Pencarian

Mr Fox Yang Fantastis 1

Mr Fox Yang Fantastis fantastic Mr Fox Karya Roald Dahl Bagian 1


Tiga Peternak Jauh di dalam lembah ada tiga peternakan. Para pemilik peternakan-peternakan itu sukses besar. Mereka semua kaya. Mereka juga menyebalkan. Ketiganya adalah orang-orang paling menyebalkan dan jahat yang ada di muka bumi. Nama mereka adalah Boggis, Bunce, dan Bean.
Boggis adalah peternak ayam. Dia memelihara ribuan ayam. Tubuhnya gemuk sekali. Ini karena setiap hari dia makan tiga ekor ayam rebus dan kur-kue untuk sarapan, makan siang, dan makan malam.
Bunce adalah peternak bebek dan angsa. Dia memelihara ribuan bebek dan angsa. Tubuhnya pendek, dengan perut gendut. Dia begitu pendek sehingga dagunya pasti terendam di bagian dangkal kolam renang mana pun di dunia. Makanan sehari-harinya adalah donat dan hati angsa. Bunce melumatkan hati angsa itu sehingga menjadi bubur yang menjijikkan, lalu dia menjejalkan bubur itu ke dalam donat. Makanan seperti itu membuatnya sakit perut dan marah-marah terus.
Bean adalah peternak kalkun dan petani apel. Dia memelihara ribuan kalkun di kebun yang penuh pohon apel. Dia tidak pernah makan. Bean mengisi perutnya cuma dengan minum bergalon-galon sari buah yang dibuatnya dari apel-apel di kebunnya. Tubuhnya sekurus pensil dan otaknya yang paling pintar di antara mereka bertiga.
Boggis dan Bunce dan Bean
Yang satu gemuk, yang satu pendek,
yang satu kurus kayak lilin.
Mereka semua menyeramkan Penampilan mereka sangat berbeda
Tapi jahatnya sama saja Itulah yang dinyanyikan anak-anak di desa kalau melihat mereka
NextMr. Fox Di bukit di atas lembah tadi ada sepetak hutan.
Di dalam hutan itu ada sebatang pohon besar.
Di bawah pohon itu ada lubang.
Di dalam lubang itu tinggal Mr. Fox dan Mrs. Fox dan keempat anak mereka, empat Fox Kecil.
Setiap malam, begitu langit gelap, Mr. Fox berkata pada Mrs. Fox, "Sayangku, mau makan apa malam ini" Ayam gemuk dari Boggis" Bebek atau angsa dari Bunce" Atau kalkun lezat dari Bean?" Dan setelah Mrs. Fox mengatakan apa yang diinginkannya, Mr. Fox lantas mengendap-endap masuk ke lembah dalam kegelapan malam dan beraksi.
Boggis, Bunce, dan Bean tahu sekali apa yang dilakukan Mr. Fox, dan mereka marah besar karenanya. Mereka bukan orang-orang yang suka memberi. Dan mereka lebih tidak suka lagi jika barang-barang milik mereka dicuri. Jadi setiap malam mereka membawa senapan dan bersembunyi di tempat gelap di peternakan masing-masing, berharap bisa menangkap si pencuri.
Tapi Mr. Fox lebih pintar dari mereka. Dia selalu mendekati peternakan dengan angin bertiup di wajahnya, dan ini berarti jika ada orang meringkuk dalam bayang-bayang di depannya, angin akan membawa bau orang itu ke hidung Mr. Fox. Bahkan biarpun orang itu bersembunyi jauh dari Mr. Fox. Jadi, kalu Mr. Boggis bersembunyi di belakang Kandang Ayam Nomor Satu, Mr. Fox bisa membauinya dari jarah lima puluh meter dan cepat-cepat mengubah tujuannya belok ke kandang Ayam Nomor Empat di bagian lain peternakan.
"Tembak saja binatang sialan itu!" teriak Boggis.
"Aku ingin merobek perutnya!" kata Bunce.
"Dia harus dibunuh!" seru Bean.
"Tapi bagaimana caranya?" tanya Boggis. " Bagaimana kita bisa menangkap maling berengsek itu?"
Bean mengorek-ngorek hidungnya dengan jarinya yang panjang. "Aku punya rencana," katanya.
"Rencanamu tidak pernah ada yang bagus," ejek Bunce.
"Tutup mulutmu dan dengar dulu," tukas Bean. "Besok malam kita semua bersembunyi persis di luar lubang tempat rubah itu tinggal. Kita tunggu di sana sampai dia keluar. Lalu... Dor! Dor-dor-dor."
"Pintar sekali," Bunce berkomentar. "Tapi pertama-tama kita harus menemukan dulu lubangnya."
"Bunce temanku, aku sudah menemukannya," kata Bean licik. "Lubangnya di dalam hutan di bukit. Letaknya di bawah pohon besar..."
NextPenembakan "Sayangku," kata Mr. Fox. "Makan apa kita malam ini?"
"Kurasa kita akan makan bebek malam ini," jawab Mrs. Fox.
"Tolong bawakan dua bebek yang gemuk ya" Satu untuk kau dan aku, dan satu lagi untuk anak-anak."
"Kalau begitu kita akan makan bebek!" kata Mr. Fox. "Bebek Bunce yang paling enak!"
"Hati-hati ya?" kata Mrs. Fox.
"Sayang," ujar Mr. Fox, "aku bisa mencium bau orang-orang tolol itu dari jarak satu kilometer. Aku bahkan bisa membedakan bau mereka. Boggis memancarkan bau memuakkan kulit ayam yang sudah busuk. Bunce menyebarkan bau hati angsa, sedangkan Bean, aroma sari buah apel menyelubunginya seperti gas beracun."
"Baiklah, tapi kau tetap tidak boleh ceroboh," kata Mrs. Fox. "Kau tahu mereka akan menunggumu, ketiga-tiganya."
Tapi Mr. Fox tidak akan sesombong itu kalau dia tahu di mana persisnya ketiga peternak itu menunggunya saat ini. Mereka berada tepat di luar jalan masuk lubang, masing-masing merunduk di balik pohon dengan membawa senjata penuh peluru. Lebih dari itu, mereka talah memilih posisi mereka dengan sangat cermat. Mereka tidak mau angin bertiup dari arah mereka ke lubang si rubah. Di posisi mereka saat ini, angin berembus ke arah yang berlawanan. Tidak ada peluang bau mereka tercium.
Mr. Fox mengendap-endap di sepanjang terowongan gelap menuju mulut lubang sarangnya. Dia menjulurkan wajahnya yang tampan dan panjang ke udara malam dan mengendus sekali.
Dia maju satu atau dua inci dan berhenti.
Dia mengendus lagi. Mr. Fox selalu ekstra hati-hati ketika keluar dari lubangnya.
Dia maju sedikit lagi. Bagian depan tubuhnya sudah berada di tempat terbuka sekarang.
Hidungnya bergerak-gerak ke kiri dan ke kanan, mengendus dan membaui bahaya. Tidak tercium bau apa-apa. Mr. Fox sudah bergerak untuk berlari masuk hutan waktu dia mendengar atau merasa mendengar suatu bunyi pelan, bunyi mendesir samar, seakan ada orang yang berjalan perlahan sekali di atas hamparan daun kering.
Mr. Fox merapatkan tubuhnya ke tanah dan diam tak bergerak sedikit pun, telinganya tegak. Lama dia menunggu, tapi tidak terdengar apa-apa lagi.
"Pasti cuma tikus hutan," katanya pada diri sendiri, "atau binatang kecil lain."
Dia mengendap-endap meninggalkan lubang lebih jauh lagi... lalu lebih jauh lagi. Tubuhnya sudah hampir seluruhnya berada di udara terbuka sekarang. Mr. Fox memandang berkeliling dengan hati-hati untuk terakhir kalinya. Hutan temaram dan sangat senyap. Di langit bulan bersinar.
Tepat pada saat itu, matanya yang tajam dan bisa menyala dalam gelap melihat sesuatu berkilat di balik sebatang pohon tak jauh dari tempatnya berada. Kilatan itu adalah cahaya bulan yang memantul di sebuah permukaan yang licin. Mr. Fox berbaring diam mengawasi kilatan tersebut. Apa ya itu" Sekarang kilatan itu bergerak. Makin lama makin tinggi... Ya Tuhan! Itu laras senjata! Secepat kilat Mr. Fox melompat masuk kembali ke lubangya dan persis pada detik yang sama hutan seakan meledak di sekelilingnya, Dor-dor! Dor-dor! Dor-dor!
Asap ketiga senjata itu melayang naik dalam udara malam. Boggis, Bunce, dan Bean keluar dari balik pohon dan berjalan menuju lubang si rubah.
"Kita berhasil menghajarnya?" tanya Bean.
Salah seorang dari mereka menyorotkan cahaya senter, setengah di dalam dan setengah di luar lubang, tergeletak sesuatu yang babak belur dan berlumuran darah. Tapi itu cuma... ekor rubah. Bean memungutnya. " Kita mendapat ekornya tapi rubahnya kabur," katanya, lalu melemparkan benda itu.
