Pencarian

Petualangan Disirkus Asing 2

Lima Sekawan 07 Petualangan Di Sirkus Asing Bagian 2


Ellis." Mereka mengetuk pintu rumah, lalu masuk ke dapur yang nyaman. Api menyala di
pendiangan, walau hawa saat itu tidak bisa dibilang dingin. Bibi Naomi duduk
sambil merajut di depan api. Bu Ellis menyongsong mereka.
"Eh, ada tamu rupanya! Selamat malam, Pak Cunningham. Silakan masuk! Bagaimana
"sudah mulai biasa tinggal di Pondok Batu" Silakan duduk, Pak. Kau juga, Nak!
Anda memerlukan sesuatu, barangkali?"
Lucy-Ann memilih kursi goyang, lalu duduk sambil bergoyang-goyang. Seekor
kucing besar berbulu belang meloncat ke atas pangkuannya, lalu langsung
tidur di situ. Kucing itu mendengkur. Bu Ellis menyuguhkan sepotong kue
yang besar pada Lucy-Ann. Sambil makan kue, anak itu mendengarkan pembicaraan
Bill dengan Bu Ellis. Bill bercerita tentang kehidupan di Pondok Batu.
"Daerah ini menyenangkan. Tenang sekali," katanya. "Orang asing mestinya jarang
yang datang kemari ya, Bu" Atau paling-paling orang seperti kami ini, yang
berlibur selama beberapa waktu di sini."
"Biasanya memang begitu. Tapi tadi siang ada dua orang asing datang kemari,"
kata Bu Ellis. "Mereka naik mobil bagus, berwarna hitam. Seperti mobil Anda,
Pak Cunningham." "Mungkin salah jalan," kata Bill. ia mengatakannya dengan nada suara yang
biasa-biasa saja. Tapi Lucy-Ann merasa bahwa dalam hati, Bill saat itu sangat
tegang. "Tidak, mereka tidak salah jalan," kata Bu Ellis. "Mereka sedang mencari-cari
rumah petani yang bisa disewa untuk beberapa hari. Istri orang yang berbicara
dengan aku tadi baru saja sembuh dari sakit yang lama sekali, dan kini perlu
beristirahat agar bisa segar kembali. Selama mencari-cari itu rupanya ada yang
bercerita tentang tempat pertanian kami ini, lalu mereka kemari untuk
menanyakan." "O, begitu," kata Bill. "Lalu bagaimana Anda katakan bahwa Anda bisa menampung "mereka?"
Ya," kata Bu Ellis. "Tapi aku kemudian diomeli suamiku karenanya. Kata suamiku,
"aku ini terlalu baik hati. Tapi aku merasa kasihan pada istri orang itu. Besok
mereka datang. Menurut orang tadi, nama mereka Jones. Tapi kurasa mereka bukan
orang Inggris. Mereka orang asing."
"Orang asing," kata Bill lambat-lambat. "Itu sudah kukira."
Bab 9, TAMU YANG TIBA-TIBA DATANG
Lucy-Ann tertegun. Orang asing! Apakah itu berarti bahwa mereka datang dari
Tauri-Hessia" Mungkinkah mereka berhasil melacak jejak Gussy" Aduh mudah-
"mudahan ini bukan awal dari petualangan yang baru lagi! Padahal liburan sekali
ini dimulai dengan begitu menyenangkan!
"Sialan!" bisik Lucy-Ann di dekat telinga kucing yang meringkuk di pangkuannya.
Bill masih mengajukan beberapa pertanyaan lagi dengan sikap sambil lalu.
Tapi kecuali keterangan tadi, tidak ada lagi yang bisa ditambahkan oleh Bu
Ellis. Akhirnya Bill minta diri. Diambilnya kendi berisi susu yang
diambilkan Bu Ellis dari tempat penyimpanan, dan sekaligus dibayarnya. Setelah
mengucapkan terima kasih, diajaknya Lucy-Ann keluar.
"Kelihatannya ada yang berhasil melacak jejak Gussy sampai kemari," kata Bill
setengah berbisik. Suaranya membayangkan perasaan khawatir. "Tapi bagaimana
sampai bisa ketahuan bahwa ia ada bersama kita" Sayang, penampilan anak itu
begitu menyolok, sehingga bisa dikenali dengan gampang! Kemungkinannya ada yang
melihat dia bersama aku, lalu mengadakan penyelidikan mengenai diriku. Dan
begitu sudah tahu siapa aku, selebihnya merupakan urusan gampang. Hm...Gawat
juga, kalau begitu!"
"Apakah Anda berniat akan pergi dari sini, bersama Gus?" tanya Lucy-Ann.
Suaranya begitu lirih, sehingga nyaris tidak terdengar oleh Bill. "Jangan pergi
ya, Bill!" "Aku harus berembuk dengan Bibi Allie mengenai hal ini," kata Bill. "Tapi jangan
kau-ceritakan apa yang kaudengar tadi pada Gus, ya! Nanti ia gelisah. Mulai
saat ini kalian tidak boleh sekali-sekali membiarkan dia sendiri. Kalian harus
selalu menemaninya, ke mana pun a pergi."
"Baiklah, Bill," kata Lucy-Ann. "Ah, kenapa bu Ellis tadi mengatakan mau
menerima orang-orang asing itu tinggal di tempatnya" Tapi mungkin juga mereka
orang biasa saja, yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan urusan itu,
Bill." "Ya, kemungkinan itu memang ada," kata Bill. "Tapi aku mendapat firasat buruk
mengenai mereka. Walau begitu, kau tidak perlu merasa cemas."
"Selama kau ada bersama kami, aku tidak merasa cemas," kata Lucy-Ann. "Jangan
pergi, lagi Bill." "Tidak, aku takkan pergi," jawab Bill. "Jika keadaan benar-benar mendesak,
barulah aku akan menghilang, bersama Gus."
Ketika mereka sampai di rumah, Gussy dan Dinah sudah tidur. Bibi Allie masih
ada di ruang duduk, ditemani oleh Jack dan Philip. Mereka menunggu sambil
membaca. Bill menaruh susu di bilik tempat penyimpan makanan.
Setelah kembali ke ruang duduk, diceritakannya pengalaman di rumah Bu Ellis
tadi. Wajah istrinya membayangkan perasaan khawatir.
"Bagaimana orang-orang itu bisa tahu bahwa Gus ada di sini bersama kita?"
katanya dengan heran. "Bagaimana sekarang, Bill" Apakah sebaiknya kita semua
pergi dari sini?" "Jangan! Itu malah semakin menambah kecurigaan," kata Bill. "Seorang laki-laki
dan seorang wanita saja, takkan bisa berbuat apa-apa terhadap kita. Mereka
takkan berani menculik Gus dari tengah-tengah kita. Kita tunggu saja dulu,
apakah ada lagi orang asing bermunculan di sini. Itu akan bisa kita ketahui
dengan segera, dari Bu Ellis. Jack dan Philip bisa bergantian pergi mengambil
susu setiap hari ke tempat Bu Ellis, sambil memasang telinga kalau-kalau ada
perkembangan baru." "Baiklah kalau begitu kita tetap seperti sediakala," kata istrinya. "Tapi "Gussy perlu kita beri tahu, agar ia berjaga-jaga. Mulai sekarang ia tidak boleh
pergi jauh-jauh meninggalkan kita. Dan kalian harus selalu memeriksa apakah
jendela kamar tidur kalian sudah terkunci atau belum, Jack dan Philip."
"Kenapa harus begitu?" kata Jack. Ia tidak suka tidur dengan jendela tertutup.
"Kan ada Kiki! Kewaspadaannya sebanding dengan anjing penjaga mana pun juga.
Jika ada orang mencoba menyelinap masuk malam-malam, Kiki pasti akan langsung
menjerit, sehingga kita semua terbangun."
"Aku lebih merasa aman, jika jendela kamar kalian terkunci dari dalam," kata Bu
Cunningham. "Aku tahu, begitu ada orang tidak dikenal masuk, Kiki pasti akan
langsung menjerit. Tapi aku tidak mau mengambil risiko."
Keesokan paginya Gussy diberi tahu, juga Dinah. Philip disuruh berjaga di
dekat tempat pertanian, untuk mengamat-amati jika kedua orang asing itu
datang. Keduanya datang dengan mobil hitam, yang sehari sebelumnya sudah dilihat oleh
Philip dengan teropong. Mobil besar itu mewah sekali kelihatannya. Mobil
Daimler, kata Philip dalam hati. Pasti larinya sangat laju! Pintu mobil
terbuka. Seorang pria berbadan langsing turun. Pakaiannya apik, sedang rambutnya
tersisir rapi ke belakang, ia memakai kaca mata yang hanya terdiri dari satu
lensa, yang dijepitkan di depan mata kanannya, ia berbicara dalam bahasa Inggris
yang lancar. Tapi meski begitu terdengar jelas dari logatnya bahwa ia orang
asing, ia menolong seorang wanita muda turun dari mobil. Wanita itu cantik
sekali, ia dibimbing oleh pria tadi, berjalan pelan-pelan menuju ke rumah.
"Wanita itu kelihatannya seperti baru sembuh dari sakit berat. Atau kalau tidak,
cuma berpura- pura saja," kata Philip dalam hati. "Sebaiknya aku cepat-cepat
saja kembali, untuk melapor pada Bill. Gussy juga perlu diberi tahu. Mungkin ia
bisa mengenali kedua orang itu, dari keteranganku.
"Tapi Gussy tidak mengenal mereka. "Tidak, aku belum pernah berjumpa dengan
orang-orang seperti yang kaukatakan itu," katanya sambil menggeleng.
"Aku takkan heran, jika siang ini mereka muncul di sini. Pura-pura berjalan-
jalan, tapi sebenarnya untuk menyelidik," kata Bill. "Mereka pasti sudah tahu
bahwa aku tinggal di sini dan menduga bahwa Gus juga ada bersama kita." "Dugaan Bill ternyata tepat. Siang itu Jack berkeliaran dalam kebun, karena
ingin mengamat-amati burung-burung yang ada di situ. Tiba-tiba ia mendengar
suara dua orang bercakap-cakap, ia tidak mengenal suara mereka. Karena ingin
tahu, ia mengintip dari balik belukar. Ah pasti itu kedua tamu yang tinggal di
"rumah Bu Ellis, katanya dalam hati. Penampilan mereka seperti yang diceritakan
Philip. Pria yang bertubuh jangkung dan berpakaian apik itu memakai lensa kaca
mata di depan matanya yang sebelah Kanan. Sedang wanita yang cantik berjalan
sambil menopang diri pada lengan pria di sebelahnya. Jack bergegas masuk ke
rumah, lewat pintu belakang.
"Bill!" serunya dengan gugup. "Mereka datang. Mana Gussy" ia bisa mengintip dari
balik jendela saat mereka lewat nanti. Mungkin saja ia mengenali kedua orang
itu." Sambil berlindung di balik tirai jendela ruang duduk, Gus mengintip dengan hati-
hati ke luar. Tapi kedua orang tadi tidak lewat. Mereka membuka pintu
pekarangan, lalu langsung menuju ke pintu depan. Detik berikut terdengar bunyi
pintu diketuk. Bu Cunningham terkejut. Saat itu ia sedang beristirahat di tempat tidur. Bill
membuka pintu kamar, lalu masuk.
"Itu kedua orang asing yang menginap di tempat Bu Ellis. Tidak kusangka mereka
akan langsung kemari. Mungkin mereka tidak menduga bahwa kita sudah merasa
curiga atas kemunculan mereka di sini. Tolong, kau saja yang membukakan pintu!
Aku tidak boleh sampai kelihatan dan begitu pula Gus! Tapi anak-anak yang
"lain, boleh saja."
Setelah itu Bill mendatangi Gus, untuk mengatakan agar jangan menampakkan diri.
Sementara itu Bu Cunningham bergegas turun, untuk membukakan pintu. Dilihatnya
dua orang berdiri di situ. Seorang pria, dan seorang wanita. Yang pria
membuka topinya, memberi hormat dengan sopan.
"Maafkan kedatangan kami secara tiba-tiba ini," katanya. "Kami sebetulnya
sedang berjalan-jalan. Tahu-tahu istri saya merasa lemas. Mungkin seteguk air
akan membuatnya segar kembali.
"Ya, tentu saja. Nanti saya ambilkan sebentar. Silakan masuk." Mudah-mudahan
saja Gussy tidak turun untuk melihat, kata Bu Cunningham dalam hati.
"Istri saya baru saja sembuh dari sakit," kata pria itu lagi. "Saya membawanya
ke daerah pedesaan sini untuk memulihkan kesehatannya. Hawa segar, ditambah
makanan bermutu jelas akan lebih cepat menyegarkannya kembali, dibandingkan
"hotel mana pun juga tapi saya seharusnya tidak mengajaknya berjalan begini jauh,
pada hari pertama kami di sini."
Bu Cunningham menanggapi permainan berpura-pura itu dengan sebaik mungkin.
"Aduh, kasihan," katanya, ia memanggil Dinah. "Dinah! Coba tolong ambilkan air
segelas, ya?" Dinah bergegas ke dapur. Dengan segera ia sudah kembali, membawa baki dengan
kendi berisi air dingin serta sebuah gelas. Sambil meletakkan baki di atas meja,
dipandangnya kedua orang tamu itu dengan perasaan ingin tahu. Kedua orang itu
membalas pandangannya. "Ini anak Anda?" tanya yang wanita. "Alangkah manisnya! Selain dia, Anda masih
punya anak lagi?" "O ya," jawab Bu Cunningham. "Masih ada satu lagi, ditambah dua anak angkat.
Tolong panggil mereka, Dinah!"
Dinah pergi memanggil Lucy-ann, Philip, dan Jack. Tamu yang wanita menjerit,
ketika melihat Kiki yang bertengger di bahu Jack.
"Burung kakaktua! Jangan perbolehkan dia mendekati aku!"
"Bersihkan kakimu!" oceh Kiki. "Tutup pintu!" Setelah itu ia menggeram,
menirukan suara anjing. Wanita itu berseru dalam bahasa asing, lalu mengatakan sesuatu pada yang laki-
laki. Pria itu tertawa. "Istri saya mengatakan, orang-orang yang datang
berkunjung kemari harus tahu tata krama,kalau tidak ingin didamprat kakaktua
kalian," katanya. "Jadi mereka ini anak-anak Anda, Bu" Anda tidak punya satu
lagi?" "Tidak," jawab Bu Cunningham. "Hanya mereka berempat inilah anak-anak
saya." "Tapi menurut Bu Ellis, masih ada satu lagi," kata tamu yang wanita, sambil
meneguk air dingin. Bu Cunningham mengambil kotak rokok, lalu menyodorkannya pada wanita itu.
