Pencarian

Pertarungan Mata Mata 2

Detektif Stop - Pertarungan Mata Mata Bagian 2


jalan. Sporty dan Thomas menundukkan kepala, sehingga kedua pekerja tidak melihat
mereka ketika lewat di depan semak-semak tempat anak-anak itu bersembunyi.
Sambil nyengir lebar, mereka lalu menyaksikan laki-laki gendut tadi mulai meniru
tingkah tikus tanah. Orang itu telah membuka jas dan menggulung lengan baju.
Dengan napas tersengal-sengal ia membongkar tumpukan tanah di hadapannya.
"Ih, kukunya pasti jorok sekali," ujar Thomas. Pria itu bekerja sambil
membungkuk. Sekali-sekali saja ia menegakkan badan untuk menarik napas panjang.
Ia bermandikan keringat. Tetapi, usahanya membuahkan hasil.Wajahnya berseri-seri
ketika ia mengeluarkan lembaran fotokopi dari kaleng teh. Ia membaca sambil
menggerakkan bibir, lalu melipat kertas itu dan memasukkannya ke dalam kantong
baju. Kemudian ia membersihkan tangan dan lengan. Pertama-tama dengan
menggunakan daun-daun kering, setelah itu dengan saputangan.Sporty dan Thomas
segera bergerak ketika orang itu mulai menuju ke arah gerbang.
"Sampai di sini saja usaha kita," ujar Sporty sambil ketawa kesal. "Kita tidak
punya kendaraan untuk mengikuti dia. Dan kalau mengingat pengalaman dengan
Mercedes hitam tadi, aku berani jamin bahwa pelat nomor mobilnya juga palsu."
"Hmm"Tapi kali ini kedua sahabat STOP lebih beruntung.Laki-laki itu ternyata
datang dengan berjalan kaki. Kini ia menyusuri jalan raya ke arah luar kota.
Jalan itu mulus dan lebar. Di sepanjang jalan tidak ada tempat untuk
bersembunyi. Sporty dan Thomas tidak bisa menjaga jarak karena takut kehilangan
jejak.Tak sekalipun orang itu menoleh ke belakang. Tapi beberapa kali ia
berhenti di depan jendela etalase. Termasuk di depan jendela salon kecantikan.
"Kelihatannya dia sudah tahu bahwa kita membuntutinya," kata Sporty.
"Penampilannya ternyata menyesatkan. Dia tidak sebodoh yang kubayangkan. Bisa
jadi dia malah seorang agen rahasia. Kalau begitu, dia pasti sudah terlatih
untuk mengetahui apakah dia dibuntuti atau tidak. Dia memanfaatkan jendela
etalase untuk memantau keadaan di balik punggungnya tanpa perlu menoleh ke
belakang." "Berarti dia tahu bahwa kita telah mengetahui rahasia kotak surat mati itu. Dia
sempat melihat kita di kuburan tadi."
"Masa bodoh! Aku ingin tahu siapa namanya dan di mana dia tinggal."
Pria itu berjalan ke sebuah penginapan bernama PEMANDANGAN INDAH. Penginapan itu
berlantai tiga. Delapan anak tangga menuju ke pintunya.Orang itu masuk ke dalam.
Tapi beberapa detik kemudian pintu membuka kembali, dan seorang wanita berbadan
gembrot muncul. Ia membawa seekor anjing yang tidak kalah gendutnya. Binatang
malang itu hampir tidak sanggup berjalan.
"Eh, Thomas!" Sporty langsung berseru. "Persis seperti si Tompel!"
Thomas tidak langsung menangkap maksud sahabatnya.
"Anjing kami bernama Tompel," Sporty berkata pada wanita gembrot di hadapannya.
"Anjing ras asli - keturunan juara! Anjing Anda pasti sama juga, bukan" Siapa
namanya?" "Namanya Pangeran. Tapi saya selalu memanggilnya 'Ndut. Ayo 'Ndut, kemari! Ya
ampun, selalu saja dia kencing di kaki tangga."
Sporty membelai anjing itu."Sebenarnya ada yang ingin saya tanyakan, Bu. Baru
saja ada seorang pria yang masuk ke penginapan ini. Rambutnya pirang kami pikir
dia kenalan orangtua kami. Apakah Anda kebetulan mengenalnya?"
"Pak Wunderlich, maksudmu" Max Wunder-lich," wanita itu merendahkan suaranya.
"Dia tinggal di sini. Dia bekerja sebagai salesman."
"Wah, kalau begitu saya keliru," ujar Sporty sambil menggelengkan kepala. "Sudah
lama dia tinggal di sini?"
"Oh, ya. Beberapa orang sudah bertahun-tahun tinggal di sini. Ayo, 'Ndut!"Anjing
itu tidak mau menurut. Tapi wanita itu menyeretnya pergi, setelah mengangguk
ramah ke arah Sporty dan Thomas.
Sebuah bis kota berhenti di seberang jalan."Ayo, Thomas! Cepat! Itu nomor
delapan yang menuju ke pusat kota."
Mereka berlari menyeberangi jalan. Pengemudi bis itu sebenarnya sudah mau
berangkat. Tapi karena melihat kedua anak yang sedang menuju ke arah halte, ia
menunggu sebentar. Begitu mereka naik, bis itu langsung berangkat.
*** Max Wunderlich ternyata berdiri di balik pintu. Dengan jelas ia mendengar Sporty
menanyakan dirinya, kemudian mengangguk-angguk sambil berdecak. Kamarnya
menghadap ke jalan. Melalui jendela, ia memperhatikan kedua anak itu mengejar
bis nomor delapan. Kalau melihat penampilannya, orang pasti menyangka bahwa Max Wunderluh selalu
bersikap lamban. Tapi seperti yang sudah dikatakan Sporty: penampilannya
menyesatkan. Pria itu terlatih untuk memutuskan segala sesuatu dengan cepat. Di
kuburan - pada waktu menggali - ia sudah menyadari kehadiran kedua anak itu.
Kemudian ia memperhatikan bahwa mereka membuntutinya. Dan sekarang bocah-bocah
ingusan itu malah menanyakan dirinya.
Pasti ada yang tidak beres. Siapa pun kedua anak itu - mereka telah memergokinya.
Kemungkinan besar itu salahnya Karsoff. Dia selalu bersikap sembrono, seakan-
akan kegiatan mata-mata merupakan pekerjaan paling mudah di seluruh dunia. Tapi
bagaimanapun juga, kedua anak itu merupakan ancaman meskipun bukan ancaman
serius, sebab mereka masih terlalu muda. Namun Max Wunderlich berpendapat: lebih
baik mencegah daripada menyesal kemudian. Karena itulah ia mengangkat gagang
telepon. "Halo, Kroll di sini!" si tukang pukul menyahut."Di sini Wunderlich. Halo,
Freddy! Aku punya tugas untuk kau dan Thomas. Tapi urusannya sangat mendesak.
Kalian harus segera berangkat. Bagaimana, sanggup?"
"Sanggup, dong! Mana pernah kami mengecewakanmu, Max?"
8. Burung Gereja pun Doyan Wiski
Setelah mengunjungi Kuburan Lama, Karsoff berputar-putar di kota selama beberapa
saat. Kemudian ia mampir di sebuah restoran Vietnam, da n memesan sop bebek
serta semacam lumpia dengan saus Nuoc-Mam.
Setelah kenyang, ia meneruskan perjalanan. Agen rahasia bernama Stamslav Kobold
belum lama tinggal di kodi ml, tapi Karsoff telah menghubunginya. Kali Ini ia
menggunakan rumah-rumahan burung di tengah Taman Kota sebagai kotak pos mati. Di
musim dingin, rumah-rumahan itu dipakai untuk memberi makanan pada burung-
burung. Ketika Karsoff menghampiri rumah-rumahan itu, tak ada siapa-siapa di sekitarnya.
Yang ada hanya puluhan burung gereja yang duduk bergerombol. Beberapa ekor
melebarkan sayap, sambil melompat-lompat dengan gontai. Yang lainnya cuma duduk
sambil memiringkan kepala. Potongan-potongan roti tergeletak di tanah. Semuanya
nampak basah.Sewaktu Karsoff mendekat, ia segera mencium bau minuman keras.
Terheran-heran ia berhenti sambil mendengus-dengus. Bau yang tidak asing baginya
ternyata berasal dari potongan-potongan roti itu. Dan benar saja roti itu
ternyata dicelupkan ke dalam wiski.
Ada-ada saja! Karsoff berkata dalam hati. Bahkan burung gereja pun suka mabuk
sekarang.Ia mengeluarkan lembaran fotokopi kedua dari kantong, lalu hendak
memasukkannya ke dalam rumah-rumahan. Tetapi rupanya burung-burung yang sedang
bergerombol salah mengerti.Seketika semuanya beterbangan. Dengan geram kawanan
burung itu menyerang Karsoff. Tenaga burung-burung gereja Ini berlipat ganda.
Mereka menabrak wajah pria itu, dan menarik-narik jasnya.
Karsoff terpaksa melompat mundur sambil menutupi wajah dengan kedua belah
tangan. Kakinya tersangkut pada sebatang kayu, sehingga ia hampir saja
kehilangan keseimbangan dan jatuh. Lembaran fotokopi terlepas dari genggamannya.
Tapi Karsoff baru menyadarinya ketika seekor burung gereja terbang menjauh
sambil membawa kertas itu, lalu menghilang di balik pepohonan.
"Brengsek!" Karsoff mengumpat kesal. Kemudian ia langsung meninggalkan Taman
Kota. Merebut kembali fotokopinya itu sudah tidak mungkin. Tapi tak apa-apalah.
Meskipun jatuh ke tangan pihak berwajib, mereka takkan bisa melacak dari mana
kertas itu berasal. Konyolnya, kini ia hanya punya satu lembar fotokopi lagi.
Dan yang ini untuk si Hensch.
Karsoff naik mobil dan menuju ke Tembok Besar. Tembok itu berasal dari zaman
Abad Pertengahan. Sebagian besar sudah lama runtuh. Sisa-sisa yang masih berdiri
kini dilindungi sebagai peninggalan sejarah. Tapi itu tidak mencegah para
pencari suvenir untuk terus mengambil batu-batu dan tembok itu.Kotak surat mati
nomor tiga berada di balik sebuah batu lepas di Tembok Besar. Namun sepintas
lalu, batu itu nampak terpasang dengan kokoh.
Karsoff melangkah mendekat Daerah di sekitar batu lepas itu dilindungi oleh
semak-semak. Tapi tidak ke semua arah. Wanita tua, yang duduk di salah satu
bangku di sekitarnya, seharusnya bisa melihat Karsoff. Tapi nenek itu buta.
Tongkat putih di sebelahnya membuktikan hal ini.
Karsoff menghampiri tembok. Sekali lagi ia melihat ke sekeliling. Kemudian pria
itu mencopot batu lepas dari tembok dan menyelipkan lembaran fotokopinya. Segera
setelah itu batunya dipasang lagi.Sambil bersiul-siul, ia kembali ke jalan dan
menyalakan sebatang rokok. Ia hendak membelok ke kiri, tetapi tiba-tiba berhenti
dan mengerutkan kening. Seorang wanita datang dari arah berlawanan. Ia melihat Karsoff, lalu ikut
berhenti. Wanita itu adalah Franziska Hensch.
Rupanya dia sudah tak sabar! pikir Karsoff. Tapi itu malah lebih bagus. Mudah-
mudahan saja dia berminat.
Kemudian ia segera berbalik dan menuju ke kanan. Setelah berjalan agak jauh, ia
menyeberang dan menuju ke mobilnya. Tak ada yang memperhatikannya ketika ia
bertingkat. Sementara itu Franziska telah mendekati Tembok Besar. Usianya menjelang 40 tahun
Penampilannya menarik. Ia berambut coklat dan keriting. Matanya berwarna gelap.
Ketika melihat wajah wanita itu, orang pasti menyangka bahwa ia berusia sekitar
27 tahun. Ia mengenakan pakaian sportif.
Dengan langkah pasti Franziska lewat di depan nenek buta tadi. Wanita tua itu
memakai kacamata hitam. Bibirnya terus-menerus menyungging senyum. Franziska
berbalik, meyakinkan diri bahwa keadaannya aman, lalu menghampiri tembok. Cepat-
cepat ia mengambil lembaran fotokopi yang tersembunyi di balik batu lepas,
kemudian memasukkannya ke dalam tas. Dengan lega ia kembali ke jalan."Wah, wah,
wah," ia tiba-tiba mendengar suara wanita tua tadi.
"Waktu saya masih muda, surat cinta langsung dikirim ke alamat yang
bersangkutan." "Apa?" tanya Franziska sambil terheran-heran. Ia berhenti di depan nenek buta
itu. "Bagaimana maksudnya?"
"Saya sejak tadi sudah memperhatikan Tuan tadi, dan setelah itu Anda," si nenek
berkata sambil tersenyum simpul."Anda... Anda bisa melihat?"
"Tentu saja! Mata saya masih setajam mata elang. Hanya kaki saya yang sudah
tidak kuat. Supaya bisa jalan-jalan dengan aman, saya terpaksa mencari akal.
Saya sudah tua. Saya hanya bisa jalan pelan-pelan. Nah, kalau saya harus
menyeberang jalan, para pengemudi mobil selalu marah-marah dan menekan klakson.
Tapi perlakuan mereka terhadap orang buta sangat baik. Aneh memang. Sejak saya
pura-pura buta, anak-anak dan remaja-remaja seakan-akan berlomba-lomba untuk
menuntun saya ke seberang jalan. Kadang-kadang justru saya yang harus menjaga
mereka agar jangan celaka."
Franziska ketawa sambil menggelengkan kepala."Cerdik sekali! Ini perlu diingat.
Kalau saya sudah setua Anda, ide ini pasti berguna sekali."
Nenek itu mengangguk. "Di antara Anda berdua, pasti ada yang sudah berkeluarga,
bukan?" Franziska terbengong-bengong. "Maksud saya, Tuan tadi atau Anda yang sudah
menikah." "Oh... itu! Hmm! Suami saya pasti curiga kalau pacar saya mengirim surat lewat
pos." "Ya, ya! Itulah api asmara," si nenek berkomentar. "Anda yakin bahwa Anda tidak
salah langkah" Tuan tadi... ehm... Anda terlalu cantik untuk dia."
"Dalam hal ini Anda mungkin benar! Selamat siang!" jawab Franziska sambil
ketawa, kemudian berlalu.
* * * Semakin lama, bis kota yang ditumpangi Sporty dan Thomas semakin penuh sesak.
Mula-mula, mereka masih kebagian tempat duduk. Namun ketika beberapa orang tua
naik, kedua anak itu segera berdiri dan menawarkan tempat duduk mereka. Tapi
masih ada seorang kakek yang terpaksa berdiri.Orangnya sudah gaek. Setiap kali
bisnya membelok, orang tua itu seperti mau jatuh.Sporty terus memperhatikan
kakek itu, supaya - kalau perlu - bisa segera menolongnya.
Kakek itu terpaksa berdiri sementara kedua pemuda itu duduk dengan santai, pikir
Sporty dengan geram. Mereka pasti tidak pernah diajar bersopan-santun. Dasar
brengsek! Kedua orang yang dimaksudnya baru naik di halte terakhir. Yang pertama berbadan
kekar dan berwajah mirip petinju. Rambutnya dipotong seperti sikat. Sebuah bekas
luka memanjang dan sudut mata ke telinga. Yang kedua berbadan langsing. Sorot
matanya tajam dan dingin.Ketika akan melewati perempatan Jalan Bukit Istana dan
Jalan Profesor Pauling, si pengemudi bis tiba-tiba terpaksa mengerem habis
karena sebuah sedan memotong jalan.
Semua orang yang sedang duduk membungkuk secara paksa. Penumpang-penumpang yang
sedang berdiri hampir terlempar ke depan. Kakek tua tadi kehilangan
keseimbangan. Sebelum Sporty sempat bertindak, ia sudah jatuh ke pangkuan si
Muka Petinju. Bis itu berhenti.
Si Kakek segera berusaha bangkit. Ia ingin minta maaf pada pemuda itu.Tapi si
Muka Petinju keburu beraksi. Ia bukannya membantu kakek itu, melainkan malah
menariknya dengan kasar, lalu mendorongnya dengan keras. Orang tua itu terpental
dan jatuh di gang. Ia mengerang kesakitan ketika sikut kanannya membentur lantai
bis. "Aduh, tangan saya!"Sporty langsung berada di sampingnya. Dengan hati-hati ia
membantu si kakek. "Tangan saya," orang tua itu merintih. "Saya cedera. Tangan saya tidak bisa
digerakkan." "Bapak harus segera menemui dokter!" Sporty berkata. "Tapi sebelumnya Bapak
harus minta nama dan alamat orang di belakang itu. Dia yang harus menanggung
semua ongkos." Para penumpang lain nampak mengangguk-angguk tanda setuju. Si Muka Petinju
mengerutkan kening. "Jangan mengada-ada!" ia membentak Sporty."Saya tidak mengada-ada. Saudara
mendorong Bapak ini sampai jatuh, tanpa sebab sama sekali. Saudara lihat sendiri
bahwa ia mengalami cedera karena itu. Sudah sepantasnya kalau Saudara
bertanggung - jawab."
