Pencarian

Hati Yang Terberkahi 12

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara Bagian 12


seketika terdiam. *** "Dokter Kumar?" kata Nadia mengetok pintu bertuliskan nama Dr. Kumar di salah
satu gedung bagian medis. "Masuk," kata sebuah suara dari dalam.
Saat Nadia melangkah masuk, terlihat dokter itu sedang tertidur dengan pakaian
yang kusut dan terlihat seperti sudah beberapa hari ia belum pulang berganti pakaian.
"Apakah aku mengganggu kesibukan Dokter."
Dokter Kumar melihat ke sekeliling kantornya yang kosong, "Dengan semua para
malaikat penyembuh yang berkeliaran" Aku hanya dapat mengatakan, aku tidak pernah sesibuk
ini." Nadia memaksakan sebuah senyum. "Duduklah, Nadia. Apa yang membuatmu datang?"
~ 485 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Nadia berjalan ke sebuah tempat duduk di depan meja Dr. Kumar yang kemudian
duduk sambil menceritakan sedikit tentang energinya yang menghilang. Dr. Kumar
mengetuk- ngetuk pena di tangannya terlihat serius dan kemudian berdiri. "Ikuti aku," kata
Dr. Kumar yang bergegas keluar dari kantornya. "Kita akan melakukan pemeriksaan
menyeluruh." *** Malam itu Nadia duduk sendirian di dalam kamarnya, ia mengingat kata Dr. Kumar
dengan jelas. Energi alinergimu menghilang dari tubuhmu. Kamu kembali menjadi normal.
Telepon genggamnya berbunyi, tapi ia sama sekali tidak berkeinginan
mengangkatnya, sama seperti puluhan dering sebelumnya. Siang tadi, ia langsung bersembunyi di dalam
kamarnya setelah mendapat hasil dari Dr. Kumar. Tidak lama kemudian pintu kamar Nadia
terdengar sedang digedor. Ia mendengar teriakan suara Angelina dan Gris. Ia berdiri dan
bergerak bukan ke arah pintu untuk membukanya, akan tetapi menuju ke kamar mandi. Membuka
pakaiannya dan menghidupkan shower, membiarkan suara shower yang deras menutupi
semuanya, suara gedoran pintu, suara tangisnya dan semua suara dalam kepalanya.
*** "Menurut data ini, kamu kembali menjadi normal," kata Dr. Kumar terlihat benar-
benar bingung, "Aku akan memberimu izin untuk beristirahat selama beberapa hari dan
melaporkan ke kepala divisimu bahwa kehilangan kekuatanmu akibat karena siklus bulananmu."
"Mengapa bisa begitu Dokter?" tanya Nadia wajahnya terlihat gelisah dan
ketakutan. Dr. Kumar menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Jujur saja, aku tidak tahu
harus memulai dari mana, karena ini kejadian pertama yang pernah kudapatkan. Mungkin saja
semua ini karena gejolak emosi, perubahan hormon dalam tubuhmu dan mungkin saja kekuatanmu
akan kembali tiba-tiba saat kamu tidak menyadarinya."
Nadia hanya diam. Dr. Kumar terdiam lama dan akhirnya berkata, "Nadia, aku meminta maaf, tapi
waktu yang dapat kuberikan padamu dengan kewenanganku adalah tujuh hari. Lebih dari itu
Divisi Penelitianlah yang akan memeriksamu." Dr. Kumar menghela nafas dan berdiri, "Aku
sebenarnya tidak mau mengatakan ini, tapi sebaiknya kamu mengambil izin dan
pergilah untuk bersantai. Ke mana saja yang kamu suka, asalkan kamu tidak di sini dan
jangan kembali sebelum kekuatanmu kembali. Jika Divisi Penelitian menemukanmu, mereka
akan mentransfermu ke divisi mereka dan menjadikanmu rabbit. Mereka sudah bertahun-
tahun mencari cara untuk menjadikan alinergi menjadi manusia biasa."
~ 486 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Dr. Kumar melihat Nadia yang hanya duduk diam tidak menjawab, "Kamu adalah
sample berharga buat mereka, jagalah dirimu."
Nadia menangis menutup wajahnya.
Apakah ini berarti dia akan menjadi rabbit"
*** Nadia tidur sambil menggelungkan tubuhnya, ia baru saja mematikan telepon
genggamnya yang masih berbunyi. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya, ia bahkan tidak
berani bercerita pada Gris dan Angelina.
Apa yang dapat mereka lakukan"
Apa yang sebenarnya terjadi, mengapa diriku mendadak kehilangan kekuatan"
Nadia menutup matanya rapat-rapat berharap semua ini hanyalah mimpi buruk dan
saat ia bangun keesokan harinya, kekuatannya akan kembali.
Pada tengah malam Nadia terbangun dan segera mencoba kekuatannya untuk
menghilang. Tidak terjadi apa pun juga, ia sama sekali tidak merasakan energi. Ia terjaga
sepanjang malam, berputar-putar dalam kamarnya sambil berjuang mengerahkan semua kekuatannya dan
akhirnya menangis hingga tertidur.
Pagi buta ia kembali terbangun dan melakukan hal yang sama, ia mengerahkan
kekuatannya dan semuanya sia-sia. Ia menggelungkan tubuhnya di atas tempat tidur dan kembali
menangis. Ia tidak mengerti mengapa ini terjadi padanya, apakah mimpi kemarin bahwa Jaime
datang ke tempatnya memiliki hubungan dengan semua ini ataukah itu sama sekali bukan
mimpi. Apa Jaime melakukan sesuatu padanya"
Tapi bagaimana mungkin Jaime bisa masuk" Nadia meneteskan air mata dan tertidur.
*** Aku mengendarai sepedaku untuk menuju ke Kafe Eve seperti biasanya dan sedikit
bermandi keringat karena kelelahan, saat itu aku melihat sebuah mobil Mercedes SLR, mobil
Michelle tepatnya sedang terparkir di depan Kafe Eve. Hatiku langsung bergembira
mengingat aku sudah menunggunya dan bahkan meninggalkan pesan pada teleponnya, emailnya dan
juga pesan tertulis di apartemennya. Dengan buru-buru aku mengunci sepedaku di
belakang kafe dan masuk dari pintu dapur belakang, serta mandi dan mengganti pakaianku.
"Jaime?" ~ 487 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku segera menoleh ke samping saat selesai mandi dan sedang menyimpan pakaian
gantiku pada loker pakaianku. "Nadia?" panggilku terkejut karena melihat dirinya berada di depanku.
"Aku ingin berbicara," katanya, "Aku akan menunggumu di luar." Aku menggangguk
dan Nadia pun keluar dari pintu dapur belakang.
Jantungku berdebar. Apakah yang ingin dibicarakan oleh Nadia" Apakah ia sudah
mengingat semuanya kembali.
Kakiku segera melangkah keluar dari pintu dapur dan menemukan Nadia sedang
bersandar di dinding Kafe Eve, melindungi dirinya dari terik matahari. Aku memperhatikan
gerak- geriknya, mencoba menduga apakah yang ingin diucapkan olehnya. Aku memperhatikan
bahasa tubuhnya, gerak-gerik jari-jarinya dan lengan maupun bahunya.
Aku ingin tahu. "Jaime," kata Nadia mendekat dan langsung memelukku serta menciumku. Jantungku
bergolak terkejut karena Nadia langsung menciumku di bibir begitu mesra dan
dalam. Untuk sesaat aku terpesona dan berikutnya aku menggenggam kedua bahunya dan
mendorongnya, aku menatap mata yang penuh cinta sedang menatap ke arahku.
"Aku merindukanmu," kata Nadia.
"Yah, aku juga merindukanmu, Michelle," balasku.
"Bagaimana kamu tahu?" tanyanya menatapku curiga.
"Aku ... tahu," kataku karena akan cukup panjang menceritakan bahwa aku baru
tahu ketika melihat bahasa tubuhnya, jari-jarinya dan caranya berjalan, hal-hal kecil yang
selalu diperhatikan seorang bartender.
"Apa kamu merindukanku?" kata Michelle dan memelukku dengan mesra.
"Apa yang menbuatmu berpikir aku merindukanmu?"
"Kamu menitipkan pesan pada teleponku, email dan di apartemen, kupikir kamu
pasti benar- benar merindukanku sehingga aku langsung ke sini untuk menemuimu."
Aku menghela nafas tidak memahami pikirannya. "Mengapa Nadia?" tanyaku tidak
mengerti. Apakah ia mengetahui isi hatiku" Tidak mungkin.
Michelle tertawa. "Tadi di dalam kafe aku menemukan tiga sekawan itu, tapi
sayangnya tuan putrimu tidak ada dan kupikir ada baiknya aku mengambil rupanya dan menggodamu.
~ 488 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Bukankah ini rupa tuan putri yang kamu selamatkan" Dan tuan putri ini baru saja
memberikan hadiah ciuman pada pangeran penolongnya."
Baiklah aku tidak memahami apa pun juga tentang itu dan sekarang aku harus
bertanya padanya. "Michelle?" "Ya." "Apakah benar seorang yang sudah pernah tercatat namanya di dalam buku hitam BtP
tidak akan dapat mendaftar lagi menjadi anggota BtP?"
Michelle menatapku, "Kupikir itu benar."
"Akan tetapi, jika seseorang mendapatkan kembali kekuatan alinerginya dan
namanya masih tercatat di buku hitam BtP, Apakah seseorang itu masih dapat menjadi anggota BtP
jika ada seorang anggota BtP senior yang bersedia menjaminnya dan membawanya masuk ke
dalam BtP?" Mata Michelle berputar ke atas dan mengingat-ingat. "Kupikir itu benar, akan
tetapi hanya ketua divisi yang dapat menentukan masuknya anggota baru itu ke dalam
divisinya." Aku menjadi bersemangat. "Apakah kamu bisa membantu...?"
"Akan tetapi," tambah Michelle. "Persyaratan lengkapnya adalah seseorang itu
harus memiliki kekuatan alinergi yang sesuai dengan yang diinginkan ketua divisi
masing-masing dan lagipula seseorang itu baru dapat dimasukkan setelah adanya jarak lima tahun
dari tanggal awal sejak namanya tercatat pada daftar buku hitam BtP."
Aku baru saja hendak mengatakan ... membantu untuk menghubungkanku pada ketua
divisimu .... A ku terpaksa menelan kembali kata-kataku dan berganti pertanyaan.
"Mengapa harus setelah lima tahun sejak tercatat dari buku hitam dan tidak segera saja
setelah kekuatannya kembali?"
Michelle ikut menggerutu. "Kebijakan yang dipaksakan dari Divisi Penelitian
dengan alasan agar kekuatan alinergi seseorang itu meskipun muncul kembali, tentunya masih
timbul- tenggelam atau dengan kata lain dapat menghilang kembali. Mengingat mereka
pernah mendapat nama pada daftar hitam BtP maka lima tahun adalah waktu agar alinergi
itu mematangkan kekuatannya, meski dari yang kuketahui mereka memanfaatkan jangka
waktu itu untuk mendapatkan rabbit sebanyak mungkin "
"Mereka ditangkap?" tanyaku tidak percaya.
~ 489 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Yah, kudengar mereka dari Divisi Penelitian sangat tertarik pada orang-orang
yang energi mereka dapat muncul mendadak atau hilang mendadak. Mereka merupakan sample yang
berharga untuk membuat senjata anti alinergi. Jadi mereka yang tercatat dalam
buku hitam dan mendaftar sebelum lima tahun dapat dipastikan hinggap di laboratorium
penelitian mereka," kata Michelle.
Aku meringis, keinginanku mendaftar langsung menghilang. Menghitung waktuku
sejak tercatat pada buku hitam BtP baru juga berkisar empat tahun.
"Oh ya Jaime," kata Michelle menyerahkan sebuah kunci mobil padaku. "Aku akan
menuju ke Pusat BtP Internasional sore ini dengan pesawat BtP dan akan berada di sana
selama sepuluh hari. Aku titip mobilku untuk kamu bawa ke bengkel agar diganti ke empat
bannya dan juga titip apartemenku untuk dibersihkan." Aku memegang kunci itu dan
mendadak Michelle bertanya, "Ada apa dengan pertanyaanmu tadi?"
"Hanya untuk informasi jika kekuatanku bangkit," sahutku sekenanya sambil
mengangkat bahu. Michelle tertawa dan menepuk dadaku. "Kamu sudah cukup baik begini adanya, aku
sudah menyukaimu." "Michelle," panggilku.
"Ya?" tatapnya.
"Apakah aku harus membawa mobilmu ke bengkel untuk diganti bannya?"
"Tentu saja," katanya tertawa. "Ini waktu yang tepat untuk mengganti ban mobilku
saat aku sedang tidak menggunakannya. Kamu bahkan bisa menyuruh mereka untuk mengecek
mesinnya sekalian di bengkel." Aku meringis, memikirkan harus menunggu di
bengkel.

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ayolah," kata Michelle. "Bukankah aku sudah membayar uang muka padamu."
"Uang muka?" "Ciumanku yang dalam dan panas."
Aku menatapnya dan meringis merasa ciuman itu sama sekali tidak setara dengan
pengorbanan yang harus kulakukan. Lain ceritanya jika dengan ciuman Nadia,
dikirim untuk perang ke ujung dunia pun aku bersedia. "Boleh aku kembalikan uang mukanya?"
Michelle tertawa dan menyodorkan bibirnya. "Kamu boleh mencoba." Aku terpaksa
meringis bertanya-tanya apakah ciuman itu adalah uang muka atau kutukan. "Jangan
merindukanku," kata Michelle berbalik meninggalkanku. "Aku akan membeli oleh-oleh untukmu."
~ 490 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku tidak berdaya. Penjahat kecil harus mematuhi penjahat yang lebih besar dan
dia monster jahat yang jauh lebih besar dariku.
*** Siang harinya Nadia terbangun kembali karena pintu depannya digedor oleh Gris
dan Angelina. Ia segera mencoba kekuatannya lagi dan sia-sia, tidak ada yang
terjadi. Letih dan capek, Nadia mengangkat bantalnya dan menutupi telinganya. Ia hanya dapat
mencoba lari dari semua kenyataan yang ada. Suara-suara mulai menghilang dan diapun terlelap
kembali. Berikutnya saat Nadia terbangun, ia tidak mengingat sudah jam berapa, ia merasa
lelah dan memasuki kamar mandi. Membuka shower- nya membiarkan air panas menerjang
tubuhnya dan merasa begitu lelah, juga lelah untuk menangis lagi. Ia merasa tidak
berdaya. Matanya basah dan mulai terisak, ia benar-benar membutuhkan seseorang untuk membantunya.
Gris dan Angelina tidak dapat membantunya, ia hanya akan membuat mereka cemas dan
juga mungkin akan membahayakan mereka karena ada peraturan BtP bagi keseluruhan,
bahwa mereka yang mengetahui sebuah kejadian yang berhubungan dengan calon rabbit atau
alinergi bermasalah dan tidak melaporkannya, dapat dikenakan pelanggaran
disiplin BtP. Nadia tidak mau mencelakai mereka, sebaiknya mereka tidak mengetahuinya.
