Pencarian

Hati Yang Terberkahi 2

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara Bagian 2


mau melihatnya?" Aku sebenarnya tidak ingin merepotkan taksi tersebut, tetapi karena taksi
tersebut sudah berhenti, aku segera mengangguk. Aku membuka pintu taksi dan keluar untuk
berjalan ke belakang taksi. Mendadak taksi tersebut bergerak dan memutar haluan
mengejutkanku. Dari jendela taksi, supir tersebut melihatku sambil tersenyum dan melemparkan sebuah
kartu yang terjatuh di permukaan aspal di depan kakiku.
"Terima kasih, Nak," kata supir itu segera melajukan taksinya meninggalkanku
sendirian. Untuk sesaat aku tidak mengerti apa yang terjadi, hingga saat aku melihat kartu
yang terjatuh adalah kartu tanda pengenalku yang selalu terselip di dompetku. Aku sadar, aku
telah dikerjai. Mungkin saat aku tertidur di taksi, supir tersebut telah merampokku.
~ 45 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Kakiku segera bergerak berusaha mengejar taksi itu sekuat tenaga. Namun, tanpa
hasil. Aku hanya dapat melihat ekor taksi yang melesat cepat dan akhirnya menghilang sama
sekali di ujung jarak pandangku. Saat itu aku benar-benar marah dan berharap dapat terbang
untuk mengejar taksi itu lalu mencabik-cabik supirnya. Ironisnya, aku bahkan tidak
dapat terbang sesentipun. Tubuhku terasa berat dan lelah, mungkin karena perjalanan jauh yang
baru saja kutempuh. Delapan hari perjalanan yang didominasi mabuk.
*** Di sinilah aku berada di bawah panasnya terik matahari, di tengah jalanan antara
BtP dan Viginia, tanpa uang sepeserpun dan hanya memiliki sepasang pakaian yang
kukenakan dari kemarin. Aku terdampar, merasa gerah, terik matahari menyengat kulit telanjang
lenganku hingga terasa sakit, bibirku terasa kering begitu juga tenggorokanku, tubuhku
lemas dan masih belum stabil. Aku menatap jalanan aspal yang membentang jauh di depan hingga membentuk titik
kecil dan semua terlihat bergelombang dan beruap karena panas. Pikiranku memaksaku
untuk segera memutuskan apa yang akan kulakukan selanjutnya, pada saat ini aku hanya
memiliki dua pilihan, kembali ke Viginia dan mencari taksi tersebut untuk mendapatkan
kembali barang-barangku atau sekarang juga menuju ke BtP. Meski aku belum dapat terbang
saat ini karena kelelahan, pastinya setelah tiba di sana aku akan dapat melakukannya.
Setelah duduk beristirahat di pinggir jalan beberapa menit dan beberapa mobil
melewatiku dengan kecepatan tinggi, aku menarik nafasku dalam-dalam dan menenangkan diri.
Berniat untuk mencoba terbang kembali, akan tetapi sesuatu terasa berbeda, aku tidak
dapat merasakan perasaan yang biasanya muncul saat aku hendak terbang. Mungkin karena
daerah ini yang terasa lembab dengan lautan di sampingku atau karena diriku yang sedang
kesal dan amarahku yang masih sangat tinggi karena kehilangan seluruh hartaku. Dengan
kesal aku memilih untuk melanjutkan perjalananku ke markas BtP, berjalan dan berlari cuma
itu pilihanku dan semuanya harus dilakukan di bawah panas terik matahari yang
memaksaku harus beristrahat beberapa kali di sepanjang jalan.
Semua jalanannya menanjak ke atas!!!
Pada saat menjelang sore, aku sudah benar-benar kehausan dan bersedia meminum
air dari mana pun jika ada, termasuk dari genangan air jalanan. Tenggorokanku terasa
sakit, seluruh pakaianku basah oleh keringat, saat aku di markas BtP, terlihat sekeliling
markas besar BtP ditutupi dengan tembok tinggi sekitar tiga meter dan sangat panjang mungkin
mencapai beberapa kilometer. ~ 46 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Dari informasi yang kudapat, markas besar BtP Graceland masih termasuk baru dan
terbuka untuk menerima alinergi dari berbagai daerah maupun negara-negara lain. Sebuah
jalur khusus yang tetap terbuka diberikan pada setiap alinergi yang ingin mendaftar.
Aku memasuki sebuah jalur dengan tulisan "Penerimaan Alinergi" di atasnya bersama
beberapa orang yang kelihatannya ingin ikut mendaftar. Bedanya mereka turun di gerbang
depan dengan mobil, sedangkan aku berjalan ke sana dengan baju dan celana yang basah
oleh keringat. Kami dipersilakan masuk oleh seorang wanita cantik berseragam BtP ke sebuah
ruang tunggu yang cukup lebar dengan kesan mirip ruang tunggu rumah sakit. Di sana terdapat
beberapa baris kursi berwarna putih yang cukup mewah berjejer rapi di tengah-tengah
ruangan. Ruangan ini terasa begitu dingin dan membuatku terkagum-kagum, inilah pertama
kalinya aku berkenalan dengan mesin legendaris yang namanya sudah tersohor ke semua
penjuru dunia karena dapat menyejukkan ruangan di mana pun juga. Mesin yang bernama Air
Conditioner atau mesin penyejuk ruangan yang selama ini hanya kulihat melalui
iklan televisi. Di dalam ruangan ini insting hidupku langsung mengambil alih dan berhasil
menemukan keran air di dekat pintu memasuki kamar mandi serta segera minum dengan rakus
tanpa perduli pandangan orang-orang. Meski pada akhirnya aku tahu bahwa itu adalah air
untuk mencuci tangan bukan untuk minum. Kursi terasa empuk saat aku duduk dan melihat
6-8 orang yang sedang menunggu bersamaku, tentunya mereka itu adalah para alinergi
yang juga ingin mendaftar. Bagaimanapun juga jika diterima oleh BtP adalah sama dengan
mendapatkan tiket VIP ke surga dunia. Gaji yang super tinggi, tempat tinggal
yang besar dan mobil mewah. Aku yakin aku akan memiliki tiket itu, bukankah aku bisa terbang.
Aku adalah orang yang terpilih juga, diubah oleh hujan energi.
Diberkati oleh Sang Kuasa Yang Maha Baik.
Aku merasa begitu bersyukur telah diberi kehidupan dan keistimewaan ini, aku
berjanji akan menggunakannya dengan sebaik-baiknya.
Untuk menolong orang-orang yang lemah, demi masa depan orang-orang yang
membutuhkan terutama untuk masa depanku juga. Menggunakan kekuatanku untuk
menarik perhatian gadis-gadis cantik adalah demi untuk masa depan anak-anakku dan
keturunanku sehingga hal itu tidak ada salahnya.
Suasana hening membuat jantungku berdebar-debar mengingat aku belum dapat
terbang, keringat mulai mendingin di keningku. Aku menarik nafas dalam menenangkan diri,
aku percaya BtP pasti akan membantuku untuk dapat terbang dengan lancar, karena
bagaimanapun juga mereka adalah para alinergi profesional yang terlatih. Saat
aku baru saja belajar terbang beberapa jengkal, mereka sudah menembus awan dan mengarungi
langit biru. ~ 47 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Waktu terus berjalan, nama demi nama dipanggil dan satu per satu dipersilakan
masuk ke dalam ruang wawancara. Sebelumnya kami telah mengisi beberapa formulir yang
diberikan pada setiap pendaftar dan menyerahkannya kembali ke petugas yang berjaga setelah
mengisi data diri dan pertanyaan di dalamnya. Selanjutnya tinggal menunggu wawancara
langsung. Aku duduk semakin gelisah dan gugup menanti di ruang tunggu bersama beberapa
orang yang juga mungkin sama gugupnya. Tubuhku kelelahan, otot betisku terasa sakit,
meski aku sudah berusaha mencoba berkali-kali untuk terbang, aku sama sekali tidak dapat
melakukannya. Sepuluh menit berlalu dan tiba-tiba saja dua orang petugas
keamanan berlari masuk ke dalam ruang wawancara melewati ruang tunggu kami dengan buru-buru.
Setelahnya keluar dengan menyeret keluar seorang yang tadinya seingatku baru
saja dipanggil masuk untuk wawancara. Orang itu kelihatan kalap, menangis dan
berteriak diseret keluar oleh Petugas dengan paksa. Aku terkejut melihat kejadian itu, tidak
mengerti apa yang sedang berlangsung. Sebuah nama dipanggil lagi dan seseorang lain memasuki ruang
wawancara, dengan nekat aku menegur seseorang yang duduk di belakangku.
"Ada apa dengan kejadian tadi?"
Apakah mereka tidak berpakaian rapi sehingga di usir karena aku tiba-tiba merasa
tubuhku mengeluarkan bau keringat, pakaianku jelas jauh dari kata rapi dan aku bahkan
merasa sepatuku begitu panas. Pria berambut pirang yang kutanya, melihatku dengan pandangan meremehkan,
"Mereka itu Dreamer, dari tadi sudah ada beberapa orang yang seperti itu."
"Dreamer" Kekuatan apa itu?" balasku.
Dirinya tersenyum geli, "Mereka itu pemimpi, mereka tidak punya kekuatan apa pun
tapi ingin menjadi anggota BtP. Seperti yang tadi itu, namanya akan segera masuk
daftar hitam dan seumur hidup tidak akan bisa memasuki BtP lagi, sudah beruntung mereka tidak
dijadikan rabbit sekalian karena sudah berani mencoba menipu BtP."
Aku mendadak merasakan sesuatu yang berat menghantam diriku, mukaku jelas pucat
dan merasakan sesuatu yang buruk. Mata coklatnya menatap wajahku dan sekilas
terlihat senyum menghina di bibirnya. "Apakah kamu juga dreamer?"
"Aku" Tidak," jawabku langsung.
"Kalau begitu apakah kelebihan yang kamu miliki" Kuharap kamu bukan dreamer juga
atau ," pria itu membiarkan jari-jari tangannya terlihat di hadapanku dan tampak sedang
memainkan ~ 48 ~ - B L E S S E D H E A R T -
bola-bola listrik yang memercik, "Aku mungkin saja akan menyetrummu jika kamu
berteriak-teriak memalukan seperti orang itu."
Mataku terbelalak menatap tangan pria itu yang memancarkan percikan listrik dan
memainkan bola-bola listrik di antara jari-jarinya. Tidak ada orang di kampungku
yang sanggup melakukannya, setelah terbengong sejenak aku menelan ludah. "Tidak,
tidak aku bukan dreamer, aku bisa terbang. Lagipula aku tidak akan berteriak-teriak
seperti itu," jawabku spontan meski aku sendiri mulai gugup dan tidak percaya diri lagi.
Mungkin aku akan berteriak tapi aku tidak akan menangis seperti itu.
Sebelum pria itu sempat berkata lebih jauh sebuah nama dipanggil dan pria itu
segera berdiri untuk berjalan memasuki ruang wawancara. Ia sempat melirikku dan menggerak-
gerakkan jari telunjuknya ke arahku, memperingatiku. Kali ini jantungku sudah berdetak
tidak karuan, tidak lagi mau kompromi seperti bukan jantungku sendiri. Rasa gugup melandaku
dan keringat dingin mulai mengalir dari telapak tanganku.
"Bagaimana jika aku tidak bisa terbang pada saat diwawancari?"
Kedua telapak tanganku yang dingin menutup wajahku dan memaksa diriku berpikir
keras. "Atau mungkin aku hanya dapat terbang dalam mimpi, aku ... aku .... "
Seketika itu juga aku berusaha untuk menenangkan diri dan mencoba terbang lagi.
Tetap tidak ada hasilnya. Otakku bekerja begitu keras, berpikir harus melakukan
sesuatu. Berpikir hingga ke sana dan masuk ke dalam daftar hitam seumur hidup, aku benar-benar
berniat untuk segera kabur dan kembali lagi saat aku dapat benar-benar terbang.
Sebaiknya aku keluar sekarang.
Tubuhku langsung berdiri dan melangkah keluar dari deretan kursi, sedikit
gemetaran dan terburu-buru. "Jaime Hunter!" terdengar suara pangilan sehingga aku berbalik.
"Jaime...." panggil seorang petugas berpakaian seragam biru melihat ke arahku
sedikit bertanya dan membuatku menggangguk menjawab tanpa sadar, "Tempatnya di sini."
Terkejut dan sangsi aku menatap pintu keluar dan kemudian menatap arah ruangan
yang ditunjuk petugas itu. Pilihannya jelas, sekarang atau tidak. Otakku kembali
mengingatkan, uangku sudah habis dan untuk makan saja sudah tidak kupunyai. Tidak ada lagi
yang bisa kulakukan sekarang. Kelihatannya jalan hidupku hanya terpaksa maju ke ruang
wawancara dan berdoa pada Tuhan. Jika aku mundur sekarang, mungkin aku juga sudah akan
masuk daftar buku hitam karena namaku sudah tercatat. Mengikuti petugas itu, aku
berbalik dan ~ 49 ~

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

- B L E S S E D H E A R T -
melaju masuk ke dalam ruang wawancara dengan tubuh yang bergetar dan nyali yang
sudah menciut. Di dalam ruangan wawancara yang kecil dan dilapisi besi mengkilap, aku melihat
kaca tembus pandang dengan orang berpakaian seragam BtP sedang duduk di baliknya.
Seketika itu juga sebuah suara berat yang berasal dari pengeras suara di sudut dinding
atas berbunyi, "Jaime, di sini kamu menulis bahwa kemampuanmu adalah terbang. Kami harap kamu
dapat menunjukkannya sekarang."
Aku menggangguk. Aku tidak boleh gagal. Menarik nafas dalam-dalam dan menutup mata, aku memaksa untuk memusatkan
pikiran, kedua tanganku terkepal, entah energiku disalurkan pada otak atau pada kedua
kepalanku yang pasti, otakku penuh kata, "Terbang, Terbang, Terbang..." Biasanya aku akan
sudah terbang setinggi lutut dalam keadaan demikian. Namun kali ini tidak terjadi apa
pun juga. Pembesar suaranya kembali berbunyi, "Jaime, kami maksudkan sekarang."
Aku sedang berusaha!!! Beberapa saat berlalu dan kelihatan jelas mereka yang berada di depanku mulai
gelisah serta tidak senang dengan apa yang mereka lihat. Kembali detik demi detik berlalu, aku
masih berdiri tegak di atas lantai granit merasakan kaki dan tanganku semakin dingin.
