Pencarian

Di Pulau Seram 2

Lima Sekawan 20 Di Pulau Seram Bagian 2


kelinci. Eh - tahu-tahu ia sampai di sebuah pondok yang penuh dengan perbekalan
makanan dalam kaleng. Salah satu kaleng itu terbuka. Isinya bongkah daging asap
itu. Tanpa menunggu apa-apa lagi, Timmy langsung menyambarnya. Daging itu
diletakkannya di depan kaki George.
Hmm, baunya sedap! "Terima kasih, Tim!" kata Julian.
"Julian, lihatlah! Ekor Timmy berdarah. Rupanya memang dia yang ditembak!" kata
George kaget. Suaranya gemetar.
"Astaga, betul!" kata Julian. Diperiksanya ekor Timmy. "Wah - ternyata orang-
orang itu tidak main-main! Kurasa lebih baik kita mendatangi mereka dan
mengatakan kenapa kita ada di sini. lebih baik begitu, daripada kena peluru
nyasar!" "Yuk - kita berangkat saja ke sana, beramai-ramai!" kata Dick. "Jangan-jangan
mereka menyangka Timmy tadi serigala atau rubah yang sedang menyelinap di tengah
semak. Kasihan si Timmy!" ,
Tapi Timmy sama sekali tidak perlu dikasihani. la malah merasa bangga, karena
berhasil mencarikan makanan untuk mereka semua. la mengibas-ngibaskan ekor
dengan gembira. "Sudah jelas, margasatwa di sini takkan mungkin masih jinak sekarang," kata
Anne. "Pasti mereka takut, karena para penjaga suka menembak tak keruan."
"Betul," kata Julian. "Aku sekarang cenderung berpendapat bahwa orang-orang yang
ada di pulau ini bukan pengawas margasatwa yang bertugas menjaga kelestarian
hutan sini beserta penghuninya, tapi benar-benar penjaga yang galak. Kayak kedua
laki-laki yang kita lihat di gedung tua tadi!"
"Tapi apa yang mereka jaga di sini?" tanya George.
"Itulah yang justru ingin kuketahui," kata Julian. "Aku ingin menyelidik
sebentar di sana. Tapi nanti malam - bukan sekarang."
"Aku menyesal datang ke sini," kata Anne. "Kenapa kita tidak tinggal saja -di
rumah, bersama Wilfrid. Aku ingin tahu, apakah ia berhasil menemukan kembali
peluit yang hilang. Wah rasanya sudah lama sekali kita berada di sini!"
"Tidak bisakah kita menyelinap dalam hutan, untuk mengadakan penyelidikan?"
tanya George. "Atau menyusur pantai, untuk melihat kalau-kalau ada perahu di
sana" Aku bosan duduk terus di sini!"
"Kenapa tidak" Kurasa Timmy akan memberi tahu, apabila ada orang lain di dekat
kita," kata Julian. la juga sudah bosan duduk terus. "Kita berjalan beriringan
satu-satu. Tapi hati-hati, jangan sampai terdengar langkah kita. Timmy di depan.
Kalau kita nanti sampai ke dekat salah seorang penjaga, ia akan bisa memberi
tahu dengan segera."
Timmy memandang anak-anak sambil mengibas-ngibaskan ekornya. Pandangannya
seolah-olah mengatakan, "Jangan khawatir, aku akan menjaga keselamatan kalian!"
Anak-anak berjalan dengan hati-hati, menyusur hutan. Di atas mereka terdengar
bunyi daun-daun bergesekan, seolah-olah berbisik. Seolah-olah memperingatkan
mereka, agar berjalan sepelan mungkin.
Tiba-tiba Timmy menggeram pelan. Anak-anak langsung berhenti berjalan.
Tapi mereka tidak mendengar apa-apa. Saat itu mereka berada di bagian hutan yang
sangat lebat. Di situ gelap. Cahaya matahari tidak sampai ke tanah. Apa sebabnya
Timmy tiba-tiba menggeram"
Anjing itu maju setapak, lalu menggeram lagi.
Julian ikut maju dengan hati-hati sekali. Saat berikutnya ia tertegun lagi.
Matanya menatap ke depan. la melihat sosok tubuh aneh, kemilau dalam gelap.
Jantung Julian berdegup keras.
Sosok itu berdiri tanpa bergerak. lengannya teracung ke depan, seperti menuding
Julian! Julian merasa seolah-olah sosok tubuh itu bergerak. la cepat-cepat
mundur selangkah. Rasa ngerinya timbul. Hantukah itu" Sosok tubuh itu putih
kemilau. Anak-anak yang lain sementara itu juga sudah melihatnya. Mereka semua
berhenti di dekat Julian. Semua memandang dengan takut-takut. Timmy menggeram
lagi. Bulu tengkuknya tegak. Apakah yang berdiri di depan itu"
Anak-anak tegak seperti patung. Anne menelan ludah. Dipegangnya lengan Dick
erat-erat. Tahu-tahu George tertawa pelan. Saudara-saudaranya kaget setengah
mati, karena anak itu maju lalu menyentuh lengan sosok tubuh yang teracung ke
depan. "Halo - apa kabar?" kata George. "Aku senang, bisa berjumpa dengan patung yang
tahu sopan santun!" Astaga - patung! Ternyata cuma patung saja! Kelihatannya begitu mirip manusia
yang sedang berdiri - tapi juga menyeramkan! Seperti hantu, karena warnanya yang
putih bersih! Anak-anak menarik napas lega. Timmy lari menghampiri, lalu
mengendus-endus patung itu.
"lihatlah ke sekeliling kita!" kata Julian. "Hutan ini penuh dengan patung yang
serba indah! Wujudnya begitu mirip dengan manusia. Mudah-mudahan saja patung-
patung ini tidak dengan tiba-tiba saja hidup. Habis, begitu hidup kelihatannya!"
Bab 11 TEMUAN ANEH Anak-anak heran melihat begitu banyak patung terdapat dalam hutan yang gelap
itu. Mereka berjalan sambil melihat-lihat. Kemudian mereka sampai di sebuah
bangunan yang besar. Kelihatannya seperti gudang. Mereka menjengukkan kepala ke
dalam. "lihatlah!" kata Dick bergairah. "Di sini ada peti-peti besar yang sangat kokoh
buatannya! Coba kita lihat apa isi dua peti ini!"
Anak-anak berkerumun, mel1gelilingi kedua peti yang dimaksudkan oleh Dick. Dalam
peti yang satu ada patung seorang anak laki-laki. Patung Itu bagus sekali
buatannya, terletak di tengah serbuk gergaji. Peti berikut kelihatannya penuh
dengan serbuk gergaji. Anne harus mengorek-ngorek dulu untuk melihat, apakah di
tengah-tengah serbuk itu juga ada barang lain.
"Wah, patung kerubin!" katanya, sambil menghapus serbuk yang menutupi muka yang
halus serta sayap kecil. "Indah sekali! Kenapa patung-patung ini dikemaskan di
sini?" "Pakai otak dong!" kata Dick. "Sudah jelas patung-patung ini hasil seni yang
mungkin sudah tua sekali umurnya. Pengemasan ini berarti akan dikirim ke tempat
lain. Mungkin ke Amerika. Dan di sana nanti dijual dengan harga mahal!"
"Apakah patung-patung ini berasal dari kastil kuno itu?" tanya George. "letaknya
kan tidak jauh dari sini. Kurasa gudang ini bagian dari kastil itu. Tapi apa
sebabnya polisi tidak menemukan patung-patung ini di sana, ketika mereka
menggeledah tempat itu" Kan tentunya mereka sudah memeriksa setiap sudut kastil
lalu bagaimana dengan patung-patung yang berserakan dalam hutan - apa sebabnya
tidak dikemaskan juga?"
"Mungkin karena ukurannya terlalu besar, dan terlalu berat," kata Julian.
"Perahu kecil takkan bisa mengangkut patung-patung sebesar itu. Tapi yang kecil-
kecil ini gampang diangkut. He - lihatlah, keduanya bersih sekali! Sama sekali
tidak kelihatan pengaruh cuaca. Tidak nampak seperti lama berada di luar,
tertimpa angin dan hujan. Sedikit pun tidak bercacat!"
"Ya, betul," kata Anne. "Patung-patung besar yang di luar tadi, kulihat di sana-
sini agak berlumut. Dan ada pula yang retak-retak. Ah - aku kepingin bisa masuk
ke dalam kastil, untuk melihat barang-barang yang ada di sana!"
"Orang yang di rumah perkumpulan padang golf, pada siapa kita menyerahkan bola-
bola yang ditemukan oleh Timmy - dia kan bercerita tentang patung-patung seputih
salju, yang terdapat dalam hutan di sini - kalian masih ingat atau tidak?" kata
Dick. "Ya - rupanya sudah lama juga terdapat di sini," kata Julian. "Menurut
pendapatku patung-patung itu tidak begitu berharga. Sebab kalau berharga, pasti
disimpan dengan cermat di dalam dan diselubungi. Tapi kedua patung kecil ini -
kurasa nilainya tinggi sekali!"
"Siapa ya - yang mengemaskannya dalam peti-peti ini?" tanya Anne.
"Barangkali kedua laki-laki yang kita lihat tadi," kata Julian. "Tubuh mereka
kan kekar. Patung-patung sekecil ini pun sudah cukup berat, sehingga orang yang
menggotongnya kemari harus kuat-kuat. Setelah dimasukkan ke dalam peti ini di
sini, nanti masih harus diusung lagi ke perahu - atau kapal. Mungkin ke perahu
dulu, lalu dengan perahu dibawa ke kapal. Tapi menurut pendapatku, bukan para
penjaga yang merencanakan segalanya ini. Pasti ada orang lain yang menjadi
kepala gerombolan. Seseorang yang berpengetahuan luas. Mungkin orang itu
mendengar kisah tentang pulau ini. lalu ia kemari untuk melihat-lihat. Ternyata
banyak barang menarik yang ditemukannya di sini!"
"Di mana, maksudmu" Dalam kastil?" tanya Dick.
"Mungkin - walau di sana pun disembunyikan dengan cermat!" kata Julian. "Mungkin
saja masih banyak lagi benda-benda berharga yang disembunyikan di sana. Misalnya
saja pedang dengan gagang bertatahkan permata, lalu tempat tidur yang terbuat
dari emas, serta..."
"Bayangkan, benda-benda itu ada di Pulau Bisikan ini, dekat sekali dengan kita!"
kata Anne. "Aku kepingin bisa bercerita pada teman-teman, bahwa aku pernah tidur
di tempat tidur emas!"
"Ah, apa enaknya! Keras," kata Dick.
Tiba-tiba Timmy mendengking lirih.
"Ada apa, Tim?" tanya George.
"Mungkin dia lapar," kata Julian.
"lebih mungkin kalau haus," kata Julian. "lihatlah lidahnya terjulur ke luar!"
"Aduh, kasihan! Kau sudah berjam-jam tidak minum," kata George. "Tapi di mana
ada air" Kurasa kita terpaksa mencari genangan air. Yuk!"
Anak-anak keluar dari gudang. Semua merasa haus. Julian gelisah.
"Tapi di mana kita bisa memperoleh air?" katanya.
"Berbahayakah jika kita pergi ke dekat kastil, untuk melihat barangkali di sana
ada air?" kata George. la merasa berani menghadapi apa pun juga, asal anjing
kesayangannya bisa minum.
"Ya, tentu saja berbahaya," kata Julian dengan tegas. "Kita jangan pergi ke
dekat orang-orang bersenjata itu. Mungkin mereka diperintahkan untuk menembak
jika melihat ada orang datang! Siapa mau, ditembak seenaknya!"
"He, lihatlah!" kata Dick. la menuding sesuatu yang terdapat di belakang gudang.
"Itu - yang bulat! Kelihatannya kayak tembok rendah, berbentuk lingkaran.
Anak-anak menghampiri benda itu. Dengan segera Anne tahu, benda apa itu.
"Sumur! Sumur kuno!" katanya. "lihatlah, di atasnya terpasang tonggak kayu,
dengan roda putar untuk menggerakkan timba. Mudah-mudahan saja timbanya masih
ada, supaya kita bisa mengambil air untuk Timmy!"
Timmy menaikkan kaki depannya ke tepi sumur. la mengendus-endus. Air! Itulah
yang paling diingininya saat itu. la mendengking-dengking.
"Ya. Timmy - akan kami ambilkan air untukmu!" kata George. "Wah, syukur -
timbanya masih ada. Aduh, beratnya rada ini. Kau bisa memutarnya, Julian?"
Julian berusaha memutar sekuat tenaga. Tiba-tiba tali timba menjadi longgar.
Timba yang terikat di ujungnya terbanting-banting. Tapi sayang - tahu-tahu timba
itu terlepas dari kaitannya, lalu jatuh' berdentang-dentang. Terdengar bunyi
ceburan nyaring, ketika timba itu jatuh ke air.
"Sialan!" kata Julian mengumpat-umpat.
Timmy melolong sedih. la memandang timba yang dengan pelan-pelan terisi air.
"Pasti tenggelam," kata Julian sambil mengeluh. "Ada atau tidak tangga di sisi
sumur ini" Kalau ada, aku bisa turun mengambil timba itu."
Namun dalam sumur tidak ada tangga. Yang ada cuma bekas-bekasnya saja, berupa
tonggak besi pendek yang terpancang di sana-sini di sisinya.
"Sekarang bagaimana?" tanya Anne. "Bisakah kita menarik timba itu ke atas lagi?"
"Kurasa tidak bisa," kata Dick. "Tapi nanti dulu! Aku bisa turun dengan jalan
menyusur tali ini, lalu mengambil timba itu. lalu naiknya lagi gampang! George
dan Julian memutar roda, dan dengan begitu aku ikut tertarik ke atas!"
"Ya, betul! Turun sajalah," kata Julian. "Tali ini kokoh, sama sekali belum
lapuk atau terurai. Nanti jika ember itu sudah kauambil, kau akan kami angkat
lagi ke atas dengan jalan memutar roda ini."
Dick berdiri di sisi tembok sumur, lalu menjangkau tali yang tergantung. Sesaat
ia tergantung-gantung pada tali itu, sambil memandang ke bawah. Nampak air
kehitam-hitaman, jauh di bawah. Setelah itu ia mulai menuruni tali. Untung saja
Dick sering bersenam di sekolah.
Sesampai di dekat air, diambilnya timba yang masih mengambang di situ. Diisinya
timba itu penuh-penuh. Air sumur dingin sekali rasanya.
"Ya - sekarang tarik ke atas!" serunya.
Suaranya menggema dalam liang sumur. Aneh kedengarannya. Dick tidak enteng
tubuhnya. Julian dan George memutar roda sekuat tenaga. Tapi geraknya hanya bisa
pelan sekali. Dengan lambat Dick terangkat naik, makin lama semakin tinggi.
Setengah jalan ke atas terdengar dia menyerukan sesuatu. Tapi Julian dan George
tidak bisa menangkapnya dengan jelas. Mereka terus memutar roda, dengan pelan
tapi teratur. Begitu kepala Dick muncul di sisi sumur, timba yang dipegang diambil dari
tangannya lalu diletakkan ke tanah. Dengan segera Timmy menubruk lalu minum
dengan cepat. "Kalian tadi tidak mendengar aku berteriak menyuruh berhenti. Ketika aku berada
di tengah-tengah?" tanya Dick. la masih menggantung pada tali. "Jangan lepaskan
roda - tahan dulu sebentar!"
"Ada apa sih?" tanya Julian dengan heran. "Kenapa kau berseru tadi" Kami tidak
bisa mendengar dengan jelas."
Dick mengayun tubuhnya ke tepi lalu memegang sisi sumur. Diangkatnya dirinya ke
atas, sehingga ia duduk di tembok.
"Aku berseru tadi karena tiba-tiba aku melihat sesuatu yang aneh di sisi sumur."
katanya. "Aku ingin berhenti sebentar, untuk melihat."
"Apa yang kaulihat?" tanya Julian.
"Aku tidak begitu pasti - tapi kelihatannya kayak pintu kecil. Pintu besi," kata
Dick. "He, jangan biarkan Timmy meminum air itu sampai habis - nanti dia sakit."
"Ayo terus katakan apa yang kaulihat tadi," kata George. "Mana mungkin ada pintu
di sisi lubang sumur?"
"Tapi aku melihatnya," kata Dick berkeras. "Nah - sekarang air tumpah, karena
timba disenggol Timmy. Kita turunkan saja lagi untuk mengambil air untuk kita.