Tapi ia membutuhkan seseorang.
Teringat sampai di sana ia berlari keluar dan menghidupkan telepon genggamnya,
yang tidak lama kemudian mulai berbunyi, tanda banyaknya pesan yang masuk. Ia melihat
seluruh pesan dan tidak melihat satu pun dari orang yang diinginkannya. Dengan cepat Nadia
mencari nomor telepon Lawrence dan menghubunginya. Lawrence adalah pangerannya, tentu ia
akan melakukan sesuatu untuk membantunya.
Ia membutuhkan Lawrence, tangannya gemetar dan air matanya sudah mengalir.
"Lawrence di sini," terdengar suara dari balik telepon.
"Lawrence...," bisik Nadia dan suaranya mulai terisak.
"Nadia" Ada apa?" suara Lawrence terdengar cemas.
"...." "Apa kamu sudah mendapatkan hasil dari Dokter?"
"Ya," kata Nadia dengan suara serak.
"Bagaimana kata Dokter?"
~ 491 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Nadia terisak menangis. "Lawrence, katanya aku sudah kehilangan kekuatanku dan
aku hanya punya waktu enam hari sebelum dijadikan rabbit..."
"..." Lawrence terdiam.
"Lawrence, aku membutuhkanmu," isak Nadia dengan air matanya yang mengalir di
pipinya. "..." "Lawrence..." "Maaf Nadia, aku sedang ada tugas, aku akan menghubungimu nanti," kata Lawrence
memutuskan teleponnya. Nadia menggenggam teleponnya keras-keras dan terisak.
Hatinya terasa hancur dan sakit. Tanpa daya Nadia kembali ke shower-nya terduduk dan
menangis di bawah siraman air hangat.
*** Aku sedang berdiri di belakang counter bar, mengeringkan gelas-gelas dan
memikirkan beberapa hal. Salah satunya adalah tentang bagaimana aku telah mengaku pada
Nadia beberapa hari lalu dan dia sama sekali tidak menolak diriku.
Bahkan menginginkan diriku. Aduh... senangnya hatiku.
Apakah aku harus meneleponnya" Aku masih memiliki nomornya dari data yang
dikirimkan padaku. Apakah aku sebaiknya akan menunggunya di sini saja atau aku akan ke
tempat asramanya" "Cring!!" "Selamat datang," kataku sambil tersenyum menatap ke arah pintu menyambut tamu.
Nadia! Hatiku langsung melompat senang. Akan tetapi begitu melihat wajahnya yang pucat
dan matanya yang memerah serta bengkak, aku segera merasakan adanya sesuatu yang
salah. "Berikan aku apa saja yang keras," katanya dan duduk di atas sebuah kursi bar.
Sesuatu yang keras" Kami punya banyak minuman yang keras.
Aku memperhatikan Nadia dan sadar dirinya sedang tidak ingin diganggu, bukan hal
yang baik untuk seorang bartender mengganggu orang yang sedang tidak ingin di ajak
bicara. Meski Bartender itu menyukai pelanggannya.
Karena bartender ini ternyata adalah seorang pengecut.
~ 492 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Dengan tenang aku mencampurkan sebuah minuman untuknya, koktail bernama
Alexander yang merupakan campuran gin, coklat dan krim. Minuman ini memang bukan termasuk
minuman yang sangat keras seperti yang diharapkannya, akan tetapi aku sengaja
memilihnya karena rasanya yang manis. Semoga minuman ini dapat menaikkan kadar gula dalam
tubuh dan membuatnya lebih ceria. Biasanya orang-orang cenderung lemah dan lesu saat
kadar gula dalam tubuhnya menurun. Tepat saat minuman diletakkan di depannya, Nadia
langsung menyambarnya dan menelannya seperti air putih.
Apakah cara minum setiap orang yang sedang kesal dan ingin mabuk itu sama"
Karena aku mengingat cara minum Michelle yang jauh dari elegan saat ia sedang
bersedih hati. Persis seperti saat ini. "Tambah," kata Nadia tidak melihatku sama sekali.
Alisku naik tapi apa pilihan yang aku punya, sebagai seorang bartender" Terpaksa
aku membuatkan lagi minuman yang sama kepadanya. Dan kejadian yang sama terjadi
lagi, dia langsung menegaknya. "Tambah!" kata Nadia lagi. Aku melirik pada Master dan Master menoleh ke arah
lain. Tamu adalah raja. Hatiku terasa sakit, ingin berteriak menghentikannya dan bertanya apa yang
terjadi padanya. Akan tetapi, saat ini aku sedang bekerja.
Dasar pengecut! Makiku pada diriku sendiri. Aku membuat minuman yang sama lagi
dan saat aku meletakkannya di hadapannya, Nadia segera menegaknya hingga habis.
Cukup sudah, bartender atau tidak, aku harus menghentikannya!
"Nadia," panggilku.
"..." Nadia melihat ke arahku. Kemudian kepalanya terhuyung sedikit dan jatuh
mengarah ke belakang, begitu juga tubuhnya segera mengikuti. Terjatuh ke belakang dari
ketinggian tempat duduk bar yang lumayan tinggi.
Dengan kepala terlebih dahulu.
~ 493 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Bab 30 SEMUA KUBERIKAN UNTUKMU Dengan terkejut aku segera mengulurkan tanganku untuk menangkap tubuhnya, namun
luput sehingga aku harus mengerahkan kekuatanku untuk menyelimuti dirinya. Aku
tidak perduli jika diperhatikan semua orang di bar ini, karena terjatuh ke belakang
dengan kepala terlebih dahulu adalah hal yang dapat membahayakan nyawa. Tepat saat energiku
berhasil menghentikan tubuhnya, kepalanya hanya berjarak sekitar dua sentimeter dari atas
lantai dan aku segera menurunkannya perlahan-lahan. Beberapa tamu sedang menatap ke arah
Nadia yang terjatuh. Master yang lebih dekat dengan pintu keluar bar segera melesat
keluar mendekati tubuh Nadia yang tergeletak di lantai dan aku segera menyusul dari
belakang. Master menyentuh pergelangan tangan Nadia sebentar dan kemudian mencoba membuka
kelopak mata Nadia yang tertutup. Kelihatannya Master tahu apa yang terjadi pada
Nadia karena beberapa saat kemudian Master mendesah lega.
"Apa yang terjadi?" tanyaku pada Master.
Master berdiri dan menatapku, "Angkat dia dan bawa ke sofa," menunjuk pada salah
satu kursi Bar Eve yang terbuat dari sofa di bagian bebas asap rokok. "Perutnya
kosong," tambah Master. "Kelaparan?" tanyaku tidak percaya sambil mendekati Nadia dan mengangkatnya.
~ 494 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Master menggelengkan kepalanya. "Saat kamu menjadi bartender selama puluhan
tahun kamu akan menemukan kejadian seperti ini cukup sering. Aku akan menelepon
ambulans." "Jangan," kata Nadia mendadak di dalam pelukanku, kelihatannya dia sudah
tersadar. "Aku tidak apa-apa." "Kapan terakhir kali kamu makan?" tanya Master menatapnya.
Nadia menunduk dan berpikir, hari ini dia sama sekali belum makan sesuatu,
kemarin juga ia tidak menyentuh makan siangnya maupun makan malamnya. "Kemarin pagi," jawab
Nadia lesu. Aku segera menatap ke arahnya, namun hanya melihat kepalanya yang menunduk dan
tangannya mengenggam pakaian di dadaku dengan erat. Master melihatnya sejenak
dan segera berbalik menuju ke belakang dapur. "Duduklah, aku akan menyuruh Madame
memasakkan bubur untukmu."
Nadia diam tidak menjawab. Aku segera membawanya ke sebuah sofa dekat sudut
ruangan dan mendudukkannya, tangannya masih mengenggam pakaianku tidak ingin melepaskan.
Ada begitu banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan. A ku ingin berada di
sisinya. Tapi melihatnya yang diam dan juga seorang pelanggan lain yang meminta perhatian aku
hanya dapat berkata, "Aku akan membawakan air putih untukmu," dan tangannya pun
melepas pakaianku perlahan-lahan. Hatiku terasa pedih dan berbalik untuk mengambil air
putih, meletakkannya pada meja Nadia. Kemudian terpaksa berlalu melayani tamu yang
meminta tambahan pesanan mereka, memaksaku meninggalkan Nadia sendirian.
Wajahnya pucat dan tubuhnya terasa ringan. Apa yang terjadi padanya" Sialan! Aku
ingin duduk di sampingnya dan menggenggam tangannya
Tak berapa lama aku melihat Madame keluar dari dapur sambil mengeluarkan sebuah
mangkok yang mengepulkan uap serta aroma harum daging dan meletakkannya pada
meja Nadia sambil duduk di sampingnya. Aku melihat wajah Madame terlihat prihatin dan
tangannya yang besar memegang dahi Nadia, berbicara beberapa patah kata
menasehati agar Nadia segera menyesap bubur tersebut, memperlakukannya seperti putrinya sendiri.
Madame masih di sana bercerita sesuatu saat Nadia mendadak memegang kedua mulutnya dan
berlari keluar dari pintu kafe. Aku segera berlari mengikutinya keluar, perasaanku
menjadi semakin kacau. Di luar kafe yang dingin terlihat Nadia sedang jongkok di tempat
perparkiran mobil dan memuntahkan isi perutnya. A lexander y ang diminumnya sekarang tertumpah
keluar membasahi permukaan aspal. Aku pun berbalik ke dalam Kafe Eve dan mengambil
kotak tisu keluar, serta mendekatinya.
Hatiku terasa sakit. ~ 495 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku berjalan mendekati tubuhnya yang kelihatan lemah dan menarik keluar tisu,
memberikannya padanya yang segera disambutnya untuk membersihkan bibirnya. "Apa
yang terjadi padamu?" Suaraku terdengar serak.
Nadia yang masih berjongkok menatap ke arahku dengan pucat. "Apakah sihirmu bisa
menolongku?" "Sihir?" tanyaku bingung.
Dia berusaha memaksakan diri untuk berdiri dan terhuyung yang segera kutangkap
dan membuatnya bersandar padaku. "Kamu ingat saat aku berulang tahun kamu membantuku
untuk menemukan dirinya" Kemudian saat aku menangis dan kamu memberiku kejutan
dengan membawa Lawrence datang..."
"..." Aku terdiam. Itu semua hanyalah kebetulan dan aku tidak melakukan apa pun
juga. "Jaime, katakan kamu bisa membantuku," katanya mencengkeram tanganku dengan


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kuat. Aku bingung bagaimana harus menjawabnya tapi aku tahu satu hal yang pasti.
Untuknya, semuanya akan kuberikan. Termasuk nyawaku.
"Nadia, aku pasti akan membantumu," kataku menatap matanya dalam-dalam dengan
bersungguh-sungguh. Tubuh Nadia kemudian terhuyung jatuh sehingga aku
memeluknya. Aku merasakan Nadia memelukku dan terisak, menangis penuh kesedihan.
Oh Tuhan, apa yang sedang terjadi padanya.
Aku mengusap kepalanya, memeluk dan mencoba menenangkan dirinya. Master dan
Madame berada di luar terlihat khawatir memandang ke arah kami. "Masuklah ke
dalam dan makanlah terlebih dahulu," bisikku menatapnya saat ia terlihat sudah semakin
tenang. Nadia pun menggangguk dan aku segera membantu memapahnya masuk ke dalam perlahan-
lahan. Master dan Madame berbalik ke dalam Kafe Eve setelah melihat kami mulai berjalan masuk.
"Aku ingin kekuatanku kembali," kata Nadia menangis sambil berjalan perlahan.
Pernyataan itu membuat jantungku seolah-olah berhenti dan bulu kudukku berdiri.
Kekuatannya hilang" Aku mengalirkan kekuatanku padanya dan tidak sedikit pun menerima benturan
energi darinya, energinya yang sekarang persis seperti energi manusia biasa. "Sejak
kapan energimu menghilang?" tanyaku. Nadia masih diam dan terisak, membuatku mulai menduga-
duga, "Apakah sejak malam dua hari yang lalu?"
~ 496 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Nadia memasuki kembali Kafe Eve dan duduk di depan meja tadi, bubur di depan
meja masih mengeluarkan aroma harum dan terlihat hangat. "Aku tidak tahu tepatnya tapi
kemarin siang seluruh energiku telah lenyap."
"Makanlah terlebih dahulu," kataku mencoba menghibur. "Kita akan memikirkannya
bersama-sama nantinya," dan aku segera meninggalkannya untuk pergi ke balik bar.
Amarahku mendidih. "Almaria," bibirku berbisik begitu lirih mengingat kemungkinan besar dialah yang
melakukan sesuatu pada Nadia selain menghapus ingatannya dan dia jugalah yang
memutuskan untuk menarik keluar nama Nadia dari daftar perburuan karena jelas
kekuatannya kini sudah menghilang dan tidak menjadi ancaman bagi siapa pun juga.
Aku mengingat kata-kata Xian, "Dia melakukannya untuk menyelamatkan nyawanya."
Dengan kehilangan kekuatannya, maka Nadia tidak akan menjadi incaran bagi alinergi di
luar BtP seperti kejadian kemarin.
Aku sudah mengumpulkan informasi dalam beberapa hari belakangan ini mengenai
perburuan mindreader dan finder setelah Nadia menjadi target sasaran. Alinergi
BtP yang memiliki kekuatan tersebut maupun calon pemilik kedua kekuatan itu di seluruh
belahan dunia telah banyak yang menjadi sasaran perburuan dan kebanyakan dari mereka
berakhir pada kematian. Tidak banyak calon mindreader dan finder yang berhasil
menyelamatkan diri mereka dengan memperoleh kesempatan seperti ini, kehilangan kekuatan dan nyawa
terselamatkan. Akan tetapi... mataku menatap ke arah Nadia dan melihatnya yang
begitu putus asa. Aku tidak tahu apakah ini berarti menyelamatkan nyawa Nadia" Karena
dia sama sekali tidak terlihat hidup.
Hingga pada akhir jam penutupan Kafe Eve, Nadia masih duduk di sudut ruangan.
Para tamu sudah pulang semuanya hanya tertinggal dirinya sendirian. Master menatap ke
arahku, "Antarkan dia pulang," katanya sambil menyerahkan kunci mobil pick-up nya.
Aku mengeluarkan sebuah kunci mobil. "Mobil Michelle," kataku menjelaskan. "Dia
menyuruhku mengganti bannya dan menyervis mesin mobilnya selama dia ke luar
negeri." Master hanya tersenyum dan berbalik, "Kamu sudah boleh pulang." Aku segera
menuju ke belakang dapur dan berganti pakaian, pikiranku kalut. Akan tetapi aku tahu apa
yang harus kulakukan saat ini, pergi ke tempat Almaria secepat mungkin dan mendapat jawaban
darinya. Amarahku yang tertahan dari tadi mulai mengalir keluar.
