Pencarian

Memburu Kereta Api Hantu 1

Lima Sekawan 7 Memburu Kereta Api Hantu Bagian 1


MEMBURU KERETA API HANTU Ebook by kiageng80 - OCR by Raynold
1. Liburan Panjang "DUA buah kemah, empat lembar kain terpal untuk alas, lalu empat buah kantong
tidur - he, bagaimana dengan Timmy" Kita tidak perlu menyediakan satu kantong
tidur untuknya juga?" tanya Dick tertawa meringis.
Ketiga saudaranya tertawa geli.
"Lihatlah! Timmy ikut tertawa," kata George sambil menunjuk pada anjing itu,
yang memukul-mukulkan ekor ke lantai. Dan memang benar- Timmy saat itu seakan-
akan sedang nyengir. Lebar sekali moncongnya!
Keempat remaja itu sedang bersiap-siap pergi berkemah. Mereka sedang libur
panjang, seperti setiap musim panas. Yang paling tua di antara mereka adalah
Julian. Anaknya jangkung, langsing, tapi kuat. Kemudian menyusul Dick, lalu
Anne. Sedang George saudara sepupu ketiga remaja itu. George bukan anak laki-
laki, dan nama sebenarnya juga bukan begitu. Sebenarnya ia bernama Georgina.
Tapi kalau dipanggil dengan nama itu, ia tak mau menyahut. Seolah-olah itu bukan
namanya. Tampangnya memang lebih mirip anak laki-laki, sedang rambutnya yang
keriting dipotong pendek.
"Kita beruntung sekali, diizinkan pergi berkemah sendiri liburan ini," kata
Dick. "Aku sudah takut jangan-jangan orangtua kita takkan mengizinkan karena
pengalaman seru musim panas lalu, ketika kita bepergian sendiri dengan karavan."
"Ya - tapi kali ini kita kan tidak benar-benar pergi sendiri," kata Anne.
"Jangan lupa, masih ada Pak Luffy yang akan mengawasi! Dia akan berkemah dekat
tempat kita." "Uahh - Pak Luffy!" kata Dick sambil tertawa. "Pak tua itu takkan ingat lagi
apakah kita ada atau tidak. Kalau dia sudah mulai sibuk dengan serangga-
serangganya yang berharga, pasti kita akan dilupakannya."
"Pokoknya jika dia tidak kebetulan juga hendak berkemah, kita pasti tidak
diizinkan" kata Anne lagi. "Aku sendiri mendengar Ayah mengatakannya."
Orang yang bernama Pak Luffy itu guru sekolah Julian dan Dick. Orangnya sudah
setengah baya. Agak linglung! Kegemarannya mempelajari kehidupan serangga. Kalau
Pak Luffy sudah membawa kotak serangganya, Anne selalu menjauh. Sebab serangga-
serangga itu kadang-kadang berhasil keluar lalu berkeliaran ke mana-mana. Hih!
Merinding bulu roma Anne membayangkannya. Tapi Dick dan Julian senang pada Pak
Luffy. Walau begitu mereka tertawa geli ketika mendengar guru itu dimintai
tolong mengawasi mereka. "Lebih cocok jika dikatakan kita yang nanti harus mengawasi Pak Luffy," kata
Julian. "Orangnya tidak bisa apa-apa! Memasang tenda saja pasti roboh. Selalu
lupa mengambil air, dan duduk sembarangan saja. Pasti hancur nanti telur
bekalnya, karena diduduki! Kurasa Pak Luffy ingatnya cuma serangga saja."
"Dia boleh saja ingat pada serangga, pokoknya jangan campuri urusan kita!" kata
George. Anak itu paling tidak suka pada orang-orang yang gemar mencampuri urusan
orang lain. "Wah! Kelihatannya liburan sekali ini akan sangat hebat - tinggal dalam kemah di
tengah padang dataran tinggi. Jauh dari keramaian, bisa berbuat apa saja semau
kita!" Timmy menggonggong sambil memukul-mukulkan ekor ke lantai.
"Katanya dia juga akan berbuat sesukanya," kata Anne. "Kau pasti akan mengejar
beratus-ratus kelinci! Bukankah begitu, Tim" Dan setiap orang yang berani
mendekat akan kauusir dengan gonggonganmu!"
"Jangan berisik, Anne!" kata Dick sambil mengambil catatannya kembali. "Kita
masih harus memeriksa daftar ini, untuk melihat apakah semua sudah lengkap.
Sampai di mana aku tadi, ah ya, empat kantong tidur."
Dick melanjutkan kesibukannya, mengecek daftar perlengkapan. Macam-macam yang
harus mereka perhatikan: kompor masak, tempat air dari kain terpal tahan basah,
piring-piring dan cangkir kaleng - dan mereka sibuk berunding tentang setiap
perlengkapan itu. Keempat remaja itu kelihatan asyik sekali.
"Bagiku, merencanakan pelancongan hampir sama asyiknya seperti pelancongan itu
sendiri," kata Dick. "Nah - tidak ada yang terlupa?"
"Tidak! Bahkan mungkin sudah terlalu banyak," jawab Julian. "Tapi kata Pak
Luffy, barang-barang kita akan ditaruh dalam gerobak gandengan mobilnya - jadi
tak apalah! Jika barang-barang itu harus kita bawa sendiri, lebih baik tidak
deh!" "Aduh, sayang saat ini belum minggu depan," sahut Anne. "Aku heran, apa sebabnya
waktu terasa merayap apabila kita sedang menunggu datangnya peristiwa yang
menyenangkan. Tapi kalau saat itu sudah tiba, tahu-tahu waktu langsung ngebut!"
"Ya - padahal mestinya terbalik," kata Dick sambil meringis. "Siapa. pegang
peta" Aku ingin melihat lagi tempat yang akan kita datangi."
Julian mengambil peta dari kantongnya, lalu menghamparkannya. Peta itu
menunjukkan daerah padang belantara yang luas dan sunyi. Hanya beberapa rumah
saja yang tampak di situ.
"Ya, dan kau bertanya apakah kita tidak perlu menyediakan satu kantong tidur
khusus untuk Timmy," kata Anne sambil cekikikan.
"Tentu saja tidak!" kata George. "Tempatnya tidur seperti biasa di dekat
kakiku." "Bagaimana kalau kantong tidur yang kecil saja?" tanya Anne lagi. "Pasti akan
lucu kelihatannya, apabila kepalanya tersembul sedikit dari kantong itu!"
"Timmy paling tidak senang kelihatan lucu," kata George. "Terus saja, Dick.
Kalau Anne mengganggu terus, kusumpal nanti mulutnya dengan saputangan."
"Yang ada cuma beberapa tempat pertanian saja," ujar Julian sambil menunjukkan
jari ke beberapa titik. "Takkan mungkin banyak hasilnya, karena tanah di situ
tidak subur. Lihatlah! Kita akan ke situ - ya, di situ!-dan di lereng yang
berseberangan ada sebuah tempat pertanian yang kecil. Di situ kita akan bisa
membeli susu, telur, dan mentega jika kita memerlukannya nanti. Pak Luffy sudah
pernah ke sana. Katanya pertanian di situ tidak besar, tapi cukup bermanfaat
bagi orang-orang yang berkemah."
"Daerah ini letaknya sangat tinggi" kata George sambil memperhatikan peta. "Di
musim dingin pasti dingin sekali hawanya."
"Memang," jawab Julian. "Sedang pada musim panas saja kadang-kadang bisa dingin
dan banyak angin. Karenanya Pak Luffy sudah memperingatkan, jangan sampai lupa
membawa pakaian hangat. Menurut ceritanya, pada musim dingin daerah situ
berbulan-bulan lamanya diselimuti salju. Biri-biri yang tersesat baru bisa
ditemukan kembali setelah salju digali."
Jari tangan Dick menelusuri gambar jalan yang berkelok-kelok di tengah padang.
"Inilah jalan yang akan kita lalui," katanya. "Dan di sini kita membelok -ini,
di jalan ini! Kurasa di situlah kita membelok, karena jalan kecil itu menuju ke
tempat pertanian. Kita nanti harus membawa sendiri barang-barang kita dari
tempat Pak Luffy memarkir mobilnya, menuju ke perkemahan!"
"Mudah-mudahan tempat kita tak terlalu dekat dengan kemahnya," kata George.
"Ah, tidak! Dia memang sudah berjanji akan mengawasi, tapi begitu sudah masuk ke
dalam kemahnya sendiri dia pasti akan melupakan kita," kata Julian. "Percayalah!
Dua orang kenalanku pernah diajaknya melancong sehari dengan mobil. Tapi ketika
Pak Luffy pulang malam hari, kedua anak itu tidak ada lagi! Ternyata dia lupa
kalau mereka ikut, dan dia meninggalkan mereka di suatu tempat yang jauh sekali
dari sekolah!" "Dasar linglung!" kata Dick. "Orang yang cocok sekali untuk menjaga kita! Pasti
dia tidak akan datang tiap kali untuk menanyakan apakah kita sudah menyikat gigi
atau tidak lupa memakai baju panas!"
Keempat remaja itu tertawa lagi. Bahkan Timmy pun ikutan nyengir! Lidah anjing
itu terjulur ke luar. Julian melipat petanya kembali.
"Mudah-mudahan semua barang yang kita pesan akan datang pada waktunya," katanya.
"Masih ada waktu enam hari lagi. Sebaiknya Pak Luffy kuingatkan terus bahwa kita
akan ikut dengan dia! Kalau tidak, ada kemungkinan dia berangkat sendiri nanti!"
Keempat remaja itu sudah tidak sabar lagi. Tidak enak menunggu lama-lama jika
semua sudah dipersiapkan. Barang-barang pesanan mulai berdatangan, dan
bungkusannya langsung dibuka cepat-cepat. Yang pertama datang adalah empat
kantong tidur. "Wah bagus!" seru Anne.
"Hebat!" sambung George. Ia langsung masuk ke dalam kantong tidur yang ia pilih
untuknya sendiri. "Lihatlah! Bisa kututup rapat sampai ke batas leher. Dan ada
tudung untuk melindungi kepala. Wah, hangat rasanya kalau tidur di dalamnya. Aku
tak takut menghadapi malam yang dinginnya luar biasa. Bagaimana jika malam ini
kita tidur di dalamnya?"
"Tidur di dalamnya" Di kamar tidur?" tanya Anne.
"Ya - kenapa tidak" Untuk membiasakan diri," kata George. Saat itu menurut
anggapannya, tidur dalam kantong itu jauh lebih nyaman daripada di tempat tidur
biasa. Dan malam itu keempat-empatnya menyusup dalam kantong tidur masing-masing, yang
dihamparkan di lantai kamar tidur. Ternyata tidur di situ memang hangat dan
nyaman. "Cuma payahnya, Timmy ingin ikut tidur di dalam kantongku," kata George keesokan
paginya. "Padahal tempatnya sudah sempit! Lagi pula dia pasti kepanasan di
dalamnya!" "Dan rasanya hampir sepanjang malam dia berbaring di atas perutku," kata Julian
menggerutu. "Lebih baik pintu kamar tidur kututup saja lain kali!"
"Aku tak keberatan jika dia tidur di atas perutku," kata Dick ganti mengeluh.
"Cuma repotnya, sebelum berbaring dia selalu berputar-putar dulu. Dasar konyol!"
"Itu bukan salahnya," kata George segera. "Berputar-putar seperti itu merupakan
kebiasaan anjing-anjing liar pada zaman dulu kala. Mereka dulu kalau tidur
selalu di atas rumput dan tumbuh-tumbuhan kercut. Sebelumnya tumbuh-tumbuhan itu
diinjak-injak dulu sambil memutar-mutar, supaya rata dan enak dijadikan tempat
berbaring. Anjing-anjing zaman sekarang pun kalau mau tidur masih tetap
berputar-putar dulu walau tak perlu lagi menginjak-injak rumput dan kercut."
"Ahh- Timmy harus melupakan nenek moyangnya yang liar," sahut Dick menggerutu.
"Dia tak perlu menginjak-injak rumput sampai rata! Dia kan anjing jinak yang
baik dan punya keranjang sendiri sebagai tempat tidur. Coba kalian lihat
perutku! Memar dipijak-pijak Timmy!"
"Omong kosong!" kata Anne. "Kau memang suka melebih-lebihkan, Dick! Aduh, kenapa
hari Selasa lambat sekali datangnya" Aku sudah bosan menunggu begini lama!"
"Hari itu pasti datang juga" kata Julian.
Dan ia memang benar! Akhirnya hari Selasa tiba juga. Hari itu cerah. Langit biru
sekali, di sana-sini tampak gumpalan awan seperti kapas.
"Awan cuaca baik," kata Julian senang. "Sekarang semoga saja Pak Luffy masih
ingat bahwa kita akan berangkat hari ini. Menurut rencana, dia akan tiba pukul
sepuluh di sini. Kita membawa makanan untuk berlima. Ibu beranggapan lebih baik
begitu, karena siapa tahu - Pak Luffy bisa saja lupa membawa bekal. Kalau dia
ingat pun tak apa karena kita pasti sanggup menghabiskannya. Dan lagi, kan masih
ada Timmy!" Timmy ikut bersemangat, seperti keempat remaja itu. Ia selalu tahu apabila akan
terjadi sesuatu yang menyenangkan. Ekornya tak terhenti mengibas-ngibas, sedang
lidahnya terjulur panjang ke luar. Napasnya terengah-engah, seperti habis
berlomba lari. Ia sibuk mondar-mandir, mengganggu langkah orang. Tapi tak ada
yang marah. Semua bergembira!
Pak Luffy ternyata datang setengah jam terlambat. Anak-anak sudah mulai
menyangka Pak Linglung itu lupa lagi! Ia menyetir sendiri mobil besarnya yang
sudah tua. Wajahnya berseri-seri. Keempat remaja itu kenai baik dengannya,
karena letak rumahnya tidak begitu jauh dari tempat tinggal mereka. Ia sering
berkunjung untuk main kartu dengan orangtua mereka.
