Caesar And Cleopatra 2
Caesar And Cleopatra Karya G. Bernard Shaw Bagian 2
melingkar di badannya, disertai bel yang dihias seperti
kepala serigala. Ketika sudah sampai, mereka melihat
keheranan ke arah singgasana. Seketika sepasukan
Romawi itu menghunus pedang mengangkatnya ke
udara dengan teriakan, "Hidup Kaisar!"
Terbelalak mata Cleopatra, seketika bumi yang
dipijak seakan terbelah, jantungnya bagai daun-daun
layu yang dihempas angin. Peluh membasahi sekujur
tubuh, wajahnya pucat dan badan gemetar, perasaan-
nya tergantung di puncak ketakutan. Segera ia mera-
sakan situasi yang meringkus seluruh jiwanya, dan
dengan isak histeris yang meledak, ia pun jatuh ping-
san di pangkuan Julius Caesar.
48 G. Bernard Shaw BAGIAN 3 ALEXANDRIA. Ruangan pertama di lantai satu
istana, tampak kayu kokoh yang menjaga dua anak
tangga, di ujung. Dindingnya megah, bersih, terlukis
prosesi ajaran ketuhanan rakyat Mesir, hadir dalam
ornamen datar, tidak ada kaca, gambar perang-
perangan, tirai dan kain-kain, membuat tempat itu
menarik, sederhana dan nyaman. Laut Mediterania
terlihat indah, bercahaya dengan sinar lembut mata-
hari di pagi hari. Raja muda Ptolemy Dionysus, berumur 10
tahun, berdiri di tangga teratas, berjalan melalui balai-
rung, menuju ruang pengadilan. la dikawal Pothinus,
s e o r a n g p e n a s e h a t yang sangat berkuasa dan
mengendalikan dirinya. Pengadilan itu dihadiri oleh
laki-laki dan wanita, dari berbagai penjuru, baik bang-
sawan maupun rakyat jelata. Walau hampir semuanya
rakyat Mesir, tapi tampak jelas perbedaan di antara
mereka, orang dari kasta terendah kebanyakan ber-
kulit gelap dan miskin, sedang rakyat Mesir kelas atas,
umumnya terdiri dari orang Yunani dan Yahudi.
Cleopatra 49 Terlihat menonjol di sebelah kanan Ptolemy,
Theodotus, gurunya. Sedang di sebelah kiri, Achillas,
jenderal pasukan kerajaan. Kalau dilihat perawakan-
nya, Theodotus adalah seorang laki-laki tua, berbadan
kecil, kelihatan licik dan cerdik. Selain itu rahangnya
panjang, menyita sebagian besar wajahnya. Air muka-
nya meyakinkan sebagai orang paling pintar, men-
dengarkan kata-kata orang lain dengan pandangan
menghina. Seorang ahli filsafat yang selalu menguji
kepandaian orang. Sedang Achillas, seorang pria tinggi dan tampan
berumur 35 tahun, dengan jenggot yang sangat hitam,
terlihat seperti bulu anjing pudel. Meskipun tidak pin-
tar, tapi suka memandang rendah dan meremehkan
orang lain. Pothinus sendiri, sang penasehat, laki-laki
berumur 50 tahun, seorang kasim, berpikiran lambat
tapi mampu bergerak cepat dan tangkas. Dia tipe ma-
nusia tidak sabar serta tidak bisa menguasai emosi.
Dia sudah mulai beruban, seperti bulu anjing putih.
Sementara Ptolemy, sang raja, terlihat kekanak-ka-
nakan, tingkah lakunya tidak seperti seorang pemim-
pin. Walau selalu berpakaian rapi dan di depan rak-
yat selalu berpenampilan seperti pangeran, tetapi se-
benarnya ia tidak bisa bersisir dan berpakaian sendiri.
Rakyat menyambut kedatangan raja dengan
penuh penghormatan. Ptolemy menuruni tangga dan
melangkah ke kursi kerajaan, satu-satunya tempat
duduk di ruangan itu. Dia terlihat gugup mendengar
perintah Pothinus, karena memang belum pernah ke
ruang pengadilan tersebut.
50 G. Bernard Shaw "Raja Mesir akan bersabda," kata Pothinus
membuka pertemuan. Theodotus memberi aba-aba menenangkan
massa, "Tenang, dengarkan sabda raja!"
Ptolemy mulai berkata datar, tanpa tekanan
suara, seperti sedang mengulangi pelajaran, "Kalian
semua perhatikan aku. Aku adalah anak laki-laki
pertama dari Auletes, peniup terompet perang, yang
pernah menjadi raja kalian. Kakak perempuanku
Berenice menggulingkannya dari singgasana dan
menduduki tahta. Tapi, tapi..." Tiba-tiba ia berhenti,
perasaannya diliputi keraguan.
Pothinus langsung menyambungnya dengan
cekatan, "Tapi Tuhan tidak merestui."
"Ya...dewa tidak a k a n merestui, tidak
merestui," dia berhenti sesaat, menoleh ke Pothinus,
lalu berkata dengan gugup, "Aku lupa....aku lupa apa
yang tidak direstui dewa."
Dengan sigap Theodotus langsung berkata,
"Biarkan Pothinus, penasehat raja, berbicara untuk
raja." Pothinus langsung berkata, sambil menekan
ketidaksabarannya kuat-kuat, "Raja akan mengata-
kan bahwa dewa tidak merestui kekuasaan kakaknya
dan Berenice dihukum mati."
"Ya, aku ingat kata-kata selanjutnya," ujar Pto-
lemy dengan suara yang monoton. Lalu katanya datar,
"Kemudian Tuhan mengirim Mark Anthony, kapten
penunggang kuda Romawi, yang melintasi gurun pasir
dan dia mendudukkan kembali ayahku di singgasana.
Cleopatra eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
51 Ayahku memanggil Berenice dan memenggal kepala-
nya. Dan sekarang ayahku baru saja meninggal, kare-
na anaknya yang lain, yaitu kakakku Cleopatra akan
merampas kekuasaan dan menguasai tahtaku. Tapi
dewa tidak merestui."
"Dewa-dewa tidak merestui," tandas Pothinus
sambil melihat Ptolemy. "Tidak akan peduli," ujarnya
tegas. Ptolemy menyambung, "Oh ya, tidak akan
mengizinkan ketidaksopanan ini, bahkan kepalanya
akan dipenggal seperti Berenice. Tapi dengan bantuan
penyihir Ftatateeta yang mantranya sangat kuat, dan
kaisar Romawi Julius Caesar, kakakku akan segera
menguasai Mesir. Lihatlah nanti, aku tidak akan
membiarkan mereka menguasai negara ini."
Segera Pothinus mengeluarkan semua kekuatan
dan tekanan nafsu politiknya. Katanya lantang, "Raja
tidak akan mengizinkan orang asing membantu Cleo-
patra merebut tahtanya dan menjajah Mesir."
Seketika massa bertepuk tangan penuh keka-
guman. Pothinus pun terdiam sesaat, menghentikan
kata-katanya, lalu menoleh ke Achilas. "Katakan ke-
pada raja, Achillas! Berapa banyak tentara dan pe-
nunggang kuda orang Romawi?"
"Hanya dua pasukan, Paduka. tigaribu prajurit
dan kira-kira seribu penunggang kuda," jawab
Achillas. Tiba-tiba ruang pengadilan dikejutkan dengan
suara gelak tawa, suasana pun menjadi gaduh tak ter-
kendali. Rufio, pegawai kerajaan Romawi, muncul
52 G. Bernard Shaw dari arah balairung. Tubuhnya tinggi, berjanggut hi-
tam, gemuk, kuat dan kekar, matanya kecil tapi tajam.
Karena memakai baju besi yang berat, hidung dan
pipinya licin berlumur keringat, seperti sisa-sisa
kelelahan. Sambil melangkah ringan, Rufio berseru,
"Tenang semuanya! Kaisar datang."
Kegaduhan pun berhenti seketika.
Dengan raut muka yang tegang, Theodotus
menyahut, "Raja mengizinkan pemimpin kerajaan
Romawi masuk." Dengan dikawal sekretarisnya, Britannus, Cae-
sar masuk lewat balairung. Seluruh mata melotot
tajam padanya, tak bergeming sedikit pun, seperti
tersihir, kaku. la berpakaian biasa, memakai anyaman
daun oak untuk menutupi kebotakannya.
Britannus, orang Inggris asli, berumur kira-kira
empat puluh tahun, tinggi, nampak tenang dan kepa-
lanya botak licin. Jalannya lambat tapi tegap, jang-
gutnya dipenuhi rambut berwarna keabu-abuan, ber-
beda dengan cambangnya. Dia berpakaian rapi ber-
warna biru, dengan buku catatan, tempat tinta, dan
pena merah di atas pinggang. Roman mukanya terli-
hat serius, menggambarkan betapa pentingnya tang-
gung jawab yang dia emban.
Kaisar, memperhatikan seluruh ruangan, meng-
amati dengan rasa ingin tahu yang kuat, kemudian
mendekati kursi raja. Britannus dan Rufio berdiri
dengan sigap dekat tangga.
Sambil melihat Ptolemy dan Pothinus, Julius
Cleopatra 53 Caesar bertanya, "Yang mana rajanya" Laki-laki ini
atau anak kecil itu?"
"Aku Pothinus, penasehat utama raja."
"Jadi rajanya kamu?" tanya Caesar sambil me-
megang bahu Ptolemy. "Urusan yang membosankan
di umurmu seperti ini, bukankah begitu?" tanyanya
lagi. Kemudian ia menatap Pothinus, "Oh ini pela-
yanmu, Pothinus!" Habis berkata Julius Caesar men-
jauh dengan serius dan pelan-pelan melewati tengah
ruangan, melihat satu persatu barisan wakil rakyat
Mesir, menebarkan pandangan ke wajah orang-orang
itu, sampai ia mendekati Achillas.
"Dan orang ini?"
"Achillas, jenderal Kerajaan," jawab Theodotus.
Kaisar pun berkata kepada Achillas dengan
selera persahabatan, "Hai seorang jenderal" Aku juga
seorang jenderal. Tapi aku terlalu tua. Tua, sehat dan
selalu menang, Achillas!"
"Semoga Tuhan memberkati, Kaisar!" sahut
sang jenderal Mesir. Kemudian Julius Caesar melihat Theodotus dan
menyapanya, "Sedangkan Anda Tuan, siapa?"
"Theodotus, pendidik raja!"
"Kamu mengajari orang bagaimana menjadi
seorang raja, Theodotus. Betapa pintarnya kamu!"
puji Caesar. Kemudian ia melihat lukisan dewa di
dinding, meninggalkan Theodotus dan mendekati
Pothinus lagi. "Dan ruangan di balik ini?" tanyanya
ringan sambil menunjuk sebuah pintu.
"Ruang pertemuan pengurus Dewan Keuangan
54 G. Bernard Shaw Kerajaan, Kaisar," jawab Pothinus.
"Oh, ya aku jadi ingat. Aku membutuhkan sedi-
kit uang," kata Caesar dengan enteng, seenaknya, tapi
mengandung wibawa seorang penakluk dunia.
"Kas kerajaan sedang kosong, Kaisar!" sahut
Pothinus. "Ya. Aku melihatnya, sampai hanya ada sebuah
kursi di sini." Rufio langsung menyuruh prajurit untuk
mengambil kursi. "Bawa kursi untuk kaisar ke mari!"
Ptolemy bangkit dengan malu-malu dari kursi-
nya, lalu ia tawarkan pada Julius Caesar. "Kaisar!"
"Tidak, tidak, anakku. Ini adalah kursi ke-
rajaanmu, duduklah!" kata Caesar dengan ramah.
Kembali Caesar menyuruh Ptolemy duduk.
Rufio menyiapkan sebuah kursi dengan kepala burung
rajawali, dekat dengan patung dewa Rha. Di situ ber-
diri tiga kaki penyangga perunggu, seperti menceng-
keram sebuah tempat untuk membakar kemenyan di
tengahnya. Rufio menunjukkan sikap sebagai orang
Romawi yang tidak percaya pada takhayul, memin-
dahkan penyangga tersebut, menggoyang tempat
pedupaan, meniup abunya dan meletakkan kursi itu
di belakang Julius Caesar.
"Duduklah di sini, Caesar!"
Terdengar bisik-bisik di ruangan itu, mereka
bergumam, "Pelanggaran tempat suci."
Kemudian Julius Caesar duduk dan berkata,
"Sekarang saatnya, Pothinus, untuk membicarakan
urusan kita. Aku benar-benar sangat membutuhkan
Cleopatra 55 uang." Britannus melangkah sekali, lalu menyambung
maksud perkataan Caesar. "Atasan saya mengatakan,
ada perjanjian hutang-piutang, yang dibuat Romawi
dengan Mesir, dan ditandatangani sebelum raja
meninggal di Triumvirate. Dan sekarang Kaisar di-
tugaskan negara untuk mendapatkan pelunasan
hutang tersebut secepatnya."
Seperti teringat sesuatu, Julius Caesar langsung
berseru, "Aha, aku lupa. Aku belum memperkenalkan
t e m a n - t e m a n k u disini. Pothinus, ini Britannus,
sekretarisku. Dia adalah orang pulau dari ujung barat
dunia, sehari pelayaran dari Ghaul." Britannus pun
menjura kaku. "Sedangkan laki-laki gagah ini adalah
Rufio, komandan kepercayaanku." Rufio langsung
mengangguk. "Pothinus, aku ingin 16.000 talent7,"
tambah Caesar.
Caesar And Cleopatra Karya G. Bernard Shaw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seketika rakyat Mesir yang ada di situ kaget,
Theodotus dan Achillas saling berpandangan, terdiam
mendengar permintaan yang sangat besar itu.
"40 juta sesterces!8 Tidak mungkin. Tidak ada
uang sebanyak itu di kas kerajaan," jawab Pothinus
dengan perasaan terkejut.
Julius Caesar tak mau peduli, "Hanya 16.000
talent, Pothinus. Kenapa engkau menghitungnya da-
lam sesterces" Satu sesterces hanya bernilai seiris
roti." 7 Talent, m a t a u a n g Romaw i kuno .
8 Secterses, m a t a uan g kerajaa n Mesi r
56 G. Bernard Shaw "Dan satu talent senilai seekor kuda pacuan.
Aku mengatakannya tidak mungkin," bantah Po-
thinus. "Kami sedang berselisih di sini, karena kakak
perempuan raja, Cleopatra akan merebut tahta. Pajak
kerajaan tidak ditarik selama beberapa tahun," sam-
bungnya memberi alasan. "Ya, mereka telah membayarnya, Pothinus.
Pegawaiku telah menariknya setiap pagi," sahut Cae-
sar tenang. Kembali terdengar bisik-bisik, kaget, dan
tawa sumbang di antara para anggota istana.
Rufio langsung bersuara, mengancam dengan
galak. "Kamu haras membayar hutang itu, Pothinus.
Mengapa haras membuang waktu dengan banyak
bicara" Kamu telah cukup mendapatkan kemurahan."
"Apakah itu mungkin Kaisar" Sang penakluk
dunia, masih punya waktu untuk sibuk menarik pajak
dari kami?" tanya Pothinus dengan suara memelas,
memohon pengertian. "Temanku, pajak adalah urusan paling penting
dalam menaklukkan seluruh dunia," jawab Caesar,
yang mulai kesal juga. Terpaksa Pothinus memberi alasan lebih rinci.
"Dengarkanlah, Kaisar! Hari ini, harta benda kuil dan
emas kerajaan harus dikirim ke percetakan untuk dile-
lehkan, dipakai sebagai biaya memberi makan se-
bagian rakyat." Sesaat ia terdiam, lalu menghela napas
pendek. Kemudian berkata dengan nada tinggi,
memendam kemarahan, "Jika mereka melihat kita
duduk sejajar dan minum dengan cangkir kayu, mere-
ka akan marah kepadamu, Kaisar. Satu lagi, jangan
Cleopatra 57 hina kami dengan menggeser patung dewa Rha itu!"
"Jangan takut, Pothinus! Rakyat tahu bagai-
mana enaknya rasa minum anggur di cangkir kayu.
Dan sebagai hadiah u n t u k m u , aku akan membicara-
kan perselisihan tahta, jika kamu mau. Bagaimana
pendapatmu?" ujar Caesar, seperti membujuk.
Pothinus menjawab kesal, "Jika aku bilang tidak,
apa yang akan kamu lakukan?"
Mendengar kata-kata Pothinus. kuping Rufio
menjadi panas, lalu menjawabnya dengan nada me-
nantang, "Tidak ada!"
Kembali Julius Caesar bertanya dengan enteng,
"Kamu mengatakan masalah ini telah berlangsung
setahun Pothinus. Bolehkah kita membicarakan hal
ini selama sepuluh menit?"
" L a k u k a n apa yang kamu inginkan, aku
bingung!" jawab penasehat Ptolemy itu.
"Bagus! Tapi sebelumnya, kita harus menghadir-
kan Cleopatra di sini," pinta Caesar.
"Dia tidak di istana Alexandria. Dia dikirim ke
Syria," sahut Theodotus.
"Kurasa tidak," bantah Kaisar, lalu ia me-
mandang Rufio dan menyuruhnya, "Panggil Tota-
teeta!" Rufio pun berteriak memanggil, "Hai, Teeta-
tota, ke sini!" Tiba-tiba tampaklah sosok Ftatateeta, melang-
kah lunak, memasuki balairung, dan berdiri sombong
di tangga teratas. Sekejap kemudian, ia sudah sampai
di ruang pengadilan. Langsung saja ia membuka suara,
58 G. Bernard Shaw dengan bertanya tentang namanya, "Siapa yang bisa
mengeja nama Ftatateeta, kepala pelayan ratu?"
Julius Caesar menjawab, "Tidak ada yang bisa
mengejanya Tot, kecuali dirimu sendiri." Kemudian
ia bertanya, "Di mana ratu?"
Cleopatra, yang bersembunyi di belakang
Ftatateeta, mengintai mereka dan tertawa. Julius
Caesar bangkit dari kursinya.
"Apakah Ratu berkenan hadir di depan kita
saat ini?" tanya Caesar lagi.
Cleopatra langsung mendorong Ftatateeta ke
samping dan berdiri tegak, lalu ia bertanya sambil
melangkah, "Apakah aku harus bertindak sebagai
seorang Ratu?" "Ya!" jawab Caesar pendek, kembali meyakin-
kan gadis itu. Segera Cleopatra mendatangi kursi kerajaan
dengan tergesa-gesa, menyingkirkan Ptolemy, menye-
retnya turun dari kursi, lalu menempati kursi itu.
Sedang Ftatateeta menuju tempat di tangga balairung
dan duduk di sana, melihat adegan itu dengan kemam-
puannya sebagai seorang penyihir.
Ptolemy yang merasa kalah dan tersingkirkan
dengan kasar, berusaha untuk tidak menangis. Lalu
mengadu kepada Kaisar, "Dia selalu memperlakukan
aku begini. Kalau aku Raja kenapa dia diperbolehkan
mengambil apa saja dariku dengan kasar?"
"Kamu tidak akan menjadi seorang raja, karena
kamu menangis, Sayang! Kamu akan dimakan oleh
orang Romawi," sahut Cleopatra.
Cleopatra 59 Hati Caesar tersentuh juga dengan kekecewaan
Ptolemy, lalu katanya lembut, "Datanglah ke sini,
Anakku! Berdiri di dekatku!"
Ptolemy pun mendatangi Julius Caesar. Di-
sambut kaisar dengan ramah, dipeluk erat penuh rasa
sayang. Cleopatra terlihat cemburu, tersenyum dan
melihat mereka dengan sinis.
Dan dengan pipi memerah, Cleopatra berkata
kesal, "Ambil singgasanamu. Aku tidak mengingin-
kannya!" Dia pun bangkit dari kursi kerajaan, dan
mendatangi Ptolemy, "Pergi, cepat, dan duduklah di
tempatmu!" "Pergilah, Ptolemy. Ambil singgasana, jika itu
ditawarkan kepadamu!" sambung Caesar.
Rufio mengingatkan, "Aku berharap Anda akan
melaksanakan anjuranmu sendiri saat kita akan
kembali ke Romawi, Kaisar!"
Sementara Ptolemy sendiri pelan-pelan kembali
ke singgasana, menjauh dari Cleopatra, karena takut
dengan tangannya. Cleopatra berdiri di samping Julius
Caesar. "Pothinus!..." seru Caesar.
Cleopatra langsung memotong seruan Julius
Caesar, "Tidakkah kamu akan berbicara denganku?"
tanyanya pada Pothinus. "Diamlah. Bila kau buka mulut lagi kamu akan
dimakan!" bentak Caesar.
"Aku tidak takut. Seorang Ratu tidak boleh
takut!" bantah Cleopatra. "Makanlah suamiku itu,"
sambil menunjuk ke arah Ptolemy, "Jika kamu mau,
60 G. Bernard Shaw dia penakut, " ujar Cleopatra lagi.
Kaisar membelalak, "Suamimu! Apa maksud-
mu?" "Hanya masalah kecil," jawab Cleopatra sambil
menatap Ptolemy. Mendengar ucapan Cleopatra, kedua pria
Romawi dan orang Inggris itu saling berpandangan
dengan bingung. Segera Theodotus menjelaskan, "Kaisar, Anda
adalah orang asing, dan tidak paham dengan hukum
kami. Raja dan ratu Mesir diperbolehkan kawin meski
mereka saudara kandung. Ptolemy dan Cleopatra
adalah keturunan raja dan mereka terlahir sebagai
kakak dan adik." Terkejut Britannus mendengar penjelasan ini,
lalu katanya, "Kaisar, ini tidak benar!"
