Melacak Topeng Hitam 3
Lima Sekawan Melacak Topeng Hitam Bagian 3
Petugas keamanan kapal yang bergegas-gegas datang tidak bisa berbuat apa-apa
lagi, kecuali mencatat kejadian itu. George menyodorkan sarung tangan putih yang
dibawa Timmy padanya. "Mungkin saja ini petunjuk - tapi bisa juga tidak," gumam petugas itu sambil
mengerutkan ails. "Tapi Timmy takkan membawanya padaku, jika bukan berasal dari pencuri itu!"
bantah George. "Coba kulihat!" kata Max yang sementara itu datang bersama anak-anak yang lain.
Diperhatikannya sarung tangan itu sekilas. "Ini serupa dengan yang dipakai para
pelayan kamar. Rupanya Topeng Hitam di memakai seragam pelayan yang dicurinya.
Sarung tangan ini kurasa tidak bisa dijadikan petunjuk!"
Sementara itu perwira satu datang. Setelah meneliti sarung tangan putih yang
diserahkan padanya, Ia mengatakan,
"Ini bukan sarung tangan yang biasa dipakai pelayan kami. Bahannya jauh lebih
halus! Saya belum pernah melihat sarung tangan begini. Aneh!"
Kemudian barang-barang para penumpang digeledah lagi. Perwira satu kehilangan
akal, menghadapi Helene von Blumental. Nenek sihir itu marah-marah. Ia
mengatakan bahwa pelayaran yang membawa sial itu, harus dihentikan saat itu
juga. Tiba-tiba Pil muncul. Monyet kecil itu ribut mengoceh. Ia mendekap sebuah kotak
kecil. "Apa itu?" seru Johnny. Dibujuk-bujuknya monyet kecil itu agar mau mendekat.
"Sini, Pil! Ayo, berikan padaku!"
Pil menyerahkan kotak itu pada tuannya. Johnny membuka kotak kecil itu - lalu
bersiul kaget. "Isinya kartu-kartu pengenal Topeng Hitam!"
Orang-orang yang ada di sekitarnya terkejut.
"Harus diselidiki di mana monyet itu mengambilnya tadi!" kata petugas keamanan
kapal. "Tanya saja padanya!" kata Dick sambil nyengir.
"Jangan ngawur!" tukas George. "Aku punya akal! Johnny, coba kausuruh Pil
mengembalikan kotak itu ke tempat di mana Ia mengambilnya tadi. Mungkin saja
berhasil!" Dengan segera Johnny melaksanakan usul George. Pil menerima kotak kecil itu
sambil berceloteh, lalu lari. Semua mengikutinya. Monyet kecil itu memasuki
sebuah kabin, lalu menaruh kotak berisi kartu-kartu Topehg Hitam ke dalam laci
sebuah bufet yang terbuka.
Para penumpang saling berpandang-pandangan dengan sikap terkejut. Itu kabin
Fortune Barge! "Aku bukan Topeng Hitam!" tukas pianis kenamaan itu dengan marah. "Monyet tolol
itu saja yang iseng Jangan lupa, Ia juga pernah memasukkan kartu Topeng Hitam ke
dalam kantung Kapten! Kalau aku dicurigai - maka itu pun berlaku untuk Anda
semua!" Bab 13 KELIRU LAGI SEMENTARA itu kapal Santa Maria menuju ke Putau Sisilia. Anak-anak berunding
lagi dengan Max Normand. "Kita harus mulai lagi dari awal," kata Julian. "Pasti ada kekeliruan yang
terselip dalam pengusutan kita!"
"Mana daftar itu!" kata George dengan nada kurang sabar. "Aku pun agak sangsi
apakah kita tidak membuat kekeliruan!"
"Lawan yang tidak mengetahui siapa yang membuntuti jejaknya" kata Dick. "Jika
Topeng Hitam tahu bahwa Lima Sekawan sedang melakukan pengusutan, pasti ia
takkan merasa setenang sekarang!"
"Hahh!" Johnny tertawa. "Sampai sekarang kalian belum juga berhasil membuka
kedoknya! Ia masih tetap bisa beraksi semau-maunya!"
"Masa kau bersikap begitu terhadap kawan-kawanmu," kata Max Norrnand menengahi.
"Mereka tadi pasti sudah berhasil meringkus pelayan gadungan itu - kalau saat
itu keadaan tidak merintangi"
Johnny merasa malu. "Aku mengatakannva hanya untuk mengganggu George dan Dick,"katanya. "Habis -
mereka selalu bersikap yakin!"
"Selama ini mereka juga selalu berhasil," kata Anne dengan suaranya yang lembut.
"Dengan bantuanmu, Anak manis!" kata George sambil menepuk pundak sepupunya.
"Ya, ya," kata Anne mendesah. "Kita ini memang kuat, karena selalu bersatu.
Siapa tahu, mungkin kita nanti berhasil juga menangkapnya!"
"Sudah - kita mulai saja!" potong Julian dengan tegas. "Para penumpang yang
secara berturut-turut menjadi korban Topeng Hitam adalah: Nona Ping, Bu
Herrington, Pedro Ruiz, Fortune Barge, Pak Hagg, direktur hotel di Tunis - dan
setelah itu kembali Pak Hagg. Dan daftar para tersangka sudah dicoret nama-nama
Nona Ping, Pak Ruiz, Pak Hagg, Helene von Blumental, dan suami-istri
Herrington." "Itu berarti Topeng Hitam mestinya satu dari mereka ini," sela Max Normand
sambil menyimak daftar yang dpegang Julian. "Fortune Barge, Pak Stone, usahawan
dari Prancis - o ya, aku waktu itu lupa mengatakan bahwa ia bernama Bellac -
lalu Lucien, assisten Pak Bellac...."
Johnny bersandar ke pagar anjungan sambil memandang ke bawah. Saat itu Ia
melihat Lucien lewat. Orang itu berjalan di geladak pesiar, mendorong kursi roda
yang diduduki Pak Bellac.
"Menurut dugaanku, mereka itulah yang kita cari," gumam Johnny. "Tindak-tanduk
mereka aneh. Aku takkan heran kalau nanti ternyata bahwa Topeng Hitam tidak
beraksi seorang diri, tapi ada temannya."
*** Persinggahan di kota pelabuhan Syrakus di Sisilia merupakan program istimewa.
Menurut rencana, kapal Santa Maria akan berlabuh selama beberapa hari di situ,
memberi kesempatan pada para penumpang untuk berdarmawisata, mendatangi berbagai
tempat yang menarik di Sisilia. Tapi kebanyakan memilih bersantai-santai saja di
atas kapal, karena tidak tahan hawa panas yang menyengat. Tapi anak-anak tidak
bisa ditahan. Mereka selalu ikut darmawisata yang mana saja, bersama para
penumpang yang tidak pernah melepaskan kesempatan pesiar.
Acara pesiar di Sisilia tidak mengalami gangguan dan Topeng Hitam. Semua menarik
napas lega - sampai malam keberangkatan kapal meninggalkan pulau itu....
*** Siangnya anak-anak diizinkan pesiar sendiri, melhat-lihat kota. Mereka
menelusuri toko demi toko. Mereka sangat tertarik melihat perbedaan yang
menyolok antara bangunan-bangunan yang sangat modern dan gedung-gedung kuno yang
nampak kurang terawat, tapi seakan-akan bertahan sekuat tenaga menghadapi
tantangan zaman. Anne mengaduk-aduk keranjang berisi barang-barang obralan di
sebuah toko. Ia ingin membeli syal untuknya sendiri.
Tiba-tiba terdengar George berseru pelan.
"Lihatlah! Itu - orang yang di sana itu!"
"Itu kan Fortune Barge," kata Dick, heran. "Katanya tadi Ia ingin bersantai-
santai saja di kapal!"
"Lihat caranya berjalan - menyusur dinding!" Julian menggeleng-geleng henan.
"Tapi mungkin juga ?a mencari tempat teduh."
"Walau begitu tindak-tanduknya tetap aneh," kata Johnny.
"Kita ikuti dia!" kata George memutuskan. "Tapi jangan menggonggong, Tim!"
Anak-anak membuntuti pianis tadi dari jauh.
"Ia membawa bungkusan" kata Julian memperhatikan.
"Nampaknya Ia hendak ke kantor pos!" kata George. "Wah - jika dia ternyata
Topeng Hitam, paket itu pasti berisi koleksi permata dan perhiasan hasil
curiannya selama ini!"
"Jelas!" seru Johnny. "Ya, - kita datangi dia lalu kita paksa untuk membuka
paket itu! George, George - kau ini ada-ada saja!"
George tidak mengacuhkan sindiran itu, karena sibuk berpikir.
"Aku punya akal" gumamnya sesaat kemudian.
"Cepat - katakan!" desak Julian. Dilihatnya pianis itu masuk ke kantor p0s.
"Jangan-jangan sebentar lagi sudah terlambat!"
"Tidak mungkin!" kata George dengan nada yakin. "Tunggu sebentar di sini!"
Ia berlari memasuki bilik telepon yang ada di situ, lalu cepat-cepat menelepon.
Tidak lama kemudian ia keluar lagi.
"Beres!" katanya sambil tertawa puas. "Sebentar lagi kita akan sudah tahu apa
isi paket itu!" "Apa yang kaulakukan?" Anak-anak yang lain memandangnya dengan sikap tidak
mengerti. "Aku menelepon kantor pos. Tanpa menyebut nama, kukatakan bahwa ada bom dalam
paket yang dikirimkan seorang laki-laki berbangsa Prancis. Kukatakan bagaimana
wujud orang Prancis itu - yakni Fortune Barge! Sebentar lagi kita akan mendengar
kegemparan dalam kantor pos."
Anak-anak yang lain mendengar dengan kagum. George memang banyak sekali akalnya,
bila menghadapi masalah pelik!
"Astaga! Akal begitu takkan terpikir olehku!" kata Dick kagum. "Kau benar-benar
hebat!" "Ratu - eh, salah! - Raja Detektif!" kata Johnny.
Tapi George belum puas. Sementara anak-anak yang lain memandang dengan tegang ke
arah pintu kantor pos, Ia lari lagi ke bulk telepon. Sekali lagi diteleponnya
kantor pos. "Bagaimana - sudah ditemukankah bom itu" tanyanya dengan suara diberat-beratkan.
"Bom?" balas petugas yang ditelepon dengan nada marah. "Paket itu berisi buku
sejarah! Anda yang menelepon tadi, ya" Jika berani sekali lagi mempermainkan
petugas pos - " George buru-buru memutuskan hubungan. Wah! Dugaannya ternyata keliru!
Anak-anak yang lain menyongsongnya dengan gembira.
"Pianis itu sudah keluar dari kantor pos!" seru Anne dengan gembira.
"Kelihatannya sangat marah!"
"Aku tidak heran," kata George sarnbil tersenyum kecut, "karena isi paketnya
buku-buku sejarah!" "Sekali lagi meleset! Sial!" Julian menghentakkan kaki karena jengkel.
"Sudahlah, sekali-sekali keliru kan bisa saja!" kata George. "Aku tadi
seharusnya sudah memikirkan bahwa jika Ia hendak mengirirnkan barang berharga
lewat pos, tentunya ia harus mengurus dulu ke bagian bea cukai. Yuk! Kita
kembali saja ke kapal!"
Bab 14 DUGAAN ANNE SESAMPAINYA di kapal, anak-anak menjumpai para penumpang dalam keadaan kalang-
kabut. Topeng Hitam beraksi lagi - dan kali ini Helene von Blumental yang
dijadikan korban. Wanita tua itu marah-marah. Dan itu sudah sepantasnya, karena
penjahat itu mencuri enam cincinnya yang mahal-mahal. Sebuah cincin berlian,
satu cincin dengan hiasan batu jamrud, sebuah cincin batu nilam, satu cincin
batu delima, satu cincin yang dihiasi batu manikam kuning, dan satu lagi dengan
batu lazuardi, yang biasanya berganti-ganti dipakai Helene, menurut hari. Saat
itu Ia sedang memakai cincin yang ketujuh, dengan batu akuamarin.
"Hari ini ternyata tidak terbuang percuma," kata George.
"Bagi siapa" Topeng Hitam?" kata Dick menyindir.
"Apa"! Bagi kita! Sekarang kita setidak-tidaknya tahu pasti bahwa pianis tadi
bukan Topeng Hitam."
"Kalau begitu kita coret saja namanya" kata Julian sambil mengeluarkan buku
catatannya. "Sekarang tinggal Pak Stone, Pak Bellac, dan Lucien."
Suasana murung yang menyelubungi kapal berubah menjadi agak cerah malamnya,
ketika Santa Maria mengangkat jangkar lalu menyusur pantai timur Sisilia menuju
Messina. "Di sanalah letak Kharybdis" kata Max pada anak-anak sambil menuding.
"Apa itu?" tanya Anne.
"Beting karang, yang sangat ditakuti pelaut zaman purba. Tapi dengan
perlengkapan navigasi modern sekarang ini, tidak ada lagi yang perlu ditakuti.
Lagi pula arus di sini baru deras saat pasang naik atau surut. Dan di sana pula
tempat Skylla, putri raja yang dikutuk menjadi monster, yang menelan setiap
pelaut yang lewat. Kalian tentunya pernah mendengar hikayat petualangan
Odysseus, kan?" Anak-anak mendengarkan kisah-kisah yang diceritakan Max dengan asyik. Malam itu
sehabis makan mereka langsung masuk ke tempat tidur, karena sudah capek sekali.
*** Ketika mereka bangun keesokan paginya, kapal sudah sampai di Napoli. Santa Maria
akan singgah seminggu di kota pelabuhan itu. Bagi para penumpang sudah disusun
berbagai program menarik.
"Tahap pesiar terakhir," kata George pada anak-anak yang lain, "tapi kita masih
juga belum berhasil menjebak Topeng Hitam! Tidak kusangka Ia selicin ini!"
"Tapi kenyataannya begitu" kata Julian. "Kurasa kita nanti sampai di Marseille
lagi tanpa mencium jejaknya!"
"Kurasa itu takkan terjadi," kata Anne mencampuri pembicaraan dengan suara
tenang. "Selama ini Lima Sekawan belum pernah gagal! Aku yakin, suatu saat nanti
kita akan bernasib mujur - dan menemukan jejaknya!"
"Guk?" gonggong Timmy, seakan-akan menyatakan bahwa ia sependapat.
George tersenyum. "Terima kasih atas keteguhan hatimu, Anne!' katanya. "Aku pun masih tetap yakin
bahwa kita pasti berhasil. Kan ada Johnny - dan Pil." sambungnya ramah.
