Pencarian

Wajah Sang Pembunuh 1

Wajah Sang Pembunuh Naked Face Karya Sidney Sheldon Bagian 1


Judd Stevens adalah seorang psikoanalis yang dihadapkan pada kasus paling gawat dalam hidupnya.
Jika dia tidak berhasil mengetahui jalan pikiran seorang pembunuh, dia akan ditangkap dengan tuduhan membunuh, atau dirinya sendiri akan terbunuh".
Dua orang yang paling dekat dengan Dr. Stevens tewas terbunuh. Mungkinkah pembunuhnya salah seorang pasiennya" Seseorang yang kacau karena mentalnya tak kuat menahan beban masalah hidupnya" Seorang penderita neurosis" Seorang gila" Sebelum si pembunuh beraksi lagi, Judd Stevens harus bisa menanggalkan topeng wajah tak berdosa yang dikenakannya dan menelanjangi gejolak-gejolak emosinya yang paling dalam, ketakutan dan kengeriannya, dambaan dan nafsunya, dan dengan demikian menampilkan"
WAJAH SANG PEMBUNUH Sanksi Pelanggaran Pasal 44: Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubanan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda pating banyak Rp 100.000.000,? (seratus juta rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,? (lima puluh juta rupiah).
Sidney Sheldon WAJAH SANG PEMBUNUH Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1999
THE NAKED FACE by Sidney Sheldon " 1970 by Sidney Sheldon
WAJAH SANG PEMBUNUH Alih bahasa: Anton Adiwiyoto GM 402 96.034 Hak Cipta Terjemahan Indonesia: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jl. Palmerah Selatan 24-26, Jakarta 10270 Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI, Jakarta, Maret 1979
Cetakan kedelapan: Maret 1995 Cetakan kesembilan: Oktober 1996 Cetakan kesepuluh: Oktober 1998 Cetakan kesebelas: September 1999
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
SHELDON, Sidney Wajah Sang Pembunuh / Sidney Sheldon ; alih bahasa, Anton Adiwryoto. - Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1990.
328 him.: IS cm Judul asli: The Naked Face
ISBN 979 - 403 - 034 I. Fiksi Amerika . i. Judul. II. Adiwiyoto,
8x0.3 Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab percetakan
Untuk wanita-wanita dalam t Jorja
Mary ? dan ? Natalie 1 Sepuluh menit sebelum pukul sebelas siang langit menurunkan hujan salju yang lebat, yang segera menyelimuti kota. Salju yang lembut mengubah jalan-jalan Manhattan yang sudah membeku menjadi berwarna kelabu. Angin Desember yang sedingin. es menghalau penduduk yang habis berbelanja untuk Hari Natal bergegas-gegas pulang ke apartemen atau rumah masing-masing.
Di Lexington Avenue seorang laki-laki kurus jangkung berjas hujan plastik warna kuning berjalan tergesa-gesa di tengah arus orang banyak. Jalannya cepat, tapi tidak seperti pejalan kaki lainnya yang bergegas-gegas untuk melarikan diri dari hawa dingin. Kepalanya terangkat tinggi, dan tampaknya dia tidak mempedulikan beberapa orang lewat yang menabraknya.
Ya, kini dia sudah bebas setelah mengalami masa pencucian yang lama. Dan kini dia pulang ke rumah untuk mengatakan kepada Mary bahwa semua sudah selesai. Masa lampau sudah mati dan dikubur, dan masa depan mereka gemilang penuh warna keemasan. Dalam pikirannya terbayang
betapa muka istrinya akan berseri-seri setelah dia
menyampaikan berita ini. Ketika dia sampai ke sudut 59th Street, lampu
penyeberangan ganti menjadi merah. Dia pun
berhenti bersama orang banyak yang tidak sabar. Tidak berapa jauh dari tempatnya seorang Sinterklas Bala Keselamatan berdiri di atas sebuah ketel besar. Dia memasukkan tangannya ke dalam saku mencari-cari uang kecil, persembahan untuk dewa keberuntungan. Saat itu dia merasakan seseorang menampar panggungnya. Tamparan yang tiba-tiba dan sangat keras ini mengguncangkan tubuhnya. Rupanya ada pemabuk yang mencoba bersikap ramah.
Atau Brace Boyd. Bruce tidak menyadari kekuatannya sendiri, dan punya kebiasaan yang kekanak-kanakan untuk menyakitinya. Tapi sudah setahun lebih dia tidak pernah lagi menemui Bruce.
Laki-laki berjas hujan kuning ini mulai menoleh untuk melihat siapa yang memukulnya, tetapi dia merasa heran karena lututnya lemas dan menekuk. Perlahan-lahan, di luar kemauannya, tubuhnya roboh ke trotoar. Rasa sakit di punggungnya mulai meluas. Bernapas pun terasa sulit sekali.
Dia sadar bahwa orang banyak terus berjalan melangkahi mukanya, seakan-akan digerakkan oleh kehidupan di dunia mereka sendiri. Pipinya mulai terasa beku karena menempel ke trotoar yang dingin. Dia tahu bahwa dia tidak boleh
berbaring di situ. Dia mencoba membuka mulutnya untuk minta tolong, namun yang keluar justru cairan berwarna merah yang panas membanjir ke salju.
Dia tertegun melihat darahnya sendiri mengalir di trotoar menuju ke got. Rasa sakitnya kini semakin menyiksa. Tetapi dia tidak begitu mempedulikannya, sebab tiba-tiba dia teringat akan kabar baiknya.
Ya, kini dia bebas. Dia akan memberi tahu Mary bahwa dia sudah bebas. Matanya dipejamkan karena lelah terus-menerus melihat langit putih yang menyilaukan, Kini salju yang turun sudah berubah menjadi hujan air es, tetapi dia tidak merasakan apa-apa lagi.
Carol Roberts mendengar suara pintu ruang penerima tamu terbuka dan menutup kembali. Dua orang laki-laki masuk. Sebelum Carol melihat pun, dia sudah bisa menebak siapa mereka.
Yang seorang berumur kira-kira empat puluh lima tahun. Tubuhnya besar, tingginya satu meter sembilan puluh dan berotot kekar. Kepalanya besar. Matanya berwarna biru baja dan cekung, mulutnya keras.
Laki-laki satunya lebih muda. Mukanya tajam, sensitif. Matanya coklat dan tajam. Kedua laki-laki ini sangat berlainan, tapi menurut pandangan Carol mereka tidak ubahnya seperti saudara kembar.
Mereka adalah polisi. Itulah yang bisa ditebak oleh Carol.Waktu mereka berjalan mendekati meja tulisnya, Carol bisa merasakan keringatnya mulai membasahi ketiaknya.
Pikiran Carol kalut sekali. Seketika pikirannya melayang ke mana-mana, memikirkan segala hal yang bisa membuatnya celaka. Chick" Tapi sudah lebih dari enam bulan kekasihnya ini tidak pernah lagi membuat kerusuhan. Sejak malam itu, ketika
Chick melamarnya dan berjanji akan keluar dari
gang anak-anak muda. Sammy" Dia di Angkatan Udara dan sedang bertugas di seberang lautan. Dan seandainya ada sesuatu menimpa diri kakaknya, pasti bukan kedua binatang ini yang dikirim untuk menyampaikan berita.
Tidak, mereka pasti datang untuk menangkapnya. Dia memang membawa ganja dalam dompet, dan ada orang yang mengadukannya. Tapi mengapa harus berdua" Carol mencoba meyakinkan dirinya bahwa polisi tidak bisa mengusiknya lagi. Dia sudah bukan lagi pelacur kulit hitam dari Harlem yang bisa didesak-desak.
Ya, dia sudah bukan pelacur lagi. Sekarang dia resepsionis yang bekerja untuk psikoanalis terbesar di Amerika. Tetapi ketika kedua laki-laki ini semakin mendekat, rasa panik Carol meningkat.
Kenangan masa lampau yang pahit masih sangat membekas pada ingatannya. Bertahun-tahun dia bersembunyi di dalam apartemen yang penuh sesak dan bau, sementara penegak hukum kulit putih merenggutkan ayah, kakak perempuan atau saudara sepupunya.
Namun pergolakan pada pikirannya tidak kelihatan pada air muka Carol. Sekilas pandang kedua detektif hanya melihat seorang gadis Negro yang masih muda dan cantik, mengenakan rok yang potongannya bagus. Suaranya tenang dan resmi.
"Apa yang bisa saya bantu untuk Anda?"
Kemudian Letnan Andrew McGreavy, detektif
yang lebih tua, melihat keringat yang makin meluas di bawah ketiaknya. Secara otomatis dia mengingat-ingat ini sebagai informasi yang penting untuk digunakan di masa yang akan datang. Resepsionis Dokter pikirannya tegang. McGreavy mengeluarkan dompet dengan lencana yang tersemat pada bagian luarnya.
"Letnan McGreavy, Seksi Sembilan Belas." Dia menunjuk kepada pamernya. "Detektif Angeli. Kami dari Bagian Pembunuhan."
Pembunuhan" Otot pada lengan Carol mulai berdenyut-denyut dengan sendirinya. Chick! Dia pasti membunuh orang. Dia melanggar janji kepadanya dan kembali ikut gang. Dia ikut merampok dan menembak orang, atau?apakah dia yang tertembak" Apakah dia mati" Itukah sebabnya mereka datang untuk memberitahukan ini kepadanya"
Carol merasakan keringatnya mengalir semakin deras. Tiba-tiba dia menyadari keadaannya. McGreavy melihat ke mukanya, tapi Carol tahu benar bahwa polisi ini memperhatikan keringatnya. Baik dia sendiri maupun orang seperti McGreavy tidak memerlukan kata-kata. Seketika mereka saling mengenal begitu mereka bertemu. Mereka sudah saling mengenal selama ratusan tahun.
"Kami ingin bertemu dengan Dokter Judd Stevens," kata detektif yang lebih muda. Suaranya lemah lembut dan sopan, sesuai dengan rupa lahiriahnya. Untuk pertama kalinya Carol mem
perhatikan bahwa detektif ini membawa bungkusan kertas cokfat yang tidak begitu besar, diikat
dengan tali. Hanya sesaat waktu yang diperlukan untuk meresapkan kata-katanya. Jadi ini bukan persoalan Chick. Atau Sammy. Atau ganja.
"Maaf," kata Carol, hampir tidak bisa menyembunyikan kelegaannya. "Dokter Stevens sedang bersama pasien."
"Ini hanya akan makan waktu beberapa menit," kata McGreavy, "Kami ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya." Dia berhenti bicara sebentar. "Kami bisa menanyai dia di sini, atau di markas polisi."
Carol memandang kedua jpolisi sesaat, tidak mengerti. Mengapa dua orang detektif dari Bagian Pembunuhan ingin menanyai Dokter Stevens" Apa pun perkiraan polisi, Dokter tidak mungkin melakukan kesalahan. Carol sudah mengenal baik dokter ini. Berapa lama" Empat tahun. Perkenalan mereka diawali pada suatuvmalam di pengadilan"
Waktu itu pukul tiga pagi, dan cahaya lampu di ruang pengadilan membuat setiap orang kelihatan pucat serta tidak sehat. Ruang pengadilan ini sudah tua dan tidak terurus, penuh dengan busuknya bau ketakutan yang terkumpul selama bertahun-tahun seperti menumpuknya cat yang mengelupas.
Nasib Carol waktu itu sungguh sial sekali, sebab yang mengadili dia Hakim Murphy lagi. Baru dua minggu yang lalu dia berhadapan
dengan hakim ini, dan dibebaskan dengan hukuman percobaan. Pelanggaran pertama. Artinya, itu pertama kalinya bangsat-bangsat menangkapnya. Kali ini dia sadar bahwa hakim akan menjatuhkan hukuman kepadanya.
Perkara yang diajukan sebelum perkaranya sudah hampir selesai. Seorang laki-laki jangkung dan tampak berwatak tenang berdiri di muka hakim dan mengatakan sesuatu tentang kliennya, laki-laki gemuk yang tangannya diborgol dan sekujur badannya gemetar.
Carol menaksir pasti laki-laki jangkung yang tenang ini seorang pembela, seorang tukang ngomong. Wajahnya yang penuh rasa percaya diri sudah menunjukkan hal itu. Mujur benar laki-laki gemuk ini punya pembela seperti dia. Sedangkan dia sendiri tidak dibela oleh siapa pun.
Akhirnya Carol mendengar namanya dipanggil. Dia berdiri, merapatkan lutut supaya tidak gemetar. Petugas pengadilan mendorong Carol maju ke depan. Seorang juru tulis menyerahkan berkas tuduhan kepada hakim.
Hakim Murphy melihat kepada Carol, kemudian ke kertas di hadapannya.
"Carol Roberts. Menjual diri di jalan, gelandangan, memiliki mariyuana dan melawan waktu ditangkap.Tuduhan yang terakhir omong kosong belaka. Polisi mendorongnya, dan dia menyepak kemaluannya. Bagaimanapun juga, dia warga negara
"Beberapa minggu yang lalu kau di sini bukan,
Carol?" Carol membuat suaranya kedengaran tidak pasti. "Saya rasa itu benar, Yang Mulia." "Dan aku memberimu hukuman percobaan." "Benar, Tuan." "Berapa umurmu?"
Seharusnya dia tahu mereka akan bertanya.
"Enam belas. Hari ini ulang tahun saya yang keenam belas. Selamat ulang tahun kepadaku," kata Carol. Kemudian tangisnya meledak, terus tersedu-sedu sampai tubuhnya terguncang-guncang.
Seorang laki-laki jangkung yang kelihatan pendiam sedang berdiri dekat meja di tepi ruangan, mengumpulkan beberapa helai kertas dan memasukkannya ke dalam tas. Waktu Carol menangis tersedu-sedu, laki-laki ini mengawasinya sebentar. Kemudian dia bicara kepada Hakim Murphy.
Hakim mengumumkan bahwa sidang ditunda untuk istirahat, dan kedua laki-laki ini masuk ke kamar hakim. Lima belas menit kemudian petugas pengadilan mengawal Carol masuk ke kamar hakim. Di dalam, laki-laki yang pendiam ini sedang bercakap-cakap dengan hakim.