Dan aku ikut turun! Tapi nanti kalau naik dan aku berteriak. "Berhenti! kalian
harus berhenti memutar roda, ya?"
Julian menggantungkan timba ke kaitan yang terpasang pada tali.
"Siap?" katanya pada Dick.
Dick ikut turun dengan timba. la mengisi timba itu penuh-penuh. Setelah itu ia
naik lagi, sementara Julian dan George repot memutar roda untuk menggulung tali
timba. Tapi ketika mereka mendengar Dick berseru. "Berhenti", mereka berhenti
memutar. Tapi roda tetap dipegang kuat-kuat. Mereka memandang ke bawah.
Mereka melihat Dick yang sedang menatap sisi sumur, sambil menarik-narik
sesuatu. Kemudian ia berseru lagi.
"Beres! Sekarang naik lagi!"
Dick ditarik ke atas. Dengan cepat ia mengangkat tubuh ke sisi tembok sumur,
lalu duduk di situ. "Ya, betul," katanya. "Yang kulihat tadi memang pintu. Di sebelah luarnya ada
gerendel. Tapi sudah berkarat. Aku tidak kuat menariknya. Kurasa perlu kucongkel
dengan pisau dulu, supaya bisa terbuka."
"Pintu di dalam sumur!" kata Julian heran. "Tapi untuk apa ada pintu di situ?"
"Itulah yang perlu kita selidiki!" kata Dick. la nyengir, karena merasa puas.
"Untuk apa dipasang pintu di sisi lubang sumur" Ini persoalan yang misterius.
Aku ingin turun lagi dan berusaha membuka pintu itu. Kalau berhasil, kuperiksa
sebelah dalamnya." "0 ya, Dick - cepatlah turun!" kata George bersemangat. "Kalau tidak, biarlah
aku saja!" "Tahan tali kuat-kuat. Aku turun lagi!" kata Dick.
Saudara-saudaranya memperhatikan dengan tegang. Akan berhasilkan Dick membuka
pintu itu. Dan apakah yang akan ditemukannya di belakang pintu"
Bab 12 UNTUNG ADA WILFRID
"Berhenti!" seru Dick dari dalam sumur. Julian dan George menahan putaran roda.
Tali berhenti bergerak. Dick bergantung pada tali, terayun-ayun di depan pintu
aneh yang dilihatnya tadi. Tangannya diulurkan, meraba-raba daun pintu itu.
Ditarik-tariknya gerendel yang sudah berkarat.
Tiba-tiba gerendel itu tergeser lepas, lalu jatuh ke air. Rupanya penahannya
juga sudah terlalu berkarat, sehingga gampang patah!
Daun pintu terasa longgar, setelah gerendelnya tidak ada lagi. Dick memukul-
mukulnya, supaya bisa terbuka. Karat besi beserpihan, mengotori tangannya.
Kemudian Dick melihat sebuah tombol kecil di sisi atas daun pintu. Ditariknya
tombol itu. Nah - sekarang pintu terasa semakin longgar! la mengorek-ngorek
celah daun pintu dengan pisaunya, mengikis karat yang menempel di situ. Setelah
itu ia mencongkel-congkel dengan mata pisau yang paling tebal.
Akhirnya pintu terbuka pelan, diiringi bunyi berderik-derik. Pintu itu tidak
besar. Tingginya paling-paling cuma setengah meter, sedang lebarnya tidak lebih
dari itu. Dengan bersusah payah Dick berhasil membuka daun pintu, lalu mengintip
ke dalam lubang gelap yang ada di belakangnya.
Tapi ia tidak bisa melihat apa-apa. lubang itu gelap sekali Dick merogoh
kantong. Barangkali saja ia membawa senter. Ya - untung saja! Dikeluarkannya
senter, lalu dinyalakan. Disorotkannya sinarnya ke dalam lubang. Tangannya agak
gemetar, karena tegang. Apakah yang akan dilihatnya di situ"


Lima Sekawan 20 Di Pulau Seram di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sinar senternya tidak begitu terang. Dick kaget setengah mati, sehingga nyaris
saja pegangannya terlepas. la melihat muka orang. Sepasang mata menatapnya
dengan kilatan seram. Dick menggeser soratan senternya agak ke kanan. Nah - ada
lagi muka yang menatap ke arahnya.
"Aneh - kedua muka itu berwarna kuning," pikir Dick. "Kuning" He- kurasa yang di
dalam itu muka patung, terbuat dari emas!"
Dengan tangan yang semakin gemetar, disorotkannya senter ke segala arah dalam
lubang kecil itu. la melihat sejumlah muka kuning berkilat-kilat, dengan mata
bersinar aneh. la juga melihat tubuh-tubuh berwarna kuning.
"Kurasa - Ya, aku tahu pasti - aku berhasil menemukan tempat penyembunyian
patung-patung emas," pikir Dick. "Dan mata yang berkilauan itu pasti batu
permata. Aduh, kaget aku tadi, ketika melihat mata itu menatap ke arahku. Tempat
apakah ini?" "Dick! Apa yang kaulihat di situ" Katakan dong!" seru Julian dari atas. Nyaris
saja Dick terjatuh karena kaget. Suara Julian bergaung dalam lubang sempit itu.
"Tarik aku ke atas!" seru Dick. "Bukan main! Tarik aku ke atas, nanti
kuceritakan. Luar biasa!"
Tak sampai semenit kemudian ia sudah tegak lagi di atas, dikerumuni saudara-
saudaranya. la bercerita terburu-buru. Matanya berkilat-kilat, seperti mata
patung emas yang dilihatnya tadi.
"Pintu itu menuju ke sebuah ruangan," katanya. "Dan di ruangan itu disimpan
benda-benda berharga yang berasal dari kastil. Pertama-tama pandanganku
tertumbuk pada patung emas. Mata patung itu rasanya seperti menatap diriku.
Sepasang mata bersinar, di tengah muka berwarna kuning. Muka yang terbuat dari
emas! Emas asli! Ada berlusin-lusin patung dalam ruangan itu! Wujudnya kayak
hidup - aku sampai agak takut, karena merasa ditatap dengan marah. Untung saja
patung-patung itu tidak bisa bicara. Huh - bukan main tempat penyembunyian itu,
di bawah tanah!" "Mestinya ada jalan masuk yang lain ke situ," kata Julian. la ikut bersemangat
mendengar kabar luar biasa itu. "Pintu yang kautemukan tadi, rupanya pintu
rahasia. Karena patung-patung itu tak mungkin bisa dimasukkan lewat situ. Hebat
sekali penemuanmu, Dick!"
"Yuk, kita berganti-ganti turun untuk melihat," kata George. "Aku masih belum
bisa percaya - rasanya kayak sedang mimpi. Cepat, aku ingin turun!" .
Anak-anak silih berganti turun dan memandang lewat pintu kecil itu. Ketika tiba
giliran pada Anne, ia kembali dengan perasaan agak takut.
"Ihh, seram rasanya ditatap patung-patung itu," katanya bergidik. "Aku tahu,
patung tidak mungkin bisa melihat. Cuma soalnya, mata mereka begitu kemilau -
jadi aku sudah khawatir saja, jangan-jangan ada yang datang menghampiri lalu
berbicara padaku!" "Nah - kini kita harus masuk ke dalam ruangan itu, lalu memeriksa di mana
sebetulnya terletak di bawah tanah," kata Julian. "Kita juga harus mencari
pintu, dari mana patung-patung itu dibawa masuk. Mestinya pintu ada di seberang
ruangan. Hebat sekali tempat penyembunyian itu. Pantas polisi sama sekali tidak
menemukan patung, atau benda berharga lainnya."
"Mungkin kita nanti juga menemukan pedang emas yang gagangnya bertatahkan
permata di situ," kata Anne. "Serta tempat tidur emas."
Baru saja Anne selesai ngomong, ketika terdengar Timmy menggonggong di belakang
mereka. "Ssst!" desis George. "Diam! Jangan ribut-ribut, goblok! Nanti terdengar oleh
para penjaga, lalu mereka ke sini!"
Timmy berhenti menggonggong. Kini ia mendengking-dengking pelan. Setelah itu ia
lari menuju hutan, sambil mengibas-ngibaskan ekor dengan gembira.
"He - siapa yang didatangi di situ?" tanya George kaget. "Kalau melihat ekornya,
pasti seseorang yang dikenal baik!"
Anak-anak menyusul Timmy, yang sementara itu sudah berlari ke arah pantai tempat
mereka mendarat. Sesampai di sana, anak-anak tertegun.
Mereka melihat sebuah perahu di situ. Bukan perahu mereka, karena itu sudah
lenyap dibawa ombak. Perahu yang mereka lihat itu lebih kecil ukurannya. Tapi
jelas, sebuah perahu! Dan di samping perahu itu Wilfrid berjongkok sambil
mengelus-elus Timmy. Wilfrid!
"Wilfrid! Bagaimana kau bisa sampai di sini" Kau menyewa perahu itu" Kau datang
sendirian" Apakah...."
Wilfrid nyengir gembira. la merasa senang, karena kedatangannya sama sekali tak
terduga-duga. Anak-anak gembira melihatnya. Bahkan George pun kelihatannya tidak
apa-apa, walaupun Timmy tidak henti-hentinya menjilati Wilfrid.
"Yah - karena kalian lama tidak kembali, aku lantas mengira pasti ada sesuatu
yang terjadi dengan kalian," kata anak itu. "Ketika anak yang menyewakan perahu
mengatakan bahwa kalian memakai salah satu perahunya, dan kemudian ada yang
melaporkan bahwa perahu itu dilihat terapung-apung dalam keadaan kosong di dekat
pulau, aku lantas menduga apa yang terjadi. Rupanya kalian tidak menambatkan
perahu itu ketika mendarat, dan kini kalian terdampar di sini. Kalian jahat,
pergi tidak mengajak aku! Tapi kemudian aku meminjam perahu lalu datang ke sini,
karena menurut pendapatku kalian pasti senang melihat aku datang."
Anne merangkul Wilfrid, karena senangnya. "Sekarang kita bisa kembali, kapan
saja kita mau," katanya.
"Tapi belum sekarang," kata Dick. "Kami baru saja menemukan sesuatu yang luar
biasa, Wilfrid. Aku senang bahwa kau kini bisa ikut mengalami. Eh - apa yang di
kantongmu itu" Aku melihat kepala muncul di situ."
"Ah, ini kan cuma anak landak," kata Wilfrid. Dikeluarkannya binatang itu dengan
hati-hati. "Aku merawatnya untuk beberapa hari. Kasihan, ia terpijak - mungkin
oleh kuda." Dimasukkannya anak landak itu kembali ke kantongnya. "Tapi ceritakan
dong - apa yang kalian temukan. Kan bukan harta yang lenyap?"
"Justru itu," kata Anne. "Kami menemukannya dalam lubang sumur, dekat kastil."
"Astaga! Rupanya dilemparkan ke situ," kata Wilfrid tercengang.
"Bukan dilempar," kata Dick. la bercerita tentang pintu kecil yang ditemukan
olehnya di sisi liang sumur. Mata Wilfrid terbelalak karena heran.
"Wah! Untung aku datang," katanya. "Nyaris saja tidak jadi, karena kusangka
kalian tidak mau aku datang. Aku tahu George tentu tidak senang, karena Timmy.
Padahal bukan aku yang menyuruh dia datang terus padaku. Lagi pula jika kusuruh
pergi, dia pasti sakit hati!"
Saat itu Timmy datang mengendus-endus, sambil membawa bolanya. la hendak
mengajak Wilfrid bermain lempar-lemparan bola. Tapi Wilfrid tidak melihat bola
itu. la menepuk-nepuk kepala Timmy, lalu melanjutkan ceritanya.
"Anak yang menyewakan perahu sama sekali tidak senang, ketika mendengar bahwa
perahunya terombang-ambing di laut dalam keadaan kosong. Perahu itu dibawa
kembali oleh saudara sepupunya. Untung tidak ada yang rusak."
"Nanti kuurus, apabila kita sudah kembali," kata Julian. "Aku belum membayar
sewanya. Tapi anak itu tahu aku pasti membayar, apabila sudah kembali nanti. Tak
kusangka ombak di sini begitu besar, sehingga mampu menyeret perahu yang tidak
tertambat." "Kalian sebetulnya perlu mengajak aku," kata Wilfrid sambil nyengir. Timmy bosan
mengajak anak itu bermain-main, karena tetap tidak diacuhkan. Karenanya ia pergi
ke George, yang dengan senang hati mau bermain-main dengan Timmy.
George melambungkan bola tinggi-tinggi. Timmy melonjak, lalu menangkap bola itu.
Tapi tiba-tiba Timmy jatuh terguling. Kakinya menyepak-nyepak, seperti sedang
kesakitan. Dari kerongkongannya terdengar bunyi aneh, seperti tercekik.
"Ada apa, Tim?" seru George kaget, lalu bergegas menghampiri anjingnya. Wilfrid
ikut mendekat. Timmy tersedak. Matanya melotot.
"Bolanya tersangkut di kerongkongan!" seru Wilfrid. "Sudah kukatakan, Timmy!
Batukkan ke luar! Aduh, kasihan - Timmy!"
Wilfrid sudah takut, jangan-jangan Timmy mati tercekik seperti anjing yang
pernah dilihatnya. George pucat pasi ketakutan. Sementara itu Timmy tersedak-
sedak dengan mata melotot. la berusaha mengeluarkan bola yang tersangkut dalam
kerongkongannya. "Bisa mati dia nanti!" seru Wilfrid. "Julian, paksakan mulutnya supaya terbuka.
Aku harus berusaha mengambil bola itu. Cepat!"
Timmy sudah semakin lemas. Tidak sulit memaksanya agar mengangakan mulut.
Wilfrid bisa melihat bola yang menyumbat kerongkongan Timmy. la memasukkan
tangannya ke dalam moncong Timmy yang ternganga. Jari telunjuknya diselipkan ke
dalam lubang yang ada pada bola itu, sampai ke persendian. lalu dengan hati-hati
sekali ia menarik tangannya kembali. Dan bola ikut tertarik! Wilfrid mengaitkan
jari telunjuknya ke lubang bola. Timmy bisa bernafas kembali. Anjing itu
tersengal-sengal, sementara George menangis karena gembira. Diusap-usapnya
kepala Timmy. "Aku sebenarnya tidak boleh memberikan bola itu padamu," katanya. "Bola itu
terlalu kecil untukmu. Dan kau pasti melambung-lambungkannya, lalu menangkapnya
kembali. Aduh, maaf Tim! Kau tidak apa-apa lagi sekarang?"
Wilfrid pergi mengambilkan air dalam ember. Kemudian diciduknya sedikit, lalu
diteteskannya ke moncong Timmy. Timmy minum dengan perasaan lega.
Kerongkongannya terasa nyeri. Enak rasanya tersiram air dingin.
George diam saja. Dibiarkannya Wilfrid menolong Timmy. Mukanya masih pucat pasi.
Tangannya gemetar. Bayangkan - Timmy mungkin sudah mati saat itu, apabila tidak
ada Wilfrid yang menolong!
"Terima kasih, Wilfrid," kata George pelan. "Untung kau tidak hilang akal."
"Untung bola itu berlubang tengah-tengahnya," kata Wilfrid. Dirangkulnya leher
Timmy. Anjing itu menjilatnya, lalu menjilat George.
"Timmy hendak mengatakan, bahwa ia sekarang milik kita berdua," kata George.
"Aku mau membaginya denganmu, karena kau tadi menyelamatkan nyawanya."
"Terima kasih," kata Wilfrid. "Aku mau memilikinya sedikit saja. Timmy anjing
paling baik yang pernah kujumpai!"
Bab 13 WILFRID MENGHILANG
"Perutku sudah lapar lagi," kata George, yang pada dasarnya memang suka makan.
"Daging asap sudah habis, kan" Kau masih punya gula batu, Dick?"
"Tinggal sepuluh biji - masing-masing mendapat dua," kata Dick sambi!
menghitung-hitung. "Sayang, Timmy - sekali ini kau tidak kebagian." la
membagikan gula batu masing-masing sepotong.
"Ah, aku lupa mengatakannya tadi," kata Wilfrid, sambil menerima gula batu
bagiannya. "Aku membawa makanan kemari, karena menurut dugaanku kalian pasti
tidak membawa bekal dan kini lapar setengah mati!"
