Pencarian

Llano Estacado 1

Llano Estacado Karya Dr. Karl May Bagian 1


LLANO ESTACADO Dr. Karl May JILID I Bagaimana Old Shatterhand memberi pelajaran kepada seorang pemburu prairi yang
sombong, bagaimana ia berkenalan dengan Old Wabble, bekas Raja Cowboy dan
bagaimana ia berkenalan dengan Old Surehand dan pengalaman ketiga orang
penjelajah hutan itu bersama.
Penerbit: PRADNYA PARAMITA
Cetakan ke - 2, 1976 KATA PENGANTAR Nama Dr. Karl May sebagai pengarang buku-buku lektur sangat populer pada pembaca
tua dan muda di Eropa Barat pada zaman sebelum perang dunia kedua.
Ceritera-ceriteranya bukanlah rentetan peristiwa yang seram di mana darah
mengalir dan kekejaman ditulis secara realistis, akan tetapi mengandung romantik
yang sehat, tindakan yang jantan dan secara kesatria, diseling dengan humor dan
gambaran cinta kepada alam terbuka.
Sangatlah dipuji caranya melukiskan tokoh-tokoh beserta wataknya dan unsur-unsur
pendidikan bagi pembaca-pembacanya. Oleh sebab itu tidak mengherankan, bahwa
semua hasil karyanya tetap mengasyikkan yang membacanya.
Banyak pembaca bertanya-tanya, adakah penulis ulung itu pernah mengunjungi
negeri-negeri yang diceriterakannya dan adakah petualangannya itu sungguh-
sungguh dialaminya" Dr. Karl May meninggal dunia pada tanggal 12 Maret 1912. Dari surat-menyuratnya,
catatan-catatannya dan surat-surat jalannya dapat ditarik kesimpulan, bahwa ia
telah menjelajah seluruh Eropa dan bahwa ia telah dua kali bepergian ke Amerika
yakni dalam tahun 1863 dan 1869.
Selanjutnya ia mengadakan perjalanan ke Aljazair, Tunisia dan jazirah Arab. Pada
tahun 1899 ia mengunjungi Mesir, Syria dan Palestina sampai di gurun-gurun.
Pada tahun 1908 ia pergi lagi ke Amerika dan Canada dan hidup selama beberapa
waktu bersama-sama orang-orang Indian.
Menurut temannya, seorang ahli bahasa, Dr. Karl May memang mengenal beberapa
bahasa asing dan bahasa suku, di antaranya: bahasa Turki, Persia, Arab, Indian,
Inggris, Portugis, Spanyol dan Latin.
Banyak tanda mata dan kenang-kenangan disimpan di rumahnya di Radebeul dekat
Dresden (Jerman) di antaranya bedil-peraknya dan bedil-pembunuh-beruangnya.
Ia telah pergi, tetapi karyanya tetap hidup.
OLD WABBLE Dalam pelbagai pengembaraan saya menjelajah benua Amerika, daerah Balkan, Afrika
dan Asia Depan, saya berkenalan dengan banyak sekali orang penduduk pribumi,
yang akhirnya menjadi sahabat karib saya. Akan tetapi di antara mereka itu tidak
ada yang lebih saya sayangi daripada Winnetou ketua suku Apache. Di mana saja
saya mengembara, hati saya selalu rindu akan daerah prairi, hutan belukar dan
pegunungan-pegunungan batu Amerika Utara, yang berkian-kian kali saya jelajahi
bersama-sama dengan Winnetou. Kendatipun kedatangan saya tidak ditentukan di
muka, jadi kami tidak menentukan tempat pertemuan kami, namun biasanya saya
dapat menjumpai sahabat saya itu. Dalam hal yang demikian saya pergi ke Rio
Pecos, ke perkampungan suku Apache, dan di sana saya diberitahu, di mana saya
dapat bertemu dengan ketua suku itu.
Kadang-kadang tempat Winnetou itu saya dengar dari pemburu-pemburu prairi atau
dari orang-orang Indian yang saya jumpai di jalan. Perbuatan-perbuatan Winnetou
selalu menjadi buah percakapan orang di daerah Wild West dan dimana Winnetou
menampakkan diri, selalu ia menarik perhatian orang.
Akan tetapi sering juga pada perpisahan kami saya dapat mengatakan kepada
Winnetou, bilamana saya akan balik kembali, sehingga dengan demikian dapat
menetapkan waktu dan tempat pertemuan kami dengan saksama. Saya menentukan waktu
itu menurut perhitungan tarih orang Kristen, sedang Winnetou mempergunakan cara
Indian, cara yang tampaknya tidak memberi hasil yang teliti, akan tetapi selalu
Winnetou datang tepat pada waktunya dan belum pernah saya harus menunggu dia.
Hanya satu kali saja mengira bahwa Winnetou tidak menepati janjinya. Ketika kami
berpisah di bukit-bukit rendah yang terletak di daerah Utara Amerika, kami
berjanji akan bertemu lagi di Sierra Madre empat bulan kemudian.
Pada kesempatan itu Winnetou bertanya:
"Saudara saya tahu sungai yang oleh orang kulit putih dikebut Clearbook. Di sana
kita bersama-sama berburu. Masih ingatkah Anda pohon tahun, di mana kita pada
malam hari memasang kemah?"
"Ingat benar." "Kalau begitu kita tidak akan sesat. Jikalau sesudah tengah hari bayang-bayang
pohon tahun itu panjangnya lima kali panjang badan saudara saya, maka Winnetou
akan ada di sana. Howgh!"
Pada saat yang dijanjikan itu saya ada di sana. Akan tetapi saya tidak ada
melihat Winnetou, walaupun bayang-bayang pohon tahun panjangnya tepat lima kali
panjang badan saja. Saya menunggu beberapa jam lamanya, akan tetapi Winnetou tidak kunjung datang.
Hati saya menjadi cemas, sebab saya tahu bahwa hanyalah halangan yang besar saja
dapat menyebabkan ia tidak menepati janjinya. Tiba-tiba timbullah pikiran pada
saya, bahwa boleh jadi ia sudah lebih dahulu datang ke tempat itu, akan tetapi
oleh karena alasan yang mendesak tidak dapat menunggu kedatangan saya. Dalam hal
yang demikian niscaya ia akan meninggalkan sesuatu tanda. Karena itu maka saya
menyelidiki batang pohon tahun dan betul... kira-kira setinggi badan manusia
saya melihat sebatang pohon cemara tertusukkan pada batang pohon tahun itu.
Tangkai cemara itu sudah kering. Oleh karena pohon tahun tidak akan menumbuhkan
ranting cemara, maka tak dapat tidak ranting itu ditusukkan orang pada batang
itu dengan sengaja. Ranting itu saya cabut dan pada ujungnya ada terikat secarik
kertas. Pada kertas itu saya dapati tulisan sebagai berikut:
"Orang Comanche hendak menyerang Bloody Fox; saudara saya hendaknya selekas-
lekasnya pergi ke tempat tinggal saudara kita Fox. Winnetou sudah mendahului
untuk memberi bantuan."
Para pembaca yang sudah mengenal Winnetou, tentu tahu bahwa ia pandai membaca
dan menulis. Ia selalu membawa kertas. Surat itu memuat kabar buruk; saya merasa
cemas mengenai nasibnya, walaupun saya tahu bahwa ia sanggup menghadapi setiap
bahaya. Hati saya cemas juga memikirkan nasib Bloody Fox, sebab niscaya ia akan
tewas, apabila usaha Winnetou untuk memberi kabar tentang kedatangan orang
Comanche tidak berhasil. Akan diri saya sendiri, perjalanan yang akan saya
tempuh jauh daripada aman.
Jalan yang menuju ke tempat tinggal Bloody Fox itu sangat berbahaya. Bloody Fox
tinggal di dalam sebuah waha di tengah-tengah Llano Estacado, suatu padang pasir
yang luas. Jalan yang menuju ke tempat itu melalui daerah suku Comanche yang
selalu bermusuhan dengan kami. Sekiranya saya jatuh ke tangan suku Indian itu,
maka niscaya saya akan menemui ajal saya pada tiang siksaan. Orang-orang
Comanche itu telah sejak lama menggali kapak peperangan dan mengganggu keamanan
di daerah sekitar Llano Estacado.
Mengingat keadaan itu tak boleh saya bimbang, melainkan saya harus bertindak
secepat-cepatnya. Betul saya hanya seorang diri saja, akan tetapi saya
menunggangi seekor kuda yang baik sekali, yang cepat larinya dan yang dapat saya
percayai penuh. Lagi pula daerah yang harus saya lalu itu saya kenal baik. Lain
daripada itu sesungguhnya perjalanan itu lebih aman bagi seorang pemburu prairi
yang berpengalaman daripada bagi sekelompok manusia yang belum banyak
pengalamannya. Bagaimana juga, segala keberatan harus saya singkirkan apabila
keselamatan sahabat saya Bloody Fox ada dalam bahaya. Ia harus ditolong. Karena
itu maka segera saya naik ke atas kuda saya untuk memenuhi permintaan saudara
saya Winnetou. Selama saya ada di Sierra, saya tak usah khawatir: di sana selalu ada tempat
untuk bersembunyi dan saya sudah biasa mempergunakan pancaindera saya dengan
baik. Akan tetapi sesudah Sierra itu saya harus melalui dataran-dataran tinggi
yang gundul, di mana orang dapat melihat sampai jauh sekali.
Dataran-dataran tinggi itu disilang oleh banyak lembah yang dalam dan yang
terjal dindingnya; hanya di sana-sini saja ada pohon kaktus yang tidak dapat
dipergunakan sebagai tempat persembunyian. Jikalau di dalam lembah yang demikian
saya bertemu dengan orang Comanche, maka saya hanya dapat menyelamatkan jiwa
saya dengan cepat-cepat berbalik dan mengandalkan kecepatan dan ketabahan kuda
saya. Lembah yang paling berbahaya ialah yang disebut Mistake Canyon (Lembah
kekeliruan), karena lembah itu banyak sekali dilalui oleh orang Indian. Lembah
itu memperoleh namanya akibat kekeliruan yang membawa tewas. Kata orang, di sana
seorang pemburu kulit putih telah menembak sahabat karibnya seorang Apache,
karena disangkanya seorang musuh. Siapa orang kulit putih itu dan siapa orang
kulit merah itu tiada diketahui orang. Selanjutnya lembah itu dihubungkan dengan
sebuah takhayul yang membuat setiap pemburu prairi gemetar. Kata orang, jarang
sekali orang kulit putih dapat melalui lembah itu dengan selamat: hantu orang
Apache yang tewas itu selalu meminta korban orang kulit putih.
Saya tiada takut akan hantu itu, asal ia tidak berupa pasukan orang Comanche
yang tidak mengenal perikemanusiaan. Sebelum saya sampai ke lembah itu, maka
saya melihat jejak beberapa orang berkuda yang datangnya dari samping lalu
membelok ke arah yang saya ikuti. Jejak itu terang tidak berasal dari kuda liar,
karena binatang-binatang itu tidak ada didapati di daerah ini. Saya turun, lalu
menyelidiki jejak itu. Saya merasa heran, sebab jejak itu asalnya dari kaki kuda
yang bertapal; jadi orang-orang yang ada di depan saya itu bukanlah orang kulit
merah. Siapakah mereka itu dan dengan maksud apa mereka datang ke mari"
Jejak itu saya turutkan dan sebentar kemudian saya melihat jejak yang
menunjukkan bahwa seorang dari mereka telah turun, sedangkan yang lain berjalan
terus. Jejak itu saya selidiki dengan saksama: maka saya lihat di sebelah kiri jejak
kaki yang turun itu beberapa bekas yang sangat kecil. Bekas apakah itu" Adakah
orang itu membawa pedang" Kalau begitu niscaya itu adalah serdadu.
Barangkali sebuah ekspedisi militer yang mengejar orang Comanche untuk menghukum
mereka. Saya meneruskan perjalanan saya dan beberapa lama kemudian saya melihat
sebuah perkemahan. Kini saya yakin bahwa dugaan saya tadi benar. Mereka itu
ialah pasukan tentara yang sedang mengadakan patroli atau mengejar orang-orang
Comanche yang telah menjalankan perampokan atau perampasan. Hutan kaktus itu
memberi perlindungan bagi pasukan itu dari dua pihak, akan tetapi mereka itu
masih kurang waspada, sebab di sebelah Selatan tidak ada saya dapati penjagaan,
sehingga pada siang hari perkemahan itu dapat diserang dengan diam-diam dari
sebelah Selatan. Sekiranya bukan saya yang datang, melainkan sepasukan orang
Indian, maka niscaya dengan mudah sekali mereka terjebak.
Tidak jauh dari hutan kaktus itu ada sebuah lembah kecil yang tanahnya rupa-
rupanya mengandung air. Di sebelah sana saya melihat kuda berjalan dengan bebas.
Untuk dapat berteduh pasukan itu memasang tenda dari kain lena dan untuk para
opsir ada didirikan sebuah kemah yang besar. Di dekat kemah itu saya melihat
kira-kira delapan atau sepuluh orang berbaring, yang rupa-rupanya bukan tentara,
melainkan kebetulan belaka ada di sana untuk bermalam. Saya mengambil keputusan
untuk berbuat begitu juga. Sesungguhnya saya masih dapat berjalan terus, akan
tetapi saya tidak akan dapat tidur, karena daerah itu tidak aman. Di sini saya
mendapat perlindungan sehingga semalam suntuk dapat saya melepaskan lelah.
Ketika mereka melihat saya datang, maka seorang bintara datang menyongsong saya
dan membawa saya kepada komandannya. Ketika saya turun dari kuda saya, maka
komandan itu mengamat-amati diri saya dan kuda saya, lalu bertanya:
"Dari mana, Tuan?"
"Dari Sierra." "Hendak ke mana?"
"Ke Rio Pecos."
"Anda boleh mengucap syukur bahwa orang-orang Comanche telah kami usir. Adakah
Anda menemukan jejak mereka?"
"Tidak!" "Hm! Rupa-rupanya mereka lari ke arah Selatan. Sudah dua pekan lamanya kami ada
di sini tanpa melihat seorang Comanche."
Hampir saja saya mengatakan "bodoh", sebab apabila ia hendak menjumpai orang
kulit merah, maka ia harus mencarinya. Tentu saja orang Indian itu tidak dengan
sukarela mau jatuh ke tangan mereka. Ia tidak mengetahui tempat orang Comanche,
akan tetapi orang Comanche tahu benar bahwa ia ada di sini. Sudah dapat
dipastikan bahwa orang-orang Indian itu pada malam hari menyuruh mata-matanya
datang ke mari untuk menyelidiki. Komandan itu menyambung perkataannya:
"Saya memerlukan seorang penyelidik yang dapat diandalkan. Old Wabble pernah
bermalam di sini; dia yang paling cakap untuk saya jadikan penyelidik, akan
tetapi baru setelah ia pergi saya mengetahui bahwa dia Old Wabble. Barangkali ia
sudah dapat mencium bahwa saya akan memaksa dia menjadi penyelidik saya
sekiranya itu saya ketahui; karena itulah maka ia menyebut dirinya Cutter.
Seminggu yang lalu seorang temannya ada menjumpai Winnetou; itu penyelidik yang
lebih baik lagi, sayang ia sudah pergi. Di mana Winnetou menampakkan diri,
biasanya Old Shatterhand tidak jauh juga; alangkah baiknya sekiranya dia jatuh
ke tangan saya. Siapa nama Anda, Tuan?"
"Charley," jawab saya. Nama itu ialah nama kecil saya yang dapat juga saya
pergunakan sebagai nama keluarga tanpa menimbulkan curiga. Saya tak hendak
menyebutkan nama panggilan saya Old Shatterhand. Hati saya sedikit pun tidak
tertarik untuk tinggal di sini, apalagi untuk dipergunakan sebagai mata-mata.
