Pencarian

Petualangan Dilembah Maut 4

Lima Sekawan 03 Petualangan Di Lembah Maut Bagian 4


Tanpa memandang patung-patung lagi, Juan keluar lalu menutup pintu keras-keras.
Bunyinya menggema dalam gua. Kemudian anak-anak mendengar bunyi lain, yang
langsung menyebabkan mereka merasa lesu. Mereka mendengar bunyi gerendel-
gerendel yang didorong di balik pintu. Tiga kali berturut-turut terdengar bunyi
itu. Kini pintu tidak bisa lagi dibuka dari dalam.
"Kalian dengar itu?" keluh Jack. "Sekarang kita terkurung di sini!
Coba kita tadi bersembunyi dalam gua stalaktit, atau gua bintang, pasti kita
sekarang selamat. Kita bisa menyelinap ke luar, apabila Juan sudah pergi lagi.
Tapi sekarang tidak , bisa! Kita terpaksa di sini terus, sampai dibebaskan oleh
orang-orang itu. Itu kalau dibebaskan!"
Bab 25 RENCANA PHILIP YANG TAK DI-SANGKA-SANGKA
Elsa dan suaminya sangat ketakutan, ketika empat di antara patung-patung itu
tahu-tahu bercakap-cakap. Mereka baru tahu siapa 'patung-patung' itu, ketika
anak-anak melepaskan selendang yang menyelubungi tubuh lalu mengembalikannya
dengan hati-hati ke tempat semula.
Elsa bergegas-gegas lari menghampiri Lucy-Ann, lalu merangkulnya. Sedang Pak Tua
tetap berdiri di tempat semula, dengan tubuh gemetar.
"Apa kata orang itu pada Anda tadi?" tanya Jack.
"Katanya kami akan dikurung di sini, sementara ia memanggil kawan-kawannya untuk
mengangkuti segala harta kami," kata laki-laki tua itu. Tahu-tahu air mata
bercucuran. membasahi pipinya.
"Orang itu jahat! Apakah aku sudah begitu lama menjaga segala benda yang indah-
indah ini, hanya untuk sekarang terpaksa menyerahkannya pada orang sejahat itu?"
"Memuakkan!" kata Jack. "Tapi apa boleh buat, kita tidak bisa berbuat apa-apa!
Kita terpaksa membiarkan para penjahat itu mengambil segala-galanya,
memasukkannya ke dalam peti-peti lalu membawanya pergi dengan pesawat terbang!"
"Yuk kita ke tempat yang ada sinar mataharinya," kata Dinah. "Aku tak tahan "lagi berada dalam suasana suram ini. Perasaanku akan lebih enak, jika sudah
berada di tempat terang. Bilang pada Pak Tua, agar menyuruh istrinya menyiapkan
makanan untuk piknik di luar, Jack - Kau dan Philip nanti bisa membantunya
membawa ke luar. Dalam gelap ini pikiranku buntu! Patung-patung ini rasanya
seolah-olah mengikuti pembicaraan kita."
"Baiklah," kata Jack, ia melihat bahwa Dinah sudah sulit sekali menahan air
matanya. "Kau pergi saja dulu, bersama Lucy-Ann serta Kiki. Nanti kami menyusul.
Perasaanmu pasti akan enak lagi, jika sudah berada di tempat terang."
"Kiki tadi pintar ya memancing orang itu sehingga pergi tanpa melihat kita,"
"kata Lucy-Ann. "Hah bukan main kaget dan takutnya aku, ketika Kiki tiba-tiba
"bicara padanya. Reaksiku pasti juga seperti dia karena aku tentu mengira yang
"berbicara itu salah satu patung."
Ia menemani Dinah, pergi ke batu yang menjorok ke luar. Sesampai di situ, Dinah
langsung merebahkan diri dengan lega.
"Aku sudah tidak suka lagi pada petualangan ini. Perasaanmu bagaimana. Dinah?"
tanya Lucy-Ann. "Kalau kita masih bisa berbuat sesuatu, sebenarnya masih lumayan
tapi ini, kita kelihatannya sama sekali tidak berdaya."
?"Aku suka jika petualangan berlangsung seperti kumaui," kata Dinah dengan nada
merajuk. "Aku tidak suka jika peristiwa-peristiwa yang terjadi tidak kusukai.
Sudah jangan ajak aku bicara lagi, Lucy-Ann. Nanti kau kubentak-bentak, sebab
"saat ini aku sedang jengkel!"
"Ini kan hanya karena perasaan kita tegang tadi, ketika harus berpura-pura
menjadi patung," kata Lucy-Ann.
"Ah jangan sok berlagak dewasa," bentak Dinah. "Bukan itu sebabnya! Aku
"jengkel saat ini sebab, karena aku ingin pergi dari lembah ini tapi tidak bisa!"
Sekarang Lucy-Ann tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia duduk menikmati kehangatan
sinar matahari, sambil menunggu makanan yang sebentar lagi pasti akan dibawa ke
luar oleh Jack dan Philip, bersama Elsa.
Kiki duduk dekat mereka Burung kakaktua itu menggumam pada dirinya sendiri.
Kemudian Martha muncul. Ayam betina itu mengais-ngais di atas batu, dengan sikap
menemani. Kiki mengoceh padanya, sedang Martha menjawab dengan kotekannya.
Dinah melupakan kesebalannya dengan segera, ketika makanan tiba. Sambil makan
mereka sekali lagi membicarakan kejadian pagi itu. Ketika mereka sedang
berbincang-bincang, terdengar kembali bunyi pesawat terbang. Mereka melihatnya
terbang menanjak. "Eh! Mereka berangkat lagi," kata Jack dengan heran. "Apa sebabnya?"
"Mungkin untuk menjemput bantuan yang akan ikut mengangkat, karena mereka kini
sudah tahu di mana harta karun disembunyikan," kata Philip. "Dan mungkin mereka
akan mendatangkan beberapa pesawat lagi seperti pernah kau katakan."
"Sangat tidak enak rasanya mengetahui bahwa mereka benar-benar terkurung. Jack
dan Philip sudah berusaha keras untuk membuka pintu yang digerendel dari luar.
Tapi usaha mereka sia-sia. Ketiga gerendel itu memang sudah tua, tapi masih
tetap kokoh. Anak-anak merasa bosan, karena tidak ada yang bisa mereka kerjakan. Untuk
mengisi waktu, mereka mengamat-amati patung-patung dengan lebih seksama, serta
melihat lukisan-lukisan kuno dan buku-buku yang berbau pengap.
Patung-patung itu penuh dengan perhiasan yang serba gemerlapan. Beberapa di
antara patung-patung itu indah buatannya dan didandani dengan apik. Tapi ada
juga yang berwujud kasar dan mencolok. Namun semua patung dihiasi dengan emas
permata, walau anak-anak tidak tahu pasti apakah semuanya memang benar-benar
berharga. Mungkin hanya sebagian saja, sedang selebihnya merupakan batu-batu
setengah mulia. "Kurasa orang-orang itu nanti hanya akan mengangkut perhiasan saja, sedang
patung-patung ditinggal," kata Jack. "Lalu lukisan dan buku-buku diangkut dalam
peti." "Kenapa tidak kita sembunyikan saja segala perhiasan ini, supaya orang-orang itu
tidak bisa mengambilnya?" kata Dinah secara tiba-tiba.
"Aku tidak rela jika mereka berhasil memiliki harta ini!" "Itu ide yang bagus
sekali!" kata Jack. "Yuk kita ambil saja segala perhiasan ini sekarang lalu "kita sembunyikan di salah satu tempat!"
Tapi begitu anak-anak mulai melepaskan perhiasan-perhiasan itu dari patung,
dengan buru-buru laki-laki tua itu mencegah mereka.
"Jangan! Jangan! Aduh, anak nakal!" serunya, sambil mengambil bros yang dipegang
Jack. "Kami cuma hendak menyembunyikannya saja, supaya jangan diambil orang-orang
itu," bantah Jack. "Sebentar lagi mereka pasti datang, untuk mencuri segala-
galanya." "Perhiasan ini harus tetap di situ," kata Pak Tua, sambil melambaikan tangan ke
arah patung-patung. "Tidak seorang pun boleh melepaskannya, karena bertentangan
dengan Hukum Gereja."
Anak-anak tidak mencoba lagi. karena tahu bahwa Elsa dan suaminya pasti akan
marah sekali jika mereka nekat melakukannya.
Waktu berjalan dengan lamban. Malam itu tak ada yang bisa tidur enak, karena
semua mencemaskan hal-hal yang akan terjadi. Sangat tidak enak rasanya bahwa
diri mereka berada di bawah kekuasaan penjahat seperti Juan.
Keesokan paginya mereka sarapan di atas batu di tempat terang. Mereka sebisa-
bisanya tidak lagi makan dalam gua yang gelap.
Tiba-tiba Dinah memasang telinga.
"Dengarlah," katanya. "Itu kan bunyi pesawat!"
Semua ikut mendengar, termasuk Elsa dan suaminya. Bunyi itu semakin mendekat,
dan semakin nyaring. Tiba-tiba Jack meloncat bangun.
"Bukan cuma satu pesawat saja yang datang, tapi banyak! Lihatlah, itu satu
"berputar-putar hendak turun. Lalu itu ada satu lagi dan itu! Astaga! Satu
"skuadron rupanya yang didatangkan Juan kemari!"
Pesawat yang datang empat buah jumlahnya. Rupanya Juan kini tidak mau bekerja
kepalang tanggung lagi. Anak-anak membayangkan pesawat-pesawat itu mendarat
satu-satu di jalur panjang berumput yang terdapat dalam lembah.
"Nah! Sekarang bisa kita perkirakan akan terjadi apa-apa di sini," kata Jack.
"Sebentar lagi semua harta yang ada di sini akan habis diangkut!"
"Aduh dan kita tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah!" keluh Dinah.?"Coba kita bisa menyampaikan kabar pada Bill!" kata Jack dengan gelisah. "Tapi
tak ada jalan keluar dari lembah ini, kecuali dengan pesawat terbang!"
Selama beberapa saat Philip menatap Jack, tanpa mengatakan apa-apa. Kemudian ia
mengucapkan sesuatu, yang sangat mengagetkan anak-anak.
"Ya itu satu-satunya jalan untuk meninggalkan tempat ini. Dan aku akan
"mencobanya." Sesaat, semua terdiam. Kemudian Jack membuka mulut.
"Apa maksudmu?" tanyanya dengan heran. "Kau kan tidak bisa menerbangkan
pesawat?" "Tentu saja tidak! Tapi aku bisa menyelundup ke dalam, lalu ikut terbang
meninggalkan tempat ini," kata Philip. "Waktu kita kemari, kita kan juga
menyelundup" Nah kalau begitu, kenapa aku sekarang tidak bisa pergi dengan
"jalan menyelundup pula" Aku berani taruhan, aku pasti bisa bersembunyi tanpa
ketahuan. Lalu nanti begitu ada kesempatan, aku akan cepat-cepat lari, dan
menyampaikan berita pada Bill tentang segala-galanya!"
"Wah, Philip! Idemu itu hebat sekali!" kata Jack. "Tapi aku yang pergi, bukan
kau!" "Tidak bisa!" tukas Philip. "Ini kan gagasanku, jadi harus aku juga yang
melaksanakannya. Pokoknya, aku yang pergi!"
"Aku tidak mau, biar siapa pun yang pergi," kata Lucy-Ann. Bibir bawahnya
gemetar, tanda mau menangis. "Nanti ketahuan, lalu terjadi sesuatu yang tidak
enak! Jangan kalian tidak boleh meninggalkan kami!"
?"Kan masih ada Jack," kata Philip. "Dan juga kedua orang tua itu. Kalian takkan
apa-apa di sini! Percayalah, hanya itu satu-satunya jalan untuk mencari
pertolongan. Menyelundup masuk ke dalam pesawat terbang, lalu ikut dengan orang-
orang itu pergi dari sini. Mereka pasti harus bolak-balik beberapa kali untuk
mengangkuti segala harta yang ada di sini. Jika aku bisa menyampaikan berita
cepat-cepat pada Bill, ada kemungkinan ia akan bisa menangkap orang-orang itu
ketika mereka sedang beraksi!"
"Kedengarannya memang hebat," kata Dinah, "tapi kurasa kau takkan bisa
melaksanakannya. Lagi pula bagaimana kau hendak masuk ke pesawat terbang" Pergi
dari sini saja tidak bisa!"
"Aku akan menunggu kesempatan untuk menyelinap ke luar lewat pintu, apabila
orang-orang itu nanti sibuk bolak-balik mengangkut barang-barang dari sini,"
kata Philip, Ia asyik mengatur rencana. "Setelah itu aku akan bersembunyi dalam
gua stalaktit, lalu begitu ada kesempatan menyusur lorong dan keluar lewat
lubang di tebing. Kemudian aku turun ke lembah, mendatangi pesawat-pesawat yang
ditaruh di sana. Aku memilih salah satu di antaranya, lalu kumasuki. Kurasa
mereka takkan menempatkan penjaga di sana, karena mengira kita semua masih
terkurung di sini." "Kedengarannya lebih gampang dari pelaksanaannya, Jambul," kata Jack
mengingatkan. "Lebih baik aku saja yang pergi!"
'Tidak bisa," tukas Philip. "Ini petualanganku mengerti!"
"Mungkin kau nanti bahkan bisa menyusup ke dalam salah satu peti," kata Dinah.
"Orang-orang itu takkan memeriksa peti yang sudah diisi dengan barang-barang."
"Ya, betul," kata Philip dengan gembira. "Itu usul yang sangat bagus!"
"Yah nanti pasti akan banyak orang datang kemari," kata Jack. "Kedua orang tua"itu tentu kaget melihat mereka. Keduanya jelas bingung nanti, jika melihat harta
yang selama ini dijaga dengan demikian baik, tahu-tahu diangkut orang."
"Nanti jika orang-orang itu datang, kau sendiri saja yang kembali menyamar
menjadi patung, Philip," kata Dinah. "Sedang kami tidak! Orang-orang itu pasti
akan berkeliaran mencari kami jika mereka tidak berhasil menemukan kami hari
ini. Jadi lebih baik kami langsung saja mereka lihat, sementara kau menyamar
menjadi patung lagi. Lalu begitu kau melihat kesempatan baik, kau harus cepat-
cepat menyelinap ke luar."
