Menyergap Penyelundup 3
Lima Sekawan Menyergap Penyelundup Mutiara Bagian 3
Tapi jangan coba-coba melarang George. Pasti tidak ada gunanya. Gagasan seperti
itu memang khas George! Bab XIII DI DALAM TOKO ANAK-ANAK memutuskan untuk melaksanakan rencana tersebut malam itu juga.
Beberapa menit sebelum saat tutup toko, Julian masuk ke toko barang antik itu.
Sebelumnya Ia bersama ketiga saudaranya menunggu dulu, sampai di dalam tinggal
satu orang lagi yang masih melihat-lihat barang yang hendak dibeli. Dick, Anne,
dan Timmy sudah bersembunyi di belakang tonggak tempat pemasangan selebaran
ikian yang terdapat di pinggir jalan, sekitar sepuluh meter dari toko Pak
Pradier. Sedang George mengikuti Julian dengan jarak yang tidak begitu dekat. Ia
meneruskan langkah, setelah melihat sepupunya itu memasuki toko. George agak
seolah-olah sedang asyik memperhatikan barang-barang yang dipajang di etalase.
Padahal ia mengamat-amati situasi di dalam toko.
Julian langsung menghampiri Pak Pradier. Bibir si Muka Bangkong langsung
menipis. Rupanya ia mengenali siapa remaja yang masuk itu. Tapi sikap selebihnya
tidak berubah. Ia bahkan tersenyum.
"Selamat sore, Anak muda! Ingin beli apa?"
Julian langsung tahu bahwa Pak Pradier yang merasa curiga pasti akan terus
mengawasi dirinya. Dan itu justru sesuai dengan rencana George!
"Selamat sore!" balas Julian dengan sopan. "Saya mencari hadiah yang menarik,
untuk ibu. Barangkali Anda punya medalion dengan hiasan bunga kering" Kalau ada,
saya ingin melihat."
Pak Pradier mengambilkan perhiasan yang dikehendaki Julian dari rak, lalu
meletakkannya di atas meja penjualan.Julian ikut membungkuk mengamat-ngamati
perhiasan itu. Dengan begitu pandangan Pak Pradier ke pintu terhalang olehnya.
Itulah saat yang ditunggu- tunggu George.
Dengan sigap anak itu menyelinap tanpa ketahuan masuk ke dalam toko. Julian
membiarkan pintu terbuka sedikit ketika Ia masuk tadi, agar George dengan mudah
menyusup ke dalam tanpa menyebabkan lonceng di pintu berbunyi.
Dengan cepat George melintasi ruang toko, menyelinap masuk ke bagian belakang.
Pak Pradier saat itu berdiri membelakangi, karena sedang melayani Julian. Ia
sama sekali tidak sadar bahwa ada orang memasuki tokonya dengan diam-diam.
Dengan cepat George memperhatikan di kamar belakang yang dimasuki. Ia harus
menemukan tempat bersembunyi yang baik, tanpa membuang-buang waktu lagi. Memang
- Julian pasti tidak dengan segera memutuskan hendak membeli, untuk mengulur-
ulur waktu. Tapi walau begitu waktu tetap mendesak!
Kamar belakang itu lumayan besarnya. Dekat dinding sebelah kiri ada lemari besi
yang besar. Sedang di sisi dinding seberangnya ada dipan. Di tengah ruangan
terdapat sebuah meja dengan beberapa kursi. Lalu di dinding...
"Lemari pakaian!" kata George dalam hati. "Bagus! Itu tempat persembunyian yang
sangat baik bagiku!"
George semakin yakin bahwa Ia pasti bisa bersembunyi dengan aman di dalam lemari
itu, karena melihat topi dan mantel Pak Pradier di atas sebuah kursi. Jadi
sangat kecil kemungkinannya si Muka Bangkong nanti akan membuka lemari pakaian.
George cepat-cepat masuk ke dalam lemari itu lalu menutup pintunya. Tapi tidak
sampai rapat sekali. Nah - sekarang tinggal menunggu!
Dari suara-suara yang datang dari ruang toko di depan, George menarik kesimpulan
bahwa Julian akan pergi lagi, setelah menyelesaikan urusan pembeliannya.
Kemudian terdengar bunyi pintu ditutup dan dikunci. Pak Pradier menutup tokonya.
Tidak lama setelah itu Pak Pradier masuk ke kamar belakang. George mengintip
lewat celah pintu yang tidak tertutup rapat. Dilihatnya pedagang barang antik
itu menghampiri lemari besi. Dibukanya pintu lemari itu, dan dari dalamnya
diambil sebuah buku besar.
Nah - itu pasti buku kasnya, kata George dalam hati.
Pak Pradier pergi lagi ke depan, tanpa mengunci kembali pintu lemari besinya.
George merasa tahu pasti apa yang dikerjakan Pak Pradier saat itu. Orang itu
sibuk menghitung-hitung uang yang masuk hari itu Setiap orang yang lewat bisa
melihat orang itu, yang sedang membungkuk menghadapi meja pejualan sambil
membereskan buku kas. Kalau ia hendak pergi makan malam, biasanya Ia menurunkan
kerai besi model kuno yang ada di depan pintu dan jendela toko. Sampai saat
itu.. "Sampai saat itu aku sudah harus tahu apakah kalung mutiara itu ada di dalam
lemari besinya," gumam George.
Peluang untuk itu baik sekali. George sama sekali tidak menyangka bahwa si Muka
Bangkong akan membiarkan pintu lemari besinya tetap terbuka. Hal itu sangat
memudahkan niat George. Walau demikian jantungnya berdebar-debar karena ngeri,
membayangkan apa yang akan dikerjakannya saat itu. Debaran jantungnya begitu
keras, sehingga George sampai khawatir kalau-kalau terdengar oleh Pak Pradier.
George membuka pintu lemari pakaian. Badannya gemetar karena ngeri. Dengan hati-
hati remaja itu menyelinap. Ia menghampiri lemari besi, lalu melayangkan
pandangan ke dalam. Ia melihat sejumlah kotak dari berbagai ukuran serta amplop-amplop tebal. Dan di
salah satu sudut nampak sebuah kotak perhiasan berwarna biru puci. Kotak itu
mirip tempat kalung mutiara merah jambu. Tangan George sudah terjulur ke arah
kotak itu. ingin memastikan...
George tertegun, karena saat itu terdengar kursi berderik di ruang depan. Wah!
Pak Pradier bangkit dari kursinya. Pasti Ia akan kembali lagi kemari, kata
George dalam hati. George menahan napas. Keringat dingin membasahi keningnya.
Jantungnya berdegup-degup keras, menyesakkan dada. Bagaimana sekarang" Dengan
cepat George kembali ke tempat persembunyiannya. Untung masih sempat karena pada
saat itu juga si Muka Bangkong muncul kembali. Buku kas ditaruhnya lagi di dalam
lemari besi. Tapi pintu tempat penyimpanan itu belum dikuncinya kembali. Ia
pergi lagi ke depan. Tidak lama kemudian terdengar bunyi kerai besi diturunkan.
Nyaris saja George ketahuan! Ia tidak berani keluar lagi dari lemari tempatnya
bersembunyi untuk membuka kotak perhiasan tadi, lalu mengantunginya jika isinya
memang kalung mutiara yang dicuri. George tidak berani mengambil risiko.
Sementara itu Pak Pradier datang lalu kembali menghampiri lemari besi.
"Sialan!" umpat George dalam hati. "Sekarang lemari besi itu pasti akan
dikuncinya!" Tapi dugaannya meleset. Pedagang barang antik itu mengambil kotak perhiasan,
lalu membukanya. Dengan wajah puas dikeluarkannya kalung mutiara yang terdiri
dari dua untai, lalu dielus-elusnya, sementara George memandang dengan mata
terbelalak. Pak Pradier dikejutkan oleh pesawat telepon tiba-tiba berdering. Ia tersentak,
lalu buru-buru mengembalikan kalung beserta kotaknya ke dalam lemari besi.
Pintunya cepat-cepat ditutup, dan kini juga dikunci. Bunyinya terdengar jelas.
George merasa geram. Kini Ia sudah tahu dengan pasti di mana kalung mutiara itu.
Tapi perhiasan itu rasanya mustahil bisa diambil. Kemarahannya menyebabkan rasa
ngeri langsung lenyap. Ia tidak bisa berbuat apa-apa, selain menunggu. Saat itu
didengarnya suara Pak Pradier berbicara. Mata George terbelalak lebar karena
heran... "Halo! Ah, Anda rupanya yang menelepon, Hatsumoto! Kenapa saat ini Anda
menghubungi aku" Aku baru saja menutup toko. Kusangka tadi seorang pelanggan.
Jangan Anda hubungi aku di luar waktu yang sudah kita sepakatkan! Itu terlalu
berbahaya! Ya, ya, aku tahu - Anda selalu berhati-hati. Tapi bicara sedikit saja
bisa menyebabkan rencana paling hebat pun akhirnya gagal! - Tidak, tentu saja
tidak! Polisi tidak tahu apa-apa tentang bisnis kita. Bagaimana" - Anda
menanyakan apakah kiriman itu kuterima" Dengar baik-baik, Hatsumoto! Ini yang
terakhir kalinya Anda serta teman-ternan Jepang Anda menghubungi aku di luar
rencana. Mengerti?" Setelah itu agak lama juga Pak Pradier berdiam diri. Rupanya Ia sedang
mendengarkan kata-kata orang Jepang teman bicaranya. Kemudian ia menjawab.
"Anda kan tahu bahwa Anda tinggal melihat - dalam etalase, untuk mengetahui
apakah ada kiriman mutiara lagi atau tidak! Dengan begitu kita tidak perlu
berbicara lagi - baik secara langsung maupun lewat telepon, karena itu bisa
berbahaya bagi kita. Sudah mengerti sekarang" Haruskah segala-galanya kujelaskan
sekali lagi" Jika Anda melihat bahwa ada kiriman baru, baru Anda menelepon dan
bertanya singkat, 'Berapa"' Lalu akan kusebutkan
Anda akan menerima mutiara itu apabila membayar sebanyak yang kusebutkan!"
Terdengar bunyi gagang telepon diletakkan kembali ke tempatnya. Saat itu George
menyadari bahwa Muka Bangkong bukan hanya orang yang karena ada peluang baik
lantas mencuri perhiasan. Orang itu rupanya pedagang gelap yang menjual
mutiara . besar-besaran. Itu membuatnya lebih berbahaya lagi karena Ia sangat
licin! George tahu bahwa mutiara asli dari Jepang sangat tinggi harganya di
pasaran internasional. Hal itu terutama disebabkan oleh bea tinggi yang
dikenakan. Mungkinkah Pak Pradier itu, penyalur mutiara yang diselundupkan dari
Jepang" Bermacam-macam hal memenuhi pikiran George saat itu. Tapi satu hal jelas
baginya: jika Pak Pradier sampai tahu bahwa George mengintainya dan kini sudah
mengetahui bisnis gelapnya, pasti orang itu tidak akan mengambil tindakan
setengah-setengah. Kalau melihat tampangnya, ia pasti takkan segar menyingkirkan
George! Belum pernah remaja bandel itu mengalami situasi seberbahaya saat itu.
Mau tidak mau ia bergidik.
Aku pasti bisa keluar dari situasi ini dengan selamat, katanya pada dirinya
sendiri, untuk menabahkan hati. Dan Ia bahkan meyakininya!
Sementara itu Pak Pradier masih duduk sesaet sambil merenung. Kemudian Ia masuk
lagi ke kamar belakang. Dibukanya pintu lemari besi. Kalung mutiara curiannya
dimasukkan kembali ke dalam kotaknya. Setelah itu dikuncinya kembali pintu
lemari besi. Lewat celah pintu lemari pakaian tempatnya bersembunyi, George melihat orang itu
memakai topinya sambil meraih mantel. George merasa lega. Sebentar lagi situasi
akan sudah aman baginya. Beberapa menit lagi menunggu, dan sesudah itu Ia bisa
pergi dari tempat itu. Sepupu-sepupunya pasti sudah menunggu-nunggu
kemunculannya kembali dengan perasaan tidak sabar. Begitu pula Timmy.
Tapi si Muka Bangkong yang sudah melangkah pintu, tahu-tahu berhenti.
"Mantel ini terlalu panas. Lebih baik kupakai saja mantel hujan yang tipis!"
gumam orang itu pada diri sendiri.
George merasa jantungnya seakan berhenti karena kaget. Nah, sekarang habislah
riwayatnya. Itulah yang ditakutinya sejak tadi! Penjahat itu pasti akan membuka
pintu lemari pakaian, lalu... George meringkuk di sudut belakang lemari.
Dikerutkannya badan sampai sekecil mungkin. Waktu seakan-akan merayap saat itu.
"Ah, untuk apa!" terdengar suara Pak Pradier menggerutu seorang diri. "Siapa
tahu, bisa saja hawa akan menjadi lebih sejuk nanti!"
Orang itu meninggalkan ruangan, setelah mematikan lampu. Sesaat kemudian
terdengar bunyi pintu depan dikunci. Dengan tubuh yang masih gemetar karena
takut, George keluar dari persembunyiannya.
Ia mendesah lega. "Aduh - takutnya aku tadi! Entah bagaimana nasibku, jika sampai ketahuan. Lebih
baik tak usah kuingat-ingat lagi. Tapi kalau kubayangkan kalung mutiara milik
Arlette ada dalam lemari besi itu.."
George pergi ke dinding seberang, sambil berjingkat-jingkat. Di samping dipan
yang terdapat di situ ada sebuah pintu kecil. George tahu bahwa di balik pintu
itu ada tangga menuju ke ruang bawah tanah, di mana Pak Pradier menyimpan
barang-barang dagangannya yang tidak dipajang dalam toko. George mengetahuinya,
karena hari-hari sebelumnya sudah menanyai wanita pengurus gedung sebelah.
Wanita itu selain suka mengobrol, ternyata juga mengenal baik segala lekuk liku
gedung yang dijadikan toko oleh Pak Pradier
George tidak bekerja asal jadi saja. Segalanya sudah direncanakan sebaik
mungkin. Ia juga tahu bahwa lewat sebuah tingkap dalam ruangan bawah tanah itu,
Ia akan sampai di sebuah lorong kecil di samping toko. Lubang tingkap itu
sempit, tidak mungkin bisa dilewati orang dewasa. Tapi untuk George...
Beberapa saat kemudian remaja bandel itu sudah ada di luar. Celananya robek
karena tersangkut ketika memanjat ke luar lewat lubang tingkap tadi. Ia berlari
ke jalan sebelah depan. Dengan napas tersengal-sengal dihampirinya anak-anak
yang menunggu di situ. Semua menyambutnya dengan gembira - termasuk Timmy.
"Akhirnya kau muncul juga!" seru Dick. "Kami tadi sudah waswas terus. Apa yang
kautemukan di dalam" Cepat, ceritakan!"
Tapi Julian memutuskan bahwa lebih baik itu dilakukan jika sudah sampai di
rumah. Sehabis makan malam mereka berkumpul di kamar tidur yang ditempati Ju dan
Dick, untuk mendengar laporan George. Lama juga Ia bercerita.
