Petualangan Dipuri Rajawali 4
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali Bagian 4
Anak rubah itu masih selalu terikat pada tali. Ia lari, dengan tali terseret-
seret di belakangnya. Ketika ia melintas di dekat kedua orang itu, talinya
menyentuh kaki seorang dari mereka. Orang itu
kaget, lalu menembak lagi. Button mendengking, walau sebetulnya tidak kena
tembakan. Senter dinyalakan, dan menerangi Button yang menyelinap pergi.
"Itukah anjingnya" Ternyata kecil," kata orang yang memegang senter.
Kiki merasa asyik sekarang. Ia terbang lagi, lalu hinggap di sebuah pohon. Di
situ ia mengeong-ngeong. Bunyinya persis kucing! Kedua laki-laki itu
mendengarnya sambil tercengang.
"Aku bingung sekarang, tahu tahu muncul seekor kucing," kata laki-laki yang "seorang. "Aneh kalau siang tidak ada apa-apa di sini. Jangan-jangan ada anak-
"anak iseng di sini!"
"Hidup ratu, konyol - tolol, konyol - tolol," kata Kiki dari atas pohon. lalu
tertawa terkekeh-kekeh. Setelah itu ia berkotek seperti ayam betina, disambung
dengan jeritan burung rajawali. Kedua laki-laki itu mulai merasa ngeri.
"Yuk, kita masuk saja," kata seorang dari mereka dengan gelisah. "Tempat ini
berhantu!" Kiki meneriakkan jeritannya yang paling istimewa. Persis bunyi peluit kereta
api. Mendengar bunyi itu, kedua laki-laki itu tidak tahan lagi. Mereka lari
pontang-panting masuk ke puri, seolah-olah takut ditabrak kereta api! Kiki
tertawa lagi. Bunyinya terdengar seram di halaman yang gelap itu. Bahkan Tassie
pun ikut merasa takut mendengarnya. Padahal ia tahu, yang berbunyi itu Cuma
seekor burung kakaktua yang suka iseng.
Setelah itu keadaan tenang kembali. Kiki terbang sebentar, mencari Jack. Setelah
itu ia kembali ke semak tempat Tassie bersembunyi. Tassie senang melihat Kiki
datang. "Button sudah lari," katanya pada burung itu. "Kurasa ia keluar lagi, lewat
terowongan air. Sekarang kau harus tidur, Kiki! Aku capek sekali."
Dan Kiki kini menurut. Dikepitkannya kepalanya di bawah sayap. Setelah mendesah
sekali, ia langsung tertidur. Tassie pun ikut tidur. Tinggal malam yang
sunyi sepi. Bunyi yang terdengar cuma percikkan air yang mengucur dari sumber di"pojok halaman.
Keesokan paginya Tassie terbangun karena mendengar suara Dinah dan Lucy-Ann.
Kedua anak itu malam sebelumnya tidur nyenyak dalam ruangan bawah tanah, tanpa
ada yang mengganggu. Sedang Philip masih tetap bersembunyi di kolong tempat
tidur. la sudah bosan diam terus di bawah tanah. Ia ingin lari ke luar, apabila
Dinah dan Lucy-Ann disuruh naik kembali. Tapi Dinah berhasil meyakinkannya,
bahwa jika ia nekat juga lari, ia akan membahayakan dirinya sendiri. Dan juga
membahayakan Dinah serta Lucy-Ann.
Akhirnya sambil menggerutu Philip masuk lagi ke kolong tempat tidur. Untung di
situ cukup banyak makanan, disediakan oleh kedua anak perempuan itu.
Kini Dinah dan Lucy-Ann sudah berada di halaman dalam lagi.
"Jack!" seru Lucy-Ann dengan suara pelan, ketika sudah sampai di dekat semak.
"Jack! Kau ada di situ?"
Lucy-Ann tidak tahu bahwa Jack sudah pergi sejak malam sebelumnya. Tassie
terbangun mendengar Lucy-Ann memanggil-manggil. Ia langsung duduk. Nyaris saja
ia mengaduh, karena tertusuk duri semak.
"Jack," panggil Lucy-Ann sekali lagi. Ditariknya ranting semak ke samping, lalu
memandang ke dalam. "Ah, kau rupanya yang di sini, Tassie! Bagaimana kau bisa
tahu-tahu ada di sini?" .
Tassie tertawa nyengir. Perasaannya sudah enak lagi, setelah tidur nyenyak
semalaman. Tapi mukanya dekil sekali, penuh lumpur dan goresan. Rambutnya acak-
acakan. Kaku kena lumpur. Ia sudah mengenakan pakaiannya yang compang-camping
lagi. "Hai," katanya, "aku datang untuk menolong kalian. Aku menerima surat kalian,
tapi sayang aku tidak bisa membaca. Karenanya aku langsung saja kemari, untuk
memeriksa apa yang terjadi. Tapi papan yang di kamar tingkat atas ternyata sudah
tidak ada lagi. Akhirnya aku mengikuti Button, menyusup masuk ke sini."
"O ya?" kata Dinah. "Lewat mana ia masuk, Tassie?"
Kedua anak perempuan itu melongo, ketika mendengar keterangan Tassie.
"Jadi kau merangkak-rangkak lewat terowongan sempit dan gelap" Hih, berani
sekali kau ini," kata Lucy-Ann. Ia bergidik membayangkannya. "Kalau aku disuruh
begitu, pasti takkan sanggupi"
"Kurasa aku pun takkan mampu," kata Dinah. "Kau memang hebat, Tassie"
Tassie bangga mendengar pujian itu. Dipandangnya kedua anak perempuan itu sambil
tersenyum senang. "Tapi mana Jack?" tanya Lucy-Ann.?"Ia pergi lewat terowongan air, untuk mencari bantuan," kata Tassie. "Katanya
padaku tadi malam, aku harus bilang pada kalian bahwa ia menyesal tidak sempat
mengucapkan apa apa sebelum pergi. Tapi ia menganggap lebih baik ia berangkat
"dengan segera!"
"Wah kenapa ia pergi tanpa mengajak aku," kata Lucy-Ann kecewa.
?"Kau kan baru saja mengatakan sendiri, takkan mampu menerobos ke luar lewat
terowongan sesempit itu," kata Dinah. "Untung kau datang, Tassie sehingga Jack
"tahu jalan ke luar. Pasti ia akan datang lagi ke sini, membawa bantuan untuk
kita. Syukurlah!" "Tapi bagaimana mcreka bisa masuk?" tanya Lucy-Ann sangsi.
"Kan bisa saja berbekal papan lagi," kata Tassie.
Saat itu Kiki ikut mencampuri pembicaraan.
"Jangan menyedot hidung," ocehnya ramah. "Mana sapu tanganmu?"
"Wah Kiki tadi malam lucu sekali!" kata Tassie, ketika teringat kembali pada
"kejadian malam sebelumnya. Ia lantas menceritakannya.
Lucy-Ann malah takut mendengarnya.
"Aduh, orang-orang itu berbahaya sekali," keluhnya. tidak mau lebih lama di
sini. Aku ingin ikut minggat. Kurasa aku sanggup merangkak dalam terowongan
basah itu, Dinah. Kau juga ikut, beserta Tassie. Kita bersama-sama minggat!"
"Apa" Dan Philip ditinggal seorang diri di sini?" seru Tassie. Ia tersinggung.
"Pergi saja jika kalian mau, tapi aku tetap di sini."
"Ya, tentu saja kita tidak bisa meninggalkan Philip sendiri di sini," kata
Dinah. "Ayo, cuci mukamu sebentar, Tassie! Tampangmu jorok sekali. Kain pel saja
mungkin lebih kelihatan bersih! Dan pakaianmu lihatlah, sudah dekil, compang-
"camping pula!"
"Apa boleh buat," kata Tassie. "Dalam terowongan itu payah! Berulang kali
pakaianku tersangkut. Tapi aku mau mencuci muka, jika menurut perasaanmu keadaan
cukup aman." "Ah, lebih baik jangan," kata Dinah setelah berpikir sebentar. "Ada kemungkinan
0rang-orang itu datang dan melihatmu, lalu langsung tahu bahwa kau bukan salah
seorang dari kami. Kau menunggu saja di sini sementara kami mengambilkan air.
Kau nanti bisa membersihkan badan di dekat semak."
"Setelah itu kita sarapan pagi," kata Lucy-Ann, yang sudah merasa lapar.
Agak repot juga membersihkan tubuh Tassie. Soalnya, Dinah dan Lucy-Ann terpaksa
bolak-balik mengambil air, yang diisi dalam botol bekas limun jahe, serta dalam
cangkir kardus. Tapi dengan bantuan sapu tangan, akhirnya mereka berhasil juga
mencuci lumpur yang melekat di muka dan tangan Tassie. Setelah itu mereka
sarapan. Kiki ikut makan. Sedang Button tidak nampak Menurut sangkaan anak-anak, Button
pasti sudah menyusul Jack ke luar.
"He! Lihatlah kawanan rajawali datang lagi!" seru Dinah dengan tiba-tiba. "Tassie mendongak dengan penuh perhatian. Dilihatnya tiga ekor burung rajawali
terbang menurun, lalu hinggap di pinggiran tebing. Mereka bertengger di situ,
sambil memandang ke bawah. Memperhatikan halaman dalam dengan sikap anggun.
"Anak mereka sudah sama pandai terbangnya seperti induk dan bapaknya, ya?" kata
Lucy-Ann, lalu melemparkan sepotong biskuit pada anak burung yang sudah besar itu. Tapi
potongan biskuit itu sama sekali tak diacuhkan olehnya. Ia tetap memandang ke
bawah. Kelihatannya seperti sedang merenung, dengan kening berkerut.
"Coba Jack ada di sini sekarang, pasti ia sudah memotret mereka," kata Lucy-Ann.
"Kameranya masih ada dalam semak, tapi aku tidak berani memakainya. Kalau nanti
hujan, bagaimana dengan kamera itu, Dinah?"
"Ah, mana mungkin hujan," kata Dinah. Tassie tidak sependapat.
"Rasanya nanti akan ada badai," katanya. "Mungkin juga hujan badai. Mudah-
mudahan saja kita sudah tidak di sini lagi, karena seram sekali kelihatannya
apabila ada badai. Guruh terdengar bergulung-gulung di puncak bukit, dan kilat
sambar-menyambar!" "Kurasa sebelum hujan, kita akan sudah diselamatkan," kata Dinah. "Mestinya
sebentar lagi Jack sudah muncul dengan membawa bantuan!"
Bab 25 TENGAH MALAM Jack tidur dengan tenang selama beberapa jam lagi. la baru terbangun ketika Bill
kembali dengan mobilnya. Ia membawa empat orang teman. Mereka kelihatannya
galak-galak. Tapi nampak jelas bahwa Bill pemimpin mereka.
Bill masuk ke dapur, sementara anak buahnya ditinggal di luar.
"Nah, kau sudah bangun lagi?" katanya. "Kau mau makan'" Sekarang sudah pukul
satu siang." "Astaga, betul!" seru Jack kaget. "Ya, aku sudah lapar sekali."
"Kau berpakaian saja dulu, sementara kupanggil seorang anak buahku ke dalam
untuk menyiapkan makanan untuk kita semua," kata Bill; "Kurasa Bu Mannering
takkan keberatan bahwa kita hari ini meminjam dapurnya."
"Kita akan segera berangkat ke puri'?" tanya Jack, sambil berdiri untuk pergi
berganti pakaian di atas.
"Tidak, baru nanti malam," kata Bill. "Bulan baru akan terbit apabila sudah agak
larut. Kita akan berangkat menjelang tengah malam, sementara masih gelap. Kurasa
pada siang hari para penjahat pasti menempatkan salah seorang untuk menjaga."
"Wah anak-anak pasti bingung, karena terlalu lama menunggu kita," kata Jack.
?"Apa boleh buat," kata Bill. "Yang lebih penting adalah masuk ke dalam tanpa
ketahuan." Jack cepat-cepat berganti pakaian. Hawa saat itu panas sekali. Padahal matahari
tidak memancar, karena tersembunyi di balik awan gelap. Napas Jack terasa sesak.
Padahal ia tidak berbuat apa-apa saat itu.
"Kelihatannya akan turun hujan lebat," pikirnya. "Tapi mudah-mudahan saja bukan
hari ini. Anak-anak pasti ketakutan, karena sendirian di atas."
Saat itu terdengar langkah-langkah ringan menaiki tangga. Button muncul dalam
kamar Jack, dengan ekor yang tebal dikibas-kibaskan kian-kemari. Matanya menatap
Jack, seolah-olah hendak berkata, "Wah, kau ini keluyuran terus rupanya! Aku
tidak tahu di mana harus mencarimu di puri atau di sini! Tapi aku kepingin ke "tempat Philip."
"Kau masih mencari si Jambul, ya?" kata Jack sambil menepuk-nepuk kepala Button,
yang langsung berguling seperti anjing. "He, Bill! Kau sudah melihat anak rubah
kami?" "Pantas, tadi ada sesuatu yang seperti kilat melesat masuk ke dapur lalu
langsung naik ke atas," seru Bill dari bawah, "tapi aku tak sempat melihat apa
itu! Turunlah ke bawah, dan bawa dia bersamamu."
Jack turun sambil menggendong Button. Bill senang melihat anak rubah itu.
Sementara makan, Bill mengajukan berbagai pertanyaan tentang puri serta orang-
orang yang ada di situ. Begitu pula tentang kamar tersembunyi. Jack menjawab
sebisa-bisanya. Ia merasa yakin Bill bermaksud hendak masuk ke puri lalu
menangkap orang-orang itu. Tapi Jack tidak bisa membayangkan, dengan cara
bagaimana! "Mereka kelihatannya sangat berbahaya," katanya pada Bill. "Maksudku - mungkin
mereka bersenjata." "Jangan khawatir, bukan mereka saja yang begitu," kata Bill dengan geram. "Scar-
Neck itu sudah lama kukenal. Ia biasa merencanakan segala sesuatu dengan matang.
Ia mestinya sangat jengkel, ketika menjumpai Dinah dan Lucy-Ann dalam kamar
tersembunyi itu! Kurasa karenanya ia lantas mempercepat pelaksanaan rencananya!"
Jack mendengarnya dengan bersemangat. "Petualangan ini makin menegangkan saja
perkembangannya," katanya senang.
"Ya dan pada akhirnya ada yang akan bernasib buruk," tukas Bill.
"Sambil menunggu malam, Jack mencuci rol film yang selebihnya. Foto-foto yang
dibuatnya ternyata berhasil semua. Burung-burung rajawali nampak jelas sekali
"terutama anak mereka.
"Coba lihat yang ini, Bill!" kata Jack dengan gembira.
Wah, bagus sekali!" kata Bill mengagumi. "Kau harus menawarkannya pada majalah
"bergambar yang hebat Jack. Pasti mereka mau membeli, dan dengan honor yang baik
pula. Kalau begini terus perkembanganmu, tak lama lagi kau pasti akan menjadi
juru foto kenamaan!"
Jack merasa bangga. Senang rasanya apabila bisa menjadi terkenal berkat
burung burung yang disayanginya. Pikirannya lantas melayang. Ia teringat pada
"Kiki. Burung kakaktua iseng itu pasti kesal, setelah menyadari bahwa ia tidak
ada lagi di atas. Tapi biarlah kan ada Tassie di sana. Dan Tassie juga sangat
"sayang pada Rasanya lambat sekali hari berlalu. Setelah makan sore Jack mulai
mengantuk lagi. Bill menyuruhnya tidur sebentar.
"Tadi malam kau payah sekali," kata Bill. "Jadi lebih baik kau tidur lagi
beberapa jam, karena nanti malam kami memerlukan bantuanmu. Saat itu kau perlu
segar kembali." Jack menggelar selimut di kebun, lalu tidur di atasnya. Di situ hangat. Anak
buah Bill sehari itu main kartu saja kerjanya. Mereka tidak banyak bercakap-
cakap. Semua sudah membuka jas. Kemudian menyusul kemeja mereka. Hawa memang
panas sekali saat itu. Bernapas pun sulit rasanya.
Menjelang malam, Jack terbangun. Ia langsung mendatangi Bill.
"Bagaimana kalau kita berangkat sekarang saja?" desaknya. "Naik ke puri agak
lama juga nanti!" "Sejauh yang mungkin, kita akan naik mobil ke sana," jawab Bill. "Anak buahku
memang ulet, tapi mereka tidak suka disuruh mendaki gunung! Kita akan melalui
jalan ke atas sampai ke bagian yang longsor tanahnya. Setelah itu kita berjalan
kaki." Ketika sudah benar-benar gelap, mereka semua masuk ke mobil Bill, yang langsung
berangkat mendaki bukit. Menurut perasaan Jack bunyi mesin mobil berisik. Tapi
Bill menenangkannya. Orang-orang yang di puri takkan bisa mendengarnya!
"Satu-satunya yang agak mencemaskan bagiku, adalah Philip yang ada di ruang
tersembunyi itu," kata Bill. "Jika nanti terjadi pergumulan, yang menurut
perasaanku mungkin sekali terjadi, aku tak mau ada anak-anak yang terlibat."
"Bill!" kata Jack dengan nada tersinggung. "Kami kan yang menyebabkan Anda bisa
ikut dalam petualangan ini!"
"Ya, aku tahu," kata Bill sambil tertawa. "Tapi kalau nanti kalian ada di dekat-
dekat tempat pergumulan, kami bisa terganggu dalam bergerak!"
"Apakah rencana Anda, Bill?" tanya Jack ingin tahu. "Ceritakan dong! Kenapa
tidak, sih?" "Aku sendiri juga belum tahu pasti," kata Bill. "Tergantung keadaan nanti! Tapi
secara kasarnya, mula-mula masuk ke ruangan bawah tanah sementara mudah-mudahan
Dinah dan Lucy-Ann yang ada di situ, dan bukan kawanan penjahat .... "
"Lalu membebaskan keduanya!" potong Jack. "Philip juga, kan?"
"Tentu saja itu jika Philip mau disuruh pergi bersama mereka!" kata Bill. "Tapi"sebelumnya, ia harus menunjukkan dulu pintu rahasia yang ada di balik permadani
dinding. Dan aku punya firasat, setelah itu ia pasti ingin ikut dengan kami!"
"Tentu saja dong," kata Jack. "Aku juga, terus terang! Aku tidak mau disuruh
pergi, kalau bisa. Pokoknya terlebih dulu Dinah dan Lucy-Ann harus diselamatkan
keluar dari puri. Lalu aku dan Philip akan menggabungkan diri dengan kalian!"
"Aku ingin menyelidiki ke mana kita pergi lewat pintu rahasia itu," sambung
Bill. "Kurasa aku sudah tahu, tapi aku ingin meyakinkannya. Kecuali itu masih
ada beberapa hal lagi yang ingin kuselidiki, tapi jangan sampai ketahuan para
penjahat yang di puri. Sayang mereka berbicara dalam bahasa yang tidak dikenal
oleh Philip. Coba ia memahaminya, pasti ia bisa mengetahui hal-hal yang ingin
kami selidiki!" "Kalau begitu bagaimana cara Anda menyelidikinya sekarang, Bill?" tanya Jack.
"Dengan cara sama seperti yang dilakukan Philip," kata Bill sambil tertawa. "Aku
bersama anak buahku akan bersembunyi dalam baju zirah, lalu mendengarkan
perembukan para penjahat dengan diam-diam!"
"Wah! Sama sekali tak terpikir olehku kemungkinan itu!" kata Jack. "Bill
"menurut Anda, Anda bisa melakukannya" Bolehkah aku ikut bersembunyi di situ,
bersama Philip?" "Kita lihat saja nanti," kata Bill. "Akal Philip, bersembunyi dalam pakaian
perang jaman kuno itu baik sekali, walau pada mulanya ia memaksudkannya sebagai
lelucon untuk membuat kau kaget. Nah kita sekarang sudah sampai di tempat
?"tanah longsor rupanya!"
Kenyataannya memang begitu. Semuanya turun dari mobil. Jack disuruh jalan paling
depan. Diajaknya Bill dan anak buahnya menyusur jalan kelinci, sambil menerangi
jalan itu dengan senter. Tidak gampang berjalan dalam gelap di situ. Mereka berjalan sambil membisu,
karena Bill melarang bercakap-cakap. Button berlari-lari di samping Jack Anak
rubah itu sudah gembira lagi, karena berharap akan bisa berjumpa dengan Philip.
Hawa panas sekali. Semuanya berjalan dengan napas terengah-engah. Muka basah
berkeringat Baju Jack menempel ke tubuhnya. Sekali-kali terdengar bunyi guruh di
kejauhan. "Kelihatannya akan terjadi badai hujan nanti," kata Jack dalam hati. Untuk
kesekian kalinya ia menyeka keringat yang membasahi kening, supaya jangan sampai
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masuk di mata. "Mudah-mudahan saja Dinah dan Lucy-Ann sudah kembali berada dalam
ruangan bawah tanah, sehingga tidak mendengar bunyi guruh. Tapi Tassie kurasa
terpaksa ditinggal di halaman dalam puri, supaya jangan sampai terlihat oleh
para penjahat," Mereka mendaki terus, sampai akhirnya tiba di sisi tembok puri. Jack berhenti.
"Kita sudah sampai di tembok puri," bisiknya. "Sekarang bagaimana Anda hendak
masuk, Bill?" "Mana pintu satu lagi yang kauceritakan tadi bukan pintu depan yang besar, "yang menghadap ke lereng dan yang dipakai kedua penjahat masuk! Tapi pintu yang
lebih kecil," kata Bill.
"Bisa saja kita ke sana tapi kan sudah kukatakan, pintu itu terkunci," kata
"Jack. Diduluinya Bill serta anak buahnya berjalan. Menyusur tembok, lalu menikung di
sudut. Mereka sampai di depan pintu yang dimaksudkan oleh Bill.
Pintu itu kokoh sekali, terpasang rata ke dinding. Tepi atas daun pintu
melengkung, mengikuti bentuk tembok yang merupakan ambangnya. Bill mengambil
senternya, lalu menyorotkannya ke pintu. Kemudian berhenti pada bagian kunci.
Digamitnya salah seorang anak buahnya, disuruh mendekat. Orang itu datang, lalu
mengeluarkan seberkas anak kunci dari kantongnya. Dicobanya satu per satu dengan
cekatan. Tapi tidak ada yang cocok.
"Tidak bisa, Sir," bisiknya pada Bill. "Kunci ini bukan model kuno. Kelihatannya
belum lama dipasang. Saya takkan bisa membukanya dengan kumpulan anak kunci
ini." Jack mendengarkan dengan perasaan kecewa. Dengan begitu, Bill kan tidak
bermaksud hendak mendobrak pintu" Kalau itu yang dilakukan, para penjahat dengan
segera akan mencium adanya bahaya.
Bill memanggil anak buahnya yang lain. Orang itu datang dengan sebuah alat
berbentuk aneh, kelihatannya seperti kaleng kecil dengan pipa yang agak besar di
ujungnya. Jack memandang alat itu dengan heran.
"Kalau begitu kau saja yang mencoba, Jim," kata Bill. "Mulailah, tapi kalau bisa
jangan sampai berisik. Kalau kusenggol, kau harus berhenti dengan segera!"
Terdengar bunyi mendesis, keluar dari kaleng itu. Semburan nyala biru menyusul
dari ujung pipa. Jack sampai kaget mendengarnya. Laki-laki yang memegang alat
itu mengarahkan nyala api ke daun pintu, sedikit di atas lubang kunci.
Jack memperhatikan dengan kagum. Nyala api itu membakar habis kayu pintu di
tempat yang diarahkan! Ternyata nyala itu sangat kuat. Orang yang memegang alat
itu bekerja dengan tenang. Dikitarinya kayu sekeliling lubang kunci dengan
nyalanya. Dan bagian kayu yang tersentuh, langsung terbakar sampai berlubang.
Sekarang barulah Jack melihat, apa sebetulnya yang hendak dilakukan. Dengan
membakar kayu sekeliling pengunci pintu, daun pintu nanti bisa dibuka dengan
meninggalkan pengunci pintu di tempat semula! Hebat juga akal itu, pikir Jack.
"Sekarang kita masuk," kata Bill, sambil mendorong daun pintu pelan-pelan
sehingga terbuka. "Semua sudah siap?"
Bab 26 BERSEMBUNYI Tanpa bersuara sedikit pun, mereka masuk satu per satu. Orang yang paling
belakang masuk menutup pintu kembali, lalu mengganjalnya dengan sepotong kayu
supaya jangan terbuka dengan tiba-tiba. Halaman dalam pun mulai kelihatan
terang, karena bulan sudah muncul. Tapi awan mendung yang tebal berulang kali
menutupi. "Kuperiksa sebentar, apakah Tassie masih ada dalam semak," bisik Jack. "Kita
harus menanyakan kabar terakhir dari dia, dan nanti ia harus ikut lari bersama
Dinah dan Lucy-Ann, begitu ada kesempatan baik. Ia bisa mengantar mereka kembali
ke Pondok Musim Bunga."
Bill menunggu di tempat gelap bersama anak buahnya, sementara Jack pergi ke atas
tebing. Ia memanjat menuju semak Kedatangannya disambut teriakan nyaring.
"Jerangkan air. Sudah berapa kali ku..."
"Sssst. Kiki," bisik Jack dengan panik. Didengarnya seseorang bergerak dalam
semak Jack memanggil dengan suara tertahan.
