Pencarian

Petualangan Dipuri Rajawali 2

Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali Bagian 2


halaman," kata Jack bersemangat. "Tempat itu cocok sekali karena mirip tebing
yang kasar. Kita melihat ke sana yuk?"
"Kau yakin tidak berbahaya?" kata Philip agak sangsi. Kedua rajawali itu besar
"sekali dan aku pernah mendengar cerita tentang rajawali yang menyerang
"manusia." "Memang betul," kata Jack. "Yah nanti kalau mereka sudah pergi lagi, aku akan
?"melihat sebentar ke sana. Tapi kita turun saja sekarang, sambil melihat-lihat
keadaan puri. Sini, Kiki!"
Kiki hinggap ke pundaknya, lalu menggigit-gigit cuping telinga Jack dengan pelan
sambil mengoceh. Anak-anak bangkit, lalu menuruni tangga batu, mula-mula yang
sempit dan kemudian tangga putar.
Kedua ruangan di sebelah atas dan bawah menara kosong sama sekali. Di pojok-
pojok bergantungan sarang laba-laba. Lantai berlapis debu tebal, kecuali di
bagian-bagian yang tertiup angin.
"Bagaimana cara kita turun ke halaman dalam?" kata Philip. "Kurasa kita harus
kembali dulu dengan menyusur tembok, lalu masuk ke dalam bangunan utama puri.
Mestinya di satu tempat ada tangga menuju ke ruangan-ruangan bawah."
Mereka kembali melewati jalan tadi, lalu sampai di bangunan utama puri. Ruangan
demi ruangan mereka masuki. Semuanya kosong, tak ada isinya sama sekali.
Akhirnya mereka sampai di sebuah tangga batu yang lebar, yang menuju ke bawah.
Tangga itu mereka lalui, sampai di sebuah serambi yang luas. Serambi itu gelap.
Tiba-tiba Philip merasa ada sesuatu menubruk kakinya. Anak itu terlompat
ketakutan, sambil berseru. Anak-anak yang lain tertegun, tidak berani berkutik
"Ada apa?" bisik Lucy-Ann.
Ternyata yang menubruk itu Button.
"Bagaimana caranya bisa masuk ke sini!" kata Philip dengan heran. Dijunjungnya
anak rubah itu. Ah, rupanya ia menemukan sebuah lubang, dan lewat lubang itu ia"menyusup ke sini untuk mencari kita. Kau hebat, Button! Tapi aku tadi kaget
setengah mati, karena kau tiba-tiba menubrukku!"
Sambil melolong. pelan, Button meringkuk sambil merapatkan diri ke dada Philip.
Kiki menyuruhnya menutup pintu. Hanya burung kakaktua saja yang tidak senang
melihat Button muncul. "Sekarang kita ke halaman dalam dan melihat-lihat sebentar di situ," kata Jack.
"Tapi hati-hati, jangan sampai diserang rajawali!"
Bab 9 SARANG RAJAWALI Anak anak berjalan dengan hati-hati, menyusur halaman luas yang penuh dengan
"semak itu. Tempat itu sudah kelihatan liar sekali, karena tidak terawat. Tapi
anak-anak bisa membayangkan betapa keadaannya pada jaman dulu. Halaman luas
dengan ubin batu yang besar-besar. Batu-batu itu diambil dari lereng bukit situ.
Di ujung halaman nampak bongkah-bongkah batu yang merupakan tebing bukit itu
sendiri. "Di tempat begitulah kurasa letak sarang rajawali," kata Jack, sementara mereka
berjalan terus. "Tolong panggulkan Kiki untukku, Tassie dan juga jangan sampai
"pergi. Saat ini aku tidak mau diganggu keisengannya."
Dengan bangga Tassie mengambil Kiki. Ia tetap berdiri sementara anak-anak yang
lain pergi menuju sebongkah batu yang menjulang tinggi, di sana-sini ditumbuhi
semak padang. Batu itu terletak di ujung halaman dalam. Lucy-Ann sebenarnya agak
enggan mendekati tempat rajawali bersarang. Tapi ia juga tidak mau ditinggal. la
ingin selalu berada di dekat Jack.
"Kau dan Dinah, kalian menunggu saja di kaki batu ini," kata Jack. "Aku akan
memanjat ke atas, bersama Philip. Kurasa rajawali itu takkan menyerang kita,
Philip. Tapi walau begitu, kita perlu berhati hati."
"Baru saja Philip dan Jack mulai memanjat, tahu-tahu terdengar suara serak
melengking tinggi. Keduanya berhenti dan saling berpegangan, karena takut.
Button cepat-cepat lari ke sebuah liang kelinci dan bersembunyi di situ. Hanya
Kiki saja yang kelihatannya tidak takut.
Tassie langsung menyangka yang menjerit itu pasti salah seorang tawanan laki-
laki jahat pemilik puri itu. Mungkin tawanan itu belum mati, dan masih terkurung
di salah satu tempat tersembunyi. Anak-anak yang lain tidak sebodoh Tassie. Tapi
walau begitu bulu roma mereka tetap merinding, mendengar teriakan menyeramkan
itu. "Suara apa itu tadi, Jack"'" bisik Lucy-Ann. "Cepat, turunlah kembali. Jangan
naik ke atas. Teriakan itu kedengarannya seperti datang dari arah sana."
Saat itu terdengar kembali teriakan yang sama. Bunyinya aneh nyaring seperti "dengkingan. Kiki mendehem-dehem, siap untuk menirukan. Suara itu asyik sekali
kalau bisa ditirukannya! Ternyata Kiki berhasil, sehingga anak-anak terlompat lagi. Tassie nyaris saja
terjungkir, karena ketika berteriak Kiki masih bertengger di atas pundaknya.
"Burung nakal! Bandel!" umpat Jack dengan suara pelan. Kiki menatapnya, lalu
kembali menirukan suara itu. Tapi saat itu pula muncul seekor rajawali yang
besar. Rupanya burung itu tadi hinggap di atas batu yang hendak dipanjat oleh
Jack dan Philip. Burung itu membubung tinggi, sambil memandang ke bawah dengan
heran. Ia ingin melihat, siapa yang tadi berteriak.
Lalu ia sendiri menjerit.
"Astaga! Rupanya yang menjerit tadi rajawali itu!" kata Jack dengan perasaan
lega. "Kenapa tak terpikir olehku" Tapi aku belum pernah mendengar bunyi
rajawali berteriak. Kalau begitu, sarangnya mesti ada di atas situ. Yuk,
Philip!" Rajawali itu tidak menukik ke bawah, tapi melayang-layang terus di atas kepala
kedua anak sambil memandang mereka. Tapi perhatiannya tertatap pada Kiki. Dan
burung iseng itu berteriak karena asyik bisa menemukan bunyi baru yang menarik.
Rajawali itu menjawab teriakannya, lalu terbang merendah. Kiki menyongsongnya ke
atas. Kelihatannya kecil sekali, dibandingkan dengan rajawali yang bertubuh
besar. Anak-anak bisa melihat dengan jelas bulu panjang berwarna kuning keemasan
di tengkuknya, berkilauan kena sinar matahari.
"Itu memang rajawali emas," kata Lucy-Ann. "Ternyata Jack benar! Lihatlah
bulunya yang kemilau seperti emas. Aduh mudah-mudahan saja ia tidak datang
"lebih rendah lagi."
Anak-anak semua memperhatikan Kiki serta rajawali itu. Burung-burung kalau
berhadapan dengan kakaktua itu biasanya bingung atau takut, atau marah. Tapi
rajawali itu sama sekali tidak demikian. Kelihatannya sangat tertarik. Seakan-
akan heran, apa sebabnya burung kecil aneh yang sama sekali tidak menyerupai
rajawali, suaranya bisa persis seperti rajawali!
Kiki asyik sendiri. Ia terbang mengeliling rajawali sambil berteriak-teriak
menirukannya. Tapi tiba-tiba ia menyuruh rajawali itu membersihkan hidung.
Burung besar itu agak kaget ketika tahu-tahu terdengar suara manusia. Tapi ia
masih tetap memperhatikan Kiki dengan penuh minat. Kemudian ia membubung, lalu
hinggap di atas sebongkah batu besar di tebing. ia memandang ke bawah dengan
sikap anggun, tanpa mengacuhkan anak-anak sama sekali.
"Hebat sekali dia, ya!" kata Jack terkagum-kagum. "Bayangkan, kita berhasil
melihat rajawali dari jarak sedekat ini. Lihatlah pandangannya yang tajam itu!
Aku tidak heran, bahwa dia disebut raja semua burung."
Rajawali itu benar-benar mengagumkan, dengan sikapnya yang gagah. Bulunya
cokelat tua, kecuali bagian tengkuk yang keemasan. Kakinya terbalut bulu semua,
nyaris sampai ke cakar. Burung itu menatap Kiki tanpa berkedip.
"Yang satu lagi datang!" kata Lucy-Ann tiba-tiba dengan suara pelan. Anak-anak
melihat rajawali yang kedua menjulang terbang dari celah tebing. Rupanya ia
ingin melihat apa yang sedang diperhatikan kawannya. Burung yang kedua itu
membubung tinggi, dengan cakar terbentang seperti jari-jari yang hendak
mencengkeram. Ia terbang dengan ujung sayap tertekuk ke atas. Kemudian dengan
tiba-tiba saja rajawali pertama bosan memperhatikan Kiki. Dikepak-kepakkannya
sayap, lalu terbang menyusul kawannya.
"Rajawali yang pertama jantan, sedang yang kedua betina," kata Jack
Dari mana kau mengetahuinya?" tanya Dinah dengan nada tidak percaya. Soalnya, "ia sendiri tidak melihat perbedaan antara keduanya.
Burung yang kedua lebih besar," kata Jack Menjelaskan. "Rajawali emas betina
"selalu lebih besar dari yang jantan. Bentangan sayapnya juga lebih lebar. Aduh,
asyik sekali rasanya."
Kau tadi seharusnya memotret, ketika rajawali itu duduk di atas batu," kata
"Philip. Jack mengumpat kesal.
"Sialan, aku begitu tertarik memperhatikan mereka, sampai melupakan kameraku.
Padahal bagus-bagus foto yang bisa kuambil tadi!"
Sementara itu kedua rajawali sudah terbang begitu tinggi, sehingga kelihatannya
tinggal berupa dua bintik kecil.
"Sementara mereka ada di atas, ada kesempatan baik bagi kita untuk mencari
sarang mereka di tebing terjal ini," kata Jack. "Aneh, mereka kelihatannya sama
sekali tidak takut pada kita. Kurasa mereka jarang melihat manusia dari dekat,
karena hidupnya selalu di atas puncak bukit ini."
"Apa yang terjadi dengan Button?" kata Philip cemas. "Tadi kulihat ia menyusup
masuk ke dalam liang kelinci itu. Tapi sampai sekarang belum keluar lagi."
"Mungkin sedang menakut-nakuti keluarga kelinci yang tinggal di situ!" kata
Jack. "Ah, nanti akan dia keluar juga! Aku tidak heran bahwa ia langsung
menghilang ke dalam liang itu, ketika terdengar teriakan tadi. Aku pun, kalau
bisa pasti ikut menyusui ke situ! Habis, seram sih kedengarannya!"
Kedua anak itu meneruskan pendakian. Tebing itu terjal, jadi agak sulit juga
mereka memanjat. Puncak tebing itu tingginya hampir sama dengan puncak menara.
Jack menemukan sarang yang dicari di sisi barat, tersembunyi dalam lekukan
kecil. "Lihat!" serunya, "Lihatlah! Kau pernah melihat sarang sebesar itu, Philip!
Dasarnya mungkin hampir dua meter!"
Kedua anak itu mengamat-amati sarang yang dibangun di landasan batu yang cukup
lebar. Tingginya sekitar setengah meter, terbuat dari dahan kayu yang kecil
serta ranting-ranting, dan . diisi dengan semak padang. Garis tengah bagian
dalam sarang ukurannya kira-kira setengah meter pula. Kelihatannya empuk, karena
dilapisi lumut, rumput serta semak semak kecil. .
?"Di dalamnya ada anak rajawali!" kata Jack senang. "Sudah agak besar. Umurnya
pasti sudah lebih dari tiga bulan. Sebentar lagi sudah harus belajar terbang!"
Anak burung itu meringkuk dalam sarang, ketika terdengar suara Jack. Kalau
dilihat dari ukuran tubuhnya, menurut Philip takkan mungkin dikira burung itu
masih anak-anak. Tapi Jack yang lebih berpengalaman langsung melihat bulu-bulu
halus berwarna putih pangkalnya, tanda itu burung yang masih muda.
Kiki yang selalu ingin tahu, terbang menghampiri sarang itu sambil menjerit
seperti suara rajawali. Anak burung yang di dalam sarang mendongak. la mengenali
suara yang terdengar. Tapi yang menyuarakannya seekor burung yang belum pernah
dilihatnya. Aneh! "Cepat, kameramu!" bisik Philip. Jack mulai mengatur lensa dengan gerak cekatan.
"Cepatlah sedikit, induknya datang lagi," bisik Philip. Jack memandang sebentar
ke atas. Ternyata kedua rajawali tadi terbang merendah kembali, karena melihat
kedua anak laki-laki itu berada di dekat sarang mereka.
Jack cepat-cepat menjepretkan kameranya. Ternyata tepat pada waktunya, karena
saat berikut Kiki terbang lagi menyongsong kedua rajawali yang datang, sambil
berteriak-teriak seperti mereka.
"Kita turun saja sekarang," kata Philip. Ia agak cemas, karena kedua rajawali
dewasa itu kelihatannya galak-galak. "Wah, coba kita bisa mengambil foto anak
rajawali ini, pada saat sedang belajar terbang. Kelihatannya ia akan
melakukannya dalam hari-hari ini juga."
