Pencarian

Hati Yang Terberkahi 8

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara Bagian 8


Gris mendengus dan balik berkata, "Cih, padahal dulu kamu terpesona saat
melihatnya sekarang setelah pangeran bertopengmu berjanji akan melamarmu kamu langsung
mencampakkannya, dasar gadis tidak punya pendirian," kata Gris sambil kembali
mencoba mengelitik pinggang Nadia.
"Nad, apa kamu tahu dia yang mengantarkanmu saat mabuk?" tanya Angelina tiba-
tiba. Gris menghentikan gerakannya dan menatap Nadia, "Apa dia melakukan sesuatu
padamu?" Nadia mencoba mengingat tapi tidak berhasil mengingat apa pun, menurut pengawas
asrama, "Dia menitipkan aku yang sudah mabuk padanya dan kemudian pulang begitu saja,
saat itu aku tiba-tiba melayang keluar dari dalam asrama."
"Iyalah, kamu diculik pangeran kamu," tawa Gris.
"Jadi bagaimana dengan bartender itu" Kamu mau" Biar kami bantu," tawa Nadia
yang merasa bagaimanapun Gris yang cerewet mungkin cocok dengannya, hitung-hitung
bartender tersebut orang yang baik dan sudah membantunya kemarin.
"Tidak, ah," kata Gris, "Dia tidak terlalu asyik, kesannya terlalu tenang dan
terkendali. Lagipula dia cuma seorang bartender," sambil menjulurkan lidah menyandarkan
tubuhnya ke punggung Nadia, "Aku mau alinergi juga."
"Hmm... Uhm ... Ehm ... kupikir dia lumayan," kata Angelina.
"Oh ya?" tanya Gris membelalak mata tanda tertarik, "Di mananya?".
Angelina menundukkan kepalanya sedikit "Dia orang yang cukup pengertian,"
teringat bagaimana bartender itu menatapnya dan melayani pudingnya, "Juga kelihatan dapat
diandalkan karena gerakan tangannya cepat, tubuhnya proposional dan wajahnya
lumayan," kata Angelina sampai sana dan wajahnya terasa panas. Gris dan Nadia menatap
Angelina dengan kedua mata mereka yang sedikit dipicingkan.
"Apa?" Balas Angelina merasa kikuk ditatap demikian.
~ 299 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Siapa kamu" Apa yang kamu lakukan dengan tubuh Angelina?" kata Gris menatap
Angelina. Mereka bertiga berteman akrab dan mereka tahu betapa pemalu, lembut dan
pendiamnya Angelina dan inilah pertama kali ia bercerita tentang lelaki pada mereka.
"Kita ke Bar Eve sekarang," ajak Nadia sambil tersenyum menatap Gris.
"Sip, Nadia yang traktir karena semalam ulang tahunnya," Gris menatap Nadia dan
dia langsung mengetahui isyarat dibaliknya.
"Eh, sudah terlalu malam," sahut Angelina terburu-buru.
Gris segera menarik Angelina untuk kembali ke kamarnya berganti pakaian, "Masih
pukul 19:40." "Dan bartender itu bertugas malam ini," kata Nadia sambil tersenyum.
*** Aku seperti biasa berdiri di balik meja bar dan melakukan apa pun untuk
menghabiskan waktuku sambil terlihat sedang bekerja. I mage seorang bartender adalah seorang
yang berdiri sambil membersihkan semua peralatan minumnya hingga mengkilap sambil tetap
terlihat keren dan siap melayani dengan gelas kosong di tangannya, bukan orang yang
terlihat duduk bengong dan berdiri saat dipanggil untuk mengisi minuman. Mungkin karena itulah
setiap kali bekerja sebagai bartender, aku hampir tidak pernah duduk karena tuntutan
pekerjaan. "Cringg..." Suara pintu terbuka.
"Selamat Datang," kataku sambil tersenyum melihat tiga orang gadis muda masuk
sambil tertawa-tawa. Untuk pertama kali selama tiga tahun bekerja aku merasa begitu
bersyukur dapat melihat tiga bidadari muda yang fresh dan cantik masuk.
Dan Nadia tetap yang tercantik.
Gris yang pertama kali menatapku sambil menantang berkata, "Aku sudah berumur 18
tahun apa kamu mau melihat kartu identitasku?"
Aku terpaksa tertawa, "Kupikir kali ini kamu berkata jujur tapi tetap saja aku
harus melihat kartu identitasmu kalau kamu mau memesan yang beralkohol."
"Hufff..." Kata Gris mengeluarkan kartu identitasnya dan menunjukkannya padaku sambil
terlihat begitu bangga dengan umurnya. Aku hanya dapat tertawa dan mengembalikan
kartu itu. Mereka bertiga segera duduk tepat di depanku dengan Nadia di tengah,
"Terima Kasih sudah mengantarkanku pulang kemarin," kata Nadia menatapku.
~ 300 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Jantungku masih berdebar keras melihat mata Nadia yang begitu berbinar
kebahagiaan, "Kamu harus berterima kasih pada Master, sebab dia yang menyuruhku." Saat itu
Master tiba-tiba muncul dari belakang setelah mendengar namanya disebutkan.
"Wow ladies, kalian terlihat begitu gembira, terutama kamu," Master menatap
Nadia, "Kamu benar-benar terlihat berbeda dibandingkan kemarin."
Nadia tersipu malu mengingat bagaimana ia menangis kemarin, "Master, terima
kasih sudah menyuruhnya mengantarkanku kemarin."
Master kemudian menatapku, "Dia tidak melakukan apa pun padamu kan?"
Gris terpancing oleh pertanyaan itu, "Dia," Gris menunjuk padaku, "Tidak
melakukan apa pun juga tapi seorang pangeran menculiknya malam kemarin." Wajah Nadia merah dan
mencubit lengan Gris. "Oh, Yah," kata Master, "Bagaimana dia diculik, apa pangeran itu melakukan
sesuatu yang menggembirakan hatinya?" sambil menunjukkan gerakan tubuh yang penuh minat ingin
tahu, khas Master pikirku. "Dia dilamar," kata Gris spontan, Nadia segera mencubit pinggang Gris meski
hatinya terasa syurr. Master segera melanjutkan pertanyaan demi pertanyaan di mana Gris dan
Nadia terlibat secara aktif. Aku dapat melihat bagaimana Nadia bahagia dengan bayangan
diriku yang begitu jauh dari kenyataan, hal itu melukaiku, seolah-olah aku yang di sini
tidak lagi memiliki tempat sedikit pun untuknya lagi. Aku bahkan mendengar Gris berkata
bahwa lelaki itu mungkin anggota BtP internasional dari Divisi Intelijen. Siapakah itu"
Desahku lesu. Yang pasti bukan diriku. Aku menarik nafas dan melihat gadis pemalu yang masih terdiam di tempat, tidak
terlibat dalam pembicaraan sama sekali. Dan tugas bartender lainnya adalah mencerahkan
suasana, aku tidak boleh membiarkan suasana muram ada di atas meja bar selama aku dapat
membantu meski terkadang untuk beberapa hal lebih baik membiarkan orang muram
sendirian. Aku meletakkan sebuah puding di atas gelas khusus pudding di atas
mejanya. "Nona mungkin mau mencoba rasa baru ini," sebuah puding yang dihias coklat dan
sebuah cherry terlihat cantik di atasnya. Aku menyadari berapa kalipun gadis ini
datang, menurut Susan, ia akan selalu memesan puding, kebetulan tadi siang Madame baru membuat
puding rasa baru dan menyuruhku mencoba mempromosikannya. Tidak ada yang lebih tepat
lagi dalam mempromosikan puding rasa baru selain kepada pelanggan puding tetap.
Angelina duduk bahkan semakin merapat pada diri sendiri, "Terima kasih,"
bisiknya lirih sekali. ~ 301 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku merasa gadis ini sudah terlalu pemalu, kaku dan menyembunyikan diri, aku
setidaknya harus mencari cara untuk membuatnya merasa nyaman denganku dan menarik dirinya
keluar dari cangkangnya. Aku menggerakkan diriku tepat dihadapan Angelina sedikit menjauh dari Nadia yang
berada di tengah mereka yang juga menandakan perhatianku khusus untuk Angelina,
membiarkan Nadia, Gris dan Master berbincang-bincang seru, kelihatannya Master sudah mulai
menceritakan kehidupannya di masa lalu setelah memberikan Nadia dan Gris
minuman. Biasanya hal itu akan berlangsung lama.
"Apakah tugasmu hari ini cukup berat, Nona Angelina" Jika saya tidak salah akan
namamu?" kataku. Angelina menatapku sejenak dan mengganggukkan kepalanya, "Cukup Angelina saja,"
bisiknya lembut sekali. "Baiklah, Angelina," kataku sambil tersenyum, kelihatan penuh minat akan dirinya
"Apakah ada yang hal menarik yang pernah terjadi pada pekerjaanmu?" Angelina menunduk
kemudian mengangkat kepalanya menghadapku dengan mata yang berbinar. Yup, itu dia batinku
karena berhasil menemukan topik yang ingin dibicarakannya. Angelina mulai berbicara
tentang seorang penyembuh baru yang menyembuhkan seekor kadal yang baru dibedah dan
setelah sembuh kadal itu langsung melompat membuat suasana gaduh karena sebagian besar
penyembuh adalah wanita dan banyak yang takut pada kadal. Kemudian berbagai
cerita mengenai hal-hal menarik lainnya mengalir dengan sendirinya. Ia mulai tertawa
kecil, tersenyum dan berbicara cukup banyak. Aku dapat menikmati suasana itu dan terasa
sebuah aliran komunikasi terhubung dengan lembut antara kami berdua. Cukup lama kami
berdua berbincang-bincang atau tepatnya aku hanya merespon dari balik meja bar sambil
menunjukkan minat padanya dan Angelina yang terus berbicara, membuatnya merasa
nyaman dan bahagia serta didengarkan.
"Benarkan dia cukup ulung dalam merayu wanita?"
"Hah," Aku tiba-tiba merasa diperhatikan dan jelas Master, Gris dan Nadia sedang
menatap kami berdua. Angelina terdiam di tengah pembicaraannya dan wajahnya terlihat
memerah setelah sadar bahwa ia sedang diperhatikan.
Gris membuka suara, "Master ilmu turunanmu memang manjur." Master tertawa bangga
mendengar hal itu. "Trangg!!!" terdengar suara sesuatu yang pecah dari salah satu meja tamu,
tepatnya dari meja seorang yang sudah mabuk dan tidak sengaja menjatuhkan botol dan gelas
minumannya. Hal biasa yang terjadi setidaknya beberapa minggu sekali, apalagi di saat begitu
banyak orang ~ 302 ~ - B L E S S E D H E A R T -
mabuk. "Aku akan membereskannya," kataku segera meninggalkan meja bar dan mulai
mengambil sapu dan tempat sampah kecil untuk membersihkan botol serta gelas yang
pecah. Orang yang mabuk itu segera ikut meminta maaf sambil mabuk dan hendak ikut
membantu membereskan kekacauan. Aku berusaha menenangkannya dan menyakinkannya agar ia
sebaiknya tetap di sana saja daripada membuat dirinya terluka namun orang mabuk
itu berkeras dan tanpa sengaja ia merasa limbung dan terjatuh. Aku seketika
mengulurkan tangan kiriku menahan tubuh pemabuk itu agar tidak jatuh ke lantai yang penuh pecahan
gelas dan lenganku segera terasa sakit karena pecahan kaca botol yang berdiri setengahnya
menusuk masuk lenganku. Sambil menahan sakit aku segera mendudukkan pemabuk itu di atas
sofa dan dia langsung tertidur.
"Nasib," pikirku berdiri sambil melihat lengan kiriku yang terluka sekitar lima
cm dan terus mengucurkan darah. Saat itu aku melihat Angelina sudah mendekatiku, "Nona hati-
hati masih banyak pecahan kaca," kataku khawatir. Tapi Angelina tidak perduli dan
menggenggam lengan kiriku. Seketika itu juga aku merasa dialiri energi lembut,
hangat dan menyegarkan. Luka bekas pecahan kaca itu mulai menutup perlahan-lahan. Pertama-
tama energi itu hanya terasa disebelah lengan kiri saja dan aku membiarkan energi itu
mengalir ke dalam seluruh diriku yang segera memberikan kesegaran ke seluruh tubuh. Secara
tidak sadar aku mengalirkan energi tersebut kembali pada Angelina hingga terjadi terjadi
sinkronisasi yang begitu hangat dan nyaman. Membuat kami berdua sambil menatap dalam kaget,
karena terasa sebuah hubungan yang terjalin begitu saja di antara kami cukup intim dan
mesra. *** Angelina merasa jantungnya berdebar-debar dalam kehangatan. Master dan Gris
dapat melihat sebuah percikan yang timbul dari Jaime dan Angelina. Mereka terlihat
serasi dan cocok, sehingga Master dan Gris tersenyum penuh arti. Nadia melihat keadaan itu
dan hatinya jauh dari kata bahagia, hatinya terasa sakit tanpa alasan. Seketika itu
juga ia menghilangkan pikiran dan perasaan tersebut. Berusaha menyakinkan dirinya,
bukankah ia sudah memiliki seorang pangeran yang mencintainya.
*** Malam itu seperti biasa aku mengendarai sepedaku pulang. Jika ada yang


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyadarinya maka akan terlihat roda sepedaku tidak berputar karena sepedaku terbang beberapa
senti dari aspal jalanan dan aku bahkan tidak sepenuhya duduk atau memegang sepedaku. Aku
sudah bertekad untuk terus menggunakan kekuatan terbangku hingga ke tahap maksimalnya,
aku pernah membaca jika melatih kekuatan itu sama seperti melatih otot, semakin
sering mereka digunakan maka akan semakin kuat kekuatan itu dan daya tahan tubuhku juga akan
semakin baik. Kemarin malam aku mencuri Nadia dengan kekuatan terbangku dengan cara
~ 303 ~ - B L E S S E D H E A R T -
membuatnya terbang dalam jarak 30 meter dari diriku setelah ia masuk ke dalam
asrama dan sedikit banyak membuatku kelelahan. Aku harus membiasakan diri membuat benda apa
pun dalam radius tertentu untuk dapat terbang tanpa membuatku kelelahan. Sepedaku
melaju memasuki halaman rumah dan di tengahnya seluruh tubuhku menjadi tegang serta
jari-jariku menekan kedua rem sepeda erat-erat hingga terdengar suara rem mendecit. Aku
mencoba mengusap mataku untuk melihat lebih jelas, terlihat sesosok gadis kecil berumur
sekitar delapan atau sepuluh tahun duduk pada kursi di depan rumahku dengan wajah kotor
dan rambut berwarna pirang yang berantakan.