"Kau hebat, Wilfrid!" kata Julian. "Apa saja
yang kaubawa?" "Lihat saja sendiri - semua ada dalam perahu," kata Wilfrid. Anak-anak bergegas
kesitu. Timmy berjalan sambil menempel pada Wilfrid.
Mereka melihat kaleng-kaleng makanan berserakan di dasar perahu, begitu pula
roti sebongkah besar, serta sebungkus mentega yang sudah mulai lumer.
"Bukan main!" seru Anne senang. "Bagaimana caramu mengangkut barang sebanyak ini
dari rumah ke perahu, Wilfrid" Lihatlah - ia bahkan sempat pula membawa piring
dan sendok." "Semuanya kumasukkan ke dalam karung, lalu kugotong ke perahu," kata Wilfrid. la
senang melihat anak-anak tercengang. "Di tengah jalan aku tersandung. Kaleng-
kaleng berhamburan ke luar, lalu jatuh terguling-guling sampai ke bawah bukit."
Anak-anak tertawa, membayangkan kaleng-kaleng makanan itu seperti berlomba-lomba
menuruni lereng. Anne menggandeng Wilfrid.
"Kau hebat," katanya. Wilfrid berseri-seri tampangnya. la senang dan juga heran
melihat anak-anak ramah terhadapnya. Timmy pergi ke perahu lalu mengendus-endus
roti. Kemudian ia menoleh dan menggonggong. Seolah-olah hendak bertanya.
"Untukku juga ada?"
Wilfrid langsung mengerti maksudnya.
"Ya, tentu saja, Timmy!" katanya. "Aku spesial membawakan daging untukmu - ini
dia, sekaleng besar!"
Timmy menggonggong dengan gembira. la mengenal bentuk kaleng itu. Digaruk-
garuknya Wilfrid, seperti hendak mengatakan, "Ayo, cepat bukakan! Aku sudah
lapar sekali!" "Ada yang punya pembuka kaleng?" tanya George. "Kalau kita ternyata tidak bisa
membuka kaleng-kaleng ini - wah, payah!"
"Aduh, sama sekali tak teringat olehku untuk membawanya!" kata Wilfrid. "Dasar
aku memang tolol!" "Jangan khawatir. Aku punya pisau saku yang serba guna," kata Dick sambil
mengeluarkan benda itu dari kantongnya. "Segala macam alat ada, antara lain juga
pembuka kaleng. Coba kemarikan kaleng itu, Wilfrid!"
Wilfrid melemparkan kaleng makanan anjing pada Dick. Dengan cepat Dick
membukanya. "Apakah Timmy sudah mampu menelan lagi?" tanya George cemas. "Kerongkongannya
pasti masih sakit karena menelan bola tadi."
"Ah - Timmy kan tahu sendiri sakit tidaknya," kata Julian. "Dan sepanjang
pengetahuanku, kerongkongan yang sakit saja takkan menghalanginya untuk menelan
setengah isi kaleng itu!"
Ternyata Julian benar. Wilfrid mengorek sepertiga isi kaleng, lalu
ditumpukkannya ke atas sebuah batu datar yang ada di dekat mereka. Sekejap
kemudian daging itu sudah habis, di sikat Timmy!
"Kerongkonganmu sudah tidak apa-apa lagi sekarang, Tim!" kata Anne, sambi!
menepuk-nepuk anjing itu. "lain kali hati-hati ya, jangan sampai tercekik lagi.
Aku ngeri kalau mengingatnya!"
"Yuk, kita makan juga sekarang," kata George. "Kita tidak perlu berhemat, karena
kapan saja kita bisa berangkat pulang dengan perahu ini."
Tidak lama kemudian mereka sudah menghadapi sekaleng hidangan lidah, dua kaleng
buah-buahan, serta sebuah kaleng besar berisi kacang polong panggang. Roti
dipotong-potong ke dalam enam bagian, karena Timmy juga harus mendapat sebagian.
Mereka makan di pantai. "Belum pernah aku makan seenak sekarang!" kata Dick. "Hidangannya sedap, dan
kita makan-makan di dekat laut yang berhawa segar. Kecuali itu, di sekelilingku
duduk kawan-kawanku!"
"Guk!" gonggong Timmy, lalu menjilat Dick.
"Katanya, ia sependapat," kata Anne sambil tertawa.
"Matahari sudah hampir terbenam," kata George. "Sekarang bagaimana - kita
kembali ke daratan dengan perahu Wilfrid, atau menginap di sini?"
"Kita tinggal di sini," kata Julian. "Tidak ada orang tahu bahwa kita di sini.
Malam ini aku hendak melihat-lihat keadaan di sini, pada saat mereka tidak bisa
melihat diriku. Banyak hal yang ingin kuselidiki. Misalnya saja, bagaimana
caranya barang-barang diangkut dari sini - umpamanya patung-patung yang kita
lihat sudah dikemaskan dalam peti itu. Kurasa itu berarti ada kapal yang cukup
besar datang ke sini untuk menjemput. Aku juga ingin tahu, berapa jumlah orang yang ada di
pulau ini - yaitu mungkin penjaga yang kita lihat tadi. dengan senjata mereka -
serta orang-orang yang menemukan ruangan bawah tanah di mana barang-barang itu
disembunyikan. Kalau semua sudah kita ketahui, kita kembali ke daratan lalu
melapor pada polisi. Selanjutnya terserah pada mereka! "
"Tidak bisakah Wilfrid mengantarkan anak-anak perempuan dulu ke darat, lalu
kembali lagi ke sini?" usul Dick." Menurut pendapatku, petualangan ini terlalu
berbahaya bagi mereka."
Sebelum Julian sempat mengatakan apa-apa, George sudah mendului cepat-cepat.
"Kami tinggal di sini - walau Anne boleh saja pulang, kalau dia mau," katanya
dengan kesal. "Pokoknya aku dan Timmy tetap di sini bersama kalian! Habis
perkara!" "Ya deh, ya deh, kau tidak perlu berteriak-teriak!" kata Dick. la pura-pura
menutup telinga. "Lalu kau bagaimana, Anne" Kau yang paling muda di antara kami, dan...."
"Aku juga tinggal," kata Anne, "Jika kalian kutinggal di pulau ini, nanti aku
gelisah terus. Kecuali itu aku juga ingin mengalami petualangan."
"Baiklah, kalau begitu kita semua tinggal," kata Julian. "He, Wilfrid! Tahukah
kau bahwa Timmy memasukkan hidungnya ke kantongmu, di mana kau menaruhkan anak
landak tadi?" "Ya, aku tahu," jawab Wilfrid. "Mereka cuma hendak berkenalan saja! Lagi pula
landak ini kan masih kecil. Duri-durinya masih sangat lembut, belum mungkin
hidung Timmy tertusuk olehnya. Anak landak ini lucu. Dia akan kunamakan Spiky!"
"Guk," gonggong Timmy menyatakan persetujuannya. Memang nama itu cocok, karena
artinya Si Duri. "Ah - aku kepingin jalan-jalan sebentar mengelilingi pulau ini," kata Wilfrid
setelah beberapa saat. "Kau ikut, Timmy?"
Dengan segera Timmy berdiri. Tapi George menariknya, menyuruh duduk kembali.
"Jangan tolol, Wilfrid," tukasnya. "Timmy kan sudah pernah ditembak orang-orang
itu! Aku tidak mau hal itu terulang lagi. Kecuali itu kita kan tidak mau
ketahuan oleh mereka!"
"Aku akan berhati-hati," kata Wilfrid ngotot.
"Mereka takkan bisa melihat aku. Mereka juga tidak melihat, ketika aku datang
dengan perahu." Tiba-tiba Julian meluruskan duduknya.
"Dari mana kita tahu bahwa mereka tidak mengetahui kita ada di sini?" katanya.
"Wah - sama sekali tak terpikir kemungkinan itu olehku tadi. Siapa tahu mereka
punya teropong! Mungkin saja mereka berjaga-jaga terus, sehingga melihat kita


Lima Sekawan 20 Di Pulau Seram di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

datang dengan perahu. Mereka kan tidak mau ada orang datang mengintip!"
"Aku tahu pasti, bahwa mereka tadi tidak melihat aku," kata Wilfrid
menyombongkan diri. "Kalau aku ketahuan, tentunya mereka sudah menunggu di
pantai ketika aku mendarat!" Wilfrid berdiri, lalu memandang berkeliling. "Aku
akan berjalan-jalan sekarang!"
"Tidak! Kau tidak boleh pergi berjalan-jalan," kata Julian, lalu merebahkan diri
lagi. Matahari sudah hampir terbenam, tapi sinarnya masih tetap terang.
Dick sudah membayangkan malam nanti, bagaimana ia bersama Julian akan mengendap-
endap mencari jalan masuk ke ruangan bawah tanah, di mana patung-patung emas
disimpan. Tahu-tahu Dick tertidur. la baru bangun lagi, ketika Anne menepuknya.
Dick duduk, lalu mengobrol dengan adiknya itu.
Tiba-tiba Anne memandang berkeliling, seperti mencari-cari sesuatu.
"Mana Wilfrid?" tanyanya. Mendengar pertanyaannya itu, saudara-saudaranya
langsung terduduk lalu ikut memandang berkeliling. Benarkah - Wilfrid tidak ada
di situ! "Rupanya anak itu menyelinap pergi!" kata Dick marah. "Dasar goblok! Sudah agak
lama dia pergi. Pasti ia akan ketahuan, lalu tertangkap. Untung saja Timmy tidak
ikut dengan dia. Coba ikut, ada kemungkinan juga ketahuan - dan ditembak!"
George ketakutan. Cepat-cepat dirangkulnya Timmy.
"Timmy takkan mau ikut dengan Wilfrid, jika aku tidak ada," katanya. "Anak itu
memang keras kepala! Eh - kalau begitu ada kemungkinan orang-orang itu akan
menduga bahwa Wilfrid tidak sendirian di sini, ya" Mereka bahkan mungkin memaksa
dia mengatakan segala-galanya yang diketahuinya - di mana perahu ditaruh dan
lain-lainnya!" "Apa yang kita lakukan sekarang?" kata Anne. "Sebaiknya kita susul Wilfrid."
"Timmy bisa melacak jejaknya," kata George sambil bangkit. "Yuk, Timmy. Cari
Wilfrid! Cari Wilfrid, anak konyol yang tidak mau menurut itu!"
Timmy langsung mengerti. Didekatkannya hidung ke tanah. la menemukan jejak bau
Wilfrid, lalu mulai berjalan.
"Jangan terlalu cepat, Timmy!" kata George. Seketika itu juga Timmy memperlambat
langkah. George memandang ke tempat mereka tadi duduk, di sela semak. "Apakah
tidak lebih baik kita membawa bekal makanan?"
"Ya - itu ide yang baik," kata Julian, "karena siapa tahu!"
la dan Dick mengambil beberapa kaleng makanan, lalu memasukkannya ke dalam
kantong masing-masing. Mereka kesal sekali pada Wilfrid.
"Mestinya ia pergi ke arah sana," kata Dick. "Aku sama sekali tidak sadar tadi,
bahwa ia sudah pergi. Aneh - kenapa Timmy sama sekali tidak berkutik. Ayo, Tim!
Ikuti jejaknya!" "Ssst - dengar!" kata Anne tiba-tiba. la berhenti berjalan. Saudara-saudaranya
memasang telinga. Terdengar suara Wilfrid berteriak-teriak ketakutan.
"Lepaskan aku! lepaskan!!"
Kemudian terdengar suara seorang laki-laki. Nadanya mengancam.
"Dengan siapa kau di sini" Siapa teman-temanmu" Kau tidak seorang diri di sini -
itu sudah pasti!" "Cepat, kita harus bersembunyi!" kata Julian cemas. "Dick, cari tempat
persembunyian yang baik!"
"Percuma - karena mereka pasti akan mencari ke segala penjuru pulau," bantah
Dick. "lebih baik kita memanjat pohon!"
"Ya, betul!" kata Julian. "Anne, kau ikut aku. Nanti kau kudorong ke atas.
Cepat! Cepat!" Bab 14 PENGALAMAN WILFRID
"Bagaimana dengan Timmy" la kan tidak bisa memanjat," kata George ketakutan.
"Nanti dia ditembak."
"Suruh dia duduk dalam semak," kata Julian gelisah. "Ayo cepat. George!"
George menarik kalung leher Timmy dan menuntunnya ke sebuah semak yang sangat
lebat. Anjing itu dimasukkannya ke dalam semak itu. Tapi Timmy berbalik, lalu
menyembulkan hidungnya ke luar. la heran, kenapa dimasukkan ke situ.
"Duduk, Timmy! Duduk, dan jangan ribut!" kata George. "Duduk! Dan diam,
mengerti?" "Guk," gonggong Timmy pelan. Ditariknya hidungnya ke dalam semak. Sekarang ia
sama sekali tidak kelihatan lagi. Timmy memang pintar. la mengerti apa yang
dimaksudkan oleh George. Dick mendorong Anne ke atas sebatang pohon yang rimbun daunnya.
"panjat setinggi mungkin," kata Dick dengan
suara pelan. "Dan kau harus terus di situ, sampai kaudengar aku memanggilmu. Kau
tidak perlu takut! Timmy ada di bawah sini, untuk menjagamu!"
Anne tersenyum kecut. la tidak seperti George yang pemberani dan selalu siap
untuk menerjang bahaya. Anne lebih menyukai kehidupan yang tenang. Tapi itu
tidak mungkin, karena ia termasuk kelompok lima Sekawan!
Sementara itu saudara-saudaranya juga sudah bersembunyi, tinggi di atas pohon.
Mereka mendengar teriak-teriak marah. Rupanya Wilfrid tidak mau membuka rahasia
kawan-kawannya. Hebat! "Bagaimana Caramu datang ke sini?" teriak seseorang.
"Naik perahu," jawab Wilfrid.
"Kau dengan siapa ke sini?" seru seorang laki-laki lagi.
"Tidak dengan siapa-siapa. Aku seorang diri," kata Wilfrid. la memang tidak
bohong, karena datangnya sendiri." Aku ini penyayang binatang. Kudengar hewan di
sini jinak-jinak." "Ahh! Omong kosong!" kata penawannya dengan nada mengejek. "Huh - mengaku-aku
penyayang binatang!"
"Baiklah - coba lihat apa yang ada dalam kantongku ini," kata Wilfrid. Rupanya
ia menunjukkan anak landak pada orang-orang yang menawannya. "Ia cedera.
terpijak kuda! Sekarang aku merawatnya."
"Baiklah! Kau boleh kembali ke perahumu, lalu pergi dari sini," kata penawannya.
"Tapi sekarang juga, mengerti! Kau tidak perlu ketakutan. Kami takkan menyakiti
dirimu. Kami ada urusan di sini, dan kami tidak ingin ada orang lain datang
mengganggu! Juga anak konyol yang mengantongi anak landak!"
Wilfrid cepat-cepat lari. la bingung, karena merasa takkan bisa menemukan kawan-
kawannya lagi. Begitu pula teluk kecil tempat dia menyimpan perahunya. Aduh -
apa sebabnya nasihat Julian tidak dituruti olehnya" Apakah kawan-kawan mendengar
orang-orang membentak-bentak dirinya" Sekarang - ke arah mana ia harus pergi"
Wilfrid kehilangan arah. la sama sekali tidak tahu, apakah ia harus ke kanan
atau ke kiri. Aduh - ke manakah kawan-kawannya pergi" la harus berusaha mencari
mereka. Wilfrid berlari di sela-sela pohon. Coba Timmy ada di sampingnya saat itu,
pikirnya bingung. Tiba-tiba ia berhenti berlari. Ini kan bukan jalan yang
seharusnya dilalui" Wilfrid berpaling, lalu berlari ke arah lain. Tapi tidak -
arah itu pun keliru! la tidak mengenal apa pun juga di jalan itu! Kemudian ia
merasa seakan-akan mendengar suara-suara orang di kejauhan. la berhenti, dan
memasang telinga. Mungkinkah itu kawan-kawannya" Coba George menyuruh Timmy
pergi mencarinya. Tapi menurut perasaannya, George takkan mau menyuruh Timmy.
Pasti anak itu khawatir, anjingnya nanti kena tembak. Apakah yang didengar tadi
benar suara manusia - atau hanya desau angin lalu" Mungkin itu suara kawan-kawan
yang mencarinya. Wilfrid bergegas menuju arah datangnya suara-suara itu. Tapi
malang baginya, suara-suara itu lenyap lagi.
Ternyata cuma bunyi angin!