"Jadi Pak Pradier itu ternyata penjahat besar - kecuali pencuri, juga pedagang
mutiara gelap," kata Julian setelah George selesai menuturkan penglIamannya.
"Tokonya dijadikan kedok bagi bisnisnya yang melanggar hukum!"
"Ia harus tertangkap basah oleh polisi, supaya bisa diseret ke pengadilan," kata
Dick. "Itu kan tidak gampang," keluh Anne.
"Memang," kata George sambil mengangguk, "tapi juga bukan tidak mungkin! Dari
pembicaraan telepon antara Pak Pradier dengan salah seorang kawanannya - yang
sudah kuceritakan pada kalian - kita sekarang mempunyai satu pegangan yang
sangat penting...." "Apa itu?" tanya Dick.
"Pak Pradier memberi tanda pada etalasenya bila ada kiriman baru. Jadi kita
harus lebih seksama lagi mengamat-amati toko barang antik itu, untuk melihat
apakah nampak perubahan di situ."
"Ya, itulah yang akan kita lakukan!" kata Julian menegaskan.
Setelah itu mereka langsung tidur, karena sudah capek sekali.
Bab XIV PENGINTAIAN KEESOKAN paginya keempat remaja itu melanjutkan panyelidikan. Mereka mengamat-
amati etalase toko Pak Pradier. Tapi sia-sia - mereka tidak melihat perubahan
apa pun di situ. Dick bahkan memotret pajangan di situ supaya bisa dengan tenang
meneliti perubahan yang mungkin ada.
Besoknya hari Minggu. Jadi anak-anak tidak perlu bertugas, karena pada hari itu
toko-toko tidak ada yang buka. Karenanya mereka melancong ke kebun binatang.
Mereka bersenang-senang di situ. Tapi tahu-tahu mereka melihat Pak Pradier. Si
Muka Bangkong berdiri di suatu belokan. Ia sedang bercakap-cakap dengan seorang
Jepang bertubuh pendek. Orang asing itu menyerahkan sebuah bungkusan kecil pada
Pak Pradier. Semangat petualangan Lima Sekawan langsung timbul. Apakah isi bungkusan itu"
"Kita memencar, lalu membuntuti kedua orang itu." kata Julian memutuskan dengan
cepat, sambil memberi isyarat pada saudara-saudaranya.
Tapi rencana mereka gagal, karena keisengan seekor monyet nakal. Tahu-tahu
Timrny mendengking kesakitan. Rupanya Ia terlalu dekat menghampiri kandang
monyet. Seekor simpanse mengulurkan lengannya yang panjang dari balik terali,
menangkap ekor Timmy, lalu menyentakkannya kuat-kuat. Dengan cepat orang-orang
yang ada di sekitar situ mengerumuni Timmy yang melolong-lolong kesakitan.
Mereka tertawa geli. Ada yang berusaha mengalihkan perhatian simpanse nakal itu,
tapi ada juga yang malah menertawakan Timmy. George berteriak-teriak marah. Tapi
Ia tidak bisa menolong Timmy. UntungIah, seorang penjaga datang berlari-lari,
lalu membebaskan Timmy dari siksaan itu.
Kejadian itu menyebabkan anak-anak melupakan Pak Pradier. Ketika keributan sudah
reda, barulah mereka teringat lagi. Mereka mencari-cari pedagang barang antik
itu serta orang Jepang teman bicaranya tadi. Tapi keduanya sudah tidak ada lagi
di situ. "Wah, sayang," desah Dick. "Coba kita jadi membuntuti mereka, mungkin
penyelidikan kita bisa maju sedikit."
"Bungkusan tadi," gumam Anne, seolah-olah berbicara pada dirinya sendiri, "siapa
tahu, mungkin isinya kiriman mutiara yang baru."
"Mungkin juga," kata George. Ia mengelus-elus Timmy, yang masih belum pulih dari
kagetnya. "Mungkin hari Minggu merupakan saat yang mereka sepakatkan guna
menyerahkan kiriman! Dan kebun binatang memang merupakan tempat yang sangat baik
untuk itu, karena tidak ada yang memperhatikan."
"Kalau Pak Pradier tadi benar menerima kiriman," kata Julian menyimpulkan, "maka
besok ia pasti akan memasang salah satu tanda tertentu di etalasenya. sebagai
isyarat." "Mungkin juga ia bahkan meletakkan mutiara-mutiara itu di situ - misalnya saja
dalam salah satu kotak hias," kata George sambil merenung.
Setelah itu mereka pulang dengan lesu. Semangat mereka baru bangkit kembali
ketika mendengar suatu kabar lewat siaran berita di televisi, di mana
diberitakan tentang banjir mutiara dari Asia, yang diselundupkan dengan cara
yang sangat licin. Kemungkinan besar mutiara-mutiara itu berasal dari Jepang.
"Itu dia!" kata George. Ia menepuk kening. "Sekarang aku sudah tidak ragu lagi -
si Muka Bangkong pasti termasuk kawanan penyelundup itu!"
"Orang itu sangat menyukai mutiara. Itu terbukti dari kalung mutiara yang
dicurinya dari Arlette," kata Julian dengan nada serius. "Pak Pradier rupanya
tahu betul nilai mutiara. Ia tahu bahwa dengan cara begini ia bisa menjadi kaya
raya!" "Tapi bagaimana kita bisa membongkar kedoknya?" tanya Anne. "Kesaksian George
Lima Sekawan Menyergap Penyelundup Mutiara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saja sudah jelas belum mencukupi."
"Itu benar" kata Dick mengiakan. "George bisa saja menyampaikan laporan pada
polisi - tapi apakah ia akan dipercaya, itu soal lain."
Julian menggeleng. "Menurut hukum, itu belum mencukupi," katanya. "Polisi memerlukan bukti-bukti,
atau setidak-tidaknya kecurigaan yang beralasan kuat terhadap seseorang. Kalau
itu ada, barulah mereka bisa melakukan penggeledahan di tempatnya."
Keempat remaja itu bingung. Mereka sangat ingin bisa berbuat sesuatu sehingga
kalung mutiara merah jambu itu kembali pada pemiliknya yang sah, yaitu Arlette,
dan sekaligus membuka kedok pencurinya yang ternyata juga penyalur mutiara
selundupan. "Satu-satunya yang bisa kita lakukan ialah terus mengamat-amati si Muka Bangkong
serta tokonya. Besok pasti kan ada sesuatu yang berubah pada etalasenya" kata
Julian. Malam itu Lima Sekawan tidak bisa tidur enak. karena memikirkan Pak Pradier.
Benarkah ketika di kebun binatang itu Ia menerima kiriman mutiara selundupan
yang baru" *** Keesokan paginya mereka bergegas-gegas melakukan pengintaian lagi terhadap toko
barang antik Pak Pradier. Mereka tercengang, ketika melihat pajangan etalase di
situ sudah berubah sama sekali. Anak-anak mengintai dari tempat yang dulu, di
balik tonggak iklan. Anne disuruh memperhatikan etalase itu dari dekat. Beberapa
saat kemudian ia kembali dengan wajah merah karena bersemangat.
"Kubandingkan pajangan etalase yang sekara dengan foto yang dibuat oleh Dick,"
kata Anne. "Barang-barangnya semua sama, cuma letaknya saja yang diubah-ubah.
Tapi ada juga beberapa barang lain sebagai tambahan."
"Barang apa?" tanya George bergairah.
"Beberapa kotak kecil dengan hiasan kulit kera itu, cendera mata dengan tulisan
nama kota." "Ihh!" kata Dick sambil bergidik. "Aku paling tidak suka pada barang-barang
murahan seperti itu."
"Cendera mata seperti itu kini sudah jarang dijual karena sudah tidak mode
lagi," gumam George sambil berpikir-pikir. "Aneh - kenapa Pak Pradier
memajangnya, ya?" Julian hanya mengangkat bahu.
"Mungkin ia membelinya dengan harga murah dari pedagang lain yang terpaksa
menghentikan usahanya." Ia tertegun, lalu menyambung, "He! Coba lihat itu!"
Dan tempat pengintaian mereka, anak-anak melihat seorang laki-laki beringsut-
ingsut di depan kaca etalase toko Pak Pradier. Orang itu bertubuh kecil dan
langsing. "Kelihatannya seperti orang Jepang!" kata Dick berbisik. "Wah - ia masuk!
Sebentar, akan kita amati dengan teropong!" Sesaat kemudian Ia berseru dengan
nada kaget, "Pak Pradler mengambil kotak cendera mata yang diceritakan Anne tadi
dari etalase. Wah, aku tidak bisa melihat meja penjualan, karena ruangan itu
terlalu gelap. Nah, sekarang orang keluar lagi! Ia mengepit sebuah bungkusan
berbentuk persegi empat. Isinya pasti kotak berhias kulit kerang itu!
"Kalian perhatikan tidak tadi - ketika masuk, membawa bungkusan lain, yang
ukurannya besar!" kata George bersemangat. "Rupanya di tukarkan dengan bungkusan
yang dibawanya sekarang!" Kening George berkerut, tandanya Ia berpikir sejenak.
Kemudian Ia menambahkan, "Jika itu kotak berisi mutiara, maka kemungkinan
bungkusan yang dibawanya tadi berisi uang pembayarannya. Kalau pun tadi ada
orang lain di dalam toko, pertukaran kedua bungkusan itu pasti takkan
diperhatikan. Semuanya berlangsung cepat, dan tidak menyolok."
"Tapi kalau begitu Pak Pradier takkan sempat menghitung uang yang diterima!"
kata Anne dengan heran. "Itu memang tidak perlu!" kata Julian menjelaskan. "Sesama penjahat harus saling
bisa mengandalkan! Hukuman bagi penipuan di kalangan penjahat lebih keras dan
kejam, dibandingkan dengan yang dijatuhkan oleh pengadiIan.."
"Tapi apa yang harus kita lakukan sekarang?" sela Dick dengan nada kurang sabar.
"Kita kan tidak bisa membuntuti orang Jepang itu, lalu merampas kotak yang
berisi mutiara itu!"
"Memang, kita tidak bisa melakukannya," kata George. "Kita awasi terus toko itu
- lalu kita lihat saja nanti bagaimana kelanjutannya!"
Bab XV MENGATUR SIASAT KEEMPAT remaja itu meneruskan pengintaian mereka. Di antara orang-orang yang
memasuki toko Pak Pradier ada tiga yang menimbulkan kecurigaan. Dua orang Asia
dan seorang Eropa. Mereka datang dengan membawa bungkusan atau amplop besar yang
dikepit, dan ketika keluar lagi, ketiga-tiganya ternyata menjinjing kotak
cendera mata jelek yang diberi hiasan kulit kerang. Sedang barang bawaan semula
tidak ada lagi pada mereka!
"Jelas bahwa orang-orang itu terlibat dalam salah satu bisnis yang
mencurigakan," kata George.
"Kurasa bukan mencurigakan lagi, tapi sudah pasti kejahatan. Tapi sayangnya,
kita belum mempunyai bukti nyata mengenainya" kata Julian dengan sikap
bersungguh-sungguh. "Kau benar, Ju! Tapi aku sudah bertekad akan mengusahakan pembuktiannya!" kata
George. "Itu boleh saja, tapi dengan cara bagaimana?" tan Julian.
"Soal itu pun sudah kupikirkan!" George menatap Julian sambil tertawa. "Menurut
rencanaku, Anne akan mengadakan pengusutan lagi!"
"Aku?" seru Anne ketakutan.
"Jangan takut, kau takkan apa-apa" kata George menenangkan. "Yang jelas, selama
ini kaulah di antara kita berempat yang paling kecil kemungkinannya akan
dikenali si Muka Bangkong. Ia kan boleh dibilang tidak perneh melihatmu dengan
jelas." Sementara itu George sibuk mencari-cari dalam tas yang dipakai untuk
mengangkutTimmy sewaktu naik kereta bawah tanah. Setelah menemukan barang yang
dicari, ia meneruskan, "Aku membawa rambut palsu berwarna hitam ini, yang
kaupakai dalam pesta karnaval yang lalu. Dengan rambut palsu ini tampangmu jadi
lain kelihatannya. Pasti Pak Pradier takkan mengenalimu lagi!"
"Tapi apa yang harus kulakukan nanti, George?" tanya Anne. Nada suaranya jauh
dari bergairah. "Tugasmu gampang! Kau masuk ke toko si Muka Bangkong seperti pembeli biasa.
Katakan padanya bahwa kau ingin membeli kotak cendera mata yang bagian luarnya
dihiasi dengan kulit kerang."
"Betul-betul cuma itu saja?" kata Julian mencampuri pembicaraan. Ia tidak ingin
adiknya terjerumus ke dalam bahaya.
"Ya - hanya itu saja! Sama sekali tidak ada bahayanya. Aku ingin tahu bagaimana
reaksi Pak Pradier nanti. Apakah Ia akan menjualnya - yang menurutku tidak
mungkin - atau Ia menolak! Nah, kalau itu yang terjadi, kita akan tahu bahwa
kecurigaan kita ternyata beralasan. Pergilah sekarang, Anne. Dan tenang-tenang
saja, jangan gugup!"
Kasihan Anne! Tampangnya sudah berubah sama sekali, setelah mengenakan rambut
palsu berwarna hitam serta kaca mata gelap. Ia menyeberang dengan langkah
lambat-lambat, menuju ke toko Pak Pradier. Perasaannya saat itu jauh dari
tenang. Dengan sikap sangsi Ia masuk ke dalam toko. Pak Pradier hanya seorang
diri saja di situ. Orang itu langsung memamerkan senyuman pedagang, begitu Ia
melihat seorang gadis remaja masuk.
"Kau ingin beli apa?" tanyanya.
"Saya ingin membeli cendera mata dari daerah sini" kata Anne dengan mantap, lalu
berpaling dan memperhatikan etalase. Ia berbuat seolah-olah sedang memilih.
Kemudian Ia menuding kotak yang dihiasai dengan kulit kerang. "Nah, itu! Kotak
hias yang kecil itu, kelihatannya menarik!"
"Wah - sayang, itu tidak dijual!" kata Pak Pradier dengan cepat. "Aku menaruhnya
di situ sebagai pajangan saja. Pilihlah yang lain. Bagaimana kalau ini" Kalung
dan gelang yang indah ini sama sekali tidak mahal harganya!"
"Tidak," kata Anne, "saya ingin membeli salah satu dari kotak-kotak hias itu.
Betul-betul tidak bisa dibeli Pak?"
"Yah, sayang sekali, tapi memang tidak untuk dijual...."
Anne tidak bersikeras. Ia mengangkat bahu, lalu berpaling ke arah pintu. Pak
Pradier mengantarnya sampai ke depan. Sikapnya seperti ingin agar Anne cepat-
cepat pergi. Anne mengambil jalan memutar agar tidak menimbulkan kecurigaan Pak
Pradier, bila pedagang itu masih memperhatikannya. Anne kembali ke tempat
saudara-saudaranya, setelah mengelilingi satu blok.
George, Dick, dan Julian berseru serempak, begitu mereka mendengar laporan Anne.
"Wah, jadi Ia menolak! Ia menolak!"
