Pencarian

Ciuman Selamat Malam Ii 2

Fear Street - Ciuman Selamat Malam Ii Goodnight Kiss Ii Bagian 2


habis. Setelah bergegas menyusuri dermaga, Billy menuruni tangga,
lalu membantu Kylie naik ke perahu.
Billy mendayung ke pulau utama tanpa bersuara. Setiap kali
melirik Kylie, dia melihat kemarahan terpancar di mata cewek itu.
Dia benar-benar manja, pikir Billy mengambil keputusan. Kylie
merajuk setiap kali tidak mendapatkan keinginannya.
Kelelawar-kelelawar mengepak-ngepakkan sayapnya di atas
kepala, menukik rendah di atas perahu dayung kecil itu. Awan gelap
perlahan-lahan merayap menutupi bulan. Malam bertambah gelap saat
Billy mendayung menuju pantai.
Dia mengarahkan perahu ke dermaga panjang dan mengikatnya.
Kylie belum mengucapkan sepatah kata pun sejak mereka
meninggalkan pulau. Dia tampak mengamati Billy dengan teliti.
Billy memanjat ke dermaga, lalu mengulurkan tangan ke bawah
untuk menarik Kylie naik. Tangan Kylie terasa dingin, seakan-akan
kelembapan pulau telah meresap ke dalam kulitnya. Bulan kuning
akhirnya menghilang sepenuhnya di balik awan mendung sewaktu
mereka melangkah dari dermaga ke pantai.
Billy berjalan hati-hati, mencoba untuk melihat arah
langkahnya. Begitu gelap. "Aku tidak tahu kenapa kita harus pulang secepat itu," kata
Kylie mengeluh, sambil menekankan keningnya ke bahu Billy.
"Aku tahu," gumam Billy. "Pulau itu berbahaya."
Kylie tertawa. "Berbahaya?"
Billy tidak ingin digoda. Dia terus berjalan maju.
"Billy?"" Dia mendengar seruan Kylie. Lalu dia mendengar
jeritan kecil. "Billy!" jerit Kylie dengan suara melengking.
Billy berputar balik dan berlari mendekati Kylie. "Ada apa?"
"Billy, lihat...," bisik Kylie, tangannya menekan kedua pipinya
menatap pasir dengan ekspresi ngeri.
"Oh, tidak!" kata Billy.
Seorang cowok. Telentang di pasir. Menatap langit dengan
pandangan kosong. Lehernya terpuntir, terpuntir dengan sudut yang
salah. "Tidaaaak!" lolong Billy, sambil menjatuhkan diri di samping
cowok itu. "Jangan Jay! Please"jangan Jay!"
Bab 18 PIZZA UNTUK VAMPIR BILLY mencondongkan tubuh ke arah temannya"dan
tersentak lagi. "Dia"dia bukan Jay!"
"Aku tahu siapa dia," kata Kylie dengan lemah, kedua
tangannya masih menekan pipinya erat-erat. "Kau ingat" Dia cowok
yang tadi pergi dengan April."
"Ya"Rick," kata Billy, teringat.
Dia membungkuk di atas mayat itu. Dia mengusir lalat-lalat
pasir yang merubungi wajah cowok itu.
Pandangannya tertuju pada leher Rick.
Pada dua buah luka tusukan di leher. Setetes darah tampak
menempel pada setiap lubang.
Wajah Rick pucat pasi. Billy menyadari bahwa cowok itu telah diisap darahnya hingga
habis. Diisap semuanya. "Ini... mengerikan," kata Kylie.
"Bagaimana dengan April" Di mana dia" Menurutmu sesuatu
terjadi padanya?" Billy tidak mampu mengalihkan pandangannya dari sepasang
luka tusukan kembar yang merah itu.
Tidak, pikirnya. Tidak ada kejadian apa pun yang menimpa
April. Belum ada kejadian apa pun yang menimpa vampir itu.
Belum. ***************************
Malam selanjutnya, Billy bertemu dengan teman-temannya di
Pizza Cove. Semuanya ada di sana"Nate, Jay, Irene, Kylie, dan
April"duduk di dua meja yang disatukan.
"Sesudah kami menemukan mayat Rick, Billy menghubungi
polisi dari telepon umum di Main Street," Kylie menjelaskan. "Aku
benar-benar ketakutan. Aku bahkan tidak bisa bicara. Tapi Billy luar
biasa." Yeah, luar biasa, pikir Billy dengan muram. Dan aku ditanyai
selama lebih dari satu jam. Bagus juga Kylie ada di sana sebagai
pendukung ceritaku. Itu pembunuhan kedua yang melibatkanku.
Pembunuhan kedua... Billy mengamati ekspresi teman-temannya sewaktu Kylie
bercerita tentang Rick Tyler. Jay bahkan tampak lebih lelah daripada
semalam. Dia duduk di samping April, menatap yang lainnya dengan
mata merah. Dia hampir-hampir tidak bisa menegakkan kepalanya, pikir
Billy. Ini benar-benar berita buruk.
Billy mengamati leher Jay dengan teliti.
Dia tidak melihat bekas gigitan apa pun. Tapi dia merasa yakin
luka itu ada di sana. Dia mengalihkan tatapannya ke April. Sudah berapa teguk yang
dihirupnya" Billy penasaran. Tiga teguk, dan Jay akan menjadi
vampir. Sudah seberapa dekat Jay akan berubah"
April mencabik-cabik tisunya, merobek-robeknya menjadi
potongan-potongan kecil dan menumpuknya. Tangannya gemetar.
Dia tampak benar-benar gelisah, pikir Billy.
Tapi dia tahu April hanya berakting.
"Sulit dipercaya aku adalah orang terakhir yang bertemu Rick
dalam keadaan hidup," kata April sambil berurai air mata.
Jay menawarkan sepotong pizza padanya.
"Aku tidak bisa makan," kata April, sambil menggeleng.
"Perasaanku sangat tidak enak."
Tentu saja dia tidak bisa makan, pikir Billy. Vampir tidak bisa
menyantap makanan. Dia mengamati wajah April dengan teliti. Pipi-pipinya yang
putih halus. Tidak ada bekas-bekas sengatan matahari. Billy tahu
April belum pernah terkena sinar matahari. Kalau kena sinar matahari,
April akan mati. Nate mendesah. "Kau tahu, aku hanya ingin melewati musim
panas yang hebat," katanya. "Tapi tidak seorang pun yang bergembira.
Polisi ada di mana-mana, di pantai dan di kota. Semua orang merasa
sangat tidak enak karena kedua pembunuhan itu. Bahkan kudengar
ada orang lain lagi yang mengatakan bahwa para vampir yang
membunuh mereka!" "Aku sudah muak mendengar tentang vampir," kata Irene.
"Bodoh sekali," kata Kylie menyetujui. "Semua orang tahu
bahwa vampir itu tidak ada. Sulit dipercaya orang-orang begitu
mempercayai takhayul."
"Vampir itu ada," kata Billy kepadanya. Pandangannya tetap
terarah ke April. "Jangan percaya kalau ada yang mengatakan
sebaliknya." April melirik ke arahnya dengan ekspresi kosong, seakan-akan
tidak tertarik dengan apa yang diucapkan Billy. Benar-benar aktris
yang hebat, pikir Billy. Dia seharusnya yang menjadi peran utama
drama itu. "Kau tidak benar-benar mempercayainya, bukan?" tanya Irene.
"Justru sebaliknya," sela Jay. "Sejak tiba di sini Billy selalu
berbicara tentang vampir!"
Nate dan Irene tertawa. Billy merasakan kemarahan membara dalam dadanya. Dia
memaksakan diri untuk tetap tenang. Abaikan mereka, katanya
sendiri. Jangan sampai berdebat mengenai hal ini.
Irene meraih lengan Nate dan menariknya bangkit berdiri dari
kursi. "Kau berjanji mau mengajakku berdansa," katanya kepada Nate.
"Aku benar-benar tidak bisa berdansa," kata Nate memprotes.
"Bukan masalah," kata Irene kepadanya. "Akan kutunjukkan
semua yang perlu kauketahui."
Nate mengangkat bahu. "Ada lagi yang mau ikut?"
Mereka semua menggeleng. Sesudah kepergian Nate dan Irene, Billy kembali mengalihkan
perhatiannya kepada April. Dia mengamati cewek itu dengan teliti
sewaktu bergurau dan merayu Jay. April cukup manis, dengan rambut
pirang lurus dan mata hijau zamrud yang cantik:
Dia vampir, Billy mengingatkan dirinya sendiri.
Bukan cewek yang manis. Bukan cewek yang menyenangkan.
Vampir. "Ambillah pizza-nya," kata Billy. Dia menyorongkan sepotong
ke hadapan April. April menunjukkan reaksi jijik.
Billy tahu reaksinya akan begitu.
"Tidak, trims," kata April, sambil melambai menolak. "Aku
tidak bisa makan. Sungguh."
"Tidak. Cobalah," kata Billy bersikeras. Dia menyorongkannya
ke bawah hidung April. "Rasanya benar-benar lezat." Dia ingin
membuat April menggeliat.
"Tidak. Sungguh," kata April tajam, sambil menarik kepalanya
ke belakang. "Cicipi saja sedikit," kata Billy bersikeras.
"Hentikan, man," sela Jay. "Ada apa denganmu?"
Perlahan-lahan Billy mengembalikan potongan pizza itu ke
piring. Dia tetap menatap April.
Dia tahu bahwa aku tahu, pikir Billy.
Dia tahu bahwa aku tahu kebenaran tentang dirinya. Dia
mungkin sedang memikirkan cara untuk menutup mulutku.
Billy merasa ketakutan. Aku sekarang dalam bahaya, katanya pada diri sendiri. Bahaya
yang nyata. Tapi tidak, kalau aku bertindak lebih dulu.
BAGIAN TIGA BILLY DAN KYLIE Bab 19 VAMPIR DI MANA-MANA MALAM berikutnya, Kylie dan Irene berjalan-jalan di pantai.
Irene tampak benar-benar bahagia dan penuh semangat, pikir
Kylie, sambil mengamati temannya dengan teliti. Kurasa dia membuat
kemajuan nyata dalam hubungannya dengan Nate. Dia mungkin
mengira akan memenangkan taruhan.
Irene membungkuk untuk memunguti kulit kepiting. Dia
mengintip ke dalamnya, lalu membuangnya kembali ke pasir.
"Bagaimana hubunganmu dengan Billy?" tanyanya.
Kylie mendesah. "Billy menjadi masalah," katanya mengakui.
"Dia terus-menerus melihat vampir di mana-mana."
Mata Irene berkilau. "Itu memang masalah!"
Keduanya tertawa. "Aku akan bertemu dengan Nate nanti di Swanny's," kata Irene.
"Kurasa malam ini akan... lezat." Senyum jahat merekah di wajahnya.
"Semalam aku hampir berhasil," kata Kylie kepadanya. "Begitu
dekat hingga aku bisa mencium bau darahnya. Tapi..." Kylie tidak
melanjutkan. "Tapi apa?" tanya Irene, sambil menyapu rambutnya ke
belakang, membiarkan angin laut mengibarkannya.
Kylie menggeleng, lalu mengerutkan dahi. "Aku tidak ingin
membicarakannya. Aku sangat lapar, Irene. Sangat lapar."
Irene hendak menjawab. Tapi Kylie menerkam ke pasir.
Kylie menyerang dengan cepat"dan menyambar seekor burung
camar gemuk dari tanah. Cengkeraman tangannya di leher hewan
yang berbulu itu semakin erat.
Burung itu mengepak-ngepakkan sayapnya. Dan menjerit-jerit.
Jeritannya terputus oleh kuku jari Kylie yang menancap dalam
ke dagingnya dan merobek tenggorokan burung itu.
Saat darah kehitaman mengalir keluar membasahi bulu-bulu
putihnya, Kylie membenamkan wajahnya ke luka yang terbuka itu.
Menghirup dengan suara keras. Meminumnya dengan rakus.
Menekankan bangkai burung yang masih hangat itu ke wajahnya
sambil minum. "Hei"bagi dong," kata Irene, sambil mengulurkan tangan.
Kylie minum lagi dengan rakus. Lalu dia meletakkan burung itu
ke tangan Irene. Irene mengangkat burung yang telah tercabik itu ke
wajahnya dan minum. "Sisakan untuk April," kata Kylie, sambil menghapus darah dari
pipinya dengan kedua tangan.
"Dia bisa mencari mangsanya sendiri," jawab Irene. Wajahnya
masih terbenam ke bangkai burung camar.
******************** "Jay, hai. Ini aku," kata Billy, sambil menyeimbangkan telepon
di antara bahu dan telinganya. Dia membungkuk dan mengikat sepatu
sneaker-nya sambil bicara.
"Ada apa?" tanya Jay datar.
"Aku harus bicara denganmu," jawab Billy. Jay masih terdengar
kelelahan, pikirnya waspada. Kuharap aku tidak terlambat.
"Aku tidak bisa bicara sekarang," kata Jay, begitu pelan hingga
Billy hampir-hampir tidak mendengarnya. "Aku harus bertemu dengan
April. Aku harus?" "Justru itu yang ingin kubicarakan denganmu," sela Billy. Dia
selesai mengikat tali sepatunya dan bangkit berdiri, menyambar
teleponnya. "April?" tanya Jay, kebingungan.
"Ya. Dengarkan aku, Jay. Aku tahu ini sulit dipercaya. Tapi kau
berada dalam bahaya. Bahaya nyata."
Di ujung seberang, Jay tertawa lemah.
"Aku serius," kata Billy bersikeras. "Jangan tertawa, Jay.
Dengarkan saja kata-kataku."
"Aku sedang tidak enak badan," kata Jay, sambil berdeham.
"Aku harus pergi, man. Sungguh."
"Dengarkan aku!" kata Billy bersikeras. "Apa kau tidak merasa
heran kenapa bisa selelah ini" Apa kau tidak merasa penasaran kenapa
kau merasa selemah ini" Ini karena April."
Jay membisu cukup lama, lalu berseru kaget, "Hah?"
"April itu vampir, Jay," kata Billy dengan penuh semangat.
"Aku tahu sulit untuk mempercayainya. Tapi dia vampir. Dia sudah
meminum darahmu, seteguk setiap kalinya. Kalau kau tidak berhatihati?"
"Hentikan!" sergah Jay. "Sudah kukatakan, aku terlambat. Aku
harus pergi. Lelucon tolol mengenai vampir ini?"
"Ini bukan lelucon," kata Billy, mati-matian berusaha bertahan.
"Sudah kuceritakan apa yang terjadi musim panas yang lalu.
Kejadiannya terulang, Jay. Kau harus mendengarkan. Aku sedang
berusaha menyelamatkan nyawamu. April akan?"
"Billy, tarik napas dalam-dalam, man," sela Jay. "Dengarkan
aku. Aku merasa lelah karena aku terkena flu. Semua pembicaraan
tentang vampir ini"well... Orangtuamu di sini?"
"Well... yeah," jawab Billy.
"Apa kau sudah bicara tentang masalah vampir ini dengan
mereka?" "Belum," kata Billy kepadanya.
"Mungkin sebaiknya kaubicarakan dengan mereka," kata Jay.
"Mungkin sebaiknya kau beritahu mereka bahwa kau terganggu


Fear Street - Ciuman Selamat Malam Ii Goodnight Kiss Ii di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan pemikiran mengenai vampir. Mereka bisa membantumu, Billy.
Kau harus memberi kesempatan pada orangtuamu untuk
membantumu." Dia mengira aku sinting, Billy menyadari hal itu.
Benar-benar hebat, sementara jiwanya sendiri terancam"Jay
justru mengkhawatirkanku.
