Pencarian

Harta Karun Di Galiung 2

Lima Sekawan Harta Karun Di Galiung Kencana Bagian 2


kendaraan di dekat-dekat sini. Jika kita bisa mencatat nomor kendaraan itu."
Tanpa sedikit pun menimbulkan suara anak-anak menyelinap ke jalan yang sejajar
letaknya dengan pantai. Timmy mengikuti tuannya. Rupanya anjing itu sudah
melupakan lehernya yang sakit, karena sedikit pun Ia tidak berbunyi. Setelah
beberapa lama berjalan menyelinap-nyelinap, anak-anak berhenti di balik semak.
Mereka melihat sebuah mobil pengangkut diparkir di tepi jalan. Kendaraan itu
gelap, tidak ada lampu yang dinyalakan. Para penjahat sedang sibuk memuat peti-
peti mereka. "Sialan! Kita terlambat!" desis Dick. "Aku sebenarnya berniat hendak
mengempiskan ban-ban kendaraan itu, agar kita bisa - "
"Sudah, jangan membuang-buang waktu lagi!" kata George memotong. "Kita harus
secepat mungkin memberi tahu polisi!"
Para penjahat sudah menutup pintu belakang mobil pengangkut mereka, lalu pergi
ke depan dan naik ke kabin kernudi. Sesaat kemudian terdengar deru mesin
dihidupkan, lalu kendaraan para penjahat itu mulai meluncur, ke arah utara desa
Kirrin. Anak-anak berlari secepat-cepatnya. Mereka tahu, di balik tikungan jalan ada
sebuah restoran, yaltu Restoran Hawthorne. Mereka sampai di situ dengan napas
tersengal-sengal. Tanpa sempat mengatur napas lagi, mereka membangunkan wanita
pemilik testoran yang sudah tidur. Wanita itu tidak langsung mengerti, apa
sebetulnya yang dikehendaki oleh keempat remaja yang membangunkannya saat
selarut itu! "Te - tele - telepon!" kata Julian terputus-putus. Akhirnya wanita itu mengerti.
Dengan cepat Julian menelepon kantor polisi. Para petugas keamanan di situ
ternyata sangat sigap. Dengan segera Inspektur Bond menugaskan anak buahnya agar
melakukan pencegatan lagi di jalan-jalan yang mengarah keluar dari Kirrin!
Nampaknya Lima Sekawan akan kekurangan tidur malam itu. Anne mengusuikan agar
lebih baik mereka frmbali saja dulu ke Pondok Kirrin.
"Di sana kita berganti baju" kata anak yang menyukai kerapian itu. "Akan lebih
enak rasanya jika pakaian kita sudah patut! Setelah itu kita ke kantor polisi,
untuk melihat perkembangan selanjutnya!"
"Itu ide yang bagus, Anne!" kata George. "Kau memang anak yang selalu rapi!"
Air muka Anne merah. Ia senang mendengar pujian sepupunya, karena George tidak
dapat dikatakan sering melakukannya!
Fajar sudah menyingsing, ketika akhirnya Lima Sekawan datang ke kantor polisi.
George bertanya pada polisi yang menjaga, apakah mereka boleh menunggu berita
lebih lanjut di situ. Timmy sudah pulih kembali, dan kini siap lagi untuk
berburu penjahat! Tiba-tiba pesawat telepon berdering. Dan Inspektur Bond! Perwira polisi itu
mengatakan bahwa baru saja ada tiga orang ditahan di salah satu tempat
pencegatan, dan ia sendiri akan menggiring mereka ke kantor polisi. Pak
lnspektur sangat gembira mendengar anak-anak ada di kantor polisi, karena dengan
begitu mereka akan bisa langsung dihadapkan dengar orang-orang yang mereka tuduh
melarikan emas rampokan mereka.
"Aneh!" kata George dengan heran, ketika mendengar keterangan petugas polisi
tentang ucapan lnspektur Bond padanya. "Apa sebabnya Pak Inspektur ingin
menghadapkan para penjahat itu pada kita" Maksudku, peti-peti berisi emas dalam
kendaraan mereka kan sudah cukup merupakan bukti bahwa mereka bersalah!"
"Justru di situlah letak masalahnya." kata petugas polisi yang menjaga. "Rupanya
emas itu tidak ada di situ!"
Anak-anak kaget setengah mati mendengar keterangan yang sama-sekali tak
tersangka itu! Perasaan mereka bertambah kecut, ketika lnspektur Bond kemudian
membenarkan hal itu, sewaktu Ia datang sambil menggiring Bates, Farley. dan
Sanderson. Ketiga laki-laki berpenampilan kasar itu tersenyum mengejek.
"Aku mau saja mempercayai laporan kalian lewat telepon tadi" kata Inspektur Bond
pada anak-anak, "tapi kenyataannya tidak mendukung laporan kalian! Ketiga orang
ni memang yang kami curigai telah melakukan perampokan bank dua tahun yang lalu
- tapi lagi-lagi kami tidak punya bukti apa pun untuk memperkuat tuduhan itu.
Kami tadi sama sekali tidak menemukan emas dalam kendaraan yang mereka pakai."
"Dan kalian tidak berhak menahan kami, kalau tidak ada alasan sama sekali!"
tukas Harry Bates. "Kami sudah menjalani hukuman yang di jatuhkan pada kami..
karena waktu itu meminjam Galiung Kencana tanpa minta izin dulu pada pemiliknya!
Sedang malam ini, kami cuma ingin melancong saja sepanjang pesisir untuk
menghirup udara segar. Kan sudah wajar jika kami ingin menghirup udara segar,
setelah begitu lama mendekam dalam penjara. Ya, kan?"
George hanya bisa melongo, mendengar kekurang ajaran kata-kata penjahat itu!
Wajah Dick dan Julian sampai merah-padam, karena menahan marah, Bahkan Anne pun
sangat marah. Sedang Pak Inspektu serta para bawahannya nampak sangat kecewa.
Tapi ketiga penjahat kelihatan sangat puas! Apa boleh buat - polisi terpaksa
membebaskan mereka lagi - karena tidak ada bukti-bukti yang bisa dipakai untuk
menahan mereka lebih lama. Ketiga penjahat itu meninggalkan kantor polisi dengan
sikap menang. Sedang Limai Sekawan kembali ke Pulau Kirrin dengan perasaan lesu.
Polisi memang tidak bisa berbuat apa-apa. Karena menurut hukum yang harus benar-
benar adil, keterangan para penjahat harus diterima apa adanya, bila tidak ada
bukti lain yang memberatkan.
Tapi George tetap pantang menyerah!
Sesampainya di Pulau Kirrin, anak-anak terlebih dulu menyiapkan sarapan pagi.
Mereka menikmati hidangan telur mata sapi dengan daging goreng, sambil duduk-
duduk berjemur di tempat yang diterangi sinar matahari.
"Kita tahu pasti, kita tidak bermimpi tadi malam!" kata George pada ketiga
sepupunya. "Emas itu tidak mungkin disembunyikan jauh-jauh dari sini. Para
penjahat itu rupanya menyembunyikannya lagi, tapi kali ini di darat. Jadi kita
harus mulai lagi melacak di sekitar sini, bertanya pada orang-orang, dan
memeriksa setiap tempat yang rasanya mungkin dijadikan tempat penyembunyian.
Akhirnya kita pasti akan berhasil. Biar bagaimana, harus kubalas perbuatan
orang-orang itu terhadap Timmy!"
Anak-anak mulai lagi dengan penyelidikan mereka. Dan hal itu dilakukan dengan
sangat tekun. Julian mengusahakan sebuah peta yang terperinci dari daerah
sekitar desa Kirrin. Wilayah dari batas pantai sampai tempat kendaraan para
penjahat dicegat polisi dibagi-baginya menjadi kotak-kotak.
"Di wilayah inilah kita harus mencari," katanya.
"Peti-peti besar dan berat begitu, takkan gampanq disembunyikan," kata Dick.
"Jadi tempat penyembunyiannya, kurasa juga harus cukup besar."
Anak-anak tetap berkemah di Pulau Kirrin. Tapi setiap pagi mereka menyeberang
dengan perahu ke darat. Lalu dengan sepeda mereka menyusuri semua jalan yang
besar maupun kecil di dekat-dekat desa Kirrin. Mereka mencari-cari tempat, yang
rasa-rasanya bisa dijadikan tempat menyembunyikan peti-peti logam berisi emas
berbatang-batang itu. "Kita perlu bertindak dengan cepat," kata George berulang-ulang. "Soalnya, Bates
beserta kedua kawannya bisa saja setiap waktu datang mengambil emas itu - karena
kurasa polisi beranggapan bahwa kita cuma mengada-ada saja, ketika melaporkan
bahwa ketiga penjahat itu lari dengan membawa peti-peti berisi emas! Aku ingin
selekas mungkin bisa membuktikan bahwa kita tidak berbohong!"
Bab 7 KE PONDOK PETE GEORGE sebenarnya berharap bahwa Timmy akan bisa menemukan jejak para penjahat,
berkat penciumannya yang tajam. Tapi walau anjing cerdik itu sudah disuruh
mengendus ke mana-mana, hasilnya tetap sama. Nol besar!
Padahal segala macam tempat sudah mereka datangi. Bangunan-bangunan tua,
lumbung-lumbung kosong, pondok-pondok terpencil di tengah ladang pertanian,
begitu pula gua-gua yang terdapat di sepanjang kaki tebing yang membatasi
pesisir daerah situ. Benar-benar menjengkelkan!
*** Suatu hari, anak-anak berhenti di tempat yang teduh di pinggir suatu hutan.
Mereka hendak makan siang di situ, menikmati bekal yang dibawa.
Tiba-tiba Anne berseru sambil menuding, "Eh - itu kan Pete! Yuk, kita ajak dia
makan. Kasihan - kurasa ia jarang mendapat kesempatan untuk menikmati hidangan
seenak yang disiapkan oleh Bibi Fanny ini!"
Anak yang bernama Pete itu agak dungu. Tinggal seorang diri, dalam sebuah pondok
di tengah hutan. Tidak ada yang mengetahui umurnya dengan pasti. Orang desa
Kirrin selalu menyapanya dengan panggilan 'Pete Dungu', tapi bukan dengan maksud
mengejek. Orang umumnya sayang padanya. Ia hidup dari uang yang diperoleh dengan
jalan membantu-bantu di sana-sini. Anak itu jujur, rajin, dan dapat dikatakan
cekatan. la mau berteman dengan siapa saja.