Jack dan Philip bergegas turun, karena kedua rajawali melayang-layang di atas
kepala mereka. "Bagaimana, kau berhasil memotret?" tanya Lucy-Ann bersemangat. Jack mengangguk
dengan gembira. "Tapi aku harus ke atas lagi nanti," katanya. "Siapa tahu, barangkali aku bisa
berhasil mengambil foto rajawali yang lebih dekat daripada siapa pun! Bayangkan!
Kalau kemudian kujual, aku pasti akan mendapat banyak uang dan foto-fotoku "akan dimuat di berbagai majalah bergambar."
"Aduh, Jack! Kalau begitu kau harus membuat foto lebih banyak lagi," kata Lucy-
Ann dengan mata bersinar-sinar.
"Kalau ingin membuat foto-foto yang bagus, aku harus sering ada di atas! Kalau
bisa bahkan tinggal di situ selama beberapa waktu," kata Jack. Kalau hanya
"sekali-sekali saja datang, takkan ada gunanya. Coba aku bisa tinggal beberapa
hari di sini!" "Kenapa tidak bisa, jika kau mau," kata Philip. "Kurasa Ibu pasti mau
mengizinkan, jika kau ceritakan padanya tentang sarang rajawali yang di atas
itu. Kau aman di atas, dan kami akan mengantarkan makanan untukmu selama kau di
sini." "Kenapa tidak kita semua saja tinggal di sini selama beberapa hari?" kata Lucy-
Ann. Ia tidak ingin lama-lama terpisah dari abangnya. "Bisa saja, kan?"
"Yah, bisa sih bisa saja tapi masa ibuku ditinggal sendiri di bawah," kata
"Philip. "Kasihan dia!"
Ah ya tentu saja, tak terpikir tadi olehku," kata Lucy-Ann. Mukanya merah,
" "karena malu.
"Walau begitu, aku kan bisa saja datang sendiri ke sini untuk beberapa hari,"
kata Jack. Semakin dipikirkan, semakin tertarik rasanya pada gagasan itu. "Aku
akan membuat tempat persembunyian, lalu..;"
"Tempat persembunyian" Untuk apa?" kata Tassie, yang baru saat itu ikut
berbicara. "Untuk apa untukku bersembunyi tentunya, bersama kameraku ini," kata Jack
"tidak sabaran. "Lalu apabila rajawali itu sudah terbiasa bahwa aku ada di dekat
mereka, aku akan bisa membuat foto mereka sebanyak yang kuingini tapi tanpa
"keluar sehingga mereka mengambil sikap waspada. Tempat persembunyian itu bisa
kubuat di salah satu tempat di sisi tebing ini, dari mana aku bisa melihat
sarang dengan jelas. Wah, mungkin aku berhasil membuat serangkaian foto yang
menunjukkan anak rajawali sedang belajar terbang!"
"Kalau begitu kita tanyakan saja pada ibu, apakah kau boleh tinggal di atas sini
selama beberapa hari." kata Philip. "Aku sebetulnya kepingin ikut, tapi kurasa
seorang anak laki-laki harus ada di rumah, untuk membantu mengambil kayu bakar
dan melakukan tugas-tugas lain semacam itu.?"Itu kan bisa saja aku yang melakukan," kata Dinah. Ia sudah senang saja, jika
kodok yang menjijikkan baginya itu tidak ada di dekatnya selama beberapa hari.
"Jangan," kata Philip. "Jack kan bisa ditemani Kiki di sini, dan kita nanti
mendatanginya setiap hari. Sekarang kita lanjutkan saja melihat-lihat bagian
bawah puri. Yuk!" Mereka kembali melintasi halaman dalam, lalu masuk ke dalam puri yang sebelah
bawah. Mereka menduga akan melihat ruangan-ruangan besar tapi kosong, seperti
yang sudah dijumpai di tingkat atas.
Tapi ternyata dugaan mereka meleset sama sekali!
Bab 10 TEMUAN YANG MENGAGET KAN Mereka melewati ambang pintu yang besar, lalu berjalan menyusur serambi gelap
itu. Langkah kaki menggema di dalamnya. Di luar terdengar kembali teriakan-
teriakan kedua rajawali. "Kurasa teriakan burung-burung itulah yang didengar orang-orang desa sejak
bertahun-tahun," kata Jack. Ia menuju ke sebuah pintu yang kokoh, di ujung
serambi. Dibukanya pintu itu lalu tertegun karena heran!
"Ternyata ruangan yang ada di belakang pintu tidak kosong. Tampak berbagai jenis
perabot yang sudah tua di situ menunjukkan bahwa dulu itu merupakan ruang duduk.
Anak anak tidak mengerti, apa sebabnya perabot itu ditinggalkan di situ!
"Mereka berdiri membisu, sambil memandang ke dalam ruangan tua yang terlupakan
itu. Aneh rasanya melihat kamar yang sunyi senyap berbau pengap, yang diterangi
sinar matahari yang masuk lewat empat jendela sempit dan sebuah jendela yang
lebar. Cahayanya menimpa lapisan debu yang menutupi sofa-sofa serta meja besar,
menerangi sarang labah-labah yang banyak sekali di situ. `
Dinah bergidik. la tidak ikut, ketika anak-anak yang lain meneruskan langkah,
masuk ke dalam kamar sambil berjingkat-jingkat dan berbisik-bisik. Lucy-Ann
menepuk sebuah kursi. Seketika itu juga debu berhamburan, sampai anak itu
terbatuk-batuk. Philip menarik selubung sebuah sofa. Selubung itu langsung
hancur berantakan. Ternyata sudah rapuh sekali!
"Hii, kamar tua ini aneh rasanya," kata Philip."Aku di sini merasa seperti
kembali ke abad silam. Waktu seolah-olah terhenti dalam ruangan ini. Tapi aku
kepingin tahu, apa sebabnya kamar ini dibiarkan tetap seperti begini."
Mereka berpindah, masuk ke ruangan berikutnya, yang ternyata kosong. Tapi kamar
ketiga yang mereka masuki masih diperlengkapi dengan perabotan. Ruangan ini
ukurannya lebih kecil, dan kelihatannya dulu merupakan kamar makan. Di situ pun
nampak sarang labah-labah di mana mana, bergantungan dari langit-langit Di situ
"ada sebuah lemari besar. Ketika anak-anak membuka salah satu pintunya, nampak
perlengkapan makan terbuat dari porselen dan perak Tapi barang-barang yang
terbuat dari perak sudah berkarat, sehingga tidak kelihatan lagi aslinya.
"Makin lama makin aneh," kata Lucy-Ann. "Apa sebabnya kamar-kamar ini dibiarkan
tetap seperti semula?"
"Kurasa laki-laki jahat yang diceritakan Tassie pada kita itu dulu hanya
menempati beberapa ruangan saja, yaitu kamar-kamar ini," kata Jack. "Mungkin
kemudian ia pergi pada suatu hari, dengan maksud akan kembali lagi ke sini. Tapi
ternyata tidak pernah kembali! Sedang orang-orang tidak ada yang berani kemari.
Mungkin pula sama sekali tidak ada yang tahu bahwa ruangan-ruangan ini masih


Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lengkap perabotnya. Aneh!"
Button si rubah cilik ikut memeriksa ruangan sambil mengendus-endus. Berulang
kali ia bersin, karena ada debu masuk ke hidung dan tenggorokkan. Kiki
kelihatannya merasa tidak enak berada di situ. Burung yang biasanya selalu
mengoceh itu membisu dalam seribu bahasa. Ia tetap bertengger di atas pundak
Jack. Kemudian mereka sampai di dapur. Ruangan itu sangat luas, dengan tempat masak
yang besar di bagian belakang. Di situ masih ada panci-panci serta sebuah tempat
memasak air. Semua terbuat dari besi. Philip mencoba mengangkat sebuah panci,
tqpi tidak bisa karena berat sekali.
"Juru masak jaman dulu mestinya kuat sekali lengannya," katanya. "Lihatlah itu"kan pompa air, yang di dekat tempat cuci" Kurasa air di tempat ini harus dipompa
ke atas dulu." Mereka menghampiri tempat cuci. Mereka memperhatikan pompa model kuno yang
bertangkai. Tangkai itu harus digerakkan naik turun, supaya air yang ada dalam
sumur di bawah tertarik dan naik ke atas.
Philip memandang pompa dengan sikap heran. Perhatiannya tertuju pada genangan
air di lantai, tepat di bawah corong pompa.
"Ada apa, Philip?" tanya Jack
"Ah, tidak apa-apa! Aku cuma heran, dari mana datangnya genangan air itu?" kata
Philip. "Kelihatannya masih baru, karena kalau sudah lama pasti sekarang tidak
kelihatan lagi." Jack mendongak. Dikiranya pasti ada atap yang bocor. Tapi ternyata tidak!
Perhatiannya kembali ke genangan air. Sekarang ia ikut merasa heran.
"Coba kita gerakkan pompa ini, untuk memeriksa apakah airnya keluar atau tidak,"
katanya. Tangannya terulur, hendak memegang tangkai pompa. "Mungkin juga pompa
ini sudah rusak." Sebelum sempat memegang tangkai, tangannya sudah ditepiskan oleh Philip. Jack
memandangnya dengan heran.
"Coba kaulihat, Bintik," kata Philip. Keningnya berkerut, seperti sedang
bingung. "Tangkai pompa ini bersih, tidak diselimuti debu seperti barang barang
"lainnya yang ada di sini. Kelihatan licin pada bagian yang selalu dipegang pada
saat memompa." Dinah merasa tubuhnya merinding karena seram. Apakah maksud Philip sebenarnya"
Siapakah yang memompa air ke atas, dalam puri yang sudah diketahui tidak ada
penghuninya" Semua menatap tangkai pompa itu. Kata-kata Philip memang benar. Button meminum
air yang tergenang di lantai batu. Anak rubah itu merasa haus.
"Tunggu, Button akan kupompakan air segar untukmu," kata Philip. Ia memompa
"beberapa kali. Air yang jernih dan segar mengucur ke tempat cuci. Sebagian
memercik ke lantai di tempat yang sudah digenangi air.
"Rupanya genangan itu terjadi karena percikkan dari tempat cuci," kata Jack
yang memperhatikan dengan seksama. "Tapi itu berarti ada orang memompa air di
sini, belum lama berselang."
Mata Tassie langsung terbelalak la ketakutan.
"Lelaki jahat itu masih ada di sini!" katanya. Ia menoleh ke belakang, seakan-
akan mengira orang itu akan masuk ke dapur.
"Jangan konyol, Tassie," tukas Philip. "Orang itu kan sudah lama mati. Mungkin
kau tahu, ada orang desa yang pernah datang ke sini?"
"Wah, tidak! Tidak ada!" kata Tassie. "Semua takut pada puri ini. Kata mereka,
tempat ini angker." Anak-anak memang merasa agak aneh di tempat suram itu. Mereka ingin berada
kembali di luar, di tempat terang. Tiba-tiba mereka dikagetkan oleh Kiki, karena
tahu-tahu burung itu mengerang. Bunyinya seram!
"Aduh, jangan begitu, Kiki!" kata Jack dengan jengkel. "Bagaimana pendapatmu
tentang hal ini, Philip" Siapakah yang memompa di sini" Mungkinkah saat ini ada
orang lain di puri?"
Kita kan tidak melihat tanda-tanda bahwa di sini ada orang," jawab Philip. ?"Lagi pula, untuk apa ada orang ke sini" Di sini kan tidak ada apa-apa. makanan
juga tidak ada! Kurasa ada seseorang iseng ke sini untuk melihat-lihat, lalu
mengambil air untuk minum dari sumur ini."
Kedengarannya keterangan itu masuk akal.
"Tapi bagaimana caranya masuk?" tanya Dinah setelah beberapa saat berpikir.
Nah! "Mestinya ada jalan lain," kata Jack.
"Tidak ada," jawab Tassie. "Aku tahu pasti, karena aku sudah memeriksa
sekeliling puri ini. Tidak ada jalan masuk ke sini, kecuali lewat jalan yang
kita lalui tadi," " Ah, mesti ada," kata Philip singkat. Ia tidak mau melanjutkan persoalan itu,
"karena merasa saat itu sudah waktunya mereka makan sore. "Yuk, kita makan di
luar. Perutku sudah keroncongan sedari tadi."
Anak-anak ke luar lagi, menuju halaman yang cerah. Angin bertiup pelan di situ,
karena tempatnya terkurung dinding yang tinggi. Mereka duduk, sementara Dinah
membuka bungkusan bekal makan sore. Makanan masih banyak, cukup untuk semua.
Tapi limun sudah habis terminum siang itu.
"Aduh, aku haus sekali! Takkan bisa makan, kalau sebelumnya tidak minum dulu,"
keluh Lucy-Ann. Anak anak yang lain juga merasa haus. Tapi tidak seorang pun mau masuk kembali
"ke dapur besar yang sunyi dan gelap, untuk mengambil air minum di situ.
Ah, aku tahu kita periksa apakah mata air sungai yang mengalir di belakang
" "rumah ada di sekitar sini," kata Philip. "Katanya, sumbernya kan ada di halaman
dalam puri! Mestinya tempat itu di ujung halaman."
Ia pergi ke tempat itu, diikuti oleh Button. Dan Button yang kemudian menemukan
mata air itu yang memancar ke luar dekat dinding, tidak jauh dari kaki menara di
mana mereka tadi makan siang. Mata air itu tidak besar, tapi airnya jernih dan
sejuk. Button minum sepuas-puasnya. Philip mengisi kedua mangkuk yang dibawanya.
Ia memanggil Jack, menyuruhnya membawa mangkuk-mangkuk lainnya. Jack datang
bersama Tassie, lalu mengisi mangkuk yang mereka bawa. Sementara itu Jack
memperhatikan air yang menggelembung-gelembung keluar dari lubang, lalu
menghilang lagi ke dalam semacam liang yang menembus dasar menara.
"Kelihatannya dari sini air mengalir di bawah menara, lalu muncul lagi di
permukaan lereng agak di sebelah bawah," pikir Jack.
