Pencarian

Petualangan Disungai Ajaib 3

Lima Sekawan 08 Petualangan Di Sungai Ajaib Bagian 3


Terdengar jelas bahwa Tala sangat bangga, karena merasa bahwa ia orang baik'.
Jack menepuk-nepuk bahu orang itu.
"Kau memang luar biasa, Tala!" katanya sambil menyalami.
Tala rupanya sependapat, bahwa anak-anak memang perlu bersalaman dengan orang
yang telah berjasa besar, seperti dia. Disalaminya anak-anak satu demi satu,
termasuk Oola. ia semakin senang, ketika Kiki ikut-ikutan mengajak bersalaman.
"Hidup Ratu," kata Kiki dengan suara digagah-gagahkan, lalu terbatuk-batuk.
Begitulah sikapnya, jika beranggapan bahwa itu merupakan saat yang khidmat.
"Jadi itu rupanya yang terjadi tadi!" kata Jack, sambil mengedarkan roti yang
diisi dengan daging. "Yah terlepas dari apakah kita ini sedang mimpi atau
"tidak aku sendiri belum tahu pasti! Yang jelas, pengalaman kita tadi hebat. Yuk,
" "kita makan saja dulu sampai selesai lalu setelah itu menjelajahi tempat ini
"sebentar. Bisa saja kita ini seperti ikan yang ke luar dari periuk, tapi lantas
tercebur ke dalam belanga!"
Aduh mudah-mudahan saja tidak begitu," kata Philip, ia memandang berkeliling.
" ?"Tapi terus terang saja, aku tidak terlalu optimis!"
Bab 21, MENGENALI LINGKUNGAN
Perasaan mereka sudah cukup enak sepuluh menit kemudian. Mereka turun dari
perahu, lalu pergi memeriksa gua di mana mereka saat itu berada. Tempat itu
ternyata bukan merupakan bagian dari ngarai tadi. Itu sudah jelas karena di situ
"ada langit-langit yang menaungi, sekitar tiga meter di atas mereka. Sorotan
senter ke atas menampakkan hal itu dengan jelas.
"Ini rupanya gua besar yang bermulut pada tebing ngarai yang di luar, yang
menuju ke air terjun," kata Jack. "Setidak-tidaknya itu sudah jelas sekarang."
"Tala tadi melihat ada beberapa lagi yang dilewati," kata Tala sambil
mengangguk-angguk. "Tapi Tala tidak berhenti. Perahu cepat sekali."
"Begitu ya," kata Jack. "Ya, rupanya banyak juga rongga yang terdapat di sisi
ngarai. Tapi yang menjadi persoalan sekarang, apakah rongga-rongga itu merupakan
gua yang buntu atau ada liang yang menghubungkan dengan tempat lain?"
?"Itulah yang perlu kita selidiki," kata Philip. "Sekarang kita semua perlu
berbekal senter, sebelum meneruskan penjelajahan. Lentera kita biarkan menyala
di perahu supaya kita semua bisa melihatnya, untuk menunjukkan jalan jika kita
" hendak kembali kemari. Tapi nanti jangan sampai memencar. Kita harus terus
bersama-sama."Tala merapatkan perahu ke sisi kiri gua. Di situ ditemukannya batu yang agak
menonjol. Perahu ditambatkannya ke batu itu, karena takut kalau nanti hanyut,
lalu terseret arus dan kembali lagi ke sungai yang di luar.
Setelah itu semuanya turun, dan berdiri di atas semacam pelataran sempit beralas
batu yang terdapat di situ. Tala membawa senter yang sangat terang sinarnya.
Senter itu ditemukannya di dalam perahu. Dengan bangga disorotkannya sinar
senter itu ke segala arah. Gua itu nampaknya menjorok jauh ke belakang, dan
berakhir dalam kegelapan.
"Mungkin telaga yang tenang ini menjorok ke belakang, dan di sana menjadi
semacam sungai bawah tanah," kata Jack. ia kedengarannya optimis.
"Kau ini terlalu optimis, Jack!" kata Philip. "Jangan begitu, nanti kau
menimbulkan harapan yang berlebihan!"
"Biar saja dia berbicara semaunya," kata Lucy-Ann sambil menyorotkan senternya
berkeliling. "Di tempat seseram begini, aku ingin sekali mendengar kata-kata
yang riang!" Sementara itu Oola sudah mendului. Sinar senter yang dibawanya sangat buram.
Tapi anak itu rupanya memang bisa melihat dengan jelas di tempat gelap. Jack
berseru-seru memanggilnya.
Hati-hati, Oola! Nanti kau jatuh ke air dan kau kan tidak bisa berenang."
" ?"Tuan nanti akan menarik Oola ke luar," balas Oola berseru dengan riang. "Tuan
berani akan menyelamatkan Oola."
Anak-anak tertawa mendengarnya. Mereka berkeliaran sambil bergerak maju menyusur
tepi telaga, sambil menyorotkan senter ke sana dan kemari. Mereka semakin jauh
menuju ke belakang gua. Telaga tadi kini merupakan semacam saluran lebar, diapit pelataran batu di kiri-
kanannya. Rongga gua kemudian menyempit. Oola yang berjalan lebih dulu, berseru
memanggil yang lain-lainnya.
"Hei! Hei! Di sini ada liang!"
Mendengar seruan itu, semua langsung bersemangat. Liang" Itu pasti menuju ke
salah satu tempat! Mereka bergegas-gegas menghampiri Oola. Ternyata ucapannya
tadi benar. Di bagian tengah sisi belakang rongga itu nampak air mengalir masuk
ke dalam semacam liang sempit. Liang itu gelap gulita. Kelihatannya sangat
misterius! "Bisakah perahu dibawa sampai kemari, Tala?" tanya Philip bersemangat. Tapi Tala
menggeleng. "Terlalu berbahaya," katanya. "Bagaimana kalau kandas" Liang buntu" Perahu
bocor" Tidak kita jalan kaki saja. Bisa melihat lebih banyak."
?"Ya deh, kalau begitu," kata Philip, ia tadi sudah membayangkan yang hebat-hebat
saja. Naik perahu menyusur liang bawah tanah itu, kemudian sewaktu muncul di
luar, ternyata sudah sampai di tempat lain. Tapi ia sadar bahwa ucapan Tala
memang benar. Mereka perlu memeriksa lebih jauh ke dalam dulu, sebelum kemudian
bisa merencanakan untuk meneruskan perjalanan dengan perahu.
Liang itu menjorok terus ke dalam, sekali-sekali menikung ke kiri, atau ke
"kanan. Kadang-kadang melebar, dan kemudian menyempit lagi. Terkadang langit-
langitnya tinggi sekali, sehingga tidak kelihatan. Tapi ada pula bagian-bagian
yang sangat rendah, hanya beberapa senti saja di atas kepala.
"Sampai di sini, perahu sudah jelas bisa kita pergunakan," kata Jack pada
Philip. "Eh kenapa Oola berteriak-teriak di depan?""Oola memang ribut berteriak-teriak.
"Cepat, kemari! Lihatlah, Tuan!'
Jack dan Philip bergegas sebisa-bisa mereka. Itu tidak mudah, karena mereka
berjalan dalam liang batu yang licin, dengan air yang gelap di sisi kanan.
Sesampai di tempat Oola, mereka melihat anak itu sedang asyik mengintip ke dalam sebuah lubang yang tidak rata. Lubang itu terdapat di dinding liang.
"Ada apa di situ?" tanya Philip sambil mendorong Oola ke samping.
"Bata," kata Oola. "Batu bata yang sudah tua!"
Philip memasukkan senternya ke dalam lubang itu, untuk menerangi. Seketika itu
juga ia melihat sesuatu yang luar biasa apalagi di tempat itu!"Sorotan senternya menerangi sesuatu, yang kelihatannya merupakan bagian dari
dinding batu bata! Tapi itu kan tidak mungkin" Siapakah yang mau membuat dinding
dengan batu bata di bawah tanah" Dan untuk apa"
"Nampaknya dinding ini dibuat dari seberang sana, untuk menyembunyikan lubang
ini," kata Philip. "Atau mungkin ini bagian dari sebuah dinding pembatas lorong bawah tanah!" kata
Jack. "Bisa saja dinding itu memang lewat di balik lubang ini dan bukan untuk
"menyembunyikannya."
"Ya tapi lalu untuk apa di sini dibuat dinding?" kata Philip. "Benar-benar aneh!
"Coba kemari, Tala! Apa ini, kalau menurutmu?"
Tala mendesak maju. ia menyorotkan senternya yang sangat terang sinarnya ke
dalam lubang, menerangi tembok bata yang ada di situ.
"Ha!" katanya. "Bata kuno. Sangat tua! Tala pernah melihat bata seperti ini.
Ayah Tala yang menggali, jauh sekali di dalam tanah."
"Wah!" kata Jack kaget. "Kalau begitu ini mungkin merupakan tempat di mana orang
zaman purba membangun makam para raja dan ratu mereka. Makam-makam begitu
biasanya besar-besar, kan" Jauh di dalam tanah dengan lorong-lorong penghubung."
?"Lebih baik kita baca saja beberapa halaman dari buku-buku Pak Oma yang ada di
perahu," kata Philip. "Kita kembali saja dulu. Siapa tahu, mungkin kita
menemukan salah satu keterangan mengenai tempat ini. Air terjun besar itu
misalnya, pasti ada keterangannya dalam salah satu buku itu."
Sementara itu Tala menyusup masuk ke dalam lubang itu, lalu mendorong tembok
bata yang ada di dekatnya kuat-kuat dengan telapak tangan. Anak-anak tercengang,
karena tahu-tahu tembok itu runtuh menjadi debu!
"Tala pintar! Tala melihat ayah dulu juga berbuat begitu, Tala ingat!" kata Tala
"dengan bangga. "Wah, wah! Eh, mau apa kau sekarang, Oola, anak monyet!"
"Tahu-tahu Oola mendesak Tala dengan kasar ke samping, lalu menerobos masuk. Anak
itu melompat ke balik tembok yang sudah runtuh, lalu berdiri sambil menyorotkan
senter Tala yang direbutnya ke berbagai arah.
Di sini ada jalan!" serunya bersemangat. "Oola pergi melihat!"
"Ayo kembali, Goblok!" seru Philip. "Jangan memisahkan diri! Oola!"
"Oola yang tadinya sudah pergi, bergegas kembali.
"Oola ada di sini, Tuan," katanya dengan takut-takut. Philip menatapnya dengan
galak. Setelah itu ia menyeberangi lubang, disusul oleh Jack dan yang lain-lainnya.
Ternyata Oola tadi memang benar. Di balik tembok yang sudah runtuh itu ada
sebuah jalan bawah tanah. Mungkinkah itu lorong yang menuju ke tempat pemakaman
di bawah tanah" Mungkinkah ada orang lain yang sudah lebih dulu menemukannya"
Atau barangkali itu merupakan ruangan bawah tanah dari sebuah kuil atau mungkin "juga istana!
"Yuk kita memeriksa jalan ini," kata Jack. "Asyik, ya! Awas, kita jangan sampai
"memencar. Kiki, jangan menandak-nandak di atas bahuku. Geli rasanya digelitik
bulu-bulumu. Duduk yang tenang, Kiki!"
"Tenang!" kata Kiki menirukan dengan lantang. "TENANG!"
Anak-anak berlompatan karena kaget, karena tahu-tahu terdengar suara besar
menggema di sekeliling mereka.
"TENANGTENANGNANGNANG!"
Lucy-Ann menyambar Dinah, sehingga anak itu semakin ketakutan. Jack mulanya juga
kaget. Tapi kemudian tertawa. Bunyinya langsung kembali berulang-ulang. Seram
sekali kedengarannya! "Ha-ha-hahahahaha..."
"Ah itu kan cuma gema," kata Jack dengan pelan, agar tidak menggema. "Aku sampai
"kaget sekali tadi. Dan Kiki langsung bungkam!"
Tapi saat itu Kiki mengangkat kepalanya, lalu terkekeh-kekeh. Semuanya cepat-
cepat menutup telinga. Gema kekehan Kiki langsung datang, bunyinya seperti ada
ratusan raksasa yang tertawa mengejek.
"Aduh, Kiki!" tukas Lucy-Ann. "Jangan kaulakukan lagi!"
"Yuk. kita terus," kata Jack. "Semuanya ada di sini" Mana Oola?"
"Oola tidak ada lagi di situ.
"Sialan, anak itu!" kata Jack. "Ke mana lagi dia" Kita tidak boleh sampai
berpencar!" "Pencarpencar!" Begitulah bunyi gemanya.
"Ah bosan!" tukas Jack dengan sebal. Ucapannya itu pun menggema.
?"Bosanbosansan!"
Tahu-tahu Oola muncul dari balik sebongkah batu. ia kelihatannya sangat
ketakutan. Rupanya ngeri mendengar gema, karena baru sekali itu dialaminya.
"Itulah, Keledai," tukas Philip. Tapi ia tidak benar-benar marah. "Lain kali
jangan suka memencar. Dekat-dekat saja dengan aku, supaya jangan ditelan gema!"
Mereka menyusur lorong yang landai itu. Tidak ada apa-apa di situ. Dinding di
kiri-kanannya terbuat dari bata, dan di sana-sini nampak semacam gerbang, yang
juga terbuat dari bahan yang sama.
"Bata ini terbuat dari lumpur," kata Jack. "Bentuknya tidak serupa dengan bata
di tempat Kita karena mirip batangan roti yang bagian atasnya cembung. Nah di
" "depan ada pintu besar. Bisakah kita melewatinya" Kurasa pasti terkunci."
Pintu besar itu ribuan tahun yang lalu bukan hanya dikunci, tapi juga disegel.
Segelnya masih nampak, tapi sudah sangat rapuh. Jack mendorong daun pintu itu
dengan hati-hati. Kagetnya bukan main, ketika tahu-tahu pintu itu hancur,
teriring bunyi seperti desahan pelan. Rupanya sudah benar-benar lapuk!
Apakah yang ada di belakangnya" Philip menyorotkan senternya ke sana. Tapi ia
hanya melihat dinding batu belaka. Namun kemudian sinar senter menerangi benda
lain! Tangga, yang menurun!
"Yuk, kita turun!" ajak Philip sambil melangkah ke jenjang teratas. "Semuanya
sudah ada di sini" Ikuti dengan berhati-hati karena tangganya sangat "terjal. Wah, ini benar-benar petualangan namanya!"
"Bab 22, MISTERI TERSIBAK
Ketika Philip hendak menuruni tangga, tahu-tahu ada yang menerobos lewat,
sehingga ia nyaris saja terjatuh. Ternyata itu Oola, karena suaranya terdengar
berseru di bawahnya. "Jangan, Tuan! Jangan! Di situ berbahaya. Oola yang turun dulu, Tuan. Oola
dulu!" Anak itu sudah bergegas-gegas turun, sebelum Philip sempat menahannya.
"Ayo kembali!" teriak Philip, ia benar-benar marah. "Kaudengar tidak, Oola"
Kembali, kataku! Kenapa kau tahu-tahu begitu?"
Sebelum Oola sempat menjawab, tiba-tiba terdengar jeritannya.
"Eh, eh ", disusul debaman berturut-turut. "Aduh! Aduh!"
?"Oola jatuh," kata Jack kaget. "Aduh, anak itu benar-benar goblok! Sudah goblok,
nekat lagi! Jenjang ini mungkin sudah selapuk pintu tadi! Sekarang bagaimana?"
Tala berseru dari belakang.
"Tala mengambil tali. Di perahu ada tali. Tala pergi sekarang."
Rasanya memang hanya itu saja satu-satunya kemungkinan. Philip memanggil Oola.
"Kau cedera, Oola?"
"Oola tidak apa-apa. Cuma buk-buk-buk saja. Oola naik lagi, Tuan!"
