Pencarian

Manusia Serigala Di Ruang 2

Goosebumps - Manusia Serigala Di Ruang Duduk Bagian 2


"Ya, ya. Sebentar lagi." Ia melambai menyuruhku pergi.
Aku merangkak ke tempat tidur.
Kutarik selimutku sampai ke dagu"seraya memperhatikan Dad
bicara di telepon. Ia tampak bersemangat. Sudah bertahun-tahun aku
tak melihatnya begini senang.
Mungkin aku tak usah memberitahunya tentang bahuku,
pikirku. Kurahasiakan saja. Aku tak ingin membuatnya sedih.
Lagi pula, kan cuma sedikit bulu"ya nggak"
Bukan masalah besar. BAGIAN DUA 16 AKU"Aaron Freidus"tinggal di sebuah kota kecil, di rumah
yang sangat kecil. Hampir semua temanku tinggal di rumah besar"
dengan "tingkat". Kami tidak punya tingkat.
Kami punya empat ruangan kecil"dapur, ruang duduk, dan dua
kamar. Semuanya ada di lantai yang sama dan letaknya berdekatan.
Dapur kami begitu kecilnya hingga kami harus menaruh kulkas
di ruang duduk. Ruang duduk kami begitu kecilnya hingga kami cuma
punya tempat untuk sebuah sofa kecil, meja kerja ayahku" dan
kulkas tadi. Tapi rumahku punya sesuatu yang tidak dimiliki oleh satu pun
rumah teman-temanku. Di tengah-tengah ruang duduk supermungil
kami, ada kandang yang sangat besar.
Dan di dalam kandang itu ada manusia serigala.
Aku"Aaron Freidus"punya manusia serigala di ruang
dudukku. Sebelum kami berangkat ke Bratvia untuk berburu manusia
serigala, hanya teman-temanku yang menganggap ayahku sinting.
Tapi sekarang seluruh dunia tahu tentang manusia serigala di
ruang duduk itu. Dan sekarang seluruh dunia menganggap ayahku sinting.
Lalu bagaimana menurutku"
Apakah Ben Grantley"pria botak kecil yang duduk di dalam
kandang di tengah-tengah ruang dudukku"benar-benar manusia
serigala" Entahlah. Aku benar-benar tak tahu...
*************** "Tolong, tolong, tolong, Aaron. Kumohon, izinkan aku datang
melihat manusia serigala itu."
Setiap hari sepulang sekolah, sahabatku, Ashlee, memohonmohon supaya boleh datang melihat makhluk jadi-jadian itu. Tapi Dad
tidak membolehkan siapa pun datang melihatnya sampai besok
malam. Besok malam adalah malam purnama.
"Besok malam," Dad memberitahu seluruh dunia, "dengan
takjub kalian akan menyaksikan seorang pria biasa berubah menjadi
makhluk pemakan daging setengah manusia yang berbulu dan
menggeram-geram." Bukan cuma Dad yang tidak ingin siapa pun melihat Ben.
Aku pun begitu. Tapi Ashlee tak mau menyerah juga.
"Akan kukerjakan PR-mu selama seminggu. Bukan, setahun
deh. Eh, sepuluh tahun!"
"Lupakan, Ashlee."
"Akan kubersihkan kamarmu selama setahun. Bukan, seluruh
rumahmu kalau begitu. Bukan deh, seluruh rumah dan rumah
anjingmu juga." "Aku tidak punya anjing."
"Kalau kau punya, akan kubersihkan rumahnya juga. Tolong,
tolong, tolong. Aku ingin menjadi yang pertama melihatnya.
Kumohon!" "Sudahlah, Ashlee."
"Kalau kau tidak membiarkan aku melihatnya, aku takkan
bicara denganmu lagi. Sungguh. Aku tidak bergurau. Aku serius."
"Ashlee"tutup mulutmu!"
"Aku akan tutup mulut kalau kau membiarkan aku melihatnya.
Aku tidak bakal ribut deh. Aku tidak akan membuka mulut."
Yeah, tentu saja, pikirku.
Ashlee tak pernah diam. Ia bicara terlalu banyak. Malah
sebenarnya, hampir segalanya dalam diri Ashlee serba terlalu!
Rambut pirangnya yang berantakan tergerai sampai pinggang.
Rambutnya itu terlalu mengembang, terlalu keriting. Tapi ia malah
menggulungnya ke atas hingga kelihatan makin besar saja.
Ia sangat jangkung"setidaknya tiga puluh senti lebih tinggi
daripada aku"tapi ia mengenakan sepatu karet berhak tebal hingga
kelihatan semakin jangkung saja.
Pakaiannya juga aneh. Ia senang mengenakan pakaian berlapislapis. Dan untuk Ashlee itu artinya banyak sekali lapisan.
Hari ini ia mengenakan dua T-shirt merah lengan pendek. Di
atasnya ia mengenakan sweter kuning manyala lengan panjang dan
berleher V. Di atasnya lagi, sweatshirt pendek berleher rendah
berwarna oranye yang bagian lengannya telah dipotong. Dan ia selalu
mengenakan warna-warna kontras yang mencolok.
Celana panjang ketat merah yang dikenakannya dilapisi dengan
celana pendek ketat oranye. Jika ia bisa mengenakan dua pasang
sepatu sekaligus, ia pasti melakukannya. Tapi ia tak bisa. Itu sebabnya
sepatunya berlainan warna; yang kiri ungu yang kanan hitam.
Setiap kuku jemarinya dihiasi cincin perak. Dan ia mengenakan
tiga anting-anting di setiap telinga.
Sudah kubilang ia serba terlalu.
Tapi dia sahabatku"jadi aku tidak punya pilihan. Aku harus
mengizinkan dia melihat manusia serigala itu.
"Kapan aku bisa melihatnya?" rengek Ashlee dalam perjalanan
pulang dari sekolah. "Apa pun akan kulakukan untukmu. Sebut saja.
Apa pun. Pasti kulakukan. Boleh aku melihatnya?"
"Ayo ikut ke rumahku, dan kau bisa melihatnya. Oke?"
"Tidak," jawabnya.
"Apa?" "Aku harus pulang dulu. Aku harus mengajak Madame Colette
jalan-jalan dulu. Setelah itu baru aku ke rumahma"
Madame Colette adalah anjing pudel Prancis mungil kepunyaan
Ashlee. Ashlee mencintainya. Ia ngotot Madame Colette begitu
sempurna hingga bakal memenangkan perlombaan anjing setempat.
Kalau mau jujur, menurutku anjing itu tampangnya kayak tikus
berbulu halus. Setelah Ashlee membawa anjingnya jalan-jalan, ia mampir ke
rumahku. "Itukah dia?" Ia mendorong dan melewatiku, lalu langsung ke
ruang duduk. Mata birunya yang besar semakin lebar saja saat ia
mengelilingi kandang. Diperhatikannya Ben Grantley dari setiap
sudut. Mr. Grantley duduk bersila di dasar kandang, kepalanya
menunduk, bahunya bungkuk.
Ia menengadah ke atas, tersenyum lemah kepada Ashlee, lalu
kembali menunduk. "Tapi, Aaron"dia manusia biasa. Manusia yang tampaknya
normal-normal saja. Teganya kalian mengurungnya seperti itu! Kejam
sekali. Menjijikkan. Mengerikan. Itu seperti?"
"Dad menangkapnya," semburku tanpa pikir panjang. "Dia
manusia serigala." Tapi Ashlee tetap ngotot Ben bukan makhluk seperti itu. Aku
sendiri ngotot sebaliknya.
Habis, aku mau ngomong apa lagi"
Aku tidak benar-benar menganggap Ben manusia serigala. Tapi
aku tidak mau Ashlee menganggap aku membiarkan ayahku
mengurung manusia normal di dalam kandang di tengah-tengah ruang
duduk. "Aku sih tidak percaya, Aaron..." Ia menghampiri jeruji
kandang. Sebelum aku menyadari apa yang dilakukannya"
Sebelum aku sempat menghentikannya"
Ashlee telah mengulurkan tangannya di antara jeruji-jeruji itu.
Ben melompat berdiri. "JANGAN! Ashlee! Jangan dekat-dekat!" jeritku.
