Pencarian

Hati Yang Terberkahi 3

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara Bagian 3


di atas sofa daripada di kasurnya yang hangat. Meski kadang ia harus menyelinap keluar
dari pelayan galaknya yang sudah diwanti-wanti orang tuanya untuk tidak membiarkannya
tidur di atas sofa menunggu mereka. Dan tidak jarang juga ia akhirnya tertidur di sofa
kedinginan tanpa ada yang membawanya ke kasur karena orang tuanya yang tidak pulang ke
rumah karena pekerjaan. Ia berusia sepuluh tahun pada saat supirnya menjemputnya pulang dari sekolah dan
sebuah truk yang sedang melarikan diri dari kejaran polisi muncul secara tiba-tiba dari
arah berlawanan dengan kecepatan tinggi. Truk tersebut berusaha memotong sebuah mobil
di depannya dan memasuki jalur berlawanan yang di mana mobil Michelle juga sedang
melaju ~ 85 ~ - B L E S S E D H E A R T -
dengan kecepatan tinggi. Suara decit roda mobil tertahan di atas aspal terdengar
keras menyayat langit dan diikuti suara tubrukan yang sangat keras dari dua benda
logam keras yang menciutkan hati siapa pun. Tabrakan langsung antar dua mobil tidak dapat
dielakkan lagi, kaca-kaca pecah dan terbang berserakan di sepanjang aspal.
Kedua mobil berhenti tepat di tengah jalanan dengan ukuran mobil yang hanya
tertinggal setengah dari aslinya, bagian depan mobil hancur keseluruhan dan menyebabkan
supir Michelle maupun tiga orang yang berada di dalam truk meninggal di tempat
seketika sedangkan dirinya yang berada di tengah mobil, terjepit dan mengalami luka-luka
yang menghancurkan sebagian tulang wajahnya, lengan, paha dan tulang pinggangnya.
Semua orang mengatakan betapa beruntung dirinya yang masih selamat mengingat kerusakan
mobil yang dinaikinya dan juga parahnya luka yang di alami.
Michelle terpaksa dirawat di rumah sakit selama bertahun-tahun karena selain
harus menjalani perawatan tulang pinggangnya yang menyebabkan sebagian tubuhnya
membungkuk serta rehabilitasi otot-otot geraknya. Ia juga harus menjalani
operasi tulang punggung dan operasi tulang wajah beberapa kali. Di usia 12 tahun Ia terkena
sejenis penyakit kulit akibat alergi menggunakan obat kimia yang terlalu banyak untuk
mempertahankan hidupnya dan menyebabkan kulit seluruh tubuhnya menjadi cacat
seperti borokkan maupun luka bakar parah. Alis serta rambutnya mulai rontok sebagian
tidak pernah tumbuh lagi. Orang tuanya menjadi semakin jarang mengunjunginya semenjak cacat
pada tubuh Michelle semakin menjadi-jadi. Selain dikarenakan kesibukan mereka berdua,
juga karena mereka merasa tidak berdaya dan merasa sedih setiap kali melihat Michelle
yang menderita dan merintih kesakitan sepanjang hari. Mereka hanya dapat bekerja
sekeras mungkin dan berusaha mendapatkan uang untuk dapat memberikan perawatan terbaik
dari dokter terbaik untuk anak mereka. Michelle tumbuh dengan mengurung dirinya di
rumah sakit dan juga di dalam kamar rumahnya selama bertahun-tahun tanpa berkeinginan
melakukan apa pun juga hingga saat terjadi hujan energi dan akhirnya ia
menyadari kemampuan Mimikrinya. Sebuah impiannya yang menjadi kenyataan.
*** Michelle terbangun dan sayup-sayup mendengar suara mesin cuci yang sedang
berputar dan juga suara mesin penghisap debu yang berbunyi konstan dan lembut. Ia mengeliat,
merasakan tubuhnya yang nyaman dan luar biasa segar, setiap kali ia habis mabuk maka ia
akan terbangun dengan keadaan yang sangat segar berlawanan dengan manusia pada
umumnya yang merasa pusing atau letih terkena hangover. Ia menguap dan melihat
sekeliling, mengenalinya sebagai kamar tidurnya sendiri. Dengan malas ia bergerak
melangkahkan ~ 86 ~ - B L E S S E D H E A R T -
kakinya keluar dari selimut dan duduk di atas kasur, menatap sebuah cermin besar
di sampingnya dan melihat rupanya. Seorang wanita yang rambutnya begitu jarang
nyaris botak dan tempat tumbuhnya pun tidak teratur, kulit wajah, kepala, tangan dan kakinya
berbekas cacat secara keseluruhan jauh dari kata mulus, alis mata yang tumbuh malu-malu,
dua bola mata yang besar dan kecil dengan ukuran tidak sama. Wajah yang jauh dari
simetris dengan letak tulang wajah yang mengerikan akibat kecelakaan serta hidungnya hampir
tidak ada. Tubuhnya juga membongkok akibat tulang pinggang yang terluka akibat kecelakaan,
diikuti juga kaki tangannya yang sangat kurus dengan tulang lengan juga kaki yang
sedikit membengkok. Jika memakai tubuh aslinya berjalan ia akan membungkuk dan berjalan
dengan cara seperti orang mabuk, terayun ke depan, kiri dan kanan baru dapat
berjalan ke depan. Setiap kali dirinya tertidur maka kemampuan mimikrinya juga akan ikut
tertidur, sehingga tidak perduli berubah sebagai wanita secantik apa pun dirinya setelah
12 hingga 20 menit ia tertidur, ia akan kembali ke wujud aslinya. Michelle memegang kulit
kepalanya yang cacat dan menyentuh rambutnya yang sangat jarang, ia sudah ingin membotaki semua
rambut itu karena tampak mengerikan namun hal itu ternyata mempengaruhi kemampuan
mimikrinya. Dalam keadaan botak ia tidak akan dapat meniru jenis rambut apa pun
juga. Meski rambutnya jarang dan berlubang di sana sini jelek sekali namun saat
memakai kekuatan alinerginya, rambut itu akan berubah menjadi lebat dan teratur atau
bergelombang sesuai keinginannya. Secara keseluruhan dirinya tampak mengerikan sekali. Tapi inilah dirinya.
Michelle seketika teringat sesuatu dan menggerakkan kepalanya mencari sesuatu.
Hingga akhirnya ia menemukan laptop LXX berwarna hitam di samping tempat tidurnya dan
segera menyentuhkan telapak tangannya untuk membukanya, karena laptop itu menggunakan
pengaman sidik jari. LXX di tangannya hidup tanpa masalah namun Michelle segera
menutupnya kembali setelah melihat layar pertama yang muncul. Matanya segera
berkeliaran liar di sekitar tempat tidurnya dan menemukan sebuah LXX lain berwarna hitam
yang sama persis bersembunyi malu-malu di balik bantalnya. Kembali ia menyentuhkan
tangannya dan seketika warna laptop LXX-nya berubah menjadi merah. Saat membuka laptop
tersebut dan hendak mengaksesnya, jari-jari tangan Michelle terhenti di udara dan perlahan-
lahan ia menutup laptop LXX-nya kembali. Ia tahu Andreas pasti sudah menyebarkan foto
wujud aslinya ke semua orang melalui jejaringan sosialnya dan mungkin saja sekarang
foto aslinya sudah berada di telepon genggam setiap orang. Memikirkan hingga ke sana Michelle
meletakkan kembali LXX-nya merasa tidak ada gunanya untuk melihat kejadian yang
sudah terjadi. Andreas bukanlah seorang yang bersedia memahami perasaan orang lain.
Dia adalah orang sombong yang selalu senang merendahkan orang lain, tidak ada alasan
mengapa ia ~ 87 ~ - B L E S S E D H E A R T -
tidak menyebarkan foto pribadinya ke semua orang jika hal itu bisa membuatnya
tampak lebih hebat. "Dasar Bajingan!!! Aku mau mati saja!!!" teriak Michelle keras-keras dan
kemudian menangis. Ia menjatuhkan dirinya kembali ke kasur dan memeluk bantalnya sambil
menangis keras. *** Aku sedang memegang penghisap debu dan sebuah lap kain saat mendengar teriakan
keras dari kamar Michelle. Dengan cepat aku melempar semuanya serta lari ke dalam
kamarnya. "Ada apa?" tanyaku menemukan dirinya sedang menutup wajahnya pada bantal dan
menangis sambil meraung-raung keras. "Michelle ada apa?" tanyaku lagi dan tepat
saat ia mengangkat wajahnya menghadapku, aku tercekat dan melompat mundur, "Ya Ampun
Michelle, ubah dulu penampilanmu!"
"Tidak Mau!!!" balasnya marah sambil menangis, "Untuk apa aku berubah toh semua
orang sudah melihat wajahku."
Aku menggaruk kepalaku dan berbalik pergi, "Aku sudah menyiapkan sarapanmu,
keluarlah kalau kamu sudah puas menangis."
"Jaime!!!" Langkahku berhenti dan melihatnya yang sudah duduk di atas kasur.
"Ke sini, mendekatlah."
Aku menatap ke arahnya dan demi melihat air matanya. Tidak perduli bentuk wujud
yang sangat buruknya, tetap saja itu air mata dan sekali lagi, aku tidak pernah tahan
dengan air mata wanita. Aku segera mendekat dan duduk di samping ranjangnya. Michelle
memelukku dan kembali menangis. Aku meringis dan hanya dapat membayangkan seorang pria
malang yang sedang ditangkap oleh sesosok mayat hidup yang baru keluar dari kuburan
dengan tubuhnya yang mulai hancur, mungkin inilah saatnya yang tepat untuk aku
berteriak ketakutan dan melarikan diri.
AAAARRGGGGHHHHHHHHHHHH!!!!!!!!
"Jaime, kamu jangan meninggalkan aku yah," isaknya setengah tangis. Kedua
tanganku segera memeluknya, menyentuh punggungnya yang kurus dan membengkok serta
merasakan tubuh kecilnya yang masih hangat.
"Aku tidak akan meninggalkanmu karena foto bodoh itu, apalagi aku sudah melihat
sosok aslimu," sahutku. ~ 88 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Kenapa dia begitu kejam padaku."
"Siapa?" "Andreas..." Mungkin dendam, pikirku namun tidak mungkin kukatakan karena aku ingat dengan
jelas aku juga pernah punya pengalaman pahit yang sama seperti orang-orang yang pernah
masuk ke sarang coyote ini untuk pertama kali. Mereka yang tidur di samping Michelle
mungkin akan kaget dan terkejut ketika melihat wujud aslinya untuk pertama sekali,
apalagi wajah itu tepat berada di hadapan mereka. Mudah saja menebak apa yang akan kamu lakukan
jika suatu saat kamu tidur dengan seorang wanita yang sangat cantik namun saat
terbangun kamu melihat sesosok mayat hidup yang sangat mengerikan di sampingmu dan tangan mayat
itu bahkan berada di dadamu atau memelukmu.
Kupikir semua orang akan bereaksi sama.
Jika orang itu tiba-tiba ketakutan dan ingin kabur secepatnya, mereka sudah
melakukan kesalahan besar. Kamar Michelle di kunci menggunakan kunci eletronik yang
menggunakan sidik tangannya sendiri sebagai kunci pembuka sehingga tanpa Michelle mereka
akan benar- benar terkurung di dalamnya. 11 dari 20 orang pacar Michelle yang kuingat
menghancurkan kunci elektronik itu dengan kekuatan alinergi mereka dan kabur secepat mungkin,
sisa lainnya terpaksa minggat ke sudut kamar dan tidur dalam keadaan memeluk lutut
takut membangunkan Michelle. Pastinya mereka mengalami mimpi yang sangat buruk.
"Apa kamu sudah melihat fotomu yang disebarkan?" tanyaku penasaran.
Michelle memelukku lebih erat lagi "Belum, untuk apa aku melihat fotoku sendiri.
Aku takut ...." Kedua tanganku segera mendorong tubuhnya dan melepaskan Michelle, "Mungkin kamu
benar-benar harus melihatnya menyebarkan fotomu, baru menangis dan berteriak
seperti tadi." Mata Michelle yang basah menatapku tidak percaya. Aku segera berdiri dan keluar
dari kamarnya, "Lihatlah terlebih dahulu."
*** Michelle duduk dengan kepala merunduk, kemudian melirik pada laptopnya. Tidak
melakukan apa pun juga. Detik berikutnya ia sendiri merasa penasaran seperti
apakah foto yang disebarkan. Sebuah dorongan untuk melihat muncul, namun keraguan dan
kegelisahan

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serta rasa malu membuatnya mengurungkan niat itu.
~ 89 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Lama ia terdiam hingga akhirnya tangannya menyambar LXX-nya serta
menghidupkannya. Andreas pernah mengancamnya dengan memperlihatkan sebuah fotonya yang sedang
tidur yang diambil melalui telepon genggam. Saat itu ia tidak melihatnya dengan jelas
namun memang benar itu adalah foto dirinya dan mungkin Andreas masih memiliki banyak
foto lainnya. Jari-jari tangan Michelle mengakses jaringan sosial pribadinya dan
jaringan sosial khusus untuk anggota BtP. Mencoba menenangkan detak jantungnya dan bersiap
menemukan foto aslinya di jejaringan sosial Andreas atau dirinya. Pada jaringan social
miliknya ia menemukan beberapa teks dari rekan-rekannya yang segera membuatnya terdiam dan
membacanya berkali-kali. "Beneran?" bisiknya lirih dan dengan cepat membuka beberapa situs yang
dikirimkan. Seketika setelah situs tersebut terbuka ia segera tetawa puas bahkan berteriak
keras, "Rasakan...!!!!!" Ia melihat foto dan juga video klip Andreas yang sedang berlari
telanjang di markas BtP dengan latar belakang suara musik rock. Dari komentar yang
terdapat di bawah video, Michelle dapat melihat kalau Andreas benar-benar dalam masalah
besar, kelihatannya ia akan dikenai skors beberapa minggu atau hukuman denda atas
perbuatannya yang melanggar disiplin. Setidaknya Michelle merasa sakit hatinya sedikit terbalas. Tak lama
terus membaca dan mencari, Michelle tidak menemukan satu pun pembicaraan
mengenai fotonya yang disebarkan oleh Andreas, seolah-olah hal itu sama sekali tidak
pernah ada. Fotonya sama sekali tidak beredar. Dengan penasaran Michelle mengambil telepon
genggamnya dan menghubungi seorang temannya yang juga teman Andreas.
"Lucien?" "Michelle?" balas suara dari telepon genggamnya, "Di mana kamu" Selamat yah,
kamu sudah kamu membalaskan dendammu!"
