Pencarian

Makhluk Pemeluk Manusia 1

Goosebumps - Invasi Makhluk Pemeluk Manusia 2 Bagian 1


R.L. Stine INVASI MAKHLUK PEMELUK MANUSIA
BAGIAN II (Goosebumps # 5) Alih Bahasa: Sutanty Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Jl. Palmerah Selatan 24-26 Lt. 6
Jakarta 10270 Ebook by: Farid ZE Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
CERITA SEBELUMNYA NAMAKU Jack Archer. Aku tinggal di Los Angeles.
Ada makhluk angkasa luar menyerbu bumi. Sekarang ia ada di kamarku dan
menurutku ia sama sekali tidak ramah.
Kaupikir ada yang percaya pada ucapanku"
Tidak. Teman-temanku mengejekku dan menyebutku Manusia Piring Terbang,
sebab aku pernah melihat UFO dan berbagai makhluk aneh lainnya yang
ternyata sama sekali bukan UFO atau makhluk aneh.
Oke, oke, aku memang membuat beberapa kesalahan, tapi kenapa tidak ada
yang mau percaya padaku sekarang"
Sebagian penyebabnya adalah adik perempuanku, Billie. Ia tidak pernah mau
kalah dan selalu ingin bersaing denganku. Kalau aku bilang melihat satu piring
terbang, Billie langsung mengaku melihat dua piring terbang, dan dua-duanya
lebih besar daripada piring terbang yang kulihat.
Pada musim panas yang lalu aku sering mengamati tetanggaku, Mr. Fleshman.
Aku yakin ia menyembunyikan makhluk asing dirumahnya.
Suatu malam Mr. Fleshman datang ke rumahku. Sikapnya sangat menakutkan.
Ia memperingatkan agar aku tidak lagi mengintainya. Katanya ia punya
pekerjaan yang sangat rahasia. Aku justru jadi lebih penasaran tentang Mr.
Fleshman. Pada akhir musim panas, sebuah meteor aneh muncul di langit. Para ilmuwan
bingung karenanya. Berjam-jam aku berkeliaran di halaman belakangku,
mencoba melihat meteor itu.
Suatu sore, ketika sedang mencari-cari meteor itu, kulihat suatu makhluk di
balik jendela Mr. Fleshman. Mr. Fleshman tampaknya tidak di rumah, jadi aku
menyelinap masuk ke rumahnya. Aku menemukan album foto berisi foto-foto
makhluk hijau aneh. Dan ada peti mati di sebuah ruangan kosong yang tiba-tiba
mulai membuka. Kuakui aku sangat ketakutan. Aku lari ke lorong, tapi mendadak muncul kabut dan
sesosok hantu keluar dari dalamnya, menyelubungiku.
Lalu Mr. Fleshman muncul. Ia tertawa melihat aku ketakutan. Ia menjelaskan
bahwa ia bekerja sebagai pencipta monster dan efek khusus untuk film. Itu
sebabnya pekerjaannya rahasia sekali.
Aku sangat lega mendengarnya.
Tapi lalu segalanya berubah menakutkan.
Tanpa sengaja aku mengambil sebuah kotak elektronik kecil dari rumah Mr.
Fleshman. Di kamarku aku mulai mendengar suara-suara dari dalam kotak itu.
Suara-suara itu menguasaiku dan membuatku bertingkah aneh.
Orangtuaku dan para guru khawatir melihat keadaanku. Mereka mengira aku
takut mendengar berita-berita tentang meteor itu.
Tapi aku masih terus mendengarkan suara-suara dari dalam kotak kecil itu.
Kusadari bahwa suara-suara itu berasal dari makhluk angkasa luar, dan mereka
sedang siap-siap mendarat di bumi.
Kenapa Mr. Fleshman memiliki kotak ini" Ketika kucoba mengembalikan kotak
itu padanya, kudengar Mr. Fleshman sedang bicara di telepon. "Kami sudah
siap menghadapi mereka," katanya. "Akan kami kalahkan mereka. Mereka tidak
mungkin menang." Wow! Mr. Fleshman berbohong padaku. Ternyata ia bukan pencipta efek
khusus, melainkan agen pemerintah yang berniat mengusir makhluk angkasa
luar. Tak lama kemudian. aku mendapat pengalaman lain. Kulihat kilatan cahaya di
langit. Sebuah meteorit jatuh ke bumi dan mendarat di kakiku.
Aku senang sekali, sampai hampir tak bisa bicara. Kuambil meteorit itu dan
kubawa ke dalam rumah. Orangtuaku tidak percaya aku menemukan meteorit, apalagi Billie kemudian
membual bahwa ia juga menemukan satu.
Aku harus mencari orang yang mau percaya. Maka kubawa benda itu ke sekolah,
untuk ditunjukkan pada Mr. Liss, guru ilmu alamku.
Tapi dua temanku, Henry Glover dan Derek Lee, mengira si Manusia Piring
Terbang mengada-ada lagi. Mereka mengambil meteorit itu dan melempar-
lemparkannya seperti bola.
Aku marah sekali. Kenapa sih tidak ada yang percaya padaku" Kuambil benda
angkasa luar itu dan aku lari pulang, lalu menyimpannya di lemari.
Whoa. Ternyata lemarinya mulai berguncang, lalu membuka. Sesosok makhluk
kecil, seperti serangga, merangkak keluar. Aku terpaku kaget.
Makhluk itu semakin besar dan seakin besar. Lalu tumbuh menjadi monster
jelek yang menakutkan. Ia turun ke lantai, lalu terhuyung-huyung melintasi ruangan dengan lengan
terentang, siap menyerang.
1 AKU terpaku ketakutan. Aku tak bisa bernapas. Aku membuka mulut, tapi tidak ada
suara yang keluar. Makhluk angkasa luar itu memelototiku dari seberang ruangan. Kulihat
pantulan tubuhku pada sepasang matanya yang hitam dan oval.
Di belakangnya, di atas lemari, meteorit bundar kecil itu bersinar kehijauan,
menerangi ruangan. Aku tercekat, mulutku kering kerontang dan jantungku berdebar-debar keras.
Tadi, ketika keluar dari meteorit, makhluk itu kecil sekali, tapi ia mulai
tumbuh begitu ia melangkah turun.
Ia semakin besar dan semakin besar. Tubuhnya yang ramping semakin gemuk
dan menggembung hijau. Sekarang ia sebesar kadal. Ia merayap turun di bagian depan lemari, lalu
berjalan dengan keempat kakinya, meninggalkan jejak lendir putih tebal di
belakangnya. Makhluk itu turun ke lantai dan berdiri pada kaki belakangnya. Lengan-
lengannya yang hijau langsing menjulur dari tubuhnya. Ia meregang dan
tumbuh lebih tinggi daripada lemari.
Bahkan daripada aku sendiri.
Sepasang matanya yang hitam dan oval membesar, kepalanya yang hijau
mengilap melembung seperti balon. Kulihat dua lubang hidung yang dalam dari
sebuah mulut kecil tanpa bibir.
Dua tangan terbentuk di lengan-lengan rampingnya, melengkung membentuk
kepalan, lalu membuka, menampakkan empat jemari panjang di setiap tangan.
Makhluk itu memandangiku tanpa berkedip, tanpa ekspresi apa pun di
wajahnya. Sementara ia bertambah besar, tubuhnya berkilau basah.
Ia membuka mulutnya, memperlihatkan dua taring melengkung dan barisan gigi
runcing. Sebuah cangkang hijau tumbuh di dahinya, keras seperti rumah kura-
kura. Ia maju dengan goyah. Kulihat genangan-genangan lendir putih di lantai di
belakangnya. PLOK! Kaki makhluk itu menimbulkan bunyi basah yang tajam setiap ia melangkah.
Ia merentangkan kedua lengannya, lalu maju lagi selangkah ke arahku dengan
berat. Akhirnya aku bisa memaksa kakiku yang gemetar untuk bergerak. Aku mundur
terhuyung-huyung. Kakiku menabrak tempat tidur.
Aku terjungkal dan mendarat dalam posisi duduk di penutup tempat tidur.
"Kau... kau mau... berteman?" tanyaku takut-takut dengan suara pelan.
Makhluk itu tidak menjawab.
Ia merentangkan lengannya dan maju selangkah lagi ke arahku.
"Namaku Jack!" seruku "Namamu siapa?"
Aku memandangi makhluk yang berdenyut-denyut dan semakin membesar
dalam cahaya kehijauan itu.
Mudah-mudahan dia ramah! aku berdoa dalam hati.
"Kau punya nama" Punya tidak?" Suaraku begitu nyaring melengking.
Aku melompat berdiri dengan gemetar. "Jack," ulangku sambil menepuk
dadaku "Aku Jack"
Tak ada jawaban. "Selamat datang di bumi," kataku. "Apa kau tahu kau sudah mendarat di
bumi?" Mata makhluk itu melebar, tidak lagi gelap dan oval, melainkan bundar dan
merah bersinar. Ia melotot padaku sambil merundukkan kepala dan bahunya.
Apa ia akan menyerang"
Aku melirik pintu kamarku sekilas. Rasanya jauh sekali. Bisakah aku ke sana"
Bisakah aku kabur sebelum makhluk mi menyambarku"
"Kau bisa bicara?" seruku. "Kau punya nama" Apa kau bersahabat?"
Makhluk itu membuka mulutnya lebar-lebar dan mendesis. keras.
Kedengarannya seperti udara yang mengembus dari balon. Dua baris taring
melengkung keluar dari mulut yang terbuka itu.
Makhluk itu mengertakkan giginya satu kali. Dan sekali lagi.
Dia. mau memakanku, pikirku.
Makhluk itu memandangiku dengan lapar sambil mengertakkan giginya.