Lampu di dalam kafe sudah dimatikan satu per satu saat aku mendekati Nadia. "Aku
akan mengantarmu pulang," kataku mengulurkan tanganku untuk membantunya dan dia
~ 497 ~ - B L E S S E D H E A R T -
menyambutnya dengan tangannya yang dingin. Kami berdua keluar dari kafe yang
segera disambut hembusan angin dingin malam. "Mobil Michelle di sana," kataku sambil
menunjukkan mobil mercedes Michelle, "Dia menitipkannya padaku sementara." Aku
berdiri di samping mobil dan membukakan pintu mobil untuk Nadia, membiarkannya masuk dan
dengan hati-hati menutup pintu mobil serta berlari memasuki mobil. Selama
perjalanan Nadia hanya diam dan tepat saat aku menghentikan mobil di depan asrama.
"Aku tidak mau turun," katanya sambil memegang erat kedua tangannya dan dia sama
sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan turun sama sekali.
"Nadia?" "Aku tidak mau di sini," katanya dan matanya mulai berair, "Aku tidak mau berada
di sini saat mereka membawaku."
Aku ingin bertanya lebih lanjut. S iapa mereka" Nadia kembali mulai terisak.
Mungkin dia memerlukan suasana baru, pikirku dan mulai membiarkan mobil meluncur kembali
memasuki jalanan, tidak tahu hendak ke mana.
Apakah sebaiknya ke tempatku"Apakah dia bersedia"
Jalanan terlihat sepi dan gelap, hanya terlihat sorot lampu dari mobil kami yang
menyinari jalanan, seolah-olah semua ini tiada akhirnya. Suara isakan yang terdengar di
sampingku menghancurkan hatiku. Aku merasa begitu tidak berdaya.
"Perintah, hubungi Michelle," perintahku pada sebuah layar di tengah mobil yang
segera membuatnya menyala dan kemudian terdengar nada sambung telepon.
"Michelle di sini," jawab sebuah suara yang di belakangnya terdengar suara musik
pop mengalun lembut. "Michelle, ini Jaime. "
"Siapa" Jaime...?" tanya Michelle dan terdengar suara musik di belakangnya semakin
mengecil, kelihatannya ia memasuki sebuah ruangan atau menjauh dari sumber
musik. "Iya." "Wow Jaime, belum juga 24 jam kamu sudah merindukanku."
Aku hanya bisa tersenyum gelisah. "Michelle bisakah aku menggunakan apartemenmu
untuk seorang teman?" ~ 498 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Jaime, kamu bisa menggunakannya kapan pun kamu mau selama kamu
membersihkannya," kata Michelle tertawa. "Apakah temanmu wanita?"
Aku menatap ke arah Nadia yang masih terisak. "Seseorang yang kamu tiru tadi,"
sahutku jujur, aku tidak akan berbohong pada Michelle.
"Nadia?" tanyanya. "Apakah itu suara isakannya yang kudengar?"
"..." kami semua terdiam.
Terdengar suara Michelle mendesah, "Baiklah. Dan Jaime sebaiknya kamu menjaga
kelakuanmu padanya atau aku akan menendang kejantananmu." Mendadak aku merasakan
sebuah perasaan miris di antara kedua pahaku dan menatap ke arah Nadia sejenak,
yang kelihatan terdiam. Apakah ini adalah waktu yang tepat untuk menambahkan beberapa
lelucon untuk mengubah suasana karena kelihatannya isak Nadia terhenti sesaat tadi"
Setidaknya aku harus mencoba. "Michelle, kukira dia bisa menendangku sendiri jika aku mengganggunya dan
tendangannya mungkin jauh lebih keras daripada yang akan kamu berikan," kataku sedikit
meringis. Michelle tergelak, "Apakah kamu belajar dari pengalaman" Atau jangan-jangan dia
sudah menendangmu" Ayo mengakulah anak muda."
"Dua kali," kataku sambil meringis lagi hampir bisa merasakan kembali denyut
kesakitannya. "Kalau begitu kamu dapat ijin apartemenku," Michelle terdengar tertawa keras di
balik telepon. "Kupikir Nadia akan sangat aman bersamamu dan tidak akan perlu
menendangmu lagi?" "Oh ya, mengapa?" tanyaku penasaran.
Karena aku ini orang baik" Apakah dia baru menyadari diriku yang sesungguhnya"
"Karena kini kamu sudah menjadi kasim," tawa Michelle begitu keras.
Aku hanya bisa memutar bola mataku. "Jelas sekarang belum, tapi jika dia
menendangku untuk ketiga kalinya mungkin aku akan menjadi kasim."
Michelle kembali tertawa, "Dia mungkin tidak akan menendangmu, tapi menembakmu."
"Baiklah Michelle," kataku ingin mengakhiri pembicaraan, "Aku senang dapat
mendengar tawa kerasmu dan ingat untuk menjaga kesehatan serta kadar minummu, ya."
"Dasar cerewet," balas Michelle, "Bye."
"Bye," jawabku mengakhiri pembicaraan.
~ 499 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Kita akan menuju ke apartemen Michelle malam ini, kamu dapat tidur di sana,"
sahutku. Setidaknya tempat itu lebih cocok untuknya daripada kamarku.
"Hentikan mobilnya," kata Nadia mendadak.
"Apa?" "Hentikan mobilnya sekarang!!!!" teriak Nadia tegas. Aku mencoba mengamatinya
dan kelihatannya dia serius, sehingga aku menyalakan lampu kecil petunjuk arah mobil
dan menepikan mobil di tepi jalan. Nadia langsung membuka pintu dan melompat keluar
dari mobil. "Nadia. Tunggu," kataku menyusulnya turun membiarkan lampu mobil tetap hidup,
mengingat di sekitar tempat ini sangat gelap karena sama sekali tidak memiliki
lampu jalanan. Aku berlari memutari mobil menuju ke arahnya. "Nadia," panggilku dan saat aku
melihatnya, ia segera berbalik dan mengarahkan senjata apinya padaku. Tangannya tergetar dan
melihatku dengan kedua matanya yang basah terlihat serius.
Dia akan menembak, itulah perasaan yang kudapatkan.
Aku mengangkat kedua tanganku, "Nadia, tenangkan dirimu, apa yang terjadi?" Aku
melihat wajahnya yang menatapku tajam dan terlihat marah.
"Kapan..." bisiknya.
"Kapan apa?" "Kapan kedua kalinya aku menendang kejantananmu itu!" makinya. Aku terdiam,
kedua kalinya adalah pagi buta dua hari lalu. "Kapan?" tanya Nadia yang kini
senjatanya benar- benar teracung ke arahku.
"Pagi buta dua hari yang lalu," jawabku dan dapat melihat air mata yang mengalir
di sudut mata Nadia. "Apa yang kamu lakukan padaku?" Tanya Nadia dan tangannya semakin terarah
padaku. "Aku tidak melakukan apa pun," jawabku.
"Kamu bohong," kata Nadia mengacungkan senjata api semakin mendekatiku. "Apa ini
semua balas dendammu padaku karena aku menamparmu dan menendangmu sehingga kamu
menghilangkan kekuatanku?"
Hatiku terasa sakit, juga terasa susah sekali berbicara di hadapan senjata api
yang teracung dan dapat meledak setiap saat. "Nadia percayalah aku tidak melakukan apa pun
juga padamu." ~ 500 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Nadia menatapku dan terisak. "Pagi buta kamu mendatangi tempatku, Apa yang telah
kamu lakukan padaku Jaime?"
"Nadia, dengarkan aku," kataku mencoba mendekatinya hendak menenangkannya, "Aku
sama sekali tidak melakukan apa pun padamu."
"Kamu bohong!!!!" teriak Nadia menggerakkan senjata di tangannya. "Dan jangan
mendekat." "Nadia," kataku yang baru saja hendak menghentikan langkahku namun kakiku
tersandung bongkahan batu di bawah dan sedikit terjatuh mengarah ke depan. Semuanya terasa
berjalan begitu lambat, aku terjatuh ke arah Nadia dan suara tembakan meletus keras.
Sebuah dorongan kecil menerjang masuk ke dalam bahu kananku dan membuatku terhentak ke
belakang seketika. Membuat bahuku terasa bebal, tidak merasakan apa pun hanya
sebuah rasa bebal. Aku menyentuh bahu kananku dan di antara remang-remang lampu sorot mobil aku
melihat cairan berwarna merah di tanganku dan sekitar kulit bahuku terasa panas.
Nadia terlihat terkejut dan segera menjatuhkan senjata apinya ke tanah dan
mendekatiku, "Jaime, maaf ... maaf ... aku... aku ... tidak sengaja ... aku..." Dia kelihatan
panik, setidaknya dia kembali normal. Aku mencoba tersenyum dan memegang bahuku.
Setidaknya tidak mengenai bagian vital.
Kedua kakiku menjadi lunglai dan jatuh terduduk di tanah berumput jarang. Tak
berapa lama kemudian aku merasa rasa bebal di bahu kananku mulai menghilang digantikan
dengan sebuah denyut hangat dan rasa panas serta rasa sakit yang tajam.
Aku harus melakukan sesuatu.
Nadia terlihat pucat di hadapanku dan kembali menangis. Hatiku terasa seperti
disayat-sayat,

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

betapa banyak air matanya yang kulihat hanya dalam satu hari ini. Aku membiarkan
energiku mengalir ke arah luka, mencoba merasakan sebuah butiran logam di dalamnya dan
dengan perlahan menariknya keluar dari bahu kananku.
"Nadia," bisikku. Nadia segera melihat ke arahku. "Kupikir kamu bisa menemukan
sebuah kotak obat di dalam mobil." Dengan tergesa-gesa dan hampir tersungkur, Nadia
berlari ke samping pintu mobil yang terbuka dan mencoba mencari-cari di dalam dengan
bantuan cahaya remang-remang. Suara deburan ombak terdengar menghempas berirama dan
angin berhembus mengibarkan baju serta rambutku. Aku menarik nafas dalam-dalam dan
membiarkan energiku membuat sebuah energi penahan pada luka di bahu kananku agar
darah tidak mengalir keluar, akan tetapi rasa sakit membuat energiku tidak dapat
terfokuskan. Nadia akhirnya keluar sambil membawa kotak putih bergambarkan tanda tambah
merah, dia ~ 501 ~ - B L E S S E D H E A R T -
terlihat panik dan menangis. "Nadia," panggilku mencoba menenangkannya. Dia
masih panik, tangannya gemetar saat membuka kotak itu dan segera saja ia menjatuhkan seluruh
isinya ke atas tanah berumput. "Maaf ... maaf...," katanya dengan kedua tangan yang gemetar dan dengan gelisah
mengambil kembali semuanya namun kembali berjatuhan.
"Nadia," panggilku, "Nadia tatap aku." Nadia terlihat gelisah menangis dan
mencoba menatapku. "Aku baik-baik saja dan sekarang aku butuh agar kamu tenang. Kamu
mengerti?" Nadia menggangguk. "Tenangkan dirimu dan tarik nafasmu dalam-dalam, aku membutuhkanmu." Nadia
menatapku dan aku dapat melihatnya menarik nafas dalam-dalam. "Masukkan kembali
benda-benda itu ke dalam kotaknya perlahan-lahan," tambahku dan tangannya
terlihat mengambil satu per satu benda yang terjatuh dalam diam dan memasukkannya ke
dalam kotak obat. Aku berdiri dan melangkah ke depan mobil, mencari sebuah tempat
untuk duduk agar lampu sorotnya dapat menyinari tubuh bagian depanku dan Nadia mengikutiku
dari belakang sambil menunduk. Rasa sakit menerjang bahu kananku dan tanganku yang
menahan luka itu sudah berlumuran darah. Mataku menatap baju kaos putihku sudah memerah
oleh darah hingga mencapai ujung bawah kaos, terasa lengket pada badanku. Saat aku
mulai duduk terlihat Nadia sedang melihatku seperti sedang menunggu perintah
selanjutnya. "Guntingkan bajuku untuk melihat lukanya," kataku. Nadia mengeluarkan sebuah
gunting dari dalam kotak dan mendekatiku, mulai menggunting bajuku dari ujung lengan
baju kanan. Sensasi dinginnya besi gunting menyentuh kulitku membuatku meringis. Aku dapat
mencium aroma lembut dari rambut Nadia, dalam sekejap lengan kaos kananku sudah
tergunting sempurna hingga memperlihatkan lukaku di bahu kanan, sebuah lubang luka yang
mengalirkan darah merah kental. Wajah Nadia menjadi pucat.
"Kamu pernah diajari menjahit luka?" Aku melihat luka pada daging yang cukup
besar hingga tidak mungkin rasanya plester luka dapat menahan aliran darah itu. Luka
ini harus dijahit terlebih dahulu sebelum ditutupi. Nadia menggangguk dan mengeluarkan
sebuah jarum dan benang yang khusus untuk menjahit luka.
"Ta ... tapi ... pelurunya masih di dalam," katanya terbata-bata.
"Aku sudah mengeluarkannya."
Nadia terlihat hendak menangis sehingga aku memegang tangannya dan membuat jari
tangannya merah oleh darahku. "Nadia, aku akan baik-baik saja dan aku
membutuhkanmu." Nadia kembali menggangguk dan mengeluarkan sebuah botol yang bertuliskan
alkohol. Dia ~ 502 ~ - B L E S S E D H E A R T -
membuka botol itu dan menyiramkan isi cairannya pada jarum, benang dan juga pada
kedua tangannya. Aku mengambil botol alkohol itu dan menuangkannya pada sebuah kapas
hingga basah dan mengambilnya untuk membersihkan luka di sekelilingku. Untuk sementara
aliran darah sudah kutahan dengan energiku sehingga darah yang mengalir semakin
sedikit. Kupikir tembakan itu tidak mengenai nadi penting ,karena bila tembakannya mengenai
pembuluh darah utama, aku pasti akan mati kehabisan darah.
Mungkin juga karena untuk sesaat tadi sebelum tertembak aku sudah mengalirkan
energi ke seluruh tubuh untuk melindungiku sehingga lukanya tidak terlalu dalam.
Tangan Nadia terlihat masih sedikit gemetar dan terlihat ketakutan sehingga aku
berkata, "Nadia, kamu bisa melakukannya." Kepalanya menggangguk dan dengan segera aku
menuangkan alkohol langsung pada lukaku. Rasanya begitu menyakitkan dan denyut
kesakitannya terasa menjalar hingga ke ujung jari tangan kananku dan juga jari
kaki kananku. "Jahitlah." "Tapi," kata Nadia terkejut, "kamu belum dibius."
"Tidak masalah. Luka di sekelilingku sedang terasa sangat panas dan sedikit mati
rasa. Kamu boleh menjahitnya." Aku berbohong, rasanya begitu menyakitkan.
Nadia menggangguk membiarkan jari-jarinya menyentuh kulit bahuku yang telanjang.