"Halo, halo!" seru Pak Luffy dengan gembira. "Wah, sudah ,siap rupanya! Bagus
kalau begitu! Masukkan saja barang-barang kalian dalam gerobak di belakang.
Barang-barangku sudah ada di situ, tapi masih cukup banyak tempat kosong. 0 ya,
aku juga membawa makanan, cukup banyak untuk kita semua nanti. istriku menyuruh
bawa banyak-banyak."
"Wah kalau begitu akan pesta besar kita nanti," kata Dick. Ia membantu Julian
membawa tenda dan kantong-kantong tidur yang sudah dilipat, sementara Anne dan
George menyusul sambil membawa perlengkapan mereka yang kecil-kecil. Tak lama
kemudian semua sudah diletakkan dalam gerobak gandengan. Julian mengikatnya
kuat-kuat dengan tali, supaya jangan sampai jatuh di jalan.
Keempat remaja itu pamit pada orangtua mereka, lalu bergegas masuk ke dalam
mobil. Pak Luffy menghidupkan mesin. Mobil berderu keras. Maklumlah, mobil kuno!
"Selamat jalan," seru orangtua mereka. Ibu Julian masih sempat menambahkan kata-
kata peringatan, "Kali ini JANGAN sampai terjadi lagi pengalaman yang
berbahaya!" "Pasti tidak akan terjadi," seru Pak Luffy dengan riang. "Aku akan menjaga agar
semuanya beres! Di padang belantara yang sunyi pasti tidak ada kejadian
berbahaya. Selamat tinggal!"
Mobil meluncur, sementara keempat remaja itu melambai-lambai dengan gembira.
Liburan yang mengasyikkan sudah dimulai!
2. Di Padang Belantara PAK Luffy bukan pengemudi mobil yang baik. Jalannya selalu ngebut. Berbahaya
sekali - apalagi di tikungan. Sudah beberapa kali Julian menoleh ke belakang
dengan ngeri. Bukan apa-apa! Ia takut barang-barang yang ada di gerobak
gandengan terpental ke luar semuanya.
Dilihatnya buntalan kantong tidur terlempar ke atas. Untung saja jatuh lagi ke
gerobak. Disentuhnya bahu Pak Luffy.
"Bisakah agak pelan sedikit, Pak! Kalau tidak, gerobak gandengan akan kosong
pada saat kita sampai nanti. Barang-barang kita terlempar ke mana-mana."
"Astaga! Benar juga - aku lupa mobilku ini ada gandengannya," kata Pak Luffy
kaget. Ia langsung memperlambat laju mobil. "Ingatkan aku jika aku terlalu cepat
lagi menjalankan mobil ya! Terakhir kali aku membawa gandengan, ketika sampai
barang-barang di situ tinggal setengahnya. Yang lainnya terlempar ke luar.
Jangan sampai kejadian begitu terulang kembali."
Tentu saja Julian tidak menginginkan hal itu terjadi. Diawasinya spidometer.
Begitu tampak mobil berjalan agak terlalu cepat, ia menyentuh Pak Luffy untuk
mengingatkan. Pak Luffy bahagia sekali. Ia tidak begitu sukatahun ajaran, karena rasanya
merintangi kegemarannya menyelidiki alam kehidupan serangga. Ia paling senang
jika liburan tiba! Apalagi sekarang - bepergian bersama empat remaja yang
disenanginya. Berlibur di daerah padang belantara yang banyak dihuni lebah,
kumbang, kupu-kupu, serta serangga-serangga lain yang ingin ia kumpulkan. Ia
akan sering mengajari anak-anak itu. Mereka pasti akan ngeri mengetahui
rencananya itu. Tapi mereka tidak tahu!
Pak Luffy aneh tampangnya. Rambutnya gondrong dan sering berantakan. Alisnya
tebal dan tak terurus. Tapi matanya yang cokelat bersinar ramah. Dick memang
bandel. Katanya kalau melihat mata Pak Luffy ia selalu teringat mata monyet.
Bulat dan lucu! Hidungnya besar dan memberi kesan galak, karena bulu hidungnya
tumbuh lebat. Kumisnya juga tidak terawat, seperti ijuk. Dagunya bulat, dengan
lekuk di tengah-tengahnya.
Anne paling terpesona melihat telinga Pak Luffy. Bentuknya lebar dan agak
terlipat ke depan. Kalau sedang iseng, Pak Luffy bisa menggerak-gerakkan yang
sebelah kanan. Tapi yang kiri tidak bisa! Padahal Pak Luffy ingin sekali bisa
menggerak-gerakkan keduanya sekaligus. Dan pakaiannya selalu dipilih yang
longgar. Longgar, tapi enak dipakai.
Anak-anak senang padanya. Orangnya aneh, lembut, dan sama sekali tidak rapi.
Juga pelupa! Tapi walaupun biasanya lemah lembut, kadang-kadang Pak Luffy bisa
juga bersikap galak. Julian sering bercerita tentang kejadian yang dialami Tom
Killin. Anak itu sering bertingkah sok jago di sekolah.
Nah, pada suatu hari Pak Luffy memergoki Tom sedang mengganggu seorang murid
baru di ruang menggantungkan mantel. Ikat pinggang anak yang lebih kecil itu
dicengkeramnya, dan anak itu diseret-seret olehnya ke sana kemari. Pak Luffy
marah melihatnya. Sambil berteriak keras ia menerkam Tom. Ia menangkap ikat
pinggang Tom, lalu mengangkat dan menyangkutkannya pada kaitan mantel.
"Biar kau tergantung terus di situ, sampai ada yang mau menurunkan!" bentak Pak
Luffy. "Kaulihat, bukan kau sendiri yang bisa mencengkeram ikat pinggang!"
Pak Luffy keluar dari ruangan itu bersama murid baru yang masih ketakutan.
Sedang . Tom Killin meronta-ronta dalam keadaan tergantung. Ia tak mampu
membebaskan dirinya sendiri. Dan tak ada yang mau menolongnya turun.
"Tom pasti masih tetap tersangkut di situ sampai sekarang, kalau kaitan itu
kemudian tidak patah karena tidak tahan menahan berat tubuhnya," kata Julian
sambil tertawa geli. "Pak Luffy! Orang takkan menyangka orang seperti dia bisa
galak!" Anne senang mendengar cerita itu. Dan sejak saat itu Pak Luffy menjadi seperti
pahlawan di matanya. Ia senang sekali ketika disuruh duduk di sebelah Pak Luffy.
Anne asyik mengobrol dengan orang tua itu, membicarakan bermacam-macam hal.
Sedang remaja yang tiga lagi berdesak-desakan duduk di bangku belakang,
sementara Timmy berbaring di kaki mereka. Sebetulnya anjing itu lebih senang
jika berbaring membujur di pangkuan George. Tapi tidak diperbolehkan, karena
George tak mau kepanasan. Jadi Timmy harus puas mendapat tempat di lantai mobil.


Lima Sekawan 7 Memburu Kereta Api Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi ia masih berusaha duduk tegak sambil meletakkan kedua kaki depannya ke
ambang jendela mobil dan menjulurkan ujung hidung ke luar.
Pukul setengah satu siang mereka berhenti sebentar di tepi jalan untuk makan.
Ternyata Pak Luffy benar-benar membawa bekal roti untuk mereka semua Mereka
makan dengan nikmat sambil minum limun jahe. Untuk mencuci mulut tersedia buah
prem yang sudah ranum. Setelah itu perjalanan dilanjutkan. Anne tertidur kekenyangan. Kepalanya
tersandar ke lengan Pak Luffy. Dick menguap lebar-lebar lalu ikut terlelap.
George tidak merasa mengantuk, begitu pula Timmy. Julian sebenarnya sudah terasa
berat kelopak matanya. Tapi ia tak berani melepaskan perhatian dari spidometer.
Pak Luffy tampaknya tambah nekat ngebut setelah perutnya kenyang.
"Kita tidak berhenti lagi untuk minum teh," kata Pak Luffy sekonyong-konyong.
Suaranya berat dan lantang, sehingga Dick kaget dan terbangun karenanya. "Kira-
kira pukul setengah enam sore kita akan sampai di tempat tujuan. Lihatlah - itu
dia padang belantaranya di kejauhan! Penuh dengan bunga berwarna ungu!"
Anak-anak memandang jauh ke depan.
Cuma Anne saja yang tidak, karena ia tetap tidur. Jauh di sisi kiri jalan tampak
terbentang padang yang luas penuh dengan semak belukar khas daerah itu. Semak-
semak itu bunga-bunganya berwarna biru keungu-unguan, indah sekali kelihatannya!
"Di sini kita mengambil jalan ke kiri, dan sebentar lagi sudah sampai di
padang," kata Pak Luffy sambil membanting setir ke kiri. Mobil membelok dengan
tiba-tiba hingga barang-barang dalam gerobak gandengan terlempar-lempar. "Kita
naik sekarang." Mobil bergerak terus di jalan yang menanjak. Satu-dua rumah dilewati. Di
kejauhan tampak tempat-tempat pertanian yang kecil di tengah lapangan. Biri-biri
merumput di padang Beberapa ekor di antaranya menatap mobil lewat.
"Kurang-lebih masih tiga puluh kilometer lagi," kata Pak Luffy. Sokonyong-
konyong ia mengerem untuk menghindarkan tubrukan dengan dua ekor biri-biri
besar. Kedua binatang itu berdiri di tengah jalan. "Kalau ingin ngobrol, jangan
di tengah jalan!" seru Pak Luffy pada kedua biri-biri itu. "Ayo minggir. Kami
ingin lewat!" Timmy berusaha turun dari mobil, sambil mendengking-dengking. Kedua biri-biri
itu bergegas menepi hingga mobil bisa melanjutkan perjalanan. Anne terbangun
ketika mobil direm mendadak. Nyaris saja ia terpelanting dari tempatnya duduk!
"Kasihan, Anne sampai terbangun!" kata Pak Luffy sambil menatapnya dengan ramah.
Tapi karena perhatiannya teralih dari setir, nyaris saja mobil terjerumus ke
dalam parit yang ada di sisi jalan. "Kita sudah hampir sampai, Anne."
Mobil menanjak terus. Angin yang bertiup mulai terasa dingin. Di sekitar mereka
hanya padang belantara saja yang kelihatan. Di mana-mana hanya semak belukar
belaka-di sana-sini di sela parit-parit yang mengalir di tepi jalan.
"Air parit di sini bisa diminum tanpa dimasak dulu " kata Pak Luffy. "Jemih dan
sedingin es! Di tempat kita berkemah nanti juga ada satu."
Itu kabar baik! Julian teringat pada ember-ember yang terbuat dari terpal yang
mereka beli sebagai perlengkapan berkemah. Ia malas jika harus mengambil air
dengannya dari tempat jauh, karena pasti berat! Tapi jika di tempat berkemah ada
sungai kecil dengan air jemih, mereka akan bisa mengambil air dengan mudah.
Kemudian jalan yang mereka lalui bercabang dua. Yang membelok ke kanan merupakan
terusan dari jalan yang mereka lewati selama itu. Sedang yang ke kiri merupakan
jalan tanah, tempat gerobak lewat.
"Kita ke kiri," kata Pak Luffy. Mobil terguncang-guncang di jalan tanah. Pak
Luffy terpaksa memperlambat laju mobil dan keempat remaja itu sekarang punya
kesempatan untuk memperhatikan keadaan sekeliling.
"Di sini saja kutaruh mobilnya," kata Pak Luffy. Ia menghentikan mobilnya di
samping sebuah batu besar yang menjulang di tengah padang. "Di sini agak
terlindung dari angin dan hujan. Dan kita enaknya berkemah di sana saja."
Tempat yang ditunjuknya berupa lereng yang landai, berpagar tanaman perdu yang
besar. Di mana-mana tumbuh rumput liar dan semak padang. Julian mengangguk.
Tempat itu memang cocok untuk berkemah. Perdu yang membentuk pagar itu merupakan
penahan angin yang baik. "Ya, Pak," katanya. "Bagaimana sekarang kita minum teh dulu atau langsung saja
membongkar barang-barang bawaan?"
"Minum teh dulu," kata Pak Luffy. "Aku membawa kompor kecil untuk memasak. Lebih
baik daripada api unggun, karena asap kayu membuat dasar ketel dan panci menjadi
hitam." "Kami juga membawa kompor," kata Anne.
Ia turun dari mobil, lalu memandang berkeliling. "Bagus sekali tempat ini -
banyak tumbuh-tumbuhan, angin, dan cahaya matahari! Itukah tempat pertanian di
mana kita bisa membeli telur dan bahan makanan lainnya?" Ia menunjuk ke sebuah
rumah petani yang kecil. Rumah itu terletak di lereng bukit di seberang mereka. Di lapangan sebelah
belakang tampak beberapa ekor sapi dan seekor kuda. Di samping rumah terdapat
kebun buah-buahan, sedang di depan ada kebun sayur. Aneh rasanya, ada tempat
yang begitu rapi di tengah padang belantara yang luas.
"Pertanian itu namanya Olly's Farm," kata Pak Luffy. "Kalau tidak salah
pemiliknya bukan Pak OIly lagi, semenjak aku kemari tiga tahun yang lalu. Mudah-
mudahan saja pemilik barunya ramah. Nah, masih ada yang bisa dimakan untuk
menemani teh?" Ternyata masih ada, karena pada waktu makan siang tadi Anne sempat menyisakan
sedikit untuk menemani minum teh. Mereka duduk di rumput sementara lebah
beterbangan di sekitar mereka. Lima belas menit lamanya mereka makan dengan
nikmat. Timmy menunggu gilirannya dengan sabar, sambil memperhatikan lebah yang men-
dengung-dengung terbang di sekitarnya.
"Sekarang sebaiknya kita memasang tenda dulu," kata Julian kemudian. "Ayo, Dicek
- kita menurunkan barang-barang dulu. Kami tidak bermaksud memasang kemah di
dekat tempat Anda, Pak Luffy, karena tentunya Anda tak ingin diganggu anak-anak
yang berisik ini. Jadi enaknya di mana kami memasangkan tenda untuk Anda?"