"Sialan!" Boggis mengomel. "Kita telat menembaknya Seharusnya kita habisi dia waktu dia menjulurkan kepalanya ke luar."
"Bakal lama baru dia akan berani menjulurkan kepalanya lagi," komentar Bunce.
Bean mengeluarkan botol dari sakunya dan meneguk sari buah apel. Lalu dia berkata, "Setidaknya butuh waktu tiga hari sebelum dia cukup kelaparan sehingga keluar lagi. Aku tidak meau menunggu. Ayo kita gali dia."
"Ah," kata Boggis. "Baru sekarang omonganmu bermutu. Kita bisa menggalinya dalam beberapa jam. Kita tahu dia ada di sana."
"Aku menduga ada sekeluarga rubah di dalam lubang itu," kata Bunce.
"Kalau begitu kita ganyang semuanya," sembur Bean. "Ayo ambil sekop!"
NextSekop-Sekop yang Mengerikan
Jauh di dalam lubang, Mrs. Fox denga lembut sedang menjilati potongan ekor Mr. Fox untuk menghentikan pendarahan. "Ekormu adalah ekor terindah di daerah ini," katanya sambil menjilat-jilat.
"Sakit," kata Mr. Fox.
"Aku tahu, sayang. Tapi tidak lama lagi akan sembuh kok."
"Dan segera akan tumbuh lagi, Dad," celetuk salah satu Fox Kecil.
"Ekorku tidak bakal tumbuh lagi," kata Mr. Fox. "Seumur hidup aku takkan punya ekor." Dia tampak sangat muram.
Malam itu tidak ada makanan untuh rubah-rubah tersebut, dan tidak lama kemudian anak-anak tertidur. Setelah itu Mrs. Fox tidur juga. Namun Mr. Fox tidak bisa tidur karena rasa sakit di potongan ekornya. "Yah," pikirnya, "kurasa masih untuh aku masih hidup. Dan karena sekarang mereka telah menemukan lubang kami, kami harus pindah secepat mungkin. Hidup kami tidak bakal tenang kalau kami... Apa itu?" Dia cepat-cepat memalingkan kepala dan mendengarkan dengan cermat. Suara yang didengarnya sekarang adalah suara yang paling mengerikan menurut rubah"suara sekop menggali tanah.
"Bangun!" teriaknya. " Mereka menggali sarang kita!"
Mata Mrs. Fox langsung terbuka lebar. Dia duduk, tubuhnya gemetar. "Kau yakin itu suara sekop?" bisiknya.
"Yakin sekali! Dengar!"
"mereka akan membunuh anak-anakku!" tangis Mrs. Fox.
"Tidak!" bentak Mr. Fox.
"Tapi, Sayang, itu pasti terjadi!" Mrs. Fox tersedu-sedu. "kau tahu itu!"
srrt, srrt, srrt. Begitulah bunyi sekop di atas kepala mereka. Batu-batu kecil dan sepihan-serpihan tanah mulai berjatuhan dari atap sarang.
"Bagaimana mereka akan membunuh kita, Mummy?" tanya salah satu Fox Kecil. Matanya yang hitam dan bulat membelalak karena takut. " Apakah akan ada anjing-anjing?" dia bertanya.
Mrs. Fox mulai menangis. Dikumpulkannya keempat anaknya di dekatnya dan dipeluknya mereka erat-erat.
Tiba-tiba terdengar bunyi berderak sangat keras di atas kepala mereka dan tampak ujung tajam sebuah sekop menembus langit-langit. Melihat benda mengerikan itu, Mr. Fox seolah kesetrum arus listrik. Dia melompat dan berteriak, "Aku tahu! Ayo! Jangan buang-buang waktu! Kenapa baru sekarang terpikir olehku!"
"Ada apa, Dad?"
"Rubah bisa menggali lebih cepat dibandingkan manusia!" seru Mr. Fox, sambil mulai menggali. "Tidak ada makhluk di dunia ini yang bisa menggali secepat rubah!"
Tanah mulai beterbangan ke segala arah di belakang Mr. Fox saat dia mulai meggali sekuat tenaga dengan kedua kaki depannya. Mrs. Fox berlari ke dekatnya untuk menolongnya. Begitu juga keempat anak mereka.
"Gali ke arah bawah!" perintah Mr. Fox. "Kita harus menggali makin dalam! Sedalam mungkin!"
terowongan sarang mereka mulai makin panjang dan terus makin panjang. Terowongan itu menukik tajam ke bawah. Makin lama makin dalam di bawah permukaan tanah. Ibu, ayah, dan keempat anak rubah itu menggali bersama. Kaki-kaki depan mereka bergerak demikian cepat sehingga tidak kelihatan. Dan sedikit demi sedikit suara sekop terdengar makin samar.
Setelah sekitar satu jamm Mr. Fox berhenti menggali. "Tahan!" dia berseru. Mereka semua berhenti. Mereka berbalik dan mendang terowongan panjang yang baru saja mereka buat. Tidak ada yang bersuara. "Fiuh!" kata Mr. Fox. "Kurasa kita berhasil! Mereka tidak akan pernah bisa menggali sedalam ini. Bagus!"
Mereka semua duduk, napas mereka terengah-engah. Dan Mrs. Fox berkata pada anak-anaknya, "Aku ingin kalian tahu bahwa kalau tidak ada ayah kalian, kita semua sudah mati sekarang. Ayah kalian rubah yang fantastis."
Mr. Fox menatap istrinya dan Mrs. Fox tersenyum. Mr. Fox makin mencintai istrinya saat istrinya berbicara seperti itu.
NextTraktor-Traktor yang Menakutkan
Ketika matahari terbit keesokan paginya, Boggis, Bunce, dan Bean masih terus menggali. Mereka telah menggali lubang yang begitu dalam sehingga rumah pun bisa muat di situ. Tapi mereka belum juga sampai di ujung terowongan sarang rubah. Mereka semua sangat lelah dan marah.
"Berengsek!" Boggis memaki. "Ide goblok siapa ini tadi?"
"Ide Bean," sahut Bunce.
Boggis dan Bunce memelototi Bean. Bean meneguk sari buah apelnya lagi, lalu memasukkanya kembali ke kantong tanpa menawarkannya pada yang lain-lain. "Dengar," katanya kesal, "aku menginginkan rubah itu! Aku tidak mau menyerah sebelum berhasil meringkusnya. Akan kujadikan dia karpet teras depan rumahku!"
"Kita tidak bakal bisa menangkapnya dengan menggali begini, itu sudah jelas," komentar di gemuk Boggis. "Aku sudah capek menggali."
Bunce si cebol berperut buncit, memandang Bean dan berkata, "Kau punya ide goblok lain?"
"Apa?" kata Bean. "Aku tidak bisa mendengar suaramu." Bean tidak pernah mandi. Mencuci muka saja tidak pernah. Akibatnya, lubang telinganya tersumbat bermacam-macam benda, antara lain kotoran kuping, potongan permen karet, bangkai lalat, dan kotoran-kotoran lain semacam itu. Karenanya dia jadi tuli. "Bicara lebih keras,"perintahnya pada Bunce, dan Bunce balas berteriak, "Punya ide goblok lain!"
Bean menggaruk-garuk tengkuk dengan satu jarinya yang kotor. Di tengkuknya tumbuh bisul dan rasanya gatal. " Yang kita perlukan untuk membereskan pekerjaan ini," katanya, "adalah mesin... sekop mekanis. Kita akan bisa menyeretnya keluar dalam waktu lima menit jika memakai sekop mekanis."
Itu ide yang sangat bagus dan kedua temannya harus mengakuinya.
"Baiklah kalau begitu," kata Bean, memegang kendali situasi. "Boggis, kau tinggal di sini dan awasi rubah itu, jangan sampai dia lolos. Bunce dan aku akan pergi mengambil mesin-mesin kita. Kalau si rubah berusaha kabur, tembak saja."
Bean yang bertubuh tinggi kerempeng berjalan pergi, Si kerdil Bunce terpaksa berlari-lari kecil mengejarnya. Si gendut Boggis tetap tinggal di tempatnya semula, senjatanya terarah ke lubang rubah.
Tak lama kemudian, dua traktor raksasa dengan sekop mekanis di bagian depannya menderu-deru masuk hitan. Bean mengemudikan traktor yang satu. Yang satu lagi dikemudikan Bunce. Mesin-mesin itu berwarna hitam. Mereka tampak seperti monster-monster brutal dan ganas.
"Ayo kta serbu!" teriak Bean.
"Hajar di rubah sampai mampus!" teriak Bunce.
Mesin-mesin itu beraksi, mengeruk setumpuk tanah dari bukit. Pohon besar yang tadinya menaungi sarang Mr. Fox sekarang tumbang seperti batang korek api. Di segala penjuru, batu-batu beterbangan dan pohon-pohon bertumbangan. Suaranya memekakkan telinga.
Jauh di ujung terowongan, rubah-rubah meringkuk, mendengarkan suara berdebum dan berdebam keras di atas kepala mereka. "Apa yang terjadi, Dad?" teriak rubah-tubah kecil. "Apa yang mereka lakukan?"