"Kaukah itu, Tassie" Ini aku Jack!?"Dengan gembira Tassie merangkak ke luar, karena selama itu ia merasa sepi dan
ketakutan. "Aduh, Jack! Kau kembali lewat liang air, seperti aku" Kau membawa bantuan atau
tidak?" "Ya Bill Smugs ada di sini, bersama beberapa orang anak buahnya," bisik Jack.
?"Kau bersama Dinah dan Lucy-Ann harus cepat-cepat lari, pulang ke rumah. Sedang
aku serta Philip tetap di sini, untuk melihat kejadian selanjutnya. Itu jika
diizinkan oleh Bill!"
"Tapi bagaimana kau bisa menghubungi Dinah dan adikmu?" tanya Tassie. "Kau kan
tahu, mereka ada di dalam mangan bawah tanah, bersama Philip."
"Itu soal gampang," kata Jack. "Kita tarik saja pasak yang terpasang di dinding,
lalu mereka kita suruh keluar! Setelah itu kau harus cepat-cepat membawa mereka
turun ke lembah!" "Aku ingin tinggal di sini, bersama Philip," kata Tassie berkeras. "Lagi pula,
sebentar lagi akan ada badai hujan. Aku tidak mau menuruni bukit, kalau ada
petir dan kilat di sekelilingku."
"Yah pokoknya kau harus menuruti perintah Bill," kata Jack. "Mungkin kalian
"sudah sampai di bawah sebelum badai. Bagaimana keadaan kedua anak perempuan itu,
Tassie" Baik-baik saja?"
"Ya, tapi mereka merasa bosan di sini terus," kata Tassie. "Aduh, Jack kemarin
"malam sesudah kau pergi Kiki berisik sekali. Para penjahat mendengarnya lalu
menembak! Aku sampai setengah mati ketakutan!"
"Astaga!" kata Jack kaget. "Untung kau tidak kena, Tassie! Bisa saja kau
terserempet peluru waktu itu!"
"Tadi Dinah dan Lucy-Ann turun lagi ke kamar bawah tanah, ketika mereka
dipanggil masuk," kata Tassie melaporkan. "Tapi mereka ditanyai macam-macam
sebelum itu. Para penjahat itu kasar sekali caranya bicara, sampai Lucy-Ann
menangis ketakutan. Soalnya, para penjahat itu mengira masih ada orang lain di
sini, setelah mendengar Kiki mengoceh kemarin malam.
Akhirnya Dinah terpaksa mengaku. Dikatakannya, yang- terdengar bercakap-cakap
itu seekor kakaktua, yaitu Kiki. Setelah itu barulah para penjahat puas."
"Yuk kita mesti datang ke tempat Bill, dan menceritakan kesemuanya ini," ajak "Jack. "Mereka menunggu di sana. Itu, di sana! Mereka itu anak buah Bill
semuanya!" Saat itu bulan muncul lagi dari balik awan. Karenanya Jack dan Tassie terpaksa
memilih tempat-tempat yang gelap, sambil berjalan mendatangi Bill. Mereka
berhati-hati sekali, karena takut ketahuan para penjahat.
"Di manakah mereka?" bisik Jack pada Tassie. "Apakah berada dalam ruangan bawah
tanah atau berkeliaran dalam puri?"
?"Sepanjang pengetahuanku, mereka tidak ada dalam puri. Di halaman sini juga
tidak," kata Tassie. "Mungkin dalam ruangan bawah tanah! Kau nanti apakah tidak
harus berhati hati, pada saat menarik pasak untuk membuka lubang di lantai?"
?"Ya, tentu saja," kata Jack. "Nah, Tassie, inilah sahabat kami, Bill Smugs. Ini
Tassie, Bill- anak yang kuceritakan padamu."
Bill mengajukan beberapa pertanyaan pada Tassie. Anak itu menjawab dengan malu-
malu. Menurut perkiraannya, para penjahat mungkin sedang berada dalam ruangan
tersembunyi di bawah tanah. Wah mereka pasti kaget nanti, apabila tahu-tahu
"batu besar di atas kepala mereka tergeser, lalu mereka melihat ada beberapa
orang berdiri di ujung atas tangga!
"Sekarang dengar baik-baik," kata Bill. "Jack, kau harus menarik pasak yang
membuka lubang di lantai. Salah seorang anak buahku berdiri di sampingmu, untuk
melihat caramu melakukannya. Soalnya, siapa tahu kita perlu melakukannya lagi!
Lalu begitu jalan masuk ke bawah sudah terbuka, aku bersama anak buahku akan
berseru, menyuruh orang-orang yang di bawah supaya naik. Kami akan menjaga di
atas dengan pistol yang siap ditembakkan!"
"Astaga!" kata Jack. Tubuhnya merinding karena asyik. "Tapi hati-hati, Bill
"kedua anak perempuan itu pasti sangat ketakutan!"
"Aku bisa berseru pada mereka supaya menyingkir," kata Bill. "Serahkan saja
padaku! Aku berjanji, kedua anak perempuan itu takkan cedera, Dengan cepat kami
akan membawa mereka naik ke atas lalu kau, Tassie kau membawa mereka menuruni
"bukit, kembali ke rumah. Mengerti?"
"Aku ingin tinggal bersama Philip di sini," kata Tassie. Ia masih tetap
berkeras. "Tidak bisa, Tassie," kata Bill. "Besok kau bisa berjumpa lagi dengan dia. Nah
"semua sudah memahami tugas masing-masing?"
Dengan berhati-hati mereka kemudian maju, menghampiri bangunan utama puri yang
gelap. Bulan sudah menghilang kembali di balik awan tebal. Bunyi guruh terdengar
kembali. Bunyinya masih jauh.
Mereka melangkah, masuk ke serambi puri. Dengan cepat Jack menyelinap ke bagian
belakang, diikuti seorang anak buah Bill. Sementara itu Tassie menunjukkan
tempat di lantai yang batunya nanti akan tergeser kalau pasak sudah ditarik.
Bill serta sisa anak buahnya menunggu di situ, sementara Jack menarik pasak yang
terpasang di dinding. Terdengar bunyi gemeretak dan kembali nampak batu besar "tergeser ke bawah, lalu ke samping. Sebuah lubang besar menganga di depan
mereka. Kelihatan anak tangga menuju ke bawah.
Cahaya lampu minyak memancar ke atas. Bill berdiri di ujung atas tangga, sambil
mendengarkan dengan seksama. Dari arah bawah sama sekali tidak terdengar apa-
apa. Jack berjingkat-jingkat menghampirinya.
"Mungkin yang ada di situ cuma Philip serta kedua anak perempuan," bisiknya.
"Mungkin orang-orang itu sudah pergi lagi, lewat pintu rahasia di balik
permadani." Bill mengangguk. Ia berseru ke bawah, dengan suara lantang.
"Siapa ada di bawah" Ayo jawab!" Terdengar suara bernada takut. Suara Dinah.
"Cuma kami sendiri! Siapa itu?"
"Dinah! Ini kami aku dan Bill Smugs," balas Jack, sebelum Bill sempat
"mencegah. "Kalian sendiri di situ?"
"Ya!" Suara Dinah kini terdengar lebih bersemangat. "Bill ada di situ,
bersamamu" Bagus!"
Jack bergegas menuruni tangga, disusul oleh Bill serta anak buahnya. Seorang dan
mereka disuruh menjaga di atas. Sesampai di bawah Bill langsung mencari pasak
yang ada di dinding. Ditariknya pasak itu, sehingga batu besar bergeser menutup
lubang kembali. la menunggu sebentar. Kemudian batu besar itu tergeser lagi
membuka lubang. Orang yang ada di atas menarik pasak di dinding, sesuai dengan
instruksi Bill padanya. Bill hendak meyakinkan bahwa mereka bisa keluar masuk
dengan leluasa! Lucy-Ann bergegas mendatangi Jack lalu merangkulnya. Air matanya berlinang-
linang. Dinah memandang Bill Smugs sambil nyengir. Walau sebetulnya ia malu,
tapi akhirnya ia merangkul orang itu. Begitu gembira rasanya melihat pertolongan
datang. "Kita tidak boleh membuang buang waktu," kata Bill "Mana Philip?"
?"Aduh, Bill - Philip tidak ada lagi di sini!" Kata Lucy-Ann sambil memegang
lengan orang itu erat-erat, "Ketika kami masuk lagi ke sini tadi, tahu-tahu ia
sudah tidak ada lagi! Entah ke mana perginya. Mungkin ia tertangkap, atau ia
pergi sendiri, kami tidak tahu! Ia sama sekali tidak meninggalkan surat untuk
memberitahukan. Tapi menurut kami, pasti ia masuk ke lorong rahasia yang ada di
balik permadani." "Bill, orang-orang itu sebentar lagi datang," kata Dinah dengan tiba-tiba. "Aku
teringat, tadi kudengar dua di antara mereka berbicara dalam bahasa Inggris.
Kata yang satu, malam ini juga mereka akan mengadakan pertemuan terakhir, di
sini. Jadi bisa saja setiap saat mereka datang lagi. Soalnya, di ruangan ini
mereka menyimpan peta atau entah apa yang selalu mereka pelajari dengan
seksama." "Di mana tempatnya?" tanya Bill dengan segera.
Dinah menganggukkan kepalanya ke arah laci-laci yang terkunci.
"Di situ, katanya. "'Tapi laci-laci itu selalu mereka kunci. Apa yang akan Anda
"lakukan sekarang, Bill?"
"Aku semakin bertambah mengerti sekarang," kata Bill dengan geram. "Sekarang
dengar baik-baik, Dinah! Kau serta Lucy-Ann harus segera ikut dengan Tassie,
pulang ke rumah. Kau harus tetap di situ sampai kami kembali. Mengerti" Kalian
bisa keluar lewat pintu samping, yang sudah kami bongkar. Orang yang kutinggal
di atas akan mengantarkan kalian sampai ke sana. Tapi kalian harus pergi dengan
segera!" "Tapi tapi..." Dinah tidak ingin pergi sendiri, tanpa Philip.?"Tidak ada tapi," kata Bill. "Aku yang memimpin di sini, dan kau harus melakukan
apa yang kuperintahkan! Sekarang pergilah! Besok kami pasti kembali."
Ketiga anak perempuan itu menaiki tangga batu ke atas. laki-laki yang menjaga di
atlas mengantar mereka sampai di depan pintu samping puri.
"Kalian pasti tahu jalan ke bawah?" gumamnya. Ia sendiri tahu pasti, takkan
mungkin sanggup menemukan jalan yang harus dilewati. Tapi itu soal gampang bagi
Tassie! Dengan mata tertutup pun mungkin ia masih sanggup.
Ketiga anak perempuan itu pergi, sementara pengantar mereka kembali ke tempat
penjagaannya. Lubang di lantai sudah ditutup lagi.
Di bawah, Bill, Jack dan 0rang-orang yang lain bergegas memakai baju zirah. Bill
berniat hendak ikut menghadiri pertemuan Scar-Neck yang berikut dengan kawan-
kawannya! Jack merasa lega, melihat Bill serta anak buahnya semua membawa
pistol. Orang-orang itu tidak banyak bicara. Belum pernah Jack berjumpa dengan
kelompok manusia yang begitu diam.
Jack disuruh memakai baju zirah yang terpasang paling belakang di ujung ruangan.
Bill tidak ingin anak itu terlalu dekat pada mereka, karena khawatir akan
mengalami cedera jika nanti terjadi perkelahian. Jack gemetar karena tegang dan
asyik! Kiki tidak ada di situ. Tassie membawanya naik ke atas. Burung kakaktua itu
menjerit-jerit karena kesal dipisahkan lagi dari Jack. Tapi berbahaya jika
kakaktua cerewet itu dibiarkan tetap berada di bawah. Pasti rahasia mereka akan
lekas ketahuan! Tapi Button masih ada di situ, tanpa diketahui siapa pun juga. Anak rubah itu
meringkuk di kolong tempat tidur di mana Philip sebelumnya bersembunyi. Button
merasa senang, karena mencium bau Philip. Sedang Jack sama sekali lupa bahwa
Button tadi ikut turun. Tak lama kemudian jejeran baju zirah sudah nampak rapi lagi sepanjang dinding.
Hanya tiga saja di antaranya yang tidak berisi manusia. Salah seorang anak buah
Bill, seseorang yang bertubuh tinggi besar, berkeluh-kesah. Katanya baju
zirahnya terlalu sempit! "Sudah sekarang semua diam!" desis Bill. "Aku merasa seperti mendengar
"sesuatu! Bab 27 KETEGANGAN MEMUNCAK Guruh menggelegar! Begitu keras bunyinya, sehingga sampai terdengar dalam
ruangan bawah tanah. "Mudah-mudahan ketiga anak perempuan tadi tidak ketakutan mendengarnya," kata
Bill. Dibayangkannya mereka bergegas-gegas menuruni bukit dalam gelap-gulita.
"Mungkin hujan juga sudah turun."
"Mereka kurasa aman, karena ikut dengan Tassie," kata Jack. "Anak itu tahu di
mana sebaiknya berteduh. Ia takkan berlindung di bawah pohon, atau semacam itu.
Di daerah bukit ini ada beberapa gua kecil. Mungkin mereka berlindung dalam
salah satu di antaranya, sampai badai sudah berlalu."
Setelah itu mereka diam lagi. Suasana sunyi sepi dalam ruangan bawah tanah "itu. Ketika salah seorang mendehem karena tenggorokannya terasa gatal, bunyinya
seakan-akan memecah kesunyian.
"Jangan berbuat begitu lagi, Jim," kata Bill Smugs. Suasana sunyi kembali. Jack mendesah
pelan. Perasaannya tegang sekali saat itu. Tubuh berkeringat karena bersembunyi
dalam baju zirah yang panas. Napas terengah-engah. Hatinya berdebar-debar,
menunggu para penjahat datang.
Tahu-tahu terdengar bunyi kunci diputar. Nyaring sekali kedengarannya. Permadani
dinding bergetar lalu tersibak ke samping, didorong dari belakang."Orang-orang yang bersembunyi dalam baju zirah langsung waspada. Sekian pasang
mata menatap dari dalam ketopong masing-masing. Siapakah yang datang itu"
Seorang laki-laki muncul dari balik permadani, lalu menggantungkan satu tepinya
ke paku yang tertancap di dinding. Dengan begitu kawan-kawannya bisa masuk ke
dalam ruangan dengan mudah. Jack melihat lubang menganga di dinding. Dari lubang
itu muncul beberapa orang laki-laki. Mereka keluar satu per satu, melangkah
dengan gerak menyelinap. Dan seorang di antara mereka mencengkeram Philip!
"Laki-laki yang beralis tebal panjang muncul paling dulu. Ia disusul temannya
yang berjanggut hitam, yang menurut Bill julukannya Scar-Neck. Ia yang menyeret
Philip masuk ke dalam ruangan. Kemeja Scar-Neck terkancing sampai ke leher,
sehingga bekas lukanya yang ada di situ tidak kelihatan.
Philip menunjukkan tampang berani. Tapi Jack tahu, temannya itu pasti takut
setengah mati. Setelah dia, menyusul masuk tiga orang lagi dari kawanan
penjahat. Semua bertampang jelek, dengan mata menatap tajam serta garis bibir
yang kelihatan bengis. Mereka masuk sambil bercakap-cakap. Pintu rahasia
dibiarkan terbuka. Jack bertanya-tanya dalam hati, tempat manakah yang bisa
dicapai lewat jalan itu. Tangan Philip terikat di belakang punggungnya. Ikatannya begitu ketat, sehingga
pergelangan tangannya terasa sakit. Scar-Neck mendorongnya, sehingga jatuh
terduduk di atas sebuah kursi.
Jack langsung menebak, pasti Philip baru saja tertawan. Sementara itu Scar-Neck
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
langsung menanyai anak itu dengan galak.
"Sudah berapa lama kau berada dalam puri ini" Apa saja yang kauketahui?"
?"Aku datang bersama kedua anak perempuan itu," kata Philip. "Selama ini aku
bersembunyi di kolong tempat tidur. Kalian tidak pernah memeriksa ke situ. Kami
sebetulnya tidak berniat jahat. Kami datang untuk bermain-main saja dalam puri
ini. Kami tidak tahu bahwa puri ini ada yang memiliki!"
"Ambil kedua anak perempuan itu dan bawa ke sini," kata Scar-Neck pada laki-laki
beralis gondrong. "Kita tanyai mereka bertiga satu-satu. Keterlaluan waktu
"kita terbuang percuma, hanya karena harus menangani segerombolan anak-anak!"
Si alis gondrong menghampiri tempat tidur. Menurut sangkaannya, Dinah dan Lucy-
Ann masih ada di situ, tidur pulas seperti biasanya. Tapi ketika kelambu
disingkapkan, mata orang itu langsung melotot! Kedua anak perempuan itu tidak
ada lagi di tempat tidur. Dengan kasar laki-laki itu menarik selimut-selimut
yang ada di situ. "Mereka tidak ada di sini!" katanya kaget. Laki-laki yang berjanggut cepat-cepat
menoleh ke arahnya. "Jangan main-main!" tukasnya. "Mereka harus ada di sini! Kita kan tahu, mereka
tidak bisa ke mana-mana begitu lubang sudah tertutup lagi!"
"Mungkin anak laki-laki itu mengeluarkan mereka, dari atas," kata si alis
gondrong. Kini Scar-Neck berpaling lagi, menatap Philip dengan mata terbelalak.
Philip sebenarnya ikut heran karena Dinah dan Lucy-Ann sudah tidak ada lagi di
situ. Tapi ia tidak memperlihatkan keheranannya.
Laki-laki yang beralis tebal membungkuk, melihat ke kolong tempat tidur. Tapi
semua tahu, kedua anak perempuan itu sudah tidak ada lagi dalam ruangan itu.
Scar-Neck melontarkan pertanyaan bernada galak pada Philip. "Kau yang
mengeluarkan mereka, ya"!"
Tidak bukan aku," jawab Philip. "Selama ini aku bersembunyi di sini, di " "kolong tempat tidur. Aku tidak pernah naik ke atas."
"Kalau begitu, siapa yang mengeluarkan mereka?" tanya si alis tebal. Keningnya
berkerut, sehingga alisnya yang gondrong nyaris menutupi kedua matanya.
"Ayo mengaku!" bentak Scar-Neck. Suaranya terdengar mengandung - ancaman.
"Tapi Philip diam saja. Ditatapnya laki-laki itu dengan sikap menantang. Scar-
Neck rupanya sudah habis sabarnya. Ditempelengnya Philip keras-keras, sehingga
anak itu terpelanting dari kursi. Philip bangkit kembali.
"Hah mau mengaku atau tidak?" kata Scar-Neck dengan geram. Teman-temannya
"melihat saja, tanpa mengatakan apa-apa.
Tapi Philip masih tetap membungkam. Jack bangga melihat temannya itu. Philip
sangat berani, pikirnya. Tapi detik berikut jantungnya serasa berhenti
berdenyut, karena Scar-Neck kini mengambil pistol dan meletakkannya ke atas
meja. "Banyak cara untuk memaksa anak bandel mau membuka mulut," sergahnya, sementara
matanya memerah karena marah.
Philip terkejap-kejap beberapa kali. Agak seram juga rasanya melihat senjata api
yang berkilat-kilat itu. Tapi kemudian ditatapnya Scar-Neck kembali. Ia tetap
tidak mau membuka mulut. Tidak ada yang tahu apa yang mungkin terjadi kemudian, apabila tidak dengan
tiba-tiba terjadi sesuatu yang tidak disangka sangka! Button yang selama itu
"bersembunyi di bawah kursi yang terletak di ujung ruangan, tahu-tahu melesat ke
luar dan menubruk Philip dengan gembira.
Orang-orang yang ada di situ berloncatan semua karena kaget. Scar-Neck menyambar
pistolnya. Tapi ketika nampak bahwa yang datang itu cuma seekor anak rubah,
mereka duduk lagi. .Mereka jengkel pada diri sendiri, karena takut pada binatang
sekecil itu. Scar-Neck sangat marah. Dipukulnya Button, sehingga anak rubah itu terguling-
guling di lantai. Button menyeringai, menunjukkan giginya yang runcing-runcing.
"Jangan sakiti dia," kata Philip cemas. "Ia masih kecil. Anak rubah itu binatang
piaraanku." "Bagaimana ia bisa masuk ke sini" Waktu kedua anak perempuan itu keluar ya!"
kata laki-laki beralis tebal menggerutu.
"Entah, aku juga tidak tahu," kata Philip dengan bingung. Ia memang benar-benar
bingung. "Sedari tadi kukatakan, aku benar-benar tidak tahu bagaimana kedua anak itu
keluar, dan aku juga tidak tahu bagaimana anak rubah ini bisa masuk. Ini
merupakan misteri bagiku, sama saja seperti kalian."
"Jika anak ini tidak bohong, sebaiknya kita cepat-cepat saja menyelesaikan
urusan kita di sini," kata laki-laki beralis tebal. Ia kedengaran agak gugup.
"Rupanya ada orang lain di sini, walau kita sudah cukup awas menjaga selama ini.
Kita selesaikan saja urusan kita, lalu pergi!"
Saat itu terdengar lagi bunyi guntur menggelegar. Orang-orang itu saling
berpandangan dengan gelisah.
"Bunyi apa itu?" kata laki-laki beralis tebal.
"Apa lagi kalau bukan bunyi guruh," kata Scar-Neck dengan geram. "Kalian ini
kenapa" Masa langsung bingung, hanya karena ada segerombolan anak-anak konyol
bermain-main di sini" Mereka itu minta dipukul rupanya! Dan anak laki-laki ini
nanti akan kuhajar sebelum kita pergi walau kedua temannya yang perempuan "berhasil minggat!"
Button berbaring dekat kaki Philip. Ia takut pada gerombolan laki-laki yang
kelihatannya galak-galak itu. Scar-Neck menganggukkan kepala pada salah seorang
kawannya. Orang itu berdiri. Lalu menghampiri laci terkunci di mana disimpan
peta-peta. Dibukanya laci itu, lalu diambilnya setumpuk kertas dari situ.
Kertas-kertas itu ditaruhnya di depan Scar-Neck.
Kemudian menyusul perembukan panjang, dalam bahasa yang tidak dikenal Philip.
Tapi Bill memahaminya! Bill menguasai delapan bahasa, atau bahkan lebih! Ia
mengikuti perembukan itu dengan penuh minat.
Sementara itu Philip tetap duduk di kursi. Sikapnya lesu. Pergelangan tangannya
terasa sakit, sedang telinga kirinya pedih kena tempeleng tadi. Ia tidak bisa
menggosok-gosokinya untuk mengurangi rasa pedih, karena tangannya terikat erat
di belakang punggung. Button menjilat-jilat pergelangan kaki Philip. Sementara itu Philip sibuk
berpikir. Ke manakah Dinah dan Lucy-Ann" Bagaimana mereka bisa ke luar" Philip
merasa lega, sebab mungkin kedua anak itu berhasil melarikan diri. Mungkin
bantuan sudah datang" Apakah Jack berhasil mencari bantuan" Apakah ia akan ikut
diselamatkan nanti" Philip ingin sekali kembali berada dalam baju zirah, di mana ia bisa bersembunyi
dengan aman. Ia memandang pakaian perang yang berjejer-jejer dekat dinding.
Tiba tiba ia menatap dengan heran. Ia merasa seperti melihat mata berkilat-kilat
"di balik ketopong. Penglihatan Philip sangat tajam, dan kebetulan sekali sinar
lampu minyak menerangi ketopong yang sedang dipandang olehnya. Dan Philip merasa
seperti melihat sepasang mata dalam ketopong itu, dan bukan rongga kosong.
Diperhatikannya baju zirah yang berikut. Di situ pun ia merasa seperti melihat
sepasang mata. Begitu pula dalam ketopong ketiga yang diperhatikan. Tiba-tiba
Philip merasa ngeri. Jangan-jangan kesemua pakaian perang itu dengan tiba-tiba
menjelma hidup! Ah, mana mungkin. Tapi kalau begitu siapakah orang-orang yang
"bersembunyi di situ" Dilihatnya kebanyakan baju zirah itu ada isinya. Tubuh
Philip gemetar. Scar-Neck melihatnya, lalu tertawa.
"Ah, ternyata kau sekarang mulai takut, membayangkan apa yang akan terjadi
dengan anak-anak yang suka mencampuri urusan orang lain. Mungkin akhirnya kau
mau mengaku juga!" Philip diam saja. Pikirannya mulai berjalan secara normal. Dengan segera ia
menyadari bahwa yang bersembunyi dalam pakaian itu pasti teman, dan bukan musuh.
Konyol untuk apa ia takut" Tapi memang seram rasanya, menatap sekian banyak
"mata yang memandang dari balik ketopong.
"Rupanya dengan cara begitu Dinah dan Lucy-Ann bisa pergi dari sini," pikirnya.
"Sekarang aku mengerti! Jack berhasil mencari bantuan lalu mereka datang dan
"meniru caraku bersembunyi, dalam baju zirah! Nah, aku harus pura-pura tidak
tahu. Apa pun yang terjadi, rahasia mereka tidak boleh sampai ketahuan. Yang
mana ya si Bintik?" Ia sudah merasa jauh lebih tenang sekarang. Sekali lagi diperhatikannya ketopong
baju zirah itu satu per satu. Ia tidak berani menatap dengan terang-terangan,
karena khawatir ada di antara penjahat yang mengikuti arah pandangannya, lalu
melihat apa yang dilihatnya.