Saya berpaling ke arah mereka yang menyimpang di sini secara kebetulan, akan
tetapi saya tidak melihat orang yang saya kenali. Walaupun begitu kuda saya dan
bedil saya dapat menimbulkan curiga. Sudah umum diketahui orang bahwa Old
Shatterhand mempunyai dua buah bedil, bedil-pembunuh-beruang dan bedil Henry;
lagi pula orang prairi tahu bahwa Old Shatterhand menunggangi kuda hitam hadiah
Winnetou. Untung komandan pasukan itu tidak seberapa cerdik; ia berbalik, masuk
ke dalam kemahnya tanpa bertanya apa-apa lagi. Hati saya belum tenteram, sebab
orang-orang itu tadi boleh jadi semuanya pemburu prairi dan seorang dari mereka
mungkin dapat mengenali saya.
Karena itu maka bedil Henry saya masukkan ke dalam selubungnya, sehingga orang
tidak akan melihat bentuknya. Bedil-pembunuh-beruang tidak akan mudah dikenali
orang. Kemudian saya angkat pelana kuda saya, lalu tunggangan saya itu saya
lepaskan. Betul di tempat ini tidak ada rumput, akan tetapi di antara pohon-
pohon kaktus itu ada beberapa jenis tumbuh-tumbuhan yang dapat dimakan. Kuda
saya pandai mencari makanannya sendiri tanpa ada bahaya akan terluka oleh duri
kaktus. Ketika saya minta izin kepada orang-orang tadi supaya saya boleh duduk
menemani mereka, maka salah seorang menjawab:
"Silahkan, Tuan, dan ikutlah makan dengan saya. Nama saya Sam Parker dan apabila
Sam mempunyai daging maka setiap orang boleh ikut makan sampai daging itu habis.
Laparkah Anda?" "Saya kira begitu."
"Nah, ambillah sekerat. Kami ini semuanya pemburu prairi. Dan Anda?"
Dalam pada itu ia memotong sekerat daging yang besarnya hampir satu kilo. Dari
potongan daging itu saya mengerat sedikit, lalu menjawab:
"Kadang-kadang saya mengembara di daerah sebelah sini Mississippi, akan tetapi
saya kira belum boleh saya menyebut diri saya pemburu prairi. Tidak sembarang
orang patut menyebut dirinya begitu."
Ia menjawab dengan tertawa:
"Itu benar, Tuan! Girang hati saya bahwa Anda seorang yang rendah hati, yang
tidak gemar melebih-lebihkan dirinya. Orang seperti Anda itu dewasa ini jarang
sekali kita dapati. Nama Anda sudah kami dengar, Mr. Charley. Apa pekerjaan Anda
di daerah Barat ini?"
"Pencari kuburan, Mr. Parker."
"Astaga! Pencari kuburan?" serunya dengan heran.
"Ya." "Anda tidak berolok-olok?"
"Sama sekali tidak."
"Kalau begitu saya harap Anda mau menerangkannya. Saya tidak mengerti sama
sekali." "Itu mudah sekali. Saya ingin menyelidiki sejarah orang Indian. Barangkali Anda
telah mendengar bahwa untuk membuat penyelidikan yang mendalam orang perlu
menyelidiki kuburan nenek-moyang orang Indian zaman sekarang."
"Hati-hatilah, Tuan! Jangan-jangan Anda jatuh ke dalam lubang kubur dan tidak
akan dapat bangun lagi. Kalau Anda mencari mayat orang Indian, sebaiknya carilah
di daerah di mana tidak ada bahaya mengancam. Di sini peluru dan tomahawk
beterbangan di udara. Orang-orang Comanche sudah menggali kapak peperangan.
Dapatkah Anda menembak?"
"Sedikit." "Hm! Saya pun pernah juga mengira bahwa saya dapat menembak. Barangkali nanti
akan saya ceriterakan juga. Anda ada mempunyai sebuah bedil yang sudah tua
sekali. Patut dipergunakan untuk membongkar tembok. Dan bedil yang Anda simpan
di dalam selubung itu, adakah itu bedil perhiasan" Biarlah saya memberi Anda
nasihat. Barangsiapa tidak berpengalaman dan tidak pandai menembak, janganlah
mencari mayat di daerah ini. Anda boleh menemani kami; itu lebih aman daripada
berjalan seorang diri."


Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ke arah mana tujuan Anda?"
"Ke Rio Pecos juga, tempat yang Anda tuju seperti yang kami dengar tadi."
Kemudian ia melayangkan pandangan matanya ke seluruh badan saya, lalu
menyambung. "Menilik pakaian Anda yang karena itu Anda seakan-akan baru diteteskan dari
telur. Pakaian serupa itu tidak serasi untuk daerah ini, Tuan. Seorang
penjelajah prairi yang sejati lain benar rupanya. Walaupun begitu mau saya
mengajak Anda ikut serta dengan kami. Anda akan kami lindungi, sebab tanpa
perlindungan Anda tak mungkin menyelesaikan perjalanan Anda dengan selamat.
Rupa-rupanya Anda dapat juga menunggangi kuda, itupun menurut ukuran orang di
daerah Timur. Barangkali Anda membawa kuda penarik kereta, bukankah begitu?"
"Barangkali rupanya seperti itu, Mr. Parker," jawab saya, tetapi di dalam hati
saya harus tertawa, sebab orang yang menyebut dirinya pemburu prairi yang
berpengalaman itu belum lagi dapat mengenali kuda Indian yang asli. Tetapi sama
sekali saya tidak berkecil hati, sebaliknya saya menaruh simpati terhadap Sam
Parker. Sekiranya saya menggabungkan diri dengan kelompoknya dan kemudian ia
mengetahui siapa saya ini, maka tentu akan timbul situasi yang menggelikan.
Tambahan lagi ia mempunyai teman beberapa orang yang sudah biasa mengembara di
daerah Barat ini niscaya ada juga manfaatnya kalau kami nanti melalui Mistake
Canyon karena itu maka saya mengambil keputusan untuk menerima tawarannya.
"Nah, tiada betulkah dugaan saya?" katanya selanjutnya. "Kuda itu rupanya keren
sekali seperti Anda. Setiap orang dapat melihat bahwa binatang itu sudah lama
mengikuti Anda mencari kuburan dan selanjutnya tidak usah bekerja. Bagaimana,
Mr. Charley, ikutkah Anda" Besok pagi-pagi kita berangkat."
"Tawaran Anda saya terima dengan ucapan terimakasih, Tuan dan saya mohon dengan
sangat agar Anda mau melindungi saya."
"Itu sudah sewajarnya dan saya kira memang Anda memerlukan perlindungan itu.
Kita harus pergi selekas-lekasnya besok; saya khawatir kalau-kalau komandan
pasukan ini akan menahan salah seorang dari kita untuk menjadi mata-matanya.
Bagaimana pikiranmu, Yos?"
Pertanyaan itu ditujukannya kepada seseorang yang sudah agak lanjut usianya.
Orang itu rupanya sangat simpatik, sungguhpun air mukanya seakan-akan menyatakan
perasaan marah yang ditahannya. Yos adalah singkatan kata Yozua; kemudian saya
mendengar bahwa namanya ialah Jozua Hawley.
"Pendapat saya begitu juga," jawabnya.
"Siapa akan mau mengerjakan pekerjaan yang rendah lagi berbahaya itu untuk
mereka. Sayang benar mereka tidak menahan Old Wabble; orang itu serasi benar
untuk tugas penyelidik. Saya akan merasa senang apabila saya sudah meninggalkan
perkemahan ini dan sudah melalui Mistake Canyon dengan selamat."
"Anda takut akan hantu Indian yang sial itu?"
"Takut" Tidak, hanya lembah itu meninggalkan kenang-kenangan yang tidak baik
bagi saya. Saya sudah mengalami sesuatu yang belum pernah dialami oleh orang
lain. Di sana saya mendapatkan emas."
"Emas" Di Mistake Canyon" Mustahil! Di sana tidak ada emas."
"Ada, sebab kami sudah mendapatkannya."
"Barangkali secara kebetulan saja."
"Tidak, seorang Indian menunjukkan tempatnya kepada saya."
"Itu sama sekali saya tidak percaya. Seorang Indian tidak akan membuka rahasia
itu, biarpun kepada sahabat karibnya."
"Kalau begitu saya merupakan perkecualian. Bahkan orang Indian itu ialah Indian
yang tertembak mati karena kekeliruan. Barangkali kisah itu akan saya
ceriterakan besok apabila kita melihat canyon itu. Kini saya tidak mempunyai
selera untuk banyak berbicara. Tolong berikan daging itu kepada saya, perut saya
lapar. Biarpun hanya daging kambing gunung saja, akan tetapi rasanya lumayan.
Alangkah enaknya sekiranya itu daging kijang!"
"Kijang" Jangan Anda membuat gusi saya gatal!" seru Parker sambil menelan air
liurnya. "Daging kijang adalah daging yang paling empuk dan paling enak. Kalau
saya mendengar kata kijang maka selalu saya teringat kepada seorang pemburu
prairi yang telah mendidik saya menjadi seorang pemburu."
"Siapakah itu?"
"Namanya tadi sudah disebut. Old Wabble."
"Old Wabble" Anda kenal Old Wabble?"
"Bodoh benar pertanyaan Anda! Dialah yang memimpin saya melakukan perbuatan saya
yang pertama sebagai calon pemburu... biarlah saya ceriterakan sekarang,
sungguhpun saya akan Anda tertawakan. Perburuan saya itu bersangkutan dengan
seekor kijang." Ia menggosok-gosok lehernya, mendeham beberapa kali, lalu memulai ceriteranya:
"Sesungguhnya namanya Fred Cutter, akan tetapi oleh karena jalannya goyang-siah
maka ia selalu disebut Old Wabble.
"Dahulu ia seorang cowboy di Texas dan ia sudah demikian biasa memakai pakaian
cowboy sehingga di daerah Utara inipun ia tak mau menanggalkannya. Ya selalu
memakai kemeja yang terbuka pada lehernya. Leher dan dadanya tidak pernah
tertutup, akan tetapi di bawah topinya ia memakai kain yang dibalutkannya pada
kepalanya sedemikian sehingga kedua ujung kain itu jatuh sampai pada bahunya. Ia
selalu membawa sebuah pisau bowie yang panjang pada ikat pinggangnya; kuping
telinganya dihiasi dengan anting-anting dan tangannya selalu memegang sigaret.
Begitulah gambaran Old Wabble. Kulit mukanya berkerut, bibirnya tebal seperti
bibir orang Negro, hidungnya panjang dan lancip, matanya hanya setengah terbuka.
Ia selalu memandang rendah kepada orang lain dan sesungguhnya itu sudah
selayaknya, sebab Old Wabble bukan saja pandai sekali menunggang kuda, melainkan
jagoan juga dalam menembak dan melemparkan lasso. Setiap usahanya diakhiri
dengan perkataan: It's clear.
"Tentang diri saya, dapatlah saya katakan bahwa dahulu saya menjabat jurutulis
di Princeton. Setelah saya cukup mengumpulkan uang, maka saya membeli pakaian
dan peralatan lainnya untuk menyampaikan maksud saya hendak menjadi penggali
emas. Saya masih seorang greenhorn, seorang plonco, dan supaya tak usah membagi
kekayaan yang akan saya peroleh dengan mencari emas itu dengan orang lain, maka
saya hanya membawa seorang teman, yaitu Ben Needler, yang masih plonco juga.
Ketika kami meninggalkan kereta api di Eagle Rock, maka rupa kami seperti dandy.
Bekal yang kami bawa banyak sekali, berupa pelbagai barang yang indah dan
memikat yang kemudian ternyata tidak dapat dipergunakan sama sekali di daerah
Barat ini. Seminggu kemudian tibalah kami di Payette Fork, akan tetapi dalam
waktu seminggu itu rupa kami sudah berubah sama sekali. Pakaian kami rupanya
sudah seperti pakaian orang gelandangan: badan kami sudah menjadi kurus karena
kelaparan dan di jalan semua perbekalan kami telah kami buang, kecuali senjata
dan mesiu. Berterus terang saja, bahkan senjata itupun kami mau menukarkan
dengan sekerat roti, sebab beberapa hari lamanya kami tidak makan apa-apa."
Kami duduk di tepi hutan sambil membenamkan kaki kami di dalam air, karena tak
tahan lagi kami menahan sakit karena luka-luka pada kaki kami. Yang kami
percakapkan hanyalah makanan yang enak-enak saja: daging bison, kaki beruang dan
bistik kijang. Kami yakin bahwa di daerah itu tentu ada didapati kijang.
"Sekiranya saya melihat kijang, maka tanpa berpikir lagi saya tembak dia di
antara kedua tanduknya dan...."
"Dan Anda akan mampus," demikian kami mendengar suara orang mengejek dari arah
hutan. "Badan Anda akan dikoyak-koyak oleh tanduk kijang itu. Kijang tidak pernah
ditembak orang di antara tanduknya, sebab kijang yang hidup di daerah ini tidak
bertanduk. Barangkali Anda murid sekolah yang baru datang dari New York."
Kami bangkit dengan terperanjat, lalu memandang kepada pembicara itu, yang kini
keluar dari semak belukar di mana ia bersembunyi dan mendengarkan percakapan
kami. Percakapan selanjutnya tidak akan saya ulang. Ia menanyai kami sebagai seorang
guru menanyai muridnya. Kemudian diajaknya kami mengikuti dia. Kira-kira satu
mil jauhnya dari sungai itu ada sebuah pondok yang disebutnya rancho. Pondok itu
letaknya di padang rumput yang dikelilingi oleh semak belukar. Di belakang
pondok itu ada beberapa kandang tempat memberi perlindungan kepada kuda dan
ternak yang lain pada hari buruk. Bekas cowboy itu kini sudah menjadi peternak
yang berdiri sendiri. Ia mempunyai seorang pembantu orang kulit putih, Will
Litton namanya. Lain daripada itu ada pula beberapa pembantu bangsa Indian-ular
yang mengabdi dengan setia dan oleh Old Wabble disebut vaqueros (gembala).
Ketika kami datang, orang-orang itu sedang memuati sebuah pedati ringan dengan
terpal dan barang-barang lain.
"Kami hendak berburu kijang" kata Old Wabble. "Mereka sedang membuat persiapan
untuk pergi berburu. Anda harus ikut, saya ingin mengetahui kecakapan Anda;
sekiranya Anda mempunyai bakat, maka Anda boleh tinggal di sini. Akan tetapi
masuklah dahulu, sebab: it's clear, orang yang lapar perutnya tentu tak dapat
menembak." Pendapat itu cocok benar. Kami makan dan minum sepuas-puasnya: kemudian
berangkatlah kami, Old Wabble memberi kami kuda tunggangan. Sambil membimbing
seekor kuda beban bekas cowboy itu berjalan di depan. Saya diajaknya berjalan di
sisinya. Ketika saya menoleh, saya melihat Ben Needler dan Will Litton berjalan
bersama-sama dan di belakang mereka menyusul pedati yang ditarik empat ekor kuda
dan dikendarai oleh salah seorang dari keempat vaqueros itu. Orang Indian itu
Pap Much namanya, orang-orang Indian yang lain tidak ikut karena harus menjaga
rancho. Sampai ke sebuah sungai kami mencari tempat yang dangkal untuk
menyeberang. Setelah kami semuanya menyeberang dengan selamat maka kami berjalan terus,
berturut-turut melalui sebuah hutan belukar, sebuah lembah yang ditumbuhi oleh
rumput belaka dan akhirnya sampailah kami kepada sebuah savanna. Setelah
beberapa jam lamanya kami berjalan, maka tibalah kami pada suatu tempat di mana
tanah mulai menanjak. Di sini kami berhenti untuk beristirahat. Pedati dipunggah
dan kami memasang kemah. Kuda kami, kami ikatkan, lalu kami membuat api. Maksud
kami akan tinggal sehari lamanya di sini untuk berburu kambing hutan.