Mr. Fox tidak tahu apa yang sedang terjadi atau apa yang dilakukan orang-orang di atas sana.
"Gempa bumi!" jerit Mrs. Fox.
"Lihat!" seru salah satu Fox Kecil. "Terowongan kita makin pendek! Aku bisa melihat cahaya matahari!"
Mereka semua berbalik, dan ya, mulut terowongan sekarang tinggal beberapa meter dari tempat mereka berada. Dalam lingkaran cahaya matahari di kejauhan mereka dapat melihat dua traktor raksasa berwarna hitam hampir melindas mereka.
"Traktor!" teriak Mr. Fox. "Dan sekop mekanis! Selamatkan nyawa kalian. Ayo gali! Gali, gali, gali!"
NextPerlombaan Sekarang dimulailah perlombaan mati-matian, mesin melawan rubah. Di awal perlombaan, bukit tempat Mr. Fox bersarang kelihatan seperti ini:
Setelah sekitar satu jam, sementara mesin-mesin meraupi tanah dari puncak bukit, bukit itu tampak seperti ini:
Kadang-kadang rubah-rubah itu berhasil mendahului sedikit dan suara menderu-deru itu terdengar agak samar. Mr. Fox lantas berkata, "Kita akan menang! Aku yakin!" tapi beberapa saat kemudian, mesin-mesin itu kembali mendekati mereka dan suara sekop-sekop menggaruk tanah terdengar makin lama makin keras. Bahkan pernah rubah-rubah itu sampai bisa melihat ujung tajam salah satu sekop ketika benda itu menyendok tanah yang ada persis di belakang mereka.
"Terus gali, sayangku!" Mr. Fox berseru dengan napas terengah-engah. "Jangan menyerah!"
"Hajar terus!" teriak si gemuk Boggis pada Bunce dan Bean. "Sebentar lagi kita akan bisa menangkapnya."
"Kau sudah melihat rubah sialan itu?" Bean balas berseru.
"Belum," Boggis berteriak. "Tapi kurasa kalian sudah dekat!"
"Akan kuraup dia dengan sekopku!" teriak Bunce. "Akan kucincang dia sampai lumat!"
namun sampai saat makan siang mesin-mesin itu masih terus beraksi. Dan begitu juga rubah-rubah yang malang itu. Bukit itu sekarang tampak seperti ini:
Para peternak itu tidak mau berhenti bekerja untuk makan siang. Mereka sangat bersemangat untuk menuntaskan pekerjaan mereka.
"Halo, Mr. Fox!" seru Bunce, sambil mencondongkan badan keluar dari traktornya. "Kami akan menangkapmu sekarang!"
"Ayam yang kau makan kemarin adalah makanan terakhirmu!" Boggis berteriak. "Kau takkan bisa merampok peternakanku lagi."
Ketiga orang itu sekarang seperti sudah gila. Si tinggi kerempeng Bean dan si cebol buncit Bunce mengemudikan traktor-traktor mereka seperti orang ngamuk, memacu mesinnya dan membuat sekopnya menggali dengan kecepatan luar biasa. Si gemuk Boggis melompat-lompat di dekat mereka seperti kutu loncat dan berteriak-teriak, "Lebih cepat! Lebih cepat!"
Pada pukul lima sore, inilah yang terjadi pada bukit itu:
Lubang yang digali mesin-mesin itu sekarang kelihatan seperti kawah gunung berapi. Pemandangan tersebut sangat menakjubkan sehingga orang-orang bergegas berdatangan dari desa-desa di sekitar untuk menontonnya. Mereka berdiri di pinggir kawah itu dan memandangi Boggis, Bunce, dan Bean.
"Hei, Boggis! Ada apa?"
"Kami sedang berburu rubah!"
"Kau pasti sudah sinting!"
Orang-orang berteriak-teriak dan tertawa. Namun ketiga peternak itu malah makin marah dan ngotot. Mereka bertekad tidak akan menyerah sampai berhasil mengangkap si rubah.
Next"Kita Tidak Akan Membiarkannya Lolos"
Pada pukul enam sore, Bean mematikan mesin traktornya dan turun dari kursi pengemudi. Bunce juga melakukan hal yang sama. Kedua orang itu sudah muak. Mereka capek dan pegal gara-gara mengemudikan traktor sepanjang hari. Mereka juga lapar. Mereka berjalan pelan menuju lubang sarang si rubah di dasar kawah yang sangat besar itu. Wajah Bean ungu saking marahnya. Bunce memaki-maki si rubah dengan kata-kata yang tidak pantas ditulis di sini. Boggis datang tersaruk-saruk. "Terkutuklah rubah sialan yang bau itu!" katanya. "Apa yang akan kita lakukan sekarang?"
"Kuberitahu kau apa yang tidak akan kita lakukan," sambar Bean. "Kita tidak akan membiarkannya lolos!"
"Kita tidak akan membiarkannya lolos!" timpal Bunce.
"Sampai kapan pun!" teriak Boggis.
"Kaudengar itu, Mr. Fox!" seru Bean. Dia merunduk rendah dan berteriak ke dalam lubang. "urusan kita belum selesai Mr. Fox! Kami tidak akan pulang sebelum berhasil mencekikmu sampai mati!" setelah itu, ketiga pria tersebut bersalaman dan bersumpah tidak akan kembali ke peternakan mereka sebelum si rubah tertangkap.
"Apa tindakan kita selanjutnya?" Bunce, si kerdil berperut buncit, bertanya.
"Kami akan memasukkan kau ke dalam lubang untuk menangkapnya," jawab Bean. "Kau harus masuk ke sana, cebol jelek!"
"Tidak mau!" jerit Bunce, sambil berlari pergi.
Bean tersenyum sinis. Kalau dia tersenyum, kau bisa melihat gusinya yang berwarna merah menyala. Giginya sudah banyak yang ompong. "kalau begitu tinggal satu hal yang bisa kita lakukan," katanya. "Kita buat dia kelaparan. Kita berkemah di sini siang dan malam, mengawasi lubang itu. Akhirnya dia pasti akan muncul. Dia harus munxul."
Jadi Boggis, Bunce, dan Bean mengirim pesan ke peternakan mereka, minta dikirimi tenda, kantong tidur, dan makan malam.
NextRubah-Rubah Mulai Kelaparan
Malam itu di dalam kawah didirikan tiga tenda"satu untuk Boggis, satu untuk Bunce, dan satu untuk Bean. Tenda-tenda itu mengelilingi lubang sarang Mr. Fox. Ketiga peternak itu duduk di luar tenda mereka, menikmati makan malam. Boggis punya tiga ayam rebus, Bunce memiliki enam donat isi bubur hati angsa yang menjijikkan, dan Bean membawa dua galon sari buah. Ketiganya menyiapkan senjata di samping mereka.
Boggis mengambil seekor ayam rebus yang masih mengepul-ngepul dan mendekatkannya ke lubang si rubah. "Bisa kaucium ini Mr. Fox?" dia berteriak. "Ayam empuk yang lezat! Bagaimana kalau kau naik kemari dan mengambilnya?"
Aroma menggiurkan ayam rebus itu melayang di terowongan sampai ke tempat rubah-rubah meringkuk.
"Oh, Dad, " Kata salah satu Fox Kecil, "tidak bisakah kita menyelinap keluar dan menyambarnya dari tangan orang itu?"
"Awas kalau berani!" bentak Mrs. Foc. "Mereka memang ingin kau melakukan itu."
"Tapi kami lapar sekali!" mereka berteriak. "Berapa lama lagi baru kami bisa makan?"
Ibu mereka tidak menjawab. Begitu juga ayah mereka. Memang tidak ada jawaban yang bisa diberikan.
Ketika kegelapan mulai menyelimuti, Bunce dan Bean menyalakan lampu kedua traktor yang terang benderang dan menyorotkannya ke lubang rubah. "Nah, " kata Bean, "kita bergantian mengawasi. Satu orang menjaga sementra dua orang tidur, dan begitu seterusnya sampai pagi.
Boggis berkata, " bagaimana kalau rubah itu menggali lubang sampai menembus bukit dan muncul di sisi lain" Kau belum memikirkan kemungkinan itu, kan?"
"Tentu saja sudah," tukas Bean, padahal sebetulnya belum.
"Kalau begitu, coba jawab pertanyaan tadi," pancing Boggis.
Bean mengorek telinganya dan memperoleh sesuatu yang berukuran kecil dan berwarna hitam. Dia lalu menjentikkannya. "Berapa jumlah orang yang bekerja di peternakanmu?" tanyanya.
"Tiga puluh lima," jawab Boggis.
"Di peternakanku tiga puluh enam," Bunce menimpali.
"Dan di peternakanku tiga puluh tujuh," ujar Bean. "Berarti jumlah semuanya seratus delapan orang. Kita harus memerintahkan mereka mengepung bukit ini. Masing-masing orang harus membawa senjata dan senter. Dengan begitu, Mr. Fox tidak bakal lolos."
