Pencarian

Rahasia Di Pulau Kirrin 2

Lima Sekawan 6 Rahasia Di Pulau Kirrin Bagian 2


seperti anak kecil! Sekarang uruslah dirimu sendiri - dan Timmy harus selalu ada
di sampingmu!" "Kalau mengenai soal itu Ayah tak perlu mengingat-ingatnya," kata George. "Timmy
takkan menjauh dari sisinya. Kau menjaga Ayah, ya Tim" Kau mengerti kan
maksudku?" Timmy menggonggong satu kali. Kedengarannya bersungguh-sungguh. Ia ikut ke
perahu tapi tidak ikut naik seperti biasanya. Anjing itu berdiri mendampingi
Paman Quentin memperhatikan perahu bergerak semakin jauh.
"Selamat tinggal, Timmy!" seru George. Suaranya agak aneh seolah-olah dipaksakan
terdengar gagah "Hati-hati, ya!"
Paman Quentin melambai-lambai, sedang Timmy mengibas-ngibaskan ekor. George
meraih satu dayung dari tangan Dick, lalu mulai mendayung dengan bersemangat.
Mukanya merah karena mengerahkan tenaga sekuat-kuatnya.
Julian geli melihat George. Ia terpaksa ikut bekerja keras mengikuti kecepatan
George mengayuhkan dayungnya ke dalam air. Tapi Julian diam saja. Ia tahu George
mendayung dengan bersemangat untuk menyembunyikan kesedihan hatinya. George
memang aneh anaknya! Semuanya tidak pernah setengah-setengah - sangat gembira,
atau sedih sekali. George tidak menyukai sikap biasa.
Semua ribut bercakap-cakap supaya George menyangka mereka tak melihat
kesedihannya karena harus berpisah dari Timmy. Dan tentu saja percakapan mereka
mengenai orang tak dikenal yang ada di pulau. Rasanya misterius bagaimana
mungkin orang itu tiba-tiba saja datang di situ.
"Bagaimana caranya ia bisa sampai di sana" Kurasa pasti bukan diantarkan oleh
salah seorang nelayan," kata Dick. "Ke sananya pasti pada waktu malam - dan aku
sangsi ada orang selain George yang hafal jalan ke sana dalam gelap. Kurasa
bahkan untuk mencobanya saja, pasti tak ada yang berani! Batu-batu karang ini
letaknya seling merapat dan dekat sekali ke permukaan air. Salah arah sedikit
saja, pasti bocor lunas perahu melanggarnya!"
"Dan tak mungkin ada yang sanggup berenang sampai ke pulau," kata Anne "Jaraknya
terlalu jauh, sedang ombak di dekat-dekat batu sini terlampau ganas. Aku terus
terang saja agak sangsi, benarkah ada orang di pulau. Mungkin puntung rokok tadi
sudah lama ada di sana."
Tapi kelihatannya masih baru," sanggah Julian "Yah. yang membingungkan bagiku -
bagaimana mungkin ada orang bisa ke sana?"
Julian merenung, menebak-nebak berbagai kemungkinan. Sekonyong-konyong ia
berseru sehingga saudara-saudaranya kaget dan memandangnya.
"Terbayang satu kemungkinan yang bisa terjadi - mungkin saja orang terjun dengan
payung dari pesawat terbang yang melintas di atas pulau! Kemarin malam aku
memang mendengar bunyi menderum - ya betul! Pasti yang kudengar itu suara
pesawat terbang! Mungkinkah ada orang yang kemudian terjun dengan payung ke
pulau?" "Hal itu mudah sekali," kata Dick. "Kurasa kau menemukan penjelasannya. Ju!
Hebatl Tapi - kalau begitu yang melakukannya pasti sudah bertekad bulat! Berani
terjun ke pulau sekecil itu dan pada malam yang gelap lagi!"
Bertekad bulat! Kedengarannya gawat juga Anne merinding.
"Untung Tim ada di sana sekarang," katanya. Yang lain-lain sependapat dengannya
- termasuk George! Bab 12 PETA KUNO BERPERAN LAGI
KETIKA mereka kembali di rumah jam baru sekitar setengah dua. Soalnya mereka
cepat makan siang lagi pula tidak lama-lama tinggal di pulau. Joanna tercengang
melihat mereka sudah kembali.
"Loh, kalian sudah ada di sini lagi," katanya. "Mudah-mudahan tidak ingin makan
lagi karena saat ini tidak ada apa-apa di rumah. Aku masih harus ke tukang
daging dulu!" "Ah, tidak - kami tadi sudah piknik," kata majikannya. "Untung saja banyak bekal
yang kami bawa karena setengahnya habis dimakan ayah George! Sup enak yang kita
buatkan untuknya ternyata sama sekali belum di sentuhnya. Tentu saja sekarang
sudah basi!" "Ah, kaum pria sama repotnya seperti anak-anak!" kata Joanna.
"Anda kira kami akan membiarkan sup Anda yang enak menjadi basi, Joanna?" kata
George memprotes. "Anda kan tahu sendiri, mungkin kami akan sudah habis
melahapnya - Sebelum diizinkan."
"Memang - aku pun tak menuduh kalian berempat menyia-siakan makanan," kata
Joanna. "Kalian memang selalu makan dengan baik. Tapi mana Timmy?"
"Ia kutinggalkan di pulau untuk menemani Ayah," kata George. Joanna memandangnya
dengan tercengang karena ia tahu betapa sayang George pada anjingnya itu.
"Kau memang anak yang sangat baik," kata Joanna. "Tapi hanya kadang-kadang saja!
Nah - kalau kalian masih lapar, cobalah lihat sendiri dalam kaleng biskuit. Tadi
pagi aku membuatkan biskuit jahe yang kalian gemari. Ambillah sendiri kalau
mau!" Joanna memang selalu begitu! Kalau menurut perkiraannya ada yang perasaannya
sedang tidak enak, maka ia selalu menawarkan makanan buatannya yang paling enak
dan yang baru dibikin. George pergi mengambil biskuit.
"Kau memang baik hati, Joanna," kata Bibi Fanny. "Aku merasa bersyukur bahwa
Timmy kami tinggalkan di sana. Sekarang perasaanku agak lega tentang keselamatan
ayah George." "Apa yang kita lakukan slang ini?" tanya Dick sambil mengunyah biskuit.
"Ya - apa enaknya yang akan kita lakukan?" kata Julian.
"Menyelidiki lorong di tambang batu," kata George. Julian melirik ke luar
jendela. "Sebentar lagi hujan," katanya "Kurasa tidak akan mudah bagi kita nanti turun
dan naik lagi di lereng yang terjal itu jika tanah di situ basah. Tidak! Kita
tunggu saja sampat hari yang cerah."
"Aku tahu apa yang bisa kita lakukan," kata Anne tiba-tiba. Kalian masih ingat
pada peta Puri Kirrin yang dulu kita temukan dalam sebuah kotak" Di peta itu
tertera denah ruangan-ruangan bawah tanah lantai dasar serta tingkat sebelah
atas. Bagaimana jika kita sekarang menelitinya" Karena sekarang kita mengetahui
bahwa di pun itu ada tempat tersembunyi yang lain mestinya kita akan bisa
menemukannya dalam peta. Pasti tertera di situ - cuma kita mungkin tidak
melihatnya saja dulu!"
Saudara-saudaranya memandang Anne dengan gembira.
"Bagus sekali idemu itu Anne," kata Julian memuji sehingga Anne berseri-seri
karena gembira. "Benar-benar ide yang bagus. Kesibukan yang sesuai untuk
dilakukan pada waktu siang jika hujan turun. Mana peta itu" Tentunya kausimpan
di suatu tempat yang aman ya George!"
"Memang," kata George. "Masih terselip dalam kotak kayu yang tua itu, di balik
kaleng pelapisnya. Kuambil saja sebentar."
George pergi ke atas, lalu kembali dengan pete yang dimaksudkan. Peta itu
terbuat dari kertas kulit yang tebal. Warnanya sudah kekuning-kuningan karena
tua. George meletakkan peta itu di atas meja. Saudara-saudaranya langsung
mengerubungi." "Kalian masih ingat, kita asyik sekali ketika menemukan peti itu?" kata Dick.
"Ya, tapi kita tidak langsung berhasil membukanya," sambung George. "Karena itu
lalu kita lemparkan dari jendela tingkat atas ke tanah, karena mengharapkan
kotak ini akan pecah."
"Tapi bunyinya yang berisik ketika jatuh di tanah membangunkan Paman Quentin,"
kata Anne sambil cekikikan. "Lalu ia keluar dan merampas kotak ini. Ia tidak mau
mengembalikannya pada kita."
Betul! Dan Julian terpaksa menunggu sampat Paman tertidur, sebelum bisa
menyelinap ke dalam untuk mengambil kotak dan melihat apa isinya!" kata Dick
mengakhiri kenangan pada peristiwa waktu itu. "Ternyata kita menemukan peta ini.
Begitu sibuk kita menelitinya dulu!"
Dan kini mereka meneliti peta itu lagi. Peta itu terdiri dan tiga bagian.
seperti yang dikatakan oleh Anne. Satu denah ruangan bawah tanah lalu denah
lantai dasar dan yang satu lagi denah tingkat yang paling atas.
"Tak ada gunanya memperhatikan denah bagian teratas," kata Dick Di situ semuanya
sudah runtuh. Boleh dikatakan tak ada yang masih utuh, kecuali menara yang
satu." "He!" kata Julian tiba-tiba sementara jarinya menunjuk suatu tempat tertentu di
peta. "Kalian masih ingat, jalan masuk ke ruang bawah tanah ada dua! Jalan yang
satu rasanya berada di sekitar bilik batu yang sempit - sedang yang satu lagi
sudah kita temukan! Nah - jalan yang satu lagi itu bukankah kita tidak pernah
menemukannya?" "Memang betul!" kata George bersemangat. Didorongnya jari Julian yang tertempel
ke peta "Lihatlah! Di sini di gambar anak tangga - tempatnya kurang lebih di
bilik batu. Jadi mestinya di situ ada jalan masuk ke ruang di bawah tanah! Dan
ini ada sederetan anak tangga lagi - ini yang kita temukan. dekat sumur!"
"Aku masih ingat kita waktu itu sudah setengah mati mencari jalan masuk yang ada
di bilik batu," kata Dick. "Kita sudah mengikis tumbuh-tumbuhan yang ada pada
setiap bongkah batu Tapi akhirnya kita menyerah. Jalan yang satu lagi sudah kita
temukan - karenanya yang ini kita lupakan."
"Dan kurasa Ayah kini berhasil menemukan jalan masuk itu!" kata George. Ia
merasa menang "Rupanya jalan masuk itu menuju ke bawah tanah. Dan peta ini tak
bisa kupastikan apakah tembus ke ruangan bawah tanah atau tidak! Gambarnya di
sini agak guram. Tapi jelas di sini ada jalan masuk - dengan tangga batu menuju
ke suatu tempat. Lihatlah dan tangga ini digambarkan semacam lorong atau gang.
Entah ke mana arahnya - karena sangat kabur."
"Kurasa pasti menuju ke ruangan bawah tanah," kata Julian. "Kita dulu kan tidak
sampai menjelajahi keseluruhannya - karena tempat itu begitu luas dan
menyeramkan. Kalau waktu itu kita memeriksa ke seluruh ruangan, mungkin kita
jumpai tangga batu yang menuju ke salah satu tempat dekat bilik kecil yang di
tingkat dasar. Tapi mungkin pula lorong itu sudah menjadi puing sekarang."
"Ah, tak mungkin," kata George. "Aku yakin sekali, itulah jalan masuk yang
ditemukan Ayah. Dan bisa kusebutkan pula bukti keyakinanku itu."
"Apa maksudmu?" tanya saudara-saudaranya.
"Kalian masih ingat ketika untuk pertama kalinya kita menjenguk Ayah?" kata
George lagi. "Kita tidak diizinkannya terlalu lama ada di pulau. Ia bahkan
mengantarkan kita kembali ke perahu. Lalu kita berusaha melihat ke mana ia
pergi. Tapi tidak bisa! Namun, kata Dick waktu itu ia melihat burung-burung
gagak tiba-tiba terbang beramai-ramai, seakan-akan ada yang tiba-tiba mengganggu
mereka. Ia juga bertanya-tanya mungkinkah Ayah pergi ke arah itu."
Julian bersiul kagum. "Ya! Burung-burung itu sarangnya di atas menara yang letaknya dekat bilik kecil.
Dan kalau ada orang masuk ke bilik itu burung-burung itu pasti akan merasa
diganggu. Kurasa pendapatmu benar, George."
"Selama ini aku benar-benar bingung, tak bisa menebak di mana Paman Quentin
bekerja," kata Dick. "Aku tak mampu memecahkan rahasia itu. Tapi sekarang kurasa
kita sudah berhasil menemukannya!"
"Aku ingin tahu, bagaimana Ayah bisa menemukan tempat persembunyian itu," kata
George sambil berpikir-pikir. "Aku masih tetap baranggapan Ayah jahat. karena
tak mau menceritakannya padaku."
"Mestinya ada alasannya berbuat begitu," kata Dick. "Kau jangan mulai merajuk
lagi sekarang!" "Tidak, aku tidak merajuk," kata George. "Aku hanya merasa heran. Kepingin
rasanya pergi dengan perahu ke sana sekarang, lalu mengadakan penyelidikan!"
"Ya - kurasa sekarang kita pasti akan berhasil menemukan jalan masuk itu,"
sambung Dick. "Ayahmu pasti meninggalkan tanda di tempat itu - misalnya
sebongkah batu yang lebih bersih dan batu-batu di sekelilingnya - atau rumput-
rumput liar yang dibersihkan. Pokoknya salah satu tanda semacam itu."
"Menurut pendapat kalian mungkinkah musuh tak dikenal yang ada di pulau itu
mengetahui tempat persembunyian Paman?" tanya Anne sekonyong-konyong. "Aduh
mudah-mudahan saja tidak tahu! Kalau sampai tahu, Paman akan bisa dengan mudah
dikurungnya di bawah tanah!"
"Ah, orang itu ke pulau bukan untuk mengurung Paman - tapi untuk mencuri atau
menyelidiki rahasia penemuannya," kata Julian "Untung saja Timmy menemani Paman
di sana. Timmy mampu melawan musuh sampai sepuluh orang!"
"Tapi tak mungkin jika mereka bersenjata api," kata George dengan ngeri. Anak-
anak terdiam. Tidak enak rasanya membayangkan Timmy diancam dengan pistol. Hal
seperti itu sudah pernah dialami dalam petualangan mereka sebelumnya. Mereka
ngeri membayangkan kejadian itu berulang kembali.
"Ah, tak ada gunanya memikirkan soal-soal seperti itu," kata Dick sambil
bangkit. Kita asyik selama setengah jam tadi. Kurasa kita sudah berhasil
memecahkan rahasia tempat persembunyian Paman. Tapi kepastiannya baru akan kita
peroleh jika ayahmu sudah menyelesaikan percobaannya, George. Kalau ia sudah
meninggalkan pulau barulah kita bisa ke sana dan mulai menyelidiki."
"Masih hujan," kata Anne sambil memandang ke luar "Tapi langit sudah agak cerah.
Kelihatannya sebentar lagi matahari akan muncul dari balik awan. Kita jalan-
jalan yuk!" "Aku akan pergi ke pondok pengawas pantai," kata George dengan segera. "Aku
ingin meminjam teropong pengawas pantai," kata George dengan segera. "Aku ingin
meminjam teropongnya. barangkali saja aku bisa melihat Timmy sekilas."
"Pakai saja teropong ayahmu," kata Julian menyarankan. Kau kan bisa melihat dari
tingkat paling atas di rumah ini."
"Betul juga katamu," kata George. Terima kasih atas saranmu itu."
George mengambil teropong yang tergantung di serambi dalam yang di depan lalu
lari ke tingkat teratas. Tapi dengan segera ia kembali lagi. George nampak
kecewa. Rumah ini kurang tinggi!" katanya. "Hanya sedikit saja yang nampak dari Pulau
Kirrin. Kalau bilik kaca di puncak menara memang kelihatan - tapi dengan
teropong pengawas pantai nampak lebih jelas. Teropongnya lebih kuat! Kurasa aku
ke sana saja sekarang. Kalian kalau tidak mau tidak perlu ikut!"
"Kami juga ingin melihat Timmy," kata Dick sambil bangkit. "Dan aku takkan
keberatan untuk mengatakan padamu apa yang akan kita lihat nanti!"
"Apa?" tanya George ingin tahu
"Kita akan melihat Timmy sedang asyik menguber kelinci-kelinci!" kata Dick
sambil nyengir. "Kau tak perlu khawatir Timmy makannya tidak teratur! Pada saat
sarapan ia akan makan kelinci, makan siang kelinci lagi disusul dengan kelinci
pada malam hari! Sedang air minum diambilnya dan genangan air yang selalu
didatanginya kalau sedang di pulau. Lumayan juga hidup si Timmy!"
"Kau tahu persis, Timmy takkan berbuat seperti itu," kata George. "Ia akan terus
mendampingi Ayah. Kelinci-kelinci takkan terpikir sama sekali olehnya."
"Kalau begitu ternyata kau belum kenal Timmy," kata Dick sambil lari menjauh.
Muka George berubah, menjadi merah padam. "Kurasa karena itulah ia ingin tinggal
di pulau. Supaya bisa bebas mengejar kelinci!"
George melemparkan sebuah buku ke arah Dick. Buku itu terbanting ke lantai Anne
cekikikan. "Ah, sudahlah - nanti kita tidak pergi-pergi dan sini," katanya. "Ayo Ju - kita
tinggalkan saja kedua anak yang gemar bertengkar ini."
Bab 13 BERTAMU DI RUMAH MARTIN
KETIKA mereka sampai di pondok pengawas pantai matahari sudah muncul dan balik
awan. Cuaca saat itu memang sesuai dengan bulan April. Sebentar-sebentar hujan
dan tidak lama kemudian matahari sudah bersinar cerah kembali. Semuanya nampak
berkilau-kilauan. Apalagi air laut. Tanah agak becek, tapi keempat remaja itu
tak peduli. Mereka memakai sepatu lars dari karet.