Aku mesti bergerak. Kalau aku masih terpaku di sini, aku bakal jadi makan
siangnya. Aku menarik napas dalam-dalam dan.menegangkan otot-otot kakiku.
Makhluk itu mengulurkan lengannya padaku
Lari! perintahku pada diri sendiri.
Sebuah teriakan nyanng meluncur dari mulutku. Aku merunduk dan meluncur
ke arah pintu. Sebuah desisan panjang keluar dari mulut makhluk itu. Ia berputar, matanya
melotot dan membesar. Ia merunduk dan bersiap menyerangku.
"Tidak! Jangan!"
Sebuah desisan panjang keluar dari mulut makhluk itu. Ia berputar, matanya
melotot dan bergerak di rongganya, lalu ia maju ke arahku dengan langkah
berat. "Tidak! Tolong!" Tanpa kusadari aku berteriak, memohon-mohon.
"Jangan!" Aku mencapal pintu, berdebar-debar.
PLOK. Makhluk itu maju selangkah lagi.
Kupaksakan diri keluar dari pintu, ke lorong.
"Tolong" teriakku "Tolong!"
Tapi tidak ada orang di rumah. Saat itu tengah hari.
Adikku, Billie, masih di sekolah. Mom dan Dad di kantor.
Tak ada siapa-siapa. Tak ada yang bisa menolongku.
Tak ada yang melihat makhluk ini.
Makhluk lapar dari angkasa luar ini.
Sambil terus mendesis makhluk itu keluar ke lorong, kepalanya merunduk
sementara ia maju dengan mantap ke arahku.
"Oh, tolong! Tolong!"
Aku terlalu ketakutan untuk tidak berteriak. Aku melesat ke tangga, hampir
terjatuh. Kusambar birai tangga untuk berpegangan.
Lalu aku melesat menuruni dua anak tangga sekali langkah, suara debak-debuk
sepatu ketsku bergema di rumah yang kosong ini.
Aku sampai di bawah dengan terengah-engah. Ketika aku membalikkan tubuh,
kulihat makhluk itu ada di puncak tangga.
"Tidak! Tolong!"
Makhluk itu merentangkan lengannya yang sekarang tebal dan berotot, seolah
hendak meraihku, lalu ikut turun tangga.
Aku mundur, terus sarnpai ke pintu, dan kubuka pintu itu tanpa menoleh.
"Tidak! jangan!" Aku memandangi makhluk yang sudah sampai di tengah
tangga itu. Matanya melotot, mulutnya terbuka dan mendesis, taring-taring dan
barisan giginya yang tajam tampak melengkung.
Tangannya yang berjari empat terulur meraihku.
"Tidak!" Sekali lagi aku menjerit ketakutan. Aku membentur pintu kasa.
Aku mundur. Terus mundur. Mataku masih tetap terarah pada makhluk yang
masih terus turun tangga itu.
Aku mundur sampai ke pekarangan depan. Dan menabrak satu makhluk lainnya
"Tidaaaak!" Aku menjerit panjang saat makhluk itu melilitkan sepasang
lengannya ke tubuhku dari belakang.
2 SAMBIL menjerit nyaring kudorong lengan mathluk itu sampai aku berhasil
melepaskan diri. Aku membalikkan tubuh. dan berseru kaget, "Mr Liss!"
Dengan terengah-engah guru sainsku itu menatapku lekat-lekat dari balik
kacamatanya. Dahinya berkeringat. Rambutnya yang biasanya licin rapi
sekarang berantakan, seolah-olah ia baru berlari dari sekolah.
"Jack, kau tidak apa-apa?" tanyanya terengah.
"Tidak...," kataku. "Tidak. Aku..."
"Aku tidak bermaksud menakut-nakutimu," katanya sambil merapikan kemeja
birunya. Ia kurus tinggi dan selalu repot dengan pakaiannya. "Kau lari dari
kelas, dan aku jadi cemas."
"Dia.. dia ada di dalam sana," kataku gugup. Dengan panik aku menunjuk pintu
depan yang terbuka. "Apa?" Mr. Liss menghapus keringat di dahinya dengan punggung tangan.
"Aku tidak mengerti, Jack. Kulihat kau ketakutan, jadi aku cepat-cepat kemari,
tapi..." "Dia di dalam sana!" teriakku. "Makhluk angkasa luar. Ada di rumahku."
Memang kedengarannya konyol, tapi mau bagaimana lagi" Aku tidak bisa
berpikir jernih. Otakku beku oleh rasa panik. Aku hampir-hampir tidak bisa
bicara dengan jelas. Kusambar tangan guruku. Rasanya panas dan basah. Lalu aku menunjuk ke
pintu. "Lihat" Anda lihat tidak?"
Kami sama-sama memandangi pintu yang terbuka.
Tidak ada apa-apa. Di tengah napasku yang kacau kucoba mendengarkan desisan makhluk itu.
Tidak ada suara Sebuah pesawat terbang tampak tinggi di atas, mesinnya terdengar menderum
sayup. Di ujung jalan terdengar suara tangisan bayi.
"Aku tidak melihat apa-apa, Jack," kata Mr. Liss. pelan, masih sambil
merapikan bagian depan kemejanya.
"Dia ada di sana!" teriakku. "Di dalam rumahku Anda mesti percaya!"
"Oke, oke," katanya, hampir berbisik. Ia menyuruhku tenang. "Tarik napas
panjang, Jack, dan hitung sampai dua puluh."
"Tidak!" erangku. "Anda tidak mengerti!" Aku tetap menatap ke pintu,
membayangkan makhluk jelek itu akan menyerbu keluar sambil mengertakkan
gigi dan mengulurkan lengan-lengannya yang kuat untuk menangkapku.
"Dia ada di sana, Mr. Liss," aku bersikeras, suaraku gemetar. "Aku tidak
bohong. Yang jatuh itu bukan meteorit, tapi semacam pesawat angkasa luar.
Orang-orang menertawakanku, tapi makhluk itu memang ada di dalamnya, dan
sekarang..." "Mari kira lihat," sahut Mr. Liss pelan Ia beranjak ke arah rumah.
"Hah?" Aku tercekat.
Ia menyipitkan mata kepadaku. "Ayo kita periksa."
"Tidak... tunggu!" teriakku.
Tapi Mr. Liss sudah melangkah ke undak-undak depan. Aku tetap di tempat,
menutupi wajah sementara Mr. Liss membuka pintu kasa.
Aku menahan napas, menunggu teriakan kagetnya. Tapi ia menoleh padaku,
kacamatanya memantulkan cahaya matahari. "Aku tidak melihat apa-apa, Jack."
Ia merapikan rambutnya, yang kusut oleh angin. "Tidak terdengar apa-apa di
dalam." Ia melangkah masuk ke dalam rumah, dan memberi isyarat agar aku
mengikutinya. Aku ragu. "Hati-hati," kataku. "Dia ada di sana. Dia benar-benar besar, Mr.
Liss. Lebih besar daripada manusia, dan..
Pintu kasa menutup dan Mr. Liss tidak tampak lagi di dalam sana.


Goosebumps - Invasi Makhluk Pemeluk Manusia 2 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku mulai berdebar-debar lagi saat melangkah ke undak-undak depan. Melalui
pintu kasa, aku mengintip ke dalarn rumah.
"Mr. Liss?" panggiiku.
Tidak ada jawaban. Aku menudungi mata dengan tangan. Di mana dia" Kenapa dia menghilang
begitu cepat" Apa makhluk itu menyerangnya begitu ia masuk ke dalam"
Menyerannya dengan diam-diam"
Kubuka pintu kasa itu. Sambil menarik napas, aku menjulurkan kepala ke dalam.
"Mr. Liss" Mr. Liss?"
3 DENGAN gemetar aku melangkah ke lorong depan. Pintu kasa itu menyentuh
punggungku saat menutup. Aku terlompat. Dan mendengarkan. Hening. Lalu ada suara langkah kaki mendekat dari bagian belakang rumah.
Makhluk itu! Aku terkesiap, dan siap-siap lari ke luar.
Tidak! Tunggu! Langkah kaki itu terlalu ringan. Dan terlalu cepat.
Mr. Liss muncul, berjalan cepat dengan tangan di saku. "Tidak ada siapa-siapa di
dapur," katanya. Ia memandangiku lama. "Apa kita perlu memeriksa kamar-kamar di
ruang bawah?" Aku tercekat. "Tidak," kataku "Kita keluar saja dari sini. Kita mesti cari
bantuan." Ia memandangiku lagi "Mungkin kau mimpi buruk semalam, Jack. Kalau
sedang cemas, orang suka membayangkan yang tidak-tidak."
"Tidak!" protesku "Ini sungguhan. Anda mesti percaya padaku."
"Kalau begitu, kita mesti mencarinya," kata Mr Liss. Ia membalikkan badan dan
melangkah ke lorong lagi.
Aku mengejarnya. Aku tidak ingin sendirian di sini. Aku tidak mau menghadapi
makhluk itu seorang diri.
Kuikuti Mr. Liss ke kamar orangtuaku. Tirai-tirai yang putih berkibar-kibar di
depan jendela yang terbuka. Sejalur panjang cahaya matahari jatuh di tempat
tidur. Tidak ada tanda-tanda kehadiran makhluk itu.
"Makhluk itu besar dan berbahaya," bisikku. "Kita mesti keluar dari sini, Mr.
Liss Kita harus..." Sambil mengernyit Mr. Liss melangkah ke kamar tamu. Ia melongok ke dalam,
lalu menoleh lagi padaku dengan cepat.
"Aku tidak melihat apa-apa, Jack, dan tidak mendengar suara-suara aneh"
"Tapi... tapi..."
Mr. Liss melepaskan kacamatanya dan membersihkan lensanya dengan lengan
kemejanya sambil menatapku tajam.