"Apa?" "Hahahaha ...! Kamu membuat Andreas berlari telanjang di markas, kamu seharusnya
ke sini melihat bagaimana ia dikejar oleh Mr. Richard yang murka!" Bola mata Michelle
naik ke atas dan membayangkan betapa seru melihat sendiri Mr. Richard yang merupakan kepala
petugas disiplin BtP tua dan paling keras sedang mengejar Andreas.
"Bukan saatnya untuk itu Luc, meski aku akan senang sekali melihatnya. Apa
Andreas ada memperlihatkan fotoku yang asli tadi malam?"
"Hah," Lucien tertawa besar, "Untuk yang itu Mich, kamu benar-benar
mengalahkannya dua kosong, dia benar-benar murka, semua data telepon genggamnya hilang."
"Maksudmu?" ~ 90 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Kemarin saat kamu mengirimkannya sebuah pesan teks untuk diterima olehnya, dia
benar- benar mendownload virus yang kamu kirimkan dan seketika itu juga telepon
genggamnya tewas," kata Lucien terbahak-bahak, "Tak kusangka dia sebodoh itu terperdaya."
"Huh..?" "Bahkan Floyd sendiri menyerah untuk menghidupkan telepon genggam Andreas, kamu
benar-benar menewaskan telepon genggamnya," tambah Lucien.
Floyd" Michelle mengenalnya sebagai si jenius teknisi BtP yang dapat memperbaiki
alat elektronik apa pun juga. "Ada apa dengan Floyd?"
"Setelah telepon genggam Andreas terkena virusmu, ia membawanya pada Floyd. Tapi
data di dalamnya telah hangus dan bahkan telepon genggamnya juga telah padam tak
tertolong lagi." "Berarti fotoku?"
Lucien kembali tertawa, "Fotomu juga ikut lenyap Mich."
Mata Michelle terbuka lebar dan serta merta berteriak gembira sekali. "Aku akan
menghubungimu lagi Luc..." kata Michelle menutup telepon genggamnya dan kemudian
memeriksa sebuah pesan terakhir yang dikirimkan dari telepon genggamnya pada
Andreas. Terkirim pada pukul 23:54,
Sebelum kamu menyebarkan fotoku, sebaiknya kamu juga melihat foto memalukanmu
yang berhasil kudapatkan. Mau menukarkannya"
Terima Foto Tolak Foto Michelle segera ikut penasaran akan foto memalukan Andreas dan mencoba menekan
bagian "Terima Foto." Seketika itu juga telepon genggam Michelle berkedap kedip
sebentar dan mendadak mati total. Tidak perduli tombol mana pun yang di tekan, telepon
genggam itu menjadi sangat panas dan tidak mau hidup lagi serta mengeluarkan sedikit bau
hangus terbakar. "Wow!!!!" Kata Michelle dengan wajah yang terlihat terkejut.
Mendadak semua sakit hatinya terasa menguap. Dengan puas dan tersenyum ia
melemparkan telepon genggamnya ke keranjang sampah dan kembali berbaring di tempat tidur. Ia
menatap LXX yang berada di sampingnya kemudian LXX yang di atas pangkuannya, sepasang
dan benar-benar mirip. Kecuali warnanya, toh LXX dapat berganti warna kapan saja.
Saat itu suara mesin penghisap debu masih berbunyi di luar kamarnya sebentar dan akhirnya
adem. ~ 91 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Michelle segera bangun untuk keluar dari pintu kamarnya setelah meletakkan
tangannya pada sebuah kunci electronik yang menggunakan sidik tangannya. Setahun terakhir ini
sidik jari Jaime juga sudah bisa digunakan untuk membuka pintu apartemen dan kamarnya.
*** "Wow... bersih sekali?" Sahut Michelle keluar dari kamar dan melihatku yang sedang
mengembalikan beberapa peralatan pembersih ke dalam lemari.
"Michelle, bergantilah ..." sahutku menatapnya.
"Apanya" bajuku atau wujudku?" kata Michelle memperlihatkan pakaiannya yang
masih sama dengan pakaian kemarin malam.
"Dua-duanya." Michelle bergerak ke meja makan untuk menemukan sarapan ringannya yang berupa
telur, daging ham dan beberapa potong roti dengan sekotak susu yang sudah tersedia di
atas meja, "Kalau bajuku, nanti saja setelah sarapan dan kalau wujudku hm... kita harus
menghargai setiap pemberian Tuhan," dan dengan santai Michelle menyantap sarapan yang sudah
disediakan. Aku hanya bisa meringis.
"Apa kamu tidak suka dengan wujudku ini?"
Tentu saja tidak, toh semua orang dilahirkan untuk dapat merasa senang melihat
kecantikan. Aku menatap mata Michelle dan menemukan kesedihan di dalamnya, kata-kata candaan
yang sudah ingin keluar dari tenggorokanku tertelan kembali. Dengan perlahan aku
bergerak mendekatinya, mencium pipinya yang kasar dan tanganku mengelus lembut kepala
Michelle. "Minumlah," kataku sambil menuangkan susu pada gelas kosong Michelle, "Kamu tahu
aku tidak akan menolak jika kamu mau berbaik hati dengan memperlihatkan rupa artis
idolaku setelah aku membereskan tempatmu ini dan membuatkanmu sarapan. Kamu tahukan
Nicole yang keren itu, ayolah senangkan aku"
"Hmm...hmm.... Tetaplah bermimpi," jawab Michelle sambil melanjutkan sarapannya. Aku
menarik sebuah kursi dan duduk di sampingnya, menemaninya makan, melihat
sekeliling ruangan apartemen Michelle yang mewah dan didominasi warna putih serta merah
jambu telah bersih. Jelas jauh berbeda dengan kemarin malam di mana semua pakaian
kotornya bertaburan, botol-botol minuman dan piring-piring berserakkan belum termasuk
sisa-sisa makanan yang masih sedang mengalami proses penguraian menjadi sesuatu yang
mengerikan. "Michelle, tidakkah sebaiknya kamu menyewa seorang pembersih yang dapat
merapikan apartemenmu seminggu sekali?"
~ 92 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Sambil tersenyum manis Michelle berkata, "Sudah ada," dan jarinya menunjuk
padaku, sambil melanjutkan sarapannya.
Suatu saat aku akan menendang bokongnya.
Aku hanya dapat mendesah, memang sudah hampir tak terhitung berapa kali aku
membersihkan kamar Michelle saat mengantarkannya pulang. Aku sendiri tidak ingin
melakukannya akan tetapi tetap saja aku selalu tidak tahan jika berada di tempat
yang begitu berantakan dan kotor. Setiap kali mengantarkan Michelle aku selalu terpaksa
menginap mengingat aku tidak memiliki cara pulang ke rumah di waktu selarut itu. Dan
tidak mungkin rasanya aku dapat tidur di antara tempat yang begitu berantakan, tanpa sadar
tanganku akan selalu bergerak membereskan sebagian kecil tempat di sekeliling sofa untukku
tidur. Biasanya setelah memulai sebagian kecil itu, aku akan berakhir membersihkan
sebagian kecil lainnya seperti dapur dan pada akhirnya membersihkan semuanya.
"Sofamu, benar-benar memiliki kutukan," kataku tanpa sadar. Michelle tertawa
kecil dan segera menggodaku dengan penuh harap, "Jaime mengapa kamu tidak tidur di kamarku
saja, bukankah ranjangku cukup besar?"
Hanya agar terbangun dalam keadaan terkejut"
"Tidak, terima kasih."
"Ayolah sudah lama aku tidak tidur dalam pelukanmu."
Aku melototinya. Jelas masih segar dalam ingatanku saat pertama kali aku
mengetahui rupa asli Michelle. Saat itu adalah yang pertama kalinya aku mengantarkan Michelle
pulang di saat dirinya mabuk berat di Bar Eve. Meski sudah beberapa kali sebelumnya aku
mengantarkan botol demi botol minuman pesanannya ke apartmentnya, kali itu
adalah yang pertama kalinya aku mengantar dirinya pulang pada malam hari. Aku ingat saat itu
aku merasa begitu bodoh dan beruntung.
Siapa yang tidak merasa beruntung jika seorang gadis super cantik, manis, sexy,
baik hati dan menyenangkan memintamu mengantarnya pulang" Seorang alinergi kaya lagi!
Namun saat aku memarkirkan mobil Michelle di tempat parkir apartemennya, aku
berteriak terkejut dan langsung melompat keluar dari mobil. Kabur sepuluh langkah menjauhi
mobil sebelum akhirnya perlahan-lahan kembali untuk melihat gadis yang tertidur di
kursi mobil dengan lebih jelas. Gadis yang tadinya jelas cantik, rupawan dan tertidur di
mobil itu kini berubah menjadi mengerikan, lebih mirip sesosok mayat hidup dengan kulit yang
sedang melepuh atau membusuk. Aku hampir saja berpikir adanya hantu, siluman atau
makhluk gaib yang sedang menggangguku.
~ 93 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Wajahku pucat dan saat itu dengan ketakutan aku menghubungi Master berharap dia
dapat mengenalkanku pada seorang pintar, pemuka agama atau siapa saja yang dapat
mengusir makhluk itu dan mengembalikan gadis cantik yang disanderanya. Master menerima
telepon itu sambil tertawa ngakak dan memberi penjelasan lengkap. Singkat cerita aku
memaksakan diri memahami situasi tersebut dan mengangkat Michelle menuju apartemennya dalam
keadaan ia tertidur. Membuka kunci elektronik rumah dan kamar dengan telapak
tangannya. Hingga saat aku sudah menidurkan Michelle, aku baru teringat kunci kamar juga
memerlukan sidik tangannya agar diriku dapat keluar dan tidur di sofa. Menatap Michelle
yang sudah terlelap, tentu saja aku menjadi tidak tega untuk membangunkannya dan melihat ke
sekeliling kamar yang juga tidak memiliki tempat yang layak untuk tidur. Tawaran ranjang
ukuran besar itu jelas sangat menggodaku.
Memilih antara tidur nyenyak dengan monster atau tidak bisa tidur semalaman, aku
lebih memilih tidur yang nyenyak.
Aku menambahkan lagi susu di gelas Michelle dan tersenyum saat melihat senyuman
bahagia di mata Michelle yang jelas indah mempesona. Bola mata asli Michelle berwarna
biru terang, warna yang jarang kulihat. Aku selalu membayangkan jika dirinya tidak terluka
mungkin ia akan memiliki paras yang sangat cantik.
Michelle tersipu mencoba melirik ke arahku.
Oh tolong, jangan melihatku dengan wajah itu, aku akan lari ketakutan.
Di tengah malam di mana aku pertama kali tidur di ranjangnya, aku masih


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengingat betapa aku berteriak terkejut dan ketakutan saat terbangun menemukan makhluk berwujud
mengerikan sedang mencoba memelukku dan menatapku sangat dekat. Aku segera
mendorong tubuhku mundur darinya hingga terjatuh di ujung ranjang. Jelas aku
merasa sedang bermimpi buruk dan diterkam oleh zombie yang baru keluar dari lumpur
kuburan. Tubuhku yang jatuh ke lantai memberikan rasa sakit yang sedikit banyak
menyadarkanku, aku melihat ke atas kasur di mana makhluk itu terduduk di ranjang dan menatapku
dengan mata penuh kesedihan. Hal yang masih kusesali hingga kini terutama mengingat saat itu betapa mata
Michelle terlihat terluka dan basah.
Dia manusia bukan makhluk aneh. Saat itu aku belum terbangun sempurna dan otakku
bahkan belum mengalir sepenuhnya. Jelas saja siapa pun yang terbangun dalam
keadaan setengah sadar pasti berteriak jika dikejutkan dengan wajah demikian buruk tepat
di sampingnya. Beberapa detik setelahnya otakku berfungsi sempurna, aku segera
mengingat Michelle dan mengapa aku tidur di ranjang itu. Aku merasa sangat bersalah,
dengan ~ 94 ~ - B L E S S E D H E A R T -
menggaruk kepalaku yang tidak gatal, aku berdiri dan berkata, "Jangan
mengagetkanku donk, kamu tahu rupamu sangat jelek," kakiku segera kuselipkan kembali ke dalam
selimutnya dan tidur di samping Michelle, menghadap ke arahnya yang sedang terduduk terbengong
menatapku. "Aku sudah mengantuk, ayo tidur," kataku dan menarik lengannya untuk menjatuhkan
dirinya dan tidur di sampingku. Aku menarik selimut untuk menyelimutinya dan
kemudian memeluknya. Karena aku tahu, dirinya sebelumnya ingin tidur sambil memelukku dan
ternyata hal itu membangunkanku. "Aku orang yang mudah terbangun hanya dengan
sedikit gerakan," bisikku dan aku masih ingat betapa bola mata Michelle terbuka
menatapku, sedangkan aku menutup mataku dengan alasan ngantuk atau aku akan melompat
ketakutan jika aku melihatnya dengan jelas. Pada akhirnya ia memelukku dan merapatkan
tubuhnya padaku dan kami pun tertidur.
Keesokan harinya, aku terbangun lebih dahulu dalam selimut yang hangat dan udara
dingin sekitar ruangan ber -AC itu. Aku menatap Michelle yang sedang tertidur di
hadapanku, sangat dekat hingga aku bisa merasakan hangat hembusan nafasnya. Tubuhku menegang
seketika dan instingku hampir ingin mendorong tubuh Michelle menjauh jika aku tidak
menahan diriku. Aku jelas masih ketakutan.
Menarik nafas dalam-dalam aku mencoba memperhatikannya dengan seksama, aku
menatap wajahnya yang penuh cacat dan berpikir apa yang telah menyebabkan semua luka
itu. Bagaimanapun juga cacat di wajah dan tubuhnya tentu didapatkannya melalui
pengalaman yang menyakitkan dan penderitaan yang cukup lama hingga menjadi seperti ini.
Membayangkan jika sepotong kecil luka di tanganku saja telah membuatku kesakitan
dan mengernyit, apalagi jika seluruh tubuhku yang terkena. Aku mendesahkan nafasku
dan menatapnya yang sedang tertidur dengan damai.
Michelle adalah seorang pejuang yang berhasil melewati semua musibah dan menahan
rasa sakit yang menyayat hatinya. Mau tak mau timbul juga perasaan menghormatinya.
Tidak seharusnya aku takut padanya. Salah satu prinsip yang selalu kupegang jika
menghadapi ketakutan adalah selalu menghadapi dan menyerang ketakutan itu sendiri.
Ketakutan tidak akan pernah membawaku ke mana pun dan selama aku masih memilikinya aku akan
membawanya hingga aku harus menghadapinya lagi kelak.
Jika bukan sekarang menghadapinya, kapan lagi".