Anne juga bersahabat dengan Pete. Setiap kali berjumpa dengan anak itu, ia
selalu memberi permen, atau kue-kue. Anne tahu, Pete sangat menyukai makanan
yang enak-enak. "Hai, Pete!" serunya memanggil dengan ramah. "Yuk, ikut piknik dengan kami!"
Pete datang menghampiri sambil tersenyum lebar. Ia duduk bersila di rumput,
menghadapi kain taplak yang sudah dihamparkan. Banyak sekali makanan yang enak-
enak di situ: sosis, paha ayam goreng, tomat, buah-buahan segar, serta kue jahe.
Bibi Fanny memang mengenal selera anak-anak!
Dengan sikap keibuan, Anne meladeni Pete. diisinya sebuah piring sampai penuh,
lalu disodorkannya pada Pete.
"Ssss - sedap!" kata Pete. Ia memang gagap, kalau berbicara. Sambil tersenyum,
anak yang tidak cerdas itu menepuk-nepuk perutnya sendiri.
Julian dan Dick ikut tersenyum, melihat anak itu makan dengan lahap. Bahkan
George pun sampai lupa sesaat bahwa mereka masih belum berhasil melacak jejak
emas yang lenyap dilarikan penjahat. Timmy meloncat-loncat mengelilingi Pete
sambil mengibas-ngibaskan ekor. Pete mengelus-elus kepala anjing itu.
"Nah - apa saja pekerjaanmu saat ini, Pete?" tanya Dick.
"Mmm-mem - bb-buat bbb-barang-barang" jawab anak itu. "Uuu-uangku bbb-banyak."
"Syukurlah kalau begitu," kata Anne sambil tersenyum. "Jadi kau sekarang kaya,
ya Pete?" Mata anak yang agak dungu itu berkilat-kilat.
"0 yy-ya!" Ia memelankan suaranya, berbicara dengan gaya hendak mengatakan suatu
rahasia, Ada - hhh-hartt-ta dis-ss-sembunyikkk-kan dalam ppppondokku!"
Julian, Dick, dan juga Anne tersenyum. Mereka bersikap seakan-akan percaya. Tapi
George tidak tertawa. Ia menatap Pete. Jangan-jangan apa yang dikatakannya itu
memang benar! Sementara itu anak-anak sudah selesai makan. Anne membereskan sisa-sisa, sedang
Julian mengibaskan taplak. Tiba-tiba George berdiri.
"He, Peter katanya. "Katamu tadi, dalam pondokmu ada harta. Bolehkah kami
melihatnya?" Pete langsung bersikap waspada. George melihat gelagat itu, lalu lekas-lekas
menenangkan. "Kau kan kenal kita, Pete! Kau kan tahu, kami ini sahabatmu - jadi takkan
mungkin akan merampokmu. Aku cuma ingin tahu saja, ingin melihat hartamu itu!"
"0 ya, Pete - aku juga ingin melihat hartamu," kata Anne dengan segera, karena
tahu apa sebetulnya yang ada dalam pikiran George. "Maukah kau menunjukkannya
pada kami?" Anne membimbing Pete, mengajaknya masuk ke hutan. Pete tertawa dengan malu-malu.
Tapi dibiarkannya saja tangannya dibimbing oleh Anne. Anak-anak yang lain
mengikuti dan belakang. Pondok Pete tenletak di tempat lapang di tengah hutan, dinaungi pepohonan yang
ada di sekitarnya. Pondok itu dulu ditempati seorang penebang, dan terbuat dari
batang-batang pohon yang kuat. Pete membuka pintu pondoknya, lalu menyilakan
anak-anak masuk. Sikapnya sangat bangga.
Jantung George berdebar-debar. Firasatnya mengatakan bahwa mereka akhirnya
berhasil melacak jejak emas yang - disembunyikan itu. Dan firasatnya ternyata
tidak meleset! "Sss-sekarang" kata Pete sambil membusungkan dada, "ss - sekarang kalian bb-boleh
memmm-melihat hhh-hartaku!"
Ia pergi ke sudut pondok, di mana ada setumpuk kayu bakar. Pete menggeser
tumpukan kayu kering itu ke samping, lalu mengeluarkan sebuah vas tua dan retak
yang tersembunyi di bawahnya. Diangkatnya vas itu dengan kedua belah tangan,
lalu diletakkannya dengan sikap bangga di depan anak-anak. Pete merogohkan
tangannya ke dalam vas itu.
Anak-anak yang lain menahan napas, karena tegang. Vas itu tidak mungkin berisi
seluruh emas batangan yang hilang. Tapi jika ada satu batang saja di dalamnya,
maka itu berarti bahwa mereka sudah menemukan satu petunjuk penting!
"Nnn-nahh, ini hhh-hartaku!"
Berturut-turut Pete mengeluarkan sebuah tombol pegangan pintu dari tembaga,
geretan bekas, dua buah kancing kuningan bekas pakaian seragam militer - serta
sumbat botol yang terbuat dar gelas berwarna!
Anak-anak sangat kecewa. Tapi mereka tidak mau menyakiti perasaan Pete.
Karenanya mereka masih memuji-muji 'harta' Pete sebentar. Setelah itu mereka
pergi. Begitu berada di luar pondok, George mengeluh dalam-dalam.
"Lagi-lagi meleset! Benar-benar mengecewakan!" katanya. "Belum lagi waktu kita
yang terbuang-buang dengan percuma!"
"Sudahlah, jangan terlalu sedih!" kata Dick. "Kan masih ada bekas tempat
pembakaran kapur Duddington St. Mary, yang belum kita periksa! Siapa tahu,
mungkin kita akan menemukan apa-apa di sana!"
Tapi mereka tidak menemukan apa-apa di tempat yang zaman dulu dipakai untuk
membakar kapur. Begitu pula di bekas-bekas gereja tua, yang mereka datangi
setelah itu. Setelah itu masih dua hari lagi mereka melanjutkan pencarian di
sekitar Kirrin. Tapi tetap saja tanpa menemukan petunjuk yang diharap-harapkan.
*** Pagi hari ketiga, anak-anak pergi ke desa Kirrin. Mereka hendak membeli bekal
makanan lagi, karena persediaan di pulau sudah hampir habis. Dan kebetulan hari
itu sedang ada pasar di desa. Pete biasanya mereka jumpai di sana, membantu para
penjual memasang tenda, atau menawar-nawarkan mentega dan telur. Tapi hari itu
Pete tidak kelihatan. "Jangan-jangan sakit," kata Anne. Ia memang selalu ikut prihatin, jika ada orang
menderita. Diceritakannya kecemasannya itu pada saudara-saudaranya. Mereka
memang juga heran, tidak melihat Pete di pasar. Di manakah anak itu"
Anne bertanya pada seorang wanita tua yang berjualan bunga.
"Ah ya - Pete," kata wanita itu sambil mengangguk, "kasihan - Ia sakit! Pak
Dokter sudah datang ke pondoknya untuk memberi obat. Kami juga bergantian
mengantarkan makanan untuk anak itu. Tapi kami sendiri sangat sibuk - jadi tidak
mungkin bisa terus menunggui!"
Anne merasa sedih. Pete yang malang, sakit seorang diri di tengah hutan!
"Sebaiknya kita pergi menjenguk, karena siapa tahu - mungkin ia perlu apa-apa,"
kata Anne. "Ya, setuju!" kata George dengan segera. "Dengan begitu setidak-tidaknya kita
berbuat baik - daripada hanya termenung-menung saja!"
Anak-anak menyusuri jalan kecil yang menuju ke pondok Pete. Sesampainya di sana,
mereka melihat anak itu berbaring di atas kasur jeraminya. Ia nampaknya agak
demam, tapi sakitnya tidak begitu parah.
"Ini, Pete!" kata Dick. "Kami bawakan sari buah untukmu, serta coklat dan kue-
kue." "Mudah-mudahan kau bisa cepat sembuh," kata Anne menghibur. Kemudian dilihatnya
bahwa pembaringan Pete acak-acakan. Sedang Anne sangat mementingkan kerapian.
"Coba kubereskan sebentar pembaringanmu, Pete, " katanya menawarkan. "Sementara
itu kau duduk saja dulu di bangku itu!"
Dan sinar matanya nampak bahwa Pete hendak menolak. Dengan cepat Dick menawarkan
sepotong coklat padanya. Pancingan itu mengena. Pete berdiri, untuk menerima
coklat yang disodorkan. George dan Julian memanfaatkan kesempatan itu untuk
mengambil selimut-selimut yang terhampar, untuk dijemur sebentar di luar.
"Kasihan anak itu - seprai saja tidak punya." kata Julian. "Kita balikkan saja
kasurnya!" Kasur jerami itu diletakkan langsung di atas lantai tanah yang dipadatkan.
George dan Julian membungkuk, hendak mengangkat dan membalik kasur itu. Tahu-
tahu Pete berteriak, lalu datang memburu untuk mencegah.
"J-jangan ss-sentuh!" katanya tergagap-gagap.
"Kenapa jangan, Pete?" tanya Dick. Ia menahan Pete. "Tenang sajalah - mereka
bukan hendak mencuri kasurmu!"
Sementara itu George dan Julian sudah mengangkat alas pernbaringan itu, lalu -
melongo! Mata mereka terbelalak, memandang ke tempat yang tadi ditutupi kasur!
Anak-anak terkejap beberapa kali, seakan-akan tidak bisa mempercayai penglihatan
masing-masing. Di bawah kasur ternyata ada lubang di tanah. Dan dalam lubang itu
nampak tiga peti logam berjejer-jejer. Peti-peti itu tadi tidak kelihatan,
karena tertutup kasur! George begitu kaget, sehingga Ia pun tergagap-gagap , seperti Pete. "Em-emas
dari Ggg-galiung Kkk-kencana!"
Sementara itu Pete berhasil melepaskan diri dan pegangan Dick. Ia bergegas
mengembalikan kasurnya ke tempat semula.


Lima Sekawan Harta Karun Di Galiung Kencana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"O-c-orang-orang yy-yang bb-baik hati itu mmmmenyuruh-kkk-ku berjjj-janji tidak
akan mmm-mengatakan ppp-pada siapa-siapa! Aku diberi uang yang bbb-banyak un-
untuk mmm-menjaga barang-barang mereka! Ak-aku pp-pasti kk-kena pukul jika
mmmmereka tahu bbb-bahwa kkk-kalian melihat ppp-pettti-peti itu!"