"Bagaimana tidak benar"!" sanggah Theodotus.
Kaisar mengoreksi perkataan anak buahnya.
"Maafkan dia, Theodotus, dia orang biadab, dan ber-
pikir bahwa kebiasaan yang ada di suku dan pulaunya
adalah hukum alam," kata Caesar.
"Sebaliknya Kaisar, orang Mesir yang biadab,
apakah Kaisar tidak salah membela mereka" Aku
menganggap ini sebuah skandal," bantah Britannus.
Julius Caesar. "Skandal atau tidak, temanku,
ini bisa membuka pintu perdamaian," sanggah Cae-
sar. Lalu ia berkata pada Pothinus, "Dengarkan apa
yang aku ajukan!" "Dengarkan Kaisar di sini," tegas Rufio dengan
suara yang lebih keras dan tegas.
Cleopatra 61 "Ptolemy dan Cleopatra harus bersama-sama
menguasai Mesir," kata Caesar.
Achillas keheranan, "Siapakah rajanya, Ptolemy
atau Cleopatra?" tanyanya.
Rufio menjelaskan maksud petinggi Mesir itu.
"Tidak ada selain Ptolemy, Kaisar. Seperti yang
mereka katakan," ujarnya kepada Caesar.
"Baiklah, Raja Ptolemy boleh menikahi kakak-
nya, dan kita akan membawakan mereka hadiah dari
Cyprus," sahut Caesar sambil mengangguk setuju.
Tapi Pothinus tidak puas, lalu menjawab dengan
tidak sabar, "Cyprus tidak ada artinya bagi semua
orang." "Tidak masalah. Kamu harus mendapatkannya
demi perdamaian sesama kalian," tandas Caesar.
Britannus ikut menegaskan keputusan Kaisar.
"Berdamailah dengan penghargaan itu, Pothinus!"
Raut wajah Pothinus menjadi merah padam,
dan dengan suara yang membangkang, ia berkata,
"Kaisar, jujurlah! Uang yang anda inginkan senilai de-
ngan harga kemerdekaan kami. Ambil dan tinggal-
kan kami untuk menyelesaikan masalah kami
sendiri!" Seisi ruangan, para anggota istana dan petinggi
Mesir lainnya langsung berseru setuju dengan pen-
dapat Pothinus. "Ya, Mesir untuk rakyat Mesir," teriak
mereka penuh semangat. Sedang Julius Caesar cuma
terdiam. Suasana menjadi panas, para wakil rakyat Mesir
itu berbicara tak jelas, saling berbicara satu sama lain,
62 G. Bernard Shaw menuntut kemerdekaan. Sang kaisar terlihat tetap
tenang. Tapi Rufio mulai tersinggung, terbakar emosi,
dan dari wajahnya terpancar raut yang galak. Sedang
Britannus mulai memperlihatkan kesombongan.
Rufio segera berteriak, tapi hati-hati, "Mesir
untuk rakyat Mesir! Apakah kalian lupa bahwa ang-
katan perang Romawi telah menduduki tempat ini"
Dan kalian ditinggalkan Aulus Gabinius dengan raja
mainan ini?" Cepat-cepat Achillas menyambung perkataan
Rufio dengan tegas, "Sekarang Mesir di bawah
komando saya. Saya jenderal Romawi sekarang, di
sini Kaisar." "Dan juga jendral dari pasukan Mesir, begitu?"
tanya Julius Caesar, ia merasa geli dengan perubahan
yang lucu itu. "Begitulah, Kaisar!" jawab Pothinus mem-
perjelas maksud Achillas.
Sambil mengerutkan kening keheranan, Julius
Caesar bertanya pada Achillas, "Jadi kamu bisa
mengatakan perang dengan orang Mesir atas nama
Romawi, dan jika perlu mengatakan perang kepada
orang Romawi, kepadaku, atas nama rakyat Mesir?"
"Begitulah, Kaisar!" jawab Achillas pendek.
"Dan di pihak mana kamu sekarang, jika aku
boleh bertanya, Jendral?" tanya Caesar.
Archillas menjawab mantap, penuh keyakinan
dan keberanian, "Saya berpihak pada kebenaran dan
para dewa." "Hmm. Berapa anak buahmu?"
Cleopatra 63 Sambil m e n g e n d u s , Achillas menjawab,
"Mereka akan muncul jika aku berada di lapangan."
Dengan gusar Rufio bertanya, "Apakah kamu
orang Romawi" Jika tidak, berarti tidak masalah
dengan berapa jumlah pasukan yang ada di sini,
mungkin pasukanmu tidak lebih dari limaratus sampai
seribu prajurit." "Percuma menakut-nakuti kami Rufio," gertak
Pothinus. "Kaisar telah dikalahkan sebelumnya dan
mungkin akan dikalahkan lagi. Beberapa minggu lalu
Kaisar lari dari Pomphires agar tetap hidup. Beberapa
bulan lagi dia akan melarikan diri dari Cato dan Cuba,
Caesar And Cleopatra Karya G. Bernard Shaw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diusir Namibia, raja Afrika," tambah Pothinus.
Achillas menanggapi kata-kata Pothinus dengan
suara menantang, tapi menyiratkan ketakutan. "Apa
yang harus aku lakukan dengan empatribu orang?"
tanyanya. Theodutus menjawab kata-kata Achillas dengan
gusar, "Tidak ada uang" Pergilah kamu!" ujarnya
mengejek Pothinus. Semua rakyat Mesir di situ menunjukan sikap
marah dan benci pada Julius Caesar. "Pergilah kamu.
Mesir untuk Rakyat Mesir! Pergilah!" teriak mereka
dengan lantang dan berani.
Rufio mengelus jenggot, menahan marah dan
bicara. Kaisar cuma duduk dengan nyaman seperti
sedang sarapan, dan kucing-kucing berteriak meminta
ikan panggangnya. Cleopatra yang sejak tadi cuma terdiam, tak
tahan melihat tingkah Pothinus dan anggota istana
64 G. Bernard Shaw Mesir. Segera ia mendekati Caesar dan bertanya,
"Mengapa kamu membiarkan mereka berkata begitu
kasar padamu, Kaisar" Apakah kamu takut?"
"Mengapa, Sayangku" Apa yang mereka kata-
kan benar!" jawab Kaisar.
"Tapi kalau kamu pergi, aku tidak akan menjadi
ratu." "Aku tidak akan pergi sampai kamu menjadi
seorang ratu." Tiba-tiba Pothinus berseru keras, "Achillas, jika
kamu tidak bodoh, kamu harus menangkap Cleopatra,
dia berada di bawah tanggungjawab kamu!"
Rufio langsung memanas-manasi mereka.
"Kenapa kamu tidak menangkap Kaisar sekalian,
Achillas?" tanyanya dengan nada mengejek.
Pothinus mendukung usulan itu dengan serius.
"Benar yang dikatakan Rufio, mengapa tidak?"
"Cobalah Achillas!" tandas Rufio, lalu ia pun
segera berteriak, "Pengawal, datanglah!"
Seketika ruang pengadilan itu terisi oleh prajurit
Julius Caesar, siap siaga dengan pedang terhunus di
tangan. Sebagian berada di puncak tangga, menunggu
aba-aba dari pimpinan yang membawa tombak.
Langsung saja Britannus berkata dengan
enteng, "Kalian adalah tahanan Kaisar, semua dari
kalian tanpa kecuali!"
"Ooh tidak, tidak, tidak, tidak begitu, mereka
adalah tamu Kaisar, orang gagah," bantah Caesar
pelan, kata-katanya mengandung maksud yang sulit
dibaca. Cleopatra 65 "Akankah kamu memenggal kepala mereka?"
tanya Cleopatra, seperti tak sabar ingin menyaksikan
pembasmian musuh-musuhnya itu.
"Apa" Memenggal kepala adikmu?" tanya Cae-
sar kaget. "Mengapa tidak" Dia juga akan memotong
leherku jika ada kesempatan, bukankah begitu
Ptolemy?" jawab Cleopatra.
Dengan wajah pucat, penuh ketakutan tapi
terlihat tegar, Ptolemy menjawab lemah, "Ya begitu-
lah. Aku akan melakukannya juga kalau aku sudah
dewasa." Cleopatra kemudian terdiam. Dengan penuh
semangat perjuangan pada keyakinannya sebagai pe-
waris kerajaan Mesir, sebagai ratu, ia tidak mau terli-
bat dalam proses politik selanjutnya. Tapi tetap me-
ngikuti dan mengamati dengan rasa ingin tahu yang
tinggi dan penuh kekaguman, melihat dengan tatapan
yang serius, lalu duduk di penyangga kursi Julius Cae-
sar. Dengan sisa-sisa keberaniannya Pothinus
berkata pada Caesar, "Kaisar, jika kamu datang hanya
untuk menekan kami..." Belum selesai ia berkata,
Rufio sudah memotongnya. "Dia akan berhasil. Orang Mesir, bukalah
pikiran kalian! Kami menguasai istana, laut, dan
pelabuhan sebelah selatan. Jalan pulang ke Romawi
terbuka. Dan kamu harus pergi jika Kaisar mem-
bebaskanmu," ujarnya dengan nada yang mantap dan
tegas. 66 G. Bernard Shaw Julius Caesar menandaskan, sambil menahan
kejengkelan. "Aku tidak ada pilihan, Pothinus! Untuk
mengamankan penarikan pasukanku, aku bertang-
gungjawab atas hidup mereka. Tapi kamu bebas untuk
pergi. Juga semua yang di sini, dan di istana," katanya
tenang. Rufio terkejut dengan pernyataan Caesar.
"Apa" Semua bajingan ini boleh pergi?"
"Tenang saja, Rufio!" jawab Caesar lembut.
"Tapi.. tapi.. tapi..." sergah Pothinus dengan
suara yang lemah. "Bagaimana, Kawan?" tanya Caesar sambil
tersenyum sinis. "Kamu melemparkan kami keluar dari istana
kami sendiri ke jalanan, dan kamu mengatakan ke-
pada kami agar berbesar hati karena kami bebas untuk
pergi" Seharusnya kamu yang pergi!" bantah Pothinus
dengan nada membentak. "Temanmu ada di jalanan, Pothinus. Kamu akan
lebih aman di sana," sahut Caesar sambil melirik Cleo-
patra, dan gadis ini menyambut dengan anggukan
yang menyimpan maksud tertentu.
"Ini penghinaan. Aku pengawal raja. Aku me-
nolak pergi. Aku tetap di sini. Di mana hukummu?"
bantah Pothinus lagi. Sekujur tubuhnya dibanjiri ke-
ringat marah yang tertahan. Ingin rasanya ia mem-
bunuh orang-orang Romawi yang menghinanya itu,
tapi ia tak punya kekuatan.
Julius Caesar berpikir sesaat, lalu menjawab
sambil melihat pedang Rufio. "Hukumku ada di
Cleopatra 67 sarung pedang Rufio, Pothinus. Aku mungkin tidak
bisa menahannya, jika kamu terlalu lama di sini."
Suasana di dalam ruangan itu menjadi gempar.
Pothinus merasa terhina, lalu memaki dengan
secuil keberanian, "Dasar barbar! Itu hukum yang
berlaku di Romawi?" Theodotus yang sejak tadi diam, mulai ikut
bicara. "Tapi aku berharap keputusan Kaisar, bukan
sebentuk penghargaan kepada kami."
"Penghargaan" Apakah aku berhutang atas
pelayanan kalian, Tuan?" tanya Caesar dengan nada
mengejek. "Apakah An da tidak merasa, hidup Kaisar tidak
berarti bagi mereka, sehingga mereka lupa bahwa
A n d a telah m e n y e l a m a t k a n m e r e k a " " sahut
Theodotus. Julius C a e s a r m e r a s a h e r a n , b e r c a m p u r
bingung. "Hidupku! Benarkah begitu?"
"Hidupmu. Kejayaanmu. Masa depanmu."
"Itu benar," sela Pothinus. 'Aku bisa memanggil
semua penyihir untuk melawan pendudukan orang
Romawi, mengusir prajurit paling terkenal di seluruh
dunia. Anda seorang kaisar yang memalukan,"
ujarnya penuh kemarahan. Habis berkata, Pothinus langsung memanggil
seseorang yang namanya pernah menggetarkan hati
Caesar. "Lucius Septimius, ke sini," teriaknya lantang.
"Jika suaraku bisa kau dengar, majulah ke depan dan
tunjukan kehebatanmu!" teriaknya lagi sambil melihat
ke salah satu sudut ruangan.
68 G. Bernard Shaw Kaisar pun mulai merasakan sesuatu yang perlu
diwaspadai. Lalu ia berusaha menghindari diri.
"Jangan, jangan!" pintanya seperti orang yang
ketakutan. "Ya. sudah kuisyaratkan tadi. Biarkan panggung
militer di penuhi oleh penyihir," sahut Theodotus.
Sejurus kemudian, muncullah Lucius Septimius.
bercukur rapi, berbadan atletis. berusia 40 tahun.
dengan raut muka yang simetris, mulut lebar, tampan,
memiliki hidung mancung dengan pakaian orang
Romawi. Ia masuk melalui balairung dan mendatangi
kaisar, sambil menyembunyikan mukanya dengan
jubah beberapa saat, lalu melepasnya dengan kebe-
ranian dan penuh percaya diri, kemudian memandang
sekujur ruangan dengan keyakinan tinggi.
"Wahai penyihir hebat, Lucius Septimius!
Kaisar Romawi ada di depanmu kini. Ia datang untuk
menyelamatkan diri dari serangan lawannya. Apakah
kita akan melindunginya?"
Sesaat Lucius tersenyum kecut sambil menatap
Caesar. Lalu katanya dengan sombong, "Saat kaki
Pompey menyentuh daratan Mesir, kepalanya jatuh
dengan tebasan pedangku."
Dengan perasaan ngeri, Theodotus mengingat-
kan Caesar. "Ia mati di depan mata istri dan anaknya.
Ingat itu, Kaisar! Mereka melihat dari kapal yang
ditinggalkannya. Kami telah memberimu perhitung-
an yang penuh kutukan."
Dengan perasaan ngeri, Julius Caesar berseru,
"Kutukan"!"
Cleopatra 69 Kemudian Pothinus berkata pada Lucius, "Saat
kapalmu bersandar di pelabuhan Mesir, kami telah
memberi kepala lawanmu, bukankah begitu?"
"Benar!" jawab Lucius. "Dengan tangan ini,
Aku membunuh Pompey, aku menaruh kepalanya di
kaki raja," ujarnya bangga sambil mengepalkan
tangan dan melihatnya lekat-lekat.
"Pembunuh!" bentak Caesar. "Jadi kamu juga
akan membunuh Julius Caesar, setelah membunuh
Pompey di Pharsalia?" tanyanya geram.
"Kematian sialan itu, Kaisar! Hanya demi
kemenanganku, aku membunuh orang baik seperti
dia, padahal aku pelayannya. Dia akhirnya mati juga,"
ujar Lucius, lalu tertawa terbahak-bahak penuh
kepuasan. Theodotus menenangkan Kaisar yang mulai
gusar dan geram. "Kematian bukan milikmu, Kaisar,
tapi milik kami," ujarnya pelan, seperti menyatakan
kesetiaan di depan kematian. "Oh tidak, hanya
milikku. Terimakasih kepada kalian, kalian telah
menjadi saksi, dan terimalah juga kutukan kalian!"
teriaknya bingung. Pikirannya jadi kacau, tak mengerti
apa yang terjadi kini. "Kutukan! K u t u k a n " " seru Caesar dalam
kebingungan, ia segera memeras otaknya, lalu berkata
geram, "Oh, seandainya aku tunduk pada kutukan,
apakah aku tidak akan menagih pengganti darah
Pompey yang kau bunuh itu?" Kata-kata Kaisar yang
mengandung kemarahan ini membuat semua orang
yang hadir merasa takut, gemetar, suasana menjadi
70 G. Bernard Shaw tegang. "Bukankah dia sepupuku, teman lamaku, yang
duapuluh tahun memimpin Romawi Raya, dan tiga-
puluh tahun meraih kejayaan" Mengapa bukan aku
yang engkau habisi untuk memuaskan ambisimu" Tak-
dir apa yang memaksaku untuk berperang melawan
seluruh penguasa di dunia ini, ataukah aku yang mem-
buat takdir?" teriak Caesar. Suaranya menggema ke
seluruh ruangan, menembus tembok istana, menusuk
telinga para prajurit. Lalu, teriaknya lagi lebih kencang dengan kema-
rahan yang masih dikendalikan, "Aku, Julius Caesar
adalah serigala. Jika kalian melihatku, aku prajurit
tua yang sudah beruban, penakluk dunia, penguasa
Romawi tertinggi, dihantam oleh pengkhianatan
bangsat ini, dan menganggapnya sebagai kutukan."
Sambil menatap tajam Lucius Septimius, Caesar me-
nyuruhnya pergi. "Pergilah! Kamu telah membuatku
takut," katanya dengan suara yang hampir parau.
Dengan dingin dan menantang, Lucius mem-
bantah, "Cih! Kamu telah melihat kepala terputus
sebelumnya, Kaisar! Juga tangan kanan yang terputus
milik beribu-ribu prajurit di Ghaul, demi balas
dendammu pada Vercingetorix9. Tidakkah kamu
9 Pimpina n prajurit Gallic dar i kerajaa n Arvern i yan g
melakukan pemberontakan melawan aturan Romawi yang
ditentukan oleh Julius Caesar. Caesar hampir menaklukkan
Gaul saat Vercingetorix memimpin kebangkitan rakyat Gaul
pada 52 S.M. Cleopatra 71 membunuhnya dengan seluruh kekejamanmu"
Apakah itu bukan kutukan?"
"Tidak, demi Tuhan!" bantah Caesar. "Bagai-
mana bisa menjadi kutukan" Tidak, potongan tangan
kanan dan kematian Vercingetorix, bukan karena
ambisiku, melainkan didasarkan pada keputusan ber-
sama di gedung perwakilan rakyat," katanya memberi
Caesar And Cleopatra Karya G. Bernard Shaw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
alasan. Dan dengan sindiran yang pedas pada Lucius,
ia berkata, "Itu kebijaksanaan yang hebat, perlin-
dungan yang diperlukan demi keamanan rakyat. Jelas
itu tindakan yang tepat dan bukan kutukan! Apa yang
bisa aku lakukan kemudian" Berpikir bahwa kehi-
dupan manusia merupakan kemurahan hati Kaisar?"
Sesaat Caesar tercenung dengan kata-katanya sendiri,
berpikir sesaat, lalu dengan sikap merendahkan diri,
ia berkata lagi, "Lucius Septimius, maafkan aku atas
kejadian itu! Kamu bebas pergi dengan tenang. Atau
tetap tinggal jika kamu mau. Aku akan menempatkan
kamu di bawah pelayananku."
"Aku tidak perlu melawanmu Kaisar. Aku pergi
saja," Lucius langsung balik, pergi keluar melalui
balairung. Rufio sangat bangga melihat lawannya itu pergi.
Ia cuma menilainya dengan kesimpulan pendek, "Dia
seorang Republik." Mendengar ucapan Rufio, tiba-tiba Lucius
menghentikan langkahnya di tangga balairung,
melihatnya sesaat, dan bertanya "Siapakah kamu?"
"Rufio. Penganut paham Kekaisaran, seperti
semua prajurit kaisar."
72 G. Bernard Shaw D e n g a n t e n a n g dan sabar Julius Caesar
menyela, "Lucius, percayalah padaku, Caesar tidak
menganut paham kekaisaran. Roma telah menjadi
Republik, dan saya adalah orang pertama yang
menjadi seorang Republik. Selamat tinggal!"
"Selamat tinggal," balas Lucius, lalu hilang di
balik dinding istana. Selama Kaisar berdebat dengan Lucius, diam-
diam Pothinus pergi bersama Theodotus dan Achillas
ke suatu ruang, dikawal beberapa prajurit istana. Raja
Ptolemy ditinggal sendirian di kursinya. la kelihatan
tegar, dengan wajah dan jari-jari yang tegang.
Kaisar sejak tadi memperhatikan sikap Rufio
yang suka mengancam. Kaisar memintanya agar tidak
melakukan hal yang lebih buruk. la pun merangkul
dan membawanya turun ke ruangan lain. Britannus
menemani mereka dan berjalan di sebelah kanan
Kaisar. Mereka menuju ke ruangan lain.
Selama berjalan, Rufio menyatakan ketidak-
setujuannya dengan sikap Caesar. "Apakah kamu ber-
pikir bahwa dia akan membiarkan kita pergi jika dia
memegang kepala kita di tangannya?" tanya Rufio.
"Aku tidak mempunyai pikiran yang tepat
untuk menolak pendapatnya," jawab Caesar.
"Bah!" "Rufio, jika aku mengambil Lucius Septimius
sebagai penasehatku, menyayangi, dan memilihnya
menggantikanku menjadi kaisar, apakah kamu masih
akan melayaniku?" Britannus langsung menyela dengan tidak sabar,
Cleopatra 73 sabar, "Kaisar, ini bukan pandangan yang bagus.
Tugasmu untuk Romawi. Jadi dia harus dicegah
dengan menghilangkan kepalanya."
Julius C a e s a r hanya t e r s e n y u m lebar
mendengar perkataan sekretarisnya itu.
"Percuma bicara padanya, Britannus. Lebih baik
kamu menyimpan napas untuk kesenanganmu," sahut
Rufio. Lalu ia menatap Caesar, "Tapi ingat Kaisar!
