada yang melihat lubang di pagar kayu itu.
Amanda berenang kembali ke pantai. Ia menyampirkan celana jinsnya di bahu dan memakai sepatu ketsnya. Tidak mungkin memanjat tebing itu, pikir Amanda. Tapi aku mungkin bisa berjalan menyusuri pantai sampai ke rumah.
Saat berjalan menyusuri tepi pantai, semua otot di tubuhnya terasa sakit. Aku tidak boleh berhenti, pikir Amanda menyemangati diri sendiri. Keluargaku sama sekali tidak menyadari bahaya yang mengancam.
Berjam-jam lamanya Amanda berjalan, terseok-seok sambil melindungi matanya dari terik sinar matahari pagi. Sampai di pantai. Menerobos hutan lebat.
Akhirnya ia sampai juga di batu besar yang melindungi kuburan Mr. Jinx. Beberapa menit kemudian, ia sampai di gudang dekat kolam renang.
Di belakang gudang, ia memakai celana jins-nya. Lalu, sambil menarik napas dalam-dalam, menaiki tangga menuju ke dek.
Sepi sekali, pikirnya. Terlalu sepi malah.
Di mana mereka semua"
Amanda mengintip dari pinggir pintu kaca. Ruang tamu sepi dan kosong melompong.
Ia menggeser pintu kaca itu sedikit dan berjingkat-jingkat masuk. Secepat kilat ia menyembunyikan diri di balik gorden yang panjang.
Ada suara. Dari dapur. Chrissy. Sedang berbicara di telepon.
Tanpa memedulikan rasa takutnya, Amanda membuka telinga lebar-lebar supaya bisa mendengarkan pembicaraan Chrissy.
"Jangan khawatir, Mrs. Conklin. Aku sependapat," terdengar suara Chrissy berkata. "Tepat sekali keputusan Anda untuk mencarinya di Shadyside. Soalnya aku kebetulan mendengar pembicaraannya dengan temannya, Dave. Aku yakin mendengar Dave mengatakan akan mengantarkan Amanda ke Shadyside."
Bagaimana mungkin" pikir Amanda dalam hati. Chrissy sengaja memerdaya kedua orangtuaku supaya pergi ke Shadyside!
"Ya, kalau Amanda menelepon, aku akan langsung menghubungi Anda," kata Chrissy. "Tidak, aku juga tidak tahu. Entah kenapa ia kabur. Tapi seperti kata Anda tadi, belakangan ini kelakuan Amanda memang aneh. Jadi, siapa tahu" Baik. Baik."
Sejenak tak terdengar suara apa-apa sewaktu ibu Amanda mengatakan sesuatu.
Lalu Chrissy mengakhiri percakapan dengan kata-kata yang membuat bulu kuduk Amanda meremang.
"Tidak. Anda tidak usah mencemaskan Merry dan Kyle. Aku akan menjaga mereka baik-baik sampai. Anda kembali."
EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM Kau Mati Duluan! AMANDA memejamkan mata dan menyandarkan badan ke dinding.
Apa yang harus kulakukan sekarang" tanyanya dalam hati. Mom dan Dad sedang ke Shadyside. Jadi Kyle dan Merry sepenuhnya berada di bawah kekuasaan Chrissy.
Fear Street - Musim Panas Berdarah One Evil Summer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sebelum ia sempat memikirkan sesuatu, bel pintu berbunyi.
Ia mengintip dari balik gorden. Dilihatnya seorang polisi dengan seragam warna gelap berdiri di depan pintu. "Mr. dan Mrs. Conklin ada?" tanya polisi itu pada Chrissy.
"Mereka sedang pergi," jawab Chrissy dengan ramah. "Mencari putri mereka, yang kemarin malam dilaporkan hilang. Ia belum pulang juga. Ada kabar mengenai Amanda?"
"Well, kami belum yakin," jawab polisi itu. "Ada mobil yang menabrak pagar kayu di tebing. Mungkinkah Amanda Conklin menumpang mobil itu?"
"Entahlah," jawab Chrissy. "Ia pergi bersama pacarnya."
"Dave Malone?" tanya sherif itu.
Chrissy menelengkan kepalanya. "Benar."
"Menurut orangtuanya, Dave Malone mengendarai mobil Mustang biru tahun 1978," kata si polisi. "Pagar kayu di Channings Bluff tampak seperti bekas ditabrak, tapi mobil yang menabraknya tidak kelihatan. Butuh waktu lama untuk mendatangkan kapal keruk dan mencari mobil itu di bawah tebing."
"Kapal keruk!" pekik Chrissy, pura-pura ngeri.
Si sherif mengangguk. "Laut di bawah tebing itu dalam sekali. Bisa saja mobil itu tenggelam di sana." ,
"Oh, semoga saja tidak!" Chrissy terkesiap.
Si polisi menggumamkan harapan yang sama. Lalu ia berkata, "Biasanya kami tidak memulai pencarian hingga empat puluh delapan jam sejak seseorang dilaporkan hilang. Tapi dengan adanya pagar yang bolong dan sebagainya itu"entahlah. Kita lihat saja nanti."
Chrissy mencondongkan badannya, seolah hendak mengatakan sesuatu yang bersifat rahasia. "Ini hanya pendapat saya, tapi menurut saya, Amanda dan pacarnya minggat bersama-sama ke suatu tempat. Ia tergila-gila pada cowok itu, dan belakangan, ia sedang banyak masalah di rumah. Biasa, ia tidak akur dengan orangtuanya."
"Terima kasih atas informasinya, Miss," kata polisi itu. "Akan saya perhatikan. Semoga masalahnya memang hanya itu."
"Benar, Pak. Harapan saya juga begitu," timpal Chrissy. "Terima kasih atas kedatangannya. Akan saya beritahukan pada Mr. dan Mrs. Conklin bila mereka menelepon."
Setelah menutup pintu, Chrissy mengambil handuk dan berjalan ke kamar mandi.
Amanda menyelinap keluar dari balik gorden dan tanpa suara berjalan ke kamarnya. Didengarnya suara air mengalir di kamar mandi. Saat ia memasuki kamarnya, anak kucing berbulu belang tiga itu melompat ke atas tempat tidur.
Amanda menggendong anak kucing itu. "Hei, anak pintar," katanya dengan suara pelan. "Kau sengaja menghindari masalah, ya" Tidak mau dekat-dekat dengan Chrissy?"
Anak kucing itu mengeong memelas dalam pelukannya.
"Kau pasti lapar. Tapi sekarang aku tidak bisa menolongmu," kata Amanda sambil menepuk-nepuk binatang itu. "Paling tidak aku akan melepaskanmu, supaya Chrissy tidak bisa mencelakakanmu."
Amanda menyelinap turun dan keluar dari rumah. Diletakkannya kucing itu di tanah. Tapi hewan itu tak mau pergi. "Pergi sana! Hus!" bisik Amanda. Tapi si anak kucing tetap tidak mau dan malah menggosok-gosokkan badannya ke kaki Amanda.
Amanda tidak tahu bagaimana caranya menyelamatkan Merry dan Kyle. Chrissy begitu kuat. Bagaimana ia bisa mengalahkannya"
Perutnya keroncongan. Kepalanya terasa pusing. Ia nyaris pingsan saking laparnya.
Mungkin aku bisa masuk ke dapur tanpa ketahuan.
Tanpa menimbulkan suara sedikit pun, Amanda mendorong pintu hingga terbuka.
Secepat kilat ia lari ke dapur, dan menutup pintunya sepelan mungkin. Matanya langsung tertumbuk pada sekotak Cheerio di atas counter.
Ia membuka kotak ibu dan menjejalkan segenggam sereal ke dalam mulutnya. Rasanya tak ada makanan yang seenak itu. Ia membuka kulkas dan menyambar sekarton jus jeruk dan menenggak isinya sampai habis, tanpa memedulikan jus yang tumpah dari sisi-sisi karton.
Setelah perutnya terisi makanan, Amanda merasa pikirannya jernih kembali. Ini kesempatanku untuk membawa Merry dan Kyle keluar dari sini. Kenapa Chrissy belum mencelakakan mereka" tanya Amanda dalam hati.
Mungkin ia menunggu saat yang tepat agar kematian mereka tampak seperti kecelakaan.
Mungkin ia ingin menyingkirkan kedua orangtuaku dulu. Jadi tidak ada yang akan melindungi Kyle dan Merry. Dan setelah itu, akhirnya giliran Mom dan Dad. Kata Chrissy, ia akan menghabisi seluruh anggota keluarga kami.
Tapi kapan" Aku punya waktu berapa lama"
Amanda lari ke ujung lorong, ke kamar Kyle dan Merry. Tempat tidur mereka kosong melompong dan masih berantakan.
Ke mana mereka pagi-pagi begini" Apa yang dilakukan Chrissy pada mereka"
Amanda merasa badannya dingin. Ia terenyak di pintu.
Terdengar suara keran di kamar mandi dimatikan.
Amanda merunduk di balik pintu kamar adik-adiknya. Melalui celah di antara engsel pintu, dilihatnya Chrissy keluar dari kamar mandi dengan tubuh terbungkus handuk. Masuk ke kamarnya.
Sambil menghela napas dalam-dalam, Amanda berjingkat-jingkat melewati pintu kamar Chrissy yang tertutup. Menuruni tangga. Bergerak tanpa menimbulkan suara sedikit pun.
Di dasar tangga, ia teringat pada kotak Cheerio di dapur yang ia tinggalkan dalam keadaan terbuka. Kalau Chrissy sampai melihatnya, kedatangannya ke sini pasti akan ketahuan.
Pintu depan mendadak terbuka. Amanda terkejut dan menghambur ke ruang tamu, bersembunyi di balik sofa.
"Chrissy, sudah ketemu, nih!" seru seorang anak dengan suara riang. Kyle.
"Pentil bannya sudah ketemu," seru Merry.
Amanda mengembuskan napas lega. Untuk sementara ini, mereka berdua baik-baik saja.
Chrissy menuruni tangga dalam balutan kaus ketat tanpa lengan berwarna merah jambu mencolok. "Oke, sekarang masuk ke dapur, sarapan," perintah Chrissy pada mereka.
Amanda tahu ia tidak bisa melakukan apa-apa sekarang. Saat menyelinap keluar melalui pintu depan, didengarnya Chrissy bertanya, "Siapa yang meninggalkan kotak sereal dalam keadaan terbuka seperti ini?"
"Bukan aku," jawab Kyle.
Amanda mengitari rumah dan lari ke hutan. Instingnya menyuruhnya lari sekencang-kencangnya.
Ia lari di antara pepohonan yang berkilauan, dan menghambur ke pantai. Dari sana, ia terus berlari.
Saat sedang berlari itulah, pelipisnya mulai berdenyut-denyut. Amanda memperlambat larinya, lalu berhenti, memegangi dahinya.
"Hei!" jerit Amanda waktu terdengar suara berkumandang dalam kepalanya.
Suara itu jernih dan dingin.
Suara Chrissy! Kau tadi datang ke sini, kan, Amanda" Ternyata kau belum mati.
Suara itu berdentam-dentam di dalam kepala Amanda, seolah kepalanya dipukul oleh sebuah palu batu yang berat. Amanda memegangi dahinya kuat-kuat, seakan menahannya supaya jangan sampai meledak.
Amanda, kau harus mati duluan"baru setelah itu Kyle dan Merry!
"Kau tidak apa-apa, Miss?"
Secepat kilat Amanda berbalik dan melihat seorang pria setengah baya dengan rambut yang mulai botak. Pria itu sedang menyeret jet ski ke pantai. "Kau sakit?"
"Eh"kepalaku," gumam Amanda. "Pusing."
"Aku punya aspirin di dalam tas. Kau mau?" tanya pria itu menawarkan.
Apa saja yang bisa membantu meredakan rasa sakitnya. "Ya, terima kasih," jawabnya.
"Sebentar, ya," kata pria itu.
Ketika sedang menunggu, Amanda melihat sekelebat warna merah jambu mencolok di antara pepohonan. Chrissy!
Amanda memandang berkeliling dengan panik.
Kau duluan! Kau duluan! Kalimat itu ber-dentam-dentam di kepalanya.
Aku tahu, Amanda mendadak sadar. Aku tahu bagaimana caranya menyelamatkan Kyle dan Merry. Selama aku masih hidup, mereka aman!
Chrissy melayang semakin dekat. Semakin dekat!
Mata Amanda tertumbuk pada jet ski milik pria tadi. Tanpa ragu sedikit pun, ia menghambur ke jet ski itu dan menariknya ke laut.
"Hei!" teriak pria itu sambil berlari menghampirinya. "Hei!"
Amanda bergerak cepat. Ia menyalakan mesin dan meloncat naik. Detik berikutnya, jet ski itu sudah meraung-raung menjauhi pantai.
Terima kasih karena telah mengajari aku mengendarai jet ski, Dave, kata Amanda dalam hati sambil memegangi kemudi erat-erat.
Kenangan akan Dave membuat Amanda teringat pada pulaunya. Di pulau itu kan banyak makanan! Tepat sekali dijadikan tempat persembunyian.
Dan di sana juga banyak tersimpan senjata! pikir Amanda.
Amanda memiringkan badannya ke kanan dan mengarahkan jet ski-nya ke pulau itu. Ia bisa menentukan arah dengan cara mengamati pantai.
Sesampainya di Beachside Inn, ia langsung mengarahkan jet ski-nya ke pulau itu.
Tak lama kemudian, semak-semak dan pepohonan kerdil di pulau Dave tampak di depan mata. Amanda merasa harapannya bangkit kembali.
Ia berhenti di pantai yang sempit itu dan mematikan mesin motor. Dengan susah payah diseretnya jet ski itu ke pantai dan disembunyikannya di balik semak-semak.
Lalu ia menjauh sedikit. Dilihatnya bagian belakang jet ski-nya nongol dari balik semak-semak.
Supaya aman, lebih baik kututupi saja dengan ranting-ranting kayu, pikir Amanda memutuskan. Ia lantas mulai mematahkan ranting-ranting pohon pinus. Sekonyong-konyong, keningnya terasa nyeri sekali.
Amanda berteriak kesakitan. Pohon-pohon di sekitarnya seakan berputar mengelilinginya.
Tubuhnya roboh ke pasir. Merry dan Kyle berada dalam kekuasaanku! terdengar suara Chrissy bergema di dalam kepalanya. Mereka berada dalam kekuasaanku, Amanda! Dalam kekuasaanku!
Shock Lagi AMANDA masuk ke dalam gubuk, menyambar kotak pertama yang dilihatnya, dan membukanya. Isinya keripik pisang. Ia makan segenggam demi segenggam tanpa merasakannya lagi.
Lalu ia mencopot celana panjangnya yang basah kuyup kena air laut dan menyampirkannya di kursi. Matanya menjelajahi isi gubuk.
Dipandanginya tempat Dave menciumnya dulu"ciuman lembut dan hangat yang tak akan pernah dirasakannya lagi.