Hampir saja Pak Luffy mengatakan bahwa ia ingin agar keempat remaja itu berkemah
di dekatnya. Tapi tiba-tiba timbul prasangka dalam hatinya; mungkin anak-anak
itu tak ingin terlalu dekat dengannya. Mungkin mereka ingin ribut-ribut atau
melakukan permainan-permainan yang berisik. Dan kalau. ia terlalu dekat, mungkin
keempat remaja itu akan merasa terganggu. Karena itu ia memutuskan untuk memilih
tempat yang tak terlalu dekat.
"Di sini saja aku berkemah, di dekat semak tua ini," katanya. "Dan kalian kalau
mau bisa memasang kemah kalian di sana. Tempat itu enak, karena tumbuhan-
tumbuhan perdu yang berbentuk setengah lingkaran itu melindungi kalian dari
angin. Dan kita tidak akan saling mengganggu."
"Betul, Pak," kata Julian. Bersama Dick ia mulai sibuk memasang tenda. Pekerjaan
itu menyenangkan. Seperti biasa, Timmy ikut-ikut hingga mengganggu kelancaran
kerja. Ia mengambil seutas tali lalu membawanya lari. Tapi anak-anak tidak
marah. Mereka bekerja terus dengan gembira.
Pada saat senja ketiga kemah sudah terpasang rapi dan kain terpal pengalas tanah
juga sudah dihamparkan. Barang-barang sudah dimasukkan ke dalam kemah.
"Aku tidur saja sekarang" kata Pak Luffy.
"Mataku rasanya sudah berat sekali. Selamat tidur!"
Pak Luffy menghilang ke tempat gelap menuju kemahnya. Anne menguap lebar-lebar,
juga saudara-saudaranya. Semua ikut menguap.
"Sudahlah, kita tidur saja semua," kata Julian. "Masing-masing masih mendapat
cokelat sebatang serta beberapa potong biskuit. Makannya sambil berbaring dalam
kantong tidur saja. Nah, mari kita tidur. Enak jika besok bangun pagi-pagi."
Bersama Dick, Julian masuk ke kemah anak laki-laki. Sedang George dan Anne
menyusup ke kemah sendiri, ditemani Timmy. Mereka berganti pakaian, lalu
menyusup dalam kantong tidur masing-masing.
"Aduh, asyik!" kata George sambil mendorong Timmy ke samping. "Belum pernah
senyaman ini rasanya. Jangan, Tim! Masa kau tidak tahu mana perut dan mana
kakiku" Begitu lebih baik!"
"Selamat tidur," kata Anne yang sudah mengantuk sekali. "Eh, George - dari celah
tenda bisa kulihat bintang-bintang gemerlapan. Besar sekali kelihatannya ya?"
Tapi George sudah tidak peduli, apakah bintang-bintang di luar tampak besar atau
tidak. Ia sudah terlelap, karena capek naik mobil seharian penuh. Kuping Timmy
terangkat sebelah ketika mendengar suara Anne. Kemudian ia menggeram. Begitu
caranya mengucapkan selamat tidur. Setelah itu ia merebahkan kepala lalu
langsung tidur. Malam pertama berkemah, pikir Anne dengan bahagia. Aku takkan tidur malam ini.
Aku akan bangun terus, memandang bintang-bintang di langit dan menghirup bau
padang yang segar. Tapi ternyata detik berikutnya Anne sudah mendengkur!
3. Gunung Api" KEESOKAN paginya Julian bangun paling dulu. Ia mendengar bunyi aneh di tengah
kesunyian. Ia terduduk. Agak bingung tak yakin di mana ia berada dan bunyi apa
yang ia den gar. Namun ia segera teringat kembali. Ah, betul! Ia tidur dalam
kemah bersama Dick. Mereka sedang berkemah di padang belantara di dataran
tinggi. Dan bunyi yang didengarnya itu adalah suara burung yang hidup di padang
belantara itu. Julian menguap, lalu berbaring lagi. Hari masih pagi. Cahaya matahari masuk
lewat celah tenda, menghangatkan sebagian kantong tidurnya. Malas rasanya
bangun, karena dalam kantong enak dan hangat. Tapi perutnya terasa lapar minta
diisi. Payah! Julian melirik arloji di pergelangan tangannya.
Setengah tujuh. Malas rasanya bangun sepagi itu Masih enak berbaring dalam
kantong yang ha at dan empuk. Julian meraba-raba, mencari sepotong cokelat yang
mungkin masih tersisa dari kemarin malam. Dan ia beruntung sebab menemukannya!
Dimasukkannya potongan kecil cokelat itu ke mulutnya, lalu berbaring lagi dengan
perasaan puas. Suara burung berkicau terdengar makin ramai, sementara matahari
naik semakin tinggi. Tahu-tahu Julian tertidur lagi. Ia bangun ketika Timmy masuk ke dalam kemah.
Julian terkejut, lalu bangun. George dan Anne mengintip ke dalam sambil tertawa
geli. Mereka sudah berpakaian.
"Ayo bangun, pemalas!" kata Anne. "Timmy memang sengaja kami suruh membangunkan
kalian. Sekarang sudah pukul setengah delapan. Kami sudah dari tadi bangun."
"Cuaca pagi ini benar-benar indah," kata George. "Nanti udara pasti panas
sekali. Ayo bangun! Kami hendak pergi ke sungai kecil dan mandi di situ. Rasanya
konyol mengangkut-angkut air dengan ember untuk mencuci badan, apabila di dekat
sini ada sungai." Sementara itu Dick juga sudah bangun. Bersama Julian ia memutuskan untuk mandi
di sungai saja. Mereka keluar dari kemah. Rasanya bahagia sekali, tapi perut
juga sudah lapar minta diisi. Saat itu George dan Anne datang kembali dari
sungai. "Tempatnya di sana" kata Anne sambil menunjuk. "Timmy, antarkan Dick dan Julian
ke sungai. Sungai itu kecil, airnya jemih dan dingin sekali. Di tepinya tumbuh
pakis. Ember kami tinggalkan di sana. Kalau sudah selesai mandi nanti, jangan
lupa mengisinya penuh-penuh dengan air, lalu bawa kemari ya?"
"Untuk apa?" tanya Dick heran. "Kalian kan sudah mandi!"
"Kami memerlukan air untuk mencuci piring," kata Anne. "Aku tiba-tiba teringat
bahwa kita perlu air untuk itu. He - bagaimana pendapat kalian, perlukah kita
membangunkan Pak Luffy" Aku belum melihatnya sedari tadi!"
"Ah, biarkan saja dia tidur sepuas-puasnya," kata Julian. "Mungkin masih capek,
karena kemarin terpaksa menjalankan mobil pelan-pelan! Kita bisa saja menyisakan
sarapan untuknya. Apa yang akan kita makan pagi ini?"
"Aku sudah menyiapkan potongan-potongan daging dan tomat," kata Anne. Ia memang
gemar mengurus rumah tangga, dan senang memasak. "Bagaimana caranya menyalakan
kompor ini, Julian?"
"Entahlah, itu kan bagianmu," sahut Julian. "He jangan-jangan kita lupa membawa
kuali!" "Tidak! Aku sendiri yang mengemasnya," kata Anne. "Sekarang kalian mandi saja
dulu. Selesai mandi, sarapan pasti sudah siap."
Timmy berlari-lari mengantarkan Dick dan Julian ke sungai. Begitu sampai di
sana, kedua remaja itu langsung masuk ke air. Mereka berendam di sungai yang
tidak dalam itu, sambil menendang-nendangkan kaki dengan asyik. Timmy ikut
melompat ke dalam air. Terdengar suara ribut, berteriak-teriak, menjerit-jerit,
dan menggonggong-gonggong.
"Nah-kurasa Pak Luffy sekarang pasti sudah terbangun!" kata Dick sambil
mengeringkan tubuh dengan handuk. "Enak rasanya mandi di sini - airnya sejuk!
Tapi repotnya aku sekarang bertambah lapar!"
"Aduh, wanginya bau daging digoreng," kata Julian sambil mencium-cium. Mereka
kembali ke perkemahan. Tapi Pak Luffy masih belum kelihatan juga. Wah, capek
sekali rupanya orang itu! Mereka duduk di rumput, lalu mulai sarapan. Anne
menggoreng roti dalam lemak daging. Kedua abangnya memuji-muji. Kata mereka,
Anne juru masak paling hebat di dunia. Wajah Anne berseri-seri karena di puji.
"Soal makanan biar aku saja yang mengurus," katanya. "Tapi George harus
membantuku membereskan dan mencuci piring. Setuju, George ?"
George sama sekali tidak setuju. Ia paling benci kalau harus melakukan pekerjaan
yang biasa untuk perempuan. Misalnya saja membereskan tempat tidur atau mencuci
piring. Tampangnya langsung masam.
"Lihat si George! Tapi untuk apa repot-repot mencuci piring, kan ada Timmy!"
kata Dick menggoda. "Suruh saja dia menjilati sampai bersih!"
Mereka semua tertawa. Juga George!
"Baiklah," katanya. "Tentu saja aku akan membantu. Tapi sebaiknya kita jangan
banyak-banyak memakai piring, supaya tidak usah terlalu repot mencuci. Masih ada
roti goreng, Anne ?"
"Sudah habis! Tapi jika masih lapar, dalam kaleng itu ada biskuit," kata Anne.
"He, siapa yang harus ke tempat pertanian setiap hari untuk membeli susu dan
sebagainya" Kurasa di sana kita juga akan bisa memperoleh roti, begitu pula
buah-buahan." "Ah, salah seorang di antara kita saja yang ke sana," kata Dick. "Apakah tidak
lebih baik jika kau menyiapkan sarapan untuk Pak Luffy sekarang, Anne" Sementara
itu dia akan kubangunkan. Kalau tidur terus, sayang hari ini terbuang percuma
baginya." "Biar aku saja yang membangunkannya," kata Julian. "Dia bisa saja tak terbangun
ketika kita tadi menjerit-jerit. Tapi kalau dipanggil dengan sopan, pasti
bangun!" Julian pergi ke kemah Pak Luffy. Ia berdeham sebentar, lalu menyapa dengan
sopan, "Anda sudah bangun, Pak?"
Tapi tak terdengar jawaban dari dalam tenda. Julian memanggil sekali lagi. Ia
agak heran, lalu memandang tutup kemah. Penutupnya tertutup. Ia menyingkap
penutup itu lalu menjengukkan kepala ke dalam.
Kemah itu kosong! Pak Luffy tidak ada di dalamnya.
"Ada apa, Ju?" seru Dick dari perkemahan anak-anak.
"Dia tidak ada di sini," jawab Julian. "Ke mana perginya?"
Semua terdiam. Sesaat Anne panik, karena mengira terjadi lagi pengalaman yang
aneh. Tapi Dick. pikirannya lebih logis.
"Kaleng serangganya ada di situ atau tidak?" serunya. "Maksudku kaleng yang ada
gantungannya. Yang selalu dibawanya ke mana-mana jika sedang berburu serangga!
Lalu bagaimana dengan pakaiannya" Masih ada di situ?"
Julian memeriksa isi kemah dengan lebih teliti.
"Beres!" serunya kemudian. Saudara-saudaranya merasa lega. "Pakaiannya tidak ada
lagi, begitu pula kaleng serangganya. Rupanya pagi-pagi benar dia sudah keluar,
sebelum kita bangun. Kurasa dia sudah melupakan kita, begitu pula dengan
sarapan!" "Aku takkan heran-dasar linglung!" kata Dick. "Tapi kita kan bukan pengasuhnya.
Dia bisa saja berbuat semaunya! Kalau tidak ingin sarapan, silakan! Kurasa dia
akan kembali jika sudah selesai berburu serangga."
"Anne! Kau bisa mengurus semuanya di sini, jika aku dan Dick pergi sebentar ke
tempat pertanian itu?" tanya Julian. "Untuk melihat makanan apa saja yang bisa
diperoleh di sana! Hari semakin siang, dan jika kita masih ingin jalan-jalan
atau melakukan kesibukan lain hari ini, kita harus cepat-cepat!"
"Betul!" kata Anne. "Kau ikut saja dengan mereka, George. Aku bisa membereskan
sendiri di sini, karena Julian dan Dick sudah mengambilkan air. Ajak Timmy, dia
pasti juga ingin berjalan-jalan." .
George tak perlu ditawari dua kali. Ia gembira karena tak perlu mencuci piring.
Mereka bertiga pergi ke rumah petani. Timmy berlari-lari di depan mereka. Sedang
Anne mulai sibuk berbenah, sambil bernyanyi-nyanyi kecil. Tak lama kemudian
pekerjaan itu sudah selesai. Ia memandang ke arah tempat pertanian, untuk
melihat apakah ketiga saudaranya sudah kembali dari sana. Ternyata belum! Pak
Luffy juga belum muncul-muncul. Kalau begitu aku jalan-jalan saja seorang diri,
pikirnya. Kuikuti sungai kecil itu ke atas bukit, untuk melihat dari mana
datangnya. Pasti mengasyikkan. Tak mungkin aku tersesat, jika menyusuri tepi
air. Anne mulai berjalan, menyusuri tepi sungai keci1 yang mengalir ke bawah bukit.
Tapi Anne menuju ke atas. Enak rasanya berjalan di atas lumut yang empuk, di
sela-sela pakis yang tumbuh di tepi sungai. Dicicipinya air yang dingin dan


Lima Sekawan 7 Memburu Kereta Api Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jemih. Nikmat rasanya! Anne terus berjalan. Ia merasa bahagia, mengembara seorang diri. Akhirnya ia
sampai di sebuah busut besar di puncak bukit. Sungai kecil itu bersumber di
tengah-tengah busut besar itu.
"Ah, di sini rupanya mata airmu," kata Anne. Ia merebahkan diri di rumput. Ia
kegerahan karena berjalan menanjak terus. Enak duduk di situ. Mukanya disinari
matahari yang hangat, sedang di dekatnya terdengar bunyi air mengucur.