"Kau gadis yang mujur, Carol," kata Hakim Murphy. "Kau akan diberi kesempatan sekali lagi. Pengadilan menyerahkan kau kepada penjagaan pribadi Dokter Stevens."
Jadi laki-laki jangkung ini bukan tukang ngomong?dia seorang dukun. Carol tidak peduli
seandainyapun orang yang membawanya ini adalah Jack the Ripper. Yang penting dia keluar dari ruang pengadilan yang bau sebelum mereka tahu itu bukan hari ulang tahunnya.
Dokter membawa Carol ke apartemennya. Sepanjang perjalanan dalam mobil Dokter mengajak Carol mengobrol. Diberinya Carol kesempatan menguatkan harinya dan berpikir. Akhirnya mobil dihentikan di muka gedung apartemen modern di 71 st Street yang menghadap ke East River. Di gedung ini ada penjaga pintu dan operator lift. Mereka menegur Dokter dengan sikap biasa saja. Dari sikap mereka orang bisa menarik kesimpulan bahwa Dokter sudah biasa pulang pukul tiga pagi bersama pelacur umur enam belas tahun.
Belum pernah Carol melihat apartemen yang sebagus ini. Ruang duduknya bercat putih, dilengkapi dengan dua buah sofa panjang berlapis kain tweed. Di antara kedua sofa ada sebuah meja kopi besar berlapis kaca tebal. Di atas meja ada papan catur besar, buah caturnya ukiran Venesia.
Lukisan modern bergantungan di dinding. Di ruang tengah ada monitor televisi jarak dekat yang menunjukkan pintu masuk ke lobi. Di sudut ruang duduk ada bar dari kaca buram, dengan rak berisi gelas dan guci kristal. Melalui jendela, Carol bisa melihat jauh di bawah beberapa perahu kecil sedang menyusuri East River.
"Pengadilan selalu membuat saya lapar," kata
Judd. "Mari kita makan untuk merayakan tahunmu."
Diajaknya Carol ke dapur. Di situ Carol bisa melihat Dokter dengan pandainya masak dadar telur Meksiko, kentang goreng Prancis, kue panggang Inggris, selada, dan kopi.
"Ini salah satu keuntungan menjadi bujangan," katanya. "Saya bisa memasak kapan saja saya mau."
Jadi dia seorang bujangan tanpa teman wanita di rumah. Kalau dia cukup cerdik, ini bisa menjadi tambang emas, pikir Carol. Setelah dia selesai melahap makanannya, Dokter mengantarkannya ke kamar tamu.
Kamar tidur untuk tamu dindingnya bercat biru. Di situ ada sebuah tempat tidur besar dengan seprai biru berbintik-bintik. Di dekatnya ada sebuah lemari pakaian Spanyol yang rendah terbuat dari kayu hitam dan pegangannya dari perunggu.
"Kau bisa tidur di sini," kata Dokter. "Saya akan mencarikan piyama untukmu."
Waktu melihat berkeliling dalam kamar yang begitu bagus, Carol berpikir, Carol sayang, kau dapat rezeki nomplok! Laki-laki ini mencari perempuan kulit hitam. Dan kaulah yang terpilih untuk memberikan kesenangan kepadanya.
Carol membuka pakaian dan menghabiskan waktu setengah jam berikutnya di kamar mandi. Keluar dari kamar mandi dia hanya memakai handuk untuk membungkus tubuhnya yang montok dan berkilat-kilat. Di atas tempat tidur
dilihatnya piyama milik Dokter yang disiapkan untuknya.
Dia tertawa mengerti dan membiarkan piyama tetap di tempatnya. Handuk dilemparkannya, lalu dia berjalan ke ruang duduk. Dokter tidak ada di situ. Carol menjengukkan kepalanya ke balik pintu ruang belajar. Dokter sedang duduk menghadapi meja tulis besar, dengan lampu antik tergantung di atasnya.
Ruang belajar Dokter penuh dengan buku yang memenuhi rak dari lantai sampai ke langit-langit. Carol berjalan ke belakang Dokter dan mencium lehernya.
"Mari kita mulai, Sayang," bisik Carol. "Saya sudah tidak kuat lagi menahannya." Dia merapatkan tubuhnya ke tubuh Dokter. "Tunggu apa lagi" Kalau kita tidak segera mulai, saya bisa gila."
Sesaat Dokter memandang Carol dengan matanya yang kelabu tua. "Kau belum cukup mendapat kesulitan?" Dia bertanya dengan suara lembut. "Bukan salahmu kalau kau dilahirkan sebagai orang Negro. Tapi siapa yang menyuruh kau menjadi anak putus sekolah, pengisap ganja, dan melacurkan diri pada umur enam belas tahun?"
Carol terbelalak, keheranan. Apakah dia telah salah omong" pikirnya. Mungkin untuk merangsang berahinya, dokter ini harus mencam-bukinya dulu. Atau mungkin dia suka main-main sebagai pendeta cabul. Dia akan berdoa di atas kemaluannya yang hitam, mengampuni dosanya, dan kemudian menidurinya.
Carol mencoba sekali lagi. Dia mengulurkan
tangan ke antara pangkal paha Dokter dan mengelusnya sambil berbisik, "Ayolah, Sayang, bangunlah."
Dokter Stevens melepaskan diri dengan sikap lembut dan mendudukkan Carol di kursi. Belum pernah Carol sebingung itu. Dokter ini tidak punya tampang homoseks, tapi, siapa tahu di zaman sekarang ini".
"Apa kegemaranmu, Sayang" Katakan apa yang paling kausukai dan saya akan menuruti kehendakmu."
"Baiklah," kata Dokter. "Mari kita omong-omong." "Maksudmu?mengobrol}" "Betul."
Mereka pun bercakap-cakap. Sepanjang malam. Bagi Carol ini malam paling aneh yang pernah dilewatkannya. Dokter Stevens berbicara melompat-lompat dari satu soal ke soal lainnya, menyelidiki, mengujinya. Dokter menanyakan pendapatnya mengenai Vietnam, pemukiman Negro, dan kerusuhan mahasiswa. Setiap kali Carol mengira bahwa dia sudah tahu apa yang dikehendaki Dokter, Dokter sudah mengganti bahan percakapan lagi.
Banyak sekali yang mereka bicarakan. Banyak di antaranya yang belum pernah didengar oleh Carol, di samping persoalan yang sudah sangat dikenalnya. Berbulan-bulan kemudian Carol masih sering berbaring dengan mata nyalang, mencoba mengingat-ingat percakapan yang mengubah dirinya.
Ya, mana gerangan mantera ajaib yang berhasil mengubah dirinya" Tapi Carol tidak bisa menemukannya) sebab akhirnya dia sadar bahwa sama sekali tidak ada mantera ajaib. Yang dilakukan Dokter Stevens sederhana saja. Dia hanya mengajaknya bicara. Benar-benar mengajaknya bicara. Tak seorang pun pernah berbuat begitu sebelumnya. Dokter ini memperlakukannya sebagai manusia yang sederajat, yang pendapat dan perasaannya benar-benar diperhatikan.
Dan seketika pada malam itu tiba-tiba Carol menyadari ketelanjangannya, lalu dia cepat-cepat masuk untuk memakai piyama. Dokter mengikutinya ke kamarnya dan duduk di tepi tempat tidur, dan mereka meneruskan bercakap-cakap.
Mereka membicarakan Mao Ze Dong, hula hop, dan pil anti hamil. Mereka juga berbicara tentang memiliki ayah dan ibu yang tidak pernah menikah. Carol menceritakan kepadanya segala hal yang belum pernah diceritakannya kepada siapa pun dalam hidupnya. Segala hal yang selama ini terpendam dalam bawah sadarnya.
Dan ketika pada akhirnya dia tertidur, Carol merasakan dirinya sudah kosong sama sekali. Rasanya dia seperti habis menjalani operasi besar, dan bisa yang ada di dalam tubuhnya sudah dialirkan ke luar semua.
Paginya, sesudah sarapan, Dokter memberinya uang seratus dollar.
Carol ragu-ragu menerimanya. Kemudian akhirnya dia berkata, "Saya bohong. Kemarin bukan hari ulang tahun saya."
"Saya tahu." Dokter Stevens tersenyum. "Tapi kita tidak akan mengatakannya kepada Hakim." Nada suaranya berubah. "Kau boleh menerima uang ini dan pergi dari sini. Tak ada yang akan mengganggumu, sampai saat kau ditangkap polisi lagi." Dia berhenti bicara sebentar. "Saya butuh resepsionis. Saya rasa kau bisa menjadi resepsionis yang baik."
Carol memandang Dokter dengan rasa tidak percaya. "Dokter keliru. Saya tidak bisa steno atau mengetik."
"Kau bisa kalau sekolah lagi."
Carol memandangnya sesaat. Kemudian dengan sungguh-sungguh dia berkata, "Itu belum pernah saya pikirkan. Kedengarannya hebat sekali."
Carol sudah tidak sabar lagi, ingin segera kabur dari apartemen Dokter dan memamerkan lembaran ratusan dollar-nya kepada teman-temannya di Toko Fishman di Harlem. Di situlah kelompoknya biasa kumpul-kumpul. Dia bisa bersenang-senang selama seminggu dengan uang yang didapatnya.
Dia berjalan masuk ke Toko Fishman, seakan-akan tidak pernah pergi ke mana-mana. Dilihatnya wajah-wajah kasar yang biasa, dan percakap an kotor yang memekakkan telinga. Dia sudah kembali ke lingkungannya lagi. Tetapi dia selalu
memikirkan apartemen Dokter. Bukan perabotannya yang membuat perbedaan. Apartemennya begitu?bersih. Dan tenteram.
Ya, apartemen Dokter Stevens seperti pulau kecil di dunia lain. Dan Dokter sudah menawarkan paspor untuk memasukinya. Apa ruginya kalau dia menerima tawaran Dokter" Dia bisa mencoba untuk iseng-iseng saja. Untuk membuktikan bahwa Dokter keliru, bahwa dia takkan berhasil.
Tapi Carol sendiri merasa heran ketika dia masuk sekolah di waktu malam. Kamarnya yang lama ditinggalkan. Kamar yang dilengkapi dengan wastafel karatan, cermin pecah, dipan reyot, dan tirai jendela hijau yang dekil ini punya peranan tersendiri. Di situlah dia memainkan sandiwaranya.
Di situ dia bisa menjadi putri cantik anak jutawan dari Paris, London, atau Roma. Laki-laki yang menidurinya pangeran tampan yang kaya, dan setengah mati ingin mengawininya. Dan setelah laki-laki ini puas dan meninggalkannya, khayalannya pun mati. Sampai kesempatan berikutnya,
Carol meninggalkan kamar dengan semua pangerannya tanpa menoleh-noleh lagi, dan kembali hidup dengan orangtuanya. Dokter Stevens memberinya tunjangan selama dia sekolah. Dokter juga hadir waktu pembagian ijazah, matanya bersinar-sinar karena bangga.
Sekarang ada orang yang percaya kepadanya.
Dia seorang yang berarti. Siang hari dia bekerja,
dan malamnya mengambil kursus sekretaris. Setelah tamat dari kursus ini, dia bekerja pada Dokter Stevens dan mampu menyewa apartemen sendiri.
Selama empat tahun Dokter Stevens selalu memperlakukannya dengan sopan, sama seperti sikap yang ditunjukkannya pada malam pertama perkenalan mereka. Mula-mula Carol mengira akan mendengar komentar Dokter yang mengingatkan mengenai keadaan dirinya dulu dan sudah menjadi apa dia sekarang. Tetapi ternyata jauh dari itu, dan akhirnya dia sadar bahwa Dokter selama ini melihat dirinya sebagaimana keadaannya sekarang.
Yang dilakukan Dokter hanya membantu dia mencapai cita-citanya. Kapan saja Carol mempunyai kesulitan, Dokter selalu menyediakan waktu untuk membicarakannya. Akhir-akhir ini dia bermaksud menceritakan kepada Dokter apa yang terjadi antara dia dengan Chick. Dia akan menanyakan pendapat Dokter, apakah dia perlu memberitahu Chick. Tapi maksudnya ini belum juga disampaikan. Dia ingin Dokter Stevens merasa bangga akan dirinya. Dia akan melakukan apa saja untuk Dokter yang baik hati ini".
Dan sekarang kedua polisi dari Bagian Pembunuhan ingin menanyai Dokter yang begitu baik hati kepadanya.
McGreavy menjadi tidak sabar. "Bagaimana, Nona?" Dia bertanya.
"Saya mendapat perintah untuk tidak meng"
ganggunya kalau dia sedang bersama pasien," kata Carol. Dia melihat perasaan yang terpancar dari mata McGreavy. "Akan saya telepon dia."
Carol mengangkat telepon dan menekan bel interkom. Setelah sunyi selama tiga puluh detik, terdengar suara Dokter Stevens melalui telepon. "Ya?"
"Ada dua orang detektif ingin bertemu dengan Dokter. Mereka-dari Bagian Pembunuhan."
Carol bersiap-siap kalau-kalau mendengar perubahan pada suara Dokter" kegugupan" ketakutan. Tapi tidak ada yang lain dalam suaranya ketika dia berkata, "Suruh mereka menunggu." Hubungan telepon pun putus.
Rasa bangga menjalari perasaan Carol. Mereka mungkin bisa saja membuat dirinya panik, tapi tidak mungkin bisa membuat Dokter kehilangan ketenangannya. Dia mengangkat mukanya dengan berani. "Anda dengar sendiri apa katanya."
"Berapa lama lagi pasiennya di sana?" tanya Angeli, detektif yang lebih muda.
Carol melihat ke jam di atas meja tulis. "Dua puluh lima menit lagi Isi pasiennya yang terakhir untuk hari ini."
Kedua detektif saling bertukar pandang.
"Kami akan menunggu," kata McGreavy sambil menghela napas.
Mereka duduk di kursi. McGreavy memperhatikan Carol. "Rasanya-saya sudah mengenalmu, katanya.