Hutan menipis, tinggal berupa semak-semak. Kemudian Wilfrid melihat laut di
kejauhan. Syukurlah! Jika ia berhasil sampai di sana, ia akan bisa menyusur
pantai sampai ke tempat perahunya berada. Wilfrid mulai berlari lagi - kali ini
menuju laut! la menerobos semak belukar. Akhirnya ia sampai di sebuah tebing, yang
kelihatannya tinggi. Ya, betul - di bawahnya terbentang laut yang biru. Jika ia
berhasil menuruni tebing, ia akan membelok ke kanan dan dengan begitu akhirnya
sampai di teluk tempat dia menyimpan perahu.
Wilfrid berdiri di sisi atas tebing, lalu memandang ke bawah. Seketika ia ia
mundur ketakutan. Bunyi apakah itu" Kedengarannya menyeramkan! Seperti ada
raksasa menangis, suaranya naik turun di sela tiupan angin. lutut Wilfrid
gemetar. la tidak berani meneruskan langkah. la duduk sambil berusaha
menenangkan diri. Telinganya ditutup rapat-rapat, supaya tidak terdengar lagi
bunyi lolongan menyeramkan itu. Tapi tiba-tiba ia teringat pada sesuatu. la
menarik napas lega. "Ah, tentu saja - ini mestinya Tebing Tangis yang diceritakan itu," katanya
dalam hati. "Ada cerita tentang Hutan Berbisik - dan hutan di sini memang benar-
benar seperti berbisik! Dan Tebing Tangis juga benar-benar berbunyi seperti
menangis. Padahal yang berbunyi sebenarnya angin yang bertiup di sini. Tapi
bunyinya memang aneh! "
Wilfrid masih tetap duduk selama beberapa saat. Setelah perasaannya benar-benar
tenang kembali, ia menghampiri tepi tebing, lalu memandang ke bawah. la
terkesiap, karena kaget. "Di bawah ada orang!" katanya dalam hati. "Mereka bertiga atau berempat di situ.
Aku tidak boleh sampai kelihatan oleh mereka - karena mereka tentunya
sekomplotan dengan orang-orang yang ada di pulau ini! Apakah yang mereka lakukan
di bawah itu?" Wilfrid merebahkan diri, lalu mengintip ke bawah dengan hati-hati. Orang-orang
yang ada di bawah ternyata berempat. Tapi tahu-tahu mereka menghilang, sementara
Wilfrid masih mengintip. Ke manakah mereka pergi" Wilfrid menjulurkan leher,
supaya bisa melihat lebih jelas.
"Rupanya di kaki tebing ini ada gua," katanya pada dirinya sendiri. "Dan ke
situlah orang-orang itu pergi! Aduh, kenapa bunyi lolongan ini tidak mau
berhenti" Nanti aku ikut-ikut menangis karenanya!"
Kemudian samar-samar didengarnya suara orang, sementara ia masih tetap berbaring
dan memandang ke bawah. Dilihatnya dua orang laki-laki muncul dari bawah tebing.
Apakah yang mereka bawa itu" Sebuah peti. Peti itu besar dan panjang. Wah -
persis peti yang menurut cerita kawan-kawan berisi patung-patung indah, yang
dikemaskan dalam serbuk gergaji!
"Jadi dengan cara begitu mereka mengangkutnya pergi dari sini! Peti-peti itu
dibawa melalui sebuah lorong di kaki tebing, ke sebuah perahu yang sudah
menunggu. Tapi mana perahunya" Aku sama sekali tidak melihat ada perahu di sini.
Ah - mungkin belum datang!"
Wilfrid memperhatikan dengan penuh minat, sementara kedua orang itu mengusung
peti demi peti ke luar, lalu ditumpukkan di atas sebuah batu besar yang datar
sisi atasnya. Batu itu letaknya agak menjorok ke tengah laut, di tengah perairan
yang tenang. "Peti-peti besar dan kecil! Wah, rupanya mereka sibuk sekali selama ini!" pikir
Wilfrid. la agak menyesal, kenapa kawan-kawan tidak ada bersama dia saat itu.
"Apa ya, isi peti-peti itu" Pasti bukan tempat tidur yang terbuat dari emas.
Kalau tempat tidur itu, takkan mungkin bisa diangkut dengan perahu, karena
ukurannya terlampau besar! Sebelum diangkut, tentu harus dilepas-lepas dulu ke
dalam beberapa bagian! Nah - itu ada lagi peti yang dibawa ke luar. Kali ini
ukurannya agak kecil. Wah untuk mengangkut kesemuanya itu, pasti diperlukan
kapal - dan bukan perahu!"
Baru saja hal itu terpikir olehnya, di kejauhan nampak sebuah kapal.
"Nah - itu dia kapalnya," pikir Wilfrid. "Pasti sebentar lagi muncul perahu yang
akan dimuati dengan peti-peti itu. Lalu setelah itu berangkat, menuju ke kapal!"
Tapi kapal itu ternyata sama sekali tidak menghampiri pulau. Begitu pula tidak
ada perahu muncul. "Ah - tentunya menunggu air pasang tinggi dulu," pikir Wilfrid. "Wah - apa kata
kawan-kawan nanti, kalau pengalamanku ini kuceritakan pada mereka. Pasti mereka
tidak mau percaya! Tapi mereka juga takkan marah padaku, karena aku pergi
sendiri!" Akhirnya Wilfrid memutuskan untuk kembali berusaha mencari kawan-kawannya, untuk
melaporkan apa yang dilihatnya di situ. Dengan segera ia berangkat, sambil
berusaha mengingat-ingat jalan. la merasa pasti sudah dekat dengan tempat di
mana anak-anak berada, ketika ia pergi tadi!
Tahu-tahu ada orang melompat dari balik pohon, lalu meringkusnya!
"Lepaskan! Lepaskan aku!" teriak Wilfrid ketakutan. Kemudian ia melihat Timmy
berlari-lari mendatangi. Wilfrid menarik napas lega.
"Tolong, Timmy!" serunya.
Tapi Timmy datang, bukan untuk menolongnya. Anjing itu tertegun, sambil
memandangnya dengan heran. Sementara itu Wilfrid meranta-ronta terus, berusaha
membebaskan diri! Kemudian Wilfrid mendengar suara cekikikan. Eh! Cekikikan" Dalam keadaan seperti
itu - siapakah yang masih cekikikan" la memberontak, memutar tubuh - dan menatap
Dick dan Anne. Kedua anak itu mendekap mulut mereka, supaya tidak tertawa. George nampak
memegang perut karena geli. Saat itu orang yang meringkusnya dari belakang
melepaskan pegangannya, lalu tertawa. Ternyata orang itu Julian!
"Aduh, kalian keterlaluan! Aku sampai ketakutan setengah mati," kata Wilfrid.
"Kan aku sudah sekali tertangkap sore ini. Kalian ini apa-apaan!?"
"Kau ke mana saja, Wilfrid?" tanya Julian. Suaranya terdengar agak keras. "Kan
sudah kularang, jangan pergi berjalan-jalan. Tapi kau nekat, tetap pergi!"
"Ya, aku tahu. Aku pergi sendiri, lalu tertangkap! Untung aku berhasil melarikan
diri. Tapi setelah itu aku tersesat," kata Wilfrid. "Wah - setelah itu aku
melihat sesuatu yang sangat menarik!"
"Apa?" tanya Julian dengan segera.
"Kita duduk saja dulu, nanti kuceritakan," kata Wilfrid. "lututku masih lemas
rasanya. Kalian sih keterlaluan - menyergap kayak tadi."
"Sudahlah, Wilfrid," kata Anne. la merasa kasihan pada anak itu. Tampangnya
memang nampak pucat, karena kaget dan takut. "Sekarang ceritakanlah, apa yang
kaulihat tadi." Wilfrid duduk di tanah. la masih agak gemetar. Segala-galanya seakan-akan
terjadi secara serempak. la mulai bercerita tentang Tebing Tangis. serta apa
saja yang dilihatnya di situ. Kawan-kawan mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Jadi itu rupanya jalan masuk lainnya untuk menuju ruang harta di bawah tanah
itu - lewat lorong dalam tebing!" kata Julian. "Sama sekali tak kusangka! Wah,
ini penting sekali untuk diketahui. Bagaimana kalau kita pergi melihat ke tebing
itu, apabila di sana sudah tidak ada orang."
"Yah, kurasa kita harus melakukannya pada malam hari," kata Wilfrid. "Untuk
berjaga-jaga, jangan sampai ada yang melihat kita menuruni tebing. Orang-orang
itu pasti waspada sekarang, setelah tahu di sini ada orang lain! Kurasa mereka
menduga aku tidak datang sendiri kemari - walau aku mengatakan begitu!"
"Yuk, kita makan saja dulu," kata George. "Sambil makan, kita bisa berunding.
Sudah agak lama kita tidak makan. Kita buka beberapa kaleng, lalu makan sambi!
mengatur rencana kita malam ini. Aduh, kejadian ini bertambah asyik rasanya. Ya
kan, Timmy?" Timmy menggonggong, tanda setuju. Bukan saja asyik - tapi juga berbahaya! Malam
itu ia akan terus mendampingi George, sedekat mungkin. Kalau George menghadapi
bahaya nanti, Timmy sudah siap untuk membelanya!
Bab 15 RENCANA JULIAN Anak-anak berunding sambil makan.
"Kita semua punya senter?" tanya Julian. "Aku tahu, malam ini terang. Tapi
karena kemungkinannya kita akan memasuki gua yang gelap, kita memerlukan
senter." Anak-anak tidak ada yang lupa membawa senter. Wilfrid bahkan membawa dua.
Senternya tidak begitu besar. Tapi nyalanya terang.
"Bagaimana rencana kita, Ju?" tanya George.
Timmy mendengking pelan, seakan-akan hendak mengatakan bahwa ia juga ingin tahu.
Anjing itu duduk di antara George serta Wilfrid. Sekali-sekali diendusnya anak
landak yang masih ada dalam kantong Wilfrid. Binatang kecil -itu kelihatannya
senang mendekam di situ. Timmy tertarik melihat kesibukan Wilfrid menangkapi
serangga untuk dimakan anak landak itu.
"Kuusulkan begitu hari senja kita berangkat ke tebing yang disebut Tebing Tangis
itu, lalu turun ke bawah," kata Julian. Mestinya di sana ada semacam jalan
menuju ke bawah. Paling sial, pasti ada jalan tikus! Nanti aku yang paling dulu
turun. Setelah itu menyusul Anne dan Wilfrid, diapit oleh Dick. Kemudian George
dengan Timmy di belakang."
"Baiklah," kata anak-anak yang lain.
"Tapi kita berjalan nanti harus hati-hati sekali, jangan sampai kedengaran,"
kata Julian. "Jaga jangan sampai ada kerikil atau batu tertendang ke bawah -
karena siapa tahu, barangkali ada orang di sekitar situ! Apabila kita sudah
sampai di bawah, Wilfrid harus berjalan paling dulu. Sebabnya, ia yang melihat
ke mana orang-orang itu tadi menghilang lalu muncul lagi."
Wilfrid merasa bangga. Wah - ini seperti merencanakan penjelajahan saja,
pikirnya. Tapi kemudian ia teringat pada sesuatu hal. Bunyi lolongan
menyeramkan! "Mudah-mudahan saja Anne dan George nanti tidak takut, apabila terdengar bunyi
tangis menyeramkan itu," katanya. "Padahal bukan apa-apa! Cuma bunyi angin yang
bertiup di celah-celah batu saja di tebing itu."
George mendengus.

Lima Sekawan 20 Di Pulau Seram di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapa sih yang takut pada angin!" cemoohnya.
"Mungkin Timmy," kata Julian sambil tersenyum. "Kita tahu, apa sebetulnya yang
menimbulkan bunyi itu. Tapi Timmy kan tidak! Jadi mungkin kau perlu memegangi
dia nanti, George - kalau ia kelihatan gelisah."
"Mana mungkin Timmy gelisah," kata George. "Timmy tidak takut pada apa pun!"
"Siapa bilang!" sela Dick dengan segera. "Aku tahu sesuatu yang menyebabkan ia
ketakutan, sehingga ekornya terkulai dan telinganya lemas."
"Jangan ngaco!" tukas George.
"Dia kan takut padamu, kalau kau memarahinya?" kata Dick sambil tertawa. "Kalau
sudah begitu, kakinya langsung gemetar!"
Anak-anak tertawa semua, kecuali George.
"Itu tidak benar," bantahnya. "Tak ada yang ditakuti o1eh Timmy. Aku pun tidak!
Jangan ngaco, Dick."
"Kurasa ada baiknya jika cuma satu dua saja dari kita yang nanti masuk ke dalam
gua di bawah tebing," kata Julian meneruskan rencananya. "Sedang yang lain
menunggu di luar sambil bersembunyi. Kalian harus menunggu sampai aku memberikan
isyarat. Kurasa kita tidak akan berjumpa orang lain di sana nanti - tapi siapa
tahu! Jika ternyata memang ada jalan dari tebing menuju ruang bawah tanah di
mana kita melihat patung-patung emas itu, kita mujur! Dengan begitu kita akan
tahu pasti cara benda-benda itu diangkut masuk dan keluar lagi."
"Diangkut masuk" Kusangka benda-benda itu sudah sejak lama disembunyikan di
bawah tanah," kata Dick. "Kukira orang-orang itu kini mengangkutnya ke luar,
untuk diselundupkan ke luar negeri lalu dijual di sana."
"Kurasa urusan ini tidak segampang itu," kata Julian. "Pulau ini ada
kemungkinannya dijadikan gudang persembunyian oleh segerombolan pencuri kelas
tinggi! Mereka menyembunyikan barang curian mereka yang berharga di sini, sampai
keadaan sudah aman bagi mereka untuk menjualnya. Tapi ini cuma dugaanku saja!"
"Kalau aku, aku berpendapat bahwa ada orang sebelum ini menemukan ruang bawah
tanah yang isinya penuh dengan harta peninggalan pak tua pemilik pulau ini
dulu!" kata Dick. "lalu benda-benda itu diambil sedikit demi sedikit. Tapi
pokoknya, kejadian ini sangat mengasyikkan. Dan bayangkan - kita kini mengetahui
rahasia orang itu!" "Ya - dan semuanya karena kita masuk ke dalam sumur untuk mengambil air!" tambah
Anne. "Pakai baju hangat kalian," kata Julian menasihati. "Mungkin di tebing nanti
dingin, karena hembusan angin kencang di situ."
"Aku kepingin kita berangkat sekarang juga, kata George. "Ini benar-benar
petualangan namanya! Kaudengar, Timmy" Petualangan!"
"Masih ada lagi, Julian?" tanya Anne. la kagum pada abangnya itu. Julian kalau
sedang memaparkan rencana, gayanya selalu seperti orang dewasa.
"Tidak, cuma itu saja," kata Julian. "Tapi sebelum berangkat, kita harus makan
dulu. Nanti Wilfrid harus berjalan di depan, karena dia yang tahu jalan ke
tebing. Tapi sesampai di sana, aku yang turun lebih dulu. Kita harus hati-hati,
jangan sampai ada yang terpeleset dan jatuh. Kalau itu sampai terjadi, para
penyelundup atau pencuri akan kaget dan berjaga-jaga!"
"Kau mendengarnya, Timmy?" kata George.
Timmy mendengking pelan. Diletakkannya kaki ke lutut George. Seolah-olah hendak
mengatakan, "Sayang kakimu tidak teguh seperti kakiku. Aku tidak pernah
terpeleset!" lama sekali rasanya waktu berlalu. Anak-anak semua sudah ingin segera berangkat.
Sebentar-sebentar mereka melirik arloji masing-masing. Matahari masih bersinar
terang di langit. Tapi sebentar lagi pasti sudah senja.
Aneh - anak-anak tidak merasa lapar pada saat makan lagi.
"Kita terlalu tegang saat ini!" kata Julian. Diberinya sepotong biskuit pada
Timmy. Hanya anjing itu saja yang tetap bersikap tenang. Sedang George tidak
bisa diam biar sebentar pun, sehingga anak-anak yang lain mulai kesal
melihatnya. Akhirnya mereka berangkat juga. Wilfrid berjalan paling depan, karena ia tahu
jalan. Sebetulnya ia tidak benar-benar tahu, tapi angin menjadi penunjuk jalan
baginya. "Kedengarannya seperti suara bersahut-sahutan dari jauh," katanya. Semakin dekat
mereka ke tebing, semakin keras suara itu. Kini kedengarannya seperti suara
orang menangis keras-keras.