Anak-anak menikmati air yang sejuk itu. Selesai makan mereka berbaring baring "sambil memperhatikan kedua rajawali yang sudah terbang tinggi lagi di atas
mereka. "Hari ini sangat mengasyikkan," kata Philip dengan perasaan malas. "Bagaimana
perasaanmu jika tinggal beberapa hari di sini, Jack" Apakah tidak kesepian
nanti?" "Kan ada Kiki, serta kedua rajawali itu, kata Jack. "Belum lagi kelinci yang
"banyak berkeliaran di sini!"
"Kalau aku, aku tidak mau tinggal sendiri di sini sekarang," kata Dinah. "Seram
rasanya, selama belum tahu siapa sebenarnya yang memompa air itu!"
Ah, itu kan cerita kuno," tukas Philip. "Melihat buntut cacing merayap keluar
"dari lubang saja, kau sudah merasa seram. Bagimu, kurasa hidup ini penuh dengan
berbagai hal yang menyeramkan! Cobalah kau membiasakan diri dan membiarkan kodok
meloncat-loncat di atas tubuhmu, atau mengantongi landak, atau beberapa kumbang
pasti dengan segera kau takkan merasa seram lagi!"
?"Sudah, sudah!" kata Dinah. la bergidik, membayangkan ada kumbang merayapi
tubuhnya. "Kau memang anak jahat! Tapi kau kan tidak benar-benar bermaksud
hendak tinggal sendiri di sini, Jack?"
"Kenapa tidak?" jawab Jack sambil tertawa. "Aku tidak takut. Kurasa Philip tadi
benar, ketika mengatakan bahwa yang menumpahkan air itu seseorang yang ingin
melihat-lihat di dalam puri. Kenapa tidak mungkin" Bukankah kita pun ingin tahu,
lalu mencari jalan masuk ke sini."
"Ya, tapi orang itu masuknya lewat mana?" tanya Dinah berkeras.
?"Melalui jalan yang dilewati Button, mungkin,"kata Philip.
Dinah menatap abangnya. "Lalu Button tadi masuk lewat mana?" katanya. 'Kalau kita berhasil
" "mengetahuinya, tidak perlu lagi kita repot-repot meniti papan."
Ah, kurasa masuk liang kelinci di luar, lalu keluar lewat lubang kelinci lagi
"di sini," kata Philip. Ia menanggapi pertanyaan Dinah dengan main-main. Dinah
langsung marah. "Kalau ngomong jangan seenaknya!" tukas anak itu. "Kalau Button memang bisa
"tapi manusia, tidak mungkin!"
"Astaga - kenapa tak terpikir olehku tadi?" kata Philip dengan nada menggoda.
Dinah membungkuk. Diambilnya tanah segenggam, lalu dilemparkannya ke arah
Philip. "Aduh! Mataku kemasukan tanah!" seru Jack. Ia terduduk, lalu mengusap-ngusap
mata. "Tenang sajalah, Dinah. Aku tahu apa yang harus kita lakukan sekarang.
Kita tinggalkan Button di sini kalau kita nanti keluar lewat papan lagi. Lalu
kita perhatikan. lewat mana ia muncul di luar. Dengan begitu kita akan bisa
lewat di situ pula, kalau mungkin. Maksudku, lain kali kalau kita kemari lagi!"
"Ya, betul itu pikiran yang baik," kata Lucy-Ann. Tassie juga berpendapat
"begitu. Anak itu bingung, bagaimana caranya Button bisa masuk ke dalam puri.
Padahal ia begitu yakin bahwa kecuali kedua pintu santa jendela sempit yang
mereka lalui tadi, tidak ada lagi jalan masuk yang lain.
"Yuk - sudah waktunya kita pulang sekarang," kata Jack. "Mudah-mudahan saja aku
besok bisa kembali lagi ke sini."
Bab 11 PERJUMPAAN YANG TAK DISANGKA
Mereka kembali ke dalam puri, lalu mendaki tangga batu yang lebar ke tingkat
atas. Dinah berjalan sambil merapatkan diri pada anak anak yang lain. la merasa "kurang enak. Tassie sama saja. Ia juga merasa agak seram.
Anak-anak menyusur gang yang panjang. Ruangan demi ruangan mereka jenguk, untuk
menemukan ruangan yang ada papannya di ambang jendela.
"Wah jangan-jangan papan itu tidak ada lagi di tempatnya!" kata Jack, setelah
"enam ruangan mereka tengok dengan sia-sia. "Aneh tadi gang yang kita lewati
"setelah keluar dari kamar itu, tidak sepanjang sekarang."
Tapi itu cuma perasaannya saja. Karena ternyata papan mereka terpasang dalam
ruangan berikut. Mereka bergegas-gegas ke jendela. Ruangan itu gelap. Mereka
menyesal, kenapa tadi tidak membawa senter. Lain kali pasti tidak lupa. Mereka
akan membawa senter, dan juga lilin!
Jack yang menyeberang paling dulu, dengan Kiki di pundaknya. Burung itu
berbisik-bisik. Kedengarannya seperti menyuruh jerangkan air!
Jack sampai di seberang dengan selamat, lalu memegang tali yang tergantung di
sana. Ia membantu Lucy-Ann menyeberang. Setelah itu Dinah, disusul oleh Tassie.
Lucy-Ann merosot turun lewat tali. Ia bergegas-gegas, disusul oleh Dinah. Sedang
Tassie turun tanpa bantuan tali sama sekali. Dengan cara begitu pun, geraknya
tetap cepat. Akhirnya Philip juga menyeberang. Button ditinggalnya dalam pun.
Kasihan, rubah cilik itu mendengking-dengking ingin ikut.
"Ayo, cari jalanmu sendiri dan susul kami keluar," seru Philip. Button berusaha
"meloncat ke ambang jendela. Tapi ia terlalu kecil. Selalu jatuh kembali ke
lantai. Anak-anak mendengarnya mendengking-dengking sendiri, sementara mereka
menyusur lorong yang gelap menuju tempat yang terang di samping puri.
"Kalau Button ternyata tidak muncul nanti akan kujemput," kata Philip. "Aku tak
sampai hati sungguh-sungguh meninggalkannya sendiri di sini. Tapi rubah biasanya
sangat pintar! Pasti sebentar lagi ia sudah menyusul."
"Kalau begitu perhatikan dari mana dia muncul," kata Jack. "Kita kan ingin tahu
ia lewat mana tadi, karena siapa tahu jalan itu bisa kita pakai pula."
Mereka pun berjaga-jaga. Tapi percuma, karena tahu-tahu Button sudah ada di
depan mereka, melonjak-lonjak di kaki Philip sambil mendengking-dengking
gembira. Tidak ada yang melihatnya datang. Jadi tidak ada yang tahu, bagaimana
caranya keluar dari puri!
"Konyol!" kata Jack sambil tertawa. "Bagaimana caramu keluar tadi, Button?"
Button tidak bisa mengatakannya. Tapi dalam perjalanan pulang ia tidak mau
beranjak dari sisi Philip. Anak itu merasakan hidung rubah yang basah menempel
ke betisnya. Button mengikutinya dengan ketat. Persis bayangan!
Sesampai di rumah anak-anak begitu capek, sehingga bercerita mengenai pengalaman
mereka pun dilakukan dengan malas.
Bu Mannering tertawa, ketika Philip menceritakan tentang air yang tergenang di
bawah pompa. "Kalian ini macam-macam saja menakut-nakuti diri sendiri," katanya. "Mungkin "pompa itu yang bocor. Tapi soal kamar-kamar yang masih lengkap perabotannya,
aneh juga ya! Dengan begitu ternyata penduduk desa memang benar-benar takut
pada puri itu, karena tidak ada yang berani mengapa-apakan perabot yang ada di
dalamnya. Kurasa bahkan pencuri pun tidak ada yang berani ke situ!"
Bu Mannering sangat tertarik mendengar cerita tentang rajawali emas. Ia
mengobrol dengan Philip dan Jack mengenainya, sampai hari sudah gelap.
Bu Mannering menyetujui niat Jack untuk mencoba memotret anak rajawali dengan
pasangan induk dan bapaknya.
"Kalau kau berhasil membuat tempat persembunyian yang baik, dan burung-burung
itu kemudian sudah terbiasa padanya, kau akan bisa membuat foto foto dari situ,
"Jack. Kalau kau berhasil, hebat!" katanya. "Ayah Philip dulu sering
melakukannya." "Bolehkah aku ikut dengan Jack, Bibi Allie?" kata Lucy-Ann. Ia tidak mau
terpisah dari abangnya, biarpun hanya untuk sehari dua.
"Tidak, tidak bisa, Lucy-Ann," kata Jack dengan tegas. "Hanya aku saja yang
boleh ada di sana! Karena kalau kau atau yang lain-lain ikut, nanti burung-
burung itu takut dan aku tidak bisa membuat foto yang baik Aku takkan lama-lama
pergi. Masa selama liburan ini kau ingin terus-menerus ikut dengan aku. Tidak
bisa dong!" Lucy-Ann tidak mengatakan apa-apa lagi. Kalau Jack tidak ingin dia ikut, Lucy-
Ann takkan ikut. "Kalau mau, kau bisa ke sana setiap hari untuk mengantar makanan," kata Jack
cepat-cepat, ketika dilihatnya Lucy-Ann kecewa. "Dan aku juga bisa memberi
isyarat pada kalian, dari atas menara. Kalian masih ingat kan, rumah ini bisa
kelihatan dari sana. Jadi tentunya dari sini pun kalian bisa melihat menara
itu." "O ya setiap malam kau memberi isyarat pada kami, sebelum tidur," kata Lucy-
"Ann. Ia sudah gembira lagi. "Asyik! Dari kamar mana ya, kita bisa paling jelas
melihat menara?" Ternyata dari kamar tidurnya sendiri! Lucy-Ann bahkan bisa melihat menara puri
itu dari tempat tidurnya.
"Jack, maukah kau tidur di menara itu?" tanya Lucy-Ann. "Supaya apabila aku
bangun dan melihat ke menara, aku akan langsung tahu bahwa kau ada di situ. Aku
akan melambai-lambai dengan sapu tangan putih dari jendelaku, apabila kulihat
kau melambai-lambai."
"Wah aku belum tahu di mana aku tidur nanti," kata Jack. "Kalau di menara,
"rasanya terlalu banyak angin di situ. Mungkin aku akan berbaring di salah satu
sudut yang hangat dengan selimut tebal. Atau mungkin juga salah satu dipan yang
ada di sana akan kujadikan tempat berbaring, apabila debu yang menempel di situ
berhasil kubersihkan!"
Tassie tidak membayangkan, bahwa ada yang berani tidur sendiri dalam puri tua
itu. Menurut perasaannya, Jack mestinya anak yang paling berani di dunia!
"Hari sudah malam, Tassie kau harus pulang," kata Bu Mannering. "Besok kau
"bisa datang lagi."
Tassie cepat-cepat pulang, karena takut dimarahi ibunya. Sedang anak-anak yang
lain membantu Bu Mannering membereskan bekas makan malam dan mencuci piring
serta gelas. Setelah itu mereka pergi tidur, memimpikan puri kuno yang tidak dihuni lagi,
serta kamar-kamar aneh penuh dengan sarang labah-labah, menara-menara menjulang
tinggi, burung rajawali yang menjerit melengking tinggi -- dan air yang
menggenang di bawah pompa!
"Benar-benar aneh!" kata Philip pada dirinya sendiri, sebelum terlelap. "Tapi
aku tidak mau berpikir tentang hai itu sekarang. Aku terlalu capek!"
Keesokan harinya hujan turun. Awan mendung berarak-arak, menyebabkan lembah
berkabut dan lembab. Sepanjang hari matahari bersembunyi terus di balik awan
gelap. Sungai kecil di belakang rumah tahu-tahu berlipat dua airnya. Bunyinya
berisik, mengalir dengan deras.
"Sialan!" kata Jack mengomel. "Padahal aku ingin sekali pergi ke puri hari ini.
Kurasa setiap waktu anak rajawali itu akan belajar terbang, dan aku ingin bisa
mengabadikan percobaannya yang pertama kali."
"Filmmu cukup banyak, Jack'?" tanya Philip.
"Kau kan biasanya kehabisan film,tepat pada saat sangat memerlukannya!"
"Yah kalau benar begitu, apa boleh buat, kata Jack. "Di desa kecil yang ada " "di sini, aku takkan bisa membelinya. Tokonya kan cuma satu."
"Kau bisa saja naik kereta api ke kota terdekat," kata Bu Mannering. "Kenapa
kailan tidak berangkat saja ke sana, daripada terkurung terus sehari ini di
sini" Kulihat Dinah sudah gatal-gatal saja mulutnya, ingin bertengkar karena
bosan duduk terus!" Dinah tertawa. Ia memang tidak suka terkurung terus, seperti dikatakan oleh
ibunya. Dan ia memang menjadi kesal, karena bosan. Tapi Dinah sudah mulai bisa
menguasai dirinya, karena ia kan bukan anak kecil lagi.
"Ya, asyik juga jika kita naik kereta api lalu berbelanja di kota, katanya.
?"Yuk, kita berangkat! Kita masih ada waktu untuk mengejar satu-satunya kereta
yang singgah di stasiun desa hari ini! Kembalinya juga begitu, dengan satu-


Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

satunya kereta yang berangkat dan mampir di sini!"
Anak-anak bergegas mengenakan mantel dan topi hujan, lalu berangkat mengejar
kereta api itu. Ternyata mereka tidak perlu tergesa-gesa karena kereta lambat
yang singgah di stasiun selalu menunggu calon penumpang yang nampak datang.
Dari desa ke kota, jaraknya dua puluh mil. Dengan kereta lambat itu, memakan
waktu satu jam penuh. Anak-anak menikmati perjalanan itu, menyusur lembah-lembah
yang terkurung di sela bukit-bukit tinggi. Sekali mereka melihat puri lain di
lereng sebuah bukit. Tapi semua sependapat - puri itu tak setanding dengan puri
mereka. Button ditinggal bersama Tassie. Tassie sebenarnya diajak, tapi anak itu takut
pada kereta api. Ia kaget sekali ketika anak-anak mengajaknya.