"Kalau begitu dugaanku ternyata tepat!" sambung George dengan sikap puas. "Kita
tidak boleh membuang-buang waktu lagi sekarang! Kita harus cepat pulang! Aku
ingin mengambil beberapa barang yang kuperlukan. Kita harus bertindak dengan
segera sebelum seluruh kotak hias itu berpindah tangan!'
George menjelaskan rencananya dalam perjalanan pulang.
"Aku akan menyamar seperti Anne tadi, lalu mencoba membeli salah satu kotak itu.
Mungkin aku nanti bisa meneliti salah satu di antaranya dengan agak cermat.
Tidak Tim - kau tidak bisa ikut. Kau harus menunggu aku di sini - mengerti?"
Tidak lama kemudian George sudah berdiri di depan toko Pak Pradier. Ia menyamar
sebagai pemuda Irlandia yang berambut merah, serta muka penuh bintik yang
dibuatnya dengan cat air. Dengan logat Irlandia yang kentara, Ia bertanya pada
pemilik toko itu. "Selamat pagi! Saya ingin membeli sesuatu yang bagus, untuk adik di Dublin. Anda
punya apa saja?" Sambil berbicara diperhatikannya barang-barang yang dipajang di
etalase. Tinggal dua kotak hias yang masih ada di situ.
"Silakan pilih sendiri, Anak muda!" kata Pak Pradier sambil tersenyum lebar.
Pemuda gadungan itu menuding salah satu kotak yang berhiaskan kulit-kulit
kerang. "Kotak kecil itu! Itu hadiah yang tepat untuk adik saya!"
"Wah, sayang - kotak itu tidak dijual."
George yang menyamar sebagai pemuda Irlandia, mengernyitkan muka.
"Aduh, sayang," katanya dengan nada menyesal. "Tapi barangkali..."
Ia tidak rnenyelesaikan kalimatnya, karena saat itu ada orang memasuki toko
dengan sikap tergesa-gesa. Ia mengepit sebuah amplop besar berwarna kelabu.
"Saya ingin kotak itu!" desak George dengan suara lantang, sambil melirik ke
arah laki-laki yang baru masuk. Dilihatnya orang itu terkejut. Sedang Pak
Pradier menggigit bibir, menunjukkan kejengkelannya.
"Kan sudah kukatakan tadi bahwa barang itu tidak untuk dijual, Anak muda! Pilih
saja yang lain!" Akhirnya George memilih suatu cendera mata yang murah, lalu pergi meninggalkan
toko. Tapi setelah beberapa langkah, Ia berhenti sambil menoleh ke arah etalase.
Dilihatnya salah satu kotak hias yang dipajang di situ sudah tidak ada lagi. Dan
tidak lama kemudian laki-laki yang masuk tadi meninggalkan toko sambil memegang
sebuah bungkusan kecil. Ia tidak lagi mengepit amplop besar yang tadi. Pak
Pradier tersenyum-senyum, mengantarkan orang itu sampai ke pintu.
George bergabung kembali dengan saudara-saudaranya dibelakang tonggak iklan. Ia
masih memakai rambut palsu yang merah.
Sebelumnya Ju, Dick, dan Anne sudah pergi ke pasar loak yang ada di dekat situ.
Berbagai barang bekas dijajakan di tempat itu. Setelah agak lama mencari-cari,
akhirnya Anne secara kebetulan saja melihat kotak kecil yang bentuknya mirip
dengan yang dipajang di etalase Pak Pradier.
"Eh - Iihatlah, ini ada kotak yang bentuknya mirip dengan yang dipajang di
etalase Pak Pradier!" katanya. "Mirip sekali, termasuk tulisan nama kotanya. Dan
nampaknya seperti baru!"
"Hebat!" kata Dick bersemangat. "Kita beli saja kotak itu; lalu cepat-cepat
pergi. Jangan-jangan George sudah menunggu kita!"
Mereka naik taksi, karena agak lama juga mereka mencari-cari di pasar loak itu.
Ternyata George memang sudah lebih dulu ada di tempat yang disepakatkan. Nampak
jelas bahwa Ia sudah tidak sabar lagi. Sikapnya sangat gelisah. Ia Iangsung
menyongsong sambil berseru-seru begitu ia melihat ketiga sepupunya bergegas
turun dari taksi. "Bagaimana" Berhasil tidak" Kalian datang tepat pada waktunya. Tinggal satu
kotak lagi yang masih ada di etalase!"
"Nih, hasil usaha kami!" seru Julian dengan bangga, sambil mengacungkan kotak
yang dibeli di pasar loak.
George meneliti kotak itu sebentar.
"Bagus! Kelihatannya persis seperti kotak jelek yang dipajang di etalase itu!"
katanya kemudian. "Sekarang penentuannya," kata George lagi. Ia mendesah. "Agak ngeri juga rasanya
melakukan rencanaku itu!"
"Hati-hati," kata Anne dengan nada cemas. George mengangguk. Sikapnya serius
sekarang. Kotak yang baru dibeli ketiga sepupunya itu dimasukkan ke dalam tas.
Setelah itu Ia berjalan dengan Iangkah mantap, kembali ke toko Pak Pradier,
dilkut. pandangan saudara-saudaranya. Mereka agak cemas. karena rencana George
besar sekali risikonya! George sudah membulatkan tekad. Ia harus berhasil mengetahui rahasia yang
tersimpan dalam kotak-kotak cendera mata itu. Ia hendak menukarkan kotak
terakhir yang masih ada di etalase dengan kotak yan dibeli sepupu-sepupunya di
pasar loak. Ia harus berhasil - demi Arlette serta Mona!
George bernasib mujur. Ketika ia masuk, Pak Pradier sedang sibuk melayani dua
wanita muda yang nampaknya bimbang memilih-milih perhiasan. Pak Pradier masih
sempat melihat 'pemuda' Irlandia masuk. Tapi selanjutnya tidak sempat
memperhatikan lagi. George menghampiri etalase toko dengan sikap santai, seolah-
olah hendak memperhatikan barang-barang yang dipajang di situ. Kesempatan baik
saat Pak Pradier sibuk menghitung uang kembalian untuk kedua wanita muda tadi
dimanfaatkan oleh Georga Dengan cepat tangannya sudah meraih kotak yang ada di
etalase dan ditukarnya dengan kotak yang dibawa. Setelah itu Ia mengambil sebuah
patung keramik berukuran kecil yang juga dipajang di tempat itu. Dibawanya benda
itu ke kassa. "Saya ingin membeli patung lucu ini," katanya dengan logat Irlandia yang
kentara. Setelah membayar, Ia pun bergegas-gegas meninggalkan toko. Di pintu ia nyaris
saja bertabrakan dengan seorang laki-laki berpakaian anggun, yang saat itu
masuk. George mendesah lega, ketika sudah kembali di tempat saudara-saudaranya
menunggu. "Berhasil!" katanya sambil menunjukkan kotak yang diambilnya tadi. "Nyaris saja
aku terlambat. Lihat saja sendiri!"
Anak-anak mengintip dari balik tonggak iklan tempat mereka mengintai. Mereka
melihat Pak Pradier mengambil kotak yang tinggal satu di etalase, yaitu kotak
yang diletakkan George di situ.
"Sayang kita tidak bisa melihat tampang orang yang membelinya apabila Ia membuka
kotak itu nanti," kata George sambil tertawa puas. "Pak Pradier pasti akan
didamprat habis-habisan olehnya nanti!"
"Bagaimana jika kita membuntuti orang itu?" kata Anne mengusulkan, sambil
menuding laki-laki yang saat itu nampak keluar dari toko Pak Pradier. "Mungkin
dengan begitu kita bisa mengetahui siapa sebenarnya. Kita akan bisa membuka
kedok seorang kawanan Pak Pradier!"
"Itu gagasan yang bagus sekali !" kata Julian dengan bersemangat. "Yuk, kita
ikuti dia!" Keempat remaja itu berjalan agak jauh di belakang laki-laki berpakaian anggun
itu. Mereka berjaga-jaga, jangan sampai ketahuan olehnya. Ternyata orang itu
masuk ke dalam sebuah toko perhiasan yang mewah. Toko itu termasuk yang paling
besar dan juga terkenal di kota itu. Orang tadi berjalan dengan langkah pasti,
langsung menuju ke bagian belakang toko, lalu masuk ke kamar belakang. Anak-anak
langsung menarik kesimpulan bahwa orang itu pasti pemilik toko itu!
"Pertanyaan kita tadi sudah terjawab!" kata Julian. "Benar-benar keterlaluan! Si
Muka Bengkong menjual mutiara setundupannya pada kalangan pedagang resmi !"
"Sekarang kita tinggal menjebaknya saja," kata Dick. "Dan untuk itu kita akan
dibantu oleh kotak yang kautukar tadi, George!"
"Mudah-mudahan saja berhasil" kata George. "Aku tidak ingin sekali lagi
menghadapi risiko seperti tadi.
Yuk, kita pulang saja dulu sekarang!"
Bab XVI RAHASIA PAK PRADIER TERBONGKAR
TIMMY menyongsong George dengan gembira. Anjing itu melonjak-lonjak mengelilingi
tuannya. Anak-anak masuk ke kamar Ju dan Dick, karena masih ada waktu sedikit
sebelum makan malam. Dengan cepat George melepaskan samarannya, lalu
mengeluarkan kotak cendera mata berhias kulit kerang dari dalam tas. Keempat
remaja itu memandang kotak itu dengan perasaan ingin tahu.
"Makin jelek saja rupanya, dilihat dari dekat begini," kata Dick.
"Kita tidak boleh terlalu terpengaruh oleh apa yang nampak di luar" kata Julian
sambil tertawa.
Lima Sekawan Menyergap Penyelundup Mutiara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah itu semuanya membisu. Sekarang tinggal mengangkat tutup kotak itu saja
lagi, dan mereka akan mengetahui rahasia tindak-tanduk Pak Pradier! Tapi semua
nampak seakan-akan bersikap ragu.
"Ayo buka - cepat!" desak Anne.
Julian mengguncang-guncang kotak itu dengan hati-.hati.
"Tidak ada yang bergerak di dalamnya!" katanya. "Aku tidak mendengar apa-apa."
mukanya memucat. "Kita ini benar-benar konyol," kata George menggerutu. Ia mengungkit kancing
kotak itu dengan ujung ibu jarinya sehingga terbuka. Tutupnya diangkat. Seketika
itu juga terdengar seruan kecewa keluar dari mulut keempat remaja itu. Timmy
menggonggong - rupanya untuk menyatakan bahwa ia pun ikut kecewa, karena gonggongannya berakhir dengan lolongan.
Kotak itu kosong! Kelirukah Lima Sekawan" Apakah segala kecurigaan mereka ternyata berdasarkan
khayalan mereka sendiri saja" Mereka sibuk berembuk, setelah agak pulih dari
rasa kaget. Pasti ada sesuatu yang lolos dari perhatian mereka.
"Tidak!" seru George. Segala kesangsian ketiga sepupunya ditolak dengan kibasan
tangan. "Mustahil! Kita tidak keliru! Mutiara selundupan itu harus ada dalam
kotak jelek ini!" Anne menyapukan jari-jarinya pada sisi dalam kotak itu, yang dilapisi kertas
murahan yang dihiasi gambar bunga-bunga. Sisi dalam itu rata, tanpa benjolan
sedikit pun. "Mungkin dasarnya ada dua lapis," kata Julian menduga.
Dick merobek kertas pelapis bagian dalam dengan gerakan kasar. Ibu jarinya
menekan dasar kotak kardus itu, hingga tembus.
"Ini bukti jelas!" serunya. "Dasarnya terdiri dari satu lapis! Kita keliru! Lima
Sekawan ternyata bukan detektif yang hebat!"
"Jangan cepat-cepat bilang begitu, Dick," kata George sambil mengambil kotak
hias yang sudah rusak dasarnya.
"Jika pada kotak ini ada sekat tersembunyi, maka mungkin letaknya pada tutup
atau sisinya," katanya sambil meneliti.
Tapi Julian menggeleng. "Tidak mungkin - karena kelihatannya begitu tipis!"
"Barangkali di bawah kulit-kulit kerang," kata Anne menebak. Wajah George
langsung berseri lagi. Ujung pisau yang dipinjamnya dan Dick diselipkannya
dengan hati-hati ke bawah salah satu kulit kerang yang menempel pada dinding
luar kotak, sementara saudara-saudaranya ikut memperhatikan dengan napas
tertahan. Cangkang kerang itu terlepas. Tapi di bawahnya ternyata tidak ada
benda yang dengan diam-diam diharapkan oleh George akan ditemukan di situ. Anne
mengambil cangkang yang tertutup itu, lalu mengguncang-guncangnya. Ia tidak
mendengar bunyi apa-apa di dalamnya. Sambil mengeluh diletakkannya kulit kerang
itu ke meja. "Coba periksa yang lain!" kata Dick menyarankan.
George mencongkel cangkang-cangkang yang dilem pada sisi luar kotak hias itu
satu demi satu. Tapi ia tetap tidak berhasil menemukan mutiara barang satu pun
di situ. Kotak hias itu terletak di atas meja, dikerumuni anak-anak. Yang tinggal hanya
kerangkanya saja, yang terbuat dari kardus tipis. Kotak itu biasa-biasa saja
sedikit pun tidak menyimpan rahasia. Kulit kerang yang semula menempel sebagai
hiasan, kini teronggok di atas meja. Tiba-tiba George tidak bisa menahan
kekesalan hatinya. Dipukulkannya kepal tinjunya pada kotak itu, sehingga menjadi
pipih. "Kotak sialan!" teriaknya dengan marah. "Dan ini juga, kerang-kerang brengsek
ini. Kubeginikan saja enaknya!" George mengayunkan tangan, menyapu onggokan
cangkang kerang di atas meja sampai jatuh bertebaran ke lantai. Ketiga sepupunya
memandang perbuatan George dengan perasaan kecut dan heran. Hanya Timmy yang
salah mengerti. Ia mengira George mengajaknya bermain-main, yaitu menyuruhnya
mengambil kulit kerang yang ditepiskan. Timmy meloncat dengan sigap. Disambarnya
sebuah cangkang yang terpental.
Cangkang biasanya keras. Tapi yang disambar Timmy tidak, karena ternyata
langsung pecah begitu digigit oleh anjing itu! Anjing itu buru-buru meludahkan
pecahannya ke lantai. Tampangnya nampak sangat bingung. Anak-anak tertawa geli
melihatnya, walau saat itu mereka sebenarnya sedang dilanda rasa kecewa. Tapi
tiba-tiba George berseru kaget, lalu membungkuk untuk memungut sesuatu dan
lantai. Ia menegakkan diri lagi, sambil memperlihatkan sesuatu yang putih
kemilau di telapak tangannya.
"Ini - Iihatlah!" katanya dengan suara gemetar karena gembira.
"Sebutir mutiara!" seru Anne. "Aduh, indahnya!"
Dick bersorak-sorak karena sangat gembira.
"Astaga!" desah Julian. Diambilnya mutiara yang cemerlang itu, lalu diamat-amati
dari dekat. "Rupanya ditempelkan ke sisi dalam cangkang!" katanya.
Keempat remaja itu merangkak-rangkak, mengumpulkan butir-butir mutiara yang
terserak ke mana-mana. Setelah itu dengan cermat sekali mereka meneliti cangkang
demi cangkang. Akhirnya semua mutiara berhasil mereka kumpulkan. Jumlahnya dua
belas butir. George sangat gembira. Timmy dipeluknya erat-erat.
