Petualangan Dipuri Rajawali 3
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali Bagian 3
Ia sudah mengambil foto laki-laki itu. Tapi sayang tepat pada saat itu orang
yang satu lagi sedang menoleh, sehingga mukanya tertutup.
Kedua orang itu mendengar bunyi kamera. Mereka kelihatannya tercengang. Tapi
mereka lantas bergegas turun dari tebing, karena pada saat itu burung rajawali
betina datang lagi untuk menyerang. Kedua laki-laki itu lari ke halaman. Mereka
tidak bermaksud memeriksa tebing lebih lanjut. Keduanya sependapat, takkan
mungkin ada orang bersembunyi di tempat di mana terdapat sarang burung segalak
itu! Jack menunggu terus dalam semak. Ia memperhatikan kawanan rajawali yang gelisah
sekali karena kedatangan kedua laki-laki tadi. Jack lantas menduga bahwa kedua
burung dewasa itu bermaksud mengajak anak mereka meninggalkan sarang. Mereka
hendak mengajarinya terbang, karena merasa tidak aman ditinggal di sarang lagi.
Siapa tahu kedua makhluk berkaki dua tadi naik sampai ke sarang!
Jack melupakan rasa takutnya, karena perhatiannya terpikat pada usaha kedua
rajawali dewasa itu untuk mengajar anak mereka terbang.
Mereka mendesak-desak anak mereka sampai ke pinggir sarang, lalu mendorongnya ke
tepi tebing tempat sarang itu. Burung yang masih muda itu berusaha hendak masuk
kembali ke sarang. Tapi induknya terbang mengitari sambil menjerit-jerit.
Seakan-akan mengatakan dalam bahasa rajawali bahwa ia harus ikut terbang. Anak
rajawali kelihatan seakan-akan mendengarkan. Tapi kemudian memalingkan kepala.
Bosan diomeli rupanya! Namun tahu-tahu ia melebarkan sayap. Lebar sekali bentangannya. Jack memotret
beruntun-runtun, termasuk adegan anak burung itu mencoba sayapnya. Ia mengepak-
ngepakkan sayap dengan begitu bersemangat, sehingga kakinya nyaris tidak
menyentuh tepi tebing lagi. Kemudian dengan gaya yang indah, anak burung itu
membubung ke atas. Kedua induk dan bapaknya mendampingi sambil menjerit-jerit.
Anak burung itu sudah bisa terbang!
"Hebat!" kata Jack. Diambilnya gulungan film yang sudah terisi penuh dari
kameranya. "Mereka kembali atau tidak, ya" Tapi sebenarnya itu tidak menjadi
persoalan, karena aku sudah berhasil membuat foto yang indah-indah. Lebih baik
dari foto siapa pun juga!"
Ketika ia sedang memasang gulungan Film baru, didengarnya suara anak-anak
datang. Ia senang karenanya tapi di mana kedua laki-laki tadi?"Jack merayap keluar dari semak. Tusukan duri nyaris tak dirasakannya lagi. Ia
turun dari tebing, lalu menggabungkan diri dengan anak-anak yang datang. Dari
air mukanya mereka melihat bahwa ia hendak menceritakan sesuatu. Lucy-Ann
bergegas menyongsongnya. Apakah yang terjadi, Jack" Tampangmu begitu serius kelihatannya! Bayangkan
" "kami datang dengan bermacam-macam bekal. Soalnya, kami diizinkan berkemah di
sini selama beberapa hari! Bu Mannering hendak berkunjung ke Bibi Polly. Tapi
dalam beberapa hari lagi pasti sudah kembali."
Bibi Polly itu saudara Bu Mannering. Ia jatuh sakit, dan karena itu Bu Mannering
hendak menjenguknya. "Lalu ibuku mengatakan, jika kami mau, kami boleh ikut ke sini selama itu," kata
Dinah. "Tapi kau kelihatannya tidak begitu senang mendengarnya, Jack!"
"Begini soalnya," kata Jack. "Di sini ada sesuatu yang aneh. Sungguh-sungguh
aneh! Aku tidak tahu, tapi mungkin lebih baik kalian tidak datang saja. Aku
sudah membuat semua foto yang kuinginkan dari kawanan rajawali. Dan aku sungguh-
sungguh beranggapan, lebih baik jika kita semua pulang saja."
"Pulang ke Pondok Musim Bunga" Kenapa?"tanya Philip heran. "Ayo cepat "ceritakan segala-galanya, Jack!"
"Baiklah! Tapi mana Tassie?" tanya Jack, sambil memandang berkeliling.
"Ia tidak diizinkan ibunya ikut," kata Lucy-Ann. "Ketika Tassie menceritakan
bahwa kita semua akan ikut menginap di sini bersamamu, ibunya langsung panik. la
sama saja seperti orang-orang desa sini merasa ada sesuatu yang buruk dan
"menyeramkan di tempat ini. Ia benar-benar tidak mengizinkan Tassie ikut. Jadi
terpaksa kami tinggal."
"Tassie marah sekali pada ibunya," kata Philip. "Wah, caranya mengamuk, lebih
gila lagi daripada Dinah. ibunya dilabrak olehnya Tapi ibunya tidak kalah
galak. Tassie diguncang-guncangnya dengan keras. Yah pokoknya Tassie tidak
"bisa ikut sekarang. Tapi teruskan ceritamu tadi."
?"Kalian kalian tadi tidak berjumpa siapa-siapa sewaktu datang ke sini?" tanya
"Jack. Mungkin kedua laki-laki tadi sudah pergi, pikirnya.
"Kami melihat .0rang-orang di kejauhan kelihatannya seperti mereka bertiga,"
"kata Philip. "Kenapa kau bertanya?"
"Kayak apa tampang mereka" Ada yang berjanggut hitam?" tanya Jack lagi.
"Mereka tadi terlalu jauh dari kami, jadi kami tidak bisa melihat kayak apa
tampang mereka itu. Mereka melewati jalan lain," kata Philip. "Mungkin saja
mereka itu penggembala biri-biri. Setidak-tidaknya, begitulah menurut perkiraan
kami." "Mereka bertiga," kata Jack sambil merenung. "Kalau begitu laki-laki yang
bersembunyi juga ikut."
"Apa lagi yang kaugumamkan sekarang?" seru Dinah dengan perasaan tidak sabar.
Jack menceritakan pengalamannya, sementara anak-anak yang lain mendengarkan
sambil melongo. Ketika ia sampai pada pemaparan tentang ruangan tersembunyi di
bawah tanah, mata Lucy-Ann melotot begitu besar, sehingga kelihatannya nyaris
jatuh dari rongganya! "Ruangan bawah tanah dan ada orang tinggal di situ! Wah! Aku tahu apa yang
"akan dikatakan Tassie jika ia mendengarnya. Pasti ia mengatakan, itu pasti laki-
laki jahat itu," kata Lucy-Ann. "Dia tentu mengatakan, laki-laki itu terang akan
berusaha menangkap dan menawan kita, sehingga kita lenyap untuk selama-lamanya!"
"Ah, mana mungkin," kata Jack. "Tapi yang jelas, ada sesuatu yang tidak beres di
sini, dan kita harus menyelidiki apa itu. Coba Bill Smugs ada di sini pasti ia
"tahu apa yang harus dilakukan sekarang."
"Alamatnya saja kita tidak tahu," kata Philip. "Kita cuma mengetahui bahwa ia
ada di kota tempat kita berbelanja waktu itu. Dan ibu sekarang juga sedang tidak
ada! Jadi kita tidak bisa meminta nasihat padanya."
"Yah apakah dia ada atau tidak, tapi jelas bahwa kita harus kembali ke Pondok
" Musim Bunga," kata Jack. "Kita kan sudah pernah berurusan dengan orang-orang
berbahaya, dan kita tahu bahwa itu tidak menyenangkan! Aku tidak ingin terlibat
dalam urusan yang berbahaya, sementara kita juga harus menjaga adik-adik kita.
Jadi sebaiknya kita pulang saja semua."
"Betul," kata Philip. "Aku sependapat denganmu. Tapi karena menurut pendapatmu
tadi ketiga orang itu sudah pergi dari sini, bagaimana jika kita memeriksa kamar
tersembunyi itu sebentar, hm" Siapa tahu, mungkin kita menemukan sesuatu di situ
yang bisa dijadikan pegangan untuk mengetahui siapa yang tinggal dalam ruangan
itu. Dan kenapa ia ada di situ."
"Baiklah," kata Jack. "Yuk, kita ke sana. Kau juga ikut Kiki. Mana Button,
Philip?" "Tadi kutinggal bersama Tassie supaya ada yang menghibur anak itu selama kita "tidak ada," kata Philip. "Kasihan, Tassie sedih sekali ditinggal. Ah, sebentar
lagi dia akan pasti gembira melihat kita kembali."
Mereka masuk ke serambi yang luas. Jack dan Philip menyalakan senter mereka.
Mereka merasa pasti bahwa hanya mereka sendiri yang ada di puri saat itu,
sehingga tidak merasa perlu berhati-hati. Mereka berbicara dan tertawa-tawa
seperti biasanya. Jack mendului berjalan ke bagian belakang serambi. Sesampai di
situ ia memandang ke lantai.
Tapi lubang yang pernah dilihatnya di situ, kini sudah tidak ada lagi. Lenyap!
Anak-anak memeriksa lantai, barangkali ada tingkap. Tapi itu pun tidak ada.
Philip mulai sangsi Jangan-jangan kesemuanya hanya ada dalam impian Jack saja.
Tapi Philip bermata tajam. Tiba-tiba ia melihat pasak besi terpasang pada
dinding belakang serambi itu. Pasak itu licin mengkilat, seperti sering
dipegang. "Ini ada sesuatu yang aneh!" kata Philip, lalu menarik pasak itu kuat-kuat.
"Pasak itu bergerak dalam semacam alur. Dan tiba-tiba terdengar bunyi gemeretak
di lantai, dekat sekali ke kaki Lucy-Ann. Anak itu meloncat mundur, sambil
berteriak kaget. Ternyata lantai di depannya terbuka sebagian! Sekeping batu besar bergerak ke
arah bawah dan kemudian ke samping. Kini nampak undak-undakan batu, menuju ke
ruangan tersembunyi yang dilihat Jack malam sebelumnya. Napas anak-anak
tersentak karena kagum. "Aku teringat pada kisah Ali Baba atau AIadin," kata Dinah. "Yuk, kita turun,
ya" Ini benar-benar asyik!
"Sebuah lampu minyak menyala di atas meja panjang yang terdapat di bawah.
Diterangi lampu itu anak-anak meneliti isi ruangan. Philip, Lucy-Ann dan Dinah
bergegas menuruni tangga batu. Mereka mengamat-amati permadani dinding yang
berhiaskan pemandangan perburuan. Mereka juga melihat deretan baju zirah yang
mengelilingi ruangan. Begitu pula kursi-kursi besar dan berat, yang kelihatannya
untuk tempat duduk raksasa.
"Mana Jack?" tanya Philip.
"Mungkin mencari kata Dinah. "He, Philip lihatlah, itu ada lagi pasak di
"dinding, kayak yang di atas tadi. Apakah yang terjadi jika ditarik?"
Dinah menarik pasak itu. Dengan disertai bunyi gemeretak lagi, batu besar yang
tadi kembali lagi ke tempat semula. Ketiga anak itu terkurung di bawah tanah!
Gudang Download Ebook: www.zheraf.net
http://zheraf.wapamp.com Bab 17 KETAHUAN Mereka seperti terpukau memandang batu besar itu tergeser kembali ke tempatnya.
Tapi tiba-tiba Philip merasa gelisah.
"Minggir, Dinah!" katanya. "Coba kugerakkan pasak itu. Mudah-mudahan saja bisa!"
Philip menarik-narik pasak itu. Tapi sedikit pun tidak bergerak. Kini didorong.
Ditekan. Tapi semuanya percuma!
"Rupanya ini gunanya untuk menutup lubang, bukan untuk membuka," kata Philip. Ia
memandang berkeliling, mencari-cari kalau ada pasak atau tuas lain di dekat
situ. Pokoknya apa saja yang kelihatannya merupakan alat pembuka lubang. Tapi ia
tidak melihat apa-apa di situ.
"Tapi harus ada," katanya, "karena kalau tidak, mana mungkin Orang yang
bersembunyi di sini bisa keluar malam-malam. Jadi tentunya ada alat pembuka
lubang di sinil." Dinah dan Lucy-Ann ketakutan. Perasaan mereka tidak enak, terkurung dalam
ruangan bawah tanah seperti itu. Lucy-Ann merasa seakan-akan baju-baju zirah itu
memandangnya, senang melihat dia ketakutan. Lucy-Ann merasa seram melihat
benda-benda kuno itu. "Jack kan sebentar lagi pasti muncul di atas, Philip," kata Dinah. "Begitu ia
melihat lubang di atas tertutup, ia pasti akan menarik pasak itu lagi. Kita
tidak perlu khawatir."
"Ya, betul juga," kata Philip. Ia agak lega. "Tapi, kau memang konyol, Dinah!
Itulah, jangan suka mengutik-utik, kalau belum tahu apa gunanya."
"Ah kau sendiri pun begitu juga," Balas Dinah. "Ya deh, ya deh," kata Philip "mengalah, lalu memandang berkeliling lagi. Ia merasa tertarik pada baju zirah
yang berjejer-jejer itu. Ia kepingin sekali mencoba sebentar.
Saat itu juga timbul pikiran isengnya.
"He, aku tahu akal!" katanya. "Akan kupakai salah satu baju zirah ini, lalu
bersembunyi. Nanti kalau Jack turun setelah lubang dibuka, kalian jangan bilang
padanya aku pergi ke mana! Lalu aku tiba-tiba datang dalam pakaian zirah. Pasti
Jack akan takut setengah mati, kalau tiba-tiba melihat baju besi ini bisa
bergerak, menghampirinya dengan bunyi berdencing-dencing!"
, Dinah tertawa, begitu pula Lucy-Ann.
"Ya tapi cepatlah sedikit," kata Lucy-Ann. "Kau tahu cara memakainya?"
?"Ya, aku pernah mencobanya di sekolah, ketika diadakan pameran di sana," kata
Philip. "Sebetulnya gampang, asal tahu caranya. Tapi aku memerlukan bantuan
kalian." Tidak lama setelah itu Philip sudah berbaju zirah. Kepalanya tersembunyi dalam
ketopong. Ia bisa melihat dengan jelas lewat pelindung mata, tapi dari luar
tidak bisa dilihat bahwa dalam baju zirah itu ada orang. Philip melangkah dengan
bunyi berdencing-dencing, kembali ke tempat pakaian logam itu tadi terpasang.
Dinah dan Lucy-Ann tertawa cekikikan.
"Pasti Jack kaget setengah mati nanti! Kenapa dia tidak muncul-muncul juga,"
kata Lucy-Ann. "Bagaimana rasanya, Philip?" tanya Dinah, sambil memandang abangnya yang
berselubung baju zirah, dan kini berdiri tanpa bergerak sedikit pun di antara
deretan pakaian perang lain-lainnya.
"Yah, lumayanlah," kata Philip. "Tapi aku takkan mau disuruh berperang dengan
baju zirah. Berjalan beberapa langkah saja sudah kepayahan rasanya! Aku heran,
bagaimana para prajurit jaman dulu bahkan bisa bertempur dengannya"
Setelah itu Dinah dan Lucy-Ann melihat-lihat isi ruangan itu lagi. Mereka
memperhatikan gambar-gambar pemandangan yang menghias permadani. Mereka
duduk duduk di kursi kuno, meraba-raba senjata jaman dulu yang juga terpajang di"situ.
"Apa sih, yang sedang dikerjakan Jack?" tanya Lucy-Ann pada akhirnya. Ia mulai
cemas. "Lama . sekali, belum datang-datang juga. Aduh, Dinah! Jangan-jangan
orang-orang itu sudah kembali, dan kini Jack jatuh ke tangan mereka!"
"Ah, mana mungkin," jawab Dinah. Padahal dalam hati ia juga mulai merasa
gelisah. "Tapi kemana dia" Tadi dia kan cuma hendak memanggil Kiki! Tinggal
menunggu burung itu datang, lalu menyusul kita ke sini."
Tiba-tiba terdengar suara Philip., Bunyinya menggaung, karena ia berbicara di
dalam ketopong. "Kurasa orang-orang yang kita lihat tadi bukan dari sini datangnya," katanya.
"Setelah kupikir, tak mungkin mereka!"
"Apa maksudmu?" seru Dinah dan Lucy-Ann.
Keduanya memandang ketopong yang menutupi kepala Philip. Mereka semakin cemas.
"Coba ingat yang baik, di mana kita melihat mereka," kata Philip. "Kan jauh ke
sebelah bawah, sedikit di atas pertanian. Ya kan" Nah, kita tahu dari sana tidak
ada jalan menuju ke puri ini. Kalau kupikir benar-benar, aku yakin mereka itu
orang pertanian. Satu di antaranya pernah kita lihat di sana, kalau kita hendak
membeli telur. Maksudku yang jangkung sekali."
Dinah dan Lucy-Ann mengingat-ingat. Ya mereka melihat ketiga orang tadi memang
"tidak jauh dari pertanian.
"Kurasa kau benar, Philip," kata Lucy-Ann. Ia ketakutan. "Lagi pula, kalau
mereka tidak ingin ketahuan orang lain, kan konyol jika mereka berjalan lewat
dekat pertanian itu! Anjing-anjing di sana pasta menggonggong, lalu petani
keluar untuk memeriksa."
"Ya! Dan anjing-anjing itu tidak menggonggong, karena kita tidak mendengarnya,"
kata Philip. "Jadi itu bukti mereka memang orang dari pertanian. Aduh - kalau
begitu orang-orang yang dimaksudkan oleh Jack mungkin masih ada di sekitar
sini." "Kenapa Jack belum datang," kata Dinah. "Sedang apa dia sekarang?" ,
Jack memang lama sekali pergi. Tapi itu bukan kemauannya sendiri. Sewaktu anak-
anak yang bertiga turun ke ruangan bawah tanah, ia pergi menyusul Kiki. Burung
iseng itu terbang memasuki kamar di mana ia bersembunyi dengan Jack malam
sebelumnya. Ketika Jack masuk ke kamar itu, dari jendela tiba-tiba ia melihat
ketiga orang yang kemarin sedang berdiri di sudut halaman dalam.
"Astaga!" pikir Jack. "Ternyata Philip keliru. Orang-orang yang dilihatnya,
bukan mereka yang dari sini. Rupanya pekerja pertanian, yang mungkin hendak
memeriksa biri-biri atau melakukan tugas lainnya. Wah! Mudah-mudahan saja orang-
orang itu tidak lekas kembali ke ruangan bawah tanah!"
Jack melesat kembali ke serambi, mendatangi tempat di mana seharusnya ada lubang
di lantai. Tapi lubang itu tidak kelihatan, sudah tertutup batu besar kembali.
Jack kaget. Ia tidak tahu bahwa Dinah menarik pasak yang ada di bawah, sehingga
lubang tertutup lagi. Sesaat Jack bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apakah membuka lubang,
untuk memeriksa apakah anak-anak masih ada di bawah" Tapi jika itu dilakukan,
jangan-jangan tepat pada saat itu ketiga orang tadi masuk ke serambi!
Jack bisa mendengar suara mereka mendekat. Jack bergegas kembali ke kamar duduk
Karena tergopoh-gopoh ia menyenggol sebuah kursi.
Debu langsung berhamburan. Ia lari ke sebuah jendela lebar, lalu menyembunyikan
diri di balik gorden panjang di situ. Ia tidak berani menyentuhnya, karena pasti
akan langsung hancur menjadi debu jika tersentuh sedikit saja.
Ketiga orang yang di luar rupanya masih tetap mempersoalkan kantong yang berisi
sisa-sisa apel. Terasa jelas bahwa mereka tahu ada orang lain di situ kecuali
mereka. Jack kaget sekali ketika melihat bahwa orang-orang itu juga sudah
menemukan barang-barang bekal yang dibawa anak-anak tadi!
Barang-barang itu dibawa, lalu diletakkan di ambang pintu puri. Mereka meneliti
dengan cermat sekali. Jack berhasil menangkap satu dua patah kata. Tapi ia tidak
memahaminya. "Kita harus cepat-cepat pergi dari sini, begitu keadaan mengizinkan," kata Jack
dalam hati. "Kalau tidak, bisa gawat nanti. Coba Dinah dan Lucy-Ann tidak ada lagi di sini!
Aku harus berusaha menyelundupkan keduanya ke kamar yang ada jembatan papannya!"
Ketiga laki-laki yang berdiri di ambang pintu, kini memecah. Dua masuk ke puri.
Rupanya hendak mencari dengan teliti di dalam. Sedang yang ketiga tetap berdiri
di ambang gerbang sambil merokok. Kelihatannya ia bertugas menjaga halaman
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam. Jack tidak bisa membuka batu yang menutup jalan masuk ke ruangan tersembunyi.
Kalau ia mencobanya juga, laki-laki yang menjaga di ambang gerbang pasti akan
melihatnya. Jadi Jack terpaksa bersabar, menunggu perkembangan selanjutnya.
Ia berdiri di belakang gorden, sambil memasang telinga. Disayangkannya bahwa
Bill Smugs tidak ada di situ. Bill selalu tahu apa yang harus dilakukan pada
saat-saat gawat Tapi itu tidak aneh, karena Bill Smugs kan sudah dewasa!
Laki-laki yang berdiri di ambang gerbang sudah habis rokoknya. Tapi puntung yang
pendek tidak dilemparkannya sembarangan ke halaman. Tidak! Puntung itu
dipadamkannya dengan saksama pada permukaan mata uang yang diambilnya dari
kantong. Setelah itu dimasukkan ke dalam sebuah kotak kaleng kecil. Rupanya ia
tidak mau meninggalkan bekas-bekas yang bisa dijadikan petunjuk bahwa ia ada
dalam puri. Setelah itu ia berpaling dan masuk ke serambi. Jack menahan napas. Didengarnya
langkah orang itu menggema. Mungkinkah hendak kembali ke kamar tersembunyi"
Ternyata memang begitu! Laki-laki itu pergi ke bagian belakang serambi. Sesampai
di situ ia meraba-raba dinding. Jack menduga, orang itu pasti mencari-cari
pasak. Ia lantas menyelinap ke balik pintu kamar, lalu mengintip ke luar lewat
celah daun pintu. Dari situ ia bisa melihat apa yang sedang terjadi.
Laki-laki tadi menarik pasak. Batu besar di lantai tergeser dengan bunyi
gemeretak. Jantung Jack seakan-akan berhenti berdenyut. Apakah yang terjadi
sekarang" Apa kata orang itu, apabila ia melihat ada tiga orang anak dalam
ruangan bawah tanah"
Dinah dan Lucy-Ann juga mendengar bunyi batu besar tergeser. Mereka mendongak
Sedang Philip mengintip dari dalam ketopong, dengan harapan bahwa yang datang
itu mudah-mudahan Jack. Ketiga anak itu kaget setengah mati karena yang berdiri di ujung atas tangga "bukan Jack, tapi seorang laki-laki yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.
Dan orang itu menatap mereka dengan heran bercampur marah!
Orang itu tentu saja hanya melihat Dinah dan Lucy-Ann. Kedua anak perempuan itu
memandang dengan tubuh gemetar. Mereka melihat tampang seseorang yang tidak
menyenangkan. Berhidung besar, mata terpicing dan bibir yang sangat tipis.
Alisnya tebal dan panjang, setengah menutupi mata.
"Nah!" tukas orang itu. Matanya semakin dipicingkan. "Nah! Kalian datang ke
sini, lalu memasuki kamarku! Mau apa kalian?"
Lucy-Ann mulai terisak-isak karena takut. Jack sudah kepingin saja mendorong
orang itu supaya jatuh dan patah lehernya. "Orang jahat, menakut-nakuti Lucy-
Ann!" pikirnya dengan marah. Ia kepingin sekali berani muncul, untuk menenangkan
adiknya. Kemudian terdengar langkah orang datang. Laki laki yang dua lagi kembali. Teman
"mereka juga mendengar langkah mereka, lalu memanggil dalam bahasa asing yang
tidak dimengerti oleh Jack. Tapi jelas bahwa orang itu memanggil teman-temannya.
Philip, yang masih bersembunyi dalam baju zirah, memakai kesempatan itu untuk
membisikkan petunjuk-petunjuk pada Dinah dan Lucy-Ann.
"Jangan takut! Mereka pasti mengira kalian berdua cuma iseng, datang ke puri ini
untuk melihat-lihat. Bilang saja begitu pada mereka! Tapi jangan bilang apa-apa
tentang aku atau Jack. Sebab kalau sampai ketahuan, nanti kami tidak bisa
menolong kalian! Jack kan masih ada di atas. Dia pasti mencari kalian, lalu
menolong kalian lari dari sini. Aku sendiri akan tinggal di sini terus, sampai
ada kesempatan minggat. Mereka kan tidak tahu bahwa aku bersembunyi di sini."
Philip tidak bisa mengatakan apa-apa lagi, karena saat itu ketiga laki-laki tak
dikenal itu menuruni tangga dan masuk ke kamar tersembunyi. Satu di antaranya
berjanggut hitam lebat. Temannya tercukur licin dagunya. Tapi laki-iaki yang
mula-mula dilihat oleh Dinah dan Lucy-Ann. dialah yang paling jelek tampangnya
di antara ketiga orang berparas buruk itu.
Lucy-Ann sudah mulai menangis lagi. Dinah memang juga sangat ketakutan, tapi
biar bagaimana ia sudah bertekat tidak akan menangis.
"Mau apa kalian kemari?" tanya laki-laki yang beralis gondrong. "Ayo cepat
mengaku kalau tidak mau menyesal nanti!"
"Bab 18 TERKURUNG DALAM PUR! "Kami kan cuma ingin melihat-lihat puri," kata Dinah. Ia memaksa diri, supaya
suaranya tidak terdengar gemetar. "Andakah pemiliknya" Kami tidak tahu."
"Bagaimana kalian bisa sampai di kamar ini?" tanya si jenggot hitam sambil
mendelik. "Secara kebetulan saja," jawab Dinah. "Kami sendiri sampai kaget setengah mati,
tadi! Izinkanlah kami pergi. Kami berdua kan tidak berniat jahat."
"Ada orang di luar kalian yang tahu bahwa kami ada di sini, atau tahu tentang
ruangan ini?" tanya si alis gondr0ng.
"Tidak, tidak ada,"jawab Dinah. "Kami pun baru sekarang ini melihat Anda
bertiga. Baru sekarang kami menemukan ruangan ini. Izinkanlah kami pergi, Pak'"
"Kurasa kalian sudah beberapa hari ada di sini," kata orang itu. "Kami menemukan
barang-barang kalian. Seenaknya saja, berani masuk tanpa izin!"
"Kami tidak tahu puri ini ada pemiliknya," kata Dinah sekali lagi. "Dari mana
kami bisa mengetahuinya" Tidak pernah ada orang kemari. Orang desa takut sekali
pada tempat ini." "Kalian cuma berdua saja di sini?" tanya laki-laki berjanggut tebal dengan nada
curiga. "Kan Anda bisa melihat sendiri," kata Dinah.
Dalam hati ia berdoa, semoga tidak ada di antara ketiga orang itu yang mendapat
gagasan tiba-tiba untuk memeriksa baju zirah yang berjejer-jejer di situ.
"Kami sudah memeriksa ke mana-mana," kata laki-laki berdagu licin. "Pasti tak
ada lagi orang lain di tempat ini!"
"Izinkanlah kami pergi," kata Dinah memohon. "Kami berjanji takkan kembali lagi
ke sini." "Ah tapi begitu sampai di rumah, kalian lantas bercerita panjang lebar tentang"apa saja yang kalian lihat di sini, begitu kan?" kata laki-laki berjanggut
tebal. Caranya berbicara menyeramkan. Lemah lembut, tapi berisi ancaman! "Tidak,
Nona-nona cilik kalian harus tetap di sini sampai pekerjaan kami selesai.
"Setelah itu, apabila kalian tidak mungkin menghalang-halangi lagi, mungkin akan
kami bebaskan. Mungkin, kataku! Pokoknya, itu tergantung dari tingkah laku
kalian sendiri!" Philip yang bersembunyi dalam baju zirah, gemetar tubuhnya menahan marah. Jahat
sekali orang itu, menakut-nakuti anak yang sudah takut!
