Pencarian

Petualangan Dilembah Maut 3

Lima Sekawan 03 Petualangan Di Lembah Maut Bagian 3


Jack bermaksud hendak membukakan beberapa kaleng makanan, dari perbekalan yang
masih tersembunyi dalam semak. Ia bisa mengambilnya dengan mudah, lalu
meninggalkannya di sisi orang itu.
Tahu-tahu orang itu menepuk dadanya sendiri.
"Otto Engler," katanya. Diulanginya nama itu beberapa kali. Jack mengangguk,
lalu menuding dadanya pula.
"Jack Trent," katanya memperkenalkan diri. "Aku Jack Anda Otto."
?"Kawan," kata orang asing itu. "Kau Inggris?"
?"Aku Inggris," kata Jack membenarkan. "Anda?"
"Austria," jawab orang itu. Caranya menyebutkan kata itu terdengar aneh. "Kawan!
Kawan baik. Kenapa kau di sini?"
Jack berusaha menjelaskan kenapa ia ada di situ Tapi rupanya orang asing itu
tidak mampu memahami kata-katanya. Ia menggeleng.
"Tidak mengerti," katanya. Kemudian ia mendekatkan diri pada Jack, lalu
berbisik. "Kau tahu tentang harta?"
Mula-mula Jack tidak menangkap makna kalimat itu. Logat orang itu aneh sekali!
Tapi akhirnya ia mengerti.
"Harta?" kata Jack. "Tidak banyak. Anda tahu harta?"?"Aku tahu semua," kata orang itu. "Semua. Aku bikin gambar di mana harta. Kau
anak baik. Aku percaya!"
Bab 17 PETA HARTA KARUN Mulanya Jack bersemangat, ketika mendengar kata-kata orang yang bernama Otto
Engler itu. Tapi saat berikutnya, ia merasa lesu. Ia sudah tahu, di mana harta
itu tersembunyi. Di belakang batu yang bertumpuk-tumpuk. Tapi apa gunanya
mengetahui hal itu" Takkan ada yang bisa mengambilnya di situ.
"Aku tahu di mana harta,'' kata Jack, ia berusaha berbicara selambat mungkin,
"dengan kalimat yang pendek-pendek. "Aku melihat Anda tadi pagi. Anda menunjukkan
tempat itu pada orang-orang. Tapi tempat itu tertimbun batu-batu besar. Orang-
orang itu tidak bisa masuk ke gua.
Otto Engler tertawa sebentar. Kelihatannya ia memahami kata-kata Jack.
"Mereka bodoh," katanya. "Sangat bodoh. Di situ tidak ada harta!"
Jack memandangnya. Ia tidak mengerti.
"Maksud Anda Anda menipu mereka"' katanya kemudian. "Anda tahu di situ ada
"batu jatuh lalu Anda mengajak mereka ke situ, sambil berpura-pura bahwa di
"situlah dulu jalan masuk ke gua di mana terdapat harta, tapi kini tertimbun
batu" Jadi sebetulnya di balik tumpukan batu itu tidak ada harta sama sekali?"
Sambil mengerutkan kening, Otto berusaha memahami kata-kata Jack, ia
menggelengkan kepala. "Tidak ada harta di situ," katanya. "Aku menipu Juan dan Pepi. Tangan mereka
sampai sakit, ketika menarik eh mengangkat batu-batu tadi!"
" "Mau tidak mau, Jack meringis, membayangkan tipuan itu. Tapi, kalau begitu di
"mana harta itu"
"Kubuatkan peta untukmu," kata Otto. "Kutunjukkan juga jalan keluar dari
"lembah. Lewat Celah - Berangin. Kau dan kawan-kawanmu pergi lewat situ, lalu
bawa peta ke kawan baikku. Sekarang sudah tiba waktunya menemukan harta itu."
"Tapi, kenapa Anda tidak ikut saja dengan kami?" kata Jack. "Anda pasti bisa
menunjukkan sendiri jalan keluar pada kami lewat celah itu lalu mendatangi
" "kawan baik Anda."
"Aku sakit parah," kata Otto. "Jika dokter tidak ada, dan eh, apa namanya
" "obat.."
"Ya, obat," kata Jack.
"...kalau aku tidak mendapat obat cepat-cepat, aku mati," kata Otto. "Jantungku
lemah. Lemah sekali! Aku sakit sekali. Sekarang tidak bisa jalan jauh. Jadi
kaubawa peta harta! Kau anak baik. Kau keluar lewat celah, pergi ke Julius.
Julius kawan baik. Nanti semua beres."
"Baiklah," kata Jack. "Sayang aku tidak bisa berbuat lebih banyak untuk menolong
Anda sekarang, Otto. Tapi aku akan berusaha secepat mungkin mendatangi Julius,
lalu kembali dengan membawa bantuan bagi Anda. Akan mampukah Anda berjalan ke
tempat persembunyian kami , besok lalu bersembunyi di sana, selama kami pergi?"
"Bagaimana?" kata Otto. "Kau bicara terlalu cepat. Aku tidak mengerti."
Jack mengulangi perkataannya. Kini lambat-lambat. Otto mengangguk. Sekarang ia
mengerti. "Kautinggal aku di sini sekarang. Besok aku barangkali cukup kuat ikut denganmu
ke tempat kalian." katanya. "Kita lihat saja. Jika tidak, kau harus pergi lewat
celah cari Julius. Aku bikin peta sekarang, dan aku bikin juga gambar jalan ke"celah. Celah Berangin. Sangat sempit, tapi tidak sulit...eh..,"
"Dilalui?" sela Jack. Otto mengangguk. Dikeluarkannya pensil serta buku catatan
dari kantongnya. Ia mulai menggambar sementara Jack memperhatikan dengan penuh
minat. Dalam peta yang digambar, nampak ada air terjun. Begitu pula sebongkah
cadas berbentuk aneh, serta pohon yang batangnya melengkung. Lalu mata air. Otto
membuat panah-panah kecil, untuk menunjukkan arah yang harus dituju. Jack
memperhatikan dengan asyik Setelah selesai menggambar, Otto melipat peta itu,
lalu menyerahkannya pada Jack.
"Julius pasti tahu," kata Otto, "Ia akan mengerti peta itu. Ia dulu tinggal di
rumah petani besar yang tidak jauh dari sini. Tapi musuh-musuh kami membakar
sampai habis. Juga rumah petani-petani lainnya. Semua harta benda kami dirampas.
Sapi, kuda, babi "semua! Banyak kawan kami mati terbunuh. Hanya sedikit berhasil lari."
"Sekarang tunjukkan jalan ke celah," kata Jack. Sekali lagi Otto menggambar
peta. Air terjun nampak kembali di dalamnya. Jack menuding gambar itu.
"Aku tahu air ini," katanya lambat-lambat, agar bisa dimengerti oleh Otto.
"Tempat sembunyi kami dekat Sangat dekat!"
"Ah!" kata Otto. Nadanya senang. "Jalan ke celah, lewat sebelah atas air ini.
Kau mesti memanjat ke tempat air keluar dari lereng gunung. Nih kugambarkan
"jalannya." "Lalu kalau sudah ada di luar, bagaimana kami bisa menemukan Julius?" tanya
Jack. "Di seberang celah ada desa sebagian rusak terbakar," kata Otto menjelaskan
"dengan kalimat patah-patah. "Tanya pada siapa saja yang kalian jumpai di situ,
di mana Julius. Semua pasti tahu! Ah Julius dulu selalu berjuang melawan
"musuh. Semua orang kenal Julius, ia mestinya sekarang orang besar! Tapi jaman
ini aneh. Mungkin ia tidak besar lagi sekarang, karena dunia sudah damai. Tapi,
semua pasti kenal Julius, ia tahu apa yang harus dilakukan, jika kauberikan peta
harta padanya. Aku juga akan menulis surat padanya."
Otto menuliskan surat yang pendek, lalu menyerahkannya pada Jack. Surat itu
dialamatkan pada Julius Muller
"Sekarang kau harus tinggalkan aku di sini," kata Otto. "Kau kembali ke kawan-
kawanmu. Kalau. aku agak baik besok, aku ikut denganmu. Tapi hari ini, jantungku
payah. Payah sekali. Di sini sakit!" Ia menekankan tangannya ke dada. setinggi
"letak jantung. "Yah kalau begitu selamat tinggal, dan terima kasih," kata Jack, lalu berdiri.
?"Mudah-mudahan saja Anda aman di sini. Ini daging untuk Anda, serta buah-buahan.
Kaleng-kaleng ini sudah kubuka semua. Nan sampai besok!"
"Otto Engler tersenyum lesu, lalu terhenyak ke dinding kandang. Dipejamkannya
matanya. Ia kehabisan tenaga. Jack merasa kasihan sekali pada orang itu. Ia
harus berusaha selekas mungkin mencari bantuan, apabila Otto besok ternyata
masih tetap lemah. Julius perlu segera didatangi siapa pun juga orang itu. Jika
ia memang teman Otto, mungkin ia akan bisa cepat-cepat memanggil dokter.
Jack keluar dari kandang. Perasaannya sudah kembali agak riang sekarang. Wah "apa kata anak-anak nanti, jika mereka tahu bahwa memiliki peta di mana
digambarkan gua tempat harta disembunyikan. Bukan itu saja, tapi juga petunjuk
jalan keluar dari lembah!
Jack melihat Philip datang berlari-lari, dengan napas tersengal-sengal "Orang-
orang itu baru saja meninggalkan pesawat mereka, dan kini sedang menuju ke
pondok," katanya. "Yuk, kita harus cepat-cepat pergi dari sini. Bekas tawanan
itu sudah aman dalam kandang?"
"Ya! Mudah-mudahan saja para penawannya tidak mencarinya ke situ," kata Jack.
"Yuk, kita kembali ke gua. Sudah terlalu lama kita meninggalkan Dinah dan Lucy-
Ann sendiri di sana."
'Tapi dalam pulang ini, kita harus berjaga-jaga," kata Philip, ketika mereka
berangkat "Siapa tahu, mungkin Pepi bosan mengamat-amati air terjun serta Dinah
dan Lucy-Ann yang menandak-nandak di belakangnya, lalu memutuskan untuk
menggabungkan diri kembali dengan kedua kawannya."
"He kau tahu, aku tadi mendapat apa?" kata Jack, ia tidak sabar lagi, ingin
"menceritakan pengalamannya dengan bekas tawanan itu.
"Mendapat apa?" tanya Philip.
'"Peta yang menunjukkan tempat harta disimpan!" jawab Jack.
"Tapi kita kan sudah tahu tempatnya," kata Philip. "Di belakang tumpukan batu-
batu runtuh, yang kita lihat tadi pagi."
"Bukan di situ!" kata Jack dengan bangga. "Pepi serta kedua kawannya ditipu oleh
Otto oleh bekas tawanan itu. Otto hanya pura-pura saja, ketika ia mengatakan
"bahwa harta itu ada dalam gua yang terdapat di belakang tumpukan batu! Ia tahu
bahwa di tempat itu ada batu longsor. Tapi ia berpura-pura tidak tahu apa-apa
mengenainya, dan mengatakan bahwa tempat harta disimpan tertutup oleh tumpukan
batu itu. Mengerti?"
"Astaga! Jadi selama itu, harta itu ada di tempat lain!" kata Philip. "Hebat
sekali! Dan kau sekarang benar-benar memiliki peta yang menunjukkan di mana
harta itu sebenarnya disimpan, Jack" Dan kau sudah tahu sekarang, apa sebenarnya
harta itu?" 'Tidak aku lupa menanyakannya tadi," kata Jack. "Tapi banyak hal lain yang
"kuketahui sekarang. Aku memperoleh petunjuk, jalan mana yang harus kita tempuh
untuk sampai ke celah yang menuju keluar dari lembah ini! Padaku juga 4 ada
sepucuk surat, ditujukan pada seseorang bernama Julius. Aku juga sudah tahu
sekarang, apa sebabnya segala bangunan di sini habis terbakar. Kata Otto tadi,
jika ia besok sudah merasa cukup kuat, ia sendiri akan mengantarkan kita ke
celah. Tapi ia memberikan peta-peta itu padaku, untuk berjaga-jaga apabila ia
tidak bisa ikut dengan kita. Peta-peta itu jelas sekali!"
Philip sangat bergembira. Kabar yang disampaikan Jack memang hebat sekali!
Sekarang kelihatannya mereka akan bisa meninggalkan lembah itu mencari bantuan
" dan mungkin bisa ikut hadir pada saat harta yang disembunyikan ditemukan
"kembali. "Awas!" desis Jack dengan tiba-tiba. "Kurasa aku melihat sesuatu bergerak-gerak
di sebelah sana!" Dengan cepat kedua anak itu bersembunyi di balik semak. Untung saja karena
"saat berikutnya Pepi muncul dari sela pepohonan. Orang itu berjalan dengan
cepat, menuju ke arah mereka. Tapi ia tidak melihat kedua anak itu. Ia lewat,
tanpa sedikit pun menoleh ke arah semak
"Pasti ia kelaparan, dan ingin makan sekarang," kata Jack sambil nyengir.
"Untung aku melihatnya tadi kalau tidak, kita pasti ketahuan sekarang! Yah " "sekarang kita bisa bergegas-gegas, tanpa perlu khawatir ketahuan. Aduh
"laparnya perutku!"
Kedua-duanya sudah lapar sekali. Pikiran mereka dipenuhi bayangan ikan salem
dalam kaleng, ikan sarden, daging lidah asin, begitu pula berbagai jenis buah.
Mereka mempercepat langkah.
Alangkah lega perasaan mereka, ketika akhirnya mereka menyibakkan tirai daun
pakis ke samping dan melihat kedua anak perempuan yang duduk dalam gua. Dinah
sudah menyiapkan hidangan makanan yang sedap.
"Kau hebat, Dinah!" seru Jack. "Mau rasanya aku memelukmu!" Dinah tertawa
nyengir. "Pepi sudah pergi," ,katanya. "Kalian melihatnya di tengah jalan tadi?"
"Bukan melihatnya lagi kami bahkan nyaris menubruknya," kata Philip. "Aduh
" "mampu aku rasanya menyikat ikan salem ini sekaleng penuh! Kalian sendiri
bagaimana tadi, ketika kami sedang tidak ada di sini" Semua beres?"
"Membosankan," kata Dinah. Tak ada yang kami lakukan, selain sekali-sekali
"pergi ke balik air terjun dan menandak-nandak di situ, supaya perhatian Pepi
tetap terarah pada tempat itu. Kalian haus melihatnya tadi bagaimana ia
"bersusah-payah, mencari-cari jalan untuk bisa naik ke atas, Sekali kami bahkan
mengira ia sudah dihanyutkan air. Ia terpeleset, lalu jatuh. Ada kira-kira dua
puluh menit ia lenyap. Perasaan kami lega, ketika ia muncul kembali."
"Lalu bagaimana dengan kalian sendiri?" tanya Lucy-Ann pada Jack dan Philip.
"Kelihatannya begitu riang! Ada kabar baik" Bagaimana nasib tawanan yang malang
itu?" Dengan mulut penuh berisi makanan, Jack dan Philip menceritakan pengalaman
mereka sehari itu. Kedua adik mereka mendengarkan dengan asyik. Semua berebut-
rebut melihat, ketika Jack mengeluarkan kedua peta dari kantongnya.
"Peta harta karun!" seru Lucy-Ann. "Aku kepingin sekali melihat peta semacam
ini. Ah! Lihatlah ini air terjun kita! Harta karun itu kan tidak disimpan di
dekat-dekat sini?" "Kapan kita mulai mencarinya?" tanya Dinah dengan mata bersinar-sinar.
"Kita takkan mencarinya sekarang," kata Jack. Seketika itu juga tampang Dinah
berubah, nampak lesu. Jack menjelaskan sebabnya.
"Kita harus cepat-cepat keluar dari lembah ini, lalu mencari orang yang bernama
Julius. Rupa-rupanya ialah yang nanti akan menangani tugas pengambilan harta,
yang entah apa itu. Maaf jika kalian terpaksa merasa kecewa, Dinah dan Lucy-Ann
tapi kita benar-benar harus berusaha pergi secepat mungkin dari sini, dan
"memberitahukan pada Bibi Allie dan Bill di mana kita saat ini berada.