Maksudnya untuk mengalihkan pokok pembicaraan. Tapi wanita itu tetap mengotot.
"Mungkin ada anak lain, yang ikut berlibur di sini," katanya, sambil tersenyum
manis. "Ah saya rasa yang dimaksudkan oleh Bu Ellis itu Gussy," kata Bu Cunningham. ?"Ya, anak itu memang ikut berlibur di sini untuk sementara waktu sampai orang
"tuanya bisa mengajaknya pulang."
Bolehkah saya melihat anak itu?" tanya tamu yang wanita. "Saya suka sekali pada
"anak-anak." Ke mana Gussy tadi. Anak-anak?" tanya Bu Cunningham. Dari nada suaranya,
"anak-anak angsung mengerti bahwa ia ingin agar mereka mengatakan tidak
tahu. Dan mereka memang tidak tahu! Saat itu Gussy bersembunyi dalam lemari
pakaian di tingkat atas. Ia dengan segera menyusup masuk ke situ, begitu
mendengar bunyi pintu rumah diketuk. Bill yang menyuruhnya bersembunyi di
tempat itu. Entah, ya," kata Jack. "Mungkin keluyuran ke luar. Kau tahu ke mana Gussy tadi,
"Philip?" "Aku juga tidak tahu," jawab Philip. "Mungkin bermain-main ke hutan."
"Ah anak itu rupanya senang keluyuran, ya?" kata yang laki-laki. "Yah
" "mungkin dalam perjalanan pulang nanti, kami akan berjumpa dengan dia di
tengah jalan. Terima kasih. Bu, atas kebaikan hati menolong istri saya.
Bolehkah saya memberi apa-apa pada keempat anak Anda yang manis-manis ini,
untuk membeli es krim" Dan ini juga untuk Gussy!"
Anak-anak melongo, karena laki-laki itu meletakkan lima lembar uang
sepuluh shilling yang masih baru di atas meja, di depan Bu Cunningham. Ibu
Dinah dan Philip kaget sekali. Dengan cepat ditolaknya pemberian itu.
Aduh, ini sama sekali tidak perlu!" katanya. Saya kan hanya memberi segelas air
"saja. Tidak kami tidak bisa menerima pemberian ini."
"Laki-laki itu nampak heran, dan sekaligus juga kikuk. Kelima lembar uang
kertas itu dikantunginya kembali.
"Yah apa boleh buat," katanya. "Di negeri kami, ini hanya merupakan tanda
"terima kasih biasa saja, atas suatu pertolongan."
"Di manakah negeri Anda itu, Pak?" tanya Jack dengan segera. Laki-laki itu
kelihatan agak ragu. Yang wanita melirik dengan cepat ke arahnya.
"Negeriku eh, kami ini dari Italia," katanya. "Negeri yang indah!" ia "berpaling pada yang wanita. "Yuk kita pergi sekarang." Dibimbingnya wanita
"itu ke arah pintu, sementara matanya jelalatan kian kemari. Rupanya ia
mencari-cari Gussy. ia membungkukkan badan pada Bu Cunningham, lalu keluar.
Bu Cunningham menyerukan sesuatu padanya. Orang itu berpaling.
"Apa kata Anda?" katanya. "Saya tidak mengerti."
Bu Cunningham mengulangi kalimatnya. Orang itu kelihatan bingung, ia membungkuk
lagi, lalu bergegas keluar, dan langsung pergi.
"ia bukan orang Italia!" kata Bu Cunningham. "Aku tadi menitipkan salam pada Bu
Ellis dalam bahasa itu dan ternyata ia sama sekali tidak mengerti!"
" "Bab 10, PANGGILAN MENDADAK
Jack bergegas menyusul, ia hendak memastikan, bahwa kedua orang itu benar-benar
pulang ke tempat pertanian. Ternyata mereka memang langsung menuju ke sana.
Gussy dipanggil ke luar dari tempat persembunyiannya.
Wanita itu tadi Nyonya Tatiosa istri Perdana Menteri," katanya. "Aku benci
" "padanya! wanita itu sangat licik, dan juga kejam."
Apa" Wanita secantik itu?" kata Bu Cuningham dengan nada kurang percaya.
"Ya, betul," kata Gussy. ia mengangguk-angguk, untuk menegaskan,
?"ia dulu pernah menjadi mata-mata, untuk negara kami. Paman yang mengatakannya
padaku, ia mata-mata yang sangat licin. Kemudian ia menikah dengan Perdana
Menteri, ia sangat berkuasa. Suaminya selalu menurut saja, jika ia mengatakan
sesuatu." Lalu yang laki-laki itu siapa, Gus?" tanya Jack.
"Aku tidak mengenalnya," jawab Gussy.
"Kau tidak mengenalnya" Hm," kata Bill. Tapi biarlah, itu juga tidak begitu
" "penting. Yang jelas, satu di antaranya kau kenali. Itu sudah cukup. Kini kita
sudah tahu pasti, mereka memang melacak jejak kita. Kurasa mungkin sebaiknya
kita lekas-lekas saja menyingkir dari sini."
"Tapi Anda pernah mengatakan bahwa mereka takkan bisa berbuat apa-apa terhadap
Gussy, Bill karena mereka hanya berdua saja," kata Jack. "Kenapa kita
"tidak mengamat-amati mereka saja setiap hari, supaya langsung bisa tahu jika
ada orang lain datang menggabungkan diri dengan mereka" Aku dan Philip bisa
bergantian menjaga di tempat pertanian."
"Baik juga usulmu itu," kata Bill, sambil mengepulkan asap pipanya. "Begini
sajalah! Kita bertahan dulu di sini selama dua hari lagi, menunggu langkah
berikut yang akan dilakukan oleh lawan kita. Tidak ada keraguan lagi, mereka
merasa bahwa Gussy pasti anak yang mereka cari. Kurasa Bu Ellis pasti memberikan
keterangan yang cukup jelas tentang Gussy pada mereka. Ciri-cirinya kan gampang
sekali dijelaskan!" "Ya, memang- dengan rambutnya yang panjang," kata Jack sambil nyengir.
?"Bagaimana, Bill apakah tidak sebaiknya aku langsung saja ke pertanian
"sekarang, untuk mengintai di sana sepanjang hari" Aku bisa saja datang dengan
alasan bahwa kita perlu mentega. Lalu aku tetap di situ, membantu-bantu. Aku


Lima Sekawan 07 Petualangan Di Sirkus Asing di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memang senang melakukannya."
"Baiklah kau pergi saja ke sana," kata Bill.
" Dengan segera Jack berangkat, membawa Kiki yang masih terus bertengger di
bahunya. Anak-anak yang lain pergi berjalan-jalan. Dengan sendirinya mereka
menjauhi tempat pertanian.
"Bawa bekal makanan," kata Bu Cunningham. "Kau juga lebih baik ikut, Gussy "Karena kalau kalian berjalan-jalan, takkan ada orang lain yang tahu di mana
kalian berada!" Setelah berjalan sekitar tiga kilometer, mereka sampai di sebuah tempat lapang.
Mereka duduk untuk beristirahat sebentar di situ.
"Senang rasanya, duduk-duduk di sini," kata Lucy-Ann. "Alangkah indahnya bunga-
bunga hutan ini. Aku senang melihatnya begitu bersih semuanya!"
"Tahu-tahu Dinah menjerit. "Hii apa itu, Philip! Itu, di bahumu! Ihh, itu kan
"tikus!" Tikus pohon yang selama itu berada di dalam kantung Philip rupanya
juga merasa kepanasan di situ. Ia keluar, merayap naik lewat rompi yang
dipakai Philip. Kepalanya tersembul dari balik kerahnya. Dan kini binatang
kecil itu duduk di bahu tuannya.
He itu kan tikus pohon!" seru Lucy-Ann dengan senang. "Siapa namanya, Philip"
" "Bolehkah aku memegangnya?"
Namanya Penidur! Itu cocok dengan kebiasaannya," jawab Philip, ia mengeluarkan
"sebutir biji-bijian dari kantungnya. Biji-bijian itu diberikannya pada Lucy-
Ann. "Nih kautaruh di telapak tanganmu, lalu kausodorkan padanya. Nanti ia pasti
"akan datang padamu."
Lucy-Ann menyodorkan biji-bijian yang diletakkan di atas telapak tangannya ke
arah tikus pohon kecil itu. ia melakukannya dengan tenang, tanpa gerakan yang
tergesa-gesa. Binatang mungil itu melihat tangan Lucy-Ann yang bergerak mendekat
ke arahnya. Hidungnya bergerak-gerak.
"ia mengendus bau biji-bijian itu," kata Philip. "Sekarang jangan bergerak,
Lucy-Ann. Nah betul kan" Sekarang ia pindah ke tanganmu."
?"Lucu sekali binatang ini, Philip!" kata Lucy-Ann. "Aku juga kepingin punya
seekor seperti dia."
"Nantilah kucarikan," kata Philip.
Tapi Dinah langsung menjerit. "Tidak! Jangan! Lucy-Ann kan tidur sekamar dengan
aku. Aku tidak mau ada tikus dalam kamar tidur!"
"Ini kan tikus pohon, bukan tikus rumah," kata Lucy-Ann. ia sama sekali tidak
"berbau. Lihatlah, betapa manisnya!"
Sementara itu Penidur sudah asyik menggerogoti biji-bijian, ia makan sambil
duduk. Sikapnya mirip tupai. Binatang mungil itu memandang Lucy-Ann dengan
matanya yang hitam berkilat.
"Bola matanya berkilat-kilat, seperti cermin," kata Lucy-Ann. "Aku bisa
dengan jelas melihat bayangan mukaku di dalamnya. Kecil sekali kelihatannya."
"O ya?" kata Gussy. Dengan cepat didekatkannya mukanya, karena ingin melihat
bayangan dirinya dalam mata tikus pohon itu. Penidur kaget, lalu buru-buru
menghilang ke balik baju Philip.
"Kau ini benar-benar konyol, Gussy," kata Lucy-Ann dengan sebal. "Kan sudah
dikatakan, jangan melakukan gerakan yang tergesa-gesa. Binatang kecil seperti
Penidur, sangat pengejut."
"Maaf sekali! Saya minta maaf," kata Gussy. Maafkan aku, Lucy-Ann."
"Baiklah. Mudah-mudahan saja Penidur mau Keluar lagi," kata Lucy-Ann. Ia masih
agak sebal. Setelah itu Penidur masih beberapa kali nampak menyembulkan
kepala dari balik kerah baju Philip. Tapi ia tidak mau keluar.
"ia masih belum benar-benar jinak," kata Philip menjelaskan. "Aku belum cukup
lama memeliharanya. Tapi nanti pasti akan jinak juga. Lihat sajalah sebentar "lagi ia pasti akan muncul saat kita sedang makan, lalu ikut makan biji-
bijiannya di piringku."
"Tidak boleh!" tukas Dinah dengan segera.
"Jangan konyol," kata Philip. "Kau sih, tidak mau berusaha menyukai tikus pohon.
Kau...." "Ssst ada orang datang," desis Lucy-Ann tiba-tiba.
?"Cepat bersembunyilah ke dalam semak itu, Gussy!" kata Philip. Dengan segera
"Gussy menghilang, bersembunyi dalam semak yang lebat. Semak itu banyak
durinya. Tapi Gussy tidak peduli. Lebih baik tertusuk duri dari pada ketahuan!
Dua orang laki-laki lewat, sambil bercakap-cakap dalam logat daerah itu. Seorang
dari mereka adalah laki-laki yang memberi keterangan pada Philip tentang musang.
Orang itu melambai ke arah mereka.
"Malam ini saat yang baik untuk mengamat-amati musang!" serunya sambil lewat.
"Keluarlah, Gus," kata Philip, ketika kedua orang itu tidak kelihatan lagi. Gus
merangkak ke luar dari tempat persembunyiannya. Muka, tangan, dan
kakinya penuh dengan goresan, karena duri. Anak itu kelihatan menahan tangis.
"Wah, dia berdarrah," kata Dinah mengganggunya. "Gus, kau berdarrrah!"
"Ah, cuma sedikit saja," kata Philip cepat-cepat. Diambilnya sapu tangan, lalu
diusapnya goresan-goresan yang mengeluarkan darah sedikit. "Kan biasa, jika
tergores karena duri. Sudahlah, Gus kau tidak perlu menangis. Seperti anak kecil
"saja!" "Aku tidak suka berdarrah," kata Gussy, dengan suara memelas. "Badanku sakit
karenanya." "Silakan sakit tapi jangan macam-macam," tukas Dinah. Gus menguatkan hatinya, ia
"tidak jadi menangis.
Setelah memakan bekal yang dibawa, mereka memutuskan untuk kembali. Dalam
perjalanan pulang, Philip ingin mampir sebentar di bekas tambang batu, untuk
melihat apakah musang-musang memang biasa berkeliaran di situ. Ia berkeliaran di
tempat yang luas dan sunyi itu. Ia memeriksa semak-semak, mencari bekas-bekas
musang. Sedang Gussy diajak Dinah dan Lucy-Ann berlari pulang. Lucy-Ann
menganggap itu perlu, karena siapa tahu ada musuh mengintai!
"Ada kabar baru?" tanya Lucy-Ann begitu masuk ke dalam rumah dengan napas
terengah-engah. "Jack sudah kembali?"
"Belum," kata Bu Cunningham. Dan di rumah pun selama itu tidak terjadi apa-apa.
Sorenya Jack kembali. "Tidak ada orang muncul di sana," katanya. Dan kedua orang tadi juga sama sekali
tidak keluar. Rupanya mereka selama aku mengintai tadi terus berada di dalam
kamar mereka. Sekali aku mendengar bunyi dentingan pesawat telepon. Mungkin
mereka menelepon kawanan mereka."
"Itu mungkin saja," kata Bill. "Yah sehari ini aku sama sekali tidak berbuat "apa-apa. Sekarang aku ingin membaca surat kabar. Jika aku selesai nanti,
kurasa sudah waktunya kita makan. Malam ini bulan purnama."