Pembesar suara di atas segera berbunyi, "Terima kasih atas kerja samanya dan kamu boleh
keluar sekarang." Jantungku hampir copot, aku tidak memiliki pilihan lain selain bekerja di BtP
dan di atas segalanya danaku sudah habis, tidak memiliki bekal dan tidak mungkin aku dapat
kembali ke kampungku. Aku sudah tidak memiliki apa pun juga!
"Be..beri aku kesempatan," kataku cepat sambil segera mulai berkonsentrasi.
"Mohon untuk keluar sekarang, kami tidak punya banyak waktu," kata-kata itu
sudah mulai terdengar dengan nada tidak senang.
Aku jelas masih ingin berusaha, aku jelas dapat terbang. Aku harus terbang.
Namun salah seorang dari mereka menekan sebuah tombol di atas meja dan berkata,
"Seorang dreamer lagi, mohon segera datang."
~ 50 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku segera melihat ke arah pengawas yang ada. "Beri aku kesempatan sekali lagi,"
teriakku keras, putus asa dan ketakutan, "Kumohon..."
Mereka tidak menghiraukan dan hanya menatap pada lembaran berikutnya bersiap-
siap untuk orang selanjutnya. Permintaanku yang tidak ditanggapi membuatku benar-benar
putus asa dan maju ke depan memukuli dinding kaca yang berhadapan dengan pengawas, "Beri
aku kesempatan sekali lagi, aku benar-benar dapat terbang. Kalian harus menerimaku.
Aku bisa terbang!" Aku tiba-tiba teringat bahwa sekali aku gagal maka aku sudah harus berhadapan
dengan daftar buku hitam dan selamanya tidak akan pernah diperbolehkan masuk lagi. Ini
benar- benar mimpi buruk. Apakah aku akan membiarkan semua mimpiku hancur pada saat ini"
Dua orang petugas yang tadinya kulihat menarik keluar dreamer sebelumnya kini
sudah masuk ke dalam dan masing-masing memegang kedua tanganku hendak menarikku keluar
secara paksa. Tanganku segera bergerak dan meninju wajah seorang penjaga hingga
terjatuh dengan bibir berdarah serta meninju wajah seorang lagi yang membuatnya
terbungkuk sambil memegang hidungnya yang mengeluarkan darah. Tubuhku segera berlari kembali
memukul kaca tebal itu "Aku dapat terbang !!!" teriakku begitu kuat, aku merasa putus
asa dan memukul kaca itu sekeras mungkin, mataku mulai basah.
Tiga orang berseragam BtP di balik kaca sama sekali tidak menoleh sedikit pun
padaku dan mendadak dua orang penjaga baru datang, langsung memukulkan sebuah tongkat kayu
pada rusukku dan melumpuhkan kakiku serta segera menarikku keluar dari ruangan secara
paksa. Aku berontak sekuatnya menolak membiarkan mimpiku hancur, karena hanya mimpi
inilah yang kupunyai, hal terakhir yang bisa kuharapkan sebagai jalur hidupku dan masa
depanku. "Beri aku kesempatan, aku bisa terbang," teriakku lagi, air mataku hampir
mengalir jika tidak kutahan sekuat mungkin. Meski demikian, aku tetap ditarik paksa oleh empat
petugas tersebut hingga keluar dari ruangan wawancara dan terus keluar melalui ruang
tunggu. Aku masih mencoba memberontak dan berteriak memohon. Seorang pria yang sedang
bermain dengan listrik di tangannya tersenyum mengejek saat melihatku dan berkata,
"Sudah kuduga kamu itu dreamer dan kamu bahkan menangis." Listrik di tangannya tiba-tiba
menjadi besar dan menyambar wajah serta tubuhku. Saat itu juga aku merasa terguncang hebat
penuh kesakitan, wajahku menjadi bebal, lidahku kelu dan tubuhku terasa kaku sehingga
tidak dapat melakukan apa pun juga. Aku merasa sakit, kesal, marah, malu, sedih dan semuanya
bercampur, aku tidak berdaya dikekang oleh keempat petugas, tak berdaya saat
diseret sepanjang jalan. Hingga aku dicampakkan dengan paksa ke luar gerbang BtP.
~ 51 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Tepat saat aku mendarat di tanah, salah seorang petugas yang bibirnya berdarah
terkena pukulanku mengeluarkan tongkat kayunya dan menghajar pipiku dengan keras,
"Bajingan!!!" teriaknya. Seorang rekannya yang hidungnya berdarah menendang perutku dengan
sepatu kulitnya yang sangat keras dan mengeluarkan senjata apinya untuk diletakkannya
tepat di dahiku. "Klik, Duarr...."
Suara senjata api meledak tepat di sampingku menyerempet daun telinga yang
segera mengalirkan darah. Gendang telingaku berdengung menyisihkan suara mendenging
tinggi. Aku terdiam melihat, seorang petugas lainnya sedang menahan petugas bersenjata
api dan segera berteriak padaku, "Pergi sekarang sebelum dia membunuhmu!"
Nyaliku pecah, bagaimanapun juga aku sedari kecil terbiasa dengan berkelahi,
tapi dengan senjata api aku tidak tahu harus bertindak bagaimana. Aku tahu jika tembakan
tadi bersarang di kepalaku, aku akan segera bertemu dengan kakek moyangku. Kakiku bergetar
hebat dan nyaliku juga sudah benar-benar menciut serta pecah. Dengan gemetar dan ketakutan
aku segera berlari atau tepatnya merangkak cepat meninggalkan tempat itu dibantu
kedua tangan, jelas dengan wajah yang sudah pucat pasi, tubuh bergetar dan sukma terhisap
keluar meninggalkan raga. Aku tidak ingin mati. Berlari jauh hingga meninggalkan gedung BtP, aku terjatuh dan rebah di
rerumputan samping aspal jalanan. Menenangkan nafasku. Mimpiku sudah hancur, danaku habis, ranselku
habis, harga diriku habis dan nyaliku pun belum kembali. Tubuhku masih gemetaran,
ketakutan, marah, malu dan tersesat Terdengar suara mobil dari arah BtP yang membuatku terkejut dan segera bangkit
kembali berjalan untuk menjauhi gedung itu. Mobil tersebut langsung melewatiku, dan kini
yang dapat aku lakukan hanyalah terus berjalan menelusuri jalanan dan merenungi apa
yang akan kulakukan berikutnya. Aku sudah tidak memiliki tujuan ke mana pun juga dan aku
tersesat sendirian di tanah yang tidak kukenal dengan wajah lebam tanpa memiliki apa pun
juga yang berharga dari diriku. Waktu sudah semakin larut dan langit sudah memerah. Ombak memukul keras, suara
burung berkoak-koak pulang ke sarang mereka dan aku terus berjalan meniti jalanan lebar
sendirian. Tanpa sebuah tempat untuk kembali.
~ 52 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Sebuah mobil pick-up melewatiku dari arah berlawanan, kemudian berhenti sekitar
20 meter di belakangku dan tak lama kemudian mulai mundur melewatiku. Kaca mobil
sampingnya terbuka dan menatap ke arahku, "Anak muda," panggilnya.
Aku berhenti untuk menatapnya.
"Ke mana kamu akan pergi dengan berjalan kaki" 50 kilometer ke bawah tidak ada
satu rumahpun?" tanya seorang tua melihatku dengan seksama.
Aku terdiam tidak dapat menjawab, karena aku tidak tahu ke mana aku akan pergi.
Pria tua itu menatapku cukup lama seolah-olah mempelajari seluruh tubuhku dan mengayunkan
tangannya berkata, "Naiklah ke belakang mobil, aku membutuhkan bantuan untuk
menurunkan sak-sak semen itu nantinya." Aku melihat ke belakang pick-up yang
memiliki puluhan sak semen dan melihat ke arah pria tua yang dengan melihatku dengan
lembut, "Apalagi yang kamu tunggu, Nak" Naiklah."
Akupun melompat naik ke belakang mobil yang segera melaju kembali ke arah Markas
BtP, namun saat mendekati markas tersebut mobil pick-up itu berbelok ke arah kiri di
mana terlihat beberapa pondasi tanah terbuka, dan beberapa pekerja terlihat sedang
memasak makan malam dengan kompor gas kecil. Beberapa pekerja segera mendekati belakang
mobil pick-up dan aku membantu menurunkan sak-sak semen ke bawah. Selesai bekerja pria
tua itu mendekatiku dan menyerahkan selembar uang besar dan menatap ke arahku, "Ambilah
uang ini atas kerjamu dan jika kamu tidak memiliki tujuan bekerjalah di tempat ini,
mereka membutuhkan tenaga muda sepertimu. Aku sudah membicarakannya dengan
kontraktornya." Aku menerima selembar uang itu dalam diam dan menatap pria tua itu. Ia hanya
tersenyum lembut padaku dan kembali pada mobilnya, "Kamu bisa menumpang jika kamu hendak
ke kota." Langit di atas sudah gelap dan tiada ada tempat yang kutuju sama sekali. Pergi
ke kota pun aku tidak mengetahui tempat itu, setidaknya di sini, saat ini, aku melihat pada
pekerja bangunan, aku memiliki sebuah tempat untukku. Tempat di mana roda gerigiku bisa
masuk dan berputar untuk memiliki sebuah arti.
Keesokan harinya aku pun telah menjadi seorang buruh bangunan. Sama sekali tidak
mengalami kesulitan dalam menjalaninya karena aku juga terbiasa bekerja sebagai
buruh bangunan di kampungku, di mana kami lebih banyak bergotong royong membangun
rumah sendiri. Setidaknya beberapa rumah kakak-kakakku berdiri oleh keringatku juga.
Gajinya lumayan cuma cukup makan dan tempat tinggalnya adalah kemah sementara pekerja.
Berhubung karena lokasi pembangunan tersebut jauhnya sekitar 55 km dari kota
terdekat maka sebagian besar pekerja menginap di tempat ini. Para pekerja terlihat senang
dengan ~ 53 ~ - B L E S S E D H E A R T -
pekerjaanku hanya karena aku dapat mendorong pasir, mengangkat semen dan batu
lebih banyak dari mereka. Setidaknya aku dipuji pengawasnya dan masih dapat menutupi
harga diriku yang hilang. Hampir dua bulan lamanya aku ikut dalam pembangunan beberapa
bangunan yang akan menjadi cikal bakal rumah Master dan juga Kafe Eve.
Selama berminggu-minggu awal aku selalu dihantui mimpi buruk dan tidak perduli
bagaimanapun aku mencoba, aku tidak bisa terbang lagi. Aku tidak tahu mengapa,
tapi mungkin karena aku terlalu ingin keluar dari desaku sehingga aku bermimpi
terbang, terobsesi dan menipu diri sendiri. Terbang di atas tempat tidur mungkin hanyalah
mimpi dan terbang di atas bus juga mungkin saat itu aku sedang tertidur karena sepanjang
perjalanan aku terus menerus tidur. Pada beberapa malam aku sering mendapati diriku memandang
langit berbintang, melihat langit yang sama dengan yang kulihat dari desaku dan
teringat pada saat siang hari di saat aku bekerja dan melihat anggota-anggota BtP yang keluar masuk
dengan wajah tersenyum. Hatiku terasa sedih. Aku tidak bisa terbang, aku hanyalah
seekor ayam

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang bermimpi menjadi elang. Aku bukan alinergi dan tidak akan pernah dapat
terbang. Dengan sakit di hati dan penuh kerelaan aku mencoba menelan pahitnya kenyataan
ini menerima keadaanku sepenuhnya. Memakan waktu yang cukup lama dan sedikit air
mata yang mengalir sebelum aku mulai dapat menerimanya dan memusatkan diri untuk
melakukan kerjaku dengan sebaik-baiknya agar dapat diterima di antara mereka para pekerja
bangunan. Bagaimanapun juga mimpi boleh hancur tapi hidup harus tetap berjalan. Akan
sangat buruk jika aku ditelantarkan mereka setelah pekerjaan ini selesai karena aku tidak
memiliki tujuan lagi. Kebetulan saat rumah Master dan Kafe Eve selesai dan aku sudah hendak
melanjutkan pekerjaan kuli bangunanku mengikuti para tukang lainnya menuju ke pembangunan di
tempat lain, mendadak Master tiba-tiba menanyakan diriku apakah berminat untuk bekerja
dengannya sebagai pelayan, mengingat usiaku yang masih muda dibandingkan buruh
lain yang sudah lumayan berumur. Dan Master membutuhkan tenaga muda. Tidak perlu
berpikir dua kali lagi bahwa aku ingin keluar dari kampung karena menginginkan pekerjaan
otak bukan otot, lega rasanya jika dapat bekerja pada sesuatu yang tidak menggunakan
otot berjam-jam. Lagipula pekerjaan kuli bangunan adalah pekerjaan yang tidak pasti,
kadang ada dan kadang tidak, memiliki sebuah pekerjaan yang stabil adalah harapanku. Selain
itu juga Masterlah yang membawaku ke tempat ini pertama kali saat aku kehilangan arah
tujuan. Aku berhutang padanya. Aku pun segera menyetujui ajakannya dan Master membawaku ke sebuah rumah bekas
penjaga kebun yang sudah lama tidak ditinggal yang hanya berjarak sekitar
sepuluh kilometer dari Kafe Eve. Rumah tersebut benar-benar hampir tidak layak untuk dihuni namun
dengan ~ 54 ~ - B L E S S E D H E A R T -
sisa peralatan bangunan dan bahan-bahan lainnya dari pembangunan Kafe Eve, aku
bekerja sendiri merapikan setiap lubang di atap dan mendirikan tiang-tiang yang ada di
rumah tersebut. Pada minggu-minggu awal, aku bekerja membantu Master memindahkan peralatan dan
perlengkapan rumah mereka dari rumah lama di Viginia ke rumah baru Master yang
berada di belakang Kafe Eve. Ikut berbelanja semua barang-barang untuk keperluan Kafe
Eve dan melakukan semua pekerjaan kasar yang diperintahkan. Madame menyukaiku dan
menganugrahiku banyak perabotan dapur bekasnya untuk digunakan di tempatku,
sedangkan Master menyuruhku untuk bekerja dengan sebaik-baiknya dan membiarkan aku
memiliki sebagian besar buku-buku bekasnya, yang kebanyakan mengenai minuman.
Pada akhirnya saat Kafe Eve sudah siap dibuka, aku sudah menemukan sebuah tempat
baru untukku, sebuah sofa kulit, tempat tidur dan beberapa pakaian. Aku ingat menarik
nafas penuh kelegaan saat akhirnya menemukan sebuah tempat untukku menetap dan sebuah
awal baru untuk masa depanku. Master berharap aku dapat menjadi seorang bartender di
bawah bimbingannya, yang dengan senang hati kusambut karena menurutku hal itu jauh
lebih baik daripada menjadi petani atau pekerja kasar lainnya. Bukannya hendak merendahkan
petani atau pekerja kasar tapi aku mendapati bekerja di dalam ruangan dengan mesin
legendaris penyejuk ruangan jauh lebih menyenangkan daripada bekerja di bawah terik
matahari yang menyengat kulit. Master mengajariku dasar-dasar menjadi pelayan dan juga seorang bartender.