Anne berbaring diam-diam, mendengarkan suara lebah dan air. Kemudian didengarnya
bunyi lain. Mula-mula tak diacuhkannya. Tapi tiba-tiba ia kaget, lalu terduduk.
Bunyi itu datang dari bawah tanah. Bunyi gemuruh!
Astaga, apa yang akan terjadi kini" Mungkinkah gempa bumi" Bunyi gemuruh itu
kian mendekat. Anne duduk terpaku di tempatnya sambil menggigil ketakutan.
Bahkan berdiri saja sudah tidak berani. Apalagi lari!
Tiba-tiba terdengar suara melengking tinggi. Menyeramkan! Tak jauh dari tempat
Anne terpaku, terjadi sesuatu yang menakjubkan.
Segumpal besar asap berwarna putih mengepul dari dalam tanah. Melayang-layang
sebentar, lalu lenyap dibawa angin. Anne benar-benar ketakutan sekarang.
Peristiwa itu begitu tiba-tiba, sama sekali tak disangka akan terjadi di bukit
yang sunyi itu. Bunyi gemuruh masih terdengar agak lama, lalu menghilang kembali
dengan pelan. Sekarang barulah Anne mampu bergerak. Ia meloncat bangkit, lalu lari pontang-
panting ke bawah sambil berteriak-teriak,
"Gunung api! Tolong! Tolong! Aku duduk di atas gunung api. Gunung akan meledak;
asapnya sudah mengepul-ngepul. Tolong! Tolong!"
Tiba-tiba kakinya tersangkut segumpal rumput. Ia terpelanting lalu jatuh
terguling-guling ke bawah sambil menangis. Akhirnya jatuhnya tertahan. Baru saat
itu didengarnya suara seseorang memanggil-manggil dengan cemas.
"Siapa itu" Ada apa?"
Suara Pak Luffy. Anne merasa lega lalu menjerit memanggilnya, "Pak Luffy! Tolong
aku! Di sini ada gunung api!"
Anne kedengaran sangat ketakutan, sehingga Pak Luffy bergegas-gegas lari
menghampiri. Ia berlutut di samping Anne yang masih gemetar, lalu merangkulnya.
"Ada apa?" tanya Pak Luffy. "Kenapa kau ketakutan?"
Anne menceritakan pengalamannya tadi.
"Itu-di sana! Itu gunung api, Pak Luffy. Tadi ketika aku sedang enak-enak duduk,
tahu-tahu terdengar bunyi gemuruh menderu-deru. Asap mengepul-ngepul. Kita harus
cepat-cepat lari dari sini, sebelum terjadi semburan api yang menyala-nyala!"
"Tenang, tenang," kata Pak Luffy. Anne heran dan merasa lega karena Pak Luffy
tertawa. "Rupanya kau tak tahu apa yang ada di atas itu?" tanyanya geli.
"Tidak," jawab Anne.
"Di bawah padang belantara yang terhampar di atas bukit ini ada beberapa
terowongan panjang. Kereta-kereta api dari lembah yang satu ke lembah lain harus
melewati terowongan-terowongan itu. Jadi, kau tak mengetahuinya" Kereta apilah
yang kaudengar berbunyi menggemuruh tadi, serta yang mengepulkan asap yang
sekonyong-konyong muncul dari dalam tanah. Di sana-sini di padang ini ada
lubang-lubang, tempat asap itu keluar dari terowongan."
"Astaga!" ucap Anne. Mukanya terasa merah karena malu. "Aku bahkan sama sekali
tak tahu bahwa di bawah padang ini ada kereta api. Benar-benar keterlaluan! Aku
tadi sungguh-sungguh mengira duduk di atas kawah gunung api, Pak! Jangan
ceritakan pada yang lain-lain ya! Pasti aku akan mereka tertawakan."
"Aku takkan bilang apa-apa," kata Pak Luffy berjanji. "Sekarang sebaiknya kita
kembali saja ke perkemahan. Kalian sudah sarapan tadi" Aku lapar sekali. Aku
tadi keluar pagi-pagi benar, karena ingin menangkap seekor kupu-kupu yang
kebetulan terbang di depan kemah. Kupu-kupu itu termasuk jarang."
"Wah, kami sudah sejak tadi sarapan," kata Anne. "Tapi jika Anda kembali
sekarang bersama aku, nanti akan kugorengkan daging. Dengan tomat dan roti
goreng." "Ah, sedaaap!" kata Pak Luffy.
"Tapi jangan bilang apa-apa ten tang gunung api. Itu rahasia kita berdua."
4. Kereta Api Hantu GEORGE, Julian, dan Dick ramai bercerita tentang tempat pertanian yang baru saja
mereka datangi. "Pertanian itu kecil tapi bagus," kata Julian sambil duduk Sementara itu Anne
sibuk menyiapkan sara pan untuk Pak Luffy. "Rumahnya bagus! Tempat pemerahan
susu di situ kecil, sedang ruang-ruang kerjanya rapi. Mereka bahkan memiliki
piano besar, ditaruh di ruang tamu."
"Astaga! Tak terbayang penghasilan mereka bisa mencukupi untuk membeli barang
seperti itu," kata Anne sambil membalik daging yang sedang digorengnya.
"Mereka juga punya mobil baru," sambung Julian. "Baru seratus persen! Pasti
mahal harganya. Anak mereka memamerkannya pada kami. Dia juga menunjukkan
beberapa mesin pertanian yang serba baru."
"Menarik sekali," kata Pak Luffy. "Aku ingin tahu, bagaimana cara mereka bisa
mendapatkan uang dari tanah sekecil itu. Pemiliknya yang dulu tekun sekali
bekerja. Tapi jelas merekatak sanggup membeli mobil baru. Apalagi piano besar!"
"'Belum lagi truk-truk milik mereka!" seru Dick. "Bagus-bagus. Kurasa bekas
mobil tentara. Kata anak itu ayahnya hendak mempergunakan truk-truk itu untuk
mengangkut hasil pertanian ke pasar."
"Hasil pertanian dari mana?" tanya Pak Luffy sambil memandang ke arah rumah
petani kecil di seberang itu. "Masa untuk itu saja mereka memerlukan lebih dari
satu truk! Sebuah gerobak tua saja sudah cukup untuk mengangkut seluruh hasil
produksi tempat itu."
"Yah - tapi begitu cerita anak tadi," kata Dick. "Di sana semua kelihatan serba
makmur. Rupanya pemilik yang baru pandai bertani."
"Kami mendapat telur, mentega, dan buah," kata George. "Begitu pula daging
sedikit! Kelihatannya ibu anak tadi tidak peduli berapa banyak yang kami ambil,
dan pembayaran yang diminta juga hampir tak ada artinya. Kami tidak melihat
suaminya." Sementara itu Pak Luffy sudah mulai sarapan. Kelihatan ia lapar sekali.
Tangannya mengibas-ngibas, mengusir lalat yang beterbangan dekat kepalanya.
Seekor lalat hinggap di telinga kanannya. Pak Luffy menggoyang-goyangkan telinga
itu. Lalat nekat itu langsung terbang karena kaget. Baru sekali itu ia tahu ada
telinga manusia bisa bergerak-gerak sendiri. Rupanya belum pernah bertemu dengan
Pak Luffy! "Coba goyangkan lagi!" kata Anne memohon. "Bagaimana caranya" Mungkinkah aku
juga akan bisa, jika berlatih lama sekali?"
"Kurasa tak mungkin," jawab Pak Luffy, yang sudah selesai makan. "Nah - aku
sekarang harus menulis sebentar. Apa yang akan kalian kerjakan sekarang" Jalan-
jalan?" "Kenapa kita tidak sekalian piknik saja?" tanya Julian. "Bagaimana - setuju?"
"Tentu saja," kata Dick. "Kau menyediakan bekal untuk makan siang dan minum teh,
ya Anne" Kami akan membantumu. Bagaimana jika membawa telur rebus?"
Tak lama kemudian bekal untuk piknik sudah siap, terbungkus rapi dalam kertas
tahan minyak. "Kalian nanti takkan tersesat?" tanya Pak Luffy.
"Ah tidak," kata Julian tertawa. "Kami membawa kompas! Kecuali itu aku biasanya
mengenal jalan. Sampai nanti malam, Pak!"
"Tapi Anda sendiri kan tidak akan tersesat, Pak?" tanya Anne. Tampangnya agak
cemas. "Jangan kurang ajar, Anne," kata Dick. Ia kaget mendengar pertanyaan Anne itu.
Jangan-jangan Pak Luffy marah karena merasa diejek. Tapi Anne tidak bermaksud
mengejek. Ia benar-benar cemas. Pak Luffy sangat pelupa. Jadi tak mengherankan jika Anne
membayangkannya berkeliaran di tempat asing, lalu tak bisa menemukan jalan
pulang. Tapi Pak Luffy tersenyum.
"Tidak," katanya ramah. "Aku mengenal daerah sekitar sini - aku tahu letak
setiap sungai, jalan kecil, dan - eh gunung api!"
Anne cekikikan. Saudara-saudaranya terpana memandang Pak Luffy. Merekatak tahu
apa yang dimaksud Pak Luffy dengan gunung api Pak Luffy diam saja hingga Anne
juga membungkam. Setelah itu anak-anak berangkat.
"Enak rasanya jalan-jalan hari ini," kata Anne. "Jika kita nanti sampai di
sebuah jalan, kita menyusurinya atau tidak?"
"Kurasa lebih baik begitu," kata Julian. "Akan capek juga nanti jika seharian
terus-menerus merintis semak."
Karenanya ketika mereka sampai di sebuah jalan kecil, mereka lantas
menyusurinya. "Kurasa ini cuma jalan yang biasa dilalui penggembala biri-biri," kata Dick.
"Pekerjaan yang sunyi, menjaga biri-biri di padang bukit yang sepi ini."
Mereka makan siang di puncak bukit. Di sekeliling terbentang padang belantara
yang luas. Di sana-sini tampak bintik-bintik putih. Itulah biri-biri yang sedang
merumput. Ketika sedang asyik makan, Anne mendengar lagi bunyi gemuruh seperti tadi. Dan
kemudian asap putih mengepul dari dalam tanah tak jauh dari tempat mereka duduk.
Seketika itu juga muka George menjadi pucat. Timmy meloncat bangun. Anjing itu
menggonggong dan menggeram-geram. Tapi ekornya terselip di antara kedua kaki
belakang. Pertanda takut! Dick dan Julian tertawa terbahak-bahak.
"Jangan takut, Anne! Kau juga, George - tak perlu menjadi pucat. Itu cuma kereta
api yang lewat dalam terowongan di bawah tanah. Kami tahu di bawah padang ini
banyak terdapat terowongan. Sudah kami kira kalian akan ngeri ketika mendengar
bunyi gemuruh tadi. Apalagi ketika asap putih tiba-tiba mengepul dari tanah."
"Aku sama sekali tidak takut," kata Anne. Kedua abangnya tercengang. Sekali ini
George yang ketakutan. Padahal biasanya terbalik! Sementara itu rasa takut
George lenyap. Ia tertawa lalu berseru memanggil Timmy.
"Tidak ada apa-apa, Tim. Kemarilah! Kau kan pernah melihat kereta api! Tak perlu
takut." Anak-anak membicarakan kejadian itu. Aneh rasanya ada kereta api
meluncur dalam tanah di bawah mereka - melalui terowongan menembus bukit. Dan
para penumpang duduk sambil mengobrol atau membaca koran, sementara kereta api
melaju dalam terowongan yang tidak pernah disinari cahaya matahari.
"Yuk, kita melanjutkan perjalanan," kata Julian kemudian. "Kita pergi ke puncak
lereng berikutnya. Setelah itu sebaiknya kita kembali ke perkemahan."
Mereka sampai di sebuah jalan kecil. Menurut Julian, jalan itu pasti tempat
kelinci lewat - karena sempit sekali! Mereka menyusuri jalan itu sambil
mengobrol dan tertawa-tawa. Mendaki padang berumput, sampai ke puncak lereng
berikut. Ketika sampai di atas, mereka melongo.
Dalam lembah di bawah mereka terhampar jaringan rel yang kosong dan sunyi. Rel
itu keluar dari lubang sebuah terowongan yang gelap. Panjangnya sekitar tiga
perempat kilometer dan berakhir di sebuah tempat. Tampaknya seperti tempat
penyimpanan gerbong-gerbong.
"Lihatlah," kata Julian. "Rel-rel yang sudah tidak dipakai lagi. Kurasa
terowongan itu juga tak pernah dilalui kereta api lagi."
"Yuk kita melihatnya ke bawah sebentar," kata Dick. "Ayo! Masih banyak waktu,
dan kita nanti bisa pulang lewat jalan pintas." Mereka menuruni bukit, menuju
rel yang terbentang di bawah. Mereka tiba agak jauh dari lubang masuk ke
terowongan, lalu menyusuri rel ke arah pelataran tempat gerbong. Kelihatannya di
tempat itu sama sekali tak ada orang.
"Lihatlah di sana ada beberapa gerbong tua!" kata Dick. "Kelihatannya sudah lama
sekali tak pernah lagi dipakai. Kita dorong saja yuk! Biar bergerak lagi."
"Jangan!" kata Anne. Ia takut. Tapi kedua abangnya sudah lama ingin bisa main-
main dengan gerbong kereta sungguhan. Begitu pula George! Mereka lari menuju
tempat gerbong-gerbong itu. Dick dan Julian langsung mendorong salah satu, dan
ternyata bergerak! Menggelinding sebentar dan berhenti lagi ketika menumbuk
gerbong yang di depannya. Bunyi tumbukan itu nyaring sekali di pelataran yang
sunyi. Seketika itu juga pintu sebuah gubuk terbuka dengan keras. Gubuk itu kecil,
letaknya di tepi pelataran. Seorang laki-laki menyeramkan muncul dari dalamnya.