*** Keenam hari pertama di Napoli lewat dengan tenang. Tapi pada hari ketujuh, dalam
perjalanan ke Pulau Kapri, terjadi peristiwa yang oleh Dick dinyatakan
'dramatis, tapi kocak'. Nona Ping memakai anting-anting yang dikatakannya hilang sewaktu mampir di
Ibiza. Ketika hal itu ditanyakan padanya, Ia menjawab sambil tersenyum malu.
"Saya menemukannya kembali dalam lipatan sebelah dalam gaun yang baru hari ini
saya pakai lagi. Ternyata bukan dicuri oleh Topeng Hitam!"
"Sial baginya" kata Dick dengan nada mengejet.
Ucapan itu malah mengundang sial bagi Nona Ping karena anting-anting itu
kemudian lenyap lagi. Wanita Cina itu kebingungan, karena sebagai gantinya Ia
menemukan kartu pengenal Topeng Hitam di dalam tasnya.
George marah-marah, karena Ia kembali tak melihat kejadian itu.
"Sekarang nama Pak Bellac bisa kita coret pula dari daftar" desisnya. "Ia tidak
ikut pesiar." "Jadi tinggal Lucien, asistennya, dan Pak Stone. kata Julian, menarik
kesimpulan. "Tapi mungkin juga Lucien bersekongkol dengan Pak Bellac - dan kali
ini beraksi sendiri."
Pendapat itu kelihatannya dibenarkan oleh kejadian yang dialami Anne keesokan
harinya, saat Santa Maria sedang berlayar dan Napoli menuju Ostia.
Ketika Anne sedang bermain-main dengan teman-temannya di kolam renang, tahu-tahu
tali pengikat pakaian renangnya putus. Ia bergegas ke kabin untuk mengenakan
pakaian renang yang lain.
Ketika sedang berjalan di gang, Ia melihat sebuah gelang perak tergeletak di
Iantai. Anne memungut perhiasan itu dan mengamat-amatinya. Ternyata di sisi
dalam gelang itu terukir nama Lucien. Ia memperhatikan di mana ia berada.
Ternyata tepat di depan pintu kabin yang ditempati Pak Bellac bersama
asistennya. Anne hendak mengetuk pintu. Saat itu mendengar suara seseorang yang
sedang marah dalam kabin itu.
"Kan sudah kukatakan, jangan kauganggu wanita Cina itu. Ia sangat sayang pada
anting-anting itu karena itu warisan ibunya. Lagi pula nilainya tak seberapa,
dibandingkan dengan perhiasan lainnya. Karena urusan yang begitu sepele, kau
mengundang risiko kita tertangkap!"
"Ya, Bos - tenang-tenang sajalah! Aku tadi iseng ingin mengejutkan dia! Dan
karena padaku ada satu kartu itu, lantas kumasukkan ke dalam tasnya!"
"Itu juga perbuatan sembrono! Lain kali..."
Anne kaget setengah mati. Dicampakkannya yang dipungut tadi ke lantai. Ia
bergegas-gegas kabinnya. Kini tidak ada kesangsian lagi! Pak Bellac itulah
Topeng Hitam, sedang Lucien kaki-tangannya.
Anne cepat-cepat menukar pakaian renang, lalu lari lagi ke kolam renang.
"Ada apa, Anne?" seru Dick ketika melihat adiknya datang bergegas-gegas. "Mukamu
pucat-pasi! "Ada perkembangan baru," jawab Anne tersengal-sengal.
Anak-anak mengerumuninya.
"Aku tahu siapa Topeng Hitam itu sebenarnya" Anne dengan suara gemetar.
"Ssst!" desis George, lalu memandang berkeliling. "Lebih baik kite ke tempat
yang biasa - di dalam sekoci! Di sana kau bisa menceritakan segala-galanya
dengan jelas!" Mereka bergegas-gegas ke geladak atas, lalu masuk ke sekoci penyelamat. Di
tempat yang terpencil itu Anne menceritakan pengalamannya. Ketika Ia selesai
bercerita, selama sesaat anak-anak membisu. Bahkan Tim dan Pil pun seakan-akan
ikut tegang. "Dengan begitu segala-galanya jelas," gumam Di kemudian. "Ternyata Topeng Hitam
Lima Sekawan Melacak Topeng Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu Pak Bellac. Kedoknya terbuka sekarang!"
"Kita tinggal menunggu sampai Ia beraksi lagi, agar bisa tertangkap basah. Saat
inil kita tidak punya bukti apa-apa!" kata Julian.
"Di samping itu kita juga harus menemukan tempat ia menyembunyikan harta yang
dicuri," kate Jhonny menambahkan.
"Ya, betul," kata George. Ia masih agak termangu-mangu. "Bellac!" gumamnya.
"Siasat yang hebat pura-pura tidak berdaya!"
"Tapi bagaimana cara kita menjebaknya?" kata Dick tidak sabar.
"Kita harus terus mengamat-amati dirinya - siang dan malam," kata George
memutuskan. "Sekarang urusannya sudah gampang, karena kita sudah tahu siapa yang
kita hadapi. Setidak-tidaknya begitulah harapanku!"
Anne heran melihat sikap George yang kurang bersemangat. Tapi ia diam saja.
Kemudian diputuskan untuk membentuk tiga kelompok yang akan mengamat-amati:
Julian dengan Johnny, Anne berpasangan dengan Dick, sedang George - ditemani
Timmy! Kapal Santa Maria melabuhkan jangkar di Ostia, pelabuhan kota Roma. Para
penumpang turun, untuk pesiar melihat-lihat kota abadi itu. Ketika bis yang
membawa mereka sedang meluncur di Via Appia - suatu jalan yang sudah ada sejak
zaman Romawi - tiba-tiba terdengar Pak Bellac berteriak kaget,
"Dompetku hilang! Dompetku dicopet!"
Mukanya pucat-pasi. Nampaknya Ia benar-benar bingung.
"Ah - itu cuma sandiwara," bisik Dick pada anak-anak yang lain. "Ia pura-pura
menjadi korban Topeng Hitam!"
George tidak menjawab. Tempat duduknya paling dekat dengan bangku yang ditempati
Pak Bellac. Ia melirik ke arah orang itu. Dilihatnya Pak Bellac mengacung-
acungkan sehelai kartu nama dengan gambar topeng hitam.
Dengan segera seluruh bis digeledah tapi tanpa hasil apa-apa.
"Mestinya semua diperiksa dulu, sebelum masuk ke bis" kata Pak Nakhoda,
menggerutu. "Tapi aku yakin dompetku tadi masih ada, sewaktu turun dari kapal," kata Pak
Bellac. "Kalau Ia benar-benar menjadi korban Topeng Hitam, maka itu berarti Pak Stone
terlepas dari sangkaan," bisik Dick lagi. "Ia kan tinggal di kapal, karena
sedang sakit gigi." George masih tetap membisu. Ketika sudah kembali di kapal, barulah Ia
mengucapkan dugaannya. "Kurasa Pak Bellac dan Lucien tidak bersalah," katanya.
Anak-anak tercengang menatapnya.
"Tapi... tapi..." kata Anne terbata-bata, "aku sendiri mendengar ketika Pak
Bellac marah-marah pada Lucien karena mencuri anting-anting Nona Ping - dan juga
karena meninggalkan kartu pengenal!"
"Ya, memang," kata George sambil rnengerutkan kening, "tapi justru pembicaraan
itu yang agak kusangsikan kebenarannya...."
"Apa maksudrnu?"
"Kedua orang itu berbicara dengan suara lantang, kan?" tanya George pada Anne.
"Ya! Aku bisa mendengar mereka dengan jelas, tanpa perlu mendekapkan telinga ke
lubang kunci. Sungguh, aku berani bersumpah!"
"Bukankah itu malah aneh?" tanya George sambil rnemandang berkeliling. "Apakah
kita berbicara keras-keras, kalau sedang membicarakan suatu rahasia" Apakah
kalian beranggapan bahwa Topeng Hitam begitu tolol, berbicara keras-keras
tentang kejahatannya?"
"Benar juga katamu itu," kata Dick sambil mengangguk.
"Lalu gelang dengan nama Lucien terukir di sisi dalamnya - yang tergeletak di
lantai, tepat di depan pintu kabin," sambung George, "bagiku, itu seakan-akan
perbuatan yang disengaja...."
"Tapi aku kan mendengar pembicaraan antara kedua orang itu" kata Anne berkeras.
"Ya - aku memang tidak menyangkal" kata George. "Aku pun pernah mendengar Pak
Bellac berbicara dengan Lucien, saat mereka menyangka sedang sendiri. Karena aku
yakin seratus persen bahwa usahawan itu tidak pernah menyapa asistennya dengan
kata 'kau'! Tapi kau tadi mengatakan bahwa hal itu dilakukannya!"
"Memang begitu yang kudengar!" kata Anne membela diri.
"Nah, itulah - karena soal kecil itu aku tidak percaya bahwa Pak Bellac dan
Lucien bersalah. Menurutku, kemungkinannya segalanya itu hanya permainan
sandiwara belaka. Kurasa Topeng Hitam tahu bahwa kita sedang mencani-cari
jejaknya - dan karenanya hendak memancing kita untuk mengikuti jejak palsu!"
"Tapi bagaimana caranyal" seru Dick bingung.
"Bagaimana, katamu" Itulah yang harus kita selidiki!" kata George mantap.
Ia menggamit anak-anak agar Iebih mendekat. Setelah itu Ia meneruskan sambil
berbisik-bisik, "Sebelum kita berkumpul di sini, aku tadi sudah mengusahakan pembuktian dugaanku
itu" kata George. "Dan aku berhasil mendapat bukti bahwa kedua orang itu tidak
bersalah. Dan pelayan di bar aku mendapat keterangan bahwa ketika Anne mendengar
pembicaraan itu, mereka sedang main kartu di ruang duduk!"
"Astaga!" kata Johnny dengan geram. "Kalau begitu tidak ada lagi yang tersisa
dalam daftar tersangka! Siapakah Topeng Hitam itu sebenarnya - jika bukan
kesepuluh orang yang semula kita curigai?"
George membisu. Bab 15 LAGI-LAGI TOPENG HITAM! GENUA merupakan persinggahan terakhir, sebelum kembali berlayar ke Merseille.
Sernentara kapal pesiar itu berlayar, anak-anak mengadakan pengamatan lagi
terhadap semua tersangka, dibantu Max Normand. Mereka tahu bahwa hanya nasib
baik saja yang masih diharapkan bila misteri itu hendak dipecahkan. Selama itu
mereka seakan-akan dihinggapi kesialan terus-menerus.
Anak-anak rnengadakan pengamatan secara bergilir. Saat malam George dan Timmy
yang berjaga-jaga, bergiliran dengan Julian yang berpasangan dengan Dick. Sedang
saat siang hari, Anne bersama Johnny dan Max Normand yang mencari-cari ke segala
sudut kapal. Mereka berusaha keras - tanpa hasil sedikit pun!
"Kali ini kita tidak berhasil," keluh George pada Timmy.
Ketika kapal Santa Maria menghampiri dermaga pelabuhan Genua yang sangat luas
itu, nakhoda mengumumkan bahwa persinggahan terakhir itu akan dimeriahkan dengan
pesta besar-besaran di kapal, serta berbagai acara pesiar ke darat.
"Pertama-tama kita mengunjungi tempat kediaman Columbus," kata Pak Nakhoda.
Kelompok penumpang yang selalu ikut dalam setiap acara pesiar bertepuk tangan
dengan gembira. Tapi anak-anak kecewa, ketika mereka memasuki rumah tokoh penemu Benua Amerika
itu. Mereka membayangkan sebuah gedung besar yang sangat indah. Tapi ternyata
yang didatangi sebuah rumah reyot di pusat kota. Hanya tanaman merambat yang
merayapi temboknya yang sudah dimakan usia sajalah yang menyebabkan bangunan itu
nampak asri. Para wisatawan kembali ke bis.
"Sekarang kita makan siang di kota" kata Pak Nakhoda. "Setelah itu kita ke
Lapangan Kudus, yaitu tempat pemakaman paling luas di dunia!"
"Hebat - kita ke makam," kata George, mengomel. Max tertawa mendengarnya.
"Kalian sendiri saja ke sana" katanya. "Kecuali karena aku tidak tertarik pada
tempat orang dikuburkan, malam ini aku juga akan mengadakan pertunjukan
perpisahan di kapal. Jadi aku harus berlatih sekarang. Kalian nanti malam datang
juga, kan?" Max Normand pergi sehabis makan, sementara para penumpang Santa Maria dibawa
dengan bis ke pemakaman yang terletak di luar kota. Suatu sensasi terjadi !
Paman Quentin ikut berpesiar, bersama sahabatnya, Profesor Scott.
"Akhirnya aku berhasil juga, setelah membujuk dengan susah-payah," kata Bibi
Fanny sambil mendesah. "Tapi di pemakaman nanti pun kurasa mereka masih akan
meneruskan pembicaraan ilmiah mereka. Kata Quentin tadi, mereka hendak mencari
prasasti kuno tokoh-tokoh termashur yang dimakamkan di situ...."
Dilihat dan jauh, pemakaman itu nampak seperti sebuah kota yang mencakup tiga
bukit yang lumayan besarnya. Di situ ada jalan-jalan yang dinaungi pepohonan,
lorong-lorong, kebun-kebun - dan bahkan kakus umum!
Ketika bis yang ditumpangi berhenti di depan pintu gerbang besar yang terbuat
dari besi tempa yang dibentuk indah, Johnny melirik sebentar ke arah ayahnya. Ia
terkejut. "Astaga!" gumamnya. "Baru kusadari sekarang - Ayah bertambah gemuk!"
"Eh - ayahku juga!" kata George kaget.
Ibunya tertawa geli. "Jangan kaget, Anak-anak - ayah kalian bukan bertambah gemuk, tapi mengikuti
teladan Pak Hagg!" Melihat George dan Johnny melongo, Bibi Fanny menjelaskan maksudnya.
"Kalian tahu kan - Pak Hagg selalu membawa-bawa kantung berisi koleksi
permatanya, yang dibelitkan di pinggangnya. Nah, ayah kalian meniru kebiasaannya
itu. Karena Topeng Hitam ada di tengah-tengah kita, keduanya memutuskan untuk
selalu membawa serta dokumen-dokumen rahasia mereka yang penting-penting.
Soalnya, dokumen-dokumen itu tidak boleh sanpai jatuh ke tangan orang! Karena
itu semua mereka kantungi. Dan itulah yang menyebabkan mereka nampak lebih
gemuk!" "Macam-macam saja," kata George, tercekikik, "seakan-akan Topeng Hitam berminat
mencuri coretan-coretan mereka!"