George berpandang-pandangan dengan ketiga sepupunya. Mereka tahu bahwa akhirnya
mereka berhasil juga dengan usaha pencarian mereka - tapi pada saat yang sama
sekali tak terduga-duga! Para perampok bank rupanya merencanakan siasat mereka dengan sangat matang! Ide
mereka sangat baik - menyembunyikan emas hasil curian itu dalam pondok Pete! Itu
berarti bahwa mereka bermaksud akan mengangkutnya sedikit demi sedikit, agar
risiko tidak terlalu besar bila ketahuan. Hanya saja mereka tidak bisa menduga
bahwa Pete akan jatuh sakit, dan bahwa anak-anak kemudian datang menjenguknya!
Akhirnya George dapat berbicara dengan suara yang biasa lagi.
"Asyik! Akhirnya kita berhasil juga!" serunya. "Kini tinggal melapor saja pada
polisi, yang kemudian memasang jebakan di sekitar pondok ini. Para penjahat
pasti akan tertangkap basah, jika mereka nanti kemball kemari!"
Sementara itu Pete sudah berbaring lagi di atas kasurnya. Sikapnya kaku, seolah-
olah hendak mempertahankan peti-peti berharga itu! Anak-anak yang lain sama
sekali tidak berkeberatan. Mereka malah sudah beranjak ke pintu. Mereka hendak
secepat mungkin pergi ke kantor polisi. Tapi tiba-tiba mereka dikagetkan oleh
gonggongan Timmy. "Ada beberapa orang datang kemari," bisik Julian. Sebelum anak-anak sempat
berbuat sesuatu, tahu-tahu pintu pondok terbuka dengan cepat. Tiga orang laki-
laki melangkah masuk. Bates, Farley, dan Sanderson! Ketiga penjahat itu nampak
sangat marah, ketika melihat anak-anak yang tegak seperti terpaku di tempat
masing-masing. "Anak-anak itu lagi!" tukas Farley sambil menggeram.
Tirnmy sudah hendak menyerang, tapi ditahan oleh George. la masih ingat kejadian
di pulau, dan karenanya takut kalau Timmy disakiti lagi. Ketiga laki-laki itu
memandang ke sekeliling ruangan pondok. Kemudian mereka menatap Pete. Anak yang
malang itu gemetar ketakutan. Ia mengerang.
"Jj-jangan, ja ngan!" teriaknya, sambil menegakkan tubuh di kasur. "Mmm-mereka
tt-tidak melihh-hat ap-apa-apa! Aku ttt-tidak menunjukkan ppp-peti-peti itu pada
mmm-mereka! Sss-sungguh!"
Bab 8 MENGGALI LUBANG PETE yang malang - Ia membongkar rahasianya sendiri, dan juga teman-temannya!
Anak-anak bertemperasan ke pintu. Mereka sadar, bahwa satu-satunya kemungkinan
untuk menyelamatkan diri ialah cepat-cepat lari!
Tapi ketiga laki-laki yang baru datang itu lebih cepat daripada mereka. Dengan
cepat anak-anak sudah diikat erat-erat dengan tali, dibantu oleh Pete. Anak itu
begitu ketakutan, sehingga segala perintah para penjahat langsung dipatuhi,
tanpa sedikit pun berani membantah. Sedang Timmy dikurung di bawah sebuah tong
yang dibalikkan. Setelah itu Pete juga membantu para penjahat mengeluarkan peti-peti benisi emas
batangan dari dalam lubang, lalu membawa semuanya keluar dengan gerobak sorong.
Nampaknya peti-peti itu akan dibawa pergi dengan gerobak itu. Kemungkinannya ke
mobil, yang mestinya diparkir di tepi jalan.
Darah George mendidih. la paling tidak tahan menerima kegagalan - apalagi karena
mereka sudah nyaris berhasil menyebabkan para penjahat tertangkap basah.
Para penjahat datang sekali lagi. Mereka mendorong Pete ke dalam pondok, lalu
menutup pintu dengan cepat. Setelah itu terdengar bunyi orang memalu di luar.
"Mereka memakukan papan-papan ke pintu, biar kita tidak bisa melarikan diri!"
kata Julian dengan cemas.
"Dan jendela pun dipaku dari luar!" kata George, ketika jendela satu-satunya di
pondok itu ditutup pula dengan papan. Ruangan di dalam menjadi gelap.
Setelah itu sunyi. Para penjahat sudah pergi. Walau Ia sangat ketakutan, Anne
memberanikan diri. Ia meminta tolong pada Pete, agar tali yang mengikat anak-
anak dilepaskan. Tapi Pete terlalu bingung. Permintaan Anne tidak diacuhkannya. Ia duduk
meringkuk di suatu sudut, sambI mengoceh tak menentu. Akhinnya anak-anak
berhasil membebaskan diri mereka sendini, dengan jalan menggeliat-geliat. Begitu
sudah terlepas dari ikatan, George bergegas membebaskan Timmy yang terkurung di
bawah tong. "Perbuatan ini pun akan kubalaskan pada mereka!" gumam George dengan sengit.
Setelah itu Ia membujuk-bujuk anjingnya.
Dick dan Julian menarik-narik daun pintu dari jendela, karena mungkin saja bisa
dibuka dengan paksa. Tapi ternyata tidak bisa. Sementara itu Anne berusaha
menenangkan Pete. "Sudahlah, Pete - kau tidak perlu takut lagi sekarang," kata Anne dengan suara
lembut. "Mereka itu tadi orang jahat! Tapi harta milikmu tidak mereka ambil,
kan" Hartamu masih ada, di bawah tumpukan kayu bakar. Sebentar lagi kau pasti
akan merasa enak lagi. Nanti jika kami sudah keluar dari sini, akan kami minta
pada Pak Dokter agar datang memeriksamu lagi."
"Kalau kita bisa keluar dan sini!" gumam George. Ia pergi membantu Dick dan
Julian. "Itu tak segampang mengatakannya. Papan-papan tadi rupanya dipaku kuat-
kuat! Kita takkan mungkin bisa mendobrak pintu atau jendela!"
Anak-anak menggeratak di dalam pondok yang gelap mencari-cari salah satu alat
yang bisa dipakai untuk membongkar daun pintu. Tapi mereka hanya menemukan
sebatang besi yang sudah berkarat, yang rupanya dulu dipakai untuk mengorek-
ngorek arang di pendiangan. Sayangnya besi itu terlalu langsing, jadi kalau diiadikan pengungkit
pasti langsung bengkok. "Sialan!" seru Dick dengan jengkel. .Dibantingnya batang besi itu ke tanah.
"Besi sekecil ini takkan ada gunanya bagi kita!"
"Eh - tunggu dulu!" kata George. Dipungutnya besi yang dicampakkan oleh Dick.
"Aku punya akal. Besi ini bisa kita pakai untuk mengorek tanah di bawah daun
pintu. Lalu jika lubang yang terjadi sudah cukup besar, kita akan bisa menyusup
keluar lewat situ. Aku sudah sering membaca cerita dalam buku-buku, tentang
tawanan yang minggat dengan jalan menggali terowongan di dalam tanah!"
"Yah - bisa saja kita mencobanya," kata Julian. Ia mulai menggali tanah di bawah
pintu dengan besi yang diambilnya dan George. Ternyata tanah di bawah pintu
tidak begitu keras, sehingga dapat dengan mudah digali. Dick dan George menggali
dengan tangan, sedang Anne sibuk memindahkan tanah bekas galian ke tengah
pondok. Tiba-tiba Timmy mendesak George ke samping dengan kepalanya, lalu mulai menggali
dengan kedua kaki depannya!
Gelak George terlepas melihat perbuatannya."Bagus, Tim! Kau cepat mengerti!"
"Guk!" gonggong Timmy sekali, tanpa berhenti menggali.
"Kau ini anjing paling pintar di dunia, ya?"
"Guk!" gonggong Timmy dengan nada yakin, sambil terus menggali.
Anak-anak yang lain merasa terhibur mendengar percakapan kocak itu. Mereka
tertawa. Akhirnya Pete ketularan, lalu ikut tertawa pula. Timmy merasa bahwa ada
salah satu perbuatannya yang menyebabkan anak-anak tertawa. Ia pun mulai
membadut. Selama beberapa saat a menggali dengan bersemangat, lalu berhenti,
menggonggong, berputar-putar di satu tempat, menghampiri anak-anak sambil
meloncatloncat, menjilati muka mereka, lalu mulai menggali lagi.
Anak-anak hanya memandang saja sambil tertawa-tawa,sementara Timmy menggali dan
menghamburkan tanah ke mana-mana. Kalau ia begitu terus, dalam beberapa menit
saja mereka akan sudah bisa keluar!
Tapi tiba-tiba Timmy berhenti menggali. Tapi bukan karena mau iseng. Ia keluar
dari lubang galiannya, lalu mendatangi George dengan sikap lesu.
"Ada apa, Tim?" tanya Dick. "Capek, ya" Tidak aneh, karena kau begitu rajin
menggali!" George merasa bahwa bukan itu sebabnya Timmy berhenti menggali. Ia berlutut,
lalu meraba-raba ke dalam lubang yang digali anjingnya.
"Aduh - pantas ia tidak menggali lagi," keluhnya. "Ia memang tidak bisa menggali
lebih dalam lagi. Di bawah sini ada batu cadas."
"Dasar nasib!" keluh Julian.
"Nanti dulu, jangan tenlalu lekas putus asa!" kata George. "Kita teruskan saja
menggali, tapi kini mendatar! Terowongannya nanti memang akan terlalu sempit
untuk kita, tapi kurasa Timmy bisa lewat!"
"Lalu?" kata Dick. "Biarpun Timmy bisa keluar, tapi kita kan masih tetap
terkurung di sini!" "Pakai otakmu, Dick!" kata Anne menyela. Rupanya Ia sudah menangkap niat George.
"Nanti akan kita suruh Timmy pergi membawa pesan dan kita. Begitu kan niatmu,
George?" "Tepat!" kata George. "Nanti Timmy akan kusuruh langsung membawa pesan kita ke
Pondok Kirrin. Pasti ayahku akan dengan segera datang untuk menyelamatkan kita!"