Saat itu terdengar lagi bunyi guntur, jauh lebih keras dari bunyi sebelumnya.
Hawa dalam ruangan pengap sekali. Orang-orang yang bersembunyi dalam baju zirah
harus berjaga-jaga jangan sampai terdengar sentakan napas mereka. Keringat
mengucur membasahi tubuh. Tubuh terasa sudah pegal sekali. Ingin rasanya bisa
bergeser sedikit saja. Tapi mereka tidak berani berkutik sedikit pun.
Bill mengikuti perembukan kawanan penjahat dengan penuh perhatian. Tapi ia tidak
bisa melihat, apakah sebetulnya kertas-kertas yang terletak di atas meja.
Kelihatannya seperti gambar rancangan sesuatu. Mungkin gambar konstruksi mesin.
Tapi Bill tidak bisa mengenalinya dengan jelas.
Akhirnya kertas-kertas itu digulung kembali oleh Scar-Neck. Ia berpaling pada
Philip. "Urusan kami di sini sudah selesai sekarang! Kami takkan berjumpa lagi denganmu
serta kawan-kawanmu. Tapi sebelum kami pergi, kau perlu dihajar dulu, supaya
tahu apa akibatnya jika mengintai kami! Mana tali itu?"
"Awas, kalau berani menyentuhku sedikit saja!" teriak Philip sambil meloncat "bangkit. Tapi Scar-Neck tidak mengacuhkannya. Diambilnya tali, untuk memukul
Philip. Bukan main kaget dan takutnya orang itu, ketika tiba-tiba melihat salah satu
baju zirah melangkah turun dari panggung rendah tempatnya dipasang. Baju zirah
itu mengangkat tangannya, yang ternyata menggenggam pistol. Bukan itu saja! Baju
zirah itu pun ternyata bisa berbicara.
"Tamat riwayatmu sekarang, Scar-Neck! Seluruh kawanmu berhasil kami ringkus
dengan sekali pukul!"
Suara yang berbicara itu terdengar menggema dalam ketopong. Scar-Neck hanya bisa
menatap sambil melongo, begitu pula kawan-kawannya. Semua bingung sesaat
"apalagi ketika melihat sekian banyak baju zirah tiba-tiba bisa bergerak! Mereka
merasa seperti sedang mimpi buruk. Tapi mimpi yang dipenuhi pistol, yang semua
teracung ke arah mereka! "Angkat tangan!" bentak Bill.
Scar-Neck mengangkat tangannya, seakan-akan hendak menyerah. Tapi tiba-tiba ia
berpaling menyambar lampu minyak, lalu membantingnya ke lantai. Detik itu juga
ruangan menjadi gelap-gulita!
Bab 28 BADAI DAHSYAT Bill berteriak marah, lalu berseru, "Jack! Philip! Cepat, bersembunyi di bawah
tempat tidur! Mungkin akan terjadi tembak-menembak!"
Kedua anak itu langsung menurut. Mereka menyusup masuk ke kolong tempat tidur,
Jack masih dalam pakaian zirah yang berkelontang-kelontang bunyinya. Philip
berbaring di lantai dengan napas tersengal-sengal. Ia agak kikuk, karena
tangannya masih terikat. Tapi Jack lebih payah lagi ia tersangkut ketika
menyusup. Mereka tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Mereka hanya mendengar suara
ribut berteriak-teriak disertai bunyi napas terengah-engah. Tapi sama sekali tak
ada tembakan. Rupanya tidak ada yang berani menembak, karena dalam ruangan
segelap itu dikhawatirkan ada kawan yang kena.
Jack dan Philip mendapat kesan dari suara-suara yang terdengar, bahwa saat itu
sedang terjadi pergumulan sengit. Bunyi gedebak-gedebuk bercampur dengan
dentingan logam. Tiba-tiba terdengar bunyi gemeretak. Itu pasti batu besar yang tergeser. Tapi
siapakah yang membuka lubang untuk naik ke atas. Pihak lawan, atau salah seorang
anak buah Bill" Philip tidak tahu bagaimana caranya membuka lubang itu dari
bawah, meski sudah beberapa kali ia mencoba. Tapi pasti bisa dibuka dari bawah.
Sesaat kemudian diketahuinya bahwa yang membuka Scar-Neck atau salah seorang
kawannya untuk melarikan diri, karena terdengar Bill berseru memanggil anak
buahnya yang ditinggal menjaga di atas.
"Tom! Awas! Kalau ada yang naik, langsung tembak!"
Orang yang bernama Tom memburu ke ujung atas tangga. Tapi ia tidak bisa melihat
apa-apa di bawah. Ia hanya mendengar erangan, serta dentingan logam. Padahal
saat Itu ada seseorang merayap naik ke atas. Tom tidak mendengarnya. Tahu-tahu
ia dipukul, sehingga terpelanting. Orang yang memukulnya itu Scar-Neck, yang
hendak melarikan diri. Pistolnya terjatuh ketika ia sedang bergumul. Untung saja
sebab kalau tidak, pasti Tom sudah ditembaknya."Sebelum Tom sempat bangun dan bertindak, Scar-Neck sudah lebih dulu minggat.
Tapi tahu-tahu ada lagi orang naik dan tersandung pada tubuh Tom yang masih
terkapar. Sekali lagi pukulan mendarat di kepalanya, sehingga telinganya
terngiang-ngiang. Orang yang memukulnya itu kawan Scar-Neck yang beralis
gondrong. Ia menendang Tom sekeras mungkin, lalu menghilang dalam gelap.
Tom bingung sesaat, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Berdiri di ujung atas
tangga, untuk mencegah ada lagi yang bisa melarikan diri, atau mengejar kedua
orang yang lari. Tapi ia tidak tahu, ke arah mana keduanya minggat. Karena itu
ia kembali menjaga di ujung tangga.
Ketiga penjahat yang masih ada di bawah bernasib sial. Seorang di antaranya
pingsan. Temannya tidak bisa berkutik lagi, karena tubuhnya diduduki oleh Bill.
Sedang yang ketiga semula berusaha melarikan diri lewat pintu rahasia di balik
permadani. Tapi Jim berhasil meringkusnya.
Bill akhirnya berhasil menemukan senter, lalu menyalakannya. Lampu minyak pecah
berantakan. Untung saja tidak sampai terjadi kebakaran karenanya. Tapi dengan
senter pun ruangan itu sudah cukup terang. Bill memandang berkeliling.
Orang yang tadi diduduki, kini sudah di tangan salah seorang anak buahnya.
Penjahat itu nampak lesu. Matanya bengkak sebelah, sedang keningnya benjol. Bill
kelihatan aneh. Ia masih memakai baju zirah. Tapi ketopongnya sudah dilepaskan,
sehingga kepalanya yang botak dengan rambut lebat di pelipis nampak mencuat dari
lubang leher pakaian perang itu. Aneh sekali kelihatannya!
Jack dan Philip merangkak keluar dan kolong tempat tidur. Bill harus menarik
Jack, karena anak itu tidak bisa keluar sendiri karena masih tersangkut. Dengan
segera Jack melepaskan baju zirah yang terasa menyesakkan. Setelah itu
dilepaskannya tali yang mengikat pergelangan tangan Philip.
Bill Smugs kelihatan jengkel, karena kedua penjahat terbesar berhasil melarikan
diri. Ia berseru memanggil Tom.
"Kau masih ada di situ, Tom?"
"Ya, Sir," jawab Tom. Suaranya agak lesu.
"Kau berhasil meringkus kedua orang yang lari ke atas tadi?" teriak Bill lagi.
"Tidak, Sir! Apa boleh buat, tahu-tahu saya disergap sehingga mereka bisa
minggat, jawab Tom. Suaranya semakin lirih.
" Bill mengumpat pelan. "'Kau memang tolol, Tom!" katanya. "Ayo, turun ke sini! Posisimu di atas kan
menguntungkan sekali tadi mestinya bisa mencegah supaya tidak ada yang lari, "biar yang naik sepasukan sekali pun!"
"Habis, di sini gelap, Sir," kata Tom mencari alasan. "Saya tidak bisa melihat
apa-apa." "Sekarang dua penjahat terbesar berhasil lari," kata Bill dengan geram. "Kalau
caramu bekerja begitu, sulit rasanya bisa naik pangkat, tahu! Coba aku tadi
menempatkan orang lain di atas. Kurasa sekarang kedua penjahat itu sudah jauh!
Pasti ada mobil mereka disembunyikan di dekat-dekat sini, siap untuk dipakai
melarikan diri apabila keadaan memaksa."
Kasihan Tom! Ia sangat malu. Orangnya tinggi besar, sehingga menurut perasaan
Jack dan Philip ia seharusnya bisa dengan gampang meringkus kedua penjahat tadi!
"Sekarang ikat ketiga penjahat ini!" kata Bill, sambil menunjuk mereka dengan
anggukan kepala singkat. Jim melaksanakan perintah itu dengan cekatan. Ketiga
penjahat yang diringkus, termenung dengan tampang kuyu.
"Sekarang kita periksa kertas-kertas itu," kata Bill. Seorang anak buahnya
menghamparkan kertas-kertas dokumen itu di depannya. Bill mempelajarinya dengan
teliti. "Ya memang Scar-Neck itu mata-mata yang sangat hebat," katanya kemudian.
?"Pasti ia jengkel sekali, karena terpaksa tidak bisa membawa dokumen-dokumen
ini. Nilainya besar sekali bagi dia, serta bagi negara yang membayarnya sebagai
mata-mata di sini." Kertas-kertas dokumen itu digulung lagi oleh salah seorang anak buah Bill. Saat
itu terdengar lagi bunyi guruh bergulung-gulung. Semua agak kaget mendengarnya.
"Kurasa badai kini sudah ada di atas kita, kata Bill. "Lebih baik kita jangan
"ke luar dulu, sebelum badai itu berlalu."
"Anda tidak hendak memeriksa pintu rahasia itu?" tanya Jack sambil menunjuk ke
arah permadani yang tersingkap. Ia agak kecewa.
"Ya, tentu saja," jawab Bill. "Aku akan memeriksanya bersama Tom, sementara yang
lain-lain turun membawa tahanan ini. Tapi kurasa lebih baik menunggu sampai hari
sudah pagi." Badai semakin menjadi-jadi. Ketika Philip bercerita pada Bill tentang
pengalamannya hari itu, ia terpaksa berteriak, supaya suaranya masih bisa
terdengar di atas gemuruh hujan dan petir.
"Aku merasa bosan di sini terus," saru Philip. "Lalu kuputuskan untuk masuk ke
dalam lorong rahasia dan memeriksa ke mana arahnya. Begitu para penjahat bangun
lagi setelah tidur cukup lama di sini, lalu naik ke atas, aku cepat-cepat keluar
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari kolong tempat tidur dan masuk ke lubang yang ada di balik permadani itu.
Lubang itu dibiarkan terbuka oleh para penjahat, persis keadaannya sekarang.
Ketika aku masuk ke situ, ternyata .... "
Kalimatnya terpotong sesaat, karena ia dikagetkan sinar kilat yang menyambar di
luar. Semua mendengarkan ceritanya dengan penuh minat. Tentu saja kecuali para
penjahat. Kemudian Philip melanjutkan ceritanya.
"Nah Seperti kataku tadi, ternyata pintu itu terkunci. Tapi anak kuncinya ada
"di Aku cepat cepat memutarnya, lalu membuka pintu. Begitu terbuka, aku
"langsung melangkah masuk. Aku berada dalam suatu lorong sempit."
"Tidak gelap di situ?" tanya Jack
"Tentu saja gelap tapi aku kan membawa senter," kata Philip. "Dengannya aku "bisa melihat dengan jelas. Lorong itu agak menurun arahnya, mula-mula di antara
dua dinding dari batu. Mestinya itu fondasi puri ini. Kemudian aku menduga bahwa
aku sudah sampai di luar puri, karena terowongan yang kulalui kemudian nampak
dipahat di tengah batu cadas."
"Dan kau tentunya sampai di sisi seberang bukit ini, ya?" kata Bill. "Lalu, ada
yang menarik kaulihat di sana?"
"Aku tak sampai sejauh itu," kata Philip. "Di tengah jalan kudengar ada orang
berjalan di belakangku. Aku cepat-cepat bersembunyi, dengan jalan naik ke
pinggir dinding yang agak menjorok ke dalam pada bagian itu dan berbaring di
situ." "Astaga! Lalu bagaimana apakah orang itu kemudian lewat?" tanya Jack tegang.
?"Ya tapi rupanya ia mencari aku," kata Philip. "Soalnya aku lupa menutup
"kembali pintu rahasia. Lalu ketika para penjahat turun lagi ke sini, mereka
heran melihat pintu rahasia terbuka. Dengan segera seorang dari mereka disuruh
masuk ke lorong, untuk memeriksa siapa sebenarnya yang membukanya."
"Lalu setelah itu?" tanya Bill. Tapi suaranya lenyap ditelan bunyi guntur yang
menggelegar tepat pada saat itu.
"Orang itu kemudian kembali lagi, ketika tidak menemukan siapa-siapa dalam
lorong," kata Philip melanjutkan cerita. "Tapi kepala penjahat tidak puas!
Mereka lantas beramai-ramai ikut mencari. Yah akhirnya aku ketahuan juga! Aku
"langsung diseret turun dari tempatku bersembunyi."
"Apa yang terjadi setelah itu?" tanya Bill. "Kau tidak langsung dibawa ke sini,
sebab adik-adik kalian bingung melihat kau tidak ada ketika mereka turun lagi ke
sini." "Memang betul begitu. Aku ditinggal dalam lorong, dengan kaki dan tangan
terikat," kata Philip. "Kata mereka aku rupanya senang berada dalam lorong,
karena itu aku boleh terus berada di situ sampai dijemput lagi untuk ditanyai.
Jadi aku terus meringkuk dalam lorong, sampai akhirnya mereka datang lagi untuk
menjemput. Ikatan kakiku dilepaskan, sehingga aku bisa berjalan sendiri. Lalu
aku dibawa ke sini, seperti kalian lihat sendiri tadi."
"Kasihan pengalamanmu tidak enak," kata Bill.
?"Wah, aku takut sekali tadi, ketika melihat mata kalian berkilat-kilat di balik
ketopong," kata Philip. "Kusangka aku melihat hantu. Tapi kemudian kusadari,
pasti kalian para penolong yang datang bersama Jack"
Setelah itu semuanya membisu. Suara badai bertalu-talu, memekakkan telinga.
Semua membayangkan betapa dahsyat keadaan di luar saat itu.
"Untung anak-anak perempuan tadi masih cukup banyak waktu," kata Jack dalam
hati. "Mudah-mudahan saja mereka sampai di rumah dengan selamat"
Tiba-tiba ia dikagetkan bunyi yang keras sekali.
Bab 29 LORONG RAHASIA Jack terlonjak mendengar bunyi petir yang keras sekali. la begitu kaget,
sehingga cepat-cepat merangkul Bill. Rasanya ia belum pernah mendengar bunyi
petir sekeras itu. Bunyi petir disertai sambaran kilat yang menerangi seluruh bukit. Selama sekejap
mata keadaan terang-benderang seperti siang. Tapi kemudian gelap-gulita kembali.
Tiba-tiba Bill menarik Jack dan Philip supaya agak mundur sedikit.
"Kurasa petir tadi menyambar puri," katanya, sambil memandang ke luar lewat
lubang di lantai. "Ya, betul! Lihatlah!"Sambaran kilat berikut menerangi tempat sekitar situ. Nampak jelas bahwa salah
satu menara mulai miring. Dalam kegelapan yang menyusul, terdengar bunyi
batu batu besar berguguran.
?"Badai tepat berada di atas kita!" seru Jack. "Aku takut!"
Saat itu petir menyambar lagi. Orang-orang yang berada dalam kamar tersembunyi
merasakan kejutan aneh, seolah-olah tubuh mereka dialiri arus listrik. Untung
mereka memakai sepatu bersol karet.
"Kalau tidak, bisa mati kena sambaran kilat," pikir Bill. "Wah rupanya puri
"kena lagi. Kalau begini terus, ada kemungkinan kita tertimbun tumpukan puing
nanti!" Bill bergegas menarik pasak di dinding, untuk menutup lubang lantai. la merasa
lebih aman apabila ada rintangan batu antara mereka dengan badai yang mengamuk
di luar. Tapi detik berikutnya terdengar bunyi batu-batu berjatuhan di lantai.
Seluruh ruangan bawah tanah bergetar keras.
"Bangunan utama puri ambruk!" seru Philip ketakutan. Mukanya pucat pasi.
Sementara itu bunyi batu berjatuhan masih terus terdengar. Menurut perkiraan
Bill, ada kemungkinan sebagian dari dinding puri kena sambaran kilat, lalu roboh
ke dalam. Dan jangan-jangan jatuh ke serambi! Kedengarannya memang begitu.
"Sekarang bisa kubayangkan bagaimana terjadinya tanah longsor itu," kata Bill
setelah di atas sepi kembali. "Badai seperti ini dengan gampang saja bisa
menyebabkan dasar jalan runtuh, sehingga terjadi longsor. Aku takkan heran
apabila malam ini kejadian itu berulang lagi."
"Aku belum pernah mengalami hujan yang begitu lebat," kata Jack. "Pasti anak-
anak perempuan sedang setengah mati ketakutan, karena sendirian di rumah."
"Ya, memang," kata Bill. "Sayang kita tidak ada di sana." Ia melirik para
tahanan, yang kelihatannya sangat ketakutan. Rupanya mereka membayangkan nasib
selanjutnya! "He tiba-tiba saja aku merasa lapar," kata Philip. "Aku belum makan lagi,
"semenjak masuk ke dalam lorong rahasia.
?"Aku juga lapar," sambut Bill. "Tapi di sini banyak makanan, berkaleng-kaleng!
Sebaiknya kita makan saja dulu. Untuk menghabiskan waktu menunggu, serta
sekaligus melupakan badai yang mengamuk di atas."
Jack dan Philip memeriksa isi kaleng-kaleng itu, lalu memilih sebuah kaleng
berisi daging bumbu, satu kaleng lidah dan dua kaleng buah per. Keempat kaleng
itu dibuka, lalu isinya dipindahkan ke piring dan diletakkan ke atas meja.
Bill memilih kaleng-kaleng berisi minuman. Bagi dirinya sendiri serta anak
buahnya ia mengambil bir, yang dirasanya pasti sedap diminum dalam hawa sepanas
itu. Sedang Jack dan Philip minum sepuas hati, menghadapi kaleng-kaleng berisi
limun jahe dan sari jeruk
Sehabis makan, semuanya merasa lebih enak. Sementara itu badai di atas rasanya
sudah agak reda. Bill melirik arlojinya.
"Astaga, sudah pukul setengah enam pagi,"katanya. la menguap. "Tak kusangka
begitu lama kita sudah berada di sini. Yah karena badai kedengarannya sudah "reda, tak ada salahnya jika kita menarik napas segar sebentar di halaman dalam.
Sekarang di luar tentunya sudah terang. Mungkin anak buahku sudah bisa turun,
untuk membawa para tahanan ke polisi!"
"Ya, aku kepingin bisa bernapas kembali dengan leluasa," kata Philip. Mukanya
merah padam kepanasan. "Bagaimana caranya membuka lubang dari bawah sini, Bill?"
"Itu, dengan pasak yang di atas itu," kata Bill sambil menunjuk ke langit-
langit. Ternyata di situ ada semacam pegangan. Bill menariknya. Tapi pegangan
itu sedikit pun tidak bergerak Lalu ditarik sekali lagi.
Wah, tidak bisa," kata Bill dengan heran. "Coba kau saja, Tom. Tenagamu lebih
"besar daripada aku!"
Kini Tom mencoba menarik. Tapi pegangan itu masih tetap tidak bisa digerakkan.
Dan karenanya batu besar yang menutupi lubang di lantai, juga tidak tergeser.
Bill mencoba lagi, bersama-sama dengan Tom. Batu bergerak sedikit, lalu
terhenti. Walau dicoba berulang kali, tapi tetap sia-sia.
Bill menaiki tangga batu, lalu mencoba mengintip lewat celah sempit antara
lubang dan batu besar. Tapi ia tidak bisa melihat apa-apa. Ia pun turun lagi.
Kurasa lubang di atas itu tertutup timbunan batu yang runtuh," katanya. "Jadi
"kita tidak bisa ke luar."
"Kalau begitu kita lewat jalan yang satu lagi maksudku lorong yang kumasuki
"kemarin," kata Philip, sambil menganggukkan kepala ke arah permadani yang
tersingkap. "Ah, betul juga." kata Bill Smugs. "Mudah-mudahan saja di situ tidak terjadi
tanah longsor juga. Tapi menurut katamu, dinding lorong itu kan dari batu! Kalau
begitu, pasti tidak apa-apa!"
Sementara itu hawa dalam ruangan semakin pengap. Button yang selama pergumulan
bersembunyi di kolong tempat tidur, muncul dari situ lalu menghampiri Philip.
Anak rubah itu berbaring miring, sementara lidahnya terjulur ke luar.
"Ia haus," kata Jack. "Beri minum dong!"
"Tapi tidak ada air di sini. Yang ada cuma limun jahe," kata Philip, lalu
menuangkan sedikit ke piring. Button ternyata haus sekali. Limun jahe diminumnya
sampai habis. Setelah itu ia menjilat-jilat moncong, sedang tampangnya seakan-
akan hendak mengatakan, "Yang kuminum itu memang basah tapi rasanya uahh!"
" ?"Kalau kita di sini terus, bisa matang nanti karena hawa panas," kata Bill. "Yuk
- kita coba saja nasib lewat jalan ini. Aku berjalan paling dulu."
Dibukanya pintu yang terdapat dalam rongga di balik permadani, lalu masuk ke
dalam sambil menyorotkan senter ke depannya. Jack dan Philip menyusul. Setelah
itu ketiga tahanan, yang sejak lama tidak membuka mulut sedikit pun. Paling
akhir menyusul anak buah Bill.
Lorong itu sempit. Tapi cukup lurus pada mulanya. Ternyata lorong itu dibuat
dalam fondasi puri, persis seperti cerita Philip.
"Mestinya di sini juga ada sel-sel," kata Bill. "Tempat ini aneh. Mungkin masih
banyak lagi kamar-kamar tersembunyi di sini setidak-tidaknya begitulah kata
"orang desa." Setelah beberapa lama, lorong itu mulai menembus batu cadas bukit. Dinding
nampak tidak rata lagi. Tapi udara di situ segar. Sejuk rasanya, dibandingkan
dengan kepengapan hawa dalam ruangan bawah tanah tadi.
Lorong kini berkelok-kelok, seperti mengikuti bentuk cadas. Tapi jelas memotong
bukit, dengan arah ke bawah. Di beberapa bagian lorong yang dilewati agak
terjal, sehingga mereka agak terpeleset-peleset berjalan di situ. Kemudian
dengan tiba-tiba terdengar bunyi air mengalir!
Semua berhenti berjalan. Bill berpaling, memandang Philip.
"Ada air di sini," kata Bill. "Waktu kau masuk ke sini, sudah ada atau tidak?"
Philip menggeleng. "Tidak," katanya, "bagian yang kulalui, semuanya kering. Dan kita belum sampai
ke tempat di mana aku bersembunyi."
Mereka berjalan lagi. Tiba-tiba nampak dari mana datangnya bunyi itu. Ternyata
hujan lebat yang menyiram bukit merembes masuk ke tanah, dan kini mengalir ke
dalam lorong lewat retakan pada dindingnya. Alirannya cukup deras, disertai
bunyi menggelegak "Astaga!" seru Jack. Ia ikut melihat lewat pundak Bill. "Kita tidak bisa lagi
lewat!" "Ah, tidak begitu dalam kelihatannya," kata Bill. "Kurasa kita masih bisa
mengarunginya. Untung saja lorong ini mengarah ke bawah. dan bukan ke atas. Coba
kalau ke atas, pasti air ini mengalir ke arah kita!"
Bill melangkahkan kaki, masuk ke dalam air. Ternyata tingginya cuma sampai ke
lutut. Arusnya cukup deras, tapi belum sampai bisa menyeret mereka. Bill
mengucap syukur bahwa Dinah dan Lucy-Ann tidak ada bersama mereka saat itu.
Kedua anak itu pasti akan mengalami kesulitan dalam melewati lorong yang sudah
menjelma menjadi sungai kecil itu.
Air yang mengalir terasa dingin. Mereka berjalan terus. Button dipanggul oleh
Philip di atas pundaknya. Anak rubah itu tidak suka berjalan di air.
Setelah berjalan beberapa saat, Philip menuding ke dinding lorong. Nampak ada
bagian yang agak mundur ke dalam di situ, dekat ke langit-langit
"Di situlah aku bersembunyi," katanya. "Bagus kan, tempat itu" Tidak gampang
mereka menemukan diriku. Baru berhasil, setelah memeriksa dengan teliti sekali."
Sementara itu air yang diarungi agak bertambah dalam, Arusnya juga bertambah
deras. Mereka harus berjalan dengan lambat, agar jangan sampai terseret arus.