Dengan lembut tanganku menyentuh wajah Michelle, mengelus kulitnya yang
berkerut-kerut dan cacat, menyentuh kulit kepalanya dan hidungnya yang patah. Semua itu
memberikan rasa penghormatan dan membayangkan betapa banyak kesakitan yang harus dialami
Michelle hingga mendapatkan semua itu. Aku bertanya dalam hati, apakah ia menangis saat
menderita ~ 95 ~ - B L E S S E D H E A R T -
kesakitan pada tulang-tulang wajahnya, apakah kulitnya terasa panas dan perih
saat setiap senti dari kulitnya mulai membentuk borokan.
Apakah ia menjerit kesakitan di malam hari saat kulitnya melepuh dan tidak bisa
tidur" Tentu sangat menyakitkan. Saat itu kembali aku hanya melihat wajah Michelle yang
sedang tertidur dengan tenang dan damai, jari-jariku menyentuh pipinya yang kasar bekas
luka dan kemudian dengan lembut aku menggerakkan tubuhku mendekatinya dan mengecup
dahinya, pipinya, hidungnya serta dagunya. Saat itu aku menatap kedua bola mata Michelle
yang bening terbuka menghadapku. Mata biru yang berkilau begitu indah dan dia segera
mengeliat memelukku lebih erat lagi membiarkan kepalanya terbenam dalam dadaku.
"Michelle, maaf membangunkanmu" bisikku lembut padanya dan dia tidak menjawab
apa pun juga. Saat itu aku menyadari ia menangis tanpa suara dan membasahi bajuku.
Aku hanya dapat membalas memeluknya dan mengelus rambutnya yang jarang serta menyentuh
cacat di kulit kepalanya. Kukira sejak saat itu kami menjadi lebih akrab.
Dan aku tidak mau lagi tidur di sampingnya, meski hanya sekedar tidur saja.
... "Jaime!" Aku melihatnya yang sedang mengunyah telurnya dan membiarkannya berbicara,
"Tahukah kamu kalau kamu orang pertama dan satu-satunya yang masih memelukku saat aku
terbangun?" Menyinggungkan sebuah senyum, tanganku segera menarik keluar selembar tisu untuk
membersihkan kuning telur yang mengalir di sudut bibir Michelle. "Aku tidak
percaya," tambahku sambil tersenyum padanya, "Dan aku tidak merasa tersanjung untuk hal
itu." Michelle tersenyum senang, mendadak dengan cepat tangannya mengisi semua sisa
makanan di atas piring ke dalam mulutnya dan berdiri bergerak menuju ke dalam kamar.
"Michelle, makan yang tenang," protesku.
"Sebentar saja," sahutnya singkat dengan mulut penuh dari dalam kamar.
Aku menghela nafas dan melihat jam yang sudah menunjukkan hampir pukul 09.15,
aku harus segera berangkat menuju ke pasar sebelum pulang untuk membeli beberapa
bahan makanan seperti mie instant, keju dan susu. Aku pun merapikan piring bekas dan
gelas kosong Michelle untuk diangkat ke dapur. Michelle keluar dari kamarnya dan aku
segera menyahut tanpa menoleh ke arahnya, "Michelle aku akan segera pulang sekarang,
kamu bersihkan piringmu sendiri setelah aku mencuci lusinan piringmu kemarin."
Pergelangan ~ 96 ~ - B L E S S E D H E A R T -
tangan kiriku digenggam olehnya dari belakang dan telapak tanganku yang terbuka
terus diletakkan olehnya di atas sesuatu benda. "Michelle," panggilku.
"Tenang saja" sahutnya senang. Aku menoleh ke belakang dan melihat tanganku
sedang diletakkan di atas LXX yang sekarang permukaannya sedang mengeluarkan cahaya
hijau bergerak melakukan scan pada keseluruhan jariku hingga kemudian muncul tulisan
"sidik jari berhasil". Michelle segera tersenyum dan mendorongkan LXX itu ke dadaku,
"Sekarang, dia menjadi milikmu." Aku menatap Michelle dan kemudian pada LXX di dadaku, "Michelle, kemarin kamu
sedang mabuk dan aku tidak ingin kamu menghancurkan benda yang begitu mahal ini dan
menyesal keesokan harinya. Sehingga aku berbohong memintanya darimu meski sebenarnya aku
hanya ingin meminjamnya sebentar."
Mana berani aku meminta barang semahal ini.
"Setidaknya sekarang kamu sudah sadar dan bisa berpikir lebih jernih, menjualnya
kembali tentu akan lebih baik daripada menghancurkannya," tambahku.
"Hehehe," Michelle tersenyum mengeluarkan LXX-nya yang berwarna merah dan
menunjukkan padaku sebuah cuplikan rekaman Andreas. "Kamu membuat Andreas
berlari telanjang di hari ulang tahunnya!!!" Mata Michelle berbinar puas, "Dan kamu juga
menewaskan telepon genggamnya yang berisi fotoku," kini bahkan terlihat
kebahagiaan di setiap sudut wajahnya. Membuatku sedikit jengah, "Hanya masalah sepele," kataku.
"Apa yang kamu lakukan padanya?"
Aku mengangkat bahu dan tersenyum, "Mengiriminya sebuah virus ganas ciptaan
orang lain yang dengan mudah kudapatkan dari internet dan yah, salahnya sendiri mau
menerimanya." Michelle tersenyum membiarkan giginya terlihat, "Kamu juga telah menghanguskan
telepon genggamku." "Bagaimana mungkin," protesku tidak percaya, "Aku tidak menjalankan virus itu ke
dalam telepon genggammu." "Aku yang melakukannya," kata Michelle tertawa.
"Sialan Mich, telepon genggammu harganya 50 kali harga telepon genggamku,
sebaiknya kamu menukarkannya padaku terlebih dahulu sebelum menghanguskannya," protesku.
Michelle menjulurkan lidahnya, "Tidak, kamu sudah mendapatkan LXX itu."
~ 97 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku terdiam dan melihat LXX di dadaku, "Michelle tetap saja, aku tidak bisa
menerima barang semahal ini."
"Jaime, tahukah kamu sebenarnya memang LXX itu adalah hadiah untukmu sedari
awal," kata Michelle tersipu sambil tertunduk malu.
Aku menatap makhluk jelek itu dan harus mengakui setulus hatiku. Jika gadis
cantik tertunduk malu dan tersipu tentu akan terlihat menyenangkan namun jika makhluk
mirip zombie tertunduk malu dan tersipu, susah untuk mengakui perasaan apa yang
ditimbulkan olehnya, "Seingatku Andreas adalah yang pertama, aspal jalanan yang kedua dan
aku yang ketiga," kataku menatapnya.
Mata Michelle melirik ke arahku dan menarik laptop itu dari dadaku, "Yah jika
kamu tidak mau menerimanya, jendelaku akan menjadi yang keempatnya."
"Tunggu," kataku sambil memegang kembali laptop tersebut, "Aku tidak mengatakan
tidak." "Jadi sekarang kamu yakin jika aku memang membelinya khusus untukmu?" Tanya
Michelle menatapku sungguh-sungguh. Aku menatapnya.
Jika dia benar-benar membelinya untukku dan kemarin hanya bercanda denganku. Oh,
jantungku berdebar-debar.
Tapi apakah benar Michelle memang berniat membeli LXX semahal ini untukku.
Sebagai hubungan baik kami yang hampir tiga tahun, sebagai balasan aku telah
membersihkan kamar apartemennya yang super jorok bertahun-tahun tanpa upah. Sebagai balasan aku
bersedia mengantarnya pulang hingga larut malam dan mengorbankan ongkos taksi dari
kantongku puluhan kali. Mengapa tidak, aku juga pantas dihadiahi atas kerja kerasku.
Aku meletakkan LXX itu di meja dapur dan memeluknya, "Aku sangat berterima kasih
untukmu Michelle, hingga kamu bersedia membeli barang semahal ini untukku, tentu
kamu sudah menghabiskan uang yang tidak sedikit." Membayangkan Ia membeli barang yang
senilai setahun gajinya saja aku tidak berani.
"Makanya, mulai sekarang kamu harus bersikap lebih baik lagi padaku," balas
Michelle memelukku, "Meski..."
"Meski ..." " sambungku.
"Aku tidak membeli kedua LXX ini."
Aku terdiam sejenak dan begitu juga dia.
~ 98 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"..." "..." "Kamu tahu, Papaku adalah kepala pengembang LXX ini," balas Michelle.
Aku ingat ayahnya programmer jenius yang bekerja di perusahaan perangkat lunak
yang besar, "..." "Aku meneleponnya dan memintanya mengirimkan sepasang LXX... untukku dan hadiah
ulang tahun Andreas," kata Michelle lembut. Aku memegang bahu Michelle dan
mendorongnya agar aku dapat melihat wajahnya yang tersenyum geli. "Dan aku tidak
membayar sepeserpun," senyumnya.
Kedua tanganku bergerak mencubit pipinya, "Oh, jadi karena hal itu kamu baru
berani mau

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghancurkannya semalam."
"Sakit, Jaime..." protesnya.
Aku melepaskan tanganku dan segera Michelle tertawa, "Kedua LXX ini gratis,
andaikata jika aku membelinya tidak mungkin kemarin aku mau menghancurkannya, bodoh."
Mukaku masam melihatnya, "Jadi sebenarnya LXX ini gratis, karena Andreas
memutuskanmu kamu mau menghadiahkannya pada aspal jalanan dan karena aku
mencegahnya, kini kamu memberikannya padaku agar aku bersikap baik padamu,
hmmm...." Kedua bola mata Michelle tersenyum menatapku.
"Hmmm... Michelle, jelek-jelek begini aku masih punya harga diri," kataku memegang
laptop LXX itu, "Selama ini aku menganggapmu sebagai teman baikku, tapi kamu
menganggapku sebaliknya dan bahkan lebih rendah daripada aspal jalanan sehingga
aku harus berusaha keras membujukmu," protesku tidak terima, "Sekalipun demi semua
persahabatan kita dan kamu tidak menganggap semua kerja kerasku berarti.
Kukatakan padamu Michelle sebaiknya kamu jangan sombong, biar aku ini miskin, aku juga
masih punya harga diri untuk bersedia menerima LXXmu," kataku tersenyum sambil memeluk
LXX baruku, "Sekarang jika kamu mau memintanya dariku juga tidak akan
kukembalikan. Apa kamu masih punya barang-barang lain yang mau kamu berikan" Aku pasti mau
menerimanya," Aku tertawa.
Kehilangan Sepeda motor dan kini mendapatkan LXX yang seharga sebuah mobil. Oh
Tuhan memang ada dan aku menyakininya, besok aku akan menderma sedikit untuk merayakan
keberuntunganku, selembar uang paling kecil dari dompetku untuk pengemis jalanan
tentu sudah cukup. ~ 99 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Michelle segera menyambar LXX tersebut dariku dan berkata, "Belum selesai loh
tugas kamu, kali ini yang terakhir..." Tangan Michelle segera menekan sebuah telepon
intercom di dapur dan terdengar bunyi nada sambung telepon yang terhubung melalui pengeras
suaranya. "Kafe Eve di sini...." terdengar suara wanita menjawab
"Susan tolong sambungkan ke Master."
"Siapa ini?" balas suara di interkom.
"Michelle.." "Oh baik sebentar yah... ditunggu"
Michelle menatapku dan tersenyum sedangkan aku tidak mengerti maksudnya, aku
hanya menginginkan LXX-ku kembali.
"Halo Michelle ada apa?"
"Paman, aku pinjam Jaime malam ini yah."
Paman" Meminta diriku.."
"Mau dipakai untuk apa Mich?"
"Paman, hari ini ada acara pesta topeng khusus BtP. Michelle mau ke pesta topeng
BtP yang seharusnya bersama Andreas tapi kini tidak ada yang menemani, padahal Michelle
sudah memesan topeng dan gaun malam yang mahal."
"..." Master terdiam sebentar, "Tidak ada masalah sih, malam ini bar juga akan
sepi karena pesta tahunan itu. Tapi apa tidak masalah buat kamu jika anak kampung itu kamu
bawa ke pesta, lagipula pesta khusus BtP?"
Sialan pikirku, aku ini memang anak kampung dari desa terpencil dan kalau cuma
pergi ke pesta saja... Pesta khusus BtP... Tidak!!!!!! Aku jelas tidak cocok!!!!
Aku jelas setuju dengan Master, lebih baik aku tetap bekerja di Kafe Eve
daripada mempermalukan diri sendiri.
"Tidak masalah Paman, namanya saja pesta topeng jadi tidak akan ada yang tahu
muka jeleknya Jaime. Tolong yah paman," kata Michelle menunjukan wajah jeleknya ke
arahku. Wajahku jelas menjadi pucat, jantungku berdetak ketakutan.
Master, tolong jangan mengizinkannya .... Aku benar-benar anak kampung jadi
jangan dibawa ke pesta mewah dan tetap saja, itu pesta topeng BtP khusus alinergi.
~ 100 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Baiklah kalau dia bisa berguna kamu pakai sajalah," terdengar jawaban Master
melalui pengeras suara. "Master tunggu," sahutku tiba-tiba ikut menyeletuk, "Apakah aku boleh menolak
ajakan ini?" Aku sedang mencobai nasibku. Jari Michelle segera mencubit lenganku dan saat aku
menoleh ke arahnya ia mengangkat LXX milikku tinggi-tinggi dan mengancam akan
membantingnya. Master hanya menjawab perlahan, "Jaime, apa kamu tega melihat seorang paman
tidak memenuhi permohonan ponakannya yang manis?" Aku menatap Michelle dan tidak
melihat kata manis yang cocok untuk bagian mana pun dari dirinya.
Michelle tertawa manis mendengar perkataan pamannya dan segera mengucapkan
terima kasih. Tapi tidak bagiku, jelas aku mendengar suara Master lembut tapi entah
kenapa aku merasa setiap kata yang keluar dari bibir itu terasa mengancam kelangsungan
hidup pekerjaanku. Master punya caranya tersendiri untuk melakukan hal itu dan dia
tidak pernah gagal melakukannya. Setelah kupikir-pikir lagi jawabanku cuma satu setelah melihat LXX-ku juga
menjadi sandera makhluk jelek ini, "Tidak, kurasa tidak... Master tidak akan tega untuk tidak
memenuhi permintaan ponakannya yang manis dan cantik ini."
Michelle menjulurkan lidahnya.
"Baiklah Jaime berarti kamu sudah dua kali libur bulan ini yah. Selamat
bersenang-senang dengan pestanya," jawab Master sambil tertawa karena jelas ia merasa menang
telak. "Terima kasih Paman, aku sayang Paman. Bye," tambah Michelle yang langsung
mengakhiri pembicaraan. "Bye, klik Tut..tut..tut..."