Mereka mencari pengawas pantai. Pak tua itu seperti biasa dalam gudangnya. sibuk
bekerja sambil bernyanyi-nyanyi.
"Hai - apa kabar!" sapanya. Mukanya yang merah berseri-seri. "Dalam hati aku
sudah bertanya-tanya, kenapa kalian tidak muncul lagi di sini. Bagaimana
pendapat kalian - bagus tidak stasiun kereta api yang sedang kubuat ini?"
"Lebih bagus dari yang pernah kulihat di toko," kata Anne kagum. Stasiun kecil
yang dibuat pengawas pantai itu memang bagus sampai ke bagian-bagian yang kecil
semua mirip yang asli. Pak tua itu menganggukkan kepalanya ke arah boneka-boneka kayu yang kecil-kecil,
itulah para pegawai stasiun serta penumpang-penumpang kereta api.
"Orang-orang itu semuanya masih harus dicat," kata pengawas pantai "Sebetulnya
Martin yang akan mengecatkannya untukku. Ia pintar mengecat persis seniman. Tapi
sayang ia mengalami kecelakaan."
"Astaga! Bagaimana kejadiannya?" kata Julian kaget.
"Aku juga tidak tahu. Aku hanya melihatnya dibimbing pulang oleh ayahnya tadi
pagi," kata pengawas pantai. "Mestinya terpeleset dan jatuh di suatu tempat. Aku
masih ke luar karena ingin menanyakan. Tapi Pak Curton buru-buru masuk karena
ingin membaringkan putranya di dipan. Kenapa kalian tidak menanyakannya saja ke
dalam. Martin memang agak aneh - tapi bukan jahat!"
"Ya, kami akan menanyakannya," kata Julian. "Pak, bolehkah kami meminjam
teropong sebentar?" "Silakan, silakan!" kata Pak tua itu. Teropongku takkan habis jika hanya dipakai
untuk melihat saja. Tadi malam aku melihat ayahmu memberi isyarat dari atas
menara George. Lama sekali isyaratnya ya!"
"Memang," jawab George. "Sekarang aku kepingin meneropong."


Lima Sekawan 6 Rahasia Di Pulau Kirrin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

George mengarahkan teropong ke pulaunya. Tapi walau alat itu diputar-putar ke
segala arah, ia tetap tak bisa melihat Timmy atau ayahnya. Rupanya mereka sedang
di tempat kerja Paman Quentin. George mengarahkan teropong ke puncak menara
memandang ke bilik kaca. Tentu saja ruangan itu juga kosong. George mengeluh. Ia
kepingin melihat Timmy. Saudara-saudaranya ikut meneropong. berganti-ganti. Tapi tak ada yang melihat
Timmy. Rupanya anjing itu terus mendampingi Paman Quentin. Anjing penjaga yang
baik! "Bagaimana kalau kita menjenguk Martin sebentar?" ajak Julian ketika semuanya
sudah mendapat giliran meneropong. "Hujan sudah mau turun lagi. Kita bisa
berteduh di rumah sebelah sampai hujan berhenti."
"Ayolah kita ke sana," kata Dick. Ia memandang George lalu menyambung. "Kau tak
perlu khawatir aku nanti bersikap kasar lagi. George Aku sekarang sudah tahu
bahwa Pak Curton wartawan. Jadi aku tak perlu curiga lagi terhadapnya."
"Meski begitu - aku juga takkan mengoceh lagi," kata George sambil nyengir. "Aku
memahami sikapmu sekarang. Jadi walau tak ada kecurigaan lagi aku tetap takkan
banyak bercerita." "Syukurlah!" kata Dick senang, "Begitu sikap anak laki-laki!"
"Keledai!" umpat George. Padahal ia merasa senang.
Ketika mereka memasuki pekarangan pondok yang di sebelah terdengar suara orang
marah-marah. "Pokoknya tidak bisa!" kata orang itu. "Maunya main cat dan kuas terus-menerus.
Kukira aku sudah berhasil menyingkirkan ide konyol itu dari benakmu. Sekarang
kau berbaring saja dulu sampai mata kakimu sembuh. Macam-macam saja! Terkilir
pada saat aku memerlukan bantuanmu!"
Anne tertegun. Ia merasa ngeri. Yang marah-marah itu Pak Curton. Suaranya yang
galak terdengar jelas lewat jendela yang terbuka. Ia sedang memarahi Martin,
tentang suatu hal. Itu sudah pasti! Julian dan yang dua lagi ikut berhenti.
Mereka agak ragu masuk ke dalam rumah atau lebih baik tidak
Kemudian terdengar bunyi daun pintu terbanting keras. Mereka melihat Pak Curton
meninggalkan pondok lewat pintu belakang. Ia bergegas-gegas melewati kebun
menuju ke jalan yang melintas ke sisi belakang tebing. Di situ ada jalan menuju
ke desa. "Syukurlah Pak Curton sudah pergi. Dan kita tak di lihatnya," kata Dick "Siapa
akan mengira orang yang begitu ramah dan suka tersenyum seperti dia, bisa
sebegitu kasar kalau sedang marah! Yuk kita cepat-cepat menjenguk Martin mumpung
ada kesempatan." Mereka mengetuk pintu. "Bolehkah kami masuk?" seru Julian dengan riang.
"Ya, tentu saja," jawab Martin dari dalam. Kedengarannya senang. Julian membuka
pintu, dan saudara-saudaranya berbondong-bondong masuk.
"Kudengar kau mengalami kecelakaan," kata Julian Bagaimana kejadiannya" Sakit
tidak?" "Ah, tidak begitu sakit. Cuma mata kakiku yang terkilir. Nyeri rasanya kalau
kupakai berjalan. Karena itu aku dibimbing pulang," jawab Martin. "Konyol!"
"Kalau cuma terkilir saja pasti lekas sembuh," kata Dick menghibur. "Aku sering
mengalaminya. Yang penting begitu terasa agak lumayan harus langsung dipakai
berjalan lagi. Di mana kau terjatuh?"
Anak-anak heran karena sekonyong-konyong air muka Martin berubah. Wajahnya
merah. "Anu - aku sedang jalan-jalan bersama ayahku di tepi tempat penggalian batu -
tahu-tahu tergelincir dan jatuh ke bawah," katanya
Semua membisu setelah itu. Kemudian George membuka mulut.
"Kau kan tak membukakan rahasia kita pada ayahmu?" katanya. "Maksudku - tak
asyik rasanya jika orang dewasa ikut mengetahui rahasia kita. Mereka selalu
ingin menyelidik sendiri - sedang kita lebih senang jika mengadakan penelitian
sendiri. Kau kan tidak mencerita kan tantang lubang yang di bawah batu besar
itu?" Martin ragu-ragu sejenak.
"Sayang. sudah kuceritakan padanya," katanya kemudian. "Kukira kalian takkan
keberatan. Maaflah!"
"Sialan!" kata Dick kesal. "Itu kan hasil penemuan kita sendiri. Kami sebetulnya
ingin mengadakan penyelidikan ke sana sore ini. Tapi kami khawatir tempat itu
licin sekali sehingga bisa mudah tergelincir ke bawah.
Julian menatap Martin dengan tajam
"Kurasa itulah yang terjadi dengan dirimu," katanya "Kau tergelincir ketika
mencoba turun ke bawah."
"Memang," jawab Martin. "Maaflah, jika kalian sebenarnya bermaksud
merahasiakannya. Aku menceritakannya pada ayahku karena iseng saja. Lalu ia
ingin melihat sendiri ke bawah."
"Kurasa wartawan memang selalu begitu," kata Dick. "Selalu cepat hadir jika ada
persoalan menarik. Memang itu tugas mereka. Sudahlah Martin - kita lupakan saja
soal itu. Tapi usahakanlah agar ayahmu tidak ke tempat itu. Kami ingin
mengadakan penelitian dulu di sana sebelum ia campur tangan. Walau mungkin saja
di sana tidak ada apa-apa yang bisa ditemukan!"
Sesudah itu semuanya terdiam karena tak tahu lagi apa yang harus dipercakapkan.
Sulit rasanya mengobrol dengan Martin. Ia tidak bicara seperti anak-anak biasa!
Tidak pernah melucu atau mengatakan sesuatu yang konyol.
"Kau tidak merasa bosan berbaring terus di sini?" tanya Anne yang merasa kasihan
padanya. "Ya, memang," jawab Martin. "Sebetulnya aku ingin agar Ayah mengambilkan boneka-
boneka di tempat pengawas pantai yang sudah kujanjikan akan kucat untuknya. Tapi
ayahku tidak mengizinkan. Aku paling gemar melukis! Melukiskan pakaian pada
boneka- boneka pegawai stasiun dan sebagainya aku juga mau - pokoknya asal aku
bisa memegang kuas dan bergaul dengan cat!"
Baru sekali itu Julian dan saudara-saudaranya mendengar Martin bicara begitu
panjang. Wajahnya tidak lagi kelihatan lesu dan bosan ia bercakap-cakap dengan
riang gembira. "Kau ingin menjadi seniman rupanya!" kata Anne. "Aku juga!"
"Kau mau jadi seniman, Anne," kata Dick mencemooh. "Menggambar kucing yang mirip
kucing saja tidak bisa! Dan jika kau membuat gambar sapi selalu kukira gajah."
Martin tersenyum melihat air muka Anne menjadi merah karena jengkel
"Kutunjukkan beberapa gambarku," katanya. "Aku terpaksa menyembunyikannya karena
ayahku tak menyukai keinginanku menjadi pelukis!"
"Kau tak usah bangun," kata Julian. "Biar aku saja yang mengambilkan."
"Ah, tak apa. Kalian tadi mengatakan kakiku ini harus cepat kupakai berjalan
lagi," kata Martin sambil bangkit dari tempat pembaringan. Diletakkannya kakinya
yang sakit dengan hati-hati ke lantai lalu ia menegakkan diri.
"Ah, lumayan rasanya!" katanya. Ia terpincang-pincang menuju sebuah lemari buku
yang ada di seberang kamar itu. Dirogohkannya tangan ke belakang deretan buku
yang ada pada rak kedua. Dikeluarkannya sebuah map yang besar dari karton. Map
itu dibawanya ke meja dibukanya lalu ia menggelar beberapa buah gambar.
"Wah bagusnya!" kata Anne. "Ini sungguh-sungguh kau yang membuat?"
Aneh pemuda membuat gambar-gambar seperti itu. Bunga-bungaan dan pepohonan
burung dan kupu-kupu beterbangan. Semua digambar dan diwarnai dengan sempurna
kelihatannya seperti hidup.
Julian tercengang memandang gambar-gambar itu. Ternyata Martin memang berbakat!
Gambar-gambarnya sebagus yang pernah dilihatnya dalam pameran-pameran.
Diambilnya beberapa lembar lalu dibawanya ke dekat jendela.
"Maksudmu tadi ayahmu menganggap gambar-gambar ini tidak bagus?" tanyanya heran.
"Ayahmu beranggapan kau tak cukup berbakat untuk mendapat pendidikan menjadi
pelukis?" "Ayahku membenci gambar gambarku," kata Martin getir. "Aku minggat dari sekolah,
lalu masuk sekolah seniman. Tapi ayahku berhasil menemui jejakku. Sejak itu aku
dilarang menggambar. Menurut pendapatnya laki-laki tak layak menjadi pelukis.
Pekerjaan cengeng katanya. Karena itu aku sekarang menggambar secara sembunyi-sembunyi."
Anak-anak kasihan melihat Martin. Mereka bisa membayangkan betapa tidak enak
rasanya menjadi orang yang tak beribu lagi sedang ayahnya membenci pekerjaan
yang paling digemari. Tidak mengherankan Martin selalu ke lihatan berwajah lesu
dan cemberut! "Memang sial," kata Julian akhirnya. "Kalau bisa. kami mau saja menolongmu."
"Bisa saja!" jawab Martin dengan segera. "Tolong ambilkan boneka-boneka dan
kaleng-kaleng cat yang ada di pondok pengawas pantai. Tolong ya" Ayah baru
pulang pukul enam sore nanti. Jadi ada kesempatan bagiku sampai saat itu. Kalian
di sini saja minum teh bersama-sama. Di sini rasanya membosankan sekali."
"Baiklah! Kuambilkan sebentar barang-barang itu," kata Julian. "Aku benar-benar
tak mengerti. apa sebabnya kau tak boleh melakukan sesuatu sebagai hobby. Kami
akan menelepon Bibi sebentar untuk memberi tahu bahwa kami akan tinggal di sini
sampai setelah minum teh. Kau tak perlu khawatir makananmu takkan kami
habiskan!" "Ah, tak apa," jawab Martin. Wajahnya berseri-seri sekerang. "Di sini banyak
makanan. Ayahku kalau makan banyak sekali. Terima kasih atas kesediaan kalian
menemani aku." Julian pergi menelepon bibinya. George, Dick dan Anne mengambil boneka-boneka
serta cat di rumah pengawas pantai lalu mengaturnya di atas sebuah meja di sisi
tempat Martin berbaring. Mata pemuda itu bersinar-sinar Lain sekali wajahnya
sekarang! "Nah, sekerang aku bisa meneruskan pengecatannya," katanya. "Asyik! Pekerjaan
begini sebetulnya sepele tapi dengannya aku bisa menolong pak tua tetangga kami.
Lagipula aku paling senang apabila bisa bermain-main dengan cat dan kuas!"
Martin pintar sekali mengecat boneka-boneka kecil itu. Tangannya bergerak-gerak
dengan lincah dan cekatan. Anne terpesona memperhatikannya George masuk ke
ruangan tempat menyimpan makanan untuk menyiapkan hidangan minum teh. Ternyata
memang banyak makanan di situ. George mulai sibuk. Memasak air untuk membuat teh
mengiris roti dan memotong-motong kue coklat.
"Senang sekali rasanya sekarang," kata Martin lagi. "Alangkah baiknya jika
ayahku baru pulang pukul delapan malam nanti! Eh ngomong-ngomong - mana anjing
kalian" Kukira ia selalu ikut ke mana-mana! Mana Timmy?"
Bab 14 GEORGE KAGET DICK memandang George Dick merasa tak ada salahnya untuk menceritakan pada
Martin di mana Timmy berada. Asal saja George tidak membeberkan alasan
meninggalkan Timmy di pulau!
Tapi rupanya George tidak melupakan janjinya tadi Kini ia tidak mau lagi terlalu
banyak bercerita. Ditatapnya Martin lalu berkata sambil lalu "Timrny" Hari ini
kami tinggalkan di rumah."
"Ah - ikut belanja dengan ibumu rupanya karena berharap akan mampir di tukang
daging!" kata Martin. Baru sekali itu ia melucu di depan anak-anak. Mereka
tertawa terbahak-bahak, walau lelucon itu sebetulnya tidak begitu lucu. Martin
berseri-seri. Ia mulai mengarang-ngarang lelucon lainnya sementara jari-jarinya
terus mengecat dengan cekatan.
Hidangan teh sedap sekali sore itu. Pukul enam kurang seperempat. George dan
Anne mengantarkan boneka-boneka yang sudah selesai dicat ke rumah pengawas
pantai. Pak tua itu gembira sekali melihat boneka-bonekanya dicat dengan indah.
Dick membawakan kaleng-kaleng cat beserta kuas yang dicelupkan dalam sebuah
botol berisi terpentin. "Anak itu pintar ya?" kata pengawas pantai sambil asyik memandangi boneka-
boneka. "Tampangnya memang masam dan lesu - tapi anaknya baik hati!"
"Aku meneropong sekali lagi," kata George "Mumpung belum terlalu gelap."
Diarahkannya teropong ke pulaunya. Tapi Timmy masih tetap tak nampak begitu pula
ayahnya. Agak lama juga George meneropong. Sesudah itu ia kembali ke tempat
kediaman Martin. Ia menggeleng, ketika saudara-saudaranya mengangkat alis
sebagai ganti bertanya. George dan Anne membenahi bekas-bekas minum teh. Mereka bergegas-gegas karena
tidak kepingin bertemu dengan Pak Curton. Mereka tidak begitu senang lagi
padanya karena kini sudah tahu bahwa ia sangat keras terhadap Martin.
"Terima kasih," kata Martin sambil berjalan terpincang-pincang mengantarkan
teman-temannya ke pintu. "Aku senang sekali bisa bermain-main dengan cat. Aku
juga gembira karena kalian bertamu ke mari."
"Kau harus terus melukis," kata Julian. "Kau tidak boleh mundur jika menyadari
bahwa memang pekerjaan itu yang sesuai dengan kemauanmu."
"Ya," kata Martin. Air mukanya menjadi masam kembali. "Tapi ada beberapa hal
yang menyukarkan - hal-hal yang tak bisa kuceritakan pada kalian. Ah sudahlah!
Tanggung pada suatu hari nanti semuanya akan beres juga. Aku akan menjadi
seniman yang kenamaan."
"Ayo cepat!" kata Dick dengan suara lirih pada Julian. "Itu ayahnya sudah
datang!" Mereka bergegas-gegas di jalan sebelah tepi tebing sambil melirik ke samping Pak
Curton nampak mendaki tebing lewat jalan yang satu lagi.
"Jahat benar orang itu!" kata Anne. "Masa Martin dilarang melakukan
kegemarannya. Padahal kelihatannya begitu ramah dan kocak!"
"Memang banyak orang seperti dia," kata Dick "Di rumah lain dengan di luar!"
"Mudah-mudahan Pak Curton tadi tidak mencoba menyelidiki lorong yang ada di sisi
tambang batu," kata George Ia menoleh ke belakang memperhatikan orang itu
berjalan menuju pintu belakang rumahnya. "Menjengkel kan sekali jika ia ikut
campur - merusak kesenangan kita. Mungkin tak ada yang bisa ditemukan di sana -
tapi untuk mengetahui di sana tidak ada apa-apa pun sudah menyenangkan!"
"Wah. rumitnya!" kata Dick sambil meringis kocak "Tapi aku mengerti maksudmu.
Hidangan teh tadi enak ya?"
"Memang," kata George sambil memandang berkeliling seolah-olah mencari sesuatu.
"Ada apa?" tanya Dick. "Apa yang kaucari?"