"Aku harus pergi," kata Jay. "April sudah datang. Di
kondominium. Mungkin nanti kita bisa bertemu, Billy."
"Tidak"!" jerit Billy. "Jangan pergi! Jangan pergi dengannya,
Jay! Please"!" Billy mendengar suara klik. Teleponnya terputus.
********************** Setetes air hujan menghantam pipi Billy. Setetes air sedingin es
menetes turun ke lehernya, menyebabkan kulitnya merinding.
Kabut tampaknya semakin tebal. Menyelimuti kota, mengubah
lampu-lampu jalan menjadi cahaya kekuningan yang buram.
Billy berbelok memasuki Main Street. Dia mencari-cari Jay dan
April di Pizza Cove. Tidak ada.
Billy membuka pintu kedai es krim dan tempat permainan game
Swanny's. Malam yang lembap seketika menghilang. Musik keras
meraung di sekitarnya. Anak-anak tertawa-tawa dan berbicara keraskeras mengalahkan suara musik. Membungkuk di atas permainan
video game. Nate dan Irene duduk di sebuah bangku rendah di dekat kotak
musik, berpelukan. Kedua lengan Irene melilit di bahu Nate. Dia
tengah menciumi cowok itu.
Billy bergegas mendekati mereka. "Hei, apa kalian tahu di mana
Jay dan April?" tanyanya.
Irene berpaling. Lipstik mengotori mulutnya. Nate
menunjukkan tatapan jengkel ke arah Billy. Dia memberi isyarat
dengan kedua tangan, seakan-akan hendak mengatakan, "Pergilah."
"Kalian tidak melihatnya?" tanya Billy.
"Sejak kemarin belum," jawab Nate tidak sabar.
"Aku benar-benar harus bertemu dengannya," kata Billy. "Dia
dalam bahaya." Kata-kata itu menarik perhatian Irene. Dia menjauhkan diri dari
Nate dan memandang Billy. "Bahaya?"
"April itu vampir," sembur Billy. "Kucoba untuk
memperingatkan Jay. Tapi dia tidak mau mempercayaiku. April itu
vampir dan dia?" "Hentikan, man," kata Nate tidak sabar. Dia merengut ke arah
Billy. "Tidak. Sungguh?" kata Billy mulai menerangkan.
Nate memicingkan matanya dengan sikap mengancam. "Aku
serius. Berhentilah mengoceh tentang vampir ini. Kau mulai terdengar
aneh, Billy. Kau mulai terdengar benar-benar kacau."
Nate kembali memperhatikan Irene. Irene tersenyum ke arahnya
dan menyelipkan tangannya ke belakang kepala cowok itu, menarik
wajahnya menghadap dirinya.
Tidak ada bantuan di sini. Billy melirik ke sekeliling arena
permainan. Dia mencari-cari Jay dan April di tengah-tengah
keramaian. Serangkaian tawa yang dikenalinya menarik perhatiannya.
Lynette. Gadis kecil itu tengah memainkan permainan Ninja Turtle
versi lama di bagian belakang arena, di dekat pintu keluar darurat.
Seorang cowok kurus, lebih tua, mengenakan pakaian berwarna
hitam seluruhnya, tengah membungkuk di atas permainan yang
dimainkan Lynette. Tidak! Mustahil, pikir Billy, segera mengenali cowok itu.
Wajah yang tidak akan pernah kulupakan. Tidak akan pernah.
Wajah iblis sejati. "Nate!" jerit Billy. Dia menyambar bahu Nate dan mencoba
untuk mengalihkannya dari Irene.
"Hei! Jangan menggangguku!" kata Nate memprotes dengan
marah. "Nate"adikmu!" jerit Billy. "Ada cowok di sana bersama
adikmu"cowok berpakaian hitam?"
"Oh, itu Jon," kata Nate kepadanya. "Aku mengenalnya dari
musim panas lalu. Katanya dia bersedia mengawasi Lynette bila aku
mau menggantikannya di kelab golf besok."
"Nate, kau tidak bisa meninggalkan Lynette bersama cowok
itu!" seru Billy. Dia menarik-narik lengan Nate lagi. "Dia vampir,
Nate. Aku tahu! Dia vampir! Dia akan?"
"Aahhh! Lepaskan!" Nate menyentakkan lengannya. Dia
melompat bangkit, tampak marah kepada Billy, lalu mendorongnya
dengan dadanya yang kuat. "Mundur, Billy. Aku serius."
"Dengarkan aku?" kata Billy.
"Kau sudah sinting, man," kata Nate kepadanya. "Kau melihat
vampir ke mana pun kau memandang. Pulanglah, Billy. Pulang ke
rumahmu sendiri, oke" Kau benar-benar kacau."
"Mungkin sebaiknya kita antar dia pulang," kata Irene. "Atau
mungkin sebaiknya kita panggilkan dokter untuknya."
"Tidaaak!" jerit Billy. "Aku berkata jujur! Aku tidak sinting!"
Dia berbalik dari mereka"tepat pada waktunya untuk melihat
cowok jangkung itu menarik Lynette keluar dari pintu darurat di
belakang gedung. Bab 20 SAKIT DI DADA "TIDAK"berhenti!" jerit Billy.
Beberapa orang pemuda berpaling dari permainan mereka dan
menatapnya. Billy menerobos lorong yang penuh sesak ke pintu darurat.
Jon itu vampir, katanya sendiri. Jon adalah vampir yang
membunuh Joelle. Ke mana vampir itu membawa Lynette sekarang"
ebukulawas.blogspot.com Dia mendorong pintu darurat yang berat dengan bahunya
hingga terbuka, melangkah keluar, dan membiarkan pintu yang berat
itu membanting tertutup di belakangnya. Hujan telah berhenti, tapi
udara tetap dingin dan basah.
Dia berdiri di sebuah lorong kecil di belakang arena permainan.
Di mana mereka" pikirnya dengan panik. Ke mana Jon membawa
Lynette" Mata Billy mencari-cari di lorong. Tidak ada vampir.
Apakah dia akan menyakiti anak kecil" pikir Billy.
"Tolong!" Jeritan Lynette. Tidak jauh.
Ke arah mana" Billy penasaran. Dia berputar balik. Mencoba
menentukan asal jeritan itu.
"Tolong!" Dia mendengarnya lagi.
Jon membawa Lynette ke pantai, Billy menyadarinya. Pantai
yang kosong. Billy berlari keluar dari lorong. Jarak ke pantai tidak jauh. Tapi
rasanya seperti sangat jauh, meskipun dia sudah berlari sekuat tenaga.
Akhirnya, Billy menuruni tangga kayu yang menuju pasir.
Sepatu sneaker-nya menancap di pasir yang basah oleh air
hujan sewaktu dia mulai berlari.
"Lynette" Lynette?"
Tidak ada jawaban. Dia berhenti tiba-tiba. Api unggun yang hampir padam masih berasap di dekat batas
air. Basah oleh air hujan. Bara terakhir dari pesta pantai yang terhenti.
Dan dalam cahaya oranye bara api yang nyaris padam, Billy
melihat Lynette, telentang di pasir. Lengannya merentang. Kepalanya
miring ke satu sisi. Tidak bergerak.
"Hei"!" Jon maju menghadapi Billy. "Pergilah dari sini!"
teriaknya, suaranya dalam dan mengancam mengatasi deburan ombak
di belakangnya. "Aku"aku kenal kau," kata Billy tergagap.
Jon semakin dekat, dan dia tampaknya semakin jangkung.
Matanya berkilau saat memicingkannya menatap Billy. Kilauan
oranye tua, warna yang sama seperti api yang akan padam.
Kau sudah mati, pikir Billy. Kau sudah mati, Jon. Aku yang
membunuhmu musim panas yang lalu. Sesudah kau membunuh Joelle.
Tapi tidak. Billy jelas telah gagal. "Aku kenal kau," kata Billy. "Kau yang membunuh kekasihku.
Kau yang membunuh Joelle."
Vampir itu mencibir. "Jadi itu namanya?"
"Kau"kau?" Billy tidak mampu berkata apa-apa.
Vampir itu mendengus. "Nasib buruk, Nak. Tapi terkadang
begitulah keadaannya," katanya sambil mencibir.
"Kau yang membunuhnya"dan kau bahkan tidak mengetahui
namanya," kata Billy dengan susah payah.
"Terkadang aku menyukai hidangan cepat saji," kata vampir itu,
sambil meringis mendengar leluconnya sendiri. "Aku tidak selalu
memiliki waktu untuk perkenalan."
Billy mengalihkan pandangannya ke api unggun, berpikir keras,
kemarahan membara di dadanya. "Bagaimana kau bisa bergurau
mengenai hal itu?" jeritnya. "Bagaimana kau bisa bergurau mengenai
pembunuhan manusia?"
Vampir itu mengangkat bahu. "Kau menganggu makan
malamku." Dia memberi isyarat ke arah Lynette, yang telentang tidak
bergerak di pasir. "Mungkin akan kusimpan gadis kecil ini untuk
camilan larut malam. Kau bisa menjadi hidangan utamanya." Dia
mengeluarkan taringnya. Mata oranyenya berkilau cerah. Dia mulai menjulang ke atas
Billy, melayang lepas dari tanah.
"Tidak"!" jerit Billy terkejut dan menerjang melewatinya.
Sambil bergulingan di pasir basah, Billy bergegas menuju bara
yang mulai padam itu. Sepotong kayu kering baru saja terbakar. Bara
api merah keunguan masih membara dari batangnya yang hangus.
Billy menyambar batang itu dari pasir" dan berputar balik.
Sewaktu Jon menerjang ke arahnya, Billy mengayunkan batang
kayu membara itu ke dada vampir tersebut.
"Mati!" jerit Billy. "Mati! Mati! Mati!"
Tapi yang mengejutkan Billy, vampir itu menyambar batang
kayu menyala itu dengan kedua tangan.
Dengan mudah dia mengambilnya dari cengkeraman Billy.
Memegangnya pada salah satu ujungnya.
Lengan Billy terangkat untuk melindungi diri.
Terlambat. Sambil melolong penuh kemenangan, vampir itu
menghunjamkan batang kayu ke depan"dan menusukkannya ke dada
Billy. Bab 21 KEMATIAN DI PASIR BILLY tersentak dan terhuyung mundur.
Kakinya lemas, dan dia jatuh berlutut di atas pasir.
Dia menunggu datangnya sakit, sakit hebat yang melanda
tubuhnya. Dia menunggu datangnya kegelapan...
Dia menunduk memandang dadanya, menduga akan melihat
luka menganga di sana. Yang membuatnya terkejut, dia tidak melihat
luka apa pun yang menodai kemejanya.
Sebaliknya, dia melihat balok kayu kering itu telah hancur
berantakan. Kayunya, lunak dan membusuk, telah hancur berkepingkeping sewaktu menghantam dadanya. Serpihan-serpihan mungil yang
membara menyala di pasir di hadapannya.
Billy menghirup napas panjang dari udara laut yang segar. Aku
masih hidup, pikirnya. Aku masih hidup"dan aku tidak akan
memberi kesempatan lain pada vampir ini.
Sambil meraung murka, Billy menerjang Jon.
Vampir itu membuka mulut bertaringnya sambil mendesis
marah. Billy melompat ke arahnya. Menancapkan jemarinya di bahu
vampir yang kurus itu. Mendorongnya. Mendorongnya mundur.
Mundur. Vampir itu mendesis lagi dan menghunjamkan taringnya ke
tenggorokan Billy. Didorong oleh kemurkaan yang belum pernah dirasakannya
sebelum ini, Billy mendorong vampir itu. Mundur. Mundur.
Dan dengan kekuatan penuh, dia melontarkan vampir yang
terkejut itu ke bara api unggun keunguan.
Jon mendarat dengan keras pada punggungnya. Api mendesis di
bawahnya. Mata vampir itu membara merah. Dia mengacungkan kedua
tangannya ke langit seakan-akan hendak meraih sesuatu untuk
menarik dirinya bangkit berdiri.
Mulutnya terbuka meneriakkan jeritan bisu saat lidah api
menjilat-jilat di sekelilingnya.
Lalu, diiringi tatapan Billy yang terpesona, asap hitam
membubung dari pasir. Gulungan asap hitam mengepung vampir yang
menggeliat-geliat itu. Billy mundur selangkah, jantungnya berdebar-debar, kakinya
terasa lemah. Asap mengepul hingga membentuk tirai yang tebal.
Menyebabkan langit dan pantai semakin gelap.
Di balik tirai hitam itu, Billy mendengar suara kepakan. Suara
itu semakin keras. Billy mengenali suara kepakan sayap.
Sayap-sayap kelelawar. Seekor kelelawar bermata merah mengepak-ngepakkan
sayapnya dari balik asap. Hewan itu membubung ke atas Billy, mata
kecil bulatnya melotot marah. Sambil meneteskan air liur kekuningan,
mulut hewan itu membuka dan mendesis melengking penuh ancaman.
Lalu kelelawar itu melayang pergi, membubung tinggi dengan
cepat di atas pasir, menuju laut.
Billy berdiri diam mengawasinya, dengan susah payah menelan
ludahnya, menahan kembali ketakutannya. Wajahnya dibanjiri
keringat sekalipun udara malam sejuk.
Napasnya terengah-engah, dadanya turun-naik, dia berbalik ke
arah Lynette. Gadis kecil itu tidak bergerak. Billy melihatnya dengan
perasaan ngeri. Lynette berbaring seakan tidak bernyawa, telentang di
pasir yang dingin dan basah.
"Hei!" Suara yang dikenali Billy itu menyebabkan cowok itu
melompat. Dia berbalik, dan melihat Nate serta Irene berlari-lari ke
arahnya melintasi pasir. Nate, begitu besar dan kuat, berderap di atas
pasir bagai seekor kerbau yang marah.
"Apa yang kaulakukan di sini" Di mana Lynette?" serunya
kepada Billy. Nate berhenti beberapa meter di dekat Billy. Mulutnya
menganga dan berteriak terkejut sewaktu melihat adik perempuannya
di pasir. "Tidak"!" jerit Nate, sambil berbalik dengan sikap menuduh
ke arah Billy. "Oh, tidak! Apa yang sudah kaulakukan padanya?"
"Tidak ada!" jerit Billy. "Aku tidak?"
Nate menjatuhkan diri di samping Lynette di pasir. "Tidak!"
jeritnya. "Tidak! Oh, tidak! Dia tewas!"
Bab 22 APAKAH BILLY GILA" NATE melompat bangkit, ekspresi wajahnya berkerut marah.
Sambil meraung menakutkan, dia mencengkeram bahu Billy.


Fear Street - Ciuman Selamat Malam Ii Goodnight Kiss Ii di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jangan"hentikan!" pinta Irene.
"Apa yang sudah kaulakukan padanya?" jerit Nate, ludahnya
menyembur ke wajah Billy karena marah. "Apa kau sakit" Apa kau
sakit?" Erangan pelan dari pasir menyebabkan semua orang membeku.
Billy berbalik dan melihat kelopak mata Lynette bergerakgerak. Gadis kecil itu memiringkan kepalanya dan mengerang sekali
lagi. "Dia masih hidup!" jerit Nate gembira. Dia melepaskan Billy
dan kembali menjatuhkan diri di samping adiknya. "Lynette" Kau
baik-baik saja" Apa Billy menyakitimu?"
Gadis kecil itu tertegun, tidak mampu bicara.
"Aku tidak melakukan apa-apa!" kata Billy dengan nada
melengking, bersikeras. "Vampir itu yang melakukannya. Kucoba
untuk menyelamatkan adikmu dari vampir itu!"
Nate melotot ke arahnya. "Kuperingatkan kau, Billy. Pergilah
dari sini," katanya dengan gigi gemeretak.