Siapa tahu, barangkali kami akan menjumpai bison pula, sebab tidak jauh dari
perkemahan kami ada kami melihat kerangka bison berserakan. Pap Much kami suruh
menjaga kemah dan kami orang kulit putih pergi ke paya-paya di daerah pegunungan
di dekat situ, di mana menurut Old Wabble banyak kijang berkeliaran.
Sayang sekali hari itu kami tidak melihat atau menjumpai binatang perburuan
apapun. Itu tidak saya sesalkan, oleh karena dengan demikian Old Wabble tidak
mendapat kesempatan untuk menguji kecakapan saya menembak. Berterus-terang saja,
pada ketika itu hati saya berdebar-debar dan saya merasa cemas sekali;
barangkali dari jarak tigapuluh langkah saya masih dapat menembak menara gereja,
akan tetapi menembak seekor kambing gunung dari jarak enampuluh langkah mustahil
dapat saya lakukan dengan hasil yang memuaskan.
Tiba-tiba sekali Old Wabble ingin mencoba kecakapan kami menembak; kami menembak
beberapa burung ruak, yang hinggap pada kerangka bison yang letaknya kira-kira
tujuhpuluh langkah dari tempat kami. Kini terpaksa saya menempuh ujian itu!
Tembakan saya yang pertama sudah saya lepaskan, tentu saja tidak mengena.
Burung-burung itu tidak terbang, bahkan bergerakpun tidak. Adakah mereka itu
mengetahui bahwa saya tidak dapat menembak" Boleh jadi, akan tetapi lain
daripada itu burung ruak tidak pernah takut mendengar tembakan, sebab mereka
tahu bahwa mereka tidak pernah diganggu oleh pemburu. Bahkan sebaliknya, bagi
mereka tembakan merupakan tanda bahwa mereka akan mendapat makanan. Jikalau
binatang yang tertembak itu tidak ditinggalkan oleh pemburu, maka setidak-
tidaknya isi perutnya akan dibuang dan akan menjadi mangsa burung ruak. Saya
menembak tiga kali lagi, semuanya tidak mengena. Kini datang giliran Ben. Dua
kali Ben menembak tanpa mengena, akan tetapi tembakannya yang ketiga mengenai
sasaran. "Tuan-tuan, it's clear, nyatalah kini bahwa Anda berdua dilahirkan untuk menjadi
pemburu prairi. Jangan khawatir! Segala kecakapan sudah Anda miliki, kecakapan
itu tidak akan dapat bertambah lagi dengan jalan dan usaha apapun."
Dalam pada itu, Old Wabble tertawa terkelak-kelak. Ben menerima ejekan itu
dengan tawakal, akan tetapi saya menjadi marah. Akibatnya tak lain daripada
sentakan belaka: "Diam, Tuan! Anda tak berhak menggerutu, teman Anda masih dapat
mengenai sasaran pada tembakan yang ketiga, akan tetapi Anda hanya menembak
bulan. Anda tidak mempunyai bakat sama sekali untuk hidup di daerah Barat ini;
Anda sama sekali tidak berguna bagi saya. Hanya satu nasihat saja yang dapat
saya berikan kepada Anda: pulanglah selekas-lekasnya ke tempat asal Anda, di
sini Anda akan mati kelaparan."
Ucapan itu sangat mengesalkan hati saya; tidak ada orang yang dilahirkan untuk
segera menjadi pemburu yang ulung. Saya membulatkan hati untuk memperlihatkan
sesuatu yang akan mengagumkan bekas cowboy itu.
Keesokan harinya kami pergi ke paya-paya di pegunungan Salmon-River. Kuda beban
kami muati dengan bekal makanan, alat-alat untuk memasak, selimut dan perbekalan
lainnya. Pedati kami, kami tinggalkan, sebab jalan yang akan kami tempuh itu
tidak dapat kami pergunakan untuk membawa pedati. Daerah itu Anda kenal jadi tak
usahlah saya menceriterakan perjalanan kami. Anda tahu betapa sulitnya jalan itu
untuk ditempuh, terutama pada tempat di mana Snakes Canyon menikung dengan
tajam, dari mana kita harus menurun untuk mencapai jalan perburuan yang terkenal
sebagai jalan Wihinasht. Di sebelah kanan kami ada dinding tanah batu yang tinggi di sebelah kiri kami
jurang yang curam dan di tengah-tengahnya itulah letak jalan yang harus kami
lalui, yang lebarnya tidak lebih daripada tujuhpuluh sentimeter. Untung kuda
kami sudah biasa menempuh jalan sesempit itu dan sudah biasa pula berjalan di
tepi jurang yang curam. Akhirnya kami sampai dengan selamat pada tikungan yang
saya sebut tadi akan tetapi segera timbullah bahaya yang lain.
Baru saja kami mendaki jalan di Wihinasht, maka kami bertemu dengan delapan
orang Indian berkuda. Empat orang di antara mereka memakai tanda-tanda ketua
suku. Mereka sedikitpun tidak terkejut bertemu dengan kami dengan sekonyong-
konyong, hanya ketika mereka melalui kami mereka melihat ke arah kami, tetapi
dengan pandang yang acuh tak acuh.
Salah seorang yang berjalan di muka mengendarai kuda putih dan ada membawa
sebuah benda panjang yang dihiasi dengan jumbai. Bagi saya mereka itu tampaknya
bukan sebagai orang yang membahayakan, lebih-lebih oleh karena mereka tidak
membawa tanda-tanda bahwa mereka sedang berperang, lagi pula mereka tidak
membawa senjata. Akan tetapi demi mereka membelok maka Old Wabble menghentikan
kudanya seraya berkata: "Keparat! Apa maksud bedebah-bedebah itu datang ke mari" Mereka itu ialah orang
Indian dari suku Panasht yang bermusuhan dengan Indian-ular. Hendak ke mana"
Jangan-jangan mereka melalui rancho saya. Anak buah saya yang saya tinggalkan di
rancho terancam oleh bahaya!"
"Mereka tidak bersenjata!" demikian saya menyangkal.
Old Wabble tidak menjawab, melainkan berkata lagi:
"Kita harus kembali ke kemah, bahkan barangkali kita harus pulang ke rancho.
Hari ini kita tak dapat berburu. Orang-orang Indian itu harus kita dahului. Saya
mengetahui sebuah jalan sempit yang meminta ke perkemahan kita. Ayo, boys!
Bergegas-gegaslah kita. Kalau mereka bermaksud jahat, jangan ragu-ragu kita
menembak mereka, it's clear!"
Kami memacu kuda kami. Lima menit lamanya kami melalui jalan kecil di antara
tanah batu. Kemudian tibalah kami pada sebuah lembah yang sempit, yang tanahnya
sebagian merupakan paya-paya dan sebagian ditumbuhi rumput. Di tengah-tengah
lembah itu ada sebuah batang air. Old Wabble turun serta berkata:
"Di ujung lembah ini ada sebuah jalan kecil yang menurun ke arah kemah. Dengan
menempuh jalan itu kita akan sampai lebih dahulu daripada orang kulit merah itu.
Kita dapat berkuda, jadi seorang daripada kita harus tinggal di sini untuk
menjaga keamanan kuda kita. Untuk tugas itu saya pilih Sam yang masyhur ini,
yang sudah dapat menembak empat kail tanpa mengenai sasaran. Kalau kita
menghadapi orang Indian, dia tak ada gunanya sama sekali bagi kita, bahkan saya
khawatir kalau-kalau tembakannya tidak mengenai orang Indian melainkan mengenai
kita." Sam yang masyhur itu ialah saya. Samuel Parker, bekas jurutulis di Princeton!
Saya hendak menyanggah, akan tetapi segera saya insaf bahwa saya terpaksa harus
menyerah. Ketiga orang itu mengambil senjatanya lalu berangkat, setelah Old
Wabble memesankan dengan keras kepada saya jangan sekali-kali saya meninggalkan
tempat itu. Marah saya bukan kepalang! Akan saya biarkankah mereka membunuh orang-orang
Indian yang sama sekali tidak mempunyai maksud jahat itu" Dapatkah itu saya
biarkan! Tidak! Bukankah mereka itu manusia biasa seperti saya. Lagi pula kini
saya mendapat kesempatan untuk membalas dendam terhadap penghinaan tadi. Saya
belum tahu adat orang di daerah Barat. Saya hanya menuruti kehendak hati saya
belaka. Kuda beban dan ketiga ekor kuda tunggangan itu saya ikatkan kepada
pohon, lalu saya berjalan cepat-cepat melalui jalan yang kami tempuh tadi. Saya
merasa mempunyai kewajiban untuk menyelamatkan orang-orang Indian itu. Selekas-
lekasnya saya menuruni jalan Wihinasht, lalu masuk ke Snakes Canyon. Tidak lama
kemudian saya melihat orang-orang Indian itu di muka saya. Mereka mendengar saya
datang, lalu menoleh serta menghentikan kudanya. Saya bertanya adakah di antara
mereka yang mengerti bahasa Inggeris. Orang Indian yang menunggangi kuda putih
dan membawa benda panjang itu menjawab:
"Saya To-ok-uh. Panah Cepat, seorang pemimpin Panasht-Shoshone. Adakah saudara
saya orang kulit putih membawa pesan dari orang tua yang ternaknya digembalakan


Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

oleh orang Indian-ular?"
"O, Anda kenal orang tua itu?" tanya saya. "Anda disangkanya musuh dan ia sudah
pergi mendahului Anda untuk membunuh Anda. Sebagai seorang Kristen saya merasa
wajib memberi Anda ingat terhadap bahaya itu."
Orang Indian itu menatap muka saya seraya bertanya:
"Di mana kuda teman-teman Anda?"
"Di lembah yang terletak di seberang jalan Wihinasht."
Kemudian orang kulit merah itu bercakap-cakap dengan perlahan-lahan dengan
teman-temannya, lalu dengan sikap yang ramah-tamah ia bertanya lagi kepada saya:
"Saudara saya orang kulit putih belum lama di daerah ini?"
"Baru kemarin saya datang."
"Apa maksud orang kulit putih itu pergi ke pegunungan?"
"Kami hendak berburu kijang."
"Adakah saudara saya seorang pemburu yang ternama?"
"Bukan; saya tidak pandai menembak."
Dengan tersenyum ia bertanya terus sampai ia mengetahui segala-galanya. Saya
dimintanya menyebut nama saya. Kemudian ia berkata:
"Samuel Parker itu terlalu sukar bagi orang kulit merah untuk mengucapkannya.
Lebih baik Anda kami sebut At-Pui, Orang Yang Baik Hati. Jikalau Anda ingin
lebih lama tinggal di sini, Anda harus bersikap lebih hati-hati lagi. Kebaikan
hati Anda dapat mencelakakan Anda. Anda boleh mengucap syukur bahwa kami tidak
sedang berperang. Lihatlah wampum ini - sementara itu ia menunjuk kepada benda
panjang yang berjumbai itu - mengandung pesan perdamaian kepada sekalian suku
Shoshone. Kami tidak ada membawa senjata. Maksud kami ialah hendak menyampaikan
pesan itu kepada orang-orang Indian-ular yang bekerja pada peternakan itu, agar
di sampaikan kepada ketua-ketua suku Shoshone. Kami tidak mempunyai alasan untuk
merasa takut, tetapi sungguhpun begitu saya berterimakasih juga kepada Anda,
seakan-akan kami sudah Anda selamatkan dari bahaya maut. Sekiranya Anda
memerlukan teman, datanglah kepada kami! At-Pui, Orang Yang Baik Hati, selalu
akan kami sambut dengan segala senang hati. Howgh!"
Ia menjabat tangan saya dan hendak meneruskan perjalanannya. Tapi segera saya
minta kepadanya jangan hendaknya ia menceriterakan pertemuan ini kepada peternak
tua itu. Kemudian kami berpisah. Saya merasa puas, sekalipun saya insaf bahwa
perbuatan saya itu tidak bijaksana. Sebaliknya saya yakin bahwa saya sangat
tidak hati-hati. Setiba kembali di lembah, kuda beban dan kuda-kuda tunggangan itu saya lepaskan
dari ikatannya, agar mereka dapat makan rumput. Waktu yang luang itu saya
pergunakan untuk berlatih menembak. Persediaan mesiu saya lumayan banyaknya dan
di dalam karung perbekalan itu ada pula mesiu dalam jumlah yang banyak. Setelah
saya menghabiskan mesiu saya, dapatlah saya mengatakan bahwa kini saya dapat
menembak menara gereja dengan tepat dari jarak duaratus langkah.
Menjelang malam Old Wabble. Ben dan Will datang kembali. Mereka sudah bertemu
dengan orang-orang kulit merah itu dan saya diberitahu bahwa orang-orang Indian
itu tidak mempunyai maksud yang jahat, melainkan hendak menyampaikan wampum
belaka dan sesudah itu berbalik. Tentu saja saya berdiam diri, tidak membuka
rahasia saya. Kami memutuskan bermalam di situ dan keesokan harinya kami melanjutkan
perjalanan kami ke paya-paya yang tidak seberapa jauh letaknya dari tempat itu.
Paya-paya itu letaknya di dalam suatu lembah yang lebih luas daripada lembah
yang kami kunjungi kemarin. Di tengah-tengah lembah itu ada sebuah danau kecil
yang tepinya berpaya-paya. Di dekatnya ada hutan belukar.
Setelah kami memunggah muatan kuda beban, maka kami memasang kemah, di mana saya
harus tinggal untuk menjaga kuda.
Kemudian teman-teman saya berangkat untuk berburu. Sampai rembang tengah hari
saya tidak mendengar apa-apa; kemudian saya mendengar beberapa tembakan. Tidak
lama sesudah itu saya melihat Ben Needler berjalan ke arah kami. Ia sudah diusir
oleh Old Wabble, oleh karena ia tergesa-gesa sekali menembak seekor kijang.
Menjelang malam kembalilah Old Wabble dengan Litton.
Orang tua itu masih marah juga, katanya:
"Jejak banyak sekali, bukan jejak kijang saja, melainkan jejak orang kulit merah
juga yang sudah mendahului kita. Kijang-kijang itu sudah terusir oleh mereka,
it's clear! Hanya seekor saja yang kami jumpai, tetapi si Needler itu terburu-
buru benar menembak, sehingga kijang itu dapat lari. Itulah upahnya kalau orang
membawa plonco. Tetapi saya tidak mau pulang sebelum memperoleh seekor kijang,
biarpun saya terpaksa menunggu di sini beberapa hari lamanya."
Sesudah itu ia tidak mau berbicara lagi dengan kami berdua. Ketika ia keesokan
harinya mengajak Litton pergi berburu, marahnya belum hilang juga. Kedua orang
plonco itu harus tinggal di sini, karena mereka hanya akan mengganggu saja,
katanya. Kini kami dapat melaksanakan rencana yang telah kami mufakati berdua.
Jikalau kawanan kijang itu sudah terusir, maka sudah pasti tidak ada lagi di
lembah ini, melainkan di luarnya. Karena itu kami harus mencari di tempat lain.
Oleh karena ada kemungkinan bahwa baru menjelang malam kami akan kembali, maka
kuda beban kami bawa untuk mengangkut perbekalan yang kami perlukan.
Kami meninggalkan lembah kami, lalu sampai kepada lembah lain di mana tidak ada
danau atau paya-paya, akan tetapi pasti tidak ada kijang juga, sebab di tempat
itu sudah ada orang. Kami melihat seekor keledai yang berkeliaran sambil memakan
rumput. Di mana ada keledai, niscaya ada manusia.