Michelle menyerahkan LXX-nya padaku dan berkata sambil tersenyum, "Sekarang,
bisakah kamu menganggap jika aku benar-benar bersusah payah dan membayar mahal untuk
mendapatkan LXX ini hanya khusus untukmu saja?"
"Sudah terlambat," kataku sambil menyambar LXX itu.
~ 101 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Bab 5 TOPENG Di tengah-tengah jalanan pusat pertokoan yang ramai dan dipenuhi orang-orang
yang berlalu lalang, aku mencoba menahan diri dan berbisik lembut, "Michelle,
sayangku." "Apa, Cinta?" balas Michelle ceria yang jelas melihat wajahku sedang mencoba
tersenyum di atas penderitaan. "Bisakah kamu memilih wujud yang lebih sederhana, seperti gadis yang lebih
pemalu atau yang biasa-biasa saja untuk menemani cowokmu yang kampungan ini?" kataku
memaksakan sebuah senyuman lembut karena jelas ia menikmati penderitaanku.
"Mengapa, sayang?" katanya pura-pura bodoh dan tersenyum, "Bukankah kamu yang
ingin agar aku memberikan service tambahan dengan berwujud seperti idolamu" Aku bahkan
rela untuk memakai pakaian terbaikku." Aku meringis melihat pakaiannya tampak begitu
menggagumkan, trendy dan mahal ditambah dengan sepatu tumit panjangnya dan
memperlihatkan lekuk betisnya yang seksi. Dia persis seperti seorang idola
terkenal yang sedang melakukan cat walk.
"Iya tapi tidak secantik ini dan tidak di tengah jalanan seperti saat ini,"
kataku memprotes memperhatikan bagaimana di pusat pertokoan ini kami berdua benar-benar menjadi
pusat perhatian. Seorang gadis super cantik dengan pakaian super mewahnya, ditemani
seorang pria yang pakaiannya hanya kaos oblong yang kerahnya sudah luntur dan mungkin
sudah berlubang serta hanya memakai sepatu usang.
~ 102 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Pertunjukan dadakan si cantik dan si buruk rupa atau mungkin bunga cantik di
atas tahi sapi. Aku harus mengakui benar-benar tidak nyaman saat semua orang memandang dengan
kagum pada Michelle serta kecantikkannya dan saat berikutnya mereka menatapku,
seketika wajah mereka langsung meringis. Terutama ketika Michelle dengan sengaja merapatkan
diri dan memeluk lenganku lebih erat lagi.
"Jangan hiraukan mereka," kata Michelle tertawa kecil, "Aku hanya mencintai
dirimu." Aku hampir menangis. Tolong jangan cintai aku dan pergilah sejauh mungkin. Aku akan berterima kasih
untuk itu. "Dengar Michelle, aku selalu hidup untuk tampil apa adanya, apa yang ada di
dalam hatiku ada dalam sikapku dan apa yang kumiliki itulah yang terlihat oleh orang lain,"
kataku keren mencoba menjelaskan padanya, "Jika aku berkata seperti ini mungkin aku hanya
akan terdengar seperti orang keras kepala yang bodohnya minta ampun, kamu mengerti?"
Michelle membesarkan matanya menatapku, "Maksudmu?"
"Maksudku," sahutku dengan memasang wajah keren dan penuh kebanggaan, "Aku ini
miskin di dalam dan miskin di luar."
Michelle tergelak tertawa dan menyahut, "Lantas?" balasnya seolah-olah itu tidak
penting. Suatu hari mungkin aku akan mencekik setan kecil ini.
"Michelle, aku ini orang kampung dari desa yang paling dalam yang bisa kamu
pikirkan dengan otakmu dan pekerjaanku hanyalah seorang pelayan dan bartender," kataku
dengan bangga karena jika aku kembali ke desa dan menceritakan bahwa aku menjadi
seorang pelayan juga bartender di kota, akan banyak orang yang akan salut padaku,
"Memaksaku untuk untuk mengendarai mercedes SLR kerenmu ke tengah kota, tidak masalah itu
tugas seorang supir." "Kamu bukan supir," protes Michelle.
"Setidaknya aku dapat berpura-pura menjadi supirmu dan merasa nyaman dari
pandangan mata orang lain," lanjutku, "Menemanimu yang berpenampilan luar biasa dengan
wajah seorang idola, baiklah harga diriku memaksa untuk menolak kenyataan ini. Aku
seperti monyet yang dikerubungi ribuan semut dan gatalan di semua tempatnya oleh tatapan
siapa pun fans dadakkanmu di sini."
Ingin rasanya aku menusuk kedua mata mereka.
~ 103 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Bersabarlah, kita sudah dekat dengan tujuan," sahut Michelle benar-benar
tertawa kecil dan terlihat bahagia, "Sebelah kiri," katanya lagi saat kami sudah memasuki salah
satu jalanan pusat pertokoan, di mana terlihat barisan toko-toko kuno yang menjual
perlengkapan rumah tangga, sayur-sayuran dan barang-barang kebutuhan rumah tangga lainnya. Terlihat
di sana ada satu toko yang sedang ramai dikerumuni pembeli dan setibanya kami di tempat
itu, aku melihat aneka ragam topeng dari jenis untuk anak-anak, remaja, dewasa hingga
untuk mereka yang lanjut usia tergantung rapi di kiri kanan toko. Untuk pertama kalinya aku
mengunjungi tempat seperti ini selama hidupku dan terkagum-kagum melihat begitu banyak
topeng yang jelas semuanya adalah buatan tangan. Setiap topeng terlihat memiliki karakternya
tersendiri, ada yang terlihat sensual menggoda, tertawa, marah, tersenyum lembut, sedih dan
banyak lainnya lagi yang semuanya terlihat begitu indah. Toko ini dipadati oleh begitu
banyak pembeli hingga memenuhi bagian depan toko, sehingga aku harus bersusah payah
mengikuti Michelle yang menerobos ke dalam kerumunan dan memasuki ruang belakang toko
serta membuka sebuah pintu yang menutupi tangga ke atas tingkat dua toko.
Menaiki tangga itu aku tiba di sebuah ruangan yang indah berwarna putih abu-abu
dan di sekeliling dindingnya terlihat topeng-topeng yang digantungkan dan tertata
dengan rapi. Pengunjung yang berada dilantai dua ini hanya sedikit, menurutku dari aroma
mereka tercium seperti aroma orang kaya kelas atas dan benar saja begitu aku melihat harga
topeng yang digantung di sekeliling ruangan di tempat ini yang mencapai puluhan hingga
ratusan kali lipat dari harga topeng di bawah tadi. Mataku melihat dengan tidak percaya dan hampir
saja aku menjerit, kelihatannya meski aku sudah pernah berkhayal diriku menjadi orang
kaya namun tidak pernah berkhayal akan menjadi orang kaya yang mampu membeli topeng-topeng
ini tanpa terkejut. Berkhayal kaya pun ternyata aku masih tanggung-tanggung.


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetap saja aku tidak mengerti mengapa ada orang yang bersedia menghabiskan uang
yang begitu banyak hanya untuk sekedar sebuah topeng. Meski memang topeng yang
terdapat di lantai dua ini memiliki keindahan yang melebihi topeng di lantai bawah. Topeng
di lantai dua ini kelihatan lebih menarik, dibuat dari bahan yang lebih berkualitas, memiliki
keanggunan dengan kemewahan tersendiri. Mungkin jenis edisi koleksi dan pastinya Michelle
sudah memesan satu dari topeng-topeng indah ini, karena bagaimanapun juga dia termasuk
orang yang cukup boros jika berhubungan dengan penampilan dan gaya. Tapi tetap saja
terasa mubazir untuk membeli benda yang hanya sekali pakai atau sekali setahun dengan
harga selangit. Ternyata Michelle tidak berhenti sampai di sana, ia memutari tangga
dan menarikku terus ke ruang belakang di lantai dua dan di sana terlihat sebuah tangga putar
menuju ke lantai atas lagi. ~ 104 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Tidak mungkin," sahutku mendadak, "Ada yang lebih mahal lagi?" Michelle
menatapku tidak mengerti dan tetap menarikku ke atas dengan senyum kecilnya. Seorang
pelayan wanita atau penjaga di lantai dua ini terburu-buru berlari ke tempat kami dan berkata,
"Maaf lantai atas tidak boleh dimasuki siapa pun juga." Michelle memandangnya dan menyentuh
jarinya pada ikat lengan BtP-nya sambil berkata, "Aku punya janji dengan Sensei."
Wajah wanita seketika menunduk dan hanya dapat berkata, "Maaf," dan berbalik
pergi, aku hanya bisa menebak apakah benda berlogo BtP itu yang menciutkan nyali penjaga
tersebut atau karena Michelle benar-benar telah berbuat janji. Lagipula memiliki logo BtP
adalah seperti kartu pass masuk ke semua tempat dan tidak akan ada orang yang berani
memprotes. Tangga menuju lantai tiga ini adalah sebuah tangga berputar yang membentuk
setengah lingkaran ke atas dan aku hanya bisa pasrah saja ditarik Michelle. Di ujung
tangga terlihat sebuah rantai besi yang menghadang dan di tengahnya tergantung sebuah tulisan,
"Dilarang masuk", namun sepertinya tulisan larangan tersebut di depan Michelle tidak
memiliki arti apa pun juga karena ia membuka rantai itu dan langsung menerobos masuk. Di lantai
ini juga terlihat beberapa topeng yang tergantung di dindingnya dan semuanya terlihat
begitu menakjubkan, jika topeng-topeng di lantai pertama memiliki karakter dan topeng-
topeng di lantai dua memiliki keanggunan dan kemewahan tersendiri. Topeng-topeng yang
berada di lantai ini benar-benar memiliki jiwanya, mereka terlihat begitu sempurna, indah
dan terasa hidup. Jenis topeng-topeng yang sering ditemukan di dalam kotak-kotak kaca
museum- museum atau di dalam lemari besi dengan pengamanan maksimal.
Mataku tak akan pernah bosan melihat topeng-topeng ini, semuanya begitu sempurna
dan hidup. Harganya tentu saja aku tidak mau lagi memikirkannya, yang sudah pasti
bisa mengakibatkan sakit jantung padaku.
Tempat ini bukan tempat yang sehat bagi penderita jantung dengan uang pas-pasan.
"Sensei!" teriak Michelle keras. Aku terkejut karena suara itu dan juga karena
Michelle sudah berganti wujud menjadi wujud wanita yang kulihat semalam sedang mabuk di Bar
Eve. Tidak ada jawaban. "Sensei, Sensei, Sensei, sensei...!!!!!!" teriak Michelle beruntun. Dia tidak akan
pernah menyerah pikirku sambil melihatnya. Dia selalu mendapatkan apa yang
diinginkannya dan hal lain yang membuatku menyukai Michelle adalah dia hampir tidak pernah putus
asa, berapa kalipun dirinya disakiti karena ditinggal pacarnya, ia tidak akan pernah
menyerah atau berhenti mencari yang baru. Berapa kalipun aku melihatnya dalam keadaan patah
hati dan bersedih, biasanya keesokan hari atau beberapa hari sesudahnya ia akan sudah
tersenyum dan kembali pada jalurnya untuk mencari yang lain.
~ 105 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Dia punya daya regenerasi yang menakjubkan, gadis yang menggagumkan.
Seorang lelaki tua kecil seketika membuka pintu dan keluar dari sebuah ruangan
kecil di depan kami dalam keadaan marah yang terlihat dari wajahnya yang merah. "Siapa
yang berani mengganggu ... !" teriaknya dan mulutnya tetap terbuka namun suaranya
berhenti demi melihat Michelle yang sedang berkacak pinggang dan menatapnya menantang
kata-kata berikutnya. Segera pria tua yang dipanggil Sensei itu mengerutkan keningnya
jelas merasa sangat tidak senang dengan apa yang dilihatnya.
"Apa maumu setan kecil?" Tanyanya.
"Mengambil topengku dan," Michelle berjalan perlahan sambil mendekat padanya,
"Buatkan yang baru untuk kekasihku ini juga."
Aku meringis mendengar candaannya. Pria tua itu menatap Michelle kemudian
menatap padaku. Lama ia melihat padaku dan meneliti seluruh tubuhku dengan mata tajamnya
yang membuatku segera merasa seperti seekor lembu yang sedang dinilai pakarnya untuk
menentukan apakah sudah saatnya aku disembelih atau tidak. "Topengmu sudah
selesai, untuk dia aku tidak mau membuatkannya," kata pria itu sambil menarik keluar
sebuah kotak kayu kecil dari sebuah lemari dan mendorongkan kotak hitam itu pada Michelle,
"Biarkan dia memilih topeng yang dia suka di lantai ini dan pergilah kalian."
Wow, yang benar saja! "Topeng-topeng ini?" kepalaku segera bergerak ke sana kemari mencari topeng yang
akan kupilih. Sebaiknya topeng yang kelihatannya paling mahal di sini.
"Aku mau topeng yang khusus dibuat untuknya," protes Michelle sambil melambaikan
tangannya menolak. "Tidak, ambil topengmu dan turunlah, kamu tahu peraturannya," pria tua itu
marah. "Michelle, kupikir lebih baik aku memilih satu dari sini saja," kataku yang
bagaimanapun merasa tidak enak untuk memaksa seseorang yang sudah tua dan lagipula, aku
sangat senang dan bahagia diberi pilihan untuk memilih topeng-topeng dari lantai tiga ini.
Memikirkan harga jualnya saja sudah membuatku ngiler.
Michelle menyipitkan mata dan menatapku dengan galak seolah-olah berkata,
"Biarkan aku mengurusnya." Aku mengangkat kedua tanganku ke samping dada "Oke" kataku
menyerah dan meringis. Terkadang Michelle dapat menjadi benar-benar galak. Michelle
mendorong ~ 106 ~ - B L E S S E D H E A R T -
kembali kotak itu ke tangan Sensei, "Kamu boleh melupakan peraturanmu untuk yang
satu ini." "Tidak!!!" protes orang tua itu.
"Oh jadi Sensei tidak mau mendengarkan permintaan Michelle yang baik ini?" Aku
dapat mendengar betapa nada itu penuh ancaman. Terlihat jelas wajah Michelle yang
tersenyum menggoda mengerikan dan langsung membuat pria tua itu pucat pasi tertunduk.
Persis dengan nada Master saat mengancam kelangsungan hidup pekerjaanku, memang mereka
benar-benar satu keluarga.