"Jangan! Nanti kau malah jatuh semakin jauh lagi ke bawah!" balas Philip dari
ujung atas tangga. "Tapi karena dia, kau tidak jatuh, Philip," kata Jack. "Coba kau yang pertama-
tama turun tadi, pasti kau yang sekarang tergelimpang di bawah. Kita tolol tidak
"memikirkan kemungkinan itu."
"Kita duduk saja dulu, sambil menunggu Tala datang lagi," kata Dinah. "Kasihan
Kiki! Kau bungkam terus rupanya tidak suka ada di sini, ya?"
"Sambil menunggu Tala, anak-anak itu berunding. Semua bertekad hendak meneruskan
penyelidikan. Sebab sudah jelas, mereka harus mencari jalan ke luar dari situ.
Jack ingin menyusur lorong ke arah atas, untuk melihat apakah lewat situ mereka
akan bisa sampai di tempat terbuka. Tapi Philip menolak usul itu dengan tandas.
"Kita konyol, jika itu kita lakukan," katanya. "Dengan begitu kita akan
terpencar-pencar. Oola tergeletak di bawah, Tala pergi mengambil tali ke
perahu sedang kita berkeliaran ke tempat lain. Yang terpenting saat ini, kita
"tidak boleh sampai terpisah-pisah. Tala-kah yang datang itu" Wah, Tala memang
"hebat! Pantasnya ia dianugerahi tanda jasa!"
Orarg yang datang itu memang Tala, dengan membawa tali yang diambilnya dari
perahu, ia juga membawa sebuah kait besar.
"Tali diulurkan ke bawah sekarang, Oola!" seru Philip. Tala menyangkutkan kait
besar ke batu yang menonjol. Tali diikatkan pada kait itu, lalu diulurkan oleh
Tala dan Philip ke bawah tangga. Oola merasakan tali itu menyentuh tubuhnya,
lalu memegangnya erat-erat dengan kedua belah tangan. Sementara Tala dan Philip
menghela dari atas, Oola sendiri juga memanjat. Dengan segera ia sudah ada di
atas lagi. "Terima kasih, karena kau menggantikan aku jatuh ke bawah," kata Philip sambil
menepuk anak itu. "Tapi jangan kauulangi lagi. ya!"
"Oola menjaga Tuan." Hanya itulah yang dikatakan oleh anak kecil itu. Philip
berpaling, lalu berbicara pada anak-anak yang lain.
"Kita tadi sudah merundingkan segala-galanya, dan kita semua sependapat bahwa
sebaiknya kita kembali saja dulu ke perahu, untuk makan dan beristirahat
sebentar di sana. Pukul berapa sekarang" Setengah tujuh aduh, tidak, sudah "setengah sembilan! Siapa yang akan menyangka?"
"Setengah sembilan malam?" kata Lucy-Ann. ia memperhatikan jam tangannya, untuk
memastikan. "Wah, betul! Kalau keadaan di sini selalu gelap seperti sekarang
"ini. sulit bagi kita untuk bisa menaksir waktu."
"Kalau begitu sehabis makan nanti, kita tidur bukan cuma beristirahat sebentar,"
"kata Jack. "Supaya besok pagi kita semua merasa segar kembali. Dan setelah
bangun besok, apa yang kita kerjakan, Philip?"
"Kita sarapan sampai kenyang lalu meneliti isi buku-buku yang ada di perahu.
"Siapa tahu, mungkin kita bisa menemukan salah satu keterangan tentang tempat
ini, sehingga tahu di mana kita berada," kata Philip. "Setelah itu kita
berangkat lagi, dengan berbekal makanan, serta dengan saling mengikatkan diri
dengan tali, sebagai pengaman."
"Baik, Tuan," kata Jack. Anak-anak yang lain tertawa.
"Ada yang punya usul lebih lanjut?" tanya Philip. Ternyata tidak ada. Jadi
rombongan itu langsung kembali ke perahu. Ke luar lewat lubang di dinding, lalu
menyusur liang tempat air mengalir, dan akhirnya sampai di tempat semula. Perahu
masih ada di telaga, terayun pelan mengikuti gerakan air.
Mereka semua makan malam. Kiki makan begitu banyak, sampai terceguk-ceguk.
"Itulah, kalau terlalu rakus," kata Jack. "Malu sedikit dong!"
"Sekarang kita meneliti isi buku itu, yuk," kata Dinah mengusulkan, setelah
semua selesai makan. "Aku sedikit pun tidak mengantuk. Malah bersemangat
rasanya! Coba kita bisa tahu dengan pasti, bahwa Ibu dan Bill tidak apa-apa."
"Kurasa kita tidak perlu terlalu cemas, karena kan ada Bill," kata Jack. "Bill
sudah biasa menghadapi urusan seperti ini. Bahkan yang lebih berbahaya lagi pun
sering! Kurasa Uma menawan mereka di salah satu tempat yang tersembunyi,
sementara ia menyelesaikan kegiatan yang ditutup-tutupinya itu kemungkinannya di
"Kota Film." "Kalian ingat tidak, bagaimana ia berlagak menaruh minat yang besar sekali
terhadap ilmu purbakala, begitu pula pada bangunan-bangunan kuno, dan lain-


Lima Sekawan 08 Petualangan Di Sungai Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lainnya seperti itu?" tanya Dinah. "ia pasti mengira, dengan begitu Bill tidak
akan melanjutkan penyelidikannya."
"Yah berpura-pura atau tidak, tapi buku-bukunya ini menarik," kata Philip. Anak-
"anak saat itu berada di dek, sedang Philip berdiri di depan mereka. "Ini,
masing-masing memeriksa satu buku.
Coba cari, apakah ada peta sungai petualangan kita ini di dalamnya. Tapi jangan
"lupa, namanya Sungai Abencha."
Tala dan Oola tidak ikut disuruh. Mereka tidak biasa membaca buku-buku seperti
itu. Oola bahkan sama sekali tidak bisa membaca. Keduanya duduk bersantai-
santai, dengan perut yang sudah kenyang.
"Ini ada peta!" kata Dinah dengan tiba-tiba. Wah besar lagi! Lihatlah, bisa "dibeberkan sampai lebar sekali!"
Keempat anak itu berkerumun, untuk memperhatikan peta itu. Tiba-tiba Jack
berseru. "Ini dia sungainya. Lihatlah, menjulur selebar peta. Hebat! "Sungai Abencha" ya,
"memang inilah sungai kita. Sekarang kita telusuri desa-desa yang sudah kita
singgahi." "Ini Alaouiya," kata Lucy-Ann. "Namanya bagus. Dan artinya juga bagus! Gerbang
Raja-raja." "Ya dan ini Ullabaid, tempat kita pergi melihat-lihat kuil kuno itu, lalu anak-
"anak desa lari Ketakutan melihat ular peliharaan Philip," kata Dinah sambil
menuding. "Dan ini Chaldo, lihatlah tempat Pak Uma yang jahat itu menculik Ibu dan Bill,"
"kata Philip, "dan tempat kita kemudian mengambil perahu motornya. Dan ini Hoa,
tempat kita mengambil air dan roti."
Dengan jari mereka menelusuri gambar sungai itu, melewati sejumlah desa tempat
mereka tidak singgah. Mereka mencari-cari letak desa Wooti, di mana
kemungkinannya Bill dan istrinya dibawa oleh Raja Uma.
Ini dia!" kata Jack. "Ternyata kita memang melewatinya. Lihatlah ini, di tempat
" "sungai mulai melebar. Saat itu kita berada di tengah-tengah sungai, jadi tidak
melihatnya. Sialan! Kita melewatinya. Ini di peta kelihatan jelas, sungai
"melebar di sini."
Mereka mengikuti garis sungai yang berkelok-kelok itu dengan penuh minat.
Kemudian Philip berseru. Ternyata kemudian memang bercabang dua lihatlah! Itu sudah kusangka.
" "Bukan bukan bercabang dua, tapi bahkan tiga! Satu mengalir ke timur, satu ke
"selatan sedang yang ketiga, ini garis kecil ini kurasa inilah mestinya yang
" " "kemudian mengalir dalam ngarai yang kita lewati. Ya, memang benar!"
Semua ikut melihat. Cabang sungai yang ditunjukkan oleh Philip, ternyata bernama
"Teo Ura". Menurut penjelasan Tala, itu berarti "Ngarai Dalam", atau
"Terowongan". Gambar sungai itu di peta terputus dengan begitu saja. Aneh!
"Kalau begitu, ke manakah air yang mengalir dalam ngarai?" tanya Philip.
"Kurasa ke bawah tanah," kata Jack. "Kita kan sudah berada dalam ngarai yang
-dalam sekali, ketika perahu dengan tiba-tiba membelok ke rongga ini.
Kemungkinannya setelah air terjun, sungai benar-benar mengalir di dalam tanah.
Wah untung kita tidak ikut terseret ke sana! Kalau itu terjadi, kita pun ikut
"lenyap seperti sungai ini!"
?"Nah, kalau begitu teka-teki sungai yang bercabang sudah berhasil kita ketahui
jawabannya," kata Philip dengan senang. "Sekarang kita cari, apakah ada kota
bawah tanah, atau kuil, atau makam, di dekat-dekat sini. Ada tidak tertera pada
peta?" "Tidak," jawab Jack. "Begini sajalah kita cari keterangan tentang Alaouiya,
"Gerbang Raja-raja, barangkali saja ada di dalam salah satu buku ini. Mungkin di
situ juga terdapat sedikit mengenai daerah sekitar ngarai aneh ini."
Mereka lantas mencari keterangan tentang Alaouiya. Kebanyakan buku yang diteliti
mengungkapkan hal yang sama, yaitu bahwa di daerah itu banyak sekali terdapat
istana dan kuil terpendam, dan baru sebagian saja yang sudah digali kembali.
"Coba dengar ini," kata Jack dengan tiba-tiba. ia membacakan, Diketahui bahwa "di daerah sekitar Ngarai Dalam yang aneh dan misterius itu dahulu terdapat
sebuah kuil yang sangat indah, jauh melebihi keindahan kuil-kuil lainnya yang
sezaman (sekitar tujuh ribu tahun yang silam). Penggalian dilakukan terus-
menerus, karena ada kemungkinan bahwa di situ akan didapat temuan yang tergolong
paling besar di dalam sejarah ilmu purbakala, begitu pula harta yang tidak
terbayangkan nilainya. Kuil itu dibangun sebagai tempat pemujaan seorang dewi
yang disayangi, dan hadiah-hadiah dari sekian banyak keturunan raja serta kaum
bangsawan diantar ke sana untuk menghormatinya. Harta sesajian itu mungkin
disimpan di dalam bilik-bilik bawah tanah dari kuil tersebut, yang kemudian
ditutup rapat-rapat. Tidak diketahui apakah kuil itu pernah dijarah perampok
selama ribuan tahun semenjak kuil itu lenyap dari catatan sejarah."
Wah!" kata Dinah dan Philip serempak. Benarkah itu?"
"Yah buku ini sangat serius, ilmiah sekali," Kata Jack. "Kurasa kalau dongeng
" "saja takkan dikutip. Pembahasannya hanya tentang hal-hal yang benar atau yang
"kemungkinannya benar."
"Bagaimana dengan lorong aneh yang kita temukan tadi" Dan tangga yang mengarah
ke bawah, yang terdapat di balik pintu tua itu?" kata Lucy-Ann. ia begitu
tegang, sampai suaranya terdengar terputus-putus. "Mungkinkah mungkinkah kita
"tadi menemukan jalan menuju suatu kuil atau istana tua yang puing-puingnya
"tertimbun di bawah debu dan pasir yang sudah ribuan tahun?"
"Itu mungkin saja," kata Jack. "Bagaimanapun jalan masuk yang kita temukan itu
"bukan yang biasa! Kurasa belum pernah ada yang masuk ke rongga gua ini karena
"mana mungkin" Tidak ada orang berpikiran sehat yang mau memasuki ngarai itu
dengan perahu. Kita pun tidak jika sebelumnya sudah menelaah peta."
?"Ada satu hal lagi," kata Dinah menyela. "Kurasa ngarai itu dulu belum sedalam
sekarang ini. Menurut dugaanku, ribuan tahun yang lalu masih dangkal dan
"barangkali bahkan belum merupakan ngarai. Karenanya, mulut gua kita ini letaknya
tidak dekat dengan permukaan air di ngarai, seperti sekarang melainkan jauh
"sekali di bawahnya. Jadi tidak mungkin orang dulu bisa masuk ke dalamnya."
"Dinah benar," kata Philip. "Waktu itu dasar sungai letaknya pasti lebih tinggi
dari mulut gua ini. Itu berarti kita menemukan jalan masuk di bawah tanah yang
tidak diketahui orang lain, menuju salah satu kota kuno yang sudah punah!"
Anak-anak terpana membayangkan kemungkinan itu. Mereka berpandang-pandangan
penuh gairah. Tahu-tahu mereka dikagetkan oleh bunyi yang keras sekali. Ternyata
itu dengkuran Tala. Kasihan, orang itu sudah capek sekali, ia tertidur sementara
anak-anak sedang asyik berembuk.
"Lebih baik kita juga tidur saja," kata Jack sambil tertawa. "Tahu tidak kalian,
sekarang ini sudah tengah malam" Biarkan lentera perahu menyala, Philip.
Kaukecilkan saja tapi kurasa kita semua pasti lebih enak, jika malam ini ada
"lampu menyala!"
Tidak lama kemudian semuanya sudah tidur nyenyak. Sinar redup lentera tidak
menampakkan ada yang bergerak di dalam perahu, kecuali ketika ular peliharaan
Philip ke luar dari balik kemejanya, karena hendak mencari makan. Tapi tidak ada
sesuatu pun yang ditemukannya. Akhirnya ia terpaksa kembali menyusup ke balik
kemeja tuannya, dalam keadaan masih lapar. Ular bargua itu menggelungkan diri
lagi di tempat yang hangat. Setelah itu hanya bunyi napas saja yang masih
terdengar ditingkah deru air yang mengalir dengan deras di luar mulut gua
"Bab 23, PEMANDANGAN YANG MENAKJUBKAN
Keesokan paginya Dinah yang paling dulu bangun. Ia menyalakan senternya, untuk
melihat waktu, aduh sudah pukul delapan kurang seperempat! Dengan segera semua
"dibangunkan. Mereka bangun, sambil menggeliatkan tubuh yang terasa pegal. Tala
membesarkan nyala lentera perahu, lalu memandang berkeliling untuk melihat
apakah semuanya beres. Hei!" serunya kaget. "Oola tidak ada!?"Tidak ada" Tidak mungkin ia pergi dengan diam-diam!" seru Philip dan tepat saat
"itu Oola muncul dari arah mulut gua. Tubuhnya basah-kuyup.
Ke mana kau tadi?" tanya Philip dengan galak. Badanmu basah kuyup. Kau
" "terjatuh ke air, ya" kau kan tidak bisa berenang!"
Tidak, Tuan Oola bukan jatuh," kata anak tecil itu. "Oola pergi melihat air
" "menerjun! Oola - melihat suatu yang bagus sekali!"
"Astaga!" seru Philip. "Anak bandel itu kan berbahaya sekali" Kalau mati,
"bagaimana! Bagaimana caramu ke sana tadi?"
"Oola tunjukkan," kata anak itu bersemangat. "Bagus sekali! Tuan ikut" Aman,
Tuan!" Oola lari menyusur pelataran sempit yang membatasi air dalam gua, menuju ke
mulutnya. Sesampai di situ ia berpaling, lalu melambaikan tangannya dengan wajah
berseri-seri. "Ikut, Tuan! Oola tunjukkan!"
"Yah kita lihat saja apa maunya," kata Jack, yang tahu-tahu timbul minatnya.
"Pasti itu akan sangat mengesankan. Air terjun yang jatuh dari ngarai, dan
menghilang ke dalam tanah! Oola membawa senternya, karena walaupun saat itu
sudah pagi, tidak banyak sinar matahari yang masuk ke dalam ngarai bertebing
tinggi itu. Tala mengambil lentera perahu, lalu membawanya pula. ia ikut
merasakan kegairahan yang menghinggapi anak-anak.