"Cocok untuk mengamat-amati kehidupan musang," kata Philip dengan suara pelan
pada Jack. "Bagaimana kau ikut ke hutan nanti?"
?"Jelas dong! Kita tunggu sampai semua sudah tidur, lalu kita menyelinap ke luar
rumah," kata Jack. "Gus pasti takkan mendengar kita. Tidurnya selalu nyenyak."
Untuk makan malam dihidangkan daging asap, selada, serta susu segar.
"Hmm, enaknya!" kata Philip. "Kenapa di asrama kita tidak pernah mendapat
makan malam seperti ini, ya?"
"Sudahlah, jangan kauulang-ulang terus tentang makanan di asrama," kata ibunya.
"Lihatlah, kau sudah menguap. Tidurlah, Anak-anak."
"Baik, Bu," kata Philip sambil berdiri. "Kau ikut, Jack?"
Jack mengangguk. Mungkin ada baiknya jika tidur dulu, sebelum keluar nanti. Gus
ikut dengan mereka ke atas. Dinah dan Lucy-Ann masih membaca-baca sebentar di
bawah. Tapi kemudian mereka juga pergi tidur.
"Weker akan kusetel untuk pukul sebelas, lalu kutaruh di bawah bantal," kata
Philip dengan pelan pada Jack. "Dengan begitu, Cuma aku sendiri yang
mendengar deringnya nanti. Aduh, capek sekali rasanya!"
Tidak lama kemudian kelima anak itu sudah tidur pulas. Bill menyetel radio.
"Aku masih ingin mengikuti warta berita pukul sepuluh," katanya pada istrinya.
Saat itu terdengar pintu rumah diketuk dengan pelan. Bill langsung tegang, ia
melirik ke arah istrinya. Alis Bu Cunningham terangkat. Bill pergi ke pintu.
"Siapa itu?" tanyanya. "Saya disuruh kemari oleh Bu Ellis," kata orang yang
mengetuk pintu dengan suara seperti ketakutan. Kedengarannya seperti suara
wanita. "Bibinya tadi jatuh, sehingga kakinya patah. Anda diminta segera datang. Bu
Ellis bingung sekali, karena Pak Dokter sedang bepergian."
Bill membuka pintu. Di luar nampak seseorang berbadan bungkuk, yang menyelubungi
tubuhnya dengan selendang yang besar. Wajahnya hanya nampak samar. Bill
menduga bahwa ia pasti wanita tua yang membantu di dapur Bu Ellis.
"Silakan masuk," ajak Bill.
"Terima kasih, tapi saya harus segera kembali. Anda akan datang?"
"Ya, kami akan segera datang." Bill menutup pintu lalu kembali ke ruang duduk.
"Kita diminta datang oleh Bu Ellis," katanya. "Bibi Naomi jatuh, dan sekarang
kakinya patah. Kuantar kau ke sana, tapi aku harus segera kembali lagi kemari.
Mungkin kau akan diantar pulang oleh Bu Ellis. Atau bisa juga kau menginap di
sana." "Kita berangkat saja sekarang," kata Bu Cunningham. "Kasihan Bu Ellis sekarang
"benar-benar terjadi apa yang dikhawatirkannya selama ini."
Keduanya cepat-cepat berpakaian, lalu berangkat.
"Anak-anak tidak usah kita bangunkan, karena aku kan langsung kembali lagi,"
kata Bill. ia mengunci pintu depan, lalu mengantungi anak kuncinya.
"Alangkah indahnya malam ini. Sinar bulan begitu terang, sehingga hampir
seperti siang hari. Enak juga,berjalan-jalan pada malam seperti sekarang ini,"
kata Bill. Bab 11, BERBAGAI KEJADIAN
Sinar bulan menerangi jalan yang dilewati Bill serta istrinya. Keduanya
bergegas-gegas. "Nanti akan kuminta pada Bu Ellis agar kau diantarkan pulang," kata Bill pada
istrinya. "Sedang aku, lebih baik jika aku langsung saja kembali. Aku cemas
memikirkan Gussy. Aku sebenarnya ingin melihat tampang Nyonya Tatiosa serta
kawannya tapi mereka tidak boleh sampai melihat aku." "Mereka melewati sekelompok pepohonan yang gelap. Mereka tidak melihat bahwa di
tengah pepohonan itu ada sesuatu yang bergerak-gerak. Mereka tidak melihat,
ketika empat sosok muncul dari situ, lalu berlari menghampiri mereka dari
belakang. Tiba-tiba Bill mendengar bunyi ranting kering patah. Dengan cepat ia
berpaling. Tapi saat itu juga ia disergap, dan dibanting ke tanah. Bu Cunningham
merasa dirinya diringkus. Ada tangan membungkam mulutnya, ia masih
berusaha berteriak. Tapi tidak bisa.
"Jangan berusaha melawan," kata orang yang menyergapnya, "dan jangan berteriak.
Kami tidak bermaksud menyakiti kalian. Kami hanya ingin menyingkirkan Anda
berdua selama beberapa waktu."
Walau begitu Bill tetap saja berusaha melawan, ia memberontak, karena tahu
bahwa orang- orang itu pasti hendak menangkap Gussy. Bill marah pada dirinya
sendiri. Panggilan tadi sudah jelas merupakan tipuan belaka. Bibi Naomi sama
sekali tidak jatuh atau patah kakinya. Bu Ellis sama sekali tidak meminta
mereka datang. Orang-orang inilah yang memancing dengan siasat itu agar ia dan
istrinya meninggalkan rumah, sehingga bisa diringkus dengan mudah. Dan kini
jalan terbuka bagi orang-orang itu untuk menculik Gus!
Salah seorang dari keempat laki-laki itu mengikat mulut Bill erat-erat dengan
kain, sehingga ia nyaris tidak bisa bernapas, ia juga tidak bisa melihat apa-
apa. Akhirnya Bill berhenti memberontak, ketika kedua belah lengannya
dipilin ke belakang punggung, lalu diikat. Saat itu ia tidak bisa berbuat apa-
apa, karena lawan ada empat orang. Mungkin ia nanti bisa melepaskan ikatan
jika orang-orang itu sudah pergi untuk menculik Gussy. Bill berharap akan
bisa mencegah. Bu Cunningham berusaha membebaskan diri. Tapi satu orang
saja sudah cukup untuk membuatnya tidak berkutik. Tangan dan kakinya diikat
dengan tali. Mulutnya juga disumbat dengan kain, agar tidak bisa berteriak.
"Kami sebenarnya tidak suka melakukan hal ini tapi apa boleh buat," kata salah
"seorang dari keempat laki-laki itu dengan sopan. "Kami harus membawa pangeran
cilik itu pulang, ia dibutuhkan tanah airnya, ia tidak akan kami apa-apakan
"begitu pula Anda berdua. Nanti jika Pangeran sudah kami ambil, salah seorang
dari kami akan kemari untuk membebaskan Anda lagi. Itu kalau mungkin! Jika
tidak pasti akan ada orang pertanian sini yang bisa membebaskan Anda besok
"pagi." Bill dan istrinya digiring ke dekat sebuah tumpukan jerami, lalu disuruh
berbaring di situ. Sebelumnya, kantung Bill digeledah. Anak kunci pintu Pondok
Batu diambil dan dibawa pergi.
Ke manakah orang-orang itu" Bill memasang telinga, ia berusaha melepaskan
kain yang mengikat mulutnya, dengan jalan menggosok-gosokkan kepala ke tanah.
Bagaimanakah keadaan Allie" Bill marah sekali terhadap dirinya sendiri, karena
begitu mudah ditipu. Wanita yang datang tadi pasti anggota kawanan itu. Pantas
ia tidak mau masuk ketika dipersilakan. Seharusnya saat itu ia sudah merasa
curiga, kata Bill dalam hati. Jika wanita itu benar-benar disuruh oleh Bu Ellis,
ia mestinya menunggu Bill serta istrinya, untuk kemudian kembali ke pertanian
bersama mereka berdua. Bill teringat pada laporan Jack, yang mengatakan
mendengar bunyi denting pesawat telepon yang diangkat. Pasti itu Nyonya
Tatiosa, atau mungkin juga kawannya, yang hendak menelepon, meminta bantuan
untuk melaksanakan rencana penculikan terhadap Gustavus. Dan mestinya petang itu
setelah Jack pulang ada mobil datang dengan bala bantuan. Sayang baru " " "saat itu Bill menyadari duduk perkara sebenarnya.
Pikirannya melayang ke Pondok Batu. Apakah yang sedang terjadi di sana saat itu"
Orang tadi mengatakan, Gustavus tidak akan mereka apa-apakan. Bill tidak
menyangsikan keterangan itu. Para penculik hanya ingin mendudukkannya ke atas
tahta, menggantikan pamannya. Gussy yang malang! Kalau ia sudah diangkat jadi
raja, pasti ia akan disuruh melakukan segala-galanya yang diperintahkan kawanan
penculik itu. Kehidupannya pasti takkan enak!
Sementara itu di Pondok Batu belum terjadi apa-apa. Anak-anak tidur nyenyak.
Jendela kamar tidur yang ditempati ketiga anak lelaki terkunci dari dalam,
seperti yang disuruh oleh Bill. Tapi itu tidak ada gunanya karena para
"penculik saat itu sudah memegang anak kunci untuk membuka pintu depan!
Waktu berjalan terus. Tepat pukul sebelas, jam weker yang ditaruh oleh Philip di
bawah bantalnya berbunyi. Anak itu langsung terbangun. Mula-mula ia tidak
mengenali bunyi yang membangunkannya. Tapi sesaat kemudian ia ingat lagi.
"Pukul sebelas!" katanya dalam hati. Tangannya merogoh ke bawah bantal, untuk
menghentikan bunyi deringan weker. Setelah itu ia duduk. Sinar bulan memancar
masuk ke dalam kamar, membuat benda-benda di situ nampak kemilau keperak-
perakan. Philip turun dari pembaringannya, lalu menghampiri tempat tidur Jack.
"Jack! Jack! Bangun, sudah pukul sebelas!" bisik Philip, ia tidak ingin Gus ikut
terbangun. Tapi anak itu tidur pulas sekali. Ketika weker tadi berbunyi, Kiki
juga sudah ikut bangun. Tapi burung kakaktua itu sudah biasa mendengar bunyi
weker itu berdering. Karenanya ia hanya menguap, sambil merentangkan sayap.
Jika anak-anak hendak keluar, ia tentu saja tidak mau ketinggalan.
Jack dan Philip buru-buru berpakaian. Mereka mengenakan celana pendek, baju
hangat dari wol, serta sepatu bersol karet. Sebelum meninggalkan kamar,
keduanya memperhatikan Gus yang masih tetap pulas. Mulut anak itu ternganga
lebar. Jack dan Philip nyengir, membayangkan keisengan Kiki yang memasukkan
rumput ke dalam mulut anak itu, ketika mereka piknik ke bukit.
Jack dan Philip menuruni tangga rumah dengan langkah menyelinap. Mereka berhenti
sebentar di depan pintu kamar Bill dan istrinya
"Tidak terdengar bunyi apa-apa," bisik Jack. "Rupanya mereka tidur nyenyak
sekali." Padahal saat itu Bill serta istrinya berbaring dalam keadaan terikat di
dekat tumpukan jerami. Kita keluar lewat pintu belakang," kata Philip berbisik. "Soalnya, pintu
"depan berderik sedikit kalau dibuka. Kita harus hati-hati, jangan sampai
membentur apa-apa dalam perjalanan ke luar."
Kiki bertengger di bahu Jack. Burung itu bisa diandalkan. Jika perlu, ia bisa
membisu. Dan saat itu ia tahu, Jack dan Philip tidak ingin ketahuan
waktu keluar. Kiki mencubiti cuping telinga tuannya. Sementara itu Jack dan
Philip berjalan menyelinap-nyelinap menuju pintu belang. Sampai di sana mereka
berhenti sebentar. Mereka berunding, jalan mana yang sebaiknya diambil.
Kurasa aku ikut saja dulu denganmu sampai ke hutan," kata Jack. "Kemudian aku
" "mungkin mampir sebentar di bekas tambang itu untuk mengamat-amati burung
hantu berburu tikus di situ."
Dengan langkah pelan mereka menuju ke hutan, yang letaknya di sebelah timur
Pondok Batu. Mereka bergerak sambil berlindung di balik bayangan pagar semak,
supaya tidak ada yang melihat. Philip, yang mengetahui kebiasaan musang,
mengajak Jack ke suatu kerumunan semak yang terdapat di atas sebuah lereng.
Dari sini saja kita mengintai," katanya lirih. Kedua anak itu meringkuk di "bawah sebuah semak lebat.
Tiba-tiba terdengar jeritan burung hantu di dekat mereka. Dengan segera Kiki
menirukan suara itu. Bunyinya begitu mirip sampai Jack kaget mendengarnya.
"Diam, Kiki!" bisiknya dengan sengit. "Nanti berdatangan burung hantu kemari,
mendengar teriakanmu. Nah itu sudah ada yang muncul!"
"Seekor burung hantu terbang menyambar dekat sekali ke kepala Jack. Anak itu
cepat-cepat menunduk. Kiki juga ikut mengendap. Burung iseng itu ingin
berteriak seperti tadi, sekali lagi. Ia memang suka sekali membuat burung-burung
lain bingung. Tapi Jack melarang. Kiki membisu, ia agak merajuk. Anak-anak
memasang telinga di malam yang sunyi itu. Tiba-tiba Jack menyenggol Philip,
untuk memberi isyarat. Seekor binatang bertubuh panjang lewat di depan mereka.


Lima Sekawan 07 Petualangan Di Sirkus Asing di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Cerpelai," bisik Philip. "Nah itu ada lagi yang muncul. Ah, seekor landak!"
"Landak itu melihat bayangan mereka di tempat gelap. Dengan perasaan ingin
tahu, dihampirinya Jack dan Philip. Sedikit pun ia tidak kelihatan takut. Philip
mengulurkan tangan ke arah binatang itu, yang kemudian mengendus endusnya
dengan penuh minat. Jack mengira, binatang itu pasti akan naik ke atas lutut
Philip Belum pernah dilihatnya ada binatang yang takut pada Philip ternyata
sedang lapar, ia pergi lagi untuk mencari keong, makanan yang paling disukainya.
