Pencarian

Perintah Kesebelas 3

Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer Bagian 3


Ashley Mitchell tiap kali menyelinap di balik pilar yang terdekat bila Connor mengarahkan pandangan
ke arahnya dan berusaha untuk tidak tertawa. Connor telah memutuskan membiarkan Mitchell
menguntitnya selama siang hari - mungkin Mitchell bisa berguna dalam beberapa hal - tetapi ia tak
akan mengizinkan Mitchell mengetahui di mana ia tidur malam hari. Ia memandang ke
luar jendela, melihat Atase Militer duduk di bangku sambil membaca koran Pravda. Ia tersenyum.
Seorang profesional harus selalu mampu mengawasi sasarannya tanpa terlihat.
Jackson mengeluarkan dompet dari saku jas, mengambil lembaran uang seratus
rubel, dan menyerahkannya kepada si bocah.
"Belikan makanan buat kita berdua. Tapi jangan dekat-dekat restoran sana,"
katanya sambil mengangguk ke seberang jalan.
"Aku belum pernah masuk restoran. Apa yang kausukai?"
"Sama dengan yang kaupilih."
"Kau cepat mengerti, Jackson," kata Sergei sambil buru-buru pergi.
Jackson memeriksa kiri-kanan jalan. Orang yang
178 duduk di bangku membaca Prayda itu tak mengenakan mantel. Jelas ia menganggap
pengawasan hanya dilaksanakan dalam lingkungan yang hangat dan nyaman. Tetapi karena
kehilangan Fitzgerald hari sebelumnya, ia tak berani lagi mengambil risiko untuk pindah.
Telinganya merah terang, wajahnya merona kedinginan, dan tak ada orang lain yang membawakannya
makan. Jackson meragukan apakah mereka akan melihatnya lagi keesokan harinya.
Sergei kembali beberapa menit kemudian, sambil membawa dua kantong kertas. Ia
memberikan satu kantong kepada Jackson. "Big Mac dengan kentang goreng dan saus tomat."
"Mengapa aku punya perasaan jika jadi presiden, Zerimski akan menutup toko-toko
McDonald?" kata Jackson. Digigitnya hamburgernya.
"Kupikir kau perlu ini," kata Sergei sambil menyerahkan topi perwira yang
terbuat dari bulu kelinci. "Apa seratus rubel cukup untuk membayar semuanya ini?" tanya Jackson.
"Tidak. Topinya kucuri," sahut Sergei apa adanya. "Kupikir kau lebih memerlukan
daripada dia " "Kau bisa membuat kita berdua ditahan."
"Tak mungkin," kata Sergei. "Ada dua juta lebih tentara di Rusia. Separonya
sudah berbulan-bulan tak menerima gaji, dan kebanyakan akan menjual saudara perempuan masing-masing
seharga seratus rubel." Jackson mencoba topi itu - pas. Mereka berdua tak berbicara sementara melahap
makan siang mereka. Mata mereka tertuju ke restoran itu.
179 "Kau lihat orang yang duduk di bangku sambil membaca Pravda itu, Jackson?"
"Ya," sahut Jackson sambil mengunyah.
"Dia di galeri pagi ini."
"Kau juga cepat mengerti, Sergei," kata Jackson.
"Jangan lupa, aku punya ibu Rusia," jawab Sergei. "Omong-omong, orang di bangku
itu berpihak ke mana?" "Aku tahu siapa yang menggajinya," kata Jackson, "tapi aku tak tahu ia berpihak
ke mana." 180 Connor termasuk di antara orang-orang terakhir yang tiba di Balai Peringatan
Lenin. Ia duduk di belakang di bagian khusus untuk pers. Dan ia berusaha membuat dirinya tidak
mencolok sama sekali. Ia selalu teringat terakhir kali ia harus menghadiri rapat politik di
Rusia. Pada kesempatan itu ia juga harus mendengarkan calon pemimpin komunis, tetapi waktu itu hanya
ada satu nama pada kertas suara. Itulah yang mungkin menyebabkan jumlah pemilih hanya 17
persen pada hari pemilu. Connor memandang sekeliling ruangan. Walau masih ada waktu seperempat jam lagi
sebelum calon pemimpin tiba, semua kursi telah diduduki orang, dan gang-gangnya pun
hampir penuh. Di depan, beberapa petugas berdesakan di atas panggung untuk memastikan segalanya
sesuai dengan harapan sang pemimpin. Seorang tua menempatkan kursi raksasa di belakang
panggung. 181 Rapat orang-orang yang setia kepada Partai sangat kontras dengan rapat politik
di Amerika Para utusan, bila mereka memang utusan, berpakaian lusuh. Mereka tampak kurang gizi,
dan duduk diam menunggu kemunculan Zerimski.
Connor menunduk dan mulai mencatat dalam notesnya. Ia tak ingin terlibat dalam
pembicaraan dengan wartawati di sebelahnya. Wanita itu telah bercerita kepada koresponden di
sebelahnya lagi bahwa ia mewakili Istanbul News, satu-satunya koran Inggris di Turki. Dan
redakturnya berpendapat akan runyam bila Zerimski sampai menjadi presiden. Baru-baru ini ia
telah melaporkan bahwa calon pemimpin Komunis itu mungkin mampu melaksanakannya.
Jika ia menanyakan pendapat Connor, Connor akan terpaksa setuju dengannya. Kesempatan
Connor untuk diminta melakukan tugas itu semakin dipersingkat dengan berjalannya waktu.
Beberapa saat kemudian wartawati Turki itu mulai membuat sketsa potret Zerimski.
Surat kabarnya jelas tidak mampu membiayai wartawan foto, maka kemungkinan besar harus
mengandalkan jasa-jasa telegraf dan apa pun yang menjadi usaha wartawati itu.
Connor harus mengakui sketsa itu
sangat mirip dengan aslinya.
Lagi-lagi Connor memeriksa ruangan itu. Apakah mungkin membunuh seseorang dalam
ruangan yang begitu penuh sesak" Tak mungkin jika kau berharap dapat melarikan diri.