Ternyata semuanya berlangsung seperti yang diperkirakan oleh George. Anjing
cerdik itu merangkak keluar lewat lubang di bawah pintu, lalu lari membawa
kertas berisi pesan yang diikatkan ke kalung tehernya. Ia berlari terus menempuh
jarak beberapa mil antara pondok dalam hutan itu dengan Pondok Kirrin, tanpa
sekali pun berhenti untuk beristirahat.
Bibi Fanny melihat Timmy datang berlari-lari. Dengan segera dilihatnya surat
yang terikat ke kalung leher anjing itu. Dengan cemas dibacanya pesan yang
tertulis pada surat itu, lalu tergopoh-gopoh pergi mendatangi suarninya untuk
memberi tahu. Paman Quentin langsung menelepon polisi. Setelah itu ia bergegas
pergi naik mobil. Timmy diajak, untuk menunjukkan jalan.
Ia tiba di pondok Pete, sesaat lebih dulu daripada polisi. Dengan cepat anak-
anak dibebaskan dari dalam pondok. Mereka melaporkan kejadian yang mereka alami.
Mereka merasa lesu, karena sekali lagi mengalami kegagalan. Padahal harta emas
itu sudah ada di depan batang hidung mereka. Bayangkan!
Walau begitu Inspektur Bond tetap mengucapkan selamat pada mereka, karena
berhasil menemukan kembali jejak emas batangan milik bank yang dirampok para
penjahat. Kini ia tahu pasti, anak-anak tidak mengada-ada tentang emas batangan
yang menurut mereka ada dalam kapal karam. Adanya lubang besar di bawah kasur,
keterangan Pete yang campur aduk, begitu pula kenyataan bahwa mereka terkurung
dalam pondok yang jendela dan pintunya ditutup rapat-rapat dengan papan,
merupakan bukti-bukti yang cukup meyakinkan.
Anak-anak agak terhibur karenanya - walau bukan itu sebenarnya yang mereka
kehendaki. Mereka ingin membuat para penjahat tidak berdaya!
"Sekarang kita harus cepat-cepat pulang ke rumah!" kata Paman Quentin dengan
tegas. "Ibumu tadi sangat khawatir, George - karena itu kita harus kembali ke
rumah dengan segera, agar ia bisa tenang lagi!"
Setelah kembali ke Pondok Kirrin, anak-anak perg ke kebun. Perasaan mereka suram
saat itu. Mereka tidak mau kembali ke Pulau Kirrin, sebelum mengetahul
perkembangan usaha polisi mencari para penjahat.
*** Sampai saat sarapan keesokan paginya, mereka masih saja termangu-mangu.
"Kurasa ini merupakan petualangan kita yang akan berakhir dengan kegagalan" kata
George sambil mengeluh. "Kita gagal! Aduh, tidak enak rasanya hatiku
memikirkannya!" Keluh-kesahnya terhenti, karena saat itu terdengar deringan pesawat telepon.
Paman Quentin pergi untuk menerimanya. Ketika kembali lagi k? meja makan,
wajahnya yang selalu serius nampak bersinar-sinar. Paman Quentin tersenyum
gembira! "Kabar baik!" katanya pada Bibi Fanny serta anak-anak yang memandang kearahnya
dengan sikap ingin tahu. "Itu tadi lnspektur Bond! Ia mengatakan bahwa anak
buahnya telah berhasil menemukan mobil para penjahat - beserta ketiga orang itu
sekaligus!" George bersorak gembira. "Hore! Kita berhasil membongkar teka-teki lenyapnya emas batangan itu!"
"Yah - bukan tepat begitu kejadiannya. Bates beserta kedua kawannya mengalami
kecelakaan. Mobil mereka menabrak pohon. Polisi menemukan mereka di rumah
sakit!" Mau tidak mau, Dick tertawa mendengar keterangan itu.
"Biar tahu rasa mereka!" katanya. "Kejahatan pasti membawa sial!"
"Ya, itu mungkin saja - tapi emas batangan milik bank masih belum juga
ditemukan," sambung Paman Quentin. "Rupanya harta itu tidak dibawa oleh para
penjahat, ketika mereka mengalami kecelakaan!"
"Aduh - ini benar-benar menjengkelkan!" teriak George dengan kesal. "Nampaknya
kita takkan bisa membuktikan bahwa benar-benar merekalah perampok bank itu!"
"Tenang sajalah dulu, George, dan dengarkan ceritaku sampai selesai. Dan ketiga
penjahat itu, Farleyl yang paling parah cederanya. Ia mengigau di rumah sakit,
karena demam. Seorang polisi ditugaskan mendampinginya, untuk mencatat semua
yang dikatakan oleh penjahat itu. Dan dalam igauannya, Fanley mengakui
perbuatannya bersama kawan-kawannya."
"Astaga! Lalu apa yang dikatakannya, Paman Guentin?" seru Anne dengan perasaan
tegang. "Pertama-tama, ia mengaku bahwa ia bersama kedua temannyalah yang merampok bank
dua tahun yang lalu. Jadi urusan itu sudah beres! Selanjutnya dari catatan yang
dibuat oleh polisi tentang igauannya, ia mengatakan - "
"Sebentar, Ayah," kata George memotong. "Coba kutebak bagaimana kejadian
sebenarnya! Kurasa Bates, yang kelihatannya merupakan pemimpin komplotan
penjahat itu, mengatur usaha pengambilan kembali batang-batang emas hasil
perampokan mereka itu dari Galiung Kencana. Dan seperti kita ketahui, aksi
mereka itu berhasil! Lalu perkembangan selanjutnya, kurasa begini. Karena salah
satu alasan - katakanlah karena mobil mogok, atau begitu - para perampok tidak
bisa dengan segera lari membawa harta hasil rampokan mereka. Karenanya mereka
lantas menyembunyikan peti-peti berisi emas batangan itu untuk sementara di
dalam pun di Pulau Kirri Lalu ketika mereka datang lagi untuk mengambil peti-peti yang mereka sembunyikan
di sana, mereka harus sangat berhati-hati. Soalnya, polisi sudah berjaga-jaga -
berkat kita!" George mengucapkan kata-kata 'berkat kita' dengan nada yang begitu bangga,
sehingga orang tuanya tersenyum.
"Penalaranmu baik sekali, George! Teruskan," kata ayahnya memberi semangat.
"Nah - saat itu para penjahat mendapat akal untuk bekerja secara bertahap,
dengan pelan-pelan," kata George menyambung. "Dengan begitu risiko ditangkap
akan berkurang. Akal mereka ternyata berhasil, karena ketika pertama kalinya
tertangkap, mereka tidak membawa apa-apa! Dan setiap kali emas diangkut, mereka
membawa agak lebih jauh lagi den Kirrin. Tapi langkah selanjutnya ternyata tidak
berjalan dengan lancar!"
"Ya - kecuali bahwa mereka sudah sempat menyembunyikan peti-peti berisi emas
batangan itu di salah satu tempat, sebelum kemudian mengalami kecelakaan mobil!"
kata Dick menyela. "Jadi kita pun tidak bisa lebih maju lagi dengan penyelidikan
kita!" "Aku tidak sependapat," kata Julian. "Kita kan tinggal melanjutkan usaha
pencarian! Jangan lupa, sekarang kita tidak perlu takut akan berurusan dengan
para penjahat itu lagi!"
"Ya, kau benar!" seru George. Semangatnya bangkit kembali. "Kita mulai saja
sekarang!" Sementara itu Bibi Fanny menghidupkan radio, karena ingin mendengar kabar
terbaru mengenai kejadian itu. Tiba-tiba ada pengumuman, yang isinya seakan-akan
merupakan gema kata-kata George.
"Berikut ini pengumuman Bank Sentral, tentang batang-batang emas yang dirampok.
Sementara para perampok sudah tertangkap, batang-batang emas itu sendiri sampai
kini masih belum ditemukan kembali. Para penjahat tetap membungkam, tidak mau
mengatakan di mana mereka menyembunyikannya. Pihak Bank Sentral menjanjikan
hadiah sebesar dua puluh lima ribu pound bagi orang yang berhasil menemukan dan
mengembalikan emas itu. Polisi masih melanjutkan penyelidikan."
"Wah - ada hadiah!" kata Dick.
"Bisakah kita beraksi lebih cepat daripada polisi?" kata Anne setengah sangsi.
"Dua puluh lima ribu, pound!" kata Julian termangu. "Tidak sedikit!"
"Dan kita memerlukannya!" kata George. Matanya bersinar-sinar.
"Apa maksudmu, George?" tanya Bibi Fanny. Ia kaget, karena menyangka George mata
duitan. "Kan asyik, Bu - jika kami mendapat hadiah itu! Aku ingat pada Pete yang malang -
tinggal dalam pondok reyot, seorang diri di tengah hutan. Kalau hadiah sebesar
itu bisa kita peroleh, kita akan bisa membelikan sebuah rumah kecil untuk Pete,
lengkap dengan segala peralatannya. Nah - apa kata kalian?" katanya, sambil
memandang ketiga sepupunya.
"Itu ide yang bagus sekali" kata Julian.
"Hebat!" seru Dick.
"Gemilang!" kata Anne.
"Guk!" gonggong Timmy.
Paman Quentin dan Bibi Fanny sangat senang, karena George serta ketiga sepupunya
ternyata anak-anak yang budiman. Alangkah baiknya, jika mereka benar-benar bisa
memenangkan hadiah itu!

Lima Sekawan Harta Karun Di Galiung Kencana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bab 9 BERBURU HARTA KARUN DENGAN penuh semangat anak-anak mengatur rencana. Tapi sebelumnya mereka ingin
menjenguk Pete dulu. Mereka ingin tahu apakah keadaan teman mereka itu sudah
lebib baik sekarang, dan tidak terlalu bingung karena kejadian sehari
sebelumnya. "Nanti jangan kita ceritakan rencana kita untuk membelikan rumah untuknya" kata
Julian, ketika keempat remaja itu menuju ke pondok Pete dengan sepeda. "Nanti
Pete akan sangat kecewa, jika kita ternyata gagal!"
"Tidak mungkin kita gagal lagi!" kata George dengan yakin.
Mereka menjumpai Pete dalam keadaan yang sudah jauh lebih baik. Ketika mereka
masuk ke dalam pondoknya. anak itu sudah tidak berbaring lagi di pembaringannya.
