Pencarian

Memburu Kereta Api Hantu 2

Lima Sekawan 7 Memburu Kereta Api Hantu Bagian 2


tirinya. Kelihatannya kaget. Kemudian ia masuk lagi ke kamar makan. Ditendangnya
pintu hingga tertutup. "Aku di sini saja minum teh," katanya. "Wah, ternyata kau mendengar juga tentang
kereta api hantu itu! Padahal aku sudah hati-hati sekali! Tak pernah kuceritakan
pada ibumu - dan juga padamu, Jock. Soalnya aku takut kau akan merasa ngeri!"
"Wah!" kata Jock. "Kalau begitu cerita itu betul"! Tapi mustahil!"
"Sekarang ceritakanlah apa yang kalian ketahui tentangnya, dan bagaimana kalian
sampai mengetahuinya," kata Pak Andrews sambil duduk di meja makan. "Ayolah,
ceritakan semuanya. Jangan sampai ada yang ketinggalan. Aku ingin tahu segala-
galanya." Julian agak ragu-ragu. "Sebenarnya tak ada yang perlu diceritakan, Pak," katanya. "Cuma omong kosong
saja!" "Kauceritakan padaku!" Pak Andrews nyaris berteriak. "setelah itu giliranku
bercerita pada kalian. Dan kunasihatkan baik-baik - jangan sekali-kali datang
lagi ke pelataran yang sudah tak dipakai lagi itu! Jangan ke sana lagi!"
8. Bermalas-malasan KELIMA remaja yang ada di kamar makan serentak Andrews memandang dengan
tercengang, karena ia berbicara begitu keras pada mereka. Bu Andrews juga ikut
heran sementara itu Pak Andrews mengulangi kata-katanya sekali lagi.
" Ayo, ceritakan segala-galanya yang kalian ketahui. Sudah itu giliranku
bercerita!" Julian memutuskan untuk bercerita secara sangat singkat - apa yang mereka alami
di pelataran kereta api serta apa yang dikatakan Pak Sam Kaki Kayu. Julian yang
menceritakannya tanpa diberi bumbu-bumbu!
Tapi Pak Andrews mendengarkan dengan penuh minat sambil menatap Julian terus-
menerus. Setelah Julian selesai bercerita, Pak Andrews menyandarkan diri ke punggung
kursi. Ia meminum tehnya dengan sekali teguk. Anak-anak menunggu sampai ia
membuka mulut. Mereka ingin tahu apa yang akan dikatakan olehnya.
"Nah, sekarang dengarkan baik-baik," Pak Andrews berbicara dengan gaya sok
penting. "Kalian jangan lagi pergi ke tempat itu. Di sana angker!"
"Kenapa?" tanya Julian. "Apa maksud Anda dengan 'angker'?"
"Di sana terjadi berbagai peristiwa buruk bertahun-tahun yang lalu," kata Pak
Andrews. "Kecelakaan beruntun. Setelah itu pelataran yang di sana ditutup, dan
terowongannya juga tidak dipakai lagi. Kalian mengerti" Tak ada yang
diperbolehkan ke sana. Dan memang tak ada yang ke sana, karena semuanya takut.
Merekatahu tempat itu angker karena sering terjadi bencana!"
Anne ketakutan. "Tapi - Pak Andrews, tapi kereta api hantu sebenarnya kan tidak
benar-benar ada?" tanyanya dengan wajah pucat pasi.
Pak Andrews mengerutkan bibir. Ia mengangguk-angguk dengan sikap serius. "Justru
itulah yang kumaksudkan," katanya. "Kereta-kereta api hantu hilir-mudik di sana.
Tak ada yang tahu apa sebabnya! Tapi semua tahu jika kereta hantu datang,
kesialan akan menimpa. Kalau benar-benar ada yang sedang bernasib buruk, bisa
dibawa pergi oleh kereta hantu itu."
Julian tertawa. "Mustahil sampai terjadi hal seperti itu, Pak!" katanya. "Lagi pula Anne ngeri
mendengar cerita Anda. Karena itu lebih baik kita bicara. saja tentang hal-hal
lain. Aku sendiri tak percaya ada kereta api hantu."
Tapi Pak Andrews tidak mau berhenti menceritakan hal itu. "Sam Kaki Kayu memang
bertindak benar ketika menyembunyikan diri sewaktu kereta itu muncul," katanya
lagi. "Aku tak mengerti, bagaimana dia bisa bertahan di tempat seangker itu.
selalu waswas, tidak tahu kapan kereta gaib itu muncul tengah malam dari
terowongan!" Julian sudah tidak sabar lagi. Ia tak senang melihat adiknya ketakutan. Ia
berdiri, lalu bicara pada Bu Andrews.
"Terima kasih atas keramah-tamahan Ibu mengundang kami hari ini," katanya. "Tapi
kami harus pergi sekarang. Yuk, Anne!"
"Tunggu dulu," seru Pak Andrews. "Kalian perlu kuingatkan dengan sungguh-
sungguh! Jangan berani datang lagi ke pelataran kereta api itu. Kaudengar, Jock"
Tahu-tahu kalian lenyap! Tak mengherankan jika Pak Sam menjadi gila, karena
harus menghadapi kereta api hantu yang lewat tengah malam. Tempat itu angker dan
berbahaya. Jangan ke sana lagi!"
"Yah - terima kasih atas nasihat Anda," kata Julian dengan sopan. Ia langsung
merasa tidak senang pada laki-laki kecil berhidung besar itu. "Kami pergi saja
sekarang. Selamat malam, Bu Andrews. selamat malam, Jock. Besok ikut piknik
dengan kami ya?" "Wah terima kasih! Tentu saja aku mau," kata Jock gembira. "Tapi tunggu dulu -
kalian tidak membawa bekal makanan?"
"Ah ya - betul," kata Bu Andrews sambil bangt dari kursinya. selama itu ia
mengikuti pembicaraan sambil tercengang-cengang. Tampaknya bingung! Ia masuk ke
dalam sepen. Di sana terdapat dua lemari pendingin yang besar. Julian mengikutinya sambil
membawa dua keranjang. "Kubekali saja banyak-banyak," kata Bu Andrews. Dimasukkannya beberapa batang
mentega dan keju segar ke dalam keranjang.
"Aku tahu nafsu makan kalian besar sekali! Kalian tak perlu merasa ngeri
mendengar cerita suamiku tadi. Aku juga melihat Anne ketakutan! Aku sendiri
belum pernah mendengar cerita tentang kereta api hantu! Padahal sudah tiga tahun
kami tinggal di sini. Kurasa cerita itu cuma omong kosong saja, walau suamiku
begitu berkeras memperingatkan kalian agar jangan pergi ke pelataran."
Julian diam saja. Menurut perasaannya Pak Andrews aneh sikapnya mengenai
persoalan itu. Mungkinkah ia tergolong orang-orang yang percaya pada takhayul"
Kelihatannya memang begitu! Julian heran, bagaimana mungkin seorang wanita yang
ramah seperti Bu Andrews menikah dengan orang yang begitu aneh" Tapi di pihak
lain Pak Andrews murah hati, mengingat cerita-cerita Jock mengenainya. Mungkin
saja Bu Andrews merasa berutang budi padanya, karena diberi tanah pertanian dan
uang untuk mengelolanya. Mungkin itu sebabnya!
Julian mengucapkan terima kasih dan memaksa hendak membayar walau Bu Andrews
ingin memberikan semuanya tanpa dibayar. Mereka kembali ke dapur. Ternyata yang
lain sudah keluar semua. Tinggal Pak Andrews yang masih ada di dalam, sibuk
mengunyah daging asin campur acar.
"Selamat malam, Pak," kata Julian dengan sopan. "Kami pulang dulu!"
"Ya, selamat jalan! Tapi ingat kata-kataku tadi," kata Pak Andrews. "Nasib sial
akan menimpa orang-orang yang melihat kereta api hantu. Bencana akan menimpa
mereka! Jadi lebih baik menjauhkan diri saja!"
Sambil tersenyum sopan, Julian pergi ke luar. Hari sudah senja. Matahari mulai
menghilang di balik bukit-bukit, walau masih lama saatnya sebelum terbenam.
Julian menyusul saudara-saudaranya. Ternyata Jock ada bersama mereka.
"Kuantarkan kalian sampai setengah jalan " katanya. "He, ayah tiriku tadi
kedengarannya ketakutan sekali ya?"
"Aku juga ngeri, ketika dia memperingatkan kita tentang kereta api hantu," kata
Anne. "Aku takkan berani datang lagi ke pelataran itu. Kau juga, George?"
"Kalau anak-anak lelaki pergi, aku juga ikut," kata George. Padahal kalau
melihat tampangnya saat itu, tampaknya ia tidak begitu ingin.
"Kalian mau ke sana lagi?" tanya Jock bersemangat. "Aku sama sekali tidak takut.
Sama sekali tidak! Rasanya pasti asyik melihat kereta api hantu muncul."
"Mungkin kami akan ke sana," kata Julian. "Kalau jadi, kau pasti akan kami ajak.
Tapi Anne dan George, lebih baik jangan!"
"Heh, enak saja!" tukas George. "Seolah-olah kau bisa melarang aku pergi! Aku
tidak kalah berani dengan kalian."
"Ya, aku juga tahu! Kau boleh ikut, setelah kami menyelidiki bahwa semua itu
sebenarnya cuma omong kosong saja," kata Julian.
"Begitu kalian berangkat, aku juga ikut," bentak George. "Jangan coba-coba
melarang aku. Aku takkan mau bicara lagi denganmu, jika kau melarangku!"
Jock tercengang melihat George marah-marah. Ia belum tahu kegalakan anak itu!
"Aku tak melihat alasan George tidak bisa ikut," katanya. "Taruhan dia setabah
anak laki-laki. Aku bahkan mengira dia laki-laki, ketika pertama kali bertemu."
George tersenyum manis padanya. Nah, ucapan seperti itu yang paling
disenanginya! Tapi Julian tetap pada pendiriannya.
"Aku tadi bersungguh-sungguh! Kalau kita jadi pergi, anak-anak perempuan tak
bisa ikut, habis perkara! Yang jelas Anne sendiri tidak mau ikut. Lalu jika
George turut dengan kita, Anne akan seorang diri di perkemahan. Pasti dia tidak
mau!" "Kan ada Pak Luffy," kata George sambil merengut.
"Tolol!" tukas Julian. "Masakan kita akan bercerita pada Pak Luffy, kita akan
menyelidiki pelataran kereta api yang tidak dipakai lagi, yang dijaga seseorang
yang tidak waras otaknya dan yang mengatakan bahwa di situ ada kereta api hantu!
Pasti Pak Luffy akan melarang pergi. Kau tahu sendiri bagaimana sikap orang
dewasa! Atau kalau tidak, dia memutuskan untuk ikut. Itu lebih parah lagi!"
"Memang! sepanjang jalan yang dilihatnya cuma ngengat saja, dan bukan kereta api
jadi-jadian," kata Dick sambil tertawa meringis.
"Aku pulang saja sekarang," kata Jock. "Menyenangkan sekali sehari ini. Besok
aku akan naik ke atas dan piknik dengan kalian."
Anak-anak mengucapkan selamat berpisah pada Jock, lalu meneruskan perjalanan
pulang ke perkemahan. Senang rasanya melihat tempat itu lagi. Anne bergegas
masuk ke tenda untuk memeriksa apakah semuanya masih lengkap.
Dalam kemah panas sekali. Anne memutuskan lebih baik makanan yang mereka bawa
tadi ditaruh saja di bawah semak yang besar. Di situ pasti lebih sejuk. Tak lama
kemudian ia sudah sibuk bekerja Dick dan Julian pergi ke kemah Pak Luffy, untuk
melihat apakah orang itu sudah kembali. Ternyata belum!
"Anne! Kami akan mandi di sungai!" seru Julian pada adiknya. "Tubuhku rasanya
kotor. Kau ikut tidak" George ikut!"
" Aku tidak," jawab Anne. "Masih banyak urusanku di sini."
Julian dan Dick berpandang-pandangan sambil tersenyum geli. Anne memang paling
gemar main rumah-rumahan. Karenanya mereka membiarkan saja adik mereka sibuk.
Tak lama kemudian dari arah sungai terdengar pekik jerit mereka. Air di situ
lebih dingin dari sangkaan semula. Karenanya tidak ada yang mau mandi berendam
di dalamnya. Mereka bertiga hanya main cebur-ceburan sampai basah kuyup. setiap
kali tetesan air sedingin es menyentuh kulit, mereka menjerit-jerit. Timmy sama
sekali tidak takut pada air yang dingin. Anjing itu berguling-guling dalam
sungai, kelihatan senang sekali! ?
"Coba lihat si Timmy," kata Dick. "Jual tampang! Ah, Tim, kalau aku juga punya
bulu yang tebal seperti itu, aku juga tak takut pada air yang dingin."
Timmy keluar dari sungai, lalu naik ke tebingnya yang landai. Di situ ia
mengibas-ngibaskan bulunya hingga beribu-ribu tetes air yang sedingin es
beterbangan ke mana-mana. George dan kedua saudara sepupunya kena ciprat. Mereka
berteriak kaget lalu mengusir Timmy.
Senja itu menyenangkan. Enak rasanya bermalas-malasan. Pak Luffy masih belum
muncul juga. Anne menyiapkan makan malam yang ringan, terdiri atas roti, keju,
dan sepotong roti jahe. Tak ada yang masih ingin makan banyak-banyak malam itu.
Mereka berbaring di rumput sambil mengobrol dengan santai.
"Libur seperti ini yang paling kusukai," kata Dick.
"Aku juga," kata Anne. "Cuma soal kereta api hantu itu yang agak mengganggu
kesenanganku." "Ahhh! Jangan konyol, Anne," kata George. "Kalau kereta itu tidak ada, cerita
itu cuma omong kosong saja! Tapi kalau ternyata memang sungguh-sungguh ada
kereta api hantu, kita akan menghadapi pengalaman seru!"