Tapi Philip tidak berani bertindak, karena khawatir keadaan akan semakin parah
jadinya. "Hah, sekarang kami ada urusan yang perlu dirundingkan," kata si janggut tebal.
"Kalian boleh ke luar, tapi harus segera datang jika dipanggil."
Dengan perasaan lega, Dinah dan Lucy-Ann bergegas naik ke atas. Batu besar
tergeser dan menutup lubang lagi.
Kita harus minggat dari sini," bisik Dinah sambil membimbing Lucy-Ann. "Kita
"harus melakukannya dengan segera, mencari bantuan untuk menolong Philip. Aku tak
berani membayangkan apa yang terjadi pada dirinya, jika ia sampai ketahuan ada
di bawah." "Mana Jack?" tanya Lucy-Ann terisak-isak. "Kenapa tidak datang?"
Saat itu Jack tidak jauh dari situ. Begitu terdengar batu tergeser menutup
lubang, disusul bunyi bisikan Dinah dan isak tangis Lucy-Ann, dengan segera anak
itu melesat keluar dari kamar duduk. Lucy-Ann melihatnya muncul, lalu
menyongsongnya dengan gembira.
Jack merangkul adiknya sambil menepuk-nepuk.
"Sudahlah, Lucy-Ann, kau tidak perlu takut lagi,"bujuk Jack. "Kita akan minggat
dari sini dengan segera, lalu mencari bantuan untuk menyelamatkan Philip. Jangan
khawatir. Sudahlah, jangan menangis terus."
Tapi Lucy-Ann masih saja menangis. Kini, karena gembira bertemu kembali dengan
Jack, dan bukan lagi karena takut. Jack mengajak mereka pergi ke tingkat atas
puri. "Sebentar lagi kita akan sudah sampai di jembatan tebing, dan setelah itu kita
aman," katanya. "Dan dengan segera kita akan kembali untuk menyelamatkan Philip.
Jangan khawatir." Mereka menaiki tangga yang lebar, lalu menyusur lorong panjang yang diterangi
sinar matahari yang masuk dari deretan jendela sempit. Mereka sampai di ruangan
yang jendelanya dipakai untuk menyeberang ke tebing.
Dengan gembira Dinah lari menuju ke jendela. Ia ingin cepat-cepat menyeberang ke
tebing yang aman. Tapi sesampai di situ, ia tertegun karena kaget. Di ambang
jendela tidak terpasang papan!
"Bukan ini kamarnya!" seru anak itu. "Cepat, Jack, cari kamar yang benar!"
Mereka bergegas lari ke kamar sebelah. Tapi itu juga bukan, karena pada ambang
jendelanya tidak ada papan terpasang ke tebing seberang. Mereka pindah lagi ke
kamar berikut, Di situ pun tidak ada papan.
"Aduh, ini rasanya seperti mimpi buruk," kata Dinah. la menggigil ketakutan.
"Biar berapa kamar yang kita masuki, papan itu tetap saja tidak ada."
"Tenang, tenang," kata Jack. Jangan gugup! Kita kembali saja ke ujung gang ini,"lalu mulai memeriksa dari sana. Satu per satu kamar kita masuki. Nanti pasti
ketemu juga!" Tapi harapannya sia-sia. Papan jembatan tetap tidak mereka jumpai. Dalam kamar
terakhir mereka berdiri dengan bingung.
"Wah kurasa orang-orang itu sudah mengetahui bagaimana cara kita masuk ke
"sini," kata Jack, "dan kini papan kita disingkirkan!"
"Aduh!" keluh Dinah, lalu menjatuhkan diri ke lantai yang berdebu dan duduk di
situ. "Kakiku lemas! Sekarang aku mengerti kenapa kami berdua tadi dibolehkan
keluar dari kamar tersembunyi. Rupanya karena papan kita sudah mereka ambil,
sehingga kita tidak bisa lagi minggat lewat situ!"
"Ya, memang!" kata Jack dengan lesu. Ia ikut duduk di lantai, sambil berpikir-
pikir. "Aku ingin tahu, di mana mereka menaruh papan kita itu."
"Mungkin dijatuhkan begitu saja ke bawah," kata Dinah, semakin lesu.
"Tidak, tidak mungkin mereka melakukan hal itu, karena siapa tahu ada orang lain
yang mengetahui jalan masuk itu," kata Jack. "Kita cari saja papan itu."
Bertiga mereka mencarinya ke mana-mana. Tapi tidak berhasil. Rupanya papan itu
disembunyikan dengan sangat baik, sehingga tidak bisa ditemukan oleh anak-anak.
Akhirnya mereka putus asa.
"Sekarang bagaimana setelah ketahuan bahwa kita tidak bisa melarikan diri?"
"kata Dinah. "Sudahlah, jangan menangis terus, Lucy-Ann! Toh tidak ada gunanya!"
"Jangan ganggu dia," kata Jack, yang merasa kasihan pada adiknya. "Ini benar-
benar gawat, Kita terkurung dalam puri, tanpa ada kemungkinan melarikan diri.
Dan Philip yang ada dalam kamar bawah tanah, setiap saat bisa ketahuan. Kalau
dia bersin atau batuk sedikit saja sudah, habis riwayatnya!"
"Lucy-Ann ketakutan mendengar perkataan Jack. Dengan segera dibayangkannya Philip
yang malang, susah payah menahan supaya jangan bersin.
"Ternyata kita sekali lagi terjerumus ke dalam suatu misteri yang aneh, kata
"Jack. "Aku sama sekali tidak mengerti apa-apa! Misalnya saja, apa sebabnya
orang-orang itu bersembunyi di sini. Tapi yang jelas, semuanya bukan orang baik-
baik! Kurasa mereka tentunya anggota salah satu gerombolan penjahat, yang saat
ini sedang merencanakan sesuatu aksi. Aku kepingin mencegah mereka, tapi mana
mungkin dalam keadaan sekarang ini! Satu-satunya yang baik saat ini, mereka "tidak tahu aku juga ada di sini, dan bahwa Philip bersembunyi di tempat
pertemuan rahasia mereka!"
"Coba kita bisa keluar dari sini," keluh Lucy-Ann. "Bibi Allie memang sedang
pergi, tapi kita kan bisa minta tolong pada orang lain. Pada petani, misalnya."
"Aku tidak melihat kemungkinan bagi kita untuk minggat, karena jalan satu-
satunya sudah tidak ada lagi," kata Jack. "Dan Tassie kurasa takkan muncul,
karena sudah diancam oleh ibunya akan dipukul apabila masih berani."
"Kita harus berusaha agar orang-orang itu tidak tahu kau juga ada di sini,
Jack," kata Dinah. "Di mana tempat persembunyian yang aman"
?"Dalam semak, di atas tebing," kata Jack. "Itu tempat yang paling aman untukku.
Kalian berdua turun dulu ke serambi. Tolong lihatkan, apakah lubang masih
tertutup. Jika masih, aku akan cepat-cepat turun lalu pergi bersembunyi ke atas
tebing. Lalu kalian bisa duduk duduk di batu, sambil membisikkan padaku kalau
"ada perkembangan baru.
?"Coba kita tahu, lewat mana Button keluar masuk," kata Lucy-Ann. "Kalau tahu,
mungkin kita bisa mencoba minggat lewat situ. Cuma kalau lubang kelinci,
tentunya terlalu sempit bagi kita."
Dinah dan Lucy-Ann pergi ke serambi. Ternyata batu besar masih ada di tempat
semula. Mereka menggapai Jack, menyuruh dia turun. Anak itu cepat-cepat lari
melintasi serambi menuju ke pintu gerbang, lalu memotong halaman dalam ke tebing
berbatu yang terdapat di sudut. Dipanjatnya tebing sampai ke semak lebat
tempatnya bersembunyi, lalu menyusup ke situ.
Dinah dan Lucy-Ann ikut naik ke tebing, supaya bisa berada di dekat Jack. Dari
tempat mereka duduk, segala-galanya yang ada hubungannya dengan puri bisa
dilihat dengan jelas. Keduanya membuka sebuah bungkusan bekal lalu mulai makan,
walau Lucy-Ann merasa tidak berselera.
Jack juga diberi, disodorkan padanya ke dalam semak.
"Untung bekal kita banyak sekali," kata Dinah. "Jadi tidak apa-apa jika kita
lama terkurung di sini!"
"Coba ibumu tidak pergi, ia pasti akan cemas jika kita tidak pulang," kata Lucy-
Ann. "Lalu ia minta tolong orang untuk mencari kita ke puri. Tapi sekarang
"takkan ada yang datang menolong kita!"
"Ssst! Itu dua dari orang-orang tadi muncul," desis Dinah. "Jangan ngomong lagi,
Jack." Kedua laki-laki itu memanggil-manggil. Dinah menjawab dengan nada tidak senang.
Kedua anak perempuan itu digapai, disuruh turun dari tebing.
"Nah -- kalian berhasil menemukan papan kalian?" tanya laki-laki yang berjanggut
hitam dengan suara disopan-sopankan. Temannya terkekeh-kekeh.
"Tidak, karena sudah diambil oleh kalian," kata Dinah masam.
"Ya tentu saja! Ide kalian itu bagus sekali, tapi sayang kami tidak
"menyukainya," kata si janggut hitam. "Sekarang kalian sudah tahu kalian takkan
bisa melarikan diri. Jadi kalian boleh berada di halaman ini dengan tenang, dan
kalau malam tidur nyenyak di tempat tidur besar yang ada di bawah.
Kami sendiri harus pergi, karena ada urusan penting. Tapi kalian tidak boleh
naik ke menara, mengerti! Ke tingkat atas saja pun tidak, supaya kalian jangan
bisa memberi isyarat minta tolong.
Jika kalian tidak mematuhi larangan ini, bisa menyesal kalian nanti. Ada
kemungkinan akan dikurung dalam sel bawah tanah, yang banyak tikus dan
kumbangnya!" Dinah menjerit, ngeri membayangkan dikurung dalam tempat seseram itu.
"Nah, itulah! Lebih baik kalian patuh, supaya tidak diapa-apakan," kata laki-
laki berjanggut hitam. "Sebaiknya kalian tetap di halaman dalam ini, dan kalau
dipanggil harus datang dengan segera. Kami tahu, kalian cukup banyak membawa
bekal makanan. Sedang air bisa diambil dari dapur. Kan ada pompa di situ."
Dinah dan Lucy-Ann tidak menjawab. Kedua laki-laki itu pergi lagi, masuk ke
puri. "Bagaimana dengan Philip?" tanya Lucy-Ann setelah beberapa saat. "Pasti ia
kelaparan di bawah. Coba kita bisa menyelamatkannya!"
"Ah dia takkan kelaparan. Di atas meja banyak makanan, asal ia bisa "mengambilnya," kata Dinah. "Coba kita sekarang bisa memberi kabar pada Tassie,
supaya ia memanggil bantuan. Cuma bagaimana caranya?"
"Bagaimana jika Kiki yang kita suguh dengan surat terikat ke kakinya, seperti
merpati pos?" kata Lucy-Ann. "Ah, kurasa Kiki takkan mau meninggalkan Jack!
Burung itu pintar sekali, tapi kurasa ia takkan bisa kita jadikan pesuruh untuk
menyampaikan berita."
Tapi kemudian ternyata muncul pesuruh yang sama sekali tidak mereka duga!
Bab 19 LUCY -ANN MENDAPAT AKAL Seharian kedua anak perempuan itu berada di halaman dalam. Mereka tidak pernah
pergi jauh-jauh dari tebing. Dengan begitu mereka bisa mengajak Jack mengobrol.
Kasihan anak itu, harus mendekam terus di tempat persembunyiannya yang sempit
dalam semak. Mereka bertanya-tanya, bagaimana keadaan Philip dalam ruangan bawah tanah.
Apakah ia sudah ketahuan"
"Konyolnya, orang-orang itu berbicara dalam bahasa yang tidak kita kenal," kata
Dinah. "Karenanya Philip takkan bisa mengetahui rahasia apa yang mereka rundingkan.
Padahal tempatnya bersembunyi begitu dekat pada mereka!"
"Ya, memang, kata Lucy-Ann. "Tapi aku lebih senang jika ia tidak ada di sana!
Kalau aku pasti sudah setengah mati ketakutan, bersembunyi dalam baju zirah yang
akan berdentang-dentang begitu aku bergerak sedikit saja!"
"Ah, kalau Philip pasti tidak takut," kata Dinah. "Ia jarang merasa takut,
Kurasa ia malah asyik!"
Tapi Lucy-Ann tidak mau percaya. Menurut pendapatnya, ucapan Dinah itu konyol.
Tapi Dinah memang tidak begitu sayang pada abangnya, seperti Lucy-Ann terhadap
Jack. Lucy-Ann membayangkan betapa tidak enaknya jika Jack yang bersembunyi
dalam ruangan bawah tanah, dengan risiko setiap saat bisa ketahuan!
"Ha, bergembiralah sedikit!" bisik Jack dari dalam samak, ketika melihat air
muka Lucy-Ann yang sedih, "Ini kan petualangan!"
"Petualangan baru kusenangi kalau sudah berakhir," kata Lucy-Ann. "Kalau sedang
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terjadi, tidak! Aku sama sekali tidak ingin mengalami petualangan ini. Kita kan
tidak mencarinya, tapi tahu-tahu saja sudah terlibat di dalamnya!"
Ah, sudahlah kurasa akhirnya semua pasti beres," kata Jack menghibur." "Tapi Lucy-Ann sama sekali tidak melihat kemungkinan itu. Sudah jelas mereka
tidak bisa lari dan puri. Begitu pula takkan ada yang datang menyelamatkan
mereka. Sore itu mereka makan di atas tebing. Jack juga mendapat bagian. Tubuh anak itu
sudah pegal. Kepingin sekali rasanya bisa menjulurkan kaki yang terasa kaku.
Tapi ia tidak berani. Kalau sudah malam, mungkin bisa!
Matahari terbenam di ufuk barat. Kiki mulai mengoceh, karena bosan harus
bersembunyi terus. Ia dibiarkan saja menyerocos, sementara Dinah dan Lucy-Ann
berjaga-jaga, jangan sampai orang-orang itu muncul dengan tiba-tiba dan
mendengar suara kakaktua itu.
"Kasihan Kiki, sayang, sayang! Jerangkan air, hidup Ratu! Sekarang perhatian!
Perhatian. Duduk yang lurus. Jangan bercanda terus. Berapa kali sudah kukatakan,
hidup Ratu!" Dinah dan Lucy-Ann terkikik. Kiki memang kocak sekali kalau sudah mengoceh.
"Bagus, Kiki!" kata Jack. Diusap-usapnya tengkuk burung kesayangannya itu. "Kau
sudah bosan, ya" Nanti kalau sudah gelap, kau boleh terbang berkeliling sedikit.
Tapi jangan berteriak kayak lokomotif, nanti musuh kita datang!"
Hari mulai malam. Bintang mulai nampak satu-satu di langit gelap.
"He! Kalian berdua, turun! Kalian harus tidur!"Ternyata kedua laki-laki tadi
sudah kembali. Mereka berdiri di halaman dalam, sambil memanggil-manggil.
"Kami masih ingin di luar. Kami tidak apa-apa, dalam gelap," balas Dinah. Ia
ingin berjalan-jalan dulu di halaman dengan Jack, sebelum masuk lagi ke ruangan
bawah tanah bersama Lucy-Ann.
"Kalau begitu kami beri waktu setengah jam,"seru laki-laki yang berjanggut.
Kedua laki-laki itu masuk lagi. Dinah menyelinap turun dari tebing, lalu
membuntuti mereka. Dilihatnya kedua orang itu menuruni tangga batu, masuk ke
kamar bawah tanah. Setelah itu terdengar bunyi gemeretak, tanda batu besar
tergeser lagi menutup lubang.
Dinah bergegas kembali ke tempat Jack bersembunyi.
"Ayo, Jack," bisiknya. "Mereka sudah turun ke bawah tanah. Sekarang kan sudah
cukup gelap. Kau bisa keluar dengan aman sekarang."
Jack menyusup ke luar. la merasa lega, bisa bergerak lagi dengan leluasa. la
menggeliat. "Aduh, tubuhku pegal sekali rasanya," katanya mengeluh. "Yuk, kita jalan-jalan
sebentar di sini, supaya urat-uratku lemas kembali. Sekarang sudah cukup gelap.
Aku pasti takkan ketahuan."
Mereka mulai melangkah sambil bergandengan tangan. Tapi tahu-tahu ada sesuatu
menubruk dari tempat gelap. Nyaris saja Jack jatuh terjerembab karenanya. Jack
tertegun. "Apa itu" Mana senterku!" Dinyalakannya senter sebentar, lalu cepat-cepat
dipadamkan kembali karena takut terlihat orang-orang tadi. Ia berseru pelan.
"Ini kan Button! Bagaimana kau bisa tiba-tiba ada di sini" Wah - senang sekali
rasanya melihatmu!" Button menggeram pelan karena gembira, sambil berguling-guling di tanah.
Kelakuannya persis anak anjing yang sedang senang. Tapi walau begitu ia seakan-
akan mencari sesuatu. Anak-anak tahu, pasti ia mencari Philip.
"Kau tidak bisa mendatanginya, Button," kata Jack sambil mengelus-elus anak
rubah itu. "Kau harus cukup puas dengan kami saja. Philip tidak ada di sini."
Anak rubah itu menggonggong pelan. Kiki yang saat itu duduk di atas pundak Jack,
langsung menirukannya. Rupanya ia jengkel melihat saingannya muncul. Button
melonjak hendak mencapai Kiki, tapi tidak berhasil. Kiki bersuara seperti
mengejek Button pasti jengkel kalau mengerti artinya. Tapi ia tidak mengerti.
"Jack!" seru Lucy-Ann dengan tiba-tiba. Tapi tentunya seruan itu pelan, supaya
tidak terdengar orang lain. Dipegangnya lengan abangnya. "'Aku punya akal!"
"Akal apa?" tanya Jack Anak itu tidak pernah menganggap gagasan Lucy-Ann hebat.
"Tidak bisakah Button kita jadikan perantara" Tidak bisakah ia kita suruh
kembali ke Tassie dengan surat yang isinya menyuruh Tassie membawa bantuan ke
sini" Button pasti akan kembali ke anak itu karena tidak berhasil menemukan
Philip di sini. Setelah Philip, Button kan paling sayang pada Tassie! Bagaimana"
Bisa atau tidak?" "Jack! Ide Lucy-Ann ini baik sekali!" kata Dinah bersemangat. "Cuma Button satu-
satunya di antara kita yang tahu jalan keluar dari sini. Seperti kata Lucy-Ann,
dia bisa kita jadikan pengantar surat."
Jack berpikir sebentar. "Yah harus kuakui, ide itu tidak ada salahnya untuk dicoba," katanya kemudian.?"Yang jelas, takkan merugikan! Baiklah, Button kita jadikan pengantar surat"
Kini tinggal menulis surat pada Tassie. Jack kebetulan mengantongi buku
catatannya. Diambilnya buku itu, lalu disobeknya sehalaman. Ia menulis, sambil
mengucapkan kata-kata yang ditulis.
"Tassie, kami terkurung di sini. Tolong cari bantuan! Kami mungkin terancam
bahaya besar!" Anak-anak menuliskan nama mereka. Setelah itu Jack melipat surat itu. Tapi
kemudian bingung, bagaimana cara Button membawa surat itu.
Akhirnya ia menemukan jalan. Di kantongnya ada segulung benang. Mula-mula
diikatnya kertas surat, yang kemudian digantungkan ke leher Button. Ikatannya
cukup ketat. Sebab kalau tidak, ada kemungkinan anak rubah itu bisa
melepaskannya. Button bukan binatang rumah. Jadi tidak biasa berkalung.
"Hah, beres," kata Jack senang. "Kurasa Button takkan bisa melepaskannya lagi
sekarang ?"Kembali ke Tassie, Button," kata Lucy-Ann.
Tapi Button tidak mengerti. Anak rubah itu masih berharap bahwa Philip akan
muncul. Ia tidak ingin pergi sebelum melihat anak itu. Kalau bisa, bahkan
tinggal di situ bersama Philip!
Jadi anak rubah itu tetap berkeliaran di situ, mencari-cari. Sekali-sekali ia
berhenti berjalan, lalu berusaha melepaskan benda aneh yang tergantung di
lehernya. Tapi tidak bisa.
Tiba-tiba terdengar teriakan lantang, menyebabkan anak-anak kaget.
"Hei, kalian berdua! Masuk!"
Kami harus masuk Jack," bisik Lucy-Ann, sambil merangkul abangnya. "Mudah-"mudahan kau bisa agak leluasa malam ini. Kalau tidur dalam semak nanti, bawa
beberapa lembar selimut sebagai tambahan."
"Aku tidak mau cepat-cepat masuk lagi ke sana, kata Jack. Ia merasa bosan harus
"meringkuk terus dalam semak sialan itu. "Selamat tidur, dan jangan cemas! Kalau
Button sudah sampai di tempat Tassie, anak itu pasti akan segera datang dengan
membawa bantuan bagi kita."
Jack ditinggal sendiri di halaman dalam yang gelap. Dinah dan Lucy-Ann masuk ke
serambi. Mereka melihat cahaya samar yang berasal dari lampu yang terdapat dalam ruangan
tersembunyi. Keduanya bergegas menuruni tangga menuju tempat itu, lalu memandang
berkeliling. Masihkah Philip bersembunyi dalam baju zirah" Mereka tidak bisa
mengetahuinya dengan pasti. Semua baju zirah masih tetap berada di tempat
masing-masing. Tapi apakah Philip masih ada dalam salah satu di antaranya,
mereka tidak bisa tahu. "Kalian akan kami kurung di sini," kata laki-laki beralis gondrong. Sinar lampu
menyebabkan tampangnya yang jelek kelihatan semakin jelek. "Kalian boleh tidur
di tempat tidur besar itu. Besok kami datang lagi."
Laki-laki itu pergi ke atas. Kemudian terdengar batu besar tergeser lagi,
menutupi lubang di lantai. Dinah dan Lucy-Ann memasang telinga sesaat. Tapi
mereka tidak mendengar bunyi mencurigakan.
"Philip!" bisik Lucy-Ann, sambil memandang ke arah baju zirah yang dipakai
Philip sebagai tempat persembunyian. "Kau masih ada di situ?"
"Ya," kata Philip. Suaranya terdengar aneh, menggema. "Mudah-mudahan aku tidak
pernah harus bersembunyi seperti hari ini lagi. Aku akan melepaskan baju zirah
ini. Semenit lebih lama pun aku tidak tahan lagi di dalamnya!"
"Aduh, Philip tidak berbahayakah itu" Bagaimana jika orang-orang itu tiba-tiba
"datang?" tanya Dinah cemas.
"Kurasa tidak. Tapi kalau toh muncul, apa boleh buat! Pokoknya aku tidak mau
lagi," keluh Philip. "Seluruh anggota badanku pegal rasanya. Aku capek sekali,
harus berdiri tanpa bergerak sedikit pun. Paling sedikit tiga kali aku terpaksa
setengah mau, menahan rasa hendak bersin. Wah benar-benar tidak enak rasanya!"
"Teriring bunyi berdencing-dencing, Philip membuka baju zirah. Geraknya kaku
sekali, karena seluruh tubuhnya pegal.
"Yang paling tidak enak, kodokku tidak mau ikut terkurung bersama aku," kata
Jack "Ia berhasil ke luar, lalu meloncat-loncat dalam kamar. Orang-orang itu
kaget sekali ketika melihat dia!"
Dinah cepat-cepat memandang berkeliling. Mudah-mudahan kodok itu tidak ada di
dekatnya. "Kasihan Philip," kata Lucy-Ann. Ia membantu Philip melepaskan baju logam yang
membungkus tubuhnya. "Kau pasti sangat menderita tadi."
"Memang - tapi aku tidak menyesal," kata Philip. "Tadi banyak sekali yang
berhasil kuketahui. Misalnya saja, ada jalan rahasia untuk keluar dari ruangan
ini. Tempatnya di balik gorden permadani itu!"
"Wah," kata Lucy-Ann. Ia memandang ke tempat yang dimaksudkan, seolah-olah
menyangka akan nampak jalan rahasia itu terbuka saat itu juga di depan matanya.
"Bagaimana kau bisa mengetahuinya?"
"Nanti kuceritakan, apabila aku sudah bebas dari baju logam ini," kata Philip.
"Wah, aku kapok memakainya. Takkan bisa kalian bayangkan, betapa panasnya di
dalam. Uahh akhirnya terbuka juga! Sekarang aku bisa bergerak lagi dengan "leluasa!"
"Sekarang ceritakan, apa saja yang terjadi sehari ini di sini," kata Dinah. Ia
tidak sabar lagi. "Pasti ada hal-hal menarik yang bisa diceritakan!"
Bab 20 KISAH PHILIP "Sebaiknya kita naik saja ke tempat tidur, karena siapa tahu orang-orang itu
datang lagi," kata Dinah. "Kalau sampai begitu, apa yang akan kaulakukan,
Philip?" "Begitu terdengar bunyi batu besar tergeser, aku akan cepat-cepat bersembunyi di
bawah tempat tidur ini," kata Philip. "Kurasa orang-orang itu takkan menduga di
sini masih ada orang lain di samping kalian berdua. Jadi takkan mungkin dengan
tiba-tiba mereka menggeledah di tengah malam!"
Tempat tidur itu cukup luas untuk mereka bertiga. Kasurnya empuk sekali. Philip
senang merasakan alas seempuk itu, setelah begitu lama terkungkung dalam baju
zirah yang keras. Ia duduk, lalu mulai bercerita tentang pengalamannya.
"Kalian masih ingat, ketika kalian meninggalkan aku sendiri di sini?" katanya.
"Aku marah sekali, mendengar kalian diperlakukan dengan kasar. Tapi aku tidak
bisa berbuat apa-apa. Lama sekali aku sendiri di sini. Kemudian ketiga orang itu
kembali. Lubang ditutup, dan mereka duduk menghadap meja.
?"Kau bisa mengerti pembicaraan mereka?" tanya Lucy-Ann.
Sayangnya tidak, kata Philip, membentangkan peta-peta di atas meja, dan
" " "kelihatannya seperti menelusuri sesuatu. Aku sampai hampir terguling karena
ingin melihat. Tapi tidak bisa!"
"Wah, pasti mereka kaget setengah mati kalau kau tadi sampai terguling," kata
Dinah sambil tertawa. Tapi untung saja "Nah, lama sekali mereka duduk sambil
"mempelajari peta," kata Philip. "Setelah itu mereka makan. Beberapa kaleng
makanan mereka buka. Mulutku sampai penuh liur melihat mereka makan."
"Kasihan! Kau sudah makan sekarang?" tanya Lucy-Ann. Philip mengangguk.
"Jangan khawatir, soal itu beres," katanya. Begitu mereka keluar lagi dan
"menutup lubang, aku langsung turun dengan pakaian zirah dan menyikat habis sisa
makanan. Aku sudah tidak peduli lagi, karena terlalu lapar dan haus saat itu.
Aku cuma bisa berharap. semoga mereka tidak menyadari bahwa sisa makanan habis.
Aneh rasanya sendiri di sini, dikelilingi baju zirah berjejer-jejer. Menurut
perasaanku saat itu, mungkin saja mereka ikut makan bersamaku. Baju-baju zirah
ini, maksudku!" "Hii, jangan ngomong begitu ah!" kata Lucy-Ann. Ia sudah takut lagi.
Diperhatikannya pakaian perang yang tegak berjejer di atas panggung rendah
sekeliling ruangan. Dibayangkan pakaian-pakaian itu tahu tahu bisa berjalan
"sendiri. melangkah dengan bunyi berkelontang-kelontang.
Philip menepuk Lucy-Ann sambil tertawa.
"Kalau mau minum, sulit sekali tadi," sambungnya bercerita. "Dalam ketopong, aku
tidak bisa menenggak dengan baik. Banyak juga air tumpah. Aku sudah khawatir
saja, jangan-jangan orang-orang itu menyangka ada baju zirah yang bisa
mengompol. Untung air tidak sampai menggenang di lantai!" .