Jadi perintah itu diteruskan ke ketiga peternakan, dan malam itu seratus delapan orang membentuk lingkaran padat di sekeliling kaki bukit. Orang-orang itu membawa tongkat, senapan, kapak, pistol, dan bermacam-macam senjata lain yang mengerika. Mustahil rubah, atau bahkan binatang apa pun, bisa kabur dari bukit itu.
Keesokan harinya, penjagaan dan penantian berlanjut. Boggis, Bunce, dan Bean duduk di bangku-bangku kecil, memandangi lubang si rubah. Mereka tidak banyak bicara. Mereka cuma duduk dengan senjata di pangkuan.
Berulang kali Mr. Fox mengendap-endap menuju mulut terowongan dan mengendus-endus. Lalu dia pelan-pelan masuk lagi dan berkata, "Mereka masih ada di sana."
"Kau yakin?" tanya Mrs. Fox.
"Yakin," jawab Mr. Fox. "Aku bisa mencium bau si Bean dari jarak satu kilometer. Baunya busuk."
NextMr. Fox Menyusun Rencana
Selama tiga hari tiga malam permainan adu kuat menunggu ini terus berlangsung.
"Berapa lama sih rubah tahan tidak makan atau minum?" Boggis bertanya pada hati ketiga.
"Tidak lama lagi," Bean menenangkannya. "Sebentar lagi dia akan menyerah. Dia harus menyerah."
Bean benar. Jauh di ujung terowongan, rubah-rubah itu perlahan tapi pasti mulai kelaparan.
"Kalau saja kita bisa minum air setetes saja," keluh salah satu Fox Kecil. "Oh, Dad, tidak bisakah Dad bertindak?"
"Bagaimana kalau kita terobos saja mereka, Dad" Pasti ada peluang kita lolos, kan?"
"Tidak boleh," tukas Mrs. Fox. "Tidak kuizinkan kalian pergi ke atas sana dan berhadapan dengan senjata-senjata itu. Aku lebih suka kalian tetap di sini dan mati dengan tenang."
Mr. Fox sejak tadi diam saja. Dia duduk mematung, matanya terpejam, tidak mendengarkan apa yang dikatakan yang lain-lain. Mrs. Fox tahu suaminya itu sedang memutar otak untuk mencari jalan keluar. Dan sekarang, ketika memandang Mr. Fox, dia melihat Mr. Fox bergerak dan perlahan-lahan bangun. Mr. Fox balas memandang istrinya. Matanya berbinar-binar.
"Ada apa, Sayang?" tanya Mrs. Fox cepat-cepat.
"Aku mendapat ide," kata Mr. Fox hati-hati.
"Apa?" mereka berteriak. "Oh, Dad, ide apa?"
"Ayo!" kata Mrs. Fox. "Segera katakan pada kami!"
"Yah..." kata Mr. Fox, lantas dia terdiam, menghela napas, dan dengan sedih menggeleng-gelen. Dia duduk lagi. "Bukan ide bagus," katanya. "Tidak bakal berhasil."
"Kenapa, Dad?" "Karena itu berarti kita harus menggali lagi, padahal tidak satu pun dari kita kuat malakukannya setelah tiga hari tiga malam tidak makan."
"Kami kuat kok, Dad!" seru rubah-rubah kecil, sambil melompat-lompat dan berlari mendatangi ayah mereka. "Kami sanggup melakukannya! Lihat saja nanti! Dad juga sanggup!"
Mr. Fox menatap keempat Fox Kecil dan tersenyum. Betapa hebatnya anak-anakku pikirnya. Mereka setengah mati kelaparan dan sudah tiga hari tidak minum, tapi mereka tetap tidak menyerah. Aku tidak boleh mengecewakan mereka.
"Ku... kurasa tidak ada salahnya kita mencoba," katanya.
"Ayo, Dad! Beritahu kami apa yang harus kami lakukan!"
Pelan-pelan Mrs. Fox berdiri. Dia lebih menderita gara-gara kekurangan makanan dan air dibandingkan mereka semua. Mrs. Fox tersenyum lemah. "Maafkan aku," dia berkata, " aku tidak bisa banyak membantu."
"Tetaplah di sini, sayangku," hibur Mr. Fox. "Kami mampu membereskan ini sendirian."
NextKandang Ayam Nomor Satu Boggis
"Kali ini kita harus menggali ke arah yang sangat istimewa," Mr. Fox memberitahu, sambil menunjuk ke samping dan ke bawah.
Jadi dia dan keempat anaknya mulai menggali lagi. Kemajuan pekerjaan mereka sekarang berjalan lebih lambat. Namun mereka terus melakukannya dengan penuh tekad, dan sedikit demi sedikit terowongan mulai memanjang.
"Dad, beritahu kami dong, ke mana tujuan kita," pinta salah satu anak Mr. Fox.
"Aku tidak berani mengatakannya," kata Mr. Fox, "karena tempat yang kuharap bisa kita capai ini begitu luar biasa sehingga jika kuceritakan pada kalian sekarang, kalian pasti tidak akan kuat menahan kegembiraan. Lalu, kalau kita gagal sampai ke sana (dan kemungkinannya sangat besar), kalian akan mati karena kecewa. Aku tidak ingin membangkitkan harapan kalian terlalu tinggi, anak-anakku sayang."
Lama sekali mereka terus menggali. Berapa lama, mereka tidak tahu. Di dalam terowongan yang gelap itu siang dan malam tidak bisa dibedakan, tapi akhirnya Mr. Fox memerintahkan mereka berhenti menggali. "Kurasa," katanya, "sebaiknya kita mengintai ke arah atas sekarang dan melihat kita berada di mana. Aku tahu di mana aku ingin kita berada, tapi aku tidak bisa memastikan kita saat ini sudah sampai di dekatnya atau belum."
Perlahan-lahan, dengan hati-hati, rubah-rubah itu mulai menggali terowongan ke arah permukaan tanah. Mereka terus bergerak ke atas... sampai tiba-tiba mereka merasakan ada sesuatu yang keras di atas kepala mereka dan mereka tidak bisa naik lagi. Mr. Fox mengulurkan tangan untuk memeriksa benda keras itu. "Kayu!" bisiknya. "Lembaran-lembaran papan!"
"Apa artinya, Dad?"
"Artinya, kecuali kalau aku salah, kita berada persis di bawah rumah seseorang," Mr. Fox berbisik lagi. "Jangan bersuara sementara aku mengintip."
Dengan hati-hati, Mr. Fox mulai mendorong salah satu palang lantai papan itu ke atas. Papan itu berderit keras sekali. Mereka semua buru-buru merunduk, menunggu sesuatu yang mengerikan terjadi. Tidak terjadi apa-apa. Jadi Mr. Fox mendorong papan kedua. Kemudian, dengan amat sangat waspada, dia menjulurkan kepala ke celah itu. Mr. Fox berseru gembira.
"Berhasil!" dia berseru. "Aku berhasil pada kesempatan pertama! Aku berhasil!" Mr. Fox mengangkat tubuhnya melalui celai di lantai, lalu melompat-lompat dan menari-nari riang. "Ayo naik!" panggilnya gembira. "Naik dan lihatlah di mana kalian berada, anak-anakku! Pemandangan yang sangat indah bagi rubah yang kelaparan! Terima kasih, Tuhan! Hore! Hore!"
keempat Fox Kecil berebutan keluar dari terowongan dan betapa menakjubkannya pemandangan yang sekarang ada di depan mata mereka! Mereka berada di dalam kandang yang sangat luas dan tempat itu penuh sesak dengan ayam. Tampak ribuan ayam, warnanya ada yang putih, cokelat, dan hitam!"
"Kandang Ayam Nomor Satu Boggis!" seru Mr. Fox. "memang inilah yang kutuju! Aku sampai persis di tengahnya! Pada kesempatan pertama pula! Hebat, kan" Dan, jika aku boleh memuji diri sendiri, juga cerdas!"
rubah-rubah kecil melompat-lompat gembira. Mereka segera berlarian ke segala arah, mengejar ayam-ayam.
"Tunggu!" perintah Mr. Fox. "Jangan kalap! Tahan diri kalian! Tenang! Mari kita lakukan ini dengan benar! Pertama-tama, semua harus minum!"
Mereka berlarian menuju tempat minum ayam dan meneguk air sejuk yang terasa enak sekali di tenggorokan mereka. Kemudian Mr. Fox memilih tiga ayam betina yang paling gemuk dan dengan cepat membunuh mereka.
"Kembali ke terowongan!" dia memerintahkan. "Ayo! Jangan main-main di sini! Makin cepat kalian bergerak makin cepat kalian bisa makan!"
Satu per satu, mereka turun dari lubang di lantai dan tidak lama kemudian mereka sudah kembali berdiri di dalam terowongan yang gelap. Mr. Fox mengulurkan tangan dan mengembalikan papan-papan ke tempatnya semula. Dia melakukannya dengan sangat hati-hati. Mr. Fox berbuat begitu supaya tidak ada yang melihat papan-papan itu pernah dibuka.
"Anakku," katanya, sambil menyerahkan ketiga ayam gemuk tadi pada anak sulungnya, "larilah pulang ke ibumu sambil membawa ayam-ayam ini. Bilang padanya supaya menyiapkan makan besar. Bilang kami semua akan datang sebentar lagi, begitu kami selesai membereskan beberapa masalah kecil lainnya."