Jack sudah capek sekali. Menurut perasaannya, lorong itu seperti tidak
habis habis. Anak itu menggemari petualangan, tapi saat itu ia kepingin bisa "beristirahat sebentar.
Tahu-tahu dasar lorong menjadi semakin miring, Begitu miring, sehingga arus air
yang mengalir berubah menjadi mirip air terjun. Bill berhenti.
Aku tidak melihat kemungkinan lain melewati bagian ini, kecuali dengan cara
"meluncur ke bawah," katanya. "Tapi nanti dulu kurasa di sini ada jenjang
"menuju ke bawah. Ya. betul! Kita bisa menuruninya. Asal berhati-hati, jangan
sampai terseret air!"
Bill mulai melangkah turun. Langkah demi langkah, sambil meraba-raba. Jack dan
Philip mengikutinya, dengan hati-hati sekali. Beberapa kali Jack nyaris terseret
arus air yang mengalir deras
Tiba-tiba Bill memadamkan senternya. Di depan mereka nampak cahaya terang.
Ternyata jenjang batu itu membawa mereka ke lereng sisi seberang bukit!
Bill meloncat keluar dari air. Ia sampai di sebuah lubang sempit di lereng
bukit, yang tertutup semak belukar.
"Kita selamat sekarang!" serunya
Bab 30 DI BALIK BUKIT Jack dan Philip menyusul ke luar, lalu memandang ke bawah. Ternyata mereka
berada pada lereng yang curam sekali.
Di bawah mereka nampak sebuah bangunan yang kelihatannya seperti rumah petani,
dengan sejumlah bangunan kecil terserak di sekitarnya, menempel ke lereng bukit.
Di sekeliling bangunan-bangunan itu terdapat pagar kawat berduri. Tak jauh di
bawah tempat mereka berada pun kelihatan ada pagar kawat semacam itu.
Di belakang bangunan utama terdapat semacam hutan kecil, dengan tanah lapang di
tengah-tengah. Nampak di situ sebuah mesin besar berkilat-kilat, aneh bentuknya.
Orang yang berada di pertanian atau di dekat situ pasti tidak bisa melihatnya,
karena terlindung pohon. Tapi dari atas, nampak jelas!
"Mesin apa itu?" tanya Jack, sambil menatap mesin yang berkilauan kena sinar
matahari pagi. "Aku juga tidak tahu," jawab Bill. "Mesin itu merupakan salah
satu alat rahasia negara kita yang saat ini sedang dibangun para ahli teknik "militer kita yang paling hebat."
"Lalu itukah yang sedang diintai Scar-Neck?" tanya Philip.
"Betul itulah yang diincarnya selama ini," kata Bill. "Ia mendengar desas-
"desus mengenainya, lalu berhasil mengetahui di mana percobaan rahasia sedang
dilakukan. Bukan main senang hatinya, ketika kemudian mendengar bahwa puri kuno
yang terdapat di balik bukit ini ditawarkan untuk dijual."
"Astaga! Lalu ia membeli puri itu?" kata Jack.
Bill mengangguk. "Betul! Sebelum ini aku telah mengadakan penyelidikan, untuk mengetahui siapa
pemilik puri itu sekarang. Scar-Neck tidak membelinya atas namanya sendiri
tentunya ia tidak sebodoh itu! Tidak, ia membelinya dengan meminjam nama
"seseorang penduduk sini, yaitu Browm. Brown dikenal sebagai seseorang yang
tertarik pada bangunan kuno. Tapi aku dengan segera berhasil mengusut, siapa
sebenarnya dalang yang ada di belakangnya."
"Wah! Anda memang pintar, Bill," kata Jack dengan kagum.
"Ah, soal begitu urusan gampang dalam pekerjaanku. Aku sudah menebak, Scar-Neck
pasti sedang berusaha memata-matai rahasia ini. Tapi semula aku sama sekali
tidak bisa membayangkan siasat yang dipergunakannya. Seperti kalian lihat
sendiri, mesin itu letaknya sangat tersembunyi di belakang pertanian itu. Lagi
pula dilindungi dengan kawat berduri, yang kurasa sebagian dialiri arus
listrik." "Nah kalau begitu bagaimana caranya bisa menyelidiki?" kata Philip bingung.
?"Dengan jalan memotretnya, serta menggali terowongan di bawah tanah, melewati
kawat berduri dan masuk ke lapangan yang di tengah-tengah itu," kata Bill
menduga. "Lihatlah kalian lihat tanda-tanda penggalian di sebelah sana itu"
"Nah, kurasa Scar-Neck beserta kawanannya mulai menggali terowongan dari sana,
sampai ke ' sebelah dalam lapangan."
"Tapi masa tidak ada yang melihat?" kata Jack.
"Soalnya, tidak ada yang mengira bahaya bisa datang dari arah sini," kata Bill.
"Kan kelihatannya mustahil ada yang bisa naik sampai di sini, karena lereng
bukit di sebelah sini curam sekali.?"Dan tidak ada yang tahu mengenai lorong tersembunyi di bawah puri, yang menuju
ke sisi bukit sebelah sini," kata Jack. "Lalu dari mana Scar-Neck bisa
mengetahuinya?" "Kurasa ia berhasil memperoleh denah asli puri kuno itu," kata Bill. "Pemiliknya
sebelum ini kan kabarnya tidak waras otaknya! Kalian tentunya juga tahu, dari
kabar-kabar tentang segala tindakannya yang serba aneh. Orang itu membangun
berbagai kamar rahasia dengan peralatan yang macam-macam, dan hidup di situ
dalam alam khayalannya. Scar-Neck kemudian memanfaatkan kamar dan lorong
tersembunyi yang sekarang sudah kita ketahui itu, karena ternyata lewat lorong
itu ia sampai pada suatu tempat di balik bukit, yang letaknya tepat di atas
mesin baru yang hendak dicuri rahasianya!"
"Scar-Neck itu berani," kata Philip.
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Memang, mata-mata pada umumnya orang yang berani," kata Bill. "Tapi Scar-Neck
sangat jelek wataknya. Di negaranya sendiri pun ia tidak disukai. Orangnya tidak
bisa dipercaya. Bahkan teman karibnya pun, ia tidak segan-segan untuk menipunya!
Yah- apa boleh buat, sekali ini ia berhasil meloloskan diri. Tapi untung saja
"kertas-kertas catatan yang dibuatnya tertinggal semua dalam ruangan bawah
tanah!" "Jadi dengan begitu ia tidak berhasil, Bill?" tanya Philip.
"Siapa tahu, mungkin saja ia mampu mengingat segala perincian yang perlu
diketahui," jawab Bill. "Daya ingatan Scar-Neck terkenal luar biasa baiknya.
Jadi ada saja kemungkinan ia masih bisa merugikan negara
"Ah, mudah-mudahan saja jangan," kata Philip. "Sayang kita tidak berhasil
membekuknya tadi, beserta Si Alis Gondrong. Aku tidak senang melihat tampang
kedua-duanya!" "Penjahat yang tiga orang lagi ini bandit murahan, yang mau disuruh melakukan
apa saja asal dibayar," kata Bill. "Wah aku pasti kena marah nanti, karena
"tidak berhasil meringkus kedua oknum yang merupakan otak komplotan ini. Memang
salahku sendiri kenapa sampai mereka bisa melarikan diri tadi. Seharusnya aku
"sudah bisa menduga, Scar-Neck pasti akan memecahkan lampu minyak supaya ruangan
menjadi gelap-gulita."
Setelah beristirahat sebentar di situ, Bill mulai mencari jalan untuk turun.
Bagaimana caranya, tanpa risiko tersangkut pada kawat berduri yang mungkin ada
arus listriknya" Sedang menyusup ke bawah lewat terowongan yang dibuat oleh
kawanan Scar-Neck, tidak ada yang mau.
Saat itu Bill melihat seseorang sedang berjalan di bawah. Ia memanggil-manggil.
Orang itu mendongak Kelihatannya heran karena melihat begitu banyak orang
berdiri di atas tebing yang curam.
"Siapakah kalian?" seru orang itu.
"Apakah Kolonel Yarmouth ada di situ?" balas Bill. "Aku kenal padanya, dan ingin
bicara dengan dia. Tapi tidak bisa turun, karena ada rintangan pagar kawat
berduri." Tiba-tiba Jack melihat ada kamera yang bagus sekali, di bawah suatu semak.
"Lihatlah," katanya sambil menuding benda itu. "Dengan itu rupanya mereka
memotret mesin rahasia itu! Belum pernah kulihat kamera sebagus itu.
Kelihatannya sama sekali tidak rusak kena hujan, karena kotaknya tahan basah.
Kurasa kamera hadiah Anda padaku tentu sudah rusak sekarang, Bill. Aku
menyembunyikannya dalam semak di atas tebing, tanpa penutup sedikit pun.
Sayang!" "Ya, memang sayang!" kata Bill. "Yah mungkin aku bisa mengusahakan sehingga "kau memperoleh kamera ini sebagai gantinya. Anggap saja imbalan atas jasamu
dalam petualangan ini!"
Mata Jack bersinar gembira. Wah dengan kamera sebagus itu, pasti hebat-hebat
"foto yang akan dibuatnya nanti!
Sementara itu muncul lagi seseorang di bawah, di bagian belakang bangunan utama.
Itulah Kolonel Yarmouth. Ternyata ia berpakaian biasa, tidak dengan pakaian
seragam militer seperti sangkaan Jack.
"Halo, Yarmouth!" saru Bill memanggil orang itu. "Sudah lupa pada saya, ya?"
"Astaga!" Terdengar jelas bahwa Kolonel Yarmouth kaget. "Akan kukirim dengan
segera beberapa anak buahku, untuk membuka jalan turun bagi kalian!"
Dalam waktu singkat serombongan anak buah kolonel itu datang. Mereka membuka
sebagian pagar kawat, yang cepat-cepat dipasang lagi begitu Bill masuk bersama
anak anak serta rombongan bawahannya. Mereka semua berjalan turun sambil
"terpeleset-peleset di lereng yang curam, menuju ke rumah besar.
Sesampai di sana Bill langsung masuk bersama Kolonel Yarmouth, untuk berunding.
Sedang yang lain-lain menunggu dengan sabar di luar. Jack dan Philip merebahkan
diri ke rumput, sambil menguap berkali-kali. Sesaat kemudian keduanya sudah
tidur nyenyak! Beberapa saat kemudian Bill keluar lagi, bersama Kolonel Yarmouth. Bill
menginstruksikan tiga orang dari anak buahnya untuk menggiring para tahanan ke
sebuah ruangan bercat putih, yang dulu kelihatannya merupakan tempat pemerahan
susu. Pintu ruangan itu langsung dikunci dengan gembok.
"Nah; urusan itu sudah beres," kata Bill puas. "Sekarang kita kembali ke Pondok
Musim Bunga. Tapi kita terpaksa mengambil jalan memutar, mengelilingi kaki bukit
lalu naik lagi sampai ke rumah. Soalnya, jalan lain tidak ada."
Jack dan Philip mengeluh; Malas rasanya harus berjalan kaki lagi. Tapi apa boleh
buat. "He, Bill! Bagaimana dengan peta-peta atau kertas-kertas dokumen yang tertinggal
dalam ruangan bawah tanah?" tanya Jack.
Ah itu soal gampang. Salah seorang bawahan Kolonel akan masuk ke sana lewat
"lorong rahasia, kalau air sudah berhenti mengalir nanti," kata Bill. "Sedang
ketiga tahanan kita nanti akan dibawa ke kota, dengan penjagaan ketat."
"Kalau begitu, petualangan kita kali ini sudah berakhir?" kata Philip.
"Masih ada beberapa hal yang perlu diselesaikan," kata Bill. "Misalnya
saja,jejak Scar-Neck serta kawannya harus dilacak! Besar kemungkinannya Scar-
Neck akan mencukur habis janggutnya yang lebat. Tapi jika itu dilakukan, bekas
lukanya akan nampak jelas, kecuali jika ia bisa menutupinya dengan bahan
samaran. Kalau kita berhasil menangkapnya, barulah aku benar-benar puas!
?"O ya, mobil Anda juga masih perlu diambil dari atas lereng," kata Jack. "Kan
ditinggal pada awal bagian tanah longsor."
"Betul juga katamu," kata Bill. "Aduh, mudah-mudahan saja tidak terseret banjir
atau tertimbun tanah l0ngs0r!"
" Aku ingin tahu apa yang terjadi dengan Dinah, Lucy-Ann dan Tassie," kata "Philip. "Mudah-mudahan mereka sudah sampai di rumah sebelum badai. Sudah lama
sekali rasanya berpisah dari mereka!"
Button berlari-lari di depan Philip, sementara mereka bertiga berjalan kembali
ke rumah. Anak rubah itu ikut berjasa dalam petualangan yang baru saja berakhir,
karena dialah yang menunjukkan jalan masuk ke dalam puri tanpa melewati pintu
atau jendela. Setelah berjalan agak lama, akhirnya mereka sampai di jalan yang menuju ke
atas, menuju ke Pondok Musim Bunga.
"Halo! Halo," seru Jack sambil berlari ke arah rumah itu. "Dinah! Lucy-Ann! Kami
sudah kembali! Di mana kalian?"
Bab 31 AKHlR PETUALANGAN Dari arah rumah terdengar jeritan nyaring. Siapa lagi yang berteriak, kalau
bukan Lucy-Ann. Anak itu muncul dari balik pintu, lalu berlari-lari menyongsong
Jack. Nyaris saja Jack terpental jatuh ditubruk adiknya, yang begitu gembira
bertemu lagi dengan abangnya.
"Jack! Kau kembali juga akhirnya! Dan Philip juga! Dari mana saja kalian selama
ini" Kami sudah cemas memikirkan keadaan kalian."
Sementara itu Dinah muncul pula bersama Tassie. Keduanya berseru-seru dengan
gembira. "Kalian tidak apa-apa sewaktu badai" Kami cemas sekali memikirkan kalian! Tassie
tadi naik ke atas bukit. Katanya hampir separuh dari puri ambruk!"
"Kalian tidak apa-apa ketika badai?" tanya Jack, sementara mereka beramai-ramai
masuk ke rumah. "Kami gelisah membayangkan kalian bertiga menuruni bukit dalam
hujan lebat. Atau kalian sudah lebih dulu sampai sebelum badai?"
"Hujan sudah mulai turun dan guruh terdengar bergulung-gulung terus tapi
"untung belum ada kilat menyambar," kata Dinah. "Sesampai di sini, kami sudah
basah kuyup. Ketika turun Tassie tidak memberi kesempatan beristirahat sama
sekali. Berulang kali ia mengatakan, nanti pasti ada tanah longsor lagi. Dan
ternyata ia benar!" "Hebat, Tassie," kata Jack. "Kalian sampai tepat pada waktunya di sini. Wah,
keadaan di puri waktu itu bukan main!"
Ketiga anak perempuan mendengarkan kisah Jack dengan mata terbelalak karena
ngeri. Mereka mengucap syukur, karena tidak ikut mengalaminya!
"Mana Kiki?" tanya Jack kemudian. Ia memandang berkeliling. "Kusangka ia ada di
sini, untuk menyambut kedatanganku."
"Kurasa sebentar lagi pasti muncul," kata Tassie. "Saban kali ia terbang
mencarimu. Tapi selalu kembali lagi ke sini."
Benar juga sepuluh menit kemudian burung kakaktua itu nampak terbang
"menghampiri, sambil mengoceh.
"Sudah berapa kali, berapa kaii, gelap-pengap-kedap, gelap-pengap-kedap, Jack,
Jack, Jack!" Kiki hinggap di atas pundak anak itu, lalu mencubiti telinganya dengan penuh
kasih sayang. Philip cepat-cepat menutupi telinga kirinya yang masih bengkak.
"Jangan berani-berani hinggap di pundakku lalu mencubit telingaku, Kiki,"
katanya. "Rasanya masih sakit!"
Anak-anak perempuan menyiapkan sarapan untuk mereka semua, sambil mengobrol
dengan asyik. Mereka bergembira, karena Jack dan Philip sudah kembali bersama
Bill. "Sekarang bagaimana kalau kita tidur sebentar?" kata Bill pada Jack dan Philip,
setelah semuanya selesai sarapan. "Aku capek sekali!"
Jack sudah nyaris tertidur sambil duduk. Sedang Philip berulang kali menguap.
Kedua anak laki-laki itu pergi ke tempat tidur masing-masing, sedang Bill
berbaring di atas bangku panjang yang terdapat dalam dapur. Sedang anak-anak
perempuan pergi ke kebun, untuk mengobrol di sana.
Cuaca sudah cerah kembali. Sama sekali tidak ada awan di langit. Hawa saat itu
terasa segar. Kepengapan kemarin lenyap setelah badai berlalu.
"He! Ada orang datang," kata Dinah. Dilihatnya tiga orang laki-laki datang
menghampiri. "Mereka anak buah Bill," kata Lucy-Ann.
Ketiga laki-laki itu masuk ke kebun. Tampang mereka nampak serius.
"Mana atasan kami" Kami perlu bicara sebentar," kata seorang dari mereka.
"Bill sedang tidur, lebih baik jangan diganggu dulu," kata Dinah.
"Apa boleh buat, tapi ini urusan penting," kata orang itu berkeras.
"Ada apa sih?" tanya Lucy-Ann. "Mengenai mobilnya barangkali?"
"Betul," jawab orang itu. "Tapi kami ingin menyampaikannya sendiri pada atasan
kami." "Ia ada di dapur," kata Dinah.
Ketiga laki-laki itu lantas masuk ke dapur. Mereka membangunkan Bill. Terdengar
suara mereka menyampaikan berita dengan nada serius. Ketika Bill kemudian
keluar, Dinah dan kedua temannya memandang ke arahnya.
"Ada apa, Bill?" tanya Dinah. "Mobil Anda sudah ditemukan dan ternyata rusak, "barangkali?"
"Mereka memang menemukan mobilku," jawab Bill dengan nada tenang. "Tapi kecuali
itu, ada lainnya yang juga mereka temukan."
"Apa?" tanya Dinah, Tassie dan Lucy-Ann serempak.
"Rupanya Scar-Neck berhasil melewati tanah longsor dengan selamat beserta
kawannya, lalu keduanya menemukan mobilku," kata Bill. "Mereka hendak melarikan
diri dengan mobilku itu. Tapi pada saat sedang memutarnya, banjir datang dan
mengakibatkan tanah longsor lagi!"
"Astaga! Lalu bagaimana" Matikah mereka?" tanya Dinah sambil mendekap mulutnya
karena ngeri. "Ya, kurasa begitu," kata Bill. "Kami belum tahu pasti. Pokoknya mobilku
terseret tanah longsor, lalu jatuh ke dalam jurang dan terbalik. Sedang Scar-
Neck serta kawannya masih ada di dalamnya."
"Tidak bisa dikeluarkan?" tanya Dinah cemas.
"Pintu macet," kata Bill. "Kalian punya tali yang cukup kokoh di sini" Kalau
ada, kami hendak berusaha menarik mobil supaya tegak kembali. Setelah itu kami
coba membuka atapnya, dan mengeluarkan kedua orang itu lewat atap."
Dinah mengambil kabel kawat dari gudang, lalu menyerahkannya pada Bill. Ketika
bawahannya berangkat bersama Bill, anak perempuan tidak ada yang minta
diperbolehkan ikut Mereka tidak ingin melihat kejadian mengerikan itu. Biar
Scar-Neck serta kawannya penjahat, tapi kasihan juga kalau mereka benar-benar
tewas dengan cara yang begitu seram.
Begitu Jack dan Philip bangun, dengan segera ketiga anak perempuan lari
menghampiri untuk menceritakan kabar itu.
"Astaga!' kata Jack. "Bayangkan padahal mungkin keduanya merasa bernasib "mujur, ketika menemukan mobil itu di lereng bukit. Mereka pasti tak menduga
bahwa itu malah membawa bencana akhirnya!"
Beberapa jam kemudian Bill kembali. Anak-anak bergegas menyongsongnya. Mereka
melihat Bill tersenyum. "Keduanya ternyata masih hidup, katanya. "Tapi Scar-Neck pingsan. Cederanya
"cukup parah, ditambah gegar otak. Sedang kawannya patah kakinya. Tapi sudah
siuman kembali. "Jadi akhirnya Anda berhasil juga membekuk mereka, kata Philip. "Hebat, Bill!"
?"Lalu bagaimana dengan mobil Anda," tanya Dinah.
"Rusak berat," kata Bill. 'Tapi tidak mengapa, karena kurasa aku pasti mendapat
ganti yang baru, apabila atasanku mengetahui bahwa aku berhasil membekuk Scar-
Neck beserta kawanannya. Bayangkan takkan mungkin aku bisa mengetahui rahasia
"mereka, kalau bukan karena kalian!"
"Ya, tapi kami pun pasti repot, apabila Anda tidak muncul," kata Jack. "Wah, apa
kata Bibi Allie nanti setelah kembali, dan mendengar apa yang terjadi selama ia
pergi!" "Ia pasti mengatakan, kita tidak bisa ditinggal barang sehari saja, langsung
terlibat dalam kesulitan," kata Philip sambil nyengir. "Mana kedua penjahat itu,
Bill?" "Tom tadi kusuruh ke desa untuk meminta bantuan," kata Bill. "Lalu datang
beberapa orang membawa tandu, disertai seorang dokter. Jadi kurasa Scar-Neck
serta kawannya saat ini tentunya sudah dalam perjalanan ke rumah sakit. Scar-
Neck pasti kaget jika siuman lagi nanti, karena tahu-tahu ia sudah terkapar di
tempat tidur, dijaga seorang polisi bertubuh tegap!"
Kita berjalan-jalan sebentar yuk," kata Jack mengajak Bill, kepingin melihat
"apa yang terjadi di puri!"
"Baiklah," jawab Bill. Mereka lantas berangkat bersama-sama, menuju ke puri.
Tapi mereka tidak bisa terlalu dekat, karena banyak sekali bagian jalan yang
longsor pada malam badai kemarin.
Seluruh lereng nampak kacau-balau. Batu-batu besar bertonjolan di mana-mana, di
tengah lumpur, pohon-pohon yang tercabut sampai ke akarnya, serta air yang masih
terus membanjir dari atas.
"Hih, seram," kata Lucy-Ann sambil bergidik. Kemudian ia mendongak, memandang ke
arah puri yang letaknya lebih tinggi di bukit. "Kelihatannya lain dari kemarin.
Ada sesuatu yang berubah. Yuk, kita naik lebih tinggi lagi untuk melihatnya."
Mereka mendaki lagi, melewati jalan kelinci yang biasa mereka lalui. Mereka
memandang sambil melongo, ketika sudah sampai cukup dekat ke puri.
"Kedua menaranya tidak ada lagi, begitu pula sebagian besar dari temboknya,"
kata Lucy-Ann. "Sekarang kita bisa langsung masuk ke halaman dalam, lewat
tumpukan batu-batu itu. Wah, pasti bunyinya gegap gempita, ketika tembok dan
menara itu runtuh!" "Dan lihatlah bangunan purinya sendiri bagian tengahnya ambruk. Kini tinggal "kerangkanya saja yang masih ada," kata Jack.
"Bagian yang runtuh itu yang rupanya menimpa lantai serambi," kata Philip.
"Pantas batu besar itu tidak bisa digeser, Bill."
Bill diam saja. Dalam hati ia membayangkan, betapa nyaris mereka celaka malam
itu. Untung mereka berada dalam ruangan bawah tanah yang aman!
"Tamat riwayat kameraku, serta barang-barang kami yang lain," kata Jack.
"Semuanya pasti akan kuganti," kata Bill. Karena ia berhasil menangkap Scar-
Neck, rasanya begitu gembira sehingga mau menjanjikan apa saja saat itu!
"Kecuali itu kalian semua akan menerima hadiah dari ku, karena memberi
kesempatan padaku untuk ikut mengalami petualangan seru ini!
"Untukku juga" tanya Tassie dengan segera.
?"Ya tentu saja," kata Bill sambil tersenyum ramah. "Kau mau minta apa"
?"Tiga pasang sepatu semua untukku sendiri kata Tassie dengan serius. Anak-anak
tertawa. Mereka tahu, Tassie meminta sepatu bukan untuk dipakai, tapi untuk
dikagumi. Anak itu kadang-kadang kocak tingkah lakunya!
?"Yuk, kita kembali saja, kata Lucy-Ann. "Aku tidak mau melihat reruntuhan puri
"ini lagi. ?"Aku juga tidak," kata Dinah. "Tapi aku lebih senang pun ini berupa reruntuhan
yang bisa dimasuki seuap orang yang ingin melihat-lihat, dari pada merupakan
puri utuh yang didiami laki-laki tua yang jahat, atau mata-mata kayak Scar-Neck.
Aku lebih senang melihat keadaannya kayak sekarang ini. Tidak ada lagi ruangan
yang gelap dan pengap! Gelap pengap, kedap! oceh Kiki dengan gembira. Hidup gelap-pengap-kedap!
" " " ?"Kau keliru, Kiki kata Jack. "Mestinya kau mengatakan, Hidup Puri Rajawali!