Mereka terdiam sejenak. "Bagaimana - kita masih ke pelataran itu lagi atau tidak?" tanya Dick dengan
malas. "Ya," kata Julian. "Aku tak ngeri mendengar peringatan aneh Pak Andrews."
"Kalau begitu kita ke sana saja pada suatu malam, untuk melihat apakah benar-
benar ada kereta api hantu yang muncul dari terowongan," kata Dick lagi.
"Aku ikut," kata George.
"Tidak, George," larang Julian. "Kau harus menemani Anne."
George diam saja. Tapi terasa suasana menjadi tidak enak. Anak itu pasti
membangkang! "Perlukah kita memberitahukan Pak Luffy?" tanya Dick.
"Jangan!" larang Julian. "Kita tadi kan sudah sepakat, tidak akan mengatakan
padanya." Ia menguap. "Aduh, aku mengantuk. Matahari sudah lenyap di balik
bukit. Sebentar lagi akan gelap di sini. Ke mana perginya Pak Luffy?"
"Apakah tidak lebih baik jika kita menunggu sampai dia pulang" Mungkin dia ingin
makan nanti," kata Anne gelisah.
"Ah, tidak perlu! Kecuali jika kau mau menunggu sampai tengah malam!" kata
Julian. "Di kemahnya pasti juga ada makanan Dia bisa mengurus dirinya sendiri. Aku ingin
tidur sekarang. Kau juga, Dick?"
Tak lama kemudian keduanya sudah masuk ke dalam kantong tidur masing-masing.
Anne dan George masih berbaring-baring sebentar di rumput, sambil mendengarkan
suara burung-burung yang kembali ke sarang mereka. Setelah itu keduanya juga
masuk ke dalam kemah mereka.
Begitu Anne dan George sudah masuk ke dalam kantong tidur mereka, tahu-tahu Dick
dan Julian tidak mengantuk lagi. Mereka berbisik-bisik.
"Bagaimana - sebaiknya Jock kita ajak ke pelataran pada siang atau malam hari"
Kalau malam, kita bisa sekaligus menunggu munculnya kereta gaib," kata Julian.
"Aku lebih setuju jika kita pergi ke sana malam-malam," kata Dick. "Kalau siang,
takkan mungkin bisa melihat kereta api hantu: Pak Sam Kaki Kayu menarik sekali
orangnya! Apalagi jika sudah melempar-lempar dengan batubara. Tapi rasanya aku
tak begitu - kepingin mengunjunginya lagi!"
"Yah, kita lihat saja besok," kata Julian. "Jika Jock ternyata ingin sekali
mengintip ke sana, lebih baik kita ajak saja. Kalau mau, kita juga bisa pergi
pada malam hari" "Betul! Kita lihat saja apa kata Jock," kata Dick Mereka masih mengobrol sambil
berbisik-bisik, sampai merasa mengantuk Dick nyaris terlena ketika tiba-tiba ia
mendengar bunyi menyelinap di rumput. Ia melihat kepala tersembul masuk pada
celah kemah. "Kalau kau berani masuk, kupukul mukamu yang konyol itu," kata Dick, karena
mengira yang datang Timmy. "Aku tahu apa yang kaukehendaki. Kau ingin tidur lagi
di atas perutku. Ayo pergi!"
Kepala yang tersembul di celah kemah itu bergerak sedikit, tapi tidak pergi.
Dick menegakkan tubuhnya sedikit, bertumpu pada sikunya.
"Kalau satu saja kakimu masuk ke dalam, kutendang nanti sampai terguling-guling
ke bawah bukit," katanya. "Kalau siang aku suka padamu. Tapi malam hari lebih
baik jangan - apalagi aku sudah berbaring dalam kantong tidur. Ayo pergi!"
Terdengar suara aneh seperti agak malu. Kemudian menyusul suara orang berbicara,
"Ah - kau belum tidur rupanya! Semuanya baik-baik di sini" Anne dan George juga"
Aku baru saja kembali."
"Astaga! Pak Luffy," kata Dick kaget. "Wah, Pak -maaf - kukira yang muncul tadi
Timmy. Habis, biasanya dia merebahkan diri di atas perutku. Karenanya kuusir.
Maaf, ya Pak!" "Ah, tak apa," kata Pak Luffy sambil tertawa geli. "Pokoknya kalian selamat
sekarang - Selamat tidur!"
9. Tamu Tengah Malam KETIKA anak-anak bangun keesokan paginya, Pak Luffy masih tidur. Mereka tidak
mengusiknya. Anne dan George tertawa-tawa geli ketika Dick menceritakan
pengalamannya semalam, ketika menyangka Pak Luffy sebagai Timmy.
"Tapi dia tidak marah," kata Dick. "Bahkan kurasa dia merasa geli! Mudah-mudahan
pagi ini dia masih berpendapat begitu."
"Aku ingin tahu kapan Jock muncul" kata George kemudian. "Kalau cepat datang
kita bisa melancong ke padang dan piknik di salah satu tempat di situ. Tentunya
dia tahu di mana kita bisa enak berjalan-jalan."
"Ya. Sambil menunggu kedatangannya, kita main-main saja dulu di sini. Nanti kita
minta dia menjadi penunjuk jalan" kata Anne.
"Timmy! Kau memang bandel. Masakan keju di tanganku langsung saja kausambar!'
"Yah, salahmu sandiri - kenapa kaulambai-lambaikan di depan hidungnya?" sahut
George membela anjing kesayangannya. "Dia mengira kau hendak memberikan
padanya." "Tapi dia tidak akan dapat lagi. Sayang kalau keju diberikan padanya," kata
Anne. "Aduh, kita ini terlalu banyak makan. Setiap kali berbekal makanan dua
keranjang, langsung habis lagi."
"Jock pasti akan membawakan lagi," kata Dick. "Dia itu baik hati. He, kalian
lihat atau tidak kemarin" Kamar tempat ibunya menyimpan makanan besar sekali.
Hampir seperti gua - menjorok masuk ke dinding. Raknya lebih dari selusin
terbuat dari batu dan penuh bahan makanan. Pantas perut Jock gendut."
"0 ya" Aku tak memperhatikannya," kata Anne. "Diakah itu yang bersiul-siul?"
Ternyata bukan. Rupanya burung yang melayang tinggi di udara.
"Sekarang masih terlalu pagi, tak mungkin dia sudah datang," kata Julian. "Kami
bantu membereskan dulu, Anne?"


Lima Sekawan 7 Memburu Kereta Api Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tak perlu! Ini tugasku bersama George," kata Anne tegas. "Lihat saja apakah Pak
Luffy sudah bangun. Jika dia mau, masih ada daging asap dan beberapa buah
tomat." Dick dan Julian pergi ke kemah Pak Luffy. Ternyata ia sudah bangun. Ia duduk di
celah pintu tenda sambil sarapan. Ia melambai-lambaikan roti yang sedang
dimakannya pada mereka. "Hai!" serunya. "Aku terlambat bangun pagi ini. Agak capek juga kemarin, karena
aku pergi terlalu jauh. Maaf ya, Dick, kau kubangunkan semalam."
"Aku belum tidur, Pak!" kata Dick. Ia merasa mukanya menjadi merah karena malu.
"Baik hasilnya kemarin, Pak Luffy?"
"Ah, agak mengecewakan. Tak berhasil menemukan semua serangga yang kuharapkan,"
jawab Pak Luffy. "Bagaimana dengan kalian - menyenangkan kemarin?"
"0 ya," kata Dick, lalu menceritakan kesibukan mereka kemarin. Kelihatannya Pak
Luffy tertarik pada semuanya. Juga pada peringatan Pak Andrews yang menyeramkan
tentang pelataran kereta api yang sudah tidak terpakai lagi.
"Kedengarannya dia konyol," kata Pak Luffy sambil membersihkan kemejanya dari
remah-remah. "Walau begitu - lebih baik kalian jangan pergi lagi ke pelataran
itu. Karena biasanya kisah-kisah tidak terjadi dengan begitu saja. Tak ada asap
tanpa api!" "Lho - masakan Anda percaya bahwa kereta - yang di situ kereta api hantu!" kata
Dick heran "Ah, tidak! Kurasa di sana sama sekali tidak ada kereta api," kata Pak Luffy.
"Tapi jika ada tempat yang terkenal angker lebih baik jangan didekati."
"Kurasa memang begitu, Pak," kata Dick dan Julian serempak. Mereka cepat-cepat
mengalihkan pokok pembicaraan. Mereka khawatir jangan-jangan Pak Luffy - seperti
Pak Andrews - akan melarang mereka pergi ke tempat itu. Sedang semakin
diperingatkan dan dilarang agar jangan pergi, semakin keras rasanya dorongan
untuk ke sana! "Kami kembali dulu, Pak," kata Dick. "Kami sedang menunggu kedatangan Jock. Anak
petani itu hendak main-main kemari hari ini. Kami nanti ingin jalan-jalan dengan
membawa bekal makanan. Anda akan pergi juga, Pak?"
"Hari ini tidak" kata Pak Luffy. "Kakiku terasa pegal karena terlalu banyak
naik-turun bukit kemarin. Lagi pula aku juga ingin menyusun serangga-serangga
yang berhasil kutangkap. Siapa nama teman kalian dari pertanian itu" Ah ya Jock!
Aku kepingin berkenalan dengannya."
"Baik, Pak," kata Julian. "Begitu dia datang akan segera kami ajak kemari.
Setelah itu kami akan langsung berangkat. Anda akan bisa bekerja dengan tenang
sepanjang hari." Tapi Jock tidak muncul-muncul. Keempat remaja itu menunggu sepanjang pagi.
Mereka bahkan mengundurkan saat makan siang, sampai tak bisa lagi menunggu lebih
lama karena sudah terlalu lapar. Akhirnya mereka makan sambil duduk-duduk di
rumput di depan perkemahan.
"Aneh," kata Julian. "Dia kan tahu di mana letak kemah kita. Kemarin sudah kita
tunjukkan ketika dia mengantar kita pulang sampai setengah jalan. Mungkin siang
ini dia datang." Tapi siang itu ternyata Jock tidak datang juga, sampai saat minum teh. Julian
sebenarnya sudah mau pergi ke tempat pertanian untuk mengetahui apa sebabnya
anak itu tidak muncul. Tapi tidak jadi. Tentunya ada sesuatu yang membuat Jock
tidak bisa datang. Dan menurut firasat Julian, Bu Andrews pasti tidak begitu
senang jika mereka berempat muncul lagi, setelah bertamu sepanjang hari kemarin.
Hari itu terasa mengecewakan. Mereka tak mau meninggalkan kemah karena khawatir
Jock akan muncul. Bahkan berjalan-jalan di sekitar situ saja mereka tidak mau.
Pak Luffy sibuk sepanjang hari dengan serangga-serangga hasil tangkapannya. Ia
ikut menyesal melihat keempat remaja itu dikecewakan oleh Jock.
"Pasti dia datang besok," katanya menghibur. "Masih cukup persediaan makanan
kalian" Kalau mau aku punya makanan kaleng. Itu yang di sana."
"Wah, terima kasih, Pak," kata Julian. "Tapi persediaan kami juga masih banyak.
Kami akan main kartu sekarang. Ikut main, Pak?"
"Boleh,"jawab Pak Luffy sambil bangkit. Ia menggeliat sebentar. "Kalian bisa
main remi?" Tentu saja mereka bisa. Pak Luffy kalah habis-habisan karena ia sama sekali
tidak bisa main kartu. Ia menyalahkan kartu-kartunya yang dikatakannya selalu
buruk. Tapi walau begitu ia asyik bermain. Katanya satu-satunya yang membuat ia
kehilangan konsentrasi adalah Timmy. Anjing itu berdiri di belakang Pak Luffy
yang sedang asyik main kartu.
"Aku yakin Timmy merasa dirinya lebih pintar main kartu daripada aku" keluh Pak
Luffy. "Setiap kali aku melakukan kesalahan, terdengar dengusan napasnya yang
keras." Mereka semua tertawa. Dalam hati George menganggap mungkin Timmy memang lebih
pintar main remi daripada Pak Luffy. Sayangnya, ia tidak bisa memegang kartu-
kartu seperti manusia! Tapi Jock yang ditunggu-tunggu tetap tidak datang. Ketika hari sudah terlalu
gelap, mereka berhenti main kartu. Pak Luffy mengatakan dirinya sudah mengantuk
lagi. Ia ingin tidur lebih pagi.
"Kemarin aku pulang larut malam," katanya. "Jadi terasa kurang tidur."
Keempat remaja itu juga memutuskan untuk tidur saja. Kalau hari mulai gelap
bayangan kantong tidur yang hangat selalu menyenangkan.
Segera mereka menyusup ke dalam kantong tidur masing-masing. Dick menguap lebar-
lebar. "Selamat tidur, Ju," katanya, sesaat sebelum ia mulai mendengkur. Tak lama
kemudian Julian juga sudah tidur. Semua sudah terlelap, ketika tiba-tiba
terdengar Timmy menggeram. Tapi geramannya tidak keras, sehingga tidak ada yang
mendengarnya. Timmy mengangkat kepala, mendengarkan dengan saksama. Kemudian ia menggeram
lagi. Lalu mendengarkan kembali. Akhirnya anjing itu bangkit tanpa membangunkan
George. Timmy keluar dari kemah, dengan telinga dan ekor terangkat ke atas. Ia
mendengar sesuatu di luar. Ia langsung memeriksa, walaupun yakin tidak ada
bahaya. Dick kaget dan langsung terbangun ketika tiba-tiba ada sesuatu menggeser di luar
tenda. Ia duduk sambil memandang ke celah tempat masuk ke tenda. Ia melihat
bayangan di situ. Bayangan itu memandang ke dalam.
Timmy" Atau mungkin Pak Luffy" Dick tidak mau keliru untuk kedua kalinya. Karena
itu ia menunggu sampai bayangan itu bersuara dulu. Tapi bayangan itu hanya
berdiri saja di situ, seakan-akan sedang mendengarkan bunyi yang datang dari
dalam. Dick merasa tidak enak.