"George!" kata ibunya dengan nada mengecam. "Dokumen-dokumen yang kaukatakan
coretan-coretan itu sangat berharga, karena berisi rumus-rumus rahasia proyek
yang sedang diolah ayahmu bersama Profesor Scott!"
Seorang pemandu wisata bergegas menghampiri, begitu para penumpang memasuki
kompleks pemakaman itu. "Harap ikut saya, Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya."
Anak-anak menyesal ikut, karena panas terik menyebabkan udara terasa pengap
sekali. Sesak napas karenanya.
"Lihatlah, ayahku membuka jasnya!" kata Johnny pada George. "Rupanya Ia sudah
lupa bahwa di kantungnya ada dokumen-dokumen penting!"
"Kita harus lebih dekat ke mereka," kata Julian. Nampaknya ia merasa cemas.
"Kalau Topeng Hitam..."
Ia tidak sempat menyelesaikan kalimatnya, karena saat itu terjadi sesuatu yang
mengagetkan. Profesor Scott lewat di sebuah kapel kecil yang dinaungi patung
malaikat berukuran besar, terbuat dari perunggu. Tiba-tiba patung yang semula
hanya satu itu seakan-akan menjelma menjadi kembar dua. Tapi kembar yang satu
lagi lebih mirip setan bertopeng hitam! Dan Ia menerjang ke arah Profesor Scott!
Ayah Johnny terguling di tanah. Sebeluni orang-orang yang ada di sekitar situ
pulih dari kekagetan mereka, penyerang tak dikenal itu sudah melarikan diri di
sela-sela tugu makam, dengan membawa jas Profesor Scott!
"Itu Topeng Hitam! Cepat - kejar dia!" seru George. "Jangan sampai lolos!"
Tapi mengatakan hal itu lebih mudah daripada melakukannya! Topeng Hitam ternyata
sangat sigap. Hanya sebentar saja Ia nampak di antara jajaran batu-batu makam.
Setelah itu menghilang! Para penumpang Santa Maria lari kian kemari sambil mencari-cari, tanpa
mengetahui ke mana pejambret jas tadi melarikan diri. Saat itu terjadi berbagai
adegan kocak. Pak Hagg yang merasa melihat sesuatu yang mencurigakan bergerak-
gerak di sebelah kirinya langsung menerjang - Pak Stone, yang saat itu juga
sudah mengambil ancang-ancang untuk meringkus Pak Hagg, yang dikiranya Topeng
Hitam! Anak-anak putus asa. Coba Timmy ada bersama mereka, pasti penjahat tadi berhasil
disergap olehnya. Tapi sayang - anjing tidak diizinkan masuk ke pemakaman. Jadi
Ia disuruh menunggu di bis.
Kemudian Julian menemukan jas Profesor Scott di balik sebuah tugu makam. Tentu
saja isinya yang berharga sudah lenyap!
"Dan kita tidak melihat dengan jelas siapa pelakunya" kata George menggerutu.
"Salah satu teman sekapal yang ikut kemari bisa saja cepat-cepat memakai topeng
hitam, lalu menyergap ayahmu. Johnny! Kita mustahil bisa mengamat-amati semuanya
sekaligus!" Profesor Scott ribut sekali, begitu pula halnya dengan Paman Quentin. Jika
dokumen-dokumen itu sampai jatuh ke tangan pihak lawan - wah, gawat! Begitu
sampai kembali di kapal, keduanya langsung mendatangi Pak Nakhoda untuk
menyampaikan pengaduan. Mau tidak mau, George merasa geli melihat kejadian itu.
"Profesor Scott harus diserang dulu, barulah kedua ilmuwan linglung itu sadar di
mana mereka sebenarnya berada" katanya. "Konyol, kan?"
Bab 16 GEORGE MENARIK KESIMPULAN
KELAKARNYA agak mengurangi kesuraman perasaan anak-anak. Malamnya mereka
menyaksikan pertunjukan sulap Max Normand. Laki-laki muda itu tampil di alas
panggung dengan senyuman ceria. Ia mengenakan stelan resmi untuk malam hari.
Penampilannya sangat ramping. la memasang sarung tangan putih bersih dari bahan
halus. Gerak-geriknya sengaja dilambatkan. Setelah itu Ia mulai bermain sulap
dengan kartu-kartu permainan serta beberapa bola. Setelah itu Ia menampilkan
permainan sulap baru hasil ciptaannya sendiri. Untuk itu ia memanggil Timmy ke
atas panggung. Timmy memandang ke kakinya sendiri dengan sikap bingung, karena dari situ
beterbangan beberapa ekor burung merpati yang kemudian hinggap di atas
kepalanya. Tapi anjing itu tetap tenang Ia sadar bahwa Max teman George - jadi
temannya pula. Kecuali itu Max menyuruhnya diam. Dan Timmy tetap diam! Para
penonton ramai bertepuk tangan.
Ketika pertunjukan itu berakhir, anak-anak mengucapkan terima kasih pada pemain
sulap berbakat itu, lalu kembali ke kabin masing-masing untuk tidur. Tapi George
tidak bisa pulas. Kejadian yang menimpa Profesor Scott masih terbayang-bayang di
matanya. Bagaimanakah caranya agar Topeng Hitam bisa terbuka kedoknya"
*** Keesokan paginya nampak jelas bahwa George kurang tidur. Tapi bola matanya
berkilat-kilat penuh tekad. Saat sarapan Ia berbisik pada anak-anak yang lain,
"Nanti kita berkumpul di sekoci! Ada yang perlu kurundingkan dengan kalian!"
Ketika sudah duduk di dalam sekoci penyelamat, la menjelaskan pendapatnya dengan
kata-kata singkat, "Kita harus menyergap Topeng Hitam, lalu memaksanya agar mengakui perbuatannya!"
Julian melongo. "Menangkap Topeng Hitam" Kita kan tidak tahu siapa orang itu!"
"Karena itulah kita harus lekas bertindak! Waktu kita tinggal dua hari lagi!"
kata George berkeras. "Kurasa cukup banyak waktu bagi kita semua untuk berpikir
selama ini, lalu menarik kesimpulan!"
"Aku tidak punya gambaran sama sekali!" kata Johnny berterus-terang. "Yang
tersangka begitu banyak, sehingga sulit menentukan pilihan. Aku benar-benar
bingung!" "Aku sama saja dengan Johnny," kata Anne sambil mengangkat bahu.
"Kau bagaimana, Dick?" tanya George.
"Aku punya ide - tapi begitu gila, sehingga aku segan mengatakannya! Tapi
baiklah. Pak Nakhoda - ia kan selalu ikut dalam setiap pelancongan! Dan dengan
gampang ia bisa menghapus jejak, berkat kedudukannya sebagai pimpinan!"
George tersenyum. "Tidak!" katanya. "Boleh kaulupakan saja dugaanmu itu. Kau punya gagasan lain,
Ju?" Sepupunya yang bertubuh jangkung itu nampak ragu sesaat.
"Ya, ada," katanya kemudian. "Topeng Hitam kan dikabarkan muncul di berbagai
tempat. Nah - menurutku, dia itu bukan cuma satu orang saja!"
"Bagaimana maksudmu?" tanya Dick, tercengang. "Maksudku, Topeng Hitam itu
sekawan penjahat yang beraksi secara silih berganti."
"Jadi dalam kasus kita, ia bisa siapa saja di antara para penumpang Santa
Maria," kata Johnny.
"Tepat!" Tapi George tidak bisa diyakinkan.
"Menurutku, kerja secara berkawanan begitu malah akan menyulitkan mereka
sendiri," katanya kemudian. "Selalu ada saja yang bertindak melanggar
kesepakatan, lalu rahasia mereka terbongkar! Tidak - karena Topeng Hitam sudah
lama beraksi dengan hasil yang memuaskan baginya, aku cenderung mengatakan bahwa
ia bekerja seorang diri!"
"Kau punya gagasan tertentu," kata Dick sambil nyengir. "Mengaku sajalah! Dan
hidungmu saja aku sudah tahu!"
George tertawa sedih."Memang benar - aku menduga seseorang," katanya lirih.
"Menurutku, Topeng Hitam itu - Max Normand!"
Ucapannya itu disusul kebisuan. Semua terperanjat. Tapi setelah itu semua
berbicara serempak. "Mustahil!Tidak mungkin! Max - teman kita" Orang terbaik di dunia"... Orang
sebaik itu..." sinting!"
"Siapa bilang dia itu baik?" balas George.
"Tapi selama ini Ia kan selalu membantu kita melakukan penyelidikan," kata Dick
mengingatkan "Dan Ia juga selalu menemani kita melancong, dan menjelaskan
berbagai hal yang tidak kita ketahui" Orang begitu kaukatakan tidak baik" Huhh!"
"Lebih cocok jika kaukatakan bahwa Ia berusaha memperoleh kepercayaan kita, dan
Lima Sekawan Melacak Topeng Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan begitu mengetahui sampai seberapa jauh hasil pengusutan yang kita
lakukan!" kata George berkeras. "Karena hal itu diketahui olehnya, kemudian
dengan gampang saja ia mempermainkan kita! Kurasa diam-diam kita ditertawakan
olehnya!" "Kau ini bersungguh-sungguh, George?" kata Julian memotong.
George berdiri, lalu memandang berkeliling dengan tatapan mata sedih.
"Coba dengar sebentar," katanya. "Berbagai hal tercatat dalam benakku, secara
tak kusadari selama ini. Ia berhasil merayu kita, sehingga kita benar-benar
percaya padanya. Ia tahu, kita takkan merasa curiga padanya. Lalu ini lagi:
sarung tangan putih mulus yang ditemukan setelah Pak Hagg dirampok. Bahannya
begitu halus, sehingga perwira satu mengatakan bahwa tidak mungkin itu sarung
tangan pelayan kabin. Kalian lihat tidak kemarin" Max mengenakan sarung tangan
seperti itu ketika hendak memulai pertunjukannya!"
Anak-anak mengikuti penuturannya dengan penuh minat.
"Kita teruskan! Timmy mengejar orang yang hendak memasuki kabin Pak Hagg! Lalu
apa yang kemudian terjadi?" George mendesah. "Timmy kembali, dibimbing oleh Max.
Katanya, Ia bersiut memanggil anjingku itu agar kembali, karena ia mengira Timmy
mengejar kucing juru masak! Itu mengherankan karena Timmy belum pernah tidak
mematuhi perintahku, biar ada seribu teman bersiul-siul memanggilnya. Saat itu
aku kan menyuruhnya menangkap orang tak dikenal itu, sambil menuding ke arahnya.
Sebenarnya Timmy berhasil mengejar orang itu! Tapi kemudian Ia melihat bahwa
orang itu Max Normand. Timmy tidak menyerangnya, karena tahu bahwa Max teman
kita. Disangkanya itu semacam permainan! Sedang Max sementara itu masih sempat
menyingkirkan jas pelayan serta topengnya!"
"Bukan main!" seru Dick, tegang.
"Tunggu. aku belum seesai," sambung George. "Jadi sebenarnya tidak aneh, bahwa
usaha pengusutan kita selama ini tidak pernah menghasilkan apa-apa. Kita
ditertawakan dengan diam-diam oleh Max Normand! Tapi yang paling keterlaluan
ialah bahwa Ia membuat Anne menyangka bahwa Pak Bellac dan Lucien-lah penjahat
yang kita kejar-kejar!"
"Kenapa begitu?" tanya Anne bingung.
"Setelah mencurl gelang Lucien, Max kemudian meletakkan benda itu secara
menyolok di depan kabin Pak Bellac dan asistennya itu, sehingga orang yang
pertama-tama lewat pasti melihatnya. Dan lumrah, jika orang itu berhenti untuk
memungutnya. Kebetulan sekali orang itu kau, Anne! Kurasa saat itu Max mengintai
dari dalam kamar kecil. Ketika Ia melihat bahwa kau hendak mengetuk pintu kabin
Pak Bellac, ia pun mulai menirukan suara-suara Pak Bellac dan Lucien. Jangan
lupa, Max kan pandai memindahkan suara. Ia pernah memperagakannya di
pertunjukannya yang pertama. Dan kemahirannya itu dimanfaatkan olehnya - apalagi
karena Ia juga pandai menirukan suara orang lain!"
"Aduh, jahatnya!" seru Dick panas. "Lalu bagaimana sekarang" Apa yang bisa kita
lakukan untuk membuka kedoknya?"
"Kau benar-benar hebat, George!" kata Julian, menyatakan kekagumannya.
Wajah sepupunya itu memerah karena senang.
"Aku punya akal" katanya. "Begini.."
Bab 17 TERJEBAK! BEBERAPA saat kemudian anak-anak itu mendatangi Max Normand. Mereka menyapanya
dengan ramah. "Nah - ada kabar baru?" tanya Max. "Sudah berhasilkah ayahmu menemukan kembali
dokumen-dokumennya yang hilang, Johnny" Aku ikut menyesal atas kehilangan itu!"
"Ah - itu sebenarnya tidak begitu penting" kata Johnny dengan sikap tidak acuh.
"Ya, memang" kata George. "Ini sebenarnya rahasia - tapi dokumen-dokumen yang
dicuri Topeng Hitam kemarin sebenarnya sama sekali tidak berarti, karena palsu.
Ayah Johnny sangat cerdik. Ia ilmuwan yang sangat berpengalaman. Rumus-rumus
yang asli ditulisnya di atas kertas pembungkus barang, dan ditaruhnya di tempat
simpanan rahasia." George tertawa geli. "Mau tahu, di mana tempat penyimpanan
rahasia itu" Di dalam tumit sepatunya yang sebelah kiri! Tumit itu dilubangi
olehnya, sehingga berongga!"
"Aduh, George!" tukas Johnny, pura-pura marah. "Kenapa itu kaukatakan"! Itu kan
rahasia! Bisa berbahaya, kalau diketahui orang lain!"
"Ah, kau ini! Aku kan cuma menceritakannya pada Max. Max kan sahabat kita! Kita
berenang, yuk?" Anak-anak meninggalkan Max. Senyuman jahat membayang di wajah pemain sulap itu.
"Begitu ya - di dalam tumit sepatu sebelah kiri" gumamnya puas. "Terima kasih
atas petunjuk itu, Anak-anak konyol!"
Malam itu Profesor Scott masuk ke kabinnya dalam keadaan capek, karena habis
berdiskusi panjang-lebar dengan rekannya, Profesor Kirrin. Ia cepat-cepat mandi
sebentar, mengenakan piama, lalu masuk ke tempat tidur. Dengan segera Ia sudah
tidur nyenyak. Sekitar pukul satu dinihari nampak seseorang menyelinap masuk ke dalam kabin
Profesor Scott. Pintu dibukanya dengan kunci palsu. Orang itu berwajah langsing.
