Lolita 2
Lolita Karya Vladimir Nabokov Bagian 2
mengasyikkan. Sabtu. Sudah beberapa hari aku membiarkan pintu terbuka sedikit saat aku menulis
di dalam kamarku. Namun, baru hari ini perangkap itu berhasil. Dengan berpura-
pura gelisah, menyeret-nyeret kaki, seakan-akan hendak pergi - untuk menutupi rasa
malunya karena mengunjungiku tanpa diundang - Lo masuk ke kamarku. Setelah
berputar-putar, dia menjadi tertarik pada lengkungan-lengkungan buruk yang
kutuliskan pada sehelai kertas. Oh, tidak, itu bukan hasil upaya membuat puisi
yang diilhami jeda antara dua paragraf. Itu tulisan bergaya huruf hieroglif
Mesir yang mengerikan tentang gairah terlarangku (yang tak mampu dia baca).
Saat dia menundukkan kepalanya yang berambut ikal di atas meja tempatku duduk di
depannya, kulingkarkan lengan padanya meniru 18 Sedikit cairan lembut, membasah
di tengah daging kemerahan (catatan penerjemah).
pelukan seorang paman. Dia masih terus mengamati lembaran kertas yang dia
pegang, lalu sekonyong-konyong tamu kecilku yang polos itu melesakkan tubuhnya
setengah duduk di atas dengkulku. Sosok menyampingnya yang menggetarkan,
bibirnya yang terbuka, rambut hangatnya yang hanya beberapa senti dari gigiku
yang terbuka - dan kuarasakan hangatnya tungkainya di balik bajunya yang kasar.
Tiba-tiba saja aku menyadari bahwa aku bisa mencium lehernya atau ujung mulutnya
dengan kepolosan yang sempurna. Aku tahu, dia akan membiarkanku melakukannya dan
bahkan akan memejamkan matanya seperti yang diajarkan oleh film-film Hollywood.
Vanila dengan gula-gula nyaris lebih tak biasa daripada itu. Aku tak bisa
mengatakan padanya bagaimana pengetahuan itu datang padaku. Barangkali kuping
monyetku tanpa sadar menangkap perubahan kecil dalam irama napasnya karena kini
dia tak sungguh-sungguh melihat coret moretku, tetapi menunggu dengan rasa ingin
tahu dan kesabaran oh, peri asmaraku yang pintar! akan apa yang bakal dilakukan
si pemondok ini dan apa yang ingin dilakukannya setengah mati.
Bagi seorang bocah modern, seorang penggemar majalah-majalah film, seorang ahli
dalam adegan-adegan close-up sepertinya mungkin tak akan terlalu aneh jika
seorang teman dewasa yang gagah dan tampan melakukannya. Tapi, terlambat. Rumah
itu tiba-tiba bergetar dengan suara nyaring Louise yang berkata kepada Nyonya
Haze yang baru datang tentang bangkai, entah apa yang dia dan Leslie Thompson
temukan di ruang bawah tanah dan Lolita kecil jelas bukanlah seseorang yang
bakal melewatkan cerita menarik semacam itu.
Minggu. Suasana hati Lo yang berubah-ubah, ceria, canggung, dengan perangai
genit usia belasannya, benar-benar menggemaskan dari ujung kepala hingga ujung
kaki, dan bando hitam yang menghiasi rambutnya hingga bekas luka mungil di
bagian bawah betisnya (gara-gara seorang pengendara sepatu roda menabraknya di
Pisky), beberapa senti di atas kaus kaki putihnya yang kasar. Dia pergi bersama
ibunya ke rumah keluarga Hamilton - pesta ulang tahun atau yang semacamnya,
mengenakan rok panjang. Tampak rapi. Bocah yang terlalu cepat matang!
Senin. Pagi yang hujan. " Ces matins gris si doux..."19 Piyama putihku dihiasi
setangkai bunga lili pada bagian punggung. Aku seperti seekor laba-laba pucat
menggelembung yang kaulihat di taman-taman, duduk di tengah jaring berkilau dan
menarik-narik benangnya. Jaringku menyebar di segenap rumah saat aku
mendengarkan suara-suara dan kursi tempatku duduk seperti sesosok penyihir.
Apakah Lo ada di kamarnya" Dengan lembut aku menyentak tirai sutra itu. Ternyata
tak ada. Kudengar suara snnder gulungan tisu toilet mengeluarkan bunyi putus-
putus saat berputar. Tak ada jejak kaki dan kamar mandi kembali ke kamarnya.
Apakah dia masih menyikat gigi 19 Pagi-pagi kelabu yang enak hawanya (catatan
penerjemah) (satu-satunya kegiatan kebersihan yang dilakukan Lo dengan penuh
kesungguhan)" Tidak. Pintu kamar mandi baru saja dibanting, jadi aku harus
mencari mangsaku yang cantik itu ke tempat lain. Mari turunkan benang sutra itu
ke bawah tangga. Aku menyimpulkan bahwa dia tak ada di dapur - tidak membanting
pintu kulkas atau menjerit kepada mama yang dibencinya (yang menurutku sedang
menikmati obrolan telepon paginya yang ketiga, yang dipenuhi gumaman riang).
Mari kita menduga dan berharap.
Bagai cahaya, aku meluncur masuk lewat kamar tamu dan mendapati radionya dalam
keadaan mati (dan mama masih saja berbicara pada Nyonya Chatfield atau Nyonya
Hamilton, dengan lembut mengatupkan gagang telepon dengan satu tangan bebas ke
telinganya, seraya tersipu dan tersenyum, mengingkari betapa dia menyangkal
semua gunjingan menghibur itu, gosip tentang penyewa kamar yang dibisikkan
dengan intim, seakan-akan dia tak pernah melakukannya).
Berarti peri asmaraku tidak berada di dalam rumah! Pergi! Yang sempat terpikir
olehku sebagai paduan untaian warna-warni semarak, ternyata tak lain hanya
sarang laba-laba tua kelabu. Rumah itu kosong. Mati.
Kemudian muncullah gelak tawa lembut manis Lolita dari pintu yang setengah
terbuka. "Jangan katakan kepada Mama, tapi aku sudah memakan habis daging babi
jatahmu." Dia sudah pergi ketika aku tergesa-gesa keluar dari kamarku. Lolita,
di manakah kau" Baki sarapan pagiku yang telah dipersiapkan induk semangku,
melirikku dengan hampa, siap untuk dibawa masuk. Lola, Lolita!
Selasa. Gumpalan kabut kembali mengusik piknik di danau itu.
Apakah ini rencana takdir" Kemarin di depan cermin aku mencoba celana renang
baru. Rabu. Pada siang hari, Haze (dengan sepatu yang biasa dipakainya, busana dari
tukang jahit) berkata bahwa dia akan bermobil ke kota untuk membeli kado bagi
kawan dari seorang kawannya, dan dia akan senang andai saja aku mau ikut
bersamanya karena aku dianggap memiliki selera yang bagus soal parfum. "Pilihlah
aroma menggoda kesukaanmu,"
dengungnya. Apa yang bisa dilakukan Humbert yang bergerak di bisnis parfum ini"
Dia telah memojokkanku di antara teras depan dan mobilnya.
"Ayo cepatlah," desaknya saat dengan susah payah aku mengempiskan tubuh besarku
untuk merangsek masuk ke dalam mobil (aku masih berharap setengah putus asa agar
bisa melarikan diri). Dia menyalakan mesin mobilnya dan dengan penuh tata krama menyumpahi sebuah truk
yang mundur dan berbelok di depannya, yang baru saja membawakan sebuah kursi
roda untuk Nona Tua Seberang Rumah yang cacat, ketika suara melengking Lolitaku
terdengar dari jendela ruang tamu. "Kalian mau ke mana" Aku ikut juga! Tunggu!"
"Abaikan saja dia," dengking Haze (mesin mobilnya mati). Sial bagi sopirku yang
cantik, Lo sudah menarik pintu mobil di sampingku. "Ini tidak bisa dibiarkan,"
Haze mulai mengomel, tetapi Lo malah merangsek ke dalam, tubuhnya terguncang
karena riang. "Ayo geser pantatmu,"
pinta Lo. "Lo!" pekik Haze (melirik ke arahku, berharap aku akan mengusir Lo
keluar dengan kasar). "Awas, lihat saja," ujar Lo (bukan untuk pertama kalinya),
saat dia mengentakkan tubuhnya ke belakang, bersamaan dengan mobil yang melaju
ke depan. "Ini tak bisa dibiarkan,"
Haze terus mengomel, "seorang anak seharusnya tidak berkelakuan seburuk itu.
Seharusnya dia paham bahwa dia tidak diinginkan. Dan dia harus mandi."
Persendianku menempel di atas celana jeans si bocah. Dia bertelanjang kaki. Kuku
kakinya menunjukkan sisa-sisa cat kuku merah dan tertinggal pula sedikit pita
lem melintang di atas jempol kakinya. Ya, Tuhan, apa yang tak akan kuberikan
untuk bisa mencium segala sudut tubuhnya: tulang belulang lembut, jemari kaki
panjang, tungkai jenjang yang seperti kaki monyet"
Tiba-tiba saja tangannya menyelinap ke dalam genggaman tanganku
dan, tanpa terlihat oleh pengawas kami, aku menggenggamnya, lalu mengelus-elusnya, dan sedikit meremas cakar kecil yang
menggairahkan itu sepanjang jalan menuju toko. Cuping hidung si pengemudi
berkilauan karena ulasan bedaknya terpapar sinar matahari dan dia meneruskan
omelannya di tengah lalu lintas sekitarnya.
Dia tersenyum dan mencibir, menjentikkan bulu mata bermaskaranya ke arah lalu
lintas di sekelilingnya, sementara aku berdoa semoga kami tidak pernah sampai ke
toko itu. Tetapi, akhirnya kami sampai juga.
Aku tak punya apa pun lagi untuk dilaporkan. Primo: Haze besar menyuruh Haze
kecil duduk di kursi belakang dalam perjalanan pulang.
Secundo: si nyonya memutuskan untuk mengoleskan parfum pilihan Humbert ke
belakang telinganya sendiri yang berbentuk unik itu.
Kamis. Kami disambut angin ribut dan hujan deras yang mengawali cuaca tropis
bulan ini. Di dalam sebuah ensiklopedia remaja, aku menemukan sebuah peta
Amerika yang dicoreti Lolita dengan pensil untuk menjiplak bentuknya di atas
sehelai kertas tipis dan masih tersisa garis pinggir untuk wilayah Florida dan
Teluk. Di kertas itu tampak juga daftar nama yang sepertinya merupakan kawan-
kawan sekelasnya di sekolah Ramsdale. Ini adalah sebuah puisi yang telah kuhafal
isinya di luar kepala. Grace Angel Floyd Austin Jack Beale Mary Beale Darnel Buck Marguerite Byron Alice Campbell Rose Carmine Phyllis Chatfield Gordon Clarke John Cowan Marion Cowan Walter Duncan Ted Falter Stella Fantasia Irving Flashman Lolita George Fox Mabel Glave Donald Goodale Luanda Green Mary Rose Hamilton Dolores Haze Rosaline Honeck Kenneth Knight Virginia McCoo Vivian McCrystal Aubrey McFate Anthony Miranda Viola Miranda Emil Rosato Lena Schlenker Donald Scott Agnes Sheridan Oleg Sherva Hazel Smith Edgar Talbot Edwin Talbot Lull Wain Ralph Williams Louise Windmuller Sebuah puisi, sebait sajak yang sesungguhnya! Begitu aneh dan manis menemukan
"Dolores Haze" (dia!) di dalam untaian nama-nama, dikawal dua kuntum bunga mawar
(Mary Rose dan Rosaline)-seorang putri istimewa yang jelita di antara dua orang
dayang. Aku berupaya menganalisis getaran menyenangkan yang ditimbulkannya kepadaku.
Hanya nama ini di antara nama nama lainnya.
Apakah yang sangat menggairahkanku sehingga aku nyaris bercucuran air mata (air
mata yang panas dan kental seperti yang dikucurkan oleh para penyair dan
kekasih)" Apakah itu" Kerahasiaan lembut nama ini dengan selubung resminya
("Dolores") dan perpindahan tak kentara dari nama pertama ke nama panggilan yang
bagaikan sepasang sarung tangan baru berwarna pucat atau sebuah topeng" Apakah
"topeng" adalah kata kuncinya" Apakah karena selalu ada kenikmatan dalam sebuah misteri
yang samar berkilauan, mengalir melewati gumpalan daging dan mata yang kaupilih
untuk mengetahui senyuman yang hanya tersungging untukmu sendiri" Atau, ini
karena aku bisa membayangkan dengan baik seisi kelas yang penuh warna di
sekeliling kekasihku yang dolorous 20 dan hazy 21: Grace dan jerawat-jerawat
matangnya; Ginny dan kaki lemahnya; Gordon, tukang masturbasi yang kurus pucat;
Duncan, si badut dengan bau badan yang maut; Agnes yang suka menggigit kuku;
Viola, si bintil - bintil dengan payudara yang berguncang-guncang; Rosaline yang
jelita; Mary Rose yang berkulit gelap; Stella yang menggemaskan dan pernah
membiarkan seorang asing menyentuhnya; Ralph yang tukang palak dan suka mencuri;
Irving yang kukasihani. Dan dia ada di sana, tenggelam di tengah mereka,
menggerogoti sebatang pensil, dibenci oleh guru-gurunya, sementara semua mata
anak lelaki tertuju ke rambut dan lehernya, Lolita-ku.
Jumat. Aku mendamba sebuah kerusakan hebat. Gempa bumi.
Ledakan yang dahsyat. Sesuatu yang menyebabkan ibunya seketika sirna selamanya,
bersama semua orang dalam radius satu kilometer. Angan-angan bodoh yang muncul
dan sikap menganggur! Seorang Humbert yang gagah berani akan bermain-main
dengannya dalam permainan paling menjijikan (kemarin, contohnya, ketika dia
kembali berada di kamarku untuk menunjukkan kepadaku gambarnya, sebuah tugas
prakarya dan sekolah). Ia mungkin akan menyuap gadis itu-dan lolos.
Seorang lelaki yang lebih sederhana dan praktis akan dengan sadar menyogoknya
dengan berbagai barang berharga-jika kau tahu harus pergi ke mana, tapi
sayangnya aku tidak tahu.
Di luar penampilanku yang jantan, aku sesungguhnya sangat penakut. Jiwa
romantisku mendadak basah dan menggigil karena memikirkan diriku terjerembab
dalam ketaknyamanan perbuatan tak senonoh yang mengerikan. Monster laut yang
cabul itu. " Mais allez-y, allez-y.'"22 Annabel menyingkap sebelah kaki
telanjangnya untuk memakai celana pendek. Aku mabuk laut membabi buta, berusaha
menghalanginya dari pandangan orang.
Pada suatu saat, beberapa lama kemudian-saat itu cukup larut, aku menyalakan
lampu untuk meluruhkan mimpi-mimpiku. Sudah terbukti sebelumnya. Keluarga Haze
telah mengumumkan dengan sangat murah hati dalam acara makan malam: mengingat
dinas prakiraan cuaca sudah menjanjikan akhir pekan yang cerah, maka kami akan
pergi ke danau pada hari Minggu sepulang dari gereja.
Saat aku membaringkan tubuh di atas ranjang, menghibur diri secara erotis
sebelum akhirnya berusaha terlelap tidur, kupikir aku sudah punya rencana akhir
tentang bagaimana aku mendapatkan keuntungan dari piknik yang akan kami lakukan
itu. Aku sangat sadar bahwa Nyonya Haze membenci kekasihku karena sikap manisnya
kepadaku. Maka, aku berencana agar hari tamasya di danau itu harus memuaskan
sang ibu. Aku hanya akan berbicara kepadanya saja, tetapi pada saat-saat yang tepat aku
akan berkata bahwa aku telah meninggalkan arloji atau kacamata hitamku di tengah
rimba-dan aku akan memasuki kerimbunan 20 Sendu. pilu. mengibakan-menyempai nama
"Dolores" (catatan penerjemah).
21 Samar, tidak jelas-menyempai nama "Haze" (catatan penerjemah).
22 Ayolah, ayo cepat! (catatan penerjemah).
hutan bersama peri asmaraku. Kenyataan akan raib di saat-saat genting seperti
ini dan upaya pencarian kacamata yang akan berubah menjadi pesta seks kecil
dengan seorang Lolita, membuatku gembira. Dia berperilaku sebagaimana yang
menurut akal sehat tak mungkin dilakukannya.
Pukul tiga dini hari aku menelan sebutir pil tidur dan segera saja kualami
sebuah mimpi di tepi danau yang tak pernah kukunjungi sebelumnya: danau itu
berkilauan oleh selapis selubung es sewarna zamrud dan seorang Eskimo yang
wajahnya penuh bercak-bercak sedang berusaha memecah permukaannya meng-gunakan
kapak es, sedangkan pohon-pohon mimosa dan oleander berbunga di pinggir danaunya
yang berkerikil. Aku yakin Dr. Blanche Schwarzmann akan membayarku dengan
sekantong uang logam shilling karena menambahkan mimpi erotis ke dalam
berkasnya. Namun, sayangnya, mimpi selebihnya bercampur baur. Haze besar dan
Haze kecil naik kuda mengelilingi danau, begitu pula aku yang ikut terlonjak
lonjak naik turun. Kedua kakiku mengangkang meski tak ada kuda di antaranya.
Sabtu. Jantungku masih berdegup kencang. Aku masih saja menggeliat dan
menyuarakan rintihan-rintihan lirih dan rasa malu yang bisa kuingat.
Dia memandang ke belakang. Melirik ke arah kulit bercahaya antara kemeja dan
celana senam putih. Membungkuk di atas kisi jendela seraya merobek dedaunan dan
sebatang pohon poplar di luar dan dengan penuh minat berbincang ribut dengan
seorang anak lelaki loper koran di bawahnya (Kenneth Knight, kalau tak salah)
yang baru saja melemparkan The Ramsdale Journal dengan satu lontaran tepat ke
arah serambi rumah.
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku mulai melata ke arahnya-"terhuyung-huyung" ke arahnya, begitu yang dikatakan
para pemain pantomim. Aku perlahan maju: Humbert si laba-laba terluka. Aku harus berupaya keras
berjam-jam untuk merengkuhnya: sepertinya aku melihatnya dari ujung teleskop
yang salah ke arah pantat kecilnya yang kencang, aku bergerak bagai seorang
lumpuh di atas tungkai-tungkai yang sepertinya menyimpang dengan konsentrasi
yang payah. Akhirnya, aku berada tepat di belakangnya ketika aku mendapatkan
gagasan konyol untuk menggoyangkan sedikit tengkuknya dan perlakuan sejenisnya
untuk menutupi hasratku yang sesungguhnya. Dia melolong singkat, melengking:
"Hentikan!"-dan dengan seringai mengerikan, Humbert yang bersahaja menampakkan
sikap mengundurkan diri yang muram, sementara Lo dengan asyiknya terus melempar
lelucon ke arah jalanan. Kini coba simak apa yang terjadi berikutnya. Selepas makan siang aku bersandar
di kursi malas sambil berusaha membaca. Tiba-tiba saja dua tangan mungil
menutupi kedua mataku: dia mengendap-endap dari belakang seakan-akan sedang
mengulangi kembali, dalam gerakan tari balet, gerakanku tadi pagi. Jemarinya
mewujud daging merah bersinar karena berusaha menutupi cahaya matahari ke mataku
dan dia tertawa tergelak-gelak sehingga badannya terguncang-guncang karenanya.
Mendapat perlakuan begitu, aku merentangkan kedua tanganku ke samping dan ke
belakang tanpa mengubah posisi telentangku. Tanganku menyapu kakinya yang lincah
dan buku yang kubaca seakan menjelma sebuah kereta salju yang meninggalkan
pangkuanku. Nyonya Haze datang mendekat dan berkata dengan murah hati, "Tampar
saja dia kalau mengganggumu. Betapa aku mencintai kebun ini (tidak ada tanda
seru dalam nada suaranya). Tidakkah taman ini menakjubkan di bawah cahaya
matahari (juga tidak ada tanda tanya)." Lalu, dengan desahan tanda puas yang
palsu, nyonya yang menjijikkan itu tenggelam dalam hamparan rerumputan dan
menatap langit sambil berbaring telentang, bersandar pada kedua tangannya yang
dimiringkan, dan segera saja sebutir bola tenis tua berwarna abu-abu melambung
ke atasnya. Suara Lo muncul dari dalam rumah, " Pardonnez, Mama, aku tidak
sengaja mengarahkannya kepadamu." Oh, tentu saja tidak, sayangku yang
menggairahkan. 12 INI SEPERTINYA akan menjadi dua puluh catatan terakhir atau yang semacam itu.
Dan semua itu akan terlihat bahwa segenap tipu daya setan akan tetap sama
polanya setiap hari. Pertama, setan itu akan menggodaku, kemudian menjatuhkanku,
dan meninggalkanku dengan sebongkah rasa sakit di dalam kehakikianku. Aku tahu
benar apa yang ingin kulakukan dan bagaimana melakukannya tanpa menodai kesucian
seorang bocah. Lagi pula, aku yang berpengalaman dalam kehidupan pedofiliaku,
yang angan-angannya terasuki peri-peri asmara yang bertebaran di taman-taman,
telah menahan kuat-kuat kebuasanku di sudut sebuah trem yang paling panas dan
paling padat disesaki anak-anak sekolah yang bergelantungan.
Namun, selama hampir tiga minggu ini seluruh rencana rahasiaku yang menyedihkan
telah mendapat gangguan. Pelakunya biasanya perempuan keluarga Haze (tampaknya
gangguan ini lebih banyak berasal dari Lo yang berupaya memperoleh kenikmatan
dariku, alih-alih aku yang berusaha menikmati Lo).
Gairahku yang menggeliat terhadap peri asmara itu - mengingat dia adalah peri
asmara pertama dalam hidupku yang berhasil kuraih lewat cakar-cakarku yang
gugup, nyeri dan kaku - sudah bisa dipastikan akan menjerumuskanku kembali ke
sebuah sanatorium dan iblis itu tidak akan menyadari bahwa aku harus diberi
keleluasaan jika ia menginginkanku menjadi mainannya untuk waktu yang lebih
lama. Para pembaca juga akan mencatat adanya ilusi optik danau yang amat menarik. Ini
menjadi logis hanya pada bagian Tuan Takdir menyiapkan sajian untukku di hutan
tepi danau yang dijanjikan.
Sesungguhnya, janji yang dibuat Nyonya Haze itu palsu: dia tidak memberitahuku
bahwa Mary Rose Hamilton (seorang gadis berkulit gelap dan jelita) juga akan
datang. Kedua peri asmara itu akan saling berbisik dan bermain-main di tempat
terpisah, bersenang-senang berdua saja, sementara Nyonya Haze dan anak kosnya
yang tampan ini mengobrol berduaan berlama-lama setengah telanjang. Jauh dari
mata usil yang mengintai. Tanpa sengaja, mata mereka memang mengintip dan lidah-
lidah mereka pun berceloteh.
Betapa anehnya hidup ini! Kami menjauhi takdir yang kami upayakan. Sebelum aku
benar-benar datang ke rumahnya, induk semangku sudah merencanakan untuk meminta
seorang perempuan tua, Nona Phalen, yang ibunya pernah menjadi juru masak di
keluarga Nyonya Haze, untuk tinggal di rumah bersama Lolita dan aku, sementara
dia sendiri, seorang perempuan karier di dalam hatinya, hendak mencari pekerjaan
yang cocok untuknya di kota terdekat.
Nyonya Haze telah membayangkan segenap situasinya dengan sangat jelas: Herr
Humbert yang bungkuk dan berkacamata datang dengan kopor-kopor Eropa Tengahnya,
mengumpulkan debu di sudut ruangannya di belakang tumpukan buku-buku tua; bocah
perempuan mungil buruk rupa yang tak dicintai diawasi dengan tegas oleh Miss
Phalen yang sebelumnya pernah menguasai Lo-ku di bawah sayap burung gagaknya (Lo
mengingat musim panas tahun 1944 itu dengan tubuh menggigil marah); dan Nyonya
Haze sendiri menjadi seorang resepsionis di sebuah kota besar yang indah.
Namun, rencana yang tidak terlalu rumit itu terganggu. Nona Phalen patah
pinggulnya di Savannah, Georgia, tepat pada hari kedatanganku di Ramsdale.
13 HARI MINGGU setelah Sabtu yang kugambarkan tadi memang terbukti secerah ramalan
cuaca. Saat meletakkan benda-benda yang berhubungan dengan sarapan pagi di atas
bangku di luar kamarku, agar induk semangku yang budiman bisa mengambilnya kapan
pun sekehendaknya, aku memperhitungkan situasi berikut ini dengan mendengarkan
dan seberang tempatku dan perlahan-lahan merayap memegangi teralis tangga dengan
beralaskan sandal jepit kamarku yang sudah tua satu-satunya yang tua mengenai
diriku. Lalu ada rangkaian kejadian lain. Nyonya Hamilton menelepon bahwa putrinya
"sedang naik pitam." Nyonya Haze memberi tahu anaknya bahwa acara piknik itu
harus ditunda. Haze kecil yang menggairahkan memberi tahu Haze besar yang dingin
bahwa, jika memang demikian, dia tak akan pergi dengan ibunya itu ke gereja.
Sang mama berkata bahwa itu tak jadi masalah, lalu dia pun pergi sendiri.
Aku langsung turun ke lantai dasar setelah bercukur dan menyabuni lubang telinga
masih dengan mengenakan piyama putihku yang bertabur motif bunga biru mungil
(bukan bunga lili) di bagian belakangnya. Aku lalu menghapus sabun, memberi
pewangi pada rambut dan ketiakku, mengenakan jubah kamar sutra berwarna ungu,
lalu bergumam gugup seraya menuruni anak tangga memenuhi panggilan Lo.
Aku ingin pembacaku yang sudah paham ikut ambil bagian dalam adegan yang akan
kuulang ini. Aku ingin mereka memeriksa setiap detailnya dan melihat dengan mata
kepala sendiri betapa berhati hatinya, betapa murninya, keseluruhan kejadian
yang semanis anggur itu jika dipandang dari sisi yang-menurut pengacaraku dalam
sebuah pembicaraan pribadi disebut sebagai "rasa simpati yang tak berpihak".
Jadi, mari kita mulai saja. Aku menghadapi sebuah pekerjaan yang sulit.
Karakter utama: Humbert Humbert, waktu: Minggu pagi bulan Juni.
Tempat: ruang tengah yang diterangi cahaya matahari. Perabot: meja tulis kecil
bermotif belang, majalah-majalah, sebuah pemutar rekaman, pernak-pernik hiasan
Meksiko (mendiang Tuan Harold E. Haze semoga Tuhan memberkahi lelaki tua itu
telah mengabadikan kekasihku pada jam tidur siangnya di dalam kamar berwarna
biru pupus, di sebuah perjalanan bulan madu ke Vera Cruz, dan kenang-kenangan
Dolores yang satu ini bertebaran di ruangan tersebut).
Hari itu dia mengenakan sebuah gaun bermotif indah yang pernah kulihat
dipakainya suatu kali. Roknya menggembung, bagian dadanya ketat, lengannya
pendek, berwarna merah jambu, dan berbintil jambon tua. Lalu untuk melengkapi
pulasan warna itu, dia mewarnai bibirnya.
Tampak sebutir apel semerah nirwana di dalam genggaman tangannya.
Bagaimana pun, dia bukan berdandan untuk pergi ke gereja. Dan, dompet putih hari
Minggunya tergeletak di dekat alat pemutar rekaman.
Jantungku berdentum bagai genderang saat dia duduk di atas sofa di sebelahku dan
bermain-main dengan buah apelnya yang berkilat. Rok indahnya yang mengembang
seperti balon tampak surut. Dia melemparkan apelnya ke udara berdebu mentari dan
menangkapnya-menimbulkan bunyi saat buah itu ditangkup kedua tangannya. Humbert
Humbert merebut apel itu. "Kembalikan," pintanya sambil menunjukkan rona
kemerahan telapak tangannya. Aku merasa nikmat. Dia merampasnya dan menggigit
benda itu dan jantungku terasa seperti lapisan salju di bawah kulit kemerahan
yang tipis. Dengan gerak cekatan seperti kera yang khas peri asmara Amerika, dia
merenggut genggamanku atas majalah yang sudah kubuka (sayang sekali tidak ada
film yang mengabadikan gerakan-gerakan kami yang saling tumpang tindih). Dengan
cepat dan kasar, sulit dihalangi oleh buah apel yang sudah tak berbentuk yang
dipegangnya itu, Lo membuka-buka halaman majalah mencari sesuatu yang bisa dia
perlihatkan kepada Humbert.
Akhirnya dia menemukannya. Aku berpura-pura tertarik dengan mencondongkan
kepalaku sedemikian dekat dengan rambutnya sehingga rambutnya menyentuh dahiku
dan lengannya mengusap pipiku saat dia mengusap bibirnya dengan pergelangan
tangan. Akibat lapisan kabut berkilauan yang menghalangi pandang-anku, perlahan
aku bereaksi, dan lutut telanjangnya saling menggosok tak sabar.
Samar-samar mulai tampak dalam pandanganku: seorang pelukis surealis tengah
telentang bersantai di sebuah pantai. Sementara di dekatnya sesosok tiruan Venus
di Milo dari bahan plester setengah terkubur di pasir. Gambar Minggu ini, ujar
sang legenda. Kuenyahkan segala bayangan kecabulan itu. Sesaat berikutnya, dia menindih
tubuhku. Kutangkap pergelangan tangannya yang kurus.
Majalah itu jatuh ke lantai bagai seekor anak ayam yang bingung. Dia menggeliat
melepaskan diri, melonjak, dan berbaring telentang di sudut kanan meja.
Kemudian, bocah kurang ajar itu menjulurkan kakinya ke atas pangkuanku.
Saat itu, gairah membuatku nyaris tak waras. Namun, duduk di atas sofa, aku
berhasil menahan diri. Hasratku tertutupi tungkai-tungkai Lo yang menantang.
Bukan masalah mudah mengalihkan perhatian perawan kecil itu sementara aku
berusaha bersiasat. Dengan berbicara cepat, terengah-engah mengejar napasku
sendiri, meniru orang yang tiba-tiba merasa sakit gigi sebagai penjelasan di
antara ceracauku yang terhenti, dengan hati-hati aku meningkatkan gesekan tubuh
kami dalam sebuah perasaan tak nyata dan penuh ilusi, dengan beban sepasang kaki
kecokelatan yang terbakar matahari yang secara fisik begitu kokoh, tapi secara
psikologis amat rapuh. Terpisah dariku oleh bahan piyama dan jubahku, sepasang kaki itu melintang di
atas pangkuanku. Di antara ceracauku, ada sesuatu bergerak di tubuhku. Tanpa
sadar kuucapkan kata-kata yang mengacaukan fakta, kata-kata dan sebuah lagu
bodoh yang kemudian terkenal. Oh, Carmenku, Carmen kecilku, titik-titik, titik-
titik, di malam-malam yang titik-titik itu, dan bintang gemintang, dan mobil-
mobil, kedai-kedai minum, dan pramusajinya ...