Tetapi orang yang mempunyai keledai itu tidak kami lihat.
Di manakah mereka" Ben berjalan ke arah keledai itu, akan tetapi saya berjalan
terus sambil membimbing kuda beban saya.
Demikian keledai itu melihat Ben, maka ia berpaling lalu lari dengan melompat-
lompat ke arah saya. Maka saya melihat bahwa binatang itu bukan keledai. Segera
saya turun lalu berlutut sambil membidikkan bedil saya. Saya melepaskan
tembakan; binatang itu masih melompat dua atau tiga kali, lalu rebah.
Saya berlari-lari ke tempat binatang itu, Ben berbuat demikian juga. Peluru saya
mengenai bahunya, tembus ke dalam dadanya.
Binatang itu seekor kijang. Hasil perburuan kami itu kami ikatkan pada punggung
kuda beban, lalu kami berjalan terus.
Sebentar kemudian sampailah kami pada ujung lembah. Di sebelah kiri kami ada
dinding batu yang tak dapat dipan jati, akan tetapi di depan kami ada sebuah
bukit kecil dan di belakangnya ada sebuah lagi. Oleh karena kuda beban kami
pandai memanjat, maka kami memutuskan untuk pergi ke bukit di depan kami.
Dengan susah payah sampailah kami ke atas. Kini tanah itu menurun. Dari jauh
kami mendengar suara orang membuat gaduh. Siapakah itu" Kami harus mengintai.
Segera kami memanjat terus hingga sampai pada suatu tempat dari mana kami dapat
melihat ke bawah. Needler hendak menjenguk, akan tetapi oleh karena ia
berpakaian putih, jadi dapat dilihat orang dari jauh, maka saya tariklah ia
kembali dan saya maju untuk menjenguk.
Apa yang terjadi di dalam lembah yang ke dua itu hanya sebagian saja dapat saya
lihat, oleh karena tempat peninjauan saya tidak cukup tinggi. Saya melihat tujuh
orang Indian berkuda yang sambil berteriak-teriak, mengejar sesuatu yang tidak
dapat saya lihat. Bunyi teriak itu makin lama makin dekat, akhirnya menjadi
sedemikian kerasnya sehingga kuda beban kami menggerak-gerakkan telinganya dan
mengibas-ngibaskan ekornya. Karena itu Ben saya suruh turun untuk menenangkan
binatang itu. Kini saya melihat seorang Indian yang duduk di tempat yang agak tinggi, kira-
kira empatpuluh langkah jauhnya dari tempat saya. Orang itu ialah To-ok-uh, yang
menganggukkan kepalanya ke arah saya sambil memberi isyarat dengan tangannya
agar saya berdiam diri. Mengapa ia ada di situ" Mengapa saya harus berdiam diri"
Kemarin dulu ia tidak bersenjata; sekarang ia memegang bedil yang diletakkannya
di atas lututnya. Sedang saya berpikir-pikir, maka bunyi teriak orang Indian itu makin lama makin
dekat dan di bawah saya, saya mendengar bunyi batu yang jatuh. Aduhai, apa yang
saya lihat itu" Binatang yang menakutkan Sambil mendengus-dengus dengan keras
sekali ia memanjat bukit di tempat kami. Tubuhnya besar, badannya lebih dari dua
meter panjangnya, kakinya panjang. Demi binatang buas itu melihat Ben Needler
dan kuda beban kami, maka ia mengangkat kepalanya lalu membelok ke arah saya.
Ben memekik karena terkejut, melemparkan bedilnya, berpaling, lalu lari
tunggang-langgang tanpa mengindahkan tempat yang dilaluinya.
Kuda kami melompat ke bawah.
Saya tidak sempat melihat adakah Ben dan kuda itu selamat sampai ke bawah, sebab
binatang buas itu telah berlari ke arah saya. Bukan main terkejut saya! Bedil
saya terjatuh. Saya harus lari! Saya melompat dari batu yang satu ke batu yang lain, akan
tetapi binatang itu mengikuti saya. Untung saya melihat sebuah gua di dalam
tanah batu. Secepat-cepatnya saya merangkak masuk. Gua itu gelap dan binatang
buas itu telah mencoba memasukkan kepalanya ke dalam lubang gua.
Ia mendengus-dengus, nafasnya tertiupkan ke muka saya. Akhirnya binatang itu
mengundurkan diri, oleh karena tidak dapat masuk terhalang oleh tanduknya, lalu
lari ke tempat lain. Dalam pada itu ia menghadap ke arah tempat To-ok-uh. Ketua
suku itu membidikkan bedilnya lalu menembak... dan... kijang itu rebah. Ya,
binatang yang saya sangka binatang buas itu kini ternyata seekor kijang yang
besar. Dalam sekejap mata To-ok-uh sudah turun ke bawah lalu berlari-lari ke arah
binatang itu. Saya menjengukkan kepala saya dan ketua suku Indian itu berkata:
"Saudara saya orang kulit putih boleh ke luar. Kijang ini jatuh oleh pelurunya,
jadi adalah miliknya."
"Peluru saya" tanya saya dengan heran, sambil saya merangkak ke luar dari gua
itu. "Ya," jawabnya dengan mengangguk. "Anda ialah At-Pui. Orang Yang Baik Hati, yang
telah menolong kami. Karena itu maka Anda akan menjadi masyhur. Prajurit-
prajurit Panasht telah menyerahkan wampumnya dan dengan cepat-cepat telah
kembali ke lembah kijang, tempat mereka menyembunyikan senjata mereka. Di lembah
itu Anda tidak akan menjumpai kijang, kecuali anak kijang yang Anda ikatkan pada
punggung kuda beban Anda.
"Anda adalah orang yang jujur, sebab Anda mengatakan bahwa Anda tidak pandai
menembak, tetapi ucapan itu hendaknya jangan Anda ulang lagi, sebab saya
menginginkan agar teman-teman Anda menghormati Anda seperti kami mencintai Anda.
Saya duduk di atas batu itu dan menyuruh orang-orang saya menggiring kijang
besar itu ke arah saya. Ketika itu saya melihat Anda dan segera saya putuskan
untuk menghadiahkan kijang itu kepada Anda.
"Binatang itu mati tertembak oleh peluru Anda, supaya Anda menjadi masyhur
sampai Anda benar-benar pandai menembak. Teman Anda tidak melihat saya dan saya
akan menyingkir agar ia tidak akan melihat saya. Mudah-mudahan kita akan
berjumpa lagi. Howgh!"
Ia menjabat tangan saya lalu menghilang di antara batu-batuan.
Itulah cara orang Indian menyatakan rasa terima kasihnya. Ia memberi saya
kesempatan untuk menjadi masyhur.
Tetapi bolehkah saya menerima hadiah itu" Dan boleh pulakah saya menolaknya"
Tidak, saya tidak boleh menolak, sebab dengan demikian maka orang Indian itu
akan mengira bahwa saya tidak mau menerima terimakasihnya dan dengan demikian
tidak menghargai pernyataan persahabatannya. Old Wabble telah menghina saya. Apa
salahnya kalau saya sekarang membalas dengan cara yang akan membuat dia iri
hati. Saya memungut bedil saya, lalu turun ke dalam lembah.
Dari jauh saya melihat Ben Needler berdiri di samping kuda beban kami. Dengan
lambaian tangan saya panggil dia supaya mengikuti saya ke tempat di mana kijang
itu berbaring. Ben tidak melihat orang Indian tadi dan tidak seorangpun
mengetahui bahwa saya mengenal ketua suku Panasht itu. Ben tentu akan yakin
bahwa sayalah yang menembak kijang itu. Ia memandang saya dengan keheran-
heranan; barangkali ia menaruh iri hati juga. Karena itu maka saya katakan
kepadanya bahwa di depan teman-teman kami saya akan mengatakan bahwa Ben yang
menembak anak kijang itu.
Ben saya suruh pulang dengan membawa kuda beban kami untuk mengambil Old Wabble
dan Litton. Saya akan tinggal di situ untuk menjaga agar kijang itu tidak akan
diganggu oleh burung ruak atau binatang-binatang lain. Hari sudah petang ketika
Ben datang bersama-sama dengan Old Wabble dan Litton. Bekas cowboy itu berdiri
tercengang-cengang. Ia mengaku dengan berterus terang bahwa ia belum pernah
melihat kijang sebesar itu.
Perburuannya tidak menghasilkan apa-apa. Sekonyong-konyong ia membelalakkan
matanya ke arah saya sambil berkata:
"Nah, sekarang saya tahu maksud Anda. Ketika Anda kemarin dulu empat kali
menembak hawa, Anda hendak menipu saya, it's clear; akan tetapi saya berharap
jangan hendaknya Anda berbuat begitu lagi kalau Anda ingin tetap menjadi sahabat
saya!" Kami tetap bersahabat dan kemudian masih seringkali kami berburu dengan hasil
yang baik sekali, berkat latihan menembak yang saya adakan dengan diam-diam.
Lagi pula hadiah ketua suku Panasht itu seakan-akan memberi saya pandangan yang
tajam dan tangan yang tidak gemetar. Tidak lama sesudah itu tembakan saya sudah
sedemikian baiknya sehingga Old Wabble tidak pernah menaruh curiga terhadap
penipuan saya itu. Masih berkali-kali saya bertemu dengan Panah Cepat dan setiap kali saya
disebutnya At-Pui, Orang Yang Baik Hati. Ia menyimpan rahasia saya baik-baik dan
hari ini untuk pertama kali saya membuka rahasia saya. "Ya, Tuan-tuan, saya
mengaku dengan terus terang, bahwa kijang saya yang pertama sesungguhnya bukan
hasil perburuan saya yang pertama, akan tetapi kijang itu bukan kijang saya yang
terakhir, Howgh!" Ia berdiam diri dan orang-orang yang lain asyik bercakap-cakap tentang kisah
yang baru didengarnya itu. Saya tidak ikut berbicara. Setiap orang pemburu
prairi harus menempuh masa pelajarannya masing-masing; tidak seorangpun di
lahirkan sebagai pemburu prairi yang ulung! Saya pun mempunyai guru juga, guru
yang pertama ialah Sam Hawkens dan kemudian saya mempunyai seorang guru yang tak
ada bandingnya, yaitu sahabat dan saudara saya Winnetou.
Akan Old Wabble, saya sudah banyak mendengar tentang dia, akan tetapi belum
pernah bertemu. Namanya banyak sekali di percakapkan orang, perbuatannya menjadi
bahan dan pokok kisah yang di ceriterakan oleh para pemburu prairi dan bagi
mereka dia adalah seorang pahlawan. Sepanjang ceritera-ceritera itu Old Wabble
adalah orang yang ganjil, yang tidak diketahui orang di mana ia mengembara, akan
tetapi dengan sekonyong-konyong menampakkan dirinya di sana-sini, hanya untuk
waktu yang singkat saja dan peristiwa itu selalu menjadi bahan untuk dongeng
yang aneh-aneh. Semasa mudanya ia mendapat sebutan "Raja Cowboy".
Kini usianya ditaksir orang sudah lebih daripada sembilan puluh tahun, akan
tetapi geraknya masih cepat dan kecakapannya belum lagi berkurang. Hanya
rambutnya yang putih menunjukkan bahwa usianya sudah lanjut dan pengalamannya
sudah banyak sekali. Saya selalu ingin sekali bertemu dengan dia.
Kini ia tidak jauh di muka saya, akan tetapi barangkali ia akan menghilang lagi
seperti yang sudah menjadi adatnya.
HANTU MISTAKE CANYON Hari sudah menjadi malam. Karena orang Comanche di duga berkeliaran di dekat
perkemahan kami, maka kami tidak boleh membuat api. Karena itu maka kami tak
mempunyai selera lagi untuk bercakap-cakap atau mendongeng. Kami segera pergi
tidur. Ketika keesokan harinya kami hendak berangkat, maka ternyatalah bahwa
kekhawatiran Parker beralasan. Komandan pasukan tentara itu menghendaki agar
salah seorang dari pemburu itu tinggal di situ untuk bertugas sebagai
penyelidik. Tetapi pemburu-pemburu itu menolak dengan sekeras-kerasnya, sehingga akhirnya
komandan itu mengalah. Seorang penyelidik yang diperolehnya dengan paksaan tentu
tidak akan berguna. Untuk berolok-olok saya menawarkan diri saya. Tetapi dengan
lekas ia menolak serta berkata:
"Ah, Anda lebih baik berjalan terus saja, Mr. Charley! Orang yang pekerjaannya
mencari tulang mayat, tidak berguna sama sekali bagi saya. Paling banyak Anda
akan menjadi beban bagi kami."
Rupa-rupanya ia telah mendengar untuk apa saya pergi ke daerah Barat ini. Jawab
itu menggembirakan hati saya.
Kami minta diri, lalu naik ke atas kuda. Saya berbuat seakan-akan saya masih
plonco sekali dan hanya dengan susah payah dapat melangkahkan kaki kanan saya ke
atas punggung kuda saya. Selama perjalanan itu saya berbuat pura-pura masih
canggung menunggang kuda, supaya teman-teman seperjalanan saya tidak menaruh
curiga. Kemudian saya mendengar bahwa orang-orang itu bertemu dan berkenalan di jalan
dekat Rio Vila dan dengan kebetulan saja hendak pergi ke Texas semuanya, tetapi
masing-masing dengan tujuannya sendiri. Dengan demikian maka mereka itu tidak
dapat disebut rombongan yang terikat oleh satu pikiran atau satu tujuan.
Perjalanan dari perkemahan tentara itu sampai ke Mistake Canyon meminta waktu
empat jam lamanya. Dalam perjalanan itu tidak ada terjadi sesuatu. Untuk periang
hati maka Jozua Hawley kami minta menebus janjinya, yakni menceriterakan
pengalamannya di Mistake Canyon. Jawabnya singkat saja; ia akan menepati
janjinya. Jawabnya yang singkat itu sudah menyingkapkan tabir rahasianya bagi
saya; saya mengerti bahwa dialah orang kulit putih yang karena kekeliruan telah


Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menembak sahabatnya orang kulit merah.
Peristiwa itu rupa-rupanya sangat memberatkan sanubarinya: itu tampak pada air
mukanya pada kesempatan pertama saya melihat dia.
Sampai kini kami masih berjalan di dataran tinggi yang makin lama makin menurun.
Akhirnya kami berhenti di dekat sebuah jurang. Jurang itu sangat curam
dindingnya dan dinding itu tingginya sekurang-kurangnya ada seratus meter.
Kami mendengar desir air yang datang dari bawah. Air sungai itu tampaknya
seperti tinta hitam. Di tempat kami berhenti itu ada beberapa pohon kaktus yang
besar, yang tumbuh di tepi dinding batu. Lembah itu ialah Mistake Canyon yang
harus kami lalui. Barangsiapa melihat ke bawah niscaya merasa seakan-akan dari
tempat itu mengancam bencana. Saya sudah banyak sekali melihat Canyon dan sudah
seringkali mengarunginya, akan tetapi tidak ada sebuah lembah yang sedahsyat
ini. Melalui jalan kecil yang sangat curam kami berjalan menurun. Kemudian kami
menyeberangi sungai yang kini ternyata mempunyai warna yang biasa saja. Sampai
kepada suatu batu dimana tenaga arus air itu memecah. Jos menghentikan kudanya,
lalu duduk di atas batu itu serta berkata:
"Inilah tempat dimana saya hendak menebus janji saya. Turunlah, Tuan-tuan! Anda
akan mendengar bagaimana ceritera hantu Mistake Canyon itu terjadi."