"Ah - konyol. aku lupa! Aku mencari Timmy," jawab
George Aku sudah begitu terbiasa bahwa ia selalu ada di dekatku! Rasanya aneh
jika Timmy tidak ada di sampingku."
"Ya perasaanku juga begitu," jawab Julian "Seakan-akan ada sesuatu yang hilang!
Kami semua rindu padanya - tapi kau pasti,yang paling merasakannya George!"
"Memang. apalagi pada waktu malam," kata George "sukar rasanya tidur kalau tidak
ditemani Timmy." Malam itu mereka main monopoli lagi. Menjelang pukul setengah sebelas. Julian
berbaring di tempat tidurnya. Ia menunggu isyarat Paman Quentin. Dengan
sendirinya George juga ada menunggu dekat jendela. Mereka menunggu pukul
setengah sebelas. "Nah sekarang!" kata Julian. Baru saja ia mengatakannya ketika dari arah puncak
menara nampak sinar senter.
"Satu," hitung George. "Dua - tiga - empat - lima - enam! Ia masih menunggu dengan
cemas kalau-kalau masih ada lagi yang menyusul Tapi ternyata tidak!
"Sekarang kau bisa tidur dengan tenang," kata Julian padanya. "Ayahmu dalam
keadaan selamat dan itu berarti bahwa Timmy juga tidak apa-apa. Mungkin Paman
juga tidak lupa memberi makan malam pada Timmy dan karenanya ia sendiri juga
makan." "Yang jelas Timmy akan mengingatkan. jika Ayah sampai lupa," kata George sambil
ke luar. "Selamat tidur Dick, Ju! Sampai besok!"
George kembali ke kamarnya lalu langsung masuk ke tempat tidur. Ia masih gelisah
sebentar karena merasa kesepian tanpa Timmy. Tapi tahu-tahu ia sudah terlelap.
George bermimpi tentang pulaunya Ia ada di situ bersama Timmy - dan tiba-tiba
menemukan batangan emas dalam ruangan bawah tanah. Mimpi yang menyenangkan!
Keesokan paginya cuaca cerah lagi. Langit biru bersih. Kebun penuh dengan bunga
George memandang ke luar ketika sedang sarapan di kamar makan. Ia teringat pada
Timmy. Mestinya anjing itu sedang berlari-lari di pulau.
"Kau sedang melamun tentang Timmy?" kata Julian sambil tertawa. "Sudahlah - tak
lama lagi kau kan akan melihatnya lagi lewat teropong pengawas pantai.
Bersabarlah barang sejam lagi!"
"Kaurasa Tim akan nampak jika ia ada di puncak menara bersama Ayah pukul
setengah sebelas nanti?" tanya Bibi Fanny. "Jangan-jangan tidak bisa!
"Ah, bisa Bu!" jawab George. "Teropong itu kuat sekali. Sekarang kubenahi saja
dulu tempat tidurku. Satelah itu aku akan naik ke tebing. Ada yang mau ikut?"
"Aku memerlukan bantuan Anne membereskan barang-barang," kata ibunya "Aku ingin
mengumpulkan pakaian tua hendak kusumbangkan pada yayasan sosial. Kau kan tak
keberatan menolongku Anne?"
"Tentu saja tidak," jawab Anne dengan segera. "La!u kalian apa yang akan kalian
kerjakan?" Pertanyaan itu ditujukannya pada abang-abangnya.
Aku masih harus mengerjakan soal-soal pelajaran yang harus dibuat dalam liburan
ini," kata Julian sambil mengeluh. "Sebenarnya segan - tapi selama ini selalu
kuundur-undurkan terus. Kau sebaiknya juga membuat pekerjaan rumahmu, Dick. Kau
kan tahu sendiri sifatmu. Pasti akan kauundurkan sampai hari terakhir liburan!"
"Baiklah," kata Dick. "Kau kan tidak keberatan pergi sendiri ke pondok pengawas
pantai George?" "Tentu saja tidak," kata George. "Aku akan segera kembali setelah melihat Timmy
dan Ayah!" George naik ke tingkat atas membenahi tempat tidurnya. Julian dan Dick pergi
mengambil buku-buku pelajaran. Anne kembali ke bawah lagi setelah membenahi


Lima Sekawan 6 Rahasia Di Pulau Kirrin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempat tidurnya untuk membantu Bibi Fanny. Beberapa menit kemudian George lari
ke luar rumah sambil berseru untuk pamit.
"Aduh anak itu!" kata ibunya "Seperti badai saja! Kurasa George sulit disuruh
berjalan normai. Selalu harus berlari! Nah Anne - pisahkan pakaian ini dalam
tiga tumpukan, ya! Yang sudah tua sekali yang masih lumayan dan yang masih
bagus." "Beberapa saat menjelang pukul setengah sebelas. Julian pergi ke jendela
kamarnya untuk menunggu isyarat Paman. Ia menunggu dengan sabar. Beberapa detik
lewat pukul setengah sebelas datanglah kilatan isyarat yang ditunggu-tunggu.
Satu - dua tiga empat lima enam. Beres! Sekarang George bisa tenang sehari itu.
Mungkin sore nanti mereka bisa ke tambang batu. Julian kembali sibuk dengan
pelajarannya Dick duduk di sampingnya bekerja sambil menggerutu.
Lima menit sebelum pukul sebelas terdengar langkah orang berlari-lari diiringi
napas terengah engah. George muncul di ambang pintu kamar duduk, di mana Julian
dan Dick sedang bekerja. Kedua remaja itu mendongak, memandang saudara sepupu
mereka dengan heran. Muka George merah sedang rambutnya acak-acakan tertiup angin. Ia mengatur napas
supaya bisa bicara dengan agak jelas.
"Julian! Dickl Ada sesuatu yang terjadi di pulau - Timmy tidak ada di sana!"
"Apa maksudmu?" tanya Julian tercengang. George terhenyak ke kursi. Napasnya
masih tetap sengal. Nampak jelas tubuhnya gemetar
"Ini serius, Julian! Timmy tidak ada di puncak menara ketika datang isyarat dari
sana." "Ah - mungkin ayahmu yang pelupa itu tak ingat membawanya ke atas," kata Julian.
Ia tidak mau cepat-cepat cemas. "Tapi apa yang kaulihat di sana?"
"Aku tadi meneropong terus," kata George. Tiba-tiba kulihat ada orang masuk ke
bilik kaca di puncak menara. Dengan sendirinya aku langsung mencari Timmy. Tapi
Timmy tidak ada di situ. Isyarat datang enam kali, lalu orang yang kulihat itu
menghilang lagi! Cuma itu saja - tapi Timmy tatap tak nampak! Aku sangat
khawatir, Ju! "Ah, kau tak perlu waswas," kata Julian menenangkan. "Sungguh kurasa ayahmu
hanya lupa saja pada Timmy. Lagi pula kau kan melihat ayahmu di atas menara.
Jadi pasti tak ada apa-apa di sana."
Bukan Ayah yang kupikirkan!" seru George "Ia pasti dalam keadaan selamat, jika
masih memberikan isyarat seperti disepakatkan. Tapi Timmy yang kucemaskan!
Soalnya, juga apabila Ayah lupa. Timmy sendiri pasti ikut. Kau kan tahu!"
"Mungkin saja ayahmu menutup pintu di kaki menara supaya Timmy tidak bisa naik,"
sela Dick. "Ya, mungkin juga," kata George sambil mengerutkan kening. Kemungkinan itu tak
terpikir olehnya tadi "Aduh - sekarang aku pasti gelisah sepanjang hari. Kenapa
aku tidak tinggal saja di sana bersama Timmy" Apa yang harus kuperbuat
sekarang?" "Tunggu saja sampai besok pagi," kata Dick. "Mungkin besok kau akan bisa melihat
Timmy." "Besok pagi! Aduh kan masih lama sekali," keluh George. "Tak ada yang mau
mengerti betapa sayang aku pada Timmy. Kau mungkin akan mengerti. Ju - jika
punya anjing. Aduh mudah-mudahan saja Timmy selamat."
"Tentu saja dia selamat," kata Julian. Ia sudah tidak sabar lagi. "Teguhkan
hatimu George!" "Aku punya firasat ada sesuatu yang tidak beres di sana," kata George berkeras.
"Julian - sebaiknya aku ke pulau."
"Jangan!" larang Julian. "Jangan konyol George. Tak ada apa-apa cuma ayahmu saja
yang pelupa. Ia sudah mengisyaratkan. bahwa keadaannya baik-baik saja! Itu kan
sudah cukup. Kau tidak boleh ke sana. Nanti ribut dengan ayahmu!"
"Baiklah! Aku akan menyabarkan diri," kata George sekonyong-konyong mengalah ia
bangkit dengan wajah gelisah. Julian menyapanya dengan nada yang lebih ramah.
"Kau jangan terlalu cepat gelisah, George"
Bab 15 DI TENGAH MALAM BUTA
GEORGE tidak berkeluh kesah lagi tantang kekhawatirannya. Ia masih mondar-mandir
dengan pandangan cemas. Tapi ia cukup bijak! Tak diceritakannya pada ibunya
bahwa ia cemas karena tak melihat Timmy dalam bilik kaca ketika ayahnya memberi
isyarat. Tentu saja diceritakannya bahwa pada saat itu Timmy tidak kelihatan. Tapi ibunya
bersikap sama seperti Julian.
"Nah apa kataku! Aku sudah tahu pasti ayahmu tentu lupa mengajak Timmy ke atas
Ayahmu memang pelupa jika sedang sibuk bekerja!"
Keempat remaja itu memutuskan akan pergi ke tambang batu sore itu dan
menyelidiki lorong yang ada di bawah naungan batu besar. Dan sehabis makan siang
mereka berangkat. Tapi ketika sampai di tempat tujuan mereka tidak berani
menuruni lereng yang terjal. Tempat itu licin sekali sebagai akibat hujan lebat
yang turun sehari sebelumnya. Sangat berbahaya!
"Lihatlah!" kata Julian. Ia menunjuk ke suatu tempat. Semak dan tumbuh tumbuhan
di situ ada yang tercabut dan patah-patah. "Pasti di tempat itu Martin jatuh
kemarin! Untung saja lehernya tidak patah!"
"Ya. Sebaiknya kita jangan turun dulu sebelum tanah di sini sudah kering seperti
kemarin dulu," kata Dick.
Mereka merasa kecewa. Mereka berbekal senter dan tali. Mereka sudah bergairah
karena akan mengalami kesibukan yang menyenangkan. Tapi sekarang ternyata batal.
"Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Julian.
"Aku ingin pulang," kata George sekonyong-konyong. Saudara-saudaranya memandang
dengan heran "Aku capek! Kalian saja berjalan-jalan sendiri."
Anne memandangnya George memang nampak agak pucat.
"Kuantarkan kau ke rumah," George katanya sambil menggandeng saudara sepupunya
itu. Tapi George mengibaskan lengannya.
"Tak usah, Anne. Aku kepingin sendiri."
"Yah - kalau begitu kami akan ke atas tebing," kata Julian. "Di sana pasti enak,
banyak angin. Sampai nanti, George!"
Julian pergi diikuti kedua adiknya. George kembali cepat-cepat ke Pondok Kirrin.
Ibunya sedang tidak ada di rumah sedang Joanna berada di kamar tidurnya yang
terletak di tingkat teratas. George pergi ke kamar tempat menyimpan makanan,
lalu mengambil perbekalan. Dimasukkannya ke dalam tas. Sudah itu ia bergegas
meninggalkan rumah lagi. Ia mendatangi James anak nelayan.
"James! Jangan bilang siapa-siapa ya - tapi malam ini aku akan ke Pulau Kirrin.
Aku merasa cemas mengenai keselamatan Timmy. Ia kami tinggalkan di sana. Tolong
siapkan perahuku pukul sepuluh malam."
James selalu bersedia menolong George karena ia senang pada anak itu. Ia
mengangguk "Baiklah George - akan kusiapkan perahumu Ada yang perlu ditaruh di situ?"
"Ya, tas ini," kata George. "Ingat James jangan bilang pada siapa-siapa. Kalau
Tim ternyata selamat, aku akan kembali besok malam."
George bergegas lagi pulang. Mudah-mudahan saja Joanna tak melihat bahwa ada
makanan hilang dan tempat penyimpanan.
"Apa boleh buat - aku tahu perbuatanku ini salah," bisik George berulang-ulang
pada dirinya sendiri. "Tapi aku tahu ada sesuatu yang tidak beres dengan Timmy.
Mengenai Ayah aku juga tidak begitu yakin! Takkan mungkin ia melupakan janjinya
untuk mengajak Timmy naik ke atas menara. Aku harus pergi ke pulau. Apa boleh
buat juga apabila tindakanku ini salah!
Ketika Julian beserta kedua adiknya kembali dan berjalan-jalan. mereka heran
melihat tingkah laku George. Nampaknya sangat gelisah tidak bisa duduk diam.
Mereka minum teh dan setelah itu membantu Bibi Fanny bekerja di kebun. George
ikut membantu. Tapi pikirannya selalu melayang. Dua kali ibunya terpaksa
memperingatkan yang harus dicabut rumput liar. Bukan benih kembang!
Akhirnya tiba saat masuk ke tempat tidur. George dan Anne masuk ke kamar tidur
pada pukul sepuluh kurang seperempat Anne capek sekali begitu rebah di
pembaringan langsung terlelap. Begitu napasnya sudah kedengaran teratur dengan
hati-hati George menyelinap turun dan tempat tidurnya ia berganti pakaian.
Dikenakannya pakaian tebal mantel hujan sepatu lars dan karet. Kemudian ia
berjingkat-jingkat ke tingkat dasar sambil membawa selimut tebal.
George keluar dari pintu samping. Di langit nampak bulan sabit sehingga keadaan
di luar tidak begitu gelap. George merasa lega. Dengan begitu ia akan masih bisa
mengenali jalan di sela-sela batu karang dekat Pulau Kirrin. walau dalam keadaan
gelap gulita pun ia sebetulnya merasa tahu jalan!
James sudah menunggu di samping perahu. Semua sudah disiapkan olehnya.
"Semua sudah kumasukkan," katanya "Kubantu mendorongkan perahu ke air! Hati-hati
George Kalau kau sampai melanggar karang dan perahu mulai tenggelam kau harus
mendayung sekuat tenaga. Siap?"
George berangkat. Terdengar bunyi air mencabur-cabur mengenai sisi perahu.
George menghembuskan napas lega lalu mulai mendayung perahu menjauhi pantai.
Sambil mendayung keningnya berkerut. Sudah dibawakah semua yang mungkin
diperlukannya nanti" Senter ada dua. Perbekalan makanan cukup. Alat pembuka
kaleng. Minuman. Selimut tebal.
Di Pondok Kirrin Julian berbaring di tempat tidur menunggu isyarat Paman
Quentin. Setengah sebelas. Sekarang harus datang isyarat dan pulau Nah. itu dia!
Setu - dua - tiga - empat - lima - enam - beres! Cuma enam kali dan tidak lebih!
Julian merasa heran. Aneh, George tidak datang seperti kemarin, menunggu
kedatangan isyarat bersama dia dan Dick. Julian bangkit dari tempat tidur lalu
pergi ke kamar George. Dijengukkannya kepala ke dalam, lalu memanggil dengan
lirih. "George! Beres - isyarat ayahmu datang lagi."
Tapi tak ada jawaban Julian mendengar napas yang teratur lalu kembali ke
kamarnya. Rupanya kedua anak perempuan itu sudah tidur. Kalau begitu, rupanya
George tidak begitu cemas mengenai nasib Timmy. Julian kembali ke tempat
tidurnya dan tak lama kemudian ia pun terlelap. Ia sama sekali tidak tahu bahwa
George tak ada di tempat tidurnya. Ia tidak menyadari saat itu George sedang
berjuang melawan ombak yang mengganas di sekitar Pulau Kirrin!
Perjalanan itu tidak semudah sangkaannya semula. Sinar bulan ternyata tidak
begitu terang. Setiap kali George memerlukan cahaya, bulan menghilang di balik
awan! Menjengkelkan! Tapi dengan cekatan George mendayung perahunya. Menyusur
air di sela-sela batu kerang yang tersembunyi. Syukurlah saat itu air sedang
pasang naik. Jadi batu-batu itu kebanyakan letaknya jauh di dalam air!
Akhirnya ia sampai di teluk yang kecil. Air di situ sengat tenang. George
menarik perahunya setinggi mungkin ke atas pantai. Napasnya terengah-engah.
Kemudian ia berpikir-pikir sambil berdiri dalam gelap.
Apa yang akan dilakukannya sekarang" Ia tidak mengetahui tempat persembunyian
ayahnya. Tapi ia merasa yakin jalan masuk ke situ tempatnya pasti di bilik batu
yang sempit. Kalau tidak pasti di sekitarnya. Apakah lebih baik ia ke sana saja"
George memutuskan untuk pergi ke sana. Tempat itu toh merupakan satu-satunya
ruangan yang bisa dipakai menginap malam itu. Kalau sudah sampai di sana ia akan
menyalakan senter mencari-cari jalan masuk ke tempat persembunyian ayahnya.
Kalau bertemu ia akan masuk. Pasti ayahnya akan tercengang kalau tahu-tahu ia
sudah ada di situ Dan Timmy pasti melonjak-lonjak girang. Kalau ia ada di situ!
Sambil menjinjing selimut, George mulai berjalan menuju ke arah puri. Tasnya
yang berat dijinjingnya Ia belum berani menyalakan senter karena takut musuh
yang tersembunyi mengintip di dekat-dekat situ Bagaimana juga bukankah ayahnya
mendengar orang itu batuk-batuk!
George tidak merasa takut Ia bahkan tak sempat memikirkan soal takut Seluruh
perhatiannya tertuju pada niat hendak mencari Timmy untuk meyakinkan bahwa
anjing kesayangannya itu dalam keadaan selamat.
George tiba di bilik batu yang sempit. Tentu saja di situ gelap gulita. Cahaya
bulan yang remang-remang sama sekali tidak masuk ke situ. George terpaksa
menyalakan senter. Diletakkannya barang-barang bawaannya ke dekat dinding sebelah belakang dekat
relung bekas tempat perapian. Selimutnya diletakkan di atas barang-barang itu.