" "Anak-anak kembali ke rumah, meninggalkan puri kuno yang kini hanya tinggal
bekas-bekasnya. T A M A T Gudang Download Ebook: www.zheraf.net
http://zheraf.wapamp.com Pengelana Rimba Persilatan 14 Pendekar Slebor 64 Pedang Buntung Pendekar Muka Buruk 13
Anak rubah itu masih selalu terikat pada tali. Ia lari, dengan tali terseret-
seret di belakangnya. Ketika ia melintas di dekat kedua orang itu, talinya
menyentuh kaki seorang dari mereka. Orang itu
kaget, lalu menembak lagi. Button mendengking, walau sebetulnya tidak kena
tembakan. Senter dinyalakan, dan menerangi Button yang menyelinap pergi.
"Itukah anjingnya" Ternyata kecil," kata orang yang memegang senter.
Kiki merasa asyik sekarang. Ia terbang lagi, lalu hinggap di sebuah pohon. Di
situ ia mengeong-ngeong. Bunyinya persis kucing! Kedua laki-laki itu
mendengarnya sambil tercengang.
"Aku bingung sekarang, tahu tahu muncul seekor kucing," kata laki-laki yang "seorang. "Aneh kalau siang tidak ada apa-apa di sini. Jangan-jangan ada anak-
"anak iseng di sini!"
"Hidup ratu, konyol - tolol, konyol - tolol," kata Kiki dari atas pohon. lalu
tertawa terkekeh-kekeh. Setelah itu ia berkotek seperti ayam betina, disambung
dengan jeritan burung rajawali. Kedua laki-laki itu mulai merasa ngeri.
"Yuk, kita masuk saja," kata seorang dari mereka dengan gelisah. "Tempat ini
berhantu!" Kiki meneriakkan jeritannya yang paling istimewa. Persis bunyi peluit kereta
api. Mendengar bunyi itu, kedua laki-laki itu tidak tahan lagi. Mereka lari
pontang-panting masuk ke puri, seolah-olah takut ditabrak kereta api! Kiki
tertawa lagi. Bunyinya terdengar seram di halaman yang gelap itu. Bahkan Tassie
pun ikut merasa takut mendengarnya. Padahal ia tahu, yang berbunyi itu Cuma
seekor burung kakaktua yang suka iseng.
Setelah itu keadaan tenang kembali. Kiki terbang sebentar, mencari Jack. Setelah
itu ia kembali ke semak tempat Tassie bersembunyi. Tassie senang melihat Kiki
datang. "Button sudah lari," katanya pada burung itu. "Kurasa ia keluar lagi, lewat
terowongan air. Sekarang kau harus tidur, Kiki! Aku capek sekali."
Dan Kiki kini menurut. Dikepitkannya kepalanya di bawah sayap. Setelah mendesah
sekali, ia langsung tertidur. Tassie pun ikut tidur. Tinggal malam yang
sunyi sepi. Bunyi yang terdengar cuma percikkan air yang mengucur dari sumber di"pojok halaman.
Keesokan paginya Tassie terbangun karena mendengar suara Dinah dan Lucy-Ann.
Kedua anak itu malam sebelumnya tidur nyenyak dalam ruangan bawah tanah, tanpa
ada yang mengganggu. Sedang Philip masih tetap bersembunyi di kolong tempat
tidur. la sudah bosan diam terus di bawah tanah. Ia ingin lari ke luar, apabila
Dinah dan Lucy-Ann disuruh naik kembali. Tapi Dinah berhasil meyakinkannya,
bahwa jika ia nekat juga lari, ia akan membahayakan dirinya sendiri. Dan juga
membahayakan Dinah serta Lucy-Ann.
Akhirnya sambil menggerutu Philip masuk lagi ke kolong tempat tidur. Untung di
situ cukup banyak makanan, disediakan oleh kedua anak perempuan itu.
Kini Dinah dan Lucy-Ann sudah berada di halaman dalam lagi.
"Jack!" seru Lucy-Ann dengan suara pelan, ketika sudah sampai di dekat semak.
"Jack! Kau ada di situ?"
Lucy-Ann tidak tahu bahwa Jack sudah pergi sejak malam sebelumnya. Tassie
terbangun mendengar Lucy-Ann memanggil-manggil. Ia langsung duduk. Nyaris saja
ia mengaduh, karena tertusuk duri semak.
"Jack," panggil Lucy-Ann sekali lagi. Ditariknya ranting semak ke samping, lalu
memandang ke dalam. "Ah, kau rupanya yang di sini, Tassie! Bagaimana kau bisa
tahu-tahu ada di sini?" .
Tassie tertawa nyengir. Perasaannya sudah enak lagi, setelah tidur nyenyak
semalaman. Tapi mukanya dekil sekali, penuh lumpur dan goresan. Rambutnya acak-
acakan. Kaku kena lumpur. Ia sudah mengenakan pakaiannya yang compang-camping
lagi. "Hai," katanya, "aku datang untuk menolong kalian. Aku menerima surat kalian,
tapi sayang aku tidak bisa membaca. Karenanya aku langsung saja kemari, untuk
memeriksa apa yang terjadi. Tapi papan yang di kamar tingkat atas ternyata sudah
tidak ada lagi. Akhirnya aku mengikuti Button, menyusup masuk ke sini."
"O ya?" kata Dinah. "Lewat mana ia masuk, Tassie?"
Kedua anak perempuan itu melongo, ketika mendengar keterangan Tassie.
"Jadi kau merangkak-rangkak lewat terowongan sempit dan gelap" Hih, berani
sekali kau ini," kata Lucy-Ann. Ia bergidik membayangkannya. "Kalau aku disuruh
begitu, pasti takkan sanggupi"
"Kurasa aku pun takkan mampu," kata Dinah. "Kau memang hebat, Tassie"
Tassie bangga mendengar pujian itu. Dipandangnya kedua anak perempuan itu sambil
tersenyum senang. "Tapi mana Jack?" tanya Lucy-Ann.?"Ia pergi lewat terowongan air, untuk mencari bantuan," kata Tassie. "Katanya
padaku tadi malam, aku harus bilang pada kalian bahwa ia menyesal tidak sempat
mengucapkan apa apa sebelum pergi. Tapi ia menganggap lebih baik ia berangkat
"dengan segera!"
"Wah kenapa ia pergi tanpa mengajak aku," kata Lucy-Ann kecewa.
?"Kau kan baru saja mengatakan sendiri, takkan mampu menerobos ke luar lewat
terowongan sesempit itu," kata Dinah. "Untung kau datang, Tassie sehingga Jack
"tahu jalan ke luar. Pasti ia akan datang lagi ke sini, membawa bantuan untuk
kita. Syukurlah!" "Tapi bagaimana mcreka bisa masuk?" tanya Lucy-Ann sangsi.
"Kan bisa saja berbekal papan lagi," kata Tassie.
Saat itu Kiki ikut mencampuri pembicaraan.
"Jangan menyedot hidung," ocehnya ramah. "Mana sapu tanganmu?"
"Wah Kiki tadi malam lucu sekali!" kata Tassie, ketika teringat kembali pada
"kejadian malam sebelumnya. Ia lantas menceritakannya.
Lucy-Ann malah takut mendengarnya.
"Aduh, orang-orang itu berbahaya sekali," keluhnya. tidak mau lebih lama di
sini. Aku ingin ikut minggat. Kurasa aku sanggup merangkak dalam terowongan
basah itu, Dinah. Kau juga ikut, beserta Tassie. Kita bersama-sama minggat!"
"Apa" Dan Philip ditinggal seorang diri di sini?" seru Tassie. Ia tersinggung.
"Pergi saja jika kalian mau, tapi aku tetap di sini."
"Ya, tentu saja kita tidak bisa meninggalkan Philip sendiri di sini," kata
Dinah. "Ayo, cuci mukamu sebentar, Tassie! Tampangmu jorok sekali. Kain pel saja
mungkin lebih kelihatan bersih! Dan pakaianmu lihatlah, sudah dekil, compang-
"camping pula!"
"Apa boleh buat," kata Tassie. "Dalam terowongan itu payah! Berulang kali
pakaianku tersangkut. Tapi aku mau mencuci muka, jika menurut perasaanmu keadaan
cukup aman." "Ah, lebih baik jangan," kata Dinah setelah berpikir sebentar. "Ada kemungkinan
0rang-orang itu datang dan melihatmu, lalu langsung tahu bahwa kau bukan salah
seorang dari kami. Kau menunggu saja di sini sementara kami mengambilkan air.
Kau nanti bisa membersihkan badan di dekat semak."
"Setelah itu kita sarapan pagi," kata Lucy-Ann, yang sudah merasa lapar.
Agak repot juga membersihkan tubuh Tassie. Soalnya, Dinah dan Lucy-Ann terpaksa
bolak-balik mengambil air, yang diisi dalam botol bekas limun jahe, serta dalam
cangkir kardus. Tapi dengan bantuan sapu tangan, akhirnya mereka berhasil juga
mencuci lumpur yang melekat di muka dan tangan Tassie. Setelah itu mereka
sarapan. Kiki ikut makan. Sedang Button tidak nampak Menurut sangkaan anak-anak, Button
pasti sudah menyusul Jack ke luar.
"He! Lihatlah kawanan rajawali datang lagi!" seru Dinah dengan tiba-tiba. "Tassie mendongak dengan penuh perhatian. Dilihatnya tiga ekor burung rajawali
terbang menurun, lalu hinggap di pinggiran tebing. Mereka bertengger di situ,
sambil memandang ke bawah. Memperhatikan halaman dalam dengan sikap anggun.
"Anak mereka sudah sama pandai terbangnya seperti induk dan bapaknya, ya?" kata
Lucy-Ann, lalu melemparkan sepotong biskuit pada anak burung yang sudah besar itu. Tapi
potongan biskuit itu sama sekali tak diacuhkan olehnya. Ia tetap memandang ke
bawah. Kelihatannya seperti sedang merenung, dengan kening berkerut.
"Coba Jack ada di sini sekarang, pasti ia sudah memotret mereka," kata Lucy-Ann.
"Kameranya masih ada dalam semak, tapi aku tidak berani memakainya. Kalau nanti
hujan, bagaimana dengan kamera itu, Dinah?"
"Ah, mana mungkin hujan," kata Dinah. Tassie tidak sependapat.
"Rasanya nanti akan ada badai," katanya. "Mungkin juga hujan badai. Mudah-
mudahan saja kita sudah tidak di sini lagi, karena seram sekali kelihatannya
apabila ada badai. Guruh terdengar bergulung-gulung di puncak bukit, dan kilat
sambar-menyambar!" "Kurasa sebelum hujan, kita akan sudah diselamatkan," kata Dinah. "Mestinya
sebentar lagi Jack sudah muncul dengan membawa bantuan!"
Bab 25 TENGAH MALAM Jack tidur dengan tenang selama beberapa jam lagi. la baru terbangun ketika Bill
kembali dengan mobilnya. Ia membawa empat orang teman. Mereka kelihatannya
galak-galak. Tapi nampak jelas bahwa Bill pemimpin mereka.
Bill masuk ke dapur, sementara anak buahnya ditinggal di luar.
"Nah, kau sudah bangun lagi?" katanya. "Kau mau makan'" Sekarang sudah pukul
satu siang." "Astaga, betul!" seru Jack kaget. "Ya, aku sudah lapar sekali."
"Kau berpakaian saja dulu, sementara kupanggil seorang anak buahku ke dalam
untuk menyiapkan makanan untuk kita semua," kata Bill; "Kurasa Bu Mannering
takkan keberatan bahwa kita hari ini meminjam dapurnya."
"Kita akan segera berangkat ke puri'?" tanya Jack, sambil berdiri untuk pergi
berganti pakaian di atas.
"Tidak, baru nanti malam," kata Bill. "Bulan baru akan terbit apabila sudah agak
larut. Kita akan berangkat menjelang tengah malam, sementara masih gelap. Kurasa
pada siang hari para penjahat pasti menempatkan salah seorang untuk menjaga."
"Wah anak-anak pasti bingung, karena terlalu lama menunggu kita," kata Jack.
?"Apa boleh buat," kata Bill. "Yang lebih penting adalah masuk ke dalam tanpa
ketahuan." Jack cepat-cepat berganti pakaian. Hawa saat itu panas sekali. Padahal matahari
tidak memancar, karena tersembunyi di balik awan gelap. Napas Jack terasa sesak.
Padahal ia tidak berbuat apa-apa saat itu.
"Kelihatannya akan turun hujan lebat," pikirnya. "Tapi mudah-mudahan saja bukan
hari ini. Anak-anak pasti ketakutan, karena sendirian di atas."
Saat itu terdengar langkah-langkah ringan menaiki tangga. Button muncul dalam
kamar Jack, dengan ekor yang tebal dikibas-kibaskan kian-kemari. Matanya menatap
Jack, seolah-olah hendak berkata, "Wah, kau ini keluyuran terus rupanya! Aku
tidak tahu di mana harus mencarimu di puri atau di sini! Tapi aku kepingin ke "tempat Philip."
"Kau masih mencari si Jambul, ya?" kata Jack sambil menepuk-nepuk kepala Button,
yang langsung berguling seperti anjing. "He, Bill! Kau sudah melihat anak rubah
kami?" "Pantas, tadi ada sesuatu yang seperti kilat melesat masuk ke dapur lalu
langsung naik ke atas," seru Bill dari bawah, "tapi aku tak sempat melihat apa
itu! Turunlah ke bawah, dan bawa dia bersamamu."
Jack turun sambil menggendong Button. Bill senang melihat anak rubah itu.
Sementara makan, Bill mengajukan berbagai pertanyaan tentang puri serta orang-
orang yang ada di situ. Begitu pula tentang kamar tersembunyi. Jack menjawab
sebisa-bisanya. Ia merasa yakin Bill bermaksud hendak masuk ke puri lalu
menangkap orang-orang itu. Tapi Jack tidak bisa membayangkan, dengan cara
bagaimana! "Mereka kelihatannya sangat berbahaya," katanya pada Bill. "Maksudku - mungkin
mereka bersenjata." "Jangan khawatir, bukan mereka saja yang begitu," kata Bill dengan geram. "Scar-
Neck itu sudah lama kukenal. Ia biasa merencanakan segala sesuatu dengan matang.
Ia mestinya sangat jengkel, ketika menjumpai Dinah dan Lucy-Ann dalam kamar
tersembunyi itu! Kurasa karenanya ia lantas mempercepat pelaksanaan rencananya!"
Jack mendengarnya dengan bersemangat. "Petualangan ini makin menegangkan saja
perkembangannya," katanya senang.
"Ya dan pada akhirnya ada yang akan bernasib buruk," tukas Bill.
"Sambil menunggu malam, Jack mencuci rol film yang selebihnya. Foto-foto yang
dibuatnya ternyata berhasil semua. Burung-burung rajawali nampak jelas sekali
"terutama anak mereka.
"Coba lihat yang ini, Bill!" kata Jack dengan gembira.
Wah, bagus sekali!" kata Bill mengagumi. "Kau harus menawarkannya pada majalah
"bergambar yang hebat Jack. Pasti mereka mau membeli, dan dengan honor yang baik
pula. Kalau begini terus perkembanganmu, tak lama lagi kau pasti akan menjadi
juru foto kenamaan!"
Jack merasa bangga. Senang rasanya apabila bisa menjadi terkenal berkat
burung burung yang disayanginya. Pikirannya lantas melayang. Ia teringat pada
"Kiki. Burung kakaktua iseng itu pasti kesal, setelah menyadari bahwa ia tidak
ada lagi di atas. Tapi biarlah kan ada Tassie di sana. Dan Tassie juga sangat
"sayang pada Rasanya lambat sekali hari berlalu. Setelah makan sore Jack mulai
mengantuk lagi. Bill menyuruhnya tidur sebentar.
"Tadi malam kau payah sekali," kata Bill. "Jadi lebih baik kau tidur lagi
beberapa jam, karena nanti malam kami memerlukan bantuanmu. Saat itu kau perlu
segar kembali." Jack menggelar selimut di kebun, lalu tidur di atasnya. Di situ hangat. Anak
buah Bill sehari itu main kartu saja kerjanya. Mereka tidak banyak bercakap-
cakap. Semua sudah membuka jas. Kemudian menyusul kemeja mereka. Hawa memang
panas sekali saat itu. Bernapas pun sulit rasanya.
Menjelang malam, Jack terbangun. Ia langsung mendatangi Bill.
"Bagaimana kalau kita berangkat sekarang saja?" desaknya. "Naik ke puri agak
lama juga nanti!" "Sejauh yang mungkin, kita akan naik mobil ke sana," jawab Bill. "Anak buahku
memang ulet, tapi mereka tidak suka disuruh mendaki gunung! Kita akan melalui
jalan ke atas sampai ke bagian yang longsor tanahnya. Setelah itu kita berjalan
kaki." Ketika sudah benar-benar gelap, mereka semua masuk ke mobil Bill, yang langsung
berangkat mendaki bukit. Menurut perasaan Jack bunyi mesin mobil berisik. Tapi
Bill menenangkannya. Orang-orang yang di puri takkan bisa mendengarnya!
"Satu-satunya yang agak mencemaskan bagiku, adalah Philip yang ada di ruang
tersembunyi itu," kata Bill. "Jika nanti terjadi pergumulan, yang menurut
perasaanku mungkin sekali terjadi, aku tak mau ada anak-anak yang terlibat."
"Bill!" kata Jack dengan nada tersinggung. "Kami kan yang menyebabkan Anda bisa
ikut dalam petualangan ini!"
"Ya, aku tahu," kata Bill sambil tertawa. "Tapi kalau nanti kalian ada di dekat-
dekat tempat pergumulan, kami bisa terganggu dalam bergerak!"
"Apakah rencana Anda, Bill?" tanya Jack ingin tahu. "Ceritakan dong! Kenapa
tidak, sih?" "Aku sendiri juga belum tahu pasti," kata Bill. "Tergantung keadaan nanti! Tapi
secara kasarnya, mula-mula masuk ke ruangan bawah tanah sementara mudah-mudahan
Dinah dan Lucy-Ann yang ada di situ, dan bukan kawanan penjahat .... "
"Lalu membebaskan keduanya!" potong Jack. "Philip juga, kan?"
"Tentu saja itu jika Philip mau disuruh pergi bersama mereka!" kata Bill. "Tapi"sebelumnya, ia harus menunjukkan dulu pintu rahasia yang ada di balik permadani
dinding. Dan aku punya firasat, setelah itu ia pasti ingin ikut dengan kami!"
"Tentu saja dong," kata Jack. "Aku juga, terus terang! Aku tidak mau disuruh
pergi, kalau bisa. Pokoknya terlebih dulu Dinah dan Lucy-Ann harus diselamatkan
keluar dari puri. Lalu aku dan Philip akan menggabungkan diri dengan kalian!"
"Aku ingin menyelidiki ke mana kita pergi lewat pintu rahasia itu," sambung
Bill. "Kurasa aku sudah tahu, tapi aku ingin meyakinkannya. Kecuali itu masih
ada beberapa hal lagi yang ingin kuselidiki, tapi jangan sampai ketahuan para
penjahat yang di puri. Sayang mereka berbicara dalam bahasa yang tidak dikenal
oleh Philip. Coba ia memahaminya, pasti ia bisa mengetahui hal-hal yang ingin
kami selidiki!" "Kalau begitu bagaimana cara Anda menyelidikinya sekarang, Bill?" tanya Jack.
"Dengan cara sama seperti yang dilakukan Philip," kata Bill sambil tertawa. "Aku
bersama anak buahku akan bersembunyi dalam baju zirah, lalu mendengarkan
perembukan para penjahat dengan diam-diam!"
"Wah! Sama sekali tak terpikir olehku kemungkinan itu!" kata Jack. "Bill
"menurut Anda, Anda bisa melakukannya" Bolehkah aku ikut bersembunyi di situ,
bersama Philip?" "Kita lihat saja nanti," kata Bill. "Akal Philip, bersembunyi dalam pakaian
perang jaman kuno itu baik sekali, walau pada mulanya ia memaksudkannya sebagai
lelucon untuk membuat kau kaget. Nah kita sekarang sudah sampai di tempat
?"tanah longsor rupanya!"
Kenyataannya memang begitu. Semuanya turun dari mobil. Jack disuruh jalan paling
depan. Diajaknya Bill dan anak buahnya menyusur jalan kelinci, sambil menerangi
jalan itu dengan senter. Tidak gampang berjalan dalam gelap di situ. Mereka berjalan sambil membisu,
karena Bill melarang bercakap-cakap. Button berlari-lari di samping Jack Anak
rubah itu sudah gembira lagi, karena berharap akan bisa berjumpa dengan Philip.
Hawa panas sekali. Semuanya berjalan dengan napas terengah-engah. Muka basah
berkeringat Baju Jack menempel ke tubuhnya. Sekali-kali terdengar bunyi guruh di
kejauhan. "Kelihatannya akan terjadi badai hujan nanti," kata Jack dalam hati. Untuk
kesekian kalinya ia menyeka keringat yang membasahi kening, supaya jangan sampai
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masuk di mata. "Mudah-mudahan saja Dinah dan Lucy-Ann sudah kembali berada dalam
ruangan bawah tanah, sehingga tidak mendengar bunyi guruh. Tapi Tassie kurasa
terpaksa ditinggal di halaman dalam puri, supaya jangan sampai terlihat oleh
para penjahat," Mereka mendaki terus, sampai akhirnya tiba di sisi tembok puri. Jack berhenti.
"Kita sudah sampai di tembok puri," bisiknya. "Sekarang bagaimana Anda hendak
masuk, Bill?" "Mana pintu satu lagi yang kauceritakan tadi bukan pintu depan yang besar, "yang menghadap ke lereng dan yang dipakai kedua penjahat masuk! Tapi pintu yang
lebih kecil," kata Bill.
"Bisa saja kita ke sana tapi kan sudah kukatakan, pintu itu terkunci," kata
"Jack. Diduluinya Bill serta anak buahnya berjalan. Menyusur tembok, lalu menikung di
sudut. Mereka sampai di depan pintu yang dimaksudkan oleh Bill.
Pintu itu kokoh sekali, terpasang rata ke dinding. Tepi atas daun pintu
melengkung, mengikuti bentuk tembok yang merupakan ambangnya. Bill mengambil
senternya, lalu menyorotkannya ke pintu. Kemudian berhenti pada bagian kunci.
Digamitnya salah seorang anak buahnya, disuruh mendekat. Orang itu datang, lalu
mengeluarkan seberkas anak kunci dari kantongnya. Dicobanya satu per satu dengan
cekatan. Tapi tidak ada yang cocok.
"Tidak bisa, Sir," bisiknya pada Bill. "Kunci ini bukan model kuno. Kelihatannya
belum lama dipasang. Saya takkan bisa membukanya dengan kumpulan anak kunci
ini." Jack mendengarkan dengan perasaan kecewa. Dengan begitu, Bill kan tidak
bermaksud hendak mendobrak pintu" Kalau itu yang dilakukan, para penjahat dengan
segera akan mencium adanya bahaya.
Bill memanggil anak buahnya yang lain. Orang itu datang dengan sebuah alat
berbentuk aneh, kelihatannya seperti kaleng kecil dengan pipa yang agak besar di
ujungnya. Jack memandang alat itu dengan heran.
"Kalau begitu kau saja yang mencoba, Jim," kata Bill. "Mulailah, tapi kalau bisa
jangan sampai berisik. Kalau kusenggol, kau harus berhenti dengan segera!"
Terdengar bunyi mendesis, keluar dari kaleng itu. Semburan nyala biru menyusul
dari ujung pipa. Jack sampai kaget mendengarnya. Laki-laki yang memegang alat
itu mengarahkan nyala api ke daun pintu, sedikit di atas lubang kunci.
Jack memperhatikan dengan kagum. Nyala api itu membakar habis kayu pintu di
tempat yang diarahkan! Ternyata nyala itu sangat kuat. Orang yang memegang alat
itu bekerja dengan tenang. Dikitarinya kayu sekeliling lubang kunci dengan
nyalanya. Dan bagian kayu yang tersentuh, langsung terbakar sampai berlubang.
Sekarang barulah Jack melihat, apa sebetulnya yang hendak dilakukan. Dengan
membakar kayu sekeliling pengunci pintu, daun pintu nanti bisa dibuka dengan
meninggalkan pengunci pintu di tempat semula! Hebat juga akal itu, pikir Jack.
"Sekarang kita masuk," kata Bill, sambil mendorong daun pintu pelan-pelan
sehingga terbuka. "Semua sudah siap?"
Bab 26 BERSEMBUNYI Tanpa bersuara sedikit pun, mereka masuk satu per satu. Orang yang paling
belakang masuk menutup pintu kembali, lalu mengganjalnya dengan sepotong kayu
supaya jangan terbuka dengan tiba-tiba. Halaman dalam pun mulai kelihatan
terang, karena bulan sudah muncul. Tapi awan mendung yang tebal berulang kali
menutupi. "Kuperiksa sebentar, apakah Tassie masih ada dalam semak," bisik Jack. "Kita
harus menanyakan kabar terakhir dari dia, dan nanti ia harus ikut lari bersama
Dinah dan Lucy-Ann, begitu ada kesempatan baik. Ia bisa mengantar mereka kembali
ke Pondok Musim Bunga."
Bill menunggu di tempat gelap bersama anak buahnya, sementara Jack pergi ke atas
tebing. Ia memanjat menuju semak Kedatangannya disambut teriakan nyaring.
"Jerangkan air. Sudah berapa kali ku..."
"Sssst. Kiki," bisik Jack dengan panik. Didengarnya seseorang bergerak dalam
semak Jack memanggil dengan suara tertahan.