Aku terus mengulangi hal-hal yang otomatis terucap ini dan menaklukkan Lo dengan
mantera istimewa itu. Sementara, aku setengah mati ketakutan jika ada tindakan
Tuhan yang bakal menghentikanku, yang mungkin akan mengalihkan sensasi yang
sedang dirasakan segenap indraku. Kecemasan ini memaksaku bekerja keras. Aku
menjadi lebih tergesa. Bintang gemintang yang bekerlap-kerlip, mobil-mobil yang
diparkir, kedai-kedai minum dan pramusajinya-kini semua itu digantikan oleh Lo.
Suaranya mencuri dan memperbaiki nada yang sudah kupatah-patahkan. Dia begitu
musikal dan semanis apel. Kedua kakinya berdenyut sedikit saat disilangkan ke
atas pangkuanku yang "hidup". Aku mengelus-elusnya. Di sana dia telentang
bermalas-malasan, nyaris mengangkang.
Lola, si gadis remaja, tengah menikmati buah khuldinya, kehilangan sandal
jepitnya, menggosok-gosokkan tumit kakinya yang tak bersandal di bagian kaus
kaki panjangnya yang kusut, di atas tumpukan majalah tua di sisi kiri sofaku.
Dan setiap gerakan yang dilakukannya, setiap seretan kaki dan desiran,
membantuku menutupi dan memperbaiki sistem timbal balik rahasia yang
menyenangkan antara sesuatu yang buas dan indah antara sisi hewaniku yang
terkekang dan meledak-ledak, dengan keindahan tubuh berlikunya di balik rok
katun yang kekanak-kanakan.
Di bawah, ujung jemari tanganku merasakan bulu-bulu halus yang merinding di
sepanjang tulang keringnya. Aku terlena dengan rasa panas yang tajam bagai kabut
tipis musim panas menggantung di sekitar Haze kecil. Semoga dia diam di sini,
semoga dia tetap di sini ... Saat dia dengan tegang melemparkan inti apel ke
dalam perapian, berat tubuh belianya, betisnya yang polos menantang dan pantat
bulatnya, bergerak-gerak di atas pangkuanku yang tegang dan tersiksa dan diam-
diam tengah bekerja keras menahan nafsu. Lalu tiba-tiba saja sebuah perubahan
misterius mendera panca indraku. Aku seakan-akan memasuki keadaan di mana
segalanya tak berarti lagi dan gejolak kenikmatan yang berkecamuk di dalam
tubuhku menjadi tenang. Apa yang bermula sebagai penggembungan nikmat akar
diriku yang terdalam kini menjadi gelenyar yang berpendar mencapai keyakinan
yang tak kutemukan di tempat mana pun dalam kehidupan yang penuh kesadaran ini.
Melalui rasa manis yang dalam dan hangat, yang kini terasa menjalar menuju
guncangan dahsyat, aku mencoba melakukannya dengan lebih perlahan untuk
memperpanjang geletarnya.
Lolita begitu percaya diri. Cahaya matahari berpendar di pohon-pohon poplar.
Kami hanya berduaan saja. Aku mengamati dirinya yang bagai mawar keemasan di
luar selubung kenikmatan terkendali, tampak tak peduli dengan sensasiku.
Sementara itu, bibirnya seperti terus mengucapkan syair Carmen yang tak lagi
sampai ke indraku. Semuanya kini telah siap. Saraf-saraf kenikmatan telah
terpapar telanjang. Sel-sel Krauze kini memasuki fase kalang kabut. Tekanan
selemah apa pun pasti akan melepaskan segala kenikmatan surgawi itu.
Aku sudah tidak lagi menjadi Humbert The Hound.23 Mata sayu itu sudah menjadi
tatapan bangsat yang sedang memegangi sepatu bot yang akan menendangnya pergi.
Aku berada di atas pusaran kesengsaraan yang ganjil. Dalam istana yang
kuciptakan sendiri, aku menjadi seorang Turki yang riang dan tengah menunda satu
momen di mana ia sungguh-sungguh menikmati budak haremnya yang paling hijau.
Dengan bertahan di tepi ngarai yang menggairahkan, aku terus mengulang
kesempatan meningkahi kata-katanya pramusaji, Carmen yang memesona seperti orang
yang berbicara dan tertawa dalam tidur. Sementara, tanganku yang bergembira
merayapi kaki Lo sejauh batas kesopanan mengizinkan.
Sehari sebelumnya dia bertabrakan denganku di lorong dan "Lihat, lihat!"-aku
terengah-"lihat apa yang telah kaulakukan pada dirimu sendiri, oh, lihatlah ..."
karena di sana, aku bersumpah, kulihat semburat memar ungu kekuningan di pahanya
yang indah. Tangan besarku yang berbulu perlahan membungkusnya dan memijatnya
dan karena baju dalamnya yang tak karuan, seolah-olah nyaris tak ada yang bisa
mencegah ibu jariku yang berotot mencapai lubang hangat di selangkangannya. Sama
seperti jika kau menggelitik dan membelai seorang anak kecil yang tertawa
tergelak-gelak hanya itu. "Oh, tak apa-apa!" jeritnya dengan lengkingan tiba-
tiba. Dia menggeliat dan menggelinjang. Dilemparkannya kepalanya ke belakang dan
giginya menggigit bibir bawahnya yang basah saat kepalanya setengah menoleh.
Sementara itu, mulutku yang mendesah resah hampir mencapai leher jenjangnya yang
telanjang. Kuremas gemas pantat kirinya dengan beringas.
Segera sesudahnya (seolah-olah kami sudah bergulat lama dan kini cengkeramanku
melemah) dia bergulung turun dari sofa dan melompat berdiri dia lebih suka
berdiri untuk menerima telepon yang bunyi deringnya amat nyaring pesawat telepon
yang mungkin sudah berdering selama berabad-abad, kupikir.
Di sanalah dia berdiri dan mengedip, kedua pipinya merona, rambutnya acak-
acakan, matanya menyapuku secepat dia menyapukan pandangannya ke arah perabot.
Sambil terus mendengarkan dan berbicara (kepada ibunya yang sedang
memberitahunya agar ikut makan siang dengannya di rumah keluarga Chatfield-baik
Lo maupun Hum belum mengetahui segala yang direncanakan oleh Nyonya Haze), dia
terus menepuk-nepukkan sandal jepit yang dipegangnya ke ujung meja.
Syukurlah, dia tidak memedulikan apa pun!
Dengan sehelai sapu tangan sutra warna-warni, aku mengelap keringat dari
keningku dan membenamkan wajahku dalam euforia pelepasan, lalu merapikan jubah
kerajaanku. Lo masih saja bertelepon, tawar-menawar dengan ibunya (ingin
kujemput dengan mobilku, Carmen kecilku) ketika aku bernyanyi riang menaiki
tangga dan menyiapkan air panas yang menderu di dalam bak mandi.
23 Jenis anjing yang bertelinga panjang menggantung dengan kelopak mata sayu.
biasa dimanfaatkan untuk berburu. Sebutan "The Hound" juga sering digunakan
untuk lelaki tua yang tampak dingin, lemah, tak berdaya. dan bermata sayu
(catatan penerjemah). Sampai titik ini, aku tetap mengeja kata-kata lagu ini dengan lengkap-selengkap
yang kuingat, setidaknya. Menurutku, aku tidak pernah menyanyikannya dengan
benar. Ini dia: Oh, Carmenku, Carmen kecilku!
Sesuatu, sesuatu di malam itu,
Dan bintang gemintang, dan mobil-mobil yang diparkir, dan kedai minum, dan para
pramusaji Oh, sayangku, pertengkaran kita yang menyeramkan.
Dan sebuah kota yang riang gembira, tangan bersidekap
Kita terus melaluinya, dan pertengkaran terakhir kita, Dan pistol yang kupakai
membunuhmu, oh, Carmenku,
Pistol yang sedang kupegang sekarang ...
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
(Sambil mengokang pistol kaliber 32nya, dan menembakkan sebutir peluru menembus
mata pacar kekasihnya.) 14 AKU MAKAN siang di kota sudah bertahun-tahun aku tak pernah merasa sedemikian
lapar. Rumah itu masih saja tanpa Lo saat aku berjalan pulang. Kuhabiskan
sepanjang siang dengan bersenang-senang, membuat rencana rencana, dan dengan
penuh kebahagiaan meresapi pengalamanku pagi itu.
Aku merasa amat bangga pada diriku. Aku telah mencuri madu sebuah ereksi otot
tanpa merusak akhlak si objek pelengkap. Sama sekali tak ada kerusakan yang
terjadi. Seorang tukang sihir telah menumpahkan susu, sirup gula, dan busa
sampanye ke dalam tas tangan putih baru si gadis belia dan Lo tas tangan itu
masih utuh. Dengan begitu aku bisa leluasa membangun impian nista penuh gairah
dan dosa itu, sementara Lolita dalam keadaan aman begitu juga aku. Yang sudah
membuatku kerasukan bukanlah Lo, melainkan ciptaanku sendiri. Lolita yang lain
dalam anganku mungkin bahkan lebih nyata dari Lolita. Saling bersinggungan,
menyelimutinya; melayang la yang antara aku dan dia yang tak memiliki keinginan,
tak punya kesadaran memang demikian, tak punya kehidupannya sendiri.
Bocah itu tak tahu apa-apa. Aku tak melakukan apa pun kepadanya. Dan, tak ada
apa pun yang bisa mencegahku mengulangi perbuatan yang hanya sedikit saja
memengaruhinya, bagai sehelai gambar foto yang berdesir di atas selembar layar,
sementara aku menyik sa diri di dalam gelap.
Siang itu terus berlalu dalam keheningan yang matang, pepohonan tinggi yang iri
itu seakan mengetahuinya, dan hasratku mulai menderaku lagi, bahkan lebih kuat
dari sebelumnya. Aku berdoa semoga dia segera datang, doa yang hanya kutujukan
kepada Tuhan. Saat si mama berada di dapur, semoga adegan di atas sofa itu
terulang kembali, tolonglah. Aku mendambakannya amat sangat.
Tidak, "amat sangat" bukan kata yang tepat. Kegembiraan saat kenikmatan-
kenikmatan baru memenuhi diriku, bukanlah "amat sangat"
mengerikan, melainkan menyedihkan. Aku memang pantas disebut menyedihkan.
Menyedihkan karena meskipun api gairah seksualku bergelora tiada habisnya, aku
berniat melindungi kesucian bocah dua belas tahun itu.
Dan kini, lihatlah: aku sudah membayar semua sakit hatiku. Tak ada Lolita yang
pulang ke rumah dia pergi dengan keluarga Chatfield untuk menonton film. Meja
makan itu tergeletak dengan lebih anggun dan biasanya dengan liin-liin menyala.
Dalam aura yang sentimentil ini, Nyonya Haze dengan lembut menyentuh peralatan
makan perak di kedua sisi piringnya seakan-akan sedang menyentuh tuts piano,
lalu tersenyum ke arah piring kosongnya (dia sedang berdiet), dan dia berharap
aku menyukai lalap racikannya (resepnya diambil dari sebuah majalah perempuan).
Dia juga berharap bahwa aku akan menyukai daging beku yang disajikannya.
Sebelumnya, itu adalah hari yang sempurna. Nyonya Chatfield seseorang yang
sangat baik. Phyllis, anak perempuannya, besok akan pergi ke perkemahan musim
panas selama tiga minggu. Sementara itu, sudah diputuskan bahwa Lolita akan
pergi pada hari Kamis, alih-alih menunggu hingga bulan Juli sebagaimana yang
pernah direncanakan. Lo akan tinggal di sana saat Phyllis pergi sampai sekolah
dimulai kembali. Oh, betapa aku terjajar mundur-tidakkah itu berarti aku akan merindukan
kekasihku, tepat di saat secara diam-diam dia sudah kumiliki" Untuk menjelaskan
suasana hatiku yang suram, aku harus menggunakan alasan sakit gigi yang juga
kulakukan pagi tadi. Pasti sudah ada geraham besar dengan bengkak seukuran buah
ceri untuk koktail. Haze berkata, "Kami punya seorang dokter gigi hebat. Tetangga kami, malah. Dr.
Quilty. Kurasa dia masih terhitung paman atau sepupu sang dramawan. Bisa
bertahan" Baiklah, sekehendakmu saja. Di musim gugur nanti aku akan memintanya
memasang kawat gigi di mulut Lo seperti yang pernah dikatakan ibuku. Itu akan
sedikit mengekang Lo. Aku cemas, dia telah mengganggumu sepanjang hari ini. Kami
tadi bertengkar sebelum dia pergi. Dia dengan bandel menolak pergi dan harus
kuakui bahwa aku membiarkannya pergi dengan keluarga Chatfield karena aku ngeri
menghadapinya sendirian. Film mungkin bisa menenangkannya.
Phyllis gadis yang baik dan tak ada alasan bagi Lo untuk tidak menyukainya.
Sungguh, Monsieur, aku ikut berduka dengan masalah gigimu. Aku akan segera
mengontak Ivor Quilty besok pagi-pagi sekali jika gigimu masih terasa sakit. Ah,
menurutku perkemahan musim panas akan menjadi lebih menyehatkan. Itu lebih baik
daripada menyapu di atas halaman di pinggiran kota dan menggunakan lipstik
mamanya atau mengejar-ngejar seorang lelaki terhormat yang pemalu, lalu mengamuk
kalau ditegur sedikit saja."
Akhirnya aku berkata (lirih, merasa luluh lantak!), "Apakah dia akan senang di
sana?" "Dia akan mendapatkan yang lebih baik," sahut Haze. "Dan tak hanya akan bermain-
main. Perkemahan itu dikelola oleh Shirley Holmes yang menulis buku Gadis Api
Unggun. Di sana Dolores Haze akan belajar lebih dewasa dalam berbagai hal
kesehatan, ilmu pengetahuan, emosi.
Terutama tentang tanggung jawab kepada orang lain. Mari kita bawa lilin-lilin
ini dan duduk-duduk sejenak di serambi. Atau Monsieur ingin pergi tidur dan
merawat gigi itu?" Merawat gigi itu, tentu saja.
15 KEESOKAN HARINYA mereka bermobil ke kota untuk membeli berbagai barang yang
mereka perlukan untuk perkemahan: apa pun yang melalui pembelian memang membuat
Lo terpukau. Dia tampak galak seperti biasa pada saat makan malam. Segera
sesudahnya, dia masuk ke dalam kamarnya dan menenggelamkan diri dengan buku-buku
komik yang akan dibutuhkannya di perkemahan.
Aku juga beristirahat di dalam sarang dan menulis surat. Rencanaku kini adalah
meninggalkan tempat ini menuju pinggiran pantai dan kemudian, saat musim sekolah
dimulai, aku akan kembali ke sini karena aku tahu bahwa aku tak bisa hidup tanpa
bocah itu. Pada hari Selasa, mereka pergi berbelanja lagi dan aku diminta menjawab telepon
jika si induk semang perkemahan menelepon saat mereka tidak ada. Perempuan itu
kemudian memang melakukannya dan sebulan kemudian, atau mungkin lebih, kami
mendapat kesempatan untuk mengingat percakapan kami yang menyenangkan.
Selasa itu Lo makan malam di kamarnya. Dia menangis terisak-isak setelah
pertengkaran rutin dengan ibunya dan seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya,
dia tak ingin aku melihat matanya yang membengkak: dia memiliki raut wajah
lembut yang entah bagaimana jadi amat memikat selepas menangis lama yang membuat
matanya kabur dan terbakar. Dengan penuh kehati hatian, aku menyesali salah
terima Lo tentang pribadiku karena aku semata-mata mencintai secercah warna
merah jambu bergaya Botticelli, semburat merah muda di sekitar bibirnya itu, dan
bulu mata basah yang lengket itu. Tentu saja, tingkahnya itu mengurangi banyak kesempatan semuku dalam bersenang-senang.
Namun, semua itu lebih dan yang kupikirkan.
Saat kami duduk-duduk di serambi (seembus angin jahat telah meniup lilin-lilin
merahnya), Haze, dengan tawa hampanya berkata: betapa dia telah memberi tahu Lo
tentang Humbert tercintanya yang menyepakati gagasan mengenai perkemahan itu.
"Sekarang," tambah Nyonya Haze, "anak itu berdalih ketus: kau dan aku ingin
mengusirnya. Kau lihat, bukan, dia menganggap dirinya sendiri seorang bintang. Aku
menganggapnya gadis yang sehat, tetapi jelas anak rumahan. Ini yang kukira
menjadi akar masalah di antara kami berdua."
Pada hari Rabu aku berupaya mencegat Lo selama beberapa detik: dia sedang di
depan tangga, mengenakan kaus hangat dan celana pendek putih bertotol-totol
hijau, sedang mengaduk-aduk isi kopor. Aku mengatakan sesuatu yang kumaksudkan
sebagai ungkapan bersahabat dan upaya melucu, tetapi dia hanya mendengus satu
kali tanpa memandangiku. Dengan putus asa, Humbert yang sekarat menepuk
sembarangan tulang ekornya. Dia balas menyerang Humbert, cukup menyakitkan,
dengan menggunakan salah satu alat pengganjal sepatu peninggalan mendiang Tuan
Haze. "Pengkhianat!" serunya saat aku merangkak menuruni tangga sambil
menggosok-gosok tanganku dengan menunjukkan sejuta penyesalan. Dia tak ingin
menurunkan martabatnya dengan makan malam bersama Hum dan Mama. Dia malah
mencuci rambut dan kemudian tidur bersama buku-buku konyolnya.
Dan pada hari Kamis, tanpa banyak ribut Nyonya Haze mengemudikan mobil mengantar
Lo ke Perkemahan Q. Seperti yang dikatakan para pengarang yang lebih hebat dariku :
"Biarkan para pembaca membayangkannya," dan seterusnya. Aku berubah pikiran,
kutendang jauh jauh semua imajinasi itu. Aku tahu, aku telah jatuh cinta kepada
Lolita untuk selamanya, tetapi aku juga tahu dia tak akan selamanya menjadi
Lolita. Dia akan berusia tiga belas tahun bulan Januari nanti. Sekitar dua tahun
lagi dia akan berubah dari seorang peri asmara menjadi seorang "gadis belia",
lalu akan menjadi seorang
"gadis remaja"-itu sangat mengerikan. Kata "selamanya" itu hanya berarti
terhadap hasratku sendiri, terhadap Lolita abadi yang tecermin di dalam darahku.
Lolita dengan puncak panggul yang belum menyala. Lolita yang hari ini masih bisa
kusentuh, kucium, kudengar dan kulihat. Lolita dengan suara melengking dan
rambut cokelat lebat dengan poni dan ikal melilit-lilit di bagian pinggir dan
keriting di bagian belakangnya, lalu leher lengket yang seksi, serta kata-kata
vulgar "memberontak", "hebat",
"lezat", "bajingan", "menetes" Lolita yang itu, Lolitaku yang malang, akan
hilang selamanya. Jadi, bagaimana mungkin aku sanggup tidak melihatnya selama dua bulan dalam
malam-malam insomnia musim panasku" Dua bulan penuh dan dua tahun saat dia
menjelma menjadi peri asmara! Haruskah aku menyamar menjadi seorang gadis
ketinggalan zaman, Mile Humbert yang aneh, dan mendirikan tenda di sisi luar
Perkemahan Q dengan harapan peri-peri asmara kemerahan di perkemahan itu akan
berteriak, "Ayo kita adopsi orang telantar yang bersuara dalam itu!" lalu
menyeretku yang tersenyum malu dan tampak sedih ke dalam jantung kampung
perkemahan mereka. Aku akan tidur dengan Dolores Haze!
Mimpi semu yang hampa. Dua bulan kecantikan, dua bulan kelembutan, akan terbuang
sia-sia selamanya, dan aku tak bisa berbuat apa pun mengenai hal itu. Tak ada.
Bagaimanapun, Kamis itu setetes madu langka telah meresap ke dalam cangkir buah
pohon ek. Haze akan mengantar Lo ke perkemahan pagi-pagi sekali. Dengan beragam
suara keberangkatan yang sampai ke telingaku, aku bergulung turun dari atas
ranjang dan bersandar ke tepi jendela.
Di bawah pepohonan poplar, mobil itu sudah berderu. Di trotoar, Louise berdiri
memayungi matanya dengan telapak tangan, seakan-akan si pelancong kecil sudah
siap untuk berkendara memasuki cahaya matahari rendah. Isyarat tersebut terbukti
terlalu dini. "Ayo cepat!" pekik Haze. Lolitaku, yang sudah setengah tubuhnya
masuk ke dalam mobil dan siap membanting pintu mobil, menurunkan jendela, dan
melambaikan tangan ke arah Louise dan pepohonan poplar (siapa dan apa yang tak
akan pernah dia temui lagi), terhenti oleh satu gerak takdir: dia mendongak lalu
tiba-tiba berlari kencang masuk kembali ke dalam rumah (Nyonya Haze memekik
keras memanggilnya). Sesaat kemudian, aku mendengar kekasihku itu berlari menaiki tangga. Jantungku
membengkak dengan kekuatan yang nyaris meledakkan tubuhku dari dalam. Aku
mengangkat celana piyamaku dan mengangakan pintu hingga terbuka lebar: secara
berbarengan Lolita tiba di hadapanku mengenakan rok hari Minggunya, menghambur
dan terengah, lalu seketika dia sudah berada di dalam dekapanku. Mulut polosnya
meleleh di bawah lumatan ganas sepasang rahang lelaki yang muram!
Sejurus kemudian aku mendengar suara-suara ribut di lantai bawah. Gerak takdir
itu selesai sudah. Sepasang kaki pirang itu masuk ke dalam mobil, pintu mobil
dibanting lalu dibanting ulang dan si pengemudi Haze tua di atas empat roda gila
itu dengan penuh amarah mengatakan sesuatu yang tak bisa kudengar, lalu membawa
pergi kekasihku jauh-jauh. Sementara itu, tanpa sepengetahuan mereka atau
Louise, nona tua di seberang yang cacat itu dengan lemah tapi berirama
melambaikan tangan dari beranda yang dirambati pohon anggur.
16 KEKOSONGAN di tanganku masih terasa penuh menyerupai sosok Lolita-dipenuhi
sensasi punggung belia Lo yang menekuk ke dalam, gading yang mulus itu, sensasi
halus kulitnya dibalik rok tipis itu, di mana aku bergerak naik turun sambil
mendekapnya. Aku berjalan cepat ke dalam kamar Lo yang berantakan, membuka pintu lemari
pakaiannya dan menjatuhkan diri ke dalam tumpukan berbagai benda yang pernah
disentuhnya. Ada sehelai bajunya yang berwarna merah muda, tak terawat,
terkoyak, dan berbau tajam lipitannya. Kuselimutkan benda itu ke jantung Humbert
yang terpuruk. Sebentuk kekacauan yang pedih mengalir deras di dalam diriku, tetapi aku harus
meletakkan kembali semua benda itu dan segera mengumpulkan lagi kepingan-
kepingan ketenangan hidupku karena aku disadarkan suara selembut beludru
pembantu rumah tangga yang memanggilku dari arah tangga. Dia punya pesan
untukku, ujarnya, dan dia menutup pernyataan terima kasihku dengan ungkapan
manis, "Terima kasih kembali." Louise yang baik meninggalkan sepucuk surat tak
berprangko dan anehnya tampak sangat bersih di atas tanganku yang gemetar.
Ini adalah sebuah pengakuan: aku mencintaimu (begitulah surat ini dimulai dan
sejenak aku salah mengira coretan acak-acakan yang tampak histeris itu adalah
tulisan cakar ayam gadis kecil itu). Minggu terakhir di gereja kau jahat,
menolak untuk melihat jendela-jendela baru kami yang indah! saat kumohon kepada
Tuhan apa yang harus kulakukan mengenai semua ini, aku diberi tahu untuk
bersikap seperti yang kulakukan sekarang ini. Kau lihat, tidak ada kemungkinan
lain. Aku sudah mencintaimu sejak menit pertama aku melihatmu. Aku seorang
perempuan kesepian yang penuh gairah dan kau adalah cinta dalam hidupku.
Sekarang, sayangku, mon cher monsieur, kau sudah membaca surat ini. Kini kau
tahu. Jadi, tolonglah, sekali ini saja, berkemaslah dan pergi. Ini perintah
seorang induk semang. Aku sedang mengusir seorang penyewa kamar. Aku menendangmu
keluar. Pergi kau! Enyahlah!
Departez! Aku akan kembali saat makan malam dan aku tak ingin menemukanmu di
rumah. Tolonglah, tolonglah, tinggalkan tempat itu sekarang juga, bahkan tak
usah membaca surat tak masuk akal ini sampai selesai. Pergilah. Adieu.
Situasinya, ch?ri, sangat sederhana. Tentu saja, aku tahu dengan kepastian
mutlak bahwa aku bukan siapa siapa bagimu, sama sekali bukan siapa-siapa. Oh,
ya, kau memang sepertinya menikmati mengobrol bersamaku (dan bercanda denganku
yang malang), kau menemukan keramah-tamahan dalam rumah kami, juga dan buku-buku
yang kusukai, dan tamanku yang indah, bahkan dari gaya semrawut Lo tapi aku
bukan siapa-siapa bagimu. Benar" Benar. Bukan siapa pun bagimu.
Namun, apabila setelah membaca pengakuanku ini kau memutuskan, dengan cara
Eropamu yang muram, bahwa aku cukup menarik bagimu untuk menindak-lanjuti
suratku ini dan memberiku sebuah jalan, maka kau akan menjadi seorang penjahat
yang lebih jahat dari seorang penculik yang memerkosa anak kecil. Kau lihat,
ch?ri. Jika kau memutuskan untuk tinggal di sini, jika aku menemukanmu di
rumahku (kutahu aku tak akan mendapati itu dan itu sebabnya aku bisa terus
menulis seperti ini), keberadaanmu hanya akan berarti satu hal: bahwa kau
menginginkanku sebesar aku menginginkanmu, yakni sebagai pasangan seumur hidup;
serta bahwa kau sudah siap menghubungkan kehidupanmu dengan kehidupanku
selamanya dan menjadi ayah bagi gadis kecilku.
Biarkan aku mengoceh dan bicara melantur sedikit lagi, sayangku, karena aku tahu
surat ini sudah kau koyak-koyak dan serpihannya (yang tak terbaca) telah masuk
ke dalam pusaran air toilet. Sayangku, mon tr?s cher, betapa besar dunia cinta
yang sudah kubangun untukmu selama bulan Juni yang penuh keajaiban ini! Aku tahu
betapa tertutupnya dirimu, betapa "Inggris"nya dirimu. Sikap jarang bicaramu
yang kuno itu, sopan santunmu yang mungkin terguncang oleh kelancangan seorang
gadis Amerika! Kau yang menutupi perasaan perasaan terdalammu pasti menganggapku
seorang idiot tak tahu malu karena membuka hatiku yang sudah babak belur seperti
ini. Tahun demi tahun berganti, banyak sekali kekecewaan menimpa hidupku. Tuan
Haze adalah lelaki yang menyenangkan, seseorang yang mengagumkan, tetapi ia dua
puluh tahun lebih tua dariku , dan ah, janganlah kita bergunjing tentang masa
lalu. Sayangku, keingintahuanmu harus dipuaskan jika kau mengabaikan permintaanku dan
membaca surat ini sampai akhir yang pedih. Lupakan saja. Hancurkan saja dan
pergilah. Jangan lupa tinggalkan kunci di atas meja di dalam kamarmu. Juga
beberapa coretan alamat agar aku bisa mengembalikan dua belas dolar yang
kupinjam sampai akhir bulan ini.
Selamat jalan, sayangku. Berdoalah untukku jika kau sempat berdoa.
C.H. Yang kutuliskan di sini adalah yang kuingat dari sepucuk surat, dan yang kuingat
dari sepucuk surat itu kuingat secara harfiah (termasuk bahasa Prancis yang
jelek itu). Surat itu setidaknya dua belas kali lebih panjang. Aku sudah
melupakan satu paragraf mengenai adik lelaki Lolita yang meninggal dunia pada
usia dua tahun ketika Lo berusia empat tahun, dan betapa aku pasti akan
menyukainya. Biar kulihat apa lagi yang bisa kukatakan. Ya. Ada satu kesempatan
di mana "pusaran air toilet" (ke mana surat itu seharusnya berakhir) pada
kenyataannya hanyalah karanganku sendiri. Dia mungkin mengemis ngemis padaku
untuk membuat perapian khusus untuk surat itu.
Reaksi pertamaku adalah rasa jijik dan keinginan mengasingkan diri. Reaksi
keduaku bagaikan ada tangan seorang teman yang menenangkan menepuk pundakku dan
memintaku berpikir kembali. Aku melakukannya.
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku terlepas dari kebingunganku dan mendapati diriku masih berada di kamar Lo.
Selembar kertas sobekan sebuah majalah kacangan dipakukan ke dinding bagian atas
kamar tidur di antara sebuah cangkir bergambar penyanyi dan bulu mata seorang
bintang film. Tampak seorang seorang suami muda berambut gelap dengan pandangan
menggoda di mata Irlandianya. Ia sedang memamerkan sebuah jubah dan memegang
baki berisi sarapan untuk dua orang. Sang legenda yang disebut Pendeta Thomas
Morell "seorang pahlawan penakluk". Perempuan yang sepenuhnya telah ditaklukkan
(tak terlihat dalam gambar) diceritakan sedang menjulurkan tangannya untuk
menerima setengah isi baki itu. Bagaimana teman seranjangnya itu berada di
bawahnya tanpa belepotan di sana-sini tidaklah begitu jelas. Lo menggambar anak
panah jenaka ke arah wajah kekasihnya yang kurus pucat itu dan menuliskan dengan
huruf tebal: H.H. Begitulah, selain perbedaan beberapa tahun, kemiripannya
sangat mengejutkan. Di bawahnya ada gambar lain, juga lembaran iklan berwarna.
Seorang dramawan dengan tenang merokok sebatang Drome. Ia selalu merokok Drome.
Kemiripannya sedikit saja. Di bawahnya lagi terdapat ranjang suci Lo, diterangi
"komik-komik". Lapisan enamelnya sudah mengelupas dari pegangan ranjang,
meninggalkan warna hitam, lebih kurang berbentuk lingkaran, seperti noda di atas
warna putih. Setelah meyakinkan
diriku sendiri bahwa Louise telah pergi, aku menenggelamkan diri di atas ranjang Lo dan membaca kembali surat itu.