Ia sedang melihat-lihat kumpulan harta-nya. Anak-anak membawakan oleh-oleh
untuknya. Dick menghadiahkan sebuah gundu yang indah, Anne membawakan gula batu,
Julian memberinya peluit, sedang George membawakan arloji ayahnya yang sudah
tidak dipakai lagi tapi masih berjalan. Alangkah gembiranya Pete menerima
hadiah-hadiah itu! Ia menandak-nandak. Timmy ikut melonjak-lonjak sambil
menggonggong-gonggong. Anak-anak tertawa geli melihat tingkah laku Pete dan
Timmy. Tiba-tiba Timmy berhenti berbuat iseng. Ia berdiri dengan sikap kaku. la
menggeram, sementara bulu tengkuknya tegak. Setelah itu ia bersin-bersin. Dengan
cepat George Ian menghampini. Rupanya anjingnya mencium bau selembar sapu tangan
berpola kotak-kotak merah dan putih. Sapu tangan itu dekil.
"Itu sapu tangan Bates!" seru Dick. "Aku melihatnya menyeka kening dengannya,
sewaktu ia bersama kedua temannya sedang mengangkuti peti-peti emas dari sini.
Rupanya saat itu tercecer, tanpa disadari olehnya!"
"Bagus!" kata George. "Sekarang Timmy pasti akan bisa melacak jejak para
perampok bank itu!" "Melacak jejak mereka?" tanya Julian dengan nada tak mengerti. "Untuk apa" Kita
kan sudah tahu di mana mereka kini berada! Di rumah sakit penjara!"
"Kau belum mengerti rupanya," kata George dengan sikap tidak sabar. "Aku tadi
tidak mengatakan bahwa Timmy harus mencari para perampok itu - aku mengatakan
melacak jejak mereka!"
"Apa bedanya?" bantah Julian.
"Ada saja" kata Dick menyela. "Maksud George, ia kita mengikuti jejak mereka
mulai dari sini, mestinya kita akan sampai di tempat mereka menyembunyikan peti-
peti berisi emas milik bank!"
"Asyik!" seru Anne bersemangat.
"Tunggu dulu," sela Julian. "Lupakah kalian bahwa Bates beserta kedua kawannya
tidak berjalan kaki meninggalkan tempat ini" Mereka naik mobil - dengan mana
mereka kemudian mengalami kecelakaan. Jadi mana mungkin Timmy bisa mengikuti
jejak mereka?" "Guk!" gonggong Timmy dengan sikap pasti. "Guk, guk!"
"Kurasa itulah jawaban Timmy" kata George sambil tertawa. "Ia mengingatkanmu
bahwa para penjahat berangkat dari sini berjalan kaki, karena harus mendorong
gerobak yang memuat peti-peti berisi emas. Nah - tempat di mana mereka kemudian
berhenti untuk memuat peti-peti itu ke dalam mobil, akan merupakan petunjuk
pertama bagi kita. Lalu setelah itu - "
"Sudahlah - jangan banyak bicara lagi, karena cuma membuang-buang waktu berharga
saja" kata Dick. "Ayo, Tim! Coba kaucium dulu bau wangi sapu tangan indah ini.
Tapi jangan sampai pingsan, ya."
Timmy mengendus bau sapu tangan dekil yang disodorkan ke depan hidungnya, lalu
menuju ke pintu sambil mengibas-ngibaskan ekor. Anak-anak tinggal mengikutinya
saja dari belakang! Mereka bergegas-gegas, meninggalkan Pete yang masih asyik mengagumi kumpulan
'harta'-nya yang baru diperoleh. Anak-anak sudah bersemangat lagi. Timmy
berjalan tanpa bergegas-gegas, dengan hidung didekatkan ke tanah.
Anjing itu menyusuri jalan setapak dalam hutan, yang menuju ke jalan besar.
Julian masih saja agak sangsi. Hal itu dikatakannya pada anak-anak.
"Di jalan hutan ini kita memang bisa melihat bekas roda gerobak sorong itu -
tapi di jalan besar nanti, takkan kelihatan jejak ban mobil!"
"Sudahlah - kita lihat saja apa yang terjadi nanti!" kata George.
Akhirnya Timmy sampai ke jalan besar. Ia mengangkat hidungnya, mengendus-endus,
lalu mendengus. Bunyinya seakan-akan yakin. Setelah itu ia menyeberang, lalu
menyusup masuk ke dalam semak belukar yang ada di seberang.
Anak-anak berpandang-pandangan.
"Nah, siapa mengira akan begini jadinya." kata Dick. "Kemungkinannya ada dua.
Timmy salah cium, atau para penjahat ternyata tidak pergi dengan mobil waktu
itu!" "Timmy tidak pernah keliru!" kata George mantap.
"Cepat!" seru Anne. "Kita ikuti dia!"
Agak lama juga anak-anak berjalan, mengikuti Timmy. Akhirnya anjing itu sampai
di suatu tempat terbuka. "Eh - ini kan tempat penggalian peninggalan zaman dulu!" seru anak-anak
serempak. Di tempat itu memang ada penggalian yang dilakukan oleh ahli-ahli sejarah, di
lokasi Biara Duddington St. James, suatu biara kuno yang dibangun semasa abad
pertengahan. Biara itu dulu dibangun di bekas-bekas suatu desa yang sudah lebih
tua lagi umurnya. Serombongan ahli arkeologi melakukan penggalian ilmiah di
situ. Tapi pekerjaan itu kemudian terhenti, karena kehabisan dana. Dan kini
tidak ada orang lagi di bekas biara itu.
Tanpa ragu sedikit pun, Timmy langsung menuju ke tempat yang dulu merupakan
kebun biara. Anak-anak bergegas mengikutinya ke sana.
Kebun yang terletak di tengah kompleks biara itu nampak acak-acakan! Para
pekerja yang melakukan penggalian untuk para ahli arkeologi membongkar tanah di
situ, dan menggali parit-parit dalam. Mereka menemukan sejumlah makam kuno dalam
lubang-lubang galian mereka. Dan kini peti-peti batu yang merupakan makam kuno
itu terletak berkelompok di suatu sudut, lengkap dengan tutup yang juga terbuat
dari batu. Timmy mendatangi salah satu peti makam batu dengan hidung masih selalu
didekatkan ke tanah. Ia mengendus-endus peti batu itu dengan penuh perhatian.
Kemudian Ia menoleh ke arah George. lalu menggonggong satu kali.
"Kau yakin, Tim?" tanya tuannya. George nampak tegang.
"Guk." gonggong Timmy sekali lagi.
Dick dan Julian menghampiri peti makam itu. Keduanya mengerahkan seluruh tenaga,
sehingga berhasil menggeser tutup peti yang berat dan licin karena ditumbuhi
lumut. George dan Anne menjenguk ke dalam peti. Mereka melihat sebuah karung besar
terbuat dan kain terpal di situ.
Julian bergegas memeriksa isi karung itu, lalu bersorak.
"Hore! Kita berhasil menemukan batang-batang emas itu!" serunya.
"Lihatlah - sekarang Timmy mengendus-endus peti makam yang di sebelah," katanya.
Mereka menemukan dua karung dan kain terpal lagi, yang disembunyikan dalam kedua
peti batu yang berikutnya. Kelihatannya itulah seturuh emas batangan yang semula
ditaruh di dalam peti-peti logam. Lima Sekawan nampaknya berhasil menemukan
kembali batang-batang emas yang dilarikan para perampok!
Keempat remaja itu sangat gembira. Mereka menari-nari mengelilingi peti-peti
makam kuno itu, diikuti oleh Timmy yang lari berkeliling-keliling sambil
menggonggong-gonggong. "Cuma musik pengiring saja yang masih kurang!" kata Dick dengan riang, sambil
mengeluarkan radio kecilnya dan dalam kantung celana, lalu menghidupkannya.
Tapi yang terdengar bukan musik gembira, melainkan siaran berita. Penyiar
membacakan berita dengan suara serius, "Dua anggota kawanan perampok bank yang
tertangkap baru-baru ini, yaitu Bates dan Sanderson, berhasil melarikan diri
dari rumah sakit penjara di mana mereka dirawat selama ini. Polisi masih belum
berhasil melacak..."
"Aduh" seru Anne. Mukanya langsung pucat. "Mereka pasti langsung menuju kemari,
untuk mengambil emas ini!"
Saat itu sangat menegangkan. Anne memandang berkeliling dengan sikap ketakutan,
seolah-olah khawatir kedua penjahat itu akan muncul setiap saat. Dick juga
nampak gelisah. Ia berdiri di depan karung-karung yang berisi emas batangan,
seolah-olah siap mempertahankannya bila perlu. Julian berusaha mencari akal. Ia
memaksa diri agar tetap tenang. George diam saja. Dalam keadaan segawat apa pun,
ia biasanya tetap tabah. Tapi saat itu ia pun sibuk memutar otak. Keningnya
berkerut. Timmy menunggu sambil membisu, sementara matanya menatap tuannya.
"Kita tidak boleh panik," kata George kemudian. "Coba kita tilik dulu
situasinya. Emas itu ada di sini. Kita berhasil menemukannya kembali - berkat
Timmy! Kita berhak mendapat hadiah yang ditawarkan oleh pihak bank! Nah -
sekarang jangan sampai para penjahat bisa melarikan harta emas ini lagi, seperti
sudah dua kali mereka lakukan!"
"Tekadmu itu memang bagus," kata Dick, "tapi mereka bisa muncul di sini setiap
saat - sedang kita tahu bahwa kita tidak mampu melawan mereka! Jadi apa niatmu
untuk mencegah, agar mereka tidak bisa membawa lari batang-batang emas ini?"
"Kita perlu memikirkan suatu cara untuk dengan segera memindahkan karung-karung
ini" kata Jutian sambil berpikir-pikir.
"Itu tidak mungkin," kata Anne. "Kita tidak mungkin bisa dengan cepat
mendatangkan seseorang dengan mobil dan desa Duddington St. James, untuk
membantu kita mengangkut emas ini - karena sementara itu para penjahat bisa saja
sudah muncul di sini!"
"Kau benar," kata George sependapat. "Jadi tinggal satu kemungkinan saja yang
masih bisa kita lakukan. Emas sebanyak ini tidak bisa kita angkut pergi, karena
terlalu berat. Jadi kita harus menyembunyikannya di sini! Kemudian kita datang
lagi untuk mengambilnya - bersama ayahku, serta sepasukan polisi."
"Maksudmu, kita memindahkan semuanya dari peti-peti batu ini?" kata Dick. "Itu
gagasan yang baik! Tapi lalu kita sembunyikan di mana?"