Deru air bertambah dahsyat bunyinya, ketika mereka sudah berada di mulut gua. Di
sebelah luar ternyata ada semacam serambi batu yang lebar. Letaknya sedikit di
atas permukaan air sungai yang bergolak.
"Ikuti Oola!" teriak anak kecil itu. "Aman, aman! Sebentar lagi ke atas."
Percikan air yang mengalir deras sekitar satu meter di bawah kaki mereka
menyebabkan semua dengan segera sudah basah kuyup. Serambi yang dilewati
ternyata menanjak terus. Dan cukup lebar, sehingga aman berjalan di situ. Tidak
lama kemudian rombongan itu sudah berada di tempat yang tingginya sekitar empat
meter di atas air. Tempat itu jauh lebih terang daripada yang di bawah tadi,
karena lebih banyak sinar matahari yang masuk. Anak-anak memadamkan senter
mereka, dan kemudian mengantunginya. Deru air semakin menggila bunyinya,
sehingga menyakitkan gendang telinga. Oola masih terus saja berjalan mendului.
Kemudian ia berhenti dengan tiba-tiba.
"Di sini, Tuan!" serunya sambil berpaling. Suaranya hanya sayup-sayup sampai,
karena dikalahkan deru air. "Sungai lenyap!"
Mereka berenam berdiri berdesak-desak pada semacam landasan beralas batu, lalu
memandang ke bawah. Ngarai terputus di situ, berubah menjadi tebing terjal yang
dalamnya mungkin lebih dari seratus meter. Mereka melihat air dari ngarai yang
berbuih dan memercik-mercik, jatuh menghunjam ke bawah lewat tepi atas tebing
itu. Ke mana jatuhnya tidak kelihatan, karena menghilang di tempat yang sangat
gelap. Jauh sekali di bawah nampak sinar-sinar aneh memercik-mercik, seperti sekian
banyak pelangi Kecil-kecil yang gemerlapan. Pemandangan itu benar-benar aneh dan
mengagumkan. Semua hanya bisa memandang sambil membisu, karena terpesona.
Percikan air menghambur begitu tinggi, sehingga membasahi rombongan yang berdiri
di atas landasan batu. Tapi mereka tidak merasakan, karena seluruh perhatian
terpaku pada pemandangan yang nampak di bawah, yang pasti termasuk salah satu
pemandangan yang paling menakjubkan di dunia ini!
Ngarai masih memanjang terus ke depan, tapi mulai dari tempat itu tanpa dialiri
air lagi. Sungai deras itu lenyap ke dalam lubang yang menganga itu, masuk ke
perut bumi. Itulah ujung sungai yang mengalir dalam Teo Gra Ngarai Dalam!"Ke manakah mengalirnya?" tanya Lucy-Ann. Menurut perasaannya, belum pernah ia
"sekagum saat itu. Bayangkan jika Tala kemarin tidak melihat Tulut gua, perahu kita pasti
" "terjerumus ke dalam lubang ini, diseret air deras!" kata Philip dalam hati. ia
menggigil, membayangkan hal itu.
Alangkah indahnya!" pikir Dinah. "Pelangi-pelangi kecil yang seperti menari-
"nari di bawah sana takkan mungkin kulupakan seumur hidupku!"
?"Luar biasa!" kata Jack dalam batinnya. ?"Hampir-hampir tidak bisa diterima oleh
akal!" Sedang Tala berpikir, kini sudah waktunya untuk kembali ke gua. Masih mau berapa
lama lagi anak-anak berdiri memandang dengan mulut ternganga di situ" Tala sudah
lapar, dan air tidak bisa membuat perut kenyang. Ditariknya lengan kemeja Jack
dengan pelan. Jack kaget, lalu berpaling. Tala berbisik, sambil mendekatkan mulut ke telinga
anak itu. "Kita kembali, ya?"
"Baiklah," kata Jack, walau ia sebenarnya mau saja seharian berada terus di
tempat itu. Disenggolnya Philip, lalu rombongan ini kembali menuruni serambi
yang melandai ke bawah, kembali ke rongga gua. Agak lama juga tidak ada yang
membuka mulut. Masing-masing nampaknya masih sangat terkesan.
"Aku rasanya seperti baru keluar dari gereja," kata Lucy-Ann kemudian,
mengucapkan perasaan yang juga menghinggapi anak-anak yang lain. "Rasanya
begitu begitu agung!"
"Kiki tadi sama sekali tidak menyukai percikan air yang tidak henti-hentinya
menyirami, ia sama sekali tidak melihat air terjun itu, karena bersembunyi di
balik jaket Jack. Kiki takut pada bunyi gemuruh, serta cipratan air! Kini ia
sudah senang lagi, karena sudah kembali ke perahu, sementara sebuah kaleng
berisi nenas dibuka di depan matanya!
Entah kenapa, sarapan pagi itu sangat meriah, Semua banyak tertawa. Oola bahkan
begitu sering tertawa melihat kejenakaan Kiki, sampai ia terjatuh dari perahu.
Untungnya tidak ke air, tapi ke pelataran batu yang ada di pinggir gua.
Selesai sarapan mereka mengemaskan bekal makanan sebanyak mungkin. Sebagai
pembungkus mereka memakai kertas-kertas, yang kemudian diikat erat-erat dengan
tali. Tala menggantungkan dua kaleng air limau ke lehernya setelah saling
diikatkan dengan tali. Oola juga banyak mengangkut perbekalan.
"Nah semua sudah siap dengan senter masing-masing?" kata Jack. "Semua juga sudah
"membawa bekal makanan" Semua sudah tahu, kita harus menjaga jangan sampai
tertinggal dari yang di depan?"
"Ya," seru semuanya, termasuk Kiki.
"Tali sudah kaulilitkan ke pinggangmu, Tala?"
"Tala sudah membawa tali," kata Tala. "Dan uga kait! Tala juga membawa sekop
kecil dan alat penggaru!"
Segala peralatan itu memang dibawa olehnya, digantungkan ke tubuh dengan tali.
ia sebenarnya juga hendak membawa sekop besar. Tapi yang ada di perahu semuanya
berat-berat. Orang sekuat Tala pun, rasanya tidak akan mampu membawa-bawanya
terus. Kau seperti unta saja, Tala, membawa barang sebanyak itu!" kata Philip sambil "tertawa.
"Oola juga mengangkut barang seperti unta," kata Oola tidak mau kalah, ia merasa
iri, mendengar Tala dipuji tuannya.
Wah Oola mengangkut barang sebanyak dua ekor unta!" kata Philip. Anak kecil
" "yang berani itu langsung senang kembali.
Yah, kurasa sekarang kita terpaksa berpisah dengan perahu ini," kata Philip
"sambil menoleh ke arah perahu itu. Kemudian ia membungkuk, lalu memungut sesuatu
dari situ. "Apa itu?" tanya Dinah.
"Ah cuma pikiran yang tiba-tiba saja datang," kata Philip. Dirobeknya beberapa
"halaman dari buku milik Raja Uma yang dipungutnya. Lembaran-lembaran itu
dimasukkannya ke kantung.
"Beberapa lembar yang diberi tanda oleh Uma," katanya lagi. "Jika ia berpendapat
bahwa isi halaman itu perlu diberi tanda, maka mestinya penting artinya. Jadi
kita bawa saja siapa tahu, mungkin nanti ada gunanya!"
"Setelah itu mereka berangkat. Menyusur pelataran sempit yang menjorok ke
belakang, menyusur tepi air. Mereka sampai di depan lubang yang mulanya ditutupi
dinding bata yang sudah ambruk menjadi debu ketika didorong oleh Tala.
Rombongan itu menyusup masuk ke dalam lubang, dan sampai di lorong yang ada di
belakangnya. Sekitar mereka gelap. Penerangan hanya datang dari senter mereka.
"Sebaiknya kita memeriksa lorong ini ke arah atas, untuk melihat apakah kita
bisa ke luar lewat sana. Kalau itu sudah pasti, barulah kita memeriksa tangga
menarik yang kita temukan kemarin di ujung bawah," kata Jack. "Kurasa kalau ke
atas, lorong ini akan sampai di permukaan bumi."
"Mudah-mudahan saja begitu!" kata Philip. "Tapi aku sangsi. Sebab jika ada jalan
ke luar dari sini, mestinya kan orang sudah dulu-dulu menemukan, lalu masuk
kemari! Tapi pintu disegel yang kemudian hancur itu, ketika kita temukan masih
utuh." "Ya kurasa itu merupakan bukti bahwa sejak pintu itu dibuat, belum pernah ada
"orang masuk kemari," kata Dinah. "Yuk kita berjalan saja ke arah atas!"
"Rombongan itu mulai mendaki lorong yang landai, sambil menyorotkan senter ke
depan. Tapi setelah beberapa waktu berjalan, mereka terhenti. Di depan mereka
nampak dinding batu yang menghadang. Dinding batu itu dibangun melintang,
menutupi seluruh rongga lorong. Dan bahan yang dipakai bukan bata dari lumpur,
yang langsung hancur begitu disentuh! Tidak, dinding itu dibuat dari bongkah-
bongkah batu persegi yang diatur berjejer-jejer, baris demi baris sampai ke
langit-langit lorong. Sekarang jelaslah, apa sebabnya belum pernah ada yang
masuk ke tempat itu! Rupanya dulu ada yang memerintahkan pembuatan dinding batu
itu, untuk menutup jalan masuk ke tempat yang ada di sebelah bawah.
"Tidak ada jalan ke luar lewat sini," kata Philip, dengan hati serasa kelu.
"Sebaiknya kita menuju ke bawah lagi sekarang ke tangga tua itu. Mungkin lewat
"situ, kita akan bisa sampai ke suatu tempat!"
Bab 24, TEMUAN ANEH YANG MENARIK
Diterangi sinar senter, Jack memandang Philip. Philip memoncongkan mulutnya.
Tampangnya serius. Keadaan mereka saat itu memang serius. Philip memberi isyarat
dengan gerakan kepala ke arah kedua anak perempuan. Maksudnya memperingatkan


Lima Sekawan 08 Petualangan Di Sungai Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jack, jangan sampai kedua anak itu ketakutan. Jack membalas dengan anggukan,
tanda mengerti. Kini mereka menuruni lorong, menuju tempat di mana terdapat gerbang yang
pintunya sudah ambruk. Dari situ, mereka sampai di ujung atas tangga. Tangga itu
terbuat dari batu, tapi tepi jenjang-jenjang sudah rapuh sekali. Itulah yang
menyebabkan Oola terpeleset, lalu jatuh. Tapi saat itu ia tidak langsung jatuh
sampai ke kaki tangga! "Tala, kau dan Jack memegangi ujung tali," kata Philip. "Lalu selebihnya
diulurkan ke bawah. Ya, begitu! Sekarang aku turun sambil berpegangan pada tali.
Akan kuperiksa masing-masing jenjang, dan kuhitung jumlahnya. Nanti kalau
kutemukan yang sudah lapuk, akan kuserukan nomor berapa itu. Jadi nanti sewaktu
kalian turun, bisa berjaga-jaga saat melewati jenjang yang kusebutkan itu!"
Itu ide yang bagus," kata Jack. Sementara ia memegangi ujung atas tali bersama
Tala, Philip mulai melangkah turun. Oola sebenarnya hendak mendesak maju dan
turun paling dulu. Tapi Tala sempat menahannya. Oola marah sekali pada Tala.
Tapi ia tetap harus tinggal dulu di atas.
Philip menuruni anak tangga dengan pelan dan sangat berhati-hati, sambil
menghitung-hitung. "Satu, dua, tiga, empat jenjang nomor empat sudah agak rapuh, Jack! lima, enam, " "tujuh, delapan, sembilan nomor sembilan sudah hampir runtuh semuanya sepuluh,
" "sebelas..."
"Satu, dua, enam, sepuluh!" teriak Kiki, yang menyangka Philip mengajaknya
bermain. "Satu dua, dalam gua, sepuluh sembilan, jalan yang pelan, tiga
empat..." "Nomor lima belas sudah tidak ada lagi dan juga nomor enam belas," seru Philip
"dari bawah. Empat, sembilan, lima belas, enam belas," seru Jack mengulangi. "Kau
harus lebih keras berteriak, Philip! Suaramu tidak jelas lagi terdengar di
sini." "Baik," teriak Philip membalas. Tali pengaman dipegangnya erat-erat, karena
takut terpeleset. Tangga ini terjal sekali! Kalian harus sangat berhati-hati
nanti!" ia melangkah lebih lanjut sambil menyerukan nomor jenjang yang sedang
diteliti. Tapi ketika sampai pada jenjang nomor 39, suaranya sudah hampir tak
terdengar lagi di atas. Selama itu sudah banyak diteriakkannya nomor-nomor anak
tangga yang rusak, sehingga Lucy-Ann harus mengambil pensil dan buku catatan
dari kantung Jack, untuk mencatat semuanya.
"Sekarang aku sudah sampai di bawah," seru Philip.
"Apa?" teriak Jack dari atas.
"AKU SUDAH SAMPAI DI BAWAH!" teriak Philip sekali lagi, dengan sekuat-kuatnya.
" " ?"Sekarang biar Dinah yang turun dulu. Tapi HATI-HATI!"
Dinah mulai menuruni tangga. Anak-anak mendengar suaranya menghitung. Ketika ia
sampai pada bagian yang rapuh, anak-anak berteriak memperingatkan. Tapi Dinah
masih ingat semuanya, ia berhasil turun dengan selamat, dan akhirnya berdiri di
sisi Philip. Sekarang menyusul Lucy-Ann. ia tidak seberani Dinah. Pada jenjang kelima belas,
ia terpeleset Untung ia berpegangan erat-erat pada tali. Akhirnya ia sampai juga
dengan selamat di bawah. Setelah itu Jack yang turun, ia melangkah dengan pasti.
Rasanya jauh sekali, sebelum sampai di bawah. Jenjang yang dilewati kadang-
kadang terjal sekali, sementara lubang yang dituruni tidak begitu lebar.
"Sekarang kita berempat sudah ada di sini," kata Philip sambil menyorotkan
senternya, ia berseru ke atas. "Tala, suruh Oola turun sekarang!"
Tapi yang turun ternyata malah Tala sendiri, ia menjelaskan, bahwa Oola ingin
turun paling belakang. Kata anak itu, ia tidak memerlukan tali. Dan benarlah,
tali itu dilemparkannya ke bawah, begitu Tala sudah sampai di kaki tangga.
"Kalau jatuh, bisa patah kakinya!" kata Jack dengan kesal. "Anak bandel!"
Tapi tahu-tahu Oola sudah berdiri di sampingnya. Kelihatan bahwa anak itu
tertawa nyengir, diterangi sinar senter, ia tadi berhati-hati, setelah tahu
bahwa banyak jenjang yang sudah rapuh. Dan yang jelas, langkahnya memang sangat
pasti. "Oola ada di sini, Tuan," katanya pada Philip.
"Nah ke mana kita sekarang?" kata Philip bertanya-tanya pada diri sendiri. "Disorotkannya senter ke arah depan. Ternyata ada lorong lagi di situ, tapi lebih
sempit daripada yang di atas. Dinding pada kedua sisinya terbuat dari bata,
seperti yang sudah mereka lihat sebelumnya. Anak-anak tidak berani menyentuh,
karena takut kalau tahu-tahu hancur menjadi debu. Kalau itu terjadi hih, seram
"membayangkannya! Mereka berjalan di dalam lorong itu, yang arahnya sangat menurun. Akhirnya
mereka tiba di depan sebuah gerbang, yang juga terbuat dari bata.
"Kurasa gerbang-gerbang begini sengaja dibuat, untuk memperkokoh langit-langit
lorong," kata Jack. "Ajaib kenapa ada yang belum runtuh."
?"Tapi pasti banyak yang sudah ambruk," kata Dinah. "Mudah-mudahan saja di antara
kita nanti tidak ada yang bersin. Aku khawatir, nanti langit-langit jatuh
menimpa kita karenanya."