Madame mengajariku cara memasak menu makanan Kafe Eve dan sejak itu aku banyak membaca
serta melatih gerakan tubuhku, cara berjalan, cara tersenyum dan melatih
tanganku mencampur minuman. Berharap aku dapat melakukan yang terbaik dan tidak dipecat,
karena aku sudah tidak memiliki apa pun lagi jika harus berakhir dipecat, juga inilah
jalan satu- satunya agar aku dapat menjadi sesuatu yang lebih baik daripada seorang kasar
dengan pendidikanku yang rendah.
Pada pertama kali saat bekerja di Kafe Eve aku harus berjalan mendaki untuk
mencapainya mengingat tidak adanya angkutan umum. Hal tersebut berlangsung hingga kira-kira
satu bulan. Hingga saat aku menerima gaji pertama dan berhasil dengan sukses membeli
sebuah sepeda dayung. Setelah setahun lebih mengumpulkan uang perlahan-lahan aku nekat
membeli sebuah sepeda motor bekas. Meski sepeda motor itu butut dan tidak mewah
tapi sudah banyak berjasa bagi diriku. Ia menemaniku dalam terik panas matahari,
hujan dan badai. Berkat sepeda motor itu aku tidak harus mengenjot sepeda ke kota sejauh
45 km dari rumah jika sedang ingin membeli buku atau perlengkapan lainnya.
Aku menyukainya, teman satu-satunya yang setia menemaniku dan kesendirianku.
~ 55 ~ - B L E S S E D H E A R T -
*** Dan kini sepeda motor itu telah hilang. Aku berjalan di bawah hujan kembali ke
rumahku dan waktu sudah menunjukkan pukul satu malam lebih. Aku tidak memahami apakah hidup
ini tidak bersahabat padaku, Tuhan membenciku, takdir mengkhianatiku atau apakah
yang telah kulakukan hingga aku mendapatkan nasib seperti ini. Mengapa begitu banyak orang
bernasib baik dan mengapa aku terus menerus mendapatkan nasib buruk. Air mataku sudah
hampir terjatuh kembali. Aku menggigit keras rahangku, kedinginan dan tubuhku mengigil. Bagaimanapun juga
aku harus tetap tegar menyambut hari esok dan saat ini hal yang paling kubutuhkan
hanyalah melupakan semuanya, mandi dan pergi tidur. Semoga esok hari akan lebih baik. Aku
masuk kembali ke dalam rumah membiarkan air menetes dari rambut dan pakaian juga
celanaku di atas lantai dan memasuki kamar mandi, menguyur tubuhku dengan air dingin,
menyeka tubuhku dan juga kesedihanku.
Tiada jalan lain, yang sudah terjadi tidak akan kembali lagi, aku harus bersabar
dalam menjalani hidup ini, mungkin saja bagian terbaik dari hidupku belum kulalui.
Lagipula aku tidak bernasib seburuk yang kukira, masih banyak yang bernasib lebih buruk
dariku. Meski demikian rasa pahit dan perih di dada terus membuatku kesal. Tanpa sadar aku
meninju dinding rumah dengan keras. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan
lagi. Aku memakai pakaian dan menuju ke kamar atas, merebahkan diriku pada kasur dan
menyelimuti diriku dalam kehangatan ditemani suara hujan yang masih turun.
Berharap semua ini hanyalah mimpi buruk dan aku dapat terbangun di esok yang
lebih cerah. Meski aku sama sekali tidak percaya akan ada hari esok yang lebih baik untukku
daripada kehilangan sepeda motorku.
~ 56 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Bab 3 MICHELLE Satu minggu sudah berlalu sejak aku kehilangan sepeda motor dan kini aku
memiliki sebuah sepeda dayung sebagai alat transportasi. Belum memiliki uang yang cukup
untuk membeli sepeda motor dan ini jauh lebih baik daripada aku harus berjalan. Aku
harus bersyukur masih memiliki uang yang cukup membeli sepeda meski bekas juga. Semua
kejadian itu ada hikmahnya dan harus bisa disyukuri, bukankah segala sesuatu
yang ada dalam hidup ini harus di syukuri" Bersyukur kita masih bernafas, bersyukur kita
masih dapat hidup. Berbicara itu mudah tapi melaksanakannya tentu tidak akan semudah itu
karena kemarahan masih mengikuti diriku.
Kalau saat ini ada yang menyuruhku untuk bersyukur, aku mungkin akan menonjoknya
beberapa kali tanpa berpikir lagi.
Dalam seminggu ini semuanya berjalan begitu lancar, tiada gelombang dan riak-
riak masalah dalam kehidupanku. Datang ke tempat kerja, melayani pengunjung, terkadang
memasak saat Madame sedang sibuk, membersihkan kafe, pulang, membaca buku, tidur dan kembali
bekerja. Yang tentunya sambil berharap gaji bulananku dapat segera terkumpul
untuk membeli sebuah sepeda motor. Saat ini aku tidak memiliki uang simpanan sedikit
pun karena setelah sepeda motor bututku, aku selalu menghabiskan gaji bulananku untuk
membeli buku, sebagian perabot rumah, televisi dan juga sebuah komputer bekas. Mengendarai
sepeda dayung sejauh sepuluh km menuju tempat kerja dalam keadaan menanjak bukanlah hal
menyenangkan meski termasuk menyehatkan karena udara yang segar dan pemandangan
~ 57 ~ - B L E S S E D H E A R T -
yang indah di kiri kanan dan sepulangnya dari tempat kerja selalu menyenangkan,
aku nyaris tidak perlu mendayung karena jalanan yang terus menurun.
Aku menyukai rutinitas, semua ini membuatku merasa damai, aman dan nyaman.
Sayangnya firasatku berkata lain, ketenangan ini pasti akan terganggu, karena selalu ada
beberapa kejadian yang biasanya terjadi dalam beberapa bulan sekali yang disebabkan oleh
si pembuat masalah yang bernama Michelle. Hari ini kebetulan aku kembali mendapatkan shift
malam setelah sebulan lamanya mendapatkan shift pagi. Berhubung Susan yang biasanya
berganti shift setiap minggu atau terkadang harian denganku memohon agar ia dapat
mengambil shift malam seterusnya bulan lalu, karena ia mengambil pekerjaan tambahan di pagi hari
di kota dan kini setelah ia meninggalkan pekerjaan paginya, shift mingguan kembali
bergulir. Aku sempat mendengar Susan bergurau dengan Madame, "Pacarku memaksa jika aku tidak
berhenti kerja di malam hari dia akan nekat bercinta dengan sepeda motornya dan
meninggalkanku, bayangkan saja," matanya berputar sebentar lalu keduanya tertawa
lebar. Kelihatannya pacar Susan kesepian setelah sebulan lebih ditinggal sang kekasih
hatinya sendirian. Bekerja dua shift setiap hari tentu akan membuatnya lebih kaya akan
tetapi jelas membuat pasangannya sengsara. Aku memasuki shift siangku tepat pada pukul tiga
siang dan akan mengakhirinya pada pukul sepuluh malam, cukup membuat wajahku merengut
karena mengendarai sepeda dayung yang hanya bercahaya senter kecil di tengah malam
gelap cukup berbahaya, apalagi semua jalannya menurun saat aku pulang.
Kafe Eve setelah pukul 17.00 akan berubah fungsi menjadi Bar, di mana tempat ini
selain menyediakan menu makanan utama siang harinya juga akan menyediakan berbagai
jenis wine, berbagai minuman beralkohol dan campurannya. Kafe Eve pada malam hari
lebih sering dinamakan Bar Eve, suasana di dalam tidak banyak berubah kecuali lampu-
lampu sendu menyala di sekeliling bar, lagu-lagu tenang sejenis blues, jazz, new age
terdengar berputar lembut di telinga pengunjung, tidak terlalu keras dan sama sekali tidak
terlalu lembut, volume yang pas jika mereka ingin mendengarkan lagu maka alunan nada
tersebut akan terdengar dan apabila pengunjung ingin berbicara pada rekan lainnya, suara
lagu dapat segera terlupakan. Aku selalu menyukai suasana sendu ini, waktu seolah-olah
berhenti di dalam tempat ini. Sebuah tempat bersembunyi yang sempurna untuk mengobati luka
emosional sepanjang hari.
Malam sudah semakin larut dan pengunjung hanyalah berjumlah sekitar tujuh orang
yang hampir semuanya adalah pelanggan tetap kecuali satu orang pelanggan baru yang
tidak kukenal. Anggota ataupun pekerja kantoran BtP yang sedang tidak buru-buru atau
mereka yang menginap di asrama BtP selalu bersembunyi di Bar Eve di waktu seperti ini,
menikmati segelas dua gelas minuman hangat atau anggur terbaik untuk melupakan beban
keseharian mereka sebelum beranjak pulang dan tidur. Saat ini aku bekerja bersama dengan
Master, ~ 58 ~ - B L E S S E D H E A R T -


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terkadang pada saat-saat tertentu di mana Master memiliki keperluan maka hanya
aku sendirian yang berjaga, melayani, mencampur minuman hingga membereskan dan
menutup kafe. "Sheessss...." Terdengar suara mendesisi dan sebuah benda lunak panjang melewati
kakiku yang membuatku melirik ke bawah kakiku. Seekor ular berbisa sepanjang satu
setengah meter sedang melewati kakiku dan mulai mendesis menatapku. "Vicky," panggilku
menatap seorang wanita berkulit coklat dan berrambut coklat yang sedang duduk di sebuah
meja, "Tidak ada binatang yang boleh masuk ke sini," tanganku bergerak mencoba
menangkap ular yang mendesis. Saat ia melihat tanganku mendekatinya, ular itu mundur sedikit
mengambil ancang-ancang untuk kembali bergerak maju menyerang dan mematuk tanganku. Aku
segera menarik tanganku membiarkan kepalanya lewat yang kemudian secepat mungkin
menangkap kepalanya sebelum tertarik kembali dan tanganku yang lain menangkap ekornya agar
ular itu tidak melilit di tanganku. Mengangkap ular itu mudah jika kamu hidup di mana
hampir setiap pagi menemukan ular bersembunyi dalam gentong rumahmu. Aku mengambil ular itu
dan berjalan keluar dari meja bar untuk melemparnya keluar melalui pintu utama. Saat
melewati meja Vicky ia merengut, "Jaime, itu bukan ularku, itu milik Roco," menunjuk
seorang pria yang duduk di sampingnya. Aku menatap pria berkulit hitam yang merupakan tamu
baru itu dan berkata, "Sir, tidak ada bintang yang diizinkan masuk kedalam Bar,"
tersenyum dan kembali ke balik meja bar. Roco terlihat meringis dan menatap pada Vicky, "Tidak
seru, padahal pelayan kemarin berteriak ketakutan," Vicky tertawa dan menunjuk ke
arahku, "Dia manusia gunung!" Bagus, sekarang Bar Eve memiliki dua alinergi penjinak binatang yang ke mana-
mana selalu membawa binatang mereka dan aku baru saja mendapat predikat manusia gunung
"Cring," suara lonceng yang di gantung di sudut pintu masuk berbunyi. "Selamat
datang," kataku menyambut tamu dengan sebuah senyum.
Kewajiban seorang bartender.
Seorang wanita yang cantik luar biasa terlihat masuk dalam keadaan setengah
mabuk, aku tidak mengenalnya sama sekali, tubuhnya ramping sexy dan padat melekat pada
pakaiannya yang jelas mahal. Wajah cantik, bulu mata lentik, bibir yang mengoda, aku yakin
dia akan dapat mengoda siapa pun yang diinginkannya.
Jika pria memiliki uang maka dia akan memenangkan seluruh permainan dunia, jika
wanita memiliki kecantikan maka dia akan memiliki dunia dan mendapatkan apa pun yang
diinginkannya. ~ 59 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Satu hal lagi, pastinya dia adalah seorang anggota BtP, yang terlihat dari
sebuah ikat lengan dengan lebar sekitar delapan sentimeter berlogokan BtP yang melilit mengelilingi
lengan kiri atasnya. *** Pada tahun awal didirikannya BtP terdapat sebuah peraturan bahwa semua anggota
BtP akan ditanamkan sebuah chip kecil berisi alat pemancar di dalam tubuh mereka agar
keberadaan mereka dapat dilacak di mana pun juga mereka berada. Namun hampir 90% anggota
BtP tidak menyetujui hal itu dan keseluruhan dari mereka lebih rela untuk keluar
dari BtP jika peraturan itu dipaksakan sehingga peraturan itu diganti dengan setiap anggota
BtP wajib memakai ikat lengan berisi pemancar di mana pun mereka berada. Yang disetujui
oleh mereka dengan syarat benda itu dapat dilepas kapan saja meski ada peraturan
untuk setiap BtP harus tetap memakainya.
Tanda itu juga untuk mengingatkan masyarakat luas bahwa mereka adalah alinergi
dan sebaiknya tidak mencoba mencari masalah dengan mereka. Karena dengan kekuatan
mereka yang berbeda dengan manusia biasa, sedikit kemarahan yang dipicu oleh orang
biasa bisa berakhir kematian dalam sekejap. Jika sesama alinergi mungkin akan terjadi
pertempuran seru dan bertahan lama hingga bantuan atau polisi khusus BtP datang untuk
menyelesaikannya, akan tetapi lain ceritanya jika lawannya adalah orang biasa,
mereka bisa celaka hanya dalam sekejap mata. Setiap manusia biasa yang melihat seseorang
yang memiliki lambang BtP di lengan kirinya, kebanyakan lebih memilih untuk mundur
meskipun alinergi itu melakukan sesuatu yang terkadang menyinggung perasaan mereka.
Mereka yang memiliki lambang BtP dapat diibaratkan sebagai seorang yang memegang senjata
berbahaya dan siap menembak siapa saja, bahkan sesama anggota penegak hukum juga tidak
banyak yang berani mengganggu mereka.
Aku melihat ke sudut bar di mana seorang wanita berambut hitam panjang yang
bernama Mio sedang memegang sebatang tusuk gigi di tangannya. Benda kecil itu segera
berdengung bergetar di antara jari-jarinya, dengan benda itu juga Mio gunakan untuk
memotong sebuah gelas minuman seperti memotong mentega dan mulai mengukir seekor binatang pada
gelas tersebut. Sebuah gelas lagi untuk ditagihkan pada bon pembayarannya.