"Hantu?" kata Sam Parker dengan tertawa: "Hanya orang yang bodoh saja percaya
kepada hantu. Di sini seorang pemburu kulit putih telah menembak sahabatnya
seorang Apache karena kekeliruan belaka. Akan tetapi tak seorangpun dapat
mengetahui siapa orang kulit putih itu dan bagaimana asal hantu Mistake Canyon
itu terjadi." "Saya dapat mengatakannya, hanya saya saja," kata Jos.
"Anda" Tahukah Anda bagaimana peristiwa itu terjadi?"
"Betapa saya tidak tahu! Dari sini, dari batu di mana saya duduk ini, saya telah
melepaskan tembakan yang membawa celaka itu. Dewasa itu mata saya masih tajam,
sebab peristiwa itu terjadi tigapuluh tahun yang lampau, akan tetapi mata saya
itu tidak cukup tajam untuk membedakan yang betul dan yang salah. Saya mempunyai
seorang sahabat, seorang Indian dari suku Apache, namanya Tkhlisch Lipa, artinya
Ular Kobra. Saya pernah menyelamatkan jiwanya dan karena itu ia berjanji akan menunjukkan
saya tempat di mana terdapat nuggets dalam jumlah yang besar. Saya mencari empat
orang yang saya pandang cakap untuk menemani saya pergi ke tempat emas itu. Kami
harus hati-hati benar, karena tempat itu letaknya di dalam daerah orang
Comanche. Oleh sebab itu maka kami berjalan kaki.
Hanya teman saya orang Apache saja yang berkuda ia tidak mau berpisah dengan
mustangnya. Berenam sampailah kami ke lembah ini. Pada tepi lembah yang di
sebelah sini Anda melihat beberapa pohon kaktus-raksasa. Dahulu di belakang
pohon-pohonan itu banyak sekali terdapat pohon kaktus, sehingga dapat disebut
sebuah hutan kaktus. Di sana kami mendirikan sebuah pondok untuk jadi tempat
tinggal kami sementara. Pekerjaan mencari emas kami lakukan di sini, di sebelah
sungai. Segera kami membagi pekerjaan: seorang harus menjaga pondok, seorang lagi harus
pergi berburu untuk menjamin makanan kami. Pekerjaan berburu itu harus dilakukan
dengan sangat hati-hati oleh karena Avat Cuts (*Kerbau Besar), ketua suku orang
Comanche yang tinggal di daerah ini terkenal sebagai orang yang bengis dan
sebagai seorang pencari jejak yang sangat ulung. Karena itu setiap orang saya
pesankan dengan sangat agar selalu membawa senjatanya. Kedua tugas tersebut
dijalankan bergiliran oleh kelima teman saya ; hanya saya sendiri selalu bekerja
di bawah. Tkhlisch Lipa tidak berdusta; perolehan kami lebih daripada memuaskan.
Sudah kira-kira tiga minggu lamanya kami bekerja di situ. Pada suatu hari teman
saya orang Apache bertugas di dalam pondok. Seorang teman saya yang lain,
Dinters namanya, pergi berburu. Yang lain membantu saya menggali emas. Teman
saya orang kulit merah tidak banyak kerjanya, karena itu untuk mengisi waktu ia
menanggalkan baju luarnya yang terbuat daripada selimut santillo, lalu menggosok
badannya dengan lemak beruang agar jangan dikerumuni oleh nyamuk, lalat dan
serangga yang lain. Tiba-tiba ia mendengar bunyi di belakangnya. Ia mengangkat
kepalanya dan... melihat orang yang sangat ditakutinya, yaitu Avat Cuts, ketua
suku orang Comanche. Ketua suku itu sedang mengayunkan bedilnya di atas
kepalanya. Sebelum teman saya dapat mengelak, kepalanya sudah kena pukul yang
sedemikian hebatnya sehingga ia jatuh pingsan.
Ia dibiarkan saja terbaring di situ dan Avat Cuts masuk ke dalam pondok untuk
menyelidikinya. Ia menemukan kantong-kantong kulit kami yang berisi nuggets,
lalu digantungkannya pada ikat pinggangnya. Kemudian ia berbalik lalu menukarkan
bajunya dengan baju orang Apache yang terbuat dari selimut & santillo itu.
Kemudian ia bersiul memanggil kudanya yang ditinggalkannya di belakang kaktus,
akan tetapi pada saat itu ia melihat bahwa mustang teman saya orang Apache itu
jauh lebih bagus daripada kudanya sendiri. Kini Avat Cuts hendak mengambil scalp
musuhnya. Ia melangkahkan kakinya di atas badan Tkhlisch Lipa lalu membungkuk
dan dengan tangan kirinya dipegangnya rambut orang Apache dan dengan tangan
kanannya ia menggoreskan pisaunya pada kulit kepala teman saya. Akan tetapi
usahanya gagal. Ular Kobra bangun karena sakit, lalu memegang tangan ketua suku
Comanche. Mereka bergumul; berkat badannya yang jauh lebih besar Kerbau Besar
tentu akan dapat mengalahkan teman saya.
Dalam pada itu Dinters pulang dari pekerjaannya berburu. Ia menemukan jejak
orang Comanche lalu mengikutinya.
Tiba di sudut hutan kaktus ia melihat kedua orang Indian itu sedang berkelahi.
Orang Comanche yang memakai selimut santillo itu disangkanya temannya sendiri.
Ia membidikkan bedilnya lalu menembak ke arah orang Apache, akan tetapi untung
benar tembakannya tidak mengena. Mendengar tembakan itu ketua suku orang
Comanche menoleh, lalu segera melepaskan diri. Bedilnya ditinggalkannya dan
tanpa berpikir panjang ia naik ke atas punggung kuda teman saya orang Apache,
lalu melarikan diri secepat-cepatnya. Ular Kobra segera melompat ke atas
punggung kuda yang ditinggalkan oleh orang Comanche itu, lalu mengejar musuh
yang sedang lari itu. Dinters berdiri tertegun tercengang-cengang, tidak
mengerti duduk perkara itu. Oleh karena ia kebetulan berdiri di jalan ke luar
dan tempat lain dihalang-halangi oleh pohon kaktus, maka orang Comanche itu
mengambil jalan kecil yang menuju ke lembah. Ia tahu bahwa jalan sempit itu
ialah jalan satu-satunya untuk meninggalkan pondok itu, walaupun jalan itu
sangat berbahaya karena curam. Ya tidak menduga bahwa di bawah ada empat orang
kulit putih sedang bekerja. Lihatlah, di dinding tanah batu di seberang kita ini
ada tanah yang menjorok; itulah jalan sempit yang saya maksud. Untuk orang yang
berjalan kaki jalan itu sukar sekali di tempuh, apalagi untuk seorang berkuda.
Anda dapat memahami betapa heran kami melihat di sana dua orang berkuda yang
seakan-akan sedang berpacu; di muka orang yang menunggangi mustang dan memakai
selimut santillo milik Ular Kobra, di belakangnya orang yang menunggang kuda
yang belum pernah kami lihat dan sedang mengayun-ayunkan lassonya hendak
menangkap penunggang kuda yang di mukanya. Kami mendengar suara orang Apache
yang tak henti-hentinya berseru: aguan selkhi no khi! Tembaklah dia! Seruan itu
tentu ditujukan kepada kami. Segera saya memungut bedil saya. Penunggang kuda
yang pertama telah sampai ke dasar lembah, di sana, di seberang itu, lalu
melompat terus. Kini datang pengejarnya.
Sekarang ia melepaskan lassonya, akan tetapi pada saat itu juga saya telah
melepaskan tembakan saya. Saya mendengar dia memekik lalu jatuh dari atas
kudanya. Alangkah terkejut saya demi saya melihat bahwa orang yang kena tembak
itu tak lain daripada teman kami sendiri. Ia menunjuk ke depan seraya berkata:
"Darteh litschane Avat Cuts: anjing itu ialah Kerbau Besar. Seketika itu teman
kami meninggal." Jos berdiam diri, memandang ke arah tempat yang ditunjuknya itu dengan pandang
yang mengandung kesedihan. Kamipun berdiam diri pula. Akhirnya Jos melanjutkan
kisahnya: "Demikianlah saya membalas kebaikan hati sahabat saya. Sejak itu lembah ini di
sebut Mistake Canyon. Seringkali saya mendengar orang menceriterakan ceritera
itu, akan tetapi tak pernah saya berani mengatakan bahwa sayalah pelaku utama
dalam ceritera itu. Sejak saat itu pikiran saya tak pernah tenang. Akan tetapi
oleh karena pada hari ini saya berdiri kembali di tempat saya dahulu, maka tak
kuasalah rasanya saya menyimpan rahasia saya itu lebih lama. Kini boleh Anda
menyebut saya seorang pembunuh."
"Tidak!" seru teman-temannya. "Anda tidak bersalah. Tetapi bagaimana
kesudahannya dengan orang Comanche yang melarikan diri itu" Dapatkah ia lolos?"
"Tidak. Ketika ia melompat, kudanya jatuh sehingga patah tulang kakinya. Kami
dapati dia bersembunyi tidak jauh dari tempat kuda itu. Anda tentu mengerti
bahwa sebentar kemudian jumlah mayat sudah bertambah dengan satu. Itulah undang-
undang daerah Barat, akan tetapi janganlah kita bicarakan lagi!"
"Bagaimana dengan emas?"
"Sesudah itu nasib kami berangsur-angsur menjadi sial. Pendapatan kami makin
hari makin berkurang, akhirnya kami tidak menemukan emas lagi. Masih beberapa
minggu lagi kami bekerja, menggali disana-sini, akan tetapi usaha itu tidak
membawa hasil sama sekali. Dan emas yang kami bawa pulang habis dalam penjudian.
Hanya satu hal saja yang tersimpan dalam hati saya dan tak akan meninggalkan
saya seumur hidup saya. Yaitu kenang-kenangan pada saat peluru saya mengenai
teman saya orang kulit merah. Bayangan itu selalu timbul di muka saya dan di
telinga saya masih terdengar jeritnya. Marilah kita pergi! Tak tahan lagi saya
berdiri di tempat ini lebih lama."
Ia berdiri dengan perlahan-lahan, lalu memegang tali kekang kudanya, akan tetapi
pada saat itu ia saya tahan dan saya pun berkata:
"Teman-teman kita semuanya sudah mengucapkan pendapatnya; mereka semuanya
berpendapat bahwa Anda tidak bersalah. Dengarkanlah pendapat saya, Mr. Hawley."
"Pendapat Anda" tanyanya dengan suara yang menunjukkan bahwa ia tidak
mengharapkan dari saya sesuatu yang dapat meredakan kesedihan hatinya.
"Saya hendak menceriterakan suatu peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi, yaitu
di negeri Jerman, tanah air saya."
"Apa gunanya ceritera itu bagi saya?"
"Barangkali ada gunanya. Dengarkanlah! Dua orang pemasang genting harus memasang
jago-mata-angin* (*Keping besi berbentuk ayam jantan yang terletak pada puncak
menara gereja, dan dapat berputar menurut arah angin) pada puncak menara gereja
yang tinggi. Pemasangan genting yang pertama ialah orang tua yang sudah
berpengalaman. Yang lain ialah anaknya, yang mempunyai isteri dan empat orang
anak. Mereka naik memanjat tangga, makin lama makin tinggi. Orang yang tua ada
di atas, anaknya mengikutinya di bawahnya.
Kedua orang itu memegang jago-mata-angin yang berat itu dengan tangan kirinya
dan dengan tangan kanannya berpegang pada tangga.
Pekerjaan mereka disaksikan oleh berpuluh-puluh orang yang berdiri di muka
gereja. Tiba-tiba mereka mendengar orang menjerit ketakutan.
Yang menjerit itu ialah anak pemasang genting yang berdiri di tangga di bawah
ayahnya. Ayahnya menjawab dengan tenang dan kelihatannya ia memberi petunjuk.
Anak itu menjerit lagi dan sesaat kemudian orang-orang yang menyaksikan itu
menjerit-jerit pula, sebab mereka melihat bahwa ayah yang kakinya sedang di
pegang oleh anaknya itu menyepakkan kakinya dengan keras sehingga anak itu jatuh
terpelanting ke bawah."
"Itu mustahil! Pembunuh anaknya sendiri?" seru Hawley.
"Dengarkanlah terus! Orang-orang yang ada di muka gereja itu menjadi gempar,
akan tetapi orang tua itu naik terus seorang diri, sambil membawa jago-mata-
angin. Setiba di atas, ia duduk dengan tenangnya lalu dengan susah payah
menempatkan jago-mata-angin itu pada tempatnya. Setelah selesai pekerjaannya
maka ia turun dengan tenang seakan-akan tidak ada terjadi apa-apa. Akhirnya ia
memasuki jendela kamar genta. Kini orang naik ke menara dan di dalam kamar genta
di dapati orang ayah itu pingsan, terbaring di lantai. Ia di bawa pulang dan
berminggu-minggu lamanya ia tidak sadarkan diri. Berkat pertolongan dokter dan
badannya yang kuat, maka akhirnya ia sembuh dan demi ia dapat berjalan, maka
segera ia pergi ke pengadilan untuk melaporkan dirinya. Dan bagaimanakah
pendapat pengadilan tentang peristiwa itu pada pendapat Anda, Mr. Hawley?"
"Mengapa Anda tanyakan" Dalam hal ini hanya ada satu hukum belaka: barangsiapa
membunuh anaknya sudah selayaknya dihukum mati," jawab Jos.
"Sungguhkah itu pendapat Anda?"
"Tentu saja. Tidak mungkin ada pendapat yang lain."
"O, itu mungkin sekali. Peristiwa itu dapat dilihat dan di pertimbangkan dari
sudut yang lain. Memang, peristiwa itu menggemparkan seluruh penduduk kota dan
di mana-mana menjadi buah bibir."
Dalam kalangan sarjana hukum orang berpendapat bahwa ia harus dijatuhi hukuman
mati, akan tetapi sesudah itu ia dapat minta grasi kepada raja. Mula-mula rakyat
tidak mau mempertimbangkan keadaan yang dapat melunakkan hukuman itu, akan
tetapi setelah mereka mendengar apa yang menjadi alasan bagi perbuatannya itu
maka berubah pikiran mereka. Ya, perbuatan itu dijalankan dengan sadar, akan
tetapi apa yang menyebabkan ia berbuat begitu" Anak itu dengan tiba-tiba berseru
bahwa kepalanya menjadi pusing. "Pejamkan matamu dan tenangkan pikiranmu sampai
hilang rasa peningmu; saya menunggu!" kata orang itu, sebab ia mengira bahwa
pusing kepala itu hanya bersifat sementara. "Saya tidak dapat berpegang, saya
tak dapat merasakan apa-apa lagi!" seru anak itu sambil melepaskan jago-mata-
angin dan memegang kaki orang tua itu. Orang tua itu segera mengerti bahwa
pusing kepala itu tidak bersifat sementara, melainkan merupakan serangan yang
membuat korbannya tidak berdaya sama sekali, suatu keadaan yang tidak dapat di
tolong lagi. Dalam sekejap mata ia menyadari keadaan mereka berdua.
Dengan tangan kirinya ia seorang diri memegang jago-mata-angin yang berat itu,
dengan tangan kanan ia berpegang pada tangga. Kakinya di pegang oleh anaknya,
yang sebenarnya badannya sudah tergantung di udara. Tak boleh tidak mereka tentu
akan lekas jatuh. Ia tahu bahwa ia tak akan tahan lama lagi.