Kakinya yang satu palsu, terbuat dari kayu. Lengannya panjang dan kekar seperti
gorila. Mukanya merah padam, berjanggut tebal yang sudah beruban.
Orang itu membuka mulut. Anak-anak sudah menyangka akan mendengar teriakan marah
dan nyaring. Tapi ternyata tidak! Yang terdengar bisikan suara parau.
"Apa yang kalian lakukan tadi" Masih belum cukup rupanya aku mendengar bunyi
kereta api hantu pada malam hari-"
Keempat remaja itu terpana menatapnya. Menurut mereka, orang itu pasti gila! Ia
mendekat. Kaki kayunya berbunyi mengetuk-ngetuk aneh, seirama dengan gerak
langkah-langkahnya. Lengannya yang panjang terayun-ayun. Orang itu menyipitkan
mata, seolah-olah keempat remaja di depannya tidak tampak jelas.
"Kacamataku pecah," katanya. Anak-anak semakin heran, ketika melihat orang tua
itu menangis. "Pak Sam Kaki Kayu yang malang! Kacamatanya pecah. Tak ada lagi
yang mau mengacuhkan Pak Sam Kaki Kayu."
Anak-anak terus bungkam. Anne agak kasihan melihat orang tua aneh itu. Tapi ia
tetap berdiri sambil berlindung di belakang Julian.
Kakek itu menyipitkan mata lagi, memperhatikan mereka.
"Kalian tidak bisa bicara ya" Betulkah kalian ada di situ atau aku saja yang
kembali melihat hantu?"
"Kami benar-benar ada di sini," jawab Julian. "Kebetulan melihat pelataran tua
ini, lalu turun karena ingin melihat-lihat. Siapakah Anda?"
"Kan sudah kubilang tadi - Sam Kaki Kayu," kata kakek itu tak sabar. "Aku
penjaga di sini walau aku sendiri heran, apa sebetulnya yang perlu dijaga.
Mereka mengira aku akan menjaga kereta-kereta hantu itu" Wah - tak usah ya!
Bukan Sam orangnya. Sudah sering aku melihat hal-hal yang aneh dalam hidupku.
Dan aku takut melihatnya. Jadi aku tak mau jika disuruh mengawasi kereta api
hantu lagi." Anak-anak mendengarkan ceritanya dengan heran.
"Kereta api hantu yang mana?" tanya Julian.
Kakek itu mendekat sambil celingukan. Seolah-olah takut ada orang lain
mendengar. Kemudian ia berbicara sambil berbisik-bisik. Suaranya kedengaran
semakin parau. "Ini benar-benar kereta hantu. Malam-malam muncul sendiri dari dalam terowongan,
tanpa masinis atau penumpang. Lalu kembali lagi ke dalam. Sama sekali tak ada
orang di dalamnya. Pada suatu malam pasti akan datang lagi untuk menjemput Pak
Sam - tapi aku ini bukan orang bodoh! Kukunci pintu gubuk, lalu bersembunyi di
bawah tempat tidur. Lilin kupadamkan, supaya hantu itu tak tahu aku ada di
dalam." Anne menggigil ketakutan. Ditariknya lengan Julian.
"Yuk, kita pergi saja," kata. Anne. "Aku takut - kedengarannya seram dan ganjil.
Apa maksudnya?" Sekonyong-konyong kakek itu berubah sikap. Dipungutnya sebongkah batubara dari
tanah lalu dilemparkannya ke arah Dick. Kena keningnya.
"Ayo pergi! Aku penjaga tempat ini kata mereka padaku. Aku disuruh mengusir
semua yang datang kemari. Pergi!"
Anne lari ketakutan. Timmy menggeram.
Pasti kakek penjaga yang aneh itu sudah diterjangnya, jika George tidak memegang
kalung lehernya kuat-kua1. Dick menggosok-gosok keningnya, yang sakit kena
lempar tadi. "Ya, ya - baiklah kami pergi," katanya menenangkan. Kelihatan jelas kakek tua
itu tidak waras otaknya. "Kami tadi tak bermaksud melanggar larangan masuk. Anda
teruskan saja mengawasi kereta api hantu. Kami takkan mengganggu!"
Setelah itu mereka pergi, menyusul Anne yang sudah lari lebih dulu.
"Apa maksudnya tadi?" tanya Anne ketakutan. "Apa artinya kereta api hantu"
Kereta api yang sebetulnya tidak ada" Dan benarkah dia melihatnya lewat di malam
hari?" "Ah - itu kan cuma khayalannya saja," kata Julian. "Kurasa, karena kesepian di
pelataran sunyi ini, dia lantas memikirkan yang tidak-tidak! Kau tak perlu
cemas, Anne. Kereta api hantu tidak ada!"
"Tapi caranya bicara tadi, seolah-olah memang ada," kata Anne yang masih
gelisah. "Sungguh! Aku tak kepingin melihat kereta api hantu. Kau tidak takut, Ju?"
"Tidak. Aku malahan ingin sekali melihatnya," kata Julian. "Kau juga kan, Dick"
Bagaimana jika suatu malam kita kembali ke sini untuk melihat?"
5. Kembali ke Perkemahan MEREKA pergi dari pelataran itu mendaki lereng bukit, dan berjalan kembali ke
perkemahan. Dick dan Julian tidak bosan-bosan membicarakan Pak Sam Kaki Kayu,
serta ucapan-ucapannya yang aneh.
"Semuanya serba aneh," kata Julian. "Aku heran, apa sebabnya pelataran itu tidak
dipakai lagi - dan terowongan itu ke mana arahnya. Masih adakah kereta yang
lewat di situ?" "Kurasa pasti ada alasan yang masuk akal," kata Dick. "Cuma Pak Sam itu saja
yang membuat semuanya terasa aneh. Kalau tempat itu penjaganya normal, kita tadi
pasti takkan merasa ada yang aneh di situ."


Lima Sekawan 7 Memburu Kereta Api Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mungkin anak laki-laki yang kita jumpai di tempat pertanian tadi mengetahui
jawabannya," kata Julian. "Kita tanyakan saja padanya besok. Kurasa sebetulnya
sama sekali tidak ada kereta api hantu! Tapi jika ternyata ada, aku ingin
melihatnya." "Kenapa kalian terus bicara mengenai soal
itu saja?" tanya Anne gelisah. "Aku lantas merasa kalian in gin bertualang lagi.
Tapi aku tak mau!" "Jangan khawatir, di sini pasti takkan terjadi pengalaman yang menegangkan,"
kata Dick menghibur adiknya. "Lagi pula kalau toh terjadi, kau kan bisa memegang
tangan Pak Luffy erat-erat. Pak tua itu takkan bisa membedakan mana petualangan
dan mana kejadian biasa. Dekat dia, kau pasti aman."
"He-apa itu di atas?" tanya George. Ia melihat kuping Timmy tegak, sedang dari
kerongkongannya terdengar suara menggeram.
"Mungkin gembala," kata Julian. Ia menyapa dengan suara riang, "Selamat sore!"
Laki-laki tua yang berdiri di jalan di atas mereka menganggukkan kepala.
Kelihatannya kalau bukan gembala pasti salah seorang pekerja di tempat
pertanian. Orang itu menunggu anak-anak mendaki sampai ke dekat tempatnya
berdiri. "Kalian melihat ada biri-biriku atau tidak di bawah?" tanyanya. "Bertanda silang
merah." "Tidak! Di bawah sama sekali tak ada biri-biri," jawab Julian. "Tapi di bukit
sebelah sana ada beberapa ekor. Kami tadi ke pelataran kereta api. Jadi kalau
ada biri-biri dalam lembah, pasti kami melihatnya."
"Kalian jangan ke sana lagi," kata gembala tua, matanya yang biru pucat menatap
mata Julian. "Tempat itu angker!"
"Kami juga sudah mendengar cerita tentang kereta api hantu," kata Julian sambil
tertawa "Itu kan maksud Anda?"
"Betul! Kereta-kereta aneh, keluar - masuk terowongan," kata gembala itu. "Aku
sering mendengarnya, kalau aku sedang bermalam di atas sini bersama biri-biriku.
Terowongan itu sudah tak dipakai lagi sejak tiga puluh tahun yang lalu, tapi
kereta-kereta itu masih saja keluar - masuk, seperti dulu."
"Dari mana Anda mengetahuinya" Melihat sendiri?" tanya Julian. Tiba-tiba ia
merinding. "Tidak, hanya mendengarnya saja," kata laki-laki tua itu. "Mendesis-desis dan
berdentang-dentang. Tapi peluitnya tidak berbunyi lagi. Pak Sam Kaki Kayu
mengatakan itu kereta api hantu, karena tak ada orang yang menjalankannya. Jadi
jangan ke sana. Tempat itu angker. Menyeramkan!"
Julian melihat wajah Anne ketakutan. Karena itu ia tertawa keras.
"Ah, cuma dongeng saja!" katanya. "Aku tak percaya ada kereta api hantu. Dan
Anda juga tidak percaya, kan" Dick, kau tadi kan membawa teh dalam ranselmu! Yuk
kita cari tempat yang enak untuk bisa makan-makan sambil minum teh. Mau juga,
Pak?" "Tidak, terima kasih," kata laki-laki tua itu sambil melangkah pergi. "Aku harus
menjaga biri-biriku. Mereka selalu keluyuran ke mana-mana, sehingga aku pun
harus ikut-ikut keluyuran. Nah, selamat tinggal dan jangan pergi lagi ke tempat
angker itu." Julian menemukan tempat yang tidak bisa kelihatan dari "tempat angker", dan
mereka pun duduk di situ.
"Semuanya omong kosong," kata Julian. Ia hendak melegakan perasaan Anne. "Soal
itu bisa dengan mudah kita tanyakan besok pada anak laki-laki yang ada di tempat
pertanian tadi. Taruhan itu cuma cerita konyol yang dibikin-bikin oleh pak tua
berkaki satu itu, dan diceritakan pada gembala."
"Kurasa juga begitu," kata Dick. "Kaudengar tadi, Ju - gembala itu sendiri belum
pernah sungguh-sungguh melihat keretanya. Dia hanya mendengar bunyinya ketika
sedang berjalan. Perlu diingat, pada malam hari yang sunyi bunyi-bunyi bisa
terdengar sampai jauh sekali. Dan kurasa yang didengarnya itu cuma bunyi gemuruh
kereta api yang lewat dalam terowongan. Nah, sekarang ada yang lewat. Tanah
terasa bergetar karenanya!"
Keempat remaja itu merasakannya. Rasanya aneh! Akhirnya suara gemuruh itu
lenyap. Mereka makan dan minum sambil memperhatikan Timmy yang sedang sibuk.
Anjing itu mengorek-ngorek sebuah liang kelinci, berusaha masuk ke dalamnya.
Begitu sibuk Timmy menggali, sehingga tanah dan pasir berhamburan mengenai
George serta ketiga saudara-saudaranya. Tapi Timmy tidak bisa dilarang. Ia
seakan-akan menjadi tuli saat itu!
"Jika Timmy tidak kita keluarkan cepat-cepat dari lubang itu, dia akan
terjerumus jauh ke dalam sehingga untuk menariknya ke luar nanti kita harus
memegang ekornya," kata Julian sambil bangkit. "Timmy! TIMMY! Kelinci itu sudah
jauh larinya. Ayo, keluar!"
Untuk mengeluarkannya dari dalam lubang, Julian sampai memerlukan bantuan
George. Timmy kelihatan jengkel. Dipandangnya George dan Julian, seakan-akan
hendak berkata, "Kalian ini bisanya cuma merusak kesenangan orang - eh, anjing!
Kelinci sudah nyaris berhasil kutangkap, tahu-tahu kalian menarikku ke luar!"
Timmy mengguncang-guncang tubuhnya, menghilangkan pasir dan kerikil halus yang
menempel pada bulunya. Setelah itu ia bergerak hendak masuk lagi ke dalam
lubang. Tapi George cepat-cepat menyambar ekornya.
"Tidak, Timmy! Kita pulang sekarang!"
"Rupanya dia ingin mencari kereta api hantu!" kata Dick. Saudara-saudaranya
tertawa mendengar lelucon itu, termasuk Anne.
Mereka berjalan kembali ke perkemahan. Timmy ikut dari belakang. Anjing itu agak
merajuk. Ketika mereka sampai, ternyata Pak Luffy sudah duduk di sana menunggu
mereka. Asap biru mengepul dari pipa yang diisapnya.
"Halo," sapanya sambil menatap mereka. "Aku sudah mulai khawatir, jangan-jangan
kalian tersesat. Tapi kurasa anjing kalian ini pasti akan bisa menemukan jalan
kembali." Timmy menggonggong sekali sambil mengibaskan ekor dengan sopan. Betul, katanya.
Kemudian anjing itu pergi ke ember terpal yang berisi air. Ia hendak minum, tapi
cepat-cepat dicegah Anne.
"Jangan, Timmy! Kau tak boleh minum dari ember yang berisi air untuk mencuci
piring. Air minummu ada di piring kaleng yang di sana itu."
Timmy pergi ke piring yang disediakan khusus untuknya, lalu minum sampai puas.
Anne terlalu rewel, pikirnya. Sementara itu Anne menanyakan pada Pak Luffy,
apakah barangkali ingin makan malam.
"Kami sendiri takkan makan lagi!" kata Anne. "Karena baru saja makan pada saat
minum teh. Tapi jika Anda ingin makan, bisa kubikinkan sebentar, Pak."
"Terima kasih, tapi aku juga sudah kenyang," kata Pak Luffy. "Aku punya kue isi
buah, sengaja kubawakan untuk kalian. Bagaimana jika kue itu saja kita jadikan
makan malam" Aku juga membawa setup sari jeruk.. Pasti sedap rasanya, jika
dicampur dengan air sungai yang sejuk dan segar."
Dick dan Julian mengambil air dingin dari sungai. Sementara itu Anne menyiapkan
piring dan memotong-motong kue.
"Nah - asyik berjalan-jalan tadi?" tanya Pak Luffy.