"Bunyinya tidak enak," kata Anne. la agak gemetar. "Kedengarannya kayak ada
orang menangis melolong-lolong."
"Cocok dengan namanya - Tebing Tangis," kata Dick. "Huh - kerasnya angin di
sini! Untung yang di atas kepalaku ini rambutku sendiri. Coba kalau rambut
palsu, pasti sudah melayang ditiup angin. Pegang Timmy erat-erat, George- nanti
ia dibawa terbang, karena tubuhnya tidak seberat kita!"
George cepat-cepat memegang kalung leher Timmy. Seram rasanya membayangkan Timmy
jatuh ke kaki tebing karena terdorong angin.
Akhirnya mereka sampai di sisi atas tebing. Dengan hati-hati mereka menjengukkan
kepala ke bawah, untuk melihat ada tidak orang di situ. Tapi yang mereka lihat
beberapa ekor burung camar, yang sedang menyisik sayap.
"Aman, Julian!" kata Dick. "Tidak kelihatan apa-apa di bawah."
Julian sedang mencari-cari jalan yang bisa dilalui. Tapi kelihatannya tidak ada
yang menyambung terus sampai ke bawah.
"Kita terpaksa berjalan sampai di situ - lalu memanjat turun - lalu menyusur
tepi sebelah sana itu - kemudian menuruni permukaan cadas yang miring itu - itu,
di sana - batu yang besar itu lalu menuruni batu-batu yang lebih datar letaknya.
Nah, bagaimana" Semua sudah siap?"
"Biar Timmy turun dulu," kata George. "Ia pasti tahu jalan mana yang sebaiknya
dilewati. Ayo Timmy - kau turun lebih dulu!"
Timmy langsung mengerti, lalu menuju ke tempat paling depan. Mula-mula ia
menyusur jalan kecil yang agak menurun. Setelah itu meluncur ke bawah, menyusur
tepi yang ditunjuk Julian. Di situ ia berdiri, menunggu anak-anak menyusul. la
menggonggong sekali, seakan-akan hendak mengatakan, "Ayo, cepatlah sedikit!
Jalan ini gampang - ikut saja dengan aku!"
Anak-anak mengikuti, yang satu lebih berhati-hati dari yang lain. George dan
Wilfrid berjalan paling tidak hati-hati. Tahu-tahu Wilfrid terpeleset, lalu
jatuh meluncur ke bawah. la menggosok-gosok pantatnya yang sakit. Tampangnya
ketakutan! "Mulai sekarang hati-hati sedikit, Wilfrid," kata Julian. "Hari mulai gelap,
jadi jangan aneh-aneh! Kau tadi mencoba melompati batu besar itu, dan bukannya
melangkahinya dengan hati-hati. Aku tidak mau nanti terpaksa mengirim Timmy ke
bawah, untuk memungut tulang belulangmu yang berserakan ke mana-mana."
Akhirnya mereka sampai di kaki tebing. Air laut saat itu sedang surut. Jadi
anak-anak tidak basah tersiram ombak. Tiba-tiba Anne terpeleset. Kakinya basah,
karena tercebur ke dalam genangan air laut. Tapi tidak apa-apa, karena ia
memakai sepatu karet. "Nah - di mana kau melihat orang-orang itu tadi, Wilfrid?" tanya Julian. la
melangkah naik ke atas sebuah batu besar yang datar sebelah atasnya. Wilfrid
ikut naik, lalu menuding.
"Kau lihat tebing di sebelah sana itu" Itu, di mana ada batu yang bentuknya
kayak beruang" Nah - di situlah tadi kulihat orang-orang itu. Mereka lewat dekat
batu itu, lalu menghilang."
"Baiklah," kata Julian. "Mulai sekarang, jangan ada yang bercakap-cakap lagi -
walau bunyi lolongan angin cukup keras. Kalian ikut di belakangku. "
Julian menuju ke batu besar berbentuk kayak beruang, yang ditunjukkan Wilfrid
padanya. Anak-anak menyusul. Anne meremas tangan Wilfrid.
"Asyik, ya?" kata Anne berbisik. Wilfrid mengangguk dengan bersemangat. Anak itu
tahu, kalau ia sendiri di situ pasti sudah ketakutan setengah mati. Tapi
beramai-ramai, ia mengalami petualangan seru!
Mereka sampai di batu yang berbentuk seperti beruang. Di dekatnya nampak tempat
gelap pada permukaan tebing: Mungkinkah itu lubang masuk"
"Dari sinilah orang-orang tadi muncul, Julian," kata Wilfrid dengan suara pelan.
"Bagaimana - kita masuk!"
"Ya," jawab Julian. "Tapi aku dulu! Nanti begitu bunyi angin sudah tak terdengar
lagi di dalam, aku akan memasang telinga. Kalau aku tidak mendengar apa-apa, aku
akan bersiul memanggil kalian. Itu artinya kalian bisa ikut masuk! Mengerti?"
"Ya," jawab anak-anak bersemangat. Mereka memperhatikan Julian menyelinap masuk,
lewat celah sempit di dinding tebing. Di dalam gelap sekali. Mereka nanti pasti
memerlukan bantuan senter. Julian menyalakan senternya yang terang, lalu
menyorotkannya ke dalam lubang. Dilihatnya semacam parit yang condong ke dalam
tebing, agak menanjak sedikit. Di kiri kanan parit itu ada semacam pinggiran
yang agak rata. Air mengalir dalam parit, menuju ke laut.
"Sekarang aku masuk agak ke dalam, untuk memeriksa apakah aku di situ mendengar
atau melihat sesuatu," kata Julian. "Kalian menunggu di sini." Setelah itu ia
masuk ke dalam lubang gelap, sementara anak-anak yang lain menunggu dengan tidak
sabar. Tiba-tiba mereka kaget, karena ada seekor burung camar menyambar dekat sekali di
atas kepala mereka sambi! menjerit-jerit. Nyaris saja Wilfrid jatuh dari atas
batu. Untung saja ia bisa berpegangan pada George. Timmy menggeram, sambil
menatap camar iseng itu dengan marah. Seenaknya saja, mengejutkan orang eh,
anjing! Kemudian terdengar bunyi siulan samar dari dalam lubang. Sesaat kemudian Julian
muncul lagi dengan senter menyala.
"Ya, aman!" katanya. "Di dalam sama sekali tak terdengar apa-apa. Jalannya cukup
mudah. Kita bisa berjalan di pinggiran parit. Sekarang jangan berbicara lagi!
Kalau berbisik-bisik, jangan sampai kedengaran orang lain. Di dalam setiap bunyi
menggema, sehingga kedengaran lebih keras darip8da sebenarnya. George nanti di
tempat-tempat yang agak terjal, pegangi Timmy baik-baik!"
Timmy mendengking heran, ketika George menuntunnya masuk ke dalam lubang.
Dengkingannya itu menggema ke segala arah, menyebabkan anak-anak terloncat
karena kaget. Timmy sendiri pun ikut terkejut.
"Kau harus dekat terus padaku," bisik George pada Timmy, sambil memegang kalung
leher anjing itu erat-erat. "Dan kau tidak boleh bersuara sedikit pun. mengerti!
Ini petualangan seru, Timmy, dan kau ikut di dalamnya. Ayo ikut!"
Anak-anak menyusur parit, masuk ke dalam tebing. Apakah yang akan mereka temukan
di situ" Tidak mengherankan jika jantung mereka berdebar keras, dan Timmy terus
merapatkan diri pada George. Petualangan" Kalau begitu ia harus berjaga-jaga,
karena dalam petualangan segala-galanya mungkin saja terjadi!
Bab 16 PERJALANAN DI BAWAH TANAH
Dalam tebing gelap sekali. Untung anak-anak membawa senter. Dengan begitu mereka
bisa melihat, ke mana sebaiknya mereka melangkahkan kaki berikutnya. Seperti
sudah dikatakan oleh Julian, di tengah lorong batu itu ada parit. Sedang di sisi
kiri kanan parit terdapat pinggiran batu yang agak licin. Rupanya air yang
membuat rangga di dalam tebing itu, dalam usahanya mencari jalan ke luar!
"Air ini kurasa berasal dari permukaan tebing sebelah atas yang merembes sampai
di sini," kata Julian dengan suara pelan. la melangkah dengan hati-hati. "Awas
di sini - pinggiran ini sangat licin!"
Baru saja ia berkata begitu, Wilfrid sudah terpekik karena terpeleset. Suaranya
menggema ke mana-mana. Seram sekali bunyinya, menyebabkan bulu rama anak-anak
berdiri karena ngeri. Anne cepat-cepat merapatkan diri pada Julian, yang
memegang lengan adiknya itu untuk menenangkannya.
"Wah - maaf!" kata Wilfrid. Seketika itu juga dari mana-mana terdengar, "maaf,
maaf, maaf...." George tidak bisa menahan tertawa geli. Dan bunyi cekikikannya juga langsung
dipantulkan dinding batu rongga itu.
"Kalian benar-benar harus diam sekarang," bisik Julian dengan serius. "Kurasa
sebentar lagi kita akan tiba di suatu ruangan lapang. Soalnya, tiba-tiba aku
merasakan tiupan angin memainkan rambutku."
Anak-anak yang lain juga merasakannya, sementara mereka berjalan dengan hati-
hati melalui liang yang agak condong ke atas itu. Air mengalir terus dalam
parit, bunyinya gemercik. Bunyinya ceria, pikir Anne. Diperhatikannya gerak air
berkilat-kilat kena sinar senter.
Julian merasa heran. Bagaimana mungkin orang-orang mengangkut peti-peti besar
itu lewat lorong yang gelap dan terjal.
"Kalau lebarnya kurasa cukup," katanya dalam hati. "Tapi pas-pasan! Di bagian-
bagian yang menikung, pasti repot sekali membawa peti-peti
itu. Mudah-mudahan nanti kita tidak berpapasan dengan orang yang sedang
mengangkut peti di tikungan. Wah tiupan angin semakin kencang di sini! Mestinya
di depan ada semacam lubang."
"Ju - bukankah lorong ini arahnya menuju ke kastil?" tanya Anne.
"Ya, kurasa begitu," kata Julian. la berhenti, untuk mempertimbangkan
kemungkinan itu. "Wah - mungkin lorong ini menuju ke salah satu ruangan bawah
tanah! Nanti dulu - mestinya kita sekarang sudah meninggalkan daerah tebing -
ya, kurasa ini menuju ke kastil! Kenapa tidak sedari tadi terpikir olehku
kemungkinan ini?" "Kalau begitu - dinding sumur tentunya menembus tanah di sisi dasar kastil!"
kata Dick. la lupa untuk berbicara dengan suara pelan. Gema kata-katanya
mengejutkan anak-anak. Julian berjalan, lalu berpaling dengan marah.
"Berbisik dong kalau bicara, goblok!" desisnya. "Nyaris saja jantungku rontok
karena kaget!" "Kaget, kaget, kaget...." Bisikan Julian menggema pelan. George cepat-cepat
menutup mulut, supaya tertawanya jangan sampai tersembur ke luar.
"Maaf," bisik Dick.
"Kurasa pendapatmu benar, bahwa sisi sumur berdampingan dengan dasar kastil,"
bisik Julian lagi. "Sama sekali tak terpikir olehku sebelum ini. Kastil itu
tidak begitu jauh letaknya dari sumur. Rupanya ruangan bawah tanah bangunan itu
lebar sekali!" "Dinding di sisi sumur di mana terdapat pintu kecil, tebal sekali," kata Dick.
"Kurasa waktu aku mengintip lewat lubang pintu itu, aku memandang ke dalam salah
satu ruangan kastil yang di bawah tanah!"
Julian memikirkan kemungkinan menarik itu, sementara anak-anak meneruskan
langkah menyusur lorong yang sangat panjang. Dasarnya sudah bisa dibilang datar
sekarang. Tidak sulit berjalan di situ, karena juga sudah lebih lebar.
"Kurasa bagian ini diperlebar oleh manusia," kata Julian. la berhenti berjalan,
lalu berpaling menghadap anak-anak yang lain. Mukanya diterangi cahaya senter.
la meneruskan kata-katanya, "Tadi sewaktu menembus tebing batu, ini lorong
buatan alam yang sulit dilewati. Tapi bagian yang ini lain sama sekali! lihat
saja. batu bata yang sudah tua ini - mungkin dipasang di sini untuk memperkokoh
dinding lorong." "Ya - ini merupakan jalan rahasia dari kastil ke laut!" kata Dick. "Wah - benar-
benar mengasyikkan!"
Itu juga dirasakan oleh anak-anak yang lain. Hanya Timmy saja yang heran, apa
sebabnya Julian mengajak berjalan-jalan melewati lorong gelap begitu. Timmy
tidak suka pada lorong rahasia yang gelap. la berjalan di tengah parit yang
berair, karena pinggirannya terlalu licin baginya. Angin yang mengembus dari
depan terasa semakin kencang. Angin itu dingin.
"Kita sudah dekat ke lubang dari mana angin mengembus masuk," bisik Julian.
"Ssst, sekarang kita harus diam semua!"
Semua menutup mulut. Anne merasa perutnya mulas, karena terlalu tegang
perasaannya. Akan sampai dimanakah mereka nanti" Tiba-tiba Julian berseru dengan
suara tertahan. "He - ada pintu dari terali besi!"
Anak-anak berdesakan maju, karena semua ingin ikut melihat. Pintu itu besar,
berterali besi. Anak-anak bisa melihat ke belakang pintu dengan mudah. Tubuh
mereka menggigil kedinginan, sebagai akibat angin dingin yang mengembus lewat
terali pintu. Dengan tangan gemetar, Julian menyorotkan senternya ke belakang pintu. Cahayanya
menerangi suatu bilik sempit berdinding batu. Di sisi belakang nampak sebuah
pintu kokoh. Pintu itu terbuka lebar. Angin menghembus lewat lubang pintu itu.
"Ini ruangan bawah tanah - atau lebih mungkin sebuah sel," kata Julian. "Coba
kulihat, apakah pintu ini terkunci atau tidak."
Digoncangnya pintu berterali. Ternyata sama sekali tidak terkunci. Mudah sekali
terbuka, seakan-akan engselnya selalu diberi minyak. Julian melangkah masuk ke
dalam bilik kecil di belakang pintu, sambil menyorotkan senternya ke sekeliling.
la menggigil kedinginan. "Hhh, dinginnya - padahal di luar hawa panas," katanya. "Aku ingin tahu, berapa
jumlah tahanan yang dulu biasa dikurung dalam sel ini!"
"lihatlah - di dinding sini terpasang semacam gelang," kata Dick yang berdiri di
samping Julian. la mengamat-amati gelang besi yang terpancang dalam ke dinding bilik. "Kurasa
ini untuk tempat mengikat tangan tahanan, supaya ia lebih tersiksa."
Anne gemetar. "Ihh - kenapa orang bisa sekejam itu, ya?" katanya. Sudah terbayang di matanya
penderitaan orang-orang yang disekap dalam sel itu. Mereka mungkin hanya diberi
makan roti kering dengan air. Berbaring di lantai batu yang keras, tanpa alas


Lima Sekawan 20 Di Pulau Seram di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kasur dan selimut untuk membungkus tubuh yang kedinginan!
"Mungkin di antara mereka ada yang berhasil melarikan diri lewat pintu terali,
lalu menuju ke laut melalui lorong rahasia," katanya. Dalam hati ia berharap,
semoga waktu itu ada yang berhasil minggat.
"Tidak - kurasa lebih mungkin lorong itu dipakai untuk menyingkirkan tahanan,"
kata Dick. "Ada kemungkinan mereka diseret ke laut lalu ditenggelamkan di sana -
tanpa diketahui orang lain."
"Aduh, jangan suka bicara begitu," kata Anne ngeri. "Rasanya aku bisa mendengar
mereka mengerang dan mengaduh-aduh. Perasaanku tidak enak di tempat ini. Yuk,
kita pergi saja lagi!"
"Aku juga tidak senang di sini," kata George. "Dan lihatlah - ekor Timmy
terselip di antara kaki belakangnya. Kurasa sel seram ini penuh dengan kenangan
menyedihkan. Kita pergi, Julian!"