Apa akal" Mereka berdua adalah pencari nafkah bagi seluruh keluarga. Bagaimana nanti,
apabila kedua-duanya akan tewas" Bukankah itu berarti bencana berganda" Tidak,
seorang harus hidup untuk memberi makan kepada seluruh keluarga. Dalam pada itu
anaknya berseru: "Kaki saya sudah tidak menyentuh tangga lagi; saya jatuh! Ia hanya berpegang
pada kaki ayahnya saja. Ayah itu mengerti bahwa bencana yang mengancam itu tak
dapat lagi dielakkannya. Apa yang harus terjadi, harus terlaksanakan dengan
cepat. Maka didepaknya anaknya sehingga jatuh ke bawah. Ia mendengar jeritan
mereka yang menyaksikan peristiwa itu dari bawah. Matanya menjadi kabur,
jantungnya hampir berhenti berdenyut, akan tetapi ia harus memperkuat imannya.
Dengan perlahan-lahan ia naik terus dan akhirnya menyelesaikan pekerjaannya.
Kemudian ia turun, akan tetapi ia merasa bahwa tenaganya sudah hampir habis.
Karena itu maka ia memasuki jendela menara dan setelah ia merasa berdiri di atas
lantai, maka ia jatuh pingsan. Bagaimana sekarang, Mr. Hawley, belum berubahkah
pendapat Anda?" "Hm! Seperti Anda menceriterakannya itu, kini bunyinya agak lain."
Mereka yang mula-mula mengancam dan menyalahkan dia, akhirnya berdiam diri dan
lambat-laun memperoleh pengertian yang lain.
Ayah itu mendapat seorang pembela yang sangat cakap. Beberapa sarjana, ahli,
mahaguru dan doktor harus mengutarakan pendapatnya mengenal soal pusing kepala.
Beberapa tukang kayu, tukang batu, pemain sirkus, pendek kata orang-orang yang
biasa bekerja pada tempat yang sangat tinggi, mendaftarkan dirinya untuk menjadi
saksi dan mereka itu semuanya membenarkan keterangan terdakwa. Semuanya
mengatakan bahwa ayah itu tak dapat berbuat lain dan mereka menyatakan dengan
pasti bahwa anak itu tak dapat tidak tentu akan tewas. Akhirnya pemasang genting
itu di bebaskan oleh pengadilan. Sejak saat itu orang tua itu tidak pernah
tertawa lagi. Ia sedikitpun tak dapat melupakan perbuatannya yang membawa celaka
itu. Bagaimana pendapat Anda sekarang, Tuan?"
"Keputusan pengadilan itu tepat sekali," jawab Jos. "Akan tetapi apa sangkut
paut peristiwa itu dengan soal tembakan saya?"
"Tidak mengertikah Anda" Orang tua itu telah membunuh anaknya dengan sengaja,
padahal Anda membunuh teman Anda orang Apache karena kekeliruan. Pemasang
genting itu dibebaskan oleh pengadilan; bagaimana keputusan juri dalam hal
Anda?" Ia menundukkan kepalanya. Kemudian ia menjabat saya seraya berkata:
"Kini saya mengerti maksud Anda, Mr. Charley. Ceritera Anda itu akan saya
renungkan. Barangkali maksud Anda akan tercapai pula. Akan tetapi saya tak mau
tinggal lebih lama di tempat ini, marilah kita pergi. Marilah kita berjalan
cepat-cepat supaya lekas ke luar dari lembah celaka ini!"
Lembah itu sedemikian panjangnya sehingga baru sesudah sejam kami berjalan,
sampailah kami pada ujungnya.
Di sana ada kumpulan pohon kaktus raksasa lagi, tetapi yang sudah berbuah.
Melihat itu Sam Parker menghentikan kudanya lalu berkata kepada teman-teman kami
sambil menunjuk kepada saya:
"Tuan-tuan, kini kita menghadapi daerah yang sangat berbahaya. Kita harus
mengetahui, adakah setiap orang yang menyertai kita dapat di andalkan. Mr.
Charley ini telah menggabungkan diri kepada kita dan barangkali tidak akan lekas
meninggalkan kita. Setiap saat kita mungkin bertemu dengan orang Comanche, maka
akan terpaksa mempergunakan bedil kita. Jadi sudah selayaknya bahwa Mr. Charley


Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini akan kita minta memperlihatkan kecakapannya menembak?"
"Ya ya, ia harus kita uji!" kata mereka. Hanya Jos Hawley saja yang berdiam
diri. "Anda mendengar sendiri, Tuan!" kata Parker selanjutnya. "Mudah-mudahan Anda
akan bersedia memperlihatkan kecakapan Anda."
"Tidak," jawab saya. "Saya tidak mau seorang diri saja menempuh ujian."
"Siapa lagi yang harus kita uji?"
"Anda dan teman-teman kita yang lain. Itu sudah sewajarnya."
"Sewajarnya" Mengapa sewajarnya" Barangkali Anda tidak lebih pandai menembak
daripada saya pada waktu saya datang ke pondok Old Wabble. Sebenarnya sudah
kemarin saya ingin menguji Anda, akan tetapi saya tidak mau membuat Anda malu di
muka serdadu-serdadu itu. Tetapi kini tidak ada orang lain yang akan
menyaksikan." "Apakah yang harus di tembak?"
"Kira-kira seratus limapuluh langkah dari sini ada beberapa pohon kaktus. Pohon
itu sudah berbuah. Saya ingin mengetahui adakah Anda dapat mengenai buah itu
dari sini." "Anda dapat mengenainya, Mr. Parker?"
"Tentu saja! Sangsikah Anda?"
"Hm! Anda menghendaki saya melepaskan tembakan percobaan, karena Anda belum
mengenal saya, akan tetapi sayapun belum mengenal Anda dan dengan demikian saya
mempunyai hak yang sama untuk mengetahui bagaimana Anda mempergunakan bedil.
Saya akan menembak, akan tetapi hanya kalau Anda mau juga memperlihatkan apa
yang sudah Anda pelajari."
Ia memandang saya dengan keheran-heranan, kemudian tertawa gelak-gelak, lalu
berseru: "Apa yang sudah saya pelajari! Itu bagus! Tuan-tuan, Sam Parker harus
memperlihatkan apa yang sudah dipelajarinya! Baiklah! Barangkali Anda pernah
mendengar bahwa seorang penjelajah hutan yang sejati tidak akan mau menyia-
nyiakan kesempatan untuk melepaskan tembakan percobaan yang bagus. Biarlah
syarat Mr. Charley itu kita terima. Setujukah Anda, Tuan-tuan?"
Kesembilan orang yang lain itu memberikan persetujuannya. Maka kamipun turun
dari atas kuda. Saya mengambil keputusan untuk menembak seburuk-buruknya supaya
dapat di tertawakan. Kelak saya dapat menertawakan mereka kembali.
Kini mulailah kami memboroskan mesiu kami dengan tak ada manfaatnya. Parker dan
Hawley memang pandai menembak yang lain boleh juga. Saya melepaskan tiga
tembakan, tidak ada sebuahpun yang mengenai sasaran. Peluru saya terbentur pada
tanah batu yang jauh sekali letaknya daripada sasaran. Teman-teman saya tertawa
gelak-gelak dan selaku seorang guru mengajar muridnya Parker berkata kepada saya:
"Tepat seperti yang saya duga! Barangsiapa melepaskan pelurunya lebih daripada
duapuluh langkah di sisi sasaran, jangan hendaknya bersikap gegabah berani
menyuruh Sam Parker melepaskan tembakan percobaan! Kini kami tahu kecakapan
Anda! Anda tidak akan pernah dapat menembak binatang atau Indian dan Anda boleh
mengucap syukur sudah bertemu dengan kami. Anda akan kami perlindungi dan saya
tidak menaruh keberatan sedikit juga bahwa Anda tetap menemani kami melalui
daerah yang berbahaya ini."
Kami naik lagi, lalu berjalan terus. Saya tidak berkecil hati di beri pelajaran
oleh Sam Parker. Ia memang seorang pemburu prairi, jadi bahasanya jauh daripada
halus. BERTEMU DENGAN OLD WABBLE.
KEDOK SAYA TERBUKA. Mula-mula kami harus melalui dataran tinggi. Kemudian jalan kami menurun ke arah
daerah Rio Pecos. Jikalau kami tetap berjalan secepat ini, maka keesokan harinya
malam hari kami dapat mencapai daerah itu. Segera kami melihat di sana-sini
beberapa tempat yang ditumbuhi rumput, sesudah itu tempat yang ditumbuhi semak-
semak dan pada petang hari sampailah kami pada sebuah batang air yang pinggirnya
di sana-sini ditumbuhi semak belukar. Sebelum matahari terbenam kami sudah dapat
memperoleh tempat untuk bermalam. Di tempat itu ada juga beberapa pohon.
Tanpa bersepakat lebih dahulu kami mengakui Parker sebagai pemimpin kami. Ia
memilih tempat yang hampir seluruhnya dikelilingi oleh semak belukar, hanya
sebelah yang menghadap ke sungai saja tidak ada tumbuh-tumbuhannya.
Pilihan itu tidak ada salahnya, lebih-lebih oleh karena tempat itu cukup luas
untuk membawa kuda kami Juga. Jadi binatang-binatang itu tak perlu dijaga
sendiri. Sedang kami memilih tempat untuk berbaring. Parker dan Hawley pergi berburu. Tak
lama kemudian mereka sudah balik kembali membawa beberapa ekor ayam untuk
makanan malam. Kami mengumpulkan ranting-ranting untuk membuat api unggun.
Selesai makan saya pergi ke pinggir hutan di mana saya mengikatkan kuda saya
lalu duduk di dekatnya. Teman-teman saya bercakap-cakap dengan asyiknya seperti yang sudah di-adat-kan
pemburu prairi apabila mereka duduk mengelilingi api unggun. Oleh karena yakin
bahwa percakapan mereka tidak akan menarik perhatian saya, maka saya lebih suka
duduk seorang diri saja. Sejak saya harus membuat ujian menembak, selalu saya
memencil; hanya Jos saja beberapa kali berjalan di sebelah saya untuk bercakap-
cakap dengan sikap yang lebih ramah-tamah daripada biasa. Kini ia duduk berdiam
diri di antara teman-temannya. Rupa-rupanya masih ada sesuatu yang
dipikirkannya. Kemudian ia berdiri lalu datang ke arah saya. Setelah duduk di
sebelah saya maka ia berkata:
"Bolehkah saya menemani Anda, itupun kalau Anda tidak lebih suka duduk seorang
diri saja?" "Silahkan, Mr. Hawley! Saya senang sekali Anda temani."
"Terima kasih. Anda rupa-rupanya tidak suka berbicara. Sayapun tidak bermaksud
hendak mengganggu Anda, akan tetapi saya ingin mengucapkan terima kasih saya.
Ceritera Anda tidak lepas-lepas dari pikiran saya. Walaupun hati saya belum
merasa damai sama sekali, akan tetapi sekarang sudah agak lega. Maklumlah,
sampai kini saya belum dapat melepaskan keyakinan bahwa saya telah membunuh
teman saya." "Pendapat Anda itu salah; ceritera saya dapat membuktikannya."
"Saya merasa berhutang budi kepada Anda. Betul Anda bukan seorang pemburu prairi
akan tetapi Anda mempunyai sesuatu yang menumbuhkan rasa simpati dalam hati
saya. Karena itu maka kesal hati saya melihat hasil ujian Anda. Saya lebih
senang sekiranya hasil itu lebih memuaskan sehingga Anda tidak ditertawakan
orang. Tiadakah Anda merasa jengkel?"
"Tidak, saya tahu bahwa bakat orang tidak sama. Orang yang tidak pandai menembak
barangkali mempunyai kecakapan lain yang melebihi kecakapan teman-temannya."
"Boleh jadi, akan tetapi masih merupakan pertanyaan adakah kecakapan lain ada
gunanya di daerah Barat ini. Akan tetapi saya tidak hendak menyinggung perasaan
Anda dengan berbicara tentang sesuatu yang tak dapat Anda perbuat. Sebaliknya,
saya berharap mudah-mudahan Anda mempunyai kecakapan-kecakapan lain yang
bermanfaat juga bagi Anda dan apabila Anda memerlukan bantuan saya, percayalah
bahwa saya selalu bersedia menolong Anda. Tetapi baiklah kita berdiam diri saja,
saya tidak suka banyak berbicara."
Ia berbaring. Teman-teman saya yang duduk di dekat api unggun bercakap-cakap
sedemikian kerasnya sehingga dalam keadaan biasa niscaya mereka akan saya tegur,
akan tetapi oleh karena mereka tidak mengetahui siapa saya ini, maka teguran
saya tentu tidak akan diindahkannya. Mereka tahu betul bahwa tempat ini mungkin
sekali dikunjungi oleh orang Comanche. Saya lebih tahu dari mereka, sebab saya
sudah membaca surat Winnetou.
Bahwa mereka telah memasang api unggun itu adalah bukti bahwa mereka kurang
hati-hati, akan tetapi bahwa mereka bercakap-cakap sekeras itu adalah kesalahan
yang besar. Cahaya api itu dapat mengundang musuh datang ke mari. Dan sekiranya
cahaya itu tidak dapat dilihat dari jauh, bau asap itu tentu dapat di cium oleh
hidung Indian dari jarak beberapa ratus langkah. Karena itu maka saya
membulatkan hati saya untuk memasang mata dan telinga saya baik-baik sampai api
itu padam. Dengan meletakkan telinga saya pada tanah saya berbaring dan melayangkan
pandangan saya ke arah semak belukar.
Sekonyong-konyong saya melihat kuda saya berhenti makan rumput serta mengangkat
kepalanya dengan cara yang sudah saya kenal.
Dalam pada itu ia mendengus-dengus lalu memalingkan kepalanya ke arah saya. Itu
tanda bahwa dari pihak sana ada orang datang mendekati kami dan orang itu adalah
orang kulit putih. Sekiranya itu orang Indian, maka kuda itu tidak akan
mendengus. Kuda saya sudah terlatih baik secara Indian.
"Isch hosch!" seru saya setengah keras.
Kuda itu memahami perintah saya lalu berbaring. Ia sudah memberi tanda kepada
saya dan kini ia tahu bahwa saya telah memahami isyaratnya. Kini binatang itu
tidak merasa cemas lagi. Orang yang mendekati kami itu tidak akan melihat bahwa
kuda saya telah mengetahui kedatangannya. Rupa-rupanya orang itu tidak berteman.
Barangkali ia telah mencium bau asap api kami, lalu meninggalkan kudanya untuk
merangkak mendekati kami.
Saya tak usah merasa khawatir, bahkan sebaliknya. Dalam keadaan kami ini setiap
orang kulit putih akan kami sambut dengan gembira. Tentu saja ia ingin
mendengarkan percakapan kami dahulu.
Kemudian ia akan mengambil kudanya untuk menggabungkan diri dengan kami. Saya
tahu di arah mana ia harus saya cari. Karena itu saya memalingkan kepala saya
dari sana lalu memejamkan mata saya sedikit untuk mengintai tempat yang saya
maksud itu. Ia tidak perlu mengetahui bahwa mata saya terarah ke sana.
Cahaya api memancarkan sinarnya di antara daun-daunan.
Saya melihat ranting bergerak sedikit. Dengan perlahan-lahan sekali orang itu
merangkak di antara semak belukar. Saya tidak mendengar apa-apa, lebih-lebih
oleh karena teman-teman saya masih selalu berbicara dengan keras. Kini orang itu
sampai ke pinggir semak belukar, akan tetapi sulit baginya untuk melihat, karena
justru tempat itu ditumbuhi semak-semak yang lebat. Saya yakin bahwa ia harus
mematahkan ranting. Akan tetapi perbuatan itu akan menimbulkan bunyi. Jadi saya
menduga bahwa ia akan mempergunakan pisau.
