Pencarian

Sirkus Misterius 2

Lima Sekawan 21 Sirkus Misterius Bagian 2


dilakukan oleh Julian! "Bisakah Anda memamerkan keahlian berhitung, Mr; Wooh?" tanyanya. "Saya dengar,
Anda mampu memberikan jawaban terhadap setiap soal hitungan dengan secepat
kilat!" "Itu,benar," kata Mr. Wooh. "Aku bisa memecahkan soal hitungan yang macam mana
pun juga! Ajukan saja soal semaumu - nanti jawabannya akan kuberikan dengan
segera." "Baiklah - kalau begitu coba Anda jawab soal ini," kata si Utik. "Berapakah enam
puluh tiga ribu, tiga ratus empat puluh dua, dikalikan dengan delapan puluh
ribu, sembilan ratus lima puluh tiga! Nah - silakan, tak mungkin Anda bisa
memberi jawaban dengan segera!"
"Hasilnya, 5127724926," kata Mr. Wooh dengan segera, sambil membungkukkan
badannya sedikit. "Itu soal gampang, Nak!"
"Waduh!" kata si Utik tercengang. Ia memandang. Julian. "betulkah jawabannya.
itu, Ju?" Julian menghitung-hitung di atas secarik kertas "Ya - tepat! Bukan main!"
katanya. "Anda memberikan jawabannya secepat kilat!"
"Sekarang biar aku yang mengajukan pertanyaan!" seru George. "Berapakah hasil
perkalian 602491 dengan 352, Mr. Wol?"
"Hasilnya, 2-1-2-0-7-6-8-3-2," kata Mr. Wooh dengan segera. Sekali lagi Julian
menghitung-hitung. Kemudian ia mendongak, lalu nyengir.
"Ya - tepat! Bagaimana Anda bisa memberi jawaban dengan begitu cepat, Mr. Wooh?"
"Dengan ilmu sihir. Ilmu sihir yang sederhana!" Jawab Mr.. Wooh. "Kaucoba saja
kapan-kapan. Kurasa ayah dia ini juga bisa berhitung secepat aku!" Mr. Wooh
memandang si Utik. "Aku kepingin bisa berkenalan dengan ayahmu yang pintar itu,
Nak" Suara Mr. Wooh berat, dan berlogat seperti orang asing. Banyak yang pasti
bisa kami obrolkan berdua. Aku pernah mendengar tentang menaranya yang hebat
itu. Suatu monumen kejeniusannya! Ya - bahkan kami orang asing pun mengenal
karya besar ayahmu. Pasti ia khawatir, kalau rahasianya dicuri orang. ya?"
"Ah kurasa tidak," kata si Utik. "Menaranya merupakan tempat penyembunyian yang
baik, dan...." Kalimat itu tidak diselesaikannya. Mukanya memerah lagi, karena
saat itu Julian menendangnya. Si Utik memang benar-benar keledai yang goblok -
membuka rahasia bahwa segala rencana dan model-model konstruksi ayahnya yang
merupakan rahasia, semua disimpan dalam menara!
Menurut perasaan Julian, saat itu sudah waktunya untuk menyingkirkan si Utik
dari dekat Mr. Wooh, dan menguliahinya agar jangan suka mengoceh. Julian
memandang arlojinya. Ia pura-pura kaget.
"Astagal Kalian tahu, pukul berapa sekarang" Jenny pasti akan menelepon polisi,
apabila kita tidak segera pulang. Yuk, Tik - Anak-anak, kita harus segera
kembali. Terima kasih banyak, Kek, atas kebaikan hati Anda mengajak kami makan
malam bersama-sama!"
"Tapi kita kan belum selesai!" kata Kakek. "Kalian belum cukup banyak makan!"
"Wah - perut kami rasanya tak mungkin bisa diisi lagi," kata Dick. Ia memahami
maksud Julian. "Sampai besok, Kek. Selamat tidur, Nek. Sekali. lagi, terima
kasih banyak." "Kita kan belum memakan pisang dan apel" kata si Utik. Ia berkeras kepala.
"Itu kan kita bawakan untuk Charlie Simpanse," kata Dick. Alasan yang
dikemukakannya itu tidak sepenuhnya benar. Kepingin rasanya ia menampar si Utik.
Anak konyol - tidakkah ia menyadari bahwa Julian hendak menyingkirkannya dari
Mr. Wooh yang rajin bertanya-tanya itu"
Si Utik agak takut, ketika anak-anak semuanya mendorong-dorong dirinya supaya
pergi. Nada suara Julian tadi agak galak, katanya dalam hati. Kakek pasti
tercengang, mengapa anak-anak dengan tiba-tiba saja ingin pergi! Tapi Charlie
Simpanse tidak merasa berkeberatan sama sekali. Para tamu itu meninggalkan apel
dan pisang dalam jumlah yang tidak sedikit untuknya.
Anak-anak kembali menyeberang pagar. Julian mendorong-dorong si Utik di
depannya. Ketika mereka sudah berada di balik pagar dan di luar jangkauan
pendengaran Mr. Wooh, dengan sikap marah Julian dan George menghadapi si Utik.
"Kau ini sudah sinting rupanya, Tik!" bentak Julian. "Tidak terpikirkah olehmu
tadi bahwa orang asing itu berusaha mengorek keterangan darimu tentang tugas
ayahmu yang rahasia?"
"Kau cuma melebih-lebihkan saja," kata Utik. Ia sudah hampir menangis. "Ia sama
sekali tidak memancing keterangan!"
"Mudah-mudahan aku tidak pernah membuka rahasia pekerjaan rahasia ayahku," kata
George. Si Utik ingin menangis, mendengar nada suara George yang begitu mengecam.
"Aku kan tidak berbuat begitu!" katanya. "Mr. Wooh itu orangnya baik. Kenapa
kalian berpendapat lain?"
"Aku tidak suka padanya, dan aku juga tidak mempercayainya " kata Julian. Tiba-
tiba nada suaranya terdengar dewasa. "Tapi kau dengan asyik mau saja mempercayai
segala kata-katanya dan dengan senang membeberkan segala hal yang ingin
diketahui olehnya. Kau ini memalukan saja, Tik! Kalau ayahmu tahu perbuat tadi
pasti kau akan dihajar olehnya. Mudah-mudahan saja, kau tidak terlanjur berkata
terlalu banyak! Kau kan tahu bagaimana kemarahan ayahmu, ketika idenya yang
paling baru diberitakan dalam surat kabar, lalu banyak orang datang mengintip-
intip...." Si Utik tidak tahan lagi mendengar kecaman yang bertubi-tubi itu. Sambil
melolong, yang menyebabkan si Iseng kaget, anak itu lari melintasi kebun menuju
ke rumah. Monyet cilik kesayangannya bergegas menyusuinya. Si Iseng hendak
membujuk tuannya. Apakah sebetulnya yang terjadi" Si Iseng bingung. Ia berusaha
menyusul si Utik yang berlari sambil menangis. Akhirnya tuannya itu tersusul
olehnya. Si Iseng melompat ke bahu anak itu, lalu merangkul lehernya sambil
mengeluarkan suara pelan yang dimaksudkan sebagai pelipur.
"Aduh, Iseng," kata si Utik sambil terisak. "Untung kau masih mau menjadi
temanku. Aku tahu, anak-anak tidak mau lagi berkawan dengan aku. Tapi aku tadi
memang benar-benar tolol, Iseng. Padahal sebabnya hanyalah karena aku merasa
bangga terhadap ayahku. Sungguh!"
Si Iseng tetap merangkul leher si Utik. Ia merasa bingung dan tidak enak. Si
Utik berhenti berlari, ketika sampai di dekat menara ayahnya yang tinggi. Di
puncak menara nampak cahaya terang. Rupanya ayahnya masih bekerja di situ. Si
Utik mendengar bunyi dengungan pelan. Dalam hati ia bertanya-tanya, mungkin
bunyi itu berasal dari jari-jari besi yang terpasang sekeliling puncak menara.
Tapi tiba-tiba cahaya di atas padam.
"Rupanya ayah sudah selesai bekerja," pikir si Utik. "Sekarang ia pasti pulang
ke rumah. Lebih baik aku cepat-cepat pergi dari sini. Nanti ia bingung, jika
melihat diriku dalam keadaan begini. Wah - belum pernah kudengar Julian semarah
tadi. Dari nada suaranya, ia seolah-olah sangat membenci diriku!"
Si Utik menyelinap menuju ke rumah. Ia masuk lewat pintu samping. Ia harus
berusaha agar jangan kelihatan oleh Jenny, karena nanti juru masak itu akan
mengorek keterangan mengenai kejadian yang baru saja berlangsung. Dan kalau
Jenny sampai tahu, pasti ia akan marah pula - seperti Julian tadi! Jenny pasti
heran, apa sebabnya ia tidak ikut berkemah di luar bersama teman-temannya. Tidak
- malam ini si Utik merasa lebih baik tidur di dalam saja!
"Yuk, Iseng," kata si Utik dengan sedih. "Kita tidur saja sekarang. Kau boleh
tidur bersamaku. Kau kan takkan berbuat jahat terhadapku, ya" Kau tetap mau
menjadi sahabatku." Si Iseng berceloteh sebagai jawaban. ia mengoceh terus, sementara si Utik
berganti pakaian. Setelah itu si Utik merebahkan diri di tempat tidur. Si Iseng
melingkar di bawah kakinya. .
"Takkan mungkin aku bisa tidur malam ini," kata si Utik pada dirinya sendiri. Ia
masih tetap merasa sengsara. "Tidak! Tak mungkin aku bisa tidur!"
Tapi ternyata saat berikut ia sudah terlelap. Sebetulnya sayang. Kalau ia tidak
begitu cepat tertidur, pasti ia bisa ikut mengalami ketegangan yang terjadi
kemudian - malam itu, juga!
Bab 11 TENGAH MALAM Julian serta saudara-saudaranya tidak beranjak dan tempat mereka. Tidak ada yang
mau menyusul si Utik. "Biarkan dia pergi! Keledai dungu!"tukas Julian dengan kesal. "Yuk, kita
mengobrol sebentar dalam salah satu tenda, lalu setelah itu tidur!"
"Sayang si Utik tidak ikut tidur di sini bersama kita, pada malam pertama
berkemah," kata Anne. Menurut perasaanku, ia tidak sengaja bermaksud membocorkan
rahasia." "Itu bukan alasan untuk membenarkan tindakannya tadi, Anne," kata George. "Si
Utik kadang-kadang memang agak tolol. Ia perlu belajar berpikir dulu sebelum
membuka mulut. Yuk - kita masuk saja ke tenda masing-masing. Aku capek! Yuk,
Timmy!" George menguap, diikuti oleh Dick. Tahu-tahu Julian Juga menguap.
"Wah - penyakit mengantuk ini menular rupanya,". katanya. "Malam ini ternyata
cerah. Tidak dingin, sedang hujan tidak turun. Lihatlah - ada bulan di langit,
biar baru setengah! Nah, selamat tidur, Anne dan George! Nanti jangan berteriak,
ya - kalau kalian terbangun karena ada laba-laba. Kuperingatkan saja dari
sekarang, aku tak mau bangun hanya untuk mengusir laba-laba yang tidak apa-apa!"
"Tungu saja, sampai ada seekor yang berjalan- jalan di mukamu "kata Anne, "lalu
membuat jaring yang dibentangkan dari hidung ke dagu, dan menjebak lalat yang
terbang di situ!" "Sudah Anne - jangan kau teruskan," kata George. " aku tidak takut pada laba-
laba, tapi pikiranmu macam-macam saja! Timmy! Kau berjaga-jaga nanti, ya - dan
bilang padaku kalau ada laba-laba!"
Anak-anak tertawa. "Nah, selamat tidur," kata Dick pada Anne dan George. "Sayang, tentang si Utik
tadi. Tapi ia memang harus belajar memahami beberapa hal - termasuk menjaga
omongan, jangan sampai terlanjur!"
Anak-anak sudah capek semuanya. Tidak lama kemudian kedua tenda sudah sunyi
senyap. Lebih jauh di lapangan, suasana dalam sirkus juga sudah sepi - walau di
beberapa tempat masih nampak cahaya terang. Salah seorang anggota band sirkus
memainkan banjo. Tapi tidak keras-keras. Bunyinya enak didengar telinga. Jring,
jring-jring-jring... Bulan di angkasa diselaputi awan berarak. Lampu-lampu di sirkus padam satu-satu.
Angin berhembus lembut di sela dedaunan. Terdengar suara burung hantu.
Anne belum bisa tidur. Ia mendengar bunyi angin, serta suara burung hantu. Tahu-
tahu ia terlelap. Tidak ada yang mendengar bunyi seseorang menyelinap ke luar
dari perkemahan sirkus, ketika bulan sedang menghilang di balik awan. Hari sudah
larut malam. Orang-orang di kedua perkemahan sudah dibuai mimpi indah.
Timmy juga tidur nyenyak. Tapi walau begitu, telinganya yang tajam masih
mendengar bunyi sesuatu yang pelan sekali. Seketika itu,juga ia terbangun. Hanya
telinganya saja bergerak kian kemari untuk mendengarkan lebih baik. Ia
menggeram, tapi tidak keras-keras - supaya tidak membangunkan George. Timmy
takkan mau menggonggong, selama orang yang berkeliaran dekat perkemahan
sirkus .itu tidak mendekati perkemahan anak-anak! Kemudian Timmy mendengar
dengusan, pelan. Ia mengenali suara itu dengan segera. Itu Charlie, simpanse
sirkus! Kalau dia, biar saja. Timmy pulas kembali.
Si Utik juga tidur lelap di rumahnya, dengan si Iseng meringkuk dekat kakinya.
Anak itu semula mengira takkan bisa tidur karena kesedihan hatinya. Tapi tahu-
tahu ia sudah nyenyak. Ia tidak mendengar bunyi pelan di luar. Bunyi itu pelan
sekali, hampir-hampir tidak terdengar. Bunyi gesekan, seperti kaki seseorang
yang menyandung batu. Setelah itu masih menyusul suara-suara pelan, seperti ada
yang berbisik-bisik. Lalu ada lagi bunyi-bunyi pelan yang lain.
Kesemuanya itu tidak ada yang mendengar, sampai Jenny terbangun, ia merasa haus.
Tangannya dijulurkan ke meja di samping tempat tidur. Maksudnya hendak mengambil
gelas berisi air yang tersedia di situ. Ia tidak menyalakan lampu. Sehabis
minum, ia hendak berbaring lagi. Tapi tiba-tiba pendengarannya yang tajam
menangkap bunyi yang lirih.
Jenny cepat-cepat duduk. "Tidak mungkin itu anak-anak," pikirnya. "Mereka berkemah di lapangan. Aduh -
mudah-mudahan saja itu bukan perampok - atau orang yang hendak mencuri kertas-
kertas rahasia Pak Profesor. Kertas-kertasnya kan ada di mana-mana. Tapi
untungnya, kebanyakan dari catatan rahasianya disimpan dalam menara!"
Jenny masih mendengarkan sebentar. Setelah itu ia berbaring kembali. Tapi tak
lama kemudian terdengar lagi bunyi pelan. Jenny duduk. Ia merasa ketakutan.
"Kedengarannya seperti dari arah menara," katanya dalam hati. Ia menuju ke
jendela. Tidak - tidak ada cahaya terang di menara. Bulan sedang di balik awan,
jadi di luar gelap. Jenny bermaksud menunggu sampai bulan muncul kembali, dan
menerangi pekarangan di luar rumah, serta menara.
Nah! Terdengar lagi bunyi pelan. Anginkah itu" Ah - bukan! Lalu itu, bunyi apa
itu" Kedengarannya seperti suara orang berbisik-bisik, di pekarangan. Kini Jenny
ketakutan. Tubuhnya menggigil. Ia harus membangunkan Profesor Hayling !
Bagaimana jika yang di luar itu orang yang hendak mencuri kertas-kertas
penelitian Profesor" Atau hendak mencuri penemuannya yang hebat!
Bulan muncul dari balik awan. Dengan berhati-hati, sekali lagi Jenny mengintip
dari balik jendela ke luar. Saat itu juga ia berteriak. Ia terhuyung-huyung
mundur, sambil berteriak-teriak terus.
"Ada orang! Tolong! Tolong! Profesor! Profesor Hayling! Cepat datang - ada
pencuri! Perampok! Tolong I Tolong! Panggil polisi!"
Saat itu terdengar bunyi menggeleser di luar. Sebelum Jenny berani memandang ke
luar lagi, bulan sudah lenyap kembali di balik awan. .Jenny tidak bisa melihat
apa-apa, karena di luar gelap-gulita. Setelah bunyi menggeleser tadi, tidak
terdengar apa-apa lagi. Suasana menjadi sunyi senyap. Jenny tak sanggup lagi
menahan rasa takut. Ia lari meninggalkan kamar tidurnya, sambil berteriak-teriak
sekuat tenaga. "Ada pencuri! Perampok! Pak Profesor! Cepatlah kemari!" .
Profesor Hayling kaget. Ia bergegas lari ke lorong di depan kamarnya. Nyaris
saja ia menubruk Jenny. Juru masak itu dipegangnya kuat-kuat, karena ia
menyangka. orang yang hampir menubruknya itulah pencuri. Jenny berteriak lagi,
karena mengira ia ditangkap salah seorang anggota kawanan perampok. Keduanya
bergumul sesaat, sampai Profesor Hayling sadar bahwa yang bergulat dengannya Itu
bukan pencuri, melainkan Jenny! Jenny gendut yang malang!
"Jenny! Ada apa dengan Anda - membangunkan seisi rumah!" kata Profesor Haylmg,
sambil menyalakan lampu dalam lorong. "Anda tadi bermimpi buruk, barangkali?"
"Tidak, Pak,"- kata Jenny tersengal-sengal. "Pak, di luar ada kawanan perampok.
Saya melihat seorang dari mereka memanjat tembok menara - sedang di bawah pasti
ada beberapa orang kawannya. Saya mendengar suara mereka berbisik-bisik. Aduh,
Pak - saya takut! Apakah yang harus kita lakukan sekarang" Bagaimana jika Anda
menelepon polisi, Pak?"
"Yah -' kata Profesor Hayling. Sikapnya agak ragu. "Anda yakin, ini bukan karena
mimpi buruk Anda saja tadi" Maksudku, apabila di luar memang benar-benar ada
perampok, tentu saja aku akan segera menelepon polisi. Tapi polisi tidak bisa
cepat-cepat tiba di sini, karena kantor mereka jauh letaknya. Kecuali itu..."