"Kau memang anjing hebat, Tim. Kau berjasa besar, membantu kami! Akhirnya kita
berhasil juga menemukan bukti bahwa Pak Pradier sebenarnya penyelundup ulung.
Jadi dalam kotak-kotak jelek inilah Ia menyembunyikan butir-butir mutiara yang
diselundupkan padanya. Dan para pembeli barang-barang, selundupan memang tinggal
melihat saja ke etaIasenya, kalau ingin mengetahui apakah ada kirim mutiara
untuk mereka atau tidak!"
George mengangkat kedua kaki depan Timmy. Diajaknya anjing itu menari-nari dalam
kamar. Lima Sekawan menang! "Menang! Kita menang!"
"Pak Pradier kalah!"
"Jebloskan ke penjara!"
Timmy tidak mau ketinggalan. "Guk! Guk-guk!"
Tiba-tiba pintu kamar di buka dengan cepat. Paman Quentin muncul di ambangnya
dengan wajah marah. "Ada apa di sini" Kenapa kalian ribut-ribut" Suara kalian terdengar sampai ke
jalan! Aku baru kembali!"
"Ayah!" seru George sambil melepaskan kaki Timmy, lalu merangkul Paman Quentin.
"Ayah tidak tahu sih! Coba lihat, apa yang baru saja kami
temukan!" "Kami baru saja berhasil menyelesaikan pengusutan kami," kata Julian
menjelaskan, "dan ini hasilnya!"
"Mutiara, Paman!" kata Dick dengan wajah berseri-seri.
"Ini kan mutiara asli, ya?" tanya Anne.
Profesor Kirrin memandang butir-butir mutiara kemilau yang terletak di atas
meja. Ia benar-benar tercengang.
"Luar biasa!" katanya kemudian. "Di mana kalian menemukannya?"
"Ceritanya agak panjang, Ayah," kata George. Setelah itu Ia mulai bercerita,
diselingi oleh ketiga saudaranya. Kedua orang tuanya merasa seram membayangkan
bahaya apa saja yang dihadapi putri tunggal mereka itu dalam usahanya melakukan
penyelidikan. Protesor Kirrin marah-marah.
"Ya - aku memang kurang berhati-hati" kata George mengakui kesalahannya. "Tapi
kami tidak secara sengaja terlibat dalam urusan itu. Kami bukan mencari-cari
bahaya, Ayah! Dan pokoknya, kini kami sudah berhasil. Lima Sekawan berhasil
membongkar rahasia kawanan penyelundup mutiara!"
"Dan juga berhasil mengetahui di mana kalung mutiara milik Arlette Trebor
disemburiyikan!" kata Julian menambahkan. "Paman tinggal melaporkannya saja pada
polisi!" Paman Quentin menimbang-nimbang sejenak, memikirkan tindakan yang sebaiknya
diambil. Akhirnya begitu selesai makan malam ia berangkat bersama anak-anak ke
kantor polisi untuk menyampaikan laporan. Polisi yang menjaga di situ langsung
menelepon atasannya, mengingat urusan itu penting sekali Pak Komisaris
mengatakan bahwa ia akan datang dengan segera untuk menerima laporan Profesor
Kirrin dan anak-anak. Pak Komisaris mendengarkan keterangan Lima Sekawan dengan tekun. Laporan mereka
ditanggapinya dengan serius, karena Ia yakin bahwa ilmuwan terkenal seperti
Profesor Kirrin pasti takkan main-main. Selesai menerima laporan, disimpannya
butir-butir mutiara yang diserahkan padanya.
"Besok pagi kami akan dengan segera melakukan penggeledahan di tempat Pak
Pradier, serta menangkapnya. Mudah-mudahan saja Ia mau membuka mulut. Tapi
kurasa Ia pasti akan menyebutkan semua nama yang ikut terlibat dalam
penyelundupan ini, bila ia sadar bahwa kedudukannya sudah terjepit."
"Satu di antaranya sudah kita ketahui, Pak Komisaris!" kate George mengingatkan.
"0 ya - betul juga! Kalian berempat memang pantas mendapat pujian! Hebat!"
"Guk!" gonggong Timmy.
"Eh, maaf - maksudku tadi, kalian berlima," kata Pak Komisaris sambil tersenyum.
Profesor Kirrin mengajak anak-anak pulang, ketika urusan di kantor polisi sudah
selesai. "Ayah," kata George dengan nada memohon, ketika semua sudah hendak masuk ke
tempat tidur masing-masing, "bolehkah kami besok ikut hadir sewaktu polisi
melakukan penggeledahan di tempat Pak Pradier?"
"Lupakan saja itu!" tukas Paman Quentin. "Polisi pasti ingin melakukannya
sendiri. Kalian nanti hanya mengganggu saja di sana!"
Anak-anak diam saja. Tanpa mengatakan apa-apa pada Paman Quentin, mereka
menemukan jalan lain. Mereka bertekad akan ikut melihat penangkapan Pak Pradier
- dari dekat, kalau bisa. Kalau tidak bisa, dari jauh pun tak mengapa!
"Kita ajak Tomas besok," kata Dick menyarankan. "Dengan begitu kita bisa ke sana
naik mobilnya!" Bab XVII AHLI WARIS YANG BERBAHAGIA
SESUAI dengan rencana, keesokan harinya pagi-pagi mereka sudah berangkat. Tomas
datang menjemput mereka dengan mobilnya Pemuda itu sangat senang ketika diajak,
dan dengan segera mengatakan mau ikut. Ia menghentikan mobil di seberang jalan,
di depan toko Pak Pradier. Setelah itu mereka menunggu kedatangan polisi. Tidak
ada yang berbicara saat itu.
Beberapa saat kemudian datang sebuah mobil hitam, disusul sebuah mobil polisi.
Dua orang laki-laki berpakaian sipil turun dari mobil yang pertama datang.
Keduanya langsung menuju toko Pak Pradier.
"Petugas polisi berpakaian sipil," gumam Tomas. "Mereka akan melakukan
penggeledahan sekarang. Sebentar lagi Pak Pradier pasti akan mereka tangkap!"
Dick mengernyitkan muka tanda kecewa.
"Tidak banyak yang bisa kita lihat, kalau dari sini," katanya mengeluh.
"He, aku punya akal!" seru George tiba-tiba. "Ayo, ikut aku!"
Anak-anak bergegas turun. Tomas mengunci pintu mobil, lalu menyusul George yang
sudah berjalan bersama anak-anak yang lain. George bergegas-gegas mengitari blok
bangunan di mana antara lain terdapat toko dan tempat tinggal Pak Pradier.
"Lorong di belakang blok ini biasanya lengang," kata George sambil berjalan
dengan langkah panjang-panjang. "Di situ ada sebuah tingkap yang tidak dikunci.
Lewat situ kita bisa menyusup masuk ke dalam gudang toko yang terletak di bawah
tanah. Lalu lewat tangga kita bisa sampai di balik pintu kamar belakang. Walau
dari balik pintu kita tidak bisa melihat apa-apa, tapi setidak-tidaknya semua
yang terjadi di situ bisa kita dengar!"
Dengan cepat kelima remaja itu menyusup masuk lewat tingkap yang ternyata memang
tidak dikunci. Timmy tidak mau ketinggalan. Dari situ mereka menyelinap sampai
ke ujung atas tangga, lalu menempelkan telinga ke daun pintu kamar belakang.
Mereka mendengar suara Pak Komisaris berbicara dengan nada memerintah.
"Buka kotak biru itu!" kata pejabat kepolisian itu.
Anak-anak menduga bahwa pasti Pak Pradier yang disuruh, karena terdengar suara
orang itu menggerutu. Sesaat kemudian terdengar lagi suara Pak Komisaris,
"Nah! Itu kan kalung mutiara merah jambu milik Bu Trebor yang dilaporkan hilang
dirampas orang " "Dan dalam kotak-kotak ini juga ada sejumlah mutiara lagi!" seru seorang polisi.
"Anda pasti tidak bisa menunjukkan bon pembelian permata liii, Pradier! Nah -
sekarang Anda ikut saja dengan kami!"
Anak-anak yang mendengarkan di balik pintu berpandang-pandangan dengan sikap
puas. Pak Pradier ditangkap, karena bukti-bukti kejahatannya sudah ditemukan!
"Syukurlah - sekarang ia tidak bisa berbuat jahat lagi!" kata Dick lega.
Mereka bergegas kembali ke mobil yang diparkir di seberang jalan depan toko.
Tapi penangkapan terhadap Pak Pradier tidak berjalan semulus yang diduga. Anak-
anak baru saja sampai di dekat mobil, ketika tahu-tahu mereka melihat Pak
Pradier lari dengan cepat, keluar dari tokonya. Polisi belum sempat memborgol
tangannya dan Ia kini nampaknya akan berhasil melarikan diri. Pakaiannya acak-
acakan. Rupanya sebelum lari, Ia bergulat sebentar dengan polisi yang
menggiringnya ke luar. Pak Pradier lari sambil membawa kotak biru yang berisi
kalung mutiara merah jambu. Wajahnya yang mirip bangkong raksasa memancarkan
sikap nekat. "Ia lari!" seru Anne terperanjat.
Kedua polisi yang berpakaian sipil berusaha mengejar.
"Tahan orang itu!" seru keduanya dengan marah. Sementara itu Pak Pradier lari
tanpa mempedulikan keselamatan dirinya di sela mobil-mobil yang lewat. Rupanya
Ia hendak menghilang di tengah orang banyak yang lalu-lalang di seberang jalan.
Beberapa polisi berpakaian seragam bertemperasan keluar dari mobil dinas.
"Terlambat!" seru Julian kecewa.
"Tahan dia!" seru Pak Komisanis yang ikut mengejar.
"Siap!" Suara George terdengar lantang dan gembira.
"Kejar, Tim! Kejar dia lalu bawa kemari! Cepat!" serunya lagi.
Timmy memahami makna aba-aba seperti itu, karena bukan baru sekali anjing yang
berani itu ditugaskan mengejar penjahat. Timmy langsung mengejar, diikuti
pandangan heran para petugas polisi. Ia berlari di tengah lalu lintas kendaraan
yang ramai, mengejar Pak Pradier. Bunyi rem berdecit-decit, disertai teriakan
marah bertubi-tubi yang dilontarkan para pengendara mobil yang kaget.
Dengan beberapa loncatan saja Timmy sudah sampai di seberang jalan. Ia menerpa
Pak Pradier, tepat ketika orang itu hendak buru-buru naik ke taksi.
Terjadilah pergumulan sengit di bangku belakang, sementara anak-anak, Tomas, dan
para petugas polisi datang mengejar. Mereka melihat Pak Pradier meringkuk
ketakutan dibangku belakang, dijaga oleh Timmy yang menggeram-geram.
"Habis riwayatmu sekarang!" seru Pak Komisaris sambil memborgol pergelangan
tangan Pak Pradier. Setelah itu ia berpaling ke arah anak-anak.
"Kalian berjasa besar," katanya memuji. "Kalau tidak ada kalian tadi, ada
kemungkinan ia masih bisa meloloskan diri!"
Pak Pradier digiring ke mobil polisi yang menunggu.
*** Keesokan harinya kasus 'Kalung Mutiara Merah Jambu' serta 'Mutiara Setundupan'
mengisi halaman depan semua surat kabar, disertai foto Lima Sekawan.
"Lima Sekawan Kembali Berprestasi Gemilang!" demikianlah kepala berita suatu
surat kabar yang memaparkan berita penangkapan Pak Pradier secara panjang-lebar.
Sayang, liburan sudah hampir berakhir. Tapi anak-anak masih punya waktu sedikit
untuk mengucapkan salam perpisahan pada Arlette. Tomas ikut serta dalam
kunjungan mereka yang terakhir.
"Tidak bisa kulukiskan betapa besar hutang budiku pada kalian," kata Arlette
terharu "Kalian menantang bermacam-macam bahaya dalam usaha menyelamatkan
warisanku. Kalung mutiara itu sudah kujual dengan harga tinggi. Dan kini berkat
hartaku itu aku tidak perlu mengkhawatirkan masa depanku beserta Mona. Takkan
terbayang oleh kalian betapa lega hatiku sekarang!"
Mereka masih sempat bercerita panjang-lebar tentang kasus Pak Pradier. Banyak
hal yang tak dimengerti oleh Arlette. Anak-anak yang mengetahui perinciannya dan
polisi, memberi penjelasan.
"Pak Pradier akhirnya mengakui segala-galanya. Ia bahkan menyebutkan semua nama
yang terlibat dalam kegiatan penyelundupan itu. Ia sendiri ternyata menjadi
perantara dalam urusan itu."
"Urusan dengan kalung mutiara merah jambu sama sekali tidak ada pertaliannya
dengan bisnis Pak Pradier selaku anggota kawanan penyelundup," kata George. "Ia
hanya secara kebetulan saja tahu tentang kalung itu."
"Dengan cara bagaimana?" tanya Arlette ingin tahu.
"Begini," kata George. "Nenek Pak Pradier ternyata teman Germaine Langlois.
nenek Anda. Dari surat-surat Bu Langlois pada neneknya yang menyebut-nyebut
kalung itulah Pak Pradier tahu mengenainya, begitu pula tentang tempat kalung
itu disembunyikan bila Bu Langlois bepergian - yaitu diselipkan diantara sandaran
belakang dan alas duduk sebuah kursi sandar yang sudah usang. Bayangkan saja
kekagetannya ketika ia mendengar bahwa barang-barang milik Bu Langlois akan
dilelang. Pak Pradiertentu saja tidak berani mengambil kotak biru berisi kalung
mutiara itu dari tempat penyembunyiannya sewaktu kursi saridar itu masih ada di
tempat pelelangan. Ketika kursi itu akhirnya dibeli Ibu. Pak Pradier mula-mula
mencoba membujuknya agar mau menjual kursi itu padanya. Ketika Ibu menolak, Ia
kemudian mencoba mencuri kalung itu. Nah - selebihnya Anda sendiri juga sudah
tahu."
Lima Sekawan Menyergap Penyelundup Mutiara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tapi bagaimana Pak Pradier sampai bisa tahu tempat tinggalku?"tanya Arlette.
"Gampang saja - ia membuntuti kami!" kata Julian.
Mona mendesah sedih. "Betulkah kalian sebentar lagi akan berangkat pulang?" tanya anak perempuan itu
pada Anne sambil mengelus-elus Timmy.
"Ya, tapi kami pasti akan datang lagi. Kau jangan nakal, ya, selama itu!"
"Ya, aku berjanji!" kata anak kecil itu.
Setelah itu anak-anak pulang untuk berkemas.
Julian dan Anne merasa lega karena tahu bahwa Pak Pradier sudah dipenjarakan
bersama kawanannya. Tapi George dan Dick sudah mulai membayangkan petualangan mereka yang baru.
Dan Timmy juga - kelihatannya.