Pernah ada suatu kejadian dua tahun lalu di mana seorang alinergi anggota BtP
yang memiliki kekuatan api dengan nama panggilan Leon "The Dragon" diganggu oleh
beberapa manusia biasa yang merasa direndahkan oleh para Alinergi, mereka merasa tidak
adil untuk para pemakai ikat lengan yang menyebarkan ketakutan pada masyarakat atau membuat
masyarakat resah seolah-olah mereka harus tunduk pada BtP. Mereka menuntut
persamaan ~ 60 ~ - B L E S S E D H E A R T -
hak dan menolak diskriminasi. "Alinergi bukan dewa! Tuntut persamaan Hak! Kami
menolak menganggap alinergi lebih tinggi dari kami manusia biasa," teriak mereka.
Entah bagaimana kejadiannya, emosi Leon tersurut setelah beberapa orang dari
pengunjuk rasa meludahinya. Dalam kemarahannya ia membuat dua orang yang meludahinya harus
menjadi korban apinya, mereka terbakar hingga ke tulangnya dan langsung menjadi
abu di tempat mereka berdiri sebelumnya. Kasus itu segera menjadi besar memancing
sekelompok orang yang menuntut HAM untuk keadilan dan menolak pemakaian ikat lengan BtP
yang membuat mereka, manusia biasa, ketakutan serta mengadili Leon. Meskipun Leon
merasa dirinya tidak bersalah karena keributan pada awalnya dipicu oleh dua orang yang
melecehkannya, selain itu juga mereka adalah anggota dari kelompok orang yang
membenci para alinergi atau Anti-Alinergi.
Kelompok Anti-Alinergi adalah kelompok orang-orang normal yang pernah terluka,
kehilangan masa depan mereka, kehilangan anggota keluarga maupun orang-orang
tercinta mereka akibat dari kekacauan oleh para alinergi di tahun-tahun sebelum adanya
BtP. Mereka adalah orang-orang yang masih memendam kebencian mendalam pada para alinergi
pengacau yang hampir semuanya sekarang sudah menjadi anggota BtP. Kelompok itu
bahkan bertanggung jawab atas pembunuhan beberapa alinergi dan anggota BtP.
Ketika itu terjadi huru-hara dan ratusan orang berunjuk rasa di depan markas BtP
menuntut agar Leon dapat di hukum mati. Sebagaimana manusia biasa yang mendapatkan
kekuatan terlalu besar, Leon juga mengalami gangguan emosional yang tidak sedikit, ego
dan kesombongannya melambung tinggi dan dengan cacat mental seperti itu, ia kembali
mengamuk yang mengakibatkan ratusan orang pengunjuk rasa dan penuntut persamaan
HAM itu harus merasakan amukannya. Puluhan orang meninggal terbakar, ratusan lainnya
mengalami luka-luka bakar dan juga mengalami trauma berat. Sedangkan Leon kabur
hingga kini tiada kabarnya lagi namun ada isu tidak jelas yang mengatakan dirinya sudah
menjadi rabbit. Banyak para psikolog yang berspekulasi bahwa kejadian itu terjadi karena
tekanan emosi yang diberikan oleh para pengunjuk rasa dan oleh karenanya lebih baik
tidak mengganggu dan menjauhi para alinergi.
Manusia biasa yang mencoba mengendalikan alinergi adalah ibarat menyuruh kelinci
putih yang manis dan imut untuk mengendalikan macan lapar yang sedang mengamuk.
Lagipula jika mereka terus-menerus mendesak para alinergi mungkin saja pertempuran
panjang akan segera terjadi kembali, di mana semua alinergi akan berperang dengan manusia
biasa. Melirik pada sejarah pada tahun-tahun awal munculnya alinergi, manusia biasa tidak akan
pernah menang kecuali jika kali ini Divisi Penelitian menghasilkan sesuatu untuk
membungkam para alinergi. Ketidakseimbangan antar manusia biasa dan alinergi sudah terlihat saat
awal ~ 61 ~ - B L E S S E D H E A R T -
pemalinergi, kekuatan yang terlalu besar sudah diberikan pada segelintir orang
dan persamaan hak sudah tidak bisa lagi di perjuangkan lagi, bagaimanapun caranya.
Alinergi bisa jadi berbeda dengan manusia lainnya dalam hal kekuatan akan tetapi mereka
tetaplah manusia yang rentan dan penuh dengan konflik dalam diri mereka. Sama seperti
manusia biasa, mereka masih menginginkan perhatian, kekuasaan dan kehangatan layaknya
semua mahkluk hidup di dunia ini. Pada akhirnya mereka hanyalah manusia biasa yang penuh
kekurangan. Tidak perduli seberapa berbeda dan kayanya mereka, tetap saja mereka
adalah manusia-manusia yang mungkin saja kesepian, marah jika dilecehkan dan tersenyum
jika di berikan perhatian dengan tulus.
Sebagai tambahan, terkadang akan ada juga beberapa orang yang berpura-pura
memakai ikat lengan BtP untuk tujuan tidak baik seperti memeras atau mengancam. Orang-orang
seperti itu dengan senang hati akan diambil oleh Divisi Penelitian BtP yang membutuhkan
manusia biasa untuk dijadikan sebagai wadah percobaan mereka, jadi dapat dikatakan siapa
pun yang berani berpura-pura menjadi Alinergi maka hukumannya adalah "lebih buruk dari
kematian" atau mereka mungkin dapat bernasib baik menjadi alinergi hasil Divisi
Penelitian. *** Wanita cantik itu berjalan mendekati meja, wajahnya terlihat merah, sedikit
mabuk bercampur kesedihan saat mendekati meja bar, "Jaime minta minumanku yang
biasanya." Mataku terfokus padanya, wajah yang tidak kukenal dan suara yang pertama kali
kudengar. Meminta pesanannya yang biasa" Kami para bartender selalu berusaha mengingat
kembali wajah pelanggan kami, meski dia adalah pelanggan yang datang untuk kedua kalinya
setelah bertahun-tahun lamanya. Biasanya kami akan tetap mengingatnya, sedangkan tamu
ini aku yakin adalah pertama kali aku melihat wajahnya. Aku lebih sering mengingat wajah
para pelanggan bukan hanya dari penampilan tapi termasuk cara mereka bergerak,
berjalan, berbicara dan seluruh bahasa tubuh mereka yang khas karena semua itu akan
membuatku dapat mengingat mereka lebih baik bahkan hingga bertahun-tahun lamanya.
Tetapi aku tidak mengenal wanita ini karena cara jalan dan berbicaranya jelas
terlihat seperti orang mabuk, aku segera menoleh ke arah Master yang sedang menatap ke arahku
dalam jarak sekitar lima langkah kaki. "Michelle?" bisikku ragu meminta kebenaran,
karena firasatku mengatakan dirinya adalah Michelle. Master segera mengganggukkan
kepalanya sedikit. Jika dirinya memang Michelle, jelas aku tahu pesanannya. Aku segera
menyediakan Tequila, Cointreau, jeruk nipis, garam dan dengan cekatan bergerak mencampur
mereka untuk membuat minuman yang bernama Margarita. Minuman Margarita ini sendiri
dikenalkan sejak tahun 1970 oleh seorang bartender yang bernama John Durlesser.
Nama minuman itu diambil dari nama istrinya yang sudah meninggal. Menurut cerita dari


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Master, ~ 62 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Margarita menandakan cinta yang tidak pernah padam dari seseorang meski sudah
dipisahkan oleh kematian. Bagi Michelle artinya sedikit berbeda, cinta yang padam.
Michelle sendiri biasanya memesan beberapa minuman seperti Jack Rose,
Cinderella, dan Margarita. Jack Rose untuk saat ia sedang bahagia atau bersama teman wanita,
Cinderella saat ia bersama dengan teman prianya dan Margarita selalu untuk saat ia sedang
patah hati, dan mudah saja menebak kapan Michelle patah hati, seperti saat ini. Setelah
membubuhi sedikit garam di bibir gelas dan menuangkan minuman ke dalam gelas dengan lembut
tanganku meletakkannya ke hadapan Michelle. Mata Michelle sedikit merah
menatapku dan wajahnya terus berubah ingin menangis, tangannya bergerak cepat mengangkat gelas
minuman, langsung meneguk habis isi gelas dalam satu kali tegukan.
"Tambahkan lagi," mintanya, kepalanya tertidur di atas tangan kirinya yang
terlipat di atas meja bar, sedangkan jari tangan kanannya sedang menyentuh dan memainkan tepi
gelas kosong bersisa garam. Dengan perlahan dari balik meja bar, aku menggerakkan
sebelah tangan kiriku dan menunjukkan dua jari terbuka membentuk symbol "V".
"22?" tanyaku. Matanya melihat jari-jariku dan dengan perlahan tangan kanannya bergerak
menyentuh jari tangan kiriku dan membuka keseluruhan jari.
"25," balasnya.
Kemudian seluruh tangan dan jari tangan kanannya yang hangat menempel pada
telapak tangan kiriku, jari-jarinya terlihat lebih kecil dibandingkan dengan milikku.
Mata Michelle menatapku penuh arti, mungkin membutuhkan perhatian, aku dapat melihat kesedihan
dan kesepian di dalamnya. "Baiklah," kataku menarik tanganku dan segera bekerja. Saat aku menyodorkan
Margarita berikutnya dia segera meneguknya lagi dengan cara yang sangat kasar. "Tambah,"
kata Michelle lagi. Aku melihatnya dan mulai menebak tingkat mabuknya, kedua jariku
tadi adalah untuk memastikan tingkat kemabukkannya, bagaimanapun juga jika
penglihatannya sudah double atau triple maka aku tidak akan bersedia menambahkan lagi minuman
untuknya. Sedangkan 25 adalah jumlah orang yang dikencaninya selama ini dan memutuskan
dirinya. Ini berarti Michelle berkencan dan putus dengan empat orang selama aku tidak
masuk shift malam. Tanganku segera mencampur minuman itu lagi.
Michelle memiliki pribadi yang baik, ia selalu ada bagi teman yang membutuhkan,
tidak pernah pelit dalam hal apa pun. Dan dia selalu mengutamakan kepentingan
pasangannya ~ 63 ~ - B L E S S E D H E A R T -
terlebih dahulu bahkan hingga tahap bersedia melakukan apa pun juga demi
pasangannya. Aku menatap wajah tersebut, sangat cantik, wajah dan tubuh sempurna yang hanya
dimiliki oleh beberapa artis terkenal saja. Tidak akan ada pria normal yang akan sanggup
menolak godaan sedahsyat itu. Memang dari para artis dan model terkenallah wajah dan tubuh itu ia tiru.
Michelle adalah alinergi yang bertipe Mimikri. Ia dapat meniru wujud manusia
bagaimanapun juga selama ia sudah memperhatikannya dengan seksama, bahkan
suaranya pun dapat ditiru dengan mirip. Dirinya selalu berbakat dalam memperhatikan
orang, selalu seksama dan teliti bahkan kadang kupikir dia dapat melihat seseorang di
kedalaman yang biasa luput dilihat oleh orang lain. Aku mengenal Michelle hampir selama tiga
tahun. Boleh dikatakan kami lumayan akrab.
Akrab terpaksa. "Tambah lagi." Sedari tadi aku sudah terus memberikan Margarita tambahannya dan
kini gelas kosong sudah berjumlah tiga buah di atas mejanya.
"Tidak, nanti kamu tidak bisa pulang," protesku.
Wajah Michelle berubah cemberut menatapku, boleh kukatakan menjadi lebih imut
dan manis karena Michelle mengembangkan kedua pipinya, mulutnya yang merah menjadi
kecil, sedangkan kedua matanya terlihat sedikit marah. Semuanya memberikan tampilan
yang sangat memikat. Oh gadis yang sangat cantik.
"Tidak, aku tidak akan terbujuk," bantahku menoleh ke tempat lain, jantungku
sudah berdetak keras hampir tergoda untuk memberikan tambahan Margaritanya.
"Maasssterr....."
teriak Michelle panjang dengan nada lembut dan mengangkat tangannya dengan gelas
kosong ke arah Master yang berada di kejauhan. Master terlihat menghela nafasnya, dan
melanjutkan pekerjaannya, "Jaime, berikan saja...."
"Ta ... tapi Master.." protesku karena jika Michelle tidak dihentikan maka akan
ada sesuatu yang buruk terjadi pada diriku, bukan pada diri Michelle tapi diriku. "Tambah..."
protes Michelle mengarahkan gelasnya ke arahku, dengan wajahnya yang kembali sengaja
dibuat memelas dan yah, membuat jantungku kembali berdetak .
Semua lelaki lemah pada wajah-wajah cantik.
"Kata ... Master kemarin, kalau Jaime ada, aku boleh mabuk sepuasnya di sini."
~ 64 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Mataku segera beralih ke arah Master yang sedang melirik ke arahku dan segera
membuang muka, "Kemarin dia mabuk, sehingga aku terpaksa memberinya alasan agar ia segera
pulang sebelum mabuk sepenuhnya."
"Tapi Master, kalau sekarang ia mabuk siapa yang akan mengantarkannya pulang?"
protesku. Master sudah berlalu jauh ke dapur namun di keremangan dapat terdengar suara
Master, "Seperti biasanya ..."
"Ayo tambah," protes Michelle.
3 peraturan emas yang harus selalu diingat sebagai pekerja
1. Pelanggan adalah Bos dari Bos.
2. Bos tidak pernah salah.
3. Jika Bos salah, lihat kembali peraturan di atas.
Mendesah lemah aku segera mengambil gelas kosong dan membuat Margarita baru,
terlihat Michelle sedang asyik menatapku yang sedang membuat minuman tersebut. Sedangkan
pikiranku justru sedang kalut, aku memiliki rencana untuk besok, merapikan
rumahku yang rusak di berbagai tempat dan juga mencuci pakaianku. Jika memakai kata seperti
biasanya dari Master, artinya dirikulah yang akan berakhir untuk melakukan perjalanan 55
km mengantarkan Michelle ke apartemennya di pusat kota Viginia. Termasuk aku harus
mengangkutnya hingga ke lantai 22 dan mengurusnya hingga selesai. Belum lagi aku
terpaksa harus menunggu hingga Michelle bersedia mengantarku kembali ke rumah,
itupun jika ia bertepatan hendak berangkat ke Markas Besar BtP atau aku harus
menghabiskan uang memanggil Taksi. Yang berarti uang keluar lagi mengingat biaya itu tidak dapat
dimasukkan ke pengeluaran Kafe Eve. Dia adalah bencana dari semua ketenangan hidupku.