Dan ia berkeras, tidak mau ikut. Akhirnya Button dititipkan padanya, dengan
pesan agar jangan sampai Bu Mannering terganggu. Button mendengking-dengking,
karena ingin ikut dengan Philip.
Kalau Kiki ia tentu saja ikut dengan Jack Kiki memang selalu ikut ke mana saja
"Jack pergi, sambil mengocehkan kata-kata kocak yang membuat tertawa. Kalau ada
banyak orang, burung iseng itu selalu senang memamerkan kepandaiannya. Bukan itu
saja, kadang-kadang ia pun suka kurang ajar!
Sesampai di kota, anak-anak turun dari kereta. Ketika mereka sedang berjalan
menuju ke tempat belanja, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh seseorang yang
memanggil-manggil. "Halo! Siapa mengira, akan berjumpa dengan kalian di sini!"
Anak-anak berpaling dengan segera. Kiki langsung menjerit dengan gembira.
"Bill Smugs!" seru anak-anak serempak, lalu lari menghampiri laki-laki berwajah
segar yang memanggil mereka. Lucy-Ann memeluknya, Dinah tersenyum senang, sedang
Jack dan Philip menepuk-nepuk punggung Bill Smugs.
Itu bukan namanya yang sebenarnya, melainkan nama samaran. Dengan nama itu ia
memperkenalkan diri pada anak-anak setahun sebelumnya, ketika mereka berjumpa
dengan dia pada saat Bill sedang mengusut jejak kawanan pemalsu uang yang licik.
Waktu itu ia tidak menghendaki anak-anak tahu siapa dia sebenarnya dan apa yang
dilakukan olehnya. Tapi setelah itu, sesudah mereka mengetahui namanya yang
sesungguhnya, bagi anak-anak dia tetap Bill Smugs. _
"Yuk, makan siang bersamaku," kata Bill. "Atau kalian sudah punya rencana lain,
barangkali" Aku sungguh-sungguh ingin tahu, apa yang kalian perbuat di sini.
Kusangka kalian semua pulang berlibur ke rumah."
"Anda sendiri, sedang apa di sini?" tanya Philip dengan mata bersinar-sinar.
"Mengusut jejak pemalsu lagi" Anda pasti sedang melakukan tugas menarik."
"Mungkin, tapi mungkin juga tidak," kata Bill sambil tersenyum. "Apakah aku
perlu mengatakannya pada kalian" Mungkin aku juga sedang berlibur di sini,
seperti kalian. Yuk kita ke hotel ini saja! Kelihatannya tempat inilah yang "paling baik di kota ini."
Mereka makan siang bersama dengan gembira. Bill Smugs sangat mengasyikkan. Anak-
anak mengobrol dengan dia tentang pengalaman seru yang mereka alami bersama sama
"satu tahun sebelum itu. Waktu itu mereka berurusan dengan tambang tembaga serta
kawanan pemalsu uang, lalu terjerumus dalam bahaya besar. Mereka saling
mengingatkan, betapa mereka menggigil dan ketakutan waktu itu!
"Ya, itu memang pengalaman seru," kata Bill, sambil mengambil kue apel yang
dilumurinya dengan krem. "Dan sekarang, seperti sudah kukatakan tadi kalian
"harus menceritakan padaku, apa yang kalian lakukan di sini.
"Anak-anak berebut-rebutan bercerita dengan bersemangat Apalagi Jack, yang tidak
sabar menunggu giliran untuk menceritakan segala-galanya tentang burung
rajawali. Sambil mendengarkan Bill makan terus. Sekali-sekali diberinya sepotong
makanan pada Kiki. Burung kakaktua itu kelihatannya juga senang berjumpa kembali
dengan kawan lama. Mungkin lebih dari sepuluh kali ia menyuruh Bill membuka
bukunya pada halaman enam, serta memperhatikan baik-baik.
"Sayang tempat kalian jauh dari sini," kata Bill kemudian. "Untuk sementara
waktu aku harus tetap berada di daerah sini, dan tidak bisa pergi-pergi. Tapi
kalau ada waktu luang, aku pasti akan datang menjenguk kalian di sana. Mungkin
ibu kalian mau menampungku untuk sehari dua, lalu kita bersama-sama akan pergi
ke puri kalian yang hebat itu dan melihat kawanan rajawali di sana."
"O ya, datang dong!" seru anak-anak
"Di rumah tidak ada telepon," kata Philip. "Tapi itu tidak menjadi soal
pokoknya datang saja, kami pasti ada di sana. Datang saja kapan Anda mau! Kami
akan senang sekali."
"Baiklah kalau begitu," kata Bill. "Mungkin aku bisa datang minggu depan, karena
kelihatannya aku toh tidak bisa berbuat banyak di sini. Sayang aku tidak bisa
menceritakan lebih banyak tapi jika tugas yang harus kutangani tidak lancar
"perkembangannya, aku akan mengaso sebentar dan menjenguk kalian serta ibu kalian
yang baik hati. Tolong sampaikan salamku padanya, dan katakan Bill Smugs akan
datang bertamu begitu ada kesempatan baik untuk itu."
"Wah kami harus pergi sekarang," kata Jack menyesal, setelah melirik "arlojinya. "Kereta pulang ke desa itu cuma ada satu, sedang kami masih harus
berbelanja. Sampai jumpa lagi, Bill. Senang rasanya, tahu-tahu berjumpa dengan
Anda di sini." "Selamat jalan. Sampai jumpa lagi, dan mudah-mudahan dalam waktu dekat." kata
Bill, dengan senyum khasnya yang sudah dikenal baik oleh anak-anak
Bab 12 JACK MENGINAP DI PURI Bu Mannering senang sekali ketika mendengar bahwa anak-anak secara kebetulan
berjumpa lagi dengan Bill Smugs. la merasa berutang budi pada orang itu, karena
bantuannya pada anak-anak dalam petualangan mereka setahun yang silam.
"Jika jadi datang, ia bisa tidur di kamarku, sedang aku tidur di kamar kalian,"
katanya pada Dinah dan Lucy-Ann. "Senang rasanya bertemu lagi dengan dia. Bill
mestinya menarik hidupnya, selalu melacak jejak penjahat."
"Dia pasti mau diajak melihat-lihat puri tua kita," kata Lucy-Ann. "Mudah-
mudahan hujan tidak turun besok, Jack."
Tapi ternyata hujan turun lagi keesokan harinya. Jack merasa kecewa. Ia sudah
khawatir saja, jangan-jangan kedua rajawali dewasa sudah mengajar anak mereka
terbang. Tapi apa boleh buat! Ia tidak bisa naik ke bukit di tengah hujan. Awan
mendung tergantung begitu rendah, sehingga menyelubungi lereng seperti kabut
tebal. Kalau Jack nekat naik, ada kemungkinan ia akan tersesat.
"Tapi kalau Tassie, dalam keadaan berkabut begini pun ia masih bisa menemukan
jalan ke atas," katanya. Tassie yang saat itu ada di situ, mengangguk sambil
memandang Jack. "Memang," kata anak itu. "Kalau kau mau, aku bisa mengantarmu." .
"Jangan!" kata Bu Mannering dengan tegas. "Tunggu saja sampai besok. Kurasa
besok cuaca akan cerah kembali. Aku tidak ingin nanti harus mengerahkan regu
penolong mencarimu serta Tassie!"
"Tapi, Bu aku yakin Tassie dengan mata tertutup pun masih bisa naik ke atas
"bukit dengan selamat," kata Philip. Tapi ibunya tidak begitu meyakini kemampuan
Tassie, seperti anak anak. Jadi Jack terpaksa menunggu satu hari lagi.
"Keesokan harinya untung cuaca cerah. Matahari bersinar di langit biru. Sedikit
pun tidak kelihatan awan yang menggelapi. Daerah bukit nampak kemilau, sementara
sinar matahari mengeringkan tetesan air yang menempel di pepohonan. Cuaca hari
itu benar-benar indah. "Kita berangkat beramai-ramai ke atas, Jack," kata Philip, "untuk membantumu
mengangkut barang-barang yang kauperlukan. Kau pasti memerlukan selimut tebal,
begitu pula makanan. Lalu lilin dan senter. Tak boleh dilupakan pula kamera
serta film." Anak-anak memutuskan untuk main main sepanjang hari lagi di puri, sampai petang.
"Sekitar pukul sebelas mereka berangkat. Button dan Kiki tentu saja diajak ikut.
Kiki kemudian akan tinggal di atas, bersama Jack Burung-burung rajawali itu
kelihatannya tidak merasa terganggu oleh Kiki. Bahkan ada kemungkinan mereka
akan berteman dengan kakaktua itu, sehingga Jack bisa membuat foto-foto menarik
dari mereka. Anak-anak itu membawa berbagai bekal. Dinah merasa lega. Di kantongnya ada
senter. Dengan begitu ia tidak perlu lagi merasa seram apabila nanti berada
dalam ruangan gelap, dan tiba-tiba merasa rambutnya disentuh sesuatu yang "ternyata hanya sarang labah-labah!
Mereka masuk ke puri lewat jalan biasa, meniti papan dan menyusup lewat jendela
sempit Dan Button kembali muncul dengan tiba-tiba di halaman dalam. Anak-anak
masih tetap tidak tahu, lewat mana anak rubah itu bisa masuk. Kiki langsung
terbang menghampiri sarang rajawali, sambil meneriakkan jeritan rajawali.
Rupanya ia hendak menyampaikan salam pada mereka.
Kedua rajawali itu kaget Begitu melihat burung aneh tukang mengoceh itu, mereka
lantas terbang dan mengitarinya. Nampak jelas bahwa mereka tidak marah. Mungkin
Kiki dikira masih termasuk kerabat mereka, walau kerabat yang aneh. Soalnya,
suara Kiki sama dengan teriakan mereka!
Jack pun dengan segera mendaki tebing, untuk melihat apakah anak rajawali itu
masih ada di sarangnya. Ternyata masih ada. Induknya baru saja membawakan
kelinci yang sudah mati, dan anak burung itu sedang asyik makan. Begitu melihat
Jack muncul, anak burung itu langsung berdiri sambil menaungi kelinci dengan
sayapnya. Seolah-olah takut direbut oleh Jack.
"Jangan khawatir, makan saja terus," kata Jack dengan lembut. "Aku tidak
bermaksud merebut makananmu. Aku cuma hendak memotretmu."
Kemudian Jack memandang berkeliling, mencari-cari tempat yang baik untuk
bersembunyi. Ada satu tempat yang kelihatannya cocok sekali, yaitu dalam suatu
semak lebat yang letaknya hampir sama tinggi dengan tepi tebing tempat sarang.
Menurut perasaan Jack, mungkin ia bisa menyusup ke dalam semak itu. Dari situ ia
bisa memotret. Tapi sulitnya, semak itu berduri.
"Bisa habis badanku nanti, tertusuk duri,"pikirnya. "Tapi biarlah yang
?"penting, aku bisa membuat foto yang bagus-bagus. Pasti kedua rajawali dewasa itu
takkan tahu bahwa aku bersembunyi dalam semak itu!"
Diceritakannya rencana itu pada anak-anak yang lain. Semua sependapat, Tempat
itu memang bagus sekali, walau agak kurang anak. Bagian tengah semak itu agak
lapang, dan kalau sudah berada di situ Jack bisa mengusahakan agar tidak
tertusuk duri. Hanya keluar - masuk samak itu saja yang pasti agak menyakitkan.
"Sebaiknya kaubungkus tubuhmu dengan selimut ini," kata Lucy-Ann. Ia
mengacungkan selimut tebal yang dibawanya. "Kalau kau masuk dengan terbungkus
selimut, pasti tidak apa apa."
?"Wah, itu akal baik," kata Jack senang.
Mereka makan siang di atas menara lagi, sambil menikmati pemandangan luas yang
terhampar begitu indah di bawah.
"Bill Smugs harus melihat ini," kata Jack. "Jika ia datang nanti, kita ajak dia
ke sini." "Di mana rencanamu tidur nanti malam, Jack?" tanya Lucy-Ann dengan nada gelisah.
"Dan apakah kau akan melambaikan sapu tanganmu dari sini sebelum tidur" Akan
kutunggu sampai kelihatan."
"Aku akan melambai dengan kemejaku yang putih," kata Jack "Kalau dengan sapu
tangan kurasa takkan kelihatan, karena terlalu kecil! Tapi kalau mau, kau bisa
memakai teropongku untuk melihat. Barang itu ada di kamarku."
"O ya, dengan begitu aku akan bisa melihat kemejamu dengan jelas," kata Lucy-
Ann. "Mudah-mudahan saja kau tidak kesepian di sini, Jack."
"Kenapa kesepian" Kan ada Kiki! Kalau ditemani pengoceh itu, takkan mungkin
merasa sepi," kata Jack, sambil menggaruk-garuk tengkuk Kiki.
"Hidup ratu," kata Kiki, sambil menggigit-gigit telinga Jack dengan sayang.
"Kau belum mengatakan di mana kau akan tidur nanti, Jack," kata Lucy-Ann lagi.
"Kau kan tidak berniat tidur di sofa?"
"Kurasa tidak, tapi mungkin di pojok halaman dalam yang berpasir itu," kata Jack
"Itu di sana! Tempat itu pasti hangat, karena disinari matahari. Pasti enak "tidur di situ, terbungkus selimut tebal.
?"Aku lebih senang jika 'kau tidur di situ, daripada dalam puri," kata adiknya.
"Aku tidak suka pada ruangan-ruangan gelap, pengap dan kedap itu
"Gelap, pengap, kedap!" teriak Kiki. Burung itu senang, karena mendengar kata-
kata baru. "Gelap, pengap, kedap. Gelap, pengap, kedap ..."
"Kiki! Diam!" seru anak-anak serempak. Tapi Kiki sedang asyik dengan ketiga kata
baru itu. Ia mengulanginya terus, tapi dengan berbisik-bisik pada Button. Anak
rubah itu mendengarkan dengan telinga menegak dan kepala ditelengkan.