Pengampunan hanya baik untukmu, tapi tidak bagi
prajurit yang harus berperang besok. Kamu boleh
memberi keputusan apa saja, tapi aku berkata ke-
padamu bahwa kemenangan berikutnya akan menjadi
p e m b u n u h a n besar-besaran. Terima kasih atas
pengampunanmu." Rufio berbalik, melihat sebuah
jendela yang terukir indah, kemudian berkata dengan
segudang kekesalan, "Aku tidak akan mengambil satu
pun tahanan yang Anda maafkan. Aku akan mem-
bunuh musuhku di lapangan, dan kemudian kamu
boleh memberi pengampunan sebanyak yang kamu
inginkan. Aku tidak akan pernah berperang melawan
mereka lagi." Seperti kehabisan pikiran, Rufio
langsung beranjak pergi. Kaisar juga hendak pergi, tapi matanya ter-
sangkut di wajah Ptolemy yang terlihat sedih. "Apa?"
serunya kaget, lalu mendekatinya dengan rasa kasih-
an. "Mereka telah meninggalkan anak ini sendirian!
Oh memalukan, memalukan!"
Rufio juga mendekatinya, lalu menarik tangan
Ptolemy dan membuatnya berdiri. "Selamat datang
dengan segala kemuliaanmu!" sapanya ringan dan
74 G. Bernard Shaw menebarkan senyumnya bak seorang ayah.
Sambil melihat Kaisar, Ptolemy berusaha
melepaskan diri dari cengkraman tangan Rufio dan
bertanya, "Apakah dia akan mengeluarkan aku dari
istanaku?" Rufio menjawab dengan nada mengancarn dan
muka yang menyeramkan. "Kamu boleh tinggal jika
kamu ingin!" katanya dengan maksud menakut-
nakuti. "Silahkan anakku!" ujar Caesar ramah. 'Aku
tidak akan mengusirmu. Tapi akan lebih aman bila
kamu bersama para pelayanmu. Sekarang kamu ter-
ancam di mulut singa," lanjutnya sambil tersenyum
lebar. Ptolemy hendak pergi, "Bukan singa yang aku
takutkan, tapi serigala ini," ujarnya polos. Raja kecil
ini pun pergi melalui balairung.
Julius Caesar mengikuti kepergiannya dan
tertawa keras. "Anak pemberani!"
Setelah Ptolemy pergi, Cleopatra mendekati
Caesar dan katanya dengan wajah cemberut, "la
sedikit bodoh. Kamu kira dia sangat pintar?"
Julius Caesar tak menghiraukan perkataan
Cleopatra, ia malah menyuruh Britannus untuk
mengikuti si raja kecil, Ptolemy, mencari Pothinus dan
teman-temannya. Dan sekretaris Caesar itu pun pergi
mengikuti Ptolemy. Kemudian Rufio menatap Cleopatra dengan
pandangan sinis. "Dan bagian yang lebih baik ini" Apa
yang harus kita lakukan terhadapnya"' tanyanya pada
Cleopatra 75 Caesar. "Bagaimanapun, sebaiknya aku meninggal-
kan kamu," lanjutnya kesal sambil melangkah pergi,
keluar melalui balairung.
Cleopatra segera berbalik cepat mendekati
Kaisar. "Apa maksudmu tadi?" tanyanya kesal.
Julius Caesar hanya tersenyum, menenangkan
diri dengan duduk di kursi Ptolemy. Sementara Cleo-
patra menunggu jawaban dengan pipi memerah dan
mengangkat muka. "Kamu bebas melakukan apa saja
yang kamu senangi, Cleopatra!" sahut Caesar.
Cleopatra tak puas dan tak mengerti maksud
perkataan Caesar. "Kemudian kamu tidak peduli apa-
kah aku akan tinggal di sini atau tidak?" tanyanya lagi.
Sambil tersenyum, Julius Caesar menjawab,
"Tentu saja aku lebih senang kalau kamu tinggal di
sini!" "Lebih, lebih suka?" tanya gadis itu, meminta
ketegasan. Julius Caesar mengangguk, "Lebih, tentu saya
sangat suka kamu di sini saja."
Seperti merengek manja. Cleopatra menandas-
kan keinginannya, "Aku tetap tinggal karena aku akan
bertanya. Tapi aku tidak terlalu menginginkannya."
"Aku bisa mengerti," sahut sang kaisar Romawi.
Lantas ia memanggil pelayan Cleopatra. "Totateeta,"
teriaknya lunak. Ftatateeta tidak menyahut, tetap duduk, meli-
hat Caesar dengan pandangan yang sinis, tidak
bergerak sedikit pun. Mendengar teriakan lunak Caesar, Cleopatra
76 eBook oleh Nurul Huda Kariem MR. G. Bernard Shaw
tertawa lepas, ludahnya hampir menyembur.
"Namanya bukan Totateeta, tapi Ftatateeta." Lalu ia
memanggil pelayannya itu, dan Ftatateeta langsung
berdiri, mendekati Cleopatra.
"Tftatateeta akan memaafkan kesalahan lidah
orang Romawi," sahut Caesar dengan menambahkan
satu huruf pada nama pelayan Cleopatra. "Tota, ratu
akan memegang pemerintahan di sini, di Alexandria.
Perintahkan semua wanita untuk memperhatikan dia,
dan melaksanakan semua apa yang dia inginkan,"
katanya memberi perintah.
"Apakah aku akan menjadi nyonya di rumah
tangga ratu?" tanya Ftatateeta.
Cleopatra menjawab dengan nada yang menu-
suk. "Tidak! Akulah nyonya kediaman ratu." Lalu
katanya enteng dengan sorot mata penuh kebencian,
"Pergi dan lakukan seperti yang telah dia katakan,
atau aku akan memerintahkan orang melemparmu
ke sungai Nil pagi ini sebagai racun buaya malang."
Terkejut Julius Caesar mendengar jawaban
keras Cleopatra. "Oh jangan, jangan!"
"Oh, tentu, tentu! Kamu terlalu berperasaan,
Kaisar, tapi kamu pintar," sahut Cleopatra. "Dan jika
kamu melakukan apa yang aku perintahkan padamu,
kamu akan secepatnya belajar menjadi gubernur,"
lanjutnya dengan nada merendahkan.
Julius Caesar terdiam seketika mendengar
kekurangajaran tersebut, lalu ia bangkit dari kursinya
dan melihat ke arah Cleopatra. Sedang Ftatateeta
sendiri merasa ngeri, pergi, meninggalkan mereka
Cleopatra 77 berdua. Sesaat ruangan itu menjadi sunyi senyap, tinggal
hamparan kosong, menyisahkan dua pasang anak
manusia yang usianya terpaut 34 tahun.
Dan kesunyian itu pun pecah ketika Julius Cae-
sar berkata dengan lembut pada Cleopatra. "Aku
benar-benar memikirkan, aku ingin memakanmu,
sebenarnya." Sambil berlutut di sampingnya, Cleopatra
melihat Caesar dengan kagum, setengah ragu, se-
tengah senang untuk menunjukan kecerdasannya.
"Kamu seharusnya tidak menganggapku sebagai anak
kecil!" "Kamu telah tumbuh sejak Sphinx memper-
kenalkan kita pada malam itu, dan kamu tahu lebih
banyak dari pada apa yang siap kuajarkan."
Cleopatra terduduk dan cemas menilai dirinya
sendiri. "Tidak! Betapa bodohnya aku, tentu saja aku
tahu. Tapi apakah kamu marah kepadaku?" ujarnya
dengan pikiran yang galau, bingung dan tak tentu
arah. "Tidak!" "Lalu kenapa kamu sangat tegang?"
"Aku mempunyai tugas yang harus diselesaikan,
Cleopatra," jawab Caesar sambil bangkit, hendak
pergi. Cleopatra mencegah dengan mengibaskan
tangannya ke belakang, "Bekerja?" Dan dengan nada
kecewa ia menggurutu, "Kamu capai bicara denganku,
dan itu alasanmu untuk pergi dariku!"
78 G. Bernard Shaw Julius Caesar kembali duduk untuk menyenang-
kannya. "Baik, baik, beberapa menit saja. Setelah itu
saya harus kembali bekerja!"
Cleopatra tak mau peduli. Lalu katanya lagi
kesal, "Bekerja" Omong kosong! Kamu harus ingat,
kamu seorang raja sekarang. Aku telah menjadi-
kanmu raja. Raja tidak bekerja."
"Oh! Siapa yang mengatakan ini kepadamu,
wahai kucing kecil" Heh?"
"Ayahku seorang raja Mesir, dia tidak pernah
bekerja. Tapi dia raja yang besar, dan memenggal
kepala kakakku karena memberontak dan merampas
tahta." "Baik, dan bagaimana dia memperoleh tahtanya
kembali?" Dengan penuh semangat, riang dan mata
terbuka lebar Cleopatra menjawab, "Aku akan men-
ceritakannya kepadamu. Seorang anak muda yang
tampan, dengan lengan yang kuat dan kekar, datang
melalui gurun dengan beberapa penunggang kuda,
lalu membunuh suami kakakku, dan mengembalikan
tahta ayahku." Dengan penuh penghayatan, Cleo-
patra melanjutkan ceritanya, "Saat itu, aku baru
berusia 12 tahun. Oh aku berharap dia akan datang
lagi, sekarang aku seorang ratu. Aku akan membuat-
nya menjadi suamiku."
"Itu sudah diatur, saat itu aku mengirim laki-
laki muda yang tampan itu untuk membantu ayahmu,"
sahut Caesar sambil tersenyum.
Seketika Cleopatra terkejut, jantungnya pun
Cleopatra 79 berdebar-debar. "Kamu tahu dia?"
Julius Caesar mengangguk, "Tentu!"
Caesar And Cleopatra Karya G. Bernard Shaw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apakah dia bersamamu?" Julius Caesar
menggelengkan kepalanya, Cleopatra terlihat kecewa.
"Oh, Aku berharap dia datang. Hanya saja jika kamu
sedikit lebih tua, mungkin dia tidak berpikir bahwa
aku seekor kucing, seperti yang kamu katakan! Tapi
mungkin itu karena kamu tua. Dia beberapa tahun
lebih muda dari kamu kan?"
Setelah mengingat-ingat, Caesar menyahut,
"Dia lebih muda beberapa tahun."
"Menurutmu, apakah dia mau menjadi suamiku
jika aku memintanya?" tanya sang ratu.
"Pasti mau, dia sangat suka kamu!" jawab Cae-
sar. "Tapi aku tidak ingin memintanya. Maukah
kamu membujuknya untuk menanyakannya tanpa
tahu bahwa aku juga menginginkannya?"
Julius Caesar merasa tersentuh dengan ke-
luguan gadis belia ini. Cleopatra tidak tahu bagaimana
karakter lelaki gagah Romawi, pikir Caesar. Lalu
katanya pelan, "Anakkuyang malang!"
"Kenapa kamu merasa sangat kasihan kepada-
ku" Apakah dia mencintai perempuan lain?"
"Itu yang aku khawatirkan," jawab sang kaisar.
"Lalu aku bukan cinta pertamanya!" sambung
Cleopatra dengan suara yang hampir tenggelam. la
merasakan kekecewaan yang dalam, dan matanya pun
mulai berkaca-kaca. "Bukan yang pertama mungkin. Tapi dia sangat
80 G. Bernard Shaw terkagum-kagum pada wanita."
"Aku berharap bisa menjadi wanita pertama
baginya. Tapi jika dia mencintaiku, aku akan mem-
buatnya beristirahat total. Katakan padaku, apakah
dia tetap tampan" Apakah lengannya yang kekar dan
kuat masih bersinar seperti kelereng jika terkena sinar
matahari?" "Dia dalam kondisi yang bagus, tergantung
berapa banyak dia makan dan minum."
"Oh, kamu jangan melebih-lebihkan dia, aku
menyukainya dengan hal-hal yang wajar saja. Dia
baik." "Dia kapten pasukan berkuda yang terkenal,
dan mempunyai kaki yang kuat dibanding orang
Romawi lainnya," puji Caesar.
Dengan penuh gairah dan semangat, Cleopatra
bertanya lagi, "Siapakah nama aslinya?"
Julius Caesar terlihat bingung, "Nama aslinya?"
"Ya. Aku selalu memanggilnya Horus10, sebab
Horus adalah dewa kami yang paling tampan. Tapi
aku ingin tahu nama sebenarnya."
"Namanya Mark Anthony."
Cleopatra langsung mengulang-ngulang nama
itu sambil berdendang, "Mark Anthony, Mark
Anthony, Mark Anthony! Sebuah nama yang bagus!"
1 0 Dew a Horus , salah sat u dew a Mesi r kuno , ana k
dewa Osiris, y a n g d i l a m b a n g k a n d e n g a n b u r u n g elang,
bermata matahari d a n bulan. la m e r u p a k a n simbol segala
kemuliaan, kejayaan, kebaikan d a n keberanian.
Cleopatra 81 Segera ia memeluk leher Julius Caesar dan berseru
kegirangan, merasakan kebahagiaan yang tak terkira.
Wajahnya yang tadi pucat mendung, kini berganti
cerah bagai sinar rembulan. "Oh, Aku mencintaimu
karena mengirimnya untuk membantu ayahku!
Apakah kamu mencintai ayahku juga?"
"Tidak anakku! Karena ayahmu, seperti yang
kamu katakan, tidak pernah bekerja. Aku selalu
bekerja. Maka saat dia kehilangan tahtanya dia men-
janjikan kepadaku 16.000 talent untuk mengembali-
kan tahta itu kepadanya."
"Apakah dia telah membayar semuanya?"
"Belum semuanya."
"Dia benar. Itu terlalu mahal. Dunia yang besar
ini tidak berharga lebih dari 16.000 talent."
"Mungkin itu benar, Cleopatra. Tapi rakyat
Mesir harus bekerja keras untuk membayar sebanyak
yang dapat kami tarik dari mereka. Dan itu masih ber-
laku. Tapi hampir tidak mungkin aku mendapatkan-
nya, karena itu aku harus bekerja kembali. Maka
kamu harus pergi sementara dan bawa sekretarisku
kemari." Dengan manja Cleopatra merajuk. "Tidak! Aku
ingin tetap di sini dan mendengarkan kamu bercerita
tentang Mark Anthony."
"Tapi jika aku tidak bekerja, Pothinus dan yang
lainnya akan mengusir kami dari pelabuhan, akibatnya
jalan ke Romawi akan ditutup."
"Tidak masalah. Aku tidak ingin kamu pulang
lagi ke Romawi." 82 G. Bernard Shaw "Tapi kamu ingin Mark Anthony datang dari
sana." "Oh, ya.., aku lupa. Pergi cepat dan bekerjalah
Kaisar, dan jaga jalan yang melewati laut agar tetap
terbuka untuk Mark Anthony-ku." Segera ia berlari
keluar balairung, mencium tangannya memberi salam
kepada Mark Anthony di seberang lautan.
Julius Caesar pun pergi bergegas ke tangga
balairung. "Britannus!" teriak Caesar memanggil
sekretarisnya. Tiba-tiba dia dikagetkan dengan ma-
suknya seorang prajurit Romawi yang terluka, saat
berpapasan di situ. "Apa yang terjadi?"
Sambil menunjuk kepalanya yang diperban,
sang prajurit menjawab, "Ini Kaisar, dua bawahan saya
terbunuh di pasar." Dengan tetap tenang dan penuh waspada, Cae-
sar berusaha menyembunyikan kagetnya. "Oh, ada
apa?" "Sepasukan prajurit datang dari Alexandria,
menyebut dirinya sebagai angkatan perang Romawi."
"Penyerangan dari pasukan Romawi, begitu?"
"Dipimpin orang yang bernama Achillas."
"Bagus!" "Para penduduk juga menyerang kami saat
pasukan itu memasuki gerbang. Saya melarikan diri
ke sini." "Bagus! Aku senang melihatmu hidup."
Tiba-tiba Rufio muncul memasuki balairung ter-
buru-buru, melewati belakang prajurit untuk melihat
keluar melalui jendela di atas lengkungan balairung.
Cleopatra 83 "Kita terkepung," teriaknya.
"Kita harus mundur," sahut Caesar memberi
perintah. Sejurus kemudian, Britannus muncul, tergopoh-
gopoh dan memanggil Caesar. ''Kaisar!..."
Julius Caesar memotong perkataan Rufio. "Ya
aku sudah tahu." Rufio dan Britanus segera menuruni tangga
balairung menuju ruangan lain pada sisi yang berla-
wanan. Julius Caesar pun langsung memberi petunjuk.
"Komandan, perintahkan prajurit untuk keluar mela-
lui pantai dengan perahu. Bawa prajurit yang luka dan
bawa mereka. Pergi!"
Habis mendapat perintah sang komandan pergi
dengan cepat. Julius Caesar menuju ke Rufio dan Bri-
tannus. "Rufio, kita punya beberapa kapal di pela-
buhan sebelah barat. Bakar semua!"
Mata Rufio membelalak kebingungan. "Mem-
bakarnya"!" tanyanya tak percaya.
"Ambil semua perahu yang kita punyai di pe-
labuhan sebelah selatan, dan duduki Pharos, pulau
yang ada menaranya itu. Tinggalkan separuh dari
orang-orang kita untuk menguasai pantai dan seba-
gian di luar istana. Ini adalah jalan menuju ke
Romawi." Rufio menyanggah dengan kuat dan hati-hati,
"Apakah kita akan menyerahkan kota ini?"
"Kita tidak punya pilihan Rufio. Tapi istana ini
kita duduki," tegas Caesar. "Bangunan apa yang ada
di sebelah?" 84 G. Bernard Shaw "Gedung pertunjukan," jawab Rufio.
"Kita akan menguasainya juga. Ini berhubungan
dengan perintah di pantai agar kita bisa mengalahkan
mereka. Mesir untuk rakyat Mesir!"
"Bagus! Anda tahu banyak, aku bangga!" puji
Rufio. "Apakah rencana kita seperti ini?" Kembali ia
bertanya. "Ya, seperti ini!" jawab Caesar. "Apakah perahu
sudah dibakar semua?"
"Tenanglah! Aku tidak akan membuang waktu
lagi." Rufio segera berlari keluar.
Sesaat setelah kepergian Rufio, Britannus
muncul lagi, memberi laporan. "Kaisar, Pothinus tidak
mematuhi perintahmu. Menurut pendapatku, dia
perlu diberi pelajaran. Tingkah lakunya tidak ber-
adab." "Di mana dia?" tanya Caesar.
"Dia menunggu di luar."
"Hai di sana! Izinkan Pothinus menghadap."
Sejurus kemudian Pothinus muncul dari sebelah
balairung, dan melangkah dengan pandangan yang
sangat mengejek pada Britannus.
"Bagus, Pothinus?" sapa Caesar.
"Aku membawakan ultimatum kami, Kaisar!"
sahut Pothinus mantap. Julius Caesar tersenyum sinis. "Ultimatum!
Pintu telah terbuka, kamu harus keluar sebelum kamu
mengumumkan perang. Kamu adalah tahanan kami
sekarang." Pothinus terkejut dengan sambutan yang tidak
Cleopatra 85 disangka-sangka itu. la pun marah seketika, lalu
mengancam dengan suara yang keras. "Aku tahanan
kalian"! Apakah kalian tahu, Raja Ptolemy dengan
sepasukan di luar perkiraan pasukan kecilmu sekarang
menguasai Alexandria?"
Dengan acuh Julius Caesar melangkah ke kursi
dan menjawab, "Baiklah temanku, keluarlah jika ka-
mu bisa. Dan katakan kepada temanmu untuk tidak
membunuh lagi orang Romawi yang ada di pasar. Atau
prajuritku, yang tidak mengindahkan pengampunan-
ku, akan membunuhmu. Britannus, perintahkan ke-
pada penjaga, dan ambilkan perlengkapan perangku."
Segera Britannus keluar, dan Rufio sudah kembali
lagi, langsung disambut kaisar, "Bagaimana?"
Sambil menunjuk pada gumpalan asap yang
mengepul dari pelabuhan, Rufio menjawab, "Lihat
di sana!" "Apa" Perang sudah dimulai"! Tidak mungkin!"
pekik Caesar. "Ya, lima kapal bagus dan sebuah kaleng besar
berisi minyak telah hangus. Tapi ini bukan tindakan
saya," jawab Rufio sambil melihat kepulan asap tebal
dan hitam. "Orang Mesir telah menyelamatkan saya
dari kerusuhan. Mereka telah menguasai pelabuhan
sebelah barat," sambungnya.
Dengan penuh kekhawatiran Julius Caesar
bertanya, "Dan pelabuhan sebelah timur" Menara itu
Rufio?" Rufio kelihatan tegang menahan kemarahan,
mendatangi Julius Caesar dan meminta persetujuan.
86 G. Bernard Shaw "Bisakah saya menaikkan jumlah pasukan dalam lima
menit" Pasukan pertama sudah siap di pantai. Kami
tidak bisa melakukannya lebih dari itu. Jika anda ingin
gerakan prajurit yang lebih cepat lagi, turun, dan silah-
kan pimpin sendiri."
Julius Caesar hanya tersenyum dan berusaha
menenangkan Rufio. "Bagus, bagus! Sabar, Rufio,
sabar!" "Sabar"! Siapa yang tidak sabar di sini, Anda
atau saya " Saya tidak akan di sini jika saya tidak bisa
mengawasi mereka dari balkon ini!"