"Aduh, jangan ada yang bersin, ya!" kata Lucy-Ann ketakutan.
Lewat lorong itu mereka sampai di semacam ruangan yang bentuknya nyaris bundar.
Di sisi seberang nampak sebuah pintu yang besar. Anak-anak berhenti sebentar,
sambil menyorotkan senter mereka berkeliling. Di satu sudut nampak berbagai
benda yang ditumpukkan. Mereka menghampiri tumpukan itu.
Tapi getaran langkah mereka walau mereka berjalan dengan hati-hati sekali! tahu-
" "tahu menyebabkan tumpukan itu runtuh, menjelma menjadi timbunan debu! Tapi ada
satu benda yang tetap utuh. Benda itu kemilau, memantulkan sinar senter yang
diarahkan padanya. "Apa itu?" tanya Dinah. ia tidak berani menyentuh benda itu. Jack memungutnya
dengan hati-hati sekali. "Mangkuk!" katanya. "Mangkuk dari emas! Lihatlah dihiasi dengan permata yang
"dipasang di sekelilingnya. Emas merupakan satu-satunya logam yang tidak bisa
hancur dimakan umur, atau berubah warna. Mangkuk ini masih utuh, walau umurnya
pasti sudah berabad-abad. Indah, ya?"
Semua memandang benda temuan itu dengan kagum. Sudah berapakah umurnya" Tiga
ribu tahun" Atau mungkin empat, atau bahkan lima ribu" Siapakah yang dulu
memakainya" Siapa yang membuat gambar unta-unta yang terukir di sekelilingnya"
Indah sekali buatannya! "Harganya pasti tak ternilai," kata Philip dengan kagum. "Mestinya dulu
merupakan tempat sesajian bagi salah satu dewa atau dewi yang dipuja orang-orang
sini masa itu. Wah ini benar-benar hebat!"
?"Philip " kata Lucy-Ann dengan ragu-ragu, " menurutmu, mungkinkah kita saat ini
" "ada di dekat kuil dewi pujaan yang katanya lenyap tertimbun tanah itu" Itu, yang
keterangannya kaubaca dalam salah satu buku Pak Uma?"
"Itu mungkin saja," kata Philip sambil mengelus-elus permukaan mangkuk itu.
"Bahkan bisa jadi kita ini ada di bawahnya dan menuju ke bilik-bilik tempat "segala hadiah persembahan disimpan! Wah sulit sekali kubayangkan bahwa hal
"seperti ini akan kita alami!"
"Tapi itu kan mungkin!" kata Dinah. Kegairahannya menyebabkan suaranya terdengar
seperti tercekik. Oola dan Tala sangat tertarik melihat mangkuk itu. Apalagi Tala!
"Emas!" katanya, sambil mengetuk-ngetuk benda temuan itu. "Tala kenal emas! Ini
emas!" "Kau yang membawanya, Tala," kata Philip. "Tapi hati-hati, jangan sampai jatuh!
Nah, bagaimana dengan pintu ini" Juga disegel!"
"Oola bergegas menghampiri, lalu mengguncang segel itu. Ternyata langsung hancur!
Philip mendekati pintu, lalu mendorongnya. Pintu itu pun langsung ambruk, walau
tidak menjadi debu. Pintu itu miring ke samping, meninggalkan celah yang cukup
lebar untuk dilewati. Kini nampak jelas bahwa mereka berada di dalam sebuah
bangunan kuno yang besar sekali!
Mereka menjumpai ruangan yang besar-besar, sambung-menyambung. Ada yang dibatasi
pintu yang sudah runtuh, tapi ada pula yang tak berpintu sama sekali. Sinar
senter yang dibawa menerangi ruang-ruang persegi berdinding batu, lalu kemudian
ruang-ruang berbentuk lonjong, dan setelah itu lorong-lorong penghubung. Di
mana-mana nampak tumpukan aneh, yang terdiri dari berbagai benda yang tidak bisa
dikenali lagi wujud aslinya. Semua sudah hancur, kecuali yang terbuat dari
logam, atau dari batu. "Lihatlah ini ada patung kecil, di dalam sebuah relung," kata Lucy-Ann, lalu
"mengambilnya. Patung itu terbuat dari sejenis batu aneh. Bentuknya sangat indah,
setiap lipatan jubahnya terukir dengan halus sekali. Semua mengamat-amati benda
seni itu. Sudah berapakah umurnya" Berapa abad yang lalukah seniman yang membuat
menekuninya dengan asyik, selama berminggu-minggu atau bahkan sampai berbulan-
"bulan" Siapakah yang kemudian membawanya ke kuil, untuk dipersembahkan pada sang
dewi" Segala pertanyaan itu takkan mungkin bisa dijawab lagi!
Setelah itu mereka memeriksa benda-benda yang terdapat dalam berbagai tumpukan.
Benda yang terbuat dari emas selalu langsung nampak, karena warnanya tidak
mengalami perubahan sama sekali. Dan banyak sekali benda dari emas di situ!
Patung, mangkuk, sisir, anting-anting berbentuk cincin, berbagai jenis
perhiasan... Di sebuah bilik kecil anak-anak menemukan kumpulan pedang, yang gagangnya
bertatahkan batu mulia. Batu apa" Tidak ada yang tahu. Jack memungut sebilah
pedang yang gagangnya berukir, dan dihiasi dengan emas.
"Aku mau yang ini!" katanya.
"Kita tidak bisa membawa semuanya!" kata Philip mengingatkan. "Hanya yang kita
perlukan saja, sebagai bukti nilai penemuan kita ini."
"Baiklah kalau begitu pisau ini saja," kata Jack, lalu menyisipkan senjata tajam
"itu ke pinggangnya.
"Dan aku sisir emas ini." kata Dinah. "Kutusukkan ke rambutku!"
"Aku memilih patung kecil ini," kata Lucy-Ann. Coba aku bisa memilikinya! Aku
kepingin sekali, karena sangat indah. Tapi tentu saja segala harta ini dak bisa
kita ambil dengan seenak kita, karena merupakan milik seluruh dunia. Benda-benda
ini merupakan peninggalan peradaban yang sudah lama lenyap!"
"Kau mengucapkan hal yang ada dalam pikiranku, Lucy-Ann," kata Philip. "Aku akan
membawa mangkuk ini artinya, menurut pendapatku, ini mangkuk. Dari emas dan
" " lihatlah, betapa indahnya ukiran sapi-sapi jantan yang dibuat melingkarinya!"
Mereka meneruskan pemeriksaan, sampai akhirnya tiba di ujung bilik-bilik tempat
penyimpanan itu. Mereka bingung, melihat banyaknya benda yang ada di situ. Pasti
ribuan jumlahnya! Tempat itu rupanya belum pernah dimasuki perampok. Sudah elas,
belum pernah ada yang datang mengusik segala harta yang dipersembahkan pada dewi
pelindung kuil itu, selama sekian ribu tahun yang silam!
"Oola ingin matahari, Tuan," kata Oola pada Philip. "Oola tidak suka gelap.
Tidak suka tempat ini."
"Kurasa kita semua sudah rindu, ingin melihat sinar matahari lagi," kata Philip.
"Tapi ada di antara kalian yang melihat jalan ke atas, ke luar dari bilik-bilik
bawah tanah ini" Aku tidak!"
Bab 25, ADAKAH JALAN MENUJU KE LUAR"
Semua begitu asyik dengan harta yang mereka temukan, sehingga melupakan bahaya.
Jack duduk di sebuah bangku yang terbuat dari batu. ia melakukannya dengan hati-
hati. karena takut kalau bangku itu tahu-tahu hancur berantakan, seperti sekian
banyak benda yang terdapat di situ. Tapi ternyata aman, karena terbuat dari
batu. "Mestinya ada jalan turun ke bilik-bilik tempat penyimpanan ini," katanya.
"Bahkan menurutku mestinya ada dua atau tiga jalan, mengingat luasnya tempat
ini. Ada yang tadi melihat tangga menuju ke atas?"
"Cuma yang kita lewati tadi," kata Philip. Mungkin cuma itu satu-satunya jalan
masuk kemari." "Tidak. Kurasa itu merupakan jalan rahasia, yang dipakai oleh kaum pendeta,"
kata Jack. Mestinya ada jalan yang biasa, untuk masuk kemari. Kurasa bangunan "kuilnya sendiri tepat di atas sana dan ukurannya pasti besar sekali!"
?"Ya tapi jangan lantas kaubayangkan bahwa itu masih ada, menjulang tinggi ke
"udara!" kata Philip. "Bangunan itu pasti sudah runtuh ribuan tahun yang lalu,
lalu di atasnya didirikan bangunan-bangunan selanjutnya, satu di atas reruntuhan
yang lain! Bisa saja kita ini berada jauh sekali di dalam tanah dan
"kemungkinannya memang begitu. Kau kan juga membaca tentang hal ini dalam buku-
buku milik Uma" Kita ini berada di suatu bangunan kuno yang sudah lama hilang.
Sudah lama dilupakan orang. Secara kebetulan saja kita menemukannya!"
Penjelasan Philip didengar yang lain-lainnya sambil membisu. Lucy-Ann bergidik
sebentar. Sudah lama dilupakan orang. Ih, kata-kata itu terdengar menyedihkan,
dan juga menimbulkan perasaan seram. Dan juga aneh, jika diingat bahwa
kemungkinannya di atas mereka ada lagi puing-puing reruntuhan beberapa kuil
lain, yang juga sudah lama lenyap dan dilupakan orang.
"Aku ingin ke luar dari sini," kata Lucy-Ann dengan tiba-tiba. "Aku merasa
ngeri!" "Yuk, kita makan saja dulu," kata Jack dengan segera, ia melihat bahwa sehabis
makan semua merasa lebih enak termasuk Lucy-Ann, yang perasaannya lebih peka
"dari yang lain-lainnya, serta selalu membayangkan yang tidak-tidak!
Mereka duduk di salah satu bilik tempat penyimpanan. Kesunyian yang sudah ribuan
tahun mereka ramaikan dengan obrolan pengiring makan. Mereka bahkan tertawa-
tawa, karena Kiki mengoceh terus sambil ikut makan.
"Mana sapu tanganmu?" katanya pada Tala yang terheran-heran. "Bersihkan
hidungmu! Dua satu, siapa kamu" Bersihkan kakimu, tok-tok, siapa itu?" Tiba-tiba
Kiki menirukan bunyi orang bersin. Bunyinya begitu persis, sehingga Tala dan
Oola tercengang memandangnya. Setelah itu Kiki menirukan berbagai suara orang
terceguk-ceguk. Tala tertawa begitu keras mendengarnya, sampai suaranya menggema
ke mana-mana. Kiki langsung terdiam mendengar gema itu. Tahu-tahu sebuah
tumpukan kecil di salah satu sudut ruangan itu runtuh dengan bunyi seperti
mendesah pelan. "Nah, Tala coba kaulihat, itu akibat tertawamu tadi," kata Jack sambil menunjuk "ke tumpukan yang runtuh. "Jika kau tertawa sekeras itu, tahu-tahu seluruh
bangunan ini runtuh, menimpa kepala kita!"
Tala kaget sekali, ia mendongak, sambil menyoroti langit-langit dengan
senternya seakan-akan mengira bahwa itu akan benar-benar runtuh. Oola ikut
"memandang ke atas. ia diam sekali. Di samping tidak senang, rupanya merasa
takut, ia tidak mau jauh-jauh dari Philip.
Tala membuang kertas pembungkus rotinya ke lantai.
Jangan, Tala!" kata Jack dengan segera. "Ayo, pungut kembali! Tempat seperti
"ini, jangan kaukotori sembarangan!"
Tala memungut kertas pembungkus yang dicampakkannya tadi. Dari air mukanya
kelihatan bahwa ia menganggap Jack pasti sudah sinting. Philip meraba-raba
kantungnya, lalu mengeluarkan beberapa lembaran yang dirobeknya dari salah satu
buku Raja Uma yang dibubuhi catatan pinggir oleh orang itu.
?"Kuteliti halaman-halaman ini sebentar," katanya. "Meski menurutku takkan ada
gunanya bagi kita, tapi siapa tahu! Menurutku, tempat di mana kita berada
sekarang inilah yang dicari-cari oleh Uma dan setelah melihat dengan mata
"sendiri, sekarang timbul perasaanku bahwa kita selama ini sangat keliru tentang
Uma." "Apa maksudmu?" tanya Jack. "Kita kan bisa dibilang yakin, ia memakai
kegemarannya terhadap ilmu purbakala untuk menutupi kegiatannya yang
sesungguhnya di Kota Film. Ya kan" Jadi maksudmu, dugaan kita itu keliru?"
"Betul! Menurut perasaanku sekarang, justru ilmu purbakalalah kegiatannya yang
sebenarnya!" kata Philip. "Tapi bukan karena ia tertarik pada sejarah, atau pada
bangunan-bangunan kuno! Oh, sama sekali bukan. Uma hanya tertarik pada
kemungkinan akan bisa mengambil segala harta tak ternilai, yang menurut
perkiraannya mungkin ada di sini! Dia itu perampok biasa yang melakukan
"penggalian, hanya untuk mencuri harta yang kita lihat bertaburan di sekeliling
kita saat ini. ia menginginkan benda-benda seperti mangkuk emas yang kita
serahkan pada Tala untuk dibawa, dan..."
"Ya, kau benar!" seru Jack memotong. "Dan kemungkinannya saat ia merasa bahwa
penggaliannya sudah hampir berhasil, setelah itu ia akan bisa merampok tempat
ini eh, tahu-tahu Bill muncul! Karena mengetahui siapa Bill sebenarnya, Uma
"takut kalau-kalau Bill datang untuk mengamat-amati dirinya!"
"Itu dia jawabannya!" kata Philip. "Lalu ia mengatur rencana dan menculik Bill
"serta Ibu sedang kita menurut rencananya juga harus disingkirkan dan setelah
" "itu ia bisa menyelesaikan penggalian, lalu lari dengan hasil rampokannya!"
Dinah mendesah, karena sangat kaget mendengar penjelasan itu.
"Kurasa kau benar!" katanya. "Tapi kemudian kita malah lari dengan perahu milik
Uma, dan kemudian menemukan bilik-bilik harta yang dicarinya itu!"
"Betul tapi kita menghadapi rintangan yang sangat besar sekarang," kata Philip
"dengan suram. Kita tidak tahu jalan ke luar dari sini!"
"Coba kauteliti catatan Uma itu. Mungkin ada sesuatu di situ, yang bisa membantu
kita," kata Lucy-Ann. "ia kan sedang mencari-cari tempat ini" Dan kaukatakan
tadi, menurut perkiraanmu Uma sudah hampir selesai dengan penggaliannya. Jadi a
mestinya sudah hampir sampai di bilik-bilik harta ini! Coba kauperiksa
catatannya!" Philip membeberkan lembaran-lembaran yang dibubuhi catatan itu di lantai, lalu
diterangi oleh Tala dengan sinar senternya. Anak-anak berlutut, untuk meneliti
catatan yang nampak. Pada suatu halaman tertera daftar bangunan-bangunan yang
diketahui pernah dibangun di atas tempat kuil besar itu. Uma membubuhkan tanda
kait di sisi masing-masing bangunan itu, disertai tulisan, Trouve". ?"Itu bahasa Prancis, artinya ditemukan'," kata Jack. "Rupanya dalam
penggaliannya, ia sudah menemukan reruntuhan bangunan-bangunan yang diberi tanda
ini, dan ia sudah menggali lebih lanjut. Ya kegiatannya berjalan dengan baik.


Lima Sekawan 08 Petualangan Di Sungai Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mestinya sekarang sudah sampai ke dekat tempat ini. Aku ingin tahu, berapa orang
yang dipekerjakan olehnya. Pekerjaan seperti ini biasanya memakan waktu lama
sekali kan, Philip?"