Andai kata dia menyentuhku di kesempatan yang lain, aku pasti akan bahagia. "Lakukan
sekarang," kataku setelah jari Nadia berhenti di depan lukaku dan menatapku seolah-olah
menunggu persetujuanku. Jarum itu menusuk pada dagingku dan membuatku hampir berteriak
keras karena rasanya begitu sakit dan terasa tajam menusuk, seluruh sarafku ingin
berteriak. Air mataku mengalir. Kemudian terasa jelas dagingku tercungkil sedikit dan jarum itu
kembali menusuk di tempat yang lain. Rasa sakit yang sama, tajam dan menusuk cuma kali
ini terasa benang yang ditarik menjalar melewati antar kedua daging bahuku.
Demi Tuhan. Aku hampir berteriak dan segera menggigit rahangku keras-keras, karena rasa
sakitnya menjalar hingga ke tiap jari-jari tanganku. Mejalar hingga pada setiap saraf
tubuhku. Lagi ... terasa jarum yang dingin menusuk dagingku dan keringatku bercucuran.
Semua ini akan segera berlalu, semua ini akan segera berlalu. A ku terus
mengulang-ulang kata itu. Sialan ...! Sakit sekali ... tapi aku tidak akan berteriak karena akan membuat Nadia
panik. Kembali benang yang ditarik melewati daging-dagingku membuat tanganku bergetar,
detik ~ 503 ~ - B L E S S E D H E A R T -
berikutnya kepalaku terasa gelap seketika, semuanya hilang seolah-olah sebuah
tombol hidupku dimatikan. "Jaime ...?" "Jaime ...?" Aku tersadar dan melihat sekeliling, lampu mobil sedang menyinariku dan
menyilaukan mataku. Nadia menatapku dengan cemas dan sekeliling jelas masih terlihat gelap
juga terdengar suara binatang-binatang malam berbunyi bersama gemuruh ombak. Udara
dingin menghempas tubuhku dan membuatku sedikit mengigil.
Tampaknya aku pingsan, tapi untuk berapa lama"
"Aku baru saja menyelesaikan jahitannya, apakah itu cukup?" tanya Nadia. Aku
melihat lukaku yang kini terjahit tidak begitu rapi, tapi sudah merapatkan kedua ujung
dagingnya menutupi sebuah lubang luka di sana dan darah sudah berhenti mengalir.
Kelihatannya aku pingsan hanya sebentar saja.
Aku menggangguk dan mengambil botol alkohol untuk kemudian kembali menyiram luka
yang baru selesai dijahit, rasa perih segera menggigit dagingku dan
menyadarkanku. Nadia sudah mengeluarkan sebuah plester luka berbentuk segi empat untuk dilekatkan
pada lukaku. Setelah perban itu menempel pada kulit bahuku, aku merasa sedikit lebih tenang,
lebih bersih dan bersyukur, masa sulit sudah berlalu.
"Maafkan aku," kata Nadia melihatku.
"Hanya sebuah lubang di bahu bukan masalah besar," kataku lemah.
Nadia kelihatannya ingin menangis lagi sehingga aku menghentikannya, "Nadia apa
kamu bisa mengendarai mobil?" Nadia menggangguk, "Masuklah ke dalam mobil, kita akan
menuju ke suatu tempat."
"Rumah sakit?" tanya Nadia yang buru-buru menyimpan botol alkohol, gunting dan
benda- benda lainnya ke dalam kotak.
"Bukan," jawabku menatapnya, "Kita akan ke tempat orang yang menghilangkan
kekuatanmu." Nadia terdiam menatap ke arahku. "Dan ambil senjatamu," Kataku
kembali, "Kamu boleh menembaknya jika dia tidak mau mengembalikan kekuatanmu."
~ 504 ~ - B L E S S E D H E A R T -
~ 505 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Bab 31 MARIA ATAU NADIA "Jaime, kita sudah sampai," bisik Nadia perlahan sambil menyentuh pundakku.
Aku terbangun dan melihat sekeliling, tampaknya mobil kami berhenti di depan
jalanan menuju ke lorong Kafe Shangri-la. Mataku mulai terfokus kembali namun tubuhku
masih terasa lemah dan bahuku terasa sakit serta panas membakar.
"Tunggulah di sini. Aku akan menemui mereka terlebih dahulu," tanganku mendorong
pintu mobil agar terbuka ke atas, kakiku melangkah keluar dengan lemas.
Setelah berpikir berulang-ulang kali selama perjalanan, aku menyadari membawa
Nadia ke dalam sarang 3rd bukanlah ide yang bagus.
"Aku ikut!" kata Nadia bergegas.
"Nadia, di sana tempat yang berbahaya dan aku tidak tahu apakah mereka mau
bekerja sama atau tidak." "Semakin bertambah alasan aku harus ikut." Nadia menatapku sungguh-sungguh dan
mengeluarkan senjata api semi-otomatisnya dan memeriksa pelurunya. "Jika mereka
yang mengambil kekuatanku, maka ini adalah urusanku," tatapnya tegas ke arahku.
Melihat tatapan wajahnya jelas ia tidak akan mundur meski apa pun yang akan kukatakan.
Aku memegang bahuku yang sakit, mungkin sebaiknya dia juga ikut, meski kekuatannya
sudah menghilang, setidaknya dia bisa menembak.
~ 506 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Sebentar menangis dan sebentar lagi siap untuk menembak seseorang, aku tidak
akan pernah memahami wanita. "Tetaplah di sampingku," kataku dan keluar dari mobil yang diikutinya dari
belakang sambil melirik sekeliling jalanan sepi. Pintu pagar besi yang menuju ke arah Kafe
Shangri-la tidak terlihat sama sekali. "Tidak mungkin!" bisikku karena jelas aku melewatinya dua
kali. Aku segera mengalirkan energiku ke seluruh tubuhku dan juga ke sekeliling, bayangan
di depanku perlahan-lahan berubah dan sebuah pagar besi muncul di depan kami. Seseorang
telah mengerahkan kemampuan ilusinya untuk mengacaukan penglihatan siapa pun yang
melewati tempat ini. Aku segera mengerahkan energi untuk membuat pelindung energi pada
diriku maupun Nadia, berhati-hati sebelum mereka menyerang kami dengan kemampuan apa
pun. "Dari mana munculnya pintu dan jalan kecil ini?" tanya Nadia yang kelihatan
kebingungan melewati lorong kecil ini.
"..." Tepat di depan pintu Kafe Shangri-la, kami berhenti dan aku sedang berpikir
apakah sebaiknya aku menerobos langsung ke dalam atau ... "Clek!!!" Pintu terbuka dari
dalam. Seorang pria yang jika tidak salah bernama Jack, membuka pintu.
"Masuklah, kami sudah menunggumu," kata Jack terlihat dengan wajah mengejek. Aku
menatapnya dan harus mengakui sejak awal aku memang tidak terlalu menyukai
dirinya. Saat ini bukan waktu yang tepat untuk berkelahi. Mungkin saja Xian atau Almaria
sudah dapat mendeteksi energi kami saat melewati ilusi di depan gerbang sehingga
mereka ingin berbicara. Tepat seperti apa yang kubutuhkan.
Aku memberi isyarat untuk Nadia agar tetap mengikut di sampingku yang sedang
menuruni tangga dengan Jack di depan. Masuk ke tempat musuh bukanlah seperti masuk ke
taman bermain. Aku tidak akan pernah tahu apa yang menungguku di dalam sana.
Kekuatanku

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

segera kupancarkan ke sekeliling dan aku dapat merasakan sedikitnya sekitar
tujuh orang alinergi berada di tengah-tengah ruangan di dalam kafe agak jauh dari pintu
masuk. Setidaknya mereka tidak di depan pintu menunggu untuk menyerang kami.
Keadaan di sekitar tangga menurun ini sedikit gelap dan lampunya menyala remang-
remang. Saat pintu terbuka beberapa orang melihat ke arah kami, tidak ada Almaria maupun
Xian. Aku melihat sebuah laptop yang tepat berada di depan seorang bernama Biggs
sedang menayangkan gambar pintu pagar besi jalan masuk dan juga depan pintu Shangri-la.
Jadi mereka memiliki kamera pengawas.
~ 507 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Jack tiba-tiba berbalik, memegang bahuku yang terluka dengan tangan kirinya dan
sengaja menekannya dengan keras. "Dua hari yang lalu kamu datang menyusup ke kamar Maria
dan kembali begitu saja." Rasanya sakit sekali, tapi aku tidak akan memperlihatkan
wajah meringisku padanya. Aku menatapnya, sebelah tanganku bergerak memberi isyarat
mundur pada Nadia dan tangan satu lagi hendak menepis tangan Jack. "Kamu pikir markas
3rd ini tempat yang bisa kamu datangi dan pergi sesukanya?" tanya Jack. Seketika aku
dapat melihat percikan-percikan listrik di sekeliling tubuhnya mengalir pada tubuhku dan
membuat pakaianku terasa mengembang bersama bulu kudukku.
"Jack!!" teriak beberapa rekannya ingin mencegah. Percikan listrik mengalir
semakin deras di seluruh tubuhku dan Jack tertawa karena sudah melepaskan energinya padaku.
Wajahnya terlihat puas, namun karena dia melihatku tidak juga menari terkena sengatan
listriknya seperti yang diperkirakannya, ia tertegun sejenak dan suara tawanya berhenti.
Hanya sebentar, tapi waktu sesaat itu sudah cukup membuatku menangkap kepalanya dengan kedua
tanganku menariknya dan melayangkan lutut kakiku ke arah wajahnya. Hidungnya segera
menghantam lutut kakiku dengan suara mengerikan dan ia membungkuk sambil memegang wajahnya
serta berteriak-teriak kesakitan. Hidungnya mungkin patah dan yang pasti darah
mengalir deras pada jari-jari tangan yang mencoba menutupi hidungnya. Tangan kananku mengepal
dan meninju dagunya dari bawah sekali lagi yang membuat tubuhnya tersungkur ke
lantai. Jelas seperti inilah seharusnya kami disambut di dalam markas musuh dan memberi salam
ala mereka. "Jack...," teriak beberapa rekan lainnya yang kini sudah bernada lain.
"Aku hanya ingin berbicara pada Almaria dan pulang, sebaiknya kita tidak memulai
hal apa pun yang akan membuat kafe ini hancur berantakan," kataku menatap mereka semua
dengan suara mengancam. Seseorang di hadapanku menghilang dan kemudian terdengar suara di belakangku,
"Tahan dirimu!" Aku merasakan sebuah senjata api tertodong di belakang tubuhku.
Terakhir kali aku ditodong senjata api, senjata api itu menembakku.
Baiklah, aku sudah memikirkan beberapa skenario di sepanjang jalan untuk
berhadapan dengan Almaria. Skenario terbaik adalah kami duduk seperti orang terhormat dan
berbicara layaknya manusia terpelajar. Skenario kedua adalah kami akan saling berteriak
layaknya manusia kampungan yang kurang didikan dengan amarah dan kebencian yang meletup-
letup. Dan skenario terburuk adalah kami berkomunikasi dengan bahasa kaki dan tangan
seperti manusia kurang ajar atau binatang.
Mereka bahkan lebih parah dari diriku yang kampungan.
~ 508 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku sudah mencoba mengingat-ingat kemampuan para anggota 3rd yang kuketahui.
Rick sang teleporter adalah salah seorang yang cukup berbahaya karena ia dapat muncul
di tempat-tempat tak terduga, Max yang menguasai pikiran tidak terlalu berbahaya
dan yang lainnya aku tidak begitu mengetahuinya. Kali ini aku memang bersiap-siap untuk
skenario terburuk saat berhadapan dengan mereka, tidak mungkin aku akan sebodoh itu untuk
memasuki sarang musuh tanpa perencanaan sama sekali.
Untuk Jack, aku sudah bersiap-siap sedari awal karena senyumannya yang
mencurigakan dan juga seluruh bahasa tubuhnya yang seolah-olah berkata, "Bersiap-siaplah
merasakan penderitaan." Saat ia menyerangku, aku sudah menyinkronkan energinya denganku
sehingga meski aku tidak mengetahui kekuatannya namun kekuatannya tidak akan berguna
banyak bagiku karena kekuatan kami adalah sama. Untuk Rick aku juga sudah memikirkan
skenario terburuk untuknya dan ditambah dengan Jack masih di dekatku tampaknya
keberuntungan berada di pihakku. "Jatuhkan senjatamu atau kamu akan menyesal," aku
memperingatkannya dan menginjak kaki Jack menyerap kekuatannya.
"Jangan berbuat bodoh angkat tanganmu atau aku akan menembak!!" kata Rick
tersinggung. Baiklah jika itu yang diinginkannya. Aku mengangkat tangan, mengerahkan energiku
pada sekitar moncong senjata api agar dapat menahan peluru yang terlontar dan
mengalirkan seluruh kekuatan listrikku yang didapat dari Jack ke arah Rick yang langsung
membuat tubuhnya bergoncang ... sangat keras. Dia langsung jatuh dengan sedikit bau hangus
dan posisi jatuh yang jauh dari kata elegan. "Rick!!!!" panggil beberapa alinergi
yang segera menerjang ke arahku, persis seperti yang sudah kuduga. Dengan cepat aku memegang
tangan Nadia dan kakiku menginjak pada Rick, menyerap kekuatannya pada tubuhku dan
sekejap kemudian kami bertiga menghilang. Aku sudah pernah teleport seperti yang
dilakukan Xian kemarin, hanya butuh sumber energinya. Kami bertiga muncul di ruangan atas Kafe
Shangri- la, tepatnya kamar Xian dan karena aku tidak melihat siapa pun juga di sini. Aku
terpaksa melakukan teleport sekali lagi dan muncul di kamar Maria bersama Lily.
Kemunculan kami di sana mengejutkan Maria dan Lily yang sedang bermain game
bersama. Maria yang pertama kali melihat keberadaan kami dan saat ia melihat Rick sedang
tertidur di lantai, ia segera mendekatinya. "Rick, apa yang terjadi?" Kelihatannya Rick
tidak mampu menjawab sepatah kata pun karena seluruh tubuhnya masih kebas. Maria menatap ke
arahku. "Aku tidak bersalah. Dia yang menodongkan senjata apinya kepadaku terlebih
dahulu. Padahal aku hanya ingin bertemu Almaria untuk menanyakan beberapa hal," jawabku
dengan muka tak bersalah. "Nenek?" ~ 509 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Ya, kamu tahu di mana dia?"
"Ja ... jangan ... ka ... takan," Rick memaksakan diri.
Aku menghela nafas, hal ini bisa menjadi panjang jika tidak ada satu pun yang
mau membuka mulut. "Lily," panggilku segera mengerahkan kekuatan terbangku mengangkatnya
dari jauh untuk melayang menuju ke arahku.
"Aku sedang bermain game!!!" protes Lily.
"Tapi aku membutuhkan bantuanmu," kataku kesal setengah memohon.