"Saya hanya melihat bahwa si Gaek ini sudah agak sinting. Dan kau rupanya harus
pakai kacamata." Sporty tetap tenang."Tolong sebutkan nama dan alamat Saudara, supaya urusan ini
bisa segera diselesaikan Saudara masih untung kalau kejadian ini tidak
dilaporkan pada polisi."
Si Muka Petinju berdiri. Pandangan matanya mengatakan apa yang akan terjadi
selanjutnya: adu fisik. Sporty sudah sering terlibat dalam pertarungan, baik di
arena judo, maupun di jalanan. Dengan mudah ia mengenali tanda-tandanya:
keyakinan yang tercermin di wajah lawan, sorot matanya yang berbinar-binar,
perubahan raut muka. Sporty mundur beberapa langkah, agar ruang geraknya lebih leluasa. Si Muka
Petinju mengikuti anak itu sambil bergumam. Bekas luka di sudut matanya nampak
berdenyut-denyut. Secepat kilat ia melayangkan tangan. Pukulannya keras dan
terarah. Apa yang terjadi selanjutnya merupakan tontonan yang tidak mudah dilupakan. Tak
ada yang melihat bagaimana Sporty menghindar. Gerakannya terlalu cepat. Si Muka
Petinju pun hanya merasa bahwa pukulannya tidak mengenai sasaran. Kemudian ia
terangkat dan terlempar ke depan. Lantai bis terasa bergetar ketika pemuda itu
jatuh.Penumpang-penumpang lain ketawa. Rekan si Muka Petinju memalingkan wajah
dan melihat ke luar jendela seakan-akan ia tidak terlibat sama sekali.
"Lain kali hati-hati kalau menantang seorang juara judo!" Thomas berseru dan
belakang. "Tapi jangan mengeluh. Saudara masih beruntung. Sudah banyak yang
mengalami nasib lebih buruk ketimbang Saudara."
Sporty membungkukkan badan."Sekarang kita terpaksa mulai dari awal lagi,"
katanya dengan tenang. "Tolong sebutkan nama dan alamat Saudara. Cepat! Jangan
sampai saya yang harus mengambil dompet Saudara."
Dengan lesu si Muka Petinju berdiri. Wajahnya merah padam. Ia merasa
dipermalukan di depan orang banyak. Kalau bisa, ia ingin melompat turun saja.
"Kroll," katanya setengah berbisik. "Freddy Kroll. Jalan Agnes nomor 11."
"Keterangan seperti ini lebih mudah diingat, kalau dicatat," ujar Sporty.
"Tolong, tunjukkan KTP Saudara."
Kroll mengambil dompet, dan mengeluarkan kartu identitasnya. Sambil menunduk
malu ia menatap lantai bis. Sporty cepat-cepat mencatat nama dan alamatnya pada
sepotong kertas, yang kemudian ia serahkan pada orang tua tadi. Dengan mata
berair, si kakek mengucapkan beribu-ribu terima kasih. Sementara itu Freddy
Kroll telah kembali ke tempat duduknya. Sporty berdiri di samping Thomas dan
nyengir lebar. Thomas Prassel sama sekali tidak menoleh ke arah rekannya. Seharusnya kita yang


Detektif Stop - Pertarungan Mata Mata di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memberi pelajaran pada kedua bocah ingusan itu, tapi apa yang terjadi" Malah
Freddy yang dihajar. Kita seharusnya mencari tahu siapa mereka itu. Tapi siapa
yang terpaksa menyebutkan nama dan alamat" Freddy! Busyet, ini benar-benar
memalukan! Kalau kejadian ini sampai ketahuan teman-teman yang lain, lebih baik
aku pindah saja dari sini. Tukang pukul yang paling ditakuti di seluruh kota
dihajar oleh bocah ingusan.
Sementara itu bis kota telah sampai di Jalan Germania. Dari sini sudah dekat
sekali ke Cafe Brand.Sporty dan Thomas, serta sejumlah penumpang lain, turun di
halte ini. "Oskar pasti sudah mati kelaparan," ujar Thomas ketika mereka berjalan ke tempat
Oskar menunggu. Namun ternyata sahabat mereka itu panjang akal. Ketika Sporty
dan Thomas datang, ia sedang duduk di atas tong sampah kosong. Sebelah tangannya
memegang sebuah kantong kertas berukuran besar. Kantong itu mula-mula berisi
satu kilo biskuit coklat, yang sekarang sudah tak bersisa sama sekali. Sewaktu
melihat kedua sahabatnya, Oskar langsung mulai mengomel.
"Ke mana saja kalian" Aku pikir kalian sudah diculik oleh makhluk luar angkasa.
Katanya hanya mau pergi sebentar! Brengsek! Lihat, tuh! Sepeda kalian sudah
mulai karatan. Hari sudah menjelang malam. Monika dan Petra pasti sudah
menghubungi polisi untuk mencari kita. Dan aku hampir mati kelaparan. Untung
saja aku bawa uang, sehingga bisa beli biskuit di Cafe Brand. Kalau tidak,
kalian hanya akan menemukan tulang-belulangku sekarang."
"Tulang-belulang yang penuh lemak," kata Sporty sambil ketawa "Burung-burung
bangkai bisa berpesta pora!"
"Mana ada burung bangkai di sini?" balas Oskar. "Ayo, cerita dong! Apa yang
kalian temukan tadi?"
"Kami naik taksi dan membuntuti ayah seorang gadis cantik bermata biru," Thomas
menjelaskan. "Sporty dan aku akan membuat puisi untuk dia."
"Hah?" "Sori, Oskar! Aku cuma main-main. Kami tadi terpaksa menggunakan siasat."
"Wah, rupanya kalian sudah mulai ketularan! Kalian mau ikut jejak Pak Graf, ya"
Sepertinya, dia juga terlibat dalam kegiatan mata-mata. Apakah Monika tahu
mengenai ini?" Sporty mendesah perlahan."Pokoknya, kita harus berbicara dengan Pak Graf. Secara
kekeluargaan, tentu saja. Aku yakin, dia berbuat seperti ini karena terpaksa.
Kelihatan jelas tadi, bahwa dia sebenarnya tidak suka berurusan dengan si Hidung
Patah. Berjabatan tangan pun dia enggan."
Ketika ketiga sahabat itu menaiki sepeda, Sporty tiba-tiba mendengar suara organ
putar. Dan itu dia - si pengamen dengan monyetnya. Ia berdiri di pojok jalan dekat
Cafe Brand. Dalam sekejap saja si pengamen sudah dikelilingi anak-anak kecil,
yang lebih tertarik pada monyetnya ketimbang mendengarkan musik yang dimainkan.
Kebetulan anak-anak STOP juga harus lewat sana.
Coba lihat apakah aku dipelototi lagi, ujar Sporty dalam hati. Tadi aku mendapat
kesan bahwa pengamen itu hendak mencincangku.
"Sebentar, ya!" ia berkata pada Thomas dan Oskar. Kemudian ia segera bergabung
dengan anak-anak yang mengerubungi si pengamen. Sporty segera merogoh
kantongnya. Sebenarnya, uang anak itu sudah habis untuk membayar taksi. Namun di
kantong celananya ternyata masih ada sekeping uang logam.Ia segera meletakkannya
ke atas kotak musik. Si pengamen masih mengenakan kacamata. Tapi kali ini Sporty bisa melihat
matanya. Pengamen itu pun melihat ke arah Sporty. Tapi pandangannya biasa-biasa
saja.Hmm, ternyata dugaanku keliru. Barangkali dia lagi sakit perut tadi, atau
membayangkan utang-utang yang masih harus dilunasinya.Tiba-tiba saja monyet
kecil di atas kotak musik mulai melompat-lompat sambil menyeringai. Dengan satu
jari binatang itu menunjuk dahinya. Artinya: sudah gila, ya" Tak salah lagi -
Sporty-lah yang dimaksud. Orang-orang mulai ketawa.
"Terlalu sedikit?" tanya Sporty. "Sori, deh! Tapi kalau kau sebokek aku, kau
pasti takkan memberi apa-apa. Lain kali aku akan membawakan sepotong pisang
untukmu. Biar kita bisa berteman."
Para penonton tersenyum simpul. Sporty mengangguk ke arah si pengamen, kemudian
menyusul letnan temannya. Hampir saja ia menabrak seorang pejalan kaki. Orang
itu dan rekannya menyeberang jalan di tempat yang sebenarnya tidak
diperbolehkan. Untung Sporty masih sempat menghindar.Ketika memperhatikan orang
itu, Sporty nyaris terjatuh dari sepeda. Si pejalan kaki adalah Freddy Kroll!
Sporty menggelengkan kepala, lalu berusaha mengejar Thomas dan Oskar yang sudah
sampai di ujung jalan. Freddy Kroll dan Thomas Prassel terbengong-bengong di
tengah jalan. Kali ini mereka benar-benar kehilangan jejak
9. Bayangan Masa Lalu Setelah Sporty, Thomas, dan Oskar pergi, Petra dan Monika mulai sibuk merubah-
ubah gaya rambut mereka. Sambil ketawa-ketawa mereka mencoba menyisirnya ke kiri
dan ke kanan, lalu memandang ke dalam cermin untuk menilai hasilnya. Tanpa
terasa hari telah menjelang sore.Kemudian mereka mendengar Pak Graf pulang. Ia
pergi cukup lama - mungkin sekaligus berbelanja.
"Aku tanya dulu apakah Ayah mau minum teh," ujar Monika. Namun ayahnya sudah
masuk ke kamar kerja. Monika segera menyusul. Tapi ketika membuka pintu, gadis
itu kaget sekali. Ayahnya sedang duduk di belakang meja tulis, dengan kedua
belah tangan menutupi wajah. Seluruh badannya gemetar. Mukanya pucat pasi.
"Ayah!" gadis itu berseru sambil mendekat. Pintu kamar kerja dibiarkan setengah
terbuka. "Monika!" Pak Graf berkata tanpa mengubah posisi duduknya. "Ayah ingin sendirian
sebentar." "Ayah kelihatannya lagi sedih. Ada apa, sih" Tolong katakan, dong! Aku juga
selalu bercerita pada Ayah kalau aku sedang kesusahan. Kita kan sudah bikin
perjanjian." Perlahan-lahan Pak Graf menurunkan tangan. Matanya nampak merah. Sepertinya ia
sudah nyaris ambruk. "Aku telepon Dr. Clemens, ya?" Monika cepat-cepat menawarkan. "Ayah pasti...
Apakah obatnya sudah tidak mempan?"
"Kau tidak perlu menelepon dokter, Sayang. Ayah tidak sakit. Ayah hanya..."
Ia terdiam. "Ada masalah lain, Monika. Ya Tuhan, kenapa ini harus terjadi?"Pak Graf kembali
menunduk. Setelah beberapa saat, ia berkata,"Monika, Ayah harus menceritakan
sesuatu. Lebih baik kau mendengarnya langsung dari Ayah daripada lewat orang
lain. Ayah sudah terdesak. Cepat atau lambat urusan ini pasti akan diketahui
orang lain." "Ayah! Ada apa, sih" Kedengarannya gawat sekali."
"Kenyataannya bahkan lebih gawat dari yang kauduga. Ayah tidak pernah menyangka
bahwa akibatnya bisa separah ini."
Pak Graf menarik napas panjang, kemudian terdiam lagi. Rupanya ia tidak tahu
dari mana ia harus mulai. Tapi kemudian ia mulai bercerita,"Monika, kau tahu
bahwa Ayah sarjana kimia dan kini memimpin bagian riset salah satu perusahaan
farmasi terpenting, bukan?"
"Tentu saja aku tahu "
"Tapi kau tidak tahu bahwa itu sebenarnya tidak benar."
"Apa?"?" "Memang benar: Ayah kepala bagian riset di perusahaan itu. Dan prestasi Ayah
selama ini baik sekali. Itu pun benar. Masalahnya, Ayah bukan sarjana kimia.
Ayah hanya kuliah selama beberapa semester saja - tidak sampai lulus. Ayah tidak
punya ijazah." Monika menatapnya dengan mata terbelalak."Tapi...?"Masalahnya begini: pada waktu
itu Ayah tidak bisa melanjutkan kuliah karena terbentur pada soal uang. Kakek
dan Nenek tidak sanggup lagi membiayai kuliah Ayah. Sedangkan uang yang
diperoleh dari hasil pekerjaan sambilan Ayah juga tidak mencukupi. Ditambah
lagi, Nenek ketika itu sedang sakit. Karena itu Ayah keluar dari universitas dan
kemudian belajar sendiri. Ayah yakin bahwa prestasi Ayah selama ini cukup baik.
Kalau tidak, mana mungkin Ayah diangkat sebagai kepala bagian riset, bukan" Tapi
ijazah Ayah, pertimbangan yang paling menentukan pada waktu melamar dulu - ijazah
itu palsu. Ayah kira pekerjaan di perusahaan farmasi itu merupakan kesempatan
emas. Dan nyatanya memang begitu. Ayah langsung diterima. Ayah berhasil
membangun karier sampai mencapai kedudukan seperti sekarang."
Monika mendekati ayahnya Dengan lembut ia merangkulnya."Ayah, itu kan tidak
terlalu penting. Yang lebih penting kan prestasi Ayah. Dengan atau tanpa ijazah -
apa bedanya" Sebuah ijazah hanyalah selembar kertas, tak lebih dari itu.
Mahasiswa-mahasiswa yang paling bodoh pun bisa meraih ijazah - biarpun dengan
segala macam cara. Setelah kerja, baru mereka kebingungan, karena tidak bisa
apa-apa. Kejadian-kejadian seperti itu kan sudah sering masuk koran. Nah,
bandingkan dengan keadaan Ayah, ayah kan diakui sebagai ilmuwan yang gemilang."
Pak Graf tersenyum."Sayang masalahnya tidak semudah itu, Monika. Justru karena
sering ada kejadian seperti itu, bagian riset di tempat kerja masih dituntut
untuk orang-orang tertentu yang bisa masuk ke bagian ini. Persyaratannya berat
sekali. Kalau dilihat dari segi pendidikan, Ayah bisa digolongkan sebagai orang
awam. Prestasi Ayah selama ini pun tidak bisa mengubah kenyataan ini. Begitu
ketahuan bahwa ijazah Ayah palsu, Ayah pasti langsung dipecat. Dan bukan itu
saja - Ayah bahkan bisa dihukum karena melakukan penipuan."
"Tapi, Ayah, selama ini kan tidak pernah ada yang mempersoalkan ijazah Ayah."
"Sekarang ada yang mempersoalkannya," jawab Pak Graf. Ia mengepalkan tangan
seakan-akan hendak meremukkan sesuatu.Dengan hati berdebar-debar Monika menunggu
kelanjutannya. "Ayah lagi diperas..."
"Diperas?" "Ya, bajingan itu licik sekali, sedangkan Ayah tidak bisa berbuat apa-apa.
Orangnya bernama Gregor Karsoff. Kami sudah saling mengenal dari dulu. Dia juga
kuliah di tempat Ayah. Tapi karena terus berkelakuan buruk, dia akhirnya
dikeluarkan. Masalahnya, dia tahu persis bahwa Ayah juga keluar beberapa bulan
kemudian tanpa menyelesaikan kuliah. Beberapa minggu yang lalu kami kebetulan
ketemu lagi. Karsoff ternyata sudah mencari keterangan mengenai Ayah. Dja tahu
bahwa Ayah mengaku sebagai sarjana kimia, dan bahwa Ayah memimpin bagian riset.
Dia bahkan tahu apa yang sedang Ayah kerjakan."
"Dia minta uang, ya?" tanya Monika.
Pak Graf menggeleng."Ayah baru-baru ini berhasil menyelesaikan penelitian
Proyek-V. Proyek itu bersifat sangat rahasia. Kami berhasil mengembangkan
sejenis obat awet muda. Obat itu bermanfaat sekali bagi umat manusia. Terutama
di zaman sekarang. Awet muda - impian manusia sejak zaman Romawi - kini menjadi
kenyataan!" "Jadi... si Karsoff itu menginginkan hasil penelitian Ayah?"
"Betul sekali, Monika. Itu yang dia inginkan. Dia tahu persis bahwa hasil
penelitian itu bisa dijual mahal pada saingan kami. Ayah menghabiskan waktu
bertahun-tahun untuk merampungkan proyek ini. Dana yang telah dikeluarkan sudah
tak terhitung lagi. Sekarang formulanya sudah siap. Perusahaan-perusahaan yang
bersaing dengan kami bisa pingsan kalau mereka berhasil mendapatkan hasil penelitian Ayah."
Monika tidak sanggup berkata apa-apa.