"Kenapa Anda tidak memeriksa sebentar di luar, Pak?" kata Jenny ketakutan. "Di
menara kan banyak catatan Anda yang berharga!- Dan bukankah penemuan Anda yang
baru juga ada di situ" Ya - saya tahu, saya sebetulnya tidak boleh tahu
mengenainya. Tapi saya kalau membersihkan kamar-kamar Anda selalu cermat sekali,
Pak - dan karenanya banyak yang saya lihat, walau saya menjaga omongan saya,
dan..." "Ya, ya - saya tahu, Jenny," kata Profesor Hayling, memotong ocehan Jenny. "Tapi
kelihatannya, keadaan di luar tenang-tenang saja. Aku sudah melihat ke
pekarangan. Di sana tidak ada siapa-siapa. Sedang Anda kan tahu, tak ada yang
mungkin bisa memasuki menaraku. Untuk bisa sampai di bagian atas menara,
diperlukan tiga anak kunci. Satu untuk membuka pintu paling bawah, lalu satu
untuk pintu tengah, sedang yang ketiga untuk membuka pintu di lantai paling
atas. Sudahlah, Jenny. Kunci-kunci itu masih ada padaku, jadi takkan ada orang
bisa masuk ke sana."
Jenny berhasil ditenangkan. Tapi ia belum puas.
"Saya tadi benar-benar mendengar suara orang berbisik-bisik, Pak! Dan saya juga
melihat seseorang memanjat tembok menara. Ayolah, Pak - kita memeriksa ke sana
sebentar. Saya tidak berani sendiri. Tapi saya takkan bisa tidur lagi malam ini,
sebelum saya meyakinkan bahwa tidak ada orang menjebol pintu menara, atau naik
ke atas dengan tangga."
"Baiklah," kata Profesor. Ia mengeluh. "Kita pakai dulu mantel kamar. Sesudah
itu kita pergi memeriksa pintu, dan memeriksa apakah ada tangga tersandar pada
menara. Tapi pikir saja sendiri, untuk bisa sampai ke ujung atas menara,
diperlukan tangga yang panjang sekali. Takkan mungkin ada orang membawa tangga
sebesar itu, ke pekarangan kita. Tapi baiklah - kita pergi saja sekarang."
Beberapa menit kemudian, Profesor Hayling sudah berada di pekarangan, bersama
Jenny. Pada tembok menara sama sekali tidak ada tangga. Begitu pula tidak
kelihatan bekas-bekas bahwa ada orang yang memanjat temboknya. Pintu bawah
diperiksa, ternyata masih utuh!
"Coba Anda buka pintu, lalu pergi ke kamar atas, Pak," kata Jenny. "Anda
periksa, apakah pintu yang di atas juga masih terkunci."
"Kau ini macam-macam saja, Jenny," kata Profesor Hayling dengan nada tidak


Lima Sekawan 21 Sirkus Misterius di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sabar. "Nih, anak kuncinya. Anda sendiri sajalah yang memeriksanya. Pintu ini
Anda lihat sendiri, masih terkunci. Jika pintu tengah juga terkunci, maka pasti
takkan ada' orang yang bisa masuk ke ruangan atas. Ayo, cepatlah sedikit,
Jenny!" Dengan tangan yang masih gemetar, Jenny memasukkan anak kunci ke dalam
lubangnya. Pintu bawah dibuka, dan ia mulai mendaki tangga putar yang menuju ke atas menara. Di tengah-tengah ada sebuah pintu lagi, yang juga
terkunci. Pintu itu dibuka pula oleh Jenny. Ia mulai merasa agak konyol. Mana
mungkin ada orang bisa masuk, lewat pintu-pintu terkunci! Sambil mendesah lega,
ia lari menuruni tangga. Pintu tengah dikunci lagi, kemudian pintu bawah. Ketiga
anak kunci dikembalikan pada Profesor Hayling, yang sementara itu mulai merasa
kedinginan. "Semua masih terkunci, Pak," kata Jenny. "Tapi walau begitu saya tetap yakin,
tadi ada orang berkeliaran di sini. Saya berani bersumpah, saya tadi melihat
seseorang di tembok menara, dan saya juga mendengar orang berbisik-bisik di
bawah." "Kurasa Anda tadi begitu ketakutan, sehingga merasa seperti melihat dan
mendengar hal-hal itu," kata Profesor Hayling. Ia menguap. "Anda tentunya
sependapat dengan aku, bahwa dinding menara. ini terlalu terjal. Tak mungkin
orang bisa memanjatnya. Dan kalau orang itu memakai tangga, pasti aku
mendengarnya ketika barang-barang itu diseret masuk ke dalam pekarangan!"
"Wah, maaf sekali kalau begitu, Pak," kata Jenny yang .malang. "Untung kita
tidak membangunkan si Utik. - walau saya merasa heran, kenapa si Iseng tidak
mendengar apa-apa, lalu lari turun ke bawah !"
"Tapi si Iseng kan ikut dengan si Utik, berkemah di lapangan!" kata Profesor
dengan heran. "Tidak, Pak. Tadi si Utik kembali, bersama si Iseng. Saya melihat keduanya di
tempat tidur. Tapi sendiri saja, tidak bersama anak-anak lainnya," kata Jenny..
"Mungkin Utik bertengkar dengan mereka. Tapi aneh - kenapa si Iseng tidak keluar
untuk melihat ada apa di sini! Mestinya ia kan mendengar kita!"
"Si Iseng memang pintar - tapi belum begitu pintar, sampai bisa membuka sendiri
pintu kamar tidur Utik," kata Profesor Hayling ia menguap lagi. "Nah, tidur
sajalah lagi, Jenny. Anda tidak usah khawatir. Besok pagi perasaan Anda pasti
sudah enak lagi!" Profesor Hayling melangkah dengan gontai, menuju kamar tidurnya. Ia mengantuk
sekali. Di kamar, ia memandang lewat jendela ke arah pekarangan yang terbentang
di bawah. Lalu ke menara ia tersenyum. Jenny macam-macam saja, pikirnya. Pasti
kejadian tadi itu hanya disebabkan . karena khayalannya saja yang melantur. Mana
mungkin ada orang bisa masuk ke menara. tanpa bantuan tangga! Dan mana mungkin
ada tangga yang sangat panjang bisa dibawa masuk ke pekarangan, tanpa ketahuan"
Sekali lagi Profesor Hayling menguap. Ia masuk ke tempat tidur.
Tapi sebetulnya memang ada orang masuk ke kamar atas menara! Seseorang yang
sangat, cerdik, tapi suka mencuri! Profesor Hayling kaget sekali keesokan
paginya, ketika ia bangun lalu pergi ke atas menara. Dibukanya pintu bawah yang
masih terkunci. Ia menaiki tangga putar. Pintu tengah dibukanya pula. Pendakian
tangga putar diteruskan, sampai ke pintu paling atas. Pintu itu pun masih
terkunci. Dimasukkannya anak kunci ke dalam lubangnya, diputarnya, lalu
dipentangkannya daun pintu lebar-lebar.
Pak Profesor tertegun di ambang pintu. Matanya terbelalak lebar. memandang
keadaan di dalam kamar. Acak-acakan! Kertas-kertas kerjanya berserakan di mana-
mana. Dengan cepat Profesor Hayling berjongkok, untuk memeriksa apakah ada
kertas-kertasnya yang hilang. Ternyata banyak!
Namun pengambilannya nampak seperti asal saja. Beberapa lembar dari buku catatan
yang ini, lalu beberapa lembar dari yang itu - beberapa surat yang ditulis
olehnya dan kemudian diletakkan di atas meja untuk diposkan kemudian. Aduh -
yang masuk itu juga menumpahkan tinta! Sedang jam kecil yang tadinya terletak di
atas rak tempat pediangan, kini tidak ada lagi. Ternyata Jenny memang benar -
memang ada pencuri kemarin malam. Pencuri yang kelihatannya bisa menembus tiga
pintu yang terkunci, atau memanjat sisi tembok menara dengan tangga yang panjang
sekali, tapi tanpa ketahuan - dan kemudian membawa pergi lagi tangga itu!
"Terpaksa aku menelepon polisi. sekarang," pikir Pak Profesor. "Ini benar-benar
kejadian yang misterius! Apakah si Utik tadi malam juga mendengar sesuatu"
Tidak, tidak mungkin - karena kalau ia juga mendengarnya, pasti ia kemarin malam
langsung datang membangunkan aku. Misterius! Ini benar-benar kejadian yang
sangat misterius!" Bab 12 SI UTIK KAGET SI Utik kaget sekali keesokan paginya, ketika diberi tahu oleh Jenny.
"Ayahmu gelisah sekali sekarang," kata juru masak itu. "Tadi pagi-pagi benar ia
bangun, karena ingin menyelesaikan salah satu pekerjaan di menara. Tapi begitu
pintu kamar atas menara dibuka olehnya, langsung dilihatnya bahwa kamar porak-
poranda dan beberapa kertas catatannya yang penting hilang, lalu...."
"Aduh, Jenny!" seru si Utik kaget. "Padahal Ayah menyimpan kertas-kertas
catatannya yang paling penting di sana! Kertas-kertas itu berisi perhitungan
untuk alat listrik ciptaannya yang baru. Mesin itu hebat sekali, Jenny, gunanya
untuk...." "Ayo , jangan kaubeberkan rahasia penemuan ayahmu pada orang lain, juga jangan
padaku!" kata Jenny. "Kau sudah pernah menceritakannya padaku. Mungkin selama
ini kau sudah terlanjur bercerita pada orang lain, yang bermaksud buruk!"
Si Utik merasa tidak enak. Jangan-jangan kejadian ini memang karena
kesalahannya, berbicara seenaknya di depan umum" Mungkin dalam bis" Atau di
lapangan tempat perkemahan sirkus" Apakah kata teman-temannya nanti -
teristimewa Julian - apabila mereka mendengar bahwa malam kemarin ada orang
datang dan mencuri kertas-kertas catatan penting yang berisikan hitungan dan
gambar diagram untuk beberapa penemuan ayahnya yang baru" Julian pasti akan
mengatakan, itu kesalahannya - karena ia tidak bisa menahan bicara! Aduh -
jangan-jangan kejadian ini akan diberitakan dalam berbagai surat kabar, sehingga
orang-orang lantas berbondong-bondong mendatangi rumah mereka lagi! Pasti mereka
akan beramai-ramai memandang sambil berbisik-bisik, menatap menara ayahnya yang
aneh dengan tiang-tiangnya yang menjulur!
Si Utik bergegas mengenakan pakaian, lalu lari ke bawah. Tadi Jenny mengatakan
padanya, ia merasa pasti bahwa ia mendengar suara orang berbisik-bisik tadi
malam di pekarangan rumah, serta melihat orang memanjat menara.
"Kata ayahmu, tak mungkin ada orang datang membawa tangga yang panjang ke
pekarangan," kata juru masak itu. "Kalau memang ada, pasti ketahuan - karena
membawa benda sepanjang itu kan tidak mudah. Tapi mungkin saja orang itu membawa
tangga yang bisa digeser-geserkan. Alat panjat seperti itu mudah dibawa!"
"Ya betul - seperti yang biasa dipakai tukang membersihkan kaca jendela," kata
si Utik. "He- mungkinkah pelakunya. tukang yang" biasa membersihkan kaca-kaca
jendela di sini?" "Tidak - dia orang baik-baik," kata Jenny. "Aku sudah dua puluh tahun
mengenalnya. Jadi lenyapkan saja kecurigaan itu dari pikiranmu. Tapi tangga yang
dipakai pencuri, pasti sejenis dengan tangga yang selalu dipakai olehnya! Nanti
sehabis aku mencuci piring, kita bersama-sama ke pekarangan. Kita periksa nanti,
mungkin ada tanda-tanda di tanah, bekas-bekas tangga ketika diseret. Tapi aku
rasanya tidak mendengar bunyi terseret tadi malam. Yang kudengar, suara
berbisik-bisik - serta bunyi seperti ada sesuatu yang menggeleser. Tapi cuma itu
saja yang kudengar."
"Bunyi menggeleser itulah yang mungkin disebabkan oleh tangga yang diseret!"
kata si Utik. "He - coba lihat si Iseng. Ia memasang telinga, seolah-olah mengerti apa yang
kita bicarakan. Iseng! Kenapa kau tidak membangunkan aku tadi malam ketika
kejadian itu sedang berlangsung" Kau biasanya kan terbangun apabila ada sesuatu
yang luar biasa, atau apabila kau mendengar bunyi yang asing."
Si Iseng meloncat ke dalam pelukan Utik dan meringkuk di situ. Ia tidak suka
melihat si Utik nampak gelisah karena salah suatu sebab. Dari suara anak itu, ia
tahu bahwa Utik sedang tidak enak perasaannya. Si Iseng mengeluarkan suara-suara
lirih untuk menghibur, sementara ujung hidungnya diusap-usapkannya ke dagu anak
itu. "Lebih baik kaudatangi ayahmu sekarang," kata Jenny. "Mungkin kau bisa
menghiburnya sedikit. Ayahmu benar-benar bingung kelihatannya. Saat ini ia ada
di kamar menara, sibuk berusaha mengatur kertas-kertasnya kembali. Aduh,
semuanya acak-acakan, terserak ke mana-mana!"
Ketika bangkit dari duduknya, si Utik kaget karena lututnya terasa lemas. Apakah
ayahnya nanti akan menanyakan, barangkali ia pernah berbicara tentang pekerjaan
yang sedang dilakukan oleh ayahnya" Aduh - ia bahkan menyombongkannya sehari
sebelumnya. Si Utik teringat kembali, betapa ia membanggakan roda-sko ciptaan
ayahnya, lalu tentang mesin barunya, trosimon listrik! Lutut si Utik semakin
gemetar, ketika segala hal itu terbayang kembali dalam ingatannya.
Tapi untung baginya, ayahnya terlalu gugup menghadapi keadaan kamarnya yang
acak-acakan, begitu pula kertas-kertasnya yang lenyap. Oleh karena itu
pikirannya tidak sampai pada Utik. Ia sama sekali tidak menanyakan, apa yang
dikatakan atau dilakukan anak itu. Profesor Hayling masih berada di kamar atas
menara, sibuk mencari-cari kertas catatan mana saja yang hilang.
"Ah, Utik," kata Pak Profesor, ketika si Utik masuk. "Tolong aku sebentar, ya"
Pencuri yang masuk tadi malam rupanya menjatuhkan tumpukan kertas ini yang
semula terletak di atas meja. Untungnya ia tidak melihat beberapa lembar yang
terjatuh ke bawah meja. Jadi kurasa kertas-kertas yang diambilnya tidak begitu
penting artinya. Memang, perlu seorang sarjana yang baik sekali untuk bisa
memahami makna segala catatan yang diambil, karena yang penting-penting
tertinggal di sini."
"Kalau begitu, ada kemungkinan ia akan datang lagi?" tanya si Utik.
"Kemungkinan itu ada saja," kata ayahnya. "Tapi kertas-kertas ini akan
kusembunyikan di tempat lain. Kau tahu tempat penyembunyian yang baik, Tik?"
"Yah - Ayah jangan menyembunyikannya, apabila aku tidak diberi tahu di mana
tempatnya," kata si Utik meminta. "Ayah kan tahu sendiri, Ayah sangat pelupa!
Nanti Ayah lupa lagi, di mana Ayah menyimpan kertas-kertas catatan ini -
sehingga penyelidikan Ayah tidak bisa dilanjutkan. Ayah punya salinan kertas-
kertas catatan dan gambar diagram yang dicuri?"
"Tidak! Tapi semuanya masih ku ingat," kata ayahnya. "Untuk menyusunnya lagi,
aku memerlukan waktu agak lama. Tapi pokoknya, bisa! Kejadian ini menjengkelkan,
karena aku dikejar-kejar waktu. Nah - pergilah sekarang, Tik. Aku masih harus
bekerja." Si Utik menuruni tangga putar menara. Ia harus ikut memperhatikan bahwa ayahnya
menyimpan kertas-kertas catatannya dengan sangat cermat, di suatu tempat yang
baik. "Aduh - mudah-mudahan saja ia tidak mengulangi kembali kejadian terakhir dengan
kertas-kertas catatan yang hendak disimpannya baik-baik," kata si Utik dalam
hati. "Kertas-kertas itu dimasukkannya ke dalam cerobong asap. Sebagai
akibatnya, nyaris saja semuanya terbakar, ketika Jenny menyalakan api pediangan
pada suatu malam yang dingin. Untung ketika ia baru saja menyalakan api, kertas-
kertas itu berjatuhan ke bawah! Dan Jenny cepat-cepat menyelamatkan semuanya
dari bahaya terbakar. Aneh - kenapa orang-orang pintar seperti Ayah begitu
konyol, kalau mengenai hal-hal sepele" Aku berani bertaruh, kertas-kertas tadi
nanti pasti disembunyikan di tempat yang begitu rumit sehingga tak teringat lagi
olehnya - atau begitu gampang, sehingga orang bisa menemukannya dengan mudah!"
Si Utik mendatangi Jenny.
"Jenny! Kata ayahku tadi, pencuri hanya mengambil beberapa lembar saja dari
kertas-kertas catatannya. Dan kertas-kertas itu tidak banyak gunanya, apabila
tidak disertai catatan yang tertinggal. Kata Ayah tadi, apabila pencuri itu
menyadari hal itu, ada kemungkinan ia akan kembali untuk mengambil catatan yang
masih ketinggalan. "
"Silakan saja ia mencoba," kata Jenny. "Kertas-kertas itu bisa kusembunyikan di
suatu tempat yang takkan mungkin diketahui pencuri itu - apabila ayahmu
mengizinkan aku. Aku takkan mengatakan tempatnya padamu!"
"Aku khawatir, jangan-jangan Ayah menyembunyikannya lagi dalam cerobong asap
tempat pediangan, atau salah satu tempat yang konyol seperti itu," kata si Utik.
Tampangnya begitu cemas, sehingga Jenny ikut-ikutan merasa cemas. "Kertas-kertas
penting itu harus disembunyikan di suatu tempat yang tak terpikir oleh orang
lain! Tapi jika Ayah menemukan tempat seperti itu, kemudian ia pasti
melupakannya lagi - sehingga kertas-kertas itu hilang. Tapi seorang pencuri
mungkin saja bisa menemukannya - karena ia tahu di mana saja ia harus mencari!"