"Aku tidak mau membantu," kata Lily dan berusaha membuang mukanya dariku.
"Aku akan membelikanmu kaset game terbaru," jawabku terpaksa.
Ujung mata lily menatap ke arahku dan tersenyum, "Janji?"
"Janji," kataku tersenyum.
"Jadi apa yang bisa kubantu?" kata Lily dan aku membiarkan energiku membawanya
ke arahku serta memeluknya, segera menyinkronkan kekuatanku padanya. Saat energi
Lily membanjiri diriku, aku dapat melihat langsung ke seluruh isi pikiran mereka,
Rick, Maria dan juga Nadia yang melihatku dengan penuh tanya apakah aku yang melakukan semua
ini. Aku hanya bisa tersenyum padanya.
"Di mana Almaria?" tanyaku pada mereka sekali lagi dan kini aku melihat sebuah
gambaran di lantai atas sebuah gedung di dalam pikiran Maria. Segera aku melepaskan
kekuatan Lily dan menarik kekuatan Rick untuk di arahkan ke sekeliling kami dan berpindah ke
tempat yang ada dalam pikiran Maria.
Gelap dan kemudian berhembus udara dingin serta terdengar suara kendaraan.
Terlihat Almaria, Xian, kakek pembuat topeng yang dipanggil Sensei, kemudian seorang tua
yang berpakaian jas mahal dan dua orang yang sedang berdiri di belakangnya, tampaknya
bodyguard-nya, karena langsung bersiaga begitu melihat kami berlima tiba.
"Nenek!" kata Maria yang hendak pergi ke sisi Almaria. Tanpa sengaja aku
menguatkan kekuatan terbangku untuk menyeretnya ke sisiku, dengan tangan yang lain aku
membuatnya mengambang di depanku sehingga tubuhnya melayang tidak dapat berontak.
"Maaf, kupikir aku masih membutuhkanmu sementara," kataku mendadak merasa dia
masih perlu berada di sisiku jika Almaria menolak mengembalikan kekuatan Nadia. Jelas
aku tidak dapat berharap banyak Nenek tua itu mau mengembalikan kekuatan Nadia hanya
dengan memintanya. ~ 510 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Nenek Almaria tersayang, mohon kembalikan kekuatan Nadia," rengekku. "Iya, nak
Jaime. Segera," jawab Almaria dan mengembalikan kekuatannya. Kemudian kami bertiga
berpelukan seperti drama murahan. Andai kata dunia masih seindah itu.
"Jaime, tolong lepaskan diriku ini!" mohon Maria begitu lembut dan seketika aku
menatap dirinya yang terlihat begitu cantik membuat jantungku berdebar-debar. Aku merasa
demi dirinya apa pun mungkin akan kulakukan, karena dia begitu berarti bagiku dan aku
mencintainya. Maria pun kuturunkan dan tangan Nadia mendadak menyentuh
punggungku karena melihat diriku yang seperti kebingungan atau kehilangan sukma dan hal itu
membuatku langsung tersadar.
Sialan, batinku dan menarik Maria kembali ke sisiku untuk kemudian membiarkan
energiku mengelilingi diriku, Nadia, Lily dan Maria, mendominasi mereka. Tidak berhenti
sampai di sana aku juga mengerahkan agar senjata api di tangan Rick terangkat dan terbang
ke atas tanganku dan mengacungkannya pada Maria. "Maria apa pun yang kamu lakukan tadi
sebaiknya kamu tidak mengulanginya lagi?" sahutku baru menyadari bagaimanapun
juga Maria adalah alinergi, tentu saja dia memiliki kekuatan juga. Dan kekuatannya
begitu berbahaya. "Kamu orang pertama yang bisa menolak pesonaku," bisik Maria dan aku hampir
dapat melihat bibirnya tersenyum sedikit. Benarkah itu" apa pun itu, jika tadinya
Nadia tidak menyentuhku membuatku teringat pada dirinya. Aku mungkin sudah menjadi budaknya
Maria. Aku melihat ke sekeliling, sedikit menghormat ke arah Xian dan sensei pembuat
topeng sambil memanggil mereka. "Xian, Sensei." aku melihat orang tua yang tidak
kukenal dan tersenyum menghormat saja. Pada Almaria, aku menatapnya tegas, "Almaria, aku
ingin kamu mengembalikan kekuatan Nadia,"
Mata Almaria menyimpit ke arahku. "Kamu sudah gila."
"Tidak, aku tidak gila, aku hanya memintamu untuk mengembalikan apa yang kamu
rampas darinya." "Dan membiarkan dia menangkap kami semua?" tanya Almaria tidak mengerti.
"..." "Apa kamu ingin Lily dan Xian masuk kembali ke penjara BtP dan mereka menjadi
rabbit kembali?" Lily yang berada di pelukanku segera memberontak, "Lily tidak mau kembali ke
tempat itu." ~ 511 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Hatiku terasa sakit dan memeluknya. "Lily, kamu tidak akan kembali ke sana apa
pun alasannya." "Aku tidak mau," kata Lily ketakutan dan memberontak.
Aku menggigit rahangku keras-keras dan mengeraskan hatiku, aku harus melakukan
sesuatu, "Lily, tidurlah." Tubuh Lily seketika rebah dalam pelukanku, tertidur. Aku
terpaksa menggunakan kekuatan mindreader nya untuk memaksanya tertidur dan berhasil


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena kekuatanku lebih kuat darinya meski sama-sama berasal dari satu energi.
"Jaime, apa maksudnya?" tanya Nadia.
"Artinya setelah kamu menjadi finder maka kami semua akan dilacak olehmu dan
ditangkap oleh bajingan BtP untuk dijadikan rabbit di tempat terkutukmu itu," jawab Rick
mengejek. Baiklah aku tidak membutuhkan seorang pembicara buatku. Dengan menguatkan
kekuatanku aku menatapnya, "Kamu juga tidurlah," sahutku membuat Rick segera tertidur.
"Apakah itu benar, Jaime ?" tanya Nadia.
Aku menggangguk, "Mereka merasa terancam dengan kekuatanmu karena kelak kamu
akan menjadi finder untuk BtP dan menangkap mereka satu persatu."
Mata Nadia terlihat terguncang, "Dengan alasan itukah dia mengambil kekuatanku?"
Almaria menatap tajam pada Nadia. "Aku tidak mengambilnya, hanya menyegel
kekuatanmu dan menjadikanmu orang biasa agar tidak dikejar oleh para pemburu. Seharusnya
kamu berterima kasih padaku."
"Tapi aku tidak pernah dikejar oleh siapa pun," protes Nadia.
Aku terpaksa menyetujui perkataan Nadia karena bagian ingatan itu sudah dihapus
oleh Almaria. Sebuah energi menembus pelindungku pada Nadia, mendadak seperti
tersentak, Nadia menatap ke arahku. "Aku ingat kita dikejar oleh banyak orang saat sedang
kembali dari apartemen Gris." Mataku segera menatap ke arah Almaria, bertanya dalam
hati, bagaimana mungkin dia bisa menembus pertahananku. Hal ini jelas berbahaya. Dan
tubuh Rick tiba-tiba menghilang dari depanku.
Apakah ia sudah sadar kembali setelah Almaria menembus pertahananku dan
membangunkannya" Tangan Nadia menyentuh lenganku. "Jaime, aku ingat, dia melakukan sesuatu pada
pikiranku saat aku di rumahmu. Apakah dia yang menghilangkan kekuatanku saat itu?"
"Mungkin," jawabku, "Yang pasti, dialah pelakunya."
~ 512 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Almaria menatap ke arahku, "Lepaskan Maria sekarang juga anak muda! Aku sudah
menyelamatkan dirinya dari kejaran semua alinergi dan mengampuni nyawanya. Kamu
bukannya berterima kasih padaku!"
Nadia berteriak membalas. "Kamu sama sekali tidak membantuku, jika aku tidak
mendapatkan kembali kekuatanku dalam empat hari ini aku akan dikirimkan sebagai
rabbit!" "Benarkah?" tanyaku seketika, baru menyadari permasalahan ini lebih serius dari
yang kuduga. Almaria terlihat tidak perduli, "Setidaknya kamu masih setengah hidup saat
menjadi rabbit daripada mati dengan kekuatanmu."
Mata Nadia terlihat basah menatap Almaria.
"Hati-hati bicaramu, orang tua," kataku menatap tegas pada Almaria.
"Jadi apa yang bisa kamu lakukan untuk menjaga mulutku?" tantangnya. Aku
menatapnya dalam-dalam dan mengarahkan sebelah tanganku yang memiliki senjata api pada
belakang kepala Maria. Aku hanya diam menatap pada Almaria, menantangnya kembali.
Semua orang di sana terdiam kecuali Nadia yang terlihat gelisah dan air mata
sudah di sudut matanya. "Aku," Nadia berkata, "Harus menjadi finder atas perintah atasanku,
jika aku tidak menurutinya aku dapat dikenakan sanksi bahkan dikeluarkan dari BtP dan menjadi
rabbit, apa kamu mengerti!!! Bukan aku yang ingin menjadi finder." Air mata Nadia
mengalir. Aku hanya dapat mendesah, semua ini seperti makan buah simalakama, makan ibu
mati, tidak makan bapak mati. Setiap kekuatan memiliki kutukannya masing-masing.
"Almaria, kumohon kembalikanlah kekuatannya," kataku pada Almaria dan untuk saat
ini hanya hal inilah yang bisa kulakukan. Memaksa Almaria mengembalikan kekuatan
Nadia dan jelas aku lebih senang memilih untuk memusuhi kelompok alinergi di luar BtP
daripada menghadapi orang BtP yang akan menangkap Nadia.
Nadia menggenggam erat lenganku. Sedangkan Almaria menatapku dengan tegas dan
berkata, "Tidak." Ketika itu mulai bermunculan beberapa alinergi yang terlihat di Kafe Shangri-la
tadinya, dengan Rick yang membawa mereka sebagai bala bantuan. Aku dapat melihat Jack di
samping Rei yang baru saja menyembuhkannya. Mereka semua melihatku yang sedang
mengacungkan senjata api ke arah Maria sehingga diam di tempat.
~ 513 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Aku ingin menukar Mariamu dengan kekuatan Nadia kembali," kataku. "Dan aku akan
benar-benar menembaknya sebagai tanda permusuhan di antara kita jika kamu tidak
mengabulkannya." Almaria menatapku dalam-dalam dan begitu juga semua orang di sana, "Dia
berbahaya sebagai finder, kekuatan itu tidak boleh ada padanya," kata Almaria.
"Kekuatannya adalah miliknya yang diberikan Yang Kuasa padanya, berbahaya atau
tidak bukanlah panggilanmu untuk merengut kekuatannya dan menghakimi dirinya," kataku
membalasnya. "Dia akan membahayakan semua orang termasuk kamu," tambah Almaria.
Aku hanya tertawa, "Aku selalu memihak BtP dan akan segera menjadi anggota BtP."
"Jaime, semua alinergi tidak bersalah akan ditangkap dan dijadikan rabbit
termasuk Lily. Apakah kamu mau bertanggung jawab atas semua itu?" tanya Maria yang berkata
padaku. Sejenak aku terdiam dan melanjutkan, "Maria, sejak awal aku tidak pernah
berkeinginan menjadi orang besar atau orang yang menyelamatkan banyak orang. Itu bukan
panggilanku dan apa gunanya menyelamatkan ribuan orang jika seorang terpenting bagiku
sendiri tidak dapat kuselamatkan" Mengenai Lily, aku tidak akan pernah lepas tangan. Masalah
sekarang adalah masalah sekarang, masalah nanti dapat kupikirkan nantinya."
Aku segera mengarahkan senjataku ke samping dan menembak, dalam jarak dua
langkah dari tempatku mendadak muncul Rick yang mencoba mendekati Maria dan berniat
mengambilnya, Rick langsung tersungkur dengan lututnya yang mengeluarkan darah. "Lain kali aku
akan mengincar kepalamu," kataku dan menggerakkan tanganku mengangkatnya terbang
serta melemparkan tubuhnya pada Rei. Sedari tadi aku terus mengintip pikiran semua
alinergi di tempat ini dan melihat apakah ada dari mereka yang akan melakukan hal gila,
kecuali keempat orang tua itu semua orang di sini dapat kubaca pikirannya.
Aku tahu Jack sedari tadi ingin menembakku, dia menyembunyikan senjatanya di
balik kantong jaketnya. Aku dengan sengaja menatapnya dan tersenyum mengejek.
"Pecundang," makiku kedalam pikirannya langsung. Jack terlihat marah dan seketika
mengeluarkan senjata apinya untuk menembakku, namun dengan kekuatanku aku mendorong tangannya untuk
mengarahkan senjata api itu ke arah lain, tepatnya sengaja mengarahkannya pada
keempat orang tua itu dan alhasil ia menembak ke arah mereka. Seorang bodyguard yang
berada di belakang orang tua berpakaian mewah, terlihat mengerahkan sebuah energi
pelindung yang terlihat melindungi mereka semua dan membuat terjangan peluru mental begitu saja
ke atas. Sedangkan seorang bodyguard lagi melesat dengan kecepatan tinggi ke arah Jack
serta melayangkan sebuah tinju ataupun tendangan yang tidak terlihat olehku karena
terus-terang ~ 514 ~ - B L E S S E D H E A R T -
yang terlihat olehku hanyalah Jack yang tiba-tiba terjatuh dengan wajah dan
mulutnya mengeluarkan darah. Kupikir aku melihat beberapa biji giginya copot bersama
darah yang keluar dari bibirnya. "Xian," kata Almaria, "Memalukan sekali kamu memiliki seorang murid yang begitu
picik. Benar-benar memalukan nama guru kita."
Xian menutup mata dan memilih untuk tidak bereaksi.
Aku menatap Almaria. "Kamu mengatakan mengutamakan kepentingan semua orang,
seolah- olah Nadia tidak memiliki arti dan wajib menyerahkan kekuatannya kepadamu.
Sekarang kutanyakan padamu, kembalikan kekuatan Nadia atau cucumu Maria akan menjadi
korban karena kamu mengutamakan banyak orang."
Almaria terdiam dan kemudian tersenyum mengejek melihatku, "Apa kamu berani
membunuhnya?" Aku merasakan tangan Nadia menggenggam lenganku semakin keras.
Aku tidak tahu. "Kamu tidak membunuh Nadia. Aku juga tidak akan membunuh Maria, akan tetapi aku
akan menghapus semua ingatan Maria jika kamu tidak mengembalikan kekuatannya. Tentu
saja semua ingatan cucumu padamu sedari kecil akan menjadi putih bersih."
Almaria terlihat marah dan memukul mejanya. "Jika kamu berani melakukannya!!"
"DORR!!!!" Aku mengarahkan senjata apiku dan menembak tepat pada arah kepala
Almaria dan tampaknya bodyguard itu kembali berhasil membuat energi pelindung sehingga
pelurunya berhenti tepat beberapa sentimeter dari dahi Almaria.