"Maafkan aku Rufio, suruh pasukan bergerak
secepat mungkin," sahut Caesar dengan air muka yang
mulai membayang cemas. Tiba-tiba terdengar ratapan sedih seorang tua
dalam kemalangan yang sangat. Terdengar lebih dekat
dan lebih kuat, nampak Theodotus menerobos ke
dalam, menangjsi nasibnya, mengungkapkan bencana
yang menimpa. Rufio melangkah ke belakang untuk
melihatnya, kaget dengan sosok yang menyedihkan
itu. Sedang Pothinus sudah berdiri di dekatnya,
mendengarkan kata-katanya.
Theodotus berada di tangga, dengan tangan
diangkat berteriak sedih, "Kengerian yang tidak bisa
di ungkapkan! Aduh! Celaka! Tolong!"
"Apa yang terjadi?" tanya Rufio.
"Siapa yang terbunuh?" sambung Julius Cae-
sar. "Terbunuh! Oh, ini lebih buruk dari kematian
Caesar And Cleopatra Karya G. Bernard Shaw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sepuluh ribu orang! Kehilangan yang tidak bisa di-
Cleopatra 87 perbaharui manusia!" jawab Theodotus dengan sedih,
air matanya pun mulai tumpah di pipi, menangisi
sesuatu yang amat berharga bagi kehidupan.
'Apa yang terjadi?" tanya Rufio bingung.
"Api membakar kapal-kapal kalian. Tapi salah
satu dari tujuh keajaiban dunia musnah. Perpustakaan
istana Alexandria terbakar," jawab pria tua itu sambil
menangis sesunggukan. Rufio tak terkejut sedikit pun. la merasa biasa
dan tenang-tenang saja. Kemudian ia melangkah ke
balkon dan melihat persiapan pasukan yang berada
di pantai. "Apakah semuanya?" tanya Caesar.
Theodotus menggeleng sedih, tidak mampu
membayangkan malapetaka yang akan ditimbulkan
dengan hancurnya perpustakaan tersebut. "Semua!
Kaisar, maukah Anda pergi untuk menenangkan
prajurit barbar yang terlalu mengabaikan betapa ber-
harganya buku-buku itu?"
"Ini lebih baik untuk orang Mesir yang harus
menjalani hidup dari pada bermimpi melalui bantuan
buku-buku," sahut Caesar.
Theodotus langsung berlutut, kesedihan mengu-
ras seluruh jiwanya, tenggelam dalam lautan keke-
cewaan dan penderitaan batin yang perih menyayat
kalbu. "Kaisar, sampai sepuluh generasi manusia,
dunia tidak bisa mengembalikan buku-buku yang
sudah musnah itu." Dengan tegas Julius Caesar berkata, "Jika
perpustakaan tidak bisa memuliakan umat manusia,
88 G. Bernard Shaw algojo yang akan membakarnya."
"Tanpa sejarah, dunia tak berarti, kehidupan
tidak akan berjalan dan yang tinggal hanyalah
kematian tidak terkira," balas Theodotus dalam suara
yang parau. "Kematian bisa terjadi dengan berbagai sebab
dan kapan saja bisa terjadi. Aku tidak meminta
kuburan yang lebih baik," sahut Caesar dengan nada
meremehkan arti sebuah peradaban.
Theodotus merunduk pilu, tak habis pikir,
mengapa Caesar berkata seperti itu, layaknya orang
barbar. Lalu katanya mencoba mengingatkan, "Tapi
apa yang terbakar di sini adalah tonggak sejarah dan
peradaban yang sangat penting bagi umat manusia."
"Tonggak yang memalukan. Biar saja terbakar!"
Tak tahan mendengar ejekan Caesar, Theo-
dotus bertanya dengan suara membentak, "Apakah
An da akan menghancurkan masa lalu?"
"Oh tentu, dan membangun masa depan di atas
reruntuhannya," jawab Caesar angkuh.
Theodotus hanya dapat menelan ludah, meng-
gigit bibir, tak sanggup marah dan akhirnya memu-
kulkan tinjunya di lantai.
"Tapi dengarkan Theodotus, guru raja. Kamu
menghargai kepala Pompey tidak lebih dari harga
seiris bawang. Kesedihan yang membanjir di mata
tuamu, keperihanmu yang memohon penyelamatan
naskah kulit domba, tidak akan bisa menggantikanmu
sebagai tahananku. Tapi kamu bisa keluar dengan
bebas dari istana. Sekarang pergilah, temui Achillas
Cleopatra 89 dan pinjam pasukannya untuk memadamkan
kebakaran." Baru melangkah sekali Pothinus sudah meme-
gang bahu Theodotus dan berkata dengan suara yang
terdengar kelam, "Kamu tahu Theodotus" Aku
menjadi seorang tahanan."
"Seorang tahanan?" tanya Theodotus ke-
heranan. Julius Caesar menegur Theodotus. "Apakah
kamu akan tetap di sini untuk mengobrol, sementara
tonggak sejarah dan peradaban manusia terbakar?"
Lantas ia memanggil seorang prajurit, "Hai, kesini!
Antar Theodotus keluar!"
Sambil menangkap sorot mata Pothinus, Theo-
dotus melangkah pergi dengan terburu-buru. 4Aku
harus menyelamatkan perpustakaan."
Dengan ringan Caesar menyuruh Pothinus.
"Ikuti dia sampai ke gerbang. Demi keselamatan
dirimu, perintahkan segera kepada rakyatmu untuk
tidak lagi membunuh prajuritku!"
"Hidupku lebih berarti jika kamu mengambil-
nya, Kaisar," sahut Pothinus, kemudian pergi
menyusul Theodotus. Nampak Rufio, serius memperhatikan pembe-
rangkatan pasukannya, tidak menghiraukan keper-
gian dua orang Mesir di belakangnya. Lantas ia
berteriak ke arah pantai, "Di sana sudah siap semua?"
Dari bawah, seorang prajurit menjawab dengan
teriakan yang lebih sigap, "Siap. Kami menunggu
kaisar!" 90 G. Bernard Shaw "Katakan pada mereka, saya segera datang,"
ujar Caesar, lalu memanggil Rufio agar mendekat.
Rufio berteriak lagi ke bawah, memberi perin-
tah, "Dorong semuanya, kecuali kapal panjang. Siap-
kan pemberangkatan, pengawal kaisar ke sini." Se-
jurus kemudian ia meninggalkan balkon dan turun ke
dalam ruangan. "Ke mana orang-orang Mesir tadi"
Apakah ada pengampunan lagi" Apakah kamu telah
membiarkan mereka pergi?" tanyanya pada Caesar.
Julius Caesar mengangguk. "Aku telah mem-
biarkan Theodotus pergi untuk menyelamatkan per-
pustakaan. Kita harus menghormati koleksi pustaka,
Rufio." Seperti mengamuk Rufio berteriak, "Orang
bodoh dipimpin orang bodoh! Aku percaya Anda bisa
menghidupkan kembali semua yang mati di Spanyol,
Khabul, dan Thessaly kalau mereka melawan lagi."
"Mungkin tidak," bantah Kaisar. "Tuhan meng-
hancurkan dunia jika mereka menginginkan perda-
maian hanya untuk satu tahun, membasmi orang-
orang yang suka berperang demi nafsu kekuasaan!"
Rufio mengeluarkan semua kesabarannya, pergi de-
ngan segumpal kemarahan. Kaisar secepatnya men-
cengkeram lengan baju Rufio, dan membisikkan keli-
cikan di telinganya. "Di samping itu, teman, setiap
orang Mesir yang kita penjara berarti memenjarakan
dua orang prajurit Romawi untuk menjaganya, bukan-
kah begitu?" "Ahh! Aku sudah mengerti muslihat serigala di
balik perkataanmu yang sopan." Rufio kemudian
Cleopatra 91 pergi dengan tertawa getir menuju balkon untuk
melihat persiapan selanjutnya yang hampir selesai.
"Apakah Britannus tidur" Aku memerintahkan
dia untuk mengambil perlengkapan perangku." Kem-
bali Caesar memanggil Britannus.
Cleopatra berlari masuk melalui balairung
dengan pelindung kepala dan pedang milik kaisar,
menghindari Britannus yang mengikutinya dengan
rompi baja dan sepatu. Mereka mendatangi kaisar,
Cleopatra berdiri di kirinya sedang Britannus di
sebelah kanan. "Aku akan mendandanimu, Kaisar. Duduklah!"
pinta Cleopatra. Caesar pun menurut dan diam.
"Pelindung kepala orang Romawi ini sangat cocok!"
ujar gadis itu sambil menanggalkan mahkota daun
kaisar. "Oh!" Cleopatra terperanjat dan tak bisa
menahan ketawa. "Apa yang kamu tertawakan?" tanya Caesar
jengkel. "Kamu ternyata botak," jawabnya sambil
cekikikan kecil. Merasa diejek Julius Caesar bangkit dan
memastikan rompi baja yang dipakaikan Cleopatra
pada Britannus. "Terima kasih, Cleopatra!"
"Jadi Kaisar memakai mahkota rangkaian daun
salam untuk menyembunyikan botaknya," ujar Cleo-
patra lagi dan berusaha menyembunyikan ketawanya.
"Diam orang Mesir!" bentak Britannus. "Kami
datang untuk menaklukkan Mesir," ucapnya sambil
mengikatkan rompi baja kaisar.
92 G. Bernard Shaw Cleopatra balas membentak, "Diam kamu
orang pulau!" Kemudian ia berkata pada kaisar,
"Anda seharusnya melumuri kepalamu dengan gula
pasir kaisar. Itu akan membuat rambut Anda
tumbuh." Dengan muka marah Caesar menatap Cleo-
patra. "Apakah kamu suka untuk diingatkan bahwa
kamu masih sangat muda?" tanya Caesar yang makin
jengkel saja. "Tidak!" Julius Caesar duduk lagi, mengulurkan kakinya
pada Britannus, yang berlutut untuk memakaikan
sepatu kaisar. "Begitu juga aku tidak suka diingatkan
bahwa aku sudah tua. Akan kuberikan kepadamu
sepuluh tahun usiaku. Itu akan membuatmu berumur
26 tahun, dan sisanya untukku. Apakah ini sebuah
tawaran?" Cleopatra mengangguk setuju dengan gembira.
"Aku berumur 26 tahun," sahutnya sambil memakai-
kan pelindung kepala. "Oh, sangat bagus! Kamu ter-
lihat kurang dari lima puluh tahun!"
Lagi-lagi Britannus merasa kesal dengan
tingkah Cleopatra, lalu melihatnya dengan sorot mata
yang mengandung kebencian. "Kamu tidak boleh ber-
tingkah seperti itu kepada kaisar."
"Apakah benar saat kaisar menangkapmu di
pulau itu, seluruh tubuh Anda kelihatan biru?" tanya
Cleopatra dengan nada mengejek.
"Biru adalah warna seragam pasukan Inggris
agar bernasib baik. Dalam perang kami mewarnai
Cleopatra 93 tubuh kami biru," jawab Britannus sambil menelan
ludah kejengkelan. "Jadi meskipun musuh sudah
menangkap, melucuti pakaian dan hidup kami,
mereka tidak bisa melepaskan kami dari kesetiaan
kami," tegasnya sambil bangkit.
Sambil membawa pedang kaisar, Cleopatra
berkata, "Biarkan Aku yang memegang pedang.
Sekarang lihatlah, sangat bagus!" Lalu tanyanya
sambil melirik Caesar, "Apakah atribut ini telah
memberikan status kepadamu di Roma?"
"Ya, beberapa status," jawab Caesar.
"Kamu harus mengirimkan satu dan mem-
berikannya padaku." Rufio muncul yang kelihatan lebih sabar dari
sebelumnya. Segera ia berkata pada Caesar sambil
melirik Cleopatra dengan jengkel. "Sekarang Kaisar!
Apakah kamu telah selesai bicara" Selama kakimu
masih menginjak tempat ini, tidak ada perintah untuk
membawa orang kita kembali. Kapal telah siap di
pelabuhan, sedang pasukan lainnya telah menuju
menara mercusuar." Julius Caesar mengambil pedangnya dan
mengamati tepiannya. "Apakah senjata ini telah
disiapkan dengan baik, Britannus" Di Pharsalia,
pedang ini menebas bergalon-galon minyak."
"Hari ini, pedang itu akan memotong kepala
orang Mesir, Kaisar. Aku telah menyiapkannya
sendiri," jawab Britannus.
Tiba-tiba Cleopatra melingkarkan tangannya
dengan ketakutan, memeluk Caesar, "Oh, kamu tidak
94 G. Bernard Shaw sungguh-sungguh pergi bertempur untuk terbunuh,
kan?" "Tidak Cleopatra, tidak ada seorang pun yang
pergi berperang untuk dibunuh."
"Tapi mereka telah terbunuh. Suami kakakku
terbunuh dalam peperangan. Kamu tidak boleh per-
gi," pinta Cleopatra dengan nada memelas. "Biarkan
dia yang pergi," pintanya lagi sambil menunjuk Rufio.
Orang-orang kaisar itu menertawakannya, tak tahan
melihat kegelian dan kemanjaan sang ratu Mesir.
"Jangan pergi. Apa yang akan terjadi denganku
jika kamu tidak pernah kembali?"
Dengan nada menantang, Julius Caesar
bertanya, "Apakah kamu takut?"
"Tidak!" "Pergi ke balkon, dan kamu akan melihat kami
menduduki Pharos. Kamu harus belajar untuk melihat
peperangan. Pergi!" perintah Caesar dengan penuh
kegagahan. Cleopatra pun pergi, dan melihat keluar
dari balkon. Langsung saja Caesar melirik temannya, "Ini
bagus. Sekarang Rufio!"
Cleopatra mencegah mereka dengan bertepuk
Caesar And Cleopatra Karya G. Bernard Shaw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tangan. "Oh, kamu tidak boleh pergi!" seru gadis itu,
sambil berlari, menubruk kaisar dan memeluknya
erat-erat. "Mengapa" Terus bagaimana?" tanya Caesar,
dielus-elusnya rambut Cleopatra dengan lembut.
"Mereka memadamkan api di pelabuhan
dengan membawa ember, mereka juga menyedot air,"
Cleopatra 95 ujar Cleopatra sambil menunjuk keluar di sebelah
kirinya. Rufio terlihat mulai sangat resah dan takut. "Itu
benar. Angkatan perang Mesir!" sergahnya cepat.
Lalu ia berkata pada Caesar dengan marah, "Ini
karena pengampunanmu, Kaisar. Theodotus telah
membawa mereka." Julius Caesar tercenung dengan kecerdasannya
sendiri. "Aku mengharapkannya begitu, Rufio.
Mereka telah datang untuk memadamkan api. Saat
mereka sibuk memadamkan api, kita akan bergerak
ke menara itu." Habis berkata Caesar langsungpergi,
begitu cepat dan penuh wibawa. Dia menerobos
keluar melalui balairung, diikuti Britannus.
Dasar licik, lebih licik, batin Rufio. Lalu ia
menyusul dan dari bawah terdengar teriakan prajurit
mengumumkan kedatangan kaisar.
"Semua menyingkir," teriak komandan
pasukan. "Beri jalan!" terdengar teriakan yang lain.
Dari lengkungan balairung Cleopatra me-
lambaikan sapu tangannya. "Selamat tinggal, selamat
tinggal, Kaisar sayang! Kembalilah dengan selamat.
Selamat tinggal!" 96 G. Bernard Shaw BAGIAN 4 DARI pinggir dermaga depan istana, dengan
memandang ke barat, akan terlihat menara terkenal,
sebuah kotak yang sangat besar, menjulang tinggi
untuk menyangga lampu mercusuar di puncaknya. la
begitu kecil, tenang, tertancap dalam pelukan pulau
Pharos. Untuk menyeberang ke pulau lain, Heptasta-
dium, pulau itu dihubungkan dengan laut yang sangat
dalam, satu-satunya jalan tembus yang berjarak lima
mil. Seorang prajurit Romawi berdiri sigap di
tengah-tengah dermaga, menjaga pantai dengan
penuh waspada. Tangan kiri melindungi matanya agar
bisa melihat lebih jelas, sedang tangan kanan me-
megang tombak. Tombaknya terbuat dari kayu dengan
panjang 4 1/2 kaki, disambungkan besi sepanjang 3
kaki. Penjaga itu terlalu serius sehingga tidak mem-
perhatikan kedatangan beberapa sosok, dari sebelah
utara. Ada empat pengangkut barang, membawa gu-
lungan permadani, diikuti Ftatateeta dan Apollo-
dorus, orang Sicilia. Cleopatra 97 Apollodorus adalah seorang laki-laki kuat ber-
umur sekitar 24 tahun, memiliki raut muka yang
tampan, berpakaian aneh penuh kemewahan, hampir
semuanya berwarna ungu dan sedikit abu-abu, yang
dihiasi bross, ukiran perak, batu permata dan giok.
Pedangnya mempunyai sisi tajam berwarna biru,
terlihat dari sarungnya yang tembus pandang. Sedang
sarungnya terbuat dari kulit berwarna ungu dan dihiasi
benang emas. Pengangkut barang, dipimpin Ftata-
teeta, melewati dermaga di belakang penjaga, mereka
melangkah ke arah tangga istana untuk menaruh
bawaan. Apollodorus tidak bersama mereka lagi, dia
heran dengan ketidakwaspadaan penjaga.
"Siapa yang ada di situ, hai?" teriak Apollodrus
memanggil penjaga. Dengan cekatan sang penjaga melihat arah
datangnya suara. Tangannya memegang tombak erat-
erat, penuh siaga, memperlihatkan badannya yang
kecil, kurus, berambut pirang, dengan wajah yang
nampak lebih tua. "Apa" Siapa kamu?" teriaknya,
balik bertanya. "Aku Apollodorus orang Sicilia," jawab
Apollodorus. "Ada apa, apa yang kamu lamunkan"
Sejak aku datang dan melewati jalan di depan gedung
pertunjukan, aku telah membawa barang-barangku
melalui tiga penjaga, semua juga sibuk melihat ke arah
menara, dan tidak ada seorang pun yang mem-
perhatikan aku. Apakah itu aturan orang Romawi?"
Sang penjaga menjawab, "Kami di sini tidak me-
lihat pulau, tapi mengawasi laut. Kaisar telah berlabuh
98 G. Bernard Shaw di Pharos." Matanya melihat Ftatateeta, "Kenapa
kamu di sini" Siapa kadal Mesir ini?" tanyanya dengan
nada mengejek. "Apollodorus, tangkap anjing Romawi itu,
potong lidahnya sebagai tambahan menuku," sahut
Ftatateeta dengan kemarahan yang langsung
memuncak. Apollodorus berusaha melerai. "Teman, kedu-
dukan wanita besar ini sama dengan kedudukan
kaisar," ujarnya tenang.
Penjaga tidak menghiraukan kata-kata Apollo-
dorus, malah menunjuk-nunjuk permadani. "Apa
yang kalian bawa?" "Permadani untuk menghiasi tempat tinggal
ratu di istana ini. Aku telah memilihkan permadani
yang paling indah di seluruh dunia, dan ratu akan me-
milih yang terbaik dari pilihanku," jawab Apollodorus.
"Jadi kamu penjual permadani?" tanya penjaga.
Apollodorus tersinggung, merasa dilecehkan,
lalu katanya lantang, "Temanku, aku seorang
bangsawan." "Seorang bangsawan! Seorang bangsawan
menjalankan toko dengan tenaganya sendiri!" sahut
si penjaga, dengan nada mengolok.
"Aku tidak mempunyai toko, tapi kuil seni," ujar
Apollodorus dengan sabar. "Aku pemuja kecantikan.
Aku terpanggil memilih benda-benda cantik untuk
ratu yang cantik. Semboyanku adalah seni untuk
keindahan seni itu sendiri."
"Itu bukan sebuah kata sandi," kata si penjaga
Cleopatra 99 penjaga. "Itu adalah sandi yang paling unversal," tandas
Apollodorus. "Aku tidak tahu apa-apa tentang sandi univer-
sal," ujar si penjaga membuka diri. Tapi kemudian ia
mengancam, "Kalau kamu tidak memberitahu mak-
sud kata sandi itu hari ini, lebih baik kembali ke
kuilmu." Ftatateeta bosan dengan penjaga yang men-
jengkelkan, lalu ia menyelinap melalui pinggjran der-
maga dengan langkah yang sangat cepat, dan sampai
di belakangnya. Kedua orang pria itu terus berdebat
hingga masing-masing tidak dapat menahan kesal.
Kemudian Apollodorus bertanya, "Bagaimana
jika aku masuk ke istana?"
"Aku akan melemparmu dengan tombak ini,"
jawab si penjaga, seperti tak punya perasaan.
Karena sudah tidak dapat menahan kesabar-
annya, Apollodorus segera mencabut pedang dan
ingin dilayangkan ke leher sang penjaga sambil
berkata, "Terima kasih atas pelayananmu, Teman!"
Ftatateeta pun cepat-cepat mengunci lengan si
penjaga dari belakang. "Tusukkan pedangmu ke leher
anjing ini, Apollodorus!" teriak sang palayan ratu.
Apollodorus cuma tersenyum, menganggukkan
kepala, menjauh dari penjaga dan membiarkan
mereka berkelahi. Si penjaga mencoba melawan, digerakannya
lengannya sekuat tenaga, tapi tak berhasil. "Gila
kalian, biarkan aku pergi!" makinya dengan suara
100 G. Bernard Shaw Document Outline G_Bernard_Shaw - Cleopatra_01_(Indonesia)
G_Bernard_Shaw - Cleopatra_02_(Indonesia)
G_Bernard_Shaw - Cleopatra_03_(Indonesia)
G_Bernard_Shaw - Cleopatra_04_Indonesia
Pendekar Lembah Naga 17 Pendekar Mata Keranjang 24 Bukit Siluman Menuntut Balas 8
melingkar di badannya, disertai bel yang dihias seperti
kepala serigala. Ketika sudah sampai, mereka melihat
keheranan ke arah singgasana. Seketika sepasukan
Romawi itu menghunus pedang mengangkatnya ke
udara dengan teriakan, "Hidup Kaisar!"