Di malam buta seperti ini" Di tengah jalanan yang sangat-sangat sepi pengunjung
dan penduduk" Aku menelan ludah menatap lebih jelas anak kecil dengan gaun yang kelihatan
mahal dan kotor, tidak mungkin baju anak-anak sekitar Graceland. Jantungku berdetak keras,
mengingat aku memang pernah mendengar isu tentang anak seorang tuan tanah kaya yang
tersesat di dalam hutan dan mati kelaparan sekitar 200 tahun lalu. Tapi selama hampir tiga
tahun lebih aku di sini belum pernah melihat penampakan sosoknya kecuali mungkin beberapa
suara tawa di tengah malam dan beberapa kali makananku menghilang tanpa sebab. Aku
menelan ludah berkali-kali untuk membasahi tenggorokanku. Semua bulu kudukku merinding
dan terasa udara sekeliling menjadi semakin dingin. Aku mencoba menutup mata dan
berdoa pada Tuhan atau apa saja yang aku ingat semasa sekolah dulu. Tanganku mulai
berkeringat dingin. Atas nama Tuhan, enyahlah kamu!!
Mencoba meniru kata-kata yang sering digunakan oleh para orang pemuka agama dan
setelah beberapa menit aku perlahan-lahan membuka mata, menatap anak kecil itu masih di
sana. Tidak bergerak sama sekali.
Mungkin hanya ilusi, perlahan-lahan aku mendorong sepedaku menuju ke depan pintu
rumah dan anak kecil yang sedang duduk di tempat duduk samping pintu sama sekali tidak
bergerak. Bahkan matanya tetap menatap lurus ke arah jalanan. Gadis ini tidak mungkin
manusia biasa karena dia tidak bergerak sama sekali, hampir seperti tidak bernafas,
kecantikannya seperti boneka hidup. Menyeramkan. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan dengan hantu, aku tidak berbakat akan
hal itu, bertemu pun hanya kali ini. Dari apa yang kuingat, selama aku tidak mengganggu
mereka maka mereka tidak akan menggangguku dan jika melihat hantu sebaiknya tetap
berpura-pura tidak melihatnya. Aku mencoba keras untuk tidak gugup saat membuka pintu tapi
kuncinya ~ 304 ~ - B L E S S E D H E A R T -
malah terjatuh karena tanganku yang gemetaran, anak kecil itu masih duduk di
sana tidak bergerak sama sekali. "Yah Tuhan...." batinku. S emuanya akan berlalu, akan berlalu begitu saja, kataku
dalam hati membuka pintu rumah. Kami tidak saling mengganggu.
Begitu pintu rumah terbuka aku langsung mendorong sepedaku masuk dan berniat
untuk segera menutup pintu secepat mungkin. Aku berbalik dan melihat anak kecil itu
telah berdiri di belakangku dengan wajah tanpa mimik dan hanya diam. Seketika tubuhku segera
melompat menjauh dan menabrak sepedaku di belakang.
Hantu kecil ini telah ikut masuk ke dalam rumah.
Jantungku hampir copot keluar, aku tidak akan membiarkan hantu ini masuk
bagaimanapun juga. "Han... hantu cilik... kumohon untuk tidak menggangguku, pulanglah ke
tempatmu," aku memohon. "Tidak," balas anak kecil itu, "Lily lapar berikan Lily makan." Sekali lagi
jantungku hampir copot, hantu cilik itu minta makan dengan suara kekanak-kanakannya yang sedikit
serak tanpa mimik wajah, hanya sebuah wajah datar dan jelas hantu yang mati tersesat
di dalam hutan dan kelaparan. Yang suara tangisnya kadang muncul di tengah hutan meminta
makanan. Aku segera berlari ke dapur dan mengeluarkan beberapa bungkus roti dan segera
berbalik mendekati hantu cilik itu untuk meletakkan roti di depan kakinya.
"Semoga ini cukup, sekarang pergilah," Aku sudah cukup gemetar untuk menghadapi
hal ini. "Tidak, Lily mau yang dimasak bersama nasi, sayur, susu, keju dan daging yang
segar." "Sayur dan daging?" tanyaku sekali lagi tidak yakin di mana harus mencari
sayuran dan daging yang segar atau mungkin maksudnya segar itu yang mentah, membayangkan
hantu cilik ini menikmati daging mentah yang masih mengeluarkan darah membuatku
semakin takut. "Lily mau makan bersama kakek."
"Kakek?" tanyaku bingung apa hantu cilik ini mau membawa hantu lagi.
"Itu kakek sudah duduk di meja makan," sambil menunjuk di belakangku. Aku
menelan ludahnya sekali lagi, tidak berani berbalik menghadap meja makanku, kali ini
semua bulu kudukku berdiri tegak kembali. Perlahan-lahan kepalaku melihat ke belakang,
seingatku tadi melewati meja makan untuk mengambil roti tidak ada siapa pun di sana dan juga
tidak ada orang yang masuk dari pintu depan. Mataku menyapu meja makannya dan di sana ...
di sana duduk seorang kakek tua. Tubuhku seketika menjadi lemas, aku ingin pingsan tapi
apa boleh ~ 305 ~ - B L E S S E D H E A R T -
buat tubuhku tidak selemah itu. Dengan terpaksa aku hanya dapat berpikir satu
hal, menyiapkan makanan dan membiarkan dua hantu kelaparan ini makan dengan enak dan
kemudian mereka akan menghilang. Sebelum mereka mengutukku, merasukiku atau
membuatku sakit, memikirkan hal itu aku segera berlari ke dapur dan mengeluarkan
semua isi kulkas, secepat mungkin aku memasak dengan beberapa sayur dan daging selezat
mungkin, biar mereka makan hingga kenyang sampai mampus.
Memikirkan hal itu dadaku terasa sesak dan menciut, aku ingat mereka sudah
mampus. Hantu cilik itu terus tertawa-tawa tanpa sebab. Gila, aku mungkin sudah gila
atau mungkin sebenarnya aku sudah mati dan bergabung dengan hantu-hantu ini. Aku ingat film
lama berjudul the Sixth Sense yang pernah kutonton di layar TV. Bercerita tentang
seorang yang sebenarnya sudah mati tapi menjalani kehidupan sehari-harinya seperti biasanya,
karena tidak sadar bahwa dirinya telah meninggal. Mungkin diriku juga sebenarnya sudah mati
dan hanya saja tidak sadar. Aku mengingat sudah dua kali aku menyerempet maut dan mungkin
saat itu aku sudah benar-benar mati. Saat aku terjatuh dari tebing tinggi atau saat aku
benar-benar dihajar oleh tiga buah roket itu. "AAAAAAAaaarrrgghhhh," suara ketakutan
mendadak keluar dari mulutku dan jantungku berdenyut semakin keras. Mungkin aku sudah
mati saat aku terjatuh pertama kali bersama sepedaku dan pada saat kedua kali aku melompat
mungkin aku sudah menjadi jiwa gentayangan sehingga aku dapat terbang. Karena aku
bukanlah alinergi dan aku tidak mungkin dapat terbang selain karena aku sudah menjadi
jiwa gentayangan, mungkin kedua orang ini ingin menjemputku untuk memasuki ke alam
sana seperti apa yang sudah kubaca dari buku-buku.
Malaikat penjemputkah. Apakah aku sudah mati" Aku tidak tahu.
Mungkin jika aku memasak lebih lezat lagi mereka akan mengampuni nyawaku,
memberikan keringanan atau apa pun juga.
"Hihihi..." hantu cilik itu kembali tertawa. Bulu kudukku merinding lagi dan aku
segera menguras kulkasku hingga tak bersisa, aku akan melakukan apa pun agar nyawaku di
ampuni. Aku ingin hidup bersama Nadia. Aku masih ingin hidup lebih lama. Aku ingin punya
anak dan hidup hingga menjadi tua.
Mataku menjadi basah. Aku harus melakukan apa pun untuk tetap hidup. Dengan
semangat hidupku yang kembali menyala, tanganku bergerak lebih cepat lagi dan kini aku
bahkan sudah menggunakan kekuatan terbang untuk menghidangkan masakan di atas meja.
Aroma daging dan saus kental membumbung tinggi merangsang perutku. Dalam sekejap
masakan masakan dari berbagai jenis macam makanan lezat terhidang memenuhi meja makan.
Meja sogokan bagi hantu cilik dan hantu tua itu.
~ 306 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku sudah memasak hampir semua isi kulkas yang diperuntukkan selama dua minggu.
Dengan merapatkan kedua tangan di depan dada dan menutup mata aku berkata,
"Mohon kalian mengampuni nyawaku! Silakan makan sepuas-puasnya dan mohon untuk
meninggalkanku sendirian." Setelah itu secepat mungkin aku melarikan diri ke
kamar atas dan mengunci pintu. Melompat ke dalam kasur dan menyelimuti diriku. Esok pagi
akan datang dan semua mimpi atau kedua hantu itu akan menghilang, Aku terus menerus
berdoa hingga tertidur. Malam itu aku bermimpi buruk, aku bermimpi dikejar-kejar hantu
dan dengan susah payah aku terus berlari. Berusaha terbang ke langit dan mereka
berdua terus mengejar, tidak berhenti-berhenti aku dihantui tawa cekikan hantu cilik itu.
Mimpi yang membuat capek.
Suara kicauan burung dan alarm telepon genggamku segera membangunkanku di pagi
buta, bagaimanapun juga aku harus bangun seperti biasanya. Aku masih mengantuk dan
merasakan sesuatu menindihku dadaku dengan capek dan lemas aku mengulurkan tangan mencoba
mengambil benda yang menindihku dan mendapatkan sebuah kaki kecil. Terdiam
sejenak aku akhirnya berteriak terkejut dan melompat serta terbang beberapa meter di
atas tempat tidur untuk melihat hantu kecil itu kini sedang tidur di tempatku. Mataku
menatap tidak percaya dan nafasku menjadi sesak, aku segera turun dari terbangku dan keluar
dari kamar terburu-buru sambil melihat seluruh tubuhku, mencari tanda-tanda kerasukan atau
luka lebam yang katanya bekas disentuh hantu. Tidak satu pun dari hal itu tampak di badanku
dan cukup melegakanku. Turun ke bawah aku melihat dapurku yang kemarin seperti kapal pecah
belah kini sudah rapi bersih. Aku tidak percaya para hantu itu bahkan merapikan
dapurku dan mencuci piring bekas, saat aku melihat ke bawah, aku melihat kakek itu sedang
meditasi. Mataku mencoba melihat lebih jelas lagi dan mendadak matanya terbuka dan
tersenyum begitu menyeramkan padaku.
Aku akan mati. Segera aku berbalik hendak lari ke atas dan hantu cilik sudah di ujung atas
tangga sambil mengusap matanya. "Lily mau pipis. Antarin Lily ke kamar mandi."
Tubuhku berhenti bergerak. A pakah Hantu zaman sekarang membuang air kecil"
Hantu cilik itu terus menuruni tangga dan memegang tanganku, rasanya tangannya mungil dan
hangat. "Lily bukan hantu, antarin Lily pipis."
*** ~ 307 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Tak kusangka, kalian berani menipuku," Aku mengamuk dan murka, juga merasa malu
karena tidak menyangka mereka adalah seorang kakek dan anak kecil manusia biasa.


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kakek itu mengaku bernama Xian, ia dan cucunya sedang dalam perjalanan, sudah dua hari
mereka belum makan dan merasa lapar. Aku menatap mereka sekali lagi dan entah bagaimana
emosiku langsung mencair melihat seorang kakek, bermata teduh, berambut botak
dan berkulit gelap yang setidaknya berumur 70 tahunan ke atas dan anak kecil bermata
coklat yang mungkin baru berumur delapan atau sepuluh tahun. Aku mendesah menatap
mereka berdua yang sedang duduk mengelilingi meja makan, aku baru saja mengoreng telur
serta beberapa roti dan juga menuangkan susu untuk mereka sebagai sarapan. "Kuharap
kalian tidak melakukan hal itu lagi," kataku meski aku tidak tahu apa yang sudah mereka
lakukan, akulah yang menyangka mereka adalah hantu sejak awal, membuatku merasa malu.
Lily menikmati rotinya dan memercikkan susu di sekitar sudut bibirnya yang membuatku
tanpa sadar mengambil tisu untuk mengusap mulut Lily dan dia menerima perlakukan itu
dengan senyum di wajahnya. Aku tersenyum balik dengan manis tanpa sadar. Bagaimanapun
juga aku masih memiliki adik-adik yang biasanya juga dalam penjagaanku. Hatiku
menjadi lembut seketika, aku tidak mungkin tega melihat seorang kakek dan anak kecil itu
kelaparan di luar, apalagi Lily yang mulai terlihat begitu manis dengan mata bulatnya.
"Apakah kami bisa tinggal di sini selamanya?" tanya gadis kecil itu.
"Tidak," jawabku tegas tapi sebenarnya aku merasa sukar menolak hal. Sebagian
karena aku masih dari tempat terpencil di mana budaya dan kebiasaan di desa kami
mempercayai tamu adalah utusan Tuhan dan harus menjamu mereka dengan baik.
Lily tersenyum padaku dan berkata, "Kakak baik."
"Tidak, aku jahat dan pujian tidak akan mengubah hal itu," tatapan senyum yang
sangat menggoda dari anak kecil itu tidak akan sanggup melemahkan hatiku dan membuatku
mengatakan ya agar mereka dapat tinggal di sini. Aku tidak akan menukarkan
kesenangan hidup membujangku dengan apa pun, tapi menatap Lily dan kakek, semua itu mulai
membuatku ragu. "Tidak," kataku tegas merapikan piring dan menambahkan susu
untuk mereka, "Kalian harus meninggalkan tempat ini setelah sarapan selesai."
"Tertt.... Terttt...Treet..." Terdengar sirene suara mobil patroli di depan rumahku,
membuatku penasaran kapan terakhir kalinya mobil patroli berhenti di depan
rumahku. Tidak pernah! Aku dapat menangkap wajah pucat ketakutan dari Lily dan wajah lelah dari Xian,
dengan cepat aku meninggalkan meja makan dan segera berlari ke depan serta membuka
pintu untuk melihat dua orang berpakaian BtP lengkap sedang berada di dalam mobil di depan
jalanan ~ 308 ~ - B L E S S E D H E A R T -
aspal rumahku. Daniel dan seorang lagi yang tidak kukenal. Aku keluar dan
menutup pintu rumah di belakangku, segera berjalan menuju ke arah mereka.
"Hei pelayan," panggil Daniel yang memang Daniel sudah memanggilku sebagai
pelayan selama tiga tahun terakhir.
"Sir Daniel, ada yang bisa aku bantu?" Aku menatap Daniel dan kemudian
menundukkan kepala tanda hormat pada anggota BtP lainnya, "Sir," panggilku menyapa.
"Apa kamu melihat seorang kakek dan gadis cilik di sekitar sini?"