Matanya tertutup topeng hitam. Ia membungkuk untuk meraih sepatu sebelah kiri
ilmuwan itu. Kemudian Ia berbalik dengan cepat.
Kejadian sesudah itu sama sekali tak diduga-duga olehnya. Dari kabin sebelah
bermunculan sejumlah orang sekaligus. George beserta orang tua serta keempat
kawannya, Pak Nakhoda, perwira satu, dan petugas kemanan kapal.
Topeng Hitam langsung dikepung, sebelum orang itu menyadari apa sebenarnya yang
terjadi. Topeng yang menutupi mukanya direnggutkan sampai terlepas!
"Bagus!" seru Dick bersemangat. "Ternyata memang Max. Ia terjebak tipuan kita!"
Max Normand menatap George sambil mengumpat dengan sengit. Wajahnya menyeringai.
Penjahat ulung yang begitu lama menyebabkan seluruh dunia menahan napas,
ditaklukkan oleh Lima Sekawan.
Penjahat itu digiring pergi. Para penumpang yang dikejutkan suara ribut-ribut di
dalam gang bertemperasan keluar. Kini terdengar seruan-seruan kagum, ketika
mereka mendengar kisah kejadian yang luar biasa itu. Semua ingin bersalaman
dengan kelima remaja itu.
Topeng Hitam sudah dibekuk! Tapi hasil rampokannya masih belum ditemukan.
Keesokan harinya anak-anak mendengar bahwa Max tetap membisu. Ia tidak mau
mengatakan di mana harta hasil rampokan itu disembunyikan. Usaha pencarian di
kapal tidak membawa hasil. Di manakah harta curian itu" Anak-anak memeras otak.
"Kita harus berusaha menemukannya sendiri" kata George dengan tegas. "Besok
kapal ini akan digeledah sekali lagi, oleh polisi. Tapi aku ingin bahwa kita
berhasil menemukan harta dan dokumen-dokumen itu terlebih dulu. Setuju!"
"Setuju!" seru anak-anak serempak.
Tapi tidak banyak lagi waktu yang tersisa. Akan berhasilkah mereka"
Mula-mula mereka membatasi usaha pencarian pada ruangan-ruangan yang bisa
didatangi Max Normand. Para penumpang yang menjadi korbannya menjanjikan hadiah
besar, jika Lima Sekawan berhasil mengembalikan harta mereka. Hal itu semakin
membakar semangat anak-anak untuk lebih giat mencari. Tapi sayang - hari itu
berlalu tanpa hasil. "Waktu kita tinggal malam ini dan besok pagi," kata Anne sambil mengeluh. "Saat
itu kapal akan memasuki pelabuhan Marseille - dan setelah itu kita pulang ke
Kirrin." "Tapi selama itu kan masih ada waktu!" kata Julian.
"Teguhkan hati!" kata Johnny. "Kita teruskan mencari!" Ia melakukannya dengan
begitu bersemangat, sehingga pada suatu ketika Ia terjeblos masuk ke dalam
lubang angin. Dua orang pelayan terpaksa dikerahkan untuk menarik anak itu ke
luar. Malam mulai menjelang. Matahari sudah rendah di ufuk barat - tapi anak-anak masih juga belum berhasil! Lima Sekawan mulai gugup.
"Aku sudah bosan!" tukas Julian sebal. "Besok saja kita lanjutkan. Kita nikmati
saja dulu malam terakhir di atas kapal pesiar ini. Menurut perwira satu, nanti
akan ada pertunjukan kembang api yang semarak!"
"Asyik!" seru George gembira.
Malam itu anak-anak melupakan persoalan yang sedang dihadapi. Dengan gembira
mereka menyongsong pesta kembang api yang akan diadakan malam itu. Hanya Anne
yang tidak banyak bicara. Ia merasa sedih, jika teringat pada Max Normand yang
dikiranya sahabat sejati....
"Begitulah hidup ini, Anne," kata Dick, berusaha menghibur. "Lupakan saja dia!
Kalau sudah menghadapi ulangan lagi nanti, kau pasti takkan teringat lagi
padanya!" Bab 18 TIMMY BERJASA SUASANA makan maiam pada malam terakhir itu sangat semarak. Topeng Hitam sudah
tertangkap, dan besok akan diserahkan pada polisi Prancis. Para penumpang
menarik napas lega. Kini mereka benar-benar dapat menikmati hidangan dalam
suasana gembira. Bahkan Helene von Blumental pun sekali itu tidak mengomel.
Nampaknya Ia tidak ingin merusak suasana yang begitu menyenangkan.
Pak Nakhoda mengangkat gelas minumannya.
"Mari kita menghormati kemenangan para penyelidik muda ini," katanya, tersenyum
ke arah George beserta kawan-kawannya. "Hidup Lima Sekawan! Tidak, kali ini
mereka berenam. Berkat jasa mereka pelayaran yang diawali dengan berbagai
musibah, dapat diakhiri dalam suasana gembira!"
Pidato Pak Nakhoda disambut tepuk tangan meriah.
"Dan kini - pesta kembang api!" seru pimpinan kapal itu di tengah keriuhan tepuk
tangan. "Dua perwira kita akan menyalakannya dari sekoci yang tadi sudah
diturunkan. Saya persilakan ikut ke anjungan sekarang!"
Sementara kedua perwira kapal mendayung sekoci menjauhi kapal, para penumpang
duduk dengan santai di kursi-kursi nyaman yang sudah disediakan di anjungan. Ada
juga yang berdiri sambil bersandar ke pagar.
"Yuk, kita duduk dalam sekoci kita!" ajak Julian. "Dari geladak atas.
pemandangannya nanti pasti sangat indah!"
Kembang api pertama dinyalakan tidak lama kemudian. Nampak nyala terang memecah
kegelapan malam. Sinar gemerlap menerangi Iingkungan sejenak, lalu jatuh ke laut
dengan bunyi mendesis nyaring.
Pil yang bertengger di pundak Johnny menutup mata dengan kedua cakarnya. Monyet
kecil itu menjerit-jerit ketakutan. Anak-anak tidak memperhatikannya, karena
pandangan mereka terpaku ke tengah laut, di mana kembang api dinyalakan
beruntun-runtun. Pil menyembunyikan mukanya dalam rangkulan Johnny, setiap kali
terdengar letusan kembang api.
"Tenang, Pil - kau tidak usah takut," kata Johnny membujuk sambil menepuk
monyetnya. Pesta kembang api semakin meriah. Nyalanya seolah-olah membakar langit.
Permukaan laut yang semula gelap berubah, nampak seperti api cair. Ribuan cahaya
kemerlip bagaikan bintang turun dari langit. Dan sebagai puncak pertunjukan
dinyalakan beratus-ratus mercon yang meletus dengan bunyi memekakkan telinga.
Pil kehilangan akal karena panik. Monyet kecil itu meloncat ke geladak, lalu
menghilang dalam gelap. "Aduh - kenapa tidak kupegang dia tadi," keluh Johnny. "Tapi tak kusangka Ia
akan setakut itu." "Ah - nanti kan pasti kembali lagi" kata Dick menenangkan."Pertunjukan kembang
api sudah selesai ."
Anak-anak keluar dan sekoci tempat mereka duduk selama itu. Mereka menuruni
tangga, yang menurut dugaan anak-anak tadi dilewati Pil sewaktu Ia lari
ketakutan. "Ia pasti lari ke kabin kita," kata Johnny pada Dick dan Julian, "dan saat ini
mungkin meringkuk di depan pintu sambil merintih-nintih."
Tapi Pil tidak ada di situ. Selama satu jam berikutnya anak-anak sibuk mencari
ke seluruh penjuru kapal. Setiap orang yang berpapasan ditanyai apakah ia
melihat Pil. Tapi tidak ada yang melihat monyet kecil! itu.
Johnny sudah putus asa. "Jangan-jangan tercebur ke laut," keluhnya. "Tadi Ia kan panik...."
Tiba-tiba George mendapat ilham.
"Kenapa tidak dan tadi kuingat," serunya. "Johnny! Mana bantal monyetmu itu"Coba
ambilkan! Aku ingin menyuruh Timmy mengendusnya."
Johnny mengambil bantal itu, lalu menyerahkannya pada George. Timmy mengendus-
endusnya agak lama, sambil memandang George dengan sikap seolah-olah bertanya.
Ekornya dikibaskan kian kemari.
"Sekarang cari! Cari Pil, Timmy!" kata George.
Timmy tidak menunggu sampai disuruh dua kaIi. Ia melesat pergi. Anjing itu lari
ke anjungan, menuju ke sekoci tempat anak-anak tadi duduk.
"Kita kan dari sana!" kata Dick mengomel. "Anjing dungu!"
"Biarkan dia!" tukas George. "Timmy tahu apa yang liarus dilakukan. Kau kan
tahu, ia tidak dungu!"
Timmy terus berlari ke sekoci yang terdapat di belakang tempat anak-anak tadi
duduk. Ia mengangkat kaki depannya ke tepi sekoci itu, lalu mengendus-endus.
"Guk!" gonggongnya kemudian.
Dan dalam sekoci terdengar suara memekik ketakutan.
Johnny bergegas menghampiri sekoci itu, diikuti oleh George. Bersama-sama mereka
menyingkapkan kain terpal yang menutupi. Seketika itu juga nampak Pil, yang
menempelkan tubuhnya pada sisi sekoci.
Johnny mengulurkan tangannya. Tapi dengan cepat monyet kecil itu menghilang ke
sudut yang gelap. Di situ ada tingkap, yang rupanya tadi dibuka oleh Pil sewaktu
Ia menyembunyikan diri. "Monyet!" umpat Johnny. "Ayo, keluar!" Ia mengulurkan tangannya lagi, untuk
mengambil Pil. Saat itu tangannya menyentuh sebuah benda bulat. Ternyata itu
botol tempat persediaan air. Tempat itu kelihatannya kosong, ditilik dari
bunyinya ketika tersentuh tangan Johnny.
Anak-anak berpandang-pandangan dengan heran.
"Kenapa tempat air itu kosong?" senu George. Dibukanya sumbat botol itu, yang
setelah itu ditunggingkan olehnya.
Ia melongo, karena tahu-tahu ada sejumlah benda berjatuhan ke dekat kakinya.
"Astaga! Itu kan koleksi permata milik Pak Hagg! Dan cincin Pak Ruiz! Anting-
anting Nona Ping! Semua ada di dalam botol ini!"
Julian bergegas membuka kotak perbekalan yang ada di situ. Ternyata di dalamnya
ada dompet-dompet yang dicuri dari para penumpang, serta dokumen rahasia
Profesor Scott. "Bukan main!" teriak Dick bergairah. "Timmy berhasil menemukan tempat Topeng
Hitam menyembunyikan harta curiannya!"
"Ya - tapi itu berkat Pil pula," kata George. Rasa keadilannya mendorong dirinya
untuk mengatakan hal itu.
"Tapi kau yang mendapat gagasan untuk menyuruh Timmy mencari monyetku!" Johnny
tersenyum lebar. Keempat remaja itu bersorak-sorak. Mereka berhasil! Dengan cepat mereka meraup
perhiasan yang terserak di Iantai geladak. Mereka membawanya dengan wajah
berseri-seri, untuk kemudian menyerahkannya pada Pak Nakhoda.
Pimpinan kapal itu melongo.
Dipandangnya benda-benda berharga itu terheran-heran. Setelah beberapa saat
begitu, barulah ia bisa berbicara.
"Kalian berjasa besar," katanya terharu. "Berkat kalian nama baik perusahaan
kami diselamatkan. Besok Max Normand yang berlagak baik itu akan diserahkan
kepada pihak yang berwajib. Sekarang kita kumpulkan para korban kejahatannya,
lalu kita kembalikan benda-benda berharga ini pada pemiliknya masing-masing."
Selama beberapa jam berikutnya anak-anak dibanjiri ucapan terima kasih. Semua
ingin mengucapkan selamat pada mereka serta menghadiahkan sesuatu. Timmy pun
sangat dimanjakan. Untung Ia tidak sampai sakit perut! Tapi Timmy memang anjing
yang cerdas! Kapal Santa Maria masuk ke pelabuhan Marseille dengan sambutan meriah. Polisi
serta pers yang mendapat kabar lewat radio kapal menunggu-nunggu dengan tidak
sabar di dermaga. Lampu-Iampu kamera menyala bertubi-tubi ketika anak-anak turun dari kapal.
Kemudian muncul Max Normand, dikawal oleh polisi. Pemain sulap yang sebenarnya
Topeng Hitam itu berjalan dengan kepala tertunduk. Ia berusaha menyembunyikan
mukanya. Tapi sia-sia! Jepretan kamera yang diarahkan para reporter padanya,
tidak mungkin dapat dielakkan olehnya.
Perusahaan pelayaran pemilik Santa Maria mengundang seluruh penumpang untuk
menghadiri perjamuan makan sebagal perpisahan, dan sebagai pelipur ketegangan
yang dialami selama pelayaran pesiar yang menggemparkan itu. Suasana saat itu
sangat ramai. Anak-anak kembali dibanjiri kata-kata penghargaan.
Sebentar lagi mereka akan berpisah dari teman-teman seperjalanan selama itu.
Pesawat terbang yang akan membawa mereka kembali ke Inggris sudah menunggu.
"Tapi kami takkan mungkin bisa melupakan jasa kalian terhadap kami, Anak-anak!
Juga jasa anjing kalian." Kata-kata itu diucapkan seseorang dengan lemah-lembut.
George menoleh ke arah suara itu. Ia menggigit bibir keras-keras, untuk mencegah
tawa yang nyaris tersembur dari mulutnya. Orang yang berbicara itu Helene von
Blumental. Nenek Sihir! Baru sekali itulah meluncur kata-kata bernada manis dari
mulutnya. "Masih ada yang lebih menakjubkan lagi daripada tertangkapnya Topeng Hitam!"
bisik George pada anak-anak yang lain. "Nenek Sihir menjelma menjadi wanita yang
ramah-tamah! Menurutku pelayaran pesiar ini menimbulkan berbagai akibat yang
Lima Sekawan Melacak Topeng Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak terduga - bagi berbagai orang!"
"Guk!" gonggong Timmy, menegaskan pendapat tuannya.
