Ke Sarang Penyelundup 3
Lima Sekawan 04 Ke Sarang Penyelundup Bagian 3
pasti Block, walau bayangannya yang hitam di depan jendela tak bisa dikenali
dengan jelas. Tempat itu terlalu gelap! Tetapi sekali orang itu batuk-batuk.
Kedengarannya persis Block yang batuk. Pasti dia itu Block! Tetapi apa yang
dikerjakannya malam-malam dalam kamar ayahnya, dan pada bangku dekat jendela"
George merasa seakan-akan sedang bermimpi buruk. Dialaminya bermacam-macam
kejadian ganjil, yang tak menentu ujung pangkalnya. George benar-benar bingung
saat itu. Ke manakah ayahnya" Mungkinkah ia keluar dari kamar itu, lalu
berkeliaran dalam rumah" Lalu ke mana si Hangus, dan kenapa ia berteriak tadi"
Kalau ayahnya masih tidur di dalam, tak mungkin si Hangus berteriak keras-keras
seperti tadi! George masih berbaring agak lama di kolong tempat tidur. Badannya gemetar
ketakutan. Kemudian ia keluar dari situ, lalu pergi menyelinap lewat lorong yang
panjang. Dibukanya pintu sebelah ujung, dan mengintip sebentar ke luar. Seluruh
rumah gelap. Berbagai bunyi pelan terdengar olehnya: getaran jendela tertiup
angin, derak-derik kayu perabot yang agak menyusut karena suhu mendingin. Tetapi
hanya itu saja yang kedengaran. Selain itu rumah sunyi.
Cuma ada satu niat yang hendak dilakukan oleh George saat itu. Ia harus bergegas
pergi ke kamar Julian dan Dick, untuk menceritakan peristiwa misterius yang baru
saja dialaminya. Dengan cepat ia menyeberangi serambi atas, lalu menyelinap
masuk ke kamar Julian. Kedua sepupu laki-laki itu tentu saja masih belum tidur.
Mereka menunggu kedatangan si Hangus, bersama George dan Tim.
Tetapi ternyata cuma George yang muncul. Anak perempuan itu nampak ketakutan.
Katanya, baru saja mengalami kejadian aneh. Sambil duduk berselubung selimut
empuk di atas tempat tidur Julian, ia berbisik-bisik menceritakan pengalamannya.
Julian dan Dick tercengang mendengarnya. Bayangkan saja, Paman Quentin hilang!
Dan si Hangus ikut lenyap! Lalu ada orang menyelinap masuk ke kamar, dan sibuk
mengutak-utik bangku panjang dekat jendela! Apa makna semuanya itu"
"Sekarang juga kita pergi bersama-sama ke kamar Paman Quentin," kata Julian
tegas. Dengan cepat dikenakannya mantel kamar, sementara kakinya mencari-cari
sandal. "Aku mempunyai perasaan, keadaannya sangat serius."
Mereka bertiga ke luar bersama-sama. Mula-mula ke kamar Marybelle, untuk
membangunkan anak itu dan Anne. Kedua anak perempuan yang masih agak kecil itu
ketakutan. Tak lama kemudian mereka berlima sudah berada dalam kamar, di mana
Paman Quentin dan si Hangus lenyap secara aneh.
Julian menutup pintu dan menarik tirai sehingga jendela tertutup olehnya. Sudah
itu dinyalakannya lampu kamar. Begitu ruangan terang, mereka merasa agak enak.
Meraba-raba dalam gelap dengan diterangi sejalur cahaya yang menyorot dari
senter, memang agak menyeramkan!
Mereka memandang sekeliling kamar yang kosong dan sunyi. Tak nampak tanda-tanda
yang bisa dipakai sebagai petunjuk, bagaimana cara lenyapnya Paman Quentin dan
si Hangus. Tempat tidur acak-acakan seperainya. Di lantai nampak tergeletak
senter kepunyaan si Hangus.
George menceritakan lagi apa yang menurut pendengarannya diteriakkan oleh si
Hangus. Tetapi apa yang didengarnya itu tak masuk akal teman-temannya.
"Kenapa ia meneriakkan nama Tuan Barling, jika hanya ayahmu yang ada dalam
kamar?" kata Julian heran. "Tak mungkin Tuan Barling bersembunyi di sini! Itu
kan tak masuk akal, karena ia sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan ayahmu,
George." "Aku juga tahu! Tapi aku pasti, aku tadi mendengar si Hangus meneriakkan nama
Tuan Barling," kata George berkeras. "Mungkinkah - bagaimana pendapatmu,
bukankah bisa saja Tuan Barling menyelinap ke mari lewat lorong rahasia di
belakang lemari, dengan maksud hendak melakukan salah satu perbuatan jahat" Dan
kemudian menyelinap pergi lagi lewat jalan sama, sedang si Hangus dan ayahku
dibawanya secara paksa karena ia ketahuan oleh mereka?"
Keterangan itu terdengar logis juga, walau susah bisa dibayangkan. Anak-anak
menghampiri pintu lemari, lalu membukanya. Mereka menggerapai-gerapai di antara
pakaian yang bergantungan, mencari alat pembuka pintu rahasia. Tetapi tuas besi
yang terpasang di batu untuk menariknya ke tempat semula sudah tak ada lagi!
Tuas itu sudah disingkirkan oleh seseorang. Dan sekarang tak ada lagi yang bisa
masuk ke lorong rahasia lewat situ!
"Astaga, lihatlah!" kata Julian tercengang. "Tuas penarik sudah dibuang. Jadi
siapa pun orang yang masuk tadi, ia tak mungkin kembali ke luar lewat sini,
George!" Muka George pucat. Ia sudah berharap-harap akan bisa menjemput Tim lewat lubang
yang tersembunyi dalam lemari. Tetapi ternyata jalan itu sudah tidak bisa lagi
dilewati. George sudah sangat rindu pada anjingnya. Menurut perasaannya saat itu
keadaan akan berkurang gawatnya, asal saja Tim yang setia ada di sampingnya!
"Tanggung Pak Lenoir menjadi dalang dari segala peristiwa ini!" ujar Dick penuh
keyakinan. "Dan Block juga! Tanggung Block yang kaulihat tadi sedang sibuk mengutak-utik
dalam gelap, George! Pasti ia dan Pak Lenoir bersekongkol dalam salah satu
kegiatan misterius."
"Wah! Kalau begitu kita tak bisa melaporkan kejadian ini pada mereka!" kata
Julian. "Kalau benar mereka menjadi biang keladinya, maka bodoh apabila kita
datang pada mereka dan menceritakan hal-hal yang kita ketahui. Dan kita juga tak
bisa menceritakannya pada ibumu, Marybelle, karena pasti ia akan segera
meneruskannya pada ayahmu. Benar-benar membingungkan!"
Mendengar itu Anne menangis. Marybelle yang sedari tadi sudah bingung dan
ketakutan, ikut-ikut menangis pula. Terasa oleh George bahwa air matanya pun
mulai merembang dalam pelupuk mata. Dengan cepat ia mengejap-ngejapkan mata.
George tak pernah menangis!
"Mana si Hangus," tangis Marybelle. Ia sangat mengagumi abangnya yang bandel dan
pemberani. "Ke manakah dia" Pasti saat ini ia sedang dalam bahaya! Mana si
Hangus?" "Jangan cemas, besok kami akan menyelamatkannya," ujar Julian membujuk anak itu.
"Tapi malam ini kita tidak bisa berbuat apa-apa. Melihat keadaannya, tak ada
seorang pun di Sarang Penyelundup ini yang bisa kita mintai nasihat atau
bantuan. Kuusulkan agar kita tidur saja sekarang, dan besok pagi berunding lagi
untuk menyusun rencana. Mungkin sampai saat itu si Hangus dan Paman Quentin
sudah muncul lagi! Kalau belum, Pak Lenoir harus diberitahukan. Kita lihat saja
bagaimana reaksinya! Kalau ia terkejut dan bingung, kita akan segera tahu bahwa
ia tak ada sangkut pautnya dengan segala peristiwa ini. Atau mungkin juga ada!
Pokoknya tergantung dari reaksinya. Ia harus berbuat sesuatu: pergi ke polisi,
atau mengaduk-aduk rumah untuk mencari kedua orang yang hilang. Kita lihat saja
apa yang terjadi nanti!"
Anak-anak merasa agak lega, setelah mendengar keterangan Julian yang panjang
lebar. Suaranya terdengar tegas dan gembira. Padahal perasaannya saat itu sama
sekali tidak gembira. Ia menyadari bahwa telah terjadi sesuatu yang sangat aneh,
dan mungkin pula berbahaya. Sangat diharapkannya anak-anak perempuan tak ada di
Sarang Penyelundup pada saat itu!
"Sekarang dengarkan baik-baik," katanya mengatur. "George, kau tidur di kamar
sebelah bersama Anne dan Marybelle. Kunci pintu, dan biarkan lampu menyala. Aku
dan Dick tidur di sini, juga dengan kamar menyala. Jadi kalian bisa tahu bahwa
kami tak jauh dari kalian."
Anak-anak perempuan merasa terhibur, karena mengetahui bahwa Dick dan Julian tak
jauh dari mereka. Mereka bertiga masuk ke kamar Marybelle, karena sudah capek
sekali. Anne dan Marybelle tidur setempat tidur, sedang George membaringkan diri
di sebuah dipan yang sempit tetapi cukup nyaman. Ditutupnya tubuh dengan selimut
tebal. Walau mereka cemas dan tegang sebagai akibat kejadian-kejadian yang baru
dialami, tak lama kemudian ketiga anak perempuan itu sudah terlena.
Julian dan Dick berbaring di tempat tidur si Hangus, yang sebelumnya dibaringi
oleh Paman Quentin. Mereka masih bercakap-cakap sebentar. Menurut pendapat
Julian, malam itu takkan terjadi apa-apa. Kemudian keduanya tertidur juga.
Tetapi setiap kali terdengar bunyi yang bagaimana pelannya pun, Julian selalu
bangun dengan segera. Keesokan paginya mereka dibangunkan oleh Sarah yang masuk untuk membuka tirai
jendela dan menghidangkan teh bagi ayah George. Sarah tercengang ketika melihat
Dick dan Julian berbaring di tempat tidur tamu - sedang tamu tidak nampak batang
hidungnya! "Loh! Ada apa ini?" katanya terheran-heran. "Mana Paman kalian" Kenapa kalian
ada di sini?" "Nantilah kami menerangkannya," kata Julian. Ia tak mau banyak-banyak bercerita
pada Sarah, karena pembantu itu agak senang bergunjing. Julian khawatir
ceritanya akan sampai ke telinga Block. "Tinggalkan saja teh itu di sini, Sarah.
Kami juga mau meminumnya!"
"Tapi di mana Paman kalian" Apakah dia tidur di kamar kalian?" tanya Sarah yang
masih tetap bingung. "Ada apa sebetulnya?"
"Kalau kau ingin tahu apakah dia di kamar kami atau tidak, lihat saja sendiri ke
sana," kata Dick. Sarah pergi. Menurut perasaannya waktu itu, seisi rumah sudah
gila rupanya! Tetapi teh yang hangat ditinggalkannya dalam kamar. Dengan segera
Julian dan Dick pergi ke kamar sebelah sambil menenteng baki. Pintu diketuk, dan
dibukakan dari dalam oleh George. Mereka berganti-ganti meminum teh dari satu
cangkir. Tak lama kemudian Sarah datang lagi, diiringi oleh Harriet dan Block. Air muka
pesuruh Pak Lenoir tetap seperti biasa, tak menampakkan gerak perasaan.
"Di kamar kalian tak ada orang, Master Julian," kata Sarah. Tiba-tiba Block
berteriak kaget, sambil menatap George dengan pandangan marah. Ia mengira anak
perempuan itu masih terkurung dalam kamarnya - tahu-tahu ia ada di kamar
Marybelle, asyik minum teh!
"Bagaimana kau bisa keluar?" tanya Block. "Akan kulaporkan sekarang juga pada
Tuan Lenoir. Biar kau dimarahi sekali lagi!"
"Tutup mulutmu," bentak Julian. "Kau jangan seenaknya saja ngomong begitu pada
saudara sepupuku. Kurasa kau terlibat dalam urusan aneh ini. Ayoh ke luar,
Block." Tak peduli apakah ia bisa mendengar atau tidak, tetapi kenyataannya Block sama
sekali tak beranjak pergi. Julian bangkit dengan wajah penuh tekat.
"Ayoh keluar dari kamar ini," katanya sambil mengerutkan dahi. "Dengar atau
tidak"! Kurasa polisi pasti berminat terhadapmu, Block. Sekarang KELUAR!"
Harriet dan Sarah terpekik! Mereka kaget sekali menghadapi keadaan yang tiba-
tiba menegang itu. Mereka menatap Block, lalu mundur pelan-pelan dari kamar.
Untung saja Block ikut mundur. Ditatapnya Julian yang bertekat dengan sinar mata
penuh kebencian. "Kulaporkan kalian pada Tuan Lenoir," katanya, lalu pergi.
Tak lama kemudian Pak Lenoir dan Ibu Lenoir masuk ke kamar Marybelle. Ibu Lenoir
kelihatannya sangat ketakutan. Sedang Pak Lenoir heran dan bingung.
"Ada apa di sini?" katanya begitu masuk. "Block tadi datang, melaporkan kejadian
yang benar-benar aneh! Katanya ayahmu hilang, George, dan...."
"Dan si Hangus juga lenyap," kata Marybelle. Ia sudah menangis lagi. "Si Hangus
lenyap, menghilang entah ke mana."
Ibu Lenoir menjerit. "Apa maksudmu" Ke mana lenyapnya" Apa maksudmu, Marybelle?"
"Marybelle, lebih baik aku saja yang bercerita," kata Julian. Ia tak
menginginkan anak itu lantas membeberkan segala-galanya. Bagaimana juga, mungkin
Pak Lenoir yang menjadi biang keladi segala peristiwa aneh itu. Karenanya ia tak
boleh sampai tahu bahwa mereka sudah mengetahui berapa hal yang mencurigakan
mengenainya. "Ceritakanlah, Julian - cepat!" kata Ibu Lenoir. Ia kelihatan benar-benar
bingung. "Paman Quentin lenyap ketika sedang tidur tadi malam! Dan si Hangus ikut
lenyap," kata Julian dengan singkat. "Tentu saja mereka mungkin akan muncul
kembali dengan tiba-tiba."
"Julian!" Pak Lenoir menatapnya dengan tajam. "Masih ada lagi yang tak
kauceritakan pada kami. Kenapa kau masih main rahasia juga pada saat seperti
sekarang!" "Ceritakanlah Julian - ceritakanlah semuanya pada Ayah," kata Marybelle
merengek-rengek. Julian melotot memandangnya. Ia berkeras kepala, tak mau
membuka mulut. Ujung hidung Pak Lenoir berubah warna, menjadi pucat.
"Aku akan melaporkan kejadian ini pada polisi," katanya. "Barangkali kalau
mereka yang menanyakan, baru kau akan membuka mulut, Julian! Mereka akan bisa
memaksamu berbicara!"
Julian terkejut. "Loh! - tak kukira Anda mau menghubungi polisi," katanya. "Anda terlalu banyak
menyimpan rahasia yang tak boleh diketahui polisi!"
XVII SEMAKIN MISTERIUS PAK LENOIR tercengang memandang Julian. Tak ada yang berbicara sehabis
pernyataan Julian yang mengagetkan. Julian sendiri menyesal karena terlanjur
berkata tadi. Tetapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur!
Ketika Pak Lenoir sudah agak berkurang kagetnya dan hendak mengatakan sesuatu,
tiba-tiba terdengar langkah orang mendekat. Ternyata Block yang datang.
"Masuk, Block," kata Pak Lenoir. "Nampaknya dalam rumah ini telah terjadi hal-
hal aneh." Block tetap berdiri di depan pintu. Kelihatannya ia tak mendengar panggilan
majikannya. Dengan gerakan tak sabar Pak Lenoir melambaikan tangan, menyuruhnya
masuk. "Tidak," kata Julian tegas. "Persoalan yang akan kita bicarakan tak boleh
diketahui oleh Block, Pak Lenoir. Kami tak menyukainya! Dan kami juga curiga
padanya." "Apa maksudmu?" tanya Pak Lenoir dengan suara marah. "Apakah yang kauketahui
tentang pesuruh-pesuruhku"! Aku sudah mengenalnya sejak bertahun-tahun, sebelum
ia mulai bekerja di sini! Block betul-betul bisa dipercaya! Bukan salahnya ia
tuli, yang menyebabkannya kadang-kadang cepat kesal."
Tetapi Julian tetap keras kepala. Dilihatnya kilatan sinar marah dalam tatapan
mata Block. Dibalasnya tatapan itu.
"Ini sudah benar-benar keterlaluan!" kata Pak Lenoir lagi. Kelihatan ia berusaha
menahan diri, menahan marahnya yang sudah hampir meledak! "Entah apa saja yang
terjadi, yang menyebabkan tamuku dan juga Pierre lenyap. Dan sekarang kalian
berbicara, seolah-olah aku bukan lagi tuan rumah ini. Kuminta agar kalian
menceritakan segala-galanya yang kalian ketahui padaku."
"Saya lebih senang menceritakannya pada polisi saja," jawab Julian, sementara
matanya masih terus menatap Block. Tetapi air muka orang itu tak nampak berubah
sedikit pun juga. "Pergilah, Block," ujar Pak Lenoir pada akhirnya. Ia mengalah, karena menyadari
bahwa Julian toh tidak akan mau bicara selama pesuruh itu ada dekat mereka.
"Sebaiknya kita semua masuk ke kamar kerjaku. Persoalan ini kelihatannya menjadi
semakin misterius. Kalau polisi memang harus campur tangan, maka sebelumnya aku
juga harus mengetahui persoalannya. Aku tak mau kelihatan seperti orang tolol
dalam rumahku sendiri, apabila mereka datang nanti."
Mau tak mau, Julian merasa agak bingung juga. Pak Lenoir tak bersikap seperti
seharusnya menurut dugaan Julian. Ayah tiri si Hangus kelihatan benar-benar
heran dan bingung. Dan jelas ia juga berniat hendak memanggil polisi. Kalau ada
sangkut pautnya dengan peristiwa lenyapnya Paman Quentin dan si Hangus, masakan
ia akan bertindak begitu" Pikiran Julian menjadi kacau-balau.
Sementara itu Ibu Lenoir sudah menangis, sedang Marybelle terisak-isak di
sisinya. Pak Lenoir merangkul isterinya, dan mengecup pipi anaknya.
Sekonyong-konyong ia tidak nampak jahat lagi! Pak Lenoir ternyata bisa juga
berlembut hati. "Sudahlah, jangan cemas," katanya pada isteri dan anaknya, "Persoalan ini akan
segera kita Jernihkan - juga apabila untuk itu harus dikerahkan polisi sepasukan
besar! Rasanya aku tahu siapa yang menjadi biang keladi segala-galanya!"
Ucapannya itu semakin mengherankan Julian. Beramai-ramai mereka masuk ke kamar
kerja, mengikuti Pak Lenoir. Pintu kamar masih terkunci. Pak Lenoir merogoh
kantong, mengambil anak kunci lalu membuka pintu. Kertas-kertas yang bertumpuk
di atas mejanya didorong ke tepi olehnya.
"Nah - sekarang ceritakanlah apa yang kauketahui," katanya dengan tenang pada
Julian. Anak-anak melihat bahwa ujung hidungnya sudah tidak pucat lagi. Rupanya
kemarahan yang timbul sekonyong-konyong tadi sudah mereda kembali.
"Yah - " Julian ragu-ragu, tak tahu bagaimana caranya memulai laporan. "Rumah ini
rasanya sangat aneh! Banyak terjadi hal-hal ganjil dan misterius di dalamnya.
Saya khawatir Pak Lenoir takkan senang jika segala-galanya yang saya ketahui
dilaporkan pada polisi!"
"Julian! Jangan berbelit-belit kalau ngomong!" kata Pak Lenoir dengan tidak
sabar. "Tingkah lakumu seolah-olah aku ini penjahat yang khawatir ketahuan
polisi. Aku bukan penjahat! Katakanlah, apa yang sebetulnya sedang terjadi di
rumah ini!" "Yah - misalnya saja pemberian isyarat dengan lampu dari kamar menara," kata
Julian sambil memperhatikan wajah Pak Lenoir.
Seketika itu juga mulut Pak Lenoir ternganga. Jelas sekali ia tercengang
Lima Sekawan 04 Ke Sarang Penyelundup di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendengar kata-kata Julian. Ia hanya bisa menatap anak itu tanpa berkata. Sedang
Ibu Lenoir menjerit, "Isyarat! Isyarat apa maksudmu?"
Julian menerangkannya. Diceritakannya bagaimana si Hangus secara kebetulan
melihat ada pancaran sinar dari kamar menara, lalu bagaimana ia bersama Dick
diajak melihat sinar itu pada suatu malam. Ia juga menceritakan tentang cahaya-
cahaya kecil yang seperti berbaris, datang dari arah laut dan melintasi daerah
rawa. Pak Lenoir mendengarkan dengan tekun. Sekali-sekali ia bertanya, meminta
penjelasan lebih lanjut tentang salah satu hal yang ingin diketahuinya dengan
lebih jelas. Didengarnya betapa orang tak dikenal yang memberi isyarat itu
kemudian pergi ke kamar tidur Block dengan diikuti oleh anak-anak, dan bahwa
orang itu tiba-tiba saja hilang setelah masuk ke kamar itu.
"Tentunya keluar lewat jendela," kata Pak Lenoir. "Percayalah, Block tak ada
sangkut pautnya dengan persoalan ini! Ia sangat setia, dan sangat banyak jasanya
sejak ia bekerja di sini. Aku mempunyai perasaan bahwa biang keladi segala
kejadian misterius ini Tuan Barling. Dari rumahnya ia tak bisa memberi isyarat
ke arah laut, karena letaknya di bukit kurang tinggi. Lagipula arahnya tidak
tepat, bukan menghadap ke laut! Rupanya selama ini ia mempergunakan menara rumah
ini untuk memberikan isyarat pada gerombolannya. Dan mungkin dia sendiri yang
datang melakukannya! Ia mengenal segala lorong tersembunyi yang ada dalam rumah
ini, jauh lebih tahu daripada aku! Baginya mudah saja datang dan pergi semau-
maunya." Anak-anak dengan segera berpikir, mungkin saja pemberi isyarat itu memang Tuan
Barling! Mereka memandang Pak Lenoir. Mungkin benar ayah tiri si Hangus sama
sekali tak ada urusannya dengan kejadian-kejadian aneh selama itu!
"Aku tak melihat alasan kenapa Block tak boleh mengetahui persoalannya," ujar
Pak Lenoir sambil bangkit. "Bagiku sudah jelas bahwa Tuan Barling banyak sekali
mengetahui perihal kejadian-kejadian aneh itu. Coba kulihat sebentar, apakah
Block juga mengetahui hal-hal yang mencurigakan."
Julian agak cemberut. Apabila Pak Lenoir bermaksud menceritakan segala-galanya
pada Block, yang menurut perasaan Julian terlibat dalam komplotan rahasia, maka
ia tak mau bercerita lebih lanjut!
"Coba kutanyakan pendapat Block mengenai persoalan ini," kata Pak Lenoir lagi.
"Nanti kalau ternyata kita tak berhasil memecahkan sendiri persoalan ini,
barulah kita minta bantuan polisi." Kemudian ia ke luar.
Julian tak mau bercerita terlalu banyak di depan Ibu Lenoir. Karena itu ia
mengalihkan pembicaraan. "He, bagaimana kalau kita sarapan saja dulu?" katanya. "Aku sudah lapar sekali!"
Anak-anak sarapan di kamar belajar, seperti biasa. Hanya Marybelle saja yang tak
bisa makan, karena masih terus cemas memikirkan si Hangus.
"Kurasa kita sebaiknya harus berusaha pula memecahkan kejadian misterius ini,"
kata Julian ketika mereka sudah sendirian di meja makan. "Aku kepingin
menyelidiki kamar yang dipakai menginap oleh ayahmu, George. Itu usaha kita yang
pertama! Di samping lorong rahasia yang sudah kita kenal, pasti masih ada jalan
tersembunyi lain untuk keluar dari situ."
"Menurut pendapatmu, apa yang terjadi dalam kamar itu kemarin malam?" tanya
Dick. "Kurasa si Hangus masuk dan bersembunyi di sana, menunggu sampai ayah George
tidur! Kalau keadaan sudah aman baginya, barulah ia menyelinap memasuki lorong
rahasia di belakang lemari," kata Julian sambil berpikir-pikir. "Tetapi
sementara si Hangus masih bersembunyi, tahu-tahu ada orang masuk. Orang itu
bermaksud hendak menculik Paman Quentin. Aku tak tahu dengan pasti - ini hanya
perkiraanku saja! Si Hangus berteriak karena kaget, lalu jatuh pingsan. Mungkin
karena dipukul, tetapi mungkin pula dibungkam dengan jalan lain. Sesudah itu ia
dan Paman Quentin diculik bersama-sama, dan dibawa pergi melalui salah satu
jalan rahasia yang tak kita ketahui tempatnya."
"Ya! Ya, bisa saja begitu!" seru George bergairah. "Dan yang menculik mereka
Tuan Barling! Kudengar jelas si Hangus menyerukan 'Tuan Barling'! Rupanya saat
itu ia menyalakan senter, lalu melihat muka orang itu."
"Jadi mungkin saat ini mereka disembunyikan di salah satu tempat dalam rumah
Tuan Barling," ujar Anne dengan sekonyong-konyong.
"Ya!" kata Julian. "Tak teringat olehku kemungkinan itu! Betul! Tentu saja
mereka sekarang disembunyikan dalam rumah itu. Aku kepingin ke sana sekarang
juga!" "Aku ikut, ya!" kata George meminta.
"Jangan!" larang Julian. "Kau tak boleh ikut! Persoalan ini berbahaya, karena
Tuan Barling berbahaya dan jahat orangnya. Kau dan Marybelle tak boleh ikut. Aku
akan pergi bersama Dick."
"Kau jahat!" kata George. Matanya berkilat-kilat, mencerminkan kemarahannya.
"Bukankah aku sebanding dengan anak laki-laki" Aku harus ikut!"
"Ya, kuakui kau tidak kalah dengan anak laki-laki," kata Julian. "Karena itu
tolonglah jagakan Anne dan Marybelle. Jangan sampai mereka ikut diculik!"
"Ya, jangan pergi, George," kata Anne. "Temani kami di sini."
"Kurasa toh tak ada gunanya ke sana," kata George. "Tanggung Tuan Barling tak
mengijinkan kalian masuk ke rumahnya. Dan kalau pun kalian berhasil, pasti nanti
takkan bisa menemukan semua tempat rahasia di dalamnya. Pasti banyak sekali
jumlahnya, sama banyak dengan di sini. Atau bahkan lebih banyak lagi!"
Menurut perasaan Julian, kata George itu memang benar. Tetapi ia harus
mencobanya. Sehabis sarapan, ia dan Dick pergi menuruni bukit ke rumah Tuan Barling. Tetapi
sesampai di sana, ternyata rumah itu tertutup semua pintu dan jendelanya. Mereka
membunyikan bel dan mengetuk pintu. Tetapi tak ada yang ke luar. Tirai-tirai
tertutup rapat di balik jendela-jendela yang dikatupkan. Dari cerobong rumah tak
nampak asap mengepul. "Tuan Barling pergi berlibur," kata tukang kebun yang sedang mengurus taman
bunga di rumah sebelahnya. "Ia berangkat pagi ini, naik mobil. Semua pembantu di
rumah juga diberi cuti."
"Oh!" kata Julian tercengang. "Ada orang yang ikut dalam mobilnya" Barangkali
seorang laki-laki dewasa dan seorang anak laki-laki?"
Tukang kebun kelihatan heran mendengar pertanyaan itu. Ia menggeleng.
"Tidak! Tuan Barling pergi sendirian."
"Terima kasih," kata Julian, lalu kembali ke Sarang Penyelundup bersama Dick.