17 PARA ANGGOTA dewan juri yang terhormat! Aku tak bisa bersumpah bahwa beberapa
perbuatanku tak kurencanakan sebelumnya. Pikiranku tak menahan mereka dalam
bentuk apa pun yang masuk akal atau dalam hubungan apa pun dengan peristiwa-
peristiwa yang pasti teringat kembali. Namun, aku tak bisa bersumpah izinkan aku
mengulanginya bahwa aku tidak bermain-main dengan semua itu dalam keremangan
pikiranku, dalam kegelapan nafsuku. Mungkin ada saatnya ketika terlintas dalam
benakku gagasan menikahi seorang janda tua (sebutlah Charlotte Haze) hanya untuk
mendapatkan apa yang kuinginkan dari anaknya (Lo, Lola, Lolita). Aku bahkan siap
untuk mengatakan kepada para penyiksaku bahwa mungkin saja sekali dua kali aku
melemparkan pandangan menilai terhadap bibir Charlotte yang kemerahan, rambutnya
yang berwarna seperti perunggu, garis lehernya yang rendah, dan dengan samar-
samar berusaha memasukkannya ke dalam impian siang bolongku. Hal ini kuakui di
bawah siksaan. Mungkin hanya siksaan imajiner, tapi sungguh lebih mengerikan.
Andai saja aku bisa melantur dan mengatakan lebih banyak kepada kalian tentang
mimpi buruk yang secara sembunyi-sembunyi menyiksaku di malam hari akibat bacaan
masa kecilku yang tak beraturan, semacam kata kata menakutkan, misterius, dan
busuk seperti "trauma" atau
"kejadian traumatis". Namun, kisahku sudah cukup memadai.
Setelah sesaat aku menghancurkan surat itu dan pergi ke kamarku, merenung,
mengusutkan rambutku, menata jubah unguku, dan mengerang melalui gigi yang
digemeretakkan, tiba-tiba saja aku merasakan sebuah seringai Dostoyevskian
muncul di bibirku bagaikan matahari yang jauh dan mengerikan. Aku membayangkan
(dalam kondisi jarak penglihatan yang baru dan sempurna) belaian sambil lalu
yang bisa dihamburkan suami sang ibu kepada Lolita. Aku akan memeluknya tiga
kali sehari, setiap hari. Semua masalahku akan beres. Aku akan menjadi orang
yang sehat. "Memelukmu dengan lembut dan menempelkan ciuman kebapakan pada
pipimu ..." Kemudian, aku membayangkan Charlotte sebagai calon pasanganku. Karena Tuhan, aku bisa membuat diriku membawakannya buah delima
rekah, sarapan tanpa gula.
Humbert Humbert yang berkeringat di bawah cahaya putih benderang, melolong, dan
diinjak-injak oleh polisi yang berkeringat, sekarang siap membuat "pernyataan"
selagi ia menukar kesadarannya luar dalam dan merobek garis terdalamnya.
Aku tidak berencana menikahi Charlotte yang malang untuk menyingkirkannya dengan
cara yang kasar, mengerikan dan berbahaya, misalnya membunuhnya dengan cara
menaruh lima tablet merkuri biklorit dalam anggur pengantar makannya atau yang
semacam itu. Namun, sejujurnya, sebuah pikiran yang berkaitan dengan buku
petunjuk penggunaan obat-obatan memang sempat terjentik dalam otakku yang
berkabut. Mengapa hanya membatasi diriku pada topeng belaian yang telah kucoba
sebelumnya" Berbagai bayangan kesenangan ragawi bergoyang dan tersenyum di
hadapanku. Aku melihat diriku memberikan ramuan obat tidur kepada sang ibu dan
anaknya agar bisa menimang si bocah sepanjang malam dengan kebebasan yang
sempurna. Rumah itu dipenuhi dengkuran Charlotte, sementara Lolita hampir tak
bernapas dalam tidurnya, sehening bocah perempuan yang dalam lukisan. "Ibu, aku
bersumpah. Kenny bahkan tak pernah menyentuhku." "Kau berbohong, Dolores Haze,
atau itu setan yang meniduri perempuan saat mereka sedang tidur." Tidak, aku
tidak akan berbuat sejauh itu.
Jadi, Humbert membuat rencana dan bermimpi dan matahari hasrat dan keputusan
(dua hal yang membuat dunia hidup) naik lebih tinggi lagi, selagi gerombolan
lelaki kurang ajar dengan gelas berkilauan di tangan bersulang untuk kebahagiaan
di malam-malam yang telah lalu dan di masa yang akan datang. Kemudian, seolah-
olah aku memecahkan gelas itu dan membayangkan pada akhirnya, aku mungkin akan
memeras Haze besar hingga membiarkanku bergaul dengan Haze kecil dengan cara
mengancam akan meninggalkan Merpati Besar yang malang itu jika dia berusaha
menghalangiku bermain-main dengan anak tiriku yang sah.
Dengan kata lain, sebelum Tawaran Luar Biasa itu, aku sama tak berdayanya dengan
Adam yang berkhayal di dalam kebun apelnya pada awal penciptaan.
Dan sekarang, tulis keterangan penting berikut ini:
seniman dalam diriku telah menguasai sang lelaki terhormat.
Membutuhkan kehendak kuat agar dalam memoar ini aku bisa menyesuaikan gayanya
dengan catatan harian yang kubuat saat Nyonya Haze menjadi hambatan bagiku.
Catatan harianku tak ada lagi, tapi menjaga intonasinya telah menjadi tugas
artistikku, tak peduli betapa salah dan kejamnya semua itu terlihat di hadapanku
saat ini. Untungnya, ceritaku telah mencapai titik di mana aku bisa berhenti
mempermalukan Charlotte yang malang demi ketepatan masa lalu. Mempertimbangkan
masih ada waktu dua atau tiga jam sebelum Charlotte tiba (dan untuk menghindari
tatap muka yang akan menghancurkan impian kami yang berbeda), aku memutuskan
untuk meneleponnya di perkemahan.
Ternyata, dia sudah pergi sejam sebelumnya dan sebagai gantinya ada Lo. Kubilang
padanya dengan gemetar dan penuh rasa berkuasa atas takdir bahwa aku akan
menikahi ibunya. Aku harus mengulanginya dua kali karena sesuatu mencegahnya
memerhatikan perkataanku.
"Wow, itu bagus," katanya sambil tertawa. "Kapankah hari pernikahannya" Tunggu
sebentar ... Anak anjing itu anak anjing yang di sini menemukan kaus kakiku.
Dengar-" dan ia menambahkan bahwa ia mengira, ia akan mendapat banyak kesenangan
... Aku menyadari saat aku menutup telepon bahwa beberapa jam di perkemahan
sudah cukup untuk mengganti bayangan Humbert Humbert yang tampan dan pikiran
Lolita kecil dengan kesan baru. Tapi, apa sekarang itu masih penting" Aku akan
segera mendapatkannya kembali setelah pernikahan. "Bunga jeruk jarang layu dan
mati di kuburan," begitulah yang dikatakan seorang penyair. Tapi, aku bukan
penyair. Aku hanyalah seorang pencatat yang sangat berhati-hati.
Setelah Louise pergi, aku memeriksa kulkas dan menemukan bahwa makanan yang ada
tak menarik, lalu aku pergi ke kota membeli makanan paling berlemak yang ada.
Aku juga membeli minuman keras berkualitas dan dua atau tiga macam vitamin. Aku
lumayan yakin bahwa dengan bantuan perangsang dan kemampuan asliku, aku akan
bisa menghindari hal-hal memalukan yang bisa ditimbulkan oleh ketidakpedulianku ketika aku dirangsang untuk menunjukkan gairah yang kuat dan
tak sabaran. Lagi-lagi Humbert yang banyak akal membayangkan Charlotte seperti yang tampak
dalam khayalan khas para lelaki. Lekuk tubuhnya terlihat indah. Ini yang bisa
kukatakan tentangnya dan ia adalah kakak perempuan Lolitaku keyakinan ini
mungkin bisa kupertahankan bila saja aku tak membayangkan pinggulnya yang padat,
lututnya yang bundar, dadanya yang tumbuh sempurna, warna lehernya yang merah
muda kasar ("kasar" bila dibandingkan dengan sutra dan madu), dan selebihnya
dari hal menyedihkan dan membosankan itu: dia adalah seorang perempuan yang enak
dilihat. Matahari memendarkan bayangan bundar di rumah itu saat petang berganti malam.
Aku minum-minum. Terus menerus. Gin dan jus nanas, campuran kesukaanku, selalu
menggandakan tenagaku. Aku memutuskan untuk menyibukkan diri dengan halaman
rumah kami yang kurang terurus. Sebuah perhatian kecil. Halamannya dipenuhi
bunga dandelion dan seekor anjing yang menyebalkan aku sangat tidak menyukai
anjing telah menodai bebatuan ceper tempat sebuah jam matahari pernah berdiri di
atasnya. Sebagian besar bunga dandelion telah berubah dari matahari menjadi
bulan. Gin dan Lolita menari-nari dalam diriku, dan aku hampir tersandung kursi-
kursi lipat yang sedang kucoba pindahkan.
Ereksiku menggemakan suara seperti orang bersulang paling tidak, punyaku
terdengar begitu. Sebuah pagar tua di belakang taman memisahkan kami dan tempat sampah tetangga
dan bunga lili, tapi tak ada apa-apa di antara ujung depan halaman kami (yang
menurun sepanjang satu sisi rumah) dengan jalan. Dengan begitu aku bisa
menantikan kepulangan Charlotte (dengan seringai seseorang yang akan melakukan
tindakan hebat): gigi itu harus segera dicabut.
Seraya berjalan sempoyongan dan menghentak maju dengan alat pemotong rumput,
potongan-potongan rumput berserakan di bawah sinar matahari yang meredup, aku
mengawasi jalan. Jalan itu berliku masuk di bawah lengkungan dan bayangan
pepohonan besar, lalu menurun ke arah kami, turun, cukup tajam, melewati rumah
tua di seberang yang terbuat dari batu bata dan dipenuhi tanaman merambat dengan
halaman yang curam (lebih rapi dan halaman kami), lalu lenyap di belakang teras
depan kami yang tak bisa kulihat dari tempatku bersendawa dan bekerja dengan
riang gembira. Bunga-bunga dandelion lenyap. Getah bercampur dengan nanas.
Dua gadis kecil, Marion dan Mabel, yang belakangan kedatangan dan kepergiannya
sering kuamati (tapi siapa yang bisa menggantikan Lolitaku") pergi menuju jalan
besar. Yang satu mendorong sepeda, yang lainnya makan dari kantong kertas.
Keduanya berbicara dengan suara riang yang keras. Leslie, tukang kebun dan sopir
Nona Tua Seberang Rumah, seorang negro yang sangat menyenangkan dan atletis,
tersenyum lebar kepadaku dan jauh dan berteriak, memberi komentar dengan gerak
tubuh, bahwa aku sangat bertenaga hari ini. Anjing bodoh milik tukang loak kaya
di rumah sebelah mengejar mobil biru bukan mobil Charlotte. Yang lebih cantik di
antara kedua gadis kecil (kurasa Mabel), memakai celana pendek, rambutnya
berwarna terang gadis kecil yang menggiurkan! lari berbalik sambil meremas
kantong kertasnya dan tersembunyi dari pandangan kambing bandot ini oleh bagian
depan kediaman Tuan dan Nyonya Humbert.
Sebuah mobil station wagon muncul dari bawah bayangan dedaunan di jalan besar,
menyeret beberapa ranting pada atapnya sebelum bayangan itu melenting dan
berayun dengan kecepatan seorang idiot. Pengemudi yang mengenakan baju hangat
berpegangan pada atap mobil dengan tangan kirinya dan anjing tukang loak berlari
di sampingnya. Ada jeda penuh senyum kemudian, seiring degupan di dadaku,
kusaksikan kembalinya Sedan Biru.
Aku melihatnya meluncur menuruni bukit dan menghilang di balik sudut rumah.
Kulihat sekilas parasnya yang tenang dan pucat. Terlintas dalam pikiranku bahwa
hingga ia naik ke atas, ia tak akan tahu apakah aku telah pergi atau tidak.
Semenit kemudian, dengan raut sedih yang luar biasa di wajahnya, ia memandang ke
bawah kepadaku dari jendela kamar Lo. Dengan berlari menaiki tangga, aku
berhasil mencapai kamar itu sebelum ia meninggalkannya.
18 KETIKA SANG pengantin perempuan adalah seorang janda dan sang pengantin pria
seorang duda; saat yang pertama telah tinggal di kota kecil kami yang hebat
selama hampir dua tahun dan yang terakhir baru sekitar sebulan; kala si tuan
ingin menyelesaikan seluruh hal yang menyebalkan secepat mungkin dan si nyonya
menyerah pasrah dengan senyum penuh maklum; maka, para pembaca, pernikahan itu
adalah cerita yang "hening". Pengantin perempuan tak mengenakan tiara dan bunga
jeruk yang menahan cadarnya, juga tak membawa anggrek putih di dalam buku doa.
Anak gadis sang pengantin perempuan yang masih kecil bisa menambahkan sentuhan
yang nyata pada upacara yang menyatukan H. dan H., tapi aku tahu aku belum
berani bersikap terlalu lembut dengan Lolita yang terpojok. Dengan demikian, aku
setuju bahwa tidaklah layak menjauhkan bocah itu dan Perkemahan Q yang
dicintainya. Charlotteku yang penuh gairah dan kesepian dalam hidup kesehariannya senang
bergaul. Terlebih lagi, aku menemukan bahwa meskipun dia tidak bisa
mengendalikan hatinya atau tangisannya, ia adalah seorang perempuan yang
berprinsip. Segera setelah ia menjadi semacam gundikku, Charlotte yang baik
bertanya kepadaku tentang hubunganku dengan Tuhan. "Apakah kaupercaya pada
Tuhan?" tanya Charlotte. Aku bisa saja menjawab bahwa sejauh ini pikiranku bebas
dan terbuka soal itu, tetapi aku menyahut, "Pertanyaannya, apakah Tuhan percaya
padaku?" Seraya memandang ke bawah pada kuku-kuku jarinya, ia juga bertanya kepadaku
apakah di dalam keluargaku ada kecenderungan tertentu yang aneh. Aku
menimpalinya dengan bertanya apakah dia akan tetap mau menikahiku jika kakek
ayahku adalah, katakanlah, seorang Turki. Katanya hal itu tidak terlalu masalah,
tapi bila ternyata aku tidak percaya kepada Tuhan, dia akan bunuh diri. Dia
mengatakannya dengan begitu serius sehingga membuatku ngeri. Saat itulah
kemudian aku tahu bahwa ia adalah seorang perempuan yang berprinsip.
Oh, ia juga memiiki tata krama kelas atas: bilang "maaf kapan pun ada sedikit
sendawa yang memotong pembicaraannya, menyebut amplop sebagai ahnvelope, dan
saat berbicara dengan teman-teman perempuannya di kelompok bacanya, ia
menyebutku Tuan Humbert. Kupikir akan menyenangkan baginya kalau aku memasuki komunitas itu.
Pada hari pernikahan kami, sebuah wawancara kecil-kecilan denganku muncul dalam
Kolom Masyarakat di The Ramsdale Journal, dengan foto Charlotte, sebelah alis
matanya naik, dan kesalahan cetak pada namanya ("Hazer"). Di luar hal yang
memalukan ini, publisitas itu telah menghangatkan hatinya dan membuatnya
bergetar dengan kebahagiaan yang amat sangat. Dengan menyibukkan diri dalam
kegiatan gerejawi dan berusaha mengenal para ibu teman-teman sekolah Lo,
Charlotte dalam waktu kurang lebih dua puluh bulan telah berhasil menjadi warga
yang bisa diterima, kalau bukan yang terkemuka, tapi sebelumnya ia tidak pernah
masuk dalam rubrik itu dan akulah yang menaruhnya di sana, Tuan Edgar H. Humbert
(aku memasukkan "Edgar"
hanya untuk kesenangan saja), "penulis dan penjelajah".
Adik McCoo, saat menulisnya, bertanya kepadaku apa yang pernah kutulis. Apa pun
yang kukatakan kepadanya kemudian muncul sebagai
"beberapa buku tentang Peacock, Rainbow, dan penyair-penyair lainnya".
Ditulis juga bahwa Charlotte dan aku telah saling mengenal selama beberapa tahun
dan aku adalah saudara jauh suami pertamanya. Aku menyinggung bahwa aku pernah
memiiki hubungan dekat dengannya tiga belas tahun lalu, tapi hal ini tidak
ditulis. Aku bilang kepada Charlotte bahwa rubrik masyarakat harus mengandung
sedikit kesalahan. Mari kita lanjutkan cerita yang membuat penasaran ini. Saat diajak menikmati
peningkatan status darin seorang pengontrak menjadi kekasih, apakah aku hanya
merasa jijik. Tidak. Tuan Humbert mengakui dengan bangga daya tarik seksualnya,
kelembutan yang samar, bahkan penyesalan yang mengalir perlahan di sepanjang
belati rahasianya. Belum pernah kuberpikir bahwa Nyonya Haze yang agak
menggelikan, walaupun cukup menarik, dengan keyakinannya yang membabi buta akan
kebijakan gereja dan kelompok bacanya, tindak tanduknya yang penuh tata krama,
sikapnya yang kasar, dingin dan tak menghargai seorang anak berusia dua belas
tahun yang menawan, ternyata bisa berubah menjadi makhluk yang menyentuh dan tak
berdaya sesaat setelah aku menyentuhkan tanganku di tubuhnya di depan pintu
kamar Lolita, di mana ia mundur gemetaran sambil merintih berulang-ulang,
"Jangan, jangan ... Kumohon jangan."
Perubahan itu memperbaiki penampilannya. Senyumnya yang selalu diatur, sejak
saat itu berubah menjadi bersinar karena kasih sayang sinar lembut yang ajaibnya
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kukenali mirip dengan pandangan manis, hampa dan kabur yang ada pada diri Lo
ketika merasakan minuman campuran baru di bar, atau mengagumi pakaian-pakaian
baruku yang mahal tanpa berkata-kata. Dengan penuh ketertarikan, aku mengamati
Charlotte selagi ia bertukar cerita tentang masalah masalah orangtua dengan
perempuan-perempuan lain dan menyeringai pasrah khas perempuan (mata berputar ke
atas, mulut menurun ke samping) yang dalam bentuk kekanak kanakan pernah kulihat
dilakukan oleh Lo. Kami minum dulu sebelum masuk agar aku bisa membangkitkan bayangan bocah itu
selagi mencumbu ibunya. Ini adalah perut putih saat gadis kecilku masih menjadi
ikan mungil yang berlekuk lekuk pada tahun 1934. Rambut yang dicat dengan hati-
hati ini, begitu steril bagi indra penciuman dan perabaku, pada saat remang
remang tertentu di tempat tidur bertiang menimbulkan perasaan akan rambut
keriting Lolita. Aku terus mengatakan kepada diriku sendiri, seraya menggauli
istri baruku yang nyata dan secara biologis adalah yang paling dekat dengan
Lolita, bahwa saat seusia Lolita dia adalah anak sekolah yang sama
menggairahkannya dengan anaknya, dan begitu pula anak perempuan Lolita kelak.
Aku menyuruh istriku mengambil album foto berumur tiga puluh tahun dari bawah
tumpukan koleksi sepatu (kelihatannya Tuan Haze menyukai sepatu) agar aku bisa
melihat Lotte selagi masih kecil.
Walaupun cahayanya tidak tepat dan baju-bajunya tidak anggun, aku bisa secara
samar-samar melihat versi pertama dari bentuk kaki, tulang pipi, dan hidung
Lolita. Lottelita, Lolitchen.
Jadi, aku mengintip dari seberang pagar tanaman selama bertahun-tahun ke
jendela-jendela kecil berwarna pucat. Dan, ketika dengan bantuan cumbuan polos
yang bernafsu, dia dengan putingnya yang mengeras dan selangkangan yang ketat
menyiapkanku untuk melaksanakan tugas malamku, tetap saja tercium aroma gadis
kecil yang kucari dengan putus asa saat kususuri hutan gelap yang membusuk.
Aku tak mampu mengungkapkan kepadamu betapa lembut dan menyentuhnya istriku yang
malang itu. Di saat sarapan, di dapur yang terang membosankan, dengan hiasan
kerlap-kerlip keperakan dan kalender Hardware and Co. serta pojokan yang manis
untuk sarapan (seolah-olah itu adalah kedai kopi tempat Charlotte dan Humbert
berbisik-bisik saat masih kuliah), dia akan duduk mengenakan gaun merah, sikunya
di atas meja beralas plastik, pipinya tertopang kepalan tangannya, dan ia
memandangiku dengan kelembutan yang tak tertanggungkan selagi aku melahap daging
ham dan telurku. Wajah Humbert mungkin kejang dengan rasa sakit di sarafnya,
tapi di matanya memancar keindahan dan energi dengan matahari dan bayangan
dedaunan yang bergelombang pada kulkas putih. Baginya, sikap diamku yang
mengesalkan adalah cinta yang hening. Penghasilanku yang kecil, yang kuberikan
kepadanya hanya sebagian kecil, membuatnya terkesan sebagai kekayaan yang besar.
Bukan karena jumlah yang dimiikinya sekarang cukup untuk sebagian besar
kebutuhan kelas menengah, tapi karena uangku bahkan bersinar di matanya dengan
sihir kejantananku. Dan, ia melihat tabungan bersama kami sebagai jalan raya di tengah hari yang
memiiki keteduhan di satu sisi dan sinar matahari di sisi lain hingga ke ujung,
di mana pegunungan berwarna merah jambu tampak membayang.
Memasuki lima puluh hari hidup bersama kami, Charlotte telah memenuhinya dengan
berbagai kegiatan. Perempuan malang itu menyibukkan diri dengan sejumlah hal
yang telah sejak lama ia lepaskan atau yang tak pernah terlalu ia minati,
seolah-olah pernikahanku dengan ibu dari anak yang kucintai ini telah membuat
istriku mendapatkan kembali jiwa mudanya yang melimpah.
Dengan semangat seorang pengantin perempuan muda, dia mulai
"memegahkan rumah". Aku amat mengenali rumah itu karena aku membuat setiap
lubangnya dengan sepenuh hati sejak hari-hari saat aku dari kursiku mengintip
perjalanan Lolita memasuki rumah. Aku bahkan telah sejak lama memiiki sejenis
hubungan emosional dengan rumah itu, dengan setiap kotoran dan keburukannya, dan
sekarang aku hampir bisa merasakan keengganan benda menyedihkan yang menjadi
alas untuk menahan bak mandi berwarna cokelat muda dan merah kekuningan serta
tetek bengek yang direncanakan Charlotte terhadapnya.
Ia tak pernah sampai sejauh itu, puji Tuhan, tapi ia menghabiskan sangat banyak
tenaga untuk mencuci tirai jendela, memberi liin pada kepingan tirai Venesia,
membeli tirai-tirai baru, mengembalikannya ke toko, menggantinya dengan yang
lain, dan seterusnya, dalam terang gelapnya senyuman dan kerutan, keraguan dan
cibiran. Ia mengubah warna-warna sofa-sofa suci di mana secuil surga pernah
meledak dalam gerakan lembut di dalam diriku.
Ia menata ulang perabotan dan merasa puas saat ia menemukan dalam suatu tulisan
panjang tentang rumah tangga bahwa "memisahkan sepasang sofa dan lampu-lampu
pasangannya adalah sesuatu yang pantas." Bersama pengarang buku Rumahmu adalah
Dirimu, ia mulai menumbuhkan kebencian terhadap kursi-kursi dan meja-meja kecil
yang ramping. Ia yakin bahwa ruangan yang memiiki banyak kaca dan panel kayu
adalah contoh ruangan berjenis maskulin, sementara ruangan berjenis feminin
ditandai dengan jendela jendela yang terlihat ringan dan barang barang kayu yang
lebih ringkih. Novel novel yang kulihat sedang ia baca saat aku pindah kini diganti dengan
katalog katalog bergambar dan buku buku petunjuk merapikan rumah. Dan suatu
firma yang berlokasi di Roosevelt Blvd. 4640, Philadelphia, dia memesan "kasur
dengan 312 pegas berlapis kain linen"
untuk tempat tidur kami walaupun bagiku, yang lama kelihatannya empuk dan
lumayan kuat. Sebagai seseorang yang berasal dari Amerika bagian barat, seperti suaminya yang
telah wafat, dia belum cukup lama tinggal di Ramsdale, tempat yang bagus di
bagian timur, untuk mengenal semua orang yang menyenangkan. Ia agak mengenal
dokter gigi periang yang tinggal di puri kayu bobrok di belakang halaman kami.
Pada jamuan teh di gereja, ia bertemu dengan istri pedagang barang bekas "sok
penting" yang memiliki
"rumah gaya kolonial" berwarna putih mengerikan di pojok jalan raya.
Sesekali ia "mengobrol" dengan si nona di seberang rumah yang sudah tua. Namun,
semakin sering dia mengundang ibu-ibu tua atau mengobrol dengan mereka di
telepon perempuan-perempuan lembut seperti Nyonya Glave, Nyonya Shendan, Nyonya
McCrystal, Nyonya Knight dan lainnya makin jarang menghubungi Charlotteku yang
terabaikan. Satu satunya pasangan yang sungguh sungguh punya hubungan dekat dengannya adalah
keluarga Farlow yang baru saja kembali dari perjalanan bisnis ke Cile sehingga
bisa menghadiri pernikahan kami. Juga dengan keluarga Chatfield, McCoo, dan
beberapa lainnya (tapi bukan Nyonya Junk atau Nyonya Talbot).
John Farlow adalah seorang pedagang perlengkapan olahraga yang cukup berhasil,
berusia pertengahan, tidak banyak bicara, dan cukup atletis. Ia memiiki kantor
di Parkington, enam puluh kilometer dan sini. Ia pula yang memberiku sarung
untuk pistol Colt itu dan menunjukkan kepadaku cara menggunakannya saat
berjalan-jalan di hutan pada suatu hari Minggu. Ia merangkap seorang pengacara
paruh waktu yang telah menangani beberapa urusan Charlotte.
Jean, istrinya yang kelihatan muda (dan sepupu dekat), adalah seorang gadis
bertungkai panjang dengan kacamata bergaya Harlequin dengan sepasang buah dada
yang montok dan mulut besar yang merah.
Ia melukis pemandangan dan foto dan aku pernah memuji lukisan kemenakan
perempuannya yang dia buat, yaitu lukisan Rosaline Honeck kecil berseragam
Pramuka dengan baret hijau dan rambut keriting sebahu yang menawan. Saat itu
John menyingkirkan pipanya, lalu berkata bahwa sungguh menyedihkan Dolly
(Dolitaku) dan Rosaline saling mengejek di sekolah. Namun, kami semua berharap
mereka akan lebih akur sepulang dari perkemahan itu.
Kami membicarakan sekolah. Sekolah ada kelemahan dan kebaikannya. "Ya,
kebanyakan pedagang di sini adalah orang Italia," kata John, "tapi setidaknya
kita masih kebagian-" "Kuharap," aku memotong perkataan Jean dengan tertawa,
"Dolly dan Rosaline menghabiskan liburan musim panas bersama." Tiba tiba saja
aku membayangkan Lo kembali dan perkemahan kulitnya kecokelatan, sikapnya
hangat, dan tubuhnya letih dan aku nyaris menangis karena amukan nafsu dan
ketidaksabaran. 19 BEBERAPA KATA lagi tentang Nyonya Humbert selagi situasi masih baik (kecelakaan
yang buruk akan segera terjadi). Aku selalu menyadari sifat posesif dalam
dirinya, tapi aku tidak pernah menyangka ia bisa dengan gilanya begitu
mencemburui apa pun dalam hidupku yang bukan dirinya.
Ia menunjukkan rasa ingin tahu yang kuat dan tiada habisnya tentang masa laluku.
Ia menginginkan aku menghidupkan kembali semua cinta masa laluku, jadi ia bisa
membuatku menghina mereka, menginjaknya, menghanguskannya secara total, dan
dengan demikian menghancurkan masa laluku.
Ia memaksaku menceritakan kepadanya tentang pernikahanku dengan Valeria. Aku
juga harus menemukan, atau menambahi, rangkaian panjang mantan kekasih untuk
hiburan Charlotte. Untuk membuatnya senang, aku harus menunjukkan kepadanya
katalog bergambar tentang mantan mantan kekasih itu. Semua dibeda bedakan
berdasarkan aturan periklanan Amerika di mana anak-anak sekolah digambarkan
dalam ras yang samar, dengan seorang bocah lelaki kecil berkulit kecokelatan dan
bermata bundar, hampir di tengah barisan depan. Jadi, aku menampilkan perempuan-
perempuanku, menyuruh mereka tersenyum dan melenggang si pirang yang pemalas, si
rambut cokelat yang pemarah, si rambut tembaga yang sensual seperti dalam pawai
di dalam sebuah rumah bordil.
Semakin bosan aku membuatnya, Nyonya Humbert kian puas dengan pertunjukan itu.
Belum pernah dalam hidupku aku membuat atau menerima begitu banyak pengakuan.
Dia membahas apa yang dia sebut sebagai
"kehidupan percintaannya", mulai dari cumbuan pertama hingga perkawinan, yang
secara etis sangat kontras dengan cerita karanganku, tapi secara teknis keduanya
cocok karena dipengaruhi oleh hal-hal yang sama (opera sabun, psikoanalisis, dan
novel-novel murahan). Aku untuk menggambarkan
karakter-karakterku dan dia untuk cara pengungkapannya. Aku bisa dibilang senang dengan kebiasaan seksual tertentu
Harold Haze berdasarkan kisah Charlotte yang menganggap bahwa kesenanganku tidak
benar. Jika tidak, otobiografinya akan kurang menarik seperti otopsinya kelak.
Aku tidak pernah melihat perempuan yang lebih sehat darinya, di luar diet
pelangsingan tubuhnya. Ia jarang berbicara tentang Lolitaku lebih jarang daripada berbicara tentang
bayi lelaki pirang yang fotonya menghalangi segala hal lain untuk penghias kamar
tidur kami yang hampa. Dalam salah satu khayalannya yang hambar, dia meramalkan
bahwa jiwa bayi yang telah meninggal itu akan kembali ke bumi dalam bentuk anak
yang akan ia kandung di dalam pernikahannya denganku.
Walaupun aku tidak merasakan kebutuhan mendesak untuk melanjutkan garis
keturunan Humbert dengan tiruan produksi Harold (Lolita, dengan ketegangan yang
berkaitan dengan inses, telah mulai kuanggap sebagai anakku), terlintas dalam
pikiranku bahwa saat persalinan yang panjang, dengan operasi Caesar dan berbagai
kerumitan dalam ruang bersalin pada suatu saat di musim semi berikutnya, akan
memberiku kesempatan untuk berduaan saja dengan Lolitaku, mungkin selama
berminggu minggu dan mencekoki gadis kecil tak berdaya yang menggairahkan itu
dengan pil tidur. Oh, dia membenci anak perempuannya! Yang kurasa sangat kejam adalah dia telah
berusaha dengan rajin menjawab lembaran pertanyaan dalam sebuah buku bodoh
terbitan Chicago miliknya (Petunjuk.