Ia merasa air matanya merebak.
Tidak ada waktu, tegas Amanda dalam hati. Tidak ada waktu untuk menangis.
Ia berusaha keras mengenyahkan Dave dari pikirannya.
Pisau itu! Amanda teringat pada pisau yang diberikan Dave padanya. Banyak pisau di sini. Amanda mulai mencarinya.
Dalam sebuah lemari kayu pendek, Amanda menemukan sebilah pisau panjang dengan lengkungan yang tampak berbahaya di ujung mata pisaunya. Sarung dan tali pengikatnya terbuat dari kulit.
Amanda mengeluarkan pisau yang berkilat-kilat itu dari sarungnya dan memotong kaki celana jinsnya yang basah. Supaya tidak berat dipakai dalam perjalanan pulang nanti, pikirnya.
Ia memakai celana pendek barunya itu dan mengikatkan sarung pisaunya di lubang ikat pinggang. Lalu ia mulai mengaduk-aduk isi berbagai kotak dan peti, kalau-kalau ada barang yang berguna.
"Hei!" Amanda berteriak saat merasakan kakinya terangkat dari tanah. Ia tersungkur ke atas peti"seperti didorong oleh tangan yang tidak kelihatan.
Amanda menjerit dan menabrak rak kayu, mengakibatkan sebuah pot tanah liat jatuh dan pecah berantakan di lantai.
Amanda, suara Chrissy menggema lagi di kepalanya, diiringi dengan rasa nyeri yang menghunjam keningnya bagaikan sengatan listrik. Aku belum lupa padamu.
Amanda menempelkan telapak tangannya keras-keras di kening. Memejamkan mata dan menggertakkan giginya kuat-kuat, berusaha mati-matian menyingkirkan Chrissy dari pikirannya.
Sekarang kau sudah jauh dari sini, kan" lanjut suara Chrissy lagi. Aku tahu itu, tapi aku bisa menemukanmu. Tapi tidak sekarang. Ada hal lain yang lebih penting yang harus kulakukan sekarang. Sini, Merry!
Mata Amanda terbelalak lebar.
Rasa nyeri di kepalanya hilang. Suara Chrissy lenyap.
"Apa yang terjadi?" pekik Amanda. Ia menghambur dari dalam gubuk dan menerjang semak-semak di depannya, menuju ke tempat penyimpanan jet ski-nya. Dengan panik didorongnya kendaraan itu kembali ke laut.
"Aku akan segera datang, Merry! Bertahanlah!" teriaknya putus asa sambil menerjang gelombang menuju ke rumah peristirahatan keluarganya.
Sesampainya di pantai yang dituju, Amanda melihat Chrissy duduk di perahu motor kecil yang ada di rumah peristirahatan. Merry dan Kyle tidak kelihatan. Chrissy mengarahkan perahu motornya ke laut lepas, ke arah pulau Dave.
Kemudian, dengan penuh kengerian Amanda melihat kepala Kyle nongol dari dasar perahu. Mulutnya tampak disumpal oleh sesuatu. Chrissy mengatakan sesuatu dengan nada tajam, dan kepala Kyle menghilang lagi di balik dinding perahu.
Merry pasti ada di sampingnya, pikir Amanda menyadari. Apa yang akan dilakukan Chrissy terhadap mereka"
Amanda memacu jet ski-nya seperti orang kesetanan, melarikannya sekencang-kencangnya.
Bertahanlah! seru Amanda dalam hati. Bertahanlah!
Ketika jaraknya hanya tinggal beberapa meter lagi dari perahu, Amanda sadar Chrissy sudah melihatnya. Serta merta keningnya langsung terasa nyeri.
Amanda menjerit kesakitan dan jet ski-nya oleng ke kiri.
"Tidak, tidak bisa!" teriak Amanda marah sambil berusaha keras mencondongkan badannya ke kanan.
Semakin dekat. Semakin dekat ke perahu.
"Aduh!" Amanda menjerit saat kepalanya lagi-lagi terasa nyeri menggigit.
Tapi ia menggertakkan giginya dan mempercepat laju jet ski-nya.
"Ohhh!" Rasa sakit itu semakin tak tertahankan sampai-sampai Amanda terpaksa memejamkan mata.
Ketika memaksa matanya membuka, ia terkejut sewaktu melihat perahu Chrissy melaju zig-zag.
Chrissy tak bisa mengendalikan perahunya, pikir Amanda.
Ia tidak bisa mengirimkan telepati sekaligus mengendalikan perahu pada saat yang bersamaan.
Chrissy mengalihkan perhatiannya kembali ke perahu. Nyeri di kepala Amanda langsung reda. Ia semakin dekat, tangannya mencengkeram kemudi jet ski, yang meraung-raung membelah air laut. Sekarang tinggal sepuluh meter lagi.
Kepala Merry nongol dari dasar perahu. Mulut bocah itu juga disumpal dan matanya merah karena menangis. Kyle ikut-ikutan mengangkat kepalanya. Chrissy berteriak pada mereka dan keduanya langsung tiarap lagi di dasar perahu.
Semakin dekat. Amanda bergerak semakin dekat.
Chrissy memandangnya dengan tatapan tajam. Lalu mengangkat kedua tangannya ke langit, mengulurkannya, seolah hendak menyentuh awan putih dengan ujung-ujung jarinya.
Apa yang ia lakukan" tanya Amanda dalam hati. Apa lagi yang akan ia perbuat"
Amanda tidak perlu menunggu terlalu lama untuk mengetahuinya.
Perlahan-lahan Chrissy menurunkan kedua tangannya. Saat itu pula seberkas sinar kuning-putih yang bermuatan listrik melesat keluar dari tangannya.
Amanda mendengar suara berderak"lalu merasakan sentakan hebat saat sinar putih panas itu menghantam jet ski-nya.
Jet ski itu langsung jungkir balik.
Amanda terpental dan berputar-putar di udara, melayang ke udara yang mendesis dan penuh percikan bunga api, ke medan listrik yang berkilat-kilat tajam itu.
Dan kemudian menghunjam laut yang bergelora dan tenggelam.
Potong! M ENGHUNJAM laut yang hitam pekat.
Tubuh Amanda masih terasa sakit akibat sengatan listrik tadi. Air yang dingin membuat rasa sakitnya semakin menjadi.
Tenggelam. Aku tenggelam, pikir Amanda menyadari.
Wajah adik-adiknya melintas di benaknya.
Wajah mereka yang manis. Mata mereka yang lebar dan lugu.
Tidak! Amanda bertekad tidak mau menyerah begitu saja.
Naik sekarang juga. Tanpa menggubris rasa sakit yang dideritanya, Amanda memaksa dirinya naik.
Naik ke permukaan air. Mulutnya megap-megap mencari udara. Sekali lagi.
"Aduh!" Kepalanya terasa sakit karena terantuk sesuatu. Perahu! Perahu itu persis berada di atas kepalaku!
Amanda tahu harus melakukan apa. Kedua tangannya terulur ke atas, mencengkeram sisi perahu"dan menarik tubuhnya ke atas.
Sewaktu Amanda sedang menggeleng-gelengkan kepala untuk menyingkirkan air dari matanya, Chrissy bertindak cepat. Disambarnya Merry. Bocah itu diikat dan disumpal. Sekujur tubuhnya gemetar ketakutan.
Chrissy memegang Merry erat-erat. Amanda melihat kuku-kukunya yang tajam menusuk kulit Merry.
Satu tangan Chrissy terangkat, mengacungkan sebilah pisau panjang yang dulu diletakkan Amanda di laci lemarinya.
Chrissy mengayunkan pisau itu di udara, mata pisaunya berkilat-kilat"lalu menempelkannya di leher Merry. "Ini untuk membalas kematian ayahku!" jerit Chrissy.
Chrissy Main Layangan KEHABISAN akal, Amanda melemparkan dirinya ke ujung perahu.
Menabrak pinggang Chrissy, dan menekuk kepalanya.
Perahu oleng ke kiri dan ke kanan.
Chrissy terjerembap ke belakang, mulutnya megap-megap.
Merry berguling menjauh. Pisau itu jatuh ke lantai perahu. Amanda menendangnya jauh-jauh. Disambarnya rambut Chrissy dan disentakkannya kepalanya keras-keras.
Chrissy melayangkan tinjunya dan menghantam dagu Amanda. Amanda terpental ke belakang, menimpa Kyle.
Sebelum Amanda sempat bangkit lagi, Chrissy sudah berdiri menjulang di atasnya. Dengan mata menyipit ditatapnya Amanda dengan penuh amarah.
Lagi-lagi Amanda merasakan tiupan angin dingin yang maha dashyat.
Tangannya memukul-mukul. Mencoba menendang.
Tapi ia tak berdaya dalam embusan angin topan yang dingin membekukan ini.
Tubuhnya terangkat, naik di atas perahu, ke udara yang dingin dan berputar-putar.
Seperti layang-layang, pikirnya. Tak berdaya seperti layang-layang yang terjebak dalam amukan badai.
"Semakin tinggi terbangnya, semakin sakit jatuhnya!" seru Chrissy dengan mata menyala-nyala, mempermainkan Amanda dengan kekuatan jahatnya.
Diiringi tawa Chrissy yang mengalahkan suara angin, tubuh Amanda meluncur deras ke bawah.
Turun terus. Dengan rasa sakit yang amat sangat.
Menghantam perahu. Mendadak Amanda membalikkan badan dan menyambar tungkai Chrissy.
"Lepaskan!" pekik Chrissy sambil menarik kakinya.
Entah bagaimana caranya, pegangan Amanda bisa bertahan.
"Jadi kau minta tambah," ancam Chrissy. "Baiklah. Rasakan!"
Sambil terus mencengkeram tungkai Chrissy, Amanda menguatkan diri, bersiap-siap merasakan kesakitan lagi.
Tapi tak urung kaget juga dia ketika perahu mendadak tersentak ke depan dan tungkai Chrissy terlepas dari pegangannya.
Chrissy kelihatannya menghilang.
Kebingungan, Amanda mendongak"dan melihat Chrissy melayang di udara, mulutnya menganga lebar.
Nyaris Tenggelam AMANDA ternganga melihat Chrissy berputar-putar di udara, semakin lama semakin tinggi. Tangannya bergerak-gerak tak berdaya. Lalu tangannya terangkat dan tubuhnya menukik ke bawah. Kepalanya menghantam haluan perahu dengan suara krak yang mengerikan.
Amanda menepiskan rambut basah dari matanya dan dengan susah payah mencoba berdiri. Ia memandang Chrissy lekat-lekat, menunggunya bangkit lagi.
Tapi Chrissy telentang. Kepalanya terkulai, dan matanya terpejam.
Amanda membutuhkan waktu beberapa menit untuk mengetahui apa yang terjadi. Rupanya perahu menabrak batu karang yang mencuat dari dalam air. Saking kerasnya tabrakan yang terjadi, tungkai Chrissy terlepas dari pegangan Amanda, membuatnya terpental ke udara.
Di belakang Amanda, mesin perahu mengepulkan asap hitam. Lalu terbatuk-batuk dan diam.
Hening. Amanda bisa mendengar detak jantungnya sendiri di antara desir ombak yang teratur dan berirama.
Sambil berusaha keras mengatur napas, Amanda merangkak menghampiri kedua adiknya yang duduk dekat buritan. Disambarnya pisau yang digunakan Chrissy untuk mengancam Merry tadi, dan dengan gesit dibukanya ikatan mereka.
Tangis Merry meledak. Bocah itu mengulurkan kedua tangannya pada Amanda. Kyle terduduk dengan tampang linglung, matanya memandang ke sana kemari dengan liar.
Amanda memeluk Merry erat-erat. "Kyle, kau baik-baik saja?" tanyanya.
Kyle memandangnya dengan tatapan kosong, bungkam seribu bahasa.
"Kalian akan dibawa ke mana oleh Chrissy?" tanya Amanda pada Kyle.
Kyle bengong saja, tampangnya bingung. "Ke pulau," jawab bocah itu akhirnya.
Jadi Chrissy bermaksud membawa mereka ke pulau Dave, pikir Amanda. Ia bermaksud membunuh kami semua di sana, supaya tidak ada orang yang menemukan mayat kami.
Dengan merinding, Amanda meraih tali yang tadi mengikat Merry dan Kyle. Ia memegang kedua kaki Chrissy dan menariknya. Lalu cepat-cepat ia mengikat tangan serta kaki cewek itu, menyimpulnya berulang kali sampai kencang.
Harusnya dia kubuang saja ke laut, pikir Amanda dengan perasaan pahit. Mestinya dia kulempar ke laut dan kubiarkan tenggelam.
Tapi aku tidak mungkin melakukannya. Aku bukan pembunuh.
"Kita bawa dia pulang, lalu kita telepon polisi," kata Amanda pada Kyle.
Kyle masih tetap bengong. Mulutnya terbuka, tapi tak ada kata-kata yang keluar. Merry menggayuti lengan Amanda sambil menangis tersedu-sedu, tidak mau melepaskannya.
"Kita harus melepaskan perahu ini dari jepitan karang," kata Amanda sambil merangkak ke haluan. Turun ke batu karang yang licin dan basah, lalu mendorong perahunya.
Perahu itu tak bergerak sedikit pun.
Amanda menempelkan bahunya ke badan perahu dan mendorongnya lagi.
Dengan berderak-derak, perahu itu terlepas dari jepitan karang.
Amanda meloncat naik ke dalam perahu dan bergegas menghampiri motor. Dengan sekali menarik talinya, motor perahu itu langsung hidup kembali.
Sambil memeluk Merry dengan satu tangan, Amanda mengendalikan perahu motornya dengan tangan yang lain. Ia sudah mengarahkan perahu itu ke arah pantai ketika mendadak terdengar teriakan Kyle, mengatasi raungan suara mesin.
"Air!" jerit Kyle dengan suara melengking. "Air!"
Amanda menoleh dan melihat air laut merembes masuk melalui lubang di haluan. "Cepat" Kyle! Ambil ember itu!" teriaknya sambil menuding. "Ambil cepat! Buang airnya! Lekas!"
Kyle bengong tanpa bereaksi.
"Kyle"kau tidak apa-apa?", desak Amanda dengan perut mulas karena takut. "Kyle" Ambilkan ember itu"please!"
Kyle menggeleng-geleng, seolah tidak mengerti.
Air meluap masuk ke dalam perahu. Amanda melihat, air yang masuk sudah setinggi lima senti.
Ia menoleh. Pantai sudah kelihatan.
Kita sudah dekat! pikirnya. Sudah dekat sekali!
"Kyle"please"buang airnya!"
Kyle maju selangkah untuk mengambil ember, lalu berhenti. Kepalanya masih terus menggeleng-geleng.
Air masuk semakin cepat. Amanda bisa merasakan perahu mereka mulai tenggelam.
"Kita tenggelem," teriak Merry cadel. Air matanya berlinang di kedua pipinya yang merah. Amanda memeluknya erat-erat, berusaha menenangkannya.