Tamat Scan by tagdgn wwwdag-dgn.blogspotcom Edited & Convert: by Farid ZE
Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Misteri Kapal Layar Pancawarna 21 Dewa Arak 60 Perawan-perawan Persembahan Neraka Hitam 2
Tapi jangan coba-coba melarang George. Pasti tidak ada gunanya. Gagasan seperti
itu memang khas George! Bab XIII DI DALAM TOKO ANAK-ANAK memutuskan untuk melaksanakan rencana tersebut malam itu juga.
Beberapa menit sebelum saat tutup toko, Julian masuk ke toko barang antik itu.
Sebelumnya Ia bersama ketiga saudaranya menunggu dulu, sampai di dalam tinggal
satu orang lagi yang masih melihat-lihat barang yang hendak dibeli. Dick, Anne,
dan Timmy sudah bersembunyi di belakang tonggak tempat pemasangan selebaran
ikian yang terdapat di pinggir jalan, sekitar sepuluh meter dari toko Pak
Pradier. Sedang George mengikuti Julian dengan jarak yang tidak begitu dekat. Ia
meneruskan langkah, setelah melihat sepupunya itu memasuki toko. George agak
seolah-olah sedang asyik memperhatikan barang-barang yang dipajang di etalase.
Padahal ia mengamat-amati situasi di dalam toko.
Julian langsung menghampiri Pak Pradier. Bibir si Muka Bangkong langsung
menipis. Rupanya ia mengenali siapa remaja yang masuk itu. Tapi sikap selebihnya
tidak berubah. Ia bahkan tersenyum.
"Selamat sore, Anak muda! Ingin beli apa?"
Julian langsung tahu bahwa Pak Pradier yang merasa curiga pasti akan terus
mengawasi dirinya. Dan itu justru sesuai dengan rencana George!
"Selamat sore!" balas Julian dengan sopan. "Saya mencari hadiah yang menarik,
untuk ibu. Barangkali Anda punya medalion dengan hiasan bunga kering" Kalau ada,
saya ingin melihat."
Pak Pradier mengambilkan perhiasan yang dikehendaki Julian dari rak, lalu
meletakkannya di atas meja penjualan.Julian ikut membungkuk mengamat-ngamati
perhiasan itu. Dengan begitu pandangan Pak Pradier ke pintu terhalang olehnya.
Itulah saat yang ditunggu- tunggu George.
Dengan sigap anak itu menyelinap tanpa ketahuan masuk ke dalam toko. Julian
membiarkan pintu terbuka sedikit ketika Ia masuk tadi, agar George dengan mudah
menyusup ke dalam tanpa menyebabkan lonceng di pintu berbunyi.
Dengan cepat George melintasi ruang toko, menyelinap masuk ke bagian belakang.
Pak Pradier saat itu berdiri membelakangi, karena sedang melayani Julian. Ia
sama sekali tidak sadar bahwa ada orang memasuki tokonya dengan diam-diam.
Dengan cepat George memperhatikan di kamar belakang yang dimasuki. Ia harus
menemukan tempat bersembunyi yang baik, tanpa membuang-buang waktu lagi. Memang
- Julian pasti tidak dengan segera memutuskan hendak membeli, untuk mengulur-
ulur waktu. Tapi walau begitu waktu tetap mendesak!
Kamar belakang itu lumayan besarnya. Dekat dinding sebelah kiri ada lemari besi
yang besar. Sedang di sisi dinding seberangnya ada dipan. Di tengah ruangan
terdapat sebuah meja dengan beberapa kursi. Lalu di dinding...
"Lemari pakaian!" kata George dalam hati. "Bagus! Itu tempat persembunyian yang
sangat baik bagiku!"
George semakin yakin bahwa Ia pasti bisa bersembunyi dengan aman di dalam lemari
itu, karena melihat topi dan mantel Pak Pradier di atas sebuah kursi. Jadi
sangat kecil kemungkinannya si Muka Bangkong nanti akan membuka lemari pakaian.
George cepat-cepat masuk ke dalam lemari itu lalu menutup pintunya. Tapi tidak
sampai rapat sekali. Nah - sekarang tinggal menunggu!
Dari suara-suara yang datang dari ruang toko di depan, George menarik kesimpulan
bahwa Julian akan pergi lagi, setelah menyelesaikan urusan pembeliannya.
Kemudian terdengar bunyi pintu ditutup dan dikunci. Pak Pradier menutup tokonya.
Tidak lama setelah itu Pak Pradier masuk ke kamar belakang. George mengintip
lewat celah pintu yang tidak tertutup rapat. Dilihatnya pedagang barang antik
itu menghampiri lemari besi. Dibukanya pintu lemari itu, dan dari dalamnya
diambil sebuah buku besar.
Nah - itu pasti buku kasnya, kata George dalam hati.
Pak Pradier pergi lagi ke depan, tanpa mengunci kembali pintu lemari besinya.
George merasa tahu pasti apa yang dikerjakan Pak Pradier saat itu. Orang itu
sibuk menghitung-hitung uang yang masuk hari itu Setiap orang yang lewat bisa
melihat orang itu, yang sedang membungkuk menghadapi meja pejualan sambil
membereskan buku kas. Kalau ia hendak pergi makan malam, biasanya Ia menurunkan
kerai besi model kuno yang ada di depan pintu dan jendela toko. Sampai saat
itu.. "Sampai saat itu aku sudah harus tahu apakah kalung mutiara itu ada di dalam
lemari besinya," gumam George.
Peluang untuk itu baik sekali. George sama sekali tidak menyangka bahwa si Muka
Bangkong akan membiarkan pintu lemari besinya tetap terbuka. Hal itu sangat
memudahkan niat George. Walau demikian jantungnya berdebar-debar karena ngeri,
membayangkan apa yang akan dikerjakannya saat itu. Debaran jantungnya begitu
keras, sehingga George sampai khawatir kalau-kalau terdengar oleh Pak Pradier.
George membuka pintu lemari pakaian. Badannya gemetar karena ngeri. Dengan hati-
hati remaja itu menyelinap. Ia menghampiri lemari besi, lalu melayangkan
pandangan ke dalam. Ia melihat sejumlah kotak dari berbagai ukuran serta amplop-amplop tebal. Dan di
salah satu sudut nampak sebuah kotak perhiasan berwarna biru puci. Kotak itu
mirip tempat kalung mutiara merah jambu. Tangan George sudah terjulur ke arah
kotak itu. ingin memastikan...
George tertegun, karena saat itu terdengar kursi berderik di ruang depan. Wah!
Pak Pradier bangkit dari kursinya. Pasti Ia akan kembali lagi kemari, kata
George dalam hati. George menahan napas. Keringat dingin membasahi keningnya.
Jantungnya berdegup-degup keras, menyesakkan dada. Bagaimana sekarang" Dengan
cepat George kembali ke tempat persembunyiannya. Untung masih sempat karena pada
saat itu juga si Muka Bangkong muncul kembali. Buku kas ditaruhnya lagi di dalam
lemari besi. Tapi pintu tempat penyimpanan itu belum dikuncinya kembali. Ia
pergi lagi ke depan. Tidak lama kemudian terdengar bunyi kerai besi diturunkan.
Nyaris saja George ketahuan! Ia tidak berani keluar lagi dari lemari tempatnya
bersembunyi untuk membuka kotak perhiasan tadi, lalu mengantunginya jika isinya
memang kalung mutiara yang dicuri. George tidak berani mengambil risiko.
Sementara itu Pak Pradier datang lalu kembali menghampiri lemari besi.
"Sialan!" umpat George dalam hati. "Sekarang lemari besi itu pasti akan
dikuncinya!" Tapi dugaannya meleset. Pedagang barang antik itu mengambil kotak perhiasan,
lalu membukanya. Dengan wajah puas dikeluarkannya kalung mutiara yang terdiri
dari dua untai, lalu dielus-elusnya, sementara George memandang dengan mata
terbelalak. Pak Pradier dikejutkan oleh pesawat telepon tiba-tiba berdering. Ia tersentak,
lalu buru-buru mengembalikan kalung beserta kotaknya ke dalam lemari besi.
Pintunya cepat-cepat ditutup, dan kini juga dikunci. Bunyinya terdengar jelas.
George merasa geram. Kini Ia sudah tahu dengan pasti di mana kalung mutiara itu.
Tapi perhiasan itu rasanya mustahil bisa diambil. Kemarahannya menyebabkan rasa
ngeri langsung lenyap. Ia tidak bisa berbuat apa-apa, selain menunggu. Saat itu
didengarnya suara Pak Pradier berbicara. Mata George terbelalak lebar karena
heran... "Halo! Ah, Anda rupanya yang menelepon, Hatsumoto! Kenapa saat ini Anda
menghubungi aku" Aku baru saja menutup toko. Kusangka tadi seorang pelanggan.
Jangan Anda hubungi aku di luar waktu yang sudah kita sepakatkan! Itu terlalu
berbahaya! Ya, ya, aku tahu - Anda selalu berhati-hati. Tapi bicara sedikit saja
bisa menyebabkan rencana paling hebat pun akhirnya gagal! - Tidak, tentu saja
tidak! Polisi tidak tahu apa-apa tentang bisnis kita. Bagaimana" - Anda
menanyakan apakah kiriman itu kuterima" Dengar baik-baik, Hatsumoto! Ini yang
terakhir kalinya Anda serta teman-ternan Jepang Anda menghubungi aku di luar
rencana. Mengerti?" Setelah itu agak lama juga Pak Pradier berdiam diri. Rupanya Ia sedang
mendengarkan kata-kata orang Jepang teman bicaranya. Kemudian ia menjawab.
"Anda kan tahu bahwa Anda tinggal melihat - dalam etalase, untuk mengetahui
apakah ada kiriman mutiara lagi atau tidak! Dengan begitu kita tidak perlu
berbicara lagi - baik secara langsung maupun lewat telepon, karena itu bisa
berbahaya bagi kita. Sudah mengerti sekarang" Haruskah segala-galanya kujelaskan
sekali lagi" Jika Anda melihat bahwa ada kiriman baru, baru Anda menelepon dan
bertanya singkat, 'Berapa"' Lalu akan kusebutkan
Anda akan menerima mutiara itu apabila membayar sebanyak yang kusebutkan!"
Terdengar bunyi gagang telepon diletakkan kembali ke tempatnya. Saat itu George
menyadari bahwa Muka Bangkong bukan hanya orang yang karena ada peluang baik
lantas mencuri perhiasan. Orang itu rupanya pedagang gelap yang menjual
mutiara . besar-besaran. Itu membuatnya lebih berbahaya lagi karena Ia sangat
licin! George tahu bahwa mutiara asli dari Jepang sangat tinggi harganya di
pasaran internasional. Hal itu terutama disebabkan oleh bea tinggi yang
dikenakan. Mungkinkah Pak Pradier itu, penyalur mutiara yang diselundupkan dari
Jepang" Bermacam-macam hal memenuhi pikiran George saat itu. Tapi satu hal jelas
baginya: jika Pak Pradier sampai tahu bahwa George mengintainya dan kini sudah
mengetahui bisnis gelapnya, pasti orang itu tidak akan mengambil tindakan
setengah-setengah. Kalau melihat tampangnya, ia pasti takkan segar menyingkirkan
George! Belum pernah remaja bandel itu mengalami situasi seberbahaya saat itu.
Mau tidak mau ia bergidik.
Aku pasti bisa keluar dari situasi ini dengan selamat, katanya pada dirinya
sendiri, untuk menabahkan hati. Dan Ia bahkan meyakininya!
Sementara itu Pak Pradier masih duduk sesaet sambil merenung. Kemudian Ia masuk
lagi ke kamar belakang. Dibukanya pintu lemari besi. Kalung mutiara curiannya
dimasukkan kembali ke dalam kotaknya. Setelah itu dikuncinya kembali pintu
lemari besi. Lewat celah pintu lemari pakaian tempatnya bersembunyi, George melihat orang itu
memakai topinya sambil meraih mantel. George merasa lega. Sebentar lagi situasi
akan sudah aman baginya. Beberapa menit lagi menunggu, dan sesudah itu Ia bisa
pergi dari tempat itu. Sepupu-sepupunya pasti sudah menunggu-nunggu
kemunculannya kembali dengan perasaan tidak sabar. Begitu pula Timmy.
Tapi si Muka Bangkong yang sudah melangkah pintu, tahu-tahu berhenti.
"Mantel ini terlalu panas. Lebih baik kupakai saja mantel hujan yang tipis!"
gumam orang itu pada diri sendiri.
George merasa jantungnya seakan berhenti karena kaget. Nah, sekarang habislah
riwayatnya. Itulah yang ditakutinya sejak tadi! Penjahat itu pasti akan membuka
pintu lemari pakaian, lalu... George meringkuk di sudut belakang lemari.
Dikerutkannya badan sampai sekecil mungkin. Waktu seakan-akan merayap saat itu.
"Ah, untuk apa!" terdengar suara Pak Pradier menggerutu seorang diri. "Siapa
tahu, bisa saja hawa akan menjadi lebih sejuk nanti!"
Orang itu meninggalkan ruangan, setelah mematikan lampu. Sesaat kemudian
terdengar bunyi pintu depan dikunci. Dengan tubuh yang masih gemetar karena
takut, George keluar dari persembunyiannya.
Ia mendesah lega. "Aduh - takutnya aku tadi! Entah bagaimana nasibku, jika sampai ketahuan. Lebih
baik tak usah kuingat-ingat lagi. Tapi kalau kubayangkan kalung mutiara milik
Arlette ada dalam lemari besi itu.."
George pergi ke dinding seberang, sambil berjingkat-jingkat. Di samping dipan
yang terdapat di situ ada sebuah pintu kecil. George tahu bahwa di balik pintu
itu ada tangga menuju ke ruang bawah tanah, di mana Pak Pradier menyimpan
barang-barang dagangannya yang tidak dipajang dalam toko. George mengetahuinya,
karena hari-hari sebelumnya sudah menanyai wanita pengurus gedung sebelah.
Wanita itu selain suka mengobrol, ternyata juga mengenal baik segala lekuk liku
gedung yang dijadikan toko oleh Pak Pradier
George tidak bekerja asal jadi saja. Segalanya sudah direncanakan sebaik
mungkin. Ia juga tahu bahwa lewat sebuah tingkap dalam ruangan bawah tanah itu,
Ia akan sampai di sebuah lorong kecil di samping toko. Lubang tingkap itu
sempit, tidak mungkin bisa dilewati orang dewasa. Tapi untuk George...
Beberapa saat kemudian remaja bandel itu sudah ada di luar. Celananya robek
karena tersangkut ketika memanjat ke luar lewat lubang tingkap tadi. Ia berlari
ke jalan sebelah depan. Dengan napas tersengal-sengal dihampirinya anak-anak
yang menunggu di situ. Semua menyambutnya dengan gembira - termasuk Timmy.
"Akhirnya kau muncul juga!" seru Dick. "Kami tadi sudah waswas terus. Apa yang
kautemukan di dalam" Cepat, ceritakan!"
Tapi Julian memutuskan bahwa lebih baik itu dilakukan jika sudah sampai di
rumah. Sehabis makan malam mereka berkumpul di kamar tidur yang ditempati Ju dan
Dick, untuk mendengar laporan George. Lama juga Ia bercerita.
"Jadi Pak Pradier itu ternyata penjahat besar - kecuali pencuri, juga pedagang
mutiara gelap," kata Julian setelah George selesai menuturkan penglIamannya.