"Sudah kuperingatkan kau bahwa Jon itu vampir," kata Billy
kepada Nate. "Dia menyeret Lynette kemari. Tapi aku berhasil
mengusirnya. Aku tidak menyakiti adikmu, Nate. Aku sudah
menyelamatkan nyawanya. Kau harus percaya padaku!"
Billy mendengar Irene mendecakkan lidahnya di belakangnya.
"Kau sinting, Billy," jerit Nate, sambil masih berlutut di
samping adiknya. "Semua omongan tentang vampir ini sinting. Dan
sakit. Kau terlalu cepat meninggalkan rumah sakit jiwa. Kau masih
sakit. Sekarang, pergilah dari sini. Cari bantuan. Cari bantuan untuk
dirimu sendiri. Atau akan kuhajar kau. Sungguh."
"Kau harus percaya padaku!" pinta Billy. "Kau?"
Lynette membuka matanya lebar-lebar. Dia duduk tegak sambil
terhuyung-huyung, menatap sekitarnya. "Di mana aku?"
"Lynette akan memberitahukan semuanya padamu," kata Billy,
mati-matian bersikeras. "Lynette akan memberitahu kau tentang Jon,
tentang bagaimana dia menyeret adikmu kemari, sampai ke pantai
ini." Nate membungkuk ke adiknya. "Apa benar?"
"Katakan," pinta Billy. "Katakan, Lynette. Katakan tentang
vampir itu." Lynette mengerjapkan mata beberapa kali. Dia menggeleng
kuat-kuat seakan berusaha untuk bisa melihat lebih jelas. "Aku... tidak
ingat," akhirnya dia berkata dengan suara pelan.
"Katakan apa yang terjadi. Please!" kata Billy.
"Aku ada di Swanny's," kata Lynette, berpikir keras. "Aku
sedang bermain Ninja Turtles. Dan... hanya itu yang kuingat."
"Kau tidak ingat Jon?" tanya Billy lemah. "Beritahukan tentang
Jon, Lynette. Tentang cowok jangkung yang mengenakan pakaian
hitam-hitam. Dia menyeretmu ke pantai ini" ingat?"
Lynette menggeleng. "Aku ingat bertemu dengannya di
Swanny's. Tapi aku tidak ingat apa-apa lagi." Air mata mulai
menggenang di matanya. "Aku tidak ingat keluar kemari."
Nate berpaling dengan sikap menuduh ke arah Billy.
"Dia tidak ingat karena Jon sudah mengaburkan pikirannya,"
kata Billy kepadanya. "Jon mengaburkan pikiran adikmu. Itu sebabnya
adikmu tergeletak pingsan di pantai. Vampir?"
"Aku akan mengaburkan pikiranmu!" jerit Nate, sambil
melompat bangkit. "Vampir yang melakukannya!" jerit Billy. "Kau harus
percaya?" Dia tidak sempat menyelesaikan teriakannya"karena tinju Nate
telah menghantam rahangnya.
Bab 23 SAKIT DI LEHER BILLY berjalan seorang diri melintasi kota keesokan
malamnya. Kabut melayang rendah dan tebal di jalan-jalan,
menyembunyikan Sandy Hollow di balik tirai putih. Kabut itu
mendesak Billy, mengurungnya dalam kabut pikirannya sendiri.
Dia menggosok-gosok rahangnya yang sakit. Pikiran-pikirannya
penuh kepahitan. Tidak ada yang mempercayaiku, katanya sendiri. Semua orang
menganggapku sinting. Aku benar-benar sebatang kara.
Sesuatu yang sejuk dan basah menyambar kakinya.
Sesuatu yang mengalir di sekeliling tali sepatunya.
Billy memandang ke bawah dengan terkejut. Pasir basah. Dia
telah tiba di pantai tanpa menyadarinya.
Setelah menanggalkan sepatunya, dia melanjutkan perjalanan
dengan bertelanjang kaki, menikmati rasa pasir yang menyelinap di
sela-sela jemari kakinya. Ombak berdebur menghantam dermaga batu
di sebelah kirinya. Kepakan. Di belakangnya. Billy berputar balik. Kali ini dia akan siap menghadapi
kelelawar-kelelawar itu. Tapi dia hanya melihat seekor. Hewan itu
menukik melewatinya dan terus terbang, bagai sebintik kehitaman
dalam kabut. Tenggelam dalam pemikirannya sendiri, Billy berjalan
menyusuri pantai. Sekarang dia mendengar suara lain.
Di belakangnya. Ada yang mengikutinya! Dia berputar balik. Tidak ada orang di sana. Aku membiarkan diriku ketakutan sendiri, pikirnya mengambil
kesimpulan. Tidak ada siapa pun di sini kecuali aku.
Billy kembali maju selangkah. Lalu berhenti.
Ada sosok yang berdiri di depannya.
Bercahaya di dalam kabut.
"Siapa itu?" tanyanya.
"Aku," jawab Kylie, sambil melangkah mendekat hingga
terlihat lebih jelas. "A"aku tidak melihat kedatanganmu. Apa yang kaulakukan di
sini?" tanya Billy. "Aku sedang tidak suka di rumah sendirian. Tidak keberatan
kalau kutemani berjalan-jalan?"
"Tidak. Tentu saja tidak."
Mereka melangkah bersama-sama di pantai, dikelilingi dinding
kabut putih di sekitarnya.
Kylie menyambar lengannya. "Dengar. Kau dengar itu?"
"Peluit kabut."
"Aku senang bunyinya. Kau?"
"Memang terdengar agak misterius," jawab Billy.
Kylie melangkah ke hadapannya. Dia mengulurkan tangan dan
memeluk leher Billy. "Aku suka kabut," bisiknya. "Tidak ada yang
bisa melihat kita." Billy menatap lurus ke matanya, berpikir betapa cantiknya
Kylie. Kylie yang cantik. Wajahnya yang sempurna dibingkai oleh
rambut merahnya. Matanya tampak berkilau bahkan di dalam kabut.
Kylie menciumnya. Panjang dan lambat.
Aku tidak memiliki waktu untuk ini, pikir Billy. Aku harus
menemukan April. Aku harus menyelamatkan Jay.
Bab 24 CIUMAN UNTUK JAY "ADUH!" Billy menarik diri. "Apa itu?" Dia menggosok
lehernya. "Mungkin nyamuk," kata Kylie. "Mereka selalu keluar saat
cuaca lembap." "Maaf aku melompat seperti itu," kata Billy kepadanya.
"Aku benci nyamuk," kata Kylie. "Pengisap darah kecil yang
menjengkelkan." Billy menggosok lehernya. "Aku harus pulang," katanya kepada
Kylie. "Kau selalu melarikan diri," Kylie mengeluh.
"Maaf. Tapi aku benar-benar harus menghubungi Jay. Aku agak
khawatir dengan dirinya."
Kylie mencondongkan tubuhnya. "Mungkin kita bisa bertemu
lagi besok malam?" "Tentu," jawab Billy. "Atau besok malamnya lagi. Kau ke arah
mana" Akan kutemani kau."
"Trims, tapi aku masih ingin berjalan-jalan di pantai sebentar
lagi." Billy melangkah menuju rumahnya. Saat memandang ke
belakang, Dia melihat Kylie telah menghilang di dalam kabut. Sesaat
kemudian dia mendengar suara keras yang mengejutkannya.
Desisan melengking. Penuh kemarahan. Kucing" Seekor kelelawar mengepak-ngepakkan sayapnya di atas
kepalanya. Billy menengadah, tapi makhluk itu tidak terlihat dalam
kabut. Billy mencoba untuk menelepon Jay begitu dia tiba di rumah.
Tidak ada yang menjawab. Dia naik ke ranjang, sambil memikirkan Kylie"memikirkan
ciuman-ciumannya yang sangat panas.
Apa aku sinting" dia penasaran. Sebagian besar cowok pasti
akan langsung mengambil kesempatan untuk berhubungan dengan
cewek secantik itu. Tapi aku tidak bisa terlalu dekat dengannya, pikir Billy
mengambil keputusan. Aku tidak bisa melupakan alasan kedatanganku
kembali ke Sandy Hollow. Vampir itu hampir berhasil melukai Lynette.
Dan April terlalu dekat dengan Jay. Itu lebih penting dari semua
ciuman Kylie. Aku tidak bisa membiarkan Jay menjadi vampir.
*********************** Jay duduk di pantai, mendengarkan ombak berdebur dan
meraung saat menerpa dermaga dan bergulir ke pasir. Suaranya
terdengar jauh, seperti mimpi.
Seorang cewek memeluk lehernya.
Apa cewek itu benar-benar ada di sini"
Atau hanya imajinasinya saja, bukan apa-apa selain kabut"
Cewek itu mencium wajahnya. Lalu bibirnya.
"April," bisik Jay. "April."
Kabut seperti terangkat. Hanya sepotong-sepotong sekarang.
Cahaya bulan berkilau di permukaan ombak. Segalanya kemilau.
Segalanya. Jay mencoba untuk memusatkan perhatian pada cewek itu.
Ombak memantulkan cahaya bulan, menimbulkan cahaya yang
menari-nari di rambut cewek itu. Cewek itu tampak tidak nyata.
Kenapa semuanya tampak buram"
Cewek itu menciumnya. Lagi dan lagi.
Angin lembut mengaduk udara malam, membersihkan sisa-sisa
kabut. Tapi di tempat itu, tempatnya duduk bersama cewek itu, seakan
masih terbungkus kabut. Ciuman-ciuman cewek itu berlanjut, seakan-akan berlangsung
selamanya. Ya, pikir Jay. Selamanya. Selamanya.
Dia kembali membisikkan nama cewek itu. "April."
Bibir cewek itu meninggalkan bibirnya, turun ke lehernya.
Jay merasakan tusukan ganda yang menyakitkan di lehernya.
Tapi sakit itu terasa sangat jauh.
Bagai bagian dari sebuah mimpi.
Tidak nyata. "April," gumamnya. "April, apa yang kaulakukan padaku?"
Bab 25 GIGITAN SERANGGA BILLY berjalan menyusuri Main Street, mengamati wajahwajah orang yang keluar-masuk toko-toko yang terang benderang,
berharap akan menemukan Jay.
Dia telah menelepon ke kondominium Jay tanpa henti. Tapi
tidak ada yang menjawabnya. Dia harus menerima kemungkinan
terburuk"Jay bersama April.
Dia tahu Jay telah terkena pengaruh April.
April telah mengaburkan pikiran Jay.
Cengkeraman April terhadap Jay akan sulit dipatahkan.
Aku harus terus berusaha, pikir Billy dengan muram. Aku tidak
boleh menyerah. Aku tidak bisa menyerah.
Seorang cewek pirang dan seorang cowok kekar berambut
pirang pasir melangkah keluar dari sebuah toko barang antik.
"Nate!" seru Billy, sambil bergegas mendekati mereka. "Irene!"
Dua orang asing berpaling memandangnya dengan ekspresi
bingung di wajah mereka. Billy menggumam meminta maaf, dan pasangan itu bergegas
berlalu. Ke mana semua orang" Billy penasaran. Kenapa aku tidak bisa
menemukan teman-temanku"
Dia memeriksa pantai. Paling tidak malam ini tidak berkabut.
Cahaya bulan menyebabkan mudah untuk melihat setiap orang yang
ada di sana. Tapi dia hanya menemukan beberapa pasangan. Tidak
satu pun dikenalinya. Dia telah banyak memikirkan cara untuk menghancurkan April.
Dia harus memaksa April terkena cahaya matahari. Atau menusukkan
tonggak kayu ke jantungnya sewaktu vampir itu tidur. Tapi bagaimana
caranya melakukan hal itu seorang diri"
Kalau Jay bersedia membantunya, dia memiliki kesempatan.
Dengan begitu akan ada jalan.
Billy memutuskan untuk memeriksa kondominium Jay. Dia
menyusuri jalan menuju sederetan kondominium, menemukan tempat
tinggal Jay, dan membunyikan belnya beberapa kali.
Tidak ada orang di rumah.
Dia berdiri di tangga depan tempat tinggal Jay, berusaha
memperkirakan ke mana perginya semua orang. Billy menekan bel
sekali lagi sekalipun tahu dirinya hanya membuang-buang waktu. Dia
mendengar dering bel yang teredam dari dalam kondominium yang
kosong itu. Billy nyaris melompat sewaktu pintunya membuka.
Jay menatapnya dengan mata separo tertutup. Dia tampak
lemah dan pucat, seperti akan jatuh setiap saat.
"Man, tampangmu buruk sekali!" seru Billy.
"Perasaanku juga buruk."
Billy melangkah masuk. Tidak ada orang lain lagi di sana.
"Orangtuamu ke mana?" tanyanya.
"Sedang makan malam bersama orang-orang yang mereka
temui di pantai. Aku tidak bisa pergi. Kurasa aku akan semakin sakit
jika mencoba untuk makan."
Mereka duduk di sofa. "Apa kau berpesta semalam?" tanya Billy.
"Semalam?" Jay mengerutkan kening. "Kurasa aku tidak keluar
hingga larut. Aku tidak ingat. Aku berjalan-jalan di pantai dengan
April, dan yang lainnya agak... kabur."
Billy mengamati temannya dengan teliti. Begitu pucat. Tampak
begitu rapuh. Di leher Jay tidak terlihat tanda apa pun, tapi Billy tahu ada
bekas gigitan vampir di sana, di bawah kerah, tidak terlihat.


Fear Street - Ciuman Selamat Malam Ii Goodnight Kiss Ii di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau tidak bisa mengingatnya karena ada vampir yang
mengaburkan pikiranmu," kata Billy.
Jay menggeleng. "Jangan bicara tentang vampir lagi," katanya
sambil mengerang. "Akan kutunjukkan padamu!" jerit Billy. "Akan kupaksa kau
mempercayaiku!" Dia menyentakkan kerah kaus Jay begitu keras sehingga
kancing teratas kaus polonya tanggal dan melayang ke seberang
ruangan. "Hei!" kata Jay memprotes. "Apa yang kaulakukan?"
"Itu dia!" seru Billy. "Aku tahu!"
Dua tanda di daging lunak leher Jay.
Merah. Bengkak. Lubang-lubang bekas gigitan.
"Lihat lehermu!" seru Billy. "Lihat bekas gigitannya!" Dia
menyeret Jay ke cermin. "Ada apa dengan leherku?"
"Lihat! Apa kau tidak melihatnya?"
"Melihat apa, man" Aku tidak tahu apa maksudmu."
"Bekas gigitan itu."
Jay mendesah. "Kau mau aku percaya gigitan serangga ini
sebenarnya gigitan vampir?"
"Itu bekas taring."
"Itu gigitan serangga!" jerit Jay tidak sabar. "Semua
pembicaraan tentang vampir ini sinting, Billy. Jatuh sakit saat liburan
musim panas sudah cukup buruk. Aku tidak memerlukanmu untuk
memperburuknya lagi. Aku tidak bisa menghadapi ini!"
"Aku berusaha menyelamatkanmu sebelum terlambat. Sebelum
kau menjadi salah satu dari mereka."
"Aku tidak terlalu khawatir, Billy. Aku sering digigit serangga,
dan aku belum berubah menjadi serangga."
"April sudah mengacaukan pikiranmu sehingga kau tidak bisa
melihat segalanya dengan jelas. Mereka bisa melakukannya, Jay. Jadi
saat kau memandang ke cermin yang kaulihat hanyalah gigitan
serangga. Itu yang dia inginkan agar kaulihat."
Jay memelototinya. "April" Menurutmu April itu vampir" Kau
sinting! Jangan bawa-bawa April dalam hal ini. Dia cewek pertama
yang menyukaiku. Kalau kau merusaknya?"