Menembak Zerimski ketika ia berada dalam mobilnya adalah pilihan lainnya, meskipun tentu
saja pengamanannya sangat ketat. Tak ada seorang profesional yang akan memper-182
timbangkan menggunakan bom, yang sering kali berakhir dengan membunuh orang-
orang yang tak berdosa sementara si target selamat. Jika punya kesempatan melarikan diri, ia
akan mengandalkan senapan berkekuatan tinggi di udara terbuka. Nick Gutenburg telah memastikan
kepadanya bahwa sebuah Remington 700 pesanan telah aman tersedia di Kedubes Amerika Serikat lama
sebelum ia tiba di Moskwa. Ini merupakan penyalahgunaan lain kantong diplomatik. Jika
Lawrence yang memberi perintah, mereka akan membiarkannya menentukan tempat dan waktunya.
Karena sekarang telah mempelajari jadwal perjalanan Zerimski secara terperinci,
Connor menjatuhkan pilihan pertamanya pada Severodvinsk, di mana pemimpin Komunis itu
akan berpidato dalam rapat di galangan kapal dua hari sebelum pemilihan. Connor telah
mulai mempelajari berbagai derek yang digunakan di dermaga-dermaga Rusia dan
kemungkinan untuk tetap bersembunyi di dalam salah satunya selama waktu yang lama.
Kepala orang-orang berpaling ke belakang, dan Connor memandang sekeliling.
Segerombolan orang dengan setelan berpotongan buruk dan tonjolan di bawah ketiak memenuhi
belakang ruangan. Mereka selayang pandang memeriksa ruangan sebelum pemimpin mereka
masuk. Connor dapat melihat bahwa metode mereka primitif dan tak efisien. Tetapi
sebagaimana semua pasukan keamanan, mereka kemungkinan besar berharap kehadiran mereka dan jumlah
mereka membuat setiap orang berpikir dua kali sebelum mencoba macam-183
macam. Ia memeriksa wajah-wajah itu - ketiga profesional itu kembali bertugas
lagi. Tiba-tiba tepuk tangan riuh meledak di belakang, diikuti sorak-sorai. Ketika
Zerimski masuk, para anggota Partai bangkit serentak untuk mengelu-elukan pemimpin mereka. Bahkan
para wartawan pun terpaksa berdiri supaya dapat melihatnya sekilas. Perjalanan Zerimski menuju
panggung berkali-kali terhenti, ia menyambut tangan-tangan yang terulur. Ketika akhirnya
ia tiba di panggung, kegaduhan hampir memekakkan telinga.
Ketua yang sudah tua, yang menanti dengan sabar di depan ruangan, mempersilakan
Zerimski menaiki tangga ke panggung, menuju ke kursi besar. Begitu Zerimski duduk, ketua
itu berjalan pelan ke mikrofon. Para hadirin duduk kembali dan diam.
Si ketua tidak berhasil baik dalam memperkenalkan "Presiden Rusia yang akan
datang". Dan semakin lama ia berbicara, para hadirin semakin gelisah. Rombongan Zerimski yang
berdiri di belakangnya mulai resah dan tampak bosan. Sanjungan akhir orang tua itu ialah
melukiskan pembicara sebagai "pengganti Kamerad Vladimir Ilyich Lenin yang sejati". Ia
berdiri di samping untuk memberi jalan kepada sang pemimpin yang tak tampak begitu yakin bahwa
Lenin adalah perbandingan paling sesuai yang bisa dipibh.
Ketika Zerimski bangkit dari kursi di belakang panggung dan berjalan pelan ke
depan, massa kembali hidup. Ia mengangkat tangan tinggi-tinggi dan mereka mengelu-elukannya
lebih riuh lagi. Mata Connor tak pernah meninggalkan Zerimski.
184 Dengan cermat ia mencatat setiap gerakannya ai < nya berdiri, sikap tubuhnya.
Seperti semua orang energik, ia hampir tak pernah dapat diam sesaat pun.
Setelah merasa sorak-sorai itu cukup lama, ia melambai kepada hadirin agar duduk
kembali. Connor mencatat bahwa seluruh proses itu dari mula hingca akhir hanya
berlangsung tiga menit lebih sedikit Zerimski baru mulai bicara begitu semua orang telah duduk kembali dan suasana
benar-benar hening. "Para kamerad," ia memulai dengan suara tegas, "suatu kehormatan besar bagi saya
boleh berdiii di sini di depan kalian sebagai calon presiden. Hari berganti hari. saya semakin
sadar bahwa Rusia menuntut suatu permulaan segar kembali. Walau beberapa warga negara menginginkan
kembali ke rc/im totaliter lama, mayoritas menghendaki pembagian ke makmuran yang lebih
adil yang telah diciptakan oleh keterampilan dan kerja keras mereka. " Hadirin mulai bertepuk
tangan lagi. "Janganlah kita lupa," lanjut Zerimski, "bahwa Rusia dapat kembali menjadi
negara paling dihormati di dunia. Negara-negara lain yang meragukan hal itu akan mengalami
bahaya sendiri selama masa kepresidenan saya."
Para wartawan cepat-cepat mencatatnya dengan marah, dan para hadirin bersorak
lebih riuh lagi. Ini berlangsung sekitar dua puluh detik sebelum Zerimski bisa meneruskan pidato.
"Lihatlah jalan-jalan di Moskwa, para kamerad. Ya, kalian akan melihat Mercedes,
BMW, dan Jaguar. Tapi siapa yang mengendarai" Hanya segelintir orang yang 185
punya hak istimewa. Dan merekalah yang mengharapkan Chernopov akan dipilih
sehingga mereka dapat melanjutkan menikmati gaya hidup yang tak seorang pun dalam ruangan ini
dapat menandinginya. Saatnya telah tiba, para kamerad, untuk kemakmuran ini -
kemakmuran kalian - yang dapat dibagi di antara banyak orang, tak hanya di antara segelintir orang.
Saya menanti-nantikan hari ketika Rusia tidak lagi memiliki limusin lebih banyak
daripada mobil-mobil keluarga,
lebih banyak kapal pesiar daripada perahu nelayan, dan lebih banyak rekening
rahasia di Swiss daripada rumah sakit."
Sekali lagi para hadirin menyambut kata-katanya dengan tepuk tangan
berkepanjangan. Setelah gemuruh itu mereda, Zerimski memperlembut suaranya, tetapi tiap kata
masih sampai ke belakang ruangan. "Bila saya menjadi presiden kalian, saya tidak akan membuka
rekening bank di Swiss, tapi membuka pabrik-pabrik di seluruh Rusia. Saya tidak akan menghabiskan
waktu dengan bersantai di bungalo mewah, melainkan akan bekerja siang-malam di kantor. Saya
akan mengabdikan diri untuk melayani kalian, dan sudah lebih dari puas dengan gaji
presiden. Saya tidak menerima suap dari para pengusaha tak jujur, yang hanya punya kepentingan
merampas aset bangsa." Kali ini tepuk tangan sedemikian antusias hingga Zerimski baru dapat bicara lagi
setelah berlangsung semenit lebih.