NextKejutan untuk Mrs. Fox
Fox Kecil berlari menyusuri terowongan secepat mungkin, sambil membawa ketiga ayam betina gemuk itu. Jantungnya berdebar-debar gembira. "Pasti asyik!" begitu pikirnya terus, "pasti asyik saat Mummy melihat ini!" Perjalanan yang harus dilaluinya panjang, tapi dia tidak pernah sekali pun berhenti. Sesampainya di tempat mereka, Fox Kecil berlari kencang mendatangi Mrs. Fox. "Lihat, Mummy, lihat! Bangunlah dan lihat apa yang kubawakan untuk Mummy!"
Mrs. Fox, yang sekarang sangat lemas karena kurang makan, membuka sebelah matanya dan memandang ayam-ayam itu. "Aku pasti bermimpi," gumamnya dan menutup mata lagi.
"Mummy tidak mimpi! Ini ayam betulan! Kita selamat! Kita tidak akan mati kelaparan!"
Mrs. Fox membuka kedua matanya dan cepat-cepat duduk tegak. "Tapi, anakku sayang!" dia berseru. "Dari mana...?"
"Kandang Ayam Nomor Satu Boggis!" jawab Fox Kecil penuh semangat. "Kami membuat terowongan sampai persis di bawah lantainya, dan di sana banyak sekali ayam gemuk! Dad bilang Mummy harus menyiapkan acara makan besar! Mereka akan segera kembali."
Melihat makanan sebanyak itu, tenaga Mrs. Fox timbul lagi. "Kalau begitu, kita akan makan besar!" katanya, sambil berdiri. "Oh, betapa fantastisnya ayahmu! Cepat, nak, cepat cabuti bulu ayam-ayam itu!"
Jauh di terowongan, Mr. Fox yang fantastis tengah berkata, "Sekarang rencana selanjutnya, anak-anakku! Kali ini gampang sekali! Kita sekarang tinggal menggali terowongan pendek dari sini ke sana!"
"Ke mana, Dad?"
"Jangan banyak tanya. Ayo mulai menggali!"
NextBadger Mr. Fox dan ketiga Fox Kecil menggali dengan cepat, arahnya lurus. Mereka sekarang begitu bersemangat sehingga tidak merasa lelah atau lapar. Mereka tahu tidak lama lagi akan makan besar-besaran, dan mengetahui bahwa ayam Boggis-lah yang akan mereka makan membuat mereka tertawa terbahak-bahak setiap kali teringat hal itu. Puas sekali rasanya memikirkan bahwa sementara peternak gendut itu duduk di bukit menunggu mereka kelaparan, peternak itu jugalah yang tanpa sepengetahuannya memberi mereka makanan. "Teruslah menggali," ujar Mr. Fox. " Tidak jauh lagi kok."
Tiba-tiba terdengar suara dari atas kepala mereka. Suara itu berkata, "Siapa itu" Rubah-rubah terlonjak kaget. Mereka cepat-cepat mendongak dan melihat seraut wajah panjang berbulu hitam melongok dari lubang kecil di atap terowongan.
"Badger si luak!" seru Mr. Fox menyapanya.
"Foxy!" Badger balas berseru. "Ya Tuhan, aku senang sekali akhirnya bertemu seseorang! Sudah tiga hari tiga malam aku menggali berputar-putar, sedikit pun tidak tahu di mana aku berada!"
Badger memperbesar lubang di langit-langit dan melompat turun ke samlping keluarga rubah. Badger Kecil (anaknya) menyusul turun. " Kau belum dengar apa yang terjadi di bukir?" tanya Badger penuh semangat. "Kacau balau! Setengah bagian hutan telah lenyap dan di mana-mana ada orang bersenjata! Tak satu pun dari kami bisa keluar, di malam hari sekalipun! Kami semua akan mati kelaparan!"
"Siapa kami?" Mr. Fox bertanya.
"Para penggali. Yaitu aku, Mole si tikus mondok, Rabbit si kelinci, dan semua istri dan anak kami. Bahkan Weasel si musang, yang biasanya paling jago menyelusup, saat ini sedang bersembunyi di sarangku bersama Mrs. Weasel dan enam anak mereka. Apa yang akan kita lakukan Foxy" Menurutku, riwayat kita sudah tamat!"
Mr. Fox memandang ketiga anaknya dan tersenyum. Anak-anak membalas senyumannya. "Badger sobatku," katanya, "masalah yang kauhadapi ini semuanya gara aku..."
"Aku tahu kok ini salahmu!" kata Badger marah. "Dan peternak-peternak itu tidak mau menyerah sampai berhasil menangkapmu. Sayangnya, itu juga berarti kami. Itu berarti semua yang ada di bukit." Badger duduk dan merangkul anak laki-lakinya yang masih kecil. "Habislah kita," keluhnya pelan. "Istriku di atas sana begitu lemah sehingga tidak sanggup menggali lagi."
"Begitu juga istriku," tukas Mr. Fox. "Tapi, sat ini, dia sedang menyiapkan makanan paling lezat untukku dan anak-anakku, yaitu ayam-ayam gemuk yang sedap..."
"Stop!" teriak Badger. "Jangan menggodaku dong! Aku tidak tahan mendengarnya!"
"Betul kok!" anak-anak rubah berteriak. "Dad bukan menggoda! Kami akan pesta ayam!"
"Dan karena semua ini salahku seratus persen," ujar Mr. Fox, "kuundang kalian makan-makan. Aku mengundang semua ke pestaku"kau, Mole, Rabbit, Weasel, dan semua istri dan anak kalian. Bisa kupastikan makanannya akan cukup."
Kau serius?" Badger bertanya dengan gembira. "Kau betul-betul serius?"
Mr. Fox mendekatkan wajahnya ke wajah Badger dan berbisik dengan nada misterius, "Kau tahu dari mana kami barusan?"
"Dari mana?" "Dari Kandang Ayam Nomor Satu Boggis!"
"Ah, masa?" "Ya! Tapi itu sih bukan apa-apa kalau dibandingkan dengan tujuan kami sekarang. Kau datang pada saat yang tepat, Badger sobatku. Kau bisa membantu kami menggali. Dan sementara itu, anakmu bisa berlari kembali pada Mrs. Badger dan yang lain-lain untuk menyampaikan kabar baik ini." Mr. Fox menoleh pada Badger Kecil dan berkata, "Bilang pada mereka bahwa mereka diundang ke Pesta Fox. Lalu bawa mereka semua ke sini dan ikuti terowongan ini sampai kau menemukan rumahku!"
"Ya, Mr. Fox!" kata Badger Kecil. "Ya, Sir! Segera kulakukan, Sir! Oh, terima kasih, Sir!" dan dia buru-buru kembali ke lubang di atap terowongan dan menghilang.
NextGudang Makanan Raksasa Bunce
"Astaga, Foxy!" seru Badger. "Kenapa ekormu?"
"Tolong, jangan bicara soal ekorku," pinta Mr. Fox. "itu topik yang menyakitkan."
Mereka menggali terowongan baru. Mereka menggali tanpa berbicara. Badger jago menggali dan terowongan itu sekarang memanjang dengan kecepatan mengagumkan karena Badger ikut membantu. Tak lama kemudian mereka sudah merunduk lagi di bawah lantai kayu yang lain.
Mr. Fox nyengir licik, gigi-giginya yang putih dan runcing jadi kelihatan. "Kalau aku tidak salah, Badger sahabatku," katanya, "saat ini kita berada di bawah peternakan milik si cebol buncit yang menjijikkan itu, Bunce. Kita, malah, berada persis di bawah bagian yang paling menarik di peternakan itu."
"Astaganaga!" teriak tiga Fox Kecil, sambil menjilat-jilat bibir. "Bebek empuk yang lezat dan angsa gendut yang besar!"
"Per-sis!" kata Mr. Fox.
"Tapi bagaimana kau tahu kita ada di mana?" Badger bertanya.
Mr. Fox nyengir lagi, makin banyak giginya yang kelihatan. "Dengar," katanya, "dengan mata tertutup pun aku tahu jalan-jalan di sekitar peternakan-peternakan ini. Bagiku, di bawah tanah sama gampangnya dengan di permukaan tanah." Dia mengulurkan tangan tinggi-tinggi dan mendorong sebilah papan lantai, lalu sebilah lagi. Mr. Fox mengulurkan kepala di celah itu.
"Yes!" serunya, sambil melompat memasuki ruangan di atasnya tersebut. "aku berhasil lagi! Aku tepat mengenai sasaran! Langsung ke jantung! Naik dan lihatlah!"
cepat-cepat Badger dan ketiga Fox Kecil berebutan menyusulnya. Mereka terpaku dan tercengang. Mereka terpesona dan ternganga. Mereka juga begitu terperangah sehingga tak sanggup bicara; karena apa yang mereka lihat sekarang merupakan impian rubah mana pun, luak mana pun, surga bagi binatang lapar.