Kalau kita sekarang mencari-cari harta karun itu, akan banyak waktu berharga
yang terbuang nanti. Dan kurasa karena kita sekarang sudah diberi tahu di mana
letak celah yang menuju ke luar, kita harus mengambil jalan itu. Kita harus
mencari pertolongan, untuk kita sendiri dan juga untuk Otto. Kasihan, ia sakit
"parah!" Jack memang benar. Hal itu jelas sekali. Dinah mendesah, karena merasa kecewa.
"Aku sebetulnya kepingin sekali pergi mencari harta itu," katanya. "Tapi
biarlah! Mungkin orang yang bernama Julius itu mau mengizinkan kita ikut dalam
usaha pencariannya nanti. Untuk itu aku mau saja tinggal lebih lama di sini!"
Sementara itu hari sudah mulai gelap. Jack dan Philip sudah capek sekali. Mereka
merebahkan diri di atas pembaringan yang telah disiapkan oleh Dinah. Mereka
sudah sangat mengantuk. Tapi Dinah dan Lucy-Ann, begitu pula Kiki, masih
kepingin mengobrol. Soalnya, hari itu sangat membosankan bagi mereka.
Kedua anak perempuan itu sibuk bercerita dan bertanya-tanya, sekali-sekali
disela ocehan Kiki. Tapi Jack dan Philip sudah tidak punya tenaga lagi untuk
menjawab. "Hari ini Kiki mondar-mandir terus, keluar-masuk gua gema, sambil menjerit dan
berteriak-teriak," kata Lucy-Ann. "Ia sudah tidak takut lagi pada suara gema.
Wah kalian mesti mendengar berisiknya gema tadi, ketika ia menirukan bunyi "peluit kereta api!"
"Untung saja aku tidak mendengarnya," kata Jack mengantuk. "Sudahlah kalian
"diam sekarang. Kita harus tidur dengan segera, karena besok kita akan sibuk
sekali. Menjemput Otto, lalu pergi mencari celah, lalu mendatangi Julius."
"Kelihatannya petualangan kita ini sudah hampir berakhir," kata Lucy-Ann.
Dugaannya itu keliru! Bab 18 BERANGKAT KE CELAH BERANGIN
Keesokan paginya anak-anak mengintip dari sela-sela daun pakis, untuk melihat
apakah Pepi menjaga lagi di luar. Tapi orang itu tidak kelihatan batang
hidungnya. "Aku ingin tahu bagaimana Juan dan Luis kemarin, ketika mereka tiba kembali di
pondok mereka, membuka pintu dan saat itu melihat bahwa tawanan mereka sudah
"tidak ada lagi," kata Jack sambil nyengir. "Mereka pasti tercengang! Mana
mungkin orang itu minggat, karena pintu dikunci dari luar?"
"Ah mereka pasti menduga salah seorang dari kita yang membebaskannya." kata
"Dinah. "Mereka pasti marah-marah! Tapi mudah-mudahan saja mereka tidak lantas
mencari ke kandang sapi, sehingga menemukannya kembali. Tawanan itu mungkin akan
membuka rahasia kita."
"Kurasa tidak," kata Jack dengan segera. "Orang itu tampangnya ramah dan nampak
bisa dipercaya. Agak mirip Bill, tapi tidak begitu jantan."
"Aku ingin Bill tahu-tahu muncul di sini," kata Lucy-Ann sambil mendesah.
"Sungguh, aku ingin sekali hal itu terjadi. Aku tahu kalian berdua selama ini
mampu sekali menangani segala-galanya dengan baik sekali," sambungnya sambil
memandang Jack dan Philip, "tapi entah kenapa, jika Bill muncul aku langsung
merasa benar-benar aman."
"Tapi kau sekarang kan sudah cukup aman?" tanya Jack. "Bukankah aku sudah
berhasil menemukan tempat persembunyian yang sangat baik?"
"Ya memang," kata Lucy-Ann. "Aduh, Philip! Lihatlah Kiki mengejar Lizzie!"
" "Lucy-Ann melihat Lizzie muncul di kaki Philip. Kiki yang saat itu kebetulan
sedang ada di dekat situ, langsung menguak dengan gembira lalu berusaha mematuk
kadal itu. Tapi Lizzie lebih lincah. Dengan cepat ia menyusup masuk ke sepatu
Philip. "Jangan, Kiki!" kata Philip. "Nah kita sekarang harus mulai sibuk.?""Ayo sibuk, sibuk," kata Kiki menirukan dengan segera.
"Aduh, Kiki ini pandai sekali menirukan kata-kata," kata Lucy-Ann. "Sekarang ia
memerintah kita!" Kiki menguak sambil menegakkan jambulnya tinggi-tinggi. Ia membuai-buai tubuhnya


Lima Sekawan 03 Petualangan Di Lembah Maut di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia sering begitu, apabila merasa puas terhadap dirinya sendiri.
"Burung sombong! Angkuh!" kata Jack, sambil menggaruk-garuk jambul kakaktua itu.
"Kau jangan mengganggu Lizzie lagi, ya. Ia kan binatang peliharaan Philip yang
paling manis." "Memang kalau dibandingkan dengan segala binatang menjijikkan, seperti tikus,
"labah-labah, kumbang dan landak yang biasa dibawa bawa olehnya," kata Dinah
sambil bergidik. "Aku lebih suka pada Lizzie, dibandingkan dengan binatang-
binatang lainnya itu."
"Astaga!" kata Lucy-Ann dengan heran. "Kau ada kemajuan, Dinah!"
Lizzie dan Kiki ikut sarapan dengan anak-anak. Kiki memperhatikan dengan
pandangan tajam, jangan sampai Lizzie mengambil sesuatu yang diinginkan olehnya
sendiri. Ketika anak-anak selesai sarapan, mereka lantas mengatur rencana untuk
hari itu. "Mula-mula kita menjemput Otto," kata Jack. "Maksudku dengan kita aku dan
"Philip. Lucy-Ann, kau dan Dinah tidak perlu ikut Kalian berdua sebaiknya
menyiapkan bekal makanan yang akan kita bawa, apabila kita nanti berangkat
mencari celah di sela gunung. Di tengah jalan kita pasti perlu makan."
"Beres," kata Dinah. "Mudah-mudahan kalian nanti menemukan Otto dalam keadaan
yang sudah lebih baik. Jika kalian sudah kembali kemari bersama dia, kita makan
dulu sebelum berangkat. Setelah itu kita meninggalkan lembah ini lewat celah,
lalu mencari Julius dan sekaligus berusaha mengirim kabar pada Ibu dan Bill.
"Mungkin setelah itu Bill akan datang ke sini dengan pesawatnya...."
"Lalu ikut mencari harta karun itu, dan mengizinkan kita membantu," kata Lucy-
Ann. "Ya aku setuju!"
"Setelah itu Jack berangkat bersama Philip. Kiki ditinggal bersama Dinah dan
Lucy-Ann. Dengan cepat kedua anak laki-laki itu berjalan menyusuri lereng
gunung. Tapi mereka tetap berjaga-jaga, menghadapi kemungkinan bertemu dengan
Pepi serta kedua kawannya.
Tapi mereka tidak melihat siapa-siapa. Dengan berhati-hati mereka menuju ke
kandang sapi. Jack menyuruh Philip berjaga-jaga di luar, untuk memberi tahu jika
ada orang mendekat Kemudian ia sendiri berjingkat-jingkat mendekati kandang,
lalu mengintip ke dalam. Ia tidak mendengar suara sedikit pun di situ.
Dari tempatnya berdiri, Jack tidak bisa melihat kotak yang paling belakang.
Dengan berhati-hati ia melangkah masuk, berjalan di antara puing-puing yang
berserakan di mana-mana. Ia memanggil-manggil dengan suara pelan.
"Otto! Aku datang lagi! Bagaimana Anda sekarang?"
Tak terdengar suara Otto menjawabnya. Jangan-jangan orang itu masih tidur, pikir
Jack. Dihampirinya kotak kandang yang paling belakang.
Ternyata tempat itu kosong. Otto tidak ada di situ. Dengan cepat Jack memandang
berkeliling. Apakah yang telah terjadi di situ" Kemudian ia melihat bahwa
kaleng-kaleng makanan yang sudah dibuka olehnya untuk Otto, ternyata sama sekali
belum disentuh. Otto belum memakannya sedikit pun. Apa sebabnya"
"Aduh rupanya Juan dan Luis langsung mencarinya, ketika mereka melihat bahwa "ia sudah tidak ada lagi dalam pondok," pikir Jack. "Mereka kemari, dan
menemukannya di sini. Astaga! Lalu, apakah yang mereka lakukan kemudian
terhadapnya" Kita sekarang harus lebih berjaga-jaga, karena siapa tahu orang-
orang itu mengintai. Mereka pasti tahu, ada orang yang membebaskan Otto juga
"apabila Otto sama sekali tidak bercerita tentang aku."
Jack kembali ke tempat Philip.
"Otto tidak ada lagi di dalam," katanya. "Bagaimana jika kita mengintip sebentar
ke dalam pondok" Mungkin kita akan melihat sesuatu di sana. Mungkin Otto sudah
dikurung kembali di dalam."
"Kita panjat saja lagi pohon besar yang pernah kita naiki," kata Philip. "Kau
masih ingat, kan dari mana kita bisa melihat pesawat terbang. Jika orang-orang
"itu nampak ada di dekat pesawat mereka, kita akan tahu bahwa kita bisa
mendatangi pondok dengan aman. Aku tidak ingin mengambil risiko ketahuan.
Mungkin orang-orang itu kini sedang mengintai, menunggu kemungkinan kita datang
lagi. Jika kita sampai tertawan oleh mereka, nanti Dinah dan Lucy-Ann bingung.
Mereka takkan tahu apa yang harus dilakukan."
"Baiklah! Biar aku saja yang memanjat pohon itu," kata Jack, ia langsung
memanjat, diikuti oleh Philip. Sesampai di atas, Jack meneropong ke arah pesawat
terbang tapi saat itu juga ia berseru dengan nada kaget
?"Astaga! Pesawat itu tidak ada lagi di tempatnya!"
"Ah, masa!?" kata Philip agak tidak percaya. "Tapi aku sama sekali tidak
"mendengar bunyi mesinnya. Kau?"
"Yah kemarin malam rasa-rasanya aku seperti mendengar bunyi berderum-derum,
"ketika aku sudah hampir pulas," kata Jack. "Ya, kalau kuingat kembali sekarang,
mestinya pesawat terbang itu yang kudengar suaranya kemarin malam. Yah rupanya
"orang-orang itu sudah lari, karena kita. Mereka ketakutan ketika mengetahui
bahwa di sini ada orang lain di suatu tempat persembunyian yang tidak bisa
"mereka temukan orang-orang yang membebaskan tawanan mereka."
?"Ya dan ketika mereka menyadari bahwa harta karun itu tidak bisa diambil
"karena terhalang tumpukan batu besar, kurasa mereka lantas beranggapan tidak ada
gunanya lebih lama lagi berada di sini," sambung Philip. "Jadi sekarang mereka
sudah pergi. Syukur, kalau begitu! Sekarang kita bisa kembali ke gua, menjemput
Dinah dan Lucy-Ann, lalu cepat-cepat pergi ke celah gunung. Terus terang saja,
aku semula agak khawatir jika kita harus membawa Otto! Karena dari ceritamu, aku
mendapat kesan bahwa kita takkan bisa berjalan cepat apabila ia ikut. " Tambahan
lagi apabila dalam perjalanan ia tiba-tiba mengalami serangan jantung, kita
pasti tak tahu apa yang harus dikerjakan."
"Aku ingin tahu, ke mana ia dibawa oleh mereka," kata Jack. "Mudah-mudahan saja
mereka mengembalikannya ke tempat asalnya dan memanggilkan dokter untuknya,
setelah mereka kini tahu bahwa tidak ada lagi yang bisa diperoleh dari dirinya."
Keduanya turun lagi, lalu bergegas-gegas kembali ke gua, untuk kemudian
berangkat mencari celah. Dinah dan Lucy-Ann heran melihat kedua anak laki-laki itu begitu lekas kembali. Mereka lebih
heran lagi ketika melihat bahwa Otto tidak ada bersama keduanya.
"Mana Otto?" tanya Dinah.
"Dalam sumur," sela Kiki. Burung kakaktua itu menjerit karena jengkel, sebab
tidak ada yang memperhatikan komentarnya itu.
"Otto tidak ada lagi dalam kandang dan pesawat terbang juga sudah tidak ada "dalam lembah," kata Jack menjelaskan. "Rupanya orang-orang itu sudah pergi,
jengkel karena tidak berhasil mengambil harta karun. Tapi biar saja mereka
pergi!" Betul!" kata Dinah, ia merasa lega, karena musuh sudah tidak ada lagi. "Nah
" "apa yang akan kita lakukan sekarang?"
"Kita pergi mencari celah itu," kata Jack. "Peta yang dibuatkan Otto, ada
padaku. Untung saja ia memberikan peta itu. Tanpa peta, takkan mungkin kita akan
bisa berhasil menemukan Celah Berangin. Rupanya hanya satu celah itu saja yang
menuju ke luar. Celah Berangin! Yuk, kita berangkat sekarang. Bekal makanan
sudah kausiapkan, Dinah?"
"Beres," kata Dinah. "Sekarang dari sini kita ke mana" Ke atas, atau ke
"bawah?" "Ke atas," kata Philip, sambil mengamat-amati peta yang dikeluarkan Jack dari
kantongnya. "Ke atas ke hulu air terjun. Ini, lihatlah di sini letak
" "awalnya. Dari situ kita menyusur tebing berbatu-batu ini ini, yang digambar
"oleh Otto di sini! Kemudian kita akan sampai di suatu hutan yang lebat.
Lihatlah! Lalu mendaki lereng terjal, sampai pada suatu tebing lagi. Kemudian
kita akan tiba di semacam jalanan. Kurasa itu jalan celah yang dulu dilalui
orang-orang lembah sini, apabila mereka hendak ke luar. Aku baru akan merasa
lega, apabila kita nanti sudah sampai di jalan itu."
"Aku juga," kata Dinah sepenuh hati. "Pasti enak rasanya, apabila jalanan itu
sudah nampak. Mungkin kita bahkan akan menjumpai orang berjalan di situ."
"Kurasa itu tidak mungkin! Soalnya, kita tidak melihat ada orang lain di lembah
sini, di samping orang-orang yang mencari harta," kata Jack. "Tapi agak aneh
juga jika dipikir-pikir. Ada suatu celah yang bisa dilalui untuk keluar-masuk
lembah, tapi tempat ini kelihatannya tidak pernah lagi didatangi orang. Kenapa
ya?" "Kurasa pasti ada sebabnya yang jelas,'" kata Dinah. "Tapi sudahlah kita
"berangkat saja sekarang! Bagian pertama perjalanan kita nanti cukup mudah,
karena kita harus terus menyusur tepi air."
Tapi ternyata perjalanan itu tidak semudah sangkaan Dinah. Tebing yang harus
dilewati sangat curam, sehingga anak-anak itu terpaksa memanjatnya dengan
bersusah-payah. Tapi mereka berhasil melakukannya, karena sementara itu mereka
sudah terlatih baik. Sepanjang pendakian, air tidak henti-hentinya menghambur ke bawah di samping
mereka. Bunyinya berisik sekali! Lucy-Ann sudah kepingin cepat-cepat mencapai
sisi atas air terjun itu. Di sana bunyi berisik pasti akan sangat berkurang!
Setelah beberapa lama memanjat, akhirnya mereka sampai di sisi atas air terjun.