"Kalau yang melakukan perampok biasa, dan bukan ahli purbakala, tidak!" jawab
Philip. "Orang yang benar-benar tertarik pada peninggalan kuno takkan langsung
meneruskan penggalian apabila menemukan peninggalan tertentu, sehingga
menyebabkan rusaknya berbagai benda bersejarah! ia akan melanjutkan penggalian
dengan sangat berhati-hati sedikit demi sedikit menggaru tanah, memeriksa semua
" "yang ditemukan. Tapi Uma..."
"Ya Uma cuma perampok biasa saja! Tahunya cuma mengupah tenaga setempat untuk
"melakukan penggalian, menunjuk tempat yang harus digali lalu memerintahkan
"penggalian, dengan cepat!" kata Jack menyela. "Wah orang itu pintar sekali!"
?"Bukan pintar, tapi licik!" kata Dinah. "Orang jahat! Mungkinkah orang-orangnya
saat ini sedang melakukan penggalian di atas kepala kita?"
"Mungkin saja!" kata Philip. "Eh ini ada peta kecil, buatannya. Adakah gunanya
"bagi kita?" Mereka menelaah peta itu. Tapi mereka tidak bisa memahami maknanya. Philip
mendesah. "Ah, kertas-kertas ini tidak banyak gunanya bagi kita, kecuali untuk mendapat
gambaran tentang kegiatan Uma yang sebenarnya. Yuk lebih baik kita cari sendiri
"jalan ke luar itu. Harus ada salah satu cara untuk ke luar dari ruangan bawah
tanah ini, menuju ke kuil yang dulu ada di atas."
Mereka berkeliaran lagi, menyusur bilik-bilik tempat penyimpanan itu. Mereka
sudah bosan sekali terus-terusan berada di tempat yang gelap dan pengap. Menurut
Dinah, baunya semakin jelas tercium sekarang. Oola sudah sangat menderita, ia
berjalan dengan langkah terseret-seret, mengikuti Philip.
Akhirnya mereka terenyak lagi di ruangan yang paling besar.
"Satu-satunya kemungkinan yang bisa kupikirkan saat ini ialah menaiki tangga
yang tadi lagi, lalu Kembali ke perahu," kata Philip, setelah semuanya membisu
dengan lesu selama beberapa waktu. Terus terang saja, aku tidak melihat gunanya
kita masih berlama-lama di sini. Kelihatannya tidak ada jalan ke luar dari
tempat ini ke atas!"
"Lalu apa gunanya, kalau kita kembali ke perahu?" kata Jack dengan suram. "Dari
rongga gua itu pun tidak ada jalan ke luar!"
"Belum tentu," kata Philip. "Ingat tidak, landasan batu ke mana kita dibawa oleh
Oola" Dari mana kita memandang ke bawah, tempat air sungai menghilang" Nah ada
"saja kemungkinan bahwa kita bisa terus saja mendaki tepi tebing itu, dan
akhirnya sampai di atas!"
"Mustahil!" bantah Jack. "Ketika kita di sana, aku sempat memperhatikan.
Tapi kita kembali sajalah ke sana, lalu melihat lagi. Aku setuju, tidak ada
"gunanya kita duduk-duduk saja di sini. Takkan ada orang datang menyelamatkan
kita!" Dengan lesu mereka kembali, menelusuri ruangan demi ruangan yang serba luas.
Mereka sampai di pintu yang tadi ambruk ketika didorong oleh Philip. Dari situ,
masuk ke ruang tempat mereka menemukan mangkuk emas yang indah. Lalu memasuki
lorong sempit yang menuju ke tangga yang terjal.
"Oola! Kau yang paling dulu naik, karena kau cekatan," kata Philip. "Tala, suruh
dia membawa bagian ujung dari tali, serta kait itu. Oola, Tuan perlu bantuan.
Oola harus menaiki tangga dengan hati-hati hati-hati, kataku! dengan membawa " "tali dan kait. Oola mengerti?"
Oola sudah langsung berubah, karena merasa bahwa mereka akan meninggalkan ruang-
ruang di bawah tanah itu. ia menganggukkan kepala dengan bersemangat, lalu
mengambil tali yang disodorkan padanya. Dengan bangga dipanjatnya tangga, sambil
meraba-raba dulu sebelum naik setingkat lagi. Sekali ia terpeleset, tapi tidak
sampai jatuh. Ketika sudah sampai di atas, ia berseru, "Oola sudah sampai! Oola selamat! Tali
turun!" Oola melepaskan tali yang tergulung, sehingga terulur ke bawah sampai ke kaki
tangga. Sedang ujungnya yang di atas dipegang erat-erat. Ujung itu sudah
diikatkannya ke kait. Dan kait itu kini disangkutkannya ke batu yang menonjol,
ia melakukannya dengan cermat, menirukan cara yang dilihatnya diperbuat oleh
Tala. Tali terasa menegang. Dengan begitu Oola tahu, ada yang memanjat ke atas.
Tuannyakah itu" Oola memegang tali erat-erat sambil bertahan di balik sebuah batu. ia berjaga-
jaga, karena siapa tahu Philip terpeleset, dan harus menarik tali supaya tidak
jatuh. Tahu-tahu Oola mendengar sesuatu yang menyebabkan ia setengah mati ketakutan, ia
mendengar bunyi mengetuk-ngetuk. Datangnya dari lorong yang terdapat di
belakangnya! Tok, tok, tok duk, duk, duk! Oola merasa jantungnya seperti
"terlepas, ia ambruk ke tanah, sementara tali terlepas dari pegangannya.
Seketika itu juga terdengar suara Philip berteriak. Kencangkan tali, Oola!
"Jangan sampai kendur! He, sedang apa kau di atas?"
Tok-tok-duk-duk! Aduh, jangan-jangan itu para dewa zaman purba yang kembali ke
bumi, marah karena ada orang memasuki kuil mereka! Oola menjerit sekuat-kuatnya.
Philip nyaris saja terjatuh, karena kaget.
Bab 26, DEWA-DEWA DATANG KEMBALI!
Philip tidak menangkap kata-kata yang diteriakkan anak itu. Tapi walau begitu ia
tetap saja cemas. Dengan bergegas-gegas dinaikinya tangga sampai ke atas. Tapi
ia harus berhati-hati juga, karena Oola yang begitu ngeri lupa bahwa ia harus
kencang-kencang memegang tali.
Oola! Ada apa" Kenapa kau menjerit-jerit?" tanya Philip, begitu sampai di ujung
"atas tangga. "Dewa-dewa!" kata Oola menangis, sambil menuding ke arah lorong di belakangnya.
"Mereka kembali! Dengarlah, Tuan!"
Ketika masih mendaki tangga, Philip tidak mendengar apa-apa, kecuali pekik jerit
Oola. Tapi kini ia juga mendengar bunyi mengetuk-ngetuk yang menyebabkan Oola
sangat takut! Tok-tok-tok-tok-tok! Dukk!
Philip menatap ke dalam lorong gelap yang menjulur di depan mata, dengan jantung
berdebar keras. Sesaat lamanya ia dijangkiti kengerian yang menyebabkan Oola
seakan-akan lumpuh. Dibayangkannya dewa-dewa yang marah, dan mengetuk-ngetuk
ingin masuk. Bunyi apakah itu"
Philip berpaling, dan berseru ke bawah.
"Cepat naik! Ada sesuatu terjadi di sini!"
Dipegangnya tali pengaman erat-erat dengan tangan gemetar, sementara lututnya
dipeluk erat-erat oleh Oola yang seperti sudah gila karena takut. Dinah yang
paling dulu muncul, ia kaget sekali mendengar teriakan Philip tadi. Begitu
sampai di atas, ia pun mendengar bunyi mengetuk-ngetuk itu. ia ikut-ikut
ketakutan, apalagi karena Oola tidak henti-hentinya merintih.
"Itu dewa-dewa! Mereka datang! Mereka kembali ke bumi!"
Kemudian yang lain-lain menyusul naik. Tala yang paling belakang. Begitu
didengarnya bunyi mengetuk-ngetuk itu, ia langsung berbalik ketakutan. Maksudnya
hendak cepat-cepat turun lagi. Tapi sial baginya, ia terpeleset lalu jatuh "terguling-guling ke kaki tangga, sambil mengaduh-aduh. Tala pun mengira bahwa
itu pasti dewa-dewa yang muncul kembali, untuk menghukum orang-orang yang telah
lancang, berani berkeliaran di dalam ruangan-ruangan kuil mereka! Philip tidak
sempat memikirkan nasib Tala. ia harus mengambil keputusan, apa yang harus
dilakukan sekarang. Dari manakah datangnya bunyi mengetuk-ngetuk itu"
"Kedengarannya dari dalam lorong dan kita tahu bahwa tidak ada jalan masuk ke
"situ! Kita kan sudah melihat dinding batu yang merintangi!" kata Philip.
"Jack mungkinkah itu Uma serta orang-orangnya?"
?"Siapa lagi, kalau Bukan mereka?" jawab Jack. Diam, Oola! Aku sampai tidak bisa
"mendengar kata-kataku sendiri "
Tok-tok,tok! "Mereka datang! Mereka datang!" jeluh Oola, sambil terus memeluk kaki Philip.
"Uma rupanya menemukan peta atau denah, dengan mana ia bisa menggali sampai ke
lorong ini," kata Philip, seperti pada dirinya sendiri. "Tapi mereka bukannya
rampai d) sebelah sini, melainkan di balik dinding penghalang. Dan rupanya
mereka sekarang sedang berusaha meruntuhkan dinding itu. Mana mungkin!"
"Tapi mereka akan berhasil," kada Jack sambil memasang telinga. "Mereka
mempergunakan alat-alat yang kuat. Cepat, Philip bagaimana rencana kita?"
?"Aku tidak tahu, karena kejadian ini datang dengan begitu tiba-tiba!" keluh
Philip. "Wah, untung saja dengan begitu setidak-tidaknya kita akan bisa ke luar
dari sini!" "Uma pasti takkan senang melihat kita ada di sini jika itu memang Uma beserta
"orang-orangnya!" kata Jack dengan suram. "Yah, apa boleh buat kita cuma bisa
"menunggu saja. Eh, . ..Philip Uma pasti akan merampok isi kuil itu sekarang dan
" "mengambil benda-benda yang paling berharga. Sedang aku tidak melihat kemungkinan
kita mencegahnya." "Coba itu bisa kita lakukan!" kata Philip. Dinah dan Lucy-Ann sependapat
dengannya. Sakit sekali perasaan mereka, membayangkan Uma serta kawanannya
merampok isi bilik-bilik kuno yang ada di bawah. Sementara itu bunyi mengetuk-
ngetuk terdengar terus. Rupanya dinding batu penghalang itu sangat kokoh! Namun
tiba-tiba sebagian dari dinding itu pecah. Salah satu batu besar tercongkel, dan
jatuh berdebam ke dasar lorong. Anak-anak mendengar bunyinya. Tapi tempat mereka
tidak begitu dekat ke situ, sehingga tidak bisa melihat apa yang terjada.
"Dinding mulai roboh," kata Jack. "Sebentar lagi mereka akan sudah berhasil
menembusnya. Kita tunggu saja dengan diam-diam di sini. Sudahlah, Oola jangan
terus berkeluh-kesah. Yang datang itu bukan dewa-dewa, tapi manusia biasa."
"Tidak! Bukan Oola bilang itu dewa-dewa! Tala juga bilang dewa-dewa!" keluh
" Oola. Sementara itu Tala sudah sampai di atas lagi. ia meraba-raba bagian
tubuhnya yang terasa sakit, ia bertekad apakah yang terdengar itu dewa-dewa atau"bukan ia takkan mau lagi jatuh ke kaki tangga. Namun begitu kembali mendengar
"bunyi mengetuk-ngetuk, hampir saja ia mengulangi perbuatannya yang tadi. Tapi
sekali ini nasibnya mujur, ia masih sempat cepat-cepat berpegangan ke tali. Dan
untung kait masih tersangkut dengan teguh ke batu. Tala menarik tubuhnya ke
atas, ke tempat yang aman.
Terdengar lagi bunyi berdebam. Itu berarti batu besar kedua sudah tercongkel, di
samping yang pertama. Kini orang-orang itu akan bisa dengan mudah mencongkel dua
batu besar lagi, dan setelah itu menyusup masuk lewat lubang yang terjadi.
Bumm! Buk! Kemudian menyusul suara berteriak-teriak, yang menggema di dalam
lorong. Tala mendengarkan suara-suara itu dengan heran. Eh dewa-dewa itu
"ternyata berteriak dalam bahasanya! ia mulai sangsi. Jangan-jangan yang datang
itu bukan dewa! Oola juga ikut mendengarkan, lalu berdiri. Siapakah dewa-dewa
itu, yang berbicara dalam bahasa manusia biasa dengan kata-kata yang biasa
"diucapkan oleh Tala dan dia sendiri"
Di kejauhan nampak sinar memancar.
"Satu sudah masuk," kata Philip. "Nah itu sinar yang berikut. Dua orang sudah
"masuk. Sekarang mereka kemari!"
Kedua orang yang muncul itu menyusur lorong dengan berhati-hati, sambil
menyorotkan senter mereka ke segala arah. Rupanya untuk mengetahui di mana
mereka berada. Tahu-tahu mereka sudah berhadapan dengan kelompok anak-anak yang
selama itu terus membisu, sementara Tala berdiri di belakang mereka. Kedua orang
itu memandang dengan mata terbelalak, karena sangat heran. Kemudian Philip maju
selangkah. Maksudnya hendak menyapa kedua orang itu. Tapi mereka malah berbalik
dengan cepat, lalu lari pontang-panting sambil menjerit-jerit ketakutan, kembali
ke lubang tempat mereka menyusup masuk tadi.
"Orang-orang ketakutan." kata Oola dengari puas. "Mereka lari."
"Yuk kita ke luar lewat lubang di dinding itu," kata Philip. "Aku sudah kepingin
"sekali menghirup udara segar, serta merasakan kehangatan sinar matahari menimpa
kepalaku. Kurasa permukaan bumi pasti jauh sekali di atas kita tapi mendingan
"mendaki sampai pegal, daripada terkurung terus di sini!"
Rombongan itu menyusur lorong, dan kemudian sampai di depan tembok penghalang.
Tala menyorotinya dengan senter. Ternyata ada empat batu besar yang dicongkel ke
luar, dan kini tergeletak di dasar lorong.
"Yuk," kata Philip. "Kau dulu, Jack kami menyusul di belakang."
"Tapi saat itu ada muka orang tersembul di tengah lubang. Orang itu menyorotkan
senter ke arah mereka, lalu bersiul.
"Benar juga kata orang-orang itu tadi. Ternyata memang ada orang di sini dan ini
"kan anak-anak yang ikut dengan Bill" Wah, wah ini kan bukan mimpi, ya" Bagaimana
"kalian sampai bisa ada di sini?"
"Itu bukan urusan Anda!" jawab Philip dengan ketus. "Banyak pertanyaan yang
ingin kami ajukan pada Anda, Pak Uma! Mana Bill dan ibuku" Selamatkah mereka?"
Orang itu yang memang Pak Uma tidak menjawab. Disorotinya rombongan yang ada di
" "depannya dengan senter, untuk memastikan jumlah mereka.
"Kaliankah yang mengambil perahu motorku?" tanyanya dengan tiba-tiba. "Mana dia
sekarang?" "Itu tidak penting," kata Philip sekali lagi dengan ketus. "Jawab pertanyaanku,
tentang Bill dan ibuku. Anda akan mengalami kesulitan besar karena urusan ini,
Pak Uma. Kami sudah mengetahui segala rencana jahat Anda. Anda ini ternyata cuma
perampok!" "Tutup mulut!" bentak Pak Uma, yang tahu-tahu marah. "Bagaimana caranya kalian
bisa sampai di sini" Tidak ada jalan lain kecuali yang ini."