"Ya kurasa begitulah sebaiknya," kata Philip. "Mungkin akal ini tidak
"berhasil, tapi cuma itulah satu-satunya jalan yang bisa ditempuh. Nah kira-
"kira kapan orang-orang itu akan muncul di sini" Perjalanan dari lembah sampai ke
tempat ini, memerlukan waktu sekitar satu setengah jam. Kita melihat pesawat-
pesawat turun setengah jam yang lalu. Jadi masih ada waktu sekitar satu jam
lagi. Aku tidak boleh menunggu sampai saat terakhir, untuk menyembunyikan diri!"
"Lebih baik mulai sekarang saja kau bersembunyi," kata Lucy-Ann yang sudah
gelisah terus. "Kami ikut sebentar, untuk melihat apakah tempat yang kau pilih
sudah baik, dan apakah kau sudah kelihatan benar-benar seperti patung."
Anak-anak memasuki lorong, menuju gua yang ada patung-patungnya. Ayam betina
yang bernama Martha juga ikut. Ia rupanya senang pada Jack. Ke mana saja anak
itu pergi, ia selalu ikut. Pagi itu ia bertelur. Elsa membuatkan masakan telur
untuk sarapan Lucy-Ann. "Lihatlah! Di situ ada tempat yang agak tersembunyi, tidak jauh dari pintu,"
kata Dinah bersemangat, ketika mereka sudah berada dalam gua patung. "Jika kau
berdiri di situ, kau takkan mudah kelihatan karena tempat itu gelap sekali.
"Dan kau juga dekat ke pintu, sehingga nanti bisa menyelinap ke luar, begitu ada
kesempatan bagimu." "Ya tempat itu kelihatannya memang yang paling baik," kata Philip. "Sekarang
"aku memerlukan selendang atau salah satu selubung untuk menutupi kepalaku. Aku
tidak mau ketahuan, karena rambutku yang pendek ini."
Anak-anak menemukan sehelai selendang yang sangat besar, lalu dengan cermat
menyelubungi Philip dengannya. Ia berdiri di tempat yang dipilih. Semua
sependapat, tempat itu memang baik sekali untuk bersembunyi.
"Kau hampir-hampir tidak kelihatan," kata Jack. "Nah begitulah, Jambul. Kami
"pergi sekarang. Tapi kami takkan bersembunyi. Biar saja orang-orang itu nanti
melihat kami. Mudah-mudahan saja mereka tidak curiga, bahwa sebenarnya ada orang
lain dalam gua-gua sini. Kami akan tahu apabila kau ternyata tidak berhasil
melarikan diri, karena dengan sendirinya malam nanti kau masih ada di sini."
"Selamat tinggal," kata Philip. "Kalian tidak perlu khawatir tentang diriku. Tak
lama lagi aku pasti akan sudah pergi dari sini, lalu aku akan mengirim kabar
pada Bill dan Ibu. Jangan cemas! Tak lama lagi kami akan datang untuk
menyelamatkan kalian!"
Anak-anak pergi, meninggalkan Philip sendiri dalam ruang gua. Philip berdiri
diam-diam. Kelihatannya persis patung!
Bab 26 MINGGAT! Kira-kira satu jam kemudian Philip mendengar langkah orang datang, disusul bunyi
gerendel-gerendel ditarik. Sekali lagi muncul laras sepucuk pistol dari balik
pintu. Pasti itu Juan! Tapi sekali itu tidak ada Kiki yang menyambut dengan
ocehan. Dalam gua tidak nampak siapa-siapa, kecuali patung-patung.
Juan masuk ke dalam, disusul beberapa orang lagi. Philip memperhatikan mereka
dari balik selendang yang menyelubungi kepala. Dalam hati ia berdoa, mudah-
mudahan saja orang-orang itu tidak langsung mencopoti perhiasan dari patung-
patung. Jika itu yang mereka lakukan, ada kemungkinan ia akan ketahuan!
Orang-orang yang masuk berseru kagum, melihat patung-patung yang ada di situ.
Mereka membawa senter beberapa buah, yang langsung dinyalakan begitu mereka
sudah berada di dalam. Philip sama sekali tidak menduga adanya kemungkinan itu.
Ia mundur ke tempat gelap. Untung tubuhnya terselubung selendang, katanya dalam
hati. Orang-orang yang datang itu kelihatannya kasar-kasar. Mereka berseru-seru dengan
kagum, ketika melihat emas permata berkilauan yang menghiasi lengan dan leher
patung-patung. Beberapa di antara mereka langsung menyambar bros dan kalung.
Tapi dengan segera dibentak oleh Juan. Orang-orang itu mengembalikan barang-
barang yang mereka ambil, walau dengan sikap enggan.
Philip menghitung jumlah mereka. Ada delapan orang. Otto tidak ada di situ. Tapi
itu sudah disangka oleh Philip, ia mengenali Juan, Pepi dan Luis. Rupanya tiap
pesawat berawak dua orang.
Juan berjalan mendului, memasuki gua berikut. Langkah mereka menggema, ketika
berjalan dalam lorong. Philip bertanya-tanya dalam hati, apakah semuanya yang
akan masuk ke gua berikut, lalu ke yang berikutnya lagi. Jika benar begitu, akan
ada kesempatan baginya saat itu untuk menyelinap ke luar, lalu lari ke lembah.
Ia mendengarkan baik-baik. Didengarnya suara orang-orang itu di gua sebelah,
tempat lukisan-lukisan. Lalu disusul bunyi langkah yang semakin jauh. Akhirnya
hanya suara samar-samar saja yang masih terdengar.
"Mereka sudah berada dalam gua tempat buku lalu dari situ kemudian masuk ke "gua tempat uang emas disembunyikan," pikir Philip. "Jadi banyak waktu bagiku
untuk menyelinap ke luar."
Philip menjatuhkan selendang yang menyelubungnya ke lantai, lalu menyelinap ke
pintu. Dengan cepat ia sudah berada di luar. Didakinya tangga yang berliku-liku.
Berturut-turut dilewatinya gua bintang dan gua stalaktit Kini perasaannya mulai
aman. Menurut perasaannya takkan ada yang menjaga di luar lubang. Tapi walau
begitu ia masih harus tetap waspada.
Ternyata dugaannya benar. Di luar tidak ada siapa-siapa. Dengan cepat Philip
keluar, lalu menuruni tebing. Tidak lama kemudian ia sudah menyusur lereng
gunung, sambil berjaga-jaga terus. Karena siapa tahu, mungkin tidak semua orang
itu tadi masuk ke dalam gua.
Ia sudah capek dan lapar, ketika akhirnya tiba di pondok dalam lembah! Untung
pintu pondok itu terbuka, dan di dekat situ tidak ada siapa-siapa! Philip makan
sekenyang-kenyangnya. Ia menemukan sebuah kotak berisi coklat berbatang-batang.
Diambilnya beberapa batang lalu dikantongi. Siapa tahu kapan lagi ia bisa makan


Lima Sekawan 03 Petualangan Di Lembah Maut di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sesudah itu! Kemudian ia pergi ke tempat pesawat-pesawat terbang di parkir dalam lembah.
Dilihatnya keempat-empatnya ada di situ. Sekarang, yang mana yang akan
dimasukinya" Philip memeriksa keempat pesawat itu, satu demi satu. Dalam pesawat yang paling
akhir diteliti ditemukannya mantel dan selimut bertumpuk-tumpuk. Philip lantas
memilih pesawat itu. Ia bisa bersembunyi di situ, dengan jalan menimbunkan
selimut dan mantel yang banyak itu di atas tubuhnya. Saat itu ia sama sekali tidak melihat
kemungkinan menyusup masuk ke dalam peti, seperti yang diusulkan oleh Dinah.
Lagi pula, peti-peti itu belum ada dalam pesawat. Semuanya masih terdapat di
tempat semula, tertutup terpal.
Setelah menentukan apa yang akan dilakukan, masih banyak waktu yang tersisa.
Philip tahu, orang-orang itu pasti tidak akan segera kembali. Mereka kan membawa
beban yang berat dan besar. Jadi jalan mereka pasti lebih lambat.
Philip melihat-lihat di situ, untuk mengisi waktu. Ia masuk lagi ke dalam
pondok. Di situ ditemukannya mantel, yang tergantung pada sebuah paku. Ia
memeriksa kantong-kantongnya. Menurut pendapatnya, keterangan apa pun yang bisa
diperoleh, mungkin akan ada gunanya bagi Bill nanti.
Dalam salah satu saku mantel itu ditemukannya sebuah buku catatan. Philip
membalik-balik halamannya. Dilihatnya tulisan-tulisan yang tak jelas artinya,
begitu pula banyak sekali angka-angka. Mungkin Bill mengerti apa makna catatan
itu. Ia sendiri tidak bisa memahaminya!
Setelah itu Philip pergi ke kandang sapi. Di situ tidak ada apa-apa, kecuali
kaleng-kaleng makanan yang sudah dibuka. Dilihatnya lalat beterbangan
mengerumuni. Sesaat Philip memandang kaleng-kaleng itu. Kemudian ia teringat.
"Ya, betul itu kaleng makanan yang ditinggalkan Jack untuk Otto," katanya "dalam hati. "Hii lalat-lalat itu! Menjijikkan!"
"Digalinya lubang dengan sepotong kayu, lalu dikuburkannya kaleng-kaleng berisi
makanan yang sudah busuk itu. Setelah itu ia berkeliaran lagi, tanpa tujuan
tertentu. Ia tiba di bawah pohon yang pernah dipakai sebagai tempat bersembunyi.
Ia mendongak. Ia memicingkan mata, karena merasa seperti melihat sesuatu di
atas. "Apa itu?" Kemudian ia teringat kembali.
"Ah, tentu saja kita kan meninggalkan koper-koper di atas. Aku lupa sama
"sekali. Bayangkan, selama ini semuanya ada di situ!"
Sesaat ia berpikir-pikir. Perlukah barang-barang itu diturunkan, lalu
disembunyikan di tempat lain.
"Ah, lebih baik jangan," katanya kemudian pada dirinya sendiri.
"Mungkin nanti malah ditemukan, lalu orang-orang itu mencari aku. Tidak biar
"saja koper-koper itu tetap di atas."
Sesiang itu Philip sibuk mengintai, menunggu orang-orang itu kembali. Sekitar
pukul lima sore, ia makan biskuit dengan buah persik sekaleng. Orang-orang itu
masih tetap belum muncul!
Tapi sepuluh menit kemudian ia melihat mereka di kejauhan. Saat itu ia sudah
berada di dekat pesawat-pesawat, siap untuk cepat-cepat meloncat masuk ke
pesawat yang sudah dipilihnya tadi, begitu ia melihat orang-orang itu datang.
Dengan buru-buru dihitungnya jumlah orang yang datang. Delapan!
Jadi semua sudah kembali. Philip bergegas naik ke pesawat, lalu menyusup masuk
ke bawah tumpukan selimut dan mantel. Diselubunginya tubuhnya dengan cermat,
sehingga semuanya tertutup. Bahkan ujung sepatunya pun tidak kelihatan lagi.
"Untung hawa hari ini panas," katanya dalam hati. "Jadi orang-orang itu takkan
memerlukan mantel mereka."
Beberapa saat kemudian terdengar suara orang-orang itu bercakap-cakap. Jelas
sekali mereka sangat puas. Suara mereka kemudian menjadi pelan kembali, dan
akhirnya lenyap. Rupanya mereka sudah melewati pesawat-pesawat mereka, dan kini
menuju ke pondok. "Barangkali hendak makan dulu, dan setelah itu baru mengemaskan barang-barang
yang diambil dari dalam gua," pikir Philip. Ia menguap. Setelah berbaring, tahu-
tahu ia merasa mengantuk.
Tidak lama kemudian ia sudah tertidur. Begitu nyenyak tidurnya, sehingga ia
tidak terbangun ketika dua orang laki-laki masuk ke dalam pesawat terbang itu,
beberapa jam kemudian. Ia baru membuka mata dengan kaget, ketika mesin tiba-tiba
dinyalakan dan baling-baling mulai berputar. Nyaris saja ia ketahuan saat itu.
Tapi kemudian ia ingat lagi di mana ia berada saat itu. Karenanya ia lantas
berbaring diam-diam. Ia tidak tahu, apakah hari masih siang atau sudah malam.
Jadi ia tidak bisa melihat apa-apa di bawah tumpukan mantel dan selimut. Jadi
saat itu mungkin masih siang. Tapi mungkin juga tengah malam!
Pesawat tinggal landas satu-satu. Pesawat di mana Philip berada berangkat paling
akhir. Ia merasa betapa pesawat itu meluncur sebentar, lalu mengudara.
"Mereka tidak melihat aku! Mereka sama sekali tidak menduga bahwa aku ikut!"
kata Philip dalam hati. Ia merasa girang. "Ternyata mudah saja Hore!"
Setelah itu ia tertidur lagi, sementara pesawat-pesawat terbang meluncur terus
menembus kegelapan malam. Tempat manakah yang menjadi tujuan mereka" Suatu
tempat pendaratan rahasia, atau pelabuhan udara biasa"
Anak-anak yang lain, yang malam itu tidur di luar, mendengar derum pesawat-
pesawat yang berangkat. Malam itu hawa panas. Pengap rasanya jika tidur di
dalam. Karena itu mereka minta izin agar diperbolehkan tidur di atas lempeng
batu yang menjorok di atas jurang.
"Tapi nanti kalian jatuh, kalau bergerak-gerak dalam tidur!" kata Pak Tua cemas.
"Tidak kami biasa tenang kalau tidur," jawab Jack. "Kami takkan apa-apa di "situ."
Elsa sebetulnya tidak mau jika Lucy-Ann ikut tidur di atas batu di luar. Kasihan
ia hampir menangis ketika Lucy-Ann berkeras. Kiki dan Martha ikut tidur di
"luar. Tapi Lizzie tidak! Kadal itu ikut dengan Philip.
Siangnya, anak-anak mengalami hari yang benar-benar tidak enak. Orang-orang yang
datang menjumpai mereka dalam 'kamar duduk' bersama Pak Tua serta istrinya.
Orang-orang itu berteriak-teriak menanyai mereka, sehingga mereka ke-takutan
sekali. Pak Tua mengatakan bahwa ia bersama istrinya sudah lama sekali berdiam
dalam gua-gua itu dengan tugas menjaga harta. Gerombolan penjahat lantas menarik
kesimpulan, anak-anak pasti juga sudah selalu tinggal di situ.