"Di bagian belakang ruangan ini," katanya sambil menudingkan telunjuk gemuknya
ke arah kelompok wartawan, "ada para wakil pers dunia." Ia berhenti, 186
mencibir, dan melanjutkan, "Saya sungguh gembira menyambut mereka."
Ucapan khusus ini tidak diikuti tepuk tangan. "Namun, biarkan saya mengingatkan
mereka bahwa bila saya jadi presiden, mereka perlu berada di Moskwa tidak hanya selama masa


Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

persiapan pemilu, tapi seterusnya. Sebab Rusia tidak lagi mengharapkan sedekah bila Kelompok Tujuh
bertemu, tapi sekali lagi akan menjadi peserta besar dalam peristiwa global. Bila Chernopov
terpilih, orang-orang Amerika akan lebih memperhatikan pandangan Meksiko dari pada pandangan Rusia.
Di kemudian hari, Presiden Lawrence harus mendengarkan apa yang kalian katakan, dan tidak
hanya melenakan pers dunia dengan mengatakan betapa ia menyayangi Boris."
Tawa terbahak-bahak tersebar di seluruh ruangan. "Ia boleh memanggil semua orang
dengan nama depan, tapi akan memanggil saya dengan 'Mr. President'."
Connor tahu bahwa media Amerika akan melaporkan ucapan itu dari pantai ke
pantai, dan setiap kata dari pidato itu akan diberondongkan ke Ruang Oval.
"Tinggal delapan hari lagi, para kamerad, dan rakyat akan menentukan," kata
Zerimski. "Marilah kita habiskan setiap saat dalam masa itu untuk memastikan kita memperoleh
kemenangan gemilang di hari pemilihan. Suatu kemenangan yang akan menyebarkan amanat kepada seluruh
dunia bahwa Rusia telah kembali menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan di panggung
dunia." Suaranya mulai meninggi kata demi kata. "Tapi jangan lakukan itu 187
untuk saya, bahkan jangan untuk Partai Komunis. Lakukanlah untuk orang-orang
Rusia generasi berikut yang akan mampu memainkan peran sebagai bangsa terbesar di bumi. Bila
kalian telah memberikan suara, kalian hanya melakukan itu karena tahu kita sekali lagi
membiarkan rakyat menjadi kekuatan pendukung bangsa." Ia berhenti, mengedarkan pandang kepada
hadirin. "Hanya satu yang saya minta - hak istimewa untuk memimpin rakyat ini." Ia memperlembut
suaranya hingga nyaris berbisik, dan mengakhiri pidatonya, "Saya akan mengabdikan diri
pada kalian." Zerimski mundur selangkah dan mengangkat tangan tinggi-tinggi. Hadirin bangkit
serempak. Sambutan akhir yang menggebu-gebu itu berlangsung selama 47 detik, dan tak
sesaat pun ia tinggal diam. Mula-mula ia bergerak ke kanan, kemudian ke kiri. Tiap kali sambil
mengangkat tangan kanan, kemudian tangan kiri, tapi masing-masing hanya beberapa detik. Kemudian
ia membungkuk dalam-dalam. Setelah tak bergerak beberapa detik, tiba-tiba ia berdiri tegak dan
ikut bertepuk tangan. Ia tetap di tengah panggung selama sebelas menit; lagi-lagi mengulangi beberapa
gerakan itu. Ketika merasa telah menuai seluruh tepuk tangan yang dapat ia perpanjang dari
para hadirin, ia menuruni tangga panggung diikuti rombongannya. Sementara ia berjalan menuju
jalan tengah, suara gemuruh semakin keras, dan semakin banyak tangan yang diulurkan. Selama
berjalan pelan-pelan itu, Zerimski menjabat sebanyak mungkin tangan. Mata Connor
tak pernah meninggalkannya
sesaat pun. Bahkan setelah Zerimski meninggalkan ruangan itu, sorak-sorai masih
ber-188 langsung terus. Baru setelah hadirin mulai pergi, sorak itu berhenti.
Connor telah mencatat berbagai ciri gerakan kepala dan tangan, sikap-sikap kecil
yang kerap kali diulang-ulang. Ia telah dapat melihat bahwa gerakan-gerakan tertentu secara
teratur mengiringi kalimat-kalimat tertentu. Dan ia tahu ia segera dapat mengantisipasi semuanya
itu. "Temanmu baru saja pergi," kata Sergei. "Aku ikuti dia?"
"Tak perlu," sahut Jackson. "Kita tahu di mana dia menginap. Perhatikan saja si
brengsek yang beberapa langkah di belakangnya akan diputar-putarkan selama sejam atau lebih."
"Lalu apa yang kita kerjakan?" tanya Sergei.
"Tidur sajalah. Aku punya perasaan besok akan jadi hari panjang."
"Kau belum membayarku untuk hari ini," kata Sergei sambil mengulurkan tangan.
"Sembilan jam dengan tarif 6 dolar per jam, jadi 54 dolar."
"Kupikir ini delapan jam dengan tarif 5 dolar per jam," kata Jackson. "Tapi
usahamu bagus." la menyerahkan 40 dolar kepada Sergei.
"Dan besok?" tanya partner muda itu setelah menghitung dan mengantongi uang itu.
"Jam berapa aku kauperlukan?" "Temuilah aku di luar hotelnya pukul lima. Jangan terlambat. Kuperkirakan kita
akan mengikuti Zerimski dalam perjalanan ke Yaroslavl, lalu kembali ke Moskwa sebelum
melanjutkan ke St. Petersburg." "Kaii beruntung, Jackson. Aku lahir di St. Petersburg, dan tak ada satu pun yang
tak kuketahui di 189 sana. Tapi ingat, bayarannya dua kali lipat di luar
M "Kr'urhu, Sergei, bila kau terus-menerus seperti ini, tak lama lagi kau
sendiri takkan laku d, pasaran karena kemahalan."