Ternyata air itu mengalir keluar dari sebuah lubang besar yang menganga di
dinding gunung, dan langsung menghunjam ke bawah. Pemandangan itu benar-benar
menakjubkan! "Perasaanku menjadi aneh, melihat air sebegitu banyak membanjir keluar dari
dalam gunung," kata Lucy-Ann. la duduk. "Tahu-tahu saja muncul dari dalam lubang
besar itu." "Kurasa pada saat salju mencair atau ada hujan lebat, banyak sekali air yang
meresap ke dalam tanah di puncak gunung ini," kata Jack. "Dan air itu dengan
sendirinya harus mengalir keluar lagi. Ini salah satu alirannya!"'
"Ke mana kita sekarang?" kata Dinah, ia sudah tidak sabar lagi, ingin lekas-
lekas meninggalkan tempat itu.
"Kita naik lagi, lewat sisi tebing itu," kata Jack. "Wah kelihatannya agak "sempit, dan lewat di sebelah atas air terjun! Kau nanti jangan melihat ke bawah,
Lucy-Ann! Nanti kau pusing."
"Aku tidak berani berjalan di situ," kata Lucy-Ann.
"Nanti kutolong," kata Jack. "Kau takkan apa-apa asal jangan memandang ke
"bawah." Anak-anak meniti tepi tebing. Lucy-Ann berjalan sambil memegang tangan Jack
erat-erat Kiki terbang di atas kepala mereka, sambil berteriak-teriak memberi
semangat. "Lihat mereka lari! Lihat mereka lari!" seru burung kakaktua itu.
Rupanya ia teringat pada salah satu lagu kanak-kanak yang pernah didengarnya.
Lucy-Ann terkikik, karena geli.
"Kami bukan lari, Kiki," katanya. "Aduh syukurlah, kita sudah sampai di
"seberang! Sekarang kita harus menyusur dalam hutan itu, kan?"
Jack mempelajari petanya.
"Ya kita harus melalui hutan itu. Mana pedomanku. Aku akan mengatur arah dulu,
"supaya kita bisa berjalan lurus mengikuti petunjuk yang digambarkan oleh Otto
"dalam peta ini."
Anak-anak memasuki hutan, yang terdiri dari pohon-pohon pinus. Dalam hutan
sunyi, dan agak gelap. Tidak ada semak tumbuh di bawah batang-batang pohon pinus
yang menjulang tinggi. Angin menghembus seperti berbisik-bisik di sela
pepohonan. "Sssst!" desis Kiki, menyuruh angin jangan berbisik-bisik. "Ssst!"
"Kita sudah sampai di ujung hutan!" seru Jack, yang berjalan paling depan.
"Sekarang masih harus dilalui lereng terjal lagi menuju ke tebing berikut dan
"di situ kita kan bisa melihat jalan celah terbentang di bawah. Yuk, kita terus!"
Bab 19 KEKECEWAAN BESAR DAN RENCANA BARU
" Lumayan juga beratnya mendaki lereng terjal yang banyak batunya, menuju tebing
yang bisa mereka lihat agak tinggi di atas kepala. Lucy-Ann sudah mau menangis
saja rasanya, karena ia berulang kali terpeleset ke bawah.
"Setiap kali aku mendaki selangkah, terpeleset lagi dua langkah ke bawah,"
keluhnya. "Kalau begitu berpegangan saja padaku," kata Philip. Setiap kali Lucy-Ann
melangkah maju, ia membantu dengan jalan menyentakkan ke atas.
Anak-anak kepingin beristirahat sebentar, ketika akhirnya mereka mencapai tebing
itu. Setelah duduk beberapa saat, mereka merasa tenaga mereka sudah pulih
kembali. Sementara itu sudah tinggi sekali mereka mendaki. Mereka melihat
gunung-gunung yang lebih tinggi lagi, menjulang di balik gunung-gunung yang
nampak dari lembah. Pemandangan itu sangat mengagumkan.
"Dikelilingi gunung-gunung tinggi itu, aku merasa diriku sangat kecil dan tak
berarti," kata Lucy-Ann. Anak-anak yang lain juga berperasaan begitu. "Yuk "sekarang kita mengitari tebing yang menjorok itu. Sebentar lagi, pasti akan
sudah nampak jalanan. Untung saja tepi tebing ini tidak begitu sempit. Mobil pun mungkin bisa lewat di
sini." Tapi ternyata tepi tebing itu tidak begitu mudah dilalui seperti sangkaan Lucy-
Ann, karena banyak batu berhamburan di situ. Mereka harus merangkak-rangkak
untuk melaluinya. Jack dan Philip berjalan lebih dulu, untuk mencarikan lintasan
yang aman. Mereka merasa lega ketika sudah melewati bagian yang berbatu-batu, dan sampai di
tepi tebing yang lebih rata. Mereka melalui bagian lereng yang menikung. Tiba-
tiba anak-anak melihat jalanan terbentang di bawah mereka. Ya itu benar-benar
"sebuah jalan. Mereka berdiri di atas, sambil memandang dengan asyik.
"Tak kusangka aku akan begini senang melihat jalanan," kata Dinah. "Jalan keluar
dari lembah! Akhirnya kita mencapai jalan menuju ke suatu tempat di luar!"
"Lihat," kata Lucy-Ann, "jalan itu berkelok-kelok, datang dari bawah. Tapi ke
mana arah selanjutnya aku tidak tahu, karena terlindung di balik tikungan itu."
"Tadi dari sini nampak celah itu Celah Berangin," kata Jack sambil menuding.
?"Kalian lihat, di mana gunung ini hampir bertemu dengan gunung sebelah"
Mestinya di situlah letak celah itu. Letaknya tinggi, dan sangat sempit. Kurasa
kita harus berjalan satu-satu pada saat melaluinya nanti."
"Siapa bilang, kata Philip mencemooh. "Pasti celah itu cukup lebar untuk dilalui
gerobak. Hanya kelihatannya saja sempit, karena letaknya jauh dari sini."
"Yuk kita turun ke jalan," kata Dinah, lalu mulai turun. Tempat mereka berada
"saat itu sekitar enam sampai tujuh meter di atas jalanan.
"He jalan itu penuh dengan rumput dan semak belukar," kata Jack heran. "Itu
"tandanya jarang dilalui akhir-akhir ini. Aneh, ya! Satu-satunya jalan keluar,
mestinya kan selalu terpelihara baik."
"Ya, memang sangat aneh," kata Philip. "Tapi biar sajalah! Setidak-tidaknya kita
tahu ini jalan, walau dipenuhi semak."
Anak-anak menyusur jalan itu, mengarah ke atas. Jalan itu berliku-liku,
mengikuti bentuk lereng gunung. Akhirnya mereka bisa melihat jelas di mana Celah
Berangin seharusnya terdapat Suatu celah sempit, terjepit di antara dua gunung.
Hawa di tempat tinggi itu dingin sekali. Angin berhembus keras. Untung tubuh
anak-anak hangat, karena bergerak terus sedari tadi. Coba kalau tidak, pasti
mereka menggigil kedinginan.
"Nah, sekarang tinggal melewati tikungan berikut lalu setelah itu pasti kita
"akan bisa melihat celah itu!" seru Jack dengan gembira. "Sebentar lagi kita akan
sudah berhasil keluar dari lembah misterius!"
Mereka melewati tikungan. Ya itu dia celah yang dituju. Atau tepatnya, bekas
"celah. Celah Berangin sudah tidak ada lagi! Celah sempit di antara kedua gunung
tinggi itu penuh dengan batu-batu besar bertumpuk-tumpuk. Celah itu tidak bisa
dilewati lagi. Semula anak-anak hanya bisa memandang saja sambil melongo, seolah-olah tidak
memahami apa yang mereka lihat di depan mereka.
"Apakah yang sebetulnya telah terjadi di sini?" kata Jack, ketika ia akhirnya
pulih dari kekagetannya. "Kelihatannya seperti sehabis gempa! Kalian pernah
melihat keadaan sekacau ini?"
"Di dinding celah sebelah kiri kanannya ada lubang-lubang besar," kata Philip.
"Lihatlah, bahkan di sebelah atas pun nampak lubang-lubang yang menyerupai
kawah." Anak-anak memandang sambil membisu. Kemudian Jack menoleh.
"Kalian mau tahu, apa yang menurutku terjadi di sini?" katanya. "Nah ketika "dulu di sini terjadi peperangan, pesawat-pesawat terbang musuh menghujani celah
ini dengan bom, sehingga jalanan tertutup batu-batu yang jatuh dari atas. Segala
kerusakan di sini, pasti disebabkan oleh ledakan bom."
"Ya, kurasa kau benar, Jack," kata Philip. "Kelihatannya memang begitu! Pesawat-
pesawat terbang melintas di atas celah ini, lalu menjatuhkan bom-bom ke jalan,
sehingga tidak bisa dilewati lagi."
"Jadi maksudmu kita tidak bisa keluar?" tanya Lucy-Ann. Suaranya bergetar.
"Philip mengangguk. "Ya kurasa begitu," katanya. "Tak ada yang bisa melampaui tumpukan batu begitu
"tinggi, yang menutupi celah ini. Itu rupanya yang menyebabkan selama ini tidak
ada orang datang untuk tinggal di lembah sini. Kurasa sebagian besar dari
penghuninya dulu tewas dalam peperangan, sedang sisanya melarikan diri lewat
celah sini. Kemudian celah dibom sehingga buntu, dan karenanya tidak ada yang
bisa kembali kemari. Lalu orang-orang yang datang bersama kita dengan pesawat
terbang maksudku Juan beserta kawan-kawannya rupanya mendengar selentingan
" "bahwa dalam lembah ini tersembunyi harta karun. Mereka lantas berpikir, mungkin
mereka bisa masuk kemari dengan pesawat terbang. Memang itulah satu-satunya
kemungkinan yang masih ada untuk masuk kemari."
Lucy-Ann terhenyak, lalu menangis.
"Aduh, aku sangat kecewa," keluhnya. "Padahal kusangka kita akan berhasil


Lima Sekawan 03 Petualangan Di Lembah Maut di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melarikan diri dari lembah sepi ini! Kini ternyata kita masih tetap terkurung di
dalamnya dan tidak ada yang bisa datang untuk menyelamatkan kita!"
" "Anak-anak yang lain duduk di sebelah Lucy-Ann. Mereka juga bingung. Dengan
perasaan putus asa mereka memandang celah yang tersumbat Padahal mereka tadi
sudah berharap-harap akan berhasil meninggalkan lembah itu, mencari Julius lalu
menyampaikan laporan padanya mengenai harta karun.
"Yuk kita makan saja dulu," kata Dinah mengusulkan. "Setelah itu perasaanku
"pasti akan lebih enak."
"Ya! Makan, makan!" kata Kiki dengan segera. Anak-anak tertawa.
"Goblok! Pikiranmu cuma makan saja," kata Philip. "Bagimu, celah tersumbat bukan
persoalan ya, Kiki" Kau bisa terbang melintasinya! Sayang kami tidak bisa
mengikatkan surat ke kakimu, lalu menyuruhmu terbang mendatangi Julius untuk
minta tolong." "Tidak bisakah kita mencobanya?" kata Lucy-Ann dengan segera.
"Mana mungkin, konyol!" kata Jack. "Pertama, surat yang kita ikatkan ke kaki
Kiki, mungkin akan dirobeknya kemudian. Kecuali itu, ia kan tidak tahu harus
terbang ke mana Kiki memang pintar tapi tidak sepintar itu!"
"Setelah selesai makan, perasaan anak-anak agak lebih enak. Mereka duduk
membelakangi celah, karena sebal melihat keadaannya yang tersumbat.
"Kurasa kini kita terpaksa kembali lagi ke gua," kata Dinah kemudian.
"Kemungkinan lain, kelihatannya sama sekali tidak ada "
Mereka masih agak lama juga beristirahat di tempat itu. Sinar matahari sangat
terik Tapi angin berhembus dengan keras, sehingga anak-anak tidak merasa
kepanasan. Lucy-Ann bahkan mencari perlindungan di balik batu, karena ia
kedinginan. Setelah beristirahat, mereka kembali. Suasana saat itu tidak segembira ketika
mereka berangkat paginya. Mereka tidak begitu banyak bicara. Bayangan akan
terpaksa tinggal dalam lembah sunyi itu, setelah begitu besar harapan akan bisa
ke luar, menyebabkan semuanya merasa lesu.
Apalagi Lucy-Ann! Melihat keadaan adiknya yang begitu sedih, Jack lantas
mencari-cari sesuatu yang bisa memulihkan semangatnya. Kemudian terpikir olehnya
sesuatu yang benar-benar tak terduga sebelumnya.
"Bergembiralah, Lucy-Ann," katanya. "Mungkin kita sekarang akan mencari harta
karun itu, sebagai pengimbang kekecewaan kita."
Lucy-Ann berhenti berjalan. Ia memandang abangnya dengan bersemangat
"Sungguh?" katanya. "Aduh, Jack! Ya yuk, kita mencari harta karun!?"Anak-anak yang lain berhenti, lalu berpikir-pikir sebentar.
"Yah, kenapa tidak?" kata Philip. "Kita tidak bisa memberi tahu Julius
mengenainya, karena kita tidak bisa melewati celah. Orang-orang itu sudah pergi,
begitu pula Otto. Tinggal kita sendiri di sini. Jadi tidak ada salahnya, jika
kita mencari harta karun itu. Pasti mengasyikkan sambil mengisi waktu!"
?"Bagus sekali!" kata Dinah girang. "Tepat itulah yang kuingini mencari harta
"karun. Kapan kita mulai" Besok?"
"He bagaimana jika kita nanti benar-benar menemukannya!" kata Philip. Air
"mukanya nampak bersemangat. "Apakah kita akan boleh memiliki sebagian
daripadanya?" "Untung Otto menyerahkan peta itu padamu, Bintik!" kata Dinah pada Jack, la
selalu menyapa anak laki-laki itu dengan sebutan demikian, jika ia sedang sangat
senang. "Coba kita lihat sebentar!"
Jack mengeluarkan peta itu dari kantongnya, lalu dikembangkan di depan mereka
semua. Otto menandainya dengan gambar-gambar penunjuk arah, seperti yang tertera
pada peta jalan ke celah.
"Lihatlah benda-benda yang digambarkannya di sini," kata Jack. "Ini, batu besar
yang aneh bentuknya ini, misalnya. Bentuknya seperti orang bermantel panjang,
dengan kepala berbentuk bundar. Jika kita melihat batu itu, kita pasti akan
langsung mengenalinya."
"Dan ini apa ini" Pohon berbatang bengkok?" tanya Dinah. "Ya, betul! Tapi
"bagaimana kita bisa tahu, di mana kita harus mencarinya" Kita kan tidak bisa
berkeliaran ke segala arah di lereng gunung, mencari-cari batu berbentuk aneh,
pohon yang batangnya melengkung dan macam-macam lagi."
"Tentu saja tidak," kata Jack. "Kita harus mulai dengan cara yang benar. Jadi
dari awalnya. Sedang awalnya air terjun yang sudah kita kenal. Di sini Otto
menggambar jalan dari kandang sapi ke air terjun. Tapi kita langsung mulai dari
air terjun, jadi tak usah lagi memperhatikan jalan yang ini. Nah lalu dari
"ujung atas air terjun itu kita harus mencari letak pohon yang bengkok ini, lalu
pergi ke situ. Dari situ, kita mencari benda ini ah, apa katanya waktu itu o
" " ya, di sini terdapat bagian berupa batu hitam yang licin permukaannya. Nah,
setiba di situ, kemudian kita harus mencari mata air. Dari mata air, kita
mencari di mana batu berbentuk aneh itu. Di sekitar situlah letaknya harta
karun." "Astaga!" kata Lucy-Ann. Matanya terbelalak. "Yuk kita kembali ke air terjun, "lalu langsung mulai mencari dari tempat itu. Ayo!"
Sambil nyengir, Jack melipat peta kembali. Dipandangnya wajah ketiga anak yang
berseri-seri. "Harta ini tak banyak gunanya bagi kita, karena kita terkurung dalam lembah
ini," katanya. "Tapi walau begitu setidak-tidaknya kita bisa melakukan sesuatu
yang mengasyikkan!" Mereka meneruskan langkah. Pikiran mereka sibuk dengan niat akan berburu harta
karun. Coba mereka nanti benar-benar berhasil menemukan harta yang dicari-cari
tanpa berhasil oleh Juan beserta kawan-kawannya! Kalau Bill tahu, pasti ia
menyesal. karena tidak ikut dengan anak-anak. Kata Bill, mereka itu selalu saja
menemui petualangan yang asyik-asyik.