Mau tidak mau, anak-anak perempuan itu tertawa mendengarnya. Philip memang
pintar sekali bercerita! "Nah, sekitar dua puluh menit setelah aku kembali ke atas panggung tempatku
semula, ketiga orang. itu datang lagi. Saat itu terjadi sesuatu yang luar
biasa." "Apa maksudmu?" tanya Dinah dan Lucy-Ann serempak Mereka menunggu sambil menahan
napas. "Kalian lihat permadani sebelah sana itu, yang ada gambar anjing dan rombongan
kuda?" kata Philip sambil menuding. "Itu, di seberang baju zirah yang kupakai
tadi! Nah di belakang permadani itu ada pintu rahasia!?"Ia berhenti sebentar, sementara kedua pendengarnya memandang ke arah permadani.
Kemudian mereka menatap Philip lagi.
"Orang-orang itu berembuk sebentar. Setelah itu seorang di antaranya menghampiri
permadani itu lalu diangkatnya. Tepinya disangkutkan ke paku yang kelihatan itu.
Aku bisa melihat segala-galanya dengan jelas, dari dalam ketopong. Mula-mula aku tidak mengerti apa yang hendak
dilakukan orang itu, karena dinding di balik permadani kelihatannya semua
terbuat dari batu-batu besar."
"Dan ternyata bukan?" kata Lucy-Ann bersemangat.
"Bukan," jawab Philip. "Sebagian daripadanya ternyata terdiri dari lempeng batu
tipis. Dan lempeng tipis itu bisa digeser ke samping. Begitu batu sudah
tergeser, laki-laki itu meraba-raba dalam rongga yang ada di belakangnya.
Rupanya pada satu sisi rongga itu ada semacam pintu. Ia membuka pintu itu, dan
mereka bertiga lantas pergi lewat situ!"
"Bukan main!" kata Dinah kagum. "Tapi mereka pergi ke mana?"
"Aku tidak tahu," kata Philip. "Tapi aku ingin menyelidikinya. Ada sesuatu yang
sangat misterius di sini, suatu rahasia besar. Ketiga orang itu pasti berniat
buruk. Dua dari mereka bangsa asing, kalau didengar dari logat mereka. Aku ingin
tahu, untuk apa orang asing datang ke tempat yang begini terpencil, dan malah
bersembunyi di sini serta mengadakan perembukan rahasia?"
"Yuk, kita memeriksa apa yang ada di balik pintu itu," ajak Dinah. Ia kepingin
sekali mengetahui. Ah jangan," kata Lucy-Ann. Menurut pendapatnya, sudah cukup pengalaman tegang "untuk hari itu.
"Kau cengeng," kata Dinah kesal.
"Tidak, ia tidak cengeng," kata Philip. "Dia Cuma tidak senekat dirimu, Dinah.
Lagi pula, kurasa lebih baik jangan sekarang kita mengutik-utik di belakang
pintu itu. Jika orang-orang itu tiba-tiba kembali lalu melihat bahwa kita
menemukan pintu rahasia mereka, entah apa yang akan mereka lakukan terhadap
kita!" Dinah diam saja. Ia sebetulnya kepingin sekali memeriksa rongga di balik
permadani. Tapi ia juga tahu bahwa Philip benar. Mereka harus menunggu
kesempatan lebih baik. Kemudian Dinah bercerita tentang pengalaman di halaman dalam bersama Jack, serta
apa saja yang terjadi selama itu.
"Jadi ada dua di sini yang tidak ketahuan, yaitu aku dan Jack," kata Philip.
"Bagus! Selama orang-orang itu .menyangka cuma berurusan dengan dua anak
perempuan saja, mereka takkan terlalu berhati-hati."
Dinah juga bercerita tentang Button, yang disuruh kembali ke Tassie dengan
membawa kabar. Philip mendengarkan cerita itu dengan penuh perhatian. Tapi
kemudian ia mengatakan sesuatu, yang langsung membuat perasaan Dinah dan Lucy-
Ann lesu. "Ide itu memang bagus," kata Philip, "tapi takkan ada gunanya. Kalian lupa,
Tassie kan tidak bisa membaca!"
Dinah dan Lucy-Ann tercengang. Mereka berpandang-pandangan. Aduh, memang betul
"Tassie belum bisa membaca dan menulis. Ia takkan mengerti makna surat itu,
apabila menemukannya. Lucy-Ann sedih sekali, karena ternyata akalnya tidak
banyak manfaatnya. Philip melihat kesedihannya, lalu menghibur sambil
merangkulnya. "Jangan sedih," katanya, "siapa tahu Tassie memakai akalnya, dan menunjukkan
surat itu pada orang yang bisa membaca!"
Dinah dan Lucy-Ann mengantuk, karena malam sudah agak larut. Lucy-Ann memejamkan
matanya. Dinah masih mengobrol sebentar dengan Philip. Tapi kemudian ia pun ikut
berbaring. Sedang Philip langsung terlelap setelah itu, karena capek sekali
berdiri terus dalam baju zirah yang panas.
Tiba-tiba Dinah kaget lalu terbangun, ketika sudah kira-kira dua jam tidur. la
mendengar bunyi batu besar tergeser. Ia tidak langsung mengenali bunyi gemeretak
itu. Tapi begitu sadar, kagetnya bukan main!
Lucy-Ann masih tidur terus. Begitu pula Philip. Dinah menggoncang-goncang tubuh
abangnya.
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
. "Philip!" bisiknya panik. "Bangun, Philip! Cepat, masuk ke bawah tempat tidur.
Orang-orang itu datang lagi!"
Dalam keadaan masih setengah tidur, Philip menjatuhkan diri dari tempat tidur
dan berguling ke bawahnya, sementara orang yang pertama menuruni tangga.. Dinah
berlagak seperti tidur lelap. Lucy-Ann memang masih nyenyak.
Orang yang datang itu memandang ke arah tempat tidur. Ia merasa curiga, karena
mendengar bunyi Philip menjatuhkan diri. Dibesarkannya nyala lampu minyak
Setelah itu ia menghampiri tempat tidur.
Ujung sepatunya hampir menyentuh tubuh Philip yang meringkuk di bawah. Orang itu
menyingkapkan kelambu, dan menatap kedua anak perempuan yang berbaring di tempat
tidur. Dinah merasa, orang itu pasti tahu bahwa ia Cuma pura-pura tidur. Tapi setelah
menatap beberapa saat, kelambu ditutup kembali. Rupanya orang itu sudah
meyakinkan diri bahwa anak-anak masih tidur. Ia sama sekali tidak mengira bahwa
dalam ruangan itu masih ada seorang anak lagi, bersembunyi di kolong tempat
tidur! Dinah mengintip dari balik kelopak yang setengah dipejamkan. Dilihatnya ada lima
orang yang datang. Dua di antaranya belum pernah dilihat sebelum itu. Orang-
orang itu berbicara dalam bahasa asing. Lalu satu di antara mereka, yang
termasuk ketiga orang pertama, menarik sebuah laci besar dari sebuah lemari. Ia
mengambil gulungan peta dari situ, lalu dilemparkannya ke atas meja.
Peta-peta itu dibentangkan satu per satu. Kelima orang itu sibuk berembuk,
kelihatannya - merundingkan peta-peta. Akhirnya peta-peta itu dikembalikan ke
laci, yang langsung dikunci lagi. Setelah itu laki-laki yang beralis gondrong
menyibakkan permadani dari dinding. Dinah senang sekali, karena ternyata di
situlah tempat pintu rahasia tersembunyi.
Tapi kemudian salah seorang temannya menjamah lengan laki-laki beralis tebal itu
lalu mengatakan sesuatu dengan suara pelan, sambil menganggukkan kepala ke arah
tempat tidur. Orang itu datang ke situ dengan langkah-langkah cepat, lalu
menutup kelambu rapat-rapat sehingga Dinah tidak bisa melihat apa-apa lagi.
Kelambu jaman dulu sangat tebal, sehingga dalam keadaan tertutup orang yang ada
di dalamnya tidak bisa melihat ke luar.
Dinah tidak berani mengintip dari celah kelambu, karena besar kemungkinannya
akan ketahuan. Jadi ia hanya bisa memasang telinga, sambil bertanya-tanya dalam
hati apakah yang sedang terjadi. Didengarnya bunyi sesuatu tergeser, disusul
debam pelan. Lalu bunyi anak kunci diputar dalam lubangnya. Kemudian suara orang
bercakap-cakap. Setelah itu ia mendengar langkah-langkah menaiki tangga batu. Ia tidak tahan
lagi. Lalu mengintip ke luar. Ternyata ketiga laki-laki yang sudah dikenalnya
sedang naik ke atas. Rupanya kedua kawan mereka yang tadi pergi lewat jalan
rahasia, yang entah ke mana tujuannya. Benar-benar_ misterius!
Terdengar lagi bunyi batu besar tergeser, menutup lubang. Setelah itu sunyi.
Dinah mengintip lagi. Ia tidak melihat siapa-siapa dalam kamar. Permadani yang
tadi disingkapkan, sekarang sudah tergantung seperti biasanya lagi.
Dipanggilnya Philip dengan suara pelan. Dengan segera abangnya keluar dari bawah
tempat tidur. "Jangan bangunkan Lucy-Ann," bisik Philip, nanti ia takut. Bagaimana, banyak "yang bisa kau lihat tadi?"
"Banyak sekali, jawab Dinah, lalu menceritakan apa-apa saja yang dilihat olehnya
?"Hm, jadi mereka berlima," kata Philip kemudian. "Aku mau tahu, apa sebetulnya
yang hendak mereka lakukan. Nah apa kataku tadi, Dinah! Kan benar, lebih baik
"jangan mengutik-utik untuk mencari pintu rahasia itu. Coba kita tadi
melakukannya, pasti tertangkap tangan!"
"Ya, betul juga," kata Dinah. "Tapi mau apakah orang-orang itu?"
"Aku tidak tahu," jawab Philip. "Mungkin kita bisa mengetahuinya apabila sudah
tahu ke mana tujuan jalan rahasia yang ada di balik permadani dinding itu. Tapi
kita harus menunggu kesempatan baik untuk menyelidikinya, dan tidak buru-buru
saja tanpa berpikir panjang dulu."
"Kurasa mereka tidak kembali lagi dengan segera," kata Dinah. Ia berbaring lagi.
"Tapi kau lebih baik tidur saja di kolong, karena siapa tahu mereka kembali.
Ketika kau menjatuhkan diri tadi, bunyinya keras sekali."
"Ya, kurasa memang lebih baik begitu," kata Philip. Diambilnya selembar selimut,
lalu pergi dengannya ke kolong. Di situ ia mengatur letak tidur yang senyaman
mungkin, di lantai. "Besok kau akan bersembunyi kembali dalam baju zirah?" tanya Dinah dengan tiba-
tiba. "Wah, tidak ah! Aku bersembunyi di sini saja, di bawah tempat tidur, kata
"Philip. "Seumur hidupku, aku tidak mau lagi memakai baju zirah! Kikuk, sama
sekali tidak enak!" Setelah itu mereka tertidur lagi, sampai pagi. Dalam kamar tersembunyi itu tidak
bisa ketahuan apakah hari malam atau pagi. Tapi arloji Dinah menunjukkan waktu
pukul setengah delapan. Laki-laki beralis lebat masuk ke dalam kamar. "Kalian boleh ke luar seharian,"
katanya. "Tapi ingat, jangan pergi jauh-jauh, dan kalau kupanggil langsung
datang! Kalau tidak, tahu sendiri nanti!"
Bab 21 PENGALAMAN JACK DAN KEESOKAN HARINYA
Jack merasa sepi, ketika Lucy-Ann dan Dinah sudah dipanggil masuk ke ruangan
bawah tanah. Kini ia sendirian di halaman dalam yang gelap, bersama Kiki. Bosan
rasanya, sendiri terus. "Mudah-mudahan mereka tidak apa-apa,"katanya dalam hati. "Eh Button! Kau masih
di sini rupanya! Kenapa tidak kembali ke Tassie" Kau toh tidak bisa pergi ke
Philip sekarang!" Anak rubah itu melolong pelan, sambil menggosok-gosokkan kepalanya pada Jack.
Jelas bahwa ia minta dibawa ke tempat Philip.
"Dengar baik-baik, Button. Pulang ke Tassie dengan surat itu," kata Jack. la
masih belum sadar bahwa Tassie tidak bisa membaca. "Cepatlah, Button. Kalau kau
sudah sampai di sana, keadaan kami bisa lebih enak Karena begitu surat itu
dibaca olehnya, pasti ia akan segera minta pertolongan."
Tapi Button tetap berada di halaman dalam, bersama Jack. la masih belum putus
asa. Ia terus mencari-cari Philip. Tidak diacuhkannya Kiki yang mengejek-
ejeknya. Malam itu terang bulan. Seekor burung hantu berteriak, langsung ditirukan oleh
Kiki. Burung hantu itu terbang menghampiri, ingin tahu siapa yang menjawab
seruannya tadi. Kiki asyik. Ia berpindah-pindah tempat, sambil terus menirukan
suara burung hantu dengan pelan. Burung hantu itu herannya bukan main, karena
ternyata di puri itu banyak sekali burung hantu yang silih berganti
memanggilnya. Ketika Jack sedang asyik mengikuti keisengan Kiki, tiba-tiba dilihatnya tiga
orang laki-laki berdiri di halaman. Untung saat itu terang bulan, sehingga ia
tidak terlambat melihat mereka. Dan untung pula ia sudah tidak berkeliaran lagi.
Coba masih, pasti langsung ketahuan!
Jack buru-buru menyelinap ke balik bayangan tembok besar. Ia sampai di dekat
gerbang besar yang menghadap ke jalan yang kini sudah longsor. Ia duduk dekat
suatu semak lebat. Menurut perasaannya tempat itu pasti aman.
Tapi tiba-tiba ia kaget sekali. Matanya melotot. Dilihatnya pintu gerbang besar
terbuka pelan-pelan, sedikit pun tanpa berbunyi. Kini Jack bisa memandang ke
luar. Jack sudah hendak bangkit tapi cepat-cepat merunduk lagi. Dua orang laki-laki "masuk lewat gerbang itu, yang kemudian tertutup lagi dengan pelan. Terdengar
bunyi detak yang agak keras. Kedua laki-laki itu lewat di dekat tempat Jack
bersembunyi. Mereka tidak melihatnya, karena ia berada dalam bayangan semak.
Jack merunduk ke tanah, seperti kodok sedang berjongkok.
Kedua orang itu menggabungkan diri dengan teman-teman mereka yang ada di halaman
dalam. Semuanya masuk ke dalam puri. Menurut Jack, mereka pasti turun ke ruangan
bawah tanah. Dan kenyataannya memang begitu.
Jack menunggu beberapa saat lagi. Setelah itu ia bergegas menghampiri gerbang
besar. Jika ia berhasil membukanya lalu keluar, ia sudah bertekat akan turun ke
lembah walau untuk itu ia harus melewati jalan yang longsor tanahnya. Kedua
"laki-laki tadi, kan juga lewat jalan itu!
Jack meraba-raba daun pintu yang kokoh. Terpegang olehnya gelang besi yang agak
besar. Jack memutar-mutarnya ke sana dan ke mari. Tapi daun pintu sedikit pun
tak bergerak. "Sialan! Rupanya dikunci tadi," pikirnya dengan kesal. "Aku tidak bisa keluar!
Sial! Sial! Coba aku tadi lebih dekat ke sini mungkin bisa menyelinap ke luar
"sewaktu mereka masuk! Biar saja mereka melihat aku, karena aku pasti sudah lari
menuruni bukit sebelum mereka sempat berkutik!"
Jack duduk di dekat pintu.
"Kutunggu saja di tempat gelap ini, sampai mereka kembali lagi. Lalu aku akan
melesat ke luar, begitu mereka membuka pintu!"
Lama sekali Jack menunggu di situ. Berjam-jam! Nyaris saja ia terlena. Tapi
kedua orang tadi tidak muncul lagi. Mereka sudah pergi, lewat pintu rahasia yang
terdapat dibalik permadani dinding. Sedang teman mereka yang tiga lagi, masih
ada di puri. Ketika langit sebelah timur mulai terang, Jack memutuskan untuk kembali saja ke
tempat persembunyiannya di atas tebing. Kiki sudah tidur, sambil bertengger di
atas pundak Jack. Button sudah pergi. Jack tidak melihat anak rubah itu keluar. la begitu sibuk
berpikir ketika melihat pintu gerbang tiba-tiba terbuka, sehingga lupa pada
Button. Kini tahu-tahu anak rubah itu sudah lenyap.
"Mudah-mudahan saja kembali ke Tassie."pikirnya. "Kalau benar begitu, ada
kemungkinan pertolongan datang nanti. Aku sudah bosan di sini terus. Burung-
burung rajawali sudah tidak ada lagi, sedang Dinah dan Lucy-Ann dalam bahaya.
Begitu juga dengan Philip. Aku ingin tahu, bagaimana keadaannya sekarang.
Mungkin Dinah dan Lucy-Ann bisa menceritakannya nanti!"
Sekitar pukul delapan pagi kedua anak perempuan itu keluar dari kamar bawah
tanah, disuruh ketiga orang yang masuk ke situ. Sebelumnya Dinah masih sempat
menyuruh Philip masuk lagi ke baju zirah. Tapi Philip tidak mau.
"Tidak! Lebih baik aku tetap di kolong tempat tidur," katanya tegas. "Sehari
dalam pakaian perang yang panas itu, sudah cukup bagiku. Tolong ambilkan makanan
dan minuman, lalu masukkan ke kolong. Aku akan terus di situ. Nanti kalau orang-
orang itu sedang tidak ada, aku bisa berjalan-jalan sedikit supaya tubuhku tidak
terlalu pegal rasanya."
"Orang yang berani, biasanya bernasib baik," pikir Dinah. Menurut perasaannya,
kalau ia Philip ia pasti berbuat begitu pula.
"Kau benar-benar berani, bersembunyi di kolong tempat tidur yang mungkin nanti
ditiduri orang-orang itu," katanya pada Philip. "Tapi hati-hati saja. jangan
sampai bersin nanti!"
Rupanya ketiga laki-laki itu memang hendak tidur di situ. Mereka turun ke
ruangan bawah tanah, sedang Dinah dan Lucy-Ann disuruh ke luar. Laki-laki yang
berjanggut hitam langsung merebahkan diri di tempat tidur. Mereka bertiga
kelihatannya capek. Tampang mereka dekil, tidak enak rasanya dilihat.
"Nanti malam kalian akan kami panggil lagi,"kata si janggut hitam dari tempat
tidur. Ia menguap. "Ambil makanan untuk kalian dari tumpukan kaleng itu. Di atas
meja ada pembuka kaleng. Sekarang pergi, tinggalkan kami di sini. Dasar anak-
anak cerewet!" Dinah dan Lucy-Ann mengambil sekaleng sarden, sekaleng ikan salm, sekaleng buah
pir dan sekaleng buah aprikos, lalu cepat-cepat naik ke atas. Begitu mereka
keluar, dengan segera batu besar ditutup lagi.
"Selamat tidur," kata Dinah mengejek. Setelah itu ia pergi mencari Jack, diikuti
oleh Lucy-Ann. Jack sudah bersembunyi lagi di bawah semak dekat sarang rajawali.
"Jack! Kau masih selamat" Keluarlah untuk sementara keadaan aman, karena "ketiga orang itu tidur di bawah!" kata Lucy-Ann. "Kau mau makan" Mau apa, sarden
atau pir" Kedua-duanya ada!"
Jack senang melihat kedua anak itu muncul.
"Betulkah keadaan aman untuk sementara?"tanyanya. "Baiklah, aku ke luar. Tapi
supaya aman, lebih baik berjongkok di balik batu ini Saja. Aduh, perutku lapar
sekali rasanya. Kalian kemarin kan membawa biskuit?"
Dinah mengambil biskuit dalam kaleng yang mereka bawa sebagai bekal kemarin,
lalu mereka mulai sarapan. Aneh juga rasanya sarapan mereka. Sarden dengan
biskuit, ditambah buah-buahan, sedang minumnya limun jahe. Tapi walau begitu,
mereka makan dengan nikmat. Sambil makan mereka saling bertukar berita.
Jack tertarik sekali mendengar Dinah menceritakan pengalaman Philip.
"Wah!" katanya dengan mata bersinar-sinar."Ternyata di balik permadani dinding
itu ada pintu rahasia! Tapi dari situ ke mana arahnya?"
"Entah mungkin keluarnya di lereng bukit," kata Dinah. Ia mencelupkan sepotong
" biskuit ke sari buah yang ada dalam kaleng, lalu mengulumnya.
"Nanti dulu! Di dinding sebelah mana pintu rahasia itu?" tanya Jack. Dinah
mengatakannya. "Oh, jadi berseberangan dengan tempat Philip bersembunyi dalam
baju zirah" Nanti dulu kalau begitu, pintu itu letaknya di sebelah belakang. "Jadi dari situ, keluarnya ke arah belakang puri. Di belakang" Aneh! Mungkin di
situ ada ruangan bawah tanah lagi."
"Aduh! Jangan-jangan orang-orang itu menyimpan tawanan di situ, dan membiarkan
mereka kelaparan," kata Lucy-Ann dengan segera. "Seperti yang dilakukan dulu
oleh laki-laki jahat yang diceritakan Tassie pada kita. Aduh, jangan-jangan dia
masih hidup dan masih melakukan berbagai perbuatan jahat!"
?"Ah, mana mungkin," kata Jack menggerutu. "Kan sudah kukatakan, orang itu pasti
sudah lama mati sudah bertahun-tahun yang lalu! Kau jangan macam-macam, Lucy-
"Ann! Biarkan aku berpikir sebentar. Jangan ganggu aku!"
Jack berpikir sambil menggigit-gigit biskuitnya.
"Ya, kurasa memang begitu," katanya kemudian. "Dari pintu rahasia itu ada jalan
di bawah tanah, menembus bukit di belakang puri. Aku ingin masuk, untuk
memeriksa apa sebetulnya yang ada di situ. Kurasa Philip pasti akan melakukannya
juga!" "Mudah-mudahan dia tidak nekat, dan bersembunyi terus di kolong tempat tidur,"
kata Lucy-Ann. "Teman-teman ketiga orang itu masih berkeliaran di bawah, jadi ada kemungkinan
Philip akan ketahuan oleh mereka jika ia mencoba memasuki pintu rahasia
"Mana Button?" tanya Dinah tiba-tiba. "Atau ia sudah pergi kemarin malam?"
"Ya, akhirnya ia pergi juga," kata Jack "Tapi ke mana, aku tidak tahu! Mudah-
mudahan saja kembali ke Tassie, dan surat kita sudah ditemukan anak itu."
"Kata Philip, surat itu takkan ada gunanya," kata Lucy-Ann sedih. "Kita lupa,
Tassie kan tidak bisa membaca."
"Aduh, betul juga. Sialan, ia tidak bisa membaca," kata Jack. "Kita memang
konyol! Tolol!" "Konyol - tolol! Konyol - tolol!" Dengan segera Kiki menirukan ucapan Jack.
"Hidup konyol - tolol!"
"Kalau kau tidak diam saat ini juga, kau sendiri yang konyol nanti!" ancam Jack.
"Sudah kosongkah kaleng itu, Dinah" Jauhkan dari Kiki, kalau belum. Nanti habis
semua makanan kita disikatnya."
"Kasihan konyol - tolol," kata Kiki dengan sedih, sementara Dinah menarik kaleng
makanan serta menepuk, paruh burung itu.
"Apa yang kita lakukan hari ini?" kata Lucy-Ann.
"Mau apa lagi, kecuali menunggu?" tukas Jack.
"Ya, menunggu sambil berharap bahwa Tassie cukup cerdik dan menunjukkan surat
kita pada orang lain," kata Dinah. "Ia tentunya tahu bahwa ia sendiri takkan
bisa menolong kita. Atau mungkin ia sudah datang ke sini, lalu melihat bahwa
papan jembatan kita sudah tidak ada lagi!"
Anak-anak itu merasa bosan, karena tidak bisa berbuat apa-apa. Kawanan rajawali
pun sudah tidak ada lagi.
Mereka juga tidak membawa buku, yang bisa dibaca. Karenanya Dinah dan Lucy-Ann
berkeliaran saja. Mereka berpikir-pikir berani atau tidak naik ke atas menara,
lalu memberi isyarat dari situ. Tapi siapalah yang bisa melihat mereka! Paling-
paling Tassie. Sedang anak itu pasti takkan tahu makna isyarat mereka!
"Lagi pula, jika kalian berani naik ke menara, kalian nanti dihukum jika
ketahuan," kata Jack. "Jadi lebih baik jangan mencoba-coba. Kita harus sabar
menunggu, sampai Tassie datang dengan bantuan."
Akhirnya hari malam kembali. Dinah dan Lucy-Ann dipanggil, disuruh masuk lagi ke
ruangan bawah tanah. Mereka langsung turun, karena tahu tidak ada gunanya
membangkang. Mereka takut pada orang-orang yang kelihatannya galak itu.
Jack tidak kembali bersembunyi dalam semak. Ketika hari sudah gelap, ia pergi
mengambil air di mata air yang terdapat dekat tembok. Ia tidak berani masuk ke
dapur untuk memompa air di situ, karena takut kepergok kawanan penjahat yang
mungkin akan memeriksa jika terdengar bunyi pompa digerak-gerakkan.
Jack membungkuk hendak minum. Tiba-tiba ia tertegun, lalu memasang telinga. Ia
mendengar bunyi yang aneh. Datangnya dari liang kecil, di mana air yang mengucur
dari sumber menghilang lagi.
"Uuuh! Hehh! Uahh!"
Terdengar dengus napas, disertai bunyi menggeresek. Rupanya ada sesuatu yang
menyusup lewat liang kecil itu. Jack kaget, lalu cepat-cepat mundur.
Bab 22 TASSIE SANGAT TABAH Kemudian Jack mendengar suara Button mendengking. Tidak salah lagi, ia mendengar
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suara anak rubah itu! Jack membungkuk di atas liang, sambil menyorotkan
senternya. Dilihatnya wajah pucat mendongak, menatapnya! Jack kaget sekali. Itu kan Tassie!
Anak perempuan itu diam sesaat, lalu mulai menggeliat-geliat lagi sementara
cahaya senter disorotkan ke arahnya.
"Tassie! Apa yang kaulakukan di situ?" tanya Jack dengan suara pelan tapi penuh
keheranan. Tassie tidak menjawab, melainkan terus bergerak maju sampai kepala dan bahunya
sudah berada di luar liang. Jack membantunya. Ditariknya anak itu sampai keluar.
Button menyusulnya. Anak rubah itu terikat pada tali yang dipegang oleh Tassie,
sehingga tidak bisa lari.
Tassie duduk di tanah. Napasnya tersengal-sengal. Kepalanya terkulai di sela
lutut yang ditarik ke atas. Jack meneranginya dengan senter. Tubuh Tassie basah
kuyup. Badannya kotor sekali, berlumur lumpur.
Anak itu gemetar kedinginan, tapi juga karena takut. Jack menariknya supaya
berdiri, lalu diajaknya ke tebing. Tassie didorongnya ke balik sebuah batu
besar. Setelah itu diambilnya selimut-selimut. Tassie disuruhnya membuka pakaian
yang basah, lalu membungkus diri dengan beberapa lembar selimut. Setelah itu
Jack duduk merapatkan diri padanya, supaya cepat hangat tubuhnya. Dengan segera
napas Tassie sudah mulai teratur kembali. Anak itu menoleh. Dipandangnya Jack
sambil tersenyum sekilas.
"Mana Philip?"bisik Tassie.
"Ada di tempat Dinah dan Lucy-Ann," kata Jack. Ia tidak mau terburu-buru
menceritakan segala-galanya. "Kau jangan terlalu banyak ngomong dulu atur saja"napasmu. Kau capek sekali!"
Dirangkulnya anak itu. Kasihan Tassie! Kenapa ia sampai begitu kehabisan tenaga"
Pelan-pelan tubuh anak itu mulai hangat kembali. Ia duduk sambil merapatkan diri
pada Jack. "Aku lapar, katanya."Jack memberinya biskuit serta ikan salm. Sehabis makan, Tassie meminum sari buah
pir yang, masih tersisa. Kiki menirukan suara Tassie minum
"Sekarang rasanya sudah lebih enak," kata Tassie. "Apakah sebetulnya yang
terjadi di sini, Jack?"