Kemudian George duduk setelah memadamkan senternya kembali. Ia hendak
beristirahat sebentar. Setelah beberapa saat George bangun lagi. Dinyalakannya senter lalu mulai
memeriksa ruangan itu. Di manakah jalan masuk ke tempat kerja rahasia ayahnya"
Setiap bongkah batu datar yang merupakan lantai bilik itu disorotinya dengan
senter. Tapi tak ada yang kelihatannya diangkat atau digeserkan baru-baru ini.
Tak ada tanda-tanda yang menunjukkan di situ ada jalan masuk ke bawah tanah.
George bergerak sepanjang dinding, memeriksanya dengan diterangi cahaya senter.
Tidak! Di situ pun tak nampak tanda-tanda bahwa di balik tembok batu ada lorong
tersembunyi. George duduk lagi. Ia berpikir-pikir sambil membungkus diri dengan selimut.
Malam terasa dingin George menggigil.
Tiba-tiba didengarnya bunyi yang aneh. George terlonjak karena kaget. Ia menahan
napas. Bunyi apa itu tadi"
Terdengar lagi bunyi yang sama seperti ada benda digeser. Disusul dengan bunyi
gedebuk pelan. Bunyi itu datang dari arah relung yang pada jaman dulu merupakan
tempat perapian. Di situ dulu dinyalakan api unggun dengan batang-batang kayu.
George tak berkutik. Ditajamkannya mata dan telinga.
Dilihatnya sejalur sinar dalam relung. Kemudian terdengar orang terbatuk-batuk.
Ayahnyakah itu" Kadang-kadang ia juga batuk-batuk. George mendengarkan dengan
teliti. Sinar cahaya menjadi semakin terang. Kemudian didengarnya bunyi lain -
seolah-olah ada orang meloncat dari tempat yang agak tinggi. Sudah itu - ada
orang bicara "Ayo!" kata orang itu.
Itu bukan suara ayah George. Seketika itu juga George merasa ngeri. Bukan suara
ayahnya. Kalau begitu apakah yang telah terjadi dengannya - dan dengan Timmy"
Satu orang lagi meloncat turun ke dalam relung sambil bersungut-sungut.
"Aku tak biasa merangkak-rangkak begini!"
Itu juga bukan suara ayahnya. Kalau begitu ternyata ada dua orang musuh yang tak
dikenal! Bukan Cuma seorang saja. Dan mereka tahu di mana tempat kerja ayahnya
yang dirahasiakan. George merasa lemas karena ketakutan. Apakah sebetulnya yang
telah terjadi pada ayahnya dan juga Timmy"
Kedua orang itu keluar dan bilik. Mereka sama sekali tak melihat George yang
duduk di tempat gelap. Menurut perkiraan George pasti kedua orang itu menuju ke
menara. Berapa lamakah mereka akan ada di sana" Cukup lama sehingga memberi
kesempatan padanya untuk memeriksa tempat mereka muncul dengan tiba-tiba tadi"
George menajamkan telinganya lagi. Didengarnya langkah kedua orang itu melintasi
pekarangan yang luas. Ia berjingkat-jingkat ke lubang pintu lalu memandang ke
luar. Betul - itu sinar senter mereka dekat menara! Jika mereka naik ke atas
akan cukup banyak waktunya untuk memeriksa.
George kembali ke dalam bilik. Tangannya gemetar sehingga agak mengalami
kesukaran menyalakan senter. George pergi ke relung perapian lalu menyalakan
senter ke dalamnya. Napas George tersentak! Di bagian belakang relung itu kira-kira setengah
tingginya nampak sebuah lubang gelap! George menyorotkan senternya ke situ.
Rupanya di situ ada batu yang menutupi tapi bisa digeserkan ke belakang. Kalau
batu itu digeserkan nampaklah sebuah lubang. Lubang masuk ke mana" Mungkinkah di
situ akan ditemukan tangga seperti yang tertera dalam peta kuno"
Dengan perasaan tegang George berjingkat lalu menyorotkan senternya ke dalam
lubang. Ya - itu dia anak tangganya! Tangga itu mengarah ke dinding di sebelah
belakang. George teringat bilik batu yang sempit itu letaknya menempel pada
tembok tua yang masih berdiri. Tembok itu sangat tebal!
George tertegun tak tahu pasti apa yang harus dilakukannya sekarang. Apakah
lebih baik turun saja mencari Timmy dan ayahnya" Tapi jika itu dilakukannya bisa
saja ia nanti menjadi tawanan pula. Di pihak lain jika ia tetap di !uar dan
kedua orang tadi datang lagi lalu menutup lubang masuk itu, mungkin ia tak mampu
membukanya kembali. Kemungkinan itu lebih parah baginya!
"Aku turun ke bawah!" kata George "Tapi lebih baik tas dan selimut kubawa serta!
Siapa tahu kedua orang tadi kembali dan melihatnya di sini. Jangan sampai aku
ketahuan ada di sini! Kurasa di bawah aku akan bisa menyembunyikan diri.
Mungkinkah jalan masuk ini menuju ke ruangan bawah tanah yang dulu?"
Diambilnya tas serta selimut lalu dimasukkannya ke dalam lubang. Didengarnya tas
terguling-guling ke bawah di tangga. Kaleng-kaleng berkelontangan di dalamnya.
Untung saja tak nyaring bunyinya!
Kemudian George masuk ke lubang itu. Astaga banyak sekali anak tangga yang harus
dituruninya Dan gelap pula! Ke manakah arahnya"
Bab 16 DI DALAM GUA DENGAN hati-hati George menuruni tangga batu itu. Tangga itu terjal dan sempit
"Kurasa aku kini berada di tengah-tengah tembok yang tua," pikir George Astaga
mi ada tempat yang sa ngat sempit!
Bagian itu begitu mpit sehingga George harus memiringkan tubuh
"Orang yang gemuk pasti tak mungkin bisa lalu di sini," pikirnya. "He - anak
tangganya habis di sini!"
Disampirkannya selimut ke bahu lalu diambilnya tas yang dilemparkannya tadi ke
bawah. Tangannya yang satu lagi memagang senter. Tempat di kaki tangga itu
sengat gelap dan sunyi. George sama sekali tidak merasa takut. Ia berharap
setiap saat akan sudah berjumpa lagi dengan Timmy. Tak mungkin ia merasa takut


Lima Sekawan 6 Rahasia Di Pulau Kirrin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena Timmy mungkin ada di sekitar situ.
George berdiri di kaki tangga. Senternya menyinari sebuah lorong yang sempit.
Lorong itu membelok tajam ka kiri.
Mungkinkah dari sini aku akan sampai dalam ruangan bawah tanah?" George
bartanya-tanya pada diri sendiri sambil berusaha mengingat-mgat arah. Mestinya
tempat itu tak jauh dan sini. Cuma tidak kelihatan saja sekarang.
George memasuki lorong sempit itu. Di suatu tempat langit langitnya begitu
rendah sehingga George nyaris terpaksa merangkak untuk melaluinya. George
mengarahkan sorotan senter ke situ. Ternyata ada sebuah batu berwarna hitam.
Rupa-rupanya batu itu terlalu keras sehingga tak berhasil disingkirkan oleh
pembangun lorong itu pada jaman dulu.
Panjang juga lorong itu! George mulai bingung Mestinya ia sekarang sudah melalui
seluruh ruangan yang ada di bawah tanah! He - mestinya ia menuju ke arah pantai
pulau itu. Aneh. Kalau begitu rupanya lorong ini tidak mengarah ke ruangan bawah
tanah! Sedikit lagi pasti ia sudah berada di bawah dasar laut.
Lorong itu tiba-tiba minng sekali ke bewah Kemudian nampak anak tangga lagi
dipahat pada cadas. Kasar buatannya George menurunrnya dengan hati-hati. Ke
mana-kah arah parjalanannya"
Di kaki tangga itu. lorong nampaknya berdinding batu yang padat. Atau mungkin
juga lorong itu buatan alam George tidak mengetahuinya. Sorotan senter
msnunjukkan dinding dan langit-langit yang terdiri dari batu hitam. Ketika
melangkah kakinya tersandung sandung pada jalan yang tidak rata terbuat dari
batu cadas pula. Saat itu George sangat rindu pada Timmy. Alangkah senangnya
jika anjingnya itu berjalan di sampingnya!
"Kurasa aku sudah jauh dalam tanah," pikir George. Ia barhenti sebentar,
menyorotkan senternya berkeliling. "Dalam sekali di bawah tanah dan sangat jauh
dan puri! Astaga - bunyi apa itu?"
George tertegun sambil menajamkan telinga. Di kejauhan terdengar samar bunyi
berdebum dan mendesing. Mungkinkah itu ayahnya yang sedang melakukan parcobaan"
Bunyi itu kedengaran terus seakan-akan takkan berhenti lagi.
"Ah - kurasa itu suara laut!" kata George ia tercengang. Didengarkannya sekali
lagi baik-baik. "Ya - laut - di atasku! Aku sekarang berada di bawah palung
Teluk Kirrin!" Sekarang George agak takut. Dibayangkannya ombak besar berdebur-debur di atas
kepalanya. Air laut menggeser-geser di dasar batu sebeiah atasnyal Ia merasa
nge-n jangan-jangan daser laut bocor dan air membanjir ke dalam iorong di mana
ia sedang berada. "Ah konyol!" katanya memarahi dirinya sendiri. "Lorong mi sudah berabad abad
umurnya - mana mungkin tiba-tiba bocor pada saat aku sedang ada di dalamnya!
Sambil bicara pada dirinya sendiri untuk membesarkan hati George melanjutkan
berjalan. Ganjil rasanya membayangkan dirinya berada di bawah laut. Jadi di sini
rupanya ayahnya bekerja. Di bawah laut.
Teringat olehnya kata kata ayahnya ketika mereka untuk pertama kalrnya datang
menjenguk ke pulau Bagaimana katanya waktu itu" Ah ya - katanya. harus ada air
di sekitar serta di atasnya.
"Sekarang barulah aku mengerti makaudnya," kata George pada dirinya sendiri
"Tempatnya bekerja ada di sekitar sini - supaya ada laut di atasnya. Kecuali itu
juga di menara agar dikelilingi laut Bukankah menara itu dibuat di atas sebuah
pulau" Air di sekitar dan di atasnya - karena itu rupanya ayahnya mengambil Pulau
Kirrin sebagai tempat pelakaanaan parcobaannya Tapi bagaimana ia sampai bisa
menemukan lorong tarsembunyi di bawah laut ini"
"Sedang aku saja tak mengetahuinya kata George 'He - sampai di mana aku
sekarang"' George berhenti berjalan. Lorong yang sedang dilaluinya tiba-tiba melebar. Di
depannya nampak sebuah gua gelap yang lapang sekali. Langit-langitnya sangat
tinggi hilang dalam kegelapan. Di situ dilihatnya banda-benda yang sama sekali
belum parnah dilihatnya. Kawat terentang, kotak-kotak dan kaca serta mesin-mesin
kecil yang kelihatannya bekarja tanpa menimbulkan bunyi. Bagian tengah mesin
mesin itu bersiriar-sinar!
Sekali-sekali nampak cahaya memercik dengan tiba-tiba. Kalau hal itu terjadi
tarcium bau yang aneh. "Kelihatannya serba ganjil dan asing!" pikir George "Aku heran Ayah bisa
memahami cara kerja sagala mesin- mesin dan paralatan ini! Aku ingin tahu di
mana ia sekarang. Mudah-mudahan saja ia tidak dikurung kedua laki-laki di salah
satu tempat!" Di tepi gua ajaib itu ada lorong lain. George menyalakan senternya lagi, lalu
memasuki lorong itu. Keadaannya sama dengan lorong yang tadi, tapi langit-langit
lebih tinggi. Akhirnya George sampai di sebuah gua yang ukurannya agak lebih kecil. Di gua itu
banyak sekali kawat bersimpang siur. Terdengar bunyi dengungan aneh. Seperti
suara beribu-ribu lebah dalam sarangnya. George tidak akan terlalu heran jika
ternyata memang benar ada lebah dalam gua itu.
"Mestinya dengungan itu berasal dari kawai-kawat yang simpang siur," katanya
pada diri sendih Tak ada orang dalam gua itu Tapi di sebalahnya masih ada satu
gua lagi. George mengharapkan akan segera berjumpa dengan Timmy serta ayahnya.
Ia memasuki gua yang berikut. Gua itu kosong. Dingin sekali hawa di situ. George
menggigil kedinginan. Ia berjalan terus. Melewati sebuah lorong lagi memasuki
sebuah gua yang sempit. Dan di ujung gua itu dilihatnya cahaya bersinar!
Lampu! Jadi rupanya ia kini sampai dalam gua tempat ayahnya berada. George
menyorotkan senternya ke sekeliling tempat itu. Dilihatnya kaleng-kaleng
makanan, botol-botol air, baberapa kaleng manisan. serta setumpuk pakaian. Ah,
di smi rupanya Ayah menyimpan barang-barangnya. George masuk ke dalam gua yang
berikut. Ia agak heran, apa sebabnya Timmy tidak mendengar kedatangannya dan
berlari-lari menyongsong.
Dengan hati-hati George mengintip ke dalam gua itu. Dihhatnya ayahnya duduk
menghadap sebuah meja. Ia tidak bergerak-gerak, sementara kedua betah tangannya
menopang kening. Tapi Timmy tetap tidak kalihatan.
"Ayah!" panggil George. Ayahnya terkejut lalu menoleh. Ditatapnya George seolah-
olah tak mempercayai matanya sendiri. Kemudian ia barpaling lagi membenamkan
muka ke dalam tangannya. "Ayah," panggil George sekali lagi. Sekarang ia ketakutan karena ayahnya tidak
mengatakan apa-apa. Sekah lagi ayahnya menoleh. Dan sekali itu ia berdiri. Dipandangnya George lalu
terhenyak duduk kembali George lari mendekati.
"Ada apa, Yah" Ada apa" Mana Timmy?"
"George! Benarkah kau di sini George" Ketika aku menoleh dan melihatmu tadi
kusangka aku bermimpi!" kata ayahnya. "Bagaimana kau bisa sampai di sini"
Astaga! Mustahil kau bisa sampai di sini."
"Ayah tidak apa-apa, Yah" Apakah yang terjadi - dan kemana Timmy?" tanya George
bertubi-tubi, ia memandang berkeliling, tapi anjmg kesayangannya itu tetap tidak
kelihatan batang hidungnya. Tiba-tiba George tercengkam rasa ngeri. Jangan-
jangan Timmy ditimpa bencana!
"Kau tadi melihat dua orang laki-laki?" tanya ayahnya Ke manakah mereka pergi?"
"Aduh kita saling bertanya - dan tak ada yang sempet menjawab," kata George
"Katakan padaku dulu - mana Timmy?"
"Entah," kata ayahnya. "Kedua laki-laki itu, apakah mereka naik ka atas menara?"
"Ya," kata George. "Apakah yang sebenarnya terjadi di sini, Ayah?"
"Kalau mereka naik ke menara, kita akan aman selama setu jam," kata ayahnya.
"Sekarang dengarkan. George! Dengarkan baik-baik ini penting sekali."
"Aku mendengarkan," kata George "Tapi cepatlah, lalu katakan apa sebetulnya yang
terjadi dengan Timmy."
"Kedua laki-laki itu terjun dengan payung kemari dengan makaud menyelidiki
rahasiaku," kata ayahnya. "Sekarang kuceritakan tujuan percobaanku - yaitu
menggantikan batu bara dan minyak sebagai pembangkit energi. Kalau percobaanku
berhasil baik, orang-orang tak perlu lagi menggali tanah. Kita tak memerlukan
tambang-tambang batu bara dan minyak."
"Astaga!" kata George "Akan menggembirakan sekali penemuan itu!"
"Memang," jawab ayahnya. "Dan jika sudah selesai hasil percobaanku hendak
kusumbangkan demi kepentingan seluruh dunia - dan takboleh sampai dikuasai satu
negara seja atau sekelompok manusia. Aku memaksudkannya sebagai hadiah untuk
seluruh umat manusia, George. Tapi ada orang-orang yang menginginkan rahasiaku
untuk dimiliki sendiri agar dengan begitu mereka bisa memperoleh kekayaan
berlimpah-limpah!" "Aduh jahat sekali mereka!" seru George. "Teruslah bercerita! Bagaimana mereka
bisa mengetahui tentang percobaan Ayah?"
"Soalnya gagasan ini kulakukan bersama beberapa rekanku," kata ayahnya lagi.
"Lalu seorang di antaranya mengkhianati kami. Ia pergi pada sekelompok usahawan
yang berkuasa dan menceritakan tentang gagasanku pada mereka. Ketika aku
mendengar kabar tentang pengkhianatannya kuputuskan untuk bekerja seorang diri
secara tersembunyi sampai percobaanku selesai. Dengan bagitu takkan ada lagi
yang bisa berkhianat.'' "Karena itu Ayah ke mari?" kata George. "Ke pulauku!" "
"Betul - karena aku memerlukan air di sekeliling serta di atasku," kata ayahnya
"Secara kebetulan saja kulihat salinan pata kuno Puri Kirrin. Setelah melihat
lorong yang ada di peta itu - maksudku yang ada bilik batu - aku lantas
berpikir-pikir. Jika lorong itu benar-benar lewat di bawah dasar laut, seperti
yang digambarkan di situ, maka tempat itu cocok sekali bagiku untuk melakukan
percobaan." "Aduh dan waktu itu aku rewel sekali mengenainya," kata George. Ia merasa malu
karena teringat betapa jengkel perasaannya saat itu.
"O ya?" kata ayahnya seakan-akan sudah lupa "Yah, pokoknya aku lantas ke mari
sambil membawa seluruh peralatanku. Tapi ternyata mereka berhesil menemukan
tempat persembunyianku. Dan aku mereka tawan di sini!"
''Kasihan! Bisakah aku menolong, Yah?" kata George "Aku bisa kembali ke darat
dan membawa bantuan ke mari!"
"Ya, kau bisa melakukannya " jawab ayahnya "Tapi hati-hati. jangan sampai nampak
oleh kedua laki-laki itu, George."
"Akan kulakukan semua yang Ayah inginkan. Apa saja!" kata George. "Tapi
katakanlah dulu - apa sebetulnya yang terjadi dengan Timmy?"