Ketika mereka tiba kembali di air terjun, matahari sudah menghilang di balik
gunung. Awan mendung menggelapi langit di atas kepala mereka. Hujan mulai
menetes satu-satu. Anak-anak memandang langit dengan perasaan kecewa.
"Sialan!" kata Philip. "Kurasa sebentar lagi akan turun hujan lebat. Tak ada
gunanya berangkat dalam keadaan cuaca seperti begini. Lebih baik kita cepat-
cepat berlindung dalam gua, sebelum kita basah. Nah sekarang hujan sudah
"benar-benar turun!"
Tepat pada waktunya mereka memasuki gua mereka yang nyaman. Hujan lebat turun
berderu-deru, menambah kebisingan bunyi air terjun.
"Hujanlah semaumu!" seru Jack. "Tapi besok cuaca pasti cerah dan kami akan
"berburu harta karun"
Bab 20 TANDA-TANDA MENUJU KE HARTA
Malam itu mereka tidur nyenyak, karena capek sekali. Hujan turun sepanjang
malam. Tapi menjelang fajar, awan mendung menyingkir.
Ketika matahari terbit, langit nampak cerah sekali. Lucy-Ann sangat gembira
ketika ia menyingkapkan tirai daun pakis yang basah, lalu memandang ke luar.
"Segala-galanya nampak bersih, seperti baru dicuci," katanya. "Lihatlah bahkan
"langit pun nampak bersih sekali. Lihatlah!"
"Ini hari yang betul-betul cocok untuk berburu harta," kata Jack. "Mudah-mudahan
rumput lekas kering kena panas sinar matahari. Kalau tidak, bisa basah sepatu
kita nanti!" "Untung banyak kaleng yang kita ambil dari pondok orang-orang itu," kata Dinah,
Ia mengambil beberapa buah dari rak batu. "Masih adakah yang tersisa dalam semak
di mana kita mula-mula menyembunyikannya, Jack?"
"Masih banyak," jawab Jack. "Kemarin aku mengambil satu atau dua kaleng untuk
Otto, tapi sisanya masih banyak. Kapan-kapan kita ke sana, untuk mengambil
persediaan itu." Tirai daun pakis mereka singkapkan ke samping, lalu mereka ikat. Mereka sarapan
sambil duduk-duduk di depan gua, menghadap pegunungan yang nampak di kejauhan,
dan dilatarbelakangi langit yang kini sudah menjadi lebih biru warnanya.
"Kita berangkat sekarang?" kata Jack, ketika semua sudah selesai makan. "Kiki!
Ayo, keluarkan kepalamu dari kaleng itu. Kau kan sudah tahu, kaleng itu tidak
ada isinya lagi.?"Kasihan Kiki!" kata Kiki. "Sayang, sayang!"
Mereka bergegas ke luar. Semuanya cepat sekali kering, kena panas sinar
matahari. "Lihatlah, batu itu berasap!" kata Lucy-Ann dengan heran. Ia menuding ke arah
batu-batu yang terdapat di dekat gua. Batu-batu itu seperti berasap, karena air
hujan yang menempel di situ menguap kena panas matahari.
"Sebaiknya kita membawa bekal," kata Jack. "Kau sudah menyiapkannya, Dinah?"
"Tentu saja," kata Dinah. "Kan repot, kalau kita harus jauh-jauh kembali ke sini
untuk mengambil makanan nanti."
"Mula-mula kita harus naik ke pangkal air terjun ini, seperti kemarin,"' kata
Jack. "Ikuti saja aku! Aku tahu jalannya."
Tak lama kemudian mereka sudah berada di ujung atas air terjun. Sekali lagi
mereka melihat air yang memancur keluar dari dalam gunung. Kelihatannya dua kali
lebih banyak dan deras, dibandingkan dengan keadaannya kemarin.
"Kurasa ini karena hujan kemarin malam," kata Philip. "Air bertambah banyak
dalam gunung. Jadi air terjun ini juga bertambah besar dan deras!"
"Ya, itulah penyebabnya," kata Jack, ia terpaksa berteriak, karena bunyi air
mengalir keras sekali. "Aduh, Kiki! Jangan berteriak dekat kupingku!"
Air terjun itu menggairahkan Kiki. Suaranya berisik sekali pagi itu. Lama-
kelamaan Jack menyuruhnya pergi dari bahunya, karena tidak tahan lagi mendengar
pekik jeritnya. Burung kakaktua itu terbang. Ia mendongkol!
"Nah sekarang bagaimana dengan pohon yang bengkok?" kata Dinah. Sementara itu
"anak-anak sudah berada di tempat yang agak lebih tinggi dari pangkal air terjun.
"Aku sama sekali tidak melihat ada pohon yang bengkok batangnya di sini!"
Memang benar, beberapa pohon yang ada di situ, batangnya lurus semua. Tapi tiba-
tiba Lucy-Ann berseru, sambil menuding ke arah bawah.
"Itu kan pohonnya" Itu agak di bawah kita, di seberang air terjun!"
"Anak-anak yang lain mendatangi Lucy-Ann, lalu ikut memandang dari situ. Ternyata
anak itu benar. Di seberang air terjun, sedikit di bawah tempat mereka berdiri,
nampak sebatang pohon yang bengkok. Apa yang menyebabkan batangnya begitu
melengkung, tidak diketahui oleh mereka. Angin di situ tidak lebih keras bertiup
dibandingkan dengan di tempat lain. Tapi pokoknya, pohon itu bengkok batangnya.
Dan itu yang penting bagi mereka!
Anak-anak menyeberangi air terjun dengan melewati batu-batu yang berserakan di
sebelah atasnya. Akhirnya mereka sampai di dekat pohon yang bengkok.
"Tanda yang pertama," kata Jack.
"Bukan, yang kedua," kata Dinah. "Yang pertama, air terjun."
"Ya deh yang kedua," kata Jack. "Sekarang yang ketiga batu hitam yang datar
"dan licin permukaannya. Kurasa tentunya berupa dinding."
Mereka memandang berkeliling, mencari-cari batu hitam. Sekali itu mata Jack yang
tajam yang berhasil paling dulu melihatnya. Letak batu agak jauh, dan
kelihatannya sulit dicapai. Untuk pergi ke situ, mereka harus mendaki sepanjang
tebing terjal. Tapi mereka harus lewat di situ. Karenanya mereka langsung berangkat. Setelah
ruas pertama dilampaui, pendakian menjadi agak lebih mudah. Di sana-sini
terdapat berbagai jenis tanaman dan semak yang berakar dalam di tebing itu.
Tumbuh-tumbuhan itu dapat dijadikan pegangan. Jack menolong Lucy-Ann melalui
bagian-bagian yang sulit. Tapi Dinah menolak bantuan Philip, apalagi karena ia
tahu bahwa abangnya masih selalu membawa kadalnya.
Mereka memerlukan waktu paling sedikit setengah jam untuk mencapai dinding batu
hitam itu, sambil memanjat dan merangkak-rangkak. Padahal tadi kelihatannya
tidak sebegitu jauh. Namun akhirnya mereka sampai juga di situ, walau dengan
napas tersengal-sengal. "Aneh kelihatannya batu hitam ini," kata Jack, sambil meraba-raba permukaan batu
yang halus. "Batu apa ini, ya?"
"Masa bodoh," kata Dinah, ia tidak sabar ingin melanjutkan perjalanan. "Sekarang
tanda apa lagi yang harus kita cari" Ini sudah yang ketiga."
"Mata air," kata Philip. "Betul kan, Jack" Atau lebih baik kita periksa lagi di
peta?" "Tidak usah aku sudah hafal," kata Jack. "Berikutnya, mata air walau aku " "sama sekali tidak melihatnya. Padahal aku sudah haus sekali! Tanganku juga kotor
karena memanjat tadi, dan lututku sama saja!"
"Ya, memang kita semua perlu mencuci badan sebentar," kata Philip.
?"Menggosoknya bersih-bersih!"
"Bersihisihisih," kata Kiki, lalu tertawa terkekeh-kekeh.
"Sudahlah, Kiki," kata Jack. "Kalau kau masih tertawa juga, kau nanti yang
kugosok bersih-bersih."
Dari tempat mereka berdiri, sama sekali tak nampak mata air. Lucy-Ann nampak
sangat kecewa. "Ayo, jangan sedih!" bujuk Jack "Mata air itu mungkin memang tidak nampak dari
dekat dinding batu ini tapi kalau ada di dekat sini, kita pasti bisa
"menemukannya."
"Lebih baik kita memasang telinga dulu, mendengarkan bunyinya," kata Dinah.
Anak-anak lantas mendengarkan baik-baik.
"Sssst!" desis Kiki, mengganggu perhatian mereka. Jack memukul paruhnya. Kiki
menguak dengan sedih. Tapi sesudah itu ia diam.
Suasana tenang kembali. Saat itu anak-anak mendengar bunyi air mengalir. Bunyi
menggelegak pelan tapi riang!
"Aku mendengarnya!" seru Lucy-Ann dengan gembira. "Bunyinya seperti datang dari
arah situ." Ia meloncat menghampiri sekelompok pohon. Dan benarlah tersembunyi dalam
"rumput panjang terdapat sebuah selokan. Airnya mengucur, menuruni lereng. Jernih
dan sejuk! "Asalnya dari sana lihatlah," kata Jack, la menuding sebuah semak yang lebat.
"Air selokan itu mengalir dari bawah semak. "Tanda keempat!"
"Kini yang kelima, tanda yang terakhir!" kata Lucy-Ann bersemangat "Aduh "betulkah kita sudah berada di dekat harta karun itu"
Ternyata letaknya tidak sebegitu jauh dari gua kita! Rasa-rasanya masih
terdengar samar bunyi air terjun, ketika kita tadi sibuk mendengarkan bunyi air
mengalir di selokan."
"Aku juga merasa seperti mendengarnya," kata Dinah. "Nah sekarang apa lagi
"yang harus kita cari?"
"Batu yang aneh bentuknya," kata Jack. "Kalian tahu kan kelihatannya seperti
"orang bermantel panjang, dengan kepala berbentuk bundar"
"Itu gampang!" kata Philip dengan gembira. Ia menunjuk ke atas. "Itu dia
"kelihatan jelas di depan langit!"
Anak-anak mendongak. Ternyata kata Philip tadi benar. Mereka melihat batu
berbentuk aneh, terpampang jelas di depan latar belakang langit yang cerah.
"Yuk, kita naik ke sana!" kata Jack bersemangat. "Ayo, pemburu harta!"
Anak-anak memanjat tebing, menuju ke tempat batu berbentuk aneh itu. Di
sekitarnya banyak batu-batu lain. Tapi batu yang itu jauh lebih tinggi, sehingga
nampak menonjol. "Tanda kita yang terakhir!" kata Jack. "Nah! Sekarang mana harta itu?"
"Ya. di mana harta itu" Lucy-Ann memandang ke sekeliling tempat itu. seolah-olah
akan langsung bisa melihatnya terserak di situ. Anak-anak yang lain mulai
mencari-cari lubang gua. Tapi tidak ada yang menemukan apa-apa.
Kenapa kau kemarin tidak menanyakan pada Otto, di mana tepatnya harta itu harus
dicari, apabila kita sudah sampai pada tanda terakhir?" keluh Dinah dengan nada
capek dan kecewa. Ia menghampiri Jack.
"Eh waktu itu aku kan tidak tahu bahwa kita sendiri akan mencarinya?" balas
"Jack. "Kusangka Julius Muller yang memimpin usaha pencarian harta itu. Sudah
pasti jika ia sampai di sini, ia akan tahu di mana letak harta itu."
"Yah benar-benar mengecewakan, kita sudah bersusah-payah sampai di sini dengan
"mengikuti petunjuk-petunjuk dalam peta, tahu-tahu sekarang tidak bisa menemukan
apa-apa," kata Dinah, ia merasa sebal. "Aku bosan! Aku tidak mau mencarinya
lagi. Kalian boleh saja terus kalau mau tapi aku ingin beristirahat."
"Sambil berkata begitu ia merebahkan diri, lalu berbaring menelentang. Ia
mendongak, memandang tebing terjal yang menjulang di atasnya. Di tebing itu
terdapat bagian-bagian menonjol, berupa keping-keping batu. Tiba-tiba Dinah
terduduk. "He!" serunya memanggil anak-anak yang lain. "Coba lihat ke atas sana!"
Anak-anak menghampirinya. lalu ikut mendongak.
"Kalian lihat keping-keping batu yang menonjol di sana-sini itu, terus sampai ke
atas?" katanya. "Kelihatannya seperti rak-rak yang bertingkat-tingkat. Nah
"sekarang pandanglah kira-kira ke setengah tinggi tebing. Kalian lihat keping
batu yang agak jauh menonjol ke depan itu" Pandanglah sebelah bawahnya.
Lubangkah itu?" "Kelihatannya memang seperti lubang, kata Jack. "Tapi mungkin liang rubah. Tapi
"hanya itu saja satu-satunya lubang yang nampak di sekitar sini. Jadi lebih baik
kita periksa! Aku akan naik ke situ. Kau ikut, Jambul?"
"Tentu," kata Philip. "Jalan ke situ kelihatannya tidak begitu sukar. Dinah dan
Lucy-Ann tidak ikut?"
Dinah lupa bahwa ia tadi mengatakan sudah bosan. Ia ikut memanjat lewat
tonjolan-tonjolan batu, menuju lubang yang nampak di bawah batu yang menjorok ke
depan. Sesampai di situ, ternyata lubang itu sangat besar. Lubang itu dari atas
tidak kelihatan, karena terlindung batu yang menonjol. Dari bawah pun hanya
terlihat dari satu tempat saja. Dan Dinah justru berbaring di tempat itu!
"Untung kau tadi kebetulan melihatnya, Dinah," kata Jack. "Kalau tidak, bisa


Lima Sekawan 03 Petualangan Di Lembah Maut di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seharian kita mencari tanpa berhasil menemukannya. Aku ingin tahu, apakah memang
ini jalan masuk ke gua tempat harta itu."
Anak-anak memandang ke dalam lubang itu. Kelihatannya gelap dan dalam.
"Mana senterku?" kata Jack. Senter itu ada di kantongnya. Diambilnya benda itu,
lalu dinyalakan. Anak-anak memandang ke dalam lubang, yang kelihatannya
merupakan lubang biasa saja. Tidak ada apa-apa di situ. Tapi ketika Jack
mengarahkan sinar senternya agak lebih ke bawah lagi, tiba-tiba Dinah merasa
seperti melihat ada lorong di situ.
"Kurasa lubang ini berujung di sebuah lorong," katanya bersemangat. Nyaris saja
ia terjatuh ke dalam lubang.
Kiki yang semula bertengger di atas bahu Jack, terbang memasuki lubang itu.
Tidak lama kemudian terdengar suaranya dari dalam lubang.
"Ada apa di situ, Kiki?" seru Jack. "Tiga tikus buta," jawab Kiki. Tentu saja ia
bohong, karena dalam lubang itu sama sekali tidak ada tikus. Dan ia pun memang
hanya mengucapkan kata-kata sebuah lagu kanak-kanak. "Tiga tikus buta cul!?""Dasar pembohong," kata Jack. "Tapi pokoknya kita turun saja sekarang, untuk
mencari..." "Tiga tikus buta," kata Kiki, lalu cekikikan. Suaranya persis seperti Lucy-Ann,
kalau anak itu tertawa geli.
Bab 21 MEMASUKI BERBAGAI GUA Jack masuk paling dulu. Ia merosot ke bawah. Ternyata lubang itu sama sekali
tidak dalam. Dengan tubuh terjulur, ia hanya harus meluncur sejauh setengah
meter saja sampai ke dasarnya. "Sekarang kau, Lucy-Ann," serunya dari bawah.