Persoalan menjadi semakin misterius. Tuan Barling pergi berlibur, dan semua
pembantu di rumahnya juga diberi cuti. Jadi rumah kosong! Dan Tuan Barling pergi
seorang diri dengan mobil, tanpa membawa orang-orang yang diculiknya. Kalau
begitu apa yang terjadi dengan Paman Quentin dan si Hangus" Untuk apa Tuan
Barling menculik Paman Quentin" Julian teringat bahwa Pak Lenoir tak
mengemukakan alasan yang mungkin mengenainya. Barangkali ayah tiri si Hangus
tahu sebabnya, cuma tak mau mengatakan pada mereka! Persoalan itu benar-benar
membingungkan. Sementara itu George juga tidak tinggal diam. Ia menyelinap masuk ke kamar si
Hangus yang dijadikan tempat ayahnya menginap. Diperiksanya segala penjuru kamar
dengan seksama, mencari-cari jalan rahasia yang belum diketahui oleh si Hangus.
Seluruh dinding kamar diketuk-ketuknya. Karpet disingkapkan, lalu diperiksanya
seluruh permukaan lantai. Dicobanya lagi membuka batu di belakang lemari. George
sangat ingin bisa masuk ke lorong lewat situ, untuk mencari Tim. Pintu kamar
kerja di bawah sudah terkunci lagi. George tak berani bercerita tentang Tim pada
Pak Lenoir, dan meminta bantuannya untuk menyelamatkan anjingnya itu.
Karena tak berhasil, George berpaling dan hendak keluar dari kamar si Hangus.
Tiba-tiba dilihatnya sesuatu di lantai, dekat jendela. Ia membungkuk dan
memungut benda yang dilihatnya itu. Sebuah sekerup kecil! George memandang
berkeliling. Dari mana datangnya sekerup itu"
Mula-mula tak dilihatnya sekerup yang sama ukurannya dengan yang ada di
tangannya. Tetapi kemudian matanya tertumbuk pada bangku panjang dekat jendela.
Bagian atas bangku itu bersekerup!
Mungkinkah sekerup di tangannya itu, berasal dari bangku tersebut" Tetapi mana
mungkin" Diperiksanya lebih teliti. Kemudian ia berteriak,
"Satu sekerup tidak ada - di bagian tengah sebelah depan. Sekarang aku harus
berpikir baik-baik."
Ia teringat lagi pada kejadian kemarin malam. Ada orang masuk mengendap-endap,
sewaktu ia sedang bersembunyi di bawah tempat tidur. Orang itu bekerja sambil
membungkuk di atas bangku dekat jendela, mengutak-utik selama beberapa waktu.
Diingatnya kembali berbagai bunyi: ketak-ketik seperti suara logam, serta bunyi
mendecit-decit pelan. Rupanya itu bunyi sekerup yang diputar masuk ke dalam
papan bangku! "Rupanya orang itu tadi malam menyekerupkan papan sebelah atas bangku," pikir
George. "Karena dalam kamar gelap, sebuah sekerup terlepas lalu jatuh ke
lantai." "Untuk apa papan itu disekerupkan?" pikirnya selanjutnya. "Mungkin untuk
menyembunyikan sesuatu" Apakah yang ada dalam bangku ini" Kedengarannya kosong!
Aku tahu, selama ini tutupnya selalu disekerup rapat. Aku pernah berusaha
membukanya, karena kukira dalamnya merupakan tempat menyimpan barang. Tetapi
tutupnya tersekerup rapat!"
George mulai yakin bahwa ada sesuatu yang misterius pada bangku dekat jendela
kamar si Hangus. Ia bergegas mencari obeng. Setelah ditemukan, ia bergegas lagi
masuk ke kamar. Pintu kamar dikuncinya. Ia tak mau terpergok oleh Block, kalau orang itu
mengintip-intip lagi. Kemudian sekerup-sekerup dibukanya satu per satu dengan
obeng. Apakah yang akan ditemukannya dalam bangku" George sudah tak sabar lagi!
XVIII TABIR RAHASIA MULAI TERSINGKAP
SEWAKTU George sedang sibuk membuka sekerup terakhir, sekonyong-konyong
terdengar pintu diketuk dari luar. George terkejut. Tubuhnya mengejang. Tetapi
ia tak menjawab. Ia khawatir yang mengetuk itu Block, atau Pak Lenoir.
"George" Kau ada di dalam?" George merasa lega, karena didengarnya suara Julian.
Ia bergegas membukakan pintu. Julian dan Dick masuk, diikuti oleh Anne dan
Marybelle. George segera menutup pintu kembali dan langsung menguncinya.
"Rumah Tuan Barling tertutup rapat, dia sendiri pergi berlibur," kata Julian.
"Jadi kami tak bisa masuk untuk memeriksa. Kau sedang mengapa tadi, George?"
"Membuka papan alas sebelah atas bangku ini," kata George. Diceritakannya
tentang sekerup yang ditemukan olehnya di lantai. Anak-anak berkerumun dengan
penuh minat. "Hebat, George!" kata Dick. "Sini, biar aku saja membuka sekerup selanjutnya."
"Jangan! Ini pekerjaanku," kata George. Dicabutnya sekerup terakhir. Kemudian
diangkatnya papan bangku sebelah atas. Papan itu terangkat seperti tingkap.
Anak-anak memandang ke dalam peti. Mereka agak takut, karena tak tahu apa yang
terdapat di dalamnya. Mereka heran dan agak kecewa, ketika ternyata bahwa
sebelah dalam bangku itu kosong! Bangku itu ternyata sebuah peti yang bertutup
sebelah atasnya, dan bisa diduduki.
"Yah, mengecewakan!" kata Dick. Ditutupnya kembali papan yang menyerupai tingkap
itu. "Kurasa yang kaudengar tadi malam bukan bunyi sekerup diputar, George. Itu
cuma sangkaanmu belaka!"
"Tidak mungkin!" jawab George singkat. Tingkap dibukanya lagi, lalu ia masuk ke
dalam. Kakinya menghentak-hentak, menekan papan sebelah bawah.
Tiba-tiba terdengar bunyi berderik pelan. Dasar peti mengayun ke bawah, seperti
daun pintu jebakan yang berengsel!
Napas George tersentak. Cepat-cepat disambarnya pinggiran peti. Untung saja,
karena sekonyong-konyong kakinya kehilangan pijakan! George menendang-nendang
udara sebentar, setelah itu ia berhasil merangkak ke luar. Anak-anak memandang
ke bawah sambil membisu. Pandangan mereka tertatap ke sebuah lubang yang menganga. Tetapi lubang itu tak
begitu dalam. Dasarnya kira-kira dua setengah meter dari atas. Dasar itu tidak
sempit seperti lubang bagian atas, melainkan melebar seperti rongga. Rupanya
rongga itu merupakan awal sebuah lorong tersembunyi, yang bersambungan dengan terowongan bawah tanah yang
bersimpang siur dalam perut bukit. Bahkan mungkin saja lewat lubang itu bisa
dicapai rumah Tuan Barling!
"Astaga!" seru Dick. "Siapa mengira di sini ada lubang! Bahkan Dick pun pasti
tidak mengetahuinya."
"Kita turun saja?" usul George. "Bagaimana jika kita menyelidiki ke mana arah
lorong yang di bawah itu. Barangkali kita akan bisa menemukan Tim!"
Tiba-tiba terdengar bunyi, seolah-olah ada orang di luar memutar pegangan pintu.
Tetapi pintu terkunci! Kemudian menyusul bunyi ketukan keras, serentak dengan
suara seseorang yang menyapa dengan tidak sabar,
"Kenapa pintu ini terkunci" Ayoh buka dengan segera! Apa yang kalian lakukan di
dalam"!" "Itu Ayah!" bisik Marybelle ketakutan. "Lebih baik kubuka pintu cepat-cepat."
Dengan segera George menutupkan papan alas bangku. Tak dikehendakinya Pak Lenoir
melihat penemuan mereka itu. Ketika pintu sudah dibukakan, Pak Lenoir masuk dan
melihat anak-anak sedang berdiri atau duduk-duduk dalam kamar itu.
"Aku baru saja menanyai Block," katanya. "Dan seperti sudah kukatakan, ia sama
sekali tak tahu-menahu tentang kejadian-kejadian selama ini. Sewaktu kutanyai
tentang isyarat cahaya yang datang dari kamar menara, ia tercengang! Tetapi
menurut pendapatnya, orang itu tak mungkin Tuan Barling. Menurut perkiraannya,
pasti ada suatu komplotan untuk mencelakakan diriku."
"Astaga!" kata anak-anak serempak. Tetapi dalam hati, mereka tak begitu lekas
percaya pada Block, seperti Pak Lenoir!
"Ya - dan Block sangat gelisah sebagai akibatnya," kata Pak Lenoir. "Mukanya
pucat pasi! Karena itu ia kusuruh beristirahat sebentar, sementara kita
memikirkan langkah-langkah berikut."
Menurut pendapat anak-anak, tak mungkin Block begitu cepat terpengaruh
kesehatannya. Mereka menduga bahwa sebetulnya ia bukan beristirahat, melainkan
mungkin menyelinap ke luar untuk suatu urusan rahasia.
"Aku masih ada pekerjaan sedikit," kata Pak Lenoir. "Aku sudah menelepon polisi.
Tetapi sayang, Pak Inspektur sedang tidak ada di kantor. Tapi sudah kuminta agar
ia menelepon begitu kembali dari dinas luarnya. Sekarang kuharap kalian tidak
berbuat yang aneh-aneh, sampai aku selesai dengan pekerjaanku."
Anak-anak menganggap permintaannya itu aneh. Tetapi mereka diam saja. Sesudah
tiba-tiba tersenyum dan tertawa-tawa, Pak Lenoir pergi.
"Aku akan mengintip sebentar ke kamar Block, untuk melihat apakah dia benar ada
di dalam," ujar Julian ketika Pak Lenoir sudah tak nampak lagi.
Julian bergegas ke bagian rumah tempat tinggal para pembantu. Ia berhenti di
depan kamar Block. Pintu kamar agak terbuka, sehingga Julian bisa mengintip ke
dalam. Dilihatnya sosok tubuh Block berbaring di tempat tidur. Ia tidak
melihatnya dengan jelas, karena tirai jendela ditutup sehingga kamar agak gelap.
Julian cepat-cepat kembali.
"Ya, Block ada di tempat tidur," katanya. "Jadi untuk sementara kita aman dari
intipannya. Bagaimana jika kita masuk saja ke dalam lubang di bawah bangku" Aku
kepingin melihat ke mana arah lorong yang ada di dasarnya!"
"Setuju!" seru anak-anak. Tetapi ternyata tidak begitu mudah meloncat ke bawah
sejauh dua meter setengah. Julian yang turun paling dulu, terbanting agak keras!
Ia berseru dari bawah, "Dick! Kau harus mencari tali, lalu mengikatkannya pada suatu tempat yang kokoh.
Kemudian kalian turun dengan tali. Jangan meloncat! Sakit badanku karena
terbanting tadi." Tetapi Julian memanggil lagi, ketika Dick sedang sibuk mencari tali,
"Sudah, tak perlu lagi kau mencari tali. Baru kulihat bahwa di sisi lubang
terdapat lekuk-lekuk yang bisa dipakai sebagai tempat berpegang atau berpijak."
Anak-anak turun satu per satu, sambil meraba-raba mencari lekuk yang dimaksudkan
oleh Julian. George ketika sedang turun tiba-tiba salah raba. Ia terpeleset,
lalu jatuh. Tetapi tak sampai kesakitan!
Seperti telah terduga, rongga tempat anak-anak berada saat itu merupakan awal
dari sebuah lorong tersembunyi. Tetapi lorong itu tidak mendatar seperti yang
lain-lainnya, melainkan berpangkal pada sebuah tangga yang mengarah ke bawah.
Sesampai di dasar tangga, mereka berhadapan dengan rongga lain. Dari situ
berpencaran lorong-lorong yang rupanya bersimpang siur dalam perut bukit. Anak-
anak tak meneruskan langkah mereka.
"Kita tidak bisa terus," kata Julian. "Nanti tersasar! Si Hangus tak ada bersama
kita, sedang Marybelle tidak tahu jalan. Berbahaya, apabila kita berkeliaran
dalam lorong-lorong itu!"
"Sst!" ujar Dick tiba-tiba sambil mendekapkan jari telunjuk ke bibir. "Dengar -
ada orang datang!" Terdengar langkah-langkah menggaung dari arah lorong sebelah kiri mereka. Anak-
anak mundur dan bersembunyi di suatu tempat yang gelap. Julian cepat-cepat
memadamkan senternya. "Mereka berdua!" bisik Anne, sementara nampak dua sosok tubuh keluar dari sebuah
lorong yang letaknya berdekatan dengan mereka. Orang yang satu kurus tinggi. Dan
yang seorang lagi - astaga, orang itu Block! Kalau bukan Block, pasti saudara
kembarnya! Kedua orang itu berbicara bisik-bisik. Jadi tak mungkin yang satu Block, karena
Lima Sekawan 04 Ke Sarang Penyelundup di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang yang mereka lihat itu bisa mendengar dengan jelas. Lagipula, bukankah
Block berbaring di tempat tidurnya" Tak sampai sepuluh menit sebelumnya, Julian
masih melihatnya terbujur di atas. Kalau begitu ternyata ada dua orang yang
serupa, pikir George. Kemungkinan itu sudah terpikir juga olehnya.
Kedua orang tadi menghilang lagi masuk lorong lain. Cahaya senter mereka makin
lama makin suram, dan akhirnya tak kelihatan lagi. Suara mereka bercakap-cakap
menggema samar dalam telinga anak-anak.
"Bagaimana - kita ikuti mereka?" tanya Dick.
"Jangan!" kata Julian. "Nanti kita kehilangan jejak mereka - dan tersasar dalam
lorong-lorong ini! Dan bagaimana jika mereka sekonyong-konyong berbalik" Pasti
kita akan ketahuan! Bisa gawat kalau hal itu terjadi!"
"Aku merasa pasti, orang yang satu lagi adalah Tuan Barling!" kata Anne dengan
sekonyong-konyong. "Aku tak bisa melihat mukanya, karena terlindung di balik
bayangan senter. Tetapi potongan tubuhnya persis Tuan Barling! Semuanya serba
panjang!" "Tapi Tuan Barling tak ada di sini, karena sedang bepergian," kata Marybelle.
"Katanya pergi!" sambung George dengan segera. "Kalau orang tadi memang benar
dia, maka rupanya ia kembali lagi. Aku kepingin tahu ke mana mereka berdua pergi
- mungkinkah untuk melihat ayahku dan si Hangus?"
"Mungkin saja," jawab Julian. "Ayoh, kita kembali ke atas! Kita tak boleh
berani-berani berkeliaran dalam lorong-lorong ini. Menurut cerita si Hangus,
panjangnya bermil-mil dan bersimpang-siur serta berarah naik turun. Bahkan ada
yang menuju ke rawa! Pasti kalau kita tersasar di sini, tak mungkin bisa
menemukan jalan ke luar."
Mereka kembali menaiki tangga batu, dan sampai di dasar lubang di bawah bangku
dekat jendela kamar si Hangus. Dengan mudah mereka naik ke atas, berpegangan dan
berpijak pada lekuk-lekuk pada batu dinding lubang.
Lega hati mereka ketika sudah sampai lagi di atas, di mana matahari bersinar
terang lewat jendela. Anak-anak memandang ke luar. Kabut sudah mulai lagi
menyelimuti daerah rawa. Tetapi puncak bukit masih bermandikan cahaya matahari.
"Sebaiknya kupasang lagi sekerup-sekerup papan alas bangku," kata Julian sambil
mengambil obeng. "Kalau Block masuk ke mari, ia takkan bisa menduga bahwa jalan
rahasia ini sudah kita ketahui. Aku merasa hampir pasti bahwa dialah yang
membuka sekerup ini, supaya Tuan Barling bisa masuk ke kamar. Sudah itu papan
disekerupkannya kembali, agar tak ada orang bisa menebak apa yang telah terjadi
sebelumnya." Dengan cepat papan penutup lubang itu disekerupkan kembali olehnya. Kemudian ia
melirik arloji yang ada pada lengannya.
"Sudah hampir waktu makan siang. Perutku sudah terasa sangat lapar! Mudah-
mudahan si Hangus dan Paman Quentin berada dalam keadaan selamat. Dan Tim juga!"
kata Julian. "Aku ingin tahu, apakah Block masih berbaring di tempat tidurnya -
atau sudah berkeliaran lagi dalam lorong bawah tanah. Kuintip saja sebentar ke
sana." Tak lama kemudian ia sudah kembali lagi. Mukanya menampakkan perasaan heran.
"Dia masih tetap berbaring di tempat tidurnya. Aneh!"
Pada saat makan siang, Block tidak muncul. Kata Sarah, ia sudah meminta agar
jangan diganggu jika tidak muncul.
"Block memang sering sakit kepala," kata Sarah. "Mungkin nanti siang sudah baik
lagi." Nampak jelas bahwa Sarah ingin mengobrol tentang kejadian-kejadian aneh yang
mereka alami. Tetapi anak-anak sudah berniat takkan menceritakan apa pun padanya. Sarah sangat
peramah, dan anak-anak senang padanya. Tetapi saat itu mereka merasa tak bisa
mempercayai siapa pun juga di Sarang Penyelundup. Sarah ke luar dengan sikap
tersinggung, karena anak-anak tak berhasil dipancing agar bercerita.
Sehabis makan, Julian mendatangi Pak Lenoir. Menurut perasaannya persoalan itu
perlu dilaporkan, juga apabila Pak Inspektur kebetulan sedang tidak ada di
kantor. Julian sangat cemas memikirkan nasib Paman Quentin dan si Hangus. Entah
kenapa, ia merasa bahwa Pak Lenoir saja yang mengatakan bahwa Pak Inspektur
sedang pergi. Padahal ia sama sekali tak menelepon polisi. Ia hanya hendak
mengulur waktu saja. Pak Lenoir nampak jengkel ketika Julian masuk setelah mengetuk pintu.
"Ah, kau rupanya!" kata Pak Lenoir. "Kukira Block yang datang. Sudah berkali-
kali bel kubunyikan memanggilnya. Dalam kamarnya ada lampu berkelip-kelip, kalau
bel kutekan di sini. Aku tak mengerti, kenapa ia belum muncul-muncul. Aku hendak
mengajaknya pergi ke kantor polisi!"
"Bagus!" kata Julian dalam hati. "Saya panggilkan saja, supaya ia bergegas, Pak
Lenoir. Saya tahu di mana letak kamarnya!"
Julian bergegas menaiki tangga, menuju ke bagian tempat tinggal para pembantu.
Ia mendorong pintu kamar Block sehingga terbuka.
Rupanya Block masih tetap berbaring di tempat tidurnya! Julian memanggilnya.
Tetapi kemudian disadari olehnya bahwa orang itu tuli. Karena itu ia menghampiri
tempat tidur, lalu memegang onggokan di bawah selimut yang menurut perasaannya
pasti bahu Block. Tetapi Julian terpegang pada sesuatu yang lembut. Tak mungkin bahu Block
selembut itu! Julian menarik tangannya, lalu memandang ke bawah dengan lebih
seksama. Seketika itu juga Julian terkejut.
Ternyata yang berbaring di tempat tidur sama sekali bukan Block. Sebuah bantal
bundar di cat hitam supaya mirip rambut manusia diletakkan pada tempat kepala!
Cepat-cepat Julian menyingkapkan selimut yang menyelubungi tubuh. Ternyata di
situ terdapat guling yang telah dibentuk sedemikian rupa sehingga mirip bentuk
tubuh orang yang sedang berbaring!
"Rupanya ini siasat Block, supaya dikira masih berbaring di tempat tidur kalau
ia sedang pergi menyelinap!" kata Julian seorang diri. "Kalau begitu memang
Block yang kami lihat dalam lorong bawah tanah tadi pagi! Dan memang Block yang
dilihat oleh George sedang bercakap-cakap dengan Tuan Barling kemarin malam,
ketika anak itu kebetulan lewat di depan jendela rumah orang itu. Dan ternyata
ia juga tidak tuli! Block seorang bandit yang sangat licik dan penipu!"
XIX TUAN BARLING MEMBUKA KARTU
APAKAH yang sebetulnya terjadi dengan Paman Quentin dan si Hangus" Macam-macam
pengalaman mereka, dan semuanya serba aneh!
Tuan Barling tiba-tiba muncul dalam kamar di mana Paman Quentin sedang tidur.
Paman Quentin disumbat mulutnya lalu dibius, supaya jangan sampai bisa meronta-
ronta dan berteriak minta tolong. Sudah itu mudah saja mencampakkannya ke dalam
lubang bawah tanah yang terdapat di bawah bangku dekat jendela. Paman Quentin
jatuh dan terbanting ke tanah yang keras.
Sesudah si Hangus dilemparkan pula ke bawah, Tuan Barling menyusul turun. Dengan
cekatan dituruninya tembok lubang dengan jalan berpijak pada lekukan-lekukan.
Di bawah sudah menunggu seseorang yang membantu Tuan Barling. Orangnya bukan
Block! Block ada di atas, karena dia masih harus menyekerupkan kembali papan
penutup bangku. Orang yang di bawah adalah seorang pesuruh Tuan Barling,
seseorang berwajah jahat.
"Aku terpaksa menculik anak ini pula," kata Tuan Barling. "Ia putra Tuan Lenoir.
Dia tadi memergoki aku dalam kamar. Salah Tuan Lenoir sendiri, berani berundak
melawan kemauanku!" Paman Quentin dan si Hangus digotong menuruni tangga, lalu dibawa masuk ke salah
satu lorong yang ada di bawah. Tuan Barling berhenti sebentar, dan mengeluarkan
segulung benang dari dalam kantongnya. Gulungan itu dilemparkannya ke
pelayannya. "Nih, sambut! Ikatkan ujungnya ke paku itu, lalu sambil berjalan kauuraikan
benangnya. Aku sendiri hafal jalan di sini, tetapi Block tidak tahu! Sedang dia
besok harus masuk ke mari, mengantarkan makanan untuk kedua tawanan kita. Dengan
petunjuk tali yang terbentang ini, ia takkan tersasar. Nanti sebelum sampai ke
tempat di mana keduanya akan kita taruh, benang bisa kita ikatkan lagi ke
dinding lorong. Dengan begitu mereka takkan melihatnya dan tidak bisa memakai
petunjuknya untuk melarikan diri."
Pesuruh itu mengikatkan ujung benang ke paku yang ditunjukkan oleh Tuan Barling.
Kemudian sambil berjalan menggotong tawanan, benang yang tergulung dibiarkannya
terurai pelan-pelan. Benang yang terbentang menyusur dinding lorong bisa
dipergunakan sebagai penunjuk jalan bagi orang yang tak mengenalnya. Berbahaya
sekali kalau tak ada penunjuk jalan itu! Bisa tersesat, karena lorong bawah
tanah itu bersimpang-siur, dan bermil-mil panjangnya.
Setelah berjalan selama kira-kira delapan menit, mereka sampai ke semacam gua
bundar. Gua itu letaknya di sisi sebuah lorong yang lebar tetapi rendah. Dalam
gua terdapat sebuah bangku dengan beberapa lembar selimut di atasnya. Di situ
juga ada sebuah peti, yang dipakai sebagai meja. Di atas peti terdapat sebuah
kendi berisi air. Hanya barang-barang itulah yang terdapat dalam gua.
Sementara itu si Hangus sudah bangun dari pingsannya. Tetapi ia tidak segera
menyadari di mana ia berada, dan apa yang terjadi sebelumnya. Matanya masih
berkunang-kunang. Sedang tawanan yang satunya lagi masih pingsan. Rupanya obat
bius yang dipakai sangat kuat!
"Tak ada gunanya berbicara dengan dia sekarang," kata Tuan Barling. "Baru besok
ia akan siuman kembali. Dan kalau sudah bangun baru kita datang dan mengajaknya
bicara. Aku akan mengajak Block ikut."
Si Hangus dibaringkan di lantai. Tiba-tiba anak itu terduduk. Tangannya memegang
kepala yang terasa pusing karena dipukul dari belakang tadi. Ia tak tahu di mana
ia berada saat itu. Si Hangus mendongak, dan nampak Tuan Barling berdiri di depannya. Tiba-tiba si
Hangus teringat lagi. Tetapi mengapa ia tahu-tahu sudah berada dalam gua yang
gelap" "Tuan Barling!" serunya. "Kenapa aku tadi dipukul" Kenapa aku dibawa ke mari?"
"Itulah hukuman bagi seorang anak laki-laki yang selalu ingin tahu, dan suka
mencampuri urusan orang lain!" kata Tuan Barling dengan nada mengejek. "Kau
harus menemani sobat kita yang terbaring di atas bangku itu. Tapi ia masih akan
tidur terus sampai besok pagi! Kalau dia sudah bangun, kau bisa menceritakan
segala-galanya padanya! Aku pun ingin mengobrol pula dengannya! O ya - Pierre,
kau kan juga mengetahui bahayanya apabila berkeliaran tanpa tahu jalan dalam
lorong-lorong ini, bukan" Aku membawa kalian memasuki sebuah lorong yang tak
begitu dikenal orang. Kalau kau ingin melarikan diri dan kemudian tersesat di
sini, silakan! Kau pasti akan lenyap tanpa bekas!"
Si Hangus menjadi pucat mukanya. Ia memang mengetahui bahwa sangat berbahaya
apabila tersesat dalam lorong-lorong yang berliku-liku. Dan lorong yang itu sama
sekali tak dikenalnya. Si Hangus masih ingin mengajukan beberapa pertanyaan
lagi, tetapi Tuan Barling buru-buru berpaling lalu pergi diiringi pesuruhnya.
Lentera dibawa pergi, dan si Hangus ditinggal dalam gelap. Anak itu berteriak,
"He! Tinggalkan lampu untukku!"
Tetapi Tuan Barling tidak mau menjawab lagi. Terdengar langkah kedua orang itu
makin lama semakin menjauh, dan akhirnya hilang. Yang tinggal cuma kesunyian dan
kegelapan belaka! Si Hangus merogoh kantongnya, mencari senter. Tetapi senternya tak ada dalam
kantong. Rupanya terjatuh dalam kamar tadi. Ia merangkak sambil meraba-raba
menuju ke bangku, lalu mencari-cari di mana tubuh ayah George yang masih
berbaring dalam keadaan pingsan. Si Hangus sangat mengharapkan Paman Quentin
bisa siuman saat itu. Seram rasanya seorang diri dalam gelap. Dan tempat itu
dingin sekali. Si Hangus menyelubungi tubuh dengan selimut, lalu berbaring merapatkan diri ke
tubuh Paman Quentin yang masih pingsan. Ah, kenapa dia tidak bisa segera siuman"
Di kejauhan terdengar bunyi air menetes tanpa henti. Setelah beberapa lama, si
Hangus tak tahan lagi mendengarnya. Ia tahu, bunyi itu berasal dari air yang
menetes dari atap lorong. Tetapi walau begitu ia tak tahan mendengarnya. Ingin
ia bisa memaksa bunyi itu agar berhenti dengan seketika!
"Kucoba saja membangunkan ayah George!" pikir anak itu dengan bingung. "Harus
ada seseorang yang bisa kuajak bicara!"
Si Hangus menggoyang-goyang tubuh Paman Quentin. Ia agak bingung, karena tak
mengetahui nama orang itu. Aneh, jika ia menyebutnya 'Ayah George'! Tetapi
kemudian teringat olehnya bahwa Julian dan kedua adiknya menyebut orang itu
Paman Quentin. Dengan segera si Hangus meneriakkan nama itu di telinga orang
yang masih pingsan itu. "Paman Quentin! Bangun, Paman Quentin! Bangunlah! Paman Quentin! Bangun!"
Akhirnya terasa tubuh Paman Quentin bergerak sedikit. Si Hangus tak bisa melihat
bahwa Paman membuka matanya dengan susah payah, mendengar suara samar-samar dan
jauh memanggil-manggil namanya. Paman Quentin tidak tahu bahwa si Hangus
berteriak-teriak dekat sekali ke telinganya!
"Paman Quentin! Bangunlah. Bicaralah padaku, aku takut sendirian," terdengar
suara sayup-sayup sampai di telinganya. "PAMAN QUENTIN!"
Samar-samar Paman Quentin mengira bahwa yang memanggil-manggil itu mestinya
Julian atau Dick. Dia memeluk tubuh anak itu, lalu ditariknya mendekat.