"Ia selalu menemani aku," kata ayahnya. "Ia anjing yang sungguh-sungguh baik,
George! Tapi pagi itu ketika aku baru saja keluar dari lubang dalam bilik batu
bersama Timmy dan menuju ke menara untuk memberi isyarat pada kalian tahu-tahu
kedua laki-laki itu menyergap dan memaksa aku kambali ke mari!"
"Tapi apakah yang terjadi dengan Timmy?" tanya George dengan tidak sabar. Kapan
ayahnya akan menceritakan duduk perkara yang sangat ingin diketahuinya"
"Timmy langsung menyerang kedua orang itu," kata ayahnya. Tapi seorang di antara
mereka barhasil menjeratnya dengan tali. Jerat itu ditarik kuat-kuat. Nyaris
saja Timmy tercekik."
"Aduh kasihan Timmy," kata George. Air matanya ber|inang-linang. "Apakah dia -
selamatkah dia, Ayah?"
"Ya. Dan pembicaraan kedua laki-laki itu kemudian aku tahu bahwa mereka
mengurungnya dalam sebuah gua," kata ayahnya. "Pokoknya tadi kulihat seorang
dari mereka mengambil makanan anjing dari sebuah tas. Jadi kita bisa menarik
kesimpulan bahwa Timmy masih hidup dan selamat!"
George merasa lega. Pokoknya yang penting baginya Timmy hidup dan selamat! Ia
melangkah ke sebuah lubang. yang menurut perasaannya pasti menuju ke sebuah gua
lagi. "Aku akan mencari Timmy, Ayah!" katanya. "Dia harus kutemukan dulu!"
Bab 17 TIMMY DITEMUKAN "TUNGGU, George!" seru ayahnya "Kembalilah dulu! Masih ada suatu hal penting
sekali yang harus kukatakan. Ke marilah!"
George mendatangi ayahnya kembali. Sebetulnya ia sudah tidak sabar lagi. Ia
hendak cepat-cepat mengambil Timmy di mana pun anjing kesayangannya itu barada.
George hendak mencarinya!
"Dengarkan baik-baik," kata ayahnya. "Aku mempunyat sebuah buku berisi semua
catatan mengenai percobaan basar ini. Orang-orang itu belum menemukannya! Aku
ingin agar kau menyelamatkannya ke daratan George. Jangan sampai hilang! Jika
kedua laki-laki itu sampai memparolehnya. maka mereka akan memiliki semua
keterangan yang dicari-cari selama ini!"
"Tapi tidak bisakah mereka mengetahui semuanya dengan jalan melihat pera!atan
Ayah yang ada di sini?" tanya George
"Pengetahuan mereka memang cukup banyak," kata ayahnya. "Dan sejak mereka di
sini semakin banyak lagi yang mereka ketahui. Tapi semuanya masih belum cukup.
Aku tak berani memusnahkan buku catatanku, karena kalau teriadi apa-apa dengan
diriku nanti gagasanku yang hebat akan lenyap! Jadi buku ini harus kupercayakan
pada mu, George. Kau harus membawanya ke alamat yang akan kuberikan dan
menyerahkannya pada orang yang ada di situ."
"Besar sekali pertanggungjawabannya," kata George. Ia agak ngeri disuruh menjaga
buku yang begitu besar arti iya. Bukan hanya untuk ayahnya sendiri tapi mungkin
pula untuk seluruh dunia "Tapi aku akan melakukan tugas itu sebaik mungkin Ayah.
Aku akan bersembunyi dalam salah satu gua di sini sampai mereka kembali. Setelah
itu aku menyalinap lewat lorong menuju lubang masuk yang tersembunyi. Dengan
perahu aku akan pergi ke daratan. Lalu akan segera kuantarkan buku catatan Ayah
dan kembali lagi ke sini dengan membawa bantuan."
"Bagus," kata ayahnya lalu memeluk George. "Sungguh kau benar-benar barsikap
tabah seperti anak laki-laki George Aku bangga padamu."
George tersenyum pada ayahnya karena menurut perasaannya ucapan ayahnya itu
sangat menyanangkan. "Sekarang aku hendak mencari Timmy dulu. Aku harus melihat apakah ia selamat
sebelum aku bersembunyi dalam salah satu gua."
"Baiklah," kata ayahnya "Laki-laki yang mengambil makanan anjing tadi pergi ke
sana. George - lebih. jauh lagi ke arah laut. O ya - bagaimana sebenarnya sampai
kau barada di sini pada saat tengah malam?"
Baru saat itu nampaknya ayahnya menyadari bahwa George bisa pula menceritakan
pengelamannya. Tapi George tidak mau membuang-buang waktu lagi. Ia harus mencari
Timmy! "Lain kali saja kucaritakan Ayah," katanya. "Mana buku catatan itu?"
Ayahnya pargi ka bagian belakang gua. Diambilnya sebuah peti lalu berdiri di
atasnya. Jarinya meraba-raba celah yang gelap di dinding gua. Akhirnya
ditemukannya barang yang dicari.
Barang itu sebuah buku tulis yang tipis. Halaman-halamannya tipis sekali.
Dibukanya buku itu. George melihet gambar-gambar diagram yang dibuat dengan
sanget rapi serta catatan-catatan yang ditulis oleh ayahnya dengan tulisan
tangannya yang kecil-kecil dan rapi.
"Ini dia bukunya," kata ayahnya sambil menyerahkan buku itu pada George. "Jaga
baik-baik! Kalau terjadi apa-apa dengan diriku, buku mi masih akan memberi
kemungkinan bagi rekan-rekanku untuk menyebarluaskan gagasanku kapada seluruh
dunia. Dan jika ternyata aku selamat nanti aku akan sangat gembira memperoleh
buku itu kembali. Dengannya aku tak perlu mengulangi seluruh percobaan."
George mengambil buku berharga itu lalu dimasukkan-nya ke kantong mantel
hujannya. "Aku akan menjaganya baik-baik Ayah. Sekarang aku harus pergi mencari Timmy.
Kalau tidak, kedua laki-laki itu akan sudah kembali sebelum aku sempat
bersembunyi dalam salah satu gua yang lain."
George masuk ke gua berikutnya. Gua itu kosong. Kemudian ia menyusur sebuah
lorong batu yang berbelok-belok.
Tiba tiba didengarnya suara yang sudah sangat dirindukannya Terdengar suara
anjing melolong. Ya melolong!
"Timmy!" seru George bergembira. "Aduh, Timmy! Aku datang!"
Seketika itu juga Timmy tidak melolong lagi. Ia menggonggong dengan riang.
Nyaris saja George terjatuh karena mencoba lari dalam lorong sempit itu. Sorotan
senternya menampakkan sebuah batu besar. Batu itu kelihatannya menutup lubang
sebuah gua kecil di sisi lorong. Dan suara Timmy datang dari arah gua itu.
Anjing itu mengais-ngais batu dengan bingung.
George berusaha menggeser batu itu sekuat tenaganya.
"Timmy!" serunya terengah-engah "Timmy! Kau akan kukeluarkan dan situ. Tunggu
aku datang, Timmy!" Batu besar itu tergesar sedikit George menariknya sekali lagi. Sebetulnya batu
itu terlalu berat, George seakan-akan mendapat penambahan tenaga gaib.
Sekonyong-konyong batu itu tergeser ke samping. Untung George cepat
menyingkirkan satu kakinya Kalau tidak pasti remuk tertindih!
Timmy menyelipkan tubuhnya di celah yang terjadi. Dengan segera ditubruknya
tuannya. Begitu gembira perjumpaan mereka!
Akhirnya George mendorong anjing kesayangannya itu. "Masih ada tugas yang harus
kita lakukan Timmy! Kita harus lari dari sini! Kita harus pergi ke daratan, dan
kembali membawa bantuan untuk menolong Ayah!
George bangkit lalu menyorotkan senter ke gua sempit tempat Timmy terkurung
tadi. Dilihatnya di situ ada baki berisi air serta beberapa potong roti makanan
anjing. Ternyata kedua laki-laki itu tidak memperlakukan Timmy secara sia-sia.


Lima Sekawan 6 Rahasia Di Pulau Kirrin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hanya sewaktu ditangkap. Timmy nyaris tercekik oleh jerat. George meraba-raba
leher Timmy. Tapi ternyata tak luka.
"Sekarang kita harus bergegas kembali ke gua tempat Ayah - sudah itu mencari gua
lain yang lebih jauh lagi. Kita harus bersembunyi di situ sampai mereka kembali
dari menara. Sudah itu kita menyelinap ke luar. Menuju bilik batu yang sempit
lalu pergi ke perahu dan kembali ke daratan," kata George. "Dalam kantongku ada
buku yang sangat penting artinya Tim!"
Tiba-tiba Timmy menggeram. Bulu tengkuknya menegak George terpaku sambil
mendengarkan. Dari arah lorong terdengar suara yang galak.
"Aku tak tahu siapa Anda dan dari mana Anda datang - tapi jika Anda berani
melepaskan anjing itu akan langsung kutembak! Dan supaya Anda percaya bahwa aku
tidak membual, inilah bukti bahwa aku membawa pistol!
Terdengar letusan karas. Pelurunya membentur langit langit lorong itu Tim dan
George tarlonjak karena kaget. Timmy sudah mau menerjang, tapi George memagang
kalung lehernya kuat-kuat. Ia takut sekali. Otaknya bekerja keras mencari akal.
Gema letusan senjata tadi memantul berulang-ulang. Seram kedengarannya! Timmy
sudah tidak menggeram lagi George berdiri seperti terpaku.
"Nah, Anda dengar sendiri tadi?" kata orang yang tak
kelihatan itu "Kalau an|ing itu menyerang akan kutembak. Aku tak mau membiarkan
rencanaku dirintangi saat ini. He! Anda yang di dalam itu - sekarang ke luar!
Berdiri di lorong supaya aku bisa melihat. Tapi kukatakan sekali lagi - jika
anjing itu ikut, akan kutamatkan riwayatnya!"
"Tim! Ayo lari - bersembunyilah!" bisik George. Tiba-tiba ia teringat pada
sesuatu ingatan itu membangkitkan rasa cemas. Buku ayahnya yang barharga ada
padanya - dalam kantong mantelnya! Bagainana jika orang itu menemukan buku
tersebut" Ayah pasti akan sedih jika mengetahui bahwa rahasianya ternyata
berhasil juga dicuri orang itu.
Cepat-cepat George mengambil buku tipis itu dan kantongnya lalu disodorkan pada
Timmy. "Bawa ini Tim," bisiknya "Sekarang pergilah bersembunyi sampai keadaan sudah
aman kembali. Ayo cepatlah pergi! Aku takkan apa-apa."
George lega ketika Timmy menghilang dalam lorong lari menjauh ke arah laut.
Mudah-mudahan saja ia berhasil menemukan tempat persembunyian yang aman. Lorong
itu mestinya tidak begitu panjang lagi. Tapi sebelumnya Timmy mungkin sudah
menemukan pojok yang gelap dan menunggu di situ sampai dipanggil lagi.
"Ayo mau ke luar atau tidak?" seru orang tadi dengan marah "Jangan sampai aku
harus memaksamu ke luar - - karena aku akan datang sambil menembak!"
"Aku datang!" kata George ketakutan lalu melangkah maju. Dilihatnya cahaya
senter dan sesaat kamudian matanya disilaukan cahaya itu yang memancar tepat
mengenai mukanya. Terdengar orang itu berseru kaget.
"Astaga! Seorang anak laki-laki! Apa yang kaulakukan di sini - dan dari mana
datangmu?" Rambut George yang keriting dan dipotong pendek menyebabkan orang itu menyangka
ia anak laki-laki. Dan George juga tidak mengatakan keadaan yang sebenarnya.
Orang itu memegang pistol. Tapi begitu melihat George senjata itu diturunkannya.
"Aku cuma ingin menolong anjingku serta mencari Ayah," kata George dengan suara
seperti ketakutan. "Kau takkan mungkin bise menggeser batu besar itu," kata orang itu. "Tak mungkin
anak sekecil kamu bisa sekuat itu. Dan kau juga tidak bisa menyelamatkan ayahmu.
Seperti tentunya sudah kaulihat sendiri ayahmu kami tawan!"
"Ya," kata George Ia senang karena orang itu menyangka ia tidak cukup kuat untuk
menggeser batu besar itu. Dan ia pun takkan membuka mulut tentang Timmy. Jika
orang itu menyangka Timmy masih terkurung dalam gua - syukurlah!
Kemudian didengarnya suara ayahnya memanggil-manggil dengan camas, dari arah
belakang orang itu. "Kaukah itu George" Kau tidak apa-apa?"
"Ya Ayah!" seru George. Mudah-mudahan saja ayahnya tidak menanyakan Timmy.
Kemudian orang itu memanggilnya George, didorongnya. disuruh jalan di depannya.
Mereka beriring-iring kembali ke gua tempat ayah George dikurung.
"Ini putra Anda," kata orang itu "Anak konyol - mengira bisa membebaskan anjing
galak itu! Anjing itu kami kurung dalam sebuah gua yang mulutnya kami sumpal
dengan batu basar!" Saat itu ada orang yang datang dari sebelah sana gua. Ia tercengang melihat
George ada di situ. Temannya menjelaskan.
"Ketika aku sampai di sini tadi, tiba-tiba kudengar suatu bunyi di sebelah sana.
Kedengaran suara anjing menggonggong, serta seseorang berbicara dengannya. Aku
langsung ke sana - dan kutemukan anak ini. Ia mencoba membebaskan anjing itu.
Kalau ia berhasil tadi dengan sendirinya anjing itu terpakse kutembak!"
"Tapi - bagaimana anak ini bisa sampai di sini?" tanya orang yang baru datang,
ia rnasih tercengang. "Biar dia sandiri yang menceritakannya!" kata temannya. Dan saat itu untuk
pertama kali ayah George mendengar bagaimana caranya George datang ke pulau -
dan untuk apa ia ke situ.
George menceritakan bahwa ia menunggu-nunggu Timmy muncul dalam bilik kaca di
atas menara. Ketika anjing kesayangannya itu tidak kelihatan, ia lantas khawatir
dan curiga. Karena itu ia mengambil tekad untuk menyeberang dengan perahu ke
pulau pada tengah malam. Kemudian dilihatnya kedua laki-laki itu tiba-tiba
muncul. George masuk ke lorong lalu berjalan terus sampai tiba di gua tempat
ayahnya terkurung. Ayahnya terdiam mendengar ceritanya.
"Ternyata kau anak yang bandel," kata satu di antara kedua iaki-laki tak dikenal
itu. "Tapi di pihak lain. Anda boleh bangga mempunyai putra seperti dia. Tak
banyak anak laki-laki yang seberani dia mengambil risiko yang begitu besar,"
katanya kemudian pada ayah George.
"Ya - aku bangga padamu George," kata ayahnya sambil menatapnya dengan was-was.
George tahu apa yang dipikirkan ayahnya saat itu. Pasti tentang bukunya yang
berisi catatan berharga! Apakah George cukup panjang akalnya dan cepat-cepat
menyembunyikan" George tak berani memberitahukan pada ayahnya selama kedua laki-
laki itu masih ada di situ.
"Soalnya menjadi rumit sekarang," kata orang yang satu lagi sambil memandang
George. "Kalau kau tidak pulang pasti akan langsung dicari! Mungkin ada pula
orang ke mari nanti untuk memberitahu ayahmu bahwa kau hilang! Saatt ini kami
tidak menghendaki ada orang ke mari. Sebelumnya kami harus mengetahui segala
sesuatunya yang ingin kami ketahui!"
Ia berpaling pada ayah George.
"Jika Anda mau mengatakan rahasia yang ingin kami ketahui serta menyerahkan
semua catatan yang ada, kami akan membebaskan Anda. Kami akan membayar berapa
pun yang Anda minta lalu pergi dari sini."
"Dan jika aku tetap tidak mau?" tanya ayah George.
"Kami terpaksa meledakkan semua mesin-mesin Anda serta menara yang ada di atas.
Dan Anda mungkin takkan ditemukan lagi untuk selama-lamanya karena akan terkubur
di sini," kata orang itu. Nada suaranya tiba-tiba menjadi sangat galak.
Sesudah itu sunyi. George memandang ayahnya. "Anda takkan melakukannya," katanya kamudian "Anda
takkan memperoleh keuntungan dari tindakan itu!"
"Pilihan yang ada bagi kami cuma dua," kata orang itu lagi. "Semuanya - atau
tidak sama sekali! Sekarang ambillah keputusan. Kami memberi waktu sampai pukul
setengah sebelas pagi - jadi masih ada waktu tujuh jam. Setelah itu Anda
membeberkan semuanya pada kami - atau pulau mi akan kami ledakkan!"
Kedua laki-laki itu pergi meninggalkan George bersama ayahnya. Tinggal tujuh jam
lagi. Dan setelah itu - mungkin riwayat Pulau Kirrin akan tamat!
Bab 18 PUKUL SETENGAH LIMA PAGI
BEGITu kedua laki laki itu menjauh dengan segera ayah George berbisik bisik.
"Percuma," katanya. "Aku akan terpaksa menyerahkan buku catatanku pada mereka.
Aku tak bisa mengambil risiko bahwa kau mungkin akan tertimbun di sini, George.
Aku sendiri tak paduli - karena orang-orang seperti aku harus bersedia
menanggung resiko seumur hidup. Tapi sekarang keadaannya lain karena kau ada di
sini!" "Buku catatan itu tak ada padaku, Ayah," bisik George. "Tadi kubenkan pada
Timmy. Aku tadi berhasil menggeser batu besar yang menutupi mulut gua tempatnya
dikurung - walau mereka mengira aku takkan mungkin mampu! Buku itu kuberikan
pada Timmy! Ia kusuruh bersembunyi sampai aku datang lagi menjamputnya."
"Bagus George!" puji ayahnya. "Nah, apabila Timmy sekarang kaubawa ke sini
mungkin ia akan bisa menyergap kedua laki-laki itu sebelum mereka sadar bahwa ia
sudah bebas! Timmy mampu mengalahkan kedua laki-laki itu sekaligus!"