Jantungku hampir meloncat keluar. "Apa penduduk sekitar?" tanyaku mencoba
mencari tahu, "Sekitar 500 meter di bawah sana ada seorang kakek yang terkadang membawa
cucunya untuk berladang, mungkin kalian bisa menemukannya di saat seperti ini. Aku
sering melihat mereka." "Bukan penduduk sini pelayan, tapi orang baru, seorang kakek berumur 71 tahun,
botak berkulit gelap dan seorang gadis cilik yang berumur delapan tahun dengan kulit
putih dan berambut pirang." Detak jantungku mulai tak beraturan, keringat meluncur perlahan di dahiku. Ciri
yang persis sama dengan dua orang yang berada di dalam rumahku. "Apa mereka pelancong yang
tersesat?" tanyaku sambil melanjutkan supaya tidak terkesan bertanya, "Aku tidak
melihat seorang pun yang seperti itu."
"Tidak, mereka rabbit yang melarikan diri."
Sreee... darahku berdesir dan hampir membuat kakiku kehilangan kekuatan, jika
kedua itu rabbit maka mereka akan segera ditangkap oleh BtP dan akan kembali dijadikan
rabbit. Lily... Aku tidak begitu perduli dengan Xian dia sudah lanjut usia, tua bangka dan sudah
mau mampus tapi... Anak-anak dan wanita selalu menjadi prioritas dalam kejadian apa
pun juga dan kakek tua selalu menjadi barisan paling belakang, setelah barisan orang
muda. Kejahatan apakah yang sanggup dilakukan oleh seorang anak kecil berumur delapan
tahun dan kakek berumur 71 tahun"
Terlihat Daniel sudah membuka pintu mobil patrolinya dan berjalan menuju ke arah
rumahku. "Tunggu Sir Daniel," kataku.
"Sir, kami akan memeriksa rumahmu," kata anggota BtP yang lain yang masih di
dalam mobil, "Semoga kamu tidak keberatan," tambahnya.
~ 309 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Tidak akan keberatan Sir, " senyumku membalasnya. C elaka batinku yang segera
memberi hormat pada anggota BtP itu dan mengejar Daniel. Aku terkejut melihat sebuah
pagar kayu di samping halaman rumahku hancur seperti busa setelah tangan Daniel menyentuhnya.
"Sir, Sir Daniel" Aku memanggil tapi Daniel masih tetap maju dan di depan rumahku ia
membelok ke arah kanan menuju ke arah gudang yang tertutup pintu kayu dan terkunci rantai
besi. "Aku akan mengambil kuncinya Sir, " kataku buru-buru dengan niat masuk dan menyuruh
mereka berdua bersembunyi. "Tidak perlu," balasnya dan "Bruak!!!!!!" hanya dengan satu tarikan lebar
tangannya pintu gudang itu tertarik keluar dan menghancurkan rantai besi serta gemboknya bahkan
kedua pintu itu hampir copot dari setiap engselnya.
Emosiku sedikit naik, marah dan juga ketakutan jika Daniel menemukan kedua orang
itu. Aku tidak tahu pastinya apa yang akan BtP lakukan pada rabbit dan itu pasti akan
sangat mengerikan sekali untuk dibayangkan, aku harus melindungi kedua orang ini,
semampuku. Aku bukan orang yang mau menyelamatkan orang yang tidak kukenal, aku tidak
pernah perduli dengan kekacauan atau hal-hal yang berada di luar negara, di luar pulau
atau di luar kota namun jika orang itu berada di dalam tempatku, di dalam perlindunganku aku
akan menjawab tantangan dari siapa pun juga.
Apalagi Lily yang baru berumur delapan tahun dengan bintik di wajahnya.
Daniel melihat seisi gudang yang kosong dan kemudian bergerak menuju pintu
rumah, aku masih bersyukur ia tidak menerobos dari dinding gudang ke dalam rumah. "Sir, Sir
Daniel, aku tidak keberatan jika rumah ini digeledah tapi mungkin teman Sir saja yang
menggeledahnya Sir, " Mohonku sambil mengikuti Daniel. Aku akan melakukan apa
pun untuk menghambat Daniel sementara waktu. "Sir," aku berteriak pada anggota BtP
yang berada di dalam mobil, "Bisakah engkau saja yang menggeledah rumahku?"
Daniel tersenyum melihat kegelisahanku, mungkin menikmatinya, "Apa menurutmu aku
tidak boleh menggeledah rumahmu pelayan"'
"Boleh Sir tapi mungkin sebaiknya teman Sir saja."
Saat itu aku dapat melihat tangan Daniel sudah hampir menyentuh lengan pintu.
Demi Tuhan. Jika kamu berani membuka pintu ini akan kuterbangkan kamu dan pantat
besarmu dari sini. Aku tidak mungkin membiarkan kedua orang ini ditemukan, lebih baik aku
menerbangkan Daniel dan anggota BtP yang satu itu lagi dan melarikan diri dari sini bersama
kedua orang itu. "Sialan," batinku kesal. Energiku segera tersalur dari hati menyebar ke
semua arah dalam ~ 310 ~ - B L E S S E D H E A R T -
radius empat meter dan Daniel sudah di dalam genggaman energiku. Tangan Daniel
terlihat mencengkeram pintu rumah dan aku segera membuat energi terbangku untuk berpencar
lebih jauh lagi. "Daniel!!!!" teriak anggota BtP dari dalam mobil di ujung jalan. Tangan Daniel
berhenti dan menoleh ke belakang, ke arah panggilan. Dengan buru-buru aku segera
menghilangkan energi yang sudah mengalir padanya sehingga bagi Daniel hanya merasakan hembusan
angin mendadak. Daniel terdiam sebentar kemudian melihat ke arahku.
"Angin yang kencang yah, Sir Daniel"," balasku dengan sikap tanpa daya.
Daniel tidak berkata apa-apa kemudian kembali melihat ke arah temannya, "Ada
apa?" teriaknya "Mereka menemukan jejak mereka di kota, kelihatannya mereka sudah lari jauh dari
sini. Kita harus segera ke sana atau didahului tim lainnya!!!"
"Cih," terdengar suara Daniel. Aku merasa lega sekali.
Tiba-tiba tangan Daniel mencengkeram pintu rumahku dan menariknya hingga hancur
dari engselnya untuk kemudian dilemparkan jauh sekali. Aku melihat pintu rumahku yang
terbang melayang tinggi pada udara bebas dan kemudian terjatuh dengan suara keras pada
ilalang sekitar 20 meter dari rumahku. Emosiku menjadi tinggi sekali dan sekali lagi
energi terbangku mengalir, hampir menerbangkannya jika bukan karena Daniel segera
berbalik dan berlalu sambil tersenyum. Dari balik tubuhnya aku masih memperhatikan Daniel
berlalu keluar dari halaman rumah, aku bersumpah jika Daniel berbalik maka aku akan
segera menerbangkannya ke langit setinggi mungkin dan kemudian mendaratkannya ketanah
se keras mungkin dengan kepalanya di bawah. Kedua tanganku menjadi gatal ingin
mengetahui sekuat apa tulang leher Daniel. Tapi begitu pintu mobil itu menutup, mobil
patroli langsung meluncur jauh keluar dari pandangan mataku. Aku tidak tahu apakah aku yang
beruntung atau dia, sebab sekali aku menujukkan kekuatanku, aku akan menjadi buronan BtP
dan calon rabbit berikutnya. Jelas masa depanku akan suram.
*** "Cih pelayan itu kelihatannya mencurigakan ia tidak mengizinkanku masuk," sahut
Daniel pada rekannya, "Kamu lihat bagaimana ia mencoba menahanku?"
Rekan itu tertawa, "Kurasa ia khawatir dengan alasan lain, jika ia membiarkan
dirimu menggeledah, ia hanya akan mendapatkan puing-puing rumah kayunya setelah kamu
keluar," jawab teman itu sambil tertawa. Ia tahu persis bagaimana jika Daniel menggeledah
rumah. ~ 311 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Daniel tertawa bangga, "Memang rencanaku sejak awal begitu, sudah lama aku tidak
menyukai rumah itu. Lagipula aku tidak bodoh, tak mungkin rabbit yang melarikan
diri dari markas beberapa hari lalu akan berhenti di tempat itu. Setidaknya mereka akan
mengincar kota yang lebih padat atau juga sudah jauh keluar dari negara ini."
Rekan itu menyetujuinya, "Mereka berdua cukup pintar untuk melarikan diri dengan
memanfaatkan kosongnya BtP saat banyaknya petugas yang terjun pada perampokan
bank kemarin." Jikapun ada alasan dirinya dan Daniel berhenti di sana tadi hanyalah karena
Daniel yang tiba- tiba ingin menantang dirinya untuk mencoba menghancurkan rumah kayu itu dalam
waktu tiga menit karena iseng, "Mudah-mudahan kita tidak didahului tim lain,"
bisiknya. *** Emosiku belum juga padam, aku tidak menyangka akan ada orang yang begitu kurang
ajarnya menghancurkan pintu depanku hanya karena sekadar iseng dan
melemparkannya hingga remuk. Mungkin sebaiknya aku terbang mengejar mobil itu dan
menerbangkannya ke arah laut untuk dicelupkan ke dalam air selama sepuluh menit bersama Daniel di
dalamnya agar hatiku dapat sedikit lebih tenang. H al yang tidak mungkin kulakukan
pikirku, mencoba meredakan amarah dan masuk ke dalam rumah yang sudah tanpa pintu ini. Di sisi
kanan terlihat kakek dan Lily kecil sedang duduk bersembunyi di balik sofa. Lily kecil


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang terlihat menangis mencairkan amarahku. Aku segera mendekatinya, mengangkatnya dan
memeluknya lembut dengan tangan lain mengelus kepalanya, mencoba menenangkannya.
"Kuharap kalian tidak meninggalkan rumah ini hingga..." Aku tidak dapat
melanjutkan kata- kataku lagi. S elamanya pikirku atau setidaknya sampai kondisi mereka benar-
benar aman. "Lily takut," kata Lily sambil terus menangis ketakutan memelukku.
Apa yang BtP lakukan dengan anak berumur delapan tahun ini, dijadikan rabbit"
Sialan aku jadi semakin membenci BtP. Kini aku juga tidak dapat lagi melepaskan tangung
jawab pada kedua orang ini, daripada keduanya menjadi rabbit mungkin lebih baik aku membawa
membawa mereka menuju ke kampung halamanku dan tinggal di sana dengan damai jauh
dari BtP. Meski aku harus menjadi buronan juga.
"Master, apa aku boleh meminta gaji bulan ini lebih cepat lima hari," yang
berarti aku ingin gajiku sekarang juga. Aku menelepon Master melalui telepon genggamku.
"Ada apa Jaime" Apa kamu ingin mentraktir gadis cantik kemarin?" canda Master
~ 312 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Angelina" Bukan Master," sahutku "Apa Master mendengar adanya rabbit yang
melarikan diri?" Master segera membalas, "Ah iya katanya sekitar tiga atau empat hari lalu ada
rabbit yang melarikan diri memanfaatkan kesempatan saat Markas Besar BtP sedang kacau dan
kosong. Sekarang semua anggota BtP mencarinya, apa ada hubungan gajimu dengan hal itu?"
Aku menjadi jengkel, "Daniel datang menggunakan alasan itu dan hampir merubuhkan
rumah kita, pintu-pintu hancur berantakan di tangannya."
"Oh," kata Master, "Kalau begitu kamu akan mendapatkan uangmu di rekeningmu
dalam tiga menit. Apakah kamu juga mau mengambil cuti terakhir bulan ini?"
Aku berpikir sebentar, "Apa waktu ini cocok" Mengingat beberapa hari terakhir
penuh dengan pesanan minuman."
"Kurasa sangat tepat," kata Master, "Kafe Eve sudah kosong melompong sejak tadi
pagi. Kelihatannya mereka menggerakkan semua orang ke kota hingga nanti malam."
"Baiklah kalau begitu, aku akan mengambil cuti hari ini."
Aku menutup telepon, sejujurnya aku membutuhkan gaji bulan itu jelas bukan
karena masalah pintu, karena pintunya sudah terpasang kembali dengan beberapa tambalan
kayu. Tapi karena aku melihat Kakek itu dan Lily yang sudah memakai baju yang kotor,
setidaknya mereka harus memiliki beberapa baju ganti untuk mereka, kasur dan stok makanan
untuk sebulan ke depan. *** Aku sekarang sedang berada di tengah pasar tradisional kota Viginia dan membeli
banyak barang-barang perlengkapan yang semuanya tidak memiliki bukti pembelian, tidak
ingin dilacak dengan apa pun yang memiliki kemungkinan merujuk ke arah seorang kakek
dan seorang anak perempuan. Semua barang-barang ini kumasukkan ke sebuah kotak besar
dan mengirimnya ke sebuah perusahaan pengangkutan. Aku mengenal beberapa supir yang
terkadang digunakan untuk mengirim minuman ringan ke Kafe Eve dan berpesan agar
barang itu diletakkan di depan rumahku begitu saja di mana aku akan pulang sendiri,
agar tidak dicurigai. Kemudian aku menghabiskan waktu di beberapa toko buku, berkeliling
pusat pembelanjaan dan di saat itu aku melihat beberapa anak-anak yang sedang bermain
mesin video game yang membuatku teringat pada Lily dan kakek tua itu yang akan tinggal
di dalam rumah tanpa dapat ke mana-mana maka setidaknya mereka membutuhkan alat bermain
untuk menghibur diri mereka sendiri, setidaknya untuk Lily. Yang jelas tidak kumiliki
dan untuk ~ 313 ~ - B L E S S E D H E A R T -
membeli game permainan itu tentu akan memakan habis gajiku yang baru juga
diterima dan sudah bersisa sedikit. "Tidak," batinku tapi memikirkan bagaimana Lily akan menghabiskan waktu duduk
sendirian di rumah tanpa apa pun, membuatku membayangkan saat mereka dipenjara sebagai
rabbit. "Ah sudahlah," aku mulai berjalan menuju toko game yang segera disambut dengan
suara- suara bising yang keluar dari layar televisi. Mataku berkeliaran melihat
beberapa mesin video game juga game-game yang sedang digemari anak-anak umur sepuluh tahunan. Game-
game yang mudah dan sederhana, hingga aku menatap sebuah game yang kelihatannya
kukenal. Membuatku teringat pernah membeli mesin video game seperti itu saat bersama
Michelle sekitar dua tahun lalu karena saat itu Michelle mendadak ingin bermain game yang
katanya menarik. Tapi setelah bermain selama tiga hari, mesin video game dan TV LCD nya
langsung dikotakkan dan menginap di salah satu kamar di dalam apartemennya hingga kini.
Aku langsung meluncur keluar dari toko game dan mencari tempat yang tenang, membuka
telepon genggam serta memasukkan nomor Michelle.
Mudah-mudahan ia tidak sedang bertugas.
Setiap kali Michelle sedang bertugas maka ia akan menonaktifkan nomornya
tergantung lamanya ia bertugas. Aku teringat tugas terpanjangnya adalah sekitar tiga bulan
dan semoga kali ini ia tidak sedang bertugas.
"Tut... Tut..." terdengar nada sambung yang diperlukan.
"Halo Jaime?" tanya sebuah suara di ujung.