Tapi Carol tidak mudah terkecoh. Orang ini
sedang memancing-mancing penyelidikan. "Anda
sudah tahu bagaimana kata orang," jawab Carol.
"Kami semua kelihatannya mirip."
Tepat dua puluh menit kemudian, Carol mendengar pintu samping kantor Dokter yang menuju ke gang terbuka. Dan beberapa menit kemudian pintu masuk ke kantor Dokter terbuka. Dokter Judd Stevens keluar. Dia ragu-ragu sebentar waktu melihat McGreavy.
"Kita sudah pernah bertemu," kata Dokter. Tapi dia tidak ingat di mana.
McGreavy mengangguk pasif. "Yah.. saya Letnan McGreavy." Dia menunjuk pamernya. "Detektif Frank Angeli."
Judd dan Angeli berjabatan tangan. "Silakan masuk."
Dokter mengajak kedua detektif masuk ke kantornya, dan pintu ditutup. Carol melihat kepada mereka, mencoba memikirkan ada persoalan apa gerangan. Detektif yang bertubuh besar rupanya tidak.senang kepada Dokter Stevens. Tapi mungkin itu sudah wataknya. Carol hanya yakin kepada satu hal. Pakaiannya harus dikirim ke tukang cuci.
*** Kantor Dokter Judd Stevens diberi perabotan seperti ruang duduk dalam rumah di pedalaman Prancis. Tidak ada meja tulis. Yang ada hanya kursi malas empuk, meja di sudut, dan lampu
antik beberapa buah. Di ujung ruangan ada pintu samping menuju ke gang.
Lantai ruangan dihampari dengan permadani Edward Field yang indah, dan di sebuah sudut ada sebuah sofa berlapis kain sutra. McGreavy memperhatikan di dinding tidak ada diploma satu pun. Tapi sebelum datang ke situ dia sudah mengecek dulu. Kalau mau, Dokter Stevens bisa memenuhi dinding kantornya dengan diploma dan sertifikat.
"Ini pertama kalinya saya masuk ke kantor psikiater," kata Angeli, sangat kagum. "Ingin sekali ,saya punya rumah seperti, ini."
"Ini membuat pasien saya merasa tenteram," kata Judd menerangkan dengan enaknya. "Dan jangan keliru, saya psikoanalis." "Maaf," kata Angeli. "Apa bedanya?" "Bedanya kira-kira lima puluh dollar per jam," kata McGreavy. "Pengetahuan patner saya tidak begitu banyak."
Patner. Secara tiba-tiba Judd teringat kembali. Patner McGreavy mati tertembak dan McGreavy sendiri luka waktu ada perampokan di toko minuman keras empat tahun yang lalu?ataukah lima tahun yang lalu"
Waktu itu penjahat bernama Amos Ziffren ditangkap karena melakukan perampokan. Pengacara Ziffren mengajukan pembelaan dengan mengatakan kliennya tidak bersalah karena menderita penyakit jiwa. Judd dipanggil sebagai saksi ahli untuk memeriksa Ziffren. Dia mendapat hasil pemeriksaan bahwa Ziffren menderita kegilaan
yang sangat parah. Atas kesaksian Judd, Ziffren
dibebaskan dari hukuman mati dan dikirim ke
rumah sakit jiwa. "Sekarang saya ingat Anda siapa," kata Judd. "Perkara Ziffren. Anda mendapat tiga peluru, dan patner Anda terbunuh."
"Saya juga ingat kembali siapa Anda," kata McGreavy. "Anda yang membebaskan pembunuhnya."
"Sekarang Anda ada keperluan apa?"
"Kami perlu sedikit informasi, Dokter," kata McGreavy. Dia mengangguk kepada Angeli. Angeli mulai membuka ikatan bungkusan yang dibawanya.
"Kami ingin Anda mengenali benda yang kami bawa," kata McGreavy. Kata-katanya diucapkan dengan hati-hati, tanpa menunjukkan perasaan apa pun.
Angeli sudah membuka bungkusannya. Dia mengangkat sehelai jas hujan plastik berwarna kuning. "Anda pernah melihat ini sebelumnya?"
"Kelihatannya seperti milik saya," kata Judd keheranan.
"Memang, ini milik Anda. Nama Anda tertulis di dalamnya."
"Itu Anda temukan di mana?"
"Menurut Anda, kira-kira kami menemukannya di mana?" Sikap kedua orang ini sudah tidak seramah tadi. Air muka mereka sudah berubah sama sekali.
Judd memperhatikan McGreavy sesaat. Kemu
dian dari meja rendah yang panjang dia mengambil pipanya, terus diisi dengan tembakau. "Saya rasa sebaiknya Anda menerangkan saja ada apa ini sebenarnya,,, katanya dengan tenang.
"Tentang jas hujan ini, Dokter Stevens," kata McGreavy. "Kalau ini benar milik Anda, kami ingin tahu bagaimana ini jatuh ke tangan orang kin."
"Tentang itu tidak ada yang luar biasa. Tadi pagi gerimis waktu saya datang ke sini. Mantel hujan saya sedang dicuci, jadi saya memakai jas hujan plastik kuning ini. Biasanya jas ini hanya saya pakai kalau saya pergi memancing. Salah seorang pasien saya tidak membawa jas hujan. Karena hujan salju sangat lebat, saya meminjamkan jas hujan ini kepadanya." Dia berhenti bicara, tiba-tiba kelihatan kuatir. "Apa yang terjadi dengan dia?"
"Terjadi dengan siapa?" tanya McGreavy.
"Pasien saya?John Hanson."
"Tunggu," kata Angeli lunak. "Anda tepat mengenai sasaran. Tuan Hanson tidak bisa mengembalikan jas hujan ini sendiri, karena dia mati."
Judd terperanjat.."Mati?" "Ada orang yang menikam punggungnya," kata McGreavy.
Judd melihat kepadanya dengan pandangan tidak percaya. McGreavy mengambil jas hujan dari tangan Angeli dan membaliknya. Judd melihat robekan lebar pada belakang jas hujan.
Belakang jas hujan ini juga berbekas darah berwarna merah kehitaman. Kepala Judd mendadak pusing.
"Siapa orang yang ingin membunuh dia?"
"Kami berharap Anda bisa mengatakannya kepada kami, Dokter Stevens," kata Angeli. "Siapa lagi yang lebih tahu daripada psikoanalisnya?"
Judd menggeleng-gelengkan kepalanya tidak berdaya. "Kapan ini terjadinya?"
McGreavy menjawab pertanyaannya. "Pukul sebelas siang tadi. Di Lexington Avenue, kira-kira satu blok dari kantor Anda. Beberapa puluh orang pasti melihat dia jatuh. Tapi mereka ingin segera pulang untuk menyiapkan pesta Hari Natal, jadi mereka biarkan saja dia menggeletak di salju dan kehabisan darah sampai mati."
Judd berpegangan pada tepi meja, buku-buku jarinya kelihatan memutih.
"Pukul berapa Hanson berada di sini tadi pagi?" tanya Angeli.
"Pukul sepuluh."
"Berapa lama pembicaraan Anda dengan dia, Dokter?"
"Lima puluh menit."
"Setelah selesai dia terus pergi?"
"Ya. Ada pasien lainnya yang menunggu."
"Apakah Hanson keluar melalui ruang penerima tamu?"
"Tidak. Pasien saya masuk melalui kantor resepsionis dan pergi melalui pintu itu." Judd
menunjuk ke pintu samping yang menuju ke gang. "Dengan cara demikian antara pasien tidak saling bertemu."
McGreavy mengangguk. "Jadi Hanson dibunuh beberapa menit setelah meninggalkan tempat ini. Mengapa dia datang menemui Anda?"
Judd ragu-ragu. "Maaf. Saya tidak bisa membicarakan hubungan antara dokter dengan pasien."
"Tapi dia dibunuh orang," kata McGreavy. "Mungkin Anda bisa membantu kami menemukan pembunuhnya."
Pipa Judd sudah padam apinya. Dengan tenang dia menyalakannya kembali.
"Sudah berapa lama dia datang menemui Anda?" Kali ini yang bertanya Angeli. Kerjasama yang biasa antara pasangan polisi.
"Tiga tahun." "Apa kesulitannya?"
Judd ragu-ragu. Dia teringat kembali kepada wajah John Hanson pagi tadi. Gembira, selalu tersenyum, ingin segera menikmati kebebasan yang baru diperolehnya. "Dia homoseks."
"Perkara homoseks lagi," kata McGreavy kesal.
"Dia dulu homoseks," kata Judd. "Sekarang Hanson sudah sembuh. Pagi tadi saya mengatakan kepadanya bahwa dia sudah tidak perlu datang menemui saya lagi. Dia sudah siap untuk kembali kepada keluarganya. Dia punya istri dan dua orang anak."
"Homoseks berkeluarga?" tanya McGreavy.
"Banyak yang begitu."
"Mungkin salah seorang teman mainnya tidak ingin melepaskan dia. Mereka bertengkar. Pacarnya ini marah dan menikam punggungnya."
Judd berpikir. "Itu mungkin," katanya sambil merenung. "Tapi saya tidak percaya."
"Mengapa tidak, Dokter Stevens?" tanya Angeli.
"Sebab sudah lebih dari setahun Hanson tidak memerlukan kontak homoseks lagi. Saya rasa yang lebih mungkin seseorang mencoba merampoknya. Hanson bukan orang yang suka bertengkar."
"Homoseks yang berani kawin," kata McGreavy dengan suara berat. "Hanya satu hal yang tidak cocok dengan teori perampokan. Dompetnya sama sekali tidak disentuh, padahal uang di dalamnya lebih dari seratus dollar." Dia memperhatikan reaksi Judd.
Angeli berkata, "Kalau kita mencari orang gila, mungkin akan lebih mudah."
"Belum tentu," Judd menyanggah. Dia berjalan ke jendela. "Lihatlah orang banyak di sana. Satu di antara dua puluh orang pernah gila, sekarang gila, atau di masa yang akan datang harus masuk rumah sakit jiwa."
"Tapi bukankah orang gila?""
"Dia tidak perlu secara lahiriah kelihatan gila," Judd menerangkan. "Untuk setiap kasus kegilaan yang nyata, sekurang-kurangnya ada sepuluh yang diagnosanya tidak bisa ditemukan."
McGreavy memperhatikan Judd dengan rasa tertarik yang tidak ditutup-tutupi. "Anda tahu benar tentang watak manusia bukan, Dokter?"
"Yang namanya watak manusia itu tidak ada," kata Judd. "Seperti halnya dengan watak binatang, sesungguhnya juga tidak ada. Cobalah cari persamaan antara kelinci dengan harimau. Atau tupai dengan gajah."
"Berapa lama Anda berpraktek sebagai psikoanalis?" tanya McGreavy. "Dua puluh tahun. Mengapa?" McGreavy mengangkat bahu. "Anda laki-laki yang tampan. Saya berani bertaruh banyak pasien yang jatuh cinta kepada Anda, bukan?"
Pancaran mata Judd dingin. "Saya tidak mengerti tujuan pertanyaan Anda."
"Jangan pura-pura, Dok. Anda pasti tahu. Kita sama-sama laki-laki yang berpengalaman. Seorang laki-laki homoseks masuk ke sini, dan ternyata dokter tempat dia mengadukan kesulitannya masih muda dan tampan." Nada suaranya berubah menjadi ramah, "Masa Anda tidak tahu, apakah Hanson tergerak berahinya bila melihat Anda, padahal dia selama tiga tahun berobat kepada Anda?"
Judd melihat kepadanya tanpa menunjukkan perasaannya. "Jadi itu pemikiran yang ada di kepala Anda sebagai laki-laki berpengalaman, Letnan?"
McGreavy tetap tenang. "Itu bisa terjadi. Dan saya masih bisa menyebutkan-kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa terjadi. Anda tadi mengatakan bahwa Anda telah memberi tahu
Hanson agar tidak usah bertemu lagi dengan dia. Mungkin dia merasa tidak senang. Dia sudah bergantung kepada Anda selama tiga tahun. Anda bertengkar dengan dia."
Muka Judd gelap karena marah.
Angeli mencoba mencairkan ketegangan. "Anda mungkin bisa memikirkan seseorang yang punya alasan kuat untuk membenci dia, Dokter" Atau seseorang yang mungkin dibencinya?"
"Kalau memang ada," kata Judd, "saya akan mengatakannya kepada Anda. Saya merasa mengetahui segala-galanya yang bisa diketahui tentang John Hanson. Dia laki-laki yang periang. Dia tidak pernah membenci siapa pun, dan saya tidak "tahu apakah ada orang yang membencinya."
"Mujur benar dia. Anda pasti dokter yang hebat sekali," kata McGreavy. "Kami akan membawa arsip mengenai dirinya yang ada pada Anda."
"Tidak bisa." "Kami bisa mendapatkan surat perintah dari pengadilan."
"Terserah Anda. Dalam catatannya, Anda tidak akan mendapatkan apa-apa yang bisa membantu Anda." "Jadi, apa salahnya kalau Anda memberikannya saja kepada kami?" tanya Angeli.
"Itu bisa merugikan istri dan anak-anak Hanson. Anda melangkah di jalan yang salah. Pada
akhirnya nanti akan Anda temukan bahwa Hanson dibunuh oleh orang yang tidak dikenalnya."
Saya tidak percaya," McGreavy memotong.
Angeli membungkus kembali jas hujan itu dan mengikatnya. "Kami akan mengembalikan ini kepada Anda setelah kami selesai melakukan beberapa tes lagi."
"Ambil saja," kata Judd.
McGreavy membuka pintu yang menuju ke gang. "Kami akan menghubungi Anda, Dokter" Dia berjalan ke luar. Angeli mengangguk kepada Judd dan keluar mengikuti McGreavy.
Judd masih tetap berdiri dengan pikiran kacau ketika Carol masuk. "Semua beres?" Carol bertanya ragu-ragu.
"Seseorang membunuh John Hanson."
"Membunuh dia?"
"Dia ditikam," kata Judd.
"Ya, Tuhan! Mengapa?"
"Polisi tidak tahu."
"Ngeri benar!" Carol melihat mata Dokter memancarkan rasa sakit. "Ada sesuatu yang bisa saya lakukan, Dokter?"