Tidak lama kemudian muncul binatang lain. Kali ini seekor musang. Philip menahan
napas. Musang itu lumayan juga besarnya. Selama beberapa saat ia berdiri tanpa
bergerak, diterangi sinar bulan, ia mengendus-endus. Tapi angin berhembus ke
arah anak-anak. Jadi musang itu tidak bisa mencium bau mereka. Jack menyikut
Philip lagi. ia melihat bayangan beberapa ekor binatang, datang ke arah mereka.
"Anak-anak musang," kata Philip dalam hati. ia merasa senang. "Dan itu induk
mereka, menyusul di belakang. Wah, aku benar-benar mujur bisa melihat keluarga
musang!" Anak-anak musang itu bermain-main dengan asyik. Mereka berlompat-lompatan,
berguling-guling seperti bola. Kemudian seekor di antaranya meloncat ke atas
punggung saudaranya. Tapi saudaranya itu cepat-cepat berguling, lalu menindih
anak musang yang pertama. Anak-anak musang itu kelihatannya sangat menyukai
permainan itu. Tapi setelah beberapa waktu, musang-musang yang dewasa mendengus
memberi isyarat. Dengan segera anak-anak musang itu berhenti bermain, lalu
mengikuti induk mereka masuk ke dalam hutan.
"Lucu sekali permainan mereka tadi," bisik Jack sambil tertawa pelan.
Kemudian terdengar suara burung hantu berteriak, disambut suara burung hantu
yang lain. Kiki mulai tidak tenang. Baginya sulit sekali, harus diam terus
selama itu. "Aku pulang sekarang, ah," kata Philip sambil berdiri, ia menguap. "Kalau aku
masih duduk terus di sini, nanti aku tahu-tahu sudah ter tidur. Kau ikut,
Jack?" "Aku masih ingin melihat-lihat sebentar ke bekas tambang batu," kata Jack.
"Aku ingin mengamat-amati kawanan burung hantu di sana. Kecuali itu aku juga
ingin memberi kesempatan pada Kiki untuk menirukan jeritan mereka, sebagai
hadiah karena mau diam selama ini."
Kiki menggumam, mengatakan sesuatu. Jack berdiri, sambil merentangkan tubuh yang
terasa kaku. "Kau pulang saja dulu, Philip," katanya, "aku nanti menyusul. Jangan heran
jika kau nanti mendengar bunyi burung hantu bersahut-sahutan. Satu di
antaranya, pasti suara Kiki."
Philip kembali ke Pondok Batu, sementara Jack menuju ke bekas tambang batu.
Keduanya saat itu sama sekali tidak menduga, apa yang beberapa saat kemudian
akan mereka alami! Bab 12 TERTANGKAP Philip menuju ke pintu belakang Pondok Batu. Maksudnya hendak langsung masuk.
Tapi tidak jadi. ia tertegun. Bunyi apa itu" Kedengarannya seperti langkah
orang menuju pintu depan. Seperti orang yang berjalan berjingkat-jingkat.
Philip merasa tidak enak. Jangan-jangan itu orang yang hendak menculik Gussy.
Kalau begitu ia perlu memberi tahu Bill. Bill harus dibangunkan.
Philip cepat-cepat masuk lalu bergegas naik ke tingkat atas. Sesampai di ujung
atas tangga ia berpaling, karena mendengar bunyi pelan di belakangnya. Bunyi
berderik pelan. Bunyi pintu depan yang dibuka dengan hati-hati. Sesaat kemudian
nampak sinar terang memancar. Sinar senter!
Philip langsung berteriak. "Bill! Bill! Bangun. Bill! Ada orang masuk ke rumah!"
Philip berteriak-teriak di depan pintu kamar tidur Dinah dan Lucy-Ann. Dengan
segera kedua anak itu terbangun, lalu bergegas keluar.
"Astaga! Siapa yang berteriak-teriak itu" Ada apa" Mana Bill?"
"Ada orang masuk!" kata Philip dengan gugup. "Cepat bangun, Bill!" ia merasa
heran, kenapa Bill belum juga muncul. Tahu-tahu terdengar suara seseorang.
"Jangan bergerak!" Sinar senter yang terang menyoroti ketiga anak itu. Philip
mendorong Dinah dan Lucy-Ann, sehingga keduanya masuk kembali ke kamar mereka.
Setelah itu ia bergegas ke kamar Bill.
"Bill! Bill! Bangun!" Philip tertegun. Cahaya bulan menerangi pembaringan yang
kosong. Pembaringan itu kelihatan belum ditiduri. Di manakah Bill" Dan di
manakah ibunya" Philip bingung. Sementara itu Gus ikut terbangun, ia memandang
berkeliling dengan perasaan bingung. Suara siapakah yang ribut-ribut di luar
itu" Tiba-tiba dilihatnya Jack dan Philip tidak ada di tempat tidur masing-
masing. Gus cepat-cepat meloncat dari pembaringannya. Ia ketakutan.
Sementara itu Philip masih berdiri dalam kamar Bill serta ibunya, sambil
berteriak memanggil-manggil. Tahu-tahu muncul dua orang di ambang pintu. Salah
seorang dari mereka menyorotkan senter ke arah Philip.
"Bill Cunningham tidak ada di sini, begitu pula istrinya," kata seorang dari
mereka. "Kami kemari untuk menjemput Pangeran Aloysius. ia tidak akan kami
apa-apakan. Tapi ia harus ikut dengan kami. ia ditunggu di tanah airnya."
"Kalian apakan ibuku?" tanya Philip dengan marah. "Akan kupanggil
polisi! Kalian tidak boleh seenaknya saja menculik orang."
"Kau takkan bisa mencegah kami," Seorang laki-laki bertubuh tinggi langsing
melangkah maju, sehingga sosoknya diterangi sinar bulan. Dengan segera Philip
mengenalinya. Itulah laki-laki yang datang bersama Nyonya Tatiosa. Di belakang
orang itu muncul beberapa orang lagi. Berapakah jumlah mereka" Saat itu Philip
ingin sekali Jack ada di situ, menemaninya, ia sendiri takkan berdaya menghadapi
lawan sebanyak itu. Sedang Gus, tidak bisa diharapkan akan mampu berbuat apa-
apa. Tiba-tiba salah seorang laki-laki yang berdiri di belakang menyerukan sesuatu
dalam bahasa yang tidak dipahami oleh Philip. Orang yang di depan
menjawab dengan nada memberi komando. Orang yang pertama berbicara bergegas naik
ke ruang loteng. Justru pada saat itu Gus muncul di atas tangga. Dengan
segera ia dikenali, karena diterangi sinar bulan. Gus bergegas lari kembali ke
kamar. Pintu ditutup cepat-cepat, lalu dikunci dari dalam, ia bersandar ke
pintu untuk sesaat. Tubuhnya gemetar. Setelah itu ia lari ke jendela. Bisakah ia
lari lewat situ" Tapi Gus bukan anak yang cekatan. Kalau ia Jack atau Philip,
ia mungkin akan berusaha untuk turun ke bawah dengan jalan memanjat tanaman
menjalar yang tumbuh merayapi dinding di situ. Tapi Gus takut jatuh.
"Buka pintu!" seru seseorang dari balik pintu kamar. Gus diam saja. Kemudian dua
orang laki-laki bergerak serempak, berusaha mendobrak daun pintu dengan
bahu mereka. Dengan sekali dobrak saja, daun pintu langsung pecah. Kedua orang
tadi menyerbu masuk ke ruang loteng, lalu mendatangi Gus. Anak itu menjerit
minta tolong. Salah seorang dari kedua laki-laki yang masuk membungkuk di
depannya. "Kami datang bukan untuk menyakiti Paduka, Yang Mulia. Yang Mulia hendak kami
ajak pulang ke Tauri-Hessia, untuk dinobatkan menjadi raja, menggantikan
Pamanda. Raja yang lama tidak disukai rakyat. Rakyat ingin Yang Mulia
menggantikannya." "Bohong!" seru Gus. "Aku sudah tahu segala-galanya. Pamanku terlalu keras
terhadap kalian. Kalian ingin menobatkan anak kecil menjadi raja, agar kalian
bisa berbuat seenak hati. Aku tidak mau pulang dengan kalian." Gus berbicara
dalam bahasa negerinya. Karenanya anak-anak lain, tidak memahami maksudnya.
Philip mendesak maju, lalu mendatangi Gus.
"Mau apa kalian?" tukasnya pada kedua laki-laki yang menerobos masuk.
"Pemerintah Tauri-Hessia takkan mengizinkan kalian menobatkan Gussy menjadi
raja. Kecuali itu, kalian juga akan mengalami kesulitan dengan pemerintah
negara ini. Kalian akan dimasukkan ke dalam penjara."
Orang-orang yang menerobos masuk itu berembuk sebentar. Mereka pun
berbicara dalam bahasa asing yang tidak dikenal oleh Philip maupun Dinah dan
Lucy-Ann. Setelah itu laki-laki yang jangkung langsing membungkuk di depan
Philip. "Kau harus ikut dengan Pangeran," katanya, "dan anak-anak yang lain juga!
Kalian harus menemani pangeran cilik kami. Pemerintah kalian takkan terlalu
marah pada kami, jika mengetahui bahwa kalian juga ikut dengan kami!'
"Kalian hendak menyeret kami sebagai sandera?" seru Philip, ia sangat marah.
"Anda kira dengan begitu kalian akan bisa mendikte pemerintah kami" Belum
pernah kudengar gagasan sekonyol itu. Kita tidak lagi hidup dalam Abad
Pertengahan, tahu"!"
Laki-laki jangkung langsing itu mendengarkan sampai Philip selesai berbicara.
Setelah itu ia menggerakkan tangannya, memberi isyarat. Dua kaki tangannya
maju dengan cepat. Mereka menyergap Philip dan Gussy, dan mencengkeram mereka
sehingga kedua anak itu tidak mungkin lagi bisa meloloskan diri.
"Dinah! Lucy-Ann! Cepat, lari!" seru Philip sekuat tenaga, dengan harapan bahwa
kedua anak itu akan cepat-cepat lari, lalu menyembunyikan diri di dalam
hutan. Kedua anak perempuan itu memang berusaha lari. Tapi di ruang depan,
mereka dicegat seorang laki-laki. Dinah dan Lucy-Ann menjerit-jerit, sambil
meronta-ronta. Tapi laki-laki yang menangkap mereka kuat sekali, ia
mencengkeram mereka, sampai datang seorang kawannya untuk membantu.
Laki-laki yang bertubuh tinggi langsing, yang rupanya pemimpin kawanan itu,
memberi perintah dengan suara tajam. Seorang anak buahnya pergi ke atas,
mengambil pakaian Gus serta kedua anak perempuan. Gus tentu saja masih
mengenakan piamanya yang terbuat dari kain sutra. Dinah dan Lucy-Ann mengenakan
mantel kamar di luar piama mereka. Tapi mereka tidak memakai alas kaki.
Salah seorang lari kawanan penculik disuruh lagi ke atas, untuk
mengambilkan sepatu bagi mereka berdua.
"Mana Bill?" tanya Lucy-Ann. Suaranya gemetar. "Kalian apakan dia" Dan mana Bibi
Allie?" "Kau tidak perlu takut." Laki-laki jangkung langsing, yang memakai kaca mata
dengan satu lensa saja, mengelus-elus rambut Lucy-Ann untuk menenangkannya.
"Kalian takkan diapa-apakan. Pangeran Aloysius pasti akan senang, kalau teman-
temannya ikut bersamanya ke Tauri-Hessia. Kalian pasti akan merasa senang di
sana." Tiba-tiba Lucy-Ann menyadari bahwa Jack tidak ada di situ. Ia mencari-
cari dengan perasaan panik. "Mana Jack?"
"Ah ya betul juga, masih ada satu anak laki-laki lagi. Sekarang aku baru "ingat," kata pemimpin kawanan itu. "Ke mana dia?"
"Ke hutan, untuk mengamat-amati burung," kata Philip dengan sebal. Mudah-mudahan
saja Jack mendengar suara ribut-ribut tadi, lalu cepat-cepat mencari
pertolongan sebelum mereka dibawa pergi. Kini Philip tidak lagi berusaha
membebaskan diri, karena takkan ada gunanya. Kecuali itu ia harus menemani
Dinah dan Lucy-Ann, untuk melindungi mereka sebisa-bisanya.
"Mengamat-amati burung" Malam-malam begini?" seru orang yang merupakan
pemimpin kawanan itu. "Aneh-aneh saja kebiasaan orang Inggris! Tapi kita tidak
"perlu menunggu anak yang bernama Jack itu muncul Kita tidak memerlukan dia."
Kawanan penculik mendorong-dorong keempat anak itu keluar lewat pintu depan,
tanpa sejenak pun melepaskan mereka.
"Takkan ada gunanya berteriak minta tolong," kata pemimpin kawanan itu. "Tidak
ada yang bisa mendengar suara kalian di sini. Tapi walau begitu mulut kalian
akan kami sumbat, untuk mencegah kemungkinan kalian berteriak."
"Apa yang bisa kita lakukan, Philip?" tanya Dinah. Muka anak itu merah padam,
karena marah. "Tidak ada kecuali berharap."
"Dinah langsung memahami maksud abangnya. Mungkin saat itu Jack sudah ada di
tengah jalan, dengan bala bantuan! Lucy-Ann berjalan tersaruk-saruk. Ia cemas
memikirkan nasib Bill serta Bibi Allie. Apalagi memikirkan Jack! Apakah ia
akan diangkut ke Tauri-Hessia, dan berpisah untuk waktu lama dari abangnya itu"
Ke mana Jack" Saat itu Jack masih ada di bekas tambang batu, bersama Kiki. Di tempat itu
banyak sekali burung hantu. Kiki merasa senang di tempat itu, karena bisa
berteriak-teriak sepuas hati, menirukan suara burung hantu. Seekor di
antaranya tertarik mendengar panggilan 'burung kakaktua' itu. ia terbang menukik
ke arah Jack, berteriak dengan suara nyaring dekat telinga anak itu, sedang
sayapnya nyaris saja mengenai kepala. Jack terkejut. Coba jika mukanya tadi
dicakar oleh burung itu! ia memutuskan untuk bersembunyi di dalam semak. Di situ
ia pasti lebih terlindung. Jack pergi ke seberang tempat itu, menuju ke pagar
semak yang terdapat di situ. Ketika sudah dekat, tahu-tahu dilihatnya suatu
benda berkilat di bawah semak, ia berhenti. Benda apakah itu" Ia melangkah maju
dengan hati-hati. Kemudian dilihatnya bahwa benda yang nampak tadi besar dan
berwarna hitam mengkilat. Sinar bulan terpantul pada permukaannya.