17 "TENANG saja, Aaron! Aku cuma memberinya cokelat.
Lihatlah dia. Dia kelaparan. Kapan terakhir kau memberi makan orang
ini?" "Dad pasti memberinya sarapan tadi pagi. Tapi aku nggak
yakin," gumamku. "Terima kasih," ujar Ben lembut. Diambilnya cokelat itu dari
tangan Ashlee, lalu dibukanya. "Namaku Ben. Aku bukan manusia
serigala," ia memberitahunya. "Mereka keliru. Sangat keliru."
Ashlee memicingkan mata birunya memandangku. "Ayahmu
gila. Sinting!" jeritnya.
"Tenang!" aku balas berteriak.
"Aku serius," Ashlee bersikeras. "Ayahmu benar-benar sinting."
Ia tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia berbalik" lalu meluncur
cepat meninggalkan rumah.
Aku menatap Ben. Ia meringkuk di sudut kandang. Digigitnya
sepotong kecil cokelatnya. Lalu memandang menerawang.
Ia tampak sengsara. Dan aku merasa sedih melihatnya.
Beberapa menit kemudian, aku mendengar pintu muka diketuk.
Rupanya para petugas satelit. Mereka datang untuk mendirikan satelit
supaya seluruh dunia bisa melihat bagaimana Ben berubah menjadi
serigala jadi-jadian besok malam.
Para petugas itu membentangkan kabel dari ruang duduk
sampai ke atap. Aku mendengar dua dari mereka tertawa. "Orang ini
tidak mungkin manusia serigala," salah satu menyeringai.
"Sheriff benar-benar suiting," temannya menimpali sambil
menggeleng. Ben memperhatikan mereka. Dengan gugup ia mondar-mandir
di kandangnya. Bulir-bulir keringat membasahi kepalanya yang botak
dan merah jambu. Apa yang telah kami lakukan pada lelaki malang ini" pikirku.
Ini salah. Ashlee dan para petugas satelit benar. Dad keliru besar.
Tapi apa yang bisa kulakukan" Apa yang bisa kulakukan"
****************** Keesokan harinya sehabis sekolah, aku tak ingin pulang.
Aku tidak ingin memandang Ben. Aku tidak ingin menatap
matanya yang sedih. Aku tidak ingin melihatnya mondar-mandir di
kandangnya. Tapi aku harus pulang. Aku sudah berjanji akan membantu Dad
bersiap-siap menghadapi siaran langsung itu.
Aku tidak akan ke ruang duduk, ujarku ketika melangkah
memasuki rumah. Aku akan langsung ke kamarku.
Kututup pintu muka pelan-pelan.
Dan melangkah menuju kamarku.
"Aaron"kaukah itu?" panggil Ben pelan.
Aku mendesah. "Yeah, memang aku." Aku pergi menghampirinya.
"Ben, tolong dengarkan." Ben bangkit berdiri dan menekankan
wajahnya yang tembam di jeruji kandang.
"Aku bukan manusia serigala. Ayahmu seharusnya mengecek
Patroli Hutan. Mereka akan mengatakan yang sebenarnya. Namaku
benar-benar Ben Grantley, dan aku pemburu bersurat izin."
"Maaf." Aku menggelengkan kepala. "Tak ada yang bisa
kulakukan." Kuletakkan ranselku di lantai. Lalu aku menunduk dan
mengaduk-aduk isinya. "Nih. Aku membawakan cokelat untukmu."
"Dari mana kau mendapatkannya?"
"Toko." "Bukan. Itu." Ben menudingkan telunjuknya ke gigi manusia
serigala yang terayun-ayun di leherku. "Tanda manusia serigala!"
"Kurasa pasti kaulah yang memberikannya padaku. Waktu kau
menjelma jadi makhluk itu."
Ben menatap gigi itu. "Tidak. Bukan aku, Aaron. Aku bahkan
tak pernah melihat gigi seperti itu. Cuma mendengarnya. Manusia
serigala itu memberikannya padamu. Bukan aku. Aku cuma
pemburu." "Apa lagi yang kauketahui?" tanyaku.
"Cuma itu." Ben mengangkat bahu.
Kuselipkan tanganku di antara jeruji kandang dan kuberikan
cokelat itu padanya. "Kau harus menolongku!" Dibiarkannya cokelat itu jatuh ke
lantai. "Maaf," kataku lagi. "Kalau saja aku bisa. Tapi sudah
terlambat." "Tidak," desaknya. "Kau ingin ayahmu mempermalukan dirinya
sendiri" Dia akan menghancurkan hidupnya di depan seluruh dunia"
kecuali kau menolongnya."
"Tapi apa yang bisa kulakukan?"
"Lepaskan aku. Aku janji, Aaron, kau bakalan senang telah
melakukannya. Kumohon"keluarkan aku. Selamatkan ayahmu.
Bukalah kandang ini. Biarkan aku pergi."
Kutatap dia dari celah jeruji kandang"kutatap matanya yang
tak berdaya. Haruskah aku membebaskannya" aku bertanya-tanya.
Haruskah" Otakku berputar. Aku ingat ia telah menyelamatkan nyawaku di kapal. Aku
berutang budi padanya. Ia bukan makhluk jadi-jadian. Tak mungkin ia makhluk seperti
itu. Aku tak ingin Dad dipermalukan di depan seluruh dunia.
Kuulurkan tanganku ke dalam laci teratas meja tulis kami.
Aku menemukan kunci kandang itu.
Kuselipkan anak kunci itu ke lubangnya dan kubuka pintu
kandang itu. 18 "TERIMA kasih! Terima kasih!" Ben melesat keluar dari
kandang. "Kau takkan menyesal, Aaron!" serunya. "Tindakanmu benar.
Lihat saja nanti." Ia memelukku, lalu lari keluar rumah.
Sejam kemudian, aku mendengar suara mobil Dad memasuki
jalur masuk rumah kami. Aku berlari ke pintu muka untuk menyambutnya.
"Siap menyongsong malam besar kita?" Dad bertanya seraya
tersenyum lebar. "Uh, Dad. Aku harus memberitahu sesuatu nih."
"Tentu. Ayo kita ke ruang duduk," katanya.
"Tunggu." Kutangkap tangannya. "Jangan ke sana dulu."
"Ada apa?" Dad menatapku lekat-lekat.
"Aku"aku membebaskan Ben," aku mengaku.
"Kau apa?" Dad berbalik dan berlari ke ruang duduk. Dengan
tak percaya ditatapnya kandang kosong itu. "Teganya kau!" teriaknya.
Ia mulai mondar-mandir. "A-aku kasihan padanya," gumamku. "Dan a-aku tak ingin Dad
mempermalukan diri sendiri. Semua orang menertawakan Dad, tahu!"


Goosebumps - Manusia Serigala Di Ruang Duduk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau tahu apa yang kaulakukan?" Dad berhenti di depanku.
"Kau membebaskan manusia serigala!" Teriakannya keras sekali
hingga urat di lehernya tampak jelas. "Tahukah kau apa yang akan
dilakukannya malam ini, Aaron" Dia akan berubah menjadi serigala
dan membunuh orang-orang tidak bersalah"semuanya gara-gara
kau!" "Tapi, Dad?" "Aku tak ingin mendengar apa-apa lagi," bentaknya. "Aku
bahkan tak ingin melihatmu. Pergi ke kamarmu!"
Aku pergi ke kamarku dan mengempaskan tubuh ke tempat
tidur. Tindakanku benar, kataku pada diri sendiri.
Tapi apakah ayahku akan pernah memaafkanku"
"Benar!" Aku bisa mendengar Dad berteriak ke corong telepon.
"Manusia serigala itu lepas. Sebarkan semua petugas. Mereka harus
menyisir dan memeriksa semua area. Kita harus menemukan makhluk
itu sebelum matahari terbenam."
Dad sedang berbicara pada bawahannya. Pesawat telepon kami
dipasangi pengeras suara sehingga aku bisa mendengar para petugas
tertawa di latar belakang.
"Anda benar-benar ingin kami melakukannya?" salah seorang
petugas bertanya. "Tidakkah Anda terlalu membesar-besarkan soal
manusia serigala ini, Sheriff?" ebukulawas.blogspot.com
"Jangan banyak tanya!" bentak Dad. "Pokoknya lakukan!" Aku
bisa mendengar ia mengentak-entakkan kakinya di ruang duduk.