"Tolong tutupkan saja pintu kantor, Carol. Saya akan pergi mengunjungi Nyonya Hanson. Saya ingin menyampaikan berita ini sendiri."
"Jangan kuatir. Saya akan mengurus segala-galanya," kata Carol.
"Terima kasih."
Dan Judd pun pergi. Tiga puluh menit kemudian Carol sudah selesai


Wajah Sang Pembunuh Naked Face Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membenahi semua arsip. Dia sedang mengunci laci meja tulisnya ketika pintu gang terbuka. Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore, dan gedung sudah tertutup. Carol mengangkat mukanya ketika laki-laki yang masuk ke kantor itu tersenyum dan berjalan menghampirinya.
Wajah Mary Hanson seperti boneka. Mungil, cantik, serba habis. Secara lahiriah dia lembut, ciri wanita Selatan yang lemah-gemulai. Tapi bila dilihat lebih mendalam, dia keras seperti batu granit. Judd bertemu dengan dia seminggu setelah suaminya memulai terapi. Mary histeris, marah-marah karena suaminya menjalani terapi ini. "Mengapa Anda tidak senang suami Anda menjalani analisis?"
"Saya tidak ingin teman-teman mengatakan saya kawin dengan orang gila," kata Mary kepada Judd. "Katakan supaya dia menceraikan saya saja. Sesudah itu dia boleh berbuat sesuka hatinya."
Judd menerangkan bahwa perceraian dalam keadaan semacam itu bisa menghancurkan John sama sekali.
"Tidak ada lagi yang bisa dihancurkan," pekik Mary. "Kalau saya tahu dia banci, apakah saya mau kawin dengan dia" Dia perempuan."
"Pada setiap laki-laki selalu terdapat kadar kewanitaan," kata Judd. "Demikian juga pada setiap wanita selalu terdapat kadar kelaki-lakian. Dan dalam persoalan suami Anda, ada problem
psikologis yang sangat sulit untuk dipecahkan. Tapi dia mau berusaha, Nyonya Hanson. Saya rasa Anda dengan anak-anak patut membantunya."
Lebih dari tiga jam Judd memberi penjelasan dengan sabar kepada Mary. Akhirnya dengan segan Mary setuju untuk menunda perceraiannya. Bulan-bulan berikutnya Mary menjadi tertarik, dan kemudian ikut terlibat dalam perjuangan suaminya.
Sebenarnya Judd sudah membuat ketentuan tidak mau merawat sepasang suami-istri bersama-sama. Tapi Mary mendesak ingin menjadi pasien, dan ternyata kemudian itu bahkan banyak membantu. Mary mulai memahami dirinya sendiri, dan menyadari segi kegagalannya sebagai seorang istri. Setelah itu kemajuan John ke arah kesembuhan menjadi jauh lebih cepat.
Dan sekarang Judd datang berkunjung untuk memberitahukan bahwa John dibunuh tanpa alasan. Mary memandangnya, tidak bisa mempercayai apa yang dikatakannya. Dia yakin bahwa itu hanyalah lelucon yang mengerikan. Tapi akhirnya dia mulai menyadari kebenarannya.
"Dia tidak akan kembali lagi kepadaku!" jeritnya. "Dia tidak akan kembali lagi kepadaku!"
Mary mulai menarik-narik pakaiannya dengan histeris, seperti binatang yang terluka. Pada saat itu anak kembarnya yang berusia enam tahun masuk. Setelah itu suasana menjadi kalut sekali. Judd berhasil menenangkan kedua anak itu, dan
mengantarkan mereka ke rumah seorang tetangga. Kemudian Nyonya Hanson diberinya obat penenang, dan dokter keluarga diteleponnya.
Setelah yakin tidak ada lagi yang bisa dilakukan, Judd pergi. Dia masuk ke mobilnya, dan mobil dijalankan tanpa tujuan. Pikirannya tenggelam dalam renungan.
Hanson sudah berjuang mati-matian, dan pada saat kemenangannya". Ini benar-benar kematian yang sia-sia. Mungkinkah dia diserang oleh seorang homoseks" Bekas pacarnya yang frustrasi karena Hanson meninggalkannya" Tentu saja hal itu mungkin terjadi, tapi Judd tidak percaya.
Letnan McGreavy mengatakan bahwa Hanson dibunuh satu blok dari kantornya. Kalau si pembunuh seorang homoseks yang marah kepadanya, dia pasti mengajak Hanson bertemu di suatu tempat yang sunyi. Mungkin untuk membujuk Hanson agar kembali kepadanya, atau menyesali tindakan Hanson meninggalkannya, baru kemudian membunuhnya ketika dia gagal membujuknya. Dia tidak mungkin langsung menikam punggungnya di jalan yang ramai dan kemudian kabur.
Di sebuah tikungan jalan Judd melihat boks telepon umum. Tiba-tiba dia teringat kepada janjinya untuk makan malam bersama Dokter Peter Hadley dan istrinya, Norah. Suami-istri ini sahabatnya yang paling karib, tapi saat ini dia tidak ingin bertemu dengan siapa pun.
Judd menghentikan mobil di pinggir jalan, lalu
masuk ke boks telepon dan memutar nomor
Hadley. Norah yang menjawab teleponnya. "Kau terlambat! Kau di mana?"
"Norah," kata Judd, "malam ini aku terpaksa membatalkan janji denganmu."
"Tidak bisa!" kata Norah dengan suara melengking. "Di sini ada gadis berambut pirang yang sexy dan ingin sekali bertemu denganmu."
"Kau bisa mempertemukan kami lain kali," kata Judd. "Sekarang aku benar-benar tidak bisa. Tolong sampaikan permintaan maafku kepada Peter."
"Biasa, dokter!" Norah mendengus. "Tunggu sebentar, kupanggilkan sahabatmu."
Peter bicara di telepon. "Ada yang tidak beres, Judd?"
Judd ragu-ragu. "Hanya terlalu lelah hari ini, Peter. Akan aku ceritakan kepadamu besok pagi."
"Kau rugi tidak jadi bertemu dengan gadis Skandinavia yang asyik. Maksudku cantik."
"Akan kutemui lain kali," Judd berjanji. Dia mendengar suara bisikan yang tergesa-gesa, kemudian Norah bicara lagi di telepon.
"Dia akan makan malam di sini pada perayaan Natal, Judd. Kau mau datang?"
Judd ragu-ragu. "Kita bicarakan lain kali saja, Norah. Aku menyesal sekali tidak bisa datang malam ini." Telepon diletakkan. Ingin sekali dia mendapatkan cara yang tepat untuk menghentikan usaha Norah sebagai mak comblang. Judd menikah waktu masih duduk di tingkat
terakhir di perguruan tinggi. Elizabeth mengambil jurusan ilmu pengetahuan sosial. Orangnya hangat, cerdas, dan penang. Mereka berdua sama-sama masih muda, saling mencintai, dan penuh rencana yang hebat untuk anak-anak mereka kelak. Dan pada Hari Natal pertama setelah mereka menikah, Elizabeth dengan anaknya yang masih dalam kandungan tewas pada kecelakaan mobil.
Setelah kematian istrinya, Judd mencurahkan perhatiannya pada pekerjaan. Akhirnya dia menjadi salah seorang psikoanalis yang terkemuka. Tapi dia masih tidak tahan merayakan Hari Natal bersama orang lain. Dia sadar bahwa itu salah, tapi dia merasa bahwa Hari Natal milik Elizabeth dan anaknya.
Pintu boks telepon dibuka. Dia baru tahu bahwa ada seorang gadis berdiri di luar, menunggu untuk memakai telepon. Gadis ini masih muda dan cantik, memakai sweater ketat dan rok mini serta jas hujan berwarna terang. Dia melangkah ke luar. "Maaf," katanya.
Gadis itu tersenyum hangat kepadanya. "Tidak apa-apa."
Dia melihat air muka gadis itu berubah menjadi sayu. Sudah sering dia melihat air muka seperti ini. Rasa kesepian berusaha mencari jalan untuk menembus benteng yang tanpa disadarinya telah didirikannya.
Seandainya Judd sadar bahwa dia memiliki sesuatu yang menarik hati wanita, perasaan ini
terpendam jauh dalam bawah sadarnya. Dia tidak pernah menganalisa apa sebabnya. Baginya ini lebih merupakan hambatan daripada segi yang menguntungkan, yang membuat para pasien wanita jatuh cinta kepadanya. Kadang kala ini bahkan menimbulkan kesulitan.
Dia meninggalkan gadis ini dengan anggukan ramah. Si gadis berdiri dalam hujan, mengawasi Judd masuk ke mobil dan menjalankannya pergi.
Mobil dibelokkan ke East River Drive dan menuju ke Merritt Parkway. Satu setengah jam kemudian dia sudah sampai ke Connecticut Turnpike. Salju di New York kotor seperti lumpur, tapi badai salju yang sama dengan ajaibnya mengubah pemandangan di Connecticut seindah kartu pos bergambar.
Dia terus menjalankan mobil melalui Westport dan Danbury, dengan sengaja pikirannya dipusatkan ke jalan yang dilalui. Setiap kali pikirannya kembali kepada John Hanson, dipaksanya otaknya memikirkan persoalan lain.
Dalam gelap dia terus menembus daerah pedesaan Connecticut. Beberapa jam kemudian setelah pikirannya lelah, barulah dia membelokkan mobilnya untuk pulang.
Mike, penjaga pintu yang bermuka merah, biasanya memberikan sambutan ramah kepadanya. Tapi waktu itu dia kelihatan penuh pikiran dan seperti seorang yang belum pernah kenal. Ada kesulitan rumah tangga, pikir Judd. Biasanya Judd bercakap-cakap dengan Mike mengenai anak laki-lakinya yang sudah remaja dan anak perempuannya yang sudah menikah. Tapi malam ini Judd tidak ingin bercakap-cakap. Judd hanya minta supaya Mike memasukkan mobilnya ke garasi.
"Baik, Dokter Stevens," Mike rupanya akan menambahkan sesuatu, tapi mengurungkan niatnya.
Judd masuk ke gedung apartemen. Ben Katz, manager apartemen, sedang berjalan di lobi. Dia melihat Judd, melambaikan tangan dengan gugup, lalu cepat-cepat menghilang ke dalam apartemennya.
Kenapa mereka malam ini" pikir Judd. Ataukah ini hanya karena kegelisahanku saja" Dia masuk ke dalam lift.
Eddie, operator lift, mengangguk. Selamat sore, Dokter Stevens."
"Selamat sore, Eddie."
Eddie menelan ludah dan membuang muka malu-malu.
"Ada apa?" tanya Judd.
Eddie cepat-cepat menggeleng dan tetap membuang muka.
Ya, Tuban, pikir Judd. Calon pasienku tambah lagi. Gedung apartemen ini tiba-tiba saja penuh dengan mereka.
Eddie membuka pintu lift dan Judd keluar. Dia mulai melangkah menuju apartemennya. Karena tidak mendengar suara pintu lift menutup, dia menoleh. Eddie sedang memandangnya. Waktu
Judd mau bicara, Eddie cepat-cepat menutup pintu lift. Judd pergi ke apartemennya, membuka pintu dan masuk.
Semua lampu dalam apartemennya menyala. Letnan McGreavy sedang membuka sebuah laci dalam ruang duduk. Angeli keluar dari kamar tidur. Judd sangat marah. "Sedang apa kalian di sini?" "Menunggu Anda, Dokter Stevens," jawab McGreavy.
Judd berjalan menghampirinya dan menghempaskan laci hingga menutup, hampir menjepit jari McGreavy. "Bagaimana kalian masuk ke sini?"
"Kami punya surat perintah penggeledahan," kata Angeli.
Judd memandangnya tidak percaya. "Perintah penggeledahan" Untuk apartemen saya?"
"Anda boleh tidak menjawab pertanyaan kami," sela Angeli, "tanpa didampingi pengacara. Juga perlu Anda ketahui bahwa apa saja yang Anda katakan bisa digunakan sebagai bukti yang memberatkan Anda."
"Anda ingin memanggil pengacara?" tanya McGreavy.
"Saya tidak perlu pengacara. Saya sudah bilang, saya meminjamkan jas hujan kepada John Hanson pagi tadi, dan saya tidak melihatnya lagi sampai Anda membawanya ke kantor saya sore tadi. Saya tidak mungkin membunuh dia. Sepanjang hari saya melayani pasien. Nona Roberts bisa memberi kesaksian."
McGreavy dan Angeli bertukar pandang.
"Di mana Anda setelah meninggalkan kantor sore tadi?" tanya Angeli.
"Mengunjungi Nyonya Hanson."
"Itu kami tahu," kata McGreavy. "Sesudah itu?"
Judd ragu-ragu. "Saya berkeliling-keliling dengan mobil."
"Ke mana?" "Saya pergi ke Connecticut." "Di mana Anda berhenti untuk makan malam?" tanya McGreavy. "Saya tidak berhenti. Saya tidak lapar." "Jadi, tidak ada orang yang melihat Anda?" Judd berpikir sesaat. "Saya rasa tidak ada." "Mungkin Anda berhenti untuk mengisi bensin di suatu tempat," Angeli memberi saran.
"Tidak," kata Judd. "Saya tidak berhenti untuk mengisi bensin. Mengapa harus diketahui ke mana saya pergi malam ini" Hanson dibunuh tadi pagi."
"Apakah Anda kembali ke kantor lagi setelah meninggalkannya sore tadi?" tanya McGreavy dengan suara tenang. "Tidak," kau Judd. "Mengapa?" "Kantor Anda ada yang mendobrak." "Apa" Oleh siapa?"
"Kami tidak tahu," kata McGreavy. "Saya ingin Anda ikut kami ke sana untuk melihat-lihat. Anda bisa mengatakan kepada kami kalau-kalau ada sesuatu yang hilang."
"Tentu saja," jawab Judd. "Siapa yang melaporkan?"
enjaga malam," kata Angeli. "Anda menyimpan sesuatu yang berharga di kantor, Dokter" Uang" Obat bius" Atau sesuatu yang lain?"