Julian menuju ke pintu yang terbuka lalu keluar. la sampai di sebuah lorong
berlantai batu. Dinding dan langit-langitnya juga terbuat dari batu. Di
sepanjang lorong itu dilihatnya ada pintu-pintu lain, yang semuanya berterali.
la kembali lagi. "Ya - ini memang tempat pengurungan tahanan di kastil," katanya. "Kurasa gudang
bawah tanahnya juga ada di dekat sini. Maksudku di mana dulu disimpan perbekalan
makanan dan minuman. Yuk - kita memeriksa tempat ini. Aku tadi tidak mendengar
apa-apa di luar. Kurasa tidak ada orang lain di sini."
Anak-anak mengikuti Julian, menyusur lorong batu. Mereka memandang ke dalam sel-
sel yang mereka lewati. Hii - seram rasanya. Semua nampak kotor, lembab dan
kosong. Kasihan para tahanan yang dikurung di situ pada jaman dulu!
Di ujung lorong ada lagi pintu berterali. Pintu itu juga terbuka lebar. Anak-
anak melaluinya, dan tiba dalam sebuah ruangan lapang. Di situ nampak kotak-
kotak dan peti-peti usang yang sudah lapuk, kursi-kursi rusak, kertas-kertas
berserakan. Keadaan dalam ruangan itu sama seperti dalam gudang yang mana pun
juga. Tercium bau apek, walau angin yang mengembus di situ agak menguranginya.
Kemudian mereka sampai di suatu tangga batu yang rendah di ujung atas tangga
nampak pintu yang besar dengan gerendel yang kokoh.
"Untung gerendel ini ada di sebelah sini," kata Julian. Digesernya pasak
gerendel itu, sehingga terbuka. Julian agak heran, karena pasak itu bisa ditarik
dengan mudah. Padahal ia menyangka bahwa gerendel itu pasti sulit dibuka, karena
berkarat. "Rupanya ada yang meminyakinya baru-baru ini," katanya sambil menyorotkan
senternya ke gerendel itu. "Wah - jadi dengan begitu ada orang lain yang ke luar
lewat sini. Kita harus lebih hati-hati sekarang - karena siapa tahu, mungkin
saja orang itu masih ada di sini!"
Anne sudah mulai gelisah lagi. Jantungnya berdegup keras. Dalam hati ia berdoa,
semoga mereka nanti tidak tahu-tahu disergap di salah satu sudut.
"Hati-hati Julian!" katanya. "Mungkin ada yang mendengar kita datang, lalu
mengintai untuk kemudian menyergap. Mereka..."
"Kau tidak usah khawatir, Anne!" kata Julian. "Kan ada Timmy. Begitu ia
mendengar langkah orang, pasti ia akan menggeram untuk memperingatkan kita!"
Seketika itu juga ia terkejut, karena tiba-tiba Timmy menggeram. Anak-anak tidak
ada yang berani bergerak. Semua menahan napas.
Dick menoleh, memandang Timmy yang saat itu menggeram lagi. Kepala anjing itu
tertunduk, memperhatikan sesuatu yang ada di lantai.
Apakah itu" Dick mengarahkan sorotan senternya ke benda yang mengagetkan Timmy
tadi. Kemudian Dick tertawa pelan.
"Ah - ternyata tidak ada apa-apa. Kita belum perlu takut. lihatlah, apa yang
menyebabkan Timmy menggeram!"
Anak-anak memandang ke bawah. Mereka melihat seekor kodok besar. Kodok itu
mendongak, menatap mereka. lalu binatang itu berpaling, meloncat-loncat ke suatu
sudut yang gelap dan lembab.
"Belum pernah aku melihat kodak sebesar itu!" kata Anne. "Umurnya pasti sudah
seratus tahun lebih! Astaga, Timmy - kau tadi mengagetkan diriku, ketika kau
menggeram!" Kodok tadi masih tetap menongkrong di sudutnya yang gelap. Matanya menatap
Timmy, seakan-akan marah.
"Sudahlah - kita pergi saja, Tim," kata Dick. "Kodok ada yang beracun. Kau
jangan mencoba-coba menggigit kodok!"
Sementara itu Julian sudah melangkah maju, melewati ambang pintu di atas tangga.
Tahu-tahu ia berseru dengan keras. Anak-anak bergegas mendatangi, karena ingin
tahu apa yang menyebabkan Julian kaget.
"lihatlah," kata Julian, sambil menyenter ruangan gelap di depannya. "Rupanya ke
sinilah kita sampai sekarang!"
Bab 17 DALAM BILIK HARTA Sinar senter Julian menerangi sebuah ruangan yang sangat luas. Anak-anak yang
lain ikut menyalakan senter mereka. Timmy mendesak-desak di sela kaki mereka,
karena ingin ikut melihat apa yang mengagumkan anak-anak.
Pemandangan yang nampak memang mengagumkan. Anak-anak itu berada dalam ruangan
besar, yang sebelumnya sudah mereka lihat lewat lubang pintu kecil di dinding
sumur. Anne melongo melihat besar ruangan yang sunyi sepi itu.
"Itu dia patung-patung emasnya!" kata Dick sambil menghampiri. "Bagus sekali!
Dan muka patung-patung ini lain kelihatannya dengan muka kita. lihatlah, bentuk
matanya memanjang, bersinar apabila kena cahaya senter. Kelihatannya seolah-olah
menjadi hidup dan menatap kita."
Tiba-tiba Anne terpekik, lalu bergegas mendatangi sesuatu.
"Ini tempat tidur yang terbuat dari emas!" katanya. "Aku sudah selalu kepingin
tidur di pembaringan begini - dan sekarang akan kulakukan!" sambil berkata
begitu Anne naik ke pembaringan besar yang bertiang empat serta berlangit-
langit. Tapi sayangnya tempat tidur itu sudah rapuh karena tuanya. Begitu Anne
merebahkan diri di atas, langsung ambruk. Anne lenyap ditelan debu beterbangan!
Anak-anak yang lain bergegas. menolongnya bangun. Timmy melongo, melihat debu
yang tahu-tahu beterbangan. Dikiranya Anne tidak pernah mandi, sehingga begitu
banyak debu melekat di tubuhnya. Timmy bersin berulangkali, begitu pula Anne. la
cepat bangun, lalu mengibaskan debu dari pakaiannya.
"Kepala tempat tidur ini terbuat dari emas, begitu pula kaki dan bagian
ujungnya," kata Dick, sambil menerangi reruntuhan tempat tidur dengan senternya.
"Besar sekali ukurannya Kurasa enam orang sekaligus bisa berbaring di atasnya.
Rupanya sudah lama berada di tempat ini. Begitu rapuh, sehingga langsung roboh
begitu Anne berbaring di atasnya. Dan debunya banyak sekali!"
Tak ada kekeliruan lagi, dalam ruangan bawah tanah yang luas itu terdapat harta
yang nilainya luar biasa. Anak-anak mencari pedang yang gagangnya bertatahkan
permata. Tapi mereka tidak berhasil menemukannya. Begitu pula kalung batu mirah
yang kabarnya juga di situ. Menurut perkiraan Julian, benda-benda berharga itu
pasti disimpan dalam salah satu peti. Tapi masih banyak lagi benda-benda lain
yang serba indah di situ.
"Coba lihat peti yang terukir indah ini!" seru Anne. "Isinya piring dan cangkir
dari emas. Semua masih nampak bersih mengkilat!"
"Dan ini - coba lihat kemari!" panggil George. "Terbungkus dalam kain yang sudah
sangat lapuk, sehingga hancur berantakan begitu aku menyentuhnya. "
Anak-anak yang lain menghampiri George. la berdiri di depan sebuah kotak besar
berlapis porselin. Di dalamnya ada patung-patung binatang, terbuat dari batu
hijau yang sangat indah. Bagus sekali ukiran binatang-binatang itu. Anne meletakkannya sehingga berdiri.
Dibayangkannya pangeran-pangeran dan putri-putri cilik yang pada jaman dulu
bermain-main dengan patung-patung itu.
"Ini batu jade," kata Julian. "Bagus sekali. Entah berapa harganya jika dijual
sekarang! Benda-benda ini seharusnya ditaruh di museum, dan tidak dibiarkan
tersembunyi dalam ruangan lembab ini."
"Kenapa pengumpul benda bersejarah yang waktu itu katanya datang ke sini, tidak
mengambil segala benda yang ada di sini?" kata Anne heran.
"Sebabnya mudah saja," kata Julian. "Pertama-tama, ini kan ruangan rahasia! Jadi
orang yang tidak tahu jalan, takkan mungkin bisa masuk kemari. Kurasa kastil di
atas kita ini ada pintu rahasia yang harus dilalui supaya bisa masuk ke sini.
Tapi kastil itu sudah sangat kuno, dan beberapa bagiannya sudah runtuh. Jadi
mestinya tidak mungkin turun ke mari lewat atas, juga apabila jalan tersembunyi
itu diketahui!" "Ya - tapi bagaimana dengan jalan yang kita lalui tadi," kata Dick. "Masuk lewat
laut!" "Yah - aku juga tidak tahu apa sebabnya jalan itu tidak sedari dulu sudah
dicoba," kata Julian, "tapi aku bisa menebak. Kalian tadi kan melihat tumpukan
batu yang terdapat di dekat lubang masuk ke tebing" Nah - kurasa permukaan
tebing di situ dulu pernah runtuh, sehingga sama sekali menutupi lubang masuk
itu. lalu kemudian mungkin pada saat badai batu-batu itu menggeser karena
terdorong ombak - dan lubang rahasia itu terbuka lagi!"
"lalu ada orang menemukannya! Mungkin seseorang yang pernah mendengar hikayat
kuno tentang kastil di Pulau Seram ini!" kata Anne.
"Mungkinkah orang itu pengumpul benda-benda kuno?" tanya George. "lalu bagaimana
dengan kedua laki-laki yang kita lihat di pekarangan kastil waktu itu - apakah
mereka juga mengenal jalan masuk itu?"
"Ya, kurasa mereka tahu," kata Julian. "Dan mungkin pula mereka s8ngaja
ditugaskan menjaga di sini, untuk mengusir setiap orang yang datang dan hendak
merampok isi ruangan rahasia ini. Benda-benda ini tak ternilai harganya. Kedua
laki-laki itu bukan ditugaskan untuk mengawasi kelestarian margasatwa, seperti
yang dilakukan para penjaga yang ditugaskan dulu. Maksudku kayak Lucas, yang
bercerita pada kita tentang pulau ini."
"Jadi menurut anggapanmu kedua laki-laki itu anak buah seseorang yang tahu
tentang ruangan luas ini, dan kini berusaha mengambil benda-benda kuno ini dari
sini?" tanya Dick. "Ya, betul!" jawab Julian." Dan menurut pendapatku pula, pemilik sebenarnya dari
pulau ini sama sekali tidak tahu bahwa kedua laki-laki itu ada di sini - dan
bahwa ada orang lain hendak mengambil barang-barang berharga ini. Mungkin saja
pemilik itu kini tinggal di Amerika atau di Australia, dan tidak mempedulikan
pulau ini!" "Aneh!" kata Anne. "Jika aku pemilik pulau ini, aku pasti akan menetap di sini.
Dan margasatwa yang ada di sini, semuanya akan dilindungi seperti pada waktu
dulu, dan....." "Memang, Anne - tapi sayang pulau ini bukan milikmu," kata Julian, sambil
mengusap-usap kepala adiknya. "Tapi sekarang apa - yang akan kita lakukan" Ah -
nanti saja kita rundingkan, apabila sudah kembali ke rumah nenek Wilfrid.
Sekarang sudah malam! Pasti di luar gelap gulita - kecuali jika langit cerah dan
bulan bersinar terang !"
"Kalau begitu kita keluar saja sekarang," kata Dick, lalu menuju ke pintu yang
mereka masuki tadi. Tapi detik berikutnya ia tertegun. Timmy menggeram-geram.
Nampak pintu yang tadi mereka tutup kembali, kini terbuka dengan pelan.
Ada orang datang dari bawah. Siapakah dia"
"Cepat - kita harus bersembunyi!" kata Julian.
George dan Anne didorongnya ke balik sebuah peti besar. Anak-anak selebihnya
yang berada di dekat reruntuhan tempat tidur besar, cepat-cepat meringkuk di
belakangnya. Dick memegang kalung leher Timmy. la berhasil melarang Timmy
menggeram-geram terus. Tapi siapa tahu - jangan-jangan anjing itu melakukannya
lagi! Seorang laki-laki masuk ke dalam ruangan itu. la salah satu dari kedua orang
bertubuh kekar, yang pernah dilihat anak-anak di pekarangan kastil. Orang itu
rupanya tidak mendengar geraman Timmy, karena ia masuk dengan santai, sambil
bersiul-siul. la membawa senter, yang disorotkannya ke sana kemari.
Kemudian ia memanggil dengan suara lantang.
"Emilio! Emilio!"
Tapi tak ada yang menjawab panggilannya. laki-laki itu memanggil-manggil lagi.
Dan kini terdengar jawaban dari arah luar, disusul bunyi langkah bergegas-gegas
mendekat. Sesaat kemudian muncul laki-laki kekar yang kedua. la memandang
berkeliling dengan bantuan cahaya senternya. Dinyalakannya lampu minyak yang
terdapat di atas sebuah peti. Setelah itu dipadamkannya senter.
"Kau ini tidur melulu kerjamu, Emilio!" gerutu laki-laki yang pertama masuk.
"Selalu terlambat datang! Kau kan tahu perahu akan datang nanti malam untuk
menjemput kiriman berikutnya. Kau menyimpan daftar itu" Kita harus cepat-cepat
mengemas lalu mengangkut barang-barang itu ke pantai. Patung kecil itu juga
harus ikut - itu aku masih ingat!"
Sambil berkata begitu dihampirinya patung seorang anak laki-laki, yang bola
matanya terbuat dari batu jamrud.
"Nah - sebentar lagi kau akan bisa pesiar ke luar," kata laki-laki itu iseng. la
mengajak patung itu bercakap-cakap. "Tentu kau merasa senang, setelah mendekam
begitu lama di ruangan gelap Ini! He '- jangan mendelik kalau kuajak bicara.
Kutempeleng kau nanti!"
Tapi patung bocah itu masih tetap mendelik. laki-laki itu mengayunkan tangan dan
menempelengnya. Sementara itu temannya menyeret sebuah peti panjang dan besar
dari tepi dinding, dibawanya ke dekat patung anak laki-laki yang kemudian
dibungkusnya dengan rapi.
"Pukul berapa Lanyon akan menjemput nanti?" tanya orang yang bernama Emilio.
"Masih ada waktukah untuk membungkus patung lain?"
"Ya - patung yang di sebelah sana itu," kata laki-laki yang satu lagi sambil
menuding. Sambil bersiul-siul Emilio pergi ke patung yang ditunjukkan. la lewat
di depan peti besar yang dijadikan tempat persembunyian oleh George dan Anne.
Kedua anak itu meringkuk di belakang peti, merapat ke lantai. Tapi Emilio
ternyata tajam penglihatannya. Ketika ia lewat di depan peti itu, ia merasa
seakan-akan melihat ada yang bergerak di belakangnya. la berhenti melangkah.
Apakah itu yang tersembul ke luar di sisi peti" Astaga - kaki orang!
Seketika itu juga Emilio memburu ke belakang peti, dengan senter dinyalakan. la
memanggil kawannya. "Carlo! cepat, ke sini! Ini - ada orang bersembunyi di sini!"
Carlo bergegas mendatangi Emilio, yang sementara itu dengan kasar menarik George
dan Anne, memaksa mereka berdiri.
"Apa yang kalian lakukan di sini" Bagaimana kalian masuk ke mari tadi?" teriak
Emilio. Saat itu pula Julian muncul dari tempatnya bersembunyi, diikuti oleh Dick dan
Wilfrid. Timmy menggonggong terus. George agak kewalahan menahannya. la sudah
khawatir saja, jangan-jangan Timmy akan menerkam Emilio. Sedang kedua laki-laki
itu tercengang, karena tahu-tahu ada lima orang anak dan seekor anjing dalam
ruangan itu! "Pegang anjing itu erat-erat, kalau kau tidak mau dia kutembak," kata Carlo
sambil mengeluarkan pistol. "Siapa kalian" Mencari apa kalian kemari?"
"Kami datang dengan perahu - tapi kemudian perahu kami dihanyutkan ombak," kata
Julian. "Sebetulnya kami hendak berkemah di sini. Kami sampai di sini karena kekeliruan
belaka." "Kekeliruan, katamu" Nah - ini kekeliruan terbesar yang pernah kalian lakukan!"
kata Carlo. "Sekarang kalian harus tetap di sini - setidak-tidaknya sampai kami
selesai dengan pekerjaan kami !"