"Timmy!" katanya kemudian sambil berbisik.
Saat itu barulah bayangan yang di luar memperdengarkan suaranya.
"Dick" Atau kaukah itu, Julian" Ini aku, Jock. Timmy ada di sini, di sampingku.
Bolehkah aku masuk?"
"Jock!" Dick tercengang. "Untuk apa kau datang malam-malam begini" Kenapa tidak
muncul tadi siang" Kami menunggu terus."
"Ya aku juga tahu. Maaf," jawab Jock. Anak itu menyusup masuk ke dalam tenda.
Dick membangunkan Julian "Jock datang, Julian - bersama Timmy. Timmy! Jangan berbaring di atas perutku.
Sini, Jock, masuk sajalah ke dalam kantong tidurku. Kurasa cukup lapang bagi
kita berdua." "Terima kasih," ujar Jock. Ia masuk ke dalam kantong tidur Dick dengan susah
payah. "Wah, hangatnya di sini. Maaf ya, aku tadi siang tidak muncul. Tapi ayah tiriku
tiba-tiba mengajakku pergi seharian. Aku tak tahu untuk apa sebenarnya - karena
biasanya dia tak begitu mengacuhkan diriku."
"Ayah tirimu sirik! Dia kan tahu, kau akan berpiknik dengan kami," kata Julian.
"Atau mungkin ada keperluan penting?"
"Sama sekali tidak," kata Jock. "Kami pergi dengan mobil ke Endersfield, sebuah
kota yang letaknya sekitar enam puluh kilometer dari sini. Di sana mobil
diparkir di depan gedung perpustakaan umum. Aku disuruhnya menunggu di situ,
karena katanya dia ada urusan sebentar. Beberapa menit saja, katanya! Tahu-tahu
baru sore dia kembali, lewat saat minum teh. Untung saja aku membawa bekal roti.
Bisa kalian bayangkan, aku jengkel sekali karenanya."
"sudahlah, besok saja kau kemari " kata Dick.
"Tidak bisa," jawab Jock sedih. "Ayah tiriku menyuruh aku berkenalan dengan anak
laki-laki salah seorang kenalannya. Anak itu namanya Cecil Dearlove. Nama yang
konyol - seperti nama perempuan! Aku disuruh main-main seharian dengannya. Yang
lebih gawat lagi, Ibu kelihatannya senang. Selama ini dia merasa ayah tiriku tak
begitu mengacuhkan diriku. Aku sendiri malah merasa bersyukur!"
"sial! Kalau begitu, besok pun kau tidak bisa datang," kata Julian. "Yah - tapi
bagaimana dengan lusa?"
"Kalau lusa mungkin bisa," kata Jock. "Tapi kurasa Cecil tersayang itu akan
terus menempel padaku sepanjang hari - minta diantar melihat-lihat sapi dan
anak-anak anjing yang manis-manis. Uahhh! Padahal lebih senang jika aku bisa di
sini bersama kalian." Jock mengumpat mengatakan anak kenalan ayah tirinya itu
Cecil "tersayang", karena Cecil Dearlove artinya memang "Cecil Tersayang"!
"Dasar sial," kata Julian. "Benar-benar sial!"
"Aku tadi berpikir, lebih baik kemari saja untuk memberitahu kalian," kata Jock.
"Baru malam-malam begini ada kesempatan bagiku untuk menyelinap pergi. 0 ya -
aku juga membawakan bekal makanan lagi, karena tentunya kalian memerlukannya.
Aku benar-benar kecewa mengenai petualangan kita - kau tahu kan maksudku, pergi
ke pelataran kereta api. Sebenarnya aku ingin mengajak kalian ke sana tadi
siang." "Yah - kalau besok tidak bisa - dan lusa pun mungkin sama saja - bagaimana jika
kita ke sana malam-malam?" tanya Dick. "Maukah kau datang besok malam, sekitar
saat sekarang ini" Kita Jangan bilang-bilang pada George dan Anne. Kita pergi
sendiri saja bertiga!"
Jock tidak bisa menjawab, begitu gembira perasaannya saat itu. Ia mengembuskan
napas panjang tanda senang. Dick tertawa.
"Jangan terburu senang dulu! Mungkin sesampai di sana kita tidak bisa melihat
apa-apa. Bawa senter, kalau kau punya. Datanglah kemari dan tarik jempol kakiku.
Mungkin saat itu aku masih bangun. Tapi jika tidak, aku pasti akan. terbangun
karenanya! Tapi ingat - Jangan ceritakan pada siapa pun juga!"
"Beres," jawab Jock bersemangat. "Yah kurasa aku pulang saja lagi sekarang. Agak
seram rasanya, berjalan di tengah padang dalam gelap. Mana bulan tidak ada - dan
cahaya bintang-bintang terlalu samar. Bekal makanan kalian kutaruh di luar
kemah. Jaga-jaga saja, jangan sampai habis disikat Timmy."
"Oke! Dan terima kasih," kata Julian. Jock menyusup keluar dari kantong tidur
Dick, lalu merangkak mundur ke luar. Timmy mengikutinya, sambil menjilat-jilat
hidung anak itu. Dick meraba-raba mencari bungkusan yang berisi makanan. Setelah menemukannya ia
menggelindingkannya ke arah Julian yang langsung menyimpannya di bawah terpal
alas tenda "selamat tidur" kata Jock dengan suara berbisik. Setelah itu
terdengar langkahnya menyelinap di rumput. Timmy ikut dengannya. Anjing itu
senang kedatangan tamu tengah malam, apalagi ada kesempatan untuk ikut jalan-
jalan. Sedang Jock juga senang karena ditemani pulang.
Timmy ikut sampai ke pertanian. Setelah itu ia berlari-lari kembali ke
perkemahan. Tentu saja tidak langsung pulang. Tidak! Walau ingin kembali ke
George, tapi masih sempat juga ia mengejar kelinci-kelinci yang tercium baunya.
Besok paginya Anne tercengang. Tahu-tahu ada tambahan bekal makanan di bawah
semak. Julian memang sengaja menaruhnya di situ, untuk mengejutkan adiknya itu.
"Lihatlah!" seru Anne keheranan. "Ada perkedel daging - lalu tomat dan telur.
Dari mana datangnya?"
"Diantarkan kereta api hantu tadi malam," kata Dick sambil nyengir.
"Dilontarkan gunung api ke atas," sambung Pak Luffy yang juga ada di situ. Anne
melemparkan kain lap pada para pengganggunya.
"Ayo katakan, dari mana datangnya makanan ini," katanya. "Aku sudah bingung, apa
yang harus kusediakan untuk sarapan pagi ini - tahu-tahu di sini ada persediaan
tambahan. Siapa yang menaruhnya di sini" Barangkali kau tahu, George?"
George juga tidak tahu. Ia melirik Dick dan Julian yang nyengir.
"Pasti Jock kemari tadi malam," katanya pada mereka. "Betul, kan?" Lalu ia
berkata pada dirinya sendiri, "Ya - dan kurasa ketiga anak laki-laki itu sedang
merencanakan sesuatu. Kalian takkan bisa menipu aku, Dick dan Julian. Mulai saat
ini aku akan berjaga-jaga. Ke mana pun kalian pergi, akan selalu kubuntuti!"
10. Mengintai Kereta Api Hantu
HARI itu cukup menyenangkan. Pak Luffy mengajak mereka ke sebuah telaga yang
letaknya di tempat yang tinggi. Telaga itu dikenal dengan nama Kolam Hijau.
Sebab air di situ berwarna hijau. Pak Luffy menjelaskan, hal itu disebabkan oleh
zat kimia yang larut di dalamnya.
"Jangan-jangan jika masuk ke situ kulit kita nanti akan menjadi hijau pula,"
kata Dick sambil berganti pakaian. "Anda mau mandi di situ, Pak?"
Kenapa tidak! Anak-anak tercengang ketika Pak Luffy sudah berada dalam telaga.
Mereka menyangka ia tak pandai berenang, dan cuma hendak membasahkan tubuh saja
di tepi, tapi ternyata Pak Luffy jago berenang - bahkan lebih cepat dari Julian.
Mereka asyik bermain-main dalam air. Ketika sudah capek, lalu berjemur. Di tepi
telaga itu ada sebuah jalan. Mereka memperhatikan segerombolan biri-biri
digembala lewat di situ. Kemudian lewat pula satu atau dua mobil. Akhirnya muncul sebuah truk besar.
Seorang anak laki-laki duduk di samping pengemudinya. Anak-anak tercengang
ketika anak itu melambai-lambaikan tangan.
"Siapa itu?" tanya' Julian. "Kenal dengan kita rupanya"!" George yang bermata
tajam mengenali anak itu.
"Itu Jock! Dan lihatlah, itu ayah tirinya, naik mobilnya yang baru dan bagus!
Tapi Jock lebih senang naik truk daripada ikut dengan ayah tirinya. Aku bisa
mengerti sikapnya!" Mobil baru yang bagus itu lewat di depan mereka, dikemudikan oleh Pak Andrews.
Tapi ia tak menoleh ke arah anak-anak yang sedang duduk di tepi jalan bersama
Pak Luffy. Ia menatap lurus ke depan, sementara mobilnya meluncur di belakang
truk. "Kurasa mereka hendak ke pasar," kata Dick sambil merebahkan diri kembali. "Aku
ingin tahu, apa yang mereka angkut dalam truk itu !"
"Aku juga ingin tahu," kata Pak Luffy. "Hasil produksinya pasti harus dijual
dengan harga mahal, agar bisa membeli mobil sebagus itu. Belum lagi segala mesin
dan peralatan yang kalian ceritakan. Pak Andrews itu rupanya pandai berdagang!"
"Tapi tampangnya tidak begitu pintar kelihatannya," kata Anne. "Malah lebih
mirip seorang yang lemah, Pak! Tak bisa kubayangkan dia mampu menyaingi
saingannya, apalagi mengalahkan mereka!"
"Menarik," kata Pak Luffy. "Nah bagaimana kalau kita berenang lagi sebelum makan
siang?" Hari itu menyenangkan sekali. Enak bepergian dengan Pak Luffy. Ia gemar
menceritakan hal yang lucu-lucu. Saat bercerita air mukanya tetap serius. Hanya
dari telinga kanannya yang bergerak-gerak saja bisa dilihat bahwa ia pun senang.
Telinganya yang sebelah kanan itu rupa-rupanya gemar tertawa, biarpun air muka
Pak Luffy tetap seserius tampang si Timmy.
Sekitar saat minum teh mereka tiba kembali di perkemahan. Anne segera menyiapkan
hidangan. Mereka makan dan minum di depan kemah Pak Luffy. Ketika malam tiba,
Julian menjadi agak gelisah. Dick sama saja. Siang hari keduanya tak mau
mempercayai kereta hantu. Tapi begitu matahari mulai terbenam dan bayang-bayang
panjang merayapi bukit, dalam diri mereka timbul perasaan tegang yang
menggairahkan. Mungkinkah mereka akan melihat hal yang seram nanti malam"
Awalnya malam gelap gulita. Langit berawan hingga bintang-bintang tak tampak.
Dick dan Julian mengucapkan selamat tidur lalu menyusup ke dalam kantong tidur
masing-masing. Mereka memperhatikan langit yang tampak gelap melalui celah
tenda. Pelan-pelan awan mulai menyingkir. Bintang-bintang muncul satu per satu. Awan
semakin menipis ditiup angin malam. Akhirnya langit tampak gemerlapan karena
cahaya bintang yang bekerlipan. Beratus ribu yang tampak, seakan-akan tergantung
di atas padang belantara.
"Kita nanti bisa melihat sedikit, karena ada cahaya bintang. Syukurlah!" kata
Julian berbisik. "Aku tak ingin tersandung-sandung dan terkilir mata kakiku
karena terperosok ke dalam lubang kelinci. Tapi dalam perjalanan ke pelataran
aku juga tak bermaksud akan menyorotkan senter. Karena bisa dilihat cahayanya!"
"Wah, pasti asyik nanti!" jawab Dick sambil berbisik pula. "Mudah-mudahan saja
Jock jadi datang. Kesal sekali rasanya, jika dia ternyata tak muncul lagi"
Tapi sekali itu Jock menepati janji. Terdengar langkah orang menyelinap di
rumput. Dan sekali lagi tersembul bayangan di celah tenda.
"Julian! Dick! Aku sudah datang. Kalian sudah siap?"
Bayangan itu ternyata Jock. Dick menyalakan senternya dan menyorotkannya sekejap
ke arah anak itu. Tampak mukanya yang merah dan bersemangat. Kemudian
dipadamkannya lagi senternya cepat-cepat.
"Hai, Jock!" sapa Dick. "Bisa datang juga rupanya! Eh, kau itu tadi ya - yang
naik truk lewat Kolam Hijau?"
"Memang! Kau tidak melihat aku" Aku melihat kalian, lantas aku melambai-lambai,"
kata Jock. "Sebetulnya aku ingin menyetop truk agar turun dan mengobrol sebentar


Lima Sekawan 7 Memburu Kereta Api Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan kalian. Tapi pengemudinya tidak ramah. Dia tidak mau berhenti! Katanya,
ayah tiriku pasti akan mengamuk jika dia berani menghentikan truk di tengah
jalan. Kau tadi melihatnya" Maksudku, ayah tiriku. Dia naik mobil di belakang
kami." "Kalian tadi ke pasar ya?" tanya Julian.
"Kurasa memang begitu," jawab Jock. "Aku naik truk kosong. Jadi kurasa ayah
tiriku hendak mengambil sesuatu di pasar. Aku sendiri pulang naik mobil, sedang
truk disuruh menyusul kemudian."
"Bagaimana teman barumu Cecil Dearlove?" tanya Dick. Ia meringis, tapi tak
kelihatan dalam kemah yang gelap itu.