Ia bergerak untuk mengambil ember itu. Tapi kelihatannya sudah terlambat.
Perahu mulai terbenam di air. Motornya terbatuk-batuk.
Kita tenggelam, pikir Amanda ketakutan. Kita semua akan tenggelam.
Chrissy Menang KALANG KABUT, Amanda menyambar ember dan mulai mengeluarkan air dari dalam perahu, seember demi seember.
Tapi sudah terlambat. Perahu itu terbenam semakin dalam. Mesinnya mati.
Kita akan tenggelam, pikir Amanda menyadari.
Sekonyong-konyong muncul pikiran nekat di kepalanya: mungkin aku bisa melompat ke dalam air, berenang ke tepi sambil menyeret perahu ini.
Ia tidak sempat memikirkannya lama-lama. Diturunkannya Merry dari gendongan. Lalu setelah menghela napas panjang, ia mencemplungkan diri ke dalam air.
Amanda kaget bukan kepalang ketika badannya menyentuh dasar laut yang berpasir.
"Hei!" teriaknya sambil berdiri. "Hei, lautnya dangkal!"
Jantungnya berdebar-debar. Rasanya ingin sekali bersorak-sorak kegirangan. "Kyle, kau bisa jalan kaki sampai ke tepi pantai! Lautnya dangkal, lho!"
Kyle memandanginya dengan mata menyipit kebingungan.
Kasihan Kyle, pikir Amanda. Kurasa dia shock.
Amanda mengulurkan tangan dan meraih tangan Kyle, membantunya turun ke laut. Badannya terbenam sampai sebatas bahu, tapi ia bisa berjalan.
Merry melompat ke dalam gendongan Amanda saat perahu terbenam makin dalam.
Bagaimana dengan Chrissy" pikir Amanda. Ditatapnya Chrissy yang masih tergeletak di perahu dalam keadaan setengah mengambang. Napasnya terdengar berisik melalui mulutnya yang terbuka.
Tegakah aku membiarkannya mati tenggelam di sini" tanya Amanda dalam hati.
Jawabannya tidak. "Kyle, tolong pegangi adikmu," perintah Amanda pada Kyle. Ketika air laut hanya tinggal sebatas pinggang, Amanda menyerahkan Merry pada Kyle. Lalu ia kembali ke perahu dan menyambar rambut Chrissy. Terdengar suara geleguk nyaring saat perahu menghunjam ke dalam air. Chrissy mengambang di laut lepas. Amanda melingkarkan tangannya di pinggang Chrissy dan menyeretnya ke tepian.
***********************************************
Rumah kosong dan sunyi. Dalam keadaan lelah dan basah kuyup, Amanda dan Kyle menyeret Chrissy sampai ke rumah. Lalu Amanda menariknya ke ruang tamu dan membiarkannya tergeletak di karpet.
Tak ada tanda-tanda Chrissy akan siuman. Di bagian belakang kepalanya ada benjolan besar yang masih meneteskan darah.
"Aku"aku mau menelepon polisi," kata Amanda dengan suara tercekik. Ia membungkukkan badan. Napasnya terengah-engah. "Kalian diam saja di sini. Jangan ke mana-mana," perintahnya pada Kyle dan Merry.
Amanda bergegas ke dapur. Dadanya terasa sesak. Nomor telepon kantor polisi ditempel di sebelah pesawat telepon. Amanda menyambar gagang telepon dan mulai menekan nomor yang dituju. Mendadak terdengar jerit ketakutan Kyle.
"Dia siuman! Dia siuman!"
"Ohhh." Amanda mengerang pelan. Gagang telepon terjatuh dari tangannya. Ia cepat-cepat berbalik dan menghambur ke ruang tamu.
Chrissy duduk tegak. Tali yang mengikat kaki dan tangannya terlepas satu per satu.
Kyle dan Merry menempel di pintu kaca. Mata mereka membelalak ketakutan.
"Keluar! Keluar kalian!" teriak Amanda pada Kyle.
Dengan patuh Kyle menyambar tangan Merry. Didorongnya pintu kaca hingga terbuka, dan cepat-cepat lari ke luar.
"Chrissy"sekarang sudah terlambat," kata Amanda, otaknya berputar cepat. "Aku sudah menelepon polisi. Sebentar lagi mereka datang."
Chrissy berdiri. "Tidak pernah ada kata terlambat," tukasnya tenang. Tangannya mengibaskan rambutnya yang basah. Ia tersentak waktu menyentuh benjolan di bagian belakang kepalanya. "Aduh."
"Chrissy"dengar?" kata Amanda sambil mundur selangkah.
"Untung kau memberiku kesempatan tidur siang," sergah Chrissy tak acuh. "Asal tahu saja, aku jadi bisa mengisi 'baterai' lagi." Senyum licik menghiasi wajahnya.
"Chrissy?" "Maafkan aku, Amanda," lanjut Chrissy dengan sorot mata yang berubah dingin. "Tapi kelihatannya aku menang."
Bola Api AMANDA merasa lututnya goyah.
Chrissy maju satu langkah, menatap Amanda dengan mata bersinar-sinar.
Aku harus keluar dari sini, pikir Amanda. Aku harus jauh-jauh dari dia.
"Jangan bergerak," perintah Chrissy dengan suara lembut, seolah bisa membaca pikirannya. Ia menggerakkan tangannya"dan sebuah vas keramik besar melayang melintasi ruangan.
Fear Street - Musim Panas Berdarah One Evil Summer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Amanda terpekik kaget saat vas itu menghantam dinding di atas kepalanya dan pecah berantakan.
Amanda merunduk dan menghambur ke pintu.
Tapi Chrissy dengan cepat menghadangnya. Sekali lagi ia menggerakkan tangannya. Kursi-kursi terangkat dari lantai. Asbak, buku, tempat lilin"semuanya berputar-putar kencang mengitari ruangan, seolah-olah terjebak dalam angin puting beliung yang kasat mata.
Lukisan-lukisan melayang dari dinding dan berjatuhan di lantai. Kaca-kaca hancur berkeping-keping. Kayu-kayu pecah jadi serpihan. Seisi ruangan miring dan berputar-putar.
Amanda melindungi kepalanya dengan tangan.
Aku terjebak, pikirnya. Terperangkap. Tidak ada jalan keluar.
Benda-benda di sekitarnya berputar semakin kencang. Amanda beringsut-ingsut mendekati jendela.
"Tidak bisa!" teriak Chrissy garang, suaranya mengalahkan suara berisik barang-barang yang berjatuhan dan berputar-putar.
Amanda membuka mata dan melihat Chrissy menudingkan telunjuknya ke jendela. Terdengar suara wusss, dan sekonyong- konyong, tirai jendela dilalap api.
"Oh!" pekik Amanda sambil meloncat menghindari jilatan api.
Tuit-tuit-tuit! Alarm kebakaran langsung berbunyi.
Buku dan vas bunga berputar-putar kencang mengitari ruangan.
Api menjalar dengan cepat. Melahap dinding. Menjilat sofa. Menyambar karpet.
"Chrissy"kita harus keluar dari sini! Kita berdua!" teriak Amanda, tercekik oleh asap hitam yang memenuhi ruangan.
"Kau tidak bisa lari dari sini," sahut Chrissy.
"Tapi apinya?" Dari balik asap yang mengepul pekat, Amanda melihat Chrissy bergerak menghampirinya, langkah-langkahnya panjang dan cepat.
Lidah api berkobar di tengah ruangan. Kertas dinding meleleh terpanggang api.
Chrissy bergerak semakin dekat, menatap mata Amanda lekat-lekat. "Kau tidak bisa lari dari sini, Amanda," ulangnya dengan tenang.
Kedua tangannya terulur. Chrissy bersiap-siap menerjangnya.
Ia tidak melihat seekor anak kucing melesat di bawah kakinya.
Chrissy terpekik kaget. Ia tersandung"dan ambruk ke dalam api.
Ini kesempatanku! pikir Amanda.
Dengan dada sesak oleh asap hitam tebal, Amanda membungkuk dan menyambar si anak kucing. Lalu lari menerjang buku-buku dan jambangan yang berputar-putar di udara, menembus jilatan api, menerobos kepulan asap hitam pekat"dan keluar melalui pintu.
Dengan dada yang masih sesak dan napas megap-megap, Amanda lari terus. Menuju ke gudang. Kyle dan Merry menunggunya di sana, meringkuk di dekat dinding.
Beberapa meter dari gudang, Amanda berbalik dan melihat ke arah rumah.
Dilihatnya sebuah bola api besar menggelinding keluar dari pintu.
"Ohhh." Amanda terpekik dengan suara parau melihat sepasang lengan di dalam bola api itu. Juga sepasang kaki.
Ia sadar, bola api itu ternyata Chrissy. Sekujur tubuhnya dilahap api. Chrissy mengangkat kedua lengannya yang berkobar-kobar itu ke angkasa. Lalu tubuhnya jatuh ke dek. Jilatan api menyebar ke segala penjuru. Menyatu dengan api di rumah.
Di mana-mana, tampak lidah api menjilat-jilat.
Semuanya terbakar. Segala-galanya telah berakhir.
Musim panas jahanam ini telah berakhir.
Alangkah cerahnya suasana. Sekaligus juga amat gelap.
Akhir Cerita DR. MILLER mencondongkan badannya di atas meja dengan kedua tangan saling menggenggam. "Aku ingin bicara denganmu, Amanda," kata dokter itu sambil menatap matanya lekat-lekat, seolah-olah menyelidiki jiwanya. "Aku ingin mendengarkan ceritamu sekali lagi."
"Terima kasih," sahut Amanda dengan resah. Digaruk-garuknya bahunya. "Seragam ini gatal. Kanjinya kebanyakan, sih?"
Psikiater itu mengangguk. "Kau tentunya mengerti mengapa polisi menahanmu, bukan?" tanya Dr. Miller dengan lembut.
Amanda memasang tampang jijik. "Mereka sama saja dengan orang-orang lain. Sedikit pun tidak percaya pada saya." Ia mengeluh sedih.
"Mereka percaya Chrissy tewas terbakar," kata Dr. Miller sambil terus mengamatinya. "Sampai mereka menemukan luka di bagian belakang kepalanya. Karena luka itulah mereka tahu bahwa sebelum terjadi kebakaran, Chrissy lebih dulu dipukul. Dan kebakaran itu disengaja agar kelihatannya ia tewas terbakar."
"Padahal itu sama sekali tidak benar!" seru Amanda. "Sudah saya bilang, kepala Chrissy terbentur perahu."
"Perahu itu tak pernah ketemu," sela Dr. Miller sambil bolak-balik menggenggam dan membuka kepalan tangannya.
"Perahu itu tenggelam di laut," ulang Amanda untuk yang keseratus kalinya. "Sekarang pasti sudah hanyut terbawa arus."
"Aku tahu," timpal psikiater itu. "Aku hanya ingin kau tahu bahwa polisi mencurigaimu. Dan ketika mereka melihatmu lari dari rumah yang terbakar itu?"
"Saya lari menghampiri Kyle dan Merry," potong Amanda. "Tapi apa gunanya saya mengatakannya" Saya toh sudah ratusan kali menceritakan hal ini. Tapi tetap saja tidak ada yang percaya." Amanda menelan tangisnya kembali. "Seandainya saja Kyle bisa bicara. Tapi, kasihan dia"dia mengalami shock. Sejak kebakaran itu, ia bungkam terus."
Amanda mendongak dan melihat Dr. Miller mengulum senyum. "Amanda, ada kabar baik untukmu. Kyle sudah baikan sekarang. Tadi pagi ia mulai berbicara. Dan ceritanya persis seperti ceritamu."
Mendengar hal itu, senyum Amanda merekah. "Wah, hebat!"
Dr. Miller juga ikut tersenyum. "Polisi juga memperoleh keterangan mengenai Chrissy dari seorang gadis lain, tetangga hakim yang tewas dibunuh."
"Dialah gadis yang mengangkat telepon saya waktu itu," kata Amanda. "Saya menelepon ke sana untuk memeriksa referensi Chrissy. Tapi gadis itu tidak bisa bicara pada saya."
"Ia bercerita banyak pada polisi," kata Dr. Miller. "Jadi sekarang kau dibebaskan, Amanda. Aku sengaja mengajakmu bicara untuk memastikan semuanya jelas."
"Saya"saya tidak percaya Chrissy benar-benar sudah mati!" seru Amanda. "Ia jahat sekali! Rasanya tidak percaya ia sekarang sudah benar-benar tewas."
"Ya, ia sudah mati," tegas Dr. Miller tenang. Dokter itu mendongak dan menatap mata Amanda. "Aku punya kejutan lain untukmu. Mungkin kau sudah bisa menerkanya."
"Apa?" tanya Amanda.
"Namanya bukan Chrissy, tapi Lilith."
"Hah?" Amanda melongo keheranan. "Tapi Lilith kan koma!" serunya.
"Benar," jawab Dr. Miller sambil mengangguk. "Ia memang koma. Tapi tiba-tiba saja ia menghilang dari rumah sakit. Lenyap seperti ditelan bumi." Dr. Miller mengembuskan napas. "Entah bagaimana, ketika sedang koma, Lilith memperoleh kekuatan baru yang aneh. Jadi ia lantas bertekad untuk membalas dendam atas kematian ayah dan ibunya."
"Aneh," ucap Amanda sambil menggeleng-gelengkan kepala, berpikir-pikir. "Jadi siapakah Chrissy sebenarnya" Mengapa Lilith memakai nama Chrissy?"
"Well," jawab Dr. Miller sambil menggaruk-garuk kepalanya. "Kami tidak tahu pasti mengapa ia memakai nama itu. Berdasarkan album keluarga yang kami temukan, Chrissy itu nama kucingnya."
*********************************************
Rasanya, mereka tak akan pernah berhenti berpelukan. Merry dan Kyle memeluk Amanda erat-erat, seolah mereka sudah tidak bertemu dengannya selama bertahun-tahun! Tangis dan tawa muncul silih berganti.
Ramai sekali pokoknya! Kedua orangtuanya berulang kali meminta maaf, karena tidak percaya padanya. Setelah acara maaf-maafan berakhir, hujan tangis bercampur tawa terjadi lagi.
Betapa menyenangkan berada di udara terbuka lagi, menghirup udara yang hangat dan segar. Memakai bajunya sendiri. Tertawa dan mengobrol dengan orang-orang yang disayanginya.
Akhirnya mereka semua masuk ke mobil dan memulai perjalanan pulang.
Amanda duduk di kursi belakang bersama Merry dan Kyle sambil menepuk-nepuk si anak kucing belang tiga di pangkuannya. "Liburan yang sangat mengerikan," kata Amanda sedih. "Setelah ini, aku pasti akan terus-menerus dihantui mimpi buruk."
"Yakinkan dirimu bahwa semuanya sudah berakhir," kata ibunya menasihati. "Semuanya memang sudah berakhir."