"Hai Michelle," sapaku langsung.
"Wow, Jaime kapan terakhir kali kamu menghubungiku?" tanya sebuah suara yang
terdengar ceria di ujung sana. Aku mencoba mengingat-ingat bahwa Michellelah yang sering
menghubungiku sedangkan kapan terakhir kali aku menghubunginya hmm... Setelah
mencoba keras berpikir aku harus mengakui.
"Tidak pernah," kata sebuah suara di ujung sana. "Jadi apa sekarang kamu
merindukanku" Apa kamu tiba-tiba tersadar betapa baik dan menariknya aku?" tanya Michelle
bersemangat. Aku tersenyum, "Apa kamu sedang mabuk Mich?"
Michelle tertawa, "Kamu kejam, Ada apa?"
"Mich, kamu ingat mesin video game milikmu yang pernah kita beli bersama sekitar
dua tahun lalu?" "Hah?" ~ 314 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Itu loh yang saat itu kamu lagi pengen main game yang sedang top di kalangan
remaja dan anak-anak." "Oh iya?" balas Michelle "Aku tidak begitu ingat, ada apa" Kamu tiba-tiba ingin
bermain game sekarang?" Aku sudah menduganya karena kamar yang menjadi tempat persimpanan Michelle masih
dipenuhi barang-barang mahal lainnya seperti alat pijat, alat kesehatan dan
lainnya yang hanya terpakai sekitar satu hingga dua minggu atau tidak pernah sama sekali.
Persis seperti Madame. "Mich, TV LCD dan mesin video gamenya kamu sudah menginap sekitar dua
tahun di kamar penyimpananmu dan aku bermaksud membelinya darimu jika kamu tidak
berniat untuk menggunakannya lagi. Pastinya dengan harga murah," kataku
sejujurnya. "Ambil saja deh, aku juga tidak ingat kalau itu ada."
"Michelle aku tidak mau berutang sama kamu, tidak enak rasanya."
Michelle tertawa, jelas ia sudah menduga sifat keras kepalaku. "Begini saja,
kamu akan berhutang lima buah tugas laporan padaku, bagaimana?"
Aku tertawa, juga sudah menduga Michelle akan menjawab hal itu, aku tahu
Michelle tidak memerlukan benda elektronik itu dan juga aku tidak ingin memintanya dengan cuma-
cuma, dengan pertukaran itu menurutku bakal oke-oke saja. "No problem, kalau begitu
kita deal. Boleh aku akan ke apartemenmu mengambilnya sekarang?"
"Tentu saja," Michelle tertawa dan suaranya menjadi lembut, "Jaime aku senang
kamu mau meneleponku." Aku dapat merasakan perasaan kesepian dalam kata-kata itu dan segera
melanjutkan, "Michelle apa kamu baik-baik saja?"
"Apakah aku terdengar sedang tidak baik-baik saja?"
"Tidak kamu terdengar seperti hendak melakukan sesuatu yang berbahaya," kataku.
*** Michelle terdiam, entah karena ia telah berhubungan dengan Jaime terlalu lama
atau Jaime memiliki insting yang tepat, terkadang perkataan Jaime benar-benar mengena.
"Jaime, kupikir jika sesuatu terjadi padaku kamu boleh memiliki semua barang di
dalam apartemenku." "Michelle." ~ 315 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Apa?" *** "Apa yang akan kamu lakukan, Sayang?" aku menggunakan suara selembut mungkin
karena itulah caranya untuk dapat mengeluarkan isi hati Michelle seperti biasanya.
"...." "Michelle." "Aku tidak tahu tapi kelihatannya cukup berbahaya, aku tidak yakin," bisik
Michelle ragu. Aku dapat mendengar keseriusan dari kata-katanya. "Apakah kamu bisa menolak
pekerjaan itu?" "Sayangnya, tidak."
"Michelle jika kamu dalam bahaya apa kamu mau menghubungiku?"
"Untuk apa?" tanya Michelle penasaran
"Aku akan terbang ke sana dan menolongmu secepat mungkin," kataku serius, aku
tahu tugas mata-mata lebih banyak bermain-main dikandang musuh dengan nyawa sebagai taruhan
mereka. Aku tidak mungkin berpangku tangan jika aku dapat membantu.
"..." Michelle terdiam sebentar, "Apa kamu sudah mengingatnya?"
"Mengingat apa?" balasku tidak mengerti.
"Kamu sebagai anggota BtP," kata Michelle serius.
"Aku anggota BtP?" tanyaku kebingungan.
"..." Michelle mendesah lesu, "Jaime, jika kamu bukan anggota BtP bagaimana kamu
bisa terbang ke tempatku dan terus di sisiku. Padahal aku membutuhkanmu saat ini dan
selamanya untuk membuatkanku makanan atau minuman. Aku akan mati jika tidak mencicipi
minuman yang kamu buat. Aku sudah merindukanmu begitu lama."
"Sialan Mich," kataku baru sadar sedang dipermainkan dirinya, "Pesan saja dari
koki dan bartender lain." Michelle tertawa, "Terima kasih Jaime." Suaranya berhenti sejenak. "Aku akan
menghubungimu langsung jika benar-benar membutuhkanmu,"
"Kamu pasti akan baik-baik saja, Mich," kataku mencoba menyakinkannya.
~ 316 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Michelle terdiam, "Jaime apakah aku boleh menggantikan lima buah laporan itu
dengan hal lain?" "Tidak, tapi aku akan mengerjakan laporanmu dan melakukan hal lain yang kamu
inginkan," kataku lembut. Michelle terdengar tertawa, "Aku ingin jika tugasku ini selesai kita dapat
berkencan berdua." Aku tersenyum, "Aku akan sangat menantikannya."
*** Hati Michelle terasa lembut, memiliki seseorang yang menantikannya di akhir
tugas sedikit banyak memberikannya semangat hidup untuk dapat melewati tugas itu.
*** Michelle tertawa, "Jaime, kamu sekarang sudah terlalu pandai untuk mencuri hati
wanita." Aku ikut tertawa, "Tidak setangguh kamu merayu pria." Kami berdua tertawa dan
setelah sedikit basa-basi kami segera mengakhiri pembicaraan. Kini aku hanya tinggal
memasuki toko game dan memberi beberapa cd game untuk anak-anak umur sepuluh tahunan yang
jelas bukan yang romantis atau game-game sulit lainnya.
*** "TADAAAA..." sahutku di depan Lily yang sedang bertepuk tangan gembira.
"Kamu punya baju baru, piyama baru, handuk baru, peralatan mandi baru, TV dan
mesin video game pinjaman, juga boneka baru," sahutku sambil mendorongkan sebuah
boneka beruang coklat yang cukup besar. Lily menerimanya sambil tertawa girang
melompat-lompat membuatku ikut bahagia dengan caraku sendiri. "Jadi kamu janji tidak akan keluar
rumah?" tanyaku menatap Lily yang sedang memeluk bonekanya erat-erat.
"Janji!!!!" serunya senang sambil berlarian melihat baju baru dan peralatan
mandinya yang merupakan sabun anak-anak, shampoo anak-anak dan semuanya sengaja di pilih
dengan

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

corak-corak lebah mungil dan berwarna-warni.
"Kakek Xian, ini punya kakek," aku menyerahkan juga pakaian, handuk dan
peralatan mandi sederhana yang semuanya cocok dengan khas orang tua alias simple dan kolot. Xian
menerimanya dengan mengucapkan kata-kata yang tidak jelas, entah bahasa apa yang
pasti bukan bahasa sehari-hariku, tapi aku tahu itu berarti tanda terima kasih. Xian
dan Lily tidur di lantai atas dengan kasur tambahan setelah aku berkeras agar tetap tidur di
lantai pertama dengan sofaku untuk sementara waktu. Hanya agar lebih mudah melakukan sesuatu
jika ~ 317 ~ - B L E S S E D H E A R T -
seandainya anggota BtP tiba-tiba menerobos dari lantai pertama, setidaknya
mungkin Xian bisa melakukan sesuatu dengan melarikan Lily. Dan aku berjanji besok aku akan
mencoba membuat sebuah tempat tidur dari kayu-kayu di gudang.
Mungkin. Selama dua minggu ke depan semuanya berjalan dengan baik, malah menurutku sangat
baik, tempatku kini terlihat lebih ramai. Aku tidak bertanya apa pun tentang alinergi
kedua orang itu karena aku juga tidak perduli akan hal itu, jika ada yang kuperdulikan maka
itu adalah tentang bagaimana mengontrol energi terbangku agar lebih baik dan membuat jarak
tempuh energi yang semakin besar. Terkadang aku mengajari Lily bermain game,
membacakannya buku-buku dongeng yang memiliki kata-kata susah dan mereka berdua tahu cara
membuka televisi dengan sendirinya. Sejak tempatku sudah dilengkapi mesin pencuci baju
dan kakek Xian rajin memegang sapu, maka tempatku malah menjadi lebih bersih. Aku merasa
tidak buruk juga hidup demikian selamanya. Mengenai kakek Xian, aku tetap saja tidak
begitu memahami bahasa yang digunakannya yang kelihatannya bukan dari negara ini dan
juga tidak mampu berbahasa apa pun juga selain bahasa daerahnya, tapi ia selalu
terlihat mampu memahami apa yang kukatakan.
Mengenai kekuatan terbangku, beberapa kali aku merasa tubuhku kelelahan luar
biasa setelah berlatih, namun setiap kali aku mencapai titik paling bawah tubuhku atau sangat
kelelahan di mana tubuhku gemetar hingga terasa sakit. Beberapa hari berikutnya setelah
sembuh aku akan merasa tubuhku luar biasa ringan dan kekuatan terbangku akan semakin
bertambah. Waktu untuk latihanku pun akan semakin panjang. Tubuh manusia memang luar biasa,
berapa kalipun dihancurkan atau diremukkan berikutnya akan tumbuh lebih baik dan
lebih kuat lagi. Aku mengingat para pemain tenis yang sengaja melakukan latihan extrim
yang dapat membuat tubuh mereka luar biasa kelelahan hingga katanya menghancurkan
tubuh dan otot mereka agar berikutnya tubuh mereka akan membangun otot dan tubuh mereka
kembali yang dikhususkan untuk dapat bermain tenis lebih baik. Bahkan berkali-kali.
Seperti kulit yang terluka dan setelah sembuh akan tumbuh kulit baru yang lebih keras. Mungkin
hingga pada sel terkecil manusia pun sudah dirancang untuk tidak pernah menyerah meski
berkali- kali menghadapi keadaan buruk yang bahkan menghancurkannya dan terus bertumbuh
lebih baik lagi. Evolusi. Jelas tidak ada pilihan untuk menyerah.
Apa pun yang tidak mematikanmu akan menguatkanmu.
~ 318 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Bab 18 PENDATANG BARU Cukup sudah. Aku tidak dapat menahan diriku lebih lama lagi, aku akan
membunuhnya. Atas penghinaan yang dilakukannya padaku di depan Nadia meski aku tidak pernah
bersalah padanya. Atas kebohongan yang dilakukannya di depan hidungku dan merebut Nadia
dari sisiku serta ... menciumnya tepat di Kafe Eve dan menjadi pangeran bagi Nadia.
Mencuri semua kebohonganku. Aku benar-benar sakit dan marah, kini aku akan membunuhnya, Sang Pangeran BtP
yang sekarang sedang berada dirumahku bersama Nadia. Meski aku akan ditembak Nadia
dan menjadi rabbit setelahnya. Aku tidak perduli, aku akan melakukannya.
Dia lebih dari pantas untuk mendapatkan kematian dari kedua tanganku di hadapan
Nadia. *** Beberapa hari sebelumnya.
"Nad, Apakah kamu sudah mendengarnya?" tanya Gris dengan mata berbinar-binar
ingin memberi kejutan kepada Nadia. Seperti biasanya mereka bertiga berkumpul tapi
kali ini Nadia dan Grislah yang mengunjungi kamar Angelina, kebetulan rekan sekamar
Angelina juga sedang keluar mengunjungi temannya.
"Yup," jawab Nadia acuh tidak begitu memperhatikan pembicaraan Gris. Ia sedang
mencoba mengacak lemari buku Angelina untuk menemukan beberapa bacaan yang menarik sejak
ia ~ 319 ~ - B L E S S E D H E A R T -
sudah kehabisan semua pilihan buku di kamarnya. Gris terlihat kesal di atas
tempat duduknya sehingga ia bangkit mendekati Nadia dan dengan mengendap-endap mengelitik
pinggangnya dari belakang. "Sudah hebat yah, sekarang gak mau mendengarkan kata-kata dari Nyonyamu ini,"
katanya sambil tertawa sedangkan Angelina menatap dari jauh dengan mata membelalak
ngeri, takut terjadi sesuatu pada bukunya.
"Gris ... hahahaha ... hentikan ... hentikan aku dengar, aku dengar...," kata Nadia.
"Kamu dengar apa?"
"Aku ... aku..." Nadia tidak punya petunjuk apa pun yang sudah didengarnya.
"Kamu mau menikah bukan?" jawab Nadia sembarangan membuat Angelina tergelak
seketika. Gris menghentikan gelitikannya dan memasang wajah cemberut, "Kamu tidak
mendengar sedikit pun dari tadi."
Nadia masih dengan mata yang berlinang dan tubuh yang mulai berkeringat mengatur
duduknya menghadap Gris, "Baiklah Gris sekarang aku mendengarmu, katakan dengan
siapa kamu akan menikah." Gris menatap Nadia dengan sudut matanya sambil mencibir, "Dengan pangeranmu."
"Hah?" "Kupikir pangeranmu sudah menjadi pembicaraan hangat di seluruh BtP dan kamu
masih duduk di sini seakan-akan tidak terjadi apa-apa," Gris bergerak merebahkan
dirinya di atas kasur Angelina," Mungkin jika dunia runtuh kamu juga masih tidak mengetahui apa
pun, kamu benar-benar tidak tertolong lagi."
Pangerannya... pembicaraan hangat"
"Serius Gris atau kamu sedang bercanda?" wajah Nadia menjadi serius kali ini.
Gris membalikkan badan membelakanginya mengambil sebuah buku dan membacanya
sambil tidur, "Aku tidak tahu," jawabnya seenaknya saja membalas perbuatan
Nadia. "Gel?" Nadia melihat pada Angelina yang sedang sibuk bermain-main dengan telepon
genggamnya. "Dia serius," balas Angelina tidak kelihatan akan membantunya sama sekali. Gris
membalikkan kepalanya menatap Nadia dan tersenyum mengejek.
~ 320 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Gris," kali ini Nadia yang mulai merengek.
"Bar Eve, kamu yang bayar," kata Gris bersemangat dan bangkit duduk di atas
tempat tidur menatap Nadia. Mata Angelina menjadi bercahaya dan menatap Nadia.