"Sialan, memang nasibku sudah buruk sejak mengenalmu si setan cilik," pria tua
itu segera mengeluarkan sebuah pisau kecil dari sarung pisau yang melekat di ikat
pinggangnya. Tidak membuang waktu ia mendekatiku, memegang telapak tanganku dan menggoreskan
pisaunya di atas telapak tanganku. Aku terkejut melihat betapa tega dirinya melakukan itu
semua. "Tapi jika hasilnya kacau aku tidak mau tahu," tambah pria itu. Tanganku sudah
mengucurkan darah tanpa rasa sakit yang membuatku terdiam karena benar-benar
tanpa rasa sakit sedikit pun. "Sensei bukannya bisa melalui jari saja?" protes Michelle dan wajahnya sedikit
meringis menatap darah yang mengalir dari tanganku. Orang tua itu hanya diam dan
mengambil sebuah mangkuk kecil untuk menampung darahku, yang membuatku kagum dan terpesona
adalah selain aku tidak merasakan sakit, darah yang mengucur cukup banyak namun
seketika itu juga lukanya menutup dengan kecepatan yang menakjubkan.
"Apa kamu merasa sakit?" tanya Michelle penuh perhatian dan menyentuh bahuku.
Aku menggelengkan kepalaku dan menatap tanganku yang sudah tidak memiliki bekas luka
apa pun juga. "Kamu keterlaluan mengambil darahnya begitu banyak!" protes Michelle.
"Topeng itu tidak bisa dibuat kecuali dengan darah alinergi. Jika kamu mau aku
membuatkan untuk orang normal sebaiknya darahnya diambil lebih banyak meski itu tidak akan
berguna nantinya." Orang normal" Alinergi" Aku tidak mengerti kata-kata mereka.
Michelle segera menarikku turun, "Sensei, kami akan kembali lagi sore ini."
"Sebaiknya kamu tidak usah datang lagi," protes orang tua itu bersungut-sungut
dan kembali memasuki tempat kerjanya. Michelle terus menarikku turun dan keluar dari
kerumunan pembeli. Wujudnya sudah berubah kembali menjadi artis idolaku dan menyeretku ke
sebuah ~ 107 ~ - B L E S S E D H E A R T -
kafe kecil di sudut jalanan. Setelah duduk di atas sofa kecil dan membuka buku
menunya serta meneliti daftar harga makanannya, kali ini aku sama sekali tidak keberatan
untuk mentraktir Michelle demi LXX dan topeng apa pun yang sedang di kerjakan.
"Biar aku yang traktir," kataku keren, karena bagaimanapun juga setidaknya aku
masih bisa membiarkan harga diriku sebagai seorang lelaki bernafas sejenak. Michelle hanya
tertawa menanggapi. Setelah selesai memesan beberapa jenis makanan dan minuman, aku
melihat telapak tanganku yang sudah tidak memiliki bekas sama sekali itu.
Michelle kembali tertawa kecil melihat padaku dan segera menambahkan, "Dia itu
alinergi." "Tapi aku tidak melihat ikat lengannya?" protesku. Karena jika pria itu
alinergi, sudah semestinya ia harus memakainya meski di dalam rumah.
"Yah karena itulah dia mau membuatkan kita topeng," Michelle mengedipkan
matanya. "Maksudmu?" tanyaku tidak memahami. Michelle mendekatkan tubuhnya padaku dan
kemudian berbisik lembut, takut jika kedengaran orang lain, "Dia seorang
alinergi, tapi tidak mau mendaftar ke BtP karena menurutnya ia tidak akan dibiarkan membuat topeng
lagi jika sudah menjadi bagian dari BtP."
Mataku terbelalak, "Bukankah dia akan di hukum mati atau dijadikan Rabbit jika
ketahuan?" Tangan Michelle bergerak merangkul tanganku dan membuatku merasakan kehangatan
tubuhnya, "Yang mengetahuinya hanya aku seorang dan aku lebih senang
menyimpannya sendiri daripada melaporkannya ke BtP. Aku tidak mau setiap malam bermimpi buruk
karena telah mencelakai seorang pembuat topeng yang baik hati."
"Kini sudah dua orang," sahutku terpaksa tersenyum karena diikutkan dalam
rencana jahat kecilnya. Menurut peraturan BtP mengetahui alinergi dan tidak melaporkan juga
sudah termasuk bersalah. "Kamu tidak akan ..." tatap Michelle yang kelihatan terkejut
baru menyadari ia telah membagi sebuah rahasia yang segera kujawab dengan gerakan
mengunci bibirku, "Tidak akan pernah. Aku juga tidak ingin bermimpi buruk."
Tapi mungkin tawaran sebuah rumah mewah di tengah kota cukup mengiurkanku jika
aku melaporkannya. "Mengapa kita tidak membeli topeng di lantai pertama saja, tampaknya membeli
topeng langsung dari pembuatnya tentu sangat mahal," kataku yang sejujurnya masih
penasaran akan biaya tagihan yang akan dikirimkan oleh orang tua itu, apalagi dengan emosinya
yang tersurut. Michelle menyeringai ke arahku, "Kita akan membutuhkan topeng itu
untuk memasuki pesta topeng?"
~ 108 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku tidak tahu hal itu dan menatap ke arahnya, "Apa maksudmu?" Berharap dia
melanjutkan. "Akan ada pemeriksaan energi untuk mendeteksi setiap tamu yang
masuk, jadi

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jika dirimu," jari telunjuk Michelle menyentuh dadaku, "Tidak memiliki energi
seorang Alinergi yang di atas rata-rata manusia normal maka kamu tidak akan memasuki
pesta itu. Bahkan bisa di tangkap karena berpura-pura menjadi alinergi." Diriku tertegun
sebentar, jelas pesta itu adalah tempat berbahaya yang harus kuhindari bagaimanapun caranya,
"Kalau begitu apakah topeng itu bisa membantuku?"
"Kamu akan melewati sejenis pintu yang dapat mendeteksi energi saat memasuki
pesta topeng. Ketika kamu memakai topeng yang dibuat khusus alinergi maka mesin akan
mendeteksi energi topengmu dan mengenalimu sebagai alinergi serta membiarkanmu
lewat, lagipula ..." kata Michelle jahil, "Sensei itu mungkin tidak akan bisa membuat
topeng dari darahmu karena ia hanya dapat membuat topeng yang indah jika darah itu dari
berasal dari para alinergi." Aku mendengus, "Kalau begitu topeng itu tidak akan jadi," kataku, "Karena aku
manusia biasa." Meski aku harus kesal juga mengakuinya tapi inilah aku manusia normal
yang pernah bermimpi terbang, bermimpi sebagai alinergi.
"Tidak, dia akan membuat topeng itu meski ia harus mencampur darahmu dengan
darahnya," Michelle tertawa senang, "Percayalah padaku, ia pasti akan membuatnya."
"Dasar kamu setan kecil," protesku. Michelle tertawa kecil dan merapat sambil
meletakkan kepalanya di bahuku, menutup matanya beristirahat.
"Hari ini aku begitu bahagia dan aku bermimpi indah," tambah Michelle. Aku
membiarkannya tertidur mengingat semalam ia menangis dan mabuk-mabukan parah.
"Jaime," bisik Michelle lembut, "Apakah kamu menciumku setiap saat kamu
mengantarkanku tidur?"
"Kamu pasti bermimpi," jawabku dan membuang wajahku ke arah luar menatap orang
sedang yang berlalu lalang melalui kaca tembus pandang kafe.
Aku mendesahkan nafas. Sebenarnya aku melakukannya karena pada saat mengantarkannya tidur beberapa kali
dia akan secara tidak sadar menggigau ringan dalam tidurnya tepat setelah
diselimuti. "Papa, Mama cium aku."
Sering aku bertanya dalam hati kapan terakhir kali dirinya digendong oleh
ayahnya dan dicium oleh mereka sebelum tidur. Karena setiap kali aku mencium dahi dan pipi
Michelle, maka akan ada sebuah senyum di bibirnya yang membuat Michelle tertidur dengan
nyenyak. ~ 109 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku menyesap minumanku, membiarkannya beristirahat sebentar dan menatap ke arah
luar melalui jendela kaca kafe melihat orang-orang yang sedang berlalu lalang.
Seorang salesman, beberapa pemuda dan pemudi remaja dengan tas punggung mereka, seorang ibu dan
anaknya, seorang pria berpakaian bagus yang sibuk berbicara dengan telepon genggamnya.
Mereka memiliki pekerjaan dan tugas mereka sendiri juga tempat untuk mereka masing-
masing. Tidak terasa sudah tiga tahun aku meninggalkan desaku, apa yang sedang kucari di
sini" Tempatku seharusnya beradakah"
Aku menghela nafas, pernah aku bermimpi menjadi alinergi, pernah aku menyakini
diriku adalah alinergi, pernah aku dikhianati oleh mimpi itu, pernah aku mencoba
melupakan semua itu, tapi mungkin jauh di dalam diriku, aku masih menginginkannya. Seekor anak
ayam kecil yang meninggalkan desa karena berpikir dirinya adalah Elang dan kini anak ayam
itu akhirnya menyadari sesungguhnya dirinya memang anak ayam. Di sinilah aku berada
sekarang, ayam kecil yang masih bermimpi menjadi Elang di antara para elang
sesungguhnya. Entah kapan aku dapat melupakan impian gilaku.
"Jaime, apakah kamu tahu pekerjaanku?" tanya Michelle lembut dan aku dapat
melihat dia masih memejamkan matanya beristirahat.
"Pekerja administrasi Divisi Intelijen," jawabku.
"Apakah kamu tahu apa yang kukerjakan?" Tanya Michelle dengan mata yang masih
tertutup. "Mengerjakan tugas administrasi yang tidak penting."
Aku percaya itu adalah pekerjaannya yang diketahui semua orang.
"Karena aku bodoh?" tanya Michelle. Aku tertawa, semua orang tahu Michelle
adalah seorang gadis buruk rupa yang menyamar menjadi gadis cantik, seseorang yang
membutuhkan perhatian dan memiliki otak kosong. Sehingga pekerjaannya hanyalah
menyusun pembukuan dan pencatatan hal-hal yang tidak penting di Divisi
Intelijen. "Begitulah kata orang-orang dan kamu juga ceroboh."
"Kata orang-orang?" bisik Michelle, "Kalau begitu bagaimana aku menurutmu?"
Aku terdiam sebentar. Bagaimanapun juga aku adalah seorang bartender dan belajar
di bawah bimbingan Master, bartender legendaris. Kupikir Master telah mendidikku
berlebihan hingga tingkat ekstrim, dia memaksaku untuk mempelajari banyak hal tentang manusia.
Bahasa tubuh setiap orang dan bahkan menyuruhku menebak pekerjaan para pengunjung dari
cara mereka bertindak, berpakaian ataupun benda-benda yang mereka bawa. Setiap tangan
yang tergeletak di meja bar akan bercerita sesuatu padaku, marah, sedih, kesal,
membutuhkan ~ 110 ~ - B L E S S E D H E A R T -
teman bicara, ingin berdiam diri dan banyak lagi. Sehingga bartender dapat
melayani mereka, membuka pembicaraan dan tidak menginjak ranjau-ranjau perkataan terlarang bagi
tamu. Sedangkan Michelle, jika ada yang menduga Michelle adalah seorang wanita yang
bodoh dan lemah, orang itu tentu saja sudah berhasil dibohongi olehnya. Michelle adalah
seorang dengan kemampuan mimikri yang biasanya dipakai oleh para BtP sebagai mata-mata
untuk menyamar menjadi orang-orang penting dan mencuri informasi dari tempat-tempat
rahasia. Tentunya aku tahu Michelle adalah termasuk orang yang dipercaya untuk menjadi
seorang mata-mata yang menyelinap ke dalam markas-markas musuh. Sulit rasanya
mempercayai dirinya sebagai petugas administrasi, karena cukup sering menghilang selama
beberapa bulan tanpa ada kabar, kecuali tentunya dia menghilang untuk tugas-tugas rahasia.
Selain itu juga aku menyadari lebih dari apa yang pernah ditunjukan Michelle padaku. Dia adalah
orang yang cerdas, bahkan terlalu cerdas hingga dianggap jenius, setidaknya itulah
menurutku. Kupikir ia dapat memasuki tempat mana pun, menjadi siapa pun tanpa membuat orang
lain menyadari keberadaannya. Saat ia berada di Kafe Eve, aku dapat melihat dirinya
memiliki kemampuan investigasi yang menakjubkan, ia seolah-olah dapat melihat setiap
seorang di kedalaman yang biasanya luput oleh banyak orang dan memanfaatkannya. Kesannya
yang lemah lembut seperti sekarang ini dan terlihat sembrono dengan begitu banyak
kelemahan, jelas hanyalah sandiwara untuk menutupi dirinya yang sebenarnya, semakin
sembrono dia maka semua itu akan semakin bagus menutupi dirinya yang sebenarnya. Sedangkan
saat ia sedang bekerja. Ia akan menjadi seekor puma hitam yang memperhatikan sekelilingnya dengan
ketazaman instingnya dan benar-benar mematikan. Ia adalah seorang pembunuh yang dapat
membunuh tanpa menaikkan alisnya sedikit pun.
Sejujurnya, aku takut padanya dan aku tidak ingin masuk ke dalam batas ruang
yang dijaga olehnya. Karena aku tidak tahu apakah aku juga akan dibunuh agar rahasianya
terjaga atau ia akan bersedia membaginya denganku. "Menurutku, kamu itu sangat manja, jelek dan
sangat manis. Seorang yang hatinya mudah terluka dan setiap saat diputus pacarmu kamu
selalu mabuk dan menangis," jawabku karena itulah yang selalu ia perlihatkan padaku.
Michelle tertawa kecil dan bersandar pada bahuku semakin rapat. "Kamu ingat
hampir dua tahun yang lalu pada saat aku mengajakmu kencan seperti ini?" bisik Michelle.
Jantungku hampir melompat keluar, saat itu aku melihat hal yang tidak pernah ingin kuingat
lagi. "Di tengah kencan kita, kamu meninggalkan diriku dan menghilang begitu saja."
"...." Aku hanya dapat diam.
~ 111 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Setelah itu, hari demi hari dan minggu demi minggu ke depannya kamu terus
menghindariku dan menjauh dariku," air mata Michelle mengalir perlahan-lahan, "Aku merasa
sakit, kesepian dan sendirian. Kamu menghancurkan hatiku." Aku menggeser tubuhku dan
ibu jariku mengelus air matanya, kemudian memeluknya dengan lembut, "Saat itu aku
hanya punya hal penting yang harus kulakukan, itu saja dan aku kebetulan sedang
sibuk." "Kamu tidak menghindariku?"
"Tidak" Mengapa aku harus menghindarimu?" tanyaku pura-pura terkejut.