"Aku tahu kau sedang kesal di sekolah," katanya. "Aku tahu kau tidak senang
teman-temanmu melempar-lemparkan bolamu itu."
"Benda itu bukan bola!" teriakku. "Itu pesawat angkasa luar Mendarat di
pekaranganku, Mr. Liss. Dan makhluk itu keluar dari dalamnya."
Mr. Liss kembali mengenakan kacamatanya, masih sambil memandangiku
"Mestinya kau tidak kabur dari sekolah...," ia memulai.
Tapi aku menginterupsi kalimatnya dengan mengepalkan tinju ke udara dan
berteriak, "Aku tidak bohong! Ada makhluk angkasa luar di rumah ini, dan dia
akan memakan kita." Mr. Liss ternganga kaget melihat kehisterisanku. "Jack..."
Aku tidak mendengarkan. Aku lari ke depan, ke pintu. "Kita mesti lapor polisi,"
seruku "Kita mesti cari bantuan. Makhluk itu terlalu besar dan berbahaya."
Tapi kemudian lariku terhenti dan aku terpekik kaget.
Aku melongo memandangi makhluk itu, kepalanya merunduk di bahunya yang
hijau mengilat, mulutnya terbuka, memperlihatkan barisan giginya yang
melengkung, sepasang lengannya terentang.
Makhluk itu berdiri di situ.
Menghalangi jalan keluarku.
4 "ASTAGA" Kudengar Mr Liss bergumam "Astaga! Astaga!"
"Lihat sendiri, kan?" bisikku.
Mr. Liss mengangguk, mulutnya ternganga, matanya terbelalak. "Astaga!" Ia
menyapukan kedua tangannya di rambutnya yang cokelat.
Aku tercekat. "Dia menghalangi pintu." kataku akhirnya dengan sangat pelan.
"Maaf," bisik Mr. Liss "Maaf aku tadi tidak percaya padamu."
Makhluk itu mendesis dan mengertakkan gigi. Sepasang matanya yang besar
berputar-putar di kepalanya. Seluruh tubuhnya berdenyut-denyut dengan suara
basah ketika ia melangkah dari pintu.
"Kita mesti lari," kataku sambil menank-narik lengan kemeja Mr. Liss. "Kita
mesti cari bantuan."
Mr. Liss tidak melepaskan pandang dari makhluk itu. "Kita mesti mengambil
kamera," katanya. Makhluk itu maju selangkah lagi ke arah kami, merentangkan sepasang
lengannya lebar-lebar dan memutar-mutar jemarinya yang panjang. Ia membuka
dan menutup rahangnya, taring-taringnya yang panjang menimbulkan bunyi
berisik. "Mr. Liss, ayolah," desakku. Kutarik lengannya, mencoba menyeretnya ke bagian
belakang rumah. Tapi ia melepaskan diri dariku. "Kita akan terkenal, Jack." katanya penuh
semangat. "Kita akan menjadi orang pertama di dunia yang pernah melihat
makhluk planet lain."
"Tapi kalau dia memakan kita..."
Makhluk itu melompat ke depan, seluruh tubuhnva bergetar dan bergoyang-
goyang. "Mr. Liss, ayolah," aku memohon.
Tapi ia tidak mengacuhkanku. Ia malah maju mendekati makhluk itu. "Kami
orang bumi," teriaknya. "Kau bisa bicara" Dari mana asalmu?"
Makhluk itu merentangkan lengannya dan mengeluarkan desisan basah.
"Aku sudah coba bicara dengannya," kataku. "Dia tidak menjawab."
Aku mundur selangkah ketika makhluk itu maju lebih dekat.
"Ayolah, kita mesti pergi" teriakku.
Akhirnya Mr. Liss menoleh padaku. "Menurutku dia ramah," katanya, suaranya
terdengar gembira. "Hah?" Aku terheran-heran.
"Ya" Mr. Liss mengangguk "Menurutku dia ramah. Lihat, Jack, dia
merentangkan lengannya. Kurasa dia ingin dipeluk."
Aku mundur selangkah lagi Jantungku berdebar kencang. Aku hampir-hampir
tak bisa bernapas . "Tidak," sanggahku. "Itu tipuan, Mr. Liss."
"Aku yakin dia cuma ingin dipeluk," sahut Mr. Liss.
"Tidak! Jangan dekat-dekat!" teriakku. "Dia jelek sekali. Dia jahat!"
Mr. Liss menggeleng. "Dia memang berbeda dari kita. Dia kan makhluk dari
planet lain, tapi belum tentu dia jahat."
Ia maju selangkah lagi ke arah makhluk itu. "Menurutku dia berusaha menyapa
kita, Jack. Kurasa dia ingin memeluk kita."
"Mr. Liss jangan." pintaku "Kita pergi saja. Ayolah!"
Tapi Mr. Liss tidak memedulikan peringatanku.
Ia maju untuk menyapa makhluk itu.
Makhluk itu merentangkan kedua lengannya. Mr. Liss juga.
Dan mereka berpelukan. "Oh, astaga!" gumam Mr. Liss.
Lengan makhluk itu memeluk bahu Mr. Liss dengan lembut.
"Oh, oh," kata Mr. Liss lagi. "Kaulihat, Jack" Aku benar,kan?"
Mr Liss tidak membalikkan tubuh. Makhluk itu memeluknya lebih erat, lalu
merundukkan kepalanya yang besar dan hijau dan menekankannya ke pipi Mr.
Liss. "Dia makhluk berdarah panas, seperti kita," kata Mr. Liss. "Kaulihat, Jack" Dia
ramah. Aku yakin. Aku..."
Mr. Liss berhenti bicara dan terkesiap.
Kulihat makhluk itu semakin mempererat pelukannya.
"Hei!" erang Mr Liss "Tunggu. Hentikan..."
Kepala makhluk itu menekan wajah Mr Liss.
Lengan-lengannya yang berotot merangkul sosok ramping guruku.
Semakin erat. Mr. Liss mengerang lagi. Lalu, sementara aku memandangi tanpa daya, Mr.
Liss mulai meronta-ronta. "Hei, lepaskan! Lepaskan!"
5 "MR. LISS" teriakku. Dengan ngeri kulihat lengan kuat makhluk itu mengetat di
pinggang Mr.Liss. Mr Liss mengerang kesakitan. Ia terus meronta-ronta, berusaha membebaskan
diri. Kacamatanya jatuh ke lantai, matanya terbelalak, dan wajahnya mengernyit
ngeri. Makhluk itu menekankan kepalanya ke pipi Mr. Liss dan mendesis pendek-
pendek.. HISS HISS HISS...
"Ti... dak... bi... sa... na... pas," kata Mr. Liss.
Dengan panik aku mencari-cari apa saja yang bisa dijadikan senjata untuk
memukul makhluk itu. Aku melihat sebuah vas kaca yang tinggi di meja di luar ruang duduk. Aku
meraihnya. Kuangkat vas itu tinggi-tinggi, siap-siap menghantamkannya ke
makhluk itu. "Tidaaak!" teriakku ketika makhluk itu mengangkat sepasang tangannya.
Jemarinya mengembang dan kuku-kuku panjang keperakan keluar dari
dalamnya. Kuku-kuku itu sekitar satu kaki panjangnya, dan makhluk itu
menghunjamkannya ke punggung Mr. Liss.
Mr. Liss menjerit, matanya melotot ketakutan.
Vas itu jatuh dari tanganku dengan suara debuk berat.
Aku tercekat. Ini tidak sungguhan, pikirku.
Ini tidak benar-benar terjadi.
Kuku-kuku panjang itu menembus kemeja Mr. Liss dan masuk ke dalam
tubuhnya, seolah-olah ia terbuat dari udara.
Kulihat sepasang tangan makhluk itu masuk semuanya ke punggung Mr. Liss,
disusul oleh lengannya. Makhluk itu merundukkan bahu dan kepalanya, lalu bahunya masuk juga ke
punggung guruku, kepalanya yang hijau menimbulkan suara basah ketika
menyusul masuk. "Tidak! Tidak! Oh, tidak!" erang Mr. Liss dengan mulut ternganga ketakutan.
Sepasang lengannya terangkat, matanya berputar-putar panik.
"Tidak! Tidak! Tidak!"
Makhluk itu menekuk lututnya, merunduk ke depan, lalu melompat dari lantai.
Melompat ke dalam tubuh Mr. Liss.
Dan menghilang. "Tidak! Tidak! Tidak!" Mr. Liss masih terus mengerang. Sepasang lengannya
bergerak-gerak liar di atas kepalanya.
Aku terhuyung-huyung ke tembok.
Dadaku turun naik. Aku berjuang menarik napas. Kututupi telingaku untuk
menghalau erangan-ngeri guruku.
"Tidak! Tidak! Tidak!"
Aku memandangi punggung Mr. Liss.
Dan kemejanya yang sekarang licin kembali. Tidak ada kerutan. Tidak ada
lubang atau sobekan. Juga tidak ada benjolan, luka, ataupun darah.
Kemejanya berantakan ketika ia meronta-ronta dan bagian bawah lengannya
basah oleh keringat, tapi tidak ada tanda-tanda makhluk itu.
Makhluk itu sudah menghilang ke dalam tubuh Mr. Liss.
Gerakan guru itu mendadak berhenti. Sambil terengah-engah ia menurunkan
lengannya dan merapikan kemejanya
"Mr Liss?" Akhirnya aku bisa mengeluarkan suara.
Ia menyipitkan mata padaku, seolah tidak mengenalku. Lalu ia membungkuk
dan mengambil kacamatanya.
"Mr. Liss" Anda tidak apa-apa?" tanyaku, masih tetap bersandar ke tembok.
Kakiku gemetar dan lemas.