"Sudah, tidur sajalah," katanya dalam keadaan setengah sadar. "Ada apa, Julian"
Atau kaukah itu, Dick" Tidur sajalah!"
Paman Quentin terlelap kembali, karena pengaruh obat bius masih kuat. Tetapi si
Hangus sudah tidak cemas lagi. Dipejamkannya mata, walau ia yakin takkan bisa
tidur sekejap pun di tempat menyeramkan itu. Tetapi ternyata dengan segera ia
terlelap! Ia tidur nyenyak sepanjang malam. Hanya sekali ia terbangun, ketika
Paman Quentin menggeser sedikit.
Pada waktu terbangun, Paman Quentin merasa heran. Mengapa kasur tempat tidurnya
tiba-tiba menjadi keras! Ia lebih tercengang lagi ketika mengetahui bahwa ada
orang lain berbaring bersamanya. Ia tak teringat bahwa sebelumnya ia sendiri
yang menarik tubuh si Hangus sehingga merapat ke badannya. Paman Quentin
menjangkaukan tangan, maksudnya hendak menyalakan lampu duduk yang ada di atas
meja yang di samping tempat tidur.
Tetapi lampu tak berhasil ditemukan di tempatnya. Aneh! Ia menggerapai-gerapai,
dan menyentuh muka si Hangus. Paman Quentin tak tahu bahwa itu si Hangus.
Siapakah anak yang berbaring di sisinya" Paman Quentin merasa sangat bingung.
Kepalanya juga terasa pusing. Apakah yang terjadi pada dirinya"
"Anda sudah bangun?" terdengar anak di sisinya menyapa. "Aduh, syukurlah Paman
Quentin sudah bangun. Maaf saya menyebut Anda demikian, tetapi saya hanya tahu
bahwa Anda ayah George dan paman Julian."
"Dan kau sendiri - siapa kau?" tanya Paman Quentin dengan heran. Ia semakin
tercengang ketika si Hangus menceritakan segala kejadian yang dialami.
"Tetapi untuk apa kita diculik?" tanya Paman Quentin dengan heran bercampur
marah. "Belum pernah kualami perlakuan seperti begini seumur hidupku!"
"Saya tidak tahu kenapa Tuan Barling menculik Anda," jawab si Hangus. "Tapi saya
tahu kenapa saya diculik! Karena saya kebetulan melihat perbuatannya menculik
Anda. Katanya tadi, besok ia akan datang lagi dengan Block. Ia ingin ngobrol
dengan Anda! Selama itu kita terpaksa mendekam di sini. Kita takkan bisa
melarikan diri dari sini, karena kita tak mempunyai lampu dan lorong terlampau
simpang-siur. Tersesat kita nanti!"
Mereka terpaksa menunggu. Kemudian Tuan Barling muncul bersama Block. Block
membawa makanan, yang disambut dengan lahap oleh kedua orang yang diculik.
"Kau memang jahat, Block!" ujar si Hangus ketika dilihatnya wajah pesuruh
ayahnya itu diterangi sinar lentera. "Awas, kalau ayah tiriku mendengar bahwa
kau ikut dalam penculikan ini! Kecuali apabila ia sendiri terlibat di dalamnya!"
"Tutup mulut!" kata Block. Si Hangus tercengang.
"Rupanya kau bisa juga mendengar!" katanya. "Jadi ternyata selama ini kau cuma
berpura-pura tuli! Kau sangat licik - banyak rahasia yang bisa kaudengar dengan
cara begitu. Kau bisa mendengarkan berbagai hal yang sebenarnya tak boleh
kauketahui. Kau bukan hanya jahat, Block, tetapi juga licik!"
"Pukul saja anak itu kalau kau mau, Block," kata Tuan Barling sambil duduk di
atas peti. "Aku tak punya waktu untuk mengajar anak yang lancang mulut!"
"Baiklah," kata Block dengan suara geram, lalu melepaskan seutas tali yang
terikat di pinggangnya. "Sudah lama tanganku gatal, ingin menghajarmu!"
Si Hangus ketakutan. Dengan segera ia meloncat turun dari bangku, lalu
mengangkat kedua kepalan tinjunya untuk membela diri.
"Biar aku ngomong dulu dengan tawanan kita," ujar Tuan Barling. "Sudah itu kau
bisa menghajar Pierre sepuas-puas hatimu. Biar dia mati ketakutan selama itu!"
Selama itu Paman Quentin mendengarkan saja sambil membisu. Kemudian ditatapnya
Tuan Barling dengan pandangan marah.
"Aku minta penjelasan atas tingkah laku Anda yang aneh ini! Aku minta
dikembalikan ke Sarang Penyelundup! Atas perbuatan Anda ini, Anda harus
mempertanggungjawabkannya pada polisi!"
"Tidak," kata Tuan Barling dengan nada lembut tetapi aneh. "Aku hendak
menawarkan sesuatu yang menarik pada Anda. Aku tahu, kenapa Anda datang ke
Sarang Penyelundup. Aku juga tahu, kenapa Anda dan Tuan Lenoir saling merasa
tertarik pada percobaan kalian masing-masing."
"Bagaimana Anda bisa mengetahuinya?" tanya Paman Quentin. "Pasti secara curang!"
"Ya - pasti Block yang disuruhnya mengintip-intip dan membawa surat!" seru si
Hangus marah. Tetapi Tuan Barling tak mempedulikan perkataan mereka. Ia terus bicara, seolah-
olah tak mendengar.
Lima Sekawan 04 Ke Sarang Penyelundup di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sekarang inilah usulku," katanya pada Paman Quentin. "Aku tahu, Anda pasti
telah mendengar kabar bahwa aku ini penyelundup. Aku memang seorang penyelundup!
Banyak penghasilanku dari kegiatan itu. Kegiatan penyelundupan mudah dijalankan
di sini, karena polisi tak bisa mengawasi daerah rawa yang luas. Mereka pun tak
mungkin bisa menghalang-halangi orang-orangku bergerak melalui jalan-jalan
rahasia yang hanya dikenal olehku serta beberapa orang lagi. Pada malam-malam
yang cocok, aku memberi isyarat - atau tepatnya Block yang melakukan untukku.
Kami mempergunakan tempat yang sangat cocok untuk itu, yaitu menara Sarang
Penyelundup...." "Astaga!" seru si Hangus menyela. "Jadi rupanya memang Block yang kami lihat
waktu itu!" "Setelah barang-barang selundupan tiba, aku menunggu sampai ada kesempatan baik
lagi guna menyalurkannya ke daratan," kata Tuan Barling melanjutkan. "Aku selalu
berhati-hati, sehingga aku tak bisa dituntut. Tak pernah ada bukti-bukti nyata!"
"Kenapa semua ini Anda ceritakan padaku?" kata Paman Quentin mencemooh. "Aku tak
tertarik mendengarnya. Aku hanya berminat pada usaha mengeringkan rawa, dan
bukan menyelundupkan barang-barang melintasinya!"
"Tepat, Sobat!" kata Tuan Barling dengan nada senang. "Aku juga tahu. Aku sudah
melihat rencana Anda, serta membaca berita laporan percobaan yang dilakukan oleh
Anda dan Tuan Lenoir. Tetapi jika rawa dikeringkan, akan tamatlah riwayat
kegiatanku! Begitu daerah rawa sudah kering, akan dibangun rumah-rumah di
atasnya, serta jalan-jalan raya. Kabut akan lenyap, dan begitu pula dengan usaha
penyelundupan yang kujalankan selama ini! Mungkin di tepi laut akan dibangun
sebuah pelabuhan - dan kapal-kapalku tak bisa lagi merapat dengan diam-diam,
mengangkut barang-barang selundupan! Bukan uangku saja yang akan lenyap, tetapi
juga kehidupan bertualang yang sangat kusenangi selama ini!"
"Anda sudah gila rupanya!" ujar Paman Quentin dengan rasa jengkel dan jijik.
Tuan Barling memang agak kurang waras otaknya. Ia masih senang hidup sebagai
seorang penyelundup besar, di jaman kegiatan penyelundupan sudah hampir
berakhir. Ia senang membayangkan betapa kapal-kapal kecil kepunyaannya merayap
dalam kabut, menuju tepi rawa yang berbahaya. Ia senang mengingat orang-orangnya
bergerak melintasi jalan-jalan sempit yang diselubungi kabut tebal, menuju
tempat yang sudah disepakatkan sambil membawa barang-barang selundupan.
"Anda sebetulnya harus hidup seratus tahun yang lampau!" kata si Hangus. Ia juga
berpendapat bahwa Tuan Barling pasti tak beres otaknya. "Anda tak cocok hidup di
jaman sekarang!" Tuan Barling berpaling menatapnya. Matanya berkilat-kilat menyeramkan kena
cahaya lentera. "Kalau kau berani lagi membuka mulut, kulemparkan nanti ke rawa!" katanya
mengancam. Si Hangus bergidik. Tiba-tiba ia merasa bahwa Tuan Barling tidak
main-main. Orang itu sangat berbahaya. Paman Quentin juga merasakannya. Ia
memandang Tuan Barling dengan sikap waspada.
"Apa hubunganku dengan urusan ini?" tanyanya. "Kenapa Anda menculikku?"
"Aku tahu Tuan Lenoir berniat hendak membeli rencana Anda mengenai sistim
pengeringan rawa," kata Tuan Barling. "Aku tahu bahwa ia berniat hendak
mengeringkan rawa sekitar sini, dengan memakai gagasan Anda yang hebat itu. Anda
dengar, aku tahu persis rencana Anda! Aku juga tahu bahwa Tuan Lenoir
mengharapkan akan mendapat untung besar, dengan jalan menjual tanah rawa yang
sudah dikeringkan. Dalam keadaan sekarang, rawa-rawa yang penuh kabut ini tak
ada gunanya sama sekali bagi siapa pun - kecuali bagiku! Tapi rawa takkan
dikeringkan olehnya - karena, akulah yang akan membeli rencana Anda, dan bukan
Tuan Lenoir!" "Anda juga berniat hendak mengeringkan rawa?" tanya Paman Quentin dengan
tercengang. Tuan Barling tertawa mengejek.
"Tidak! Rencana Anda, dan begitu pula kertas-kertas laporan percobaan Anda akan
kubakar habis! Hasil pekerjaan ilmiah Anda akan kubeli, tapi takkan
kumanfaatkan! Aku ingin rawa-rawa tetap seperti sediakala, terselubung kabut
tebal dan berbahaya untuk semua orang kecuali aku dan orang-orangku. Jadi harap
Anda sebutkan harga penjualan hasil percobaan Anda padaku, dan tidak pada Tuan
Lenoir! Kuminta Anda menandatangani surat jual beli yang telah kupersiapkan
ini!" Tuan Barling melambai-lambaikan selembar kertas di depan hidung Paman Quentin.
Si Hangus memperhatikan dengan napas tertahan.
Paman Quentin mengambil kertas itu, lalu merobek-robeknya. Potongan-potongannya
dicampakkan ke muka Tuan Barling sambil berkata dengan nada marah,
"Aku tak mau berurusan dengan orang gila dan penjahat, Tuan Barling!"
XX TIM DATANG MENOLONG MUKA Tuan Barling menjadi pucat pasi. Si Hangus bersorak gembira,
"Horee! Hebat, Paman Quentin!"
Block berseru marah, berlari menghampiri anak laki-laki yang sedang bersorak-
sorak dengan bersemangat itu dan merenggut bahunya. Diangkatnya tangan yang
memegang tali, siap hendak memukul.
"Betul," kata Tuan Barling mendesis. "Bereskan dulu anak itu, Block - dan sudah
itu si goblok yang keras kepala ini! Kita hajar mereka, supaya kapok! Kita
pukul, lalu kita tinggalkan tanpa makanan selama beberapa hari dalam lorong yang
gelap ini - ah, pasti setelah itu mereka akan menjadi lebih penurut!"
Si Hangus menjerit sekuat-kuatnya. Paman Quentin meloncat bangkit. Si Hangus
menjerit lagi, ketika tangan yang memegang tali diayunkan ke bawah dengan
kencang. Tiba-tiba terdengar bunyi langkah-langkah ringan dan cepat. Suatu bayangan hitam
menerpa dari tempat gelap dan menerkam Block. Block menjerit kesakitan, lalu
berpaling. Lampu padam karena tersenggol olehnya sewaktu berpaling itu.
Terdengar suara menggeram-geram. Block terhuyung-huyung, berusaha membebaskan
diri dari cengkeraman makhluk aneh yang menerjang tadi.
"Tuan Barling! Tolong!" teriak Block.
Tuan Barling bermaksud hendak menolong, tetapi ia pun ikut diserang. Paman
Quentin dan si Hangus mendengarkan keributan bunyi pergumulan dengan heran dan
ketakutan. Makhluk apakah yang menyerang secara tiba-tiba itu. Mungkinkah
setelah itu giliran mereka akan diserang" Apakah makhluk itu seekor tikus
raksasa - atau binatang buas lain yang hidup dalam lorong-lorong tersembunyi"
Tiba-tiba binatang yang menyerang dengan galak itu menggonggong. Si Hangus
berseru girang, "TIM! Kau rupanya yang datang, Timmy! Kau memang anjing baik! Bagus Tim, serang
terus mereka itu! Gigit mereka, gigit keras-keras!"
Tuan Barling dan Block sangat ketakutan. Mereka tak berdaya menghadapi anjing
yang sedang marah itu. Tak lama kemudian mereka sudah lari pontang-panting dalam
lorong, sambil meraba-raba benang karena takut tersasar. Tim mengejar mereka
sampai agak jauh, lalu kembali mendatangi si Hangus dan ayah George dengan
perasaan puas. Tim disambut dengan gembira. Paman Quentin mengelus-elus kepalanya, sedang
lehernya dirangkul oleh si Hangus.
"Bagaimana kau bisa sampai di sini" Apakah kau berhasil menemukan jalan dari
lorong rahasia di mana kau terkurung selama ini. Tentunya kau kelaparan sekali!
Ini, ada makanan untukmu."
Tim makan dengan lahap. Selama anak-anak tak bisa mengantarkan makanan untuknya,
ia berhasil menangkap beberapa ekor tikus dan memakannya. Tetapi kecuali itu ia
tak makan apa-apa lagi. Ia tak kehausan, karena berhasil menemukan air tergenang
yang berasal dari tetesan-tetesan dari atap lorong. Tetapi anjing itu bingung
dan cemas, karena belum pernah selama itu berpisah dari tuannya!
"Paman Quentin!" kata si Hangus dengan tiba-tiba. "Bukankah Tim bisa
mengantarkan kita kembali ke Sarang Penyelundup?" Kemudian diajaknya Timmy
bicara. "Kau kan bisa mengantar kami pulang" Kau mengerti Tim" Pulang, ke
George!" Tim mendengarkan dengan telinga ditegakkan. Seolah-olah mengerti, ia lari masuk
ke lorong. Tetapi tak lama kemudian kembali lagi. Ia segan masuk ke situ.
Menurut perasaannya, pasti musuh-musuhnya menanti dalam gelap. Tuan Barling dan
Block tidak cepat kapok! Tetapi Tim mengenal jalan dalam lorong-lorong lain yang bersimpang siur dalam
perut bukit. Misalnya saja ia tahu jalan menuju ke rawa! Anjing itu lari lagi,
sementara kalung lehernya dipegang erat-erat oleh Paman Quentin. Si Hangus
menyusul sambil berpegang pada ujung mantel kamar Paman Quentin.
Jalan yang mereka lewati tak bisa dikatakan mudah maupun enak. Kadang-kadang
timbul kekhawatiran dalam hati Paman Quentin. Jangan-jangan Tim sebenarnya tak
tahu jalan! Lorong yang mereka lewati menurun terus. Kaki mereka tersandung-
sandung di tempat yang tak rata. Kadang-kadang kepala mereka terantuk pada
bagian langit-langit lorong yang rendah. Perjalanan itu sama sekali tak enak
bagi Paman Quentin, karena kakinya tak beralas sama sekali! Ia hanya mengenakan
piama, dan berselubung selimut.
Setelah tersaruk-saruk dengan cara begitu selama beberapa waktu, akhirnya mereka
tiba di tepi rawa. Tahu-tahu mereka sudah berada di kaki bukit! Tempat itu
sangat terpencil dan suram. Kabut di situ sangat tebal, sehingga baik si Hangus
maupun Paman Quentin tak bisa mengetahui ke arah mana mereka harus pergi!
"Kita tak usah khawatir," kata si Hangus menenangkan, "Serahkan saja pada Timmy,
karena ia pasti tahu jalan. Ia akan membawa kita kembali ke kota. Dan dari sana
kita bisa menuju ke rumah."
Tetapi sekonyong-konyong mereka kaget! Tim tertegun. Ia berdiri kaku dengan
telinga diruncingkan. Anjing itu kelihatan sedih dan bingung, mendengking-
dengking pelan. Kenapa dia"
Tiba-tiba ia menggonggong, lalu lari masuk lorong lagi. Paman Quentin dan si
Hangus ditinggalkannya begitu saja! Tim menghilang dalam lorong gelap.
"Tim!" teriak si Hangus memanggilnya. "Timmy! Ayoh kembali! Jangan tinggalkan
kami sendiri di sini - TIMMY!"
Tetapi Tim sudah menghilang. Si Hangus dan Paman Quentin tak tahu, kenapa anjing
itu tiba-tiba lari meninggalkan mereka. Keduanya saling berpandangan dengan
cemas. "Yah! Kalau begitu kita terpaksa mencari jalan sendiri melalui bagian berawa
ini," kata Paman Quentin. Suaranya kedengaran bimbang. Dengan hati-hati
dicecahkannya kaki ke tanah, untuk memeriksa kepadatannya. Ternyata tanah yang
diinjaknya lembek! Dengan cepat Paman Quentin menarik kakinya kembali.
Kabut saat itu tebal sekali, sehingga tak ada yang bisa kelihatan. Di belakang
mereka menganga lubang masuk ke lorong. Sebelah atasnya terdapat dinding tebing
yang terjal. Sudah jelas mereka tak bisa berjalan lewat tebing seterjal itu.
Jadi mau tak mau mereka harus mengitari kaki bukit, menuju jalan raya yang
menuju kota. Tetapi untuk itu mereka harus melewati daerah rawa!
"Sebaiknya kita duduk saja dulu di sini," kata si Hangus. "Kita menunggu saja,
barangkali Tim akan datang lagi."
Keduanya duduk di atas sebuah batu yang terdapat di mulut lorong. Mereka
menunggu Tim datang kembali.
Si Hangus teringat pada orang-orang di rumah. Pasti mereka tercengang pada saat
mengetahui bahwa ia dan Paman Quentin hilang!
"Aku kepingin tahu, apa yang sedang dilakukan orang-orang di rumah saat ini,"
katanya pada diri sendiri.
Tanpa diketahui oleh si Hangus, anak-anak tak tinggal diam saja selama itu.
Sesudah berhasil menemukan lubang di bawah bangku dekat jendela, mereka turun ke
lorong. Mereka bahkan melihat Tuan Barling dan Block yang sedang melintas,
hendak mendatangi Paman Quentin dan si Hangus untuk berbicara dengan mereka!
Mereka juga berhasil mengetahui bahwa Block tidak berbaring di tempat tidurnya.
Ternyata yang mereka sangka Block hanyalah boneka belaka! Sesudah itu anak-anak
ribut menceritakan semuanya. Akhirnya Tuan Lenoir yakin bahwa Block bukan
pesuruhnya yang baik dan setia, melainkan seorang mata-mata yang sengaja
ditempatkan oleh Tuan Barling di rumahnya!
Ketika Julian sudah benar-benar merasakan keyakinan Pak Lenoir, ia pun
membeberkan segala hal yang diketahui. Ia juga menceritakan tentang lubang masuk
ke lorong lewat dasar bangku dekat jendela, dan bahwa anak-anak melihat Tuan
Barling dan Block lewat dalam lorong bawah tanah pada hari itu juga!
"Astaga!" Sekarang Pak Lenoir nampak benar-benar cemas. "Sudah gila rupanya Tuan
Barling itu! Aku selalu menganggap tingkah lakunya agak aneh - tapi tak pernah
bisa kubayangkan bahwa ia akan menculik orang. Sudah jelas dia gila, dan Block
juga! Persoalan ini merupakan suatu komplotan. Rupanya mereka mendengar
rencanaku bersama paman kalian! Kemudian mereka bertekat hendak mencegahnya,
karena akan mengganggu kegiatan penyelundupan mereka. Entah apa tindakan mereka
selanjutnya! Persoalan ini benar-benar serius!"
"Sayang Tim tak ada di sini!" kata George dengan sekonyong-konyong.
Pak Lenoir tercengang. "Siapa Tim?" "Yah, saya rasa sekarang Anda perlu mengetahui segala-galanya," ujar Julian.
Kemudian diceritakannya tentang Tim, dan bagaimana mereka menyembunyikannya.
"Kalian telah berbuat bodoh," kata Pak Lenoir singkat. Kelihatannya ia kurang
senang. "Kalau kalian langsung berterus terang padaku, aku kan bisa meminta
seseorang di kota mengurusnya selama kalian menginap di sini! Aku memang tak
senang anjing. Aku bahkan sangat benci, dan takkan pernah akan mengijinkan
seekor anjing masuk ke rumah ini. Tapi aku kan bisa mengurus penitipannya, jika
aku tahu bahwa kalian datang membawa anjing!"
Anak-anak menyesal, dan juga agak malu. Pak Lenoir memang aneh dan pemarah,
tetapi ternyata tak sejahat sangkaan mereka.
"Saya ingin mencari Tim," ujar George. "Bagaimana jika Anda memanggil polisi
sekarang juga, Pak Lenoir" Sedang kami beramai-ramai mencari Tim! Kami
mengetahui jalan masuk ke lorong rahasia, lewat kamar kerja Anda."
"Ah! Karena itulah rupanya kau kemarin siang bersembunyi di sana," ujar Pak
Lenoir. "Padahal waktu itu kukira kau cuma mau berbuat nakal! Nah, carilah dia
kalau kau ingin melakukannya. Tapi jangan kaubawa ke dekatku. Aku benar-benar
tak senang jika ada anjing dalam rumahku."
Pak Lenoir pergi ke serambi, untuk menelepon polisi sekali lagi. Ibu Lenoir
berdiri mendampinginya dengan mata merah bekas menangis. George bergegas ke
kamar kerja Pak Lenoir, diikuti oleh Julian serta kedua adiknya. Sedang
Marybelle tak mau jauh-jauh dari ibunya.
"Ayoh - kita masuk saja ke lorong rahasia untuk mencari Tim," kata George. "Jika
kita masuk beramai-ramai, dan kemudian bersuit dan berseru memanggil-manggil,
pasti ia akan mendengar kita!"
Tak lama kemudian keempat anak itu sudah kembali berada dalam lorong yang
sempit. Tetapi Tim tak ada di situ. Anak-anak mulanya heran, tetapi dengan
segera George tahu mengapa anjing itu tak ada lagi di sana.
"Kalian masih ingat cerita si Hangus, bahwa dari lorong ini ada jalan menyimpang
ke kamar makan?" katanya. "Nah, sewaktu kita lewat tempat yang mestinya terletak
di balik dinding kamar makan, aku merasa melihat semacam pintu! Mungkin Tim
menerobos masuk ke situ, dan dari sana menyusur ke lorong lain."
Beriring-iringan mereka kembali. Mereka sampai di tempat yang letaknya di
belakang dinding kamar makan. Dan di situ mereka melihat pintu yang dimaksudkan
oleh George. Pintu itu kecil dan rata dengan dinding, sehingga tak jelas
kelihatan. George mendorongnya. Ternyata pintu itu bisa terbuka dengan mudah.
Ketika dilepaskan, tertutup lagi dengan bunyi berketik. Rupanya pintu itu hanya
bisa dibuka dari satu arah saja!
"Ke situlah Tim masuk!" ujar George sambil mendorong pintu sekali. "Pintu ini
didorongnya sehingga terbuka. Sudah itu ia masuk, dan pintu tertutup lagi. Tim
tidak bisa melewati pintu lagi, karena hanya bisa dibuka dari sini. Ayoh, kita
masuk saja! Kita harus mencari Tim."
Keempat anak itu memasuki lubang pintu yang kecil. Ambangnya begitu rendah,
sehingga bahkan Anne pun harus menunduk ketika melewatinya. Mereka sampai ke
sebuah lorong yang mirip dengan lorong yang baru saja mereka tinggalkan, tetapi
tak begitu sempit. Tiba-tiba lorong itu condong ke bawah. Julian berseru kepada
saudara-saudaranya yang menyusul,
"Kurasa lorong ini menuju ke lorong yang biasa kita lalui pada waktu membawa Tim
berjalan-jalan ke luar. Nah - apa kataku! Sekarang kita sampai ke rongga yang
terdapat di bawah kamar Marybelle!"
Mereka memanggil-manggil sambil bersuit-suit. Tetapi Tim tetap tidak muncul.
George mulai merasa cemas.
"He!" kata Dick dengan tiba-tiba. "Mestinya di sini kita sampai sehabis menuruni
tangga yang berpangkal di bawah bangku dekat jendela kamar si Hangus. Ya, betul
- dan itu lorong yang dimasuki oleh Block dan Tuan Barling!"
"Mungkin - mungkinkah kedua orang itu menyakiti Tim?" tanya George ketakutan.
"Aku tak berpikir ke situ selama ini!"
Anak-anak cemas. Aneh, Tuan Barling dan Block bisa berkeliaran dengan leluasa
dalam lorong tanpa diserang oleh Tim, apabila anjing itu benar ada di situ!
Mungkinkah ia mengalami celaka karena perbuatan kedua orang itu" Anak-anak sama
sekali tak menyangka bahwa pada saat itu Tim sedang bersama-sama ayah George dan
si Hangus! "Eh - apa ini!" seru Julian sekonyong-konyong. Disorotkannya cahaya senter pada
sesuatu benda, supaya juga terlihat oleh saudara-saudaranya. "Benang! Benang
yang menjulur ke dalam lorong ini" Untuk apa?"
Lima Sekawan 04 Ke Sarang Penyelundup di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Itu kan lorong yang dimasuki oleh Tuan Barling dan Block," kata George.
"Menurut perasaanku, lorong itu menuju ke tempat ayahku dan si Hangus ditawan!
Keduanya ditawan di salah satu tempat di sini. Aku akan mengikuti benang ini
untuk mencari mereka! Siapa ikut?"
XXI PERJALANAN MENEMBUS BUKIT
"AKU ikut!" seru ketiga saudaranya serempak. Mereka takkan membiarkan George
pergi sendiri menghadapi bahaya!
Sambil meraba-raba benang yang terbentang sepanjang dinding lorong, Julian
berjalan paling depan. Saudara-saudaranya mengikuti dari belakang sambil
berpegangan tangan. Lorong itu gelap sekali, jadi mereka harus berhati-hati.
Jangan sampai ada yang tersasar!
Setelah berjalan selama kira-kira sepuluh menit, mereka sampai di gua bundar. Di
situlah si Hangus dan Paman Quentin berbaring malam sebelumnya. Tentu saja
mereka tak ada lagi di situ, karena sudah pergi menuju rawa bersama Tim.
"He! Lihatlah, rupanya di sini mereka tadinya!" seru Julian sambil menyorotkan
cahaya senternya ke sekeliling gua. "Sebuah bangku dan beberapa lembar selimut
yang terurai - serta lentera yang terguling di lantai. Dan lihat ini! - robekan
kertas. Rupanya ada suatu kejadian di sini!"
George yang berotak lincah berhasil menebak apa yang telah terjadi di situ.
"Rupanya Tuan Barling menawan mereka di sini," katanya. "Sudah itu ia pergi.
Ketika kembali lagi, ia mengajukan salah satu saran pada Ayah. Tetapi ayahku
menolak saran itu! Kemudian mereka bergumul, sehingga lentera terguling dan
padam sebagai akibatnya. Mudah-mudahan saja Ayah dan si Hangus tidak mengalami
cedera!" Julian juga merasa cemas.
"Moga-moga mereka tak tersesat dalam lorong-lorong yang seram ini. Bahkan si
Hangus puri paling-paling cuma hafal seperempatnya belaka! Aku ingin tahu, apa
yang terjadi dengan mereka berdua."