"Untung mereka tidak bertanya, bagaimana kita bisa sampai di lembah ini," kata
Jack kemudian. "Mereka langsung saja menganggap bahwa kita datang kemari bersama
Elsa dan suaminya." Ketika para penjahat mulai merampok perhiasan dari patung-patung, Pak Tua
berusaha mencegah. dibantu istrinya. Tapi mereka malah dipukul dan dibentak-
bentak. Pak Tua membimbing istrinya yang menangis dan gemetar ketakutan, lalu
mengajaknya pergi dari situ. Anak-anak berusaha menghibur mereka.
Setelah itu mereka memilih lebih baik duduk-duduk di atas batu di luar, dan
tidak kembali ke gua tempat para penjahat sedang sibuk merampok. Mereka ingin
tahu, berhasilkah Philip melarikan diri.
"Aku yakin, ia pasti berhasil," kata Lucy-Ann. "Orang-orang itu kan selalu
bersama-sama, jadi Philip bisa dengan gampang menyelinap keluar dari gua patung,
ketika orang-orang itu datang lalu menanyai kita."
Akhirnya para penjahat pergi, dengan membawa emas permata, sebuah patung yang
sangat berharga, beberapa lukisan, serta sejumlah dokumen kuno. Dua dari mereka
menjinjing sebuah peti berisi uang emas. Anak-anak membayangkan betapa repotnya
orang-orang itu menuruni lereng gunung, sambil mengangkut peti yang berat.
Ketika para penjahat keluar, pintu besar mereka gerendel kembali, sehingga Jack
serta yang lain-lainnya terkurung lagi di dalam. Mereka sangat ingin tahu, apa
yang terjadi dengan Philip. Berhasilkah anak itu menyembunyikan diri dalam salah
satu pesawat terbang" Apakah ia kemudian menyusup masuk ke dalam sebuah peti"
Kapankah pesawat-pesawat itu berangkat"
Pertanyaan terakhir terjawab malam-malam, ketika mereka mendengar bunyi derum
mesin pesawat-pesawat itu. Anak-anak terbangun, lalu mendengarkan baik-baik.
Kiki menguak, lalu mematuk Martha untuk membangunkannya.
"Nah pesawat-pesawat itu kini sudah berangkat," kata Jack. "Kurasa Philip "pasti ikut salah satu di antaranya. Kini sebentar lagi kita akan tertolong. Bill
pasti kaget, apabila mendengar segala pengalaman kita! Bagaimana pendapat kalian
mungkinkah Bill nanti datang kemari dengan pesawat terbangnya pula?"
?"Mudah-mudahan saja," kata Lucy-Ann ber-sungguh-sungguh. "Aku rindu padanya. Aku
kadang-kadang merasa seolah-olah akan terpaksa tinggal terus dalam lembah ini,
untuk selama-lamanya."
"Jangan begitu," kata Dinah. "Aduh, Kiki jangan ganggu Martha terus dong! Apa
"yang kaulakukan tadi, sehingga ia sekarang berkotek-kotek terus?"
"Sssst!" kata Kiki.
"Jangan suka melawan," kata Dinah, ia berbaring lagi. "Yah, aku senang sekarang,
karena sudah mendengar pesawat-pesawat itu berangkat. Selamat jalan, Philip!"
"Selamat jalan," kata anak-anak yang lain Kiki ikut-ikutan pula mengatakan,
"Selamat jalan. ?"Kotekkotek!" kata Martha. Ayam betina itu rupanya ingin mengucapkan selamat
jalan pula pada Philip. Bab 27 GAGASAN YANG BAGUS Keesokan hanya keempat pesawat terbang itu datang lagi. Tidak lama kemudian para
penjahat sudah masuk kembali ke dalam gua harta. Mereka sibuk memeriksa buku-
buku serta dokumen-dokumen kuno, membuka gulungan-gulungan kanvas untuk meneliti
lukisan-lukisan itu. Mereka juga mendatangi anak-anak serta kedua orang tua yang
masih terkurung di situ, lalu membentak-bentak.
Ternyata para penjahat itu bingung karena sesuatu. Mereka melihat bahwa makanan
mereka dalam pondok agak berkurang. Jadi tentu ada yang mengambil. Tapi siapa"
Bukankah suami istri tua dan anak-anak itu terkurung dalam gua"
Anak-anak langsung menduga, pasti Philip yang mengambil makanan itu. Tapi tentu
saja mereka tidak mau mengatakannya pada para penjahat Karena itu Jack lantas
berpura-pura tolol. Ia mengatakan tidak tahu apa-apa. Dinah juga bersikap
begitu. Sedang Lucy-Ann menangis tersedu-sedu. Akhirnya orang-orang itu tidak
menanyainya lagi. Sedang Elsa serta suaminya memang benar tidak tahu apa-apa. Mereka kelihatannya
bahkan tidak menyadari bahwa Philip tidak ada lagi. Akhirnya para penjahat putus
asa, lalu meneruskan kesibukan merampok.
Elsa merasa sedih melihat Lucy-Ann menangis. Anak itu dibimbingnya masuk ke
'kamar tidur'. Di situ diambilnya sebuah lukisan yang semula ditaruh di atas
batu yang agak menonjol ke depan, lalu ditunjukkannya lubang yang tadinya
tertutup lukisan. Lucy-Ann menatap lubang itu. Tangisnya langsung terhenti.
"Lubang apa itu?" katanya. Kemudian ia memanggil-manggil Jack.
"Jack! Kemarilah, dan ajak Pak Tua. Elsa tidak mengerti pertanyaanku." Jack
datang bersama Pak Tua. Begitu ia melihat lubang yang menganga di dinding gua,
ia langsung berpaling pada orang itu.
"Apa itu" Lubang persembunyian?"
"Ah, itu cuma lubang biasa dalam dinding," kata Pak Tua. "Istriku tidak suka
melihatnya. Karena itu selalu ditutupi dengan lukisan."
Elsa berbicara pada suaminya, yang kemudian menerjemahkan.
"Istriku sedih melihat adikmu ketakutan karena dibentak-bentak orang-orang tadi.
Katanya, adikmu bisa bersembunyi dalam lubang ini sehingga tidak usah melihat
mereka lagi." "Kita lihat saja seperti apa wujudnya," kata Jack, ia masuk ke dalam lubang itu.
Ternyata bukan lubang biasa saja, melainkan merupakan lorong yang sempit dan
gelap. Rupanya itu juga bekas aliran air.
"Lubang ini sebuah lorong!" seru Jack dari dalam. "Seperti lorong yang
menyambung gua tempat kita dengan gua gema. Sebentar aku ingin memeriksa ke "mana tujuannya."
Jack merangkak dalam lorong itu. Tiba-tiba arahnya menukik. Untung lorong itu
sempit. Kalau tidak, Jack pasti sudah meluncur ke bawah. Ujung lorong
kelihatannya terdapat pada langit-langit sebuah lorong yang jauh lebih lapang
Jack menyorotkan senternya ke bawah. Ya, betul! Di bawah ada lorong lagi. Ia
merangkak mundur, kembali ke 'kamar tidur'; lalu memanggil Dinah dan Lucy-Ann.
"Ayo ikut!" katanya. "Mungkin aku menemukan jalan ke luar. Tapi kita harus
mempergunakan tali nanti."
Mereka merangkak satu-satu, sampai akhirnya tiba dalam rongga dengan lubang yang
menganga di langit-langit lorong berikutnya. Jack melepaskan tali yang selalu
melilit pinggangnya. Ujung tali yang satu diikatkannya pada sebuah batu, sedang
ujungnya yang lain diulur ke dalam lorong di bawah. Setelah itu ia turun. Dinah
dan Lucy-Ann menyusul setelah itu, sementara Jack menyinari lorong ke kedua arah
dengan senternya. "Ke mana kita sekarang?" katanya.
"Aku mendengar bunyi aneh," kata Lucy-Ann. Ia mendengarkan baik-baik.
"Kurasa, itu bunyi air terjun!"
Setelah memperhatikan dari mana bunyi itu datang, mereka lantas menyusur lorong
ke arah situ. Betapa heran dan girangnya mereka, ketika tahu-tahu mereka muncul
di pinggiran batu di belakang air terjun, di mana Dinah dan Lucy-Ann pernah
menandak-nandak untuk mengalihkan perhatian Pepi.
"He! Ini kan batu yang di belakang air terjun! Dan itu lorong yang menuju ke gua
gema!" kata Jack. "Bayangkan sekarang kita bisa kembali ke gua kita yang lama "di belakang tirai pakis. Kita tidak terkurung lagi! Hore! Yuk kita jemput Elsa
"serta suaminya."
Ia masuk lagi ke dalam lorong, lalu memanjat tali dan beringsut-ingsut naik
dalam lorong sempit, sehingga akhirnya kembali dalam 'kamar tidur'. Ia
melaporkan pada Pak Tua. "Ikutlah dengan kami," ajaknya kemudian. "Nanti Anda berdua kami bawa ke tempat
yang aman." Pak Tua tertawa sedih. "Kami tidak bisa berbuat seperti kalian merangkak-rangkak dalam lorong sempit
"itu," katanya. "Itu tidak mungkin! Kalian sajalah yang pergi biar kami tinggal
"di sini. Kami nanti takkan mau bilang, ke mana kalian pergi. Lukisan akan kami
letakkan kembali di depan lubang, sehingga para penjahat tidak bisa menduga
bahwa kalian sudah keluar."
Jack kembali ke tempat Dinah dan Lucy-Ann menunggu. Kiki ikut dengannya.
"Sayang kita tidak bisa mengajak Martha ikut," kata Jack. "Aku sudah senang pada
ayam betina itu. Tapi jika tadi kubawa, Elsa dan suaminya pasti akan merasa
kehilangan dia. Mereka benar-benar tidak mau ikut dengan kita. Kurasa mereka
benar! Mereka takkan sanggup lagi merangkak-rangkak dalam lorong sempit itu,
lalu menuruni tali. Dan mereka pun takkan sanggup turun dari lubang yang ada di
belakang gua pakis kita. Yuk! Aku kepingin cepat-cepat sampai di sana!" Jack
tertawa gembira. "Akhirnya kita berhasil juga melarikan diri. Wah para
"penjahat pasti mengamuk nanti!"
"Mudah-mudahan saja mereka tidak lantas menyakiti kedua orang tua itu," kata
Lucy-Ann cemas. "Elsa begitu baik dan lemah lembut."
Anak-anak menyusur lorong yang berliku-liku menuju ke gua gema. Di situ Kiki
menjengkelkan mereka, karena tidak henti-hentinya menguak dan menjerit-jerit.
Gemanya membisingkan sekali!
Mereka menyusup masuk ke lorong sempit yang menuju ke bagian belakang gua pakis.
Sesampai di situ, dengan perasaan lega mereka merebahkan diri di atas selimut
yang masih tetap terhampar.
"Sampai lagi di rumah," kata Jack, la tertawa. "Aneh, bahwa kita menganggap ini
rumah! Tapi begitulah perasaanku."
Mereka beristirahat di situ.
"Tadi malam para penjahat rupanya bergegas-gegas kembali, setelah menurunkan
barang-barang hasil perampokan mereka di salah satu empat," kata Dinah sambil
berpikir-pikir. "Aku sebetulnya sama sekali tidak memperkirakan mereka muncul
lagi dalam gua hari ini. Aku tidak mendengar pesawat-pesawat itu datang kembali.
Atau mungkin kalian mendengarnya?"
"Tidak! Tapi arah angin sudah berubah. Jadi mungkin itu sebabnya kita tidak
mendengarnya." kata Jack. "Langit tidak cerah lagi sekarang. Kelihatannya hujan
akan turun. Dan angin sangat kencang."
"Kita harus berjaga-jaga, kalau Bill datang bersama Philip," kata Dinah. "Philip
tak mungkin tahu bahwa kita sekarang ada di sini, kan?"
"Kalian berkeberatan atau tidak, jika malam ini aku keluar sebentar untuk
mengintip di sekitar pondok?" tanya Jack. "Maksudku siapa tahu, barangkali si
"Jambul ternyata tidak berhasil minggat, tapi ketahuan dan kini ditawan para
penjahat!" "Aduh! Sama sekali tak terpikir olehku kemungkinan itu," kata Lucy-Ann
ketakutan. "Wah, Jack kau kan tidak benar-benar merasa bahwa ia tertangkap?"?"Sama sekali tidak," kata Jack dengan nada riang. "Tapi kan tidak ada salahnya,
untuk meyakinkan. Sebaiknya sekarang saja aku berangkat, mumpung orang-orang itu
masih ada dalam gua. Ngomong-ngomong, kalian tadi memperhatikan atau tidak
"apakah mereka itu berdelapan ada di dalam?"
"Kurasa begitu," kata Dinah sambil mengingat-ingat. "Tapi aku tidak tahu dengan
pasti. Kau ingat barangkali, Lucy-Ann?"
"Tidak! Aku tidak berani memandang mereka," kata Lucy-Ann. "Orang-orang jahat!"
"Ah, kurasa mereka ada semua di dalam," kata Jack. 'Huh dinginnya angin hari
"ini. Lebih baik kupakai baju satu lapis lagi. Nah, sampai nanti! Aku takkan
lama-lama." Setelah itu Jack berangkat, melalui jalan yang sudah dikenal menuju pondok dalam
lembah. Ia tidak beranggapan bahwa Philip mungkin tertangkap. Tapi walau


Lima Sekawan 03 Petualangan Di Lembah Maut di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

demikian, ia perlu memastikannya. Ia mengintai dengan berhati-hati. Dilihatnya
pintu pondok tertutup. Jack datang mendekat, lalu mengintip ke dalam lewat jendela. Tapi tidak ada
siapa-siapa di situ. Philip juga tidak. Bagus!
"Sebaiknya kuperiksa juga ke kandang sapi sebentar," pikir Jack. "Mungkin ia
diikat di situ." Ia pergi ke kandang sapi. Tapi tempat itu kosong.
Tiba-tiba angin berhembus kencang, seperti yang biasa terjadi dalam lembah
gunung. Hujan turun dengan lebat. Jack bergegas lari, hendak berlindung di bawah
pohon. Ia memilih pohon besar, di mana anak-anak pernah bersembunyi. Di bawah
pohon itu, pasti ia tidak akan basah. Jack meringkuk di situ, sementara angin
bertiup kencang di sekelilingnya.
Bunyi angin menyebabkan Jack tidak mendengar langkah orang mendekat, dari arah
belakang pohon. Ia tidak melihat sosok tubuh yang kekar. Orang itu tertegun,
rupanya kaget melihat ada anak laki-laki di situ.