"Kita harus pulang sekarang," kata Philip, ketika hari sudah sore. Mereka
sebelumnya sudah berusaha melihat dari mana Button keluar masuk. Tapi sia-sia.
"Mereka juga sudah melihat-lihat lagi dalam puri, kali ini lebih seksama karena
membawa senter. Ternyata hanya ketiga ruangan yang sudah mereka masuki pada
kesempatan pertama saja yang ada perabotnya. Jadi hanya kamar duduk, kamar makan
dan dapur. Mereka tidak menemukan kamar tidur. Philip menyayangkan hal itu. Coba
ada, kan bisa dipakai oleh Jack
Jack mengantarkan mereka sampai ke papan jembatan. Ia menggendong Button.
Maksudnya hendak menyelidiki, lewat mana anak rubah itu nanti keluar. Button
takkan dilepaskannya sampai anak-anak sudah pergi semua. Dan anak anak itu
"menyeberang satu per satu, lalu merosot ke bawah. Suara mereka bercakap-cakap
terdengar makin lama makin lemah, dan akhirnya lenyap. Jack ditinggal sendiri
dalam puri. Ia kembali ke halaman dalam. Matahari senja masih meneranginya sedikit Di situ
diletakkannya anak rubah itu ke tanah.
"Sekarang tunjukkan lewat mana kau akan keluar," katanya. Seketika itu juga
Button melesat pergi. Larinya cepat sekali, tak mungkin bisa disusul oleh Jack
Baru saja anak itu lari beberapa langkah, Button sudah menghilang tanpa jejak.
"Sialan!" umpat Jack jengkel. "Padahal aku sudah bertekat, kali ini pasti bisa
mengikuti jejakmu. Tapi kau ternyata sangat cepat, Button! Pasti kau sekarang
sudah menggabungkan diri kembali dengan anak-anak."
Setelah itu Jack naik ke tebing tempat sarang rajawali, untuk mengatur letak
kameranya. Kameranya bagus sekali. Ia memperolehnya sebagai hadiah Natal dari
Bill Smugs. Dengan kamera itu Jack merasa pasti akan berhasil membuat
serangkaian foto yang bagus-bagus dari ketiga rajawali.
Jack membungkus tubuhnya dengan selimut, seperti diusulkan oleh Lucy-Ann.
Setelah itu ia berusaha menyusup ke dalam semak. Ternyata duri-duri semak itu
masih juga menusuk kulitnya di beberapa tempat. Kiki bertengger di samping
semak, sambil memandang kesibukan Jack dengan heran.
"Sayang, sayang, sayang," kata burung itu.
"Memang sayang, aku toh masih tetap tertusuk duri," keluh Jack. Tapi
kegembiraannya bangkit lagi, ketika melihat bahwa dari semak itu ia bisa melihat
sarang dengan jelas sekali. Begitu pula nampak jelas tepi tebing, di mana kedua
rajawali biasa bertengger sambil memandang berkeliling. Jack puas sekali.
Jaraknya juga tepat! Ia menepikan ranting-ranting semak sedikit di sisi yang mengarah ke sarang,
sehingga kameranya bisa dipasang di atas kaki tiga dan dibidikkan tepat ke
sasaran. Jack mengintip sebentar lewat lensa pembidik, untuk menilai foto yang
akan bisa dibuatnya. "Tepat sekali!" pikir anak itu dengan senang. "Tapi sekarang tak perlu kubuat
foto, karena cahaya tidak cukup lagi. Tapi besok pagi itulah saatnya yang "tepat! Matahari akan tepat menerangi tempat yang kehendaki."
Saat itu anak rajawali yang masih ada dalam sarangnya melihat kamera yang
terarah padanya dari tengah semak Burung itu langsung mendekam, karena takut.
"Sebentar lagi kau pasti akan terbiasa juga," pikir Jack. "Mudah-mudahan induk
dan bapakmu juga! Aduh, Kiki mestikah kau ikut-ikutan masuk ke sini" Untukku
"sendiri saja, sempitnya sudah bukan main!"
"Gelap, pengap, kedap!" bisik Kiki. Rupanya kakaktua itu menyangka Jack sedang
bermain sembunyi-sembunyian, dan tidak boleh sampai ketahuan. Karena itu ia
berbisik-bisik. "Gelap, pengap, kedap!" _
"Burung konyol," kata Jack. "Sekarang keluar! Sebentar lagi aku juga akan
keluar. Tempat ini memang pengap dan kedap, tapi tidak gelap!"
Kiki pergi ke luar. Setelah itu Jack menyusul, sambil berusaha melindungi diri
sedapat-dapatnya dari tusukan duri. Sesampai di luar ia meregangkan tubuh yang
pegal. Sambil membawa selimut dituruninya tebing dengan cekatan. Sedang
kameranya ditinggal dalam semak. Malam itu hujan pasti tidak akan turun!
Jack melewatkan waktu sambil membaca buku, sampai hari sudah gelap. Saat itu ia
teringat, bahwa ia masih harus melambai ke lembah. Ia pun bergegas naik ke atas
menara. Mudah-mudahan saja belum terlambat, pikirnya.
Jack berdiri di atas menara. Kemeja putihnya sudah dilepas. Dilambai-
lambaikannya kemeja itu dengan gembira, dihembus angin kencang. Ia melambai
sambil memandang ke bawah ke arah rumah di mana anak-anak berada. Dari jendela
rumah yang letaknya paling tinggi, dilihatnya kilasan warna putih. Ternyata
Lucy-Ann membalas lambaiannya.
"Jack baru saja melambai," kata anak itu pada Dinah, yang saat itu sedang
berganti pakaian. "Aku melihat kemeja putihnya bergerak-gerak Bagus! Jadi aku
tahu Jack berada dalam keadaan selamat, dan sebentar lagi pasti sudah tidur."
"Aku heran, kau ribut benar memikirkan Jack," kata Dinah, sambil meloncat ke
pembaringannya. "Aku tidak pernah begitu, terhadap Philip. Kau ini bertingkah
kayak anak kecil, Lucy-Ann!"
"Biar!" kata Lucy-Ann dalam hati. Ia naik ke tempat tidur. "Pokoknya aku senang,
karena tahu bahwa Jack tidak apa-apa. Aku rasanya tidak enak, membayangkan dia
seorang diri dalam puri menyeramkan itu!"
Bab 13 BUNYI ANEH DI TENGAH MALAM


Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jack menuruni tangga menara sambil bersiul-siul pelan. Kiki mengikuti siulannya.
Kalau lagu yang disiulkan oleh Jack dikenalnya, ia ikut bersiul sampai habis.
Mereka masuk ke halaman dalam. Saat itu kedua rajawali tidak nampak. Mungkin
sudah ada dalam sarang. Tapi ketika Jack sampai di halaman, terdengar bunyi
gemerisik ramai. "Kelinci!" kata Jack dengan gembira. "Wah, ada beratus-ratus, barangkali! Kurasa
mereka biasa berkumpul di sini setiap petang. Nanti kalau aku sudah berbaring di
pojok berpasir itu, aku akan memperhatikan mereka. Tapi jangan kaukagetkan
mereka ya, Kiki!" Jack pergi ke tempat yang sudah dipilihnya, dengan berbekal selimut-selimut
tebal serta biskuit coklat sebungkus. la berbaring di atas pasir, sambil
menunggu kelinci-kelinci muncul kembali dari liang mereka.
Pemandangan itu mengasyikkan. Kelinci-kelinci itu besar kecil, ada yang berbulu
gelap dan ada pula yang nyaris putih!. Tingkahnya bermacam-macam. Ada yang
serius seperti kakek-kakek, tapi ada pula yang jenaka dan senang bermain-main.
Jack memperhatikan mereka dengan senang, sambil memakan biskuit. Kiki ikut
memperhatikan, sambil mencubiti telinga Jack.
"Kurasa kawanan rajawali itu pasti biasa mencari mangsa di antara kawanan
kelinci ini," pikir Jack. Tahu-tahu ia sudah mengantuk. Dihabiskannya biskuit
terakhir, lalu diselubunginya tubuh dengan selimut. Ia agak kedinginan sekarang.
Pasir tempatnya berbaring ternyata tidak seempuk bayangannya semula. Mungkin
lebih baik jika ia memilih tidur di atas hamparan semak dan rumput liar.
"Yah, sudahlah! Aku sekarang sudah terlalu mengantuk," pikirnya. Minggirlah "sedikit, Kiki. Sakit tengkukku kena cakarmu. Lebih baik kau mencari tempat lain
untuk bertengger." Tapi sebelum Kiki sempat pindah, Jack sudah terlelap. Jadi Kiki tetap bertengger
di tempat semula. Kelinci-kelinci yang berkeliaran menjadi semakin berani.
Mereka berloncat-loncatan, sampai dekat sekali pada anak laki-laki yang sedang
tidur itu. Bulan separuh muncul dari balik awan senja, menerangi halaman puri
dengan cahayanya yang temaram.
Jack tidak tahu apa yang menyebabkan dia bangun dengan tiba-tiba. Pokoknya ia
kaget, lalu bangun. Dibukanya mata, menatap langit malam. Sesaat itu ia lupa, di
mana ia berada. Biasanya kalau bangun, yang nampak langit-langit kamar. Tapi kini ia menatap
awan dan bintang-bintang. Kemudian ia teringat. Ya, tentu saja saat itu ia
"berada di halaman dalam puri tua.
Jack. terduduk Kiki ikut terbangun, sambil menguak kesal.
"Apa ya, yang tadi membangunkan aku?" pikir Jack. Ia memandang berkeliling di
halaman yang penuh dengan bayangan itu. Saat itu bulan muncul kembali dari balik
awan. Jack melihat masih ada beberapa ekor kelinci di situ. Sedang di latar
belakang nampak bayangan gelap puri menjulang tinggi dan besar.
Jack merasa pasti, tadi ada sesuatu yang menyebabkan ia terbangun. Mungkin bunyi
sesuatu" Atau barangkali ada kelinci bandel, yang lari di atas perutnya" Jack
memasang telinga baik-baik Tapi kecuali bunyi burung hantu di . kejauhan, ia
tidak mendengar apa apa. Kemudian didengarnya jeritan kelelawar, mencicit-cicit
"sambil terbang menyambar serangga malam.
Jack mendongak ia memandang ke arah menara, di mana ia sore itu berdiri sambil
melambai-lambaikan kemeja putih. Tiba tiba tubuhnya mengejang karena kaget.
"Dikejapkannya mata beberapa kali. Tidak salah lihatkah ia tadi" Ia merasa
seperti melihat sinar terang memancar dari atas menara.
Ia memicingkan mata, menatap puncak menara. Ia menunggu cahaya itu nampak lagi.
Tadi kelihatannya seperti ada senter yang dinyalakan sekejap. Tapi walau
ditunggu sampai beberapa saat, cahaya itu tidak kelihatan lagi.
Jack duduk sambil berpikir. Betulkah yang dilihatnya tadi kilatan cahaya"
Barangkali ada orang berjalan menyusur tembok pertahanan menuju menara, dan ia
terbangun karena bunyi langkah orang itu! Jangan-jangan ada orang dalam puri
itu! Tubuh Jack merinding. Ia agak bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan saat
itu. Ia tidak begitu kepingin memeriksa apa sebetulnya yang dilihat tadi "apakah betul cahaya terang atau tidak. la mulai menyangsikannya. Jangan-jangan
ia cuma mimpi saja. Coba cahaya itu nampak lagi, ia akan mengetahuinya dengan
pasti. Akhirnya ia berpendapat, hanya penakut saja yang tetap meringkuk di pembaringan,
hanya karena merasa agak seram. Lebih baik ia bangun lalu memeriksa sendiri ke
atas menara. Itu perbuatan yang tabah!
"Aku tidak merasa tabah," kata Jack dalam hati, "tapi kurasa orang akan paling
tabah apabila melakukan sesuatu, walau ia merasa takut. Jadi lebih baik aku
berangkat!" Setelah menyuruh Kiki agar jangan berisik, dengan hati-hati Jack melintasi
halaman dalam, menuju jalan masuk ke puri. Ia menyelinap di tempat-tempat gelap.
Ia agak terhibur, karena terasa cakar Kiki mencengkeram pundak.
Sesampai di serambi luas, Jack kembali memasang telinga. Tak terdengar apa-apa
di situ. Ia menyalakan senter, tapi dilindunginya dengan sapu tangan. Serambi
itu ternyata kosong. Jack menyusur tangga batu yang lebar, menuju tembok
pertahanan yang bersambung dengan menara. Ditelusurinya tembok itu. Akhirnya
sampai di menara. "Bagaimana sekarang aku naik atau tidak," pikir Jack. "Sebetulnya aku tidak
"kepingin. Bagaimana kalau ternyata memang ada orang di atas" Atau cahaya tadi
cuma khayalanku belaka?"
Jack mengumpulkan seluruh keberaniannya. Ia menyelinap, mendaki tangga putar. Di
ruangan atas. tidak ada siapa-siapa. la meneruskan langkah, mendaki tangga
terjal yang menuju ke atap menara. Dengan hati-hati sekali ia menjulurkan kepala
ke atas. Cahaya bulan cukup terang saat itu. Dilihatnya dengan jelas bahwa di
atas menara tidak ada orang.
"Nah ternyata memang cuma khayalanku saja tadi," pikirnya. "Dasar konyol!
"Sudahlah lebih baik aku tidur lagi."
"Jack turun kembali. Kiki masih selalu bertengger di pundaknya. Ketika Jack
sampai di serambi besar, tiba-tiba ia tertegun. Ia mendengar sesuatu. Bunyi
apakah itu" Kedengarannya seperti dentangan pelan disusul bunyi seperti air tumpah.