Dibantunya anak itu merosot turun. Setelah itu menyusul Philip dan Dinah. Mereka
semua bergairah. Mungkinkah mereka benar-benar berhasil menemukan gua harta yang
dicari-cari" "Pasti ini tempat penyembunyian harta itu!" kata Jack. "Di dekat-dekat sini sama
sekali tidak ada gua yang lain. Nanti, akan kusorotkan sebentar senterku ke
sekeling tempat ini!"
Penglihatan Dinah tadi ternyata benar. Di bagian belakang lubang, ada Sebuah
lorong. Lorong itu lebar, dan cukup tinggi. Orang yang sangat jangkung pun bisa
lewat di situ dengan leluasa.
"Yuk mestinya kita sudah dekat," kata Jack. Suaranya gemetar, karena
"bersemangat. Dengan Kiki bertengger di bahunya, ia mendului masuk ke dalam lorong. Anak-anak
yang lain mengikutinya. Lucy-Ann berpegang erat-erat pada lengan baju abangnya.
Ia agak ngeri, karena tidak tahu apa yang akan dijumpai nanti.
Lorong yang mereka telusuri masih tetap lebar dan tinggi sepanjang jalan, tapi
sangat berliku-liku. Arahnya menurun. Dan walau berkelok-kelok, tapi boleh
dikatakan tetap menuju ke satu arah yaitu ke tengah-tengah gunung."Tiba-tiba lorong itu berakhir. Jack tertegun. Napasnya tersentak. Di depannya
terbentang pemandangan yang luar biasa.
Cahaya senternya menerangi tiang-tiang berwarna putih mulus. Jumlahnya banyak
sekali, menjulur ke bawah dari langit-langit sebuah gua. Apakah benda-benda itu"
Lucy-Ann masih memegang lengan Jack, ia juga tersentak karena kaget. Matanya
menatap tiang-tiang putih bersih itu. Ia juga melihat bahwa dari dasar gua juga
menjulang tiang-tiang yang semacam. Ada di antaranya yang bersambung dengan
tiang yang menjulur dari atas, sehingga langit-langit gua itu kelihatan seperti
ditopang sejumlah tiang besar.
"Apa itu, Jack?" bisik Lucy-Ann. "Itukah harta yang kita cari?"
"Itu kan air yang membeku, menjadi tiang-tiang es?" kata Dinah dengan nada
kagum. "Belum pernah aku melihat benda yang begitu indah seumur hidupku!
Lihatlah, betapa putihnya. Indah sekali!"
"Tidak, itu bukan es," kata Jack. Itu stalaktit setidak-tidaknya begitulah
" "nama tiang-tiang yang menjulur dari atas. Stalaktit, kalau tidak salah terdiri
dari kapur. Tapi hebatnya, bukan main!"
Anak-anak berdiri dengan perasaan kagum. Mereka asyik memandang gua sunyi yang
indah itu. Langit-langitnya sangat tinggi. Stalaktit-stalaktit berbentuk
langsing berjuluran ke bawah dari situ, kemilau nampaknya kena sinar senter yang
dipegang oleh Jack. "Tonggak-tonggak yang tumbuh dari bawah ke atas, kalau tidak salah namanya
stalagmit," kata Jack. "Betul kan, Philip" Kau tahu tidak" Aku belum pernah
melihat pemandangan seperti ini!"
"Ya namanya memang betul stalagmit," kata Philip. "Aku ingat, pernah melihat
"gambar-gambar mengenainya. Bukan main hebatnya pemandangan ini!"
Stalaktit dan stalagmit. Kiki berusaha menyebutkan kedua perkataan itu, tapi
tidak bisa. Ia pun kelihatannya kagum melihat temuan yang tak disangka-sangka
itu. "Wah!" kata Lucy-Ann tiba-tiba. Ia menuding salah satu bentuk kapur itu, yang
kelihatannya seperti selendang kuno yang terukir dari gading. "Lihatlah batu
"ini kelihatannya persis selendang. Bahkan ada pola-polanya di situ! Lalu itu
"kelihatannya seperti semacam gerbang. Dan berukir-ukir pula permukaannya. Ini
pasti buatan manusia atau mungkin tumbuh dengan sendirinya?"
?"Yah memang betul buatan, tapi buatan alam," kata Jack. Ia berusaha memberi
"penjelasan pada adiknya. "Sama saja dengan kristal salju. Kristal salju
terbentuk dan bukan tumbuh, karena kristal bukan sesuatu yang hidup."
Lucy-Ann masih belum begitu mengerti. Dalam hati ia berpendapat, mungkin saja
tonggak-tonggak indah yang bergelantungan itu mula-mula tumbuh, lalu kemudian
membeku dalam wujudnya yang begitu memukau.
"Kusangka tadi inilah harta yang dicari-cari!" katanya sambil tertawa kecil.
"Aku tidak heran," kata Jack, "karena memang sangat indah! Bayangkan menemukan
"gua seperti ini! Kelihatannya seperti katedral kuno yang besar di bawah tanah.
Yang kurang hanya suara orgel saja, memainkan himne yang anggun dan megah."
"Lihatlah di bagian tengah gua ini kelihatannya ada jalanan," kata Dinah. "Aku
"tidak tahu apakah itu memang dari semula sudah begitu, atau dibuat oleh manusia.
Kau lihat apa yang kumaksudkan, Jack?"
"Ya," kata Jack, la menyorotkan senternya ke tempat itu. "Kurasa kedua-duanya
benar! Ini jalanan alam, yang kemudian disempurnakan oleh manusia. Nah "bagaimana jika kita sekarang terus" Di sini tidak ada harta"
Mereka menyusur ruangan alam yang besar dan sunyi itu lewat tengah-tengahnya,
diapit tonggak-tonggak yang berjuluran di kiri dan kanan. Lucy-Ann menunjukkan
sejumlah besar yang sudah bersambungan atas dan bawah.
"Air yang mengandung kapur menetes ke bawah dari stalaktit dan membentuk
stalagmit, yang tumbuh makin lama makin tinggi, sehingga akhirnya keduanya
saling menyambung,"' kata Philip. "Proses pembentukan itu lama sekali mungkin
"memakan waktu berabad-abad. Tidak heran apabila gua ini menimbulkan kesan tua
dalam diri kita. Aku merasa seolah-olah waktu sama sekali tidak ada artinya di
tempat ini. Tidak ada tahun, hari atau jam di sini sama sekali tidak dikenal
"arti waktu." Lucy-Ann merasa tidak enak mendengar kata-kata itu. Dalam dirinya timbul
perasaan aneh seolah-olah saat itu ia sedang bermimpi. Cepat-cepat dipegangnya
"lengan Jack. Dengan langkah-langkah lambat, anak-anak menuju ke ujung belakang gua besar itu.
Di situ terdapat semacam gerbang yang besar. Gerbang itu juga penuh dengan
stalaktit, tapi yang tidak begitu jauh menjulur ke bawah. Anak-anak bisa lewat
di bawahnya dengan leluasa.
"Gerbang ini menyerupai lorong," kata Philip. Anak-anak kaget, karena suaranya
menggema di situ. Kiki batuk-batuk, langsung terpantul dari dinding gerbang itu
sehingga kedengarannya seperti batuk seorang raksasa!
Kemudian mereka sampai di sebuah gua lagi. Langit-langit di situ tidak setinggi
pada gua sebelumnya. Stalaktit yang bergantungan di situ tidak begitu besar.
"Bersinarkah stalaktit-stalaktit ini dalam gelap?" tanya Dinah dengan tiba-tiba.
'"Aku rasanya seperti melihat sinar pendar di sudut sana."
Jack memadamkan senternya dan seketika itu juga napas anak-anak tersentak.
"Mereka melihat beribu titik cahaya kemilau di langit-langit dan di dinding gua,
nampaknya seperti bintang-bintang gemerlapan. Warnanya ada yang hijau. dan ada
yang biru, berkelip-kelip menakjubkan sekali.
"Astaga!" bisik Dinah kagum. "Apa itu" Hidupkah cahaya itu?"
Anak-anak tidak ada yang tahu. Mereka hanya bisa menduga-duga, sambil terus
memandang cahaya gemerlapan itu.
"Mungkin sejenis kunang-kunang," tebak Jack. "Tapi indah sekali, ya?"
Ia menyalakan senternya lagi. Sinarnya menerangi langit-langit gua. Seketika itu
juga kemilau tadi menghilang.
"Matikan lagi sentermu!" pinta Lucy-Ann. "Aku masih kepingin melihat cahaya
indah itu Belum pernah aku melihat pemandangan yang begitu menakjubkan selama
ini! Cahayanya berpendar-pendar, biru dan hijau. Kelihatannya seperti berkelip-
kelip. Ah, kepingin rasanya membawa pulang barang seratus saja, lalu kutaruh di
langit-langit kamar tidurku!"
Anak-anak yang lain menertawakan ucapannya itu. Tapi mereka pun sangat kagum
melihat kumpulan cahaya yang bersinar bagaikan bintang-bintang itu. Jack baru
menyalakan senternya kembali, ketika semua sudah puas memandang. "Kedua gua ini
benar-benar hebat sekali," kata Lucy-Ann sambil mendesah puas. "Gua apa lagi
yang akan kita temukan setelah ini" Aku benar-benar merasa kita ini menemukan
Gua Aladin pokoknya salah satu gua ajaib!"
" Di ujung gua itu, yang oleh Lucy-Ann dinamakan Gua Bintang, terdapat sebuah
lorong panjang yang condong ke bawah.
"Kita sudah menemukan gua gema, gua stalaktit dan gua bintang," kata Lucy-Ann.
"Aku suka petualangan yang begini. Sekarang aku ingin menemukan gua harta!"
Lorong yang mereka lalui saat itu lapang, seperti lorong pertama yang mereka
masuki tadi. Tiba-tiba nyala senter yang dipegang Jack menerangi sesuatu yang
terletak di lantai lorong. Anak itu berhenti berjalan.
"Lihatlah apa itu?" katanya. Dinah membungkuk untuk mengambil benda itu.?"Bros," katanya sambil mengamat-amati. "Tapi tanpa penitinya. Penitinya sudah
tidak ada lagi. Mungkin patah sehingga bros ini terlepas dari baju pemakainya.
"Indah sekali, ya?"
Bros itu memang sangat indah. Besar, terbuat dari emas. Ukuran lebarnya hampir
sepuluh senti, bertatahkan batu permata berwarna merah darah.
"Batu delimakah ini?" kata Dinah dengan kagum. "Lihatlah, betapa kemilau! Wah,
Jack mungkinkah ini merupakan bagian dari harta yang kita cari?"
?"Mungkin saja," kata Jack. Semangat anak-anak mulai menggelora kembali. Jantung
mereka berdebar keras. Bros dari emas, dengan hiasan batu delima! Lalu, apakah
harta selebihnya" Bermacam-macam bayangan memenuhi pikiran anak-anak saat itu,
gambaran yang serba indah sementara mereka meneruskan langkah sambil
"tersandung-sandung. Mata mereka terpaku ke tanah, mencari-cari permata lainnya
yang mungkin ada di situ.
"Coba kita nanti menemukan sebuah gua, penuh dengan batu permata," kata Lucy-
Ann. "Aduh semuanya kemilau, bagaikan bintang dan matahari! Hmm itulah yang
" "kuharapkan."
"Mungkin saja itu yang kita temukan," kata Dinah. "Dan kalau ternyata benar, aku
akan menghiasi tubuhku dari ubun-ubun sampai ujung kaki dengan berbagai
perhiasan. Aku akan pura-pura menjadi putri raja!"
Lorong yang mereka lalui masih belum berakhir, masih terus saja mengarah ke
bawah. Tapi ketika Jack memperhatikan pedoman yang dibawa, ternyata lorong itu
tidak lagi menunjuk ke tengah gunung, melainkan ke arah sebaliknya. Mudah-
mudahan saja lorong itu tidak secara tiba-tiba membawa mereka ke luar, tanpa
menemukan harta karun yang tersembunyi.
Tanpa disangka, tahu-tahu mereka sampai di ujung atas suatu tangga yang menuju
ke bawah. Tangga itu ditatah dari dasar batu. Letaknya agak curam, dengan anak
tangga yang lebar-lebar. Tangga itu melengkung, mengikuti arah lorong yang
melengkung pula. "Seperti tangga putar saja," kata Jack mengomentari. "Akan tiba di mana kita
nanti?" Anak tangga yang mereka lalui berjumlah sekitar dua puluh. Kemudian mereka
sampai di depan sebuah pintu yang besar sekali. Pintu itu terbuat dari kayu yang
kokoh, dengan paku-paku besi sebagai penguatnya. Anak-anak tertegun, memandang
pintu itu. Apakah yang terdapat di belakangnya" Terkuncikah pintu itu" Siapa yang
membuatnya, dan untuk apa" Mungkinkah itu pintu gua harta"
Pada daun pintu itu tidak ada pegangan yang bisa diputar. Anak-anak bahkan sama
sekali tidak melihat kunci terpasang di situ. Yang ada hanya gerendel yang
besar-besar. Tapi gerendel-gerendel itu tidak berada pada posisi terpasang.
"Bagaimana bisa membuka pintu yang tidak ada pegangannya?" kata Jack. Dicobanya
mendorong, tapi pintu itu sedikit pun tidak bergerak dari tempatnya.
"Coba kautendang seperti waktu itu kita lakukan dengan pintu pondok," kata "Philip mengusulkan. Jack menendang daun pintu keras-keras. Kakinya terasa
sakit tapi pintu tetap tertutup.
"Anak-anak memandangnya dengan kesal bercampur kecewa. Sudah sampai sebegitu jauh
mereka menyelidiki tapi kini terhalang pintu!
"Sialan. Jack menerangi seluruh permukaan pintu dengan senternya, dari atas
sampai ke bawah. Tiba-tiba mata Lucy-Ann yang tajam melihat sesuatu.
"Kalian lihat paku besi yang itu?" katanya sambil menuding. "Kelihatannya lebih
licin dari yang lain-lainnya. Kenapa ya?"
Jack menerangi paku yang ditunjuk oleh adiknya. Memang, paku itu lebih licin dan
bersih. Ukurannya juga agak lebih besar, seperti semacam pasak. Permukaannya
yang licin menimbulkan kesan sering dipegang.
Jack mendorong paku itu. Tapi tidak berakibat apa-apa. Diketoknya dengan batu.
Pintu tidak bergerak sama sekali. m "Coba aku sekarang," kata Philip, sambil
mendorong Jack ke samping. "Arahkan sinar sentermu ke situ. Ya, begitu!"
Philip memegang paku itu, lalu menggoncang-goncangnya. Rasanya seperti bergerak
sedikit. Ia menggoncangnya sekali lagi. Tidak terjadi apa-apa.
Kemudian timbul pikiran Philip untuk memutarnya. Ternyata paku itu bisa diputar
dengan mudah sekali. Terdengar bunyi detakan nyaring dan dengan pelan, pintu
"terbuka. Jack cepat-cepat memadamkan senter. Ia khawatir, jangan-jangan ada
orang di dalam yang bisa melihat sinarnya. Padahal kalau memang benar ada orang
di situ, ia pasti sudah mendengar bunyi pintu yang diketuk dan digedor-gedor
tadi! Pintu sudah terbuka lebar. Di dalam nampak cahaya remang, menerangi semacam gua.
Lucy-Ann mencengkeram lengan Jack, ia ketakutan.
"Di dalam banyak orang," bisiknya ngeri. "Lihatlah!"