"Tapi mengapa setelah saat itu, aku tidak lagi merasakan hatimu, mengapa aku
selalu merasa kamu menghindariku, mengapa kamu tidak lagi mencintaiku dan membuka hatimu
padaku seperti sebelumnya, bahkan hingga kini," kata Michelle meneteskan air matanya
lagi. "Dia cerdas," pikirku aku tidak bisa membohonginya. Memang sesuatu berubah pada
diriku saat itu. *** Ketika itu aku sudah mengenal Michelle selama beberapa bulan, ia adalah orang
yang ramah, menarik, cantik, senang mengajakku bercanda dan mungkin sedikit menggodaku. Kami
berteman akrab dan dia adalah orang pertama yang berteman denganku selama aku di
Graceland. Pada suatu hari dia mengajakku kencan dan tentu saja aku menerimanya
dengan senang hati, kami menonton film, mengunjungi taman, bermain game di game center
hingga pada akhirnya saat ia menerima sebuah pesan pada telepon genggamnya. Aku diajak
ke sebuah restaurant hotel yang sangat mewah dengan ruangan yang luar biasa megah
dan peralatan makannya nomor satu. Di sana kami menikmati makanan sambil berbincang-
bincang hingga ia kembali menerima pesan di telepon genggamnya dan permisi untuk
ke kamar kecil. Tak lama setelah kepergian Michelle, mendadak aku pun ingin meminjam kamar kecil
sehingga mencoba mengikutinya. Karena aku yakin tentunya letak kamar kecil pria
tepat ada di samping kamar kecil wanita. Aku hampir memanggilnya saat melihatnya memasuki
sebuah lorong berkarpet merah menuju ke dalam sebuah ruangan makan khusus, aku
mengenal pakaiannya namun wajahnya sudah berubah.
Ia mendekati dua orang penjaga yang sedang menjaga pintu masuk. Keduanya
terlihat menyambutnya dengan ramah seolah-olah sudah mengenalnya dengan baik. Michelle
menaikkan tas tangannya dengan perlahan sambil bercanda dengan kedua orang itu
dan tangan lainnya mengeluarkan sebuah senjata api dengan peredam suara serta
menembak keduanya tepat di kepala begitu cepat dan tanpa suara. Membuat kedua tubuh besar
itu ~ 112 ~ - B L E S S E D H E A R T -
langsung roboh tanpa sempat mengetahui apa yang terjadi. Darah berwarna merah
mengalir dari kepala mereka di atas lantai dan mulai menggenang.
Mataku membelakak dan untuk sesaat nafasku tertahan.
Apakah mereka mati" Kemudian Michelle membuka pintu ruangan restaurant itu, aku dapat melihat dari
pintu yang tidak tertutup itu ia mengarahkan senjata api pada seorang pria tua yang
menyambutnya dengan senyum dan ia menembaknya tepat di kepala. Tubuhku langsung mengigil dan
segera berbalik setengah berlari, kembali ke meja makan. Akut tidak tahu apa yang baru
saja terjadi, semuanya terasa begitu cepat dan tidak nyata.
Tak berapa lama kemudian, Michelle kembali, Ia tersenyum padaku dan tetap
bermanja- manja padaku. Seseorang yang kurang dari tiga menit lalu baru membunuh tiga
orang dan kini duduk tertawa seperti tidak ada hal apa pun juga.
Perutku mulas, tubuhku menegang dan tanganku mengigil. Seluruh instingku
memanggilku untuk segera kabur dari wanita ini, aku melihat setitik kecil noda darah di
bajunya dan aku merasa mual, aku ketakutan. Dengan cepat aku permisi kepadanya tanpa
memperdulikan jawaban darinya dan segera kabur keluar dari hotel, langsung memanggil taksi
untuk segera

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pulang. Saat tiba di rumah, aku langsung mengurung diri, saat itu aku benar-
benar ketakutan dan tidak ingin bertemu dengannya lagi. Graceland tempat yang mengerikan,
membunuh orang seperti halnya memotong ayam.
Keesokan harinya aku melihat di televisi dan surat kabar tentang tiga orang yang
di temukan tewas terbunuh dalam sebuah restaurant hotel. Seorang pemimpin pengedar obat
terlarang wilayah Viginia dengan dua orang bodyguard-nya. Terlihat dari siaran televisi
yang menyiarkan keadaan putrinya yang menangis sedih karena Ayahnya saat itu berada
di tempat tersebut sedang menunggunya untuk merayakan hari ulang tahunnya. Ayahnya meski
sebagai seorang pengedar obat selama bertahun-tahun, tidak akan pernah luput untuk
mengundangnya makan bersama di setiap hari ulang tahunnya. Saat itu gadis
tersebut mengaku bahwa ia terlambat menuju ke pertemuan karena mobilnya tiba-tiba
mengalami mogok. Dan gadis yang ditiru Michelle kemarin adalah jelas putri dari pemimpin
pengedar tersebut. Aku percaya BtP pasti sudah merencanakannya dan Michelle mungkin hanya
melaksanakan tugasnya. Sejak saat itu aku tidak lagi benar-benar mengenal Michelle, tidak
lagi mengenal dirinya yang mana, apakah yang lemah ataukah yang dingin dan kejam. Diriku takut
padanya, bahkan hingga kini. Sehingga tanpa sadar aku selalu menjauh darinya. Sebagai
lelaki aku ~ 113 ~ - B L E S S E D H E A R T -
pernah berkelahi hingga luka dan berdarah akan tetapi membunuh, memikirkannya
saja sudah membuatku mengigil dan aku juga tidak mau terbunuh olehnya.
*** "Michelle, berhentilah menangis," bujukku.
"Kenapa, apa kamu mau memberitahuku alasannya?" tanya Michelle merdu sambil
terisak. "Iya," kataku berbisik lembut, "Berhentilah menangis karena semua orang sedang
melihat kita." Aku melihat sekeliling dan mendapati para pengunjung sedang menatap kami
berdua dan ada beberapa gadis muda yang sedang berbisik-bisik berspekulasi ke arah
kami. "Aku tidak perduli Jaime," kata Michelle yang suaranya semakin keras dan
terdengar ke setiap sudut ruangan kafe. Membuat mata setiap orang menatap ke arah kami.
Si jelek berpakaian miskin yang tidak tahu diri sedang membuat seorang gadis
cantik luar biasa yang berpakaian mewah menangis dan gadis itu bahkan seorang anggota BtP.
Semua orang tahu tangkapan kelas kakap adalah menikahi anggota BtP yang kaya dan
terkenal. Wajahku menjadi merah, tanganku segera melambai meminta tagihan bon, aku harus
segera keluar dari tempat ini. "Aku sedang mengandung anakmu, Jaime," pinta Michelle
keras hingga terdengar semua orang dan menangis dengan air mata yang jatuh berderai,
"Kembalilah ke sampingku, aku tidak dapat hidup tanpamu, mengapa kamu begitu
tega padaku yang begitu mencintai dan membutuhkanmu."
Seketika semua suasana di kafe langsung hening, semua pengunjung terdiam dan
menatap ke arahku bahkan pelayan yang sedang berada di hadapan kami juga ikut terdiam dan
menatapku lupa akan pekerjaannya.
Aku meringis segera menarik bon pembayaran dari tangan pelayan itu, melihat
jumlah tagihan yang tertulis dan dengan cepat mengeluarkan dompet, menarik keluar uang
untuk membayarnya serta menyeret Michelle keluar yang sambil menangis.
"Jaime jika kamu tidak mencintaiku, setidaknya pikirkanlah anak kita ..." tangis
Michelle begitu terluka sepanjang jalan keluar dari kafe dan membuat semua pengunjung
berhenti bernafas. Kami benar-benar berjalan keluar dengan diikuti puluhan mata yang
menilai dan jelas menuduhku serta mengasihani Michelle. Aku telah berbuat salah.
Seharusnya aku juga ingat kebiasaan buruk Michelle yang lain.
Di jalanan luar kafe, air mata Michelle sudah mengering, aku menyentuh lembut
tangannya, menggenggamnya sepanjang jalan.
~ 114 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Sudah berapa bulan?"
"Hah?" tanya Michelle.
"Anak kita." "Dua bulan." Aku menghela nafas, "Kapan aku pernah tidur denganmu atau melakukan hal-hal yang
bisa membuatmu memiliki anak?"
"Dua bulan lalu," tatapnya genit ke arahku.
Aku segera menatap ke arahnya, "Tetaplah bermimpi aku bahkan belum pernah
menyentuhmu." Michelle tertawa dan aku ingin sekali menjewer telinganya, "Mich,
aku mohon, janganlah bercanda seperti tadi lagi." Aku benar-benar memohon padanya,
"Aku tahu kamu suka bersandiwara, apalagi dengan menggunakan wajah baru yang tidak akan
dikenal orang, akan tetapi aku hanya punya wajah satu ini yang harus dijaga."
"Hahahahah..." Michelle segera tertawa memegang perutnya, "Andai saja kamu bisa
melihat wajahmu dan semua orang di sana." Aku menjepit hidungnya keras-keras, "Lain kali
jangan lakukan lagi, kamu si setan kecil yang menyukai perhatian."
"Bagaimana pendapatmu drama tadi?" tanya Michelle ceria, "Aku teringat dari
tayangan drama yang baru-baru ini kutonton."
"Selain yang dulu di mana kamu berpura-pura aku selingkuh dan menangis hingga
mengundang beberapa tamu yang ikut campur atau saat kamu mengaku diculik olehku
dan membuatku dikejar-kejar oleh beberapa orang, kupikir yang ini lebih bagus,"
setidaknya kali ini tidak menyebabkan masalah bagiku.
Hampir. ~ 115 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Bab 6 MICHELLE DAN CINTAKU Berikutnya Michelle menarikku memasuki sebuah toko pakaian dan perawatan mewah
yang sangat besar, elegant, mewah dan jelas sangat berkelas hingga sanggup
membuatku ketakutan hanya dengan berdiri di depan tokonya. Michelle menarikku masuk dan
wajahku segera meringis saat menginjakkan sandal jepitku yang kotor pada lantai granit
mereka yang berkilat, segan rasanya melihat kombinasi yang kontras ini. Mataku tanpa sadar
melihat pada harga yang terpasang pada setiap barang di etalase mereka dan langsung saja
keringat dinginku mengalir. Tempat ini benar-benar sarang perampok, harga sebuah pakaian termurah di tempat
ini saja bisa membeli 50 bahkan 100 buah pakaian di toko pakaian desaku.
Michelle melepaskan tanganku dan mendekati seorang pria yang tersenyum padanya
dari counter toko. Pria itu sedikit bergaya kewanitaan melirikku dan melancarkan
senyuman menggodanya. Bulu kudukku merinding, gaya dan sikap pria itu bahkan lebih
feminim daripada wanita tulen. ~ 116 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Jeannie, Jadikan kekasihku ini pangeran paling tampan yang bisa menjatuhkan
hati ribuan wanita dan membuat cemburu para pria..." Terdengar Michelle bersahut riang sambil
melebih-lebihkan nada suaranya.
"Huff..." perutku terasa mual.
"Kamu akan mendapatkannya, cantik," kata Pria itu dengan matanya yang terlihat
bernafsu menatapku. Ia akan menerkamku. Tanpa sadar kakiku melangkah mundur selangkah dan merasakan tanda bahaya untuk
segera lari keluar, namun terlambat hanya dengan sekali tepukan tangan ringannya dua
orang pria yang sama seperti Jeannie, kewanitaan, menyergapku dari samping yang membuat
seluruh bulu kudukku merinding. Jelas mereka menyeretku dengan kekuatan lelaki.
"Biar kami yang mengurusnya, silakan melihat gaunmu yang sudah dipesan dan
melakukan perawatan kulit, Rita akan membantumu," sahut Jeannie tersenyum sambil
mengedipkan matanya pada Michelle dan mengikutiku ke ruangan dalam. Wajah Michelle terlihat
cerah saat didekati seorang wanita bernama Rita yang membawanya berkeliling namun
wajahku semakin pucat, di dalam ruangan kecil ini aku hampir menyangka mereka bakal
memperkosaku karena dengan nekat mereka membuka paksa semua pakaianku sambil
cengar-cengir malu-malu seperti wanita perawan tapi jelas mata mereka benar-
benar beringas. Seperti mata serigala yang menemukan domba bulat dan kebetulan yang sangat tidak
menyenangkan, aku adalah domba empuknya.
Tanpa basa-basi mereka hanya meninggalkan celana pendekku saja dan saat itulah
semuanya dimulai, dari perawatan rambut, perawatan kulit, perawatan wajah, perawatan
tubuh hingga yang aneh-aneh yang belum pernah kuketahui dan tangan mereka merayap di mana-
mana, mendirikan bulu roma. Jika ada yang kusesali saat ini maka itu adalah mengapa
Michelle tidak membawaku ke tempat di mana para pekerjanya adalah wanita-wanita cantik
yang tulen. Tentunya sangat berbeda jika tubuhku disentuh oleh wanita-wanita cantik bukannya
pria tiga perempat wanita yang membuatku merinding di setiap sentuhannya. Semuanya
berlangsung hampir selama tiga jam dan tidak ada bagian dari diriku yang tidak tersentuh
oleh mereka, kecuali tentunya bagian itu.
Aku sudah ternoda oleh mereka, tidak akan ada lagi yang mau menikahiku sekarang.
Pakaian demi pakaian baru ditumpukan padaku setelah Jeanni mengukur tubuhku
untuk di coba satu persatu. Setiap kain yang menyentuh kulit tubuhku terasa begitu halus,
lembut dan berkualitas tinggi. Hingga pada pada saat semuanya berakhir, aku menemukan sosok
yang ~ 117 ~ - B L E S S E D H E A R T -
tidak kukenal di balik cermin. Seseorang yang memakai baju putih dan jas hitam
super keren yang biasanya hanya dapat dilihat di majalah-majalah fashion atau foto-foto
bintang film. Celana yang terlihat rapi membalut kakiku dan sepatu yang berkilat. Wow, aku
menelan ludahku, melihat wajahku, yang saat ini terlihat putih bersih, rambut yang
ditata untuk menonjolkan karakteristik wajahku yang maskulin dengan dagu yang sedikit
persegi. Tentu saja semuanya tanpa make up karena jelas aku menolak mati-matian, kosmetik hanya
untuk wanita, itu prinsipku. Saat ini kupikir ibuku sendiri juga tidak akan mengenalku jika aku pulang dalam
keadaan begini, mungkin dikira saudagar kaya nyasar dari mana. Jeannie sambil tersenyum
sambil berjalan keluar dan mempersilakan Michelle masuk ke dalam untuk memperlihatkan
hasil kerja keras mereka. Jantungku berdebar-debar, menahan nafas tidak tahu Michelle
akan berkata apa. Pastinya aku melihat Michelle masuk dalam balutan gaun barunya yang
berwarna hitam mengkilat, seperti biasa dia kelihatan sangat cantik sekali dan
dia terlihat sedikit terkejut saat melihatku, aku berharap ia terpesona seperti aku terpesona
pada diriku sendiri. "Kerja yang sangat bagus," Michelle memuji Jeannie sambil terkikik. Jeannie dan
temannya segera tersenyum puas meninggalkan kami berdua dan Michelle mendekatiku,
menyentuh kerah bajuku menggesernya sedikit merapikan serta menepuk pundakku. "Kamu tampak
menakjubkan," senyumnya sambil menatap ke arah cermin yang entah bagaimana
memperlihatkan pasangan yang terlihat serasi. Seorang wanita cantik dan seorang
pria yang tampak .... Segan mengatakan jika aku tampak begitu gagah dan tampan, mungkin aku cukup
pantas untuk dijadikan model majalah.