Perkembangan Anak Anda). Proses panjang yang rumit itu berjalan tahun demi
tahun, dan sang ibu harus mengisi semacam inventarisasi di setiap hari ulang
tahun anaknya. Pada hari ulang tahun Lo yang kedua belas, 1 Januari 1947, Charlotte Haze binti
Becker telah menggaris bawahi sifat-sifat berikut ini, sepuluh dari empat puluh
sifat, di bawah judul "Kepribadian Anak Anda": agresif, berisik, suka mencela,
tidak bisa dipercaya, tidak sabaran, mudah tersinggung, penuh rasa ingin tahu,
tidak bersemangat, selalu berpikiran negatif (digaris bawahi dua kali), dan
keras kepala. Ia telah mengabaikan tiga puluh kata sifat sisanya yang di
antaranya adalah periang, bisa bekerja sama, bersemangat, dan seterusnya. Itu
sungguh bikin gila. Dengan kekejaman yang dalam situasi lain tidak pernah muncul dalam sifat lembut
istriku yang penyayang, dia menyerang dan membuang barang barang kecil milik Lo
yang bertebaran di berbagai bagian rumah hingga membeku di sana seperti kelinci-
kelinci mungil yang dihipnotis. Perempuan baik itu tak bermimpi bahwa pada suatu
pagi, ketika perut yang sakit (akibat usahaku menyesuaikan diri dengan saus
masakannya) menghalangiku untuk menemaninya ke gereja, aku mengkhianatinya
dengan menggunakan salah satu gelang kaki Lolita.
Lalu, betapa buruk sikapnya terhadap surat surat kekasihku!
Mami dan Hummy tersayang,
Kuharap kalian baik-baik saja. Terima kasih banyak atas kiriman permennya. Aku
[dicoret dan ditulis lagi] kehilangan baju hangat baruku di hutan. Di sini
dingin selama beberapa hari terakhir ini. Aku saat menyenangkan. Salam sayang.
Dolly "Anak bodoh itu," kata Nyonya Humbert, "telah melewatkan kata
'mengalami' sebelum 'saat'. Baju hangat mahal itu terbuat dari bahan wol murni
dan kuharap kau tidak mengiriminya lagi permen tanpa meminta pendapatku."
20 ADA DANAU di tengah hutan (Danau Hourglass - begitulah kupikir ejaannya) beberapa
kilometer dari Ramsdale dan ada satu minggu di akhir bulan Juli di mana cuaca
sangat panas dan kami naik mobil ke sana setiap hari. Aku merasa wajib
menggambarkan beberapa perincian yang melelahkan dalam acara renang terakhir
kami pada suatu Selasa pagi yang bernuansa tropis.
Kami meninggalkan mobil di pelataran parkir yang tidak jauh dari jalanan dan
berjalan menuruni jalan pintas setapak melalui hutan pinus ke danau. Charlotte
mengomentari bahwa Jean Farlow, dalam pencariannya untuk mendapatkan efek cahaya
yang langka (Jean mengikuti aliran lukisan zaman dulu), melihat Leslie
menceburkan diri ke dalam danau (seperti yang John bilang) pukul lima pagi hari
Minggu lalu. "Airnya pasti lumayan dingin," ujarku.
"Bukan itu intinya," kata perempuan logis itu. "Ia tidak normal, kau tahu itu.
Dan," ia melanjutkan (dengan merangkai kata secara hati-hati seperti bila mulai
menguliahiku tentang kesehatanku), "aku punya perasaan kuat bahwa Louise sedang
jatuh cinta dengan manusia tolol itu."
Perasaan. "Kami merasa bahwa Dolly kurang belajar dengan baik"
dan sebagainya (dari rapor sekolah lama). Suami istri Humbert terus berjalan,
memakai sandal dan jubah mandi.
"Tahukah kau, Hum, aku punya satu impian yang sangat ambisius,"
ucap Nyonya Hum sambil merendahkan kepalanya - malu akan impian itu - dan menyatu
dengan tanah berwarna kuning kecokelatan. "Aku ingin sekali mendapatkan pembantu
perempuan yang benar-benar terlatih seperti perempuan Jerman yang dibicarakan
keluarga Talbot dan dia tinggal di rumah kita."
"Tidak ada kamar," kataku.
"Ayolah, Sayang," katanya dengan senyum penuh teka-teki, "tentu kau meremehkan
kemungkinan kemungkinan yang ada di rumah kita.
Kita akan menaruhnya di kamar Lo. Lagi pula aku bermaksud membuat kamar tidur
tamu di ruangan itu. Itu kamar paling dingin dan paling kejam di seluruh rumah."
"Apa yang kaubicarakan?" tanyaku, kulit di tulang pipiku menegang (ini terjadi
hanya karena kulit anak perempuanku mengalami hal yang sama saat ia merasa tak
percaya, jijik, atau tersinggung).
"Apakah kau terganggu dengan hubungan romantis?" tanya istriku - yang menyiratkan
penyerahan pertamanya. "Tentu saja tidak," kataku. "Aku hanya penasaran, di mana kau akan menaruh
anakmu kalau ada tamu atau pembantu."
"Ah," kata Nyonya Humbert sambil tersenyum dan mendesahkan kata "Ah" terus
menerus dengan mengangkat satu alis dan menarik napas dengan lembut. "Lo kecil
sayangnya tidak termasuk dalam rencana sama sekali. Lo kecil dan perkemahan itu
akan langsung masuk ke sekolah asrama yang bagus dengan disiplin keras dan
pendidikan agama yang kuat. Sehabis itu - Kampus Beardsley. Semuanya sudah
direncanakan. Kau tidak perlu cemas." Dia meneruskan bahwa dia, Nyonya Humbert, akan membuang
kebiasaan malasnya dan menulis surat kepada adik Nona Phalen yang mengajar di
St. Algebra. Danau yang berkilauan terbayang. Kubilang, aku lupa membawa
kacamata hitamku yang tertinggal di mobil dan akan menyusulnya.
Aku selalu berpikir bahwa memelintir tangan seseorang hanyalah sebuah gerakan
khayalan - mungkin efek yang tidak jelas dari ritual zaman pertengahan. Namun,
saat aku melewati pepohonan untuk menemukan ketenangan dalam keputusasaan,
itulah gerakan yang paling dekat dengan ekspresi bisu suasana hatiku ("Tuhan,
lihatlah rantai-rantai ini!").
Andai Charlotte adalah Valeria, aku sudah tahu bagaimana menangani situasi
seperti itu, dan "menangani" adalah kata yang kuinginkan. Di masa lampau, dengan
sedikit saja memuntir pergelangan tangan Valeria gendut yang rapuh (yang
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terkilir saat jatuh dari sepeda), aku bisa mengubah pikirannya dalam sekejap.
Namun, apa pun yang berkaitan dengan Charlotte tidak terbayangkan bagiku.
Charlotte yang dingin membuatku ngeri. Impianku untuk mengendalikannya melalui
gairahnya terhadapku benar-benar salah. Aku tak berani melakukan apa pun yang
bisa merusak cCitraku yang telah dia harapkan untuk dia cintai.
Aku merayunya saat dia bersikap buruk terhadap kekasih kecilku, dan gaya merayu
itu masih tetap mewarnai sikapku terhadapnya. Satu satunya kartu as yang
kupegang adalah ketakpeduliannya terhadap cintaku yang sangat besar terhadap
Lolita. Dia terganggu dengan kenyataan bahwa Lo menyukaiku, tapi perasaan tidak
bisa ditebaknya. Kepada Valeria, aku mungkin akan berkata, "Hai, Kau, perempuan gendut bodoh,
akulah yang memutuskan apa yang baik bagi Dolores Humbert." Kepada Charlotte,
aku bahkan tidak bisa berkata (dengan ketenangan yang dipaksakan), "Maaf,
Sayangku, aku tidak setuju. Ayo kita beri anak itu kesempatan sekali lagi.
Izinkan aku menjadi guru pribadinya selama setahun. Kau sendiri pernah bilang
kepadaku-" Kenyataannya, aku tidak bisa bilang apa-apa kepada Charlotte tentang anak itu.
Oh, kau tak akan bisa membayangkan (seperti aku tak pernah bisa membayangkan)
seperti apa perempuan perempuan teguh pendirian ini! Charlotte, yang tidak
menyadari kepalsuan semua tata krama sehari-hari, makanan, buku-buku, dan orang-
orang yang dia percayai, akan langsung mengenali nada suara palsu dalam kalimat
apapun yang akan kukatakan agar Lo tetap dekat denganku. Dia bagaikan seorang
musisi yang barangkali seseorang yang amat kasar, kurang luwes dan tak bercita
rasa dalam kehidupan sehari-hari, tetapi bisa mendengar sebuah nada yang salah
dalam alunan musik dengan sangat tepat.
Untuk mematahkan niat Charlotte, aku harus mematahkan hatinya.
Namun, kalau aku mematahkan hatinya, citraku di hadapannya akan hancur juga.
Kalau aku bilang: "Biar kuurus Lolita dan kau diam saja, atau kita pisah
sekalian," dia akan menjadi sepucat perempuan dalam kaca yang berembun dan
dengan perlahan menjawab: "Baiklah, apa pun yang kau tambahi atau kurangi, ini
adalah akhir hubungan kita." Dan, berakhirlah semuanya.
Seperti itulah kekacauannya. Aku ingat saat sampai di pelataran parkir aku
memompa setangkup air rasa karat dan meminumnya dengan penuh semangat seolah
olah air itu bisa memberiku sihir kebijakan, kemudaan, kebebasan, dan seorang
gundik kecil. Untuk sesaat, dengan jubah ungu dan tumit lunglai, aku duduk di
ujung salah satu meja yang kasar, di bawah pepohonan cemara yang bergoyang.
Dalam jarak sedang dariku, dua bocah perempuan mungil bercelana pendek keluar
dari sebuah toilet bertuliskan "Perempuan".
Mabel (atau pemeran pengganti Mabel), yang sedang sibuk mengunyah permen karet,
melupakan hal-hal lainnya dan menaiki sepedanya.
Sementara itu, Marion, yang mengibaskan rambutnya karena ada lalat, diam di
belakang dengan kaki terkangkang lebar. Mereka secara perlahan, tanpa sadar,
berbaur dengan cahaya dan bayang bayang.
Lolita! Ayah dan anak perempuan melebur dengan pepohonan ini! Jalan keluar
alamiah adalah dengan melenyapkan Nyonya Humbert. Tapi, bagaimana caranya"
Tidak ada orang yang bisa melaksanakan pembunuhan yang sempurna. Hanya
kesempatan yang bisa membantu melakukannya. Ada sebuah pembunuhan terkenal atas
Nyonya Lacour di Aries, Prancis Selatan, pada akhir abad lalu. Seorang tak
dikenal yang berjenggot dan tinggi badannya enam kaki, yang belakangan diduga
sebagai kekasih rahasia nyonya itu, berjalan ke arahnya di jalan yang ramai,
segera setelah pernikahannya dengan Kolonel Lacour, dan membacok punggungnya
tiga kali selagi kolonel itu, seorang pria berperawakan kecil, bergelayutan di
lengan pembunuh itu. Karena suatu kebetulan yang ajaib, tepat pada saat si pelaku sedang berusaha
melepaskan rahang si suami yang marah (selagi beberapa orang yang menonton mulai
mendekat), seorang Italia di rumah terdekat dan tempat kejadian secara tidak
sengaja meledakkan semacam bahan peledak dan dalam sekejap jalanan itu berubah
menjadi kacau dipenuhi asap, bata-bata yang berjatuhan, dan orang-orang yang
berlarian. Ledakan itu tidak melukai satu orang pun (kecuali bahwa ledakan itu
membuat Kolonel Lacour pingsan), tapi kekasih si nyonya yang penuh dendam itu
ikut berlari saat orang orang berlarian - dan hidup bahagia untuk selamanya.
Tapi, lihatlah apa yang terjadi saat si pelaku itu sendiri merencanakan pelarian
yang sempurna. Aku berjalan ke Danau Hourglass. Tempat kami dan beberapa pasangan "yang
menyenangkan" lainnya (pasangan Farlow dan Chatfield) biasa mandi adalah sejenis
gua kecil. Charlotteku menyukainya karena itu hampir seperti "pantai pribadi".
Fasilitas pemandian utamanya (atau
"fasilitas penenggelaman" seperti yang sekali waktu pernah disebutkan oleh The
Ramsdale Journal) ada di bagian kiri (timur) danau dan tak bisa dilihat dari gua
kecil kami. Di sebelah kanan kami, pepohonan cemara akan segera memberi jalan
bagi lekukan tanah basah yang berkelok kembali masuk ke dalam hutan di sisi yang
berlawanan. Aku duduk di samping istriku tanpa suara hingga ia memulai.
"Bisakah kita mencemplung sekarang?" tanyanya.
"Sebentar lagi. Biarkan aku menyelesaikan apa yang sedang kupikirkan."
Aku berpikir. Lebih dari satu menit telah berlalu.
"Ayolah." "Apakah aku ada dalam pikiranmu?"
"Tentu saja." "Kuharap begitu," kata Charlotte sambil memasuki perairan. Air segera mencapai
pinggul besarnya. Kemudian, dengan tangan direntangkan, mulut tertutup rapat-
rapat, wajah yang datar dengan kepala tertutup topi karet hitam, Charlotte
mengayunkan dirinya ke depan diikuti percikan air yang dahsyat.
Dengan perlahan kami berenang menuju kilau danau itu.
Di tepi yang berseberangan, paling tidak seribu langkah jauhnya (kalau orang
bisa berjalan di atas air), aku bisa mengenali sosok-sosok mungil dua orang yang
bekerja seperti berang-berang di sepanjang pantai. Aku tahu persis siapa mereka:
seorang pensiunan polisi keturunan Polandia dan pensiunan tukang ledeng yang
memiiki sebagian besar pepohonan di sisi danau itu. Dan aku juga tahu, mereka
turut serta dalam pembangunan sebuah dermaga hanya untuk kesenangan yang
menyedihkan. Ketukan-ketukan yang sampai ke telinga kami sepertinya jauh lebih
nyaring daripada yang bisa terdengar dari perkakas orang-orang cebol itu.
Garis pendek pasir putih pantai "kami" - dari mana sekarang ini kami telah menjauh
untuk mencapai perairan dalam - lengang di pagi hari kerja. Tiada siapa pun di
sekitarnya kecuali sosok sosok mungil yang sibuk di sisi seberang dan sebuah
pesawat pribadi berwarna merah gelap yang berdengung di atas kepala kemudian
lenyap di langit biru. Semua itu benar benar sempurna untuk sebuah pembunuhan
yang cepat dan singkat, dan inilah intinya: penegak hukum dan tukang air itu
cukup dekat untuk menyaksikan suatu kecelakaan dan cukup jauh untuk mengamati
sebuah tindakan kriminal. Mereka cukup dekat untuk mendengar seseorang yang
sedang mandi terganggu, terbanting-banting dan berteriak memanggil orang agar
datang dan membantunya menyelamatkan istrinya yang tenggelam. Namun, mereka
terlalu jauh untuk mengetahui bahwa perenang yang terganggu itu sedang menginjak
istrinya di dalam air. Aku belum sampai di tahap itu. Aku hanya ingin mengungkapkan betapa mudahnya
tindakan itu dan alangkah sempurna keadaannya!
Jadi, di sanalah Charlotte berenang dengan kepatuhan yang memalukan (dia seekor
putri duyung yang sungguh tak istimewa), tapi bukannya tanpa kesenangan yang
menyedihkan (bukankah duyung jantannya ada di sampingnya"). Jelas kuingat warna
putih berkilat di wajahnya yang basah dan bibirnya yang pucat, dahinya yang
menonjol, topi hitamnya yang ketat, dan leher basahnya yang montok.
Aku tahu yang harus kulakukan hanyalah mengikutinya, menarik napas panjang,
kemudian merenggut pergelangan kakinya dan dengan cepat menyelam menyeret mayat
mangsaku. Kubilang mayat karena rasa rasa kaget, panik dan kurangnya pengalaman
akan menyebabkan dia langsung menghirup seliter air danau yang mematikan selagi
aku akan bisa bertahan selama paling tidak semenit penuh dengan mata terbuka di
dalam air. Gerakan tubuh yang fatal berlalu seperti buntut bintang jatuh
melintasi kegelapan kejahatan yang direncanakan dengan baik. Itu seperti tarian
balet tanpa suara yang menakutkan. Sang penari pria memegang kaki penari balet
wanita dan bergerak cepat melewati senja yang basah. Aku mungkin akan muncul
untuk mengambil semulut penuh udara sembari tetap menahannya, lalu menyelam
lagi, sesering yang dibutuhkan. Hanya ketika dia sudah tamat riwayatnya, baru
aku mengizinkan diriku berteriak memanggil bantuan.
Ketika sekitar dua puluh menit kemudian kedua boneka itu akhirnya sampai dengan
menggunakan perahu dayung, Nyonya Humbert yang malang, korban kram atau gagal
jantung, atau keduanya, telah berdiri di atas kepalanya dalam lumpur kehitaman,
sekitar tiga puluh kaki di bawah permukaan Danau Hourglass yang tersenyum.
Sederhana, bukan" Tapi, ketahuilah - aku tidak bisa membuat diriku melakukannya!
Dia berenang di sisiku, seekor anjing laut yang bisa dipercaya dan kikuk, serta
sebuah suara berteriak penuh semangat di telingaku: Sekarang saatnya! Tapi, aku
tidak bisa melakukannya! Dalam keheningan aku berbalik ke arah pantai dan dengan patuh dia juga berbalik.
Tetap saja iblis meneriakkan godaannya dan tetap saja aku tak bisa membuat
diriku menenggelamkan makhluk malang dan bertubuh besar itu. Teriakan itu
bertambah jauh dan sayup seiring aku menyadari fakta yang menyedihkan bahwa
entah esok atau lusa, entah siang atau malam, tak akan mampu aku membunuhnya.
Oh, bisa kubayangkan diriku menampar dada Valeria atau menyakitinya - dan aku bisa
melihat diriku, tak kurang jelasnya, menembak bawah perut kekasihnya hingga ia
memekik "Ah!" dan terduduk lemas. Namun, aku tak bisa membunuh Charlotte -
terutama saat segala hal amat memungkinkan seperti pagi yang menyedihkan itu.
Kalau aku menangkap kakinya yang menendang nendang dengan kuat, kalau aku
melihat pandangan kagetnya, kalau aku mendengar suaranya yang buruk, kalau aku
tetap meneruskan pengalaman tak menyenangkan itu, sukmanya akan menghantuiku
seumur hidup. Kalau saja saat itu tahun 1447, bukan 1947, mungkin aku sudah mengkhianati sifat
lembutku dengan memberinya racun klasik dari batu agate yang berlubang, ramuan
kematian yang lembut. Namun, dalam era kelas menengah kami yang penuh rasa ingin
tahu, hal itu tak akan terjadi seperti di istana istana masa lampau. Di masa
kini kita harus menjadi seorang ilmuwan kalau mau menjadi seorang pembunuh.
Tidak, tidak, aku bukan dua duanya.
Para juri yang terhormat, sebagian besar pelaku tindak pidana seksual yang
menghasratkan hubungan dengan bocah perempuan yang bersifat badaniah, tapi tidak
selalu harus bersanggama adalah orang-orang asing yang tak berbahaya, tidak
mahir, pasif dan penakut. Mereka hanya meminta agar masyarakat membiarkan mereka
menjalankan perilaku mereka yang hampir tak berbahaya, tapi dianggap menyimpang
secara seksual tanpa polisi dan masyarakat harus menindaknya.
Kami bukan penjahat kelamin! Kami tidak memerkosa seperti yang dilakukan para
tentara. Kami adalah orang-orang yang tak bahagia, lembut, dan cukup mampu
mengendalikan dorongan nafsu kami di hadapan orang dewasa, tapi rela memberikan
bertahun-tahun dalam kehidupan untuk satu kesempatan menyentuh seorang gadis
kecil yang menggairahkan. Sesungguhnya, kami bukanlah pembunuh. Penyair tak
pernah membunuh. Oh, Charlotte yang malang, jangan membenciku dalam surga
abadimu di antara persenyawaan aspal, karet, besi dan batu yang abadi - tapi
syukurlah, bukan air, bukan air!
Aku berbicara apa adanya. Dan kini, tibalah saatnya menyampaikan pelajaran moral
dari kisah kejahatanku yang sempurna itu.
Kami duduk di atas handuk di bawah siraman sinar matahari. Dia melihat
sekeliling, melonggarkan kutangnya, dan tengkurap untuk memberi kesempatan
punggungnya berjemur. Dia bilang, dia mencintaiku. Dia menghela napas dalam
dalam, lalu mengulurkan satu tangan dan merogoh kantong jubahnya untuk mengambil
rokok. Dia duduk dan merokok. Dia memeriksa bahu kanannya. Kemudian dia
menghujamku dengan ciuman dan mulutnya yang terbuka dan berasap.
Tiba-tiba, di hamparan pasir di belakang kami, dari bawah semak-semak dan rimbun
pohon-pohon cemara, sebongkah batu berguling, disusul yang lainnya.
"Bocah-bocah tukang mengintip yang menjijikkan," dengus Charlotte sambil
mengangkat kutang besarnya menutupi buah dadanya dan tengkurap lagi. "Aku harus
membicarakannya dengan Peter Krestovski."
Terdengar bunyi gemerisik, suara langkah kaki, dan Jean Farlow berderap turun
membawa penopang kanvasnya dan berbagai barang.
"Kau membuat kami takut," kata Charlotte.
Jean bilang dia dari tadi ada di atas sana, dalam tempat persembunyian di antara
kehijauan, memata matai alam (mata-mata biasanya ditembak), berusaha
menyelesaikan lukisan pemandangan danau, tapi hasilnya tidak bagus karena ia
merasa tidak berbakat (yang memang cukup benar)-"Apakah kau pernah mencoba
melukis, Humbert?" Charlotte, yang sedikit merasa cemburu kepada Jean, ingin tahu apakah John akan
datang. John akan datang. Hari ini ia pulang untuk makan siang. Ia telah menurunkan Jean
dalam perjalanan menuju Parkington dan seharusnya menjemputnya sewaktu waktu.
Ini adalah pagi yang mengesankan. Ia selalu merasa seperti seorang pengkhianat
bagi Cavall dan Melampus karena membiarkan mereka terikat pada hari-hari yang
indah seperti ini. Jean lalu duduk di atas pasir putih di antara Charlotte dan aku. Dia mengenakan
celana pendek. Sepasang kaki panjangnya yang kecokelatan kurang lebih sama
menariknya bagiku seperti kaki kuda betina yang berwarna cokelat kemerahan. Dia
memperlihatkan gusinya saat tersenyum.
"Aku hampir melukis kalian berdua di dalam danauku," katanya.
"Aku bahkan melihat sesuatu yang kau tidak sadari. Kau [menunjuk Humbert]
memakai jam tanganmu sewaktu berenang. Ya, kau memakainya."
"Itu jam tangan kedap air," kata Charlotte dengan lembut, seakana-kan menirukan
mulut ikan. Jean menarik pergelangan tanganku, menaruhnya di lututnya, dan mengamati arloji
hadiah dari Charlotte, kemudian mengembalikan tanganku ke atas pasir dengan
telapak tangan menghadap ke atas.
"Kau bisa melihat apa pun dengan cara seperti itu," komentar Charlotte dengan
gaya menggoda. Jean menghela napas. Dia berkata, "Sekali waktu aku melihat dua orang anak,
lelaki dan perempuan, sedang bercinta saat matahari terbenam, tepat di sini.
Bayangan mereka sangat besar. Dan, aku sudah menceritakan
kepadamu tentang Tuan Tomson saat fajar. Mudahmudahan lain kali aku melihat Ivor tua yang gendut. Ia benar-benar aneh.
Terakhir kali bertemu, ia menceritakan kepadaku kisah tak senonoh tentang
kemenakan perempuannya. Kelihatannya-"
"Hai, semuanya," sapa John.
21 KEBIASAANKU UNTUK diam saat sedang kesal atau lebih tepatnya sikap dingin dan
menusuk dan kekesalanku yang hening, dulu membuat Valeria takut bukan kepalang.
Ia biasanya terisak dan merintih sambil berkata,
" Ce qui me rend folle, c'est que je ne sais a quoi tu penses quand tu es comme
ca. "24 Aku berusaha mendiamkan Charlotte - tapi dia terus berkicau atau mengusap daguku.
Betapa perempuan yang sulit dipercaya! Aku mau kembali ke kamarku yang
terdahulu, yang sekarang menjadi "ruang kerja", dan bergumam bahwa pada akhirnya
aku harus menulis puisi yang telah kupelajari, tetapi Charlotte yang riang terus
mempercantik rumah, mengoceh di telepon dan menulis surat. Dari jendelaku,
menembus dedaunan pohon poplar yang berkilau dan bergoyang, aku bisa melihatnya
menyeberangi jalan dan dengan gembira mengirimkan suratnya kepada adik Nona
Phalen. Minggu yang dipenuhi curahan hujan dan bayangan berserakan yang berlalu sejak
kunjungan terakhir kami ke Danau Hourglass adalah salah satu yang paling
menyedihkan yang bisa kuingat. Lalu datanglah dua atau tiga cercah cahaya
harapan - sebelum munculnya sinar matahari yang paling terang.
Terlintas dalam diriku bahwa aku memiiki otak yang bagus, yang bekerja secara
teratur dan bahwa aku mungkin bisa menggunakannya.
Kalau aku tidak berani mencampuri rencana istriku untuk anak perempuannya, aku
tentunya bisa menemukan beberapa cara umum untuk menyatakan diriku dengan cara
biasa, yang nantinya bisa diarahkan menuju kesempatan khusus. Pada suatu malam,
Charlotte sendiri yang memberiku sebuah pembukaan.
"Aku punya kejutan untukmu," katanya sambil memandangku dengan penuh kasih
sayang, melewati sesendok sup. "Di musim gugur kita berdua akan pergi ke
Inggris." Aku menelan sesendok penuh sup, melap bibirku dengan kertas berwarna merah jambu
dan berkata, "Aku juga punya kejutan untukmu, Sayangku. Kita berdua tidak akan
pergi ke Inggris." "Kenapa, apa masalahnya?" katanya, sambil menatap dengan rasa kaget yang lebih
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
daripada yang kuperhitungkan - tanganku (aku secara tak sadar melipat, merobek,
meremas, dan mengoyak serbet merah jambu yang tak berdosa itu lagi). Bagaimana
pun, wajahku yang tersenyum menenangkan dirinya.
"Masalahnya cukup sederhana," jawabku. "Bahkan, di dalam rumah tangga yang
paling harmonis sekalipun, seperti rumah tangga kita, tidak semua keputusan
diambil oleh si perempuan. Ada hal-hal tertentu di mana si suami yang
memutuskan. Aku bisa membayangkan dengan baik ketegangan yang akan kau - seorang
perempuan Amerika yang sehat - 24 Sikapmu membuatku gila. karena aku tak tahu apa
yang kaupikirkan saat kau sedang begitu (catatan penerjemah).
alami saat menyeberangi Samudra Atlantik di kapal yang sama dengan Nyonya Bumble
- atau Sam Bumble, Raja Daging Beku, atau seorang pelacur Hollywood. Dan, aku tak
meragukan bahwa kau dan aku akan menjadi iklan yang bagus bagi agen perjalanan
sewaktu digambarkan sedang memandang - kau, dengan mata berbinar-binar; aku,
sambil mengendalikan kekagumanku yang diiringi rasa iri - Palace Sentries, atau
Scarlet Guards, atau Beaver Eaters, atau apa pun sebutannya. Tapi, aku alergi
dengan Eropa, termasuk Inggris yang tua. Seperti yang kauketahui dengan baik,
aku tak memiiki apa pun selain keterkaitan yang sangat menyedihkan dengan dunia
tua yang membusuk itu. Tak ada iklan berwarna dalam majalah-majalahmu yang akan
mengubah keadaannya."
"Sayangku," kata Charlotte. "Aku sungguh-sungguh-"
"Tidak, tunggu sebentar. Masalah yang sekarang masih berkaitan, tapi tidak
terlalu penting. Aku lebih memikirkan perkembangan yang umum. Waktu kau ingin
aku menghabiskan siang hariku berjemur di danau daripada melakukan pekerjaanku,
aku merelakannya dengan senang hati dan menjadi seorang lelaki berkulit
kecokelatan demi kepentinganmu, alih-alih tetap menjadi seorang ilmuwan dan,
yah, seorang pendidik. Waktu kau mengarahkanku untuk bermain bridge dan minum
bourbon dengan keluarga Farlow, aku mengikuti dengan patuh.
Tidak, tunggu dulu. Waktu kau menghias rumahmu, aku tak mencampuri rencanamu.
Waktu kau memutuskan segala macam hal, aku mungkin sepenuhnya atau, katakanlah,
sebagian tidak setuju - tapi aku tidak mengatakan apa-apa. Aku mengabaikan hal-hal
yang rinci. Tapi, aku tidak bisa mengabaikan hal-hal yang umum. Aku senang
diperintah olehmu, tapi setiap permainan ada aturannya. Aku bukan banci. Jangan
lakukan itu. Aku setengah dari rumah tangga dan memiliki suara yang mungkin
kecil, tapi jelas terdengar."
Ia mendekat ke sisiku, berlutut, menggelengkan kepalanya dengan perlahan, tapi
sangat bertenaga, dan mencakari celana panjangku. Ia bilang, ia tidak pernah
menyadarinya. Ia bilang aku adalah penguasa dan dewanya. Ia bilang Louise telah
pergi dan marilah kita segera bercinta. Ia bilang aku harus memaafkannya atau ia
akan mati. Kejadian kecil ini membuatku sangat bahagia. Aku pelan-pelan mengatakan
kepadanya bahwa ini bukan persoalan meminta maaf, melainkan mengubah cara
seseorang bersikap. Tekadku sudah bulat untuk mempertaruhkan keberuntunganku dan
menghabiskan banyak waktu menyendiri, terpisah darinya, dan mengerjakan bukuku -
atau paling tidak berpura-pura mengerjakannya.