"Kau saja yang lebih dulu menceritakan beberapa hal kata Jack "Tapi hati-hati,
jangan bicara terlalu keras. Di sini ada musuh."
Mata Tassie langsung membesar. Ia memandang berkeliling dengan ketakutan.
"laki-laki yang jahat itu?" tanyanya.
"Maksudmu yang kauceritakan itu" Tentu saja bukan," jawab Jack. "Tassie, apakah
Button mengantarkan surat kami padamu?"
"Ya, betul," kata Tassie. "Jack, kemarin aku berhasil menyelinap ke sini.
Maksudku hendak bermain-main dengan kalian. Tapi papan jembatan kita tidak ada
"lagi! Ke mana barang itu?"
"Justru itulah yang ingin kuketahui!" kata Jack dengan geram. "Lalu setelah
melihat papan itu tidak ada lagi di tempatnya, apa yang kemudian kaulakukan?"
"Pulang," jawab Tassie. "Tapi aku cemas memikirkan kalian. Kemudian hari ini
Button datang. Aku melihat ada tali terikat ke lehernya. Setelah kuperiksa,
ternyata ada surat terikat pada tali itu."
"Ya, teruskan," kata Jack.
"Aku aku tidak bisa membaca," kata Tassie dengan suara sedih. "Mau kutanyakan,
"tidak ada orang yang bisa kutanya! Ibuku sedang marah-marah padaku, sedang Bu
Mannering belum kembali. Aku tidak mau minta tolong ke pertanian. Kemudian aku
mendapat akal. Button kuikat dengan tali yang agak panjang. Ke mana saja ia
pergi, terus saja kuikuti. Button sama sekali tidak senang diikat Berulang kali
ia berusaha memutuskan tali dengan giginya. Aku pun nyaris digigitnya!"
Jack menepuk-nepuk anak rubah yang berbaring diam-diam di sampingnya.
"Kasihan, ia tidak mengerti apa sebetulnya yang terjadi," katanya. "Lalu
"akhirnya kau dibawanya ke sini, ya?"
"Betul! Setelah berkeliaran di lereng bukit sampai aku capek setengah mati.
Tidak bosan-bosannya naik turun, naik turun!" kata Tassie. "Setelah gelap,
rupanya ia memutuskan untuk mencari Philip lagi. Ia langsung melesat ke atas.
Cepatnya kayak anak panah!"
"Kasihan Button," kata Jack. "Pasti ia bingung, ke mana Philip menghilang!"
"Aku diseret-seretnya! Terus ke atas, sampai di samping sungai. Di bawah puri
sungai itu menghilang dalam semacam terowongan sempit. Aduh, di beberapa bagian
terowongan itu sempit sekali! Ternyata menembus tembok puri, dan sampai di
sini!" "Jadi kau menyusup sepanjang terowongan itu?" tanya Jack tercengang. "Hebat,
Tassie! Tapi tidakkah air menyiram tubuhmu terus?"
"Memang sampai kadang-kadang aku tidak bisa bernapas," kata Tassie. "Airnya
" dingin sekali, sedingin es! Tapi sebagian besar dari terowongan cukup lapang.
Bagian itu menembus batu cadas yang sudah aus terkikis air. Di situ aku bisa
merangkak dengan cukup leluasa. Cuma pada bagian awal dan ujungnya saja sangat
sempit! Sekali aku bahkan sudah putus asa, kusangka aku macet di situ. Maju
tidak bisa, tapi mundur juga tidak! Kusangka aku akan selama-lamanya tersangkut
di situ, karena pasti takkan ada yang tahu aku di situ!"
"Kasihan!" kata Jack sambil merangkul anak itu. "Kau benar-benar tabah, Tassie.
Tunggu sampai Philip mendengar pengalamanmu, pasti ia kagum!"
Tassie berseri-seri wajahnya. Diharapkannya Philip akan senang. Ia memang datang
untuk menolong anak itu. Kini ia yang berganti menanyai Jack. Segala-galanya
ingin diketahui olehnya, sejak keempat anak itu pergi tanpa dia.
Dengan heran dan ngeri ia mendengar cerita Jack. Philip bersembunyi dalam baju
zirah di ruang bawah tanah Dinah dan Lucy-Ann terkurung di situ - kawanan "penjahat berkeliaran sambil menyelinap-nyelinap tanpa diketahui untuk apa
"lorong-lorong rahasia wah, bukan main! Kedengarannya seperti mimpi saja. Tapi
"setidak-tidaknya Jack selamat, bersama Kiki.
"Bisakah kau menyusup masuk ke terowongan ini bersamaku, untuk mencari
pertolongan?" tanya Tassie kemudian.
"Justru itulah yang sedang kupikirkan," kata Jack. "Kurasa sekarang saja aku
pergi, Tassie, tidak usah menunggu Dinah dan Lucy-Ann dulu. Aku khawatir,
keduanya nanti tidak mampu menerobos ke luar lewat terowongan air ini. Mereka
pasti akan ketakutan, lalu ada yang tersangkut di dalam. Lebih baik secepat
mungkin aku pergi mencari pertolongan. Sedang kau tinggal di sini dan
bersembunyi dalam semak tempatku bersembunyi selama ini, sampai Dinah dan Lucy-
Ann datang lagi besok"
Tassie menarik napas lega. Ia memang tidak kepingin lagi menyusup-nyusup lewat
liang sempit itu. Ia khawatir, seumur hidupnya akan bermimpi buruk mengenainya!
Tapi ia juga tidak ingin ditinggal sendiri malam-malam di halaman dalam puri.
Tapi Jack berkata, Button dan Kiki akan ditinggalnya untuk menemani Tassie.
Mereka bisa tidur bertiga dalam semak.
"Kau kan anak berani, Tassie," kata Jack membujuk. "Mungkin kau bisa berjumpa
dengan Philip besok. Pasti ia akan heran sekali mendengar kisah pengalamanmu!"
Tassie yang masih terbungkus selimut hangat, ikut mengantar Jack ke tempat dekat
tembok, di mana aliran air yang menggelegak masuk ke dalam liang. Jack heran,
bagaimana Tassie bisa menyusup lewat lubang sesempit itu, dengan air yang terus-
menerus menyiram mukanya.
"Sekarang kau cepat-cepat naik ke tebing lalu bersembunyi dalam semak di situ
bersama Button dan Kiki," kata Jack. "Kau harus tidur dengan segera! Tapi
usahakan jangan sampai Kiki melihat aku pergi lewat liang ini, karena nanti ia
ingin menyusul!" Tassie kembali ke dalam semak. Ia meringkuk berselubung selimut Button berbaring
dekat kakinya, sementara Kiki bertengger di atas perutnya, sambil menunggu Jack
Dalam hati Tassie berdoa, mudah-mudahan saja Kiki tidak pergi apabila setelah
beberapa waktu ternyata Jack tidak kembali. Ada kemungkinan burung kakaktua itu
akan berisik nanti, apabila tahu bahwa Jack menghilang!
Sementara itu Jack menyusup masuk ke dalam liang air, dengan kepala lebih dulu.
Ia menggeliat-geliat memasuki terowongan itu. Bau di situ lembab dan pengap.
Dengan tangan dan siku digerakkannya tubuhnya maju. Sama sekali tidak enak
rasanya merangkak dengan cara begitu!
"Coba Button menemukan jalan yang lebih baik untuk keluar masuk puri," pikirnya.
?"Aku heran, begitu tahan Tassie merangkak di sini, sementara air terus-menerus
membasahi mukanya. Anak itu memang benar-benar hebat!"
Setelah merangkak agak jauh, liang tanah berubah menjadi lubang dalam batu.
Menurut perasaan Jack, saat itu ia pasti sedang berada di bawah tembok puri.
Terowongan yang dilalui sudah jauh lebih lebar sekarang. Jack duduk di tepinya,
untuk beristirahat sebentar. Ia mengkhawatirkan rol filmnya, takut kalau rusak.
Tapi ia membungkusnya dalam topi kain kedap air yang dibawa anak-anak sebagai
bekal ke puri. Jack menggigil kedinginan, karena bajunya sudah basah kuyup. Selama merangkak
hal itu tidak dirasakannya. Tapi begitu berhenti, ia langsung menggigil karena
kedinginan. Jack melanjutkan perjalanan. Ia hanya bisa meraba-raba, karena tempat itu gelap
sekali. Rasanya berjam-jam lamanya ia merangkak terus, tapi akhirnya ia sampai
juga di ujung terowongan. Ia menggeliat ke luar, lalu duduk beristirahat
sebentar di atas rumput padang. Seumur hidupnya ia tidak mau lagi menyusup-
nyusup dalam liang seperti tadi! Menurut perasaannya, Dinah atau Lucy-Ann pasti
akan tersangkut di dalamnya karena ketakutan, dan tidak bisa maju atau mundur
lagi. Untung ia tadi memutuskan pergi sendiri, tanpa mengajak mereka.
Jack menggigil lagi. Ia cepat-cepat berdiri. Ia tidak secapek Tassie tadi. Tapi
begitu pun dirasakannya sudah payah sekali.
Kalau tidak cepat-cepat menghangatkan tubuh, bisa terserang pilek nanti," "pikirnya, lalu bergegas menuruni bukit. Untung saat itu terang bulan, sehingga
ia tidak sampai tersandung pada akar atau batu.
Dengan langkah gontai, Jack berjalan menuju ke Pondok Musim Bunga. Akhirnya
rumah itu nampak di depannya. Kelihatan atapnya berkilat keperakan kena cahaya
bulan. Tiba-tiba Jack tertegun. Ada sesuatu yang aneh, menurut perasaannya.
"Dari cerobong keluar asap," katanya pada diri sendiri, sambil bersandar pada
sebatang pohon. "Mungkinkah Bibi Allie sudah kembali" Tidak mungkin masa
"Tassie tidak mengetahuinya!
Yah kalau begitu siapa yang menyalakan api di dapur" Siapakah yang ada di
"dalam" Aduh, jangan-jangan salah seorang penjahat itu, yang datang untuk
menyelidiki tentang Dinah dan Lucy-Ann!"
Jack menyelinap, menghampiri rumah. Ia masuk ke kebun. Dilihatnya sinar lampu
memancar ke luar dari salah satu jendela. Jack berjalan berjingkat-jingkat.
Hatinya berdebar-debar. Ia mengintip ke dalam. Dilihatnya seseorang duduk di
kursi berpunggung tinggi, yang terletak membelakangi jendela tempat Jack
mengintip. Mungkinkah itu Bu Mannering"
Tiba-tiba nampak asap mengepul. Asap biru. Asap tembakau!
"Seorang laki-laki," bisik Jack pada dirinya sendiri. "Siapakah itu'?"
Bab 23 KEJUTAN Jack masih tetap berdiri di depan jendela, sambil menggigil. Diharapkannya orang
yang duduk itu sebentar lagi berdiri, supaya ia bisa melihat apakah ia salah
seorang dari puri. Kalau betul, kurang ajar sekali orang itu seenaknya saja
"memasuki rumah orang lain!
Akhirnya Jack mengambil keputusan. Ia akan menyelinap masuk ke rumah, lalu
mengintip lewat pintu dapur. Dengan begitu ia akan bisa mengetahui siapa laki-
laki yang duduk di kursi itu. Dengan tubuh menggigil karena kedinginan serta
perasaan tegang, Jack menyelinap pergi ke balik rumah, menuju ke jendela kamar
tidurnya. Jika jendela itu kelihatan tidak tertutup, ia hendak memanjat pohon
yang tumbuh di dekatnya lalu masuk lewat jendela.
Untung baginya, jendela itu nampak terbuka sedikit. Ia bergegas menghampiri
pohon yang hendak dipanjat Karena tergesa-gesa, kakinya tersandung pada ember
yang tertinggal di luar. Jack berhenti berjalan. Hatinya berdebar-debar. Aduh -
jika bunyi ember jatuh terdengar oleh orang yang di dalam ....
Setelah menunggu sejenak, Jack cepat-cepat pergi ke pohon yang di dekat jendela
lalu memanjatnya. Dibukanya jendela dengan hati-hati. Begitu sudah terbuka, dengan cepat Jack
memanjat ke dalam. Sesaat ia berdiri dalam kamarnya, nyaris tak berani bernapas.
Setelah itu ia pergi ke gang yang gelap di depan kamar. la berdiri lagi sebentar
di situ, sebelum meneruskan langkah menuruni tangga. Tangga itu sudah tua, sama
seperti rumah itu sendiri. Ia ingat, tangga itu selalu berbunyi berderik-derik
kalau dilewati. Jack turun dengan hati hati sekali. langkah demi langkah, sambil berdoa semoga "bunyinya tidak terlalu keras.
Pada satu bagian, tangga itu menikung. Jack bermaksud hendak berhenti sebentar
di situ sambil mendengarkan, sebelum meneruskan langkah. Tapi begitu ia sampai
di tikungan, tahu tahu ada orang menerpa dan menyambarnya! Jack disentakkan
"dengan keras, sehingga terjatuh ke lantai dasar. Untung anak tangga tinggal
empat lagi yang masih harus dilalui. Tapi walau begitu terasa sesak juga napas
Jack. Orang yang menyergapnya berdiri, lalu menyentakkan Jack supaya bangun lagi. Ia
didorong masuk ke dapur. Dengan cepat Jack memandang ke arah kursi besar, untuk
melihat siapa yang duduk di situ.
Tapi di situ tidak ada orang duduk! Pasti orang itu yang menyergapnya. Rupanya
orang itu mendengar bunyi Jack datang, lalu mengintai untuk kemudian menyergap,
Jack memberontak, lalu memutar tubuh. Ia mengira, pasti berhadapan dengan salah
seorang dari kawanan penjahat.
Baik Jack maupun orang yang menyergapnya, sama-sama melongo. Keduanya sama-sama
mundur selangkah. "Bill Smugs!" "Jack! Apa lagi maumu, menyelinap-nyelinap seperti begini" Kusangka kau tadi
pencuri!" "Astaga! Sakit badanku Anda banting tadi," kata Jack sambil menggosok-gosok
bagian tubuhnya yang sakit. Ia menggigil lagi. Bill memandang pakaian anak itu
yang basah kuyup. Diperhatikannya mukanya yang pucat, lalu cepat-cepat
ditariknya anak itu ke dekat pediangan.
"Kau basah kuyup! Dari mana kau tadi" Mana anak-anak yang lain" Ketika aku
datang tadi untuk menanyakan pada Bu Mannering apakah aku bisa menginap di sini
untuk satu atau dua hari, kutemukan rumah kosong dan terkunci."
"Lalu, bagaimana Anda bisa masuk?" tanya Jack Badannya mulai terasa hangat,
karena duduk dekat api. "Ah, ada saja caraku," kata Bill mengelak. "Kusangka kalian semua sedang piknik
Karenanya aku masuk, untuk menunggu kalian kembali. Tapi kalian tidak muncul-
muncul. Akhirnya kuputuskan menginap saja di sini semalam, lalu besok mencari
keterangan di sekitar sini untuk mengetahui ke mana kalian pergi. Ketika aku
sedang duduk-duduk sambil mengisap pipa, tahu tahu kudengar bunyi mencurigakan. "Kusangka pencuri, lalu kusergap. Tahu-tahu kau yang masuk"
"Soalnya aku tadi mengintip dari jendela. Aku tidak bisa melihat siapa yang
duduk di kursi itu. Aku lantas bermaksud menyelinap masuk, lalu mengintip ke
sini," kata Jack menjelaskan. "Wah, Bill untung aku bertemu dengan Anda di
"sini. Kami sedang dalam bahaya!"
"Apa maksudmu?" tanya Bill kaget. "Mana anak-anak yang lain?"
"Ceritanya panjang, tapi aku harus menceritakannya dari awal mula," kata Jack
?"Bagaimana jika kita minum yang panas sementara aku bercerita, Bill" Aku
kedinginan sekali!" Sambil berkata begitu, ia menuding teko berisi air mendidih yang terjerang di
atas api. "Aku baru saja hendak mengusulkan hal yang sama," kata Bill. "Kau memerlukan
minuman coklat panas, ditambah biskuit. Untung kau sudah tidak menggigil lagi
seperti tadi! O ya, Bu Mannering ke mana" Dia kan tidak ikut terlibat dalam
bahaya'?" "Ah, tidak Bibi Allie sedang menjenguk Bibi Polly, yang jatuh sakit lagi,"
"kata Jack. "Bibi Allie tidak apa apa."
"Bill membuatkan minuman susu coklat untuk Jack. Diambilnya biskuit dari lemari,
lalu diletakkannya ke atas meja. Sementara itu Jack sudah melepaskan pakaiannya
yang basah. Ia duduk berselubung gaun kamar.
"Sebetulnya aku tidak boleh membuang-buang waktu, sementara anak-anak dalam
bahaya," katanya. 'Tapi aku harus menceritakan segala-galanya dulu pada Anda,
lalu terserah apa yang akan Anda lakukan kemudian."
"Cepatlah bercerita," kata Bill mendesak.
Ia mendengarkan dengan terheran-heran, sementara Jack menceritakan petualangan
selama itu. Bill terpingkal-pingkal mendengar akal Philip, bersembunyi dalam
baju zirah. "Ya, memang begitulah Philip! Hebat sekali akalnya! Orang-orang itu pasti tak
menyangka ada yang bersembunyi di situ!"
Kemudian ia serius kembali. Asap pipanya berkepul-kepul, sementara matanya tak
lepas menatap Jack. Mukanya yang memang merah nampak semakin memerah diterangi
nyala api pediangan. Ubun-ubunnya yang botak berkilat-kilat.
"Kisahmu ini benar-benar luar biasa, Jack," kata Bill setelah Jack mengakhiri
ceritanya. "Rasanya masih banyak lagi yang perlu diketahui. Seperti apa tampang
orang-orang itu" Adakah di antara mereka yang mempunyai bekas luka panjang, dari
dagu sampai ke leher?"
"Tidak," kata Jack sambil mengingat-ingat. "Sepanjang ingatanku, tidak ada. Tapi
aku berhasil memotret seorang di antara mereka ketika berada di dekat sarang
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"rajawali. Tadi kan kuceritakan, aku memotret kawanan rajawali dari tempat
persembunyianku dalam semak. Nah aku sempat memotret seorang penjahat itu,
"ketika sedang diserang rajawali. Sebetulnya dua, tapi sayangnya yang satu
kebetulan memalingkan muka."
"Kau membawa fotonya?" tanya Bill bersemangat.
"Aku membawa filmnya," kata Jack. Ia menuding topi kain yang tergulung rapat di
atas meja. "Kusimpan di situ! Tapi belum dicuci, Bill."
"Biar aku saja yang mencucinya, sementara kau tidur," kata Bill. "Kulihat kau
sudah membuat kamar gelap di ujung gang, untuk mencuci sendiri filmmu. Semuanya
kan sudah lengkap?" "Tapi tapi apakah kita tidak perlu cepat-cepat menyelamatkan Dinah dan Lucy-"Ann?" tanya Jack bingung.
"Aku perlu pergi ke kota dulu untuk menjemput beberapa bawahanku, serta mengatur
beberapa hal," kata Bill. "Jika orang-orang itu benar melakukan hal yang kuduga
akan diperbuat oleh mereka, maka besar harapan kita akan bisa meringkus semuanya
sekaligus. Tapi kurasa Dinah dan Lucy-Ann takkan diapa-apakan oleh mereka."
"Apakah yang mereka lakukan, Bill?" tanya Jack ingin tahu. "Adakah hubungannya
dengan tugas yang Anda katakan sedang menyibukkan Anda saat ini?"
"Aku belum bisa mengatakannya," kata Bill. "Tapi sebentar lagi akan kuketahui
juga." Ia menatap Jack. "Kalian ini memang ada-ada saja selalu terlibat dalam
"petualangan. Belum pernah kukenal anak-anak macam kalian! Kurasa sebaiknya aku
harus selalu berada di dekat kalian, supaya bisa ikut mengalaminya."
Jack disuruhnya berbaring di sofa, lalu diselimutinya. Lampu minyak dikecilkan
nyalanya. Lalu ia pergi ke gang, untuk mencuci film yang dibuat oleh Jack. Jack sudah
menunjukkan rol film mana yang ada foto penjahat sedang diserang rajawali.
Jack tidur pulas. la sangat capek. Ia sendiri tidak tahu berapa lama ia tidur.
Tapi tiba-tiba ia dibangunkan oleh Bill yang masuk ke dapur sambil memegang
segulung film yang sudah dicuci "Aku terpaksa membangunkanmu, Jack tapi ini
"benar-benar hebat," katanya. Dihadapkannya film yang dipegangnya ke jendela yang
terang, karena hari sudah pagi. "Jelas sekali foto orang ini. Ia berjanggut
lebat. Tapi untungnya ia sedang mendongak, sehingga lehernya kelihatan jelas
dari dagu sampai ke dada. Dan apa yang nampak ini?"
"Suatu goresan kelihatannya seperti bekas luka," kata Jack. Ia cepat-cepat
"duduk. "Tepat!" kata Bill. Ia mengambil buku catatan dari kantongnya. Dikeluarkannya
sebuah foto yang terselip di situ, ditunjukkannya pada Jack.
"Coba lihat foto ini kaulihat bekas luka di dagunya, memanjang sampai ke
"leher?" Jack menatap foto seseorang yang tercukur licin. Pada dagu dan lehernya nampak
bekas luka yang panjang. Mengerikan!
"Ini orang yang itu-itu juga. Memang kelihatan lain, karena pada fotomu ia
berjanggut lebat. Mungkin baru akhir-akhir ini dibiarkan tumbuh. Tapi ia tetap
bisa dikenal karena bekas luka yang di leher! Sekarang aku sudah tahu pasti, mau
apa orang-orang yang di puri itu! Sudah sejak enam bulan aku sibuk terus,
mencari mereka!" "Siapakah dia?" tanya Jack sambil menuding foto.
"Namanya yang asli, Mannheim," kata Bill, "tapi ia dikenal dengan julukan Scar-
Neck, karena luka di lehernya itu. la mata-mata yang sangat berbahaya!"
"Astaga!" kata Jack. "Jadi Anda selama ini mengejarnya?"
"Aku ditugaskan untuk mengawasi dia dan memperhatikan segala tingkah-lakunya,"
kata Bill. "Tapi tidak boleh menangkap, karena kami ingin tahu apa lagi rencana
jahatnya sekarang, dan siapa saja teman-temannya. Kami ingin sekali bisa
meringkus seluruh kawanannya sekaligus. Tapi Scar-Neck sangat cerdik! la pandai
menghilang maksudku menyembunyikan jejak. Aku sudah berhasil membuntutinya
"sampai di kota di mana kalian berjumpa dengan aku. Tapi tahu-tahu ia menghilang
lagi!" "Ia pergi ke puri!" kata Jack. "Tempat itu memang sangat cocok untuk dijadikan
persembunyian!" "Aku perlu mengenal seluk beluk puri itu," kata Bill sambil berpikir-pikir. ?"Harus kuselidiki siapa pemiliknya sekarang. Kau tahu apa yang terdapat di balik
bukit itu, Jack?" "Tidak," kata Jack. Ia agak heran mendengar pertanyaan itu. "Kami belum pernah
ke sana. Kenapa Anda bertanya?"
"Ah, tidak apa apa! Cuma mungkin saja kau mendengar mereka bercakap-cakap," kata
"Bill. "Saat ini aku belum bisa bercerita lebih banyak. Wah, senang sekali rasanya aku
berjumpa dengan kalian waktu itu, lalu datang ke sini untuk menjenguk kalian!"
"Aku juga senang, Bill," kata Jack "Soalnya, aku sudah benar-benar bingung!
Sekarang Anda ada di sini, jadi segala galanya bisa kuserahkan pada Anda."
?"Betul, Jack," kata Bill Smugs. "Sekarang aku harus berangkat ke kota lagi untuk
menyampaikan laporan."
"Anda naik apa ke sana," kata Jack.
"Aku tadi datang dengan mobil," jawab Bill. "Sekarang kau tidur saja lagi,
sampai aku kembali nanti. Aku berjanji takkan lama-lama pergi."
Jack merebahkan diri kembali ke sofa. "Kurasa aku tidak jadi pilek," katanya
lega. "Untung Anda menyalakan api pediangan tadi malam, Bill!"
"Habis, kalau tidak begitu aku tidak bisa memasak air," jawab Bill. "Ya, kurasa
kau takkan terserang pilek. Jadi nanti bisa pergi dengan aku ke puri untuk
menunjukkan jalan." "Tapi bagaimana cara kita masuk?" seru Jack, sementara Bill sudah berjalan ke
luar menuju mobilnya. Bill tidak menjawab. Terdengar bunyi mesin mobil
dihidupkan. "Ah, serahkan saja semuanya pada Bill," pikir Jack. "Aku ingin tahu, apa yang
akan terjadi selanjutnya!"
Bab 24 KIKI BERAKSI Malam itu Tassie tidak bisa tenang. Ia berusaha tidur dalam semak Tapi baru saja
ia terlena, tahu-tahu Kiki mulai gelisah. Dicengkeramnya perut Tassie kuat-kuat,
sehingga anak itu kaget dan terbangun.
"Aduh, Kiki tenang sedikit dong," kata Tassie mengantuk
"Tapi Kiki tidak bisa tenang. Ia menunggu Jack Ia merasa heran, apa sebabnya anak
itu belum kembali sedari tadi. Kiki mulai mengoceh dengan suara pelan. Tassie
menepuk paruhnya. "Diam, Kiki! Tidurlah! Kau harus meniru Button lihatlah, ia tidur pulas."
"Saat itu terdengar bunyi sesuatu di halaman dalam. Kiki mendengarkan sambil
memiringkan kepala. Dikiranya Jack yang datangi
"Jerangkan air!" teriak burung itu dengan gembira, lalu keluar dari semak
"Jerangkan air!"
Tahu-tahu nampak senter menyala. Sinarnya bergerak-gerak seolah mencari-cari.
Tapi Kiki tidak kelihatan, karena ia berada di balik sebuah batu.
Di halaman dalam berdiri dua orang laki-laki. Mereka mendengar jeritan Kiki.
Karena tidak tahu bahwa yang bersuara itu burung kakaktua, mereka menyangka ada
orang yang bercakap-cakap.
"Bersihkan kakimu!" seru Kiki lagi. "Sudah berapa kali kukatakan, bersihkan
kakimu?" Kedua laki-laki yang berada di halaman berbisik-bisik, mengatur rencana untuk
menangkapnya. Mereka menyangka Kiki manusia! Sementara itu Kiki mulai kesal. Ia
kecewa, karena ternyata yang muncul itu bukan Jack
"Habis perkara," kata burung itu dengan nada sedih. Satu dari kedua laki-laki
yang di halaman memungut batu, lalu melemparkannya ke arah Kiki. Kalau sampai
kena, pasti mati dia. Tapi untung saja meleset!
Kiki kaget. Seumur hidupnya, ia belum pernah mengalami dilempar dengan batu.
Dengan segera ia terbang ke atas tembok, di belakang kedua orang itu.
"Anak nakal!" katanya, "nakal, nakal!"
Kedua laki-laki itu berseru karena marah. Mereka cepat-cepat berpaling. Tapi
mereka tidak bisa melihat, siapa yang mengata-ngatai dari atas tembok itu.
Menurut sangkaan mereka, kini mereka berhadapan dengan dua orang. Satu di atas
tebing, dan yang satu lagi di atas tembok.
"Ayo turun!" bentak satu dari kedua orang itu. "Jangan main-main lagi!"
"Gelap, pengap, kedap!" kata Kiki berdendang, lalu turun ke halaman dalam, tidak
jauh dari kedua orang itu. Mereka tidak melihatnya, karena di situ gelap.
Kiki menggeram-geram, menirukan anjing. Kedua laki-laki itu terloncat ketakutan,
karena suara menggeram itu kedengarannya dekat sekali di belakang mereka.
"Mereka membawa anjing," kata seorang dari mereka. "Awas! Kalau perlu, tembak
saja!" Terdengar bunyi letusan pistol. Tassie yang masih terus bersembunyi dalam semak,
kaget setengah mati mendengarnya. Button juga kaget, lalu lari ketakutan.