"Ada orang datang!" kata Dick sekonyong-konyong. "Cepat, padamkan sentermu,
Julian!" Julian bergegas memadamkan cahaya senternya. Keempat anak itu terselubung
kegelapan. Mereka meringkuk dekat dinding gua sambil memasang telinga.
Ya, terdengar bunyi langkah orang menyelinap.
"Kedengarannya seperti dua atau tiga orang yang datang," bisik Dick. Langkah-
langkah itu semakin mendekat, terdengar jelas menyusur lorong di mana terdapat
benang terbentang. "Mungkin Tuan Barling - disertai oleh Block," bisik George. "Mereka datang lagi,
karena mau bicara dengan Ayah. Tapi Ayah sudah menghilang!"
Tiba-tiba gua disinari cahaya terang-benderang. Anak-anak yang meringkuk di
pojok bermandikan sinar. Terdengar seruan kaget,
"Astaga! Siapa kalian" Ada apa di sini?"
Yang berseru Tuan Barling. Julian bangkit sambil mengejap-ngejapkan mata karena
silau. "Kami mencari Paman dan si Hangus," katanya. "Di mana mereka?"
"Mereka tak ada di sini lagi"!" Kelihatannya Tuan Barling kaget. "Dan anjing
galak itu juga sudah tak ada lagi?"
"Timmy tadi ada di sini?" seru George dengan gembira. "Ke mana dia sekarang?"
Tuan Barling tidak datang seorang diri. Ia disertai dua orang laki-laki, yaitu
Block dan seorang pesuruh Tuan Barling. Tuan Barling meletakkan lentera yang
dijinjingnya ke tanah. "Jadi kalian tak tahu ke mana kedua orang itu pergi?" tanyanya dengan nada agak
gelisah. "Mereka pasti akan tersesat, kalau berani pergi sendiri!"
Anne terpekik. "Semuanya kesalahanmu, Penjahat!" serunya.
"Diam, Anne!" kata Julian. Kemudian ia berpaling memandang penyelundup yang
kelihatan marah. "Sebaiknya Anda ikut saja dengan kami ke Sarang Penyelundup,
Tuan Barling, dan menjelaskan duduk perkara di sana. Saat ini Pak Lenoir sudah
menghubungi polisi!"
"O ya?" jawab Tuan Barling dengan ketus. "Kalau begitu lebih baik kita semua
menunggu selama beberapa waktu di sini! Ya, kalian juga harus di sini - biar
Tuan Lenoir merasa gelisah! Kalian semua kutawan. Kalian kuikat, supaya tidak
bisa melarikan diri seperti mereka berdua tadi! Kau punya tali, Block?"
Block dan orang yang satu lagi maju menghampiri anak-anak. George yang paling
dulu dipegang. Anak itu berteriak keras-keras, karena diperlakukan dengan kasar.
"Tim! Tim!" serunya. "Kau di mana" Tolong aku, Tim! TIMMY!"
Tetapi yang dipanggil tidak muncul. Tak lama kemudian George sudah meringkuk di
pojok gua, dengan tangan terikat ke punggung. Sudah itu Block dan pesuruh Tuan
Barling menghampiri Julian.
"Anda gila!" kata anak itu pada Tuan Barling yang berdiri di dekatnya sambil
menjinjing lentera. "Anda pasti gila, bertindak tak semena-mena!"
Sementara itu George masih terus meronta-ronta, berusaha melepaskan tangannya
yang terikat ke belakang. Ia berteriak-teriak memanggil anjingnya,
"Tim! Tim, Timmy, TIMMY!"
Tim tak bisa mendengarnya, karena ia sudah terlalu jauh berjalan. Walau begitu
tiba-tiba anjing itu menjadi gelisah. Ada perasaan tak enak mengganggunya. Saat
itu ia sudah berada di tepi rawa bersama si Hangus dan Paman Quentin. Sebetulnya
ia sudah siap akan mengantarkan mereka mengitari kaki bukit, menuju tempat aman.
Tetapi tiba-tiba anjing itu tertegun. Ditajamkannya telinga! Tentu saja tak
terdengar apa-apa. Tetapi Tim bisa merasakan bahwa George sedang dalam bahaya.
Anjing itu tahu bahwa tuannya memerlukan bantuannya!
Kupingnya tak mendengar, dan hidungnya tak mencium apa-apa. Tetapi perasaannya
mengatakan: George terancam bahaya!
Seketika itu juga ia berpaling lalu lari masuk ke lorong. Tim melejit lewat
lorong-lorong gelap. Dan ketika Julian sedang terpaksa membiarkan tangannya diikat ke belakang, tiba-
tiba suatu makhluk berbulu tebal datang menerjang! Tim datang menolong!
Tercium olehnya bau musuh lama: Tuan Barling! Hidungnya juga mencium bau Block!
GRRR! Tim menggeram keras.
"Anjing galak datang lagi!" teriak Block sambil melompat mundur. "Tembak saja,
Tuan Barling!" Tetapi saat itu Tim sudah tak peduli! Ia tak takut pada pistol, tak ngeri
menghadapi setan sekali pun! Diterjangnya Tuan Barling, sehingga orang itu
terbanting ke lantai gua. Tim menggigit bahunya, sehingga Tuan Barling menjerit
kesakitan! Kemudian giliran Block diterpa olehnya, sehingga juga jatuh ke tanah.
Orang yang satu lagi lari lintang-pukang!
"Panggil anjingmu! Suruh dia pergi, nanti mati kami digigitnya!" jerit Tuan
Barling. Ia berusaha bangkit. Bahunya terasa sakit sekali! Tetapi anak-anak
membiarkan saja. Biar kedua orang jahat itu kapok digigit oleh Tim!
Tak lama kemudian Tuan Barling dan Block sudah terbirit-birit pula lari ke dalam
lorong gelap. Mereka lari terhuyung-huyung tanpa lentera, tersaruk-saruk mencari
jalan. Karena kebingungan mereka lupa berpegang pada benang. Sekarang mereka
berkeliaran dalam gelap sambil merintih-rintih ketakutan!
Tim kembali dengan rasa puas. Dihampirinya George dengan ekor terkibas kian ke
mari. George yang selalu membanggakan bahwa ia tak pernah menangis, jadi heran
sendiri ketika merasa bahwa air mata membasahi pipinya. Ia menangis, sambil
menepuk-nepuk kepala anjingnya yang tersayang!
"Tapi aku menangis karena gembira, bukan karena sedih!" ujarnya.
Anak-anak sangat gembira karena bertemu kembali dengan Tim. Anjing itu pun tak
kalah senang! Berguling-guling di tanah sambil mendengking dan menggonggong.
"Wah, Tim! Lega hatiku, karena kau ada lagi di sampingku," kata George senang.
"Sekarang kau bisa mengantar kami ke tempat Ayah! Pasti kau tahu di mana ia dan
si Hangus berada." Tentu saja Tim mengetahuinya. Sementara George memegang kalung lehernya, anjing
itu lari menyusur lorong. Anak-anak menyusul sambil berpegangan tangan.
Mereka membawa lentera dan dua buah senter. Karena itu mereka bisa melihat jalan
dengan mudah. Tetapi walau begitu mereka pasti akan salah jalan, kalau Tim tak
ada bersama mereka. Tim sudah memeriksa seluruh lorong dengan seksama selama ia
ditinggal sendiri. Dan sekarang, dengan daya penciumannya yang tajam ia
mengambil jalan yang tepat, tanpa keliru sedikit pun.
"Dia memang benar-benar hebat," kata Anne memuji. "Menurut perasaanku, Tim
anjing yang paling hebat di dunia ini, George!"
"Tentu saja," jawab George. Ia memang sudah berpendapat begitu, sejak Tim masih
seekor anjing kecil. "Hebat sekali kau tadi, Tim! Kau menerpa Block, sewaktu
orang jahat itu sedang mengikat tangan Julian! Rupanya Tim mendapat firasat
bahwa kita memerlukan bantuannya!"
"Kurasa ia sekarang mengantar kita ke tempat ayahmu dan si Hangus," kata Dick.
"Kelihatannya ia hafal jalannya. Kita berjalan menurun. Tanggung sebentar lagi
kita akan sampai di tepi rawa!"
Akhirnya mereka sampai di kaki bukit. Sewaktu mereka muncul di mulut lorong yang
berkabut, tiba-tiba George berseru girang,
"Lihatlah! Itu Ayah - dan si Hangus!"
"Paman Quentin!" seru Julian, Dick dan Anne. "Hangus! He, kami di sini!"
Saat itu ayah George dan si Hangus sedang berdiri dengan bingung di tepi rawa.
Mendengar suara anak-anak memanggil, mereka kaget lalu berpaling,
"Bagaimana kalian bisa sampai ke mari?" tanya Paman Quentin sambil merangkul
anak perempuannya. "Apakah Tim tadi menjemput kalian" Tahu-tahu kami ditinggal
di sini, dan dia lari masuk lagi ke lorong!"
"Apa yang terjadi tadi?" tanya si Hangus dengan bersemangat, karena tahu bahwa
teman-temannya pasti membawa berita ramai.
"Wah, banyak sekali!" jawab George dengan muka berseri-seri. Senang rasanya
berkumpul lagi beramai-ramai. Dia dan Julian serta Dick berganti-ganti
bercerita. Sudah itu giliran ayahnya menceritakan pengalaman, dengan disela-sela
oleh si Hangus. "Yah - kurasa sebaiknya kita kembali saja ke Sarang Penyelundup," kata Julian
pada akhirnya. "Sebab nanti polisi akan mengerahkan anjing pelacak untuk mencari
kita! Pasti Tuan Lenoir akan tercengang, apabila kita nanti muncul beramai-
ramai!" "Wah, aku cuma memakai piama," kata pamannya. Diselubungkannya selimut lebih
erat menutupi tubuh. "Aneh rasanya nanti, berjalan di kota dengan berpakaian
begini!" "Alaah, sudahlah, toh tak ada yang melihat! Kabut tebal sekali," kata George.
Anak itu agak menggigil, karena hawa di situ lembab. "Tim, kau menjadi penunjuk
jalan sekarang. Kau pasti tahu ke mana kita harus pergi!"
Sebetulnya Tim belum pernah menginjakkan kaki ke luar lorong itu. Tetapi
nampaknya ia tahu apa yang harus dilakukan. Ia mulai berjalan, diikuti oleh
Paman Quentin dan anak-anak. Mereka kagum, karena Tim seakan-akan selalu tahu di
mana tempat yang kering. Kabut sangat tebal, sehingga tak mungkin bisa nampak
mana tempat yang aman dan mana tidak. Saat itu mereka dikelilingi rawa yang
berbahaya! "Hore! Kita sudah sampai ke jalan raya!" seru Julian tiba-tiba. Di depan mereka
nampak samar-samar jalan raya yang dibangun agak tinggi dari permukaan rawa.
Jalan itu agak menanjak, menuju ke Bukit Buangan!
Tim bergegas maju, lalu berusaha melompat ke jalan raya yang letaknya agak
tinggi. Tetapi sekali itu ia sial, karena lompatannya tak tepat! Ia terpeleset
dan jatuh ke rawa. Tim mengais-ngais mencari tempat berpijak yang padat, tetapi
sia-sia. Tim mendengking-dengking ketakutan!
"Tim!" jerit George dengan bingung! "Astaga, ia jatuh ke lumpur. IA TERBENAM!
Tim, aku akan menolongmu!"
George melangkahkan kaki ke rawa. Maksudnya hendak menyelamatkan anjingnya.
Tetapi ayahnya menyentakkannya kembali.
"Kau juga mau terbenam?" seru Paman Quentin. "Biarlah, Tim pasti akan sanggup
menyelamatkan dirinya sendiri!"
Tetapi Tim tak berhasil menemukan tempat berpijak. Dengan lambat tetapi pasti,
ia terbenam semakin dalam.
"Aduh, tolonglah dia! Jangan diam saja - tolonglah Tim!" jerit George sambil
meronta-ronta hendak membebaskan diri dari genggaman ayahnya. "Cepat, selamatkan
Tim!" XXII AKHIR YANG MELEGAKAN TETAPI semua tak berdaya. Mereka hanya bisa bingung menatap Tim yang menggeliat-
geliat dalam lumpur yang mencengkeram.
"Tim terbenam!" seru Anne sambil menangis.
Tiba-tiba terdengar deru mesin mobil di jalan raya. Sebuah truk nampak mendekat,
penuh dengan barang-barang angkutan. George berteriak menyuruh berhenti.
"Stop! Berhenti! Tolong kami! Anjing kami terjatuh dalam lumpur."
Truk itu berhenti. Dengan cepat Paman Quentin menuju ke bak belakang, untuk
melihat muatannya. Dalam bak terdapat batu bara, karung-karung berisikan macam-
macam, batang-batang kayu serta papan. Dengan segera ia dan Julian sudah
menurunkan papan, lalu melemparkannya ke dalam lumpur. Papan itu dipergunakan
sebagai tempat berpijak. Mereka berhasil mencapai tempat di mana Tim terbenam.
Supir truk turun dan ikut membantu. Dilemparkannya beberapa lembar papan lagi ke
rawa, di atas papan-papan pertama yang sudah mulai terbenam pula.
"Paman Quentin berhasil memegang Tim - dan mulai menariknya ke atas! Paman
Quentin berhasil menyelamatkannya," seru Anne.
George terduduk di tepi jalan. Mukanya pucat pasi. Tubuhnya terasa lemas karena
terkejut bercampur lega, melihat Tim berhasil diselamatkan.
Tidak gampang mengeluarkan Tim dari lumpur yang liat. Tetapi akhirnya berhasil
juga! Tim berjalan terhuyung-huyung di atas papan yang mulai terbenam dengan
pelan. Tubuhnya penuh berlumur lumpur. Tetapi George tak peduli! Begitu Tim
meloncat ke atas, dengan segera disambut oleh George dengan pelukan.
"Aduh, Tim!" ujar anak itu. "Ngeri rasanya melihatmu tadi! Wah, baumu busuk
sekali - tapi aku tak peduli! Kukira aku akan kehilanganmu untuk selama-
lamanya!" Supir truk memandang papan-papannya yang di rawa dengan menyesal. Papan-papan
itu sudah tak nampak lagi, terbenam dalam lumpur hitam. Paman Quentin
menyapanya, "Saat ini saya tak membawa uang," kata Paman sambil memandang pakaian yang
dikenakan dengan agak kikuk. "Tapi harap Anda mampir di Sarang Penyelundup!
Nanti saya akan membayar harga pengganti papan, dan sekaligus memberi balas jasa
atas pertolongan Anda!"
"Wah, kebetulan saya bertugas mengantarkan batu bara ke rumah di sebelah Sarang
Penyelundup," kata Supir sambil melirik pakaian Paman Quentin yang aneh itu.
"Mau membonceng sampai ke sana" Di belakang banyak tempat!"
Kecuali kabut yang masih tetap tebal, hari pun mulai gelap. Semuanya sudah
sangat capek. Dengan perasaan lega mereka naik ke bak belakang. Truk kemudian
berangkat dengan mesin menderu-deru, karena jalan menanjak menuju Bukit Buangan.
Tak lama kemudian mereka sudah sampai di Sarang Penyelundup. Mereka turun semua.
Tubuh mereka terasa kaku.
"Besok saja saya mampir," seru Supir. "Sekarang tak ada waktu lagi. Selamat
malam!" Paman membunyikan bel. Sarah bergegas membukakan pintu. Ia kaget sekali melihat
mereka berkerumun di depan pintu.
"Astaga!" serunya. "Kalian kembali dengan selamat! Pasti Tuan dan Nyonya Lenoir
akan sangat gembira. Polisi sudah sibuk mencari ke mana-mana. Mereka sudah
memasuki lorong rahasia, mereka pun sudah ke rumah Tuan Barling, dan...."
Tim menyusup masuk ke serambi. Rupanya aneh sekali, karena lumpur yang melekat
pada bulunya sudah mengering. Sarah terpekik melihatnya.
"Ya, Allah, apa itu! Astaga, anjing!"
"Tim, ke mari!" panggil George, yang tiba-tiba teringat bahwa Pak Lenoir
membenci anjing. "Sarah, bisakah Tim kutitipkan di dapur" Aku tak sampai hati
menyuruhnya menunggu di luar - ia sangat berani, dan telah menyelamatkan kami!"
"Ayoh, kita masuk saja!" kata ayah George. Ia sudah tak sabar lagi berdiri lama-
lama di situ. "Masakan Lenoir tak tahan sebentar saja dengan Tim?"
"Biar saya saja membawanya ke dapur!" kata Sarah. Rupanya ia senang anjing.
"Nanti kumandikan, karena kelihatannya perlu sekali. Tuan dan Nyonya Lenoir ada
di kamar duduk. O ya, Tuan - nanti saya ambilkan pakaian dari kamar!"
Paman dan anak-anak masuk dan menuju ke kamar duduk, sementara Tim dengan patuh
mengikuti Sarah ke dapur. Pak Lenoir mendengar suara anak-anak di serambi, lalu
bergegas membuka pintu kamar.
Ibu Lenoir memburu ke depan dan menciumi si Hangus dengan air mata bercucuran.
Marybelle ikut mengelus-elus kepala abangnya, seolah-olah si Hangus seekor
anjing! Pak Lenoir menggosok-gosokkan telapak tangan dengan sikap puas. Ia sibuk
menepuk bahu ke kanan kiri sambil berkata,
"Wah, wah - syukur kalian selamat semuanya! Wah, wah! Pasti mengasyikkan
pengalaman kalian!" "Ceritanya aneh, Lenoir," kata ayah George. "Sangat aneh! Tapi sebelumnya aku
harus merawat kakiku terlebih dulu. Bermil-mil aku tadi berjalan dengan kaki
telanjang. Sakit sekali rasanya sekarang!"
Sementara mereka ramai bercerita, para pembantu rumah sibuk menyediakan air
Lima Sekawan 04 Ke Sarang Penyelundup di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hangat untuk merendam kaki Paman Quentin, mengambilkan mantel kamar untuknya,
dan menyediakan makanan dan minuman untuk semuanya. Anak-anak ribut bercerita.
Semuanya bergairah, karena bahaya sudah berlalu!
Tak lama kemudian polisi muncul. Dengan segera Pak Inspektur mengajukan
bermacam-macam pertanyaan. Anak-anak ingin menjawab beramai-ramai. Tetapi kata
Pak Inspektur, lebih baik yang bercerita hanya Paman Quentin, si Hangus dan
George. Karena merekalah yang paling banyak mengetahui peristiwa.
Pak Lenoir yang paling tercengang! Ketika didengarnya dari Paman Quentin, bahwa
Tuan Barling mengatakan hendak membeli rencana sistim mengeringkan rawa, dan
betapa orang itu terus terang mengatakan bahwa ia penyelundup, Pak Lenoir
tersandar ke kursi. Ia tak bisa mengatakan apa-apa.
"Tuan Barling pasti gila!" kata Pak Inspektur. "Seolah-olah tidak hidup di jaman
sekarang." "Aku juga sudah mengatakan hal itu padanya," ujar si Hangus. "Kukatakan,
seharusnya ia hidup seratus tahun yang lalu!"
"Kami sebetulnya sudah sering berusaha menyergap kegiatan penyelundupannya,"
kata Pak Inspektur. "Tetapi Tuan Barling sangat cerdik! Bayangkan betapa cerdik
akalnya, menempatkan Block sebagai mata-mata di sini - dan menyuruh Block
mempergunakan kamar menara sebagai tempat memberi isyarat ke laut! Benar-benar
nekat orang itu! Dan Block ternyata tidak tuli. Itu juga akal yang cerdik!
Dengan berpura-pura tuli, Block bisa menangkap pembicaraan yang sebetulnya tak
boleh diketahui olehnya!"
"Apakah kita tidak perlu mencari Tuan Barling dan kedua anggota komplotannya?"
kata Julian sekonyong-konyong. "Jangan-jangan mereka masih berkeliaran dalam
lorong yang simpang-siur! Dan dua dari mereka luka kena gigit Tim!"
"Ah ya - kalian diselamatkan anjing," kata Pak Inspektur. "Kalian bernasib
mujur! Sayang Anda tak menyenangi anjing, Tuan Lenoir - tapi saya rasa Anda
harus mengakui bahwa untung anjing itu berkeliaran dalam lorong!"
"Memang," kata Pak Lenoir. "Tapi Block juga tak menghendaki ada anjing dalam
rumah. Rupanya ia takut anjing itu akan menggonggong pada waktu ia menyelinap
malam-malam. Ngomong-ngomong - mana anjing hebat itu" Aku tak berkeberatan
melihatnya sebentar, walau aku memang benci pada anjing. Dan aku akan tetap tak
menyukai anjing!" "Kujemput saja sebentar," kata George. "Mudah-mudahan Sarah sudah memandikannya.
Badannya kotor sekali, karena terbenam dalam lumpur!"
George kembali dengan Tim. Tetapi anjing itu sudah lain sekali kelihatannya!
Sarah telah memandikannya, lalu mengeringkannya kembali. Tim berbau segar,
bulunya bersih dan lembut. Kecuali itu ia sudah diberi makan sampai kenyang. Tim
merasa puas. "Tim - ini teman," kata George bersungguh-sungguh. Tim memandang Pak Lenoir,
lalu datang menghampiri. Setelah berada di depannya, Tim mengangkat kaki
kanannya untuk memberi salam. George yang mengajarkan sejak ia kecil.
Pak Lenoir agak terkejut. Ia tak biasa melihat anjing yang tahu sopan santun.
Dipegangnya kaki kanan depan Tim yang terangkat ke atas, dan mereka bersalaman.
Tim tidak berbuat seperti biasa, melonjak-lonjak minta dibelai. Sehabis
bersalaman, ia menurunkan kaki kanannya kembali sambil menggonggong pelan.
Seolah-olah mengatakan 'Apa kabar"'. Sudah itu ia kembali ke sisi George.
"Wah! Kelakuannya tidak seperti anjing!" kata Pak Lenoir dengan heran.
"Tim seekor anjing, Pak Lenoir," kata George dengan bersungguh-sungguh, "Dia
anjing biasa, tetapi sangat cerdik. Ia sangat penurut! Karena itu bolehkah aku
menitipkannya pada seseorang di kota, selama kami menginap di sini?"
"Yah - kelihatannya dia tahu adat - dan telah berjasa besar; karenanya dia
kuijinkan menyertaimu di sini," jawab Pak Lenoir. Dipaksakannya dirinya untuk
bermurah hati. "Tapi - harap jangan sampai aku terganggu olehnya. Anak laki-laki
yang bijak seperti kau pasti bisa mengaturnya, bukan?"
Anak-anak tertawa nyengir ketika mendengar Pak Lenoir menyebut George anak laki-
laki. Rupanya ia masih belum sadar bahwa George anak perempuan, George juga ikut
nyengir. Ia sendiri takkan mengatakan bahwa ia bukan anak laki-laki!
"Anda takkan pernah melihatnya," katanya dengan girang. "Aku akan selalu
mengusahakan agar Anda tak terganggu sedikit pun olehnya. Terima kasih, Pak
Lenoir!" Pak Inspektur juga senang melihat Tim. Ia menganggukkan kepala pada George.
"Kalau kau hendak menyingkirkannya, jual saja padaku!" kata Pak Inspektur.
"Anjing seperti dia besar sekali gunanya dalam pasukan kepolisian! Dengan cepat
semua penyelundup akan tercium jejaknya!"
George tak menjawab. Ia sama sekali tak berniat menjual Tim, atau menyuruhnya
masuk dinas kepolisian! Tetapi walau begitu Pak Inspektur masih juga memerlukan bantuan Tim, Sampai
keesokan harinya Tuan Barling beserta kedua anggota komplotannya masih belum
ditemukan juga dalam lorong. Mereka tak muncul-muncul! Karena itu Pak Inspektur
datang lagi ke Sarang Penyelundup. Ia minta tolong pada George, agar menyuruh
Tim masuk ke bawah tanah untuk mencari ketiga orang itu.
"Kita tak bisa dan tak boleh membiarkan mereka mati kelaparan dalam tanah" kata
Pak Inspektur. "Biarpun mereka orang jahat, tetapi kita harus menyelamatkan
mereka! Dan Tim satu-satunya yang bisa menemukan mereka."
Kata Pak Inspektur benar. Hanya Tim yang bisa menyelamatkan Tuan Barling dan
kedua komplotannya. Karena itu sekali lagi Tim masuk ke dalam lorong di bawah
bukit. Sesudah beberapa lama mencari, ia berhasil menemukan ketiga orang yang
tersesat itu. Mereka digiring olehnya, ke tempat polisi menunggu. Dan setelah
itu ketiga-tiganya menghilang lagi untuk waktu lama. Bukan dalam lorong,
melainkan dipenjarakan! "Polisi tentunya merasa lega, karena akhirnya berhasil juga membekuk mereka,"
ujar Pak Lenoir. "Sudah lama mereka berusaha membongkar rahasia kegiatan
penyelundupan di Bukit Buangan. Mereka bahkan pernah mencurigai diriku! Barling
memang sangat cerdik, tetapi aku masih tetap berpendapat bahwa otaknya tidak
waras seratus persen! Ketika gagasanku hendak mengeringkan daerah rawa terdengar
oleh Block, dengan segera ia melaporkan pada majikannya. Barling takut kegiatan
penyelundupannya akan berakhir, apabila rawa dan kabut sudah lenyap dari sini!
Ia takut kehilangan kesibukan yang menggairahkannya selama ini. Ia tak mau
kehilangan ketegangan pada saat-saat menunggu kapal-kapalnya datang menyelinap
di tengah kabut - kemudian orang-orangnya datang membawa barang selundupan
melewati jalan-jalan rahasia merintis rawa. Ia senang hidup sebagai penyelundup!
Memberi isyarat di tengah malam, lalu menyembunyikan barang-barang selundupan.
Polisi berhasil menemukan barang-barang itu dalam sebuah gua di perut bukit!"
Asyik rasanya berbicara tentang pengalaman mereka, karena semua ketegangan sudah
berlalu. Tetapi ada satu penyesalan yang mengganggu kegembiraan anak-anak!
Mereka menyesal, karena menyangka Pak Lenoir jahat. Ia memang aneh, tetapi bisa
juga ramah dan bersenda gurau.
"Tahukah kalian bahwa kami akan pindah dari Sarang Penyelundup?" kata si Hangus.
"Ibu sangat khawatir ketika aku lenyap! Karena itu Ayah berjanji akan menjual
rumah ini dan pergi dari Bukit Buangan, asal aku kembali dalam keadaan selamat.
Ibu sangat senang!" "Aku juga," kata Marybelle. "Aku tak suka diam di Sarang Penyelundup ini -
karena aneh, sepi dan penuh rahasia!"
"Yah, aku juga merasa senang apabila kalian berbahagia karena akan pergi dari
sini," kata Julian. "Tapi aku sendiri senang dengan rumah ini! Tempatnya bagus,
di atas bukit yang beralas kabut. Di sini banyak lorong rahasia! Sayang kami
tidak bisa ke mari lagi, kalau kalian sudah pindah."
"Betul," sambung saudara-saudaranya sambil terangguk-angguk.
"Tempat ini cocok untuk bertualang," kata George sambil menepuk-nepuk kepala
Tim. "Betul kan, Tim" Kau kan senang di sini, ya" Kau kan senang berkeliaran di
sini?" Tim menggonggong sambil memukul-mukulkan ekornya ke lantai. Tentu saja ia
senang, selama George ada di dekatnya.
"Syukurlah - kehidupan kami selanjutnya akan tenang," kata Marybelle. "Aku tak
mau lagi mengalami kejadian-kejadian yang mendebarkan hati."
"Wah, kalau kami senang sekali," kata Julian, George, Dick dan Anne. Dan juga si
Hangus! Dan pasti mereka akan masih mengalami petualangan yang ramai.
Petualangan selalu dialami mereka yang senang bertualang. Itu sudah pasti!
TAMAT Scan & DJVU: pelestaribuku http://pelestaribuku.wordpress.com
Konversi, Edit, Spell & Grammar Check:
clickers http://epublover.blogspot.com
http://facebook.com/epub.lover
(Pengeditan HANYA dengan metode pemeriksaan Spell & Grammar, bukan full-edited)
Delapan Kitab Pusaka Iblis 3 Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung Semerah Darah 2
pasti Block, walau bayangannya yang hitam di depan jendela tak bisa dikenali
dengan jelas. Tempat itu terlalu gelap! Tetapi sekali orang itu batuk-batuk.