Membanting pintu. Lalu kembali berteriak dan membentak di pesawat
telepon. Aku tahu tindakanku benar. Ben bukan manusia serigala, aku
berkata pada diriku berulang kali.
Lalu mengapa tiba-tiba saja aku merasa mual"
Kepalaku mulai terasa sakit. Semuanya seperti berputar-putar.
Kupejamkan mataku. "Panggil pemadam kebakaran!" perintah Dad. "Suruh mereka
ikut mencari. Kita akan membutuhkan setiap tenaga yang bisa kita
dapatkan!" Aku jatuh tertidur di tengah teriakan-teriakan Dad di telepon.
Ketika terbangun, hari sudah malam.
Aku turun dari tempat tidur. Lalu berjalan melewati cermin"
dan kemudian menjerit. Bulu hitam dan lebat tumbuh di seluruh permukaan wajah,
tangan, dan kakiku. Juga di moncong serigalaku. Di cakarku yang
besar-besar. Aku menyeringai"dan terkesiap. Aku punya taring-taring yang
berkilat-kilat! "Aku manusia serigala!" erangku.
Sebelum sempat menahan diri, aku telah berlari ke jendela
kamar"dan melompat ke luar. Aku mendarat dengan keempat kaki.
Sekarang aku berlari. Berlari menyeberangi halaman belakang.
Berlari menyusuri jalan setapak rumah kami.
Berlari... terus berlari... udara terasa sejuk di bulu tubuhku yang
panas. Nyaman rasanya berlari begini.
Berlari menembus kegelapan... rasanya diriku bisa berlari
selamanya. 19 KUBUKA mataku. Lalu cepat-cepat kupejamkan lagi karena
sinar matahari pagi yang menyilaukan.
Di manakah aku" Dengan gugup aku mengedarkan pandang.
Kenapa aku berbaring di lantai kamarku" Apakah aku terjatuh
dari tempat tidur" Aku bangkit berdiri. Meregangkan tubuh. Lalu menguap
panjang-panjang. Rasanya aku capek sekali. Seolah-olah semalam aku tidak tidur
sama sekali. Aku benar-benar ingin kembali tidur. Tapi aku tahu ayahku
bakal marah sekali kalau aku melakukannya. Jadi, sambil menguap
dan menggeliat, aku pergi ke dapur untuk sarapan.
Kutuangkan segelas jus jeruk dan semangkuk sereal kismis.
Lalu aku duduk makan. TV dapur menyala.
"Dua wanita dan seorang pria telah diserang setelah
meninggalkan tempat ini semalam." Reporter berita itu menudingkan
jarinya ke arah bioskop di belakangnya. "Kedua wanita itu telah
dibawa ke rumah sakit dan sudah pulih dari serangan yang brutal dan
kejam." Serangan brutal dan kejam"
Di kota kecil kami" Apa yang terjadi" aku bertanya-tanya. Kutatap layar TV itu.
"Wanita ini menyaksikan semua kejadiannya." Si reporter
menoleh ke arah seorang wanita pirang berumur dua puluhan.
"Makhluk itu adalah serigala yang sangat ganas!" suara wanita
itu bergetar. "Belum pernah aku melihat makhluk seperti itu. Benarbenar mengerikan."
"Makhluk serigala yang sangat ganas" Oh, tidaaaak!" erangku.
Kumajukan diriku di atas meja supaya bisa lebih dekat ke TV.
"Apa yang terjadi pada korban ketiga" Katakan!" jeritku ke layar TV.
"Kumohon," doaku. "Jangan bilang dia sudah mati."
"Korban ketiga?"
Aku menahan napas. ?"kabur dengan beberapa luka cakar."
Aku mengembuskan napas lega.
"Laporan-laporan juga berdatangan dari luar kota," reporter itu
meneruskan. "Yaitu dari Pertunjukan Anjing Sedesa, tempat makhluk
itu menerobos masuk ke arena perlombaan"dan dengan kejamnya
menyerang beberapa anjing."
"Apa yang telah kulakukan?" seruku. "Semua salahku! Ben
bohong padaku! Aku telah melepaskan manusia serigala itu!"
Kumatikan pesawat TV-ku. Aku tak ingin mendengar lebih
banyak lagi. "Ben benar-benar makhluk jadi-jadian," aku mengerang. "Dad
benar! Mestinya aku tak pernah meragukannya."
Perutku mulas. Sekujur tubuhku gemetaran.
Apa sekarang" aku bertanya-tanya.
Dad takkan, takkan pernah, memaafkan aku.
Seluruh dunia takkan, takkan pernah memaafkan aku.
Aku berlari ke kamar dan menutup pintu. Aku ingin
bersembunyi di situ selama-lamanya.
Kutatap lantai"pakaian yang kukenakan kemarin berserakan di
sana. Jijik pada diriku sendiri, kutendang pakaian-pakaian itu sampai
masuk ke kolong tempat tidur.
"Tindakan yang bijaksana, Aaron," aku menggelengkan kepala.
"Sekarang kau terpaksa merangkak ke kolong sana dan
mengambilnya." Aku berbaring tengkurap. Lalu merangkak ke kolong tempat
tidur dan menarik pakaianku.
Kupungut pakaianku"lalu menjerit.
Jins dan T-shirt-ku terkoyak-koyak"dan penuh darah!
20 "APA yang telah kulakukan?" Kutatap pakaianku yang penuh
darah sambil menganga. Kupejamkan mataku"dan mencoba mengingat- ingat di
manakah diriku semalam. Apa yang telah kulakukan.
Aku ingat perasaanku tidak enak. Lalu aku tertidur.
"Oh, tidddaaaak," erangku begitu ingat telah menatap ke dalam
cermin. Ingat makhluk berbulu yang balas menatapku. Ingat telah
melompat keluar dari jendela kamarku.
Mataku memandang ke arah jendela.
Ya"jendelaku terbuka lebar.
Sekarang aku ingat semuanya. Tubuhku yang berbulu. Berlari
dengan dua pasang kaki. "Akulah manusia serigala itu!" Kakiku mulai gemetaran.
"Akulah yang menyerang orang-orang dan anjing-anjing itu
semalam!" Aku duduk di tempat tidur dan kembali mengingat-ingat malam
aneh di hutan itu. Malam ketika manusia serigala itu menggigitku.
Makhluk itu telah mengubahku menjadi manusia serigala.
Kugelengkan kepalaku, benar-benar tak percaya.
"Itu sebabnya makhluk itu memberikan gigi itu padaku. Tanda
si manusia serigala. Itulah diriku sekarang. Manusia serigala."
Perutku jungkir-balik hingga mulas rasanya.
Ben tidak bohong, aku tersadar. Akulah yang melakukan semua
hal mengerikan semalam"bukan dia.
Aku bangkit berdiri dan menatap cermin.
Tak ada sehelai bulu pun.
Tak ada cakar. Kubuka bibirku lebar-lebar. "Tidak ada taring." Aku menarik
napas lega. Tapi bulan itu.
"Malam ini malam purnama lagi!" seruku terkesiap.
Seseorang harus menolongku!
Seseorang harus mengurungku. Aku tak boleh keluar. Aku tak
mau melukai siapa pun! "DAD! DAD!" Aku berlari keluar kamar mencari ayahku.
"Dad"dengarkan aku!" Aku meluncur ke ruang duduk. "Akulah
manusia serigala itu! Bukan Ben! Tapi aku!"
21 RUANG duduk itu kosong. "Dad! Dad di mana?"
Tak ada jawaban. Tapi aku melihat secarik kertas kuning di atas
meja. Pesan dari Dad: Aaron, Manusia serigala itu semalam beraksi. Aku harus pergi
menemui anak buahku. Tidak tahu kapan akan kembali. Pulang
sekolah jangan ke mana-mana. Dan jangan keluar malam ini!
Love, Dad "Sekarang, apa yang harus kuperbuat?" erangku.
Akan kukunci diriku di kamar, putusku. Akan kupastikan aku
tak bisa keluar sama sekali. Dengan begitu, aku tidak akan bisa
menyakiti siapa pun. Aku memutuskan bolos sekolah. Banyak yang harus kulakukan
agar bisa siap malam ini.