"Wah, payah! Lebih payah dari namanya," keluh Jock. "Terus-terusan mengajakku
main perang-perangan! Sialnya, besok dia akan berkunjung sehari penuh di
pertanian kami. Sehari lagi terbuang dengan sia-sia. Apa enaknya yang bisa
kulakukan dengan anak itu?"
"Masukkan saja ke kandang sapi," usul Dick. "Atau kalau tidak suruh saja tidur
dalam kandang Biddy bersama anak-anaknya. Katakan padanya supaya main perang-
perangan dengan mereka saja!"
Jock tertawa geli. "Kalau benar bisa begitu, aku senang sekali! Sialnya, ibu sangat gembira karena
ayah tiriku mengajak si Cecil itu untuk menjadi temanku. Sudahlah jangan kita
bicarakan lagi tentang dia. Kalian sudah siap?"
"Ya," jawab Julian. Dengan hati-hati ia keluar dari kantong tidurnya. "Kami tadi
tidak bercerita pada Anne dan George. Anne memang tidak mau ikut. Dan aku tak
mau jika George meninggalkan Anne seorang diri di sini. Sekarang kita harus
hati-hati. Jangan sampai berisik, sebelum jauh dari sini."
Sementara itu Dick juga sudah keluar dari kantong tidurnya. Seperti abangnya,
malam itu ia juga tidak mengganti pakaian. Jadi tinggal memakai jaket lalu
merangkak ke luar. "Ke mana arah kita - ke sana?" bisik Jock.
Julian membimbingnya. Mudah-mudahan saja tidak tersesat, dalam malam remang
disinari bintang itu. Padang belantara tampak asing pada waktu malam!
"Kita harus ke bukit itu," kata Julian. "Itu yang tampak gelap di depan langit
berbintang. Kalau kita ke situ, pasti takkan tersesat." Mereka pun berjalan ke
arah bukit gelap yang terletak di sebelah barat mereka.
Pada malam hari rasanya jarak ke pelataran kereta api lebih jauh. Mereka bertiga
berjalan tersandung-sandung sekali-sekali terjatuh karena kaki mereka tersangkut
rumput yang agak tinggi. Lega rasanya ketika mereka sampai di sebuah jalan
kecil. "Kira-kira di sinilah kami berpapasan dengan seorang gembala tua," kata
Dick dengan suara pelan. Ia sendiri tak tahu apa sebabnya ia berbisik-bisik.
Menurut perasaannya, memang begitulah seharusnya. "Aku yakin tempat itu tidak
jauh lagi." Mereka berjalan terus. Tiba-tiba Julian menarik lengan Dick.
"Lihatlah!" katanya. "Kurasa di bawah itulah pelataran yang kita tuju. Tampak di
sana-sini sel remang-remang terkena cahaya bintang."
Mereka berdiri di lereng berumput yang letaknya di atas pelataran. Ketiga-
tiganya memicingkan mata. Mereka melihat berbagai bentuk samar. Benar, mereka
berada di atas pelataran kereta api.
Tiba-tiba Jock memegang lengan Julian.
"Itu - di sana ada cahaya! Kau melihatnya atau tidak?"
Dick dan Julian memandang ke arah yang ditunjuk - dan benarlah, di pelataran
sebelah sana tampak cahaya kuning berkelap-kelip.
Mereka menatap cahaya itu.
"Ah - kurasa aku tahu sekarang," kata Dick kemudian. "Cahaya itu datang dari
pondok penjaga, di situ. Lilin Pak Sam Kaki Kayu. Betul kan, J u?"
"Ya, kurasa kau benar," kata Julian "Sekarang begini saja! Kita menyelinap ke
bawah menuju pelataran, lalu ke pondok itu. Kita mengintip ke dalam, untuk
melihat apakah Pak Sam ada di situ. Setelah itu kita bersembunyi di salah satu
tempat - menunggu kereta api hantu muncul!"
Mereka merayap menuruni lereng. Penglihatan mereka sudah terbiasa pada keadaan
gelap sehingga banyak juga yang terlihat. Mereka langsung menuju pelataran.
Terdengar bunyi bergemeresik ketika kaki mereka menginjak terak batubara yang
biasa berhamburan di pelataran kereta api. Anak-anak tertegun sejenak.
"Kalau kita berisik seperti ini, nanti ada yang mendengar," bisik Julian.
"Tapi siapa?" jawab Dick sambil berbisik pula. "Di sini yang ada kan cuma Pak
Sam dan dia ada di dalam pondoknya!"
"Dari mana kita tahu di sini tak ada orang lain?" tukas Julian. "Aduh, Jock!
Jangan berisik dong!"
Mereka berdebat sambil berbisik-bisik, untuk menentukan tindakan terbaik.
"Kurasa sebaiknya kita mengitari pelataran ini," kata Julian kemudian.
"Sepanjang ingatanku, di situ tumbuh rumput. Kita berjalan di rumput."
Mereka pun menuju ke tepi pelataran. Ternyata memang ada rumput tumbuh di situ.
Mereka bisa berjalan di rumput sekarang, tanpa menimbulkan suara berisik. Hati-
hati ketiganya melangkah, mengarah ke sinar remang-remang yang berasal dari
pondok kecil Pak Sam. Jendela pondok itu kecil dan tinggi letaknya. Kira-kira setinggi mata. Anak-anak
beringsut mendekati, lalu mengintip ke dalam.
Pak Sam Kaki Kayu ada di dalam pondok. Ia duduk dengan santai di kursi, sedang
asyik membaca koran. Sambil mengisap pipa ia membaca terpicing-picing. Rupanya
kacamatanya yang pecah belum dibetulkan. Kaki palsunya yang terbuat dari kayu
dilepaskan, dan ditaruh di kursi di dekat tempatnya duduk.
"Rupanya Pak Sam menganggap kereta api hantu takkan muncul malam ini," bisik
Dick. "Kalau tidak takkan berani dia mencopot kaki palsunya."
Cahaya lilin bergerak-gerak, dan bayangan gelap di dinding pondok yang sempit
itu seperti menari-nari. Pondok itu sederhana, perabotannya amat minim.
Kelihatannya kotor dan tak terurus. Di meja terletak sebuah cangkir yang sudah
patah kupingnya, begitu saja tanpa tatakan. Sebuah ketel terjerang di atas
tungku berkarat. Airnya sudah mendidih.
Sam meletakkan koran yang sedang dibaca, lalu menggosok-gosok matanya. Ia
menggumam. Tak begitu jelas kedengaran, tapi anak-anak yakin tentu mengenai
kacamatanya yang pecah. "Banyakkah jaringan rel di pelataran ini?" bisik Jock, setelah bosan mengintip
Pak Sam. "Ke mana saja arahnya?"
"Tak sampai satu kilometer dari sini ada sebuah terowongan," kata Julian sambil
menunjuk ke belakang Jock. "Relnya datang dari situ, lalu bercabang-cabang
sampai di sini. Kurasa di sini dulu tempat langsir."
"Kalau begitu kita ikuti saja rel itu sampai ke terowongan," ajak Jock. "Yuk -
daripada di sini terus. Toh tak ada yang menarik untuk dilihat. Kita berjalan
sampai terowongan." "Baiklah," kata Julian. "Tapi kurasa di sana juga tak banyak yang bisa dilihat.
Kereta api hantu cuma dikarang-karang saja oleh Pak Sam."
Mereka pergi dari pondok kecil dengan cahaya lilinnya yang berkelap-kelip, lalu
berjalan mengitari tepi pelataran lagi. Setelah itu mereka mengikuti sepasang
rel yang menjauh dari situ, menuju terowongan. Sekarang rasanya tidak ada
salahnya berjalan di atas terak sehingga menimbulkan bunyi. Ketiganya berjalan
berdampingan sambil bicara berbisik-bisik.
Tiba-tiba terjadi sesuatu! Dari lubang terowongan terdengar bunyi samar-samar.
Sementara itu Julian, Dick, dan Jock sudah dekat ke itu, hingga bisa melihat
lubangnya yang gelap. Julian paling dulu mendengar bunyi ganjil itu. Ia
tertegun, mencengkeram lengan Dick.
"He! Dengar! Bunyi apa itu?"
Dick dan Jock tertegun, lalu mendengarkan sebentar.
"Ah ya," kata Dick. "Tapi kurasa cuma kereta api yang sedang lewat dalam salah
satu terowongan yang masih dipakai. Bunyinya menggema dan keluar dari terowongan
ini." "Bukan - kedengarannya seperti ada kereta api berjalan dalam terowongan ini!"
kata Julian. Bunyi itu semakin nyaring, kini bercampur suara berdentang-dentang.
Anak-anak bergegas menyingkir dari rel. Mereka merunduk di tepi sambil menunggu.
Nyaris tak berani bernapas. Mungkinkah yang datang itu kereta hantu"
Mereka memperhatikan, kalau-kalau tampak lampu sorot lokomotif memancar dari
dalam terowongan. Tapi sama sekali tak tampak cahaya memancar. Hanya bunyi ribut
itu saja yang kian mendekat. Mungkinkah yang datang cuma bunyi saja - tanpa
kereta api" Jantung Julian berdebar keras. Sedang Dick dan Jock saling
berpelukan tanpa sadar. Bunyi itu semakin menggemuruh. Tiba-tiba dari lubang terowongan muncul benda
besar. Panjang dan hitam, sedang di depannya tampak sinar redup. Benda itu
berlalu dengan cepat. Telinga anak-anak seakan tuli karena bunyinya yang keras.
Tapi hanya sebentar saja. Karena begitu benda gaib itu lewat, bunyi bergemuruh
itu pun menjadi pelan dan akhirnya lenyap. Tanah bergetar sebentar. Setelah itu
sunyi. "Nah - itu dia," kata Julian. Suaranya terdengar sedikit gemetar. "Kereta api
hantu - tanpa lampu maupun sinyal! Ke mana perginya" Mungkinkah ke pelataran?"
"Bagaimana kalau kita lihat saja ke sana?" ajak Dick. "Aku tadi tak melihat ada
orang di kabin lokomotif, padahal tempat itu agak terang karena api yang
menyala! Tapi itu kan mustahil! Kereta itu harus ada masinisnya! Wah, ajaib ya"
Tapi kalau bunyinya sih persis kereta api biasa!"
"Kita ke pelataran," kata Jock tegas. Dari ketiga remaja itu, kelihatannya ia
yang paling tidak terkesan. "Ayo!"
Mereka berjalan lambat-lambat ke arah pelataran. Tiba-tiba Dick terpekik
kesakitan. "Aduh, mata kakiku terkilir. Tunggu sebentar!"
Dick duduk di tanah karena kesakitan. Mata kakinya cuma terkilir sedikit, tidak
begitu parah. Tapi selama beberapa menit berikut Dick tak bisa berjalan. Ia
duduk di tanah sambil mengerang-erang. Julian dan Jock tak berani
meninggalkannya sendirian. Julian berlutut di sebelah adiknya. Ia menawarkan
hendak mengurutkan mata kaki yang sakit itu, tapi Dick tak mengizinkan abangnya
menyentuhnya. Jock berdiri di dekat mereka dengan cemas.
Setelah dua puluh menit barulah Dick merasa sanggup melanjutkan perjalanan.
Dibantu Jock dan Julian, ia bangkit lalu mencoba berdiri tegak.
"Ah, sudah bisa lagi sekarang - tapi pelan-pelan. Sekarang kita pergi ke
pelataran untuk melihat apa yang terjadi di situ!"
Tapi baru beberapa langkah mereka berjalan, tiba-tiba terdengar lagi bunyi
gemuruh dari arah pelataran.
"Nah, datang lagi!" seru Julian. "Jangan bergerak! Lihatlah - pasti akan masuk
lagi ke dalam terowongan!"
Mereka berdiri diam-diam sambil memperhatikan. Bunyi itu semakin dekat, semakin
menggemuruh. Mereka melihat sinar redup. Mestinya berasal dari api di bawah
ketel uap! Tapi hanya sekejap saja sinar itu tampak, karena dengan cepat kereta
gaib itu lewat lalu menghilang dalam kegelapan mulut terowongan. Sedang bunyi
gemuruh masih agak lama juga menggema.
"Nah, sekarang kita tahu - kereta hantu memang ada!" kata Julian. Ia mencoba
tertawa. Padahal ia sangat kaget "Muncul lalu menghilang lagi - entah ke mana!
Kita sudah mendengar dan melihatnya pada malam yang gelap. Hih, seram!"
11. Jock Mendapat Kesulitan
KETIGA remaja itu saling merapat. Agak malu rasanya berdekatan. Mereka masih
belum bisa percaya, bahwa yang dicari dengan rasa tak percaya itu ternyata
benar-benar ada! Kereta api macam apakah itu - muncul tiba-tiba dari dalam terowongan dan setelah
sebentar berada di pelataran, lalu menghilang kembali"
"Coba kakiku tidak terkilir tadi! Kita bisa mengikutinya ke pelataran, dan
barangkali bahkan bisa mendekati," kata Dick mengeluh. "Aku memang sial!"
"Tapi itu kan bukan salahmu!" kata Jock. "Wah kita melihat kereta api hantu!
Benar-benar luar biasa - datang dan pergi sendiri, tanpa masinis! Kereta api
sungguhankah itu tadi?"
"Kalau mendengar bunyinya, memang benar-benar kereta api," kata Julian. "Dan
asap pun mengepul-ngepul dari cerobongnya. Walau begitu - aneh! Tak enak rasanya
melihatnya!" "Yuk, kita lihat apa yang terjadi dengan Pak Sam Kaki Kayu," ajak Dick. "Pasti
bersembunyi di bawah tempat tidurnya!"
Mereka berjalan dengan pelan, kembali ke pelataran. Dick agak terpincang-pincang
walau mata kakinya sudah tidak apa-apa lagi. Sesampai di pelataran mereka
memandang ke arah pondok. Cahaya lilin tak ada lagi di situ.
"Rupanya dipadamkan, sebelum dia menyusup ke bawah tempat tidur," kata Dick.