Scan by tagdgn www.tag-dgn. blogspot.com
Edited by Farid ZE Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Badik Buntung 11 Ikat Pinggang Kemala Sabuk Kencana Karya Khu Lung Pedang Pusaka Naga Putih 3
Petugas keamanan kapal yang bergegas-gegas datang tidak bisa berbuat apa-apa
lagi, kecuali mencatat kejadian itu. George menyodorkan sarung tangan putih yang
dibawa Timmy padanya. "Mungkin saja ini petunjuk - tapi bisa juga tidak," gumam petugas itu sambil
mengerutkan ails. "Tapi Timmy takkan membawanya padaku, jika bukan berasal dari pencuri itu!"
bantah George. "Coba kulihat!" kata Max yang sementara itu datang bersama anak-anak yang lain.
Diperhatikannya sarung tangan itu sekilas. "Ini serupa dengan yang dipakai para
pelayan kamar. Rupanya Topeng Hitam di memakai seragam pelayan yang dicurinya.
Sarung tangan ini kurasa tidak bisa dijadikan petunjuk!"
Sementara itu perwira satu datang. Setelah meneliti sarung tangan putih yang
diserahkan padanya, Ia mengatakan,
"Ini bukan sarung tangan yang biasa dipakai pelayan kami. Bahannya jauh lebih
halus! Saya belum pernah melihat sarung tangan begini. Aneh!"
Kemudian barang-barang para penumpang digeledah lagi. Perwira satu kehilangan
akal, menghadapi Helene von Blumental. Nenek sihir itu marah-marah. Ia
mengatakan bahwa pelayaran yang membawa sial itu, harus dihentikan saat itu
juga. Tiba-tiba Pil muncul. Monyet kecil itu ribut mengoceh. Ia mendekap sebuah kotak
kecil. "Apa itu?" seru Johnny. Dibujuk-bujuknya monyet kecil itu agar mau mendekat.
"Sini, Pil! Ayo, berikan padaku!"
Pil menyerahkan kotak itu pada tuannya. Johnny membuka kotak kecil itu - lalu
bersiul kaget. "Isinya kartu-kartu pengenal Topeng Hitam!"
Orang-orang yang ada di sekitarnya terkejut.
"Harus diselidiki di mana monyet itu mengambilnya tadi!" kata petugas keamanan
kapal. "Tanya saja padanya!" kata Dick sambil nyengir.
"Jangan ngawur!" tukas George. "Aku punya akal! Johnny, coba kausuruh Pil
mengembalikan kotak itu ke tempat di mana Ia mengambilnya tadi. Mungkin saja
berhasil!" Dengan segera Johnny melaksanakan usul George. Pil menerima kotak kecil itu
sambil berceloteh, lalu lari. Semua mengikutinya. Monyet kecil itu memasuki
sebuah kabin, lalu menaruh kotak berisi kartu-kartu Topehg Hitam ke dalam laci
sebuah bufet yang terbuka.
Para penumpang saling berpandang-pandangan dengan sikap terkejut. Itu kabin
Fortune Barge! "Aku bukan Topeng Hitam!" tukas pianis kenamaan itu dengan marah. "Monyet tolol
itu saja yang iseng Jangan lupa, Ia juga pernah memasukkan kartu Topeng Hitam ke
dalam kantung Kapten! Kalau aku dicurigai - maka itu pun berlaku untuk Anda
semua!" Bab 13 KELIRU LAGI SEMENTARA itu kapal Santa Maria menuju ke Putau Sisilia. Anak-anak berunding
lagi dengan Max Normand. "Kita harus mulai lagi dari awal," kata Julian. "Pasti ada kekeliruan yang
terselip dalam pengusutan kita!"
"Mana daftar itu!" kata George dengan nada kurang sabar. "Aku pun agak sangsi
apakah kita tidak membuat kekeliruan!"
"Lawan yang tidak mengetahui siapa yang membuntuti jejaknya" kata Dick. "Jika
Topeng Hitam tahu bahwa Lima Sekawan sedang melakukan pengusutan, pasti ia
takkan merasa setenang sekarang!"
"Hahh!" Johnny tertawa. "Sampai sekarang kalian belum juga berhasil membuka
kedoknya! Ia masih tetap bisa beraksi semau-maunya!"
"Masa kau bersikap begitu terhadap kawan-kawanmu," kata Max Norrnand menengahi.
"Mereka tadi pasti sudah berhasil meringkus pelayan gadungan itu - kalau saat
itu keadaan tidak merintangi"
Johnny merasa malu. "Aku mengatakannva hanya untuk mengganggu George dan Dick,"katanya. "Habis -
mereka selalu bersikap yakin!"
"Selama ini mereka juga selalu berhasil," kata Anne dengan suaranya yang lembut.
"Dengan bantuanmu, Anak manis!" kata George sambil menepuk pundak sepupunya.
"Ya, ya," kata Anne mendesah. "Kita ini memang kuat, karena selalu bersatu.
Siapa tahu, mungkin kita nanti berhasil juga menangkapnya!"
"Sudah - kita mulai saja!" potong Julian dengan tegas. "Para penumpang yang
secara berturut-turut menjadi korban Topeng Hitam adalah: Nona Ping, Bu
Herrington, Pedro Ruiz, Fortune Barge, Pak Hagg, direktur hotel di Tunis - dan
setelah itu kembali Pak Hagg. Dan daftar para tersangka sudah dicoret nama-nama
Nona Ping, Pak Ruiz, Pak Hagg, Helene von Blumental, dan suami-istri
Herrington." "Itu berarti Topeng Hitam mestinya satu dari mereka ini," sela Max Normand
sambil menyimak daftar yang dpegang Julian. "Fortune Barge, Pak Stone, usahawan
dari Prancis - o ya, aku waktu itu lupa mengatakan bahwa ia bernama Bellac -
lalu Lucien, assisten Pak Bellac...."
Johnny bersandar ke pagar anjungan sambil memandang ke bawah. Saat itu Ia
melihat Lucien lewat. Orang itu berjalan di geladak pesiar, mendorong kursi roda
yang diduduki Pak Bellac.
"Menurut dugaanku, mereka itulah yang kita cari," gumam Johnny. "Tindak-tanduk
mereka aneh. Aku takkan heran kalau nanti ternyata bahwa Topeng Hitam tidak
beraksi seorang diri, tapi ada temannya."
*** Persinggahan di kota pelabuhan Syrakus di Sisilia merupakan program istimewa.
Menurut rencana, kapal Santa Maria akan berlabuh selama beberapa hari di situ,
memberi kesempatan pada para penumpang untuk berdarmawisata, mendatangi berbagai
tempat yang menarik di Sisilia. Tapi kebanyakan memilih bersantai-santai saja di
atas kapal, karena tidak tahan hawa panas yang menyengat. Tapi anak-anak tidak
bisa ditahan. Mereka selalu ikut darmawisata yang mana saja, bersama para
penumpang yang tidak pernah melepaskan kesempatan pesiar.
Acara pesiar di Sisilia tidak mengalami gangguan dan Topeng Hitam. Semua menarik
napas lega - sampai malam keberangkatan kapal meninggalkan pulau itu....
*** Siangnya anak-anak diizinkan pesiar sendiri, melhat-lihat kota. Mereka
menelusuri toko demi toko. Mereka sangat tertarik melihat perbedaan yang
menyolok antara bangunan-bangunan yang sangat modern dan gedung-gedung kuno yang
nampak kurang terawat, tapi seakan-akan bertahan sekuat tenaga menghadapi
tantangan zaman. Anne mengaduk-aduk keranjang berisi barang-barang obralan di
sebuah toko. Ia ingin membeli syal untuknya sendiri.
Tiba-tiba terdengar George berseru pelan.
"Lihatlah! Itu - orang yang di sana itu!"
"Itu kan Fortune Barge," kata Dick, heran. "Katanya tadi Ia ingin bersantai-
santai saja di kapal!"
"Lihat caranya berjalan - menyusur dinding!" Julian menggeleng-geleng henan.
"Tapi mungkin juga ?a mencari tempat teduh."
"Walau begitu tindak-tanduknya tetap aneh," kata Johnny.
"Kita ikuti dia!" kata George memutuskan. "Tapi jangan menggonggong, Tim!"
Anak-anak membuntuti pianis tadi dari jauh.
"Ia membawa bungkusan" kata Julian memperhatikan.
"Nampaknya Ia hendak ke kantor pos!" kata George. "Wah - jika dia ternyata
Topeng Hitam, paket itu pasti berisi koleksi permata dan perhiasan hasil
curiannya selama ini!"
"Jelas!" seru Johnny. "Ya, - kita datangi dia lalu kita paksa untuk membuka
paket itu! George, George - kau ini ada-ada saja!"
George tidak mengacuhkan sindiran itu, karena sibuk berpikir.
"Aku punya akal" gumamnya sesaat kemudian.
"Cepat - katakan!" desak Julian. Dilihatnya pianis itu masuk ke kantor p0s.
"Jangan-jangan sebentar lagi sudah terlambat!"
"Tidak mungkin!" kata George dengan nada yakin. "Tunggu sebentar di sini!"
Ia berlari memasuki bilik telepon yang ada di situ, lalu cepat-cepat menelepon.
Tidak lama kemudian ia keluar lagi.
"Beres!" katanya sambil tertawa puas. "Sebentar lagi kita akan sudah tahu apa
isi paket itu!" "Apa yang kaulakukan?" Anak-anak yang lain memandangnya dengan sikap tidak
mengerti. "Aku menelepon kantor pos. Tanpa menyebut nama, kukatakan bahwa ada bom dalam
paket yang dikirimkan seorang laki-laki berbangsa Prancis. Kukatakan bagaimana
wujud orang Prancis itu - yakni Fortune Barge! Sebentar lagi kita akan mendengar
kegemparan dalam kantor pos."
Anak-anak yang lain mendengar dengan kagum. George memang banyak sekali akalnya,
bila menghadapi masalah pelik!
"Astaga! Akal begitu takkan terpikir olehku!" kata Dick kagum. "Kau benar-benar
hebat!" "Ratu - eh, salah! - Raja Detektif!" kata Johnny.
Tapi George belum puas. Sementara anak-anak yang lain memandang dengan tegang ke
arah pintu kantor pos, Ia lari lagi ke bulk telepon. Sekali lagi diteleponnya
kantor pos. "Bagaimana - sudah ditemukankah bom itu" tanyanya dengan suara diberat-beratkan.
"Bom?" balas petugas yang ditelepon dengan nada marah. "Paket itu berisi buku
sejarah! Anda yang menelepon tadi, ya" Jika berani sekali lagi mempermainkan
petugas pos - " George buru-buru memutuskan hubungan. Wah! Dugaannya ternyata keliru!
Anak-anak yang lain menyongsongnya dengan gembira.
"Pianis itu sudah keluar dari kantor pos!" seru Anne dengan gembira.
"Kelihatannya sangat marah!"
"Aku tidak heran," kata George sarnbil tersenyum kecut, "karena isi paketnya
buku-buku sejarah!" "Sekali lagi meleset! Sial!" Julian menghentakkan kaki karena jengkel.
"Sudahlah, sekali-sekali keliru kan bisa saja!" kata George. "Aku tadi
seharusnya sudah memikirkan bahwa jika Ia hendak mengirirnkan barang berharga
lewat pos, tentunya ia harus mengurus dulu ke bagian bea cukai. Yuk! Kita
kembali saja ke kapal!"
Bab 14 DUGAAN ANNE SESAMPAINYA di kapal, anak-anak menjumpai para penumpang dalam keadaan kalang-
kabut. Topeng Hitam beraksi lagi - dan kali ini Helene von Blumental yang
dijadikan korban. Wanita tua itu marah-marah. Dan itu sudah sepantasnya, karena
penjahat itu mencuri enam cincinnya yang mahal-mahal. Sebuah cincin berlian,
satu cincin dengan hiasan batu jamrud, sebuah cincin batu nilam, satu cincin
batu delima, satu cincin yang dihiasi batu manikam kuning, dan satu lagi dengan
batu lazuardi, yang biasanya berganti-ganti dipakai Helene, menurut hari. Saat
itu Ia sedang memakai cincin yang ketujuh, dengan batu akuamarin.
"Hari ini ternyata tidak terbuang percuma," kata George.
"Bagi siapa" Topeng Hitam?" kata Dick menyindir.
"Apa"! Bagi kita! Sekarang kita setidak-tidaknya tahu pasti bahwa pianis tadi
bukan Topeng Hitam."
"Kalau begitu kita coret saja namanya" kata Julian sambil mengeluarkan buku
catatannya. "Sekarang tinggal Pak Stone, Pak Bellac, dan Lucien."
Suasana murung yang menyelubungi kapal berubah menjadi agak cerah malamnya,
ketika Santa Maria mengangkat jangkar lalu menyusur pantai timur Sisilia menuju
Messina. "Di sanalah letak Kharybdis" kata Max pada anak-anak sambil menuding.
"Apa itu?" tanya Anne.
"Beting karang, yang sangat ditakuti pelaut zaman purba. Tapi dengan
perlengkapan navigasi modern sekarang ini, tidak ada lagi yang perlu ditakuti.
Lagi pula arus di sini baru deras saat pasang naik atau surut. Dan di sana pula
tempat Skylla, putri raja yang dikutuk menjadi monster, yang menelan setiap
pelaut yang lewat. Kalian tentunya pernah mendengar hikayat petualangan
Odysseus, kan?" Anak-anak mendengarkan kisah-kisah yang diceritakan Max dengan asyik. Malam itu
sehabis makan mereka langsung masuk ke tempat tidur, karena sudah capek sekali.
*** Ketika mereka bangun keesokan paginya, kapal sudah sampai di Napoli. Santa Maria
akan singgah seminggu di kota pelabuhan itu. Bagi para penumpang sudah disusun
berbagai program menarik.
"Tahap pesiar terakhir," kata George pada anak-anak yang lain, "tapi kita masih
juga belum berhasil menjebak Topeng Hitam! Tidak kusangka Ia selicin ini!"
"Tapi kenyataannya begitu" kata Julian. "Kurasa kita nanti sampai di Marseille
lagi tanpa mencium jejaknya!"
"Kurasa itu takkan terjadi," kata Anne mencampuri pembicaraan dengan suara
tenang. "Selama ini Lima Sekawan belum pernah gagal! Aku yakin, suatu saat nanti
kita akan bernasib mujur - dan menemukan jejaknya!"
"Guk?" gonggong Timmy, seakan-akan menyatakan bahwa ia sependapat.
George tersenyum. "Terima kasih atas keteguhan hatimu, Anne!' katanya. "Aku pun masih tetap yakin
bahwa kita pasti berhasil. Kan ada Johnny - dan Pil." sambungnya ramah.