"Kupikir tempat ini bahkan dapat membuat seekor monyet kampung menjadi seorang
model," kataku tersipu malu. Michelle tertawa dan mengeluarkan sebuah kotak berisi jam
tangan yang adalah sepasang dengan jam tangan yang sedang dikenakan olehnya. Jam tangan
mewah yang melihatnya saja sudah membuatku jengah, dengan perlahan dia memasukkan dan
memasangnya di pergelangan tangan kiriku.
"Jam tangannya cocok untukmu," kata Michelle menatap puas dengan ukurannya dan
mengamit lenganku "Mari kita pergi." Aku menatap jam tanganku dan mendesah.
Mungkin akulah yang tidak cocok untuk jam tangannya.


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah melangkah dua tiga langkah aku dapat merasakan tubuhku berjalan begitu
tidak wajar dan semuanya terasa luar biasa aneh. Telapak kakiku yang melangkah dengan sepatu
berkilat sangatlah berbeda dengan sandal jepit yang biasa kugunakan.
~ 118 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Monyet kampung ini sudah berubah menjadi manusia tapi tetap saja berjalan
seperti monyet. Cara jalanku dan perasaanku yang tidak nyaman dengan pakaian yang sedang
kukenakan terlihat sangat jelas pada bayangan cermin di sampingku, jelas ada sesuatu yang
kurang. Seketika itu juga aku berhenti bergerak dan menatap Michelle yang bingung.
"Michelle aku berterima kasih atas apa yang sudah kamu lakukan tapi kurasa sebaiknya aku tidak
menghadiri pesta itu. Aku bukan orang yang tepat," kataku menatapnya sungguh-
sungguh. "Mengapa?" "Kamu lihat meski kamu sudah mengubah penampilanku ini ... seekor monyet untuk
didandani menjadi pendampingmu namun aku tetaplah seekor monyet," kataku sambil
tersenyum meringis, "Tidakkah kamu melihat cara berjalanku dan merasa semua ini
sangat lucu sekali, aku merasa luar biasa aneh, aku seolah-olah menjadi sesuatu yang
bukan diriku." "Jangan khawatir, jangan khawatir kamu akan terbiasa dan kamu kelihatan tampan,
bisa dibilang sangat tampan, mari kita pergi," mata Michelle berbinar dan pipinya
sedikit memerah menarikku pergi lagi.
"Tidak," kataku menahannya. Aku benar-benar merasa seperti seorang idiot yang
dicekcoki dengan penampilan seorang jenius kelas atas dan entah bagaimana semuanya
kelihatan begitu sempurna di matanya. Aku merasa begitu salah tingkah dan aku harus melakukan
sesuatu sebelum aku mempermalukan diriku lebih dari ini dengan berjalan seperti orang
gatalan. Aku menutup mataku dan mengingat semboyan desa kami.
"Jika kamu ingin hidup sebagai seorang lelaki sejati maka kamu harus hidup lurus
dan jujur, yang berarti jika suatu saat kamu diminta untuk mengeluarkan isi hatimu dan
meletakkannya di atas kedua telapak tanganmu untuk diperlihatkan isinya pada semua orang, baik
pada orang yang kamu kenal maupun yang tidak dan kamu tidak akan malu karenanya,
barulah kamu layak menjadi seorang lelaki sejati."
Aku selalu memegang prinsip hidup itu, yang jelas kini prinsip itu mulai
menggangguku, aku adalah seorang miskin dan benar-benar miskin, jika aku menampilkan diri dengan
semua pakaian yang bahkan tidak sanggup kubeli ini. Bukankah aku menipu diriku
sendiri, jelas semua ini sangat bertentangan. Pola dan gaya hidup ini benar-benar bukan pola
dan gaya hidupku. Sejak awal semua ini salah, aku harus meninggalkan semua ini
secepatnya. Perlahan-lahan aku menatap Michelle yang sedang menatapku. Matanya yang berkali-
kali meneteskan air mata, mata yang lebih sering terluka. Aku tidak akan mampu
mengecewakannya apalagi setelah ia baru saja di putus oleh pacarnya. Ia layak
untuk mendapatkan sedikit kebahagiaan. Lagipula aku sudah berjanji padanya untuk
menemaninya. ~ 119 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Seorang lelaki harus memegang janjinya dan lelaki macam apa diriku jika aku
tidak dapat membuat seorang wanita bahagia.
"Michelle..." Aku menatapnya erat-erat dan lama sambil berpikir, hingga membuat
pipi Michelle merah merona. "...." "...." "Apakah kamu akan menciumku sekarang?" tanya Michelle penuh harap.
Dengan kesal aku mencubit kedua pipinya, "Katakan apa yang sebenarnya ingin kamu
lakukan hari ini dan apa yang harus aku lakukan?" Aku harus melakukan sesuatu,
karena aku tidak akan ke mana-mana jika masih bersifat kampungan dengan memakai pakaian
semewah ini. Jika aku berjalan dalam keadaan kikuk seperti ini, aku hanya akan
mendapatkan malu. Sebuah prinsipku yang lain adalah, "Menolong seseorang hendaknya menolongnya
hingga tuntas meski nyawa sebagai taruhan." Aku sudah memutuskan untuk membantu
Michelle dan aku harus memahami apa yang harus kulakukan.
"Bukankah kamu sudah tahu?"
"Apa?" "Temani aku ke Pesta topeng."
"Sebagai apa" Dan untuk apa?"
Michelle menunduk sedikit, "Sebagai kekasihku, aku ingin memperlihatkan pada
Andreas kalau dia bukan segala-galanya."
"Kekasihmu?" Alisku mengerut.
Michelle melihatku dengan sedikit malu-malu, "Yah, dan juga pada beberapa teman-
temanku agar mereka tidak berpikir aku kekurangan pria setelah ditinggal Andreas, tapi
kamu harus serius mengganggapku seperti kekasihmu loh."
Kekasihnya ... batinku, LXX dan semua pakaian mewah ini.
"Baiklah," aku menyetujuinya, "Maukah kamu menungguku di depan" Aku akan
memerlukan beberapa waktu menyesuaikan penampilanku."
Michelle tertawa kecil dan pergi sambil berkata, "Jangan jatuh cinta pada
penampilanmu sendiri yah." Aku tersenyum muram dan berbalik ke arah cermin, menarik nafas
dalam-dalam kemudian menutup mata. ~ 120 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Ini semua hanyalah sekedar sandiwara sebabak saja," aku mengingatkan diriku,
"Hanya perlu melakukan sebuah peran dengan panggung pertunjukannya dari tempat ini
hingga ke pesta topeng BtP. " Peranku adalah aku adalah seorang Alinergi kaya yang
memiliki banyak pakaian seperti ini sebagai pakaian sehari-hariku. Aku memiliki kenyamanan pada
kemewahan dan memiliki kharisma untuk mempesona siapa pun. "Aku kuat, hebat dan
aku jatuh cinta pada Michelle," huff ... Kupikir untuk yang satu ini aku merasakan
sedikit penolakan. Aku menarik nafas dalam-dalam berkali-kali dan membiarkan kata-kata
itu berputar dalam pikiranku terus menerus. Hingga aku merasakan sebuah kenyamanan
lain. Hingga pikiranku mulai dapat membayangkan masa kecilku yang penuh kemewahan,
diriku yang juga sebagai anggota BtP dan punya mobil sendiri serta banyak hal-hal
lainnya, aku harus menggambarkan semuanya begitu jelas hingga aku benar-benar dapat
membohongi diriku sendiri sebelum membuat orang lain percaya. Menjadi seorang pangeran
untuk Michelle. Aku teringat kakek pendongeng pernah berkata, "Seorang pangeran mungkin bisa
didapat dari dilahirkan tapi seorang pangeran sejati harus diciptakan, tidak ada seorang
pun yang sempurna sejak dilahirkan. Mungkin banyak pangeran yang lahir untuk menjadi raja
tapi jauh lebih banyak raja-raja besar yang diciptakan oleh lingkungan dan berasal
orang biasa tanpa memiliki apa pun dari awalnya. Dengan kerja keras, keringatnya dan
ketulusan hatinya yang ingin membahagiakan banyak orang membuat Tuhan memberkati
jalannya." Aku pasti dapat melakukannya. Pikiranku mulai merangkumkan cara-cara menjadi
gentlemen sejati dari semua buku yang pernah aku baca, film yang pernah aku tonton dan
informasi lainnya yang pernah aku dapatkan baik sadar maupun bawah sadar. Terus bergerak
membayangkan bahwa Michelle adalah kekasihku dan orang yang paling kucintai
sepenuhnya, aku benar-benar membayangkan diriku dan Michelle saling mencintai
bagai cerita dongeng-dongeng. Sebuah sensasi menyengat keseluruh tubuhku dan memberikan perasaan lega. Nafasku
tertarik perlahan-lahan, jantungku berdetak lembut dan saat membuka mata, diriku
merasa begitu nyaman dengan semua yang kukenakan. Yang sebelumnya terasa begitu
membebani kini terasa begitu alami, mereka kini hanya menjadi sebuah benda. Diriku sudah
dapat mengontrol semua itu. Sesuatu kepercayaan diri baru mengalir pada diriku.
*** "Wow, kali ini kamu mendapatkan tangkapan besar," kata Jeannie genit pada
Michelle di dekat meja kasir. Michelle tertawa menjawab, "Dia milikku dan tidak akan
kuserahkan padamu." "Michelle," terdengar suara Jaime memanggil dan berjalan ke arahnya.
~ 121 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Seketika semua wajah memandang ke arah Jaime. Ada sesuatu yang berubah pikir
Michelle sambil menatap senyum yang terlihat begitu relax dan nyaman termasuk cara
berjalannya yang alami dan terlihat menyenangkan. Jaime mendekati tubuhnya dan menatapnya
dalam- dalam, Jari-jari Jaime dengan lembut bergerak menyentuh dahi Michelle untuk
merapikan beberapa untai rambut yang menggantung di dahi untuk diselipkan ke belakang
telinga. Mata Michelle terlihat tertegun, debar jantungnya semakin mengila, apalagi setelah
mendapat tatapan mesra dari Jaime yang membuat dirinya merasa begitu dicintai. Energi di
sekeliling Jaime terasa mengetarkan hatinya dan nyaman.
"Kamu terlihat cantik," bisik Jaime lembut menatap langsung ke bola mata
Michelle. Michelle menahan nafasnya. Ia merasa cantik dan kini hasratnya meledak ingin
menelan Jaime bulat-bulat, ingin memilikinya sepenuhnya. Sesuatu berbeda dan terasa
memabukkan. Jaime membungkuk dan berbisik lembut pada telinga Michelle, "Apakah semuanya
sudah selesai?" Michelle merasa telinganya memerah dan segera menggangguk.
"Apakah kita akan keluar sekarang?" tanya Jaime sambil menggigit lembut daun
telinga Michelle. Yang membuat wajah Michelle memerah dan berteriak kecil terkejut,
belum pernah Jaime melakukan hal itu apalagi di depan umum.
"Iya," sahut Michelle tergagap. Dengan lembut Jaime menyentuh lengan Michelle
dan membimbingnya keluar dari tempat itu. Tidak lupa ia memberikan ucapan terima
kasihnya pada Jeannie disertai senyuman memikat yang membuat Jeannie terduduk sambil
memegang jantungnya yang berdebar keras dengan wajah bersemu merah. Michelle diam menatap
Jaime dan berusaha mencari sesuatu yang berbeda. Aura Jaime mendadak berubah atau
suasana di sekeliling Jaime menjadi teduh, wajahnya lebih tenang dan dewasa, segalanya
berubah bagi Michelle. Michelle hanya terdiam jantungnya sedang berdetak dan wajahnya terasa
panas, ia merasakan sensasi baru yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Seakan-akan
waktu dua tahun yang lalu saat Jaime masih dekat dengannya kembali lagi, bahkan mungkin
lebih, detak jantungnya mulai mengila. Ia merasa begitu dicintai.
Sepanjang perjalanan melewati pertokoan demi pertokoan Jaime terlihat bebas,
menggodanya dengan beberapa lelucon dan bahkan memeluknya berputar beberapa kali saat
melewati pemusik jalanan mengikuti irama musik, membuatnya tertawa dan tersipu merasa
dicintai. Semuanya terasa begitu alamiah, hubungan mereka, cara Jaime memandangnya dan
menyentuhnya. Seolah-olah mereka sudah menjadi kekasih untuk bertahun-tahun
lamanya. Tidak perduli betapa banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka kini tidak
ada lagi pandangan menilai hanya ada perasaan kagum. Mereka terlihat seperti pasangan
yang bahagia dan serasi. ~ 122 ~ - B L E S S E D H E A R T -
*** "Sensei, Sensei, Sensei ...!" Teriak Michelle kembali setelah tiba di lantai
tiganya toko pembuat topeng tersebut. Suasananya hening tanpa jawaban.
"Apakah Ia melarikan diri?" tanyaku menggoda pada Michelle.
"Dia tidak akan berani," balas Michelle dan saat hendak berteriak lagi, mendadak
pria tua yang dipanggil Sensei itu keluar dari ruangan sambil tersenyum lebar, hal yang
tidak terpikirkan olehku dan Michelle.
"Aku sudah menunggu kalian?" katanya sambil menatap ke arahku.
"Baguslah kalau begitu," balas Michelle senang.


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sensei tua itu menatap ke arahku, "Apakah kamu Alinergi?"
Michelle ikutan menatap ke arahku. "Kuharap begitu," aku menaikkan bahu, "Tapi
aku tidak memakai benda itu," menunjuk pada benda yang melilit di lengan kiri atas
Michelle, "Jadi aku bukan alinergi."
"Apa darahnya darah alinergi dan bisa menjadi topeng khusus alinergi itu?" tanya
Michelle pada Sensei tua itu penuh rasa ingin tahu.
"Tidak, Tidak sebelum aku menambahkan darahku padanya," balas Sensei.