"Dengarkan aku," sela Billy. "Aku tahu kenapa kau merasa
tidak enak akhir-akhir ini. Sewaktu April menghirup darahmu, dia
meninggalkan sebagian racunnya. Racun itu yang menyebabkan kau
sakit. Dan akhirnya akan mengubahmu menjadi salah satu dari
mereka"menjadi vampir!"
Jay menjerit serak. "Benar. Dan kalau aku keluar sewaktu bulan
purnama, aku akan menjadi serigala jadi-jadian."
"Aku serius, Jay! Kau berada dalam bahaya. Kalau April
menghirup darahmu sekali lagi... mungkin hanya itu yang perlu
terjadi!" "Jangan ganggu aku, man," sergah Jay. "Pergilah. Sungguh.
Kau benar-benar sinting."
"Aku berusaha membantumu!" teriak Billy.
Kemarahan menggelegak dalam dirinya. Bagaimana caranya
agar Jay mau mendengar" Bagaimana caraku membuatnya memahami
apa yang sedang terjadi atas dirinya"
"Pergilah dari sini, Billy!" ulang Jay.
Billy melompat bangkit. "Aku sudah berusaha," kata Billy
sambil mendesah. "Aku sudah berusaha."
Dia berputar balik dan menghambur keluar. Aku harus
membuktikannya, pikir Billy mengambil keputusan. Aku harus
mencari cara untuk membuktikan bahwa diriku benar.
Bagaimana caramu membuktikan pada seseorang bahwa
kekasihnya adalah vampir"
"Hai, Billy," bisik seseorang dengan suara mendesah.
Billy mengangkat kepala dan memandang Kylie. Cewek itu
tersenyum kepadanya. "Kau dari mana?" tanya Billy dengan terkejut.
"Aku sudah di sini sejak tadi," jawab Kylie. "Ada acara
barbecue di pantai. Mau ke sana?"
"Boleh," jawab Billy.
"Bagus," jawab Kylie. Dia menyelipkan lengannya ke lengan
Billy dan menjilat bibirnya. "Aku kelaparan."
Bab 26 MALAM BESAR BILLY APRIL menendang pasir di sekitarnya dengan kaki telanjang.
Matahari telah terbenam setengah jam yang lalu, tapi pasir masih
terasa hangat di kakinya. Dia mendengar suara-suara. Dan
menengadah. Seorang cowok dan seorang cewek tengah berjalan-jalan
dengan santai di pantai, sambil bercakap-cakap.
Kylie dan Irene mengajaknya memisahkan diri dalam acara
barbecue semalam. Mereka bertiga telah setuju untuk bertemu malam
ini di pantai saat malam menjelang. Untuk membandingkan catatan
kemajuan taruhan mereka. Kylie dan Irene terlambat setengah jam. April penasaran apakah
mereka lupa. Bagaimanapun juga, perhatian mereka agak teralih
dalam acara barbecue semalam.
April tersenyum mengingatnya. Dia senang mengawasi Kylie
dan Billy. Kylie telah berusaha mati-matian menarik perhatian Billy.
Tapi cowok itu tampak melamun, jengkel karena sesuatu. Kylie benarbenar marah, dan terlihat dengan jelas.
Aku terkejut Kylie tidak menyambar Billy dan menggigit
lehernya saat itu juga, pikir April.
Kelelawar-kelelawar mengepak-ngepakkan sayapnya di atas
kepala. April menengadah, mengira mungkin Kylie dan Irene. Tapi
makhluk-makhluk itu sekadar kelelawar biasa, terbang dari pulau
untuk berpesta serangga di pulau utama.
Malam ini cuaca bersih. Bulan tidak lagi purnama, tapi masih
bersinar terang. April bisa melihat pantai dengan jelas.
Dia melihat dua sosok yang mendekat melintasi bukit pasir
besar. Kylie dan Irene. "Kalian terlambat," katanya pada mereka sewaktu mereka telah
cukup dekat. "Memangnya kenapa?" tanya Kylie. "Kau hidup abadi. Apa
artinya sedikit waktu bagimu?"
"Kita akan terlambat mengikuti latihan drama kalau tidak
bergegas," kata April.
"Kylie tidak peduli," kata Irene. "Sudah kuberitahu kita akan
terlambat, tapi dia harus mencoba tiga celana pendek dan setengah
lusin kaus yang berbeda."
Kylie menguap. "Sayang sekali kita tidak bisa melihat bayangan kita di cermin,"
lanjut Irene. "Kylie yang malang benar-benar ingin mengagumi
dirinya sendiri." "Paling tidak aku punya sesuatu untuk dikagumi," balas Kylie.
"Hentikan," pinta April. "Aku tidak ingin menyia-nyiakan
sepanjang malam sementara kalian berdua bertengkar. Aku lapar."
"Dia benar," kata Irene menyetujui. "Kita seharusnya
membandingkan kemajuan kita."
"Oke," jawab Kylie. "Bagaimana keadaan kalian berdua?"
April tersenyum. "Aku akan sendirian bersama Jay sesudah
latihan drama malam ini."
Irene menggeleng jijik. "Aku belum berhasil memisahkan Nate
cukup lama untuk meneguknya. Adik perempuan kecilnya itu selalu
menguntit! Aku sangat gembira orangtuanya membawanya pulang.
Kata mereka, anak itu bermimpi buruk tentang vampir!"
April menggeleng. "Kalian berdua akan kalah," kata Kylie. "Billy sama sekali tidak
curiga. Aku telah melakukannya perlahan-lahan." Dia tersenyum,
menampilkan ujung taring-taringnya yang setajam jarum. "Tapi
malam ini adalah malam besarnya."
BAGLAN EMPAT PERANGKAP VAMPIR Bab 27 APRIL TERTANGKAP "JANGAN bicara denganku," kata Jay kepada Billy begitu
memasuki teater untuk latihan drama. "Aku tidak ingin lagi
mendengar tentang vampir"kecuali kau membicarakan vampir dalam
drama." "Jay?"Billy mulai bicara. Tapi temannya melangkah pergi
menyeberangi panggung. Billy mengawasinya, mengetahui bahwa
dirinya tidak boleh menyerah, tidak peduli seberapa besar kemarahan
temannya itu sebagai akibatnya. Aku harus terus berusaha, pikir Billy.
Latihan dimulai terlambat. Beberapa orang masih belum
datang"termasuk Kylie, Irene, dan April. Ms. Aaronson mondarmandir di depan panggung, sambil melirik arlojinya berkali-kali.
Billy kembali memperhatikan Jay. Cowok itu bahkan tampak
lebih buruk, pikir Billy. Mata Jay berkaca-kaca. Dia begitu pucat
hingga mirip orang yang tidak pernah terkena sinar matahari seumur
hidupnya. Seperti vampir. Berapa teguk lagi sebelum Jay menjadi salah satu dari mereka"
**************** Setelah latihan selesai, Ms. Aaronson meminta Nate dan Irene
untuk tetap tinggal beberapa saat lagi untuk memperbaiki adegan
mereka. Billy melihat Jay dan April bersama-sama meninggalkan teater
melalui pintu keluar utama. Dia hendak mengejar mereka, tapi
seseorang menghalangi jalannya.
"Di luar cuacanya bagus," kata Kylie kepadanya. "Mau
berjalan-jalan?" "Yeah," jawab Billy. "Ayo kita kejar April dan Jay."
Mereka berjalan keluar dari teater, Billy mencari-cari Jay dan
April. Dia melihat sepasang cowok dan cewek tengah bercumbu di
sudut gedung. Jalan sempit menuju kota dipenuhi anak-anak. Sebagian
lainnya langsung menuju pantai.
Tidak terlihat tanda-tanda kehadiran Jay.
Apa April sudah memancingnya ke belakang teater" Ke dalam
hutan" Apa April sedang meminum darah Jay saat ini"
"Ayo," desak Kylie. "Kita ke kota."
Billy mengamati trotoar sambil mengikuti Kylie, mencari-cari
Jay dan April. Dia melihat pasangan-pasangan muda yang
berpegangan tangan. Menyantap hot dog. Melihat-lihat etalase Beach
Emporium. "Kau mau melatih adegan kita?" tanya Kylie.
"Dialogku hanya beberapa baris," gumam Billy. "Tidak sulit
untuk diingat." "Tapi aku harus menghafalkan banyak dialog," kata Kylie
mengingatkannya. "Aku butuh bantuan."
"Oke," kata Billy menyetujui. "Tapi aku tidak membawa
naskahku. Tertinggal di teater."
"Ambil saja dulu," kata Kylie. "Kutunggu di tangga kayu di
pantai." Billy berlari-lari kecil kembali ke teater. Dia menduga akan
menemukan Nate dan Irene masih melatih adegan mereka bersama
Ms. Aaronson. Tapi teater sudah gelap.
Berani taruhan Ms. Aaronson pasti sudah menguncinya, pikir
Billy. Dia mencoba membuka pintunya.
Pintu itu terbuka dengan mudah. Billy melangkah masuk ke
lobi, membiarkan pintunya terbanting menutup di belakangnya. Teater
gelap gulita. Dia meraba-raba dinding untuk melangkah.
Billy berusaha mengingat-ingat letak sakelar lampu. Dia
membayangkan lobinya. Tempat penjualan karcis. Mesin penjual
Coke. Pintu-pintu yang menuju kursi penonton. Di mana sakelar
lampunya" Ada suara. Di sebelah kirinya. Bunyi klik.
"Siapa itu?" teriaknya.
Tidak ada yang menjawab. Jantung Billy mulai berdebar tidak keruan.
Kenapa teater masih buka sementara lampunya padam semua"
pikirnya penasaran. Dia menabrak sesuatu yang besar dan keras. Benda itu
berdentang ribut. Mesin penjual Coke. Billy mengembuskan napas. Dia kembali mencari-cari sakelar
lampu. Dia kembali mendengar suara. Pelan. Suara itu seakan-akan
menggema di dinding-dinding dan mengepungnya.
"Halo?" serunya, terkejut mendengar betapa gemetar suaranya.
Tenang, pikirnya. Mungkin hanya tikus.
Billy berjalan sepanjang dinding, meraba-raba mencari sakelar
lampu. Akhirnya jemarinya menemukan tepi pelat sakelar. Lalu
sakelarnya. Dia menjentikkannya.
Lampu-lampu di atasnya menyala.
Billy mengerjap-ngerjapkan matanya dengan cepat, mencoba
untuk menyesuaikan diri dengan suasana yang tiba-tiba terang
benderang. Dia memandang sekelilingnya, dan menyadari bahwa dia
berdiri di lobi. Seorang diri. Kalau ada tikus, mereka pasti sudah
berlarian menyembunyikan diri pada saat lampu-lampu menyala.
Kamar kecil, pikir Billy.
Apa ada yang bersembunyi di kamar kecil"
Dia membuka pintu kamar kecil pria dan masuk. Kosong. Dia
mencoba kamar kecil wanita. Di sana juga tidak ada orang.
Oke, katanya pada diri sendiri, berhentilah bermain-main dan
ambil naskahmu. Kylie akan penasaran dengan apa yang terjadi
padamu. Dia melewati pintu ganda menuju auditorium, Deretan-deretan
kursi kosong membentang di hadapannya. Semuanya menghadap ke
panggung yang kosong. Langkah-langkah kakinya menggema di teater yang sunyi itu
sewaktu dia berjalan perlahan-lahan menuju panggung.
Dia mulai menaiki tangga ke panggung. Setumpuk besar kain
tergeletak di lantai di dekat bagian belakang panggung. Billy melirik
tumpukan itu. Ada garis-garis kelabu di tumpukan itu. Garis-garis
kelabu yang dikenalinya. Garis-garis itu ternyata lukisan dekor yang menggambarkan
ruang bawah tanah suram tempat para vampir menyimpan peti mati
mereka. Beberapa orang memerlukan waktu berjam-jam untuk
melukisnya. Siapa yang menggulung dekor itu dan meletakkannya
secara sembarangan di tepi panggung"
Billy bergegas mendekati gulungan dekor itu. Harus
kubentangkan, pikirnya. Kalau dibiarkan seperti itu dekornya akan
berkerut-kerut. Dia meraih tepi dekor itu dan menariknya kuat-kuat.
Yang mengejutkan, kain itu ternyata tidak digulung. Hanya
diletakkan di atas sesuatu.
Di atas apa" Billy penasaran.
Dia memandarig ke bawah"dan melihat mayatnya.
Mayat seorang wanita. Billy merasa perutnya melilit sakit.
"Tidak!" katanya dengan napas tersentak.
Ms. Aaronson. Tergeletak menelentang. Wajahnya sama


Fear Street - Ciuman Selamat Malam Ii Goodnight Kiss Ii di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kelabunya seperti dekor yang tadi menutupi tubuhnya.
Billy bangkit berdiri dengan gemetar. Dia membungkuk di atas
mayat Ms. Aaronson" dan melihat dua buah bekas gigitan di
lehernya. Tidak mungkin keliru, pikir Billy. Pembunuhan lain lagi oleh
vampir. Mata Billy menangkap gerakan.
Apa vampirnya masih ada di sini"
Dengan jantung berdebar, dia berputar balik.
Dan melihat seseorang bersembunyi di bayang-bayang.
April. Bab 28 APRIL DAN BILLY APRIL berdiri jauh di dalam bayang-bayang, dekat bagian
belakang panggung. Matanya terbelalak. Mulutnya ternganga.
Taring! pikir Billy. Apa taringnya masih keluar"
Tangan April menutupi mulutnya. Dia bersuara bagai orang
tercekik dan memalingkan pandangannya dari mayat pucat di
panggung. Apa sebaiknya kukatakan padanya" pikir Billy. Apa sebaiknya
kukatakan bahwa dia tidak perlu berpura-pura di depanku"
Apa sebaiknya kukatakan bahwa aku tahu dia vampir"
Tidak. Dia tahu bahwa aku tahu.
Billy melangkah melintasi panggung ke tempat April berdiri.
Dia menyambar tangan April dan memutar balik cewek itu.
April menjerit kecil sewaktu tatapannya tertuju ke mayat itu.
Dia mundur selangkah dengan terhuyung-huyung.
"Apa yang kaulakukan di sini?" tanya Billy kepadanya. "Kukira
kau sedang bersama Jay."
"Tadinya," kata April. Napasnya pendek-pendek dan tersentak.
"Tapi dia terlalu lelah. Dia harus pulang. Aku kembali ke teater karena
ingin menanyakan sesuatu pada Ms. Aaronson. Tapi aku..." Dia tidak
menyelesaikan kata-katanya.
Dia berdiri di sana, gemetaran, berpura-pura kebingungan dan
ketakutan. Dia telah membunuh Ms. Aaronson, Billy mengetahuinya.
Sama seperti korban-korban April lainnya.
"Aku baru saja tiba," kata April bersikeras. "Hanya semenit
yang lalu. Aku masuk dan menemukan Ms. Aaronson. Lalu kudengar
ada suara. Dan aku bersembunyi"karena kukira pembunuhnya yang
bersuara. Aku begitu ketakutan. Tapi ternyata kau yang datang."
"Aku akan menelepon polisi," kata Billy kepadanya.
April mengangguk. Billy berlari ke telepon di lobi dan menghubungi 911.
Operatornya berjanji akan mengirim seorang petugas ke sana sebentar
lagi. Polisi akan senang bertemu denganku lagi, pikir Billy pahit.
Dia membanting telepon. Berbalik"dan melihat April berdiri
beberapa meter di belakangnya. Perut Billy terasa mulas.
Tiba-tiba Billy tersadar.
April itu vampir. Dan aku seorang diri bersamanya.
Billy berusaha menjauh. Tapi menghantam dinding. Pandangan April terpaku pada dirinya. Cewek itu maju
selangkah. Lalu selangkah lagi. "Billy," bisiknya. "Billy..."