?"Jangan jangan ada orang di dapur, dan sekarang sedang memompa air," katanya
"pada dirinya sendiri. Bulu tengkuknya terasa berdiri. Jack tercengkam rasa
ngeri. "Wah gawat! Coba anak-anak ada di sini sekarang"
?"Jack berdiri seperti terpaku di tempat. Ia bingung, tidak tahu apa yang harus
dilakukan selanjutnya. Akhirnya ia tidak kuat lagi menahan rasa takut, lalu lari
ke halaman dalam yang diterangi sinar bulan. Tapi ia tetap berada di tempat
gelap. Tubuhnya menggigil ketakutan. Kiki membisikkan sesuatu di telinganya.
Maksud burung itu hendak membesarkan hati Jack, karena merasa bahwa anak itu
sedang ketakutan. Sesaat kemudian Jack merasa malu sendiri.
"Kenapa aku tadi lari?" pikirnya. "Payah, kalau begini! Untuk membuktikan bahwa
aku bukan penakut, sekarang aku akan masuk ke dapur, dan di situ memeriksa siapa
yang ada di dalam. Kurasa gelandangan, yang tahu jalan masuk ke sini. Pasti jika
aku tiba-tiba muncul di situ, ia akan lebih takut lagi daripada perasaanku
sekarang!" Dengan tabah tapi berhati-hati Jack masuk kembali ke dalam puri yang gelap dan
suram. Ia menyusur serambi, menuju ke dapur. Sesampai di situ ia menyelinap
masuk, lalu pergi ke balik pintu. Ia menunggu sambil memasang telinga. Matanya
dinyalangkan., untuk melihat kalau-kalau ada lagi cahaya bersinar.
Tapi ia tidak mendengar apa-apa lagi. Tidak terdengar bunyi pompa berdentang
digerakkan orang. Tidak terdengar suara air tumpah. Jack menunggu selama
beberapa menit sambil membisu. Kiki sekali itu juga diam saja.
Tapi ia tetap tidak mendengar apa-apa. Bahkan bunyi napas orang pun tidak
terdengar. Mestinya tidak ada siapa-siapa dalam dapur itu.
"Kunyalakan senterku cepat-cepat dan kusorotkan ke segala sudut untuk melihat
apakah ada orang berdiri diam-diam di sini," katanya dalam hati. "Kalau ternyata
memang ada, aku bisa saja cepat-cepat lari ke luar lagi."
Diambilnya senter dari kantong, Lalu secara tiba-tiba dinyalakan. Diarahkannya
sinarnya ke tempat cuci dan pompa. Tidak, di situ tidak ada orang. Disorotkannya
senter ke segala sudut dapur. Tempat itu kosong, kecuali dia sendiri.
Jack menarik napas lega. Dihampirinya tempat cuci dan diperiksanya lantai di
bawahnya. Nampak ada air tergenang di situ. Tapi ia tidak tahu, apakah itu air
yang baru saja tumpah atau yang ditumpahkan olehnya bersama anak-anak ketika "mereka tadi siang memompa.
Jack tidak bisa memastikannya. Diperhatikannya pompa dengan seksama. Tapi tidak
nampak apa-apa di situ yang bisa dijadikan pegangan.
"Aneh," bisik Jack pada Kiki. "Kurasa tadi Cuma sangkaanku saja terdengar bunyi
dentangan dan air tumpah itu. Aku tadi ketakutan dan orang yang sedang
"ketakutan biasa mendengar macam-macam yang sebenarnya tidak ada! Kiki, ternyata
aku ini lebih cengeng daripada Lucy-Ann. Sungguh!"
Jack kembali ke tempatnya berbaring semula, di sudut halaman. Ia masih bingung,
tapi juga merasa malu sendiri karena tadi takut tanpa alasan.
Tempat berpasir itu kini terasa tidak nyaman lagi. Terlalu keras. Ia juga merasa
agak kedinginan. Dibungkusnya tubuh rapat-rapat dengan selimut, sambil berusaha
menyamankan letak berbaring. Ia memejamkan mata, memaksa diri agar tidur lagi.
Bulan sudah menghilang. Sekitarnya gelap - gulita.
Jack berniat takkan bangun lagi malam itu, biar mendengar atau melihat apa pun
juga. Masa bodoh kalau ada orang bermain-main dengan cahaya. Biar saja dia
memompa air sepuas hati, sepanjang malam pun boleh kalau mau! Pokoknya, Jack
tidak mau mempedulikannya lagi!
Tapi matanya tetap terbuka lebar. Ia tidak bisa tidur. Ia bukannya masih merasa
takut, tapi jengkel. Jengkel, karena tidak bisa tidur lagi. Pikirannya melayang.
Ia teringat lagi pada kawanan rajawali yang bersarang di tebing. Direncanakannya
beberapa gaya pengambilan foto yang baik untuk keesokan harinya.
Dirasakannya cengkeraman cakar Kiki yang bertengger di pundak. Jack tahu,
kakaktua itu sudah tidur lagi dengan kepala tersembunyi di balik sayap.
Diinginkannya burung itu masih bangun dan mengajaknya mengobrol. Diinginkannya
anak-anak ada di situ bersama dia. Akan diceritakannya apa yang dikiranya
didengar dan dilihatnya tadi.
Akhirnya Jack terlelap juga, ketika fajar mulai menyingsing di ufuk timur.
Langit di situ nampak putih keperakan kena cahaya matahari yang belum muncul
dari balik bukit Jack tidak lagi melihat langit yang berubah warna mula-mula
"keemasan lalu beralih menjadi jingga. Ia juga tidak melihat kedua rajawali
terbang dari sarang mereka. Ia terlelap terus. Begitu pula Kiki. Tapi burung kakaktua itu terbangun ketika terdengar jeritan salah satu rajawali yang
sedang terbang. Ia menjawabnya dengan tiruan yang persis sekali bunyinya.
Teriakan Kiki membangunkan Jack. Ia langsung duduk Kiki terbang dari pundaknya,
menunggu dipanggil, lalu datang lagi. Jack menguap, sambil
mengusap-usap mata. "Aku lapar," katanya pada Kiki. "Kau juga?"
"Gelap, pengap, kedap," kata Kiki sebagai jawaban. Ia teringat pada ketiga kata
baru yang . didengarnya kemarin. "Gelap, peng... ?"Ya, ya aku sudah mendengarnya," kata Jack
?"He, masih ingatkah kau ketika kita tadi malam terbangun dengan tiba tiba, lalu
"pergi ke menara dan sesudah itu ke dapur?"
Rupanya Kiki masih ingat. Ia menggaruk-garuk paruh dengan cakarnya, sambil
menatap Jack. "Sayang, sayang, sayang," katanya.
"Ya aku juga menyesal, kenapa kita begitu ribut mengenainya," kata Jack. "Aku
"konyol saat itu, Kiki. Kini setelah suasana terang kembali dan aku sudah benar-
benar bangun, aku mulai beranggapan bahwa yang terjadi tadi malam itu cuma
khayalanku saja. Kenyataannya memang tidak ada apa-apa, kan?"
Kiki mendengarkan dengan kepala miring ke samping. Jack membuka selimut yang
membungkus tubuhnya. "Begini saja, Kiki! Kita jangan cerita apa-apa tentang sinar di atas menara
serta bunyi misterius yang kukira ada tadi malam, ya" Nanti anak-anak
menertawakan kita! Sedang Lucy-Ann dan juga Tassie, mungkin akan ketakutan! Aku
yakin, semuanya itu cuma ada dalam khayalanku saja!"
Kiki kelihatannya setuju saja. Dibantunya Jack mengeluarkan biskuit dari
bungkusan. lalu buah-buahan. Diperhatikannya Jack membuka tutup botol berisi
limun jahe. "Kapan ya, anak-anak datang nanti?" kata Jack, sambil mulai sarapan. "Kita coba
membuat beberapa foto sebelum mereka muncul. Setuju, Kiki?"
Bab 14 JACK KAGET Sehabis sarapan, Jack pergi ke tempat persembunyiannya di atas tebing. Cuaca
saat itu cerah. Asal burung-burung rajawali ada di tempat mereka, ia akan bisa
mengambil beberapa foto mereka yang bagus bagus.
"Jack membungkus tubuhnya dengan selimut yang paling tebal, lalu merangkak masuk
menembus rintangan duri-duri semak. Kiki tidak ikut dengannya.
Sesampai di tengah semak, Jack memeriksa kameranya untuk mengetahui apakah
letaknya masih tepat. Ia mengintip lewat lensa pembidik.
"Tepat sekali!" katanya dalam hati. "Anak rajawali itu rupanya masih tidur
sekarang. Nanti kalau bangun, mungkin aku bisa membuat fotonya. Induk dan
bapaknya mungkin sudah membubung tinggi lagi ke udara.
"Rasanya membosankan, menunggu anak rajawali bangun dari tidurnya. Tapi itu tidak
menjadi persoalan bagi Jack. Ia dan Philip tahu, jika hendak meneliti kehidupan
margasatwa di tengah alam yang wajar, perlu dimiliki kesanggupan untuk berdiam
diri selama waktu tidak menentu. Karena itu Jack menunggu dengan sabar dalam
semak. Sementara itu Kiki terbang dengan urusannya sendiri. Kakaktua iseng itu hinggap
di puncak menara terdekat, lalu memandang ke bawah. Setelah itu ia turun ke
halaman dalam. Dilihatnya ada kantong kcrtas terletak di tanah. Ia memeriksa
sebelah dalamnya, Siapa tahu, di situ ada biskuit!
Kemudian ia terbang ke sebatang pohon yang langsing. Di situ ia berlatih-
menirukan suara Button. Kiki merasa senang, selama Jack ada di dekatnya. Ia
tahu, anak itu sedang mendekam dalam semak di tebing. Ia tidak mengerti apa
sebabnya anak ini memilih tempat duduk yang begitu tidak enak. Tapi di mata
Kiki, Jack itu bijaksana.
Tahu-tahu anak rajawali bangun dari tidurnya. Mula-mula nampak sayapnya
terpentang sebelah, lalu disusul yang sebelah lagi. Ia melompat ke tepi sarang
sambil memandang ke luar. Rupanya menunggu induk dan bapaknya kembali.
"Bagus!" bisik Jack pada dirinya sendiri.
Ditekannya tombol kamera, untuk memotret. Anak rajawali itu mendengar bunyinya,
lalu langsung mendekam ketakutan. Tapi Jack sudah berhasil memotretnya!
Tak lama kemudian rasa takut anak rajawali itu hilang, dan ia bertengger kembali
di tepi sarang. Saat itu induk dan bapaknya datang meluncur dari atas disertai
teriakan-teriakan melengking. Nampak sayap mereka terkembang lebar. Anak
rajawali menyambut mereka dengan teriakan-teriakan gembira, sambil mengembangkan
sayap dan menggerak-gerakkannya.
Seekor rajawali yang datang mencengkeram anak kelinci, dan dijatuhkannya ke
dalam sarang. Dengan segera anak rajawali mengembangkan sayapnya menutupi
makanan itu, lalu mulai mencabik-cabik daging kelinci dengan paruhnya yang
kokoh. Jack memotret lagi. Ketiga rajawali itu mendengar bunyi tombol ditekan, lalu
memandang ke arah semak dengan sikap curiga. Jack merasa tidak enak memandang
mata rajawali jantan melotot ke arahnya. Mudah-mudahan saja burung besar itu
tidak melabrak lensa kamera yang mengkilat, sehingga pecah.
Situasi gawat itu diselamatkan oleh Kiki. Burung kakaktua itu terbang
menghampiri sarang rajawali dengan sikap bersahabat, sambil berteriak-teriak
dalam bahasa mereka. Burung-burung itu nampaknya seperti senang bertemu kembali dengan Kiki. Tapi
anak mereka mendekam, sambil menutupi anak kelinci yang sudah mati dengan
sayapnya. "Buka bukumu pada halaman enam," kata Kiki ramah. Burung-burung itu nampak
tercengang. Mereka belum bisa membiasakan diri pada burung yang bisa bicara
seperti manusia. Mereka bahkan mulai gelisah, ketika Kiki menggonggong seperti
rubah. Rajawali yang betina membungkukkan tubuh ke depan. Paruhnya terbuka, dan
terdengar bunyi aneh seperti menyergah. Rupanya hendak memperingatkan Kiki, "supaya hati-hati sedikit. Kiki memang pintar! Dengan segera ia beralih ke bahasa
rajawali lagi. Teriakannya begitu meyakinkan, sehingga kedua rajawali puas
kelihatannya. Sedang anak mereka makan dan makan terus sampai kekenyangan.
Daging kelinci yang masih tersisa dihabiskan oleh induknya. Sementara burung
besar itu makan, Jack berhasil membuat satu foto lagi.
Dan kali itu reaksi rajawali cuma tolehan sekilas ke arah kamera. Cuma itu saja.
Lain tidak! "Bagus," kata Jack dalam hati. "Sebentar lagi mereka pasti sudah tidak
mengacuhkan bunyi tombol yang kutekan! Kilatan sinar matahari pada lensa pun
takkan mereka pedulikan lagi."
Sepagi itu ia asyik menghabiskan filmnya, sambil membayangkan foto-foto bagus
yang akan diperolehnya. Dibayangkannya foto-foto itu dimuat dalam majalah-
majalah bergambar, disertai namanya yang tertulis di bawahnya selaku juru
potret. Wah, bangganya kalau idam-idamannya itu menjadi kenyataan!
Tiba-tiba Kiki menjerit dengan bersemangat. Kedua rajawali dewasa kaget, lalu
cepat-cepat terbang ke atas. Sementara itu Kiki terbang menuju ke tembok yang


Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengelilingi halaman dalam. Jack mengintip dari tempat persembunyiannya.
Dilihatnya Kiki terbang melintasi tembok, lalu lenyap di belakangnya.
"Ke mana lagi dia pergi sekarang?" pikir Jack. Padahal aku masih hendak membuat"fotonya bersama kedua rajawali itu."
Setengah jam kemudian barulah Kiki muncul kembali. Burung kakaktua itu masuk ke
halaman dalam, bertengger di pundak Tassie! Rupanya ia tadi mendengar anak anak
"datang mendaki bukit, dan terbang menyongsong mereka. Anak-anak masuk ke puri
lewat jalan yang biasa, dan kini mencari-cari Jack.