"Cih ... dasar pemabuk," kata Nadia merasa tidak punya pilihan lain selain
menyetujuinya, "Baiklah." Angelina dan Gris bersorak bersamaan dan Angelina segera membuka
lemari pakaiannya untuk berganti sedangkan Gris permisi untuk kembali ke kamarnya dan
berjanji akan kembali secepatnya. *** Mereka bertiga duduk di sudut sebuah meja dalam Bar Eve dan Nadia dapat melihat
kekecewaan dalam mata Angelina. Karena mereka mendapatkan bahwa Jaime tidak pada
shift malamnya sehingga memilih untuk mengambil meja pribadi daripada duduk di
meja bar. Gris kelihatannya tidak perduli, ia terus memesan apa saja yang terdengar keren
dan menyerahkan list pesanannya pada Susan. Nadia memesan "Eve Drop" dan Angelina
menikmati pudingnya karena ia belum juga cukup umur.
"Gris," rengek Nadia tidak dapat bersabar lebih jauh lagi.
Gris tertawa menikmati kemenangannya, "Seorang dari BtP Internasional masuk dua
hari lalu apa kamu sudah mendengarnya?" Nadia ingat beberapa teman di divisinya bercerita
tentang hal itu, tapi ia tidak banyak memperhatikan karena tugas-tugasnya sendiri cukup
banyak. Belakangan ini ia sedang dipersiapkan pembimbingnya untuk mengambil sebuah tugas
yang masih dirahasiakan padanya, kemungkinan besar akan mempelajari kemampuan
alinergi tingkat tinggi sehingga dia terus menerus dilimpahi dengan banyak tugas.
"Kalau tidak salah untuk menangani masalah pencarian rabbit pelarian itu?" kata
Nadia, karena hanya itu yang ia ketahui.
Gris menerima pesanannya dari Susan dan menyesap minuman itu, "Wah..." katanya
bahagia, "Apakah kamu tahu dari mana ia ditransfer?".
Nadia menggelengkan kepalanya.
"Dari Divisi Intelijen BtP Internasional."
Nadia segera melupakan minumannya dan memasang telinga baik-baik.
"Gel, giliranmu," kata Gris menatap Angelina yang sedang menikmati pudingnya.
"Apanya?" balas Angelina.
"Kemampuannya," kata Gris.
~ 321 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Angelina tersenyum menggoda Nadia "Nad, kamu tahu kalau setiap kali orang
terluka pasti masuk ke dalam divisiku?" Tentu saja yang terluka pasti masuk ke divisi
kesehatan batin Nadia tapi ia tidak berminat untuk memprotes hal itu dan hanya menggangguk saja,
mencoba cara tercepat untuk masuk ke pusat persoalan.
"Kelihatannya senior-senior kita cukup galak, mereka ingin mempermainkan orang
baru itu, terutama senior Daniel dan Jess," tambah Angelina.
Tipe darah panas dan pencari gara-gara pikir Nadia. "Apa dia mengalami luka oleh
mereka?" Angelina tertawa, "Tidak, dia tidak terluka sebagai gantinya ia mengirim hampir
semua senior penganggu kita ke dalam ruang kesehatan."
"Termasuk senior Jess dan Daniel?" tanya Nadia.
"Mereka dikalahkan hanya dalam sekejap," kata Gris tersenyum menggoda Nadia.
Jantung Nadia berdebar keras, "Kemampuannya?"
"Telekinesis, terbang, mengeluarkan api tinggal kamu sebut saja dia bisa
melakukan apa pun juga," tambah Gris. "Dia benar-benar monster," kata Angelina menambahkan. Kini darah terasa mengalir
cepat di dalam diri Nadia. "Dia pacar baruku, kamu mau melihatnya besok?" canda Gris menggoda Nadia sambil
tertawa. *** Malam ini aku sedang latihan untuk menerbangkan bebatuan dan kayu-kayu di
sekelilingku dan sesuai dugaanku, hal itu tidak mudah serta bahkan memakan lebih banyak
fokus, perasaan dan kekuatanku. Kekuatan terbang untuk radius atau jarak jauh sedikit
banyak membebani tubuhku dan pikiranku, rasanya umurku berkurang setiap kali memakainya
secara berlebihan. Berlainan dengan kemampuan menerbangkan benda dengan
menyentuh, aku harus menebarkan energiku ke semua arah. Kemudian berusaha mendeteksi semua
benda yang ada di dalam ruang lingkup energiku dan meniatkan untuk mendominasi serta
menggerakkan mereka. Kemampuan deteksi yang super-sensitif pikirku, kemampuan
radius bahkan memakan hampir puluhan kali lipat energi untuk menerbangkan benda yang
sama dengan cara menyentuhnya.
*** ~ 322 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Nadia, Gris dan Angelina duduk untuk menikmati makan siang di kantin BtP, meski
tidak satu pun dari mereka yang benar-benar bernafsu untuk menikmati makanan itu.
Mereka dengan mata setengah melotot menatap pada seseorang yang duduk sambil bercanda
dengan beberapa wanita yang merupakan anggota senior BtP pada beberapa meja di depan
mereka.

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kamu yakin itu orangnya?" mata Nadia menyipit menatap Gris.
"Seratus persen. Namanya Lawrence," balas Gris langsung, "Lawrence "The Prince"
keturunan langsung dari pemimpin sekaligus pendiri BtP yang katanya menjadi
legenda setelah menghancurkan banyak pemimpin alinergi penjahat waktu lalu."
Nadia melihat pria dengan hidung yang mancung, dagu persegi, bertubuh seksi bak
model dan wajahnya jelas kelihatan tampan dengan setiap tubuhnya yang memancarkan
aroma maskulin dan vitalitas yang sangat tinggi.
"Apakah dia selalu seperti itu?" tanya Nadia pada Angelina yang sama sekali
tidak mengetahui hal itu. Lawrence kelihatannya dikelilingi beberapa senior wanita dan
entah hanya perasaan mereka atau hal itu memang terjadi, Lawrence kelihatannya
menyentuh para wanita itu dengan cara yang agak berlebihan.
"Kupikir dia bukan orang itu," kata Nadia perlahan pada Gris.
Angelina menyetujui hal itu tapi Gris tidak mau menyerah, "Kita belum
mengetahuinya sebelum mencobanya, lagipula kamu tidak penah melihat langsung wajah pangeranmu.
Dan bukankah sifat mereka mirip" Perayu," kata Gris dengan wajah meringis tidak
suka. Lawrence terlihat berdiri meninggalkan meja makannya diikuti beberapa orang
senior mereka. "Kesempatan datang," kata Gris dengan matanya yang berbinar terang merencanakan
sesuatu, dia sudah menunggu cukup lama. Nadia hendak melarangnya akan tetapi Gris sudah
bergerak. Tepat saat Lawrence mendekat meja mereka, Gris seolah-olah tidak sengaja berdiri
mendadak dan menubruk ringan Lawrence.
"Wow, sebaiknya kamu berhati-hati atau ada yang terluka di antara kita, gadis
cantik," kata Lawrence terkejut memegang bahu Gris.
"Ah maaf Sir, aku benar-benar meminta maaf," Gris sudah mendapatkan apa yang dia
inginkan. Ia menatap Lawrence, "Ah bukankah anda bernama Lawrence, Sir"
Perkenalkan aku Gris," kata Gris langsung menjulurkan tangannya. Tentu bukan hal yang sopan
untuk meninggalkan orang yang sudah menjulurkan tangan untuk meminta perkenalan,
apalagi langsung dari seorang gadis.
"Senang bertemu denganmu," kata Lawrence menyambut hangat perkenalan itu. Gris
langsung bergerak sedikit agar Lawrence dapat melihat jelas ke arah Angelina dan
Nadia ~ 323 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Mereka teman-temanku, ini Angelina," Sambil menunjuk pada arah Angelina membuat
Angelina merasa sedikit jengah dan terpaksa sambil berdiri memberikan sebuah
senyum. "Sir," balasnya. Bagaimanapun juga mereka masih junior dan berhadapan dengan
senior mereka haruslah menunjukkan sopan santun apalagi yang jauh di atas senior.
Lawrence tersenyum ia hanya berpikir bahwa Angelina cantik dan Gris langung mengambil
kesempatan itu menunjuk pada Nadia. "Dan dia...." Gris menghentikan kata-katanya membiarkan Lawrence menebak.
"Nadia," sebuah suara perlahan keluar dari bibir Lawrence tanpa sengaja yang
masih dapat didengar oleh Gris dan Nadia.
"Oh apakah Sir Lawrence sudah mengenalnya?" tanya Gris mendadak membuat wajah
Nadia menjadi merah. Lawrence seketika tersadar dan tertawa, "Ah Nadia, The Perfect copier, namanya
bahkan terdengar hingga BtP Pusat sama seperti kecantikannya. Siapa pun pasti
mengenalnya bahkan beberapa temanku tertarik padanya," kata Lawrence tertawa dan saat itu dua orang
senior wanita di sana kelihatannya mulai kesal dan jengkel, tidak akan membiarkan
Lawrence mereka direbut lebih lama lagi oleh junior mereka.
"Lawrence ayolah kita pergi sekarang," kata salah satu dari mereka sambil
mengandeng tangan Lawrence untuk dipeluknya dan menariknya pergi.
"Well Ladies," kata Lawrence, "Saya permisi dulu," meninggalkan mereka sebelum
akhirnya tersenyum pada Nadia, "Terutama kamu, kita akan bertemu segera bertemu kembali."
Membuat Nadia menunduk. "Nad, dia membuat janji temu denganmu," kata Gris membuka mulutnya langsung
sepeninggal Lawrence. Nadia terdiam, ia yakin ini pertama kalinya ia bertemu
dengan Lawrence dan tidak tahu bagaimana harus menanggapinya. Gris terus berceloteh,
tapi Nadia tidak begitu mendengarkannya lagi, ia sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Apa yang sedang terjadi" Mengapa ia tidak merasakan apa pun di hadapan Lawrence"
Rasanya hampa. *** "Nadia menemukan pangerannya," kata Gris mengumumkan hal penting itu padaku dan
Master yang berada di balik meja bar.
"Wow," kata Master tersenyum. Aku terkejut menatap Nadia yang duduk dengan wajah
memerah dan sedang mencubit Gris karena kelihatannya Gris menyebarkan hal itu
hampir ~ 324 ~ - B L E S S E D H E A R T -
pada semua orang. Aku mencoba menenangkan diri, yakin jika Nadia tidak mungkin
mengetahui tentang diriku tapi hal itu tetap saja sanggup membuat dadaku
bergetar hebat hingga aku harus memaksakan sebuah senyuman dan perlahan meletakkan sebuah
puding pesanan Angelina di depannya.
"Apakah itu benar?" tanyaku menatap pada Angelina.
Angelina kelihatan bahagia dengan pudingnya atau mungkin ada hal lainnya,
"Benar, Pangerannya bahkan ingin mengajaknya kencan."
Gris mendengar hal itu langsung menimbrung, "Jadi kamu tidak mempercayai kata-
kataku?" Aku tertawa "Tidak, aku hanya merasa bukankah semua itu terlalu cepat sejak
Nadia terakhir kali..." Aku menatap Nadia yang menatap malu-malu padaku dengan suatu keakraban
yang nyaris meledakan diriku. Oh betapa cantiknya dirinya.
"Dilamar olehnya," tambahku. Nadia tertawa kecil juga merasa sedikit jengah atas
hal itu. "Mungkin kali ini dia sudah bersungguh-sungguh akan menikahinya," goda Gris.
Pacaran saja belum, sudah mau nikah.
"Wah, apa si tua ini mengenalnya?" Master tertarik untuk mengetahui lebih jauh.
Gris bersemangat melihat ke arah Master, "Orang baru dari BtP Internasional."
Kali ini aku berhasil memastikan pangeran yang dimaksud itu bukan diriku tapi seseorang yang
lain. Seseorang yang lain"
Tidak mungkin. "Lawrence?" kata Master tiba-tiba, Gris dan Nadia menatap Master.
"Master mengenalnya?" tanya Gris dan Nadia hampir menyuarakan hal yang sama.
Master terdiam sebentar, "Tidak, aku tidak mengenalnya, Michelle yang
mengenalnya. Si Tua ini hanya mendengarnya karena hampir semua pelanggan sini membicarakannya
sejak kedatangannya dan yah ... dia orang yang istimewa ... Sang Pangeran dari BtP."
"Benar-benar seorang pangeran ..." kata Gris tersenyum.
"Kamu cukup beruntung Nona," kata Master tersenyum.
"Ah, tidak. Belum tentu dia itu orang yang kucari," balas Nadia. Dan aku benar-
benar menyetujui hal itu. ~ 325 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Tidak, hal itu sudah pasti," kata Gris yakin, "Lawrence mengenalnya dan bahkan
berjanji akan menemuinya. Oleh karena itulah hari ini juga Nadia yang traktir, Gel jangan
ragu pesan saja sebanyak yang kamu mau."
"Gris," protes Nadia tanpa diperdulikan oleh Gris sama sekali, Master tertawa
dan Aku hanya bisa tersenyum sambil bertanya-tanya.
Siapakah Lawrence itu"
Kali ini aku tidak dapat berkutik karena posisiku yang tidak memungkinkan untuk
melakukan apa pun juga. Satu-satunya pilihan yang tersisa untukku hanyalah menunggu
perkembangan selanjutnya, setidaknya pada suatu tahap di depan sana, Lawrence akan
menyelesaikan kesalahpahaman ini dengan sendirinya. Karena Lawrence bukan pangeran Nadia
sebenarnya. Mereka hanya salah mengenali orang, hanya itu.
Saat ini aku tidak dapat membagi perhatian lebih banyak karena latihan terbang
untuk radius cukup memakan waktu, tenaga dan konsentrasi, meski sesungguhnya lebih karena aku
tidak berdaya untuk melakukan sesuatu. Aku tidak ingin memikirkan hal yang buruk.
Malam semakin larut dan Nadia sudah sedikit mabuk menatap ke arah Gris. "Gris,
apakah kamu kenal Melinda?"
"Si peramal masa depan itu?" tanya Gris "Kupikir dia hanya bisa melihat
serpihan-serpihan kecil masa depan." "Tapi kudengar ramalannya tepat," tambah Angelina. "Dia cukup popular, meski dia
tidak bisa mengatakan waktunya."
Nadia menatap ke arahku, "Apakah kamu percaya pada takdir?"
"Tergantung," jawabku sambil tersenyum.
"Maksudnya?" tanya Angelina penasaran padaku.
"Kalau ramalannya baik aku mempercayainya, kalau ramalannya buruk aku akan
melupakannya," kataku santai.
Nadia ingin berkata sesuatu tapi Gris sudah menangkap lengannya dan berkata,
"Jangan katakan kamu menanyakan kepadanya tentang Pangeranmu itu?"
Wajah Nadia terlihat sedih dan menyahut, "Ramalannya mungkin kurang tepat."
"Katakan apa yang dilihat olehnya tentang pangeranmu dan mengapa kamu tidak
mengajak kami saat itu?" Tanya Gris.
~ 326 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Karena aku tidak terlalu mempercayainya," sahut Nadia, "Saat itu kebetulan aku
duduk di dekatnya pada saat pelajaran tambahan dan iseng menanyakan."