"Uang sedikit," kata Judd. "Tidak ada obat bius. Tidak ada yang pantas untuk dicuri. Ini tidak masuk akal."
"Betul," kata McGreavy. "Mari kita berangkat!"
Di dalam lift Eddie melihat kepada Judd dengan pandangan minta maaf. Judd membalas pandangannya dan mengangguk tanda mengerti.
Tentunya polisi tidak bisa mencurigai dirinya telah mendobrak kantornya sendiri. Rupanya McGreavy bertekad mencelakakannya karena kematian pamernya dulu. Tapi itu kan sudah lima tahun yang lalu! Mungkinkah selama ini McGreavy terus-menerus murung dan menyalahkannya" Menunggu kesempatan untuk melakukan pembalasan"
Ada sebuah mobil preman milik polisi diparkir dekat pintu masuk. Mereka naik mobil dan pergi ke kantor. Dalam perjalanan mereka berdiam diri.
Setelah sampai ke gedung perkantoran, Judd tanda tangan pada register di lobi. Bigelow, penjaga kantor, melihat kepadanya dengan pandangan aneh. Ataukah itu hanya perasaannya saja"
Mereka naik lift ke lantai lima belas, kemudian berjalan di gang ke kantor Judd. Polisi berpakaian seragam berdiri di muka pintu. Dia mengangguk kepada McGreavy dan menepi. Judd mengambil kunci dari sakunya.
"Pintu tidak dikunci," kata Angeli. Dia membuka pintu dan mereka masuk, Judd yang paling depan.
Ruang resepsionis porak-poranda. Semua laci ditarik ke luar, dan segala macam kertas berserakan di lantai. Judd terbelalak keheranan, terkejut karena keadaan dalam kantornya kacau-balau.
"Menurut Anda, apa kira-kira yang mereka cari, Dokter?" tanya McGreavy.
"Saya tidak tahu," kata Judd. Dia berjalan ke pintu dalam dan membukanya, McGreavy mengikuti di belakangnya.
Dalam kantornya dua meja terbalik. Sebuah lampu pecah menggeletak di lantai, dan darah membasahi permadani.
Di ujung ruangan tubuh Carol Roberts menggeletak, tangan dan kakinya terkembang. Dia dalam keadaan telanjang bulat. Tangannya diikat dengan kawat. Kelihatan ada bekas-bekas air keras disiramkan ke muka, buah dada, dan antara pangkal pahanya. Jari tangan kanannya patah. Mukanya hancur dan tidak mudah dikenali lagi. Pada mulurnya tersumpal sapu tangan.
Kedua detektif itu memperhatikan Judd ketika dia melihat ke mayat Carol.
"Anda kelihatan pucat," kata Angeli. "Duduklah!"
Judd menggeleng-gelengkan kepala dan menarik napas panjang beberapa kali. Pada saat dia berbicara, suaranya bergetar karena marah. "Siapa-siapa yang melakukan semua ini?"
"Itulah yang harus Anda katakan kepada kami,
Dokter Stevens," kata McGreavy.
Judd melihat kepadanya. "Tidak ada orang yang ingin melakukan ini kepada Carol. Dia tidak pernah menyakiti siapa pun dalam hidupnya."
"Saya rasa sudah tiba waktunya Anda mulai menyanyikan lagu lain," kata McGreavy.Tidak ada orang yang ingin menyakiti Hanson, tapi ternyata dia ditikam punggungnya. Tidak ada orang yang ingin menyakiti Carol, tapi nyatanya tubuhnya disiram air keras dan disiksa sampai mati." Nada kata-katanya menjadi keras. "Dan Anda mengatakan tidak ada orang yang ingin menyakiti mereka. Anda ini sebenarnya bagaimana?tuli, bodoh, atau buta" Gadis ini bekerja pada Anda selama empat tahun. Anda seorang psikoanalis. Anda mencoba mengatakan bahwa Anda tidak tahu atau tidak peduli kehidupan pribadinya?"
"Tentu saja saya tahu," kata Judd kesal. "Dia punya pacar, dan dia akan menikah"." "Chick. Kami sudah bicara dengan dia." "Tapi tidak mungkin dia berbuat begini. Dia anak yang baik dan mencintai Carol."
"Kapan terakhir kalinya Anda melihat Carol dalam keadaan hidup?" tanya Angeli.
"Saya sudah mengatakan. Ketika saya meninggalkan tempat ini untuk menemui Nyonya Hanson. Saya minta kepada Carol agar dia menutup kantor." Suaranya terputus dan dia menelan ludah, lalu menarik napas panjang.
"Anda berencana menerima pasien lagi hari ini?" "Tidak."
"Anda berpendapat ini mungkin dilakukan oleh seorang maniak" tanya Angeli.
"Ini pasti perbuatan seorang maniak, tapi? biarpun seorang maniak yang melakukannya, pasti punya suatu motif.
"Itulah yang saya pikirkan,kata McGreavy.
Judd melihat ke tempat tubuh Carol tergeletak. Kini tubuhnya seperti boneka yang rusak, tidak dipakai lagi dan dibuang. Sungguh menyedihkan sekali. "Berapa lama lagi dia akan dibiarkan begitu" tanya Judd marah.
"Sekarang juga dia akan dibawa," kata Angeli. "Pemeriksa mayat dan anak-anak dari Bagian Pembunuhan sudah menyelesaikan tugasnya."
Judd menoleh kepada McGreavy. "Anda membiarkan dia seperti ini supaya saya melihat?"
"Yah," kata McGreavy. "Saya akan mengajukan pertanyaan lain. Adakah sesuatu di sini yang sangat diinginkan seseorang sehingga dia?" dia menunjuk kepada Carol? "mengalami peristiwa seperti ini"
"Tidak." "Bagaimana tentang catatan mengenai pasien Anda?" Judd menggeleng. "Tidak ada apa-apanya."
"Ah, Anda rupanya tidak begitu suka bekerja sama dengan kami bukan, Dokter?" tanya McGreavy.
"Anda tidak berpendapat bahwa saya sangat menginginkan Anda menemukan siapa yang melakukan perbuatan ini?" Judd balik bertanya. "Kalau ada sesuatu dalam arsip saya yang bisa membantu penyelidikan, saya pasti akan mengatakan kepada Anda. Saya mengenal baik semua pasien. Tidak seorang pun di antara mereka yang mungkin membunuh Carol. Ini pasti dilakukan oleh orang luar."
"Bagaimana Anda bisa yakin bahwa ini tidak dilakukan oleh orang yang ingin mendapatkan arsip Anda?"
"Arsip saya tidak disentuh-sentuh." McGreavy melihat kepadanya dengan rasa tertarik yang makin besar. "Bagaimana Anda tahu?" dia bertanya. "Anda bahkan belum melihatnya."
Judd berjalan ke dinding di ujung ruangan. Kedua detektif itu memperhatikan dia menekan suatu bagian pada bawah dinding. Dinding pun terbuka, dan tampak rak yang dibuat dalam tembok. Rak ini penuh dengan pita rekaman. "Saya selalu merekam setiap pembicaraan dengan pasien," kata Judd. "Saya menyimpan pitanya di sini."
"Tidak mungkinkah mereka menyiksa Carol untuk memaksanya mengatakan di mana tempat penyimpanan pita rekaman itu?"
"Isi rekaman pita ini tidak ada yang mungkin berguna bagi orang lain. Pasti ada motif lain dalam pembunuhan ini."
Judd melihat ke mayat Carol lagi. Amarahnya tak tertahankan, tapi dia merasa tidak berdaya. "Anda harus menemukan siapa yang melakukan perbuatan ini!"
"Saya memang akan terus berusaha sampai pembunuhnya tertangkap," kata McGreavy. Dia melihat kepada Judd.
Di muka gedung perkantoran tempat Judd berpraktek, jalan lengang dan angin dingin bertiup. McGreavy menyuruk Angeli mengantarkan Judd pulang.
"Saya masih ada urusan yang harus diselesaikan," kata McGreavy. Dia menoleh kepada Judd. "Selamat malam, Dokter."
Judd mengawasi polisi yang bertubuh tinggi besar ini berjalan meninggalkan mereka.
"Mari kita berangkat," kata Angeli. "Saya beku kedinginan."
Judd duduk di depan di sisi Angeli, dan mobil pun dijalankan.
"Saya harus memberi tahu keluarga Carol," kata Judd.
. "Kami sudah ke sana."
Judd mengangguk lemas. Dia masih ingin menemui mereka sendiri, tapi itu bisa menunggu.
Sejenak keduanya terdiam. Dalam hati Judd bertanya-tanya, apa gerangan urusan McGreavy di malam selarut itu.
Seakan bisa membaca pikiran Judd, Angeli berkata, "McGreavy polisi yang baik. Dia berpendapat seharusnya Ziffren mendapat hukum
an di kursi listrik karena membunuh pamernya."
"Tapi Ziffren gila."
Angeli mengangkat bahu. "Saya percaya, Dokter."
Tapi McGreavy tidak percaya, pikir Judd. Dia ganti memikirkan Carol. Teringat olehnya kecerdasan serta bakti dan kebanggaan gadis ini kepada pekerjaannya. Renungannya terganggu oleh kata-kata Angeli, dan ternyata mereka sudah sampai ke depan gedung apartemen tempat tinggalnya.
Lima menit kemudian Judd sudah berada dalam apartemennya. Tidur sudah tidak terpikirkan lagi olehnya. Dia menuang brendi dan membawanya ke ruang belajar. Teringat kembali olehnya waktu Carol masuk ke situ dulu. Tubuhnya telanjang bulat dan dia amat cantik. Waktu itu Carol merapatkan tubuhnya yang hangat dan menggiurkan ke tubuhnya.
Waktu itu sikapnya dingin saja dan menjauh. Sebab dia tahu hanya dengan cara itu dia bisa menolong Carol. Carol tidak tahu sama sekali dorongan apa yang menyebabkan dia tidak mau main cinta dengannya. Ataukah dia tahu"
Dia mengangkat gelas brendinya dan menghabiskan isinya.
Keadaan di kamar mayat sama saja seperti kamar mayat di mana-mana. Yang berbeda pada kamar mayat ini, di atas pintu ada daun mistletoe yang dipasang sebagai hiasan Natal. Ada seorang yang terlalu bersemangat menyambut hari besar,
pikir McGreavy atau mungkin juga selera humor orang ini keterlaluan.
McGreavy tidak sabar menunggu di gang, sampai otopsi selesai dilakukan.Waktu pemeriksa mayat melambai kepadanya,dia segera masuk ke ruang otopsi yang serba putih.
Pemeriksa mayat mencuci tangannya di wastafel besar yang putih. Dia seorang yang bertubuh kecil. Suara dan gerak-geriknya seperti burung. Suaranya tinggi, dan gerakannya serba cepat. Dia menjawab semua pertanyaan McGreavy dengan cepat, lalu cepat-cepat pula pergi.
McGreavy tetap di situ selama beberapa menit, merenungkan apa yang baru saja diketahuinya. Kemudian dia ke luar, ke udara malam yang dingin, untuk mencari taksi. Tak ada taksi satu pun. Sialan! Rupanya mereka semua sedang berlibur di Bermuda. Bisa-bisa dia harus berdiri terus di situ sampai badannya membeku.
Tiba-tiba sebuah mobil polisi lewat. McGreavy menghentikannya dan menunjukkan tanda pengenalnya kepada polisi kroco yang memegang kemudi. Dia memberi perintah supaya polisi itu mengantarkannya ke markas Seksi Sembilan Belas. Ini melanggar peraturan, tapi peduli amat. Malam masih panjang dan dingin;
Waktu McGreavy berjalan masuk ke markas seksi, Angeli sudah menunggunya. "Mereka baru saja selesai melakukan otopsi pada mayat Carol Roberts," kata McGreavy.
"Dia sedang hamil." Angeli memandangnya keheranan. "Dia sedang hamil tiga bulan. Sudah terlambat untuk melakukan pengguguran tanpa risiko, tapi kandungannya belum kelihatan."
"Itu ada sangkut-pautnya dengan pembunuhnya?"
"Pertanyaan yang bagus," kata McGreavy. "Misalnya dia dihamili oleh pacarnya dan mereka bermaksud menikah?lalu kenapa repot-repot harus menggugurkannya" Mereka bisa menikah dan punya anak beberapa bulan kemudian. Hal seperti itu terjadi setiap hari. Sebaliknya, misalnya dia dihamili oleh pacarnya dan pacarnya ini tidak mau menikahinya itu pun bukan hal yang luar biasa. Carol bisa saja punya anak walaupun tanpa suami. Itu terjadi dua kali sehari sepanjang tahun."
"Kita sudah bicara dengan Chick. Dia ingin mengawini Carol."
"Saya tahu," kata McGreavy. "Maka itulah sebabnya kita harus mencari kemungkinan-kemungkinan lain yang mungkin terjadi. Seorang gadis kulit hitam mengandung. Dia memberitahukan keadaannya kepada ayahnya, dan si ayah membunuhnya."
"Dia pasti gila."
"Atau sangat cerdik. Saya lebih suka berpendapat bahwa dia sangat cerdik. Cobalah tinjau dari segi ini: misalkan Carol pergi menemui si ayah dan memberitahukan kabar buruk ini, dan mengatakan kepadanya bahwa dia tidak mau menggugurkan kandungannya. Dia ingin memiliki anaknya. Mungkin dia akan menggunakan keadaannya itu untuk memaksa ayahnya agar mengawininya".
"Tapi mungkin juga orang yang menghamili Carol tidak bisa mengawininya, sebab dia sendiri sudah punya istri. Atau mungkin dia orang kulit putih. Katakanlah misalnya seorang dokter yang terkenal dan prakteknya sangat laris. Kalau hal seperti itu sampai terdengar ke luar, namanya akan hancur. Siapa yang akan mau berobat kepada psikoanalis yang menghamili pegawainya yang berkulit hitam dan terpaksa mengawininya?"
"Stevens seorang dokter," kata Angeli. "Ada selusin cara untuk membunuh Carol tanpa membangkitkan kecurigaan."