Bab 29 BILLY MENGATUR JEBAKAN APRIL menghambur ke dalam pelukannya. "Tolong peluk aku.
Aku tidak bisa berhenti gemetar. Peluk aku, ya?"
Billy tetap bergeming. Apa ini hanya tipuan" pikirnya ingin
tahu. Apa April berencana untuk menyerangku juga" Lalu lenganlengannya secara otomatis melingkari tubuh April.
Billy melihat April benar-benar gemetar.
Dan dingin... kulit April begitu dingin.
Sedingin kematian. Ungkapan itu bergema dalam benak Billy.
Sedingin kematian. Para vampir sebenarnya orang-orang yang sudah mati.
April mundur dan menatap Billy. Billy membayangkan taringtaring April mencuat keluar. Bibir April tertarik ke belakang
menampilkan gigi-giginya.
Taring-taring April menghunjam ke kulitnya.
Tiba-tiba terdengar lolongan sirene dari luar teater. Billy
mendesah lega. Polisi telah tiba.
Apa wajah April menampakkan kekecewaan"
********************* "Polisi mulai membicarakan kemungkinan untuk menutup
pantai dan memulangkan semua orang," kata Billy.
Dia, Jay, dan Nate sedang melempar bebatuan ke air.
Sudah tiga hari berlalu sejak pembunuhan terhadap Ms.
Aaronson. Belum ada pembunuh yang ditangkap. Tidak ada kaitan
antara kematian yang satu dan yang lain. Tidak ada pengumuman
resmi mengenai sebab-sebab kematian mereka.
Tapi polisi mengetahuinya, pikir Billy. Mereka tidak akan
menutup pantai kecuali mereka tahu tentang para vampir.
Dia telah berjanji pada Jay untuk tidak menyinggungnyinggung tentang vampir lagi. Billy dan Nate telah berdamai
sekalipun masih agak kikuk. Tapi Billy tahu bahwa Nate juga tidak
mau mendengar pembicaraan mengenai vampir.
Paling tidak Jay tidak bertambah lemah, pikir Billy.
Tampangnya masih buruk. Tapi April pasti sudah tidak
mengganggunya lagi. Untuk saat ini. Dengan perasaan frustasi, Billy memungut sebutir batu pipih
dan melemparkannya ke puncak ombak yang bergulung ke pantai.
Nate mencoba menirunya. Tapi batu Nate tenggelam dan
menghilang dalam laut. "Kenapa batumu bisa melompat-lompat
sedangkan batuku tenggelam?" tanyanya.
"Keahlian," jawab Billy.
Jay tergelak. Tapi Billy tahu bahwa tawa itu dipaksakan. Akhirakhir ini rasanya tidak ada lagi yang lucu. Sesudah begitu banyak
orang yang tewas. "Apa mereka akan benar-benar menutup pantainya?" tanya Jay.
"Wow," kata Nate, sambil menggeleng. "Maksudmu kita semua
harus pulang." "Benar," jawab Billy.
"Tapi sekarang aku menempati kondominium seorang diri
karena orangtuaku membawa Lynette pulang," keluh Nate. "Kalau
mereka mengirim kita pulang, aku harus mengembalikannya. Dan aku
harus mengucapkan selamat berpisah pada Irene."
Lebih baik daripada melihatnya tewas dibunuh vampir, pikir
Billy. "Omong-omong tentang Irene," kata Nate, sambil melirik
arlojinya, "aku seharusnya bertemu dengan Irene di Beach Emporium.
Sampai nanti." Billy mengawasi Nate berlari-lari kecil menyusuri pantai. Lalu
dia berpaling kepada Jay.
"Apa April memberitahumu bahwa ada bekas gigitan di leher
Ms. Aaronson?" tanyanya.
Jay terus berjalan. Dia tidak menjawab.
"Aku melihatnya," kata Billy bersikeras. "Apa April
mengatakan tentang hal itu?"
"Tidak," jawab Jay. "Sekarang hentikan!"
Billy menyambar lengan Jay dan menariknya agar berhenti.
"Biar kubuktikan padamu bahwa April itu vampir"sebelum dia
mengubahmu menjadi vampir juga. Aku tahu cara untuk
membuktikannya." "Oh, please," kata Jay sambil mengerang. "Hentikanlah."
"Kau tahu, kau itu sakit," kata Billy terus mendesak.
"Aku terkena flu."
"Bagaimana dengan lehermu?" tanya Billy. "Apa 'gigitan
serangga' itu sudah sembuh" Atau justru semakin parah?"
Jay mengerang. "Kalau aku bisa membuktikannya, kau harus mempercayaiku,"
kata Billy bersikeras. "Dan kalau aku tidak bisa membuktikannya, aku
akan menutup mulut. Aku tidak akan mengatakan apa-apa lagi tentang
vampir. Dan aku tidak akan mengusik April lagi."
"Baik!" teriak Jay. "Aku menyerah! Kau tidak mau
menghentikan semua ini sampai kubiarkan kau mencobanya, bukan"
Oke, silakan. Tapi jangan menyalahkan diriku kalau akhirnya kau
tampak seperti orang bodoh."
Hebat! pikir Billy. Akhirnya.
"Apa rencanamu?" tanya Jay.
"Mula-mula, kau harus berjanji untuk tidak sendirian bersama
April sampai semua ini selesai," kata Billy kepadanya.
"Kau bergurau, bukan?"
"Dengar, Jay, dia sudah menggigitmu satu atau dua kali. Tiga
kali dan kau akan berubah menjadi vampir."
"Aku tidak mau berhenti menemui April."
"Tidak perlu. Kau hanya harus memastikan bahwa ada orang
lain setiap kali kau bersama April."
"Tepat seperti yang kubutuhkan"seorang pengawal."
"Jay?" "Oke, oke. Akan kulakukan."
"Janji?" "Ya, aku berjanji. Katakan apa rencanamu."
"Mudah saja," Billy menjelaskan. "Apa yang bisa membunuh
vampir?" "Aku tidak akan menancapkan tonggak kayu hingga menembus
jantung April." "Tidak perlu berbuat begitu. Apa lagi yang bisa membunuh
mereka?" "Entahlah." "Sinar matahari."
"Sinar matahari," ulang Jay.
Billy membungkuk ke depan untuk menjelaskan apa
rencananya. Sewaktu hampir selesai, dia mendengar suara di
belakangnya. Billy berpaling dengan cepat. Dan melihat April berdiri di
belakangnya. Pandangannya menatap Billy tajam.
Sudah berapa lama dia berdiri di belakangku" tanya Billy pada
dirinya sendiri. Seberapa banyak yang didengarnya"
Bab 30 SELAMAT TINGGAL VAMPIR "HEI "ada apa?" kata April riang. "Sudah kuduga akan
menemukan kalian di sini."
Billy mengamati ekspresi wajah April dengan teliti, berusaha
untuk memastikan apakah rencananya sudah terbongkar atau belum.
April maju mendekati Jay. "Kalian ada rencana" Mau berjalanjalan atau apa?"
Jay melirik Billy. "Tidak bisa," katanya kepada April. "Aku
masih merasa tidak keruan."
"Aku juga harus pulang," kata Billy kepadanya.
"Oke," jawab April. "Mungkin kita bisa bertemu lagi besok."
April berbalik dan mulai melangkah menuju Main Street. "Oh,"
serunya, sambil berbalik. "Aku hampir lupa. Ada yang
menyelenggarakan acara pesta pantai besok. Mau ikut?"
"Boleh," jawab Jay.
"Kalau begitu, sampai ketemu," kata April.
"Tidak apa-apa." Billy mendesah begitu April menghilang dari
pandangan. "Dia tidak mendengar rencana kita."
"Sebaiknya begitu," kata Jay. "Kalau kau mengacaukan
hubunganku dengan April, aku tidak akan pernah memaafkanmu.
Sungguh." *********************** "Hei, man, dari mana saja kau?" tanya Jay sewaktu Billy
menggabungkan diri dengannya keesokan malamnya di pantai.
"Kepitingnya sudah habis semua."
Billy mengangkat bahu. "Aku harus melakukan sesuatu. Nanti
aku cari burger saja."
"Hei, Billy," panggil April. Dia dan Jay duduk di pasir bersama
dengan remaja lainnya. Saat itu sudah lewat tengah malam, dan pesta pantai itu telah
menyebar hingga ke seluruh pantai. Billy merasa lega melihat Jay
tampaknya menepati janjinya untuk tidak hanya berdua saja dengan
April. Dia mengamati suasana sekitarnya. Remaja-remaja yang sibuk
bercakap-cakap dan menghabiskan berkaleng-kaleng soda. Sebuah
piramida yang disusun dari kaleng-kaleng kosong"setinggi 180 cm
dan masih terus bertambah tinggi. Sekelompok cowok dan cewek
yang berusaha bermain voli dengan bola yang bercahaya dalam
kegelapan. Aroma asap arang dan kepiting masih mengambang di
udara. Malam ini saatnya, pikir Billy.
Malam ini malam terakhirmu, April.
Dia harus membujuk April agar pergi ke suatu tempat bersama
Jay"tapi bukan sembarang tempat. Tempat itu harus tidak berjendela.
Lalu dia harus menahan April di sana hingga subuh. Hingga
matahari terbit. Kilat menyambar di atas lautan. Diikuti oleh gemuruh guntur di
kejauhan. Awan mendung bergulung-gulung memenuhi langit malam.
Hujan, pikir Billy. Kalau hujan turun, rencanaku akan berhasil.
Kalau hujan turun, aku bisa membujuk April untuk masuk ke dalam.
Dan tetap di sana hingga matahari muncul.
Billy melihat Kylie telah menggabungkan diri dengan mereka.
Dia berdiri di antara Nate dan Jay, mendengarkan percakapan mereka.
Hujan, pikir Billy. Hujan, turunlah.
Kylie menyelinap ke samping Billy. "Ayo kita jalan-jalan
menyusuri pantai ini," bisiknya di telinga Billy.
"Tidak. Duduklah. Aku sedang tidak ingin berjalan-jalan
sekarang," kata Billy kepadanya.
Aku harus tetap berada di dekat Jay, pikirnya. Agar bisa
memastikan April tidak berhasil membawa Jay berdua saja. Dan aku
harus bersiap-siap. Panda ngan Kylie terpaku padanya, dan Billy merasakan
desakan untuk pergi bersamanya.
Tapi dia bertahan. "Aku hanya ingin berkumpul dengan yang
lainnya," kata Billy.
Kylie menunduk. Billy menyadari bahwa cewek itu tengah
merajuk. Guntur kembali bergemuruh di kejauhan. Lalu terdengar lagi.
Awan hitam bergulung-gulung rendah di langit.
Hujanlah, pikir Billy sekali lagi.
Tapi guntur dan kilat masih tetap di kejauhan.
Pada pukul tiga pagi, pesta pantai itu telah berubah liar.
"Kurasa semua orang sedang berusaha untuk melupakan
pembunuhan-pembunuhan yang sudah terjadi," komentar Kylie.
Billy mengangguk. "Billy, bisa kita berjalan-jalan?" tanya Kylie sekali lagi. "Aku
tidak tahu kenapa kau ingin duduk di satu tempat yang sama
sepanjang malam." Billy mendesah. Tapi jawabannya tenggelam ditelan gemuruh
guntur yang tiba-tiba. Dia menengadah dan sempat melihat kilasan
kilat merobek langit tepat di atas kepalanya, diikuti gemuruh guntur


Fear Street - Ciuman Selamat Malam Ii Goodnight Kiss Ii di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang lain lagi. Hujan turun sesaat kemudian.
Para remaja itu berhamburan mencari perlindungan, menjeritjerit dan tertawa-tawa. "Billy!" jerit Kylie. "Lewat sini!" Dia melesat
ke arah Main Street bersama sekelompok remaja.
Sempurna! Billy berpaling kepada Jay. "Ayo kita lakukan," katanya.
Jay menganguk muram. "April, ayo," teriaknya mengatasi
keributan hujan. "Teater tempat yang paling dekat."
Mereka berdua melesat ke arah teater. Billy mengikuti. Hujan
menghantaminya, tetesan-tetesan air yang diembus angin menyengat
matanya. Billy melirik ke belakang bahunya. Bagus. Tidak ada orang
lain lagi di belakang mereka.
Dia melesat melewati Jay dan menarik pintu teater hingga
terbuka. April dan Jay bergegas masuk sementara kilat menyambar di
atas kepala dan gemuruh guntur mengguncangkam gedung.
Mereka berdiri di lobi, terengah-engah. "Badai yang luar biasa!"
seru April. "Aku basah kuyup."
"Aku juga!" kata Jay, sambil mengentak-entakkan kakinya.
Billy melihat Jay benar-benar telah terkuras tenaganya. Berlari
seperti itu jelas terlalu berlebihan bagi Jay.
"Kita turun ke ruang bawah tanah saja," kata Billy. "Di sana
lebih hangat." Tanda di pintu ruang bawah tanah bertuliskan HANYA
UNTUK ANGGOTA TEATER, tapi pintu itu tidak pernah dikunci.
Billy menjentikkan sakelar lampunya, dan mereka mulai menuruni
serangkaian anak tangga kayu.
Billy menutup pintu di belakangnya. Ruang bawah tanah itu
memiliki dua pintu keluar. Pintu tempat mereka masuk, dan satu lagi
yang langsung menuju keluar.
Tidak ada jendela. Tempat yang sempurna, pikir Billy.
Ruangan itu dipenuhi dekor-dekor yang dipergunakan dalam
pementasan drama selama bertahun-tahun ini. Kostum-kostum yang
terbungkus plastik tembus pandang menjuntai pada rak di salah satu
dinding. Kotak-kotak topi berbaris di rak di atasnya. Salah satunya
bertanda TOPI TINGGI INGGRIS. Yang lainnya bertuliskan TOPI
WANITA. Billy duduk di sebuah kotak kayu. April dan Jay menemukan
dua buah kursi bulat. Sekarang aku harus mengulur waktu, pikir Billy.
Kami harus menahan April di sini hingga matahari terbit.
Mereka semua basah kuyup. April berusaha merapikan
rambutnya. Billy melihat April tidak mengenakan arloji. Segalanya
berjalan dengan sempurna.
Jay menunjukkan tatapan dingin ke arahnya. Bertahanlah, pikir
Billy. Aku tahu kau tidak suka menipu April. Tapi kau akan melihat
bahwa aku benar"begitu sinar matahari mengenai dirinya.
Mereka bercakap-cakap sejenak. Tapi Jay tampaknya terlalu
lelah untuk bisa bercakap-cakap terlalu lama.
"Jam berapa sekarang?" tanya April akhirnya.
"Tiga lewat lima belas," kata Billy berbohong, sambil melirik
arlojinya. Sebenarnya waktunya sudah lebih dari itu"hampir subuh.
Beberapa menit lagi, pikirnya. Dan vampir ini akan menjadi sejarah.
"Sebaiknya aku segera pergi," kata April kepada Jay. Aku
benar-benar akan mendapat masalah kalau tidak pulang sebelum
subuh." Tentu saja, pikir Billy. "Kau tidak bisa keluar dalam badai
seperti ini," katanya memprotes.
"Kita bahkan tidak tahu apakah hujan masih turun atau sudah
berhenti," kata April. "Tidak ada jendela di sini. Kita naik ke atas
saja." "Badai tidak mungkin selesai secepat ini," kata Billy bersikeras.
"Apalagi melihat kedatangannya tadi."
"Aku mau ke atas memeriksanya," kata April.
"Kita suruh Jay saja," kata Billy menyarankan. "Dia akan
tertidur kalau tidak bergerak."
April tergelak. "Yeah, tolong lihat apakah hujannya masih
turun," katanya kepada Jay. "Dan tolong ambilkan Coke juga, ya?"