Pedang Hati Suci 4 Wiro Sableng 177 Jaka Pesolek Penangkap Petir Kemelut Di Negara Siluman 1
Ia sudah mengambil foto laki-laki itu. Tapi sayang tepat pada saat itu orang
yang satu lagi sedang menoleh, sehingga mukanya tertutup.
Kedua orang itu mendengar bunyi kamera. Mereka kelihatannya tercengang. Tapi
mereka lantas bergegas turun dari tebing, karena pada saat itu burung rajawali
betina datang lagi untuk menyerang. Kedua laki-laki itu lari ke halaman. Mereka
tidak bermaksud memeriksa tebing lebih lanjut. Keduanya sependapat, takkan
mungkin ada orang bersembunyi di tempat di mana terdapat sarang burung segalak
itu! Jack menunggu terus dalam semak. Ia memperhatikan kawanan rajawali yang gelisah
sekali karena kedatangan kedua laki-laki tadi. Jack lantas menduga bahwa kedua
burung dewasa itu bermaksud mengajak anak mereka meninggalkan sarang. Mereka
hendak mengajarinya terbang, karena merasa tidak aman ditinggal di sarang lagi.
Siapa tahu kedua makhluk berkaki dua tadi naik sampai ke sarang!
Jack melupakan rasa takutnya, karena perhatiannya terpikat pada usaha kedua
rajawali dewasa itu untuk mengajar anak mereka terbang.
Mereka mendesak-desak anak mereka sampai ke pinggir sarang, lalu mendorongnya ke
tepi tebing tempat sarang itu. Burung yang masih muda itu berusaha hendak masuk
kembali ke sarang. Tapi induknya terbang mengitari sambil menjerit-jerit.
Seakan-akan mengatakan dalam bahasa rajawali bahwa ia harus ikut terbang. Anak
rajawali kelihatan seakan-akan mendengarkan. Tapi kemudian memalingkan kepala.
Bosan diomeli rupanya! Namun tahu-tahu ia melebarkan sayap. Lebar sekali bentangannya. Jack memotret
beruntun-runtun, termasuk adegan anak burung itu mencoba sayapnya. Ia mengepak-
ngepakkan sayap dengan begitu bersemangat, sehingga kakinya nyaris tidak
menyentuh tepi tebing lagi. Kemudian dengan gaya yang indah, anak burung itu
membubung ke atas. Kedua induk dan bapaknya mendampingi sambil menjerit-jerit.
Anak burung itu sudah bisa terbang!
"Hebat!" kata Jack. Diambilnya gulungan film yang sudah terisi penuh dari
kameranya. "Mereka kembali atau tidak, ya" Tapi sebenarnya itu tidak menjadi
persoalan, karena aku sudah berhasil membuat foto yang indah-indah. Lebih baik
dari foto siapa pun juga!"
Ketika ia sedang memasang gulungan Film baru, didengarnya suara anak-anak
datang. Ia senang karenanya tapi di mana kedua laki-laki tadi?"Jack merayap keluar dari semak. Tusukan duri nyaris tak dirasakannya lagi. Ia
turun dari tebing, lalu menggabungkan diri dengan anak-anak yang datang. Dari
air mukanya mereka melihat bahwa ia hendak menceritakan sesuatu. Lucy-Ann
bergegas menyongsongnya. Apakah yang terjadi, Jack" Tampangmu begitu serius kelihatannya! Bayangkan
" "kami datang dengan bermacam-macam bekal. Soalnya, kami diizinkan berkemah di
sini selama beberapa hari! Bu Mannering hendak berkunjung ke Bibi Polly. Tapi
dalam beberapa hari lagi pasti sudah kembali."
Bibi Polly itu saudara Bu Mannering. Ia jatuh sakit, dan karena itu Bu Mannering
hendak menjenguknya. "Lalu ibuku mengatakan, jika kami mau, kami boleh ikut ke sini selama itu," kata
Dinah. "Tapi kau kelihatannya tidak begitu senang mendengarnya, Jack!"
"Begini soalnya," kata Jack. "Di sini ada sesuatu yang aneh. Sungguh-sungguh
aneh! Aku tidak tahu, tapi mungkin lebih baik kalian tidak datang saja. Aku
sudah membuat semua foto yang kuinginkan dari kawanan rajawali. Dan aku sungguh-
sungguh beranggapan, lebih baik jika kita semua pulang saja."
"Pulang ke Pondok Musim Bunga" Kenapa?"tanya Philip heran. "Ayo cepat "ceritakan segala-galanya, Jack!"
"Baiklah! Tapi mana Tassie?" tanya Jack, sambil memandang berkeliling.
"Ia tidak diizinkan ibunya ikut," kata Lucy-Ann. "Ketika Tassie menceritakan
bahwa kita semua akan ikut menginap di sini bersamamu, ibunya langsung panik. la
sama saja seperti orang-orang desa sini merasa ada sesuatu yang buruk dan
"menyeramkan di tempat ini. Ia benar-benar tidak mengizinkan Tassie ikut. Jadi
terpaksa kami tinggal."
"Tassie marah sekali pada ibunya," kata Philip. "Wah, caranya mengamuk, lebih
gila lagi daripada Dinah. ibunya dilabrak olehnya Tapi ibunya tidak kalah
galak. Tassie diguncang-guncangnya dengan keras. Yah pokoknya Tassie tidak
"bisa ikut sekarang. Tapi teruskan ceritamu tadi."
?"Kalian kalian tadi tidak berjumpa siapa-siapa sewaktu datang ke sini?" tanya
"Jack. Mungkin kedua laki-laki tadi sudah pergi, pikirnya.
"Kami melihat .0rang-orang di kejauhan kelihatannya seperti mereka bertiga,"
"kata Philip. "Kenapa kau bertanya?"
"Kayak apa tampang mereka" Ada yang berjanggut hitam?" tanya Jack lagi.
"Mereka tadi terlalu jauh dari kami, jadi kami tidak bisa melihat kayak apa
tampang mereka itu. Mereka melewati jalan lain," kata Philip. "Mungkin saja
mereka itu penggembala biri-biri. Setidak-tidaknya, begitulah menurut perkiraan
kami." "Mereka bertiga," kata Jack sambil merenung. "Kalau begitu laki-laki yang
bersembunyi juga ikut."
"Apa lagi yang kaugumamkan sekarang?" seru Dinah dengan perasaan tidak sabar.
Jack menceritakan pengalamannya, sementara anak-anak yang lain mendengarkan
sambil melongo. Ketika ia sampai pada pemaparan tentang ruangan tersembunyi di
bawah tanah, mata Lucy-Ann melotot begitu besar, sehingga kelihatannya nyaris
jatuh dari rongganya! "Ruangan bawah tanah dan ada orang tinggal di situ! Wah! Aku tahu apa yang
"akan dikatakan Tassie jika ia mendengarnya. Pasti ia mengatakan, itu pasti laki-
laki jahat itu," kata Lucy-Ann. "Dia tentu mengatakan, laki-laki itu terang akan
berusaha menangkap dan menawan kita, sehingga kita lenyap untuk selama-lamanya!"
"Ah, mana mungkin," kata Jack. "Tapi yang jelas, ada sesuatu yang tidak beres di
sini, dan kita harus menyelidiki apa itu. Coba Bill Smugs ada di sini pasti ia
"tahu apa yang harus dilakukan sekarang."
"Alamatnya saja kita tidak tahu," kata Philip. "Kita cuma mengetahui bahwa ia
ada di kota tempat kita berbelanja waktu itu. Dan ibu sekarang juga sedang tidak
ada! Jadi kita tidak bisa meminta nasihat padanya."
"Yah apakah dia ada atau tidak, tapi jelas bahwa kita harus kembali ke Pondok
" Musim Bunga," kata Jack. "Kita kan sudah pernah berurusan dengan orang-orang
berbahaya, dan kita tahu bahwa itu tidak menyenangkan! Aku tidak ingin terlibat
dalam urusan yang berbahaya, sementara kita juga harus menjaga adik-adik kita.
Jadi sebaiknya kita pulang saja semua."
"Betul," kata Philip. "Aku sependapat denganmu. Tapi karena menurut pendapatmu
tadi ketiga orang itu sudah pergi dari sini, bagaimana jika kita memeriksa kamar
tersembunyi itu sebentar, hm" Siapa tahu, mungkin kita menemukan sesuatu di situ
yang bisa dijadikan pegangan untuk mengetahui siapa yang tinggal dalam ruangan
itu. Dan kenapa ia ada di situ."
"Baiklah," kata Jack. "Yuk, kita ke sana. Kau juga ikut Kiki. Mana Button,
Philip?" "Tadi kutinggal bersama Tassie supaya ada yang menghibur anak itu selama kita "tidak ada," kata Philip. "Kasihan, Tassie sedih sekali ditinggal. Ah, sebentar
lagi dia akan pasti gembira melihat kita kembali."
Mereka masuk ke serambi yang luas. Jack dan Philip menyalakan senter mereka.
Mereka merasa pasti bahwa hanya mereka sendiri yang ada di puri saat itu,
sehingga tidak merasa perlu berhati-hati. Mereka berbicara dan tertawa-tawa
seperti biasanya. Jack mendului berjalan ke bagian belakang serambi. Sesampai di
situ ia memandang ke lantai.
Tapi lubang yang pernah dilihatnya di situ, kini sudah tidak ada lagi. Lenyap!
Anak-anak memeriksa lantai, barangkali ada tingkap. Tapi itu pun tidak ada.
Philip mulai sangsi Jangan-jangan kesemuanya hanya ada dalam impian Jack saja.
Tapi Philip bermata tajam. Tiba-tiba ia melihat pasak besi terpasang pada
dinding belakang serambi itu. Pasak itu licin mengkilat, seperti sering
dipegang. "Ini ada sesuatu yang aneh!" kata Philip, lalu menarik pasak itu kuat-kuat.
"Pasak itu bergerak dalam semacam alur. Dan tiba-tiba terdengar bunyi gemeretak
di lantai, dekat sekali ke kaki Lucy-Ann. Anak itu meloncat mundur, sambil
berteriak kaget. Ternyata lantai di depannya terbuka sebagian! Sekeping batu besar bergerak ke
arah bawah dan kemudian ke samping. Kini nampak undak-undakan batu, menuju ke
ruangan tersembunyi yang dilihat Jack malam sebelumnya. Napas anak-anak
tersentak karena kagum. "Aku teringat pada kisah Ali Baba atau AIadin," kata Dinah. "Yuk, kita turun,
ya" Ini benar-benar asyik!
"Sebuah lampu minyak menyala di atas meja panjang yang terdapat di bawah.
Diterangi lampu itu anak-anak meneliti isi ruangan. Philip, Lucy-Ann dan Dinah
bergegas menuruni tangga batu. Mereka mengamat-amati permadani dinding yang
berhiaskan pemandangan perburuan. Mereka juga melihat deretan baju zirah yang
mengelilingi ruangan. Begitu pula kursi-kursi besar dan berat, yang kelihatannya
untuk tempat duduk raksasa.
"Mana Jack?" tanya Philip.
"Mungkin mencari kata Dinah. "He, Philip lihatlah, itu ada lagi pasak di
"dinding, kayak yang di atas tadi. Apakah yang terjadi jika ditarik?"
Dinah menarik pasak itu. Dengan disertai bunyi gemeretak lagi, batu besar yang
tadi kembali lagi ke tempat semula. Ketiga anak itu terkurung di bawah tanah!
Gudang Download Ebook: www.zheraf.net
http://zheraf.wapamp.com Bab 17 KETAHUAN Mereka seperti terpukau memandang batu besar itu tergeser kembali ke tempatnya.
Tapi tiba-tiba Philip merasa gelisah.
"Minggir, Dinah!" katanya. "Coba kugerakkan pasak itu. Mudah-mudahan saja bisa!"
Philip menarik-narik pasak itu. Tapi sedikit pun tidak bergerak. Kini didorong.
Ditekan. Tapi semuanya percuma!
"Rupanya ini gunanya untuk menutup lubang, bukan untuk membuka," kata Philip. Ia
memandang berkeliling, mencari-cari kalau ada pasak atau tuas lain di dekat
situ. Pokoknya apa saja yang kelihatannya merupakan alat pembuka lubang. Tapi ia
tidak melihat apa-apa di situ.
"Tapi harus ada," katanya, "karena kalau tidak, mana mungkin Orang yang
bersembunyi di sini bisa keluar malam-malam. Jadi tentunya ada alat pembuka
lubang di sinil." Dinah dan Lucy-Ann ketakutan. Perasaan mereka tidak enak, terkurung dalam
ruangan bawah tanah seperti itu. Lucy-Ann merasa seakan-akan baju-baju zirah itu
memandangnya, senang melihat dia ketakutan. Lucy-Ann merasa seram melihat
benda-benda kuno itu. "Jack kan sebentar lagi pasti muncul di atas, Philip," kata Dinah. "Begitu ia
melihat lubang di atas tertutup, ia pasti akan menarik pasak itu lagi. Kita
tidak perlu khawatir."
"Ya, betul juga," kata Philip. Ia agak lega. "Tapi, kau memang konyol, Dinah!
Itulah, jangan suka mengutik-utik, kalau belum tahu apa gunanya."
"Ah kau sendiri pun begitu juga," Balas Dinah. "Ya deh, ya deh," kata Philip "mengalah, lalu memandang berkeliling lagi. Ia merasa tertarik pada baju zirah
yang berjejer-jejer itu. Ia kepingin sekali mencoba sebentar.
Saat itu juga timbul pikiran isengnya.
"He, aku tahu akal!" katanya. "Akan kupakai salah satu baju zirah ini, lalu
bersembunyi. Nanti kalau Jack turun setelah lubang dibuka, kalian jangan bilang
padanya aku pergi ke mana! Lalu aku tiba-tiba datang dalam pakaian zirah. Pasti
Jack akan takut setengah mati, kalau tiba-tiba melihat baju besi ini bisa
bergerak, menghampirinya dengan bunyi berdencing-dencing!"
, Dinah tertawa, begitu pula Lucy-Ann.
"Ya tapi cepatlah sedikit," kata Lucy-Ann. "Kau tahu cara memakainya?"
?"Ya, aku pernah mencobanya di sekolah, ketika diadakan pameran di sana," kata
Philip. "Sebetulnya gampang, asal tahu caranya. Tapi aku memerlukan bantuan
kalian." Tidak lama setelah itu Philip sudah berbaju zirah. Kepalanya tersembunyi dalam
ketopong. Ia bisa melihat dengan jelas lewat pelindung mata, tapi dari luar
tidak bisa dilihat bahwa dalam baju zirah itu ada orang. Philip melangkah dengan
bunyi berdencing-dencing, kembali ke tempat pakaian logam itu tadi terpasang.
Dinah dan Lucy-Ann tertawa cekikikan.
"Pasti Jack kaget setengah mati nanti! Kenapa dia tidak muncul-muncul juga,"
kata Lucy-Ann. "Bagaimana rasanya, Philip?" tanya Dinah, sambil memandang abangnya yang
berselubung baju zirah, dan kini berdiri tanpa bergerak sedikit pun di antara
deretan pakaian perang lain-lainnya.
"Yah, lumayanlah," kata Philip. "Tapi aku takkan mau disuruh berperang dengan
baju zirah. Berjalan beberapa langkah saja sudah kepayahan rasanya! Aku heran,
bagaimana para prajurit jaman dulu bahkan bisa bertempur dengannya"
Setelah itu Dinah dan Lucy-Ann melihat-lihat isi ruangan itu lagi. Mereka
memperhatikan gambar-gambar pemandangan yang menghias permadani. Mereka
duduk duduk di kursi kuno, meraba-raba senjata jaman dulu yang juga terpajang di"situ.
"Apa sih, yang sedang dikerjakan Jack?" tanya Lucy-Ann pada akhirnya. Ia mulai
cemas. "Lama . sekali, belum datang-datang juga. Aduh, Dinah! Jangan-jangan
orang-orang itu sudah kembali, dan kini Jack jatuh ke tangan mereka!"
"Ah, mana mungkin," jawab Dinah. Padahal dalam hati ia juga mulai merasa
gelisah. "Tapi kemana dia" Tadi dia kan cuma hendak memanggil Kiki! Tinggal
menunggu burung itu datang, lalu menyusul kita ke sini."
Tiba-tiba terdengar suara Philip., Bunyinya menggaung, karena ia berbicara di
dalam ketopong. "Kurasa orang-orang yang kita lihat tadi bukan dari sini datangnya," katanya.
"Setelah kupikir, tak mungkin mereka!"
"Apa maksudmu?" seru Dinah dan Lucy-Ann.
Keduanya memandang ketopong yang menutupi kepala Philip. Mereka semakin cemas.
"Coba ingat yang baik, di mana kita melihat mereka," kata Philip. "Kan jauh ke
sebelah bawah, sedikit di atas pertanian. Ya kan" Nah, kita tahu dari sana tidak
ada jalan menuju ke puri ini. Kalau kupikir benar-benar, aku yakin mereka itu
orang pertanian. Satu di antaranya pernah kita lihat di sana, kalau kita hendak
membeli telur. Maksudku yang jangkung sekali."
Dinah dan Lucy-Ann mengingat-ingat. Ya mereka melihat ketiga orang tadi memang
"tidak jauh dari pertanian.
"Kurasa kau benar, Philip," kata Lucy-Ann. Ia ketakutan. "Lagi pula, kalau
mereka tidak ingin ketahuan orang lain, kan konyol jika mereka berjalan lewat
dekat pertanian itu! Anjing-anjing di sana pasta menggonggong, lalu petani
keluar untuk memeriksa."
"Ya! Dan anjing-anjing itu tidak menggonggong, karena kita tidak mendengarnya,"
kata Philip. "Jadi itu bukti mereka memang orang dari pertanian. Aduh - kalau
begitu orang-orang yang dimaksudkan oleh Jack mungkin masih ada di sekitar
sini." "Kenapa Jack belum datang," kata Dinah. "Sedang apa dia sekarang?" ,
Jack memang lama sekali pergi. Tapi itu bukan kemauannya sendiri. Sewaktu anak-
anak yang bertiga turun ke ruangan bawah tanah, ia pergi menyusul Kiki. Burung
iseng itu terbang memasuki kamar di mana ia bersembunyi dengan Jack malam
sebelumnya. Ketika Jack masuk ke kamar itu, dari jendela tiba-tiba ia melihat
ketiga orang yang kemarin sedang berdiri di sudut halaman dalam.
"Astaga!" pikir Jack. "Ternyata Philip keliru. Orang-orang yang dilihatnya,
bukan mereka yang dari sini. Rupanya pekerja pertanian, yang mungkin hendak
memeriksa biri-biri atau melakukan tugas lainnya. Wah! Mudah-mudahan saja orang-
orang itu tidak lekas kembali ke ruangan bawah tanah!"
Jack melesat kembali ke serambi, mendatangi tempat di mana seharusnya ada lubang
di lantai. Tapi lubang itu tidak kelihatan, sudah tertutup batu besar kembali.
Jack kaget. Ia tidak tahu bahwa Dinah menarik pasak yang ada di bawah, sehingga
lubang tertutup lagi. Sesaat Jack bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apakah membuka lubang,
untuk memeriksa apakah anak-anak masih ada di bawah" Tapi jika itu dilakukan,
jangan-jangan tepat pada saat itu ketiga orang tadi masuk ke serambi!
Jack bisa mendengar suara mereka mendekat. Jack bergegas kembali ke kamar duduk
Karena tergopoh-gopoh ia menyenggol sebuah kursi.
Debu langsung berhamburan. Ia lari ke sebuah jendela lebar, lalu menyembunyikan
diri di balik gorden panjang di situ. Ia tidak berani menyentuhnya, karena pasti
akan langsung hancur menjadi debu jika tersentuh sedikit saja.
Ketiga orang yang di luar rupanya masih tetap mempersoalkan kantong yang berisi
sisa-sisa apel. Terasa jelas bahwa mereka tahu ada orang lain di situ kecuali
mereka. Jack kaget sekali ketika melihat bahwa orang-orang itu juga sudah
menemukan barang-barang bekal yang dibawa anak-anak tadi!
Barang-barang itu dibawa, lalu diletakkan di ambang pintu puri. Mereka meneliti
dengan cermat sekali. Jack berhasil menangkap satu dua patah kata. Tapi ia tidak
memahaminya. "Kita harus cepat-cepat pergi dari sini, begitu keadaan mengizinkan," kata Jack
dalam hati. "Kalau tidak, bisa gawat nanti. Coba Dinah dan Lucy-Ann tidak ada lagi di sini!
Aku harus berusaha menyelundupkan keduanya ke kamar yang ada jembatan papannya!"
Ketiga laki-laki yang berdiri di ambang pintu, kini memecah. Dua masuk ke puri.
Rupanya hendak mencari dengan teliti di dalam. Sedang yang ketiga tetap berdiri
di ambang gerbang sambil merokok. Kelihatannya ia bertugas menjaga halaman
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam. Jack tidak bisa membuka batu yang menutup jalan masuk ke ruangan tersembunyi.
Kalau ia mencobanya juga, laki-laki yang menjaga di ambang gerbang pasti akan
melihatnya. Jadi Jack terpaksa bersabar, menunggu perkembangan selanjutnya.
Ia berdiri di belakang gorden, sambil memasang telinga. Disayangkannya bahwa
Bill Smugs tidak ada di situ. Bill selalu tahu apa yang harus dilakukan pada
saat-saat gawat Tapi itu tidak aneh, karena Bill Smugs kan sudah dewasa!
Laki-laki yang berdiri di ambang gerbang sudah habis rokoknya. Tapi puntung yang
pendek tidak dilemparkannya sembarangan ke halaman. Tidak! Puntung itu
dipadamkannya dengan saksama pada permukaan mata uang yang diambilnya dari
kantong. Setelah itu dimasukkan ke dalam sebuah kotak kaleng kecil. Rupanya ia
tidak mau meninggalkan bekas-bekas yang bisa dijadikan petunjuk bahwa ia ada
dalam puri. Setelah itu ia berpaling dan masuk ke serambi. Jack menahan napas. Didengarnya
langkah orang itu menggema. Mungkinkah hendak kembali ke kamar tersembunyi"
Ternyata memang begitu! Laki-laki itu pergi ke bagian belakang serambi. Sesampai
di situ ia meraba-raba dinding. Jack menduga, orang itu pasti mencari-cari
pasak. Ia lantas menyelinap ke balik pintu kamar, lalu mengintip ke luar lewat
celah daun pintu. Dari situ ia bisa melihat apa yang sedang terjadi.
Laki-laki tadi menarik pasak. Batu besar di lantai tergeser dengan bunyi
gemeretak. Jantung Jack seakan-akan berhenti berdenyut. Apakah yang terjadi
sekarang" Apa kata orang itu, apabila ia melihat ada tiga orang anak dalam
ruangan bawah tanah"
Dinah dan Lucy-Ann juga mendengar bunyi batu besar tergeser. Mereka mendongak
Sedang Philip mengintip dari dalam ketopong, dengan harapan bahwa yang datang
itu mudah-mudahan Jack. Ketiga anak itu kaget setengah mati karena yang berdiri di ujung atas tangga "bukan Jack, tapi seorang laki-laki yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.
Dan orang itu menatap mereka dengan heran bercampur marah!
Orang itu tentu saja hanya melihat Dinah dan Lucy-Ann. Kedua anak perempuan itu
memandang dengan tubuh gemetar. Mereka melihat tampang seseorang yang tidak
menyenangkan. Berhidung besar, mata terpicing dan bibir yang sangat tipis.
Alisnya tebal dan panjang, setengah menutupi mata.
"Nah!" tukas orang itu. Matanya semakin dipicingkan. "Nah! Kalian datang ke
sini, lalu memasuki kamarku! Mau apa kalian?"
Lucy-Ann mulai terisak-isak karena takut. Jack sudah kepingin saja mendorong
orang itu supaya jatuh dan patah lehernya. "Orang jahat, menakut-nakuti Lucy-
Ann!" pikirnya dengan marah. Ia kepingin sekali berani muncul, untuk menenangkan
adiknya. Kemudian terdengar langkah orang datang. Laki laki yang dua lagi kembali. Teman
"mereka juga mendengar langkah mereka, lalu memanggil dalam bahasa asing yang
tidak dimengerti oleh Jack. Tapi jelas bahwa orang itu memanggil teman-temannya.
Philip, yang masih bersembunyi dalam baju zirah, memakai kesempatan itu untuk
membisikkan petunjuk-petunjuk pada Dinah dan Lucy-Ann.
"Jangan takut! Mereka pasti mengira kalian berdua cuma iseng, datang ke puri ini
untuk melihat-lihat. Bilang saja begitu pada mereka! Tapi jangan bilang apa-apa
tentang aku atau Jack. Sebab kalau sampai ketahuan, nanti kami tidak bisa
menolong kalian! Jack kan masih ada di atas. Dia pasti mencari kalian, lalu
menolong kalian lari dari sini. Aku sendiri akan tinggal di sini terus, sampai
ada kesempatan minggat. Mereka kan tidak tahu bahwa aku bersembunyi di sini."
Philip tidak bisa mengatakan apa-apa lagi, karena saat itu ketiga laki-laki tak
dikenal itu menuruni tangga dan masuk ke kamar tersembunyi. Satu di antaranya
berjanggut hitam lebat. Temannya tercukur licin dagunya. Tapi laki-iaki yang
mula-mula dilihat oleh Dinah dan Lucy-Ann. dialah yang paling jelek tampangnya
di antara ketiga orang berparas buruk itu.
Lucy-Ann sudah mulai menangis lagi. Dinah memang juga sangat ketakutan, tapi
biar bagaimana ia sudah bertekat tidak akan menangis.
"Mau apa kalian kemari?" tanya laki-laki yang beralis gondrong. "Ayo cepat
mengaku kalau tidak mau menyesal nanti!"
"Bab 18 TERKURUNG DALAM PUR! "Kami kan cuma ingin melihat-lihat puri," kata Dinah. Ia memaksa diri, supaya
suaranya tidak terdengar gemetar. "Andakah pemiliknya" Kami tidak tahu."
"Bagaimana kalian bisa sampai di kamar ini?" tanya si jenggot hitam sambil
mendelik. "Secara kebetulan saja," jawab Dinah. "Kami sendiri sampai kaget setengah mati,
tadi! Izinkanlah kami pergi. Kami berdua kan tidak berniat jahat."
"Ada orang di luar kalian yang tahu bahwa kami ada di sini, atau tahu tentang
ruangan ini?" tanya si alis gondr0ng.
"Tidak, tidak ada,"jawab Dinah. "Kami pun baru sekarang ini melihat Anda
bertiga. Baru sekarang kami menemukan ruangan ini. Izinkanlah kami pergi, Pak'"
"Kurasa kalian sudah beberapa hari ada di sini," kata orang itu. "Kami menemukan
barang-barang kalian. Seenaknya saja, berani masuk tanpa izin!"
"Kami tidak tahu puri ini ada pemiliknya," kata Dinah sekali lagi. "Dari mana
kami bisa mengetahuinya" Tidak pernah ada orang kemari. Orang desa takut sekali
pada tempat ini." "Kalian cuma berdua saja di sini?" tanya laki-laki berjanggut tebal dengan nada
curiga. "Kan Anda bisa melihat sendiri," kata Dinah.
Dalam hati ia berdoa, semoga tidak ada di antara ketiga orang itu yang mendapat
gagasan tiba-tiba untuk memeriksa baju zirah yang berjejer-jejer di situ.
"Kami sudah memeriksa ke mana-mana," kata laki-laki berdagu licin. "Pasti tak
ada lagi orang lain di tempat ini!"
"Izinkanlah kami pergi," kata Dinah memohon. "Kami berjanji takkan kembali lagi
ke sini." "Ah tapi begitu sampai di rumah, kalian lantas bercerita panjang lebar tentang"apa saja yang kalian lihat di sini, begitu kan?" kata laki-laki berjanggut
tebal. Caranya berbicara menyeramkan. Lemah lembut, tapi berisi ancaman! "Tidak,
Nona-nona cilik kalian harus tetap di sini sampai pekerjaan kami selesai.
"Setelah itu, apabila kalian tidak mungkin menghalang-halangi lagi, mungkin akan
kami bebaskan. Mungkin, kataku! Pokoknya, itu tergantung dari tingkah laku
kalian sendiri!" Philip yang bersembunyi dalam baju zirah, gemetar tubuhnya menahan marah. Jahat
sekali orang itu, menakut-nakuti anak yang sudah takut!