Anak kucing itu mendengkur lembut di pangkuan Amanda.
Mobil melaju dengan suara menderu, menyusuri jalan di tepi pantai yang sempit. Amanda menoleh, melihat reruntuhan rumah peristirahatan mereka yang hangus terbakar.
Siapa itu yang berdiri di jalan masuk"
Gadis bergaun putih, dengan rambut pirang berkilauan ditimpa cahaya matahari itu" Yang melambai-lambaikan tangannya pada mereka itu"
"Hei, Mom"Dad?" seru Amanda dengan napas terengah-engah.
Tapi ketika ia menoleh lagi, gadis itu sudah lenyap.END
EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM Kisah Si Naga Langit 7 Wiro Sableng 038 Iblis Berjanggut Biru Maut Bernyanyi Pajajaran 1
Hari Selasa lalu, Mr. Lawrence terlihat lari dari lapangan parkir sebuah kompleks gedung perkantoran di Juniper Street di Peachton. Tak lama kemudian, tampak api berkobar dari kantor biro hukum Minor and Henry, yang berlokasi di kompleks perkantoran tersebut.
Minor and Henry! Kuncinya pasti ada pada nama Minor itu.
Tapi Amanda masih belum melihat hubungannya.
Dibacanya lagi artikel itu.
Mr. Lawrence mengaku sedang mengorek-ngorek tong sampah ketika melihat asap mengepul. Menurut pengakuannya pada polisi, ia lari karena bermaksud mencari pertolongan.
Namun demikian, polisi menemukan sejumlah kaleng bensin yang sudah kosong di gubuknya di kolong jembatan. Pria tunawisma itu pun ditahan dan diseret ke pengadilan dengan tuduhan membakar gedung.
Apa hubungan artikel itu dengan teka-teki ini" tanya Amanda dalam hati.
Mengapa Chrissy menyimpan guntingan koran mengenai seorang pria tunawisma yang dibela ayahnya dalam persidangan"
Ia merogoh-rogoh ke balik kertas tisu di dasar kotak. Ada beberapa helai guntingan koran lagi di sana.
Tapi begitu ia mengambil sehelai, terdengar suara mobil memasuki halaman.
Dave dan Chrissy! Mereka sudah pulang! Dan Chrissy sudah turun dari mobil. Bagaimana, dong, sekarang" Bagaimana, dong" Bagaimana"
Tubuh Amanda membeku, panik.
Didekapnya guntingan-guntingan koran itu erat-erat di dada. Kotak-kotak sepatu campur aduk dan bertumpuk-tumpuk di lantai.
Bagaimana, dong" Bagaimana"
Ia harus menyembunyikan kotak-kotak ini"lekas!
Dengan jantung berdebar-debar, ia melemparkan begitu saja semua kotak sepatu itu ke dalam rak, lalu menutup pintunya.
Didengarnya suara pintu depan dibanting dan langkah-langkah kaki menaiki tangga. Chrissy sedang berjalan menuju kamarnya.
Tidak mungkin aku bisa lari dari sini tanpa berpapasan dengannya, pikir Amanda menyadari. Tak mungkin. Tak mungkin. Tak mungkin.
Sambil menggenggam guntingan-guntingan koran itu erat-erat, Amanda menyusup masuk ke kolong tempat tidur. Ia menggigit tangannya untuk menahan suara napasnya yang terengah-engah. Chrissy masuk.
"Kok lampunya nyala?" terdengar Chrissy bergumam. Dari gerakan-gerakan kakinya, Amanda tahu kalau Chrissy sedang meneliti keadaan kamarnya.
Amanda menahan diri untuk tidak berteriak kaget. Ada sehelai guntingan koran yang tercecer di lantai. Tidak jauh dari kaki Chrissy.
Chrissy membungkuk dan memungut guntingan koran itu.
Lalu Amanda mendengar pintu rak dibuka dan ditutup.
"Amanda?" panggil Chrissy sambil berjalan keluar kamar. Amanda mendengarkan suara Chrissy dan langkah-langkah kakinya untuk memperkirakan posisinya. "Amanda?" panggil Chrissy lagi. Ia berjalan ke ujung lorong, ke kamar Amanda.
Ini kesempatanku, pikir Amanda.
Cepat-cepat ia keluar dari kolong tempat tidur dan lari sekencang-kencangnya ke pintu.
Aku harus segera mendatangi Mom dan Dad.
Aku harus segera menunjukkan guntingan-guntingan koran ini pada mereka. Dengan begitu mereka akan tahu bahwa Chrissy bukan cuma kebetulan saja berada di sini.
Saking takutnya, Amanda sampai tidak bisa berpikir jernih.
Amankah meninggalkan Kyle dan Merry di sini sendirian"
Mereka sudah tidur, kata Amanda dalam hati sambil memeras otak, mencoba menentukan tindakan selanjutnya. Mereka sudah tidur. Tak lama lagi aku akan kembali bersama Mom dan Dad. Mereka tidak akan apa-apa.
Sambil menarik napas panjang, ia menghambur ke lorong.
"Hei?" jerit Chrissy marah. "Ngapain kau di dalam sana" Hei!"
Tapi Amanda berbalik dan lari menuruni tangga.
Beberapa detik kemudian, ia sudah keluar dari pintu depan.
"Dave!" teriaknya. "Kau masih di sini!" "Waktu kami sampai di kota, Chrissy berubah pikiran," cerita Dave sambil berdiri di halaman depan. "Ia tidak ingin nonton film itu, jadi?"
"Dave"ayo kita pergi!" pekik Amanda. "Cepat! Antarkan aku menemui orangtuaku! Mereka ada di Beachside Inn!"
Dave ragu-ragu sejenak. Detik berikutnya, ia sudah lari bersama Amanda ke mobil. Roda-roda mobilnya berdecit saat melesat keluar dari halaman.
"Aku"aku membawa guntingan-guntingan koran itu," kata Amanda terbata-bata. "Aku harus menunjukkannya pada orangtuaku. Aku?"
Mendadak ia terdiam saat matanya tertumbuk pada salah satu guntingan koran di tangannya.
Tiba-tiba saja dicengkeramnya lengan Dave. "Dave, coba dengar ini!"
Amanda membacakan artikel itu.
Arthur Lawrence, seorang tunawisma, hari ini dibebaskan dari tuduhan membakar kantor biro hukum Minor and Henry hari Selasa silam.
Pembela tertuduh, Pengacara Publik Robert Conklin, memohon agar pengadilan mengajukan tuduhan tersebut pada Anton Minor, seorang warga Peachton.
"Aku tidak mengerti," kata Dave mengakui. Matanya terus menatap ke depan, sementara mobilnya terlonjak-lonjak di jalan yang sempit dan berkelok-kelok.
"Masa tidak mengerti?" seru Amanda. Akhirnya ia bisa menyatukan potongan teka-teki ini. "Orang ini, Anton Minor"ia pasti ada hubungannya dengan Chrissy. Mungkin orang itu ayahnya. Ya! Ia pasti ayah Chrissy. Karena menurut guntingan koran yang lain, Anton Minor adalah ayah Lilith."
"Jadi dia itu ayah Chrissy dan Lilith?" tanya Dave.
"Tepat!" jawab Amanda sambil berpikir keras. "Dan karena, ayahku, ia dituduh sengaja membakar kantornya sendiri!"
Dave mengangguk. "Sejauh ini sudah jelas. Jadi Chrissy dendam pada ayahmu, karena beliau menuntut ayahnya. Tapi belum jelas bagaimana ia bisa melakukan hal-hal aneh itu."
Amanda berusaha keras membaca guntingan-guntingan koran yang lain di bawah penerangan lampu yang remang-remang. "Kau benar. Entah bagaimana caranya menjelaskan kekuatan Chrissy yang aneh itu."
"Tunggu dulu," sambung Dave. "Bukankah kaubilang Anton Minor mati karena bunuh diri, sekaligus membunuh istrinya juga" Dan Lilith dalam keadaan koma" Aku masih belum mengerti hubungannya dengan Chrissy?"
"Wah! Tidak dapat dipercaya!" pekik Amanda.
"Hah" Apa?" tanya Dave.
Amanda menoleh pada Dave dengan raut wajah shock. "Chrissy itu Lilith Minor!" katanya.
Peristiwa di Mobil "LIHAT! Foto yang ada di guntingan koran ini!" teriak Amanda sambil melambai-lambaikan lembaran kertas di tangannya. "Katanya ini foto Lilith. Tapi ini kan foto Chrissy!"
"Coba aku lihat," kata Dave penuh semangat. Cowok itu menghentikan mobilnya dan menyalakan lampu baca.
"Wow, memang benar itu Chrissy!" serunya sambil merenggut guntingan koran itu dari tangan Amanda. Tapi sejurus kemudian ekspresi wajahnya berubah. "Tunggu. Bukankah kaubilang mereka kembar?"
"Oh. Iya, ya." Wajah Amanda berubah kecewa. "Kok aku bisa lupa" Tapi coba lihat foto ini. Aku pernah melihat Chrissy memakai gaun putih ini. Malam ini pun ia memakainya."
"Kadang-kadang anak kembar memang suka berpakaian sama," ucap Dave mengingatkan. "Atau mungkin Chrissy memakai baju saudara kembarnya."
Amanda menutup muka dengan tangan.
"Aku benar-benar sudah gila. Aku sama sekali tidak bisa berpikir jernih!"
Dengan lembut Dave menarik tangan Amanda dari wajahnya. "Tenang sajalah. Semua pasti beres. Kau sudah hampir memecahkan teka-teki ini. Apa pun maksud Chrissy, permainannya sudah hampir berakhir."
Tiba-tiba Amanda ingat bagaimana guntingan koran yang dulu mendadak terbakar. Bisakah Chrissy melakukannya lagi sekarang"
Sambil menggenggam guntingan-guntingan koran itu erat-erat, ia menyuruh Dave meneruskan perjalanan. "Aku harus segera menunjukkan ini semua pada orangtuaku"sebelum terjadi apa-apa."
"Baiklah. Ayo kita segera ke Beachside Inn, sekarang juga," kata Dave.
"Tapi bagaimana kalau mereka tidak ada di sana" Kau ngerti, kan" Jangan-jangan mereka pergi ke restoran atau tempat lain," kata Amanda gelisah. "Mungkin sebaiknya aku menelepon dulu. Memberitahu kalau aku akan ke sana."
Dave tampak berpikir keras. "Di Channings Bluff ada telepon umum. Telepon saja dari sana."
"Oke. Cepatlah."
Dave menginjak pedal gas dalam-dalam. Mobil pun melesat pergi. Amanda berpegangan di kursinya erat-erat sewaktu mobil menikung di kelokan dengan kecepatan tinggi.
Segumpal kabut tebal bergulung-gulung naik dari laut. Tertiup angin ke jalan, menghalangi pandangan.
Sebentar-sebentar Amanda melirik bundelan kertas di pangkuannya untuk memastikan semuanya masih utuh. Semoga Kyle dan Merry tidak apa-apa, doanya dalam hati. Please, jangan sampai terjadi apa-apa pada mereka.
Mustang itu meluncur masuk ke lapangan parkir Channings Bluff yang kosong melompong. "Wow! Seperti masuk ke awan saja!" seru Amanda sambil memandangi selimut kabut putih yang berputar-putar mengelilingi mobil.
Sebuah lampu jalan menyinari lapangan parkir yang gelap itu dengan cahayanya yang suram.
Dave menghentikan mobilnya di samping bilik telepon umum. "Kau punya uang receh?" tanya Amanda.
Dave diam saja. Matanya menatap lurus ke depan.
"Dave, ada apa?" tanya Amanda. "Kau melihat sesuatu di sana?"
Perlahan-lahan Dave mulai bergoyang-goyang. Kepala dan tubuh bagian atasnya berputar-putar pelan. Matanya membelalak, seolah-olah ia sedang kemasukan.
"Dave?" jerit Amanda sambil memukul-mukul bahu cowok itu.
"Dave"kenapa kau" Jangan begitu, dong! Hentikan"please!"
Tapi tubuh Dave tetap bergoyang-goyang, ekspresi wajahnya kosong, dan matanya melotot tak berkedip.
Sekonyong-konyong ia ambruk.
Dahinya membentur setir mobil dengan keras.
"Dave!" pekik Amanda.
Dengan kedua tangannya, Amanda merengkuh kepala Dave dan berusaha menegakkannya.
Tapi begitu melihat wajah cowok itu, pegangannya serta merta terlepas.
Darah muncrat dari hidung dan mulutnya. Mengalir dari kedua telinganya.
Kepalanya terkulai ke belakang, matanya yang terbuka memandang Amanda dengan tatapan kosong.
Suzi! pikir Amanda. Persis seperti yang dialami Suzi!
Apa yang bisa kulakukan" Apa" Aku tak boleh membiarkannya mati kehabisan darah!
Sambil berjuang keras mengatasi rasa paniknya, Amanda mendorong tubuh Dave. Merogoh-rogoh saku celana cowok itu. Mengeluarkan dompetnya.
"Recehan, recehan, recehan," bisiknya. Tangannya bergetar hebat, meraba-raba ritsleting tempat koin.
"Yes!" teriaknya ketika berhasil mendapatkan sekeping uang logam.
Mati-matian didorongnya pintu mobil.
Tak bergerak sedikit pun.
Terkunci" Tidak. Ia mencondongkan badan ke tubuh Dave yang terkulai lemas, mencoba membuka pintunya.
Macet! Dicobanya lagi. Dan lagi.
Pintu itu bergeming. Aku harus keluar. Harus keluar.
Kata-kata itu bergema berulang-ulang bagaikan senandung kepanikan.
Tangannya mencari-cari alat yang bisa digunakan untuk memecahkan kaca.
Dengan tangan gemetar, dibukanya laci mobil.
Ada obeng! Dengan mengerahkan segenap kekuatannya, ia mulai memukul-mukul kaca itu dengan mata obeng yang tajam.
"Ahh!" teriaknya frustasi sambil terus memukul-mukul. Di film-film kok kelihatannya gampang sekali memecahkan kaca!
"Ayo, Amanda, lebih keras!" Dihantamnya kaca itu dengan tangannya. Lagi. Lagi.
Akhirnya kaca itu retak sedikit. "Oke!" Pecah juga akhirnya.
Dengan napas terengah-engah, dipukul-pukulnya kaca yang sudah retak itu.
"Tidaaak!" Ia berhenti dan berteriak ketika sekonyong-konyong tampak seraut wajah di hadapannya.
Chrissy! "Maaf, Amanda!"
"CHRISSY"bagaimana?" tanya Amanda dengan suara tercekik.
Mendadak keempat pintu mobil terpentang lebar, seolah-olah tertiup angin yang amat kencang.
Amanda menjerit ketakutan dan terenyak menimpa tubuh Dave yang terkulai. Kepala cowok itu tergolek lemas di atas setir.
"Oh, Dave!" tangis Amanda, dengan panik berusaha mengangkat badannya dari tubuh Dave.