Terbelalak mata Cleopatra, seketika bumi yang
dipijak seakan terbelah, jantungnya bagai daun-daun
layu yang dihempas angin. Peluh membasahi sekujur
tubuh, wajahnya pucat dan badan gemetar, perasaan-
nya tergantung di puncak ketakutan. Segera ia mera-
sakan situasi yang meringkus seluruh jiwanya, dan
dengan isak histeris yang meledak, ia pun jatuh ping-
san di pangkuan Julius Caesar.
48 G. Bernard Shaw BAGIAN 3 ALEXANDRIA. Ruangan pertama di lantai satu
istana, tampak kayu kokoh yang menjaga dua anak
tangga, di ujung. Dindingnya megah, bersih, terlukis
prosesi ajaran ketuhanan rakyat Mesir, hadir dalam
ornamen datar, tidak ada kaca, gambar perang-
perangan, tirai dan kain-kain, membuat tempat itu
menarik, sederhana dan nyaman. Laut Mediterania
terlihat indah, bercahaya dengan sinar lembut mata-
hari di pagi hari. Raja muda Ptolemy Dionysus, berumur 10
tahun, berdiri di tangga teratas, berjalan melalui balai-
rung, menuju ruang pengadilan. la dikawal Pothinus,
s e o r a n g p e n a s e h a t yang sangat berkuasa dan
mengendalikan dirinya. Pengadilan itu dihadiri oleh
laki-laki dan wanita, dari berbagai penjuru, baik bang-
sawan maupun rakyat jelata. Walau hampir semuanya
rakyat Mesir, tapi tampak jelas perbedaan di antara
mereka, orang dari kasta terendah kebanyakan ber-
kulit gelap dan miskin, sedang rakyat Mesir kelas atas,
umumnya terdiri dari orang Yunani dan Yahudi.
Cleopatra 49 Terlihat menonjol di sebelah kanan Ptolemy,
Theodotus, gurunya. Sedang di sebelah kiri, Achillas,
jenderal pasukan kerajaan. Kalau dilihat perawakan-
nya, Theodotus adalah seorang laki-laki tua, berbadan
kecil, kelihatan licik dan cerdik. Selain itu rahangnya
panjang, menyita sebagian besar wajahnya. Air muka-
nya meyakinkan sebagai orang paling pintar, men-
dengarkan kata-kata orang lain dengan pandangan
menghina. Seorang ahli filsafat yang selalu menguji
kepandaian orang. Sedang Achillas, seorang pria tinggi dan tampan
berumur 35 tahun, dengan jenggot yang sangat hitam,
terlihat seperti bulu anjing pudel. Meskipun tidak pin-
tar, tapi suka memandang rendah dan meremehkan
orang lain. Pothinus sendiri, sang penasehat, laki-laki
berumur 50 tahun, seorang kasim, berpikiran lambat
tapi mampu bergerak cepat dan tangkas. Dia tipe ma-
nusia tidak sabar serta tidak bisa menguasai emosi.
Dia sudah mulai beruban, seperti bulu anjing putih.
Sementara Ptolemy, sang raja, terlihat kekanak-ka-
nakan, tingkah lakunya tidak seperti seorang pemim-
pin. Walau selalu berpakaian rapi dan di depan rak-
yat selalu berpenampilan seperti pangeran, tetapi se-
benarnya ia tidak bisa bersisir dan berpakaian sendiri.
Rakyat menyambut kedatangan raja dengan
penuh penghormatan. Ptolemy menuruni tangga dan
melangkah ke kursi kerajaan, satu-satunya tempat
duduk di ruangan itu. Dia terlihat gugup mendengar
perintah Pothinus, karena memang belum pernah ke
ruang pengadilan tersebut.
50 G. Bernard Shaw "Raja Mesir akan bersabda," kata Pothinus
membuka pertemuan. Theodotus memberi aba-aba menenangkan
massa, "Tenang, dengarkan sabda raja!"
Ptolemy mulai berkata datar, tanpa tekanan
suara, seperti sedang mengulangi pelajaran, "Kalian
semua perhatikan aku. Aku adalah anak laki-laki
pertama dari Auletes, peniup terompet perang, yang
pernah menjadi raja kalian. Kakak perempuanku
Berenice menggulingkannya dari singgasana dan
menduduki tahta. Tapi, tapi..." Tiba-tiba ia berhenti,
perasaannya diliputi keraguan.
Pothinus langsung menyambungnya dengan
cekatan, "Tapi Tuhan tidak merestui."
"Ya...dewa tidak a k a n merestui, tidak
merestui," dia berhenti sesaat, menoleh ke Pothinus,
lalu berkata dengan gugup, "Aku lupa....aku lupa apa
yang tidak direstui dewa."
Dengan sigap Theodotus langsung berkata,
"Biarkan Pothinus, penasehat raja, berbicara untuk
raja." Pothinus langsung berkata, sambil menekan
ketidaksabarannya kuat-kuat, "Raja akan mengata-
kan bahwa dewa tidak merestui kekuasaan kakaknya
dan Berenice dihukum mati."
"Ya, aku ingat kata-kata selanjutnya," ujar Pto-
lemy dengan suara yang monoton. Lalu katanya datar,
"Kemudian Tuhan mengirim Mark Anthony, kapten
penunggang kuda Romawi, yang melintasi gurun pasir
dan dia mendudukkan kembali ayahku di singgasana.
Cleopatra eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
51 Ayahku memanggil Berenice dan memenggal kepala-
nya. Dan sekarang ayahku baru saja meninggal, kare-
na anaknya yang lain, yaitu kakakku Cleopatra akan
merampas kekuasaan dan menguasai tahtaku. Tapi
dewa tidak merestui."
"Dewa-dewa tidak merestui," tandas Pothinus
sambil melihat Ptolemy. "Tidak akan peduli," ujarnya
tegas. Ptolemy menyambung, "Oh ya, tidak akan
mengizinkan ketidaksopanan ini, bahkan kepalanya
akan dipenggal seperti Berenice. Tapi dengan bantuan
penyihir Ftatateeta yang mantranya sangat kuat, dan
kaisar Romawi Julius Caesar, kakakku akan segera
menguasai Mesir. Lihatlah nanti, aku tidak akan
membiarkan mereka menguasai negara ini."
Segera Pothinus mengeluarkan semua kekuatan
dan tekanan nafsu politiknya. Katanya lantang, "Raja
tidak akan mengizinkan orang asing membantu Cleo-
patra merebut tahtanya dan menjajah Mesir."
Seketika massa bertepuk tangan penuh keka-
guman. Pothinus pun terdiam sesaat, menghentikan
kata-katanya, lalu menoleh ke Achilas. "Katakan ke-
pada raja, Achillas! Berapa banyak tentara dan pe-
nunggang kuda orang Romawi?"
"Hanya dua pasukan, Paduka. tigaribu prajurit
dan kira-kira seribu penunggang kuda," jawab
Achillas. Tiba-tiba ruang pengadilan dikejutkan dengan
suara gelak tawa, suasana pun menjadi gaduh tak ter-
kendali. Rufio, pegawai kerajaan Romawi, muncul
52 G. Bernard Shaw dari arah balairung. Tubuhnya tinggi, berjanggut hi-
tam, gemuk, kuat dan kekar, matanya kecil tapi tajam.
Karena memakai baju besi yang berat, hidung dan
pipinya licin berlumur keringat, seperti sisa-sisa
kelelahan. Sambil melangkah ringan, Rufio berseru,
"Tenang semuanya! Kaisar datang."
Kegaduhan pun berhenti seketika.
Dengan raut muka yang tegang, Theodotus
menyahut, "Raja mengizinkan pemimpin kerajaan
Romawi masuk." Dengan dikawal sekretarisnya, Britannus, Cae-
sar masuk lewat balairung. Seluruh mata melotot
tajam padanya, tak bergeming sedikit pun, seperti
tersihir, kaku. la berpakaian biasa, memakai anyaman
daun oak untuk menutupi kebotakannya.
Britannus, orang Inggris asli, berumur kira-kira
empat puluh tahun, tinggi, nampak tenang dan kepa-
lanya botak licin. Jalannya lambat tapi tegap, jang-
gutnya dipenuhi rambut berwarna keabu-abuan, ber-
beda dengan cambangnya. Dia berpakaian rapi ber-
warna biru, dengan buku catatan, tempat tinta, dan
pena merah di atas pinggang. Roman mukanya terli-
hat serius, menggambarkan betapa pentingnya tang-
gung jawab yang dia emban.
Kaisar, memperhatikan seluruh ruangan, meng-
amati dengan rasa ingin tahu yang kuat, kemudian
mendekati kursi raja. Britannus dan Rufio berdiri
dengan sigap dekat tangga.
Sambil melihat Ptolemy dan Pothinus, Julius
Cleopatra 53 Caesar bertanya, "Yang mana rajanya" Laki-laki ini
atau anak kecil itu?"
"Aku Pothinus, penasehat utama raja."
"Jadi rajanya kamu?" tanya Caesar sambil me-
megang bahu Ptolemy. "Urusan yang membosankan
di umurmu seperti ini, bukankah begitu?" tanyanya
lagi. Kemudian ia menatap Pothinus, "Oh ini pela-
yanmu, Pothinus!" Habis berkata Julius Caesar men-
jauh dengan serius dan pelan-pelan melewati tengah
ruangan, melihat satu persatu barisan wakil rakyat
Mesir, menebarkan pandangan ke wajah orang-orang
itu, sampai ia mendekati Achillas.
"Dan orang ini?"
"Achillas, jenderal Kerajaan," jawab Theodotus.
Kaisar pun berkata kepada Achillas dengan
selera persahabatan, "Hai seorang jenderal" Aku juga
seorang jenderal. Tapi aku terlalu tua. Tua, sehat dan
selalu menang, Achillas!"
"Semoga Tuhan memberkati, Kaisar!" sahut
sang jenderal Mesir. Kemudian Julius Caesar melihat Theodotus dan
menyapanya, "Sedangkan Anda Tuan, siapa?"
"Theodotus, pendidik raja!"
"Kamu mengajari orang bagaimana menjadi
seorang raja, Theodotus. Betapa pintarnya kamu!"
puji Caesar. Kemudian ia melihat lukisan dewa di
dinding, meninggalkan Theodotus dan mendekati
Pothinus lagi. "Dan ruangan di balik ini?" tanyanya
ringan sambil menunjuk sebuah pintu.
"Ruang pertemuan pengurus Dewan Keuangan
54 G. Bernard Shaw Kerajaan, Kaisar," jawab Pothinus.
"Oh, ya aku jadi ingat. Aku membutuhkan sedi-
kit uang," kata Caesar dengan enteng, seenaknya, tapi
mengandung wibawa seorang penakluk dunia.
"Kas kerajaan sedang kosong, Kaisar!" sahut
Pothinus. "Ya. Aku melihatnya, sampai hanya ada sebuah
kursi di sini." Rufio langsung menyuruh prajurit untuk
mengambil kursi. "Bawa kursi untuk kaisar ke mari!"
Ptolemy bangkit dengan malu-malu dari kursi-
nya, lalu ia tawarkan pada Julius Caesar. "Kaisar!"
"Tidak, tidak, anakku. Ini adalah kursi ke-
rajaanmu, duduklah!" kata Caesar dengan ramah.
Kembali Caesar menyuruh Ptolemy duduk.
Rufio menyiapkan sebuah kursi dengan kepala burung
rajawali, dekat dengan patung dewa Rha. Di situ ber-
diri tiga kaki penyangga perunggu, seperti menceng-
keram sebuah tempat untuk membakar kemenyan di
tengahnya. Rufio menunjukkan sikap sebagai orang
Romawi yang tidak percaya pada takhayul, memin-
dahkan penyangga tersebut, menggoyang tempat
pedupaan, meniup abunya dan meletakkan kursi itu
di belakang Julius Caesar.
"Duduklah di sini, Caesar!"
Terdengar bisik-bisik di ruangan itu, mereka
bergumam, "Pelanggaran tempat suci."
Kemudian Julius Caesar duduk dan berkata,
"Sekarang saatnya, Pothinus, untuk membicarakan
urusan kita. Aku benar-benar sangat membutuhkan
Cleopatra 55 uang." Britannus melangkah sekali, lalu menyambung
maksud perkataan Caesar. "Atasan saya mengatakan,
ada perjanjian hutang-piutang, yang dibuat Romawi
dengan Mesir, dan ditandatangani sebelum raja
meninggal di Triumvirate. Dan sekarang Kaisar di-
tugaskan negara untuk mendapatkan pelunasan
hutang tersebut secepatnya."
Seperti teringat sesuatu, Julius Caesar langsung
berseru, "Aha, aku lupa. Aku belum memperkenalkan
t e m a n - t e m a n k u disini. Pothinus, ini Britannus,
sekretarisku. Dia adalah orang pulau dari ujung barat
dunia, sehari pelayaran dari Ghaul." Britannus pun
menjura kaku. "Sedangkan laki-laki gagah ini adalah
Rufio, komandan kepercayaanku." Rufio langsung
mengangguk. "Pothinus, aku ingin 16.000 talent7,"
tambah Caesar.
Caesar And Cleopatra Karya G. Bernard Shaw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seketika rakyat Mesir yang ada di situ kaget,
Theodotus dan Achillas saling berpandangan, terdiam
mendengar permintaan yang sangat besar itu.
"40 juta sesterces!8 Tidak mungkin. Tidak ada
uang sebanyak itu di kas kerajaan," jawab Pothinus
dengan perasaan terkejut.
Julius Caesar tak mau peduli, "Hanya 16.000
talent, Pothinus. Kenapa engkau menghitungnya da-
lam sesterces" Satu sesterces hanya bernilai seiris
roti." 7 Talent, m a t a u a n g Romaw i kuno .
8 Secterses, m a t a uan g kerajaa n Mesi r
56 G. Bernard Shaw "Dan satu talent senilai seekor kuda pacuan.
Aku mengatakannya tidak mungkin," bantah Po-
thinus. "Kami sedang berselisih di sini, karena kakak
perempuan raja, Cleopatra akan merebut tahta. Pajak
kerajaan tidak ditarik selama beberapa tahun," sam-
bungnya memberi alasan. "Ya, mereka telah membayarnya, Pothinus.
Pegawaiku telah menariknya setiap pagi," sahut Cae-
sar tenang. Kembali terdengar bisik-bisik, kaget, dan
tawa sumbang di antara para anggota istana.
Rufio langsung bersuara, mengancam dengan
galak. "Kamu haras membayar hutang itu, Pothinus.
Mengapa haras membuang waktu dengan banyak
bicara" Kamu telah cukup mendapatkan kemurahan."
"Apakah itu mungkin Kaisar" Sang penakluk
dunia, masih punya waktu untuk sibuk menarik pajak
dari kami?" tanya Pothinus dengan suara memelas,
memohon pengertian. "Temanku, pajak adalah urusan paling penting
dalam menaklukkan seluruh dunia," jawab Caesar,
yang mulai kesal juga. Terpaksa Pothinus memberi alasan lebih rinci.
"Dengarkanlah, Kaisar! Hari ini, harta benda kuil dan
emas kerajaan harus dikirim ke percetakan untuk dile-
lehkan, dipakai sebagai biaya memberi makan se-
bagian rakyat." Sesaat ia terdiam, lalu menghela napas
pendek. Kemudian berkata dengan nada tinggi,
memendam kemarahan, "Jika mereka melihat kita
duduk sejajar dan minum dengan cangkir kayu, mere-
ka akan marah kepadamu, Kaisar. Satu lagi, jangan
Cleopatra 57 hina kami dengan menggeser patung dewa Rha itu!"
"Jangan takut, Pothinus! Rakyat tahu bagai-
mana enaknya rasa minum anggur di cangkir kayu.
Dan sebagai hadiah u n t u k m u , aku akan membicara-
kan perselisihan tahta, jika kamu mau. Bagaimana
pendapatmu?" ujar Caesar, seperti membujuk.
Pothinus menjawab kesal, "Jika aku bilang tidak,
apa yang akan kamu lakukan?"
Mendengar kata-kata Pothinus. kuping Rufio
menjadi panas, lalu menjawabnya dengan nada me-
nantang, "Tidak ada!"
Kembali Julius Caesar bertanya dengan enteng,
"Kamu mengatakan masalah ini telah berlangsung
setahun Pothinus. Bolehkah kita membicarakan hal
ini selama sepuluh menit?"
" L a k u k a n apa yang kamu inginkan, aku
bingung!" jawab penasehat Ptolemy itu.
"Bagus! Tapi sebelumnya, kita harus menghadir-
kan Cleopatra di sini," pinta Caesar.
"Dia tidak di istana Alexandria. Dia dikirim ke
Syria," sahut Theodotus.
"Kurasa tidak," bantah Kaisar, lalu ia me-
mandang Rufio dan menyuruhnya, "Panggil Tota-
teeta!" Rufio pun berteriak memanggil, "Hai, Teeta-
tota, ke sini!" Tiba-tiba tampaklah sosok Ftatateeta, melang-
kah lunak, memasuki balairung, dan berdiri sombong
di tangga teratas. Sekejap kemudian, ia sudah sampai
di ruang pengadilan. Langsung saja ia membuka suara,
58 G. Bernard Shaw dengan bertanya tentang namanya, "Siapa yang bisa
mengeja nama Ftatateeta, kepala pelayan ratu?"
Julius Caesar menjawab, "Tidak ada yang bisa
mengejanya Tot, kecuali dirimu sendiri." Kemudian
ia bertanya, "Di mana ratu?"
Cleopatra, yang bersembunyi di belakang
Ftatateeta, mengintai mereka dan tertawa. Julius
Caesar bangkit dari kursinya.
"Apakah Ratu berkenan hadir di depan kita
saat ini?" tanya Caesar lagi.
Cleopatra langsung mendorong Ftatateeta ke
samping dan berdiri tegak, lalu ia bertanya sambil
melangkah, "Apakah aku harus bertindak sebagai
seorang Ratu?" "Ya!" jawab Caesar pendek, kembali meyakin-
kan gadis itu. Segera Cleopatra mendatangi kursi kerajaan
dengan tergesa-gesa, menyingkirkan Ptolemy, menye-
retnya turun dari kursi, lalu menempati kursi itu.
Sedang Ftatateeta menuju tempat di tangga balairung
dan duduk di sana, melihat adegan itu dengan kemam-
puannya sebagai seorang penyihir.
Ptolemy yang merasa kalah dan tersingkirkan
dengan kasar, berusaha untuk tidak menangis. Lalu
mengadu kepada Kaisar, "Dia selalu memperlakukan
aku begini. Kalau aku Raja kenapa dia diperbolehkan
mengambil apa saja dariku dengan kasar?"
"Kamu tidak akan menjadi seorang raja, karena
kamu menangis, Sayang! Kamu akan dimakan oleh
orang Romawi," sahut Cleopatra.
Cleopatra 59 Hati Caesar tersentuh juga dengan kekecewaan
Ptolemy, lalu katanya lembut, "Datanglah ke sini,
Anakku! Berdiri di dekatku!"
Ptolemy pun mendatangi Julius Caesar. Di-
sambut kaisar dengan ramah, dipeluk erat penuh rasa
sayang. Cleopatra terlihat cemburu, tersenyum dan
melihat mereka dengan sinis.
Dan dengan pipi memerah, Cleopatra berkata
kesal, "Ambil singgasanamu. Aku tidak mengingin-
kannya!" Dia pun bangkit dari kursi kerajaan, dan
mendatangi Ptolemy, "Pergi, cepat, dan duduklah di
tempatmu!" "Pergilah, Ptolemy. Ambil singgasana, jika itu
ditawarkan kepadamu!" sambung Caesar.
Rufio mengingatkan, "Aku berharap Anda akan
melaksanakan anjuranmu sendiri saat kita akan
kembali ke Romawi, Kaisar!"
Sementara Ptolemy sendiri pelan-pelan kembali
ke singgasana, menjauh dari Cleopatra, karena takut
dengan tangannya. Cleopatra berdiri di samping Julius
Caesar. "Pothinus!..." seru Caesar.
Cleopatra langsung memotong seruan Julius
Caesar, "Tidakkah kamu akan berbicara denganku?"
tanyanya pada Pothinus. "Diamlah. Bila kau buka mulut lagi kamu akan
dimakan!" bentak Caesar.
"Aku tidak takut. Seorang Ratu tidak boleh
takut!" bantah Cleopatra. "Makanlah suamiku itu,"
sambil menunjuk ke arah Ptolemy, "Jika kamu mau,
60 G. Bernard Shaw dia penakut, " ujar Cleopatra lagi.
Kaisar membelalak, "Suamimu! Apa maksud-
mu?" "Hanya masalah kecil," jawab Cleopatra sambil
menatap Ptolemy. Mendengar ucapan Cleopatra, kedua pria
Romawi dan orang Inggris itu saling berpandangan
dengan bingung. Segera Theodotus menjelaskan, "Kaisar, Anda
adalah orang asing, dan tidak paham dengan hukum
kami. Raja dan ratu Mesir diperbolehkan kawin meski
mereka saudara kandung. Ptolemy dan Cleopatra
adalah keturunan raja dan mereka terlahir sebagai
kakak dan adik." Terkejut Britannus mendengar penjelasan ini,
lalu katanya, "Kaisar, ini tidak benar!"