"Ranjang ruang kerja" di kamarku yang sebelumnya telah lama diubah menjadi sofa
yang merupakan aslinya dan Charlotte telah memperingatkanku sejak awal kehidupan
bersama kami bahwa secara bertahap ruangan itu akan diubah menjadi "ruang
menulis". Beberapa hari setelah Peristiwa Inggris itu, aku sedang duduk di
sebuah kursi santai baru yang sangat nyaman dengan sebuah buku besar di
pangkuanku ketika Charlotte mengetuk ngetuk dengan jari manisnya dan melangkah
masuk dengan santai. Betapa berbedanya gerakannya dengan gerakan Lolitaku saat dia menghampiriku
Kisah Membunuh Naga 5 Pendekar Pulau Neraka 11 Bunga Dalam Lumpur Pahlawan Harapan 6
mengasyikkan. Sabtu. Sudah beberapa hari aku membiarkan pintu terbuka sedikit saat aku menulis
di dalam kamarku. Namun, baru hari ini perangkap itu berhasil. Dengan berpura-
pura gelisah, menyeret-nyeret kaki, seakan-akan hendak pergi - untuk menutupi rasa
malunya karena mengunjungiku tanpa diundang - Lo masuk ke kamarku. Setelah
berputar-putar, dia menjadi tertarik pada lengkungan-lengkungan buruk yang
kutuliskan pada sehelai kertas. Oh, tidak, itu bukan hasil upaya membuat puisi
yang diilhami jeda antara dua paragraf. Itu tulisan bergaya huruf hieroglif
Mesir yang mengerikan tentang gairah terlarangku (yang tak mampu dia baca).
Saat dia menundukkan kepalanya yang berambut ikal di atas meja tempatku duduk di
depannya, kulingkarkan lengan padanya meniru 18 Sedikit cairan lembut, membasah
di tengah daging kemerahan (catatan penerjemah).
pelukan seorang paman. Dia masih terus mengamati lembaran kertas yang dia
pegang, lalu sekonyong-konyong tamu kecilku yang polos itu melesakkan tubuhnya
setengah duduk di atas dengkulku. Sosok menyampingnya yang menggetarkan,
bibirnya yang terbuka, rambut hangatnya yang hanya beberapa senti dari gigiku
yang terbuka - dan kuarasakan hangatnya tungkainya di balik bajunya yang kasar.
Tiba-tiba saja aku menyadari bahwa aku bisa mencium lehernya atau ujung mulutnya
dengan kepolosan yang sempurna. Aku tahu, dia akan membiarkanku melakukannya dan
bahkan akan memejamkan matanya seperti yang diajarkan oleh film-film Hollywood.
Vanila dengan gula-gula nyaris lebih tak biasa daripada itu. Aku tak bisa
mengatakan padanya bagaimana pengetahuan itu datang padaku. Barangkali kuping
monyetku tanpa sadar menangkap perubahan kecil dalam irama napasnya karena kini
dia tak sungguh-sungguh melihat coret moretku, tetapi menunggu dengan rasa ingin
tahu dan kesabaran oh, peri asmaraku yang pintar! akan apa yang bakal dilakukan
si pemondok ini dan apa yang ingin dilakukannya setengah mati.
Bagi seorang bocah modern, seorang penggemar majalah-majalah film, seorang ahli
dalam adegan-adegan close-up sepertinya mungkin tak akan terlalu aneh jika
seorang teman dewasa yang gagah dan tampan melakukannya. Tapi, terlambat. Rumah
itu tiba-tiba bergetar dengan suara nyaring Louise yang berkata kepada Nyonya
Haze yang baru datang tentang bangkai, entah apa yang dia dan Leslie Thompson
temukan di ruang bawah tanah dan Lolita kecil jelas bukanlah seseorang yang
bakal melewatkan cerita menarik semacam itu.
Minggu. Suasana hati Lo yang berubah-ubah, ceria, canggung, dengan perangai
genit usia belasannya, benar-benar menggemaskan dari ujung kepala hingga ujung
kaki, dan bando hitam yang menghiasi rambutnya hingga bekas luka mungil di
bagian bawah betisnya (gara-gara seorang pengendara sepatu roda menabraknya di
Pisky), beberapa senti di atas kaus kaki putihnya yang kasar. Dia pergi bersama
ibunya ke rumah keluarga Hamilton - pesta ulang tahun atau yang semacamnya,
mengenakan rok panjang. Tampak rapi. Bocah yang terlalu cepat matang!
Senin. Pagi yang hujan. " Ces matins gris si doux..."19 Piyama putihku dihiasi
setangkai bunga lili pada bagian punggung. Aku seperti seekor laba-laba pucat
menggelembung yang kaulihat di taman-taman, duduk di tengah jaring berkilau dan
menarik-narik benangnya. Jaringku menyebar di segenap rumah saat aku
mendengarkan suara-suara dan kursi tempatku duduk seperti sesosok penyihir.
Apakah Lo ada di kamarnya" Dengan lembut aku menyentak tirai sutra itu. Ternyata
tak ada. Kudengar suara snnder gulungan tisu toilet mengeluarkan bunyi putus-
putus saat berputar. Tak ada jejak kaki dan kamar mandi kembali ke kamarnya.
Apakah dia masih menyikat gigi 19 Pagi-pagi kelabu yang enak hawanya (catatan
penerjemah) (satu-satunya kegiatan kebersihan yang dilakukan Lo dengan penuh
kesungguhan)" Tidak. Pintu kamar mandi baru saja dibanting, jadi aku harus
mencari mangsaku yang cantik itu ke tempat lain. Mari turunkan benang sutra itu
ke bawah tangga. Aku menyimpulkan bahwa dia tak ada di dapur - tidak membanting
pintu kulkas atau menjerit kepada mama yang dibencinya (yang menurutku sedang
menikmati obrolan telepon paginya yang ketiga, yang dipenuhi gumaman riang).
Mari kita menduga dan berharap.
Bagai cahaya, aku meluncur masuk lewat kamar tamu dan mendapati radionya dalam
keadaan mati (dan mama masih saja berbicara pada Nyonya Chatfield atau Nyonya
Hamilton, dengan lembut mengatupkan gagang telepon dengan satu tangan bebas ke
telinganya, seraya tersipu dan tersenyum, mengingkari betapa dia menyangkal
semua gunjingan menghibur itu, gosip tentang penyewa kamar yang dibisikkan
dengan intim, seakan-akan dia tak pernah melakukannya).
Berarti peri asmaraku tidak berada di dalam rumah! Pergi! Yang sempat terpikir
olehku sebagai paduan untaian warna-warni semarak, ternyata tak lain hanya
sarang laba-laba tua kelabu. Rumah itu kosong. Mati.
Kemudian muncullah gelak tawa lembut manis Lolita dari pintu yang setengah
terbuka. "Jangan katakan kepada Mama, tapi aku sudah memakan habis daging babi
jatahmu." Dia sudah pergi ketika aku tergesa-gesa keluar dari kamarku. Lolita,
di manakah kau" Baki sarapan pagiku yang telah dipersiapkan induk semangku,
melirikku dengan hampa, siap untuk dibawa masuk. Lola, Lolita!
Selasa. Gumpalan kabut kembali mengusik piknik di danau itu.
Apakah ini rencana takdir" Kemarin di depan cermin aku mencoba celana renang
baru. Rabu. Pada siang hari, Haze (dengan sepatu yang biasa dipakainya, busana dari
tukang jahit) berkata bahwa dia akan bermobil ke kota untuk membeli kado bagi
kawan dari seorang kawannya, dan dia akan senang andai saja aku mau ikut
bersamanya karena aku dianggap memiliki selera yang bagus soal parfum. "Pilihlah
aroma menggoda kesukaanmu,"
dengungnya. Apa yang bisa dilakukan Humbert yang bergerak di bisnis parfum ini"
Dia telah memojokkanku di antara teras depan dan mobilnya.
"Ayo cepatlah," desaknya saat dengan susah payah aku mengempiskan tubuh besarku
untuk merangsek masuk ke dalam mobil (aku masih berharap setengah putus asa agar
bisa melarikan diri). Dia menyalakan mesin mobilnya dan dengan penuh tata krama menyumpahi sebuah truk
yang mundur dan berbelok di depannya, yang baru saja membawakan sebuah kursi
roda untuk Nona Tua Seberang Rumah yang cacat, ketika suara melengking Lolitaku
terdengar dari jendela ruang tamu. "Kalian mau ke mana" Aku ikut juga! Tunggu!"
"Abaikan saja dia," dengking Haze (mesin mobilnya mati). Sial bagi sopirku yang
cantik, Lo sudah menarik pintu mobil di sampingku. "Ini tidak bisa dibiarkan,"
Haze mulai mengomel, tetapi Lo malah merangsek ke dalam, tubuhnya terguncang
karena riang. "Ayo geser pantatmu,"
pinta Lo. "Lo!" pekik Haze (melirik ke arahku, berharap aku akan mengusir Lo
keluar dengan kasar). "Awas, lihat saja," ujar Lo (bukan untuk pertama kalinya),
saat dia mengentakkan tubuhnya ke belakang, bersamaan dengan mobil yang melaju
ke depan. "Ini tak bisa dibiarkan,"
Haze terus mengomel, "seorang anak seharusnya tidak berkelakuan seburuk itu.
Seharusnya dia paham bahwa dia tidak diinginkan. Dan dia harus mandi."
Persendianku menempel di atas celana jeans si bocah. Dia bertelanjang kaki. Kuku
kakinya menunjukkan sisa-sisa cat kuku merah dan tertinggal pula sedikit pita
lem melintang di atas jempol kakinya. Ya, Tuhan, apa yang tak akan kuberikan
untuk bisa mencium segala sudut tubuhnya: tulang belulang lembut, jemari kaki
panjang, tungkai jenjang yang seperti kaki monyet"
Tiba-tiba saja tangannya menyelinap ke dalam genggaman tanganku
dan, tanpa terlihat oleh pengawas kami, aku menggenggamnya, lalu mengelus-elusnya, dan sedikit meremas cakar kecil yang
menggairahkan itu sepanjang jalan menuju toko. Cuping hidung si pengemudi
berkilauan karena ulasan bedaknya terpapar sinar matahari dan dia meneruskan
omelannya di tengah lalu lintas sekitarnya.
Dia tersenyum dan mencibir, menjentikkan bulu mata bermaskaranya ke arah lalu
lintas di sekelilingnya, sementara aku berdoa semoga kami tidak pernah sampai ke
toko itu. Tetapi, akhirnya kami sampai juga.
Aku tak punya apa pun lagi untuk dilaporkan. Primo: Haze besar menyuruh Haze
kecil duduk di kursi belakang dalam perjalanan pulang.
Secundo: si nyonya memutuskan untuk mengoleskan parfum pilihan Humbert ke
belakang telinganya sendiri yang berbentuk unik itu.
Kamis. Kami disambut angin ribut dan hujan deras yang mengawali cuaca tropis
bulan ini. Di dalam sebuah ensiklopedia remaja, aku menemukan sebuah peta
Amerika yang dicoreti Lolita dengan pensil untuk menjiplak bentuknya di atas
sehelai kertas tipis dan masih tersisa garis pinggir untuk wilayah Florida dan
Teluk. Di kertas itu tampak juga daftar nama yang sepertinya merupakan kawan-
kawan sekelasnya di sekolah Ramsdale. Ini adalah sebuah puisi yang telah kuhafal
isinya di luar kepala. Grace Angel Floyd Austin Jack Beale Mary Beale Darnel Buck Marguerite Byron Alice Campbell Rose Carmine Phyllis Chatfield Gordon Clarke John Cowan Marion Cowan Walter Duncan Ted Falter Stella Fantasia Irving Flashman Lolita George Fox Mabel Glave Donald Goodale Luanda Green Mary Rose Hamilton Dolores Haze Rosaline Honeck Kenneth Knight Virginia McCoo Vivian McCrystal Aubrey McFate Anthony Miranda Viola Miranda Emil Rosato Lena Schlenker Donald Scott Agnes Sheridan Oleg Sherva Hazel Smith Edgar Talbot Edwin Talbot Lull Wain Ralph Williams Louise Windmuller Sebuah puisi, sebait sajak yang sesungguhnya! Begitu aneh dan manis menemukan
"Dolores Haze" (dia!) di dalam untaian nama-nama, dikawal dua kuntum bunga mawar
(Mary Rose dan Rosaline)-seorang putri istimewa yang jelita di antara dua orang
dayang. Aku berupaya menganalisis getaran menyenangkan yang ditimbulkannya kepadaku.
Hanya nama ini di antara nama nama lainnya.
Apakah yang sangat menggairahkanku sehingga aku nyaris bercucuran air mata (air
mata yang panas dan kental seperti yang dikucurkan oleh para penyair dan
kekasih)" Apakah itu" Kerahasiaan lembut nama ini dengan selubung resminya
("Dolores") dan perpindahan tak kentara dari nama pertama ke nama panggilan yang
bagaikan sepasang sarung tangan baru berwarna pucat atau sebuah topeng" Apakah
"topeng" adalah kata kuncinya" Apakah karena selalu ada kenikmatan dalam sebuah misteri
yang samar berkilauan, mengalir melewati gumpalan daging dan mata yang kaupilih
untuk mengetahui senyuman yang hanya tersungging untukmu sendiri" Atau, ini
karena aku bisa membayangkan dengan baik seisi kelas yang penuh warna di
sekeliling kekasihku yang dolorous 20 dan hazy 21: Grace dan jerawat-jerawat
matangnya; Ginny dan kaki lemahnya; Gordon, tukang masturbasi yang kurus pucat;
Duncan, si badut dengan bau badan yang maut; Agnes yang suka menggigit kuku;
Viola, si bintil - bintil dengan payudara yang berguncang-guncang; Rosaline yang
jelita; Mary Rose yang berkulit gelap; Stella yang menggemaskan dan pernah
membiarkan seorang asing menyentuhnya; Ralph yang tukang palak dan suka mencuri;
Irving yang kukasihani. Dan dia ada di sana, tenggelam di tengah mereka,
menggerogoti sebatang pensil, dibenci oleh guru-gurunya, sementara semua mata
anak lelaki tertuju ke rambut dan lehernya, Lolita-ku.
Jumat. Aku mendamba sebuah kerusakan hebat. Gempa bumi.
Ledakan yang dahsyat. Sesuatu yang menyebabkan ibunya seketika sirna selamanya,
bersama semua orang dalam radius satu kilometer. Angan-angan bodoh yang muncul
dan sikap menganggur! Seorang Humbert yang gagah berani akan bermain-main
dengannya dalam permainan paling menjijikan (kemarin, contohnya, ketika dia
kembali berada di kamarku untuk menunjukkan kepadaku gambarnya, sebuah tugas
prakarya dan sekolah). Ia mungkin akan menyuap gadis itu-dan lolos.
Seorang lelaki yang lebih sederhana dan praktis akan dengan sadar menyogoknya
dengan berbagai barang berharga-jika kau tahu harus pergi ke mana, tapi
sayangnya aku tidak tahu.
Di luar penampilanku yang jantan, aku sesungguhnya sangat penakut. Jiwa
romantisku mendadak basah dan menggigil karena memikirkan diriku terjerembab
dalam ketaknyamanan perbuatan tak senonoh yang mengerikan. Monster laut yang
cabul itu. " Mais allez-y, allez-y.'"22 Annabel menyingkap sebelah kaki
telanjangnya untuk memakai celana pendek. Aku mabuk laut membabi buta, berusaha
menghalanginya dari pandangan orang.
Pada suatu saat, beberapa lama kemudian-saat itu cukup larut, aku menyalakan
lampu untuk meluruhkan mimpi-mimpiku. Sudah terbukti sebelumnya. Keluarga Haze
telah mengumumkan dengan sangat murah hati dalam acara makan malam: mengingat
dinas prakiraan cuaca sudah menjanjikan akhir pekan yang cerah, maka kami akan
pergi ke danau pada hari Minggu sepulang dari gereja.
Saat aku membaringkan tubuh di atas ranjang, menghibur diri secara erotis
sebelum akhirnya berusaha terlelap tidur, kupikir aku sudah punya rencana akhir
tentang bagaimana aku mendapatkan keuntungan dari piknik yang akan kami lakukan
itu. Aku sangat sadar bahwa Nyonya Haze membenci kekasihku karena sikap manisnya
kepadaku. Maka, aku berencana agar hari tamasya di danau itu harus memuaskan
sang ibu. Aku hanya akan berbicara kepadanya saja, tetapi pada saat-saat yang tepat aku
akan berkata bahwa aku telah meninggalkan arloji atau kacamata hitamku di tengah
rimba-dan aku akan memasuki kerimbunan 20 Sendu. pilu. mengibakan-menyempai nama
"Dolores" (catatan penerjemah).
21 Samar, tidak jelas-menyempai nama "Haze" (catatan penerjemah).
22 Ayolah, ayo cepat! (catatan penerjemah).
hutan bersama peri asmaraku. Kenyataan akan raib di saat-saat genting seperti
ini dan upaya pencarian kacamata yang akan berubah menjadi pesta seks kecil
dengan seorang Lolita, membuatku gembira. Dia berperilaku sebagaimana yang
menurut akal sehat tak mungkin dilakukannya.
Pukul tiga dini hari aku menelan sebutir pil tidur dan segera saja kualami
sebuah mimpi di tepi danau yang tak pernah kukunjungi sebelumnya: danau itu
berkilauan oleh selapis selubung es sewarna zamrud dan seorang Eskimo yang
wajahnya penuh bercak-bercak sedang berusaha memecah permukaannya meng-gunakan
kapak es, sedangkan pohon-pohon mimosa dan oleander berbunga di pinggir danaunya
yang berkerikil. Aku yakin Dr. Blanche Schwarzmann akan membayarku dengan
sekantong uang logam shilling karena menambahkan mimpi erotis ke dalam
berkasnya. Namun, sayangnya, mimpi selebihnya bercampur baur. Haze besar dan
Haze kecil naik kuda mengelilingi danau, begitu pula aku yang ikut terlonjak
lonjak naik turun. Kedua kakiku mengangkang meski tak ada kuda di antaranya.
Sabtu. Jantungku masih berdegup kencang. Aku masih saja menggeliat dan
menyuarakan rintihan-rintihan lirih dan rasa malu yang bisa kuingat.
Dia memandang ke belakang. Melirik ke arah kulit bercahaya antara kemeja dan
celana senam putih. Membungkuk di atas kisi jendela seraya merobek dedaunan dan
sebatang pohon poplar di luar dan dengan penuh minat berbincang ribut dengan
seorang anak lelaki loper koran di bawahnya (Kenneth Knight, kalau tak salah)
yang baru saja melemparkan The Ramsdale Journal dengan satu lontaran tepat ke
arah serambi rumah.
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku mulai melata ke arahnya-"terhuyung-huyung" ke arahnya, begitu yang dikatakan
para pemain pantomim. Aku perlahan maju: Humbert si laba-laba terluka. Aku harus berupaya keras
berjam-jam untuk merengkuhnya: sepertinya aku melihatnya dari ujung teleskop
yang salah ke arah pantat kecilnya yang kencang, aku bergerak bagai seorang
lumpuh di atas tungkai-tungkai yang sepertinya menyimpang dengan konsentrasi
yang payah. Akhirnya, aku berada tepat di belakangnya ketika aku mendapatkan
gagasan konyol untuk menggoyangkan sedikit tengkuknya dan perlakuan sejenisnya
untuk menutupi hasratku yang sesungguhnya. Dia melolong singkat, melengking:
"Hentikan!"-dan dengan seringai mengerikan, Humbert yang bersahaja menampakkan
sikap mengundurkan diri yang muram, sementara Lo dengan asyiknya terus melempar
lelucon ke arah jalanan. Kini coba simak apa yang terjadi berikutnya. Selepas makan siang aku bersandar
di kursi malas sambil berusaha membaca. Tiba-tiba saja dua tangan mungil
menutupi kedua mataku: dia mengendap-endap dari belakang seakan-akan sedang
mengulangi kembali, dalam gerakan tari balet, gerakanku tadi pagi. Jemarinya
mewujud daging merah bersinar karena berusaha menutupi cahaya matahari ke mataku
dan dia tertawa tergelak-gelak sehingga badannya terguncang-guncang karenanya.
Mendapat perlakuan begitu, aku merentangkan kedua tanganku ke samping dan ke
belakang tanpa mengubah posisi telentangku. Tanganku menyapu kakinya yang lincah
dan buku yang kubaca seakan menjelma sebuah kereta salju yang meninggalkan
pangkuanku. Nyonya Haze datang mendekat dan berkata dengan murah hati, "Tampar
saja dia kalau mengganggumu. Betapa aku mencintai kebun ini (tidak ada tanda
seru dalam nada suaranya). Tidakkah taman ini menakjubkan di bawah cahaya
matahari (juga tidak ada tanda tanya)." Lalu, dengan desahan tanda puas yang
palsu, nyonya yang menjijikkan itu tenggelam dalam hamparan rerumputan dan
menatap langit sambil berbaring telentang, bersandar pada kedua tangannya yang
dimiringkan, dan segera saja sebutir bola tenis tua berwarna abu-abu melambung
ke atasnya. Suara Lo muncul dari dalam rumah, " Pardonnez, Mama, aku tidak
sengaja mengarahkannya kepadamu." Oh, tentu saja tidak, sayangku yang
menggairahkan. 12 INI SEPERTINYA akan menjadi dua puluh catatan terakhir atau yang semacam itu.
Dan semua itu akan terlihat bahwa segenap tipu daya setan akan tetap sama
polanya setiap hari. Pertama, setan itu akan menggodaku, kemudian menjatuhkanku,
dan meninggalkanku dengan sebongkah rasa sakit di dalam kehakikianku. Aku tahu
benar apa yang ingin kulakukan dan bagaimana melakukannya tanpa menodai kesucian
seorang bocah. Lagi pula, aku yang berpengalaman dalam kehidupan pedofiliaku,
yang angan-angannya terasuki peri-peri asmara yang bertebaran di taman-taman,
telah menahan kuat-kuat kebuasanku di sudut sebuah trem yang paling panas dan
paling padat disesaki anak-anak sekolah yang bergelantungan.
Namun, selama hampir tiga minggu ini seluruh rencana rahasiaku yang menyedihkan
telah mendapat gangguan. Pelakunya biasanya perempuan keluarga Haze (tampaknya
gangguan ini lebih banyak berasal dari Lo yang berupaya memperoleh kenikmatan
dariku, alih-alih aku yang berusaha menikmati Lo).
Gairahku yang menggeliat terhadap peri asmara itu - mengingat dia adalah peri
asmara pertama dalam hidupku yang berhasil kuraih lewat cakar-cakarku yang
gugup, nyeri dan kaku - sudah bisa dipastikan akan menjerumuskanku kembali ke
sebuah sanatorium dan iblis itu tidak akan menyadari bahwa aku harus diberi
keleluasaan jika ia menginginkanku menjadi mainannya untuk waktu yang lebih
lama. Para pembaca juga akan mencatat adanya ilusi optik danau yang amat menarik. Ini
menjadi logis hanya pada bagian Tuan Takdir menyiapkan sajian untukku di hutan
tepi danau yang dijanjikan.
Sesungguhnya, janji yang dibuat Nyonya Haze itu palsu: dia tidak memberitahuku
bahwa Mary Rose Hamilton (seorang gadis berkulit gelap dan jelita) juga akan
datang. Kedua peri asmara itu akan saling berbisik dan bermain-main di tempat
terpisah, bersenang-senang berdua saja, sementara Nyonya Haze dan anak kosnya
yang tampan ini mengobrol berduaan berlama-lama setengah telanjang. Jauh dari
mata usil yang mengintai. Tanpa sengaja, mata mereka memang mengintip dan lidah-
lidah mereka pun berceloteh.
Betapa anehnya hidup ini! Kami menjauhi takdir yang kami upayakan. Sebelum aku
benar-benar datang ke rumahnya, induk semangku sudah merencanakan untuk meminta
seorang perempuan tua, Nona Phalen, yang ibunya pernah menjadi juru masak di
keluarga Nyonya Haze, untuk tinggal di rumah bersama Lolita dan aku, sementara
dia sendiri, seorang perempuan karier di dalam hatinya, hendak mencari pekerjaan
yang cocok untuknya di kota terdekat.
Nyonya Haze telah membayangkan segenap situasinya dengan sangat jelas: Herr
Humbert yang bungkuk dan berkacamata datang dengan kopor-kopor Eropa Tengahnya,
mengumpulkan debu di sudut ruangannya di belakang tumpukan buku-buku tua; bocah
perempuan mungil buruk rupa yang tak dicintai diawasi dengan tegas oleh Miss
Phalen yang sebelumnya pernah menguasai Lo-ku di bawah sayap burung gagaknya (Lo
mengingat musim panas tahun 1944 itu dengan tubuh menggigil marah); dan Nyonya
Haze sendiri menjadi seorang resepsionis di sebuah kota besar yang indah.
Namun, rencana yang tidak terlalu rumit itu terganggu. Nona Phalen patah
pinggulnya di Savannah, Georgia, tepat pada hari kedatanganku di Ramsdale.
13 HARI MINGGU setelah Sabtu yang kugambarkan tadi memang terbukti secerah ramalan
cuaca. Saat meletakkan benda-benda yang berhubungan dengan sarapan pagi di atas
bangku di luar kamarku, agar induk semangku yang budiman bisa mengambilnya kapan
pun sekehendaknya, aku memperhitungkan situasi berikut ini dengan mendengarkan
dan seberang tempatku dan perlahan-lahan merayap memegangi teralis tangga dengan
beralaskan sandal jepit kamarku yang sudah tua satu-satunya yang tua mengenai
diriku. Lalu ada rangkaian kejadian lain. Nyonya Hamilton menelepon bahwa putrinya
"sedang naik pitam." Nyonya Haze memberi tahu anaknya bahwa acara piknik itu
harus ditunda. Haze kecil yang menggairahkan memberi tahu Haze besar yang dingin
bahwa, jika memang demikian, dia tak akan pergi dengan ibunya itu ke gereja.
Sang mama berkata bahwa itu tak jadi masalah, lalu dia pun pergi sendiri.
Aku langsung turun ke lantai dasar setelah bercukur dan menyabuni lubang telinga
masih dengan mengenakan piyama putihku yang bertabur motif bunga biru mungil
(bukan bunga lili) di bagian belakangnya. Aku lalu menghapus sabun, memberi
pewangi pada rambut dan ketiakku, mengenakan jubah kamar sutra berwarna ungu,
lalu bergumam gugup seraya menuruni anak tangga memenuhi panggilan Lo.
Aku ingin pembacaku yang sudah paham ikut ambil bagian dalam adegan yang akan
kuulang ini. Aku ingin mereka memeriksa setiap detailnya dan melihat dengan mata
kepala sendiri betapa berhati hatinya, betapa murninya, keseluruhan kejadian
yang semanis anggur itu jika dipandang dari sisi yang-menurut pengacaraku dalam
sebuah pembicaraan pribadi disebut sebagai "rasa simpati yang tak berpihak".
Jadi, mari kita mulai saja. Aku menghadapi sebuah pekerjaan yang sulit.
Karakter utama: Humbert Humbert, waktu: Minggu pagi bulan Juni.
Tempat: ruang tengah yang diterangi cahaya matahari. Perabot: meja tulis kecil
bermotif belang, majalah-majalah, sebuah pemutar rekaman, pernak-pernik hiasan
Meksiko (mendiang Tuan Harold E. Haze semoga Tuhan memberkahi lelaki tua itu
telah mengabadikan kekasihku pada jam tidur siangnya di dalam kamar berwarna
biru pupus, di sebuah perjalanan bulan madu ke Vera Cruz, dan kenang-kenangan
Dolores yang satu ini bertebaran di ruangan tersebut).
Hari itu dia mengenakan sebuah gaun bermotif indah yang pernah kulihat
dipakainya suatu kali. Roknya menggembung, bagian dadanya ketat, lengannya
pendek, berwarna merah jambu, dan berbintil jambon tua. Lalu untuk melengkapi
pulasan warna itu, dia mewarnai bibirnya.
Tampak sebutir apel semerah nirwana di dalam genggaman tangannya.
Bagaimana pun, dia bukan berdandan untuk pergi ke gereja. Dan, dompet putih hari
Minggunya tergeletak di dekat alat pemutar rekaman.
Jantungku berdentum bagai genderang saat dia duduk di atas sofa di sebelahku dan
bermain-main dengan buah apelnya yang berkilat. Rok indahnya yang mengembang
seperti balon tampak surut. Dia melemparkan apelnya ke udara berdebu mentari dan
menangkapnya-menimbulkan bunyi saat buah itu ditangkup kedua tangannya. Humbert
Humbert merebut apel itu. "Kembalikan," pintanya sambil menunjukkan rona
kemerahan telapak tangannya. Aku merasa nikmat. Dia merampasnya dan menggigit
benda itu dan jantungku terasa seperti lapisan salju di bawah kulit kemerahan
yang tipis. Dengan gerak cekatan seperti kera yang khas peri asmara Amerika, dia
merenggut genggamanku atas majalah yang sudah kubuka (sayang sekali tidak ada
film yang mengabadikan gerakan-gerakan kami yang saling tumpang tindih). Dengan
cepat dan kasar, sulit dihalangi oleh buah apel yang sudah tak berbentuk yang
dipegangnya itu, Lo membuka-buka halaman majalah mencari sesuatu yang bisa dia
perlihatkan kepada Humbert.
Akhirnya dia menemukannya. Aku berpura-pura tertarik dengan mencondongkan
kepalaku sedemikian dekat dengan rambutnya sehingga rambutnya menyentuh dahiku
dan lengannya mengusap pipiku saat dia mengusap bibirnya dengan pergelangan
tangan. Akibat lapisan kabut berkilauan yang menghalangi pandang-anku, perlahan
aku bereaksi, dan lutut telanjangnya saling menggosok tak sabar.
Samar-samar mulai tampak dalam pandanganku: seorang pelukis surealis tengah
telentang bersantai di sebuah pantai. Sementara di dekatnya sesosok tiruan Venus
di Milo dari bahan plester setengah terkubur di pasir. Gambar Minggu ini, ujar
sang legenda. Kuenyahkan segala bayangan kecabulan itu. Sesaat berikutnya, dia menindih
tubuhku. Kutangkap pergelangan tangannya yang kurus.
Majalah itu jatuh ke lantai bagai seekor anak ayam yang bingung. Dia menggeliat
melepaskan diri, melonjak, dan berbaring telentang di sudut kanan meja.
Kemudian, bocah kurang ajar itu menjulurkan kakinya ke atas pangkuanku.
Saat itu, gairah membuatku nyaris tak waras. Namun, duduk di atas sofa, aku
berhasil menahan diri. Hasratku tertutupi tungkai-tungkai Lo yang menantang.
Bukan masalah mudah mengalihkan perhatian perawan kecil itu sementara aku
berusaha bersiasat. Dengan berbicara cepat, terengah-engah mengejar napasku
sendiri, meniru orang yang tiba-tiba merasa sakit gigi sebagai penjelasan di
antara ceracauku yang terhenti, dengan hati-hati aku meningkatkan gesekan tubuh
kami dalam sebuah perasaan tak nyata dan penuh ilusi, dengan beban sepasang kaki
kecokelatan yang terbakar matahari yang secara fisik begitu kokoh, tapi secara
psikologis amat rapuh. Terpisah dariku oleh bahan piyama dan jubahku, sepasang kaki itu melintang di
atas pangkuanku. Di antara ceracauku, ada sesuatu bergerak di tubuhku. Tanpa
sadar kuucapkan kata-kata yang mengacaukan fakta, kata-kata dan sebuah lagu
bodoh yang kemudian terkenal. Oh, Carmenku, Carmen kecilku, titik-titik, titik-
titik, di malam-malam yang titik-titik itu, dan bintang gemintang, dan mobil-
mobil, kedai-kedai minum, dan pramusajinya ...