Di balik kabut yang berputar-putar, dengan cahaya lampu meremang di rambutnya, Chrissy melayang bagaikan sesosok hantu yang pucat dan menakutkan. Ia tertawa. Tawanya parau dan mendirikan bulu kuduk. "Sebaiknya kau keluar saja, Amanda," serunya dengan nada mengejek. "Kau toh tidak bisa lari dariku."
Amanda berusaha merosot lebih rendah lagi di kursinya. Tapi ia tak bisa bersembunyi, juga tak bisa melarikan diri.
Wajah Chrissy yang pucat dan mengerikan itu mendekat. "Keluar! Keluar!" katanya dengan suara yang berirama dan menakutkan.
Putus asa dan ingin lari dari situ, Amanda berguling ke kursi belakang.
Tapi tubuhnya terdorong oleh kekuatan yang amat dashyat, sama kuatnya dengan angin topan. Tertiup ke depan.
"Tidak!" jeritnya sambil membenamkan jari-jarinya ke kursi mobil. "Tidak!" Ia melawan dorongan itu sekuat tenaga sampai jari-jarinya terasa sakit.
Lalu, kekuatan yang mahadashyat itu melemparkan tubuhnya ke pintu mobil yang terbuka. Ia jatuh tunggang langgang di tanah. Terempas dalam posisi menelungkup.
Dan kekuatan itu"bagaikan tangan yang tak kelihatan"mendorongnya lebih kuat lagi.
Badannya meluncur di aspal. Menembus kabut yang tebal dan basah.
Meluncur. Meluncur cepat sekali.
Dan kemudian ia terangkat ke atas. Ke atas. Berhadap-hadapan dengan wajah Chrissy yang menyeringai.
"Apa maumu" Bagaimana caramu melakukan semua ini" Kenapa?" tanya Amanda dengan napas terengah-engah. Ia menepiskan rambut ikalnya yang menutupi mata. .
Dikelilingi oleh kabut yang gelap pekat, Chrissy melayang dan hinggap di kap Mustang, kakinya yang panjang menjuntai-juntai. Kepalanya miring sedikit, mengamati Amanda sebentar sebelum menjawab. "Kau tentunya tahu bahwa manusia hanya memanfaatkan sebagian kecil otaknya. Well, sementara aku menggunakan semuanya. Jadi aku bisa melakukan apa saja. Apa saja!"
Seolah-olah ingin pamer, Chrissy melayang beberapa sentimeter di atas kap mobil. "Hebat, kan?" Ia tertawa.
Kacau, pikir Amanda lemas.
Jadi waktu itu aku memang benar-benar melihatnya melayang.
"Mengapa kau berusaha mencelakakan kami?" tanyanya.
"Mengapa?" Chrissy menirukan dengan nada getir. "Jawabannya gampang saja. Gampang sekali. Tahukah kau kenapa ayahku bunuh diri" Gara-gara ayahmu!"
"Tapi ayahmu kan tidak bunuh diri," bantah Amanda. "Kaubilang mereka tewas karena kecelakaan."
"Ayahku tidak mungkin mengalami kecelakaan," jawab Chrissy dengan nada mengejek. "Beliau orang hebat. Jenius. Tapi ayahmu memburunya. Menahannya. Menghancurkan hidupnya. Memorak-porandakan hidup kami semua. Juga hidup Mom dan Lilith. Kasihan Lilith. Oleh karena itulah, ayah berusaha agar kami tidak menderita. Dengan cara menghabisi nyawa kami semua."
"Ayahku hanya melakukan tugasnya," bela Amanda dengan suara gemetar. "Kalau gelandangan itu memang tidak bersalah?"
"Peduli apa?" pekik Chrissy. "Hidup ayahku jauh lebih berharga daripada hidupnya. Mana mungkin membandingkan mereka berdua. Pegawai rendahan seperti ayahmu memang selalu iri pada orang yang brilian. Mereka gemar menghancurkan hidup orang yang benar-benar hebat seperti ayahku!"
"Apa yang terjadi pada keluarga-keluarga yang namanya tercantum dalam daftar referensimu?" desak Amanda.
"Siapa" Keluarga si hakim dan si asisten jaksa wilayah itu" Mereka sudah mendapatkan ganjaran yang setimpal," jawab Chrissy kejam. "Dan sekarang giliran keluargamu."
Chrissy meluncur turun dari kap mobil dan mulai bergerak menembus kabut, menghampiri Amanda.
Lari! perintah Amanda pada dirinya sendiri.
Larilah dari sini! Sekarang!
Tapi kakinya terasa berat, seperti diganduli batu.
"Lepaskan aku! Jangan sakiti aku!" tangisnya. "Ini"ini tidak adil."
"Adil?" pekik Chrissy. "Justru adil sekali, Amanda. Ibuku, ayahku, saudaraku"seluruh anggota keluargaku sudah tiada. Sekarang giliran keluargamu yang harus dilenyapkan."
"Tapi"tapi?" Amanda terbata-bata, otaknya berputar keras. "Bayangkan, apa yang bisa kaulakukan dengan kekuatan seperti itu," teriaknya putus asa. "Untuk apa membuang-buang waktu mengurusi kami" Dengan kekuatanmu, kau bisa kaya raya!"
Chrissy tidak menanggapi. Ia mengangkat kedua tangannya. Embusan angin dingin berputar mengelilingi Amanda.
Amanda menjerit saat kakinya terangkat dari tanah.
"Hentikan!" tangisnya memohon, sementara angin dingin itu memutar-mutar tubuhnya di udara.
Tangannya mengapai-gapai, berusaha menyeimbangkan diri.
Tapi embusan angin yang dashyat itu meniupnya ke arah mobil.
Jeritannya membahana, meningkahi raungan suara angin. Amanda melindungi kepalanya dengan tangan, bersiap-siap menghantam bagian depan mobil.
"Ohhh!" Tubuhnya terdorong ke dalam mobil.
Jatuh berdebam di kursi depan, di samping Dave yang terkapar.
Keempat pintu mobil terbanting hingga menutup.
Terdengar suara pintu mengunci.
Melalui jendela, Amanda melihat Chrissy tertawa. Menikmati kemenangannya.
Amanda berusaha mati-matian untuk bergerak, keluar dari situ.
Tapi ada kekuatan yang menahannya.
Dengan ngeri dan tak berdaya, dilihatnya rem tangan terlepas. Mesin mobil hidup.
"Sori, Amanda!" tawa Chrissy mengejek. "Kau kalah!"
Mobil itu melesat maju. Menabrak pagar kayu. Dan melayang melewati tebing yang curam.
Terjun Bebas MENGHUNJAM menembus kegelapan.
Amanda meringkuk seperti bola, melindungi kepalanya dengan tangan.
Menunggu mobil jatuh menghantam tanah.
Mobil menabrak sesuatu dengan keras, lalu mental. Amanda berteriak saat kepalanya menghantam langit-langit mobil.
Lalu mobil terjungkir ke depan. Ia jatuh menimpa tubuh Dave yang terpental-pental, lalu merasakan badannya terempas lagi dan menghantam pintu mobil dengan keras. Saking kerasnya sampai-sampai nyawanya seakan tercabut dari badannya, diiringi oleh suara wusss panjang.
Mobil terbanting-banting, lalu berhenti.
Dengan napas megap-megap, Amanda berusaha menghirup udara ke paru-parunya yang terasa sakit, dan mengintip ke kegelapan di luar sana.
Aku masih hidup, pikir Amanda, terpana.
Aku masih hidup. Entah bagaimana, tapi aku masih hidup.
Tapi bagaimana bisa"
Ia mencoba membuka pintu. Terkunci rapat.
Amanda memandangi Dave, susah payah menahan tangis. Dave yang malang. Ia harus melakukan sesuatu"segera.
Tangannya terulur melewati tubuh Dave. Mengguncang-guncang gagang pintu. Mendorongnya hingga terbuka.
Amanda menunduk, memandangi lautan hitam pekat yang menggelora di bawah sana, sembilan meter jauhnya. Setelah matanya menyesuaikan diri dalam gelap, ia bisa melihat buih-buih ombak yang memutih. Dan mendengar suara angin menderu lembut.
Mengapa mobil ini tidak langsung terjun ke laut" tanyanya dalam hati sambil memandang ke luar, jantungnya berdentam-dentam.
Lalu ia teringat pada batu-batu besar yang ditunjukkan Dave padanya. Tiga buah batu besar yang menjorok dari pinggir tebing.
Mobil Mustang itu terjepit di tengah-tengahnya.
Tapi sampai kapan" Mobil bergerak saat batu-batu di bawahnya longsor.
Aku harus keluar dari sini, pikir Amanda. Ia mengintip ke bawah melalui pintu mobil yang terbuka. Laut tampak sangat jauh di bawah.
Dirabanya dada Dave. Tidak ada detak jantung. Cowok itu sudah meninggal.
Mobil bergerak lagi. Amanda berguling ke depan.
Mungkin aku bisa merosot turun ke atas batu itu, pikirnya sambil menatap batu besar itu dengan putus asa.
Batu-batu yang longsor semakin banyak. Mobil bergerak lagi.
Ia tahu mobil ini sudah hampir terjun ke laut. Amanda menyambar pintu yang terbuka, menarik badannya melewati mayat Dave, merosot keluar"dan melepaskan pegangannya.
Tubuhnya jatuh berdebam di atas batu dalam posisi bahu dan bagian samping lebih dulu. Dengan sekujur tubuh kesakitan, didengarnya suara berderak nyaring.
Dalam kegelapan, dilihatnya mobil itu jatuh berguling-guling menuruni tebing. Lalu tercebur ke laut dengan posisi hidung lebih dahulu, diiringi oleh suara byur yang mengerikan. Suara air menciprat dan baja beradu menggema di antara deru ombak yang teratur.
Amanda menengadah, melihat ke puncak tebing. Apakah Chrissy masih ada di sana" Apakah ia melihatnya keluar dari dalam mobil"
Amanda menggerakkan kedua kakinya dan mulai merangkak ke ujung batu, melongok ke bawah.
Ia menjerit dengan suara melengking ketika melihat sebuah mata raksasa memandanginya.
Ia terpeleset. Nyaris saja pegangannya terlepas. Wajah raksasa itu bergerak mendekatinya. Mulutnya menganga lebar, seolah ingin menelannya bulat-bulat.
Chrissy Mengambil Alih AMANDA mencengkeram batu erat-erat, berpegangan sekuat tenaga supaya jangan sampai jatuh.
"Chrissy! Jangan!" jeritnya. Dengan kekuatannya, Chrissy telah mengubah diri menjadi raksasa menyeramkan.
Dan kemudian"setelah menemukan tempat berpijak dan berhasil mengangkat badannya kembali ke puncak batu, Amanda menyadari kekeliruannya.
Itu bukan Chrissy, makinya dalam hati. Tapi lukisan wajah di atas batu yang dibuat oleh kakak Dave dan teman-temannya.
Pelan-pelan, Amanda mengembuskan napas lega.
Walaupun sekujur tubuhnya terasa sakit, perlahan-lahan ia beringsut turun, mencari-cari pijakan untuk bisa mencapai pantai. Ia nyaris tidak bisa melihat apa-apa karena kabut.
Rasanya baru berjam-jam kemudian ia bisa menjejakkan kaki di bawah.
Akhirnya sampai juga ia di pantai. Ia menengadah, memandang ke puncak tebing.
Kabut semakin tebal. Tebing yang gelap itu seakan bergulung ke arahnya.
Kemudian lutut Amanda terasa goyah. Ia ambruk.
Sekuat tenaga ia mencoba berdiri. Tapi ia malah tenggelam, tenggelam di pasir yang dingin dan basah, hanyut dalam kegelapan.
**********************************************
Ketika Amanda membuka mata, cahaya matahari yang terang benderang terasa amat menyilaukan. Ia menyipitkan mata, memandang pagi yang amat cerah.
Tadi aku pasti pingsan, pikir Amanda sambil pelan-pelan menyangga badannya dengan siku. Lalu ia berlutut dan mengibaskan pasir basah dari kaus oblongnya.
Matanya menjelajahi pantai sempit dan berbatu-batu di kaki tebing. Lalu beralih ke laut lepas, mencari sisa-sisa mobil Mustang Dave.
Tapi tak ada apa-apa. Mobil itu sudah tenggelam atau hanyut terbawa arus.
Wajah tampan Dave berkelebat dalam ingatan Amanda. Air matanya menggenang. Gara-gara aku dia meninggal, kata Amanda dalam hati. Ia mati karena mencoba menolongku.
Tidak. Bukan aku yang menyebabkan ia tewas, tapi Chrissy.
Wajah Chrissy yang jahat dan penuh ejekan itu muncul, menggantikan bayangan wajah Dave. Chrissy membunuh Dave, pikir Amanda getir. Dan kalau dibiarkan saja, ia akan membunuh seluruh anggota keluargaku.
Amanda mendongak dan memandangi wajah-wajah konyol yang dilukis di batu-batu besar. Wajah-wajah itu menyeringai jelek. "Trims, ya," bisik Amanda sambil berdiri.
Sekarang bagaimana" tanyanya dalam hati. Celana jinsnya robek dan basah kuyup berlumuran pasir. Sepatu ketsnya juga. Ia membuka semuanya, lalu masuk ke air dengan hanya mengenakan celana dalam dan kaus oblong.
Satu-satunya cara agar bisa terlihat dari puncak tebing adalah dengan berenang ke laut lepas. Mungkin kalau ada turis yang sedang melihat-lihat pemandangan, ia bisa berteriak minta tolong.
Air laut terasa perih di kulit lututnya yang terkelupas. Saat berenang, perutnya keroncongan karena lapar. Beberapa meter dari pantai, ia berbalik, menggerak-gerakkan kaki dan tangan supaya bisa tetap mengambang di air, dan melihat ke puncak tebing. Satu-satunya saksi hanyalah lubang yang menganga di pagar kayu.
Sepuluh menit berlalu, tapi tak ada orang muncul. Mom dan Dad pasti sedang mencari-cariku sekarang, pikir Amanda menghibur diri.
Tentu saja, tak terpikir oleh mereka untuk mencariku di kaki tebing yang curam ini. Setidaknya, belum. Tapi nanti pasti ada yang melihat lubang di pagar kayu itu.
Amanda berenang kembali ke pantai. Ia menyampirkan celana jinsnya di bahu dan memakai sepatu ketsnya. Tidak mungkin memanjat tebing itu, pikir Amanda. Tapi aku mungkin bisa berjalan menyusuri pantai sampai ke rumah.
Saat berjalan menyusuri tepi pantai, semua otot di tubuhnya terasa sakit. Aku tidak boleh berhenti, pikir Amanda menyemangati diri sendiri. Keluargaku sama sekali tidak menyadari bahaya yang mengancam.
Berjam-jam lamanya Amanda berjalan, terseok-seok sambil melindungi matanya dari terik sinar matahari pagi. Sampai di pantai. Menerobos hutan lebat.