"Yuk, kita ke kamar menara, untuk membenahi bekas tinta yang tumpah. Sekaligus
kita melihat, apakah ayahmu sudah menyembunyikan kertas-kertas pentingnya." kata
Jenny. "Aku takkan heran, apabila kertas-kertas itu disembunyikannya dalam
ruangan sama yang didatangi pencuri kemarin malam!"
"Kalau begitu, kita ke menara saja sekarang," kata si Utik. "Mudah-mudahan Ayah
tidak ada di sana!" "Itu dia - sedang melintas di pekarangan," kata Jenny. Ia menjulurkan kepala
keluar dari jendela. "Lihatlah - ia mengepit sesuatu!"
"Itu koran-koran terbitan pagi," kata si Utik. "Kelihatannya pagi ini akan
banyak yang bisa dibacanya. Aduh - mudah-mudahan saja kejadian ini tidak dimuat
dalam surat kabar, karena aku khawatir orang-orang akan berbondong-bondong lagi
datang ke sini. Anda masih ingat, Jenny - betapa seenaknya saja orang-orang
menginjak-injak tanaman bunga kita?"
"Ya - memang ada saja orang yang suka mencampuri urusan orang lain!" kata Jenny.
"Waktu itu aku begitu kesal, sehingga akhirnya beberapa di antara mereka kusiram
dengan air bekas cuci piring yang kutumpahkan dari jendela dapur. Tentu saja
tidak dengan sengaja! Dari mana aku bisa tahu, di bawah jendela ada orang
mengintip-intip?" Si Utik tertawa keras mendengarnya.
"Aduh - sayang aku tidak melihatnya!" katanya. "Jenny, nanti kalau ada lagi
orang datang untuk mengintip-intip, kita tumpahkan lagi air ke kepala mereka
yuk! Tapi ayolah, kita ke menara. Ayah kan, sudah pergi. Cepat!"
Dengan segera mereka sudah berada di pekarangan. Di situ Jenny berhenti, lalu
memperhatikan tanah. "Anda mencari apa?" tanya si Utik.
"Aku ingin melihat, barangkali ada tanda-tanda bekas tangga yang diseret di
sini," kata Jenny. "Aku kan mendengar bunyi seperti menggeleser - tapi bunyinya
tidak seperti tangga diseret."
Keduanya lantas meneliti tanah di seluruh pekarangan. Tapi mereka tidak melihat
bekas-bekas yang nampak seperti tangga diseret.
"Aneh," kata Jenny. "Bunyi menggeleser itu membuat perasaanku tidak enak." ia
memandang ke atas, memperhatikan dinding menara yang menjulang terjal. Dinding
itu terbuat dari batu api yang bermacam-macam bentuk dan ukurannya. Jenis batu
itu banyak terdapat di daerah Kirrin dan Lembah Besar.
"Yah - kalau kucing, kurasa bisa memanjat tembok ini," kata Jenny sangsi. "Tapi
manusia, tidak mungkin! Kalau mencoba juga, di tengah jalan pasti tergelincir
lalu jatuh lagi. Itu terlalu berbahaya. Bahkan kucing pun - kurasa takkan bisa
memanjat sampai ke puncak."
"Tapi walau begitu Anda mengatakan, Anda merasa seperti melihat ada orang
memanjat tembok ini!" kata si Utik. "Ah, Jenny kurasa yang Anda lihat itu
bayangan awan yang lewat. Coba Anda perhatikan tembok ini. Bisakah Anda
membayangkan orang memanjat di sini malam-malam dalam gelap?"
Jenny mendongak. "Ya, kau benar! Hanya orang gila saja yang mau mencobanya. Yah - kurasa aku
memang salah lihat kemarin malam. Tapi saat itu aku benar-benar merasa melihat
bayangan gelap, merayap ke atas pada tembok menara ini. Tapi memang mudah kita
salah lihat pada malam hari. Dan kurasa memang tidak ada tangga waktu itu di
sini karena kalau ada, pasti akan kelihatan bekas-bekas goresannya pada batu
ubin di pekarangan ini. Ah, sudahlah! Yuk, kita cepat-cepat naik ke atas,
sebelum Ayahmu kembali lagi."
Keduanya menaiki tangga putar. Pintu-pintu semuanya tak terkunci. Jadi jelaslah
bahwa Profesor Hayling bermaksud hendak kembali lagi ke situ, setelah selesai
membaca koran-koran pagi.
"Walau begitu, tidak boleh ia meninggalkan pintu-pintu ini tidak terkunci - biar
untuk sebentar saja," kata Jenny. "Nah, kita sudah sampai! Coba lihat - di mana-
mana ada bekas tinta tumpah. Dan jam kecil itu hilang! Aku ingin tahu, mau
diapakan jam itu oleh si pencuri?"
"Jam itu cukup kecil, sehingga bisa dimasukkan ke dalam kantongnya," kata si
Utik. "Jika ia bisa mencuri kertas-kertas catatan Ayah, pasti ia juga mau
mengambil jam kecil yang bagus! Mungkin masih ada lagi barang-barang lain yang
juga diambil olehnya!"
Mereka masuk ke dalam kamar. Seketika itu juga Jenny terpekik, karena kaget.
"Lihatlah! Bukankah itu kertas-kertas yang sedang sibuk dikerjakan ayahmu" Itu,
yang terletak di atas meja - yang penuh dengan angka-angka ?"
Si Utik memperhatikan kertas-kertas itu.
"Ya - betul! Ini kertas-kertas catatannya yang paling baru. Kemarin ia masih
menunjukkannya padaku. Aku masih ingat diagram ini. Aduh, Jenny! Bagaimana ia
bisa meninggalkannya begitu saja di atas meja, sementara pintu kamar tidak
dikunci" Padahal baru saja kemarin malam ada maling masuk kemari! ia tadi


Lima Sekawan 21 Sirkus Misterius di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengatakan akan menyimpannya baik-baik, karena apabila ditemukan orang yang
mencuri tadi malam, ia akan bisa memakainya bersama kertas-kertas catatan yang
lain, yang sudah dicuri lebih dulu. Tapi selama pencuri itu hanya memegang
separuhnya saja, ia takkan bisa berbuat apa-apa dengannya. Tapi sekarang Ayah
malah lupa menyembunyikannya !"
"Lebih baik kita saja yang menyembunyikan, Tik," kata Jenny. "Lalu jangan kita
katakan pada ayahmu, di mana kita menyimpannya. Pencuri yang kemarin malam pasti
akan datang lagi untuk mencari. Itu kuketahui dengan pasti. Kita pikirkan saja,
di tempat mana kertas-kertas ini sebaiknya disimpan."
"Aku tahu!" kata si Utik. "Di Pulau Kirrin! Di salah satu tempat dalam puri kuno
yang sudah runtuh! Takkan ada yang menyangka bahwa kertas-kertas ini kita
sembunyikan di sana."
"Idemu itu bagus sekali!" kata Jenny. "Aku baru lega, apabila semuanya tidak ada
lagi di sini." Jenny bergegas mengumpulkan kertas-kertas itu.
"Ini! Kaubilang saja pada Julian serta anak-anak yang lain - lalu pergilah ke
pulau itu bersama mereka selekas mungkin. Aduh, lega rasanya, jika kertas-kertas
ini tidak ada lagi di sini. Aku akan bisa tidur enak lagi!"
Si Utik memasukkan kertas-kertas penting itu ke balik jasnya. Lalu bersama
Jenny, ia bergegas-gegas menuruni tangga putar, mereka melihat Profesor Hayling
tidak jauh dan menara. Pak Profesor memanggil mereka.
"Tik! Jenny! Aku tahu, apa yang hendak kalian tanyakan. Kalian pasti ingin tahu,
di mana aku menyembunyikan kertas-kertas catatanku itu, ya" Kemarilah, nanti
kubisikkan!" Jenny dan si Utik merasa kikuk. Mereka tidak tahu, apa yang harus mereka
katakan. Mereka menghampiri Profesor Hayling. Setelah dekat, Pak Profesor
berkata dengan setengah berbisik.
"Kertas-kertas itu ku bungkus menjadi buntalan, lalu kuselipkan di bawah
tumpukan batu bara dalam kolong rumah. Di tempat yang paling belakang !"
"Aduh, karena itu celana Anda menjadi kotor sekarang," kata Jenny. "Rupanya Anda
tadi duduk di atas batu bara! Anda kotor sekali kelihatannya. Sini, saya
bersihkan dulu pakaian Anda dengan sikat. Tapi jangan di dalam, nanti rumah kita
penuh dengan debu batu bara!"
"Tempat itu bagus, kan?" tanya Profesor Hayling. "Hah - pasti kalian mengira aku
lupa menyembunyikannya !"
Profesor Hayling pergi dengan wajah puas.
Jenny tertawa geli. "Aduh, ayahmu itu benar-benar keterlaluan," katanya. "Yang disembunyikannya di
sana koran paginya, bukan catatan penting yang harus dirahasiakan! Tapi apa yang
harus kita katakan padanya nanti, jika ia menanyakan di mana koran-korannya"
Tik, pergilah ke kios penjual koran, dan beli beberapa lembar lagi. Aduh, aduh!
Macam-macam saja kehidupan bersama seseorang yang sangat pintar. Apa lagi yang
akan diperbuatnya setelah ini?"
Bab 13 BERBAGAI RENCANA SI Utik membeli setumpuk koran pagi di kios, untuk menggantikan koran-koran yang
disembunyikan ayahnya di bawah timbunan batubara. Setelah itu ia memutuskan
untuk pergi ke perkemahan anak-anak di lapangan, untuk memberi tahu mereka apa
yang terjadi. Utik masih agak marah karena diomeli Julian malam sebelumnya. Tapi
ia juga sudah tidak sabar lagi untuk memberi tahu teman-temannya tentang
peristiwa pencurian yang terjadi. Sekaligus ia juga hendak bercerita tentang
gagasannya yang hebat, yaitu untuk menyembunyikan kertas-kertas catatan ayahnya
yang masih ada di Pulau Kirrin.
Si Utik pergi ke belakang, dengan si Iseng bertengger di atas bahunya. Julian
beserta saudara-saudaranya ada di lapangan. Mereka baru saja kembali dari
berbelanja. Mata si Utik bersinar-sinar, ketika melihat bermacam-macam kaleng
berisi daging dan buah yang diawetkan, lalu roti yang masih hangat, tomat, apel
dan pisang. Kesemuanya itu dibeli oleh anak-anak di toko-toko yang terdapat di
Lembah Besar. Julian senang melihat si Utik nampak cerah dan riang. Ia mulanya sudah khawatir
saja, jangan-jangan anak itu merajuk, sehingga bisa merusak kesenangan anak-anak
yang lain. "Hai!" sapa si Utik. "Aku punya kabar hebat!" ia lantas bercerita tentang
kejadian malam sebelumnya. Cerita itu. diakhirinya dengan penuturan, bagaimana
ayahnya pergi menyembunyikan koran-koran paginya di bawah tumpukan batu bara
dalam kolong rumah, karena mengira itu kertas-kertas catatannya yang perlu
diselamatkan dari bahaya pencurian.
"Tapi kenapa kau tidak mengatakan padanya bahwa ia menyembunyikan koran, sedang
kertas-kertasnya yang penting tertinggal?" tanya George heran.
"Soalnya, jika kekeliruan itu diketahui olehnya, ia akan menyembunyikan kertas-
kertas catatannya di tempat lain, tapi kemudian melupakan tempat itu - sehingga
catatannya hilang untuk selama-lamanya!" kata si Utik.
"Lalu - apa yang hendak kaulakukan sekarang?" tanya Dick.
"Tadi aku mendapat gagasan yang hebat sekai!," kata si Utik dengan bangga.
"Begini - bagaimana jika kita saja yang menyembunyikan kertas-kertas itu di
suatu tempat yang tidak mungkin diketahui orang lain?"
"Lalu, di mana tempat yang hebat itu?" tanya Dick.
"Di Pulau Kirrin!" kata si Utik puas. "Siapalah yang akan mencari ke sana"
Sedang kita takkan mungkin lupa tempat itu. Di sana, kertas-kertas ayahku pasti
aman. ia bisa melanjutkan pekerjaannya, tanpa perlu memikirkan apa-apa lagi."
"Kau sudah menceritakan hal ini padanya?" tanya .Julian. .
"Belum," jawab si Utik. "Menurut Jenny, lebih baik kita tidak bercerita padanya,
ia merasa yakin, para pencuri pasti akan mencoba lagi untuk mendapat sisa-sisa
kertas catatan ayahku."
"Hah! Bagaimana jika kita membuat catatan palsu," usul Dick. "Lengkap dengan
gambar-gambar diagram, serta berbagai angka dan perhitungan yang aneh-aneh.
Kurasa, aku mampu membuatnya! Kertas-kertas palsu itu kemudian kita tinggalkan
dalam kamar menara, supaya diambil pencuri. Pasti mereka akan mengira, itulah
kertas-kertas yang ketinggalan!"
Anak-anak tertawa geli mendengar usul itu.
"Keledai!" kata Julian. "Tapi ide itu baik. Meninggalkan kertas-kertas tak
berharga supaya dicuri orang - sedang kertas - kertas asli kita sembunyikan di
suatu tempat yang takkan terpikir oleh mereka, yaitu di Pulau Kirrin!"
"Kapan kita pergi?" tanya George. "Sudah lama sekali aku tidak datang ke pulauku
itu. Dan bayangkan, ketika terakhir kalinya aku ke sana dengan perahu, ternyata
sampah yang mereka tinggalkan di sana! Kertas-kertas pembungkus, botol-botol
pecah, daun-daun selada yang sudah busuk kulit jeruk - uhh!"
"Aku heran, kenapa ada orang yang suka berbuat begitu, ya?" kata Anne. "Kalau
mereka sendiri harus berada di tengah sampah yang ditinggalkan orang lain, pasti
mereka tidak suka! Karena itu, kenapa mereka tidak mau membersihkan sampah
mereka sendiri?" "Ah - mungkin di rumah sendiri pun mereka begitu," kata Dick. "Di mana-mana ada
sampah berserakan! Padahal berapalah sulitnya membersihkan sampah bekas piknik,
sehingga tempat itu bersih kembali dan tidak mengganggu orang yang datang
kemudian." "Lalu, apa. yang kaulakukan dengan sampah yang bertumpuk di Pulau Kirrin?" tanya
Julian. "Aku menguburkannya dalam-dalam di pasir, di sebelah atas pantai," kata George.
"Aku memilih tempat yang tinggi, supaya tidak diusik gelombang pasang. Sambil
menggali pasir waktu itu, aku mengomel terus!"
Tampang George galak sekali ketika mengatakan hal itu. Anak-anak yang lain
tertawa melihatnya. Timmy duduk dengan lidah terjulur ke luar. Kelihatannya
seolah-olah ia juga ikut tertawa. Si Iseng memperdengarkan suara-suara aneh,
seperti cekikikan. Kemudian anak-anak merundingkan rencana selanjutnya.
"Dick,. kau dan Julian sebaiknya membuat rancangan dan perhitungan yang palsu,"
kata George. "Kalian yang paling bisa di antara kita semua! Lalu Utik, kau
kemudian menaruh kertas-kertas palsu itu dalam kamar menara ayahmu, untuk
diambil pencuri apabila ia datang lagi. Aku yakin, pencuri itu pasti datang
lagi! Soalnya, kemarin malam ia kan bisa masuk dengan gampang!"
"Sedang George membawa kertas-kertas catatan asli ayah si Utik ke Pulau Kirrin,"
kata Anne. "Tapi kau harus menunggu hari malam dulu," kata Dick pada George.
"Soalnya, apabila ada anggota kawanan pencuri yang mengawasi dan melihat George
pergi ke pulau itu, ada kemungkinan mereka lantas menduga bahwa ia membawa
sesuatu yang penting untuk disembunyikan di sana. Mungkin pula mereka kini
mengawasi ayahmu, George. Tapi ngomong-ngomong - di mana kertas-kertas catatan
yang asli itu sekarang" Kau kan tidak meninggalkannya di rumah, Tik?"
"Mana aku berani," kata si Utik. "Aku tadi terus-menerus merasa seolah-olah ada
yang mengintip - menunggu sambil berharap bahwa akan meninggalkan kertas-kertas
itu di salah satu tempat. Ini - aku -membawanya, dalam bajuku!"
Sambil berkata begitu, si Utik menepuk-nepuk perutnya.
"Ah, pantas - tadi kusangka kau pagi ini terlalu banyak makan!" kata George.
"Nah - apa yang kita lakukan sekarang 1"
"Sebaiknya kita langsung saja memalsukan catatan itu, lengkap dengan angka-angka
perhitungan serta gambar-gambar diagram," kata Julian. "Soalnya, mungkin saja
para pencuri datang lebih cepat dari sangkaan kita. Sebaiknya di rumahmu saja
kita membuatnya, Tik. Kalau kita ke rumah George, nanti ayahnya melihat kita
sedang sibuk, lalu merasa curiga. Lagipula besar kemungkinannya kita disuruh
pergi lagi, karena bahaya ketularan penyakit jeng kering."
"Tapi bagaimana dengan ayahku?" tanya si Utik. "Ia kan juga bisa melihat kita
nanti. Lagipula, ia tidak suka ada orang di rumah minggu ini, karena ia sedang
sibuk dengan penemuan barunya. Penemuan itu hebat sekali, dan...."
"Nah, nah - Tik '" jangan kaubeberkan lagi rahasia ayahmu!" kata Julian
memperingatkan. "Menurut pendapatku, paling baik jika kita membuatnya di rumahmu
saja." "Bagaimana jika kuambilkan peralatan ayahku saja, dan kalian membuat catatan
palsu itu di sini -dalam tenda?" usul si Utik. "Sungguh - ayahku sulit ditebak,
setiap waktu ia bisa saja masuk ke kamarku. Jika ia melihat kita semua ada di
situ pasti ia akan heran - apa yang sedang kita kerjakan! Kalian bisa
mempelajari dulu catatan ayahku yang kutaruh dalam bajuku ini. Lalu kemudian
memalsukannya dengan bentuk yang sama. Tentu saja dengan angka-angka yang lain."
"Baiklah," kata Julian. Ia melihat bahwa si Utik benar-benar khawatir kalau
ayahnya nanti melihat sedang membuat catatan palsu. "Pergilah sekarang mengambil
segala peralatan yang kita perlukan. Kau ikut dengan dia, George."