Kedua rajawali terbang semakin tinggi, ketika mendengar anak-anak datang
menghampiri. Jack berseru dari tempat persembunyiannya.
"Aku di sini! Tunggu, aku akan turun sekarang." Jack merangkak ke luar dengan
tubuh terbungkus selimut, lalu menuruni tebing. Lucy-Ann memperhatikannya dengan
perasaan cemas. Ia merasa lega, ketika nampak bahwa Jack tetap gembira seperti
biasa; Ternyata ia memang tidak apa-apa, tinggal seorang diri malam-malam di
puri itu. "Kami membawakan makanan untukmu," kata Philip. "Ibu membeli daging asap dan
kue buah di desa." "Hmm, sedap!" kata Jack sambil menggosok-gosokkan telapak tangannya dengan
gembira. Baru sekarang ia merasa bahwa perutnya lapar.
"Tapi aku cuma sarapan biskuit dengan buah saja, dan minum limun jahe."
"Kami juga membawa bekal limun jahe," kata Dinah. "Di mana kita makan kali ini"
Di atas menara lagi, atau di mana?"
"Di sini saja," kata Jack, "soalnya cahaya pagi ini cocok untuk membuat foto,
dan aku masih ingin membuat beberapa foto lagi apabila kedua rajawali itu
kembali. Menurut perasaanku, tak lama lagi mereka akan mengajar anak mereka
terbang. Tadi pagi induknya hendak mendorongnya keluar dari sarang."
"Kiki menyongsong ketika kami sedang berjalan ke sini," kata Tassie. "Jack, kau
tadi melihat dan mana Button masuk" Kami meninggalkannya di luar, tapi sekarang
tahu-tahu sudah ada di sini."
"Tidak, aku tidak melihatnya," kata Jack. "Soalnya, dari dalam semak tak banyak
yang bisa kulihat di bawah. Kurasa kita takkan bisa mengetahui lewat mana Button
masuk dan keluar dari sini. Mungkin lewat liang kelinci! Bagaimana dia manis
"tidak selama aku tidak ada?"
"Dia malah nakal," kata Philip. "Entah dengan cara bagaimana, tapi tahu-tahu ia
berhasil masuk ke kamar tempat menyimpan makanan dan menghabiskan sosis yang
disimpan ibu di situ. Tentu saja ibu marah-marah! Tidak bisa kubayangkan Button
masih lapar sekarang. Sosis yang disikatnya, beratnya ada sekitar satu setengah
pon." "Dasar rakus," kata Jack. Disodorkannya setengah dari sandwich berisi daging
asap bagiannya. "Sebetulnya kau tidak berhak kuberi tapi karena kau manis,
" boleh jugalah kau kumanjakan sedikit." ' _
"Sayang baunya agak tidak enak," kata Dinah sambil mengernyitkan hidung. "Kalau
ia sudah bertambah besar sedikit lagi, kau takkan bisa memeliharanya lebih lama,
Philip baunya pasti akan semakin dahsyat!?""Kau ini, tahunya cuma itu saja!" tukas Philip. "Mungkin aku akan terus
memeliharanya, sampai ia mati sendiri karena terlalu tua!"
"Wah, kalau begitu kita semua perlu memakai topeng gas," kata Jack sambil
nyengir. "Tolong ambilkan sepotong sandwich lagi, Dinah. Hmm, enaknya roti ini."
' "Bagaimana keadaanmu tadi malam, Jack?" tanya Lucy-Ann. Anak itu duduk
merapatkan diri pada abangnya.
"Ah, biasa-biasa saja," kata Jack dengan sikap masa bodoh. "Cuma sekali aku
terbangun. Sesudah itu lama sekali baru aku bisa tidur lagi."
Ia bertekat takkan mengatakan apa-apa tentang kekagetan dan ketakutannya malam
itu. Ia menganggapnya konyol sekarang, di tengah alam yang cerah dan dikelilingi
anak-anak yang lain. "Kau harus melihat kelinci-kelinci yang berkeliaran di sini kalau hari sudah
agak malam, katanya. "Kau pasti senang. Mereka tentu saja tidak mau dekat-dekat
padaku. Coba kau yang di sini tadi malam, pasti mereka sudah berloncat-loncatan
di atas badanmu! Kelihatannya mereka jinak sekali!"
Keempat anak itu menemani Jack sampai sesudah makan sore. Mereka silih berganti
masuk ke tempat persembunyian di tebing, untuk melihat kawanan rajawali. Mereka
juga naik kembali ke atas menara. Secara diam-diam Jack memandang berkeliling.
Ia hendak melihat, barangkali saja ada sesuatu yang lain di situ. Puntung rokok,
sobekan kertas tapi di situ tidak kelihatan apa apa.
" ?"Kau tidak ingin ikut pulang malam ini, Jack?" tanya Lucy-Ann.
"Tentu saja tidak," tukas Jack. Padahal dalam hati ia sebetulnya ingin sekali!
"Masak aku pulang sekarang, padahal aku yakin anak rajawali itu sebentar lagi
pasti akan belajar terbang!"
"Baiklah kalau begitu," kata Lucy-Ann sambil mendesah. "Entah kenapa, tapi aku
merasa tidak enak meninggalkanmu seorang diri di sini, di puri kuno yang seram
ini." "Ini bukan puri seram," kata Jack. "Kalau tua, memang tepat. Tapi tidak seram!"
"Tapi aku berperasaan begitu," kata Lucy-Ann berkeras. "Menurut perasaanku, di
sini dulu terjadi peristiwa-peristiwa seram dan jahat dan mungkin itu berulang
"kembali kemudian." _
Ah, kau memang konyol," kata Jack, "dan karenanya Tassie ikut-ikutan takut
"sekarang. Ini kan cuma puri tua yang bertahun-tahun lamanya dilupakan orang. Tak
ada penghuninya kecuali kawanan rajawali, kelelawar dan kelinci dan sekarang
"ditambah dengan aku."
"Sudah waktunya kita pulang sekarang," kata Philip. Ia berdiri. "Kami membawakan
selimut selembar lagi untukmu, Jack. Siapa tahu. Kau kedinginan kemarin malam.
Kau ikut dengan kami sampai ke jendela?"
"Ya, tentu saja," kata Jack. Anak-anak pergi beramai-ramai, masuk ke puri dengan
bunyi langkah menggema pada lantai batu. Mereka menuju ke kamar di mana terdapat
papan yang terpasang di ambang jendela. Satu per satu mereka menyeberang.
Sesampai di seberang, Lucy-Ann berseru pada Jack.
"Terima kasih, karena kau ternyata menepati janji untuk melambai kemarin malam,"
katanya. "O ya, Jack aku kemudian juga melihatmu menyorotkan senter dari atas "menara. Waktu itu aku sudah di tempat tidur, tapi belum tidur. Kulihat senter
menyala tiga sampai empat kali. Aku senang melihatnya, karena dengan begitu tahu
bahwa kau belum tidur!"
"Sudahlah, Lucy-Ann, kita harus cepat pulang,"seru Dinah. "Kau kan mendengar
sendiri kata Ibu tadi, malam ini kita tidak boleh terlalu lambat pulang!"
"Ya deh, aku datang," kata Lucy-Ann. Ia meluncur turun ke bawah. Anak-anak
menyerukan selamat tinggal pada Jack, lalu pergi beramai-ramai.
Jack tinggal seorang diri di atas. Ia merasa bingung dan tidak enak. Ternyata
kemarin malam memang ada orang di atas menara yang menyalakan senter. Jadi itu
bukan mimpi atau khayalannya belaka!
"Lucy-Ann juga melihatnya. Jadi ternyata aku tidak keliru mcelihat," kata Jack
pada dirinya sendiri, sambil berjalan kembali ke halaman dalam. "Ini sangat
misterius! Rupanya bunyi dentang dan air tumpah itu juga benar-benar ada. Di
sini ada orang lain. Tapi siapa dan untuk apa ia di sini'?"
"Kini Jack menyesal, tidak menceritakan pengalamannya malam sebelumnya pada anak-
anak. Apa boleh buat, sekarang sudah terlambat. Mereka sudah pergi semua! Jack
ingin sekali ikut pulang bersama mereka. Bagaimana jika nanti ia mendengar
bunyi-bunyi itu lagi, dan melihat kilasan cahaya terang" Ia bergidik.
Perasaannya tidak bisa dibilang enak saat itu.
"Bagaimana jika kususul mereka," pikirnya bimbang. "Ah, tidak. Jangan! Lebih
baik aku tetap di sini dan menyelidiki siapa orang tak dikenal itu. Bayangkan,
Lucy-Ann ternyata juga melihat cahaya terang itu. Untung ia menceritakannya
padaku!" Bab 15 KAMAR TERSEMBUNYI Jack kembali ke tempat persembunyiannya. Ia merasa aman di situ. Menurut
perasaannya, pasti takkan ada orang yang akan mencari-cari di tengah semak lebat
berduri tajam. Malam itu ia cepat sekali merasa mengantuk. Ia ragu, apakah lebih
baik cepat-cepat tidur dan kemudian bergadang" Bisakah ia tidur dalam semak itu"
Ia meringkuk berselubung selimut yang paling tebal dan memakai selimut pula
sebagai bantal. Kiki ikut masuk, lalu bertengger di atas lutut Jack. Kepala
burung itu tertunduk, supaya tidak tertusuk duri.
Kawanan burung rajawali tidak kelihatan. Anak mereka meringkuk dalam sarang.
Jack saat itu memang tidak berniat membuat foto, karena cahaya tidak cukup
terang lagi. Jack tertidur. Ia agak mendengkur, karena letak kepalanya agak kaku. Kiki
menirukan bunyi dengkurnya untuk beberapa saat. Tapi karena Jack tidak
mengatakan apa-apa padanya, akhirnya ia bosan sendiri lalu tertidur pula.
Jack tidur terus sampai tengah malam. Tapi kemudian ia tiba-tiba terbangun
dengan perasaan tidak enak. Tanpa menyadari di mana ia sedang berada, anak itu
menggeliat dan langsung tertusuk duri. Dengan cepat ditariknya kaki ke atas.
"Ah, tentu saja aku ada di dalam semak," katanya pada diri sendiri. "Lama
"sekali aku tidur rupanya. Pukul berapa sekarang, ya?"
Dilihatnya dari arlojinya bahwa saat itu sudah pukul dua belas lewat sepuluh
menit. "Hm," pikirnya, "sudah waktunya orang tak dikenal itu bangun! Jika aku ingin
melacaknya, kurasa lebih baik aku pergi dari sini lalu mengintip."
Ia menyusup keluar dari semak. Kiki mengomel dengan suara nyaring sampai disuruh
diam oleh Jack "Kalau kau berisik terus, kutinggal kau nanti di sini!" ancam Jack sambil
berbisik Kiki langsung terdiam. Ia selalu mengerti, jika Jack menyuruhnya diam.
Jack sudah berada di luar semak, dan kini menuruni tebing dengan hati-hati
sekali. Untung saat itu ada sinar bulan, walau masih tetap remang-remang.
Sesampai di tanah ia berdiri sebentar sambil mendengarkan. Tapi tak ada yang
terdengar, kecuali hembusan angin yang lumayan kencangnya. Tapi kemudian Jack
merasa seperti mendengar bunyi air tumpah lagi serta dentangan pompa yang "digerak-gerakkan!
Ia tetap berdiri sambil memasang telinga. Setelah beberapa waktu ia merasa yakin
mendengar langkah menyelinap di atas lantai batu. Mungkinkah orang tak dikenal
itu sedang berjalan di atas tembok puri menuju ke atas menara untuk
"menyorotkan senternya lagi"
"Jika ia pergi ke menara, berarti ia tidak ada dalam puri," pikir Jack. "Kalau
begitu aku masuk saja sekarang untuk mencari tempat persembunyiannya misalnya!
"Atau sesuatu yang bisa kujadikan petunjuk bahwa memang ada orang di sini, Ia
pasti harus berada di salah satu tempat. Tapi kalau melihat keadaan kamar-kamar
yang ada perabotnya di sini, semua tidak menunjukkan kesan didiami orangi Jadi
di mana orang itu bersembunyi" Dan bagaimana dengan makannya" Wah ini benar-
"benar misterius!"
Jack menyelinap masuk ke dalam puri dengan Kiki bertengger di atas pundak. Jack
saat itu sangat bersemangat, sehingga lupa pada rasa takut. Kini ia sudah tahu
pasti, ada orang lain di dalam puri itu. Karenanya ia ingin menyelidiki, siapa
orang itu. Ia masuk ke serambi yang luas. Sesampai di situ, ia langsung dikagetkan oleh
sesuatu. Ada cahaya terang, datang dari suatu arah. Cahaya itu remang-remang,
tapi tetap merupakan cahaya. Jack memandang berkeliling dengan bingung.
Akhirnya ia melihat dan mana cahaya itu datang. Dari lantai serambi atau
"tepatnya, dari bawah lantai! ia menghampiri tempat itu dengan berhati hati. Ia
"sampai di tepi sebuah lubang di lantai. Di situ sama sekali tidak ada tingkap.
Lubang itu kelihatannya seperti lubang biasa. Tapi Jack tahu pasti, lubang itu
tidak ada sebelumnya. Namun cahaya samar itu datang dari dalam lubang itu.
Jack memandang ke bawah. Dilihatnya tangga batu. Ia tidak tahu, apa yang ada di
bawah. Mungkin gudang, tapi mungkin pula ruangan sel bawah tanah! Dengan cepat
Jack lari ke gerbang depan, untuk melihat apakah di menara ada orang. Jika
ternyata ada, ia sempat turun ke bawah dan memeriksa di situ.
Dilihatnya cahaya terang memancar di atas menara. Bagus! Orang tak dikenal itu
memberi isyarat lagi, entah pada siapa. Ada waktu dua sampai tiga menit, sampai
orang itu kembali. Jadi ada waktu bagi Jack untuk memeriksa lubang aneh itu.