Akhirnya ia sampai juga di batu besar yang melindungi kuburan Mr. Jinx. Beberapa menit kemudian, ia sampai di gudang dekat kolam renang.
Di belakang gudang, ia memakai celana jins-nya. Lalu, sambil menarik napas dalam-dalam, menaiki tangga menuju ke dek.
Sepi sekali, pikirnya. Terlalu sepi malah.
Di mana mereka semua"
Amanda mengintip dari pinggir pintu kaca. Ruang tamu sepi dan kosong melompong.
Ia menggeser pintu kaca itu sedikit dan berjingkat-jingkat masuk. Secepat kilat ia menyembunyikan diri di balik gorden yang panjang.
Ada suara. Dari dapur. Chrissy. Sedang berbicara di telepon.
Tanpa memedulikan rasa takutnya, Amanda membuka telinga lebar-lebar supaya bisa mendengarkan pembicaraan Chrissy.
"Jangan khawatir, Mrs. Conklin. Aku sependapat," terdengar suara Chrissy berkata. "Tepat sekali keputusan Anda untuk mencarinya di Shadyside. Soalnya aku kebetulan mendengar pembicaraannya dengan temannya, Dave. Aku yakin mendengar Dave mengatakan akan mengantarkan Amanda ke Shadyside."
Bagaimana mungkin" pikir Amanda dalam hati. Chrissy sengaja memerdaya kedua orangtuaku supaya pergi ke Shadyside!
"Ya, kalau Amanda menelepon, aku akan langsung menghubungi Anda," kata Chrissy. "Tidak, aku juga tidak tahu. Entah kenapa ia kabur. Tapi seperti kata Anda tadi, belakangan ini kelakuan Amanda memang aneh. Jadi, siapa tahu" Baik. Baik."
Sejenak tak terdengar suara apa-apa sewaktu ibu Amanda mengatakan sesuatu.
Lalu Chrissy mengakhiri percakapan dengan kata-kata yang membuat bulu kuduk Amanda meremang.
"Tidak. Anda tidak usah mencemaskan Merry dan Kyle. Aku akan menjaga mereka baik-baik sampai. Anda kembali."
EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM Kau Mati Duluan! AMANDA memejamkan mata dan menyandarkan badan ke dinding.
Apa yang harus kulakukan sekarang" tanyanya dalam hati. Mom dan Dad sedang ke Shadyside. Jadi Kyle dan Merry sepenuhnya berada di bawah kekuasaan Chrissy.
Fear Street - Musim Panas Berdarah One Evil Summer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sebelum ia sempat memikirkan sesuatu, bel pintu berbunyi.
Ia mengintip dari balik gorden. Dilihatnya seorang polisi dengan seragam warna gelap berdiri di depan pintu. "Mr. dan Mrs. Conklin ada?" tanya polisi itu pada Chrissy.
"Mereka sedang pergi," jawab Chrissy dengan ramah. "Mencari putri mereka, yang kemarin malam dilaporkan hilang. Ia belum pulang juga. Ada kabar mengenai Amanda?"
"Well, kami belum yakin," jawab polisi itu. "Ada mobil yang menabrak pagar kayu di tebing. Mungkinkah Amanda Conklin menumpang mobil itu?"
"Entahlah," jawab Chrissy. "Ia pergi bersama pacarnya."
"Dave Malone?" tanya sherif itu.
Chrissy menelengkan kepalanya. "Benar."
"Menurut orangtuanya, Dave Malone mengendarai mobil Mustang biru tahun 1978," kata si polisi. "Pagar kayu di Channings Bluff tampak seperti bekas ditabrak, tapi mobil yang menabraknya tidak kelihatan. Butuh waktu lama untuk mendatangkan kapal keruk dan mencari mobil itu di bawah tebing."
"Kapal keruk!" pekik Chrissy, pura-pura ngeri.
Si sherif mengangguk. "Laut di bawah tebing itu dalam sekali. Bisa saja mobil itu tenggelam di sana." ,
"Oh, semoga saja tidak!" Chrissy terkesiap.
Si polisi menggumamkan harapan yang sama. Lalu ia berkata, "Biasanya kami tidak memulai pencarian hingga empat puluh delapan jam sejak seseorang dilaporkan hilang. Tapi dengan adanya pagar yang bolong dan sebagainya itu"entahlah. Kita lihat saja nanti."
Chrissy mencondongkan badannya, seolah hendak mengatakan sesuatu yang bersifat rahasia. "Ini hanya pendapat saya, tapi menurut saya, Amanda dan pacarnya minggat bersama-sama ke suatu tempat. Ia tergila-gila pada cowok itu, dan belakangan, ia sedang banyak masalah di rumah. Biasa, ia tidak akur dengan orangtuanya."
"Terima kasih atas informasinya, Miss," kata polisi itu. "Akan saya perhatikan. Semoga masalahnya memang hanya itu."
"Benar, Pak. Harapan saya juga begitu," timpal Chrissy. "Terima kasih atas kedatangannya. Akan saya beritahukan pada Mr. dan Mrs. Conklin bila mereka menelepon."
Setelah menutup pintu, Chrissy mengambil handuk dan berjalan ke kamar mandi.
Amanda menyelinap keluar dari balik gorden dan tanpa suara berjalan ke kamarnya. Didengarnya suara air mengalir di kamar mandi. Saat ia memasuki kamarnya, anak kucing berbulu belang tiga itu melompat ke atas tempat tidur.
Amanda menggendong anak kucing itu. "Hei, anak pintar," katanya dengan suara pelan. "Kau sengaja menghindari masalah, ya" Tidak mau dekat-dekat dengan Chrissy?"
Anak kucing itu mengeong memelas dalam pelukannya.
"Kau pasti lapar. Tapi sekarang aku tidak bisa menolongmu," kata Amanda sambil menepuk-nepuk binatang itu. "Paling tidak aku akan melepaskanmu, supaya Chrissy tidak bisa mencelakakanmu."
Amanda menyelinap turun dan keluar dari rumah. Diletakkannya kucing itu di tanah. Tapi hewan itu tak mau pergi. "Pergi sana! Hus!" bisik Amanda. Tapi si anak kucing tetap tidak mau dan malah menggosok-gosokkan badannya ke kaki Amanda.
Amanda tidak tahu bagaimana caranya menyelamatkan Merry dan Kyle. Chrissy begitu kuat. Bagaimana ia bisa mengalahkannya"
Perutnya keroncongan. Kepalanya terasa pusing. Ia nyaris pingsan saking laparnya.
Mungkin aku bisa masuk ke dapur tanpa ketahuan.
Tanpa menimbulkan suara sedikit pun, Amanda mendorong pintu hingga terbuka.
Secepat kilat ia lari ke dapur, dan menutup pintunya sepelan mungkin. Matanya langsung tertumbuk pada sekotak Cheerio di atas counter.
Ia membuka kotak ibu dan menjejalkan segenggam sereal ke dalam mulutnya. Rasanya tak ada makanan yang seenak itu. Ia membuka kulkas dan menyambar sekarton jus jeruk dan menenggak isinya sampai habis, tanpa memedulikan jus yang tumpah dari sisi-sisi karton.
Setelah perutnya terisi makanan, Amanda merasa pikirannya jernih kembali. Ini kesempatanku untuk membawa Merry dan Kyle keluar dari sini. Kenapa Chrissy belum mencelakakan mereka" tanya Amanda dalam hati.
Mungkin ia menunggu saat yang tepat agar kematian mereka tampak seperti kecelakaan.
Mungkin ia ingin menyingkirkan kedua orangtuaku dulu. Jadi tidak ada yang akan melindungi Kyle dan Merry. Dan setelah itu, akhirnya giliran Mom dan Dad. Kata Chrissy, ia akan menghabisi seluruh anggota keluarga kami.
Tapi kapan" Aku punya waktu berapa lama"
Amanda lari ke ujung lorong, ke kamar Kyle dan Merry. Tempat tidur mereka kosong melompong dan masih berantakan.
Ke mana mereka pagi-pagi begini" Apa yang dilakukan Chrissy pada mereka"
Amanda merasa badannya dingin. Ia terenyak di pintu.
Terdengar suara keran di kamar mandi dimatikan.
Amanda merunduk di balik pintu kamar adik-adiknya. Melalui celah di antara engsel pintu, dilihatnya Chrissy keluar dari kamar mandi dengan tubuh terbungkus handuk. Masuk ke kamarnya.
Sambil menghela napas dalam-dalam, Amanda berjingkat-jingkat melewati pintu kamar Chrissy yang tertutup. Menuruni tangga. Bergerak tanpa menimbulkan suara sedikit pun.
Di dasar tangga, ia teringat pada kotak Cheerio di dapur yang ia tinggalkan dalam keadaan terbuka. Kalau Chrissy sampai melihatnya, kedatangannya ke sini pasti akan ketahuan.
Pintu depan mendadak terbuka. Amanda terkejut dan menghambur ke ruang tamu, bersembunyi di balik sofa.
"Chrissy, sudah ketemu, nih!" seru seorang anak dengan suara riang. Kyle.
"Pentil bannya sudah ketemu," seru Merry.
Amanda mengembuskan napas lega. Untuk sementara ini, mereka berdua baik-baik saja.
Chrissy menuruni tangga dalam balutan kaus ketat tanpa lengan berwarna merah jambu mencolok. "Oke, sekarang masuk ke dapur, sarapan," perintah Chrissy pada mereka.
Amanda tahu ia tidak bisa melakukan apa-apa sekarang. Saat menyelinap keluar melalui pintu depan, didengarnya Chrissy bertanya, "Siapa yang meninggalkan kotak sereal dalam keadaan terbuka seperti ini?"
"Bukan aku," jawab Kyle.
Amanda mengitari rumah dan lari ke hutan. Instingnya menyuruhnya lari sekencang-kencangnya.
Ia lari di antara pepohonan yang berkilauan, dan menghambur ke pantai. Dari sana, ia terus berlari.
Saat sedang berlari itulah, pelipisnya mulai berdenyut-denyut. Amanda memperlambat larinya, lalu berhenti, memegangi dahinya.
"Hei!" jerit Amanda waktu terdengar suara berkumandang dalam kepalanya.
Suara itu jernih dan dingin.
Suara Chrissy! Kau tadi datang ke sini, kan, Amanda" Ternyata kau belum mati.
Suara itu berdentam-dentam di dalam kepala Amanda, seolah kepalanya dipukul oleh sebuah palu batu yang berat. Amanda memegangi dahinya kuat-kuat, seakan menahannya supaya jangan sampai meledak.
Amanda, kau harus mati duluan"baru setelah itu Kyle dan Merry!
"Kau tidak apa-apa, Miss?"
Secepat kilat Amanda berbalik dan melihat seorang pria setengah baya dengan rambut yang mulai botak. Pria itu sedang menyeret jet ski ke pantai. "Kau sakit?"
"Eh"kepalaku," gumam Amanda. "Pusing."
"Aku punya aspirin di dalam tas. Kau mau?" tanya pria itu menawarkan.
Apa saja yang bisa membantu meredakan rasa sakitnya. "Ya, terima kasih," jawabnya.
"Sebentar, ya," kata pria itu.
Ketika sedang menunggu, Amanda melihat sekelebat warna merah jambu mencolok di antara pepohonan. Chrissy!
Amanda memandang berkeliling dengan panik.
Kau duluan! Kau duluan! Kalimat itu ber-dentam-dentam di kepalanya.
Aku tahu, Amanda mendadak sadar. Aku tahu bagaimana caranya menyelamatkan Kyle dan Merry. Selama aku masih hidup, mereka aman!
Chrissy melayang semakin dekat. Semakin dekat!
Mata Amanda tertumbuk pada jet ski milik pria tadi. Tanpa ragu sedikit pun, ia menghambur ke jet ski itu dan menariknya ke laut.
"Hei!" teriak pria itu sambil berlari menghampirinya. "Hei!"
Amanda bergerak cepat. Ia menyalakan mesin dan meloncat naik. Detik berikutnya, jet ski itu sudah meraung-raung menjauhi pantai.
Terima kasih karena telah mengajari aku mengendarai jet ski, Dave, kata Amanda dalam hati sambil memegangi kemudi erat-erat.
Kenangan akan Dave membuat Amanda teringat pada pulaunya. Di pulau itu kan banyak makanan! Tepat sekali dijadikan tempat persembunyian.
Dan di sana juga banyak tersimpan senjata! pikir Amanda.
Amanda memiringkan badannya ke kanan dan mengarahkan jet ski-nya ke pulau itu. Ia bisa menentukan arah dengan cara mengamati pantai.
Sesampainya di Beachside Inn, ia langsung mengarahkan jet ski-nya ke pulau itu.
Tak lama kemudian, semak-semak dan pepohonan kerdil di pulau Dave tampak di depan mata. Amanda merasa harapannya bangkit kembali.
Ia berhenti di pantai yang sempit itu dan mematikan mesin motor. Dengan susah payah diseretnya jet ski itu ke pantai dan disembunyikannya di balik semak-semak.
Lalu ia menjauh sedikit. Dilihatnya bagian belakang jet ski-nya nongol dari balik semak-semak.
Supaya aman, lebih baik kututupi saja dengan ranting-ranting kayu, pikir Amanda memutuskan. Ia lantas mulai mematahkan ranting-ranting pohon pinus. Sekonyong-konyong, keningnya terasa nyeri sekali.
Amanda berteriak kesakitan. Pohon-pohon di sekitarnya seakan berputar mengelilinginya.
Tubuhnya roboh ke pasir. Merry dan Kyle berada dalam kekuasaanku! terdengar suara Chrissy bergema di dalam kepalanya. Mereka berada dalam kekuasaanku, Amanda! Dalam kekuasaanku!
Shock Lagi AMANDA masuk ke dalam gubuk, menyambar kotak pertama yang dilihatnya, dan membukanya. Isinya keripik pisang. Ia makan segenggam demi segenggam tanpa merasakannya lagi.
Lalu ia mencopot celana panjangnya yang basah kuyup kena air laut dan menyampirkannya di kursi. Matanya menjelajahi isi gubuk.
Dipandanginya tempat Dave menciumnya dulu"ciuman lembut dan hangat yang tak akan pernah dirasakannya lagi.
Ia merasa air matanya merebak.
Tidak ada waktu, tegas Amanda dalam hati. Tidak ada waktu untuk menangis.
Ia berusaha keras mengenyahkan Dave dari pikirannya.
Pisau itu! Amanda teringat pada pisau yang diberikan Dave padanya. Banyak pisau di sini. Amanda mulai mencarinya.
Dalam sebuah lemari kayu pendek, Amanda menemukan sebilah pisau panjang dengan lengkungan yang tampak berbahaya di ujung mata pisaunya. Sarung dan tali pengikatnya terbuat dari kulit.
Amanda mengeluarkan pisau yang berkilat-kilat itu dari sarungnya dan memotong kaki celana jinsnya yang basah. Supaya tidak berat dipakai dalam perjalanan pulang nanti, pikirnya.