"Ayah rasa," Pak Graf melanjutkan, "si Karsoff bekerja sebagai mata-mata
industri. Orang-orang seperti itu menghalalkan segala cara. Tapi jasa mereka
dibutuhkan, dan - nyatanya - memang sering dimanfaatkan. Cara kerja mereka persis
seperti Karsoff: berusaha mendapatkan rahasia perusahaan lain, kemudian
menjualnya pada pihak yang menawar paling tinggi. Kau takkan percaya betapa
sering ada kejadian seperti ini."
"Lalu, bagaimana sekarang?"
"Tuntutan Karsoff jelas sekali Kalau saya tidak menyerahkan hasil penelitian
itu, dia akan menghancurkan Ayah. Dia akan menghubungi kantor Ayah untuk
memberitahu bahwa Ayah seorang penipu. Sebenarnya, sejak dulu Ayah sudah tidak
suka padanya. Karsoff menyadari ini. Dan sekarang nasib Ayah ada di tangan dia.
Bajingan itu benar-benar menikmati keadaan ini."
"Apa yang akan Ayah lakukan?"
Dengan lesu Pak Graf mengangkat bahu."Ayah tidak punya pilihan lain Tanpa
Karsoff, Ayah sebenarnya masih bisa mencari alternatif yang paling baik. Dan itu
adalah..." Monika menatap ayahnya dengan sedih.
"Alternatif yang paling baik adalah menemui pimpinan kantor, dan mengakui semua
kesalahan. Dengan demikian Ayah tidak terlalu kehilangan muka. Tapi ini hanya
mungkin jika Ayah bertindak tanpa paksaan. Padahal, Ayah kini sedang diperas.
Dalam keadaan seperti ini sama saja apakah Ayah melapor sendiri, atau Karsoff
yang melakukannya. Ya, Tuhan! Kalau saja dari dulu-dulu Ayah punya keberanian
untuk mengaku. Sekarang semuanya sudah terlambat!"
Monika mulai menangis. Ia membenamkan wajah ke bahu ayahnya. Dengan ragu-ragu,
seakan-akan merasa tidak berhak lagi, Pak Graf membelai-belai rambut putrinya.
Suara yang berasal dari arah pintu membuat keduanya tersentak kaget. Petra
berdiri di ambang pintu. "Maaf... saya... saya tidak bermaksud menguping," katanya terbata-bata. "Tapi...
suara kalian begitu keras... Saya mendengar semuanya."
Aku memang keterlaluan! pikir Pak Graf. Aku sudah mencelakakan diriku sendiri.
Monika juga kena getahnya. Dan sekarang Petra pun ikut terlibat. Aduh, aku
memang pembawa sial. "Petra!" seru Monika sambil menyerbu ke arah gadis itu, lalu memeluknya.
"Keadaannya benar-benar gawat. Kasihan ayahku! Secara hukum ayahku memang
bersalah. Tapi sebenarnya kan, dia tidak melakukan kejahatan."
Petra mengangguk, kemudian ikut menangis. Pak Graf menelan ludah. Ia merasa
bersalah sekali.Suasana di ruang kerja itu benar-benar mengharukan. Upacara
pemberian medali penghargaan tadi pagi seperti tidak pernah berlangsung. Bencana
seakan-akan tak terelakkan. Ketika bel pintu berdering, tangis Monika dan Petra
masih belum mereda.Sambil berlinang air mata kedua gadis itu membuka pintu. Pak
Graf tetap duduk di belakang meja tulisnya.
"Hei, ada apa ini?" Sporty terheran-heran waktu melihat Petra
"Masuk dulu, deh!" gadis itu berkata sambil terisak-isak.Monika berusaha
mengeringkan air matanya, namun tanpa hasil.
"Kalian habis potong bawang?" tanya Oskar.
"Diam, ah! Dasar dungu!" Petra membentaknya.
Oskar segera terdiam. Sementara Thomas menutup pintu, Sporty segera menyikut
Oskar. "Sori, deh!" anak itu kembali berkata. "Habis, jurumasak di rumahku juga selalu
berlinang air mata kalau potong bawang. Sebenarnya ada alat yang..."
"Satu kata lagi, dan kau akan menyesal!" Petra mengancam dengan ketus. "Ya,
Tuhan! Masa sih, kau tidak lihat bahwa urusannya lebih penting ketimbang potong
bawang?" Baru sekarang Oskar menyadari bahwa ada yang tidak beres. Langsung saja ia
terdiam dan berlindung di balik punggung Sporty.
Apa yang terjadi di sini" Sporty bertanya dalam hati. Ada kecelakaan" Pak Graf,
barangkali" "Ayahku ada di kamar kerjanya," ujar Monika sambil membalik. "Aku rasa lebih
baik kalau kalian langsung bicara dengan dia saja. Petra sudah tahu
persoalannya." Persoalan apa" pikir Sporty. Persoalan Pak Graf dengan mata-mata itu"
Mereka melangkah ke kamar kerja. Sporty, Thomas - bahkan Oskar, mulai merasa
suasana yang mencekam. Pak Graf ternyata masih duduk di balik meja tulisnya.
"Silakan duduk!" ia berkata dengan datar ketika anak-anak masuk. Hanya Monika
dan Petra yang kebagian kursi. Yang lainnya terpaksa duduk di lantai. Oskar
berusaha duduk dengan kaki bersilang seperti Sporty, tetapi kehilangan
keseimbangan dan terguling ke belakang. Kejadiannya lucu sekali. Dalam keadaan
biasa, tingkah Oskar pasti diikuti dengan tawa berderai-derai. Namun kini tidak
ada yang memperhatikannya.
"Saya berada dalam posisi yang sulit sekali," Pak Graf berkata. "Seharusnya saya
tidak boleh melibatkan kalian. Monika memang harus saya beritahu, karena dia
masih tergantung pada saya. Petra tadi kebetulan mendengar persoalan yang saya
hadapi. Dan saya tidak bisa melarang dia untuk menceritakannya pada kalian,
bukan" Karena itu, saya rasa lebih baik kalau kalian mendengarnya langsung dari
orang yang bersangkutan. Saya yakin, kalian bisa dipercaya. Lagi pula, nasib
saya toh sudah ditentukan."
Kemudian ia mulai bercerita. Tak ada yang berani memotongnya. Bahkan Monika dan
Petra pun berhenti menangis. Setelah Pak Graf selesai, suasana di ruang kerjanya
menjadi hening. Jadi itu persoalannya! pikir Sporty. TernyataPak Graf memang seperti yang
kubayangkan semula - meskipun dia sempat salah langkah. Tapi si Karsoff itu...
Bah, pemerasan adalah salah satu kejahatan yang paling memuakkan!"
Karsoff - orangnya berhidung patah, bukan?"Dengan heran Pak Graf menatap Sporty.
"Betul," katanya. "Tapi dari mana kautahu itu?"
"Kami sempat melihat dia menemui Anda Di Cafe Brand. Sebetulnya kami juga hendak
menanyakan hal ini. Karsoff rupanya bukan hanya mata-mata industri, dia juga
tertarik sekali pada rahasia-rahasia militer. Rahasia-rahasia NATO, misalnya.
Karena itulah dia berusaha mencuri tas kantor kepunyaan Hilda Putz. Saya berani
jamin bahwa dokumen-dokumen yang dia ambil ada di tas itu. Kami sekarang sedang
menyelidiki si Karsoff. Dan sebetulnya kami juga akan menghubungi ayah Petra."


Detektif Stop - Pertarungan Mata Mata di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan singkat Sporty melaporkan hasil penyelidikan mereka
."Ini benar-benar hebat!" seru Pak Graf. "Bukti-buktinya sudah cukup untuk
menangkap Karsoff. Dan dengan demikian..."
Ia terdiam.Sporty segera bisa menebak jalan pikiran ayah Monika.
"...dengan demikian Anda belum terbebas dari persoalan Anda, Pak Graf," anak itu
menyambung. "Seorang bajingan seperti Karsoff takkan segan-segan untuk tetap
melaporkan Anda - biarpun sebenarnya tidak ada manfaatnya lagi baginya. Dia takkan
mau terima kalau hanya dia sendiri yang masuk penjara. Karena itu saya ingin
mengusulkan sesuatu."
Semuanya menunggu dengan tegang.
"Syaratnya, rencana ini tidak boleh diketahui siapa-siapa - termasuk ayahmu,"
Sporty berkata sambil menatap Petra. "Aku takut, ayahmu akan terbentur pada dua
kepentingan yang berbeda. Kalau kita bercerita pada ayahmu, Petra, maka dia mau
tidak mau harus mengambil tindakan terhadap Pak Graf. Di pihak lain, dunia
takkan kiamat kalau Karsoff masih bebas berkeliaran untuk beberapa hari."
Petra mengangguk. "Rencana saya begini Pak Graf," Sporty melanjutkan. "Anda harus berpura-pura
mengikuti kemauan Karsoff. Supaya dia merasa puas. Bahwa dia akan segera
kehilangan hasil penelitian yang baru diperolehnya - itu sih bukan salah Anda.
Yang bertanggung jawab atas kejadian itu adalah anak-anak STOP. Kami akan
mengaturnya supaya Karsoff mencurigai orang lain. Misalnya mata-mata lain.
Pokoknya, bukan Anda! Ini bisa lebih dipermudah kalau Anda mengatakan bahwa ada
seseorang yang terus-menerus memperhatikan gerak-gerik Anda."
"Saya malah bisa mengatakan bahwa ada mata-mata lain yang juga mengetahui hasil
penelitian saya, dan bahwa orang itu telah mengajukan tawaran yang cukup
tinggi." "Ya, itu lebih baik lagi.?"Tapi bagaimana caranya kalian merebut hasil
penelitian saya dari tangan Karsoff."
Sporty nyengir lebar."Kalau perlu, dengan kekerasan. Serahkan saja semuanya pada
kami. Anda tahu di mana dia tinggal?"
Pak Graf mengangguk."Begitu hasil penelitian itu berhasil direbut kembali,"
Sporty terus menyusun rencana, "Anda punya waktu untuk bertindak Pak Graf. Anda
bisa datang ke kantor, lalu mengakui kesalahan Anda. Saya yakin, atasan Anda
pasti mau mengerti. Sebelum Karsoff sempal mengetahui bahwa hasil penelitian
Anda sudah kembali ke tempat semula, dia sudah diciduk polisi. Setelah itu, biar
saja dia bicara sesuka harinya. Anda tinggal menyangkal segala tuduhan. Karsoff
tidak bisa membuktikan apa-apa. Dan saya rasa, baik atasan Anda maupun
pengadilan, takkan mempercayai keterangan seorang mata-mata."
"Mudah-mudahan saja," jawab Pak Graf dengan suara bergetar. "Kalau semuanya bisa
berjalan sesuai rencanamu, maka saya masih punya harapan."
"Tentu saja Anda masih punya harapan," Thomas berkomentar. "Pengadilan selalu
mempertimbangkan hal-hal yang meringankan bagi seorang terdakwa. Dan Anda baru
saja menerima medali penghargaan dari Walikota. Kalau saya jadi Anda, saya
takkan merasa khawatir."
"Kalian memang pandai menyemangati orang," Pak Graf mendesah.
"Bagaimana perjanjian Anda dengan Karsoff?" tanya Sporty.
"Dia minta agar saya meneleponnya setelah mengambil hasil penelitian itu dari
laboratorium." "Kapan Anda bisa mengambilnya?"
"Setiap saat." "Bagaimana kalau Anda menyerahkan laporan lain yang tidak berharga" Sesuatu yang
kelihatannya ilmiah, padahal tak ada isinya sama sekali. Apakah Karsoff akan
mengetahui perbedaannya?"
"Dia memang brengsek, tapi tidak bodoh. Karsoff dulu juga kuliah di jurusan
kimia." "Hmm, berarti dia tidak bisa ditipu dengan cara ini. Jangan sampai dia curiga.
Besok hari Sabtu. Hari yang tepat untuk mulai beraksi. Pertama-tama kita
harus..." Kemudian Sporty mulai menjelaskan rencananya secara terperinci.
10. Stanislav Ingin Berhemat
Mata-mata bernama Stanislav Kobold belum lama tinggal di kota ini. Pendahulunya
meninggal dunia karena mengalami kecelakaan lalu lintas di jalan bebas
hambatan.Upacara pemakamannya sempat mengundang perhatian khalayak ramai. Semua
koran mengirim wartawan dan juru foto untuk meliput upacara itu. Sejumlah
pembesar berpidato secara bergantian. Wakil-wakil dari berbagai perkumpulan dan
partai politik meletakkan karangan bunga di makamnya. Mata-mata itu memang aktif
di berbagai kegiatan. Dia dikenal sebagai dermawan, dan disukai di mana-mana.
Satu-satunya yang tak pernah diketahui adalah bahwa dia bekerja sebagai mata-
mata untuk sebuah negara asing. Sampai sekarang pun rahasia itu belum
terbongkar.Kedudukan mata-mata itu kini digantikan oleh Stanislav Kobold.
Stanislav sadar seratus persen bahwa ia harus mulai dari nol. Ia tahu persis
bahwa ia takkan sanggup menyaingi pendahulunya dalam hal jumlah koneksi. Tapi
dia tidak putus asa karena itu.
Mata-mata dari negara-negara lain belum mengenal Stanislav. Paling-paling mereka
baru mengetahui namanya. Baru tiga orang yang pernah menghubunginya: Bernard
Wacker, serta Karsoff dan Bulanski yang serakah. Dengan ketiga orang itu,
Stanislav sudah sempat mengerjakan proyek kecil-kecilan.
Biarpun baru sebentar tinggal di kota, Stanislav sudah tahu siapa saingan-
saingannya. Berhari-hari ia mengikuti Max Wunderlich dan Franziska Hensch.
Stanislav merasa bangga sekali bahwa kedua-duanya tidak sadar bahwa ia
membuntuti mereka.Ketika Karsoff dan Bulanski menawarkan dokumen-dokumen NATO
padanya, Stanislav langsung paham: ini adalah kesempatan yang ia tunggu-tunggu.
Jika berhasil memperoleh surat-surat rahasia itu, maka gengsi Stanislav di mata
atasannya pasti akan berlipat ganda. Namun ia tidak berminat melewati proses
tawar-menawar yang melelahkan. Kalau begitu, semua orang juga bisa. Stanislav
ingin menerapkan caranya sendiri. Ia bermaksud memperoleh dokumen-dokumen itu
semurah mungkin - kalau bisa, dengan setengah harga. Dan ia sudah tahu bagaimana
caranya.Max Wunderlich dan Franziska Hensch, kedua saingannya, harus dibuat tak
berdaya. Dengan demikian Stanislav menjadi satu-satunya calon pembeli. Dan itu
berarti bahwa ia bisa mengatur harga. Bulanski dan Karsoff boleh bersyukur bahwa
masih ada yang berminat. Stanislav percaya bahwa dokumen-dokumen itu ada di tangan mereka. Apakah Hilda
Putz bekerjasama dengan mereka atau tidak - itu tidak terlalu penting baginya.Yang
penting, contoh dokumen-dokumen itu harus diperiksa dulu. Dan untuk itu ia harus
pergi ke Taman Kota, lalu memeriksa rumah-rumahan burung yang ada di
sana.Penampilan Stanislav mirip bangsawan Itali. Orangnya masih muda, lumayan
tinggi, dan selalu berpakaian perlente. Wajahnya berbentuk memanjang. Kulitnya
putih bersih. Ia memiliki sepasang mata yang hitam pekat. Rambutnya dibelah
pinggir.Ketika ia sampai di rumah-rumahan burung, kawanan burung gereja mabuk
tadi sudah lenyap.Beberapa pejalan kaki sedang menikmati cuaca yang bagus.
Stanislav terpaksa berputar putar dulu, sambil menunggu keadaan sepi. Kemudian
ia segera menghampiri rumah-rumahan burung dan memeriksa isinya.Ternyata tidak
ada apa-apa! Stanislav mulai panik. Apakah ini berarti bahwa Karsoff dan Bulanski telah
menjual dokumen-dokumen NATO itu pada Max Wunderlich atau Franziska Hensch"
Sekarang tidak ada pilihan lain: kedua saingannya itu harus segera dibuat tak
berdaya.Mata-mata itu berlari ke mobilnya. Dengan kecepatan tinggi ia menerobos
lalu lintas yang padat, melewati Kuburan Lama, lalu menuju ke penginapan
PEMANDANGAN INDAH. Agak jauh dari penginapan itu, ia memarkir kendaraannya di tepi jalan. Selembar
koran diletakkannya ke atas setir. Tetapi Stanislav tidak membaca. Dengan cermat
ia memperhatikan penginapan itu.Seorang wanita gendut, yang membawa seekor
anjing yang tak kalah gembrotnya, mendekati penginapan. Kemudian keduanya masuk.
Stanislav melirik arlojinya. Pada jam-jam segini, Max Wunderlich biasanya tidak
pergi. Menjelang sore, dia lalu mengunjungi kedai minum langganannya di tepi
hutan, dan minum beberapa gelas bir.