"Kasihan Pak Sam! Pasti dia setengah mati ketakutan. Yuk, kita mengintip ke
dalam pondok!" Mereka menghampiri pondok lalu memandang ke dalam lewat jendela. Tapi pondok itu
gelap gulita. Tiba-tiba tampak cahaya memancar di dekat lantai.
"Lihat - itu Pak Sam! Dia menyalakan korek api," kata Julian. "Itu dia -
mengintip dari bawah tempat tidur. Kelihatannya sangat ketakutan. Kita ketuk
saja kaca jendela dan menanyakan keadaannya."
Tapi maksud baik itu, mendapat tanggapan yang sama sekali tak terduga! Begitu
Julian mengetuk kaca jendela dengan keras, terdengar Pak Sam menjerit. Ia buru-
buru menyusup lagi ke bawah tempat tidur. Korek apinya padam.
"Mereka datang menjemputku!" terdengar suaranya berkeluh kesah. "Mereka datang,
sedang kaki palsuku kucopot tadi!"
"Yuk, kita pergi saja," ajak Dick. "Dia malah tambah ketakutan. Jika kita
memanggil, bisa panik dia nanti. Dia benar-benar menyangka kereta hantu hendak
menjemputnya." Mereka berkeliaran di tempat itu selama beberapa menit lagi. Tapi tempat itu
gelap. Tak ada yang berhasil mereka temukan di situ. Tak terdengar lagi bunyi
gemuruh. Rupanya kereta hantu tak muncul lagi malam itu.
"Yuk, kita kembali," kata Julian. "Wah, tadi benar-benar menegangkan! Rambutku
serasa berdiri ketika kereta itu muncul dengan asap mengepul, keluar dari
terowongan! Dan mana datangnya" Dan apa sebabnya tiba-tiba datang?"
Mereka tak bisa menemukan penjelasannya. Karena itu mereka kembali ke
perkemahan. Ketiganya berjalan di rumput, capek tapi bergairah.
"Bagaimana - kita ceritakan pada Anne dan George bahwa kita melihat kereta
hantu?" tanya Dick. "Jangan," larang Julian. "Anne akan ketakutan karenanya, sedang George pasti
marah jika mendengar bahwa kita pergi tanpa mengajak dia. Kita tunggu dulu
sampai berhasil menemukan keterangan lebih banyak mengenainya. Setelah itu
barulah kita bercerita pada kedua anak perempuan itu, atau pada Pak Luffy."
"Betul," jawab Dick. "Kau juga tutup mulut, Jock!"
"Tentu saja!" jawab Jock. Ia agak jengkel, karena dianggap tidak bisa tutup
mulut. "Pada siapa aku akan bercerita" Ayah tiriku" Wah, tak bisa! Pasti dia
akan marah jika mengetahui bahwa kita tak mengacuhkan peringatannya."
Tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang hangat menempel di betisnya. Jock terpekik
kaget. "Apa ini" Ayo pergi!"
Tapi ternyata yang menempel itu Timmy. Anjing itu datang menyongsong mereka
sambil mendengking-dengking pelan.
"Katanya, 'Kenapa aku tidak diajak"'" kata Dick. "Sayang tidak bisa, Timmy.
Kalau kau kami ajak, George pasti takkan mau bicara lagi dengan kami - apalagi
dia ditinggal di perkemahan! Bagaimana jika kau berhadapan dengan kereta hantu,
Tim?" Timmy menggonggong tanda meremehkan. Timmy tak takut pada apa pun juga! Mereka
mulai berbisik-bisik lagi ketika sudah dekat ke perkemahan.
"Nah, selamat jalan, Jock. Datanglah besok kalau kau bisa. Mudah-mudahan si
Cecil tidak terlalu merepotkanmu!"
"Yuk - sampai lain kali" bisik Jock, lalu menghilang dalam gelap. Timmy ikut di
sampingnya. Jalan-jalan lagi di tengah malam" Ayo deh, pikir Timmy. Memang itu
yang diingininya! Di dalam kemah panas. Pasti asyik berlari-lari di padang yang
sejuk. Ketika sudah hampir sampai di Olly;s Farm
tempat tinggal Jock, tiba-tiba Timmy menggeram pelan. Bulu tengkuknya berdiri
sedikit. Jock meletakkan tangannya ke kepala anjing itu, lalu berhenti
melangkah. "Ada apa, Tim" Ada pencuri, barangkali?" Ia memicingkan mata, berusaha melihat
dalam gelap. Ia tidak bisa melihat apa-apa karena bintang-bintang bersembunyi di
balik selimut awan. Dilihatnya cahaya samar-samar dan salah satu lumbung. Ia
merayap ke situ untuk melihat cahaya apa yang memancar. Tapi ketika ia sudah
mendekat, tiba-tiba cahaya itu padam. Jock mendengar langkah orang berjalan.
Pintu lumbung ditutup dengan hati-hati, disusul suara kunci gembok. Jock merayap
semakin dekat. Terlalu dekat!
Orang yang keluar itu rupanya mendengarnya lalu berpaling sambil mengayunkan
tangan. Bahu Jock berhasil ditangkap olehnya. Jock nyaris saja jatuh, tapi orang
itu mencengkeramnya kuat-kuat. Cahaya senter sekonyong-konyong menyorot
wajahnya. Jock terkedip-kedip karena silau.
"Kau rupanya, Jock!" Terdengar suara heran. Kedengarannya kasar dan tidak
sabaran. "Apa yang kaulakukan di sini - tengah malam begini?"
"Kau sendiri, apa yang kaulakukan?" Jock balas bertanya sambil meronta
membebaskan diri dari pegangan orang itu. Ia menyalakan senternya, dan


Lima Sekawan 7 Memburu Kereta Api Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengarahkan sinarnya ke muka orang itu. Rupanya Peters, salah seorang pekerja di
situ. Dengan dialah Jock ikut naik truk tadi pagi.
"Apa urusanmu?" tanya Peters marah. "Trukku mogok tadi, dan aku baru saja
sampai. He - pakaianmu lengkap! Ke mana saja malam-malam begini" Kau tadi
mendengar aku datang lalu keluar untuk memeriksa?"
"Mau tahu saja," kata Jock bandel. Ia takkan mengatakan hal-hal yang akan
membangkitkan kecurigaan Peters padanya. "Tebak saja sendiri. Pasti tak bisa!"
"Biddy-kah itu?" tanya Peters lagi. Ia melihat bayangan hitam pergi menyelinap.
"Rupanya kau tadi keluar bersama Biddy" Apa yang kaucari?"
Dalam hati Jock bersyukur, karena Peters mengira Timmy sebagai Biddy. Ia
melangkah pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi. Biar saja Peters menduga
semaunya! Tapi sialkenapa Peters mengalami gangguan kendaraan di tengah jalan,
sehingga pulang begitu larut!
Jika ia bercerita pada ayah tirinya bahwa malam itu melihat Jock di luar dengan
pakaian lengkap - gawat! Pasti ayah tirinya akan bertanya-tanya, begitu pula
ibunya. Sedang Jock tidak biasa berbohong. Ia akan mengalami kesulitan untuk
menjelaskan apa sebabnya ia berkeliaran di luar malam-malam.
Jock bergegas pergi, lalu memanjat pohon pir yang tumbuh di depan jendelanya dan
menyelinap masuk ke kamar tidur. Dibukanya pintu kamar dengan hati-hati.
Didengarkannya, mungkin ada orang yang terbangun dalam rumah. Tapi tidak! Rumah
itu gelap dan sunyi. Sialan si Peters! gerutunya dalam hati. Payah jika aku sampai diadukannya! Ia
masuk ke tempat tidur setelah berganti pakaian. Beberapa menit berikutnya ia
masih sibuk memikirkan kejadian aneh yang baru dialaminya malam itu. Kemudian ia
terlena. Malam itu tidur Jock gelisah. Ia mimpi tentang kereta hantu tentang Peters. Juga
tentang Timmy yang berbuat macam-macam. Ia merasa lega ketika bangun keesokan
harinya. Saat ia membuka mata, ternyata matahari sudah bersinar cerah. Ibunya
mengguncang-guncang bahunya.
"Ayo bangun, Jock! Hari sudah siang! Apa yang membuatmu sangat mengantuk" Kami
sudah hampir selesai sarapan!"
Rupanya Peters tak menceritakan pada ayah tiri Jock bahwa ia berjumpa dengan
anak itu semalam. Jock merasa lega. Ia mulai menyusun rencana, bagaimana caranya
bisa menyelinap pergi dari rumah dan mendatangi teman-temannya di perkemahan. Ia
akan ke sana untuk mengantarkan makanan. Ya, itu alasan yang bagus!
"Bu, bisakah aku mengantarkan makanan sekeranjang pada anak-anak yang sedang
berkemah?" tanyanya setelah selesai sarapan. "Mestinya mereka sudah hampir
kehabisan bahan makanan sekarang."
"Yah - tapi anak itu kan akan kemari," kata ibunya. "Siapa namanya - Cecil Anu"
Kata ayah tirimu, anak itu baik. Kau kan asyik bermain-main dengannya kemarin."
Sebetulnya Jock bisa mengatakan bermacam-macam hal yang tidak enak tentang
Cecil. Tapi ia tidak berani karena ayah tirinya ada di situ. Ia sedang membaca
koran sambil duduk di dekat jendela. Karena itu Jock hanya mengangkat bahu
sambil menyeringai. Mudah-mudahan ibunya memahami maksudnya. Dan ternyata ibunya
mengerti. "Pukul berapa Cecil datang nanti"' tanya ibunya. "Mungkin masih ada waktu bagimu
untuk lari membawa makanan sebentar ke perkemahan."
"Aku tak mau dia ke sana!" Tiba-tiba Pak Andrews berkata. Ia meletakkan koran
yang sedang dibacanya. "Sebentar lagi Cecil mungkin sudah datang - dan aku kenal
sifat Jock! Kalau sudah mengobrol dengan anak-anak yang di kemah, pasti lupa
bahwa dia harus pulang! Ayah Cecil sahabatku, dan Jock harus bersikap sopan
padanya. Dia harus ikut menyambut kedatangan mereka di sini. Jadi hari ini kau
tak boleh minggat ke perkemahan."
Jock merengut. Mengapa ayah tirinya tiba-tiba saja merintangi rencananya"
Menyuruhnya ikut ke kota, memaksanya berteman dengan Cecil! Justru pada saat
datang beberapa orang anak yang bisa menyenangkan hidupnya yang selalu kesepian.
Benar-benar menjengkelkan!
"Kalau begitu aku saja nanti yang mengantarkan makanan ke perkemahan," kata
ibunya membujuk. "Atau mungkin pula anak-anak itu sendiri yang akan kemari."
Jock masih tetap merengut. Ia pergi ke pekarangan, mencari Biddy. Anjingnya itu
sedang bermain-main dengan anak-anaknya. Jock berharap mudah-mudahan saja Julian
beserta ketiga saudaranya akan datang mengambil makanan hari itu. Dengan begitu,
setidak-tidaknya ia bisa mengobrol sebentar dengan mereka.
Cecil datang naik mobil. Umurnya kurang-lebih sebaya dengan Jock. Yaitu dua
belas tahun. Tapi tubuhnya kecil. Rambutnya berombak dan dibiarkan agak panjang
Terlalu panjang untuk anak laki-laki! Ia mengenakan setelan wol abu-abu. Necis
sekali, disetrika rapi! "Halo!" katanya menyapa Jock. "Aku datang! Main apa kita sekarang" Serdadu-
serdaduan?" "Ah, jangan. Main Indian-Indianan saja," kata Jock. Ia tiba-tiba teringat pada
hiasan kepala bangsa Indian yang dimilikinya. Berbulu-bulu, menjuntai sampai ke
punggung. Jock bergegas masuk ke rumah sambil nyengir. Cepat-cepat ia berganti
pakaian, lalu memakai hiasan kepala yang berbulu-bulu itu. Ia mengambil kotak
catnya, lalu bergegas mengecat mukanya dengan cat merah, biru, dan hijau.
Coreng-moreng! Dicarinya kapak perangnya! Tentu saja kapak perang mainan. Ketika
sudah menemukannya, ia turun lagi ke bawah. Ia akan menjadi orang Indian, dan
akan mengupas kulit kepala si Bule yang menjengkelkan itu!
Sementara itu Cecil berkeliaran seorang diri di luar rumah. Mengitari sebuah
pojok - dan tiba-tiba kaget setengah mati! Dari balik sebuah tembok muncul sosok
tubuh yang sangat menakutkan. Terdengar pekik nyaring dan ia ditubruk. Tampak
kapak yang menyeramkan terayun ke arahnya.
Cecil lari sambil menjerit-jerit. Jock melompat-lompat seperti orang gila
mengejarnya, memekik-mekik dengan nyaring. Asyik! Kemarin ia dipaksa bermain
serdadu dengan Cecil. Jadi, tak ada salahnya jika hari ini Cecil bermain Indian-
Indianan sepanjang hari dengannya.
Tepat pada saat itu Julian beserta ketiga saudaranya muncul di situ, bersama
Timmy. Mereka datang hendak membeli makanan lagi.
Mereka tercengang melihat Cecil lari pontang-panting sambil menjerit-jerit
ketakutan. Di belakangnya ada seorang Indian dalam pakaian perang, melompat-
lompat mengejar anak itu.
Jock melihat mereka datang. Ia langsung membelok dan menarikan tarian perang
yang kocak mengelilingi keempat remaja itu. Timmy tercengang ketika Jock pura-
pura memotong ekornya sambil berteriak keras-keras. Setelah itu ia melanjutkan
kesibukannya, mengejar Cecil.
Anak-anak tertawa terpingkal-pingkal.
"Aduh!" kata Anne tertawa, air matanya membasahi pipi. "Pasti itu Cecil yang
dikejarnya. Kurasa Jock hendak membalas dendam karena kemarin terpaksa main
serdadu-serdaduan sepanjang hari dengannya. Lihatlah! sekarang mereka lari
mengelilingi kandang babi! Kasihan si Cecil! Dia benar-benar menyangka kulit
kepalanya akan dikelupas!"