Sudut mataku menangkap gerakkan tangan Mio dan jarinya mengetuk sekali di atas
bar sehingga aku bergerak ke tempatnya, "Ada yang bisa kubantu?"
"Untukmu," kata Mio sambil mendorongkan sebuah gelas yang kini sudah menjadi
sebuah pajangan berbentuk panda dari kaca yang sedang berdiri di atas dasar gelas. Aku
menatap Mio yang menggerakkan jarinya untuk menyelinapkan rambut panjangnya yang begitu
hitam ke belakang telinganya, memperlihatkan telinga dan lehernya yang putih. Aku
menatap wajah Mio yang memiliki kulit yang putih, dagu lonjong, mata hitam tajam, bulu mata
yang lentik, hidung yang tajam dan bibir yang seksi. Wajahnya hampir tidak pernah memberikan
ekspresi atau emosi apa pun juga dan kata-katanya sangat singkat. Terkadang ia akan duduk
sendiri hingga berjam-jam dan kembali begitu saja tanpa sepatah kata, tetap saja siapa
pun yang ~ 65 ~ - B L E S S E D H E A R T -
melihatnya akan merasa terintimidasi oleh ketazamannya, membuat hati setiap
orang miris menatapnya. "Terima kasih," kataku padanya sambil memberikan senyuman yang paling tulus,
"Bentuk panda yang sangat cantik, aku sangat menyukainya," kataku menyentuh pajangan
itu, kemudian menyibukkan tanganku di belakang bar untuk berikutnya meletakkan
sepiring strawberry di depannya, "Dariku untukmu, Nona Mio." Dia tidak menjawab apa pun
namun belakangan ini aku berhasil menangkap ekspresi senangnya, seperti saat ini, saat
pupil matanya melebar menatap strawberry yang ditujukan padanya.
Hanya bola matanya saja yang menunjukan ekspresi.
"Cringgg," lonceng kecil di atas pintu bar berbunyi, tanda ada tamu yang masuk.
"Selamat datang," sapaku ramah. Terlihat seorang pria yang masih muda dan juga pastinya
alinergi BtP seperti yang terlihat pada benda yang melilit di lengan atas kirinya. Pria itu
berhenti sebentar dan melihat sekeliling kemudian melihat ke arah Michelle yang akhirnya berjalan
mengarah ke samping kanan tempat duduk Michelle yang kosong. Jelas pria itu tertarik oleh
kecantikan Michelle. Bagus, selamatkan diriku darinya. Aku mendukungnya dengan sepenuh hati.
"Kuharap tidak ada orang yang memesan tempat ini?" kata pria itu tersenyum
menatap Michelle. Mata Michelle malah menatap balik dengan rasa tidak percaya dan terus
menatap pria itu seperti melihat pangeran berkuda putih. Jelas pria tersebut menjadi
sedikit grogi dipandang oleh wanita cantik, super sexy, bola mata yang indah dan pipi yang
kemerahan menebarkan pesona. Sebuah senyuman tersinggung di bibir Michelle, membuat pria
itu segera menanggapinya sebagai isyarat "oke".
"Black Velvet," pesan pria itu melihat padaku. Tanpa sadar aku segera menoleh ke
arah Master yang baru kembali dari dapur dan ternyata mendengar pesanan tersebut.
Tangan Master bergerak sedikit membalas tatapanku dan memberi tanda agar aku membuatnya
sendiri. Baiklah kita lihat saja hasilnya.
Kesal karena black belvet buatanku tidak pernah berhasil seperti buatan Master.
Black Velvet adalah campuran dari bir hitam seperti Guinness dengan anggur putih yang
biasanya adalah sampanye dengan isi masing-masing setengah. Kerumitannya adalah pada saat
mencampurkan kedua jenis minuman ini, biasanya dituangkan dari kedua botol
secara langsung pada saat bersamaan. Saat gelas koktail penuh, kedua campuran itu harus
pada kadar yang seimbang atau artinya memerlukan cara penuangan yang terampil agar
kedua botol itu menuangkan isi yang sama dan selesai pada saat bersamaan.
~ 66 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Waktu penuangannya hanya sekitar tiga detik.
Aku menarik nafas dan menyadari hanya ada beberapa bartender saja yang dapat
melakukannya dengan anggun dan salah satunya adalah Master, sedangkan aku sedang
dalam tahap mempelajarinya. Belum pernah benar-benar berhasil sempurna. Jika kali ini
pekerjaan ini diberikan padaku artinya tamu ini bukanlah orang istimewa hingga Master
harus turun tangan atau mungkin Master punya alasan lain. Aku segera menyediakan bahannya,
terlihat pria itu sedang berusaha mengajak Michelle bercanda. Michelle terlihat begitu
ceria hingga aku merasa begitu beruntung, mungkin aku tidak perlu lagi mengantar Michelle
pulang. Ya Tuhan jadikanlah mereka pasangan yang berbahagia.
Tapi pikiran itu segera menjadi pesimis begitu aku melihat beberapa tamu lainnya
terlihat berbisik dan tertawa saat melihat Michelle dan pria tersebut.
*** Pria itu sendiri juga melihat reaksi beberapa tamu terhadap dirinya, "Pastinya
mereka semua iri melihat aku dapat mendekati wanita secantik ini," pikirnya. Mata pria itu
segera melirik ke arah Michelle sekali lagi, rambut pirang yang bergelombang menjuntai di
belakang bahunya, wajah yang cantik sedikit kekanak-kanakan, tubuh yang padat atas dan


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bawah, ini pastilah malaikat bermata abu-abu.
Matanya segera melihat tamu lainnya lagi, "Maaf teman tapi gadis ini adalah
milikku," batinnya dalam hati yang terlihat jelas di wajahnya tersenyum penuh kebanggaan
tidak dapat ditutupi. *** Keduanya segera sibuk berbincang-bincang kembali, tampaknya Michelle belum mabuk
benar hingga dapat melayani pembicaraan dengan baik dan tertawa terkikik di saat
yang tepat. Entah sadar atau tidak tiba-tiba tubuh Michelle agak limbung ke arah pria itu
dan dengan segera sang pria menopangnya dengan membuka tangannya dan membiarkan dadanya
menahan bahu Michelle. Bagus! Aku memberkati kalian sehidup semati untuk selamanya, Amin.
Keduanya berakhir semakin mesra. Aku dapat melihat pria itu menghirup aroma
harum yang keluar dari tubuh Michelle dan wajahnya terlihat mabuk tanpa alkohol. Pria
tersebut segera menggerakkan tangan kirinya melewati punggung Michelle dan menyentuh lembut
punggung kiri bawah Michelle untuk melindungi, begitu lembut dan membuat wajah Michelle
tersenyum manis. Keduanya terlihat seperti sepasang kekasih yang saling berbagi
kasih sayang. ~ 67 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Oh, aku harus mengakui aku begitu senang, Michelle adalah gadis tulen yang baik
hatinya. "Cringg...." Kembali pintu terbuka dan terlihat Jess masuk ke dalam serta
mendekati Mio, "Waktunya berangkat," katanya pada Mio. Mio menggangguk dan mendorongkan sebuah
kartu bayar pada Master serta turun dari kursi tinggi. Ia melirikku sebentar dan
berjalan perlahan untuk keluar setelah mengambil kartu bayarnya. Jess mengikutinya dari
belakang dan saat melihat Michelle dengan pria itu, Jess tersenyum sambil mengerahkan
kekuatannya yang membuat tangannya mengobarkan api yang luar biasa panas membuat seluruh
ruangan dalam Bar tiba-tiba menjadi panas, "Tidakkah kalian pikir suhu terlalu panas
untuk saling berdekatan?" dan kemudian berjalan keluar sambil tertawa.
Pria di samping Michelle mendesah kesal mengulurkan tangannya yang seketika hawa
dingin menerjang dari lengannya dan menyebar ke seluruh ruangan Bar serta mengembalikan
suhu ruangan. Pria itu tiba-tiba teringat sesuatu hal dan bertanya pada Michelle yang
kini kepala Michelle tergeletak di dada atas dekat bahu kiri pria tersebut, hingga ia dapat
mencium aroma rambut Michelle. "Kulihat kamu juga Alinergi dan bekerja pada BtP, di Divisi manakah" Mengapa aku
belum pernah melihat gadis secantikmu sebelumnya?" Michelle masih terdiam hendak
menjawab akan tetapi pria itu segera melanjutkan lagi, "Maafkan kebodohan saya, setelah
kita mengobrol selama ini aku belum juga memperkenalkan diri, namaku Patrick dan
kamu..?" Seketika itu juga tanganku yang sedang menuangkan bir hitam dan sampanye menjadi
tegang, jika diperhatikan dengan seksama seluruh ruangan ini juga kelihatan menjadi
hening seketika. Beberapa pasang mata tamu terlihat menatap ke arah mereka seolah-olah menunggu
sesuatu. "Michelle," jawab Michelle lembut menggoda di dekat telinga pria itu.
Pria itu tersenyum, "Oh Michelle, Michelle nama yang indah seperti or...oran...
g.nyaa..." akhir kata itu hampir tidak dapat didengar oleh siapa pun bahkan dirinya sendiri
lagi. Wajah pria telah berubah, wajah yang tadinya tersenyum menggoda kini terlihat bengong
atau kosong dan tak lama kemudian seperti tersadarkan. Pria tersebut segera menatapku
meminta perhatian. Dia menggerakkan mulutnya tanpa suara sedangkan tangan kanannya
bergerak menunjuk ke arah Michelle tanpa sepengetahuan Michelle. Aku dapat membaca bibir
pria itu bertanya "Michelle The Coyote Ugly yang itu...?" Melihat wajah pria itu sudah
hampir pucat dan sedikit ketakutan, aku mengganggukkan kepalaku singkat sebagai tanda
tebakannya benar. Michelle the Coyote Ugly yang itu.
~ 68 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Reaksi pertama pria itu cukup mengejutkan, seolah-olah jiwanya meninggalkan
raganya, pria itu lantas menggerakkan kepalanya menoleh ke arah tamu lain yang kini terlihat
sedang berusaha menahan tawa mereka.
*** "Sial ternyata ini yang mereka maksud," batin Patrick.
*** Aku segera menyodorkan black velvet yang dipesan. Tapi tangan kanan pria itu
sudah terangkat menolak dan entah bagaimana berlawanan 180 derajat dari saat pria itu
datang. Pria yang tadinya luwes dan lembut geraknya kini tiba-tiba menjadi kaku, tangan
kanannya memegang keras pundak Michelle dan diikuti tangan kirinya di pundak Michelle
lainnya. Dengan sigap Ia mendorong tubuh Michelle menjauh darinya yang seketika membuat
Michelle yang sedang bermanja-manja padanya kini terduduk tegak di atas kursi
seperti tiang listrik. "Maaf, aku harus pergi sekarang," sahut pria itu terburu-buru segera berdiri
mengeluarkan sebuah kartu bayar yang segera digesekkan di mesin kasir di dekatku dan kabur
secepat mungkin meninggalkan kursi Bar. Bahkan sebelum Michelle sanggup mengeluarkan
sepatah kata pun. "Cringg ..." pria itu menutup pintu dengan kasar, wajah Michelle
segera menjadi pucat pasi. Mulutnya yang sudah terbuka hendak berkata sesuatu atau mungkin meneriakkan
sesuatu segera menggantung di udara dan kemudian mengeluarkan suara isakan tangis. Air
mata di sudut matanya juga ikut mengambang. Tangannya segera menyambar black velvet yang
masih kugenggam dan menegaknya hingga habis. Membuat semua orang yang melihatnya
ikut mendesah. Sekilas aku dapat melihat sebuah senyuman kecil di bibir Master.
Jadi ini maksudnya maka aku disuruh yang membuat black velvet tersebut.
Aku melihat ke arah Michelle yang kini sedang menegak black velvet itu, Orang
seperti dia memang lebih mementingkan kuantitas daripada kualitas. Koktail jenis apa pun di
tangannya berakhir seperti air putih. Kini Michelle terlihat lebih muram dan lebih
bersedih daripada sebelumnya, membuatku ikut bersimpati dan membuatkan segelas Margarita lainnya
untuk disodorkan padanya. Kelihatannya luka di dalam dirinya akan semakin memburuk.
Dan aku tidak menyukai saat hatinya terluka, dia benar-benar gadis yang baik.
Michelle sendiri punya julukan Michelle "The Mimikri" dan juga julukan lainnya
yang menjadi legenda bagi para pria di BtP, Michelle "The Coyote Ugly". Coyote Ugly
adalah istilah untuk binatang Coyote yang akan menggigit putus tangannya sendiri
apabila ~ 69 ~ - B L E S S E D H E A R T -
tangannya terjepit pada perangkap, untuk dapat melarikan diri. Sedangkan untuk
Michelle itu berarti julukan untuk begitu buruknya rupa Michelle sehingga pasangannya bahkan
rela untuk memutuskan tangannya sendiri dan kabur daripada membangunkan Michelle yang
sedang tertidur di atas lengan pasangannya.
Aku bersimpati pada Michelle yang mendapat julukan itu.
Bersimpati tapi tidak cukup untuk membuatku memasrahkan diri padanya, hanya
sekadar bersimpati. Kata bersimpati yang paling indah adalah memberikan perhatian pada
jarak yang aman dan tidak mempengaruhi jalan hidup pribadi masing-masing. Artinya mengikut
pada jarak yang aman, jangan ikut-ikutan basah, dapat kabur kapan pun juga jika
kondisi menjadiburuk. Setidaknya itulah yang terpikirkan olehku dan sekarang aku harus
segera menyusun ulang semua jadwal harianku. Jika aku harus mengantar Michelle hari ini
maka keesokan harinya aku dapat memikirkan rencana untuk belanja bulananku ke kota
untuk melengkapi bahan masakan di rumah dan juga membeli beberapa buku. Waktu semakin
larut dan Michelle semakin terbenam dalam kesedihannya, dia mulai berceloteh tentang
apa pun juga yang dirasa tidak adil dan aku sendiri langsung memasang muka bartender
alias tampang sabar dan pengertian seolah-olah sedang mendengarkan. Aku menyahut beberapa kali
agar Michelle dapat merasa ia sedang didengarkan meski otakku sendiri sudah berputar
ke tempat lain dan tanganku masih sibuk mengeringkan gelas-gelas koktail.
"Jaime kamu mendengarkanku?" tanya Michelle sedang dalam keadaan mabuk.
"Dengar, sampai waktu kamu berada dalam rumah sakit dan dia datang dengan
hadiahnya?" jawabku. Michelle mengganggukkan kepalanya, "Benar..." Ia meneguk Margaritanya lagi dan
meminta tambah, "Ia memberikanku kalung yang begitu indah... Ia bahkan berkata aku
adalah bulan dan bintangnya ...."