Kedengarannya persis Block yang batuk. Pasti dia itu Block! Tetapi apa yang
dikerjakannya malam-malam dalam kamar ayahnya, dan pada bangku dekat jendela"
George merasa seakan-akan sedang bermimpi buruk. Dialaminya bermacam-macam
kejadian ganjil, yang tak menentu ujung pangkalnya. George benar-benar bingung
saat itu. Ke manakah ayahnya" Mungkinkah ia keluar dari kamar itu, lalu
berkeliaran dalam rumah" Lalu ke mana si Hangus, dan kenapa ia berteriak tadi"
Kalau ayahnya masih tidur di dalam, tak mungkin si Hangus berteriak keras-keras
seperti tadi! George masih berbaring agak lama di kolong tempat tidur. Badannya gemetar
ketakutan. Kemudian ia keluar dari situ, lalu pergi menyelinap lewat lorong yang
panjang. Dibukanya pintu sebelah ujung, dan mengintip sebentar ke luar. Seluruh
rumah gelap. Berbagai bunyi pelan terdengar olehnya: getaran jendela tertiup
angin, derak-derik kayu perabot yang agak menyusut karena suhu mendingin. Tetapi
hanya itu saja yang kedengaran. Selain itu rumah sunyi.
Cuma ada satu niat yang hendak dilakukan oleh George saat itu. Ia harus bergegas
pergi ke kamar Julian dan Dick, untuk menceritakan peristiwa misterius yang baru
saja dialaminya. Dengan cepat ia menyeberangi serambi atas, lalu menyelinap
masuk ke kamar Julian. Kedua sepupu laki-laki itu tentu saja masih belum tidur.
Mereka menunggu kedatangan si Hangus, bersama George dan Tim.
Tetapi ternyata cuma George yang muncul. Anak perempuan itu nampak ketakutan.
Katanya, baru saja mengalami kejadian aneh. Sambil duduk berselubung selimut
empuk di atas tempat tidur Julian, ia berbisik-bisik menceritakan pengalamannya.
Julian dan Dick tercengang mendengarnya. Bayangkan saja, Paman Quentin hilang!
Dan si Hangus ikut lenyap! Lalu ada orang menyelinap masuk ke kamar, dan sibuk
mengutak-utik bangku panjang dekat jendela! Apa makna semuanya itu"
"Sekarang juga kita pergi bersama-sama ke kamar Paman Quentin," kata Julian
tegas. Dengan cepat dikenakannya mantel kamar, sementara kakinya mencari-cari
sandal. "Aku mempunyai perasaan, keadaannya sangat serius."
Mereka bertiga ke luar bersama-sama. Mula-mula ke kamar Marybelle, untuk
membangunkan anak itu dan Anne. Kedua anak perempuan yang masih agak kecil itu
ketakutan. Tak lama kemudian mereka berlima sudah berada dalam kamar, di mana
Paman Quentin dan si Hangus lenyap secara aneh.
Julian menutup pintu dan menarik tirai sehingga jendela tertutup olehnya. Sudah
itu dinyalakannya lampu kamar. Begitu ruangan terang, mereka merasa agak enak.
Meraba-raba dalam gelap dengan diterangi sejalur cahaya yang menyorot dari
senter, memang agak menyeramkan!
Mereka memandang sekeliling kamar yang kosong dan sunyi. Tak nampak tanda-tanda
yang bisa dipakai sebagai petunjuk, bagaimana cara lenyapnya Paman Quentin dan
si Hangus. Tempat tidur acak-acakan seperainya. Di lantai nampak tergeletak
senter kepunyaan si Hangus.
George menceritakan lagi apa yang menurut pendengarannya diteriakkan oleh si
Hangus. Tetapi apa yang didengarnya itu tak masuk akal teman-temannya.
"Kenapa ia meneriakkan nama Tuan Barling, jika hanya ayahmu yang ada dalam
kamar?" kata Julian heran. "Tak mungkin Tuan Barling bersembunyi di sini! Itu
kan tak masuk akal, karena ia sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan ayahmu,
George." "Aku juga tahu! Tapi aku pasti, aku tadi mendengar si Hangus meneriakkan nama
Tuan Barling," kata George berkeras. "Mungkinkah - bagaimana pendapatmu,
bukankah bisa saja Tuan Barling menyelinap ke mari lewat lorong rahasia di
belakang lemari, dengan maksud hendak melakukan salah satu perbuatan jahat" Dan
kemudian menyelinap pergi lagi lewat jalan sama, sedang si Hangus dan ayahku
dibawanya secara paksa karena ia ketahuan oleh mereka?"
Keterangan itu terdengar logis juga, walau susah bisa dibayangkan. Anak-anak
menghampiri pintu lemari, lalu membukanya. Mereka menggerapai-gerapai di antara
pakaian yang bergantungan, mencari alat pembuka pintu rahasia. Tetapi tuas besi
yang terpasang di batu untuk menariknya ke tempat semula sudah tak ada lagi!
Tuas itu sudah disingkirkan oleh seseorang. Dan sekarang tak ada lagi yang bisa
masuk ke lorong rahasia lewat situ!
"Astaga, lihatlah!" kata Julian tercengang. "Tuas penarik sudah dibuang. Jadi
siapa pun orang yang masuk tadi, ia tak mungkin kembali ke luar lewat sini,
George!" Muka George pucat. Ia sudah berharap-harap akan bisa menjemput Tim lewat lubang
yang tersembunyi dalam lemari. Tetapi ternyata jalan itu sudah tidak bisa lagi
dilewati. George sudah sangat rindu pada anjingnya. Menurut perasaannya saat itu
keadaan akan berkurang gawatnya, asal saja Tim yang setia ada di sampingnya!
"Tanggung Pak Lenoir menjadi dalang dari segala peristiwa ini!" ujar Dick penuh
keyakinan. "Dan Block juga! Tanggung Block yang kaulihat tadi sedang sibuk mengutak-utik
dalam gelap, George! Pasti ia dan Pak Lenoir bersekongkol dalam salah satu
kegiatan misterius."
"Wah! Kalau begitu kita tak bisa melaporkan kejadian ini pada mereka!" kata
Julian. "Kalau benar mereka menjadi biang keladinya, maka bodoh apabila kita
datang pada mereka dan menceritakan hal-hal yang kita ketahui. Dan kita juga tak
bisa menceritakannya pada ibumu, Marybelle, karena pasti ia akan segera
meneruskannya pada ayahmu. Benar-benar membingungkan!"
Mendengar itu Anne menangis. Marybelle yang sedari tadi sudah bingung dan
ketakutan, ikut-ikut menangis pula. Terasa oleh George bahwa air matanya pun
mulai merembang dalam pelupuk mata. Dengan cepat ia mengejap-ngejapkan mata.
George tak pernah menangis!
"Mana si Hangus," tangis Marybelle. Ia sangat mengagumi abangnya yang bandel dan
pemberani. "Ke manakah dia" Pasti saat ini ia sedang dalam bahaya! Mana si
Hangus?" "Jangan cemas, besok kami akan menyelamatkannya," ujar Julian membujuk anak itu.
"Tapi malam ini kita tidak bisa berbuat apa-apa. Melihat keadaannya, tak ada
seorang pun di Sarang Penyelundup ini yang bisa kita mintai nasihat atau
bantuan. Kuusulkan agar kita tidur saja sekarang, dan besok pagi berunding lagi
untuk menyusun rencana. Mungkin sampai saat itu si Hangus dan Paman Quentin
sudah muncul lagi! Kalau belum, Pak Lenoir harus diberitahukan. Kita lihat saja
bagaimana reaksinya! Kalau ia terkejut dan bingung, kita akan segera tahu bahwa
ia tak ada sangkut pautnya dengan segala peristiwa ini. Atau mungkin juga ada!
Pokoknya tergantung dari reaksinya. Ia harus berbuat sesuatu: pergi ke polisi,
atau mengaduk-aduk rumah untuk mencari kedua orang yang hilang. Kita lihat saja
apa yang terjadi nanti!"
Anak-anak merasa agak lega, setelah mendengar keterangan Julian yang panjang
lebar. Suaranya terdengar tegas dan gembira. Padahal perasaannya saat itu sama
sekali tidak gembira. Ia menyadari bahwa telah terjadi sesuatu yang sangat aneh,
dan mungkin pula berbahaya. Sangat diharapkannya anak-anak perempuan tak ada di
Sarang Penyelundup pada saat itu!
"Sekarang dengarkan baik-baik," katanya mengatur. "George, kau tidur di kamar
sebelah bersama Anne dan Marybelle. Kunci pintu, dan biarkan lampu menyala. Aku
dan Dick tidur di sini, juga dengan kamar menyala. Jadi kalian bisa tahu bahwa
kami tak jauh dari kalian."
Anak-anak perempuan merasa terhibur, karena mengetahui bahwa Dick dan Julian tak
jauh dari mereka. Mereka bertiga masuk ke kamar Marybelle, karena sudah capek
sekali. Anne dan Marybelle tidur setempat tidur, sedang George membaringkan diri
di sebuah dipan yang sempit tetapi cukup nyaman. Ditutupnya tubuh dengan selimut
tebal. Walau mereka cemas dan tegang sebagai akibat kejadian-kejadian yang baru
dialami, tak lama kemudian ketiga anak perempuan itu sudah terlena.
Julian dan Dick berbaring di tempat tidur si Hangus, yang sebelumnya dibaringi
oleh Paman Quentin. Mereka masih bercakap-cakap sebentar. Menurut pendapat
Julian, malam itu takkan terjadi apa-apa. Kemudian keduanya tertidur juga.
Tetapi setiap kali terdengar bunyi yang bagaimana pelannya pun, Julian selalu
bangun dengan segera. Keesokan paginya mereka dibangunkan oleh Sarah yang masuk untuk membuka tirai
jendela dan menghidangkan teh bagi ayah George. Sarah tercengang ketika melihat
Dick dan Julian berbaring di tempat tidur tamu - sedang tamu tidak nampak batang
hidungnya! "Loh! Ada apa ini?" katanya terheran-heran. "Mana Paman kalian" Kenapa kalian
ada di sini?" "Nantilah kami menerangkannya," kata Julian. Ia tak mau banyak-banyak bercerita
pada Sarah, karena pembantu itu agak senang bergunjing. Julian khawatir
ceritanya akan sampai ke telinga Block. "Tinggalkan saja teh itu di sini, Sarah.
Kami juga mau meminumnya!"
"Tapi di mana Paman kalian" Apakah dia tidur di kamar kalian?" tanya Sarah yang
masih tetap bingung. "Ada apa sebetulnya?"
"Kalau kau ingin tahu apakah dia di kamar kami atau tidak, lihat saja sendiri ke
sana," kata Dick. Sarah pergi. Menurut perasaannya waktu itu, seisi rumah sudah
gila rupanya! Tetapi teh yang hangat ditinggalkannya dalam kamar. Dengan segera
Julian dan Dick pergi ke kamar sebelah sambil menenteng baki. Pintu diketuk, dan
dibukakan dari dalam oleh George. Mereka berganti-ganti meminum teh dari satu
cangkir. Tak lama kemudian Sarah datang lagi, diiringi oleh Harriet dan Block. Air muka
pesuruh Pak Lenoir tetap seperti biasa, tak menampakkan gerak perasaan.
"Di kamar kalian tak ada orang, Master Julian," kata Sarah. Tiba-tiba Block
berteriak kaget, sambil menatap George dengan pandangan marah. Ia mengira anak
perempuan itu masih terkurung dalam kamarnya - tahu-tahu ia ada di kamar
Marybelle, asyik minum teh!
"Bagaimana kau bisa keluar?" tanya Block. "Akan kulaporkan sekarang juga pada
Tuan Lenoir. Biar kau dimarahi sekali lagi!"
"Tutup mulutmu," bentak Julian. "Kau jangan seenaknya saja ngomong begitu pada
saudara sepupuku. Kurasa kau terlibat dalam urusan aneh ini. Ayoh ke luar,
Block." Tak peduli apakah ia bisa mendengar atau tidak, tetapi kenyataannya Block sama
sekali tak beranjak pergi. Julian bangkit dengan wajah penuh tekat.
"Ayoh keluar dari kamar ini," katanya sambil mengerutkan dahi. "Dengar atau
tidak"! Kurasa polisi pasti berminat terhadapmu, Block. Sekarang KELUAR!"
Harriet dan Sarah terpekik! Mereka kaget sekali menghadapi keadaan yang tiba-
tiba menegang itu. Mereka menatap Block, lalu mundur pelan-pelan dari kamar.
Untung saja Block ikut mundur. Ditatapnya Julian yang bertekat dengan sinar mata
penuh kebencian. "Kulaporkan kalian pada Tuan Lenoir," katanya, lalu pergi.
Tak lama kemudian Pak Lenoir dan Ibu Lenoir masuk ke kamar Marybelle. Ibu Lenoir
kelihatannya sangat ketakutan. Sedang Pak Lenoir heran dan bingung.
"Ada apa di sini?" katanya begitu masuk. "Block tadi datang, melaporkan kejadian
yang benar-benar aneh! Katanya ayahmu hilang, George, dan...."
"Dan si Hangus juga lenyap," kata Marybelle. Ia sudah menangis lagi. "Si Hangus
lenyap, menghilang entah ke mana."
Ibu Lenoir menjerit. "Apa maksudmu" Ke mana lenyapnya" Apa maksudmu, Marybelle?"
"Marybelle, lebih baik aku saja yang bercerita," kata Julian. Ia tak
menginginkan anak itu lantas membeberkan segala-galanya. Bagaimana juga, mungkin
Pak Lenoir yang menjadi biang keladi segala peristiwa aneh itu. Karenanya ia tak
boleh sampai tahu bahwa mereka sudah mengetahui berapa hal yang mencurigakan
mengenainya. "Ceritakanlah, Julian - cepat!" kata Ibu Lenoir. Ia kelihatan benar-benar
bingung. "Paman Quentin lenyap ketika sedang tidur tadi malam! Dan si Hangus ikut
lenyap," kata Julian dengan singkat. "Tentu saja mereka mungkin akan muncul
kembali dengan tiba-tiba."
"Julian!" Pak Lenoir menatapnya dengan tajam. "Masih ada lagi yang tak
kauceritakan pada kami. Kenapa kau masih main rahasia juga pada saat seperti
sekarang!" "Ceritakanlah Julian - ceritakanlah semuanya pada Ayah," kata Marybelle
merengek-rengek. Julian melotot memandangnya. Ia berkeras kepala, tak mau
membuka mulut. Ujung hidung Pak Lenoir berubah warna, menjadi pucat.
"Aku akan melaporkan kejadian ini pada polisi," katanya. "Barangkali kalau
mereka yang menanyakan, baru kau akan membuka mulut, Julian! Mereka akan bisa
memaksamu berbicara!"
Julian terkejut. "Loh! - tak kukira Anda mau menghubungi polisi," katanya. "Anda terlalu banyak
menyimpan rahasia yang tak boleh diketahui polisi!"
XVII SEMAKIN MISTERIUS PAK LENOIR tercengang memandang Julian. Tak ada yang berbicara sehabis
pernyataan Julian yang mengagetkan. Julian sendiri menyesal karena terlanjur
berkata tadi. Tetapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur!
Ketika Pak Lenoir sudah agak berkurang kagetnya dan hendak mengatakan sesuatu,
tiba-tiba terdengar langkah orang mendekat. Ternyata Block yang datang.
"Masuk, Block," kata Pak Lenoir. "Nampaknya dalam rumah ini telah terjadi hal-
hal aneh." Block tetap berdiri di depan pintu. Kelihatannya ia tak mendengar panggilan
majikannya. Dengan gerakan tak sabar Pak Lenoir melambaikan tangan, menyuruhnya
masuk. "Tidak," kata Julian tegas. "Persoalan yang akan kita bicarakan tak boleh
diketahui oleh Block, Pak Lenoir. Kami tak menyukainya! Dan kami juga curiga
padanya." "Apa maksudmu?" tanya Pak Lenoir dengan suara marah. "Apakah yang kauketahui
tentang pesuruh-pesuruhku"! Aku sudah mengenalnya sejak bertahun-tahun, sebelum
ia mulai bekerja di sini! Block betul-betul bisa dipercaya! Bukan salahnya ia
tuli, yang menyebabkannya kadang-kadang cepat kesal."
Tetapi Julian tetap keras kepala. Dilihatnya kilatan sinar marah dalam tatapan
mata Block. Dibalasnya tatapan itu.
"Ini sudah benar-benar keterlaluan!" kata Pak Lenoir lagi. Kelihatan ia berusaha
menahan diri, menahan marahnya yang sudah hampir meledak! "Entah apa saja yang
terjadi, yang menyebabkan tamuku dan juga Pierre lenyap. Dan sekarang kalian
berbicara, seolah-olah aku bukan lagi tuan rumah ini. Kuminta agar kalian
menceritakan segala-galanya yang kalian ketahui padaku."
"Saya lebih senang menceritakannya pada polisi saja," jawab Julian, sementara
matanya masih terus menatap Block. Tetapi air muka orang itu tak nampak berubah
sedikit pun juga. "Pergilah, Block," ujar Pak Lenoir pada akhirnya. Ia mengalah, karena menyadari
bahwa Julian toh tidak akan mau bicara selama pesuruh itu ada dekat mereka.
"Sebaiknya kita semua masuk ke kamar kerjaku. Persoalan ini kelihatannya menjadi
semakin misterius. Kalau polisi memang harus campur tangan, maka sebelumnya aku
juga harus mengetahui persoalannya. Aku tak mau kelihatan seperti orang tolol
dalam rumahku sendiri, apabila mereka datang nanti."
Mau tak mau, Julian merasa agak bingung juga. Pak Lenoir tak bersikap seperti
seharusnya menurut dugaan Julian. Ayah tiri si Hangus kelihatan benar-benar
heran dan bingung. Dan jelas ia juga berniat hendak memanggil polisi. Kalau ada
sangkut pautnya dengan peristiwa lenyapnya Paman Quentin dan si Hangus, masakan
ia akan bertindak begitu" Pikiran Julian menjadi kacau-balau.
Sementara itu Ibu Lenoir sudah menangis, sedang Marybelle terisak-isak di
sisinya. Pak Lenoir merangkul isterinya, dan mengecup pipi anaknya.
Sekonyong-konyong ia tidak nampak jahat lagi! Pak Lenoir ternyata bisa juga
berlembut hati. "Sudahlah, jangan cemas," katanya pada isteri dan anaknya, "Persoalan ini akan
segera kita Jernihkan - juga apabila untuk itu harus dikerahkan polisi sepasukan
besar! Rasanya aku tahu siapa yang menjadi biang keladi segala-galanya!"
Ucapannya itu semakin mengherankan Julian. Beramai-ramai mereka masuk ke kamar
kerja, mengikuti Pak Lenoir. Pintu kamar masih terkunci. Pak Lenoir merogoh
kantong, mengambil anak kunci lalu membuka pintu. Kertas-kertas yang bertumpuk
di atas mejanya didorong ke tepi olehnya.
"Nah - sekarang ceritakanlah apa yang kauketahui," katanya dengan tenang pada
Julian. Anak-anak melihat bahwa ujung hidungnya sudah tidak pucat lagi. Rupanya
kemarahan yang timbul sekonyong-konyong tadi sudah mereda kembali.
"Yah - " Julian ragu-ragu, tak tahu bagaimana caranya memulai laporan. "Rumah ini
rasanya sangat aneh! Banyak terjadi hal-hal ganjil dan misterius di dalamnya.
Saya khawatir Pak Lenoir takkan senang jika segala-galanya yang saya ketahui
dilaporkan pada polisi!"
"Julian! Jangan berbelit-belit kalau ngomong!" kata Pak Lenoir dengan tidak
sabar. "Tingkah lakumu seolah-olah aku ini penjahat yang khawatir ketahuan
polisi. Aku bukan penjahat! Katakanlah, apa yang sebetulnya sedang terjadi di
rumah ini!" "Yah - misalnya saja pemberian isyarat dengan lampu dari kamar menara," kata
Julian sambil memperhatikan wajah Pak Lenoir.
Seketika itu juga mulut Pak Lenoir ternganga. Jelas sekali ia tercengang
Lima Sekawan 04 Ke Sarang Penyelundup di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendengar kata-kata Julian. Ia hanya bisa menatap anak itu tanpa berkata. Sedang
Ibu Lenoir menjerit, "Isyarat! Isyarat apa maksudmu?"
Julian menerangkannya. Diceritakannya bagaimana si Hangus secara kebetulan
melihat ada pancaran sinar dari kamar menara, lalu bagaimana ia bersama Dick
diajak melihat sinar itu pada suatu malam. Ia juga menceritakan tentang cahaya-
cahaya kecil yang seperti berbaris, datang dari arah laut dan melintasi daerah
rawa. Pak Lenoir mendengarkan dengan tekun. Sekali-sekali ia bertanya, meminta
penjelasan lebih lanjut tentang salah satu hal yang ingin diketahuinya dengan
lebih jelas. Didengarnya betapa orang tak dikenal yang memberi isyarat itu
kemudian pergi ke kamar tidur Block dengan diikuti oleh anak-anak, dan bahwa
orang itu tiba-tiba saja hilang setelah masuk ke kamar itu.
"Tentunya keluar lewat jendela," kata Pak Lenoir. "Percayalah, Block tak ada
sangkut pautnya dengan persoalan ini! Ia sangat setia, dan sangat banyak jasanya
sejak ia bekerja di sini. Aku mempunyai perasaan bahwa biang keladi segala
kejadian misterius ini Tuan Barling. Dari rumahnya ia tak bisa memberi isyarat
ke arah laut, karena letaknya di bukit kurang tinggi. Lagipula arahnya tidak
tepat, bukan menghadap ke laut! Rupanya selama ini ia mempergunakan menara rumah
ini untuk memberikan isyarat pada gerombolannya. Dan mungkin dia sendiri yang
datang melakukannya! Ia mengenal segala lorong tersembunyi yang ada dalam rumah
ini, jauh lebih tahu daripada aku! Baginya mudah saja datang dan pergi semau-
maunya." Anak-anak dengan segera berpikir, mungkin saja pemberi isyarat itu memang Tuan
Barling! Mereka memandang Pak Lenoir. Mungkin benar ayah tiri si Hangus sama
sekali tak ada urusannya dengan kejadian-kejadian aneh selama itu!
"Aku tak melihat alasan kenapa Block tak boleh mengetahui persoalannya," ujar
Pak Lenoir sambil bangkit. "Bagiku sudah jelas bahwa Tuan Barling banyak sekali
mengetahui perihal kejadian-kejadian aneh itu. Coba kulihat sebentar, apakah
Block juga mengetahui hal-hal yang mencurigakan."
Julian agak cemberut. Apabila Pak Lenoir bermaksud menceritakan segala-galanya
pada Block, yang menurut perasaan Julian terlibat dalam komplotan rahasia, maka
ia tak mau bercerita lebih lanjut!
"Coba kutanyakan pendapat Block mengenai persoalan ini," kata Pak Lenoir lagi.
"Nanti kalau ternyata kita tak berhasil memecahkan sendiri persoalan ini,
barulah kita minta bantuan polisi." Kemudian ia ke luar.
Julian tak mau bercerita terlalu banyak di depan Ibu Lenoir. Karena itu ia
mengalihkan pembicaraan. "He, bagaimana kalau kita sarapan saja dulu?" katanya. "Aku sudah lapar sekali!"
Anak-anak sarapan di kamar belajar, seperti biasa. Hanya Marybelle saja yang tak
bisa makan, karena masih terus cemas memikirkan si Hangus.
"Kurasa kita sebaiknya harus berusaha pula memecahkan kejadian misterius ini,"
kata Julian ketika mereka sudah sendirian di meja makan. "Aku kepingin
menyelidiki kamar yang dipakai menginap oleh ayahmu, George. Itu usaha kita yang
pertama! Di samping lorong rahasia yang sudah kita kenal, pasti masih ada jalan
tersembunyi lain untuk keluar dari situ."
"Menurut pendapatmu, apa yang terjadi dalam kamar itu kemarin malam?" tanya
Dick. "Kurasa si Hangus masuk dan bersembunyi di sana, menunggu sampai ayah George
tidur! Kalau keadaan sudah aman baginya, barulah ia menyelinap memasuki lorong
rahasia di belakang lemari," kata Julian sambil berpikir-pikir. "Tetapi
sementara si Hangus masih bersembunyi, tahu-tahu ada orang masuk. Orang itu
bermaksud hendak menculik Paman Quentin. Aku tak tahu dengan pasti - ini hanya
perkiraanku saja! Si Hangus berteriak karena kaget, lalu jatuh pingsan. Mungkin
karena dipukul, tetapi mungkin pula dibungkam dengan jalan lain. Sesudah itu ia
dan Paman Quentin diculik bersama-sama, dan dibawa pergi melalui salah satu
jalan rahasia yang tak kita ketahui tempatnya."
"Ya! Ya, bisa saja begitu!" seru George bergairah. "Dan yang menculik mereka
Tuan Barling! Kudengar jelas si Hangus menyerukan 'Tuan Barling'! Rupanya saat
itu ia menyalakan senter, lalu melihat muka orang itu."
"Jadi mungkin saat ini mereka disembunyikan di salah satu tempat dalam rumah
Tuan Barling," ujar Anne dengan sekonyong-konyong.
"Ya!" kata Julian. "Tak teringat olehku kemungkinan itu! Betul! Tentu saja
mereka sekarang disembunyikan dalam rumah itu. Aku kepingin ke sana sekarang
juga!" "Aku ikut, ya!" kata George meminta.
"Jangan!" larang Julian. "Kau tak boleh ikut! Persoalan ini berbahaya, karena
Tuan Barling berbahaya dan jahat orangnya. Kau dan Marybelle tak boleh ikut. Aku
akan pergi bersama Dick."
"Kau jahat!" kata George. Matanya berkilat-kilat, mencerminkan kemarahannya.
"Bukankah aku sebanding dengan anak laki-laki" Aku harus ikut!"
"Ya, kuakui kau tidak kalah dengan anak laki-laki," kata Julian. "Karena itu
tolonglah jagakan Anne dan Marybelle. Jangan sampai mereka ikut diculik!"
"Ya, jangan pergi, George," kata Anne. "Temani kami di sini."
"Kurasa toh tak ada gunanya ke sana," kata George. "Tanggung Tuan Barling tak
mengijinkan kalian masuk ke rumahnya. Dan kalau pun kalian berhasil, pasti nanti
takkan bisa menemukan semua tempat rahasia di dalamnya. Pasti banyak sekali
jumlahnya, sama banyak dengan di sini. Atau bahkan lebih banyak lagi!"
Menurut perasaan Julian, kata George itu memang benar. Tetapi ia harus
mencobanya. Sehabis sarapan, ia dan Dick pergi menuruni bukit ke rumah Tuan Barling. Tetapi
sesampai di sana, ternyata rumah itu tertutup semua pintu dan jendelanya. Mereka
membunyikan bel dan mengetuk pintu. Tetapi tak ada yang ke luar. Tirai-tirai
tertutup rapat di balik jendela-jendela yang dikatupkan. Dari cerobong rumah tak
nampak asap mengepul. "Tuan Barling pergi berlibur," kata tukang kebun yang sedang mengurus taman
bunga di rumah sebelahnya. "Ia berangkat pagi ini, naik mobil. Semua pembantu di
rumah juga diberi cuti."
"Oh!" kata Julian tercengang. "Ada orang yang ikut dalam mobilnya" Barangkali
seorang laki-laki dewasa dan seorang anak laki-laki?"
Tukang kebun kelihatan heran mendengar pertanyaan itu. Ia menggeleng.
"Tidak! Tuan Barling pergi sendirian."
"Terima kasih," kata Julian, lalu kembali ke Sarang Penyelundup bersama Dick.