Stanislav tahu bahwa Wudtfrlich hanya naik mobil kalau lagi hujan deras lapi
kini langit tampak cerah. Tak ada awan sama sekali. Tepat 18 menit kemudian Max
Wunderlich keluar dari penginapan. Ia mengenakan celana corduroy dengan ikat
pinggang lebar. Perutnya bergoyang-goyang setiap kali pria itu melangkah.
Stanislav menunggu sampai saingannya menjauh. Kemudian ia mengikutinya naik
mobil. Ketika membelok di ujung jalan, Stanislav melihat Wunderlcih sekitar 500
meter di depannya.Saingannya itu berjalan melewati lapangan rumput yang setiap
sore dipakai main bola. Sambil jalan, dia memperhatikan para remaja yang sedang
menendang-nendang bola ke arah gawang. Tidak sedikit di antara mereka yang
bermimpi untuk mengikuti jejak Diego Maradona atau Ruud Gullit.
Sesudah lapangan rumput, jalan itu memanjang sejauh satu kilometer, kemudian
membelok dan berakhir di depan kedai minum MATADOR. Sejauh mata memandang tidak
ada mobil lain. Dan Max Wunderlich adalah satu-satunya pejalan kaki yang
kelihatan. Stanislav segera tancap gas. Tanpa menoleh ia menyusul saingannya, lalu berhenti
setelah melewati tikungan di ujung jalan. Max Wunderlich tertinggal jauh di
belakang. Pepohonan di sini amat rapat. Semak-semak tumbuh subur. Stanislav
segera bersembunyi di balik pohon besar. Tangan kanannya menggenggam pentungan
karet yang selalu tersimpan di laci mobil. Ia menunggu. Ia tahu persis apa yang
harus dilakukannya.Beberapa waktu kemudian Stanislav mendengar suara langkah.
Stanislav mengintip sambil merapatkan tubuhnya ke batang pohon. Itu dia,
saingannya. Orang itu berjalan sambil menatap lurus ke depan. Kedua lengannya
berayun seirama langkah kaki.
Stanislav melompat keluar dari tempat persembunyiannya. Rupanya Max Wunderlich
mendengarnya, dan hendak berbalik. Tapi Stanislav lebih cepat. Pukulan pentungan
karet mendarat telak di tengkuk Max Wunderlich. Seketika pandangannya menjadi
gelap. Hampir saja tubuhnya yang berat membentur tanah dengan keras. Untung
Stanislav masih memiliki rasa perikemanusiaan. Ia pantang menggunakan kekerasan
secara berlebihan. Cepat-cepat ia menangkap saingannya yang pingsan, menyeretnya
ke mobil, lalu meletakkannya di bangku belakang.
Kemudian ia memandang ke sekeliling.Ternyata semuanya aman. Tak ada yang
menyaksikan adegan singkat itu. Dengan menggunakan tali nilon, Stanislav
mengikat tangan dan kaki saingannya. Ia mengambil sepotong plester dari kotak
P3K, dan menempelkannya ke mulut Max Wunderlich. Kemudian ia menutupi tubuh
gembrot itu dengan selimut wol.
Jalan yang tadi dilaluinya berakhir di depan kedai minum. Terusannya adalah
sebuah jalan kecil yang menembus hutan sampai ke suatu desa. Antara hutan dan
desa, jalan itu melewati ladang-ladang gandum. Tujuan Stanislav adalah sebuah
gudang jerami tua yang agak terpencil.Ia berhenti di balik bangunan yang telah
reyot itu. Sekali lagi ia memastikan bahwa tidak ada yang memperhatikannya.
Ketika Stanislav menarik selimut, Max Wunderlich memelototinya dengan mata
terbelalak. Ia masih agak pucat. Stanislav melepaskan tali yang mengikat kaki
saingannya, lalu menariknya keluar dari mobil. Dengan susah-payah Wunderlich
berusaha menjaga keseimbangan.
"Jangan takut!" ujar Stanislav sambil nyengir. "Bagian yang paling gawat sudah
lewat, kok." Kemudian ia mendorong Wunderlich ke dalam gudang jerami. Di salah satu pojok ada
tumpukan jerami. Mata-mata itu dipaksa duduk di sana. Sekali lagi kakinya diikat
- kali ini malah ke tiang kayu. Max Wunderlich tidak bisa berbuat apa-apa. Namun
lambat-laun pandangannya jernih kembali.
"Takkan ada yang akan menemukanmu di sini," kata Stanislav. "Hanya waktu panen
saja para petani mampir ke sini. Tapi kau tidak perlu menunggu selama itu. Kau
hanya akan menginap semalam saja. Paling lambat besok malam aku datang lagi
untuk membebaskanmu, Kawan. Sebetulnya aku tidak sampai hati untuk
meninggalkanmu di sini. Tapi kita mengincar barang yang sama, dan aku tidak
melihat pemecahan yang lebih baik. Jadi harap maklum saja."
Max Wunderlich terkejut setengah mati. Ia mengerti maksud Stanislav. Seketika ia
dicekam rasa panik. Wunderlich berusaha mengatakan sesuatu. Namun ucapannya
tidak bisa dimengerti, karena mulutnya tertutup plester.Stanislav tidak ambil
pusing. Dengan tenang ia keluar dari gudang jerami, menutup pintu, lalu kembali
ke kota. Sekarang tinggal Franziska Hensch! katanya dalam hati. Stanislav tahu bahwa
wanita itu tinggal di sebuah gedung apartemen. Sampai beberapa saat lalu,
Franziska tinggal bersama seorang pria setengah baya yang kelihatannya
berkantong tebal. Tapi akhirnya ia bosan juga, lalu memutuskan hubungan. Pria
itu rupanya patah hati. Selama minggu pertama ia terus berusaha menghubungi
bekas kekasihnya. Tapi Franziska sudah tidak berminat. Ia hanya mengintip dari
jendela tapi tidak mau membuka pintu Setelah seminggu, pria itu tidak pernah
nongol lagi. Dengan demikian, Stanislav tidak perlu khawatir bahwa Franziska
akan dicari kalau menghilang selama satu-dua hari.
Stanislav mengurangi kecepatan kendaraannya. Gedung apartemen tempat tinggal
wanita itu sudah kelihatan. Sambil menggigit-gigit bibir ia menyusun rencana.
Hari telah menjelang malam. Sambil terus berpikir, Stanislav menatap gedung
apartemen yang berlantai delapan. Bangunan itu dicat warna kuning. Pintu
masuknya ada di sisi samping, berhadapan dengan lapangan parkir.Baru saja sebuah
mobil menggelinding ke jalan.Dari jauh Stanislav sudah mengenalinya. Ia juga
melihat bahwa mobil itu dikemudikan oleh Franziska Hensch.Wanita itu menuju ke
arahnya. Mobilnya dijalankan dengan kencang.
Sambil mengumpat Stanislav memutar mobil. Ia terburu-buru sekali karena takut
kehilangan jejak. Hampir saja ia menyerempet seorang pejalan kaki. Lampu lalu
lintas di ujung jalan menunjukkan warna kuning. Franziska segera tancap gas.
Mobilnya melesat melewati perempatan sebelum lampunya berganti merah. Namun
Stanislav terpaksa berhenti.Dengan kesal mata-mata itu menunggu lampu hijau.
Tapi ia menjadi lebih tenang ketika mengetahui bahwa perjalanan Franziska pun
terhambat. Sebuah truk besar mundur dari pekarangan perusahaan angkutan dan
melintang di jalan. Keneknya turun dan memberikan isyarat pada para pengemudi
lain agar berhenti dulu, supaya truknya bisa berputar. Ketika truk itu akhirnya
minggir, Stanislav sudah melewati perempatan. Hanya ada satu mobil lain antara
dia dan Franziska. Kebetulan sekali!
Wanita itu tidak boleh tahu bahwa ia sedang diikuti.Dari sini semuanya berjalan
lancar. Tapi ketika menyadari tujuan perjalanan Franziska, Stanislav langsung
senewen lagi. Wanita itu menuju rumah Karsoff dan Bulanski. Brengsek! Jangan-
jangan dia sudah mencapai kesepakatan dengan mereka" Stanislav bertanya-tanya
dengan cemas. Kalau begitu, dialah yang akan mendapatkan dokumen-dokumen NATO
itu. Tidak mungkin! Stanislav kemudian berusaha meyakinkan diri. Dia takkan sanggup
mengumpulkan satu juta Mark dalam waktu sesingkat ini. Berarti masih ada
harapan! 11. Siasat Kabel Busi Semuanya sudah direncanakan dengan matang. Semuanya sudah beres. Sporty mendesak
agar mereka segera berangkatRobert Graf dan Monika mengantar anak-anak STOP
sampai ke pintu. Sambil melambaikan tangan, mereka menunggu sampai Sporty dan
teman-temannya menghilang dari pandangan.
Sporty bersepeda di samping Petra. Gadis itu telah mencuci muka, sehingga
tampangnya sudah tidak begitu kusut lagi. Namun dari sorot matanya ketahuan
bahwa ia cemas sekali. "Tanggung jawabmu berat sekali, Sporty," katanya. "Kalau rencanamu sampai gagal,
maka akibatnya bisa gawat bagi ayah Monika."
"Aku yakin, kita akan berhasil."
"Kau sih, kau terlalu yakin."
"Hidup ini harus dijalani dengan penuh semangat. Kalau kita ragu-ragu dan murung
terus, kapan mau maju?"
"Hei!" Oskar tiba-tiba berseru dari belakang "Kau mau ke mana, sih" Ke kiri,
dong!" Sporty memang telah memberi isyarat tandan untuk membelok ke kanan.
"Ayo tebak, kita mau ke mana?" ia balik bertanya tanpa menoleh. "Tentu saja ke
tempat si Karsoff! Semakin banyak yang kita ketahui tentang pihak lawan, semakin
besar peluang bahwa rencana kita akan berhasil."
"Hah" Sekarang juga?"
"Bukan, minggu depan!"
Oskar menggerutu dengan kesal. Seakan-akan hendak membalas dendam, anak itu
kemudian mengumumkan bahwa ia mulai lapar.
"Padahal sejam yang lalu dia baru menghabiskan satu kilo biskuit," Sporty
berkata pada Petra, tanpa memperhatikan keluhan Oskar.Thomas menambah kecepatan
sampai berada sejajar dengan Sporty.
"Jangan lupa bahwa Karsoff sudah tahu tampangmu," ia memperingatkan sahabatnya.
Sporty mengangguk."Aku memang tidak boleh menampakkan diri. Tapi kalian bisa
bergerak dengan bebas. Yang penting, kita harus mempelajari medannya dulu. Baru
setelah itu kita bisa memutuskan kapan dan bagaimana kita bertindak."
Beberapa saat kemudian keempat sahabat itu sampai di Jalan Breitenried. Jalan
itu terletak di daerah perumahan kelas menengah bawah. Rumah-rumah tua dan baru
berderet-deret bergantian. Gang-gang sempit yang bercabang dari jalan ini tidak
tercantum pada peta mana pun. Jumlahnya terlalu banyak.
Karsoff tinggal di nomor 141. Antara kavling nomor 135, yang berupa sebidang


Detektif Stop - Pertarungan Mata Mata di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanah kosong yang tak terurus - dan rumah nomor 137 - sebuah rumah reyot - terdapat
sebuah gang kecil. Kedua sisi gang itu dibatasi oleh semak-semak. Dan setelah
sekitar 40 meter, gang itu membelok ke kanan.
"Aku tunggu di sini," kata Sporty. "Kalian dulu deh yang lewat di depan rumah
Karsoff. Tapi jangan terlalu menyolok. Terutama kau, Oskar! Karsoff pasti curiga
kalau kau terus-terusan menengok ke arah rumahnya."
"Tenang saja! Aku kan pengintai kelas wahid."
"Tapi hanya kalau mengintai makanan," Thomas berkomentar sambil ketawa.
Sporty menunjuk ke gang tadi. "Aku akan mempelajari keadaan di belakang."
Ketiga sahabatnya kembali menggenjot sepeda. Sporty memperhatikan mereka.
Apanya yang tidak menyolok" ia berkata dalam hati. Petra selalu menarik
perhatian semua orang. Sedangkan Thomas dan Oskar merupakan obyek yang menarik
bagi para pemotret amatir. Yang pertama kurus-tinggi, yang kedua pendek-gendut -
persis angka 10. Hmm, mudah-mudahan saja Karsoff tidak ada di rumah. Pelan-pelan
ia mulai menyusuri gang. Seekor kucing hitam tiba-tiba melintas di depan
sepedanya, lalu menghilang di balik semak-semak. Matahari telah bersembunyi di
balik gedung-gedung pencakar langit di pusat kota. Bayangan-bayangan semakin
panjang. Sambil berusaha menghafalkan letak kavling-kavling di gang itu, Sporty
menggelinding melewati tikungan. Tapi pada detik berikutnya ia terpaksa
berhenti. Dengan sebelah kaki di tanah, anak itu mundur setengah meter. Sambil
berlindung di balik semak-semak, ia mengintip dengan hati-hati.Dua mobil sedang
parkir di balik tikungan.Yang pertama kosong. Pintu mobil kedua terbuka.
Pengemudinya telah turun. Gerak-geriknya sangat mencurigakan.Orang itu berdiri
di samping mobil pertama. Dengan obeng di tangan ia mengutak-atik pintu
kendaraan.Seorang pencuri!
Tapi bagaimana dengan mobilnya sendiri" Sporty berpikir. Dia tidak bawa teman.
Tidak mungkin dia membawa dua mobil sekaligus.Berarti dia mengincar sesuatu di
dalam mobil itu! Dalam hati Sporty sudah siap untuk bertindak. Namun untuk sementara anak itu
diam saja. Terheran-heran ia memperhatikan si pencuri. Pria itu rupanya merasa
aman. Meskipun sekali-sekali mengangkat kepala dan menoleh ke segala arah,
tangannya terus mengutak-atik sesuatu: cepat dan penuh pengalaman.
Ia memang tidak perlu khawatir bahwa tindakannya akan diketahui oleh para
tetangga. Pekarangan-pekarangan mereka dibatasi oleh pagar tanaman yang tumbuh
rapat. Dan sekarang" Lho" Rupanya dia tidak tertarik pada isi mobil itu. Dia
hanya menarik tuas untuk membuka kap mesin.Langsung saja ia mengangkat tutup
mesin. Untuk sejenak pria itu membungkuk.
Sporty tidak melihat apa yang sedang dilakukan pencuri itu, namun ia bisa
menduganya. Kap mobil kembali ditutup, dan pintu mobil dikunci lagi. Pria itu
memeriksa semuanya dengan cermat, untuk meyakinkan diri bahwa ia tidak
meninggalkan jejak. Kemudian ia mengeluarkan sepotong tisu dari kantong dan
mengelap tangan. Pria itu berambut hitam. Tampangnya seperti pemuda Italia yang kebanyakan uang
dan kurang kerjaan. Dengan santai ia menyalakan sebatang rokok, kemudian
berjalan ke arah Sporty. Kelihatannya, ia sedang menunggu. Ia melepaskan
kacamata dan memasukkannya ke kantong baju. Hanya itu yang sempat dilihat
Sporty. Tanpa bersuara anak itu kembali ke jalan. Ia berhenti di mulut
gang.Ketiga sahabatnya sudah hampir sampai di ujung jalan, dan masih terus
menjauh. Rupanya mereka takut bahwa Karsoff menjadi curiga kalau mereka segera
berbalik dan kembali lagi.
Seorang wanita mendekat. Penampilannya menarik sekali. Ia berambut coklat.
Matanya berwarna gelap. Ia mengenakan setelan jas hijau dan sepatu bertumit
tinggi. Sporty berlagak tidak peduli, tetapi diam-diam menoleh ke belakang. Pria
berambut hitam tadi semakin mendekat. Kini ia melihat wanita yang sampai di
mulut gang. Langsung saja ia berbalik. Tanpa terburu-buru ia kembali ke arah
semula. Sementara itu, wanita berpakaian serba hijau sejenak menatap Sporty,
lalu membelok ke gang. Ia menghindari lubang-lubang dan melewati pria tadi.
Sporty menunggu sampai keduanya menghilang di balik tikungan, lalu menyusul.
Dari jauh suara starter mobil sudah kedengaran. Tapi mesinnya tidak mau hidup.
Sporty nyengir lebar. Sori, katanya dalam hati, tapi aku terpaksa membatalkan
niat busuk Anda! Wanita itu sedang duduk di mobil yang tadi sempat diutak-atik. Berkali-kali ia
berusaha menyalakan mesin. Sia-sia.Pria tadi segera beraksi. Sambil tersenyum
ramah, ia menghampiri wanita itu.
"Wah, mogok ya?" ia bertanya.
Wanita itu telah membuka jendela."Saya tidak mengerti!" katanya. "Baru kemarin
mobil saya diperiksa di bengkel."
"Oh, pantas! Mobil-mobil memang paling sering ngadat kalau baru keluar dari
bengkel. Saya sendiri sudah sering mengalami kejadian seperti ini."
Sporty berhenti pada jarak lima meter, namun tetap duduk di atas sepeda. Pria
berambut hitam segera menyadari kehadiran anak itu dan mengerutkan kening.