Ia memakai celana pendek barunya itu dan mengikatkan sarung pisaunya di lubang ikat pinggang. Lalu ia mulai mengaduk-aduk isi berbagai kotak dan peti, kalau-kalau ada barang yang berguna.
"Hei!" Amanda berteriak saat merasakan kakinya terangkat dari tanah. Ia tersungkur ke atas peti"seperti didorong oleh tangan yang tidak kelihatan.
Amanda menjerit dan menabrak rak kayu, mengakibatkan sebuah pot tanah liat jatuh dan pecah berantakan di lantai.
Amanda, suara Chrissy menggema lagi di kepalanya, diiringi dengan rasa nyeri yang menghunjam keningnya bagaikan sengatan listrik. Aku belum lupa padamu.
Amanda menempelkan telapak tangannya keras-keras di kening. Memejamkan mata dan menggertakkan giginya kuat-kuat, berusaha mati-matian menyingkirkan Chrissy dari pikirannya.
Sekarang kau sudah jauh dari sini, kan" lanjut suara Chrissy lagi. Aku tahu itu, tapi aku bisa menemukanmu. Tapi tidak sekarang. Ada hal lain yang lebih penting yang harus kulakukan sekarang. Sini, Merry!
Mata Amanda terbelalak lebar.
Rasa nyeri di kepalanya hilang. Suara Chrissy lenyap.
"Apa yang terjadi?" pekik Amanda. Ia menghambur dari dalam gubuk dan menerjang semak-semak di depannya, menuju ke tempat penyimpanan jet ski-nya. Dengan panik didorongnya kendaraan itu kembali ke laut.
"Aku akan segera datang, Merry! Bertahanlah!" teriaknya putus asa sambil menerjang gelombang menuju ke rumah peristirahatan keluarganya.
Sesampainya di pantai yang dituju, Amanda melihat Chrissy duduk di perahu motor kecil yang ada di rumah peristirahatan. Merry dan Kyle tidak kelihatan. Chrissy mengarahkan perahu motornya ke laut lepas, ke arah pulau Dave.
Kemudian, dengan penuh kengerian Amanda melihat kepala Kyle nongol dari dasar perahu. Mulutnya tampak disumpal oleh sesuatu. Chrissy mengatakan sesuatu dengan nada tajam, dan kepala Kyle menghilang lagi di balik dinding perahu.
Merry pasti ada di sampingnya, pikir Amanda menyadari. Apa yang akan dilakukan Chrissy terhadap mereka"
Amanda memacu jet ski-nya seperti orang kesetanan, melarikannya sekencang-kencangnya.
Bertahanlah! seru Amanda dalam hati. Bertahanlah!
Ketika jaraknya hanya tinggal beberapa meter lagi dari perahu, Amanda sadar Chrissy sudah melihatnya. Serta merta keningnya langsung terasa nyeri.
Amanda menjerit kesakitan dan jet ski-nya oleng ke kiri.
"Tidak, tidak bisa!" teriak Amanda marah sambil berusaha keras mencondongkan badannya ke kanan.
Semakin dekat. Semakin dekat ke perahu.
"Aduh!" Amanda menjerit saat kepalanya lagi-lagi terasa nyeri menggigit.
Tapi ia menggertakkan giginya dan mempercepat laju jet ski-nya.
"Ohhh!" Rasa sakit itu semakin tak tertahankan sampai-sampai Amanda terpaksa memejamkan mata.
Ketika memaksa matanya membuka, ia terkejut sewaktu melihat perahu Chrissy melaju zig-zag.
Chrissy tak bisa mengendalikan perahunya, pikir Amanda.
Ia tidak bisa mengirimkan telepati sekaligus mengendalikan perahu pada saat yang bersamaan.
Chrissy mengalihkan perhatiannya kembali ke perahu. Nyeri di kepala Amanda langsung reda. Ia semakin dekat, tangannya mencengkeram kemudi jet ski, yang meraung-raung membelah air laut. Sekarang tinggal sepuluh meter lagi.
Kepala Merry nongol dari dasar perahu. Mulut bocah itu juga disumpal dan matanya merah karena menangis. Kyle ikut-ikutan mengangkat kepalanya. Chrissy berteriak pada mereka dan keduanya langsung tiarap lagi di dasar perahu.
Semakin dekat. Amanda bergerak semakin dekat.
Chrissy memandangnya dengan tatapan tajam. Lalu mengangkat kedua tangannya ke langit, mengulurkannya, seolah hendak menyentuh awan putih dengan ujung-ujung jarinya.
Apa yang ia lakukan" tanya Amanda dalam hati. Apa lagi yang akan ia perbuat"
Amanda tidak perlu menunggu terlalu lama untuk mengetahuinya.
Perlahan-lahan Chrissy menurunkan kedua tangannya. Saat itu pula seberkas sinar kuning-putih yang bermuatan listrik melesat keluar dari tangannya.
Amanda mendengar suara berderak"lalu merasakan sentakan hebat saat sinar putih panas itu menghantam jet ski-nya.
Jet ski itu langsung jungkir balik.
Amanda terpental dan berputar-putar di udara, melayang ke udara yang mendesis dan penuh percikan bunga api, ke medan listrik yang berkilat-kilat tajam itu.
Dan kemudian menghunjam laut yang bergelora dan tenggelam.
Potong! M ENGHUNJAM laut yang hitam pekat.
Tubuh Amanda masih terasa sakit akibat sengatan listrik tadi. Air yang dingin membuat rasa sakitnya semakin menjadi.
Tenggelam. Aku tenggelam, pikir Amanda menyadari.
Wajah adik-adiknya melintas di benaknya.
Wajah mereka yang manis. Mata mereka yang lebar dan lugu.
Tidak! Amanda bertekad tidak mau menyerah begitu saja.
Naik sekarang juga. Tanpa menggubris rasa sakit yang dideritanya, Amanda memaksa dirinya naik.
Naik ke permukaan air. Mulutnya megap-megap mencari udara. Sekali lagi.
"Aduh!" Kepalanya terasa sakit karena terantuk sesuatu. Perahu! Perahu itu persis berada di atas kepalaku!
Amanda tahu harus melakukan apa. Kedua tangannya terulur ke atas, mencengkeram sisi perahu"dan menarik tubuhnya ke atas.
Sewaktu Amanda sedang menggeleng-gelengkan kepala untuk menyingkirkan air dari matanya, Chrissy bertindak cepat. Disambarnya Merry. Bocah itu diikat dan disumpal. Sekujur tubuhnya gemetar ketakutan.
Chrissy memegang Merry erat-erat. Amanda melihat kuku-kukunya yang tajam menusuk kulit Merry.
Satu tangan Chrissy terangkat, mengacungkan sebilah pisau panjang yang dulu diletakkan Amanda di laci lemarinya.
Chrissy mengayunkan pisau itu di udara, mata pisaunya berkilat-kilat"lalu menempelkannya di leher Merry. "Ini untuk membalas kematian ayahku!" jerit Chrissy.
Chrissy Main Layangan KEHABISAN akal, Amanda melemparkan dirinya ke ujung perahu.
Menabrak pinggang Chrissy, dan menekuk kepalanya.
Perahu oleng ke kiri dan ke kanan.
Chrissy terjerembap ke belakang, mulutnya megap-megap.
Merry berguling menjauh. Pisau itu jatuh ke lantai perahu. Amanda menendangnya jauh-jauh. Disambarnya rambut Chrissy dan disentakkannya kepalanya keras-keras.
Chrissy melayangkan tinjunya dan menghantam dagu Amanda. Amanda terpental ke belakang, menimpa Kyle.
Sebelum Amanda sempat bangkit lagi, Chrissy sudah berdiri menjulang di atasnya. Dengan mata menyipit ditatapnya Amanda dengan penuh amarah.
Lagi-lagi Amanda merasakan tiupan angin dingin yang maha dashyat.
Tangannya memukul-mukul. Mencoba menendang.
Tapi ia tak berdaya dalam embusan angin topan yang dingin membekukan ini.
Tubuhnya terangkat, naik di atas perahu, ke udara yang dingin dan berputar-putar.
Seperti layang-layang, pikirnya. Tak berdaya seperti layang-layang yang terjebak dalam amukan badai.
"Semakin tinggi terbangnya, semakin sakit jatuhnya!" seru Chrissy dengan mata menyala-nyala, mempermainkan Amanda dengan kekuatan jahatnya.
Diiringi tawa Chrissy yang mengalahkan suara angin, tubuh Amanda meluncur deras ke bawah.
Turun terus. Dengan rasa sakit yang amat sangat.
Menghantam perahu. Mendadak Amanda membalikkan badan dan menyambar tungkai Chrissy.
"Lepaskan!" pekik Chrissy sambil menarik kakinya.
Entah bagaimana caranya, pegangan Amanda bisa bertahan.
"Jadi kau minta tambah," ancam Chrissy. "Baiklah. Rasakan!"
Sambil terus mencengkeram tungkai Chrissy, Amanda menguatkan diri, bersiap-siap merasakan kesakitan lagi.
Tapi tak urung kaget juga dia ketika perahu mendadak tersentak ke depan dan tungkai Chrissy terlepas dari pegangannya.
Chrissy kelihatannya menghilang.
Kebingungan, Amanda mendongak"dan melihat Chrissy melayang di udara, mulutnya menganga lebar.
Nyaris Tenggelam AMANDA ternganga melihat Chrissy berputar-putar di udara, semakin lama semakin tinggi. Tangannya bergerak-gerak tak berdaya. Lalu tangannya terangkat dan tubuhnya menukik ke bawah. Kepalanya menghantam haluan perahu dengan suara krak yang mengerikan.
Amanda menepiskan rambut basah dari matanya dan dengan susah payah mencoba berdiri. Ia memandang Chrissy lekat-lekat, menunggunya bangkit lagi.
Tapi Chrissy telentang. Kepalanya terkulai, dan matanya terpejam.
Amanda membutuhkan waktu beberapa menit untuk mengetahui apa yang terjadi. Rupanya perahu menabrak batu karang yang mencuat dari dalam air. Saking kerasnya tabrakan yang terjadi, tungkai Chrissy terlepas dari pegangan Amanda, membuatnya terpental ke udara.
Di belakang Amanda, mesin perahu mengepulkan asap hitam. Lalu terbatuk-batuk dan diam.
Hening. Amanda bisa mendengar detak jantungnya sendiri di antara desir ombak yang teratur dan berirama.
Sambil berusaha keras mengatur napas, Amanda merangkak menghampiri kedua adiknya yang duduk dekat buritan. Disambarnya pisau yang digunakan Chrissy untuk mengancam Merry tadi, dan dengan gesit dibukanya ikatan mereka.
Tangis Merry meledak. Bocah itu mengulurkan kedua tangannya pada Amanda. Kyle terduduk dengan tampang linglung, matanya memandang ke sana kemari dengan liar.
Amanda memeluk Merry erat-erat. "Kyle, kau baik-baik saja?" tanyanya.
Kyle memandangnya dengan tatapan kosong, bungkam seribu bahasa.
"Kalian akan dibawa ke mana oleh Chrissy?" tanya Amanda pada Kyle.
Kyle bengong saja, tampangnya bingung. "Ke pulau," jawab bocah itu akhirnya.
Jadi Chrissy bermaksud membawa mereka ke pulau Dave, pikir Amanda. Ia bermaksud membunuh kami semua di sana, supaya tidak ada orang yang menemukan mayat kami.
Dengan merinding, Amanda meraih tali yang tadi mengikat Merry dan Kyle. Ia memegang kedua kaki Chrissy dan menariknya. Lalu cepat-cepat ia mengikat tangan serta kaki cewek itu, menyimpulnya berulang kali sampai kencang.
Harusnya dia kubuang saja ke laut, pikir Amanda dengan perasaan pahit. Mestinya dia kulempar ke laut dan kubiarkan tenggelam.
Tapi aku tidak mungkin melakukannya. Aku bukan pembunuh.
"Kita bawa dia pulang, lalu kita telepon polisi," kata Amanda pada Kyle.
Kyle masih tetap bengong. Mulutnya terbuka, tapi tak ada kata-kata yang keluar. Merry menggayuti lengan Amanda sambil menangis tersedu-sedu, tidak mau melepaskannya.
"Kita harus melepaskan perahu ini dari jepitan karang," kata Amanda sambil merangkak ke haluan. Turun ke batu karang yang licin dan basah, lalu mendorong perahunya.
Perahu itu tak bergerak sedikit pun.
Amanda menempelkan bahunya ke badan perahu dan mendorongnya lagi.
Dengan berderak-derak, perahu itu terlepas dari jepitan karang.
Amanda meloncat naik ke dalam perahu dan bergegas menghampiri motor. Dengan sekali menarik talinya, motor perahu itu langsung hidup kembali.
Sambil memeluk Merry dengan satu tangan, Amanda mengendalikan perahu motornya dengan tangan yang lain. Ia sudah mengarahkan perahu itu ke arah pantai ketika mendadak terdengar teriakan Kyle, mengatasi raungan suara mesin.
"Air!" jerit Kyle dengan suara melengking. "Air!"
Amanda menoleh dan melihat air laut merembes masuk melalui lubang di haluan. "Cepat" Kyle! Ambil ember itu!" teriaknya sambil menuding. "Ambil cepat! Buang airnya! Lekas!"
Kyle bengong tanpa bereaksi.
"Kyle"kau tidak apa-apa?", desak Amanda dengan perut mulas karena takut. "Kyle" Ambilkan ember itu"please!"
Kyle menggeleng-geleng, seolah tidak mengerti.
Air meluap masuk ke dalam perahu. Amanda melihat, air yang masuk sudah setinggi lima senti.
Ia menoleh. Pantai sudah kelihatan.
Kita sudah dekat! pikirnya. Sudah dekat sekali!
"Kyle"please"buang airnya!"
Kyle maju selangkah untuk mengambil ember, lalu berhenti. Kepalanya masih terus menggeleng-geleng.
Air masuk semakin cepat. Amanda bisa merasakan perahu mereka mulai tenggelam.
"Kita tenggelem," teriak Merry cadel. Air matanya berlinang di kedua pipinya yang merah. Amanda memeluknya erat-erat, berusaha menenangkannya.
Ia bergerak untuk mengambil ember itu. Tapi kelihatannya sudah terlambat.
Perahu mulai terbenam di air. Motornya terbatuk-batuk.
Kita tenggelam, pikir Amanda ketakutan. Kita semua akan tenggelam.
Chrissy Menang KALANG KABUT, Amanda menyambar ember dan mulai mengeluarkan air dari dalam perahu, seember demi seember.
Tapi sudah terlambat. Perahu itu terbenam semakin dalam. Mesinnya mati.
Kita akan tenggelam, pikir Amanda menyadari.
Sekonyong-konyong muncul pikiran nekat di kepalanya: mungkin aku bisa melompat ke dalam air, berenang ke tepi sambil menyeret perahu ini.