Secepat kilat Pepi menyambar bahu Jack Anak itu terpekik karena takut bercampur
kaget Bahunya dicengkeram kuat-kuat.
"Lepaskan aku!" teriaknya. "Aduh, bahuku terkilir!"
Sambil nyengir, Pepi mengambil sebatang ranting.
"Kau minta dihajar rupanya," kata orang itu. "Kalian sudah merepotkan kami
selama ini. Mana yang lain-lainnya" Ayo katakan, jika tidak ingin kuhajar habis-
habisan!" "Lepaskan aku!" teriak Jack. Ditendangnya mata kaki Pepi keras-keras. Orang itu
mengaduh kesakitan, lalu dipukulnya punggung Jack dengan ranting yang besar itu.
Jack menendangnya sekali lagi.
Entah apa yang akan terjadi dengan anak itu kemudian jika saat itu tidak
"terjadi sesuatu yang menimpa Pepi! Angin masih bertiup terus dengan kencang,
sehingga pohon besar itu tergoncang-goncang. Tiba-tiba ada sesuatu jatuh dari
atas, dan menimpa bahu Pepi yang sedang mengamuk. Penjahat itu langsung roboh ke
tanah. Ia menjerit, sambil memegang bahunya. Jack tidak menunggu lama-lama lagi.
Ia cepat-cepat lari. Setelah agak jauh, ia menoleh. Dilihatnya Pepi berusaha
bangkit, sambil mengerang. Saat itu datang lagi hembusan angin kencang. Dari
atas pohon jatuh lagi sesuatu, yang menimpa kepala Pepi. Penjahat itu terkapar,
tanpa bergerak lagi. "Astaga!" kata Jack sambil memandang kejadian itu. "Itu kan koper-koper yang
disembunyikan di atas pohon itu! Untung jatuhnya tepat pada waktunya. Mudah-
mudahan saja Pepi tidak mati!"
Dengan berhati-hati didekatinya laki-laki yang terkapar itu. Tidak Pepi tidak "mati. Hanya pingsan saja! Jack langsung memanfaatkan kesempatan baik itu. Ia
mengambil tali, lalu diikatnya tangan penjahat itu erat-erat Setelah itu
kakinya. Tapi itu saja belum cukup, pikirnya. Pepi masih diikatkannya pula ke
batang pohon. "Sekarang kau takkan bisa mengejar aku, Pepi," kata Jack. Ia cepat-cepat
memandang ke atas, untuk melihat kalau-kalau koper yang dua lagi akan jatuh
pula. Tapi kelihatannya tidak.
"Rupanya teman-temannya menempatkan dirimu di sini sebagai penjaga, ya," kata
Jack pada Pepi yang masih pingsan. "Mungkin untuk melihat, siapa yang mengambil
bekal makanan kalian. Yah sekarang kau takkan ada gunanya sebagai penjaga!
"Tapi biarlah pohon besar ini melindungimu dari serangan badai."
"Tiba-tiba Jack mendapat akal yang luar biasa. Begitu hebat akal itu, sehingga
napasnya sendiri tersentak. Kemudian ia menepukkan tangannya, sambil berseru
kuat-kuat "Aku harus melakukannya! Harus, harus! Tapi masih ada waktukah untuk itu" Ada
atau tidak?" Ia bergegas lari secepat mungkin, menerobos angin dan hujan. "Kenapa tidak ke
sana pikiranku tadi" Jika orang-orang itu ada dalam gua harta, aku kan bisa
menutup pintu lalu menggerendelnya dari luar persis seperti yang mereka
"lakukan terhadap kita, sehingga kita terkurung di dalam" Aduh, kenapa tidak ke
situ pikiranku tadi" Jangan-jangan sekarang sudah terlambat!"
Jack lari dengan napas tersengal-sengal. Ia kepanasan, walau hujan membasahi
tubuh. "Pasti orang-orang itu sudah keluar lagi dari gua," pikirnya. "Mungkin setiap
saat aku akan melihat mereka. Aduh, kenapa aku tidak berpikir ke situ selama
ini" Padahal aku kan masih sempat menggerendel pintu dulu, sebelum berangkat
kemari!" Gagasan itu memang sangat baik. Para penjahat itu akan terkurung dalam gua.
Mereka tidak mengenal jalan keluar lewat lubang di belakang lukisan, dan pasti
takkan terpikir oleh mereka untuk mencari ke situ. Sedang Elsa serta suaminya
takkan mau mengatakannya pada mereka. Aduh mudah-mudahan saja para penjahat
"masih ada di dalam gua!
Hujan masih terus turun dengan lebat. Angin yang bertiup kencang sekali, seperti
badai. Untungnya tiupannya datang dari arah belakang, sehingga bahkan mendorong
Jack maju. Pakaian anak itu sudah basah kuyup. Tapi ia tak peduli.
Sepanjang perjalanan, ia tidak melihat para penjahat datang. Jack memperlambat
larinya, ketika sudah sampai di dekat air terjun. Ia tidak mau tahu berhadap-
hadapan dengan orang-orang itu. Pikirannya pun sudah mulai tenang kembali.
"Mungkin orang-orang itu menunggu hujan dan angin berhenti dulu, sebelum mereka
keluar. Mereka pasti tidak mau buku-buku kuno dan lukisan-lukisan itu rusak kena
hujan. Ya, mereka pasti menunggu sampai badai ini sudah reda. Mungkin aku masih
punya waktu. Orang-orang itu bahkan mungkin memutuskan untuk menginap dalam gua,
apabila badai masih mengamuk terus."
Dugaan Jack itu benar. Orang-orang itu sempat memandang ke luar, dari lubang
masuk ke gua. Mereka melihat hujan dan badai yang mengamuk di lereng-lereng
gunung. Mereka lantas memutuskan, lebih baik jangan mencoba pergi dari situ,
karena takut barang-barang berharga itu bisa rusak.
"Lebih baik kita menginap saja di sini semalam," kata salah satu di antara
mereka. "Dalam kamar yang ada selimut-selimutnya. Kedua orang tua serta anak-
anak itu kita usir ke luar."
Tapi kemudian ternyata hanya kedua orang tua itu saja yang ada di situ. Mereka
tidak menjawab ketika ditanyai di mana anak-anak berada, melainkan hanya
menuding dengan lemah ke arah lorong menuju batu yang menjorok di atas jurang.
Para penjahat kemudian duduk di atas selimut yang dihamparkan. Seorang di
antaranya mengeluarkan kartu permainan. Lampu diletakkannya sedemikian rupa
sehingga semua bisa melihat dengan jelas. Setelah itu ia mulai membagi-bagikan
kartu. Sementara itu Elsa serta suaminya pergi ke 'kamar duduk'. Mereka merasa
sedih dan takut. Keduanya berdoa, semoga para penjahat tidak memeriksa ke balik
lukisan di kamar sebelah.
Ketika Jack sampai di gua harta ia sudah nyaris tak mampu berjalan lagi. la
terhuyung-huyung, melalui lorong pertama, lalu gua stalaktit, gua bintang dan
akhirnya masuk ke dalam gua harta yang pertama. Ia terus berjalan. Melewati
ambang pintu yang terbuka di ujung lorong tangga yang memutar. Ia belum melihat
atau mendengar tanda-tanda bahwa para penjahat ada di dalam. Hatinya kecut.
Jangan-jangan mereka sudah pergi! Tapi kenapa tidak berpapasan di jalan tadi" Ia
berjalan terus. Sesampai di depan kamar duduk ia mengintip ke dalam. " "Dilihatnya sepasang orang tua itu ada di situ, bersama ayam betina peliharaan
mereka. Kemudian didengarnya suara para penjahat yang sedang asyik bermain kartu di
kamar sebelah. Jack menggamit Elsa serta suaminya, sambil menempelkan telunjuk
ke bibir. Kedua orang tua itu bangkit tanpa mengatakan apa-apa, lalu
menghampirinya. Mereka nampak tercengang. Jack masih tetap tidak mengatakan apa-
apa, sampai ke tempat yang jaraknya cukup jauh.
"Ayo ikut," katanya kemudian. Diajaknya kedua orang tua itu keluar, melewati gua
patung. "Aku hendak mengurung orang-orang itu di dalam!"
Dengan cepat ditutupnya daun pintu yang kokoh, lalu didorongnya ketiga gerendel.
Satu, dua, tiga! Beres! Ternyata ia berhasil!
Bab 28 SEHARI SESUDAH BADAI Begitu berhasil menyelesaikan tugasnya, Jack langsung roboh. Ia kehabisan
tenaga, setelah bergumul melawan Pepi, lalu lari menerobos hujan dan angin, dan
kemudian ditambah dengan ketegangan dalam usahanya mengurung para penjahat, ia
tergeletak di tangga, sebelah luar pintu yang terkunci.
Tempat itu gelap. Kedua orang tua yang diselamatkannya meraba-raba dalam gelap,
mencari-cari. Apakah yang terjadi dengan anak yang malang itu, pikir mereka.
Mereka menemukan senter yang terselip dalam kantong Jack, lalu mengambil dan
menyalakannya. Dengan cemas mereka mengamat-amati muka Jack yang pucat pasi,
serta matanya yang terpejam. Berdua mereka berusaha memapahnya ke atas.
"Pakaiannya basah kuyup," kata Elsa, sambil meraba baju dan celana Jack, "Nanti
ia terserang pilek yang berat. Bisa mati ia karenanya! Apakah yang harus kita
lakukan sekarang, Pak Tua?"
Pak Tua menjawab, "Kita papah dia, menaiki tangga ini, lalu kita baringkan dalam
gua bintang. Kau harus membungkus tubuhnya dengan selendangmu. Supaya lebih
hangat, pakai saja mantelku."
Kedua orang tua itu memapah Jack, dengan napas terengah-engah. Sesampai di ujung
atas tangga, mereka kehabisan tenaga. Pak Tua buru-buru melepaskan pakaian Jack
yang basah, lalu membungkus tubuhnya yang dingin dengan mantelnya. Sedang Elsa
juga melibatkan selendangnya yang tebal. Mereka memeras pakaian Jack, lalu
menggantungkannya di atas batu supaya kering.
Kedua orang tua itu ketakutan. Apakah yang harus mereka lakukan sekarang" Para
penjahat sudah terkurung dalam gua, dengan harta karun yang masih tersisa di
sana. Mereka pasti mengamuk, jika menyadari apa yang terjadi!
Tidak lama kemudian Jack siuman kembali. Ia duduk, sambil mengejap-ngejapkan
mata. Sesaat itu tidak tahu di mana ia berada. Rasanya ia tadi setengah tidur
dan setengah pingsan. Tiba-tiba ia menjamah tubuhnya. Eh apa pula yang ' "dipakainya sekarang" Selendang! Astaga mungkinkah ia sudah menyamar kembali
"menjadi patung"
Kedua orang tua itu mendengarnya bergerak-gerak, lalu menyalakan senter lagi.
Mereka memandang Jack dengan perasaan cemas. Mereka baru lega ketika melihat
paras anak itu sudah tidak begitu pucat lagi.
"Bagaimana" Sudah lebih enak rasanya sekarang?" tanya Pak Tua dengan lembut.
"Ya, terima kasih. Aku tidak apa-apa," kata Jack, ia menarik-narik selendang.
"Apa ini?" "Pakaianmu tadi basah kuyup," kata Pak Tua. "Jadi kami cepat-cepat membukanya,
takut kalau kau nanti terserang demam. Saat ini kau memakai mantelku, ditambah
dengan selendang istriku."
"O terima kasih, kalau begitu," kata Jack. Ia merasa konyol, berpakaian mantel
"dan selendang. "Maaf, jika Anda berdua tadi kaget. Tapi aku tahu-tahu saja
pingsan. Kurasa karena capek berlari mendaki lereng gunung tadi. Ideku hebat, ya
mengurung para penjahat di dalam!"
?"Tapi apa yang akan mereka lakukan pada kita nanti, jika mereka mengetahuinya?"
kata Pak Tua sedih. "Mereka bisa berbuat apa" Tidak ada yang bisa mereka lakukan terhadap kita!"
kata Jack. "Mereka kan terkurung di balik pintu yang kokoh! Jangan khawatir,
kita aman di sini!" Jack berusaha bangun. Kakinya masih terasa lemas. Tapi ia bisa berjalan.
"Aku hendak ke mulut lorong sebentar, untuk melihat apakah badai sudah reda,"
katanya. "Jika sudah, aku akan langsung ke gua pakis, di mana Dinah dan Lucy-Ann
kutinggalkan tadi. Mereka pasti ketakutan sendiri."
Ia terhuyung-huyung, menuju ke mulut lorong. Di luar gelap sekali, seperti
malam. Awan gelap melayang rendah. Hujan masih tetap lebat. Tak mungkin ia bisa
keluar. "Aku bisa tersesat nanti," pikir Jack. "Wah Dinah dan Lucy-Ann pasti sudah
"gelisah sekarang, memikirkan keadaanku. Mudah-mudahan saja mereka tidak merasa
takut, ditinggal sendiri di sana. Yah apa boleh buat, aku terpaksa tidur di
"sini malam ini, bersama kedua orang tua itu. Kurasa takkan enak tidurku nanti!"
Memang tidak! Mereka menemukan suatu tempat dalam gua bintang. Tempat itu berupa
cekungan dalam batu, yang tidak begitu kasar permukaannya. Mereka bertiga
berbaring rapat-rapat, untuk menghangatkan tubuh. Jack berusaha mengembalikan
mantel dan selendang. Dikatakannya, pakaiannya sendiri sudah hampir kering. Tapi
Elsa malah marah ketika ia mengatakan hal itu. Dalam bahasanya sendiri, ia
menghujani suaminya dengan kata-kata yang tidak dimengerti oleh Jack. Tapi ia
bisa menduga maksudnya. "Kata istriku, kau anak bandel mau mencoba-coba memakai pakaian basah," kata
" Pak Tua. "Kita rapat-rapat saja berbaring. Di sini tidak dingin."
Memang, di situ tidak begitu dingin. Jack berbaring diapit Pak Tua dan istrinya,
tengadah memandang langit-langit gua aneh itu. Diperhatikannya cahaya biru -
hijau yang berkelip-kelip di atas.
Jumlahnya beratus-ratus, mungkin bahkan beribu-ribu. Lama sekali Jack
memperhatikan cahaya redup itu. Tahu-tahu ia sudah tertidur.