Aku lekas-lekas berpakaian dan berlari ke toko kayu. Aku
membeli berkotak-kotak paku, papan kayu, dan tali yang kuat.
Aku memberitahu pemilik toko bahwa barang-barang itu untuk
ayahku, jadi ia bersedia mengantarkannya ke rumah kami ketika
makan siang. Sesiangan itu aku memalang seluruh jendela kamarku. Ketika
sedang memasang paku terakhir, telepon berdering. Rupanya Ashlee.
"Aku nggak percaya!" teriaknya. "Pria kecil di kandang itu"
dia benar-benar manusia serigala. Ayahmu tidak sinting!"
Aku tak bisa memberitahu Ashlee yang sebenarnya. Aku tak
bisa memberitahunya akulah manusia serigala itu.
"Bagaimana caranya monster itu kabur?" lanjut Ashlee.
"Aku yang melepaskan."
"Kau apa?" jeritnya. "Kau sinting, ya?"
"Kau omong apa sih" Kau kan yang bilang orang itu sama
sekali bukan manusia serigala! Kau menyuruhku membebaskannya!"
aku balas berteriak. "Itu kan sebelum pertunjukan anjing itu!" erangnya. "Sebelum
dia memangsa Madame Colette!"
"Ooooh," lolongku pelan.
Semalam aku menelan Madame Colette rupanya. Aku memakan
anjing sahabatku! "S-sudah ya, Ashlee. Aku tidak enak badan nih." Kuletakkan
gagang telepon dan perutku mulas lagi.
Sambil berusaha untuk tidak muntah, aku berjalan terseok-seok
ke kamarku. Memeriksa palang-palang di jendela. Aku ingin
memastikan palang-palang itu sudah cukup kuat.
Kemudian aku memasang palang-palang di pintu kamar.
Akhirnya, kulilitkan tali yang kuat dan besar di sekeliling pinggang
dan kuikatkan diriku ke lemari.
Nah, ini pasti berhasil, pikirku. Dengan begini aku pasti takkan
bisa menyerang siapa pun malam ini.
Semoga saja. 22 AKU duduk di tempat tidur"menatap ke luar jendela"lalu
menunggu. Kupandang matahari perlahan-lahan terbenam.
Saat petang berubah menjadi malam, aku melihat bulan
purnama bergulir naik ke angkasa. Kurasakan kulitku mulai tergelitik.
Lalu panas. Aku menatap ke dalam cermin"dan melihat bulu berwarna
hitam tersebar di seluruh kulitku.
Punggung dan dadaku mulai menggelenyar. Aku bisa melihat
otot-ototku berdenyut, lalu membesar dan menonjol di balik T-shirtku. Semburan rasa sakit terasa di sekujur tubuhku saat otot-ototku
yang membesar mengoyak-ngoyak pakaianku.
Kupejamkan mataku ketika tulang-belulang di wajahku
berubah. Membentuk tengkorak setengah manusia setengah serigala.
Aku melolong kesakitan ketika taring-taringku menyeruak
keluar dari gusiku. Kemudian rasa sakit yang amat sangat menyebar ke tangan dan
kakiku. Dengan ngeri kutatap saat jemari tangan dan kakiku
membesar. Saat kaki dan tanganku berubah menjadi kaki binatang.
Saat cakar-cakar setajam pisau keluar dari kulitku yang panas.
Tubuhku panas. Panas oleh rasa lapar. Dengan geraman seram kugenggam tali yang melilit
pinggangku, lalu kutarik hingga lepas.
Dengan keberingasan hewan liar, kulepaskan papan-papan yang
memalangi pintu kamarku. Dan kemudian aku berlari.
Berlari keluar rumah. Berlari dengan keempat kaki, menembus udara malam yang
dingin. Berlari"dengan perasaan haus darah yang menyiksa"dan
mencari daging segar! 23 MATA serigalaku yang tajam melihat mereka" seorang anak
laki-laki dan perempuan. Berdiri di sudut, di bawah bayangan pohon
ek. Ngobrol. Sama sekali tak menyadari bahaya.
Aku kenal mereka. Mereka anak kelas enam di sekolahku.
Rasa lapar yang amat sangat menyerangku.
Aku bisa mencium aroma kulit mereka. Aku nyaris bisa
merasakan daging mereka yang lembut dan hangat. Kujilat taringtaringku yang meneteskan air liur.
Mereka mulai berjalan. Aku berlari di bawah bayang-bayang, membuntuti mereka.
"Kaudengar sesuatu?" yang cowok tiba-tiba menghentikan
langkah. Ia berbalik dan memandang ke arahku.
Aku bersembunyi di balik pagar tanaman, jadi tidak kelihatan.
Kedua anak itu kembali berjalan. Menoleh setiap beberapa
langkah. Berjalan semakin cepat.


Goosebumps - Manusia Serigala Di Ruang Duduk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku bisa mencium keringat di kulit mereka.
Aku bisa mencium ketakutan mereka.
Aku merasa jijik terhadap rasa laparku. Jijik dan sekaligus
terdorong olehnya. Aku tak bisa mengkontrol diriku. Aku harus
makan. Aku harus makan" sekarang juga!
Mereka berhenti lagi. Menoleh ke belakang. "Kayaknya kita diikuti," kata yang cowok tegang.
"Aku tahu," yang cewek setuju. "Perasaanku juga sama. Seram
ya," ujarnya, tubuhnya bergidik.
"Ayo. Aku nggak suka nih." Yang cowok menarik tangan
temannya. Mereka mulai berlari. Aku meluncur dari balik bayang-bayang. Menggeram panjang.
Lalu melompat menyerang mereka.
Kedua anak itu berputar untuk melihatku.
Mata mereka membelalak ketakutan.
Yang cewek menjerit. "Manusia serigala!" yang cowok terkesiap. Dicengkeramnya
tangan temannya, lalu mereka kabur.
Aku berlari mengejar mereka.
"Itu dia! Manusia serigala itu! Tangkap dia!" Aku mendengar
teriakan-teriakan di belakangku.
Aku berbalik dan melihat sebuah mobil polisi. Dua petugas
polisi. Kepala mereka menyembul keluar dari jendela mobil. Mereka
menunjuk-nunjuk sambil berteriak.
Sebuah kepala lagi keluar dari jendela belakang. Ayahku!
"Panggil bala bantuan!" perintahnya. Kemudian ia melompat
keluar dari mobil dan mulai mengejarku.
"Makhluk itu telah ditemukan. Para petugas sedang
mengejarnya!" sebuah suara yang penuh semangat terdengar dari radio
mobil polisi itu. Aku berlari semakin cepat.
Pintu-pintu mobil terempas lebar-lebar. Kedua petugas
melompat keluar dan ikut mengejarku.
"Dia semakin jauh!"
"Ayo, tangkap dia!"
Teriakan panik mereka berdering di telingaku.
Aku berlari dengan keempat kaki. Napasku tersengal-sengal.
Jantungku berdentam-dentam. Aku berlari lebih cepat daripada yang
pernah kubayangkan. Aku sampai di belokan. Lalu melesat menyeberangi jalan.
Telingaku mendengar raungan sirene. Berbalik ke arah suara itu.
Melihat pendaran marah sinar lampu berwarna merah.
"Lari lebih cepat. Lebih cepat," aku memerintahkan diriku.
Aku mendengar suara langkah kaki di belakangku. Semakin
dekat. Aku kabur ke halaman sekolah.
"Dapat dia sekarang!" aku mendengar seruan ayahku yang
penuh semangat. Dan kemudian suara gerbang besi ketika ditutup.
Aku berdiri di tengah-tengah halaman. Aku berbalik"dan
melihat sebarisan petugas polisi berdiri tepat di dalam gerbang.
Iring-iringan mobil polisi berhenti dengan ban berdecit-decit.
Lampu kapnya menerangi halaman dengan cahayanya yang
menyilaukan. Aku menatap cahaya yang terang itu.
Ayahku melangkah maju. Perlahan-lahan ia mendekatiku.
"Kau sudah terkepung. Kau tidak bisa lepas," ia berkata.
"Semua sudah tamat."