Persoalan menjadi semakin misterius. Tuan Barling pergi berlibur, dan semua
pembantu di rumahnya juga diberi cuti. Jadi rumah kosong! Dan Tuan Barling pergi
seorang diri dengan mobil, tanpa membawa orang-orang yang diculiknya. Kalau
begitu apa yang terjadi dengan Paman Quentin dan si Hangus" Untuk apa Tuan
Barling menculik Paman Quentin" Julian teringat bahwa Pak Lenoir tak
mengemukakan alasan yang mungkin mengenainya. Barangkali ayah tiri si Hangus
tahu sebabnya, cuma tak mau mengatakan pada mereka! Persoalan itu benar-benar
membingungkan. Sementara itu George juga tidak tinggal diam. Ia menyelinap masuk ke kamar si
Hangus yang dijadikan tempat ayahnya menginap. Diperiksanya segala penjuru kamar
dengan seksama, mencari-cari jalan rahasia yang belum diketahui oleh si Hangus.
Seluruh dinding kamar diketuk-ketuknya. Karpet disingkapkan, lalu diperiksanya
seluruh permukaan lantai. Dicobanya lagi membuka batu di belakang lemari. George
sangat ingin bisa masuk ke lorong lewat situ, untuk mencari Tim. Pintu kamar
kerja di bawah sudah terkunci lagi. George tak berani bercerita tentang Tim pada
Pak Lenoir, dan meminta bantuannya untuk menyelamatkan anjingnya itu.
Karena tak berhasil, George berpaling dan hendak keluar dari kamar si Hangus.
Tiba-tiba dilihatnya sesuatu di lantai, dekat jendela. Ia membungkuk dan
memungut benda yang dilihatnya itu. Sebuah sekerup kecil! George memandang
berkeliling. Dari mana datangnya sekerup itu"
Mula-mula tak dilihatnya sekerup yang sama ukurannya dengan yang ada di
tangannya. Tetapi kemudian matanya tertumbuk pada bangku panjang dekat jendela.
Bagian atas bangku itu bersekerup!
Mungkinkah sekerup di tangannya itu, berasal dari bangku tersebut" Tetapi mana
mungkin" Diperiksanya lebih teliti. Kemudian ia berteriak,
"Satu sekerup tidak ada - di bagian tengah sebelah depan. Sekarang aku harus
berpikir baik-baik."
Ia teringat lagi pada kejadian kemarin malam. Ada orang masuk mengendap-endap,
sewaktu ia sedang bersembunyi di bawah tempat tidur. Orang itu bekerja sambil
membungkuk di atas bangku dekat jendela, mengutak-utik selama beberapa waktu.
Diingatnya kembali berbagai bunyi: ketak-ketik seperti suara logam, serta bunyi
mendecit-decit pelan. Rupanya itu bunyi sekerup yang diputar masuk ke dalam
papan bangku! "Rupanya orang itu tadi malam menyekerupkan papan sebelah atas bangku," pikir
George. "Karena dalam kamar gelap, sebuah sekerup terlepas lalu jatuh ke
lantai." "Untuk apa papan itu disekerupkan?" pikirnya selanjutnya. "Mungkin untuk
menyembunyikan sesuatu" Apakah yang ada dalam bangku ini" Kedengarannya kosong!
Aku tahu, selama ini tutupnya selalu disekerup rapat. Aku pernah berusaha
membukanya, karena kukira dalamnya merupakan tempat menyimpan barang. Tetapi
tutupnya tersekerup rapat!"
George mulai yakin bahwa ada sesuatu yang misterius pada bangku dekat jendela
kamar si Hangus. Ia bergegas mencari obeng. Setelah ditemukan, ia bergegas lagi
masuk ke kamar. Pintu kamar dikuncinya. Ia tak mau terpergok oleh Block, kalau orang itu
mengintip-intip lagi. Kemudian sekerup-sekerup dibukanya satu per satu dengan
obeng. Apakah yang akan ditemukannya dalam bangku" George sudah tak sabar lagi!
XVIII TABIR RAHASIA MULAI TERSINGKAP
SEWAKTU George sedang sibuk membuka sekerup terakhir, sekonyong-konyong
terdengar pintu diketuk dari luar. George terkejut. Tubuhnya mengejang. Tetapi
ia tak menjawab. Ia khawatir yang mengetuk itu Block, atau Pak Lenoir.
"George" Kau ada di dalam?" George merasa lega, karena didengarnya suara Julian.
Ia bergegas membukakan pintu. Julian dan Dick masuk, diikuti oleh Anne dan
Marybelle. George segera menutup pintu kembali dan langsung menguncinya.
"Rumah Tuan Barling tertutup rapat, dia sendiri pergi berlibur," kata Julian.
"Jadi kami tak bisa masuk untuk memeriksa. Kau sedang mengapa tadi, George?"
"Membuka papan alas sebelah atas bangku ini," kata George. Diceritakannya
tentang sekerup yang ditemukan olehnya di lantai. Anak-anak berkerumun dengan
penuh minat. "Hebat, George!" kata Dick. "Sini, biar aku saja membuka sekerup selanjutnya."
"Jangan! Ini pekerjaanku," kata George. Dicabutnya sekerup terakhir. Kemudian
diangkatnya papan bangku sebelah atas. Papan itu terangkat seperti tingkap.
Anak-anak memandang ke dalam peti. Mereka agak takut, karena tak tahu apa yang
terdapat di dalamnya. Mereka heran dan agak kecewa, ketika ternyata bahwa
sebelah dalam bangku itu kosong! Bangku itu ternyata sebuah peti yang bertutup
sebelah atasnya, dan bisa diduduki.
"Yah, mengecewakan!" kata Dick. Ditutupnya kembali papan yang menyerupai tingkap
itu. "Kurasa yang kaudengar tadi malam bukan bunyi sekerup diputar, George. Itu
cuma sangkaanmu belaka!"
"Tidak mungkin!" jawab George singkat. Tingkap dibukanya lagi, lalu ia masuk ke
dalam. Kakinya menghentak-hentak, menekan papan sebelah bawah.
Tiba-tiba terdengar bunyi berderik pelan. Dasar peti mengayun ke bawah, seperti
daun pintu jebakan yang berengsel!
Napas George tersentak. Cepat-cepat disambarnya pinggiran peti. Untung saja,
karena sekonyong-konyong kakinya kehilangan pijakan! George menendang-nendang
udara sebentar, setelah itu ia berhasil merangkak ke luar. Anak-anak memandang
ke bawah sambil membisu. Pandangan mereka tertatap ke sebuah lubang yang menganga. Tetapi lubang itu tak
begitu dalam. Dasarnya kira-kira dua setengah meter dari atas. Dasar itu tidak
sempit seperti lubang bagian atas, melainkan melebar seperti rongga. Rupanya
rongga itu merupakan awal sebuah lorong tersembunyi, yang bersambungan dengan terowongan bawah tanah yang
bersimpang siur dalam perut bukit. Bahkan mungkin saja lewat lubang itu bisa
dicapai rumah Tuan Barling!
"Astaga!" seru Dick. "Siapa mengira di sini ada lubang! Bahkan Dick pun pasti
tidak mengetahuinya."
"Kita turun saja?" usul George. "Bagaimana jika kita menyelidiki ke mana arah
lorong yang di bawah itu. Barangkali kita akan bisa menemukan Tim!"
Tiba-tiba terdengar bunyi, seolah-olah ada orang di luar memutar pegangan pintu.
Tetapi pintu terkunci! Kemudian menyusul bunyi ketukan keras, serentak dengan
suara seseorang yang menyapa dengan tidak sabar,
"Kenapa pintu ini terkunci" Ayoh buka dengan segera! Apa yang kalian lakukan di
dalam"!" "Itu Ayah!" bisik Marybelle ketakutan. "Lebih baik kubuka pintu cepat-cepat."
Dengan segera George menutupkan papan alas bangku. Tak dikehendakinya Pak Lenoir
melihat penemuan mereka itu. Ketika pintu sudah dibukakan, Pak Lenoir masuk dan
melihat anak-anak sedang berdiri atau duduk-duduk dalam kamar itu.
"Aku baru saja menanyai Block," katanya. "Dan seperti sudah kukatakan, ia sama
sekali tak tahu-menahu tentang kejadian-kejadian selama ini. Sewaktu kutanyai
tentang isyarat cahaya yang datang dari kamar menara, ia tercengang! Tetapi
menurut pendapatnya, orang itu tak mungkin Tuan Barling. Menurut perkiraannya,
pasti ada suatu komplotan untuk mencelakakan diriku."
"Astaga!" kata anak-anak serempak. Tetapi dalam hati, mereka tak begitu lekas
percaya pada Block, seperti Pak Lenoir!
"Ya - dan Block sangat gelisah sebagai akibatnya," kata Pak Lenoir. "Mukanya
pucat pasi! Karena itu ia kusuruh beristirahat sebentar, sementara kita
memikirkan langkah-langkah berikut."
Menurut pendapat anak-anak, tak mungkin Block begitu cepat terpengaruh
kesehatannya. Mereka menduga bahwa sebetulnya ia bukan beristirahat, melainkan
mungkin menyelinap ke luar untuk suatu urusan rahasia.
"Aku masih ada pekerjaan sedikit," kata Pak Lenoir. "Aku sudah menelepon polisi.
Tetapi sayang, Pak Inspektur sedang tidak ada di kantor. Tapi sudah kuminta agar
ia menelepon begitu kembali dari dinas luarnya. Sekarang kuharap kalian tidak
berbuat yang aneh-aneh, sampai aku selesai dengan pekerjaanku."
Anak-anak menganggap permintaannya itu aneh. Tetapi mereka diam saja. Sesudah
tiba-tiba tersenyum dan tertawa-tawa, Pak Lenoir pergi.
"Aku akan mengintip sebentar ke kamar Block, untuk melihat apakah dia benar ada
di dalam," ujar Julian ketika Pak Lenoir sudah tak nampak lagi.
Julian bergegas ke bagian rumah tempat tinggal para pembantu. Ia berhenti di
depan kamar Block. Pintu kamar agak terbuka, sehingga Julian bisa mengintip ke
dalam. Dilihatnya sosok tubuh Block berbaring di tempat tidur. Ia tidak
melihatnya dengan jelas, karena tirai jendela ditutup sehingga kamar agak gelap.
Julian cepat-cepat kembali.
"Ya, Block ada di tempat tidur," katanya. "Jadi untuk sementara kita aman dari
intipannya. Bagaimana jika kita masuk saja ke dalam lubang di bawah bangku" Aku
kepingin melihat ke mana arah lorong yang ada di dasarnya!"
"Setuju!" seru anak-anak. Tetapi ternyata tidak begitu mudah meloncat ke bawah
sejauh dua meter setengah. Julian yang turun paling dulu, terbanting agak keras!
Ia berseru dari bawah, "Dick! Kau harus mencari tali, lalu mengikatkannya pada suatu tempat yang kokoh.
Kemudian kalian turun dengan tali. Jangan meloncat! Sakit badanku karena
terbanting tadi." Tetapi Julian memanggil lagi, ketika Dick sedang sibuk mencari tali,
"Sudah, tak perlu lagi kau mencari tali. Baru kulihat bahwa di sisi lubang
terdapat lekuk-lekuk yang bisa dipakai sebagai tempat berpegang atau berpijak."
Anak-anak turun satu per satu, sambil meraba-raba mencari lekuk yang dimaksudkan
oleh Julian. George ketika sedang turun tiba-tiba salah raba. Ia terpeleset,
lalu jatuh. Tetapi tak sampai kesakitan!
Seperti telah terduga, rongga tempat anak-anak berada saat itu merupakan awal
dari sebuah lorong tersembunyi. Tetapi lorong itu tidak mendatar seperti yang
lain-lainnya, melainkan berpangkal pada sebuah tangga yang mengarah ke bawah.
Sesampai di dasar tangga, mereka berhadapan dengan rongga lain. Dari situ
berpencaran lorong-lorong yang rupanya bersimpang siur dalam perut bukit. Anak-
anak tak meneruskan langkah mereka.
"Kita tidak bisa terus," kata Julian. "Nanti tersasar! Si Hangus tak ada bersama
kita, sedang Marybelle tidak tahu jalan. Berbahaya, apabila kita berkeliaran
dalam lorong-lorong itu!"
"Sst!" ujar Dick tiba-tiba sambil mendekapkan jari telunjuk ke bibir. "Dengar -
ada orang datang!" Terdengar langkah-langkah menggaung dari arah lorong sebelah kiri mereka. Anak-
anak mundur dan bersembunyi di suatu tempat yang gelap. Julian cepat-cepat
memadamkan senternya. "Mereka berdua!" bisik Anne, sementara nampak dua sosok tubuh keluar dari sebuah
lorong yang letaknya berdekatan dengan mereka. Orang yang satu kurus tinggi. Dan
yang seorang lagi - astaga, orang itu Block! Kalau bukan Block, pasti saudara
kembarnya! Kedua orang itu berbicara bisik-bisik. Jadi tak mungkin yang satu Block, karena
Lima Sekawan 04 Ke Sarang Penyelundup di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang yang mereka lihat itu bisa mendengar dengan jelas. Lagipula, bukankah
Block berbaring di tempat tidurnya" Tak sampai sepuluh menit sebelumnya, Julian
masih melihatnya terbujur di atas. Kalau begitu ternyata ada dua orang yang
serupa, pikir George. Kemungkinan itu sudah terpikir juga olehnya.
Kedua orang tadi menghilang lagi masuk lorong lain. Cahaya senter mereka makin
lama makin suram, dan akhirnya tak kelihatan lagi. Suara mereka bercakap-cakap
menggema samar dalam telinga anak-anak.
"Bagaimana - kita ikuti mereka?" tanya Dick.
"Jangan!" kata Julian. "Nanti kita kehilangan jejak mereka - dan tersasar dalam
lorong-lorong ini! Dan bagaimana jika mereka sekonyong-konyong berbalik" Pasti
kita akan ketahuan! Bisa gawat kalau hal itu terjadi!"
"Aku merasa pasti, orang yang satu lagi adalah Tuan Barling!" kata Anne dengan
sekonyong-konyong. "Aku tak bisa melihat mukanya, karena terlindung di balik
bayangan senter. Tetapi potongan tubuhnya persis Tuan Barling! Semuanya serba
panjang!" "Tapi Tuan Barling tak ada di sini, karena sedang bepergian," kata Marybelle.
"Katanya pergi!" sambung George dengan segera. "Kalau orang tadi memang benar
dia, maka rupanya ia kembali lagi. Aku kepingin tahu ke mana mereka berdua pergi
- mungkinkah untuk melihat ayahku dan si Hangus?"
"Mungkin saja," jawab Julian. "Ayoh, kita kembali ke atas! Kita tak boleh
berani-berani berkeliaran dalam lorong-lorong ini. Menurut cerita si Hangus,
panjangnya bermil-mil dan bersimpang-siur serta berarah naik turun. Bahkan ada
yang menuju ke rawa! Pasti kalau kita tersasar di sini, tak mungkin bisa
menemukan jalan ke luar."
Mereka kembali menaiki tangga batu, dan sampai di dasar lubang di bawah bangku
dekat jendela kamar si Hangus. Dengan mudah mereka naik ke atas, berpegangan dan
berpijak pada lekuk-lekuk pada batu dinding lubang.
Lega hati mereka ketika sudah sampai lagi di atas, di mana matahari bersinar
terang lewat jendela. Anak-anak memandang ke luar. Kabut sudah mulai lagi
menyelimuti daerah rawa. Tetapi puncak bukit masih bermandikan cahaya matahari.
"Sebaiknya kupasang lagi sekerup-sekerup papan alas bangku," kata Julian sambil
mengambil obeng. "Kalau Block masuk ke mari, ia takkan bisa menduga bahwa jalan
rahasia ini sudah kita ketahui. Aku merasa hampir pasti bahwa dialah yang
membuka sekerup ini, supaya Tuan Barling bisa masuk ke kamar. Sudah itu papan
disekerupkannya kembali, agar tak ada orang bisa menebak apa yang telah terjadi
sebelumnya." Dengan cepat papan penutup lubang itu disekerupkan kembali olehnya. Kemudian ia
melirik arloji yang ada pada lengannya.
"Sudah hampir waktu makan siang. Perutku sudah terasa sangat lapar! Mudah-
mudahan si Hangus dan Paman Quentin berada dalam keadaan selamat. Dan Tim juga!"
kata Julian. "Aku ingin tahu, apakah Block masih berbaring di tempat tidurnya -
atau sudah berkeliaran lagi dalam lorong bawah tanah. Kuintip saja sebentar ke
sana." Tak lama kemudian ia sudah kembali lagi. Mukanya menampakkan perasaan heran.
"Dia masih tetap berbaring di tempat tidurnya. Aneh!"
Pada saat makan siang, Block tidak muncul. Kata Sarah, ia sudah meminta agar
jangan diganggu jika tidak muncul.
"Block memang sering sakit kepala," kata Sarah. "Mungkin nanti siang sudah baik
lagi." Nampak jelas bahwa Sarah ingin mengobrol tentang kejadian-kejadian aneh yang
mereka alami. Tetapi anak-anak sudah berniat takkan menceritakan apa pun padanya. Sarah sangat
peramah, dan anak-anak senang padanya. Tetapi saat itu mereka merasa tak bisa
mempercayai siapa pun juga di Sarang Penyelundup. Sarah ke luar dengan sikap
tersinggung, karena anak-anak tak berhasil dipancing agar bercerita.
Sehabis makan, Julian mendatangi Pak Lenoir. Menurut perasaannya persoalan itu
perlu dilaporkan, juga apabila Pak Inspektur kebetulan sedang tidak ada di
kantor. Julian sangat cemas memikirkan nasib Paman Quentin dan si Hangus. Entah
kenapa, ia merasa bahwa Pak Lenoir saja yang mengatakan bahwa Pak Inspektur
sedang pergi. Padahal ia sama sekali tak menelepon polisi. Ia hanya hendak
mengulur waktu saja. Pak Lenoir nampak jengkel ketika Julian masuk setelah mengetuk pintu.
"Ah, kau rupanya!" kata Pak Lenoir. "Kukira Block yang datang. Sudah berkali-
kali bel kubunyikan memanggilnya. Dalam kamarnya ada lampu berkelip-kelip, kalau
bel kutekan di sini. Aku tak mengerti, kenapa ia belum muncul-muncul. Aku hendak
mengajaknya pergi ke kantor polisi!"
"Bagus!" kata Julian dalam hati. "Saya panggilkan saja, supaya ia bergegas, Pak
Lenoir. Saya tahu di mana letak kamarnya!"
Julian bergegas menaiki tangga, menuju ke bagian tempat tinggal para pembantu.
Ia mendorong pintu kamar Block sehingga terbuka.
Rupanya Block masih tetap berbaring di tempat tidurnya! Julian memanggilnya.
Tetapi kemudian disadari olehnya bahwa orang itu tuli. Karena itu ia menghampiri
tempat tidur, lalu memegang onggokan di bawah selimut yang menurut perasaannya
pasti bahu Block. Tetapi Julian terpegang pada sesuatu yang lembut. Tak mungkin bahu Block
selembut itu! Julian menarik tangannya, lalu memandang ke bawah dengan lebih
seksama. Seketika itu juga Julian terkejut.
Ternyata yang berbaring di tempat tidur sama sekali bukan Block. Sebuah bantal
bundar di cat hitam supaya mirip rambut manusia diletakkan pada tempat kepala!
Cepat-cepat Julian menyingkapkan selimut yang menyelubungi tubuh. Ternyata di
situ terdapat guling yang telah dibentuk sedemikian rupa sehingga mirip bentuk
tubuh orang yang sedang berbaring!
"Rupanya ini siasat Block, supaya dikira masih berbaring di tempat tidur kalau
ia sedang pergi menyelinap!" kata Julian seorang diri. "Kalau begitu memang
Block yang kami lihat dalam lorong bawah tanah tadi pagi! Dan memang Block yang
dilihat oleh George sedang bercakap-cakap dengan Tuan Barling kemarin malam,
ketika anak itu kebetulan lewat di depan jendela rumah orang itu. Dan ternyata
ia juga tidak tuli! Block seorang bandit yang sangat licik dan penipu!"
XIX TUAN BARLING MEMBUKA KARTU
APAKAH yang sebetulnya terjadi dengan Paman Quentin dan si Hangus" Macam-macam
pengalaman mereka, dan semuanya serba aneh!
Tuan Barling tiba-tiba muncul dalam kamar di mana Paman Quentin sedang tidur.
Paman Quentin disumbat mulutnya lalu dibius, supaya jangan sampai bisa meronta-
ronta dan berteriak minta tolong. Sudah itu mudah saja mencampakkannya ke dalam
lubang bawah tanah yang terdapat di bawah bangku dekat jendela. Paman Quentin
jatuh dan terbanting ke tanah yang keras.
Sesudah si Hangus dilemparkan pula ke bawah, Tuan Barling menyusul turun. Dengan
cekatan dituruninya tembok lubang dengan jalan berpijak pada lekukan-lekukan.
Di bawah sudah menunggu seseorang yang membantu Tuan Barling. Orangnya bukan
Block! Block ada di atas, karena dia masih harus menyekerupkan kembali papan
penutup bangku. Orang yang di bawah adalah seorang pesuruh Tuan Barling,
seseorang berwajah jahat.
"Aku terpaksa menculik anak ini pula," kata Tuan Barling. "Ia putra Tuan Lenoir.
Dia tadi memergoki aku dalam kamar. Salah Tuan Lenoir sendiri, berani berundak
melawan kemauanku!" Paman Quentin dan si Hangus digotong menuruni tangga, lalu dibawa masuk ke salah
satu lorong yang ada di bawah. Tuan Barling berhenti sebentar, dan mengeluarkan
segulung benang dari dalam kantongnya. Gulungan itu dilemparkannya ke
pelayannya. "Nih, sambut! Ikatkan ujungnya ke paku itu, lalu sambil berjalan kauuraikan
benangnya. Aku sendiri hafal jalan di sini, tetapi Block tidak tahu! Sedang dia
besok harus masuk ke mari, mengantarkan makanan untuk kedua tawanan kita. Dengan
petunjuk tali yang terbentang ini, ia takkan tersasar. Nanti sebelum sampai ke
tempat di mana keduanya akan kita taruh, benang bisa kita ikatkan lagi ke
dinding lorong. Dengan begitu mereka takkan melihatnya dan tidak bisa memakai
petunjuknya untuk melarikan diri."
Pesuruh itu mengikatkan ujung benang ke paku yang ditunjukkan oleh Tuan Barling.
Kemudian sambil berjalan menggotong tawanan, benang yang tergulung dibiarkannya
terurai pelan-pelan. Benang yang terbentang menyusur dinding lorong bisa
dipergunakan sebagai penunjuk jalan bagi orang yang tak mengenalnya. Berbahaya
sekali kalau tak ada penunjuk jalan itu! Bisa tersesat, karena lorong bawah
tanah itu bersimpang-siur, dan bermil-mil panjangnya.
Setelah berjalan selama kira-kira delapan menit, mereka sampai ke semacam gua
bundar. Gua itu letaknya di sisi sebuah lorong yang lebar tetapi rendah. Dalam
gua terdapat sebuah bangku dengan beberapa lembar selimut di atasnya. Di situ
juga ada sebuah peti, yang dipakai sebagai meja. Di atas peti terdapat sebuah
kendi berisi air. Hanya barang-barang itulah yang terdapat dalam gua.
Sementara itu si Hangus sudah bangun dari pingsannya. Tetapi ia tidak segera
menyadari di mana ia berada, dan apa yang terjadi sebelumnya. Matanya masih
berkunang-kunang. Sedang tawanan yang satunya lagi masih pingsan. Rupanya obat
bius yang dipakai sangat kuat!
"Tak ada gunanya berbicara dengan dia sekarang," kata Tuan Barling. "Baru besok
ia akan siuman kembali. Dan kalau sudah bangun baru kita datang dan mengajaknya
bicara. Aku akan mengajak Block ikut."
Si Hangus dibaringkan di lantai. Tiba-tiba anak itu terduduk. Tangannya memegang
kepala yang terasa pusing karena dipukul dari belakang tadi. Ia tak tahu di mana
ia berada saat itu. Si Hangus mendongak, dan nampak Tuan Barling berdiri di depannya. Tiba-tiba si
Hangus teringat lagi. Tetapi mengapa ia tahu-tahu sudah berada dalam gua yang
gelap" "Tuan Barling!" serunya. "Kenapa aku tadi dipukul" Kenapa aku dibawa ke mari?"
"Itulah hukuman bagi seorang anak laki-laki yang selalu ingin tahu, dan suka
mencampuri urusan orang lain!" kata Tuan Barling dengan nada mengejek. "Kau
harus menemani sobat kita yang terbaring di atas bangku itu. Tapi ia masih akan
tidur terus sampai besok pagi! Kalau dia sudah bangun, kau bisa menceritakan
segala-galanya padanya! Aku pun ingin mengobrol pula dengannya! O ya - Pierre,
kau kan juga mengetahui bahayanya apabila berkeliaran tanpa tahu jalan dalam
lorong-lorong ini, bukan" Aku membawa kalian memasuki sebuah lorong yang tak
begitu dikenal orang. Kalau kau ingin melarikan diri dan kemudian tersesat di
sini, silakan! Kau pasti akan lenyap tanpa bekas!"
Si Hangus menjadi pucat mukanya. Ia memang mengetahui bahwa sangat berbahaya
apabila tersesat dalam lorong-lorong yang berliku-liku. Dan lorong yang itu sama
sekali tak dikenalnya. Si Hangus masih ingin mengajukan beberapa pertanyaan
lagi, tetapi Tuan Barling buru-buru berpaling lalu pergi diiringi pesuruhnya.
Lentera dibawa pergi, dan si Hangus ditinggal dalam gelap. Anak itu berteriak,
"He! Tinggalkan lampu untukku!"
Tetapi Tuan Barling tidak mau menjawab lagi. Terdengar langkah kedua orang itu
makin lama semakin menjauh, dan akhirnya hilang. Yang tinggal cuma kesunyian dan
kegelapan belaka! Si Hangus merogoh kantongnya, mencari senter. Tetapi senternya tak ada dalam
kantong. Rupanya terjatuh dalam kamar tadi. Ia merangkak sambil meraba-raba
menuju ke bangku, lalu mencari-cari di mana tubuh ayah George yang masih
berbaring dalam keadaan pingsan. Si Hangus sangat mengharapkan Paman Quentin
bisa siuman saat itu. Seram rasanya seorang diri dalam gelap. Dan tempat itu
dingin sekali. Si Hangus menyelubungi tubuh dengan selimut, lalu berbaring merapatkan diri ke
tubuh Paman Quentin yang masih pingsan. Ah, kenapa dia tidak bisa segera siuman"
Di kejauhan terdengar bunyi air menetes tanpa henti. Setelah beberapa lama, si
Hangus tak tahan lagi mendengarnya. Ia tahu, bunyi itu berasal dari air yang
menetes dari atap lorong. Tetapi walau begitu ia tak tahan mendengarnya. Ingin
ia bisa memaksa bunyi itu agar berhenti dengan seketika!
"Kucoba saja membangunkan ayah George!" pikir anak itu dengan bingung. "Harus
ada seseorang yang bisa kuajak bicara!"
Si Hangus menggoyang-goyang tubuh Paman Quentin. Ia agak bingung, karena tak
mengetahui nama orang itu. Aneh, jika ia menyebutnya 'Ayah George'! Tetapi
kemudian teringat olehnya bahwa Julian dan kedua adiknya menyebut orang itu
Paman Quentin. Dengan segera si Hangus meneriakkan nama itu di telinga orang
yang masih pingsan itu. "Paman Quentin! Bangun, Paman Quentin! Bangunlah! Paman Quentin! Bangun!"
Akhirnya terasa tubuh Paman Quentin bergerak sedikit. Si Hangus tak bisa melihat
bahwa Paman membuka matanya dengan susah payah, mendengar suara samar-samar dan
jauh memanggil-manggil namanya. Paman Quentin tidak tahu bahwa si Hangus
berteriak-teriak dekat sekali ke telinganya!
"Paman Quentin! Bangunlah. Bicaralah padaku, aku takut sendirian," terdengar
suara sayup-sayup sampai di telinganya. "PAMAN QUENTIN!"
Samar-samar Paman Quentin mengira bahwa yang memanggil-manggil itu mestinya
Julian atau Dick. Dia memeluk tubuh anak itu, lalu ditariknya mendekat.