190 BAB EMPAT BELAS Maggie mengendarai mobil keluar area parkir universitas pukul 13.01. Ia berbelok
kiri masuk ke Prospect Street. Ia hanya mengerem sebentar pada tanda stop pertama kemudian
meluncur cepat. Ia selalu hanya memerlukan waktu satu jam untuk makan siang. Bila gagal menemukan
tempat parkir dekat restoran itu, berarti akan memperpendek waktu mereka bersama. Dan hari ini
ia memerlukan setiap menit dari jam tersebut.
Jika ia mengambil istirahat siang hari, tak ada seorang pun dari staf Kantor
Penerimaan yang akan mengeluh. Tapi setelah bekerja untuk* universitas selama 28 tahun - enam tahun
terakhir sebagai ketua Penerimaan - jika ia mengajukan klaim waktu lembur berlaku surut, ketua
Universitas Georgetown terpaksa melancarkan imbauan khusus untuk minta bantuan.
Setidaknya hari ini para dewa memihaknya. Seorang wanita sedang mengeluarkan
mobil dari tempat 191 parkir beberapa meter dan restoran di mana mereka sepakat untuk bertemu. Maggie
memasukkan empat keping 25 sen ke lubang meteran untuk membayar parkir satu jam.
Ketika memasuki Kafe Milano. Maggie menyebutkan namanya kepada kepala pelayan.
"Ya, tentu saja, Mrs. Fitzgerald." Si kepala pelayan mempersilakannya menuju meja dekat
jendela untuk bergabung dengan seseorang yang dikenal tak pernah terlambat dalam hal apa pun.
Maggie mencium perempuan yang telah menjadi sekretaris Connor selama sembilan
belas tahun dan duduk berhadapan dengannya. Mungkin sekali Joan mencintai Connoi sebagaimana
ia mencintai setiap pria. Dan untuk cintanya itu ia tak pernah mendapat balasan
lebih daripada sekadar kecupan sekali-sekali di pipi dan hadiah Natal yang akhirnya dibelikan
Maggie. Joan belum berusia lima puluh, namun gaun wol yang pantas, sepatu datar, dan rambut
cokelatnya yang terpotong pendek mengungkapkan bahwa ia telah lama tidak lagi berusaha untuk
menarik lawan jenis. "Aku sudah memutuskan," kata Joan.
"Aku tahu apa yang harus kulakukan," sahut Maggie.
"Apa kabar, Tara?" tanya Joan sambil menutup menu.
"Masih berkeliaran di sana, seperti kata-katanya sendiri. Aku hanya berharap
semoga ia menyelesaikan tesisnya. Walau takkan pernah mengatakan sesuatu pada Tara, Connor
akan sangat kecewa bila Tara tidak menyelesaikannya."
192 "Connor membicarakan Stuart dengan hangat," kata Joan ketika pelayan berdiri di
sampingnya. "Ya," kata Maggie agak sendu. "Tampaknya aku harus membiasakan diri dengan
gagasan bahwa anakku satu-satunya akan tinggal 21.000 kilometer jauhnya." Ia mendongak
memandang pelayan. "Aku pesan annelloni dan salad."
"Dan aku pesan pasta angel-hair," kata Joan.
"Dan minumannya apa, ladiesT tanya pelayan penuh harap.
"Tidak, terima kasih," sahut Maggie tegas. "Hanya segelas air." Joan mengangguk
setuju. "Ya, Connor dan Stuart memang cocok," kata Maggie begitu si pelayan pergi.
"Stuart akan datang merayakan Natal bersama kami. Jadi kau berkesempatan berjumpa dengannya."
"Aku menunggu-nunggu kesempatan itu," kata Joan.
Maggie merasa Joan akan menambahkan sesuatu, tetapi setelah bertahun-tahun ia
tahu Joan tidak perlu didesak. Jika itu sesuatu yang penting, Joan akan memberitahukannya bila
sudah siap. "Beberapa hari akhir-akhir ini aku mencoba meneleponmu. Kuharap kau mau ikut
nonton opera atau datang ke rumah untuk makan malam, tapi kelihatannya aku selalu kecele."
"Sekarang sesudah Connor pergi, kantor di M Street ditutup. Dan aku dipindahkan
kembali ke markas besar," kata Joan.
Maggie mengagumi pilihan kata-kata Joan yang sangat hati-hati. Tak ada petunjuk
di mana. ia telah 193 bekerja. Tak menyebutkan untuk siapa, dan tak ada isyarat mengenai tanggung
jawabnya yang baru setelah kini ia tak lagi dengan Connor.
"Bukan merupakan rahasia lagi bahwa kau akhirnya akan bergabung dengan Connor di
Washington Provident," kata Maggie.
"Aku suka itu, tapi tak ada gunanya merencanakan sesuatu bila belum tahu apa
yang sedang terjadi." "Apa maksudmu dengan 'yang sedang terjadi'?" tanya Maggie. "Connor telah
menerima tawaran Ben Thompson. Ia harus kembali sebelum Natal. Jadi ia bisa mulai pekerjaan baru
pada permulaan Januari." Disusul hening lama. Akhirnya Maggie berkata tenang, "Jadi, bagaimanapun, dia
tak jadi memperoleh pekerjaan di Washington Provident."
Pelayan datang menyajikan makanan. "Sedikit keju Parmesan, Madam?" tanyanya
sambil meletakkan makanan di meja.
"Terima kasih," kata Joan sambil memandangi pasta.
"Jadi itulah sebabnya Ben Thompson bersikap dingin padaku di opera Kamis lalu.
Ia bahkan tak menawarkan membelikanku minuman."
"Maaf," kata Joan ketika pelayan pergi. "Aku hanya mengandaikan kau telah tahu."
"Jangan khawatir. Connor pasti memberitahuku begitu telah mendapatkan wawancara
lain. Kemudian ia akan mengatakan itu pekerjaan yang jauh lebih baik daripada
pekerjaan yang ditawarkan Washington Provident."
"Kau benar-benar mengenal Connor," kata Joan.
"Kadang-kadang aku bertanya-tanya apakah aku
194 mengenalnya benar-benar," kata Maggie. "Sekarang ini aku tak tahu sama sekali di
mana dia atau apa yang dikerjakannya."
"Aku juga tak tahu lebih banyak daripada kau," kata Joan. "Untuk pertama kalinya
setelah sembilan belas tahun ini ia tak memberiku penjelasan sebelum pergi."