Mr. Liss memakai kembali kacamatanya, lalu merapikan rambutnya dengan satu
tangan. Ia menggeleng-gelengkan kepala, seperti ingin menghilangkan. pening.
Lalu ia mulai bersenandung pelan sambil memandangiku dengan tatapan
kosong. "Mr. Liss?" bisikku. "Ini aku. Jack. Anda tidak apa-apa?"
Ia masih terus bersenandung, lalu ia mengecapkan mulutnya beberapa kali.
Ia menggaruk bahu kanannya, lalu tengkuknya. Keras sekali, sampai kulitnya
memerah. Aku mesti keluar dari sini, aku memutuskan.
Mr. Liss tidak beres. Makhluk itu masuk ke dalam dirinva dan sekarang ia tidak
beres. Ia mulai bersenandung lagi. Senandung tidak jelas. Dan ia terus menggaruk-
garuk. "Eh... aku... akan cari bantuan," kataku sambil beranjak pelan-pelan ke pintu
depan. Mr. Liss berhenti bersenandung. Ia menurunkan tangannya dan bergerak untuk
merintangi jalanku. Ia mendecak-decakkan lidah. "T-t-t. Aku tidak apa-apa, Jack," katanya.
Bicaranya lambat sekali. "Tidak. Aku akan panggil seseorang," aku bersikeras. 'Anda tunggu di sini, Mr.
Liss. Aku akan kembali secepat mungkin."
"Tidak. Tidak perlu," sanggah Mr. Liss Seulas senyum kecil yang aneh merekah di
bibirnya "Aku baik-baik saja."
Sementara ia tersenyum, sesuatu berwarna hijau menyembul dari kedua
telinganya. Kelihatannya seperti permen karet yang berdenyut-denyut Mirip
balon-balon hijau. "Aku... aku akan panggil dokter atau siapa saja," kataku tergeragap, sambil
beringsut ke pintu yang terbuka.
"T-t-t, aku tidak perlu dokter," sahut Mr. Liss, masih tersenyum. "Belum pernah
aku merasa sesehat ini, Jack" Gelembung hjau itu menyembul dari kedua sisi
wajahnya, lalu pelan-pelan mengempis dan masuk kembali ke dalam telinganya.
"Dia ada di dalam Anda!" teriakku, tak bisa lagi menahan panik. "Dia menghilang,
masuk ke dalam tubuh Anda, Mr. Liss. Aku melihatnya."
Mr. Liss menggeleng. "Tidak. Aku t-t-t baik-baik saja." Ia maju selangkah ke
arahku, dengan senyumannya yang aneh itu. Matanya melotot padaku, tidak
bergerak, tidak berkedip.
Kedua gelembung hijau itu kembali menyembul dari dalam telinganya,
berdenyut-denyut selama beberapa saat, lalu kembali menghilang masuk.
"Aku akan cari bantuan!" teriakku.
Tapi ia menghalangi jalanku.
"Jangan takut, Jack,". katanya pelan.
"Aku takut!" pekikku. "Dia ada di dalam tubuh Anda, Mr. Liss. Anda tidak
mengerti" Aku mesti cari bantuan."
Ia menggeleng lagi, lalu merentangkan lengannya. Matanya menatapku tajam.
"Peluk aku, Jack," bisiknya.
"Hah"' Aku tercengang dan mundur.
"Peluk t-t-t aku," ulang Mr. Liss sambil merentangkan lengan "Dia ingin masuk ke
dalam dirimu juga. Supaya dia sama-sama ada di dalam kita."
"Tidak!" Aku tercekat.
"Dia ingin t-t-t menyebar ke semua orang," Mr Liss melanjutkan. "Hebat, kan?"
Ia maju ke arahku, sepatunya berkeresak ribut di lantai. Gelembung-gelembung
hijau itu muncul dari lubang telinganya, lalu masuk kembali.
Aku mundur selangkah lagi, dan selangkah lagi.
"Peluk sebentar saja," desak Mr Liss Ia berdecak beberapa kali. "Peluk sebentar,
Jack. Kita mesti menyebar. Kita mesti memeluk semua orang. Tidak apa.
Sungguh. T-t-t. Aku tidak apa-apa."
Aku membentur tembok." Tidak... jangan!" teriakku. "Aku tidak mau. Anda tidak
normal. Anda aneh. Anda kesurupan." "Tidak," kata Mr. Liss pelan sambil maju lebih dekat. Sepatunya terseret-seret
di lantai, seolah kakinya tidak kuat mengangkatnya.
"Peluk sebentar, Jack," desaknya "Jadilah salah satu dari yang pertama. Kau


Goosebumps - Invasi Makhluk Pemeluk Manusia 2 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sangat beruntung bisa menjadi salah satu dari yang pertama."
"Tidaaaak" teriakku.
Aku melesat melewatinya, masuk ke ruang tamu, api aku menjerit ketika
melihat Mom dan Billie naik dari belakang rumah. "Kau sudah di rumah?"
Mom menaruh tas kerjanya di meja dan berpaling padaku "Jack, ada apa"
Kenapa kau sudah di rumah ada jam begini?"
Aku membalikkan badan dan menunjuk Mr. Liss dengan tangan gemetar.
"Makhluk itu ada di dalam tubuhnya" teriakku. "Hentikan dia! Hentikan!
Makhluk itu ada di dalam tubuhnya!"
6 MOM ternganga dan terbelalak menatap Mr. Liss. Guru itu belum bergerak dari
lorong depan. Kedua lengannya masih terentang, siap memeluk.
"Ada makhluk angkasa luar mendarat di bumi," kataku pada Mom.
"Makhluk itu... masuk ke dalam tubuhnya!" teriakku.
Billie terpaku memandangi Mr. Liss. "Aku juga kemasukan makhluk .angkasa
luar," katanya. Ia merentangkan kedua lengannya dan mulai terhuyung-huyung
di seputar ruangan "Aku makhluk asing! Aku makhluk asing!"
"Billie, diam!" teriakku.
Mr. Liss tertawa terbahak-bahak. "Kedua anak Anda sangat imajinatif, Mrs.
Archer." Ia masuk ke ruang tamu, merapikan kemejanya dan berjalan dengan
langkah berat terseret-seret.
"Ya, memang," Mom langsung setuju. Ia memandangiku dengan bingung.
Billie sekarang berjalan seperti robot "Aku makhluk angkasa luar," katanya, dan
ia mulai terbatuk-batuk. "Billie, naik ke kamarmu," perintah Mom "Dia sedang sakit tenggorokan. Aku
menjemputnya lebih awal dari sekolah. Kurasa amandelnya mulai berulah lagi."
Ia menghampiri Mr. Liss. "Mom, jangan dekat-dekat dia!" teriakku ngeri. "Dia kemasukan makhluk asing!
Percayalah padaku!" Mr. Liss berdecak. Ia mengulurkan tangan pada Mom. "Aku Ted Liss," katanya.
"Aku t-t-t guru sains Jack."
"Senang bertemu dengan Anda, Mr. Liss," kata Mom. Ia mengulurkan tangan
untuk menjabat tangan Mr. Liss.
"Jangan!" teriakku sambil menarik tangan ibuku.
"Jack!" bentak Mom. "Kenapa sih kau ini?"
"Jangan sentuh dia!" erangku. "Aku tidak bohong, Mom. Makhluk itu
memeluknya, lalu..."
"Hentikan sekarang juga!" perintah Mom sambil mengertakkan gigi. Ia
membekap mulutku. "Aku serius, Jack. Diamlah."
Peian-pelan ia menurunkan tangannya dari mulutku dan menoleh pada Mr. Liss.
"Maaf, Jack sedang terpengaruh oleh cerita tentang meteor yang jatuh itu."
Mr. Liss mengangguk serius. "Ya. Aku t-t-t mengerti. "
"Tapi... tapi..."
Mom mengangkat tangannya. "Jangan bicara lagi!" bentaknya.
Aku menggigit bibir. Kenapa Mom tidak mau mendengarku" Kami semua
dalam bahaya besar, dan Mom tidak peduli. Ia cuma peduli bersikap sopan pada
guruku. Mom kembali menoleh pada Mr. Liss. "Aku minta maaf atas sikap Jack.
Ayahnya dan aku sangat cemas tentang dia."
"Ehm... ada masalah di sekolah hari ini," kata Mr. Liss sambil menggaruk
bahunya. Mom terperangah. "Masalah?"
Mr. Liss mengangguk dan mendecakkan lidah tiga kali. "Itu sebabnya aku ada
di sini. Beberapa murid mengganggu Jack. Dia kabur dari sekolah. Aku
mengikutinya ke sini untuk memastikan dia tidak apa-apa."
Mom mengerutkan kening padaku dan menumpangkan satu tangan dengan
lembut ke bahuku. "Jack, kau gemetar," katanya. "Apa kau sehat" Mungkin kau
mestinya berbaring di kamarmu."
"Aku tidak sakit!" sanggahku. "Mom mesti mendengarkanku. Meteorit itu
sebenarnya pesawat angkasa luar. Sesosok makhluk asing keluar dari dalamnya
dan.." Mom meremas bahuku. "Ssst. Tenanglah. Tidak apa-apa."
"Sebaiknya aku pergi," kata Mr. Liss. Ia mulai menyeret langkah ke luar
ruangan. "Maaf kalau aku mengejutkan Anda. Aku ingin memastikan Jack tidak
apa-apa." "Anda baik sekali, Mr. Liss" Mom mengikutinya ke pintu.
"Mom...," panggilku. "Jangan biarkan dia menyentuh Mom."
"Jack!" seru Mom. "Kurasa kau benar-ben?r perlu isthahat. Aku akan
memanggil Dr. Bendix dan..."