*** Keenam hari pertama di Napoli lewat dengan tenang. Tapi pada hari ketujuh, dalam
perjalanan ke Pulau Kapri, terjadi peristiwa yang oleh Dick dinyatakan
'dramatis, tapi kocak'. Nona Ping memakai anting-anting yang dikatakannya hilang sewaktu mampir di
Ibiza. Ketika hal itu ditanyakan padanya, Ia menjawab sambil tersenyum malu.
"Saya menemukannya kembali dalam lipatan sebelah dalam gaun yang baru hari ini
saya pakai lagi. Ternyata bukan dicuri oleh Topeng Hitam!"
"Sial baginya" kata Dick dengan nada mengejet.
Ucapan itu malah mengundang sial bagi Nona Ping karena anting-anting itu
kemudian lenyap lagi. Wanita Cina itu kebingungan, karena sebagai gantinya Ia
menemukan kartu pengenal Topeng Hitam di dalam tasnya.
George marah-marah, karena Ia kembali tak melihat kejadian itu.
"Sekarang nama Pak Bellac bisa kita coret pula dari daftar" desisnya. "Ia tidak
ikut pesiar." "Jadi tinggal Lucien, asistennya, dan Pak Stone. kata Julian, menarik
kesimpulan. "Tapi mungkin juga Lucien bersekongkol dengan Pak Bellac - dan kali
ini beraksi sendiri."
Pendapat itu kelihatannya dibenarkan oleh kejadian yang dialami Anne keesokan
harinya, saat Santa Maria sedang berlayar dan Napoli menuju Ostia.
Ketika Anne sedang bermain-main dengan teman-temannya di kolam renang, tahu-tahu
tali pengikat pakaian renangnya putus. Ia bergegas ke kabin untuk mengenakan
pakaian renang yang lain.
Ketika sedang berjalan di gang, Ia melihat sebuah gelang perak tergeletak di
Iantai. Anne memungut perhiasan itu dan mengamat-amatinya. Ternyata di sisi
dalam gelang itu terukir nama Lucien. Ia memperhatikan di mana ia berada.
Ternyata tepat di depan pintu kabin yang ditempati Pak Bellac bersama
asistennya. Anne hendak mengetuk pintu. Saat itu mendengar suara seseorang yang
sedang marah dalam kabin itu.
"Kan sudah kukatakan, jangan kauganggu wanita Cina itu. Ia sangat sayang pada
anting-anting itu karena itu warisan ibunya. Lagi pula nilainya tak seberapa,
dibandingkan dengan perhiasan lainnya. Karena urusan yang begitu sepele, kau
mengundang risiko kita tertangkap!"
"Ya, Bos - tenang-tenang sajalah! Aku tadi iseng ingin mengejutkan dia! Dan
karena padaku ada satu kartu itu, lantas kumasukkan ke dalam tasnya!"
"Itu juga perbuatan sembrono! Lain kali..."
Anne kaget setengah mati. Dicampakkannya yang dipungut tadi ke lantai. Ia
bergegas-gegas kabinnya. Kini tidak ada kesangsian lagi! Pak Bellac itulah
Topeng Hitam, sedang Lucien kaki-tangannya.
Anne cepat-cepat menukar pakaian renang, lalu lari lagi ke kolam renang.
"Ada apa, Anne?" seru Dick ketika melihat adiknya datang bergegas-gegas. "Mukamu
pucat-pasi! "Ada perkembangan baru," jawab Anne tersengal-sengal.
Anak-anak mengerumuninya.
"Aku tahu siapa Topeng Hitam itu sebenarnya" Anne dengan suara gemetar.
"Ssst!" desis George, lalu memandang berkeliling. "Lebih baik kite ke tempat
yang biasa - di dalam sekoci! Di sana kau bisa menceritakan segala-galanya
dengan jelas!" Mereka bergegas-gegas ke geladak atas, lalu masuk ke sekoci penyelamat. Di
tempat yang terpencil itu Anne menceritakan pengalamannya. Ketika Ia selesai
bercerita, selama sesaat anak-anak membisu. Bahkan Tim dan Pil pun seakan-akan
ikut tegang. "Dengan begitu segala-galanya jelas," gumam Di kemudian. "Ternyata Topeng Hitam
Lima Sekawan Melacak Topeng Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu Pak Bellac. Kedoknya terbuka sekarang!"
"Kita tinggal menunggu sampai Ia beraksi lagi, agar bisa tertangkap basah. Saat
inil kita tidak punya bukti apa-apa!" kata Julian.
"Di samping itu kita juga harus menemukan tempat ia menyembunyikan harta yang
dicuri," kate Jhonny menambahkan.
"Ya, betul," kata George. Ia masih agak termangu-mangu. "Bellac!" gumamnya.
"Siasat yang hebat pura-pura tidak berdaya!"
"Tapi bagaimana cara kita menjebaknya?" kata Dick tidak sabar.
"Kita harus terus mengamat-amati dirinya - siang dan malam," kata George
memutuskan. "Sekarang urusannya sudah gampang, karena kita sudah tahu siapa yang
kita hadapi. Setidak-tidaknya begitulah harapanku!"
Anne heran melihat sikap George yang kurang bersemangat. Tapi ia diam saja.
Kemudian diputuskan untuk membentuk tiga kelompok yang akan mengamat-amati:
Julian dengan Johnny, Anne berpasangan dengan Dick, sedang George - ditemani
Timmy! Kapal Santa Maria melabuhkan jangkar di Ostia, pelabuhan kota Roma. Para
penumpang turun, untuk pesiar melihat-lihat kota abadi itu. Ketika bis yang
membawa mereka sedang meluncur di Via Appia - suatu jalan yang sudah ada sejak
zaman Romawi - tiba-tiba terdengar Pak Bellac berteriak kaget,
"Dompetku hilang! Dompetku dicopet!"
Mukanya pucat-pasi. Nampaknya Ia benar-benar bingung.
"Ah - itu cuma sandiwara," bisik Dick pada anak-anak yang lain. "Ia pura-pura
menjadi korban Topeng Hitam!"
George tidak menjawab. Tempat duduknya paling dekat dengan bangku yang ditempati
Pak Bellac. Ia melirik ke arah orang itu. Dilihatnya Pak Bellac mengacung-
acungkan sehelai kartu nama dengan gambar topeng hitam.
Dengan segera seluruh bis digeledah tapi tanpa hasil apa-apa.
"Mestinya semua diperiksa dulu, sebelum masuk ke bis" kata Pak Nakhoda,
menggerutu. "Tapi aku yakin dompetku tadi masih ada, sewaktu turun dari kapal," kata Pak
Bellac. "Kalau Ia benar-benar menjadi korban Topeng Hitam, maka itu berarti Pak Stone
terlepas dari sangkaan," bisik Dick lagi. "Ia kan tinggal di kapal, karena
sedang sakit gigi." George masih tetap membisu. Ketika sudah kembali di kapal, barulah Ia
mengucapkan dugaannya. "Kurasa Pak Bellac dan Lucien tidak bersalah," katanya.
Anak-anak tercengang menatapnya.
"Tapi... tapi..." kata Anne terbata-bata, "aku sendiri mendengar ketika Pak
Bellac marah-marah pada Lucien karena mencuri anting-anting Nona Ping - dan juga
karena meninggalkan kartu pengenal!"
"Ya, memang," kata George sambil rnengerutkan kening, "tapi justru pembicaraan
itu yang agak kusangsikan kebenarannya...."
"Apa maksudrnu?"
"Kedua orang itu berbicara dengan suara lantang, kan?" tanya George pada Anne.
"Ya! Aku bisa mendengar mereka dengan jelas, tanpa perlu mendekapkan telinga ke
lubang kunci. Sungguh, aku berani bersumpah!"
"Bukankah itu malah aneh?" tanya George sambil rnemandang berkeliling. "Apakah
kita berbicara keras-keras, kalau sedang membicarakan suatu rahasia" Apakah
kalian beranggapan bahwa Topeng Hitam begitu tolol, berbicara keras-keras
tentang kejahatannya?"
"Benar juga katamu itu," kata Dick sambil mengangguk.
"Lalu gelang dengan nama Lucien terukir di sisi dalamnya - yang tergeletak di
lantai, tepat di depan pintu kabin," sambung George, "bagiku, itu seakan-akan
perbuatan yang disengaja...."
"Tapi aku kan mendengar pembicaraan antara kedua orang itu" kata Anne berkeras.
"Ya - aku memang tidak menyangkal" kata George. "Aku pun pernah mendengar Pak
Bellac berbicara dengan Lucien, saat mereka menyangka sedang sendiri. Karena aku
yakin seratus persen bahwa usahawan itu tidak pernah menyapa asistennya dengan
kata 'kau'! Tapi kau tadi mengatakan bahwa hal itu dilakukannya!"
"Memang begitu yang kudengar!" kata Anne membela diri.
"Nah, itulah - karena soal kecil itu aku tidak percaya bahwa Pak Bellac dan
Lucien bersalah. Menurutku, kemungkinannya segalanya itu hanya permainan
sandiwara belaka. Kurasa Topeng Hitam tahu bahwa kita sedang mencani-cari
jejaknya - dan karenanya hendak memancing kita untuk mengikuti jejak palsu!"
"Tapi bagaimana caranyal" seru Dick bingung.
"Bagaimana, katamu" Itulah yang harus kita selidiki!" kata George mantap.
Ia menggamit anak-anak agar Iebih mendekat. Setelah itu Ia meneruskan sambil
berbisik-bisik, "Sebelum kita berkumpul di sini, aku tadi sudah mengusahakan pembuktian dugaanku
itu" kata George. "Dan aku berhasil mendapat bukti bahwa kedua orang itu tidak
bersalah. Dan pelayan di bar aku mendapat keterangan bahwa ketika Anne mendengar
pembicaraan itu, mereka sedang main kartu di ruang duduk!"
"Astaga!" kata Johnny dengan geram. "Kalau begitu tidak ada lagi yang tersisa
dalam daftar tersangka! Siapakah Topeng Hitam itu sebenarnya - jika bukan
kesepuluh orang yang semula kita curigai?"
George membisu. Bab 15 LAGI-LAGI TOPENG HITAM! GENUA merupakan persinggahan terakhir, sebelum kembali berlayar ke Merseille.
Sernentara kapal pesiar itu berlayar, anak-anak mengadakan pengamatan lagi
terhadap semua tersangka, dibantu Max Normand. Mereka tahu bahwa hanya nasib
baik saja yang masih diharapkan bila misteri itu hendak dipecahkan. Selama itu
mereka seakan-akan dihinggapi kesialan terus-menerus.
Anak-anak rnengadakan pengamatan secara bergilir. Saat malam George dan Timmy
yang berjaga-jaga, bergiliran dengan Julian yang berpasangan dengan Dick. Sedang
saat siang hari, Anne bersama Johnny dan Max Normand yang mencari-cari ke segala
sudut kapal. Mereka berusaha keras - tanpa hasil sedikit pun!
"Kali ini kita tidak berhasil," keluh George pada Timmy.
Ketika kapal Santa Maria menghampiri dermaga pelabuhan Genua yang sangat luas
itu, nakhoda mengumumkan bahwa persinggahan terakhir itu akan dimeriahkan dengan
pesta besar-besaran di kapal, serta berbagai acara pesiar ke darat.
"Pertama-tama kita mengunjungi tempat kediaman Columbus," kata Pak Nakhoda.
Kelompok penumpang yang selalu ikut dalam setiap acara pesiar bertepuk tangan
dengan gembira. Tapi anak-anak kecewa, ketika mereka memasuki rumah tokoh penemu Benua Amerika
itu. Mereka membayangkan sebuah gedung besar yang sangat indah. Tapi ternyata
yang didatangi sebuah rumah reyot di pusat kota. Hanya tanaman merambat yang
merayapi temboknya yang sudah dimakan usia sajalah yang menyebabkan bangunan itu
nampak asri. Para wisatawan kembali ke bis.
"Sekarang kita makan siang di kota" kata Pak Nakhoda. "Setelah itu kita ke
Lapangan Kudus, yaitu tempat pemakaman paling luas di dunia!"
"Hebat - kita ke makam," kata George, mengomel. Max tertawa mendengarnya.
"Kalian sendiri saja ke sana" katanya. "Kecuali karena aku tidak tertarik pada
tempat orang dikuburkan, malam ini aku juga akan mengadakan pertunjukan
perpisahan di kapal. Jadi aku harus berlatih sekarang. Kalian nanti malam datang
juga, kan?" Max Normand pergi sehabis makan, sementara para penumpang Santa Maria dibawa
dengan bis ke pemakaman yang terletak di luar kota. Suatu sensasi terjadi !
Paman Quentin ikut berpesiar, bersama sahabatnya, Profesor Scott.
"Akhirnya aku berhasil juga, setelah membujuk dengan susah-payah," kata Bibi
Fanny sambil mendesah. "Tapi di pemakaman nanti pun kurasa mereka masih akan
meneruskan pembicaraan ilmiah mereka. Kata Quentin tadi, mereka hendak mencari
prasasti kuno tokoh-tokoh termashur yang dimakamkan di situ...."
Dilihat dan jauh, pemakaman itu nampak seperti sebuah kota yang mencakup tiga
bukit yang lumayan besarnya. Di situ ada jalan-jalan yang dinaungi pepohonan,
lorong-lorong, kebun-kebun - dan bahkan kakus umum!
Ketika bis yang ditumpangi berhenti di depan pintu gerbang besar yang terbuat
dari besi tempa yang dibentuk indah, Johnny melirik sebentar ke arah ayahnya. Ia
terkejut. "Astaga!" gumamnya. "Baru kusadari sekarang - Ayah bertambah gemuk!"
"Eh - ayahku juga!" kata George kaget.
Ibunya tertawa geli. "Jangan kaget, Anak-anak - ayah kalian bukan bertambah gemuk, tapi mengikuti
teladan Pak Hagg!" Melihat George dan Johnny melongo, Bibi Fanny menjelaskan maksudnya.
"Kalian tahu kan - Pak Hagg selalu membawa-bawa kantung berisi koleksi
permatanya, yang dibelitkan di pinggangnya. Nah, ayah kalian meniru kebiasaannya
itu. Karena Topeng Hitam ada di tengah-tengah kita, keduanya memutuskan untuk
selalu membawa serta dokumen-dokumen rahasia mereka yang penting-penting.
Soalnya, dokumen-dokumen itu tidak boleh sanpai jatuh ke tangan orang! Karena
itu semua mereka kantungi. Dan itulah yang menyebabkan mereka nampak lebih
gemuk!" "Macam-macam saja," kata George, tercekikik, "seakan-akan Topeng Hitam berminat
mencuri coretan-coretan mereka!"