"Katakan apa yang tidak berani kulakukan!!" kataku menantangnya dan menatap pada
Almaria. "Jika kamu meragukanku akan kutunjukan padamu," kataku sambil
mengarahkan senjata apiku pada lutut Maria.
"Apa yang akan kamu lakukan jika aku berani melakukannya?" tanyaku menantangnya.
Almaria terdiam dan Jushin hanya mendesah, "Persis seperti topengnya, semakin
keras di lawan ia akan makin keras membalas."
Orang tua berpakaian mewah itu menyeletuk, "Anak muda apa yang berani kamu
tawarkan untuk mendapatkan kekuatan gadismu kembali?"
Aku jelas sudah menerjang markas 3rd untuk dapat mengembalikan kekuatan Nadia
dan jika ditanya apa yang berani kulakukan. "Apa pun yang kamu tawarkan aku akan
mengambilnya," ~ 515 ~ - B L E S S E D H E A R T -
kataku tegas. Nadia semakin merapatkan dirinya padaku dan aku merasakan
genggaman tangannya di lenganku semakin mengeras.
Orang tua itu tersenyum sedikit, "Termasuk kekuatanmu dan nyawamu?"
Aku menatap orang tua itu sungguh-sungguh. "Termasuk kekuatanku dan nyawaku."
Tidak ada ragu untuk hal ini.
"Jaime," bisik Nadia.
"Apa kamu bisa mengembalikan kekuatannya?" tanyaku.
Orang tua itu tertawa. "Tidak, tidak, kekuatannya disegel dengan cara mengunci
beberapa ingatannya dan hanya yang menguncinya yang dapat membukanya. Jika aku memaksa
membukanya kemungkinan besar pikiran dan kewarasan gadis itu akan terganggu."
Aku terdiam dan langsung menatap ke arah Almaria. Hanya dia yang dapat
mengembalikannya. "Aku memiliki tanggung jawab ratusan orang di bawahku, sebagai pemimpin aku
harus mengutamakan kepentingan orang banyak di atas kepentingan pribadiku. Maria akan
memahaminya," kata Almaria menatap pada Maria. "Aku tidak akan mengembalikan
kekuatannya dengan cara apa pun juga."
Almaria berdiri dan dari caranya menatapku aku tahu dia sungguh-sungguh. Nadia
memeluk lenganku, terisak di sampingku dan menangis. Hatinya hancur begitu juga
harapannya. "Ini tidak adil," isak Nadia.
Hatiku juga terasa begitu perih, aku merasa begitu tidak berdaya dan tidak
mengetahui cara lain lagi untuk memaksanya. "Kamu hebat," kataku padanya, "Demi kesombonganmu
atas gelarmu sebagai pemimpin kamu rela mengkhianati orang yang benar-benar
mencintaimu dan kamu kasihi. Demi kekuasaan tampaknya semua berani kamu jual. Kamu hebat aku
tidak akan mampu sepertimu." Amarah dan kepedihan bergejolak dalam diriku dan Nadia
menangis di sampingku. Aku tidak tahu apa yang dapat kulakukan lagi, bahkan
setelah nyawaku dipertaruhkan pun hal itu tidak cukup untukku menyelamatkan orang yang
kukasihi. Aku benar-benar tidak berdaya. Ataukah aku harus membenturkan nyawaku pada
Almaria di sini" Dan membahayakan nyawa Nadia"
Aku menurunkan senjata apiku dan membalikkan tubuh Maria menghadapku serta
mengembalikan kedua kakinya ke atas lantai. Aku mendorong tubuh Lily ke arahnya
untuk dapat dipeluknya. Mengambil ingatan Maria hanyalah salah satu keegoisan yang
tidak perlu kulakukan, membalas kejahatan dengan kejahatan tidak akan membuahkan hasil apa
pun ~ 516 ~ - B L E S S E D H E A R T -
yang baik. Hanya mengikuti amarah untuk merusak sesuatu bukanlah hal yang akan
kulakukan, aku memeluk Nadia dan membisikkan, "Mari kita pulang."
Nadia menggangguk lemah. Aku hanya ingin menjauh dari semua ini, tidak ada lagi
yang dapat kulakukan. Tidak untuk saat ini. Di mana ada Nadia di antara kami.
"TANGKAP DIA!!!" untuk sesaat Almaria berteriak dan puluhan orang menerjang ke
arahku. Maria yang sedang memeluk Lily terjepit di antar kami, dengan cepat tanganku


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyentuh Maria dan Lily, melindungi mereka. Amarahku langsung memuncak dan kekuatanku
meledak ke sekeliling, habis-habisan mengerahkan seluruh kekuatanku menerjang ke
semua arah. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi karena aku belum pernah menggunakan
seluruh kekuatanku. Seketika aku melihat ledakan energi dari tubuhku menerjang dan
melemparkan puluhan alinergi berterbangan ke belakang. Lantai gedung tempat kami berpijak
rubuh ke bawah meninggalkan aku, Nadia, Maria dan Lily yang sedang terbang mengapung di
tengah udara. Dengan cepat aku menatap ke arah Almaria dan tiga orang tua lainnya yang
juga sedang mengambang di tengah udara. Seluruh diriku menegang ingin menerjang ke
arah Almaria habis-habisan. Aku akan beradu nyawa dengannya.
"Jaime, kita kembali saja," bisik Nadia menundukan kepalanya memelukku, "Tidak
ada gunanya kita di sini."
Aku mengeraskan rahangku menatap Almaria dan berbalik terbang pergi.
Di depan jalanan menuju Kafe Shangri-la, aku mendaratkan kami semua dan menatap
Maria yang sedang memeluk Lily sambil membuka pintu besi untuk kembali ke dalam Kafe
Shangri-la. Kami berpisah dalam diam, tidak ada yang dapat kami bicarakan. Aku
mengemudikan mobil ke apartmen Michelle dengan Nadia yang duduk pucat di
dalamnya. Lelah menangis. *** "Apa kita akan mengejarnya?" tanya Rick pada Almaria.
"Tidak, biarkan saja," kata Almaria tersenyum, "Mereka akan hancur dengan
sendirinya." ~ 517 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Bab 32 PERJANJIAN SEBUAH NYAWA Di dalam apartemen Michelle aku membiarkan Nadia duduk di sofa dan bergerak ke
dapur untuk membuatkannya minuman. Aku tahu Michelle selalu memiliki simpanan minuman
di lemarinya. Setelah menemukan beberapa minuman dan memecahkan es serta
mencampurnya, aku meletakkan minuman itu di atas meja kecil di depan Nadia. Dia masih saja
belum mengatakan apa pun padaku, aku hanya berharap masih bisa membaca pikirannya,
tapi sayangnya aku tidak bisa dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk
membantunya lagi. Aku mendesah dan merasakan bahuku yang terkena tembakan masih terasa sakit
dan berdenyut panas sekali. "Minumlah," kataku padanya, mungkin cuma itu yang bisa kulakukan untuknya saat
ini. Hening ... "Siapa kamu?" bisik Nadia tiba-tiba begitu lirih dan terlihat tenggelam dalam
pikirannya sendiri. "Apa?" "Siapa kamu sebenarnya?" kata Nadia marah dan mendadak mengeluarkan kembali
senjatanya dan membidik ke arahku.
~ 518 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Lagi"! Oh wanita ....
Aku menatap tatapan liarnya padaku dan senjata api yang mengarah padaku. Dia
serius. "Nadia, hentikan semua ini?" Mendadak aku merasa lelah.
"Siapa kamu dan mengapa kamu mengenal orang-orang itu?" tanyanya penuh keraguan,
"Apakah kemarin kamu membawaku ke tempatmu hanya agar orang bernama Almaria itu
bisa mengambil kekuatanku dan sekarang kamu mengantarku ke sana hanya berpura-
pura menemaniku dan menunjukkan bahwa aku tidak bisa mendapatkan kekuatanku lagi?"
Aku melihat air matanya mengalir kembali. "Apa maksudmu, Jaime" Siapa kamu
sebenarnya...." Hatiku terasa sakit. Karena senjata api tersebut, karena tatapan
ketidakpercayaannya dan juga
kecurigaannya padaku. Tapi apa yang dapat kulakukan karena sejak awal hubungan
kami dibangun di atas kebohongan.
Tidak ada buah kebaikan yang pernah tumbuh di atas ladang kebohongan.
Tanganku sedikit gemetar mengambil gelas minumanku dan menegaknya, rasanya pahit
tapi sedikit banyak mengurangi rasa sakit di bahuku dan juga rasa sakit di dada yang
lebih menyakitkan. "Letakkan senjata itu aku akan menjawabmu atau tembak saja aku tapi
kali ini jangan membantuku untuk menyembuhkannya lagi. Pastikan kali ini tepat di
kepalaku ...." Mataku basah. Nadia terlihat ragu sesaat dan kemudian meletakkan senjata apinya, kepalanya
tertunduk tidak berdaya. "Siapa kamu?"
"Jaime, seorang pelayan Kafe Eve," kataku hambar.
Jadi sekarang semuanya kembali ke titik nol.
"Jangan menipuku," tambah Nadia langsung, "Bukankah seorang kakek yang kamu
panggil Xian itu adalah gurumu dan juga anggota grup mereka?"
"Aku menolongnya saat dia melarikan diri dari BtP dan dia membalasnya dengan
mengajariku kekuatannya," meski aku tahu secara tidak langsung Xian adalah
guruku. Tapi aku tidak berhutang apa pun padanya!!!
"Orang-orang di sana terlihat mengenal dirimu dengan baik, apa kamu anggota
mereka?" tanya Nadia lemah. Mataku terpejam. "Kurang lebih aku mengenal mereka tapi tidak terlalu baik dan
aku bukan anggota mereka sama sekali."
"Apakah kamu anggota BtP?"
~ 519 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku menarik nafas dalam-dalam. "Bukan sama sekali."
"Apakah kamu orang yang bertopeng yang kutemui di pesta topeng?" Nadia menatapku
dalam-dalam. Aku terdiam sebentar. "Benar."
"Orang bernama Alpha yang menerbangkan Ghost Team di hari terjadinya
pemberontakan itu?" "Juga aku," jawabku hambar dan mataku masih terpejam.
Aku mendengar suara isak tangis Nadia semakin membesar, dia menatapku dengan
matanya yang berair dan kembali mengarahkan senjatanya padaku. "Mengapa kamu berbohong"
Mengapa kamu mendekatiku" Apakah seperti kata mereka, bahwa kamu sengaja
menjebakku?" "Menjebakmu?" tanyaku terkejut membuka mata dan hampir melompat menatap Nadia
tidak percaya. "Almaria, bukankah dia yang memberimu attunement?" teriak Nadia, "Bukankah dia
juga salah satu gurumu!" Aku terdiam menatap Nadia yang segera mengarahkan senjata
apinya padaku. "Darimana kamu tahu?" tanyaku.
"Aku tahu semuanya!!!!" teriak Nadia, "Kamu tidak dapat terbang dan gagal dalam
penerimaan BtP sehingga kamu mencarinya. Dia membantumu, memberimu attunement
dan dia mengaktifkan kekuatanmu! Aku tahu semuanya, Jamie."
Mulutku terbuka tapi tidak ada suara apa pun yang keluar, tidak tahu apakah aku
harus mengiyakan atau menyangkal kebenaran itu.
Mata Nadia memicing melihat ke arahku, "Almaria berkata kamu berhutang budi
padanya sehingga kamu membawa diriku, Gris dan Angelina ke tempatmu agar dapat kamu
serahkan pada dirinya." Nafasku terasa sesak. "Untuk apa?"
Nadia menatapku tajam, "Agar kamu dapat membalas budinya dan dia mendapatkan
uang hadiah atas diriku. Juga agar kamu dapat membalas budi seorang bernama Xian itu
sehingga dia sudah menunggu kami saat kami tiba."
Aku terdiam menatap Nadia.
~ 520 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"KAMU MENJUAL KAMI!!" teriak Nadia.
Mataku menatap wajah Nadia yang memerah dan berlinang air mata. "Dari mana kamu
mendapat semua cerita ini?" kataku dengan jantung yang berdetak keras dan
perasaan yang sangat hancur. "Mengapa kamu harus berbohong lagi!!!!" kata Nadia kalap. "Aku melihatmu
berbicara pada Nenek busuk itu, menyerahkan kami dengan kedua tanganmu dan kamu bahkan sudah
menceritakan jika kamu mendekatiku sedari awal hanya agar mendapatkan
kepercayaanku, membohongiku, menipuku agar aku dapat kamu serahkan pada dirinya," Nadia
menangis terisak. "Jaime, mengapa kamu begitu kejam menipuku dan menyakitiku" Aku begitu
mempercayaimu!" Tanganku bergetar penuh kemarahan, Apakah Almaria menanamkan ingatan palsu ke
dalam pikiran Nadia saat mengembalikan ingatan Nadia" Jika dunia runtuh saat ini juga
atau bumi terbelah aku akan menerimanya jauh lebih baik daripada menerima perkataan itu.
Aku merasa marah dan tidak tahu kepada siapa aku harus mengarahkan kemarahan ini,
kepada keraguannya atau kepada racun yang ditanamkan Almaria padanya.
"Aku begitu bodoh mempercayaimu dan menyukaimu," isak Nadia menahan tangisnya.
Aku menarik nafas dalam-dalam dan mendekatinya yang membuat Ia segera mengarahkan
senjatanya padaku. "Jangan mendekat!"
Sesungguhnya aku berpikir akan merasa jauh lebih baik jika dia menembakku saja.
Aku tetap mendekat ke arahnya memegang senjata apinya dan menempelkan moncongnya pada
jantungku. Aku menatap ke dalam matanya yang basah menatap padaku, ketakutan dan
ketidakpercayan. Sorot mata yang tidak ingin kulihat dari orang yang kukasihi.
"Aku tidak ada hubungannya dengan mereka sama sekali," kataku tegas.
Nadia terdiam dan menatapku lama, "Aku tidak percaya."
"Kamu boleh menembakku jika kamu tidak percaya," kataku. Hatiku terasa sakit
tapi apa yang bisa perbuat untuk hal ini" Memaksanya untuk percaya padaku"
Semuanya telah hancur. Aku menutup mata dan menunggu. Nadia menatapku cukup lama sebelum menurunkan
senjata apinya. Kami berdua terdiam, ia tidak menembakku dan juga tidak
mempercayaiku. Apa yang bisa kulakukan"
Kepercayaan bukanlah hal yang mudah didapat apalagi setelah bibit keraguan
tumbuh di antara kami. Aku berbalik kembali duduk di tempat duduk. "Sekarang semuanya
terserah ~ 521 ~ - B L E S S E D H E A R T -
kamu, katakan padaku apa yang dapat kulakukan untukmu" BtP akan menjadikanmu
mangsa setelah empat hari ke depan. Kamu membutuhkan bantuanku dan aku akan melakukan
apa pun untukmu." "Aku tidak meminta bantuanmu," kata Nadia tegas dan terlihat menyeka air
matanya. "Nadia, setidaknya berilah sedikit kepercayaan padaku." Kemarahan mulai menyusup
pada rongga dadaku ditambah dengan rasa sakit. "Kamu sendirian saat ini dan tidak
memiliki kekuatan sama sekali apa yang bisa kamu lakukan?"