"Apa yang dikatakannya?" tambah Angelina, "Apakah kalian akan menikah kelak?".
Nadia tertunduk lesu, "Dia berkata... ah sudahlah jelas kalau kata-katanya salah."
"Nadia!" teriak Gris.
Nadia meneguk Eve Dropnya untuk mengumpulkan keberanian, "Dia mengatakan aku
akan mengetahui jati dirinya yang sebenarnya dan setelah itu aku akan menembaknya
dengan senjata apiku sendiri."
"Kamu?" tanya Gris dan Angelina serempak. Aku hanya menatap Nadia dan
kelihatannya ia sungguh-sungguh. Nadia kemudian membisik lirih, "Dia akan memanfaatkan diriku dan membuatku
menderita lebih dari apa pun juga. Kata Melinda, dia bahkan akan memukuli dan melukaiku
hingga sangat parah dan membahayakan jiwaku."
"Dia akan melakukan itu?" tanya Gris dan Angelina bersamaan sedang mengira-ngira
apakah Nadia sudah mabuk. Aku terdiam mendengar bisikan Nadia.
Tidak mungkin aku akan melukainya. Demi Tuhan, aku mencintainya dan tidak pernah
memukul wanita! Nadia menarik nafas dalam-dalam dan menambahkan, "Melinda juga berkata, pada
akhirnya aku akan menyerahkan dirinya pada Markas Besar BtP sebagai rabbit." TRANGGGG!!!
Gelas yang sedang kupegang jatuh berantakan di dalam bar. Gris, Angelina dan
Nadia menatapku. Segera aku meminta maaf dan membersihkan pecahan kaca.
Dia akan menyerahkanku pada BtP sebagai rabbit"
"Tidak mungkin," kata Angelina "Dia anggota BtP, tidak mungkin kamu dapat
menyerahkannya sebagai rabbit."
Nadia menyandarkan kepalanya di bahu Angelina dan menambahkan, "Aku juga
berpikir begitu dan Melinda mengatakan pada saat aku benar-benar menemukannya. Dia,
Pangeranku akan sudah melupakanku dan membenciku dengan seluruh dirinya."
Gris tertawa terbahak-bahak, "Benar-benar lucu," katanya. Angelina hanya
mendesah dan aku hanya dapat menduga-duga apa yang akan terjadi.
~ 327 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Menjadi rabbit, menyiksanya, memanfaatkannya dan membencinya. Semuanya terasa
tidak masuk akal. Sangat tidak mungkin sekali untuk terjadi. Lebih baik aku mati
daripada memanfaatkan dirinya dan membuatnya menderita apalagi melukainya hingga
membahayakan jiwanya. Nadia menutup matanya dan mengingat kembali nasehat terakhir yang diberikan
Melinda padanya. Dia membahayakanmu! Tinggalkan segera.
*** Dua hari berikutnya mereka bertiga kembali datang ke Bar Eve, tidak banyak yang
diceritakan kecuali bahwa Lawrence telah mengajaknya makan siang bersama dan
juga makan malam sambil bercerita banyak hal tentang BtP. Hari berikutnya aku dapat
melihat kekecewaan di wajah Nadia lebih dari sebelum-sebelumnya, meski aku tidak tahu
penyebab pastinya. Sebaiknya menurutku Nadia melupakan Lawrence saja, karena akan lebih mudah bagi


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diriku. Tapi tidak mungkin aku mengatakan hal itu padanya.
"Aku akan menanyai kebenarannya besok pagi!" sahut Nadia tegas mendadak, setelah
ia bercerita panjang lebar bahwa Lawrence sama sekali tidak menceritakan apa pun
tentang hubungan mereka sebelumnya. Aku sedikit terkejut mendengar pernyataan itu tapi
aku yakin Lawrance akan memberitahukan kebenaran bahwa dia bukanlah pangeran yang dicari
meski itu berat bagi Nadia. Seharusnya semua itu membuatku sedikit lega namun sebaliknya aku malah
mendapatkan firasat buruk akan hal itu.
Apakah akan ada hal buruk yang terjadi"
Jika Nadia merasa kecewa dengan penolakan itu mungkin aku bisa menemaninya
sambil memakai topeng, menghiburnya. Tidak akan ada hal yang buruk yang akan terjadi
dari penolakan itu. Mungkin sebaiknya aku memunculkan diri pada Nadia sekarang dan
mengatakan bahwa aku bukanlah Lawrence, tapi mungkin saja saat itu dia akan
memintaku membuka topengku atau menanyakan namaku. Aku mendesah panjang, kelihatannya
membiarkannya menghadapi penolakan adalah jalan terbaik.
"Sebaiknya begitu," kata Gris mendukung.
Nadia menatap Angelina meminta dukungan, "Aku mendukung," jawab Angelina
langsung. ~ 328 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Dan Nadia akhirnya menatap ke arahku, membuatku terdiam. "Apa pun yang terjadi
kembalilah ke sini, aku akan tetap setia menunggumu," kataku memastikan.
Wajah Nadia memerah. "Apakah itu rayuan?" goda Gris.
"Tidak, hanya memastikan akan ada yang tetap menjadi pengunjung Bar ini," kataku
tertawa dengan perasaan yang sulit kupahami.
Firasatku buruk sekali. ~ 329 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Bab 19 LAWRENCE Malam ini suasananya begitu sunyi dan sepi. Sudah hampir sepuluh menit lamanya
sejak terakhir kali Nadia masuk dan duduk tanpa suara. Aku merasa dia sedang tidak
ingin diganggu sehingga membiarkannya saja dan membuatkan segelas Eve Drop untuknya.
Jelas akhir yang buruk. "Aku tidak mengerti," bisiknya lemah, "Dia tidak mengingatnya dan sejujurnya aku
sama sekali tidak perduli padanya."
Aku hanya dapat diam mendengarnya. Berteman suara musik yang mengalun sendu.
"Aku tidak mengerti," kata Nadia sekali lagi terlihat begitu lemah, "Aku tidak
mengerti, aku tidak perduli jika Lawrence tidak mengingatku tapi aku sedih jika orang itu
melupakanku setelah semua yang kami lalui." Aku benar-benar tidak tahu harus menjawab apa.
Saat ini aku adalah bartender jadi aku harus melayani pelanggan, meski saat ini tidak ada
seorang pelanggan pun kecuali dirinya. Hanya kami berdua saja. Master kembali ke
rumahnya setelah ia melihat tiada satu pun tamu yang hadir dan mempercayakannya padaku.
"Apakah kamu yakin dia orang yang kamu cari?" tanyaku.
"Aku tidak tahu," kata Nadia dan terdiam kembali cukup lama hingga akhirnya ia
mengulurkan tangan menegak Eve Dropnya dan menatapku. "Dia dari BtP
Internasional, ~ 330 ~ - B L E S S E D H E A R T -
dapat menerbangkan seluruh benda-benda dan dapat mengalahkan senior Jess maupun
senior Daniel hanya dalam sekejap!"
Aku tidak tahu hal itu. "Aku sungguh tidak tahu. Sepertinya dia adalah orangnya, akan tetapi aku sama
sekali tidak merasakan perasaan apa pun juga padanya. Aku merasa aneh," Nadia menangis,
bulir-bulir air matanya mengalir, "Hari ini aku bertanya apa dia mengingat kejadian di pesta
topeng dan kasus perampokan bank tersebut, dan..." air mata Nadia mengalir cepat.
Aku tidak tahan melihat tangisan Nadia, dengan perlahan tanganku menarik keluar
selembar tisu, menatapnya dan mengusap ringan air mata di pipinya dengan lembut.
"Dia mengatakan tidak mengetahui ada saat-saat itu dan melupakannya begitu saja.
Mengubahnya ke topik lain seolah semua itu tidak ada arti baginya," tangis Nadia
semakin besar, dia memegang kedua tangannya dengan erat.
Hatiku terasa di sayat-sayat melihat orang yang kukasihi menangis di depanku tak
berdaya. Perlahan aku meninggalkannya untuk memutari meja bar dan mengambil tempat duduk
di samping kanannya. Menarik nafas dalam-dalam, tanganku gemetar tapi aku harus
melakukannya, aku menyentuh bahu kirinya, menarik tubuhnya dan membiarkan bahu
kanannya menyentuh dadaku, memeluknya, "Mungkin dia bukan orang yang kamu cari,"
bisikku lembut. Kedua tangan Nadia segera menyentuh lembut dadaku, membiarkan tubuhnya ditopang
olehku. Tanganku menyentuh lembut punggungnya dan membiarkannya menangis.
"Kupikir semua itu seperti kata Melinda, saat aku menemukannya, dia akan melupakanku dan
membenciku, mungkin dia sudah membenciku. Apakah menurutmu ia membenciku?" tanya
Nadia sambil menangis. Hatiku terasa sakit sekali, "Dia akan selalu mencintaimu, selamanya dengan
sepenuh hatinya. Karena dia tidak akan dapat hidup tanpamu, pasangan jiwanya. Dia tidak akan
pernah melupakanmu sedetikpun," kataku membiarkan Nadia terus menangis untuk beberapa
saat. Kepalanya bergerak menatapku, "Mengapa kamu tahu?" tanyanya dengan matanya yang
masih basah oleh air mata, menatap ke dalam mataku langsung.
"Aku tahu," kataku menyakinkannya dan menatapnya erat-erat, "Aku tahu ..."
bisikku lagi. Perasaan di antara kami berdua menjadi intim rasanya kami terhubung oleh sebuah
kenyamanan yang begitu memabukkan. Aroma tubuhnya yang hangat seakan-akan
menyatu denganku, kehangatan tubuhnya, aku tidak pernah bermimpi seperti ini.
~ 331 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Kamu tahu," bisik Nadia sambil menatapku dan tangannya menyentuh pipiku dengan
cara yang dapat melelehkan hatiku, "Caramu menatapku, sama seperti caranya
menatapku." Aku terdiam dan hatiku terasa melumer. "Berada di dekatmu selalu membuatku merasa
seperti di dekatnya. Aku tidak merasakannya dari Lawrence."
Aku begitu ingin memberitahunya, "Karena akulah orang yang kamu cari."
Kemudian Nadia menundukkan kepalanya dan membiarkan dahinya menyentuh bahuku,
"Apakah kamu orang yang kucari?" Tubuhku menjadi kaku. "Aroma tubuhmu mirip
dengan aroma tubuhnya." Aku menarik nafas dalam-dalam. Kepala Nadia perlahan-lahan
menggeser dan meletakkan telinganya di dadaku, mendengarkan detak jantungku.
"Suara detak jantungmu sama seperti detak jantungnya." Kedua tanganku memeluknya
dengan sebuah perasaan mencintai yang begitu dalam.
"Kamu sama seperti dirinya ..." bisik Nadia lembut. Aku ingin meminta maaf atas
semua yang sudah kulakukan, aku tidak dapat menahan diriku lebih jauh lagi, setiap
manusia memiliki batasnya. Aku akan mengakui jati diriku di sini dan sekarang. Aku akan
menyesal jika tidak melakukannya. Akan melakukannya meski jika pada akhirnya Nadia tidak
menerimaku. Aku akan menerima nasibku, tapi aku yakin seyakin-yakinnya, dia
tidak akan pernah menyerahkan diriku untuk menjadi rabbit.
"Apakah kamu siap untuk sebuah kejutan?" tanyaku lembut mengelus kepalanya.
"Seperti yang kamu lakukan pada hari ulang tahunku?" balas Nadia menutup
matanya. Saat itu aku menculiknya. Kini aku akan menunjukkan diriku padanya, suka atau
tidak aku akan jujur padanya. Kesempatan tidak akan datang kedua kalinya dan sekarang
hanya ada kami berdua. "Ya," jawabku, "Mempertemukanmu dengan Pangeranmu."
"Benarkah," tanya Nadia tiba-tiba menggerakkan kepalanya menatapku dengan
matanya yang penuh harap. Tanganku menyentuh lembut pipinya dan mengusap sisa air matanya, "Benar, tapi
aku tidak tahu apakah dia itu akan memenuhi harapanmu atau tidak," kataku.
Tangan Nadia menyentuh tanganku pada pipinya, menutup matanya dan membiarkan
tanganku tetap menyentuh lembut pipinya, seolah-olah ingin merasakan tanganku
lebih dalam lagi. "Aku tidak perduli bagaimana dia dan apa pun dirinya, selama aku
dapat bertemu dengannya aku akan sangat berbahagia."
~ 332 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Semoga kamu tidak mencemohnya," kataku. Sesaat seluruh ruangan berubah, menjadi lebih
ringan setelah aku menyalurkan energiku dan mulai membiarkan energi terbangku
menyelimut dirinya dengan lembut, kupikir ia akan mengetahui energi ini.
Nadia merasa lebih ringan dan tetap menutup mata menikmati perubahan energi itu
dan saat kami berdua sudah dalam tahap sinkronisasi penuh.
"Cringgg!!" Pintu Bar Eve terbuka, aku segera membiarkan energiku lenyap dan seperti
terbangun dari mimpi Nadia juga terkejut dan segera menatap ke arahku. "Selamat datang," kataku
sama sekali melupakan jika aku masih di dalam Bar Eve, mungkin aku sebaiknya membuka
diriku di lain tempat, yang pastinya bukan di sini tempat para pelanggan akan berlalu
lalang. Sialan, seharusnya aku mengetahui di mana diriku berada atau aku akan menjadi
rabbit. "Nadia, akhirnya kami menemukanmu!!"
"Gris, Angelina?" kata Nadia berbalik terkejut melihat siapa yang datang.
Alis mata dan dahi Gris mengerut, "Apa yang kalian lakukan?" tanyanya curiga
melihat kami yang masih bergandengan tangan.
Aku terkejut dan melepaskan tanganku dari Nadia dan berdiri untuk melayani
sambil menambahkan, "Mencoba menemani Nona Nadia yang sedang bersedih hati."
Angelina yang mendekati Nadia pertama kali dan menatap mata Nadia, "Kamu
menangis?" "Sedikit," kata Nadia menundukkan kepala.
Aku mendadak menangkap sesosok bayangan pria di belakang Gris dan dengan cepat
aku mengucapkan, "Selamat datang."
"Lawrence," bisik Nadia terkejut.
Aku jelas ikutan terkejut, pria di hadapanku ini tampak sangan tampan, gagah dan
terlihat memiliki apa pun juga, pakaian yang mahal, jam tangan yang mahal, sepatu yang
mahal, juga gerakannya menunjukkan kepercayaan diri dan kesuksesan.
Begitu jauh dari diriku. Aku segera kembali ke dalam bar untuk melayani mereka.
"Nadia, kami dan Lawrence mencarimu ke mana-mana," kata Gris sambil duduk di
samping Nadia dan mempersilakan Lawrence duduk di samping Nadia. Angelina menatapku dan
tersenyum malu-malu, aku memberikannya sebuah senyuman dan mulai bertanya
tentang ~ 333 ~ - B L E S S E D H E A R T -
minuman yang mungkin akan mereka pesan. Nadia duduk dengan kepala tertunduk dan
jelas mukanya memerah. Karena pria itukah" "Nadia," bisik pria itu yang dipanggil Lawrence.