"Beres," kata George. Diikutinya si Utik pulang ke rumah. si Utik memeriksa
sebentar di dalam, apakah ayahnya ada di dekat-dekat situ. Tapi Profesor Hayling
tidak nampak batang hidungnya. Jadi keadaan aman! Dengan cepat Utik mengambil
papan gambar yang besar, beberapa lembar kertas lebar yang selalu dipakai
ayahnya untuk membuat berbagai hitungan. Ia juga mengambil sebuah buku berisi
berbagai diagram yang aneh, tapi gampang ditiru pembuatannya. Si Utik tidak lupa
mengambil pena gambar serta tintanya, begitu pula beberapa buah paku payung
untuk menancapkan kertas ke papan gambar George membantunya membawakan barang-
barang itu. Ia celingukan, karena khawatir kalau Profesor Hayling muncul dengan
tiba-tiba. "Kau tidak perlu khawatir - ayahku sedang tidur. Tidak kau dengar suaranya
mendengkur?" kata si Utik. Ya - benar juga katanya. George mendengar suara
mendengkur pelan, tidak jauh dari situ! Mereka kembali ke lapangan belakang,
sambil membawa perlengkapan untuk membuat catatan palsu.
"Bagus!" kata Julian, ketika keduanya sudah berada kembali dalam tenda.
"Sekarang kita bisa mulai membuat catatan-catatan bagus yang tidak ada artinya
sama sekali - serta gambar-gambar diagram yang kelihatannya persis yang asli,
tapi juga sama sekali tak ada gunanya!"
"Lebih baik dalam tenda saja membuatnya," kata George. "Karena kalau di luar,
nanti ada orang datang dari perkemahan sirkus, lalu ingin tahu apa yang sedang
kita kerjakan!" Anak-anak lantas masuk beramai-ramai ke dalam tenda Julian dan Dick, karena
tenda itu yang lebih besar. Timmy juga ikut masuk. Begitu pula si Iseng, yang
selalu ingin ikut ke mana saja Timmy pergi. Julian mulai bekerja, meski ruangan
dalam tenda agak sempit. Anak-anak semua memperhatikan kesibukannya dengan
kagum, sementara Julian membuat angka-angka perhitungan deret demi deret. Tapi
tiba-tiba terdengar Timmy menggeram-geram. Bulu tengkuknya tegak!
Dengan cepat Julian menelungkupkan meja gambar, lalu mendudukinya. Sementara itu
tutup tenda tersingkap ke samping, dan di situ muncul - Charlie! Simpanse itu
memandang ke dalam sambil nyengir.
"Ah - kau rupanya yang datang, Charlie," kata Julian. "Nah - bagaimana kabarnya
pagi ini?" Cengiran Charlie menjadi semakin lebar. Ia mengulurkan tangannya. Julian
menyalaminya dengan serius.. Kemudian simpanse itu menyelami anak-anak yang
lain, satu per satu. "Duduklah, Charlie," kata Dick. "Kurasa kau pasti keluar sendiri dari kandangmu,
dan datang ke sini untuk melihat apa bekal kami untuk makan nanti. Kau pasti
senang mendengar bahwa perbekalan kami cukup untuk kita semua termasuk kau!"
Charlie duduk antara Timmy dan si Utik. Dengan penuh minat diperhatikannya
Julian, yang sudah sibuk bekerja lagi.
"Kurasa dia juga bisa menggambar, jika padanya diberikan kertas dan pensil,"
kata Anne. Anak-anak memberi Charlie sepotong pensil serta buku notes, supaya ia mau
tenang. Dengan segera simpanse itu mulai mengorek-ngorekkan pensilnya di atas
kertas. "Astaga - coba lihat hasil coretannya!" kata Anne. "Ia menirumu, Ju!"
"Kalau ia terus begitu, nanti kuserahkan tugas pemalsuan ini padanya!" kata
Julian sambil tertawa geli. "George, sekarang kita harus berunding mengenai
rencanamu untuk nanti malam. Kurasa jika kau nanti ke Pulau Kirrin untuk
menyembunyikan kertas-kertas catatan itu, sebaiknya Timmy kaubawa serta."
"Ya, tentu saja!" kata George. "Bukannya di pulauku itu nanti ada orang - tapi
aku mau ditemani Timmy. Kertas-kertas itu akan kubawa langsung ke sana, lalu
kusembunyikan!" "Di mana kau akan menyembunyikannya," tanya Julian.
"Ah - itu akan kutentukan nanti, jika aku. sudah ada di sana," kata George.
"Pokoknya, di suatu tempat yang pelik! Aku kan mengenal baik pulauku. Kertas-
kertas asli itu akan tetap ada di sana, sampai bahaya sudah lewat. Kita biarkan
Profesor Hayling menyangka ia sendiri yang menyembunyikan kertas-kertasnya di
salah satu tempat, tapi lupa di mana tempat itu! Wah, pasti asyik berdayung ke
pulauku nanti malam, bersama Timmy!"
"Nah - para pencuri boleh saja mengambil catatan palsu yang berisi hitungan dan
gambar-gambar diagramku ini, jika mereka datang lagi ke kamar menara," kata
Julian. "Kelihatannya seperti asli, ya?"
Memang - Julian telah membuat catatan palsu itu dengan sangat mahir! Anak-anak
mengamat-amatinya dengan perasaan kagum.
Tiba-tiba Timmy menegakkan sikapnya. Ia menggeram-geram lagi. Charlie Simpanse
menepuk-nepuknya, seolah-olah hendak mengatakan,
"Ada apa, Bung?" Tapi Timmy tidak mengacuhkannya. Ia masih saja menggeram-geram.
Tiba-tiba ia meleset ke luar. Saat berikutnya terdengar suara orang berteriak di
luar. "Ayo pergi! Pergi!"
Dengan cepat George menyingkapkan tutup tenda ke samping. Mr. Wooh nampak
berdiri di luar. Ia kelihatan sangat ketakutan. Timmy menggeram-geram dengan
nada mengancam. Charlie Simpanse .cepat-cepat datang menghampirinya. Ia marah, karena Timmy
bersikap tidak ramah terhadap temannya, Mr. Wooh. Simpanse besar itu tiba-tiba
menyeringai, menunjukkan gigi taringnya pada Timmy. George ketakutan melihatnya.
"Jangan biarkan mereka berkelahi!" serunya, ia khawatir, jangan-jangan Timmy
nanti kalah. Sementara itu Charlie melonjak-lonjak dengan sikap mengancam.
"Charlie!" seru Mr. Wooh dengan suaranya yang berat. "Charlie!"
Charlie berhenti melonjak-lonjak dan menggeram. Ia langsung melompat, bergantung
ke punggung Mr. Wooh, sementara tangannya merangkul leher orang itu.
Mr. Wooh memandang anak-anak yang berkerumun di depan tenda, lalu membungkukkan
badan dengan sopan. "Mudah-mudahan kedatanganku tidak mengganggu kalian," katanya. "Sekarang aku
hendak berjalan-jalan dengan Charlie, temanku ini. Mudah-mudahan kalian nanti
datang, untuk menonton pertunjukan kami."
"Mungkin," kata Dick. Ia melihat bahwa Mr. Wooh melirik sebentar, memperhatikan
kertas-kertas berisi angka-angka dan gambar-gambar yang dibuat oleh Julian.
Julian cepat-cepat menutupi kertas-kertas itu, seolah-olah tidak ingin apabila
dilihat Mr. Wooh. Ia melihat sesuatu yang aneh dalam pandangan orang itu.
Mungkinkah Mr. Wooh terlibat dalam pencurian kertas-kertas catatan Profesor
Hayling kemarin malam" Bagaimanapun juga, ia kan juga ahli dalam berhitung. Jadi
mungkin saja ia bisa memahami semua catatan rahasia ayah si Utik. Yah -
pokoknya, takkan ada yang dapat diketahuinya dari catatan yang baru saja dibuat
oleh Julian - karena semuanya merupakan karangan Julian sendiri.
"Apakah saya mengganggu pekerjaan kalian" Maaf, kalau begitu," kata Mr. Wooh. Ia
membungkuk sekali lagi, lalu pergi meninggalkan anak-anak. Charlie Simpanse ikut


Lima Sekawan 21 Sirkus Misterius di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pergi. Simpanse itu sebetulnya ingin agar si Iseng ikut bersamanya karena ingin
diajaknya bermain-main. Tapi si Iseng tidak mau ikut. Ia tidak suka pada Mr.
Wooh. "Wah, tidak kusangka tadi bahwa akan ada orang dari sirkus datang ke sini dengan
diam-diam, sehingga bisa mendengarkan perundingan kita dari luar," kata Julian
gelisah. "Aku merasa kurang enak melihat tatapannya tadi. Bagaimana, Dick -
mungkinkah ia mendengar kata-kata kita tadi?"
"Kalau ya - kenapa?" tanya Dick.
"Mungkin itu berbahaya," kata Julian. "Mungkinkah ia mendengar ketika George
mengatakan bahwa ia akan pergi ke Pulau Kirrin dengan catatan yang asli, yang
tidak ikut dibawa pencuri yang masuk ke kamar menara kemarin malam" Jika ia
mendengarnya, lebih baik George jangan pergi saja. Karena mungkin ia akan
terancam bahaya di sana."
"Jangan begitu, Ju," kata George. "Aku pasti pergi. Dan Timmy ikut dengan aku."
"Kau sudah mendengar kataku tadi, George! Kau tidak boleh pergi!" kata Julian
tegas. "Aku yang akan menyembunyikan kertas-kertas catatan asli itu di Pulau
Kirrin." "Baiklah," kata George. Aneh - cepat sekali ia mengalah! "Bagaimana kalau kita
makan saja dulu" Kan tinggal membuka beberapa kaleng, sedang tomat dan selada
kita taruh dalam keranjang yang di sana itu. Sedang minuman sudah kita letakkan
di tempat yang dingin."
"Ya, setuju," kata Julian. Ia merasa lega, karena sekali itu George mau menurut
dengan segera. Biar ia sendiri saja yang pergi ke Pulau Kirrin dengan perahu,
lalu mencari tempat penyembunyian yang baik di sana. Jika di sana ternyata ada
bahaya menghadang, ia pasti akan lebih mampu menanggulanginya, dibandingkan
dengan George. George kan cuma anak perempuan!
Ya, memang betul - tapi Julian sendiri sudah sering mengatakan, George itu
beraninya seperti anak laki-laki. Jadi jangan terlalu yakin pada dirinya
sendiri, Julian! Bab 14 KE SIRKUS LAGI Anak-anak memperhatikan Mr. Wooh, yang pergi menjauh bersama Charlie. Mereka
melihat simpanse itu mengambil dua ember kosong dan menjinjingnya dengan kedua
belah tangan. Dengan kedua ember itu, ia lari ke arah kanan.
"Mau ke mana dia?" tanya Anne. Ia heran, karena begitu cepat Charlie berlari.
"Kurasa ia hendak mengambil air dari sungai, lalu membawanya ke orang yang
sedang memandikan kuda-kuda," kata George. Terkaannya benar! Tidak lama kemudian
Charlie muncul lagi. Kini ia berjalan secara biasa. Pada kedua tangannya
terjinjing ember berat berisi air!
"Wah - simpanse itu memang benar-benar berguna!" kata Dick. "Lihatlah - itu
Madelon, yang melatih kawanan kuda indah yang tadi malam berbaris dalam
gelanggang. Kelihatannya lain sekali sekarang, karena memakai celana panjang
yang sudah usang. Nah - Charlie meletakkan kedua ember yang berisi air di sisi
Madelon. Tanggung kalau gadis itu nanti memerlukan air lagi, Charlie akan
mengambilnya ke sungai."
"Aku senang pada Charlie," kata Anne. "Mula-mulanya tidak, tapi sekarang suka.
Sayang ia milik Mr. Wooh."
Julian bangkit. Dipandangnya kertas yang tadi ditulisinya dengan angka-angka
serta digambari dengan berbagai diagram yang aneh-aneh.
"Kurasa ini tak ada gunanya lagi sekarang," katanya. "Rasanya Mr. Wooh tadi
langsung tahu bahwa ini catatan bikin-bikinan, begitu ia melihatnya. Tapi ia
ketahuan - karena aku melihat dia menatap kertas ini dengan pandangan
tercengang, seolah-olah pernah melihat yang mirip dengannya belum lama
berselang!" "Memang begitu kenyataannya, apabila ia menyuruh orang mencuri kertas-kertas
Ayah dari kamar menara!" kata si Utik. "He - bagaimana jika kita sekarang
melihat-lihat sebentar ke perkemahan sirkus" Barangkali saja di sana kita
melihat ada tangga, yang cukup panjang sehingga bisa mencapai kamar atas
menara!" "Ya - itu ide yang bagus!" kata Dick. "Yuk- sekarang saja kita ke sana.
Lemparkan papan gambar serta kertas diagram itu ke seberang pagar, Ju - kurasa
sekarang tidak ada lagi gunanya!"
Anak-anak lantas keluyuran ke lapangan, di mana rombongan sirkus berkemah. Si
Iseng ikut dengan mereka. Ketika Dick melihat sebuah tangga tergeletak di
rumput, ia menyenggol Julian. .
"Julian! Kau lihat itu" Bisakah dengannya dicapai kamar menara?"
Julian menghampiri tangga yang dimaksudkan oleh Dick. Tangga itu memang sangat
panjang. Tapi bisakah mencapai sisi atas menara" Ah - rasanya kurang panjang.
Tapi walau begitu, tidak ada salahnya menyelidiki siapa pemilik tangga itu.
Saat itu Manusia Tak Bertulang datang menghampiri mereka. Jalannya seperti
manusia normal. Ketika ia melihat anak-anak, ia nyengir. Tahu-tahu ia melipat lututnya ke arah
yang aneh. Kepalanya diputar sampai ia memandang ke belakang. Kedua lengannya
juga dibengkokkan, sehingga kelihatannya aneh sekali saat itu!
"Hi - jangan, aku ngeri melihatnya!" kata Anne. "Anda kelihatannya aneh sekali!
Apa sebabnya Anda mendapat Julukan Keajaiban Tak Bertulang" Anda kan punya
tulang-belulang! Hanya Anda saja yang berbuat seolah-olah tubuh Anda sama sekali
tidak ada tulangnya, dengan persendian yang bisa dibengkokkan ke mana-mana!"
Manusia Tak Bertulang itu tiba-tiba berbuat seolah-olah kehilangan semua
tulangnya. Ia ambruk ke rumput. Anak-anak tertawa melihatnya. Kini ia nampak
seperti benar-benar tak bertulang!
"Eh - bisakah Anda memanjat tangga dengan persendian Anda yang seperti itu?"
tanya Julian dengan tiba-tiba.
"Tentu saja bisa!" jawab Manusia Tak Bertulang. "Aku bisa memanjatnya dengan
cara biasa, terbalik, miring - pokoknya, dengan segala macam cara!"
"Kalau begitu, tangga Andakah itu?" tanya Dick. ia menganggukkan kepala ke arah
tangga yang terletak di rumput.
"Aku memang memakainya. Tapi yang lain-lain juga!" kata Manusia Tak Bertulang.
Ia memalingkan kepalanya ke arah yang berkebalikan, ke arah yang biasa lagi.
Aneh rasanya berbicara dengan orang yang kepalanya bisa berputar-putar! Sebentar
yang dihadapi mukanya, tapi sesaat kemudian yang ditatap belakang kepala!
"Hih, merinding bulu romaku melihat Anda begitu," kata Anne.
"Apakah tangga itu dipakai untuk memasang bendera yang terdapat di ujung atas
tenda sirkus?" tanya Dick. "Kalau kelihatannya sih, kurang panjang!"
"Memang," kata Manusia Tak Bertulang. "Di sebelah sana masih ada tangga lain,
yang lebih panjang lagi. Untuk mengangkatnya, diperlukan tiga orang. Tapi
seperti kalian lihat sendiri, tiang tengah tenda sirkus sangat tinggi! Satu
orang saja takkan mungkin kuat mengangkat tangga yang panjang itu."
Anak-anak berpandang-pandangan. Kalau begitu, tangga yang sangat panjang itu
juga tidak mungkin dipakai oleh pencuri yang kemarin malam. Kalau untuk
mengangkatnya diperlukan tiga orang, Jenny pasti mendengar suara-suara yang
lebih berisik! "Masih ada lagikah tangga lain di perkemahan ini?"
"Tidak - cuma yang dua itu. Kenapa hal itu kalian tanyakan" Mau beli tangga
rupanya, ya?" kata Manusia Tak Bertualang. "Nah - aku dipanggil Boss! Aku harus
pergi," ia pergi dengan langkah yang aneh. Persendiannya bergerak ke berbagai
arah. "Bagaimana dengan para akrobat?" kata Julian. "Mereka pasti biasa memanjat apa
saja. Mungkin saja seorang di antara mereka yang memanjat tembok menara."
"Ah - kurasa tidak mungkin," kata si Utik. "Tadi pagi aku mengamat-amati tembok
menara. Di situ ada tanaman merambat tapi tumbuhnya hanya sampai setengah tinggi
menara. Yang di atasnya hanya dinding menara saja. Bahkan akrobat pun pasti
memerlukan salah satu pegangan, untuk bisa naik sampai ke atas!"
"Mungkinkah badut-badut menemukan salah satu jalan untuk memanjatnya?" tanya
George. "Ah - kurasa mereka masih kalah dari para akrobat, kalau soal memanjat.
Rasanya pencuri itu bukan orang sirkus! Lihatlah - apa itu yang terletak di
tanah, di luar tenda yang di sana itu?"
Anak-anak menghampiri benda yang dimaksudkan oleh George. Kelihatannya seperti
bulu binatang, berwarna kelabu tua. George menyentuhnya dengan ujung kakinya.
"He - aku tahu - ini kan kulit keledai yang kita lihat kemarin malam!"
"Ya, betul!" seru si Utik dengan gembira. Ia berusaha mengangkatnya. Tapi tidak
bisa, karena terlalu berat baginya.
Tapi Dick dan George lebih cekatan. Dengan cepat kedua anak itu sudah menyusup
ke dalam kulit keledai itu. Dick memakai bagian kepala, sedang George mendapat
bagian kaki belakang. Ternyata Dick bisa melihat ke luar, karena pada leher
keledai terdapat dua buah lubang untuk melihat. Sedang kepala keledainya sendiri
disumpal dengan kertas. George menendang-nendangkan kakinya, sehingga nampak
kesan bahwa keledai itu lincah sekali. Anak-anak yang lain tertawa melihat
tingkahnya. Tiba-tiba terdengar suara orang berseru-seru.