Aku terus mengulangi hal-hal yang otomatis terucap ini dan menaklukkan Lo dengan
mantera istimewa itu. Sementara, aku setengah mati ketakutan jika ada tindakan
Tuhan yang bakal menghentikanku, yang mungkin akan mengalihkan sensasi yang
sedang dirasakan segenap indraku. Kecemasan ini memaksaku bekerja keras. Aku
menjadi lebih tergesa. Bintang gemintang yang bekerlap-kerlip, mobil-mobil yang
diparkir, kedai-kedai minum dan pramusajinya-kini semua itu digantikan oleh Lo.
Suaranya mencuri dan memperbaiki nada yang sudah kupatah-patahkan. Dia begitu
musikal dan semanis apel. Kedua kakinya berdenyut sedikit saat disilangkan ke
atas pangkuanku yang "hidup". Aku mengelus-elusnya. Di sana dia telentang
bermalas-malasan, nyaris mengangkang.
Lola, si gadis remaja, tengah menikmati buah khuldinya, kehilangan sandal
jepitnya, menggosok-gosokkan tumit kakinya yang tak bersandal di bagian kaus
kaki panjangnya yang kusut, di atas tumpukan majalah tua di sisi kiri sofaku.
Dan setiap gerakan yang dilakukannya, setiap seretan kaki dan desiran,
membantuku menutupi dan memperbaiki sistem timbal balik rahasia yang
menyenangkan antara sesuatu yang buas dan indah antara sisi hewaniku yang
terkekang dan meledak-ledak, dengan keindahan tubuh berlikunya di balik rok
katun yang kekanak-kanakan.
Di bawah, ujung jemari tanganku merasakan bulu-bulu halus yang merinding di
sepanjang tulang keringnya. Aku terlena dengan rasa panas yang tajam bagai kabut
tipis musim panas menggantung di sekitar Haze kecil. Semoga dia diam di sini,
semoga dia tetap di sini ... Saat dia dengan tegang melemparkan inti apel ke
dalam perapian, berat tubuh belianya, betisnya yang polos menantang dan pantat
bulatnya, bergerak-gerak di atas pangkuanku yang tegang dan tersiksa dan diam-
diam tengah bekerja keras menahan nafsu. Lalu tiba-tiba saja sebuah perubahan
misterius mendera panca indraku. Aku seakan-akan memasuki keadaan di mana
segalanya tak berarti lagi dan gejolak kenikmatan yang berkecamuk di dalam
tubuhku menjadi tenang. Apa yang bermula sebagai penggembungan nikmat akar
diriku yang terdalam kini menjadi gelenyar yang berpendar mencapai keyakinan
yang tak kutemukan di tempat mana pun dalam kehidupan yang penuh kesadaran ini.
Melalui rasa manis yang dalam dan hangat, yang kini terasa menjalar menuju
guncangan dahsyat, aku mencoba melakukannya dengan lebih perlahan untuk
memperpanjang geletarnya.
Lolita begitu percaya diri. Cahaya matahari berpendar di pohon-pohon poplar.
Kami hanya berduaan saja. Aku mengamati dirinya yang bagai mawar keemasan di
luar selubung kenikmatan terkendali, tampak tak peduli dengan sensasiku.
Sementara itu, bibirnya seperti terus mengucapkan syair Carmen yang tak lagi
sampai ke indraku. Semuanya kini telah siap. Saraf-saraf kenikmatan telah
terpapar telanjang. Sel-sel Krauze kini memasuki fase kalang kabut. Tekanan
selemah apa pun pasti akan melepaskan segala kenikmatan surgawi itu.
Aku sudah tidak lagi menjadi Humbert The Hound.23 Mata sayu itu sudah menjadi
tatapan bangsat yang sedang memegangi sepatu bot yang akan menendangnya pergi.
Aku berada di atas pusaran kesengsaraan yang ganjil. Dalam istana yang
kuciptakan sendiri, aku menjadi seorang Turki yang riang dan tengah menunda satu
momen di mana ia sungguh-sungguh menikmati budak haremnya yang paling hijau.
Dengan bertahan di tepi ngarai yang menggairahkan, aku terus mengulang
kesempatan meningkahi kata-katanya pramusaji, Carmen yang memesona seperti orang
yang berbicara dan tertawa dalam tidur. Sementara, tanganku yang bergembira
merayapi kaki Lo sejauh batas kesopanan mengizinkan.
Sehari sebelumnya dia bertabrakan denganku di lorong dan "Lihat, lihat!"-aku
terengah-"lihat apa yang telah kaulakukan pada dirimu sendiri, oh, lihatlah ..."
karena di sana, aku bersumpah, kulihat semburat memar ungu kekuningan di pahanya
yang indah. Tangan besarku yang berbulu perlahan membungkusnya dan memijatnya
dan karena baju dalamnya yang tak karuan, seolah-olah nyaris tak ada yang bisa
mencegah ibu jariku yang berotot mencapai lubang hangat di selangkangannya. Sama
seperti jika kau menggelitik dan membelai seorang anak kecil yang tertawa
tergelak-gelak hanya itu. "Oh, tak apa-apa!" jeritnya dengan lengkingan tiba-
tiba. Dia menggeliat dan menggelinjang. Dilemparkannya kepalanya ke belakang dan
giginya menggigit bibir bawahnya yang basah saat kepalanya setengah menoleh.
Sementara itu, mulutku yang mendesah resah hampir mencapai leher jenjangnya yang
telanjang. Kuremas gemas pantat kirinya dengan beringas.
Segera sesudahnya (seolah-olah kami sudah bergulat lama dan kini cengkeramanku
melemah) dia bergulung turun dari sofa dan melompat berdiri dia lebih suka
berdiri untuk menerima telepon yang bunyi deringnya amat nyaring pesawat telepon
yang mungkin sudah berdering selama berabad-abad, kupikir.
Di sanalah dia berdiri dan mengedip, kedua pipinya merona, rambutnya acak-
acakan, matanya menyapuku secepat dia menyapukan pandangannya ke arah perabot.
Sambil terus mendengarkan dan berbicara (kepada ibunya yang sedang
memberitahunya agar ikut makan siang dengannya di rumah keluarga Chatfield-baik
Lo maupun Hum belum mengetahui segala yang direncanakan oleh Nyonya Haze), dia
terus menepuk-nepukkan sandal jepit yang dipegangnya ke ujung meja.
Syukurlah, dia tidak memedulikan apa pun!
Dengan sehelai sapu tangan sutra warna-warni, aku mengelap keringat dari
keningku dan membenamkan wajahku dalam euforia pelepasan, lalu merapikan jubah
kerajaanku. Lo masih saja bertelepon, tawar-menawar dengan ibunya (ingin
kujemput dengan mobilku, Carmen kecilku) ketika aku bernyanyi riang menaiki
tangga dan menyiapkan air panas yang menderu di dalam bak mandi.
23 Jenis anjing yang bertelinga panjang menggantung dengan kelopak mata sayu.
biasa dimanfaatkan untuk berburu. Sebutan "The Hound" juga sering digunakan
untuk lelaki tua yang tampak dingin, lemah, tak berdaya. dan bermata sayu
(catatan penerjemah). Sampai titik ini, aku tetap mengeja kata-kata lagu ini dengan lengkap-selengkap
yang kuingat, setidaknya. Menurutku, aku tidak pernah menyanyikannya dengan
benar. Ini dia: Oh, Carmenku, Carmen kecilku!
Sesuatu, sesuatu di malam itu,
Dan bintang gemintang, dan mobil-mobil yang diparkir, dan kedai minum, dan para
pramusaji Oh, sayangku, pertengkaran kita yang menyeramkan.
Dan sebuah kota yang riang gembira, tangan bersidekap
Kita terus melaluinya, dan pertengkaran terakhir kita, Dan pistol yang kupakai
membunuhmu, oh, Carmenku,
Pistol yang sedang kupegang sekarang ...
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
(Sambil mengokang pistol kaliber 32nya, dan menembakkan sebutir peluru menembus
mata pacar kekasihnya.) 14 AKU MAKAN siang di kota sudah bertahun-tahun aku tak pernah merasa sedemikian
lapar. Rumah itu masih saja tanpa Lo saat aku berjalan pulang. Kuhabiskan
sepanjang siang dengan bersenang-senang, membuat rencana rencana, dan dengan
penuh kebahagiaan meresapi pengalamanku pagi itu.
Aku merasa amat bangga pada diriku. Aku telah mencuri madu sebuah ereksi otot
tanpa merusak akhlak si objek pelengkap. Sama sekali tak ada kerusakan yang
terjadi. Seorang tukang sihir telah menumpahkan susu, sirup gula, dan busa
sampanye ke dalam tas tangan putih baru si gadis belia dan Lo tas tangan itu
masih utuh. Dengan begitu aku bisa leluasa membangun impian nista penuh gairah
dan dosa itu, sementara Lolita dalam keadaan aman begitu juga aku. Yang sudah
membuatku kerasukan bukanlah Lo, melainkan ciptaanku sendiri. Lolita yang lain
dalam anganku mungkin bahkan lebih nyata dari Lolita. Saling bersinggungan,
menyelimutinya; melayang la yang antara aku dan dia yang tak memiliki keinginan,
tak punya kesadaran memang demikian, tak punya kehidupannya sendiri.
Bocah itu tak tahu apa-apa. Aku tak melakukan apa pun kepadanya. Dan, tak ada
apa pun yang bisa mencegahku mengulangi perbuatan yang hanya sedikit saja
memengaruhinya, bagai sehelai gambar foto yang berdesir di atas selembar layar,
sementara aku menyik sa diri di dalam gelap.
Siang itu terus berlalu dalam keheningan yang matang, pepohonan tinggi yang iri
itu seakan mengetahuinya, dan hasratku mulai menderaku lagi, bahkan lebih kuat
dari sebelumnya. Aku berdoa semoga dia segera datang, doa yang hanya kutujukan
kepada Tuhan. Saat si mama berada di dapur, semoga adegan di atas sofa itu
terulang kembali, tolonglah. Aku mendambakannya amat sangat.
Tidak, "amat sangat" bukan kata yang tepat. Kegembiraan saat kenikmatan-
kenikmatan baru memenuhi diriku, bukanlah "amat sangat"
mengerikan, melainkan menyedihkan. Aku memang pantas disebut menyedihkan.
Menyedihkan karena meskipun api gairah seksualku bergelora tiada habisnya, aku
berniat melindungi kesucian bocah dua belas tahun itu.
Dan kini, lihatlah: aku sudah membayar semua sakit hatiku. Tak ada Lolita yang
pulang ke rumah dia pergi dengan keluarga Chatfield untuk menonton film. Meja
makan itu tergeletak dengan lebih anggun dan biasanya dengan liin-liin menyala.
Dalam aura yang sentimentil ini, Nyonya Haze dengan lembut menyentuh peralatan
makan perak di kedua sisi piringnya seakan-akan sedang menyentuh tuts piano,
lalu tersenyum ke arah piring kosongnya (dia sedang berdiet), dan dia berharap
aku menyukai lalap racikannya (resepnya diambil dari sebuah majalah perempuan).
Dia juga berharap bahwa aku akan menyukai daging beku yang disajikannya.
Sebelumnya, itu adalah hari yang sempurna. Nyonya Chatfield seseorang yang
sangat baik. Phyllis, anak perempuannya, besok akan pergi ke perkemahan musim
panas selama tiga minggu. Sementara itu, sudah diputuskan bahwa Lolita akan
pergi pada hari Kamis, alih-alih menunggu hingga bulan Juli sebagaimana yang
pernah direncanakan. Lo akan tinggal di sana saat Phyllis pergi sampai sekolah
dimulai kembali. Oh, betapa aku terjajar mundur-tidakkah itu berarti aku akan merindukan
kekasihku, tepat di saat secara diam-diam dia sudah kumiliki" Untuk menjelaskan
suasana hatiku yang suram, aku harus menggunakan alasan sakit gigi yang juga
kulakukan pagi tadi. Pasti sudah ada geraham besar dengan bengkak seukuran buah
ceri untuk koktail. Haze berkata, "Kami punya seorang dokter gigi hebat. Tetangga kami, malah. Dr.
Quilty. Kurasa dia masih terhitung paman atau sepupu sang dramawan. Bisa
bertahan" Baiklah, sekehendakmu saja. Di musim gugur nanti aku akan memintanya
memasang kawat gigi di mulut Lo seperti yang pernah dikatakan ibuku. Itu akan
sedikit mengekang Lo. Aku cemas, dia telah mengganggumu sepanjang hari ini. Kami
tadi bertengkar sebelum dia pergi. Dia dengan bandel menolak pergi dan harus
kuakui bahwa aku membiarkannya pergi dengan keluarga Chatfield karena aku ngeri
menghadapinya sendirian. Film mungkin bisa menenangkannya.
Phyllis gadis yang baik dan tak ada alasan bagi Lo untuk tidak menyukainya.
Sungguh, Monsieur, aku ikut berduka dengan masalah gigimu. Aku akan segera
mengontak Ivor Quilty besok pagi-pagi sekali jika gigimu masih terasa sakit. Ah,
menurutku perkemahan musim panas akan menjadi lebih menyehatkan. Itu lebih baik
daripada menyapu di atas halaman di pinggiran kota dan menggunakan lipstik
mamanya atau mengejar-ngejar seorang lelaki terhormat yang pemalu, lalu mengamuk
kalau ditegur sedikit saja."
Akhirnya aku berkata (lirih, merasa luluh lantak!), "Apakah dia akan senang di
sana?" "Dia akan mendapatkan yang lebih baik," sahut Haze. "Dan tak hanya akan bermain-
main. Perkemahan itu dikelola oleh Shirley Holmes yang menulis buku Gadis Api
Unggun. Di sana Dolores Haze akan belajar lebih dewasa dalam berbagai hal
kesehatan, ilmu pengetahuan, emosi.
Terutama tentang tanggung jawab kepada orang lain. Mari kita bawa lilin-lilin
ini dan duduk-duduk sejenak di serambi. Atau Monsieur ingin pergi tidur dan
merawat gigi itu?" Merawat gigi itu, tentu saja.
15 KEESOKAN HARINYA mereka bermobil ke kota untuk membeli berbagai barang yang
mereka perlukan untuk perkemahan: apa pun yang melalui pembelian memang membuat
Lo terpukau. Dia tampak galak seperti biasa pada saat makan malam. Segera
sesudahnya, dia masuk ke dalam kamarnya dan menenggelamkan diri dengan buku-buku
komik yang akan dibutuhkannya di perkemahan.
Aku juga beristirahat di dalam sarang dan menulis surat. Rencanaku kini adalah
meninggalkan tempat ini menuju pinggiran pantai dan kemudian, saat musim sekolah
dimulai, aku akan kembali ke sini karena aku tahu bahwa aku tak bisa hidup tanpa
bocah itu. Pada hari Selasa, mereka pergi berbelanja lagi dan aku diminta menjawab telepon
jika si induk semang perkemahan menelepon saat mereka tidak ada. Perempuan itu
kemudian memang melakukannya dan sebulan kemudian, atau mungkin lebih, kami
mendapat kesempatan untuk mengingat percakapan kami yang menyenangkan.
Selasa itu Lo makan malam di kamarnya. Dia menangis terisak-isak setelah
pertengkaran rutin dengan ibunya dan seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya,
dia tak ingin aku melihat matanya yang membengkak: dia memiliki raut wajah
lembut yang entah bagaimana jadi amat memikat selepas menangis lama yang membuat
matanya kabur dan terbakar. Dengan penuh kehati hatian, aku menyesali salah
terima Lo tentang pribadiku karena aku semata-mata mencintai secercah warna
merah jambu bergaya Botticelli, semburat merah muda di sekitar bibirnya itu, dan
bulu mata basah yang lengket itu. Tentu saja, tingkahnya itu mengurangi banyak kesempatan semuku dalam bersenang-senang.
Namun, semua itu lebih dan yang kupikirkan.
Saat kami duduk-duduk di serambi (seembus angin jahat telah meniup lilin-lilin
merahnya), Haze, dengan tawa hampanya berkata: betapa dia telah memberi tahu Lo
tentang Humbert tercintanya yang menyepakati gagasan mengenai perkemahan itu.
"Sekarang," tambah Nyonya Haze, "anak itu berdalih ketus: kau dan aku ingin
mengusirnya. Kau lihat, bukan, dia menganggap dirinya sendiri seorang bintang. Aku
menganggapnya gadis yang sehat, tetapi jelas anak rumahan. Ini yang kukira
menjadi akar masalah di antara kami berdua."
Pada hari Rabu aku berupaya mencegat Lo selama beberapa detik: dia sedang di
depan tangga, mengenakan kaus hangat dan celana pendek putih bertotol-totol
hijau, sedang mengaduk-aduk isi kopor. Aku mengatakan sesuatu yang kumaksudkan
sebagai ungkapan bersahabat dan upaya melucu, tetapi dia hanya mendengus satu
kali tanpa memandangiku. Dengan putus asa, Humbert yang sekarat menepuk
sembarangan tulang ekornya. Dia balas menyerang Humbert, cukup menyakitkan,
dengan menggunakan salah satu alat pengganjal sepatu peninggalan mendiang Tuan
Haze. "Pengkhianat!" serunya saat aku merangkak menuruni tangga sambil
menggosok-gosok tanganku dengan menunjukkan sejuta penyesalan. Dia tak ingin
menurunkan martabatnya dengan makan malam bersama Hum dan Mama. Dia malah
mencuci rambut dan kemudian tidur bersama buku-buku konyolnya.
Dan pada hari Kamis, tanpa banyak ribut Nyonya Haze mengemudikan mobil mengantar
Lo ke Perkemahan Q. Seperti yang dikatakan para pengarang yang lebih hebat dariku :
"Biarkan para pembaca membayangkannya," dan seterusnya. Aku berubah pikiran,
kutendang jauh jauh semua imajinasi itu. Aku tahu, aku telah jatuh cinta kepada
Lolita untuk selamanya, tetapi aku juga tahu dia tak akan selamanya menjadi
Lolita. Dia akan berusia tiga belas tahun bulan Januari nanti. Sekitar dua tahun
lagi dia akan berubah dari seorang peri asmara menjadi seorang "gadis belia",
lalu akan menjadi seorang
"gadis remaja"-itu sangat mengerikan. Kata "selamanya" itu hanya berarti
terhadap hasratku sendiri, terhadap Lolita abadi yang tecermin di dalam darahku.
Lolita dengan puncak panggul yang belum menyala. Lolita yang hari ini masih bisa
kusentuh, kucium, kudengar dan kulihat. Lolita dengan suara melengking dan
rambut cokelat lebat dengan poni dan ikal melilit-lilit di bagian pinggir dan
keriting di bagian belakangnya, lalu leher lengket yang seksi, serta kata-kata
vulgar "memberontak", "hebat",
"lezat", "bajingan", "menetes" Lolita yang itu, Lolitaku yang malang, akan
hilang selamanya. Jadi, bagaimana mungkin aku sanggup tidak melihatnya selama dua bulan dalam
malam-malam insomnia musim panasku" Dua bulan penuh dan dua tahun saat dia
menjelma menjadi peri asmara! Haruskah aku menyamar menjadi seorang gadis
ketinggalan zaman, Mile Humbert yang aneh, dan mendirikan tenda di sisi luar
Perkemahan Q dengan harapan peri-peri asmara kemerahan di perkemahan itu akan
berteriak, "Ayo kita adopsi orang telantar yang bersuara dalam itu!" lalu
menyeretku yang tersenyum malu dan tampak sedih ke dalam jantung kampung
perkemahan mereka. Aku akan tidur dengan Dolores Haze!
Mimpi semu yang hampa. Dua bulan kecantikan, dua bulan kelembutan, akan terbuang
sia-sia selamanya, dan aku tak bisa berbuat apa pun mengenai hal itu. Tak ada.
Bagaimanapun, Kamis itu setetes madu langka telah meresap ke dalam cangkir buah
pohon ek. Haze akan mengantar Lo ke perkemahan pagi-pagi sekali. Dengan beragam
suara keberangkatan yang sampai ke telingaku, aku bergulung turun dari atas
ranjang dan bersandar ke tepi jendela.
Di bawah pepohonan poplar, mobil itu sudah berderu. Di trotoar, Louise berdiri
memayungi matanya dengan telapak tangan, seakan-akan si pelancong kecil sudah
siap untuk berkendara memasuki cahaya matahari rendah. Isyarat tersebut terbukti
terlalu dini. "Ayo cepat!" pekik Haze. Lolitaku, yang sudah setengah tubuhnya
masuk ke dalam mobil dan siap membanting pintu mobil, menurunkan jendela, dan
melambaikan tangan ke arah Louise dan pepohonan poplar (siapa dan apa yang tak
akan pernah dia temui lagi), terhenti oleh satu gerak takdir: dia mendongak lalu
tiba-tiba berlari kencang masuk kembali ke dalam rumah (Nyonya Haze memekik
keras memanggilnya). Sesaat kemudian, aku mendengar kekasihku itu berlari menaiki tangga. Jantungku
membengkak dengan kekuatan yang nyaris meledakkan tubuhku dari dalam. Aku
mengangkat celana piyamaku dan mengangakan pintu hingga terbuka lebar: secara
berbarengan Lolita tiba di hadapanku mengenakan rok hari Minggunya, menghambur
dan terengah, lalu seketika dia sudah berada di dalam dekapanku. Mulut polosnya
meleleh di bawah lumatan ganas sepasang rahang lelaki yang muram!
Sejurus kemudian aku mendengar suara-suara ribut di lantai bawah. Gerak takdir
itu selesai sudah. Sepasang kaki pirang itu masuk ke dalam mobil, pintu mobil
dibanting lalu dibanting ulang dan si pengemudi Haze tua di atas empat roda gila
itu dengan penuh amarah mengatakan sesuatu yang tak bisa kudengar, lalu membawa
pergi kekasihku jauh-jauh. Sementara itu, tanpa sepengetahuan mereka atau
Louise, nona tua di seberang yang cacat itu dengan lemah tapi berirama
melambaikan tangan dari beranda yang dirambati pohon anggur.
16 KEKOSONGAN di tanganku masih terasa penuh menyerupai sosok Lolita-dipenuhi
sensasi punggung belia Lo yang menekuk ke dalam, gading yang mulus itu, sensasi
halus kulitnya dibalik rok tipis itu, di mana aku bergerak naik turun sambil
mendekapnya. Aku berjalan cepat ke dalam kamar Lo yang berantakan, membuka pintu lemari
pakaiannya dan menjatuhkan diri ke dalam tumpukan berbagai benda yang pernah
disentuhnya. Ada sehelai bajunya yang berwarna merah muda, tak terawat,
terkoyak, dan berbau tajam lipitannya. Kuselimutkan benda itu ke jantung Humbert
yang terpuruk. Sebentuk kekacauan yang pedih mengalir deras di dalam diriku, tetapi aku harus
meletakkan kembali semua benda itu dan segera mengumpulkan lagi kepingan-
kepingan ketenangan hidupku karena aku disadarkan suara selembut beludru
pembantu rumah tangga yang memanggilku dari arah tangga. Dia punya pesan
untukku, ujarnya, dan dia menutup pernyataan terima kasihku dengan ungkapan
manis, "Terima kasih kembali." Louise yang baik meninggalkan sepucuk surat tak
berprangko dan anehnya tampak sangat bersih di atas tanganku yang gemetar.
Ini adalah sebuah pengakuan: aku mencintaimu (begitulah surat ini dimulai dan
sejenak aku salah mengira coretan acak-acakan yang tampak histeris itu adalah
tulisan cakar ayam gadis kecil itu). Minggu terakhir di gereja kau jahat,
menolak untuk melihat jendela-jendela baru kami yang indah! saat kumohon kepada
Tuhan apa yang harus kulakukan mengenai semua ini, aku diberi tahu untuk
bersikap seperti yang kulakukan sekarang ini. Kau lihat, tidak ada kemungkinan
lain. Aku sudah mencintaimu sejak menit pertama aku melihatmu. Aku seorang
perempuan kesepian yang penuh gairah dan kau adalah cinta dalam hidupku.
Sekarang, sayangku, mon cher monsieur, kau sudah membaca surat ini. Kini kau
tahu. Jadi, tolonglah, sekali ini saja, berkemaslah dan pergi. Ini perintah
seorang induk semang. Aku sedang mengusir seorang penyewa kamar. Aku menendangmu
keluar. Pergi kau! Enyahlah!
Departez! Aku akan kembali saat makan malam dan aku tak ingin menemukanmu di
rumah. Tolonglah, tolonglah, tinggalkan tempat itu sekarang juga, bahkan tak
usah membaca surat tak masuk akal ini sampai selesai. Pergilah. Adieu.
Situasinya, ch?ri, sangat sederhana. Tentu saja, aku tahu dengan kepastian
mutlak bahwa aku bukan siapa siapa bagimu, sama sekali bukan siapa-siapa. Oh,
ya, kau memang sepertinya menikmati mengobrol bersamaku (dan bercanda denganku
yang malang), kau menemukan keramah-tamahan dalam rumah kami, juga dan buku-buku
yang kusukai, dan tamanku yang indah, bahkan dari gaya semrawut Lo tapi aku
bukan siapa-siapa bagimu. Benar" Benar. Bukan siapa pun bagimu.
Namun, apabila setelah membaca pengakuanku ini kau memutuskan, dengan cara
Eropamu yang muram, bahwa aku cukup menarik bagimu untuk menindak-lanjuti
suratku ini dan memberiku sebuah jalan, maka kau akan menjadi seorang penjahat
yang lebih jahat dari seorang penculik yang memerkosa anak kecil. Kau lihat,
ch?ri. Jika kau memutuskan untuk tinggal di sini, jika aku menemukanmu di
rumahku (kutahu aku tak akan mendapati itu dan itu sebabnya aku bisa terus
menulis seperti ini), keberadaanmu hanya akan berarti satu hal: bahwa kau
menginginkanku sebesar aku menginginkanmu, yakni sebagai pasangan seumur hidup;
serta bahwa kau sudah siap menghubungkan kehidupanmu dengan kehidupanku
selamanya dan menjadi ayah bagi gadis kecilku.
Biarkan aku mengoceh dan bicara melantur sedikit lagi, sayangku, karena aku tahu
surat ini sudah kau koyak-koyak dan serpihannya (yang tak terbaca) telah masuk
ke dalam pusaran air toilet. Sayangku, mon tr?s cher, betapa besar dunia cinta
yang sudah kubangun untukmu selama bulan Juni yang penuh keajaiban ini! Aku tahu
betapa tertutupnya dirimu, betapa "Inggris"nya dirimu. Sikap jarang bicaramu
yang kuno itu, sopan santunmu yang mungkin terguncang oleh kelancangan seorang
gadis Amerika! Kau yang menutupi perasaan perasaan terdalammu pasti menganggapku
seorang idiot tak tahu malu karena membuka hatiku yang sudah babak belur seperti
ini. Tahun demi tahun berganti, banyak sekali kekecewaan menimpa hidupku. Tuan
Haze adalah lelaki yang menyenangkan, seseorang yang mengagumkan, tetapi ia dua
puluh tahun lebih tua dariku , dan ah, janganlah kita bergunjing tentang masa
lalu. Sayangku, keingintahuanmu harus dipuaskan jika kau mengabaikan permintaanku dan
membaca surat ini sampai akhir yang pedih. Lupakan saja. Hancurkan saja dan
pergilah. Jangan lupa tinggalkan kunci di atas meja di dalam kamarmu. Juga
beberapa coretan alamat agar aku bisa mengembalikan dua belas dolar yang
kupinjam sampai akhir bulan ini.
Selamat jalan, sayangku. Berdoalah untukku jika kau sempat berdoa.
C.H. Yang kutuliskan di sini adalah yang kuingat dari sepucuk surat, dan yang kuingat
dari sepucuk surat itu kuingat secara harfiah (termasuk bahasa Prancis yang
jelek itu). Surat itu setidaknya dua belas kali lebih panjang. Aku sudah
melupakan satu paragraf mengenai adik lelaki Lolita yang meninggal dunia pada
usia dua tahun ketika Lo berusia empat tahun, dan betapa aku pasti akan
menyukainya. Biar kulihat apa lagi yang bisa kukatakan. Ya. Ada satu kesempatan
di mana "pusaran air toilet" (ke mana surat itu seharusnya berakhir) pada
kenyataannya hanyalah karanganku sendiri. Dia mungkin mengemis ngemis padaku
untuk membuat perapian khusus untuk surat itu.
Reaksi pertamaku adalah rasa jijik dan keinginan mengasingkan diri. Reaksi
keduaku bagaikan ada tangan seorang teman yang menenangkan menepuk pundakku dan
memintaku berpikir kembali. Aku melakukannya.
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku terlepas dari kebingunganku dan mendapati diriku masih berada di kamar Lo.
Selembar kertas sobekan sebuah majalah kacangan dipakukan ke dinding bagian atas
kamar tidur di antara sebuah cangkir bergambar penyanyi dan bulu mata seorang
bintang film. Tampak seorang seorang suami muda berambut gelap dengan pandangan
menggoda di mata Irlandianya. Ia sedang memamerkan sebuah jubah dan memegang
baki berisi sarapan untuk dua orang. Sang legenda yang disebut Pendeta Thomas
Morell "seorang pahlawan penakluk". Perempuan yang sepenuhnya telah ditaklukkan
(tak terlihat dalam gambar) diceritakan sedang menjulurkan tangannya untuk
menerima setengah isi baki itu. Bagaimana teman seranjangnya itu berada di
bawahnya tanpa belepotan di sana-sini tidaklah begitu jelas. Lo menggambar anak
panah jenaka ke arah wajah kekasihnya yang kurus pucat itu dan menuliskan dengan
huruf tebal: H.H. Begitulah, selain perbedaan beberapa tahun, kemiripannya
sangat mengejutkan. Di bawahnya ada gambar lain, juga lembaran iklan berwarna.
Seorang dramawan dengan tenang merokok sebatang Drome. Ia selalu merokok Drome.
Kemiripannya sedikit saja. Di bawahnya lagi terdapat ranjang suci Lo, diterangi
"komik-komik". Lapisan enamelnya sudah mengelupas dari pegangan ranjang,
meninggalkan warna hitam, lebih kurang berbentuk lingkaran, seperti noda di atas
warna putih. Setelah meyakinkan
diriku sendiri bahwa Louise telah pergi, aku menenggelamkan diri di atas ranjang Lo dan membaca kembali surat itu.