Tapi Philip tidak berani bertindak, karena khawatir keadaan akan semakin parah
jadinya. "Hah, sekarang kami ada urusan yang perlu dirundingkan," kata si janggut tebal.
"Kalian boleh ke luar, tapi harus segera datang jika dipanggil."
Dengan perasaan lega, Dinah dan Lucy-Ann bergegas naik ke atas. Batu besar
tergeser dan menutup lubang lagi.
Kita harus minggat dari sini," bisik Dinah sambil membimbing Lucy-Ann. "Kita
"harus melakukannya dengan segera, mencari bantuan untuk menolong Philip. Aku tak
berani membayangkan apa yang terjadi pada dirinya, jika ia sampai ketahuan ada
di bawah." "Mana Jack?" tanya Lucy-Ann terisak-isak. "Kenapa tidak datang?"
Saat itu Jack tidak jauh dari situ. Begitu terdengar batu tergeser menutup
lubang, disusul bunyi bisikan Dinah dan isak tangis Lucy-Ann, dengan segera anak
itu melesat keluar dari kamar duduk. Lucy-Ann melihatnya muncul, lalu
menyongsongnya dengan gembira.
Jack merangkul adiknya sambil menepuk-nepuk.
"Sudahlah, Lucy-Ann, kau tidak perlu takut lagi,"bujuk Jack. "Kita akan minggat
dari sini dengan segera, lalu mencari bantuan untuk menyelamatkan Philip. Jangan
khawatir. Sudahlah, jangan menangis terus."
Tapi Lucy-Ann masih saja menangis. Kini, karena gembira bertemu kembali dengan
Jack, dan bukan lagi karena takut. Jack mengajak mereka pergi ke tingkat atas
puri. "Sebentar lagi kita akan sudah sampai di jembatan tebing, dan setelah itu kita
aman," katanya. "Dan dengan segera kita akan kembali untuk menyelamatkan Philip.
Jangan khawatir." Mereka menaiki tangga yang lebar, lalu menyusur lorong panjang yang diterangi
sinar matahari yang masuk dari deretan jendela sempit. Mereka sampai di ruangan
yang jendelanya dipakai untuk menyeberang ke tebing.
Dengan gembira Dinah lari menuju ke jendela. Ia ingin cepat-cepat menyeberang ke
tebing yang aman. Tapi sesampai di situ, ia tertegun karena kaget. Di ambang
jendela tidak terpasang papan!
"Bukan ini kamarnya!" seru anak itu. "Cepat, Jack, cari kamar yang benar!"
Mereka bergegas lari ke kamar sebelah. Tapi itu juga bukan, karena pada ambang
jendelanya tidak ada papan terpasang ke tebing seberang. Mereka pindah lagi ke
kamar berikut, Di situ pun tidak ada papan.
"Aduh, ini rasanya seperti mimpi buruk," kata Dinah. la menggigil ketakutan.
"Biar berapa kamar yang kita masuki, papan itu tetap saja tidak ada."
"Tenang, tenang," kata Jack. Jangan gugup! Kita kembali saja ke ujung gang ini,"lalu mulai memeriksa dari sana. Satu per satu kamar kita masuki. Nanti pasti
ketemu juga!" Tapi harapannya sia-sia. Papan jembatan tetap tidak mereka jumpai. Dalam kamar
terakhir mereka berdiri dengan bingung.
"Wah kurasa orang-orang itu sudah mengetahui bagaimana cara kita masuk ke
"sini," kata Jack, "dan kini papan kita disingkirkan!"
"Aduh!" keluh Dinah, lalu menjatuhkan diri ke lantai yang berdebu dan duduk di
situ. "Kakiku lemas! Sekarang aku mengerti kenapa kami berdua tadi dibolehkan
keluar dari kamar tersembunyi. Rupanya karena papan kita sudah mereka ambil,
sehingga kita tidak bisa lagi minggat lewat situ!"
"Ya, memang!" kata Jack dengan lesu. Ia ikut duduk di lantai, sambil berpikir-
pikir. "Aku ingin tahu, di mana mereka menaruh papan kita itu."
"Mungkin dijatuhkan begitu saja ke bawah," kata Dinah, semakin lesu.
"Tidak, tidak mungkin mereka melakukan hal itu, karena siapa tahu ada orang lain
yang mengetahui jalan masuk itu," kata Jack. "Kita cari saja papan itu."
Bertiga mereka mencarinya ke mana-mana. Tapi tidak berhasil. Rupanya papan itu
disembunyikan dengan sangat baik, sehingga tidak bisa ditemukan oleh anak-anak.
Akhirnya mereka putus asa.
"Sekarang bagaimana setelah ketahuan bahwa kita tidak bisa melarikan diri?"
"kata Dinah. "Sudahlah, jangan menangis terus, Lucy-Ann! Toh tidak ada gunanya!"
"Jangan ganggu dia," kata Jack, yang merasa kasihan pada adiknya. "Ini benar-
benar gawat, Kita terkurung dalam puri, tanpa ada kemungkinan melarikan diri.
Dan Philip yang ada dalam kamar bawah tanah, setiap saat bisa ketahuan. Kalau
dia bersin atau batuk sedikit saja sudah, habis riwayatnya!"
"Lucy-Ann ketakutan mendengar perkataan Jack. Dengan segera dibayangkannya Philip
yang malang, susah payah menahan supaya jangan bersin.
"Ternyata kita sekali lagi terjerumus ke dalam suatu misteri yang aneh, kata
"Jack. "Aku sama sekali tidak mengerti apa-apa! Misalnya saja, apa sebabnya
orang-orang itu bersembunyi di sini. Tapi yang jelas, semuanya bukan orang baik-
baik! Kurasa mereka tentunya anggota salah satu gerombolan penjahat, yang saat
ini sedang merencanakan sesuatu aksi. Aku kepingin mencegah mereka, tapi mana
mungkin dalam keadaan sekarang ini! Satu-satunya yang baik saat ini, mereka "tidak tahu aku juga ada di sini, dan bahwa Philip bersembunyi di tempat
pertemuan rahasia mereka!"
"Coba kita bisa keluar dari sini," keluh Lucy-Ann. "Bibi Allie memang sedang
pergi, tapi kita kan bisa minta tolong pada orang lain. Pada petani, misalnya."
"Aku tidak melihat kemungkinan bagi kita untuk minggat, karena jalan satu-
satunya sudah tidak ada lagi," kata Jack. "Dan Tassie kurasa takkan muncul,
karena sudah diancam oleh ibunya akan dipukul apabila masih berani."
"Kita harus berusaha agar orang-orang itu tidak tahu kau juga ada di sini,
Jack," kata Dinah. "Di mana tempat persembunyian yang aman"
?"Dalam semak, di atas tebing," kata Jack. "Itu tempat yang paling aman untukku.
Kalian berdua turun dulu ke serambi. Tolong lihatkan, apakah lubang masih
tertutup. Jika masih, aku akan cepat-cepat turun lalu pergi bersembunyi ke atas
tebing. Lalu kalian bisa duduk duduk di batu, sambil membisikkan padaku kalau
"ada perkembangan baru.
?"Coba kita tahu, lewat mana Button keluar masuk," kata Lucy-Ann. "Kalau tahu,
mungkin kita bisa mencoba minggat lewat situ. Cuma kalau lubang kelinci,
tentunya terlalu sempit bagi kita."
Dinah dan Lucy-Ann pergi ke serambi. Ternyata batu besar masih ada di tempat
semula. Mereka menggapai Jack, menyuruh dia turun. Anak itu cepat-cepat lari
melintasi serambi menuju ke pintu gerbang, lalu memotong halaman dalam ke tebing
berbatu yang terdapat di sudut. Dipanjatnya tebing sampai ke semak lebat
tempatnya bersembunyi, lalu menyusup ke situ.
Dinah dan Lucy-Ann ikut naik ke tebing, supaya bisa berada di dekat Jack. Dari
tempat mereka duduk, segala-galanya yang ada hubungannya dengan puri bisa
dilihat dengan jelas. Keduanya membuka sebuah bungkusan bekal lalu mulai makan,
walau Lucy-Ann merasa tidak berselera.
Jack juga diberi, disodorkan padanya ke dalam semak.
"Untung bekal kita banyak sekali," kata Dinah. "Jadi tidak apa-apa jika kita
lama terkurung di sini!"
"Coba ibumu tidak pergi, ia pasti akan cemas jika kita tidak pulang," kata Lucy-
Ann. "Lalu ia minta tolong orang untuk mencari kita ke puri. Tapi sekarang
"takkan ada yang datang menolong kita!"
"Ssst! Itu dua dari orang-orang tadi muncul," desis Dinah. "Jangan ngomong lagi,
Jack." Kedua laki-laki itu memanggil-manggil. Dinah menjawab dengan nada tidak senang.
Kedua anak perempuan itu digapai, disuruh turun dari tebing.
"Nah -- kalian berhasil menemukan papan kalian?" tanya laki-laki yang berjanggut
hitam dengan suara disopan-sopankan. Temannya terkekeh-kekeh.
"Tidak, karena sudah diambil oleh kalian," kata Dinah masam.
"Ya tentu saja! Ide kalian itu bagus sekali, tapi sayang kami tidak
"menyukainya," kata si janggut hitam. "Sekarang kalian sudah tahu kalian takkan
bisa melarikan diri. Jadi kalian boleh berada di halaman ini dengan tenang, dan
kalau malam tidur nyenyak di tempat tidur besar yang ada di bawah.
Kami sendiri harus pergi, karena ada urusan penting. Tapi kalian tidak boleh
naik ke menara, mengerti! Ke tingkat atas saja pun tidak, supaya kalian jangan
bisa memberi isyarat minta tolong.
Jika kalian tidak mematuhi larangan ini, bisa menyesal kalian nanti. Ada
kemungkinan akan dikurung dalam sel bawah tanah, yang banyak tikus dan
kumbangnya!" Dinah menjerit, ngeri membayangkan dikurung dalam tempat seseram itu.
"Nah, itulah! Lebih baik kalian patuh, supaya tidak diapa-apakan," kata laki-
laki berjanggut hitam. "Sebaiknya kalian tetap di halaman dalam ini, dan kalau
dipanggil harus datang dengan segera. Kami tahu, kalian cukup banyak membawa
bekal makanan. Sedang air bisa diambil dari dapur. Kan ada pompa di situ."
Dinah dan Lucy-Ann tidak menjawab. Kedua laki-laki itu pergi lagi, masuk ke
puri. "Bagaimana dengan Philip?" tanya Lucy-Ann setelah beberapa saat. "Pasti ia
kelaparan di bawah. Coba kita bisa menyelamatkannya!"
"Ah dia takkan kelaparan. Di atas meja banyak makanan, asal ia bisa "mengambilnya," kata Dinah. "Coba kita sekarang bisa memberi kabar pada Tassie,
supaya ia memanggil bantuan. Cuma bagaimana caranya?"
"Bagaimana jika Kiki yang kita suguh dengan surat terikat ke kakinya, seperti
merpati pos?" kata Lucy-Ann. "Ah, kurasa Kiki takkan mau meninggalkan Jack!
Burung itu pintar sekali, tapi kurasa ia takkan bisa kita jadikan pesuruh untuk
menyampaikan berita."
Tapi kemudian ternyata muncul pesuruh yang sama sekali tidak mereka duga!
Bab 19 LUCY -ANN MENDAPAT AKAL Seharian kedua anak perempuan itu berada di halaman dalam. Mereka tidak pernah
pergi jauh-jauh dari tebing. Dengan begitu mereka bisa mengajak Jack mengobrol.
Kasihan anak itu, harus mendekam terus di tempat persembunyiannya yang sempit
dalam semak. Mereka bertanya-tanya, bagaimana keadaan Philip dalam ruangan bawah tanah.
Apakah ia sudah ketahuan"
"Konyolnya, orang-orang itu berbicara dalam bahasa yang tidak kita kenal," kata
Dinah. "Karenanya Philip takkan bisa mengetahui rahasia apa yang mereka rundingkan.
Padahal tempatnya bersembunyi begitu dekat pada mereka!"
"Ya, memang, kata Lucy-Ann. "Tapi aku lebih senang jika ia tidak ada di sana!
Kalau aku pasti sudah setengah mati ketakutan, bersembunyi dalam baju zirah yang
akan berdentang-dentang begitu aku bergerak sedikit saja!"
"Ah, kalau Philip pasti tidak takut," kata Dinah. "Ia jarang merasa takut,
Kurasa ia malah asyik!"
Tapi Lucy-Ann tidak mau percaya. Menurut pendapatnya, ucapan Dinah itu konyol.
Tapi Dinah memang tidak begitu sayang pada abangnya, seperti Lucy-Ann terhadap
Jack. Lucy-Ann membayangkan betapa tidak enaknya jika Jack yang bersembunyi
dalam ruangan bawah tanah, dengan risiko setiap saat bisa ketahuan!
"Ha, bergembiralah sedikit!" bisik Jack dari dalam samak, ketika melihat air
muka Lucy-Ann yang sedih, "Ini kan petualangan!"
"Petualangan baru kusenangi kalau sudah berakhir," kata Lucy-Ann. "Kalau sedang
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terjadi, tidak! Aku sama sekali tidak ingin mengalami petualangan ini. Kita kan
tidak mencarinya, tapi tahu-tahu saja sudah terlibat di dalamnya!"
Ah, sudahlah kurasa akhirnya semua pasti beres," kata Jack menghibur." "Tapi Lucy-Ann sama sekali tidak melihat kemungkinan itu. Sudah jelas mereka
tidak bisa lari dan puri. Begitu pula takkan ada yang datang menyelamatkan
mereka. Sore itu mereka makan di atas tebing. Jack juga mendapat bagian. Tubuh anak itu
sudah pegal. Kepingin sekali rasanya bisa menjulurkan kaki yang terasa kaku.
Tapi ia tidak berani. Kalau sudah malam, mungkin bisa!
Matahari terbenam di ufuk barat. Kiki mulai mengoceh, karena bosan harus
bersembunyi terus. Ia dibiarkan saja menyerocos, sementara Dinah dan Lucy-Ann
berjaga-jaga, jangan sampai orang-orang itu muncul dengan tiba-tiba dan
mendengar suara kakaktua itu.
"Kasihan Kiki, sayang, sayang! Jerangkan air, hidup Ratu! Sekarang perhatian!
Perhatian. Duduk yang lurus. Jangan bercanda terus. Berapa kali sudah kukatakan,
hidup Ratu!" Dinah dan Lucy-Ann terkikik. Kiki memang kocak sekali kalau sudah mengoceh.
"Bagus, Kiki!" kata Jack. Diusap-usapnya tengkuk burung kesayangannya itu. "Kau
sudah bosan, ya" Nanti kalau sudah gelap, kau boleh terbang berkeliling sedikit.
Tapi jangan berteriak kayak lokomotif, nanti musuh kita datang!"
Hari mulai malam. Bintang mulai nampak satu-satu di langit gelap.
"He! Kalian berdua, turun! Kalian harus tidur!"Ternyata kedua laki-laki tadi
sudah kembali. Mereka berdiri di halaman dalam, sambil memanggil-manggil.
"Kami masih ingin di luar. Kami tidak apa-apa, dalam gelap," balas Dinah. Ia
ingin berjalan-jalan dulu di halaman dengan Jack, sebelum masuk lagi ke ruangan
bawah tanah bersama Lucy-Ann.
"Kalau begitu kami beri waktu setengah jam,"seru laki-laki yang berjanggut.
Kedua laki-laki itu masuk lagi. Dinah menyelinap turun dari tebing, lalu
membuntuti mereka. Dilihatnya kedua orang itu menuruni tangga batu, masuk ke
kamar bawah tanah. Setelah itu terdengar bunyi gemeretak, tanda batu besar
tergeser lagi menutup lubang.
Dinah bergegas kembali ke tempat Jack bersembunyi.
"Ayo, Jack," bisiknya. "Mereka sudah turun ke bawah tanah. Sekarang kan sudah
cukup gelap. Kau bisa keluar dengan aman sekarang."
Jack menyusup ke luar. la merasa lega, bisa bergerak lagi dengan leluasa. la
menggeliat. "Aduh, tubuhku pegal sekali rasanya," katanya mengeluh. "Yuk, kita jalan-jalan
sebentar di sini, supaya urat-uratku lemas kembali. Sekarang sudah cukup gelap.
Aku pasti takkan ketahuan."
Mereka mulai melangkah sambil bergandengan tangan. Tapi tahu-tahu ada sesuatu
menubruk dari tempat gelap. Nyaris saja Jack jatuh terjerembab karenanya. Jack
tertegun. "Apa itu" Mana senterku!" Dinyalakannya senter sebentar, lalu cepat-cepat
dipadamkan kembali karena takut terlihat orang-orang tadi. Ia berseru pelan.
"Ini kan Button! Bagaimana kau bisa tiba-tiba ada di sini" Wah - senang sekali
rasanya melihatmu!" Button menggeram pelan karena gembira, sambil berguling-guling di tanah.
Kelakuannya persis anak anjing yang sedang senang. Tapi walau begitu ia seakan-
akan mencari sesuatu. Anak-anak tahu, pasti ia mencari Philip.
"Kau tidak bisa mendatanginya, Button," kata Jack sambil mengelus-elus anak
rubah itu. "Kau harus cukup puas dengan kami saja. Philip tidak ada di sini."
Anak rubah itu menggonggong pelan. Kiki yang saat itu duduk di atas pundak Jack,
langsung menirukannya. Rupanya ia jengkel melihat saingannya muncul. Button
melonjak hendak mencapai Kiki, tapi tidak berhasil. Kiki bersuara seperti
mengejek Button pasti jengkel kalau mengerti artinya. Tapi ia tidak mengerti.
"Jack!" seru Lucy-Ann dengan tiba-tiba. Tapi tentunya seruan itu pelan, supaya
tidak terdengar orang lain. Dipegangnya lengan abangnya. "'Aku punya akal!"
"Akal apa?" tanya Jack Anak itu tidak pernah menganggap gagasan Lucy-Ann hebat.
"Tidak bisakah Button kita jadikan perantara" Tidak bisakah ia kita suruh
kembali ke Tassie dengan surat yang isinya menyuruh Tassie membawa bantuan ke
sini" Button pasti akan kembali ke anak itu karena tidak berhasil menemukan
Philip di sini. Setelah Philip, Button kan paling sayang pada Tassie! Bagaimana"
Bisa atau tidak?" "Jack! Ide Lucy-Ann ini baik sekali!" kata Dinah bersemangat. "Cuma Button satu-
satunya di antara kita yang tahu jalan keluar dari sini. Seperti kata Lucy-Ann,
dia bisa kita jadikan pengantar surat."
Jack berpikir sebentar. "Yah harus kuakui, ide itu tidak ada salahnya untuk dicoba," katanya kemudian.?"Yang jelas, takkan merugikan! Baiklah, Button kita jadikan pengantar surat"
Kini tinggal menulis surat pada Tassie. Jack kebetulan mengantongi buku
catatannya. Diambilnya buku itu, lalu disobeknya sehalaman. Ia menulis, sambil
mengucapkan kata-kata yang ditulis.
"Tassie, kami terkurung di sini. Tolong cari bantuan! Kami mungkin terancam
bahaya besar!" Anak-anak menuliskan nama mereka. Setelah itu Jack melipat surat itu. Tapi
kemudian bingung, bagaimana cara Button membawa surat itu.
Akhirnya ia menemukan jalan. Di kantongnya ada segulung benang. Mula-mula
diikatnya kertas surat, yang kemudian digantungkan ke leher Button. Ikatannya
cukup ketat. Sebab kalau tidak, ada kemungkinan anak rubah itu bisa
melepaskannya. Button bukan binatang rumah. Jadi tidak biasa berkalung.
"Hah, beres," kata Jack senang. "Kurasa Button takkan bisa melepaskannya lagi
sekarang ?"Kembali ke Tassie, Button," kata Lucy-Ann.
Tapi Button tidak mengerti. Anak rubah itu masih berharap bahwa Philip akan
muncul. Ia tidak ingin pergi sebelum melihat anak itu. Kalau bisa, bahkan
tinggal di situ bersama Philip!
Jadi anak rubah itu tetap berkeliaran di situ, mencari-cari. Sekali-sekali ia
berhenti berjalan, lalu berusaha melepaskan benda aneh yang tergantung di
lehernya. Tapi tidak bisa.
Tiba-tiba terdengar teriakan lantang, menyebabkan anak-anak kaget.
"Hei, kalian berdua! Masuk!"
Kami harus masuk Jack," bisik Lucy-Ann, sambil merangkul abangnya. "Mudah-"mudahan kau bisa agak leluasa malam ini. Kalau tidur dalam semak nanti, bawa
beberapa lembar selimut sebagai tambahan."
"Aku tidak mau cepat-cepat masuk lagi ke sana, kata Jack. Ia merasa bosan harus
"meringkuk terus dalam semak sialan itu. "Selamat tidur, dan jangan cemas! Kalau
Button sudah sampai di tempat Tassie, anak itu pasti akan segera datang dengan
membawa bantuan bagi kita."
Jack ditinggal sendiri di halaman dalam yang gelap. Dinah dan Lucy-Ann masuk ke
serambi. Mereka melihat cahaya samar yang berasal dari lampu yang terdapat dalam ruangan
tersembunyi. Keduanya bergegas menuruni tangga menuju tempat itu, lalu memandang
berkeliling. Masihkah Philip bersembunyi dalam baju zirah" Mereka tidak bisa
mengetahuinya dengan pasti. Semua baju zirah masih tetap berada di tempat
masing-masing. Tapi apakah Philip masih ada dalam salah satu di antaranya,
mereka tidak bisa tahu. "Kalian akan kami kurung di sini," kata laki-laki beralis gondrong. Sinar lampu
menyebabkan tampangnya yang jelek kelihatan semakin jelek. "Kalian boleh tidur
di tempat tidur besar itu. Besok kami datang lagi."
Laki-laki itu pergi ke atas. Kemudian terdengar batu besar tergeser lagi,
menutupi lubang di lantai. Dinah dan Lucy-Ann memasang telinga sesaat. Tapi
mereka tidak mendengar bunyi mencurigakan.
"Philip!" bisik Lucy-Ann, sambil memandang ke arah baju zirah yang dipakai
Philip sebagai tempat persembunyian. "Kau masih ada di situ?"
"Ya," kata Philip. Suaranya terdengar aneh, menggema. "Mudah-mudahan aku tidak
pernah harus bersembunyi seperti hari ini lagi. Aku akan melepaskan baju zirah
ini. Semenit lebih lama pun aku tidak tahan lagi di dalamnya!"
"Aduh, Philip tidak berbahayakah itu" Bagaimana jika orang-orang itu tiba-tiba
"datang?" tanya Dinah cemas.
"Kurasa tidak. Tapi kalau toh muncul, apa boleh buat! Pokoknya aku tidak mau
lagi," keluh Philip. "Seluruh anggota badanku pegal rasanya. Aku capek sekali,
harus berdiri tanpa bergerak sedikit pun. Paling sedikit tiga kali aku terpaksa
setengah mau, menahan rasa hendak bersin. Wah benar-benar tidak enak rasanya!"
"Teriring bunyi berdencing-dencing, Philip membuka baju zirah. Geraknya kaku
sekali, karena seluruh tubuhnya pegal.
"Yang paling tidak enak, kodokku tidak mau ikut terkurung bersama aku," kata
Jack "Ia berhasil ke luar, lalu meloncat-loncat dalam kamar. Orang-orang itu
kaget sekali ketika melihat dia!"
Dinah cepat-cepat memandang berkeliling. Mudah-mudahan kodok itu tidak ada di
dekatnya. "Kasihan Philip," kata Lucy-Ann. Ia membantu Philip melepaskan baju logam yang
membungkus tubuhnya. "Kau pasti sangat menderita tadi."
"Memang - tapi aku tidak menyesal," kata Philip. "Tadi banyak sekali yang
berhasil kuketahui. Misalnya saja, ada jalan rahasia untuk keluar dari ruangan
ini. Tempatnya di balik gorden permadani itu!"
"Wah," kata Lucy-Ann. Ia memandang ke tempat yang dimaksudkan, seolah-olah
menyangka akan nampak jalan rahasia itu terbuka saat itu juga di depan matanya.
"Bagaimana kau bisa mengetahuinya?"
"Nanti kuceritakan, apabila aku sudah bebas dari baju logam ini," kata Philip.
"Wah, aku kapok memakainya. Takkan bisa kalian bayangkan, betapa panasnya di
dalam. Uahh akhirnya terbuka juga! Sekarang aku bisa bergerak lagi dengan "leluasa!"
"Sekarang ceritakan, apa saja yang terjadi sehari ini di sini," kata Dinah. Ia
tidak sabar lagi. "Pasti ada hal-hal menarik yang bisa diceritakan!"
Bab 20 KISAH PHILIP "Sebaiknya kita naik saja ke tempat tidur, karena siapa tahu orang-orang itu
datang lagi," kata Dinah. "Kalau sampai begitu, apa yang akan kaulakukan,
Philip?" "Begitu terdengar bunyi batu besar tergeser, aku akan cepat-cepat bersembunyi di
bawah tempat tidur ini," kata Philip. "Kurasa orang-orang itu takkan menduga di
sini masih ada orang lain di samping kalian berdua. Jadi takkan mungkin dengan
tiba-tiba mereka menggeledah di tengah malam!"
Tempat tidur itu cukup luas untuk mereka bertiga. Kasurnya empuk sekali. Philip
senang merasakan alas seempuk itu, setelah begitu lama terkungkung dalam baju
zirah yang keras. Ia duduk, lalu mulai bercerita tentang pengalamannya.
"Kalian masih ingat, ketika kalian meninggalkan aku sendiri di sini?" katanya.
"Aku marah sekali, mendengar kalian diperlakukan dengan kasar. Tapi aku tidak
bisa berbuat apa-apa. Lama sekali aku sendiri di sini. Kemudian ketiga orang itu
kembali. Lubang ditutup, dan mereka duduk menghadap meja.
?"Kau bisa mengerti pembicaraan mereka?" tanya Lucy-Ann.
Sayangnya tidak, kata Philip, membentangkan peta-peta di atas meja, dan
" " "kelihatannya seperti menelusuri sesuatu. Aku sampai hampir terguling karena
ingin melihat. Tapi tidak bisa!"
"Wah, pasti mereka kaget setengah mati kalau kau tadi sampai terguling," kata
Dinah sambil tertawa. Tapi untung saja "Nah, lama sekali mereka duduk sambil
"mempelajari peta," kata Philip. "Setelah itu mereka makan. Beberapa kaleng
makanan mereka buka. Mulutku sampai penuh liur melihat mereka makan."
"Kasihan! Kau sudah makan sekarang?" tanya Lucy-Ann. Philip mengangguk.
"Jangan khawatir, soal itu beres," katanya. Begitu mereka keluar lagi dan
"menutup lubang, aku langsung turun dengan pakaian zirah dan menyikat habis sisa
makanan. Aku sudah tidak peduli lagi, karena terlalu lapar dan haus saat itu.
Aku cuma bisa berharap. semoga mereka tidak menyadari bahwa sisa makanan habis.
Aneh rasanya sendiri di sini, dikelilingi baju zirah berjejer-jejer. Menurut
perasaanku saat itu, mungkin saja mereka ikut makan bersamaku. Baju-baju zirah
ini, maksudku!" "Hii, jangan ngomong begitu ah!" kata Lucy-Ann. Ia sudah takut lagi.
Diperhatikannya pakaian perang yang tegak berjejer di atas panggung rendah
sekeliling ruangan. Dibayangkan pakaian-pakaian itu tahu tahu bisa berjalan
"sendiri. melangkah dengan bunyi berkelontang-kelontang.
Philip menepuk Lucy-Ann sambil tertawa.
"Kalau mau minum, sulit sekali tadi," sambungnya bercerita. "Dalam ketopong, aku
tidak bisa menenggak dengan baik. Banyak juga air tumpah. Aku sudah khawatir
saja, jangan-jangan orang-orang itu menyangka ada baju zirah yang bisa
mengompol. Untung air tidak sampai menggenang di lantai!" .