Keesokan paginya kedua orang tua itu bangun lebih dulu. Tubuh mereka terasa
penat dan kaku. Tapi mereka tidak berani bergerak, takut membangunkan Jack.
Akhirnya anak itu terbangun, lalu duduk. Dilihatnya cahaya yang berkelip-kelip
di sekelilingnya. Dengan segera ia tahu di mana ia saat itu berada.
"Pukul berapa sekarang?" katanya pada diri sendiri, sambil memandang arlojinya.
"Aduh sudah setengah delapan! Aku ingin tahu, apa yang diperbuat para penjahat"sekarang. Sudah keringkah pakaianku?"
Untung saja sudah. Dengan cepat Jack berpakaian. Mantel dan selendang
dikembalikannya, dengan ucapan terima kasih.
"Sekarang, Anda berdua di sini saja dulu," katanya pada suami istri tua itu.
"Aku hendak ke pintu sebentar, kalau-kalau ada apa-apa di situ."
Jack pergi. Perasaannya sudah pulih seperti biasa lagi. Begitu sampai di ujung
atas tangga memutar, yang menuju ke pintu kokoh, ia langsung mendengar bunyi
berisik di bawah. Ah rupanya para penjahat sudah tahu bahwa mereka terkurung
"di dalam! Mereka memukul dan mendobrak pintu dengan sekuat tenaga, diiringi teriakan,
tendangan dan entah apa lagi!
Jack berdiri di ujung atas tangga, sambil nyengir. Biar tahu rasa mereka
sekarang, pikirnya. Ada ubi ada talas ada budi ada balas! Mula-mula mereka
"mengurung anak-anak di situ, dan sekarang giliran mereka yang terkurung!
Tiba-tiba Jack dikagetkan bunyi letusan! Rupanya para penjahat menembak ke arah
pintu, dengan harapan bisa menghancurkan gerendelnya.
Dor! Dor! Dor! Jack mundur sedikit, takut kena peluru nyasar. Tapi sebetulnya itu tidak mungkin
terjadi. Gerendel-gerendel pintu tidak bisa dihancurkan, karena terlalu kuat.
Kemudian para penjahat mencoba mendobrak pintu dengan sesuatu benda berat Tapi
percuma saja. Akhirnya mereka putus asa. Jack bergegas kembali, untuk
menceritakan apa yang terjadi pada kedua orang tua itu.
Tapi mereka malah ketakutan. Jack merasa tidak puas bercerita.
"Kurasa Anda berdua lebih baik kubawa saja ke gua pakis, di mana Dinah dan Lucy-
Ann berada," katanya. "Di sana ada makanan dan selimut-selimut. Yuk!"
Tapi kedua orang tua itu tidak mau meninggalkan tempat yang mereka kenal baik
itu. Mereka takut pada udara terbuka, pada lereng gunung dan pada dunia luar.
Mereka mundur ketika diajak. Apa pun yang dikatakan oleh Jack mereka tetap
berkeras tidak mau ikut. "Kalau begitu, terpaksa aku sendiri yang ke sana," kata Jack kemudian. "Akan
kuajak Dinah dan Lucy-Ann ke sini, sambil membawa makanan dan selimut Lebih baik
kita bergabung bersama-sama. Para penjahat itu tidak lagi berbahaya bagi kita.
Mereka takkan bisa ke luar. Juga apabila mereka berhasil menemukan lubang di
balik lukisan, paling jauh mereka hanya akan bisa sampai di gua gema saja!"
Ia minta diri pada kedua orang tua yang ketakutan itu, lalu pergi ke luar. Cuaca
sudah cerah kembali. Langit biru, dan matahari bersinar menghangatkan tubuh.
Angin pun sudah berhenti bertiup.
Ia berjalan menuju ke air terjun. Ia bisa menemukan jalan dengan mudah, karena
sudah mengenal tanda-tanda yang perlu diperhatikan. Begitu ia sampai di dekat
air terjun, terdengar suara Dinah dan Lucy-Ann memanggil-manggil. Rupanya mereka
sudah menunggu-nunggu kedatangannya. Keduanya mengintip dari balik daun pakis.
"Jack! Kau tidak kembali tadi malam! Aduh, Jack aku nyaris tidak bisa tidur "sama sekali, karena bingung memikirkan keadaanmu," seru Lucy-Ann sambil
menangis. "Apakah yang terjadi selama ini?" tanya Dinah. Muka anak itu agak pucat
kelihatannya. Ia pun merasa sangat cemas, apalagi ketika badai sedang mengamuk.
"Banyak sekali yang terjadi!" kata Jack. "Ada kabar baik! Kabar terbaik di
dunia!" "Kabar apa itu" Apakah Philip sudah kembali" Bill sudah ada di sini?" seru
"Lucy-Ann dengan segera.
"Bukan bukan itu kabarku," kata Jack. "Mau tahu, apa yang sudah kulakukan" Aku
"berhasil mengurung para penjahat dalam gua! Nah apa kata kalian sekarang?"
?"Aduh, hebat!" kata Dinah dan Lucy-Ann serempak. "Tapi bagaimana dengan Elsa
serta suaminya?" tanya Dinah.
"Mereka sudah kuajak ke luar terlebih dulu," kata Jack. "Dan sebelumnya aku
bertemu dengan Pepi dekat kandang sapi. Ia sekarang sudah kuikat erat. Ia
kuikatkan ke pohon tempat kita bersembunyi waktu itu."
"Aduh, kau ini benar-benar hebat, Jack!" kata Lucy-Ann dengan kagum. "Jadi kau
berkelahi dengan orang itu?"
"Bukan begitu tepatnya," kata Jack berterus terang. "Ia yang menangkap aku. Tapi
aku melawan. Kutendang kakinya kuat-kuat! Tepat saat itu angin bertiup dengan


Lima Sekawan 03 Petualangan Di Lembah Maut di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tiba-tiba. Dua buah koper kita jatuh dari atas pohon dan menimpa dirinya,
sehingga ia pingsan. Aku pun ikut kaget, ketika hal itu terjadi.'"
"Ya, tentu saja koper-koper kita masih ada di sana!" kata Dinah. "Wah, Jack
" "untung saja kita meninggalkannya di tempat itu!"
"Pepi mestinya sama sekali tidak enak malam tadi," kata Jack. "Satu-satunya yang
menemani, cuma hujan dan angin."
Kemudian ia bercerita tentang pengalamannya, tentang para penjahat yang mengamuk
dan berusaha mendobrak pintu.
"Aku tidak berhasil mengajak Elsa dan suaminya meninggalkan gua," katanya. "Jadi
lebih baik kita kembali, untuk menemani mereka. Kita bawa selimut dan makanan.
Tadi malam mereka meminjami aku mantel dan selendang, ketika pakaianku basah
kuyup. Sekarang kita tidak bisa membiarkan mereka sendiri di sana, tanpa makanan
dan alas tidur." "Aduh aku paling senang tinggal di gua ini saja," desah Lucy-Ann. "Tapi
" "kedua orang tua itu sangat baik pada kita selama ini. Martha ada juga di sana,
Jack?" "Astaga! Aku sama sekali tidak teringat padanya," kata Jack kaget. "Mudah-
mudahan saja para penjahat tidak menyembelih lalu memakannya."
Sesaat Lucy-Ann terpana, membayangkan kemungkinan yang seram itu. Kasihan
Martha! Mudah-mudahan saja ia tidak diapa-apakan.
Kiki sangat senang melihat Jack sesenang Dinah dan Lucy-Ann. Ia bertengger di "atas bahu anak itu, sambil mencubit-cubit telinga dan mengacak-acak rambutnya.
Jack menggaruk-garuk jambul Kiki. Ia pun gembira, bertemu kembali dengan burung
kakaktua itu. Dinah dan Lucy-Ann mengambil beberapa kaleng makanan, sementara Jack
menyandangkan beberapa helai selimut ke bahunya. Kemudian mereka berangkat ke
gua harta. Kiki terbang mendului. Matahari bersinar terik. Cuaca hari itu sangat
indah. "Aku ingin bisa membuat gambar denah liang yang terdapat di balik lukisan,
sampai ke gua pakis kita," kata Dinah. "Gunung ini banyak sekali liang dan
guanya. He, suara air terjun hari ini kedengarannya keras sekali, ya" Dan
ukurannya juga lebih besar. Kurasa sebabnya tentu karena hujan kemarin malam."
Akhirnya mereka sampai ke lubang yang merupakan jalan masuk ke gua. Dari situ
mereka menuju ke gua bintang. Elsa dan suaminya menyambut kedatangan mereka
dengan hangat dan gembira. Elsa senang sekali bisa melihat Lucy-Ann lagi. Anak
itu dirangkulnya. "Aku lapar," kata Lucy-Ann, sambil berusaha membebaskan diri dari pelukan Elsa.
"Lapar sekali."
Semuanya merasa lapar. Agak aneh juga rasanya, makan dalam gua bintang. Anak-
anak terpukau memandang cahaya redup yang berkelap-kelip di sekeliling mereka!
Bab 29 PERJALANAN ANEH Sementara itu Philip mengalami saat-saat yang sangat menegangkan. Ia tidur di
bawah tumpukan selimut dan mantel dalam pesawat, sampai fajar menyingsing. Ia
terbangun ketika pesawat mendarat, pada saat roda-roda menyentuh tanah.
Ia mengintip dari bawah tumpukan selimut. Diperhatikannya kesibukan kedua
penjahat yang ada dalam pesawat yang ditumpanginya. Philip menarik napas lega,
ketika ternyata mereka turun tanpa memeriksa keadaan pesawat terlebih dulu
"atau mengambil mantel dari tumpukan yang menutupi tubuhnya!
Di luar ada serombongan orang. Mereka menyambut para penjahat yang baru datang.
Philip berusaha menangkap pembicaraan mereka. Tapi orang-orang di luar berbicara
campur aduk, sebagian dalam bahasa asing, sehingga Philip tidak bisa memahami
apa-apa. Ia memandang berkeliling. Sebuah peti ada dalam pesawat, dibungkus dengan terpal
yang diikatkan secara longgar. Philip berusaha mengintip isinya. Dilihatnya
salah satu patung yang berasal dari gua, dibenamkan dalam tumpukan jerami.
Rupanya patung itu sangat berharga.
Setelah itu ia mengintip dengan hati-hati ke luar, lewat jendela. Suara orang-
orang tadi sudah tidak terdengar lagi. Kemanakah mereka" Bisakah ia menyelinap
ke luar sekarang, lalu melarikan diri.
Tapi begitu ia melayangkan pandang ke luar, matanya langsung terbelalak karena
heran. Pesawat-pesawat ternyata mendarat di atas padang rumput yang luas sekali.
Sedang di depan dan di sekeliling tempat itu terbentang laut biru. Ke mana juga
ia memandang, hanya air laut semata-mata yang dilihatnya. Wah! Kalau begitu,
pesawat-pesawat ternyata mendarat di suatu pulau.
Philip berpikir-pikir sejenak, sambil duduk dalam pesawat Orang-orang itu
penjahat. Mereka rupanya berdagang benda-benda berharga yang disembunyikan dalam
perang yang lalu, dan kemudian dilupakan orang. Mereka memiliki sejumlah pesawat
terbang serta tempat pendaratan rahasia. Tempat manakah yang lebih cocok untuk"itu daripada sebuah pulau terpencil katakanlah di depan pantai Skotlandia"
?"Kalau begitu, kurasa mereka nanti akan mengangkuti barang-barang curian mereka
dengan sampan atau perahu motor," pikir Philip. "Aku takkan bisa lari di pulau
ini, tanpa ketahuan. Jika ini pulau dan kelihatannya memang begitu aku masih
" "tetap tertawan. Sama saja seperti waktu masih dalam gua harta. Sialan!"
Kemudian ia teringat pada gagasan Dinah. Bagaimana jika ia bersembunyi dalam
peti" Patung yang dalam peti itu besar kemungkinannya akan dinaikkan ke atas
sebuah kapal untuk diangkut ke tempat lain lalu dijual di sana. Nan kalau
"begitu, ia kan bisa saja ikut dalam peti!
Ia mengintip lagi ke luar, untuk melihat di mana orang-orang tadi berada.
Rupanya mereka sedang makan dalam sebuah pondok, tidak jauh dari situ. Menurut
perkiraan Philip, ia masih punya waktu paling sedikit setengah jam.
Ikatan terpal diperlonggar olehnya. Dilihatnya bahwa peti itu diikat dengan
sebuah kaitan. Kaitan itu ditariknya sehingga terlepas. Saat itu juga satu sisi
peti terbuka ke samping. Jerami berhamburan ke luar.
Patung yang dilihat tadi ada di dalam, ditaruh di tengah-tengah jerami. Menurut
perasaan Philip, itu mestinya patung kuno, patung salah satu tokoh suci. Ia
mengamat-amati patung itu dengan seksama. Kelihatannya terbuat dari emas. Tapi
masa bodoh! Patung ini kini harus berganti tempat dengan dia di bawah
"tumpukkan selimut dan mantel. Sedang Philip menggantikan tempatnya, dalam peti.
Mengeluarkan patung itu dari dalam peti tidak begitu sulit Tapi setelah ada di
luar, ternyata beratnya bukan main. Nyaris saja Philip roboh ketika ia
mengangkatnya. Padahal ukurannya hanya setengah badannya.
Philip menyeretnya ke tumpukan selimut, lalu diselipkan ke bawah tumpukan itu
dengan rapi, sehingga sama sekali tidak kelihatan lagi. Jerami yang berceceran
dimasukkan ke dalam peti.
Setelah itu ia merangkak ke dalam, menggantikan patung. Diaturnya jerami
sekelilingnya sehingga menutupi tubuhnya. lalu ditariknya sisi peti sehingga
tertutup lagi. Kaitan tak bisa dikembalikannya ke tempat semula. Apa boleh buat!
Ia hanya bisa berharap, apabila kedua penjahat itu melihat kaitan terbuka,
mereka akan mengira bahwa itu terlepas secara kebetulan.
Philip merasa kepanasan di tengah jerami. Ia mulai cemas, jangan-jangan nanti
tidak bisa bernapas. Ia cepat-cepat membuat lubang di tengah jerami, sampai ke
pinggir peti. Setelah itu barulah ia merasa lebih enak.