"Ya," jawab Anne. "Cuma kami tadi berjumpa dengan seorang laki-laki aneh berkaki
satu. Katanya ia pernah melihat kereta api hantu."
"Wah!" kata Pak Luffy sambil tertawa lebar. "Rupanya orang itu bersaudara dengan
seorang anak gadis kenalanku, yang pernah mengira sedang berada di atas gunung
api!" Anne cekikikan. "Aku jangan ditertawakan, tidak enak rasanya," katanya kemudian.
"Tapi sungguh, Pak, laki-laki tua itu penjaga semacam pelataran tempat langsir
yang sudah tidak dipakai lagi sekarang. Dan dia mengatakan jika kereta api hantu
datang, ia langsung memadamkan lilin dan bersembunyi di bawah tempat tidur
Supaya tidak bisa dibawa hantu!"
"Kasihan orang itu," kata Pak Luffy. "Mudah-mudahan saja kau tidak ketakutan
karenanya." "Sebetulnya takut juga," kata Anne terus terang. "Lalu dia melemparkan sebongkah
batubara yang mengenai kening Dick. Besok kami hendak pergi ke tempat pertanian.
Mau menanyakan pada anak laki-laki yang ada di sana, apakah dia juga pernah
mendengar tentang kereta hantu itu! Tadi kami berpapasan dengan seorang gembala
tua. Dia mengatakan pernah mendengar bunyinya. Tapi kalau melihatnya, tidak
pernah." "Wah - kedengarannya sangat menarik," kata Pak Luffy. "Tapi kisah-kisah hebat
seperti itu, penjelasannya umumnya sangat sederhana. Sekarang maukah kau melihat
hasil penemuanku hari ini" Seekor kumbang kecil yang jarang didapat orang."
Pak Luffy membuka sebuah kotak kaleng kecil persegi empat, lalu menunjukkan
seekor kumbang kecil mengilat pada Anne. Kumbang itu sungutnya berwarna hijau
sedang dekat bagian ekor ada bintik berwarna merah menyala. Bagus sekali
kelihatannya. "Ini kan jauh lebih menarik bagiku, daripada
setengah lusin kereta hantu" katanya pada Anne. "Aku takkan terjaga semalaman
karena kereta yang sebenarnya tidak ada! Tapi kalau sudah memikirkan binatang
kini, bisa saja aku tidak bisa tidur."
"Aku tak begitu suka pada kumbang," kata Anne. "Tapi yang ini memang cantik.
Anda memang benar-benar senang sehari penuh mencari dan memperhatikan serangga,
Pak." "0 ya!" jawab Pak Luffy. "Ah, Dick dan Julian sudah datang membawa air dingin.
Nah, sekarang kita bagi-bagikan saja kue ini. He, mana George" Ah, itu dia
sedang menukar sepatu."
Kaki George agak lecet, karena itu ia melekatkan plester ke tumitnya. Ketika
Dick dan Julian kembali ia segera bergabung lagi. Mereka duduk membentuk
lingkaran sambil makan kue. Sementara itu matahari terbenam lambat-lambat di
sebelah barat. "Besok cuaca cerah lagi," kata Julian. "Apa rencana kita?"
"Mula-mula harus ke tempat pertanian dulu," jawab Dick. "Kata istri petani kita
akan diberi roti lagi, jika datang pagi-pagi. Dan kalau bisa, kita juga
memerlukan telur. Hari ini sudah delapan butir yang kita rebus. Jadi, tinggal
satu atau dua butir lagi. Dan aku ingin tahu siapa sebenarnya yang menghabiskan
tomat kita?" "Kita semua," jawab Anne segera. "Kita semua yang rakus."
"Aku juga termasuk," kata Pak Luffy menyesal. "Kalau tidak salah, untuk
sarapanku tadi pagi kau menggorengkan enam butir, Anne."
"Ah, tidak apa," kata Anne. "Biarpun begitu, yang Anda makan belum sebanyak
saudara-saudara ku. Lagi pula, kita kan bisa dengan mudah meminta lagi."
Enak rasanya duduk di situ sambil makan dan minum setup sari jeruk. Mereka semua
sudah capek. Rasanya ingin cepat-cepat saja menyusup ke dalam kantong tidur
masing-masing. Timmy mengangkat kepalanya lalu menguap lebar sekali. Tampak
giginya yang besar berderet-deret.
"Timmy! Tutup mulut!" tukas George. "Aku tadi sampai bisa melihat bagian dalam
ekormu-begitu lebar kau menguap. Jangan ah, kami ikut-ikut menguap jadinya!"
Memang benar - sampai Pak Luffy pun ikut-ikutan. Pak Luffy berdiri.
"Aku tidur saja sekarang," katanya. "Selamat tidur. Besok pagi saja kita
mengatur rencana selanjutnya. Kalau kalian mau, biar aku saja yang menyiapkan
sarapan besok. Aku membawa bekal sardencis beberapa kaleng."
"Wah, terima kasih," kata Anne. "Dan kue ini juga masih tersisa beberapa potong.
Anda kan tidak keberatan jika kita sarapan roti sardencis dengan kue isi buah?"
"Kenapa harus keberatan" Kan hidangan yang pantas,' kata Pak Luffy yang
sementara itu sudah berjalan menuruni lereng menuju kemahnya. "Selamat tidur!"
Anak-anak masih duduk-duduk agak lama di situ. Matahari sudah menghilang di
balik bukit. Angin yang bertiup mulai terasa dingin. Timmy menguap sekali lagi
lebih lebar daripada tadi.
"Ayolah, kita tidur saja sekarang," kata Julian. "Untung tadi malam Timmy tidak
masuk ke kemah kami. Kalau masuk, pasti sakit tubuhku sekarang diinjak-injaknya.
Nah, selamat tidur! Malam ini pasti indah - tapi aku takkan bisa lama-lama
menikmatinya. Dalam sekejap aku pasti akan sudah terlelap nanti!"
Anne dan George masuk ke kemah mereka.
Dengan cepat mereka menyusup masuk ke dalam kantong tidur masing-masing. Sebelum
terlena Anne masih merasakan tanah bergetar sedikit. Ia tahu sekarang, getaran
itu berarti ada kereta api yang sedang meluncur di bawah tanah. Tapi tak
terdengar bunyi gemuruh. Ketika sedang memikirkan keganjilan itu ia tertidur.
Dick dan Julian tidak segera terlena. Merekapun merasakan tanah bergetar.
Karenanya mereka lantas teringat pada pelataran yang tadi.
"Aneh - kereta api hantu," kata Julian mengantuk. "Aku ingin tahu, benarkah
cerita itu atau tidak?"
"Tentu saja tidak! Mana mungkin?" jawab Dick. "Tapi sebaiknya besok pagi-pagi
kita pergi ke tempat pertanian, untuk mengobrol dengan anak laki-laki tadi.
Tempat tinggalnya di sini, jadi mestinya dia tahu keadaan sebenarnya."
"Kurasa sebenarnya Pak Sam Kaki Kayu itu tidak waras otaknya. Ceritanya itu
hanya ada dalam pikirannya saja. Sedang pak gembala tua tadi cepat percaya kalau
mendengar cerita-cerita yang aneh. Biasa, orang dusun!"
"Kurasa pendapatmu benar" kata Dick. Tiba-tiba ia terkejut. "Astaga - apa itu?"
Sesosok tubuh hitam berdiri di celah tempat masuk ke kemah. Terdengar suara
mendengking pelan. "Ah, kau rupanya, Timmy. Mau apa kemari" Pura-pura menjadi kereta hantu ya!"
kata Dick. "Awas kalau kau berani menginjak perutku! Aku akan berteriak keras
seperti harimau, biar kau lari pontang-panting ke bawah bukit. Ayo pergi!"
Timmy menginjak perut Julian. Seketika itu juga Julian berteriak memanggil
George. "GEORGE! Panggil anjingmu ini - dia mencari tempat yang nyaman untuk tidur. Asal
jangan perutku lagi yang diinjak-injaknya!"
Tapi George tidak menjawab. Rupanya sudah tidur. Timmy merasa kedatangannya
dalam kemah itu tidak disenangi. Karenanya ia menghilang lagi, lalu tidur di
bawah kaki George. "Hantu Timmy," gumam Julian sambil mengatur letaknya berbaring dalam kantong
tidur. "Timmy hantu - ah, tidak, maksudku - apa maksudku?"
"Diam!" tukas Dick. "Kau sama saja dengan Timmy! Berisik terus - aku ingin
tidur!" Belum habis berkata, Dick sudah terlelap. Perkemahan menjadi sunyi.
Ketika ada lagi kereta api lewat bergemuruh di bawah tanah, tak seorang pun yang
masih merasakan getarannya. Bahkan Timmy pun tidak!
6. Ke Tempat Pertanian KEESOKAN harinya anak-anak bangun pagi-pagi, bersamaan dengan Pak Luffy. Mereka
sarapan beramai-ramai. Pak Luffy mempunyai peta daerah padang belantara itu.
Sehabis sarapan ia mempelajari peta itu dengan teliti.
"Hari ini kurasa aku akan pergi sehari penuh," katanya kemudian pada Julian,
yang duduk di sampingnya. "Kaulihat lembah kecil itu" Itu yang ada tulisannya
Lembah Crowleg. Ya, betul! Kudengar di lembah itu terdapat beerapa jenis kumbang
yang jarang ditemukan di Inggris. Aku ingin ke sana hari ini. Apa rencana kalian
berempat?" "Bukan berempat tapi berlima," sela George segera. "Anda lupa menghitung Timmy."
"Ah ya, benar juga! Maaf ya, Tim," kata Pak Luffy dengan nada serius. "Yah - apa
yang akan kalian lakukan hari ini?"
"Mula-mula kami akan ke tempat pertanian untuk membeli makanan lagi" kata
Julian. "Sekaligus bertanya pada anak laki-laki di sana itu, apakah dia juga pernah
mendengar kisah tentang kereta api hantu. Kecuali itu juga melihat-lihat
binatang piaraan di sana. Aku senang melihat-lihat tempat pertanian."
"Baiklah!" kata Pak Luffy sambil menyalakan pipa. "Kalian tak perlu khawatir
jika saat senja aku belum pulang. Pada saat berburu kumbang aku sering lupa
waktu." "Anda yakin takkan tersesat?" tanya Anne cemas Menurut perasaannya, Pak Luffy
tak mampu mengurus dirinya dengan benar.
"Pasti! Kalau aku salah jalan, kupingku yang sebelah kanan selalu
memberitahuku," kata Pak Luffy. "Kupingku ini langsung bergerak-gerak."
Anne tertawa melihat telinga kanan Pak Luffy bergerak-gerak.
"Aku kepingin belajar menggerak-gerakkan kuping," katanya. "Aku yakin Anda bisa
mengajarkan. Teman-teman di sekolah pasti ribut, jika aku bisa menggerak-
gerakkan kupingku. Mereka pasti kagum!"
Pak Luffy meringis, lalu bangkit.
"Nah, sampai nanti saja," katanya. "Lebih baik aku cepat-cepat pergi, sebelum
dipaksa Anne untuk mengajarkannya menggerak-gerakkan telinga."
Pak Luffy menuruni lereng, menuju ke kemah. George dan Anne mencuci piring,
sementara Julian dan Dick mengencangkan tali-tali kemah yang agak kendur serta
berbenah. "Apakah tidak apa-apa, jika semuanya kita tinggalkan tanpa dijaga?" tanya Anne.
Ia agak cemas. "Kemarin kan kita tinggalkan begitu juga," kata Dick. " Aku kepingin tahu, siapa
yang akan kemari untuk mencuri barang-barang kita" Tempat ini kan sunyi dan -
sangat terpencil! Atau barangkali kau menyangka akan datang sebuah kereta api
hantu memasukkan barang-barang kita ke bagasinya?"
Anne tertawa geli. "Konyol ah! Maksudku, apakah tidak lebih baik jika Timmy kita suruh menjaga di
sini?" "Meninggalkan Timmy?" George tercengang. "Kau kan tidak menyangka aku akan mau


Lima Sekawan 7 Memburu Kereta Api Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meninggalkan Timmy setiap kali kita pergi, Anne?"
"Aku memang tidak menganggap kau akan mau melakukannya," kata Anne. "Yah, kurasa
memang takkan mungkin ada orang kemari. Tolong lemparkan lap itu, jika kau sudah
selesai mengeringkan barang-barang."
Tak lama kemudian lap-lap sudah bergantungan di semak belukar untuk dikeringkan.
Barang-barang dibereskan dengan rapi ke dalam kemah. Sementara itu Pak Luffy
sudah pergi, sambil berseru mengucapkan selamat tinggal. Kini mereka berlima
siap untuk berangkat ke tempat pertanian.
Anne mengambil sebuah keranjang. Julian diberinya juga sebuah.
"Untuk tempat bahan makanan nanti," katanya. "Sudah siap semua?"
Mereka pun berjalan merintis semak dan rumput padang. Perkiraan Julian kemarin
malam ternyata tepat. Cuaca kembali cerah. Keempat remaja itu merasa bebas dan
bahagia. Mereka sampai di tempat pertanian yang rapi, walaupun kecil. Beberapa orang
laki-laki tampak sedang bekerja di ladang. Tapi menurut Julian, kelihatannya
mereka tidak begitu rajin. Ia mencari anak laki-laki yang kemarin.
Anak itu keluar dari sebuah bangunan, lalu bersiul memanggil mereka.
"Hai! Mau beli telur lagi" Banyak sudah
yang kukumpulkan." Kemudian ia memandang Anne. "Kau kemarin tidak ikut kemari.
Siapa namamu?" "Anne. Dan siapa namamu?"
"Jock," kata anak laki-laki itu sambil tertawa lebar. Anak itu ramah, pikir
Anne. Rambutnya berwarna kuning jagung, bermata biru, sedang air mukanya merah
segar. Kelihatannya seorang anak yang periang.
"Mana ibumu?" tanya Julian. "Bisakah kami mendapatkan roti dan lain-lainnya hari
ini" Kemarin kami makan banyak sekali, jadi persediaan perlu ditambah lagi!"