"Kali ini lain kan, Joan?" kata Maggie sambil memandang lurus kepadanya.
"Apa yang menyebabkanmu bilang begitu/"
"Ia memberitahuku akan bepergian ke luar negeri, tapi tak membawa paspornya. Aku
memperkirakan ia masih di Amerika. Tapi mengapa..."
"Tak membawa paspornya tak membuktikan ia tidak di luar negeri," kata Joan.
"Mungkin tidak," kata Maggie. "Tapi ini pertama kalinya ia menyembunyikannya di
tempat ia tahu aku akan menemukannya."
Beberapa menit kemudian pelayan muncul lagi dan mengangkat piring-piring.
"Apakah ada yang menghendaki dessertV tanyanya.
"Aku tidak," sahut Joan. "Kopi saja."
"Aku juga," tambah Maggie. "Kopi tanpa susu, tanpa gula." Ia melihat jamnya,
waktunya tinggal enam belas menit. Ia mengatupkan bibir. "Joan, aku belum pernah memintamu
menyalahi kepercayaan selama ini. Tapi ada sesuatu yang harus kuketahui."
Joan memandang ke luar jendela, ke arah pemuda tampan yang empat puluh menit
yang lalu bersandar-kan pada tembok di seberang jalan. Ia merasa pernah melihatnya di
tempat lain. 195 Ketika meninggalkan restoran pukul 13.53, Maggie tidak tahu pemuda itu mengambil
ponsel dan menghubungi nomor yang tidak terdaftar.
"Ya?" sahut Nick Gutenburg.
"Mrs. Fitzgerald baru saja selesai makan siang dengan Joan Bennett di Kafe
Milano di Prospect. Mereka bersama-sama selama 47 menit. Aku telah merekam seluruh percakapan
mereka." "Bagus. Serahkan pita itu ke kantorku sesegera mungkin."
Ketika Maggie lari menaiki tangga ke Kantor Penerimaan, lonceng di halaman
universitas menunjukkan pukul 13.59. Di Moskwa pukul 21.59. Connor sedang menikmati babak akhir Giselle yang
dipergelarkan oleh Balet Bolshoi. Tetapi tidak seperti kebanyakan para hadirin, ia tidak
mengarahkan teropong opera
kepada tarian anggun prima balerina. Kadang-kadang ia memandang ke bawah sebelah


Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kanan dan memeriksa apakah Zerimski masih ada di boksnya. Connor tahu betapa Maggie akan
menikmati Dansa Wilis, semangat ke-36 mempelai muda bergaun pengantin dan berdansa
berputar-putar dalam cahaya bulan. Ia mencoba tak terpesona oleh plie dan arabesque mereka
serta memusatkan perhatian kepada apa yang terjadi dalam boks Zerimski. Maggie sering nonton
balet bila Connor ke luar kota. Ia pasti senang tahu bahwa dalam satu malam Pemimpin Komunis Rusia
telah berhasil melakukan apa yang gagal dilaksanakannya selama tiga puluh tahun.
Connor mengamati orang-orang dalam boks. Di
196 k inan Zerimski adalah Dmitri Titov, Kepala Stafnya. Di kirinya duduk orang tua
yang memperkenalkan /crimski sebelum berpidato malam sebelumnya. Di belakangnya dalam
bayangan berdirilah tiga penjaga. Connor memperkirakan pasti ada paling sedikit selusin
penjaga lagi di koridor di luar. Teater besar dengan balkon-balkon indah bertingkat dan deretan kursi keemasan
berselubungkan beledu merah, karcisnya sudah terjual habis beberapa minggu sebelumnya. Tapi
teori Maggie juga berlaku di Moskwa - orang selalu dapat memperoleh satu tiket, bahkan di saat
terakhir. Beberapa saat sebelum dirigen, tiby di tempat orkestra, sebagian hadirin mulai
bertepuk tangan. Connor mendongak dari susunan acara dan melihat satu-dua orang menunjuk ke boks
di tingkat kedua Zerimski telah mengukur ketepatan waktu masuk secara sempurna. Ia berdiri
di depan boks sambil melambai-lambai dan tersenyum. Setengah hadirin berdiri dan bersorak
riuh. sedangkan yang lain tetap duduk. Beberapa orang bertepuk tangan dengan santun, yang lain
melanjutkan pembicaraan mereka seolah Zerimski tak ada di sana. Ini tampaknya memastikan
ketepatan jajak pendapat bahwa Chernopov kini mengungguli pesaingnya dengan beberapa persen.
Begitu tirai diangkat. Connor segera tahu Zerimski menunjukkan perhatian
terhadap balet sama besarnya seperti terhadap seni. Hari itu juga merupakan hari yang panjang bagi
sang calon presiden, maka Connor tidak kaget melihat Zerimski kadang-kadang menutup mulut
bila menguap. Pagi-pagi benar hari itu kereta apinya telah berangkat ke Yaroslavl, dan ia
langsung 197 memulai acara kerja dengan kunjungan ke pabrik pakaian di pinggiran kota. Ketika
meninggalkan para petugas serikat buruh sejam kemudian, ia telah makan sandwich sebelum masuk
pasar buah-buahan. Kemudian ke sekolah, ke pos polisi, dan ke rumah sakit.
Diikuti dengan jalan-jalan yang
tanpa dijadwalkan di alun-alun kota. Akhirnya dia diantar kembali ke stasiun
dengan cepat dan naik kereta api yang ditahan keberangkatannya untuknya.
Ajaran yang disebarluaskan Zerimski kepada semua orang yang mau mendengarkan,
tidak berubah banyak dari hari sebelumnya. Kecuali bahwa "Moskwa" diganti dengan "Y^ruaiavl".