Ia sudah sekitar seperempat jam berada dalam peti, ketika datang dua orang
dengan gerobak. Mereka membongkar muatan pesawat-pesawat Peti yang berisikan
Philip mereka turunkan dengan sangat berhati-hati. Ketika sisinya terbuka ke
samping, mereka memasang kaitannya kembali dengan cermat. Keduanya sama sekali
tidak menduga bahwa yang ada dalam peti bukan patung, tapi seorang anak laki-
laki! Peti tempat Philip bersembunyi dinaikkan ke atas gerobak, bersama barang-barang
yang lain. Kemudian dibawa ke tepi laut, melalui jalan yang tidak rata. Philip
terantuk-antuk dalam peti. Jerami yang menyelubungi, terasa menggelitik.
Badannya gatal-gatal. Sulit sekali rasanya bernapas di tempat sempit dan panas
itu. Tapi Philip tidak peduli. Sebentar lagi ia akan berada di atas sebuah kapal, dan
diangkut ke suatu tempat Jika sudah sampai, ia akan bisa melarikan diri. Ia akan
melapor pada polisi di sana! Karena itu ia tetap berbaring dengan sabar dalam
peti. Sekali-sekali ia mengubah letaknya berbaring, untuk mengelakkan tusukan
jerami. Ia tidak bisa melihat apa-apa dalam peti. Ia hanya bisa menduga-duga saja ketika
gerobak yang mengangkutnya sampai di atas suatu dermaga kecil. Di sisi dermaga
itu berlabuh perahu motor yang besar.
Peti yang berisi Philip dijunjung ke atas perahu, lalu ditaruh dalam geladak
bawah Buk! Napas Philip tersentak, ketika dasar peti membentur geladak. Barang-
barang lain menyusul, diletakkan di samping petinya. Kemudian terdengar suara
teriakan beruntun, memberi aba-aba.
Mesin perahu dihidupkan, dan Philip merasa bahwa perahu besar itu melaju dalam
air. Mereka sudah berangkat!
"Orang-orang itu sedikit pun tidak membuang-buang waktu," pikir Philip. "Rupanya
mereka tidak mau lama-lama menyimpan barang-barang ini. Tapi siapakah yang
membeli nanti?" Pelayaran itu rasanya lama juga. Philip semakin yakin, tempat pendaratan
pesawat-pesawat tadi di sebuah pulau terpencil. Akhirnya perahu diperlambat
jalannya, dan akhirnya berhenti. Saat berikutnya barang-barang yang diangkut
sudah dibongkar lagi. Peti tempat persembunyian Philip diangkat dengan agak kasar. Sesaat ia
terjungkir di dalamnya, menyungsang dengan kepala ke bawah. Nyaris saja ia
berteriak, karena tidak tahan berlama-lama dalam keadaan begitu. Tapi tepat pada
saat ia tidak tahan lagi, peti itu dibetulkan kembali letaknya dan dimasukkan ke
dalam sebuah kendaraan yang langsung berangkat
Setelah beberapa lama berjalan, kendaraan itu berhenti lagi. Philip mendengar
bunyi peluit kereta api. Hatinya girang sekali mendengar bunyi itu. Rupa-rupanya
saat itu ia berada di sebuah stasiun kereta api.
Mungkin sebentar lagi petinya akan dimasukkan ke dalam gerbong bagasi atau ke "dalam gerbong kereta barang. Saat itu ia akan bisa minggat dengan mudah.
Sebelumnya ia tidak berani mencoba. Ia merasa yakin, orang-orang yang mengangkut
petinya pasti bersekongkol dengan para penjahat.
Tapi ia masih belum juga dinaikkan ke atas kereta api. Petinya ditinggal di
pelataran, bersama barang-barang lain yang akan diangkut dengan kereta api yang
akan berangkat kemudian. Philip memasang telinga, menunggu bunyi kendaraan yang
mengangkutnya tadi pergi. Setelah itu pasti akan aman baginya untuk keluar dari
dalam peti. Ia masih menunggu selama dua puluh menit Kemudian ia mulai berusaha keluar. Tapi
dari dalam, ia tidak bisa membuka kaitan sisi peti. Sialan! Ia berteriak-teriak
"He! Tolong! Tolong!"
Seorang pengangkat barang yang ada di dekat situ, kaget mendengar suaranya.
Orang itu celingukan. Ia tidak melihat siapa-siapa di situ, kecuali seorang
calon penumpang yang berdiri di peron, menunggu kereta api berikutnya. Kecuali
dia, masih ada pula seorang petugas pengangkat barang. Tapi rekan itu berdiri di
pelataran seberang. Saat itu Philip berteriak-teriak lagi. Tolong! Tolong! Keluarkan aku dari
"sini!" Pengangkat barang itu ketakutan sekali. Ia memandang calon penumpang yang
menunggu di peron, untuk melihat apakah orang itu juga mendengar teriakan tadi"
Atau suara itu hanya ada dalam pikirannya saja" Tapi ternyata calon penumpang
itu juga mendengar, karena ia pun nampak sangat takut.
"Ada orang dalam kesulitan," kata orang itu, sambil menghampiri pengangkat
barang. "Kedengarannya seperti datang dari pelataran sebelah sana!"
"Tapi di sana tidak ada siapa-siapa," kata pengangkat barang, sambil memandang
ke pelataran itu. "He! Cepat! Tolong aku keluar," seru Philip lagi dengan nada mendesak. Kedua
orang yang berdiri di peron kaget setengah mati, ketika tiba-tiba melihat ada
peti bergoncang-goncang. "Ada orang di dalam peti itu!" seru pengangkat barang, lalu cepat-cepat lari
mendatangi. Dengan tangan gemetar dibukanya kaitan yang mengunci sisi peti.
Seketika itu juga Philip terguling ke luar. Seluruh tubuhnya penuh dengan
jerami. "Aku harus cepat-cepat ke kantor polisi," katanya dengan gelisah. "Aku tidak
sempat memberi penjelasan pada Anda sekarang. Mana kantor polisi?"
"Di sebelah sana," kata pengangkat barang terbata-bata. Ia menunjuk ke arah
sebuah bangunan kecil berbentuk persegi empat, yang letaknya sekitar seratus
meter dari stasiun kereta api. "Tapi-tapitapi..."
Philip membiarkannya sendiri terbata-bata. Anak itu bergegas lari ke kantor
polisi. Perasaan gembira memenuhi dirinya, karena berhasil melarikan diri.
Sesampai di kantor polisi, ia langsung masuk. Petugas polisi yang menjaga
terkejut sekali melihat ia tiba-tiba muncul.
"'Saya ingin melaporkan sesuatu pada petugas yang memegang wewenang," katanya.
Siapakah kepala di sini?"?"Aku polisi yang bertugas," kata polisi itu. "Kau siapa, dan mau apa" Kau bisa
menyampaikan laporanmu padaku."
"Saya ingin meminjam telepon sebentar," kata Philip. Menurut perasaannya, ia
sebaiknya langsung saja menghubungi Bill. "Bisakah Anda menolong saya
menghubungi seseorang?"
"He, he tunggu dulu! Kau tidak bisa seenaknya saja meminjam pesawat telepon di
"sini, kalau tidak ada keperluan penting," kata petugas polisi itu. Ia mulai
menduga, jangan-jangan anak laki-laki yang badannya penuh jerami itu sebenarnya
sinting. "Siapa namamu, dan di mana tempat tinggalmu?"
"Namaku Philip Mannering." kata Philip dengan nada tidak sabar. "Jangan buang-
buang waktu lagi, Pak. Aku perlu menyampaikan laporan penting!"
Sebutan namanya menyebabkan petugas polisi langsung waspada.
"Philip Mannering?" katanya mengulangi. "'Nanti dulu! Kau ini salah satu dari
anak-anak yang dilaporkan hilang itu" Ada empat orang yang sudah sejak beberapa
hari hilang. Kau termasuk mereka itu?"
Petugas polisi itu mengambil selebaran dari salah satu laci. Diperhatikannya
sebentar, lalu disodorkannya pada Philip. Philip terkejut melihat fotonya
terpampang pada selebaran itu, bersama Lucy-Ann, Jack dan Dinah. Kiki juga
nampak dalam foto itu. Keterangan mengenai ciri-ciri mereka tertera di bawahnya.
"Ya akulah anak ini," kata Philip, sambil menuding foto dirinya.
?"Philip Mannering! Dan aku ingin menghubungi Bill Smugs ah, maaf, nama
"sebenarnya Cunningham. Aku harus segera menghubunginya. Ini penting sekali!"
Saat itu juga petugas polisi itu sibuk. Diangkatnya gagang pesawat telepon, lalu
disebutkannya sebuah nomor. Ia langsung mendapat sambungan. Rupanya yang
dihubunginya itu seseorang yang berkedudukan tinggi.
"Pak, saya ingin melapor. Salah seorang dari keempat anak yang hilang itu tahu-
tahu muncul di sini. Philip Mannering, Pak! Katanya, ia hendak melaporkan
sesuatu pada Inspektur Detektif Cunningham. Ya, Pak. Baik, Pak." Ia menoleh pada
Philip. "Anak-anak yang lain itu ada bersamamu sekarang?" tanyanya.
"Tidak tapi mereka selamat sampai sekarang," kata Philip. "Aku berhasil " "melarikan diri, dan sekarang aku ingin membantu mereka. Bisakah aku menghubungi
Bill Cunningham?" Petugas polisi itu berbicara lagi lewat telepon dengan atasannya.
"Anak-anak yang lain berada dalam keadaan selamat, tapi saat ini tidak ada di
sini. Harap Bu Mannering diberi tahu. Berita selanjutnya menyusul. Kapankah Pak
Inspektur itu akan tiba di sini?"
Selesai berbicara lewat telepon, petugas polisi itu kembali menatap Philip
dengan perasaan puas. Ia merasa berbahagia. Bayangkan kasus anak-anak hilang
"yang menegangkan itu dilaporkan ke kantor polisi kecil, tempatnya bertugas saat
itu! "Di mana aku sekarang ini?" tanya Philip dengan tiba-tiba. "Apa nama tempat
ini?" "Eh kau tidak tahu?" tanya petugas itu dengan heran. "Saat ini kau berada di
"Gairdon, di pesisir timur laut Skotlandia."
"Ah, itu sudah kukira dari semula," kata Philip. "Maaf, saat ini aku belum bisa
bercerita apa-apa, Pak kurasa lebih baik aku menunggu dulu sampai Bill
"datang." Bill kemudian datang dengan pesawat terbangnya! Ia mendarat di pelabuhan udara
"terdekat, lalu naik mobil polisi yang cepat. Dalam waktu dua jam ia sudah berada
di Gairdon. Philip bergegas menyongsong, begitu ia mendengar deru mobil datang.
"Bill! Aku tahu Anda pasti datang! Wan, Bill ada kabar yang sangat penting
"bagi Anda. Tapi aku tidak tahu, dari mana aku harus mulai bercerita!"
Bab 30 BILL BERAKSI Bill bergegas turun dari mobil. Dipegangnya lengan Philip, lalu diperhatikannya
anak itu baik-baik. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya. "Kalian semua baik-baik saja" Ibumu sudah bingung
sekali, memikirkan nasib kalian!"
"Keadaanku baik-baik saja, Bill. Jack dan kedua adik kami juga begitu. Tapi saat
ini kami terlibat dalam petualangan yang benar-benar luar biasa!" kata Philip.
"Aku harus cepat-cepat menceritakannya pada Anda. Kita harus segera bertindak.
Soalnya...." "Ayo, ikut ke dalam," kata Bill. Philip mengikuti pria bertubuh kekar itu masuk
ke kantor polisi. Hatinya lega, karena sudah bisa mendengar suara Bill yang


Lima Sekawan 03 Petualangan Di Lembah Maut di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tegas, serta melihat wajahnya yang cerdas dan jantan.
Tidak lama kemudian Philip sudah mengisahkan pengalamannya. Bill mendengarkan
dengan kagum. Sekali-sekali ia mengajukan pertanyaan. Ia tertawa terbahak-bahak,
ketika Philip bercerita bagaimana ia menggantikan tempat patung dalam peti, lalu
diangkut sampai ke stasiun kereta api.
"Seumur hidupku, belum pernah kujumpai anak-anak lain seperti kalian! Kalian ini
macam-macam saja. Bagaimana aku bisa menghadapi kalian! Tapi sungguh, Philip "kejadian ini benar-benar luar biasa. Kalian terlibat dengan orang-orang yang
sejak lama sudah kuselidiki, Tapi kami tidak bisa mengetahui tindakan jahat mana
yang sedang mereka rencanakan. Kami hanya tahu, mereka hendak melakukan sesuatu
yang melanggar hukum!"
"O ya?" Sekarang Philip yang tercengang. "Tapi ngomong-ngomong, Bill malam
"itu, sewaktu kami sebetulnya akan berangkat dengan pesawat Anda, tapi kemudian
ternyata keliru masuk pesawat lain kami seperti mendengar tembakan-tembakan.
"Adakah hubungannya dengan Anda?"
"Memang ada," kata Bill dengan geram. "Kami secara kebetulan melihat dua dari
para penjahat itu, lalu kami kepung. Tapi mereka berhasil meloloskan diri dengan
jalan menembaki kami. Tembakan merekalah yang kalian dengar waktu itu. Kakiku
nyaris kena peluru. Sungguh, kami akan senang sekali apabila berhasil membekuk
mereka, dengan bukti-bukti nyata perbuatan jahat mereka. Mereka kawanan penjahat
ulung yang berasal dari Amerika Selatan. Mereka mempunyai hubungan dengan
penjahat-penjahat Nazi Jerman, yang memberi tahu mereka di mana letak berbagai
harta rampasan yang disembunyikan di beberapa tempat di Eropa. Harta itu banyak
yang masih belum ditemukan sampai sekarang."
"Wan kalau begitu, tunggu saja sampai Anda melihat gua harta kami!" kata
"Philip. "O ya ini buku catatan yang kuambil dengan diam-diam dari kantong
"salah satu penjahat itu."
Bill membalik-balik halaman buku catatan yang disodorkan Philip padanya. dengan
mata terpicing. Tiba-tiba ia terbelalak.
"Astaga! Coba lihat ini! Ini kan tulisan sandi yang mereka pakai serta daftar
"semua orang yang terlibat dalam kegiatan ini lengkap dengan alamat mereka
" "semua dalam tulisan sandi! Wah, kau benar-benar pantas dianugerahi medali
penghargaan, Philip! Penemuanmu ini luar biasa. Dengannya, kami akan bisa
meringkus seluruh komplotan itu."
Philip senang melihat kegembiraan Bill. Sementara itu Bill buru-buru menelepon.