Kemudian ia kembali berpaling pada wanita di dalam mobil.
"Coba sekali lagi!"Hasilnya sama seperti tadi.
"Hmm."Si pria menatap ke arah Sporty. Rupanya ia merasa gelisah karena ditonton.
"Kau mencari sesuatu, Nak?"
"Saya tinggal di sini."
"Kalau begitu kau lebih baik pulang saja. Ibumu pasti sudah rindu."
Sporty tidak bereaksi. Pria itu mengangkat bahu, lalu berkata pada wanita yang
masih duduk di balik kemudi,"Tolong buka kap mesinnya. Barangkali saya bisa
membantu." Tentu saja dia bisa membantu, pikir Sporty. Tapi hanya sampai mesinnya hidup
saja. Pria itu membuka kap mesin. Sporty melihat bahwa ia mulai mengutak-atik
kabel busi. Nah, itu dia! anak itu berkata dalam hati. Kabel businya ditukar-tukar. Pantas
saja mesinnya tidak mau hidup. Dan sekarang bajingan itu akan mengubah urutan
kabel, sehingga mesinnya bisa dihidupkan - walaupun secara tidak sempurna. Dengan
demikian dia bisa menawarkan bantuan lebih lanjut. Dasar licik!
"Coba dihidupkan lagi!" pria itu berseru.
Wanita di dalam mobil segera memutar kunci kontak.Mesinnya memang hidup, tapi
sambil terbatuk-batuk - seakan-akan menderita penyakit asma.
"Wah, masih ada yang tidak beres, nih!"
Pria itu kembali bekerja. Namun ketika keadaannya tidak bertambah baik, ia
berlagak bingung dan menuju ke pintu mobil.
"Ada kemungkinan mobil Anda mogok lagi nanti. Apakah saya perlu ikut sampai ke
bengkel terdekat" Siapa tahu Anda memerlukan bantuan saya untuk mendorong
mobil." Senyumnya lebar sekali. "Oh, terima kasih banyak," jawab wanita itu. "Saya tidak begitu kenal daerah
ini. Apakah ada bengkel di dekat sini?"
"Ada! Malah dekat sekali."
Sporty turun dari sepeda, menyandarkannya pada pagar, lalu menghampiri kap mesin
yang masih terbuka. "Heh, mau apa kau?" pria tadi menghardiknya.
"Cuma mau lihat-lihat saja.?"Memangnya kau mengerti mesin?"
"Saya bercita-cita jadi insinyur."Pria tadi mendekatinya dengan sikap
mengancam."Sudah, jangan pegang apa-apa! Nanti mesinnya malah tambah rusak."
"Apakah ini mobil Anda?" "Jangan pegang apa-apa!!!"Sporty menatap wanita di
dalam mobil. "Apakah saya boleh membantu" Saya jamin, mobil Anda pasti bisa
jalan lagi." Wanita itu mengangguk. Ia nampak merenung. Sambil mengerutkan kening ia menatap
pria tadi, sementara Sporty menggulung lengan baju dan mulai membereskan kabel
busi. Pekerjaan itu tidak terlalu sulit asal tahu caranya.
"Nah, beres! Coba hidupkan!"
Ternyata mesinnya langsung hidup dengan tokcer.
"Luar biasa!" wanita itu berseru lewat jendela. "Kau benar-benar seorang mekanik
yang hebat." Sporty menutup kap mesin. Pria tadi menggigit-gigit bibir. Penuh dendam ia
memelototi Sporty. Anak itu membersihkan tangan, kemudian menghampiri si
pria,"Gagal, ya?""Lho, kenapa" Kau kan berhasil menghidupkan mesin. Saya memang
bukan tukang bengkel."
"Oh, jangan terlalu merendah. Menurut saya Anda justru berbakat sekali - berbakat
dalam hal membongkar mobil tanpa meninggalkan jejak. Dan Anda juga paham
bagaimana mengutak-atik kabel busi supaya mesin tidak bisa dinyalakan, bukan?"
Untuk sesaat ketiga orang itu terdiam. Wajah pria tadi seperti patung. Tetapi
sikapnya menunjukkan bahwa ia siap untuk menyerang.
"Jadi, dia yang mengutak-atik mobil saya?" wanita di balik kemudi bertanya
dengan tenang. "Ya," jawab Sporty tanpa menoleh. "Saya melihat semuanya."
Pada detik yang sama Petra, Thomas, dan Oskar, muncul di tikungan. Untuk sejenak
perhatian Sporty beralih pada mereka. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh
pria tadi.Dengan licik ia melayangkan tinjunya ke arah perut Sporty. Namun
pukulannya meleset. Dengan satu langkah ke samping Sporty menghindar. Pria tadi
kehilangan keseimbangan, dan terdorong ke depan oleh tenaga pukulannya sendiri.
Bahwa Sporty cepat-cepat mengangkat sikunya untuk itu ia tidak bisa disalahkan.
Dalam keadaan diserang ia harus membela diri. Sikunya tepat mengenai sasaran. Si
penyerang memekik kesakitan. Sambil terhuyung-huyung ia memegangi wajahnya dan
jatuh terduduk.Darah segera mengucur dengan deras dari hidungnya. Dalam beberapa
detik saja baju, jas, dan dasinya, sudah penuh bercak merah. Hidungnya kini
nampak bengkok.Pria itu memegangi kepala dan berusaha untuk berdiri. Tapi kedua
lututnya tak bertenaga sama sekali.
"Anda bukan Max Wunderlich," ujar wanita di dalam mobil. "Saya sudah
mengenalnya. Kalau begitu, Anda pasti Stanislav Kobold. Cara Anda memperkenalkan
diri sungguh menyenangkan! Untung saja Anda kena batunya," ia menambahkan sambil
ketawa. Kemudian ia memanggil Sporty.
"Nih! Ini untuk bantuanmu. Terima kasih banyak."Ia menyelipkan selembar uang ke
tangan Sporty, menghidupkan mesin mobil, lalu langsung tancap gas.Terheran-heran
Sporty menatap uang di tangannya: selembar 100 Mark!
"Awas, dia kabur!" Oskar tiba-tiba berteriak.
Sporty juga sudah menyadari bahwa pria tadi diam-diam menuju ke mobilnya. Namun
ia diam saja. Otaknya sibuk dengan urusan lain.
Apa kata wanita tadi" Anda bukan Max Wunderlich. Apakah maksudnya mata-mata dari
penginapan Pemandangan Indah"
Stanislav kini sudah duduk di balik kemudi Ia segera menjalankan mobilnya sambil
menutupi hidung dengan saputangan. Sporty menyangka, pria itu akan memelototinya
dengan penuh dendam. Namun ternyata Stanislav menatap lurus ke depan sambil
membungkuk di atas kemudi. Mobilnya segera lenyap dari pandangan.
"Kejadiannya selalu sama," ujar Petra. "Begitu kau ditinggal lebih dari lima
menit, kau pasti langsung terlibat dalam perkelahian."
"Lho, dia yang mulai! Aku hanya membela diri."
"Kenapa dia menyerangmu, heh" Pasti ada sebabnya, bukan?" Petra Bertanya dengan
ketus. "Justru itu yang ingin aku ceritakan. Tapi kau keburu menuduh yang bukan-bukan."
Petra langsung mengedip-ngedipkan mata, lalu berkata dengan manis,"Silakan!"
Ketika Sporty selesai bercerita, Petra berkomentar,"Wah, ini seperti pertemuan
mata-mata saja. Maksud wanita tadi pasti Max Wunderlich yang tinggal di
penginapan itu. Soalnya dia sendiri juga baru saja menemui Karsoff Tidak secara
langsung, memang. Tapi dia memasukkan sesuatu ke kotak suratnya. Kami sempat
melihatnya waktu lewat di depan rumah nomor 141."
Thomas dan Oskar mengangguk. Sporty pun ikut-ikutan.
"Makin rumit saja," katanya. "Nama pria tadi harus kita ingat-ingat. Wah, betul
kan... aku sudah lupa..."
"Namanya Stanislav Kobold," Thomas segera membantu sahabatnya.
"Aku sempat menghafalkan pelat nomor kedua mobil tadi," ujar Oskar. "Sekadar
untuk mengalihkan perhatian dari perutku yang sudah keroncongan."
Langsung saja ia menyebutkan nomor polisi kedua kendaraan itu. Thomas
mencatatnya. Oskar dipuji. Petra lalu mengatakan bahwa Oskar seharusnya lebih
sering membiarkan perutnya kelaparan, sebab kelihatannya daya ingat anak itu
malah bertambah baik.Kemudian mereka melaporkan hasil penyelidikan mereka pada
Sporty. "Rumah nomor 141 adalah rumah beratap datar," kata Thomas. "Garasinya ada di
pekarangan. Pintu garasi terbuka, dan di dalamnya kami melihat sebuah Mercedes
berwarna hitam. Rumah itu dihuni oleh dua orang. Soalnya di bawah kotak surat
ada dua papan nama: Gregor Karsoff dan Leo Bulanski. Yang kedua ini sempat kami
lihat. Dia sedang berdiri di teras sambil menyemir sepatu. Rambutnya berwarna
pirang nyaris putih, malah."
"Pengemudi Mercedes itu," Sporty menanggapinya. "Tapi aku belum pernah melihat
wajahnya. Aku hanya tahu bahwa rambutnya seperti yang kaukatakan, Thomas."
"Aku rasa, penyelidikan kita cukup berhasil," ujar Petra.
"Ya," Sporty membenarkannya. "Ternyata kita bukan hanya berhadapan dengan
Karsoff, tetapi juga dengan si Bulanski itu. Dan wanita tadi pun tidak kebetulan
saja datang ke sini. Dia takkan mengenal Max Wunderlich kalau dia sendiri bukan
mata-mata juga. Sedangkan Stanislav Kobold - dia punya niat jahat terhadap wanita
itu. Hmm, coba kalau kita tahu isi kotak surat di depan rumah Karsoff dan
Bulanksi. Sayang sekali kita tidak bisa ke sana."
"Barangkali semuanya terlibat dalam urusan mata-mata," Oskar menduga-duga."Aku
juga sependapat," Thomas menimpali sambil mengangguk.
Petra mempermainkan rambutnya beberapa saat, lalu berkata,"Aku mau pulang dulu.
Kalian mau ikut" Kita makan malam di rumahku saja."
"Nah, akhirnya ada usul yang masuk akal!" kata Oskar penuh semangat. "Ajakanmu
kuterima dengan senang hati."
* * * Karsoff membuka pintu teras. "Hei, Leo! Menyemir sepatu saja, kok lama amat,
sih?" "Habis, kalau bukan aku, siapa lagi yang akan melakukannya" Kau berminat
menyemir sepatuku?" "Jangan banyak tingkah! Ayo, masuk!" Bulanski langsung mengerti bahwa ada urusan
penting. Ketika ia masuk ke kamar duduk, Karsoff berkata,"Kau tidak melihat dia"
Franziska Hensch datang ke sini. Dia memasukkan sesuatu ke kotak surat. Sembrono
sekali. Tapi - mungkin saja urusannya mendesak."
Karsoff keluar. Waktu kembali, ia melambai-lambaikan selembar kertas.
"Berhasil!" Amplop surat itu dibuangnya ke tempat sampah. Suratnya ia perlihatkan pada
rekannya.Tulisan Franziska ternyata kecil-kecil: Oke! Berani bayar 1,2. F.H.
"Busyet!" Bulanski berbisik - dan membetulkan letak rambut palsunya yang mulai
bergeser. "Satu koma dua juta! Si Bos pasti kesenangan kalau mendengar kabar
ini. Hehehe, inilah sukses yang kita tunggu selama bertahun-tahun."
"Dan mungkin kita dapat lebih banyak lagi dari Robert Graf," Karsoff berkomentar
sambil nyengir lebar. Bulanski nampak berseri-seri.
"Kita tidak perlu tunggu tawaran dari Stanislav Kobold," ujar Karsoff. "Tawaran
pada dia sebenarnya cuma formalitas saja sekadar untuk menjaga hubungan baik.
Dia toh takkan sanggup menawar sebanyak ini. Tapi ada satu hal yang membuatku
heran: di mana si Wunderlich?"
Bulanski mengangguk. "Ya, aneh! Biasanya dia selalu paling cepat. Mestinya dia
sudah lama menghubungi kita."
"Salahnya sendiri, kalau dia terlambat kali ini,"
Tiba-tiba pesawat telepon berdering. Karsoff segera mengangkat alis. Jangan-
jangan si Wunderlich. Gila, sembrono benar! Dasar tolol! Awas saja kalau dia
berani... Dengan kesal Karsoff mengangkat gagang.
"Karsoff?" tanya Pak Graf
."Ah, si Ahli Kimia! Nah, bagaimana perkembangannya?"Pak Graf mendesah
panjang."Berkas-berkas Proyek V sudah siap untuk diserahkan. Besok. Kecuali
kalau saya keburu disergap orang lain."
"Apa maksudmu?" Karsoff segera bertanya dengan curiga."Kelihatannya, ada orang
lain yang juga telah mendapat kabar mengenai hasil penelitian saya," Pak Graf
menjelaskan sesuai rencana. "Sudah sejak beberapa hari saya merasa diikuti
terus. Mula-mula, saya pikir bahwa saya dipermainkan oleh imajinasi sendiri.
Karena itu saya tidak mengatakan apa-apa. Tapi sekarang saya sudah punya bukti
yang kuat." "Bukti apa?""Baru saja saya dapat telepon. Orang itu tidak menyebutkan namanya.
Tapi dia berminat pada berkas-berkas Proyek V. Dia mengajukan tawaran yang
sangat menarik." Karsoff langsung membelalakkan mata.
"Dengar baik-baik!" ia berseru. "Akulah yang akan mendapatkan berkas-berkas itu.
Aku! Kalau tidak, tamatlah riwayatmu! Aku akan melaporkan kebusukanmu,
mengerti"!" "Ya ya ya, saya tahu. Semua kartu saya ada di tanganmu, Karsoff. Besok aku akan


Detektif Stop - Pertarungan Mata Mata di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerahkan berkas-berkas itu."
"Di mana kita akan ketemu?"
"Aku akan makan siang di Restoran Korfu. Tepat pukul setengah satu."
"Ah, restoran Yunani yang baru itu" Oke, deh! Sekali-sekali aku juga kepingin
makan di sana. Jadi besok siang, pukul setengah satu!" Ia meletakkan gagang.
"Bagaimana?" tanya Bulanski.
"Semuanya beres! Tapi kelihatannya ada pihak lain yang juga mengincar berkas-
berkas itu. Karena itu, lebih baik kalau berkas-berkas itu jangan dibawa ke
sini. Aku tidak mau ambil risiko. Biar si Bos saja yang datang ke Restoran
Korfu, supaya hasil penelitian itu bisa langsung diserahkan padanya. Lagi pula,
dialah yang kenal calon-calon pembeli dari industri farmasi."
"Helmut," yang dimaksud adalah si Bos, "pasti gembira sekali," ujar Bulanski
sambil nyengir. "Besok adalah hari esar bagi kita."
"Hari yang bersejarah! Karena itu kita akan berangkat lagi sekarang. Aku mau ke
Tembok Besar dan menitipkan pesan untuk Franziska Hensch, agar dia datang sambil
bawa uang besok siang. Kira-kira jam... ehm... jam setengah tiga. Uang! Uang!
Uang! Satu juta! Tambah satu juta lagi! Leo, besok sore kita sudah kaya-raya."
Ketika Karsoff meninggalkan rumah, Bulanski segera menelepon Franziska Hensch.
Ketika wanita itu menyahut, Bulanski batuk-batuk sejenak, lalu segera meletakkan
gagang.Itu tanda yang sudah mereka sepakati. Artinya: Pergi ke Tembok Besar! Ada
pesan untukmu. 12. Tertangkap Basah Keempat sahabat itu datang tepat pada detik-detik terakhir. Penjual di toko
perlengkapan berburu dan memancing itu sudah bersiap-siap mengunci pintu. Tapi
ketika melihat anak-anak STOP, ia tersenyum dan membiarkan mereka masuk.
Sporty, yang baru saja memperoleh selembar 100 Mark, membeli tabung gas air
mata. Setelah mereka keluar dari toko, Oskar bertanya,"Di mana kita melakukan uji
coba?" "Di mana pun bisa," jawab Sporty Ia membaca aturan pakainya. "Masalahnya siapa
yang mau jadi kelinci percobaan" Bagaimana kalau kau saja, Oskar?"
"Wah, lain kali saja," ujar anak itu sambil nyengir. "Aku pernah dengar bahwa
gas air mata membuat mata terasa pedih."
Supermarket di sebelah masih buka. Anak-anak STOP membeli seikat bunga untuk Bu
Glockner, dan sepotong tulang besar untuk Bello. Anjing spanil itu pasti sudah
menunggu-nunggu di rumah.Hari telah mulai gelap ketika mereka berangkat lagi.