"Astaga! Itu kan mobil," kata Jack pada diri sendiri, ia sangat heran. "Persis
seperti mobil yang dipakai pasangan yang datang ke tempat Bu Ellis. Kurasa
memang mobil itu. Kenapa ada di sini?"
Jack menghampiri kendaraan itu, lalu memandang ke dalam. Tidak ada siapa-siapa
di situ. Kunci kontaknya tidak ada. Dengan begitu orang lain tidak mungkin bisa
membawanya pergi. "Jangan-jangan sengaja diparkir pemiliknya di sini, sementara ia pergi mengintai
ke Pondok Batu," kata Jack dalam hati. Kini ia pergi ke bagian belakang, lalu
membuka tutup bagasinya yang besar. Di situ juga tidak ada apa-apa, kecuali ban
serap serta beberapa peralatan mobil.
Tiba-tiba Kiki menjerit, menirukan suara burung hantu. Teriakannya dijawab
burung hantu yang asli. "Diam, Kiki!" kata Jack. "Kita harus menyelidiki, apa sebabnya mobil ini ditaruh
di sini. Aku akan menyelinap ke Pondok Batu, untuk melihat apakah ada orang
berkeliaran di dekat-dekat situ."
Tapi tahu-tahu ia mendengar langkah orang datang, ia pun cepat-cepat bersembunyi
ke dalam semak. Ternyata tidak cuma satu orang saja yang datang. Jack mengintip
dari dalam semak. Alangkah kagetnya anak itu ketika melihat bahwa yang datang
itu Dinah, Lucy-Ann, Philip, dan Gus. Mereka digiring oleh empat orang
laki-laki. Jack hanya bisa memandang dengan bingung. Apakah yang terjadi
tadi" Kiki menjerit. Bukan menirukan suara burung hantu, tapi dengan suaranya
sendiri. Philip langsung mengenali suaranya. Itu Kiki, katanya dalam hati.
Kalau begitu, Jack pasti tidak jauh dari situ! Philip berteriak sekuat-kuatnya.
"Kami diculik, dan akan dibawa pergi! Katakan pada Bill!" Detik berikutnya ia
didorong oleh orang yang menggiringnya.
"Diam!" sergah orang itu. "Percuma saja kau berteriak di sini, karena takkan ada
yang bisa mendengar!"
Tapi Jack mendengar seruan Philip.
Bab 13 PENUMPANG GELAP Jack hanya bisa memandang dengan mata terbelalak, sementara keempat anak lainnya
dipaksa masuk ke dalam mobil. Philip dan Dinah ditempatkan di belakang bersama
tiga orang laki-laki. Sedang Gussy dan Lucy-Ann di depan, di samping
pengemudi. Kendaraan itu penuh sesak, sehingga pasti akan menarik perhatian di
tengah jalan. Mudah-mudahan saja polisi yang melihat akan merasa curiga, lalu
menahannya. Demikianlah pikiran Jack saat itu. Tapi kemungkinannya para penjahat
takkan mau mengambil risiko itu. Jadi perjalanan yang akan ditempuh takkan
begitu jauh. Sebelum pagi, mereka mungkin akan sudah tiba di tempat tujuan.
Mungkinkah anak-anak akan mereka bawa ke tempat persembunyian yang letaknya
tidak begitu jauh" Apa sebabnya Philip dan kedua anak perempuan ikut dibawa"
Bukankah hanya Gussy yang mereka incar"
Mesin mobil dihidupkan. Tiba-tiba Jack mendapat akal. Sambil merunduk-runduk,
dihampirinya kendaraan itu. ia tadi tidak punya waktu lagi untuk menutup tempat
bagasi dengan rapi. Mungkin ia sekarang bisa menyelundup masuk ke tempat itu.
Ruangan di dalamnya cukup lapang. Mobil mulai bergerak dengan lambat,
terangguk-angguk di atas tanah yang tidak rata. Tanpa berpikir panjang lagi,
Jack melompat. Disentakkannya tutup tempat bagasi sehingga terbuka, lalu ia
menyusup ke dalamnya. Gerakan yang dilakukan secara mengejut itu membuat Kiki
kaget. Burung kakaktua itu terbang dari bahu Jack. Anak itu memandang Kiki
dengan cemas. Tapi ia tidak berani memanggil. Kiki melihat bahwa Jack masuk ke
tempat bagasi mobil. Burung itu terbang kembali kepadanya, ia hinggap di bahu
Jack lagi, lalu berbisik-bisik dalam bahasa kakaktua. Rupanya ia mengatakan
bahwa walau tingkah laku Jack dianggapnya aneh, namun ke mana tuannya itu pergi
ia pasti ikut. Jack merasa lega, ketika Kiki sudah kembali padanya. Pikirannya haru-biru. Ke
manakah Bill dan Bibi Allie" Kenapa para penjahat sampai bisa menerobos masuk
ke Pondok Batu, lalu menculik anak-anak" Jangan-jangan Bill mereka pukul roboh,
dan dibiarkan tergeletak di dalam rumah! Aduh, mungkin lebih baik jika ia tadi
pergi memeriksa ke sana, dan bukan menyelundup masuk ke dalam bagasi mobil.
Sementara itu mobil sudah meluncur dengan laju di malam terang bulan itu.
Setelah beberapa waktu, berhenti lagi di depan sebuah rumah kecil. Salah
seorang penculik turun, ia pindah ke mobil lain yang diparkir di depan rumah
itu. Mobil yang kedua kemudian berjalan mendului, rupanya sebagai penunjuk
jalan. Jack mengucap syukur, bahwa mobil itu tidak mengambil posisi sebelah
belakang. Coba itu yang terjadi, pasti lampunya akan menyoroti dirinya.
Jack berpikir-pikir. Bagaimana jika tutup tempat bagasi ditutup saja. Tapi
pikirannya itu dibatalkan, karena ia khawatir kalau nanti tidak bisa membukanya
lagi. ia harus melihat, ke mana anak-anak dibawa. Setelah itu ia akan memberi
tahu polisi, agar mereka mengepung para penjahat dan membebaskan anak-anak.


Lima Sekawan 07 Petualangan Di Sirkus Asing di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mudah-mudahan saja ia tidak ketahuan sebelumnya!
Sejam kemudian mobil berhenti lagi. Terdengar suara beberapa orang bercakap-
cakap. Nampak sinar lentera yang saat itu dinyalakan. Sebuah gerbang dibuka.
"Nah! Kita sudah sampai rupanya walau entah di mana," kata Jack dalam hati. ?"Bagaimana apakah aku sebaiknya keluar saja sekarang, sementara mobil belum
"berjalan lagi" Sialan, terlambat! Mereka melanjutkan perjalanan."
"Mobil bergerak lagi. Jack terombang-ambing di tempat persembunyiannya. Rupanya
kendaraan itu sedang melewati jalan yang tidak rata. Atau mungkin juga
melintasi lapangan. Kemudian terdengar bunyi aneh. Bunyi itu sangat nyaring,
dan datangnya dari arah depan. Jack kaget mendengarnya. Kiki menjerit. Untung
saja tidak mungkin terdengar oleh orang lain, karena dikalahkan bunyi menderu
yang datang dari arah depan.
"Itu bunyi pesawat terbang!" kata Jack pada dirinya sendiri. "Itulah rupanya
rencana mereka. Anak-anak hendak diangkut langsung ke Tauri-Hessia! Di
sana Gussy akan disembunyikan, sampai tiba saatnya untuk beraksi. Sedang Philip,
Dinah, dan juga Lucy-Ann, akan ikut diangkut pula ke sana. Takkan ada yang tahu
ke mana mereka dibawa pergi."
Mobil berhenti dengan tiba-tiba. Jack bergegas keluar dari tempat bagasi,
lalu lari menyembunyikan diri di balik bayangan sebuah truk yang ada di dekat
situ. ia mengintai dari tempat persembunyiannya. Ia melihat sebuah pesawat
terbang tidak jauh dari tempatnya bersembunyi. Mesin pesawat itu sudah
dihidupkan. Lampu-lampunya belum dinyalakan. Tapi di sekelilingnya nampak
beberapa orang yang membawa lampu. Pesawat itu kelihatannya sudah siap untuk
berangkat. Jack tidak tahu, di mana ia saat itu berada. Mungkin di suatu lapangan terbang
milik pribadi, ia melihat semua penumpang mobil hitam besar itu turun, satu
demi satu. Ia merasa seperti mendengar suara Lucy-Ann menangis. Jack merasa
kasihan pada adiknya. Lucy-Ann tidak segigih Dinah wataknya. Akan ada di manakah
adiknya itu besok" Semua bergegas menuju ke pesawat terbang. Jack buru-buru meninggalkan
tempat persembunyiannya, ia baru saja mendapat akal. Akan bisakah ia
menyembunyikan diri dalam pesawat itu" Tadi ia menyelundup masuk ke dalam
mobil, tanpa ketahuan. Di manakah tempat persembunyian yang paling aman dalam
pesawat terbang" Dibayangkannya pesawat-pesawat yang pernah ditumpanginya. Ruang
bagasi merupakan satu-satunya tempat yang paling aman untuk bersembunyi. Tapi
para penculik itu kemungkinannya takkan banyak membawa bagasi. Kalau begitu, ia
harus memberanikan diri menghadapi risiko ketahuan. Jika itu terjadi Yah,
"setidak-tidaknya ia akan bergabung lagi dengan anak- anak yang lain!
"Tapi aku tidak boleh sampai ketahuan!" pikir Jack. "Aku harus berusaha
menyelidiki ke mana anak-anak dibawa, agar kemudian dapat memberi tahu Bill."
Tanpa disangka-sangka, Jack mendapat bantuan dari Kiki. Burung iseng itu
mengenali suara anak-anak, begitu mereka turun dari mobil, ia terbang
mendatangi Lucy-Ann, sambil mengoceh. "Cul si tuyul muncul!" ocehnya sambil "terbang. "Hidup Raja! Panggil dokter!"
Anak-anak yang sedang digiring menuju ke pesawat terbang kaget mendengar suara
Kiki. Mereka berpaling. "Kiki! Kenapa kau tahu-tahu ada di sini?" seru mereka. Para penculik berhenti
berjalan. Mereka sedikit pun tidak menduga bahwa suara yang tahu-tahu terdengar
itu berasal dari seekor burung kakaktua. Mereka juga tidak melihatnya, karena
tempat itu gelap. Mereka mengira ada orang datang menolong anak-anak, setelah
selama itu mengikuti dengan diam-diam. Para penculik ribut. Lampu-lampu senter
di nyalakan. Kiki ketakutan, lalu cepat-cepat terbang kembali pada Jack.
"Bersihkan kakimu!" teriak burung itu. para penculik semakin bingung
mendengarnya. Jack lari ke balik truk, karena sementara itu para penculik bergerak menuju ke
tempatnya. Kemudian ia melihat peluang baik untuk menyusup masuk ke
pesawat terbang. Seluruh perhatian saat itu terarah pada mereka yang mencari-
cari dengan bantuan sorotan senter. Tidak ada yang memperhatikan pesawat
terbang. Mujur bagi Jack, bahwa saat itu ada awan menutupi bulan. Dalam
kegelapan, ia berlari mengendap-endap menuju ke pesawat. Beberapa kali ia
tersandung. Mudah-mudahan saja ia sudah sampai, sebelum bulan muncul kembali
dari balik awan. Jack bergegas menaiki tangga pesawat. Di dalam tidak ada orang. Jack bergerak
sambil meraba- raba menuju ke belakang. Menurut dugaannya, di situlah tempat
bagasi. Tangannya menyentuh sesuatu yang keras. Rasanya sebuah peti. Ya pasti
di sinilah tempat menaruh barang, ia meraba-raba lagi. Kini terpegang olehnya
sisi sebuah kotak. Kotak itu tutupnya bisa dibuka. Jack membukanya. Mudah-
mudahan saja kotak ini kosong, harapnya. Tapi ternyata tidak! Kotak itu berisi
kain-kain yang empuk. Mungkin pakaian! Dikeluarkannya sebagian besar dari
bahan-bahan empuk itu, dan ditaruhnya di salah satu sudut di belakang peti
besar. Setelah itu ia bergegas masuk ke dalam kocak, serta mengembalikan
tutupnya ke tempat semula. Kiki yang selama itu ikut terus, sedikit pun tidak
berbunyi. Rupanya burung itu heran, dan juga bingung.
Beberapa saat kemudian terdengar suara bercakap-cakap, serta langkah orang-orang
menaiki tangga pesawat. Jack mendengar suara berseru-seru, serta bunyi pintu
pesawat ditutup. Baling- baling pesawat berputar semakin kencang. Tubuh pesawat
terguncang-guncang. Pesawat itu mulai bergerak dengan lambat. Jack terantuk-
antuk di dalam kotak. Tahu-tahu ia tidak merasakan guncangan lagi.
"Pesawat sudah tinggal landas," kata Jack dalam hati. "Anak-anak tidak tahu
bahwa aku ada di sini, bersama mereka. Akan bisakah aku sampai di tempat
tujuan, tanpa ketahuan" Mudah-mudahan! Jika aku bisa mengetahui ke mana
mereka akan disembunyikan, selanjutnya merupakan urusan gampang."
Tempat persembunyiannya tidak bisa dibilang nyaman. Untung tidak semua bahan
empuk tadi dikeluarkan olehnya. Dengan begitu ia bisa duduk beralaskan bahan yang tidak
keras. Selama beberapa waktu Kiki mengomel-ngomel. Rupanya ia merasa sebal,
karena terkurung di dalam tempat sesempit itu. Tahu-tahu burung konyol itu
bersin. Bersinnya keras sekali setidak-tidaknya menurut perasaan Jack. Anak "itu mendekam tegang, ia cemas sekali. Sesaat lagi pasti akan ada yang datang
memeriksa ke ruang bagasi. Tapi kekhawatirannya tidak menjadi kenyataan.
Bunyi mesin pesawat sangat bising, mengalahkan suara bersin Kiki tadi. Burung
itu memang benar-benar bersin. Kiki sendiri juga kaget.
Keempat anak yang ditempatkan di bagian depan pesawat bercakap-cakap dengan
suara lirih, sehingga tidak bisa didengar orang-orang yang menculik mereka.