"He - jangan ganggu kulit keledai itu!"
Yang berseru itu Jeremy. Ia datang berlari-lari. Tampangnya nampak marah. Ia
memegang tongkat. Dengan tongkat itu dipukulnya pantat keledai, sehingga George
terpekik kesakitan. "Aduh! Jangan pukul - sakit!"
Si Utik memandang Jeremy dengan marah.
"Seenaknya saja kau memukuli" tukasnya. "Di dalamnya kan ada Dick dan George!
Ayo letakkan tongkat itu!"
Tapi Jeremy malah memukul kaki belakang keledai sekali lagi, sehingga George
kembali mengaduh kesakitan. Si Utik ikut berteriak, lalu berusaha merebut
tongkat yang dipegang Jeremy. Anak yang lebih besar itu berusaha mempertahankan
tongkatnya. Tahu-tahu si Utik memukul dada Jeremy, sehingga ia terjerembab
jatuh! "Nah - aku kan pernah bilang, kapan-kapan kau akan kupukul jatuh' Sekarang aku
sudah melakukannya!" seru si Utik. "Ayo bangun, kalau berani berkelahi dengan
aku. Beraninya hanya memukul anak perempuan saja!"
"Sudah, Tik," larang Julian. "Bagaimana ia mungkin tahu bahwa George yang ada di
dalam" Ayo keluar, Dick dan George - sebelum Kakek datang. Nah - apa kataku,
kelihatannya ia akan ke sini!"
Sementara itu Jeremy sudah bangun lagi. Ia mengepalkan kedua tinjunya, lalu
menari-nari mengelilingi si Utik. Tapi sebelum keduanya sempat berpukul-pukulan,
Kakek sudah lebih dulu berseru menyuruh berhenti.
"Sudah! Jangan berkelahi!"
Jeremy mengayunkan tinjunya ke arah si Utik, yang cepat-cepat mengelak. Kini
Utik yang berusaha memukul. Jeremy mundur, dan menabrak Kakek. Kakek cepat-cepat
menahannya. Sementara itu Dick dan George sudah menanggalkan pakaian keledai. Mereka nampak
malu-malu. Kakek memandang keduanya sambil nyengir, sementara Jeremy yang nampak
marah masih tetap dipegang olehnya.
"Perkelahian selesai," kata Kakek pada Utik dan Jeremy. "Jika kalian masih ingin
terus, berkelahilah melawan aku!"
Kedua anak itu tak ada yang mau melawan Kakek. Orang itu mungkin saja sudah tua,
tapi tamparannya masih tetap keras. Dan Jeremy mengetahui hal itu. Kedua anak
itu bertatapan mata, tapi dengan malu-malu.
"Ayo, bersalaman - dan bertemanlah lagi," kata Kakek. "Cepat, kalau tidak ingin
berkelahi, melawan aku!"
Si Utik mengulurkan tangannya, tepat ketika Jeremy juga melakukannya. Keduanya
bersalaman sambil nyengir.
"Nah, begitu dong!" kata Kakek. "Kan keduanya tidak apa-apa, tidak ada yang
cedera. Kalian berdua sudah impas sekarang, jadi tidak perlu lagi saling pukul-
memukul." "Betul, Kek," kata Jeremy, sambil memukul Kakek dengan main-main. Kini pak tua
itu berpaling pada Dick dan George.
"Dan kalian - jika ingin meminjam kulit keledai itu, silakan," katanya. "Tapi
secara sopan, dan sebelumnya minta izin dulu pada pemiliknya."
"Ya, Kek. Maaf, Kek!" kata Dick sambil nyengir. Dalam hati ia ingin tahu apa
kata Profesor Hayling dan juga Jenny, apabila ia dan George benar-benar
meminjam, lalu dalam pakaian keledai itu lari secepat-cepatnya ke rumah. Tapi
rasanya lebih baik hal itu tidak mereka lakukan. Jenny pasti ketakutan nanti,
lalu minta berhenti. Kalau itu sampai terjadi - wah, gawat!
Setelah Kakek pergi lagi, Julian mengajak Jeremy bicara. Anak itu tadi nampak
ragu-ragu, apakah lebih baik ia pergi, atau tetap di situ.
"Kami tadi melihat Charlie membawa ember-ember berisi air untuk kuda-kuda," kata
Julian. "Ia kuat sekali rupanya!"
Jeremy tertawa lebar. Ia merasa senang, karena anak-anak mau berkawan lagi
dengan dia. Mereka berkeliaran beramai-ramai di lapangan, melihat-lihat kawanan
kuda yang bagus-bagus, lalu menonton Dick Jago Bidik berlatih menembak. Kemudian
mereka memperhatikan seorang akrobat bertubuh kecil berlatih meloncat dan
berjumpalitan. Si Iseng ikut dengan anak-anak. Sementara itu ia sudah kenal baik dengan semua
anggota sirkus - baik yang manusia maupun binatangnya. Ia berlagak membantu
Charlie Simpanse mengambil air. Kemudian ia melarikan topi pet Dick Jago Bidik.
Ia masuk ke kandang simpanse lalu berbaring di atas jerami bersama Charlie. Ia
berkeliaran. di situ, seolah-olah kandang itu miliknya. SI Iseng itu bahkan
berani masuk ke dalam tenda Kakek. Ketika keluar lagi, ia menggenggam sebuah
botol kecil berisi limun. Tapi ia tidak bisa membuka tutupnya. Dibawanya botol
itu ke tempat Charlie, yang memperhatikan tidak jauh dari situ. Dengan cakarnya
yang kuat mudah saja tutup botol itu dibuka oleh Charlie. Tapi isinya langsung
diminum sendiri olehnya. Si Iseng hanya bisa melongo melihatnya!
Si Iseng marah sekali. Ia masuk ke dalam kandang Charlie yang terbuka pintunya.
Jerami yang terhampar di dalam diserakkannya ke mana-mana. Charlie duduk saja di
luar kandang. Ia memperhatikan kemarahan si Iseng sambil nyengir. Ia malah
senang, rupanya! "Ayo keluar, Iseng!" seru Utik. "Kau ini, macam-macam saja perbuatanmu!"
"Biar saja," kata salah seorang akrobat yang ada di dekat situ. "Charlie suka
jika ada yang marah-marah! Coba lihat saja, ia duduk sambil meringis!"
Anak-anak masih memperhatikan selama beberapa saat, untuk meyakinkan_ bahwa
Charlie memang tidak marah karena perbuatan si Iseng.
Setelah itu perhatian mereka beralih pada Monty dan Winks. Kedua badut itu
berlagak seperti sedang bertengkar. Akhirnya Monty mengguyur Winks dengan air,
sedang Winks membalas dengan menumpahkan keranjang sampah ke atas kepala Monty.
Aduh, kocak sekali pertunjukan kedua badut itu!
Ketika anak-anak berpaling lagi untuk melihat kesibukan si Iseng, ternyata
monyet kecil itu sudah tidak ada lagi dalam kandang simpanse. Mereka melihatnya
lari cepat-cepat melintasi lapangan, menuju pagar pekarangan rumah. Pagar itu
dilompatinya, dan ia menghilang ke dalam kebun.
"Rupanya ia merasa sekarang sudah waktu makan siang," kata si Utik. Ia memandang
arlojinya. "Wah, memang sudah! Ayo, semua cepat-cepat pulang! Jenny marah nanti
jika kita sampai terlambat. Sekarang kita mendapat hidangan makanan panas!"
Bab 15 JULIAN KAGET Ketika anak-anak masuk ke ruang makan, Jenny baru saja menghidangkan makanan
siang itu ke atas meja. Juru masak itu kelihatan agak kesal. Soalnya, tadi ia
mencari mereka ke mana-mana, tapi tidak berhasil.
"Ah - datang juga kalian akhirnya!" katanya. "Kalian terlambat dua menit. Aku
tadi sudah mencari ke mana-mana dalam kebun. Untung kalian datang sekarang. Coba
terlambat lima menit lagi, hidangan ini pasti sudah kubawa kembali ke dapur."
"Ah, Jenny - mana mungkin Anda berbuat begitu," kata si Utik. Jenny dirangkulnya
dengan tiba-tiba, sehingga juru masak itu terpekik karena geli. "Hm - sedapnya
bau masakan Anda! Hmm!" .
"Kau ini - dengan 'hmmm'-mu!" kata Jenny sambil mendorong si Utik. "Aku kan
sudah pernah bilang, kalau merangkul jangan suka keras-keras. Susah aku bernapas
karena rangkulanmu. Jangan, Tik! Kalau kau merangkul lagi seperti tadi, bisa
gepeng tubuhku nanti kauperas!"
Anak-anak tertawa. Jenny macam-macam saja - ia selalu kocak kalau berbicara.
Anne agak menyesal, kenapa tadi tidak menawarkan diri pada Jenny untuk ikut
menyiapkan makan siang. Aduh- waktu berlalu begitu cepat rasanya, apabila mereka
sudah berkumpul. Sambil makan, anak-anak mengobrol dengan ramai. Si Iseng tidak mau ketinggalan.
Ia juga ikut sibuk. Cakarnya menggerayang ke sana dan kemari, mengambil makanan
dari piring anak-anak. Sebagian daripadanya diberikan pada Timmy, yang seperti
biasa berbaring di bawah meja. Timmy tentu saja senang, mendapat bagian.
"Aku tadi sama sekali tidak melihat tangga di sirkus, yang cukup panjang
sehingga bisa dipakai untuk memanjat sampai ke puncak menara," kata George.
"Betul! Kalaupun ada, tangga itu disembunyikan dengan baik," sambung Dick.
"Kemarikan dong - mosternya!"
"Itu kan sudah di depanmu, Goblok!" kata Julian, sambil menuding botol berisi
bumbu penyedap makanan yang terletak di depan Dick.
"Tapi aku kini mulai berpikir-pikir, mungkinkah Mr. Wooh terlibat dalam
pencurian kertas-kertas rahasia ayahmu, Tik! Soalnya, sulit kubayangkan ia bisa
memanjat tangga yang tinggi. Orangnya kan sangat...sangat....'"
"Sangat rapi dan sopan-santun," sambung Anne. "Kalau aku, aku sama sekali tidak


Lima Sekawan 21 Sirkus Misterius di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merasa bahwa ada seorang pun dari anggota sirkus itu yang mungkin menginginkan
kertas-kertas itu, atau cukup jahat sehingga tega untuk mencurinya. Mereka
semuanya baik-baik!"
"Tapi walau begitu, aku masih tetap merasa bahwa dari mereka semua, Mr. Wooh
yang paling mungkin merupakan pelakunya," kata Julian. "Ia sangat tertarik pada
perhitungan yang rumit-rumit, serta pada penemuan-penemuan yang menarik. Tapi
walau begitu, aku kini mulai merasa bahwa anggapan ku semula keliru.- Tak
mungkin ia mampu naik ke kamar menara, karena tidak ada tangga yang cukup
panjang. Sedang kusangsikan bahwa ia berani membawa tangga ke pekarangan
rumahmu, Tik - lalu menyandarkannya pada tembok menara. Risiko ketahuan pada
saat itu besar sekali!"
"Baiklah - jadi ia tidak perlu kita curigai lagi," kata si Utik. "Tapi aku tidak
bisa membayangkan bagaimana kertas-kertas itu bisa sampai hilang - karena orang
pun tak mungkin naik ke atas lewat tangga putar. Pintu-pintu dalam menara kan
terkunci semuanya!" "Jangan-jangan diterbangkan angin ke luar lewat jendela," kata Anne. "Mungkinkah
itu?" "Tidak," kata Julian. "Alasannya ada dua. Pertama, jendela terbukanya kurang
lebar. Jadi angin yang bertiup masuk tidak begitu kencang, sehingga tidak
mungkin menerbangkan kertas-kertas itu ke luar. Lalu alasan yang kedua, jika
kertas-kertas itu benar diterbangkan angin, mestinya beberapa lembar di
antaranya kita temukan berserakan di pekarangan. Padahal kita tidak menemukan
apa-apa!" "Yah - kalau tidak ada yang masuk lewat sebelah dalam karena pintu-pintu
terkunci, dan juga tidak masuk lewat jendela, lalu bagaimana kertas-kertas
penting itu bisa hilang?" tanya George. "Masak bisa lenyap sendiri" Itu kan
keajaiban namanya. Aku tidak percaya ada keajaiban seperti itu!"
Agak lama juga anak-anak terdiam sesudah itu. Kejadian yang dihadapi benar-benar
misterius! "Apakah tidak mungkin ayah si Utik suka berjalan dalam tidur, dan ia sendiri
yang mengambil kertas-kertas itu tanpa sadar?" tanya Anne kemudian.
"Aku tidak tahu, apakah orang dalam keadaan begitu bisa membuka pintu-pintu
terkunci! Ia kan harus memilih dulu, anak kunci mana yang pas. Lalu setelah
mengambil kertas-kertas catatan itu, dengan meninggalkan sebagian terserak di
lantai, kembali menuruni tangga putar dengan mata terpejam, serta mengunci
kembali pintu demi pintu, lalu masuk lagi ke kamar tidur, naik ke pembaringan -
dan keesokan paginya bangun tanpa ingat apa-apa!" kata Julian.
"Tidak, itu tidak mungkin," kata Dick. "Apakah ayahmu suka berjalan dalam tidur,
Tik?" Si Utik mengingat-ingat sebentar.
"Sepanjang pengetahuanku, tidak," katanya. "Ayahku biasanya tidak terlalu lelap
kalau tidur. Tidak, kurasa bukan Ayah yang mengambil kertas-kertas itu dalam
tidurnya. Pasti orang lain!"
"Kalau begitu, orang itu memiliki kekuatan gaib," kata George. "Manusia biasa,
tidak mungkin bisa melakukannya. Dan pelakunya jelas sangat menginginkan catatan
itu, sehingga berani mengambil risiko besar."
"Kalau begitu ia pasti akan berusaha mengambil kertas-kertas yang ketinggalan di
bawah meja," kata Julian. "Untung kertas-kertas itu ada pada kita sekarang!
Orang itu mestinya akan berusaha naik lagi ke menara dengan cara sama - yang
merupakan teka-teki bagi kita!"
"Yah - malam ini juga kertas-kertas penting itu akan sudah diamankan, di
pulauku," kata George.
"Betul," kata Julian. "Aku nanti akan mencari tempat yang sangat sulit diketahui
sebagai tempat menyembunyikannya. Kurasa sebaiknya dalam puri saja. Tapi
ngomong-ngomong, mudah-mudahan kau tidak masih menyimpannya di balik bajumu.
Tik. Ah - tidak, perutmu tidak nampak buncit lagi. Kaukemanakan kertas-kertas
itu?" "Kata George, lebih baik aku menyerahkannya padanya untuk disimpan, karena kalau
di balik bajuku, ada risiko jatuh nanti," kata si Utik.
"Sekarang kan ada padamu, ya George?"
"Ya," kata George singkat. "Sudahlah, kita jangan bicara lagi mengenainya!"
"Lho! Kenapa tidak" Di sini kan tidak ada orang lain. Jadi tidak mungkin pencuri
itu ikut mendengarkan pembicaraan kita," bantah si Utik. "Ah- kurasa kau
jengkel, karena Julian tidak mengizinkanmu membawa kertas-kertas itu untuk
disembunyikan di Pulau Kirrin, George!"
"Sudahlah, jangan ngomong terus, Tik!" tukas George.. "Aku nanti bisa benar-
benar marah padamu, jika kaubiarkan saja si Iseng menumpahkan limunmu di atas
rotiku. Ayo, turunkan dia! Monyet tidak tahu aturan!"
"Aduh - kau ini cepat sekali marah!" balas si Utik. Dengan diam-diam, Julian
menendang kakinya. Maksudnya menyuruh si Utik diam - dan jangan meneruskan
pertengkaran. Si Utik hendak membalas, tapi tidak jadi. Ia teringat, Julian
pasti lebih keras kemampuannya menendang. Si Utik lantas menurunkan si Iseng ke
bawah meja. Ia khawatir, jangan-jangan George akan menampar monyetnya itu. Di
bawah meja, si Iseng menghampiri Timmy lalu merangkulnya. Timmy mengendus-endus,
lalu menjilati monyet kecil itu beberapa kali. Anjing besar itu sayang pada si
Iseng yang nakal. "Apa yang kita lakukan siang ini?" tanya Dick, setelah mereka selesai membantu
Jenny membereskan meja dan mencuci piring. "Bagaimana jika mandi-mandi di laut!
Hawa kan cukup panas saat ini."
"Panas sekali sih tidak. Tapi itu tidak menjadi soal, karena sehabis mandi-
mandi, badan kita bisa panas kalau kita berlari-lari dan menggosoknya dengan
handuk," kata Anne. "Anda mau ikut kami mandi-mandi; Jenny?"
"Astaga!" kata Jenny. Ia menggigil, membayangkan mandi-mandi di laut. "Aku ini
orang yang tidak tahan dingin. Membayangkan diriku berendam dalam air laut yang
dingin, sudah membuat gigi ku gemeletuk kedinginan. Handuk kalian ada dalam
kamar pengering. Tapi nanti jangan terlambat pulang untuk minum teh, ya! karena
sesudah itu masih banyak setrikaan yang harus kukerjakan."
"Baiklah, Jenny," kata si Utik. Ia hendak merangkul juru masak itu lagi. Tapi
tidak jadi, begitu melihat tatapan mata wanita tua itu. "Julian - bolehkah aku
malam ini ikut ke pulau" Aku kepingin ikut asyik."
"Tidak bisa,'"kata Julian. "Lagipula, nanti sama sekali tidak ada keasyikan."
"Siapa tahu, jika Mr. Wooh mendengar George mengatakan bahwa ia akan membawa
kertas-kertas catatan ayah ku ke sana," kata si Utik. "Kalau benar begitu, ia
pasti akan sudah menunggu di Pulau Kirrin. Nah - kalau itu yang terjadi, kau
tentu akan senang apabila aku ada bersamamu."
"Ah - kau paling-paling malah hanya merepotkan aku saja nanti," kata Julian.
"Bagiku lebih gampang mengurus diriku sendiri, daripada masih harus mengawasi
dirimu pula. Tidak, aku akan pergi sendiri nanti. George - janganlah kau
memandang aku dengan merengut."
Julian meninggalkan meja. Ia pergi ke jendela lalu memandang ke luar.
"Angin sudah agak teduh sekarang," katanya. "Sejam lagi aku akan mandi di laut.