"Sudah, tidur sajalah," katanya dalam keadaan setengah sadar. "Ada apa, Julian"
Atau kaukah itu, Dick" Tidur sajalah!"
Paman Quentin terlelap kembali, karena pengaruh obat bius masih kuat. Tetapi si
Hangus sudah tidak cemas lagi. Dipejamkannya mata, walau ia yakin takkan bisa
tidur sekejap pun di tempat menyeramkan itu. Tetapi ternyata dengan segera ia
terlelap! Ia tidur nyenyak sepanjang malam. Hanya sekali ia terbangun, ketika
Paman Quentin menggeser sedikit.
Pada waktu terbangun, Paman Quentin merasa heran. Mengapa kasur tempat tidurnya
tiba-tiba menjadi keras! Ia lebih tercengang lagi ketika mengetahui bahwa ada
orang lain berbaring bersamanya. Ia tak teringat bahwa sebelumnya ia sendiri
yang menarik tubuh si Hangus sehingga merapat ke badannya. Paman Quentin
menjangkaukan tangan, maksudnya hendak menyalakan lampu duduk yang ada di atas
meja yang di samping tempat tidur.
Tetapi lampu tak berhasil ditemukan di tempatnya. Aneh! Ia menggerapai-gerapai,
dan menyentuh muka si Hangus. Paman Quentin tak tahu bahwa itu si Hangus.
Siapakah anak yang berbaring di sisinya" Paman Quentin merasa sangat bingung.
Kepalanya juga terasa pusing. Apakah yang terjadi pada dirinya"
"Anda sudah bangun?" terdengar anak di sisinya menyapa. "Aduh, syukurlah Paman
Quentin sudah bangun. Maaf saya menyebut Anda demikian, tetapi saya hanya tahu
bahwa Anda ayah George dan paman Julian."
"Dan kau sendiri - siapa kau?" tanya Paman Quentin dengan heran. Ia semakin
tercengang ketika si Hangus menceritakan segala kejadian yang dialami.
"Tetapi untuk apa kita diculik?" tanya Paman Quentin dengan heran bercampur
marah. "Belum pernah kualami perlakuan seperti begini seumur hidupku!"
"Saya tidak tahu kenapa Tuan Barling menculik Anda," jawab si Hangus. "Tapi saya
tahu kenapa saya diculik! Karena saya kebetulan melihat perbuatannya menculik
Anda. Katanya tadi, besok ia akan datang lagi dengan Block. Ia ingin ngobrol
dengan Anda! Selama itu kita terpaksa mendekam di sini. Kita takkan bisa
melarikan diri dari sini, karena kita tak mempunyai lampu dan lorong terlampau
simpang-siur. Tersesat kita nanti!"
Mereka terpaksa menunggu. Kemudian Tuan Barling muncul bersama Block. Block
membawa makanan, yang disambut dengan lahap oleh kedua orang yang diculik.
"Kau memang jahat, Block!" ujar si Hangus ketika dilihatnya wajah pesuruh
ayahnya itu diterangi sinar lentera. "Awas, kalau ayah tiriku mendengar bahwa
kau ikut dalam penculikan ini! Kecuali apabila ia sendiri terlibat di dalamnya!"
"Tutup mulut!" kata Block. Si Hangus tercengang.
"Rupanya kau bisa juga mendengar!" katanya. "Jadi ternyata selama ini kau cuma
berpura-pura tuli! Kau sangat licik - banyak rahasia yang bisa kaudengar dengan
cara begitu. Kau bisa mendengarkan berbagai hal yang sebenarnya tak boleh
kauketahui. Kau bukan hanya jahat, Block, tetapi juga licik!"
"Pukul saja anak itu kalau kau mau, Block," kata Tuan Barling sambil duduk di
atas peti. "Aku tak punya waktu untuk mengajar anak yang lancang mulut!"
"Baiklah," kata Block dengan suara geram, lalu melepaskan seutas tali yang
terikat di pinggangnya. "Sudah lama tanganku gatal, ingin menghajarmu!"
Si Hangus ketakutan. Dengan segera ia meloncat turun dari bangku, lalu
mengangkat kedua kepalan tinjunya untuk membela diri.
"Biar aku ngomong dulu dengan tawanan kita," ujar Tuan Barling. "Sudah itu kau
bisa menghajar Pierre sepuas-puas hatimu. Biar dia mati ketakutan selama itu!"
Selama itu Paman Quentin mendengarkan saja sambil membisu. Kemudian ditatapnya
Tuan Barling dengan pandangan marah.
"Aku minta penjelasan atas tingkah laku Anda yang aneh ini! Aku minta
dikembalikan ke Sarang Penyelundup! Atas perbuatan Anda ini, Anda harus
mempertanggungjawabkannya pada polisi!"
"Tidak," kata Tuan Barling dengan nada lembut tetapi aneh. "Aku hendak
menawarkan sesuatu yang menarik pada Anda. Aku tahu, kenapa Anda datang ke
Sarang Penyelundup. Aku juga tahu, kenapa Anda dan Tuan Lenoir saling merasa
tertarik pada percobaan kalian masing-masing."
"Bagaimana Anda bisa mengetahuinya?" tanya Paman Quentin. "Pasti secara curang!"
"Ya - pasti Block yang disuruhnya mengintip-intip dan membawa surat!" seru si
Hangus marah. Tetapi Tuan Barling tak mempedulikan perkataan mereka. Ia terus bicara, seolah-
olah tak mendengar.
Lima Sekawan 04 Ke Sarang Penyelundup di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sekarang inilah usulku," katanya pada Paman Quentin. "Aku tahu, Anda pasti
telah mendengar kabar bahwa aku ini penyelundup. Aku memang seorang penyelundup!
Banyak penghasilanku dari kegiatan itu. Kegiatan penyelundupan mudah dijalankan
di sini, karena polisi tak bisa mengawasi daerah rawa yang luas. Mereka pun tak
mungkin bisa menghalang-halangi orang-orangku bergerak melalui jalan-jalan
rahasia yang hanya dikenal olehku serta beberapa orang lagi. Pada malam-malam
yang cocok, aku memberi isyarat - atau tepatnya Block yang melakukan untukku.
Kami mempergunakan tempat yang sangat cocok untuk itu, yaitu menara Sarang
Penyelundup...." "Astaga!" seru si Hangus menyela. "Jadi rupanya memang Block yang kami lihat
waktu itu!" "Setelah barang-barang selundupan tiba, aku menunggu sampai ada kesempatan baik
lagi guna menyalurkannya ke daratan," kata Tuan Barling melanjutkan. "Aku selalu
berhati-hati, sehingga aku tak bisa dituntut. Tak pernah ada bukti-bukti nyata!"
"Kenapa semua ini Anda ceritakan padaku?" kata Paman Quentin mencemooh. "Aku tak
tertarik mendengarnya. Aku hanya berminat pada usaha mengeringkan rawa, dan
bukan menyelundupkan barang-barang melintasinya!"
"Tepat, Sobat!" kata Tuan Barling dengan nada senang. "Aku juga tahu. Aku sudah
melihat rencana Anda, serta membaca berita laporan percobaan yang dilakukan oleh
Anda dan Tuan Lenoir. Tetapi jika rawa dikeringkan, akan tamatlah riwayat
kegiatanku! Begitu daerah rawa sudah kering, akan dibangun rumah-rumah di
atasnya, serta jalan-jalan raya. Kabut akan lenyap, dan begitu pula dengan usaha
penyelundupan yang kujalankan selama ini! Mungkin di tepi laut akan dibangun
sebuah pelabuhan - dan kapal-kapalku tak bisa lagi merapat dengan diam-diam,
mengangkut barang-barang selundupan! Bukan uangku saja yang akan lenyap, tetapi
juga kehidupan bertualang yang sangat kusenangi selama ini!"
"Anda sudah gila rupanya!" ujar Paman Quentin dengan rasa jengkel dan jijik.
Tuan Barling memang agak kurang waras otaknya. Ia masih senang hidup sebagai
seorang penyelundup besar, di jaman kegiatan penyelundupan sudah hampir
berakhir. Ia senang membayangkan betapa kapal-kapal kecil kepunyaannya merayap
dalam kabut, menuju tepi rawa yang berbahaya. Ia senang mengingat orang-orangnya
bergerak melintasi jalan-jalan sempit yang diselubungi kabut tebal, menuju
tempat yang sudah disepakatkan sambil membawa barang-barang selundupan.
"Anda sebetulnya harus hidup seratus tahun yang lampau!" kata si Hangus. Ia juga
berpendapat bahwa Tuan Barling pasti tak beres otaknya. "Anda tak cocok hidup di
jaman sekarang!" Tuan Barling berpaling menatapnya. Matanya berkilat-kilat menyeramkan kena
cahaya lentera. "Kalau kau berani lagi membuka mulut, kulemparkan nanti ke rawa!" katanya
mengancam. Si Hangus bergidik. Tiba-tiba ia merasa bahwa Tuan Barling tidak
main-main. Orang itu sangat berbahaya. Paman Quentin juga merasakannya. Ia
memandang Tuan Barling dengan sikap waspada.
"Apa hubunganku dengan urusan ini?" tanyanya. "Kenapa Anda menculikku?"
"Aku tahu Tuan Lenoir berniat hendak membeli rencana Anda mengenai sistim
pengeringan rawa," kata Tuan Barling. "Aku tahu bahwa ia berniat hendak
mengeringkan rawa sekitar sini, dengan memakai gagasan Anda yang hebat itu. Anda
dengar, aku tahu persis rencana Anda! Aku juga tahu bahwa Tuan Lenoir
mengharapkan akan mendapat untung besar, dengan jalan menjual tanah rawa yang
sudah dikeringkan. Dalam keadaan sekarang, rawa-rawa yang penuh kabut ini tak
ada gunanya sama sekali bagi siapa pun - kecuali bagiku! Tapi rawa takkan
dikeringkan olehnya - karena, akulah yang akan membeli rencana Anda, dan bukan
Tuan Lenoir!" "Anda juga berniat hendak mengeringkan rawa?" tanya Paman Quentin dengan
tercengang. Tuan Barling tertawa mengejek.
"Tidak! Rencana Anda, dan begitu pula kertas-kertas laporan percobaan Anda akan
kubakar habis! Hasil pekerjaan ilmiah Anda akan kubeli, tapi takkan
kumanfaatkan! Aku ingin rawa-rawa tetap seperti sediakala, terselubung kabut
tebal dan berbahaya untuk semua orang kecuali aku dan orang-orangku. Jadi harap
Anda sebutkan harga penjualan hasil percobaan Anda padaku, dan tidak pada Tuan
Lenoir! Kuminta Anda menandatangani surat jual beli yang telah kupersiapkan
ini!" Tuan Barling melambai-lambaikan selembar kertas di depan hidung Paman Quentin.
Si Hangus memperhatikan dengan napas tertahan.
Paman Quentin mengambil kertas itu, lalu merobek-robeknya. Potongan-potongannya
dicampakkan ke muka Tuan Barling sambil berkata dengan nada marah,
"Aku tak mau berurusan dengan orang gila dan penjahat, Tuan Barling!"
XX TIM DATANG MENOLONG MUKA Tuan Barling menjadi pucat pasi. Si Hangus bersorak gembira,
"Horee! Hebat, Paman Quentin!"
Block berseru marah, berlari menghampiri anak laki-laki yang sedang bersorak-
sorak dengan bersemangat itu dan merenggut bahunya. Diangkatnya tangan yang
memegang tali, siap hendak memukul.
"Betul," kata Tuan Barling mendesis. "Bereskan dulu anak itu, Block - dan sudah
itu si goblok yang keras kepala ini! Kita hajar mereka, supaya kapok! Kita
pukul, lalu kita tinggalkan tanpa makanan selama beberapa hari dalam lorong yang
gelap ini - ah, pasti setelah itu mereka akan menjadi lebih penurut!"
Si Hangus menjerit sekuat-kuatnya. Paman Quentin meloncat bangkit. Si Hangus
menjerit lagi, ketika tangan yang memegang tali diayunkan ke bawah dengan
kencang. Tiba-tiba terdengar bunyi langkah-langkah ringan dan cepat. Suatu bayangan hitam
menerpa dari tempat gelap dan menerkam Block. Block menjerit kesakitan, lalu
berpaling. Lampu padam karena tersenggol olehnya sewaktu berpaling itu.
Terdengar suara menggeram-geram. Block terhuyung-huyung, berusaha membebaskan
diri dari cengkeraman makhluk aneh yang menerjang tadi.
"Tuan Barling! Tolong!" teriak Block.
Tuan Barling bermaksud hendak menolong, tetapi ia pun ikut diserang. Paman
Quentin dan si Hangus mendengarkan keributan bunyi pergumulan dengan heran dan
ketakutan. Makhluk apakah yang menyerang secara tiba-tiba itu. Mungkinkah
setelah itu giliran mereka akan diserang" Apakah makhluk itu seekor tikus
raksasa - atau binatang buas lain yang hidup dalam lorong-lorong tersembunyi"
Tiba-tiba binatang yang menyerang dengan galak itu menggonggong. Si Hangus
berseru girang, "TIM! Kau rupanya yang datang, Timmy! Kau memang anjing baik! Bagus Tim, serang
terus mereka itu! Gigit mereka, gigit keras-keras!"
Tuan Barling dan Block sangat ketakutan. Mereka tak berdaya menghadapi anjing
yang sedang marah itu. Tak lama kemudian mereka sudah lari pontang-panting dalam
lorong, sambil meraba-raba benang karena takut tersasar. Tim mengejar mereka
sampai agak jauh, lalu kembali mendatangi si Hangus dan ayah George dengan
perasaan puas. Tim disambut dengan gembira. Paman Quentin mengelus-elus kepalanya, sedang
lehernya dirangkul oleh si Hangus.
"Bagaimana kau bisa sampai di sini" Apakah kau berhasil menemukan jalan dari
lorong rahasia di mana kau terkurung selama ini. Tentunya kau kelaparan sekali!
Ini, ada makanan untukmu."
Tim makan dengan lahap. Selama anak-anak tak bisa mengantarkan makanan untuknya,
ia berhasil menangkap beberapa ekor tikus dan memakannya. Tetapi kecuali itu ia
tak makan apa-apa lagi. Ia tak kehausan, karena berhasil menemukan air tergenang
yang berasal dari tetesan-tetesan dari atap lorong. Tetapi anjing itu bingung
dan cemas, karena belum pernah selama itu berpisah dari tuannya!
"Paman Quentin!" kata si Hangus dengan tiba-tiba. "Bukankah Tim bisa
mengantarkan kita kembali ke Sarang Penyelundup?" Kemudian diajaknya Timmy
bicara. "Kau kan bisa mengantar kami pulang" Kau mengerti Tim" Pulang, ke
George!" Tim mendengarkan dengan telinga ditegakkan. Seolah-olah mengerti, ia lari masuk
ke lorong. Tetapi tak lama kemudian kembali lagi. Ia segan masuk ke situ.
Menurut perasaannya, pasti musuh-musuhnya menanti dalam gelap. Tuan Barling dan
Block tidak cepat kapok! Tetapi Tim mengenal jalan dalam lorong-lorong lain yang bersimpang siur dalam
perut bukit. Misalnya saja ia tahu jalan menuju ke rawa! Anjing itu lari lagi,
sementara kalung lehernya dipegang erat-erat oleh Paman Quentin. Si Hangus
menyusul sambil berpegang pada ujung mantel kamar Paman Quentin.
Jalan yang mereka lewati tak bisa dikatakan mudah maupun enak. Kadang-kadang
timbul kekhawatiran dalam hati Paman Quentin. Jangan-jangan Tim sebenarnya tak
tahu jalan! Lorong yang mereka lewati menurun terus. Kaki mereka tersandung-
sandung di tempat yang tak rata. Kadang-kadang kepala mereka terantuk pada
bagian langit-langit lorong yang rendah. Perjalanan itu sama sekali tak enak
bagi Paman Quentin, karena kakinya tak beralas sama sekali! Ia hanya mengenakan
piama, dan berselubung selimut.
Setelah tersaruk-saruk dengan cara begitu selama beberapa waktu, akhirnya mereka
tiba di tepi rawa. Tahu-tahu mereka sudah berada di kaki bukit! Tempat itu
sangat terpencil dan suram. Kabut di situ sangat tebal, sehingga baik si Hangus
maupun Paman Quentin tak bisa mengetahui ke arah mana mereka harus pergi!
"Kita tak usah khawatir," kata si Hangus menenangkan, "Serahkan saja pada Timmy,
karena ia pasti tahu jalan. Ia akan membawa kita kembali ke kota. Dan dari sana
kita bisa menuju ke rumah."
Tetapi sekonyong-konyong mereka kaget! Tim tertegun. Ia berdiri kaku dengan
telinga diruncingkan. Anjing itu kelihatan sedih dan bingung, mendengking-
dengking pelan. Kenapa dia"
Tiba-tiba ia menggonggong, lalu lari masuk lorong lagi. Paman Quentin dan si
Hangus ditinggalkannya begitu saja! Tim menghilang dalam lorong gelap.
"Tim!" teriak si Hangus memanggilnya. "Timmy! Ayoh kembali! Jangan tinggalkan
kami sendiri di sini - TIMMY!"
Tetapi Tim sudah menghilang. Si Hangus dan Paman Quentin tak tahu, kenapa anjing
itu tiba-tiba lari meninggalkan mereka. Keduanya saling berpandangan dengan
cemas. "Yah! Kalau begitu kita terpaksa mencari jalan sendiri melalui bagian berawa
ini," kata Paman Quentin. Suaranya kedengaran bimbang. Dengan hati-hati
dicecahkannya kaki ke tanah, untuk memeriksa kepadatannya. Ternyata tanah yang
diinjaknya lembek! Dengan cepat Paman Quentin menarik kakinya kembali.
Kabut saat itu tebal sekali, sehingga tak ada yang bisa kelihatan. Di belakang
mereka menganga lubang masuk ke lorong. Sebelah atasnya terdapat dinding tebing
yang terjal. Sudah jelas mereka tak bisa berjalan lewat tebing seterjal itu.
Jadi mau tak mau mereka harus mengitari kaki bukit, menuju jalan raya yang
menuju kota. Tetapi untuk itu mereka harus melewati daerah rawa!
"Sebaiknya kita duduk saja dulu di sini," kata si Hangus. "Kita menunggu saja,
barangkali Tim akan datang lagi."
Keduanya duduk di atas sebuah batu yang terdapat di mulut lorong. Mereka
menunggu Tim datang kembali.
Si Hangus teringat pada orang-orang di rumah. Pasti mereka tercengang pada saat
mengetahui bahwa ia dan Paman Quentin hilang!
"Aku kepingin tahu, apa yang sedang dilakukan orang-orang di rumah saat ini,"
katanya pada diri sendiri.
Tanpa diketahui oleh si Hangus, anak-anak tak tinggal diam saja selama itu.
Sesudah berhasil menemukan lubang di bawah bangku dekat jendela, mereka turun ke
lorong. Mereka bahkan melihat Tuan Barling dan Block yang sedang melintas,
hendak mendatangi Paman Quentin dan si Hangus untuk berbicara dengan mereka!
Mereka juga berhasil mengetahui bahwa Block tidak berbaring di tempat tidurnya.
Ternyata yang mereka sangka Block hanyalah boneka belaka! Sesudah itu anak-anak
ribut menceritakan semuanya. Akhirnya Tuan Lenoir yakin bahwa Block bukan
pesuruhnya yang baik dan setia, melainkan seorang mata-mata yang sengaja
ditempatkan oleh Tuan Barling di rumahnya!
Ketika Julian sudah benar-benar merasakan keyakinan Pak Lenoir, ia pun
membeberkan segala hal yang diketahui. Ia juga menceritakan tentang lubang masuk
ke lorong lewat dasar bangku dekat jendela, dan bahwa anak-anak melihat Tuan
Barling dan Block lewat dalam lorong bawah tanah pada hari itu juga!
"Astaga!" Sekarang Pak Lenoir nampak benar-benar cemas. "Sudah gila rupanya Tuan
Barling itu! Aku selalu menganggap tingkah lakunya agak aneh - tapi tak pernah
bisa kubayangkan bahwa ia akan menculik orang. Sudah jelas dia gila, dan Block
juga! Persoalan ini merupakan suatu komplotan. Rupanya mereka mendengar
rencanaku bersama paman kalian! Kemudian mereka bertekat hendak mencegahnya,
karena akan mengganggu kegiatan penyelundupan mereka. Entah apa tindakan mereka
selanjutnya! Persoalan ini benar-benar serius!"
"Sayang Tim tak ada di sini!" kata George dengan sekonyong-konyong.
Pak Lenoir tercengang. "Siapa Tim?" "Yah, saya rasa sekarang Anda perlu mengetahui segala-galanya," ujar Julian.
Kemudian diceritakannya tentang Tim, dan bagaimana mereka menyembunyikannya.
"Kalian telah berbuat bodoh," kata Pak Lenoir singkat. Kelihatannya ia kurang
senang. "Kalau kalian langsung berterus terang padaku, aku kan bisa meminta
seseorang di kota mengurusnya selama kalian menginap di sini! Aku memang tak
senang anjing. Aku bahkan sangat benci, dan takkan pernah akan mengijinkan
seekor anjing masuk ke rumah ini. Tapi aku kan bisa mengurus penitipannya, jika
aku tahu bahwa kalian datang membawa anjing!"
Anak-anak menyesal, dan juga agak malu. Pak Lenoir memang aneh dan pemarah,
tetapi ternyata tak sejahat sangkaan mereka.
"Saya ingin mencari Tim," ujar George. "Bagaimana jika Anda memanggil polisi
sekarang juga, Pak Lenoir" Sedang kami beramai-ramai mencari Tim! Kami
mengetahui jalan masuk ke lorong rahasia, lewat kamar kerja Anda."
"Ah! Karena itulah rupanya kau kemarin siang bersembunyi di sana," ujar Pak
Lenoir. "Padahal waktu itu kukira kau cuma mau berbuat nakal! Nah, carilah dia
kalau kau ingin melakukannya. Tapi jangan kaubawa ke dekatku. Aku benar-benar
tak senang jika ada anjing dalam rumahku."
Pak Lenoir pergi ke serambi, untuk menelepon polisi sekali lagi. Ibu Lenoir
berdiri mendampinginya dengan mata merah bekas menangis. George bergegas ke
kamar kerja Pak Lenoir, diikuti oleh Julian serta kedua adiknya. Sedang
Marybelle tak mau jauh-jauh dari ibunya.
"Ayoh - kita masuk saja ke lorong rahasia untuk mencari Tim," kata George. "Jika
kita masuk beramai-ramai, dan kemudian bersuit dan berseru memanggil-manggil,
pasti ia akan mendengar kita!"
Tak lama kemudian keempat anak itu sudah kembali berada dalam lorong yang
sempit. Tetapi Tim tak ada di situ. Anak-anak mulanya heran, tetapi dengan
segera George tahu mengapa anjing itu tak ada lagi di sana.
"Kalian masih ingat cerita si Hangus, bahwa dari lorong ini ada jalan menyimpang
ke kamar makan?" katanya. "Nah, sewaktu kita lewat tempat yang mestinya terletak
di balik dinding kamar makan, aku merasa melihat semacam pintu! Mungkin Tim
menerobos masuk ke situ, dan dari sana menyusur ke lorong lain."
Beriring-iringan mereka kembali. Mereka sampai di tempat yang letaknya di
belakang dinding kamar makan. Dan di situ mereka melihat pintu yang dimaksudkan
oleh George. Pintu itu kecil dan rata dengan dinding, sehingga tak jelas
kelihatan. George mendorongnya. Ternyata pintu itu bisa terbuka dengan mudah.
Ketika dilepaskan, tertutup lagi dengan bunyi berketik. Rupanya pintu itu hanya
bisa dibuka dari satu arah saja!
"Ke situlah Tim masuk!" ujar George sambil mendorong pintu sekali. "Pintu ini
didorongnya sehingga terbuka. Sudah itu ia masuk, dan pintu tertutup lagi. Tim
tidak bisa melewati pintu lagi, karena hanya bisa dibuka dari sini. Ayoh, kita
masuk saja! Kita harus mencari Tim."
Keempat anak itu memasuki lubang pintu yang kecil. Ambangnya begitu rendah,
sehingga bahkan Anne pun harus menunduk ketika melewatinya. Mereka sampai ke
sebuah lorong yang mirip dengan lorong yang baru saja mereka tinggalkan, tetapi
tak begitu sempit. Tiba-tiba lorong itu condong ke bawah. Julian berseru kepada
saudara-saudaranya yang menyusul,
"Kurasa lorong ini menuju ke lorong yang biasa kita lalui pada waktu membawa Tim
berjalan-jalan ke luar. Nah - apa kataku! Sekarang kita sampai ke rongga yang
terdapat di bawah kamar Marybelle!"
Mereka memanggil-manggil sambil bersuit-suit. Tetapi Tim tetap tidak muncul.
George mulai merasa cemas.
"He!" kata Dick dengan tiba-tiba. "Mestinya di sini kita sampai sehabis menuruni
tangga yang berpangkal di bawah bangku dekat jendela kamar si Hangus. Ya, betul
- dan itu lorong yang dimasuki oleh Block dan Tuan Barling!"
"Mungkin - mungkinkah kedua orang itu menyakiti Tim?" tanya George ketakutan.
"Aku tak berpikir ke situ selama ini!"
Anak-anak cemas. Aneh, Tuan Barling dan Block bisa berkeliaran dengan leluasa
dalam lorong tanpa diserang oleh Tim, apabila anjing itu benar ada di situ!
Mungkinkah ia mengalami celaka karena perbuatan kedua orang itu" Anak-anak sama
sekali tak menyangka bahwa pada saat itu Tim sedang bersama-sama ayah George dan
si Hangus! "Eh - apa ini!" seru Julian sekonyong-konyong. Disorotkannya cahaya senter pada
sesuatu benda, supaya juga terlihat oleh saudara-saudaranya. "Benang! Benang
yang menjulur ke dalam lorong ini" Untuk apa?"
Lima Sekawan 04 Ke Sarang Penyelundup di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Itu kan lorong yang dimasuki oleh Tuan Barling dan Block," kata George.
"Menurut perasaanku, lorong itu menuju ke tempat ayahku dan si Hangus ditawan!
Keduanya ditawan di salah satu tempat di sini. Aku akan mengikuti benang ini
untuk mencari mereka! Siapa ikut?"
XXI PERJALANAN MENEMBUS BUKIT
"AKU ikut!" seru ketiga saudaranya serempak. Mereka takkan membiarkan George
pergi sendiri menghadapi bahaya!
Sambil meraba-raba benang yang terbentang sepanjang dinding lorong, Julian
berjalan paling depan. Saudara-saudaranya mengikuti dari belakang sambil
berpegangan tangan. Lorong itu gelap sekali, jadi mereka harus berhati-hati.
Jangan sampai ada yang tersasar!
Setelah berjalan selama kira-kira sepuluh menit, mereka sampai di gua bundar. Di
situlah si Hangus dan Paman Quentin berbaring malam sebelumnya. Tentu saja
mereka tak ada lagi di situ, karena sudah pergi menuju rawa bersama Tim.
"He! Lihatlah, rupanya di sini mereka tadinya!" seru Julian sambil menyorotkan
cahaya senternya ke sekeliling gua. "Sebuah bangku dan beberapa lembar selimut
yang terurai - serta lentera yang terguling di lantai. Dan lihat ini! - robekan
kertas. Rupanya ada suatu kejadian di sini!"
George yang berotak lincah berhasil menebak apa yang telah terjadi di situ.
"Rupanya Tuan Barling menawan mereka di sini," katanya. "Sudah itu ia pergi.
Ketika kembali lagi, ia mengajukan salah satu saran pada Ayah. Tetapi ayahku
menolak saran itu! Kemudian mereka bergumul, sehingga lentera terguling dan
padam sebagai akibatnya. Mudah-mudahan saja Ayah dan si Hangus tidak mengalami
cedera!" Julian juga merasa cemas.
"Moga-moga mereka tak tersesat dalam lorong-lorong yang seram ini. Bahkan si
Hangus puri paling-paling cuma hafal seperempatnya belaka! Aku ingin tahu, apa
yang terjadi dengan mereka berdua."