"Suara Kiki-kah yang kita dengar di lapangan tadi?" kata Lucy-Ann. "Mestinya
begitu, karena dengan jelas kudengar ucapan. 'Cul si tuyul muncul!'"
?"Ya, aku juga mendengarnya," kata Philip. Siapa tahu, mungkin saja Jack
"berhasil menyusup ke tempat bagasi mobil kita. ia berada di bekas tambang batu
ketika kita disergap para penculik. Mungkin ia melihat ketika kita dipaksa masuk
ke dalam mobil, lalu ikut kemari secara sembunyi-sembunyi."
"Coba ia ada bersama kita sekarang," desah Lucy-Ann. "Aku ingin tahu, kita ini
akan dibawa ke mana" Ke sebuah benteng kuno yang menyeramkan atau barangkali
"ke sebuah istana" Kau punya istana, Gus?"
"Punya tapi tidak besar," kata Gussy. Menurutku, kita takkan diangkut ke sana,
" "karena orang-orang di situ kenal semua padaku. Aku tadi sempat mendengarkan
pembicaraan orang-orang yang menculik kita. Mereka hendak menyembunyikan aku
dulu, sampai pamanku sudah mereka singkirkan. Mudah-mudahan saja ia tidak
mereka bunuh. Pamanku itu orang baik."
Mudah-mudahan saja begitu," kata Philip. Sebab kalau pamanmu sampai terbunuh,
"kau terpaksa harus menjadi raja sebagai penggantinya, Gussy. Itu pasti tidak
menyenangkan. Raja harus selalu bersikap pantas, tidak boleh marah-marah,
tidak boleh melakukan tindakan keliru atau bersikap tidak sopan, harus selalu
ramah juga pada orang-orang yang tidak disukai, dan...."
?"Kenapa bukan ayahmu yang menjadi raja. Gus?" tanya Dinah. "Apa sebabnya kau
yang menjadi putra mahkota?"
"Ayahku sudah wafat," kata Gussy. "Yang tinggal hanya ibuku saja sedang di
"negeriku wanita tidak biasa menduduki tahta kerajaan. Jadi akulah yang akan
menggantikan jadi raja, apabila aku sudah besar nanti. Aku senang, akan menjadi
raja!" "Itu bisa kubayangkan kalau kuingat kebiasaanmu menyuruh-nyuruh dan berlagak,
" "kata Dinah mengejek. "Tapi menurutku, tingkah laku raja yang sejati bukan
begitu! Ah kenapa semuanya ini harus terjadi" Karena kau liburan kami
"berantakan!" Lucy-Ann berkeluh kesah, ia kedinginan, dan juga mengantuk. "Merapatlah padaku,"
kata Dinah. Dirangkulnya anak perempuan yang lebih kecil darinya itu. "Tidak
aneh jika kau merasa mengantuk karena sekarang kan sudah tengah malam. Sebaiknya
kita semua tidur saja sekarang. Dengan begitu waktu takkan terasa terlalu lama."
"Pikiranku selalu kembali pada Bill, dan pada Bibi Allie," kata Lucy-Ann. ia
merapatkan diri pada Dinah, lalu memejamkan mata. "Aku setiap kali teringat
lagi pada... "Philip memandang Dinah sambil tersenyum. "ia sudah tertidur," katanya.
Kasihan Lucy-Ann ia yang tidak menyukai peristiwa-peristiwa menegangkan
" "selalu saja ikut terseret dalam berbagai petualangan!
Sementara itu Jack juga sudah tertidur, di dalam kotak tempat
persembunyiannya. Kiki menyusupkan kepalanya ke bawah sayap.
Pesawat terbang mengarungi udara dengan kecepatan tetap. Anak-anak tidak melihat
ketika pesawat melintasi laut. Permukaannya nampak kemilau keperak-perakan,
karena sinar bulan. Mereka juga tidak melihat kota-kota yang dilewati nampak
kecil sekali jauh di bawah. Mesin pesawat menderu dengan bunyi yang rata,
membuai anak-anak yang tidur lelap.
Akhirnya pesawat mulai menurun, lalu berputar-putar mengelilingi sebuah lapangan
udara kecil. Saat itu fajar sudah menyingsing. Philip terbangun ketika pesawat
mendarat, ia membangunkan Dinah dan Lucy-Ann. Gussy ikut terbangun, ia
memandang ke luar. "Kita sudah sampai!" katanya. Terdengar nada bangga dalam suaranya. "Inilah
negeriku. Tauri- Hessia!"
Bab 14 PENGALAMAN JACK Matahari baru saja terbit ketika pesawat terbang yang mengangkut anak-anak
mendarat. Langit kelihatan seperti disepuh emas. Di kejauhan nampak rumah-rumah
bercat putih. Jack terbangun. Bunyi mesin sudah tidak terdengar lagi. Tutup
kotak dibukanya sedikit Saat itu didengarnya suara Gussy yang mengatakan,
"Tauri-Hessia!"
"Ah kita sudah sampai rupanya," kata Jack dalam hati. "Nah apa lagi yang" "akan terjadi sekarang?"
Keempat anak yang ada di depan digiring ke luar. Di lapangan terbang yang sunyi
itu hanya ada beberapa orang. Mereka nampaknya tenaga teknik di situ. Anak-anak
didorong masuk ke sebuah mobil besar yang sudah menunggu. Rupanya mereka akan
cepat-cepat diangkut ke salah satu tempat yang dirahasiakan.
Jack keluar dari dalam peti, lalu menyelinap* ke sebuah jendela, ia mengintip ke
luar. ia melihat anak-anak dipaksa masuk ke sebuah mobil besar. Pria yang
berkaca mata sebelah menghampiri kendaraan itu. Pengemudinya membukakan pintu
untuknya, sambil memberi hormat. Orang yang dihormati itu mengatakan sesuatu
dengan nada memerintah. Pengemudi mengulangi perintah itu. "Borken!" Setelah
itu ia mengambil tempat di belakang setir. Mobil besar itu langsung bergerak,
dengan cepat menuju ke sebuah pintu gerbang yang nampak di kejauhan.
"Borken," gumam Jack. "Apakah itu nama salah satu tempat" Atau jangan-jangan
Cuma kata 'terima kasih', atau 'salam', dalam bahasa Tauri-Hessia! Yah
"pokoknya, mereka sekarang sudah pergi. Kiki, kita berdua saja kini, di negeri
asing yang bahasanya tidak kita kenal. Dan di kantungku cuma ada sedikit uang
kecil itu pun uang Inggris" Apakah yang sebaiknya kita lakukan sekarang,
"Kiki?" "Panggil dokter," kata Kiki, sambil menegakkan jambulnya. "Panggil dokter!
Jerangkan air!" Jack tersenyum geli mendengar jawaban itu. Ia memandang lagi lewat jendela. Di
luar tidak kelihatan siapa-siapa lagi. Para pekerja teknik di situ rupanya
sudah pergi semua ke sebuah bangunan kecil dari kayu, yang terdapat di ujung
lapangan. Mungkin mereka sarapan pagi di situ, karena memang sudah waktunya
untuk sarapan. Jack merasa lapar. Jack mengintip ke bagian depan pesawat. Di
situ pun tidak ada orang lagi.
"Kurasa kini sudah waktunya bagi kita untuk pergi dari sini, Kiki," kata Jack.
"Kau siap untuk lari" Kurasa tidak mungkin kita meninggalkan tempat ini tanpa
ketahuan. Tapi dengan berlari, ada harapan mereka nanti tidak bisa mengejar!"
Jack menuruni tangga pesawat, sambil memandang ke kiri dan ke kanan. Kemudian
ia lari secepat-cepatnya melintasi lapangan, menuju ke pintu gerbang. Mula-
mula belum ada yang melihatnya. Tapi beberapa detik kemudian terdengar suara
orang berteriak. Dua orang laki-laki muncul dari dalam bangunan kayu di ujung
lapangan. Mereka berteriak, lalu mengejar Jack. Tapi Jack sudah jauh. Kedua
orang tadi dengan segera menghentikan pengejaran. Mereka kembali ke bangunan
kayu. "Ah ia paling-paling menyelinap kemari tadi, karena ingin melihat pesawat "terbang dari dekat," kata salah seorang dari mereka pada temannya.
Setelah keluar lewat pintu gerbang, Jack sampai di jalan raya. Jalan itu lebar,
tapi lengang. Tidak nampak siapa-siapa di situ. Jack juga tidak melihat rumah di
sekitar situ. Lapangan terbang itu ternyata sangat terpencil letaknya.
Jack mulai melangkah menyusur jalan, dengan Kiki yang bertengger di bahunya.
Perutnya semakin terasa melilit-lilit, karena kosong. Ia merasa heran, karena
belum juga melihat orang. Mobil pun belum ada yang lewat. Kemudian barulah ia
sadar bahwa hari masih sangat pagi. Matahari baru saja terbit. Tidak lama
sesudah itu dilihatnya seorang pengendara sepeda datang dari arah depan.
Jack mengangkat tangannya, sambil berseru untuk meminta agar orang itu mau
berhenti sebentar. Pengendara sepeda itu berhenti.
"Eglinuta?" kata orang itu dengan nada bertanya. Begitulah kata yang
diucapkannya, menurut pendengaran Jack. Orang itu memandang dengan sikap heran
ke arah Kiki. "Saya anak Inggris," kata Jack. Ia mengucapkannya dengan jelas, dan lambat-
lambat. Di manakah kantor polisi yang paling dekat?" "Eglinuta?" tanya
orang itu sekali lagi. "Huta" Huta?"
"Tut, tuut," teriak Kiki dengan tiba-tiba. Persis bunyi tuter mobil! Jack
tertawa. "Kausangka orang itu membunyikan tuter, Kiki?" katanya. "Kau salah terka tapi
"aku pun tidak mengerti, apa makna kata-katanya itu. Ah coba aku tahu apa kata
"'makan' dalam bahasa sini!"
"Poukepotopin?" kata pengendara sepeda, sambil menuding Kiki. "Poukepotopin" Ai,
ai?" Kemudian orang itu mengeluarkan sebuah buku catatan serta sebatang pensil
dari kantungnya, lalu menggambar sesuatu. Jack menunggu dengan perasaan
tegang. Setelah selesai menggambar orang tadi merobek halaman itu dan
menyerahkannya pada Jack.
Orang itu kelihatannya membuat sebuah gambar peta sederhana, yang menampakkan
sejumlah jalan. Jack mengenali bentuk sebuah telaga atau mungkin juga danau
" serta atap gereja yang runcing. Di sisi bawah gambar peta itu nampak
"sesuatu, yang kelihatannya mirip tenda. Orang itu menunjuk-nunjuk tenda itu
dengan pensilnya. "Poukepotopin," kata orang itu, dengan suara lantang. Mungkin ia mengira, dengan
begitu Jack akan bisa lebih mengerti. Tapi Kiki yang menjawab.
"Pingpong, pingpong," oceh burung itu, lalu terkekeh-kekeh.
Orang Tauri-Hessia itu memandangnya dengan kagum, ia mengeluarkan sepotong kue
dari sebuah kantung, lalu menyuguhkannya pada Kiki. Kiki menerima dengan kaki
kanan, sambil berbunyi seperti ayam betina yang hendak bertelur. Jack
memandang Kiki yang mendapat permen. Rupanya cara ia melihat menampakkan bahwa
ia merasa lapar. Orang Tauri-Hessia itu melihatnya, ia merogoh kantungnya lagi,
mengeluarkan roti sandwich yang tebal, berisi daging. Roti itu disodorkannya
pada Jack. "Wah terima kasih," kata Jack. "Terima kasih banyak!"
?"Cipalikel," jawab si pengendara sepeda. Setelah itu ia melanjutkan
perjalanan, setelah melambaikan tangan. Jack juga meneruskan langkah,
sambil mengunyah roti. Kiki mencotok sepotong kuenya. Rupanya ia tidak
doyan, karena kemudian disodorkan pada Jack. Jack menerima pemberian itu.
Sebagai imbalan, ia memberi beberapa butir biji bunga matahari, yang selalu ada
di dalam kantungnya, itu termasuk makanan kegemaran Kiki.
Jack mempelajari peta sederhana yang dibuatkan pengendara sepeda tadi. Apakah
artinya" Kenapa orang tadi menggambarnya" Rupanya ia menduga bahwa Jack pasti
hendak mendatangi suatu tempat tertentu. Tapi Jack sama sekali tidak mengetahui
suatu tempat tertentu yang ingin didatanginya di Tauri-Hessia kecuali tempat "ke mana anak-anak tadi diangkut. Dan tempat itu mungkin bernama Borken. Tapi
mungkin juga bukan. Dalam bahasa setempat, kata itu bisa berarti apa saja.
Jack berjalan lagi. Setelah perutnya terisi sandwich, semangatnya timbul
kembali, ia berniat akan langsung mendatangi kantor polisi, begitu sudah sampai
di daerah pemukiman. Jalan yang dilalui rasanya seperti tidak berujung.
Barangkali sengaja dibangun sebagai penghubung ke lapangan terbang. Sejak tadi,
ia hanya berjumpa dengan satu orang yaitu pengendara sepeda tadi. Akhirnya
"Jack melihat rumah-rumah di kejauhan.
"Nah sampai juga aku di sebuah desa," katanya dalam hati. Tapi setelah
"dekat, dilihatnya bahwa rumah-rumah itu merupakan bagian dari sebuah kota.
"Alangkah baiknya, jika aku bisa menjumpai seseorang yang bisa berbahasa
Inggris," pikirnya lagi. "Akan kutanyakan letak kantor polisi padanya. Di
situ aku akan mengirim telegram pada Bill, agar ia segera ke mari. Apakah yang
dilakukan para penculik terhadapnya" Mungkin mereka memukulnya, sehingga Bill


Lima Sekawan 07 Petualangan Di Sirkus Asing di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pingsan. Jack memandang berkeliling dengan penuh minat di kota yang dimasukinya. Toko-
toko di situ berukuran kecil dan nampak suram. Rumah-rumah dilabur
dengan kapur berwarna putih atau merah muda, serta nampak semarak karena penuh
dengan berbagai hiasan yang melingkar-lingkar. Kusen-kusen pun diukir. Di
ambang jendela berjejer pot-pot bunga yang dilukis berwarna-warni. Penduduk
kota itu berpenampilan seperti petani. Mereka mengenakan pakaian yang sederhana
tapi meriah. Para wanitanya banyak yang memakai selendang yang diikat menutupi
rambut. Sedang kaum prianya memakai celana berpotongan ketat. Ada pula yang
memakai semacam sabuk, terbuat dari kain. Rompi mereka dihiasi sulaman yang
serba meriah. Anak-anak nampak dekil. Pakaian mereka sembarangan. Begitu
melihat Jack muncul, anak-anak itu berlari-lari menghampiri. Mereka rupanya
tertarik melihat Kiki. "Pouke, pouke!" seru mereka, sambil menuding-nuding ke arah Kiki. Burung itu
senang, karena merasa diperhatikan, ia menggerak-gerakkan jambulnya, sambil
menandak-nandak di atas bahu Jack.