"Ada saja," jawab Philip. "Tapi Anda takkan bisa menemukannya! Sekarang bawa
kami ke luar dari liang ini, dan katakan di mana Bill sekarang berada. "Pak Uma mengatakan sesuatu pada Tala dalam bahasa orang itu. Dari nadanya yang
marah, begitu pula air mukanya yang galak, ketahuan bahwa ia melontarkan
berbagai ancaman pada Tala. Tapi orang itu hanya mendengarkan saja, tanpa
sedikit pun mengubah sikapnya.
"Tala tidak tahu, Tala tidak tahu." Hanya itu saja yang diucapkannya berulang-
ulang, dalam bahasa Inggris. Hal itu semakin menambah kemarahan Pak Uma.
"Apa katanya, Tala?" tanya Philip.
"Katanya, bagaimana kita bisa masuk ke sini" Katanya kita semua akan ditangkap,
dan tidak dilepaskan lagi. ia mengatakan macam-macam semuanya jahat. Dia orang
"jahat." Tahu-tahu Tala meludahi Pak Uma, yang langsung melemparkan senternya ke
arah Tala, mengenai pipi orang itu. Tapi Tala malah tertawa, ia membungkuk.
Dipungutnya senter yang jatuh, lalu diselipkannya ke balik sarung. Setelah itu
ia berdiri lagi, dan dengan tenang menatap Pak Uma yang marah-marah.
Pak Uma mengancam dengan kepalan tinjunya, lalu menarik kepalanya kembali.
Terdengar suaranya berteriak-teriak, memanggil orang-orangnya.
"ia memanggil orang-orangnya, untuk mengikat kita," kata Tala. "Pak Uma itu
orang jahat. Jahat sekali!"
"Apakah ia benar-benar akan menyuruh supaya kita diikat?" tanya Dinah dengan
cemas. "Aku takkan heran," kata Jack. "ia harus menyingkirkan kita dulu, sebelum ia
bisa mencuri apa yang diingininya dari bilik-bilik harta yang di bawah. Lalu
setelah itu ia lari, dan kita dibebaskan kembali. Mudah-mudahan!"
"Brengsek!" tukas Dinah dengan sengit "Kukira Bill dan Ibu juga disekapnya di
salah satu tempat." "Kemungkinannya di tempat tinggalnya, di Chaldo," kata Philip. "Bagaimana kita
sekarang" Kita takkan mampu melawan anak buah Pak Uma, jika mereka banyak!"
"Yuk, kita kembali saja ke perahu," kata Jack dengan tiba-tiba.
"Itu ide bagus," kata Philip. "Tapi dengan begitu Uma bisa dengan bebas
menggerataki bilik-bilik harta, dan mengambil barang-barang yang diingininya.
Sedang aku sebenarnya berharap bahwa kita bisa menghalang-halanginya dengan
"salah satu cara!"
"Terlambat," kata Lucy-Ann. "Mereka sudah datang!"
Seorang laki-laki muncul dari balik lubang, disusul yang kedua, lalu yang
berikut. Anak-anak tidak bisa lari lagi sekarang, karena pasti orang-orang itu
akan mengejar, lalu melihat ke mana mereka lari. Jadi anak-anak tetap bertahan
di tempat semua. Kiki yang selama itu membungkam, begitu melihat ada beberapa
orang menyusup masuk lewat lubang di tembok tahu-tahu merasa tergugah. Sambil
berjingkrak-jingkrak di atas bahu Jack, burung itu menjerit. Bunyinya nyaring
sekali, sehingga sangat mengagetkan orang orang Pak Uma yang datang. Sementara
itu mereka sudah berenam. Semuanya maju ke arah anak-anak, dengan sikap
mengancam. "Jangan maju lagi!" kata Philip dengan galak. "Awas kalau berani menyentuh kami,
nanti kalian pasti akan mengalami kesulitan besar dengan polisi."
"Polisi!" pekik Kiki dengan segera. "Polisi! Panggil polisi! Fiiieeet!
Fiiiieeet!' Keenam orang yang maju itu langsung terhenti. Mereka kaget setengah mati. Tiruan
bunyi peluit melengking yang diteriakkan oleh Kiki menggema di dalam lorong itu.
"Fiiaieett! FIEEETT!"
Kedengarannya seperti takkan pernah berhenti. Tapi itu saja rupanya belum
memuaskan Kiki. Tahu-tahu ia menirukan bunyi letusan knalpot mobil. Bunyi
berisik itu, berbaur dengan bunyi peluit polisi, ternyata menyebabkan orang-
orang itu kaget dan takut sekali. Mereka berbalik, lalu lari kembali ke lubang
di dinding. Pekik jerit mereka menambah kebisingan gema di dalam lorong! Anak-
anak tertawa terpingkal-pingkal, melihat keenam orang itu berebut-rebut hendak
lebih dulu menyusup ke balik lubang di dinding.
"Terima kasih, Kiki," kata Jack. Dielus-elusnya bulu burung kakaktua itu.
"Sekali ini aku tidak mengatakan, 'Diam!' Teriakanmu tadi datang tepat sekali
pada waktunya!"

Lima Sekawan 08 Petualangan Di Sungai Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bab 27, BAGAIMANA SEKARANG"
Tala tertawa senang, melihat keenam orang itu berebut-rebut lari menjauhi segala
bunyi aneh dan misterius itu. Bunyi gelaknya yang nyaring juga menggema memenuhi
seluruh lorong. Oola menandak-nandak sambil bertepuk tangan dengan gembira.
Rupanya mereka berdua mengira bahwa kesulitan sudah diatasi, karena anak buah
Pak Uma sudah lari kocar-kacir. Tapi Philip, dan begitu pula ketiga anak lainnya
sadar bahwa kenyataannya tidak begitu. Mereka saling berpandang-pandangan.
"Bagaimana apakah sebaiknya kita mencoba lari lewat lubang itu, sementara ada "kesempatan?" tanya Philip.
"Entahlah. Di sini kita bisa dibilang aman, karena orang-orang itu sudah lari
ketakutan," kata Jack. "Bagaimana pendapatmu, Tala" Mungkinkah orang-orang tadi
akan datang lagi?" "Mereka ketakutan. Takut sekali," kata Tala sambil memamerkan deretan giginya
yang putih. "Mereka tidak kembali lagi. Jadi kita pergi?"
"Nanti dulu. Kita tunggu sebentar," kata Jack. "Orang-orang tadi pasti lari ke
Uma untuk melaporkan apa yang terjadi dan mungkin ia sekarang mengintai, dengan
"harapan akan bisa menangkap kita saat kita menyusup ke luar lewat lubang itu."
Tala mengangguk. "Itu benar," katanya. "Kita tunggu. Uma orang yang jahat sekali."
Kemudian semuanya duduk, untuk menunggu. Selama beberapa lama tidak terjadi apa-
apa. Kemudian nampak kepala seseorang tersembul di tengah lubang. Orang itu
memakai sorban, dan jubah berwarna putih.
"Aku ingin bicara dengan kalian sebentar," seru orang itu. Philip diam saja,
menunggu apa yang hendak dikatakan orang yang baru muncul itu.
"Aku akan ke tempat kalian sekarang. Aku ingin bicara dengan kalian," kata orang
itu sekali lagi. "Kemarilah, kalau begitu," kata Philip. Dalam hati ia bertanya-tanya, siapakah
orang itu. Pria yang memakai sorban itu menyusup masuk lewat lubang di dinding, lalu
mendatangi anak-anak. Sikapnya sangat sopan.
"Bolehkah aku ikut duduk?"
"Silakan," kata Philip dengan sikap berjaga-jaga. "Kenapa Anda kemari"'
"Aku datang ini untuk mengatakan bahwa kawanku, Pak Raja Uma, sedih sekali
karena telah menyebabkan kalian ketakutan," kata orang itu. "ia tadi kaget,
ketika melihat kalian ada di sini sehingga mengucapkan kata-kata yang sekarang "disesalinya."
Tidak ada yang menanggapi kata-kata itu. Jack dan Philip mendengarkan dengan
sikap waspada. Mau apa lagi Pak Uma sekarang"
"Orang-orangnya datang padanya, untuk mengatakan bahwa mereka tidak mau lagi
bekerja untuk dia," kata orang itu dengan suaranya yang lirih. "Mereka terlalu
takut! Itu berita buruk bagi Pak Uma. Kini ia terpaksa mencari pekerja-pekerja
lain, sebagai pengganti. Karenanya aku dimintanya datang kemari, untuk
mengatakan bahwa kalian boleh pergi. Kalian takkan diapa-apakan. ia akan
mengatur agar kalian diantarkan ke jalan raya, lalu kalian akan dipinjami
mobilnya yang paling besar, sehingga bisa kembali dengan aman sampai ke Chaldo."
"Kenapa ke Chaldo?" tanya Philip dengan segera.
"Karena Pak Bill dan istrinya ditawan di sana," jawab laki-laki bersuara lirih
itu. "Kalian akan bergabung kembali dengan mereka. Apa yang kalian lakukan
setelah itu, terserah pada kalian sendiri. Bagaimana setuju?"
?"Anda ini siapa?" tanya Jack secara langsung.
"Aku teman Pak Uma," jawab orang itu. "Tapi aku tidak segegabah dia. Aku
mengatakan bahwa ia salah, menakut-nakuti kalian karena kalian kan hanya anak-
"anak. ia mau mendengar nasihatku. Nah maukah kalian menerima tawarannya yang
"bermurah hati ini" ia sungguh-sungguh menyesali perbuatannya yang terburu-buru
tadi." "Katakan padanya, kami akan memikirkannya dulu," kata Jack. "Kami perlu berembuk
dulu. Kami tidak mempercayai Pak Uma, teman Anda itu."
"Sayang," kata laki-laki itu, lalu berdiri. "Aku akan menunggu di balik lubang,
sampai kalian sudah selesai berembuk. Katakan keputusan kalian nanti padaku.
Setuju?" Tiba-tiba orang itu melihat mangkuk emas yang ada di sisi Tala. ia menatapnya
dengan heran. "Di mana itu kalian temukan?" tanyanya. "Bolehkah aku melihatnya?" ia
membungkuk, untuk mengambil. Tapi Tala lebih cepat. Disentakkannya mangkuk itu,
dan diangkatnya tinggi-tinggi. Teman Pak Uma berusaha meraihnya. Lengan jubahnya
tersingkap sampai ke bahu. Tapi Tala tidak mau melepaskan mangkuk yang dipegang,
ia mengumpat dalam bahasanya. Pria berjubah itu menunjukkan sikap seperti hendak
memukul Tala. Tapi dengan cepat ia berhasil mengendalikan perasaannya, ia
membungkuk, lalu menghampiri lubang di dinding dan menyusup ke seberang untuk
kemudian menunggu di situ.
"Nah bagaimana dengan tawarannya tadi?" kata Philip.
"Jack menggeleng-geleng dengan tegas.
"Tidak, tidak, tidak! Kau tidak melihat apa-apa tadi, ketika orang itu
mengangkat tangannya untuk meraih mangkuk yang dijunjung tinggi-tinggi oleh
Tala" Orang itu bukan teman Pak Uma!"
"Kalau begitu siapa dia?" tanya yang lain-lain dengan heran.
"Pak Uma sendiri!" kata Jack. "Kalian tidak melihat lengan bawahnya yang sebelah
kanan saat itu" Lengan jubahnya tersingkap dan saat itu kulihat bahwa di "lengannya ada goresan panjang bekas luka. Bentuknya meliuk, seperti ular!"
Semua terdiam, mendengar kata-kata itu. Kemudian Philip bersiul pelan.
"Astaga!" desahnya. "Nekat sekali orang itu! Dengan tenang saja ia mendatangi
kita! Tak pernah terlintas kecurigaan dalam hatiku bahwa ia sebenarnya Pak Uma
sendiri menyamar sebagai penduduk setempat. Logatnya berbahasa Inggris persis
"orang sini! Wah Pak Uma itu ternyata sangat licin, dan banyak akalnya. Pantas
"foto-fotonya yang sebanyak itu, tidak satu pun menampakkan wajah yang sama!"
"Bukan main!" kata Dinah. ia masih terkejut. "Bayangkan berani-beraninya ia
"kemari, lalu berbicara seperti tadi dengan kita! Mencoba membujuk kita, supaya
mau masuk ke dalam perangkapnya. Untung kau tadi melihat bekas luka yang seperti
bentuk ular itu, Jack!"
"Dan untung Bill mengatakan adanya tanda itu," kata Jack. "Yah tapi apa yang
"sebaiknya kita lakukan sekarang" Kita katakan padanya bahwa kita tidak mau, dan
kita tahu siapa dia sebenarnya?"
"Ya," kata Philip, lalu berdiri. "Yuk, kita katakan itu padanya, Jack. Kalian
yang lain-lain, tunggu di sini."
Jack dan Philip berjalan menuju lubang di dinding. Pak Uma menunggu dengan
tenang di situ, dengan tangan terlipat dalam lengan jubah. Penampilannya saat
itu persis seperti penduduk setempat yang berkedudukan terhormat.
"Pak Uma," sapa Philip dengan berani, "kami menolak kami tidak ingin masuk ke
"dalam jebakan Anda."
"Pak Uma" Apa maksudmu?" kata orang itu. "Aku bukan Pak Uma! Aku kawannya.
Jangan seenaknya kalau bicara, ya!"
"Anda Pak Uma," kata Philip. "Kami tadi sempat melihat bekas luka yang berbentuk
seperti ular pada lengan kanan Anda. Itu tanda untuk mengenali siapa Anda
sebenarnya, Pak Uma! Dan itu cocok sekali, karena siasat Anda memang selicin
ular!" Mendengar itu, Pak Uma tidak lagi berpura-pura. Dilupakannya suara lirih, serta
tingkah laku sopan, ia berteriak membentak-bentak, sambal mengacung-acungkan
kepalan tinju. "Ini kemauan kalian sendiri! Kuberi pelajaran pahit pada kalian sekarang! Kalian
sangka akan bisa ke luar dari sini" Tidak! Kalian takkan bisa melihat sinar
matahari lagi! Akan kusumbat lubang ini biar kalian tidak bisa menyusup lewat
"sini!" "Kalau begitu kami akan ke luar melalui jalan yang kami lewati sewaktu masuk
kemari," kata Jack menggertak. "Ini bukan satu-satunya jalan masuk kemari."
"Kalian tidak bisa mengambil jalan itu!" tukas Pak Uma. "Kalau bisa, pasti
kalian sudah lama pergi! Aku tidak sebodoh sangkaan kalian. Kalian perlu diberi
pelajaran dan itu akan kuberikan!"
"Pak Uma agak menjauhkan badannya dari lubang, lalu berseru memanggil sambil
memalingkan kepala. "He, Orang-orang! Sini ada pekerjaan untuk kalian!"
"Sementara itu anak-anak, begitu pula Tala dan Oola, sudah berdiri di samping
dinding di seberang lubang. Mereka memasang telinga. Mereka tidak mendengar
bunyi orang-orang datang di balik dinding. Pak Uma berseru sekali lagi, kini
dalam bahasa yang tidak dipahami anak-anak. Dan kemudian terdengar langkah orang
datang. Dua orang. Mereka menghampiri dengan langkah ragu.
"Bawa batu-batu bata kemari! Tutup kembali lubang ini!" kata Pak Uma dengan nada
memerintah. Kedua orang yang datang itu menatapnya dengan masam, lalu menoleh
dengan sikap ngeri ke balik lubang. Rupanya mereka ingat pada kata-kata teman-
teman mereka ketika lari pontang-panting dari lorong yang ada di balik lubang
itu. Melihat sikap mereka, Pak Uma tidak kehilangan akal. ia berbicara dengan
cepat sekali. Kedua orang itu ternyata menanggapi dengan sikap penuh minat.
"Apa katanya, Tala?" tanya Jack.
"ia menjanjikan emas," kata Tala. "ia mengatakan bahwa jika mau menurut, nanti
mereka akan bisa menjadi kaya raya."