"Bagaimana tidak benar"!" sanggah Theodotus.
Kaisar mengoreksi perkataan anak buahnya.
"Maafkan dia, Theodotus, dia orang biadab, dan ber-
pikir bahwa kebiasaan yang ada di suku dan pulaunya
adalah hukum alam," kata Caesar.
"Sebaliknya Kaisar, orang Mesir yang biadab,
apakah Kaisar tidak salah membela mereka" Aku
menganggap ini sebuah skandal," bantah Britannus.
Julius Caesar. "Skandal atau tidak, temanku,
ini bisa membuka pintu perdamaian," sanggah Cae-
sar. Lalu ia berkata pada Pothinus, "Dengarkan apa
yang aku ajukan!" "Dengarkan Kaisar di sini," tegas Rufio dengan
suara yang lebih keras dan tegas.
Cleopatra 61 "Ptolemy dan Cleopatra harus bersama-sama
menguasai Mesir," kata Caesar.
Achillas keheranan, "Siapakah rajanya, Ptolemy
atau Cleopatra?" tanyanya.
Rufio menjelaskan maksud petinggi Mesir itu.
"Tidak ada selain Ptolemy, Kaisar. Seperti yang
mereka katakan," ujarnya kepada Caesar.
"Baiklah, Raja Ptolemy boleh menikahi kakak-
nya, dan kita akan membawakan mereka hadiah dari
Cyprus," sahut Caesar sambil mengangguk setuju.
Tapi Pothinus tidak puas, lalu menjawab dengan
tidak sabar, "Cyprus tidak ada artinya bagi semua
orang." "Tidak masalah. Kamu harus mendapatkannya
demi perdamaian sesama kalian," tandas Caesar.
Britannus ikut menegaskan keputusan Kaisar.
"Berdamailah dengan penghargaan itu, Pothinus!"
Raut wajah Pothinus menjadi merah padam,
dan dengan suara yang membangkang, ia berkata,
"Kaisar, jujurlah! Uang yang anda inginkan senilai de-
ngan harga kemerdekaan kami. Ambil dan tinggal-
kan kami untuk menyelesaikan masalah kami
sendiri!" Seisi ruangan, para anggota istana dan petinggi
Mesir lainnya langsung berseru setuju dengan pen-
dapat Pothinus. "Ya, Mesir untuk rakyat Mesir," teriak
mereka penuh semangat. Sedang Julius Caesar cuma
terdiam. Suasana menjadi panas, para wakil rakyat Mesir
itu berbicara tak jelas, saling berbicara satu sama lain,
62 G. Bernard Shaw menuntut kemerdekaan. Sang kaisar terlihat tetap
tenang. Tapi Rufio mulai tersinggung, terbakar emosi,
dan dari wajahnya terpancar raut yang galak. Sedang
Britannus mulai memperlihatkan kesombongan.
Rufio segera berteriak, tapi hati-hati, "Mesir
untuk rakyat Mesir! Apakah kalian lupa bahwa ang-
katan perang Romawi telah menduduki tempat ini"
Dan kalian ditinggalkan Aulus Gabinius dengan raja
mainan ini?" Cepat-cepat Achillas menyambung perkataan
Rufio dengan tegas, "Sekarang Mesir di bawah
komando saya. Saya jenderal Romawi sekarang, di
sini Kaisar." "Dan juga jendral dari pasukan Mesir, begitu?"
tanya Julius Caesar, ia merasa geli dengan perubahan
yang lucu itu. "Begitulah, Kaisar!" jawab Pothinus mem-
perjelas maksud Achillas.
Sambil mengerutkan kening keheranan, Julius
Caesar bertanya pada Achillas, "Jadi kamu bisa
mengatakan perang dengan orang Mesir atas nama
Romawi, dan jika perlu mengatakan perang kepada
orang Romawi, kepadaku, atas nama rakyat Mesir?"
"Begitulah, Kaisar!" jawab Achillas pendek.
"Dan di pihak mana kamu sekarang, jika aku
boleh bertanya, Jendral?" tanya Caesar.
Archillas menjawab mantap, penuh keyakinan
dan keberanian, "Saya berpihak pada kebenaran dan
para dewa." "Hmm. Berapa anak buahmu?"
Cleopatra 63 Sambil m e n g e n d u s , Achillas menjawab,
"Mereka akan muncul jika aku berada di lapangan."
Dengan gusar Rufio bertanya, "Apakah kamu
orang Romawi" Jika tidak, berarti tidak masalah
dengan berapa jumlah pasukan yang ada di sini,
mungkin pasukanmu tidak lebih dari limaratus sampai
seribu prajurit." "Percuma menakut-nakuti kami Rufio," gertak
Pothinus. "Kaisar telah dikalahkan sebelumnya dan
mungkin akan dikalahkan lagi. Beberapa minggu lalu
Kaisar lari dari Pomphires agar tetap hidup. Beberapa
bulan lagi dia akan melarikan diri dari Cato dan Cuba,
Caesar And Cleopatra Karya G. Bernard Shaw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diusir Namibia, raja Afrika," tambah Pothinus.
Achillas menanggapi kata-kata Pothinus dengan
suara menantang, tapi menyiratkan ketakutan. "Apa
yang harus aku lakukan dengan empatribu orang?"
tanyanya. Theodutus menjawab kata-kata Achillas dengan
gusar, "Tidak ada uang" Pergilah kamu!" ujarnya
mengejek Pothinus. Semua rakyat Mesir di situ menunjukan sikap
marah dan benci pada Julius Caesar. "Pergilah kamu.
Mesir untuk Rakyat Mesir! Pergilah!" teriak mereka
dengan lantang dan berani.
Rufio mengelus jenggot, menahan marah dan
bicara. Kaisar cuma duduk dengan nyaman seperti
sedang sarapan, dan kucing-kucing berteriak meminta
ikan panggangnya. Cleopatra yang sejak tadi cuma terdiam, tak
tahan melihat tingkah Pothinus dan anggota istana
64 G. Bernard Shaw Mesir. Segera ia mendekati Caesar dan bertanya,
"Mengapa kamu membiarkan mereka berkata begitu
kasar padamu, Kaisar" Apakah kamu takut?"
"Mengapa, Sayangku" Apa yang mereka kata-
kan benar!" jawab Kaisar.
"Tapi kalau kamu pergi, aku tidak akan menjadi
ratu." "Aku tidak akan pergi sampai kamu menjadi
seorang ratu." Tiba-tiba Pothinus berseru keras, "Achillas, jika
kamu tidak bodoh, kamu harus menangkap Cleopatra,
dia berada di bawah tanggungjawab kamu!"
Rufio langsung memanas-manasi mereka.
"Kenapa kamu tidak menangkap Kaisar sekalian,
Achillas?" tanyanya dengan nada mengejek.
Pothinus mendukung usulan itu dengan serius.
"Benar yang dikatakan Rufio, mengapa tidak?"
"Cobalah Achillas!" tandas Rufio, lalu ia pun
segera berteriak, "Pengawal, datanglah!"
Seketika ruang pengadilan itu terisi oleh prajurit
Julius Caesar, siap siaga dengan pedang terhunus di
tangan. Sebagian berada di puncak tangga, menunggu
aba-aba dari pimpinan yang membawa tombak.
Langsung saja Britannus berkata dengan
enteng, "Kalian adalah tahanan Kaisar, semua dari
kalian tanpa kecuali!"
"Ooh tidak, tidak, tidak, tidak begitu, mereka
adalah tamu Kaisar, orang gagah," bantah Caesar
pelan, kata-katanya mengandung maksud yang sulit
dibaca. Cleopatra 65 "Akankah kamu memenggal kepala mereka?"
tanya Cleopatra, seperti tak sabar ingin menyaksikan
pembasmian musuh-musuhnya itu.
"Apa" Memenggal kepala adikmu?" tanya Cae-
sar kaget. "Mengapa tidak" Dia juga akan memotong
leherku jika ada kesempatan, bukankah begitu
Ptolemy?" jawab Cleopatra.
Dengan wajah pucat, penuh ketakutan tapi
terlihat tegar, Ptolemy menjawab lemah, "Ya begitu-
lah. Aku akan melakukannya juga kalau aku sudah
dewasa." Cleopatra kemudian terdiam. Dengan penuh
semangat perjuangan pada keyakinannya sebagai pe-
waris kerajaan Mesir, sebagai ratu, ia tidak mau terli-
bat dalam proses politik selanjutnya. Tapi tetap me-
ngikuti dan mengamati dengan rasa ingin tahu yang
tinggi dan penuh kekaguman, melihat dengan tatapan
yang serius, lalu duduk di penyangga kursi Julius Cae-
sar. Dengan sisa-sisa keberaniannya Pothinus
berkata pada Caesar, "Kaisar, jika kamu datang hanya
untuk menekan kami..." Belum selesai ia berkata,
Rufio sudah memotongnya. "Dia akan berhasil. Orang Mesir, bukalah
pikiran kalian! Kami menguasai istana, laut, dan
pelabuhan sebelah selatan. Jalan pulang ke Romawi
terbuka. Dan kamu harus pergi jika Kaisar mem-
bebaskanmu," ujarnya dengan nada yang mantap dan
tegas. 66 G. Bernard Shaw Julius Caesar menandaskan, sambil menahan
kejengkelan. "Aku tidak ada pilihan, Pothinus! Untuk
mengamankan penarikan pasukanku, aku bertang-
gungjawab atas hidup mereka. Tapi kamu bebas untuk
pergi. Juga semua yang di sini, dan di istana," katanya
tenang. Rufio terkejut dengan pernyataan Caesar.
"Apa" Semua bajingan ini boleh pergi?"
"Tenang saja, Rufio!" jawab Caesar lembut.
"Tapi.. tapi.. tapi..." sergah Pothinus dengan
suara yang lemah. "Bagaimana, Kawan?" tanya Caesar sambil
tersenyum sinis. "Kamu melemparkan kami keluar dari istana
kami sendiri ke jalanan, dan kamu mengatakan ke-
pada kami agar berbesar hati karena kami bebas untuk
pergi" Seharusnya kamu yang pergi!" bantah Pothinus
dengan nada membentak. "Temanmu ada di jalanan, Pothinus. Kamu akan
lebih aman di sana," sahut Caesar sambil melirik Cleo-
patra, dan gadis ini menyambut dengan anggukan
yang menyimpan maksud tertentu.
"Ini penghinaan. Aku pengawal raja. Aku me-
nolak pergi. Aku tetap di sini. Di mana hukummu?"
bantah Pothinus lagi. Sekujur tubuhnya dibanjiri ke-
ringat marah yang tertahan. Ingin rasanya ia mem-
bunuh orang-orang Romawi yang menghinanya itu,
tapi ia tak punya kekuatan.
Julius Caesar berpikir sesaat, lalu menjawab
sambil melihat pedang Rufio. "Hukumku ada di
Cleopatra 67 sarung pedang Rufio, Pothinus. Aku mungkin tidak
bisa menahannya, jika kamu terlalu lama di sini."
Suasana di dalam ruangan itu menjadi gempar.
Pothinus merasa terhina, lalu memaki dengan
secuil keberanian, "Dasar barbar! Itu hukum yang
berlaku di Romawi?" Theodotus yang sejak tadi diam, mulai ikut
bicara. "Tapi aku berharap keputusan Kaisar, bukan
sebentuk penghargaan kepada kami."
"Penghargaan" Apakah aku berhutang atas
pelayanan kalian, Tuan?" tanya Caesar dengan nada
mengejek. "Apakah An da tidak merasa, hidup Kaisar tidak
berarti bagi mereka, sehingga mereka lupa bahwa
A n d a telah m e n y e l a m a t k a n m e r e k a " " sahut
Theodotus. Julius C a e s a r m e r a s a h e r a n , b e r c a m p u r
bingung. "Hidupku! Benarkah begitu?"
"Hidupmu. Kejayaanmu. Masa depanmu."
"Itu benar," sela Pothinus. 'Aku bisa memanggil
semua penyihir untuk melawan pendudukan orang
Romawi, mengusir prajurit paling terkenal di seluruh
dunia. Anda seorang kaisar yang memalukan,"
ujarnya penuh kemarahan. Habis berkata, Pothinus langsung memanggil
seseorang yang namanya pernah menggetarkan hati
Caesar. "Lucius Septimius, ke sini," teriaknya lantang.
"Jika suaraku bisa kau dengar, majulah ke depan dan
tunjukan kehebatanmu!" teriaknya lagi sambil melihat
ke salah satu sudut ruangan.
68 G. Bernard Shaw Kaisar pun mulai merasakan sesuatu yang perlu
diwaspadai. Lalu ia berusaha menghindari diri.
"Jangan, jangan!" pintanya seperti orang yang
ketakutan. "Ya. sudah kuisyaratkan tadi. Biarkan panggung
militer di penuhi oleh penyihir," sahut Theodotus.
Sejurus kemudian, muncullah Lucius Septimius.
bercukur rapi, berbadan atletis. berusia 40 tahun.
dengan raut muka yang simetris, mulut lebar, tampan,
memiliki hidung mancung dengan pakaian orang
Romawi. Ia masuk melalui balairung dan mendatangi
kaisar, sambil menyembunyikan mukanya dengan
jubah beberapa saat, lalu melepasnya dengan kebe-
ranian dan penuh percaya diri, kemudian memandang
sekujur ruangan dengan keyakinan tinggi.
"Wahai penyihir hebat, Lucius Septimius!
Kaisar Romawi ada di depanmu kini. Ia datang untuk
menyelamatkan diri dari serangan lawannya. Apakah
kita akan melindunginya?"
Sesaat Lucius tersenyum kecut sambil menatap
Caesar. Lalu katanya dengan sombong, "Saat kaki
Pompey menyentuh daratan Mesir, kepalanya jatuh
dengan tebasan pedangku."
Dengan perasaan ngeri, Theodotus mengingat-
kan Caesar. "Ia mati di depan mata istri dan anaknya.
Ingat itu, Kaisar! Mereka melihat dari kapal yang
ditinggalkannya. Kami telah memberimu perhitung-
an yang penuh kutukan."
Dengan perasaan ngeri, Julius Caesar berseru,
"Kutukan"!"
Cleopatra 69 Kemudian Pothinus berkata pada Lucius, "Saat
kapalmu bersandar di pelabuhan Mesir, kami telah
memberi kepala lawanmu, bukankah begitu?"
"Benar!" jawab Lucius. "Dengan tangan ini,
Aku membunuh Pompey, aku menaruh kepalanya di
kaki raja," ujarnya bangga sambil mengepalkan
tangan dan melihatnya lekat-lekat.
"Pembunuh!" bentak Caesar. "Jadi kamu juga
akan membunuh Julius Caesar, setelah membunuh
Pompey di Pharsalia?" tanyanya geram.
"Kematian sialan itu, Kaisar! Hanya demi
kemenanganku, aku membunuh orang baik seperti
dia, padahal aku pelayannya. Dia akhirnya mati juga,"
ujar Lucius, lalu tertawa terbahak-bahak penuh
kepuasan. Theodotus menenangkan Kaisar yang mulai
gusar dan geram. "Kematian bukan milikmu, Kaisar,
tapi milik kami," ujarnya pelan, seperti menyatakan
kesetiaan di depan kematian. "Oh tidak, hanya
milikku. Terimakasih kepada kalian, kalian telah
menjadi saksi, dan terimalah juga kutukan kalian!"
teriaknya bingung. Pikirannya jadi kacau, tak mengerti
apa yang terjadi kini. "Kutukan! K u t u k a n " " seru Caesar dalam
kebingungan, ia segera memeras otaknya, lalu berkata
geram, "Oh, seandainya aku tunduk pada kutukan,
apakah aku tidak akan menagih pengganti darah
Pompey yang kau bunuh itu?" Kata-kata Kaisar yang
mengandung kemarahan ini membuat semua orang
yang hadir merasa takut, gemetar, suasana menjadi
70 G. Bernard Shaw tegang. "Bukankah dia sepupuku, teman lamaku, yang
duapuluh tahun memimpin Romawi Raya, dan tiga-
puluh tahun meraih kejayaan" Mengapa bukan aku
yang engkau habisi untuk memuaskan ambisimu" Tak-
dir apa yang memaksaku untuk berperang melawan
seluruh penguasa di dunia ini, ataukah aku yang mem-
buat takdir?" teriak Caesar. Suaranya menggema ke
seluruh ruangan, menembus tembok istana, menusuk
telinga para prajurit. Lalu, teriaknya lagi lebih kencang dengan kema-
rahan yang masih dikendalikan, "Aku, Julius Caesar
adalah serigala. Jika kalian melihatku, aku prajurit
tua yang sudah beruban, penakluk dunia, penguasa
Romawi tertinggi, dihantam oleh pengkhianatan
bangsat ini, dan menganggapnya sebagai kutukan."
Sambil menatap tajam Lucius Septimius, Caesar me-
nyuruhnya pergi. "Pergilah! Kamu telah membuatku
takut," katanya dengan suara yang hampir parau.
Dengan dingin dan menantang, Lucius mem-
bantah, "Cih! Kamu telah melihat kepala terputus
sebelumnya, Kaisar! Juga tangan kanan yang terputus
milik beribu-ribu prajurit di Ghaul, demi balas
dendammu pada Vercingetorix9. Tidakkah kamu
9 Pimpina n prajurit Gallic dar i kerajaa n Arvern i yan g
melakukan pemberontakan melawan aturan Romawi yang
ditentukan oleh Julius Caesar. Caesar hampir menaklukkan
Gaul saat Vercingetorix memimpin kebangkitan rakyat Gaul
pada 52 S.M. Cleopatra 71 membunuhnya dengan seluruh kekejamanmu"
Apakah itu bukan kutukan?"
"Tidak, demi Tuhan!" bantah Caesar. "Bagai-
mana bisa menjadi kutukan" Tidak, potongan tangan
kanan dan kematian Vercingetorix, bukan karena
ambisiku, melainkan didasarkan pada keputusan ber-
sama di gedung perwakilan rakyat," katanya memberi
Caesar And Cleopatra Karya G. Bernard Shaw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
alasan. Dan dengan sindiran yang pedas pada Lucius,
ia berkata, "Itu kebijaksanaan yang hebat, perlin-
dungan yang diperlukan demi keamanan rakyat. Jelas
itu tindakan yang tepat dan bukan kutukan! Apa yang
bisa aku lakukan kemudian" Berpikir bahwa kehi-
dupan manusia merupakan kemurahan hati Kaisar?"
Sesaat Caesar tercenung dengan kata-katanya sendiri,
berpikir sesaat, lalu dengan sikap merendahkan diri,
ia berkata lagi, "Lucius Septimius, maafkan aku atas
kejadian itu! Kamu bebas pergi dengan tenang. Atau
tetap tinggal jika kamu mau. Aku akan menempatkan
kamu di bawah pelayananku."
"Aku tidak perlu melawanmu Kaisar. Aku pergi
saja," Lucius langsung balik, pergi keluar melalui
balairung. Rufio sangat bangga melihat lawannya itu pergi.
Ia cuma menilainya dengan kesimpulan pendek, "Dia
seorang Republik." Mendengar ucapan Rufio, tiba-tiba Lucius
menghentikan langkahnya di tangga balairung,
melihatnya sesaat, dan bertanya "Siapakah kamu?"
"Rufio. Penganut paham Kekaisaran, seperti
semua prajurit kaisar."
72 G. Bernard Shaw D e n g a n t e n a n g dan sabar Julius Caesar
menyela, "Lucius, percayalah padaku, Caesar tidak
menganut paham kekaisaran. Roma telah menjadi
Republik, dan saya adalah orang pertama yang
menjadi seorang Republik. Selamat tinggal!"
"Selamat tinggal," balas Lucius, lalu hilang di
balik dinding istana. Selama Kaisar berdebat dengan Lucius, diam-
diam Pothinus pergi bersama Theodotus dan Achillas
ke suatu ruang, dikawal beberapa prajurit istana. Raja
Ptolemy ditinggal sendirian di kursinya. la kelihatan
tegar, dengan wajah dan jari-jari yang tegang.
Kaisar sejak tadi memperhatikan sikap Rufio
yang suka mengancam. Kaisar memintanya agar tidak
melakukan hal yang lebih buruk. la pun merangkul
dan membawanya turun ke ruangan lain. Britannus
menemani mereka dan berjalan di sebelah kanan
Kaisar. Mereka menuju ke ruangan lain.
Selama berjalan, Rufio menyatakan ketidak-
setujuannya dengan sikap Caesar. "Apakah kamu ber-
pikir bahwa dia akan membiarkan kita pergi jika dia
memegang kepala kita di tangannya?" tanya Rufio.
"Aku tidak mempunyai pikiran yang tepat
untuk menolak pendapatnya," jawab Caesar.
"Bah!" "Rufio, jika aku mengambil Lucius Septimius
sebagai penasehatku, menyayangi, dan memilihnya
menggantikanku menjadi kaisar, apakah kamu masih
akan melayaniku?" Britannus langsung menyela dengan tidak sabar,
Cleopatra 73 sabar, "Kaisar, ini bukan pandangan yang bagus.
Tugasmu untuk Romawi. Jadi dia harus dicegah
dengan menghilangkan kepalanya."
Julius C a e s a r hanya t e r s e n y u m lebar
mendengar perkataan sekretarisnya itu.
"Percuma bicara padanya, Britannus. Lebih baik
kamu menyimpan napas untuk kesenanganmu," sahut
Rufio. Lalu ia menatap Caesar, "Tapi ingat Kaisar!