Secepat kilat Jack sudah menuruni tangga batu. Di bawah ia memandang berkeliling
dengan heran. Ternyata ia berada dalam sebuah ruangan, yang kelihatannya mirip museum! Ruangan
bawah tanah itu luas, dengan permadani tergantung di dinding dan terhampar di
lantai. Di sekeliling ruangan berjejer-jejer baju zirah, yaitu pakaian perang
prajurit jaman dulu. Ia sudah sering melihat barang-barang begitu di museum. Di
sana-sini nampak kursi-kursi tua yang besar-besar. Sebuah meja sempit tapi
panjang mengisi tepi ruangan, dengan piring dan gelas di atasnya.
Jack memandang berkeliling sambil melongo. Semua benda yang ada di situ nampak
sudah kuno. Tapi kelihatan pula bahwa ruangan itu tidak terbengkalai seperti
kamar-kamar berperabot yang ada di atas. Di situ sama sekali tidak ada sarang
labah-labah atau debu. Di pojok ruangan terdapat sebuah tempat tidur kuno yang besar, dengan empat buah
tiang yang tegak di tiap sudut. Tempat tidur itu diselubungi kelambu tebal
berenda-renda. Jack datang menghampirinya. Kelihatannya bahwa tempat tidur itu
bekas dibaringi, karena pada bantal nampak lekukan. Seperti tersingkap, seperti
ada yang bangun dengan terburu-buru.
Di atas meja terdapat sebuah kendi berisi air dingin.
"Pasti diambil dari pompa!" pikir Jack "Karena itulah di lantai selalu nampak
air tergenang. Rupanya ada orang yang setiap malam mengambil air ke sana."
Kiki terbang ke seperangkat baju zirah. Burung iseng itu bertengger di atas
ketopong sambil memandang ke arah dalam, seolah-olah mengira ada orang di situ.
Jack terkikik pelan. Rupanya Kiki menyangka baju zirah itu manusia sungguhan.
Nampak burung itu bingung.
Saat itu Jack merasa seperti mendengar sesuatu. Ia ketakutan, lalu melesat ke
atas sambil membawa Kiki. la meloncat ke luar, lalu bersembunyi dalam kegelapan
serambi Tapi di situ pun ia masih merasa takut. Jangan-jangan orang yang tadi
terdengar langkahnya akan bisa melihat dirinya diterangi cahaya senter yang
dibawanya. Karena itu ia lantas cepat-cepat masuk ke kamar duduk.
Tapi ketika ia bergegas masuk, kakinya menyandung bangku sehingga jatuh ke
lantai. Langkah yang terdengar di luar berhenti dengan tiba-tiba. Rupanya orang
itu berhenti berjalan, lalu memasang telinga. Ia mendengar suara bangku jatuh
yang disenggol oleh Jack.
Dengan hati berdebar keras, Jack bersembunyi di balik pojok sofa tua. Ia
berlutut di situ, dengan Kiki di pundaknya. Keduanya bersembunyi dengan diam-
diam. Tapi Jack merasa orang tak dikenal itu pasti bisa mendengar degupan
jantungnya saat itu! Terdengar langkah seseorang memasuki ruangan dengan hati-hati. Kemudian sunyi
lagi. Lalu terdengar lagi orang itu melangkah. Kali ini sudah lebih dekat ke
tempatnya bersembunyi. Bulu tengkuk Jack berdiri karena seram. Jika orang itu sampai mengitari sofa
lalu menyalakan senter, ia pasti akan melihat Jack. Kening anak itu sudah basah
kuyup berkeringat dingin. Kiki mencengkeram pundak Jack kuat-kuat. Rupanya ia
merasakan bahwa Jack sedang ketakutan. Kiki tidak tahan lagi!
Tahu-tahu ia terbang, menyambar kepala orang yang tak nampak itu sambil
meneriakkan jeritan rajawali. Orang tak dikenal itu berseru karena kaget.
Tangannya mengibas kian kemari, berusaha menangkis burung yang datang menyerang.
Senternya terbanting ke lantai. Dalam hati Jack berdoa, mudah-mudahan saja
pecah! Kiki menjerit sekali lagi, kini menirukan bunyi kereta api cepat. Orang tak
dikenal itu mengibaskan tangan ke arahnya. Tersambar olehnya bulu Kiki selembar,
lalu disentakkannya sehingga tercabut. Sementara itu Kiki sudah bertengger lagi
di atas kepala Jack yang masih bersembunyi. Kiki menggeram-geram, seperti anjing
galak. "Ampun, tempat ini penuh dengan burung dan anjing!" kata seseorang dengan suara
berat dan serak. Kedengarannya seperti jengkel. Terdengar bunyi menggerapai-
gerapai di lantai. Rupanya orang itu mencari-cari senternya yang jatuh. Dan
Akhirnya ketemu. "Pecah!" gerutu orang itu. Jack mendengar bunyi tombol digeser-geserkan beberapa
kali. "Mestinya salah satu rajawali itu masuk ke sini. Tapi mau apa ia di sini?"
Sambil menggerutu, orang itu keluar. Jack mendengar bunyi aneh, seperti barang
berat digeser. Setelah itu sunyi.
Lama sekali Jack tetap meringkuk di belakang sofa. Sedang Kiki sudah terlelap di
atas pundak anak itu. Akhirnya ia memberanikan diri. Ia bangkit, lalu berjingkat-jingkat menuju pintu.
Untung ia memakai sepatu beralas karet.
Jack mengintip ke luar. Dari bawah lantai serambi tidak kelihatan lagi cahaya
memancar ke atas. Serambi sudah gelap dan sunyi kembali. Jack memandang ke arah
yang menurut dugaannya merupakan tempat lubang tadi. Lubang menuju ruangan
tersembunyi, yang mirip museum dengan berbagai benda kuno yang ada di dalamnya.
Mungkin itulah ruangan di mana laki-laki jahat itu dulu menyembunyikan tamu-
tamunya dan membiarkan mereka mati kelaparan di situ! Jack merasa seram
membayangkannya. Tanpa berusaha melihat apa yang terjadi dengan lubang aneh tadi, ia cepat-cepat
lari ke halaman lalu naik ke semak tempat persembunyiannya. Di situ ia merasa
aman. Jack merangkak masuk, disertai omelan dan keluhan Kiki. Sesampai di dalam,
ia berusaha tidur lagi.

Lima Sekawan 02 Petualangan Di Puri Rajawali di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi sia-sia. Pikirannya penuh dengan ingatan pada kamar aneh tadi. Berulang
kali ia bergidik, setiap teringat bahwa ia nyaris saja tertangkap. Untung ada
Kiki. Kalau tidak "Jack menyayangkan, kenapa anak-anak yang lain tidak ada bersamanya saat itu. Ia
ingin sekali menceritakan pengalamannya pada mereka. Tapi yah - besok kan
"mereka datang lagi. Ia harus menunggu dengan sabar. Kecil sekali kemungkinannya
orang yang bersembunyi itu akan muncul pada siang hari. Karena alasan tertentu,
orang itu harus bersembunyi terus. Jadi tentu ia takkan muncul pada siang hari,
dengan risiko tempat persembunyiannya diketahui orang lain.
"Tapi bagaimana caranya ia mendapat makanan'?" pikir Jack Kalau soal air
gampang. Ia bisa mengambilnya dari sumur pompa. Tapi makanan" Yah mungkin
"untuk itulah ia memberi isyarat dari atas menara. ia memberi isyarat dengan
senter pada kawan, atau kawan-kawannya. Kalau begitu, ada kemungkinan akan
datang orang-orang ke puri. Tapi lewat mana mereka masuk"
"Kurasa ini suatu petualangan baru," kata Jack dengan tiba-tiba. Seluruh
tubuhnya terasa seperti dirayapi perasaan aneh. Merinding! "Ya, betul. Perasaan
begini pernah kualami tahun lalu ketika kita beramai-ramai berlayar menuju
"Pulau Suram, di mana kemudian terjadi berbagai peristiwa tegang. Wah, apa kata
anak-anak nanti, jika kukatakan bahwa kita kembali menemukan petualangan hebat.
Petualangan dalam puri rajawali!"
Akhirnya Jack tertidur juga, setelah dua jam sibuk berpikir dan berangan-angan.
Tahu-tahu ia terbangun, karena sinar matahari menggelitik tubuhnya. Jack merasa
lega, karena siang sudah tiba. Ia teringat pada kejadian malam sebelumnya. Ia
mulai sangsi, jangan-jangan ruangan mirip museum itu hanya ada dalam mimpinya
saja. "Ah, tak mungkin ruangan seperti itu bisa kumimpikan," pikir Jack. Digelitiknya
Kiki, supaya terbangun. Kemudian ia merangkak keluar dari semak, lalu sarapan biskuit dengan buah plum
yang dibawakan anak-anak kemarin. Sambil mengunyah ia memandang puri. Siapakah
orang yang bersembunyi di situ"
Tiba tiba tubuhnya kejang. Matanya nanar, menatap dua orang laki-laki yang
"kelihatan berjalan di halaman dalam puri. Mereka menuju ke puri. Dari mana tadi
masuk" Pasti ada jalan masuk ke situ atau mungkin orang-orang itu memiliki
"anak kunci untuk membuka pintu besar"
Kedua orang itu masuk ke dalam puri. Rupanya mereka tidak takut dilihat orang "tidak seperti orang yang bersembunyi di bawah tanah, "Apakah teman mereka akan
bercerita bahwa tadi malam ada orang di sini?" Jack sudah ketakutan saja.
Jangan-jangan mereka nanti mencari dirinya!
Bab 16 BERBAGAI KEJADIAN Jack bergegas menyusup kembali ke dalam semak, tanpa membungkus tubuh lebih dulu
dengan selimut. Sebagai akibatnya habis kulitnya tergores duri. Ketika sudah di
dalam barulah ia teringat. Ia meninggalkan beberapa kantong kertas di halaman
dalam, dengan sisa-sisa apel makanannya bersama anak-anak.
"Aduh!" keluhnya dalam hati. "Kalau bungkusan itu mereka temukan, pasti mereka
akan tahu bahwa ada orang lain di tempat ini!"
Ia menunggu selama kurang lebih satu jam di dalam semak, sambil sekali-sekali
mengintip ke arah sarang rajawali. Ia tidak tahu apakah sebaiknya ia
mengharapkan agar anak-anak lekas datang supaya ia tidak sendirian lagi, atau
mengharapkan semoga mereka agak lambat datang, supaya kedua laki-laki itu sudah
pergi lagi apabila mereka muncul.
"Jika mereka memilih tempat ini sebagai persembunyian yang aman untuk seseorang,
pasti mereka takkan senang apabila mengetahui bahwa kami ada di sini," pikir
Jack dengan perasaan tidak enak. "Aku mulai merasa sebetulnya kita jangan datang
ke sini. Mungkin puri ini masih ada pemiliknya mungkin pula kedua orang tadi!"
"Ia mendengar suara orang bercakap-cakap. Ia mengintip dari sela-sela dahan
berduri, untuk melihat siapa yang berbicara itu. Ternyata kedua laki-laki tadi.
Teman mereka yang bersembunyi, rupa-rupanya tidak berani muncul dari
persembunyiannya. Jack memandang mereka dengan diam-diam. Keduanya bertubuh tinggi besar. Seorang
di antaranya berjanggut hitam lebat. Tampang mereka tidak enak dilihat. Jack
berusaha menangkap pembicaraan mereka ketika kedua orang itu mendekat. Tapi
mereka berbicara dalam suatu bahasa yang tak dikenalnya.
Tiba-tiba kedua orang itu berhenti. Sambil berseru kaget, laki-laki yang
berjanggut membungkuk lalu memungut kantong kertas yang ditinggalkan Jack di
"halaman situ. Orang itu melihat sisa-sisa apel yang ada di dalamnya, lalu
ditunjukkannya pada temannya. Sisa-sisa apel itu masih agak segar kelihatannya.
Jack langsung menduga, kedua laki-laki itu pasti tahu bahwa kantong itu belum
lama tercecer di situ! Jack semakin meringkuk dalam semak. Ia mengucap syukur
bahwa semak itu lebat. Kedua laki-laki yang di bawah memencar. Mereka mulai memeriksa seluruh puri
dengan seksama. Bangunan utama, menara-menara tembok pertahanan serta halaman
dalam semua mereka teliti. Sementara itu Jack mengintip mereka dari dalam
"semak. Kiki bungkam dalam seribu bahasa.
Kedua laki-laki itu bergabung lagi, lalu menghampiri tebing tempat rajawali
bersarang. Kelihatan jelas bahwa mereka bermaksud hendak mendaki tebing dan
memeriksa tempat itu pula.
Jack tidak berani bergerak sedikit pun, seperti seekor tikus yang ketakutan
karena ada burung hantu di dekatnya. Hatinya berdebar keras. Sampai terasa
sakit! Kedua laki-laki itu berseru kaget, ketika melihat di situ ada sarang
dengan seekor anak rajawali di dalamnya.
Rupa-rupanya mereka tidak mengenal watak rajawali. Mereka menghampiri sarang itu
sampai dekat sekali. Salah seorang dari mereka bahkan mengulurkan tangan, hendak
menjamah. Saat itu terdengar deru bunyi sayap mengepak. Rajawali yang betina menghunjam
turun dari langit tinggi, lurus mengarah ke kepala orang yang mengulurkan
tangannya. Orang yang diserang melindungi kepalanya dengan lengan yang terangkat
ke atas, sementara temannya memukul-mukul untuk menghalau burung besar yang
marah itu. Sementara itu burung yang jantan ikut menghunjam ke bawah.
Jack melihat kejadian ini dengan jelas. Tiba-tiba ia mendapat akal bagus. Muka
orang yang diserang nampak jelas sekali. Orang itu masih mendongak, memandang ke
arah burung jantan. Seluruh mukanya kelihatan, sampai ke leher. Jack menekan tombol kameranya. Klik!
Hari Hari Terkutuk 1 Dewa Arak 52 Manusia Kelelawar Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 12
^