Kedua anak buah Pak Uma saling berpandangan, lalu mengangguk. Mereka pergi,
untuk mengambil batu bata. Seorang lagi kemudian datang dengan semen. Pekerjaan
menutup lubang dimulai. Anak-anak yang ada di dalam merasa bingung. Mereka tahu bahwa mereka bisa
kembali ke perahu di mana ada bekal makanan yang masih cukup banyak. Dan udara
segar bisa dihirup di tepi ngarai, di luar gua. Tapi akan berapa lamakah Pak Uma
membiarkan mereka terkurung di situ" Mereka tahu, lambat-laun mereka mau tidak
mau akan terpaksa menyerah. Ketika semua sedang memandang lubang yang mulai. ia
merogoh ke balik kemejanya, untuk mengambil ular bargua yang masih mendekam di
situ. Ular berwarna hijau berbintik-bintik merah dan kuning itu disodorkannya ke
tepi lubang yang sementara itu sudah menyempit. Ular itu ditahannya dengan
tangan di tempat itu. "Pak Uma!" seru Philip memanggil. "Anda masih ada di situ, Pak Uma" Ini, ada
sesuatu untuk Anda!"
Dengan segera Pak Uma datang, lalu mendekatkan muka ke lubang yang sedang
ditutup anak buahnya, ia menyorotkan senternya ke dalam. Seketika itu juga
dilihatnya ular bargua yang menggeliat-geliat di dekatnya. Pak Uma terpekik
ngeri, sementara ular itu menggeleser ke arahnya. Ketiga anak buahnya juga
melihat binatang itu. Dengan segera mereka mencampakkan peralatan yang dipegang,
lalu lari sambil menjerit-jerit ketakutan.
"Bargua! Bargua!"
Tidak ada yang melihat apa yang kemudian terjadi, karena tempat di balik lubang
itu kini diselubungi kegelapan. Tidak ada bunyi apa pun di situ, sementara suara
pekik jerit ketiga orang tadi semakin menjauh.
"Tala mendobrak dinding," kata Tala dengan tiba-tiba. Diambilnya sekop kecil
yang masih tergantung di lehernya, dan dengan alat itu ia mengorek-ngorek semen
pengikat bata yang menutup lubang. Oola membantu, ikut membongkar dengan kedua
belah tangannya saja. Semen itu masih lunak, jadi tidak sulit untuk membongkar
tembok baru itu. Dengan segera lubang sudah kembali sebesar tadi.
"Bagus, Tala! Bagus, Oola!" kata Philip. "Sekarang kita cepat-cepat saja ke
luar, sementara orang-orang itu masih ketakutan karena bargua kita. Kalian sudah
siap?" Satu demi satu mereka menyusup ke luar lubang. Ternyata mereka sampai di sebuah
liang yang sangat sempit. Kelihatan jelas bahwa liang itu belum lama digali.
Mereka menyusur liang itu, dan kemudian sampai di sebuah korok, yang nampaknya
tegak lurus ke atas arahnya. Pada sisi korok itu ada tempat berpijak berupa
jenjang-jenjang yang dibuat asal jadi. Seutas tali terjulur dari atas. Rupanya
itu gunanya untuk pegangan.
"Nah kita ke atas saja sekarang!" kata Philip sambil menyorotkan senternya ke "atas. "Hati-hati! Semoga kita semua berhasil karena ini satu-satunya jalan bagi
" kita untuk lari dari sini!"
Bab 28, PAK UMA DALAM KESULITAN
Pendakian untuk bisa ke luar dari korok yang dalam itu tidak mudah. Cukup lama
juga mereka memanjat. Philip yang paling dulu naik, merasa kehabisan tenaga
ketika akhirnya sampai di ujung atas. Memanjat dengan menopangkan kaki pada
jenjang-jenjang yang dibuat asal-asalan saja, serta dengan tangan berpegangan
pada tali yang tidak cukup besar, memang sangat melelahkan.
Sesampai di atas, Philip melihat bahwa sekelilingnya masih tetap gelap, ia
berada dalam sebuah lorong sempit yang melandai ke arah atas. ia berdiri di
ujung atas korok untuk menolong Lucy-Ann ke luar. Setelah itu ia pergi
memeriksa, ke mana arah lorong landai itu. Ternyata berujung di korok lain. Tapi
korok ini lebih pendek. Philip bisa melihat cahaya terang di ujungnya.
Semangatnya langsung menggelora. Itu pasti sinar matahari! Sebentar lagi mereka
sudah akan berada di luar kembali! Dengan segera yang lain-lainnya juga sudah
sampai di ujung atas korok. Tapi Tala muncul sambil berkeluh-kesah.
"Tala tadi terpeleset," katanya. "Tala berpegangan pada tali. Sekarang tangan
Tala lecet. Ini lihatlah!" "Kasihan Tala rupanya ia tadi terpeleset, lalu meluncur ke bawah sementara
"tangannya terus menggenggam tali. Sebagai akibatnya, telapak tangannya melepuh.
Philip memberikan sapu tangannya.
"Ini, kaubalut saja dengan sapu tanganku ini," kata Philip. "Kita tidak punya
waktu untuk merepotkan diri dengan hal-hal begitu. Mana ularku, ya?"
?"Kausangka binatang itu akan ikut memanjat ke atas?" tukas Dinah.
"Ular bisa menggeleser ke mana saja," kata Philip. "Tapi sudahlah kita masih
"harus melalui sebuah korok lagi dan setelah itu, kita sampai di luar!"
"Semua bergembira mendengar kabar itu. Korok berikut lebih mudah dipanjat, karena
ada tangga dari tali tergantung di sisinya. Dengan segera semua sudah sampai di
atas. "Aahh nikmatnya, merasakan kehangatan sinar matahari lagi!" kata Lucy-Ann sambil
"mengejap-ngejapkan mata, kena sinar matahari yang terang.
"Aduh, Philip kau masih mencari-cari ular barguamu" Kau ini keterlaluan! Mana
"mungkin binatang sekecil itu mampu merayap naik lewat dua buah korok!" Dalam
hati. Dinah merasa lega bahwa ular hijau berbintik-bintik itu tidak ada lagi
bersama mereka. Tapi ia tidak berani mengatakan secara terang-terangan, karena
ular itulah yang menyebabkan dengan tiba-tiba jalan terbuka bagi mereka untuk
lari. Dinah memandang berkeliling, senang berada kembali di tempat yang disinari
cahaya matahari. Mereka ternyata berada di suatu tempat yang berantakan, tapi sunyi.
"Seperti tempat pembangunan di tengah gurun pasir berdebu!" kata Dinah.
"Mana orang-orang yang mestinya ada di sini?" kata Jack dengan heran. "Nah di sana ada beberapa orang. Apakah yang sedang "mereka lakukan itu" Mereka membungkuk, seperti sedang memperhatikan sesuatu."
Orang-orang yang kelihatan itu berpaling, karena mendengar suara anak-anak yang
bercakap-cakap. Tahu-tahu salah satu dari orang-orang itu cepat-cepat lari
mendatangi, sambil melompati tanah galian yang bertumpuk-tumpuk. Begitu sudah
dekat, orang itu langsung meratap-ratap, dalam bahasanya sendiri.
"Apa katanya?" tanya Philip sambil memandang Oola dan Tala. ia heran, melihat
kegugupan orang yang datang itu.
Oola tertawa puas. "Katanya, ular bargua mematuk tuannya. Tuannya sekarang ketakutan sekali,
katanya, takut mati karena racun ular. Katanya, Pak Uma ingin bicara."
Anak-anak berpandang-pandangan, sambil bertukar senyum dengan sembunyi-sembunyi.
Mereka tahu bahwa gigitan ular bargua itu tidak mengandung racun lagi. Tapi Pak
Uma yang dipatuk olehnya, kini mengira bahwa ia pasti akan mati
karenanya kecuali jika cepat-cepat dibawa ke dokter untuk diselamatkan!
?"Barguamu bisa mematuk?" tanya Dinah dengan suara pelan. "Kan sudah terputus
saluran racunnya?" Philip mengangguk. "Memang masih bisa tapi tidak berbisa lagi. Kocak juga kejadian ini! Yuk, kita
" "datangi Pak Uma. Aku mau tahu, apa yang ingin dikatakannya pada kita. Pasti ia
sedang meratapi nasibnya."
Mereka menghampiri Pak Uma yang terkapar di tanah, ia begitu ketakutan, sehingga
mukanya nampak pucat pasi. ia mengerang-erang, sambil memegangi lengan kanannya.
"Ular tadi aku dipatuknya," katanya pada Philip. "Kau yang menyebabkan aku mati,
"jika tidak mau membawa aku dengan segera ke Kota Film. Di sana ada dokter-dokter
yang baik! Mereka akan bisa menyelamatkan nyawaku."
"Anak buah Anda yang bernama Jallie mengatakan pada kami bahwa Bill dan ibuku
Anda bawa ke Wooti," kata Philip dengan galak. "Betulkah itu" Ayo jawab! Di
sanakah mereka sekarang?"
"Ya begitu pula perahu motor kalian," kata Pak Uma dengan suara lemah. "Kita
"harus ke sana dengan segera. Lalu Pak Bill bisa mengantarku dengan perahunya ke
hulu, ke Kota Film lalu mencarikan dokter untukku. Tolong aku, nak! Selamatkan
"nyawaku! Tolonglah kan ularmu yang mematuk aku tadi!"
"Philip berpaling, ia merasa muak melihat orang yang kini meratap-ratap minta
ampun, padahal tidak lama sebelumnya masih memerintahkan anak buahnya untuk
mengurung anak-anak dalam lorong di bawah tanah.
"Bereskan urusan ini. Tala!" kata Philip pada Tala. Itu ada sebuah truk
tertutup, dan sebuah mobil gerobak. Suruh orang-orang itu menggotong Pak Uma ke
truk dan memasukkannya ke situ. Kami akan naik mobil gerobak. Truk berjalan di
depan, karena Pak Uma yang tahu jalan. Kau yang mengemudikan mobil gerobak,
Tala. Jadi kalau nanti terjadi sesuatu yang mencurigakan, kita bisa cepat-cepat
lari menyelamatkan diri dengan kendaraan itu."


Lima Sekawan 08 Petualangan Di Sungai Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi sekali ini Pak Uma sudah tidak mau main licik-licikan lagi. ia benar-benar
panik setelah dipatuk ular bargua. Jadi yang diingininya sekarang hanya cepat-
cepat sampai di Wooti, lalu di sana memohon pada Bill agar diantar selekas
mungkin ke Kota Film. Iringan kedua kendaraan pengangkut itu berangkat. Truk
tertutup di depan, diikuti mobil gerobak yang dikemudikan Tala. Untung saja
kedua kendaraan itu kokoh, karena melintasi daerah yang boleh dibilang tidak
mempunyai jalan yang pantas disebut jalan. Truk dan mobil gerobak itu
terlambung-lambung terus, karena melalui tanah yang benjol-benjol. Kasihan Pak
Uma, yang tergeletak di lantai truk. ia berteriak kesakitan, setiap kali
tubuhnya terlambung lalu terbanting lagi ke lantai truk yang keras, ia
sebenarnya tidak apa-apa. Tapi ia begitu yakin bahwa racun ular bargua sudah
menjalar ke seluruh tubuhnya!
Jalan yang ditempuh menuju Wooti lumayan juga jauhnya. Tapi akhirnya mereka tiba
juga di desa itu. Sesampai di sana Pak Uma memberi instruksi pada sopir. Kedua
kendaraan besar itu dihentikan di depan sebuah pondok yang terpencil, di samping
sebuah jalan untuk gerobak.
Sopir truk turun, lalu mengambil anak kunci yang diserahkan Pak Uma padanya.
Dengan anak kunci itu dibukanya pintu pondok yang didatangi. Begitu pintu
terbuka, Bill langsung memburu ke luar. Anak-anak belum pernah melihat Bill
semarah saat itu! "Mana orang yang bernama Uma itu?" sergahnya.
Sopir truk menjawab dengan serentetan kata-kata, diiringi gerakan tangan yang
ribut. Melihat gerak-geriknya, ia rupanya sedang bercerita tentang Pak Uma yang
dipatuk ular. Tapi Bill tidak nampak merasa kasihan. Jack dan Philip merasa
bahwa sudah waktunya mereka ikut bicara.
Keduanya meloncat turun, lalu berlari-lari mendatangi Bill. Bill menatap mereka
dengan heran. "Jack! Philip! Kenapa kalian astaga, ada apa ini" Coba terangkan, Philip. "Cepat!"
Philip menuturkan seperlunya saja dulu, asal Bill mengerti bagaimana duduk
perkaranya saat itu. "Pak Uma ada di bak belakang truk itu," katanya, "ia mengira bahwa ia tadi
dipatuk ular berbisa. Tapi sebetulnya tidak, karena yang mematuknya ular
barguaku kau tahu kan, ular itu sudah tidak berbahaya lagi! Pak Uma sekarang
"ketakutan, ingin cepat-cepat mendapat pertolongan dokter di Kota Film. Karenanya
ia mau membawa kami kemari dan membebaskan kalian, agar kau kemudian bisa
membawanya dengan perahu ke sana, lalu mengantarkannya ke dokter. Itulah
singkatnya yang terjadi saat ini, Bill!"
"Astaga!" kata Bill. "Jadi teman kita Pak Uma itu mengira ia sekarang pasti akan
mati, karena gigitan ular itu" Kalau begitu ia pasti mau mengakui beberapa
dosanya selama ini, untuk meringankan hati! Baiklah cari di mana perahu kita
"ditaruh, Anak-anak! Katakan pada Uma aku akan segera datang. Aku sekarang akan
mengambil istriku dulu."
Bill bergegas kembali ke pondok, diikuti oleh Philip yang sudah ingin sekali
melihat ibunya lagi. Sementara itu Jack memberi tahu Pak Uma bahwa Bill akan
datang, serta sekaligus menanyakan tentang perahu motor.
Wajah Pak Uma masih pucat pasi. ia mengerang-erang.
"Kau anak yang baik," katanya lirih. "Ah, rupanya ini hukuman yang harus
kupikul, karena dosa-dosaku selama ini. Kehidupanku memang bergelimang
kejahatan, Nak!" "Kelihatannya memang begitu," tukas Jack tanpa sedikit pun menampakkan rasa
kasihan. "Bill menanyakan, di mana perahu motor kami ditaruh."
"Di tepi sungai," rintih Pak Uma. "Racun ular sudah menjalar ke segala pembuluh
darahku sekarang. Aku tahu pasti! Kita harus cepat-cepat!"
Bill muncul dari dalam pondok bersama istrinya. Bu Cunningham tidak menampakkan
kesan bahwa ia terkurung selama beberapa hari di pondok itu. Sikapnya tetap
riang. Sementara itu Philip sudah bercerita sedikit tentang pengalamannya
bersama anak-anak yang lain. Selama itu baik Bill maupun istrinya sama sekali
tidak menduga bahwa anak-anak mengalami petualangan yang begitu menegangkan.
Kemudian semuanya berangkat ke tepi sungai. Bill naik truk bersama Pak Uma, yang
membeberkan kesalahannya yang begitu banyak, sampai Bill merasa kikuk
mendengarnya. Kejahatan apa saja yang pernah dilakukan orang ini, katanya dalam
hati. Perahu motor memang ada di tepi sungai, seperti dikatakan oleh Pak Uma.
Sementara itu anak-anak sudah sibuk bercerita tentang pengalaman mereka pada Bu
Cunningham, yang bersama-sama dengan mereka naik mobil gerobak. Kiki
menyambutnya dengan gembira. Berulang kali ia mengajaknya bersalaman.
"Haloapakabar," kata Kiki. Kata-kata itu diucapkannya saling bersambungan.
"Halopakabar, selamat pagi, permisi!"
"Ah, Kiki senang rasanya hatiku melihatmu lagi," kata Bu Cunningham. "Kami "mengira Tala akan menjaga kalian, dan langsung mencari bantuan untuk membebaskan
kami dari sekapan. Tak kusangka kalian mengalami kejadian-kejadian yang begitu
tidak enak! Kasihan Pak Uma ia pasti panik sekarang, karena patukan ular itu!"