"Mungkin ya," kata McGreavy. "Mungkin juga tidak. Tapi kalau ada sedikit kecurigaan dan penyidikan bisa sampai kepada dirinya, dia akan mendapat kesulitan besar untuk melepaskan diri. Misalkan dia membeli racun?ini pun akan mudah diketahui dari catatan penjualan di apotek. Seandainya dia membeli tali atau pisau?ini pun bisa dilacak. Tapi sekarang coba simak cara yang bagus mi. Seorang gila masuk tanpa alasan dan membunuh resepsionisnya. Dia menjadi majikan yang sangat sedih, dan minta kepada polisi agar menemukan pembunuhnya."
"Kedengarannya seperti perkara yang tanpa landasan."
"Saya belum lagi selesai. Mari kita tinjau pasiennya, John Hanson. Dia pun dibunuh tanpa
alasan oleh orang gila yang tidak dikenal. Baiklah, kau saya beritahu, Angeli. Saya tidak percaya kepada istilah kebetulan. Dua kebetulan seperti itu dalam sehari membuat saya gelisah.
"Maka saya bertanya kepada diri sendiri, apa gerangan hubungan antara kematian John Hanson dengan Carol Roberts" Tiba-tiba saya merasa bahwa itu bukan sekadar kebetulan semata-mata. .
"Misalkan Carol masuk ke kantornya dan memberitahukan kepada majikannya ini bahwa dia akan menjadi ayah. Mereka bertengkar dengan serunya dan Carol berusaha memerasnya. Carol mengatakan bahwa dia harus mengawininya, harus memberinya uang?atau apa saja".
"John Hanson kebetulan sedang menunggu di kantor luar, mendengarkan. Mungkin Stevens tidak tahu bahwa Hanson mendengar sesuatu, sampai dia berbaring di sofa. Di situlah Hanson mengancam akan mengadukannya. Atau berusaha memaksanya agar mau tidur dengannya."
"Semua itu hanya dugaan."
"Tapi semua cocok. Waktu Hanson pergi, Dokter menyelinap keluar dan membunuhnya supaya tidak bisa bicara lagi. Kemudian dia harus kembali dan melenyapkan Carol. Dia sengaja membuatnya supaya kelihatan seolah-olah seorang gila yang melakukan itu semua. Kemudian dia pergi menemui Nyonya Hanson, dan terus ke
Connecticut. Sekarang problemnya sudah berhasil dipecahkan. Dia bisa duduk tenang sementara polisi jungkir-balik mencari orang gila yang sebenarnya tidak ada.
"Saya tidak bisa menerima kesimpulan lni, kata Angeli."Kau mencoba membuat perkara pembunuhan tanpa bukti konkret sedikit pun."
"Apa yang kausebut konkret tanya McGreavy. "Mayat dua orang masih kurang konkret" Yang seorang wanita hamil, yang bekerja pada Stevens. Satunya lagi salah seorang pasiennya, dibunuh hanya sejauh satu blok dari kantornya. Orang ini datang kepada Stevens untuk mendapatkan perawatan karena dia homoseks. Waktu saya minta ikut mendengarkan rekamannya, dia tidak memperbolehkan. Mengapa" Siapa yang dilindungi oleh Dokter Stevens"
"Saya bertanya kepadanya, apakah orang yang mendobrak masuk ke kantornya ini mungkin mencari-cari sesuatu. Dengan demikian mungkin kita bisa menyusun teori bahwa Carol memergoki mereka, dan mereka menyiksanya untuk menemukan sesuatu yang misterius ini.
"Tapi apa katanya" Tidak ada apa pun yang misterius. Rekamannya sama sekali tidak berguna bagi siapa pun. Dalam kantornya sama sekali tidak ada obat bius. Tidak ada uang. Jadi kita harus mencari orang gila terkutuk. Betul" Tapi sayang sekali saya tidak mau dikelabui. Saya rasa yang kita cari Dokter Judd Stevens sendiri."
"Saya rasa kau berusaha mencelakakan dia,"
kata Angeli perlahan. Mata McGreavy memerah karena marah. "Sebab dia memang bersalah melakukan kejahatan.
"Kau akan menangkap dia?"
"Saya akan mengulur talinya dulu," kata McGreavy. "Biar Dokter Stevens gantung diri dengan tali yang saya berikan, dan saya bisa menggali semua rahasianya. Saya harus yakin dulu, supaya setelah saya tangkap dia tidak mungkin terlepas lagi."
McGreavy berbalik dan keluar.
Angeli memandangnya dengan otak penuh pikiran. Kalau dia hanya berpangku tangan, kemungkinan besar McGreavy akan berusaha menahan Dokter Stevens. Dia tidak boleh membiarkan itu sampai terjadi. Dalam hati dia bertekad akan bicara kepada Kapten Bertelli keesokan harinya.
Paginya halaman depan semua surat kabar memuat berita utama tentang penyiksaan Carol Roberts sampai mati. Judd ingin sekali meminta kepada operator telepon untuk menghubungi semua pasiennya, membatalkan janji mereka hari ku.
Dia belum tidur, dan matanya sangat berat karena mengantuk. Tapi setelah dia memeriksa daftar pasien, dia melihat bahwa itu tidak bisa dilakukan. Dua orang pasien akan kalut kalau pertemuan mereka ditunda. Tiga orang di antara mereka pasti akan kesal sekali. Sedangkan lain-lainnya memang masih bisa diatasi.
Maka akhirnya dia memutuskan akan meneruskan prakteknya seperti biasa. Ini sebagian untuk kebaikan pasiennya sendiri, dan sebagian lagi demi dirinya. Kerja merupakan terapi yang baik sekali, untuk mencoba mengalihkan pikirannya dari apa yang baru saja terjadi.
Judd datang ke kantor lebih awal daripada biasanya. Walaupun demikian gang menuju kantornya sudah penuh dengan reporter surat kabar dan televisi, serta wartawan foto. Dia tidak
bersedia menerima mereka, atau memberikan suatu pernyataan. Akhirnya dia berhasil menyuruh mereka semua pergi.
Dibukanya pintu masuk ke kantornya perlahan-lahan, hatinya berdebar-debar. Tapi permadani yang berlumuran darah ternyata sudah disingkirkan, dan segala-galanya sudah dikembalikan lagi ke tempatnya semula. Kantor kelihatan normal kembali. Hanya sekarang Carol sudah tidak bisa lagi masuk ke dalam, tersenyum manis dan penuh gairah hidup.
Judd mendengar pintu luar terbuka. Pasiennya yang pertama sudah datang.
Harrison Burke seorang laki-laki yang sudah berambut putih tapi masih tetap kelihatan gagah dan tampan. Dia merupakan prototip seorang eksekutif pada sebuah perusahaan besar, dan itu memang benar. Dia wakil presiden pada International Steel Corporation.
Waktu pertama kali Judd melihat Burke, dalam hati dia bertanya-tanya apakah jabatan membentuk rupa seseorang, ataukah rupa orang yang menyebabkan dia bisa menduduki suatu posisi dalam pekerjaan. Suatu hari kelak dia bermaksud menulis buku tentang nilai wajah manusia. Bagaimana wajah seorang dokter dalam merawat pasien, wajah pengacara di ruang pengadilan, wajah seorang aktris" semua hanya gambaran permukaan, bukan nilai dasar.
Burke berbaring di sofa, dan Judd memusatkan perhatian kepadanya. Dulu Burke dikirim kepada
Judd oleh Dokter Peter Hadley, dua bulan yane lalu. Dalam waktu sepuluh menit saja sudah cukup bagi Judd untuk merasa yakin bahwa Harrison Burke seorang penderita paranoid dengan tendensi ke arah pembunuhan.
Semua koran pagi memuat berita utama tentang pembunuhan yang dilakukan di kantor ini semalam, tapi Burke tidak menyebut-nyebut persoalan itu. Itu ciri khas dari kondisinya. Perhatiannya hanya terpusat kepada dirinya.sendiri.
"Dulu kau tidak percaya kepada saya," kata Burke. "Tapi sekarang saya punya bukti bahwa mereka mengejar-ngejar saya.*
"Saya rasa kita sudah memutuskan untuk meninjau persoalan ini dengan pikiran terbuka, Harrison," Judd menjawab dengan hati-hati. "Ingat, kemarin kita sudah sependapat bahwa imajinasi bisa memainkan"."
"Ini bukan imajinasi!" teriak Burke. Dia bangkit dan duduk tegak, kedua tangannya dikepalkan. "Mereka mencoba membunuh saya!"
"Mengapa kau tidak kembali tiduran saja dan mencoba menenangkan diri?" Judd memberi saran dengan lemah-lembut.
Burke bangkit berdiri. "Hanya itu yang kaukatakan" Kau bahkan tidak mau mendengarkan bukti pernyataan saya!" Matanya disipitkan. "Bagaimana saya tahu kau bukan salah seorang dari mereka?"
"Kau tahu benar saya bukan salah seorang dari
mereka," kata Judd. "Saya sahabatmu. Saya berusaha menolongmu."
Dalam hati Judd merasakan kekecewaan seakan menikamnya. Kemajuan yang dikira sudah mereka peroleh bulan yang lalu kini sudah lenyap semua. Kini dia kembali berhadapan dengan penderita paranoid yang dulu, seperti waktu pertama kali dia masuk ke kantornya dua bulan yang lalu.
Burke memulai kariernya di perusahaan International Steel sebagai pengantar surat. Dalam waktu dua puluh lima tahun wajahnya yang tampan dan pembawaannya yang supel membuatnya hampir mencapai puncak tangga jabatan dalam perusahaan. Satu anak tangga lagi, dia akan sampai ke jabatan sebagai presiden perusahaan. Tapi kemudian peristiwa yang mengerikan terjadi.
Empat tahun yang lalu istri dan ketiga anaknya tewas dalam kebakaran di rumah mereka di Southampton. Burke waktu itu sedang berada di Kepulauan Bahama dengan selirnya. Dia merasa sangat terpukul oleh tragedi ini, lebih dari yang bisa dibayangkan orang. Karena dia dididik sebagai orang Katolik, maka dia tidak bisa melepaskan diri dari rasa bersalah.
Dia pun mulai murung, dan makin lama makin menjauhi teman-temannya. Tiap malam dia selalu berdiam di rumah, merenungkan siksaan yang diderita istri dan anak-anaknya yang terbakar hidup-hidup?sementara itu pada bagian lain dalam otaknya dia membayangkan dirinya tidur
lambat yang diputar terus-menerus dalam otaknya.
Burke menyalahkan dirinya sendiri sepenuhnya karena kematian keluarganya. Seandainya dia ada di rumah, dia pasti akan bisa menyelamatkan mereka. Pikiran ini lama kelamaan menjadi obsesi baginya. Dia merasa sebagai makhluk buas yang jahat. Dia tahu, dan Tuhan juga pasti tahu. Tentu saja semua orang pun tahu! Mereka pasti membencinya, sama seperti dia membenci dirinya sendiri.
Memang mereka tersenyum kepadanya dan berpura-pura menaruh simpati, tapi dia tahu mereka menunggu untuk menjebaknya. Tapi dia terlalu cerdik bagi mereka. Dia tidak lagi makan di ruang makan untuk para eksekutif, dan mulai makan siang di kantornya sendiri. Hampir setiap orang dihindarinya sebisa-bisanya.
Dua tahun yang lalu perusahaan butuh presiden baru. Tapi Harrison Burke dilewati begitu saja, dan perusahaan mengangkat presiden dari luar. Setahun kemudian pos wakil presiden pun kosong, tapi lowongan ini pun diberikan kepada orang lain.
Kini Burke punya bukti bahwa ada komplotan yang ingin melawan dirinya. Dia mulai memata-matai semua orang di sekelilingnya. Di waktu malam dia menyembunyikan tape recorder dalam kantor eksekutif lainnya. Enam bulan yang lalu dia ketahuan. Hanya karena masa kerjanya yang
lama dan jabatannya yang tinggi saja maka dia
tidak sampai dipecat. Presiden perusahaan berusaha ingin membantu dan mengurangi tekanan jiwanya. Maka dia mulai mengurangi beban tanggung jawab yang dipegang Burke. Tapi ini bahkan tidak menolong. Burke bahkan menjadi semakin yakin bahwa mereka ingin mencelakakan dirinya. Mereka takut kepadanya, sebab dia lebih pintar daripada mereka. Kalau dia menjadi presiden, mereka semua akan kehilangan pekerjaan karena mereka orang yang tolol.
Burke mulai membuat kesalahan lebih banyak. Kalau dia ditegur karena kesalahannya, dengan marah dia membantah telah membuat kesalahan ini. Seseorang dengan sengaja telah mengubah laporannya, mengganti angka dan statistik, berusaha mendiskreditkannya.
Tidak lama kemudian dia mulai berpikir bahwa bukan hanya orang dari perusahaan saja yang ingin mencelakakannya. Ada juga mata-mata dari luar. Dia merasa selalu dibuntuti di jalanan. Mereka menyadap teleponnya, membaca surat-suratnya.
Dia takut makan, jangan-jangan orang meracunnya. Berat badannya menjadi turun drastis sekali. Presiden perusahaan yang merasa sangat kuatir mengatur pertemuan antara Burke dengan Dokter Peter Hadley. Dia mendesak Burke agar memenuhi pertemuan ini.
Setelah berbicara selama setengah jam dengan
dia, Dokter Hadley menelepon Judd. Buku catatan Judd yang berisi janji pertemuan dengan pasien sudah penuh, tapi Peter mengatakan bahwa kasus Burke sangat gawat. Judd terpaksa menerima Burke, walaupun dengan rasa segan.
Kini Harrison Burke berbaring di sofa yang berlapis kain sutera, kedua tangannya masih terkepal.
"Coba ceritakan buktimu."
"Mereka mendobrak masuk ke rumah saya semalam. Mereka datang untuk membunuh saya. Tapi saya terlalu pintar bagi mereka. Sekarang saya tidur di ruang belajar, dan saya pasang kunci ekstra pada semua pintu. Maka mereka tidak bisa mendekati saya."
"Kau melaporkan pendobr
akan rumahmu kepada polisi?" tanya Judd.