Dalam perjalanan ke rumah Petra, mereka melewati Taman Kota dan menyusuri salah
satu sisinya. Selembar kertas tergeletak di selokan di pinggir jalan: lembaran fotokopi
dokumen NATO yang sempat dibawa kabur oleh burung gereja mabuk tadi. Tapi
keempat sahabat STOP tidak memperhatikan kertas itu. Mana mungkin mereka
memperhatikan setiap potong kertas yang bertebaran di jalanan.Tidak lama
kemudian, Sporty dan rombongannya telah sampai di daerah rumah Petra.Toko kecil
kepunyaan Bu Glockner sudah tutup. Hanya lampu di kaca etalase yang masih
menyala. Anak-anak segera menuntun sepeda-sepeda mereka ke pekarangan belakang. Bello
sudah mulai ribut. Mereka naik tangga ke lantai dua. Petra mengeluarkan kunci
dari kantong celana dan membuka pintu. Bello langsung menghambur keluar untuk
menyambut keempat sahabat itu.
"Nah, bagaimana makan siangnya?" Bu Glockner bertanya sambil keluar dari
dapur.Wanita itu sangat ramah, dan mirip sekali dengan anaknya.
"Wah, menyenangkan sekali," jawab Petra. "Kami diperlakukan seperti tamu
kehormatan."Masalah yang sedang dihadapi Pak Graf tidak disinggung sama sekali.
"Aku mengajak Sporty, Thomas, dan Oskar, untuk makan malam di sini," gadis itu
lalu menambahkan. "Bayangkan, mereka sampai beli bunga untuk Ibu!"
Sporty segera menyerahkan karangan bunga. Dibandingkan dengan yang disusun oleh
Petra untuk Pak Graf, karangan bunga ini tidak ada apa-apanya. Tapi Bu Glockner
menerimanya dengan senang hati. Ia langsung mencari vas yang cocok dan
mengucapkan terima kasih.
Pak Glockner ternyata masih di kantor. Ia tadi sudah menelepon untuk memberitahu
istrinya bahwa ia akan pulang agak malam. Sporty lega sekali ketika mengetahui
hal ini. Ia merasa tak sanggup untuk duduk satu meja dengan Pak Glockner tanpa
bercerita mengenai para mata-mata, serta kesulitan yang dialami Pak Graf. Namun
di pihak lain juga tidak merugikan Pak Graf, rahasia ini untuk sementara tidak
boleh bocor. Sebenarnya, Bu Glockner tidak menyangka bahwa Petra akan mengajak teman-temannya
untuk makan malam. Karena itu, ia segera kembali ke dapur lalu mulai memasak
kentang dan menggoreng sosis. Dalam sepuluh menit saja ia sudah selesai.
Semuanya makan dengan lahap. Oskar seperti biasanya menambah tiga kali. Bu
Glockner - yang sudah tahu kebiasaan anak itu - memperhatikannya sambil tersenyum.
Seusai makan, anak-anak menawarkan diri untuk membantu cuci piring. Tapi Bu
Glockner mengatakan bahwa tidak ada yang boleh masuk dapur. Keputusan itu
diterima tanpa protes.Keempat sahabat STOP lalu duduk-duduk di kamar Petra.
Bello langsung tidur di samping gadis itu.
"Masih ada satu malam dan setengah hari sebelum kita beraksi," ujar Sporty,
"tapi count-downnya - hitungan mundur sampai saat start - sudah mulai. Coba kita
ulangi lagi setiap langkah, supaya besok semuanya bisa berjalan dengan lancar.
Kita mulai dari Petra saja."
Gadis itu membelai-belai anjingnya."Aku akan berpakaian rapi," katanya. "Sebelum
jam setengah satu, aku sudah ada di Restoran Korfu - sebagai tamu."
"Sebagai pengamat di garis depan," Sporty melengkapi."Itu yang kumaksud. Aku
akan memilih tempat duduk yang memungkinkan aku untuk mengawasi seluruh
restoran, sehingga aku bisa memperhatikan Karsoff dan Pak Graf setelah mereka
datang. Aku yakin, aku bisa mengerjakan tugas ini dengan baik."
"Sekarang giliranmu, Oskar!" ujar Sporty.
"Tugasku adalah mengawasi lapangan parkir di samping restoran," anak itu
menjelaskan dengan gaya sok penting, "terutama mengawasi Mercedes hitam yang
sering berganti pelat nomor. Tugasku ini akan kulaksanakan dengan sebaik-
baiknya, tanpa terpengaruh oleh bau sedap yang mungkin keluar dari jendela
dapur. Kecuali itu, aku juga bertugas sebagai penghubung antara Petra dan
Thomas." "Hebat!" Sporty memuji sahabatnya. "Sikap seperti ini yang kita butuhkan.
Thomas!" Thomas, si Komputer, berkata,"Aku menempati kotak telepon umum di pojokan. Dari
sana aku bisa melihat Oskar. Tugasku adalah mengawasi jalan dan daerah sekitar
restoran. Jika ada kejadian di luar rencana, aku akan menghubungimu," yang
dimaksudnya adalah Sporty, "lewat telepon, atau naik sepeda."
"Wah," ujar Sporty sambil ketawa, "panglima angkatan bersenjata bisa bangga
kalau melihat cara kerja kita."
"Sekarang coba jelaskan apa tugasmu!" Petra menuntut."Aku ambil posisi di sisi
belakang pekarangan rumah Karsoff dan Bulanski. Aku tunggu sampai salah satu
atau kedua-duanya berangkat ke Restoran Korfu, kemudian memanjat lewat pagar.
Tapi sebelumnya aku sudah menyamar sebagai orang dewasa dengan menggunakan
mantel dan topi. Potongan kaus kaki wanita yang akan kupakai sebagai topeng
disimpan dulu. Baru pada saat terakhir aku akan memakainya. Kalau Karsoff dan
Bulanski pergi ke Restoran Korfu, aku akan masuk ke rumah mereka, dan menunggu
telepon dari Thomas. Eh, aku baru ingat, Thomas! Kau sudah mencatat nomor
telepon mereka?" "Sudah ada di sini," jawab Thomas sambil menunjuk ke dahinya. "Sudah masuk ke
dalam program." "Oke! Seandainya hanya Karsoff yang pergi ke Restoran Korfu, aku harus lebih
berhati-hati agar tidak kepergok oleh Bulanski. Kalau begitu, Thomas, kau harus
naik sepeda untuk melaporkan perkembangan di luar rencana."
"Pokoknya beres, deh!" ujar Thomas sambil mengangguk.
"Kalau Mercy hitam itu kembali," Sporty melanjutkan, "aku akan bersembunyi di
balik garasi. Setelah Karsoff dan Bulanski turun, aku akan menyergap mereka.
Dengan gas air mata ini aku akan membuat mereka tak berdaya. Aku akan merampas
berkas-berkas Pak Graf, lalu segera kabur. Habis itu semuanya beres. Kedua
bajingan itu bahkan tidak bisa menelepon polisi."
"Sebab kalau mereka menghubungi polisi," Oskar menambahkan, "mereka terpaksa
mengaku bahwa berkas-berkas itu diperoleh dengan cara pemerasan, hahaha!"
"Mudah-mudahan kita besok masih bisa ketawa seperti sekarang," kata Petra.
"Kau takut rencana kita gagal?" tanya Sporty.
"Bukan, tapi semuanya harus berjalan sesuai rencana."
* * * Menjelang tengah malam, bintang-bintang mulai menghilang di balik lapisan awan
tebal. Bagi Bernard Wacker dan Hilda Putz, perkembangan ini malah menguntungkan
sekali. Dalam keadaan gelap gulita mereka merasa lebih aman. Meskipun sedang
sakit, Bernard tidak mau menyerah begitu saja. Dokumen-dokumen NATO itu harus ia
peroleh kembali. Hilda terpaksa menurut saja. Sejak Karsoff berhasil merebut
dokumen rahasia itu, Hilda terus terombang-ambing antara harapan dan rasa putus
asa. Ia seratus persen sadar bahwa rencana Bernard merupakan kesempatan terakhir
bagi mereka. Mudah-mudahan mereka belum menjual dokumen-dokumen itu, Hilda berharap-harap.
Suhu badan Bernard sudah agak turun. Tapi tampangnya masih mengibakan. Ia belum
benar-benar sembuh. Pada waktu berpakaian saja ia terpaksa berhenti beberapa
kali Tangannya gemetar, dan tubuhnya basah karena keringat.Hilda
memperhatikannya dengan cemas.
"Mungkin lebih baik kalau kau beristirahat saja," katanya. "Aku takut kau tidak
sanggup untuk..." "Tentu saja aku sanggup!" Bernard menghardik pacarnya.
Hilda diam saja. Reaksi Bernard membuktikan bahwa ia sendiri juga ragu-ragu.
Bernard menyelipkan pentungan karet ke dalam saku jaket. Di dalam sebuah tas
kulit ia membawa berbagai peralatan: sejumlah kunci palsu, beberapa kait besi,
bor, obeng, alat pemotong kaca, plester, serta senter.
Hilda memakai kain pengikat rambut. Ia tidak menggunakan rambut palsu, karena
Karsoff toh sudah tahu tampangnya.Mereka keluar dari rumah. Udara di luar terasa
gerah. Di kejauhan, petir menyambar-nyambar. Mobil Bernard berada di depan
garasi. Hilda segera duduk di belakang kemudi. Dengan napas tersengal-sengal
Bernard duduk di sampingnya.Ketika mereka mulai menyusuri jalan-jalan yang sepi,
pria itu mengeluarkan sebuah botol minuman keras, dan minum beberapa teguk.
Kepalanya pasti masih pening. Apakah rasa pusing itu bisa diobati dengan
alkohol" Hilda semakin cemas. Kota benar-benar sunyi. Tak ada pejalan kaki sama sekali.
Satu-satunya mobil yang berpapasan dengan mereka adalah sebuah mobil patroli
polisi - bukan pertanda yang baik. Sebelum mereka sampai di jalan tempat tinggal
Karsoff, Bernard membuka jendela, dan membuang botol yang telah kosong. Botol
itu langsung pecah berantakan.
Gila! pikir Hilda. Dalam keadaan seperti ini dia malah menghabiskan satu botol
minuman keras. Bagaimana rencana kita bisa berhasil"
"Sebentar lagi kita sudah sampai," ujar Bernard dengan lidah kelu."Aku tahu!
Karsoff tinggal di rumah nomor 141. Aku akan membelok ke gang sebelum rumahnya.
Kita berhenti di belakang pekarangannya, lalu memanjat lewat pagar."
"Betul, Sayang!"
Semenit kemudian mereka sampai di gang itu. Hilda terlambat melihatnya, dan
langsung membanting kemudi. Hampir saja ia menyerempet pagar. Mobil Bernard
menggelinding melewati tikungan, lalu berhenti di sisi belakang pekarangan rumah
nomor 141. Hilda segera mematikan lampu dan mesin. Bernard mengutak-atik sesuatu
dalam gelap. Sebuah benda berat terlepas dari tangannya, dan jatuh ke lantai
mobil.Untuk membantunya, Hilda segera menyalakan lampu baca. Tapi ternyata
Bernard sudah menemukan benda yang ia cari.Dengan mata terbelalak Hilda menatap
pistol di tangan pacarnya.
"Matikan lampu! Kau..." Bernard langsung marah-marah.
"Kau... kau bawa senjata api," ujar Hilda dengan terbata-bata. "Padahal kau
sudah berjanji bahwa kau takkan menggunakan kekerasan."
"Jangan takut, Sayang! Aku tidak akan menembak siapa pun. Pistol ini hanya
kubawa untuk menakut-nakuti mereka. Memangnya kedua bajingan itu langsung akan
menyerahkan dokumen-dokumen yang kita cari" Hah, mana mungkin"! Tapi supaya kau
lebih tenang: pistolku tidak diisi peluru."
Hilda tidak mempercayainya. Tapi kini tak ada lagi yang bisa ia lakukan.Mereka
turun dari mobil. Hilda mengunci pintu. Sebenarnya, ia hendak menolong pacarnya
pada waktu memanjat pagar. Tapi Bernard menolak dengan kasar. Sikap keras kepala
itu segera membawa akibat yang tidak menyenangkan. Kaki kiri Bernard tersangkut,
sehingga ia jatuh ke seberang pagar. Untuk sesaat ia diam tanpa bergerak. Baru
kemudian ia minta bantuan Hilda. Tanpa bantuan, Bernard takkan sanggup berdiri.
Kemudian mereka menyusup lewat semak-semak. Bagian belakang pekarangan ternyata
mirip hutan belantara. Bernard berjalan gontai. Semakin lama ia semakin
sempoyongan. Akhirnya ia berhenti dan menyandarkan diri pada sebatang pohon
untuk beberapa detik. Sebaiknya kita kembali saja pikir Hilda. Tidak ada gunanya. Sebentar lagi dia
akan ambruk. Tapi Bernard sudah kembali berjalan. Mereka sampai di sisi belakang rumah
Karsoff. Bernard segera bersandar pada dinding. Kemudian ia melangkah lagi, dan
naik ke teras. Rumah itu gelap gulita. Tak ada lampu yang menyala. Bernard
berhenti. Hilda segera menyadari bahwa pacarnya mulai sempoyongan lagi. Bernard
mengerang tertahan. Dengan badan lurus seperti papan ia jatuh ke depan, dan
menyerempet kursi taman. Kepalanya membentur sebuah ember yang tersembunyi dalam
gelap. Hilda tersentak kaget. Ia berdiri seperti patung. Seluruh tubuhnya terasa
lumpuh. Ketika lampu di rumah nomor 141 tiba-tiba menyala, ia tetap belum bisa
bergerak.Dua sosok berpakaian tidur menyerbu keluar. Karsoff menggenggam sepucuk
pistol. "Jangan bergerak!"Kemudian ia mengenali Hilda. Lampu kamar menerangi wajah
wanita itu. "Astaga, ini baru kejutan! Hilda Putz - kaku seperti patung. Dan pacarnya
tergeletak di lantai. Hei, Bernard! Ayo, bangun! Kau tidak bisa menipu kami."
Bulanski - yang nampak menggelikan tanpa rambut palsunya - segera membungkukkan
badan. "Wah, dia pingsan!"
"Dia... dia... sedang sakit," ujar Hilda tergagap-gagap.
"Kalau Bernard lagi sakit," balas Karsoff dengan nada menyindir, "kenapa dia
mengunjungi kami malam-malam begini, heh?"
"Gila, dia bawa pistol dan pentungan," kata Bulanski yang sudah mulai
menggeledah kantong-kantong pria yang pingsan itu. "Mereka tidak main-main."
"Kalau begitu kita juga tidak boleh main-main."
Karsoff menggenggam lengan Hilda, lalu menarik wanita itu ke dalam. Bulanski
menyeret tubuh Bernard seperti karung beras.Kemudian Karsoff menutup pintu dan
gorden. Bernard mulai bergerak. Ia membuka mata dan menatap orang-orang dengan
heran. Pengaruh minuman keras tadi sudah lenyap. Kini kepalanya terasa seperti
mau pecah. "Kami punya ruang bawah tanah yang kedap suara," ujar Karsoff dengan nada yang
tak bersahabat. "Ruangannya lumayan nyaman. Tapi yang terpenting, kalian tidak
mungkin keluar dari sana. Dengan bantuan linggis pun, kalian takkan sanggup
membongkar pintu baja. Satu-satunya jendela diamankan dengan terali besi yang
super kokoh. Untuk sementara kalian akan kami sekap di sana. Nasib kalian
selanjutnya akan ditentukan setelah urusan kami beres. Jelas?"
Sebelum membawa kedua tawanan ke ruang bawah tanah, Bulanski menurunkan sebuah
lukisan dari dinding. Ia nyengir lebar. Di balik lukisan itu ada sebuah lemari
besi. "Nah, Nona Putz" Coba tebak apa yang ada di dalamnya" Betul, tebakan Anda tepat
sekali: dokumen-dokumen NATO yang Anda cari-cari. Tapi besok siang berkas-berkas
itu sudah akan berganti pemilik. Bayarannya 1,2 juta! Sayang sekali uang itu
tidak jatuh ke tangan Anda. Tapi begitulah dunia: orang yang tekun selalu keluar
sebagai pemenang." 13. Thomas dan Oskar Beraksi
Hari Sabtu Sporty bangun pagi-pagi benar Oskar masih tidur sambil berguling-
guling di tempat tidur. Langit tertutup awan. Sampai sekarang tanah masih
kering, tetapi udara sudah berbau hujan. Sporty mandi. Kemudian ia menggosok
bahunya yang cedera dengan salep yang diberikan Dr. Jakob. Sebenarnya tindakan
itu sudah tidak perlu, sebab bahunya tidak terasa sakit lagi. Tetapi Sporty
pikir, tidak ada salahnya kalau ia mengikuti saran dokter itu. Apalagi ia
kebetulan punya waktu. Setelah berpakaian, Sporty turun ke ruang makan bersama. Pada akhir pekan,
suasananya jauh lebih tenang dibandingkan hari-hari biasa. Sebagian anak asrama
masih tidur nyenyak. Sporty mengambil dua potong roti dan secangkir teh.