"Sampai t-t-t besok, Jack," kata Mr. Liss dan ambang pintu. Lalu ia mengedip
padaku. Kedipan paling jahat yang pernah kulihat
Sebab aku tahu apa yang dimaksudnya. Bukan Sampai besok, melainkan Kau tidak
bakal bisa kabur dariku. Atau Akan kutemui kau di sekolah dan akan kupeluk kau, seperti yang
dilakukan makhluk itu padaku. Lalu makhluk itu akan masuk ke tubuhmu juga, dan
kau akan memeluk semua orang yang kaujumpai. Dan makhluk itu akan
masuk ke tubuh semua orang di kota!
Aku memeluk diriku sendiri di tengah ruang tamu, mencoba menghentikan
gemetarku. Kulihat Mom berbicara pelan dengan Mr. Liss di pintu depan.
Jangan biarkan dia menyentuhmu, Mom, kataku dalam hati.
Jangan berjabat tangan dengannya. Jangan sentuh dia!
Aku tahu mereka sedang membicarakanku. Mereka terus melirikku sambil
berbicara. Mom angkat bahu. Mr. Liss tersenyum menenangkannya, lalu pergi.
Aku mendengar suara. Ketika menoleh, kulihat Billie melambai-lambai dengan
penuh semangat padaku dari puncak tangga. "Jack, cepat Di sini ada lebih
banyak makhluk asing!" panggilnya. "Aku melihat sepuluh! Tidak deh.
Seratus!" Aku merengut dan mengacungkan tinju padanya. "Diam! Diam! ini bukan
lelucon, Billie!" Mom menoleh lagi padaku "Jangan bicara lagi," katanya marah. "Aku akan
memanggil Dr: Bendix. Mungkin dia mau memeriksamu dan adikmu." Mom mendesah.
"Kuharap Billie tidak perlu operasi amandel."
Ia melewatiku, menuju telepon di dapur. "Naiklah dan berbaring sebentar,"
perintahnya. "Kita akan membicarakan urusan makhluk angkasa luar ini begitu
ayahmu pulang." "Lalu Mom baru mau mendengarku?" tanyaku.
"Ya. Tapi jangan lagi menakut-nakuti adikmu dengan certa-cerita konyol seperti
itu." Lalu ia masuk ke dapur.
Cerita konyol" Cerita konyol katanya"
Memang sih konyol, tapi juga benar.
Dan cerita itu belum selesai.
Ada makhluk asing mendarat di bumi. Dia memeluk guruku, lalu masuk ke
tubuhnya. Membuatnya kerasukan.
Dan makhluk itu ingin merasukiku juga. Dan merasuki setiap orang.
Kepalaku pening gara-gara berbagai pikiran menakutkan ini. Pelipisku
berdenyut-denyut. Apa yang bisa kulakukan" Apa"
Aku memandang ke luar jendela... dan menjerit kaget.
Mr. Liss masih di luar sana, di trotoar depan rumahku. Dia sedang memeluk tukang
pos. Setelah beberapa saat, ia melepaskan pelukannya.
Kulihat gelembung-gelembung hijau muncul dari kedua telinga si tukang pos.
Mr. Liss pergi dengan tersenyum.
Tukang pos menggaruk satu bahunya, lalu satunya. Wajahnya tampak bingung.
Gelembung-gelembung itu masuk kembali ke telinganya. Ia mengangkat
kantong suratnya dan mulai melangkah ke rumah sebelah.
Si tukang pos akan mulai memeluk orang-orang, pikirku dengan ngeri. Ia akan
berkeliling dari rumah rumah, menyebarkan makhluk itu pada semua orang.
Aku mesti bertindak pikirku. Cepat!
Tapi apa yang mesti kulakukan"
Mendadak aku mendapat gagasan.
7 MR. FLESHMAN! Tetanggaku yang aneh itu!
Kenapa tadi tidak terpikir olehku" Aku terlalu panik, sehingga lupa pada satu-
satunya orang yang bisa menolongku.
Mr. Fleshman mengatakan ia seorang ahli efek khusus untuk film. Ia memiliki
berbagai jenis monster dan hantu mekanik di rumahnya.
Tapi itu cuma topeng! Suatu hari, ketika sedang berada di luar rumahnya, kudengar Mr. Fleshman
bicara di telepon pada atasannya. Katanya ia sudah siap menghadapi invasi itu.
Katanya ia bisa menanganinya.
Baru saat itulah kusadari bahwa Mr. Fleshman adalah agen pemerintah. Ia telah
mempersiapkan diri untuk menghadapi invasi makhluk angkasa luar itu. Ia
berjanji pada atasannya akan menghancurkan makhluk-makhluk itu begitu
mereka mendarat. Sekarang saatnya telah tiba. Makhluk itu telah mendarat.
Tapi apakah Mr. Fleshman tahu"
Aku mesti memberitahunya. Hanya dialah yang bisa membantu dan, mau
percaya padaku. Satu-satunya yang bisa menghentikan makhluk itu sebelum
makhluk merasuki semua orang di L.A.!
Mom masih menelepon di dapur. Aku menyelinap keluar dari pintu depan, lalu
lari secepat mungkin sepanjang pagar yang memisahkan pekarangan kami
dengan pekarangan sebelah, terus ke beranda belakang Mr. Fleshman.
"Mr. Fleshman! Anda ada di rumah?" Aku menggedor pintu dapurnya dengan
kedua kepalanku. Pintu itu dibuka. "Mr. Fleshman" Ini aku... Jack. Mr. Fleshman?" Suaraku terdengar tinggi dan
nyaring. Aku melongok ke dalam. "Ini penting sekali!" teriakku. "Mr. Fleshman, mereka
sudah mendarat. Anda ada di rumah?"
Tidak ada jawaban. Mungkin dia ada di bagian depan rumah, pikirku. Atau mungkin di salah satu
bengkelnya dan tidak mendengarku.
Kubuka pintu itu lebih lebar... lalu masuk ke dalam.
Sinar matahari siang yang mulai memudar masuk dari jendela dapur. Aku
menunggu sampai mataku, bisa menyesuaikan diri.
Tidak ada tanda-tanda kehadiran siapa pun di dapur. Sekotak bubur jagung
tergeletak, di samping sebuah mangkuk kosong di meja. Setumpuk surat yang
belum dibuka tertumpuk di rak.
Lantai di bawah kakiku berderit ketika aku melangkah ke lorong belakang yang
panjang. "Mr. Fleshman?" panggilku. "Anda ada di rumah?"
Tidak ada jawaban. Dari suatu tempat dibagian belakang rumah terdengar suara pelan musik. Musik
organ yang kedengaran seram.
"Mr. Fleshman, ini aku... Jack!" panggilku.
Aku mengintip ke gudang. Di lantai ada tumpukan koran dan sebuah tengkorak
yang sedang menyeringai bertengger di rak buku.
Rumah ini penuh dengan tengkorak, hantu, dan monster. Semuanya tiruan yang
digunakan Mr. Fleshman untuk membuat orang-orang mengira ia bekerja dalam
industri perfilman. Tapi aku tak bisa dikelabui.
Musik organ itu sekarang terdengar lebih keras.
"Mr. Fleshman?" panggilku lagi sambil membuat corong dengan tanganku,
berusaha mengatasi suara organ.
Aku menabrak sebuah meja rendah di dinding. Aku menjerit dan terlompat
kaget. Dan melihat album foto itu. Album yang kutemukan ketika waktu itu aku
menyelidiki rumah besar yang menakutkan ini.
Kuambil album itu dan kubuka. "Ya," gumamku. "Ternyata benar."
Kupandangi berbagai foto makhluk angkasa luar berwarna hijau di album itu.
Kata Mr. Fleshman, mereka adalah model yang dibuatnya untuk sebuah film.
Tapi ia berbohong. Makhluk-makhluk di foto itu persis dengan makhluk yang masuk ke dalam
tubuh Mr. Liss. Ini buktinya, pikirku. Bahwa Mr. Fleshman adalah agen pemerintah.
Aku masih memegangi album itu ketika sebuah sosok muncul dari dalam
bayang-bayang. "Mr. Fleshman!" panggilku.
Ia mengenakan pakaian serba hitam, seperti biasa. Sepasang matanya yang
dingin keperakan beralih dari diriku ke album foto itu.
Lalu ia kembali menatapku dengan seksama. "Jack," katanya akhirnya dengan
suara serak berbisik. "Kau sedang apa di sini?"
"Dia... mendarat!" seruku.
Ekspresinya tidak berubah.
"Makhluk asing itu!" kataku. "Dia mendarat. Aku melihatnya. Dia mencoba
memelukku. Bentuknya persis seperti yang ada di album ini."
Ia mengerutkan kening. "Kurasa kau sudah tahu rahasiaku, ya?"
"Y-ya," sahutku tergagap. Kututup album itu dan kuletakkan kembali di meja.
"Aku tahu Anda agen pemerintah," kataku. "Aku tidak bermaksud menguping,
Mr. Fleshman, tapi aku mendengar Anda bicara di telepon."
Ia menyipitkan mata, tapi tidak mengatakan apa-apa. Kelihatannya ia sedang
berpikir keras. Kurasa ia sedang mempertimbangkan, berapa banyak yang bisa
diberitahukannya padaku. "Anda agen FBI?" tanyaku.
Ia menggeleng. "Ini antara kau dan aku saja, Jack," katanya sambil
mencondongkan tubuh. "Kau harus janji tidak akan memberitahu siapa pun.
Aku ini agen khusus. Dari Biro Pemantau Makhluk Asing."
"Ternyata dugaanku benar!" seruku.
Ia mengangkat satu jari ke bibirnya, isyarat agar aku diam.
"Aku percaya padamu, Jack. Aku percaya kau tidak akan membuka rahasiaku
pada siapa pun. Tidak juga pada orangtuamu."