Mau tidak mau, anak-anak perempuan itu tertawa mendengarnya. Philip memang
pintar sekali bercerita! "Nah, sekitar dua puluh menit setelah aku kembali ke atas panggung tempatku
semula, ketiga orang. itu datang lagi. Saat itu terjadi sesuatu yang luar
biasa." "Apa maksudmu?" tanya Dinah dan Lucy-Ann serempak Mereka menunggu sambil menahan
napas. "Kalian lihat permadani sebelah sana itu, yang ada gambar anjing dan rombongan
kuda?" kata Philip sambil menuding. "Itu, di seberang baju zirah yang kupakai
tadi! Nah di belakang permadani itu ada pintu rahasia!?"Ia berhenti sebentar, sementara kedua pendengarnya memandang ke arah permadani.
Kemudian mereka menatap Philip lagi.
"Orang-orang itu berembuk sebentar. Setelah itu seorang di antaranya menghampiri
permadani itu lalu diangkatnya. Tepinya disangkutkan ke paku yang kelihatan itu.
Aku bisa melihat segala-galanya dengan jelas, dari dalam ketopong. Mula-mula aku tidak mengerti apa yang hendak
dilakukan orang itu, karena dinding di balik permadani kelihatannya semua
terbuat dari batu-batu besar."
"Dan ternyata bukan?" kata Lucy-Ann bersemangat.
"Bukan," jawab Philip. "Sebagian daripadanya ternyata terdiri dari lempeng batu
tipis. Dan lempeng tipis itu bisa digeser ke samping. Begitu batu sudah
tergeser, laki-laki itu meraba-raba dalam rongga yang ada di belakangnya.
Rupanya pada satu sisi rongga itu ada semacam pintu. Ia membuka pintu itu, dan
mereka bertiga lantas pergi lewat situ!"
"Bukan main!" kata Dinah kagum. "Tapi mereka pergi ke mana?"
"Aku tidak tahu," kata Philip. "Tapi aku ingin menyelidikinya. Ada sesuatu yang
sangat misterius di sini, suatu rahasia besar. Ketiga orang itu pasti berniat
buruk. Dua dari mereka bangsa asing, kalau didengar dari logat mereka. Aku ingin
tahu, untuk apa orang asing datang ke tempat yang begini terpencil, dan malah
bersembunyi di sini serta mengadakan perembukan rahasia?"
"Yuk, kita memeriksa apa yang ada di balik pintu itu," ajak Dinah. Ia kepingin
sekali mengetahui. Ah jangan," kata Lucy-Ann. Menurut pendapatnya, sudah cukup pengalaman tegang "untuk hari itu.
"Kau cengeng," kata Dinah kesal.
"Tidak, ia tidak cengeng," kata Philip. "Dia Cuma tidak senekat dirimu, Dinah.
Lagi pula, kurasa lebih baik jangan sekarang kita mengutik-utik di belakang
pintu itu. Jika orang-orang itu tiba-tiba kembali lalu melihat bahwa kita
menemukan pintu rahasia mereka, entah apa yang akan mereka lakukan terhadap
kita!" Dinah diam saja. Ia sebetulnya kepingin sekali memeriksa rongga di balik
permadani. Tapi ia juga tahu bahwa Philip benar. Mereka harus menunggu
kesempatan lebih baik. Kemudian Dinah bercerita tentang pengalaman di halaman dalam bersama Jack, serta
apa saja yang terjadi selama itu.
"Jadi ada dua di sini yang tidak ketahuan, yaitu aku dan Jack," kata Philip.
"Bagus! Selama orang-orang itu .menyangka cuma berurusan dengan dua anak
perempuan saja, mereka takkan terlalu berhati-hati."
Dinah juga bercerita tentang Button, yang disuruh kembali ke Tassie dengan
membawa kabar. Philip mendengarkan cerita itu dengan penuh perhatian. Tapi
kemudian ia mengatakan sesuatu, yang langsung membuat perasaan Dinah dan Lucy-
Ann lesu. "Ide itu memang bagus," kata Philip, "tapi takkan ada gunanya. Kalian lupa,
Tassie kan tidak bisa membaca!"
Dinah dan Lucy-Ann tercengang. Mereka berpandang-pandangan. Aduh, memang betul
"Tassie belum bisa membaca dan menulis. Ia takkan mengerti makna surat itu,
apabila menemukannya. Lucy-Ann sedih sekali, karena ternyata akalnya tidak
banyak manfaatnya. Philip melihat kesedihannya, lalu menghibur sambil
merangkulnya. "Jangan sedih," katanya, "siapa tahu Tassie memakai akalnya, dan menunjukkan
surat itu pada orang yang bisa membaca!"
Dinah dan Lucy-Ann mengantuk, karena malam sudah agak larut. Lucy-Ann memejamkan
matanya. Dinah masih mengobrol sebentar dengan Philip. Tapi kemudian ia pun ikut
berbaring. Sedang Philip langsung terlelap setelah itu, karena capek sekali
berdiri terus dalam baju zirah yang panas.
Tiba-tiba Dinah kaget lalu terbangun, ketika sudah kira-kira dua jam tidur. la
mendengar bunyi batu besar tergeser. Ia tidak langsung mengenali bunyi gemeretak
itu. Tapi begitu sadar, kagetnya bukan main!
Lucy-Ann masih tidur terus. Begitu pula Philip. Dinah menggoncang-goncang tubuh
abangnya.
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
. "Philip!" bisiknya panik. "Bangun, Philip! Cepat, masuk ke bawah tempat tidur.
Orang-orang itu datang lagi!"
Dalam keadaan masih setengah tidur, Philip menjatuhkan diri dari tempat tidur
dan berguling ke bawahnya, sementara orang yang pertama menuruni tangga.. Dinah
berlagak seperti tidur lelap. Lucy-Ann memang masih nyenyak.
Orang yang datang itu memandang ke arah tempat tidur. Ia merasa curiga, karena
mendengar bunyi Philip menjatuhkan diri. Dibesarkannya nyala lampu minyak
Setelah itu ia menghampiri tempat tidur.
Ujung sepatunya hampir menyentuh tubuh Philip yang meringkuk di bawah. Orang itu
menyingkapkan kelambu, dan menatap kedua anak perempuan yang berbaring di tempat
tidur. Dinah merasa, orang itu pasti tahu bahwa ia Cuma pura-pura tidur. Tapi setelah
menatap beberapa saat, kelambu ditutup kembali. Rupanya orang itu sudah
meyakinkan diri bahwa anak-anak masih tidur. Ia sama sekali tidak mengira bahwa
dalam ruangan itu masih ada seorang anak lagi, bersembunyi di kolong tempat
tidur! Dinah mengintip dari balik kelopak yang setengah dipejamkan. Dilihatnya ada lima
orang yang datang. Dua di antaranya belum pernah dilihat sebelum itu. Orang-
orang itu berbicara dalam bahasa asing. Lalu satu di antara mereka, yang
termasuk ketiga orang pertama, menarik sebuah laci besar dari sebuah lemari. Ia
mengambil gulungan peta dari situ, lalu dilemparkannya ke atas meja.
Peta-peta itu dibentangkan satu per satu. Kelima orang itu sibuk berembuk,
kelihatannya - merundingkan peta-peta. Akhirnya peta-peta itu dikembalikan ke
laci, yang langsung dikunci lagi. Setelah itu laki-laki yang beralis gondrong
menyibakkan permadani dari dinding. Dinah senang sekali, karena ternyata di
situlah tempat pintu rahasia tersembunyi.
Tapi kemudian salah seorang temannya menjamah lengan laki-laki beralis tebal itu
lalu mengatakan sesuatu dengan suara pelan, sambil menganggukkan kepala ke arah
tempat tidur. Orang itu datang ke situ dengan langkah-langkah cepat, lalu
menutup kelambu rapat-rapat sehingga Dinah tidak bisa melihat apa-apa lagi.
Kelambu jaman dulu sangat tebal, sehingga dalam keadaan tertutup orang yang ada
di dalamnya tidak bisa melihat ke luar.
Dinah tidak berani mengintip dari celah kelambu, karena besar kemungkinannya
akan ketahuan. Jadi ia hanya bisa memasang telinga, sambil bertanya-tanya dalam
hati apakah yang sedang terjadi. Didengarnya bunyi sesuatu tergeser, disusul
debam pelan. Lalu bunyi anak kunci diputar dalam lubangnya. Kemudian suara orang
bercakap-cakap. Setelah itu ia mendengar langkah-langkah menaiki tangga batu. Ia tidak tahan
lagi. Lalu mengintip ke luar. Ternyata ketiga laki-laki yang sudah dikenalnya
sedang naik ke atas. Rupanya kedua kawan mereka yang tadi pergi lewat jalan
rahasia, yang entah ke mana tujuannya. Benar-benar_ misterius!
Terdengar lagi bunyi batu besar tergeser, menutup lubang. Setelah itu sunyi.
Dinah mengintip lagi. Ia tidak melihat siapa-siapa dalam kamar. Permadani yang
tadi disingkapkan, sekarang sudah tergantung seperti biasanya lagi.
Dipanggilnya Philip dengan suara pelan. Dengan segera abangnya keluar dari bawah
tempat tidur. "Jangan bangunkan Lucy-Ann," bisik Philip, nanti ia takut. Bagaimana, banyak "yang bisa kau lihat tadi?"
"Banyak sekali, jawab Dinah, lalu menceritakan apa-apa saja yang dilihat olehnya
?"Hm, jadi mereka berlima," kata Philip kemudian. "Aku mau tahu, apa sebetulnya
yang hendak mereka lakukan. Nah apa kataku tadi, Dinah! Kan benar, lebih baik
"jangan mengutik-utik untuk mencari pintu rahasia itu. Coba kita tadi
melakukannya, pasti tertangkap tangan!"
"Ya, betul juga," kata Dinah. "Tapi mau apakah orang-orang itu?"
"Aku tidak tahu," jawab Philip. "Mungkin kita bisa mengetahuinya apabila sudah
tahu ke mana tujuan jalan rahasia yang ada di balik permadani dinding itu. Tapi
kita harus menunggu kesempatan baik untuk menyelidikinya, dan tidak buru-buru
saja tanpa berpikir panjang dulu."
"Kurasa mereka tidak kembali lagi dengan segera," kata Dinah. Ia berbaring lagi.
"Tapi kau lebih baik tidur saja di kolong, karena siapa tahu mereka kembali.
Ketika kau menjatuhkan diri tadi, bunyinya keras sekali."
"Ya, kurasa memang lebih baik begitu," kata Philip. Diambilnya selembar selimut,
lalu pergi dengannya ke kolong. Di situ ia mengatur letak tidur yang senyaman
mungkin, di lantai. "Besok kau akan bersembunyi kembali dalam baju zirah?" tanya Dinah dengan tiba-
tiba. "Wah, tidak ah! Aku bersembunyi di sini saja, di bawah tempat tidur, kata
"Philip. "Seumur hidupku, aku tidak mau lagi memakai baju zirah! Kikuk, sama
sekali tidak enak!" Setelah itu mereka tertidur lagi, sampai pagi. Dalam kamar tersembunyi itu tidak
bisa ketahuan apakah hari malam atau pagi. Tapi arloji Dinah menunjukkan waktu
pukul setengah delapan. Laki-laki beralis lebat masuk ke dalam kamar. "Kalian boleh ke luar seharian,"
katanya. "Tapi ingat, jangan pergi jauh-jauh, dan kalau kupanggil langsung
datang! Kalau tidak, tahu sendiri nanti!"
Bab 21 PENGALAMAN JACK DAN KEESOKAN HARINYA
Jack merasa sepi, ketika Lucy-Ann dan Dinah sudah dipanggil masuk ke ruangan
bawah tanah. Kini ia sendirian di halaman dalam yang gelap, bersama Kiki. Bosan
rasanya, sendiri terus. "Mudah-mudahan mereka tidak apa-apa,"katanya dalam hati. "Eh Button! Kau masih
di sini rupanya! Kenapa tidak kembali ke Tassie" Kau toh tidak bisa pergi ke
Philip sekarang!" Anak rubah itu melolong pelan, sambil menggosok-gosokkan kepalanya pada Jack.
Jelas bahwa ia minta dibawa ke tempat Philip.
"Dengar baik-baik, Button. Pulang ke Tassie dengan surat itu," kata Jack. la
masih belum sadar bahwa Tassie tidak bisa membaca. "Cepatlah, Button. Kalau kau
sudah sampai di sana, keadaan kami bisa lebih enak Karena begitu surat itu
dibaca olehnya, pasti ia akan segera minta pertolongan."
Tapi Button tetap berada di halaman dalam, bersama Jack. la masih belum putus
asa. Ia terus mencari-cari Philip. Tidak diacuhkannya Kiki yang mengejek-
ejeknya. Malam itu terang bulan. Seekor burung hantu berteriak, langsung ditirukan oleh
Kiki. Burung hantu itu terbang menghampiri, ingin tahu siapa yang menjawab
seruannya tadi. Kiki asyik. Ia berpindah-pindah tempat, sambil terus menirukan
suara burung hantu dengan pelan. Burung hantu itu herannya bukan main, karena
ternyata di puri itu banyak sekali burung hantu yang silih berganti
memanggilnya. Ketika Jack sedang asyik mengikuti keisengan Kiki, tiba-tiba dilihatnya tiga
orang laki-laki berdiri di halaman. Untung saat itu terang bulan, sehingga ia
tidak terlambat melihat mereka. Dan untung pula ia sudah tidak berkeliaran lagi.
Coba masih, pasti langsung ketahuan!
Jack buru-buru menyelinap ke balik bayangan tembok besar. Ia sampai di dekat
gerbang besar yang menghadap ke jalan yang kini sudah longsor. Ia duduk dekat
suatu semak lebat. Menurut perasaannya tempat itu pasti aman.
Tapi tiba-tiba ia kaget sekali. Matanya melotot. Dilihatnya pintu gerbang besar
terbuka pelan-pelan, sedikit pun tanpa berbunyi. Kini Jack bisa memandang ke
luar. Jack sudah hendak bangkit tapi cepat-cepat merunduk lagi. Dua orang laki-laki "masuk lewat gerbang itu, yang kemudian tertutup lagi dengan pelan. Terdengar
bunyi detak yang agak keras. Kedua laki-laki itu lewat di dekat tempat Jack
bersembunyi. Mereka tidak melihatnya, karena ia berada dalam bayangan semak.
Jack merunduk ke tanah, seperti kodok sedang berjongkok.
Kedua orang itu menggabungkan diri dengan teman-teman mereka yang ada di halaman
dalam. Semuanya masuk ke dalam puri. Menurut Jack, mereka pasti turun ke ruangan
bawah tanah. Dan kenyataannya memang begitu.
Jack menunggu beberapa saat lagi. Setelah itu ia bergegas menghampiri gerbang
besar. Jika ia berhasil membukanya lalu keluar, ia sudah bertekat akan turun ke
lembah walau untuk itu ia harus melewati jalan yang longsor tanahnya. Kedua
"laki-laki tadi, kan juga lewat jalan itu!
Jack meraba-raba daun pintu yang kokoh. Terpegang olehnya gelang besi yang agak
besar. Jack memutar-mutarnya ke sana dan ke mari. Tapi daun pintu sedikit pun
tak bergerak. "Sialan! Rupanya dikunci tadi," pikirnya dengan kesal. "Aku tidak bisa keluar!
Sial! Sial! Coba aku tadi lebih dekat ke sini mungkin bisa menyelinap ke luar
"sewaktu mereka masuk! Biar saja mereka melihat aku, karena aku pasti sudah lari
menuruni bukit sebelum mereka sempat berkutik!"
Jack duduk di dekat pintu.
"Kutunggu saja di tempat gelap ini, sampai mereka kembali lagi. Lalu aku akan
melesat ke luar, begitu mereka membuka pintu!"
Lama sekali Jack menunggu di situ. Berjam-jam! Nyaris saja ia terlena. Tapi
kedua orang tadi tidak muncul lagi. Mereka sudah pergi, lewat pintu rahasia yang
terdapat dibalik permadani dinding. Sedang teman mereka yang tiga lagi, masih
ada di puri. Ketika langit sebelah timur mulai terang, Jack memutuskan untuk kembali saja ke
tempat persembunyiannya di atas tebing. Kiki sudah tidur, sambil bertengger di
atas pundak Jack. Button sudah pergi. Jack tidak melihat anak rubah itu keluar. la begitu sibuk
berpikir ketika melihat pintu gerbang tiba-tiba terbuka, sehingga lupa pada
Button. Kini tahu-tahu anak rubah itu sudah lenyap.
"Mudah-mudahan saja kembali ke Tassie."pikirnya. "Kalau benar begitu, ada
kemungkinan pertolongan datang nanti. Aku sudah bosan di sini terus. Burung-
burung rajawali sudah tidak ada lagi, sedang Dinah dan Lucy-Ann dalam bahaya.
Begitu juga dengan Philip. Aku ingin tahu, bagaimana keadaannya sekarang.
Mungkin Dinah dan Lucy-Ann bisa menceritakannya nanti!"
Sekitar pukul delapan pagi kedua anak perempuan itu keluar dari kamar bawah
tanah, disuruh ketiga orang yang masuk ke situ. Sebelumnya Dinah masih sempat
menyuruh Philip masuk lagi ke baju zirah. Tapi Philip tidak mau.
"Tidak! Lebih baik aku tetap di kolong tempat tidur," katanya tegas. "Sehari
dalam pakaian perang yang panas itu, sudah cukup bagiku. Tolong ambilkan makanan
dan minuman, lalu masukkan ke kolong. Aku akan terus di situ. Nanti kalau orang-
orang itu sedang tidak ada, aku bisa berjalan-jalan sedikit supaya tubuhku tidak
terlalu pegal rasanya."
"Orang yang berani, biasanya bernasib baik," pikir Dinah. Menurut perasaannya,
kalau ia Philip ia pasti berbuat begitu pula.
"Kau benar-benar berani, bersembunyi di kolong tempat tidur yang mungkin nanti
ditiduri orang-orang itu," katanya pada Philip. "Tapi hati-hati saja. jangan
sampai bersin nanti!"
Rupanya ketiga laki-laki itu memang hendak tidur di situ. Mereka turun ke
ruangan bawah tanah, sedang Dinah dan Lucy-Ann disuruh ke luar. Laki-laki yang
berjanggut hitam langsung merebahkan diri di tempat tidur. Mereka bertiga
kelihatannya capek. Tampang mereka dekil, tidak enak rasanya dilihat.
"Nanti malam kalian akan kami panggil lagi,"kata si janggut hitam dari tempat
tidur. Ia menguap. "Ambil makanan untuk kalian dari tumpukan kaleng itu. Di atas
meja ada pembuka kaleng. Sekarang pergi, tinggalkan kami di sini. Dasar anak-
anak cerewet!" Dinah dan Lucy-Ann mengambil sekaleng sarden, sekaleng ikan salm, sekaleng buah
pir dan sekaleng buah aprikos, lalu cepat-cepat naik ke atas. Begitu mereka
keluar, dengan segera batu besar ditutup lagi.
"Selamat tidur," kata Dinah mengejek. Setelah itu ia pergi mencari Jack, diikuti
oleh Lucy-Ann. Jack sudah bersembunyi lagi di bawah semak dekat sarang rajawali.
"Jack! Kau masih selamat" Keluarlah untuk sementara keadaan aman, karena "ketiga orang itu tidur di bawah!" kata Lucy-Ann. "Kau mau makan" Mau apa, sarden
atau pir" Kedua-duanya ada!"
Jack senang melihat kedua anak itu muncul.
"Betulkah keadaan aman untuk sementara?"tanyanya. "Baiklah, aku ke luar. Tapi
supaya aman, lebih baik berjongkok di balik batu ini Saja. Aduh, perutku lapar
sekali rasanya. Kalian kemarin kan membawa biskuit?"
Dinah mengambil biskuit dalam kaleng yang mereka bawa sebagai bekal kemarin,
lalu mereka mulai sarapan. Aneh juga rasanya sarapan mereka. Sarden dengan
biskuit, ditambah buah-buahan, sedang minumnya limun jahe. Tapi walau begitu,
mereka makan dengan nikmat. Sambil makan mereka saling bertukar berita.
Jack tertarik sekali mendengar Dinah menceritakan pengalaman Philip.
"Wah!" katanya dengan mata bersinar-sinar."Ternyata di balik permadani dinding
itu ada pintu rahasia! Tapi dari situ ke mana arahnya?"
"Entah mungkin keluarnya di lereng bukit," kata Dinah. Ia mencelupkan sepotong
" biskuit ke sari buah yang ada dalam kaleng, lalu mengulumnya.
"Nanti dulu! Di dinding sebelah mana pintu rahasia itu?" tanya Jack. Dinah
mengatakannya. "Oh, jadi berseberangan dengan tempat Philip bersembunyi dalam
baju zirah" Nanti dulu kalau begitu, pintu itu letaknya di sebelah belakang. "Jadi dari situ, keluarnya ke arah belakang puri. Di belakang" Aneh! Mungkin di
situ ada ruangan bawah tanah lagi."
"Aduh! Jangan-jangan orang-orang itu menyimpan tawanan di situ, dan membiarkan
mereka kelaparan," kata Lucy-Ann dengan segera. "Seperti yang dilakukan dulu
oleh laki-laki jahat yang diceritakan Tassie pada kita. Aduh, jangan-jangan dia
masih hidup dan masih melakukan berbagai perbuatan jahat!"
?"Ah, mana mungkin," kata Jack menggerutu. "Kan sudah kukatakan, orang itu pasti
sudah lama mati sudah bertahun-tahun yang lalu! Kau jangan macam-macam, Lucy-
"Ann! Biarkan aku berpikir sebentar. Jangan ganggu aku!"
Jack berpikir sambil menggigit-gigit biskuitnya.
"Ya, kurasa memang begitu," katanya kemudian. "Dari pintu rahasia itu ada jalan
di bawah tanah, menembus bukit di belakang puri. Aku ingin masuk, untuk
memeriksa apa sebetulnya yang ada di situ. Kurasa Philip pasti akan melakukannya
juga!" "Mudah-mudahan dia tidak nekat, dan bersembunyi terus di kolong tempat tidur,"
kata Lucy-Ann. "Teman-teman ketiga orang itu masih berkeliaran di bawah, jadi ada kemungkinan
Philip akan ketahuan oleh mereka jika ia mencoba memasuki pintu rahasia
"Mana Button?" tanya Dinah tiba-tiba. "Atau ia sudah pergi kemarin malam?"
"Ya, akhirnya ia pergi juga," kata Jack "Tapi ke mana, aku tidak tahu! Mudah-
mudahan saja kembali ke Tassie, dan surat kita sudah ditemukan anak itu."
"Kata Philip, surat itu takkan ada gunanya," kata Lucy-Ann sedih. "Kita lupa,
Tassie kan tidak bisa membaca."
"Aduh, betul juga. Sialan, ia tidak bisa membaca," kata Jack. "Kita memang
konyol! Tolol!" "Konyol - tolol! Konyol - tolol!" Dengan segera Kiki menirukan ucapan Jack.
"Hidup konyol - tolol!"
"Kalau kau tidak diam saat ini juga, kau sendiri yang konyol nanti!" ancam Jack.
"Sudah kosongkah kaleng itu, Dinah" Jauhkan dari Kiki, kalau belum. Nanti habis
semua makanan kita disikatnya."
"Kasihan konyol - tolol," kata Kiki dengan sedih, sementara Dinah menarik kaleng
makanan serta menepuk, paruh burung itu.
"Apa yang kita lakukan hari ini?" kata Lucy-Ann.
"Mau apa lagi, kecuali menunggu?" tukas Jack.
"Ya, menunggu sambil berharap bahwa Tassie cukup cerdik dan menunjukkan surat
kita pada orang lain," kata Dinah. "Ia tentunya tahu bahwa ia sendiri takkan
bisa menolong kita. Atau mungkin ia sudah datang ke sini, lalu melihat bahwa
papan jembatan kita sudah tidak ada lagi!"
Anak-anak itu merasa bosan, karena tidak bisa berbuat apa-apa. Kawanan rajawali
pun sudah tidak ada lagi.
Mereka juga tidak membawa buku, yang bisa dibaca. Karenanya Dinah dan Lucy-Ann
berkeliaran saja. Mereka berpikir-pikir berani atau tidak naik ke atas menara,
lalu memberi isyarat dari situ. Tapi siapalah yang bisa melihat mereka! Paling-
paling Tassie. Sedang anak itu pasti takkan tahu makna isyarat mereka!
"Lagi pula, jika kalian berani naik ke menara, kalian nanti dihukum jika
ketahuan," kata Jack. "Jadi lebih baik jangan mencoba-coba. Kita harus sabar
menunggu, sampai Tassie datang dengan bantuan."
Akhirnya hari malam kembali. Dinah dan Lucy-Ann dipanggil, disuruh masuk lagi ke
ruangan bawah tanah. Mereka langsung turun, karena tahu tidak ada gunanya
membangkang. Mereka takut pada orang-orang yang kelihatannya galak itu.
Jack tidak kembali bersembunyi dalam semak. Ketika hari sudah gelap, ia pergi
mengambil air di mata air yang terdapat dekat tembok. Ia tidak berani masuk ke
dapur untuk memompa air di situ, karena takut kepergok kawanan penjahat yang
mungkin akan memeriksa jika terdengar bunyi pompa digerak-gerakkan.
Jack membungkuk hendak minum. Tiba-tiba ia tertegun, lalu memasang telinga. Ia
mendengar bunyi yang aneh. Datangnya dari liang kecil, di mana air yang mengucur
dari sumber menghilang lagi.
"Uuuh! Hehh! Uahh!"
Terdengar dengus napas, disertai bunyi menggeresek. Rupanya ada sesuatu yang
menyusup lewat liang kecil itu. Jack kaget, lalu cepat-cepat mundur.
Bab 22 TASSIE SANGAT TABAH Kemudian Jack mendengar suara Button mendengking. Tidak salah lagi, ia mendengar
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suara anak rubah itu! Jack membungkuk di atas liang, sambil menyorotkan
senternya. Dilihatnya wajah pucat mendongak, menatapnya! Jack kaget sekali. Itu kan Tassie!
Anak perempuan itu diam sesaat, lalu mulai menggeliat-geliat lagi sementara
cahaya senter disorotkan ke arahnya.
"Tassie! Apa yang kaulakukan di situ?" tanya Jack dengan suara pelan tapi penuh
keheranan. Tassie tidak menjawab, melainkan terus bergerak maju sampai kepala dan bahunya
sudah berada di luar liang. Jack membantunya. Ditariknya anak itu sampai keluar.
Button menyusulnya. Anak rubah itu terikat pada tali yang dipegang oleh Tassie,
sehingga tidak bisa lari.
Tassie duduk di tanah. Napasnya tersengal-sengal. Kepalanya terkulai di sela
lutut yang ditarik ke atas. Jack meneranginya dengan senter. Tubuh Tassie basah
kuyup. Badannya kotor sekali, berlumur lumpur.
Anak itu gemetar kedinginan, tapi juga karena takut. Jack menariknya supaya
berdiri, lalu diajaknya ke tebing. Tassie didorongnya ke balik sebuah batu
besar. Setelah itu diambilnya selimut-selimut. Tassie disuruhnya membuka pakaian
yang basah, lalu membungkus diri dengan beberapa lembar selimut. Setelah itu
Jack duduk merapatkan diri padanya, supaya cepat hangat tubuhnya. Dengan segera
napas Tassie sudah mulai teratur kembali. Anak itu menoleh. Dipandangnya Jack
sambil tersenyum sekilas.
"Mana Philip?"bisik Tassie.
"Ada di tempat Dinah dan Lucy-Ann," kata Jack. Ia tidak mau terburu-buru
menceritakan segala-galanya. "Kau jangan terlalu banyak ngomong dulu atur saja"napasmu. Kau capek sekali!"
Dirangkulnya anak itu. Kasihan Tassie! Kenapa ia sampai begitu kehabisan tenaga"
Pelan-pelan tubuh anak itu mulai hangat kembali. Ia duduk sambil merapatkan diri
pada Jack. "Aku lapar, katanya."Jack memberinya biskuit serta ikan salm. Sehabis makan, Tassie meminum sari buah
pir yang, masih tersisa. Kiki menirukan suara Tassie minum
"Sekarang rasanya sudah lebih enak," kata Tassie. "Apakah sebetulnya yang
terjadi di sini, Jack?"