Betul dugaan saya, setengah menit kemudian saya melihat beberapa daun
menghilang. Ketika saya memasang mata saya dengan saksama maka saya melihat dua buah titik
yang agak terang. Itu ialah matanya, yang hanya dapat dilihat oleh seorang
penjelajah hutan yang matanya sudah terlatih benar. Di atas matanya ada saya
melihat sebuah garis putih seperti jumbai. Itu niscaya rambutnya, jadi orang itu
sudah lanjut usianya. Tiba-tiba ia berseru lalu tampil ke tempat kami.
"Parker, Sam Parker!" serunya. "Sahabat saya!! Saya tak usah bersembunyi lagi."
Orang-orang yang duduk di dekat api itu bukan main terkejutnya. Jos, yang
berbaring di sebelah saya, segera melompat.
Saya tetap berbaring. "Old Wabble! Old Wabble!" seru Parker. Akan tetapi sebentar kemudian ia berseru
lagi: " Fred Cutter! Jangan hendaknya Anda marah bahwa kata itu telah terlanjut
ke luar dari mulut saya. Mr. Cutter. Itu di sebabkan oleh karena Anda dengan
tiba-tiba sekali melompat ke tengah-tengah kami."
Old Wabble! Orang yang kemarin kami percakapkan, orang dengan siapa saya ingin
berkenalan. Ya, itulah dia. tepat seperti yang digambarkan oleh Parker. Badannya
tinggi dan kurus. Usianya sudah berpuluh-puluh tahun. Kemejanya kotor, leher dan dadanya terbuka
dan bajunya sudah tidak keruan warnanya. Topinya sudah tua dan pinggir topi itu
lebar sekali. Di bawah kepalanya ia memakai kain yang ujungnya terkulai sampai
ke pada bahunya. Daun telinganya dihiasi dengan anting-anting. Dalam ikat
pinggangnya ia membawa pisau bowie dan tangan kanannya yang kurus memegang
sebuah bedil. Mukanya tepat seperti yang digambarkan oleh Parker. Tetapi yang
menyolok sekali pada raja cowboy ini ialah rambutnya yang sudah putih, yang
hampir jatuh sampai ke pinggangnya.
Ia melayangkan pandangnya ke sekelilingnya lalu menjawab: "Pshaw! Saya tahu
bahwa orang menyebut saya Old Wabble dan saya tidak berkeberatan apabila Anda
berbuat begitu juga. Anda sekalian ini sangat tidak hati-hati sekali. Memasang
api yang baunya dapat tercium dari jarak duapuluh mil dan berteriak-teriak
sampai kedengaran sepuluh mil jauhnya! Sekiranya bukan saya melainkan setengah
lusin orang Indian datang ke mari, maka Anda sekalian sudah tewas dalam waktu
satu menit saja, it's clear. Heran saya, masih ada juga orang yang tidak mau
menjadi dewasa. Dari mana Anda ini datang?"
"Dari Rio Vila," jawab Parker.
"Hendak ke mana?"
"Ke Rio Pecos."
"Kebetulan sekali. Anda dapat saya pergunakan. Saya memerlukan bantuan Anda.
Baiklah saya mengambil kuda saya dahulu, nanti akan saya ceriterakan."
Dalam sekejap mata ia sudah menghilang. Ke sepuluh orang teman saya itu pandang
memandang dengan tercengang.
Kini Old Wabble sudah pergi, maka mereka berani bercakap-cakap lagi.
Saya tetap berdiam diri. Kuda saya masih berbaring. Karena dalam sikap begitu ia
tidak dapat makan, maka saya berseru:
"Si, si!" Kuda itu segera berdiri lalu mulai lagi makan rumput.
Beberapa lama kemudian Old Wabble sudah kembali dengan kudanya. Setelah ia
melompati batang air, maka kuda itu dilepaskannya. Ia duduk di dekat api serta
berkata: "Api ini terlalu besar nyalanya, it's clear. Karena saya tahu bahwa daerah ini
aman, api itu dapat kita biarkan menyala. Berapa lama Anda hendak di sini?"
"Hanya malam ini!"
"Besok dan lusa Anda masih akan ada di sini?"
"Barangkali tidak!"
"Pasti! Dengarkanlah. Tetapi lebih dahulu saya ingin mengetahui siapa Anda
semuanya ini, Sam Parker saya kenal, ia menembak kijangnya yang pertama ketika
ia tinggal pada saya. Tetapi siapakah Anda yang lain-lain ini?"
Parker menyebutkan nama teman-temannya, kemudian ia menunjuk ke arah saya lalu
berkata dengan perlahan-lahan.
"Itu Mr. Charley, seorang sarjana bangsa Jerman yang mencari kuburan Indian yang
tua-tua." Old Wabble berpaling ke arah saya, tetapi saya tetap berbaring. Ia berkata:
"Mencari kuburan Indian" Pekerjaan yang ganjil. Akan tetapi ia seorang pemburu
prairi juga?" "Bukan," kata Parker selanjutnya. "Sebagai ujian ia harus menembakkan tembakan
percobaan tiga kali, akan tetapi pelurunya menyasar lebih daripada duapuluh
langkah." "Hm! Begitulah kaum penyelidik yang datang ke mari untuk menulis buku kelak.
Buku tentang bahasa dan asal-usul pelbagai suku orang kulit merah. Saya pernah
menjadi penunjuk jalan bagi orang serupa itu dan selama itu jengkel saja hati
saya. Tidak seorang dari mereka itu dapat mempergunakan pisau atau bedil. Ilmu
pengetahuan merusak bakat manusia, it's clear. Akan tetapi kini saya hendak
mengemukakan pertanyaan yang penting. Maukah Anda merebut selusin scalp?"
"Mengapa tidak! Scalp orang suku mana?"
"Orang Comanche. Akan tetapi pekerjaan itu tidak mudah. Adakah Anda takut?"
"Tidak, akan tetapi saya sudah biasa menanyakan dahulu seluk beluk permainan
sebelum saya mau ikut. Jadi saya rasa Anda harus menceriterakan dahulu bagaimana
letak soal itu." "Anda sudah pernah mendengar nama Old Surehand?"
Mendengar nama itu semuanya menunjukkan perhatian yang besar. Parker bertanya
dengan cepat: "01d Surehand" Apa persoalannya?"
"Ah, Anda kenal dia?"
"Tentu saja, kita semuanya mengenal dia, walaupun belum pernah bertemu. Ia
penembak yang paling ulung di daerah Barat ini."
"Itu barangkali berlebih-lebihan. Pelurunya selalu mengena, itulah asal namanya,
akan tetapi Winnetou dan Old Shatterhand sekurang-kurangnya tidak kalah pandai
menembak. Baru-baru ini saya bertemu dengan Old Surehand dan rasa hormat saya
terhadap dia bertambah besar lagi. Kami berpisah, sebab saya harus pergi ke arah
Fort Stanton dan ia hendak pergi ke Rio Pecos, ke perkampungan orang Apache
marga Mescalero untuk menanyakan di mana Winnetou, sebab ia ingin berkenalan
dengan Winnetou dan Old Shatterhand, Baru saja kami berpisah maka saya mendengar
bahwa orang Comanche telah menggali kapak peperangan. Itu tidak diketahuinya dan
oleh karena ia harus melalui daerah orang Comanche, maka ia menuju ke bahaya
yang besar. Lekas-lekas saya berbalik untuk memberi tahu dia. Itu tidak sukar,
sebab saya tahu jalan mana yang akan ditempuhnya. Saya dapat menyusulnya, akan
tetapi belum ada seperempat jam kami bercakap-cakap maka kami diserang oleh
sepasukan orang Comanche itu?"
"Lebih daripada seratus orang."
"Dan Anda dapat lolos?"
"Saya dapat, akan tetapi ia tidak," jawab Old Wabble.
"Ia Anda tinggalkan" Astaga! Adakah itu baik?"
Kini orang tua itu bangkit lalu memandang Parker dengan agak marah seraya
bertanya:

Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hai, engkau hendak mengecam Fred Cutter, yang disebut orang Old Wabble" Tidak
patut engkau berbuat begitu. Satu gram kecerdikan seringkali lebih baik daripada
sepuluh kilo mesiu. Ya, saya sudah lari. Mengapa tidak" Memberi perlawanan tidak
berguna sama sekali. Itulah sebabnya maka Old Surehand telah menyerah dengan
sukarela. Saya melihat bahwa ia tidak mendapat luka. Perlukah saya menyerah
juga" Kalau begitu, maka kami berdua akan tertangkap. Siapakah yang akan
menolong kami" Tidak seorangpun akan mengetahui bahwa kami tertawan. Kami tentu
akan dibunuh oleh orang Comanche dan baru, setelah kami menjadi mayat, akan
diketahui orang nasib kami. Tidak, saya tidak sebodoh itu. Saya lebih suka lari.
Peluru mereka beterbangan sekeliling saya, akan tetapi tidak sebuahpun mengenai
saya. Lihatlah, badan saya tidak berlubang. Kini saya bebas dan dapat menolong
Old Surehand." "Bagaimana Anda hendak menolong dia" Bukankah itu sangat berbahaya?"
"Ia, saya tahu, akan tetapi pemburu yang masyhur lagi gagah berani itu tidak
dapat saya biarkan tertawan. Saya tahu bahwa di seberang Mistake Canyon ada
berkemah sepasukan tentara. Saya hendak pergi ke sana untuk mencari bantuan."
"Maukah mereka ikut?"
"Barangkali mereka akan menolak, sebab mereka sedang mencari suku Comanche yang
lain, akan tetapi saya akan berusaha sekuat-kuatnya sampai mereka mau membantu
saya." "Jangan-jangan sudah terlambat!"
"Itulah! Saya harus bergegas-gegas. Serangan itu terjadi tadi pagi. Saya harus
memberi kuda saya kesempatan melepaskan lelahnya dan besok malam saya akan
sampai ke perkemahan tentara itu. Sekiranya mereka mau, maka sesudah dua hari
kami akan sampai ke tempat orang Comanche. Dalam pada itu mereka itu tentu sudah
pergi. Mereka harus kita kejar dan untuk menyusul mereka kita memerlukan
sekurang-kurangnya dua hari. Dalam pada itu Old Surehand mungkin sudah
dibunuhnya. Sayang sekali saya tidak tahu akal lain. Saya memerlukan pertolongan
Anda, Mr. Parker." "Bagaimana?" "Komandan tentara itu barangkali hanya mau memberi saya sebagian dari
pasukannya. Karena itu saya minta sudi kiranya Anda menunggu di sini sampai saya
kembali dengan bala bantuan itu. Nanti Anda semuanya ikut dengan kami. Sepuluh
orang penjelajah hutan dengan sepuluh buah senjata yang baik adalah sumbangan
yang sangat berharga."
"Saya tidak akan menolak dan sepanjang saya mengenal teman-teman saya ini,
merekapun akan bersedia membantu Anda. Hanya saya takut kalau-kalau kita akan
terlambat. Tiada dapatkah kita mencoba tanpa bantuan pasukan itu" Dengan
demikian kita mendapat keuntungan dua hari penuh. Pikirkanlah itu, Tuan!"
Old Wabble melayangkan pandangannya ke sekelilingnya.
Rupa-rupanya ia tidak merasa puas, sebab ia mengerutkan dahinya lalu mengucapkan
pendapatnya: "Usul Anda itu menunjukkan bahwa Anda orang yang gagah berani. Akan tetapi
jangan hendaknya Anda lupa, betapa besar bahaya yang akan kita hadapi. Adakah
teman-teman yang ada di sini bersedia menyambung jiwanya untuk menolong orang
yang belum dikenalnya, sekalipun orang itu Old Surehand namanya."
"Hm! Tanyailah sendiri mereka itu, Mr. Cutter!"
Ketika mereka ditanyai Old Wabble seorang demi seorang, maka hanya Parker dan
Hawley saja yang menjawab dengan tegas; yang lain-lain itu mau juga, akan tetapi
jawab mereka mengandung keragu-raguan. Kini cowboy tua itu menunjuk ke arah saya
lalu menyambung: "Dan ahli kubur itu yang tembakannya selalu menyasar tiada akan mampu menolong
kita. Alangkah baiknya sekiranya saya mempunyai beberapa orang pembantu yang
berpengalaman dan yang dapat diandalkan. Maka usaha itu tentu tidak seberapa
berbahaya. Ingatlah bagaimana Old Shatterhand dan Winnetou dapat menjalankan
tugas yang lebih sulit dan lebih berbahaya tanpa mendapat bantuan dari orang
lain! Mula-mula saya bermaksud hendak mencari Winnetou, akan tetapi saya tidak
tahu di mana suku Mescalero itu pada saat ini selanjutnya...."
Tiba-tiba ia berhenti berbicara. Kuda saya biasa memencil dan tidak mau didekati
oleh kuda yang belum dikenalnya.
Kuda Old Wabble menghampiri dia terlalu dekat; ia menggigit ke arah kuda asing
itu dan kuda Old Wabble menggigit kembali, lalu mereka berkelahi.
"Kuda apa itu yang berani mengganggu kuda saya," seru cowboy tua itu sambil
melompat bangkit. Ia memegang kuda saya pada tali kekangnya untuk memisahkan kuda itu dari
kudanya, akan tetapi kuda saya mengangkat ke dua kaki depannya lalu menarik
serta melemparkan Old Wabble jauh-jauh. Old Wabble terjatuh di sebelah saya.
Sambil menyumpah-nyumpah ia bangkit kembali dan hendak mencoba lagi memegang
kuda saya, akan tetapi pada saat itu ia saya beri peringatan:
"Peganglah kuda Anda sendiri, jangan Anda memegang kuda saya, nanti Anda kena
depaknya. Kuda itu hanya patuh kepada saya."
Kuda saya sudah siap menyambut serangan bekas cowboy itu dan dalam pada itu ia
mengambil sikap untuk mempertahankan diri. Kepalanya diangkatnya dan sikapnya
adalah sedemikian sehingga setiap ahli kuda akan kagum melihatnya. Semula Old
Wabble tidak mengindahkan kuda saya, akan tetapi sekarang ia mundur beberapa
langkah seraya berseru keheran-heranan:
"Thunderstorm, bukan main indahnya binatang ini! Ia harus saya amat-amati lebih
saksama." Ia berjalan perlahan-lahan mengelilingi kuda saya. Sebagai bekas raja cowboy Old
Wabble adalah seorang ahli kuda. Mukanya berseri-seri.
"Saya belum pernah melihat kuda sebagus ini!" katanya "Kuda jenis ini hanya
dibesarkan di kandang orang Mescalero. Dari kandang itu hanya ada dua ekor kuda
hitam seperti ini, yang satu adalah...."
Ia tidak melanjutkan perkataannya, melainkan pergi ke arah tempat saya
berbaring, memandang saya, membungkukkan badannya untuk memungut bedil-pembunuh-
beruang saya dan bedil Henry yang masih ada di dalam selubungnya, mengamat-amati
ke dua buah bedil itu lalu diletakkannya kembali serta bertanya kepada saya:
"Ini kuda Anda, Tuan?"
"Ya," jawab saya dengan mengangguk.
"Kuda itu Anda beli?"
"Tidak." "Dihadiahkan orang ke pada Anda?"
"Ya." Kini ia tersenyum. Ia mengangguk-anggukkan kepalanya dan matanya berseri-seri.
Ia bertanya lagi: "Pakaian perburuan ini, adakah itu hadiah juga?"
"Ya." "Dan Anda sungguh-sungguh menyelidiki kuburan tua?"
"Sekali-kali." "Nama Anda Charley?"