Seusai sarapan, ia segera kembali ke SARANG RAJAWALI. Oskar ternyata baru
bangun. "Gawat!" anak itu langsung berkata. "Aku mimpi, rencana kita gagal total."
"Aku tidak percaya bahwa mimpi bisa meramalkan masa depan," jawab Sporty acuh
tak acuh.

Detektif Stop - Pertarungan Mata Mata di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun Oskar sudah keburu terpengaruh. Sepanjang pagi ia bersikap kikuk. Untuk
menenangkan diri, ia mulai melahap persediaan coklatnya. Sporty terpaksa
memperingatkan sahabatnya itu.
"Sudah, dong! Kita semua harus siap seratus persen. Kalau kau sampai sakit
perut, maka rencana kita benar-benar terancam batal.?"
Habis, bagaimana dong?" Oskar mengeluh "Aku gelisah sekali. Apa jadinya kalau
aku melakukan kesalahan?"
"Busyet! Tugasmu kan hanya mengawasi lapangan parkir. Kalau ada perkembangan
luar biasa, kau tinggal menghubungi Thomas."
"Dari mana aku tahu bahwa ada perkembangan yang luar biasa" Apa ciri-cirinya?"
"Perkembangan yang luar biasa adalah kalau Mercedes hitam milik Karsoff dicuri
orang. Hal seperti itu akan mengubah perkembangan selanjutnya."
Karena masih ada waktu, Oskar lalu duduk dan mengambil pensil serta kertas.
Dengan rajin ia mencatat segala sesuatu yang dianggapnya luar biasa .Antara
lain: kebakaran di Restoran Korfu, pesawat jatuh di lapangan parkir, serangan
teroris, serta gempa bumi seperti di Yunani.
"Habis, restoran itu menyajikan masakan Yunani," katanya. "Siapa tahu mereka
juga menyediakan gempa bumi."
"Biarpun semuanya itu terjadi secara bersamaan," Sporty menyindir, "aku yakin,
kau pasti sanggup mengatasinya. Betul, tidak?"
Beberapa menit lewat pukul sebelas, Sporty dan Oskar turun, lalu mengambil
sepeda. Sporty membawa ransel kecil yang berisi mantel, sebuah topi tua milik
Thomas, potongan kaus kaki, serta tabung gas air mata.
Di lapangan Balaikota mereka bertemu dengan Petra dan Thomas. Kali ini Bello
juga diajak. Sporty segera membelai-belai anjing itu. Tapi seluruh perhatiannya
tertuju pada Petra. "Wah, Petra! Kau nampak cantik sekali! Seandainya aku jadi pelayan di Restoran
Korfu, kau boleh makan gratis."
Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Sporty. Ia baru menyadari
akibatnya ketika melihat mata Petra berbinar-binar.
"Oh, ya" Kau begitu terpesona?" gadis itu bertanya dengan genit.
"Ehm... maksudku, kau... ehm... penampilanmu betul-betul menarik sekali," Sporty
menjawab dengan gugup. Kemudian ia langsung berpaling pada Bello, sebab mukanya
sudah mulai memerah. Sebenarnya memang pantas kalau Sporty terpesona oleh penampilan Petra. Gadis itu
mengenakan celana panjang dan rompi berwarna putih, blus berwarna biru, serta
kalung mutiara yang ia pinjam dari ibunya. Rambutnya yang pirang disisir ke
belakang dan dijepit dengan sirkam. Sebagai aksesori pelengkap, ia membawa
sebuah tas kecil yang serasi dengan blusnya.
Mereka berangkat bersama-sama. Kebetulan saja Restoran Korfu berada di daerah
yang sama dengan tempat tinggal Karsoff Jarak di antara kedua tempat itu hanya
sekitar dua kilometer.Setelah sampai di Jalan Lingkar Besar, mereka berhenti
sejenak. Oskar sudah tidak gelisah lagi. Petra menanyakan hal yang sama pada
Sporty sebab rencananya cukup berbahaya. Tapi Sporty menggeleng sambil tersenyum
dengan yakin. Mereka berpencar. Petra, Thomas, dan Oskar, menuju ke Restoran
Korfu. Sedangkan Sporty membelokkan sepedanya ke arah rumah Karsoff.
Tidak lama kemudian ia tiba. di gang kecil, tempat ia kemarin bertemu dengan
Stanislav dan wanita dermawan itu. Dalam sekejap saja Sporty berhenti di sisi
belakang rumah nomor 141.
Sebuah VW putih nampak berhenti. Di ujung gang, seorang laki-laki tua sedang
berjalan tertatih-tatih. Suasananya hening. Angin mulai, bertiup. Pohon-pohon
terayun-ayun. Awan-awan melintas di angkasa. Sayup-sayup terdengar suara lonceng
gereja.Sporty menyandarkan sepedanya pada pagar, memasang kunci pengaman, lalu
menatap ke sekeliling untuk memastikan bahwa tak ada yang memperhatikannya.
Kemudian ia mengambil kantong pakaiannya, dan melompat lewat pagar. Dengan hati-
hati ia menerobos semak-semak. Ia menemukan tempat persembunyian yang baik, lalu
mengintai ke arah rumah. Pintu teras terbuka. Mercedes hitam diparkir di depan garasi.Beberapa waktu
berlalu tanpa terjadi apa-apa. Kemudian seorang pria gendut berambut pirang
muncul di teras. Sambil mengerutkan kening ia menatap ke langit.Itu pasti si
Bulanski, ujar Sporty dalam hati. Busyet deh, tampangnya... Mata-mata itu masuk
lagi. Pintu teras ditutup. Tidak lama kemudian Karsoff dan rekannya keluar dari
rumah, menuju ke garasi, lalu naik ke mobil. Setelah mereka berangkat, Sporty
langsung mengendap-endap ke sisi belakang rumah mereka.Sebenarnya ia merasa
tidak enak karena terpaksa membongkar jendela. Tapi dalam hal ini tidak ada
pilihan lain. Pak Graf harus dibantu. Dan untuk itu, Sporty harus bisa dihubungi
oleh teman-temannya di Restoran Korfu.Dengan hati-hati anak itu menyusuri
dinding rumah. "...bajingan-bajingan itu tahu persis bahwa kita tidak bisa berteriak untuk
minta tolong," suara seorang wanita tiba-tiba terdengar. Sporty langsung
berhenti. Suara itu seakan-akan berasal dari dalam tanah. Mungkin dari jendela
bawah tanah" Lubang itu ditutupi kisi-kisi besi. Sporty segera merebahkan diri, lalu merayap
mendekat. Dari bawah terdengar suara logam. Seorang pria mengatakan sesuatu,
tetapi Sporty tidak bisa menangkap maksudnya.
Anak itu memberanikan diri untuk mengintip.Jendela ruang bawah tanah ternyata
terbuka, tetapi dilindungi oleh terali besi. Wanita yang berdiri di balik terali
adalah - Sporty nyaris tidak percaya pada matanya - Hilda Putz!
Penuh harap wanita itu menatap ke langit."Bernard," ia berkata, "lama-lama aku
bisa jadi gila di sini. Kita dikurung seperti binatang. Seperti penjahat. Aku
mau keluar dari sini. Aku tidak tahan lagi!"
"Kalau kau ribut terus," ujar pria yang masih belum kelihatan, "kita tidak
dikurung untuk beberapa jam saja, melainkan untuk beberapa tahun di penjara."
Sporty segera mundur.Ini benar-benar perkembangan tak terduga. Hilda Putz serta
rekannya - dikurung oleh Karsoff dan Bulanski! Berarti kedua bajingan itu telah
berhasil memperbaiki kesalahan yang mereka lakukan di lapangan parkir di tepi
jalan bebas hambatan beberapa hari yang lalu. Dan kalau Hilda Putz ditahan di
sini, maka sudah jelas siapa yang sekarang memegang dokumen-dokumen NATO itu.
Kunjunganku ke sini ternyata membawa hasil sampingan yang tak terduga, pikir
Sporty. Sekarang aku punya alasan kuat untuk masuk ke rumah ini.Dengan cekatan
Sporty membongkar jendela kamar mandi. Ia tidak peduli bahwa suaranya terdengar
oleh Hilda Putz dan rekannya di mang bawah tanah.Secara sistematis Sporty lalu
menyelidiki seluruh isi rumah. Dan dalam waktu singkat ia sudah berhasil
menemukan lemari besi yang tersembunyi di balik lukisan. Masalahnya cuma satu:
lemari besi itu tidak bisa dibuka.
* * * Di antara para pelayan Restoran Korfu, yang semuanya masih muda-muda, nyaris
terjadi bentrokan fisik. Semuanya berebut agar bisa melayani gadis cantik
berambut pirang yang baru saja masuk. Mereka bahkan tidak peduli bahwa gadis itu
membawa seekor anjing yang mungkin saja galak, perebutan semakin seru ketika
anjing itu ternyata duduk dengan sopan.
Meja yang ditempati Petra benar-benar menguntungkan. Dan sini ia bisa mengawasi
seluruh ruangan. Restoran itu didekorasi sehingga mirip rumah nelayan Yunani.
Musik Sirtaki (tarian rakyat Yunani) mengalun lembut.
Seorang pelayan berambut hitam menghampiri meja Petra dan menganjurkan cumi-cumi
panggang. Gadis itu setuju saja. Kalau keadaannya memungkinkan, ia juga masih
ingin mencicipi yoghurt Yunani dengan madu dan kacang.
Ketika Pak Graf akhirnya muncul, Petra sudah hampir selesai makan. Petra sendiri
merasa heran bahwa ia bisa makan dengan lahap dalam suasana genting seperti
sekarang. Pak Graf melihat gadis itu. Namun ia berlagak tidak mengenalnya. Ia diantar ke
sebuah meja yang agak jauh. Tas kantornya yang berwarna coklat diletakkan di
samping kursi.Petra sedang menghabiskan potongan cumi-cumi yang terakhir, ketika
sebuah Mercedes hitam berhenti di lapangan parkir.
Pengemudinya yang berambut pirang tetap duduk di balik setir. Rekannya turun,
masuk ke restoran, lalu segera menghampiri meja Pak Graf.Dengan cermat Petra
memperhatikan kedua orang itu berbincang-bincang untuk beberapa saat. Kedua
duanya pasang wajah kaku. Tak ada yang tersenyum.
Karsoff duduk di seberang Pak Graf.Ayah Monika menyorongkan tas kerja, dan
Karsoff langsung memeriksa isinya. Kelihatannya ia tahu persis apa yang ia
cari.Ketika seorang pelayan mendatangi meja mereka, kedua orang itu memesan
sesuatu. Pak Graf pesan makanan, Karsoff segelas anggur. Mata-mata itu masih
saja sibuk membaca berkas-berkas penelitian Pak Graf.
Petra merasa kasihan sekali pada Pak Graf. Wajah ayah Monika semakin pucat. Ia
sebetulnya tidak tega melihat berkas-berkasnya diacak-acak oleh seorang bajingan
seperti Karsoff. Tiba-tiba musik Sirtaki tenggelam dalam suara organ putar. Si pengamen keliling
yang selalu membawa monyet kecil muncul lagi.Dia berdiri di depan restoran, di
pinggir lapangan parkir. Apakah tempatnya menguntungkan bagi dia itu patut
diragukan. Pada saat ini hanya ada satu orang yang mendengarkannya, yaitu Oskar.
Tapi dalam mimpi pun anak itu takkan membuka dompet.Sementara Petra menghabiskan
makanannya, Thomas masih uring-uringan. Kotak telepon umum tempat ia menunggu,
terletak agak jauh dari restoran. Pertama-tama anak itu sempat heran kenapa
tidak ada yang datang untuk menelepon. Namun kemudian ia menyadari penyebabnya:
pesawat telepon itu telah dirusak oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab.
Wah, kejadian seperti ini tidak diperhitungkan ketika mereka menyusun rencana.
Percuma saja Sporty menunggu di rumah nomor 141 ia tidak bisa dihubungi lewat
telepon.Mudah-mudahan saja tidak ada perkembangan luar biasa, Thomas berusaha
menenangkan diri. Tapi kalau sampai ada apa-apa, aku bisa pinjam telepon di
Restoran Korfu. Sebaiknya aku ke sana saja.
Beberapa saat kemudian, jumlah pendengar si pengamen keliling sudah bertambah
satu orang. Thomas segera menjelaskan pada Oskar kenapa ia meninggalkan posnya.
"Monyetnya sudah bosan," ujar Oskar. "Dan aku juga. Kenapa aku begitu gelisah
tadi pagi" Tidak ada gempa bumi, maupun pesawat jatuh. Semuanya aman-aman saja."
"Sst!" Thomas tiba-tiba mendesis. "Awas, itu dia!"
Karsoff baru saja keluar dari restoran. Thomas dan Oskar langsung mundur ke
pojok lapangan parkir. Karsoff menggenggam sebuah tas kantor berwarna coklat
dalam tangannya. Wajahnya nampak berseri-seri. Ia melangkah dengan ringan. Usaha
pemerasan yang berhasil ini membuat hatinya berbunga-bunga. Rupanya perasaan itu
ingin dibaginya dengan orang lain, sebab ia segera menghampiri si pengamen.
"Dia akan memberikan lima Mark karena merasa sudah menjadi orang kaya," Oskar
meramalkan.Tapi apa yang terjadi kemudian membuat Oskar, Thomas, Petra, serta
Pak Graf - singkatnya, semua orang yang dengan tegang memperhatikan Karsoff -
menahan napas.Mata-mata itu menghampiri si pengamen. Namun bukan uang yang ia
serahkan, melainkan tas kantor yang ada di tangannya. Si pengamen langsung
beraksi. Cepat-cepat ia memasukkan tas kantor itu ke dalam organ putarnya.
Karsoff lalu bergegas ke Mercy yang sejak tadi menunggu dengan mesin dihidupkan,
dan rekannya segera tancap gas. Si pengamen serta-merta berhenti bermain,
kemudian mulai mendorong gerobaknya ke arah pusat kota.
"Dia... dia...," Oskar tergagap-gagap, "... dia bersekongkol dengan
Karsoff!"Thomas segera melepaskan kacamata, menggosok-gosoknya, dan memasangnya
kembali. Dengan mata terbelalak ia menatap ke arah si pengamen. Petra menyerbu keluar
dari restoran. Dengan sebelah tangan ia menarik-narik Bello, yang tadi sempat
ketiduran dan masih terkantuk-kantuk. Dengan tangan yang satu lagi ia berusaha
memasukkan uang kembalian ke dalam dompet.
"Kalian lihat itu?" gadis itu bertanya dengan napas tersengal-sengal. "Tentu
saja kalian melihatnya. Kejadiannya persis di depan hidung kalian. Ini benar-
benar gawat! Aku yakin, pengamen itu sedang menuju ke mobilnya. Kita harus
bertindak - sekarang juga. Tidak ada waktu untuk menghubungi Sporty Aku punya ide,
tapi kalian yang harus melaksanakannya."
Cepat-cepat Petra menjelaskan rencananya.
Oskar mendesah. Baru saja aku masih mengeluh karena terlalu bosan, ia berkata dalam hati. Tahu-
tahu rencana semula sudah terancam gagal.
"Oke, aku akan melakukannya," ujar Thomas. "Kalau aku gugur, tolong letakkan
seikat mawar putih di atas makamku. Dan untuk acara perpisahan aku ingin..."
"Jangan bicara saja! Bertindaklah!" ia dipotong oleh Petra. "Oskar, kau sudah
mengerti tugasmu?" Oskar hanya mengangguk. Ia tidak bisa berkata apa-apa. Mulutnya terasa kering
sekali. Justru pada saat yang mendesak seperti ini, ia lupa bawa coklat!
Thomas naik ke sepedanya, memantapkan letak kacamata, lalu berangkat.
Oskar mengikutinya dengan pelan. Si pengamen berada sekitar seratus meter di
depan mereka. Monyetnya mula-mula melompat-lompat di atas gerobak dorong itu,
tapi sekarang sudah duduk sambil mempermainkan topi. Ketiga sahabat STOP tahu
bahwa monyet itu sudah terlatih dengan baik, sebab si pengamen sama sekali tidak
mengikatnya. Inilah yang menjadi dasar rencana Petra. Thomas mendekati si
pengamen dari belakang. Gerobak dorong itu sudah hampir tersusul.
Dalam hati Thomas merasa ngeri. Tapi ia berusaha dengan sekuat tenaga untuk
tidak memikirkannya. Kini ia melewati si pengamen. Laki-laki itu nyaris
keserempet.Dan kini Thomas berada persis di samping gerobak dorong.Dengan
sebelah tangan ia memegang setang sepeda. Dengan tangan yang satu lagi ia meraih
monyet itu, menariknya, lalu langsung kabur. Monyet itu memberontak sambil
berteriak-teriak. Pada kesempatan pertama ia menggigit lengan Thomas. Rasa nyeri
menusuk-nusuk sampai ke bahu. Anak itu hampir saja jatuh dari sepeda. Tapi
sambil menggertakkan gigi untuk menahan sakit Thomas mendekap monyet itu lebih
erat lagi. Di belakangnya, si pengamen mengamuk-amuk. Suaranya menggelegar seperti guntur.