Jay ragu-ragu. Ayolah, pikir Billy. Jangan berhenti sekarang.
Jay bangkit berdiri perlahan-lahan. Dia menaiki tangga.
Penampilannya seakan-akan orang yang sudah separo mati.
Dia kembali lima menit kemudian sambil membawa tiga kaleng
Coke. "Masih hujan," katanya, sambil membagi-bagikan
minumannya. Dia mengangguk ke arah Billy.
Billy mengetahui apa artinya. Hujan sebenarnya telah berhenti.
Matahari telah terbit. Waktunya untuk menguji April. Dan dia tidak akan lulus ujian
itu. "Sudah saatnya," kata Billy.
Dia menyambar April. Coke cewek itu tumpah ke T-shirt yang
dikenakannya. "Apa yang kaulakukan?" tanyanya tajam. "Lepaskan aku!" Dia
membuang kalengnya. Cairan Coke berhamburan keluar, membasahi
sepatunya. Jay berdiri diam, menatap April.
"Ayo, Jay!" teriak Billy. "Buka pintunya!"
"Billy!" jerit April. "Lepaskan aku!"
Jay melangkah ke pintu keluar, memutar kenopnya"dan
memandang April. "Jay!" jerit April. "Tolong aku!"
Billy menyeret April ke pintu. "Buka!" katanya kepada Jay.
April melawan mati-matian, menendang, mencakar. Matimatian berusaha membebaskan diri dari cengkeraman Billy. "Apa
yang kaulakukan" Lepaskan aku!"
Jay membuka pintunya, menampilkan deretan anak tangga
beton ke permukaan. Cahaya matahari yang terang benderang
memantul di anak tangga. April tersentak. "Katamu tadi masih hujan!" jeritnya. "Apaapaan ini" Apa yang kalian lakukan?"
Dia berjuang mati-matian untuk menjauhi Billy. Billy
mempererat cengkeramannya pada lengan April.
Dan mendorongnya keluar dari pintu yang terbuka.
Ke matahari. April menjerit. Sinar matahari membanjirinya.
Dan Billy menyaksikan kepala April tersulut.
Bab 31 APRIL TEWAS BILLY tersentak dan memejamkan matanya. Dia bisa melihat
cahaya putih dari balik kelopak matanya.
Sewaktu membuka matanya lagi, dia menjerit terkejut.
April berdiri bermandikan cahaya matahari yang terang
benderang, menatapnya dengan marah.
"Hah?" Mulut Billy ternganga. April tidak meledak. Tidak
terbakar. Apa dia hanya membayangkannya saja" Apa dia begitu
menginginkannya hingga berhalusinasi April terbakar"
Rambut pirang April tampak kemilau tertimpa cahaya matahari
pagi. Dia memelototi Billy, sambil melindungi matanya dengan satu
tangan. "Puas?" katanya dengan suara berbisik. "Puas?"
Jay mendorong Billy keras-keras hingga menabrak dinding
beton. "Kau tolol," sergahnya.
"Kau orang tolol sialan. Aku hampir saja mempercayaimu."
Billy membuka mulutnya hendak menjawab"tapi tidak bisa
menemukan kata-katanya. April menggeleng. Dia melangkah melewati mereka, kembali
ke ruang bawah tanah. "Aku bukan vampir," katanya datar. "Kalian
sudah puas?" Jay merengut ke arah Billy. "Kau benar-benar kacau, man. Kau
benar-benar membutuhkan bantuan." Dia kembali mendorong Billy.
"Guys, beri aku kesempatan," gumam April. "Kalian akan
merusak semuanya." April mengempaskan diri dengan kelelahan di kursi bulat yang
tinggi. Billy dan Jay duduk di hadapannya.
"Kalian akan merusak apa yang telah kulakukan dengan susah
payah," kata April sambil mendesah.
"Aku"aku tidak mengerti," kata Billy tergagap. "Kukira aku
mengerti. Tapi aku tidak mengerti sedikit pun."
"Kau sakit," kata Jay bersikeras, sambil tetap merengut ke arah
Billy. "Aku merasa seperti orang bodoh karena mau mendengar katakatamu. Maafkan aku, April. Aku tahu kau bukan vampir. Tidak ada
yang namanya vampir. Tapi Billy terus saja mendesakku. Dia tidak
mau berhenti. Dia?" "Tapi di sini memang ada vampir!" sela April penuh semangat.
"Itu sebabnya aku kemari. Itu sebabnya aku berpura-pura menjadi
vampir." "April?" Billy hendak bicara.
"Namaku bukan April," kata cewek itu. "Namaku Diana. Diana
Devlin. April Blair itu sepupuku."
"Sepupumu?" jerit Billy.
"Sepupu dan teman terbaikku," kata Diana sedih. Suaranya
bagai tercekik. "Apa yang terjadi padanya?" tanya Billy pelan.
"Dia datang kemari musim panas lalu," jawab Diana, sambil
menatap lantai. "Para vampir berhasil menangkapnya. Mereka
mengubahnya menjadi salah satu dari mereka. April mengakuinya
padaku. Dia tahu bahwa dia bisa mempercayaiku. Dia..." Diana tidak
melanjutkan kata-katanya.
Diana berdeham lalu mulai berbicara lagi, sambil terus
menunduk. "Sesudah pulang kembali ke Shadyside musim panas lalu,
April sudah berubah menjadi vampir. Dia membencinya. Dia
membenci keadaannya"hanya makhluk, bukan manusia. Makhluk
yang hidup dengan memangsa manusia.
"Dia menceritakan semuanya padaku. Mula-mula, aku tidak
percaya. Tapi dia berhasil membuatku percaya. Lalu aku merasa
sangat tidak berdaya. Tidak ada yang bisa kulakukan untuknya. Aku
tidak bisa membantunya. "Akhirnya, April menyelesaikan masalahnya sendiri. Satusatunya jalan yang bisa dilakukannya." Air mata mengalir di pipi
Diana. "Suatu pagi dia melangkah keluar ke sinar matahari. Dia bunuh
diri." "Wow," gumam Jay sedih, sambil menggeleng.
Sejenak kesunyian mengisi ruangan.
Billy yang memecahkan kebisuan. "Kenapa kau datang
kemari?" tanyanya kepada Diana. "Kenapa kau menggunakan nama
April" Kenapa kau datang ke Sandy Hollow musim panas ini?"
"Aku kemari untuk membunuh para vampir yang sudah
membunuh sepupuku," jawab Diana dengan gigi terkatup. Dia
menghapus air mata dari pipinya sekali lagi. "Aku ingin mereka
membayar atas apa yang sudah mereka lakukan terhadap April. Aku
ingin menghabisi mereka semua!
"Mereka percaya aku adalah April," lanjutnya. "Aku sangat
mirip dengan sepupuku. Mereka percaya aku adalah April. Dan
mereka percaya aku ini vampir."
Dia mendesah. "Dua kali penyamaranku nyaris terbongkar.
Cowok bernama Rick itu" dia hampir merusak segalanya."
Billy teringat akan Rick. Dia yang menemukan mayat Rick"
mayat yang darahnya sudah terisap habis"di pasir pada malam yang
sama. "Tapi Rick mengenalimu sebagai April!" kata Billy.
Diana menggeleng. "Tidak. Dia mengenaliku sebagai Diana.
Dia hampir merusak segalanya. Itu sebabnya kuseret dia pergi secepat
mungkin. Sebelum dia sempat memanggilku dengan nama asliku."
"Lalu"kau membunuhnya?" Billy tersentak. "Untuk
menyimpan rahasiamu?"
Diana memicingkan matanya menatap Billy. "Tentu saja tidak.
Aku bukan pembunuh. Aku tidak membunuh Rick. Kurasa Kylie yang
membunuhnya." Billy melompat bangkit. Jantungnya berdebar kencang di
dadanya. Seluruh tubuhnya terguncang. "Kylie?" jeritnya dengan
suara melengking. Diana mengangguk sungguh-sungguh. "Kylie dan Irene itu
vampir," katanya. Pandangannya menatap tajam ke arah Billy. "Kau
tidak menduganya" Sungguh?"
Billy merasa terlalu terkejut untuk bisa menjawab. Dia
menggeleng, menggumamkan kedua nama itu. "Kylie" Irene?"
"Kupikir Kylie yang membunuh Mae-Linn. Dan juga Rick."
"Tapi"kenapa?" tanya Billy.
"Untuk darahnya. Kylie tidak bisa mendekatimu, Billy. Dan dia
sangat kehausan." "Sulit dipercaya," sela Jay, sambil menggeleng. "Sulit dipercaya
kita duduk di sini membicarakan orang-orang yang kita kenal ternyata
vampir. Ini pasti hanya mimpi. Aku pasti hanya bermimpi!"
"Seandainya begitu," gumam Diana dengan sedih. "Tapi Kylie
dan Irene memang benar-benar vampir. Dan aku telah menipu mereka
sehingga mereka percaya aku salah satu dari mereka. Aku sudah
menipu mereka agar bisa mendekati mereka dan membunuh
keduanya." "Hei. Tunggu dulu." Billy melangkah rnaju ke hadapan Diana.
"Hanya ada satu masalah dengan ceritamu, Diana atau April, atau
siapa pun kau sebenarnya."
Diana melompat bangkit. "Well?"
Billy menarik kerah kemeja Jay ke bawah. "Kau lihat lubanglubang ini" Ini bukan pura-pura, Diana. Selama ini kau yang
berhubungan dengan Jay, pergi bersamanya hampir setiap malam. Dan
lihat dirinya. Lihat luka di lehernya ini."
Ekspresi wajah Billy mengeras karena marah. "Bagaimana
penjelasanmu untuk ini, Diana" Bagaimana kau menjelaskan
perbuatanmu pada Jay?"
"Bukan aku," kata Diana bersikeras. "Aku tidak memiliki
taring. Aku tidak minum darah. Kurasa Kylie atau Irene yang
melakukannya." "Tapi aku tidak pernah bersama mereka!" kata Jay memprotes.
"Kupikir salah satu dari mereka mengikuti kau dan aku, Jay,"
Diana menjelaskan. "Mungkin Kylie. Kupikir Kylie yang
melakukannya padamu"larut malam sesudah aku pulang."
"Tapi aku pasti tahu!" jerit Jay. "Aku pasti melihat Kylie. Aku
pasti mengenalinya!"
Diana menggeleng. "Tidak, tidak akan. Dia akan mengaburkan
pikiranmu. Dia mungkin membuatmu percaya bahwa dia adalah aku.
Aku"kupikir Kylie juga yang membunuh Ms. Aaronson. Hanya
untuk darahnya. Rasa haus vampir sangat kuat. Aku sudah pernah
melihat Kylie dan Irene melakukan tindakan-tindakan yang
menjijikkan"hanya untuk memuaskan dahaga mereka."
Billy menggeleng. "Kylie. Kylie." Dia kembali menggumamkan
nama itu. "Aku kembali ke Sandy Hollow untuk membunuh vampir.
Tapi aku tidak pernah mencurigainya. Aku bodoh sekali..."
Dia teringat saat jalan-jalan berdua dengan Kylie di pantai. Dia
teringat akan ciuman-ciuman Kylie.
Dan Billy menggigil. "Ayo kita habisi mereka," katanya kepada Diana. "Kita lakukan
besok. Kita temukan mereka sementara mereka masih tidur di peti
matinya dan membunuh mereka berdua."
"Tidak akan mudah." Diana mendesah.
Dia tidak tahu betapa benar dirinya.
Bab 32

Fear Street - Ciuman Selamat Malam Ii Goodnight Kiss Ii di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

KEMBALI KE PULAU VAMPIR TETES-TETES air hujan mengetuk-ngetuk lembut dermaga
sewaktu Billy melepaskan ikatan tali perahu, lalu melompat ke atas
perahu dayung itu bersama Diana. Perahu bergoyang perlahan.
Mereka berdua mengenakan jas hujan plastik berkerudung.
Billy menyesuaikan letak kerudungnya sambil duduk di perahu.
Akhirnya kulakukan, pikirnya. Akhirnya aku akan membalas
dendam kepada para vampir.
Saat itu tengah hari, tapi awan mendung yang menggantung
rendah di langit menyebabkan cuaca nyaris segelap malam. Billy
memasang dayung di tempatnya dan mulai mendayung.
Diana duduk di buritan, menghadapnya. Rahang cewek itu
kaku, ekspresinya menunjukkan kebulatan tekad, tatapannya teguh.
Billy yakin, takkan ada yang bisa menghentikan Diana membunuh
Irene dan Kylie kalau ada kesempatan.
Billy berharap Jay juga ikut. Dia tahu mereka memerlukan
semua bantuan yang bisa didapatkan. Tapi sesudah berjaga-jaga
semalaman, Jay yang malang dan lemah harus tidur.
Billy mengamati kedua ransel nilon yang tergeletak di dasar
perahu di antara mereka berdua. Masing-masing berisi benda-benda
yang sama. Pasak kayu. Dan palu. Alat-alat untuk menghancurkan
vampir. Dia membeli pasak-pasak itu di toko tukang kayu setempat.
Terbuat dari kayu ek yang paling keras, pasak-pasak itu panjang dan
ramping, dan ujung yang sangat tajam.
"Aku lebih suka ada matahari," kata Diana.
"Kurasa cuaca akan hujan terus seperti sekarang sepanjang
minggu," jawab Billy, sambil mencelupkan dayungnya ke air dan
menyandar ke belakang saat dia menarik tangkai dayung. "Dan hari
ini aku libur. Hanya hari ini satu-satunya kesempatan kita untuk
melakukannya." Diana mengangguk. "Tapi cuaca begitu gelap..."
"Sebagian besar vampir tidak tahan menghadapi siang hari,"
kata Billy berusaha meyakinkannya. "Matahari tidak harus bersinar.
Itu menurut buku-buku yang kubaca."
Hujan terus turun dalam bentuk gerimis yang mantap. Tetestetesnya menghantami jas hujan Billy. Laut tampak setenang danau.
Perahu itu bergoyang-goyang pelan saat meluncur ke pulau.
"Kau takut?" tanya Billy.
"Ya," jawab Diana. "Tapi aku bisa melakukannya. Aku sudah
membunuh satu vampir. Aku tahu bahwa aku bisa melakukannya
lagi." "Maksudmu di sini?" kata Billy. "Musim panas ini?"
"Ya. Namanya Eric. Kubunuh dia dengan pasak kayu."
Billy tertegun menatapnya. Diana tampak begitu rapuh dan
manis. Dan sudah membunuh lebih banyak vampir daripada dirinya.
Diana tidak mengatakan apa-apa tentang hal itu, jadi Billy tidak
menanyakannya. Saat melirik ke balik bahunya, Billy melihat pulau itu
menjulang di atas mereka. Ini pertama kalinya dia melihat pulau itu di
siang hari. Pulau itu tampak gelap dan mengancam bahkan di saat ini.
"Kelihatannya jahat," kata Diana.
"Memang jahat," jawab Billy.
Tidak lama kemudian dia bisa melihat pepohonan tinggi yang
memagari pantai. Keringat sedingin es mengalir di keningnya. Billy menggigil.
Billy mengarahkan perahu ke tempat yang menurut
perkiraannya terdapat dermaga tua. Dia mengamati pantainya.
Di mana dermaganya" dia penasaran. Kenapa aku tidak bisa
melihatnya" Perahu itu hanyut semakin dekat dengan pantai.
"Sudah hilang," gumamnya.
"Apa?" tanya Diana. "Apa yang hilang?"
"Dermaganya. Lihat."
Beberapa potong balok yang telah digergaji menjulur keluar
dari air, menandai tempat yang tadinya adalah dermaga. Billy tidak
bisa menemukan tempat untuk mengikat perahunya.