"Pekerjaan apa itu?" tanya Julian secara langsung.
"Seenaknya saja, mau tahu urusan kami!" tukas Carlo. "Salah satu tugas kami
ialah menjaga pulau ini, jangan sampai ada orang lain datang tanpa diundang!
Malam ini serta besok kami mendapat tugas tambahan. Kalian akan kami kurung
dalam ruangan bawah tanah ini sampai kami datang kembali! Bagaimana nasib kalian
selanjutnya, aku tidak tahu - karena aku harus melaporkan pada majikanku bahwa
kalian ketahuan ketika sedang mengintip-intip di sini. Aku takkan heran apabila
kalian nanti tidak diserahkannya pada polisi - tapi dikurungnya di sini selama
sebulan, dan hanya diberi makan roti kering saja dengan air dingin!"
Timmy menggeram dengan galak. la meronta-ronta ingin membebaskan diri, karena
hendak menyerang kedua laki-laki jahat itu. George memegang kalung leher Timmy
erat-erat. Padahal ia ingin melepaskan anjingnya itu, supaya menyerang kedua
penawan mereka sehingga terbanting ke lantai. Tapi risiko Timmy tertembak
terlalu besar! "Kita berangkat saja sekarang, Carlo," gerutu Emilio, "nanti perahu itu sudah
pergi lagi! Nanti saja anak-anak ini kita urus, apabila kita sudah kembali ke
sini!" Emilio memanggul peti yang sudah diisi dengan patung bocah tadi, lalu
berjalan menuju pintu. Carlo menyusul. la berjalan mundur, untuk berjaga-jaga
jangan sampai Timmy mendapat kesempatan untuk menyerangnya. Begitu ia sudah
keluar, dengan cepat pintu ditutup lalu digerendel olehnya.
"Ssst - jangan bicara dulu! Siapa tahu, mungkin mereka masih memasang telinga di
luar," bisik Julian. Anak-anak berdiri seperti terpaku di tempat. lutut Anne
terasa lemas. Aduh - nasib mereka memang sedang sial, sampai bisa ketahuan!
"Tenanglah," kata Julian kemudian. "Kalian tidak perlu bersikap tegang!"
"Bagaimana tidak tegang?" sambut Dick. "Aku tidak mau terkurung terus di sini,
sampai kedua orang itu kembali lagi. Bayangkan, bagaimana jika ternyata mereka
tidak datang kembali" Kita akan terkurung di sini untuk selama-lamanya."
"Tidak mungkin, Dick!" kata Anne. Anak-anak yang lain tercengang, karena tahu-


Lima Sekawan 20 Di Pulau Seram di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahu anak itu tertawa. "Kita bisa lari dengan mudah dari tempat ini," sambungnya.
"Apa" lewat pintu yang digerendel itu?" kata Dick. "Mustahill"
"Tapi sungguh - kita bisa dengan mudah keluar dari sini," kata Anne berkeras.
Tiba-tiba wajah George nampak cerah. la mengangguk.
"Ya - tentu saja!" katanya. "Kau tak perlu secemas itu, Dick! lihat saja ke
sana!" Dick memandang ke arah yang ditunjuk oleh George dan Anne.
"Apa yang harus kulihat?" tanyanya. "Maksud kalian tembok batu itu?"
"Bukan - bukan itu - di sana, di atas peti tinggi itu," kata Anne.
Dick memandang lagi. Kini ia tersenyum lebar. "Aduh, aku ini benar-benar
goblok!" katanya. Itu kan pintu besi kecil yang terdapat di sisi sumur! Dari
sini kelihatannya ternyata lubang hawa yang biasa saja. Kurasa tak ada yang
benar-benar memperhatikannya - kecuali kita, yang tahu lubang itu. Sekarang aku
mengerti maksudmu, Anne!"
"Hebat, Anne!" kata George, yang sudah menduga lebih dulu maksud Anne. "Tentu
saja - kita tinggal naik, ke lubang itu, lalu membuka pintunya - kemudian
memanjat naik lewat sumur. Beres!"
"Betul! Tapi kenyataannya tidak semudah itu," kata Julian. "Mula-mula kita harus
bergantung pada tali, lalu memanjatnya sampai ke atas. Itu bukan pekerjaan
gampang!" "0 ya - bagaimana jika tali ternyata ada di atas?" kata Anne. la mulai bimbang.
"Kalau benar begitu, takkan mungkin kita bisa memanjat ke atas!"
"Nanti saja kita mencari akal!" kata Julian. "Tapi cuma ini saja satu-satunya
jalan bagi kita untuk melarikan diri dari sini. Nah - sekarang kita mendorong
peti tinggi itu ke bawah lubang. lalu kita letakkan sebuah meja kecil di
atasnya. Meja itu kelihatannya cocok! Yuk, kita lakukan saja sekarang. Dengan
cepat kita akan sudah berhasil keluar dari sini. Pasti Emilio dan Carlo nanti
kaget apabila kembali, dan ternyata kita sudah minggat!"
Bab 18 MELARIKAN DIRI Peti tinggi itu ternyata sangat berat. Anak-anak mendorong sekuat tenaga
beramai-ramai. "Berisik sekali bunyi peti ini tergeser di lantai," kata Dick dengan napas
terengah-engah. "Mudah-mudahan saja tidak terdengar oleh kedua laki-laki tadi !"
Timmy ingin ikut membantu. la melompat-lompat sambil meletakkan kaki depannya ke
sisi peti. Tapi Dick malah melarangnya.
"Kau cuma merepotkan saja, Tim," katanya. "lebih baik kau menjaga dekat pintu
sana. Nanti kalau kau dengar orang-orang itu kembali, beri tanda ya!"
Timmy bergegas ke pintu lalu duduk di sebelahnya. Kepalanya ditelengkan sambil
mendengarkan. Sementara itu anak-anak meneruskan kesibukan mereka, mendorong
peti berat ke bawah lubang hawa. Akhirnya sampai juga di tempat yang seharusnya.
Setelah itu menyusul meja kecil, yang masih harus diletakkan di atas peti.
Julian naik ke atas peti untuk menerima meja yang disodorkan oleh Dick. Tapi
meja itu terlalu berat bagi Julian. Karenanya Wilfrid ikut naik. Berdua
dengannya, Julian menarik meja lonjong itu ke atas pati. Setelah diletakkan
dengan baik, Julian naik ke atas meja. Ternyata dengan mudah ia bisa mencapai
lubang yang ada pintu besinya.
"Beres," katanya. Didorongnya pintu besi itu. Bergeser sedikit, tapi tidak bisa
dibuka. Julian mendorongnya sekali lagi.
"Ada apa?" tanya Dick, lalu ikut naik. "Pintu itu harus bisa dibuka, karena
gerendelnya sudah terlepas dan jatuh ke dalam sumur. Kurasa macetnya karena
karat lagi. Kita dorong saja bersama-sama sekarang."
Sementara Dick dan Julian sibuk mendorong, anak-anak yang berada di bawah
memperhatikan dengan cemas. Mereka khawatir, jangan-jangan Emilio dan Carlo
muncul lagi saat itu. Dick dan Julian mendorong dengan keras - dan pintu itu
terbuka dengan bunyi berat. Kedua anak itu memandang ke dalam lubang sumur.
Mereka sangat bergembira, karena ternyata tali timba tergantung di dekat mereka!
"Kami berhasil!" seru Dick dengan pelan ke bawah. "Kalian akan kami bantu naik
ke atas meja ini. Setelah itu kita mencoba naik ke atas lewat tali!"
Tak lama kemudian kelima anak itu sudah berdiri bersesak-sesak di atas meja.
Sempit sekali rasanya, sukar bergerak dengan leluasa.
"Kau yang dulu naik, Julian," kata Dick. "Sesampai di atas, kau periksa dulu
apakah ada orang di sekitar sumur. Kalau tidak ada, kemudian Wilfrid menyusul
naik. Kau sanggup atau tidak, Wilfrid."
"Tentu saja sanggup," kata Wilfrid. "Nanti aku bisa membantu Julian, mengangkat
George dan Anne dengan tali!"
"Ya, betul," kata Dick setuju. "Aku menunggu di sini, untuk membantu mereka
mencapai tali. Kau dulu, Anne - sedang Julian dan Wilfrid memutar roda di atas
supaya tali beserta Anne tertarik ke atas. Setelah itu menyusul George. Aku naik
paling akhir, untuk menutup pintu kecil ini."
"Nanti kalau kedua laki-laki itu datang lagi, mereka pasti bingung," kata Anne
sambil meringis. "Mereka takkan bisa menebak, bagaimana cara kita keluar dari
ruang harta ini!" "Sudah siap, Ju?" kata Dick. "Kunyalakan dulu senterku, supaya kau bisa melihat
dengan jelas!" Julian mengangguk. la memasuki lubang kecil itu, lalu meraih tali yang
tergantung dalam lubang sumur. la bergantung sekejap pada tali itu, lalu mulai
memanjat ke atas. Napasnya tersengal-sengal ketika akhirnya ia sampai di atas.
Tapi ia merasa lega, karena bisa menghirup udara segar kembali. Ternyata bulan
bersinar terang saat itu. Julian berseru ke dalam sumur.
"Dick! Aku sudah sampai di atas. Di sini aman. Bulan sudah muncul."
"Sekarang giliranmu, Wilfrid," kata Dick. "Bagaimana bisakah kau meraih tali
itu" Hati-hati, jangan sampai tercebur ke dalam air. Sebentar, kuterangi dulu
dengan senterku." "Kau tak perlu mengkhawatirkan diriku. Ini kan enteng, kayak sedang bersenam
saja di sekolah," kata Wilfrid meremehkan. la menyambar tali, lalu mulai
memanjat ke atas dengan cekatan.
Tak lama kemudian terdengar lagi suara Julian dari atas. Suaranya menggema dalam
lubang sumur. Aneh sekali bunyinya.
"Wilfrid sudah sampai di atas dengan selamat," katanya. "Sekarang suruh Anne
berpegangan pada tali. Nanti kami akan memutar roda,
sehingga tali tertarik ke atas. la cukup berpegang kuat-kuat saja."
Anne memasuki lubang kecil itu, lalu duduk di pinggirnya.
"Tolong ayunkan tali sedikit, Ju," serunya ke atas. "Sekarang terlalu jauh, tak
mungkin aku bisa meraihnya. Kecuali jika meloncat!"
"Aduh, jangan meloncat! Hati-hati!" seru Julian kaget. "Bilang pada Dick, ia
harus membantumu." Tapi lubang itu sempit. Dick tidak bisa memasukkan tubuhnya ke situ, sementara
Anne masih duduk di pinggirnya.
"Kau jangan meloncat dulu, sebelum tali
kaupegang teguh," kata Dick dengan cemas pada Anne. "Apakah Julian sudah
menggoyang-goyangkannya dari atas" Kau bisa melihat tali itu dengan jelas, Anne"
Gelap sekali lubang sumur ini!"
"Ya, aku bisa melihatnya," jawab Anne. "Baru saja membentur kakiku, Tapi aku
tidak sempat meraihnya. Nah - ini dia datang lagi - Ya, sudah berhasil kupegang
sekarang! Sekarang aku naik!"
Suara Anne terdengar lebih tabah daripada perasaannya saat itu. la beranjak dari
tempatnya duduk, lalu menggelantung pada tali yang terayun-ayun. Dan di bawahnya
nampak air yang gelap! "Tarik aku ke atas, Ju!" seru Anne. la berpegang kuat-kuat, sementara Julian dan
Wilfrid mengerahkan seluruh tenaga mereka untuk memutar roda. Dick menarik napas
lega. Dilihatnya Anne pelan-pelan tertarik ke atas. Kini tiba giliran George!
Dick turun dari peti, lalu menyorotkan senternya mencari George dan Timmy. la
heran sekali, karena keduanya sama sekali tidak kelihatan. la pun memanggil-
manggil dengan suara pelan.
"George! Timmy!"
Dari salah satu tempat terdengar suara mendengking tertahan. Kening Dick
berkerut. "Kau di mana, George?" tanyanya. "Astaga, cepatlah sedikit. Ayo, keluar dari
tempat persembunyianmu! Kedua orang tadi bisa datang setiap saat. Sudahlah,
jangan konyol lagi sekarang!"
Dick melihat kepala berambut ikal muncul dari balik sebuah peti besar di dekat
pintu. "Kau tahu Timmy tidak bisa bergantung pada tali," kata George dengan nada marah.
"Nanti dia terjatuh, lalu tenggelam dalam sumur. Kalian semua jahat-jahat, tidak
ada yang ingat bahwa Timmy tidak bisa memanjat. Aku tetap di sini, bersama dia.
Kau naik saja ke atas!"
"Tidak!" jawab Dick dengan segera. "Kalau begitu, aku juga tinggal di sini,
menemani kalian. Atau bagaimana jika aku saja yang di sini bersama Timmy,
sementara kau naik ke atas?"
"Tidak! Timmy anjingku, dan aku ingin berada di sampingnya," tukas George. "Aku
tahu pasti, Timmy takkan pernah mau meninggalkan aku."
Dick sudah mengenal baik sifat George. Kalau ia sudah mengatakan tidak, ia akan
tetap berpegang teguh pada perkataannya itu. Takkan ada yang bisa mendorongnya
berubah pikiran! "Baiklah, George! Aku pun akan begitu, jika Timmy anjingku," kata Dick. "Tapi
aku akan tinggal di sini pula, menemani kalian!"
"Jangan," larang George. "Aku dan Timmy tidak akan apa-apa di sini."
Dick bergegas naik ke atas meja, lalu menyusup masuk ke dalam lubang. la duduk
di tepi lubang sumur, lalu berseru ke atas.
"Julian! Kau masih ada di atas" George tidak mau meninggalkan Timmy, karena
Timmy tidak bisa naik lewat tali. Jadi aku juga tinggal di sini!"
Baru saja ia berseru begitu, didengarnya bunyi gerendel pintu ruangan ditarik
dari luar! Timmy menggeram dengan galak. Jantung Dick seakan berhenti berdenyut
sesaat, karena takut. Bagaimana jika Timmy menyerang orang yang datang itu, dan
orang itu memegang pistol!
George juga mendengar bunyi gerendel ditarik itu. Secepat kilat ia bersembunyi
di balik setumpuk peti, bersama Timmy.
"Serang mereka begitu masuk, Timmy!" katanya berbisik. "Serang mereka sampai
jatuh, sebelum mereka sempat bertindak!"
Timmy berdiri di samping George. Telinganya merapat ke kepala. Anjing itu
menyeringai, memamerkan gigi taring. Saat itu pintu terbuka, Seorang laki-laki
masuk, membawa lentera. "Ini lentera untuk..." katanya. Tapi ia tidak sempat mengakhiri kalimatnya,
karena saat itu juga Timmy menerjangnya.
PRENGG! lentera terbanting ke lantai. Nyalanya langsung padam. laki-laki itu
juga roboh. la berteriak ketakutan. Kepalanya membentur sisi peti. la tidak
berkutik lagi. "Kurasa pingsan!" kata Dick pada dirinya sendiri. Dengan berhati-hati
disorotkannya senter ke arah orang itu. Ya, betul laki-laki itu terkapar di
lantai. Matanya terpejam.
Sementara itu George berdiri di ambang pintu yang terbuka. la memandang ke luar,
didampingi Timmy. "Dick!" katanya. "Aku mencoba ke luar lewat jalan rahasia, dengan Timmy. Aku
takkan apa-apa, karena ada Timmy!"
"Nanti dulu, kulaporkan dulu pada Julian," kata Dick. "Ia masih ada di atas
sumur menunggu kau naik bersama Timmy. Tapi sekarang berangkatlah - dan hati-
hati. Timmy akan menjaga keselamatanmu!"
George lari secepat-cepatnya. Hatinya berdebar-debar. Tapi ia tidak merasa
takut. "Dia kayak anak laki-laki saja gesitnya," pikir Dick. "Sedikit pun tak gentar.
Sekarang kukatakan saja pada Julian bahwa George sudah pergi lewat lorong
rahasia, bersama Timmy. Untung laki-laki itu masih pingsan!"
la naik lagi ke atas meja kecil, lalu memandang ke atas lewat lubang sumur.
Dilihatnya cahaya senter berkelip-kelip jauh di atas, seakan-akan memberi
isyarat. "Julian!" seru Dick dari bawah.