Cecil menghilang masuk ke dapur sambil menangis. Bu Andrews datang menyongsong
untuk membujuknya agar diam. Sedang Jock kembali ke tempat teman-temannya
berdiri sambil tersenyum lebar.
"Hai!" sapanya. "Aku sedang bermain dengan tenang bersama Cecil 'Tersayang'.
Untung kalian datang. Aku tadi sebetulnya hendak ke tempat kalian, tapi dilarang
ayah tiriku. Katanya aku harus bermain dengan Cecil. Anaknya konyol ya?"
"Memang," kata keempat temannya serempak.
"Eh - ibumu nanti pasti marah padamu, karena menakut-nakuti Cecil seperti tadi!
Apakah tidak lebih baik jika kami tidak masuk sekarang untuk meminta makanan?"
tanya Julian agak khawatir.
"Ya - kurasa lebih baik tunggu saja sebentar," jawab Jock. Ia mengajak keempat
remaja itu ke tumpukan jerami tempat mereka pernah berbaring-baring. Mereka
duduk di tempat yang disinari cahaya matahari. "Hai, Timmy! Kau tidak apa-apa
pulang sendiri semalam?"
Jock benar-benar lupa bahwa Anne dan George tak tahu-menahu tentang kejadian
malam sebelumnya. Dengan segera perhatian mereka berdua terpancing. Julian
mengerutkan kening sambil menatap Jock, sedang dengan sembunyi-sembunyi Dick
menyikutnya. "Ada apa?" tanya George, yang jelas melihat segala-galanya. "Ada apa semalam?"
"Anu-aku semalam datang ke tempat kalian, lalu mengobrol sebentar dengan Dick
dan Julian. Ketika aku pulang, Timmy mengantarku," kata Jock sambil lalu. "Kau
kan tak keberatan dia mengantarkan aku, George?"
Muka George menjadi merah karena marah.
"Kalian menyembunyikan sesuatu dariku," katanya pada mereka bertiga. "Ya, aku
tahu ada sesuatu yang kalian rahasiakan. Kurasa kalian semalam pergi ke
pelataran kereta api! Betul, kan?"
Sesaat mereka terdiam. Kikuk rasanya, tak tahu apa yang harus dijawab. Julian
melirik Jock dengan jengkel. Kasihan anak itu, ingin rasanya menampar mulutnya
sendiri yang lancang itu!
"Ayo - ceritakan," desak George. Keningnya berkerut karena marah. "Kalian jahat!
Kalian pergi ke sana rupanya! Dan aku tidak dibangunkan, sehingga tidak bisa
ikut! Jahat benar kalian!"
"Ada yang kalian lihat di sana?" tanya Anne. Matanya bergantian memandang ketiga
anak laki-laki itu. "Yah," kata Julia agak bingung. Tapi tepat pada saat Itu Cecil muncul dari balik
tumpukan jerami. Matanya merah habis menangis.
Ia menatap Jock dengan mata melotot.
"Kau dipanggil ayahmu," katanya. "Kau harus menghadap sekarang juga. Kau jahat,
dan aku ingin. pulang. Kau tidak dengar ayahmu memanggil-manggil namamu" Dia
memegang tongkat! Tapi aku tak merasa kasihan padamu. Mudah-mudahan kau
dipukulnya keras-keras!"
12. George Marah JOCK berdiri sambil mencibir ke arah Cecil. Perlahan-lahan ia melangkah pergi,
mengitari tumpukan jerami. Teman-temannya diam semua, mendengarkan kalau-kalau
ada bunyi pukulan dan jerit kesakitan. Tapi mereka tak mendengar apa-apa.
"Dia menakut-nakuti aku tadi," kata Cecil, lalu duduk menggabungkan diri.
"Aduh kasihan" kata Dick segera.
"Anak manis," sambung George.
"Buah hati Mama," timpal Julian. Cecil melotot karena diejek begitu. Ia berdiri
lagi. Mukanya merah. "Untung aku tahu aturan! Kalau tidak, kutempeleng kalian satu-satu," katanya. Ia
bergegas pergi sebelum mukanya sendiri ditempeleng.
Keempat remaja itu duduk membisu. Mereka kasihan pada Jock. George merajuk
karena tahu ketiga anak laki-laki itu pergi semalam tanpa mengajak dirinya.
Sedang Anne cemas. Mereka duduk di situ selama kurang-lebih sepuluh menit. Kemudian Bu Andrews
muncul dari balik tumpukan jerami. Wajahnya tampak prihatin. Ia datang
menjinjing keranjang besar penuh berisi makanan. Anak-anak berdiri dengan sopan
menyambutnya. "Selamat pagi, Bu," sapa Julian.
"Sayang hari ini aku tak bisa mengajak kalian mampir," kata Bu Andrews. "Soalnya
Jock tadi benar-benar keterlaluan. Aku berhasil mencegah Pak Andrews agar tidak
memukulnya. Karena dengan begitu Jock malah akan membenci ayah tirinya. Itu kan
tidak boleh! Lalu Jock kuhukum, kusuruh masuk ke kamarnya. Hari ini dia tidak
boleh keluar. Jadi kurasa kalian tak bisa bermain-main dengannya. Ini ada
makanan untuk bekal kalian. Aduh - aku sangat menyesali semua kejadian ini! Aku
tak habis bingung, apa sebabnya Jock tiba-tiba bertingkah seperti itu. Bukan
begitu kebiasaannya."
Kepala Cecil muncul dari balik tumpukan jerami. Ia tampak puas. Dalam hati
Julian tertawa geli. Ia mendapat akal.
"Bagaimana jika kami mengajak Cecil berjalan-jalan?" tanyanya pura-pura ramah.
"Kami bisa bersama dia naik - turun bukit, melompati parit, dan merangkak-
rangkak dalam semak. Pasti akan mengasyikkan baginya!"
Seketika itu juga Cecil menghilang lagi.
"Terima kasih atas tawaranmu itu," kata Bu Andrews. "Memang sekarang Cecil tidak
punya teman bermain, karena Jock kusuruh diam di kamarnya dan tak boleh keluar
sehari penuh. Tapi sayang Cecil agak cengeng. Jadi kalian harus agak hati-hati
jika bermain dengannya. Cecil! Cecil! Di manakah kau" Kemarilah-berkenalan dulu
dengan teman-temanmu ini."
Tapi Cecil sudah menghilang. Tak terdengar suaranya menjawab panggilan Bu
Andrews. Ia tak berniat bermain-main dengan keempat "teman" itu. Ia tidak ingin
mencari bencana! Bu Andrews mencarinya. Tapi Cecil tak muncul-muncul juga. Keempat remaja itu
tentu saja tidak heran. Julian, Dick, dan Anne berpandang-pandangan sambil nyengir, sedang George
berdiri membelakangi mereka. Ia merajuk!
Bu Andrews kembali dengan napas terengah-engah.
"Aku tak berhasil menemukannya," katanya. "Tapi biarlah! Akan kucarikan
kesibukan untuknya, apabila dia muncul nanti."
"Ya - bagaimana jika dia disuruh menyulam manik-manik" Atau main puzzle yang
sederhana?" tanya Julian dengan sangat sopan. Saudara-saudaranya cekikikan. Bu
Andrews ikut tersenyum. "Anak nakal!" katanya. "Kasihan Jock! Yah, tapi memang salahnya sendiri.
Sekarang aku harus melanjutkan pekerjaanku."
Bu Andrews berlari-lari ke tempat pemerahan. Anak-anak mengintip ke balik
tumpukan jerami. Mereka melihat Pak Andrews masuk ke mobilnya. Sebentar lagi
pasti ia sudah pergi. Mereka masih menunggu berapa menit lagi sampai terdengar
mobil berjalan di jalan yang berlubang-lubang.
"Kamar tidur Jock di sana - dekat pohon pir itu," kata Julian. "Kita bicara
sebentar dengan dia sebelum kita pergi dari sini. Sayang dia dihukum hari ini."
Mereka pergi ke tempat itu dan berdiri di bawah pohon pir. Tapi George tidak ikut. Anak itu tetap berdiri di dekat keranjang makanan di balik tumpukan
jerami, dengan kening berkerut. Julian memanggil-manggil ke arah jendela yang
terdapat di atas mereka, "Koci!" Kepala anak itu muncul dari balik jendela Mukanya masih coreng-moreng.
"Hai! Aku tadi tidak jadi dipukulnya. Dilarang ibuku. Tapi sebetulnya lebih baik
dipukul - daripada terkurung di sini sepanjang hari. Mana Cecil yang manis?"
"Entah! Mungkin bersembunyi di salah satu pojok lumbung yang gelap," kata
Julian. "Jock! Jika siang hari repot, lebih baik malam saja kau datang. Kita
harus berkumpul lagi."
"Beres," kata Jock. "He! Bagaimana tampangku" Seperti Indian ya!"
"Tampangmu menyeramkan," kata Julian geli. "Timmy pasti pangling."
"Mana George?" tanya Jock.
"Sedang merajuk di balik tumpukan jerami," kata Dick. "Kami akan repot nanti
menghadapinya. Kau tadi tidak bisa menahan mulut!"
"Ya, aku geblek dan cengeng," kata Jock.
Anne cekikikan melihat anak yang kocak itu.
"He-itu Cecil! Katakan padanya, hati-hati terhadap sapi jantan!"
"Ada sapi jantan di sini?" tanya Anne ketakutan.
"Tidak ada! Tapi kan tidak ada salahnya jika menyuruh Cecil berhati-hati " kata
Jock sambil nyengir. "Sudahlah, sampai lain kali saja!"
Julian beserta kedua adiknya pergi dari bawah pohon pir, berlenggang kangkung
menghampiri Cecil. Anak itu baru saja muncul dari sebuah gudang kecil yang
gelap. Ia menyeringai ke arah mereka, sambil bersiap untuk lari ke tempat
pemerahan susu tempat Bu Andrews sedang sibuk bekerja.
Tiba-tiba Julian memegang lengan Dick sambil menunjuk ke suatu tempat di
belakang Cecil. "Awas! Sapi jantan," serunya. Dick tidak mau ketinggalan.
"Sapi galak lepas! Awas! Sapi galak!" pekiknya.
Anne menjerit. Seruan-seruan kedua abangnya itu kedengaran begitu bersungguh-
sungguh, hingga ia agak takut juga. Padahal ia tahu, semua cuma lelucon belaka.
"Sapi galak!" pekik Anne.
Cecil pucat pasi, kakinya gemetar.
"M-m-mana sapinya?" tanyanya ketakutan.
"Itu-di belakangmu!" seru Julian sambil menunjuk. Kasihan Cecil! Ia benar-benar
pecaya ada sapi jantan galak yang sudah siap menanduk di belakangnya. Ia
menjerit ngeri, lalu pontang-panting lari ke tempat pemerahan. Ditubruknya Bu
Andrews yang sedang sibuk bekerja di. situ.
"Tolong! Tolong!" pekiknya. "Aku dikejar sapi jantan!"
"Di sini tidak ada sapi jantan!" kata Bu Andrews bingung. " Astaga, Cecil -
mungkin kau tadi dikejar babi!"
Sambil tertawa terpingkal-pingkal Julian beserta kedua adiknya mendatangi
George. Anak itu masih tegak di samping tumpukan jerami. Mereka menceritakan
lelucon tentang sapi jantan yang sebenarnya tidak ada. Tapi George membuang muka
dengan ketus. Ia tak mau mendengarkan cerita lucu itu. Karenanya Julian hanya
mengangkat bahu. George lebih baik dibiarkan saja dulu apabila sedang marah. Ia
tidak begitu sering lagi naik darah seperti dulu. Tapi jika sedang merajuk, bisa
menjengkelkan seka1i! Mereka kembali ke perkemahan sambil menjinjing keranjang makanan. Timmy
manyusul. Anjing itu tampak sedih karena tahu ada sesuatu yang tidak beres.


Lima Sekawan 7 Memburu Kereta Api Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ekornya terkulai ke bawah. Tapi George tak mengacuhkannya. Menepuk-nepuk
kepalanya saja tidak mau!
Ketika sampai di perkemahan, kemarahan George meletus.
"Kenapa kalian berani-berani tidak mengajak aku" Padahal aku kan sudah bilang
aku ingin ikut" Huhhh! Jock kalian ajak, sedang aku tak boleh ikut! Kalian
berdua jahat. Tak kusangka kalian akan berbuat seperti itu."
"Sudahlah, George," kata Julian. "Aku juga kan sudah bilang, kami memang tak
hendak mengajak kalian - kau dan Anne. Tapi bisa kuceritakan apa yang kami alami
di sana benar-benar menegangkan!"
"Ada apa di sana" Ayo, cepat ceritakan!" kata Anne. Tapi George keras kepala. Ia
membuang muka, seakan-akan tak tertarik pada cerita Julian
Julian menceritakan kejadian aneh yang mereka alami semalam. Anne mendengarkan
dengan napas tertahan. George juga ikut mendengarkan, meski pura-pura tak
peduli. Ia benar-benar marah dan tersinggung!
"Nah, begitulah ceritanya," kata Julian mengakhiri. "Kalau itu yang dimaksudkan
dengan kereta hantu, ternyata memang ada - keluar terowongan dan kemudian masuk
lagi. Aku agak takut juga saat itu. Sayang kau tak ada waktu itu, George - tapi
aku tak ingin Anne ditinggal sendiri di sini."
Tapi George masih tetap merajuk Tampangnya tetap cemberut.
"Dan tentunya Timmy juga ikut dengan kalian," katanya. "Dia juga jahat - pergi
tanpa membangunkan aku. Padahal dia kan tahu, aku ingin ikut dengan kalian!"
"Ah, jangan konyol!!' tukas Dick jengkel. "Masakan marah-marah terhadap Timmy!