Nadia terdiam hanya sebentar dan segera membuka mulut mengeluarkan kata, "Iya,"
dengan sangat lembut. Kata itu terdengar begitu lembut dan penuh cinta hingga hampir
membakar hangus jantungku dengan api cemburu. Tiba-tiba suasana menjadi hening dengan
perlahan aku melihat ke arah Nadia dan Lawrence, pria itu sedang melihat ke arahku dan
dengan tersenyum memberi sebuah tanda. Aku kesal tapi memahami isyarat itu.
"Maaf Nona-Nona sekalian aku akan ke belakang sebentar untuk mengerjakan
sesuatu," kataku mencari alasan untuk meninggalkan tempat ini. Nadia menatapku tanpa daya
seolah- olah masih membutuhkan bantuan, berterima kasih dan mungkin mencoba meminta
dukungan dariku. Oh aku hanya sedang bermimpi membuat diriku merasa penting.
Angelina segera menyahut, "Aku ingin ikut membantu, bolehkah?" Aku menatap
Lawrence dan dia mengedipkan matanya tanda super setuju. "Jika kamu tidak keberatan,"
tambahku dan entah bagaimana Angelina telah menarik Gris sekalian menuju ke dapur
bersama-sama. Aku bisa melihat jari-jari Nadia masih menarik ujung pakaian Gris tapi akhirnya
Gris bergerak juga dan pakaian itu terlepas dari jarinya, meninggalkan Lawrence dan
Nadia berdua. Jelas aku sama sekali tidak menyukainya. Tapi apakah aku harus tetap di
sana menatap Lawrence, menantangnya dan mengganggu hubungan mereka. Mungkin aku akan
sangat senang sekali melakukannya akan tetapi bagaimana dengan Nadia, tidakkah
dia akan marah" Karena menurutku, jika aku mengganggu mereka sekarang, besok atau kapan
pun mereka pasti akan bertemu dan melakukan apa pun juga yang ingin mereka lakukan


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanpa diriku. Lebih baik sekarang mereka berdua menyelesaikan pemutusan hubungan
mereka atau setidaknya menjelaskan kesalahpahaman di antara mereka berdua. Aku mengeraskan
kepalan tanganku. Setibanya kami bertiga di dalam dapur segera Angelina dan Gris mendekati sebuah
layar TV yang terletak di sudut dapur, sedang menampilkan gambaran meja bar, pintu masuk
dan sekarang Nadia dan Lawrence. Semuanya dari sebuah kamera keamanan. Kamera itu
dipasang agar kami dapat mengetahui apakah akan ada tamu yang masuk selama kami
berada di dapur dan juga kegunaan tambahan lainnya. Gris terlihat mengeluarkan telepon
genggamnya dan menelepon seseorang, membuat Nadia terkejut saat telepon
genggamnya berbunyi dan melihat tulisan nama Gris di depan.
~ 334 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Halo?" balas Nadia lembut. Ia tidak mengerti mengapa Gris mau menghubunginya
jika jarak mereka hanya sekitar 20 langkah.
"Jangan tutup telepon ini dan ubah ke pengeras suara atau kukutuk kamu tidak
jadian dengan Lawrence setelah kami bersusah payah menariknya untukmu."
Nadia tersenyum geli. "Ada apa?" tanya Lawrence yang melihat kejanggalan itu.
"Ah tidak, hanya telepon iseng?" Nadia segera menyelipkan telepon itu ke dalam
kantung bajunya dalam keadaan tersambung. Di dapur, Gris dan Angelina sedang tertawa
kecil sambil mendengarkan pengeras suara telepon genggamnya. Aku tidak tertarik untuk hal
ini, karena aku tahu Lawrence pasti akan menolak Nadia dan aku menuju ke tempat cuci piring
untuk mencuci beberapa piring di sana.
Aku merasa yakin Lawrence akan menolaknya, akan tetapi firasatku terasa begitu
buruk. Dan menjadi semakin buruk saja.
Saat itu sebuah tangan hangat menggenggam telapak tanganku dengan lembut dan
menarikku ke sisinya. "Ikutlah mendengar," kata Angelina yang menarikku sedikit hingga aku
berdiri di sampingnya dan dia juga tidak mau melepaskan tanganku. Aku tidak begitu
memperhatikan sentuhan itu karena hatiku terasa berat saat melihat ekspresi wajah Nadia yang
bahagia di dalam layar itu. Rasanya ingin menangis. "Nadia aku meminta maaf membuatmu mengira aku telah melupakan semua kejadian
kemarin." kata Lawrence sungguh-sungguh, "Masih ingatkah kamu saat aku berkata
akan muncul dihadapanmu?" Aku melihat Nadia tersentak dan jelas aku juga yang
mendengarkannya dari ujung dapur.
Bagaimana Lawrence bisa mengucapkan kata-kata itu.
Nadia mengganggukkan kepala. Suara Lawrence kembali terdengar, "Aku sebenarnya
berharap dapat memulai kembali hubungan kita dari awal. Dengan kejujuran dan
melupakan saat-saat aku masih menyembunyikan diriku darimu, aku ingin jujur padamu,
menunjukan diriku yang sebenarnya."
"Aku mengerti," kata Nadia
Lawrence mendesah, "Aku berpura-pura telah melupakannya tapi aku tak menyangka
hal itu akan menyakiti hatimu."
~ 335 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Nadia tertunduk, "Kamu tidak menyakit hatiku." Kata-kata itu begitu lembut dan
mesra hingga aku hampir meledak marah, kecewa, cemburu, benci dan tidak tahu harus
bagaimana. Lawrence, apa yang sedang dia lakukan"
Gris dan Angelina menahan tawa mereka, jelas karena mereka tahu Nadia berbohong
tidak sakit hati. Tangan Lawrence bergerak menyentuh tangan Nadia yang jelas terlihat
oleh kami bertiga dari ruangan dapur, yang bahkan Gris secara nekat mengambil remote layar
dan menyerahkannya padaku. "Zoom, Zoom," katanya memohon agar gambar kedua orang itu diperbesar.
"Nadia, lupakanlah semua yang sudah berlalu dan mulailah lembaran baru denganku.
Aku mencintaimu ...." Nadia terdiam. Gris menahan tawa. Angelina memegang tanganku lebih erat.
Detak jantungku berhenti beberapa saat.
" .... Dan bukankah aku telah berjanji akan melamarmu?"
Wajah Nadia terlihat menjadi merah, hatinya berdebar-debar bahagia.
Aku ingin berteriak marah.
DIA PEMBOHONG!!! Aku ingin menerjang keluar dari dapur menghadapi Lawrence dan menudingnya, tapi
tubuhku kaku. Nadia mengganggukkan kepalanya.
Lawrence menatapnya dalam-dalam, "Aku tidak bisa hidup tanpamu seperti yang
pernah kukatakan padamu." Aku memaki dalam hati, aku ingat pernah mengatakan hal itu pada Nadia. Bukan
dia, pria itu. Tubuhku bergerak tanpa sadar hendak ke depan untuk menjelaskan semuanya, aku
tidak ingin kehilangan Nadia karena pria itu.
Bajingan, bagaimana dia mengetahuinya. Dia Tuan Putriku takkan kuserahkan pada
siapa pun juga. Angelina menarik tanganku dan melihat ke arahku, "Apa yang ingin kamu lakukan?"
~ 336 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku tidak tahu. "Jangan merusak suasana," bisik Gris dari samping dan ikut menarik tanganku yang
lain. "Nadia," terdengar suara Lawrence.
"Iya.." "Marilah kita memulai segalanya kembali dari awal sekali," kata Lawrence dan
menarik kedua tangan Nadia, menggeser tubuhnya agar menghadapnya dan melanjutkan,
"Nadia, Apakah kamu mau menjadi kekasihku?"
Mata Gris dan Angelina terbuka lebar sambil menyemangati, "Ya..ya..ya..ya.."
Aku merasa kedua kakiku terjatuh pada lubang tanpa dasar dan menutup mataku.
Apakah aku masih ingin menerjang ke depan dan membuka kedokku"
Katakan tidak!! Katakan tidak... Kumohon katakan tidak. Kumohon.
"Tentu saja," jawab Nadia sambil menatap Lawrence dengan tegas sekali dan mata
yang penuh cinta. Wajah Lawrence mendekat dan mencium bibir Nadia.
Aku .... Nadia terlihat bahagia. Angelina dan Gris bertepuk tangan keras tanpa menutup
nutupi lagi dan bersorak bahagia. Aku .... Master mendadak muncul dan tertarik akan keributan di dapur dan melihat kami
bertiga,"Gris, Angelina dan Jaime apa yang kalian kerjakan di sini?"
Gris yang sedang terbakar oleh kebahagiaan segera mendekati Master dan menarik
lengannya "Lihat, lihat Nadia sudah menemukan pangerannya dan pangeran itu menciumnya ..."
Master melihat pada layar dan terlihat olehnya Nadia dan seorang pria gagah di
sampingnya. Angelina dengan bahagia menatap ke arahku masih sambil menggenggam tanganku. Aku
menatapnya dan memaksakan sebuah senyuman. Saat itu mendadak Lawrence muncul di
dapur dengan senyum terbaiknya dan sambil tertawa melihat kami semua,
"Kelihatannya kalian mengintip yah."
Pria ini akan kuhajar. Kepalan tanganku mengeras aku bergerak hendak menghajar wajahnya namun entah
bagaimana sebuah tangan menggenggam erat tanganku.
~ 337 ~ - B L E S S E D H E A R T -
"Jaime, bagaimana kalau kamu membersihkan piring-piring itu?" kata Master
melihatku dengan tegas dan tangannya masih mengenggam lenganku, "Baiklah para tamu,
bagaimana kalau kita rayakan acara bahagia ini di depan saja, di sini aku tidak bisa
menyuguhkan apa pun kecuali piring untuk dicuci dan sapu untuk dipegang." Mereka semua tertawa
dan kembali ke depan. Lawrence menatap Master, "Keluarkan semua yang terbaik, aku akan yang
mentraktir." Gris tertawa lebar sambil menepuk bahunya Lawrence, "Kamu memang pangeran
sejati," kemudian menatap Master dan mulai memesan semua minuman-minuman mahal. Master
ikut bahagia oleh suasana itu dan mulai bersemangat menuangkan minuman demi minuman-
minuman termahal Bar Eve.
Telingaku mendengar suara-suara bahagia yang tertawa, tapi seakan tidak
mendengar apa pun juga. Aku melirik ke depan melihat Nadia tersenyum dan tertawa bahagia seolah-
olah tangis sebelumnya tidak pernah ada. Tubuhku bergerak untuk mencuci piring dalam hening,
kemudian membawa sampah untuk dibuang keluar melalui pintu belakang dapur. Aku
melihat tapi seakan-akan tidak melihat, bergerak seakan-akan bukan diriku yang
bergerak. Semuanya terasa hampa. Bertanya-tanya apakah aku sedang bermimpi, aku menatap
bintang- bintang di langit menarik nafas dan menghela nafas. Aku merasakan sakit dan
sesak di dada tapi tidak bisa mencerna apa yang telah terjadi. Apakah kemarahan sudah
membutakanku" Ataukah perasaan lain yang membutakanku" Aku tidak tahu lagi harus melakukan
apa. Lawrence memiliki apa pun lebih dari yang kupunyai, dia seorang Pangeran sejati,
memiliki status dan kekayaan impian semua wanita dan Lawrence mencintai Nadia. Aku
mengigit rahangku keras-keras dan berkata pada hatiku Nadia pantas mendapatkan seseorang
yang lebih baik daripada seorang pelayan dan bartender, atau seorang calon rabbit
yang tidak memiliki masa depan. Seorang pangeran dengan sang putri. Rakyat jelata menikah dengan rakyat jelata.
Hatiku terasa begitu sakit tapi dengan tenang aku kembali menuju meja bartender.
Memperlihatkan sebuah senyuman tulus mendukung dan melihat bagaimana Nadia
tersenyum begitu bahagia.
Tegakah aku menghancurkan senyuman itu"
Lawrence mengangkat sebuah gelas dihadapanku dan mengedipkan mata sebagai tanda
terima kasih. Gris dan Angelina menggoda Nadia.
Master tertawa. ~ 338 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Dan aku tertawa. Nadia mendapatkan seorang alinergi dan seorang pangeran seperti yang
diinginkannya, apalagi yang kubutuhkan" Aku menyukainya dan sudah membantunya menemukan
pasangan yang lebih baik. Lawrence menyukainya dan mencintainya.
Cerita selesai, peranku usai.
Aku mendekati Master dan berkata dengan lembut bahwa aku ingin pulang sekarang
karena memang sudah waktuku untuk pulang. Master tertawa dan segera menyetujui.
Lawrence mendengarnya dan mengajakku untuk ikut menghabiskan beberapa minuman sebelum
pulang. Aku memaksakan sebuah senyuman dan menolak dengan alasan bahwa aku harus
mendayung sepeda sekitar puluhan kilometer dan segera mengucapkan selamat
tinggal. Lawrence dengan cepat mengeluarkan kartunya dan menggesekkannya di mesin kasir
sambil mengatakan sesuatu pada Master dan Master mendekatiku, memberikanku selamat
karena baru saja menerima uang tips yang hampir sebesar satu bulan gajiku.
Tips terbesar selama aku bekerja di tempat ini. Aku segera tersenyum, tertawa
menundukkan kepala dalam-dalam mengucapkan banyak terima kasih pada Lawrence dan mengucapkan
selamat tinggal yang diikuti dengan gelas terangkat oleh Lawrence. Aku menuju ke
dalam dapur mengganti baju sebentar dan saat hendak keluar melalui pintu dapur aku
menemukan Nadia sedang di sana menungguku.
"Jaime, terima kasih atas kejutanmu," kata Nadia terlihat begitu bahagia dan
memelukku. Aroma tubuhnya yang harum, tubuhnya yang hangat. Aku melihatnya senyumannya,
menyentuhnya, memeluknya tapi semua ini seakan-akan begitu jauh sekali.
Aku mencintainya tapi dia bukan milikku.
Nadia melepaskan pelukannya dan membuka sebuah kalung rantai di lehernya.
Menarik tanganku untuk menerima kalung berbentuk lumba-lumba. "Aku tidak tahu harus
berterima kasih seberapa dalam lagi, kamu sudah membantuku dua kali," katanya sungguh-
sungguh. Nadia mengecup pipi kananku sekali sebagai tanda terima kasih. Aku memaksakan
sebuah senyuman dan menggerakkan tangan mencoba mengatakan bahwa semua itu bukan apa-
apa. Kini semuanya seakan-akan begitu jauh.