"George!" kata ibunya dengan nada mengecam. "Dokumen-dokumen yang kaukatakan
coretan-coretan itu sangat berharga, karena berisi rumus-rumus rahasia proyek
yang sedang diolah ayahmu bersama Profesor Scott!"
Seorang pemandu wisata bergegas menghampiri, begitu para penumpang memasuki
kompleks pemakaman itu. "Harap ikut saya, Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya."
Anak-anak menyesal ikut, karena panas terik menyebabkan udara terasa pengap
sekali. Sesak napas karenanya.
"Lihatlah, ayahku membuka jasnya!" kata Johnny pada George. "Rupanya Ia sudah
lupa bahwa di kantungnya ada dokumen-dokumen penting!"
"Kita harus lebih dekat ke mereka," kata Julian. Nampaknya ia merasa cemas.
"Kalau Topeng Hitam..."
Ia tidak sempat menyelesaikan kalimatnya, karena saat itu terjadi sesuatu yang
mengagetkan. Profesor Scott lewat di sebuah kapel kecil yang dinaungi patung
malaikat berukuran besar, terbuat dari perunggu. Tiba-tiba patung yang semula
hanya satu itu seakan-akan menjelma menjadi kembar dua. Tapi kembar yang satu
lagi lebih mirip setan bertopeng hitam! Dan Ia menerjang ke arah Profesor Scott!
Ayah Johnny terguling di tanah. Sebeluni orang-orang yang ada di sekitar situ
pulih dari kekagetan mereka, penyerang tak dikenal itu sudah melarikan diri di
sela-sela tugu makam, dengan membawa jas Profesor Scott!
"Itu Topeng Hitam! Cepat - kejar dia!" seru George. "Jangan sampai lolos!"
Tapi mengatakan hal itu lebih mudah daripada melakukannya! Topeng Hitam ternyata
sangat sigap. Hanya sebentar saja Ia nampak di antara jajaran batu-batu makam.
Setelah itu menghilang! Para penumpang Santa Maria lari kian kemari sambil mencari-cari, tanpa
mengetahui ke mana pejambret jas tadi melarikan diri. Saat itu terjadi berbagai
adegan kocak. Pak Hagg yang merasa melihat sesuatu yang mencurigakan bergerak-
gerak di sebelah kirinya langsung menerjang - Pak Stone, yang saat itu juga
sudah mengambil ancang-ancang untuk meringkus Pak Hagg, yang dikiranya Topeng
Hitam! Anak-anak putus asa. Coba Timmy ada bersama mereka, pasti penjahat tadi berhasil
disergap olehnya. Tapi sayang - anjing tidak diizinkan masuk ke pemakaman. Jadi
Ia disuruh menunggu di bis.
Kemudian Julian menemukan jas Profesor Scott di balik sebuah tugu makam. Tentu
saja isinya yang berharga sudah lenyap!
"Dan kita tidak melihat dengan jelas siapa pelakunya" kata George menggerutu.
"Salah satu teman sekapal yang ikut kemari bisa saja cepat-cepat memakai topeng
hitam, lalu menyergap ayahmu. Johnny! Kita mustahil bisa mengamat-amati semuanya
sekaligus!" Profesor Scott ribut sekali, begitu pula halnya dengan Paman Quentin. Jika
dokumen-dokumen itu sampai jatuh ke tangan pihak lawan - wah, gawat! Begitu
sampai kembali di kapal, keduanya langsung mendatangi Pak Nakhoda untuk
menyampaikan pengaduan. Mau tidak mau, George merasa geli melihat kejadian itu.
"Profesor Scott harus diserang dulu, barulah kedua ilmuwan linglung itu sadar di
mana mereka sebenarnya berada" katanya. "Konyol, kan?"
Bab 16 GEORGE MENARIK KESIMPULAN
KELAKARNYA agak mengurangi kesuraman perasaan anak-anak. Malamnya mereka
menyaksikan pertunjukan sulap Max Normand. Laki-laki muda itu tampil di alas
panggung dengan senyuman ceria. Ia mengenakan stelan resmi untuk malam hari.
Penampilannya sangat ramping. la memasang sarung tangan putih bersih dari bahan
halus. Gerak-geriknya sengaja dilambatkan. Setelah itu Ia mulai bermain sulap
dengan kartu-kartu permainan serta beberapa bola. Setelah itu Ia menampilkan
permainan sulap baru hasil ciptaannya sendiri. Untuk itu ia memanggil Timmy ke
atas panggung. Timmy memandang ke kakinya sendiri dengan sikap bingung, karena dari situ
beterbangan beberapa ekor burung merpati yang kemudian hinggap di atas
kepalanya. Tapi anjing itu tetap tenang Ia sadar bahwa Max teman George - jadi
temannya pula. Kecuali itu Max menyuruhnya diam. Dan Timmy tetap diam! Para
penonton ramai bertepuk tangan.
Ketika pertunjukan itu berakhir, anak-anak mengucapkan terima kasih pada pemain
sulap berbakat itu, lalu kembali ke kabin masing-masing untuk tidur. Tapi George
tidak bisa pulas. Kejadian yang menimpa Profesor Scott masih terbayang-bayang di
matanya. Bagaimanakah caranya agar Topeng Hitam bisa terbuka kedoknya"
*** Keesokan paginya nampak jelas bahwa George kurang tidur. Tapi bola matanya
berkilat-kilat penuh tekad. Saat sarapan Ia berbisik pada anak-anak yang lain,
"Nanti kita berkumpul di sekoci! Ada yang perlu kurundingkan dengan kalian!"
Ketika sudah duduk di dalam sekoci penyelamat, la menjelaskan pendapatnya dengan
kata-kata singkat, "Kita harus menyergap Topeng Hitam, lalu memaksanya agar mengakui perbuatannya!"
Julian melongo. "Menangkap Topeng Hitam" Kita kan tidak tahu siapa orang itu!"
"Karena itulah kita harus lekas bertindak! Waktu kita tinggal dua hari lagi!"
kata George berkeras. "Kurasa cukup banyak waktu bagi kita semua untuk berpikir
selama ini, lalu menarik kesimpulan!"
"Aku tidak punya gambaran sama sekali!" kata Johnny berterus-terang. "Yang
tersangka begitu banyak, sehingga sulit menentukan pilihan. Aku benar-benar
bingung!" "Aku sama saja dengan Johnny," kata Anne sambil mengangkat bahu.
"Kau bagaimana, Dick?" tanya George.
"Aku punya ide - tapi begitu gila, sehingga aku segan mengatakannya! Tapi
baiklah. Pak Nakhoda - ia kan selalu ikut dalam setiap pelancongan! Dan dengan
gampang ia bisa menghapus jejak, berkat kedudukannya sebagai pimpinan!"
George tersenyum. "Tidak!" katanya. "Boleh kaulupakan saja dugaanmu itu. Kau punya gagasan lain,
Ju?" Sepupunya yang bertubuh jangkung itu nampak ragu sesaat.
"Ya, ada," katanya kemudian. "Topeng Hitam kan dikabarkan muncul di berbagai
tempat. Nah - menurutku, dia itu bukan cuma satu orang saja!"
"Bagaimana maksudmu?" tanya Dick, tercengang. "Maksudku, Topeng Hitam itu
sekawan penjahat yang beraksi secara silih berganti."
"Jadi dalam kasus kita, ia bisa siapa saja di antara para penumpang Santa
Maria," kata Johnny.
"Tepat!" Tapi George tidak bisa diyakinkan.
"Menurutku, kerja secara berkawanan begitu malah akan menyulitkan mereka
sendiri," katanya kemudian. "Selalu ada saja yang bertindak melanggar
kesepakatan, lalu rahasia mereka terbongkar! Tidak - karena Topeng Hitam sudah
lama beraksi dengan hasil yang memuaskan baginya, aku cenderung mengatakan bahwa
ia bekerja seorang diri!"
"Kau punya gagasan tertentu," kata Dick sambil nyengir. "Mengaku sajalah! Dan
hidungmu saja aku sudah tahu!"
George tertawa sedih."Memang benar - aku menduga seseorang," katanya lirih.
"Menurutku, Topeng Hitam itu - Max Normand!"
Ucapannya itu disusul kebisuan. Semua terperanjat. Tapi setelah itu semua
berbicara serempak. "Mustahil!Tidak mungkin! Max - teman kita" Orang terbaik di dunia"... Orang
sebaik itu..." sinting!"
"Siapa bilang dia itu baik?" balas George.
"Tapi selama ini Ia kan selalu membantu kita melakukan penyelidikan," kata Dick
mengingatkan "Dan Ia juga selalu menemani kita melancong, dan menjelaskan
berbagai hal yang tidak kita ketahui" Orang begitu kaukatakan tidak baik" Huhh!"
"Lebih cocok jika kaukatakan bahwa Ia berusaha memperoleh kepercayaan kita, dan
Lima Sekawan Melacak Topeng Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan begitu mengetahui sampai seberapa jauh hasil pengusutan yang kita
lakukan!" kata George berkeras. "Karena hal itu diketahui olehnya, kemudian
dengan gampang saja ia mempermainkan kita! Kurasa diam-diam kita ditertawakan
olehnya!" "Kau ini bersungguh-sungguh, George?" kata Julian memotong.
George berdiri, lalu memandang berkeliling dengan tatapan mata sedih.
"Coba dengar sebentar," katanya. "Berbagai hal tercatat dalam benakku, secara
tak kusadari selama ini. Ia berhasil merayu kita, sehingga kita benar-benar
percaya padanya. Ia tahu, kita takkan merasa curiga padanya. Lalu ini lagi:
sarung tangan putih mulus yang ditemukan setelah Pak Hagg dirampok. Bahannya
begitu halus, sehingga perwira satu mengatakan bahwa tidak mungkin itu sarung
tangan pelayan kabin. Kalian lihat tidak kemarin" Max mengenakan sarung tangan
seperti itu ketika hendak memulai pertunjukannya!"
Anak-anak mengikuti penuturannya dengan penuh minat.
"Kita teruskan! Timmy mengejar orang yang hendak memasuki kabin Pak Hagg! Lalu
apa yang kemudian terjadi?" George mendesah. "Timmy kembali, dibimbing oleh Max.
Katanya, Ia bersiut memanggil anjingku itu agar kembali, karena ia mengira Timmy
mengejar kucing juru masak! Itu mengherankan karena Timmy belum pernah tidak
mematuhi perintahku, biar ada seribu teman bersiul-siul memanggilnya. Saat itu
aku kan menyuruhnya menangkap orang tak dikenal itu, sambil menuding ke arahnya.
Sebenarnya Timmy berhasil mengejar orang itu! Tapi kemudian Ia melihat bahwa
orang itu Max Normand. Timmy tidak menyerangnya, karena tahu bahwa Max teman
kita. Disangkanya itu semacam permainan! Sedang Max sementara itu masih sempat
menyingkirkan jas pelayan serta topengnya!"
"Bukan main!" seru Dick, tegang.
"Tunggu. aku belum seesai," sambung George. "Jadi sebenarnya tidak aneh, bahwa
usaha pengusutan kita selama ini tidak pernah menghasilkan apa-apa. Kita
ditertawakan dengan diam-diam oleh Max Normand! Tapi yang paling keterlaluan
ialah bahwa Ia membuat Anne menyangka bahwa Pak Bellac dan Lucien-lah penjahat
yang kita kejar-kejar!"
"Kenapa begitu?" tanya Anne bingung.
"Setelah mencurl gelang Lucien, Max kemudian meletakkan benda itu secara
menyolok di depan kabin Pak Bellac dan asistennya itu, sehingga orang yang
pertama-tama lewat pasti melihatnya. Dan lumrah, jika orang itu berhenti untuk
memungutnya. Kebetulan sekali orang itu kau, Anne! Kurasa saat itu Max mengintai
dari dalam kamar kecil. Ketika Ia melihat bahwa kau hendak mengetuk pintu kabin
Pak Bellac, ia pun mulai menirukan suara-suara Pak Bellac dan Lucien. Jangan
lupa, Max kan pandai memindahkan suara. Ia pernah memperagakannya di
pertunjukannya yang pertama. Dan kemahirannya itu dimanfaatkan olehnya - apalagi
karena Ia juga pandai menirukan suara orang lain!"
"Aduh, jahatnya!" seru Dick panas. "Lalu bagaimana sekarang" Apa yang bisa kita
lakukan untuk membuka kedoknya?"
"Kau benar-benar hebat, George!" kata Julian, menyatakan kekagumannya.
Wajah sepupunya itu memerah karena senang.
"Aku punya akal" katanya. "Begini.."
Bab 17 TERJEBAK! BEBERAPA saat kemudian anak-anak itu mendatangi Max Normand. Mereka menyapanya
dengan ramah. "Nah - ada kabar baru?" tanya Max. "Sudah berhasilkah ayahmu menemukan kembali
dokumen-dokumennya yang hilang, Johnny" Aku ikut menyesal atas kehilangan itu!"
"Ah - itu sebenarnya tidak begitu penting" kata Johnny dengan sikap tidak acuh.
"Ya, memang" kata George. "Ini sebenarnya rahasia - tapi dokumen-dokumen yang
dicuri Topeng Hitam kemarin sebenarnya sama sekali tidak berarti, karena palsu.
Ayah Johnny sangat cerdik. Ia ilmuwan yang sangat berpengalaman. Rumus-rumus
yang asli ditulisnya di atas kertas pembungkus barang, dan ditaruhnya di tempat
simpanan rahasia." George tertawa geli. "Mau tahu, di mana tempat penyimpanan
rahasia itu" Di dalam tumit sepatunya yang sebelah kiri! Tumit itu dilubangi
olehnya, sehingga berongga!"
"Aduh, George!" tukas Johnny, pura-pura marah. "Kenapa itu kaukatakan"! Itu kan
rahasia! Bisa berbahaya, kalau diketahui orang lain!"
"Ah, kau ini! Aku kan cuma menceritakannya pada Max. Max kan sahabat kita! Kita
berenang, yuk?" Anak-anak meninggalkan Max. Senyuman jahat membayang di wajah pemain sulap itu.
"Begitu ya - di dalam tumit sepatu sebelah kiri" gumamnya puas. "Terima kasih
atas petunjuk itu, Anak-anak konyol!"
Malam itu Profesor Scott masuk ke kabinnya dalam keadaan capek, karena habis
berdiskusi panjang-lebar dengan rekannya, Profesor Kirrin. Ia cepat-cepat mandi
sebentar, mengenakan piama, lalu masuk ke tempat tidur. Dengan segera Ia sudah
tidur nyenyak. Sekitar pukul satu dinihari nampak seseorang menyelinap masuk ke dalam kabin
Profesor Scott. Pintu dibukanya dengan kunci palsu. Orang itu berwajah langsing.