24 "YA, begitu. Tetap di tempat." Dad meneruskan langkah
mendekatiku. Anak buahnya tetap berdiri di dekat gerbang menatap
kami. Aku berdiri dalam sapuan cahaya lampu kap mobil, membeku
menatap Dad. Lalu aku mendengar suara napas. Dari belakangku.
Aku berputar"terlambat.
Sementara ayahku berjalan ke arahku, beberapa petugas
mendekatiku dari belakang.
"Dapat!" salah satu dari mereka menerjangku. Ia
mencengkeram pinggangku. Berusaha merobohkan aku.
Aku mengeluarkan lolongan yang menyayat.
Kusentakkan kepalaku ke belakang"dan mencoba
menanamkan gigiku di lengan polisi itu.
Meleset. Namun petugas yang ketakutan itu melepaskan
cengkeramannya. Sekarang semua petugas menyerbuku"baik dari depan maupun
belakang"tongkat pemukul mereka diangkat tinggi-tinggi.
Dengan panik aku melihat ke kanan dan kiri.
Tak ada jalan keluar. Tak bisa kabur"kecuali aku melompati pagar besi itu.
Menggeram galak, aku berlari ke pagar. Merunduk. Lalu
melompat tinggi-tinggi. Pagar itu bergetar ketika aku memanjatinya.
Aku sampai di puncaknya"dan pagar itu mulai bergetar hebat.
Aku ikut bergoyang-goyang. Dan nyaris jatuh.
Aku melihat ke bawah. Para petugas polisi memegangi pagar dan mengguncangguncangkannya, berusaha menjatuhkanku.
Aku melompati pagar"naik ke atas atap sekolah" dan melihat
segerombolan polisi lain meluncur ke arahku.
Oh, tidak! Dad telah menyuruh orang naik ke sini
menghadangku! "Jangan biarkan dia kabur!" aku mendengar Dad berteriak dari
bawah. Aku meluncur melewati bubungan atap"mencapai ujungnya"
dan melompat ke atap di sebelahnya, lalu ke sebelahnya lagi.
Aku aman di atas sini. Sekarang mereka tidak bakalan bisa
menangkapku, pikirku. Aku memelankan langkah"dan mendengar
suara helikopter di atas kepalaku.
Aku menengadah"dan melihat helikopter polisi melesat tepat
ke arahku. Cahaya lampunya yang terang-benderang menyapu
bubungan-bubungan atap. Mencariku.
Aku melolong panjang. Lalu melompat turun ke tanah. Aku
berlari di bawah bayang-bayang dengan keempat kakiku.
Sirene meraung-raung di seluruh perumahan. Aku mendengar
decitan ban-ban ketika mobil-mobil pemadam kebakaran berbelok
tajam, mengejarku. Aku berlari menyeberangi halaman-halaman belakang rumahrumah.
Lampu-lampu rumah dinyalakan. Sirene meraung-raung.
Jeritan-jeritan ketakutan memenuhi telingaku.
Aku berlari lebih kencang"tapi paru-paruku seperti terbakar.
Stop, kataku pada diri sendiri.
Istirahat dulu. Cari tempat sembunyi. Di sebuah halaman belakang di depanku, aku melihat gudang
kecil. Sekilas kupandang rumah itu. Gelap.
Pelan-pelan aku menghampiri gudang itu.
Gerendel pintunya terayun-ayun lepas. Tak ada gemboknya.
Kudorong pintu itu hingga terbuka, masuk ke dalam, lalu
kututup kembali. Aku menyelinap di antara mesin pemotong rumput
dan sebuah sepeda, lalu jatuh ke atas lantai kayu.
Kakiku gemetaran oleh rasa sakit.
Dadaku naik-turun saat aku mencoba menarik napas.
Namun jantungku yang berdebar-debar mulai tenang.
"Semuanya akan baik-baik saja," aku berkata pada diri sendiri.
"Kau akan aman di sini. Sebentar lagi matahari terbit. Kau akan
berubah normal lagi" lalu menyelinap pulang."
Ketika kubiarkan mataku perlahan-lahan terpejam"pintu
gudang terempas dengan suara BRAK!
Cahaya yang terang dan menyilaukan membanjiri gudang itu.
"Dapat!" seorang petugas berteriak. "Dia terperangkap!"
Aku melompat. Mataku menatap sekeliling gudang.
Tak ada jendela. Tak ada jalan keluar. Aku kembali menatap pintu. Kumiringkan kepalaku ke
belakang dan melolong panjang dan keras.
Para petugas mengangkat senjata.
Seorang polisi mengangkat pistolnya. Lalu mengarahkannya
padaku. "Dapat," ia berkata pada yang lain. "Orang ini sudah tamat."
Ia menarik picu pistolnya.
25 "JANGAN tembak! Itu anakku!" Aku mendengar Dad
berteriak. Apa" Kok dia tahu" Kok dia tahu ini aku"
Dad menerobos para petugas yang terkejut. "Kau baik-baik
saja?" serunya. Ia menatap ke luar"memandang ke langit gelap.
"Sudah hampir pagi. Kau akan aman di sini."
Ia memerintahkan anak buahnya supaya tidak menyerang.
Kemudian ia keluar dan menutup pintu gudang.
Aku bisa mendengar para petugas di luar berdebat dengannya.
"Dia pembunuh!" salah satu dari mereka berteriak.
"Dia harus dimusnahkan!"
Aku menunduk menatap tubuhku. Wujudku masih manusia
serigala. Tubuhku belum berubah.
Bagaimana kalau sesuatu yang buruk terjadi"
Bagaimana kalau kali ini aku tidak menjelma kembali menjadi
manusia" Aku mengintip lewat celah papan-papan gudang. Di luar masih
gelap. Jantungku berdebar-debar sementara aku menunggu matahari
terbit. "Sheriff Freidus"Anda kehilangan akal sehat!" suara marah
yang lain terdengar. "Makhluk itu tak mungkin anak Anda!"
Seseorang menghantam pintu gudang itu hingga terempas
dengan suara keras. "Dia harus dihabisi!"
Dengan tubuh gemetaran, aku berlindung di belakang kerat
minuman. "Sudah kubilang, jangan ganggu dia!" bentak Dad.
Ia mengulurkan tangan dan menutup pintu gudang itu.
Aku mendesah lega"dan kulitku mulai menggelenyar seperti
dikelitik. "Tangkap dia! Tangkap dia!" terdengar seruan-seruan marah
para petugas. Ketika suara-suara marah itu terdengar, kulit serigalaku mulai
mengelupas. "Bunuh monster itu! Tangkap dia!" suara orang-orang itu
semakin keras, semakin marah.
Cepat! Cepat! Kupandangi tubuhku. Ayo lekas, berubah!
Sebelum terlambat! Kedua kakiku seperti terbakar.
Kepalaku terasa sakit. Kulitku rasanya seperti dicabik-cabik dari tulangku.
Aku melolong kesakitan. Melolong sampai tenggorokanku
terasa perih. "Dengarkan dia. Yang di dalam itu bukan anak Anda! Dia itu
monster! Dengar saja lolongannya!"
"Tembak dia!" BRAKK! Pintu terbuka dengan suara keras. Seorang petugas
berdiri di depanku"senapannya terangkat.
"Dad?" panggilku lemah.
Ayahku mendorong lelaki itu. "Aaron!" Dad meluncur cepat. Ia
duduk di lantai bersamaku. Merangkul dan memelukku erat-erat.
"Jangan takut. Semua akan baik-baik saja!"
Aku menunduk menatap tubuhku. Tubuh manusiaku!
"Itu memang anaknya! Benar-benar Aaron." Aku mendengar
bisikan-bisikan di luar. "Kok Dad tahu sih?" aku bertanya, suaraku masih lemah.
"Bagaimana Dad tahu ini aku?"
"Gigi itu." Dad menunjuk gigi manusia serigala yang
tergantung di leherku. "Aku melihat gigi itu" dan aku tahu itu kau.
Tapi aku baru melihatnya setelah kau berlari ke gudang ini. Kalau saja
aku melihatnya lebih cepat. Maaf, Aaron."
Kucengkeram gigi itu. Benda itu kembali menyelamatkan nyawaku, aku tersadar.
"Ayo pulang." Dad membantuku berdiri.