Ia menghubungi berbagai orang, dan menyampaikan berita dengan nada tegas dan
ringkas. Philip mendengarkan saja. Ia tidak begitu mengerti, apa saja yang
dikatakan oleh Bill saat itu. la hanya berharap, semoga Bill akan segera
berangkat untuk menyelamatkan anak-anak yang masih tertinggal dalam lembah
terpencil itu. Mereka pasti sudah menunggu-nunggu dengan cemas.
Akhirnya Bill selesai menelepon.
"Kita akan berangkat dengan dua pesawat terbang," katanya pada Philip. "Kita
akan berdua belas, termasuk diriku sendiri. Kita berangkat pukul dua belas."
"Aku kan juga ikut?" tanya Philip agak cemas.
"Kurasa kau lebih baik cepat-cepat saja kembali ke rumah," kata Bill.
"Ibumu perlu ditenangkan. Di samping itu ada kemungkinan akan terjadi
"keributan sedikit, apabila kami sudah tiba di sana."
Philip menatap Bill Cunningham, ia merasa tersinggung.
"Bill! Anak-anak yang lain akan hadir semua di sana sedang aku hendak Anda
"larang ikut" Bukankah aku yang kemari" Bukankah aku yang...."
"Ya deh, ya deh kau boleh ikut," kata Bill mengalah. "Entah petualangan apa
" lagi yang akan kaualami nanti, jika, kau kutinggal di sini!"
Philip langsung gembira lagi. Dikeluarkannya kadalnya dari kantong, lalu
disodorkannya ke depan Bill.
"Ini Lizzie," katanya memperkenalkan. Kadal itu langsung saja naik ke lutut
Bill. "Lizzie?" kata Bill tercengang. "Aneh sekali nama yang kauberikan untuk seekor
kadal!" "Kurasa di sini kita tidak bisa memperoleh makanan, ya?" kata Philip. Dalam hati
ia bertanya-tanya, apakah pernah ada makanan di kantor polisi. "Selama ini aku
hanya makan coklat saja."
"Aku sebenarnya hendak meminta Pak Polisi ini untuk mengambil makanan untuk
kita," kata Bill. "Kita bisa saja pergi ke hotel, tapi tampangmu saat ini tidak bisa dipamerkan di depan umum. Badanmu penuh jerami. Jadi sebaiknya
kita makan dulu. Sesudah itu kau membersihkan badan."
Ketika mereka sedang makan, angin mulai bertiup Bill memandang ke luar, lewat
jendela. "Mudah-mudahan angin reda kembali," katanya. "Agak kencang tiupannya saat ini."
Bill memang benar. Sesaat sebelum mereka berangkat dengan mobil di pelabuhan
udara, telepon di kantor polisi berdering. Ada berita untuk Bill! Ia
mendengarkan dengan wajah serius.
"Aku baru saja menerima berita bahwa sebentar lagi akan ada angin ribut,"
katanya, setelah pembicaraan telepon selesai. "Jadi kurasa kita belum bisa
berangkat Di tempat yang akan kita datangi saat ini cuaca buruk sekali, Philip."
"Sialan!" tukas Philip, ia merasa kecewa, dan sekaligus cemas. "Anak-anak pasti
sudah sangat gelisah sekarang, menunggu-nunggu kedatangan kita."
"Ya, memang," kata Bill. "Tapi peringatan angin ribut tidak diumumkan tanpa
alasan kuat. Rupanya pihak pengawas keselamatan terbang mengkhawatirkan akan
terjadi badai dengan tiba-tiba, yang menyebabkan pesawat terpaksa terbang tanpa
tuntunan. Terbang begitu membahayakan! Karenanya kita terpaksa menunggu beberapa
saat dulu." Philip bingung. Payah, apabila para penjahat berhasil kembali ke lembah, lalu
kemudian mungkin berhasil menangkap anak-anak yang masih ada di sana. Lagi pula
ia ingin melihat Bill berhasil menangkap para penjahat ketika mereka sedang
beraksi. Ia ingin sudah ada di sana sebelum para penjahat kembali, lalu menunggu
mereka datang lagi untuk mengangkut harta karun yang masih tertinggal.
"Bill," kata Philip dengan tiba-tiba, "tahukah Anda, ke mana kita nanti harus
terbang" Aku sama sekali tidak tahu di mana lembah itu! Aku hanya tahu, letaknya
di Austria. Elsa dan suaminya yang mengatakan begitu pada kami."
"Letak lembah itu tercatat dalam buku catatan menarik yang kauberikan padaku
tadi," kata Bill, "begitu pula tempat-tempat lain di mana terdapat harta karun.
Buku catatan itu banyak sekali memuat keterangan yang sangat ingin kuketahui
Philip!" Bill mengambil peta, lalu menunjukkan letak lembah itu pada Philip.
"Lembah itu sangat banyak mengalami penderitaan semasa perang yang lalu," kata
Bill. "Dan satu-satunya jalan celah menuju ke situ, rusak kena serangan bom.
Sepanjang pengetahuanku, sampai sekarang jalan celah itu masih tetap belum bisa
dilewati. Tapi ada rencana untuk membebaskannya kembali tahun ini. Seseorang
bernama Julius Muller yaitu orang yang harus kalian hubungi sudah mengurus " "izin untuk menyingkirkan batu-batu besar yang menghalang di situ."
"Aku ingin tahu bagaimana nasib Otto, kata Philip. "Itu, tawanan yang malang
itu!" "Alamatnya juga ada dalam buku catatan," kata Bill. "Aku sudah minta keterangan
mengenai dirinya. Kurasa sebentar lagi jawabannya pasti akan sudah datang."
Dugaannya tidak keliru. Siang itu juga telepon berdering. Bill mendapat
keterangan bahwa Otto Engler ditemukan dalam keadaan pingsan, di depan sebuah
rumah sakit besar. Orang yang malang itu nyaris saja meninggal dunia, karena
penyakit jantungnya yang kambuh. Tapi kini ia sudah agak baik, walau belum bisa
berbicara. "Kurasa para penjahat itu menyiksanya, untuk memaksa agar ia mau mengatakan di
mana letak gua harta," kata Philip. "Kemudian ia ditinggal begitu saja dalam
keadaan sakit parah, di tengah jalan."
"Kurasa memang itulah yang terjadi," kata Bill sependapat. "Para penjahat itu
kalau bekerja memang tidak kenal kasihan!"
Kemudian telepon berdering lagi. Bill mendengar keterangan dari temannya
berbicara saat itu. Tampangnya serius.
"Badai semakin menggila," katanya kemudian pada Philip. "Kita terpaksa
mengundurkan perjalanan kita sampai besok. Sayang rumahmu jauh dari sini. Kalau
tidak, kita bisa mampir sebentar di sana, untuk menenangkan hati ibumu. Sedari
tadi aku sudah berusaha menghubunginya lewat telepon."
Sore itu Philip berhasil berbicara sebentar dengan ibunya, lewat telepon. Bu
Mannering sangat lega mendengar suara anaknya, sehingga ia hampir tidak bisa
mengatakan apa-apa. Tapi Philip berbicara terus. Ceritanya terputus, ketika
waktu menelepon sudah lewat.
Keesokan paginya cuaca cerah dan panas. Angin sudah hampir berhenti bertiup.
Malamnya Philip sempat terbangun satu atau dua kali, karena terganggu bunyi
badai. Ia mengucap syukur, karena Bill tidak nekat mencoba terbang menembus
amukan angin yang sedang menggila saat itu. Philip tidur di pembaringan yang
disediakan dalam salah satu sel kantor polisi itu. Kenyataan itu mengasyikkan
baginya. "Baru sekali ini aku menginap dalam kamar tahanan," katanya.
"Mudah-mudahan saja ini merupakan kali yang terakhir," kata Bill. "Penjara bukan
tempat tinggal yang enak!"
Tidak lama kemudian datang mobil yang akan menjemput mereka. Bill bergegas masuk
ke dalam kendaraan itu, diikuti oleh Philip. Bill menghidupkan mesin, dan mobil
pun meluncur maju. Jalannya makin lama makin cepat.
"Bukan main! Cepat sekali lari mobil ini," kata Philip bersemangat. "Aneh "kalau sedang naik mobil, rasanya seperti lebih cepat dari pesawat terbang.
Mungkin karena tiupan angin!"
Akhirnya mereka tiba di pelabuhan udara Pesawat terbang Bill sudah disiapkan.
Baling-balingnya sudah berputar. Di samping pesawat itu ada pesawat lain yang
sejenis. Di dekat situ berdiri menunggu sebelas orang laki-laki. Mereka memberi
hormat pada Bill. "Kau masuk saja dulu ke pesawatku," kata Bill pada Philip. "Aku masih ingin
berbicara dulu dengan anak buahku."
Setelah selesai memberi instruksi pada kesebelas orang itu, ia pun masuk ke
pesawatnya. Lima anak buahnya ikut dalam pesawat itu, sedang yang enam lagi naik
pesawat yang satu lagi. Pesawat Bill berangkat dulu dengan bunyi yang memekakkan
telinga, disusul pesawat yang kedua. Keduanya terbang menyongsong angin,
berputar-putar semakin tinggi, lalu menuju ke timur.
Philip menghela napas lega. Saat menunggu sudah lewat. Sebentar lagi ia akan
bisa bertemu kembali dengan anak-anak. Pasti mereka akan sangat gembira melihat
dia datang! Setelah terbang agak lama, Bill berpaling lalu menyapa Philip.
"Sekarang kita menghampiri lembahmu, Philip. Coba kau memandang ke luar, untuk
melihat barangkali kau bisa mengenalinya kembali."
Philip memandang ke luar jendela, menatap ke bawah.
"Ya, ya itu dia!" serunya bersemangat. "Itu, itu! Dan di bawah ada empat
"pesawat terbang. Di tempat itulah kita harus mendarat. Tapi nanti Anda harus
berjaga-jaga. siapa tahu para penjahat itu ada di situ lalu langsung menembak!"
Pesawat Bill mulai menurun, menyongsong angin lalu mendaratkan. Pesawat kedua
ikut di belakangnya. Mesin-mesin dimatikan. Seketika itu juga keadaan menjadi
sunyi senyap. Bill menunggu, kalau-kalau ada orang datang. Tapi tidak ada. la
lantas cepat-cepat turun dari pesawat, diikuti anak buahnya. Philip tentu saja
tidak mau ketinggalan! Di situ kelihatannya tidak ada siapa-siapa. Bill memerintahkan anak buahnya
menyebar dan memeriksa tempat di sekitar situ, sebelum mereka melanjutkan
perjalanan. Tidak lama kemudian terdengar salah seorang dari mereka berseru.
"He! Di sini ada salah seorang dari mereka! Ia diringkus, seperti tikus."Orang yang diringkus itu Pepi, yang terikat ke batang pohon.
Penjahat itu sudah payah keadaannya, karena lapar dan kedinginan. Begitu senang
perasaannya karena dibebaskan dari penderitaan, sampai ia tidak nampak kaget
melihat begitu banyak orang yang tak dikenal muncul. Dijaga salah seorang
petugas polisi, ia terhuyung-huyung menghampiri Bill.
"Masukkan dia ke dalam pondok itu, dan kurung di situ," kata Bill pada anak
buahnya. "Siapa kiranya yang mengikatnya ke pohon, Philip?"
"Entahlah, aku juga tidak tahu," kata Philip dengan perasaan heran.
"Dan lihatlah, Bill! Ini dua koper kami. Rupanya terjatuh dari atas pohon.
Aneh!" "Jadi sekarang masih ada tujuh orang lagi yang harus dihadapi," kata Bill.
"Baiklah! Nah sekarang kita harus berangkat ke gua harta. Tapi hati-hati,
"jangan-jangan para penjahat memasang perangkap," katanya pada anak buahnya.
"Jangan sampai kita lengah!"
Mereka berangkat, dengan Philip sebagai penunjuk jalan. Bill heran melihat
keadaan lembah itu, dengan gunung-gunung tinggi di sekelilingnya, serta rumah-
rumah yang rusak terbakar. Ia tidak habis heran membayangkan keempat anak itu
terdampar di situ, dan terlibat dalam petualangan yang sangat mendebarkan hati.
"Anda dengar suara air terjun sekarang?" tanya Philip setelah beberapa waktu
berjalan menyusur lereng gunung. "Aku mendengarnya. Kita sudah dekat"
Para petugas polisi heran mendengar bunyi air terjun yang begitu dahsyat Mereka
lebih heran lagi ketika melihatnya. Keheranan itu tidak mereka ucapkan, karena
mereka petugas yang sudah berpengalaman dan tidak lekas kaget. Tapi walau begitu
mereka tertegun juga sesaat, ketika melihatnya.
"Sekarang hati-hati kita sudah berada di dekat mulut gua," kata Philip
"beberapa saat sesudah itu. "Kurasa lebih baik aku yang lebih dulu masuk!"
Bab 31 AKHIR YANG MENDEBARKAN Jack, Dinah, Lucy-Ann serta kedua orang tua itu masih berada dalam gua bintang.
Mereka baru saja selesai makan, dan kini agak bingung karena tidak tahu apa yang
harus dilakukan selanjutnya. Sayang Elsa dan suaminya tidak bisa diajak ke luar.
Padahal cuaca begitu indah saat itu.
"Kalau begitu kita saja yang ke luar, untuk menikmati kehangatan sinar
matahari," kata Lucy-Ann. Ia kepingin sekali keluar dari tempat remang-remang
itu. "Sekarang kan sudah tidak ada bahaya lagi. Para penjahat itu takkan bisa
mendobrak pintu yang kokoh itu, jadi mereka mustahil bisa ke luar."
Lucy-Ann kaget, karena saat itu Jack memegang lengannya.
"Ssst!" desis Jack. "Aku mendengar suara orang."
Semuanya mendengarkan dengan hati berdebar-debar. Ya, betul mereka mendengar "suara beberapa orang. Datangnya dari arah lorong yang menghubungkan gua
stalaktit dengan gua di mana mereka berada saat itu.
"Ada lagi yang datang! Cepat bersembunyi!" kata Dinah dengan gelisah. Anak-anak
berlari-lari menuju ke ujung gua. Mereka tersandung-sandung karena bergegas-
gegas. Bunyi langkah mereka menggema dalam rongga besar itu.
"Berhenti!" Mereka dikagetkan oleh suara yang galak itu. Sesosok tubuh nampak
muncul di ambang lorong. "Jangan lari! Angkat tangan!"
Lucy-Ann mengenal suara itu. Bahkan kenal baik!