"Tokonya dijadikan kedok bagi bisnisnya yang melanggar hukum!"
"Ia harus tertangkap basah oleh polisi, supaya bisa diseret ke pengadilan," kata
Dick. "Itu kan tidak gampang," keluh Anne.
"Memang," kata George sambil mengangguk, "tapi juga bukan tidak mungkin! Dari
pembicaraan telepon antara Pak Pradier dengan salah seorang kawanannya - yang
sudah kuceritakan pada kalian - kita sekarang mempunyai satu pegangan yang
sangat penting...." "Apa itu?" tanya Dick.
"Pak Pradier memberi tanda pada etalasenya bila ada kiriman baru. Jadi kita
harus lebih seksama lagi mengamat-amati toko barang antik itu, untuk melihat
apakah nampak perubahan di situ."
"Ya, itulah yang akan kita lakukan!" kata Julian menegaskan.
Setelah itu mereka langsung tidur, karena sudah capek sekali.
Bab XIV PENGINTAIAN KEESOKAN paginya keempat remaja itu melanjutkan panyelidikan. Mereka mengamat-
amati etalase toko Pak Pradier. Tapi sia-sia - mereka tidak melihat perubahan
apa pun di situ. Dick bahkan memotret pajangan di situ supaya bisa dengan tenang
meneliti perubahan yang mungkin ada.
Besoknya hari Minggu. Jadi anak-anak tidak perlu bertugas, karena pada hari itu
toko-toko tidak ada yang buka. Karenanya mereka melancong ke kebun binatang.
Mereka bersenang-senang di situ. Tapi tahu-tahu mereka melihat Pak Pradier. Si
Muka Bangkong berdiri di suatu belokan. Ia sedang bercakap-cakap dengan seorang
Jepang bertubuh pendek. Orang asing itu menyerahkan sebuah bungkusan kecil pada
Pak Pradier. Semangat petualangan Lima Sekawan langsung timbul. Apakah isi bungkusan itu"
"Kita memencar, lalu membuntuti kedua orang itu." kata Julian memutuskan dengan
cepat, sambil memberi isyarat pada saudara-saudaranya.
Tapi rencana mereka gagal, karena keisengan seekor monyet nakal. Tahu-tahu
Timrny mendengking kesakitan. Rupanya Ia terlalu dekat menghampiri kandang
monyet. Seekor simpanse mengulurkan lengannya yang panjang dari balik terali,
menangkap ekor Timmy, lalu menyentakkannya kuat-kuat. Dengan cepat orang-orang
yang ada di sekitar situ mengerumuni Timmy yang melolong-lolong kesakitan.
Mereka tertawa geli. Ada yang berusaha mengalihkan perhatian simpanse nakal itu,
tapi ada juga yang malah menertawakan Timmy. George berteriak-teriak marah. Tapi
Ia tidak bisa menolong Timmy. UntungIah, seorang penjaga datang berlari-lari,
lalu membebaskan Timmy dari siksaan itu.
Kejadian itu menyebabkan anak-anak melupakan Pak Pradier. Ketika keributan sudah
reda, barulah mereka teringat lagi. Mereka mencari-cari pedagang barang antik
itu serta orang Jepang teman bicaranya tadi. Tapi keduanya sudah tidak ada lagi
di situ. "Wah, sayang," desah Dick. "Coba kita jadi membuntuti mereka, mungkin
penyelidikan kita bisa maju sedikit."
"Bungkusan tadi," gumam Anne, seolah-olah berbicara pada dirinya sendiri, "siapa
tahu, mungkin isinya kiriman mutiara yang baru."
"Mungkin juga," kata George. Ia mengelus-elus Timmy, yang masih belum pulih dari
kagetnya. "Mungkin hari Minggu merupakan saat yang mereka sepakatkan guna
menyerahkan kiriman! Dan kebun binatang memang merupakan tempat yang sangat baik
untuk itu, karena tidak ada yang memperhatikan."
"Kalau Pak Pradier tadi benar menerima kiriman," kata Julian menyimpulkan, "maka
besok ia pasti akan memasang salah satu tanda tertentu di etalasenya. sebagai
isyarat." "Mungkin juga ia bahkan meletakkan mutiara-mutiara itu di situ - misalnya saja
dalam salah satu kotak hias," kata George sambil merenung.
Setelah itu mereka pulang dengan lesu. Semangat mereka baru bangkit kembali
ketika mendengar suatu kabar lewat siaran berita di televisi, di mana
diberitakan tentang banjir mutiara dari Asia, yang diselundupkan dengan cara
yang sangat licin. Kemungkinan besar mutiara-mutiara itu berasal dari Jepang.
"Itu dia!" kata George. Ia menepuk kening. "Sekarang aku sudah tidak ragu lagi -
si Muka Bangkong pasti termasuk kawanan penyelundup itu!"
"Orang itu sangat menyukai mutiara. Itu terbukti dari kalung mutiara yang
dicurinya dari Arlette," kata Julian dengan nada serius. "Pak Pradier rupanya
tahu betul nilai mutiara. Ia tahu bahwa dengan cara begini ia bisa menjadi kaya
raya!" "Tapi bagaimana kita bisa membongkar kedoknya?" tanya Anne. "Kesaksian George
Lima Sekawan Menyergap Penyelundup Mutiara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saja sudah jelas belum mencukupi."
"Itu benar" kata Dick mengiakan. "George bisa saja menyampaikan laporan pada
polisi - tapi apakah ia akan dipercaya, itu soal lain."
Julian menggeleng. "Menurut hukum, itu belum mencukupi," katanya. "Polisi memerlukan bukti-bukti,
atau setidak-tidaknya kecurigaan yang beralasan kuat terhadap seseorang. Kalau
itu ada, barulah mereka bisa melakukan penggeledahan di tempatnya."
Keempat remaja itu bingung. Mereka sangat ingin bisa berbuat sesuatu sehingga
kalung mutiara merah jambu itu kembali pada pemiliknya yang sah, yaitu Arlette,
dan sekaligus membuka kedok pencurinya yang ternyata juga penyalur mutiara
selundupan. "Satu-satunya yang bisa kita lakukan ialah terus mengamat-amati si Muka Bangkong
serta tokonya. Besok pasti kan ada sesuatu yang berubah pada etalasenya" kata
Julian. Malam itu Lima Sekawan tidak bisa tidur enak. karena memikirkan Pak Pradier.
Benarkah ketika di kebun binatang itu Ia menerima kiriman mutiara selundupan
yang baru" *** Keesokan paginya mereka bergegas-gegas melakukan pengintaian lagi terhadap toko
barang antik Pak Pradier. Mereka tercengang, ketika melihat pajangan etalase di
situ sudah berubah sama sekali. Anak-anak mengintai dari tempat yang dulu, di
balik tonggak iklan. Anne disuruh memperhatikan etalase itu dari dekat. Beberapa
saat kemudian ia kembali dengan wajah merah karena bersemangat.
"Kubandingkan pajangan etalase yang sekara dengan foto yang dibuat oleh Dick,"
kata Anne. "Barang-barangnya semua sama, cuma letaknya saja yang diubah-ubah.
Tapi ada juga beberapa barang lain sebagai tambahan."
"Barang apa?" tanya George bergairah.
"Beberapa kotak kecil dengan hiasan kulit kera itu, cendera mata dengan tulisan
nama kota." "Ihh!" kata Dick sambil bergidik. "Aku paling tidak suka pada barang-barang
murahan seperti itu."
"Cendera mata seperti itu kini sudah jarang dijual karena sudah tidak mode
lagi," gumam George sambil berpikir-pikir. "Aneh - kenapa Pak Pradier
memajangnya, ya?" Julian hanya mengangkat bahu.
"Mungkin ia membelinya dengan harga murah dari pedagang lain yang terpaksa
menghentikan usahanya." Ia tertegun, lalu menyambung, "He! Coba lihat itu!"
Dan tempat pengintaian mereka, anak-anak melihat seorang laki-laki beringsut-
ingsut di depan kaca etalase toko Pak Pradier. Orang itu bertubuh kecil dan
langsing. "Kelihatannya seperti orang Jepang!" kata Dick berbisik. "Wah - ia masuk!
Sebentar, akan kita amati dengan teropong!" Sesaat kemudian Ia berseru dengan
nada kaget, "Pak Pradler mengambil kotak cendera mata yang diceritakan Anne tadi
dari etalase. Wah, aku tidak bisa melihat meja penjualan, karena ruangan itu
terlalu gelap. Nah, sekarang orang keluar lagi! Ia mengepit sebuah bungkusan
berbentuk persegi empat. Isinya pasti kotak berhias kulit kerang itu!
"Kalian perhatikan tidak tadi - ketika masuk, membawa bungkusan lain, yang
ukurannya besar!" kata George bersemangat. "Rupanya di tukarkan dengan bungkusan
yang dibawanya sekarang!" Kening George berkerut, tandanya Ia berpikir sejenak.
Kemudian Ia menambahkan, "Jika itu kotak berisi mutiara, maka kemungkinan
bungkusan yang dibawanya tadi berisi uang pembayarannya. Kalau pun tadi ada
orang lain di dalam toko, pertukaran kedua bungkusan itu pasti takkan
diperhatikan. Semuanya berlangsung cepat, dan tidak menyolok."
"Tapi kalau begitu Pak Pradier takkan sempat menghitung uang yang diterima!"
kata Anne dengan heran. "Itu memang tidak perlu!" kata Julian menjelaskan. "Sesama penjahat harus saling
bisa mengandalkan! Hukuman bagi penipuan di kalangan penjahat lebih keras dan
kejam, dibandingkan dengan yang dijatuhkan oleh pengadiIan.."
"Tapi apa yang harus kita lakukan sekarang?" sela Dick dengan nada kurang sabar.
"Kita kan tidak bisa membuntuti orang Jepang itu, lalu merampas kotak yang
berisi mutiara itu!"
"Memang, kita tidak bisa melakukannya," kata George. "Kita awasi terus toko itu
- lalu kita lihat saja nanti bagaimana kelanjutannya!"
Bab XV MENGATUR SIASAT KEEMPAT remaja itu meneruskan pengintaian mereka. Di antara orang-orang yang
memasuki toko Pak Pradier ada tiga yang menimbulkan kecurigaan. Dua orang Asia
dan seorang Eropa. Mereka datang dengan membawa bungkusan atau amplop besar yang
dikepit, dan ketika keluar lagi, ketiga-tiganya ternyata menjinjing kotak
cendera mata jelek yang diberi hiasan kulit kerang. Sedang barang bawaan semula
tidak ada lagi pada mereka!
"Jelas bahwa orang-orang itu terlibat dalam salah satu bisnis yang
mencurigakan," kata George.
"Kurasa bukan mencurigakan lagi, tapi sudah pasti kejahatan. Tapi sayangnya,
kita belum mempunyai bukti nyata mengenainya" kata Julian dengan sikap
bersungguh-sungguh. "Kau benar, Ju! Tapi aku sudah bertekad akan mengusahakan pembuktiannya!" kata
George. "Itu boleh saja, tapi dengan cara bagaimana?" tan Julian.
"Soal itu pun sudah kupikirkan!" George menatap Julian sambil tertawa. "Menurut
rencanaku, Anne akan mengadakan pengusutan lagi!"
"Aku?" seru Anne ketakutan.
"Jangan takut, kau takkan apa-apa" kata George menenangkan. "Yang jelas, selama
ini kaulah di antara kita berempat yang paling kecil kemungkinannya akan
dikenali si Muka Bangkong. Ia kan boleh dibilang tidak perneh melihatmu dengan
jelas." Sementara itu George sibuk mencari-cari dalam tas yang dipakai untuk
mengangkutTimmy sewaktu naik kereta bawah tanah. Setelah menemukan barang yang
dicari, ia meneruskan, "Aku membawa rambut palsu berwarna hitam ini, yang
kaupakai dalam pesta karnaval yang lalu. Dengan rambut palsu ini tampangmu jadi
lain kelihatannya. Pasti Pak Pradier takkan mengenalimu lagi!"
"Tapi apa yang harus kulakukan nanti, George?" tanya Anne. Nada suaranya jauh
dari bergairah. "Tugasmu gampang! Kau masuk ke toko si Muka Bangkong seperti pembeli biasa.
Katakan padanya bahwa kau ingin membeli kotak cendera mata yang bagian luarnya
dihiasi dengan kulit kerang."
"Betul-betul cuma itu saja?" kata Julian mencampuri pembicaraan. Ia tidak ingin
adiknya terjerumus ke dalam bahaya.
"Ya - hanya itu saja! Sama sekali tidak ada bahayanya. Aku ingin tahu bagaimana
reaksi Pak Pradier nanti. Apakah Ia akan menjualnya - yang menurutku tidak
mungkin - atau Ia menolak! Nah, kalau itu yang terjadi, kita akan tahu bahwa
kecurigaan kita ternyata beralasan. Pergilah sekarang, Anne. Dan tenang-tenang
saja, jangan gugup!"
Kasihan Anne! Tampangnya sudah berubah sama sekali, setelah mengenakan rambut
palsu berwarna hitam serta kaca mata gelap. Ia menyeberang dengan langkah
lambat-lambat, menuju ke toko Pak Pradier. Perasaannya saat itu jauh dari
tenang. Dengan sikap sangsi Ia masuk ke dalam toko. Pak Pradier hanya seorang
diri saja di situ. Orang itu langsung memamerkan senyuman pedagang, begitu Ia
melihat seorang gadis remaja masuk.
"Kau ingin beli apa?" tanyanya.
"Saya ingin membeli cendera mata dari daerah sini" kata Anne dengan mantap, lalu
berpaling dan memperhatikan etalase. Ia berbuat seolah-olah sedang memilih.
Kemudian Ia menuding kotak yang dihiasai dengan kulit kerang. "Nah, itu! Kotak
hias yang kecil itu, kelihatannya menarik!"
"Wah - sayang, itu tidak dijual!" kata Pak Pradier dengan cepat. "Aku menaruhnya
di situ sebagai pajangan saja. Pilihlah yang lain. Bagaimana kalau ini" Kalung
dan gelang yang indah ini sama sekali tidak mahal harganya!"
"Tidak," kata Anne, "saya ingin membeli salah satu dari kotak-kotak hias itu.
Betul-betul tidak bisa dibeli Pak?"
"Yah, sayang sekali, tapi memang tidak untuk dijual...."
Anne tidak bersikeras. Ia mengangkat bahu, lalu berpaling ke arah pintu. Pak
Pradier mengantarnya sampai ke depan. Sikapnya seperti ingin agar Anne cepat-
cepat pergi. Anne mengambil jalan memutar agar tidak menimbulkan kecurigaan Pak
Pradier, bila pedagang itu masih memperhatikannya. Anne kembali ke tempat
saudara-saudaranya, setelah mengelilingi satu blok.
George, Dick, dan Julian berseru serempak, begitu mereka mendengar laporan Anne.
"Wah, jadi Ia menolak! Ia menolak!"
"Kalau begitu dugaanku ternyata tepat!" sambung George dengan sikap puas. "Kita
tidak boleh membuang-buang waktu lagi sekarang! Kita harus cepat pulang! Aku
ingin mengambil beberapa barang yang kuperlukan. Kita harus bertindak dengan
segera sebelum seluruh kotak hias itu berpindah tangan!'