"Para vampir pasti sudah menghancurkan dermaganya," kata
Billy memutuskan. "Mereka ingin mempersulit siapa pun yang ingin
menyergap mereka dengan diam-diam sementara mereka tidur."
Mata Diana menyipit ketakutan. "Kau kira para vampir itu
curiga" Kau kira mereka merasa ada orang yang akan kemari untuk
menghabisi mereka?" Billy tidak ingin memikirkan pertanyaan itu.
Dia mendayung menyusuri pantai, mencari-cari tempat untuk
merapatkan perahunya. Tampaknya tidak ada apa-apa kecuali karangkarang besar dan dinding tebing.
"Apa kita bisa berenang ke pantai?" tanya Diana.
"Tidak ada jangkar. Perahunya akan hanyut. Kita tidak akan
bisa kembali nanti."
Billy menarik dayungnya, mengarahkan perahu ke sisi pulau
yang menghadap ke laut. Ombak bertambah tinggi. Perahu dayung itu terangkat ke atas
gelombang yang cukup tinggi, lalu jatuh ke lembah gelombang. Air
laut menyembur dari haluan, membasahi wajah Billy.
"Perahu kecil ini tidak dirancang untuk di lautan," kata Diana
tegang. Dia berpegangan pada kursinya dengan kedua tangan.
Billy melihat ada perubahan pada bentuk pantainya. "Lihat!"
serunya. "Teluk kecil."
Dia mendayung perahu ke sana, perahunya naik-turun,
bergoyang-goyang dan terpuntir. Rasanya seperti naik roller-coaster.
Hanya saja lebih menakutkan. Tidak ada yang pernah tenggelam di
roller-coaster. Laut berubah tenang saat perahu menyelinap masuk ke teluk
kecil itu. Pepohonan menjulang di atas mereka, menjulurkan cabangcabang yang bertautan ke air.
Air di sini berwarna hitam. Perahunya meluncur tanpa bersuara.
Billy teringat lolongan dan jeritan menakutkan yang didengarnya saat
terakhir kemari. Tapi kali ini suasananya sangat tenang, ketenangan
yang menakutkan, menguasai segalanya.
"Sebelah sana." Diana menunjuk ke tempat yang hutannya
menjorok ke air. Tempat yang sempurna untuk meninggalkan
perahunya. Billy mengarahkan perahu dayungnya ke sana, haluannya
meluncur ke tanah lunak. Dia melompat keluar dari perahu dan
mengikatnya ke sebatang pohon.
Diana melemparkan kedua ransel itu ke arahnya, lalu turun dari
perahu. Billy menghela napas panjang. Udara terasa lembap dan busuk.
"Kau siap?" Diana mengangguk. Matanya memancarkan kebulatan tekad.
Billy tidak menyadari betapa kecilnya pulau itu. Hanya
memerlukan waktu beberapa menit sebelum dia menemukan salah
satu rumah pantai yang terbakar habis. Mereka melangkah ke sana.
Seiring dengan setiap langkah, mereka melihat lebih banyak lagi
rumah-rumah yang terbakar.
"Bagaimana cara kita menemukan peti mati mereka?" kata Billy
penasaran. Dia melirik arlojinya. "Sekarang sudah tengah hari.
Mungkin sebaiknya kita berpencar. Dengan begitu lebih cepat."
Diana menggeser letak ranselnya. "Menurutmu itu gagasan
yang bagus?" "Kau takut sendirian?"
Diana ragu-ragu, lalu mengangguk. "Yeah, kurasa. Sedikit.
Sewaktu membunuh vampir bernama Eric di pantai, aku ada di
wilayahku sendiri. Ini berbeda. Ini dunia mereka. Ini jauh lebih
menakutkan daripada pantai."
"Kau masih bisa meneruskan rencana kita bila menemukan
mereka?" tanya Billy.
Diana menatapnya lurus di mata. "Ya," katanya. "Demi April."
"Sebenarnya akan lebih cepat kalau kita berpencar," kata Billy
bersikeras. "Jangan khawatir. Para vampir sedang tidur. Kalau kau
menemukan mereka, kau hanva perlu memanggilku, dan aku akan
datang." Diana mengangguk. "Kau benar. Maafkan aku. Aku sudah
bersikap pengecut." Dia tersenyum berani. "Ayolah. Kita cari Kylie
dan Irene. Aku ke arah sini. Kau ke arah sana."
Mereka berpisah dan Billy mengawasi saat Diana melangkah
memasuki sebuah bungalo yang telah hangus terbakar. Lalu dia
memilih rumah hangus di sebelah kanannya, melangkah dengan
berani ke ambang pintu"dan masuk ke dalam.
Di dalam sangat gelap. Billy mengerjap-ngerjapkan matanya,
berusaha menyesuaikan diri dengan kegelapan.
Dan menyadari bahwa dia tidak sendirian.
Bab 33 SIAPA YANG ADA DI PETI MATI"
BILLY tersentak. Dan menatap wajah yang sedang memandangnya dari bayangbayang.
Tidak ada waktu untuk mengambil ransel. Tidak ada waktu
untuk mengambil salah satu pasak kayu dari dalam ransel.
Billy terhuyung mundur"lalu sadar bahwa dia sedang menatap
lukisan. Sebuah lukisan besar, tergantung miring pada dinding yang
hangus. Lukisan seorang wanita yang menjerit. Rambutnya berkibar.
Billy menelan ludah dengan susah payah. Aku baru saja
ketakutan karena lukisan, pikirnya. Apa yang akan kulakukan saat
berhadapan dengan vampir"
Dia mengamati lukisan itu sejenak. Wanita dalam lukisan itu
sedang merasakan perasaan yang sama dengan yang kurasakan saat
ini, pikirnya. Billy berbalik, dengan jantung masih berdebar-debar. Sebagian
besar dinding dalam rumah itu telah luluh lantak, jadi dia bisa melihat
keseluruhan bangunan dari tempatnya berdiri. Tidak ada apa-apa di
sana. Hanya abu. Dia berbalik dan bergegas keluar dari rumah.
Pulau itu tidaklah begitu menakutkan di siang hari.
Tapi hanya sedikit bedanya.
Ketakutan menyebabkan jantungnya berdebar-debar dan
kakinya terasa lemah. Tapi dia memaksa diri untuk terus berjalan.
Billy berjalan dari rumah ke rumah. Banyak yang telah hancur
luluh dilahap api. Dia mencari-cari di sana dengan cepat, mengetahui
bahwa dia tidak akan menemukan apa pun.
Dengan hati-hati dia memeriksa rumah yang masih utuh,
mengintip ke dalam lemarinya, ke dalam lemari pakaian. Tidak
terlihat tanda-tanda kehadiran Kylie atau Irene.
Di mana mereka" Dia berhenti di sebuah lapangan kecil dan melirik arlojinya.
Pukul tiga lewat empat puluh lima. Billy menggoyangkannya.
Arlojinya juga menunjukkan pukul tiga lewat empat puluh lima menit
sebelum ini. Jarum detiknya tidak bergerak. Arlojinya rusak.
Sudah berapa lama aku di sini" Billy penasaran. Seberapa cepat
matahari akan terbenam"
Hujan telah berhenti, tapi awan gelap masih memenuhi langit,
menyulitkannya untuk menebak waktu. Billy memperkirakan
sekarang sudah hampir malam. Kalau mereka tidak segera
menemukan Kylie dan Irene, mereka terpaksa meninggalkan pulau.
Billy ingin tahu di mana Diana berada. Dia belum bertemu lagi
dengan gadis itu sejak berpencar.
Billy perlahan-lahan berputar di lapangan terbuka itu, berusaha
memutuskan tindakan berikutnya. Dari kejauhan terdengar lolongan
hewan, melengking menakutkan, mengambang ke arahnya dari dalam
hutan. Hewan pertama yang didengarnya sejak merapat di pantai.
Apa itu berarti malam sudah hampir tiba" Dia penasaran.
Apakah hewan-hewan di sini hanya keluar di malam hari"
Dia kembali memeriksa arlojinya, sekadar memastikan. Tiga
lewat empat puluh lima. Apa sebaiknya aku berteriak memanggil Diana" Dia penasaran.
Mereka masih harus melintasi hutan untuk kembali ke perahu.
Perahu! pikir Billy. Di mana perahunya" Ke arah mana"
Tiba-tiba Billy merasa panik, dan pandangannya menjelajahi
hutan. Dia berdiri di sebuah lapangan kecil berumput. Di satu sisi
rerumputannya rata dengan tanah.
Semacam jalan setapak"
Ya. Ada yang meninggalkan jejak di sini. Baru-baru ini.
Aku tidak tahu berapa lama waktu kami sebelum para vampir
terjaga, pikir Billy. Apa sebaiknya kuikuti jalan setapak ini, atau
mencoba untuk menemukan Diana"
Apa jalan setapak ini akan membawanya kepada para vampir"
Mungkin... Dia mengikuti jalan setapak itu masuk ke dalam hutan,
menyingkirkan cabang-cabang yang menghalangi jalannya. Sulursuluran tebal tumbuh di sepanjang sisinya. Sulur-sulur itu menempel
pada kulit dan pakaiannya saat berjalan.
Dia berhenti di depan seonggok sulur-suluran dan cabangcabang sebatang pohon yang gundul. Setebal dinding.
Dinding" Apa ada yang sengaja membangunnya" Billy mengintip ke
balik sulur-suluran itu. Ya. Dia bisa melihat ada sesuatu di baliknya.
Dia mengulurkan tangan ke sana, menyingkirkan cabang-cabangnya.
"Aduh!" jeritnya saat duri-duri menusuk telapaknya. Billy
menarik tangannya dan menatapnya dengan pandangan ngeri. Dua
buah lubang kecil kehitaman. Luka yang dalam. Seperti gigitan
vampir. Bagaimana caraku masuk ke dalam" dia penasaran.
Dinding sulur-suluran itu seakan-akan menutupi sesuatu.
Melindunginya. Ini pasti rumah mereka, pikir Billy. Aku harus bisa
menembusnya. Billy mencabut sebatang pasak kayu dari ranselnya. Dia
menyodokkannya hingga menembus sulur-suluran itu. Dengan agak
susah payah, Billy berhasil membuat lubang yang cukup besar untuk
melihat ke baliknya. Ya! Sebuah rumah. Rumah yang hangus di balik dinding sulur-suluran.
Rumah itu terbakar, tapi tidak parah. Dinding-dinding dan
atapnya tampak masih kokoh. Billy berusaha keras memperbesar
lubang tersebut hingga cukup baginya untuk merangkak masuk, lalu
menyingkirkan pasaknya. Duri-duri menancap di ransel dan pakaiannya, menggores-gores
kulitnya. Dia tidak mengacuhkannya, dan tidak mengalihkan
pandangannya dari rumah yang terbakar itu.
Billy menengadah memandang langit. Hujan telah berhenti.
Awan bergerak dengan cepat, seakan-akan ada angin kuat yang
mengembusnya. Berapa lama lagi matahari akan tenggelam" dia penasaran.
Berapa lama waktuku"
Billy berlari ke pintu rumah. Dia menyambar kenopnya. Kenop
itu berputar dengan mudah. Pintunya membuka sekitar satu inci, lalu
berhenti. Ada sesuatu di dalam rumah yang menghalanginya terbuka
lebih lebar. Billy mendorongnya. Pintu itu terbuka sedikit lebih lebar. Dia
mendorongnya sekuat tenaga. Apa pun yang menahan pintunya
terdengar bergeser di lantai.
Pintu itu membuka sekitar 30 sentimeter. Billy menyelipkan
tubuhnya melalui celah itu.


Fear Street - Ciuman Selamat Malam Ii Goodnight Kiss Ii di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kegelapan total, hanya ada cahaya dari pintu yang terbuka itu.
Billy menunggu matanya menyesuaikan diri. Benda pertama
yang mampu dilihatnya adalah sebuah lemari pakaian yang diletakkan
di belakang pintu. Perlahan-lahan matanya mampu mengenali seisi ruangan. Billy
berdiri di tempat yang dulunya merupakan dapur. Ruangan itu berbau
busuk, seperti bau api unggun lama.
Pandangannya menjelajahi seisi ruangan. Dia tidak bisa melihat
banyak. Ruangan itu tampaknya benar-benar kosong.
Billy melangkah melewati ambang pintu ke ruangan berikutnya.
Di sini suasananya bahkan lebih gelap lagi, lembap dan berbau busuk.
Di sudut jauh lebih gelap daripada tempat-tempat lainnya, kegelapan
yang seakanakan menyerap cahaya suram dari dapur.
Dia memeriksa dinding-dindingnya. Ada yang memakukan
papan-papan ke jendela. Dari dalam. Billy memandang ke sekeliling ruangan, mencoba untuk
melihat ke dalam kegelapan.
"Hei," bisiknya. Di sudut. Apa itu"
Bayang-bayangnya begitu gelap sehingga Billy nyaris tidak
melihat ketiga benda itu. Dia bergegas menyeberangi ruangan"dan
melihat tiga buah kotak persegi yang panjang.
Peti mati. Napas Billy bagai tertahan di tenggorokannya. Gelombang
ketakutan menyapunya, menahannya di tempat, memakukan
pandangannya ke peti mati itu.
Ya. Ya. Aku sudah menemukan apa yang kucari, katanya pada
diri sendiri. Aku sudah menemukan tempat istirahat para vampir.
Tapi kapan matahari terbenam" Apa aku sempat
menghancurkan mereka sebelum mereka terjaga"
Billy menatap peti-peti mati itu, jantungnya berdetak kencang.
Aku tidak bisa hanya berdiri di sini. Aku harus melihat ke
dalamnya, katanya pada diri sendiri.
Dia menghela napas dalam-dalam. Tangannya gemetar saat
terulur. Dan mengangkat tutup peti mati yang terdekat.
Bab 34 WAKTUNYA MEMALU BILLY mengangkat tutup peti mati itu. Lalu memaksa dirinya
untuk memandang ke dalam.
Di dalamnya terdapat pakaian cewek.
Tidak ada apa-apa selain pakaian.
Billy mengambil sehelai rok pendek dan sehelai kaus pendek.
Dia mengaduk-aduknya, mencari-cari di antara tumpukan pakaian
renang dan jins. Apakah pakaian ini milik Kylie dan Irene" Beberapa di
antaranya tampak dikenalnya.
Apa dia sudah menemukan peti mati Kylie dan Irene" Apa dia
cukup beruntung hingga menemukan tempat yang tepat"
Buka peti mati yang lain, perintah Billy pada dirinya sendiri.
Cepat! Kau harus melihatnya. Kau harus mengetahuinya.
Kedua peti mati yang tersisa disandarkan beradu ujung, hanya
terpisah beberapa sentimeter satu sama lain.
Billy meraih tutup keduanya sekaligus, masing-masing dengan
satu tangan. Dengan dorongan kuat, dia mengangkat tutup-tutup itu. Lalu
membungkuk untuk melihat isinya.
Dengan gemetar, napas terengah-engah, Billy menatap ke
dalam peti mati. Kylie dan Irene. Ya. Tertidur pulas. Mata terpejam. Wajah mereka tenang, damai.
Tidur dalam tanah purbakala.
Tangan terlipat di dada. Billy menatap mereka, menelan ludah dengan susah payah.
Menatap Kylie dan Irene seakan-akan belum pernah melihat mereka
sebelumnya. Mereka tampak begitu tidak berdosa.
Kylie bergerak, memindahkan posisinya sedikit. Bibirnya
bergerak bagai mengecup, menampilkan ujung taringnya. Bermimpi
tentang makanan" Billy penasaran. Bermimpi tentang darah manusia"
Darahku" Jangan berdiri saja! kata suara hati Billy. Waktunya hampir
habis! Bertindaklah! Sebelum terlambat!