Bab 22 AKHIRNYA HARTA KARUN! " Keempat anak itu tertegun di ambang pintu. Mereka berdiri dengan napas
tertahan, karena menatap pemandangan yang menyebabkan bulu tengkuk mereka
berdiri karena seram. Diterangi cahaya samar-samar, mereka melihat orang-orang berdiri dalam ruangan
di belakang pintu. Mata mereka bersinar aneh. Gigi mereka berkilauan,
memantulkan sinar remang. Pada lengan dan leher mereka bergantungan berbagai
perhiasan. Anak-anak saling berpegangan. Mereka ketakutan. Siapakah orang-orang aneh yang
membisu itu yang berdiri dengan mata bersinar, dengan berbagai perhiasan
"memenuhi tubuh"
Orang-orang tak dikenai dalam gua itu tidak bergerak sedikit pun. Mereka juga
tidak mengatakan apa-apa. Mereka semua tegak, tidak ada yang duduk. Beberapa di
antaranya menghadap ke arah anak-anak yang sedang ketakutan di ambang pintu, dan
ada pula yang bersikap membelakangi. Kenapa mereka tidak berbicara" Kenapa tidak
ada yang menuding anak-anak yang tiba-tiba muncul itu, sambil bertanya, "Siapa
mereka?" Lucy-Ann menangis ketakutan.
"Yuk, kita kembali. Aku ngeri melihat mereka. Mereka tidak hidup Hanya mata
mereka saja yang berkilat-kilat"
Tiba-tiba Kiki menjerit. Ditinggalkannya bahu Jack, terbang menghampiri salah
satu sosok tubuh yang paling dekat lalu hinggap di bahunya. Sosok tubuh itu
seorang wanita yang mengenakan pakaian yang indah kemilau.
Tapi wanita itu masih tetap saja belum bergerak. Aneh! Anak-anak mulai agak
berani, ketika melihat Kiki nampaknya sama sekali tidak takut pada orang-orang
aneh itu. "Masak air!" kata Kiki, sambil mematuk rambut wanita yang diduduki bahunya.
Anak-anak menahan napas. Apakah yang akan diperbuat wanita itu terhadap Kiki"
Akan disihirkah burung iseng itu dengan tatapan matanya yang aneh, sehingga Kiki
menjelma menjadi batu" Atau mungkin orang-orang itu sendiri yang pernah kena
sihir, sehingga kini menjadi batu"
"Yuk, kita kembali," desak Lucy-Ann. "Aku tidak suka pada gua ini. Aku tidak
suka melihat orang-orang itu, yang matanya menyeramkan."
Tiba-tiba Jack melompat, menuruni jenjang yang terdapat langsung di belakang
pintu. Dengan langkah tegas dihampirinya sosok-sosok tubuh yang seperti terpaku
itu. Lucy-Ann terpekik. Ia berusaha menangkap lengan abangnya, tapi terlambat.
Jack langsung mendatangi wanita yang bahunya diduduki oleh Kiki. Diperhatikannya
dari dekat mata yang terbuka lebar dan berkilat-kilat. Disentuhnya rambutnya.
Kemudian Jack berpaling pada teman-temannya yang memandang dengan perasaan
ngeri. "Kalian mau tahu, siapa dia ini" Ini kan patung dengan pakaian indah, dengan "rambut manusia sedang matanya terbuat dari batu permata. Nah apa kata kalian


Lima Sekawan 03 Petualangan Di Lembah Maut di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" "sekarang?"
Anak-anak merasa sulit untuk mempercayainya. Tapi mereka lega mendengar kata-
kata Jack yang begitu tegas, serta melihatnya berkeliaran di antara sosok-sosok
tubuh yang masih tetap terpaku di tempat masing-masing. Mereka melihat bahwa
Jack tidak diapa-apakan! Philip dan Dinah menuruni jenjang. masuk ke dalam gua. Tapi Lucy-Ann belum
berani. Diperhatikannya anak-anak yang asyik mengamat-amati patung-patung aneh
yang indah-indah itu. Akhirnya ia memberanikan diri, menyusul mereka. Dengan takut-takut dipandangnya
patung wanita, yang bahunya ditenggeri Kiki. Ya Jack memang benar. Wanita itu
"ternyata hanya patung yang indah belaka, dengan paras yang dibentuk dengan halus
serta rambut tebal berwarna gelap. Matanya terbuat .dari batu permata, begitu
pula giginya yang kemilau. Pada lehernya tergantung kalung-kalung emas
bertatahkan batu-batu berharga, sedang jari-jarinya berhiaskan cincin beberapa
buah. Sebuah ikat pinggang yang indah melilit pinggangnya. Belum pernah Lucy-Ann
melihat ikat pinggang sebagus itu, penuh ukiran serta batu-batu kemilau berwarna
merah dan biru. Berlusin-lusin jumlah patung yang terdapat di situ, pria dan wanita. Patung-
patung wanita ada yang menggendong bayi yang montok-montok dan berpakaian serba
indah, dihiasi beribu-ribu mutiara yang kecil-kecil. Bayi-bayi itulah yang
membuat Jack sadar patung-patung apa sebenarnya yang mereka lihat itu.
"Kalian tahu, ini patung-patung apa?" katanya. "Ini patung-patung yang berasa
dari berbagai gereja di negeri ini. Yang ini patung Bunda Maria sedang bayi
"mungil ini tentunya Yesus. Itu rupanya mengapa patung-patung ini dihiasi dengan
begitu banyak perhiasan yang indah-indah. Perhiasan ini disumbangkan oleh para
jemaah, supaya mereka nampak indah."
"Ya, betul! Dan patung-patung ini biasa diarak dalam pesta-pesta gereja," kata
Dinah, ia teringat, ibunya pernah bercerita mengenai pesta semacam itu.
"Bayangkan patung-patung ini ternyata berasal dari gereja-gereja! Tapi untuk "apa?"
"Kurasa ini barang-barang curian," kata Jack. "Dicuri orang-orang yang gemar
memancing di air keruh. Mereka memanfaatkan kesempatan yang timbul pada saat
keadaan sedang kacau karena peperangan! Patung-patung ini mereka curi, lalu
mereka sembunyikan di sini untuk kemudian diambil begitu ada kesempatan!"
?"Nilainya pasti tak terbayangkan," kata Philip, sambil meraba-raba batu permata
yang indah-indah itu. "Aduh, aku tadi kaget sekali, ketika pertama kali melihat
patung-patung ini! Sungguh kusangka mereka manusia!"
?"Aku juga menyangka begitu," kata Lucy-Ann, yang sementara itu sudah pulih lagi
keberaniannya. "Tidak enak perasaanku, melihat mereka berdiri tanpa bergerak
sedikit pun! Nyaris saja aku tadi menjerit ketakutan!"
"Kita memang benar-benar tolol, tidak dari semula sudah menduga bahwa semuanya
ini patung," kata Dinah. "Tapi dari manakah datangnya sinar yang menerangi
tempat ini" Hanya remang-remang cahayanya, tapi sudah cukup untuk membuat kita
bisa melihat di sini."
Jack memandang berkeliling gua.
"Kurasa cahaya pendar ini berasal dari dinding dan langit-langit gua," katanya
kemudian. "Cahayanya agak kehijau-hijauan!"
"He di sini ada semacam lorong beratap melengkung," seru Philip, yang
"sementara itu sudah masuk lebih dalam. "Lihatlah sendiri! Kurasa di sebelah
sana ada gua lagi." Anak-anak memasuki lorong pendek itu. Ternyata di ujungnya memang ada gua lagi,
diterangi cahaya pendar kehijauan seperti dalam gua patung. Dalam gua itu
terdapat barang-barang berukuran besar dan berbentuk persegi empat, bertumpuk-
tumpuk. Di situ sama sekali tak ada patung. Anak-anak menghampiri barang yang
bertumpuk-tumpuk itu, untuk memperhatikan dari dekat
"He ini kan lukisan!" seru Jack, ketika ia membalikkan salah satu benda
"persegi empat itu. "Lukisan yang besar-besar! Dari mana asal barang-barang ini"
Juga dari gereja?" "Kurasa dari berbagai museum," kata Philip. "Lukisan-lukisan ini mungkin sangat
termasyhur. Mungkin pula sudah tua sekali. Harganya pasti jutaan! Coba
perhatikan lukisan yang itu kelihatannya sudah kuno sekali. Wah! Barang-barang
"yang terdapat dalam kedua gua ini, nilainya pasti luar biasa! Aku ingat pernah
membaca beberapa waktu yang lalu, tentang lukisan-lukisan yang nilainya sampai
dua atau tiga juta pound!"
"Tak kusangka sebegitu banyak uang yang ada di dunia ini," kata Lucy-Ann kaget.
Dengan perasaan takjub dipandangnya lukisan-lukisan kuno yang terselimuti debu,
sementara jarinya menelusuri tepi bingkai yang berukir-ukir.
"Lukisan-lukisan ini ada yang dikeluarkan dari bingkainya untuk kemudian dibawa
kemari," kata Jack. Ditariknya segulung kain kanvas tebal. "Lihatlah! Yang ini
kelihatannya dirobek dari bingkainya lalu digulung, supaya lebih mudah
diangkut." Di samping lukisan-lukisan berbingkai, masih ada sekitar lima puluh gulungan
kanvas di situ. Jack menerangi lukisan demi lukisan dengan senternya. Tapi tidak
ada yang menarik perhatian anak-anak.
Kebanyakan merupakan lukisan orang-orang bertubuh agak gemuk dan bertampang
garang. Ada juga yang menggambarkan adegan dari Kitab Suci, atau hikayat-hikayat
kuno. "Wah, ini benar-benar penemuan yang hebat!" kata Jack bergairah. "Bayangkan
jika Juan dan kedua kawannya berhasil menemukan harta ini, lalu kemudian "menjualnya, mereka pasti akan kaya raya!"
"Tentu saja memang inilah yang mereka cari-cari," kata Philip. "Sekarang aku
"mengerti, untuk apa peti-peti kosong itu! Untuk dipakai mengangkut segala harta
ini. Mereka bermaksud membawa barang-barang ini pergi dari sini sedikit demi
"sedikit. Hebat sekali ide mereka itu!"
"Tapi mereka tertipu oleh Otto!" kata Jack. "Otto membawa mereka ke tempat batu
longsor, lalu mengatakan gua harta ada di belakang tumpukan batu-batu itu
"sehingga akhirnya mereka putus asa dan pergi dengan tangan hampa. Dasar orang-
orang tolol!" "Sedang kita kita menemukan segala-galanya!" kata Lucy-Ann dengan gembira.
?"Ah, coba aku bisa menceritakan penemuan ini pada Bill!"
"Masih adakah gua lain-lainnya, kecuali yang dua ini?" tanya Jack pada dirinya
sendiri. la pergi ke ujung gua lukisan itu. "Ya di sini ada lagi lorong,
"menuju ke sebuah gua lainnya. Wah, di sini ada buku-buku. Dokumen-dokumen kuno!
Cepat lihatlah sendiri!"
?"Buku-buku kuno nilainya kadang-kadang sama tingginya seperti lukisan kuno,"
kata Philip, ia berdiri sambil memandang berkeliling, memperhatikan buku-buku
besar bersampul tebal yang bertumpuk-tumpuk di tempat itu. "Coba perhatikan buku
ini! Sebuah Kitab Suci, tapi ditulis dalam bahasa asing. Bukan main besarnya!
Dan lihatlah huruf-hurufnya yang kuno!"
?"Gua-gua ini memang merupakan tempat penyimpanan harta," kata Jack. "Harta yang
berasal dari berbagai gereja, perpustakaan dan museum! Kurasa yang
menyembunyikan dulu di sini panglima-panglima perang, dengan maksud mengambilnya
apabila perang sudah selesai lalu menjualnya dengan harga mahal sekali. Jahat
"sekali mereka itu, mencuri barang-barang begini!"
"He di sini ada lagi sebuah gua, tapi kecil!" seru Dinah, yang sementara itu
"berkeliaran sendiri. "Dan di dalamnya ada sebuah peti besar. Tidak, bukan hanya
satu tapi banyak! Apa isinya, ya?"
"Jack menghampiri salah satu peti besar itu, lalu membuka tutupnya. Matanya
terbelalak, ketika melihat mata uang bertumpuk-tumpuk di dalamnya. Warnanya
kemilau! "Emas!" kata Jack. "Rupanya ini mata uang emas salah satu negara. Tapi negara
mana, aku tidak tahu. Aku belum pernah melihat mata uang emas seperti ini.
Astaga! Peti-peti ini rupanya juga penuh berisi harta! Di mana-mana ada harta
yang nilainya luar biasa tingginya!"
"Aku rasanya seperti bermimpi," kata Lucy-Ann. Ia duduk di atas salah satu peti.
"Sungguh! Mula-mula gua dengan es atau stalak - apa namanya tadi" Ah, pokoknya
tonggak-tonggak putih itu lalu gua berbintang, gua berisi patung-patung
"kemilau dengan perhiasan emas permata, kemudian gua lukisan, gua buku dan
"sekarang, gua yang penuh dengan emas! Sulit rasanya percaya bahwa aku saat ini
bukan sedang mimpi!"
Kesemuanya itu memang luar biasa. Anak-anak duduk beristirahat sebentar di atas
peti-peti. Sinar pendar kehijauan juga agak menerangi tempat itu sinar yang
"tidak ketahuan dari mana asalnya, tapi nampak di mana-mana.
Dalam ruangan itu sunyi sepi. Anak-anak bisa mendengar bunyi napas mereka
sendiri. Mereka kaget, ketika Jack tiba-tiba terbatuk. Kemudian terdengar bunyi
lain memecah kesunyian di situ. Bunyi yang sama sekali tak disangka-sangka akan
terdengar di situ! "Tek-kotek-kotek!"
"Suara apa itu?" kata Lucy-Ann pelan, setelah ia pulih dari kekagetannya.
"Kedengarannya seperti ayam betina berkotek!"
"Ah, paling-paling Kiki," kata Jack, ia mencari-cari burung kakaktua itu. Tapi
Kiki bertengger tidak jauh dari situ, di atas sebuah peti.
Kelihatannya murung. Ia sudah bosan, terus-menerus berada dalam gua. Anak-anak
memandangnya. Mungkinkah yang berkotek tadi Kiki"
Mereka menunggunya berbunyi lagi seperti tadi. Tapi Kiki diam saja. Sesaat
kemudian terdengar kembali bunyi itu dengan jelas.
"Tek-tek-tek-kotek! Kotek-kotek!" Jelas bukan Kiki yang bersuara.
"Ayam betina!" kata Jack sambil meloncat berdiri. "Itu suara ayam betina, yang
baru saja bertelur! Tapi dalam gua di bawah tanah ini" Mana mungkin?""Anak-anak bergegas bangun semuanya. Dinah menunjuk ke arah belakang gua kecil
itu. Di situ kelihatan ada tangga.
"Bunyi itu datang dari sana," katanya.
"Biar aku saja yang memeriksa, apakah itu benar-benar ayam," kata Jack. "Rasanya
mustahil!" Dengan berhati-hati ia mendaki tangga yang menuju ke atas. Tepat pada saat itu
terdengar kembali suara berkotek-kotek yang tadi. Kiki terbangun dari tidurnya.
Ia kaget mendengar suara itu, lalu menirukannya. Seketika itu juga terdengar
bunyi kotek beruntun-runtun, seolah-olah pemilik suara itu heran ada yang
membalas panggilannya. Sementara itu Jack sudah sampai di ujung atas tangga. Di situ ada pintu lagi,
tapi tidak begitu kokoh seperti pintu yang pertama. Pintu itu terbuka sedikit.
Jack mendorongnya sedikit dengan hati-hati. Maksudnya agar ia bisa memandang ke
belakang pintu, tanpa ketahuan walau ia mengira hanya akan melihat seekor ayam
"betina di situ. Tapi ia melongo, ketika melihat pemandangan yang nampak di balik pintu. Dari
belakang, Philip mendorongnya. "Ayo, terus dong! Ada apa sih?"
Jack berpaling. "Aneh," katanya setengah berbisik, "tapi di sini ada sebuah ruangan kecil
"seperti sel dengan perabotan meja kursi dan lampu yang menyala! Dan di atas
" "meja ada makanan!"