"Kaukah itu, Tassie" Ini aku Jack!?"Dengan gembira Tassie merangkak ke luar, karena selama itu ia merasa sepi dan
ketakutan. "Aduh, Jack! Kau kembali lewat liang air, seperti aku" Kau membawa bantuan atau
tidak?" "Ya Bill Smugs ada di sini, bersama beberapa orang anak buahnya," bisik Jack.
?"Kau bersama Dinah dan Lucy-Ann harus cepat-cepat lari, pulang ke rumah. Sedang
aku serta Philip tetap di sini, untuk melihat kejadian selanjutnya. Itu jika
diizinkan oleh Bill!"
"Tapi bagaimana kau bisa menghubungi Dinah dan adikmu?" tanya Tassie. "Kau kan
tahu, mereka ada di dalam mangan bawah tanah, bersama Philip."
"Itu soal gampang," kata Jack. "Kita tarik saja pasak yang terpasang di dinding,
lalu mereka kita suruh keluar! Setelah itu kau harus cepat-cepat membawa mereka
turun ke lembah!" "Aku ingin tinggal di sini, bersama Philip," kata Tassie berkeras. "Lagi pula,
sebentar lagi akan ada badai hujan. Aku tidak mau menuruni bukit, kalau ada
petir dan kilat di sekelilingku."
"Yah pokoknya kau harus menuruti perintah Bill," kata Jack. "Mungkin kalian
"sudah sampai di bawah sebelum badai. Bagaimana keadaan kedua anak perempuan itu,
Tassie" Baik-baik saja?"
"Ya, tapi mereka merasa bosan di sini terus," kata Tassie. "Aduh, Jack kemarin
"malam sesudah kau pergi Kiki berisik sekali. Para penjahat mendengarnya lalu
menembak! Aku sampai setengah mati ketakutan!"
"Astaga!" kata Jack kaget. "Untung kau tidak kena, Tassie! Bisa saja kau
terserempet peluru waktu itu!"
"Tadi Dinah dan Lucy-Ann turun lagi ke kamar bawah tanah, ketika mereka
dipanggil masuk," kata Tassie melaporkan. "Tapi mereka ditanyai macam-macam
sebelum itu. Para penjahat itu kasar sekali caranya bicara, sampai Lucy-Ann
menangis ketakutan. Soalnya, para penjahat itu mengira masih ada orang lain di
sini, setelah mendengar Kiki mengoceh kemarin malam.
Akhirnya Dinah terpaksa mengaku. Dikatakannya, yang- terdengar bercakap-cakap
itu seekor kakaktua, yaitu Kiki. Setelah itu barulah para penjahat puas."
"Yuk kita mesti datang ke tempat Bill, dan menceritakan kesemuanya ini," ajak "Jack. "Mereka menunggu di sana. Itu, di sana! Mereka itu anak buah Bill
semuanya!" Saat itu bulan muncul lagi dari balik awan. Karenanya Jack dan Tassie terpaksa
memilih tempat-tempat yang gelap, sambil berjalan mendatangi Bill. Mereka
berhati-hati sekali, karena takut ketahuan para penjahat.
"Di manakah mereka?" bisik Jack pada Tassie. "Apakah berada dalam ruangan bawah
tanah atau berkeliaran dalam puri?"
?"Sepanjang pengetahuanku, mereka tidak ada dalam puri. Di halaman sini juga
tidak," kata Tassie. "Mungkin dalam ruangan bawah tanah! Kau nanti apakah tidak
harus berhati hati, pada saat menarik pasak untuk membuka lubang di lantai?"
?"Ya, tentu saja," kata Jack. "Nah, Tassie, inilah sahabat kami, Bill Smugs. Ini
Tassie, Bill- anak yang kuceritakan padamu."
Bill mengajukan beberapa pertanyaan pada Tassie. Anak itu menjawab dengan malu-
malu. Menurut perkiraannya, para penjahat mungkin sedang berada dalam ruangan
tersembunyi di bawah tanah. Wah mereka pasti kaget nanti, apabila tahu-tahu
"batu besar di atas kepala mereka tergeser, lalu mereka melihat ada beberapa
orang berdiri di ujung atas tangga!
"Sekarang dengar baik-baik," kata Bill. "Jack, kau harus menarik pasak yang
membuka lubang di lantai. Salah seorang anak buahku berdiri di sampingmu, untuk
melihat caramu melakukannya. Soalnya, siapa tahu kita perlu melakukannya lagi!
Lalu begitu jalan masuk ke bawah sudah terbuka, aku bersama anak buahku akan
berseru, menyuruh orang-orang yang di bawah supaya naik. Kami akan menjaga di
atas dengan pistol yang siap ditembakkan!"
"Astaga!" kata Jack. Tubuhnya merinding karena asyik. "Tapi hati-hati, Bill
"kedua anak perempuan itu pasti sangat ketakutan!"
"Aku bisa berseru pada mereka supaya menyingkir," kata Bill. "Serahkan saja
padaku! Aku berjanji, kedua anak perempuan itu takkan cedera, Dengan cepat kami
akan membawa mereka naik ke atas lalu kau, Tassie kau membawa mereka menuruni
"bukit, kembali ke rumah. Mengerti?"
"Aku ingin tinggal bersama Philip di sini," kata Tassie. Ia masih tetap
berkeras. "Tidak bisa, Tassie," kata Bill. "Besok kau bisa berjumpa lagi dengan dia. Nah
"semua sudah memahami tugas masing-masing?"
Dengan berhati-hati mereka kemudian maju, menghampiri bangunan utama puri yang
gelap. Bulan sudah menghilang kembali di balik awan tebal. Bunyi guruh terdengar
kembali. Bunyinya masih jauh.
Mereka melangkah, masuk ke serambi puri. Dengan cepat Jack menyelinap ke bagian
belakang, diikuti seorang anak buah Bill. Sementara itu Tassie menunjukkan
tempat di lantai yang batunya nanti akan tergeser kalau pasak sudah ditarik.
Bill serta sisa anak buahnya menunggu di situ, sementara Jack menarik pasak yang
terpasang di dinding. Terdengar bunyi gemeretak dan kembali nampak batu besar "tergeser ke bawah, lalu ke samping. Sebuah lubang besar menganga di depan
mereka. Kelihatan anak tangga menuju ke bawah.
Cahaya lampu minyak memancar ke atas. Bill berdiri di ujung atas tangga, sambil
mendengarkan dengan seksama. Dari arah bawah sama sekali tidak terdengar apa-
apa. Jack berjingkat-jingkat menghampirinya.
"Mungkin yang ada di situ cuma Philip serta kedua anak perempuan," bisiknya.
"Mungkin orang-orang itu sudah pergi lagi, lewat pintu rahasia di balik
permadani." Bill mengangguk. Ia berseru ke bawah, dengan suara lantang.
"Siapa ada di bawah" Ayo jawab!" Terdengar suara bernada takut. Suara Dinah.
"Cuma kami sendiri! Siapa itu?"
"Dinah! Ini kami aku dan Bill Smugs," balas Jack, sebelum Bill sempat
"mencegah. "Kalian sendiri di situ?"
"Ya!" Suara Dinah kini terdengar lebih bersemangat. "Bill ada di situ,
bersamamu" Bagus!"
Jack bergegas menuruni tangga, disusul oleh Bill serta anak buahnya. Seorang dan
mereka disuruh menjaga di atas. Sesampai di bawah Bill langsung mencari pasak
yang ada di dinding. Ditariknya pasak itu, sehingga batu besar bergeser menutup
lubang kembali. la menunggu sebentar. Kemudian batu besar itu tergeser lagi
membuka lubang. Orang yang ada di atas menarik pasak di dinding, sesuai dengan
instruksi Bill padanya. Bill hendak meyakinkan bahwa mereka bisa keluar masuk
dengan leluasa! Lucy-Ann bergegas mendatangi Jack lalu merangkulnya. Air matanya berlinang-
linang. Dinah memandang Bill Smugs sambil nyengir. Walau sebetulnya ia malu,
tapi akhirnya ia merangkul orang itu. Begitu gembira rasanya melihat pertolongan
datang. "Kita tidak boleh membuang buang waktu," kata Bill "Mana Philip?"
?"Aduh, Bill - Philip tidak ada lagi di sini!" Kata Lucy-Ann sambil memegang
lengan orang itu erat-erat, "Ketika kami masuk lagi ke sini tadi, tahu-tahu ia
sudah tidak ada lagi! Entah ke mana perginya. Mungkin ia tertangkap, atau ia
pergi sendiri, kami tidak tahu! Ia sama sekali tidak meninggalkan surat untuk
memberitahukan. Tapi menurut kami, pasti ia masuk ke lorong rahasia yang ada di
balik permadani." "Bill, orang-orang itu sebentar lagi datang," kata Dinah dengan tiba-tiba. "Aku
teringat, tadi kudengar dua di antara mereka berbicara dalam bahasa Inggris.
Kata yang satu, malam ini juga mereka akan mengadakan pertemuan terakhir, di
sini. Jadi bisa saja setiap saat mereka datang lagi. Soalnya, di ruangan ini
mereka menyimpan peta atau entah apa yang selalu mereka pelajari dengan
seksama." "Di mana tempatnya?" tanya Bill dengan segera.
Dinah menganggukkan kepalanya ke arah laci-laci yang terkunci.
"Di situ, katanya. "'Tapi laci-laci itu selalu mereka kunci. Apa yang akan Anda
"lakukan sekarang, Bill?"
"Aku semakin bertambah mengerti sekarang," kata Bill dengan geram. "Sekarang
dengar baik-baik, Dinah! Kau serta Lucy-Ann harus segera ikut dengan Tassie,
pulang ke rumah. Kau harus tetap di situ sampai kami kembali. Mengerti" Kalian
bisa keluar lewat pintu samping, yang sudah kami bongkar. Orang yang kutinggal
di atas akan mengantarkan kalian sampai ke sana. Tapi kalian harus pergi dengan
segera!" "Tapi tapi..." Dinah tidak ingin pergi sendiri, tanpa Philip.?"Tidak ada tapi," kata Bill. "Aku yang memimpin di sini, dan kau harus melakukan
apa yang kuperintahkan! Sekarang pergilah! Besok kami pasti kembali."
Ketiga anak perempuan itu menaiki tangga batu ke atas. laki-laki yang menjaga di
atlas mengantar mereka sampai di depan pintu samping puri.
"Kalian pasti tahu jalan ke bawah?" gumamnya. Ia sendiri tahu pasti, takkan
mungkin sanggup menemukan jalan yang harus dilewati. Tapi itu soal gampang bagi
Tassie! Dengan mata tertutup pun mungkin ia masih sanggup.
Ketiga anak perempuan itu pergi, sementara pengantar mereka kembali ke tempat
penjagaannya. Lubang di lantai sudah ditutup lagi.
Di bawah, Bill, Jack dan 0rang-orang yang lain bergegas memakai baju zirah. Bill
berniat hendak ikut menghadiri pertemuan Scar-Neck yang berikut dengan kawan-
kawannya! Jack merasa lega, melihat Bill serta anak buahnya semua membawa
pistol. Orang-orang itu tidak banyak bicara. Belum pernah Jack berjumpa dengan
kelompok manusia yang begitu diam.
Jack disuruh memakai baju zirah yang terpasang paling belakang di ujung ruangan.
Bill tidak ingin anak itu terlalu dekat pada mereka, karena khawatir akan
mengalami cedera jika nanti terjadi perkelahian. Jack gemetar karena tegang dan
asyik! Kiki tidak ada di situ. Tassie membawanya naik ke atas. Burung kakaktua itu
menjerit-jerit karena kesal dipisahkan lagi dari Jack. Tapi berbahaya jika
kakaktua cerewet itu dibiarkan tetap berada di bawah. Pasti rahasia mereka akan
lekas ketahuan! Tapi Button masih ada di situ, tanpa diketahui siapa pun juga. Anak rubah itu
meringkuk di kolong tempat tidur di mana Philip sebelumnya bersembunyi. Button
merasa senang, karena mencium bau Philip. Sedang Jack sama sekali lupa bahwa
Button tadi ikut turun. Tak lama kemudian jejeran baju zirah sudah nampak rapi lagi sepanjang dinding.
Hanya tiga saja di antaranya yang tidak berisi manusia. Salah seorang anak buah
Bill, seseorang yang bertubuh tinggi besar, berkeluh-kesah. Katanya baju
zirahnya terlalu sempit! "Sudah sekarang semua diam!" desis Bill. "Aku merasa seperti mendengar
"sesuatu! Bab 27 KETEGANGAN MEMUNCAK Guruh menggelegar! Begitu keras bunyinya, sehingga sampai terdengar dalam
ruangan bawah tanah. "Mudah-mudahan ketiga anak perempuan tadi tidak ketakutan mendengarnya," kata
Bill. Dibayangkannya mereka bergegas-gegas menuruni bukit dalam gelap-gulita.
"Mungkin hujan juga sudah turun."
"Mereka kurasa aman, karena ikut dengan Tassie," kata Jack. "Anak itu tahu di
mana sebaiknya berteduh. Ia takkan berlindung di bawah pohon, atau semacam itu.
Di daerah bukit ini ada beberapa gua kecil. Mungkin mereka berlindung dalam
salah satu di antaranya, sampai badai sudah berlalu."
Setelah itu mereka diam lagi. Suasana sunyi sepi dalam ruangan bawah tanah "itu. Ketika salah seorang mendehem karena tenggorokannya terasa gatal, bunyinya
seakan-akan memecah kesunyian.
"Jangan berbuat begitu lagi, Jim," kata Bill Smugs. Suasana sunyi kembali. Jack mendesah
pelan. Perasaannya tegang sekali saat itu. Tubuh berkeringat karena bersembunyi
dalam baju zirah yang panas. Napas terengah-engah. Hatinya berdebar-debar,
menunggu para penjahat datang.
Tahu-tahu terdengar bunyi kunci diputar. Nyaring sekali kedengarannya. Permadani
dinding bergetar lalu tersibak ke samping, didorong dari belakang."Orang-orang yang bersembunyi dalam baju zirah langsung waspada. Sekian pasang
mata menatap dari dalam ketopong masing-masing. Siapakah yang datang itu"
Seorang laki-laki muncul dari balik permadani, lalu menggantungkan satu tepinya
ke paku yang tertancap di dinding. Dengan begitu kawan-kawannya bisa masuk ke
dalam ruangan dengan mudah. Jack melihat lubang menganga di dinding. Dari lubang
itu muncul beberapa orang laki-laki. Mereka keluar satu per satu, melangkah
dengan gerak menyelinap. Dan seorang di antara mereka mencengkeram Philip!
"Laki-laki yang beralis tebal panjang muncul paling dulu. Ia disusul temannya
yang berjanggut hitam, yang menurut Bill julukannya Scar-Neck. Ia yang menyeret
Philip masuk ke dalam ruangan. Kemeja Scar-Neck terkancing sampai ke leher,
sehingga bekas lukanya yang ada di situ tidak kelihatan.
Philip menunjukkan tampang berani. Tapi Jack tahu, temannya itu pasti takut
setengah mati. Setelah dia, menyusul masuk tiga orang lagi dari kawanan
penjahat. Semua bertampang jelek, dengan mata menatap tajam serta garis bibir
yang kelihatan bengis. Mereka masuk sambil bercakap-cakap. Pintu rahasia
dibiarkan terbuka. Jack bertanya-tanya dalam hati, tempat manakah yang bisa
dicapai lewat jalan itu. Tangan Philip terikat di belakang punggungnya. Ikatannya begitu ketat, sehingga
pergelangan tangannya terasa sakit. Scar-Neck mendorongnya, sehingga jatuh
terduduk di atas sebuah kursi.
Jack langsung menebak, pasti Philip baru saja tertawan. Sementara itu Scar-Neck
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
langsung menanyai anak itu dengan galak.
"Sudah berapa lama kau berada dalam puri ini" Apa saja yang kauketahui?"
?"Aku datang bersama kedua anak perempuan itu," kata Philip. "Selama ini aku
bersembunyi di kolong tempat tidur. Kalian tidak pernah memeriksa ke situ. Kami
sebetulnya tidak berniat jahat. Kami datang untuk bermain-main saja dalam puri
ini. Kami tidak tahu bahwa puri ini ada yang memiliki!"
"Ambil kedua anak perempuan itu dan bawa ke sini," kata Scar-Neck pada laki-laki
beralis gondrong. "Kita tanyai mereka bertiga satu-satu. Keterlaluan waktu
"kita terbuang percuma, hanya karena harus menangani segerombolan anak-anak!"
Si alis gondrong menghampiri tempat tidur. Menurut sangkaannya, Dinah dan Lucy-
Ann masih ada di situ, tidur pulas seperti biasanya. Tapi ketika kelambu
disingkapkan, mata orang itu langsung melotot! Kedua anak perempuan itu tidak
ada lagi di tempat tidur. Dengan kasar laki-laki itu menarik selimut-selimut
yang ada di situ. "Mereka tidak ada di sini!" katanya kaget. Laki-laki yang berjanggut cepat-cepat
menoleh ke arahnya. "Jangan main-main!" tukasnya. "Mereka harus ada di sini! Kita kan tahu, mereka
tidak bisa ke mana-mana begitu lubang sudah tertutup lagi!"
"Mungkin anak laki-laki itu mengeluarkan mereka, dari atas," kata si alis
gondrong. Kini Scar-Neck berpaling lagi, menatap Philip dengan mata terbelalak.
Philip sebenarnya ikut heran karena Dinah dan Lucy-Ann sudah tidak ada lagi di
situ. Tapi ia tidak memperlihatkan keheranannya.
Laki-laki yang beralis tebal membungkuk, melihat ke kolong tempat tidur. Tapi
semua tahu, kedua anak perempuan itu sudah tidak ada lagi dalam ruangan itu.
Scar-Neck melontarkan pertanyaan bernada galak pada Philip. "Kau yang
mengeluarkan mereka, ya"!"
Tidak bukan aku," jawab Philip. "Selama ini aku bersembunyi di sini, di " "kolong tempat tidur. Aku tidak pernah naik ke atas."
"Kalau begitu, siapa yang mengeluarkan mereka?" tanya si alis tebal. Keningnya
berkerut, sehingga alisnya yang gondrong nyaris menutupi kedua matanya.
"Ayo mengaku!" bentak Scar-Neck. Suaranya terdengar mengandung - ancaman.
"Tapi Philip diam saja. Ditatapnya laki-laki itu dengan sikap menantang. Scar-
Neck rupanya sudah habis sabarnya. Ditempelengnya Philip keras-keras, sehingga
anak itu terpelanting dari kursi. Philip bangkit kembali.
"Hah mau mengaku atau tidak?" kata Scar-Neck dengan geram. Teman-temannya
"melihat saja, tanpa mengatakan apa-apa.
Tapi Philip masih tetap membungkam. Jack bangga melihat temannya itu. Philip
sangat berani, pikirnya. Tapi detik berikut jantungnya serasa berhenti
berdenyut, karena Scar-Neck kini mengambil pistol dan meletakkannya ke atas
meja. "Banyak cara untuk memaksa anak bandel mau membuka mulut," sergahnya, sementara
matanya memerah karena marah.
Philip terkejap-kejap beberapa kali. Agak seram juga rasanya melihat senjata api
yang berkilat-kilat itu. Tapi kemudian ditatapnya Scar-Neck kembali. Ia tetap
tidak mau membuka mulut. Tidak ada yang tahu apa yang mungkin terjadi kemudian, apabila tidak dengan
tiba-tiba terjadi sesuatu yang tidak disangka sangka! Button yang selama itu
"bersembunyi di bawah kursi yang terletak di ujung ruangan, tahu-tahu melesat ke
luar dan menubruk Philip dengan gembira.
Orang-orang yang ada di situ berloncatan semua karena kaget. Scar-Neck menyambar
pistolnya. Tapi ketika nampak bahwa yang datang itu cuma seekor anak rubah,
mereka duduk lagi. .Mereka jengkel pada diri sendiri, karena takut pada binatang
sekecil itu. Scar-Neck sangat marah. Dipukulnya Button, sehingga anak rubah itu terguling-
guling di lantai. Button menyeringai, menunjukkan giginya yang runcing-runcing.
"Jangan sakiti dia," kata Philip cemas. "Ia masih kecil. Anak rubah itu binatang
piaraanku." "Bagaimana ia bisa masuk ke sini" Waktu kedua anak perempuan itu keluar ya!"
kata laki-laki beralis tebal menggerutu.
"Entah, aku juga tidak tahu," kata Philip dengan bingung. Ia memang benar-benar
bingung. "Sedari tadi kukatakan, aku benar-benar tidak tahu bagaimana kedua anak itu
keluar, dan aku juga tidak tahu bagaimana anak rubah ini bisa masuk. Ini
merupakan misteri bagiku, sama saja seperti kalian."
"Jika anak ini tidak bohong, sebaiknya kita cepat-cepat saja menyelesaikan
urusan kita di sini," kata laki-laki beralis tebal. Ia kedengaran agak gugup.
"Rupanya ada orang lain di sini, walau kita sudah cukup awas menjaga selama ini.
Kita selesaikan saja urusan kita, lalu pergi!"
Saat itu terdengar lagi bunyi guntur menggelegar. Orang-orang itu saling
berpandangan dengan gelisah.
"Bunyi apa itu?" kata laki-laki beralis tebal.
"Apa lagi kalau bukan bunyi guruh," kata Scar-Neck dengan geram. "Kalian ini
kenapa" Masa langsung bingung, hanya karena ada segerombolan anak-anak konyol
bermain-main di sini" Mereka itu minta dipukul rupanya! Dan anak laki-laki ini
nanti akan kuhajar sebelum kita pergi walau kedua temannya yang perempuan "berhasil minggat!"
Button berbaring dekat kaki Philip. Ia takut pada gerombolan laki-laki yang
kelihatannya galak-galak itu. Scar-Neck menganggukkan kepala pada salah seorang
kawannya. Orang itu berdiri. Lalu menghampiri laci terkunci di mana disimpan
peta-peta. Dibukanya laci itu, lalu diambilnya setumpuk kertas dari situ.
Kertas-kertas itu ditaruhnya di depan Scar-Neck.
Kemudian menyusul perembukan panjang, dalam bahasa yang tidak dikenal Philip.
Tapi Bill memahaminya! Bill menguasai delapan bahasa, atau bahkan lebih! Ia
mengikuti perembukan itu dengan penuh minat.
Sementara itu Philip tetap duduk di kursi. Sikapnya lesu. Pergelangan tangannya
terasa sakit, sedang telinga kirinya pedih kena tempeleng tadi. Ia tidak bisa
menggosok-gosokinya untuk mengurangi rasa pedih, karena tangannya terikat erat
di belakang punggung. Button menjilat-jilat pergelangan kaki Philip. Sementara itu Philip sibuk
berpikir. Ke manakah Dinah dan Lucy-Ann" Bagaimana mereka bisa ke luar" Philip
merasa lega, sebab mungkin kedua anak itu berhasil melarikan diri. Mungkin
bantuan sudah datang" Apakah Jack berhasil mencari bantuan" Apakah ia akan ikut
diselamatkan nanti" Philip ingin sekali kembali berada dalam baju zirah, di mana ia bisa bersembunyi
dengan aman. Ia memandang pakaian perang yang berjejer-jejer dekat dinding.
Tiba tiba ia menatap dengan heran. Ia merasa seperti melihat mata berkilat-kilat
"di balik ketopong. Penglihatan Philip sangat tajam, dan kebetulan sekali sinar
lampu minyak menerangi ketopong yang sedang dipandang olehnya. Dan Philip merasa
seperti melihat sepasang mata dalam ketopong itu, dan bukan rongga kosong.
Diperhatikannya baju zirah yang berikut. Di situ pun ia merasa seperti melihat
sepasang mata. Begitu pula dalam ketopong ketiga yang diperhatikan. Tiba-tiba
Philip merasa ngeri. Jangan-jangan kesemua pakaian perang itu dengan tiba-tiba
menjelma hidup! Ah, mana mungkin. Tapi kalau begitu siapakah orang-orang yang
"bersembunyi di situ" Dilihatnya kebanyakan baju zirah itu ada isinya. Tubuh
Philip gemetar. Scar-Neck melihatnya, lalu tertawa.
"Ah, ternyata kau sekarang mulai takut, membayangkan apa yang akan terjadi
dengan anak-anak yang suka mencampuri urusan orang lain. Mungkin akhirnya kau
mau mengaku juga!" Philip diam saja. Pikirannya mulai berjalan secara normal. Dengan segera ia
menyadari bahwa yang bersembunyi dalam pakaian itu pasti teman, dan bukan musuh.
Konyol untuk apa ia takut" Tapi memang seram rasanya, menatap sekian banyak
"mata yang memandang dari balik ketopong.
"Rupanya dengan cara begitu Dinah dan Lucy-Ann bisa pergi dari sini," pikirnya.
"Sekarang aku mengerti! Jack berhasil mencari bantuan lalu mereka datang dan
"meniru caraku bersembunyi, dalam baju zirah! Nah, aku harus pura-pura tidak
tahu. Apa pun yang terjadi, rahasia mereka tidak boleh sampai ketahuan. Yang
mana ya si Bintik?" Ia sudah merasa jauh lebih tenang sekarang. Sekali lagi diperhatikannya ketopong
baju zirah itu satu per satu. Ia tidak berani menatap dengan terang-terangan,
karena khawatir ada di antara penjahat yang mengikuti arah pandangannya, lalu
melihat apa yang dilihatnya.