"Dia sedang sibuk di tempat pemerahan," kata Jock. "Kalian terburu-buru" Kalau
tidak, yuk melihat anak-anak anjingku sebentar."
Mereka ikut dengan Jock ke sebuah bangunan. Di dalamnya ada kotak besar letaknya
menempel ke dinding belakang. Kotak itu diisi jerami. Seekor anjing collie
berbaring di dalamnya, bersama lima anak anjing yang lucu-lucu. Induk anjing itu
menggeram dengan galak ketika melihat Timmy. Timmy langsung mundur teratur,
keluar dari bangunan. Ia sudah pernah berhadapan dengan seekor induk anjing yang
juga galak. Lebih baik mengalah, pikirnya.
Keempat remaja itu gembira melihat anak-anak anjing yang gemuk-gemuk itu. Anne
dengan hati-hati mengambil seekor. Anak anjing itu merapatkan tubuh dalam
pelukan Anne, sambil berbunyi-bunyi pelan.
"Ini anjingmu semua, Jock?" tanya George.
"Ya," jawab Jock bangga. "soalnya, induk mereka milikku. Namanya Biddy."
Mendengar namanya disebut, dengan segera Biddy menegakkan telinga. Ia menatap
Jock dengan matanya yang cerah dan waspada. Jock meremas-remas kepala anjingnya
yang berbulu halus seperti sutra.
"Sudah empat tahun dia kupelihara," katanya. "Dulu ketika kami masih di tempat
pertanian yang bernama Owl Farm, Pak Burrows, petani tua di sana memberikannya
padaku. Waktu itu Biddy umurnya baru delapan minggu."
"Oh, rupanya kalian dulu tinggal di tempat pertanian lain?" tanya Anne. "Jadi
kau sudah selalu tinggal di tempat pertanian" Dasar mujur!"
"Aku baru tinggal di dua buah tempat pertanian," jawab Jock. "Mula-mula di Owl
Farm, lalu pindah kemari. Ketika ayahku meninggal, aku bersama Ibu terpaksa
hidup di kota selama satu tahun. Aku tak senang tinggal di kota. Lega rasanya
ketika kami pindah kemari."
"Tapi kusangka yang di sini itu ayahmu!" kata Dick bingung.
"Betul, tapi ayah tiriku" kata Jock. "Dia bukan petani." Ia memandang
berkeliling, lalu berbicara lagi dengan suara dipelankan. "Dia tak banyak tahu
tentang urusan bertani. Yang memberi tugas pada para pekerja bukan dia, tapi
ibuku. Walau begitu ayah tiriku itu banyak memberi uang pada ibuku agar semua
berjalan lancar. Kami memiliki mesin-mesin modern, serta berbagai peralatan
lain. Kalian mau melihat tempat pemerahan susu" Semua sangat modern di situ.
Ibuku senang bekerja di situ."
Jock mengajak mereka ke tempat pemerahan yang bersih mengilat. Ibunya sedang
bekerja di sana bersama seorang gadis. Ibu Jock tersenyum dan menganggukkan
kepala ketika melihat Julian beserta saudara-saudaranya datang.
"selamat pagi," sapanya riang. "Sudah lapar lagi" Akan kusiapkan bekal banyak-
banyak untuk kalian nanti, jika aku sudah selesai di sini. Bagaimana jika kalian
makan siang di sini, menemani Jock" Selama libur di sini dia selalu kesepian,
karena tak ada teman bermain."
"Yuk, yuk!" seru Anne gembira. "Aku mau! Bisa kan, Ju?"
"Ya," kata abangnya yang paling tua.
"Terima kasih, Bu - Eh - Bu..."
"Namaku Bu Andrews," kata ibu Jock. "Tapi Jock, namanya Jock Robins. Dia anak
suamiku yang pertama seorang petani. Yah - kalau begitu kalian semua makan siang
di sini saja. Akan kuusahakan agar kalian nanti cukup kenyang sehingga seharian
tak perlu makan lagi."
Sedaaap! Keempat remaja itu langsung gembira dan Timmy mengibas-ngibaskan ekor.
Ia suka pada Bu Andrews. "Yuk kuantar kalian melihat-lihat ke seluruh tempat pertanian ini," kata Jock
riang. "Tanahnya tidak begitu luas. tapi kami akan menjadikannya usaha tani
kecil-kecilan yang paling baik di dataran tinggi sini. Ayah tiriku kelihatannya
tidak begitu tertarik pada pekerjaan di pertanian. Tapi ia selalu murah hati.
Ibuku selalu diberinya uang untuk membeli segala macam barang yang diingini."
Menurut keempat remaja itu, mesin-mesin di pertanian itu memang tampak serba
modern. Mereka kagum melihat-lihat segala perlengkapan yang ada.
"Banyak pekerjaan kalian di sini," kata Julian. "Tak kusangka usaha pertanian
sekecil ini memerlukan pekerja begini banyak."
"Mereka bukan pekerja yang baik," kata Jock, sementara keningnya berkerut. "Ibu
sering marah-marah. Mereka sama sekali tak tahu tugas mana yang harus
dikerjakan. Ayah menyewakan tenaga kerja yang banyak untuk menolong Ibu mengurus
usaha pertanian ini. Tapi yang diambilnya selalu yang keliru! Kelihatannya
mereka semua tak menyukai pekerjaan bertani. Dan setiap kali ada kesempatan,
mereka pasti lari ke kota terdekat. Cuma seorang yang baik kerjanya. Tapi ia
sudah tua. Kaulihat orang yang di sana itu" Dialah orang yang kumaksudkan.
Namanya Will." Anak-anak memandang orang itu. Ia sedang bekerja di kebun sayur yang kecil.
Orangnya sudah tua. Mukanya sudah keriput. Hidungnya kecil, sedang matanya biru
cerah. Kelihatannya ramah. "Betul. Tampangnya cocok sebagai pekerja pertanian,"
kata Julian. "Sedang yang lain-lain sama sekali tak bertampang petani."
"Will tidak mau bekerja dengan mereka," kata Jock. "Dia selalu bersikap kasar,
mengata-ngatai mereka cengeng dan geblek!"
"Apa itu-geblek?" tanya Anne.
"Goblok-goblok," kata Dick. Kemudian menghampiri Will. "Selamat pagi," sapa
Dick. "Anda tampaknya sibuk sekali! Di tempat pertanian selalu banyak yang harus
dilakukan, ya?" Pak tua itu menatap Dick sebentar, lalu melanjutkan pekerjaannya. "Banyak yang
harus dilakukan, dan banyak orang yang melakukannya tapi tak banyak yang
selesai" katanya dengan suara parau. "Tak pernah kusangka aku harus bekerja
dengan orang-orang cengeng dan geblek. Sungguh, sama sekali tak kusangka! Sudah
cengeng, geblek lagi!"
"Nah, apa kataku tadi," kata Jock sambil nyengir. "Dia selalu mengata-ngatai
rekan-rekannya dengan kata-kata itu. Karenanya ia sengaja kami pisahkan, kami
biarkan bekerja sendiri. Tapi harus kuakui bahwa ia benar - kebanyakan dari para
pekerja di sini sama sekali tak tahu-menahu tentang pekerjaan di pertanian.
Sayang ayah tirikutak memberikan pekerja-pekerja yang beres, dan bukan mereka
ini." "Mana ayah tirimu?" tanya Julian. Menurut perasaannya, aneh jika uang dihambur-
hamburkan untuk membiayai usaha pertanian yang kecil di padang belantara, lalu
memilih pekerja-pekerja yang tidak tepat.
"Dia pergi hari ini," kata Jock. "Syukur!" tambahnya sambil melirik teman-teman
barunya. "Lho, kenapa?" tanya Dick. "Kau tidak suka padanya?"
"Ah, sebetulnya dia tidak apa-apa," kata Jock. "Cuma bukan petani saja, walau
selalu berlagak seolah-olah kepingin bertani. Dan dia sama sekali tak senang
padaku. Aku berusaha menyukainya, untuk menyenangkan hati ibu. Tapi aku selalu
lega, jika dia pergi."
"Ibumu baik hati," kata George.
"0 ya - ibuku hebat," kata Jock. "Kalian tak bisa membayangkan betapa senang
hati ibuku ketika mendapat tempat pertanian lagi, meskipun kecil-kecilan. Dia
senang sekali ketika bisa mengusahakannya, dengan peralatan yang serba modern."
Mereka sampai di sebuah lumbung yang besar. Pintu lumbung itu terkunci.
"Aku sudah menceritakan sebelumnya, apa yang ada di dalamnya," kata Jock.
"Mobil-mobil truk! Kalau ingin melihat, kalian bisa mengintip dari lubang ini.
Aku tak mengerti mengapa ayah tiriku membeli sebegitu banyak. Mungkin karena
harganya murah. Dia paling gemar membeli barang-barang dengan harga murah, lalu
menjualnya lagi dengan harga mahal. Dia juga bilang truk-truk itu berguna untuk
usaha pertanian, karena bisa dipakai untuk mengangkut hasil usaha kami ke
pasar." "Betul - kau sudah menceritakan semuanya kemarin," kata Dick. "Tapi banyak
sekali truk di dalam, jika hanya untuk itu saja!"
"Memang! Kurasa juga bukan dibeli untuk keperluan usaha pertanian, melainkan
hanya ditimbun di sini sampai harganya naik," kata Jock sambil merendahkan
suara. "Dengan begitu dia akan banyak menarik untung! Tapi aku diam saja, selama
Ibu mendapat semua yang diperlukannya untuk pertanian. Soal kecurigaanku itu
takkan kuceritakan padanya!"
Anak-anak sangat tertarik mendengar penuturan Jock. Mereka ingin sekali melihat
Pak Andrews. Menurut perkiraan mereka, orangnya pasti aneh. Anne berusaha
membayangkan tampangnya. Pasti tinggi besar, dengan kening berkerut terus,
pikirnya. Menyeramkan dan tidak sabaran. Dan - pasti tak suka pada anak-anak.
Orang seperti dia tak pernah senang pada anak-anak
Pagi itu mereka asyik melihat-lihat pertanian kecil itu. Kemudian mereka kembali
menjenguk Biddy serta kelima anak anjingnya. sementara itu Timmy menunggu di
luar dengan sabar. Ekornya terkulai ke bawah. Timmy tak senang jika George
terlalu besar perhatiannya pada anjing-anjing lain. Tiba-tiba terdengar bunyi
lonceng yang nyaring. "Nah, saat makan! Bagus!" kata Jock. "Lebih baik kita mencuci tangan dulu,
karena pasti kotor. Mudah-mudahan kalian sudah lapar semua, karena kurasa pasti
Ibu menyiapkan hidangan yang enak untuk kita."
"Aku sudah sangat lapar," kata Anne. "Rasanya sudah lama sekali kita tidak makan, sejak sarapan tadi pagi. Aku sudah nyaris lupa
bagaimana rasanya." Semua merasa seperti Anne. Mereka berbondong-bondong masuk ke rumah. Bu Andrews
ada di kamar mandi, sedang meletakkan handuk bersih untuk mengeringkan tangan.
"Bagus kamar mandi kami ya?" tanyanya. "suamiku yang menyuruh agar dibuatkan
untukku. Baru sekali ini aku mempunyai kamar mandi sebagus ini."
Kamar mandi itu terletak di tingkat atas. Bau masakan yang sedap menghambur dari
bawah dari arah dapur. " Ayo, cepat!" kata Jock sambil menyambar sabun. "Sebentar lagi kami turun, Bu!"
Dan beberapa saat kemudian mereka sudah siap di kamar makan. Tak seorang pun
yang mau lama-lama mencuci tangan, karena hidangan makan siang yang serba nikmat
sudah menunggu di bawah! 7. Pak Andrews Pulang MEREKA duduk menghadapi meja makan. Bu Andrews telah menyiapkan banyak hidangan
untuk makan siang. Sukar rasanya memilih.
"Ambil saja semua sedikit-sedikit," kata Bu Andrews menganjurkan. "Misalnya yang
ini dulu - setelah itu cicip yang lain. Inilah enaknya hidup di tempat pertanian
- bisa makan banyak-banyak."
Anak-anak makan dengan lahap.
"Belum pernah aku makan seenak sekarang," kata Anne kemudian. "Sebetulnya masih
kepingin, tapi tak ada tempat lagi dalam perut. Benar-benar enak, Bu Andrews."
"Hebat," kata Dick. Timmy juga ikut-ikut menyatakan kepuasannya. Tentu saja
dengan jalan menggonggong! Ia mendapat bagian tulang-tulang yang masih banyak
dagingnya, ditambah dengan biskuit dan kuah daging. semua ditumpukkan tinggi-
tinggi dalam piring yang khusus untuknya. Timmy makan sampai piring licin
tandas. Masih belum cukup juga, piring yang sudah bersih itu dijilatnya sampai
mengilat. Sekarang Timmy mengantuk. Rasanya ingin tidur-tiduran sambil berjenlur
di bawah sinar matahari. Tanpa kesibukan lain sepanjang hari.
Anak-anak merasa seperti itu juga. Ibu Andrews menyodorkan cokelat masing-masing
sepotong, lalu menyuruh mereka ke luar.
"Kalian beristirahat saja sekarang," katanya. "Mengobrol dengan Jock. Dalam
liburan ini dia tidak begitu banyak bergaul, karena tidak ada teman-teman
sebaya. Kalau kalian mau, tinggal saja di sini sampai saat minum teh."
"Wah, terima kasih," kata keempat tamu remaja itu. Padahal menurut perasaan
mereka saat itu, sepotong biskuit saja pasti takkan bisa lagi masuk ke perut.
Tapi di tempat pertanian itu menyenangkan. Karenanya mereka ingin tinggal di
situ selama mungkin. "Bolehkah kami meminjam seekor anak anjing?" tanya Anne.
"Boleh saja, jika Biddy tidak keberatan," kata Bu Andrews sambil membereskan
meja makan. "Dan jika Timmy nanti tidak menggigitnya!"