"Ini, Badger sahabatku," Mr. Fox mengumumkan, " adalah Gudang Makanan Raksasa Bunce! Semua makanan terenaknya disimpan di sini sebelum dikirimnya ke pasar."
Di keempat dinding ruangan sangat luas itu, menumpuk di beberapa lemari dan menggunung di rak-rak yang tersusun dari lantai sampai langit-langit, tampak ribuan bebek dan angsa yang terbaik dan tergemuk, sudah dibului dan siap dipanggang! Dan di atas, tergantung di kayu atap, ada setidaknya seratus bongkah daging asap dan lima puluh lembar daging kering!
"Pandang sampai puas!" seru Mr. Fox, sambil menari-nari. " Bagaimana menurut kalian, eh" Asyik, kan?"
Tiba-tiba, seakan di kaki mereka ada per, ketiga Fox Kecil yang kelaparan dan Badger yang setengah mati kelaparan melompat maju untuk menyambar makanan yang menggiurkan itu.
"Stop!" Perintah Mr. Fox. "Ini pestaku, jadi aku yang memilih." Yang lain-lain turun lagi, sambil menjilat-menjilat moncong. Mr. Fox berjalan ke sekeliling gudang, memandanngi berbagai makanan itu dengan ahli. Air liur mengalir di salah satu sisi rahangnya dan tergantung-gantung, lalu menetes ke ke awah.
"Kita tidah boleh berlebihan," katanya. "Jangan sampai ketahuan. Jangan sampai mereka menyadari perbuatan kita. Kita harus rapi, bersih, dan hanya mengambil makanan yang paling lezat. Jadi, sebagai permulaan, kita akan menyikat empat bebek muda yang gemuk." Mr. Fox mengambilnya dari rak. "Oh, betapa bagus dan berisinya mereka! Pantas saja Bunce menjualnya dengan harga istimewa di pasar!... Baiklah, Badger, bantu aku menurunkanmereka... Anak-anak, kalian juga bisa menolong... Nah... Ya ampun, air liur kalian banjir... Dan sekarang... Kurasa tidak ada salahnya kita mengambil beberapa angsa... Tiga sudah cukup... Akan kita ambil yang paling besar... Astaga, astaga, di dapur raja pun tidak bakal ada angsa sebagus ini... Pelan-pelan menurunkannya... ya, begitu... Dan bagaimana kalau kita ambil juga beberapa potong daging asap... Aku suka sekali daging asap. Kau juga, kan, Badger"... Ambilkan aku tangga itu ya..."
Mr. Fox menaiki tangga dan mengambil tiga bongkah daging asap. "Dan apakah kau suka daging kering, Badger?"
"Aku sangat, sangat suka!" seru Badger, sambil menari-nari gembira. "ambilkan selembar daging kering. Yang besar di sana itu!"
"Wortel juga, Dad!" kata Fox Kecil yang bungsu. "Kita harus mengambil wortel-wortel itu."
"Jangan macam-macam," tegur Mr. Fox. " Kau tahu kita tidak pernah makan makanan seperti itu."
"Bukan untuk kita, Dad. Untuk keluarga Rabbit. Mereka kan cuma makan sayur."


Mr Fox Yang Fantastis fantastic Mr Fox Karya Roald Dahl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Astaga, kau benar!" teriak Mr. Fox. "Betapa cerdasnya kau! Ambil tiga ikat wortel!"
Tidak lama kemudian, makanan-makanan lezat itu sudah ditumpuk rapi di lantai. Ketiga Fox Kecil bergerombol di dekatnya, hidung mereka bergerak-gerak, mata mereka berkilat-kilat seperti bintang.
"Dan sekarang," ujar Mr. Fox, "kita harus meminjam dua kereta dorong di pojok itu dari teman kita si Bunce." Dia dan Badger mengambil kereta-kereta dorong tersebut, dan bebek, angsa, daging asap, dan daging kering diletakkan di dalamnya. Kedua kereta itu lantas buru-buru diturunkan ke lubang di lantai. Sesudahnya, binatang-binatang itu ikut menyelinap turun. Setelah semua berada di terowongan lagi, Mr. Fox dengan hati-hati menarik papan-papan lantai kembali ke tempatnya semula supaya tidak ada yang melihat papan-papan itu pernah digeser.
"Anak-anakku,"katanya, sambil menunjuk dua dari tiga Fox Kecil, "masing-masing doronglah kereta ini dan larilah secepat mungkin ke ibu kalian. Sampaikan salam sayangku padanya dan bilang kita akan kedatangan tamu-tamu untuk makan malam"keluarga Badger, Mole, Rabbit, dan Weasel. Bilang pada ibu kalian masakannya harus lezat. Dan katakan bahwa kami akan pulang begitu pekerjaan kecil yang berikut ini selesai!"
"Ya, Dad! Akan kami lakukan, Dad!" jawab mereka, dan masing-masing menyambar kereta dorong dan segera ngebut menyusuri terowongan.
NextBadger Ragu-ragu "Satu tempat lagi!" Mr. Fox berseru.
"Dan aku yakin aku tahu di mana tempat itu," kata satu-satunya Fox Kecil yang tertinggal. Dia adalah Fox Kecil yang paling kecil.
"Di mana?" tanya Badger.
"Yah," kata Fox Kecil. "Kita sudah mendatangi Boggis dan kita juga sudah mendatangi Bunce, tapi kita belum mendatangi Bean. Pasti kita akan ke tempat Bean."
"Kau bena," kata Mr. Fox. "Tapi kau tidak tahu bagian mana dari tempat itu yang akan kita datangi."
"Yang mana?" mereka bertanya serentak.
"Ah-ha," kata Mr. Fox. "Lihat saja nanti." Mereka menggali sambil berbicara. Terowongan dengan cepat makin panjang.
Tiba-tiba Badger bertanya, "Apakah kau sama sekali tidak khawatir melakukan ini semua Foxy?"
"Khawatir?" Mr. Fox malah bertanya. "Khawatir karena apa?"
"Karena... karena pencurian ini."
Mr. Fox berhenti menggali dan menatap Badger seolah temannya itu sudah tidak waras. "Sahabat lamaku yang tersayang," katanya, "apakah kaukenal seseorang di seluruh dunia ini yang tidak bakal menyambar beberapa ayam jika anak-anaknya setengah mati kelaparan?"
Sesaat suasana hening ketika Badger dengan serius memikirkan masalah ini.
"Kau terlalu berpegang pada peraturan," ujar Mr. Fox.
"Kan tidak ada salahnya berpengang pada peraturan," tukas Badger.
"Dengar," kata Mr. Fox, "Boggis, Bunce, dan Bean bermaksud membunuh kita. Kau menyadari hal itu, kan?"
"Ya, Foxy, aku menyadarinya," jawab di sopan Badger.
"Tapi kita tidak akan berbuat serendah mereka. Kita tidak ingin membunuh mereka."
"Kuharap begitu," sahut Badger.
"Kita bahkan tidak akan berpikir ke sana," kata Mr. Fox. "Kita cuma akan mengambil sedikit makanan di sini dan sedikit makanan di sana supaya kita dan keluarga kita tetap hidup. Betul?"
"Kurasa kita harus berbuat begitu," kata Badger.
"Jika mereka ingin berbuat kejam, biarkan saja," Mr. Fox berkata. "Kita yang tinggal di bawah sini adalah orang-orang yang cinta perdamaian."
Badger memiringkan kepala dan tersenyum pada Mr. Fox. "Foxy," katanya, "aku sayang padamu."
"Terima kasih," jawab Mr. Fox. "Sekarang ayo kita kembali menggali."
Lima menit kemudian, kaki depan Badger mengenai sesuatu yang datar dan keras. "Apa ini?" dia bertanya. "Kelihatannya seperti dinding batu yang padat." Dia dan Mr. Fox menggali-gali tanah. Itu memang dinding. Namun dibuat dari bata, bukan batu. Dinding tersebut berdiri persis di depan mereka, menghalangi jalan mereka.
"Siapa sih yang mau membangun dinding di bawah tanah?" Badger ingin tahu.
"Penjelasannya sederhana saja," kata Mr. Fox. "Ini dinding ruang bawah tanah. Dan kalu aku tidak salah, memang inilah yang kucari."
NextGudang Sari Buah Rahasia Bean
Mr. Fox memeriksa dinding itu dengan teliti. Dia melihat bahwa semen di antara bata-batanya sudah tua dan rapuh, jadi tanpa terlalu susah dia bisa menarik sebuah bata dan melepaskannya. Tiba-tiba, dari lubang tempat bata tadi berada, muncul wajah lancip kecil yang berkumis. "Pergi!" bentaknya. "Kalian tidak boleh masuk kemari! Ini milik pribadi!"
"Ya Tuhan!" kata Badger. "Itu Rat si tikus!"
"Dasar penyelundup!" Mr. Fox mengomel. "mestinya aku tahu kami bakal menemukanmu di sini."
"Pergi!" jerit Rat. "Enyah sana jauh-jauh! Ini tempatku! Aku duluan yang sampai di sini!"
Mr. Fox tersenyum manis, menampakkan giginya yang putih mengilat. "Rat sobatku," katanya lembut, "aku lapar, dan kalau kau tidak segera menyingkir, akan kutelan kau bulat-bulat!"