"Kalau begitu cepat turun," bisik Dinah. "Jangan sampai kita ketahuan! Pasti di
sini ada orang yang menjaga harta, sampai teman-temannya datang mengambil. Yuk,
turun!" Tapi terlambat! Saat itu juga terdengar suara seseorang, dari ruangan sempit
yang baru saja diintip oleh Jack. Orang itu mengucapkan beberapa patah kata
"tapi anak-anak tidak memahaminya, karena diucapkan dalam bahasa asing. Suara itu
aneh, agak bergetar. Apakah yang akan terjadi sekarang"
Bab 23 PENJAGA HARTA Anak-anak tidak berani bergerak. Bahkan bernapas pun mereka tidak berani.
Siapakah yang ada dalam ruangan di ujung tangga itu" Saat itu terdengar kembali
suara yang tadi, mengulangi kata-kata yang tidak dimengerti oleh anak-anak.
Kemudian ada yang muncul di ambang pintu. Seekor ayam betina, berbulu coklat.
Ayam itu menelengkan kepala, memandang anak-anak.
"Kotek!" Ayam itu seolah-olah menyapa mereka dengan ramah.
"Kotek-kotek!" "Kotek!" balas Kiki. Lucy-Ann berpegang pada Dinah.
"Ayam itukah yang berbicara tadi?" bisiknya heran. Tentu saja bukan! Saat itu
terdengar lagi suara gemetar yang tadi. Anak-anak heran, karena suara itu
terdengar takut-takut. Tidak ada yang menghampiri Jack, yang saat itu masih berada di dekat ujung atas
tangga. Anak itu memberanikan diri, lalu melangkah masuk ke dalam ruangan.
Di bagian belakang ruangan itu, di bawah suatu lengkungan sempit yang menaungi,
berdiri seorang laki-laki tua. Di belakangnya ada seorang wanita yang tuanya
sama dengan laki-laki itu. Tapi ia lebih bungkuk. Keduanya tercengang memandang
Jack. Setelah itu mereka saling pandang-memandang, sambil berbicara dengan
cepat. Anak-anak tidak memahami kata-kata mereka.
Lucy-Ann ingin tahu, apa yang dilakukan Jack dalam ruang di atas itu. Abangnya
itu perlu ditemani! Ia menaiki tangga, mendatangi Jack. Kedua orang tua itu
semakin kaget, ketika tahu-tahu muncul lagi seorang anak Kali ini anak perempuan
tapi berambut merah dan dengan muka penuh bintik, seperti Jack.
Kemudian wanita tua itu berseru pelan. Ia mendesak maju, menghampiri Lucy-Ann.
Anak itu dirangkul dan diciumnya, sedang rambutnya yang. merah diusap-usap.
Lucy-Ann kaget ia tidak begitu senang. Siapakah wanita tua aneh itu, yang tiba-
tiba saja merangkul dan menciumnya itu"
"Dinah! Philip!" serunya ke luar. "Ayo naik! Di sini ada dua orang tua dengan
ayam mereka!" Tidak lama kemudian anak-anak sudah masuk semua ke dalam kamar bawah tanah yang
sempit itu. Begitu laki-laki tua itu mendengar mereka bercakap-cakap, ia
langsung ikut berbicara. Bahasa Inggrisnya aneh terpotong-potong "kedengarannya.
"Ah, ah! Kalian anak Inggris" Bagus, .bagus! Dulu, dulu sekali, aku pernah ke
negeri kalian yang indah. Di hotel yang besar, di London."
"Aduh, untung ia bisa berbahasa Inggris," kata Philip. "Tapi apa yang mereka
"lakukan di sini, dengan segala harta yang ada di tempat ini" Jangan-jangan
mereka bersekongkol dengan Juan serta kedua temannya!"
"Kemungkinan itu harus kita selidiki," kata Jack. "Mereka sendiri kelihatannya
tidak berbahaya. Tapi mungkin masih ada lagi teman-teman mereka di sini." Ia
menoleh pada laki-laki tua itu. Wanita yang tua masih sibuk dengan Lucy-Ann.
Kelihatannya mereka berdua sudah lama sekali tidak melihat anak-anak.
"Kecuali Anda, siapa lagi yang ada di sini?" tanya Jack.
"Cuma aku dan Elsa, istriku, serta Martha ayam betina kami," jawab laki-laki
"tua itu. "Kami menjaga segala barang yang ada dalam gua, sampai saat semuanya
dikembalikan ke tempat masing-masing. Mudah-mudahan saja itu akan bisa cepat
terjadi!" "Kurasa kedua orang tua yang malang ini belum tahu bahwa perang sudah lama
berakhir," kata Jack pada anak-anak yang lain, dengan suara pelan. "Aku ingin
tahu, siapa yang meninggalkan mereka di sini untuk menjaga barang-barang itu."
Ia bertanya lagi pada laki-laki tua itu. "Siapa yang menyuruh Anda menjaga
barang-barang itu?" "Julius Muller," jawab orang itu dengan segera. "Ah, dia itu orang hebat! Ia
berjuang terus melawan musuh, juga ketika mereka menyerang lembah kami dengan
tembakan, pemboman dan kemudian pembakaran rumah-rumah! Ialah yang berhasil
mengetahui bahwa musuh memakai gua-gua pegunungan kami untuk menyembunyikan
segala harta itu harta yang dicuri dari gereja-gereja kami, serta dari "berbagai tempat lain."
"Persis seperti yang kami sangka," kata Philip dengan penuh minat "Lalu"
Ceritakanlah lebih lanjut!"
"Kemudian orang-orang lari dari lembah kami," sambung laki-laki tua itu. "Banyak
di antara mereka yang terbunuh. Lembah menjadi kosong. Tinggal kami saja yang
masih ada di sini aku dan Elsa, istriku. Musuh tidak berhasil menemukan kami.
"Kami bersembunyi dengan babi dan ayam-ayam peliharaan kami. Lalu pada suatu hari
Julius Muller menjumpai kami. Kami disuruhnya kemari, lewat suatu jalan yang
diketahui olehnya. Kami harus menjaga harta ini. Bukan untuk musuh. Bukan
"melainkan untuk dia serta rakyat kami. Kata Julius, pada suatu waktu musuh pasti
akan bisa dikalahkan lalu lari dari sini. Saat itu ia akan kembali bersama yang
lain-lainnya untuk mengambil harta. Tapi sampai sekarang ia belum muncul!"
"Ia tidak bisa kemari, karena celah gunung buntu," kata Jack. "Tak ada lagi yang
bisa keluar-masuk lembah, kecuali dengan pesawat terbang. Perang sudah lama
berakhir. Tapi kini ada sekawanan orang jahat yang ingin mengambil harta itu.
Mereka mendengar kabar mengenai harta yang tersembunyi di sini, lalu bermaksud
hendak mencurinya." Laki-laki tua itu kelihatan takut. Tapi sekaligus juga bingung, seolah-olah
penuturan Jack hanya setengahnya saja yang dimengerti olehnya. Menurut perasaan
anak-anak, orang itu sudah begitu hidup terasing di bawah tanah, sehingga
pikirannya tidak mampu menampung terlalu banyak berita dari luar. Bagi orang itu
hal-hal yang penting hanyalah istrinya, harta yang harus dijaga dan mungkin
"juga ayam betinanya.
"Anda tinggal di sini" Dalam kamar ini?" tanya Lucy-Ann. "Lalu dari mana Anda
mendapat makanan" Senangkah ayam Anda tinggal di bawah tanah?"
"Di sini banyak sekali tersimpan makanan," kata laki-laki tua itu.
"Bahkan bagi Martha, ayam betina kami pun tersedia jagung. Ketika kami datang
kemari, kami masih punya enam ekor ayam, serta babi kami. Tapi babi kami itu
kemudian mati. Begitu juga halnya dengan ayam kami satu per satu mereka mati.
"Sekarang hanya Martha yang masih ada. Martha sudah tidak sering lagi bertelur.
Paling-paling sekali dalam dua minggu."


Lima Sekawan 03 Petualangan Di Lembah Maut di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Martha berkotek dengan bangga. Mungkin ia membanggakan telurnya yang sekali dua
minggu itu. Kiki menirukan koteknya, lalu menyusulkannya dengan bunyi leteran
bebek. Ayam betina itu kelihatan kaget, begitu pula halnya dengan kedua orang
tua itu. "Diam, Kiki!" kata Jack. "Kau ini mau pamer saja!"
?"Burung apa itu?" tanya Pak Tua. "Apakah itu apa yang namanya burung
" "kakaktua?"
"Betul," kata Jack. "Kiki ini kepunyaanku. Ia selalu ikut ke mana saja dengan
aku. Tapi tidak inginkah Anda mengetahui, bagaimana kami bisa sampai di sini?"
"Ah ya tentu saja!" kata Pak Tua. "Kau harus mengerti, segalanya ini datang
"dengan begitu tiba-tiba sedang otakku sudah tumpul. Aku tak mampu menyerap
"berbagai hal sekaligus! Tapi berceritalah mengenai diri kalian. Istriku tolong
" ambilkan makanan untuk anak-anak ini!"
Elsa tidak mengerti, karena ia tidak bisa berbahasa Inggris. Karena itu suaminya
mengulangi permintaannya sekali lagi, tapi dalam bahasa mereka. Kini wanita tua
itu mengangguk, tanda mengerti. Ia tersenyum, memamerkan mulutnya yang ompong.
Dibimbingnya Lucy-Ann, diajaknya ke tempat kaleng-kaleng dan botol-botol yang
berjajar di atas sebuah rak batu.
"Ia senang sekali pada Lucy-Ann," kata Philip. "Lihat saja, betapa sibuknya ia
dielus-elus." Laki-laki tua itu mendengar ucapan Philip, dan ia mengerti.
"Kami dulu punya seorang cucu perempuan," katanya. "Rupanya persis seperti anak
itu. Berambut merah, dan berparas manis. Cucu kami itu tinggal bersama kami.
Tapi pada suatu hari musuh datang. Cucu kami dibawa pergi. Sejak itu kami tidak
pernah melihatnya lagi. Dan kini istriku melihat cucu kami yang hilang itu pada
diri adik kalian. Kalian harus memaafkannya, karena mungkin ia benar-benar
menyangka Greta sudah kembali."
"Orang-orang tua yang malang," kata Dinah. "Alangkah sengsaranya hidup mereka.
Terasing dalam gunung, menjaga harta untuk Julius Muller menunggu-nunggu "kedatangannya kembali, tanpa mengetahui apa yang terjadi di dunia luar! Kalau
kita tidak datang, mungkin mereka takkan pernah keluar lagi."
Anak-anak merasa girang, karena Elsa ternyata menyajikan makanan yang enak-enak
bagi mereka. Tapi ia tidak mau melepaskan Lucy-Ann dari sisinya. Jadi anak itu
harus ikut terus ke mana pun wanita tua itu pergi.
Jack menceritakan pengalamannya bersama anak-anak yang lain pada laki-laki tua.
Tapi nampak jelas bahwa orang itu tidak bisa benar-benar mengikuti ceritanya. Ia
sendiri mengatakan, otaknya sudah tumpul. Ia tidak mampu menyerap begitu banyak
berita mengenai dunia yang sudah hampir dilupakannya.
Kiki benar-benar asyik saat itu. Martha, ayam betina peliharaan sepasang suami
istri tua itu rupanya biasa menemani mereka. Ia berkeliaran di bawah meja sambil
mematuk-matuk, serta menggeserkan tubuh pada kaki-kaki yang terjulur di situ.
Kiki meloncat turun untuk menemani ayam itu. Burung kakaktua itu mengoceh terus,
seolah-olah mengajak Martha mengobrol. Tapi pembicaraan itu tentu saja hanya
sepihak. "Sudah berapa kali kukatakan, bersihkan kaki?" katanya pada Martha. "Bersihkan
hidungmu. Masak air!"
Sebagai jawaban, Martha berkotek dengan sopan.
"Hampi dampi," sambung Kiki. Rupanya kini ia hendak mengajarkan beberapa lagu
kanak-kanak pada Martha. "Lihat, mereka minggat! Kwek-kwek-kwek!"
Ayam betina itu kelihatannya kaget. Ia mengibaskan bulunya sambil menatap Kiki.
"Kotekkotekkotek!" koteknya, lalu mematuk remah-remah makanan.
Lucy-Ann dan anak-anak yang lain cekikikan, mendengar obrolan aneh itu. Tiba-
tiba Lizzie muncul di atas meja, melihat begitu banyak makanan yang ada di situ.
Elsa kaget melihatnya. "Ini Lizzie," kata Philip, memperkenalkan kadalnya.
"Wah pasti mereka menyangka kita ini tamu aneh," kata Dinah. Lizzie diawasi
"terus olehnya, kalau-kalau datang mendekat "Tahu-tahu muncul dengan seekor
"kakaktua serta seekor kadal lalu ikut makan!"
?"Kurasa mereka tidak- begitu berkeberatan. kata Philip. "Mereka malah senang ada
yang menemani, setelah begitu lama sendirian terus!"Akhirnya mereka selesai makan. Elsa mengatakan sesuatu pada suaminya, dalam
bahasa mereka. Kemudian Pak Tua menoleh ke arah anak-anak.
"Istriku bertanya, kalian capek" Barangkali ingin beristirahat" Kami punya
tempat yang nyaman, jika ingin menikmati sinar matahari!"
Anak-anak tercengang mendengarnya. Matahari" Mana mungkin pasangan suami istri
tua itu bisa melihat matahari kecuali jika mereka pergi ke lubang di tebing
"gunung, melalui berbagai gua dan lorong yang berliku-liku"
"Di mana tempat itu?" tanya Jack.
"Ayo ikut," kata Pak Tua, lalu pergi meninggalkan ruangan sempit itu. Elsa
membimbing Lucy-Ann. Semuanya mengikuti Pak Tua, yang berjalan menyusur lorong
lebar yang digali di tengah batu.
"Kurasa lorong-lorong bawah tanah ini dulu disebabkan oleh aliran air di sini,"
kata Jack. "Tapi kemudian air mengalir ke arah lain. Lorong-lorong menjadi
kering, menjadi terowongan yang menghubungkan gua dengan gua yang lain."
Lorong yang dilalui berkelok sedikit. Tahu-tahu di depan nampak cahaya terang.
Sinar matahari! Ternyata mereka tiba di atas sebongkah batu pipih yang datar
bagian atasnya. Tempat itu diterangi sinar matahari, dan dikelilingi pakis serta
tanaman lain-lainnya. Asyik!
"Ini jalan lain untuk masuk ke gua harta," kata Dinah menduga. Tapi dugaannya
itu ternyata keliru. Bongkah batu besar itu menjorok ke luar, di atas jurang
yang dalam sekali. Tidak ada yang bisa memanjat naik atau turun dari situ.
Bahkan kambing gunung yang cekatan pun tidak bisa. Tempat itu memang enak untuk
menikmati cahaya matahari, seperti kata Pak Tua tadi. Tapi hanya untuk itu saja!
Martha mengais-ngais di atas batu. Anak-anak tidak mengerti, apa yang bisa
ditemukannya di situ. Kiki duduk di dekatnya, sambil memperhatikan. Ia kini
sudah berteman baik dengan Martha. Anak-anak juga merasa senang pada ayam betina
yang montok itu. Martha kelihatannya merupakan binatang kesayangan kedua orang
tua itu "seperti Kiki bagi mereka sendiri.
Mereka berbaring di atas batu. Enak rasanya sinar matahari yang menghangatkan
tubuh, setelah sekian lama berada di bawah tanah. Sementara masih berbaring di
situ, perhatian mereka kemudian tertarik mendengar bunyi berderu-deru di
kejauhan. "Itu air terjun kita," kata Lucy-Ann. "Wah mestinya ada di dekat-dekat sini,
"jika kita bisa mendengar bunyinya!"
Anak-anak terkantuk-kantuk. Pak Tua duduk di atas batu dekat mereka. la
kelihatannya puas. Elsa sudah menghilang lagi ke dalam.
"Aneh ya kalau dipikirkan," kata Dinah. "Harta karun sudah kita temukan tapi
" "kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kita terdampar di sini. Tidak bisa memberi
kabar pada siapa-siapa. Kemungkinan untuk itu takkan datang, selama jalan celah
masih terus buntu. Entah sampai kapan!"
"Aduh janganlah membicarakan hal-hal yang suram," kata Lucy-Ann memelas.