"Timmy takkan berbuat seperti itu!" kata George segera. " Ambillah anak anjing
itu, Anne. Kita mencari tempat yang nyaman, yang disinari matahari."
Anne pergi mengambil seekor anak Biddy. Induk anjing itu tampaknya sama sekali
tak keberatan. Anne menggendong anjing kecil yang berbadan gemuk. Ia kembali
dengan perasaan bahagia. Sementara itu saudara-saudaranya sudah menemukan tempat
yang enak. Mereka bersandar ke timbunan jerami, sementara sinar matahari
menghangatkan tubuh. "Orang-orangmu kelihatannya juga istirahat makan siang," kata Julian, karena tak
melihat seorang pekerja pun di sekitar tempat itu.
Jock mendengus. "Mereka semua pemalas," katanya. "Kalau aku jadi ayah tiriku,
sudah lama mereka kupecat! Ibu sudah menceritakan padanya bahwa pekerjaan mereka
tidak baik, tapi ayah tirikutak mengatakan apa-apa pada mereka. Aku sudah tidak
mau ambil pusing lagi. Bukan aku yang menggaji mereka. Jika mereka anak buahku
semua sudah kupecat!"
"Coba kita tanyakan pada Jock tentang kereta api hantu," kata George sambil
mengelus-elus telinga Timmy. "Enak rasanya mengobrol tentang hal itu."
"Kereta hantu" Apa itu?" tanya Jock. Matanya terbelalak karena heran. "Aku belum
pernah mendengarnya!"
"sungguh?" tanya Dick. "Kan kau tinggal tidak jauh dari situ, Jock!"
"Ceritakan dong!" desak Jock. "Kereta api hantu - tidak, aku belum pernah
mendengar tentangnya."
"Yah, kami ceritakan saja apa yang kami ketahui," kata Julian. "sebenarnya kami
sangka kau akan bisa banyak bercerita mengenainya, jauh lebih banyak dari yang
sudah kami ketahui "
Julian mulai bercerita tentang kunjungan ke pelataran tempat gerbong yang sudah
tidak dipakai lagi, lalu mengenai Pak Sam Kaki Kayu serta tingkah lakunya yang
aneh. Jock mendengarkan dengan asyik.
"Wah, sayang aku tidak ikut dengan kalian. Bagaimana jika kita ke sana lagi
beramai-ramai?" ajaknya bersemangat. "Benar-benar hebat pengalaman kalian itu!
Aku sendiri belum pernah mengalami kejadian seru. Bagaimana dengan kalian?"
Julian berpandang-pandangan dengan ketiga saudaranya. Timmy menatap George.
Kejadian seru" Wah sudah begitu sering mereka mengalaminya.
"Ya, sudah sering kami mengalami kejadian yang menegangkan. Benar-benar
petualangan," kata Dick. "Kami sudah pernah terkurung dalam ruang bawah tanah,
tersesat dalam gua, menemukan lorong-lorong rahasia, mencari harta karun - Wah,
pokoknya sudah sering kami mengalami kejadian-kejadian serupa itu! Tak bisa
diceritakan dalam waktu singkat!"
Ya - Jock tidak semujur kalian. Kalian bisa membaca ceritanya yang sudah
dibukukan! Meski begitu ia tetap berkeras minta diceritakan.
"Ayo, ceritakan dong!" katanya bergairah. "Kalian semua mengalami kejadian-
kejadian itu. Juga Anne yang kecil ini?"
"Ya, kami semua bersama-sama mengalaminya," kata George. "Timmy juga ikut.
Sering kali dia menyelamatkan kami dari bahaya. Betul, kan, Tim?"
Timmy menggonggong-gonggong dengan gembira. Ekornya memukul-mukul tumpukan
jerami. Keempat remaja itu mulai bercerita tentang berbagai pengalaman mereka. Jock
mendengarkan dengan asyik. Matanya terbelalak, dan setiap kali kisah sampai pada
bagian yang tegang, air mukanya menjadi merah padam karena ikut merasakan
ketegangan itu. "Astaga!" katanya ketika anak-anak selesai berkisah. "Belum pernah kudengar
cerita-cerita yang begitu seru. Kalian benar-benar mujur! Tak henti-hentinya
mengalami petualangan. He - mungkinkah dalam liburan ini kalian akan
mengalaminya lagi?" Julian tertawa. "Kurasa tidak," katanya. "Kejadian apa yang mungkin bisa dialami
di padang belantara yang sunyi seperti di sini" Kau sendiri sudah tinggal di


Lima Sekawan 7 Memburu Kereta Api Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sini selama tiga tahun. Dan sekali pun kau belum pernah mengalami kejadian yang
seru." Jock mengeluh. "Memang betul." Tapi kemudian matanya berseri-seri lagi "Tapi - bagaimana dengan
kereta api hantu yang baru saja kalian ceritakan" Mungkin kalian akan mengalami
petualangan seru dengannya!"
" Ah - lebih baik jangan," kata Anne ketakutan. "Aku ngeri jika harus mengalami
kejadian yang menyangkut kereta-kereta hantu."
"Aku ingin ikut dengan kalian ke kereta api yang sudah tak terpakai lagi itu,"
kata Jock amat ingin. "Aku ingin melihat orang yang namanya Pak Sam Kaki Kayu!
Untukku itu saja sudah merupakan pengalaman - bicara dengan orang yang aneh
seperti dia, sambil bertanya-tanya pada diri sendiri apakah dia tidak akan
sekonyong-konyong melempari kita dengan batubara! Kalau kalian ke sana lagi, aku
diajak ya!" "Yah - aku tidak tahu apakah kami masih mau ke sana lagi," kata Julian.
"Soalnya, kisah pak tua itu sebenarnya merupakan hasil khayalannya belaka. Cuma
seorang penjaga tua yang terganggu kewarasan otaknya, karena terlalu lama hidup
seorang diri. Menjaga pelataran kereta api yang tak pernah didatangi orang lagi.
Kurasa ia masih terkenang pada kereta-kereta api yang dulu sering hilir-mudik di
situ, sebelum lintasan itu ditinggalkan."
"Tapi gembala tua itu ceritanya sama seperti Sam," kata Jock. "He - bagaimana
jika kita ke sana pada suatu malam, untuk menunggu kalau-kalau kereta api hantu
itu benar-benar datang?"
"JANGAN!" seru Anne ketakutan.
"Kau tak perlu ikut," kata Jock. "Hanya anak laki-laki saja. Jadi kami bertiga."
"Aku juga ikut," kata George segera. "Aku tak kalah dengan anak laki-laki mana
pun, dan aku tak mau ditinggal. Dan Timmy juga ikut!"
"Aduh, jangan menyusun rencana yang seram-seram" kata Anne. Kasihan, ia
ketakutan! "Kalau kalian begini terus, nanti benar-benar akan terjadi pengalaman
seram!" Tapi tak ada yang mengacuhkannya. Julian memandang wajah Jock. Muka anak itu
merah karena gairah. "Yah," katanya kemudian. "Jika kami ke sana lagi, sebelumnya kami akan
memberitahumu. Dan jika kami ternyata berniat akan menunggu kereta api hantu,
kau akan kami ajak ikut!"
Jock gembira sekali. "Kau benar-benar baik hati," katanya. "Terima kasih banyak! Wah, kereta api
hantu! Eh, bagaimana jika kita nanti ternyata benar-benar melihatnya" siapakah
yang menjadi masinisnya" Dan dari mana munculnya?"
"Menurut cerita Pak Sam dari terowongan," jawab Dick. "Tapi aku tak tahu
bagaimana kita akan bisa melihatnya, kecuali mendengar bunyinya. soalnya kereta
itu hanya muncul di tengah malam. Belum pernah siang! Juga apabila kita ada di
situ, takkan banyak yang akan bisa kita lihat."
Jock amat tertarik, sehingga hanya hal itu saja yang ia bicarakan sepanjang
siang. Akhirnya Anne bosan, lalu tidur dengan anak anjing dalam pelukannya.
Timmy melingkar di dekat George, lalu tertidur pula. Sebetulnya ia ingin jalan-
jalan. Tapi rasanya tak ada harapan, selama obrolan mengenai hantu masih
berlangsung terus. Tahu-tahu sudah tiba saat minum teh. Jock tercengang, ketika
tiba-tiba lonceng berbunyi.
"Wah, tahu-tahu sudah sore!" katanya. "Asyik rasanya siang ini, mengobrol
tentang kejadian-kejadian seru. Jika kalian tidak cepat-cepat mengambil
keputusan tentang kereta api hantu itu, aku nanti akan pergi sendiri saja! Aku
akan bahagia sekali jika bisa mengalami kejadian seru seperti petualangan
kalian." Anne agak susah juga dibangunkan, karena tidurnya nyenyak sekali. Kemudian
mereka masuk ke rumah untuk minum teh, sebelumnya Anne mengembalikan anak anjing
yang dipinjamnya dari Biddy. Biddy senang melihat anaknya dikembalikan, lalu
menjilat-jilat anak anjing itu dengan penuh sayang. Julian tercengang karena
ternyata ia sudah merasa lapar lagi.
"Wah, kusangkatadi aku takkan merasa lapar lagi selama seminggu," katanya sambil
duduk. "Tapi ternyata sekarang perutku sudah minta diisi kembali. Aduh hidangan
teh ini enak-enak semuanya, Bu Andrews. Jock memang benar-benar beruntung,
selalu bisa menikmati hidangan yang serba sedap!"
"Ah - sayang aku terlalu banyak makan tadi siang," keluh Anne. "Rasanya sekarang
tidak lapar. Padahal kepingin makan lagi!"
Bu Andrews tertawa mendengarnya "Makan saja sebisamu, nanti akan kubekalkan pula
untuk dibawa pulang ke perkemahan kalian," katanya. Disebutkannya apa-apa saja
yang akan dibekalkannya nanti.
"Aduh terima kasih," kata Julian. "Dengan makanan sebanyak itu pasti beres
makanan kami untuk besok! Anda pintar memasak, Bu. Kepingin rasanya tinggal di
tempat pertanian ini."
Saat itu terdengar bunyi mobil memasuki pekarangan. Bu Andrews memandang ke
luar. "Pak Andrews pulang," katanya. "suamiku, dan ayah tiri Jock."
Menurut perasaan Julian, Bu Andrews tampak agak waswas. Mungkin Pak Andrews tak
suka pada anak-anak, dan karenanya tak senang melihat mereka duduk mengelilingi
meja makan pada saat ia pulang dalam keadaan capek.
"Apakah lebih baik kami pergi saja sekarang, Bu?" tanyanya sopan. "Mungkin Pak
Andrews ingin makan dulu dengan tenang sedang saat ini kami kan berkerumun di
sini!" Tapi ibu Jock menggelengkan kepala.
"Tidak - kalian tinggal saja di sini. Hidangan teh untuk suamiku akan kusajikan
di ruangan lain jika ia menginginkannya."
Saat itu Pak Andrews masuk. Ternyata tampangnya tidak seperti yang dibayangkan
oleh Anne. Orangnya pendek, bertubuh kerempeng, dan berambut cokelat kusam.
Mukanya tidak kelihatan galak, malah sebaliknya menunjukkan sifat lembek.
Hidungnya tampak terlalu besar. Ia kelihatannya repot sekali dan cepat marah. Ia
tertegun ketika melihat Julian beserta saudara-saudaranya duduk mengelilingi
meja. "Halo" sapa Bu Andrews. "Hari ini teman-teman Jock berkunjung kemari. Kau mau
minum teh di kamarmu saja" Bisa kuantarkan dengan baki ke sana."
"Yah, mungkin lebih baik begitu," kata Pak Andrews sambil tersenyum lesu. "Hari
ini aku sibuk sekali, sehingga hanya sedikit makanku tadi."
"Akan segera kuantarkan makanan ke kamarmu," kata istrinya. "Sementara itu kau
mandi saja dulu." Pak Andrews keluar lagi. Anne tercengang. Ternyata ayah tiri Jock kecil, dan
kelihatannya agak tolol! Padahal menurut sangkaannya tentu bertubuh tinggi
besar. Kuat dan pintar, biasa melakukan berbagai kegiatan usaha yang hebat-hebat
dan banyak uangnya. Yah, rupanya Pak Andrews lebih pintar dari kesan yang
diperlihatkannya! Kalau tidak, masa ia bisa memberi uang begitu banyak pada Bu
Andrews, untuk membeli segala perlengkapan usaha pertanian yang diperlukan.
Bu Andrews sibuk mempersiapkan makan sore untuk suaminya. sementara itu Pak
Andrews membersihkan badan di kamar mandi. Terdengar suara air. Kemudian ia
turun dan menjengukkan kepala di ambang pintu.
"Makananku sudah siap?" tanyanya. "Nah, Koci - asyik hari ini?"
"Ya," jawab Jock. Sementara itu Bu Andrews sudah siap dengan hidangan untuk
suaminya. Pak Andrews menerima baki yang disodorkan, lalu berpaling hendak pergi
lagi. Tapi Jock belum selesai bicara. "Kami melihat-lihat pertanian sepanjang
pagi - lalu siangnya kami mengobrol panjang - lebar. 0 ya - tahukah Anda tentang
kereta api hantu?" Saat itu Pak Andrews sudah melangkahkan kaki ke luar. Tapi begitu mendengar
pertanyaan anak tirinya, ia tertegun.
"Kereta api hantu?" tanyanya. "Apa maksudmu?"
"Kata Julian, agak jauh dari sini ada pelataran kereta api yang sudah tidak
dipakai lagi," kata Jock. "Dan di tempat itu kabarnya ada kereta api hantu. Pada
malam hari yang gelap, kereta itu muncul dari terowongan yang ada di sana."
Pak Andrews berdiri terpaku di ambang pintu. Matanya tak berkedip menatap anak
Pedang Langit Dan Golok Naga 7 Pendekar Pulau Neraka 08 Pesanggrahan Goa Larangan Iblis Pemenggal Kepala 2
^