?"Ibu tidak perlu merasa kasihan padanya, Bu," kata Dinah. "Pak Uma itu orang
jahat Tunggu saja sampai Ibu sudah mendengar seluruh kejadiannya. Seram, deh!"
Kedua kendaraan besar itu ditinggal di desa Wooti, dan semua berangkat naik
perahu motor menuju ke Kota Film. Pak Uma juga ikut diangkut, ia tidak henti-
hentinya merintih, sambil berguling-guling kian kemari. Aneh tingkah lakunya
"saat itu persis orang yang keracunan setelah dipatuk ular berbisa! Bill sampai
sangsi, jangan-jangan ular bargua peliharaan Philip sebenarnya masih ada
racunnya. Kemudian kening Bill berkerut, ketika teringat pada segala kejahatan yang diakui
Pak Uma yang sedang ketakutan. Apalagi rencananya yang terbaru, merampok harta
kuil kuno yang sudah dilupakan orang. Bill merasa muak membayangkan pengakuan
itu. Tidak! Pak Uma nanti tidak akan diantarkan ke dokter tapi diserahkan pada
"polisi! Ketika mereka sampai di Kota Film, Pak Uma kaget setengah mati. Begitu perahu
merapat ke pangkalan di situ, Bill langsung memanggil dua buah mobil, ia masuk
ke kendaraan yang pertama, bersama istrinya dan Pak Uma. Sedang yang selebihnya
naik mobil lainnya. Lalu kedua kendaraan itu berangkat, menuju ke kantor polisi
"setempat! Pak Uma hanya bisa melongo saja ketika ia tahu-tahu setengah digiring
dan setengah digotong masuk ke situ dan bukan ke kamar yang nyaman di rumah
"sakit, seperti perkiraannya semula.
"Apa-apaan ini?" teriaknya. "Benar-benar keterlaluan, orang yang sudah hampir
mati keracunan karena dipatuk ular berbisa masa diperlakukan seperti ini"!"
?"Anda sebenarnya tidak apa-apa, Pak Uma," kata Bill sambil tertawa. "Ular yang
mematuk Anda itu sudah tidak berbisa lagi, karena saluran racunnya sudah
diputuskan. Jadi jangan cemas Anda takkan mati! Tapi banyak yang akan perlu
"Anda jelaskan pada polisi, Pak Uma!"
Bab 29, AKHIR PETUALANGAN
Bukan Pak Uma saja yang harus memberikan penjelasan panjang lebar, tapi juga
anak-anak. Begitu banyak yang perlu diceritakan pada Bill dan Bu Cunningham,
sehingga rasanya diperlukan waktu seminggu untuk itu!
Pak Uma sudah diserahkan pada pihak kepolisian. Para petugas di kantor polisi
geli mendengar laporan dari Bill serta anak-anak tentang orang itu, yang
menyangka pasti akan mati karena dipatuk ular. Setelah itu Bill beserta
rombongannya diizinkan pergi ke perahu motor mereka.
"Polisi tadi nampaknya sangat geli, melihat Pak Uma seolah-olah sangat kecewa
setelah sadar bahwa ia sama sekali tidak keracunan," kata Bill. "Tapi begitulah
jika orang berniat jahat selalu saja ada kesialan yang menimpa!" ?"Apakah hal itu sekarang sudah disadari oleh Pak Uma?" kata Philip. "Atau
mungkinkah ia akan mengulangi kebiasaan buruknya lagi, setelah tahu bahwa ia
tidak dipatuk ular bargua yang berbisa, Bill?"
"Kurasa itu tidak perlu kaupikirkan, karena sementara ini pasti ia akan lama
mendekam dalam penjara karena segala kesalahannya," kata Bill. "Pokoknya cukup
lama baginya untuk bisa sembuh dari patukan ular baik yang berbisa maupun tidak.
"Harus kuakui, ularmu itu tahu membalas budi, Philip!"
"Ya, memang. Tapi aku ingin ular itu kembali ada padaku sekarang," kata Philip.
"Aku suka padanya."
"Jangan kaukatakan itu di depan Oola," kata Dinah ketakutan. "Nanti dibawakannya
lagi beberapa ekor!"
Nikmat rasanya bisa bersantai-santai lagi sambil mengobrol di perahu. Bill hanya
bisa tercengang saja, mendengar kisah petualangan yang dialami anak-anak.
"Sementara kami berdua terkurung di dalam pondok yang jendela-jendelanya
berterali kokoh, dan pintu dikunci dari luar, dan tidak mengalami apa-apa selain
itu pengalaman kalian bukan main!" katanya. "Terseret arus sungai ke dalam
"ngarai, nyaris jatuh di air terjun, merangkak-rangkak dalam liang gelap,
menjelajahi ruang-ruang berisi harta yang umurnya sudah ribuan tahun...."
"Tapi kadang-kadang keadaan kami gawat juga, Bill," kata Jack. "Di dan Lucy-Ann
benar-benar hebat. Mereka setanding dengan anak laki-laki yang mana pun juga."
Kedua anak perempuan itu memandangnya dengan heran. Belum pernah terdengar
pujian seperti itu keluar dari mulut Jack!
"Dan Kiki pun ikut berjasa," kata Jack lagi.
Bill tertawa. "Ya, memang kalau menurut cerita kalian," katanya. "Reaksinya tepat sekali,
"kalau mendengar kata 'polisi'."
"Polisi!" teriak Kiki dengan segera. "Panggil polisi! Fiiieeet!"
Beberapa orang yang saat itu sedang berjalan dekat perahu, langsung berhenti
ketakutan. "Jangan kaget," kata Jack pada mereka. "Yang bersuit tadi cuma burung kakaktua
ini. Ayo, Kiki! Jangan suka begitu, ah. Awas, nanti polisi benar-benar datang,
"lalu kau ditangkap olehnya!"
Tapi dasar burung bandel, sekali lagi Kiki bersuit dengan nyaring.
FIIIIEEEET! " "Jack menepuk paruh Kiki.
"Anak nakal!" kata burung itu menggerutu. "Anak nakal! Panggil ingusmu, buang
dokter!" "Senang rasanya, bisa mendengar ocehan Kiki lagi," kata Bu Cunningham.
"Bayangkan bagaimana bosannya berhari-hari disekap di dalam pondok itu. Kalau
"waktu itu ada Kiki, mungkin masih lumayan."
"Kalian mestinya tahu juga, Anak-anak bahwa kalian ternyata mengadakan penemuan "yang terhebat dalam abad ini," kata Bill beberapa waktu kemudian. "Aku tahu, Uma
juga sudah menuju ke sana pula dengan penggaliannya. Tapi saat ini namanya
buruk karena ia mencari kuil kuno yang hebat itu hanya dengan maksud untuk
"merampok isinya! Itu lain dari menemukannya secara kebetulan seperti yang kalian
"alami. Apalagi kalian kemudian berusaha keras untuk menghalang-halangi orang
yang hendak mencemari tempat suci itu."
"Bagaimana pendapatmu tentang barang-barang yang kami bawa ke atas, Bill?" tanya
Dinah bersemangat. "Mangkuk emas itu kan terbuat dari emas, ya" Lalu cawan, dan
" "patung kecil itu, dan juga pisau yang kecil. Semuanya bagus-bagus, kan" Aku
ingin sekali diperbolehkan memiliki kesemuanya itu. Tapi aku tahu, itu tidak
mungkin!" "Memang karena harta peninggalan zaman purba seperti itu milik seluruh dunia,"
"kata Bill. "Bukan saja untuk kita yang hidup sekarang ini, tapi juga generasi-
generasi sesudah kita. Aku benar-benar bangga, sedikit banyak karena jasa
kalian, benda-benda kuno yang tak ternilai harganya itu ditemukan kembali."
"Lalu apa yang akan terjadi dengan kuil kuno itu, Bill?" tanya Jack. "Begitu
pula dengan benda-benda yang kami bawa dari sana" Kita tadi kan diminta agar
menyerahkan semuanya di kantor polisi!"
"Yah nanti benda-benda itu pasti akan diteliti oleh para ahli yang hebat-hebat
"dalam bidang ilmu purbakala," kata Bill. "Menurut polisi tadi, apabila sudah
tersiar berita tentang ditemukannya kembali kuil zaman purba yang selama ini
tertimbun di bawah tanah, pasti akan banyak ahli purbakala yang kenamaan
berdatangan kemari, untuk mengawasi agar penggalian selanjutnya dilakukan secara
tertib." "Apakah kita nanti akan bisa berjumpa dengan mereka?" tanya Philip, ia sudah
senang saja membayangkan kemungkinan itu. Tapi
?"Tidak. Saat itu kalian sudah akan ada di sekolah lagi," kata Bill dengan sikap
keras, sambil mengisap pipanya.
"Sekolah! Aduh, Bill, kau ini jahat!" kata Dinah. ia pun sudah membayangkan
betapa asyiknya nanti, bercakap-cakap dengan sekian banyak tokoh ilmuwan
ternama. "Apakah kita tidak akan tinggal di sini dulu, untuk ikut melihat
pekerjaan penggalian itu?"
"Wah, mana mungkin?" kata Bu Cunningham. "Penggalian itu pasti akan memakan
waktu lima atau enam tahun dan barangkali bahkan lebih lama lagi. Penggalian
"kuil itu takkan dilakukan dengan cara serampangan saja, seperti Pak Uma dengan
orang-orangnya selama ini. Tanah galian nanti akan diteliti dengan
saksama bahkan mungkin disaring, sedikit demi sedikit!"
?"Sayang kita tidak bisa tinggal untuk melihat keasyikan itu," keluh Lucy-Ann.
"Eh, Lucy-Ann! Keasyikan kalian selama ini itu masih belum cukup bagimu?" tanya
"Bill dengan heran. "Kusangka kalian berempat sekarang sudah jenuh terhadap
petualangan, sampai seumur hidup! Manusia normal pasti begitu!"
"Yah mungkin kami ini bukan manusia normal," kata Philip, dengan mata berkilat-
"kilat jenaka. "Kau yang bukan manusia normal, Philip!" kata Dinah. "Mana ada orang normal mau
membawa-bawa ular. Kurasa sehabis ini, kau akan memungut unta, untuk kaujadikan
binatang kesayangan!"
"Eh aku jadi ingat lagi Bill, hari ini aku melihat seekor anak unta, yang
" "kelihatannya sedih," kata Philip. "Kalau ada hadiah yang akan diberikan untuk
kegemilangan dalam menemukan kuil yang sudah lama hilang, kurasa hadiahku
mungkin anak unta." "Tidak bisa!" kata Bu Cunningham sambil menegakkan tubuhnya dengan segera. "Kau
kan tidak bersungguh-sungguh" Maksudmu tadi untuk dibawa pulang?" ?"Tapi anak unta ini kecil sekali, Bu," kata Philip dengan tampang serius. "Ya
kan, Lucy-Ann" Umurnya paling-paling baru dua hari. Wah benar-benar man "
" ?"Philip! Masa kau tidak tahu, unta kalau sudah dewasa besar sekali badannya" Dan
mereka tidak bisa hidup di tempat kita, yang beriklim dingin?" kata ibunya. "Aku
tidak mau ada unta enak-enak duduk di tengah kebun mawarku, dan..."
"Ya, ya, baiklah, Bu," kata Philip cepat-cepat. "Itu tadi cuma gagasanku
saja karena Ibu dan Bill nampaknya begitu puas terhadap kami jadi..."
" ?"Jadi kausangka mumpung ada angin baik, kau hendak mencoba-coba kalau-kalau
diperbolehkan memelihara unta?" sela Bill sambil tertawa lebar. "Tidak bisa,
Philip. Coba usul yang lain saja!"
"Moga-moga saja kami tidak harus segera kembali ke sekolah nanti," kata Jack.
"Aku masih ingin memperlihatkan pada Anda air terjun yang menghilang ke dalam
bumi di ujung ngarai itu, Bibi Allie. Tidak bisakah kita melihat-lihat ke kuil
kuno itu" Boleh tidak ya, kami masuk ke sana" Kan kami yang menemukan! Nanti
Bibi akan bisa menyusup lewat lubang di dinding rongga gua itu, lalu kita
berdiri di atas landasan batu, untuk melihat apa yang oleh Oola disebut 'air
menerjun'. Pemandangannya benar-benar luar biasa, Bibi Allie! Sulit sekali bisa
percaya, kalau tidak melihatnya sendiri!"
"Oola temukan air menerjun, Oola perlihatkan Nyonya baik?" kata seseorang dengan
tiba-tiba. Semua menoleh ke arah suara itu. Rupanya Oola, yang tahu-tahu muncul.
"Ah, di situ kau rupanya!" kata Philip. "Coba kemari sebentar, Oola. Duduklah
bersama kami, lalu ceritakan bagaimana kau pergi ke luar seorang diri, dan
kemudian menemukan air menerjunmu itu."
Oola bangga sekali, karena diminta bercerita. Tapi ia melakukannya sambil
berdiri, dengan mata bersinar-sinar. Ketika ia selesai, Bu Cunningham menarik
anak itu ke dekatnya. "Kau ini anak yang baik dan berani, Oola," kata Bu Cunningham. "Kami akan selalu
ingat padamu." "Tuan juga akan selalu ingat pada Oola?" tanya anak kecil itu, sambil menatap
Philip. "O ya, selalu," jawab Philip. "Kalau kami kapan-kapan kembali lagi kemari, untuk
melihat kuil yang sementara itu sudah seluruhnya tergali, serta menonton
hartanya yang dipamerkan, kau harus menjadi pemandu kami, Oola. Janji ya?"
"Oola berjanji. Oola akan sekolah, Oola akan melakukan semua yang dikatakan
Tuan," kata anak itu. Tahu-tahu ia membungkuk, lalu cepat-cepat pergi.
Suasana di perahu hening selama beberapa saat sesudah itu.
"Aku suka sekali pada anak itu," kata Lucy-Ann kemudian. "Kau juga, Jack?"
Bukan hanya Jack, tapi semuanya mengangguk untuk mengiakan. Anak kecil itu
memang luar biasa sehebat harta yang ditemukan di dalam kuil. Mungkinkah mereka
"kapan-kapan akan berjumpa dengan Oola" Itu sudah pasti!
"Wah begitu banyak kita berbicara, sampai lidahku seperti lemas rasanya," kata
"Bu Cunningham. "Tapi masih ada yang perlu kukatakan, untuk melegakan hati
kalian. Kita pulang nanti tidak naik pesawat udara tapi lewat laut! Jadi baru
" kira-kira seminggu kemudian kita sampai di rumah lagi."
"Asyik!" seru Dinah bersemangat, diikuti oleh yang lain-lainnya. Bayangkan masih"satu minggu lagi bersantai-santai!
"Apakah saat itu kami akan sudah cukup bertetirah?" tanya Lucy-Ann. "Apakah kami
akan sudah cukup sehat, sehingga bisa bersekolah lagi?"
"Aduh, kau ini! Kalian kan sudah sehat sekali! Lebih sehat lagi dari sehat itu
"mustahil!" Setelah itu mereka berdiam diri, mendengar bunyi air sungai yang mengalir,


Lima Sekawan 08 Petualangan Di Sungai Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkecipak membelai tepi perahu.
"Sungai Petualangan," kata Lucy-Ann dengan suara pelan. "Tidak ada nama lain
yang lebih cocok. Kita menemukan petualangan, di sepanjang tepinya."
"Dan bukan petualangan yang sembarangan," kata Jack. Tiba-tiba ia mengaduh,
karena telinganya dicubit oleh Kiki dengan paruhnya. "Awas ya nanti paruhmu
"kupolesi!" "Polesi! Polisi! Polisi panggil polisi!" teriak Kiki, lalu
" " "FIIIIEEEEET!
" "Selamat jalan, Kiki! Kau memang selalu mau menang!
TAMAT Gudang Download Ebook: www.zheraf.net
http://zheraf.wapamp.com Bayangan Darah 6 Pendekar Slebor 23 Cincin Berlumur Darah Penguasa Bukit Karang Bolong 2
^