?"Pokoknya, .orang-orang jahat itu sudah pergi dari sini. Syukurlah! Aku takut
sekali, ketika mereka masih ada di lembah sini. Untung mereka sudah pergi lagi
sekarang!" Lucy-Ann terlalu lekas bergembira. Sesaat kemudian terdengar bunyi derum yang
sudah mereka kenal. Anak-anak langsung terduduk mendengar bunyi itu.
"Pesawat itu datang lagi! Sialan! Sekarang orang-orang jahat itu akan
berkeliaran lagi di sini. Jangan-jangan mereka berhasil memaksa Otto untuk
memberi keterangan pada mereka di mana harta itu sebenarnya disembunyikan," "kata Jack. "Sekarang kita harus hati-hati sekali"
Bab 24 JUAN MENEMUKAN GUA Anak-anak berunding. Apakah yang sebaiknya mereka lakukan sekarang" Bagaimana
jika orang-orang itu kini sudah tahu jalan masuk ke gua harta, lalu datang ke
situ" Mereka pasti akan mengangkuti segala harta yang ada di situ.
"Sedang kita tidak bisa mencegah mereka," kata Philip. "Mereka kasar-kasar.
Serombongan anak serta sepasang orang tua takkan mampu mencegah niat mereka
mengambil semua yang mereka ingini. Aku tidak melihat alasan lain kenapa mereka
kembali, kecuali untuk mencari harta itu lagi sampai dapat."
Anak-anak yang lain sependapat.
"Coba kita bisa lari dari sini, lalu memberi kabar pada Bill," desah Philip.
"Tapi sama sekali tidak ada kemungkinan itu."
Pesawat terbang itu belum nampak. Anak-anak baru mendengar bunyinya saja. Sedang
Pak Tua, kelihatannya sama sekali tidak mendengar apa-apa. Anak-anak lantas
memutuskan, lebih baik ia jangan diberi tahu. Nanti ia panik!
"Sekarang apa enaknya yang kita kerjakan?" kata Philip. "Tinggal di sini bersama
Pak Tua dan istrinya, menunggu apakah orang-orang itu betul datang lalu
mengambil harta yang tersimpan di sini" Dengan gampang kita bisa bersembunyi di
dekat-dekat sini. Atau kembali ke gua kita, di dekat air terjun" Di sana aku
merasa aman. Dan bekal makanan kita juga banyak di sana."
"Di sini juga banyak." kata Dinah. "Lebih baik kita tetap di sini saja. Nanti
kalau orang-orang itu betul-betul datang, kita bisa bersembunyi dalam gua
stalaktit. Di situ banyak tempat persembunyian, di balik tonggak-tonggak itu.
Mereka takkan melihat kita. Salah seorang dari kita bisa menjaga di sana, untuk
melihat siapa yang keluar-masuk'
"Mungkin kau benar," kata Jack. "Kita harus melihat apa yang terjadi. Apabila
orang-orang itu ternyata sudah berhasil menemukan tempat gua harta, pasti akan
banyak kesibukan di sini. Mengangkut barang-barang ke pesawat berulang kali
"sampai seluruh harta yang ada di sini sudah dibawa pergi."
"Aku takkan heran apabila mereka mendatangkan lebih banyak pesawat kemari,
begitu mereka sudah tahu pasti di mana harta itu terdapat," kata Philip. "Kan
repot dan memakan waktu lama, jika peti-peti itu diangkut satu per satu."
"Lucy-Ann tertidur! Aku juga ah," kata Dinah. "Enak rasanya berbaring di sini,
di tempat yang dihangatkan sinar matahari. Orang-orang itu belum datang
sekarang. Jadi belum perlu ada yang menjaga dalam gua."
"Kurasa masih lebih baik jika mulut gua yang dijaga," kata Philip sambil
berpikir-pikir. "Dengan begitu setiap orang yang datang akan bisa kita lihat
dengan segera." "Ya, itu memang gagasan yang lebih baik lagi," kata Jack, ia juga merebahkan
diri, hendak tidur-tiduran sebentar. "Aku yakin, orang-orang itu takkan mungkin
sudah datang hari ini. Sebentar lagi matahari terbenam. Mereka pasti akan
menunggu sampai besok "
Malam itu anak-anak bermalam di kamar tidur Elsa serta suaminya. Yang disebut
kamar itu sebenarnya rongga gua yang kecil di sebelah kamar duduk, di mana anak-
anak makan. Dalam kamar tidur terdapat setumpuk selimut yang bersih. Elsa dan
suaminya mendesak agar anak-anak mau tidur di kamar itu.
"Kami bisa tidur di kursi," kata Pak Tua. "Bagi kami, itu tidak apa-apa."
Elsa menyelimuti Lucy-Ann baik-baik, lalu menciumnya sebagai ucapan selamat
tidur. "Elsa sungguh-sungguh menyangka aku ini Greta, cucunya yang hilang," kata Lucy-
Ann. "Aku tak sampai hati menolak segala perhatiannya itu, karena aku merasa
kasihan padanya." Keesokan paginya sehabis sarapan, Jack menyatakan bahwa ia akan paling dulu
menjaga di mulut lorong yang menuju ke dalam gua. Setelah itu datang giliran
Philip, dua jam kemudian.
Kemudian Jack duduk di bibir lubang, di bawah lempengan batu besar yang menjorok
ke luar dari dinding tebing. Cuaca pagi itu cerah. Anak-anak yang lain ingin
melihat-lihat beberapa patung yang terdapat dalam patung gua. Pak Tua mengantar
mereka. Katanya, ia bisa menceritakan sejarah patung-patung itu pada mereka, dan
dari mana satu per satu berasal.
Jack duduk di tepi lubang, sambil memandang ke bawah, memperhatikan lereng
gunung. Dari tempatnya menjaga, ia bisa melihat gunung-gunung yang tinggi di
sekitar situ, satu di belakang yang lainnya. Hutan pohon pinus yang tumbuh di
lereng gunung-gunung itu kelihatannya seperti rumput pendek saja, karena begitu
jauh letaknya. la mendekatkan teropong ke matanya, untuk mengamat-amati burung
yang beterbangan di sekitar situ.
Daerah itu mengecewakan, bagi orang yang gemar mengamat-amati unggas liar.
Kelihatannya tidak banyak jenis yang ada di situ. Jack meneropong ke segala
arah. Segala-galanya diteliti olehnya.
Tiba-tiba ia kaget setengah mati. Saat itu ia mengarahkan teropongnya ke suatu
semak. Ia merasa seolah-olah melihat gerakan cepat di belakang semak itu.
Menurut dugaannya, mungkin ada burung atau binatang liar bersembunyi di situ.
Tapi ia sama sekali tidak melihat burung di situ. Ia melihat kepala dan bahu
seseorang. Orang itu Juan! Dan Juan ternyata sedang memperhatikan dirinya dengan
teropong. Sesaat keduanya saling meneropong.
Jack begitu kaget, sehingga sesaat ia seperti terpaku di tempatnya. Ia bisa
melihat Juan dengan jelas. Jadi orang itu pasti bisa melihat dirinya , dengan
jelas pula. Ternyata orang itu memang sudah kembali. Pasti ia hendak mencari
harta karun lagi! Apakah ia kebetulan saja sampai di lereng gunung situ" Atau
adakah peta pada dirinya, seperti peta yang diperoleh Jack dari Otto"
"Aduh rahasia harta kini ketahuan, karena aku," pikir Jack. Ia marah terhadap "dirinya sendiri. "Jika aku masuk sekarang, pasti dengan segera ia akan tahu di
mana letak jalan masuk ke gua harta. Tapi jika aku berusaha mengalihkan
perhatiannya dengan jalan pergi dari sini, ia pasti akan mengejarku. Aduh
"sekarang aku benar-benar terjebak!"
Juan masih terus saja memperhatikan Jack. Ia berlutut di balik semak, sementara
teropongnya terarah pada anak itu. Diperhatikannya setiap gerak-gerik Jack.
"Tak mungkin ia melihat lubang yang kududuki pinggirnya ini," kata Jack dalam
hati. "Kurasa paling baik aku pergi saja dari tempat ini, lalu memanjat tebing.
Jika itu kulakukan, dan Juan mengejar, ada kemungkinannya ia sama sekali tidak
melihat lubang ini."
Baru saja ia hendak melaksanakan niatnya itu, ketika tiba-tiba Philip melompat
dari dalam lubang lalu duduk di sisinya.
"Sekarang giliranku menjaga, Bintik," kata Philip. "He apa yang sedang "kauperhatikan?"
"Sayang kau muncul sekarang," kata Jack. "Di bawah ada Juan, Philip! Ia
memperhatikan diriku dengan teropong dan kini ia juga sudah melihatmu. Aku
"baru saja hendak mendaki tebing ini, supaya ia mengejarku, sehingga ada
kemungkinan ia tidak melihat lubang ini. Tapi kau tahu-tahu muncul. Sekarang ia
pasti tahu di sini ada gua. Pasti ia akan naik kemari dengan segera!"
"Astaga!" kata Philip kaget "Kalau begitu, kita perlu cepat-cepat memberi tahu
yang lain-lainnya." "Ya, itulah satu-satunya yang harus kita lakukan sekarang," kata Jack, sambil
meloncat ke dalam lubang. "Yuk! Juan pasti tidak memerlukan waktu lama untuk
naik sampai kemari. Sialan! Kenapa tidak terpikir olehku tadi bahwa ia mungkin
sudah ada di sekitar sini?"
Kedua anak itu bergegas-gegas menyusur lorong dan gua. Akhirnya mereka sampai
dalam kamar sempit yang mirip sel. Dinah dan Lucy-Ann ada di situ, begitu pula
Elsa beserta suaminya. Jack buru-buru menjelaskan apa yang baru saja terjadi.
"Kita harus bersembunyi," katanya. Tapi kedua orang tua itu kelihatannya tidak
menangkap maksudnya. Mereka tidak mau bersembunyi.
"Tidak ada yang perlu kami takuti," kata laki-laki tua dengan sikap anggun.
"Mereka takkan menyakiti kami."
"Anda salah duga," kata Jack dengan cemas "Ayolah, kita harus bersembunyi!"
Tapi kedua orang tua itu tetap tidak mau. Jack tidak bisa membuang-buang waktu
lebih lama untuk berbantahan, karena ia ingin cepat-cepat membawa Dinah dan Lucy-Ann ke tempat
yang lebih aman. "Dalam gua stalaktit?"" tanya Dinah. Jack mengangguk. Tetapi begitu masuk ke gua
patung, ia berhenti melangkah. Tidakkah tempat ini lebih baik lagi" Bagaimana
jika semuanya berdiri di sudut paling belakang, dengan sikap diam seperti
patung" Apakah orang-orang itu akan bisa mengetahui bahwa mereka ada di situ"
Kenapa tidak dicoba saja"
"Ambil beberapa helai selendang dari patung-patung," kata Jack. "Lalu lilitkan
menutupi kepala dan badan kalian. Lalu berdirilah di sana di belakang. Tapi "jangan bergerak sedikit pun."
Dengan cepat mereka sudah membungkus tubuh dengan selendang, lalu berdiri di
bagian belakang gua. "Kau masih ingat permainan kita dulu?" bisik Anne. "Kita harus berdiri diam-diam
seperti patung. Barang siapa bergerak, ditangkap. Aku merasa seperti sedang
melakukan permainan itu sekarang."
"Tapi sekarang kau harus benar-benar berdiri diam-diam, supaya jangan
tertangkap," kata Jack. "Ssst! Kedengarannya seperti ada orang datang."
"Sssst!" kata Kiki dengan segera. Jack memukul paruh burung kakaktua itu.
"Diam!" desisnya. "Kau hendak membuka rahasia kami, burung konyol?"
Kiki membuka paruhnya. Maksudnya hendak menguak sebagai protes. Tapi tidak jadi.
Ia terbang menjauh entah ke mana. Jack merasa lega melihat burung itu pergi.
"Ia khawatir, mereka akan ketahuan karena ocehan Kiki.
Saat itu terdengar langkah orang dalam lorong yang di depan. Pasti itu Juan!
"Rupanya ia sudah melewati gua stalaktit dan gua bintang," bisik Philip.
"Sekarang ia berada dalam lorong, menuju kemari. Sebentar lagi ia akan sudah ada
di depan pintu. Sayang kita tidak menutupnya tadi. Coba ditutup, ada kemungkinan
ia tidak tahu bagaimana cara membukanya lagi."
Pintu besar itu masih ternganga sedikit. Sementara anak-anak memandang ke arah
situ, mereka melihat daun pintu terbuka dengan pelan-pelan disusul laras


Lima Sekawan 03 Petualangan Di Lembah Maut di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"pistol yang diacungkan ke dalam. Rupanya Juan tidak mau mengambil risiko!
Lucy-Ann tersedak. Aduh mudah-mudahan saja orang itu tidak lantas menembak!
"Lucy-Ann ngeri terhadap senjata api.
Kini pintu dipentangkan lebar-lebar. Juan berdiri di ambangnya, dengan pistol di
tangan. Terdengar napasnya tersentak, ketika nampak olehnya sosok-sosok tubuh
dalam ruangan gua, dengan mata yang. bersinar kemilau.
"Angkat tangan!" tukas Juan pada patung-patung itu. Tentu saja patung-patung itu
tidak menuruti perintahnya. Tangan Juan nampak gemetar. Anak-anak langsung
menduga, pasti saat itu perasaan Juan segugup mereka, ketika pertama kali
melibat sosok-sosok tubuh yang tidak bergerak-gerak itu.
"Bersihkan kakimu!"
Anak-anak kaget, ketika tiba-tiba terdengar suara mengucapkan perintah itu.
Mereka tahu, itu Kiki. Burung itu bertengger di atas batu, tidak jauh di atas
kepala Juan. "Siapa itu!?" seru Juan. "Awas, jika ada yang berani bergerak, akan kutembak."
Patung-patung tidak bergerak. Keempat anak yang menyamar sebagai patung pun
tidak! "Siapa di situ?" seru Juan sekali lagi. Tiga tikus buta," balas Kiki, lalu
tertawa terkekeh-kekeh. Juan sudah tidak sanggup menahan kegugupannya lagi. Ia
mundur sedikit, sambil berusaha memperhatikan patung mana yang berbicara tadi.
"Cul si Anu muncul!" kata Kiki. Kemudian ia berkotek-kotek, menirukan Martha. "Tangan Juan yang memegang pistol nampak semakin gemetar. la maju selangkah,
menuruni jenjang untuk masuk ke dalam gua. Baru saat itulah ia melihat bahwa
sosok-sosok tubuh yang dilihatnya dalam cahaya remang itu sebenarnya hanya
patung yang dihiasi dengan emas permata. Kini ia tertawa keras.
"Goblok!" tukasnya terhadap diri sendiri.
"Goblok!" tukas Kiki menirukannya. Dengan cepat Juan memutar tubuh.
"Siapa itu" Tentunya salah satu dari kalian anak-anak itu, ya! Awas, kalau sudah
kutangkap nanti. Kini Kiki mengeong seperti kucing. Juan mencari kucing yang tiba-tiba muncul
itu. Tapi kemudian ia merasa, pasti itu perbuatan anak-anak lagi, yang ingin
menipunya. Sementara itu Kiki terbang dengan diam-diam ke gua sebelah, lalu
mengoceh pada dirinya sendiri di situ.
"Tu dua orang tua, lihat mereka minggat!"
"Sekali lagi Juan mengamat-amati patung yang banyak jumlahnya di tempat itu.
Kemudian ia masuk ke gua berikut. Anak-anak menarik napas lega. Tapi mereka
belum berani beranjak dari tempat masing-masing.
Rasanya lama sekali, barulah Juan kembali. Ia menggiring Elsa dan suaminya, yang
nampak sangat ketakutan. Juan berteriak-teriak pada mereka dan dalam bahasa
mereka, sehingga anak-anak tidak mengerti apa yang diteriakkannya.
Asmara Pedang Dan Golok 6 Panji Wulung Karya Opa Mereka Datang Ke Baghdad 1
^