"Ada orang datang!" kata Dick sekonyong-konyong. "Cepat, padamkan sentermu,
Julian!" Julian bergegas memadamkan cahaya senternya. Keempat anak itu terselubung
kegelapan. Mereka meringkuk dekat dinding gua sambil memasang telinga.
Ya, terdengar bunyi langkah orang menyelinap.
"Kedengarannya seperti dua atau tiga orang yang datang," bisik Dick. Langkah-
langkah itu semakin mendekat, terdengar jelas menyusur lorong di mana terdapat
benang terbentang. "Mungkin Tuan Barling - disertai oleh Block," bisik George. "Mereka datang lagi,
karena mau bicara dengan Ayah. Tapi Ayah sudah menghilang!"
Tiba-tiba gua disinari cahaya terang-benderang. Anak-anak yang meringkuk di
pojok bermandikan sinar. Terdengar seruan kaget,
"Astaga! Siapa kalian" Ada apa di sini?"
Yang berseru Tuan Barling. Julian bangkit sambil mengejap-ngejapkan mata karena
silau. "Kami mencari Paman dan si Hangus," katanya. "Di mana mereka?"
"Mereka tak ada di sini lagi"!" Kelihatannya Tuan Barling kaget. "Dan anjing
galak itu juga sudah tak ada lagi?"
"Timmy tadi ada di sini?" seru George dengan gembira. "Ke mana dia sekarang?"
Tuan Barling tidak datang seorang diri. Ia disertai dua orang laki-laki, yaitu
Block dan seorang pesuruh Tuan Barling. Tuan Barling meletakkan lentera yang
dijinjingnya ke tanah. "Jadi kalian tak tahu ke mana kedua orang itu pergi?" tanyanya dengan nada agak
gelisah. "Mereka pasti akan tersesat, kalau berani pergi sendiri!"
Anne terpekik. "Semuanya kesalahanmu, Penjahat!" serunya.
"Diam, Anne!" kata Julian. Kemudian ia berpaling memandang penyelundup yang
kelihatan marah. "Sebaiknya Anda ikut saja dengan kami ke Sarang Penyelundup,
Tuan Barling, dan menjelaskan duduk perkara di sana. Saat ini Pak Lenoir sudah
menghubungi polisi!"
"O ya?" jawab Tuan Barling dengan ketus. "Kalau begitu lebih baik kita semua
menunggu selama beberapa waktu di sini! Ya, kalian juga harus di sini - biar
Tuan Lenoir merasa gelisah! Kalian semua kutawan. Kalian kuikat, supaya tidak
bisa melarikan diri seperti mereka berdua tadi! Kau punya tali, Block?"
Block dan orang yang satu lagi maju menghampiri anak-anak. George yang paling
dulu dipegang. Anak itu berteriak keras-keras, karena diperlakukan dengan kasar.
"Tim! Tim!" serunya. "Kau di mana" Tolong aku, Tim! TIMMY!"
Tetapi yang dipanggil tidak muncul. Tak lama kemudian George sudah meringkuk di
pojok gua, dengan tangan terikat ke punggung. Sudah itu Block dan pesuruh Tuan
Barling menghampiri Julian.
"Anda gila!" kata anak itu pada Tuan Barling yang berdiri di dekatnya sambil
menjinjing lentera. "Anda pasti gila, bertindak tak semena-mena!"
Sementara itu George masih terus meronta-ronta, berusaha melepaskan tangannya
yang terikat ke belakang. Ia berteriak-teriak memanggil anjingnya,
"Tim! Tim, Timmy, TIMMY!"
Tim tak bisa mendengarnya, karena ia sudah terlalu jauh berjalan. Walau begitu
tiba-tiba anjing itu menjadi gelisah. Ada perasaan tak enak mengganggunya. Saat
itu ia sudah berada di tepi rawa bersama si Hangus dan Paman Quentin. Sebetulnya
ia sudah siap akan mengantarkan mereka mengitari kaki bukit, menuju tempat aman.
Tetapi tiba-tiba anjing itu tertegun. Ditajamkannya telinga! Tentu saja tak
terdengar apa-apa. Tetapi Tim bisa merasakan bahwa George sedang dalam bahaya.
Anjing itu tahu bahwa tuannya memerlukan bantuannya!
Kupingnya tak mendengar, dan hidungnya tak mencium apa-apa. Tetapi perasaannya
mengatakan: George terancam bahaya!
Seketika itu juga ia berpaling lalu lari masuk ke lorong. Tim melejit lewat
lorong-lorong gelap. Dan ketika Julian sedang terpaksa membiarkan tangannya diikat ke belakang, tiba-
tiba suatu makhluk berbulu tebal datang menerjang! Tim datang menolong!
Tercium olehnya bau musuh lama: Tuan Barling! Hidungnya juga mencium bau Block!
GRRR! Tim menggeram keras.
"Anjing galak datang lagi!" teriak Block sambil melompat mundur. "Tembak saja,
Tuan Barling!" Tetapi saat itu Tim sudah tak peduli! Ia tak takut pada pistol, tak ngeri
menghadapi setan sekali pun! Diterjangnya Tuan Barling, sehingga orang itu
terbanting ke lantai gua. Tim menggigit bahunya, sehingga Tuan Barling menjerit
kesakitan! Kemudian giliran Block diterpa olehnya, sehingga juga jatuh ke tanah.
Orang yang satu lagi lari lintang-pukang!
"Panggil anjingmu! Suruh dia pergi, nanti mati kami digigitnya!" jerit Tuan
Barling. Ia berusaha bangkit. Bahunya terasa sakit sekali! Tetapi anak-anak
membiarkan saja. Biar kedua orang jahat itu kapok digigit oleh Tim!
Tak lama kemudian Tuan Barling dan Block sudah terbirit-birit pula lari ke dalam
lorong gelap. Mereka lari terhuyung-huyung tanpa lentera, tersaruk-saruk mencari
jalan. Karena kebingungan mereka lupa berpegang pada benang. Sekarang mereka
berkeliaran dalam gelap sambil merintih-rintih ketakutan!
Tim kembali dengan rasa puas. Dihampirinya George dengan ekor terkibas kian ke
mari. George yang selalu membanggakan bahwa ia tak pernah menangis, jadi heran
sendiri ketika merasa bahwa air mata membasahi pipinya. Ia menangis, sambil
menepuk-nepuk kepala anjingnya yang tersayang!
"Tapi aku menangis karena gembira, bukan karena sedih!" ujarnya.
Anak-anak sangat gembira karena bertemu kembali dengan Tim. Anjing itu pun tak
kalah senang! Berguling-guling di tanah sambil mendengking dan menggonggong.
"Wah, Tim! Lega hatiku, karena kau ada lagi di sampingku," kata George senang.
"Sekarang kau bisa mengantar kami ke tempat Ayah! Pasti kau tahu di mana ia dan
si Hangus berada." Tentu saja Tim mengetahuinya. Sementara George memegang kalung lehernya, anjing
itu lari menyusur lorong. Anak-anak menyusul sambil berpegangan tangan.
Mereka membawa lentera dan dua buah senter. Karena itu mereka bisa melihat jalan
dengan mudah. Tetapi walau begitu mereka pasti akan salah jalan, kalau Tim tak
ada bersama mereka. Tim sudah memeriksa seluruh lorong dengan seksama selama ia
ditinggal sendiri. Dan sekarang, dengan daya penciumannya yang tajam ia
mengambil jalan yang tepat, tanpa keliru sedikit pun.
"Dia memang benar-benar hebat," kata Anne memuji. "Menurut perasaanku, Tim
anjing yang paling hebat di dunia ini, George!"
"Tentu saja," jawab George. Ia memang sudah berpendapat begitu, sejak Tim masih
seekor anjing kecil. "Hebat sekali kau tadi, Tim! Kau menerpa Block, sewaktu
orang jahat itu sedang mengikat tangan Julian! Rupanya Tim mendapat firasat
bahwa kita memerlukan bantuannya!"
"Kurasa ia sekarang mengantar kita ke tempat ayahmu dan si Hangus," kata Dick.
"Kelihatannya ia hafal jalannya. Kita berjalan menurun. Tanggung sebentar lagi
kita akan sampai di tepi rawa!"
Akhirnya mereka sampai di kaki bukit. Sewaktu mereka muncul di mulut lorong yang
berkabut, tiba-tiba George berseru girang,
"Lihatlah! Itu Ayah - dan si Hangus!"
"Paman Quentin!" seru Julian, Dick dan Anne. "Hangus! He, kami di sini!"
Saat itu ayah George dan si Hangus sedang berdiri dengan bingung di tepi rawa.
Mendengar suara anak-anak memanggil, mereka kaget lalu berpaling,
"Bagaimana kalian bisa sampai ke mari?" tanya Paman Quentin sambil merangkul
anak perempuannya. "Apakah Tim tadi menjemput kalian" Tahu-tahu kami ditinggal
di sini, dan dia lari masuk lagi ke lorong!"
"Apa yang terjadi tadi?" tanya si Hangus dengan bersemangat, karena tahu bahwa
teman-temannya pasti membawa berita ramai.
"Wah, banyak sekali!" jawab George dengan muka berseri-seri. Senang rasanya
berkumpul lagi beramai-ramai. Dia dan Julian serta Dick berganti-ganti
bercerita. Sudah itu giliran ayahnya menceritakan pengalaman, dengan disela-sela
oleh si Hangus. "Yah - kurasa sebaiknya kita kembali saja ke Sarang Penyelundup," kata Julian
pada akhirnya. "Sebab nanti polisi akan mengerahkan anjing pelacak untuk mencari
kita! Pasti Tuan Lenoir akan tercengang, apabila kita nanti muncul beramai-
ramai!" "Wah, aku cuma memakai piama," kata pamannya. Diselubungkannya selimut lebih
erat menutupi tubuh. "Aneh rasanya nanti, berjalan di kota dengan berpakaian
begini!" "Alaah, sudahlah, toh tak ada yang melihat! Kabut tebal sekali," kata George.
Anak itu agak menggigil, karena hawa di situ lembab. "Tim, kau menjadi penunjuk
jalan sekarang. Kau pasti tahu ke mana kita harus pergi!"
Sebetulnya Tim belum pernah menginjakkan kaki ke luar lorong itu. Tetapi
nampaknya ia tahu apa yang harus dilakukan. Ia mulai berjalan, diikuti oleh
Paman Quentin dan anak-anak. Mereka kagum, karena Tim seakan-akan selalu tahu di
mana tempat yang kering. Kabut sangat tebal, sehingga tak mungkin bisa nampak
mana tempat yang aman dan mana tidak. Saat itu mereka dikelilingi rawa yang
berbahaya! "Hore! Kita sudah sampai ke jalan raya!" seru Julian tiba-tiba. Di depan mereka
nampak samar-samar jalan raya yang dibangun agak tinggi dari permukaan rawa.
Jalan itu agak menanjak, menuju ke Bukit Buangan!
Tim bergegas maju, lalu berusaha melompat ke jalan raya yang letaknya agak
tinggi. Tetapi sekali itu ia sial, karena lompatannya tak tepat! Ia terpeleset
dan jatuh ke rawa. Tim mengais-ngais mencari tempat berpijak yang padat, tetapi
sia-sia. Tim mendengking-dengking ketakutan!
"Tim!" jerit George dengan bingung! "Astaga, ia jatuh ke lumpur. IA TERBENAM!
Tim, aku akan menolongmu!"
George melangkahkan kaki ke rawa. Maksudnya hendak menyelamatkan anjingnya.
Tetapi ayahnya menyentakkannya kembali.
"Kau juga mau terbenam?" seru Paman Quentin. "Biarlah, Tim pasti akan sanggup
menyelamatkan dirinya sendiri!"
Tetapi Tim tak berhasil menemukan tempat berpijak. Dengan lambat tetapi pasti,
ia terbenam semakin dalam.
"Aduh, tolonglah dia! Jangan diam saja - tolonglah Tim!" jerit George sambil
meronta-ronta hendak membebaskan diri dari genggaman ayahnya. "Cepat, selamatkan
Tim!" XXII AKHIR YANG MELEGAKAN TETAPI semua tak berdaya. Mereka hanya bisa bingung menatap Tim yang menggeliat-
geliat dalam lumpur yang mencengkeram.
"Tim terbenam!" seru Anne sambil menangis.
Tiba-tiba terdengar deru mesin mobil di jalan raya. Sebuah truk nampak mendekat,
penuh dengan barang-barang angkutan. George berteriak menyuruh berhenti.
"Stop! Berhenti! Tolong kami! Anjing kami terjatuh dalam lumpur."
Truk itu berhenti. Dengan cepat Paman Quentin menuju ke bak belakang, untuk
melihat muatannya. Dalam bak terdapat batu bara, karung-karung berisikan macam-
macam, batang-batang kayu serta papan. Dengan segera ia dan Julian sudah
menurunkan papan, lalu melemparkannya ke dalam lumpur. Papan itu dipergunakan
sebagai tempat berpijak. Mereka berhasil mencapai tempat di mana Tim terbenam.
Supir truk turun dan ikut membantu. Dilemparkannya beberapa lembar papan lagi ke
rawa, di atas papan-papan pertama yang sudah mulai terbenam pula.
"Paman Quentin berhasil memegang Tim - dan mulai menariknya ke atas! Paman
Quentin berhasil menyelamatkannya," seru Anne.
George terduduk di tepi jalan. Mukanya pucat pasi. Tubuhnya terasa lemas karena
terkejut bercampur lega, melihat Tim berhasil diselamatkan.
Tidak gampang mengeluarkan Tim dari lumpur yang liat. Tetapi akhirnya berhasil
juga! Tim berjalan terhuyung-huyung di atas papan yang mulai terbenam dengan
pelan. Tubuhnya penuh berlumur lumpur. Tetapi George tak peduli! Begitu Tim
meloncat ke atas, dengan segera disambut oleh George dengan pelukan.
"Aduh, Tim!" ujar anak itu. "Ngeri rasanya melihatmu tadi! Wah, baumu busuk
sekali - tapi aku tak peduli! Kukira aku akan kehilanganmu untuk selama-
lamanya!" Supir truk memandang papan-papannya yang di rawa dengan menyesal. Papan-papan
itu sudah tak nampak lagi, terbenam dalam lumpur hitam. Paman Quentin
menyapanya, "Saat ini saya tak membawa uang," kata Paman sambil memandang pakaian yang
dikenakan dengan agak kikuk. "Tapi harap Anda mampir di Sarang Penyelundup!
Nanti saya akan membayar harga pengganti papan, dan sekaligus memberi balas jasa
atas pertolongan Anda!"
"Wah, kebetulan saya bertugas mengantarkan batu bara ke rumah di sebelah Sarang
Penyelundup," kata Supir sambil melirik pakaian Paman Quentin yang aneh itu.
"Mau membonceng sampai ke sana" Di belakang banyak tempat!"
Kecuali kabut yang masih tetap tebal, hari pun mulai gelap. Semuanya sudah
sangat capek. Dengan perasaan lega mereka naik ke bak belakang. Truk kemudian
berangkat dengan mesin menderu-deru, karena jalan menanjak menuju Bukit Buangan.
Tak lama kemudian mereka sudah sampai di Sarang Penyelundup. Mereka turun semua.
Tubuh mereka terasa kaku.
"Besok saja saya mampir," seru Supir. "Sekarang tak ada waktu lagi. Selamat
malam!" Paman membunyikan bel. Sarah bergegas membukakan pintu. Ia kaget sekali melihat
mereka berkerumun di depan pintu.
"Astaga!" serunya. "Kalian kembali dengan selamat! Pasti Tuan dan Nyonya Lenoir
akan sangat gembira. Polisi sudah sibuk mencari ke mana-mana. Mereka sudah
memasuki lorong rahasia, mereka pun sudah ke rumah Tuan Barling, dan...."
Tim menyusup masuk ke serambi. Rupanya aneh sekali, karena lumpur yang melekat
pada bulunya sudah mengering. Sarah terpekik melihatnya.
"Ya, Allah, apa itu! Astaga, anjing!"
"Tim, ke mari!" panggil George, yang tiba-tiba teringat bahwa Pak Lenoir
membenci anjing. "Sarah, bisakah Tim kutitipkan di dapur" Aku tak sampai hati
menyuruhnya menunggu di luar - ia sangat berani, dan telah menyelamatkan kami!"
"Ayoh, kita masuk saja!" kata ayah George. Ia sudah tak sabar lagi berdiri lama-
lama di situ. "Masakan Lenoir tak tahan sebentar saja dengan Tim?"
"Biar saya saja membawanya ke dapur!" kata Sarah. Rupanya ia senang anjing.
"Nanti kumandikan, karena kelihatannya perlu sekali. Tuan dan Nyonya Lenoir ada
di kamar duduk. O ya, Tuan - nanti saya ambilkan pakaian dari kamar!"
Paman dan anak-anak masuk dan menuju ke kamar duduk, sementara Tim dengan patuh
mengikuti Sarah ke dapur. Pak Lenoir mendengar suara anak-anak di serambi, lalu
bergegas membuka pintu kamar.
Ibu Lenoir memburu ke depan dan menciumi si Hangus dengan air mata bercucuran.
Marybelle ikut mengelus-elus kepala abangnya, seolah-olah si Hangus seekor
anjing! Pak Lenoir menggosok-gosokkan telapak tangan dengan sikap puas. Ia sibuk
menepuk bahu ke kanan kiri sambil berkata,
"Wah, wah - syukur kalian selamat semuanya! Wah, wah! Pasti mengasyikkan
pengalaman kalian!" "Ceritanya aneh, Lenoir," kata ayah George. "Sangat aneh! Tapi sebelumnya aku
harus merawat kakiku terlebih dulu. Bermil-mil aku tadi berjalan dengan kaki
telanjang. Sakit sekali rasanya sekarang!"
Sementara mereka ramai bercerita, para pembantu rumah sibuk menyediakan air
Lima Sekawan 04 Ke Sarang Penyelundup di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hangat untuk merendam kaki Paman Quentin, mengambilkan mantel kamar untuknya,
dan menyediakan makanan dan minuman untuk semuanya. Anak-anak ribut bercerita.
Semuanya bergairah, karena bahaya sudah berlalu!
Tak lama kemudian polisi muncul. Dengan segera Pak Inspektur mengajukan
bermacam-macam pertanyaan. Anak-anak ingin menjawab beramai-ramai. Tetapi kata
Pak Inspektur, lebih baik yang bercerita hanya Paman Quentin, si Hangus dan
George. Karena merekalah yang paling banyak mengetahui peristiwa.
Pak Lenoir yang paling tercengang! Ketika didengarnya dari Paman Quentin, bahwa
Tuan Barling mengatakan hendak membeli rencana sistim mengeringkan rawa, dan
betapa orang itu terus terang mengatakan bahwa ia penyelundup, Pak Lenoir
tersandar ke kursi. Ia tak bisa mengatakan apa-apa.
"Tuan Barling pasti gila!" kata Pak Inspektur. "Seolah-olah tidak hidup di jaman
sekarang." "Aku juga sudah mengatakan hal itu padanya," ujar si Hangus. "Kukatakan,
seharusnya ia hidup seratus tahun yang lalu!"
"Kami sebetulnya sudah sering berusaha menyergap kegiatan penyelundupannya,"
kata Pak Inspektur. "Tetapi Tuan Barling sangat cerdik! Bayangkan betapa cerdik
akalnya, menempatkan Block sebagai mata-mata di sini - dan menyuruh Block
mempergunakan kamar menara sebagai tempat memberi isyarat ke laut! Benar-benar
nekat orang itu! Dan Block ternyata tidak tuli. Itu juga akal yang cerdik!
Dengan berpura-pura tuli, Block bisa menangkap pembicaraan yang sebetulnya tak
boleh diketahui olehnya!"
"Apakah kita tidak perlu mencari Tuan Barling dan kedua anggota komplotannya?"
kata Julian sekonyong-konyong. "Jangan-jangan mereka masih berkeliaran dalam
lorong yang simpang-siur! Dan dua dari mereka luka kena gigit Tim!"
"Ah ya - kalian diselamatkan anjing," kata Pak Inspektur. "Kalian bernasib
mujur! Sayang Anda tak menyenangi anjing, Tuan Lenoir - tapi saya rasa Anda
harus mengakui bahwa untung anjing itu berkeliaran dalam lorong!"
"Memang," kata Pak Lenoir. "Tapi Block juga tak menghendaki ada anjing dalam
rumah. Rupanya ia takut anjing itu akan menggonggong pada waktu ia menyelinap
malam-malam. Ngomong-ngomong - mana anjing hebat itu" Aku tak berkeberatan
melihatnya sebentar, walau aku memang benci pada anjing. Dan aku akan tetap tak
menyukai anjing!" "Kujemput saja sebentar," kata George. "Mudah-mudahan Sarah sudah memandikannya.
Badannya kotor sekali, karena terbenam dalam lumpur!"
George kembali dengan Tim. Tetapi anjing itu sudah lain sekali kelihatannya!
Sarah telah memandikannya, lalu mengeringkannya kembali. Tim berbau segar,
bulunya bersih dan lembut. Kecuali itu ia sudah diberi makan sampai kenyang. Tim
merasa puas. "Tim - ini teman," kata George bersungguh-sungguh. Tim memandang Pak Lenoir,
lalu datang menghampiri. Setelah berada di depannya, Tim mengangkat kaki
kanannya untuk memberi salam. George yang mengajarkan sejak ia kecil.
Pak Lenoir agak terkejut. Ia tak biasa melihat anjing yang tahu sopan santun.
Dipegangnya kaki kanan depan Tim yang terangkat ke atas, dan mereka bersalaman.
Tim tidak berbuat seperti biasa, melonjak-lonjak minta dibelai. Sehabis
bersalaman, ia menurunkan kaki kanannya kembali sambil menggonggong pelan.
Seolah-olah mengatakan 'Apa kabar"'. Sudah itu ia kembali ke sisi George.
"Wah! Kelakuannya tidak seperti anjing!" kata Pak Lenoir dengan heran.
"Tim seekor anjing, Pak Lenoir," kata George dengan bersungguh-sungguh, "Dia
anjing biasa, tetapi sangat cerdik. Ia sangat penurut! Karena itu bolehkah aku
menitipkannya pada seseorang di kota, selama kami menginap di sini?"
"Yah - kelihatannya dia tahu adat - dan telah berjasa besar; karenanya dia
kuijinkan menyertaimu di sini," jawab Pak Lenoir. Dipaksakannya dirinya untuk
bermurah hati. "Tapi - harap jangan sampai aku terganggu olehnya. Anak laki-laki
yang bijak seperti kau pasti bisa mengaturnya, bukan?"
Anak-anak tertawa nyengir ketika mendengar Pak Lenoir menyebut George anak laki-
laki. Rupanya ia masih belum sadar bahwa George anak perempuan, George juga ikut
nyengir. Ia sendiri takkan mengatakan bahwa ia bukan anak laki-laki!
"Anda takkan pernah melihatnya," katanya dengan girang. "Aku akan selalu
mengusahakan agar Anda tak terganggu sedikit pun olehnya. Terima kasih, Pak
Lenoir!" Pak Inspektur juga senang melihat Tim. Ia menganggukkan kepala pada George.
"Kalau kau hendak menyingkirkannya, jual saja padaku!" kata Pak Inspektur.
"Anjing seperti dia besar sekali gunanya dalam pasukan kepolisian! Dengan cepat
semua penyelundup akan tercium jejaknya!"
George tak menjawab. Ia sama sekali tak berniat menjual Tim, atau menyuruhnya
masuk dinas kepolisian! Tetapi walau begitu Pak Inspektur masih juga memerlukan bantuan Tim, Sampai
keesokan harinya Tuan Barling beserta kedua anggota komplotannya masih belum
ditemukan juga dalam lorong. Mereka tak muncul-muncul! Karena itu Pak Inspektur
datang lagi ke Sarang Penyelundup. Ia minta tolong pada George, agar menyuruh
Tim masuk ke bawah tanah untuk mencari ketiga orang itu.
"Kita tak bisa dan tak boleh membiarkan mereka mati kelaparan dalam tanah" kata
Pak Inspektur. "Biarpun mereka orang jahat, tetapi kita harus menyelamatkan
mereka! Dan Tim satu-satunya yang bisa menemukan mereka."
Kata Pak Inspektur benar. Hanya Tim yang bisa menyelamatkan Tuan Barling dan
kedua komplotannya. Karena itu sekali lagi Tim masuk ke dalam lorong di bawah
bukit. Sesudah beberapa lama mencari, ia berhasil menemukan ketiga orang yang
tersesat itu. Mereka digiring olehnya, ke tempat polisi menunggu. Dan setelah
itu ketiga-tiganya menghilang lagi untuk waktu lama. Bukan dalam lorong,
melainkan dipenjarakan! "Polisi tentunya merasa lega, karena akhirnya berhasil juga membekuk mereka,"
ujar Pak Lenoir. "Sudah lama mereka berusaha membongkar rahasia kegiatan
penyelundupan di Bukit Buangan. Mereka bahkan pernah mencurigai diriku! Barling
memang sangat cerdik, tetapi aku masih tetap berpendapat bahwa otaknya tidak
waras seratus persen! Ketika gagasanku hendak mengeringkan daerah rawa terdengar
oleh Block, dengan segera ia melaporkan pada majikannya. Barling takut kegiatan
penyelundupannya akan berakhir, apabila rawa dan kabut sudah lenyap dari sini!
Ia takut kehilangan kesibukan yang menggairahkannya selama ini. Ia tak mau
kehilangan ketegangan pada saat-saat menunggu kapal-kapalnya datang menyelinap
di tengah kabut - kemudian orang-orangnya datang membawa barang selundupan
melewati jalan-jalan rahasia merintis rawa. Ia senang hidup sebagai penyelundup!
Memberi isyarat di tengah malam, lalu menyembunyikan barang-barang selundupan.
Polisi berhasil menemukan barang-barang itu dalam sebuah gua di perut bukit!"
Asyik rasanya berbicara tentang pengalaman mereka, karena semua ketegangan sudah
berlalu. Tetapi ada satu penyesalan yang mengganggu kegembiraan anak-anak!
Mereka menyesal, karena menyangka Pak Lenoir jahat. Ia memang aneh, tetapi bisa
juga ramah dan bersenda gurau.
"Tahukah kalian bahwa kami akan pindah dari Sarang Penyelundup?" kata si Hangus.
"Ibu sangat khawatir ketika aku lenyap! Karena itu Ayah berjanji akan menjual
rumah ini dan pergi dari Bukit Buangan, asal aku kembali dalam keadaan selamat.
Ibu sangat senang!" "Aku juga," kata Marybelle. "Aku tak suka diam di Sarang Penyelundup ini -
karena aneh, sepi dan penuh rahasia!"
"Yah, aku juga merasa senang apabila kalian berbahagia karena akan pergi dari
sini," kata Julian. "Tapi aku sendiri senang dengan rumah ini! Tempatnya bagus,
di atas bukit yang beralas kabut. Di sini banyak lorong rahasia! Sayang kami
tidak bisa ke mari lagi, kalau kalian sudah pindah."
"Betul," sambung saudara-saudaranya sambil terangguk-angguk.
"Tempat ini cocok untuk bertualang," kata George sambil menepuk-nepuk kepala
Tim. "Betul kan, Tim" Kau kan senang di sini, ya" Kau kan senang berkeliaran di
sini?" Tim menggonggong sambil memukul-mukulkan ekornya ke lantai. Tentu saja ia
senang, selama George ada di dekatnya.
"Syukurlah - kehidupan kami selanjutnya akan tenang," kata Marybelle. "Aku tak
mau lagi mengalami kejadian-kejadian yang mendebarkan hati."
"Wah, kalau kami senang sekali," kata Julian, George, Dick dan Anne. Dan juga si
Hangus! Dan pasti mereka akan masih mengalami petualangan yang ramai.
Petualangan selalu dialami mereka yang senang bertualang. Itu sudah pasti!
TAMAT Scan & DJVU: pelestaribuku http://pelestaribuku.wordpress.com
Konversi, Edit, Spell & Grammar Check:
clickers http://epublover.blogspot.com
http://facebook.com/epub.lover
(Pengeditan HANYA dengan metode pemeriksaan Spell & Grammar, bukan full-edited)
Delapan Kitab Pusaka Iblis 3 Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung Semerah Darah 2