"Lawrence akan membantuku!" kata Nadia langsung tepat di depanku.
Gelap dan pekatnya kemarahan atau api kecemburuan membakar seluruh diriku,
mendadak tubuhku menjadi begitu lemah. Rasa sakit yang ada terlalu intens dan sekarang
sepertinya sebuah tombol pemicu hangat tubuhku terputus dan aku seketika menjadi tenang.
Aku menatapnya, menarik nafasku dan aku lupa mengapa aku pernah menyukainya, nafasku
menjadi begitu tenang dan berdiri. "Telepon Lawrencemu dan tetaplah di sini,
besok aku masih harus kerja di pagi hari." Tubuhku berdiri tidak mampu menerima semua ini
dan berjalan melewatinya. "Michelle sudah mengizinkanmu untuk tinggal selama dia
pergi untuk sepuluh hari, makanan ada di kulkas."
Nadia terduduk dan kepalanya menunduk dengan kedua tangannya yang saling
menggenggam erat. Aku mendengar isak tangis tertahannya dan tidak memperduli
kannya lagi. "Kecuali kamu ingin kembali ke markas BtP sekarang aku akan mengantarkanmu,"
kataku melewatinya dan hendak membuka pintu keluar. Nadia menatapku terkejut dan
menggelengkan kepalanya. Aku membuka pintu dan keluar, rasanya ada yang terputus
di antara kami dan aku tidak perduli. Sepanjang perjalanan turun dari apartemen aku
teringat pernah membaca. Mencintai seseorang akan membuatmu merasakan rasa sakit dua kali lebih sakit
daripada sendirian, melindungi diri dengan tidak mencintai orang lain adalah hal yang
bijak. Sialan!!! Sepanjang perjalanan Viginia-Graceland aku merasa ingin berteriak dan memaki
siapa pun juga. Aku merasa begitu marah dan juga begitu sakit, perasaan yang tidak


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kumengerti. Hingga saat tiba di depan pintu masuk rumah dan membukanya, kemarahan dan
kekesalanku belum juga reda. "Aku sudah menunggumu," sahut sebuah suara dari ruang tengahku yang membuatku
terlompat karena tidak siap dengan keadaan ini. Seorang tua yang berpakaian
mewah yang ~ 522 ~ - B L E S S E D H E A R T -
sebelumnya terlihat bersama Xian dan Almaria duduk di sofaku serta di
belakangnya terlihat dua orang bodyguard- nya yang sedang berdiri.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyaku sedikit-banyak ingin melampiaskan
kekesalanku padanya dan sangat tepat waktunya jika dia ingin mencari masalah.
Orang tua itu tersenyum. "Menawarkanmu bantuan," katanya dan mengulurkan sebuah
gelas kecil di atas meja. "Duduklah ," katanya sambil menuangkan sebuah minuman yang
tampaknya adalah anggur mahal karena aroma harumnya langsung menyebar ke seluruh
ruangan. Baiklah, ini rumahku dan dia menawarkanku duduk dan segelas minuman. Boleh aku
minta cemilannya sekalian Aku melihat anggur merah itu dan tenggorokanku naik-turun menelan ludah ingin
mencicipi minuman itu setelah menghirup aromanya.
Pastinya belum terlambat untuk mencari masalah dengannya setelah menikmati
minumannya. Aku pun duduk, menatapnya erat-erat dan mengangkat gelas itu menyesap minuman di
dalamnya. Terkejut akan kenikmatan anggur yang menyesap di dalam lidah dan
tenggorokanku, mengalir lembut, kaya akan rasa dan begitu menakjubkan tidak
mampu dilukiskan dalam kata-kata. Bahkan minuman koleksi Master terbaik sekalipun
tidak selezat ini. "Apa ini?" tanyaku mendadak sedikit terpengaruh akan kelezatan minumannya
dan juga karena tuntutan profesiku.
Orang tua itu menatapku sambil tersenyum, "Anak muda jika kamu menikmati
minumannya, jangan pertanyakan labelnya. Cukup katakan mohon ditambah." Dan dia menuangkan
lagi minuman itu ke dalam gelasku yang ternyata sudah kosong.
Baiklah, seseorang memasuki rumahku dan menawariku minuman yang serta-merta
kuminum. mungkin ada bagusnya jika aku sedikit curiga bahwa dia memasukkan obat
bisu atau racun ke dalamnya. Terlambat untuk semua itu. Jika sudah terminum segelas obat bius atau racun,
tentunya meminum dua gelas juga tidak akan ada masalah.
Aku mengangkat gelas itu dan melihat cairan merah gelap di dalamnya dan secepat
mungkin menyesap minuman itu lagi. Rasanya lezat sekali.
Dan begitu juga tiga gelas.
Aku sudah menyodorkan gelasku lagi untuk diisi. Aku membutuhkan minuman ini.
~ 523 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Setelah gelas yang keempat, kepalaku mulai terasa ringan dan orang tua itu masih
tersenyum. Aku menduga tentu anggur ini sangatlah mahal mengingat jas yang dikenakan orang
tua itu berkilat dan lembut, setidaknya berharga setengah tahun gajiku atau mungkin
beberapa tahun dari nilai gajiku. "Apa yang kamu inginkan?" tanyaku menatapnya. "Dan siapa kamu orang tua?"
"Trak," Dua buah senjata api menempel di kiri dan kanan kepalaku. Dua orang
bodyguard- nya muncul di kedua sampingku dan mengancamku, "Anak muda, sebaiknya kamu
berbicara yang agak sopan di depan ketua."
Hari ini sudah tiga kali aku ditodong senjata api dan kini emosiku yang turun
akhirnya naik lagi. Jika mereka menjual kemarahannya, tentu saja akan kubeli. Lagipula
amarahku akan mendapat saluran pelepasan.
"Duar!! Duar!!!"
Senjata api mereka meledak menembak ke atas langit-langit rumah karena
kekuatanku sudah mengalir dan mengarahkan kedua tangan mereka ke atas juga dalam sekejap tubuh
kedua orang itu terjatuh ke atas lantai. Seketika dari kedua tubuh mereka muncul
dorongan energi masing-masing yang mencoba untuk melepaskan diri.
Kalian boleh mencobanya ... tapi aku sedang tidak bermurah hati.
Energiku segera mendominasi kedua kekuatan mereka habis-habisan dan menelan
kedua energi mereka. Kemarahanku yang sudah tersirat membuat energiku menekan mereka
sepenuhnya hingga terdengar suara berderak dari tulang tubuh mereka. Tangan
mereka mungkin juga sudah patah atau terkilir keluar dari tempurung bahunya mengingat
posisinya yang sudah tidak wajar terarah ke atas dengan tubuh melekat ke lantai.
Siapa yang perduli" Mereka bahkan tidak berteriak.
Aku terus saja mengerahkan kekuatanku untuk menekan mereka sehingga kini mereka
selayaknya dua buah mainan di tanganku. "Dan sebaiknya kalian juga lebih sopan
pada tuan rumah," jawabku sambil duduk di tempat duduk dengan santai. Kedua orang itu
mulai mengeluarkan suara kesakitan mereka yang tertahan. Aku sudah merasa sangat
marah, meski telah melihat darah yang muncul dari mulut mereka, aku tetap saja tidak perduli.
Seharusnya mereka memahami orang yang sakit cenderung ingin membuat
sekelilingnya merasakan rasa sakit yang sama atau lebih buruk lagi.
~ 524 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Sebaiknya kamu hentikan atau kamu akan membunuh keduanya, kecuali kamu tahu
cara menghilangkan mayat dan membuang mereka. Aku tidak keberatan," kata orang tua
itu terlihat santai. Aku menatap orang tua itu dan akhirnya melepaskan kekuatanku. "Aku tidak tahu
cara menghilangkan mayat," jawabku jujur.
Pria tua itu tertawa, "Orang-orang memanggilku Vito, kamu boleh memanggilku
dengan nama itu." Nama itu, aku mengenalnya, nama dari ketua Mafia terbesar di Viginia dan bahkan
cabangnya sudah mencapai banyak negara, tapi dia selalu memiliki catatan yang
bersih. Aku kembali menyesap minumanku."Apa yang kamu inginkan?"
Vito menggelengkan kepalanya. "Pertanyaannya adalah apa yang kamu inginkan anak
muda?" Mataku menatap tajam padanya. "Masih menginginkan agar kekuatan gadis itu
kembali?" tambah Vito. Nadia. "Bukankah kamu yang mengatakan bahwa kamu tidak bisa mengembalikannya?" sahutku
setengah kesal. Vito tertawa. "Aku tidak mengatakan aku tidak bisa mengembalikannya. Aku
menjawab, mungkin bisa mengembalikannya tapi dengan risiko membahayakan dirinya."
"Sama saja tidak berarti," kataku.
"Anak muda, aku ke sini untuk menawarkan padamu kesempatan agar kamu dapat
memiliki kemampuan untuk mengembalikan kekuatannya meski cukup berisiko, tapi mungkin
kamu bisa melihat sisi baiknya."
"...." Aku menatapnya, "Maksudmu?"
"Menawarkanmu kekuatan mindreader dan kamu bisa membuka kembali kekuatan gadismu
saat kamu atau dirinya menginginkan," tambah Vito. "Kamu bebas memilih
menggunakannya atau tidak. Yang terpenting adalah kamu sudah memiliki sebuah
pilihan." Aku berpikir mungkin perkataannya ada benarnya, di saat seperti ini, aku sudah
tidak memiliki jalan keluar dan juga pilihan. Sekecil apa pun kemungkinan yang ada,
aku harus mencobanya. Setidaknya aku membutuhkan sebuah pilihan terakhir saat semuanya gagal.
~ 525 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Vito duduk dengan santai selayaknya dia sudah menjadi tuan rumah tempat ini,
"Aku menebak, kamu akan mengambil kesempatan ini. Tentunya akan jauh lebih baik
memiliki pilihan daripada tidak memilikinya sama sekali, bukan" Aku mengenal Almaria
hampir 50 tahun, sekali dia mengatakan tidak, maka meski kamu membunuh anak kandungnya
sendiri pun, dia tidak akan bergeming."
"..." "Makanya ia berada di tingkat paling bawah di antara kami semua," tambah Vito
tersenyum. "Bagaimana caramu bisa membantuku menjadi seorang mindreader," kataku
meragukannya. Vito menyesap minumannya. "Aku akan memberimu attunement." Aku dapat merasakan
dua orang bodyguard di belakangku yang sudah berdiri dengan susah payah sambil
memegang bahu mereka tempat sebelah tangan mereka menggantung lunglai. Mereka terlihat
terkejut ingin memprotes, tapi akhirnya mereka memilih diam saja.
Memberiku attunement" Lagi"
"Untuk apa?" Vito tertawa, "Tentu saja agar kamu bisa memiliki kekuatan membaca pikiran
permanen dan mencoba membuka segel dalam pikiran Nadia. Bukankah Almaria dan Xian sudah meng-
attune-mu" Maka hanya tertinggal attunement dariku maka kamu akan memiliki
kekuatan sama seperti kami." Aku duduk menyandar di kursi, kepalaku mulai terasa berdenyut, mungkin pengaruh
minuman. "Aku takut, tidak mengerti apa yang kamu maksudkan. Apakah menurutmu
jika kamu memberiku attunement maka aku akan dapat membaca pikiran atau memiliki
kekuatan seperti Xian untuk mengambil kekuatan orang lain?"
"Tepat sekali dan seharusnya Xian sudah mengajarimu bagaimana menggunakan
kekuatan orang lain." "Yah," jawabku. "Menurutku, aku tidak membutuhkan attunement darimu karena aku
dapat meminjam kekuatan Lily untuk membuka kekuatan Nadia meski itu berisiko. Jika itu
yang kamu maksudkan dengan risiko."
Vito tertawa. "Kekuatanmu dan Lily tidak akan sanggup membuka kunci ingatan yang
dilakukan oleh Almaria, kekuatanmu masih kalah satu tingkat darinya."
Benarkah itu" ~ 526 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Membuatku teringat pada saat aku mendeteksi kekuatan Almaria dan merasa
energinya lebih tinggi dariku. "Apakah attunement- mu bisa membuatku membuka kekuatan Nadia yang
terkunci oleh Almaria?"
"Tentu saja," kata Vito. "Memang pada dirimu urutan attunement-nya sudah
terbalik, seharusnya pada tahap pertama kamu diberi attunement oleh Almaria, olehku di
tahap berikutnya dan oleh Xian di tahap terakhir. Tapi tetap saja setelah attunement
dariku kekuatanmu akan menjadi sempurna."
"Mengapa begitu repot," kataku masih menutup mata rasanya semuanya terlihat
bertele-tele sekali dan kepalaku terasa ringan oleh minuman yang telah memasuki perutku dan
mengganggu sel-sel tubuhku.
"Peraturan dari guru kami," kata Vito menuangkan minuman pada gelasnya. "Kami
bertiga dari perguruan yang sama. Guru kami menyerahkan otoritas untuk dapat melakukan
attunement yang berbeda tingkatannya pada kami sesuai penilaiannya pada diri
kami." Aku tertawa terbahak-bahak. "Jadi Almaria berada di tingkat terendah dan Xian
berada di tingkat tertinggi." tanganku mendorongkan gelasku padanya meminta tambahan
minuman. "Mari kita hentikan semua basa-basi ini, jika memang Almaria tidak akan
mengembalikan kekuatan Nadia, aku harus memiliki peluang untuk mengembalikannya meski peluang
itu kecil sekalipun. Katakan apa yang harus kubayar untuk itu." Vito menatapku.
"Tentunya tidak ada makanan gratis bukan?" tanyaku.
"Aku ingin kamu menghancurkan Kelompok Pembebas daerah Viginia," kata Vito
menuangkan minuman padaku.
Alisku naik. "Alasannya?"
"Tidak ada masalah dendam," kata Vito menyandar di kursi, "Kelompok mereka
terlalu brutal dan membuat bisnisku semakin sulit berjalan dengan pengawasan pemerintah
yang semakin ketat. Apalagi belakangan ini mereka sudah semakin semena-mena dan tidak
lagi mau mendengar keputusan bersama."
"Mengapa bukan kamu dan kelompokmu saja yang menghancurkannya" Tentu akan lebih
mudah." Vito tertawa memukul pahanya. "Dan membuat keributan semakin semarak" Tak lama
lagi semua anggota BtP dari semua negara akan berpesta di Viginia. Anak muda aku
tidak mau ada keramaian apa pun juga, lagipula tidak ada alasan mengapa aku harus memulai
perang dengan mereka secara langsung."