Tapi Billy seakan tidak bisa bergerak saat melihat mereka
berdua. Dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari mereka. Kylie
dengan rambut merahnya yang cantik. Irene dengan rambut keriting
pirang yang berkilau bahkan dalam cahaya remang-remang.
Billy menatap mereka, menatap tanpa bergerak, tanpa
bernapas"seakan-akan kedua vampir itu mampu mengaburkan
pikirannya bahkan dalam tidur.
Sadarlah! katanya memperingatkan diri sendiri.
Billy mengerjapkan mata, menggeleng.
Cepat! Dengan panik, Billy menanggalkan ranselnya dan
membuangnya ke lantai. Dia merobek kainnya, karena tidak mampu
membukanya. Aku harus tenang, pikirnya. Tenang.
Ritsleting ranselnya robek. Ransel itu terbuka, menumpahkan
pasak-pasak kayu ke lantai. Billy menyambar sebatang dan meraih
palunya. Dengan terengah-engah, Billy mengarahkan ujung pasak kayu
ek yang runcing ke jantung Kylie. Kayu yang ekstra keras.
Diruncingkan hingga setajam ujung taring Kylie.
Tangan Billy gemetar begitu hebat hingga dia tidak yakin
bahwa dirinya bisa mengayunkan palunya. Atau memukul pasaknya
dengan palu. Apa aku bisa melakukannya" dia penasaran. Apa aku benarbenar bisa melakukannya"
Dia mengangkat palunya. Bab 35 SARAPAN BILLY mengangkat palunya. Rasanya begitu berat di tangannya
yang gemetar. Seakan-akan beratnya 50 kilo.
Dia menurunkannya. Aku tidak bisa, pikirnya. Aku tidak bisa memalu sebatang pasak
kayu ke dada seseorang. Billy menunduk memandang Kylie.
Kylie bukan manusia, kata Billy pada diri sendiri. Dia dulu
manusia. Tapi sekarang dia vampir yang mematikan. Dia bisa jadi
berusia seribu tahun! Dan berapa banyak orang tidak bersalah yang telah dibunuhnya
selama bertahun-tahun ini"
Billy menghela napas dalam-dalam. Sekali lagi, dia
membungkuk di atas Kylie dan menempelkan ujung pasaknya ke
tengah-tengah dada Kylie.
Dia mengatur posisi palunya di atas pasak. Dia mengangkat
palunya. Memegangnya dengan gemetar di atas pasak.
Menghitung hingga tiga dalam hati.
Dan Kylie membuka mata. "Oh!" Billy menjerit terkejut dan terhuyung mundur. Palu dan
pasak jatuh dari tangannya dan berdebum ribut di lantai.
Kylie duduk tegak, seketika waspada. Matanya menyipit
memandang Billy. Desisan marah terlontar dari tenggorokannya. "Billy...,"
bisiknya. "Billy..."
Bisikan itu tampaknya telah membangunkan Irene. Dia duduk
waspada, seketika terjaga sepenuhnya, dan menatap Billy.
Billy kembali mundur selangkah. Dia membuka mulutnya
hendak bicara, tapi menyadari bahwa tidak ada yang perlu
dikatakannya. "Billy...," bisik Kylie, senyum merekah di wajahnya. "Billy..."
"Billy...," tiru Irene dengan suara serak. "Billy..."
Kedua vampir itu melayang keluar dari peti matinya.
"Billy... Billy..."
Billy mencoba lari"tapi kakinya tersandung palu dan jatuh
menghantam dinding. "Billy... Billy..."
Mereka melayang ke atasnya, keduanya melantunkan namanya.
"Billy...," bisik Kylie di telinganya.
Kylie menjilati bibirnya sendiri. "Billy... senang sekali kau mau
mampir untuk sarapan."
Bab 36 GILIRAN KYLIE IRENE memegangi sebelah lengannya. Kylie mencengkeram
lengan yang lain. Billy berjuang mati-matian untuk membebaskan diri.
"Billy... menyerahlah, Billy," bisik Irene. "Kau tidak akan bisa
melarikan diri dari kami. Kami lebih kuat daripada yang bisa
kaubayangkan." Billy tidak mengacuhkannya. Dia berjuang mati-matian,
berpuntir, berputar. Tapi jemari mereka menancap ke dalam
dagingnya, cengkeraman mereka tidak terpatahkan.
Billy menghela napas dalam-dalam, menarik lengannya ke
belakang"dan mendorong Kylie sekuat tenaga.
Kylie jatuh, cengkeramannya terlepas.
Billy mengayunkan tubuhnya, menghantam Irene dengan
bahunya. Cengkeraman Irene mengendur. Hanya sedikit, tapi cukup.
Billy berputar ke kiri. Dia bebas! "Kau kuat juga untuk ukuran manusia," kata Irene sambil
menggeram. "Tapi kurang kuat." Dia menerjang ke arah Billy.
Billy berbalik, hendak berlari"dan kakinya terkait ranselnya.
Dia jatuh dengan keras, pada siku dan lututnya.
Pasak-pasak kayu berhamburan di lantai ke segala arah.
Vampir-vampir itu melayang di atasnya, mendesis-desis dan
meneteskan air liur. Mata mereka bersinar murka, lapar.
Irene melompat ke arahnya.
Billy berguling ke kiri. Jemarinya mengambil salah satu pasak.
Dia mengangkatnya. Irene menukik ke arahnya, taring-taringnya mengincar
tenggorokannya. Dan Billy menghunjamkan pasak itu ke atas, ke arah dada Irene.
Dia memejamkan matanya. Berat tubuh Irene menimpa dirinya.
Aku luput, pikirnya. Aku tidak berhasil mengenai jantungnya.
Mati aku. Sejenak yang ada hanya kesunyian.
Irene lalu melolong memekakkan telinga. Sewaktu Billy
membuka matanya, dia melihat Irene melompat bangkit. Lalu
terhuyung-huyung mundur, pasak kayu mencuat dari dadanya.
Tidak ada darah, Billy menyadarinya. Setetes pun tidak.
Irene menjerit. Dia menyentakkan kepalanya ke belakang
sambil melolong kesakitan.
Dan seiring dengan lolongannya, Irene bertambah tua.
Rambutnya berubah putih. Wajahnya berkeriput dan berkerut.
Saat Billy menatapnya terpesona, rambut Irene rontok, hingga
tidak ada yang tersisa kecuali beberapa helai uban, menggeliat-geliat
bagai ular di kulit kepalanya yang merah muda.
Irene jatuh ke lantai. Kaki-kakinya menyusut hingga menjadi dua buah tonjolan.
Wajahnya mengerut masuk. Kulitnya terkelupas, menampilkan
tengkorak berwarna kelabu.
Jeritannya berlanjut dari tengkorak yang rahangnya menganga
itu. Dan tengkorak itu hancur menjadi debu.
Dan ruangan berubah sunyi.
Billy menatap onggokan debu di lantai.
Jeritan kemurkaan Kylie menyebabkannya berputar balik.
Kylie menyambar ketiak Billy dan mengangkatnya bangkit
berdiri. "Giliranku," bisiknya. "Giliranku."
Bab 37 KYLIE MENGINCAR BILLY KUKU-KUKU jemari Kylie menancap ke kulit Billy. Billy
merasakan ujung-ujung taring Kylie yang panas di lehernya.
"Billy!" Suara Diana. Dari luar. "Billy, matahari terbenam! Kita
harus pergi!" Sambil tetap memegangi Billy, Kylie berputar balik, rambut
merah panjangnya berkibar di belakangnya. "Siapa itu?" tanyanya.
Diana menyerbu masuk. "Billy!" jeritnya.
Kylie berputar menghadapi Diana. "April" apa yang
kaulakukan di sini?" ebukulawas.blogspot.com
"Turunkan dia!" jerit Diana.
"Tapi, April?" protes Kylie. "Kau salah satu dari kami. Kenapa
kau membantu Billy?"
"Aku bukan April"dan aku bukan salah satu dari kalian," kata
Diana padanya. Mata Kylie berkilau. "Nanti kau akan menjadi salah satu dari
kami," sergahnya. "Sesudah aku selesai dengan Billy." Taringnya
mencuat keluar sepenuhnya saat dia menundukkan kepalanya ke leher
Billy. Tangan Billy melesat. Dengan seluruh kekuatannya Billy
berusaha menahan kepala Kylie. Taring-taring Kylie hanya beberapa
senti dari lehernya. Wajah Kylie mengerut murka. Dia mengertakkan rahangnya
bagai hewan, berusaha membenamkan taring-taringnya ke daging
lunak di leher Billy. Sambil tersentak ketakutan, Billy mengangkat tangan
kanannya"dan menusuk mata Kylie dengan dua jarinya.
"Aaauuuwww!" Kylie melolong kesakitan.
Kedua tangan Kylie naik ke matanya. Billy pun terempas ke
lantai. Sambil melolong, Kylie menutupi mata dengan kedua
tangannya. Billy berpaling dan melihat Diana di jendela. "Sekarang,
matilah kau!" seru Diana kepada Kylie. "Mati! Mati!"
Sambil menjerit murka, Diana mencabut sepotong papan dari
jendela. Seberkas cahaya matahari sore menerobos masuk ke dalam
ruangan. Cahaya oranye itu menerangi Kylie.
Dia tidak pernah sempat membuka matanya.
Saat kulitnya mulai berkerut dan terkelupas, Kylie terus
memegangi matanya erat-erat, membungkuk kesakitan, melolong,
melolong. Hingga kepalanya tergulir dari tubuhnya. Tubuhnya jatuh ke
lantai, di atas berkas cahaya oranye berbentuk persegi, mencair,
menyerpih, menyusut.

Fear Street - Ciuman Selamat Malam Ii Goodnight Kiss Ii di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Menjadi debu. Billy menelan ludah dengan susah payah, menatap dengan
pandangan tidak percaya sementara tubuh Kylie hancur berantakan.
Hanya bola matanya yang masih utuh, menatapnya dengan pandangan
menuduh. Menatap. Menatap. Hingga bola mata itu pun mencair dan
berubah menjadi genangan hijau yang basah di lantai.
"Sudah berakhir," kata Billy sambil mendesah, bergegas
menyeberangi ruangan ke arah Diana. "Sudah berakhir." Dia memeluk
Diana, memeluknya erat-erat.
Mereka berdiri di sana, masih tetap menggigil, masih
gemetaran, berpelukan hingga matahari menghilang di balik
pepohonan. Bab 38 PESTA BERAKHIR "AYO," desak Diana, sambil menyeret Billy ke Pizza Cove.
Saat itu sudah hampir pukul sepuluh, dan tempat itu masih
penuh sesak. Remaja-remaja tengah bercakap-cakap dan tertawa
sambil menyantap pizza. Billy menemukan tempat kosong di sudut,
dan mereka menyelinap ke sana.
Billy merasa tidak enak karena Jay masih begitu lemah.
Orangtua Jay telah membawanya pulang agar dokter keluarga bisa
memeriksanya. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padanya," kata Billy
kepada Diana. "Kylie tidak pernah selesai mengubahnya menjadi
vampir. Tapi Jay begitu lemah. Dan dia tampaknya tidak bertambah
baik." "Jay pasti akan sembuh," kata Diana berusaha meyakinkannya,
sementara Billy mempelajari daftar menu. "Apalagi Jay sekarang
sudah jauh dari tempat ini."
"Kuharap kau benar," kata Billy kepadanya.
"Bergembiralah," kata Diana dengan ceria. "Kita berhasil. Kita
sudah menghancurkan vampir-vampir itu. Kita menang!"
"Kita hanya menghancurkan dua vampir," jawab Billy muram.
"Sulit dipercaya kau bersikap seperti ini," kata Diana.
Billy berhasil tertawa. "Kau benar. Aku seharusnya gembira.
Kau mau pizza apa?" "Peperoni dengan merica hijau yang banyak."
Mereka memesannya. Billy mengawasi para pramusaji berkeliaran, menerima pesanan
dan mengantar pizza yang masih mengepulkan asap.
Aroma pizza yang menyengat dari oven-oven besar di belakang
memenuhi restoran. Akhirnya pramusaji mengantar pesanan mereka. "Silakan
menikmati," katanya pada mereka, sambil meletakkan pizza yang
masih mengepulkan asap dan dua buah piring.
"Mana piringmu," kata Diana pada Billy. "Kau mendapat
kehormatan dengan memperoleh irisan pertama."
Billy tidak ingin menyantap pizza, tapi dia memberikan
piringnya kepada Diana. "Oh-oh," kata Diana mengeluh. "Mereka tidak mengirisnya
sampai putus." Cewek itu berusaha mengambil seiris pizza,
memuntirnya ke sana kemari, tapi tidak juga terlepas.
"Biar aku saja," kata Billy. Dia mengambil sebilah pisau dari
meja. Billy menarik pizza itu ke hadapannya. Setelah menancapkan
mata pisau ke pizza, dia menarik pisau ke arah dirinya.
"Aduh." Pisau meleset dari penggorengannya"dan mengiris
jari Billy. Irisan yang dalam. Billy berusaha menyembunyikannya.
Terlambat. Diana telah melihatnya.
Dia menatap Billy, mulutnya ternganga, matanya membelalak.
"Billy"tidak ada darah," jeritnya. "Luka sedalam itu, tapi tidak
mengeluarkan darah."
"Sayang sekali kau melihatnya," kata Billy kepadanya.
Diana melompat bangkit sambil menjerit terkejut.
Tapi Billy mencengkeram pergelangannya. Dia menarik Diana
kembali ke kursinya. "Biar kujelaskan," pinta Billy, tanpa melepaskan Diana. "Aku
berbohong mengenai bekerja di perahu sewaan. Di siang hari, aku
tidur di dalam peti matiku. Sinar matahari secara langsung akan
membunuhku. Aku bisa keluar di siang hari hanya bila cuaca gelap
dan mendung"seperti sewaktu kita pergi ke pulau dan membunuh
Kylie dan Irene." Diana menatapnya, membisu dalam kengerian.
"Aku tidak bersekolah selama setahun penuh," kata Billy
menjelaskan. "Semua temanku mengira aku berada di rumah sakit.
Tapi aku harus tidur dalam peti matiku di siang hari."
"Vampir," bisik Diana. "Kau vampir."
"Kejadiannya di sini, di Sandy Hollow musim panas yang lalu,"
kata Billy menjelaskan. Suaranya pecah karena emosi. "Musim panas
lalu. Saat itulah mereka mengubahku menjadi vampir."
"Kalau kau vampir," kata Diana, "kenapa kau membantuku
membunuh dua vampir lain?"
"Untuk membalas dendam kepada para vampir. Untuk
membalas perbuatan mereka dengan menjadikan aku salah satu dari
mereka. Aku membenci mereka karena menjadikanku menginginkan
darah. Aku yang membunuh Mae-Linn, untuk mengisap darahnya.
Aku sangat memerlukannya. Aku tidak bisa menahan diri. Dan aku
juga yang membunuh cowok bernama Rick itu. Aku sangat lapar!"
Diana menggeleng. "Tidak mungkin," bisiknya. "Tidak
mungkin!" "Sekarang kau sudah tahu segalanya, Diana," bisik Billy.
"Sekarang aku tidak memiliki rahasia lagi. Dan aku sangat lapar.
Sangat kelaparan." Diana menjerit. Terlambat. Billy menariknya mendekat. Dia membenarnkan taringtaringnya ke tenggorokan Diana.
Jeritan kengerian memenuhi restoran.
Billy nyaris tidak mendengarnya.
Dia begitu lapar. Sangat kelaparan.END Dewi Ular 5 Mahesa Edan 2 Rahasia Lenyapnya Mayat Mahesa Iklan Pembunuhan 3
^