Aku melangkah keluar dari gudang. Cahaya matahari pagi
menyengat mataku. Cepat-cepat aku memejamkan mata. Ketika aku
membukanya, aku melihat segerombolan polisi melotot menatapku.
"Kami akan membawanya sekarang, Sir." Seorang petugas
mencengkeram tanganku erat-erat.
"Jangan ganggu dia." Ayahku mengusir petugas itu.
"Itu tak mungkin, Sir." Petugas itu kembali mencengkeram
tanganku. Para petugas lain mengangguk setuju.
Mereka bergerak maju perlahan-lahan, lalu mengepung kami
rapat-rapat. "Dad?" suaraku gemetaran. "Apa yang akan mereka lakukan
padaku?" 26 " JANGAN... ganggu... dia!" Wajah Dad berubah merah padam.
Para petugas bergerak mundur.
"Aku ingin membawa Aaron pulang," Dad berkata kalem. "Dia
tidak akan menyakiti siapa pun. Dia butuh pertolongan."
"Apa yang akan terjadi malam purnama nanti" Bagaimana
kalau dia kembali menyerang?" seorang petugas bertanya.
"Tidak akan," Dad berjanji. "Aku yang akan bertanggung
jawab. Akan kujaga supaya dia tidak menyakiti siapa pun. Satu
permintaanku, kumohon, jangan beritahu siapa pun tentang masalah
Aaron ini. Dia tidak bisa hidup normal jika seluruh kota tahu tentang
dirinya." Para petugas mundur ke belakang dan membiarkan kami pergi.
Salah satu dari mereka membawa aku dan Dad pulang dengan
mobil polisi. Capek setengah mati, kuempaskan diriku ke kursi dan
tidak mengatakan apa-apa sepanjang perjalanan.
Setibanya di rumah, aku merasa jauh lebih enak.
"Mestinya aku memberitahu Dad sejak dulu," kataku ketika
kami berjalan menuju ruang duduk.
"Kapan terjadinya" Bagaimana?" Dad mengusap rambut
pirangnya. Matanya yang biru tampak sedih. Ia duduk di sofa dan
melepaskan kancing kerah kemejanya. Bahunya yang lebar merosot
ketika ia bersandar dan menantikan jawabanku.
"Terjadinya waktu manusia serigala itu menerkamku di hutan,"
aku menjelaskan. "Makhluk itu menggigit bahuku. Aku tahu mestinya
aku langsung memberitahu Dad. Tapi aku tak ingin membuat Dad
sedih. Dad bahagia sekali waktu itu."
"Maaf, Aaron." Dad menggelengkan kepala. "Aku terlalu


Goosebumps - Manusia Serigala Di Ruang Duduk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terobsesi mencari manusia serigala. Mestinya aku menjagamu lebih
baik. Mestinya aku tak membiarkan semua ini terjadi padamu."
Dad membenamkan kepalanya di tangannya. "Terima kasih,
Aaron," ia bergumam.
"Terima kasih" Untuk apa, Dad?"
"Untuk membebaskan Ben." Ia menengadah menatapku. "Dia
bukan manusia serigala itu. Kau benar. Aku bakal mempermalukan
diriku di depan seluruh dunia bila bukan karenamu. Aku benar-benar
merasa seperti orang idiot."
Dad bangkit berdiri. Ia mulai berjalan mondar-mandir.
"Jangan khawatir. Semuanya akan berubah." Suaranya semakin
tegas. "Sekarang aku akan mempersembahkan seluruh hidupku
untukmu, Aaron. Aku akan mundur dari tugasku sebagai sheriff. Aku
akan menghabiskan seluruh hidupku mencari ramuan yang bisa
menyembuhkanmu! Dan aku tak peduli berapa lama?"
Telepon berdering. Dad mengangkatnya. Ia mendengarkan. Matanya menyipit. Otot-otot wajahnya
menegang. "Itu tidak mungkin!" teriaknya di corong telepon.
Ia mendengarkan lagi, lalu meletakkan gagang telepon.
"Ada apa, Dad" Ada apa?"
"Itu tadi dari markas polisi." Dad menarik napas dalam-dalam.
"Seekor manusia serigala telah menyerang enam orang di seberang
kota." "Bukan aku!" Aku melompat dari sofa. "Dad tahu"ya, kan?"
"Aku tahu," sahut Dad. "Tak mungkin itu kau. Penyerangan itu
jauh di seberang kota. Dan terjadinya ketika kau berada di halaman
sekolah." "Lalu siapa yang melakukannya, Dad?" Aku menggeleng
kebingungan. "Pasti Ben." Dad meletakkan tangannya di pinggang. "Dia
bohong pada kita! Dialah manusia serigala itu!"
Ben benar-benar manusia serigala, aku berpikir tak percaya.
Dan dia ada di luar sana"entah di mana.
"Bulan purnama kapan lagi, Dad?" aku bertanya dengan suara
gemetar. "Nanti malam." Dad menghela napas. "Bulan purnama tinggal
semalam lagi," ia berkata seraya memejamkan matanya, berpikir.
"Apa yang akan Dad lakukan?" aku bertanya.
"Aku punya rencana." Mata Dad membuka. "Akan kupimpin
anak buahku untuk mencari Ben malam ini. Akan kulengkapi anak
buahku dengan senapan otomatis. Maaf, Aaron," Dad berkata lembut.
"Tapi kita terpaksa menembak mati makhluk itu."
27 KETIKA matahari terbenam, aku mengawasi Dad bersiap-siap.
Diambilnya senapan dari wadah kaca yang tergantung di dinding
ruang duduk. Ia mengisi setiap selongsong pelurunya dengan peluru perak.
"Apakah Dad benar-benar berpikir butuh peluru perak untuk
membunuh manusia serigala?" aku bergidik.
"Begitulah yang dikatakan oleh legenda-legenda. Aku tidak
tahu itu benar atau tidak," sahutnya. "Tapi kenapa mesti mengambil
risiko?" Ben yang malang. Aku tahu ia manusia serigala. Pembunuh. Tapi tetap saja aku
merasa kasihan padanya. Dan merasa kasihan pada diriku sendiri.
"Baiklah. Sudah waktunya." Dad mengangguk ke arah kandang
di ruang duduk. Dad menyuruhku masuk ke dalam kandang.
"Kau akan aman di dalam sini," ia berkata seraya memasang
rantai di pintunya, lalu menguncinya dengan gembok besi yang besar.
Aku memandang ke luar jendela ruang duduk dan memandang
bulan mulai naik. Aku memikirkan Ben. Ingat waktu dia menyelamatkan diriku di kapal.
Kugenggam gigi manusia serigala itu. Ben-lah yang
memberikannya padaku. Itu artinya sudah dua kali ia menyelamatkan nyawaku!
Aku harus berusaha menolongnya, pikirku. Aku harus
mengingatkannya. Kucengkeram jeruji kandang dan kuguncang-guncang.
"Bagaimana aku bisa menolongnya bila aku terkunci di sini?"
erangku. Bel pintu berbunyi. "Masuk!" teriakku. "Cepat!"
"Apa yang kaulakukan di dalam situ?" Ashlee melayangkan
pandangannya ke ruang duduk. "Aaron"kau bercanda, ya?"
"Tidak," gumamku. Aku dapat ide.
"Manusia serigala itu menipuku," aku berkata. "Tadi dia
kemari. Dia mengunciku di sini"lalu kabur lagi. Cepat"keluarkan
aku. Aku harus mengingatkan ayahku!"
"Baiklah." Ashlee mengedarkan pandangannya. "Di mana
kuncinya?" Pertanyaan yang bagus. Aku tidak memperhatikan Dad setelah ia mengunciku di dalam
kandang. Aku tidak tahu di mana ia meletakkan kuncinya.
"Coba cari di laci mtja!"
Ashlee mengaduk-aduk isi laci-laci itu. "Tidak ada," lapornya.
"Kita harus menemukan kunci itu!" teriakku.
"Tenang, Aaron," ia berkata. "Aku punya ide yang lebih bagus.
Malah sebenarnya, sangat bagus. Brilian, pokoknya. Dan?"
"Ashlee"kita tak punya waktu!"
"Iya. Iya. Kita tidak memerlukan kunci itu." Ashlee tersenyum.