Bangsat- bangsat yang mengerumuninya ketika berkeliling di pabrik tampak lebih amatiran
lagi daripada yang mengikutinya ketika mengadakan pidato di Balai Peringatan Lenin. Sudah
jelas bangsat-bangsat setempat tak akan mengizinkan bangsat Moskwa memasuki
daerah mereka. Connor menyimpulkan bahwa usaha untuk menghabisi Zerimski mungkin akan jauh lebih
berhasil di luar ibu kota. Harus dilaksanakan di kota yang cukup besar untuk bisa menghilang di
dalamnya, dan juga cukup bangga untuk tidak mengizinkan tiga orang profesional itu mendikte
mereka. Kunjungan Zerimski ke galangan kapal di Severodvinsk beberapa hari lagi tetap
merupakan taruhan terbaiknya. Bahkan di kereta api dalam perjalanan kembali ke Moskwa, Zerimski tidak
istirahat. Ia mengundang para wartawan asing ke gerbongnya dan mengadakan konferensi pers
lagi. Tetapi sebelum ada yang mengajukan pertanyaan, ia berkata, "Kalian sudah melihat 198
pijak pendapat terakhir dengan hasil aku jauh mengungguli Jenderal Borodin dan
sekarang mengejar C hernopov hanya dengan selisih satu poin?"
"Tapi sebelum ini Anda selalu mengatakan tak menggubris jajak pendapat," kata
salah seorang wartawan dengan berani. Zerimski cemberut.
Connor berdiri di belakang perdebatan ini dan letap mengamati sang calon
presiden. Ia tahu harus mengantisipasi setiap ekspresi, gerakan, dan sikap /erimski, juga harus dapat
menyampaikan pidatonya ata demi kata. Ketika kereta api berhenti di Stasiun Protsky empat iam kemudian, Connor merasa
ada orang lain lagi yang mengawasinya selain Mitchell. Setelah 28 tahun, dugaannya jarang
meleset mengenai hal-hal ini. Ia mulai bertanya-tanya apakah Mitchell tidak terlalu mencolok, dan
mungkin ada orang yang lebih profesional di sana. Bila ada, apa mau mereka" Pagi tadi ia merasa
seseorang atau sesuatu telah melintasi lalannya dan tidak ia ketahui sebelumnya. Ia memang
tidak menyukai ketakutan, tetapi seperti semua para profesional, ia tak mempercayai adanya
kebetulan-kebetulan. Ia meninggalkan stasiun dan kembali ke hotelnya dengan jalan memutar. Ia yakin
tak seorang pun mengikutinya, tetapi memang tidak perlu bila mereka telah tahu di mana dia
tinggal. Ia mencoba menghalau gagasan tersebut dari benaknya sambil mengemasi tas. Malam ini ia akan
menghilang dari orang yang mengikutinya. Siapa pun dia. Kecuali sudah barang tentu bila
mereka telah tahu ia akan ke mana. Bagaimanapun, bila mereka telah tahu mengapa ia 199
berada di Rusia, mereka tinggal mengikuti perjalanan Zerimski. la keluar dari
hotelnya beberapa menit kemudian Dan membayar rekening dengan uang tunai.
la telah berganti taksi lima kali sebelum akhirnya minta diturunkan di luar
teatei Ia menitipkan tasnya di lantai bawah tanah pada wanita tua yang duduk di depan gerai, dan
menyewa teropong opera. Ia memastikan kepada petugas manajemen bahwa ia akan mengembalikan
teropong opera tersebut. Ketika tirai akhirnya diturunkan pada akhir pertunjukan, Zerimski bangkit dan
melambai sekali lagi kepada para hadirin. Tanggapan hadirin tidak begitu antusias seperti sebelumnya.
Tapi Connor berpendapat Zerimski harus meninggalkan kesin bahwa kunjungannya ke teater
Bolshoi memang pantas dilaksanakan. Sambil berjalan menuruni tangga teater ia memberitahu para
hadirin dengan lantang bahwa ia sangat menikmati penampilan gemilang Ekaterina Maximova.
Sederetan mobil menunggunya bersama rombongan. Dan ia naik ke dalam mobil ketiga. Arak-arakan
mobil-dan pengawal polisi mengangkutnya ke kereta api lain yang menunggu di stasiun lain.
Connor mencatat bahwa jumlah sepeda motor pengawal diperbanyak dari dua menjadi empat Orang-
orang lain jelas mulai berpikir ia mungkin akan menjadi presiden berikutnya.
Connor tiba di stasiun beberapa menit sesudah Zerimski. Ia menunjukkan kartu
pers kepada petugas keamanan, kemudian baru membeli karcis kereta api pukul 11.59 ke St.
Petersburg. Begitu masuk ke kompartemen tidurnya, ia mengunci pintu, menyalakan lampu di
atas tempat tidur, ilan mulai mempelajari jadwal kunjungan Zerimski ke St. Petersburg.
Di dalam gerbong di ujung lain kereta api, sang alon presiden juga memeriksa
jadwal itu bersama Kepala Staf. "Lagi-lagi hari penuh acara dari pagi buta hingi'.i irut malam," ia menggerutu.
Dan itu sebelum Titov menambahkan kunjungan ke Hermitage.
"Mengapa aku mesti bersusah payah mengunjungi Hermitage bila cuma beberapa jam
di St. Petersburg'" "Karena kau telah mengunjungi Pushkin, dan tidak mengunjungi museum paling
terkenal di Rusia nu upakan hinaan paoa warga St. Petersburg."
"Syukurlah kita pergi sebelum tirai di Kirov di naikkan."
Zerimski tahu pertemuan terpenting hari itu ialah ertemuan dengan Jenderal
Borodin dan komandan unggi militer di Barak Kelskow. Jika ia dapat meyakinkan Jenderal untuk
mengundurkan diri dari pen calonan presiden dan mendukungnya, para militer-liampir dua setengah juta
orang - pasti akan menyeberang kepadanya. Dan dialah yang akan mendapat kan hadiah. Dia
merencanakan menawarkan posisi Menteri Pertahanan kepada Borodin, tetapi kemudian tahu
Chernopov telah menjanjikan jabatan yang sama kepadanya. Ia tahu Chernopov harus bertemu dengan
Jenderal hari Senin sebelumnya, dan telah pergi dengan tangan kosong. Zerimski memandang ini
sebagai tanda baik. Ia bermaksud menawarkan kepada Borodin sesuatu yang tak mungkin
ditolaknya. 201 200 Connor juga menyadari pertemuan hari berikutnya dengan pemimpin militer mungkin
akan menentukan nasib Zerimski. Ia mematikan lampu di atas tempat tidur pukul dua
lewat beberapa memt. Dan segera tertidur.
Mitchell telah mematikan lampu saat kereta api keluar stasiun, tapi tidak tidur.