"O ya!" kata George. "Itulah satu-satunya kemungkman bagi kita! Kujemput saja
dia sekarang juga! Aku akan masuk sedikit ke lorong itu lalu bersiul
memanggilnya! Tapi - kenapa Ayah sendiri selama ini tidak beruseha menyelamatkan
Timmy?" "Aku tak mau meninggalkan buku catatanku," kata ayahnya. "Aku juga tak mau
mengantonginya karena khawatir jika aku dikejar oleh mereka dan kemudian buku
itu mereka temukan. Aku merasa tak sanggup meninggalkannya di sini, lalu pergi
mencari Timmy. Aku tahu ia tidak apa-apa karena kulihat seorang dari mereka
mengambil makanan anjing dari dalam tas. Sekarang pergilah George. Panggil
Timmy. Kedua laki-laki itu sebentar lagi mungkin akan datang lagi."
George mengambil senternya, lalu masuk ke lorong yang menuju gua tempat Timmy
tadi. George bersiul dengan nyaring lalu menunggu. Tapi Timmy tidak muncul
George bersiul sekali lagi, lalu melangkah lebih jauh masuk ke lorong. Namun
Timmy tetap tidak muncul.
Sekarang George berseru memanggil-manggil.
"TIMMY! TIMMY! KE SINI!" serunya kuat-kuat. Tapi Timmy masih belum muncul juga.
Tak terdengar gonggongan gembira, begitu pula langkahnya berlari-lari.
"Sialan!" pikir George "Mudah-mudahan ia tidak lari terlalu jauh ke dalam
sehingga tak mendengar panggilanku. Sebaiknya aku masuk agak dalam lagi."
George berjalan menyusur lorong melawati gua tampat Timmy dikurung sebelumnya
Tapi Timmy masih belum muncul.
George melewati suatu tikungan. Ternyata setelah itu lorong bercabang tiga. Tiga
buah lorong. Semuanya gelap, sunyi dan dingin Wah! George tak tahu lorong mana
yang harus dipilihnya. Ia nekad mengambil lorong sebelah kiri.
Tapi lorong itu tak lama kemudian bercabang tiga lagi! George berhenti
melangkah. "Jika aku terus berjalan pasti akan tersesat nanti," pikirnya. "Aku tak berani
karena terlampau menyaramkan."
Ia mulai berseru-seru lagi memanggil Timmy. Suaranya menggema daiam lorong.
Kedengarannya sangat aneh!
George kembali ke gua tempat ayahnya. Hatinya kecut. "Ayah, Timmy sama sekali
tak muncul ketika kupanggil. Rupanya ia memasuki salah satu lorong di sana, lalu
tersesat! Aduh, benar-benar gawat. Di belakang gua ini banyak sekali terdapat
lorong yang bersimpang siur. Seakan-akan seluruh dasar laut terdiri dan lorong-
lorong!" George terhenyak. Tampangnya sedih sekali.
"Mungkin saja," kata ayahnya "Yah - rencana kita yang bagus ternyata gagal! Kita
harus mencari akal lain."
"Aku ingin tahu. apa yang dikatakan Julian dan yang lain-lainnya jika mereka
nanti bangun dan melihat aku sudah tidak ada," kata George sekonyong-konyong
"Mungkin saja mereka akan ke mari, mencari aku."
'Tak banyak gunanya," kata ayahnya "Kedua orang itu akan masuk ke mari dan
menunggu salama mereka ada di pulau. Takkan ada orang yang tahu di mana kita
berada. Mereka kan tidak mengetahui bahwa dalam bilik batu itu ada jalan masuk
ke mari?" "Tidak," jawab George "Juga apabila mereka ke mari, mereka takkan mungkin
menemukannya. Kami sudah mencari-carinya sebelum ini. Dan itu berarti mereka
akan ikut diledakkan bersama pulau. Wah! Gawat. Ayah!"
"Sayang kita tidak tahu di mana Timmy sekarang," kata ayahnya. "Atau kita bisa
mengirim pesan pada Julian melarangnya datang ke sini. Pukul berapa sekarang"
Astaga! Sudah pukul setengah empat pagi. Kurasa Julian dan adik-adiknya sedang
tidur nyanyak saat ini. Julian memang sedang tidur nyanyak Bagitu pula Anne dan Dick Jadi tak ada yang
tahu bahwa pambaringan George kosong.
Tapi pukul setengah lima Anne terbangun karena kepanasan.
"Kubuka saja jendela!" katanya "Panas sakali hawa dalam kamar ini!"
Anne bangun, lalu pergi ke jendela dan membukanya. Ia berdiri di situ sebentar,
memandang ke luar. Langit berbintang, air teluk berkilau remang-remang.
"George, bisik Anne "Masih tidurkah kamu?"
Tapi tak terdengar jawaban dan tempat tidur George. Anne menajamkan telinga. He
- bahkan bunyi napas saja tak kedengaran Adakah George di situ"
Anne meraba-raba tempat tidur George. Ternyata tak ada yang berbaring di
dalamnya. Anne menyalakan lampu kamar. Piyama George tergeletak di tempat tidur.
Tapi pakaiannya lenyap! "George pergi ke pulau!" pikir Anne ketakutan. "Seorang diri. Padahal malam ini
begini gelap!" Anne pergi ke kamar abang-abangnya. Ia meraba-raba di tempat tidur Julian lalu
menggoncang goncang bahu abangnya itu Julian kaget dan terbangun.
"He! Ada apa"!"
"George tak ada di tampat tidurnya, Julian. Pembaringannya masih rapi," bisik
Anne. Bisikannya itu membangunkan Dick. Ia pun langsung terduduk.
"Sialan! Mestinya sudah kuduga. George akan melakukan perbuatan konyol seperti
itu," kata Julian. "Pada tengah malam lagi! Padahal di sekitar pulau banyak
bertebaran batu karang yang berbahaya. Sekarang - tindakan apa yang harus kita
ambil" Sudah kukatakan padanya jangan pergi ke pulau - Timmy pasti tak apa-apa!
Kurasa tentunya Paman Quentin cuma lupa mengajeknya naik ke atas menara kemarin!
George sebenarnya kan bisa menunggu sampai setengah sebelas pagi ini - dan saat
itu mungkin akan bisa melihat Timmy lagi!"
"Jadi - kita tidak bisa berbuat apa-apa sekarang?" tanya Anne dengan cemas.
"Betul," jawab Julian. "Aku merasa pasti George kini sudah tiba dengan selamat
di Pulau Kirrin. Bertengkar lagi dengan Paman Quentin dan repot dengan Timmy.
George memang benar-benar keterlaluan!"
Mereka masih berembuk lagi selama setengah jam. Kemudian Julian memandang
arlojinya. "Pukul lima," katanya. "Lebih baik kita mencoba tidur lagi sebentar. Bibi Fanny
nanti pasti cemas kalau mendengar bahwa George menghilang!"
Anne kembali ke kamarnya. Begitu rebah di tempat tidur, ia langsung terlelap
lagi. Tapi Julian tak dapat tidur. Pikirannya selalu melayang memikirkan George
dan bertanya-tanya pada diri sendiri ke mana anak itu. Kalau George kambali
nanti akan diomelinya habis-habisan!
Tiba-tiba didengarnya bunyi aneh di bawah. Bunyi apa itu" Kedengarannya seperti
ada yang mencoba masuk lewat jendela. Adakah jendela yang terbuka" Ya - jendela
kamar cuci mungkin tidak ditutup.
BRENGG! Apa itu" Tak mungkin pancuci - karena pencuri takkan mungkin berisik separti
itu. Pencuri konyol namanya!
Kemudian terdengar bunyi langkah menaiki tangga. Pintu kamar Julian didorong
dari luar sehingga terbuka sedikit. Julian ketakutan. Baru saja tangannya hendak
menyalakan lampu. ketika dengan tiba-tiba ada barang berat menindih dadanya!
Julian terpekik, menyebabkan Dick kaget dan terbangun. Ia menyalakan lampu. Saat
itu barulah Julian melihat apa yang naik ke tempat tidurnya - Timmy!
"Timmy! Bagaimana kau bisa ke mari" Mana George" Betulkah ini kamu Tim?"
'Timmy!" Dick ikut tercengang "Jadi rupanya George membawanya pulang! Jadi
George juga ada di sini?"
Mendengar ribut-nbut itu Anne terbangun. Lalu masuk ke kamar Julian dan Dick
"He - Timmy!" serunya kaget. "Jadi George juga kembali Julian?"
"Kelihatannya tidak," kata Julian bingung. "Apa yang di moncongmu itu Tim" Ayo
lepaskan. Manis - lepaskan, kataku!"
Timmy melepaskan benda yang digigitnya selama itu. Julian mengambilnya.
"Buku catatan!" katanya "Dengan tulisan tangan Paman! Apa sebetulnya yang
tarjadi" Bagaimana Timmy memperoleh buku ini - dan bagaimana caranya ia ke mari
dengan buku ini" Benar-benar luar biasa."
Tidak ada yang bisa menebak bagaimana caranya Timmy tiba-tiba muncul dengan
sebuah buku catatan milik Paman - sedang George tidak ikut!
"Benar-benar aneh!" kata Julian. "Ada sasuatu yang tidak bisa kumengerti. Lebih
baik kita bangunkan saja Bibi Fanny!"
Anak-anak membangunkan Bibi Fanny, lalu menceritakan semua yang mereka ketahui.
Ternyata Bibi benar-benar cemas katika mendengar bahwa George pergi. Diambilnya
buku catatan Paman. Dengan segera disadarinya babwa buku itu penting!
Buku ini harus kusimpan dalam lemari besi," katanya. "Aku tahu buku ini sangat
berharga. Bagaimana bisa sampai ada pada Timmy?"
Tindak tanduk Timmy anah mengais-ngais kaki Julian sambil mendengking-dengking
palan. Tadi kelihatsnnya ia senang sekali bertemu dengan anak-anak Tapi sekarang
- rupanya ia masih hendak mengatakan sesuatu.
"Ada apa. Tim?" tanya Dick. "Bagaimana kau bisa sampai di sini" Kau tadi tidak
berenang, karena bulumu tidak basah Kalau naik perahu mestinya dengan George -


Lima Sekawan 6 Rahasia Di Pulau Kirrin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

padahal ia kautinggal di pulau."
"Kalau menurut perasaanku pasti tarjadi sesuatu dengan diri George," kata Anne
sekonyong-konyong. "Kurasa, Timmy menggaruk-garuk terus karena hendak mengajakmu
mencari George. Mungkin ia kembali dengan parahu - tapi kemudian tertidur di
pantai karena terlalu capek. Atau ada kajadian lain! Kita harus melihatnya!"
"Kurasa benar juga katamu '' kata Julian. "Bibi Fanny, tolong sediakan minuman
hangat! Siapa tahu George kedinginan dan terlalu capek. Kami akan memeriksa
sekarang ke pantai. Sebentar lagi matahari terbit. Langit di timur sudah mulai
terang." "Kalau begitu cepatlah berpakaian," kata Bibi Fanny. Ia masih tetap cemas.
"Aduh, keluargaku memang keterlaluan - ada-ada saja yang terjadi dengan mereka!"
Julian dan kedua adiknya bergegas mengenakan pakaian. Timmy menunggu dengan
sabar. Kemudian mereka pergi ke luar rumah. Julian menuju ke pantai. Tapi Timmy
berhenti. Digaruk-garuknya Dick, lalu lari beberapa lang kah ke arah yang
berlawanan "He! Rupanya ia bukan hendak mengajak kita ke pantai! Kita harus ke arah yang
berlawanan!" kata Julian heran. "Baiklah Tim! Kau berjalan duluan - kami
mangikuti dari belakang!"
Bab 19 BERTEMU DENGAN MARTIN
TIMMY lari mengitan rumah menuju ke padang belantara yang terbentang di
belakang. Mau ke mana anjing itu"
"Aneh! Aku yakin. George takkan mungkin ada di sekitar sini," kata Julian
Tapi Timmy terus berjalan dengan cepat. Sekali-sakali ia menoleh ke belakang
untuk meyakinkan diri bahwa anak-anak mengikutrnya. Timmy menuju ke tambang batu
yang sudah ditmggalkan. "Tambang batu! Jadi ke mari George rupanya," kata Dick "Tapi untuk apa?"
Anjing itu turun ke dalam tambang sambil terpeleset-peleset melewati sisinya
yang curam. Anak-anak menyusul. Untung saja tampat itu tidak lagi sebecek
kemarin. Karenanya mereka berhasil sampai di dasar lubang tanpa mengalami
kecelakaan. Timmy langsung menuju batu besar yang menonjol, lalu menghilang di bawahnya.
Terdengar ia menggonggong sekali dengan nada tegas. Seakan-akan hendak
mengatakan "Ayo! Lewat sini - cepatlah!"
"Ia masuk ke terowongan di bawah batu," kata Dick "Kita kan belum sampat
memeriksanya. Rupanya di dalam ada semacam lorong. Tapi masa George ada di
situ?" "Aku dulu yang masuk," kata Julian lalu menyusup masuk lubang. Dengan segera ia
sampai ke tempat yang lebih lapang, dan tak lama kemudian sudah bisa berdiri
walau agak membungkuk. Ia melangkah agak jauh ke dalam. Didengarnya sekali-
sekali Timmy menggonggong. tidak sabar lagi. Tapi sejenak kemudtan Julian
berhenti. "Tak ada gunanya mengikutimu dalam gelap seperti begini Tim!" serunya "Kami
harus kambali dulu mengambil senter. Aku tak bisa meiihat apa-apa di sini!"
Sementara itu Dick sudah menyusul masuk. Julian berseru menyuruh adiknya keluar
lagi. "Terlalu gelap di sini," katanya "Kita harus mengambil senter dulu. Jika karena
salah satu alasan George ada dalam lorong ini mestinya ia mengalami kecelakaan.
Jadi kita harus membawa tali serta obat!"
Anne menangis karena kasihan membayangkan George terbaring luka dalam lorong
yang gelap Begitu Julian kembali di luar dirangkulnya Anne. Ditolongnya anak itu
naik ke atas lagi. Dick menyusul di belakang mereka.
"Kau tak parlu khawatir," kata Julian. "Kita akan berhasil menolongnya. Tapi aku
heran apa sababnya ia ke mari. Dan aku masih tetap belum bisa mengerti,
bagaimana caranya bersama Tim kembali dari pulau. Karena tarnyate mereka di sini
- dan bukan di pantai."
"He - itu Martin!" seru Dick sekonyong-konyong. Dan benarlah! Pemuda itu tegak
di tepi lubang tambang. Ia terkejut melihat Julian beserta kedua adiknya ada di
situ - seperti mereka juga kaget melihat Martin tiba-tiba muncul!
"Pagi benar kau sudah bangun!" seru Dick "Dan - kau mau berkebun rupanya. ya"
Untuk apa membawa-bawa sekop ke mari?"
Martin kelihatan agak kikuk tak tahu apa yang harus dikatakan. Tiba-tiba Julian
menghampinnya lalu mencengkeram bahu pamuda itu.
"Ada sesuatu yang tidak beres di sini Martin!" tukasnya. "Apa yang hendak
kauperbuat dengan sekopmu itu" Kau melihat George" Tahukah kau di mana ia
sekarang -atau kau tahu-menahu mengenainya" Ayo bilang!"
Martin kelihatan kaget sekali Disentakkannya bahunya sehingga tertepas dan
cengkeraman Julian. "George" Aku tidak melihatnya! Apakah yang terjadi dengan anak laki-laki bendel
itu?" "George bukan laki-laki - dia anak perempuan," kata Anne yang masih terisak-
isak. "Ia menghilang! Kami kira ia pergi ke pulau karena ingin mencari anjingnya
- tapi tahu-tahu Timmy sudah muncul di Pondok Kirrin. Lalu kami diajaknya ke
mari!" "Jadi nampaknya George ada di sekitar sini," kata Julian. "Sekarang aku kepingin
tahu adakah kau melihainya" Atau tahukah kau di mana ia sekarang?"
"Tidak, aku tidak tahu. Sungguh!" kata Martin.
"Kalau begitu, katakanlah untuk apa kau pagi-pagi ke mari membawa sekop lagi,"
kata Julian dengan kasar "Siapa yang kautunggu di sini" Ayahmu?"
"Ya," jawab Martin
"Dan apakah yang akan kalian lakukan?" tanya Dick. "Mengadakan panelitian dalam
lorong di bawah itu?"
"Ya," jawab Martin lagi. Tampangnya masam. Nampaknya agak cemas "Kan tidak ada
yang melarang?" "Aneh," kata Julian sambil menatap pamuda itu. "Kau harus tahu - kami yang akan
mengadakan penelitian di situ - bukan kahan! Kalau ada yang aneh di situ kamilah
yang akan menemukannya. Kalian takkan kami izinkan memasuki lubang itu. Sekarang
pergilah ke ayahmu. Katakan hal itu padanya!"
Tapi Martin tetap berdiri di situ. Mukanya menjadi pucat. Ditatapnya Julian
dengan lesu. Anne datang menghampirinya dengan air mata yang masih berhnang-
linang di pipinya. Dipagangnya lengan pamuda itu.
"Ada apa Martin" Kanapa mukamu tiba-tiba berubah" Ada apa sebetulnya?"
Anak-anak kaget sekali ketika Martin tiba-tiba berpaling. Ia terisak-isak!
Martin berdiri membelakangi mereka. Bahunya tergoncang-goncang.
"Astaga! Ada apa lagi?" kata Julian kesal. "Sudahlah Martin. Ceritakan pada kami
apa sebetulnya yang kausedihkan!"
"Aku sedih karena semuanya," kata Martin menggumam. "Kau tidak bisa membayangkan
bagaimana rasanya menjadi yatim piatu - tak ada yang mengurus - lalu.."
"Tapi ayahmu kan masih ada," kata Dick dengan segera
"Tidak! Orang itu sebenarnya bukan ayahku. Ia waliku! Tapi aku disuruhnya
memanggil dirinya ayah, jika kami sedang beraksi."
"Beraksi" Apa yang kalian lakukan?" tanya Julian.