Hingga dia menemukan bulan dan bintang lainnya dan Michelle tinggal sejarah.
Telingaku masih mendengar tapi pikiranku sudah melayang jauh kembali, aku tidak
akan tahan untuk terus mendengarkan kisah yang sudah diulang-ulang olehnya sekitar
lima kali. Meski aku tahu ia bercerita mungkin tidak untuk didengarkan lagi tapi lebih
tepat untuk melampiaskan tekanan emosi dalam hatinya. Aku teringat beberapa hari lalu para
staf BtP menceritakan bahwa perusahaan terkenal di bidang komputer baru saja meluncurkan
laptop terbaru mereka minggu lalu. Laptop itu di beri kode nama Lunar X'treme
X'perience atau disingkat "LXX" buatan terbaik dan tercanggih untuk saat ini, dengan semua
hardware termodern, sistem komputer untuk militer, grafik terbaik sepanjang sejarah,
kecepatan prosesor yang maksimal dengan bonus koneksi internet selama satu tahun via
satelit langsung. ~ 70 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Benar-benar mengiurkan bagi para maniak komputer, jenis yang harus dimiliki oleh
para hacker karena LXX juga menyediakan saluran yang aman dan tak terdeteksi untuk
berselancar di dunia maya ataupun membobol situs mana pun juga.
Mengingat jumlah LXX yang dikeluarkan sangat terbatas dan juga sangat mahal,
maka hanya sebagian kecil orang seperti pangeran dari negeri minyak, para bintang film
dunia yang terkenal dan orang-orang paling kaya saja yang sanggup memilikinya. Bahkan bagi
mereka yang bekerja di BtP sekalipun tidak sembarangan bisa membeli barang semahal itu
karena keterbatasan jumlahnya dan membutuhkan koneksi orang dalam untuk mendapatkannya.
Aku segera teringat dengan komputer pribadiku yang jika dibandingkan dengan laptop
tipe LXX tersebut bisa dikatakan kalah 25 generasi seperti becak tarik dengan mobil
ferrari. Jika mobil ferarri berlari semakin lama semakin cepat, becak tarik akan berlari cepat pada
awalnya dan semakin lama akan semakin lambat persis seperti komputerku.
Aku menatap Michelle yang sedang berbicara atau mungkin komat-kamit tidak jelas
karena matanya juga sudah mulai menutup setengah, tubuhnya juga sudah tidak dapat duduk
tegak lagi. Master berjalan mendekati diriku dan berbicara pelan, tidak mau mengganggu
Michelle, "Jaime kamu sudah boleh berbenah dan ingat antarkan dia sampai rumah."
Aku menghentikan pekerjaanku, melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 10:35
malam dan semua tamu sudah pulang. "Baiklah," sahutku mulai merapikan gelas-gelas dan
botol minuman ke dalam rak, membersihkan meja-meja pelanggan, mencuci dan mengeringkan
semua peralatan dapur. Menutup jendela dari luar kafe dan setelah semuanya
selesai, aku bergerak ke ruang ganti dengan membawa gelas berbentuk panda. Saat membuka
lokerku terlihat beberapa pajangan gelas dalam berbagai bentuk binatang, semuanya dari
Mio. Berganti pakaian secepatnya aku segera kembali ke ruangan bar melihat Master
berdiri di balik meja bar menemani Michelle berbicara. Aku selalu berpikir jika Master
terlalu memanjakan Michelle lebih dari pelanggan lain namun hal itu tidak bisa
dipungkiri, karena tadi saja percaya atau tidak Michelle telah menghabiskan delapan gelas margarita
sendirian.

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Entah perut seperti apa yang di milikinya.
Pelanggan loyal, dengan catatan jika dia sedang patah hati. Selain itu juga
Michelle memiliki hubungan keluarga dengan Master meski aku belum pernah bertanya jelasnya. Master
terlihat bersusah payah membujuk Michelle untuk tidak menambah margaritanya sebelum ia
benar- benar tidak mampu berdiri dan kelihatannya tidak berhasil.
"Aku masih mau minum," sahut Michelle lemah dengan nada yang sudah tidak stabil.
Master melihat ke arahku dengan wajah memohon.
~ 71 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku melihat Master dengan alis terangkat, "Apa?" Master mengangkat kedua
tangannya ke depan dada dan seolah-olah sedang mengangkat sesuatu yang besar dan
menggerakkannya ke arah pintu seperti membuang sesuatu, yang berarti, "Bawa dia pulang sekarang dan
seret jika perlu." Aku hanya dapat mendesah lemah dan mengeryitkan wajahku, tidak
punya pilihan lain selain melakukannya lagi, cara yang selalu berhasil untuk menyeret
Michelle keluar kapan pun juga. Sepenuh hati aku menarik nafas dalam-dalam, mencoba
menenangkan perasaanku dan mengeluarkan kepercayaan diri serta kelembutan yang ada di dalam
diriku. Dengan lembut tanganku menggenggam lembut pundak Michelle, memberikan perhatian
dari cara tanganku menyentuhnya, kepalaku mendekati telinganya dan suaraku lembut
berbisik mengodanya, "Michelle, aku sudah harus mengantarkanmu pulang sayang."
Mata Michelle terbuka dan menutup sejenak segera menatap ke arahku lekat-lekat,
membuatku menjadi grogi. Bagaimanapun juga aku cukup tampan, setidaknya itulah
kata orang-orang, hidungku mancung, mataku hitam gelap, wajahku tipe maskulin dengan
dagu persegi memiliki belah dagu dan tubuhku proposional dengan otot yang cukup dapat
mengoda wanita mana pun juga. Setidaknya aku sendiri termasuk pria yang paling
popular di kalangan desa. Yah terkenal sama anak-anak kampung. Begitu memasuki kota nilai diriku langsung
jatuh ke titik paling bawah. Aku sedikit tersenyum teringat di masa-masa itu, di mana aku belum pernah
sekalipun ditolak oleh seorang gadis jika aku sudah menginginkannya sedangkan selama di kota aku
sendiri tidak pernah menarik perhatian siapa pun, apalagi wanita dari BtP. Lebih baik
diriku mengaca dulu! Sambil membuka dompet membiarkan pantulan cermin menggandakan isi dalam dompet.
Pada kasus Michelle hal ini agak lain. Michelle mungkin akan melompat ke dalam
pelukan siapa pun, selama dia itu cowok dan bersikap lembut serta menyayanginya. Saat
ini jika dia tidak dibujuk dengan cara baik dan membiarkannya bermanja-manja maka bisa saja
Michelle akan minum hingga ia tertidur di sini. "Peluk aku," balas Michelle dengan manja
dan kedua tangannya terulur ke depan ke arahku seperti anak-anak yang minta digendong.
Sebuah dorongan perasaan untuk menolak muncul dalam diriku, susah bagi siapa pun yang
sudah mengenal rupa Michelle yang sebenarnya untuk memeluknya. Meski saat ini di
hadapanku adalah wajah seorang wanita yang sangat cantilk dan manis dengan tubuh bahenol.
Sekali lihat yang asli pasti akan langsung trauma untuk selamanya. Dijamin!!
Ah sudahlah toh ini bukan yang pertama kalinya, puluhan kali malah.
~ 72 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Tanganku segera terulur menyelinap di bawah lutut dan punggung Michelle dan
seketika mengangkatnya dalam posisi menggendong putri. Kedua tangan Michelle menyelinap
dan memeluk erat leherku, kepalanya bersandar di dadaku. Aku dapat merasakan hangat
nafasnya di dadaku dan aroma harum tubuhnya. Setidaknya kuharap hal ini bisa mengobati
perasaan kesepian Michelle meski hanya sedikit. Dibantu oleh Master yang membuka pintu,
aku keluar dari Bar Eve dan menemukan hanya sebuah mobil yang terparkir di sana, Mercedes
SLR type terbaru. "Mobilmu?" Tanyaku yang seingatku mobil terakhir Michelle adalah Porsche.
"Dia lebih senang Mercedes," sahutnya lemah.
Aku hampir lupa, setiap kali Michelle mendapatkan pacar baru maka ia akan
berusaha untuk mengikuti cara hidup pria tersebut, dari benda-benda kesukaan pria itu hingga
apa pun yang dimiliki oleh cowoknya harus ia miliki. Posesif atau apalah. Gadis ini benar-
benar berusaha keras untuk dicintai. Aku menggendongnya mendekati mobil tersebut dan hanya
dengan sentuhan ringan telapak tangan Michelle pada mobil tersebut, kedua pintunya
segera membuka perlahan ke atas, tipe pintu butterfly. Masih dengan terkagum-kagum
melihat kecanggihan dan kemewahan mobil sport tersebut, aku hampir saja mendudukan
Michelle pada kursi penumpang, jika mataku tidak melihat sebuah benda di atas tempat
duduk bersama dengan botol minuman kosong. Sebuah benda hitam mirip laptop yang di atasnya
terukir dengan indah sebuah tulisan LXX berwarna perak. Jantungku segera berdetak keras
melihat benda itu, LXX laptop terbaru yang menjadi pujaan para pengila komputer. Mulutku
terasa gatal dan tanpa sadar tercetus keluar "LXX milikmu?" setelah suara itu keluar
aku baru sadar kebodohanku. Tentu saja LXX itu miliknya, letaknya saja sudah di dalam mobilnya. Komputer
tercanggih abad ini dengan koneksi langsung dari satelit. Oh ... aku tidak sabar lagi untuk
segera meminjamnya. Mendadak hatiku menjadi ceria, tidak percuma aku mengantarkan Michelle malam
ini, semoga dia akan membiarkanku melirik ke dalam LXX-nya, jari-jariku sudah gatal.
Michelle menggerakkan kepalanya menatap ke LXX dan sekejap kemudian kedua tangannya
memeluk erat leherku, membenamkan kepalanya di dada atas dekat leherku. Membuatku merasa
geli karena hembusan nafas hangatnya di leherku.
"Itu... hadiah untuk ulang tahunnya tengah malam ini," katanya sedih dan mulai
terisak, "Aku ... memesannya dengan susah payah, sepasang LXX untukku dan dirinya, tapi...
tapi dia mengkhianatiku tiga hari lalu... dan... dia... dia ... hiks... memutuskanku pagi
ini." Michelle pun menangis sambil memelukku. Mau tak mau aku merasa sedih juga,
betapa ~ 73 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Michelle sudah begitu memperhatikan pacarnya hingga berusaha keras membeli
sepasang LXX yang untuk anggota BtP sekalipun pasti susah untuk mendapatkannya.
Ah urusan percintaan memang rumit tapi yang penting aku bisa meminjam LXX-nya
nanti. "Michelle, kamu bisa berdiri" Aku harus memindahkan LXX itu sebelum kamu
mendudukinya dan menghancurkannya atau mungkin kamu bisa membantu memindahkannya?" tanyaku. Michelle tidak bergerak sama sekali hanya diam
memelukku. "Mich?" "Biarkan saja hancur... dia sudah menghancurkan hatiku... hik... hiks..." Michelle
terisak, "Dudukkan aku ...!"
Nafasku tertahan sejenak, jantungku berhenti berdetak sepersekian detik.
Serius mau menduduki LXX semahal itu"
"Dudukkan aku sekarang juga," Teriak Michelle mulai marah.
Aku terdiam. Tidak, tidak akan pernah dan tidak akan sanggup kulakukan, LXX yang mahal
selangit itu mau diduduki" Langkahi dulu mayatku. Tiba-tiba Michelle memberontak di dalam pangkuanku sehingga aku terpaksa
melepaskannya sebelum kami berdua jatuh. "Ka ... kamu mau membelanya .... Kamu membela
Andreas... Dasar lelaki semuanya sama saja...," kata Michelle sambil berusaha untuk berdiri
stabil, marah dan kembali menangis. Aku hanya bisa berdiri tertegun menatapnya.
Membela Andreas" Kenal saja tidak, dari mana logikanya bisa nyambung ke sana"
Kedua tangan Michelle bergerak ke dalam mobil dan mengambil Laptop LXX kemudian
mundur dua langkah serta berusaha berdiri tegak. Dirinya mengangkat laptop itu
tinggi-tinggi siap untuk melemparkan LXX ke aspal tempat parkir. Jantungku hampir copot dan
tanpa sadar aku membungkuk dengan kedua tanganku terulur ke bawah hendak menyambut
laptop super mahal itu, otakku segera berputar cepat melakukan hitungan. Harga sebuah
LXX itu hampir 12 bulan gaji BtP rata-rata dan itu berarti 12 dikali 30 hari dikali satu
bulan gaji diriku. Hasilnya jika aku ingin membeli LXX itu, aku harus mengumpulkan gajiku tanpa
makan dan minum selama ... 360 bulan yang berarti 30 tahun!!!
~ 74 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku melihat tubuh Michelle yang sedikit limbung sehingga tanganku yang sudah
terulur ke bawah bergerak ke atas, menangkap kedua pergelangan tangan Michelle yang
bergerak hendak melemparkan LXX. Tubuh kami begitu dekat, dia menatapku dengan dua bola
matanya yang basah. "Michelle, bagaimana kalau kamu membuangnya perlahan-lahan
saja?" Bisikku dengan nada memohon.
Mata Michelle berkilat marah, "Tidak! Aku hendak menghancurkannya dan menginjak-
injaknya seperti ia telah menghancurkan hatiku hingga berkeping-keping." Wajahku
mengernyit masam, jika LXX terjatuh mungkin masih ada harapan hidup lagi, tidak
mungkin laptop semahal itu tidak tahan bantingan. Tapi hancur berkeping-keping seperti
hati Michelle tentu tidak ada laptop yang bisa bertahan.
Tidak ada hubungannya LXX ini dan hatimu yang hancur berkeping-keping, bodoh!!!
Tanganku perlahan bergerak memegang LXX malang tersebut yang juga membuat tubuh
kami berdua semakin merapat, aku dapat mencium aroma tubuhnya yang memabukkan.
"Michelle," bisikku begitu lembut, berniat menggunakan strategiku terakhir,
bagaimanapun juga aku ingin melihat isi laptop mahal ini. "Bagaimana kalau kamu hadiahkan
saja LXX itu untukku daripada dihadiahkan untuk aspal ini begitu saja?" Mataku menatap
langsung pada Michelle dan berharap pesonaku masih bekerja, untuk sesaat Michelle terdiam, ia
menatapku, kemudian sedikit menunduk melirik ke bawah aspal dan...