"Kau saja yang lebih dulu menceritakan beberapa hal kata Jack "Tapi hati-hati,
jangan bicara terlalu keras. Di sini ada musuh."
Mata Tassie langsung membesar. Ia memandang berkeliling dengan ketakutan.
"laki-laki yang jahat itu?" tanyanya.
"Maksudmu yang kauceritakan itu" Tentu saja bukan," jawab Jack. "Tassie, apakah
Button mengantarkan surat kami padamu?"
"Ya, betul," kata Tassie. "Jack, kemarin aku berhasil menyelinap ke sini.
Maksudku hendak bermain-main dengan kalian. Tapi papan jembatan kita tidak ada
"lagi! Ke mana barang itu?"
"Justru itulah yang ingin kuketahui!" kata Jack dengan geram. "Lalu setelah
melihat papan itu tidak ada lagi di tempatnya, apa yang kemudian kaulakukan?"
"Pulang," jawab Tassie. "Tapi aku cemas memikirkan kalian. Kemudian hari ini
Button datang. Aku melihat ada tali terikat ke lehernya. Setelah kuperiksa,
ternyata ada surat terikat pada tali itu."
"Ya, teruskan," kata Jack.
"Aku aku tidak bisa membaca," kata Tassie dengan suara sedih. "Mau kutanyakan,
"tidak ada orang yang bisa kutanya! Ibuku sedang marah-marah padaku, sedang Bu
Mannering belum kembali. Aku tidak mau minta tolong ke pertanian. Kemudian aku
mendapat akal. Button kuikat dengan tali yang agak panjang. Ke mana saja ia
pergi, terus saja kuikuti. Button sama sekali tidak senang diikat Berulang kali
ia berusaha memutuskan tali dengan giginya. Aku pun nyaris digigitnya!"
Jack menepuk-nepuk anak rubah yang berbaring diam-diam di sampingnya.
"Kasihan, ia tidak mengerti apa sebetulnya yang terjadi," katanya. "Lalu
"akhirnya kau dibawanya ke sini, ya?"
"Betul! Setelah berkeliaran di lereng bukit sampai aku capek setengah mati.
Tidak bosan-bosannya naik turun, naik turun!" kata Tassie. "Setelah gelap,
rupanya ia memutuskan untuk mencari Philip lagi. Ia langsung melesat ke atas.
Cepatnya kayak anak panah!"
"Kasihan Button," kata Jack. "Pasti ia bingung, ke mana Philip menghilang!"
"Aku diseret-seretnya! Terus ke atas, sampai di samping sungai. Di bawah puri
sungai itu menghilang dalam semacam terowongan sempit. Aduh, di beberapa bagian
terowongan itu sempit sekali! Ternyata menembus tembok puri, dan sampai di
sini!" "Jadi kau menyusup sepanjang terowongan itu?" tanya Jack tercengang. "Hebat,
Tassie! Tapi tidakkah air menyiram tubuhmu terus?"
"Memang sampai kadang-kadang aku tidak bisa bernapas," kata Tassie. "Airnya
" dingin sekali, sedingin es! Tapi sebagian besar dari terowongan cukup lapang.
Bagian itu menembus batu cadas yang sudah aus terkikis air. Di situ aku bisa
merangkak dengan cukup leluasa. Cuma pada bagian awal dan ujungnya saja sangat
sempit! Sekali aku bahkan sudah putus asa, kusangka aku macet di situ. Maju
tidak bisa, tapi mundur juga tidak! Kusangka aku akan selama-lamanya tersangkut
di situ, karena pasti takkan ada yang tahu aku di situ!"
"Kasihan!" kata Jack sambil merangkul anak itu. "Kau benar-benar tabah, Tassie.
Tunggu sampai Philip mendengar pengalamanmu, pasti ia kagum!"
Tassie berseri-seri wajahnya. Diharapkannya Philip akan senang. Ia memang datang
untuk menolong anak itu. Kini ia yang berganti menanyai Jack. Segala-galanya
ingin diketahui olehnya, sejak keempat anak itu pergi tanpa dia.
Dengan heran dan ngeri ia mendengar cerita Jack. Philip bersembunyi dalam baju
zirah di ruang bawah tanah Dinah dan Lucy-Ann terkurung di situ - kawanan "penjahat berkeliaran sambil menyelinap-nyelinap tanpa diketahui untuk apa
"lorong-lorong rahasia wah, bukan main! Kedengarannya seperti mimpi saja. Tapi
"setidak-tidaknya Jack selamat, bersama Kiki.
"Bisakah kau menyusup masuk ke terowongan ini bersamaku, untuk mencari
pertolongan?" tanya Tassie kemudian.
"Justru itulah yang sedang kupikirkan," kata Jack. "Kurasa sekarang saja aku
pergi, Tassie, tidak usah menunggu Dinah dan Lucy-Ann dulu. Aku khawatir,
keduanya nanti tidak mampu menerobos ke luar lewat terowongan air ini. Mereka
pasti akan ketakutan, lalu ada yang tersangkut di dalam. Lebih baik secepat
mungkin aku pergi mencari pertolongan. Sedang kau tinggal di sini dan
bersembunyi dalam semak tempatku bersembunyi selama ini, sampai Dinah dan Lucy-
Ann datang lagi besok"
Tassie menarik napas lega. Ia memang tidak kepingin lagi menyusup-nyusup lewat
liang sempit itu. Ia khawatir, seumur hidupnya akan bermimpi buruk mengenainya!
Tapi ia juga tidak ingin ditinggal sendiri malam-malam di halaman dalam puri.
Tapi Jack berkata, Button dan Kiki akan ditinggalnya untuk menemani Tassie.
Mereka bisa tidur bertiga dalam semak.
"Kau kan anak berani, Tassie," kata Jack membujuk. "Mungkin kau bisa berjumpa
dengan Philip besok. Pasti ia akan heran sekali mendengar kisah pengalamanmu!"
Tassie yang masih terbungkus selimut hangat, ikut mengantar Jack ke tempat dekat
tembok, di mana aliran air yang menggelegak masuk ke dalam liang. Jack heran,
bagaimana Tassie bisa menyusup lewat lubang sesempit itu, dengan air yang terus-
menerus menyiram mukanya.
"Sekarang kau cepat-cepat naik ke tebing lalu bersembunyi dalam semak di situ
bersama Button dan Kiki," kata Jack. "Kau harus tidur dengan segera! Tapi
usahakan jangan sampai Kiki melihat aku pergi lewat liang ini, karena nanti ia
ingin menyusul!" Tassie kembali ke dalam semak. Ia meringkuk berselubung selimut Button berbaring
dekat kakinya, sementara Kiki bertengger di atas perutnya, sambil menunggu Jack
Dalam hati Tassie berdoa, mudah-mudahan saja Kiki tidak pergi apabila setelah
beberapa waktu ternyata Jack tidak kembali. Ada kemungkinan burung kakaktua itu
akan berisik nanti, apabila tahu bahwa Jack menghilang!
Sementara itu Jack menyusup masuk ke dalam liang air, dengan kepala lebih dulu.
Ia menggeliat-geliat memasuki terowongan itu. Bau di situ lembab dan pengap.
Dengan tangan dan siku digerakkannya tubuhnya maju. Sama sekali tidak enak
rasanya merangkak dengan cara begitu!
"Coba Button menemukan jalan yang lebih baik untuk keluar masuk puri," pikirnya.
?"Aku heran, begitu tahan Tassie merangkak di sini, sementara air terus-menerus
membasahi mukanya. Anak itu memang benar-benar hebat!"
Setelah merangkak agak jauh, liang tanah berubah menjadi lubang dalam batu.
Menurut perasaan Jack, saat itu ia pasti sedang berada di bawah tembok puri.
Terowongan yang dilalui sudah jauh lebih lebar sekarang. Jack duduk di tepinya,
untuk beristirahat sebentar. Ia mengkhawatirkan rol filmnya, takut kalau rusak.
Tapi ia membungkusnya dalam topi kain kedap air yang dibawa anak-anak sebagai
bekal ke puri. Jack menggigil kedinginan, karena bajunya sudah basah kuyup. Selama merangkak
hal itu tidak dirasakannya. Tapi begitu berhenti, ia langsung menggigil karena
kedinginan. Jack melanjutkan perjalanan. Ia hanya bisa meraba-raba, karena tempat itu gelap
sekali. Rasanya berjam-jam lamanya ia merangkak terus, tapi akhirnya ia sampai
juga di ujung terowongan. Ia menggeliat ke luar, lalu duduk beristirahat
sebentar di atas rumput padang. Seumur hidupnya ia tidak mau lagi menyusup-
nyusup dalam liang seperti tadi! Menurut perasaannya, Dinah atau Lucy-Ann pasti
akan tersangkut di dalamnya karena ketakutan, dan tidak bisa maju atau mundur
lagi. Untung ia tadi memutuskan pergi sendiri, tanpa mengajak mereka.
Jack menggigil lagi. Ia cepat-cepat berdiri. Ia tidak secapek Tassie tadi. Tapi
begitu pun dirasakannya sudah payah sekali.
Kalau tidak cepat-cepat menghangatkan tubuh, bisa terserang pilek nanti," "pikirnya, lalu bergegas menuruni bukit. Untung saat itu terang bulan, sehingga
ia tidak sampai tersandung pada akar atau batu.
Dengan langkah gontai, Jack berjalan menuju ke Pondok Musim Bunga. Akhirnya
rumah itu nampak di depannya. Kelihatan atapnya berkilat keperakan kena cahaya
bulan. Tiba-tiba Jack tertegun. Ada sesuatu yang aneh, menurut perasaannya.
"Dari cerobong keluar asap," katanya pada diri sendiri, sambil bersandar pada
sebatang pohon. "Mungkinkah Bibi Allie sudah kembali" Tidak mungkin masa
"Tassie tidak mengetahuinya!
Yah kalau begitu siapa yang menyalakan api di dapur" Siapakah yang ada di
"dalam" Aduh, jangan-jangan salah seorang penjahat itu, yang datang untuk
menyelidiki tentang Dinah dan Lucy-Ann!"
Jack menyelinap, menghampiri rumah. Ia masuk ke kebun. Dilihatnya sinar lampu
memancar ke luar dari salah satu jendela. Jack berjalan berjingkat-jingkat.
Hatinya berdebar-debar. Ia mengintip ke dalam. Dilihatnya seseorang duduk di
kursi berpunggung tinggi, yang terletak membelakangi jendela tempat Jack
mengintip. Mungkinkah itu Bu Mannering"
Tiba-tiba nampak asap mengepul. Asap biru. Asap tembakau!
"Seorang laki-laki," bisik Jack pada dirinya sendiri. "Siapakah itu'?"
Bab 23 KEJUTAN Jack masih tetap berdiri di depan jendela, sambil menggigil. Diharapkannya orang
yang duduk itu sebentar lagi berdiri, supaya ia bisa melihat apakah ia salah
seorang dari puri. Kalau betul, kurang ajar sekali orang itu seenaknya saja
"memasuki rumah orang lain!
Akhirnya Jack mengambil keputusan. Ia akan menyelinap masuk ke rumah, lalu
mengintip lewat pintu dapur. Dengan begitu ia akan bisa mengetahui siapa laki-
laki yang duduk di kursi itu. Dengan tubuh menggigil karena kedinginan serta
perasaan tegang, Jack menyelinap pergi ke balik rumah, menuju ke jendela kamar
tidurnya. Jika jendela itu kelihatan tidak tertutup, ia hendak memanjat pohon
yang tumbuh di dekatnya lalu masuk lewat jendela.
Untung baginya, jendela itu nampak terbuka sedikit. Ia bergegas menghampiri
pohon yang hendak dipanjat Karena tergesa-gesa, kakinya tersandung pada ember
yang tertinggal di luar. Jack berhenti berjalan. Hatinya berdebar-debar. Aduh -
jika bunyi ember jatuh terdengar oleh orang yang di dalam ....
Setelah menunggu sejenak, Jack cepat-cepat pergi ke pohon yang di dekat jendela
lalu memanjatnya. Dibukanya jendela dengan hati-hati. Begitu sudah terbuka, dengan cepat Jack
memanjat ke dalam. Sesaat ia berdiri dalam kamarnya, nyaris tak berani bernapas.
Setelah itu ia pergi ke gang yang gelap di depan kamar. la berdiri lagi sebentar
di situ, sebelum meneruskan langkah menuruni tangga. Tangga itu sudah tua, sama
seperti rumah itu sendiri. Ia ingat, tangga itu selalu berbunyi berderik-derik
kalau dilewati. Jack turun dengan hati hati sekali. langkah demi langkah, sambil berdoa semoga "bunyinya tidak terlalu keras.
Pada satu bagian, tangga itu menikung. Jack bermaksud hendak berhenti sebentar
di situ sambil mendengarkan, sebelum meneruskan langkah. Tapi begitu ia sampai
di tikungan, tahu tahu ada orang menerpa dan menyambarnya! Jack disentakkan
"dengan keras, sehingga terjatuh ke lantai dasar. Untung anak tangga tinggal
empat lagi yang masih harus dilalui. Tapi walau begitu terasa sesak juga napas
Jack. Orang yang menyergapnya berdiri, lalu menyentakkan Jack supaya bangun lagi. Ia
didorong masuk ke dapur. Dengan cepat Jack memandang ke arah kursi besar, untuk
melihat siapa yang duduk di situ.
Tapi di situ tidak ada orang duduk! Pasti orang itu yang menyergapnya. Rupanya
orang itu mendengar bunyi Jack datang, lalu mengintai untuk kemudian menyergap,
Jack memberontak, lalu memutar tubuh. Ia mengira, pasti berhadapan dengan salah
seorang dari kawanan penjahat.
Baik Jack maupun orang yang menyergapnya, sama-sama melongo. Keduanya sama-sama
mundur selangkah. "Bill Smugs!" "Jack! Apa lagi maumu, menyelinap-nyelinap seperti begini" Kusangka kau tadi
pencuri!" "Astaga! Sakit badanku Anda banting tadi," kata Jack sambil menggosok-gosok
bagian tubuhnya yang sakit. Ia menggigil lagi. Bill memandang pakaian anak itu
yang basah kuyup. Diperhatikannya mukanya yang pucat, lalu cepat-cepat
ditariknya anak itu ke dekat pediangan.
"Kau basah kuyup! Dari mana kau tadi" Mana anak-anak yang lain" Ketika aku
datang tadi untuk menanyakan pada Bu Mannering apakah aku bisa menginap di sini
untuk satu atau dua hari, kutemukan rumah kosong dan terkunci."
"Lalu, bagaimana Anda bisa masuk?" tanya Jack Badannya mulai terasa hangat,
karena duduk dekat api. "Ah, ada saja caraku," kata Bill mengelak. "Kusangka kalian semua sedang piknik
Karenanya aku masuk, untuk menunggu kalian kembali. Tapi kalian tidak muncul-
muncul. Akhirnya kuputuskan menginap saja di sini semalam, lalu besok mencari
keterangan di sekitar sini untuk mengetahui ke mana kalian pergi. Ketika aku
sedang duduk-duduk sambil mengisap pipa, tahu tahu kudengar bunyi mencurigakan. "Kusangka pencuri, lalu kusergap. Tahu-tahu kau yang masuk"
"Soalnya aku tadi mengintip dari jendela. Aku tidak bisa melihat siapa yang
duduk di kursi itu. Aku lantas bermaksud menyelinap masuk, lalu mengintip ke
sini," kata Jack menjelaskan. "Wah, Bill untung aku bertemu dengan Anda di
"sini. Kami sedang dalam bahaya!"
"Apa maksudmu?" tanya Bill kaget. "Mana anak-anak yang lain?"
"Ceritanya panjang, tapi aku harus menceritakannya dari awal mula," kata Jack
?"Bagaimana jika kita minum yang panas sementara aku bercerita, Bill" Aku
kedinginan sekali!" Sambil berkata begitu, ia menuding teko berisi air mendidih yang terjerang di
atas api. "Aku baru saja hendak mengusulkan hal yang sama," kata Bill. "Kau memerlukan
minuman coklat panas, ditambah biskuit. Untung kau sudah tidak menggigil lagi
seperti tadi! O ya, Bu Mannering ke mana" Dia kan tidak ikut terlibat dalam
bahaya'?" "Ah, tidak Bibi Allie sedang menjenguk Bibi Polly, yang jatuh sakit lagi,"
"kata Jack. "Bibi Allie tidak apa apa."
"Bill membuatkan minuman susu coklat untuk Jack. Diambilnya biskuit dari lemari,
lalu diletakkannya ke atas meja. Sementara itu Jack sudah melepaskan pakaiannya
yang basah. Ia duduk berselubung gaun kamar.
"Sebetulnya aku tidak boleh membuang-buang waktu, sementara anak-anak dalam
bahaya," katanya. 'Tapi aku harus menceritakan segala-galanya dulu pada Anda,
lalu terserah apa yang akan Anda lakukan kemudian."
"Cepatlah bercerita," kata Bill mendesak.
Ia mendengarkan dengan terheran-heran, sementara Jack menceritakan petualangan
selama itu. Bill terpingkal-pingkal mendengar akal Philip, bersembunyi dalam
baju zirah. "Ya, memang begitulah Philip! Hebat sekali akalnya! Orang-orang itu pasti tak
menyangka ada yang bersembunyi di situ!"
Kemudian ia serius kembali. Asap pipanya berkepul-kepul, sementara matanya tak
lepas menatap Jack. Mukanya yang memang merah nampak semakin memerah diterangi
nyala api pediangan. Ubun-ubunnya yang botak berkilat-kilat.
"Kisahmu ini benar-benar luar biasa, Jack," kata Bill setelah Jack mengakhiri
ceritanya. "Rasanya masih banyak lagi yang perlu diketahui. Seperti apa tampang
orang-orang itu" Adakah di antara mereka yang mempunyai bekas luka panjang, dari
dagu sampai ke leher?"
"Tidak," kata Jack sambil mengingat-ingat. "Sepanjang ingatanku, tidak ada. Tapi
aku berhasil memotret seorang di antara mereka ketika berada di dekat sarang
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"rajawali. Tadi kan kuceritakan, aku memotret kawanan rajawali dari tempat
persembunyianku dalam semak. Nah aku sempat memotret seorang penjahat itu,
"ketika sedang diserang rajawali. Sebetulnya dua, tapi sayangnya yang satu
kebetulan memalingkan muka."
"Kau membawa fotonya?" tanya Bill bersemangat.
"Aku membawa filmnya," kata Jack. Ia menuding topi kain yang tergulung rapat di
atas meja. "Kusimpan di situ! Tapi belum dicuci, Bill."
"Biar aku saja yang mencucinya, sementara kau tidur," kata Bill. "Kulihat kau
sudah membuat kamar gelap di ujung gang, untuk mencuci sendiri filmmu. Semuanya
kan sudah lengkap?" "Tapi tapi apakah kita tidak perlu cepat-cepat menyelamatkan Dinah dan Lucy-"Ann?" tanya Jack bingung.
"Aku perlu pergi ke kota dulu untuk menjemput beberapa bawahanku, serta mengatur
beberapa hal," kata Bill. "Jika orang-orang itu benar melakukan hal yang kuduga
akan diperbuat oleh mereka, maka besar harapan kita akan bisa meringkus semuanya
sekaligus. Tapi kurasa Dinah dan Lucy-Ann takkan diapa-apakan oleh mereka."
"Apakah yang mereka lakukan, Bill?" tanya Jack ingin tahu. "Adakah hubungannya
dengan tugas yang Anda katakan sedang menyibukkan Anda saat ini?"
"Aku belum bisa mengatakannya," kata Bill. "Tapi sebentar lagi akan kuketahui
juga." Ia menatap Jack. "Kalian ini memang ada-ada saja selalu terlibat dalam
"petualangan. Belum pernah kukenal anak-anak macam kalian! Kurasa sebaiknya aku
harus selalu berada di dekat kalian, supaya bisa ikut mengalaminya."
Jack disuruhnya berbaring di sofa, lalu diselimutinya. Lampu minyak dikecilkan
nyalanya. Lalu ia pergi ke gang, untuk mencuci film yang dibuat oleh Jack. Jack sudah
menunjukkan rol film mana yang ada foto penjahat sedang diserang rajawali.
Jack tidur pulas. la sangat capek. Ia sendiri tidak tahu berapa lama ia tidur.
Tapi tiba-tiba ia dibangunkan oleh Bill yang masuk ke dapur sambil memegang
segulung film yang sudah dicuci "Aku terpaksa membangunkanmu, Jack tapi ini
"benar-benar hebat," katanya. Dihadapkannya film yang dipegangnya ke jendela yang
terang, karena hari sudah pagi. "Jelas sekali foto orang ini. Ia berjanggut
lebat. Tapi untungnya ia sedang mendongak, sehingga lehernya kelihatan jelas
dari dagu sampai ke dada. Dan apa yang nampak ini?"
"Suatu goresan kelihatannya seperti bekas luka," kata Jack. Ia cepat-cepat
"duduk. "Tepat!" kata Bill. Ia mengambil buku catatan dari kantongnya. Dikeluarkannya
sebuah foto yang terselip di situ, ditunjukkannya pada Jack.
"Coba lihat foto ini kaulihat bekas luka di dagunya, memanjang sampai ke
"leher?" Jack menatap foto seseorang yang tercukur licin. Pada dagu dan lehernya nampak
bekas luka yang panjang. Mengerikan!
"Ini orang yang itu-itu juga. Memang kelihatan lain, karena pada fotomu ia
berjanggut lebat. Mungkin baru akhir-akhir ini dibiarkan tumbuh. Tapi ia tetap
bisa dikenal karena bekas luka yang di leher! Sekarang aku sudah tahu pasti, mau
apa orang-orang yang di puri itu! Sudah sejak enam bulan aku sibuk terus,
mencari mereka!" "Siapakah dia?" tanya Jack sambil menuding foto.
"Namanya yang asli, Mannheim," kata Bill, "tapi ia dikenal dengan julukan Scar-
Neck, karena luka di lehernya itu. la mata-mata yang sangat berbahaya!"
"Astaga!" kata Jack. "Jadi Anda selama ini mengejarnya?"
"Aku ditugaskan untuk mengawasi dia dan memperhatikan segala tingkah-lakunya,"
kata Bill. "Tapi tidak boleh menangkap, karena kami ingin tahu apa lagi rencana
jahatnya sekarang, dan siapa saja teman-temannya. Kami ingin sekali bisa
meringkus seluruh kawanannya sekaligus. Tapi Scar-Neck sangat cerdik! la pandai
menghilang maksudku menyembunyikan jejak. Aku sudah berhasil membuntutinya
"sampai di kota di mana kalian berjumpa dengan aku. Tapi tahu-tahu ia menghilang
lagi!" "Ia pergi ke puri!" kata Jack. "Tempat itu memang sangat cocok untuk dijadikan
persembunyian!" "Aku perlu mengenal seluk beluk puri itu," kata Bill sambil berpikir-pikir. ?"Harus kuselidiki siapa pemiliknya sekarang. Kau tahu apa yang terdapat di balik
bukit itu, Jack?" "Tidak," kata Jack. Ia agak heran mendengar pertanyaan itu. "Kami belum pernah
ke sana. Kenapa Anda bertanya?"
"Ah, tidak apa apa! Cuma mungkin saja kau mendengar mereka bercakap-cakap," kata
"Bill. "Saat ini aku belum bisa bercerita lebih banyak. Wah, senang sekali rasanya aku
berjumpa dengan kalian waktu itu, lalu datang ke sini untuk menjenguk kalian!"
"Aku juga senang, Bill," kata Jack "Soalnya, aku sudah benar-benar bingung!
Sekarang Anda ada di sini, jadi segala galanya bisa kuserahkan pada Anda."
?"Betul, Jack," kata Bill Smugs. "Sekarang aku harus berangkat ke kota lagi untuk
menyampaikan laporan."
"Anda naik apa ke sana," kata Jack.
"Aku tadi datang dengan mobil," jawab Bill. "Sekarang kau tidur saja lagi,
sampai aku kembali nanti. Aku berjanji takkan lama-lama pergi."
Jack merebahkan diri kembali ke sofa. "Kurasa aku tidak jadi pilek," katanya
lega. "Untung Anda menyalakan api pediangan tadi malam, Bill!"
"Habis, kalau tidak begitu aku tidak bisa memasak air," jawab Bill. "Ya, kurasa
kau takkan terserang pilek. Jadi nanti bisa pergi dengan aku ke puri untuk
menunjukkan jalan." "Tapi bagaimana cara kita masuk?" seru Jack, sementara Bill sudah berjalan ke
luar menuju mobilnya. Bill tidak menjawab. Terdengar bunyi mesin mobil
dihidupkan. "Ah, serahkan saja semuanya pada Bill," pikir Jack. "Aku ingin tahu, apa yang
akan terjadi selanjutnya!"
Bab 24 KIKI BERAKSI Malam itu Tassie tidak bisa tenang. Ia berusaha tidur dalam semak Tapi baru saja
ia terlena, tahu-tahu Kiki mulai gelisah. Dicengkeramnya perut Tassie kuat-kuat,
sehingga anak itu kaget dan terbangun.
"Aduh, Kiki tenang sedikit dong," kata Tassie mengantuk
"Tapi Kiki tidak bisa tenang. Ia menunggu Jack Ia merasa heran, apa sebabnya anak
itu belum kembali sedari tadi. Kiki mulai mengoceh dengan suara pelan. Tassie
menepuk paruhnya. "Diam, Kiki! Tidurlah! Kau harus meniru Button lihatlah, ia tidur pulas."
"Saat itu terdengar bunyi sesuatu di halaman dalam. Kiki mendengarkan sambil
memiringkan kepala. Dikiranya Jack yang datangi
"Jerangkan air!" teriak burung itu dengan gembira, lalu keluar dari semak
"Jerangkan air!"
Tahu-tahu nampak senter menyala. Sinarnya bergerak-gerak seolah mencari-cari.
Tapi Kiki tidak kelihatan, karena ia berada di balik sebuah batu.
Di halaman dalam berdiri dua orang laki-laki. Mereka mendengar jeritan Kiki.
Karena tidak tahu bahwa yang bersuara itu burung kakaktua, mereka menyangka ada
orang yang bercakap-cakap.
"Bersihkan kakimu!" seru Kiki lagi. "Sudah berapa kali kukatakan, bersihkan
kakimu?" Kedua laki-laki yang berada di halaman berbisik-bisik, mengatur rencana untuk
menangkapnya. Mereka menyangka Kiki manusia! Sementara itu Kiki mulai kesal. Ia
kecewa, karena ternyata yang muncul itu bukan Jack
"Habis perkara," kata burung itu dengan nada sedih. Satu dari kedua laki-laki
yang di halaman memungut batu, lalu melemparkannya ke arah Kiki. Kalau sampai
kena, pasti mati dia. Tapi untung saja meleset!
Kiki kaget. Seumur hidupnya, ia belum pernah mengalami dilempar dengan batu.
Dengan segera ia terbang ke atas tembok, di belakang kedua orang itu.
"Anak nakal!" katanya, "nakal, nakal!"
Kedua laki-laki itu berseru karena marah. Mereka cepat-cepat berpaling. Tapi
mereka tidak bisa melihat, siapa yang mengata-ngatai dari atas tembok itu.
Menurut sangkaan mereka, kini mereka berhadapan dengan dua orang. Satu di atas
tebing, dan yang satu lagi di atas tembok.
"Ayo turun!" bentak satu dari kedua orang itu. "Jangan main-main lagi!"
"Gelap, pengap, kedap!" kata Kiki berdendang, lalu turun ke halaman dalam, tidak
jauh dari kedua orang itu. Mereka tidak melihatnya, karena di situ gelap.
Kiki menggeram-geram, menirukan anjing. Kedua laki-laki itu terloncat ketakutan,
karena suara menggeram itu kedengarannya dekat sekali di belakang mereka.
"Mereka membawa anjing," kata seorang dari mereka. "Awas! Kalau perlu, tembak
saja!" Terdengar bunyi letusan pistol. Tassie yang masih terus bersembunyi dalam semak,
kaget setengah mati mendengarnya. Button juga kaget, lalu lari ketakutan.
Pedang Hati Suci 4 Wiro Sableng 177 Jaka Pesolek Penangkap Petir Kemelut Di Negara Siluman 1