Sergei tak dapat menyembunyikan antusiasmenya ketika memikirkan akan bepergian
dengan kereta api cepat Protsky. Ia mengikuti partnernya ke dalam kompartemen seperti anak
anjing yang kegirangan. Ketika Jackson membuka pintu, Sergei berteriak, "Ini lebih besar
daripada flatku." Ia
melompat ke salah satu tempat tidur, melepas sepatunya, dan menarik selimut
tanpa susah-susah melepas salah satu pakaiannya lebih dulu. "Menghemat cuci muka dan ganti
pakaian," jelasnya ketika Jackson menyampirkan jas dan pantalon pada kawat gantungan tertipis yang
pernah ia lihat. Ketika orang Amerika itu mempersiapkan tempat tidurnya, Sergei mengusap jendela
beruap dengan sikunya dan membuat lingkaran di mana ia bisa mengintai ke luar. Ia tak berkata
sepatah kata pun hingga kereta api pelan-pelan bergerak keluar stasiun.
Jackson naik ke tempat tidurnya dan mematikan lampu.
"Berapa kilometer ke St. Petersburg, Jackson?" "Enam ratus tiga puluh." "Dan
berapa lama sampai sana?" "Delapan setengah jam. Besok kita juga menghadapi hari panjang, jadi
cobalah tidur." Sergei mematikan lampunya, tapi Jackson tetap
202 terjaga. Kini ia tahu pasti mengapa sahabatnya dikirim ke Rusia. Jelas Helen
Dexter tidak menghendaki Connor jadi penghalang, tapi Jackson masih juga belum tahu seberapa
jauh Helen akan bertindak untuk menyelamatkan diri.
Ia telah mencoba menghubungi Andy Lloyd siang tadi dengan ponselnya, tetapi tak
dapat tersambung, la tidak mau mengambil risiko menelepon dari hotel, maka ia
memutuskan mencobanya lagi setelah Zerimski mengucapkan pidato di Lapangan Kemerdekaan hari
berikutnya. Menjelang saat itu Washington sudah bangun. Begitu Lloyd tahu apa yang edang
terjadi, Jackson pasti diberi kewenangan untuk menggagalkan seluruh operasi itu sebelum
terlambat, la memejamkan mata. "Kau punya istri, Jackson?"
"Tidak, sudah cerai," jawabnya.
"Sekarang perceraian tiap tahun di Rusia lebih banyak daripada di Amerika. Apa
kau tahu itu, Jackson?" "'Tidak. Tapi aku sudah sadar, selama beberapa hari ini semua jenis informasi
yang kaubawa-bawa dalam kepalamu itu tak berguna."
"Bagaimana dengan anak" Kau punya anak?"
"Tidak," sahut Jackson. "Aku kehilangan..."
"Mengapa kau tak mengadopsiku" Lalu aku akan kembali ke Amerika bersamamu."
"Kupikir Ted Turner pun tak sanggup mengadopsimu. Sekarang tidurlah, Sergei."
Disusul hening lama lagi.
"Satu pertanyaan lagi ya, Jackson?"
"Katakan bagaimana aku dapat menghentikanmu."
203 "Mengapa orang ini begitu penting bagimu?" Jackson menunggu beberapa saat,
kemudian mei jawab, "Dua puluh sembilan tahun lalu ia menyelamatkanku di Vietnam. Jadi kukira
bisa dibilang aku berutang nyawa padanya selama bertahun-tahun. Apa itu masuk akal?"
Sergei sebenarnya ingin menjawab, tapi ia telah tertidur nyenyak.
204 BAB LIMA BELAS

Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Vladimir bolchenkov, kepala polisi St. Petersburg, lelah cukup banyak pikiran
tanpa harus mencemaskan 'mpat telepon misterius yang masuk. Chernopov lelah mengunjungi kota
itu hari Senin dan memacetkan lalu lintas, karena menuntut supaya arak-arakan mobilnya
sama panjang dengan arak-arakan mobil mendiang Presiden.
Borodin menolak mengizinkan orang-orangnya meninggalkan barak sebelum digaji.
Dan karena sekarang tampaknya ia ketinggalan dalam persaingan menjadi presiden, desas-desus
akan adanya kup militer muncul ke permukaan kembali. "Tidaklah sulit mengetahui kota mana
yang akan diduduki lulu oleh Borodin," Bolchenkov mengingatkan Wali Kota. la telah
membentuk satu pasukan penuh untuk menangani ancaman terorisme selama kampanye pemilihan.
Bila salah seorang calon akan dibunuh, I mganlah sampai terjadi di wilayahnya. Dalam 205
minggu itu saja pasukan tersebut telah menerima 27 ancaman pembunuhan atas
Zerimski. Kepala Polisi menganggap ancaman-ancaman tersebut sebagai tindakan orang aneh dan gila
seperti biasanya - hingga pagi itu seorang, letnan muda buru-buru masuk kantor, pucat
pasi dan bicaranya terlampau cepat. Kepala Polisi duduk dan mendengarkan rekaman yang dibuat oleh si letnan beberapa
saat sebelumnya. Telepon pertama masuk pukul 09.24, jadi 51 menit setelah Zerimski
tiba di kota itu. "Akan ada usaha pembunuhan terhadap Zerimski siang ini," kata suara laki-laki
dengan logat yang tak dikenali Bolchenkov. Eropa Tengah, mungkin; yang pasti bukan Rusia.
"Sementara Zerimski berpidato dalam rapat di Lapangan Kemerdekaan, akan ada
usaha pembunuhan oleh seorang penembak tunggal yang disewa Mafya. Aku akan menelepon
kembali beberapa menit lagi dengan keterangan lebih mendetail, tapi aku hanya mau bicara
dengan Bolchenkov." Telepon mati. Telepon singkat itu berarti tak mungkin dilacak
kembali. Bolchenkov langsung tahu bahwa mereka berurusan dengan seorang profesional.
Sebelas menit kemudian telepon kedua masuk. Letnan berbohong selama mungkin,
memberitahu bahwa mereka sedang mencari-cari Kepala Polisi, tetapi si penelepon hanya
berkata, "Aku akan menelepon kembali dalam lima menit. Jadi pastikan Bolchenkov ada di sebelah
telepon. Waktu kalianlah yang tersia-sia, bukan waktuku."
Saat Letnan menerobos ke dalam kantor Kepala Polisi, Bolchenkov sedang
menjelaskan kepada salah 206 seorang kaki tangan Zerimski mengapa arak-arakan itu tak dapat memperoleh
kawalan petugas sebanyak Chernopov. Ia langsung mematikan rokok dan bergabung dengan tim dalam
satuan terorisme. Sembilan menit kemudian telepon berdering lagi.