"Bill!" serunya dengan girang. "Bill! Aduh, Bill kami sangka Anda takkan
"datang!" Ia berlari-lari menghampiri Bill, lalu merangkulnya. Jack dan Dinah juga datang
mendekat, sambil berseru-seru dengan girang. Kemudian Lucy-Ann melihat Philip,
ia pun merangkul anak itu.
"Philip! Ternyata kau berhasil lari dan memanggil Bill!"
Philip tercengang melihat anak-anak ada di situ, bersama Elsa dan suaminya.
Sewaktu ia pergi. bukankah mereka masih ada di dalam gua harta! Bagaimanakah
cara mereka keluar" Dan di mana para penjahat"
Elsa dan suaminya mendekat dengan berhati-hati. Mereka agak takut melihat begitu
banyak orang yang tak dikenal masuk ke situ. Bill menghadapi mereka dengan lemah
lembut. "Kasihan mereka ini," katanya pada Philip. "Tapi sekarang mereka sudah aman.
Mereka akan dirawat, dan diberi penghargaan. Nah di mana, para penjahat itu?"
?"Sudah kukurung, kata Jack dengan bangga. "Mereka tertawan dalam gua harta."
Itu merupakan kabar mengejutkan bagi Philip dan tentu saja juga bagi Bill.
"Mereka lantas menanyai Jack dengan bergairah. Anak itu menceritakan
pengalamannya. Mulai dari saat Elsa menunjukkan liang yang terdapat di balik
lukisan, lalu anak-anak melarikan diri lewat liang itu menuju ke gua gema, dan
dari situ ke gua pakis Disusul dengan petualangan Jack ketika ia pergi ke pondok para penjahat,
kemudian bertemu dengan Pepi yang akhirnya diikat olehnya. Dan berakhir dengan
akal hebatnya, mengurung para penjahat di balik pintu yang kokoh.
"Wah! Harus kuakui, itu hasil yang sangat gemilang!" kata Bill kemudian. "Tapi
takkan mudah untuk menyuruh mereka keluar dari dalam gua. Adakah kemungkinan
bagi kami untuk menyergap mereka dari belakang" Maksudku, masuk lewat liang
kecil yang kauceritakan tadi, sehingga para penjahat itu kaget dan tidak bisa
berbuat apa-apa lagi!"
"Tentu saja bisa!" kata Jack. "Anda tinggalkan satu atau dua anak buah Anda di
depan pintu yang terkunci, untuk menarik perhatian para penjahat yang ada di
belakangnya. Sementara itu anak buah Anda yang selebihnya masuk ke dalam lewat
jalan belakang, lalu menyergap para penjahat."
"Usulmu itu bagus sekali," kata Bill, ia langsung memberi instruksi kepada anak
buahnya. Setelah itu ia berpaling pada Philip, lalu berkata, "Akan kutinggalkan
dua anak buahku di sini. Setengah jam lagi kau ajak mereka ke pintu yang
tertutup. Di situ mereka harus menarik perhatian para penjahat pada mereka. Kau,
Jack kau ikut dengan aku serta anak buahku yang selebihnya. Tunjukkan jalan ke"gua pakis, dan dari situ masuk ke gua gema, lalu menuju ke lorong yang berakhir
di balik lukisan." Setelah itu mereka berangkat. Kedua petugas polisi yang ditinggal menunggu dulu


Lima Sekawan 03 Petualangan Di Lembah Maut di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selama setengah jam. Kemudian mereka ikut dengan Philip, ke pintu yang terkunci
di ujung bawah tangga yang melengkung. Sesampai di situ mereka menggedor-gedor
pintu, sambil berseru-seru. Dari dalam terdengar teriakan seseorang, sebagai
jawaban. "Siapa di luar" Ayo, buka pintu!"
Orang-orang di kedua sisi pintu saling gedor-mengedor dan berteriak-teriak. Wah,
berisiknya bukan main saat itu! Suara teriakan dan gedoran campur aduk. Ketujuh
penjahat yang terkurung di dalam ribut berteriak-teriak, memaksa agar pintu
dibuka. Mereka marah sekali kedengarannya!
Sementara itu Jack menunjukkan jalan ke gua pakis. Para petugas polisi agak
kecut, ketika melihat betapa sempitnya Liang yang harus mereka masuki di
belakang gua itu. Seorang di antara mereka nyaris saja tersangkut di situ.
"Sungguh, petualangan kalian selalu aneh-aneh," kata Bill pada Jack, ketika
mereka sudah sampai di gua gema. "Aku kepanasan sekarang. Huh!"
"Huh-huhuhuh!" Seketika itu juga terdengar gema memantul dari segala arah. Bill
kaget mendengarnya. "Apa itu?" katanya.
"Apa itu-itu-ituitu!" terdengar gema menjawab. Jack tertawa. Bunyinya juga ikut
menggema. "Itu kan gema," katanya. Kiki yang ikut dengan Jack menguak, lalu menirukan
bunyi peluit kereta api cepat Gemanya membisingkan sekali.
"Kiki selalu begitu kalau ada di sini," kata Jack sambil berjalan mendului.
"Diam, Kiki! Burung nakal."
Tidak lama kemudian mereka sudah sampai di lorong yang menuju ke balik air
terjun. Dalam lorong itulah terdapat lubang di langit-langit, yang merupakan
mulut liang yang menuju ke balik lukisan.
"Anda membawa tali, Bill?" kata Jack. "Kita harus naik ke lubang itu. Taliku
kupakai untuk mengikat Pepi. Jika Anda menjunjung diriku lalu mendorong aku ke
atas, aku akan bisa merangkak ke dalam rongga yang terdapat di sebelah atas
lubang itu. Tali kuikatkan pada batu di situ, lalu kuulurkan ke bawah."
Tugas itu diselesaikan Jack dengan cepat. Kemudian para petugas polisi yang ikut
naik satu-satu. Belum pernah mereka begitu repot seperti saat itu memanjat dan
"merangkak-rangkak. Mereka memperhatikan Jack dengan perasaan kagum.
Jack yang merangkak paling depan, akhirnya sampai di ujung liang, di balik
lukisan Ia mendengarkan dengan hati-hati. Ia tidak mendengar apa-apa dalam
ruangan di depan lukisan. Para penjahat saat itu memang sedang sibuk semua di
balik pintu yang digerendel dari luar, berteriak-teriak, menendang-nendang dan
meng-gedor-gedor pintu. Jack mendorong lukisan yang menutupi ke depan, sehingga terjatuh. Ruangan
dilihatnya kosong. Ia cepat-cepat meloncat ke luar, diikuti satu-satu oleh para
petugas polisi. "Mudah-mudahan kita tidak perlu merangkak-rangkak lagi, Pak," kata seorang dari
mereka pada Bill. "Untuk tugas begini, Anda memerlukan pembantu yang langsing-
langsing!" "Lebih baik berjaga-jaga, mulai dari sekarang," kata Jack memperingatkan. "Kita
sudah dekat gua harta! Dari situ kita akan sampai di gua patung. Di situlah
terdapat pintu yang kugerendel dari luar."
"Jangan bicara lagi sekarang," kata Bill pada anak buahnya. Para petugas itu
mulai melangkah maju. Langkah mereka tidak terdengar, karena semua memakai
sepatu bersol karet. Pistol nampak berkilat-kilat dalam genggaman mereka.
Mereka melewati gua tempat peti-peti uang emas, melalui gua buku-buku kuno dan
lukisan-lukisan. Jack menjamah lengan Bill, memperingatkannya agar berhati-hati.
Ia mendengar sesuatu. "Itu mereka!" katanya. "Dengarlah! Dari bunyinya, mereka pasti hendak mendobrak
pintu dengan batu, atau benda lain yang berat Kalau terus-menerus begitu, bisa
saja mereka berhasil mendobrak pintu."
Bill masuk ke gua patung, dari lorong penghubung. Walau ia sudah tahu dari
keterangan Philip, namun ia agak kaget juga ketika tiba-tiba berhadapan dengan
patung-patung yang diterangi cahaya redup kehijauan. Anak buahnya langsung
merapat di belakangnya. Di ujung gua itu nampak ketujuh penjahat. Rupanya mereka menemukan sebongkah
batu besar, dan mempergunakannya sebagai alat pendobrak. Buk! Batu besar
dihantamkan ke daun pintu. Berulang-ulang!
"Ini kesempatan kita," bisik Bill. "Mereka semua sibuk mendobrak pintu. Tak ada
yang menggenggam pistol. Ayo maju!"
Bill beserta anak buahnya menyelinap, menghampiri Juan dan kawan-kawannya dari
belakang. "Angkat tangan! Kalian sudah terkepung!" seru Bill dengan galak.
Para penjahat kaget setengah mati mendengarnya, lalu langsung mengangkat tangan.
Kemudian Juan berpaling, dengan tangan masih terangkat ke atas. Ia memperhatikan
rombongan polisi bertampang galak, yang berdiri dengan pistol tergenggam.
"Bagaimana kalian bisa sampai di sini?" desisnya. "Apakah ada jalan lain kemari"
Siapa yang mengurung kami?"
"Jangan banyak tanya!" bentak Bill. Kemudian ia berseru kepada kedua anak
buahnya yang ada di luar. "Jim! Pete! Buka pintu. Para penjahat sudah kami
ringkus!" Terdengar bunyi gerendel-gerendel ditarik. Pintu terbuka, dan nampak Jim dan
Pete yang berdiri di depan pintu sambil nyengir.
"Asyik juga tipuan kita tadi," kata Pete.
Jack ikut turun ke bawah. Sedang Dinah dan Lucy-Ann disuruh menunggu di atas,
sampai para penjahat sudah diringkus. Keduanya menunggu dengan tidak sabar dalam
gua bintang, bersama Elsa serta suaminya.
Bill menghitung jumlah para penjahat. "Semuanya ada di sini," katanya. "Bagus!
Dan yang kedelapan juga sudah kita kuasai. Pete, giring mereka ini kembali ke
pesawat. Kalau ada yang hendak lari atau melawan, Anda tembak saja! Aku masih
hendak memeriksa sebentar di sini. Kelihatannya penemuan ini menarik sekali!"
Para penjahat diborgol, lalu digiring pergi ke luar. Mereka berjalan dengan
langkah tersaruk-saruk. Mereka mengumpat-umpat. Jack memperhatikan mereka. Ia
merasa gembira, karena ialah yang mendapat akal untuk mengurung mereka dalam
gua. Bill menepuk punggung anak itu, sebagai pujian.
Dinah dan Lucy-Ann bergegas turun ke bawah, ketika para penjahat sudah melewati
gua bintang. Anak-anak berebut-rebut menunjukkan segala-segalanya pada Bill.
Teman mereka itu tercengang-cengang. Ia bersiul kagum, ketika melihat begitu
banyak harta yang terkumpul di situ.
"Nilainya pasti tak terkirakan," katanya. "Takkan merupakan pekerjaan mudah,
untuk mengetahui dari mana barang-barang ini berasal, dan kemudian mengirim
kembali ke tempat asal itu. Tapi Julius Muller mungkin bisa menolong dalam hal
ini." "Elsa dan suaminya juga bisa membantu," kata Lucy-Ann bersemangat "Mereka
mengenal sejarah sebagian besar dari patung-patung ini."
Kedua orang tua itu diajak ke luar, lalu pergi ke pesawat udara. Mereka tidak
menolak lagi. Rupanya mereka memandang Bill sebagai orang penting yang harus
dipatuhi. Kalau berbicara dengan dia, mereka selalu terbungkuk-bungkuk.
"Mereka perlu kita bawa untuk ditanyai," kata Bill. "Tapi sesudah itu kita
pulangkan selekas mungkin ke sini atau tepatnya ke desa tempat tinggal laki-"laki yang bernama Julius. Mungkin orang itu yang nanti bisa mengurus kehidupan
kedua orang tua ini."
Semuanya kemudian masuk ke dalam pesawat-pesawat terbang, yang kini berjumlah
enam buah. Dua yang dipakai Bill bersama anak buahnya, untuk datang ke lembah
itu, dan empat kepunyaan para penjahat. Tiga di antaranya dipakai untuk
mengangkut kedelapan penjahat bersama pengawal mereka. Dua lagi diterbangkan
oleh polisi yang juga penerbang. Elsa serta suaminya ikut dengan mereka. Anak-
anak ikut dengan Bill, dalam pesawatnya sendiri.
Ketika pesawat sudah membubung tinggi, anak-anak memandang ke luar. Untuk
terakhir kalinya mereka memandang lembah terasing itu.
"Ya, perhatikanlah baik-baik," kata Bill. Tidak lama lagi lembah itu akan
menjadi berita dalam surat kabar. Lembah Harta!"
"Bukan, Bill! Bukan Lembah Harta, tapi Lembah Petualangan!" kata Jack. "Bagi
kami, itulah namanya yang sesuai. Lembah Petualangan!"
"Untung kita tadi menemukan Martha dalam keadaan selamat," kata Lucy-Ann,
sementara semuanya sedang asyik merenung dengan pikiran masing-masing. "Aku suka
sekali padanya. Ia manis sekali!"
"Astaga! Siapa itu Martha?" seru Bill kaget. "Kusangka wanita tua itu bernama
"Elsa. Kan tidak ada yang masih ketinggalan?"
"Tidak. Bill." jawab Lucy-Ann. "Martha saat ini duduk dalam pangkuan Elsa, naik
pesawat terbang. Mungkin ia akan bertelur di situ!"
Bill semakin bingung. "Martha itu ayam betina." kata Lucy-Ann menjelaskan. "Semula ia ikut terkurung
dalam gua, bersama para penjahat. Kami sudah khawatir, jangan-jangan ia dibunuh
oleh orang-orang jahat itu. Tapi ternyata tidak! Ayam betina itu pintar. Ia
bersembunyi di bawah meja. Ketika kami masuk, ia langsung datang menghampiri,
sambil berkotek-kotek. Saat itu kurasa Anda sedang sibuk dengan harta karun,
Bill!" "Ya, rupanya aku tidak sempat melihatnya," kata Bill. "Jadi aku tidak bisa
berkenalan dengan satu tokoh lagi dalam petualangan ini. Sayang!"
"Sayang, sayang, sayang," oceh Kiki menirukannya. "Tek-tek-kotek! Cul si
"Martha muncul!"
Tamat Gudang Download Ebook: www.zheraf.net
http://zheraf.wapamp.com Warisan Berdarah 2 Dewa Arak 68 Biang-biang Iblis Pendekar Sakti Im Yang 1
^