"Tentu saja tidak! Polisi berkomplot dengan mereka. Mereka mendapat perintah untuk menembak saya. Tapi mereka tidak bisa berbuat begitu kalau di sekeliling saya ada orang lain. Maka saya tetap berada di tengah orang banyak."
"Saya gembira kau menyampaikan informasi ini," kata Judd.
"Apa yang akan kaulakukan?" tanya Burke penuh semangat.
"Saya mendengarkan baik-baik semua yang kaukatakan," kata Judd. Dia menunjuk ke tape recorder. "Saya merekam semua kata-katamu. Jadi kalau mereka sampai membunuhmu, kita
punya bukti tentang komplotan mereka."
Muka Burke berseri-seri. "Ya, Tuhan, bagus
sekali! Rekaman! Itu benar-benar akan membuat
mereka mampus!" "Mengapa kau tidak berbaring lagi?" Judd menyarankan.
Burke mengangguk dan berbaring kembali di sofa. Dia memejamkan matanya. "Saya lelah sekali. Sudah berbulan-bulan saya tidak tidur. Saya tidak berani memejamkan mata. Kau tidak tahu bagaimana rasanya dikejar-kejar semua orang."
Aku tidak tahu f Pikirannya melayang kepada McGreavy.
"Apakah pelayanmu tidak mendengar ada orang masuk?" tanya Judd.
"Saya belum menceritakan?" kata Burke. "Saya memecatnya dua minggu yang lalu."
Judd mengingat-ingat kembali pembicaraan yang lalu dengan Harrison Burke. Tiga hari yang lalu dia baru menceritakan tentang pertengkaran dengan pelayannya. Kalau begitu pengertian Burke tentang waktu sudah kacau.
"Saya rasa kau belum pernah menceritakannya," kata Judd dengan tenang. "Kau yakin dua minggu yang lalu kau memecat pelayanmu?"
"Saya tidak mungkin membuat kesalahan," Burke memotong. "Kaukira bagaimana saya bisa menjadi wakil presiden pada salah sebuah perusahaan yang terbesar di dunia" Tak lain dan tak bukan karena saya punya otak yang sangat cerdas, Dokter. Jangan lupa."
"Mengapa kau memecat dia?" "Dia mencoba meracun saya." "Bagaimana caranya?"
"Dengan sepiring ham dan telur. Dibubuhi arsenikum." "Kau mencicipi?" tanya Judd. "Tentu saja tidak," Burke mendengus. "Lantas bagaimana kau tahu makanan itu mengandung racun?" "Saya bisa mencium bau racun." "Kau mengatakan apa kepadanya?" Air muka Burke memancarkan rasa puas. "Saya tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya saya gebuki sampai setengah mati."
Rasa frustrasi melanda pikiran Judd. Kalau diberi waktu, dia yakin akan bisa menolong Harrison Burke. Tapi waktu sudah hampir tidak ada lagi. Dalam psikoanalisis selalu ada bahaya, yaitu di bawah kesempatan pelepasan isi hati sebebas-bebasnya penutup tipis akan meledak terbuka. Semua nafsu dan emosi primitif yang selama ini tersimpan akan terlepas semua, seperti binatang buas di waktu malam.
Pelepasan secara lisan merupakan langkah pertama" dalam perawatan. Tapi dalam kasus Burke, ini berbalik seperti bumerang. Pembicaraan mereka telah melepaskan semua kebencian laten yang selama ini terkunci dalam pikirannya. Dalam seuap pembicaraan kelihatannya Burke selalu mendapat kemajuan. Selama ini dia sudah sependapat dengan Judd bahwa tidak ada komplotan
yang akan membuat dia celaka. Dia hanya bekerja
terlalu berat, dan emosinya terlalu lelah.
Judd merasa bahwa dia sudah berhasil menuntun Burke ke satu titik di mana dia bisa mulai melakukan analisis lebih dalam serta menuju sasaran pokoknya, yaitu menyerang akar dari problemnya. Tapi ternyata dengan cerdiknya selama ini Burke terus-menerus berdusta. Dia hanya menguji Judd, berusaha menjebaknya, untuk mengetahui apakah dia salah seorang dari mereka.
Harrison Burke laksana bom waktu yang bisa meledak setiap saat. Tidak ada kerabat terdekat yang bisa dihubungi. Apakah Judd harus menghubungi presiden perusahaannya, untuk memberitahukan apa yang dipikirkannya"
Kalau dia berbuat begitu, masa depan Burke pasti akan hancur. Burke pasti akan dikirim ke rumah sakit jiwa. Apakah dia tidak keliru membuat diagnosa bahwa Burke penderita paranoid yang bisa membunuh" Dia ingin mendapatkan kesimpulan lain sebelum menghubungi presiden perusahaan Burke, tapi Burke sendiri tidak bisa diajak bekerjasama. Judd sadar bahwa dia harus bisa mengambil keputusan sendiri.
"Harrison, saya ingin kau berjanji," kata Judd.
"Janji apa?" tanya Burke waspada.
"Kalau mereka berusaha melakukan tipu muslihat kepadamu, cara yang mereka lakukan adalah memancingmu agar melakukan suatu tindakan kekerasan, supaya kau bisa ditangkap dan dikurung". Tapi saya tahu kau cukup cerdik sehingga tidak mungkin terpancing. Maka bagaimanapun juga mereka memancing kemarahanmu, saya ingin kau berjanji untuk tidak berbuat apa-apa terhadap mereka. Dengan cara demikian mereka tidak akan bisa mencelakakanmu."
Mata Burke bersinar-sinar. "Ya, Tuhan, kau benar," katanya. "Jadi itulah rencana mereka! Nah, kita terlalu cerdik bagi mereka, bukan?"
Di luar, Judd mendengar pintu ruang penerima tamu membuka dan menutup. Dia melihat ke jam tangannya. Pasien berikutnya sudah datang.
Judd mematikan tape recorder dengan tenang. "Saya rasa sudah cukup untuk hari ini," katanya.
"Kau merekam semuanya dengan tape recorder?" tanya Burke ingin tahu.
"Setiap kata," kata Judd. "Tak ada orang yang akan mencelakakanmu." Dia ragu-ragu sebentar. "Saya rasa hari ini kau tidak usah berangkat ke kantor. Mengapa kau tidak pulang dan istirahat saja?"
"Saya tidak bisa," bisik Burke, suaranya mengandung rasa takut. "Kalau saya tidak datang ke kantor, nama saya akan dicopot dari pintu dan diganti dengan nama orang lain." Dia mencondongkan badannya ke arah Judd. "Hati-hati! Kalau mereka tahu kau sahabat saya, mereka pun akan berusaha mencelakakanmu."
Burke berjalan ke pintu menuju gang. Dia membukanya sedikit, lalu mengintip ke kedua
ujung gang. Kemudian dengan cepat dia menyelinap ke luar.
Judd termenung sebentar. Dia merasa sedih memikirkan apa akibat dari apa yang harus dilakukan terhadap kehidupan Harrison Burke. Mungkin kalau Burke datang kepadanya enam bulan lebih awal".
Tiba-tiba pikiran yang melintas secara sekonyong-konyong membuatnya menggigil. Apakah Harrison Burke sudah menjadi pembunuh" Mungkinkah dia terlibat dalam kematian John Hanson dan Carol Roberts"
Burke dan Hanson, kedua-duanya sama-sama
apasien. Kemungkinan besar mereka sudah pernah bertemu. Beberapa kali selama bulan-bulan yang terakhir kedatangan Burke selalu disusul dengan kedatangan Hanson. Dan Burke pernah terlambat lebih dari sekali. Bisa jadi dia bertemu dengan Hanson di gang. Pertemuan mereka yang berkali-kali ini dengan mudahnya bisa membangkitkan penyakit paranoid Burke. Burke bisa curiga bahwa Hanson membuntutinya dan mengancam keselamatannya.
Sedangkan mengenai Carol, Burke melihat dia setiap kali datang ke kantor. Apakah jiwanya yang sakit menyebabkan Burke selalu merasa terancam oleh kehadiran Carol, dan perasaan ini hanya bisa dihilangkan dengan menghilangkan nyawa Carol.


Wajah Sang Pembunuh Naked Face Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Berapa lama sebenarnya Burke menderita sakit jiwa" Istri dan ketiga anaknya meninggal dalam kecelakaan kebakaran rumah. Kecelakaan" Benarkah itu hanya kecelakaan belaka" Entah dengan cara apa dia harus menyelidikinya.
Dia berjalan ke pintu menuju ruang resepsionis dan membukanya. "Silakan masuk!" katanya.
Anne Blake bangkit berdiri dengan anggunnya dan berjalan menghampiri Judd. Senyum hangat menghiasi wajahnya. Sekali lagi Judd merasakan hatinya kacau, seperti ketika pertama kalinya melihat wanita ini. Itulah pertama kalinya dia merasakan reaksi emosi yang mendalam terhadap wanita, sejak kematian Elizabeth.
Antara Anne Blake dengan Elizabeth sama sekali berbeda. Elizabeth berambut pirang, bertubuh mungil, dan bermata biru. Anne Blake berambut hitam, matanya ungu dengan bulu mata yang hitam dan panjang. Tubuhnya tinggi, dengan lekuk-lekuk yang sempurna. Wajah Anne Blake menunjukkan bahwa dia wanita yang cerdas. Kecantikannya anggun, seperti kecantikan wanita bangsawan, yang menyebabkan seakan dia tidak bisa didekati. Tapi matanya memancarkan kehangatan. Suaranya rendah dan lemah-lembut, sedikit parau.
Anne kira-kira berumur dua puluh lima tahun. Tidak bisa diragukan lagi, dia wanita paling cantik yang pernah dilihat oleh Judd. Tapi bukan kecantikannya yang menarik hati Judd. Ada suatu daya yang sulit diterangkan hakikatnya, yang menarik Judd dengan kuat sekali kepadanya. Entah mengapa, rasanya seakan-akan Judd sudah mengenal Anne selama hidupnya. Perasaan yang
disangkanya sudah lama mati tiba-tiba muncul kembali, dengan kekuatan yang membuatnya sangat heran.
Anne muncul di kantor Judd tiga minggu yang lalu, tanpa janji pertemuan sebelumnya. Carol menerangkan bahwa jadwal sudah penuh dan Dokter tidak mungkin menerima pasien lagi. Tapi Anne dengan tenang bertanya apakah dia bisa menunggu. Dia duduk di kantor luar selama dua jam. Akhirnya Carol kasihan kepadanya, dan mengantarkan Anne kepada Judd.
Demi melihat Anne, seketika Judd merasakan reaksi emosional yang sangat kuat. Begitu kuatnya perasaan itu, sehingga selama beberapa menit dia tidak bisa menangkap apa yang dikatakan Anne. Dia ingat waktu itu dia mempersilakan pasiennya duduk dan memperkenalkan namanya.
Namanya Anne Blake. Dia wanita yang sudah berumah tangga. Judd menanyakan apa kesulitanya. Anne kelihatan ragu-ragu dan mengatakan dia tidak begitu yakin. Bahkan dia tidak begitu yakin apakah dia punya kesulitan. Seorang dokter kawannya mengatakan bahwa Judd psikoanalis yang paling pintar. Tapi waktu Judd menanyakan siapa nama dokter itu, Anne kelihatan tersipu-sipu. Jangan-jangan Anne hanya menemukan namanya dalam buku petunjuk telepon, pikir Judd.
Judd mencoba menerangkan betapa penuh jadwalnya, sehingga tidak mungkin menerima pasien baru. Ditawarkannya setengah lusin nama
psikoanajis yang cukup beken. Tapi dengan tenang Anne memaksa ingin dirawat olehnya. Akhirnya Judd terpaksa menerima.
Di luar Anne kelihatan normal, kecuali sedikit rasa tertekan. Judd yakin bahwa problemnya relatif sederhana, mudah dipecahkan. Dia telah melanggar aturannya sendiri, yaitu menerima pasien tanpa rekomendasi dari dokter lainnya. Dia juga terpaksa menggunakan waktu makan siangnya supaya bisa memberikan perawatan kepada Anne.
Selama tiga minggu Anne datang dua kali seminggu. Dari pertemuan-pertemuan ini Judd tidak mengetahui lebih banyak daripada yang diketahuinya pada pertemuan mereka yang perta ma. Dia hanya tahu lebih banyak tentang dirinya sendiri. Bahwa dia jatuh cinta untuk pertama kalinya sejak Elizabeth meninggal.
Pada terapi mereka yang pertama, Judd bertanya kepada Anne apakah dia mencintai suaminya. Judd merasa benci kepada dirinya sendiri karena mengharapkan jawaban tidak dari Anne. Tapi Anne menjawab, "Ya. Dia laki-laki yang baik hati dan kuat sekali."
"Anda berpendapat dia merupakan pengganti tokoh ayah?" tanya Judd.
Anne memandangi Judd dengan matanya yang ungu. "Tidak. Saya tidak mencari tokoh ayah. Di masa kanak-kanak kehidupan rumah tangga keluarga saya sangat bahagia." "Di mana Anda dilahirkan?"
"Di Revere, kota kecil dekat Boston."
"Kedua orangtua Anda masih hidup?"
"Ayah masih hidup. Ibu meninggal karena serangan jantung ketika saya berumur dua belas tahun."
"Apakah hubungan antara ayah dan ibu Anda baik?"
"Ya. Mereka saling mencintai."
Ini kelihatan pada dirimu, pikir Judd. Selama ini dia banyak menyaksikan rasa sakit, penyimpangan kejiwaan, dan penderitaan. Melihat Anne di situ seperti merasakan udara segar di musim semi.
"Anda punya saudara?"
"Tidak. Saya anak tunggal. Anak yang rusak karena dimanja." Anne tersenyum kepadanya. Senyumnya ramah dan terbuka, tulus dan tanpa maksud apa-apa.
Anne bercerita kepadanya bahwa dia hidup di luar negeri bersama ayahnya, yang bekerja di Kementerian Luar Negeri. Setelah ayahnya menikah lagi dan pindah ke California, dia bekerja di kantor PBB sebagai penerjemah. Anne fasih berbicara Prancis, Italia, dan Spanyol.