Ancamannya berhasil. Rat langsung menghilang. Me. Fox tertawa dan segera menarik bata-bata dari dinding. Setelah berhasil membuat lubang yang lumayan besar, dia menyelinap memasukinya. Badger dan Fox Kecil menyusul.
Mereka sampai di gudang bawah tanah yang besar sekali, lembap, dan remang-remang. "Ini dia!" Mr. Fox berteriak!.
"Ini apa?" tanya Badger. "Tempat ini kosong."
"Mana kalkunnya?" Fox Kecil bertanya, memandangi tempat yang temaram itu. "Kukira Bean peternak kalkun."
"Dia memang peternak kalkun," jawab Mr. Fox. "Tapi saat ini kita tidak sedang mengincar kalkun. Makanan kita kan sudah banyak."
"Kalau begitu apa yang kita butuhkan, Dad?"
"Coba kau lihat sesekelilingmu," kata Mr. Fox. "Masa kau tidak melihat sesuatu yang menarik perhatianmu?"
Badger dan Fox Kecil memicingkan mata ke ruangan yang agak gelap itu. Setelah mata mereka beradaptasi dengan keremangan, mereka mulai melihat benda-benda yang tampak seperti botol-botol kaca besar yang berderet di rak-rak di seluruh dinding. Mereka mendekat. Benda-benda itu memang botol. Jumlahnya ratusan, dan masing-masing bertuliskan SARI BUAH.
Fox Kecil melompat tinggi sekali. "Oh, Dad!" teriaknya. "Lihat apa yang kita temukan! Sari buah!"
"Per-sis," kata Mr. Fox.
"Luar biasa!" seru Badger.
"Gudang Sari Buah Rahasia Bean," Mr. Fox memberitahu. "Tapi hati-hatilah kalian. Jangan ribut. Gudang ini persis di bawah rumah peternakan."
"Sari buah apel," kata Badger, "sangat bagus untuk luak. Kami meminumnya sebagai obat"satu gelas besar tiga kali sehari diminum saat makan dan segelas lagi sebelum tidur."
"Acara makan-makan kita akan menjadi pesta." Mr. Fox menimpali.
Sementara mereka bercakap-cakap, Fox Kecil menurunkan satu botol dari rak dan meminum isinya. "Wow!" katanya, "Wow-ii!"
Kalian harus tahu bahwa sari buah apel yang ini bukan sari apel encer yang biasa dijual di toko. Sari buah yang ini rasanya mantap, minuman buatan sendiri yang rasanya seperti membakar tenggorokan dan bergolak di perutmu.
"Ah-h-h-h-h-h!" desah Fox Kecil. "Ini sari buah apel dahsyat!"
"Cukup," kata Mr. Fox, lalu menarik botol itu dan meletakkannya di mulutnya sendiri. Diteguknya banyak-banyak. "Menakjubkan!" dia berbisik, terengah-engah. "Mengagumkan! Nikmat!"
"Giliranku," kata Badger, sambil mengambil botol dan mendongakkan kepala. Sari buah apel berdeguk-deguk mengalir di tenggorokannya. "Rasanya... rasanya seperti emas cair!" dia berseru. "Oh, Foxy, rasanya... seperti meminum sinar matahari dan pelangi!"
"Kalian masuk tanpa izin!" jerit Rat. "Turunkan botol itu sekarang juga! Nanti bisa-bisa aku tidak kebagian!" Rat berdiri di rak paling tinggi di gudang bawah tanah itu, memandangi mereka dari belakang botol besar. Sebuah slang karet kecil dimasukkan ke leher botol itu, dan Rat menggunakan slang itu untuk menghisap sari buah apel.
"Kau mabuk!"kata Mr. Fox.
"Jangan sok tahu!" sembur Rat. "Dan kalau raksasa-raksasa bego seperti kalian bikin keributan di sini, kita semua akan tertangkap! Pergi dan biarkan aku menikmati sari buah apelku dengan tenang!"
Tepat pada saat itu, mereka mendengar suara seorang wanita berteriak di rumah di atas mereka. "Cepat ambil sari buah apel itu, Mabel!" seru suara itu. "Kau tahu Mr. Bean tidak suka menunggu! Terutama kalau dia sudah semalaman di tenda!"
Binatang-binatang itu terpaku. Mereka tidak bergerak sedikit pun, telinga mereka mencuat, tubuh mereka kaku. Lalu mereka mendengar suara pintu dibuka. Pintu itu berada di puncak tangga batu yang menghubungkan rumah dengan gudang bawah tanah.
Dan sekarang seorang sedang menuruni tangga itu
NextSi Wanita "Cepat!" kata Mr. Fox. "Sembunyi!" Dia, Badger dan Fox Kecil melompat ke sebuah rak dan merunduk di belakan sederet botol besar berisi sari buah. Ketika mengintip ke balik botol, mereka melihat seorang wanita bertubuh besar sekali sedang turun ke gudang bawah tanah. Di kaki tangga, wanita itu berhenti sebentar, memandang ke kanan dan ke kiri. Lalu dia berbelok dan berjalan lurus ke tempat Mr. Fox, Badger dan Fox Kecil bersembunyi. Dia berhenti persis di depan mereka. Satu-satunya pemisah di antara wanita itu dan mereka adalah sederetan botol sari buah apel. Dia dekat sekali, Mr. Fox dapat mendengar suara napasnya. Ketika dia mengintai di celah di antara dua botol, Mr. Fox melihat wanita itu membawa gilingan kue besar.
"Berapa botol yang diinginkannya Mrs. Bean?" teriak si wanita. Dan dari puncak tangga, terdengar suara lain berteriak, "Bawa kemari dua atau tiga botol."
"Kemarin dia minum empat botol, Mrs. Bean."
"Ya, tapi dia tidak menginginkan sari buah sebanyak itu hari ini karena dia akan berada di sana cuma beberapa jam lagi. Katanya rubah itu pasti akan keluar pagi ini. Tidak mungkin makhluk itu sanggup di sarangnya satu hari lagi tanpa makanan."
Wanita di gudang bawah tanah itu mengulurkan tangan dan mengangkat sebuah botol sari buah dari rak. Botol yang diambilnya persis di sebelah botol tempat Mr. Fox merunduk.
"Aku akan senang sekali kalau binatang sialan itu sudah dibunuh dan dijemur di teras depan," dia berseru. "Omong-omong, Mrs. Bean, suami Anda bilang aku boleh mengambil ekornya untuk kenang-kenangan."
"Ekor itu sudah hancur berantakan karena tembakan," kata suara dari atas itu."Kau tidak tahu?"
"Maksud Anda hancur habis-habisan?"
"Tentu saja. Mereka berhasil menembak ekornya, tapi rubahnya lolos."
"Oh, sial!" kata wanita bertubuh besar. "Aku ingin sekali ekor itu!"
"Kau boleh mengambil kepalanya, Mabel. Kau bisa mengisinya dengan kapas dan memasangnya di dinding kamarmu. Sekarang cepat bawa sari buahnya ke sini!"
"Ya, Nyonya, aku datang," kata si wanita raksasa, dan diambilnya botol kedua dari rak.
Kalau dia mengambil sebotol lagi, dia akan melihat kami, pikir Mr. Fox. Dia bisa merasakan tubuh Fox Kecil menempel rapat pada tubuhnya, gemetar karena tegang.
"Apa dia botol sudah cukup, Mrs. Bean, atau kuambil tiga saja sekalian?"
"Ya, ampun, Mabel, terserahlah, asal kau cepat kemari!"
"Kalau begitu dua saja," sahut si wanita bertubuh besar itu, sekarang dia berbicara sendiri. "Mr. Bean sudah terlalu banyak minum kok."
Dengan masing-masing tangan memegang satu botol dan gilingan kue dikepitnya, wanita itu berjalan melintasi gudang bawah tanah. Di kaki tangga dia berhenti sebentar memandang berkeliling, mengendus-endus udara. "Ada tikus lagi di bawah sini, Mrs. Bean. Aku bisa mencium baunya."
"Kalau begitu racuni saja, Non, racuni saja mereka! Kau tahu di mana racun tikus disimpan."
"Ya, Nyonya," jawab Mabel. Dia pelan-pelan menaiki tangga. Pintu gudang kemudian terdengar dibanting.
"Cepat!" seru Mr. Fox. "Masing-masing ambil satu botol dan lari dari sini!"
Rat berdiri di raknya yang tinggi dan menjerit. "Sudah kubilang, kan" Kalian nyaris tertangkap, kan" Hampir saja kalian ketahuan! Mulai sekarang jangan kemari lagi! Aku tidak mau melihat kalian di sini lagi! Ini tempatku!"
"Kau," kata Mr. Fox, "akan diracuni."
"Omong Kosong!" seru Rat. " Aku duduk di atas sini dan melihatnya memasang perangkap. Dia takkan bisa menangkapku."
Mr. Fox, Badger, dan fox Kecil berlari melintasi gudang bawah tanah sambil masing-masing membawa botol ukuran segalon. "Selamat tinggal, Rat!" mereka berseru sebelum menghilang melalui lubang di dinding. "Terima kasih untuk sari buahnya yang enak!"