Nadia tersenyum memaksaku agar menerima kalung itu dan segera kembali ke meja
bartender. Aku melihat kalung logam itu dalam telapak tanganku dan
menggenggamnya erat

Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hingga kalung itu menghujam ke dalam daging tanganku dan meneteskan darah. Aku
melihat darah itu menetes dan rasa sakit dari tanganku sama sekali tidak dapat
mengalahkan rasa sakit serta kehampaan dalam diriku. Aku menaiki sepeda dan mulai mendayung hingga
memasuki ~ 339 ~ - B L E S S E D H E A R T -
jalan raya, meninggalkan suara tawa dari dalam Bar Eve yang bahkan terdengar
sampai di luar. Aku menarik nafas, menghembuskan nafas.
Melajukan sepedaku mengikuti jalanan yang menurun dalam kegelapan.
Aku menarik nafas, menghembuskan nafas.
Aku harus tetap bernafas.
Tarik nafas, hembuskan nafas ... tarik nafas, hembuskan nafas. Kecepatan
sepedaku mendadak meningkat begitu pesat karena aku mendayungnya sekuat mungkin tanpa
kusadari. Tiba-tiba semuanya menjadi begitu gelap. Detik berikutnya aku melayang terjatuh
dari sepeda setelah ban depan oleng tidak terkendali menabrak sebuah batu kecil.
Tubuhku terjatuh menghantam jalanan aspal dan berguling-guling di atasnya, sepedaku
meluncur ke pinggir jalanan dan memasuki semak belukar. Aku sendiri berputar dua kali di
jalanan sebelum akhirnya aku mengerahkan kekuatan terbangku dan menerbangkan diriku
melewati pembatas jalanan, menuju ke dekat lautan luas dan membiarkan diriku terjatuh
bebas ke dalamnya. Terjatuh dan terus terjatuh.
Udara berteriak keras di sisi telingaku namun rasanya semua ini sama saja tidak
memberikan rasa takut atau apa pun juga, rasanya tetap hampa. Detik berikutnya aku
menghantam air laut dan terus menyelam. Merasakan dinginnya air laut dan perihnya luka di telapak
tanganku serta luka-luka di kulit lenganku akibat tergores di aspal. Aku merasa sesak dan
kemudian berenang ke atas permukaan laut, membiarkan diriku tertidur di atas permukaan
sambil merasakan kesakitan di kulit dan beberapa tubuhku.
Menarik nafas... Menghembuskan nafas... Dadaku masih sesak. Aku mengingat kembali hal yang tidak ingin kuingat, Lawrence, Pangeran BtP
internasional dengan gaji yang tinggi, jabatannya juga tinggi, fasilitasnya bagus, wajahnya
gagah dan kelihatannya dari keluarga berpendidikan tinggi. Dia bahkan memberiku tips satu
bulan gajiku tanpa menggerakkan alisnya sedikit pun.
Aku tertawa begitu keras.
~ 340 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Dan Nadia, kupikir dia termasuk dari keluarga terpandang, berpendidikan tinggi,
anggota BtP, seorang putri. Sedangkan diriku, seorang anak kampung yang tidak memiliki
pendidikan tinggi. Tidak akan pernah menjadi anggota BtP karena sudah masuk kedalam daftar
buku hitam dan harapan terbaikku adalah bekerja menjadi pelayan atau bartender seumur
hidup atau menjadi rabbit atau menjadi penjahat.
Air mataku mengalir. Nadia terlihat begitu bahagia dengan Lawrence, dia pantas mendapatkannya. Jauh
lebih pantas daripada dengan diriku.
Diriku .... Diriku .... "ARGGGHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH!!!!!!!!!!!!!!!"
Aku menjerit di tengah lautan, berteriak sekeras mungkin mengeluarkan apa pun
yang terpendam di dalam dadaku. Aku berteriak terus menerus hingga suaraku hilang dan
terus berteriak tanpa suara. Air mataku mengalir keluar. Rasa di hatiku yang berat dan
dingin kini mengalir keluar dengan membawa kesakitan, perih dan tersayat sayat. Tidak ada
lagi yang tersisa dariku, harapanku dengan Nadia, kenanganku dengannya, mimpiku, semuanya
telah hilang tak berbekas. Semuanya kini dimiliki oleh Lawrence. Dia muncul dan
mengambil habis semua yang berharga dariku. Semuanya ....
Takdir tidak memihakku. Kini aku tidak memiliki apa pun lagi yang tertinggal.
Hanya rasa sesak dan perih di dada serta kekosongan gelap yang tertinggal.
"Nadia..." gunggam bibirku yang bergetar.
~ 341 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Bab 20 TELANJANGI AKU Terdengar suara pintu diketok cukup keras dan membangunkanku dari tidur. Aku
memegang kepalaku yang terasa pusing, menyadari bahwa aku tertidur di atas sofa
tanpa pakaian, hanya sebuah celana dan dari tubuhku tercium aroma minuman keras.
Mungkin ini untuk pertama kalinya aku mabuk berat hingga melupakan semua hal. Kepalaku
sakit. "Tok...Tok..Tok..!!!" Terdengar suara pintu diketok lagi. Aku mencoba berpikir
siapa gerangan sepagi ini mengganggu tidurku, tapi kurasa tidak akan ada orang lain
selain dia. "Michelle, masuk sajalah kamukan punya kuncinya!" teriakku sedikit emosi dari
sofa dan merebahkan kembali tubuhku, ingin melanjutkan tidurku, kepalaku berdenyut.
Terdengar suara pintu di ketok lagi. "Sialan," makiku karena terpaksa bangun, kakiku
bangkit dari sofa menendang beberapa kaleng minuman yang berbunyi menjengkelkan dan terhuyung-
huyung menuju ke pintu depan untuk membukanya sambil memaki. "Sialan Michelle, kamu
punya kunci ngapain mengetok-ngetok pintu!" Semburku marah.
Moodku benar-benar sedang buruk.
Seorang pria dan seorang gadis muda berdiri di depan rumahku, menatapku dengan
mata terkejut. Aku tidak tahu apakah aku sedang bermimpi atau tidak, karena aku
melihat Lawrence dan Nadia. "Nadia?" tanyaku menyipitkan mata menatapnya tidak tahu
apakah aku sedang berhalusinasi atau masih bermimpi.
"Jaime" Kamu tinggal di sini?" tanyanya terkejut.
~ 342 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Aku menatapnya dan kemudian menatap Lawrence, "Ini mimpi atau aku sedang
berhalusinasi?" "Aku takut ini bukan mimpi dan juga aku mencium bau minuman keras dari tubuhmu,
apakah kamu masih mabuk?" Aku menggarukkan kepalaku yang masih sakit dan
mendadak menyadari, ini bukan mimpi, rambutku acak-acakan, tidak memakai baju dan bahkan
tubuhku kotor terlihat mengerikan. Di depan Nadia.
"Kami ingin menggeledah rumah ini dan ini surat izinnya," kata Lawrence sambil
menunjukkan sebuah surat yang jelas tidak akan kubaca, mereka BtP bisa
menggeledah bahkan tanpa surat izin. "Sepagi ini?" tanyaku.
"Kupikir sudah mendekati siang," balas Lawrence. Aku menatap matahari yang sudah
cukup tinggi, tidak biasanya aku tertidur hingga sesiang ini.
"Apa kamu tinggal sendirian?"
"Tidak," kataku mengingat aku tinggal dengan Lily dan Xian, kepalaku masih
sakit. Lawrence segera menatapku waspada dan begitu juga Nadia, aku belum tahu artinya
hingga otakku sedikit berfungsi dan teringat jika Lawrence adalah orang yang ditugaskan
untuk menemukan rabbit yang melarikan diri, Lily dan Xian.
"Ya, ya!" kataku langsung, "Maksudku yah, aku tinggal sendirian."
"Boleh kami masuk?" tanya Lawrence.
Sialan aku harus mengingatkan Lily dan Xian terlebih dahulu, mereka ada di
lantai dua. Aku segera hendak menutup pintu dan berkata, "Aku akan berganti baju dan membereskan
sedikit dalam rumahku jika kalian tidak keberatan menunggu sebentar."
"Saya takut tidak, karena itulah kami datang," jawab Lawrence. Mendadak pintu
depanku tidak sanggupku dorong untuk menutup, kiranya dia melakukan sesuatu pada pintu
itu. Aku menelan ludah dan secara terpaksa hanya dapat berkata, "Semoga kalian
memaklumi kekotoran rumahku." Apa yang harus kulakukan!!
Aku membukakan pintu lebar-lebar dan mempersilakan mereka masuk, di sana Nadia
dapat dengan jelas melihat beberapa pakaianku masih di antara lantai dan kaleng-kaleng
minuman berserakan di atas meja dan bawah lantai. Wajah Nadia meringis. Lawrence
menaikkan alis wajahnya, "Kamu minum semalaman?" Aku segera menarik sebuah pakaian kaos dan
~ 343 ~ - B L E S S E D H E A R T -
mengenakan ala kadarnya, mungkin aku juga akan mencuci wajahku jika
diperbolehkan. Aku mengganggukkan kepala dan membereskan beberapa sampah memberikan tempat duduk
untuk mereka. "Apakah karena acara kemarin"' tanya Lawrence penuh tanya dan
Nadia kelihatannya tertarik. "Aku memang mabuk tiap malam Sir, kebiasaan dari dulu," aku tidak mungkin
mengatakan kemarin adalah mabuk berat pertamaku karena sakit hati, bahkan hingga kini
melihat Lawrence dan Nadia berdua bukan hal yang mudah untuk kuatasi.
"Jaime, kuharap kamu tidak tersinggung telah terganggu," kata Lawrence sopan
menatapku, "Aku hanya tidak ingin ada lokasi yang memungkinkan rabbit untuk bersembunyi,
apalagi di dekat Markas BtP. Kamu paham maksudku?"
Aku bergidik menatap mata itu, jelas mata yang penuh kecerdasan dan penuh
intimidasi, "Ya Sir, tentu saja." Lawrence menjadi serius menatapku lebih tajam lagi, "Aku hanya ingin mengetahui,
menurut laporan Daniel kamu menolak untuk membiarkannya menggeledah rumah ini. Mengapa?"
Nadia yang berada di sampingnya dengan seragam lengkap menatapku menunggu
jawaban. Keringat dingin mengalir di tubuhku, detak jantungku mulai tidak terkendali, aku
berharap Lily dan Xian tidak turun saat ini dan dengan memaksakan diri aku mencoba
tertawa. "Tidak Sir, tidak sama sekali. Aku hanya meminta pada Sir Daniel agar temannya
saja yang menggeledah tempat ini saja, karena apabila dia yang melakukannya, rumah tua
dapat dipastikan sudah akan rata dengan tanah. Buktinya saja dua pintu gudang dan
pintu depan," Sambil menunjuk pintunya yang bekas tambalan, "Harus terbang dan rusak di
tangannya." "Oh, yah?" sahut Lawrence sambil mengeluarkan sebuah pad elektronik dan kemudian
sibuk memainkan jarinya di atas layarnya. Mataku dapat melihat Nadia sedang menatap
sekeliling rumah, istanaku, tempat diriku tinggal menumpang yang terbuat dari kayu, kotor
dan jauh dari kata mewah, kaleng-kaleng minuman bertebaran, pakaian yang kotor di atas
kursi. Aku menarik nafasku dalam-dalam, apakah keadaanku bisa lebih parah dari ini
lagi" Benar-benar memalukan batinku, aku tidak tahu harus menelan seberapa banyak lagi
rasa malu dan sakit setelah kejadian kemarin. Mungkin ini adalah titik terendah
hidupku. "Oh, delapan dari sepuluh rumah yang digeledah Daniel dapat dipastikan hancur,
kukira alasanmu dapat di mengerti."
Aku mencoba memaksakan senyum, "Apa lagi ini rumah kayu dan tua, Sir."
~ 344 ~ - B L E S S E D H E A R T -
Seharusnya seseorang sudah memasukkannya ke dalam Divisi Penelitian dan
menjadikannya rabbit. Lawrence tersenyum tapi mendadak wajahnya menjadi serius dan tajam, "Jaime
Hunter, jika itu nama aslimu." "Benar Sir." "Kamu bekerja sebagai pelayan Kafe Eve sejak pertama kali kamu tiba di kota
ini?" "Benar Sir." Meski pertama kalinya aku bekerja sebagai buruh bangunan, tapi siapa perduli.Aku
ingin semua ini cepat selesai, kepalaku masih berdenyut.
"Dan gajimu bulananmu adalah..." Lawrence menyebutkan nilainya dengan keras.
Sialan, apakah itu penting maksudku menyebutkan gajiku di depan Nadia. Tapi aku
harus mengiyakannya sejak gajiku sebulan hanya sebesar gaji mereka satu hari.
"Dan tabunganmu adalah ..." Lawrence menyebutkan nilainya dengan sebuah senyum di
bibirnya. Aku merasa serba salah, gelisah dan malu karena Lawrence menyebutkan


Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jumlah yang sangat memalukan, aku menghabiskan gajiku bulan ini dan tabunganku untuk
membeli beberapa barang untuk Lily dan Xian dan memang aku juga miskin. Tapi menyebutkan
jumlah tabunganku yang bahkan jumlahnya tidak dapat ditarik dari mesin atm
berjumlah minimum, tentu saja membuatku malu dan Nadia terlihat membuang mukanya berpura-
pura tidak mendengar. Aku merasa Lawrence menikmati hal itu.
Aku terasa terhina. Apakah semua ini penting untuk disebutkan"
"Asalmu dari kota kecil bernama Blue Mountain, Ayahmu bernama ..." Lawrence
manyebutkan nama desaku yang jelas membuatku terkejut, karena hampir tidak ada
yang tahu nama desaku apalagi buat orang kota seperti mereka dan yang lebih membuatku
terkejut lagi adalah dia menyebutkan nama orang tuaku, ibuku dan semua nama saudara-
saudariku. Jantungku hampir berhenti berdetak, bagaimana mungkin ia memiliki semua
informasi diriku. Mungkinkah dari database BtP" "Jaime Hunter dan nama panggilanmu Rage?" tanya
Lawrence terlihat senang, "Mengapa orang-orang memanggilmu Rage?"
Aku menatapnya, ingin berkata bukan urusanmu tapi apakah aku di perbolehkan"
"Hanya panggilan main-main orang-orang di desa Sir?"
"Kupikir tidak demikian," kata Lawrence, "Tercatat di sini karena kamu pemarah
dan pernah membacok beberapa orang hingga berlumuran darah." Nadia terlihat terkejut dan
dari bahasa ~ 345 ~ - B L E S S E D H E A R T -
tubuhnya aku dapat mengetahui, ia ketakutan. Tanganku tercengkeram keras dan
menatap Lawrence. Aku tidak menyukainya, emosiku mulai bergulung-gulung naik.
"Sekitar tanggal 28 bulan September yang berarti tiga tahun tujuh bulan lalu,
Pendekar Muka Buruk 7 Dewi Ular 71 Kupu Kupu Iblis Si Rajawali Sakti 2
^