"Ah - kau masih ada di situ rupanya," kata Julian. Suaranya terdengar lega. "Ada
apa?" "Nanti saja kuceritakan, kalau aku sudah sampai di atas, jawab Dick. "Tolong
ayunkan tali sedikit, Ju!"
Tali terayun mendekat Dick. Dick menyambarnya dengan sigap. Baru saja ia hendak
beranjak dari tepi lubang, ketika ia mendengar suatu bunyi dalam ruangan harta.
Dick menoleh ke belakang. Ruangan itu gelap gulita. Terdengar langkah orang
datang bergegas-gegas. "Apakah yang terjadi di sini?" kata orang yang baru datang itu dengan heran.
"Kenapa kau tidak..." Orang itu tertegun. Cahaya lentera yang dibawanya
menerangi sosok tubuh temannya yang terkapar di lantai. Orang yang baru datang
itu berteriak kaget, lalu berlutut di samping temannya itu. Dalam hati Dick
tertawa. Timbul pikiran iseng. Bagaimana jika ia mengejutkan orang itu"
Didorongnya meja kecil yang terletak di atas peti tinggi, sehingga terbanting ke
lantai. Setelah itu ia cepat-cepat menggelantung ke tali. Tapi ia masih sempat
melihat meja kecil terjatuh dekat laki-laki yang sedang berlutut di lantai.
Orang itu menjerit ketakutan.
Dengan cepat Julian dan Wilfrid memutar roda, menarik Dick yang masih nyengir
sendiri ke atas. "Pasti orang itu kaget setengah mati!" pikirnya.
"George dan Timmy menghilang - sedang kami juga tahu-tahu lenyap! Ayo, Julian -
kerahkan seluruh tenagamu! Aku sudah tidak sabar lagi, ingin menceritakan
pengalamanku yang baru saja terjadi."
Begitu Dick sampai di atas, dengan segera diceritakannya pengalaman tadi. Anak-
anak tertawa senang. "George mestinya sudah tahu jalan melewati lorong tersembunyi ke tebing," kata
Julian. "Kalau tidak, kan masih ada Timmy! Yuk, kita menyongsongnya di pantai."
Anak-anak bergegas menyusur hutan. Mereka berjalan sambil tertawa-tawa,
membayangkan kebingungan kedua laki-laki yang berada dalam ruangan harta!
Bab 19 ANNE SEGALAK MACAN!
Sementara itu George bergegas-gegas menyusur lorong rahasia yang menembus
tebing. Timmy kadang-kadang berlari di depan dan kadang-kadang di belakangnya.
Telinganya tegak, siap menangkap setiap bunyi yang mencurigakan. Tapi ia tak
mendengar apa-apa. Bagus!
Keduanya merasa lega, ketika terdengar bunyi air mengalir dalam parit, menuju ke
laut. Beberapa kali mereka terpeleset masuk ke air. George sudah khawatir saja
kalau ia terjatuh dan senternya rusak.
"Tidak enak rasanya kalau harus melewati lorong ini dalam keadaan gelap gulita!"
katanya pada Timmy. Anjing itu menggonggong sekali, tanda sependapat.
"Cahaya apakah yang terang di depan itu?" kata George setelah beberapa lama
berjalan. la berhenti melangkah. "lihatlah, Timmy - cahayanya terang sekali!
Mungkinkah itu orang datang membawa lentera?"
Timmy menggonggong dengan nyaring, lalu lari ke depan. la mengenal cahaya terang
itu. Itu kan lentera besar yang tergantung di langit. George menamakannya
"Bulan". Masa sekarang ia sudah lupa"
Tentu saja George tidak lama kemudian juga mengetahuinya. la berseru dengan
gembira. "Ah, tentu saja! Itu kan bulan," katanya. "Aku lupa, malam ini terang bulan.
Timmy, di manakah anak-anak yang lain" Tolong carikan mereka dengan penciumanmu
yang tajam itu, Tim!"
Timmy sudah tahu, di mana anak-anak berada. la sudah mencium bau mereka dibawa
angin. la menggonggong dengan gembira, karena mereka tidak jauh dari situ.
Sebentar lagi semuanya bisa berkumpul kembali!
George dan Timmy keluar dari lorong rahasia. Mereka sudah sampai di pantai.
Ombak laut berdebur membasahi mereka. Tiba-tiba George melihat sesuatu bergerak-
gerak. Dengan segera dipegangnya kalung leher Timmy.
"Hati-hati, Tim", katanya. Kelihatannya ada orang menuju kemari. Kau menjaga di
sampingku, Tim!" Tapi sekali itu Timmy tidak menuruti perintah George. la lari menerjang genangan
air, di atas rumput laut dan batu-batu yang licin, sambil menggonggong-gonggong
dengan ribut. "Timmy!" seru George kaget. "Ayo, kembali! Timmy! Hati-hati, Tim!"
Sesaat kemudian barulah George melihat siapa yang datang itu, diterangi cahaya
bulan. la melambai-lambaikan tangan, sambil berseru-seru dengan gembira.
"Hai, aku di sini! Aku berhasil melarikan diri!"
Meriah sekali perjumpaan itu. Anak-anak berkumpul lagi. Mereka duduk di atas
sebuah batu yang cukup besar, lalu bercerita simpang siur. Semua ingin
menceritakan pengalaman masing-masing. Tapi tiba-tiba datang ombak besar, lalu
membasahi tubuh mereka. "Sialan!" umpat Julian. "Rupanya saat ini pasang naik. Yuk - kita kembali ke
dalam hutan!" Anne menguap. "Entah pukul berapa saat ini," katanya. "Tapi aku rasanya mengantuk sekali!"


Lima Sekawan 20 Di Pulau Seram di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Julian melirik arlojinya. "Wah, sudah larut malam," katanya. "Sudah lama lewat
waktu tidur kita. Bagaimana - apakah kita tidur di sini saja, atau berdayung
dulu dengan perahu Wilfrid ke darat, lalu tidur dengan tenang di rumah?"
"Aduh, kita jangan tinggal lebih lama di pulau ini," kata Anne cemas. "Aku
takkan bisa tidur di sini, karena khawatir nanti ditemukan orang-orang jahat
itu!" "Kau tidak perlu khawatir, Anne," kata George. la memaksa diri, jangan sampai
menguap. "Mereka kan sama sekali tidak tahu di mana kita sekarang berada. Aku segan
keluyuran tengah malam mencari-cari perahu Wilfrid, lalu mendayung sampai ke
darat, dan setelah itu masih harus mendaki bukit lagi sebelum bisa sampai di
rumah !" "Baiklah kalau begitu," kata Anne. "Tapi apakah tidak perlu mengatur giliran
jaga dulu?" "Kenapa repot-repot, Anne?" kata George lagi. "Kan sudah ada Timmy!"
"Ya, betul juga katamu," kata Anne mengalah.
Anak-anak semua sudah capek. Julian, Dick dan Wilfrid mengumpulkan dedaunan
kering, lalu menyebarkannya di tempat yang terlindung semak, sehingga mereka
takkan terganggu angin. Tempat itu tidak begitu jauh dari perahu Wilfrid.
"Hmm, nyaman!" kata George sambil merebahkan diri di atas tempat tidur darurat
itu. la menguap lebar-lebar. "Aduh, belum pernah aku merasa ngantuk seperti
sekarang ini!" Tiga detik kemudian George sudah pulas. Wilfrid juga langsung
tidur. Sedang Dick dan Julian sudah mendengkur bersahut-sahutan.
Hanya Anne saja yang masih bangun. la merasa gelisah.
"Aku ingin tahu, apakah orang-orang itu masih ada di bawah atau tidak,"
pikirnya. "Tak bisa kubayangkan, mereka bergembira ketika tahu bahwa kita
berhasil minggat. Mereka tentu sadar bahwa kita akan cepat-cepat pergi ke darat,
untuk menceritakan apa yang kita temukan di sini. Kurasa mereka pasti akan
berusaha mencegah, supaya kita tidak bisa berangkat. Tentunya mereka tahu, kita
memiliki perahu!" Anne gelisah terus. la memasang telinga, siap menangkap setiap bunyi yang
mencurigakan. Timmy mendengarnya gelisah, lalu merangkak dengan hati-hati
menghampirinya, supaya George tidak terbangun. Timmy berbaring di sebelah Anne,
seolah-olah hendak menenangkan anak itu.
Tapi Anne masih tetap tidak bisa tidur. la masih tetap memasang telinga. Dan
tiba-tiba ia merasa seperti mendengar sesuatu. Timmy juga mendengarnya. la
langsung duduk, lalu menggeram pelan.
Anne mendengarkan baik-baik. Ya, betul - ia mendengar suara orang bercakap-cakap
dengan pelan, supaya tidak kedengaran. Ada orang datang untuk mengambil perahu
Wilfrid, pikir Anne. Dan kalau mereka berhasil, anak-anak takkan bisa pergi dari
Pulau Seram. Timmy lari, lalu memandang Anne - seolah-olah mengajaknya ikut. Anne berdiri
dengan hati-hati. la menyusul Timmy, yang sudah lari lagi.
Anne ingin melihat apa sebetulnya yang terjadi. Kalau sangkaannya tadi benar, ia
bermaksud hendak cepat-cepat kembali untuk memberi tahu anak-anak yang lain.
Timmy menuju ke teluk kecil di mana Wilfrid meninggalkan perahunya di tempat
yang tinggi, supaya tidak dihanyutkan ombak pasang. la menggeram lagi, ketika
terdengar kembali suara orang bercakap-cakap, sekali ini sudah lebih dekat.
Ternyata orang-orang itu datang dengan perahu. Mereka berniat hendak
menghanyutkan perahu Wilfrid ke laut. Mereka tidak melihat Anne dan Timmy. Tapi
Anne melihat mereka, yang saat itu sedang sibuk mendorong perahu Wilfrid
menuruni pantai, menuju ke air. Anne semakin cemas. Kalau perahu itu sudah
hanyut, ia serta anak-anak lain takkan bisa lagi lari. Mereka akan tertawan di
pulau itu. Anne menjadi nekat. la berteriak dengan sekuat tenaga.
"He, berhenti! Itu perahu kami!"
Timmy ribut menggonggong-gonggong sambil melompat-lompat mengelilingi orang-
orang itu. la menyeringai, memamerkan taringnya yang panjang dan runcing-runcing. Anak-anak yang lain bangun mendengar
gonggongannya, lalu bergegas bangkit.
"Itu Timmy!" seru Julian. "Cepat, itu gonggongan Timmy! Kita harus ke sana -
tapi hati-hati!" Cepat-cepat mereka lari menuju teluk kecil.
Timmy masih menggonggong terus dengan galak, disertai suara seseorang yang
berteriak-teriak. Kedengarannya seperti suara Anne!
"Anne" Tidak mungkin - Anne kan pendiam!" kata Julian dalam hati.
Tapi ternyata memang Anne yang berteriak-teriak itu. Ketika Julian serta ketiga
anak lainnya sampai, mereka melihat Anne menandak-nandak sambil berseru-seru,
menyuruh Timmy menyerang.
"Seenaknya saja kalian, mengambil perahu kami! Ayo Timmy serang orang-orang itu!
Seenaknya saja -menyelinap kemari, mengambil perahu. Ayo gigit mereka, Timmy!"
Ternyata Timmy sudah menggigit orang-orang itu. Karena mereka cepat-cepat lari
ke perahu mereka yang masih ada di air, lalu berdayung pergi dengan sekuat
tenaga. Anne memungut batu lalu melemparkannya ke arah perahu. lemparannya tepat
mengenai perahu. Orang-orang yang berdayung semakin cepat mengayunkan tangan,
karena takut kena lempar lagi.
Anne kaget ketika menoleh dan melihat anak- yang lain datang.
"Aduh, untung kalian datang," katanya. "Kurasa aku dan Timmy berhasil mengusir
mereka. Jahat sekali orang-orang itu!"
"Ya - dan kini mereka lari pontang-panting!" kata Julian sambil merangkul
adiknya. "Bahkan aku pun ngeri melihat kegagahanmu tadi. Bukan main! Ternyata
tikus kecil kita benar-benar menjelma menjadi macan yang galak!"
"0 ya" Jadi aku tadi galaknya kayak macan?" kata Anne bangga. "Nah - mulai
sekarang hati-hati saja, kalau tidak ingin merasakan amukanku!"
Timmy masih menggonggong terus, mengusir orang-orang yang sudah tidak kelihatan
lagi itu. Mereka benar-benar ketakutan. Tentu saja - karena siapalah yang berani
menghadapi anjing yang dibantu macan"
"Julian - kita kembali ke darat sekarang juga, yuk?" ajak Anne." Perutku lapar
sekali rasanya, dan di sini tidak ada makanan lagi. Berbaring di atas rumput
kering, tidak enak rasanya! Aku kepingin tidur di tempat tidur yang biasa! Kalau
kalian tidak mau ikut, biar aku sendiri mendayung ke darat!"
Julian tidak bisa menahan kegeliannya melihat adiknya yang sudah berubah menjadi
galak. la merangkul Anne.
"Kurasa berbahaya apabila perintah macan tidak dituruti," katanya. "Karena itu
kita berangkat saja sekarang. Dan perutku juga sudah lapar sekali. Anak-anak
yang lain pasti juga begitu."
Lima menit kemudian mereka sudah berada di laut. Dick dan Julian mendayung.
Perahu meluncur di atas air.
"Orang-orang di pulau pasti merasa tidak enak, apabila melihat kita berdayung
sekarang menuju daratan," kata Julian. "Soalnya mereka tahu, kita pasti akan
langsung melapor pada polisi besok. Wah - bukan main pengalaman kita kali ini,
ya" Aku akan senang, apabila setelah ini kita bisa bersantai-santai!"
Tapi keesokan paginya mereka masih harus sibuk sebentar. Anak-anak pergi ke
kantor polisi, untuk melaporkan pengalaman mereka di Pulau Seram. Setelah itu
Julian disuruh ikut oleh polisi dengan perahu motor mereka. la disuruh
menunjukkan tempat sumur tua di pulau itu, begitu pula ruang tempat penyimpanan
harta kuno, lorong rahasia dan lain-lainnya lagi. la melihat bagaimana para
penjahat diringkus, lalu digiring pergi.
"Nah - sekarang kita bersenang-senang," kata Anne, setelah urusan dengan polisi
selesai. "Yuk, kita duduk-duduk di lereng bukit, menikmati sinar matahari pagi.
Kita membawa buah-buahan dan limun. Di sana Wilfrid nanti memainkan peluitnya,
memanggil segala macam hewan temannya."
"Ah - jadi peluitnya itu sudah ditemukannya kembali?" tanya Dick dengan senang.
"Ya - ternyata tercemplung dalam sumur di sini," kata Anne. "Ketika kita sudah
berangkat ke Pulau Seram, Wilfrid hendak mengambil air untuk minum. ketika ember
diangkat ke atas, ternyata peluitnya ada dalam ember itu!"
"Syukurlah, kalau sudah ditemukan kembali," kata George. "Coba kaubunyikan
peluitmu, Wilfrid! Aku kepingin mendengarnya lagi."
"Baiklah," kata Wilfrid dengan senang. "Aku juga ingin tahu, apakah kawan-
kawanku masih ingat padaku!"
la duduk agak menjauhi anak-anak yang lain. Diambilnya peluit ajaibnya dari
kantong, lalu mulai ditiupnya. Terdengar bunyi yang aneh, tapi menarik. Seketika
itu juga burung-burung berhenti berkicau. Semua menoleh ke arah Wilfrid. Kadal
yang sedang merangkak di bawah semak mendongak, mendengarkan bunyi itu dengan
nikmat. Kelinci-kelinci berhenti bermain-main. Binatang-binatang itu berkumpul
di sekeliling Wilfrid, asyik mendengarkan permainannya.
Timmy juga ikut asyik. Dihampirinya Wilfrid, lalu dijilatnya anak itu. Kemudian
ia kembali ke tempat George duduk.
Julian berbaring menelentang, menatap langit cerah. la merasa lega, bahwa
petualangan mereka sekali lagi berakhir dengan memuaskan. Dick memandang ke arah
Pulau Seram, yang sekarang tidak seram lagi. Pulau itu sebenarnya indah, nampak
hijau seperti batu permata di tengah kebiruan air laut. Sedang Anne - Anne yang
tahu-tahu berubah menjadi galak, kini tertidur!
TAMAT http://tagtag.com/tamanbacaan
Kitab Pusaka 12 Boma Gendeng 2 Anak Baru Gendenk Kisah Pedang Di Sungai Es 15
^