George menjelaskan rencananya dalam perjalanan pulang.
"Aku akan menyamar seperti Anne tadi, lalu mencoba membeli salah satu kotak itu.
Mungkin aku nanti bisa meneliti salah satu di antaranya dengan agak cermat.
Tidak Tim - kau tidak bisa ikut. Kau harus menunggu aku di sini - mengerti?"
Tidak lama kemudian George sudah berdiri di depan toko Pak Pradier. Ia menyamar
sebagai pemuda Irlandia yang berambut merah, serta muka penuh bintik yang
dibuatnya dengan cat air. Dengan logat Irlandia yang kentara, Ia bertanya pada
pemilik toko itu. "Selamat pagi! Saya ingin membeli sesuatu yang bagus, untuk adik di Dublin. Anda
punya apa saja?" Sambil berbicara diperhatikannya barang-barang yang dipajang di
etalase. Tinggal dua kotak hias yang masih ada di situ.
"Silakan pilih sendiri, Anak muda!" kata Pak Pradier sambil tersenyum lebar.
Pemuda gadungan itu menuding salah satu kotak yang berhiaskan kulit-kulit
kerang. "Kotak kecil itu! Itu hadiah yang tepat untuk adik saya!"
"Wah, sayang - kotak itu tidak dijual."
George yang menyamar sebagai pemuda Irlandia, mengernyitkan muka.
"Aduh, sayang," katanya dengan nada menyesal. "Tapi barangkali..."
Ia tidak rnenyelesaikan kalimatnya, karena saat itu ada orang memasuki toko
dengan sikap tergesa-gesa. Ia mengepit sebuah amplop besar berwarna kelabu.
"Saya ingin kotak itu!" desak George dengan suara lantang, sambil melirik ke
arah laki-laki yang baru masuk. Dilihatnya orang itu terkejut. Sedang Pak
Pradier menggigit bibir, menunjukkan kejengkelannya.
"Kan sudah kukatakan tadi bahwa barang itu tidak untuk dijual, Anak muda! Pilih
saja yang lain!" Akhirnya George memilih suatu cendera mata yang murah, lalu pergi meninggalkan
toko. Tapi setelah beberapa langkah, Ia berhenti sambil menoleh ke arah etalase.
Dilihatnya salah satu kotak hias yang dipajang di situ sudah tidak ada lagi. Dan
tidak lama kemudian laki-laki yang masuk tadi meninggalkan toko sambil memegang
sebuah bungkusan kecil. Ia tidak lagi mengepit amplop besar yang tadi. Pak
Pradier tersenyum-senyum, mengantarkan orang itu sampai ke pintu.
George bergabung kembali dengan saudara-saudaranya dibelakang tonggak iklan. Ia
masih memakai rambut palsu yang merah.
Sebelumnya Ju, Dick, dan Anne sudah pergi ke pasar loak yang ada di dekat situ.
Berbagai barang bekas dijajakan di tempat itu. Setelah agak lama mencari-cari,
akhirnya Anne secara kebetulan saja melihat kotak kecil yang bentuknya mirip
dengan yang dipajang di etalase Pak Pradier.
"Eh - Iihatlah, ini ada kotak yang bentuknya mirip dengan yang dipajang di
etalase Pak Pradier!" katanya. "Mirip sekali, termasuk tulisan nama kotanya. Dan
nampaknya seperti baru!"
"Hebat!" kata Dick bersemangat. "Kita beli saja kotak itu; lalu cepat-cepat
pergi. Jangan-jangan George sudah menunggu kita!"
Mereka naik taksi, karena agak lama juga mereka mencari-cari di pasar loak itu.
Ternyata George memang sudah lebih dulu ada di tempat yang disepakatkan. Nampak
jelas bahwa Ia sudah tidak sabar lagi. Sikapnya sangat gelisah. Ia Iangsung
menyongsong sambil berseru-seru begitu ia melihat ketiga sepupunya bergegas
turun dari taksi. "Bagaimana" Berhasil tidak" Kalian datang tepat pada waktunya. Tinggal satu
kotak lagi yang masih ada di etalase!"
"Nih, hasil usaha kami!" seru Julian dengan bangga, sambil mengacungkan kotak
yang dibeli di pasar loak.
George meneliti kotak itu sebentar.
"Bagus! Kelihatannya persis seperti kotak jelek yang dipajang di etalase itu!"
katanya kemudian. "Sekarang penentuannya," kata George lagi. Ia mendesah. "Agak ngeri juga rasanya
melakukan rencanaku itu!"
"Hati-hati," kata Anne dengan nada cemas. George mengangguk. Sikapnya serius
sekarang. Kotak yang baru dibeli ketiga sepupunya itu dimasukkan ke dalam tas.
Setelah itu Ia berjalan dengan Iangkah mantap, kembali ke toko Pak Pradier,
dilkut. pandangan saudara-saudaranya. Mereka agak cemas. karena rencana George
besar sekali risikonya! George sudah membulatkan tekad. Ia harus berhasil mengetahui rahasia yang
tersimpan dalam kotak-kotak cendera mata itu. Ia hendak menukarkan kotak
terakhir yang masih ada di etalase dengan kotak yan dibeli sepupu-sepupunya di
pasar loak. Ia harus berhasil - demi Arlette serta Mona!
George bernasib mujur. Ketika ia masuk, Pak Pradier sedang sibuk melayani dua
wanita muda yang nampaknya bimbang memilih-milih perhiasan. Pak Pradier masih
sempat melihat 'pemuda' Irlandia masuk. Tapi selanjutnya tidak sempat
memperhatikan lagi. George menghampiri etalase toko dengan sikap santai, seolah-
olah hendak memperhatikan barang-barang yang dipajang di situ. Kesempatan baik
saat Pak Pradier sibuk menghitung uang kembalian untuk kedua wanita muda tadi
dimanfaatkan oleh Georga Dengan cepat tangannya sudah meraih kotak yang ada di
etalase dan ditukarnya dengan kotak yang dibawa. Setelah itu Ia mengambil sebuah
patung keramik berukuran kecil yang juga dipajang di tempat itu. Dibawanya benda
itu ke kassa. "Saya ingin membeli patung lucu ini," katanya dengan logat Irlandia yang
kentara. Setelah membayar, Ia pun bergegas-gegas meninggalkan toko. Di pintu ia nyaris
saja bertabrakan dengan seorang laki-laki berpakaian anggun, yang saat itu
masuk. George mendesah lega, ketika sudah kembali di tempat saudara-saudaranya
menunggu. "Berhasil!" katanya sambil menunjukkan kotak yang diambilnya tadi. "Nyaris saja
aku terlambat. Lihat saja sendiri!"
Anak-anak mengintip dari balik tonggak iklan tempat mereka mengintai. Mereka
melihat Pak Pradier mengambil kotak yang tinggal satu di etalase, yaitu kotak
yang diletakkan George di situ.
"Sayang kita tidak bisa melihat tampang orang yang membelinya apabila Ia membuka
kotak itu nanti," kata George sambil tertawa puas. "Pak Pradier pasti akan
didamprat habis-habisan olehnya nanti!"
"Bagaimana jika kita membuntuti orang itu?" kata Anne mengusulkan, sambil
menuding laki-laki yang saat itu nampak keluar dari toko Pak Pradier. "Mungkin
dengan begitu kita bisa mengetahui siapa sebenarnya. Kita akan bisa membuka
kedok seorang kawanan Pak Pradier!"
"Itu gagasan yang bagus sekali !" kata Julian dengan bersemangat. "Yuk, kita
ikuti dia!" Keempat remaja itu berjalan agak jauh di belakang laki-laki berpakaian anggun
itu. Mereka berjaga-jaga, jangan sampai ketahuan olehnya. Ternyata orang itu
masuk ke dalam sebuah toko perhiasan yang mewah. Toko itu termasuk yang paling
besar dan juga terkenal di kota itu. Orang tadi berjalan dengan langkah pasti,
langsung menuju ke bagian belakang toko, lalu masuk ke kamar belakang. Anak-anak
langsung menarik kesimpulan bahwa orang itu pasti pemilik toko itu!
"Pertanyaan kita tadi sudah terjawab!" kata Julian. "Benar-benar keterlaluan! Si
Muka Bengkong menjual mutiara setundupannya pada kalangan pedagang resmi !"
"Sekarang kita tinggal menjebaknya saja," kata Dick. "Dan untuk itu kita akan
dibantu oleh kotak yang kautukar tadi, George!"
"Mudah-mudahan saja berhasil" kata George. "Aku tidak ingin sekali lagi
menghadapi risiko seperti tadi.
Yuk, kita pulang saja dulu sekarang!"
Bab XVI RAHASIA PAK PRADIER TERBONGKAR
TIMMY menyongsong George dengan gembira. Anjing itu melonjak-lonjak mengelilingi
tuannya. Anak-anak masuk ke kamar Ju dan Dick, karena masih ada waktu sedikit
sebelum makan malam. Dengan cepat George melepaskan samarannya, lalu
mengeluarkan kotak cendera mata berhias kulit kerang dari dalam tas. Keempat
remaja itu memandang kotak itu dengan perasaan ingin tahu.
"Makin jelek saja rupanya, dilihat dari dekat begini," kata Dick.
"Kita tidak boleh terlalu terpengaruh oleh apa yang nampak di luar" kata Julian
sambil tertawa.
Lima Sekawan Menyergap Penyelundup Mutiara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah itu semuanya membisu. Sekarang tinggal mengangkat tutup kotak itu saja
lagi, dan mereka akan mengetahui rahasia tindak-tanduk Pak Pradier! Tapi semua
nampak seakan-akan bersikap ragu.
"Ayo buka - cepat!" desak Anne.
Julian mengguncang-guncang kotak itu dengan hati-.hati.
"Tidak ada yang bergerak di dalamnya!" katanya. "Aku tidak mendengar apa-apa."
mukanya memucat. "Kita ini benar-benar konyol," kata George menggerutu. Ia mengungkit kancing
kotak itu dengan ujung ibu jarinya sehingga terbuka. Tutupnya diangkat. Seketika
itu juga terdengar seruan kecewa keluar dari mulut keempat remaja itu. Timmy
menggonggong - rupanya untuk menyatakan bahwa ia pun ikut kecewa, karena gonggongannya berakhir dengan lolongan.
Kotak itu kosong! Kelirukah Lima Sekawan" Apakah segala kecurigaan mereka ternyata berdasarkan
khayalan mereka sendiri saja" Mereka sibuk berembuk, setelah agak pulih dari
rasa kaget. Pasti ada sesuatu yang lolos dari perhatian mereka.
"Tidak!" seru George. Segala kesangsian ketiga sepupunya ditolak dengan kibasan
tangan. "Mustahil! Kita tidak keliru! Mutiara selundupan itu harus ada dalam
kotak jelek ini!" Anne menyapukan jari-jarinya pada sisi dalam kotak itu, yang dilapisi kertas
murahan yang dihiasi gambar bunga-bunga. Sisi dalam itu rata, tanpa benjolan
sedikit pun. "Mungkin dasarnya ada dua lapis," kata Julian menduga.
Dick merobek kertas pelapis bagian dalam dengan gerakan kasar. Ibu jarinya
menekan dasar kotak kardus itu, hingga tembus.
"Ini bukti jelas!" serunya. "Dasarnya terdiri dari satu lapis! Kita keliru! Lima
Sekawan ternyata bukan detektif yang hebat!"
"Jangan cepat-cepat bilang begitu, Dick," kata George sambil mengambil kotak
hias yang sudah rusak dasarnya.
"Jika pada kotak ini ada sekat tersembunyi, maka mungkin letaknya pada tutup
atau sisinya," katanya sambil meneliti.
Tapi Julian menggeleng. "Tidak mungkin - karena kelihatannya begitu tipis!"
"Barangkali di bawah kulit-kulit kerang," kata Anne menebak. Wajah George
langsung berseri lagi. Ujung pisau yang dipinjamnya dan Dick diselipkannya
dengan hati-hati ke bawah salah satu kulit kerang yang menempel pada dinding
luar kotak, sementara saudara-saudaranya ikut memperhatikan dengan napas
tertahan. Cangkang kerang itu terlepas. Tapi di bawahnya ternyata tidak ada
benda yang dengan diam-diam diharapkan oleh George akan ditemukan di situ. Anne
mengambil cangkang yang tertutup itu, lalu mengguncang-guncangnya. Ia tidak
mendengar bunyi apa-apa di dalamnya. Sambil mengeluh diletakkannya kulit kerang
itu ke meja. "Coba periksa yang lain!" kata Dick menyarankan.
George mencongkel cangkang-cangkang yang dilem pada sisi luar kotak hias itu
satu demi satu. Tapi ia tetap tidak berhasil menemukan mutiara barang satu pun
di situ. Kotak hias itu terletak di atas meja, dikerumuni anak-anak. Yang tinggal hanya
kerangkanya saja, yang terbuat dari kardus tipis. Kotak itu biasa-biasa saja
sedikit pun tidak menyimpan rahasia. Kulit kerang yang semula menempel sebagai
hiasan, kini teronggok di atas meja. Tiba-tiba George tidak bisa menahan
kekesalan hatinya. Dipukulkannya kepal tinjunya pada kotak itu, sehingga menjadi
pipih. "Kotak sialan!" teriaknya dengan marah. "Dan ini juga, kerang-kerang brengsek
ini. Kubeginikan saja enaknya!" George mengayunkan tangan, menyapu onggokan
cangkang kerang di atas meja sampai jatuh bertebaran ke lantai. Ketiga sepupunya
memandang perbuatan George dengan perasaan kecut dan heran. Hanya Timmy yang
salah mengerti. Ia mengira George mengajaknya bermain-main, yaitu menyuruhnya
mengambil kulit kerang yang ditepiskan. Timmy meloncat dengan sigap. Disambarnya
sebuah cangkang yang terpental.
Cangkang biasanya keras. Tapi yang disambar Timmy tidak, karena ternyata
langsung pecah begitu digigit oleh anjing itu! Anjing itu buru-buru meludahkan
pecahannya ke lantai. Tampangnya nampak sangat bingung. Anak-anak tertawa geli
melihatnya, walau saat itu mereka sebenarnya sedang dilanda rasa kecewa. Tapi
tiba-tiba George berseru kaget, lalu membungkuk untuk memungut sesuatu dan
lantai. Ia menegakkan diri lagi, sambil memperlihatkan sesuatu yang putih
kemilau di telapak tangannya.
"Ini - Iihatlah!" katanya dengan suara gemetar karena gembira.
"Sebutir mutiara!" seru Anne. "Aduh, indahnya!"
Dick bersorak-sorak karena sangat gembira.
"Astaga!" desah Julian. Diambilnya mutiara yang cemerlang itu, lalu diamat-amati
dari dekat. "Rupanya ditempelkan ke sisi dalam cangkang!" katanya.
Keempat remaja itu merangkak-rangkak, mengumpulkan butir-butir mutiara yang
terserak ke mana-mana. Setelah itu dengan cermat sekali mereka meneliti cangkang
demi cangkang. Akhirnya semua mutiara berhasil mereka kumpulkan. Jumlahnya dua
belas butir. George sangat gembira. Timmy dipeluknya erat-erat.