"Pencuri!" jerit Rat. "Perampok! Bandit! Maling!"
NextPesta Besar Sekembalinya di terowongan, mereka berhenti sesaat supaya Mr. Fox bisa memasang lagi bata-bata di dinding untuk menutupi lubang. Mr. Fox bersenandung sambil mengembalikan bata-bata ke tempatnya. "Aku masih bisa merasakan nikmatnya sari buah apel tadi," katanya. "Rat itu kurang ajar sekali."
"Dia memang menyebalkan," Badger ikut bicara. "Semua tikus menyebalkan. Aku tidak pernah bertemu tikus yang menyenangkan."
"Dan dia terlalu banyak minum," sambungMr. Fox, lalu memasang bata terakhir di tempatnya. "Beres. Sekarang, pulang untuk berpesta pora!"
Mereka menyambar botol sari buah dan berlari cepat. Mr. Fox di depan, selanjutnya Fox Kecil, dan Badger belakangan, mereka melesat di sepanjang terowongan... melewati cabang yang menuju Gudang Raksasa Bunce... melewati Kandang Ayam Nomor Satu Boggis, kemudian menyusuri terowongan panjang menuju tempat Mrs. Fox sudah menunggu.
"Sabar, semuanya!" Mr. Fox berteriak. "Sebentar lagi kita sampai! Pikirkan apa yang sudah menunggu kita di ujung sana! Dan pikirkan apa yang kita bawa pulang dalam botol-botol ini! Ini semua akan membangkitkan semangat Mrs. Fox. Mr. Fox bernyanyi sambil berlari:
"Aku berlari pulang,
Untuk menemui istriku tersayang.
Dia tidak akan sengsara lagi
Setelah menikmati Apa yang kami bawa ini."
Badger lalu ikut bernyanyi:
"Oh, Mrs. Badger istriku,
Begitu lapar sehingga tubuhnyakaku.
Tapi dia akan kenyang Kalau sudah menggayang Oleh-oleh dari suaminya tersayang."
Mereka masih bernyanyi ketika berbelok di tikungan terakhir dan melihat pemandangan paling indah dan menakjubkan yang pernah mereka lihat. Pesta baru saja dimulai. Di terowongan telah digali ruang makan yang luas, dan di tengahnya duduk mengelilingi meja yang besar sekali, tampak tidak kurang dari 29 binatang . Mereka adalah:
Mrs. Fox dan tiga Fox Kecil.
Mrs. Badger dan tiga Badger Kecil.
Mole, Mrs. Mole, dan empat Mole Kecil.
Rabbit, Mrs. Rabbit, dan lima Rabbit Kecil.
Weasel, Mrs. Weasel, dan enam Weasel Kecil.
Meja penuh dengan ayam, bebek, angsa, daging asap, dan daging kering. Semua orang sedang menikmati makanan yang lezat itu.
"Sayangku!" teriak Mrs. Fox, sambil meloompat berdiri dan memeluk Mr. Fox. "Kami tidak sanggup menunggu! Tolong maafkan kami!" Lalu dia memeluk Fox bungsu, dan Mrs. Badger memeluk Badger, dan semua orang saling berpelukan. Diiringi teriakan gembira, botol-botol besar berisi sari buah apel tadi diletakkan dimeja. Mr. Fox, Badger, dan Fox Kecil ikut duduk bersama yang lain-lain.
Kalian harus ingat bahwa mereka sudah beberapa hari tidak makan. Mereka lapar sekali jadi selama beberapa saat tidak ada yang berbicara. Yang terdengar cuma suara kunyahan ketika binatang-binatang itu menggasak makanan yang melimpah itu.
Akhirnya, Badger berdiri. Diacungkannya gelasnya yang berisi sari buah apel dan berseru, "Mari kita bersulang! Aku ingin kalian semua berdiri dan bersulang untuk teman tersayang kita yang telah menyelamatkan nyawa kita hari ini"Mr. Fox!"
"Hidup Mr. Fox!" teriak mereka semua, sambil berdiri dan mengangkat gelas. "hidup Mr. Fox! Semoga panjang umur!"
Setelah itu Mrs. Fox malu-malu berdiri dan berkata, "Aku tidak ingin berpidato. Aku cuma ingin mengatakan satu hal, yaitu: SUAMIKU ADALAH RUBAH YANG FANTASTIS." Semua orang bersorak dan bertepuk tangan. Lalu Mr. Fox sendiri berdiri.
"Makanan-makanan yang lezat ini..." dia mulai berbicara, tapi lalu diam. Dalam keheningan yang mengikutinya, dia bersendawa keras sekali. Semua tertawa dan bertepuk tangan lagi. "Makanan-makanan yang lezat ini, teman-temanku," dia melanjutkan, " ada berkat Mr. Boggis, Mr. Bunce, dan Mr. Bean." (Sorak dan tawa lagi.) "Dan kuharap kalian sama menikmatinya seperti aku." Dia bersendawa keras sekali.
"Kami sangat menikmatinya," kata Badger.
"Terima kasih," kata Mr. Fox, lantas dia nyengir lebar sekali. "Tapi sekarang, teman-temanku, mari kita serius. Mari kita berpikir tentang hari esok dan keesokan harinya dan keesokan harinya. Kalau kita keluar, kita akan diburu. Betul?"
"Betul!" teriak mereka.
"Kita akan langsung ditembak," celetuk Badger.
"Per-sis," sambar Mr. Fox. "Tapi siapa yang ingin keluar?" kutanya kalian. Kita semua makhluk penggali. Kita tidak menyukai dunia luar. Dunia luar penuh dengan musuh. Kita keluar hanya karena terpaksa, untuk mencari makanan bagi keluarga kita. Tapi sekarang, sahabat-sahabatku, kita punya cara baru. Kita punya terowongan aman yang menuju tiga toko paling hebat di dunia ini!"
"Benar!" Badger berseru. "Aku sudah pernah ke sana!"
"Dan kalian tahu apa artinya ini?" Mr. Fox bertanya. "Artunya tak satu pun dari kita perlu pergi ke alam terbuka lagi!"
Terdengar dengungan gembira di sekeliling meja.
"Karena itu kuundang kalian semua," lanjut Mr. Fox, "untuk tinggal di sini bersamaku selamanya."
"Selamanya!" teriak mereka. "Astaga! Asyik sekali!" Dan Rabbit berkata Mrs. Rabbit, "Sayangku, coba pikir! Kita tidak akan pernah ditembaki lagi seumur hidup kita!"
"Kita akan membuat," kata Mr. Fox, "desa bawah tanah kecil, lengkap dengan jalanan dan rumah-rumah di kedua sisinya"rumah terpisah untuk Badger, Mole, Rabbit, Weasel, dan Fox. Dan tiap hari aku akan berbelanja untuk kalian semua. Dan setiap hari kita akan makan seperti raja."
Sorak-sorai yang mengikuti pidato ini membahana sampai lama sekali.
NextMasih Menunggu Di luar sarang rubah, Boggis, Bunce, dan Bean duduk di samping tenda-tenda mereka dengan senjata di pangkuan. Hujan mulai turun. Air mengaliri leher ketiga pria itu dan memasuki depatu mereka.
"Tidak lama lagi dia akan muncul," kata Boggis.
"Si berengsek itu pasti kelaparan," sambung Bunce.
"Betul," timpal Bean. " Sebentar lagi dia akan keluar. Siagakan senjata kalian terus."
Mereka duduk di samping lubang, menunggu si rubah keluar.
Dan setahuku, mereka masih menunggu.
NextTentang Penulis Roald Dahl lahir di Wales, 1916, dari orangtua berkebangsaan Norwegia. Ia mengenyam pendidikan di Repton. Ketika pecah Perang Dunia Kedua, ia mendaftarkan diri pada RAF. Setelah pesawatnya jatuh dan ia cedera, Dahl mulai menulis. Menjelang berakhirnya perang, ia pindah ke Amerika. Atas desakan C.S Forrester, ia mulai menulis cerita-cerita pendek untuk orang dewasa. Dalam kehidupannya kemudian, Dahl menyimpulkan kurun waktu ini sebagai masa belajar kerasnya dalam menulis cerita-cerita yang benar-benar diperuntukkan bagi anak-anak. Novel anak-anaknya yang pertama, James and the Giant Peach, diterbitkan tahun 1961. Semua buku anak-anaknya menjadi bestseller. Tahun 1988 Times berkomentar: "Dia adalah di Peniup Seruling Ajaib. Alunan serulingnya membujuk dan tak terelakkan." Karya Roald Dahl telah diterjemahkan ke dalam 35 bahasa. Ia memenangkan sejumlah hadiah sastra termasuk The WhitBread Children"s Book Prize, The Smarties Prize, The Children"s Book of the Year Award and The Children"s Author of the Year Award. Roald Dahl meniggal tahun 1990.
End Pedang Pusaka Dewi Kahyangan 18 Pendekar Naga Putih 55 Panggung Kematian Bekisar Merah 3
^