George langsung mendapat akal.
"Kita angkut ke parit terdekat. Cepat!" serunya. "Di sana karung-karung kita
timbun dengan tanah! Para penjahat itu nanti takkan mengira bahwa hasil rampokan
mereka kita sembunyikan begitu dekat!"
Ketiga saudara sepupunya langsung setuju.
"Ayo - kita lakukan saja sekarang!" kata Julian. Beberapa saat kemudian keempat
remaja itu sudah sibuk bekenja. Mereka menyeret ketiga karung berat itu ke salah
satu parit dalam yang ada di dekat situ. Karung-karung benisi emas itu mereka
dorong masuk ke dalam parit. Setelah itu dilakukan, mereka tinggal menimbuni
dengan tanah yang tenonggok di tepi parit lalu menghapus bekas-bekas yang
nampak. Semua sudah selesai dalam waktu beberapa menit saja.
"Sekarang tinggal menggeser tutup peti-peti barn kembali ke tempat semula" kata
George. "Ayo, cepat-cepat saja kita lakukan!" kata Anne dengan kecut. "Perasaanku tidak
enak!" "Aku juga" kata Julian mengaku. "Siaran radio tadi tidak menyebut kapan kedua
penjahat itu melarikan diri - tapi kota di mana mereka dirawat di rumah sakit
penjara, letaknya tidak begitu jauh dari sini. Jadi mereka takkan memerlukan
waktu lama untuk sampai di sini, jika naik mobil."
"Walau begitu, mereka harus sembunyi-sembunyi - jadi rasanya juga takkan terlalu
cepat" kata Dick. Tidak lama kemudian tutup ketiga peti makam dari batu itu sudah dikembalikan ke
posisi semula. Kini tidak nampak lagi bahwa peti-peti itu pernah dibuka.
"Sekarang kita cepat-cepat kembali ke desa!" kata George.
Namun kemudian terjadi sesuatu yang luar biasa George mulai melangkah mendahului
ketiga saudaranya, mengarah ke jalan yang menuju desa. Tapi Timmy merintangi.
Anjing itu menggeram-geram pelan, sambil pura-pura hendak menggigit pergelangan
kaki tuannya. George tertegun. Dipandangnya Timmy dengan heran.
"Kenapa kau tahu-tahu begini, Timmy" Kenapa aku tidak boleh lewat?"
Tirnmy menarik-narik tangan George, berusaha memaksanya agar kembali.
"Timmy tidak menghendaki kita pergi ke desa," kata Dick dengan nada heran.
Timmy melepaskan tangan tuannya,
menuju arah yang berlawanan. Ia menoleh belakang, untuk melihat apakah George
mengikutinya. "Coba kita turuti saja kemauannya" kata George. Begitu melihat bahwa anak-anak
mengikuti, dengan segera anjing cerdik itu melesat lari, masuk ke dalam semak
lebat. Anak-anak lari mengikuti, dengan perasaan ingin tahu. Mereka menjumpai
Timmy dalam keadaan merunduk di tengah semak, menunggu mereka. Tapi saat itu
juga mereka mendengar deru mesin kendaraan yang sangat berisik.
"Ada orang datang dari arah desa," kata Julian. "Kalau mendengar bunyinya,
datangnya dengan kendaraan bobrok! Dan Timmy mendengar bunyi itu tadi, jauh
lebih dulu daripada kita!"
"Tapi kenapa Timmy tidak ingin kita dilihat orang yang datang itu?" kata Anne
dengan heran. "Kan memang itu yang kita perlukan - bantuan orang dengan mobil.
Tidak peduli mobil yang seperti apa pun jeleknya!"
"Kurasa ada alasannya, kenapa Timmy begitu tadi," gumam George. Ia mengintip
dari sela-sela semak. Dick ikut mengintip, lalu bersiul pelan.
"Wah - itu kan Bates dan Sanderson!"
Bab 10 DALAM MENARA LONCENG BENARLAH! Memang kedua penjahat itu yang datang, naik truk yang sudah bobrok.
"Cuma kendaraan itu saja yang bisa mereka peroleh, untuk mengangkut batang-
batang emas mereka," bisik Julian.
"Batang-batang emas yang mana?" balas Dick berbisik, sambil menahan tertawa.
"Secuil emas saja pun takkan mereka temukan dalam peti-peti makam itu - kecuali
jika orang zaman dulu biasa menyertakan harta untuk jenazah yang dimakamkan!"
"Sssst!" desis George. "Sekarang bukan waktunya berkelakar! Kita nyaris saja
menyongsong mereka - kalau tidak ada Timmy! Bayangkan, kalau itu terjadi tadi.
Huh, gawat! Dan kini, jika melihat bahwa emas yang disembunyikan itu lenyap,
mereka pasti akan langsung mencari-cari! Dan kita yang akan mereka temukan
nanti, jika kita tidak lekas-lekas pergi dari sini!"
"Tapi mau pergi ke mana?" tanya Anne dengan cemas.
George menuding ke arah gereja kompleks biara itu.
"Kita bersembunyi di atas menara lonceng!" katanya. "Kurasa di tempat itu kita
akan cukup aman. Kalau mereka nanti memutuskan untuk naik ke sana - nah, itu baru
sial namanya!" "Lagi pula, dan atas kita bisa melihat apa yang mereka lakukan," kata Julian.
Anak-anak menyelinap-nyelinap sambil berlindung di balik reruntuhan kompleks
biara, menuju ke gereja. Mereka masuk ke dalam, lalu memanjat tangga pilin yang
menuju ke puncak menara tempat tonceng. Dan seluruh kompleks biara, hanya
bangunan gereja saja yang seluruhnya sudah dipugar. Ketika sampai di ujung alas
tangga, mereka melihat bahwa di puncak menara ada sebuah lonceng yang indah,
terbuat dan perunggu. Dick mengintip ke luar dengan berhati-hati, lewat lubang
jendela yang ada di ruang lonceng.
"Ya, aku bisa melihat mereka di bawah" katanya dengan suara pelan. "Mereka
berusaha mengangkat tutup peti batu yang pertama. Ya - angkat! Hati-hati, jangan
sampai tikusnya meloncat keluar!"
George dan Julian tercekikik mendengar lelucon Dick. Tapi Anne masih sangat
cemas, sehingga bahkan tersenyum saja pun tidak mampu. Para penjahat pasti akan
sangat marah, jika melihat bahwa emas mereka lenyap!
Di bawah, kedua penjahat sudah berhasil mengangkat tutup peti makam pertama, dan
kini keduanya menjenguk ke dalam. Selama sesaat, tidak terjadi apa-apa. Hanya
kesunyian saja yang mencengkam. Tapi detik berikutnya, kemarahan kedua penjahat
itu seakan-akan meledak! Anak-anak yang berada di atas menara, mendengar suara mereka.
"Mustahil!" teriak Bates. "Mana mungkin - emas sebanyak itu bisa lenyap begitu
saja! Hhh - jika aku tahu siapa yang mengambilnya!"
"Jangan-jangan kita membuka peti yang keliru," kata Sanderson, setelah agak
pulih dari kekagetannya. "Coba kita periksa!"
Kedua penjahat itu bergegas-gegas menggeser tutup makam-makam yang lain. Dan
setiap kali mengangkat, terdengar teriakan marah mereka. Anne gemetar ketakutan
mendengarnya. Akhirnya kedua penjahat itu terpaksa menerima kenyataan. Batang-
batang emas dalam tiga karung itu memang lenyap!
"Kita dirampok!" teriak Bates dengan sengit. Ia lupa, bahwa ialah sebenarnya
yang perampok. "Siapakah yang mungkin melakukannya?"
"Pasti anak-anak sialan itu lagi!" tukas Sanderson. "Itu - yang selalu saja
mengakibatkan kerecokan bagi kita! Mula-mula mereka nyaris saja berhasil
mendului kita mengambil emas kita dari dalam kapal karam, lalu setelah itu
menghalang-halangi kita di pulau, dan kemudian melacak jejak kita sampai ke
pondok Pete! Harus diakui, mereka memang anak-anak yang cerdas!"
"Kau benar! Aku tidak tahu siapa lagi yang mungkin melakukannya - tapi bagaimana
cara mereka mengangkut emas sebanyak itu!"
"Ya, itu memang aneh! Dan jika mereka sudah menemukan batang-batang emas itu,


Lima Sekawan Harta Karun Di Galiung Kencana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mestinya polisi kan juga langsung diberi tahu, lalu memasang jebakan di sini
untuk menyergap kita. Tapi kenyataannya - sama sekali tidak ada jebakan!"
"Mungkin anak-anak itu memang tidak memberi tahu, karena ingin memiliki sendiri
harta itu," kata Bates menduga. Ia tidak mengenal watak Lima Sekawan! "Huhh -
kalau aku bisa membekuk batang leher mereka sekarang - "
Saat itu terdengar lolongan yang mengejutkan. Dick dengan tidak sengaja
menginjak kaki Timmy, sehingga anjing itu melolong kesakitan.
Anak-anak bertatapan mata. Semuanya takut setengah mati. Timmy mengangkat kaki
depannya dengan sikap menyesal. Tapi apa boleh buat - nasi sudah menjadi -bubur!
Lolongannya tadi menyebabkan perhatian kedua penjahat yang di bawah terarah ke
menara lonceng. "Kaudengar suara itu?" tanya Sanderson pada Bates.
"Tentu saja, aku kan tidak tuli" Kedengarannya datang dari atas sana."
"Ya - seperti lolongan anjing. Pasti itu anjing yang selalu ikut dengan anak-
anak itu! Setan-setan itu bersembunyi di atas sana, dengan emas kita!"
"Ah - mana mungkin mereka mengangkutnya sampai di atas! Kan terlalu berat."
"Kalau begitu mereka menyembunyikannya di dalam gereja! Yuk - aku yakin bahwa
dugaanku benar!" Anne gemetar, melihat kedua laki-laki jahat itu berlari-lari ke arah gereja.
"Aduh" keluh anak itu, "habis riwayat kita sekarang!"
"Belum tentu," kata Julian menenangkan. "Jika kita tetap tenang, masih ada
kemungkinan bagi kita untuk melarikan diri!"
"Dengan cara bagaimana?" tanya Dick.
"Meluncur ke bawah, tewat tali penarik lonceng!"