Lihatlah, dia merasa sedih dimarahi tuannya. Lagi pula dia tidak ikut dengan
kami ke pelataran. Dia cuma menyongsong ketika kami kembali. Sesudah itu dia
mengantarkan Jock pulang ke rumahnya."
"Oh," kata George. Ia mengulurkan tangan ke bawah, menepuk-nepuk kepala Timmy.
Anjing itu girang karena tuannya ternyata tidak marah lagi padanya. "Kalau
begitu Timmy setia padaku. Masih lumayan!"
Sesaat mereka terdiam. Tak ada yang tahu persis bagaimana enaknya memperlakukan
George jika anak itu sedang merajuk. Sebaiknya memang didiamkan saja. Tapi
mereka kan tidak bisa pergi meninggalkan kemah hanya karena George yang sedang
merajuk dan marah-marah ada di situ.
Anne memegang lengan George. Ia merasa tidak enak jika George sedang bertingkah.
"George," katanya dengan suara iba. "Aku jangan kaumusuhi. Aku kan tidak berbuat
apa-apa!" "Kalau kau tidak pengecut dan takut ikut ke sana, aku takkan ditinggal," kata
George sengit. Disentakkannya lengan yang dipegang Anne. Sekarang habis
kesabaran Julian. Ia marah karena melihat adiknya sedih.
"Sekarang diam, George!" bentaknya. "Tingkah lakumu cengeng seperti anak
perempuan! Seperti itu mau mengaku Kayak anak laki-laki. Aku heran melihat
tingkahmu!" George sebenarnya merasa malu dikata-katai seperti itu. Tapi ia tidak mau
mengaku karena tak mau dikira mengalah. Ia melotot memandang Julian.
"Aku juga heran terhadapmu!" tukasnya. "Kita kan sudah sering bersama-sama
mengalami petualangan. sekarang kau memaksaku supaya tidak ikut! Tapi lain kali
aku kan kau ajak lagi, Julian?"
" Apa" setelah kau bertingkah sekonyol hari ini?" tanya Julian. Kadang-kadang ia
juga bisa keras kepala seperti George. "Tidak ada lagi mengajak-ajak! Ini
petualanganku sendiri bersama Dicek - dan mungkin juga Jock. Tapi kau dan Anne
takkan kami sertakan."
Julian berdiri lalu berjalan menuruni bukit bersama Dick. George tetap duduk.
Tangannya iseng mencabut-cabut rumput. Tampangnya marah, siap memberontak. Mata
Anne berkejap-kejap, menahan air mata yang sudah hendak mengalir. Ia paling
tidak senang jika terjadi hal-hal seperti itu. Ia bangkit karena hendak
menyiapkan makan siang. Mungkin sehabis makan semuanya akan menjadi agak damai.
Pak Luffy sedang duduk di depan kemahnya sambil membaca. Ia sudah berjumpa
dengan anak-anak pagi itu. Ia mendongak dan tersenyum ketika melihat Julian
datang bersama Dick. "Hai! Kalian mau mengobrol dengan aku rupanya?"
"Betul," jawab Julian. Tiba-tiba ia mendapat akal. "Bolehkah kami meminjam peta
Anda sebentar, Pak Luffy" Maksudku yang besar, yang menerakan semua perincian
daerah padang belantara ini!"
"Tentu saja boleh. Cari saja sendiri di dalam kemah," kata Pak Luffy. Julian dan
Dick masuk ke dalam untuk mencari peta itu. Setelah menemukannya, langsung
dibeberkan. Dick langsung menebak maksud Julian. Sedang Pak Luffy meneruskan
kesibukannya membaca. "Dalam peta ini kan juga ada jaringan rel yang menyusuri bawah tanah, Pak?"
tanya Julian. Pak Luffy mengangguk.
"Ya - banyak juga jaringan kereta api di bawah kita ini. Rupanya lebih mudah
melubangi dan membuat terowongan untuk menghubungkan lembah-lembah daerah sini,
daripada memasang rel di atas tanah yang berbukit-bukit ini. Yang jelas di musim
dingin rel yang ada di atas pasti akan berselimut salju tebal."
Kedua anak itu menekuni peta. Jaringan rel jika masuk ke bawah tanah digambarkan
sebagai garis putus-putus. Sedang yang berada di atas tanah, misalnya di
berbagai lembah, digambarkan sebagai garis hitam panjang.
Mereka segera menemukan letak perkemahan mereka. Kemudian Julian menggerakkan
telunjuknya sedikit ke bawah, sampai pada sebuah garis halus yang terdapat di
ujung jalur garis putus-putus. Ia memandang Dick. Adiknya itu mengangguk. Ya -
di situlah letak terowongan tempat "kereta hantu" tiba-tiba muncul. Tampak pula
garis-garis yang merupakan jaringan rel yang menuju pelataran yang tak terpakai
lagi. Dari pelataran jari telunjuk Julian bergerak lagi ke terowongan.
Dari situ dimulai garis putus-putus. Jarinya menelusuri terus sampai garis
putus-putus itu kembali menjelma menjadi garis hitam panjang. Di tempat itulah
rel keluar dari terowongan!
Kemudian jarinya sampai di tempat yang merupakan terowongan lagi. Terowongan itu
menembus bukit sampai ke lembah di sebelah sana. Kedua remaja itu berpandang-
pandangan. Keduanya diam saja.
Tiba-tiba Pak Luffy melihat seekor ngengat yang menarik. Ia langsung bangkit
hendak menangkap ngengat itu. Julian dan Dick mendapat kesempatan untuk
berunding sejenak "Kereta hantu itu kalau tidak lewat terowongan ini ke lembah sebelah sana -
pasti membelok ke persimpangan sini dan terus ke lembah yang itu," kata Julian
setengah berbisik. "Begini saja, Dick. Kita minta tolong pada Pak Luffy agar
mengantarkan kita ke kota terdekat. Katakan saja kita perlu membeli sesuatu. Di
sana kita berlari ke stasiun lalu minta keterangan mengenai kedua terowongan
ini. Mungkin nanti akan ada yang bisa kita ketahui."
"Bagus gagasanmu itu," kata Dick. Sementara itu Pak Luffy kembali. Dick langsung
bertanya padanya, "Anda sibuk hari ini, Pak" Bisakah mengantarkan kami dengan
mobil sebentar ke kota terdekat" Maksudku nanti, setelah makan siang."
"Tentu saja bisa," jawab Pak Luffy dengan ramah. Kedua remaja itu saling
berpandangan dengan gembira. Nah, sekarang mungkin mereka akan memperoleh
kejelasan mengenai kejadian misterius itu! Tapi George takkan mereka ajak.
Tidak! Anak itu perlu diberi pelajaran supaya jangan lekas merajuk. Mereka akan
meninggalkannya di perkemahan!
13. Rencana yang Mengasyikkan
ANNE memanggil mereka untuk makan siang.
"Ayo makan!" serunya. "Aku sudah selesai menyiapkannya. Bilang pada Pak Luffy
untuknya pun sudah kusediakan!"
Dengan senang Pak Luffy menerima undangan itu. Menurut ia Anne pintar sekali
mengurus perkemahan. Pak Luffy memandang hidangan yang diatur di atas taplak
putih di tanah, lalu memuji-muji.
"Hm! Selada, Telur rebus, Lidah asin. Dan ini apa lagi - wah - kue tar apel!
Astaga! Semuanya kaubuat di sini, Anne?"
Anne tertawa. "Ah, tidak! Semua tentu saja berasal dari pertanian. Kecuali sari
jeruk dan air. " George ikut makan. Tapi ia sekali itu tidak banyak bicara. Ia sedang memikirkan
sikapnya yang keliru. Pak Luffy beberapa kali memandang ke arahnya dengan heran.
"Kau kurang enak badan, George?" tanya Pak Luffy tiba-tiba. Air muka George
menjadi merah. "Ah, tidak, Pak," jawabnya. Setelah itu ia memaksa diri bertindak lebih wajar.
Tapi tetap tak tersenyum sedikit pun. Pak Luffy memperhatikannya. Ia merasa lega
setelah melihat George makan dengan lahap seperti biasa. Mungkin sedang
bertengkar, pikir Pak Luffy. Ah, nanti kan beres lagi! Pak guru yang bijaksana
itu sadar, lebih baik jangan ikut campur.
Akhirnya mereka selesai makan. Sari jeruk sudah habis diminum. Hari itu panas
hingga mereka merasa sangat haus.
"Nah," kata Pak Luffy sambil memasukkan tembakau ke dalam pipanya. "Kalau ada
yang ingin ikut dengan aku ke kota siang ini - lima belas menit lagi aku
berangkat." "Aku ikut!" kata Anne segera. "Aku dan George takkan sampai lima belas menit
mencuci piring dan cangkir. Kau ikut juga, George ?"
"Tidak," jawab George. Julian dan Dick menarik napas lega. Mereka sudah mengira
George takkan mau ikut dengan mereka! Tapi jika tahu apa rencana mereka ke kota,
pasti ia tidak akan mau ketinggalan!
"Aku akan jalan-jalan dengan Timmy," kata George ketika selesai mencuci piring.
"Baiklah," jawab Anne. Menurut perasaannya, siang itu George lebih baik
dibiarkan sendiri dulu. Supaya kejengkelannya lenyap. "Sampai nanti."
George pergi bersama Timmy. Sedang saudara-saudara sepupunya ikut dengan Pak
Luffy, menuju mobilnya yang diparkir di dekat batu besar sesampai di situ mereka
langsung masuk ke mobil. "He! Gandengannya masih terpasang," seru Julian sambil menoleh ke belakang.
"Tunggu dulu, biar kulepaskan dulu! Untuk apa menghela gandengan kosong."
"Astaga! Aku memang selalu lupa melepaskannya," kata Pak Luffy kesal.
"Bayangkan, betapa sering gandengan itu kubawa ke mana-mana padahal aku tidak
memerlukannya!" Anak-anak saling mengedipkan mata. Dasar Pak Luffy! Hal-hal seperti itu selalu
terjadi dengan dirinya. Pantas istrinya selalu repot mengurusnya jika ia di
rumah. Seperti induk ayam yang repot menjaga anaknya yang suka iseng!
Mereka berangkat, terbanting-banting di jalan tanah yang kasar sebelum mencapai
jalan raya beraspal licin. Mereka langsung menuju ke pusat kota. Di situ mereka
berpisah. Pak Luffy berpesan agar berkumpul lagi di hotel yang letaknya di depan
pelataran parkir pada pukul lima nanti.
Pak Luffy masuk ke perpustakaan karena ingin membaca-baca di situ. Sementara
Julian beserta kedua adiknya pergi ke arah lain. Rasanya agak aneh kalau George
tidak ikut. Anne merasa kurang enak. Hal itu dikatakannya kepada kedua abangnya.
"Yah, kami juga kurang enak pergi tanpa George," kata Julian. "Tapi dia tak
boleh dibiarkan seenaknya saja merajuk. Perlu diberi pelajaran! Kurasa dia
sekarang sudah besar - jadi tidak lagi bertingkah seperti anak kecil."
"Ya - tapi kau kan tahu George sangat menyukai petualangan," kata Anne. "Ah,
sebetulnya jika aku tidak takut kalian pasti akan mengajakku. Dan dengan begitu
George juga bisa ikut. Dia memang benar, aku ini penakut!"
"Tidak," kata Dick. "Bukan salahmu jika kadang-kadang merasa takut. Tapi merasa
takut tidak sama artinya dengan penakut! Aku pernah melihat sendiri sikapmu yang
sama tabahnya seperti kami, padahal saat itu kau nyaris mati ketakutan!"
"Ke mana kita sekarang?" tanya Anne. Matanya bersinar-sinar ketika Julian
menyebut tujuan kepergian mereka.
"Wah! Jadi kita sekarang hendak menyelidiki dari mana datangnya kereta hantu
itu" Menurut keterangan di dalam peta, kemungkinannya dari salah satu lembah?"
"Betul! Sedang terowongannya masing-masing tidak begitu panjang," kata Julian.
"Kira-kira satu sampai satu setengah kilometer, menurut perkiraanku. Aku dan
Dick tadi berpendapat, tidak ada salahnya untuk bertanya ke stasiun. Siapa tahu
mungkin di situ ada orang yang tahu tentang pelataran dan terowongan tua itu.
Tapi tentu saja kita takkan menyinggung-nyinggung tentang kereta hantu."
Bertiga mereka masuk ke stasiun. Mereka menghampiri jadwal kereta api lalu
menelitinya. Tapi tak banyak yang bisa diketahui dari daftar perjalanan itu.
Julian mendatangi seorang pemuda. Orang itu pegawai stasiun yang tugasnya
mengangkut bagasi. Ia sedang mendorong kereta berisi koper-koper.
"Bolehkah saya bertanya sebentar?" sapa Julian. "Kami saat ini sedang berkemah
di padang belantara. Dan dekat tempat kami itu ada pelataran kereta api yang
sudah tidak dipakai lagi. Di dekatnya juga ada sebuah terowongan. Apa sebabnya
pelataran itu kini tidak dipergunakan lagi?"
"Aku juga tidak tahu," jawab pemuda itu. "Coba tanyakan saja pada Pak Tucky. Itu
dia - di sana! Dia mengenal semua terowongan yang menembus di bawah padang
belantara. Dulu waktu mamih muda, dia bekerja di semua tempat itu."
"Terima kasih," ucap Dick gembira. Mereka mendatangi seorang pengangkat bagasi
yang sudah tua, berkumis putih. Orang itu sedang duduk-duduk berjemur, menikmati
saat istirahat sejenak sambil menunggu kedatangan kereta berikutnya.
"Maaf, Pak," sapa Julian dengan sopan. "Saya tadi diberitahu bahwa Anda mengenal
semua terowongan yang ada di bawah bukit-bukit padang belantara. Tentunya
menarik sekali - terowongan yang begitu banyak!"