17 PARA ANGGOTA dewan juri yang terhormat! Aku tak bisa bersumpah bahwa beberapa
perbuatanku tak kurencanakan sebelumnya. Pikiranku tak menahan mereka dalam
bentuk apa pun yang masuk akal atau dalam hubungan apa pun dengan peristiwa-
peristiwa yang pasti teringat kembali. Namun, aku tak bisa bersumpah izinkan aku
mengulanginya bahwa aku tidak bermain-main dengan semua itu dalam keremangan
pikiranku, dalam kegelapan nafsuku. Mungkin ada saatnya ketika terlintas dalam
benakku gagasan menikahi seorang janda tua (sebutlah Charlotte Haze) hanya untuk
mendapatkan apa yang kuinginkan dari anaknya (Lo, Lola, Lolita). Aku bahkan siap
untuk mengatakan kepada para penyiksaku bahwa mungkin saja sekali dua kali aku
melemparkan pandangan menilai terhadap bibir Charlotte yang kemerahan, rambutnya
yang berwarna seperti perunggu, garis lehernya yang rendah, dan dengan samar-
samar berusaha memasukkannya ke dalam impian siang bolongku. Hal ini kuakui di
bawah siksaan. Mungkin hanya siksaan imajiner, tapi sungguh lebih mengerikan.
Andai saja aku bisa melantur dan mengatakan lebih banyak kepada kalian tentang
mimpi buruk yang secara sembunyi-sembunyi menyiksaku di malam hari akibat bacaan
masa kecilku yang tak beraturan, semacam kata kata menakutkan, misterius, dan
busuk seperti "trauma" atau
"kejadian traumatis". Namun, kisahku sudah cukup memadai.
Setelah sesaat aku menghancurkan surat itu dan pergi ke kamarku, merenung,
mengusutkan rambutku, menata jubah unguku, dan mengerang melalui gigi yang
digemeretakkan, tiba-tiba saja aku merasakan sebuah seringai Dostoyevskian
muncul di bibirku bagaikan matahari yang jauh dan mengerikan. Aku membayangkan
(dalam kondisi jarak penglihatan yang baru dan sempurna) belaian sambil lalu
yang bisa dihamburkan suami sang ibu kepada Lolita. Aku akan memeluknya tiga
kali sehari, setiap hari. Semua masalahku akan beres. Aku akan menjadi orang
yang sehat. "Memelukmu dengan lembut dan menempelkan ciuman kebapakan pada
pipimu ..." Kemudian, aku membayangkan Charlotte sebagai calon pasanganku. Karena Tuhan, aku bisa membuat diriku membawakannya buah delima
rekah, sarapan tanpa gula.
Humbert Humbert yang berkeringat di bawah cahaya putih benderang, melolong, dan
diinjak-injak oleh polisi yang berkeringat, sekarang siap membuat "pernyataan"
selagi ia menukar kesadarannya luar dalam dan merobek garis terdalamnya.
Aku tidak berencana menikahi Charlotte yang malang untuk menyingkirkannya dengan
cara yang kasar, mengerikan dan berbahaya, misalnya membunuhnya dengan cara
menaruh lima tablet merkuri biklorit dalam anggur pengantar makannya atau yang
semacam itu. Namun, sejujurnya, sebuah pikiran yang berkaitan dengan buku
petunjuk penggunaan obat-obatan memang sempat terjentik dalam otakku yang
berkabut. Mengapa hanya membatasi diriku pada topeng belaian yang telah kucoba
sebelumnya" Berbagai bayangan kesenangan ragawi bergoyang dan tersenyum di
hadapanku. Aku melihat diriku memberikan ramuan obat tidur kepada sang ibu dan
anaknya agar bisa menimang si bocah sepanjang malam dengan kebebasan yang
sempurna. Rumah itu dipenuhi dengkuran Charlotte, sementara Lolita hampir tak
bernapas dalam tidurnya, sehening bocah perempuan yang dalam lukisan. "Ibu, aku
bersumpah. Kenny bahkan tak pernah menyentuhku." "Kau berbohong, Dolores Haze,
atau itu setan yang meniduri perempuan saat mereka sedang tidur." Tidak, aku
tidak akan berbuat sejauh itu.
Jadi, Humbert membuat rencana dan bermimpi dan matahari hasrat dan keputusan
(dua hal yang membuat dunia hidup) naik lebih tinggi lagi, selagi gerombolan
lelaki kurang ajar dengan gelas berkilauan di tangan bersulang untuk kebahagiaan
di malam-malam yang telah lalu dan di masa yang akan datang. Kemudian, seolah-
olah aku memecahkan gelas itu dan membayangkan pada akhirnya, aku mungkin akan
memeras Haze besar hingga membiarkanku bergaul dengan Haze kecil dengan cara
mengancam akan meninggalkan Merpati Besar yang malang itu jika dia berusaha
menghalangiku bermain-main dengan anak tiriku yang sah.
Dengan kata lain, sebelum Tawaran Luar Biasa itu, aku sama tak berdayanya dengan
Adam yang berkhayal di dalam kebun apelnya pada awal penciptaan.
Dan sekarang, tulis keterangan penting berikut ini:
seniman dalam diriku telah menguasai sang lelaki terhormat.
Membutuhkan kehendak kuat agar dalam memoar ini aku bisa menyesuaikan gayanya
dengan catatan harian yang kubuat saat Nyonya Haze menjadi hambatan bagiku.
Catatan harianku tak ada lagi, tapi menjaga intonasinya telah menjadi tugas
artistikku, tak peduli betapa salah dan kejamnya semua itu terlihat di hadapanku
saat ini. Untungnya, ceritaku telah mencapai titik di mana aku bisa berhenti
mempermalukan Charlotte yang malang demi ketepatan masa lalu. Mempertimbangkan
masih ada waktu dua atau tiga jam sebelum Charlotte tiba (dan untuk menghindari
tatap muka yang akan menghancurkan impian kami yang berbeda), aku memutuskan
untuk meneleponnya di perkemahan.
Ternyata, dia sudah pergi sejam sebelumnya dan sebagai gantinya ada Lo. Kubilang
padanya dengan gemetar dan penuh rasa berkuasa atas takdir bahwa aku akan
menikahi ibunya. Aku harus mengulanginya dua kali karena sesuatu mencegahnya
memerhatikan perkataanku.
"Wow, itu bagus," katanya sambil tertawa. "Kapankah hari pernikahannya" Tunggu
sebentar ... Anak anjing itu anak anjing yang di sini menemukan kaus kakiku.
Dengar-" dan ia menambahkan bahwa ia mengira, ia akan mendapat banyak kesenangan
... Aku menyadari saat aku menutup telepon bahwa beberapa jam di perkemahan
sudah cukup untuk mengganti bayangan Humbert Humbert yang tampan dan pikiran
Lolita kecil dengan kesan baru. Tapi, apa sekarang itu masih penting" Aku akan
segera mendapatkannya kembali setelah pernikahan. "Bunga jeruk jarang layu dan
mati di kuburan," begitulah yang dikatakan seorang penyair. Tapi, aku bukan
penyair. Aku hanyalah seorang pencatat yang sangat berhati-hati.
Setelah Louise pergi, aku memeriksa kulkas dan menemukan bahwa makanan yang ada
tak menarik, lalu aku pergi ke kota membeli makanan paling berlemak yang ada.
Aku juga membeli minuman keras berkualitas dan dua atau tiga macam vitamin. Aku
lumayan yakin bahwa dengan bantuan perangsang dan kemampuan asliku, aku akan
bisa menghindari hal-hal memalukan yang bisa ditimbulkan oleh ketidakpedulianku ketika aku dirangsang untuk menunjukkan gairah yang kuat dan
tak sabaran. Lagi-lagi Humbert yang banyak akal membayangkan Charlotte seperti yang tampak
dalam khayalan khas para lelaki. Lekuk tubuhnya terlihat indah. Ini yang bisa
kukatakan tentangnya dan ia adalah kakak perempuan Lolitaku keyakinan ini
mungkin bisa kupertahankan bila saja aku tak membayangkan pinggulnya yang padat,
lututnya yang bundar, dadanya yang tumbuh sempurna, warna lehernya yang merah
muda kasar ("kasar" bila dibandingkan dengan sutra dan madu), dan selebihnya
dari hal menyedihkan dan membosankan itu: dia adalah seorang perempuan yang enak
dilihat. Matahari memendarkan bayangan bundar di rumah itu saat petang berganti malam.
Aku minum-minum. Terus menerus. Gin dan jus nanas, campuran kesukaanku, selalu
menggandakan tenagaku. Aku memutuskan untuk menyibukkan diri dengan halaman
rumah kami yang kurang terurus. Sebuah perhatian kecil. Halamannya dipenuhi
bunga dandelion dan seekor anjing yang menyebalkan aku sangat tidak menyukai
anjing telah menodai bebatuan ceper tempat sebuah jam matahari pernah berdiri di
atasnya. Sebagian besar bunga dandelion telah berubah dari matahari menjadi
bulan. Gin dan Lolita menari-nari dalam diriku, dan aku hampir tersandung kursi-
kursi lipat yang sedang kucoba pindahkan.
Ereksiku menggemakan suara seperti orang bersulang paling tidak, punyaku
terdengar begitu. Sebuah pagar tua di belakang taman memisahkan kami dan tempat sampah tetangga
dan bunga lili, tapi tak ada apa-apa di antara ujung depan halaman kami (yang
menurun sepanjang satu sisi rumah) dengan jalan. Dengan begitu aku bisa
menantikan kepulangan Charlotte (dengan seringai seseorang yang akan melakukan
tindakan hebat): gigi itu harus segera dicabut.
Seraya berjalan sempoyongan dan menghentak maju dengan alat pemotong rumput,
potongan-potongan rumput berserakan di bawah sinar matahari yang meredup, aku
mengawasi jalan. Jalan itu berliku masuk di bawah lengkungan dan bayangan
pepohonan besar, lalu menurun ke arah kami, turun, cukup tajam, melewati rumah
tua di seberang yang terbuat dari batu bata dan dipenuhi tanaman merambat dengan
halaman yang curam (lebih rapi dan halaman kami), lalu lenyap di belakang teras
depan kami yang tak bisa kulihat dari tempatku bersendawa dan bekerja dengan
riang gembira. Bunga-bunga dandelion lenyap. Getah bercampur dengan nanas.
Dua gadis kecil, Marion dan Mabel, yang belakangan kedatangan dan kepergiannya
sering kuamati (tapi siapa yang bisa menggantikan Lolitaku") pergi menuju jalan
besar. Yang satu mendorong sepeda, yang lainnya makan dari kantong kertas.
Keduanya berbicara dengan suara riang yang keras. Leslie, tukang kebun dan sopir
Nona Tua Seberang Rumah, seorang negro yang sangat menyenangkan dan atletis,
tersenyum lebar kepadaku dan jauh dan berteriak, memberi komentar dengan gerak
tubuh, bahwa aku sangat bertenaga hari ini. Anjing bodoh milik tukang loak kaya
di rumah sebelah mengejar mobil biru bukan mobil Charlotte. Yang lebih cantik di
antara kedua gadis kecil (kurasa Mabel), memakai celana pendek, rambutnya
berwarna terang gadis kecil yang menggiurkan! lari berbalik sambil meremas
kantong kertasnya dan tersembunyi dari pandangan kambing bandot ini oleh bagian
depan kediaman Tuan dan Nyonya Humbert.
Sebuah mobil station wagon muncul dari bawah bayangan dedaunan di jalan besar,
menyeret beberapa ranting pada atapnya sebelum bayangan itu melenting dan
berayun dengan kecepatan seorang idiot. Pengemudi yang mengenakan baju hangat
berpegangan pada atap mobil dengan tangan kirinya dan anjing tukang loak berlari
di sampingnya. Ada jeda penuh senyum kemudian, seiring degupan di dadaku,
kusaksikan kembalinya Sedan Biru.
Aku melihatnya meluncur menuruni bukit dan menghilang di balik sudut rumah.
Kulihat sekilas parasnya yang tenang dan pucat. Terlintas dalam pikiranku bahwa
hingga ia naik ke atas, ia tak akan tahu apakah aku telah pergi atau tidak.
Semenit kemudian, dengan raut sedih yang luar biasa di wajahnya, ia memandang ke
bawah kepadaku dari jendela kamar Lo. Dengan berlari menaiki tangga, aku
berhasil mencapai kamar itu sebelum ia meninggalkannya.
18 KETIKA SANG pengantin perempuan adalah seorang janda dan sang pengantin pria
seorang duda; saat yang pertama telah tinggal di kota kecil kami yang hebat
selama hampir dua tahun dan yang terakhir baru sekitar sebulan; kala si tuan
ingin menyelesaikan seluruh hal yang menyebalkan secepat mungkin dan si nyonya
menyerah pasrah dengan senyum penuh maklum; maka, para pembaca, pernikahan itu
adalah cerita yang "hening". Pengantin perempuan tak mengenakan tiara dan bunga
jeruk yang menahan cadarnya, juga tak membawa anggrek putih di dalam buku doa.
Anak gadis sang pengantin perempuan yang masih kecil bisa menambahkan sentuhan
yang nyata pada upacara yang menyatukan H. dan H., tapi aku tahu aku belum
berani bersikap terlalu lembut dengan Lolita yang terpojok. Dengan demikian, aku
setuju bahwa tidaklah layak menjauhkan bocah itu dan Perkemahan Q yang
dicintainya. Charlotteku yang penuh gairah dan kesepian dalam hidup kesehariannya senang
bergaul. Terlebih lagi, aku menemukan bahwa meskipun dia tidak bisa
mengendalikan hatinya atau tangisannya, ia adalah seorang perempuan yang
berprinsip. Segera setelah ia menjadi semacam gundikku, Charlotte yang baik
bertanya kepadaku tentang hubunganku dengan Tuhan. "Apakah kaupercaya pada
Tuhan?" tanya Charlotte. Aku bisa saja menjawab bahwa sejauh ini pikiranku bebas
dan terbuka soal itu, tetapi aku menyahut, "Pertanyaannya, apakah Tuhan percaya
padaku?" Seraya memandang ke bawah pada kuku-kuku jarinya, ia juga bertanya kepadaku
apakah di dalam keluargaku ada kecenderungan tertentu yang aneh. Aku
menimpalinya dengan bertanya apakah dia akan tetap mau menikahiku jika kakek
ayahku adalah, katakanlah, seorang Turki. Katanya hal itu tidak terlalu masalah,
tapi bila ternyata aku tidak percaya kepada Tuhan, dia akan bunuh diri. Dia
mengatakannya dengan begitu serius sehingga membuatku ngeri. Saat itulah
kemudian aku tahu bahwa ia adalah seorang perempuan yang berprinsip.
Oh, ia juga memiiki tata krama kelas atas: bilang "maaf kapan pun ada sedikit
sendawa yang memotong pembicaraannya, menyebut amplop sebagai ahnvelope, dan
saat berbicara dengan teman-teman perempuannya di kelompok bacanya, ia
menyebutku Tuan Humbert. Kupikir akan menyenangkan baginya kalau aku memasuki komunitas itu.
Pada hari pernikahan kami, sebuah wawancara kecil-kecilan denganku muncul dalam
Kolom Masyarakat di The Ramsdale Journal, dengan foto Charlotte, sebelah alis
matanya naik, dan kesalahan cetak pada namanya ("Hazer"). Di luar hal yang
memalukan ini, publisitas itu telah menghangatkan hatinya dan membuatnya
bergetar dengan kebahagiaan yang amat sangat. Dengan menyibukkan diri dalam
kegiatan gerejawi dan berusaha mengenal para ibu teman-teman sekolah Lo,
Charlotte dalam waktu kurang lebih dua puluh bulan telah berhasil menjadi warga
yang bisa diterima, kalau bukan yang terkemuka, tapi sebelumnya ia tidak pernah
masuk dalam rubrik itu dan akulah yang menaruhnya di sana, Tuan Edgar H. Humbert
(aku memasukkan "Edgar"
hanya untuk kesenangan saja), "penulis dan penjelajah".
Adik McCoo, saat menulisnya, bertanya kepadaku apa yang pernah kutulis. Apa pun
yang kukatakan kepadanya kemudian muncul sebagai
"beberapa buku tentang Peacock, Rainbow, dan penyair-penyair lainnya".
Ditulis juga bahwa Charlotte dan aku telah saling mengenal selama beberapa tahun
dan aku adalah saudara jauh suami pertamanya. Aku menyinggung bahwa aku pernah
memiiki hubungan dekat dengannya tiga belas tahun lalu, tapi hal ini tidak
ditulis. Aku bilang kepada Charlotte bahwa rubrik masyarakat harus mengandung
sedikit kesalahan. Mari kita lanjutkan cerita yang membuat penasaran ini. Saat diajak menikmati
peningkatan status darin seorang pengontrak menjadi kekasih, apakah aku hanya
merasa jijik. Tidak. Tuan Humbert mengakui dengan bangga daya tarik seksualnya,
kelembutan yang samar, bahkan penyesalan yang mengalir perlahan di sepanjang
belati rahasianya. Belum pernah kuberpikir bahwa Nyonya Haze yang agak
menggelikan, walaupun cukup menarik, dengan keyakinannya yang membabi buta akan
kebijakan gereja dan kelompok bacanya, tindak tanduknya yang penuh tata krama,
sikapnya yang kasar, dingin dan tak menghargai seorang anak berusia dua belas
tahun yang menawan, ternyata bisa berubah menjadi makhluk yang menyentuh dan tak
berdaya sesaat setelah aku menyentuhkan tanganku di tubuhnya di depan pintu
kamar Lolita, di mana ia mundur gemetaran sambil merintih berulang-ulang,
"Jangan, jangan ... Kumohon jangan."
Perubahan itu memperbaiki penampilannya. Senyumnya yang selalu diatur, sejak
saat itu berubah menjadi bersinar karena kasih sayang sinar lembut yang ajaibnya
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kukenali mirip dengan pandangan manis, hampa dan kabur yang ada pada diri Lo
ketika merasakan minuman campuran baru di bar, atau mengagumi pakaian-pakaian
baruku yang mahal tanpa berkata-kata. Dengan penuh ketertarikan, aku mengamati
Charlotte selagi ia bertukar cerita tentang masalah masalah orangtua dengan
perempuan-perempuan lain dan menyeringai pasrah khas perempuan (mata berputar ke
atas, mulut menurun ke samping) yang dalam bentuk kekanak kanakan pernah kulihat
dilakukan oleh Lo. Kami minum dulu sebelum masuk agar aku bisa membangkitkan bayangan bocah itu
selagi mencumbu ibunya. Ini adalah perut putih saat gadis kecilku masih menjadi
ikan mungil yang berlekuk lekuk pada tahun 1934. Rambut yang dicat dengan hati-
hati ini, begitu steril bagi indra penciuman dan perabaku, pada saat remang
remang tertentu di tempat tidur bertiang menimbulkan perasaan akan rambut
keriting Lolita. Aku terus mengatakan kepada diriku sendiri, seraya menggauli
istri baruku yang nyata dan secara biologis adalah yang paling dekat dengan
Lolita, bahwa saat seusia Lolita dia adalah anak sekolah yang sama
menggairahkannya dengan anaknya, dan begitu pula anak perempuan Lolita kelak.
Aku menyuruh istriku mengambil album foto berumur tiga puluh tahun dari bawah
tumpukan koleksi sepatu (kelihatannya Tuan Haze menyukai sepatu) agar aku bisa
melihat Lotte selagi masih kecil.
Walaupun cahayanya tidak tepat dan baju-bajunya tidak anggun, aku bisa secara
samar-samar melihat versi pertama dari bentuk kaki, tulang pipi, dan hidung
Lolita. Lottelita, Lolitchen.
Jadi, aku mengintip dari seberang pagar tanaman selama bertahun-tahun ke
jendela-jendela kecil berwarna pucat. Dan, ketika dengan bantuan cumbuan polos
yang bernafsu, dia dengan putingnya yang mengeras dan selangkangan yang ketat
menyiapkanku untuk melaksanakan tugas malamku, tetap saja tercium aroma gadis
kecil yang kucari dengan putus asa saat kususuri hutan gelap yang membusuk.
Aku tak mampu mengungkapkan kepadamu betapa lembut dan menyentuhnya istriku yang
malang itu. Di saat sarapan, di dapur yang terang membosankan, dengan hiasan
kerlap-kerlip keperakan dan kalender Hardware and Co. serta pojokan yang manis
untuk sarapan (seolah-olah itu adalah kedai kopi tempat Charlotte dan Humbert
berbisik-bisik saat masih kuliah), dia akan duduk mengenakan gaun merah, sikunya
di atas meja beralas plastik, pipinya tertopang kepalan tangannya, dan ia
memandangiku dengan kelembutan yang tak tertanggungkan selagi aku melahap daging
ham dan telurku. Wajah Humbert mungkin kejang dengan rasa sakit di sarafnya,
tapi di matanya memancar keindahan dan energi dengan matahari dan bayangan
dedaunan yang bergelombang pada kulkas putih. Baginya, sikap diamku yang
mengesalkan adalah cinta yang hening. Penghasilanku yang kecil, yang kuberikan
kepadanya hanya sebagian kecil, membuatnya terkesan sebagai kekayaan yang besar.
Bukan karena jumlah yang dimiikinya sekarang cukup untuk sebagian besar
kebutuhan kelas menengah, tapi karena uangku bahkan bersinar di matanya dengan
sihir kejantananku. Dan, ia melihat tabungan bersama kami sebagai jalan raya di tengah hari yang
memiiki keteduhan di satu sisi dan sinar matahari di sisi lain hingga ke ujung,
di mana pegunungan berwarna merah jambu tampak membayang.
Memasuki lima puluh hari hidup bersama kami, Charlotte telah memenuhinya dengan
berbagai kegiatan. Perempuan malang itu menyibukkan diri dengan sejumlah hal
yang telah sejak lama ia lepaskan atau yang tak pernah terlalu ia minati,
seolah-olah pernikahanku dengan ibu dari anak yang kucintai ini telah membuat
istriku mendapatkan kembali jiwa mudanya yang melimpah.
Dengan semangat seorang pengantin perempuan muda, dia mulai
"memegahkan rumah". Aku amat mengenali rumah itu karena aku membuat setiap
lubangnya dengan sepenuh hati sejak hari-hari saat aku dari kursiku mengintip
perjalanan Lolita memasuki rumah. Aku bahkan telah sejak lama memiiki sejenis
hubungan emosional dengan rumah itu, dengan setiap kotoran dan keburukannya, dan
sekarang aku hampir bisa merasakan keengganan benda menyedihkan yang menjadi
alas untuk menahan bak mandi berwarna cokelat muda dan merah kekuningan serta
tetek bengek yang direncanakan Charlotte terhadapnya.
Ia tak pernah sampai sejauh itu, puji Tuhan, tapi ia menghabiskan sangat banyak
tenaga untuk mencuci tirai jendela, memberi liin pada kepingan tirai Venesia,
membeli tirai-tirai baru, mengembalikannya ke toko, menggantinya dengan yang
lain, dan seterusnya, dalam terang gelapnya senyuman dan kerutan, keraguan dan
cibiran. Ia mengubah warna-warna sofa-sofa suci di mana secuil surga pernah
meledak dalam gerakan lembut di dalam diriku.
Ia menata ulang perabotan dan merasa puas saat ia menemukan dalam suatu tulisan
panjang tentang rumah tangga bahwa "memisahkan sepasang sofa dan lampu-lampu
pasangannya adalah sesuatu yang pantas." Bersama pengarang buku Rumahmu adalah
Dirimu, ia mulai menumbuhkan kebencian terhadap kursi-kursi dan meja-meja kecil
yang ramping. Ia yakin bahwa ruangan yang memiiki banyak kaca dan panel kayu
adalah contoh ruangan berjenis maskulin, sementara ruangan berjenis feminin
ditandai dengan jendela jendela yang terlihat ringan dan barang barang kayu yang
lebih ringkih. Novel novel yang kulihat sedang ia baca saat aku pindah kini diganti dengan
katalog katalog bergambar dan buku buku petunjuk merapikan rumah. Dan suatu
firma yang berlokasi di Roosevelt Blvd. 4640, Philadelphia, dia memesan "kasur
dengan 312 pegas berlapis kain linen"
untuk tempat tidur kami walaupun bagiku, yang lama kelihatannya empuk dan
lumayan kuat. Sebagai seseorang yang berasal dari Amerika bagian barat, seperti suaminya yang
telah wafat, dia belum cukup lama tinggal di Ramsdale, tempat yang bagus di
bagian timur, untuk mengenal semua orang yang menyenangkan. Ia agak mengenal
dokter gigi periang yang tinggal di puri kayu bobrok di belakang halaman kami.
Pada jamuan teh di gereja, ia bertemu dengan istri pedagang barang bekas "sok
penting" yang memiliki
"rumah gaya kolonial" berwarna putih mengerikan di pojok jalan raya.
Sesekali ia "mengobrol" dengan si nona di seberang rumah yang sudah tua. Namun,
semakin sering dia mengundang ibu-ibu tua atau mengobrol dengan mereka di
telepon perempuan-perempuan lembut seperti Nyonya Glave, Nyonya Shendan, Nyonya
McCrystal, Nyonya Knight dan lainnya makin jarang menghubungi Charlotteku yang
terabaikan. Satu satunya pasangan yang sungguh sungguh punya hubungan dekat dengannya adalah
keluarga Farlow yang baru saja kembali dari perjalanan bisnis ke Cile sehingga
bisa menghadiri pernikahan kami. Juga dengan keluarga Chatfield, McCoo, dan
beberapa lainnya (tapi bukan Nyonya Junk atau Nyonya Talbot).
John Farlow adalah seorang pedagang perlengkapan olahraga yang cukup berhasil,
berusia pertengahan, tidak banyak bicara, dan cukup atletis. Ia memiiki kantor
di Parkington, enam puluh kilometer dan sini. Ia pula yang memberiku sarung
untuk pistol Colt itu dan menunjukkan kepadaku cara menggunakannya saat
berjalan-jalan di hutan pada suatu hari Minggu. Ia merangkap seorang pengacara
paruh waktu yang telah menangani beberapa urusan Charlotte.
Jean, istrinya yang kelihatan muda (dan sepupu dekat), adalah seorang gadis
bertungkai panjang dengan kacamata bergaya Harlequin dengan sepasang buah dada
yang montok dan mulut besar yang merah.
Ia melukis pemandangan dan foto dan aku pernah memuji lukisan kemenakan
perempuannya yang dia buat, yaitu lukisan Rosaline Honeck kecil berseragam
Pramuka dengan baret hijau dan rambut keriting sebahu yang menawan. Saat itu
John menyingkirkan pipanya, lalu berkata bahwa sungguh menyedihkan Dolly
(Dolitaku) dan Rosaline saling mengejek di sekolah. Namun, kami semua berharap
mereka akan lebih akur sepulang dari perkemahan itu.
Kami membicarakan sekolah. Sekolah ada kelemahan dan kebaikannya. "Ya,
kebanyakan pedagang di sini adalah orang Italia," kata John, "tapi setidaknya
kita masih kebagian-" "Kuharap," aku memotong perkataan Jean dengan tertawa,
"Dolly dan Rosaline menghabiskan liburan musim panas bersama." Tiba tiba saja
aku membayangkan Lo kembali dan perkemahan kulitnya kecokelatan, sikapnya
hangat, dan tubuhnya letih dan aku nyaris menangis karena amukan nafsu dan
ketidaksabaran. 19 BEBERAPA KATA lagi tentang Nyonya Humbert selagi situasi masih baik (kecelakaan
yang buruk akan segera terjadi). Aku selalu menyadari sifat posesif dalam
dirinya, tapi aku tidak pernah menyangka ia bisa dengan gilanya begitu
mencemburui apa pun dalam hidupku yang bukan dirinya.
Ia menunjukkan rasa ingin tahu yang kuat dan tiada habisnya tentang masa laluku.
Ia menginginkan aku menghidupkan kembali semua cinta masa laluku, jadi ia bisa
membuatku menghina mereka, menginjaknya, menghanguskannya secara total, dan
dengan demikian menghancurkan masa laluku.
Ia memaksaku menceritakan kepadanya tentang pernikahanku dengan Valeria. Aku
juga harus menemukan, atau menambahi, rangkaian panjang mantan kekasih untuk
hiburan Charlotte. Untuk membuatnya senang, aku harus menunjukkan kepadanya
katalog bergambar tentang mantan mantan kekasih itu. Semua dibeda bedakan
berdasarkan aturan periklanan Amerika di mana anak-anak sekolah digambarkan
dalam ras yang samar, dengan seorang bocah lelaki kecil berkulit kecokelatan dan
bermata bundar, hampir di tengah barisan depan. Jadi, aku menampilkan perempuan-
perempuanku, menyuruh mereka tersenyum dan melenggang si pirang yang pemalas, si
rambut cokelat yang pemarah, si rambut tembaga yang sensual seperti dalam pawai
di dalam sebuah rumah bordil.
Semakin bosan aku membuatnya, Nyonya Humbert kian puas dengan pertunjukan itu.
Belum pernah dalam hidupku aku membuat atau menerima begitu banyak pengakuan.
Dia membahas apa yang dia sebut sebagai
"kehidupan percintaannya", mulai dari cumbuan pertama hingga perkawinan, yang
secara etis sangat kontras dengan cerita karanganku, tapi secara teknis keduanya
cocok karena dipengaruhi oleh hal-hal yang sama (opera sabun, psikoanalisis, dan
novel-novel murahan). Aku untuk menggambarkan
karakter-karakterku dan dia untuk cara pengungkapannya. Aku bisa dibilang senang dengan kebiasaan seksual tertentu
Harold Haze berdasarkan kisah Charlotte yang menganggap bahwa kesenanganku tidak
benar. Jika tidak, otobiografinya akan kurang menarik seperti otopsinya kelak.
Aku tidak pernah melihat perempuan yang lebih sehat darinya, di luar diet
pelangsingan tubuhnya. Ia jarang berbicara tentang Lolitaku lebih jarang daripada berbicara tentang
bayi lelaki pirang yang fotonya menghalangi segala hal lain untuk penghias kamar
tidur kami yang hampa. Dalam salah satu khayalannya yang hambar, dia meramalkan
bahwa jiwa bayi yang telah meninggal itu akan kembali ke bumi dalam bentuk anak
yang akan ia kandung di dalam pernikahannya denganku.
Walaupun aku tidak merasakan kebutuhan mendesak untuk melanjutkan garis
keturunan Humbert dengan tiruan produksi Harold (Lolita, dengan ketegangan yang
berkaitan dengan inses, telah mulai kuanggap sebagai anakku), terlintas dalam
pikiranku bahwa saat persalinan yang panjang, dengan operasi Caesar dan berbagai
kerumitan dalam ruang bersalin pada suatu saat di musim semi berikutnya, akan
memberiku kesempatan untuk berduaan saja dengan Lolitaku, mungkin selama
berminggu minggu dan mencekoki gadis kecil tak berdaya yang menggairahkan itu
dengan pil tidur. Oh, dia membenci anak perempuannya! Yang kurasa sangat kejam adalah dia telah
berusaha dengan rajin menjawab lembaran pertanyaan dalam sebuah buku bodoh
terbitan Chicago miliknya (Petunjuk.