"Tidak!! Aku mau menghancurkannya!!!" Ia memberontak, kedua tangannya bergeliat
membuatku terpaksa segera berganti siasat. Hatiku terasa miris ternyata
dihadiahkan pada aspal jauh lebih berharga daripada dihadiahkan untukku atau mungkin pesonaku
benar-benar gagal. Yang lebih buruk lagi mungkin saja selama ini aku menganggap diriku
memiliki pesona namun ternyata masih kalah dari pesona aspal.
Apa wajahku lebih buruk dari permukaan aspal" Dia bahkan melirik wajahku dan
melirik ke lantai sebelum memutuskan untuk tetap ingin menghancurkannya.
"Michelle," panggilku sekali lagi dengan nada suara yang dibuat selembut dan
sedalam mungkin, memasukkan daya tarik magis yang memabukkan untuk menarik perhatiannya,
aku harus mencoba sekali lagi, tidak mungkin aku kalah dari aspal.
Aku tidak akan pernah menerimanya!!! Harga diriku sebagai seorang lelaki
memberontak. "Michelle, aku akan melakukan apa pun juga untukmu jika kamu mau membatalkan
untuk menghancurkan laptop LXX ini dan melukai dirimu sendiri?" kataku mantap penuh
keyakinan dan menatapnya, "Demimu sayang, apa pun juga akan kulakukan," bisikku
lirih menambahkan sambil menatap bola matanya yang indah, aku tulus ingin membantunya.
~ 75 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Membersihkan dan mengepel apartemennya, mentraktirnya minuman dan makanan,
menambahkan minumannya tanpa protes atau memasak untuknya. apa pun itu demi LXX.
Siasatku berhasil. Michelle tergoda, gerakan tubuhnya berhenti, aku dapat
merasakan kedua tangan Michelle menjadi tenang dan melembut seperti pasrah dan matanya yang
lentik terbuka lebar memandangku setengah percaya. "Percayalah padaku," bisikku lembut
menyentuh pipinya. Dia tertegun seperti layaknya gadis muda yang mendapat
pengakuan

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cinta yang mendalam. Sudah seharusnya dia terpesona olehku yang tampan ini.
"Matilah bersamaku?" bisik Michelle padaku begitu lembut.
"Hah?"?" tenggorokanku tercekat mataku menatapnya dalam-dalam. "Bunuh dirilah
bersamaku," tatap Michelle serius di wajahku, "Aku akan memberikannya padamu
jika kamu melakukannya." Alisku naik dan keningku segera berkerut.
Jika aku mati siapa yang terima laptopnya.
Aku menelan ludah dan terpaksa menggelengkan kepala, pikiranku masih waras. Hal
ini membuat tubuh dan tangan Michelle tegang dan bergeliat kembali ingin
menghancurkan LXX tersebut. "Michelle tenang dulu, selain nyawaku apa pun akan aku lakukan
untukmu." Tubuh Michelle kembali terdiam, "Kalau begitu cintai aku!" katanya sambil
menurunkan tangannya meski masih memegang LXX tersebut. Tenggorokanku kembali naik turun
menelan ludah yang sudah hampir kering, dengan terpaksa aku memejamkan mata dan
menggerakkan kepalaku ke arah kiri dan ke kanan tanda "tidak".
Aku juga belum seputus asa itu.
Hatiku tahu jawaban ini akan menghancurkan hati Michelle maka aku segera memeluk
lembut tubuhnya Michelle, merasakan hangat tubuhnya dan berbisik di telinganya,
"Aku tidak akan mencintai seseorang karena uang atau benda, tapi aku menyayangimu,
percayalah padaku." Tubuh Michelle mengigil dalam pelukanku dan air matanya ikut mengalir,
"Ka... kamu dan dia tidak mau mencintaiku, kalian berdua hanya menipuku, biarkan benda
ini hancur menemani diriku," bisiknya sambil mencengkeram LXX sebagai sandera dengan
kuat. "Michelle," tanganku memeluknya semakin erat, membiarkan telapak tanganku
menyentuh punggungnya dan mengelusnya, "Cinta itu tidak dapat dipaksakan, aku tidak akan
mencintaimu karena benda ini, kamu patut dicintai lebih dari karena sebuah
benda," bisikku lembut meski alasan sebenarnya aku menolak adalah hal yang sama mengapa dia
~ 76 ~ - B L E S S E D H E A R T -
mendapatkan julukan Michelle the Coyote Ugly. "Katakan permintaanmu yang lain,
kali ini aku akan mencoba keras untuk melakukannya," bisikku lembut.
Mudah-mudahan kali ini permintaannya lebih mudah.
"Bunuh Andreas!!!" Jawab Michelle begitu tegas hingga membuatku terkaget-kaget,
mulutku terbuka lebar. Mungkin aku benar-benar harus melupakan LXX Michelle dan
merelakannya untuk aspal jalanan. Membunuh orang demi LXX" Hal itu bisa dinegosiasikan akan
tetapi bukan itu masalahnya. Masalahnya Andreas itu adalah alinergi dan aku ini manusia
biasa. Ini bukan perkara membunuh tapi perkara dibunuh.
Michelle melihat reaksiku yang terdiam dan tahu aku tidak akan mengabulkannya,
sehingga kali ini ia berontak sekeras-kerasnya dalam pelukanku. Otakku berputar hebat,
aku tidak akan lagi meminta untuk mengabulkan permintaannya yang tampaknya semuanya serba
mustahil, lebih baik aku berganti siasat. Menawarkan apa yang dapat kulakukan. "Michelle,
begini saja, aku akan... akan... " aku mencoba berpikir keras akan hal yang paling maksimal yang
dapat kulakukan dengan kemampuanku untuk membalas dendam pada Andreas, anggota BtP.
"Ah Iya, aku akan... diam-diam mengempeskan ban mobil Andreas. Bagaimana menurutmu?"
Hanya hal itu yang mungkin dapat dilakukan olehku dan menjamin nyawaku tetap
aman. Michelle mendorong tubuhku dan matanya terlihat marah, mendadak ...
"Hoeks...." Aku segera melompat mundur, Michelle yang terlalu banyak bergerak telah membuat
dirinya memuntahkan semua isi perutnya. Perhatianku segera tertuju pada LXX yang kini
dipeluk Michelle sambil muntah. Setidaknya masih aman. Tanganku mengusap punggungnya
dengan lembut, merasakan hawa panas dari punggungnya dan tanganku yang lain bergerak
mengambil tisu di dalam mobil serta membersihkan sisa muntahan di sekitar bibir
Michelle. Kini Michele memeluk erat-erat LXX di depan dadanya dengan kedua tangan yang
menyilang melindungi LXX itu. Tanganku masih bergerak lembut membersihkan sisa
muntahan di bibir dan dagu cantik Michelle.
"Angkat aku ke mobil," katanya sambil menatapku erat-erat dengan mata abu-
abunya. Anak ini!!! Jarak antara Michelle dan mobil cuma satu atau dua langkah, tapi dia masih minta
digendong. Tapi tetap saja aku membuang botol minuman kosong dari tempat duduk mobil, kedua
tanganku dengan lembut mengangkat Michelle dan mendudukkannya dengan hati-hati
di atas kursi mobil. Kelihatannya dia menikmatinya. Aku menutup pintu mobil dan merasa
lega karena LXX mahal itu tidak jadi diberikan pada aspal jalanan namun aku tetap
mendesah saat ~ 77 ~ - B L E S S E D H E A R T -
memutari mobil. Mungkin harapanku terhadap LXX itu pupus sudah, tidak satu pun
hal yang bisa kulakukan untuk mendapatkannya. Aku memasuki mobil, menarik pintu agar
menutup dan kedua tanganku menyentuh kemudi. Belum pernah sebelumnya aku menaiki mobil
mewah seperti ini sama sekali. Rasanya nyaman sekali, tempat duduknya pas dan
menyenangkan, seluruh isi dalamnya begitu indah dan elegan benar-benar ekslusif
memberikan perasaan yang luar biasa menyenangkan.
Aku pasti akan membeli satu mobil seperti ini saat aku di surga nanti. Kudengar
di surga semuanya serba gratis. "Kamu boleh memiliki LXX ini," kata Michelle memecah keheningan.
"Hah?" Aku dapat melihat wajah Michelle sudah lebih baikan setelah ia muntah.
Setidaknya ia sadar dengan apa yang dikatakan olehnya. Michelle segera menghadap ke tengah-
tengah dashboard, "Perintah, tunjukan waktu balapan anggota BtP Graceland." Sebuah
layar kecil di tengah dashboard mobil berkedip-kedip dan sebuh suara wanita terdengar berkata,
"Perintah ditunjukan." Layar itu seketika memperlihatkan hasil dan waktu perlombaan balap
mobil seluruh anggota BtP Graceland. Michelle segera menunjukkan jarinya ke arah
layar, "Kalahkan waktu dia sekarang juga maka LXX ini akan kuberikan untukmu."
Aku ingat dengan jelas belakangan ini semua anggota BtP diharuskan memiliki alat
komunikasi seperti yang terlihat sekarang ini pada setiap kendaraan pribadi
mereka. Sebuah layar komputer yang oleh Markas Besar BtP untuk mempermudah berbagai keperluan
informasi namun oleh beberapa anggota BtP alat ini juga dijadikan sebagai alat
pencatat waktu kecepatan laju mobil mereka dari Markas Besar BtP ke pusat kota Viginia
yang berjarak sekitar 55 km. Mereka berlomba-lomba untuk menjadi yang tercepat.
Informasi setiap kendaraan yang berani mengikuti adu kecepatan ini akan dapat langsung
ditangkap oleh satelit dan berikutnya akan disimpan untuk dapat diakses oleh semua orang.
Kepalaku mendekat ke arah layar dan melihat pada tulisan yang ditunjuk oleh Michelle,
"Andreas," bisikku. Hmm... masuk akal... mobilnya juga Mercedes SLR ... jelas Michelle mengikutinya.
"Peringkat pertama perlombaan kecepatan mobil dari seluruh anggota BtP
Graceland?" gunggamku. Seluruh BtP Graceland" Dari seluruh alinergi berkemampuan aneh. Yang benar
saja!! Mataku terus bergerak membaca komentar lainnya dari Andreas,
~ 78 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Jika ada yang dapat mengalahkan rekor kecepatanku sebelum hari ulang tahunku.
Aku akan lari telanjang di tengah-tengah Markas Besar BtP pada hari ulang tahunku!!!
Selamat mencoba pecundang!" "Dan sebagai bonus, pada hari ulangtahunku, aku akan memperlihatkan rupa asli
Michelle "The Coyote ugly".
Mataku membelalak dan membaca sekali lagi...
Memperlihatkan rupa asli Michelle"
"Apa yang terjadi" teriakku menatap Michelle tidak percaya, "Apakah dia benar-
benar memiliki foto wajah aslimu?"
Michelle menatapku, air matanya menetes jatuh dan untuk pertama kalinya aku
benar-benar melihatnya menangis begitu sedih. "Ia mengambil fotoku saat aku tertidur dan
akan menyebarkan ke semua orang saat ulang tahunnya, tepat jam 00:00 nanti." Aku
menelan ludahku dan juga amarahku, pria itu tidak boleh melakukannya dengan alasan apa
pun juga, hal itu akan sama saja dengan membunuh Michelle. Semua orang yang melihat foto
Michelle pasti akan ketakutan dan berikutnya dia akan dijauhi semua pria. Michelle tidak
akan sanggup menerima semua ini, itu sama saja dengan membunuhnya.
"Setelah hari ini aku tidak mau hidup lagi," tangis Michelle benaran dan air
matanya mengalir deras. Ia bahkan terbatuk karena tertekan. Dengan cepat aku menatap
pada jam digital mobil yang menunjukkan pukul 23: 15.
Aku masih memiliki beberapa waktu untuk melakukan sesuatu sebelum pukul 00:00.
"Kalahkan dia," jawab Michelle menunjuk ke arah layar, "Aku benci dia, pokoknya
kamu harus mengalahkan dia!!! Aku ingin melihatnya telanjang jika ia ingin
memperlihatkan fotoku pada semua orang."
Aku tidak perduli pada Andreas dan perlombaan bodoh ini. Tapi aku harus tiba di
tempat Michelle dan menggunakan komputernya serta koneksi langsungnya sebelum ulang
tahun si bangsat itu jika aku ingin membantu Michelle. Waktu tempuh Andreas, 21 menit dan
35 detik untuk jarak tempuh 55 km. Jika aku dapat mencapai waktu yang sama sekitar 25
menit berarti aku akan tiba di apartemen Michelle sekitar pukul 23:40 yang berarti aku masih
memiliki waktu 20 menit untuk melakukan sesuatu sebelum foto Michelle disebar luaskan.
Mulutku segera terkunci, otakku berputar cepat dan melihat sekejap rata-rata
kecepatannya yang tercatat, "156 km/jam".
"156 km/ jam dengan banyaknya persimpangan dan belokan tajam sepanjang jalan
Graceland-Viginia" Ini sama saja dengan bunuh diri," kataku sambil menatap layar
itu tidak ~ 79 ~ - B L E S S E D H E A R T -
percaya. Michelle menatapku dengan matanya yang berlinang dan aku tahu dengan
jelas dirinya pun sadar jika kami tidak mungkin menang, tapi tetap saja dia melihatku
dengan mata seolah-olah memohon. Terkutuklah bajingan bernama Andreas itu. Aku membencinya.
Gigi-gigiku segera merapat. Aku sudah mengendarai mobil semenjak masih kanak-
kanak, mungkin sejak saat aku berumur sepuluh atau 11. Pertama kali aku belajar
mengemudi hanyalah untuk bersenang-senang di lapangan kosong bersama pemuda-pemuda desa.
Kemudian berikutnya menjadi cukup sering mengemudi karena harus mengantarkan
ayahku pulang dalam keadaan mabuk setelah menghadiri pesta-pesta desa sebelah di malam
hari. Kadang aku juga bersama pemuda satu desa mencoba balapan dengan pemuda dari desa
lain dan jelas kami menggunakan kendaraan yang maksimal kecepatannya cuma sekitar 140
km/ jam. Bukan jenis yang kecepatan maksimalnya mencapai 250 hingga 400 km/jam.
Lagipula jalanan desa kami banyak yang rusak dan juga banyak belokan yang curam.