Dia bertemu dengan calon suaminya di Kepulauan Bahama ketika sedang berlibur. Calon suaminya ini punya perusahaan konstruksi. Mula-mula Anne tidak tertarik kepadanya, tapi dia seorang yang berpendirian teguh dan pandai membujuk. Dua bulan setelah pertemuan mereka, Anne pun menikah dengan dia. Sekarang mereka
hidup berumah tangga sudah selama enam bulan. Mereka tinggal di New Jersey.
Hanya itu saja yang bisa diketahui Judd mengenai diri Anne dalam enam kali kunjungan. Dia masih belum tahu sedikit pun apa problem Anne. Dia punya hambatan emosi, yang menyebabkan dia tidak bisa membicarakannya. Judd teringat kembali kepada beberapa pertanyaan yang diajukan ke Anne pada terapi pertama.
"Apakah problem Anda menyangkut suami Anda, Nyonya Blake"
Tidak ada jawaban. Apakah hubungan Anda berdua serasi, secara fisik?" "Ya." Tersipu-sipu.
"Anda punya kecurigaan suami Anda memiliki hubungan dengan wanita lain?" "Tidak." Marah.
Judd kebingungan. Dicobanya memikirkan cara pendekatan terbaik untuk meruntuhkan tembok benteng pertahanannya. Dia memutuskan untuk memakai teknik tembakan beruntun: dia akan menyinggung setiap kategori pokok sampai menemukan apa yang dicarinya.
"Anda bertengkar karena soal keuangan"
"Tidak. Dia dermawan sekali."
"Problem dengan mertua atau saudara ipar?"
"Dia yatim-piatu. Dan ayah saya tinggal di California."
"Anda atau suami Anda pernah menjadi pecandu obat bius?"
"Tidak." "Anda punya kecurigaan suami Anda seorang homoseks?"
Anne tertawa kecil, hangat. "Tidak."
Judd terus mendesak, sebab itu memang harus dilakukannya. "Apakah Anda pernah melakukan hubungan seks dengan wanita?"
"Tidak." Kurang senang kepada pertanyaannya.
Judd menyinggung soal minuman keras, sikap dingin dalam hubungan seksual, kehamilan yang mungkin ditakutkannya?apa saja yang bisa dipikirkannya. Setiap kali Anne hanya memandangi Judd dengan matanya yang cerdik, dan menggelengkan kepala. Waktu Judd mencoba terus mendesaknya, Anne berkata, "Sabarlah dengan diri saya. Biarlah saya melakukan dengan cara saya sendiri."
Dengan orang lain, Judd mungkin sudah putus asa. Tapi dia tahu bahwa dia harus menolong Anne. Dan dia harus terus bertemu dengan wanita yang menarik hatinya ini.
Judd membiarkan Anne bicara tentang bahan percakapan yang dipilihnya sendiri. Anne sudah melancong ke selusin negara dengan ayahnya, dan bertemu dengan berbagai orang yang mempesona. Pikiran Anne cerdas dan mempunyai selera humor yang tak terduga-duga.
Ternyata mereka punya selera yang sama dalam hal bacaan, musik, dan drama. Sikap Anne ramah dan hangat,tp judd tidak bisa menemukan
tanda-tanda yang paling kecil sekalipun bahwa Anne juga tertarik kepadanya.
Sungguh ironis. Selama bertahun-tahun bawah sadarnya mengatakan bahwa dia ingin mencari wanita yang seperti Anne. Sekarang tiba-tiba wanita yang didambakannya tiba-tiba muncul. Tapi dia harus membantu memecahkan kesulitannya, dan mengirimkan wanita ini kembali kepada suaminya.
Kini ketika Anne masuk ke ruang prakteknya, Judd memindahkan kursinya ke dekat sofa dan menunggu sampai Anne berbaring.
"Hari ini tidak," kata Anne perlahan. "Saya hanya datane untuk melihat kalau-kalau saya bisa menolong."
Judd melihat kepadanya, sesaat tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Selama dua hari"ini emosinya sangat tegang, sehingga simpati Anne yang tak terduga-duga membuatnya terperanjat. Sambil memandang Anne Judd merasakan dorongan impuls ingin menceritakan segala-galanya yang menimpa dirinya.
Ya, Judd ingin sekali menceritakan rasa takut yang mencekamnya, tentang McGreavy dengan kecurigaannya yang sinting. Tapi Judd sadar tidak bisa berbuat begitu. Dia dokter, dan Anne pasiennya. Masih ada yang lebih buruk daripada itu. Dia jatuh cinta kepada Anne, padahal Anne istri orang yang bahkan tidak dikenalnya.
Anne berdiri memandanginya. Judd mengangguk, tidak berani mengatakan apa pun.
"Saya sangat suka kepada Carol," kata Anne. "Mengapa orang sampai hati membunuhnya?"
Apakah polisi tidak bisa menduga} pikir Judd dengan perasaan getir. Kalau saja Anne tahu!
Anne memandang curiga kepadanya.
"Polisi punya beberapa teori," kata Judd.
"Saya bisa memahami bagaimana perasaan Anda. Saya hanya datang untuk mengatakan bahwa saya pun ikut merasa sedih. Bahkan saya tidak tahu pasti apakah Anda ada di kantor hari ini.
"Tadinya saya memang tidak berniat membuka kantor," kata Judd. "Tapi?yah, di sinilah saya sekarang. Karena kita berdua sudah di sini, mengapa kita tidak bercakap-cakap sedikit tentang diri Anda?"
Anne ragu-ragu. "Saya tidak yakin apakah masih ada yang bisa dibicarakan."
Judd merasakan hatinya terlonjak. Ya, Tuhan, tolong jangan biarkan dia mengatakan saya tidak akan melihatnya lagi.
"Saya akan pergi ke Eropa dengan suami saya minggu depan."
"Hebat sekali," kata Judd.
"Saya kuatir saya hanya membuang-buang waktu Anda, Dokter Stevens. Saya minta maaf."
"Aduh, jangan minta maaf," kata Judd.
Dia merasakan suaranya menjadi serak. Anne akan meninggalkannya. Tapi tentu saja Anne tidak mengetahui bagaimana perasaannya. Dia memang kekanak-kanakan. Pikirannya sadar akan
hal ini, namun hatinya merasa sakit karena Anne akan pergi. Untuk selama-lamanya.
Anne membuka dompet dan mengeluarkan uang. Dia sudah biasa membayar dengan uang tunai pada setiap kunjungannya. Sedangkan pasien lainnya semua membayar dengan cek.
"Tidak usah," kata Judd cepat-cepat. "Anda datang ke sini sebagai sahabat. Saya?merasa berterima kasih."
Judd melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukannya terhadap pasien lain. "Saya ingin Anda datang ke sini sekali lagi," katanya.
Anne memandanginya dengan tenang. "Mengapa?"
Sebab aku tidak tahan berpisah denganmu begitu cepat, pikir Judd. Sebab aku tidak akan bertemu lagi dengan wanita yang seperti kau. Sebab aku ingin sekali seandainya kita bertemu dari dulu. Sebab aku cinta padamu.
Judd berkata keras-keras, "Saya rasa kita bisa?membuat satu kesimpulan. Bicaralah sedikit $0: lagi untuk meyakinkan bahwa Anda benar-benar sudah bisa mengatasi kesulitan Anda."
Anne tersenyum nakal. "Maksud Anda saya harus datang untuk ujian akhir?"
"Kurang lebih begitu," kata Judd. "Anda mau datang?"
"Kalau Anda menghendaki tentu saja saya mau datang." Anne berdiri. "Saya belum pernah memberi Anda kesempatan untuk memahami saya lebih dalam. Tapi saya tahu Anda dokter
yang hebat. Kalau suatu hari kelak saya memerlukan pertolongan, saya tentu akan datang kepada Anda."
Anne mengulurkan tangannya, dan Judd menyambutnya. Jabatan tangannya erat dan hangat. Sekali lagi Judd merasakan arus getaran yang mengalir di antara mereka, tapi sangat heran karena Anne rupanya tidak merasakan apa-apa.
"Saya akan menemui Anda hari Jumat," kata Judd.
Judd memperhatikan Anne berjalan ke pintu samping menuju ke gang, kemudian terperenyak ke kursi. Belum pernah dia merasa kesepian yang begitu dalam selama hidupnya. Tapi dia tidak bisa duduk berpangku tangan di situ. Peristiwa yang baru saja terjadi harus ditemukan jawabannya. Kalau McGreavy tidak bisa menemukannya, dia sendiri yang harus menemukan, sebelum McGreavy menghancurkan dirinya.
Ditinjau dari sisi negatifnya, McGreavy menaruh kecurigaan bahwa dia melakukan dua pembunuhan. Padahal dia tidak bisa membuktikan bahwa dia tidak melakukannya. Setiap saat dia bisa ditangkap. Kalau ini sampai terjadi, berarti kehidupan profesinya akan hancur.
Kini dia juga jatuh cinta kepada wanita yang mempunyai suami, yang hanya akan ditemuinya lagi satu kali".
Judd memaksa dirinya meninjau persoalan dari sisi positifnya. Tapi dia tidak bisa menemukan suatu apa pun.
Sisa hari itu berjalan seakan dia berada di bawah air. Satu dua pasien menyinggung-nyinggung tentang pembunuhan Carol. Tapi pasien yang keadaannya lebih gawat hanya bisa memikirkan kesulitannya sendiri.
Judd mencoba memusatkan perhatian, tapi pikirannya terus melayang ke mana-mana. Dia terus-menerus berusaha menemukan jawaban terhadap peristiwa yang baru saja terjadi. Dia bermaksud memutar beberapa rekaman nanti, kalau-kalau dia bisa menemukan sesuatu yang selama ini lolos dari perhatiannya.
Pada pukul tujuh pasien yang terakhir sudah keluar, Judd berjalan ke lemari minuman dan menuangkan segelas scotch. Rasa minuman keras yang tanpa campuran ini seperti menghantamnya, dan tiba-tiba dia teringat bahwa sejak pagi belum makan.
Teringat akan makanan membuat Judd merasa sakit. Dia duduk terperenyak ke kursi, memikirkan kembali kedua peristiwa pembunuhan. Menurut riwayat kasus para pasien yang ada padanya, tak seorang pun pasien yang mungkin bisa
membunuh. Mungkin seorang pemeras berusaha mencuri pita rekaman.
Tapi biasanya pemeras memiliki sifat pengecut. Mereka hanya memanfaatkan kelemahan orang lain. Seandainya Carol memergoki seorang pencuri yang mendobrak masuk dan pencuri ini membunuhnya, pembunuhan pasti dilakukan dengan cepat?dengan satu pukulan. Tidak mungkin pencuri ini menyiksanya dulu. Pasti ada penjelasan lain yang lebih masuk akal.
Judd duduk di kantornya lama sekali, perlahan-lahan otaknya memikirkan peristiwa yang terjadi dalam dua hari ini. Akhirnya dia menghela napas dan menghentikan lamunannya. Dia melihat ke jam dinding dan terkejut karena malam ternyata sudah tiba.
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lewat saat Judd meninggalkan kantornya. Waktu dia keluar dari lobi ke jalan, angin yang sedingin es menghantamnya. Salju sudah mulai turun lagi.
Di langit salju yang seperu cabikan kapas berputar-putar, mengaburkan segala-galanya. Kota kelihatan seperti lukisan di atas kanvas yang catnya belum kering dan berleleran. Gedung pencakar langit dan jalan-jalan tampak seakan meleleh menjadi cairan kelabu dan putih. Sebuah papan yang besar dan berwarna merah putih di sebuah toko di seberang Lexington Avenue mengingatkan:
KESEMPATAN BERBELANJA TINGGAL 6 HARI SEBELUM NATAL
Natal. Judd cepat-cepat mengalihkan pikirannya dari Hari Natal dan mulai berjalan.
Jalanan sudah lengang. Di kejauhan hanya kelihatan seorang pejalan kaki, bergegas-gegas pulang untuk menemui istri atau kekasihnya. Judd mulai memikirkan apa gerangan yang sedang dilakukan Anne. Mungkin dia di rumahnya, sedang membicarakan peristiwa siang tadi dengan suami tercinta. Atau mungkin mereka sudah di tempat tidur, dan". Sudah, berhenti katanya kepada dirinya sendiri.
Di jalan yang berangin tidak ada satu pun mobil yang lewat. Maka sebelum sampai ke tikungan Judd mulai menyeberang seenaknya, menuju ke garasi tempat dia memarkir mobilnya di siang hari.
Waktu dia sampai di tengah jalan, dia mendengar suara di belakangnya. Serta-merta dia menoleh. Sebuah mobil sedan besar berwarna hitam tanpa lampu meluncur ke arahnya, rodanya slip di atas lapisan salju. Mobil sudah dekat sekali, tidak ada tiga meter jauhnya.
Pemabuk tolol, pikir Judd. Mobilnya slip dan dia bisa mencelakakan dirinya sendiri. Judd melompat ke trotoar untuk menyelamatkan diri. Hidung mobil meluncur ke arahnya, dan mobil digas. Judd sudah terlambat menyadari bahwa mobil dengan sengaja mencoba menabraknya.
Yang terakhir diingatnya ialah sesuatu yang keras menghantam dadanya, dan terdengar suara keras seperti halilintar. Jalan yang gelap tiba-tiba
terang-benderang oleh kembang api yang terasa meledak dalam kepalanya. Seketika dalam saat yang singkat itu, tiba-tiba Judd mengetahui jawaban segala-galanya.
Kini dia tahu mengapa John Hanson dan Carol Roberts dibunuh. Judd merasakan kepuasan yang luar biasa. Dia harus menceritakannya kepada McGreavy. Kemudian cahaya ini segera padam, yang masih ada tinggal kesunyian dan kegelapan yang basah.
Dari luar, markas polisi Seksi Sembilan Belas kelihatan seperti gedung sekolah bertingkat empat yang kuno dan sudah dimakan cuaca. Dindingnya terbuat dari bata merah. Bagian depannya dilapis semen, dan bagian di bawah atapnya putih karena kotoran burung dara beberapa generasi.
Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 17 Pasir Maut Von Bilma Nach Murzuk Karya Karl May Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong 3
^