"Ya, itu ide yang bagus sekali!" seru Dick. Ia bergegas lari ke pintu lalu
menarik gerendelnya, sehingga tidak bisa dibuka lagi. "Nanti kalau mereka naik
kemari dan berusaha mendobrak pintu, kita cepat-cepat meluncur turun lewat tall,
lalu lari. Saat mereka turun lagi, kita pasti sudah jauh!"
"Ya, memang begitulah ideku, Dick:' kata Julian.
"Dan memang ide yang sangat baik, Ju!" kata George. "Mudah-mudahan kau tidak
ngeri nanti, Anne! - Nah, sekarang kita harus merobek sapu tangan kita menjadi
dua, lalu membungkustangan kita dengannya, untuk melindungi telapak sewaktu
meluncur ke bawah nanti!"
Ketiga sepupunya menuruti petunjuk itu. Tapi George sendiri tidak melakukannya.
Julian hendak menanyakan sebabnya. Tapi tidak jadi, karena saat itu kedua
penjahat sudah sampai di ujung atas tangga.
Timmy menggonggong. "Ayo, buka!" sergah Bates dan balik pintu, sambil menggedor-gedor. "Aku tahu
kalian ada di dalam! Ayo, cepat - buka pintu!"
"Cepat!" bisik George pada ketiga sepupunya. "Ayo - kau dulu, Ju! Setelah itu
kau, Anne - disusul oleh Dick. Lekaslah sedikit - kalian harus mencari bantuan!"
"Kau tidak ikut, George?" seru Dick dengan suara tertahan.
George menggeleng. "Tidak." katanya dengan mantap. "Timmy tidak bisa turun lewat tali, jadi aku
tetap di sini bersamanya. Kami berdua akan berusaha menyibukkan para penjahat
itu di atas sini, sementara kalian cepat-cepat lari untuk mencari bantuan."
"Aduh, George!" seru Anne ketakutan. "Ayo, ikut sajalah dengan kami!"
"Percuma saja kau membujuk-bujuk. Tekadku sudah bulat. Sekarang cepat!"
Daun pintu yang tidak begitu kokoh itu digedor-gedor. Tidak lama lagi, Bates dan
Sanderson pasti sudah berhasil mendobraknya. Anak-anak tidak bisa membuang-buang
waktu lebih lama lagi! Julian menarik lengan George.
"Mereka sangat berbahaya, George! Nyawamu bisa terancam nanti." katanya
bersungguh-sungguh. "Aku tahu, kau sangat sayang pada Timmy - tapi keselamatan
dirimu saat ini lebih penting!"
George menyentakkan lengannya dengan kasar, sehingga terlepas dari pegangan
Julian. "Aku tidak bisa meninggalkan Timmy!" katanya dengan sengit. "Dan aku tidak takut
pada kedua penjahat itu! Kenapa tidak kaupikirkan keselamatan Anne saja,
daripada repot-repot memikirkan diriku?"
Didorongnya Julian ke arah lubang persegi empat yang ternganga di tengah lantai
wang lonceng itu. Seutas tali yang terikat pada pemukul lonceng, terjulur ke
bawah lewat lubang itu. Tali itulah yang ditarik-tarik dari lantai dasar menara,
jika lonceng hendak dibunyikan.
Julian sadar bahwa mereka tidak bisa membuang-buang waktu lagi, karena terlambat
sedikit saja bisa berarti kegagalan. Karenanya Ia mengalah. Dipegangnya tali
besar itu dengan kedua belah tangannya, lalu Ia pun meluncur ke bawah. Tentu
saja gerakannya menyebabkan lonceng berdentang.
"Aduh - ketahuan kita sekarang" seru Dick dengan cemas.
"Tidak" kata George. "Kedua penjahat itu kan sudah tahu bahwa kita ada di sini!
Paling-paling mereka mengira bahwa kita membunyikan lonceng untuk meminta
bantuan! Mereka tentu beranggapan bahwa andaikan dentangannya tendengar, takkan
ada yang terlalu memperhatikan! Soalnya, siapakah yang tahu apa yang sedang
terjadi di sini?" Didorongnya Anne ke arah lubang di lantai.
"Sekarang giliranmu, Anne! Pegang tali erat-erat, lalu biarkan dirimu meluncur
ke bawah. Pejamkan saja mata, jika kau ngeri. Julian akan menyambutmu nanti,
kalau sudah tiba di bawah."
Lonceng ribut berdentang-dentang lagi. Baru saja bunyi-bunyian itu terhenti,
ketika Dick meluncur pula ke bawah lewat lubang yang persegi empat di lantai
itu. Ia sebenarnya enggan, tapi George mendorongnya.
Sekali lagi pemukul bergerak-gerak liar selama beberapa saat. Setelah gema
dentangan lenyap George memandang ke bawah lewat lubang jendela kecil.
Dilihatnya ketiga sepupunya lari secepat-cepatnya, menuju ke arah desa. Mereka
sudah berhasil melarikan diri!
Kini gadis tabah itu tinggal seorang diri, menghadapi para perampok bank. Hanya
Timmy saja yang masih ada di sampingnya!
Dobrakan berikut menyebabkan daun pintu pecah berantakan. Kedua penjahat
menyerbu masuk ke dalam ruang lonceng. Mereka tertegun, ketika melihat George
dan Timmy di situ. "Cuma ada seorang anak saja - yang perempuan!" kata laki-laki yang bernama Bates.
"Mana teman temanmu?"
"Mereka malas berjumpa dengan kalian" kata George dengan sikap tenang, "dan
karena tidak mau menunggu sampai kalian masuk. Boleh saja kalian mencoba
mengejar mereka, kalau mau!"
"Ini benar-benar sudah keterlaluan" sergah Sanderson. Ia sangat marah, karena
merasa tertipu. "Anak-anak itu lari lewat lubang di lantai itu! Dan aku tadi
menyangka mereka hanya membunyikan lonceng, untuk menarik perhatian orang di
desa!" Mata Bates memancarkan sinar yang menakutkan. Ia menghampiri George. yang
memegang Timmy erat-erat. Anjing itu sudah hendak menyerang para penjahat, tapi
George takut pada akibat yang mungkin terjadi. Kedua penjahat itu sedikit pun
tidak mengenal rasa kasihan!
"Jadi kau beserta kawan-kawanmu yang mengambil emas kami, ya?" bentak Bates.
"Ayo, mengaku sajalah! Kawan-kawanmu tidak mungkin bisa kami kejar lagi, karena
pasti sudah terlalu jauh - tapi kau akan kami jadikan sandera! Katakan, di mana
emas kami kalian sembunyikan! Cepat - karena kami harus sudah jauh dari sini, saat
polisi nanti datang!"
Tapi George hanya menyilangkan lengannya di depan dada. Ditatapnya kedua
penjahat itu dengan sikap menantang.
"Aku tidak mau mengatakan apa-apa pada kalian," tukasnya. "Emas itu bukan milik
kalian, dan harus diserahkan kembali ke bank."
Timmy menggeram-geram, siap untuk menyerang begitu ada aba-aba dari tuannya.
Tapi Bates nampaknya tidak takut menghadapi kemungkinan itu. Ia maju terus,
menghampiri George. George tidak tahu apakah penjahat itu membawa senjata, atau tidak. Jika Bates
membawa pistol, itu berarti nyawa Timmy terancam. Karenanya ia menyuruh Timmy
mundur. "Duduk, Timmy! Duduk kataku!"
Sanderson, penjahat yang salu lagi, tertawa mengejek. "Rupanya kau sudah mau
mengerti sekarang, Gadis cilik! Nah, jangan sampai kami harus menunggu. Katakan,
di mana batang-batang emas itu kalian sembunyikan! Kalau tidak..."
Sanderson mengeluarkan sebilah pisau dari kantungnya, lalu mengacung-acungkannya
dengan sikap mengancam. George tertawa menantang.
"Aku takkan mengatakan apa-apa!" katanya sambil mencibir. "Dan jika kalian
berani membunuhku - aku akan lebih bungkam lagi, kan?"
Bab 11 PEMBALASAN YANG SETIMPAL SEMENTARA itu Julian, Dick, dan Anne memperlambat lari mereka, karena kehabisan
napas. Mereka kini berada di tengah hutan. Dan sejauh itu, tidak ada yang
mengejar mereka! "Tapi George dalam bahaya!" kata Julian. Ia sangat cemas. "Kita tidak bisa
membiarkan dia sendiri, menghadapi orang-orang itu!"
"Betul," kata Dick. "Yuk, kita kembali dan membantunya. Kita sergap para
penjahat dari belakang! Mereka kan tinggal berdua sekarang. Jika kita menyerang
secara tiba-tiba, mungkin saja kita bisa menang!"
"Tapi jika tidak, habislah riwayat kita! Tidak - aku tahu akal lain. Anne - kau
lari terus, mengambil bala bantuan! Sementara itu aku dan Dick kembali ke menara
lonceng." "Tapi bagaimana jika aku nanti tersesat dalam hutan?" tanya Anne gugup. "Aku
tidak begitu tahu jalan di sini."
Saat itu seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan muncul dari balik
suatu semak. Kelihatannya mereka sedang memetik buah bram. Julian memanggil
mereka. "He - kalian berdua! Maukah kalian menolong kami?"
Anak yang laki-laki datang menghampiri Julian sambil tersenyum. Dan air mukanya
nampak bahwa ia anak baik.
"Menolong kalian" Tentu saja mau!" kata anak laki-laki itu. "Namaku Jimmy, dan
ini sepupuku, Catherine. Apakah yang harus kami lakukan?"
"Bisakah kalian mengantar adikku Anne ini ke kantor polisi di Duddington St.
James" Dalam perjalanan ke sana nanti Ia bisa bercerita kenapa Ia harus
menghubungi polisi. Sekarang tidak ada waktu!"
"Baik," kata anak yang bernama Jimmy. "Yuk, Anne!"
Anne ikut dengan kedua anak itu, setelah menoleh sekali memandang kedua
abangnya. "Sekarang tergantung pada kita, Dick!" kata Julian pada adiknya. "Kita kembali,
membantu George!" Mereka berbalik, lalu lari kembali ke arah kompleks bekas biara. Di tengah jalan
mereka nyaris saja bertubrukan dengan Pete, yang berlari-lari dengan wajah
ketakutan. "Lll-lonceng!" kata anak itu tergagap-gagap. "LIIlonceng bbb-berbunyi!"
Tiba-tiba Dick mendapat akal bagus.
"Coba dengar sebentar, Pete!" katanya. "Di menara lonceng ada orang-orang jahat!