"Macam-macam - tapi semuanya perbuatan jahat," kata Martin. Mengintip-ngintip,
menyelidiki tentang orang-orang! Lalu menerima pembayaran dari mereka jika kami
berjanji takkan membuka rahasia - begitu pula menjadi tukang tadah barang-barang
curian - dan membantu penjahat separti orang-orang yang ingin merebut rahasia
penemuan paman kalian."
"Nah!" seru Dick dengan segera. "Sekarang baru ketahuan! Aku sebelum ini juga
sudah curiga apa sebabnya kau dan Pak Curton begitu besar minatnya terhadap
Pulau Kirrin. Apakah tugas kalian yang sekarang?"
"Aku pasti dihajar waliku, jika ia sampai tahu bahwa aku menceritakannya pada
kalian," kata Martin. "Soalnya mereka barencana hendak meledakkan Pulau Kirrin.
Baru satu kali ini aku terlibat dalam tindakan yang begitu jahat - dan aku tahu
paman kalian ada di sana - dan mungkin George juga, jika kalian mengatakan
begitu. Aku tak sanggup!"
Air matanya meleleh lagi. Tidak enak rasanya melihat seorang pemuda menangis.
Julian dan kedua adiknya merasa kasihan terhadap Martin. Mereka juga kaget dan
ngeri ketika mendengar keterangannya bahwa Pulau Kirrin akan diledakkan.
"Dari mana kau mengetahuinya?" tanya Julian.
"Kalian kan tahu sendiri - Pak Curton memiliki pesawat radio yang bisa menerima
dan menyiarkan berita," kata Martin menjelaskan. Mereka yang ada di pulau juga
membawa sebuah. Maksudku orang-orang yang ingin mencuri rahasia paman kalian!
Jadi mareka mudah mengadakan hubungan. Mereka berusaha mencuri rahasia itu -
tapi jika tidak berhasil Pulau Kirrin akan mereka ledakkan! Dengan begitu takkan
ada yang bisa memperoleh hasil penemuan paman kalian. Tapi - mereka tidak bisa
meninggalkan pulau itu dengan parahu karena tak tahu jalan melewati batu-batu
karang." "Lalu bagaimana cara mereka pergi nanti"' tanya Ju-lian
"Kami merasa yakin lubang yang ditemukan Timmy di bewah waktu itu menuju ke
laut, dan lewat dasar laut sampai di Pulau Kirrin," kata Martin. "Ya aku tahu
kedengarannya memang sukar masuk akal! Tapi Pak Curton memiliki sebuah peta kuno
Di situ tertera dengan jelas, bahwa dulu ada lorong di bawah dasar laut. Kalau
ternyata benar - orang-orang yang di pulau akan bisa lari lewat lorong itu
setelah menyiapkan paledakan Pulau Kirrin Mengerti sekarang?"
"Ya," jawab Julian. Ia menank napas panjang. "Sekarang aku mengerti. Sekarang
jelas semuanya bagiku! Dan ada hal lain yang juga kumengerti kini. Rupanya Timmy
berhasil menemukan jalan pergi dari pulau dengan melewati lorong yang baru saja
kauceritakan. Karena itulah kami diajaknya ke mari! Ia hendak mengajak kami
pergi ke pulau untuk menyelamatkan George serta Paman Quentin!"
Kemudian semuanya terdiam Martin menunduk memandang ke tanah. Dick dan Julian
memeras otak. Anne tensak-isak sedikit. Semuanya sukar dibayangkan olehnya
Kemudian Julian menjamah lengan Martin.
"Tindakanmu tadi benar Martin - karena menceritakan sagala-galanya pada kami.
Mungkin kita masih bisa mencegah terjadinya bencana itu. Tapi kau harus membantu
kami. Mungkin sekopmu akan kami perlukan. Dan kurasa kau juga membawa santer.
Kami lupa membewanya! Kami tidak mau membuang-buang waktu lagi mengambil senter
ke rumah. Maukah kau ikut dan membantu kami" Maukah kaupinjamkan sekop dan
sentermu?" "Kau mau memparcayai aku?" tanya Martin dengan suara lirih. "Ya - aku mau
membantu kalian! Kalau kita buru-buru masuk sekarang. waliku takkan bisa lagi
menyusul karena tak membawa senter. Kita bisa pergi ke pulau dan menyatamatkan
George serta paman kalian lewat lorong!"
"Bagus!" seru Dick gembira. "Yuk, kalau begitu kita langsung saja masuk. Sudah
terlalu lama kita bicara di sini. Ayo Ju, kita turun! Berikan sekop dan sentermu
padanya Martin." "Kau jangan ikut," kata Juiian pada Anne. "Kembalilah ke rumah! Ceritakan apa
yang terjadi pada Bibi Fanny Maukah kau melakukannya?"
"Baik Aku memang tidak ingin ikut," kata Anne. "Aku kembalii saja sekarang.
Hati-hati ya Julian!"
Anne ikut turun. Dipandangnya ketiga anak laki-laki itu menghilang ke dalam
lubang di bawah batu. Sementara itu Timmy sudah tidak sabar lagi menunggu. Ia
menggong-gonggonggong. Ketika melihat anak-anak masuk, dengan segera ia lari
mendului. Menyusuri lorong! Sekah-sekali ia melihat ke belakang untuk melihat
apakah Julian serta yang lain-lain masih menyusul.
Sekarang Anne mendaki sisi tambang yang curam. Tiba-tiba ia merasa seperti
mendengar orang batuk Secepat kilat ia bersembunyi di balik semak sambil
mengintip di sela daun-daun di situ. Dilihatnya Pak Curton datang sambil
memanggil-manggil. "Martin! Ke mana lagi anak itu!"
Rupanya Pak Curton datang untuk mengajak Martin masuk ke lorong. Anne nyaris tak
berani bernapas. Berulang kali Pak Curton memanggil-manggil. Akhirnya ia tidak
sabar lagi lalu menuruni lereng lubang.
Tiba-tiba Pak Curton tergelincir! Disambarnya sebuah semak, tapi tumbuh-tumbuhan
itu terlepas dari tanah. Pak Curton terguling-guling sampai ke dekat tempat Anne
bersembunyi. Dilihatnya anak itu. Pak Curton nampak tercengang sejenak. Tapi
pandangan itu berubah menjadi ketakutan karena ia masih terguling-guling terus -
makin lama makin cepat. Anne mendengar orang itu mengerang ketika terbanting ke
dasar lubang. Anne memandang ke bawah dengan ketakutan. Pak Curton terduduk sekarang ia
memegang kakinya sambil mengerang-ngerang. Ia mendongak mencari Anne.
"Anne!" serunya. "Kurasa kakiku patah. Bisakah kau mencari pertolongan untukku"
Apa yang kaucari di sini pagi-pagi" Kau tadi melihat Martin?"
Anne tidak menjawab. Jika kaki Pak Curton patah tak mungkin bisa mengejar Julian
Dick dan Martin! Dan Anne bisa cepat-cepat melarikan diri. Ia memanjat dengan
hati-hati karena takut jatuh ke dasar lubang dan terkapar di sisi Pak Curton.
"Anne! Kau melihat Martin tadi" Tolong cari dia dan panggilkan pertolongan
untukku ya!" seru Pak Curton Kemudian ia mengerang lagi.
Anne naik ke atas lubang tambang, lalu menoleh ke bawah. Tangannya membentuk
corong di depan mulut lalu ia berseru keras-keras.
"Kau jahat! Takkan kupanggilkan partolongan untukmu!"
Setelah berkata begitu dengan perasaan lega anak itu lari secepat mungkin
melintasi padang belantara.
"Aku harus melapor pada Bibi Fanny. Bibi pasti tahu apa yang harus dilakukan!
Mudah-mudahan saja semuanya selamat. Apakah yang harus kita lakukan jika pulau
itu jadi diledakkan" Aku benar-benar lega karena sudah mengatakan pada Pak
Curton bahwa dia jahat!"
Anne lari dengan napas terengah-engah. Bibi Fanny pasti akan tahu apa yang harus
dikerjakan sekarang! Bab 20 RIBUT! SEMENTARA itu Julian Dick dan Martin melanjutkan parjalanan yang aneh di bawah
tanah. Timmy berjalan paling depan. Langkah-langkahnya pasti. Sekali-sekali
anjing itu berhenti memberi kesempatan pada anak-anak untuk menyusulnya.
Lorong itu mula-mula rendah sekali sehingga anak-anak terpaksa berjalan sembil
terbungkuk-bungkuk. Capek rasanya berjalan seperti itu. Tapi kemudian lorong
menjadi lebih tinggi. Julian menyorotkan senter ke sekelilingnya. Ternyata
lorong itu dindingnya bukan tanah lagi melainkan terdiri dari batu yang padat!
Ia mencoba menerka-nerka di mana mereka sekarang!
"Kita tadi boleh dibilang berjalan lurus mengarah ke tebing," katanya pada Dick.
"Cuma beberapa kalii saja membelok sedikit. Beberapa ratus meter terakhir lorong
ini sangat curam mengarah ke bawah. Jadi kurasa kita sakarang sudah jauh dalam
tanah." Kemudian terdengar bunyi aneh berdebum-debum. Bunyi itu juga yang pernah
didengar George baru saat itulah anak-anak tahu mestinya mereka berada di bewah
dasar laut! Mereka berjalan di bawah laut, menuju Pulau Kirrin. Benar-benar luar
biasa! "Aku rasanya saperti sedang bermimpi," kata Julian. "Aku sangsi, apakah saat ini
aku harus bergembira. Ya Tim - Kami datang! He - apa ini?"
Mereka semua berhenti Julian menyorotkan senter ke depan. Di situ nampak batu
bertumpuk-bumpuk Timmy masih bisa menyusup lewat sebuah lubang kecil yang ada di
situ. Tapi lubang itu terlalu sempit tak mungkin bisa dilewati Julian besarta
kawan kawannya! "Nah di sinilah gunanya sekopmu Martin!" kata Dick dengan riang. "Ayo kita mulai
bekerja!" Ketiga remaja itu mulai sibuk mendorong dan meng-gali. Akhirnya batu batu yang
menntangi berhasil disingkirkan sebagian sehingga cukup besar lubang itu untuk
dilewati. "Syukur ada sekop!" kata Julian. Mereka meneruskan perjalanan. Tak lama kamudian
mereka bisa bersyukur lagi membawa sekop karena ada lagi tumpukan batu yang
merintangi. Timmy menggonggong-gonggong dengan tidak sabar karena merasa harus
terlalu lama menunggu. Ia sudah ingin cepat-cepat kembali ke tempat George.
Tak lama kemudian mereka sampai di suatu persimpangan. Lorong yang mereka lewati
bercabang dua di situ. Tapi tanpa ragu sedikit pun Timmy langsung memasuki
lorong yang sebelah kanan. Ketika sampai di simpang tiga anjing itu kembali
masuk ke salah satu lorong. Tanpa berhenti sama sekali!
"Dia hebat ya!" kata Juliaan. "Semua berkat penciumannya yang tajam ia pernah
lewat di sini jadi sudah mengenal jalan. Kalau kita sendiri tadi pasti sudah
tersesat!" "Dalam parjalanan itu Martin sama sekali tidak merasa gembira. Ia tak banyak
bicara tapi hanya berjalan saja dengan lesu di belakang Dick dan Julian. Menurut
perasaan Dick, pasti Martin merasa cemas mengenai nasibnya jika parsoalan ini
sudah selesai nanti. Kasihan Martin yang melang, padahal ia maunya cuma menjadi
pelukis. Tapi malah ikut terseret melakukan berbagai perbuatan jahat Dijadikan
alat oleh walinya yang kajam!
"Sudah hampir sampai di pulaukah kita menurut parasaanmu?" tanya Dick kemudian.
"Aku sudah mulai capek!"
"Ya - kurasa kita sudah hampir sampai," jawab Julian. "Dan sebaiknya kita jangan ribut-ribut lagi
sekarang! Si apa tahu sekonyong-konyong barhadapan dengan musuh!"
Mereka pun membungkam. Berjalan dengan hati-hati sekali. Tiba-tiba nampak cahaya
remeng-remang di depan. Julian mengangkat tangannya menyuruh Dick dan Martin
berhenti. Mereka sudah sampai ke dekat gua, di mana ayah George menyimpan buku serta


Lima Sekawan 6 Rahasia Di Pulau Kirrin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kartas-kartas catatannya - dimana George menemukanrtya kemarin malam. Timmy
berdiri di depan ketiga remaja itu. Ia juga ikut mendengarkan dengan seksama. Ia
tak mau mengambil resiko terjerumus ke dalam bahaya!
Terdengar suara orang bercakap-cakap. Ketiga remaja itu menajamkan telinga,
berusaha mengenali suara siapa itu.
"George - dan Paman Quentin " kata Julian kemudian. Dan seolah olah juga sudah
meyakinkan diri bahwa itu suara kedua tuannya, tiba-tiba Timmy lari ke depan.
Masuk ke dalam gua yang ada lampunya sambil menggonggong-gonggong bergembira.
"Timmy!" Terdengar suara George berseru. Ketiga remaja itu mendengar suatu benda
terjatuh katika George melompat bangkit. "Dari mana saja kau?"
Timmy menggonggong. saakan-akan hendak menjelaskan.
Julian dan Dick berlari masuk ke dalam gua diikuti oleh Martin. George melongo
memandang mereka begitu pula halnya dengan Paman Quentin.
"Julianl Dick! Dan kau juga Martin! Bagaimana kalian bisa ke mari!" seru George,
sementara Timmy melonjak lonjak mengelilinginya.
"Baiklah kujelaskan," kata Julian. "Timmy yang menjemput kami! Lalu
diceritakannya bagaimana Timmy tahu-tahu muncul pagi-pagi benar di Pondok Kirrin
serta apa yang terjadi selanjutnya.
Kemudian giliran Paman Quentin dan George menceritakan pengalaman mereka.
"Di mana kadua laki-laki itu?" tanya Julian.
"Entah ke mana - tapi masih ada di pulau," jawab George. "Aku tadi mengintip ke
luar. Aku pergi sampai ke lubang yang di bilik batu. Kurasa mereka di situ
sampai pukul setengah sebelas. Saat itu mereka harus naik ke atas menerima dan
mengirimkan isyarat ke daratan, supaya orang di situ menyangka semuanya beres."
"Jadi apa rencana kita sekarang?" kata Julian. "Kembali lagi lewat lorong di
bawah laut?" "Kurasa lebih baik jangan," kata Martin dengan cepat. "Mungkin waliku sementara
ini sudah masuk ke dalam - dan ia bisa berhubungan dengan kedua laki-laki itu.
Jika ia mencari-cari aku lalu merasa ada sesuatu yang tidak beres, pasti ia akan
memanggii teman-temannya. Jadi bisa saja kita nanti akan bertemu dengan mereka
di tengah jalan." Mereka memang tidak tahu bahwa saat itu Pak Curton sedang terkapar dengan kaki
patah di dasar lubang tambang batu. Paman Quentin berpikir-pikir.
"Aku diberi waktu tujuh jam tadi untuk mempertimbangkan apakah akan menyerahkan
rahasiaku pada mereka atau tidak," katanya kemudian. "Waktunya akan habis pukul
setengah sebelas nanti. Kemudian kedua laki-laki itu akan datang lagi kemari
Kurasa kita akan mampu menyergap mereka saat itu! Apalagi Timmy sudah ada di
sini." "Ya, ide yang bagus," kata Julian menyetujui. "Kita bisa bersembunyi dulu sampai
mereka datang. Nanti sebelum mereka sempat curiga akan kita suruh Timmy
menyerang!" Baru saja Julian seiesai berbicara ketika tiba-tiba saja lampu padam! Kemudian
terdengar seseorang berbicara dalam gelap.
"Jangan bergerak jika tak mau kutembak!"
George kaget. Apakah yang terjadi" Mungkinkah kedua laki-laki itu sekonyong-
konyong datang lagi" Apa sebabnya Timmy tidak menggeram" Ah, rupanya sedari tadi
ia meremas-remas kuping Timmy - jadi bisa saja anjing itu tidak bisa mendengar
apa-apa! Dipegangnya kalung leher Timmy kuat-kuat, karena takut ditembak orang itu jika
ia menyerang. Orang itu berbicara lagi
"Nah bagaimana - Anda serahkan rahasia itu pada kami?"
"Tidak," kata Paman Quentin pelan.
"Anda memilih lebih baik pulau ini kami ledakkan bersama seluruh hasil percobaan
Anda serta kalian semua?"
"Ya! Buatlah sesukamu!" seru George tiba-tiba. "Kau pun akan ikut hancur bersama
kami. Kalian takkan mungkin lari dengan perahu - karena pasti akan tenggelam
membentur batu karang! Orang yang di tempat gelap itu tertawa. "Kami akan selamat," katanya. "Sekarang
samua mundur. Kalian kujaga dengan pistol."
Paman Quentin merunduk di belakang gua begitu pula kelima remaja yang
menemaninya Timmy menggeram tapi dengan sagera disuruh diam oleh George. Ia
tidak tahu apakah kedua laki-laki menyadari bahwa Timmy sudah berhasil
dibebaskan. Terdengar langkah-langkah pelan melintasi ruangan gua George berusaha
mendengarkan dengan jelas. Ada dua orang yang berjalan di situ. Dan ia tahu
hendak ke mana mereka! Kedua orang itu hendak melarikan diri lewat lorong di
bewah laut - membiarkan pulau meledak!
Bagitu langkah-langkah tadi tak terdengar lagi dengan segera George menyalakan
senternya. "Mereka melarikan diri. Ayah - lewat lorong di bawah laut! Kita juga harus
melankan diri Tapi jangan lewat sana. Perahuku masih ada di pantai. Kita cepat-
cepat saja ke sana lalu lari sebelum tarjadi ledakan!"
"Ya, kita pergi sekarang," kata ayahnya. "Jika aku bisa naik ke atas menara aku
akan mampu menghalang-halangi niat jahat meraka! Mereka bermaksud hendak
mempargunakan tenaga listrik yang ada di situ. Aku mengetahuinya! Tapi jika aku
bisa naik ke atas dan masuk ke bilik kaca akan kugagalkan rencana mereka."
"Cepatlah kalau begitu, Yah!" seru George. Anak itu mulai panik. "Selamatkan
pulauku!" Mereka pun pergi dan gua itu menyusur lorong yang menuju ke tangga batu. Dan di
situ naik ke atas sampai di balik dinding bilik sempit.