Saat itu terdengar lagi bunyi guntur, jauh lebih keras dari bunyi sebelumnya.
Hawa dalam ruangan pengap sekali. Orang-orang yang bersembunyi dalam baju zirah
harus berjaga-jaga jangan sampai terdengar sentakan napas mereka. Keringat
mengucur membasahi tubuh. Tubuh terasa sudah pegal sekali. Ingin rasanya bisa
bergeser sedikit saja. Tapi mereka tidak berani berkutik sedikit pun.
Bill mengikuti perembukan kawanan penjahat dengan penuh perhatian. Tapi ia tidak
bisa melihat, apakah sebetulnya kertas-kertas yang terletak di atas meja.
Kelihatannya seperti gambar rancangan sesuatu. Mungkin gambar konstruksi mesin.
Tapi Bill tidak bisa mengenalinya dengan jelas.
Akhirnya kertas-kertas itu digulung kembali oleh Scar-Neck. Ia berpaling pada
Philip. "Urusan kami di sini sudah selesai sekarang! Kami takkan berjumpa lagi denganmu
serta kawan-kawanmu. Tapi sebelum kami pergi, kau perlu dihajar dulu, supaya
tahu apa akibatnya jika mengintai kami! Mana tali itu?"
"Awas, kalau berani menyentuhku sedikit saja!" teriak Philip sambil meloncat "bangkit. Tapi Scar-Neck tidak mengacuhkannya. Diambilnya tali, untuk memukul
Philip. Bukan main kaget dan takutnya orang itu, ketika tiba-tiba melihat salah satu
baju zirah melangkah turun dari panggung rendah tempatnya dipasang. Baju zirah
itu mengangkat tangannya, yang ternyata menggenggam pistol. Bukan itu saja! Baju
zirah itu pun ternyata bisa berbicara.
"Tamat riwayatmu sekarang, Scar-Neck! Seluruh kawanmu berhasil kami ringkus
dengan sekali pukul!"
Suara yang berbicara itu terdengar menggema dalam ketopong. Scar-Neck hanya bisa
menatap sambil melongo, begitu pula kawan-kawannya. Semua bingung sesaat
"apalagi ketika melihat sekian banyak baju zirah tiba-tiba bisa bergerak! Mereka
merasa seperti sedang mimpi buruk. Tapi mimpi yang dipenuhi pistol, yang semua
teracung ke arah mereka! "Angkat tangan!" bentak Bill.
Scar-Neck mengangkat tangannya, seakan-akan hendak menyerah. Tapi tiba-tiba ia
berpaling menyambar lampu minyak, lalu membantingnya ke lantai. Detik itu juga
ruangan menjadi gelap-gulita!
Bab 28 BADAI DAHSYAT Bill berteriak marah, lalu berseru, "Jack! Philip! Cepat, bersembunyi di bawah
tempat tidur! Mungkin akan terjadi tembak-menembak!"
Kedua anak itu langsung menurut. Mereka menyusup masuk ke kolong tempat tidur,
Jack masih dalam pakaian zirah yang berkelontang-kelontang bunyinya. Philip
berbaring di lantai dengan napas tersengal-sengal. Ia agak kikuk, karena
tangannya masih terikat. Tapi Jack lebih payah lagi ia tersangkut ketika
menyusup. Mereka tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Mereka hanya mendengar suara
ribut berteriak-teriak disertai bunyi napas terengah-engah. Tapi sama sekali tak
ada tembakan. Rupanya tidak ada yang berani menembak, karena dalam ruangan
segelap itu dikhawatirkan ada kawan yang kena.
Jack dan Philip mendapat kesan dari suara-suara yang terdengar, bahwa saat itu
sedang terjadi pergumulan sengit. Bunyi gedebak-gedebuk bercampur dengan
dentingan logam. Tiba-tiba terdengar bunyi gemeretak. Itu pasti batu besar yang tergeser. Tapi
siapakah yang membuka lubang untuk naik ke atas. Pihak lawan, atau salah seorang
anak buah Bill" Philip tidak tahu bagaimana caranya membuka lubang itu dari
bawah, meski sudah beberapa kali ia mencoba. Tapi pasti bisa dibuka dari bawah.
Sesaat kemudian diketahuinya bahwa yang membuka Scar-Neck atau salah seorang
kawannya untuk melarikan diri, karena terdengar Bill berseru memanggil anak
buahnya yang ditinggal menjaga di atas.
"Tom! Awas! Kalau ada yang naik, langsung tembak!"
Orang yang bernama Tom memburu ke ujung atas tangga. Tapi ia tidak bisa melihat
apa-apa di bawah. Ia hanya mendengar erangan, serta dentingan logam. Padahal
saat Itu ada seseorang merayap naik ke atas. Tom tidak mendengarnya. Tahu-tahu
ia dipukul, sehingga terpelanting. Orang yang memukulnya itu Scar-Neck, yang
hendak melarikan diri. Pistolnya terjatuh ketika ia sedang bergumul. Untung saja
sebab kalau tidak, pasti Tom sudah ditembaknya."Sebelum Tom sempat bangun dan bertindak, Scar-Neck sudah lebih dulu minggat.
Tapi tahu-tahu ada lagi orang naik dan tersandung pada tubuh Tom yang masih
terkapar. Sekali lagi pukulan mendarat di kepalanya, sehingga telinganya
terngiang-ngiang. Orang yang memukulnya itu kawan Scar-Neck yang beralis
gondrong. Ia menendang Tom sekeras mungkin, lalu menghilang dalam gelap.
Tom bingung sesaat, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Berdiri di ujung atas
tangga, untuk mencegah ada lagi yang bisa melarikan diri, atau mengejar kedua
orang yang lari. Tapi ia tidak tahu, ke arah mana keduanya minggat. Karena itu
ia kembali menjaga di ujung tangga.
Ketiga penjahat yang masih ada di bawah bernasib sial. Seorang di antaranya
pingsan. Temannya tidak bisa berkutik lagi, karena tubuhnya diduduki oleh Bill.
Sedang yang ketiga semula berusaha melarikan diri lewat pintu rahasia di balik
permadani. Tapi Jim berhasil meringkusnya.
Bill akhirnya berhasil menemukan senter, lalu menyalakannya. Lampu minyak pecah
berantakan. Untung saja tidak sampai terjadi kebakaran karenanya. Tapi dengan
senter pun ruangan itu sudah cukup terang. Bill memandang berkeliling.
Orang yang tadi diduduki, kini sudah di tangan salah seorang anak buahnya.
Penjahat itu nampak lesu. Matanya bengkak sebelah, sedang keningnya benjol. Bill
kelihatan aneh. Ia masih memakai baju zirah. Tapi ketopongnya sudah dilepaskan,
sehingga kepalanya yang botak dengan rambut lebat di pelipis nampak mencuat dari
lubang leher pakaian perang itu. Aneh sekali kelihatannya!
Jack dan Philip merangkak keluar dan kolong tempat tidur. Bill harus menarik
Jack, karena anak itu tidak bisa keluar sendiri karena masih tersangkut. Dengan
segera Jack melepaskan baju zirah yang terasa menyesakkan. Setelah itu
dilepaskannya tali yang mengikat pergelangan tangan Philip.
Bill Smugs kelihatan jengkel, karena kedua penjahat terbesar berhasil melarikan
diri. Ia berseru memanggil Tom.
"Kau masih ada di situ, Tom?"
"Ya, Sir," jawab Tom. Suaranya agak lesu.
"Kau berhasil meringkus kedua orang yang lari ke atas tadi?" teriak Bill lagi.
"Tidak, Sir! Apa boleh buat, tahu-tahu saya disergap sehingga mereka bisa
minggat, jawab Tom. Suaranya semakin lirih.
" Bill mengumpat pelan. "'Kau memang tolol, Tom!" katanya. "Ayo, turun ke sini! Posisimu di atas kan
menguntungkan sekali tadi mestinya bisa mencegah supaya tidak ada yang lari, "biar yang naik sepasukan sekali pun!"
"Habis, di sini gelap, Sir," kata Tom mencari alasan. "Saya tidak bisa melihat
apa-apa." "Sekarang dua penjahat terbesar berhasil lari," kata Bill dengan geram. "Kalau
caramu bekerja begitu, sulit rasanya bisa naik pangkat, tahu! Coba aku tadi
menempatkan orang lain di atas. Kurasa sekarang kedua penjahat itu sudah jauh!
Pasti ada mobil mereka disembunyikan di dekat-dekat sini, siap untuk dipakai
melarikan diri apabila keadaan memaksa."
Kasihan Tom! Ia sangat malu. Orangnya tinggi besar, sehingga menurut perasaan
Jack dan Philip ia seharusnya bisa dengan gampang meringkus kedua penjahat tadi!
"Sekarang ikat ketiga penjahat ini!" kata Bill, sambil menunjuk mereka dengan
anggukan kepala singkat. Jim melaksanakan perintah itu dengan cekatan. Ketiga
penjahat yang diringkus, termenung dengan tampang kuyu.
"Sekarang kita periksa kertas-kertas itu," kata Bill. Seorang anak buahnya
menghamparkan kertas-kertas dokumen itu di depannya. Bill mempelajarinya dengan
teliti. "Ya memang Scar-Neck itu mata-mata yang sangat hebat," katanya kemudian.
?"Pasti ia jengkel sekali, karena terpaksa tidak bisa membawa dokumen-dokumen
ini. Nilainya besar sekali bagi dia, serta bagi negara yang membayarnya sebagai
mata-mata di sini." Kertas-kertas dokumen itu digulung lagi oleh salah seorang anak buah Bill. Saat
itu terdengar lagi bunyi guruh bergulung-gulung. Semua agak kaget mendengarnya.
"Kurasa badai kini sudah ada di atas kita, kata Bill. "Lebih baik kita jangan
"ke luar dulu, sebelum badai itu berlalu."
"Anda tidak hendak memeriksa pintu rahasia itu?" tanya Jack sambil menunjuk ke
arah permadani yang tersingkap. Ia agak kecewa.
"Ya, tentu saja," jawab Bill. "Aku akan memeriksanya bersama Tom, sementara yang
lain-lain turun membawa tahanan ini. Tapi kurasa lebih baik menunggu sampai hari
sudah pagi." Badai semakin menjadi-jadi. Ketika Philip bercerita pada Bill tentang
pengalamannya hari itu, ia terpaksa berteriak, supaya suaranya masih bisa
terdengar di atas gemuruh hujan dan petir.
"Aku merasa bosan di sini terus," saru Philip. "Lalu kuputuskan untuk masuk ke
dalam lorong rahasia dan memeriksa ke mana arahnya. Begitu para penjahat bangun
lagi setelah tidur cukup lama di sini, lalu naik ke atas, aku cepat-cepat keluar
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari kolong tempat tidur dan masuk ke lubang yang ada di balik permadani itu.
Lubang itu dibiarkan terbuka oleh para penjahat, persis keadaannya sekarang.
Ketika aku masuk ke situ, ternyata .... "
Kalimatnya terpotong sesaat, karena ia dikagetkan sinar kilat yang menyambar di
luar. Semua mendengarkan ceritanya dengan penuh minat. Tentu saja kecuali para
penjahat. Kemudian Philip melanjutkan ceritanya.
"Nah Seperti kataku tadi, ternyata pintu itu terkunci. Tapi anak kuncinya ada
"di Aku cepat cepat memutarnya, lalu membuka pintu. Begitu terbuka, aku
"langsung melangkah masuk. Aku berada dalam suatu lorong sempit."
"Tidak gelap di situ?" tanya Jack
"Tentu saja gelap tapi aku kan membawa senter," kata Philip. "Dengannya aku "bisa melihat dengan jelas. Lorong itu agak menurun arahnya, mula-mula di antara
dua dinding dari batu. Mestinya itu fondasi puri ini. Kemudian aku menduga bahwa
aku sudah sampai di luar puri, karena terowongan yang kulalui kemudian nampak
dipahat di tengah batu cadas."
"Dan kau tentunya sampai di sisi seberang bukit ini, ya?" kata Bill. "Lalu, ada
yang menarik kaulihat di sana?"
"Aku tak sampai sejauh itu," kata Philip. "Di tengah jalan kudengar ada orang
berjalan di belakangku. Aku cepat-cepat bersembunyi, dengan jalan naik ke
pinggir dinding yang agak menjorok ke dalam pada bagian itu dan berbaring di
situ." "Astaga! Lalu bagaimana apakah orang itu kemudian lewat?" tanya Jack tegang.
?"Ya tapi rupanya ia mencari aku," kata Philip. "Soalnya aku lupa menutup
"kembali pintu rahasia. Lalu ketika para penjahat turun lagi ke sini, mereka
heran melihat pintu rahasia terbuka. Dengan segera seorang dari mereka disuruh
masuk ke lorong, untuk memeriksa siapa sebenarnya yang membukanya."
"Lalu setelah itu?" tanya Bill. Tapi suaranya lenyap ditelan bunyi guntur yang
menggelegar tepat pada saat itu.
"Orang itu kemudian kembali lagi, ketika tidak menemukan siapa-siapa dalam
lorong," kata Philip melanjutkan cerita. "Tapi kepala penjahat tidak puas!
Mereka lantas beramai-ramai ikut mencari. Yah akhirnya aku ketahuan juga! Aku
"langsung diseret turun dari tempatku bersembunyi."
"Apa yang terjadi setelah itu?" tanya Bill. "Kau tidak langsung dibawa ke sini,
sebab adik-adik kalian bingung melihat kau tidak ada ketika mereka turun lagi ke
sini." "Memang betul begitu. Aku ditinggal dalam lorong, dengan kaki dan tangan
terikat," kata Philip. "Kata mereka aku rupanya senang berada dalam lorong,
karena itu aku boleh terus berada di situ sampai dijemput lagi untuk ditanyai.
Jadi aku terus meringkuk dalam lorong, sampai akhirnya mereka datang lagi untuk
menjemput. Ikatan kakiku dilepaskan, sehingga aku bisa berjalan sendiri. Lalu
aku dibawa ke sini, seperti kalian lihat sendiri tadi."
"Kasihan pengalamanmu tidak enak," kata Bill.
?"Wah, aku takut sekali tadi, ketika melihat mata kalian berkilat-kilat di balik
ketopong," kata Philip. "Kusangka aku melihat hantu. Tapi kemudian kusadari,
pasti kalian para penolong yang datang bersama Jack"
Setelah itu semuanya membisu. Suara badai bertalu-talu, memekakkan telinga.
Semua membayangkan betapa dahsyat keadaan di luar saat itu.
"Untung anak-anak perempuan tadi masih cukup banyak waktu," kata Jack dalam
hati. "Mudah-mudahan saja mereka sampai di rumah dengan selamat"
Tiba-tiba ia dikagetkan bunyi yang keras sekali.
Bab 29 LORONG RAHASIA Jack terlonjak mendengar bunyi petir yang keras sekali. la begitu kaget,
sehingga cepat-cepat merangkul Bill. Rasanya ia belum pernah mendengar bunyi
petir sekeras itu. Bunyi petir disertai sambaran kilat yang menerangi seluruh bukit. Selama sekejap
mata keadaan terang-benderang seperti siang. Tapi kemudian gelap-gulita kembali.
Tiba-tiba Bill menarik Jack dan Philip supaya agak mundur sedikit.
"Kurasa petir tadi menyambar puri," katanya, sambil memandang ke luar lewat
lubang di lantai. "Ya, betul! Lihatlah!"Sambaran kilat berikut menerangi tempat sekitar situ. Nampak jelas bahwa salah
satu menara mulai miring. Dalam kegelapan yang menyusul, terdengar bunyi
batu batu besar berguguran.
?"Badai tepat berada di atas kita!" seru Jack. "Aku takut!"
Saat itu petir menyambar lagi. Orang-orang yang berada dalam kamar tersembunyi
merasakan kejutan aneh, seolah-olah tubuh mereka dialiri arus listrik. Untung
mereka memakai sepatu bersol karet.
"Kalau tidak, bisa mati kena sambaran kilat," pikir Bill. "Wah rupanya puri
"kena lagi. Kalau begini terus, ada kemungkinan kita tertimbun tumpukan puing
nanti!" Bill bergegas menarik pasak di dinding, untuk menutup lubang lantai. la merasa
lebih aman apabila ada rintangan batu antara mereka dengan badai yang mengamuk
di luar. Tapi detik berikutnya terdengar bunyi batu-batu berjatuhan di lantai.
Seluruh ruangan bawah tanah bergetar keras.
"Bangunan utama puri ambruk!" seru Philip ketakutan. Mukanya pucat pasi.
Sementara itu bunyi batu berjatuhan masih terus terdengar. Menurut perkiraan
Bill, ada kemungkinan sebagian dari dinding puri kena sambaran kilat, lalu roboh
ke dalam. Dan jangan-jangan jatuh ke serambi! Kedengarannya memang begitu.
"Sekarang bisa kubayangkan bagaimana terjadinya tanah longsor itu," kata Bill
setelah di atas sepi kembali. "Badai seperti ini dengan gampang saja bisa
menyebabkan dasar jalan runtuh, sehingga terjadi longsor. Aku takkan heran
apabila malam ini kejadian itu berulang lagi."
"Aku belum pernah mengalami hujan yang begitu lebat," kata Jack. "Pasti anak-
anak perempuan sedang setengah mati ketakutan, karena sendirian di rumah."
"Ya, memang," kata Bill. "Sayang kita tidak ada di sana." Ia melirik para
tahanan, yang kelihatannya sangat ketakutan. Rupanya mereka membayangkan nasib
selanjutnya! "He tiba-tiba saja aku merasa lapar," kata Philip. "Aku belum makan lagi,
"semenjak masuk ke dalam lorong rahasia.
?"Aku juga lapar," sambut Bill. "Tapi di sini banyak makanan, berkaleng-kaleng!
Sebaiknya kita makan saja dulu. Untuk menghabiskan waktu menunggu, serta
sekaligus melupakan badai yang mengamuk di atas."
Jack dan Philip memeriksa isi kaleng-kaleng itu, lalu memilih sebuah kaleng
berisi daging bumbu, satu kaleng lidah dan dua kaleng buah per. Keempat kaleng
itu dibuka, lalu isinya dipindahkan ke piring dan diletakkan ke atas meja.
Bill memilih kaleng-kaleng berisi minuman. Bagi dirinya sendiri serta anak
buahnya ia mengambil bir, yang dirasanya pasti sedap diminum dalam hawa sepanas
itu. Sedang Jack dan Philip minum sepuas hati, menghadapi kaleng-kaleng berisi
limun jahe dan sari jeruk
Sehabis makan, semuanya merasa lebih enak. Sementara itu badai di atas rasanya
sudah agak reda. Bill melirik arlojinya.
"Astaga, sudah pukul setengah enam pagi,"katanya. la menguap. "Tak kusangka
begitu lama kita sudah berada di sini. Yah karena badai kedengarannya sudah "reda, tak ada salahnya jika kita menarik napas segar sebentar di halaman dalam.
Sekarang di luar tentunya sudah terang. Mungkin anak buahku sudah bisa turun,
untuk membawa para tahanan ke polisi!"
"Ya, aku kepingin bisa bernapas kembali dengan leluasa," kata Philip. Mukanya
merah padam kepanasan. "Bagaimana caranya membuka lubang dari bawah sini, Bill?"
"Itu, dengan pasak yang di atas itu," kata Bill sambil menunjuk ke langit-
langit. Ternyata di situ ada semacam pegangan. Bill menariknya. Tapi pegangan
itu sedikit pun tidak bergerak Lalu ditarik sekali lagi.
Wah, tidak bisa," kata Bill dengan heran. "Coba kau saja, Tom. Tenagamu lebih
"besar daripada aku!"
Kini Tom mencoba menarik. Tapi pegangan itu masih tetap tidak bisa digerakkan.
Dan karenanya batu besar yang menutupi lubang di lantai, juga tidak tergeser.
Bill mencoba lagi, bersama-sama dengan Tom. Batu bergerak sedikit, lalu
terhenti. Walau dicoba berulang kali, tapi tetap sia-sia.
Bill menaiki tangga batu, lalu mencoba mengintip lewat celah sempit antara
lubang dan batu besar. Tapi ia tidak bisa melihat apa-apa. Ia pun turun lagi.
Kurasa lubang di atas itu tertutup timbunan batu yang runtuh," katanya. "Jadi
"kita tidak bisa ke luar."
"Kalau begitu kita lewat jalan yang satu lagi maksudku lorong yang kumasuki
"kemarin," kata Philip, sambil menganggukkan kepala ke arah permadani yang
tersingkap. "Ah, betul juga." kata Bill Smugs. "Mudah-mudahan saja di situ tidak terjadi
tanah longsor juga. Tapi menurut katamu, dinding lorong itu kan dari batu! Kalau
begitu, pasti tidak apa-apa!"
Sementara itu hawa dalam ruangan semakin pengap. Button yang selama pergumulan
bersembunyi di kolong tempat tidur, muncul dari situ lalu menghampiri Philip.
Anak rubah itu berbaring miring, sementara lidahnya terjulur ke luar.
"Ia haus," kata Jack. "Beri minum dong!"
"Tapi tidak ada air di sini. Yang ada cuma limun jahe," kata Philip, lalu
menuangkan sedikit ke piring. Button ternyata haus sekali. Limun jahe diminumnya
sampai habis. Setelah itu ia menjilat-jilat moncong, sedang tampangnya seakan-
akan hendak mengatakan, "Yang kuminum itu memang basah tapi rasanya uahh!"
" ?"Kalau kita di sini terus, bisa matang nanti karena hawa panas," kata Bill. "Yuk
- kita coba saja nasib lewat jalan ini. Aku berjalan paling dulu."
Dibukanya pintu yang terdapat dalam rongga di balik permadani, lalu masuk ke
dalam sambil menyorotkan senter ke depannya. Jack dan Philip menyusul. Setelah
itu ketiga tahanan, yang sejak lama tidak membuka mulut sedikit pun. Paling
akhir menyusul anak buah Bill.
Lorong itu sempit. Tapi cukup lurus pada mulanya. Ternyata lorong itu dibuat
dalam fondasi puri, persis seperti cerita Philip.
"Mestinya di sini juga ada sel-sel," kata Bill. "Tempat ini aneh. Mungkin masih
banyak lagi kamar-kamar tersembunyi di sini setidak-tidaknya begitulah kata
"orang desa." Setelah beberapa lama, lorong itu mulai menembus batu cadas bukit. Dinding
nampak tidak rata lagi. Tapi udara di situ segar. Sejuk rasanya, dibandingkan
dengan kepengapan hawa dalam ruangan bawah tanah tadi.
Lorong kini berkelok-kelok, seperti mengikuti bentuk cadas. Tapi jelas memotong
bukit, dengan arah ke bawah. Di beberapa bagian lorong yang dilewati agak
terjal, sehingga mereka agak terpeleset-peleset berjalan di situ. Kemudian
dengan tiba-tiba terdengar bunyi air mengalir!
Semua berhenti berjalan. Bill berpaling, memandang Philip.
"Ada air di sini," kata Bill. "Waktu kau masuk ke sini, sudah ada atau tidak?"
Philip menggeleng. "Tidak," katanya, "bagian yang kulalui, semuanya kering. Dan kita belum sampai
ke tempat di mana aku bersembunyi."
Mereka berjalan lagi. Tiba-tiba nampak dari mana datangnya bunyi itu. Ternyata
hujan lebat yang menyiram bukit merembes masuk ke tanah, dan kini mengalir ke
dalam lorong lewat retakan pada dindingnya. Alirannya cukup deras, disertai
bunyi menggelegak "Astaga!" seru Jack. Ia ikut melihat lewat pundak Bill. "Kita tidak bisa lagi
lewat!" "Ah, tidak begitu dalam kelihatannya," kata Bill. "Kurasa kita masih bisa
mengarunginya. Untung saja lorong ini mengarah ke bawah. dan bukan ke atas. Coba
kalau ke atas, pasti air ini mengalir ke arah kita!"
Bill melangkahkan kaki, masuk ke dalam air. Ternyata tingginya cuma sampai ke
lutut. Arusnya cukup deras, tapi belum sampai bisa menyeret mereka. Bill
mengucap syukur bahwa Dinah dan Lucy-Ann tidak ada bersama mereka saat itu.
Kedua anak itu pasti akan mengalami kesulitan dalam melewati lorong yang sudah
menjelma menjadi sungai kecil itu.
Air yang mengalir terasa dingin. Mereka berjalan terus. Button dipanggul oleh
Philip di atas pundaknya. Anak rubah itu tidak suka berjalan di air.
Setelah berjalan beberapa saat, Philip menuding ke dinding lorong. Nampak ada
bagian yang agak mundur ke dalam di situ, dekat ke langit-langit
"Di situlah aku bersembunyi," katanya. "Bagus kan, tempat itu" Tidak gampang
mereka menemukan diriku. Baru berhasil, setelah memeriksa dengan teliti sekali."
Sementara itu air yang diarungi agak bertambah dalam, Arusnya juga bertambah
deras. Mereka harus berjalan dengan lambat, agar jangan sampai terseret arus.
Jack sudah capek sekali. Menurut perasaannya, lorong itu seperti tidak
habis habis. Anak itu menggemari petualangan, tapi saat itu ia kepingin bisa "beristirahat sebentar.