"Hah?" Michelle hampir mengerti ke mana arah pembicaraan itu dan tidak bermaksud
untuk memperpanjangnya. Ia tidak ingin orang tua itu tahu kalau dia menggunakan topeng
itu untuk meloloskan Jaime yang bukan alinergi ke pesta BtP dan secara tidak langung
memintanya menambahkan darahnya untuk membuat topeng khusus. "Sensei aku tidak tahu apa
yang kamu maksud tapi sekarang yang penting topengnya, apakah kamu sudah
menyelesaikannya?" desak Michelle. Sensei tertegun sebentar melihat ke arahku dan kemudian tertawa lebar, "Hahaha,
baiklah- baiklah aku tidak akan ikut campur dalam hal ini, toh aku juga tidak mau
merecoki sesama manusia normal." Ia tertawa sambil menyerahkan dua buah kotak hitam lebar pada
Michelle dan mengangkat alisnya sambil tersenyum saat melirik pada diriku.
Michelle tidak sabar melihat topeng apa yang akan dimilikinya meski dari tadi
sebenarnya ia sudah dapat melihat topengnya, ia segera membuka kotak pertama dan melihat
isinya, yang adalah sebuah topeng indah dengan seperempat bagian menutupi mata kiri ke atas
sedangkan bagian lainnya terbuat dari bahan yang tembus pandang dan berwarna warni seperti
pelangi. Topeng itu sangat indah karena bentuknya yang luar biasa memikat juga
menampilkan kesan misterius sekaligus begitu anggun, jelas tipe kesukaan Michelle.
~ 123 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Setelah selesai mengagumi topengnya, Michelle langsung penasaran dengan topeng
yang dibuat untukku. Ia membuka kotak satu lagi dan apa yang dilihatnya ternyata
membuat wajahnya meringis, jelas sedikit tidak suka. Aku tahu itu topengku dan segera
menggerakkan kepalaku untuk mengintip isi di dalam kotak tersebut. Sebuah topeng hitam legam
seperti warna arang pekat yang menutupi dari alis hingga ke hidung saja, bentuknya kaku
dan memiliki banyak sudut tegas mengikuti lekuk wajah dan secara keseluruhan
bentuknya sangat sederhana sekali. Hanya sebuah topeng hitam polos yang kaku.
Jantungku berdebar keras, saat menatap topeng tersebut. Aku langsung menyukai
topeng itu yang begitu mengambarkan kesederhanaan, polos, keras, berkarakter dan apa adanya
tanpa ada banyak basa basi. Topeng yang begitu menggambarkan jiwaku. Michelle malah
melihat ke arah Sensei dan menatapnya, "Apa maksudnya ini" Di mana kecantikan dan
kemegahannnya, apa ini salah satu lelucon?"
Sensei tertawa, "Apakah begitu juga menurutmu pemuda, aku dapat menggantinya
jika mau?" tanya Sensei langsung padaku yang masih tidak dapat melepaskan mataku dari
topeng tersebut. "Tidak," Jawabku secepatnya "Topeng ini begitu sempurna, aku merasa tidak ada
topeng yang akan lebih cocok untukku daripada topeng ini."
"Hah?" Michelle terbengong, "Baiklah kalian berdua memang tidak memiliki sedikit
pun selera, Jaime, kita harus segera berangkat," sahut Michelle sambil mengambil
narik lenganku turun secepat mungkin. "Pemuda," tambah Sensei itu, "Sampai bertemu lagi...."
*** "Paket sudah dikirimkan dan sudah dikonfirmasi, kemungkinan untuk melanjutkannya
ke fase berikutnya tergantung informasi selanjutnya dari pusat," kata Michelle
berbisik di dalam sebuah sebuah kotak telepon umum namun berbicara melalui telepon genggamnya,
"Tugas baru..." Aku akan segera tiba di lokasi dan semoga target berada di sana."
Michelle berjalan keluar dari kotak telepon dan melihat Jaime berada di seberang jalan sedang
dikerumuni tiga orang wanita yang sedang tertawa dan bercanda.
*** Aku sedang tertawa melihat wanita-wanita baik hati dan menyenangkan ini saat
melihat Michelle datang mendekat, "Maaf," kataku menatap mereka dengan tulus dan
tersenyum, "Aku akan dengan senang hati untuk menemani kalian yang sangat menarik dan
cantik ini ~ 124 ~ - B L E S S E D H E A R T -
jika tidak sedang ada janji dengannya." Ketiga wanita itu menatap ke arah
Michelle dan sedikit banyak merasa terintimidasi menatap kecantikan Michelle yang begitu luar
biasa sehingga mereka mencoba tersenyum dan mengucapkan selamat tinggal padaku. Atau
mungkin lebih terintimidasi oleh ikat lengan berlogo BtP itu.
"Kamu merayu mereka?" tanya Michelle menyipitkan matanya padaku sepeninggal
wanita- wanita itu. "Aku tidak," protesku, "Mereka hanya menanyakan alamat dan kemudian
bertanya jika aku akan bersedia menemani mereka, hanya itu, " kataku melihatnya
dan Michelle segera berbalik berjalan mengacuhkanku sedikit terlihat marah.
"Apakah kamu tidak percaya," tanyaku sambil berjalan di sampingnya dan dia masih
tidak menghiraukanku, dengan lembut aku menyentuh pinggangnya dan mencium pipinya,
"Hari ini diriku hanya untukmu seorang kekasihku, aku hanya mencintaimu."
Michelle menatapku kemudian mencubit telapak tanganku, "Aku tidak percaya,"
katanya dan aku hanya tertawa. Di jalanan hari sudah mulai gelap dan banyak orang sudah
mengenakan topeng di sepanjang jalanan di tempat ini. Aku kembali mengodanya dan bercanda
di sepanjang jalanan menatap anak yang bermain-main kejar-kejaran dengan temannya
juga jalanan yang begitu dipenuhi orang-orang yang ikut memeriahkan suasana. Beberapa
gadis- gadis muda terlihat tertawa cekikan saat melihatku dan segera membuat Michelle
mengandeng tanganku posesif.
"Lihat, kamu kembali menarik perhatian beberapa gadis cantik."
"Kupikir itu karena pakaianku," sahutku.
Michelle tertawa, "Pakaian itu cocok untukmu."
"Hm ... kurasa akulah yang tidak cocok untuk bajunya."
"Jangan bercanda," sahut Michelle tersenyum menatap sekeliling yang ramai.
"Kamu tahu sekarang aku benar-benar bingung apakah orang melihat diriku atau
bajuku. Karena jika baju ini dijual tentu harganya jauh lebih mahal daripada diriku yang
diobral, hanya kamu seorang yang menilai diriku begitu tinggi," kataku sungguh-sungguh
menatapnya yang membuat Michelle tertawa geli memegang perutnya "Michelle, aku
akan mengembalikan semua ini esok hari," kataku lembut.
"Tidak perlu," bisik Michelle.
"Harganya terlalu mahal," kataku, "Termasuk jam tangan mewah ini."
"Semuanya bukan dari biayaku Jaime, tempat tadi itu salah satu tempat di bawah
Divisi Intelijen BtP. Setiap kali ada orang dari Divisi Intelijen yang hendak
menjalankan tugasnya ~ 125 ~ - B L E S S E D H E A R T -
sebagai mata-mata, mereka akan didandan di sana dan semua biaya ditanggung
langsung oleh BtP," jelas Michelle.
"Apakah itu tidak ada masalah nantinya, bukankah kamu hanya petugas administrasi
biasa?" tanyaku. Badan Michelle bergerak semakin merapat dan aku dapat merasakan ia memeluk
lenganku lebih keras lagi. "Jaime, aku sebenarnya dari bekerja sebagai mata-mata pada
Divisi Intelijen." Aku merasa tidak nyaman dengan hal itu, "Apakah mata-mata itu berarti mereka
yang menyelinap ke tempat-tempat musuh yang berbahaya dan jika ketahuan akan segera
dibunuh tanpa ampun" Bahkan tidak ada orang akan mengetahuinya karena BtP akan menolak
mengklaim mayat itu?"
Michelle menggenggam tanganku erat-erat, "Kami selalu dilatih untuk siap tidak
kembali lagi, berjuang sendirian setelah kami memasuki tempat musuh. Oleh karenanya pakaian
dan gaun seperti ini adalah sedikit kemewahan yang diberikan pada kami tanpa pernah
mereka periksa lagi." "..." Aku tidak tahu harus berkata apa pun lagi.
"Apakah kamu akan merindukanku atau mencariku jika aku mendadak menghilang?"
tanya Michelle dengan kepala tertunduk, aku jelas menatap kesepian dan kesedihan di
sana. Aku berhenti bergerak di antara kerumunan banyak orang dan menghadap ke arah
Michelle serta langsung memeluknya di tengah jalanan di mana begitu banyak orang berlalu lalang
sambil berbisik lembut di telinganya, "Berhentilah berkata seperti itu dan maukah kamu
berhenti melakukan pekerjaan berbahaya itu?"
"Mengapa," tanya Michelle dan balas memelukku lebih erat lagi.
"Kamu selalu membuatku mencemaskanmu di saat aku tidak dapat menghubungimu. Demi
aku yang mencintaimu Michelle ..." kataku dan menambahkan, "Juga anak-anak kita
dan anak yang kamu kandung."
"... Jaime" "Berjanjilah untuk berhentilah membuatku khawatir Michelle, aku sungguh
menyayangimu," bisikku begitu lembut. "..." "..." "Bagaimana kamu melakukannya?" tanya Michelle mendadak.
~ 126 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Melakukan apa?" tanyaku bingung.
"Berubah menjadi berbeda."
Mau tidak mau aku terpaksa tertawa, "Bukankah buku-buku tentang cara sukses
menjadi bintang film yang kamu pinjamkan padaku kebanyakan mengenai hal ini?"
Aku meminjam beberapa buku Michelle dari apartemennya tentang akting, sandiwara,
pelakonan dan banyak lagi tentang dunia seni pertunjukan. Ditambah dengan buku-
buku Master tentang membaca bahasa tubuh seseorang tampaknya aku memiliki bakat besar
menjadi bintang film. Buku-buku Michelle kebanyakan adalah dasar-dasar untuk
menyamar menjadi orang lain. Dia memiliki cukup banyak buku mengenai hal itu dan dia
hanya berkata suatu saat nanti ia ingin menjadi artis untuk menutupi kebenaran di baliknya.
"Aku cuma tidak menyangka kamu membacanya dan..." tangan Michelle melepas
pelukannya dan menyentuh dadaku dengan lembut, "Kamu melakukannya dengan baik,
malah terlalu baik. Aku bisa saja benar-benar jatuh cinta padamu dan kamu akan
menghancurkan hatiku lagi."
Alisku terangkat dan segera jari-jariku menyentuh lembut dagunya, "Mungkin aku
melakukannya tidak terlalu baik, mengingat kita adalah sepasang kekasih dan kamu
belum jatuh cinta padaku."
Dengan lembut wajahku mendekat dan membiarkan bibirku menyentuh ringan kulit
bibirnya. *** Seketika Michelle merasakan sebuah perasaan hangat yang turun melalui bibirnya
dan membuat dadanya berdetak hangat dan tergetar hebat.
*** Tangan Michelle bergerak lembut mendorong dadaku yang bidang dan wajahnya segera
berpaling ke sisi lain dengan muka yang memerah, "Apa yang kamu lakukan?"
bisiknya lembut, "Kita sedang di tengah jalan."
"Apakah jika sedang di tengah jalan aku harus berhenti mencintaimu?" tanyaku
menatapnya. Michelle menatapku dengan ujung matanya, "Kamu berbahaya Jaime."
"Tidak seberbahaya dirimu, Agen rahasia."
"Apa kamu mempercayainya?"
~ 127 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku tertawa, "Seperti aku mempercayai kamu sedang hamil dua bulan anakku
sedangkan aku belum pernah menyentuhmu."
"Hm...." Kata Michelle kelihatan marah, "Kamu akan menyesal jika suatu saat
kehilangan aku." Aku memeluk bahunya dan melanjutkan perjalanan kami, "Aku tidak akan
kehilanganmu dan aku mungkin hanya akan menyesal jika kamu meminta kembali LXX dan jam tangan ini
kembali." "Kamu bajingan."
Aku hanya dapat tertawa dan merangkulnya.
~ 128 ~

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

- B L E S S E D H E A R T -
Bab 7 PESTA TOPENG Di salah satu hotel yang paling terkenal akan kemewahannya di pusat kota Viginia
terlihat ramai antrian para pemakai topeng yang bergerak di bawah karpet merah dan begitu
juga kemeriahan lampu-lampu kamera yang menyoroti mereka. Pada pintu masuk hotel
terlihat dijaga oleh beberapa petugas yang bertampang sangar, aku dapat melihat semua
yang memasuki tempat ini memakai benda berlogo BtP pada lengan kiri atas mereka,
jelas mereka semua adalah alinergi. Kami sedang berada di belakang antrian menuju pintu masuk
dan Michelle berdiri tepat di sampingku. Ia mengenakan gaun malam berwarna hitam
yang sangat indah melekat di lekuk-lekuk tubuhnya, beberapa bagian tubuhnya termasuk
punggungnya yang terbuka memperlihatkan kulit putih mulus menggoda dan memesona siapa pun
yang meliriknya. Aku berani bertaruh bahwa tidak ada pria yang tidak akan tertarik
padanya apalagi dengan topengnya yang indah dan serasi menonjolkan ketazaman dagu dan
bentuk bibir merah Michelle. Hal lain yang membuatku takjub adalah topeng yang dibuat oleh sensei, yang cukup
diletakkan di atas wajah dan topeng tersebut sudah akan melekat serta terasa
hangat, seolah- olah langsung menjadi bagian dari kulit wajah. Menurut Michelle topeng buatan
sensei tidak akan dapat dikenakan oleh siapa pun kecuali pemiliknya yang menyumbangkan darah
untuk membuat topeng tersebut. Michelle telah memberikan benda berlogo BtP yang
mengikat lengan kiri atasnya untuk kugunakan dan dirinya sendiri memakai ikat lengan
cadangannya. Menurutnya dengan topeng hasil alinergi yang melekat sempurna pada wajahku dan
ikat ~ 129 ~ - B L E S S E D H E A R T -
lengannya yang asli akan dapat membuatku melewati alat sensor mereka dengan
sempurna. Benda itu melilit erat di atas lengan kiriku, memberikan perasaan yang sedikit
kurang nyaman. Aku selalu inginkan memakai benda ini dan menjadi alinergi tapi tidak
dengan cara seperti ini. Jantungku berdetak keras.
Apa yang akan terjadi jika semua hal gagal"
Pangeran Anggadipati 4 Hati Budha Tangan Berbisa Karya Gan K L Keranda Maut Perenggut Nyawa 1
^