Tapi di situ mereka mengalami kejutan yang luar biasa! Batu yang menutup lubang
tidak bisa dibuka dari dalam! Rupanya kedua laki-laki tadi mengubah
mekanismenya, sehingga kini tidak mungkin dibuka dan sebelah dalam!
Paman Quentin menggerak-gerakkan tongkat pengungkit yang ada di situ. Tapi sia-
sia belaka! Batu itu tetap tak bisa digeserkan.
"Rupanya sekarang hanya bisa dibuka dari luar," kata Paman lesu. "Kita terjebak
di sini!" Mereka duduk di tangga batu, berjejer-jejer satu di atas yang lain. Mereka
merasa kedinginan dan sengsara. Perut mereka lapar. Apa lagi yang bisa mereka
lakukan sekarang" Kambali ke gua dan dari situ masuk ke lorong di bawah dasar
laut" "Aku tak mau," kata Paman Quentin. "Aku takut. jangan-jangan kalau tarjadi
ledakan nanti dasar laut akan retak! Dasar laut itu kan langit-langit lorong.
Pasti air akan membanjir ke dalam! Tak enak, apabila justru pada saat itu kita
sedang lewat!" "Hih! Aku tak kepingin tarjebak seperti begitu," kata George bergidik. Ngeri
rasanya membayangkan kemungkinan itu
"Barangkali saja batu ini bisa kuledakkan," kata ayahnya setelah berpikir agak
lama. "Aku banyak mempunyai bahan peledak. Asal cukup saja waktuku untuk
memasangnya." "Ssst!" kata Julian sekonyong-konyong "Kudengar sesuatu di balik batu ini.
Ssst!" Merska semua mendengarkan dengan penuh perhatian. Timmy mendangking-dengking
sambil mengais-ngais, tapi batu itu tetap tak bargerak sedikit pun.
"Kudengar suara-suara orang!" seru Dick "Suara orang banyak! Siapakah mereka?"
"Set! Diamlah," kata Julian dengan keras. "Kita harus berusaha mengenalinya."
"Aku tahu! Aku tahu!" seru George sekonyong-konyong. "Pasti para nelayan yang ke
mari dengan perahu-perahu mereka! Karena itu kedua laki-laki tadi tidak menunggu
lagi sampai pukul setengah sebelas! Karena itu mereka begitu tergesa-gesa!
Mereka melihat para nelayen datang ke mari!"
"Kalau begitu pasti Anne yang memanggil mereka!" seru Dick "Tentunya ia lari
pulang, menceritakan sagala-galanya pada Bibi Fanny serta meneruskannye pada
para nelayan - dan sekarang mereka datang untuk menyelamatkan kita! Anne! ANNE!
KAMI ADA DI SINI!" Timmy mulai ribut menggonggong-gonggong. Tak ada yang melarang karena semua tahu
gonggongan Timmy pasti lebih nyaring daripada teriakan-teriakan mereka!
Anne mendengar suara gonggongan dan teriakan-teriakan begitu ia masuk ke dalam
bilik batu "Di manakah kalian" Di mana?" serunya berulang-ulang.
"DI SINI! DI SlNI, GESERKAN BATU INI!" seru Julian. Ia barteriak karas sekali,
sehingga semua terkejut mendengarnya
"Minggirlah sebentar - aku melihat batu mana yang harus digeserkan," terdengar
suara barat berkata. Rupanya seorang nelayan. Orang itu meraba-raba sabentar ke
dalam relung. Begitu menyentuh batu yang menutupi lubang, dengan segera ia tahu
bahwa batu itulah yang dimaksudkan. Karena batu itu lebih bersih daripada batu-
batu lainnya! Ia terus meraba-raba batu tersebut.
Tiba-tiba ia menyentuh tempat yang benar. Ia menemukan sebuah kait yang kecil
dari besi. Ditanknya kait itu ke bawah! Mekanisme kunci bakerja dan batu itu
tergeser ke samping! Semua bergegas-gegas ke luar. Keenam nelayan yang ada dalam bilik batu itu
melongo. Bibi Fanny juga ada di situ barsama Anne. Bibi segera lari menghampiri
suaminya ketika Paman Ouentin muncul dari lubang. Bibi tercengang, katika Paman
mendorongnya ke samping. Paman lari ke luar. Lalu bergegas-gegas menuju ke menara. Masih sempatkah ia
menyelamatkan Pulau Kirrin serta semua orang yang ada di situ" Cepatlah sedikit!
Bab 21 AKHIR PERISTIWA "KE mana dia?" tanya Bibi Fanny. Ia agak tersinggung karena seolah-olah tak
diacuhkan. Tapi tak ada yang menjawab pertanyaannya. Julian George dan Martin -
semua menatap puncak menara dengan cemas. Mana Paman Quentin" Kenapa belum
nampak di atas" Ah - itu dia!
Paman lari ke atas membawa sebuah batu besar. Sementara orang-orang memandangnya
dari bawah- dipukulkannya batu itu ke kaca. Pecah berantakan!
Kawat kawat yang terentang dan menembus kaca di situ putus semua katika Paman
memukulkan batu ke kaca itu. Sekarang arus tidak bise lagi mengalir di situ.
Paman menjulurkan badannya ke luar lalu barseru dengan gembira ke bawah.
"Beres! Untung aku tidak terlambat. Aku berhasil memusnahkan kekuatan yang akan
dipakai untuk meledakkan pulau ini! Kalian selamat!"
George tiba-tiba merasakan lututnya menjadi lemas sehingga ia terduduk ke
lantai. Dengan segera Timmy menghampiri dan menghibur tuannya.
"Kenapa ia merusak kaca menara?" tanya seorang nelayan yang barbadan tegap. Aku
bingung jadinya." Sementara itu Paman Quentin sudah turun lagi lalu menggabungkan diri.
"Kalau sepuluh menit saja lagi, aku pasti terlambat," katanya. "Syukur Anne
datang tepat pada waktunya."
"Aku cepat-cepat lari pulang, lalu malaporkan pada Bibi Fanny," kata Anne menje!
askan "Setelah itu kami meminta pada para nelayan agar secepat mungkin membawa
kami ke mari. Kami tidak melihat kamungkinan lainnya untuk menyelamatkan kalian.
Di manakah kedua laki-laki jahat itu?"
"Mereka mencoba melarikan diri lewat lorong di bawah laut," kata Julian. "Ah ya,
kau belum tahu mengenainya Anne!" Lalu Julian bercerita sementara para nelayan
mendengarkan dengan mulut ternganga.
"Sekarang begini sejalah," kata Paman Quentin katika Julian selesai dengan
ceritanya. "Karena perahu-perahu toh sudah ada di sini kubawa saja paralatanku
pulang dengannya. Pekerjaanku di sini sudah selesai. Aku tak memerlukan pulau
ini lagi." "Ah, kalau bagitu kami bisa ke mari!" seru George girang. "Dan hari-hari libur
masih banyak. Kami akan menolong mengangkut peralatan ke luar, Ayah."
"Sebaiknya kita kembali seja secepat mungkin ke daratan supaya bisa menyergap
penjahat-penjahat itu di tampat keluar mereka," kata salah seorang nelayan.
"Ya betul," sambung Bibi Fanny.
"Astaga! Pasti mereka akan menemukan Pak Curton terkapar di sana dengan kaki
patah," kata Anne yang tiba-tiba teringat.
Yang lain-lam memandangnya dengan tercengang. Baru saat itu mereka mendengar Pak
Curton ada di tambang batu. Dengan segera Anne menjelaskan duduk perkaranya.
"Aku juga mengatakan padanya bahwa ia jahat," kata Anne bangga.
"Betul," sahut Paman Quentin sambil tertawa "Yah kalau bagitu lain kali saja
kita mengambil peralatanku."
"Ah, kami berdua saja bisa melakukannya, Pak," kata nelayan yang barbadan tegap.
"Parahu George kan ada di sini - bagitu pula perahu Bapak. Yang lain kalau mau
bise ikut pulang. Aku dan Tom akan membenahi peralatan di sini lalu membawanya
pulang ke darat. Jadi Bapak tak perlu ke sini lagi."
"Betul juga." kata Paman Quentin. Ia merasa senang kerena nelayan itu mau
menolong. "Kalau begitu lakukanlah barang barang itu ada dalam gua lewat lorong
yang ada di belakang batu yang tergeser tadi."
Kecuali kedua nelayan yang akan mengemaskan peralatan, semua pergi ke teluk
pulau itu. Cuaca cerah saat itu. Laut tenang. Hanya di sekitar pulau gelombang
selalu ganas. Tak lama kemudian perahu-parahu sudah menuju ke daratan.
"Ketegangan berakhir," kata Anne "Aneh - aku selama ini tak merasa bahwa kita
sedang terlibat dalam petualangan!"
"Ya bertambah satu lagi petualangan kita," kata Julian. "Janganlah semuram itu,
Martin! Apa pun yang terjadi nanti kami akan mengusahakan bahwa nasibmu tidak
akan buruk. Kau sudah menolong kami. Kau memihak pada kami. Karenanya kami pasti
takkan membiarkan dirimu sengsara - bukankah begitu Paman" Kami tadi tak kan
mungkin bisa melalui rintangan batu-batu jika Martin tidak ada dengan sekopnya."
"Yah - terima kasih," kata Martin "Asal kalian bisa memisahkan aku dari waliku,
sehingga aku tak perlu lagi berjumpa dengannya - aku akan merasa bahagia!"
"Besar kamungkmannya Pak Curton akan diamankan di suatu tempat yang aman
sehingga akan lama sekali terpisah dan teman-temannya," kata Paman Quentin
berjenaka. "Jadi kurasa kau tak perlu merasa khawatir."
Begitu perahu mereka mencapai pantai dengan segera Paman Quentin menuju ke
tambang batu barsama Julian, George, Dick dan Timmy. Mereka hendak melihat
apakah Pak Curton masih ada di situ. Mereka juga hendak menyambut kedatangan
kadua laki-laki tadi. Ternyata Pak Curton masih terkapar di dasar lubang. Ia mengerang-ngerang. sambil
menjerit minta tolong. Paman Quentin menyapanya dengan suara galak
"Kami mengetahui perananmu dalam urusan ini, Curton. Polisi akan menangkapmu.
Sebantar lagi mereka datang!"
Mereka duduk di tepi lubang, sambil menunggu. Sementara itu Timmy turun ke
bawah. lalu mencium-cium kaki Pak Curton sebentar. Setelah itu pergi lagi
seolah-olah tak mau barurusan dengan orang jahat!
Tapi ternyata tak ada orang yang datang. Mereka menunggu. Satu jam. Dua jam.
Tapi tak ada yang kaluar dan lubang di bawah batu.
"Untung Martin dan Anne tidak ikut tadi," kata Paman Quentin. "Sayang kita lupa
membawa roti untuk makan pagi."
Saat itu polisi datang dengan mobil. Mereka bergegas-gegas menuruni lereng
lubang yang terjal. Dokter polisi yang ikut segera memeriksa kaki Pak Curton
yang patah. Kemudian dengan bantuan polisi-polisi lainnya orang itu dijunjung ke
atas dengan susah payah. "Sebaiknya kau kembali mengambil roti, Julian," kata Pak Quentin kemudian.
"Nampaknya kita harus lama menunggu di sini!"
Julian kembali mengambil roti. Tak lama kamudian ia sudah datang lagi berbekal
roti terbungkus rapi serta kopi yang hangat dalam botol termos. Dua orang polisi
yang masih ada di situ menyilakan Paman Quentin pulang, apabila sudah merasa
bosan menunggu. "Wah tidak!" jawab Paman. "Aku kepingin sekali melihat muka kedua orang itu
apabila muncul nanti. Saat itu akan paling menyenangkan bagiku! Pulau Kirrin
tidak jadi diledakkan. Rahasiaku aman begitu pula halnya dengan buku catatanku.
Pekarjaanku selesai. Aku ingin menceritakan kesemuanya itu pada kedua teman yang
akan muncul nanti!" "Kurasa mereka tersesat di bawah tanah, Ayah," kata George. "Kata Julian lorong
di situ banyak cabang cabangnya. Dengan Timmy, mereka tentu saja bisa menemukan
jalan yang benar - tapi kalau tanpa Timmy pasti sudah tersesat!"
Ayahnya kecewa rnembayangkan kedua laki-laki jahat itu tersesat di bawah tanah.
Ia ingm sekali melihat air muka mereka yang lesu apabila muncul di tambang batu.
"Kita bisa menyuruh Timmy masuk ke dalam," kata Julian mengusulkan. "Ia pasti
akan berhasil menemukan mereka dengan segera lalu menggiring mereka ke luar. Ya
kan, Tim?" Tim menggonggong sekali, tanda setuju.
"Ya - gagasanmu baik Ju" kata George. "Mereka takkan mencelakakannya. karena
merasa bahwa ia akan bisa membawa mereka ke luar! Ayo- Tim - cari mereka! Bawa
orang orang itu ke mari!"
Dengan segera Timmy menyusup ke dalam lubang Sementara itu mereka menunggu
sambil makan dan minum. Beberapa waktu kemudian mereka mendengar gonggongan
Timmy dari dalam tanah. Terdengar napas terengah-engah disusul bunyi mengorek-ngorek. Seolah-olah ada
orang yang dengan susah payah menyusup ke luar dari bawah batu. Orang itu
berdiri - dan melihat rombongan yang menatapnya sambil membisu. Orang itu kaget!
"Selamat pagi Johnson," sapa Paman Quentin dengan nada ramah. "Apa kabar?"
Muka orang yeng disebut Johnson itu menjadi pucet. Ia tarhenyak ke rumput.
"Kau menang!" keluhnya


Lima Sekawan 6 Rahasia Di Pulau Kirrin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Betul!" jawab Paman Quentin. "Aku banar-benar menang. Rencana kalian gagal!
Rahasiaku masih tetap aman - dan tahun depan akan kusebarkan ke seluruh dunia!"
Terdengar lagi bunyi menggeresek di bawah batu. Laki-laki yang kedua muncul,
lalu berdiri. Saat itu juga ia melihat kelompok yang memperhatikan dengan diam-
diam. "Selamat pagi Peters," kata Paman Quentin "Senang rasanya berjumpa lagi.
Bagaimana - asyik berjalan-jalan di bawah tanah" Kami memilih lewat laut saja!"
Peters memandang temannya yang barnama Johnson lalu ikut terduduk.
"Apa yang terjadi tadi?" tanya Peters pada Johnson.
"Rencana kita buyar," kata Johnson. Saat itu Timmy muncul sambil mengibas-
ngibaskan ekor. Anjing itu langsung menghampiri George.
"Tanggung mereka tadi senang katika Timmy datang," kata Julian. Johnson
memandang ke arahnya. "Memang," kata orang itu "Kami tersesat dalam lorong-lorong sialan itu. Kata
Curton ia akan menyongsong kami di dalam. Tapi ia tak muncul-muncul."
"Memang tak mungkin muncul!" kata Paman Quentin. "Kurasa ia sekarang sudah di
rumah sekit penjara, terbaring di sana dengan kaki patah. Nah, Pak Polisi -
lakukanlah tugas Anda!"
Kedua laki-laki itu ditangkap. Mereka semua berjalan melintasi padang belantara
menuju mobil polisi. Peters dan Johnson diangkut dengan mobil ke panjara. Sedang
Paman bersama anak-anak kembali ke Pondok Kirrin.
"Aku sudah lapar sekali," kata George. "Ada hidangan yang enak untuk sarapan
Joanna?" "Tidak banyak," jawab Joanna yang sedang sibuk di dapur. "Cuma telur mata sapi
dengan daging asap dan jamur!"
Mereka pun sarapan dengan nikmat. Martin ikut diundang. Ia lain sekarang, karena
sudah bebas dari kekuasaan walinya yang jahat.
Julian beseria saudara-saudaranya menyusun rencana untuknya.
"Kau bisa tinggal bersama pengawas pantai karena ia suka padamu. Ia selalu
mengatakan kau anak yang baik! Lalu kau juga bisa bergaul dengan kami serta ikut
ke pulau. Lalu Paman Quentin akan mengusahakan agar kau ditenma di sebuah
sekolah seni rupa. Katanya kau layak menerima hadiah karena telah menolongnya
dalam menyelamatkan rahasia penemuannya yang hebat itu!"
Wajah Martin barseri-seri. Ia merasa lega.
"Selama ini belum pernah aku mendapat kasempatan menjadi orang baik," katanya
"Aku akan berusaha sebaik-baiknya. Percayalah!"
"Ibu - bolehkah kami pergi ke Pulau Kirrin untuk menonton menara dibongkar
basok?" tanya George meminta pada ibunya. Boleh ya" Dan bisakah kami berkemah di
sana selama seminggu" Kami bisa tidur lagi di bilik batu seperti dulu."
"Yah - kurasa bisa saja!" kata ibunya sambil tersenyum melihat wajah George yang
begitu gairah "Aku ingin memanjakan ayahmu selama babarapa hari. Selama ini
makannya tidak teratur."
"O ya - aku lantas teringat lagi," kata Paman Quentin. "Kucoba memakan sup yang
kausediakan untukku. Malam kamarin dulu. Aduh rasanya sema sekali tidak enak.
Sudah basi!" "Quentin!" Terdengar jelas bahwa Bibi Fanny sudah putus asa melihat suaminya
yang bagitu pelupa. "Tentu saja rasanya tidak enak! Kan sudah kukatakan hari
itu, kau harus membuangnya. Masa sampai bisa lupa! Dengan sendirinya sup itu
sudah basi. Kau ini memang keterlaluan!"
Selesai sarapan beramai-ramai mereka pergi ke kebun. Mereka memandang ke
seberang teluk, menatap Pulau Kirrin. Indah sekali nampaknya diterangi sinar
matahari pagi. "Sudah banyak pengalaman kita barsama-sama," kata Julian. "Lebih banyek daripada
anak-anak lain. Dan semua pengalaman ini mengasyikkan!"
TAMAT Pedang Penakluk Iblis 7 Makam Asmara Lanjutan Persekutuan Tusuk Konde Kumala Karya Wo Lung Shen Horor Di Camp Jellyjam 2
^