"Aku tidak akan cerita pada siapa-siapa. Janji," kataku sambil mengangkat
tangan kananku. "Banyak yang akan menyusul datang, Jack," kata Mr. Fleshman "Kami sudah
mendapat informasi awal bahwa makhluk-makhluk itu akan mendarat di sini.
Aku sudah membuat markas besar untuk menyambut mereka. Agen-agenku
sudah melakukan Siaga Satu." "Dia... dia memeluk guru sainsku!" seruku. "Dan guruku memeluk tukang pos.
Dan... dan..." Mr. Fleshman meletakkan satu tangan di bahuku. "Jangan khawatir, Jack
Semuanya sudah diantisipasi. Kami bisa menangani mereka."
"Tapi apa yang akan Anda lakukan?" tanyaku.
Ia mengangkat lagi jarinya ke depan bibir."Pulanglah, Jack. Tenanglah. Kunci
pintumu dan tetaplah tenang, oke?"
"Oke," sahutku. "Tapi."
Mr. Fleshman beranjak ke pintu dapur. "Jangan beritahu siapa pun. Jangan
menyebarkan kepanikan. Jaga saja dirimu baik-baik"
"Oke," kataku. Mr. Fleshman berhenti di pintu belakang dan menoleh padaku "Kau satu-
satunya, selain para agenku,
tahu tentang invasi ini," katanya dengan berbisik, "Kau mau membantu kami?"
"Tentu saja," kataku.
"Mulailah membuat daftar," katanya "Isi dengan nama orang-orang yang sudah
dirasuki oleh makhluk-makhluk itu"
"Aku cuma menuliskan nama mereka?"tanyaku.
Ia mengangguk. "Itu sangat penting. Sesudah kami mengalahkan mereka, aku
pasti membutuhkan daftar itu."
Aku tercekat "Oke, akan kumulai sekarang juga"
"Jangan membahayakan dirimu," Mr Fleshman mengingatkan. "Aku tahu betul bahwa
kau senang mengintai orang-orang." Ia tersenyum "Kau terus mengintai
aku sejak aku pindah kemari."
"Sori," gumamku.
"Jangan mengambil risiko," ia mengulangi "Kalau kau melihat seseorang
dipeluk, tulis saja namanya. Itu saja. Jaga dirimu. Biar aku yang menangani
selebihnya." "Aku akan hati-hati," janjiku "Dan akan kulakukan tugasku."


Goosebumps - Invasi Makhluk Pemeluk Manusia 2 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tak usah cemas," kata Mr. Fleshman dengan lembut. "Para agenku dan aku akan
menangani makhluk-makhluk ini. Tidak masalah."
"Mudah-mudahan saja," gumamku. Lalu aku lari pulang secepat mungkin.
Tapi aku berhenti di tengah pekarangan depan. Empat teman sekelasku -
Marsha Wiener, Maddy James, Henry, dan Derek - berdiri menungguku di
pintu depan. "Hei, kami tadi bertemu Mr. Liss!" seru Derek.
"Aduuuh!" erangku.
Mereka melangkah cepat ke arahku. "Kau kenapa, Jack?" tanya Maddy.
"Apa dia... memeluk kalian?" tanyaku ketakutan.
Kedua cewek itu tertawa. Henry dan Derek menatapku tajam.
"Apa?" tanya Marsha.
"Apa dia memeluk kalian?" ulangku dengan suara gemetar.
Marsha dan Maddy saling pandang.
Mereka semua maju lebih dekat.
"Ya, dia memeluk kami," kata Derek pelan.
Aku terkesiap. "Tolong... jangan dekat-dekat," pintaku.
Tapi sudah terlambat. Derek dan Henry mengapitku.
Lalu keduanya memelukku. 8 "TIDAK!" Aku meronta-ronta, berusaha melepaskan diri, tapi Henry dan Derek
bertubuh besar. Besar dan atletis. Aku tak bisa lepas dari mereka.
"Jangan...," pintaku.
Mereka melepaskan pelukan dan mundur. Derek jatuh telentang di rumput dan
tertawa terbahak-bahak. Henry jatuh berlutut di sampingnya dan ber - high bersama Derek.
Aku ternganga, tak bisa bicara.
"Kau ini aneh sekali," kata Derek padaku.
"Buat apa Mr. Liss memeluk kami?" tanya Henry.
"Kau kenapa sih, Jack?" seru Marsha. "Kenapa tingkahmu begitu aneh?"
Aku mundur dengan gemetar dan memandangi mereka berempat. Mereka tidak
mendecak-decak dan tidak ada gelembung hijau keluar dari telinga mereka.
"Dia... dia tidak memeluk kalian?" tanyaku.
Marsha tertawa lagi. "Kami melihatnya di sudut. Kami melambai padanya.
Hanya itu." "Kami datang untuk meithat apa kau baik-baik saja," tambah Maddy. "Kau lari
cepat sekali dari sekolah."
"Aku tidak baik-baik saja!" teriakku. "Ada makhluk asing.."
Kalimatku terhenti. Mereka tidak mendengarkan. Marsha sedang diteriaki
ibunya dari rumah mereka di seberang jalan.
"Aku harus pergi," kata Marsha. "Ada yang mau ikut ke rumahku?"
"Derek dan aku mesti bicara dengan Jack," sahut Henry.
Kedua cewek itu pun pergi menyeberang jalan.
Kuajak Derek dan Henry masuk ke rumahku.
Di ruang tamu, mereka menaruh ransel masing-masing di lantai.
"Kau kubawakan PR dari Mrs. Hoff," kata Derek., "Tadi kau lari cepat sekali..."
"Masa bodoh dengan PR-nya," selaku. "Kalian tidak akan percaya mendengar
ini. Ingat benda angkasa luar yang kalian kira bola itu?"
"Yeah. Sori kami melempar-lemparkannya," kata Henry. "Kami cuma
bercanda." "Bukan itu soalnya!" teriakku. "Dengarkan dulu, dong! Benda itu bukan bola
atau meteor, tapi pesawat angkasa luar."
Mereka memandangiku dengan tajam. Henry menjilat kawat giginya yang biru
cerah. "Benda itu ada di meja kamarku dan sesosok makhluk angkasa luar keluar dari
dalamnya," kataku. Aku tak sabar ingin menceritakan semuanya, jadi kupaparkan seluruhnya
dengan penuh semangat. Kuceritakan bagaimana makhluk itu bertambah besar dan jahat; bagaimana ia
mengejarku, memeluk Mr. Liss, dan masuk ke dalam tubuh guru itu, dan
bagaimana Mr. Liss mencoba memelukku untuk memasukkan makhluk itu ke
dalam tubuhku juga; Bagaimana ibuku mendadak masuk, dan bagaimana kulihat Mr. Liss memeluk
tukang pos. Kuceritakan semuanya pada mereka, kecuali tentang Mr. Fleshman dan tugasku
untuk membuat daftar nama. Aku sudah janji pada Mr. Fleshman, tidak akan
menceritakan hal itu pada siapa pun.
Aku bicara selama sepuluh menit. Begitu selesai, aku terengah-engah.
Henry dan Derek masih terus memandangiku. Mereka tidak bereaksi dan tidak
bicara sepatah pun. Lalu Henry nyengir lebar. "Si Manusia Piring Terang beraksi lagi," katanya.
"Jack, kayaknya kau perlu diperiksa deh," kata Derek.
"Tapi yang kuceritakan tadi itu sungguhan," protesku. "Kalian tidak percaya
bahwa..." "Tidak, kami tidak percaya," sela Henry. "Apa pe rnah kami percaya padamu"
Tidak." Ia mengambil sebuah bantalan sofa dan mulai melemparkannya dari
satu tangan ke tangan lain, lalu ia menghantamkan bantal itu ke wajah Derek.
Derek merampas bantal itu dan memukulkannya ke kepala Henry.
"Hei, kalian ini gimana sih!" teriakku. "Ada makhluk asing mendarat di sini,
tapi kalian malah menganggap itu lucu."
"Yang lucu itu kau!" balas Derek.
"Lalu kenapa kalian datang ke rumahku?" tanyaku.
"Kan kami sudah bilang. Untuk minta maaf," kata Henry. Ia menjejalkan bantal itu
ke wajah Derek. Derek berusaha merebutnya, tapi tidak berhasil.
"Kau mau coba masuk tim renang, tidak?" tanya Derek.
Henry mencoba menghantam Derek dengan bantal, tapi Derek merunduk, lalu
mengacak-acak rambut Henry dengan kedua tangannya.
"Hah" Tim renang?" Aku melongo. "Kok kalian malah memikirkan tim renang"
Ada makhluk merasuki Mr. Liss, dan sekarang dia mulai menyebar... "
"Kau sinting, tapi kami benar-benar memerlukanmu dalam tim," kata Derek.
"Kau kan perenang hebat," tambah Henry. "Di kamp musim panas tahun ini kau
berenang lebih cepat daripada yang lain. Kau malah mengalahkan beberapa
pengawas kita." "Kami benar-benar membutuhkanmu tahun ini, Jack," kataderek. "Pelatih
menyuruh kami membujukmu agar mau masuk tim."
"Tapi." Tapi ucapanku terhenti. Mereka tidak akan mau mendengar. Mereka
tidak akan percaya. "Oke, akan kucoba," aku berbohong, padahal aku tak mau kembali ke sekolah.
Mana mungkin aku kembali ke sana, setelah tahu Mr. Liss sudah kerasukan
makhluk itu dan ia menungguku di sana"
*** Keesokan paginya kucoba pura-pura sakit perut, tapi Mom memaksaku
berangkat ke sekolah. Katanya dengan belajar aku akan lupa dengan sakit
perutku. Aku jalan kaki sepelan mungkin ke sekolah. Anak-anak lain bergegas
melewatiku. Marsha dan Maddy melambai padaku saat melaju lewat dengan
sepeda masing-masing. Mereka semua tampak bahagia, pikirku. Begitu normal.