Aku menyukai kecepatan, kadang saat mengendarai porchenya Michelle untuk
mengantarnya pulang, aku juga ngebut namun tidak hingga ratusan km/jam. Hanya orang gila yang
melakukannya, nafasku menjadi panjang dan dalam, aku hanya memiliki waktu 45
menit. 44 menit tepatnya dan terus berkurang. Aku menatap Michelle yang sedang menatapku
dengan air mata berlinang dan jelas aku bukan tipe pria yang tahan melihat air mata
wanita. Mataku menutup berpikir tentang apa yang akan terjadi apabila mobil ini berguling
keluar jalur dan jelas tidak mungkin tabrakan. Karena setiap mobil BtP dilengkapi memiliki alat
deteksi yang mencegah tabrakan, jadi pilihannya hanyalah antara terguling ke luar jalanan dan
menuju ke arah kiri yang akan membuatku terjun ke laut atau ke arah kanan memasuki hutan
dan menabrak pepohonan. Aku menatap langsung pada Michelle.
Apakah aku harus melakukannya"
Tubuhku bergerak mendekati dirinya, tanganku mengarah pada atas bahunya dan
menarik turun sabuk pengaman kursi Michelle serta menguncinya pada tempatnya untuk
menjaga keselamatan Michelle. Dengan lembut aku mengecup mata Michelle yang penuh air


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mata, "Michelle jangan menangis lagi, maukah kamu mati bersamaku?" tanyaku setengah
berbisik, jika aku harus ngebut dengan kecepatan di atas ratusan km/jam di jalan belokan
tajam dan hanya memiliki pilihan lautan atau pepohonan yang kedua-duanya dapat berakhir
naas. Aku menginginkan jawabannya.
Michelle bergerak memelukku erat-erat, "Jaime." Hanya itu katanya, aku mengelus
rambutnya yang halus dan kemudian kembali pada tempat dudukku, memasang sabuk
pengamanku. Mataku menatap layar, melihat foto wajah menjengkelkan Andreas,
~ 80 ~ - B L E S S E D H E A R T -
kecepatannya dan sesaat melihat ke arah Michelle dan masa depannya. Kelihatannya
aku memiliki banyak alasan untuk melakukannya. Setidaknya aku seorang lelaki dan
harus melakukan sesuatu saat seorang teman membutuhkanku.
Aku menghidupkan mesin Mercedes SLR tersebut dengan perintah dan seketika itu
juga mesinnya hidup dengan lembut dan hampir tidak bersuara. Aku menginjak gas
membimbingnya ke jalanan, berputar-putar sejenak, menguji cengkeraman rodanya,
daya responnya, dan sebagainya. Untuk membiasakan diriku mengendalikannya dan aku
harus dapat merasakan seluruh mobil ini sebagai bagian dari tubuhku juga. Mobil itu
segera melakukan beberapa kali putaran kecil, kemudian putaran tajam yang membuat ban
mobil mendecit keras. Saat puas dengan respon dan semua gerakannya yang mulus aku
segera melajukannya ke depan sebuah pos kecil di depan gerbang Markas Besar BtP. Di
atas pos itu terdapat sebuah rambu lalu lintas dengan tiga buah lampu rambu yang semuanya
hanya menyalakan lampu kuning tanda berhati-hati dan terus berkedip. Mobil ini
berhenti tepat di bawahnya. "Perintah", sahut Michelle, "Amankan jalan Markas Besar - Viginia," layar di
depanku segera beraksi menunjukkan gambar mobil yang sedang mengirimkan sinyal pada
satelit. Segera layar memperlihatkan jalan sepanjang Markas Besar ke arah Viginia dan
melakukan pengecekan kendaraan yang sedang berada di dalam jalur dengan sinar berwarna
hijau. Tak lama kemudian muncul tanda "aman" di layar yang berarti jalanan sudah aman atau
setiap mobil yang masih di dalam jalanan Graceland-Viginia sudah dikirimkan tanda
peringatan dan mendapat balasan respon "oke" dari setiap pengendaranya. Pada beberapa orang,
mereka mungkin akan memilih menepikan mobil mereka dan membiarkan mobil kami lewat.
Jantungku berdetak keras dan menarik nafas dalam-dalam. Waktu terus berkurang.
Aku segera memusatkan perhatianku pada tengah dada, hatiku, untuk memunculkan
perasaan terbaik yang pernah kurasakan. Kadang di saat-saat tertentu, di mana aku sedang
mengendarai sepeda motor atau mobil aku dapat merasa begitu hebat, tak
terkalahkan dan dapat melakukan apa pun dengan kendaraanku dalam kecepatan tinggi. Saat itu
belokan- belokan yang sangat tajam dan berbahaya sekalipun dapat dengan mulus terlewati
tanpa masalah. Tubuhku, penglihatanku, responku, gerakanku, semuanya begitu jernih, jelas dan
tepat. Seluruh indraku menjadi begitu sensitif.
Aku menggerakkan seluruh tubuhku, menyantaikan setiap otot dan setiap inci
diriku. Aku tidak akan berkata aku bisa, berpikiran positif ataupun berteriak aku luar
biasa. Lebih baik merasakan semua perasaan itu senyata mungkin dengan seluruh sel tubuhku,
merasakan diriku yang terbaik. Nafasku perlahan menjadi lembut, mataku terpejam sambil
membiarkan ~ 81 ~ - B L E S S E D H E A R T -
seluruh nafasku mengaliri seluruh tubuhku. Tiba-tiba saja diriku merasa begitu
tenang dan penuh percaya diri. Waktu seakan-akan berhenti dan indra-indraku menjadi begitu
tajam, tidak ada lagi dorongan ketakutan atau keinginan untuk memenangkan perlombaan,
aku hanya menjadi tenang. Di sini, saat ini seutuhnya.
Aku membuka mataku merasakan sesuatu dalam diriku berubah dan untuk terakhir
kalinya aku menatap lembut ke arah Michelle yang lagi menatapku juga.
"Kamu siap?" Michelle menggangguk, "Kita kalahkan si brengsek itu."
Aku hanya tersenyum karena tujuanku hanyalah secepat mungkin tiba di apartemen
Michelle. "Perintah, mulai menghitung kecepatan," teriak Michelle.
Dalam sekejap lampu di atas pos yang tadinya kuning semua kini menyala dalam
tiga warna berbeda dan kemudian mati keseluruhan. Beberapa saat kemudian lampu yang paling
atas mulai menyala merah. Aku menarik nafas dalam-dalam, menguatkan cengkeraman
tanganku pada kemudi mobil dengan lembut, menggerak-gerakan kakiku di atas pedal gas.
Lampu tengah yang berwarna kuning menyala.
"Perintah, mainkan Eine Kleine Nachtmusik dan lanjutkan dengan Symphony No.40 In
G Majornya Mozart," sahutku tenang pada dashboard mobil. Aku memilih lagu klasik
adalah karena aku merasa lebih dapat berfokus diiring lagu-lagu santai, membuatku tidak
mengambil keputusan yang buru-buru. Aku harus tetap tenang dan sigap menahan agar
adrenalinku mengalir terkontrol bukan meledak-ledak. Lagu pun mengalun lembut dan lampu
hijau di depan pos menyala. Kakiku menginjak pedal gas dalam-dalam dan hanya butuh
sekejap dengung mesin langsung membesar, sesuatu meledak dalam diriku, suara ban
berdecit diaspal terdengar keras. Michelle berteriak keras saat mobil meleset ke depan dan
dirinya terdorong ke belakang dengan keras.
Semuanya harus mengalir dalam suatu ketepatan, kecepatan dan ketenangan.
Pemandangan di depanku bergerak dengan cepat, lampu sorot untuk jarak jauh terus
menyala, seluruh tubuhku dapat merasakan gerakkan sekecil apa pun yang terjadi pada
seluruh mobil termasuk ban mobil. Speedometer mobil terus bergerak naik dan gigi mesin terus
berganti, pada sebuah persimpangan jalanan tanganku segera menurunkan gigi mobil,
menggerakkan kemudi mobil sedikit berbelok dan mulai merasakan perpindahan gerakan tubuh
mobil, kakiku melepas gas dan sesaat menginjak rem, saat tubuhku merasakan belakang
mobil yang ~ 82 ~ - B L E S S E D H E A R T -
tidak mengalir mengikuti keinginanku tanganku langsung menarik rem tangan mobil
hanya sedetik yang membuat belakang mobil berdecit membuang sedikit dan memposisikan
mobil ke posisi yang kuinginkan serta segera menginjak gas dalam-dalam dan menaikkan
gigi mobil untuk segera menerjang maju dengan kecepatan tinggi.
Aku mulai bernafas dalam-dalam dan lembut, aku sudah menguasai binatang liar ini
dan dia akan terus bergerak seperti keinginanku. Gigi mobil, rem, gas, rem tangan terus
berganti dengan timing yang tepat dan melakukan semua ini dalam ketepatan sepersekian
detik. Seluruh saraf tubuhku terhubung dengan setiap sudut mesin mobil, kekuatan mobil
dan gasnya menjadi kekuatanku, gerakan mesinnya menjadi otot-ototku, aku bernafas
seirama dengan nafas mobil dan mobil ini berdetak seirama dengan detak jantungku.
Aku mengenali setiap belokan dan persimpangan jalanan ini setelah selama tiga
tahun menitinya, dengan bersepeda, dengan sepeda motor ataupun dengan mobil. Setiap
tapaknya sudah tercatat dalam pikiranku. Ini adalah wilayah kekuasaanku, tempatku
bermain, halaman rumahku, aku tidak akan mungkin terkalahkan di tempat ini.
Sebelum mencapai sebuah belokan jalanan yang terkenal paling tajam, aku menarik
nafas dalam-dalam, membelokkan kemudi dengan cepat sambil menarik rem tangan mobil dan
melepaskan sedikit dorongan pedal gas yang membuat belakang mobil bergerak
mengayun membuang. Roda belakang berdecit keras, bergerak pada alunan yang tepat dengan
anggun memutari jalanan yang membelok tajam hingga badan belakang mobil hanya
berselisih satu jari dengan pembatas jalanan yang mencegah mobil memasuki jurang dalam.
Jantungku berdetak dan seluruh pikiranku terfokus, waktu seakan-akan bergerak lambat,
mobil masih mengayun berputar dan ban belakang berdecit sudah menyentuh bagian luar aspal,
telingaku dapat mendengar suara debur ombak memecah di dinding jurang bawah. Hingga saat
seluruh tubuhku merasakan posisi mobil yang sudah aman dan tepat menghadap ke depan
jalanan lurus di hadapanku, aku pun kembali melepaskan rem tangan. Kakiku menginjak gas
secepatnya yang membuat mobil langsung melesat ke depan tanpa hentakan. Tidak
ada gerakan sia-sia, semuanya harus tepat dalam sebuah alunan yang harmonis.
Mobil ini harus menari dengan anggun, tepat dan cepat.
*** Michelle masih dapat merasakan awal hentakan mobil yang memaksa tubuhnya merapat
ke sandaran kursi dan sekejap kemudian ia merasakan dirinya bagaikan terbang.
Matanya melihat jalanan di depan terlewat dengan cepat, sedangkan di dalam mobil ia
merasakan sebuah ketenangan. Ia tidak merasakan hentakan yang memaksa tubuhnya bergerak
gila- gilaan, ia malah merasakan sebuah gelombang kehangatan menyelimutinya dengan
lembut dan indah. Ia merasa sedang diayun di dalam mobil yang sedang menari dalam
sebuah ~ 83 ~ - B L E S S E D H E A R T -
keharmonisan. Matanya mulai sayu dan perasaannya tenang, begitu nyaman dengan
lagu klasik yang membuainya. Ia dapat merasakan mobil ini bergerak layaknya seorang
balerina menari namun dengan kecepatan dan ketepatan layaknya pemain pedang yang sedang
memainkan pedang, cepat dan tepat sekaligus anggun dan terkesan sakral.
Sebuah gerakan yang mengalir indah.
*** Di lain tempat Andreas dan teman-temannya sedang mempersiapkan pesta ulang
tahunnya di samping kolam renang kediaman miliknya. Melalui telepon genggam di tangannya,
dia mengetahui adanya penantang yang sedang mengejar rekor kecepatannya. Andreas
tertawa keras dan bergerak ke dalam rumahnya untuk menghubungkan telepon genggamnya pada
layar televisi super besarnya. Sekejap pada layar terlihat sebuah mobil yang
sedang melaju cepat di atas jalanan Graceland - Viginia. Gambar itu diambil via satelit dan
Andreas menayangkan mobil itu demi untuk memeriahkan pesta ulang tahunnya. Andreas
bertepuk tangan menarik perhatian para pengunjung dan mengajak semuanya menatap layar
televisinya serta mulai tertawa keras karena ia yakin tidak akan ada orang akan
dapat mengalahkan kecepatannya,"Seorang lagi pecundang yang ingin menantangku,"
katanya. Setiap orang mulai menatap layar dan tak lama kemudian seluruh wajah mereka
terpaku. "Apakah dia akan mengalahkanku" Ada yang mau bertaruh denganku" Aku membuka
taruhan berapa pun juga untuk diriku dan pecundang ini tidak akan pernah dapat..."
kata-kata Andreas terhenti karena ia melihat begitu banyak orang yang terdiam menatap
layar televisinya. Sama sekali tidak menatap ke arahnya maupun mendengar olok-oloknya,
ia berbalik menatap televisinya. Terlihat sebuah mobil yang melaju dengan cepat,
tepat dan ringan di atas jalanan dengan ketepatan yang mengerikan, mobil itu terlihat
seperti melesat terbang, "Apakah mobil itu terbang?" tanya Andreas terbengong.
"Tidak jika kamu melihat asap dan jejak ban di belakangnya," tambah yang
lainnya. "Apakah taruhanmu masih dibuka?" tanya seorang di sana, "Aku akan memegang mobil
ini dengan taruhan setahun gajiku."
~ 84 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Bab 4 MASA LALU MICHELLE Michelle tertidur dibalut dalam kedamaian dan rasa nyaman. Ia bermimpi indah,
merasakan tubuhnya dipeluk seseorang, diangkat, ditidurkan dan diselimuti dengan
kehangatan dan kelembutan. Mimpi yang sudah lama terlupakan olehnya. Mimpi yang
hanya

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia bisa dapatkan saat ia masih kecil. Mimpi belasan tahun yang lalu.
Kedua orang tua Michelle adalah programmer jenius yang diakui dunia dan selalu
sibuk dengan pekerjaan sehari-hari mereka. Saat mereka pulang waktu akan sudah sangat
larut dan Michelle akan lebih sering ditemukan sedang tertidur di atas sofa di ruang tamu
menunggu mereka. Ayahnya akan selalu membopongnya ke dalam kamar, menidurkannya di atas
kasur yang hangat, memeluknya, menyelimutinya dan memberikan kecupan di dahi. Tidak
jarang demi mendapatkan perhatian itu Michelle kecil selalu memaksakan diri untuk tidur
Jejak Di Balik Kabut 34 Dewa Arak 45 Misteri Raja Racun Pedang Tanduk Naga 4
^