Kalau ada yang mau ikut, kita bisa pergi bersama-sama."
Anak-anak kemudian pergi mandi-mandi ke laut. Hanya si seng saja yang tidak ikut
menceburkan diri ke dalam air. Ia mencelupkan cakarnya ke air. Seketika itu juga
ia berteriak, lalu bergegas naik ke pantai. Ia takut akan dikejar oleh si Utik,
lalu dipaksa masuk ke dalam air. Kalau Timmy, tentu saja ia masuk ke laut.
Anjing itu pandai berenang. ia bahkan membiarkan si Utik menunggangi
punggungnya. Tapi ketika kemudian terasa berat ia menyelam -sehingga tiba-tiba
si Utik menggelepar di air.
"Kau jail, Timmy!" seru anak itu. "Hidungku kemasukan air! Awas, jika kau
terpegang nanti kau akan ganti kubenamkan!"
Tapi si Utik tidak bisa mengejar Timmy. Anjing itu menggonggong dengan gembira,
lalu berenang mengejar George. Ia senang sekali bisa bermain dengan anak-anak!
Hari itu berlalu dengan cepat. Sorenya Jenny menghidangkan makanan yang sedap.
Roti dengan daging asap yang diiris tipis-tipis, lalu selada, dan diakhiri
dengan buah-buahan. Juru masak itu mengatakan, setelah itu ia ada waktu sedikit.
Jika anak-anak mau, ia ingin mengajak mereka main 'Scrabble'. Si Iseng ikut
menonton di atas meja. "Aku tidak berkeberatan jika kau cuma menonton saja, Iseng," kata Anne. "Tapi
kau tidak boleh mengacak-acak huruf-hurufku. Ketika kami bermain waktu itu kau
mengacak-acaknya, sehingga akhirnya aku kalah."
Timmy duduk di atas kursi di samping George. Ia memperhatikan permainan anak-
anak dengan sikap serius. Ia tidak mengerti, apa sebabnya mereka mau melakukan
permainan seperti itu. Padahal mereka kan bisa berjalan-jalan, dengan dia
tentunya. Ketika permainan selesai, anak-anak kasihan melihat Timmy lalu
mengajaknya berjalan-jalan menyusur pantai. Timmy senang sekali!
"Nanti, begitu hari sudah gelap, aku akan ke Desa Kirrin dengan sepeda," kata
Julian. "George - kurasa perahumu tentunya ditambatkan di tempat biasa, ya"
Sayang aku tidak bisa mengajakmu, tapi seperti sudah kita bicarakan tadi, tugas
ini mungkin mengandung bahaya. Sedapat mungkin aku nanti akan berusaha
menghindarinya. Aku belum lega, sebelum kertas-kertas itu sudah disembunyikan di
tempat yang aman! Sebelum aku pergi nanti, kauserahkan pada ku ya, George?"
Tiba-tiba Anne menguap. "Jangan terlalu malam berangkat," katanya. "Nanti aku sudah pulas, sehingga
tidak melihatmu pergi. Hari sudah mulai gelap sekarang. Sehabis berenang-renang
tadi, aku capek sekali."
Dick ikut menguap. "Aku juga sudah mengantuk," katanya. "Begitu kau sudah pergi nanti, Ju, aku akan
langsung masuk ke dalam tenda untuk tidur! Tapi sebelumnya aku hendak melihatmu
pergi dulu, dengan kertas-kertas rahasia itu. Anne, George, sebaiknya kalian
juga cepat-cepat tidur nanti - kalian nampak capek."
"Betul," kata Anne. "Kau ikut, George?"
"Kita tidur saja semuanya," kata George. "Yuk, Tik! Kita berlomba, siapa yang
paling dulu sampai di tenda. Selamat tidur, Jenny!"
George masuk ke kebun yang sudah gelap, bersama Anne dan Utik, disusul oleh
Timmy. Dick dan Julian masih membantu Jenny dulu membereskan permainan, serta
menutup tirai-tirai. "Nah - selamat tidur, Jenny," kata Dick. "Sekarang Anda tinggal mengunci pintu
setelah kami keluar, dan setelah itu masuk ke tempat tidur. Kami akan ke tenda
kami sekarang," "Jaga diri baik-baik, dan jangan berbuat yang tidak-tidak," kata Jenny
menasihati. "Sembunyikan catatan Profesor Hayling baik-baik, Julian, supaya
tidak bisa ditemukan orang lain."
Julian dan Dick meninggalkan rumah. Mereka masih mendengar Jenny mengunci pintu.
Si Utik dan kedua anak perempuan tadi sementara itu sudah menyeberangi pagar
belakang. Si Iseng bertengger di bahu Utik. Anne agak cemas.
"Mudah-mudahan Julian nanti tidak apa-apa," katanya pada George. "Aku lebih
senang, jika Dick diajak olehnya."
"Jika ia mengajak orang lain, maka orang itu harus aku!" tukas George. "Itu kan
pulauku!" "Jangan begitu dong, George. Kertas-kertas itu lebih aman, jika Julian yang
menyembunyikannya," kata Anne. "Bagimu kan tidak enak - harus bersepeda seorang
diri ke Kirrin, lalu menurunkan perahu ke air, kemudian mendayungnya dalam
gelap," "Kenapa tidak enak?" tukas George. "Jika Julian bisa- melakukannya, aku juga
sanggup! Kau bersiap-siap sajalah untuk tidur, Anne. Sana - masuk ke tenda.
Sebentar lagi aku menyusul, sesudah Timmy kuajak berjalan-jalan sebentar."
George menunggu sampai Anne sudah masuk ke dalam tenda. Kemudian ia pergi
bersama Timmy. Anjing itu agak heran. Mau ke mana lagi kita, pikirnya.
Tidak lama kemudian terdengar suara orang bercakap-cakap. Julian dan Dick sampai
di pagar batas pekarangan rumah, lalu menyeberanginya. Mereka pergi ke tenda
mereka. Si Utik sudah ada di situ. Anak itu menguap. Ia sudah bersiap untuk
tidur. Ketiga anak laki-laki itu merebahkan diri di pembaringan masing-masing. Si,
Iseng merapatkan diri ke tubuh tuannya. Setelah lewat beberapa waktu, Julian
duduk lagi. Ia memandang arlojinya, lalu menengok ke luar.
"Hari sudah benar-benar gelap sekarang!" katanya. "Tapi kurasa malam ini akan
ada bulan. Sebaiknya sekarang saja kuambil kertas-kertas catatan itu dari
George, lalu berangkat dengan sepeda ke Kirrin."
"Kau tahu kan, di mana George menyimpan perahunya," kata Dick. "Kau pasti bisa
menemukannya dengan mudah. Kau sudah membawa senter, Ju?"
"Ya - dan dengan baterai yang masih baru," kata Julian. "Lihatlah!"
Ia menyalakan senternya. Sinarnya sangat terang.
"Kalau senter ini kunyalakan nanti, aku takkan bisa tersesat dalam mendayung
menuju ke Pulau Kirrin," katanya. "Nah sekarang kuambil kertas-kertas itu. He,
Georgel Aku hendak mengambil catatan Profesor Hayling yang harus kusembunyikan!"
Julian menghampiri tenda Anne dan George. Anne ada di situ. Anak itu sudah
hampir tertidur. Matanya terkejap-kejap, ketika senter Julian disorotkan ke
arahnya. "George!" sapa Julian. "Tolong berikan kertas-kertas itu sekarang. He! Anne -
mana George?" Anne memandang berkeliling. Selimut George tertumpuk di pembaringannya. Tapi
George sendiri tidak ada. Begitu pula Timmy!
"Aduh, Ju! Kau tahu, apa yang dilakukan oleh George" Rupanya ia pergi dengan
diam-diam, bersar1ia Timmy! ia mengambil sepedanya tanpa memberi tahu, lalu
pergi ke Kirrin ke tempat perahunya tertambat, dan setelah itu menyeberang
dengannya' ke Pulau Kirrin! Wah, Ju - apakah yang akan terjadi nanti jika ia
sudah sampai di sana, lalu ternyata ada orang sudah menunggu dan kemudian
merampas kertas-kertas penting itu?"
Kasihan Anne - ia hampir menangis karena cemas.
"Hhh, geram sekali hatiku pada George!" kata Julian. Ia benar-benar marah saat
itu. "Pergi seorang diri dalam gelap, naik sepeda ke Kirrin, karena hendak
mendayung ke Pulau Kirrin lalu kembali lagi! Anak itu sudah sinting rupanya!
Bagaimana jika Mr. Wooh beserta kawanannya sudah menunggu di sana. Dasar anak
goblok!" "Cepat, Julian! Kau harus menyusuinya, bersama Dick," kata Anne. "Ayo dong, Ju!
Aku takut, nanti terjadi sesuatu dengan George. Ah - anak itu, kenapa selalu
saja berbuat konyol! Untung Timmy diajaknya!"
"Ya, betul," kata Julian yang masih marah. "Timmy bisa menjaga George. Huh -
kepingin rasanya menggoncang-goncang anak itu, biar kapok! Aku memang sudah agak
heran tadi, kenapa ia malam' ini begitu tenang. Rupanya sedang sibuk menyusun
rencana untuk minggat!"
Bersama Dick dan Utik, Julian pergi lagi ke rumah. Mereka melaporkan perbuatan
George pada Jenny. Setelah itu ia berangkat naik sepeda, dengan Dick. Kejadian
yang dihadapi saat itu serius. George tidak boleh keluyuran seorang diri malam-
malam -lalu berdayung ke Pulau Kirrin. Apalagi mengingat kemungkinan di sana
sudah ada yang menunggu untuk menyergapnya!
Jenny juga merasa sangat cemas. Diperhatikannya kedua anak laki-laki yang
berangkat naik sepeda. Utik meminta-minta agar diizinkan ikut bersama mereka.
Tapi Jenny berkeras melarangnya.
?"Kau dan si Iseng malah akan merepotkan saja nanti," katanya. "Kepingin rasanya
aku menghajar George yang bandel itu, jika ia sudah kembali nanti. Bukan main!
Tapi syukurlah - Timmy ikut dengan dia. Anjing itu sama baiknya seperti selusin
polisi!" Bab 16 DI PULAU KIRRIN George merasa lega, karena sinar lampu sepedanya terang sekali. Malam itu gelap,
apabila bulan menghilang di balik awan. Bayang-bayang di sepanjang jalan nampak
begitu misterius. . "Seolah-olah di balik bayangan bersembunyi orang yang hendak menyergap kita,"
kata George pada Timmy. "Tapi kalau memang ada, kau kan akan langsung menyerang
mereka, ya Tim?". Timmy terlalu sibuk berlari, sehingga tidak bisa menggonggong sebagai jawaban
atas pertanyaan itu. Napasnya terengah-engah. George mengayuh sepedanya dengan
cepat, dan Timmy tidak mau ketinggalan. Anjing itu merasa bahwa tuannya itu
tidak boleh dibiarkan sendiri pada malam segelap itu! Ia tidak mengerti, apa
sebabnya George tiba-tiba mengajaknya berjalan-jalan begitu jauh - malam-malam
lagi! Timmy berlari terus, dengan lidah terjulur ke luar.
Berulang kali George terpaksa menepi, apabila ada mobil datang dari depan dengan
lampu yang terang-benderang. Ia takut kalau Timmy terserempet mobil.
"Aku takkan bisa memaafkan diriku sendiri, apabila Timmy sampai cedera," pikir
George sambil bersepeda terus. "Aku sekarang agak menyesal, kenapa tadi nekat
berangkat, juga tidak mau bahwa Julian yang menyembunyikan kertas-kertas ini di
pulau milikku. Ini tugasku - bukan tugasnya! Timmy! Kau harus selalu di sisi
kiriku, supaya aman."
Timmy menurut. Ia berlari-lari di sisi kiri sepeda. Ia masih tetap belum
mengerti, mengapa mereka tiba-tiba harus pergi malam-malam.
Akhirnya keduanya tiba di Desa, Kirrin. Di sana-sini masih nampak cahaya terang
di beberapa rumah. George bersepeda menyusur desa, menuju ke Teluk Kirrin. Nah -
kini ia sampai di teluk. Bulan muncul lagi dari balik awan. George melihat
bayangannya terpantul pada ombak laut yang gelap.


Lima Sekawan 21 Sirkus Misterius di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lihatlah, Timmy - di sana itu pulau ku," kata George. Ia merasa bangga,
sementara itu menatap jauh ke tengah laut, memandang bayangan hitam di kejauhan.
Ia tahu, itulah Pulau Kirrin. "Pulau milikku sendiri - menunggu kedatanganku
malam ini." "Guk," gonggong Timmy pelan, karena ia masih terengah-engah. Kini apa lagi yang
hendak dilakukan oleh George" Timmy masih tetap bingung, tidak mengerti apa
sebabnya George pergi sendiri malam-malam.
Mereka kemudian tiba di bagian pantai, di mana perahu-perahu disimpan. George
menuruni semacam jembatan menuju ke pantai. Kemudian sepedanya disandarkan di
tempat yang gelap, di sisi sebuah bilik tempat ganti pakaian, Takkan ada orang
melihat sepedanya di situ. Setelah itu ia memandang lagi ke arah laut, ke arah
pulaunya. Setelah memandang sejenak, tiba-tiba ia berseru dengan kaget. Dipegangnya kalung
leher Timmy erat-erat. "Timmy!" katanya. "Ada sinar di pulauku! Lihatlah - di sana, ke sebelah kanan.
Bisakah kau melihatnya" Timmy, ada orang berkemah di sana. Beraninya orang itu!
Pulau itu kan milikku, dan aku tidak mau ada orang di sana tanpa minta izin dulu
padaku!" Timmy memandang ke arah pulau. Ya - ia juga melihat cahaya itu. Apakah sinar
terang itu berasal dari api unggun" Atau lentera" Timmy tidak tahu. Ia hanya
tahu bahwa ia tidak menginginkan George pergi ke sana. Bayangkan kalau yang di
sana itu kaum kelana, dan mereka kemudian marah apabila George datang untuk
menyuruh pergi ,- Atau segerombolan anak muda yang kurang ajar, yang tidak
peduli apakah mereka boleh datang ke situ atau tidak! Jangan-jangan mereka nanti
menyulitkan kedudukan George.
Timmy menggaruk-garuk tuannya. Ia berusaha mengajak George kembali, bersama dia.
"Tidak, Timmy! Aku belum mau kembali, sebelum kuketahui siapa yang ada di sana,"
kata George dengan tegas. "Kalau aku kembali sekarang, itu artinya pengecut! Dan
kalau yang di sana itu para penjahat yang menunggu aku datang membawa kertas-
kertas rahasia - boleh saja mereka menunggu! Kertas-kertas ini akan
kusembunyikan dalam perahu - di sini, di bawah terpal. Tak ada gunanya berusaha
menyembunyikannya di pulau, sementara di sana ada orang yang mungkin nanti akan
merampok diriku. Mungkin saja orang itu termasuk kawanan penjahat yang masuk ke
kamar menara Profesor Hayling! Jika orang itu ternyata menunggu aku, ia takkan
bisa mendapat kertas-kertas ini!"
George menyelipkan bungkusan berisi kertas-kertas catatan ke bawah terpal yang
menyelubungi bagian atas perahu.
"Gypsy," ucapnya sambil membaca nama yang tertulis di sisi perahu itu. "Ah -
perahu milik Pak Connell. Nelayan itu kukenal baik. Ia takkan berkeberatan, jika
aku menyembunyikan sesuatu dalam perahunya."
Setelah itu George memandang ke pulaunya kembali. Ya - sinar itu masih tetap
nampak. Kemarahan George timbul kembali. Ia bergegas mendatangi perahunya, yang
ditaruhnya di tempat situ.
"Ah - ini dia," katanya pada Timmy, yang langsung masuk ke dalam perahu. Tapi
George menyuruhnya keluar lagi; karena ia masih harus menariknya dulu ke tepi
air. Untung saja perahunya kecil dan enteng, sedang pasang laut sedang tinggi.
Jadi ia tidak perlu jauh-jauh menyeret perahunya itu. Timmy ikut membantu.
Ketika perahu sudah terapung-apung di air, dengan segera anjing itu melompat
masuk. Tak lama setelah itu George juga naik. Kakinya basah, karena ia terpaksa
berjalan dulu dalam air. George meraih dayung yang sepasang, lalu mulai
mendayung perahunya menjauhi pantai.
"Pasang mulai berbalik," katanya pada Timmy. "Jadi aku tidak perlu mendayung
melawan arus. Sekarang kita bisa mendatangi orang yang ada di pulauku. Kau nanti
harus menggonggong sekeras-kerasnya, Timmy - biar mereka ketakutan. Kau juga
boleh mengejar mereka, supaya mereka lari kembali ke perahu yang mereka pakai."
Timmy menggonggong pelan. Ia tahu, George belum menghendaki ia menggonggong
dengan keras saat itu. Anjing itu merasa heran, apa sebabnya George pergi
seorang diri malam-malam ke pulaunya. Kenapa anak-anak yang lain tidak. Timmy
yakin, Julian pasti marah sekali!
"Kau jangan menggonggong atau mendengking, Timmy," kata George sambil berbisik.
"Kita sudah hampir sampai ke pangkalan di pulauku. Tapi kita tidak mendarat di
situ, melainkan di bawah pepohonan di sebelah sana. Aku hendak menyembunyikan
perahuku." Ia mengemudikan perahunya menuju sekelompok pepohonan, yang ranting-rantingnya
menaungi sebuah sungai kecil yang agak menjorok ke dalam. Sesampai di situ, George meloncat turun, lalu menambatkan tali perahunya ke batang pohon yang
terdekat. "Nah, kau pasti aman di sini, perahuku," kata George. "Tak kan ada orang yang
bisa melihatnya. Yuk; Tim! Sekarang kita hadapi orang yang lancang itu."
George berpaling hendak pergi. Tapi tidak jadi. ia tertegun.
"Aku ingin tahu, di mana mereka menaruh perahu," katanya. "Yuk, kita mencarinya,
Timmy! Mestinya ada di sekitar sini."
Tidak lama kemudian ia sudah menemukannya. Tali perahu itu ditambatkan pada
sebongkah batu di dekatnya. Air laut yang pasang sudah hampir sampai di situ.
George nyengir. "Timmy - perahu ini akan kulepaskan dari tambatannya, supaya hanyut dibawa arus
laut. Sebentar saja, pasti akan sudah jauh dari pantai. Nah - aku ingin tahu apa
yang dikatakan orang lancang itu nanti!"