Mereka hendak menyakiti George! Kau masih ingat pada George, kan - yang
menghadiahkan jam yang bagus itu padamu?"
"0 ya - ak-aku sss-suka pada Gg-george!"
"Nah, saat ini Ia sedang dalam bahaya. Maukah kau membantu kami
menyelamatkannya?" "Y-ya! P-pete mmm-mau mm-membantu!"
Ternyata Dick sudah mengatur rencana. Ia menjelaskannya dengan cepat pada Pete,
yang nampaknya mengerti apa yang harus dilakukan. Ketika sampai di kompleks
bekas biara, Dick dan Julian berhasil menyelinap masuk ke dalam gereja tanpa
ketahuan. Begitu keduanya sudah ada di datam, Pete lari ke kaki menara tonceng lalu
berseru-seru dengan suara lantang ke atas, "He! Kk-kalian yang ada dd-di atas!
Halo!" Bates tertegun, lalu pergi ke jendela untuk melihat ke bawah. Sanderson ikut
berpaling, sementara pisaunya diturunkan. George memanfaatkan peluang itu.
Dengan cepat ia lari ke tangga lalu menuruninya, diikuti oleh Timmy. Pada
pertengahan jalan Ia bertemu dengan kedua sepupunya yang bergegas-gegas ke atas.
Dick dan Julian menggenggam linggis dan sekop yang mereka temukan di bawah.
"Syukurlah!" kata Dick dengan lega, ketika melihat George menyongsong turun.
"Memang begitulah harapan kami - kau berusaha melarikan diri, sementara kami
mengalihkan perhatian mereka! Yuk
- kita cepat-cepat lari dari sini!"
Tapi kedua penjahat yang di atas hanya sekejap saja teralih perhatian mereka.
Setelah itu mereka langsung mengejar!
George serta kedua sepupunya cepat-cepat lari dari menara lonceng, lalu melesat
bersama Pete ke arah hutan untuk bersembunyi di situ. Tapi Bates dan Sanderson
sangat cepat larinya, sehingga kemudian terjadi kejar-mengejar dalam hutan.
Anak-anak berusaha menghindar dengan menggunakan berbagai macam siasat - tapi
percuma! Para penjahat masih tetap mengejar.
Akhirnya anak-anak sadar bahwa mau tidak mau, mereka terpaksa berhadapan dengan
kedua penjahat itu. Mereka sudah kembali memasuki kompleks bekas biara. Mereka
sampai di dekat sebuah sumur tua, tempat para biarawan dulu mengambil air.
Dick dan Julian berhenti berlari. Mereka menghadapi kedua penjahat yang
mengejar, dengan sekop dan linggis siap di tangan. George mengambil sebatang
ranting. Ia hendak memakainya sebagal alat pemukul. Timmy menggeram-geram,
memperlihatkan taring. Sedang Pete menjerit-jerit. Suaranya nyaring. seperti
sirene pabrik! "Nah, sekarang kalian tidak bisa lari lagi!" sergah Bates. Tubuhnya kekar, dan
Ia tidak takut pada anak-anak yang berdiri dengan sikap menantang itu.
Kemarahannya menyebabkan tenaga penjahat itu bertambah. Ia menerjang maju.
George mengendap ke samping. Pada saat itu juga Dick menjulurkan kakinya,
menyengkilit kaki Bates. Penjahat itu sama sekali tak menduga bahwa hal itu akan
terjadi. Tubuhnya terdorong ke depan, ke arah mulut sumur. Dick mengayunkan
sekop yang dipegang, mendorong punggung Bates sehingga penjahat itu tersungkur
ke dalam sumur yang sudah tidak ada airnya.
Julian bertindak secepat kilat, ketika melihat bahwa lawan yang paling berbahaya
sudah tidak berdaya. Ia menerjang Sanderson, dibantu oleh Timmy. Penjahat itu
melawan. Dicengkeramnya kerongkongan Julian, tanpa mempedulikan Timmy yang
membenamkan giginya ke tepi jas yang dipakai Sanderson.
Melihat Timmy, timbul niat dalam hati Pete untuk meniru perbuatan anjing itu.
Dipeluknya lengan Sanderson erat-erat. Timmy memanfaatkan kesempatan baik itu,
untuk menyambar tumit Sanderson. Penjahat itu berteriak-teriak memanggil Bates.
Tapi Bates tidak dapat datang membantu, karena ia terkapar di dasar sumur. Malah
Ia sendiri juga memerlukan bantuan. Atau tepatnya perawatan, karena kakinya
terkilir! Teriakan Sanderson menarik perhatian Dick dan George, yang sedang memandang ke
dalam sumur. Keduanya berpaling dengan cepat - dan lima menit kemudian Sanderson
sudah berhasil diringkus. Badannya diikat dengan rantai timba, lalu diturunkan
ke dalam sumur, menyertai kawannya yang terkapar di dasar. Ketika Sanderson
sudah sampai di bawah, Dick melepaskan rantai dari gantungannya, lalu
menjatuhkannya ke dalam sumur!
"Kalian boleh mengucap syukur bahwa sumur saat ini sedang kering!" seru Dick
dari atas sumur. "Sekarang tunggu saja dengan tenang di situ. Polisi pasti
dengan senang hati akan menolong kalian keluar nanti!"
Lima Sekawan telah memenangkan perjuangan mereka melawan para penjahat. Mereka
sangat puas, karena kini benar-benar menang! Bukan hanya emas yang dirampok saja
yang mereka temukan kembali, tapi para perampoknya pun mereka buat tidak berdaya
lagi! Kini tinggal menyerahkan saja pada polisi, serta mengembalikan emas pada
bank. George berlutut, lalu mengelus-elus kepala Timmy. "Anjing pintar!" katanya
dengan bangga. "Kau hebat tadi, Timmy. Aku bangga terhadapmu!"
Dick dan Julian mengucapkan selamat pada Pete. "Kau sangat tabah, Pete! Berkat
bantuanmu, penjahat kita tundukkan. Jangan khawatir, untuk itu kau nanti akan
kami beri hadiah!" Peter tertawa-tawa dengan wajah berseri-seri.
Anak-anak tidak perlu terlalu lama menjaga kedua penjahat serta karung-karung
berisi emas batangan yang masih tetap tertimbun tanah dalam parit. Anne, dengan
Jimmy dan Catherine sebagai penunjuk jalan, sementara itu sudah menyampaikan
laporan ke kantor polisi. Dengan segera Ia kembali ke dalam hutan, bersama
sejumlah petugas polisi. Pihak kepolisian di Kirrin juga sudah diberi tahu, dan
Inspektur Bond beserta anak buahnya tiba di kompleks bekas biara segera setelah
polisi dari Duddington St. James sampai di sana.
George senang sekali melihat kedua rombongan polisi datang.
"Terima kasih atas kedatangan Anda semua untuk membantu kami," katanya pada
mereka. "Dan kau juga. Anne, atas kecepatanmu mendatangkan bantuan. Keasyikannya sudah
selesai," katanya sambil nyengir lebar pada lnspektur Bond. "Anda boleh
mengambil alih urusan barang-barang itu!"


Lima Sekawan Harta Karun Di Galiung Kencana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Barang-barang apa?" tanya Pak Inspektur dengan heran. Ia memandang berkeliling.
"Kusangka kami diminta datang untuk meringkus para perampok bank yang melarikan
diri itu, tapi - " "Urusan itu sudah kami bereskan!" kata Dick memotong. "Kalau Anda hendak
menangkap mereka, tinggal angkat saja dari dasar sumur!"
"Sedang emas yang berbatang-batang itu" kata Julian dengan wajah serius, "Anda
bisa mengambilnya dari dalam parit di sebelah sana itu, tertimbun tanah!"
*** Sehari sebelum kembali ke sekolah, George beserta ketiga sepupunya sangat sibuk.
Para penjahat sudah dikembalikan ke penjara, dan emas batangan sudah diserahkan
lagi pada bank, dan Lima Sekawan sudah memperoleh hadiah yang dijanjikan.
Setelah itu selama beberapa waktu mereka sibuk melihat-lihat sejumlah rumah yang
ditawarkan untuk dijual. Akhirnya mereka memilih sebuah, yang rasanya cocok
untuk Pete. Mereka dibantu oleh Bibi Fanny untuk menyelesaikan urusan
pembeliannya. Dan satu hari sebelum kembali ke sekolah, pagi-pagi mereka pergi menjemput Pete
di pondoknya. Anak itu mereka ajak ke desa Kirrin. Mereka mengajaknya ke sebuah
rumah mungil berwarna putih, dengan daun pintu dicat hijau. Kebun rumah itu
indah, penuh dengan bunga di depannya. Segala perlengkapan di dalamnya
disediakan oleh orang tua George.
George membimbing Pete, memasuki rumah itu.
"Mulai sekarang kau tinggal di sini, Pete," katanya. "Ini rumahmu yang baru! Pak
Johnson yang tinggal di sebelah telah berjanji akan mencarikan pekerjaan tetap
untukmu, sedang istrinya, Bu Johnson, akan memasak untukmu. Kau ikut makan di
tempat mereka. Nah bagaimana?"
Pete bertepuk tangan dengan gembira. Tidak henti-hentinya ia mengucapkan terima
kasih, hampir-hampir tanpa gagap lagi. Tidak bosan-bosannya ia memasuki kamar
demi kamar. Setelah itu anak-anak bersepeda kembali ke Pondok Kirrin, sementara Timmy
berlari-Iari mendampingi mereka.
"Dan besok kita kembali ke sekolah lagi!" kata Dick sambil mendesah. "Liburan
sudah berlalu!" "Tapi pokoknya kita asyik selama ini," kata Anne mengingatkan.
"Ya kau benar, Anne." kata Julian. "Petualangan kita dimulai dengan kekecewaan,
tapi kemudian berlanjut dengan sangat mengasyikkan! Dan yang paling penting kita
sudah membahagiakan Pete!"
"Lima Sekawan menang lagi!" seru George bersemangat. "Ternyata sebagai
penyelidik, kita ini cukup hebat, ya Tim?"
"Guk! Guk!" gonggong Timmy.
TAMAT Scan by tagdgn www.tag-dgn.blogspot.com Re edited by: Farid ZE Blog Pecinta Buku - Assalam Cepu
Badai Laut Selatan 2 Dewi Ular Lorong Tembus Kubur Pendekar Laknat 3
^