"Pouke itu rupanya berarti kakaktua dalam bahasa sini," pikir Jack. ia menyapa
"anak-anak yang berkerumun. "He di manakah kantor polisi di sini?"
"Anak-anak yang diajak bicara tentu saja tidak mengerti. Mereka membuntuti Jack
sambil tertawa-tawa. Mereka asyik melihat Kiki, yang memamerkan segala
kebolehannya. Seorang anak laki-laki yang masih kecil datang menghampiri.
Anak itu membawa senapan-senapanan dari kayu. Mainan itu diarahkannya pada Jack.
"Dor! Dor!" serunya, seolah-olah menembak.
Kiki jengkel, ia meluruskan tubuhnya, lalu menjerit sekuat-kuatnya. "Dor, dor!
Pengpeng! Cul si tuyul muncul! Pouke, pouke!"
Anak-anak yang berkerumun terdiam. Semuanya melongo, mendengar Kiki tahu-tahu
berbicara. Kiki terkekeh-kekeh. Konyol sekali kedengarannya. Anak-anak tertawa
geli. "Bersihkan kaki, buang ingusmu!" jerit Kiki, lalu menirukan bunyi
kereta api cepat di dalam terowongan. Anak-anak mundur sedikit. Mereka kaget
mendengar bunyi yang ditirukan Kiki. Tapi dengan segera mereka sudah
berkerumun lagi sambil berteriak-teriak. "Pouke, pouke!"
Kerumunan mereka bertambah besar. Jack merasa kikuk, karena dijadikan tontonan
anak anak yang begitu banyak jumlahnya.
Sampai di suatu persimpangan jalan, ia dicegat oleh seorang laki-laki.
Penampilan orang itu aneh. Ia mengatakan sesuatu pada Jack dengan nada galak,
sambil menuding kerumunan anak- anak yang mengelilingi. Tentu saja Jack tidak
memahami maksud orang itu.
"Saya orang Inggris," kata Jack. "Inggris. Anda bisa bahasa Inggris" Bisa"
Tidak?" "Ah Inglis!" kata orang yang mencegatnya, lalu mengeluarkan buku catatan "bersampul hitam. Seketika itu juga Jack mengerti, siapa orang itu. ia seorang
polisi. Polisi Tauri-Hessia!
"Anda bisa berbahasa Inggris?" tanya Jack sekali lagi. Polisi itu mencerocos
dalam bahasanya sendiri, sambil mengulurkan tangan. Buku catatan dipegang
dengan tangannya yang satu lagi. Jack tidak mengerti, apa kemauan polisi
itu. Ia menggelengkan kepala dengan sikap bingung. Polisi tadi mulai kesal.
Ditepuknya buku catatan yang dipegang dengan tangannya yang satu lagi, sambil
berteriak. Sekali lagi Jack menggeleng. Kiki menjerit, membalas teriakan
polisi itu. "Cul si tuyul muncul, jerangkan air, DOR!"
Anak-anak yang berkerumun tertawa. Sementara itu banyak pula orang dewasa yang
ikut mengerubung. Tiba-tiba salah seorang dari mereka mengeluarkan selembar
kartu dekil yang dilipat dua dari kantungnya. Ditunjukkannya kartu itu pada
Jack. Rupanya ia menunjukkan, apa sebetulnya yang diminta oleh polisi itu.
Kartu yang diperlihatkan itu kelihatannya merupakan semacam paspor. Atau mungkin
juga kartu tanda penduduk. Lagi-lagi Jack menggeleng. Soalnya, ia tidak membawa
surat keterangan apa pun juga yang menyatakan siapa dirinya. Anak-anak tertawa
riuh, karena Kiki ikut menggeleng-geleng. Polisi tadi menutup buku catatan
dengan gerakan ketus. Dijamahnya bahu Jack sambil mengucapkan sesuatu dalam
bahasa setempat. Jack didorongnya maju, menduluinya.
"Mau dibawa ke mana aku sekarang?" pikir Jack. "Aneh sekali penampilan polisi
ini! Bercelana biru, kemeja merah, dengan sabuk kain berwarna biru, serta topi
helm yang mirip pot bunga! Kocak!"
Tapi kegelian Jack langsung lenyap, ketika menyadari ke mana ia digiring oleh
polisi itu. Tidak ada keraguan lagi, mereka menuju ke kantor polisi.
Kantor itu berupa sebuah bangunan kecil persegi empat yang dilabur dengan kapur
putih. Di dalam bangunan itu ada beberapa orang polisi lagi, berpakaian seperti
polisi yang menahan Jack.
"He Anda tidak berhak memasukkan saya ke dalam penjara!" seru Jack, sambil
"berusaha membebaskan diri. "Saya kan tidak berbuat apa-apa. Lepaskan saya!"
Gudang Download Ebook: www.zheraf.net
http://zheraf.wapamp.com Bab 15 MANFAAT PETA Jack didorong masuk ke dalam sebuah ruangan sempit berbentuk persegi empat. Di
situ ada sebuah bangku, yang diletakkan menempel ke dinding, ia disuruh duduk,
sementara polisi yang menahannya pergi melapor pada atasannya, yang duduk
menghadapi meja besar. Polisi itu berbicara cepat sekali.
Jack hanya bisa melongo, karena sama sekali tidak mengerti. Kiki yang bertengger
di bahu tuannya, mengoceh terus, ia menirukan cara polisi itu melapor. Polisi-
polisi yang lain memandangnya dengan kagum. Jack memandang ke arah pintu. Tidak
ada polisi yang berdiri menghalang-halangi di situ. Jack berpikir-pikir.
Bagaimana jika mencoba minggat" Ia khawatir, jika ia menunggu terus di kantor
polisi, jangan-jangan nanti ditahan selama berminggu-minggu. Mungkin ia dikira
pengemis. Atau mungkin juga gelandangan. Mungkin di negeri itu merupakan
pelanggaran berat, jika tidak membawa kartu tanda pengenal.
Jack menunggu sampai tidak ada yang memperhatikan dirinya. Begitu peluang itu
datang, ia pun langsung memanfaatkannya, ia lari ke pintu, dan langsung menuju
ke jalan! Polisi tidak sempat menahannya. Jack mendengar suara mereka berteriak-
teriak di belakangnya. Tapi ia tidak menoleh, ia lari terus sekuat tenaga,
membelok di suatu sudut jalan, masuk ke sebuah gang sempit, dan akhirnya sampai
di sebuah pintu besar. Tanpa berpikir lagi, Jack masuk lalu memandang "berkeliling. Tidak ada siapa-siapa di situ.
Tahu-tahu terdengar bunyi jeritan parau. Jack menoleh dengan cepat. Dilihatnya
seekor burung kakaktua dalam sebuah kandang. Kiki terbang menghampiri kandang
itu, lalu hinggap diatasnya, ia menundukkan kepala, memandang ke dalam. Ada
burung kakaktua di situ. Asyik!
"Halo-halo-halo!" oceh Kiki. "Selamat pagi selamat malam! Cul si tuyul muncul!"
Kakaktua yang di dalam kandang menjerit lagi. Bunyinya seperti agak takut-takut.
Kemudian terdengar bunyi langkah orang datang. Sebelum Jack sempat
menyembunyikan diri, ia sudah disapa oleh seseorang. Orang itu bersuara lembut,
dan juga ramah. Jack melihat seorang anak perempuan, berumur sekitar dua
belasan. Anak itu mengenakan pakaian indah, terbuat dari kain sutra berwarna
meriah. Rambutnya yang hitam dan panjang dikepang, ditelusuri pita-pita berwarna
cerah. Anak perempuan itu memandang Jack dengan heran.
"Eglinuta?" tanya gadis cilik itu. "Huta?"
Jack ingin sekali mengetahui arti kata yang terakhir itu. "Huta!" Apakah arti
kata itu" Jack bingung, tidak tahu bagaimana ia harus menjawab. Kemudian ia
menunjuk ke arah kedua burung kakaktua, sambil tersenyum riang.
"Pouke, pouke!" katanya. Anak perempuan itu ikut memandang, lalu tertawa.
Setelah itu ia berbicara lagi. Kali ini dalam bahasa Inggris, yang diucapkan
lambat-lambat. "Kau mau mana?" tanya gadis cilik itu. "Kau Inggris ya?"
" " " "Jack mengangguk dengan bersemangat. Dikeluarkannya peta yang dibuatkan
pengendara sepeda untuknya, lalu ditunjukkannya pada gadis cilik itu. Padahal
Jack sama sekali tidak tahu, apa sebetulnya yang tergambar pada peta itu. Gadis
cilik itu mengamat-amati gambar peta sederhana itu, lalu mengangguk.
"Ikut aku," katanya, mengajak Jack ke pintu.
"Di sini ada orang yang bisa berbicara bahasa Inggris dengan baik?" tanya Jack
"penuh harap, ia mengulangi pertanyaan itu beberapa kali. Tapi yang ditanya tetap
saja belum mengerti. Tiba-tiba terdengar suara orang memanggil-manggil di dalam
rumah. Jack didorong oleh gadis cilik itu ke luar, yang melakukannya sambil
menuding ke sebuah gang sempit, dan setelah itu ke kanan. Jack mengucapkan
terima kasih, lalu pergi setelah memanggil Kiki. Ia lari memasuki gang sempit
yang ditunjukkan. Sampai di ujungnya ia membelok ke kanan. Kini ia melewati sebuah jalan berdebu,
yang diapit tembok tinggi. Sesampainya di ujung jalan itu, Jack berhenti.
Dikeluarkannya gambar peta, lalu diamat-amati sebentar. Pengendara sepeda tadi
pasti membuatnya dengan pertimbangan tertentu. Kalau begitu, tidak ada salahnya
jika petunjuk yang tergambar di situ diikuti. Siapa tahu, mungkin ada gunanya!
Di depannya terbentang semacam lapangan. Tapi lapangan itu gersang dan berdebu.
Tiga ekor ayam yang kurus-kurus berkeliaran di situ, mengais-ngais tanah mencari
makan. Pada satu sisi lapangan itu ada telaga besar, berbentuk bundar. Banyak
anak-anak berenang-renang di dalamnya. Jack memperhatikan petanya lagi.
"Ah itu pasti telaga yang ini!" katanya. "Kalau begitu arahku sudah benar. Dan
" petunjuk berikutnya, kurasa gambar menara gereja ini!"
Jack meneruskan langkah. Selama beberapa waktu ia berjalan, tanpa melihat
sesuatu yang bentuknya seperti menara sebuah gereja. Akhirnya ia menghampiri
seorang wanita tua yang kelihatannya ramah. Ditunjukkannya petanya pada wanita
itu, sambil menuding gambar yang mestinya merupakan menara gereja. Wanita tua
itu langsung mengangguk, tanda mengerti, ia memegang lengan Jack, lalu menuding
ke seberang lapangan. Di situ ada jalan setapak. Jalan itu menuju ke sebuah
bukit. Dan di atas bukit itu ada sebuah bangunan, dengan menara besar. Jack
tidak bisa menebak, bangunan apa itu. Barangkali gereja!
Setelah mengucapkan terima kasih, Jack melintasi lapangan, menyusur jalan
setapak menuju menara yang nampak di atas bukit. Sampai di atas, dipelajarinya
lagi petanya. Di situ nampak bahwa dari menara ada jalan berkelok-kelok, menuju
sesuatu yang kelihatannya berbentuk tenda. Jack memandang berkeliling. Ya, itu
dia jalan yang berkelok-kelok. Jalan itu menuruni bukit, tapi dengan arah
berlawanan dari arah datangnya tadi. Lalu apakah benda yang bentuknya seperti
tenda" Seorang laki-laki tua duduk tertidur di sebuah bangku. Jack menghampirinya, lalu
duduk di samping orang itu. Laki-laki tua itu membuka sebelah matanya. Tapi
begitu melihat Kiki, seketika itu juga kedua matanya terbuka lebar! Dengan
segera Jack menyodorkan petanya ke depan laki-laki tua itu, sambil menuding-
nuding gambar sesuatu yang bentuknya seperti tenda, ia berusaha menjelaskan pada
laki-laki tua itu bahwa ia hendak pergi ke tempat itu.
"Percuma saja kutanyakan," kata Jack dalam hati. Tapi sementara itu laki-laki
tua tadi berdiri, lalu berjalan tertatih-tatih beberapa langkah, menuruni bukit.
Kemudian ia menunjuk dengan tongkatnya.
"Surkus," katanya. "Surkus ki taiar!"
"Surkus," kata Jack, sambil memandang ke arah yang ditunjuk. Kemudian matanya
membesar. Sekarang barulah ia mengerti, apa makna tenda yang digambar oleh
pengendara sepeda tadi! Di bawah, di suatu lapangan luas, terhampar tenda-tenda,
serta karavan-karavan tempat tinggal.
"Surkus! Ya, tentu saja itu bahasa sini, dan artinya 'sirkus'," kata Jack "dalam hati. "Yang nampak di bawah itu sirkus! Aku disuruh ke sana oleh
pengendara sepeda tadi, karena ia mengira aku termasuk rombongan mereka!
Soalnya, aku membawa burung kakaktua yang bisa bicara. Wah berhasil juga aku
"memecahkan teka-teki ini!"
Ia mengucapkan terima kasih pada laki-laki tua itu, lalu meneruskan langkah,
mungkin ada baiknya, jika ia pergi ke sirkus itu. Mungkin di sana ada orang yang
bisa berbahasa Inggris. Orang sirkus, biasanya menguasai berbagai bahasa, karena
sering mendatangi bermacam-macam negara. Di samping itu mereka biasanya ramah-
ramah. Mungkin di samping memperoleh bantuan, ia juga akan diberi makan di situ.