Matanya tertutup topeng hitam. Ia membungkuk untuk meraih sepatu sebelah kiri
ilmuwan itu. Kemudian Ia berbalik dengan cepat.
Kejadian sesudah itu sama sekali tak diduga-duga olehnya. Dari kabin sebelah
bermunculan sejumlah orang sekaligus. George beserta orang tua serta keempat
kawannya, Pak Nakhoda, perwira satu, dan petugas kemanan kapal.
Topeng Hitam langsung dikepung, sebelum orang itu menyadari apa sebenarnya yang
terjadi. Topeng yang menutupi mukanya direnggutkan sampai terlepas!
"Bagus!" seru Dick bersemangat. "Ternyata memang Max. Ia terjebak tipuan kita!"
Max Normand menatap George sambil mengumpat dengan sengit. Wajahnya menyeringai.
Penjahat ulung yang begitu lama menyebabkan seluruh dunia menahan napas,
ditaklukkan oleh Lima Sekawan.
Penjahat itu digiring pergi. Para penumpang yang dikejutkan suara ribut-ribut di
dalam gang bertemperasan keluar. Kini terdengar seruan-seruan kagum, ketika
mereka mendengar kisah kejadian yang luar biasa itu. Semua ingin bersalaman
dengan kelima remaja itu.
Topeng Hitam sudah dibekuk! Tapi hasil rampokannya masih belum ditemukan.
Keesokan harinya anak-anak mendengar bahwa Max tetap membisu. Ia tidak mau
mengatakan di mana harta hasil rampokan itu disembunyikan. Usaha pencarian di
kapal tidak membawa hasil. Di manakah harta curian itu" Anak-anak memeras otak.
"Kita harus berusaha menemukannya sendiri" kata George dengan tegas. "Besok
kapal ini akan digeledah sekali lagi, oleh polisi. Tapi aku ingin bahwa kita
berhasil menemukan harta dan dokumen-dokumen itu terlebih dulu. Setuju!"
"Setuju!" seru anak-anak serempak.
Tapi tidak banyak lagi waktu yang tersisa. Akan berhasilkah mereka"
Mula-mula mereka membatasi usaha pencarian pada ruangan-ruangan yang bisa
didatangi Max Normand. Para penumpang yang menjadi korbannya menjanjikan hadiah
besar, jika Lima Sekawan berhasil mengembalikan harta mereka. Hal itu semakin
membakar semangat anak-anak untuk lebih giat mencari. Tapi sayang - hari itu
berlalu tanpa hasil. "Waktu kita tinggal malam ini dan besok pagi," kata Anne sambil mengeluh. "Saat
itu kapal akan memasuki pelabuhan Marseille - dan setelah itu kita pulang ke
Kirrin." "Tapi selama itu kan masih ada waktu!" kata Julian.
"Teguhkan hati!" kata Johnny. "Kita teruskan mencari!" Ia melakukannya dengan
begitu bersemangat, sehingga pada suatu ketika Ia terjeblos masuk ke dalam
lubang angin. Dua orang pelayan terpaksa dikerahkan untuk menarik anak itu ke
luar. Malam mulai menjelang. Matahari sudah rendah di ufuk barat - tapi anak-anak masih juga belum berhasil! Lima Sekawan mulai gugup.
"Aku sudah bosan!" tukas Julian sebal. "Besok saja kita lanjutkan. Kita nikmati
saja dulu malam terakhir di atas kapal pesiar ini. Menurut perwira satu, nanti
akan ada pertunjukan kembang api yang semarak!"
"Asyik!" seru George gembira.
Malam itu anak-anak melupakan persoalan yang sedang dihadapi. Dengan gembira
mereka menyongsong pesta kembang api yang akan diadakan malam itu. Hanya Anne
yang tidak banyak bicara. Ia merasa sedih, jika teringat pada Max Normand yang
dikiranya sahabat sejati....
"Begitulah hidup ini, Anne," kata Dick, berusaha menghibur. "Lupakan saja dia!
Kalau sudah menghadapi ulangan lagi nanti, kau pasti takkan teringat lagi
padanya!" Bab 18 TIMMY BERJASA SUASANA makan maiam pada malam terakhir itu sangat semarak. Topeng Hitam sudah
tertangkap, dan besok akan diserahkan pada polisi Prancis. Para penumpang
menarik napas lega. Kini mereka benar-benar dapat menikmati hidangan dalam
suasana gembira. Bahkan Helene von Blumental pun sekali itu tidak mengomel.
Nampaknya Ia tidak ingin merusak suasana yang begitu menyenangkan.
Pak Nakhoda mengangkat gelas minumannya.
"Mari kita menghormati kemenangan para penyelidik muda ini," katanya, tersenyum
ke arah George beserta kawan-kawannya. "Hidup Lima Sekawan! Tidak, kali ini
mereka berenam. Berkat jasa mereka pelayaran yang diawali dengan berbagai
musibah, dapat diakhiri dalam suasana gembira!"
Pidato Pak Nakhoda disambut tepuk tangan meriah.
"Dan kini - pesta kembang api!" seru pimpinan kapal itu di tengah keriuhan tepuk
tangan. "Dua perwira kita akan menyalakannya dari sekoci yang tadi sudah
diturunkan. Saya persilakan ikut ke anjungan sekarang!"
Sementara kedua perwira kapal mendayung sekoci menjauhi kapal, para penumpang
duduk dengan santai di kursi-kursi nyaman yang sudah disediakan di anjungan. Ada
juga yang berdiri sambil bersandar ke pagar.
"Yuk, kita duduk dalam sekoci kita!" ajak Julian. "Dari geladak atas.
pemandangannya nanti pasti sangat indah!"
Kembang api pertama dinyalakan tidak lama kemudian. Nampak nyala terang memecah
kegelapan malam. Sinar gemerlap menerangi Iingkungan sejenak, lalu jatuh ke laut
dengan bunyi mendesis nyaring.
Pil yang bertengger di pundak Johnny menutup mata dengan kedua cakarnya. Monyet
kecil itu menjerit-jerit ketakutan. Anak-anak tidak memperhatikannya, karena
pandangan mereka terpaku ke tengah laut, di mana kembang api dinyalakan
beruntun-runtun. Pil menyembunyikan mukanya dalam rangkulan Johnny, setiap kali
terdengar letusan kembang api.
"Tenang, Pil - kau tidak usah takut," kata Johnny membujuk sambil menepuk
monyetnya. Pesta kembang api semakin meriah. Nyalanya seolah-olah membakar langit.
Permukaan laut yang semula gelap berubah, nampak seperti api cair. Ribuan cahaya
kemerlip bagaikan bintang turun dari langit. Dan sebagai puncak pertunjukan
dinyalakan beratus-ratus mercon yang meletus dengan bunyi memekakkan telinga.
Pil kehilangan akal karena panik. Monyet kecil itu meloncat ke geladak, lalu
menghilang dalam gelap. "Aduh - kenapa tidak kupegang dia tadi," keluh Johnny. "Tapi tak kusangka Ia
akan setakut itu." "Ah - nanti kan pasti kembali lagi" kata Dick menenangkan."Pertunjukan kembang
api sudah selesai ."
Anak-anak keluar dan sekoci tempat mereka duduk selama itu. Mereka menuruni
tangga, yang menurut dugaan anak-anak tadi dilewati Pil sewaktu Ia lari
ketakutan. "Ia pasti lari ke kabin kita," kata Johnny pada Dick dan Julian, "dan saat ini
mungkin meringkuk di depan pintu sambil merintih-nintih."
Tapi Pil tidak ada di situ. Selama satu jam berikutnya anak-anak sibuk mencari
ke seluruh penjuru kapal. Setiap orang yang berpapasan ditanyai apakah ia
melihat Pil. Tapi tidak ada yang melihat monyet kecil! itu.
Johnny sudah putus asa. "Jangan-jangan tercebur ke laut," keluhnya. "Tadi Ia kan panik...."
Tiba-tiba George mendapat ilham.
"Kenapa tidak dan tadi kuingat," serunya. "Johnny! Mana bantal monyetmu itu"Coba
ambilkan! Aku ingin menyuruh Timmy mengendusnya."
Johnny mengambil bantal itu, lalu menyerahkannya pada George. Timmy mengendus-
endusnya agak lama, sambil memandang George dengan sikap seolah-olah bertanya.
Ekornya dikibaskan kian kemari.
"Sekarang cari! Cari Pil, Timmy!" kata George.
Timmy tidak menunggu sampai disuruh dua kaIi. Ia melesat pergi. Anjing itu lari
ke anjungan, menuju ke sekoci tempat anak-anak tadi duduk.
"Kita kan dari sana!" kata Dick mengomel. "Anjing dungu!"
"Biarkan dia!" tukas George. "Timmy tahu apa yang liarus dilakukan. Kau kan
tahu, ia tidak dungu!"
Timmy terus berlari ke sekoci yang terdapat di belakang tempat anak-anak tadi
duduk. Ia mengangkat kaki depannya ke tepi sekoci itu, lalu mengendus-endus.
"Guk!" gonggongnya kemudian.
Dan dalam sekoci terdengar suara memekik ketakutan.
Johnny bergegas menghampiri sekoci itu, diikuti oleh George. Bersama-sama mereka
menyingkapkan kain terpal yang menutupi. Seketika itu juga nampak Pil, yang
menempelkan tubuhnya pada sisi sekoci.
Johnny mengulurkan tangannya. Tapi dengan cepat monyet kecil itu menghilang ke
sudut yang gelap. Di situ ada tingkap, yang rupanya tadi dibuka oleh Pil sewaktu
Ia menyembunyikan diri. "Monyet!" umpat Johnny. "Ayo, keluar!" Ia mengulurkan tangannya lagi, untuk
mengambil Pil. Saat itu tangannya menyentuh sebuah benda bulat. Ternyata itu
botol tempat persediaan air. Tempat itu kelihatannya kosong, ditilik dari
bunyinya ketika tersentuh tangan Johnny.
Anak-anak berpandang-pandangan dengan heran.
"Kenapa tempat air itu kosong?" senu George. Dibukanya sumbat botol itu, yang
setelah itu ditunggingkan olehnya.
Ia melongo, karena tahu-tahu ada sejumlah benda berjatuhan ke dekat kakinya.
"Astaga! Itu kan koleksi permata milik Pak Hagg! Dan cincin Pak Ruiz! Anting-
anting Nona Ping! Semua ada di dalam botol ini!"
Julian bergegas membuka kotak perbekalan yang ada di situ. Ternyata di dalamnya
ada dompet-dompet yang dicuri dari para penumpang, serta dokumen rahasia
Profesor Scott. "Bukan main!" teriak Dick bergairah. "Timmy berhasil menemukan tempat Topeng
Hitam menyembunyikan harta curiannya!"
"Ya - tapi itu berkat Pil pula," kata George. Rasa keadilannya mendorong dirinya
untuk mengatakan hal itu.
"Tapi kau yang mendapat gagasan untuk menyuruh Timmy mencari monyetku!" Johnny
tersenyum lebar. Keempat remaja itu bersorak-sorak. Mereka berhasil! Dengan cepat mereka meraup
perhiasan yang terserak di Iantai geladak. Mereka membawanya dengan wajah
berseri-seri, untuk kemudian menyerahkannya pada Pak Nakhoda.
Pimpinan kapal itu melongo.
Dipandangnya benda-benda berharga itu terheran-heran. Setelah beberapa saat
begitu, barulah ia bisa berbicara.
"Kalian berjasa besar," katanya terharu. "Berkat kalian nama baik perusahaan
kami diselamatkan. Besok Max Normand yang berlagak baik itu akan diserahkan
kepada pihak yang berwajib. Sekarang kita kumpulkan para korban kejahatannya,
lalu kita kembalikan benda-benda berharga ini pada pemiliknya masing-masing."
Selama beberapa jam berikutnya anak-anak dibanjiri ucapan terima kasih. Semua
ingin mengucapkan selamat pada mereka serta menghadiahkan sesuatu. Timmy pun
sangat dimanjakan. Untung Ia tidak sampai sakit perut! Tapi Timmy memang anjing
yang cerdas! Kapal Santa Maria masuk ke pelabuhan Marseille dengan sambutan meriah. Polisi
serta pers yang mendapat kabar lewat radio kapal menunggu-nunggu dengan tidak
sabar di dermaga. Lampu-Iampu kamera menyala bertubi-tubi ketika anak-anak turun dari kapal.
Kemudian muncul Max Normand, dikawal oleh polisi. Pemain sulap yang sebenarnya
Topeng Hitam itu berjalan dengan kepala tertunduk. Ia berusaha menyembunyikan
mukanya. Tapi sia-sia! Jepretan kamera yang diarahkan para reporter padanya,
tidak mungkin dapat dielakkan olehnya.
Perusahaan pelayaran pemilik Santa Maria mengundang seluruh penumpang untuk
menghadiri perjamuan makan sebagal perpisahan, dan sebagai pelipur ketegangan
yang dialami selama pelayaran pesiar yang menggemparkan itu. Suasana saat itu
sangat ramai. Anak-anak kembali dibanjiri kata-kata penghargaan.
Sebentar lagi mereka akan berpisah dari teman-teman seperjalanan selama itu.
Pesawat terbang yang akan membawa mereka kembali ke Inggris sudah menunggu.
"Tapi kami takkan mungkin bisa melupakan jasa kalian terhadap kami, Anak-anak!
Juga jasa anjing kalian." Kata-kata itu diucapkan seseorang dengan lemah-lembut.
George menoleh ke arah suara itu. Ia menggigit bibir keras-keras, untuk mencegah
tawa yang nyaris tersembur dari mulutnya. Orang yang berbicara itu Helene von
Blumental. Nenek Sihir! Baru sekali itulah meluncur kata-kata bernada manis dari
mulutnya. "Masih ada yang lebih menakjubkan lagi daripada tertangkapnya Topeng Hitam!"
bisik George pada anak-anak yang lain. "Nenek Sihir menjelma menjadi wanita yang
ramah-tamah! Menurutku pelayaran pesiar ini menimbulkan berbagai akibat yang
Lima Sekawan Melacak Topeng Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak terduga - bagi berbagai orang!"
"Guk!" gonggong Timmy, menegaskan pendapat tuannya.
Scan by tagdgn www.tag-dgn. blogspot.com
Edited by Farid ZE Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Badik Buntung 11 Ikat Pinggang Kemala Sabuk Kencana Karya Khu Lung Pedang Pusaka Naga Putih 3