Ia tidak sempat memikirkannya lama-lama. Diturunkannya Merry dari gendongan. Lalu setelah menghela napas panjang, ia mencemplungkan diri ke dalam air.
Amanda kaget bukan kepalang ketika badannya menyentuh dasar laut yang berpasir.
"Hei!" teriaknya sambil berdiri. "Hei, lautnya dangkal!"
Jantungnya berdebar-debar. Rasanya ingin sekali bersorak-sorak kegirangan. "Kyle, kau bisa jalan kaki sampai ke tepi pantai! Lautnya dangkal, lho!"
Kyle memandanginya dengan mata menyipit kebingungan.
Kasihan Kyle, pikir Amanda. Kurasa dia shock.
Amanda mengulurkan tangan dan meraih tangan Kyle, membantunya turun ke laut. Badannya terbenam sampai sebatas bahu, tapi ia bisa berjalan.
Merry melompat ke dalam gendongan Amanda saat perahu terbenam makin dalam.
Bagaimana dengan Chrissy" pikir Amanda. Ditatapnya Chrissy yang masih tergeletak di perahu dalam keadaan setengah mengambang. Napasnya terdengar berisik melalui mulutnya yang terbuka.
Tegakah aku membiarkannya mati tenggelam di sini" tanya Amanda dalam hati.
Jawabannya tidak. "Kyle, tolong pegangi adikmu," perintah Amanda pada Kyle. Ketika air laut hanya tinggal sebatas pinggang, Amanda menyerahkan Merry pada Kyle. Lalu ia kembali ke perahu dan menyambar rambut Chrissy. Terdengar suara geleguk nyaring saat perahu menghunjam ke dalam air. Chrissy mengambang di laut lepas. Amanda melingkarkan tangannya di pinggang Chrissy dan menyeretnya ke tepian.
***********************************************
Rumah kosong dan sunyi. Dalam keadaan lelah dan basah kuyup, Amanda dan Kyle menyeret Chrissy sampai ke rumah. Lalu Amanda menariknya ke ruang tamu dan membiarkannya tergeletak di karpet.
Tak ada tanda-tanda Chrissy akan siuman. Di bagian belakang kepalanya ada benjolan besar yang masih meneteskan darah.
"Aku"aku mau menelepon polisi," kata Amanda dengan suara tercekik. Ia membungkukkan badan. Napasnya terengah-engah. "Kalian diam saja di sini. Jangan ke mana-mana," perintahnya pada Kyle dan Merry.
Amanda bergegas ke dapur. Dadanya terasa sesak. Nomor telepon kantor polisi ditempel di sebelah pesawat telepon. Amanda menyambar gagang telepon dan mulai menekan nomor yang dituju. Mendadak terdengar jerit ketakutan Kyle.
"Dia siuman! Dia siuman!"
"Ohhh." Amanda mengerang pelan. Gagang telepon terjatuh dari tangannya. Ia cepat-cepat berbalik dan menghambur ke ruang tamu.
Chrissy duduk tegak. Tali yang mengikat kaki dan tangannya terlepas satu per satu.
Kyle dan Merry menempel di pintu kaca. Mata mereka membelalak ketakutan.
"Keluar! Keluar kalian!" teriak Amanda pada Kyle.
Dengan patuh Kyle menyambar tangan Merry. Didorongnya pintu kaca hingga terbuka, dan cepat-cepat lari ke luar.
"Chrissy"sekarang sudah terlambat," kata Amanda, otaknya berputar cepat. "Aku sudah menelepon polisi. Sebentar lagi mereka datang."
Chrissy berdiri. "Tidak pernah ada kata terlambat," tukasnya tenang. Tangannya mengibaskan rambutnya yang basah. Ia tersentak waktu menyentuh benjolan di bagian belakang kepalanya. "Aduh."
"Chrissy"dengar?" kata Amanda sambil mundur selangkah.
"Untung kau memberiku kesempatan tidur siang," sergah Chrissy tak acuh. "Asal tahu saja, aku jadi bisa mengisi 'baterai' lagi." Senyum licik menghiasi wajahnya.
"Chrissy?" "Maafkan aku, Amanda," lanjut Chrissy dengan sorot mata yang berubah dingin. "Tapi kelihatannya aku menang."
Bola Api AMANDA merasa lututnya goyah.
Chrissy maju satu langkah, menatap Amanda dengan mata bersinar-sinar.
Aku harus keluar dari sini, pikir Amanda. Aku harus jauh-jauh dari dia.
"Jangan bergerak," perintah Chrissy dengan suara lembut, seolah bisa membaca pikirannya. Ia menggerakkan tangannya"dan sebuah vas keramik besar melayang melintasi ruangan.
Fear Street - Musim Panas Berdarah One Evil Summer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Amanda terpekik kaget saat vas itu menghantam dinding di atas kepalanya dan pecah berantakan.
Amanda merunduk dan menghambur ke pintu.
Tapi Chrissy dengan cepat menghadangnya. Sekali lagi ia menggerakkan tangannya. Kursi-kursi terangkat dari lantai. Asbak, buku, tempat lilin"semuanya berputar-putar kencang mengitari ruangan, seolah-olah terjebak dalam angin puting beliung yang kasat mata.
Lukisan-lukisan melayang dari dinding dan berjatuhan di lantai. Kaca-kaca hancur berkeping-keping. Kayu-kayu pecah jadi serpihan. Seisi ruangan miring dan berputar-putar.
Amanda melindungi kepalanya dengan tangan.
Aku terjebak, pikirnya. Terperangkap. Tidak ada jalan keluar.
Benda-benda di sekitarnya berputar semakin kencang. Amanda beringsut-ingsut mendekati jendela.
"Tidak bisa!" teriak Chrissy garang, suaranya mengalahkan suara berisik barang-barang yang berjatuhan dan berputar-putar.
Amanda membuka mata dan melihat Chrissy menudingkan telunjuknya ke jendela. Terdengar suara wusss, dan sekonyong- konyong, tirai jendela dilalap api.
"Oh!" pekik Amanda sambil meloncat menghindari jilatan api.
Tuit-tuit-tuit! Alarm kebakaran langsung berbunyi.
Buku dan vas bunga berputar-putar kencang mengitari ruangan.
Api menjalar dengan cepat. Melahap dinding. Menjilat sofa. Menyambar karpet.
"Chrissy"kita harus keluar dari sini! Kita berdua!" teriak Amanda, tercekik oleh asap hitam yang memenuhi ruangan.
"Kau tidak bisa lari dari sini," sahut Chrissy.
"Tapi apinya?" Dari balik asap yang mengepul pekat, Amanda melihat Chrissy bergerak menghampirinya, langkah-langkahnya panjang dan cepat.
Lidah api berkobar di tengah ruangan. Kertas dinding meleleh terpanggang api.
Chrissy bergerak semakin dekat, menatap mata Amanda lekat-lekat. "Kau tidak bisa lari dari sini, Amanda," ulangnya dengan tenang.
Kedua tangannya terulur. Chrissy bersiap-siap menerjangnya.
Ia tidak melihat seekor anak kucing melesat di bawah kakinya.
Chrissy terpekik kaget. Ia tersandung"dan ambruk ke dalam api.
Ini kesempatanku! pikir Amanda.
Dengan dada sesak oleh asap hitam tebal, Amanda membungkuk dan menyambar si anak kucing. Lalu lari menerjang buku-buku dan jambangan yang berputar-putar di udara, menembus jilatan api, menerobos kepulan asap hitam pekat"dan keluar melalui pintu.
Dengan dada yang masih sesak dan napas megap-megap, Amanda lari terus. Menuju ke gudang. Kyle dan Merry menunggunya di sana, meringkuk di dekat dinding.
Beberapa meter dari gudang, Amanda berbalik dan melihat ke arah rumah.
Dilihatnya sebuah bola api besar menggelinding keluar dari pintu.
"Ohhh." Amanda terpekik dengan suara parau melihat sepasang lengan di dalam bola api itu. Juga sepasang kaki.
Ia sadar, bola api itu ternyata Chrissy. Sekujur tubuhnya dilahap api. Chrissy mengangkat kedua lengannya yang berkobar-kobar itu ke angkasa. Lalu tubuhnya jatuh ke dek. Jilatan api menyebar ke segala penjuru. Menyatu dengan api di rumah.
Di mana-mana, tampak lidah api menjilat-jilat.
Semuanya terbakar. Segala-galanya telah berakhir.
Musim panas jahanam ini telah berakhir.
Alangkah cerahnya suasana. Sekaligus juga amat gelap.
Akhir Cerita DR. MILLER mencondongkan badannya di atas meja dengan kedua tangan saling menggenggam. "Aku ingin bicara denganmu, Amanda," kata dokter itu sambil menatap matanya lekat-lekat, seolah-olah menyelidiki jiwanya. "Aku ingin mendengarkan ceritamu sekali lagi."
"Terima kasih," sahut Amanda dengan resah. Digaruk-garuknya bahunya. "Seragam ini gatal. Kanjinya kebanyakan, sih?"
Psikiater itu mengangguk. "Kau tentunya mengerti mengapa polisi menahanmu, bukan?" tanya Dr. Miller dengan lembut.
Amanda memasang tampang jijik. "Mereka sama saja dengan orang-orang lain. Sedikit pun tidak percaya pada saya." Ia mengeluh sedih.
"Mereka percaya Chrissy tewas terbakar," kata Dr. Miller sambil terus mengamatinya. "Sampai mereka menemukan luka di bagian belakang kepalanya. Karena luka itulah mereka tahu bahwa sebelum terjadi kebakaran, Chrissy lebih dulu dipukul. Dan kebakaran itu disengaja agar kelihatannya ia tewas terbakar."
"Padahal itu sama sekali tidak benar!" seru Amanda. "Sudah saya bilang, kepala Chrissy terbentur perahu."
"Perahu itu tak pernah ketemu," sela Dr. Miller sambil bolak-balik menggenggam dan membuka kepalan tangannya.
"Perahu itu tenggelam di laut," ulang Amanda untuk yang keseratus kalinya. "Sekarang pasti sudah hanyut terbawa arus."
"Aku tahu," timpal psikiater itu. "Aku hanya ingin kau tahu bahwa polisi mencurigaimu. Dan ketika mereka melihatmu lari dari rumah yang terbakar itu?"
"Saya lari menghampiri Kyle dan Merry," potong Amanda. "Tapi apa gunanya saya mengatakannya" Saya toh sudah ratusan kali menceritakan hal ini. Tapi tetap saja tidak ada yang percaya." Amanda menelan tangisnya kembali. "Seandainya saja Kyle bisa bicara. Tapi, kasihan dia"dia mengalami shock. Sejak kebakaran itu, ia bungkam terus."
Amanda mendongak dan melihat Dr. Miller mengulum senyum. "Amanda, ada kabar baik untukmu. Kyle sudah baikan sekarang. Tadi pagi ia mulai berbicara. Dan ceritanya persis seperti ceritamu."
Mendengar hal itu, senyum Amanda merekah. "Wah, hebat!"
Dr. Miller juga ikut tersenyum. "Polisi juga memperoleh keterangan mengenai Chrissy dari seorang gadis lain, tetangga hakim yang tewas dibunuh."
"Dialah gadis yang mengangkat telepon saya waktu itu," kata Amanda. "Saya menelepon ke sana untuk memeriksa referensi Chrissy. Tapi gadis itu tidak bisa bicara pada saya."
"Ia bercerita banyak pada polisi," kata Dr. Miller. "Jadi sekarang kau dibebaskan, Amanda. Aku sengaja mengajakmu bicara untuk memastikan semuanya jelas."
"Saya"saya tidak percaya Chrissy benar-benar sudah mati!" seru Amanda. "Ia jahat sekali! Rasanya tidak percaya ia sekarang sudah benar-benar tewas."
"Ya, ia sudah mati," tegas Dr. Miller tenang. Dokter itu mendongak dan menatap mata Amanda. "Aku punya kejutan lain untukmu. Mungkin kau sudah bisa menerkanya."
"Apa?" tanya Amanda.
"Namanya bukan Chrissy, tapi Lilith."
"Hah?" Amanda melongo keheranan. "Tapi Lilith kan koma!" serunya.
"Benar," jawab Dr. Miller sambil mengangguk. "Ia memang koma. Tapi tiba-tiba saja ia menghilang dari rumah sakit. Lenyap seperti ditelan bumi." Dr. Miller mengembuskan napas. "Entah bagaimana, ketika sedang koma, Lilith memperoleh kekuatan baru yang aneh. Jadi ia lantas bertekad untuk membalas dendam atas kematian ayah dan ibunya."
"Aneh," ucap Amanda sambil menggeleng-gelengkan kepala, berpikir-pikir. "Jadi siapakah Chrissy sebenarnya" Mengapa Lilith memakai nama Chrissy?"
"Well," jawab Dr. Miller sambil menggaruk-garuk kepalanya. "Kami tidak tahu pasti mengapa ia memakai nama itu. Berdasarkan album keluarga yang kami temukan, Chrissy itu nama kucingnya."
*********************************************
Rasanya, mereka tak akan pernah berhenti berpelukan. Merry dan Kyle memeluk Amanda erat-erat, seolah mereka sudah tidak bertemu dengannya selama bertahun-tahun! Tangis dan tawa muncul silih berganti.
Ramai sekali pokoknya! Kedua orangtuanya berulang kali meminta maaf, karena tidak percaya padanya. Setelah acara maaf-maafan berakhir, hujan tangis bercampur tawa terjadi lagi.
Betapa menyenangkan berada di udara terbuka lagi, menghirup udara yang hangat dan segar. Memakai bajunya sendiri. Tertawa dan mengobrol dengan orang-orang yang disayanginya.
Akhirnya mereka semua masuk ke mobil dan memulai perjalanan pulang.
Amanda duduk di kursi belakang bersama Merry dan Kyle sambil menepuk-nepuk si anak kucing belang tiga di pangkuannya. "Liburan yang sangat mengerikan," kata Amanda sedih. "Setelah ini, aku pasti akan terus-menerus dihantui mimpi buruk."
"Yakinkan dirimu bahwa semuanya sudah berakhir," kata ibunya menasihati. "Semuanya memang sudah berakhir."
Anak kucing itu mendengkur lembut di pangkuan Amanda.
Mobil melaju dengan suara menderu, menyusuri jalan di tepi pantai yang sempit. Amanda menoleh, melihat reruntuhan rumah peristirahatan mereka yang hangus terbakar.
Siapa itu yang berdiri di jalan masuk"
Gadis bergaun putih, dengan rambut pirang berkilauan ditimpa cahaya matahari itu" Yang melambai-lambaikan tangannya pada mereka itu"
"Hei, Mom"Dad?" seru Amanda dengan napas terengah-engah.
Tapi ketika ia menoleh lagi, gadis itu sudah lenyap.END
EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM Kisah Si Naga Langit 7 Wiro Sableng 038 Iblis Berjanggut Biru Maut Bernyanyi Pajajaran 1