Thomas tidak mengerti apa yang diteriakkan orang itu. Dan ia juga tidak peduli.
Laki-laki itu benar-benar terkejut. Untuk sesaat, ia hanya berdiri seperti
patung. Namun kemudian ia bertindak tepat seperti yang diramalkan Petra.
Terdorong oleh naluri untuk menyelamatkan monyetnya, si pengamen mulai mengejar
Thomas. Ia berlari sambil berteriak-teriak dan mengacungkan tangan. Organ
putarnya ditinggal begitu saja.Kini giliran Oskar untuk bertindak.Secepat kilat
anak itu menuju ke gerobak dorong. Terburu-buru ia meraih tas kantor yang
disimpan di bawah organ putar. Setelah berhasil menariknya, Oskar segera
berbalik dan menggenjot sepedanya dengan kencang. Ia membelok ke lapangan
parkir, lalu melemparkan tas tadi ke arah Petra. Gadis itu menangkapnya dengan
cekatan, kemudian berlari ke arah Pak Graf yang sudah menunggu di mobil.
Mesinnya sudah dihidupkan. Sepeda lipat Petra ada di bagasi. Bello menggonggong
dengan gembira, karena menyangka bahwa mereka akan jalan-jalan.
"Berhasil!" Petra berseru gembira, sambil duduk di samping Pak Graf.
Tangan Pak Graf nampak gemetar ketika ia menjalankan mobilnya. Tentu saja ia
tidak menuju ke arah si pengamen. Ia membelok ke arah sebaliknya - menyusul Oskar
yang bersepeda sambil membusungkan dada dengan bangga. Sementara itu, Thomas
sudah membebaskan diri dari serangan monyet tadi. Ketika menoleh ke belakang, ia
melihat si pengamen berlari ke arahnya. Oskar menjauh ke arah yang berlawanan -
sambil membawa tas Pak Graf. Berhasil!
Tanpa terlalu terburu-buru ia melanjutkan perjalanan, dan menghilang di
keramaian lalu lintas. Dengan wajah merah padam si pengamen mengangkat monyetnya. Sambil mengeluarkan
kata-kata yang tak pantas didengar anak kecil, ia kembali ke gerobak
dorongnya.Tetapi tiba-tiba ia tersentak kaget. Dengan mata terbelalak ia menatap
kotak musiknya. Baru sekarang ia menyadari apa yang sesungguhnya terjadi.
* * * Brengsek! Melalui gorden Sporty melihat bahwa Mercedes hitam itu telah kembali, lalu
langsung masuk ke garasi.
Busyet, cepat benar! anak itu berkata dalam hati.
Sporty terpaksa mengubah rencananya. Semula, ia bermaksud menyambut Karsoff dan
Bulanski di garasi. Tetapi kini ia akan menunggu mereka di sini, di ruang
duduk.Cepat-cepat ia mengenakan mantel, topeng, serta topi. Kerah mantel
dilipatnya ke atas. Selama beberapa detik ia berdiri di depan kaca cermin untuk
menilai penampilannya. Ternyata penyamarannya cukup meyakinkan. Ia nampak
seperti bandit dewasa, bukan seperti anak remaja.Tabung gas air mata sudah siap
di kantong.Karsoff dan Bulanski datang dari garasi - keduanya dengan tangan
kosong.Sporty menelan ludah.
Wah, gawat! Mana berkas-berkas Pak Graf" Barang sepenting itu kan tidak mungkin
ditinggal di mobil"!Sekali lagi ia harus mengubah rencana. Yang dibutuhkannya
sekarang adalah informasi. Barangkali ia bisa mengetahui sesuatu kalau menguping
dulu. Terburu-buru Sporty bersembunyi di gudang yang tertutup gorden. Di dalamnya ada
tangga lipat, sebuah kantong kulit berisi tongkat golf, sebuah tongkat kayu, dan
berbagai barang rongsokan lain. Tempat yang tersisa untuk Sporty masih cukup
luas. Mereka datang. "...berkas-berkas itu memang paling aman di tangan Helmut," ujar Karsoff ketika
melangkah masuk. "Idenya benar-benar cemerlang. Siapa yang menyangka bahwa
pengamen keliling dengan organ putar sebenarnya pemimpin organisasi mata-mata,
hahaha! Lagi pula hanya Helmut yang sanggup menjual hasil penelitian si Graf."


Detektif Stop - Pertarungan Mata Mata di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pengamen keliling dengan organ putar" Sporty terheran-heran. Kalau begitu aku
tidak salah lihat! Orang itu memang memelototi aku. Hmm, dia pasti mengenali aku
berdasarkan gambaran yang diberikan kedua anak buahnya. Wah, betul! Waktu
kejadian di lapangan parkir di tepi jalan bebas hambatan, aku mengenakan pakaian
yang sama seperti kemarin, ketika pergi ke rumah Monika.
"Ya," ujar Bulanski, "semuanya berjalan sesuai rencana."Ia pergi ke dapur dan
mengambil sesuatu dari lemari es. Karsoff langsung menuju ke mang duduk.
Untung saja tidak ada yang ke kamar mandi, sehingga tidak ada yang tahu bahwa
jendelanya pecah. Biarpun berkas-berkas Pak Graf ada di tangan pengamen itu, pikir Sporty, kita
masih punya kesempatan. Kita tinggal berganti sasaran, lalu menyusun rencana
baru. "Franziska Hensch sebentar lagi datang!" Bulanski berseru dari dapur.
"Sambil membawa satu koper penuh uang," balas Karsoff."Satu koma dua juta Mark
cukup pantas untuk dokumen-dokumen yang akan diperolehnya "
"Ah, aku jadi kepingin membaca dokumen-dokumen itu sekali lagi. Kapan lagi aku
bisa mempelajari rahasia-rahasia NATO?"
Sporty mendengar suara logam. Rupanya Karsoff sedang membuka lemari besinya.Dari
dapur terdengar suara botol sampanye dibuka. Bulanski sudah mulai merayakan
keberhasilan mereka. "Tolong bawa satu gelas untuk aku, dong!' Karsoff berseru.
Rekannya muncul sambil membawa botol dan dua gelas. Dalam sekejap saja minuman
mahal itu telah habis direguk.
Sementara itu Sporty memeras otak. Apakah ia harus bertindak sekarang, atau
menunggu sampai wanita bernama Franziska Hensch itu tiba" Apakah dia wanita yang
kemarin memberikan selembar uang seratus Mark"
Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan garasi. Sedetik kemudian bel pintu
berdering-dering. "Wah!"' ujar Karsoff setelah mengintip lewat jendela. "Itu si Helmut! Brengsek!
Pasti ada yang tidak beres."
Ia membuka pintu."Helmut, ada apa?"" Kenapa kau datang ke sini?"
Sporty segera mengintip. Si pengamen telah melepaskan topinya. Wajahnya merah padam. Saking marahnya, ia
hampir tidak bisa bicara.
"Mereka... mereka..." ia berkata sambil tergagap-gagap, "... mereka merampas tas
si Graf. Aku ditipu mentah-mentah. Dasar bajingan mata duitan!"
"Hah?" Karsoff langsung berteriak.
"Siapa yang menipumu?" Bulanski melolong.
"Siapa lagi kalau bukan saingan kita! Entah siapa yang mengaturnya. Tapi tunggu
saja! Aku takkan tinggal diam. Rupanya si Graf tidak mengada-ada waktu
mengatakan bahwa ada yang mengawasi semua gerak-geriknya. Ada pihak lain yang
juga berminat pada hasil penelitiannya. Dan bajingan-bajingan itu bahkan tidak
keberatan untuk memperalat anak-anak ingusan."
"Anak ingusan?" tanya Bulanski."Ya, pemuda-pemuda tanggung! Sebenarnya sih, cuma
seorang. Anaknya kurus-tinggi. Dia naik sepeda. Aku hanya sempat melihatnya dari
belakang. Kalau tidak salah, dia pakai kacamata. Sebelumnya, aku sudah melihat
dia di dekat Restoran Korfu. Tapi waktu itu aku tidak memperhatikannya. Habis,
siapa yang menyangka bahwa dia bekerja sama dengan saingan kita"! Bocah brengsek
itu merebut Fridolin waktu menyusul aku. Tentu saja aku langsung mengejarnya.
Tapi ketika aku kembali, tas berisi berkas-berkas itu sudah lenyap."
Helmut menarik napas dalam-dalam, lalu mengulangi ceritanya sekali lagi.
Sporty langsung lega. Mula-mula ia menyangka bahwa rencana mereka pun gagal
karena campur tangan mata-mata lain. Tetapi ternyata Thomas-lah yang dimaksud
Helmut. Sporty nyengir lebar. Namun pada detik berikutnya ia serta-merta berhenti
tersenyum, sebab tangga lipat di belakangnya tiba-tiba jatuh dengan suara
berdentam. Hanya beberapa detik berlalu. Kemudian gorden penutup gudang dibuka
secara mendadak.Helmut, si pengamen keliling berdiri di hadapan Sporty!
Sporty langsung menyemprotkan gas air mata ke wajah orang itu. Helmut meraung-
raung, lalu melangkah mundur sambil menggosok-gosok mata. Sporty mendorongnya ke
samping. Kini giliran Karsoff untuk dibuat tak berdaya dengan cara yang sama.
Serangan mendadak itu benar-benar mengejutkan Bulanski. Untuk sesaat ia
terbengong-bengong di tengah ruangan. Kemudian tangannya meraih ke balik jaket.
Wah, kalau dia punya pistol maka tamatlah riwayatku, pikir Sporty.
Sekali lagi anak itu menyemprotkan gas air mata. Secara bersamaan ia menendang
tulang kering lawannya. Mata-mata berbadan gendut itu langsung jatuh sambil
meringis kesakitan. Kemudian Sporty terpaksa kabur, sebab gas air mata telah
memenuhi seluruh ruangan. Ketiga bajingan itu tidak bisa berbuat apa-apa.
Setengah buta dan nyaris pingsan, mereka mondar-mandir tanpa arah.
Sporty langsung menelepon Komisaris Glockner.
"Halo, Pak Glockner" Ini Sporty!" katanya. "Bapak harus segera datang ke Jalan
Breitenried nomor 141. Di sini ada tiga mata-mata yang berbahaya. Kecuali itu
masih ada Hilda Putz - ya, wanita yang terlibat skandal mata-mata di Markas Besar
NATO. Dia disekap di ruang bawah tanah berikut seorang rekannya. Baik, saya
tunggu. Sampai nanti!"
Ia meletakkan gagang, lalu kembali ke ruang duduk. Awan gas air mata sudah
menipis. Langsung saja ia mengambil tongkat kayu dari gudang. Sambil mengancam
Karsoff, Bulanski, serta Helmut, dengan tongkat itu, Sporty menggiring ketiga
bajingan itu ke ruang bawah tanah. Pintu baja yang menutupi mangan tempat Hilda
Putz serta rekannya disekap ternyata dikunci. Tapi kuncinya tergantung di
samping pintu. Sporty segera membukanya, dan mendorong trio mata-mata itu ke
dalam. Hilda Putz dan rekannya berdiri di dinding seberang, tanpa sanggup berkata apa-
apa. Baru ketika Sporty membuka topeng, wanita itu mengenalinya.
"Maaf, tapi maksud kedatangan saya bukan untuk membebaskan Anda," ujar Sporty
dengan serius. "Anda harus mempertanggungjawabkan perbuatan Anda."
Tanpa menunggu jawaban, Sporty menutup pintu dan menguncinya kembali.Di ruang
duduk ia lalu menemukan setumpuk blue-print (cetak-biru): dokumen-dokumen NATO
yang dicuri Hilda Putz. Tiba-tiba bel pintu berdering. Sporty membuka. Wanita di
hadapannya terbengong-bengong. Wanita inilah yang kemarin memberikan 100 Mark
padanya. "Silakan masuk, Nona Hensch," kata Sporty. "Sebentar lagi polisi akan datang.
Yang lainnya sudah saya tahan di ruang bawah tanah. Saya minta dengan hormat
agar Anda bersedia menemani mereka. Tapi koper ini ditinggal saja. Jangan coba-
coba melawan. Saya tidak sampai hati untuk menggunakan kekerasan terhadap
seorang wanita yang ramah dan dermawan - biarpun wanita ini sebenarnya seorang
mata-mata." Franziska Hensch tidak mengerti apa yang telah terjadi. Tapi ia membiarkan
dirinya digiring ke ruang bawah tanah. Kemudian Komisaris Glockner tiba. Ia
membawa tiga anak buah. Sambil menggeleng-geleng mereka mendengarkan laporan
Sporty. Soal Pak Graf sedapat mungkin tidak disinggung.
Tiba-tiba sebuah bayangan muncul di jendela yang menghadap teras. Terheran-heran
semuanya menatap pria yang berdiri di sana, sambil mengarahkan pistolnya pada
mereka Dengan suara raungan ia memerintahkan untuk membuka pintu teras.
Orang itu adalah Stanislav Kobold. Hidungnya nampak seperti hasil persilangan
antara tomat dan kentang."Dia belum menyadari perkembangan terakhir," Sporty
berbisik pada Komisaris Glockner. "Mungkin saja dia menduga bahwa kita semua
juga mata-mata." Pak Glockner membuka pintu teras. Stanislav segera melangkah masuk.
"Wah, ternyata peminat dokumen-dokumen NATO lebih banyak dari yang kuduga. Tapi
kali ini kalian terpaksa gigit jari. Akulah yang akan memperoleh dokumen-dokumen
itu. Gratis, lagi!" Sambil mengerutkan kening, ia lalu bertanya, "Mana Karsoff dan Bulanski?"
"Mereka dalam perjalanan menuju tahanan," ujar Pak Glockner. Dengan suatu
gerakan secepat kilat ia menepis pistol di tangan Stanislav.Mata-mata itu
berusaha melawan, namun segera berhasil diringkus.Telepon kembali berdering.
Sporty, yang berdiri persis di sebelahnya, mengangkat gagang.
"Halo?" "Kedengarannya seperti suaramu," kata Petra.
"Pendengaranmu cukup bagus."
"Kami sudah di rumah Pak Graf. Berkas-berkas penelitiannya sudah disimpan di
tempat yang aman. Bagaimana keadaan di sana" Karsoff dan Bulanski belum kembali,
ya?" "Mereka sudah pulang. Tapi mereka sedang kurang sehat. Oh, ya - ayahmu ada di
samping aku. Kau mau bicara dengannya?"
* * * Untuk beberapa hari berikutnya, koran-koran terus memberitakan keberhasilan
anak-anak STOP. Para mata-mata segera mengaku ketika dimintai keterangan. Dalam waktu singkat
polisi telah berhasil membongkar jaringan mereka. Belasan orang ikut ditangkap.
Stanislav Kobold menunjukkan sedikit rasa perikemanusiaan, ketika memberitahu
Komisaris Glockner bahwa Max Wunderlich masih diikat sebuah gudang tua di luar
kota Mata-mata itu langsung dijemput, kemudian dimasukkan dalam tahanan bersama
yang lainnya. Semua, kecuali Hilda Putz, dijatuhi hukuman penjara selama
beberapa tahun. Wanita itu diberi keringanan karena ia sebenarnya dihasut dan
diperalat oleh Bernard Wacker.
Nasib Pak Graf jauh lebih baik. Setelah mengakui kesalahannya, ia hanya
diharuskan membayar denda. Ia tetap bekerja di tempat semula. Ia bahkan kuliah
lagi, sehingga akhirnya berhasil meraih gelar sarjana kimia yang telah lama ia
dambakan. Ketika memeriksa buku catatan milik Karsoff, Polisi menemukan alamat Freddy
Kroll dan Thomas Prassel. Karena tidak ada bukti nyata, mereka hanya diberi
peringatan keras kali ini. Namun untuk selanjutnya mereka tidak berani lagi
tampil sebagai tukang pukul bayaran. Anak-anak STOP tentu saja mendapat pujian
dari mana-mana - termasuk dari para pejabat NATO yang menemui mereka untuk
menyerahkan hadiah uang. Untuk merayakan keberhasilan ini, Pak Graf dan Monika sekali lagi mengadakan
pesta kecil. Pada kesempatan itulah Oskar berkomentar,"Ini semua hanya karena
bahu Sporty cedera. Entah bagaimana jadinya kalau bahu aku yang terkilir "
"Memangnya kau akan menekuni bidang olahraga?" tanya Petra heran.
Oskar mengangguk bangga."Aku baru saja mendaftarkan diri untuk ikut lomba makan
coklat. Kemungkinan besar lidahku akan tergigit. Tapi aku yakin," ia mendesah,
"pada saat itu pasti tidak ada mata-mata yang berani mendekat."
Selesai. Memburu Iblis 8 Goosebumps - 43 Monster Dari Timur Sembilan Bocah Sakti 2
^