Kalau saja mereka tahu...
Tiba di sekolah, ternyata aku benar-benar sakit perut. Semua ototku terasa
kencang dan tegang. Rasa takut membuat kakiku berat melangkah. Aku berjalan ke
lokerku dan menggantung jaketku. Kuambil beberapa buku pelajaran dan rak atas
dan kumasukkan ke ranselku.
Aku menengok ke jam di lorong. Bel hampir berbunyi .
Aku bergegas melangkah di lorong dan berbelok di sudut.
Bisakah aku masuk ke ruangan Mrs. Hoff tanpa berpapasan dengan Mr. Liss"
Ternyata tidak. Kulihat Mr. Liss berdiri di depan pintu kelasnya. Lampu di langit-langit
membuat kacamatanya bersinar. Senyum lebar menghiasi wajahnya ketika ia
melihatku. "Jack!" panggilnya. "Jack, t-t-t, kemarilah!"
9 AKU tertegun dan terkesiap ketakutan.
Mr. Liss melambai-lambaikan tangan padaku dengan sangat senang.
"Kemarilah, Jack. Jangan takut."
"Aduh..." Aku memandanginya dengan berdebar-debar. Kakiku gemetar. Aku mundur
selangkah. "Jack...!" panggilnya, sekarang melambai dengan kedua tangan. "Jack!"
Aku berbalik dan lari. Aku mesti lepas darinya dan aku mesti memperingatkan semua orang.
Ranselku terguncang-guncang di punggungku sementara aku lari. Apakah Mr.
Liss mengejarku" Aku tidak mau menoleh.
Ruangan Mrs. Berkman sudah tampak di depanku. Ia adalah kepala sekolah
SMP. Aku berhenti dan melesat masuk ke kantor itu. "Aku harus bertemu Mrs.
Berkman!" kataku terengah-engah pada sekretaris.
Sebelum ia sempat menjawab, aku sudah melesat ke tempat Mrs. Berkman yang
sedang berdiri di samping mejanya, di ruang kantor belakang.
"Hei, tunggu " seru si sekretaris.
Tapi aku sudah melewatinya. "Mrs. Berkman, Anda mesti menolongku! Anda mesti
mendengarkanku!" teriakku.
Mrs. Berkman bertubuh kurus pendek, dengan rambut pirang bergoyang-goyang
dan mata biru pucat. Ia selalu memakai sweater dan celana panjang dan
kelihatannya terlalu muda untuk menjadi kepala sekolah.
Ia meletakkan kertas-kertas yang sedang dibacanya dan menyipitkan mata
padaku. "Jack?"
"Tolong," kataku. "Ini penting. Aku..." Aku tidak tahu harus mulai dari mana.
Mrs. Berkman melewatiku dan menutup pintu kantornya, lalu menyuruhku
duduk di depannya. Ia sendiri kemudian duduk di balik mejanya yang besar dan
berantakan. "Tarik napas dalam-dalam, Jack," katanya lembut. "Lalu ceritakan ada apa."
Aku menarik napas, tapi itu tidak bisa menenangkan debar jantungku dan
gemetar tubuhku. "Ceritanya panjang," kataku dengan suara ketakutan; mulutku kering sekali
rasanya. "Ada makhluk angkasa luar mendarat di bumi. Dia ada di kamarku."
"Aku sudah dengar. Katanya kau punya masalah tentang itu di kelas," sela Mrs.
Berkman. Ia mencondongkan tubuh ke arahku sambil menarik-narik lengan
sweater-nya, matanya menatapku lekat-lekat. "Kau dibawa ke perawat oleh Mrs.
Hoff?" Aku mengangguk tak sabar. "Ya. Ya. Tapi itu tidak penting. Makhluk itu,
memeluk Mr. Liss dan masuk lewat punggungnya. Sekarang makhluk itu ada di
dalam tubuhnya." "Wah!" Mrs. Berkman bangkit berdiri. Kursinya mundur menabrak dinding.
"Pelan-pelan, Jack. Aku tidak mengerti."
Ia memutari mejanya. "Apa kau sedang cerita tentang film fiksi ilmiah yang
kaulihat di TV?" "Tidak!" seruku "Tolong, percayalah padaku"
Aku ikut bangkit berdiri. "Anda mesti memperingatkan orang-orang lainnya,"
kataku. 'Ini... ini berbahaya. Makhluk itu sangat besar dan menakutkan. Dia ada
di dalam Mr. Liss dan dia ingin masuk ke dalam tubuh setiap orang. Anda mesti
melaporkan ini ke polisi, atau FBI, atau Presiden... atau siapalah. Tolonglah,
Mrs Berkman, aku minta dengan sangat. Tolonglah!"
Mrs. Berkman memandangiku, lama.
"Anda percaya padaku?" teriakku dengan nyaring. Anda percaya, kan?"
Ia mengernyit, masih sambil menatapku. "Kulihat kau sangat cemas, Jack. Tapi aku
tidak tahu mesti berpikir apa. Kenapa makhluk ini merasuki Mr Liss"
Kapan itu terjadi" Di mana" Di sekolah?"
Aku menarik napas panjang. "Di rumahku. Makhluk itu datang dalam pesawat
bundar. Pesawat itu ada di kamarku . Lalu dia mulai. .. mulai membesar.
Makhluk itu warnanya hijau seperti kadal, tapi dia semakin besar. Lalu Mr. Liss
datang ke rumahku." "Kapan?" tanya sang kepala. sekolah.
"Kemarin siang. Lalu makhluk itu memeluknya, semakin erat dan semakin erat.
Lalu..." Aku tercekat. Mulutku begitu kering dan kalimatku tersangkut di tenggorokan.
"Tolong... percayalah padaku," bisikku.
Mrs. Berkman keluar dari balik meja dan mendekatiku. "Aku percaya padamu,
Jack," katanya pelan. "Aku tahu kau menceritakan yang sebenarnya"
"Anda percaya?" tanyaku. Akhirnya! Akhirnya ada yang percaya juga padaku.
"Kasihan kau," kata Mrs Berkman. Ia menaruh kedua lengannya di bahuku.
Gelembung-gelembung hijau keluar dari telinganya.
"Kau sangat t-t-t cemas. Kau gemetar, Jack. Kemarilah. T-t-t. Mari kupeluk
kau." 10 MRS. BERKMAN melingkarkan lengan di tubuhku.
"Tidak!" teriakku, lalu meronta-ronta. Aku tertumbuk kursi, tapi aku terus
mundur hingga menabrak dinding. Sebuah pigura jatuh ke lantai dan kacanya
pecah berantakan. "Kemarilah, Jack." Sang kepala .sekolah melangkahi pecahan kaca itu dengan
lengan terentang. "Jangan takut."
"Anda... Anda bicara dengan Mr. Liss pagi ini?" tanyaku sambil menepi-nepi ke
arah pintu. Mrs. Berkman mengangguk. Senyum aneh menghiasi wajahnya. Matanya yang
pucat seolah berputar-putar di kepalanya. Ia mendecakkan lidah beberapa kali.
"Mr. Liss dan aku berbincang-bincang sejenak sebelum para murid datang,"
katanya. "Dia baik sekali. T-t-t."
"Dia... dia memeluk Anda" teriakku. Aku beringsut selangkah lagi ke pintu.
Mrs. Berkman mengangguk, rambutnya bergoyang-goyang di kepalanya. Ia
mengulurkan tangan. Kuku-kuku panjang keperakan mencuat dari jemarinya.
"Tidak sakit, Jack," bisiknya. "Kau ingin menjadi salah satu dari kami, bukan?"
"Tidak!" teriakku. "Tidak! Aku tidak mau! Aku ingin jadi diriku sendiri!"
Mrs. Berkman menendang sejumput pecahan kaca dari kakinya. "Kami
membutuhkan tubuhmu, Jack. Kami membutuhkan banyak tubuh. T-t-t."
Gelembung-gelembung hijau muncul lagi dan telinganya.
Aku beringsut di tembok, tinggal beberapa meter dari pintu.
"Satu pelukan saja, Jack," desak si kepala sekolah. Kuku-kukunya yang runcing
menimbulkan bunyi logam ketika Ia menyatukannya. "Tidak sakit kok. Kau
tidak bakal merasakannya."
"Tidak. . .," kataku. "Tidak!"
Senyum di wajahnya menghilang dan matanya berubah dingin. "Kau terlalu
banyak tahu. Kami tidak mau kau membuka mulut sebelum yang lainnya
datang. Sebelum kami siap."
Ia merunduk ke arahku. Aku lari ke pintu dan menyentakkannya membuka.
Lalu aku melesat ke lorong... dan berhadapan dengan Mr. Liss.
"Ini dia!" serunya, lalu ia memeluk pinggangku.
11 AKU melepaskan diri darinya dan lari di lorong depan yang panjang dan
kosong. Sepatuku berdebum-debum di lantai yang keras.
Ranselku ketinggalan di ruang Kepala Sekolah, tapi aku tidak mau kembali ke sana
untuk mengambilnya. Aku menoleh dan melihat Mr. Liss dan Mrs.
Berkman berjalan cepat mengejarku.
Merekalah yang pertama-tama mesti masuk daftarku, pikirku.
Aku bertanya-tanya, apakah Mr. Fleshman sudah mulai memerangi invasi
makhluk asing itu. Perlukah aku memberitahunya bahwa makhluk itu sedang
menyebarkan diri melalui sekolah"
Kau terlalu banyak tahu. Begitulah kata Kepala Sekolah tadi. Kau terlalu banyak
tahu. Ya, memang. Aku terlalu banyak tahu. Aku tahu persis apa yang terjadi.
Dan aku satu-satunya anak yang tahu.