Sementara itu perutnya sudah terasa lapar lagi.
Ia menuruni jalan yang berkelok-kelok menuju ke lapangan tempat sirkus. Sekitar
setengah jam kemudian barulah ia sampai di tempat itu. Dilihatnya orang-orang di
situ sibuk berkemas-kemas, seolah-olah hendak pergi. Tenda-tenda dibongkar,
kuda-kuda dimasukkan ke dalam berbagai gerobak besar. Ramai sekali suasana di
lapangan itu. Orang berteriak-teriak sambil bekerja. Jack memperhatikan
kesibukan itu sambil tersandar ke pagar. Seorang anak laki-laki lewat di
dekatnya, membawa beberapa buah kotak yang nampaknya sangat berat.
Tiba-tiba anak itu tersandung. Kotak-kotak yang dibacanya berjatuhan ke tanah.
Dengan cepat Jack meloncat ke seberang pagar, untuk menolong. Anak laki-laki itu
kelihatannya sebaya dengan Jack. Kulitnya coklat, dan bola matanya berwarna
hitam. Sambil nyengir, anak itu mengatakan sesuatu pada Jack. Melihat Jack tidak
mengerti, ia mengatakannya lagi, dalam bahasa lain. Tapi Jack masih tetap tidak
mengerti. "Mercibeaucoup," kata anak itu untuk ketiga Kalinya, kini dalam bahasa Prancis.
Saat itu barulah Jack mengerti.
"Ce n'est rien," balas Jack.
Anak berkulit coklat itu memandang Kiki, lalu berbicara lagi dalam bahasa
Prancis, ia ingin tahu apakah Jack juga orang sirkus, dan apakah ia datang untuk
melamar pekerjaan. Jack menjawab sebisa-bisanya, karena ia belum begitu lancar
berbahasa Prancis. "Aku ingin bekerja," katanya. "Tapi aku lebih ingin makan!"
"Kalau begitu ikutlah," ajak anak itu dalam bahasa Prancis. Jack mengikutinya,
pergi ke sebuah karavan. Dilihatnya ada seorang wanita duduk di situ. Wanita itu
sedang mengupas kentang. "Bu!" kata anak itu, dalam bahasa Inggris. "Ini ada anak yang kelaparan. Kita
punya makanan untuknya?"
Jack melongo. Eh tahu-tahu anak itu berbahasa Inggris! ?"He," katanya, "kenapa kau tadi tidak berbahasa Inggris" Aku ini anak Inggris!"
"Ayahku orang Inggris," kata anak laki-laki itu sambil tertawa lebar. "Tapi
ibuku dari Spanyol. Kami memang biasa berbicara campur aduk. Kami menguasai
bermacam-macam bahasa, yang kami peroleh dalam pengembaraan kami ke mana-mana.
Bu, berilah anak ini makan. Bisakah ia bekerja pada kita" Kau sebenarnya mau ke
mana?" tanyanya pada Jack.
"Anu adakah di sini kota atau desa, yang bernama Borken?" tanya Jack dengan
"cepat. "Borken" Kami sekarang ini hendak berangkat ke sana," kata anak itu. Jack
menarik napas lega, sementara teman barunya itu menambahkan. "Kotanya besar, dan
di luar kota itu ada Puri Borken. Letaknya di atas sebuah bukit.
"Puri" Mungkinkah anak-anak diangkut ke situ" Sekali ini ia bernasib mujur,
setelah beberapa kali mengalami kesialan. Sudah jelas ia mau ikut dengan
rombongan sirkus keliling itu, jika mereka mau menerimanya. Ibu kenalan baru
Jack memberinya makan. Rasanya pedas dan berlemak. Tapi Jack makan dengan lahap.
Kemudian wanita itu mengatakan sesuatu dalam bahasa Spanyol. Kenalan barunya
mengangguk. "Kau harus kubawa menghadap Bos," katanya. "Kau punya surat pengantar" Ada orang
yang bisa memberi jaminan tentang dirimu" Soalnya, jika kau ini anak yang
minggat, Bos akan melaporkan dirimu pada polisi."
"Aku tidak kenal siapa-siapa di sini, yang bisa menjamin diriku," kata Jack
dengan cemas. Aku hanya ingin pergi ke Borken. Di sana aku punya kawan."
?"Kalau begitu, kawanmu itu mungkin bisa dijadikan jaminan," kata anak itu.
"Namaku Pedro. Siapa namamu?"
"Jack," kata Jack.
Diikutinya Pedro, yang mengajaknya ke sebuah karavan yang besar. Pedro mengetuk
pintu. Dari dalam terdengar seseorang menjawab dengan suara berat. Kedua anak
itu melangkah masuk. Jack melihat seorang laki-laki bertubuh gendut sekali.
Orang tu duduk di kursi besar. Matanya biru jernih. Rambutnya yang ikal sudah
beruban, sedang jenggotnya panjang, sampai ke perut. Penampilannya agak
menakutkan. "Kau saja yang bicara untukku, Pedro," kata Jack. "Aku takut nanti tidak
mengerti apa yang dikatakannya kecuali jika ia berbahasa Inggris." ?"Aku bicara Inggris," kata laki-laki gendut itu dengan suarannya yang berat.
"Anak Inggris baik- baik. Kau dari mana?"
"Tidak dari mana-mana," kata Jack dengan agak kikuk. "Aku cuma berkeliaran saja
tanpa tujuan, sejak aku tiba di sini. Tapi aku berharap akan bisa berjumpa
dengan kawan-kawanku, di Borken."
Laki-laki gendut itu menanyakan sesuatu pada Pedro, dalam bahasa yang tidak
dikenal oleh Jack. Pedro menerjemahkan pertanyaan itu. "ia ingin tahu, pernahkah kau berurusan
dengan polisi?" Wah, gawat kalau begini, kata Jack dalam hati. Pernahkah ia berurusan dengan
polisi Tauri- Hessia" Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Jack menggeleng.
Pedro melanjutkan terjemahannya. "ia juga ingin tahu, kau bisa apa" Kau
nampaknya sudah biasa dengan kehidupan sirkus, karena kau membawa burung
kakaktua yang bisa bicara. Katanya, nanti pada persinggahan-persinggahan kita
dalam perjalanan ke Borken, kau bisa mengadakan pertunjukan dengan burung
kakaktuamu itu. Katanya, kau harus menyuruh burungmu bicara sekarang."
Jack mengelus-elus tengkuk Kiki. "Ayo bicara, Kiki," katanya. "Pamerkan
kepintaranmu." Kiki tidak perlu disuruh dua kali. Burung itu menegakkan jambulnya, lalu mulai
menyanyi dengan suara serak dan lantang. Tapi kata-katanya campur aduk. Pedro


Lima Sekawan 07 Petualangan Di Sirkus Asing di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terpingkal-pingkal, ketika Kiki mengakhiri nyanyiannya dengan tiruan suara orang
tercekik karena salah telan. Kiki pun ikut terkekeh-kekeh, lalu menirukan bunyi
kereta api cepat di dalam terowongan. Orang-orang berdatangan mendengar
suaranya. Laki-laki tua yang gendut itu tertawa. Perutnya terguncang-guncang.
"Bagus, bagus sekali," katanya sambil tertawa terus. "Ya, kau boleh ikut dengan
kami, Nak." "Kakaktuamu itu hebat," kata Pedro, waktu mereka kembali ke karavan orang tua
anak itu. "Maukah kau tidur dengan aku di karavanku" Itu dia yang kecil, di
"belakang karavan Ibu. Tapi tentu saja kita terpaksa bersesak-sesak sedikit."
Itu bukan masalah bagi Jack. Pokoknya, ia bisa ikut ke Borken. Apakah ia nanti
akan bisa menemukan anak-anak di Puri Borken" Mudah-mudahan saja dan setelah
"itu ia akan cepat- cepat memberi tahu Bill.
Bab 16, IKUT DENGAN SIRKUS
Jack segera bersahabat dan senang sekali bergaul dengan Pedro. Kelakuan anak itu
memang agak kasar, seperti biasanya orang sirkus, tapi ia juga perasa, ia
langsung merasa bahwa Jack tidak suka berbicara tentang dirinya sendiri, atau
tentang alasan kenapa ia berkeliaran seorang diri di Tauri-Hessia. Jack mengucap
syukur, bahwa Pedro tidak banyak bertanya-tanya. Soalnya, ia tidak berani
berterus terang pada anak itu. Tapi ia juga tidak ingin membohonginya. Nanti
kalau sudah sampai di Borken, dan ia sudah lebih mengenal Pedro, mungkin akan
diceritakannya rahasianya pada anak itu. Bukan itu saja barangkali ia pun akan
"meminta bantuan Pedro.
Malam itu juga rombongan sirkus berangkat. Gerobak-gerobak besar bergerak
beriringan keluar dari lapangan, menuju ke jalan besar. Jalan yang dilalui tidak
rata. Gerobak-gerobak terombang- ambing. Beberapa di antara gerobak-gerobak itu
berisi binatang. Jack memperhatikan gerobak- gerobak itu dengan perasaan waswas.
Bagaimana jika salah satu di antaranya terguling" Akan minggatkah binatang-
binatang yang terkurung di dalamnya"
Dengan cepat Kiki sudah menjadi kesayangan orang-orang sirkus itu. Di antara
mereka banyak yang bisa berbahasa Inggris. Biarpun patah-patah, tapi setidak-
tidaknya bisa ditangkap maksud mereka. Mereka selalu terpingkal-pingkal melihat
Kiki beraksi. Ada-ada saja makanan yang diberikan padanya. Dan ketika orang-
orang itu tahu bahwa Kiki gemar sekali makan nenas, setiap toko yang dilewati
langsung diserbu untuk memborong nenas!
Berbagai pertanyaan diajukan oleh Jack pada Pedro. Seberapa jauhkah letak Borken
dari tempat mereka berada saat itu" Siapakah penguasa Puri Borken" Sudah tuakah
puri itu" Bolehkah orang datang ke sana, untuk melihat-lihat" Pedro tertawa.
"Puri Borken kota Borken serta daerah yang sedang kita lewati sekarang ini " " "semuanya merupakan milik Adipati Paritolen. Bangsawan itu tinggal di Puri
Borken. Sedang mengenai pertanyaanmu, apakah orang boleh datang ke situ untuk
melihat-lihat wah, ku-nasihatkan saja, jangan berani terlalu dekat mendatangi
"tempat itu. Nanti tahu-tahu kau ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara,
karena dianggap mata-mata!"
"Adipati Paritolen galak sekali rupanya, ya," kata Jack. ia merasa kecut
membayangkan nasib Lucy-Ann serta anak-anak yang lain, jika mereka benar-benar
ditawan di puri itu. "ia berwatak keras, dan ingin sekali berkuasa," kata Pedro. "ia ingin
menggulingkan raja yang sekarang dan menggantikannya dengan Pangeran Aloysius.
Pangeran itu masih anak-anak! Dengan begitu Adipati Paritolen akan bisa
mendiktekan kemauannya karena sebagai raja, Pangeran Aloysius pasti menurut
"saja." Hampir saja Jack patah semangat mendengar keterangan itu. Apalah yang bisa
dilakukannya, jika harus menghadapi orang segalak Adipati Paritolen"
"Apakah Adipati itu perdana menteri?" tanya Jack. Tiba-tiba ia teringat pada
cerita Gussy mengenai negerinya.
"Bukan! Yang menjadi perdana menteri iparnya. Namanya Adipati Hartius," kata
Pedro. Keduanya sama-sama benci pada raja yang sekarang. Tapi kalau Adipati
"Paritolen berwatak tegar, iparnya Adipati Hartius orangnya lemah, ia
" "dikuasai oleh istrinya, Nyonya Tatiosa. Kata orang, wanita itu sangat licin dan
pintar." Jack mendengarkan dengan penuh perhatian. Sekarang ia sudah mendapat gambaran
yang agak lebih jelas. Aneh rasanya dengan tiba-tiba saja terjerumus ke dalam
"petualangan seperti itu berkenalan dengan putra mahkota Tauri-Hessia dan
" "sekarang berada di tanah milik Adipati Paritolen, yang berniat menggulingkan
raja Tauri-Hessia dari tahta. Kedengarannya seperti dongeng, tapi yang secara
tiba-tiba menjadi kenyataan.
"Dari mana kau mengetahui segala hal itu, Pedro?" tanya Jack.
"Setiap orang di Tauri-Hessia mengetahuinya," jawab Pedro. "Semua khawatir,
jangan-jangan nanti pecah perang saudara. Jika raja yang sekarang digulingkan,
dan pangeran muda itu dinobatkan sebagai penggantinya, di kalangan rakyat akan
terjadi perpecahan. Dan kalau itu sampai terjadi, kami orang sirkus harus
" "selekas-lekasnya lari meninggalkan negeri ini. Jadi kami selalu waspada. Kami
perlu mengetahui perkembangan terbaru."
Jack merasa pasti bahwa ia tahu lebih banyak, dibandingkan dengan penduduk
Tauri-Hessia pada umumnya saat itu. ia yakin, orang-orang negeri itu belum tahu
bahwa Pangeran Aloysius diculik dari Inggris, dan saat itu mungkin ditawan di
Puri Borken. Tapi apakah yang akan terjadi selanjutnya" Apakah setelah itu akan
ada pengumuman bahwa raja mati terbunuh atau dimasukkan ke dalam penjara" Jack
"termenung. Tidak didengarnya suara ibu Pedro memanggil-manggil, mengajak makan.
Tiba-tiba Jack merasa dirinya menjadi tokoh penting dalam kejadian itu. Untung
para penculik tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Mereka tidak tahu bahwa ia
bisa menggagalkan rencana jahat mereka, asal ia berhasil menyusup masuk ke dalam
puri. Tapi bagaimana caranya" Jack terkejut, karena tahu-tahu ia disenggol oleh
Pedro. "He, jangan melamun! Apakah yang sedang kaupikirkan?"
Jack menggelengkan kepala, untuk menyingkirkan pikiran yang memenuhi otaknya, ia
tersenyum. Sementara itu Kiki terbang menghampiri ibu Pedro, yang sedang
mengambilkan makanan untuknya dari sebuah panci besar berwarna hitam.
Duri Bunga Ju 3 Pendekar Slebor 62 Manusia Muka Kucing Bloon Cari Jodoh 17
^