"Oh ya?" "Yap. Akan kucari ayahmu dan kuingatkan dia soal Ben. Nanti
kalau ayahmu sudah pulang, dia akan mengeluarkanmu."
"Bukan ide yang bagus, Ashlee."
"Kenapa?" Kenapa" Kenapa"
Aku harus bilang apa dong" ebukulawas.blogspot.com
"Soalnya?" Aku menatap ke luar jendela. "Aku tak ingin kau
keluar sekarang. Ini malam purnama. Terlalu berbahaya."
"Kau benar." Ashlee tidak ragu lagi. "Akan kucari kuncinya."
Ketika Ashlee sibuk mencari, kulitku seperti menggelenyar.
Aku tak bisa membiarkan Ashlee melihatku berubah wujud!
batinku. Apa yang akan kulakukan"
"Lekas, Ashlee! Lekas!" teriakku, tak sanggup menutupi
kepanikanku. Kulitku mulai terasa panas.
Kepalaku mulai terasa sakit.
Di mana Dad meletakkan kunci itu" Bagaimana kalau ia
membawa kunci itu" Aku mengerang.
Dan kemudian aku teringat stoples kue itu!
Di sanalah Dad menyimpan kunci-kunci cadangan!
"Periksa stoples kue di dapur!" teriakku.
"Dapat!" seru Ashlee. Ia melompat ke ruang duduk seraya
melambai-lambaikan kunci itu di udara.
"Lekas!" "Iya. Iya." Diselipkannya anak kunci itu ke lubangnya dan
dibukanya pintu kandang itu.
"Lebih baik kau buru-buru pulang." Aku meluncur keluar dari
kandang. Bisa kurasakan punggungku mulai ditumbuhi bulu.
"Kau sinting, ya" Aku tidak bakal keluar. Terlalu berbahaya.
Kan kau yang bilang begitu tadi!"
"Kau"kau tidak bisa menunggu di sini!" aku terbata-bata.
"Manusia serigala itu"dia bisa saja kembali. Kau harus pulang. Lebih
aman di sana. Pergilah!"
"Kurasa begitu." Ashlee berlari ke pintu muka.
Otot-ototku mulai membesar.
Ashlee meraih kenop pintu.
Aku menunduk"dan melihat bulu-bulu hitam yang meremang
mulai memenuhi kedua tanganku.
Jangan berbalik, Ashlee, aku diam-diam berharap.
Kumohon"keluar dari pintu itu. jangan berbalik.
Kumohon"jangan lihat wujud jadi-jadianku.
28 ASHLEE memutar kenop pintu. "Semoga berhasil, Aaron,"
ujarnya. Aku tidak bilang apa-apa. Aku cuma berdiri diam, sekujur
tubuhku membeku ketakutan.
Ia membuka pintu. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan. "Kurasa aman untuk pulang,"
gumamnya. Aku tetap tak menyahut. Ia berdiri di ambang pintu, memandang ke luar. Kemudian ia
menengadah menatap bulan.
Rasa sakit yang amat sangat menyiksaku ketika kepalaku
berubah setengah manusia setengah serigala.
"Oh, sudahlah," Ashlee menarik napas dalam-dalam. "Aku
pergi, Aaron. Telepon aku nanti, ya."
Pergi! Jangan berbalik. Pokoknya pergi saja, doaku lagi.
"Hati-hati," ia berkata. Lalu menutup pintu dan pergi.
Aku berlari ke jendela. Kuperhatikan ia berlari menyusuri
jalanan yang disirami sinar bulan. Lalu aku berlari melintasi rumah
menuju pintu belakang. Rasa sakit menyengat mulutku saat taringku keluar. Aku
melolong kesakitan. Lalu selesai. Sekarang aku sudah menjadi manusia serigala seutuhnya.
Aku bersembunyi di bawah bayang-bayang rumah kami.
Berpikir. Ke mana aku harus pergi"
Di manakah Ben" Bisakah aku menemukan dan menyelamatkannya" Jantungku
mulai berdebar-debar. "Manusia serigala!" seorang wanita menjerit.
Aku menghentikan langkah.
"Tolong! TOLONG! Dia menyerangku!"
Mataku menyusuri barisan halaman belakang rumah-rumah"
dan melihat manusia serigala itu. Beberapa rumah dariku.
Ia menyeringai dan menggeram-geram. Lalu mengendap-endap
maju. Memaksa wanita itu mundur sampai ke dinding rumahnya,
memerangkapnya di sana. Aku meraung marah"lalu berlari.
Aku melompati pagar tanaman yang tinggi. Melintasi halamanhalaman belakang rumah-rumah. Lalu berdiri di atas dua kaki. Setelah
menarik napas dalam-dalam"aku menyerang manusia serigala itu.
Sambil melolong tajam, makhluk yang ketakutan itu pun
mundur. Mata wanita itu membeliak lebar menatapku. Ia menjerit
ketakutan. Lalu berbalik"dan lari terbirit-birit.
Aku berdiri berhadap-hadapan dengan manusia serigala itu.
Bulunya meremang ketika ia mengelilingiku.
Ia menyeringai"dan memamerkan taring-taringnya.
Apa yang akan dilakukannya" aku bertanya-tanya. Apakah ia
akan menyerangku" Kuarahkan tatapanku padanya. Lalu kukeluarkan geraman pelan
yang penuh ancaman. Beginikah akhirnya" aku bertanya-tanya. Apakah kami akan
saling menyerang"sampai salah satu dari kami mati"
29 "LEWAT sini! Lewat jalan ini!" seorang polisi berteriak. "Aku
mendengar sesuatu!" "Ayo ke belakang!" Aku mendengar ayahku memberi komando.
"Jangan biarkan makhluk itu kabur!"
Para polisi sudah tiba. Mereka semakin dekat! aku tersadar.
Kutatap manusia serigala itu. Telinganya berdiri tegak. Matanya
yang hitam dan berkilauan bergerak ke kanan dan kiri. Mencari
tempat untuk bersembunyi.
Bagaimana aku bisa membantunya"
Bagaimana aku bisa menyelamatkan nyawanya"
Kalau saja makhluk itu bisa berubah wujud menjadi Ben
kembali. Tak ada seorang pun yang bakal tega menembak seorang
pria kecil berkepala botak!
Kubayangkan Dad mengisi senjatanya dengan peluru-peluru
perak. Bisakah peluru perak membunuh makhluk jadi-jadian itu" Aku
tidak ingin mencari tahu.
Tunggu sebentar. Aku pernah membaca beberapa legenda tentang manusia
serigala. Ada satu cara untuk membuat manusia serigala menjelma
kembali ke wujud aslinya, aku teringat. Tapi bagaimana ya"
"Ayo pikir! Pikir!" aku memerintahkan diriku.
Yes! Aku ingat. Supaya manusia serigala bisa kembali menjadi manusia, kau
harus mengucapkan nama asli makhluk itu.
Gampang! Aku kan tahu nama aslinya!
Mempan nggak, ya" Aku harus mencobanya.
Aku berbalik dan memandang makhluk itu. Kutatap matanya
yang berkilauan lurus-lurus.
"Ben!" seruku. "Ben Grantley!"
Tapi yang keluar dari mulutku cuma geraman serigala.
Tak terjadi apa-apa. "Ayo, dua-dua!" Aku mendengar ayahku memerintahkan anak
buahnya. "Periksa setiap halaman!"
Ada satu cara lagi untuk mengubah manusia serigala kembali
jadi manusia. Apa ya"
Raungan sirene terdengar mengisi udara malam.
Aku tak bisa berpikir. "Konsentrasi, Aaron!" Kepalaku terasa sakit ketika aku
berusaha keras mengingatnya.
Dapat! Aku harus mengetuk kepala manusia serigala itu tiga kali!
"Tapi bagaimana caranya?" lolongku. "Dia nggak bakal mau
berdiri diam!" "Aku mendengar suara makhluk itu!" seorang petugas berseru.
"Kita semakin dekat!"
Tak ada waktu. Aku menerjang makhluk itu.
Sebelum ia tahu apa yang terjadi, aku sudah berada di atasnya.
Kuayunkan kaki depanku. Lalu kupukul kepalanya.