"Ayahku, dan bahkan kakekku dulu ikut membangun terowongan-terowongan itu," kata
pak tua itu. Ia menatap ketiga remaja yang berdiri di depannya. Matanya yang
kecil berair, silau terkena sinar matahari. "Dan aku dulu menjaga semua kereta
yang melewati terowongan-terowongan di sana."
Pak tua itu menggumam. Ia menyebutkan serentetan nama. Rupanya mengingat-ingat
terowongan yang berderet-deret dalam otaknya. Julian serta kedua adiknya
menunggu dengan sabar, sampai ia selesai mengingat-ingat.
"Di dekat tempat kami berkemah di padang belantara ada sebuah terowongan," kata
Julian ketika melihat kesempatan untuk menyela. "Kami berkemah tidak jauh dari
Olly's Farm. Ketika sedang jalan-jalan di atas bukit, kami menemukan sebuah
pelataran kereta api yang sudah tidak dipakai lagi. Rel-rel yang ada di situ
semua menuju sebuah terowongan. Anda mengenal tempat itu?"
"Tentu saja! Terowongan itu sudah tua," kata Pak Tucky. Kepalanya yang sudah
beruban terangguk-angguk, sehingga topi dinasnya yang terpasang miring ikut
bergerak-gerak. "sudah lama tidak dipakai lagi. Kalau tidak salah, karena memang
jarang kereta ke sana. Pelataran di sana ditutup untuk umum dan terowongannya
juga tak dipakai lagi."
Ketiga remaja itu berpandang-pandangan. Tak dipakai lagi! Ternyata mereka lebih
tahu. "Terowongan itu bersambungan dengan terowongan lain ya, Pak?" pancing Julian.
Pengangkat barang itu merasa senang karena para remaja yang berdiri di depannya
itu kelihatannya berminat pada terowongan tua yang dikenal baik olehnya itu. Pak
tua itu masuk ke ruang kantor yang ada di belakangnya. Ia keluar lagi dengan
membawa sebuah peta yang kotor karena sering dipegang. Ia membentangkan peta itu
di pangkuannya. Telunjuknya yang berkuku hitam menunjuk ke suatu tempat di peta.
"Nah, ini dia pelataran itu! Namanya Pelataran Olly, disesuaikan dengan tempat
pertanian yang ada di dekat itu. Dan ini jalur rel yang menuju terowongan. Ini
terowongannya, menembus bukit dan menuju Lembah Kilty. Ini dia lembahnya. Dan di
sini dulu ada sambungan ke terowongan yang menuju Lembah Roker. Tapi terowongan
itu kini tertutup. Ditembok dengan batu bata bertahun-tahun yang lalu. Di sana
pernah terjadi kecelakaan - kalau tidak salah, langit-langitnya runtuh. Lalu
perusahaan memutuskan untuk tidak lagi memakai terowongan yang menuju Lembah
Roker." Ketiga remaja itu mendengarkan dengan penuh perhatian. Julian mulai mereka-reka
dalam hati. Jika kereta hantu datang dari tempat lain, mestinya dari arah
Lenlbah Kilty. Karena jalur rel dari terowongan pertama tinggal menuju ke situ
saja, setelah terowongan ke Lembah Roker ditutup di tempat sambungannya dengan
terowongan pertama. "Kurasa sekarang tidak ada lagi kereta yang lewat terowongan. dari Lembah Kilty
menuju Pelataran Olly, ya, Pak?" katanya lagi. Pak Tucky mendengus.
"Bukankah sudah kukatakan, terowongan itu sudah tidak dipakai lagi sejak
bertahun-tahun yang lalu! Kini pelataran di Lembah Kilty dipakai untuk keperluan
lain, walau jaringan relnya masih tetap ada. Sejak aku masih muda, tak ada lagi
kereta yang lewat dalam terowongan di sana."
Keterangan itu sangat menarik. Julian membelikan rokok sebungkus sebagai hadiah
bagi pengangkat barang yang sudah tua itu. Pak Tucky begitu kaget dan gembira
menerimanya, sehingga ia menawarkan untuk bercerita lagi dari mula. Dan peta tua
miliknya ia berikan pada mereka.
"Wah, terima kasih banyak," kata Julian. Ia benar-benar gembira menerima hadiah
itu. Dipandangnya kedua adiknya. "Peta ini besar gunanya," kata Julian. Dick dan
Anne mengangguk. Mereka meninggalkan Pak Tucky yang sedang gembira menerima hadiah, lalu kembali
ke pusat kota. Mereka duduk-duduk di sebuah bangku dalam taman yang kecil.
Mereka ingin membicarakan keterangan yang diperoleh dari Pak Tucky.
"Benar-benar aneh," kata Dick. "Tak ada kereta lagi yang sekarang masih lewat di
sana. Dan terowongan itu sejak lama sudah tak dipakai lagi - begitu pula
Pelataran Olly sudah bertahun-tahun menganggur saja."
"Walau begitu tampaknya ada kereta yang mondar-mandir di sana!" kata Julian.
"Wah, kalau begitu mestinya kereta hantu!" kata Anne. Matanya terbelalak
keheranan. "Mestinya begitu - ya, Julian?"
"Tampaknya memang begitu," jawab Julian. "Benar-benar misterius. Aku tak bisa


Lima Sekawan 7 Memburu Kereta Api Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjelaskannya." "Aku tahu apa yang akan kita lakukan, Ju!" seru Dick tiba-tiba. "Kita menunggu
lagi di sana malam-malam sampai kereta hantu itu muncul dari dalam terowongan
dan menuju pelataran. Kemudian seorang dari kita cepat-cepat lari ke ujung
terowongan yang sebelah sana! Kan tidak jauh--cuma satu kilometer lebih! Lalu
menunggu sampai kereta muncul lagi di situ Setelah itu kita selidiki, apa
sebabnya masih ada kereta yang berjalan dari Lembah Kilty ke Pelataran OIly
lewat terowongan tua itu!"
"Bagus gagasanmu itu," kata Julian bersemangat. "Bagaimana kalau kita pergi
malam ini" Jika Jock datang nanti, dia boleh ikut. Tapi kalau tidak muncul, kita
berdua saja yang pergi. George jangan diajak!"
Ketiga-tiganya merasa bergairah. Anne bertanya dalam hati, akan cukup beranikah
ia sehingga bisa ikut. Tapi ia juga sadar, malam nanti ia takkan setabah
sekarang! Tidak, ia tidak akan ikut dengan kedua abangnya. Pada saat ini tak ada
gunanya ia ikut dalam petualangan itu. Petualangan itu bahkan belum tentu benar-
benar sebuah petualangan. Baru misteri yang tak ditemukan penjelasannya!
Ketika mereka sampai di perkemahan ternyata George belum pulang. Akhirnya anak
itu muncul bersama Timmy. Kelihatannya capek sekali. "Maaf jika aku tadi pagi
bersikap konyol," katanya begitu sampai. "Aku tadi jalan-jalan, melenyapkan
kejengkelan. Aku sendiri tak tahu apa sebabnya aku begitu."
"Sudahlah - lupakan saja kejadian itu," kata Julian ramah.
Mereka semua lega karena George tidak merajuk lagi. Anak itu jika sedang marah
memang cepat sekali tersinggung. Kini ia tampaknya agak pendiam. Ia sama sekali
tak menyinggung-nyinggung soal kereta hantu, begitu pula tentang terowongan.
Karenanya Julian serta kedua adiknya juga diam saja.
Malam itu cerah. Bintang-bintang berkelap-kelip di langit. Pukul sepuluh keempat
remaja Itu mengucapkan selamat tidur pada Pak Luffy, lalu masuk ke kantong tidur
masing-masing. Menurut rencana Julian dan Dick baru tengah malam nanti akan berangkat untuk
mengadakan penyelidikan. Sementara itu mereka berbaring-baring dulu sambil
mengobrol. Sekitar pukul sebelas malam, terdengar langkah seseorang yang berjalan dengan
hati-hati di luar. Mungkinkah itu Jock" Tapi kenapa tidak berbisik-bisik
memanggil mereka" Dan kalau bukan Jock - siapa"
Kemudian Julian melihat bayangan orang itu. Rupanya George! Tapi apa yang
dicarinya di luar" Julian agak bingung. George berjalan menyelinap. Rupanya ia
menyangka Dick dan Julian sudah tidur pulas. Julian sengaja mendengkur supaya
George lebih yakin mereka sudah terlelap.
Akhirnya anak itu menghilang. Julian menunggu dulu selama beberapa menit.
Setelah itu ia mengintip ke luar dengan hati-hati. Ia meraba-raba di luar tenda,
lalu terpegang olehnya seutas benang yang terentang di situ. Ia meringis dalam
hati lalu masuk kembali. "Aku tahu sekarang apa yang dilakukan oleh George tadi di sini," bisiknya pada
Dick. "Dia merentangkan benang di depan kemah kita. Pasti benang itu terentang
sampai ke kemahnya, dan di sana diikatkannya pada jempol kakinya atau pada salah
satu benda lain. Jadi jika kita pergi tanpa memberitahu, dia akan merasakan
benang tersentak ketika kita menyenggolnya. Dia akan terbangun karenanya dan
bisa membuntuti kita!"
"Memang pintar anak itu," kata Dick sambil tertawa kecil. "Tapi kali ini dia
sial! Kita nanti keluar lewat samping tenda!"
Dan memang begitulah cara mereka keluar ketika tengah malam sudah berlalu
beberapa menit. Mereka sama sekali tak menyentuh benang yang direntangkan
George. sementara George tidur nyenyak di sisi Anne dalam kemah mereka, Julian
dan Dick sudah berada di padang dan menuruni lereng. Kasihan George sia-sia
menunggu benang yang terikat pada jempol kakinya tersentak!
Julian dan Dick akhirnya sampai di pelataran kereta api yang sudah tak terpakai
lagi. Mereka memperhatikan pondok kecil yang ada di sana untuk mengetahui apakah
lilin di dalamnya menyala atau tidak. Ternyata menyala! Jadi rupanya kereta api
hantu belum muncul malam itu.
Ketika mereka sedang menuruni lereng menuju pelataran, terdengar bunyi kereta
datang. Bunyinya agak teredam oleh dinding terowongan. Kemudian kereta muncul
dari lubang gelap, tanpa lampu. Kereta api hantu muncul kembali, berdentang-
dentang menuju pelataran!
"Cepat, Dick!" seru Julian. "Kau lari ke mulut terowongan, untuk memperhatikan
kereta Itu masuk ke dalamnya lagi. Sementara itu aku cepat-cepat lari melintasi
padang, menuju ujung terowongan yang sebelah sana. Aku akan mengikuti jalan yang
tertera pada peta!" Kalimat-kalimat itu berhamburan dengan cepat dari mulut Julian. Ia begitu
bersemangat saat itu. "Aku memperhatikan kereta hantu itu mengakhiri perjalanannya di seberang saja.
Akan kulihat nanti, apakah akan menghilang seperti asap atau tidak!"
Julian segera berlari merintis jalan yang membentang di padang belantara. Ia
lari menuju ujung terowongan yang lain. Ia benar-benar ingin melihat, apa yang
akan terjadi dengan kereta gaib itu jika sudah melewati terowongan!
14. Jock Datang ke Perkemahan
JULIAN berjalan secepat mungkin. senternya dinyalakan, karena menurut
perasaannya takkan ada orang lain di jalan sesepi itu pada larut malam. Jalan
kecil itu tak terawat, penuh dengan rumput dan semak. Tapi ia cukup leluasa
lewat di situ, kadang-kadang bahkan bisa berlari.
"Jika kereta itu mampir sekitar dua puluh menit lagi di pelataran, akan cukup
banyak waktu bagiku untuk mencapai ujung terowongan yang sebelah sana," kata
Julian pada dirinya sendiri. Napasnya terengah-engah. "Aku akan lebih dulu
sampai di Pelataran Kilty."
Jalan yang ditempuhnya terasa jauh sekali. Tapi kemudian jalan itu menurun. Agak
jauh di bawahnya tampak tempat yang menurut perasaannya pasti pelataran yang
hendak didatangi. Kemudian dilihatnya di situ ada gudang-gudang yang besar. Atau
bangunan lain, yang di bawah cahaya bintang-bintang yang remang kelihatan
seperti gudang-gudang. Ia teringat pada cerita pengangkat barang di "stasiun. Pelataran Kilty sekarang
dipakai untuk keperluan lain. Jadi mungkin rel-rel di situ sudah dibongkar. Dan
mungkin pula terowongannya juga sudah disumbat. Julian meluncur cepat-cepat,
menuruni jalan ke bawah. Akhirnya ia sampai ke tempat yang dulunya merupakan pelataran kereta api. Di
segala sisi tampak menjulang bangunan-bangunan besar. Menurut perasaan Julian,
pasti tempat-tempat itu semacam bengkel. Ia menyalakan senter sekejap, lalu
memadamkannya kembali. Tapi dalam sinar yang memancar sekilas itu ia sudah
berhasil melihat benda yang dicarinya. Jalur rel kereta api! Rel itu sudah
berkarat karena tua. Tapi ia tahu, jalur itu menuju terowongan.
Julian berjalan di sisi rel itu sampai ke mulut terowongan yang gelap. Ia tidak
bisa melihat apa-apa di dalamnya. Ia menyalakan senter sebentar. Betul - rel
yang diikutinya itu masuk ke dalam terowongan. Sekarang Julian agak bingung -
tak tahu pasti apa yang sebaiknya ia lakukan berikutnya.
Ah - aku masuk saja sedikit ke dalam terowongan, pikirnya. "Kuperiksa, mungkin
terhalang tembok di sebelah dalam."
Julian masuk ke dalam, berjalan di antara dua rel yang sejajar Ia menyalakan
senter. Ia yakin tak ada orang yang bisa melihat cahayanya. Lubang terowongan
tampak menjulur jauh ke dalam. Gelap sekali di dalam lubang itu.
Tapi ternyata tak ada tembok yang menghadang di depan. Julian melihat sebuah
Hina Kelana 30 Pendekar Mabuk 02 Pusaka Tuak Setan Setan Harpa 2
^