George melepaskan tali yang terikat pada batu, lalu dilemparkannya ke dalam
perahu. Perahu itu didorongnya menjauhi pantai. Tapi ternyata masih tetap
terbenam lunasnya dalam pasir.
"Ah, biarlah," katanya pada diri sendiri. "Sepuluh menit lagi pasti akan sudah
hanyut sendiri dibawa arus pasang!"
Kini George menuju ke darat, bersama Timmy yang berjalan di sisinya.
"Yuk, kita datangi orang yang berkemah tanpa izinku itu," ajaknya. "Tapi mana
sinar tadi" Aku tidak bisa melihatnya lagi."
Tapi semenit kemudian cahaya itu sudah kelihatan lagi.
"Ah - ternyata bukan nyala api unggun, melainkan berasal dari suatu lentera,"
bisiknya pada Timmy. "Kita harus berhati-hati sekarang. Yuk - kita coba
menyelinap ke belakang orang itu."
Mereka menyelinap menuju ke tengah-tengah pulau. Di tempat itu terdapat sebuah
puri yang sudah runtuh. Dan di pekarangan dalam puri itu, di antara semak
belukar yang tumbuh liar, nampak sosok tubuh dua ,orang laki-laki. George meraih
kalung leher Timmy, lalu menyentakkannya dengan pelan. Timmy memahami makna
isyarat itu. Ia tidak boleh menggonggong, Menggeram pun jangan! Dan Timmy tegak
seperti terpaku di tempatnya, sementara bulu tengkuknya menegak.
Kedua laki-laki itu sedang main kartu, diterangi cahaya lentera yang sangat
terang. Lentera itu diletakkan di atas tembok batu yang sebagian sudah runtuh.
Ketika melihat seorang dari kedua laki-laki itu Timmy menggeram pelan, karena
kaget. Dengan cepat George menyuruhnya diam.
Mereka melihat Mr. Wooh, tukang sulap dari sirkus Tapper, sedang asyik membagi
kartu. George tidak mengenal laki-laki yang satu lagi. Orang itu berpakaian
rapi. Kelihatannya merasa bosan. Sementara George mengintip dari sudut puri yang
gelap bersama Timmy, laki-laki tak dikenal itu membanting kartu-kartunya.
"Nah - orang yang kata Anda akan datang ke pulau ini dengan sisa kertas-kertas
catatan itu rupanya kini mengurungkan niatnya," kata laki-laki itu dengan kesal
pada Mr. Wooh. "Kertas-kertas yang Anda serahkan padaku bagus sekali - tapi
tidak ada gunanya tanpa catatan yang masih ketinggalan. Sarjana yang memilikinya
rupanya seorang jenius. Jika kita bisa menguasai semua catatannya itu, nilainya
pasti tinggi sekali. Aku bisa menjualnya dengan harga yang sangat mahal. Tapi
tanpa kertas-kertas yang lain, Anda takkan bisa memperoleh uang sepeser pun -
karena kertas catatan yang sudah Anda serahkan, tak ada nilainya tanpa catatan
yang selebihnya!" "Percayalah - nanti akan ada orang ke sini membawa kertas-kertas itu. Aku
sendiri mendengar mereka mengatakan demikian," kata Mr. Wooh dengan logatnya
yang khas dan terdengar anggun.
"Siapakah yang mencuri kertas-kertas itu" Anda sendiri?" tanya laki-laki yang
satu lagi, sambil mengocok kartu permainan.
"Bukan - bukan aku yang mencuri," kata Mr. Wooh. "Tanganku selalu bersih. Aku
bukan pencuri !" Laki-laki yang satu lagi tertawa.
"Memang bukan - tapi Anda menyuruh orang lain melakukannya untuk Anda. Begitu
kan, maksud Anda" Mr. Wooh, penyulap terhebat di dunia, tidak sudi mengotori
tangannya sendiri! Ia memakai tangan orang lain - dan meminta harga yang sangat
tinggi untuk barang-barang yang dicurikan untuknya. Anda ini benar-benar licik.
Mr. Wooh. Aku tidak mau bermusuhan dengan Anda! Bagaimana Anda berhasil
menguasai kertas-kertas rahasia itu?" .
"Dengan jalan memanfaatkan penglihatan, pendengaran serta akalku," jawab Mr.
Wooh. "Di segi itu aku lebih baik daripada kebanyakan orang. Begitu banyak orang
yang bodoh, Sobat!" "Aku bukan sobat Anda," kata laki-laki yang satu lagi. "Kita berdua hanya
berhubungan di segi bisnis saja. Mr. Wooh! Aku tidak kepingin punya sahabat
seperti Anda. Lebih baik aku berteman dengan simpanse Anda! Bahkan main kartu
dengan Anda pun, aku tidak suka! Ah - kenapa orang yang Anda katakan itu belum
datang-datang juga, ya?"
George mendekatkan mulutnya ke telinga Timmy, lalu berbisik.
"Timmy," katanya, "aku sekarang akan menyuruh mereka meninggalkan pulau ini!
Bayangkan, orang-orang seperti itu datang ke sini - penjahat-penjahat! Kau
jangan ikut sekarang - tunggu sampai aku memanggilmu. Apabila aku perlu
kautolong, kau harus datang dengan segera. Mengerti?"
George meninggalkan Timmy di sisi sebagian tembok puri. Timmy sebenarnya tidak
mau membiarkan George pergi sendiri. Tapi ia anjing yang patuh!
Kedua laki-laki itu kaget bukan kepalang, ketika tiba-tiba ada orang muncul di
hadapan mereka. Keduanya cepat-cepat meloncat bangkit.
"Ternyata yang datang anak yang perempuan," kata Mr. Wooh tercengang. "Tidak
kusangka anak-anak yang laki-laki mau mengizinkan dia yang pergi. Aku akan...."
"Apa yang kalian kerjakan di pulauku?" hardik George. "Pulau ini milikku. Aku
melihat cahaya lentera kalian, lalu aku datang bersama anjingku. Kalian harus
hati-hati terhadapnya - karena anjingku itu besar dan galak sekali. Ayo cepat
pergi, kalau tidak ingin kulaporkan pada polisi!"
"Tenang, tenang!" kata Mr. Wooh. Ia berdiri lurus-lurus. Kelihatannya jangkung
sekali. "Jadi anak-anak yang laki-laki menyuruhmu menyembunyikan kertas-kertas
itu - dan tidak datang sendiri. Alangkah pengecutnya mereka itu! Mana catatan
rahasia itu" Berikanlah padaku!"
"Sudah kusembunyikan tadi, tidak jauh dari sini," jawab George. "Anda kan tidak
mengira aku ini begitu tolol, datang kemari dengan kertas-kertas itu sementara
tadi aku sudah melihat cahaya terang sehingga tahu di sini ada orang" Tidak -
aku menyembunyikan kertas-kertas catatan rahasia itu di suatu tempat di pantai
yang takkan mungkin bisa Anda temukan. Sekarang kalian berdua pergi dari sini!"
"Wah - gadis yang tabah dan bertekad bulat," kata Mr. Wooh sambil membungkukkan
badan terhadap George. "Eh - ia ini anak perempuan?" tanya laki-laki yang satu lagi. Ia tercengang.
"Bukan main! Harus kuakui, ia pemberani. Begini sajalah, Nak - jika kertas-
kertas itu ada padamu, harap kauserahkan sajalah pada ku. Nanti kau akan kuberi
uang banyak sekali. Uang itu bisa kauserahkan pada Profesor Hayling, disertai
salamku." "Ambil saja sendiri," kata George. Ia berpaling, seolah-olah hendak pergi. Kedua
laki-laki itu saling berpandangan dengan alis terangkat. Mr. Wooh mengangguk,
sambil mengejapkan mata. Apabila George pada saat itu bisa melihat air muka ahli
sulap itu, ia pasti akan tahu apa maknanya.
Kedipan itu berarti, 'Kita ikuti saja kemauan anak konyol ini - kita buntuti
dia! Nanti apabila tempat persembunyian itu sudah kita ketahui, kertas-kertas
rahasia kita rampas dan kita lari dengan perahu kita, tanpa memberikan uang
padanya. Tapi hati-hati terhadap anjingnya!'
George berjalan mendului, sedang Timmy mengambil tempat antara tuannya serta
kedua laki-laki itu. Ia menggeram-geram terua, seolah-olah memperingatkan,
"Awas! Kalau berani menyentuh tuanku, kugigit nanti tangan kalian!"
Kedua laki-laki itu sangat berjaga-jaga, jangan sampai terlalu mendekati Timmy.
Mereka terus-menerus menyorotkan lentera ke arah anjing itu, untuk meyakinkan
diri bahwa Timmy tidak bersikap hendak menyerang.
George berjalan ke pantai; di mana kedua laki-laki itu meninggalkan perahu
mereka. Setiba di situ, Mr. Wooh berteriak dengan nada terkejut.
"Mana perahu kita" Tadi kan tertambat ke batu itu!"
"Inikah dia, di balik tebing ini?" seru George, yang sementara itu sudah berdiri
di atas sebuah tebing terjal yang menjorok di atas air. Tempat di situ dalam,
karena air laut yang sedang pasang tinggi.
Kedua laki-laki yang bermaksud jahat itu naik ke atas tebing. Maksudnya hendak
melihat. Alangkah terkejutnya mereka, ketika dengan tiba-tiba saja George lari
mendekati Mr. Wooh, lalu menolakkannya keras-keras. Ahli sulap itu terjungkir
dari atas tebing dan jatuh ke dalam laut. Mr. Wooh berteriak. Sementara itu
George menyerukan aba-aba pada Timmy. Dengan penuh semangat anjing itu menerpa
laki-laki yang satu lagi dan mendorongnya. Orang itu pun terjungkir masuk ke
laut. Timmy berdiri di atas tebing, sambil menggonggong-gonggong.
"Kalau kalian ingin menyelamatkan diri, kalian harus berenang ke darat.!" seru
George pada kedua orang yang menggelepar-gelepar dalam air. "Perahu kalian aku
yang melepaskan tambatannya - dan kini pasti sudah hanyut dibawa arus! Jangan
coba-coba memberanikan diri kembali ke pulauku ini - karena Timmy tetap berjaga-
jaga di sini. Barang siapa berani menjejakkan kaki ke pantai, akan langsung
diserang olehnya!" Kedua laki-laki itu marah sekali. Tapi mereka juga sangat ketakutan. Mereka
tidak begitu pandai berenang. Mereka tahu pasti, takkan mungkin sanggup berenang
sampai ke daratan. Tapi mereka tidak mengetahui cara lain untuk bisa sampar di
sana. Sedang di atas mereka berdiri menjaga seekor anjing yang besar dan galak.
Anjing itu menggonggong-gonggong terus, seolah-olah ingin sekali menyerang
mereka habis-habisan! Kedua laki-laki' itu bingung. Mereka hanya bisa berenang
berputar-putar, tanpa tahu ke mana mereka bisa menuju!
"Aku sekarang kembali ke daratan!" seru George, sambil naik ke perahunya. "Akan
kukirim polisi kemari, untuk menyelamatkan kalian - besok pagi! Sini, Timmy! Nah
- sekarang kalian bisa naik lagi ke pulauku. Tapi malam ini kalian terpaksa
kedinginan, karena pakaian kalian basah kuyup. Selamat tinggal!"
George berangkat dengan perahunya, menuju ke daratan. Timmy berdiri di buritan,
untuk berjaga-jaga jangan sampai kedua laki-laki tadi mengejar lalu menyergap
dari belakang. George dijilatnya dengan perasaan kagum. Wah - tuannya memang
benar-benar anak yang berani. Pada apa pun ia tidak takut! Timmy merasa bangga,
menjadi anjing anak setabah itu. Guk!
Bab 17 TEKA- TEKI TERBONGKAR
George bernyanyi keras-keras, sambil mendayung perahunya ke arah daratan. Timmy
sekali-sekali menyela dengan gonggongannya. Ia merasa senang melihat George
begitu bahagia Kini anjing itu berdiri di haluan perahu. Sayang saat itu malam,
sehingga ia tidak bisa melihat arah yang sedang dituju. Bulan menghilang di
balik gumpalan awan. Dalam gelap, laut terasa seolah tak terbatas. Saat malam
selarut itu, tidak banyak cahaya yang nampak di daratan. Hanya satu dua lampu
saja yang masih menyala di rumah-rumah yang penghuninya belum tidur.
Tapi, nanti dulu - sinar apakah itu, yang tiba-tiba memancar terang dari arah
daratan" Mungkinkah ada orang yang sedang mencari-cari letak perahu mereka"
Timmy menggonggong ke arah sinar itu. Sedang George, yang tentu saja mendayung
sambil membelakang, mengangkat kedua dayungnya sejenak lalu berpaling.
"Ada orang di pangkalan," katanya. "Mungkin nelayan yang terlambat! Bagus - jadi
ada orang yang bisa menolong ku nanti, menarik perahuku ke atas pasir, supaya
tidak hanyut dibawa arus pasang balik!" .
Tapi yang di pangkalan bukan nelayan, melainkan - Dick dan Julian. Mereka tiba
di situ lima menit yang lalu. Mereka langsung mencari perahu George, tapi
ternyata tidak ada lagi. "Sialan! Kita terlambat datang! ia sudah berangkat ke" Pulau Kirrin!" kata
Julian. Ia mendatangi perahu-perahu yang tertambat di pantai, untuk mencari satu
yang bisa dipinjam, yaitu milik salah seorang kenalan mereka. Mereka harus
berusaha berangkat ke Pulau Kirrin, untuk menyelamatkan George. Julian merasa
pasti, saudara sepupunya itu kini terancam bahaya di sana!
Tiba-tiba kedua anak laki-laki itu mendengar bunyi dayung menepuk air, tidak
begitu jauh ke tengah laut. Nah - jika yang datang itu seorang nelayan yang baru
pulang, mungkin Julian bisa minta izin padanya untuk dipinjami perahu yang bisa
dipakai untuk pergi ke Pulau Kirrin. Akan dikatakannya pada nelayan itu, saudara
sepupunya ada di sana, dan mungkin saat itu memerlukan bantuan.
Saat itu bulan muncul lagi dari balik awan. Seketika itu juga Timmy mengenali
sosok tubuh Julian dan Dick yang berdiri di pantai. Anjing itu menggonggong-
gonggong dengan gembira. Mendengar gonggongan itu, George lantas menduga bahwa orang yang memegang lampu
di pantai itu mungkin Julian dan Dick. Ia lantas mempercepat kayuhannya. Perahu
mencecah pasir. George cepat-cepat meloncat ke luar, lalu menarik perahunya ke
atas. Dengan segera kedua saudara sepupunya sudah berada di sampingnya. Tidak
lama kemudian perahu itu sudah berada kembali di tempatnya yang biasa. George


Lima Sekawan 21 Sirkus Misterius di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menambatkannya baik-baik, supaya aman apabila air laut pasang sangat tinggi.
"George!" seru Julian. Ia lega sekali melihat saudara sepupunya itu selamat.
Dipeluknya George dengan gembira. "Anak nakal! Kau pergi ke pulau - padahal kan
sudah kularang. Coba kau berjumpa dengan para pencuri itu di sana, pasti saat
ini kau terjerumus dalam kesulitan!"
"Aku memang berjumpa dengan mereka. Tapi mereka yang kini berada dalam
kesulitan, bukan aku!" kata George. "Tadi aku melihat cahaya terang di sana.
Dengan segera kuambil perahuku, lalu berangkat ke sana. Ternyata di pulauku itu
sudah menunggu Mr. Wooh, serta seorang laki-laki lagi yang tak kukenal.
Bayangkan - mereka berada di pulau milikku! Kurang ajar atau tidak, perbuatan
mereka itu" Mereka itu langsung meminta kertas-kertas rahasia itu!"
"Lalu - kauserahkan pada mereka?" tanya Dick.
"Tentu saja tidak! Kertas-kertas itu sudah kusembunyikan di suatu tempat, yang
tidak mungkin bisa diketahui para penjahat itu. Aku kan tidak goblok - membawa
kertas-kertas itu untuk disembunyikan di pulau, sementara aku sudah melihat
bahwa ada orang di sana, yang mungkin menunggu kedatanganku dan kemudian
merampas kertas-kertas itu," kata George.
"Tapi, George -kalau kau sudah tahu di sana ada orang, apa sebabnya kau nekat
berangkat ke sana?" tanya Julian agak bingung. "Itu kan sangat berbaya !"
"Aku tadi ke sana, tentu saja untuk mengusir mereka," tukas George. "Mana
mungkin kubiarkan ada orang datang ke sana, tanpa minta izin terlebih dulu
padaku! Pulau itu milikku, milikku seorang diri! Dan hanya orang-orang yang
kusukai saja yang kuizinkan ada di situ. Itu kan sudah kalian ketahui juga!"
"George, George!" kata Julian, sambil menepuk-nepuk kepala Timmy. '''Sulit
rasanya menduga apa yang akan kaulakukan! Tapi bagaimana kau sampai berani
menghadapi kedua laki-laki itu" Ya. ya - aku tahu, Timmy tadi ikut bersamamu,
tapi walau demikian...dan apa sebabnya mereka tidak menyusulmu dengan perahu
mereka, lalu berusaha menabrak perahumu?"
"Yah - soalnya mereka tidak bisa," kata George. "Sesampai di sana aku menemukan.
perahu mereka di pantai. Tali penambatnya ku lepaskan, dan perahunya
kuhanyutkan. Sekarang pasti sudah jauh, dibawa arus!"
Sesaat kedua saudara sepupunya hanya bisa melongo, mendengar itu. Tapi kemudian
mereka tertawa terpingkal-pingkal, membayangkan kedua laki-laki yang terdampar
di Pulau Kirrin, sedang perahu mereka hanyut entah ke mana dibawa arus!
"Aduh, George - aku heran, dari mana saja kau mendapat akal seperti itu," kata
Julian dengan kagum. "Tidak marahkah kedua laki-laki itu?"
"Aku tidak tahu," kata George. "Aku tidak bercerita pada mereka, tentang apa
yang kulakukan terhadap perahu mereka itu. Aku tadi pura-pura hendak mengajak
mereka ke tempat di mana aku menyembunyikan kertas-kertas catatan itu. Ketika
kami sampai di atas tebing yang menjulang tinggi di atas laut, aku memandang
seolah-olah hendak melihat apakah perahu mereka tidak apa-apa. Ketika mereka
ikut-ikut melihat, Mr. Wooh kutolakkan sehingga terjatuh, sedang Timmy menerpa
laki-laki yang satu lagi. Keduanya tercebur ke dalam air!"