Perkembangan Anak Anda). Proses panjang yang rumit itu berjalan tahun demi
tahun, dan sang ibu harus mengisi semacam inventarisasi di setiap hari ulang
tahun anaknya. Pada hari ulang tahun Lo yang kedua belas, 1 Januari 1947, Charlotte Haze binti
Becker telah menggaris bawahi sifat-sifat berikut ini, sepuluh dari empat puluh
sifat, di bawah judul "Kepribadian Anak Anda": agresif, berisik, suka mencela,
tidak bisa dipercaya, tidak sabaran, mudah tersinggung, penuh rasa ingin tahu,
tidak bersemangat, selalu berpikiran negatif (digaris bawahi dua kali), dan
keras kepala. Ia telah mengabaikan tiga puluh kata sifat sisanya yang di
antaranya adalah periang, bisa bekerja sama, bersemangat, dan seterusnya. Itu
sungguh bikin gila. Dengan kekejaman yang dalam situasi lain tidak pernah muncul dalam sifat lembut
istriku yang penyayang, dia menyerang dan membuang barang barang kecil milik Lo
yang bertebaran di berbagai bagian rumah hingga membeku di sana seperti kelinci-
kelinci mungil yang dihipnotis. Perempuan baik itu tak bermimpi bahwa pada suatu
pagi, ketika perut yang sakit (akibat usahaku menyesuaikan diri dengan saus
masakannya) menghalangiku untuk menemaninya ke gereja, aku mengkhianatinya
dengan menggunakan salah satu gelang kaki Lolita.
Lalu, betapa buruk sikapnya terhadap surat surat kekasihku!
Mami dan Hummy tersayang,
Kuharap kalian baik-baik saja. Terima kasih banyak atas kiriman permennya. Aku
[dicoret dan ditulis lagi] kehilangan baju hangat baruku di hutan. Di sini
dingin selama beberapa hari terakhir ini. Aku saat menyenangkan. Salam sayang.
Dolly "Anak bodoh itu," kata Nyonya Humbert, "telah melewatkan kata
'mengalami' sebelum 'saat'. Baju hangat mahal itu terbuat dari bahan wol murni
dan kuharap kau tidak mengiriminya lagi permen tanpa meminta pendapatku."
20 ADA DANAU di tengah hutan (Danau Hourglass - begitulah kupikir ejaannya) beberapa
kilometer dari Ramsdale dan ada satu minggu di akhir bulan Juli di mana cuaca
sangat panas dan kami naik mobil ke sana setiap hari. Aku merasa wajib
menggambarkan beberapa perincian yang melelahkan dalam acara renang terakhir
kami pada suatu Selasa pagi yang bernuansa tropis.
Kami meninggalkan mobil di pelataran parkir yang tidak jauh dari jalanan dan
berjalan menuruni jalan pintas setapak melalui hutan pinus ke danau. Charlotte
mengomentari bahwa Jean Farlow, dalam pencariannya untuk mendapatkan efek cahaya
yang langka (Jean mengikuti aliran lukisan zaman dulu), melihat Leslie
menceburkan diri ke dalam danau (seperti yang John bilang) pukul lima pagi hari
Minggu lalu. "Airnya pasti lumayan dingin," ujarku.
"Bukan itu intinya," kata perempuan logis itu. "Ia tidak normal, kau tahu itu.
Dan," ia melanjutkan (dengan merangkai kata secara hati-hati seperti bila mulai
menguliahiku tentang kesehatanku), "aku punya perasaan kuat bahwa Louise sedang
jatuh cinta dengan manusia tolol itu."
Perasaan. "Kami merasa bahwa Dolly kurang belajar dengan baik"
dan sebagainya (dari rapor sekolah lama). Suami istri Humbert terus berjalan,
memakai sandal dan jubah mandi.
"Tahukah kau, Hum, aku punya satu impian yang sangat ambisius,"
ucap Nyonya Hum sambil merendahkan kepalanya - malu akan impian itu - dan menyatu
dengan tanah berwarna kuning kecokelatan. "Aku ingin sekali mendapatkan pembantu
perempuan yang benar-benar terlatih seperti perempuan Jerman yang dibicarakan
keluarga Talbot dan dia tinggal di rumah kita."
"Tidak ada kamar," kataku.
"Ayolah, Sayang," katanya dengan senyum penuh teka-teki, "tentu kau meremehkan
kemungkinan kemungkinan yang ada di rumah kita.
Kita akan menaruhnya di kamar Lo. Lagi pula aku bermaksud membuat kamar tidur
tamu di ruangan itu. Itu kamar paling dingin dan paling kejam di seluruh rumah."
"Apa yang kaubicarakan?" tanyaku, kulit di tulang pipiku menegang (ini terjadi
hanya karena kulit anak perempuanku mengalami hal yang sama saat ia merasa tak
percaya, jijik, atau tersinggung).
"Apakah kau terganggu dengan hubungan romantis?" tanya istriku - yang menyiratkan
penyerahan pertamanya. "Tentu saja tidak," kataku. "Aku hanya penasaran, di mana kau akan menaruh
anakmu kalau ada tamu atau pembantu."
"Ah," kata Nyonya Humbert sambil tersenyum dan mendesahkan kata "Ah" terus
menerus dengan mengangkat satu alis dan menarik napas dengan lembut. "Lo kecil
sayangnya tidak termasuk dalam rencana sama sekali. Lo kecil dan perkemahan itu
akan langsung masuk ke sekolah asrama yang bagus dengan disiplin keras dan
pendidikan agama yang kuat. Sehabis itu - Kampus Beardsley. Semuanya sudah
direncanakan. Kau tidak perlu cemas." Dia meneruskan bahwa dia, Nyonya Humbert, akan membuang
kebiasaan malasnya dan menulis surat kepada adik Nona Phalen yang mengajar di
St. Algebra. Danau yang berkilauan terbayang. Kubilang, aku lupa membawa
kacamata hitamku yang tertinggal di mobil dan akan menyusulnya.
Aku selalu berpikir bahwa memelintir tangan seseorang hanyalah sebuah gerakan
khayalan - mungkin efek yang tidak jelas dari ritual zaman pertengahan. Namun,
saat aku melewati pepohonan untuk menemukan ketenangan dalam keputusasaan,
itulah gerakan yang paling dekat dengan ekspresi bisu suasana hatiku ("Tuhan,
lihatlah rantai-rantai ini!").
Andai Charlotte adalah Valeria, aku sudah tahu bagaimana menangani situasi
seperti itu, dan "menangani" adalah kata yang kuinginkan. Di masa lampau, dengan
sedikit saja memuntir pergelangan tangan Valeria gendut yang rapuh (yang
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terkilir saat jatuh dari sepeda), aku bisa mengubah pikirannya dalam sekejap.
Namun, apa pun yang berkaitan dengan Charlotte tidak terbayangkan bagiku.
Charlotte yang dingin membuatku ngeri. Impianku untuk mengendalikannya melalui
gairahnya terhadapku benar-benar salah. Aku tak berani melakukan apa pun yang
bisa merusak cCitraku yang telah dia harapkan untuk dia cintai.
Aku merayunya saat dia bersikap buruk terhadap kekasih kecilku, dan gaya merayu
itu masih tetap mewarnai sikapku terhadapnya. Satu satunya kartu as yang
kupegang adalah ketakpeduliannya terhadap cintaku yang sangat besar terhadap
Lolita. Dia terganggu dengan kenyataan bahwa Lo menyukaiku, tapi perasaan tidak
bisa ditebaknya. Kepada Valeria, aku mungkin akan berkata, "Hai, Kau, perempuan gendut bodoh,
akulah yang memutuskan apa yang baik bagi Dolores Humbert." Kepada Charlotte,
aku bahkan tidak bisa berkata (dengan ketenangan yang dipaksakan), "Maaf,
Sayangku, aku tidak setuju. Ayo kita beri anak itu kesempatan sekali lagi.
Izinkan aku menjadi guru pribadinya selama setahun. Kau sendiri pernah bilang
kepadaku-" Kenyataannya, aku tidak bisa bilang apa-apa kepada Charlotte tentang anak itu.
Oh, kau tak akan bisa membayangkan (seperti aku tak pernah bisa membayangkan)
seperti apa perempuan perempuan teguh pendirian ini! Charlotte, yang tidak
menyadari kepalsuan semua tata krama sehari-hari, makanan, buku-buku, dan orang-
orang yang dia percayai, akan langsung mengenali nada suara palsu dalam kalimat
apapun yang akan kukatakan agar Lo tetap dekat denganku. Dia bagaikan seorang
musisi yang barangkali seseorang yang amat kasar, kurang luwes dan tak bercita
rasa dalam kehidupan sehari-hari, tetapi bisa mendengar sebuah nada yang salah
dalam alunan musik dengan sangat tepat.
Untuk mematahkan niat Charlotte, aku harus mematahkan hatinya.
Namun, kalau aku mematahkan hatinya, citraku di hadapannya akan hancur juga.
Kalau aku bilang: "Biar kuurus Lolita dan kau diam saja, atau kita pisah
sekalian," dia akan menjadi sepucat perempuan dalam kaca yang berembun dan
dengan perlahan menjawab: "Baiklah, apa pun yang kau tambahi atau kurangi, ini
adalah akhir hubungan kita." Dan, berakhirlah semuanya.
Seperti itulah kekacauannya. Aku ingat saat sampai di pelataran parkir aku
memompa setangkup air rasa karat dan meminumnya dengan penuh semangat seolah
olah air itu bisa memberiku sihir kebijakan, kemudaan, kebebasan, dan seorang
gundik kecil. Untuk sesaat, dengan jubah ungu dan tumit lunglai, aku duduk di
ujung salah satu meja yang kasar, di bawah pepohonan cemara yang bergoyang.
Dalam jarak sedang dariku, dua bocah perempuan mungil bercelana pendek keluar
dari sebuah toilet bertuliskan "Perempuan".
Mabel (atau pemeran pengganti Mabel), yang sedang sibuk mengunyah permen karet,
melupakan hal-hal lainnya dan menaiki sepedanya.
Sementara itu, Marion, yang mengibaskan rambutnya karena ada lalat, diam di
belakang dengan kaki terkangkang lebar. Mereka secara perlahan, tanpa sadar,
berbaur dengan cahaya dan bayang bayang.
Lolita! Ayah dan anak perempuan melebur dengan pepohonan ini! Jalan keluar
alamiah adalah dengan melenyapkan Nyonya Humbert. Tapi, bagaimana caranya"
Tidak ada orang yang bisa melaksanakan pembunuhan yang sempurna. Hanya
kesempatan yang bisa membantu melakukannya. Ada sebuah pembunuhan terkenal atas
Nyonya Lacour di Aries, Prancis Selatan, pada akhir abad lalu. Seorang tak
dikenal yang berjenggot dan tinggi badannya enam kaki, yang belakangan diduga
sebagai kekasih rahasia nyonya itu, berjalan ke arahnya di jalan yang ramai,
segera setelah pernikahannya dengan Kolonel Lacour, dan membacok punggungnya
tiga kali selagi kolonel itu, seorang pria berperawakan kecil, bergelayutan di
lengan pembunuh itu. Karena suatu kebetulan yang ajaib, tepat pada saat si pelaku sedang berusaha
melepaskan rahang si suami yang marah (selagi beberapa orang yang menonton mulai
mendekat), seorang Italia di rumah terdekat dan tempat kejadian secara tidak
sengaja meledakkan semacam bahan peledak dan dalam sekejap jalanan itu berubah
menjadi kacau dipenuhi asap, bata-bata yang berjatuhan, dan orang-orang yang
berlarian. Ledakan itu tidak melukai satu orang pun (kecuali bahwa ledakan itu
membuat Kolonel Lacour pingsan), tapi kekasih si nyonya yang penuh dendam itu
ikut berlari saat orang orang berlarian - dan hidup bahagia untuk selamanya.
Tapi, lihatlah apa yang terjadi saat si pelaku itu sendiri merencanakan pelarian
yang sempurna. Aku berjalan ke Danau Hourglass. Tempat kami dan beberapa pasangan "yang
menyenangkan" lainnya (pasangan Farlow dan Chatfield) biasa mandi adalah sejenis
gua kecil. Charlotteku menyukainya karena itu hampir seperti "pantai pribadi".
Fasilitas pemandian utamanya (atau
"fasilitas penenggelaman" seperti yang sekali waktu pernah disebutkan oleh The
Ramsdale Journal) ada di bagian kiri (timur) danau dan tak bisa dilihat dari gua
kecil kami. Di sebelah kanan kami, pepohonan cemara akan segera memberi jalan
bagi lekukan tanah basah yang berkelok kembali masuk ke dalam hutan di sisi yang
berlawanan. Aku duduk di samping istriku tanpa suara hingga ia memulai.
"Bisakah kita mencemplung sekarang?" tanyanya.
"Sebentar lagi. Biarkan aku menyelesaikan apa yang sedang kupikirkan."
Aku berpikir. Lebih dari satu menit telah berlalu.
"Ayolah." "Apakah aku ada dalam pikiranmu?"
"Tentu saja." "Kuharap begitu," kata Charlotte sambil memasuki perairan. Air segera mencapai
pinggul besarnya. Kemudian, dengan tangan direntangkan, mulut tertutup rapat-
rapat, wajah yang datar dengan kepala tertutup topi karet hitam, Charlotte
mengayunkan dirinya ke depan diikuti percikan air yang dahsyat.
Dengan perlahan kami berenang menuju kilau danau itu.
Di tepi yang berseberangan, paling tidak seribu langkah jauhnya (kalau orang
bisa berjalan di atas air), aku bisa mengenali sosok-sosok mungil dua orang yang
bekerja seperti berang-berang di sepanjang pantai. Aku tahu persis siapa mereka:
seorang pensiunan polisi keturunan Polandia dan pensiunan tukang ledeng yang
memiiki sebagian besar pepohonan di sisi danau itu. Dan aku juga tahu, mereka
turut serta dalam pembangunan sebuah dermaga hanya untuk kesenangan yang
menyedihkan. Ketukan-ketukan yang sampai ke telinga kami sepertinya jauh lebih
nyaring daripada yang bisa terdengar dari perkakas orang-orang cebol itu.
Garis pendek pasir putih pantai "kami" - dari mana sekarang ini kami telah menjauh
untuk mencapai perairan dalam - lengang di pagi hari kerja. Tiada siapa pun di
sekitarnya kecuali sosok sosok mungil yang sibuk di sisi seberang dan sebuah
pesawat pribadi berwarna merah gelap yang berdengung di atas kepala kemudian
lenyap di langit biru. Semua itu benar benar sempurna untuk sebuah pembunuhan
yang cepat dan singkat, dan inilah intinya: penegak hukum dan tukang air itu
cukup dekat untuk menyaksikan suatu kecelakaan dan cukup jauh untuk mengamati
sebuah tindakan kriminal. Mereka cukup dekat untuk mendengar seseorang yang
sedang mandi terganggu, terbanting-banting dan berteriak memanggil orang agar
datang dan membantunya menyelamatkan istrinya yang tenggelam. Namun, mereka
terlalu jauh untuk mengetahui bahwa perenang yang terganggu itu sedang menginjak
istrinya di dalam air. Aku belum sampai di tahap itu. Aku hanya ingin mengungkapkan betapa mudahnya
tindakan itu dan alangkah sempurna keadaannya!
Jadi, di sanalah Charlotte berenang dengan kepatuhan yang memalukan (dia seekor
putri duyung yang sungguh tak istimewa), tapi bukannya tanpa kesenangan yang
menyedihkan (bukankah duyung jantannya ada di sampingnya"). Jelas kuingat warna
putih berkilat di wajahnya yang basah dan bibirnya yang pucat, dahinya yang
menonjol, topi hitamnya yang ketat, dan leher basahnya yang montok.
Aku tahu yang harus kulakukan hanyalah mengikutinya, menarik napas panjang,
kemudian merenggut pergelangan kakinya dan dengan cepat menyelam menyeret mayat
mangsaku. Kubilang mayat karena rasa rasa kaget, panik dan kurangnya pengalaman
akan menyebabkan dia langsung menghirup seliter air danau yang mematikan selagi
aku akan bisa bertahan selama paling tidak semenit penuh dengan mata terbuka di
dalam air. Gerakan tubuh yang fatal berlalu seperti buntut bintang jatuh
melintasi kegelapan kejahatan yang direncanakan dengan baik. Itu seperti tarian
balet tanpa suara yang menakutkan. Sang penari pria memegang kaki penari balet
wanita dan bergerak cepat melewati senja yang basah. Aku mungkin akan muncul
untuk mengambil semulut penuh udara sembari tetap menahannya, lalu menyelam
lagi, sesering yang dibutuhkan. Hanya ketika dia sudah tamat riwayatnya, baru
aku mengizinkan diriku berteriak memanggil bantuan.
Ketika sekitar dua puluh menit kemudian kedua boneka itu akhirnya sampai dengan
menggunakan perahu dayung, Nyonya Humbert yang malang, korban kram atau gagal
jantung, atau keduanya, telah berdiri di atas kepalanya dalam lumpur kehitaman,
sekitar tiga puluh kaki di bawah permukaan Danau Hourglass yang tersenyum.
Sederhana, bukan" Tapi, ketahuilah - aku tidak bisa membuat diriku melakukannya!
Dia berenang di sisiku, seekor anjing laut yang bisa dipercaya dan kikuk, serta
sebuah suara berteriak penuh semangat di telingaku: Sekarang saatnya! Tapi, aku
tidak bisa melakukannya! Dalam keheningan aku berbalik ke arah pantai dan dengan patuh dia juga berbalik.
Tetap saja iblis meneriakkan godaannya dan tetap saja aku tak bisa membuat
diriku menenggelamkan makhluk malang dan bertubuh besar itu. Teriakan itu
bertambah jauh dan sayup seiring aku menyadari fakta yang menyedihkan bahwa
entah esok atau lusa, entah siang atau malam, tak akan mampu aku membunuhnya.
Oh, bisa kubayangkan diriku menampar dada Valeria atau menyakitinya - dan aku bisa
melihat diriku, tak kurang jelasnya, menembak bawah perut kekasihnya hingga ia
memekik "Ah!" dan terduduk lemas. Namun, aku tak bisa membunuh Charlotte -
terutama saat segala hal amat memungkinkan seperti pagi yang menyedihkan itu.
Kalau aku menangkap kakinya yang menendang nendang dengan kuat, kalau aku
melihat pandangan kagetnya, kalau aku mendengar suaranya yang buruk, kalau aku
tetap meneruskan pengalaman tak menyenangkan itu, sukmanya akan menghantuiku
seumur hidup. Kalau saja saat itu tahun 1447, bukan 1947, mungkin aku sudah mengkhianati sifat
lembutku dengan memberinya racun klasik dari batu agate yang berlubang, ramuan
kematian yang lembut. Namun, dalam era kelas menengah kami yang penuh rasa ingin
tahu, hal itu tak akan terjadi seperti di istana istana masa lampau. Di masa
kini kita harus menjadi seorang ilmuwan kalau mau menjadi seorang pembunuh.
Tidak, tidak, aku bukan dua duanya.
Para juri yang terhormat, sebagian besar pelaku tindak pidana seksual yang
menghasratkan hubungan dengan bocah perempuan yang bersifat badaniah, tapi tidak
selalu harus bersanggama adalah orang-orang asing yang tak berbahaya, tidak
mahir, pasif dan penakut. Mereka hanya meminta agar masyarakat membiarkan mereka
menjalankan perilaku mereka yang hampir tak berbahaya, tapi dianggap menyimpang
secara seksual tanpa polisi dan masyarakat harus menindaknya.
Kami bukan penjahat kelamin! Kami tidak memerkosa seperti yang dilakukan para
tentara. Kami adalah orang-orang yang tak bahagia, lembut, dan cukup mampu
mengendalikan dorongan nafsu kami di hadapan orang dewasa, tapi rela memberikan
bertahun-tahun dalam kehidupan untuk satu kesempatan menyentuh seorang gadis
kecil yang menggairahkan. Sesungguhnya, kami bukanlah pembunuh. Penyair tak
pernah membunuh. Oh, Charlotte yang malang, jangan membenciku dalam surga
abadimu di antara persenyawaan aspal, karet, besi dan batu yang abadi - tapi
syukurlah, bukan air, bukan air!
Aku berbicara apa adanya. Dan kini, tibalah saatnya menyampaikan pelajaran moral
dari kisah kejahatanku yang sempurna itu.
Kami duduk di atas handuk di bawah siraman sinar matahari. Dia melihat
sekeliling, melonggarkan kutangnya, dan tengkurap untuk memberi kesempatan
punggungnya berjemur. Dia bilang, dia mencintaiku. Dia menghela napas dalam
dalam, lalu mengulurkan satu tangan dan merogoh kantong jubahnya untuk mengambil
rokok. Dia duduk dan merokok. Dia memeriksa bahu kanannya. Kemudian dia
menghujamku dengan ciuman dan mulutnya yang terbuka dan berasap.
Tiba-tiba, di hamparan pasir di belakang kami, dari bawah semak-semak dan rimbun
pohon-pohon cemara, sebongkah batu berguling, disusul yang lainnya.
"Bocah-bocah tukang mengintip yang menjijikkan," dengus Charlotte sambil
mengangkat kutang besarnya menutupi buah dadanya dan tengkurap lagi. "Aku harus
membicarakannya dengan Peter Krestovski."
Terdengar bunyi gemerisik, suara langkah kaki, dan Jean Farlow berderap turun
membawa penopang kanvasnya dan berbagai barang.
"Kau membuat kami takut," kata Charlotte.
Jean bilang dia dari tadi ada di atas sana, dalam tempat persembunyian di antara
kehijauan, memata matai alam (mata-mata biasanya ditembak), berusaha
menyelesaikan lukisan pemandangan danau, tapi hasilnya tidak bagus karena ia
merasa tidak berbakat (yang memang cukup benar)-"Apakah kau pernah mencoba
melukis, Humbert?" Charlotte, yang sedikit merasa cemburu kepada Jean, ingin tahu apakah John akan
datang. John akan datang. Hari ini ia pulang untuk makan siang. Ia telah menurunkan Jean
dalam perjalanan menuju Parkington dan seharusnya menjemputnya sewaktu waktu.
Ini adalah pagi yang mengesankan. Ia selalu merasa seperti seorang pengkhianat
bagi Cavall dan Melampus karena membiarkan mereka terikat pada hari-hari yang
indah seperti ini. Jean lalu duduk di atas pasir putih di antara Charlotte dan aku. Dia mengenakan
celana pendek. Sepasang kaki panjangnya yang kecokelatan kurang lebih sama
menariknya bagiku seperti kaki kuda betina yang berwarna cokelat kemerahan. Dia
memperlihatkan gusinya saat tersenyum.
"Aku hampir melukis kalian berdua di dalam danauku," katanya.
"Aku bahkan melihat sesuatu yang kau tidak sadari. Kau [menunjuk Humbert]
memakai jam tanganmu sewaktu berenang. Ya, kau memakainya."
"Itu jam tangan kedap air," kata Charlotte dengan lembut, seakana-kan menirukan
mulut ikan. Jean menarik pergelangan tanganku, menaruhnya di lututnya, dan mengamati arloji
hadiah dari Charlotte, kemudian mengembalikan tanganku ke atas pasir dengan
telapak tangan menghadap ke atas.
"Kau bisa melihat apa pun dengan cara seperti itu," komentar Charlotte dengan
gaya menggoda. Jean menghela napas. Dia berkata, "Sekali waktu aku melihat dua orang anak,
lelaki dan perempuan, sedang bercinta saat matahari terbenam, tepat di sini.
Bayangan mereka sangat besar. Dan, aku sudah menceritakan
kepadamu tentang Tuan Tomson saat fajar. Mudahmudahan lain kali aku melihat Ivor tua yang gendut. Ia benar-benar aneh.
Terakhir kali bertemu, ia menceritakan kepadaku kisah tak senonoh tentang
kemenakan perempuannya. Kelihatannya-"
"Hai, semuanya," sapa John.
21 KEBIASAANKU UNTUK diam saat sedang kesal atau lebih tepatnya sikap dingin dan
menusuk dan kekesalanku yang hening, dulu membuat Valeria takut bukan kepalang.
Ia biasanya terisak dan merintih sambil berkata,
" Ce qui me rend folle, c'est que je ne sais a quoi tu penses quand tu es comme
ca. "24 Aku berusaha mendiamkan Charlotte - tapi dia terus berkicau atau mengusap daguku.
Betapa perempuan yang sulit dipercaya! Aku mau kembali ke kamarku yang
terdahulu, yang sekarang menjadi "ruang kerja", dan bergumam bahwa pada akhirnya
aku harus menulis puisi yang telah kupelajari, tetapi Charlotte yang riang terus
mempercantik rumah, mengoceh di telepon dan menulis surat. Dari jendelaku,
menembus dedaunan pohon poplar yang berkilau dan bergoyang, aku bisa melihatnya
menyeberangi jalan dan dengan gembira mengirimkan suratnya kepada adik Nona
Phalen. Minggu yang dipenuhi curahan hujan dan bayangan berserakan yang berlalu sejak
kunjungan terakhir kami ke Danau Hourglass adalah salah satu yang paling
menyedihkan yang bisa kuingat. Lalu datanglah dua atau tiga cercah cahaya
harapan - sebelum munculnya sinar matahari yang paling terang.
Terlintas dalam diriku bahwa aku memiiki otak yang bagus, yang bekerja secara
teratur dan bahwa aku mungkin bisa menggunakannya.
Kalau aku tidak berani mencampuri rencana istriku untuk anak perempuannya, aku
tentunya bisa menemukan beberapa cara umum untuk menyatakan diriku dengan cara
biasa, yang nantinya bisa diarahkan menuju kesempatan khusus. Pada suatu malam,
Charlotte sendiri yang memberiku sebuah pembukaan.
"Aku punya kejutan untukmu," katanya sambil memandangku dengan penuh kasih
sayang, melewati sesendok sup. "Di musim gugur kita berdua akan pergi ke
Inggris." Aku menelan sesendok penuh sup, melap bibirku dengan kertas berwarna merah jambu
dan berkata, "Aku juga punya kejutan untukmu, Sayangku. Kita berdua tidak akan
pergi ke Inggris." "Kenapa, apa masalahnya?" katanya, sambil menatap dengan rasa kaget yang lebih
Lolita Karya Vladimir Nabokov di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
daripada yang kuperhitungkan - tanganku (aku secara tak sadar melipat, merobek,
meremas, dan mengoyak serbet merah jambu yang tak berdosa itu lagi). Bagaimana
pun, wajahku yang tersenyum menenangkan dirinya.
"Masalahnya cukup sederhana," jawabku. "Bahkan, di dalam rumah tangga yang
paling harmonis sekalipun, seperti rumah tangga kita, tidak semua keputusan
diambil oleh si perempuan. Ada hal-hal tertentu di mana si suami yang
memutuskan. Aku bisa membayangkan dengan baik ketegangan yang akan kau - seorang
perempuan Amerika yang sehat - 24 Sikapmu membuatku gila. karena aku tak tahu apa
yang kaupikirkan saat kau sedang begitu (catatan penerjemah).
alami saat menyeberangi Samudra Atlantik di kapal yang sama dengan Nyonya Bumble
- atau Sam Bumble, Raja Daging Beku, atau seorang pelacur Hollywood. Dan, aku tak
meragukan bahwa kau dan aku akan menjadi iklan yang bagus bagi agen perjalanan
sewaktu digambarkan sedang memandang - kau, dengan mata berbinar-binar; aku,
sambil mengendalikan kekagumanku yang diiringi rasa iri - Palace Sentries, atau
Scarlet Guards, atau Beaver Eaters, atau apa pun sebutannya. Tapi, aku alergi
dengan Eropa, termasuk Inggris yang tua. Seperti yang kauketahui dengan baik,
aku tak memiiki apa pun selain keterkaitan yang sangat menyedihkan dengan dunia
tua yang membusuk itu. Tak ada iklan berwarna dalam majalah-majalahmu yang akan
mengubah keadaannya."
"Sayangku," kata Charlotte. "Aku sungguh-sungguh-"
"Tidak, tunggu sebentar. Masalah yang sekarang masih berkaitan, tapi tidak
terlalu penting. Aku lebih memikirkan perkembangan yang umum. Waktu kau ingin
aku menghabiskan siang hariku berjemur di danau daripada melakukan pekerjaanku,
aku merelakannya dengan senang hati dan menjadi seorang lelaki berkulit
kecokelatan demi kepentinganmu, alih-alih tetap menjadi seorang ilmuwan dan,
yah, seorang pendidik. Waktu kau mengarahkanku untuk bermain bridge dan minum
bourbon dengan keluarga Farlow, aku mengikuti dengan patuh.
Tidak, tunggu dulu. Waktu kau menghias rumahmu, aku tak mencampuri rencanamu.
Waktu kau memutuskan segala macam hal, aku mungkin sepenuhnya atau, katakanlah,
sebagian tidak setuju - tapi aku tidak mengatakan apa-apa. Aku mengabaikan hal-hal
yang rinci. Tapi, aku tidak bisa mengabaikan hal-hal yang umum. Aku senang
diperintah olehmu, tapi setiap permainan ada aturannya. Aku bukan banci. Jangan
lakukan itu. Aku setengah dari rumah tangga dan memiliki suara yang mungkin
kecil, tapi jelas terdengar."
Ia mendekat ke sisiku, berlutut, menggelengkan kepalanya dengan perlahan, tapi
sangat bertenaga, dan mencakari celana panjangku. Ia bilang, ia tidak pernah
menyadarinya. Ia bilang aku adalah penguasa dan dewanya. Ia bilang Louise telah
pergi dan marilah kita segera bercinta. Ia bilang aku harus memaafkannya atau ia
akan mati. Kejadian kecil ini membuatku sangat bahagia. Aku pelan-pelan mengatakan
kepadanya bahwa ini bukan persoalan meminta maaf, melainkan mengubah cara
seseorang bersikap. Tekadku sudah bulat untuk mempertaruhkan keberuntunganku dan
menghabiskan banyak waktu menyendiri, terpisah darinya, dan mengerjakan bukuku -
atau paling tidak berpura-pura mengerjakannya.
"Ranjang ruang kerja" di kamarku yang sebelumnya telah lama diubah menjadi sofa
yang merupakan aslinya dan Charlotte telah memperingatkanku sejak awal kehidupan
bersama kami bahwa secara bertahap ruangan itu akan diubah menjadi "ruang
menulis". Beberapa hari setelah Peristiwa Inggris itu, aku sedang duduk di
sebuah kursi santai baru yang sangat nyaman dengan sebuah buku besar di
pangkuanku ketika Charlotte mengetuk ngetuk dengan jari manisnya dan melangkah
masuk dengan santai. Betapa berbedanya gerakannya dengan gerakan Lolitaku saat dia menghampiriku
Kisah Membunuh Naga 5 Pendekar Pulau Neraka 11 Bunga Dalam Lumpur Pahlawan Harapan 6