"Betul." "Saya pernah mendengar orang berceritera tentang seorang kulit putih yang oleh
saudara-angkatnya disebut Charley. Jangan hendaknya Anda berkecil hati karena
hampir-hampir saja saya salah memegang kuda Anda. Saya tidak akan berbuat begitu
lagi, it's clear!" Ia kembali ke tempatnya di dekat api, lalu duduk. Ia telah mengetahui rahasia
saya, akan tetapi tidak mau membuka rahasia itu di muka mereka yang mengelilingi
api unggun itu. Mereka tidak memahami sikap dan perkataannya dan memandang cowboy tua itu dengan
keheran-heranan. Akan tetapi Old Wabble bersikap acuh tak acuh dan tidak mau
menjawab pertanyaan mereka. Karena itu maka para pemburu itu melanjutkan
percakapannya. Saya bangkit untuk meninggalkan tempat perhentian kami melalui
para pemburu itu, tetapi bersikap seakan-akan saya tidak mempunyai maksud yang
tertentu. Saya tak ingin menarik perhatian mereka.
Sesungguhnya saya mempunyai alasan yang kuat untuk meninggalkan tempat itu. Old
Surehand dan Old Wabble telah diserang oleh orang Comanche. Old Wabble dapat
melarikan diri. Ia adalah salah seorang dari penjelajah-penjelajah hutan yang paling
berpengalaman, paling jantan dan paling cerdik; karena itu saya heran sekali ia
kini merasa aman. Saya yakin bahwa orang Comanche mengejar dia. Mereka niscaya
mengerti bahwa Old Wabble akan mencari bantuan untuk membebaskan Old Surehand.
Mereka harus menyusul itu dan harus membinasakannya. Old Wabble berjalan dengan
cepat sekali, akan tetapi saya menduga bahwa orang Comanche memilih prajurit-
prajurit mereka yang paling cakap berkuda untuk mengejar pelari itu. Karena itu
prajurit-prajurit Comanche itu tak seberapa jauh di belakang Old Wabble, bahkan
boleh jadi mereka sudah ada di dekat tempat perhentian kami.
Setelah saya melompati batang air, maka saya berjalan terus dengan hati-hati.
Mata saya sudah biasa ke pada gelap-gulita, sehingga tidak sulitlah saya mencari
jalan. Saya memilih tempat yang pada galibnya dihindari oleh orang yang berkuda
dan di sana saya agak merasa aman. Walaupun begitu pisau bowie saya sudah saya
siapkan untuk mempertahankan diri, sebab orang-orang kulit merah barangkali
telah mencium bau api unggun dan setiap saat dapat saya jumpai.
Dengan tidak membuat bunyi sedikitpun saya berjalan terus. Setelah saya
sedemikian jauhnya dari tempat perhentian kami sehingga tak dapat lagi mencium
bau api itu, maka saya berhenti. Di sana saya duduk, menantikan apa yang akan
terjadi. Sekiranya prajurit-prajurit Comanche itu berjalan terus pada malam hari, oleh
karena mereka mengenal jalan yang ditempuh oleh Old Wabble, maka mereka niscaya
akan membuat api juga dan berhenti untuk berunding. Dalam hal yang demikian saya
akan mencoba mendengarkan percakapan mereka.
Setelah lebih dari satu jam saya menunggu, maka saya berkata pada diri saya
sendiri, bahwa malam itu tidak akan terjadi apa-apa. Saya bangkit hendak balik
ke tempat perhentian kami.
Tetapi pada saat itu saya mendengar bunyi di belakang saya.
Saya berhenti lalu memasang telinga saya. Ya, ada orang datang.
Dengan segera saya berlutut di belakang semak-semak.
Bunyi itu makin lama makin dekat; saya mendengar bunyi depak kuda. Menilik bunyi
itu jumlah kuda itu tidak lebih dari tiga. Kemudian saya melihat dua orang
menunggang kuda, mereka itu orang kulit merah. Mereka tidak berhenti, melainkan
berjalan terus melalui tempat persembunyian saya.
Segera saya mengikuti mereka. Tiba-tiba seorang dari mereka menghentikan kudanya
lalu berkata dalam bahasa Comanche:
"Uf! Saya mencium bau api!"
Yang lain menjawab: "Ya, itu bau asap."
"Anjing kulit putih itu tidak hati-hati; ia berani menyalakan api."
"Kalau begitu ia bukan prajurit yang masyhur."
"Ya, rupa-rupanya ia prajurit yang tidak berpengalaman. Tidak sukarlah bagi kita
untuk mengambil scalpnya."
"Nah, tiada betulkah pendapat saya" Tadi, ketika hari mulai gelap, Anda
mengusulkan agar kita berhenti saja. Untung akhirnya Anda mau memenuhi ajakan
saya untuk berjalan terus. Kini scalpnya dapat kita ambil dan lekas-lekas kita
kembali ke Saskuan Kui* (*Air Biru), kemana pasukan kita mendahului kita."
Mereka turun dari kudanya, mengikatkan tunggangannya ke pada pohon lalu berjalan
terus dengan hati-hati. Mereka saya ikuti dari belakang. Dalam pada itu saya
berpikir; akan saya ikutilah mereka sampai ke tempat perhentian kami" Tidak. itu
membahayakan. Mereka harus saya serang sekarang. Pisau saya masukkan kembali ke
ikat pinggang saya, lalu saya mencabut pistol saya. Dengan tiga lompatan
sampailah saya ke dekat orang yang berjalan di belakang. Saya pukul kepalanya
dengan senjata saya sehingga ia rebah. Yang berjalan di depan mendengar bunyi
pukulan saya, lalu menoleh sambil bertanya:
"Apa itu" Mengapa saudara saya...."
Ia tidak dapat mengakhiri kalimatnya. Pada saat itu ia sudah saya sergap, dengan
tangan kiri saya, saya pegang batang lehernya dan dengan tangan kanan saya, saya
pukul kepalanya sehingga diapun rebah. Mereka ada membawa lasso. Kedua orang
Indian yang pingsan itu saya ikatkan yang satu ke pada yang lain, lalu tubuh
kedua orang itu saya ikat erat-erat, sehingga apabila mereka sadar kembali pasti
mereka tidak akan dapat bergerak. Tetapi oleh karena mereka dalam sikap itu
masih akan dapat berguling-guling, maka mereka saya seret ke sebuah pohon dan
saya ikatkan ke pada pohon itu. Kini mereka tidak akan dapat lolos dan saya pun
kembali ke tempat perhentian kami.
Sampai ke sana saya berpaling lagi. Old Wabble memandang saya dengan curiga;
orang-orang yang lain tidak menaruh perhatian sama sekali.
"Tadi Anda tidak ada di sini, Tuan, jadi Anda tidak tahu apa yang kami
percakapkan. Saya tidak jadi pergi ke perkemahan tentara," katanya.
"Anda mempunyai rencana yang baru?" tanya saya.
"Ya. Tadi saya melupakan sesuatu. Barangkali Anda pernah mendengar nama Old
Shatterhand?" "Itu betul." "Nah, pemburu itu kini ada di dekat Rio-Pecos. Saya telah mengambil keputusan
untuk mencari dia dan meminta pertolongannya. Apa pendapat Anda, maukah ia
menolong kita?" "Saya yakin bahwa ia mau."
"Pshaw!" seru Parker dengan suara mengejek. "Bagaimana Mr. Charley dapat
mengetahui apa yang akan diperbuat oleh Old Shatterhand?"
"Ah, saya tidak sebodoh itu," jawab saya. "Walaupun saya bukan penjelajah hutan
yang masyhur seperti Anda, akan tetapi saya tidak akan membuat kesalahan sebodoh
yang Anda buat." "Kesalahan" Kesalahan apa?"
"Sikap Anda sedemikian lengah sehingga Anda tidak mendengar Mr. Cutter datang."
"Adakah Anda mendengarnya?"
"Ya." "Jangan Anda menyombong, Mr. Charley."
"Pshaw! Saya dapat membuktikannya. Mr. Cutter, katakanlah, bukankah Anda telah
memotong ranting dengan pisau agar Anda dapat melihat lebih terang, ketika Anda
bersembunyi di semak-semak itu?"
"Ya, itu benar. Jadi Anda telah melihatnya, sebab kalau tidak begitu Anda tidak
akan mengetahuinya."
"Kalau Anda betul-betul melihat, mengapa tidak Anda beritahukan kepada kami?"
tanya Parker. "Untung bukan orang kulit merah yang datang."
"Saya tahu bahwa ia orang kulit putih."
"Mustahil." "Ajaib! Anda menyebut diri Anda seorang pemburu prairi, akan tetapi tidak tahu
bagaimana pada malam hari membedakan orang kulit putih dari orang kulit merah,
tanpa melihat orang itu. Lagi pula Anda telah membuat kesalahan yang lebih besar
lagi. Kesalahan itu dapat mencelakakan kita."
"Aduhai! Kesalahan apakah yang sebesar itu?"
"Dapatkah Anda menerka apa yang biasanya diperbuat oleh orang kulit merah
apabila seorang kulit putih lolos dari kepungan mereka?"
"Tentu saja. Mereka akan mengejar orang kulit putih itu. Setiap orang tahu!"
"Nah, Mr. Cutter telah lolos dari kepungan orang Comanche. Anda mengira bahwa
mereka tidak akan mengejar Mr. Cutter?"
"Thunderstorm!" seru Old Wabble sambil memukul-mukul dahinya dengan tangannya.
"Itu benar! Bodoh benar saya! Orang kulit merah tentu mengejar saya dan akan
berusaha sekuat-kuatnya untuk menangkap saya."
"Dan Anda tidak memasang penjagaan?"
"Itu harus segera kita jalankan."
"Itu saja belum cukup."
"Apa lagi, Tuan" Katakanlah lekas-lekas. Segala yang Anda pandang perlu akan
saya kerjakan." Di dalam hati benar-benar saya bertepuk paha kegirangan, melihat muka teman-
teman saya. Dengan tercengang-cengang mereka berganti-ganti mengalihkan
pandangnya dari Old Wabble ke saya dan dari saya ke Old Wabble akhirnya Parker
bertanya dengan heran: "Apa yang dipandang perlu oleh Mr. Charley ini" Anda mengira bahwa Mr. Charley
tahu apa yang harus kita perbuat dalam keadaan kita ini?"
"Ya, benar, itu pendapat saya" jawab cowboy tua itu.
"Saya telah mendengar sendiri dari mulutnya betapa ia memperhatikan keamanan
kita, lebih daripada kita sendiri. Jadi Mr. Charley, bagaimana nasihat Anda?"
"Jikalau orang kulit merah itu datang, niscaya mereka mencium bau api ini.
Barangkali mereka sudah ada di dekat kita. Kalau boleh saya memberi Anda nasihat
suruhlah beberapa orang pergi menyelidik sampai mereka tidak dapat mencium bau
api ini." "Bagus, Tuan, bagus sekali Jangan kita tangguhkan lagi, Mr. Parker, suruhlah
tiga atau empat orang pergi menyelidik! Anda tentu mengerti bahwa itu perlu
sekali." "Yes," kata Sam Parker. "Saya heran mengapa kita tidak lebih dahulu
memikirkannya. Saya malu bahwa kita sampai diberi nasihat oleh seorang pencari
kuburan yang tidak tahu-menahu tentang hidup di prairi. Saya akan pergi sendiri
dan akan membawa empat orang."


Llano Estacado Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mereka harus memasang mata dan telinganya baik-baik, tidak mereka tidak akan
melihat atau mendengar apa-apa, it's clear."
Parker memilih empat orang lalu pergi. Saya yakin bahwa mereka akan menemui ke
dua orang Comanche yang telah saya ikat dan saya bergirang hati akan melihat
muka teman-teman saya nanti.
Mereka yang tinggal tidak banyak bercakap lagi. Saya berbaring di pinggir semak
belukar, menunggu para penyelidik itu kembali.
Lebih dari satu jam kami menunggu, baru mereka datang. Parker berjalan di muka:
di belakangnya menyusul dua orang memimpin kuda Indian dan di belakangnya lagi
dua orang lain yang masing-masing membawa seorang Indian yang sudah dipisahkan
dan diikat kembali. Dari jauh Parker sudah berseru:
"Mr. Cutter, lihatlah apa yang kami bawa!"
Old Wabble bangkit, memandang ke dua orang kulit merah itu lalu berseru:
"Dua orang Indian, orang Comanche! Di mana mereka itu Anda tangkap?"
"Tidak kami tangkap, melainkan kami dapati terbaring dan terikat."
"Jangan berolok-olok! Orang Indian tidak kita temukan, melainkan kita tangkap."
"Pendapat saya begitu juga, akan tetapi mereka benar-benar kita dapati sudah
terikat." "Itu tidak mungkin."
"Memang, saya kira begitu juga. Akan tetapi apa yang saya lihat dengan mata
sendiri tidak usah saya sangsikan. Siapakah yang menyerang dan mengikat mereka"
Tak dapat tidak di dekat tempat kita ini harus ada orang kulit putih yang dengan
tidak mengetahui bahwa kita ada di sini, menangkap orang Indian itu."
Cowboy tua itu mengerling ke arah saya, menganggukkan kepalanya lalu berkata:
"Ya, orang kulit putih, akan tetapi tidak banyak; hanya seorang saja."
"Seorang?" "Yes. Adakah orang Indian itu luka?"
"Tidak. Sama sekali tidak luka, bahkan tidak ada saya dapati bekas serangan."
"Kalau begitu mereka tidak berkelahi; mereka telah diserang tanpa mendapat
kesempatan untuk mempertahankan diri. Tidak banyak orang yang dapat menyerang
secara begitu. Ingatkah Anda nama pemburu prairi yang baru saja saya sebut
tadi?" "Old Shatterhand" Diakah yang menyerang dan mengikat Indian ini?"
"Ya." "Kalau begitu betul dugaan Anda bahwa ia ada di daerah ini. Marilah dia kita
cari." "Tidak perlu kita mencari dia. Ia tahu bahwa kita ada di sini dan memerlukan
pertolongannya. Percayalah bahwa pada saat yang dipandangnya baik ia akan
menampakkan diri!" "Anda berbuat seakan-akan ia mahatahu, Mr. Cutter! Bukankah ia manusia biasa dan
hanya dapat mengetahui apa yang dilihatnya atau didengarnya. Akan tetapi tak
perlu kita bertengkar! Katakanlah apa yang harus kita perbuat dengan kedua orang
tawanan ini. Bukankah mereka tidak usah kita bawa ke mana kita pergi" Mereka
akan mengganggu kebebasan kita bergerak. Tetapi kita tidak pula dapat
membebaskan mereka."
"Itu bodoh sekali it's clear!"
"Jadi kita tembak saja, itu yang paling baik?"
"Jangan tergesa-gesa! Bukan kita yang menangkap mereka, melainkan Old
Shatterhand. Bukankah Anda pernah mendengar bahwa Old Shatterhand hanya membunuh
seorang kulit merah apabila ia terpaksa berbuat begitu?"
"Itu tidak usah kita indahkan. Pertama: belum tentu ia ada di daerah ini, kedua:
orang-orang Indian ini bukan tawanannya, melainkan tawanan kita dan... ketiga:
kita harus berunding dan mengadakan pengadilan menurut undang-undang prairi.
Anda ikut juga berunding?"
"Tidak. Tawanan ini bukan urusan saya. Akan tetapi saya mau juga mendengarkan."
"Saya tidak berkeberatan. Marilah kita mulai."
Kedua orang Comanche itu terikat dan terbaring di sebelah api, ketika orang-
orang kulit putih itu berunding. Adakah mereka mengerti bahasa Inggeris, jadi
mengetahui apa yang dipercakapkan, tidak dapat saya lihat pada muka mereka.
Perundingan itu berlangsung beberapa menit saja dan keputusan mereka ialah bahwa
tawanan-tawanan itu akan ditembak mati di tempat itu juga. Hanya Jos Hawley saja
yang tidak menyetujui keputusan itu. Hukuman itu hendak dilaksanakan dengan
Kemelut Di Majapahit 11 Wiro Sableng 125 Senandung Kematian Memburu Iblis 14
^