Julian terpaksa duduk. Ia tertawa terbahak-bahak, sampai rusuknya terasa sakit.
Ia terpaksa berdiri lagi, lalu berjalan mondar-mandir untuk menghilangkan rasa
sakit itu. Saat itu George baru ikut tertawa, setelah menyadari kekocakan
pengalamannya. Dick juga terpingkal-pingkal, sedang Timmy ikut menyumbangkan
dengan gonggongannya. "Aduh, aduh!" kata Julian lemas, karena terlalu banyak tertawa. "Lalu kau
mengucapkan selamat tinggal dengan sopan pada mereka, sebelum meninggalkan
keduanya merenung nasib di sana ?"
"Tidak - aku berteriak mengatakan bahwa aku akan mengirim polisi untuk
menyelamatkan mereka besok pagi," kata George. "Tapi malam ini mereka terpaksa
merasa tidak enak sekali - karena pakaian mereka basah kuyup!"
"George, aku kini mulai merasa memang tepat bahwa kau yang pergi ke pulaumu
dengan kertas-kertas itu, dan bukan aku," kata Julian. "Kalau aku yang di sana
tadi, takkan pernah terlintas akal padaku untuk berbuat seperti yang kaulakukan
- mendorong kedua orang itu ke dalam laut! Beraninya kau dan Timmy melakukan
perbuatan itu! Lalu melepaskan perahu mereka sehingga hanyut dibawa arus! Apa
kata polisi nanti, jika kita melaporkan kejadian ini?"
"Kurasa lebih baik kita jangan melapor pada polisi sekarang," kata George.
"Maksudku - nanti polisi beranggapan -bahwa perbuatanku sudah keterlaluan.
Lagipula, kenapa tidak kita biarkan saja kedua orang itu menginap semalam di
sana, dan baru besok pagi kita pertimbangkan apa yang akan kita lakukan mengenai
laporan pada polisi. Aneh - tiba-tiba aku merasa capek sekali!"
"Ya, tentu saja," kata Dick. "Yuk, kita ambil dulu sepeda-sepeda kita. O ya, dan
kertas-kertas penting itu! Di mana kau menyembunyikannya?"
"Di bawah terpal penutup perahu Pak Connell," kata George. Ia menguap, lebar
sekali. "Di situ aku menyembunyikannya."
"Biar aku saja yang mengambilnya," kata Julian. "Setelah itu kita kembali ke
Lembah Besar. Orang-orang di sana pasti sudah sangat gelisah sekarang!"
Diambilnya kertas-kertas catatan yang tersimpan dalam perahu nelayan. Kemudian
mereka bertiga bersepeda cepat-cepat, menyusur jalan dari Kirrin menuju Lembah
Besar, sedang Timmy berlari di belakang mereka. Julian tidak hentinya tertawa
sendiri. Aduh - George itu mestinya menjadi anak laki-laki, bukan perempuan.
Macam-macam saja ulahnya! Bayangkan beraninya, menyerang dua laki-laki dewasa
mendorong mereka ke dalam air, dan menghanyutkan perahu mereka. Julian merasa
yakin, ia sendiri takkan terpikir untuk melakukan segala perbuatan seberani itu!
Akhirnya ketiga anak itu tiba di perkemahan mereka. Mereka yang ditinggal
berdesak-desak dalam tenda, ingin mendengar pengalaman ketiganya. Wajah Anne
pucat pasi. Jenny yang juga ada di situ menenangkannya. Saat itu juru masak itu
baru saja membulatkan niat untuk menelepon polisi. Ia lega sekali ketika melihat
George kembali dalam keadaan selamat.
"Besok pagi saja kuceritakan segala-galanya," kata Julian. "Pokoknya, kertas-
kertas itu aman. Ini dia, ada dalam kantong jasku. Orang yang mencuri di kamar
menara, ternyata Mr. Wooh - kemungkinannya dengan seorang kawannya. Mereka tadi
ada di pulau, menunggu kedatangan George. Ternyata Mr. Wooh mendengar
perundingan kita dalam tenda ini. Tapi kemudian George dan Timmy menolakkan
kedua orang itu ke dalam air serta menghanyutkan perahu mereka - sehingga
semuanya beres sekarang! Kedua penjahat itu kini terpaksa menginap semalam di
pulau Kirrin. Mereka pasti kedinginan, karena pakaian mereka basah kuyup!"
"George melakukan segala hal itu?" kata Jenny tercengang. "Astaga - tak kusangka
anak ini begitu berbahaya! Bukan main! Aku jadi takut padanya! Sana, tidurlah
dalam tendamu, Nak - kau kelihatannya capek sekali!" .
George merasa lega, setelah berbaring berbungkus selimut dalam tenda. Sekarang
ia mengantuk sekali, setelah semua ketegangan berlalu! Dengan cepat ia sudah
pulas. Tapi Dick dan Julian belum tidur. Mereka masih terkekeh-kekeh, sambil
mengobrolkan perbuatan George yang berani. Bukan main sepupu mereka itu!
Ketika keesokan paginya mereka sedang sarapan di rumah, Jeremy datang. Ia
menjengukkan kepala dari jendela kamar makan.
"He," katanya, "Mr. Wooh tidak ada dalam tendanya. Orang itu menghilang! Kasihan
Charlie - simpanse itu sedih sekali!"
"Ah - kami bisa mengatakan dengan tepat, di mana Mr. Wooh sekarang," kata
Julian. "He, he- nanti dulu, Tik! Kau mau ke mana" Kau kan belum selesai.... "
Tapi si Utik sudah lari cepat-cepat, bersama Jeremy. Ia senang sekali pada
Charlie. Aduh - jangan-jangan simpanse itu begitu sedih kehilangan tuannya,
sehingga tidak mau makan! Utik memanggil monyetnya. Dengan si Iseng bertengger
di atas bahunya, ia lari lagi menyeberangi pagar, bersama Jeremy. Si Utik
langsung menuju ke kandang Charlie. Simpanse itu duduk dengan kepala terbenam di
sela lengannya. Ia menggoyang-goyangkan tubuh, sambil mengeluarkan suara seperti
menangis. "Yuk, kita menghibur dia!" ajak si Utik. "Pasti ia senang, jika ada yang datang
menghibur. Rupanya ia sangat rindu pada Mr. Wooh."
Kedua anak itu merangkak masuk ke dalam kandang, lalu duduk di atas jerami.
Mereka mengapit Charlie, serta merangkulnya. Ketika Kakek kebetulan lewat, ia
tercengang melihat kedua anak itu ada dalam kandang.
"Entah apa yang terjadi dengan Mr. Wooh," kata Kakek. "Tadi malam ia sama sekali
tidak pulang! Ayo keluar, Jeremy. Kau harus bekerja, jadi tidak bisa sepagi
penuh menghibur Charlie. Simpanse itu sebentar lagi pasti sudah akan riang
kembali. Kalau kau, Tik - kau boleh tinggal menemani dia, kalau kau mau!"
Jeremy keluar dengan tampang masam. Sedang si Utik tetap tinggal menemani
Charlie, sambil merangkulnya. Tiba-tiba perhatiannya tertarik oleh bunyi yang
aneh. Ia memasang telinga.
"Kedengarannya seperti bunyi jam," kata Utik. Ia meraba-raba dalam jerami.
Mungkin jam Mr. Wooh yang terjatuh dalam kandang Charlie. Jari tangan Utik
menyentuh suatu benda kecil berbentuk bulat. Dengan cepat disingkirkannya jerami
yang menutupi, lalu diambilnya benda kecil itu. Mulutnya ternganga melihatnya.
Charlie melihat benda yang sedang dipandang oleh Utik. Dengan cepat ia
menyambar, lalu menyembunyikannya kembali dalam jerami. Sambil begitu ia
menggerutu, seakan-akan marah.
"Di mana kau menemukan jam itu, Charlie?" kata si Utik. "Aduh, Charlie! Yah -
karena pagi ini kau sedang sedih, akan kuberikan benda itu padamu sebagai
penghibur. Tapi sungguh - tak kusangka kau berbuat begitu!"
Si Utik keluar dari -kandang, lalu bergegas kembali ke rumah - langsung menuju
ke kamar makan, di mana anak-anak yang lain masih meneruskan sarapan.
"Ada apa?" tanya Dick, melihat si Utik datang berlari-lari.
"Aku tahu, siapa pencuri yang memanjat tembok menara lalu masuk ke dalam kamar
atas lewat jendela. Aku tahu siapa dia!" seru si Utik dengan bersemangat.
"Siapa itu?" tanya anak-anak penuh minat.
"Charlie Simpanse!" kata Utik. "Kenapa tidak ke situ pikiran kita selama ini" ia
kan jago memanjat! Baginya mudah saja memanjat tembok menara yang terjal, sambil
berpegang pada bagian-bagian batu yang tidak rata -lalu masuk ke dalam kamar
lewat jendela yang terbuka sedikit, meraup kertas-kertas yang mana saja bisa
diambilnya - lalu turun lagi - mungkin dengan jalan menggeleser.... "
"Rupanya itulah bunyi meriggeleser yang ku dengar malam itu," kata Jenny. "Kan
sudah kukatakan, aku mendengar bunyi aneh, seperti ada sesuatu yang meluncur!"
"Sedang suara berbisik-bisik yang juga Anda dengar, adalah Mr. Wooh yang sedang
menyuruh simpansenya memanjat menara dan masuk ke dalam kamar di atas lewat
jendela," kata Julian. "Wah kurasa Charlie diajari olehnya untuk menyelinap
masuk ke dalam rumah orang lewat jendela, dan mengambil apa saja yang ada di
situ. Dan Mr. Wooh rupanya tahu bahwa ayah si Utik selalu bekerja menyelesaikan
karya-karya penemuannya dalam kamar menara'"
"Mr. Wooh dengan gampang saja bisa mengajari Charlie untuk mengambil kertas-
kertas," kata Julian lagi. "Tapi ternyata di situ banyak sekali kertas - terlalu
banyak untuk diangkut sekali ambil oleh Charlie. Kertas-kertas itu tidak bisa
dipegangnya dalam cakarnya, karena keempat-empatnya diperlukan olehnya untuk
menuruni tembok terjal itu. Jadi rupanya kertas-kertas itu dijejalkannya saja ke
dalam mulutnya - sedang sisanya terjatuh ke bawah meja. Charlie Simpanse!
Siapalah yang akan mengira, dia itu pencurinya ?"
"Nanti dulu," kata Dick. "Dari mana kau tahu bahwa Charlie yang mengambil
catatan itu" Kan tidak ada yang melihatnya. Kejadian itu berlangsung malam-
malam'" "Aku tahu pasti, memang Charlie yang melakukannya," kata si Utik. "Kau masih
ingat jam kecil yang terdapat di atas rak pediangan di kamar atas menara" Nah -
jam itu kan ikut hilang dicuri malam itu. Dan aku tadi menemukannya kembali,
disembunyikan di bawah jerami dalam kandang Charlie. Ketika aku sedang mengamat-
amati jam itu, Charlie merampasnya kembali sambil merajuk. Karena itu kubiarkan
saja ia memegangnya. Jam itu keras sekali detaknya. Bunyi detak itu yang memberi
tahu padaku bahwa jam itu ada dalam kandang."
"Lalu siapa yang memutar pernya, supaya bisa berjalan terus?" kata Julian dengan
segera. "Kurasa Charlie sendiri," kata si Utik. "Cakarnya kan sangat cekatan! Jam itu
aman, tersimpan dalam kandangnya. Kecil sekali kemungkinannya akan ada orang
masuk ke dalam kandangnya. Aku kebetulan saja masuk ke situ, untuk menghiburnya.
Dan karena itulah aku menemukannya. Aku mendengar bunyinya berdetak. Kurasa
Charlie itu pintar sekali. Setiap kali dilihatnya orang datang untuk
membersihkan kandangnya, pasti jam itu cepat-cepat disembunyikannya dalam
mulutnya!" "Astaga!" kata Jenny. "Tapi kenapa Mr. Wooh tidak melihatnya membawa jam itu,
ketika ia kembali dengan kertas-kertas yang dicurinya malam itu?"
'''Yah, seperti kata Utik tadi - kemungkinannya Charlie menaruh jam itu dalam
mulutnya, beserta kertas-kertas catatan Profesor Hayling," kata Dick. "Mulutnya
kan lebar sekali, jadi semuanya pasti bisa dimasukkan ke situ!"
"Ya - dan ketika Mr. Wooh meminta kertas-kertas itu, Charlie menyerahkan
semuanya kecuali jam yang tetap disembunyikannya dalam mulut! Kasihan Charlie!
Bisa kubayangkan betapa sayangnya pada jam itu -menimang-nimangnya, seperti anak
yang sedang asyik dengan permainan baru!" kata George.
"Tadi ia kedengarannya seperti sedang menangis," kata Utik. "Aku tak tahan
mendengarnya. Kasihan Charlie - ia tidak mengerti, apa sebabnya Mr. Wooh tidak
datang menjenguknya pagi Ini. Ia sedih sekali!"
"Kurasa kita perlu memberi tahu polisi sekarang," kata Julian. "Bukan saja untuk
menangkap Mr. Wooh dengan kawannya - karena mereka toh tidak bisa meninggalkan
Pulau Kirrin, karena tidak ada perahu - tapi juga untuk mengajukan ahli sulap
itu ke pengadilan, dengan dakwaan mencuri kertas-kertas catatan ayahmu yang
begitu penting, Tik. Entah apa saja yang pernah dicuri oleh Charlie, atas
suruhan Mr. Wooh." "Ya - kurasa di tempat-tempat yang pernah disinggahi sirkus ini, selalu ada saja
peristiwa pembongkaran dan pencurian" kata Jenny. "Dan banyak orang tak bersalah
yang dicurigai sebagai pelakunya !"
"Benar-benar keterlaluan!" kata Anne. "Tapi- jika Mr. Wooh nanti masuk penjara,
apakah yang akan terjadi dengan Charlie" Bagaimana nasib simpanse yang malang
itu?" "Kurasa Jeremy pasti mau mengurusnya," kata Utik. "Ia sayang pada Charlie,
sedang simpanse itu juga sangat sayang padanya. Charlie pasti akan terawat baik,
jika ikut dengan Kakek dan Jeremy."
"Nah, Tik - kurasa aku sekarang perlu melaporkan kejadian ini pada ayahmu," kata
Jenny. "Aku tahu ia sangat sibuk - ia selalu sibuk tapi ini merupakan urusan
yang perlu ditangani olehnya sendiri, dan tidak oleh orang lain. Coba tolong
panggilkan - ayahmu sebentar. Nanti George bisa menceritakan segala-galanya.
Kurasa setelah itu ayahmu pasti akan menelepon polisi, dan Mr. Wooh dengan
segera dijemput untuk dimasukkan ke dalam penjara!"
Si Utik pergi menjemput ayahnya, dengan si Iseng bertengger seperti biasanya di
atas bahu anak itu. Si Utik berlari menyusur lorong, menaiki tangga ke tingkat
atas, menyusur serambi atas, memasuki kamar tidur ayahnya... r-r-r-r-r-r-r! Si
Utik menirukan suara sepeda motor yang sedang menanjak. Beberapa kali ia
membunyikan tuter - mulut, tentunya. Aduh - jangan-jangan ayahnya marah
mendengar suaranya yang berisik itu, sehingga tidak mau lagi mendengar
penjelasannya. Tapi Profesor Hayling ternyata mau mendengarkan. Tak lama
kemudian terdengar suaranya menelepon polisi. Polisi mengatakan akan datang
dengan segera. Itu berarti bahwa akan tamat riwayat Mr. Wooh - segala keahliannya main sulap
takkan bisa dipakai untuk menolong dirinya lagi. Ia pasti akan harus
mengembalikan segala kertas catatan yang dicurikan untuknya oleh Charlie - serta
barang-barang lainnya lagi. Sementara itu ia masih tetap terdampar di Pulau
Kirrin - dengan cemas menunggu kedatangan polisi!
"Ah - sudah berakhir lagi satu petualangan kita!" kata George dengan nada agak
menyesal. "Tapi kali ini benar-benar mengasyikkan. Aku senang bahwa kau berhasil
memecahkan teka-teki itu, Tik. Untung kau berhasil menemukan jam itu. Aku berani
bertaruh, apabila Mr. Wooh tahu bahwa Charlie mengambilnya dari dalam kamar
menara, pasti jam itu tidak diizinkannya dimiliki oleh Charlie. Kasihan, Charlie
Simpanse!" "Aku ingin tahu, maukah Ayah mengizinkan aku memeliharanya di sini, selama Mr.
Wooh masih dalam penjara," kata si Utik. Seketika itu juga terdengar jeritan
Jenny. "Utik! Awas-kalau kau berani menanyakan hal itu pada ayahmu, dengan segera aku
pergi dari rumah ini, dan takkan kembali lagi!" tukas juru masak itu. "Simpanse
itu pasti nanti terus menerus mendekam dalam dapurku - ya, itu pasti! lalu
bermacam-macam saja yang hilang dari lemari tempat aku menyimpan makanan, lalu
apabila aku mengatakan apa-apa ia lantas menjerit-jerit sambil meloncat-loncat,
lalu...." "Ya deh, ya deh - aku takkan menanyakannya, Jenny," kata si Utik. "Sungguh!
Dibandingkan dengan sayang ku pada simpanse itu, aku sedikit lebih sayang pada
Anda! Tapi bukankah ia teman yang cocok bagi si Iseng?"
"Lebih baik kauurus saja monyetmu itu dengan lebih baik," kata Jenny. "Nah, nah
- lihatlah, sekarang ia sudah mengudap selai lagi rupanya. Lihatlah, mukanya
berlumuran selai! Aduh, sibuknya minggu ini - mana ada monyet, simpanse, anak-
anak - belum lagi peristiwa pencurian. disusul dengan lenyapnya George...."
"Kasihan Jenny," kata George sambil tertawa, sementara juru masak itu masuk ke
dapur. "Tapi memang - pengalaman kita benar-benar mengasyikkan! Aku benar-benar
menikmatinya!"

Lima Sekawan 21 Sirkus Misterius di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

TAMAT Kemelut Di Telaga Dewa 1 Pendekar Rajawali Sakti 111 Teror Si Raja Api Tujuh Pedang Tiga Ruyung 16
^