Satu. Dua. Tiga kali. Aku melompat menjauh. Tidak. Tidak terjadi apa-apa. Makhluk itu melolong tajam. Ia menatapku ngeri.
"Lewat sini, Sheriff Freidus!" sebuah suara terdengar. "Di


Goosebumps - Manusia Serigala Di Ruang Duduk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

halaman sebelah." Langkah-langkah berat berdebam-debam di jalur masuk.
Dengan panik aku mengedarkan pandangan dan melihat kalung
gigiku telah terjatuh dari leher.
Kupungut benda itu dari tanah. Dengan gerakan panik
kuayunkan kalung gigi itu ke leher makhluk itu.
Petugas itu menyerbu ke halaman.
Aku melompat dan bersembunyi di balik semak.
Ratusan petugas berdatangan.
Manusia serigala itu cuma bisa menatap mereka. Terengahengah ketakutan. Tersudut.
Para petugas mengangkat senjata.
"Akan kutembak dia!" salah seorang petugas menjerit.
Aku menatap ngeri ketika petugas itu membidikkan senjatanya.
Aku mendengar suara klik yang tajam saat jarinya menarik
picu"dan kemudian ledakan mengerikan ketika petugas itu
menembakkan senjatanya. 30 SENAPAN itu melayang di udara"ketika Dad menyentaknya
ke atas dan melemparnya. Peluru-pelurunya berhamburan di angkasa.
"Jangan tembak!" Dad berseru. "Itu anakku!"
Yes! sorakku dari balik semak. Ideku berhasil. Dad mengira
makhluk itu aku. Aku telah menyelamatkan nyawa Ben!
Para petugas menerkam manusia serigala itu. Menekannya ke
tanah. Makhluk itu menyeringai. Mengatup-ngatupkan rahang.
Meronta-ronta. Aku terus memperhatikan dari balik kegelapan. Tolong jangan
sakiti dia, kataku dalam hati.
Makhluk itu menendang-nendangkan kakinya. Dengan penuh
kemarahan ia berusaha membebaskan diri. Tapi terlalu banyak orang
yang harus dihadapinya. Ketika kaki-kakinya diikat dengan tali yang besar, erangan
pelan keluar dari tenggorokannya.
Tatapannya muram. Ia sadar dirinya telah kalah. Untuk terakhir
kali ia membuka mulut lebar-lebar dan dengan marah mengatupkan
rahangnya. Sebuah berangus besi cepat-cepat diselipkan ke moncong
makhluk itu. "Hati-hati. Jangan sakiti dia." Suara ayahku bergetar saat ia
menatap makhluk yang telah kalah itu. "Aku tidak tahu bagaimana
anakku bisa lepas. Ini takkan terjadi lagi. Aku janji."
Dad dan sepasang anak buahnya mengantar makhluk itu pulang
ke rumahku. Aku menunggu sampai semua petugas pergi. Kemudian,
bersembunyi di balik bayangan, aku pun pulang.
Aku mengendap-endap masuk lewat pintu belakang. Mengintip
ke ruang duduk. "Bukan salahmu, Aaron." Dad dengan lembut
memasukkan makhluk itu ke dalam kandang.
Ia membuka talinya. Melepaskan berangusnya.
Makhluk itu mencoba menggigit Dad. Tapi Dad buru-buru
melompat menjauh. "Aku harus mencari kandang yang lebih kuat untukmu." Dad
menutup pintu kandang. "Jangan khawatir. Akan kuatur semuanya,"
katanya seraya mengunci gemboknya.
Manusia serigala itu menelengkan kepala ke belakang, lalu
melolong. Aku melompat ke ruang duduk.
"Ben"kau kembali!" Dad menatapku dan terkesiap. "DUA
manusia serigala. Ada dua manusia serigala di ruang dudukku! Apa
yang akan kulakukan sekarang?"
Dad melompat menjauhiku. Aku berbaring di lantai. Menguik pelan, mencoba
memberitahunya aku tidak akan menyakitinya.
"Bagus," Dad berkata lembut. "Tetap di situ. Jangan ke manamana."
Ia duduk di sofa. Menatapku dan manusia serigala di dalam
kandang bergantian. "Aku menyesal sekali." Ia menggeleng. "Aku tak punya pilihan.
Aku harus menyerahkan kalian berdua pada para petugasku."
Kepalaku tersentak. Apa kata Dad" Ia tidak serius, kan"atau
iya" "Risikonya terlalu besar. Aku tak sanggup bertanggung jawab
atas kalian berdua. Aku tak sanggup menanggung perbuatan yang
mungkin kalian lakukan."
Tidak! Ia tak boleh berbuat begini pada kami! pikirku.
"Aku sangat menyesal," ulangnya. "Seumur hidupku aku
bermimpi menangkap manusia serigala. Cuma itu yang terpikir
olehku. Tapi mimpiku itu benar-benar konyol. Sekarang aku telah
menghancurkan hidup kita. Hatiku sedih." Dad menunduk sedih.
Ia akan berubah pikiran. Ia takkan menyerahkan kami ke polisi,
pikirku. Aku kan anaknya. Ia takkan berbuat begitu pada anaknya!
Dad melompat berdiri dari sofa. "Aku tahu apa yang akan
kulakukan." Ia mulai mondar-mandir. "Semua akan baik-baik saja!"
ujarnya. "Aku akan menemui ilmuwan-ilmuwan paling ngetop di
negara ini." Yes! Aku sudah tahu! Aku tahu Dad akan menemukan ide yang
lebih bagus. Aku tahu ia takkan menyerahkan anaknya sendiri!
"Aku tahu aku telah menghancurkan hidup kita. Tapi aku akan
memperbaikinya. Janji. Bahkan kalau kalian berdua dipenjara"aku
akan bekerja bersama para ilmuwan. Aku akan mengabdikan hidupku
untuk menemukan ramuan penangkal bagi kalian berdua!"
Dad mengangkat gagang telepon. Ia menekan nomor telepon
kepolisian. "Ada dua manusia serigala di ruang dudukku. Datang dan
ambil mereka!" 31 "AKU tak sudi melewati sisa hidupku terkunci di dalam
kandang entah di mana! Enak saja!" Aku melompat berdiri. "Harus
ada jalan lain!" "Mereka ada di sini," Dad bicara ke telepon.
Aku menatap Ben. Ia berdiri di atas dua kaki. Kaki depannya
mencengkeram jeruji kandang. Taring-taringnya berkilauan oleh air
liurnya. Kutatap taring-taringnya yang tajam dan basah. Yes! Itu dia!
pikirku. Tiba-tiba saja, aku tahu jawabannya. Tiba-tiba, aku tahu apa
yang harus kulakukan. Aku tahu bagaimana menyelesaikan masalah
kami. Aku berlari melintasi ruangan.
Aku melompat menyerang ayahku"dan menanamkan gigiku
dalam-dalam di pundaknya. Ketakutan, Dad menjatuhkan gagang
telepon. Lalu ia menyentakkan kepalanya ke belakang" dan
melolong kesakitan. ******************** Lampu-lampu di rumah-rumah tetangga bernyalaan"ketika
kami bertiga berlari menembus malam. Dua manusia serigala dan
seorang manusia setengah sadar.
Melolong. Berlari di udara malam yang dingin.
Berlari di bawah cahaya bulan purnama.
Benar, aku"Aaron Freidus"adalah manusia serigala.
Ayahku dulunya pemburu manusia serigala. Tapi sekarang tidak
lagi. Sekarang dia sudah jadi manusia serigala.
Begitulah caraku memecahkan masalah kami. Begitulah caraku
menyelamatkan kami semua!
Ayahku dulu menganggap seekor manusia serigala tinggal di
hutan di luar kota kami. Tapi ia tak pernah berhasil menemukannya.
Dan semua orang menganggapnya sinting. Termasuk aku.
Tapi Dad tidak sinting"setidaknya sekarang sih tidak lagi.
Soalnya aku punya firasat hutan di luar kota tempat kami
tinggal akan penuh dengan manusia serigala.
Aku tahu deh. Pokoknya tahu.END
Runtuhnya Kerajaan Manchuria 1 Kelelawar Hijau Lanjutan Payung Sengkala Karya S D Liong Dewa Sesat 1
^