"Kau memang anjing hebat, Tim. Kau berjasa besar, membantu kami! Akhirnya kita
berhasil juga menemukan bukti bahwa Pak Pradier sebenarnya penyelundup ulung.
Jadi dalam kotak-kotak jelek inilah Ia menyembunyikan butir-butir mutiara yang
diselundupkan padanya. Dan para pembeli barang-barang, selundupan memang tinggal
melihat saja ke etaIasenya, kalau ingin mengetahui apakah ada kirim mutiara
untuk mereka atau tidak!"
George mengangkat kedua kaki depan Timmy. Diajaknya anjing itu menari-nari dalam
kamar. Lima Sekawan menang! "Menang! Kita menang!"
"Pak Pradier kalah!"
"Jebloskan ke penjara!"
Timmy tidak mau ketinggalan. "Guk! Guk-guk!"
Tiba-tiba pintu kamar di buka dengan cepat. Paman Quentin muncul di ambangnya
dengan wajah marah. "Ada apa di sini" Kenapa kalian ribut-ribut" Suara kalian terdengar sampai ke
jalan! Aku baru kembali!"
"Ayah!" seru George sambil melepaskan kaki Timmy, lalu merangkul Paman Quentin.
"Ayah tidak tahu sih! Coba lihat, apa yang baru saja kami
temukan!" "Kami baru saja berhasil menyelesaikan pengusutan kami," kata Julian
menjelaskan, "dan ini hasilnya!"
"Mutiara, Paman!" kata Dick dengan wajah berseri-seri.
"Ini kan mutiara asli, ya?" tanya Anne.
Profesor Kirrin memandang butir-butir mutiara kemilau yang terletak di atas
meja. Ia benar-benar tercengang.
"Luar biasa!" katanya kemudian. "Di mana kalian menemukannya?"
"Ceritanya agak panjang, Ayah," kata George. Setelah itu Ia mulai bercerita,
diselingi oleh ketiga saudaranya. Kedua orang tuanya merasa seram membayangkan
bahaya apa saja yang dihadapi putri tunggal mereka itu dalam usahanya melakukan
penyelidikan. Protesor Kirrin marah-marah.
"Ya - aku memang kurang berhati-hati" kata George mengakui kesalahannya. "Tapi
kami tidak secara sengaja terlibat dalam urusan itu. Kami bukan mencari-cari
bahaya, Ayah! Dan pokoknya, kini kami sudah berhasil. Lima Sekawan berhasil
membongkar rahasia kawanan penyelundup mutiara!"
"Dan juga berhasil mengetahui di mana kalung mutiara milik Arlette Trebor
disemburiyikan!" kata Julian menambahkan. "Paman tinggal melaporkannya saja pada
polisi!" Paman Quentin menimbang-nimbang sejenak, memikirkan tindakan yang sebaiknya
diambil. Akhirnya begitu selesai makan malam ia berangkat bersama anak-anak ke
kantor polisi untuk menyampaikan laporan. Polisi yang menjaga di situ langsung
menelepon atasannya, mengingat urusan itu penting sekali Pak Komisaris
mengatakan bahwa ia akan datang dengan segera untuk menerima laporan Profesor
Kirrin dan anak-anak. Pak Komisaris mendengarkan keterangan Lima Sekawan dengan tekun. Laporan mereka
ditanggapinya dengan serius, karena Ia yakin bahwa ilmuwan terkenal seperti
Profesor Kirrin pasti takkan main-main. Selesai menerima laporan, disimpannya
butir-butir mutiara yang diserahkan padanya.
"Besok pagi kami akan dengan segera melakukan penggeledahan di tempat Pak
Pradier, serta menangkapnya. Mudah-mudahan saja Ia mau membuka mulut. Tapi
kurasa Ia pasti akan menyebutkan semua nama yang ikut terlibat dalam
penyelundupan ini, bila ia sadar bahwa kedudukannya sudah terjepit."
"Satu di antaranya sudah kita ketahui, Pak Komisaris!" kate George mengingatkan.
"0 ya - betul juga! Kalian berempat memang pantas mendapat pujian! Hebat!"
"Guk!" gonggong Timmy.
"Eh, maaf - maksudku tadi, kalian berlima," kata Pak Komisaris sambil tersenyum.
Profesor Kirrin mengajak anak-anak pulang, ketika urusan di kantor polisi sudah
selesai. "Ayah," kata George dengan nada memohon, ketika semua sudah hendak masuk ke
tempat tidur masing-masing, "bolehkah kami besok ikut hadir sewaktu polisi
melakukan penggeledahan di tempat Pak Pradier?"
"Lupakan saja itu!" tukas Paman Quentin. "Polisi pasti ingin melakukannya
sendiri. Kalian nanti hanya mengganggu saja di sana!"
Anak-anak diam saja. Tanpa mengatakan apa-apa pada Paman Quentin, mereka
menemukan jalan lain. Mereka bertekad akan ikut melihat penangkapan Pak Pradier
- dari dekat, kalau bisa. Kalau tidak bisa, dari jauh pun tak mengapa!
"Kita ajak Tomas besok," kata Dick menyarankan. "Dengan begitu kita bisa ke sana
naik mobilnya!" Bab XVII AHLI WARIS YANG BERBAHAGIA
SESUAI dengan rencana, keesokan harinya pagi-pagi mereka sudah berangkat. Tomas
datang menjemput mereka dengan mobilnya Pemuda itu sangat senang ketika diajak,
dan dengan segera mengatakan mau ikut. Ia menghentikan mobil di seberang jalan,
di depan toko Pak Pradier. Setelah itu mereka menunggu kedatangan polisi. Tidak
ada yang berbicara saat itu.
Beberapa saat kemudian datang sebuah mobil hitam, disusul sebuah mobil polisi.
Dua orang laki-laki berpakaian sipil turun dari mobil yang pertama datang.
Keduanya langsung menuju toko Pak Pradier.
"Petugas polisi berpakaian sipil," gumam Tomas. "Mereka akan melakukan
penggeledahan sekarang. Sebentar lagi Pak Pradier pasti akan mereka tangkap!"
Dick mengernyitkan muka tanda kecewa.
"Tidak banyak yang bisa kita lihat, kalau dari sini," katanya mengeluh.
"He, aku punya akal!" seru George tiba-tiba. "Ayo, ikut aku!"
Anak-anak bergegas turun. Tomas mengunci pintu mobil, lalu menyusul George yang
sudah berjalan bersama anak-anak yang lain. George bergegas-gegas mengitari blok
bangunan di mana antara lain terdapat toko dan tempat tinggal Pak Pradier.
"Lorong di belakang blok ini biasanya lengang," kata George sambil berjalan
dengan langkah panjang-panjang. "Di situ ada sebuah tingkap yang tidak dikunci.
Lewat situ kita bisa menyusup masuk ke dalam gudang toko yang terletak di bawah
tanah. Lalu lewat tangga kita bisa sampai di balik pintu kamar belakang. Walau
dari balik pintu kita tidak bisa melihat apa-apa, tapi setidak-tidaknya semua
yang terjadi di situ bisa kita dengar!"
Dengan cepat kelima remaja itu menyusup masuk lewat tingkap yang ternyata memang
tidak dikunci. Timmy tidak mau ketinggalan. Dari situ mereka menyelinap sampai
ke ujung atas tangga, lalu menempelkan telinga ke daun pintu kamar belakang.
Mereka mendengar suara Pak Komisaris berbicara dengan nada memerintah.
"Buka kotak biru itu!" kata pejabat kepolisian itu.
Anak-anak menduga bahwa pasti Pak Pradier yang disuruh, karena terdengar suara
orang itu menggerutu. Sesaat kemudian terdengar lagi suara Pak Komisaris,
"Nah! Itu kan kalung mutiara merah jambu milik Bu Trebor yang dilaporkan hilang
dirampas orang " "Dan dalam kotak-kotak ini juga ada sejumlah mutiara lagi!" seru seorang polisi.
"Anda pasti tidak bisa menunjukkan bon pembelian permata liii, Pradier! Nah -
sekarang Anda ikut saja dengan kami!"
Anak-anak yang mendengarkan di balik pintu berpandang-pandangan dengan sikap
puas. Pak Pradier ditangkap, karena bukti-bukti kejahatannya sudah ditemukan!
"Syukurlah - sekarang ia tidak bisa berbuat jahat lagi!" kata Dick lega.
Mereka bergegas kembali ke mobil yang diparkir di seberang jalan depan toko.
Tapi penangkapan terhadap Pak Pradier tidak berjalan semulus yang diduga. Anak-
anak baru saja sampai di dekat mobil, ketika tahu-tahu mereka melihat Pak
Pradier lari dengan cepat, keluar dari tokonya. Polisi belum sempat memborgol
tangannya dan Ia kini nampaknya akan berhasil melarikan diri. Pakaiannya acak-
acakan. Rupanya sebelum lari, Ia bergulat sebentar dengan polisi yang
menggiringnya ke luar. Pak Pradier lari sambil membawa kotak biru yang berisi
kalung mutiara merah jambu. Wajahnya yang mirip bangkong raksasa memancarkan
sikap nekat. "Ia lari!" seru Anne terperanjat.
Kedua polisi yang berpakaian sipil berusaha mengejar.
"Tahan orang itu!" seru keduanya dengan marah. Sementara itu Pak Pradier lari
tanpa mempedulikan keselamatan dirinya di sela mobil-mobil yang lewat. Rupanya
Ia hendak menghilang di tengah orang banyak yang lalu-lalang di seberang jalan.
Beberapa polisi berpakaian seragam bertemperasan keluar dari mobil dinas.
"Terlambat!" seru Julian kecewa.
"Tahan dia!" seru Pak Komisanis yang ikut mengejar.
"Siap!" Suara George terdengar lantang dan gembira.
"Kejar, Tim! Kejar dia lalu bawa kemari! Cepat!" serunya lagi.
Timmy memahami makna aba-aba seperti itu, karena bukan baru sekali anjing yang
berani itu ditugaskan mengejar penjahat. Timmy langsung mengejar, diikuti
pandangan heran para petugas polisi. Ia berlari di tengah lalu lintas kendaraan
yang ramai, mengejar Pak Pradier. Bunyi rem berdecit-decit, disertai teriakan
marah bertubi-tubi yang dilontarkan para pengendara mobil yang kaget.
Dengan beberapa loncatan saja Timmy sudah sampai di seberang jalan. Ia menerpa
Pak Pradier, tepat ketika orang itu hendak buru-buru naik ke taksi.
Terjadilah pergumulan sengit di bangku belakang, sementara anak-anak, Tomas, dan
para petugas polisi datang mengejar. Mereka melihat Pak Pradier meringkuk
ketakutan dibangku belakang, dijaga oleh Timmy yang menggeram-geram.
"Habis riwayatmu sekarang!" seru Pak Komisaris sambil memborgol pergelangan
tangan Pak Pradier. Setelah itu ia berpaling ke arah anak-anak.
"Kalian berjasa besar," katanya memuji. "Kalau tidak ada kalian tadi, ada
kemungkinan ia masih bisa meloloskan diri!"
Pak Pradier digiring ke mobil polisi yang menunggu.
*** Keesokan harinya kasus 'Kalung Mutiara Merah Jambu' serta 'Mutiara Setundupan'
mengisi halaman depan semua surat kabar, disertai foto Lima Sekawan.
"Lima Sekawan Kembali Berprestasi Gemilang!" demikianlah kepala berita suatu
surat kabar yang memaparkan berita penangkapan Pak Pradier secara panjang-lebar.
Sayang, liburan sudah hampir berakhir. Tapi anak-anak masih punya waktu sedikit
untuk mengucapkan salam perpisahan pada Arlette. Tomas ikut serta dalam
kunjungan mereka yang terakhir.
"Tidak bisa kulukiskan betapa besar hutang budiku pada kalian," kata Arlette
terharu "Kalian menantang bermacam-macam bahaya dalam usaha menyelamatkan
warisanku. Kalung mutiara itu sudah kujual dengan harga tinggi. Dan kini berkat
hartaku itu aku tidak perlu mengkhawatirkan masa depanku beserta Mona. Takkan
terbayang oleh kalian betapa lega hatiku sekarang!"
Mereka masih sempat bercerita panjang-lebar tentang kasus Pak Pradier. Banyak
hal yang tak dimengerti oleh Arlette. Anak-anak yang mengetahui perinciannya dan
polisi, memberi penjelasan.
"Pak Pradier akhirnya mengakui segala-galanya. Ia bahkan menyebutkan semua nama
yang terlibat dalam kegiatan penyelundupan itu. Ia sendiri ternyata menjadi
perantara dalam urusan itu."
"Urusan dengan kalung mutiara merah jambu sama sekali tidak ada pertaliannya
dengan bisnis Pak Pradier selaku anggota kawanan penyelundup," kata George. "Ia
hanya secara kebetulan saja tahu tentang kalung itu."
"Dengan cara bagaimana?" tanya Arlette ingin tahu.
"Begini," kata George. "Nenek Pak Pradier ternyata teman Germaine Langlois.
nenek Anda. Dari surat-surat Bu Langlois pada neneknya yang menyebut-nyebut
kalung itulah Pak Pradier tahu mengenainya, begitu pula tentang tempat kalung
itu disembunyikan bila Bu Langlois bepergian - yaitu diselipkan diantara sandaran
belakang dan alas duduk sebuah kursi sandar yang sudah usang. Bayangkan saja
kekagetannya ketika ia mendengar bahwa barang-barang milik Bu Langlois akan
dilelang. Pak Pradiertentu saja tidak berani mengambil kotak biru berisi kalung
mutiara itu dari tempat penyembunyiannya sewaktu kursi saridar itu masih ada di
tempat pelelangan. Ketika kursi itu akhirnya dibeli Ibu. Pak Pradier mula-mula
mencoba membujuknya agar mau menjual kursi itu padanya. Ketika Ibu menolak, Ia
kemudian mencoba mencuri kalung itu. Nah - selebihnya Anda sendiri juga sudah
tahu."
Lima Sekawan Menyergap Penyelundup Mutiara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tapi bagaimana Pak Pradier sampai bisa tahu tempat tinggalku?"tanya Arlette.
"Gampang saja - ia membuntuti kami!" kata Julian.
Mona mendesah sedih. "Betulkah kalian sebentar lagi akan berangkat pulang?" tanya anak perempuan itu
pada Anne sambil mengelus-elus Timmy.
"Ya, tapi kami pasti akan datang lagi. Kau jangan nakal, ya, selama itu!"
"Ya, aku berjanji!" kata anak kecil itu.
Setelah itu anak-anak pulang untuk berkemas.
Julian dan Anne merasa lega karena tahu bahwa Pak Pradier sudah dipenjarakan
bersama kawanannya. Tapi George dan Dick sudah mulai membayangkan petualangan mereka yang baru.
Dan Timmy juga - kelihatannya.
Tamat Scan by tagdgn wwwdag-dgn.blogspotcom Edited & Convert: by Farid ZE
Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Misteri Kapal Layar Pancawarna 21 Dewa Arak 60 Perawan-perawan Persembahan Neraka Hitam 2