Tahu-tahu dasar lorong menjadi semakin miring, Begitu miring, sehingga arus air
yang mengalir berubah menjadi mirip air terjun. Bill berhenti.
Aku tidak melihat kemungkinan lain melewati bagian ini, kecuali dengan cara
"meluncur ke bawah," katanya. "Tapi nanti dulu kurasa di sini ada jenjang
"menuju ke bawah. Ya. betul! Kita bisa menuruninya. Asal berhati-hati, jangan
sampai terseret air!"
Bill mulai melangkah turun. Langkah demi langkah, sambil meraba-raba. Jack dan
Philip mengikutinya, dengan hati-hati sekali. Beberapa kali Jack nyaris terseret
arus air yang mengalir deras
Tiba-tiba Bill memadamkan senternya. Di depan mereka nampak cahaya terang.
Ternyata jenjang batu itu membawa mereka ke lereng sisi seberang bukit!
Bill meloncat keluar dari air. Ia sampai di sebuah lubang sempit di lereng
bukit, yang tertutup semak belukar.
"Kita selamat sekarang!" serunya
Bab 30 DI BALIK BUKIT Jack dan Philip menyusul ke luar, lalu memandang ke bawah. Ternyata mereka
berada pada lereng yang curam sekali.
Di bawah mereka nampak sebuah bangunan yang kelihatannya seperti rumah petani,
dengan sejumlah bangunan kecil terserak di sekitarnya, menempel ke lereng bukit.
Di sekeliling bangunan-bangunan itu terdapat pagar kawat berduri. Tak jauh di
bawah tempat mereka berada pun kelihatan ada pagar kawat semacam itu.
Di belakang bangunan utama terdapat semacam hutan kecil, dengan tanah lapang di
tengah-tengah. Nampak di situ sebuah mesin besar berkilat-kilat, aneh bentuknya.
Orang yang berada di pertanian atau di dekat situ pasti tidak bisa melihatnya,
karena terlindung pohon. Tapi dari atas, nampak jelas!
"Mesin apa itu?" tanya Jack, sambil menatap mesin yang berkilauan kena sinar
matahari pagi. "Aku juga tidak tahu," jawab Bill. "Mesin itu merupakan salah
satu alat rahasia negara kita yang saat ini sedang dibangun para ahli teknik "militer kita yang paling hebat."
"Lalu itukah yang sedang diintai Scar-Neck?" tanya Philip.
"Betul itulah yang diincarnya selama ini," kata Bill. "Ia mendengar desas-
"desus mengenainya, lalu berhasil mengetahui di mana percobaan rahasia sedang
dilakukan. Bukan main senang hatinya, ketika kemudian mendengar bahwa puri kuno
yang terdapat di balik bukit ini ditawarkan untuk dijual."
"Astaga! Lalu ia membeli puri itu?" kata Jack.
Bill mengangguk. "Betul! Sebelum ini aku telah mengadakan penyelidikan, untuk mengetahui siapa
pemilik puri itu sekarang. Scar-Neck tidak membelinya atas namanya sendiri
tentunya ia tidak sebodoh itu! Tidak, ia membelinya dengan meminjam nama
"seseorang penduduk sini, yaitu Browm. Brown dikenal sebagai seseorang yang
tertarik pada bangunan kuno. Tapi aku dengan segera berhasil mengusut, siapa
sebenarnya dalang yang ada di belakangnya."
"Wah! Anda memang pintar, Bill," kata Jack dengan kagum.
"Ah, soal begitu urusan gampang dalam pekerjaanku. Aku sudah menebak, Scar-Neck
pasti sedang berusaha memata-matai rahasia ini. Tapi semula aku sama sekali
tidak bisa membayangkan siasat yang dipergunakannya. Seperti kalian lihat
sendiri, mesin itu letaknya sangat tersembunyi di belakang pertanian itu. Lagi
pula dilindungi dengan kawat berduri, yang kurasa sebagian dialiri arus
listrik." "Nah kalau begitu bagaimana caranya bisa menyelidiki?" kata Philip bingung.
?"Dengan jalan memotretnya, serta menggali terowongan di bawah tanah, melewati
kawat berduri dan masuk ke lapangan yang di tengah-tengah itu," kata Bill
menduga. "Lihatlah kalian lihat tanda-tanda penggalian di sebelah sana itu"
"Nah, kurasa Scar-Neck beserta kawanannya mulai menggali terowongan dari sana,
sampai ke ' sebelah dalam lapangan."
"Tapi masa tidak ada yang melihat?" kata Jack.
"Soalnya, tidak ada yang mengira bahaya bisa datang dari arah sini," kata Bill.
"Kan kelihatannya mustahil ada yang bisa naik sampai di sini, karena lereng
bukit di sebelah sini curam sekali.?"Dan tidak ada yang tahu mengenai lorong tersembunyi di bawah puri, yang menuju
ke sisi bukit sebelah sini," kata Jack. "Lalu dari mana Scar-Neck bisa
mengetahuinya?" "Kurasa ia berhasil memperoleh denah asli puri kuno itu," kata Bill. "Pemiliknya
sebelum ini kan kabarnya tidak waras otaknya! Kalian tentunya juga tahu, dari
kabar-kabar tentang segala tindakannya yang serba aneh. Orang itu membangun
berbagai kamar rahasia dengan peralatan yang macam-macam, dan hidup di situ
dalam alam khayalannya. Scar-Neck kemudian memanfaatkan kamar dan lorong
tersembunyi yang sekarang sudah kita ketahui itu, karena ternyata lewat lorong
itu ia sampai pada suatu tempat di balik bukit, yang letaknya tepat di atas
mesin baru yang hendak dicuri rahasianya!"
"Scar-Neck itu berani," kata Philip.
Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Memang, mata-mata pada umumnya orang yang berani," kata Bill. "Tapi Scar-Neck
sangat jelek wataknya. Di negaranya sendiri pun ia tidak disukai. Orangnya tidak
bisa dipercaya. Bahkan teman karibnya pun, ia tidak segan-segan untuk menipunya!
Yah- apa boleh buat, sekali ini ia berhasil meloloskan diri. Tapi untung saja
"kertas-kertas catatan yang dibuatnya tertinggal semua dalam ruangan bawah
tanah!" "Jadi dengan begitu ia tidak berhasil, Bill?" tanya Philip.
"Siapa tahu, mungkin saja ia mampu mengingat segala perincian yang perlu
diketahui," jawab Bill. "Daya ingatan Scar-Neck terkenal luar biasa baiknya.
Jadi ada saja kemungkinan ia masih bisa merugikan negara
"Ah, mudah-mudahan saja jangan," kata Philip. "Sayang kita tidak berhasil
membekuknya tadi, beserta Si Alis Gondrong. Aku tidak senang melihat tampang
kedua-duanya!" "Penjahat yang tiga orang lagi ini bandit murahan, yang mau disuruh melakukan
apa saja asal dibayar," kata Bill. "Wah aku pasti kena marah nanti, karena
"tidak berhasil meringkus kedua oknum yang merupakan otak komplotan ini. Memang
salahku sendiri kenapa sampai mereka bisa melarikan diri tadi. Seharusnya aku
"sudah bisa menduga, Scar-Neck pasti akan memecahkan lampu minyak supaya ruangan
menjadi gelap-gulita."
Setelah beristirahat sebentar di situ, Bill mulai mencari jalan untuk turun.
Bagaimana caranya, tanpa risiko tersangkut pada kawat berduri yang mungkin ada
arus listriknya" Sedang menyusup ke bawah lewat terowongan yang dibuat oleh
kawanan Scar-Neck, tidak ada yang mau.
Saat itu Bill melihat seseorang sedang berjalan di bawah. Ia memanggil-manggil.
Orang itu mendongak Kelihatannya heran karena melihat begitu banyak orang
berdiri di atas tebing yang curam.
"Siapakah kalian?" seru orang itu.
"Apakah Kolonel Yarmouth ada di situ?" balas Bill. "Aku kenal padanya, dan ingin
bicara dengan dia. Tapi tidak bisa turun, karena ada rintangan pagar kawat
berduri." Tiba-tiba Jack melihat ada kamera yang bagus sekali, di bawah suatu semak.
"Lihatlah," katanya sambil menuding benda itu. "Dengan itu rupanya mereka
memotret mesin rahasia itu! Belum pernah kulihat kamera sebagus itu.
Kelihatannya sama sekali tidak rusak kena hujan, karena kotaknya tahan basah.
Kurasa kamera hadiah Anda padaku tentu sudah rusak sekarang, Bill. Aku
menyembunyikannya dalam semak di atas tebing, tanpa penutup sedikit pun.
Sayang!" "Ya, memang sayang!" kata Bill. "Yah mungkin aku bisa mengusahakan sehingga "kau memperoleh kamera ini sebagai gantinya. Anggap saja imbalan atas jasamu
dalam petualangan ini!"
Mata Jack bersinar gembira. Wah dengan kamera sebagus itu, pasti hebat-hebat
"foto yang akan dibuatnya nanti!
Sementara itu muncul lagi seseorang di bawah, di bagian belakang bangunan utama.
Itulah Kolonel Yarmouth. Ternyata ia berpakaian biasa, tidak dengan pakaian
seragam militer seperti sangkaan Jack.
"Halo, Yarmouth!" saru Bill memanggil orang itu. "Sudah lupa pada saya, ya?"
"Astaga!" Terdengar jelas bahwa Kolonel Yarmouth kaget. "Akan kukirim dengan
segera beberapa anak buahku, untuk membuka jalan turun bagi kalian!"
Dalam waktu singkat serombongan anak buah kolonel itu datang. Mereka membuka
sebagian pagar kawat, yang cepat-cepat dipasang lagi begitu Bill masuk bersama
anak anak serta rombongan bawahannya. Mereka semua berjalan turun sambil
"terpeleset-peleset di lereng yang curam, menuju ke rumah besar.
Sesampai di sana Bill langsung masuk bersama Kolonel Yarmouth, untuk berunding.
Sedang yang lain-lain menunggu dengan sabar di luar. Jack dan Philip merebahkan
diri ke rumput, sambil menguap berkali-kali. Sesaat kemudian keduanya sudah
tidur nyenyak! Beberapa saat kemudian Bill keluar lagi, bersama Kolonel Yarmouth. Bill
menginstruksikan tiga orang dari anak buahnya untuk menggiring para tahanan ke
sebuah ruangan bercat putih, yang dulu kelihatannya merupakan tempat pemerahan
susu. Pintu ruangan itu langsung dikunci dengan gembok.
"Nah; urusan itu sudah beres," kata Bill puas. "Sekarang kita kembali ke Pondok
Musim Bunga. Tapi kita terpaksa mengambil jalan memutar, mengelilingi kaki bukit
lalu naik lagi sampai ke rumah. Soalnya, jalan lain tidak ada."
Jack dan Philip mengeluh; Malas rasanya harus berjalan kaki lagi. Tapi apa boleh
buat. "He, Bill! Bagaimana dengan peta-peta atau kertas-kertas dokumen yang tertinggal
dalam ruangan bawah tanah?" tanya Jack.
Ah itu soal gampang. Salah seorang bawahan Kolonel akan masuk ke sana lewat
"lorong rahasia, kalau air sudah berhenti mengalir nanti," kata Bill. "Sedang
ketiga tahanan kita nanti akan dibawa ke kota, dengan penjagaan ketat."
"Kalau begitu, petualangan kita kali ini sudah berakhir?" kata Philip.
"Masih ada beberapa hal yang perlu diselesaikan," kata Bill. "Misalnya
saja,jejak Scar-Neck serta kawannya harus dilacak! Besar kemungkinannya Scar-
Neck akan mencukur habis janggutnya yang lebat. Tapi jika itu dilakukan, bekas
lukanya akan nampak jelas, kecuali jika ia bisa menutupinya dengan bahan
samaran. Kalau kita berhasil menangkapnya, barulah aku benar-benar puas!
?"O ya, mobil Anda juga masih perlu diambil dari atas lereng," kata Jack. "Kan
ditinggal pada awal bagian tanah longsor."
"Betul juga katamu," kata Bill. "Aduh, mudah-mudahan saja tidak terseret banjir
atau tertimbun tanah l0ngs0r!"
" Aku ingin tahu apa yang terjadi dengan Dinah, Lucy-Ann dan Tassie," kata "Philip. "Mudah-mudahan mereka sudah sampai di rumah sebelum badai. Sudah lama
sekali rasanya berpisah dari mereka!"
Button berlari-lari di depan Philip, sementara mereka bertiga berjalan kembali
ke rumah. Anak rubah itu ikut berjasa dalam petualangan yang baru saja berakhir,
karena dialah yang menunjukkan jalan masuk ke dalam puri tanpa melewati pintu
atau jendela. Setelah berjalan agak lama, akhirnya mereka sampai di jalan yang menuju ke
atas, menuju ke Pondok Musim Bunga.
"Halo! Halo," seru Jack sambil berlari ke arah rumah itu. "Dinah! Lucy-Ann! Kami
sudah kembali! Di mana kalian?"
Bab 31 AKHlR PETUALANGAN Dari arah rumah terdengar jeritan nyaring. Siapa lagi yang berteriak, kalau
bukan Lucy-Ann. Anak itu muncul dari balik pintu, lalu berlari-lari menyongsong
Jack. Nyaris saja Jack terpental jatuh ditubruk adiknya, yang begitu gembira
bertemu lagi dengan abangnya.
"Jack! Kau kembali juga akhirnya! Dan Philip juga! Dari mana saja kalian selama
ini" Kami sudah cemas memikirkan keadaan kalian."
Sementara itu Dinah muncul pula bersama Tassie. Keduanya berseru-seru dengan
gembira. "Kalian tidak apa-apa sewaktu badai" Kami cemas sekali memikirkan kalian! Tassie
tadi naik ke atas bukit. Katanya hampir separuh dari puri ambruk!"
"Kalian tidak apa-apa ketika badai?" tanya Jack, sementara mereka beramai-ramai
masuk ke rumah. "Kami gelisah membayangkan kalian bertiga menuruni bukit dalam
hujan lebat. Atau kalian sudah lebih dulu sampai sebelum badai?"
"Hujan sudah mulai turun dan guruh terdengar bergulung-gulung terus tapi
"untung belum ada kilat menyambar," kata Dinah. "Sesampai di sini, kami sudah
basah kuyup. Ketika turun Tassie tidak memberi kesempatan beristirahat sama
sekali. Berulang kali ia mengatakan, nanti pasti ada tanah longsor lagi. Dan
ternyata ia benar!" "Hebat, Tassie," kata Jack. "Kalian sampai tepat pada waktunya di sini. Wah,
keadaan di puri waktu itu bukan main!"
Ketiga anak perempuan mendengarkan kisah Jack dengan mata terbelalak karena
ngeri. Mereka mengucap syukur, karena tidak ikut mengalaminya!
"Mana Kiki?" tanya Jack kemudian. Ia memandang berkeliling. "Kusangka ia ada di
sini, untuk menyambut kedatanganku."
"Kurasa sebentar lagi pasti muncul," kata Tassie. "Saban kali ia terbang
mencarimu. Tapi selalu kembali lagi ke sini."
Benar juga sepuluh menit kemudian burung kakaktua itu nampak terbang
"menghampiri, sambil mengoceh.
"Sudah berapa kali, berapa kaii, gelap-pengap-kedap, gelap-pengap-kedap, Jack,
Jack, Jack!" Kiki hinggap di atas pundak anak itu, lalu mencubiti telinganya dengan penuh
kasih sayang. Philip cepat-cepat menutupi telinga kirinya yang masih bengkak.
"Jangan berani-berani hinggap di pundakku lalu mencubit telingaku, Kiki,"
katanya. "Rasanya masih sakit!"
Anak-anak perempuan menyiapkan sarapan untuk mereka semua, sambil mengobrol
dengan asyik. Mereka bergembira, karena Jack dan Philip sudah kembali bersama
Bill. "Sekarang bagaimana kalau kita tidur sebentar?" kata Bill pada Jack dan Philip,
setelah semuanya selesai sarapan. "Aku capek sekali!"
Jack sudah nyaris tertidur sambil duduk. Sedang Philip berulang kali menguap.
Kedua anak laki-laki itu pergi ke tempat tidur masing-masing, sedang Bill
berbaring di atas bangku panjang yang terdapat dalam dapur. Sedang anak-anak
perempuan pergi ke kebun, untuk mengobrol di sana.
Cuaca sudah cerah kembali. Sama sekali tidak ada awan di langit. Hawa saat itu
terasa segar. Kepengapan kemarin lenyap setelah badai berlalu.
"He! Ada orang datang," kata Dinah. Dilihatnya tiga orang laki-laki datang
menghampiri. "Mereka anak buah Bill," kata Lucy-Ann.
Ketiga laki-laki itu masuk ke kebun. Tampang mereka nampak serius.
"Mana atasan kami" Kami perlu bicara sebentar," kata seorang dari mereka.
"Bill sedang tidur, lebih baik jangan diganggu dulu," kata Dinah.
"Apa boleh buat, tapi ini urusan penting," kata orang itu berkeras.
"Ada apa sih?" tanya Lucy-Ann. "Mengenai mobilnya barangkali?"
"Betul," jawab orang itu. "Tapi kami ingin menyampaikannya sendiri pada atasan
kami." "Ia ada di dapur," kata Dinah.
Ketiga laki-laki itu lantas masuk ke dapur. Mereka membangunkan Bill. Terdengar
suara mereka menyampaikan berita dengan nada serius. Ketika Bill kemudian
keluar, Dinah dan kedua temannya memandang ke arahnya.
"Ada apa, Bill?" tanya Dinah. "Mobil Anda sudah ditemukan dan ternyata rusak, "barangkali?"
"Mereka memang menemukan mobilku," jawab Bill dengan nada tenang. "Tapi kecuali
itu, ada lainnya yang juga mereka temukan."
"Apa?" tanya Dinah, Tassie dan Lucy-Ann serempak.
"Rupanya Scar-Neck berhasil melewati tanah longsor dengan selamat beserta
kawannya, lalu keduanya menemukan mobilku," kata Bill. "Mereka hendak melarikan
diri dengan mobilku itu. Tapi pada saat sedang memutarnya, banjir datang dan
mengakibatkan tanah longsor lagi!"
"Astaga! Lalu bagaimana" Matikah mereka?" tanya Dinah sambil mendekap mulutnya
karena ngeri. "Ya, kurasa begitu," kata Bill. "Kami belum tahu pasti. Pokoknya mobilku
terseret tanah longsor, lalu jatuh ke dalam jurang dan terbalik. Sedang Scar-
Neck serta kawannya masih ada di dalamnya."
"Tidak bisa dikeluarkan?" tanya Dinah cemas.
"Pintu macet," kata Bill. "Kalian punya tali yang cukup kokoh di sini" Kalau
ada, kami hendak berusaha menarik mobil supaya tegak kembali. Setelah itu kami
coba membuka atapnya, dan mengeluarkan kedua orang itu lewat atap."
Dinah mengambil kabel kawat dari gudang, lalu menyerahkannya pada Bill. Ketika
bawahannya berangkat bersama Bill, anak perempuan tidak ada yang minta
diperbolehkan ikut Mereka tidak ingin melihat kejadian mengerikan itu. Biar
Scar-Neck serta kawannya penjahat, tapi kasihan juga kalau mereka benar-benar
tewas dengan cara yang begitu seram.
Begitu Jack dan Philip bangun, dengan segera ketiga anak perempuan lari
menghampiri untuk menceritakan kabar itu.
"Astaga!' kata Jack. "Bayangkan padahal mungkin keduanya merasa bernasib "mujur, ketika menemukan mobil itu di lereng bukit. Mereka pasti tak menduga
bahwa itu malah membawa bencana akhirnya!"
Beberapa jam kemudian Bill kembali. Anak-anak bergegas menyongsongnya. Mereka
melihat Bill tersenyum. "Keduanya ternyata masih hidup, katanya. "Tapi Scar-Neck pingsan. Cederanya
"cukup parah, ditambah gegar otak. Sedang kawannya patah kakinya. Tapi sudah
siuman kembali. "Jadi akhirnya Anda berhasil juga membekuk mereka, kata Philip. "Hebat, Bill!"
?"Lalu bagaimana dengan mobil Anda," tanya Dinah.
"Rusak berat," kata Bill. 'Tapi tidak mengapa, karena kurasa aku pasti mendapat
ganti yang baru, apabila atasanku mengetahui bahwa aku berhasil membekuk Scar-
Neck beserta kawanannya. Bayangkan takkan mungkin aku bisa mengetahui rahasia
"mereka, kalau bukan karena kalian!"
"Ya, tapi kami pun pasti repot, apabila Anda tidak muncul," kata Jack. "Wah, apa
kata Bibi Allie nanti setelah kembali, dan mendengar apa yang terjadi selama ia
pergi!" "Ia pasti mengatakan, kita tidak bisa ditinggal barang sehari saja, langsung
terlibat dalam kesulitan," kata Philip sambil nyengir. "Mana kedua penjahat itu,
Bill?" "Tom tadi kusuruh ke desa untuk meminta bantuan," kata Bill. "Lalu datang
beberapa orang membawa tandu, disertai seorang dokter. Jadi kurasa Scar-Neck
serta kawannya saat ini tentunya sudah dalam perjalanan ke rumah sakit. Scar-
Neck pasti kaget jika siuman lagi nanti, karena tahu-tahu ia sudah terkapar di
tempat tidur, dijaga seorang polisi bertubuh tegap!"
Kita berjalan-jalan sebentar yuk," kata Jack mengajak Bill, kepingin melihat
"apa yang terjadi di puri!"
"Baiklah," jawab Bill. Mereka lantas berangkat bersama-sama, menuju ke puri.
Tapi mereka tidak bisa terlalu dekat, karena banyak sekali bagian jalan yang
longsor pada malam badai kemarin.
Seluruh lereng nampak kacau-balau. Batu-batu besar bertonjolan di mana-mana, di
tengah lumpur, pohon-pohon yang tercabut sampai ke akarnya, serta air yang masih
terus membanjir dari atas.
"Hih, seram," kata Lucy-Ann sambil bergidik. Kemudian ia mendongak, memandang ke
arah puri yang letaknya lebih tinggi di bukit. "Kelihatannya lain dari kemarin.
Ada sesuatu yang berubah. Yuk, kita naik lebih tinggi lagi untuk melihatnya."
Mereka mendaki lagi, melewati jalan kelinci yang biasa mereka lalui. Mereka
memandang sambil melongo, ketika sudah sampai cukup dekat ke puri.
"Kedua menaranya tidak ada lagi, begitu pula sebagian besar dari temboknya,"
kata Lucy-Ann. "Sekarang kita bisa langsung masuk ke halaman dalam, lewat
tumpukan batu-batu itu. Wah, pasti bunyinya gegap gempita, ketika tembok dan
menara itu runtuh!" "Dan lihatlah bangunan purinya sendiri bagian tengahnya ambruk. Kini tinggal "kerangkanya saja yang masih ada," kata Jack.
"Bagian yang runtuh itu yang rupanya menimpa lantai serambi," kata Philip.
"Pantas batu besar itu tidak bisa digeser, Bill."
Bill diam saja. Dalam hati ia membayangkan, betapa nyaris mereka celaka malam
itu. Untung mereka berada dalam ruangan bawah tanah yang aman!
"Tamat riwayat kameraku, serta barang-barang kami yang lain," kata Jack.
"Semuanya pasti akan kuganti," kata Bill. Karena ia berhasil menangkap Scar-
Neck, rasanya begitu gembira sehingga mau menjanjikan apa saja saat itu!
"Kecuali itu kalian semua akan menerima hadiah dari ku, karena memberi
kesempatan padaku untuk ikut mengalami petualangan seru ini!
"Untukku juga" tanya Tassie dengan segera.
?"Ya tentu saja," kata Bill sambil tersenyum ramah. "Kau mau minta apa"
?"Tiga pasang sepatu semua untukku sendiri kata Tassie dengan serius. Anak-anak
tertawa. Mereka tahu, Tassie meminta sepatu bukan untuk dipakai, tapi untuk
dikagumi. Anak itu kadang-kadang kocak tingkah lakunya!
?"Yuk, kita kembali saja, kata Lucy-Ann. "Aku tidak mau melihat reruntuhan puri
"ini lagi. ?"Aku juga tidak," kata Dinah. "Tapi aku lebih senang pun ini berupa reruntuhan
yang bisa dimasuki seuap orang yang ingin melihat-lihat, dari pada merupakan
puri utuh yang didiami laki-laki tua yang jahat, atau mata-mata kayak Scar-Neck.
Aku lebih senang melihat keadaannya kayak sekarang ini. Tidak ada lagi ruangan
yang gelap dan pengap! Gelap pengap, kedap! oceh Kiki dengan gembira. Hidup gelap-pengap-kedap!
" " " ?"Kau keliru, Kiki kata Jack. "Mestinya kau mengatakan, Hidup Puri Rajawali!
" "Anak-anak kembali ke rumah, meninggalkan puri kuno yang kini hanya tinggal
bekas-bekasnya. T A M A T Gudang Download Ebook: www.zheraf.net
http://zheraf.wapamp.com Pengelana Rimba Persilatan 14 Pendekar Slebor 64 Pedang Buntung Pendekar Muka Buruk 13