~ 527 ~ - B L E S S E D H E A R T -


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku menatapnya, tanpa sadar menyodorkan lagi gelas kosongku meminta tambahan
minuman. "Mengapa memilihku?"
Bibir Vito tertarik ke atas. "Pertama karena kamu pasti akan menerimanya. Kedua,
musuh dari musuhku adalah temanku. Kelompok Pembebas kemarin mengincar gadismu tanpa
ragu- ragu hingga menggunakan cara apa pun juga, tentu kamu tidak akan menganggap
mereka teman dan membiarkan mereka bebas. Pikirkanlah, setelah gadismu mendapatkan
kekuatannya kembali mereka akan kembali mengincarnya lagi. Cepat atau lambat
kamu akan berhadapan dengan mereka juga."
Alasan bagus. "Bagaimana menurutmu?" tanya Vito memandangku, membuatku melihat kumis putih dan
rambut putihnya, mengingatkanku pada pria yang menggunakan topeng Zeus di
pertemuan alinergi. Aku tersenyum. "Jika Nadia mendapatkan kekuatannya kembali, bukankah kamu dan
juga kelompokmu akan menghadapi permasalahan yang sama?" tanyaku menatapnya.
Vito mengedipkan matanya, "Masalah sekarang dipikirkan sekarang, masalah nanti
bisa dipikirkan nanti." Aku tertawa menyetujuinya, "Jadi andaikan kekuatannya kembali tentu saja kita
akan menjadi musuh." "Jika gadismu berhasil mendapatkan kekuatannya kembali, tentu saja dia akan
menjadi musuh kami. Kecuali dia mau bergabung dengan kelompok kami," katanya tertawa.
"Bagaimana jika aku gagal dan mati oleh mereka, Kelompok Pembebas itu," tanyaku
menyelidiki. "Aku tidak menyuruh kamu untuk menghancurkan mereka semua. Mereka adalah
organisasi internasional, aku hanya ingin kamu melemahkan kekuatan kelompok ini di Viginia
paling tidak, kamu dapat mengurus ketua mereka dan membuat mereka tidak terlalu
sombong," Vito memegang dagunya. "Jika aku gagal?"
"Tidak ada pilihan gagal anak muda. Pilihannya cuma kamu menghancurkan mereka
sedapat mungkin sendirian atau mati mencoba. Jika kamu mati, aku akan punya alasan untuk
memulai perang dengan mereka dan menghukum mereka sejak kamu murid Xian dan aku
paman gurumu," Vito berdiri dan melihatku sambil tersenyum, "Kedua-duanya
menguntungkanku." ~ 528 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku ikut berdiri dan tertawa, "Jadi kali ini aku mengikat janji dengan setan dan
nyawaku sebagai taruhannya" Jika aku berhasil menghancurkan Kelompok Pembebas aku akan
membuat musuh baru dengan kelompokmu dan jika aku gagal maka aku akan mati?"
Orang tua itu terkekeh dan menyodorkan tangannya ke arahku, "Dan apakah kamu mau
mengambilnya?" Tanganku bergerak menggenggam botol minuman yang tertinggal sedikit dan
menegaknya langsung dari mulut botol, "Aku akan mengambilnya dengan senang hati," kataku
menyodorkan tanganku yang lain menggenggam tangannya.
Aku menyukai penjahat ini.
"Empat hari," kata Vito tertawa, "Jika dalam empat hari kamu tidak menghancurkan
Kelompok Pembebas, gadismu akan diincar oleh Divisi Penelitian BtP."
Mendadak aku merasa tubuhku panas dan sedikit pusing sehingga kembali duduk
mencari pegangan, "Empat hari," kataku, "Akan kulakukan."
Kepalaku sedikit pusing dan Vito terlihat mendekatiku, "Aku akan membayarmu di
muka sejak Xian mempercayaimu tentu aku dapat mempercayaimu." Berikutnya aku tertidur
dan bermimpi tidur di atas awan, tubuhku terasa begitu ringan seperti menjadi kabut
atau awan dan menyatu dengan sekeliling, kali ini, bukan saja merasa energiku dan diriku
melebar luas, tapi aku merasa diriku tidak terbatas.
"TRILITTTTT....TRILLLLT....TRILITT......"
Aku terlompat bangun dari sofa dan menemukan cahaya matahari pagi sudah menembus
rumahku dan telepon genggamku sedang berdering. Sebelum aku sempat
mengangkatnya, telepon itu sudah mati. Tanganku segera mengangkat telepon genggam itu dan
melihat di layarnya tercatat 15 kali panggilan tidak terjawab dan sebuah pesan teks. tujuh
panggilan adalah dari nomor telepon Michelle, lima panggilan dari nomor telepon Nadia dan
tiga nomor panggilan terakhir adalah dari Kafe Eve, aku melihat ke arah jam dan terkejut
mendapati waktu sudah mendekati pukul 9.
Aku sudah terlambat dua jam dari jam kerjaku. Tidak ada waktu untuk menelepon
kembali atau membaca pesan teksnya.
Dengan cepat aku masuk ke dalam kamar mandi, membasuh diri, berganti pakaian dan
keluar menggunakan mobil Michelle. Sepanjang perjalanan aku berniat menghubungi nomor
Nadia akan tetapi setelah kejadian kemarin, mungkin sebaiknya aku membiarkannya tenang hingga
saat aku selesai kerja pada pukul tiga siang dan menuju ke sana. Sebagaian besar
karena aku tidak tahu apa yang harus kukatakan padanya.
~ 529 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Persetan dengan semua itu!!!!!!
Dengan cepat aku memberikan nomor telepon Nadia pada telepon mobil dan mendapat
jawaban bahwa telepon yang dituju sedang tidak aktif atau berada di luar
jangkauan, sehingga aku mencoba menghubungi nomor telepon apartemen Michelle yang juga tidak
memiliki jawaban. Mungkinkah Nadia sudah meninggalkan apartemen pagi-pagi sekali"
Mesin penerima telepon akhirnya menjawab dan aku menitipkan pesan, "Nadia, ini
Jaime. Aku akan ke sana setelah selesai kerja, hubungi aku jika kamu memerlukan
sesuatu. Aku akan membawanya." Tiba di Kafe Eve aku segera berlari masuk ke dalam dan meminta maaf pada Master
yang sedang di temani Madame. Master hanya tersenyum dan berkata, "Gajimu akan
kupotong." Dan aku hanya dapat tertawa sambil mulai bekerja. Beberapa hari belakangan ini
tamu di Kafe Eve semakin sedikit karena sejak tiga hari lalu di mana terjadinya
bentrokan kembali atas Kelompok Pembebas dengan anggota kepolisan dan anggota BtP di tengah
jalanan perkotaan Viginia, tepatnya saat mereka sedang mengejar Nadia. Hampir semua
anggota BtP kini dipaksa untuk berada di kota Viginia bekerja menyelidiki kelompok itu dan
juga mengawasi perkotaan, sehingga kebanyakan anggota BtP memilih menikmati sarapan
atau makan siang mereka di dalam kota.
Kelompok Pembebas benar-benar buruk untuk bisnis.
Baru setengah jam aku mulai bekerja, telepon Kafe Eve berbunyi dan Master
mengangkatnya kemudian memanggilku, "Jaime, Michelle mencarimu." Aku mengambil telepon itu
dari Master dan entah urusan apa hingga Michelle meneleponku ke Kafe Eve, yang memang
selama jam kerjaku telepon genggamku akan dalam keadaan tidak aktif. Peraturan
kerja Kafe Eve. "Jaime di sini," kataku.
"Jaime!!!!" teriak Michelle, "Mengapa kamu tidak menghubungiku?"
"Apakah penting" Aku berniat meneleponmu setelah jam kerjaku selesai," bohongku
karena aku sama sekali tidak terpikir untuk menghubunginya.
"Sialan Jaime, aku tidak akan menghubungimu puluhan kali jika tidak penting!
Tuan putrimu bunuh diri di apartemenku, aku tidak mau mendapat masalah dan apartemenku
berhantu!!!" ~ 530 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Apa"!!!" kataku tanpa sadar terlalu keras sehingga Master, Madame dan dua orang
tamu menatap ke arahku sehingga aku terpaksa meminta maaf. "Jangan bercanda, Mich.
Ini sama sekali tidak lucu." "Apa aku kelihatan bercanda?" Michelle marah.
"Bagaimana kamu tahu Mich" Bukannya kamu sedang ke luar negeri?" tanyaku mencoba
menebak-nebak apakah ia sedang bercanda.
"Aku memiliki kamera pengawas di apartemenku yang dapat kuakses di mana pun juga
melalui telepon genggamku, kemarin aku mencoba mengintip siapa tahu kalian
berdua sedang bermesraan," kata Michelle.
Sialan kamu Michelle, Aku tidak mengetahui hal itu.
Perasaanku segera menjadi tidak enak. Kemarin malam jelas Nadia tidak makan
hampir dua hari, dia depresi. Setelah mengetahui kekuatannya tidak akan kembali lagi dan
pertengkaran serta ketidakpercayaan dari kami berdua. Dia benar-benar sendirian, semua ini
mungkin akan akan menyebabkannya dirinya putus asa.
Aku tidak percaya! Nadia adalah orang yang kuat dan Michelle adalah orang yang
selalu bercanda dan mendramatisir semua hal.
Michelle terdengar mengatakan sesuatu lagi, akan tetapi telingaku tidak lagi
mendengarnya dengan jelas karena pikiranku sedang berputar keras.
Aku harus melihatnya sekarang. Tidak sebaiknya aku meninggalkan orang yang
sedang depresi sendirian. Nadia bunuh diri atau tidak aku harus menemuinya sekarang
juga. "Michelle, aku akan menghubungimu dari mobil sebentar lagi. Aku akan minta izin
dari Master untuk menuju ke apartemenmu sekarang," kataku langsung menutup telepon.
Sialan apakah Nadia sebodoh itu hingga benar-benar bunuh diri Tidak mungkin!!!
Tapi aku tidak memahami dirinya sama sekali. apalagi setelah kejadian kemarin. Dia
mengeluarkan senjata api terlalu sering.
Bahuku yang memiliki bekas tembakan terasa sakit berdenyut. Aku menunduk dalam-
dalam pada Master, "Master izinkan aku keluar sebentar."
"Apakah ada kejadian penting?" tanya Master yang dapat melihat kecemasan di
wajahku. Aku tidak berani menjawab bahwa ada kemungkinan Nadia bunuh diri di apartemen
Michelle sehingga aku hanya diam. Master menghela nafasnya. "Pergilah, kelihatannya sangat penting sekali."
~ 531 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Terima kasih, Master," balasku dan langsung menerobos keluar Kafe Eve untuk
masuk ke dalam mobil. Segera menghubungi Michelle kembali memakai telepon mobil. Setelah
beberapa nada sambung akhirnya Michelle mengangkat telepon. "Mich, ceritakan apa
yang kamu lihat." "Baiklah," sata Michelle. "Kemarin malam aku melihat kalian bertengkar dan dia
menodongkan senjata api padamu. Sayangnya kameraku hanya menayangkan gambar jadi
aku tidak tahu apa yang kalian bicarakan."
Aku bersyukur untuk yang satu itu.
"Kelihatannya kamu gagal menidurinya, kemudian kamu pergi meninggalkannya
sendirian." Aku ingin marah akan tetapi lebih baik membiarkannya melanjutkan.
"Dia menangis setelah kepergianmu, meminum beberapa minuman kesayanganku dan
kamu harus mengganti minumanku."
Sialan. "Michelle!" teriakku.
"Baiklah," katanya lagi. "Dia kemudian menelepon seseorang dan setelah berbicara
sedikit- banyak, ia kembali menangis dan berdiri berjalan berputar-putar. Akhirnya dia
menghubungi seseorang lagi dan kelihatannya berbicara hampir setengah jam untuk kemudian ia
berteriak dan menangis kembali."
"Sialan," makiku. Aku tidak tahu harus merasakan apa. Semua perasaanku bercampur
baur. Kegelisahan, kepedihan, sakit hati, ketakutan dan kemarahan.
"Kupikir tuan putri kita terlalu sering menangis."
"Michelle?" kataku dan menatap jalanan, mobil sedang melaju dengan kecepatan
tinggi. "Baiklah Jaime, dia akhirnya menutup telepon kemudian meneggak minuman hampir
selama satu jam kemudian dia akhirnya menelepon seseorang tapi tidak mendapatkan
jawaban. Kupikir dia mencoba terus menghubungi berkali-kali dan setiap kali dia gagal
menghubungi, dia terlihat semakin sedih dan terisak. Akhirnya dia terduduk diam menangis
begitu lama dan masuk kamar mandi serta keluar dengan obat tidurku yang berada di dalam kotak
kaca." Ketakutan merambat di dalam diriku."Dia mungkin hanya sulit tidur dan menelan
pil tidur," kataku pada Michelle. ~ 532 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Yah," kata Michelle, "Jika dia menelan satu atau dua butir mungkin aku akan
berkata demikian, akan tetapi aku melihatnya menuang segenggam butiran obat tidurku dan
menelannya." Aku terdiam dan mencoba untuk tidak mempercayai semua ini. "Baiklah Michelle,
aku tidak tertipu oleh lelucon konyolmu dan aku yakin saat aku tiba di apartemenmu Nadia


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan baik- baik saja. Sia mungkin sedang sarapan. Saat itu kamu akan tertawa karena
berhasil menipuku." Aku yakin itu. Demi Tuhan Michelle katakan kamu sedang bercanda.
"..." Michelle terdiam sejenak.
"Michelle?" tanyaku mataku basah.
"Maaf Jaime, aku tidak bercanda dengan nyawa orang," kata Michelle. "Aku sudah
berhasil mengirimkan rekaman video dari kamera pengamanku, kamu dapat membukanya di
mobil." "Anda mendapat sebuah video," sebuah suara wanita dari layar di tengah dashboard
memberitahukan. "Tunjukkan," kataku mengarahkan laju mobil untuk memasuki pinggiran jalan dan
berhenti untuk melihat rekaman yang dikirim Michelle. Aku melihat Nadia dan diriku yang
sedang duduk dan berbicara di ruang tamu apartemen Michelle yang terekam jelas oleh
kamera. Waktu rekaman tertulis jelas di samping kanan layarnya.
"Percepat," perintahku. Dan rekaman itu berputar dengan kecepatan tinggi,
terlihat Nadia mengacungkan senjata dan aku mendekat kemudian berbalik dilanjutkan dengan aku
meninggalkan ruangan. Selanjutnya Nadia sendirian, menangis, menelepon dan
semuanya persis seperti yang dijelaskan Michelle tadinya. Hingga akhirnya Nadia menangis
memeluk dirinya sendiri di atas sofa kemudian masuk dan keluar dari kamar mandi dengan
sebotol obat. Dia membuka botol obat tidur serta menuangkannya isinya segenggam penuh dan
Kembali Keperkemahan Hantu 2 Wiro Sableng 118 Batu Pembalik Waktu Raden Banyak Sumba 3
^