Pengampunan hanya baik untukmu, tapi tidak bagi
prajurit yang harus berperang besok. Kamu boleh
memberi keputusan apa saja, tapi aku berkata ke-
padamu bahwa kemenangan berikutnya akan menjadi
p e m b u n u h a n besar-besaran. Terima kasih atas
pengampunanmu." Rufio berbalik, melihat sebuah
jendela yang terukir indah, kemudian berkata dengan
segudang kekesalan, "Aku tidak akan mengambil satu
pun tahanan yang Anda maafkan. Aku akan mem-
bunuh musuhku di lapangan, dan kemudian kamu
boleh memberi pengampunan sebanyak yang kamu
inginkan. Aku tidak akan pernah berperang melawan
mereka lagi." Seperti kehabisan pikiran, Rufio
langsung beranjak pergi. Kaisar juga hendak pergi, tapi matanya ter-
sangkut di wajah Ptolemy yang terlihat sedih. "Apa?"
serunya kaget, lalu mendekatinya dengan rasa kasih-
an. "Mereka telah meninggalkan anak ini sendirian!
Oh memalukan, memalukan!"
Rufio juga mendekatinya, lalu menarik tangan
Ptolemy dan membuatnya berdiri. "Selamat datang
dengan segala kemuliaanmu!" sapanya ringan dan
74 G. Bernard Shaw menebarkan senyumnya bak seorang ayah.
Sambil melihat Kaisar, Ptolemy berusaha
melepaskan diri dari cengkraman tangan Rufio dan
bertanya, "Apakah dia akan mengeluarkan aku dari
istanaku?" Rufio menjawab dengan nada mengancarn dan
muka yang menyeramkan. "Kamu boleh tinggal jika
kamu ingin!" katanya dengan maksud menakut-
nakuti. "Silahkan anakku!" ujar Caesar ramah. 'Aku
tidak akan mengusirmu. Tapi akan lebih aman bila
kamu bersama para pelayanmu. Sekarang kamu ter-
ancam di mulut singa," lanjutnya sambil tersenyum
lebar. Ptolemy hendak pergi, "Bukan singa yang aku
takutkan, tapi serigala ini," ujarnya polos. Raja kecil
ini pun pergi melalui balairung.
Julius Caesar mengikuti kepergiannya dan
tertawa keras. "Anak pemberani!"
Setelah Ptolemy pergi, Cleopatra mendekati
Caesar dan katanya dengan wajah cemberut, "la
sedikit bodoh. Kamu kira dia sangat pintar?"
Julius Caesar tak menghiraukan perkataan
Cleopatra, ia malah menyuruh Britannus untuk
mengikuti si raja kecil, Ptolemy, mencari Pothinus dan
teman-temannya. Dan sekretaris Caesar itu pun pergi
mengikuti Ptolemy. Kemudian Rufio menatap Cleopatra dengan
pandangan sinis. "Dan bagian yang lebih baik ini" Apa
yang harus kita lakukan terhadapnya"' tanyanya pada
Cleopatra 75 Caesar. "Bagaimanapun, sebaiknya aku meninggal-
kan kamu," lanjutnya kesal sambil melangkah pergi,
keluar melalui balairung.
Cleopatra segera berbalik cepat mendekati
Kaisar. "Apa maksudmu tadi?" tanyanya kesal.
Julius Caesar hanya tersenyum, menenangkan
diri dengan duduk di kursi Ptolemy. Sementara Cleo-
patra menunggu jawaban dengan pipi memerah dan
mengangkat muka. "Kamu bebas melakukan apa saja
yang kamu senangi, Cleopatra!" sahut Caesar.
Cleopatra tak puas dan tak mengerti maksud
perkataan Caesar. "Kemudian kamu tidak peduli apa-
kah aku akan tinggal di sini atau tidak?" tanyanya lagi.
Sambil tersenyum, Julius Caesar menjawab,
"Tentu saja aku lebih senang kalau kamu tinggal di
sini!" "Lebih, lebih suka?" tanya gadis itu, meminta
ketegasan. Julius Caesar mengangguk, "Lebih, tentu saya
sangat suka kamu di sini saja."
Seperti merengek manja. Cleopatra menandas-
kan keinginannya, "Aku tetap tinggal karena aku akan
bertanya. Tapi aku tidak terlalu menginginkannya."
"Aku bisa mengerti," sahut sang kaisar Romawi.
Lantas ia memanggil pelayan Cleopatra. "Totateeta,"
teriaknya lunak. Ftatateeta tidak menyahut, tetap duduk, meli-
hat Caesar dengan pandangan yang sinis, tidak
bergerak sedikit pun. Mendengar teriakan lunak Caesar, Cleopatra
76 eBook oleh Nurul Huda Kariem MR. G. Bernard Shaw
tertawa lepas, ludahnya hampir menyembur.
"Namanya bukan Totateeta, tapi Ftatateeta." Lalu ia
memanggil pelayannya itu, dan Ftatateeta langsung
berdiri, mendekati Cleopatra.
"Tftatateeta akan memaafkan kesalahan lidah
orang Romawi," sahut Caesar dengan menambahkan
satu huruf pada nama pelayan Cleopatra. "Tota, ratu
akan memegang pemerintahan di sini, di Alexandria.
Perintahkan semua wanita untuk memperhatikan dia,
dan melaksanakan semua apa yang dia inginkan,"
katanya memberi perintah.
"Apakah aku akan menjadi nyonya di rumah
tangga ratu?" tanya Ftatateeta.
Cleopatra menjawab dengan nada yang menu-
suk. "Tidak! Akulah nyonya kediaman ratu." Lalu
katanya enteng dengan sorot mata penuh kebencian,
"Pergi dan lakukan seperti yang telah dia katakan,
atau aku akan memerintahkan orang melemparmu
ke sungai Nil pagi ini sebagai racun buaya malang."
Terkejut Julius Caesar mendengar jawaban
keras Cleopatra. "Oh jangan, jangan!"
"Oh, tentu, tentu! Kamu terlalu berperasaan,
Kaisar, tapi kamu pintar," sahut Cleopatra. "Dan jika
kamu melakukan apa yang aku perintahkan padamu,
kamu akan secepatnya belajar menjadi gubernur,"
lanjutnya dengan nada merendahkan.
Julius Caesar terdiam seketika mendengar
kekurangajaran tersebut, lalu ia bangkit dari kursinya
dan melihat ke arah Cleopatra. Sedang Ftatateeta
sendiri merasa ngeri, pergi, meninggalkan mereka
Cleopatra 77 berdua. Sesaat ruangan itu menjadi sunyi senyap, tinggal
hamparan kosong, menyisahkan dua pasang anak
manusia yang usianya terpaut 34 tahun.
Dan kesunyian itu pun pecah ketika Julius Cae-
sar berkata dengan lembut pada Cleopatra. "Aku
benar-benar memikirkan, aku ingin memakanmu,
sebenarnya." Sambil berlutut di sampingnya, Cleopatra
melihat Caesar dengan kagum, setengah ragu, se-
tengah senang untuk menunjukan kecerdasannya.
"Kamu seharusnya tidak menganggapku sebagai anak
kecil!" "Kamu telah tumbuh sejak Sphinx memper-
kenalkan kita pada malam itu, dan kamu tahu lebih
banyak dari pada apa yang siap kuajarkan."
Cleopatra terduduk dan cemas menilai dirinya
sendiri. "Tidak! Betapa bodohnya aku, tentu saja aku
tahu. Tapi apakah kamu marah kepadaku?" ujarnya
dengan pikiran yang galau, bingung dan tak tentu
arah. "Tidak!" "Lalu kenapa kamu sangat tegang?"
"Aku mempunyai tugas yang harus diselesaikan,
Cleopatra," jawab Caesar sambil bangkit, hendak
pergi. Cleopatra mencegah dengan mengibaskan
tangannya ke belakang, "Bekerja?" Dan dengan nada
kecewa ia menggurutu, "Kamu capai bicara denganku,
dan itu alasanmu untuk pergi dariku!"
78 G. Bernard Shaw Julius Caesar kembali duduk untuk menyenang-
kannya. "Baik, baik, beberapa menit saja. Setelah itu
saya harus kembali bekerja!"
Cleopatra tak mau peduli. Lalu katanya lagi
kesal, "Bekerja" Omong kosong! Kamu harus ingat,
kamu seorang raja sekarang. Aku telah menjadi-
kanmu raja. Raja tidak bekerja."
"Oh! Siapa yang mengatakan ini kepadamu,
wahai kucing kecil" Heh?"
"Ayahku seorang raja Mesir, dia tidak pernah
bekerja. Tapi dia raja yang besar, dan memenggal
kepala kakakku karena memberontak dan merampas
tahta." "Baik, dan bagaimana dia memperoleh tahtanya
kembali?" Dengan penuh semangat, riang dan mata
terbuka lebar Cleopatra menjawab, "Aku akan men-
ceritakannya kepadamu. Seorang anak muda yang
tampan, dengan lengan yang kuat dan kekar, datang
melalui gurun dengan beberapa penunggang kuda,
lalu membunuh suami kakakku, dan mengembalikan
tahta ayahku." Dengan penuh penghayatan, Cleo-
patra melanjutkan ceritanya, "Saat itu, aku baru
berusia 12 tahun. Oh aku berharap dia akan datang
lagi, sekarang aku seorang ratu. Aku akan membuat-
nya menjadi suamiku."
"Itu sudah diatur, saat itu aku mengirim laki-
laki muda yang tampan itu untuk membantu ayahmu,"
sahut Caesar sambil tersenyum.
Seketika Cleopatra terkejut, jantungnya pun
Cleopatra 79 berdebar-debar. "Kamu tahu dia?"
Julius Caesar mengangguk, "Tentu!"
Caesar And Cleopatra Karya G. Bernard Shaw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apakah dia bersamamu?" Julius Caesar
menggelengkan kepalanya, Cleopatra terlihat kecewa.
"Oh, Aku berharap dia datang. Hanya saja jika kamu
sedikit lebih tua, mungkin dia tidak berpikir bahwa
aku seekor kucing, seperti yang kamu katakan! Tapi
mungkin itu karena kamu tua. Dia beberapa tahun
lebih muda dari kamu kan?"
Setelah mengingat-ingat, Caesar menyahut,
"Dia lebih muda beberapa tahun."
"Menurutmu, apakah dia mau menjadi suamiku
jika aku memintanya?" tanya sang ratu.
"Pasti mau, dia sangat suka kamu!" jawab Cae-
sar. "Tapi aku tidak ingin memintanya. Maukah
kamu membujuknya untuk menanyakannya tanpa
tahu bahwa aku juga menginginkannya?"
Julius Caesar merasa tersentuh dengan ke-
luguan gadis belia ini. Cleopatra tidak tahu bagaimana
karakter lelaki gagah Romawi, pikir Caesar. Lalu
katanya pelan, "Anakkuyang malang!"
"Kenapa kamu merasa sangat kasihan kepada-
ku" Apakah dia mencintai perempuan lain?"
"Itu yang aku khawatirkan," jawab sang kaisar.
"Lalu aku bukan cinta pertamanya!" sambung
Cleopatra dengan suara yang hampir tenggelam. la
merasakan kekecewaan yang dalam, dan matanya pun
mulai berkaca-kaca. "Bukan yang pertama mungkin. Tapi dia sangat
80 G. Bernard Shaw terkagum-kagum pada wanita."
"Aku berharap bisa menjadi wanita pertama
baginya. Tapi jika dia mencintaiku, aku akan mem-
buatnya beristirahat total. Katakan padaku, apakah
dia tetap tampan" Apakah lengannya yang kekar dan
kuat masih bersinar seperti kelereng jika terkena sinar
matahari?" "Dia dalam kondisi yang bagus, tergantung
berapa banyak dia makan dan minum."
"Oh, kamu jangan melebih-lebihkan dia, aku
menyukainya dengan hal-hal yang wajar saja. Dia
baik." "Dia kapten pasukan berkuda yang terkenal,
dan mempunyai kaki yang kuat dibanding orang
Romawi lainnya," puji Caesar.
Dengan penuh gairah dan semangat, Cleopatra
bertanya lagi, "Siapakah nama aslinya?"
Julius Caesar terlihat bingung, "Nama aslinya?"
"Ya. Aku selalu memanggilnya Horus10, sebab
Horus adalah dewa kami yang paling tampan. Tapi
aku ingin tahu nama sebenarnya."
"Namanya Mark Anthony."
Cleopatra langsung mengulang-ngulang nama
itu sambil berdendang, "Mark Anthony, Mark
Anthony, Mark Anthony! Sebuah nama yang bagus!"
1 0 Dew a Horus , salah sat u dew a Mesi r kuno , ana k
dewa Osiris, y a n g d i l a m b a n g k a n d e n g a n b u r u n g elang,
bermata matahari d a n bulan. la m e r u p a k a n simbol segala
kemuliaan, kejayaan, kebaikan d a n keberanian.
Cleopatra 81 Segera ia memeluk leher Julius Caesar dan berseru
kegirangan, merasakan kebahagiaan yang tak terkira.
Wajahnya yang tadi pucat mendung, kini berganti
cerah bagai sinar rembulan. "Oh, Aku mencintaimu
karena mengirimnya untuk membantu ayahku!
Apakah kamu mencintai ayahku juga?"
"Tidak anakku! Karena ayahmu, seperti yang
kamu katakan, tidak pernah bekerja. Aku selalu
bekerja. Maka saat dia kehilangan tahtanya dia men-
janjikan kepadaku 16.000 talent untuk mengembali-
kan tahta itu kepadanya."
"Apakah dia telah membayar semuanya?"
"Belum semuanya."
"Dia benar. Itu terlalu mahal. Dunia yang besar
ini tidak berharga lebih dari 16.000 talent."
"Mungkin itu benar, Cleopatra. Tapi rakyat
Mesir harus bekerja keras untuk membayar sebanyak
yang dapat kami tarik dari mereka. Dan itu masih ber-
laku. Tapi hampir tidak mungkin aku mendapatkan-
nya, karena itu aku harus bekerja kembali. Maka
kamu harus pergi sementara dan bawa sekretarisku
kemari." Dengan manja Cleopatra merajuk. "Tidak! Aku
ingin tetap di sini dan mendengarkan kamu bercerita
tentang Mark Anthony."
"Tapi jika aku tidak bekerja, Pothinus dan yang
lainnya akan mengusir kami dari pelabuhan, akibatnya
jalan ke Romawi akan ditutup."
"Tidak masalah. Aku tidak ingin kamu pulang
lagi ke Romawi." 82 G. Bernard Shaw "Tapi kamu ingin Mark Anthony datang dari
sana." "Oh, ya.., aku lupa. Pergi cepat dan bekerjalah
Kaisar, dan jaga jalan yang melewati laut agar tetap
terbuka untuk Mark Anthony-ku." Segera ia berlari
keluar balairung, mencium tangannya memberi salam
kepada Mark Anthony di seberang lautan.
Julius Caesar pun pergi bergegas ke tangga
balairung. "Britannus!" teriak Caesar memanggil
sekretarisnya. Tiba-tiba dia dikagetkan dengan ma-
suknya seorang prajurit Romawi yang terluka, saat
berpapasan di situ. "Apa yang terjadi?"
Sambil menunjuk kepalanya yang diperban,
sang prajurit menjawab, "Ini Kaisar, dua bawahan saya
terbunuh di pasar." Dengan tetap tenang dan penuh waspada, Cae-
sar berusaha menyembunyikan kagetnya. "Oh, ada
apa?" "Sepasukan prajurit datang dari Alexandria,
menyebut dirinya sebagai angkatan perang Romawi."
"Penyerangan dari pasukan Romawi, begitu?"
"Dipimpin orang yang bernama Achillas."
"Bagus!" "Para penduduk juga menyerang kami saat
pasukan itu memasuki gerbang. Saya melarikan diri
ke sini." "Bagus! Aku senang melihatmu hidup."
Tiba-tiba Rufio muncul memasuki balairung ter-
buru-buru, melewati belakang prajurit untuk melihat
keluar melalui jendela di atas lengkungan balairung.
Cleopatra 83 "Kita terkepung," teriaknya.
"Kita harus mundur," sahut Caesar memberi
perintah. Sejurus kemudian, Britannus muncul, tergopoh-
gopoh dan memanggil Caesar. ''Kaisar!..."
Julius Caesar memotong perkataan Rufio. "Ya
aku sudah tahu." Rufio dan Britanus segera menuruni tangga
balairung menuju ruangan lain pada sisi yang berla-
wanan. Julius Caesar pun langsung memberi petunjuk.
"Komandan, perintahkan prajurit untuk keluar mela-
lui pantai dengan perahu. Bawa prajurit yang luka dan
bawa mereka. Pergi!"
Habis mendapat perintah sang komandan pergi
dengan cepat. Julius Caesar menuju ke Rufio dan Bri-
tannus. "Rufio, kita punya beberapa kapal di pela-
buhan sebelah barat. Bakar semua!"
Mata Rufio membelalak kebingungan. "Mem-
bakarnya"!" tanyanya tak percaya.
"Ambil semua perahu yang kita punyai di pe-
labuhan sebelah selatan, dan duduki Pharos, pulau
yang ada menaranya itu. Tinggalkan separuh dari
orang-orang kita untuk menguasai pantai dan seba-
gian di luar istana. Ini adalah jalan menuju ke
Romawi." Rufio menyanggah dengan kuat dan hati-hati,
"Apakah kita akan menyerahkan kota ini?"
"Kita tidak punya pilihan Rufio. Tapi istana ini
kita duduki," tegas Caesar. "Bangunan apa yang ada
di sebelah?" 84 G. Bernard Shaw "Gedung pertunjukan," jawab Rufio.
"Kita akan menguasainya juga. Ini berhubungan
dengan perintah di pantai agar kita bisa mengalahkan
mereka. Mesir untuk rakyat Mesir!"
"Bagus! Anda tahu banyak, aku bangga!" puji
Rufio. "Apakah rencana kita seperti ini?" Kembali ia
bertanya. "Ya, seperti ini!" jawab Caesar. "Apakah perahu
sudah dibakar semua?"
"Tenanglah! Aku tidak akan membuang waktu
lagi." Rufio segera berlari keluar.
Sesaat setelah kepergian Rufio, Britannus
muncul lagi, memberi laporan. "Kaisar, Pothinus tidak
mematuhi perintahmu. Menurut pendapatku, dia
perlu diberi pelajaran. Tingkah lakunya tidak ber-
adab." "Di mana dia?" tanya Caesar.
"Dia menunggu di luar."
"Hai di sana! Izinkan Pothinus menghadap."
Sejurus kemudian Pothinus muncul dari sebelah
balairung, dan melangkah dengan pandangan yang
sangat mengejek pada Britannus.
"Bagus, Pothinus?" sapa Caesar.
"Aku membawakan ultimatum kami, Kaisar!"
sahut Pothinus mantap. Julius Caesar tersenyum sinis. "Ultimatum!
Pintu telah terbuka, kamu harus keluar sebelum kamu
mengumumkan perang. Kamu adalah tahanan kami
sekarang." Pothinus terkejut dengan sambutan yang tidak
Cleopatra 85 disangka-sangka itu. la pun marah seketika, lalu
mengancam dengan suara yang keras. "Aku tahanan
kalian"! Apakah kalian tahu, Raja Ptolemy dengan
sepasukan di luar perkiraan pasukan kecilmu sekarang
menguasai Alexandria?"
Dengan acuh Julius Caesar melangkah ke kursi
dan menjawab, "Baiklah temanku, keluarlah jika ka-
mu bisa. Dan katakan kepada temanmu untuk tidak
membunuh lagi orang Romawi yang ada di pasar. Atau
prajuritku, yang tidak mengindahkan pengampunan-
ku, akan membunuhmu. Britannus, perintahkan ke-
pada penjaga, dan ambilkan perlengkapan perangku."
Segera Britannus keluar, dan Rufio sudah kembali
lagi, langsung disambut kaisar, "Bagaimana?"
Sambil menunjuk pada gumpalan asap yang
mengepul dari pelabuhan, Rufio menjawab, "Lihat
di sana!" "Apa" Perang sudah dimulai"! Tidak mungkin!"
pekik Caesar. "Ya, lima kapal bagus dan sebuah kaleng besar
berisi minyak telah hangus. Tapi ini bukan tindakan
saya," jawab Rufio sambil melihat kepulan asap tebal
dan hitam. "Orang Mesir telah menyelamatkan saya
dari kerusuhan. Mereka telah menguasai pelabuhan
sebelah barat," sambungnya.
Dengan penuh kekhawatiran Julius Caesar
bertanya, "Dan pelabuhan sebelah timur" Menara itu
Rufio?" Rufio kelihatan tegang menahan kemarahan,
mendatangi Julius Caesar dan meminta persetujuan.
86 G. Bernard Shaw "Bisakah saya menaikkan jumlah pasukan dalam lima
menit" Pasukan pertama sudah siap di pantai. Kami
tidak bisa melakukannya lebih dari itu. Jika anda ingin
gerakan prajurit yang lebih cepat lagi, turun, dan silah-
kan pimpin sendiri."
Julius Caesar hanya tersenyum dan berusaha
menenangkan Rufio. "Bagus, bagus! Sabar, Rufio,
sabar!" "Sabar"! Siapa yang tidak sabar di sini, Anda
atau saya " Saya tidak akan di sini jika saya tidak bisa
mengawasi mereka dari balkon ini!"