Aku berbelok di sudut. Sekarang ambil arah yang mana"
Bagaimana aku bisa meloloskan diri dari mereka"
Aku mesti bersembunyi. Mesti mencari tempat aman, di mana aku bisa berpikir.
Sekelompok anak menoleh ketika aku lari melewati perpustakaan. Kudengar
seorang cewek memanggil namaku, tapi aku tidak berhenti.
Tak mungkin sembunyi di perpustakaan.
Aku menoleh ke belakang dan melihat Mr. Liss serta Mrs. Berkman berbelok di
sudut. Aku menarik napas panjang dan lari lebih kencang. Dua orang guru sedang


Goosebumps - Invasi Makhluk Pemeluk Manusia 2 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersandar di pancuran air di ujung lorong. "Apa topik diskusi hari ini?" salah
satu bertanya pada rekannya.
"Penegakan hukum atau apalah. Pembicaranya dua orang polisi," sahut guru
satunya. Bagus, pikirku. Polisi... ada di sekolah kami. Bagus sekali. Aku bisa menceritakan semuanya pada
mereka. Mereka akan menangkap Mr. Liss dan Mrs. Berkman sebelum
kedua orang itu mulai memeluki orang-orang lain.
Kedua guru itu menoleh kaget ketika aku lari melewati mereka. "Hei, pelan-
pelan!" seru salah satunya.
Aku mesti lolos dari Mr. Liss dan Mrs. Berkman. Mereka tak boleh sampai
melihatku masuk ke auditorium. Kuputuskan untuk lari ke lantai dua, lalu turun
lagi. Aku terbang sepanjang lorong, melewati ruang musik, ruang seni, dan lab. Lalu
aku turun lagi lewat tangga lain.
Masuk ke bagian belakang auditorium. Panggung terang benderang, tapi tempat
duduk pengunjung masih gelap. Belum ada yang datang. Napasku yang
terengah-engah bergema di ruangan luas itu.
"Siapa di situ?" seru seseorang dari panggung.
Aku merunduk ke dalam bayang-bayang gelap di sepanjang tembok auditorium.
Dua pria dalam overall kelabu sedang menyiapkan milofon. Mereka
melayangkan pandang ke auditorium, mencari-cariku.
Aku bersandar rapat ke dinding dan menahan napas.
Apa mereka melihatku" Tidak. Sambil saling bergumam, mereka kembali
bekerja. "Tes... tes. Satu... dua. Tidak nyala." kata salah seorang.
Aku mendesah dan mencari tempat sembunyi. Kuputuskan untuk merunduk saja
di kursi bagian belakang yang hampir sepenuhnya gelap.
Tak lama kemudian, pintu-pintu auditorium dibuka. Anak-anak mulai masuk
sambil berbicara keras-keras, tertawa dan saling dorong
Mereka senang kalau ada acara seperti ini, sebab setidaknya jadi tidak ada
pelajaran selama sekitar satu jam
Sementara kursi-kursi mulai terisi, aku melompat dan bergabung dengan
sekelompok anak yang menuju bagian tengah auditorium. Di antara deretan
kursi kulihat Marsha dan Maddy melambai padaku.
Tapi aku tidak mendekati mereka. Aku tidak mau duduk bersama kelasku,
sebab di situlah Mr. Liss dan Mrs. Berkman akan mencariku.
Aku bergerak ke barisan murid kelas delapan dan duduk sangat rendah di
kursiku, sehingga aku tidak terlihat dari panggung.
Aku terus melirik kiri-kanan, mencari-cari Mr. Liss dan Mrs. Berkman. Aku
merasa tegang dan siap. Kalau mereka datang mencariku, aku akan melompat
lari ke lorong lain. Aku tidak sabar menanti acara dimulai. Rasanya aku sudah berjam-jam
sembunyi di auditorium ini.
Sambil menunggu, kucoba memikirkan cara terbaik untuk menyampaikan
ceritaku pada para polisi. Aku mesti bercerita dengan cepat dan sederhana, dan
masuk akal. Jangan sampai aku terbawa rasa panikku sendiri.
Aku mesti meyakinkan mereka agar percaya.
Tapi aku tersentak ketika melihat Mrs. Berkman berjalan di lorong kiri. Aku
merunduk, siap-siap melarikan diri.
Tapi Mrs. Berkman sedang bicara pada dua cewek dari barisan penggembira. Ia
lewat persis di lorong tempatku duduk dan tidak melihatku.
Aku mengembuskan napas lega. Sambil bersandar ke kursi di depanku, kuamati
Mrs. Berkman naik tangga di sisi panggung dan melangkah ke podium.
Tanganku terasa dingin dan basah. Perutku mulas.
Dalam hati aku melatih apa yang akan kukatakan pada polisi. Kubayangkan
mereka menangkap Mr. Liss dan Mis. Berkman dan membawa keduanya.
Lalu apa" Apa yang akan terjadi setelah mereka ditangkap"
Akankah mereka ditangkap" Apakah dirasuki makhluk angkasa luar merupakan
kejahatan" Terlalu banyak tanya! Aku tak bisa menjawabnya. Satu hal yang pasti - hanya aku yang bisa
menyelamatkan seisi sekolah.
Aku mendesah lagi ketika kedua polisi itu akhirnya naik ke panggung. Mrs.
Berkman segera menyalami mereka.
Kedua polisi itu duduk di kursi lipat di samping podium. Mrs. Berkman maju ke
mikrofon. "Ini t-t-t berfungsi?"
Kedua polisi tertawa, juga para murid.
"Terlalu keras," kata Mrs. Berkman. Ia mengetuk-ngetuk mikrofon itu beberapa
kali. "Nah, sekarang lumayan. Harap tenang semuanya."
Ruangan hening. Aku merunduk, siap-siap kabur.
Cahaya kuning lampu menyoroti Mrs. Berkman, "Kita sangat beruntung hari ini," ia
memulai, "kedatangan dua petugas polisi dari Kepolisian Los Angeles untuk
berbicara pada kita."
Sementara ia berbiara, aku menyelinap dari kursiku dan berjalan di antara para
murid kelas delapan. "Kau mau ke mana?" seseorang bertanya, tapi tidak kujawab.
"Aduh" Seorang cewek berteriak ketika kakinya terinjak olehku.
"Sori," gumamku, lalu aku berjalan ke lorong.
"Sekarang saya mempersilakan Opsir Munroe dan Opsir Tunney maju ke
panggung," kata Mrs. Berkman.
Ia mundur sementara kedua polisi itu berdiri. Para hadirin bertepuk tangan.
Aku menunggu sampai keriuhan itu reda.
Lalu aku lari ke arah panggung.
Aku lari dengan tangan melambai-lambai liar di atas kepala. "Stop!" teriakku.
"Hentikan semuanya. Kalian harus berhenti! Dengar, sekolah ini akan di serang
makhluk angkasa luar!"
12 KUDENGAR anak-anak terkesiap. Beberapa tertawa.
"Archer, kau mau apa sih?" seorang anak laki-laki berseru.
"Si Manusia Piring Terbang mulai lagi," gumam seseorang.
Kudengar anak-anak saling bergumam dan berbisik kaget.
Tapi aku tidak peduli. "Aku tidak bohong!" Aku berseru dengan napas tertahan
pada kedua polisi itu. "Tolong... Anda mesti percaya padaku!"
Auditorium serta-merta dipenuhi seruan kaget dan suara tawa.
"Duduk!" teriak seseorang.
"Siapa itu?" kudengar seorang guru berseru.
"Ayo, Jack" seru seorang murid. Beberapa anak tertawa.
"Tolonglah!" kataku. Kulihat kedua polisi itu mundur dengan terkejut, tubuh
mereka tegang. Aku mencapai tangga di sisi panggung. "Aku mesti mesti menceritakan tentang
makhluk itu!" kataku takut-takut.
Aku tersandung di anak tangga; lututku terempas keras.
Terdengar gemuruh tawa di belakangku.
Rasa sakit merambati kakiku; lututku berdenyut-denyut. Dengan terhuyung-
huyung aku naik ke panggung.
Kedua polisi itu menatap tajam padaku.
"Aku mesti memberitahu kalian semua...," aku memulai. Jantungku berdebar
keras sekali, sampai aku nyaris tak bisa bernapas.
Mrs. Berkman bergerak cepat untuk menghalangi jalanku. Sambil melangkah ke
depanku, ia memaksakan senyum di wajahnya.
"Dengar!" aku berseru kepada kedua polisi itu dari balik bahu Mrs. Berkman.
Tapi Mrs. Berkman mencengkeram kedua lenganku. "Tidak apa, Jack,"
serunya, mengatasi gumaman dan teriakan anak-anak di kursi. "Tidak apa."
"Tidak!" protesku.
Ia mencengkeram bahuku dan dengan lembut mendorongku mundur. "Dia
sedang bingung," katanya pada kedua polisi itu. "Maaf, tapi saya bisa
mengatasinya." Kedua polisi itu mengangguk.
Ruang auditorium mendadak hening.
Mrs. Berkman merangkulku dan memaksaku berjalan ke sisi panggung.
"Silakan melanjutkan," katanya pada kedua polisi.
"Lepaskan aku!" protesku.
"Tidak apa, Jack," bisiknya lagi. "Tidak akan apa-apa."
Ia mendorongku ke balik tirai, sehingga tidak tampak dari depan panggung
"Oke," bisiknya.
Lalu ia melingkarkan lengan ke tubuhku. Memelukku . Makin erat.
Makin erat... Terdengar suara kuku-kuku panjang dan tajam mencuat dari jemarinya.
Aku tersentak kesakitan ketika kuku-kuku itu menekan punggungku.
Tragedi Pulau Berhala 1 Pendekar Mabuk 081 Pembalasan Ratu Mesum Demi Tahta Dan Cinta 1
^