"Maafkan aku Rufio, suruh pasukan bergerak
secepat mungkin," sahut Caesar dengan air muka yang
mulai membayang cemas. Tiba-tiba terdengar ratapan sedih seorang tua
dalam kemalangan yang sangat. Terdengar lebih dekat
dan lebih kuat, nampak Theodotus menerobos ke
dalam, menangjsi nasibnya, mengungkapkan bencana
yang menimpa. Rufio melangkah ke belakang untuk
melihatnya, kaget dengan sosok yang menyedihkan
itu. Sedang Pothinus sudah berdiri di dekatnya,
mendengarkan kata-katanya.
Theodotus berada di tangga, dengan tangan
diangkat berteriak sedih, "Kengerian yang tidak bisa
di ungkapkan! Aduh! Celaka! Tolong!"
"Apa yang terjadi?" tanya Rufio.
"Siapa yang terbunuh?" sambung Julius Cae-
sar. "Terbunuh! Oh, ini lebih buruk dari kematian
Caesar And Cleopatra Karya G. Bernard Shaw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sepuluh ribu orang! Kehilangan yang tidak bisa di-
Cleopatra 87 perbaharui manusia!" jawab Theodotus dengan sedih,
air matanya pun mulai tumpah di pipi, menangisi
sesuatu yang amat berharga bagi kehidupan.
'Apa yang terjadi?" tanya Rufio bingung.
"Api membakar kapal-kapal kalian. Tapi salah
satu dari tujuh keajaiban dunia musnah. Perpustakaan
istana Alexandria terbakar," jawab pria tua itu sambil
menangis sesunggukan. Rufio tak terkejut sedikit pun. la merasa biasa
dan tenang-tenang saja. Kemudian ia melangkah ke
balkon dan melihat persiapan pasukan yang berada
di pantai. "Apakah semuanya?" tanya Caesar.
Theodotus menggeleng sedih, tidak mampu
membayangkan malapetaka yang akan ditimbulkan
dengan hancurnya perpustakaan tersebut. "Semua!
Kaisar, maukah Anda pergi untuk menenangkan
prajurit barbar yang terlalu mengabaikan betapa ber-
harganya buku-buku itu?"
"Ini lebih baik untuk orang Mesir yang harus
menjalani hidup dari pada bermimpi melalui bantuan
buku-buku," sahut Caesar.
Theodotus langsung berlutut, kesedihan mengu-
ras seluruh jiwanya, tenggelam dalam lautan keke-
cewaan dan penderitaan batin yang perih menyayat
kalbu. "Kaisar, sampai sepuluh generasi manusia,
dunia tidak bisa mengembalikan buku-buku yang
sudah musnah itu." Dengan tegas Julius Caesar berkata, "Jika
perpustakaan tidak bisa memuliakan umat manusia,
88 G. Bernard Shaw algojo yang akan membakarnya."
"Tanpa sejarah, dunia tak berarti, kehidupan
tidak akan berjalan dan yang tinggal hanyalah
kematian tidak terkira," balas Theodotus dalam suara
yang parau. "Kematian bisa terjadi dengan berbagai sebab
dan kapan saja bisa terjadi. Aku tidak meminta
kuburan yang lebih baik," sahut Caesar dengan nada
meremehkan arti sebuah peradaban.
Theodotus merunduk pilu, tak habis pikir,
mengapa Caesar berkata seperti itu, layaknya orang
barbar. Lalu katanya mencoba mengingatkan, "Tapi
apa yang terbakar di sini adalah tonggak sejarah dan
peradaban yang sangat penting bagi umat manusia."
"Tonggak yang memalukan. Biar saja terbakar!"
Tak tahan mendengar ejekan Caesar, Theo-
dotus bertanya dengan suara membentak, "Apakah
An da akan menghancurkan masa lalu?"
"Oh tentu, dan membangun masa depan di atas
reruntuhannya," jawab Caesar angkuh.
Theodotus hanya dapat menelan ludah, meng-
gigit bibir, tak sanggup marah dan akhirnya memu-
kulkan tinjunya di lantai.
"Tapi dengarkan Theodotus, guru raja. Kamu
menghargai kepala Pompey tidak lebih dari harga
seiris bawang. Kesedihan yang membanjir di mata
tuamu, keperihanmu yang memohon penyelamatan
naskah kulit domba, tidak akan bisa menggantikanmu
sebagai tahananku. Tapi kamu bisa keluar dengan
bebas dari istana. Sekarang pergilah, temui Achillas
Cleopatra 89 dan pinjam pasukannya untuk memadamkan
kebakaran." Baru melangkah sekali Pothinus sudah meme-
gang bahu Theodotus dan berkata dengan suara yang
terdengar kelam, "Kamu tahu Theodotus" Aku
menjadi seorang tahanan."
"Seorang tahanan?" tanya Theodotus ke-
heranan. Julius Caesar menegur Theodotus. "Apakah
kamu akan tetap di sini untuk mengobrol, sementara
tonggak sejarah dan peradaban manusia terbakar?"
Lantas ia memanggil seorang prajurit, "Hai, kesini!
Antar Theodotus keluar!"
Sambil menangkap sorot mata Pothinus, Theo-
dotus melangkah pergi dengan terburu-buru. 4Aku
harus menyelamatkan perpustakaan."
Dengan ringan Caesar menyuruh Pothinus.
"Ikuti dia sampai ke gerbang. Demi keselamatan
dirimu, perintahkan segera kepada rakyatmu untuk
tidak lagi membunuh prajuritku!"
"Hidupku lebih berarti jika kamu mengambil-
nya, Kaisar," sahut Pothinus, kemudian pergi
menyusul Theodotus. Nampak Rufio, serius memperhatikan pembe-
rangkatan pasukannya, tidak menghiraukan keper-
gian dua orang Mesir di belakangnya. Lantas ia
berteriak ke arah pantai, "Di sana sudah siap semua?"
Dari bawah, seorang prajurit menjawab dengan
teriakan yang lebih sigap, "Siap. Kami menunggu
kaisar!" 90 G. Bernard Shaw "Katakan pada mereka, saya segera datang,"
ujar Caesar, lalu memanggil Rufio agar mendekat.
Rufio berteriak lagi ke bawah, memberi perin-
tah, "Dorong semuanya, kecuali kapal panjang. Siap-
kan pemberangkatan, pengawal kaisar ke sini." Se-
jurus kemudian ia meninggalkan balkon dan turun ke
dalam ruangan. "Ke mana orang-orang Mesir tadi"
Apakah ada pengampunan lagi" Apakah kamu telah
membiarkan mereka pergi?" tanyanya pada Caesar.
Julius Caesar mengangguk. "Aku telah mem-
biarkan Theodotus pergi untuk menyelamatkan per-
pustakaan. Kita harus menghormati koleksi pustaka,
Rufio." Seperti mengamuk Rufio berteriak, "Orang
bodoh dipimpin orang bodoh! Aku percaya Anda bisa
menghidupkan kembali semua yang mati di Spanyol,
Khabul, dan Thessaly kalau mereka melawan lagi."
"Mungkin tidak," bantah Kaisar. "Tuhan meng-
hancurkan dunia jika mereka menginginkan perda-
maian hanya untuk satu tahun, membasmi orang-
orang yang suka berperang demi nafsu kekuasaan!"
Rufio mengeluarkan semua kesabarannya, pergi de-
ngan segumpal kemarahan. Kaisar secepatnya men-
cengkeram lengan baju Rufio, dan membisikkan keli-
cikan di telinganya. "Di samping itu, teman, setiap
orang Mesir yang kita penjara berarti memenjarakan
dua orang prajurit Romawi untuk menjaganya, bukan-
kah begitu?" "Ahh! Aku sudah mengerti muslihat serigala di
balik perkataanmu yang sopan." Rufio kemudian
Cleopatra 91 pergi dengan tertawa getir menuju balkon untuk
melihat persiapan selanjutnya yang hampir selesai.
"Apakah Britannus tidur" Aku memerintahkan
dia untuk mengambil perlengkapan perangku." Kem-
bali Caesar memanggil Britannus.
Cleopatra berlari masuk melalui balairung
dengan pelindung kepala dan pedang milik kaisar,
menghindari Britannus yang mengikutinya dengan
rompi baja dan sepatu. Mereka mendatangi kaisar,
Cleopatra berdiri di kirinya sedang Britannus di
sebelah kanan. "Aku akan mendandanimu, Kaisar. Duduklah!"
pinta Cleopatra. Caesar pun menurut dan diam.
"Pelindung kepala orang Romawi ini sangat cocok!"
ujar gadis itu sambil menanggalkan mahkota daun
kaisar. "Oh!" Cleopatra terperanjat dan tak bisa
menahan ketawa. "Apa yang kamu tertawakan?" tanya Caesar
jengkel. "Kamu ternyata botak," jawabnya sambil
cekikikan kecil. Merasa diejek Julius Caesar bangkit dan
memastikan rompi baja yang dipakaikan Cleopatra
pada Britannus. "Terima kasih, Cleopatra!"
"Jadi Kaisar memakai mahkota rangkaian daun
salam untuk menyembunyikan botaknya," ujar Cleo-
patra lagi dan berusaha menyembunyikan ketawanya.
"Diam orang Mesir!" bentak Britannus. "Kami
datang untuk menaklukkan Mesir," ucapnya sambil
mengikatkan rompi baja kaisar.
92 G. Bernard Shaw Cleopatra balas membentak, "Diam kamu
orang pulau!" Kemudian ia berkata pada kaisar,
"Anda seharusnya melumuri kepalamu dengan gula
pasir kaisar. Itu akan membuat rambut Anda
tumbuh." Dengan muka marah Caesar menatap Cleo-
patra. "Apakah kamu suka untuk diingatkan bahwa
kamu masih sangat muda?" tanya Caesar yang makin
jengkel saja. "Tidak!" Julius Caesar duduk lagi, mengulurkan kakinya
pada Britannus, yang berlutut untuk memakaikan
sepatu kaisar. "Begitu juga aku tidak suka diingatkan
bahwa aku sudah tua. Akan kuberikan kepadamu
sepuluh tahun usiaku. Itu akan membuatmu berumur
26 tahun, dan sisanya untukku. Apakah ini sebuah
tawaran?" Cleopatra mengangguk setuju dengan gembira.
"Aku berumur 26 tahun," sahutnya sambil memakai-
kan pelindung kepala. "Oh, sangat bagus! Kamu ter-
lihat kurang dari lima puluh tahun!"
Lagi-lagi Britannus merasa kesal dengan
tingkah Cleopatra, lalu melihatnya dengan sorot mata
yang mengandung kebencian. "Kamu tidak boleh ber-
tingkah seperti itu kepada kaisar."
"Apakah benar saat kaisar menangkapmu di
pulau itu, seluruh tubuh Anda kelihatan biru?" tanya
Cleopatra dengan nada mengejek.
"Biru adalah warna seragam pasukan Inggris
agar bernasib baik. Dalam perang kami mewarnai
Cleopatra 93 tubuh kami biru," jawab Britannus sambil menelan
ludah kejengkelan. "Jadi meskipun musuh sudah
menangkap, melucuti pakaian dan hidup kami,
mereka tidak bisa melepaskan kami dari kesetiaan
kami," tegasnya sambil bangkit.
Sambil membawa pedang kaisar, Cleopatra
berkata, "Biarkan Aku yang memegang pedang.
Sekarang lihatlah, sangat bagus!" Lalu tanyanya
sambil melirik Caesar, "Apakah atribut ini telah
memberikan status kepadamu di Roma?"
"Ya, beberapa status," jawab Caesar.
"Kamu harus mengirimkan satu dan mem-
berikannya padaku." Rufio muncul yang kelihatan lebih sabar dari
sebelumnya. Segera ia berkata pada Caesar sambil
melirik Cleopatra dengan jengkel. "Sekarang Kaisar!
Apakah kamu telah selesai bicara" Selama kakimu
masih menginjak tempat ini, tidak ada perintah untuk
membawa orang kita kembali. Kapal telah siap di
pelabuhan, sedang pasukan lainnya telah menuju
menara mercusuar." Julius Caesar mengambil pedangnya dan
mengamati tepiannya. "Apakah senjata ini telah
disiapkan dengan baik, Britannus" Di Pharsalia,
pedang ini menebas bergalon-galon minyak."
"Hari ini, pedang itu akan memotong kepala
orang Mesir, Kaisar. Aku telah menyiapkannya
sendiri," jawab Britannus.
Tiba-tiba Cleopatra melingkarkan tangannya
dengan ketakutan, memeluk Caesar, "Oh, kamu tidak
94 G. Bernard Shaw sungguh-sungguh pergi bertempur untuk terbunuh,
kan?" "Tidak Cleopatra, tidak ada seorang pun yang
pergi berperang untuk dibunuh."
"Tapi mereka telah terbunuh. Suami kakakku
terbunuh dalam peperangan. Kamu tidak boleh per-
gi," pinta Cleopatra dengan nada memelas. "Biarkan
dia yang pergi," pintanya lagi sambil menunjuk Rufio.
Orang-orang kaisar itu menertawakannya, tak tahan
melihat kegelian dan kemanjaan sang ratu Mesir.
"Jangan pergi. Apa yang akan terjadi denganku
jika kamu tidak pernah kembali?"
Dengan nada menantang, Julius Caesar
bertanya, "Apakah kamu takut?"
"Tidak!" "Pergi ke balkon, dan kamu akan melihat kami
menduduki Pharos. Kamu harus belajar untuk melihat
peperangan. Pergi!" perintah Caesar dengan penuh
kegagahan. Cleopatra pun pergi, dan melihat keluar
dari balkon. Langsung saja Caesar melirik temannya, "Ini
bagus. Sekarang Rufio!"
Cleopatra mencegah mereka dengan bertepuk
Caesar And Cleopatra Karya G. Bernard Shaw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tangan. "Oh, kamu tidak boleh pergi!" seru gadis itu,
sambil berlari, menubruk kaisar dan memeluknya
erat-erat. "Mengapa" Terus bagaimana?" tanya Caesar,
dielus-elusnya rambut Cleopatra dengan lembut.
"Mereka memadamkan api di pelabuhan
dengan membawa ember, mereka juga menyedot air,"
Cleopatra 95 ujar Cleopatra sambil menunjuk keluar di sebelah
kirinya. Rufio terlihat mulai sangat resah dan takut. "Itu
benar. Angkatan perang Mesir!" sergahnya cepat.
Lalu ia berkata pada Caesar dengan marah, "Ini
karena pengampunanmu, Kaisar. Theodotus telah
membawa mereka." Julius Caesar tercenung dengan kecerdasannya
sendiri. "Aku mengharapkannya begitu, Rufio.
Mereka telah datang untuk memadamkan api. Saat
mereka sibuk memadamkan api, kita akan bergerak
ke menara itu." Habis berkata Caesar langsungpergi,
begitu cepat dan penuh wibawa. Dia menerobos
keluar melalui balairung, diikuti Britannus.
Dasar licik, lebih licik, batin Rufio. Lalu ia
menyusul dan dari bawah terdengar teriakan prajurit
mengumumkan kedatangan kaisar.
"Semua menyingkir," teriak komandan
pasukan. "Beri jalan!" terdengar teriakan yang lain.
Dari lengkungan balairung Cleopatra me-
lambaikan sapu tangannya. "Selamat tinggal, selamat
tinggal, Kaisar sayang! Kembalilah dengan selamat.
Selamat tinggal!" 96 G. Bernard Shaw BAGIAN 4 DARI pinggir dermaga depan istana, dengan
memandang ke barat, akan terlihat menara terkenal,
sebuah kotak yang sangat besar, menjulang tinggi
untuk menyangga lampu mercusuar di puncaknya. la
begitu kecil, tenang, tertancap dalam pelukan pulau
Pharos. Untuk menyeberang ke pulau lain, Heptasta-
dium, pulau itu dihubungkan dengan laut yang sangat
dalam, satu-satunya jalan tembus yang berjarak lima
mil. Seorang prajurit Romawi berdiri sigap di
tengah-tengah dermaga, menjaga pantai dengan
penuh waspada. Tangan kiri melindungi matanya agar
bisa melihat lebih jelas, sedang tangan kanan me-
megang tombak. Tombaknya terbuat dari kayu dengan
panjang 4 1/2 kaki, disambungkan besi sepanjang 3
kaki. Penjaga itu terlalu serius sehingga tidak mem-
perhatikan kedatangan beberapa sosok, dari sebelah
utara. Ada empat pengangkut barang, membawa gu-
lungan permadani, diikuti Ftatateeta dan Apollo-
dorus, orang Sicilia. Cleopatra 97 Apollodorus adalah seorang laki-laki kuat ber-
umur sekitar 24 tahun, memiliki raut muka yang
tampan, berpakaian aneh penuh kemewahan, hampir
semuanya berwarna ungu dan sedikit abu-abu, yang
dihiasi bross, ukiran perak, batu permata dan giok.
Pedangnya mempunyai sisi tajam berwarna biru,
terlihat dari sarungnya yang tembus pandang. Sedang
sarungnya terbuat dari kulit berwarna ungu dan dihiasi
benang emas. Pengangkut barang, dipimpin Ftata-
teeta, melewati dermaga di belakang penjaga, mereka
melangkah ke arah tangga istana untuk menaruh
bawaan. Apollodorus tidak bersama mereka lagi, dia
heran dengan ketidakwaspadaan penjaga.
"Siapa yang ada di situ, hai?" teriak Apollodrus
memanggil penjaga. Dengan cekatan sang penjaga melihat arah
datangnya suara. Tangannya memegang tombak erat-
erat, penuh siaga, memperlihatkan badannya yang
kecil, kurus, berambut pirang, dengan wajah yang
nampak lebih tua. "Apa" Siapa kamu?" teriaknya,
balik bertanya. "Aku Apollodorus orang Sicilia," jawab
Apollodorus. "Ada apa, apa yang kamu lamunkan"
Sejak aku datang dan melewati jalan di depan gedung
pertunjukan, aku telah membawa barang-barangku
melalui tiga penjaga, semua juga sibuk melihat ke arah
menara, dan tidak ada seorang pun yang mem-
perhatikan aku. Apakah itu aturan orang Romawi?"
Sang penjaga menjawab, "Kami di sini tidak me-
lihat pulau, tapi mengawasi laut. Kaisar telah berlabuh
98 G. Bernard Shaw di Pharos." Matanya melihat Ftatateeta, "Kenapa
kamu di sini" Siapa kadal Mesir ini?" tanyanya dengan
nada mengejek. "Apollodorus, tangkap anjing Romawi itu,
potong lidahnya sebagai tambahan menuku," sahut
Ftatateeta dengan kemarahan yang langsung
memuncak. Apollodorus berusaha melerai. "Teman, kedu-
dukan wanita besar ini sama dengan kedudukan
kaisar," ujarnya tenang.
Penjaga tidak menghiraukan kata-kata Apollo-
dorus, malah menunjuk-nunjuk permadani. "Apa
yang kalian bawa?" "Permadani untuk menghiasi tempat tinggal
ratu di istana ini. Aku telah memilihkan permadani
yang paling indah di seluruh dunia, dan ratu akan me-
milih yang terbaik dari pilihanku," jawab Apollodorus.
"Jadi kamu penjual permadani?" tanya penjaga.
Apollodorus tersinggung, merasa dilecehkan,
lalu katanya lantang, "Temanku, aku seorang
bangsawan." "Seorang bangsawan! Seorang bangsawan
menjalankan toko dengan tenaganya sendiri!" sahut
si penjaga, dengan nada mengolok.
"Aku tidak mempunyai toko, tapi kuil seni," ujar
Apollodorus dengan sabar. "Aku pemuja kecantikan.
Aku terpanggil memilih benda-benda cantik untuk
ratu yang cantik. Semboyanku adalah seni untuk
keindahan seni itu sendiri."
"Itu bukan sebuah kata sandi," kata si penjaga
Cleopatra 99 penjaga. "Itu adalah sandi yang paling unversal," tandas
Apollodorus. "Aku tidak tahu apa-apa tentang sandi univer-
sal," ujar si penjaga membuka diri. Tapi kemudian ia
mengancam, "Kalau kamu tidak memberitahu mak-
sud kata sandi itu hari ini, lebih baik kembali ke
kuilmu." Ftatateeta bosan dengan penjaga yang men-
jengkelkan, lalu ia menyelinap melalui pinggjran der-
maga dengan langkah yang sangat cepat, dan sampai
di belakangnya. Kedua orang pria itu terus berdebat
hingga masing-masing tidak dapat menahan kesal.
Kemudian Apollodorus bertanya, "Bagaimana
jika aku masuk ke istana?"
"Aku akan melemparmu dengan tombak ini,"
jawab si penjaga, seperti tak punya perasaan.
Karena sudah tidak dapat menahan kesabar-
annya, Apollodorus segera mencabut pedang dan
ingin dilayangkan ke leher sang penjaga sambil
berkata, "Terima kasih atas pelayananmu, Teman!"
Ftatateeta pun cepat-cepat mengunci lengan si
penjaga dari belakang. "Tusukkan pedangmu ke leher
anjing ini, Apollodorus!" teriak sang palayan ratu.
Apollodorus cuma tersenyum, menganggukkan
kepala, menjauh dari penjaga dan membiarkan
mereka berkelahi. Si penjaga mencoba melawan, digerakannya
lengannya sekuat tenaga, tapi tak berhasil. "Gila
kalian, biarkan aku pergi!" makinya dengan suara
100 G. Bernard Shaw Document Outline G_Bernard_Shaw - Cleopatra_01_(Indonesia)
G_Bernard_Shaw - Cleopatra_02_(Indonesia)
G_Bernard_Shaw - Cleopatra_03_(Indonesia)
G_Bernard_Shaw - Cleopatra_04_Indonesia
Pendekar Lembah Naga 17 Pendekar Mata Keranjang 24 Bukit Siluman Menuntut Balas 8