"Ada Bolchenkov?"
"Ini Bolchenkov sendiri."
"Orang yang kaucari akan berperan sebagai wartawan asing yang mewakili surat
kabar Afrika Selatan yang fiktif. Ia tiba di St. Petersburg dengan kereta api cepat dari
Moskwa pagi ini. Ia bekerja sendirian. Tiga menit lagi aku akan menelepon kembali."
Tiga menit kemudian seluruh bagian berkumpul mendengarkannya.
"Aku yakin mulai sekarang seluruh divisi antitero-risme Kepolisian St.
Petersburg sedang mendengarkan setiap kataku," demikian salvo pembukaan si penelepon. "Maka
biarkan aku membantu kalian. Pembunuh itu tingginya 185, mata biru, dan rambut tebal keabu-
abuan. Tapi mungkin sekali ia menyamar. Aku tak tahu ia akan mengenakan pakaian apa. Tapi
kalian memang harus melakukan sesuatu supaya pantas menerima gaji." Telepon lalu mati.
Seluruh kesatuan itu mendengarkan rekaman berkali-kali selama setengah jam
berikutnya. Tiba-tiba sang kepala mematikan rokoknya dan berkata, "Putar lagi
pita ketiga." Letnan muda itu
menekan tombol. Ia ingin tahu apa yang didengar si bos yang tak didengar oleh
yang lain-lain. Mereka semua mendengarkan penuh perhatian.
"Stop " kata sang kepala setelah lima detik. "Kukira memang demikian. Kembali
lagi dan hitunglah." 207 Apanya yang dihitung" si letnan ingin bertanya sambil menekan tombol playback.
Kali ini ia mendengar dentang lonceng samar-samar di- latar belakang.
Ia memutar kembali pita itu dan mereka mendengarkannya sekali lagi. "Dua kali
dentang lonceng," kata Letnan. "Jika pukul dua siang, informan kita itu menelepon dari Timur
Jauh." Kepala Polisi tersenyum. "Menurutku bukan begitu," katanya. "Lebih besar
kemungkinannya mereka menelepon dini hari pukul dua dari pantai timur Amerika."
Maggie mengambil telepon di samping ranjang dan menghubungi nomor berkepala 650.
Hanya berdering beberapa kali kemudian diangkat.
"Tara Fitzgerald," terdengar sahutan dingin. Bukannya "Halo, selamat malam,"
atau penegasan bahwa penelepon telah menghubungi nomor yang benar. Hanya memberitahukan namanya
dengan tegas, sehingga orang tidak perlu membuang-buang waktu. Persis ayahnya, pikir
Maggie. "Ini Mom, Sayang."
"Hai, Mom. Apa mobilnya rusak lagi, atau ada sesuatu yang serius?"
"Tak ada, Sayang, aku cuma rindu pada ayahmu," jawabnya, sambil tertawa. "Moga-
moga kau punya waktu ngobrol."
"Yah, setidaknya Mom cuma merindukan satu laki-laki," kata Tara, mencoba
mempersantai nada bicaranya. "Aku merindukan dua."
"Mungkin, paling tidak kau tahu di mana Stuart berada, dan bisa meneleponnya
bila ingin. Masalahku 208 ialah tak punya satu petunjuk pun di mana ayahmu berada."
"Itu lagu lama, Mom. Kita tahu peraturannya bila Dad pergi. Orang-orang
perempuan diharapkan tinggal di rumah dan setia menunggu datangnya majikan kembali. Khas Irlandia..."
"Ya, aku tahu. Tapi kali ini perasaanku tak enak mengenai perjalanan yang satu
ini," kata Maggie. "Aku yakin tak perlu cemas, Mom. Bagaimanapun Dad baru pergi seminggu. Ingat
berapa kali di masa lalu dia muncul saat Mom sama sekali tak mengharapkannya. Aku selalu
menganggap itu taktik pengecut untuk memastikan kau tak punya kekasih sampingan."
Maggie tertawa tak yakin.
"Ada hal lain yang membuatmu cemas kan, Mom7" tanya Tara pelan. "Mau
menceritakannya padaku?" "Aku menemukan amplop yang ditujukan padaku tersembunyi dalam salah satu laci."
"Orang tua romantis," kata Tara. "Apa yang harus dikatakannya?"
"Entahlah. Aku belum membukanya"
"Mengapa belum" Ya ampun!"
"Sebab di luar amplop tertulis jelas: 'Tak boleh dibuka sebelum 17 Desember.'"
"Mom, mungkin itu hanya kartu Natal," kata Tara ringan.
"Kupikir bukan," kata Maggie. "Aku tahu tak banyak suami yang mengirim kartu
Natal pada istrinya, dan yang pasti bukan dalam amplop cokelat yang tersembunyi di laci."
"Bila kau begitu mencemaskannya, Mom, aku
209 yakin Dad pasti ingin kau membukanya. Lalu Mom akan tahu tak ada yang perlu
kaucemaskan." "Tapi bukan sebelum 17 Desember," kata Maggie tenang. "Bila Connor pulang
sebelum tanggal itu dan menemukan aku telah membukanya, dia pasti..." "Kapan kau menemukannya, Mom?"
"Tadi pagi, ada di antara pakaian sportnya, dalam laci yang Jhampir tak pernah
kubuka." "Aku pasti akan langsung membukanya bila itu dialamatkan padaku," kata Tara.
"Aku tahu kau pasti akan berbuat begitu," kata Maggie, "tapi kupikir lebih baik
membiarkannya beberapa hari lagi sebelum aku melakukan sesuatu. Aku akan mengembalikannya ke
laci kalau-kalau dia tiba-tiba muncul. Lalu dia tak akan pernah tahu aku pernah
menemukannya." "Mungkin aku harus terbang kembali ke Washington."
"Mengapa?" tanya Maggie. "Membantumu membukanya." "Jangan tolol, Tara."
"Tak lebih tolol daripada Mom yang hanya duduk sendirian di sana sambil
meributkan apa yang ada dalam amplop." "Mungkin kau benar."
"Bila Mom begitu tak pasti, mengapa tak menelepon Joan dan minta saran?"
"Sudah." "Lalu apa katanya?" "Bukalah."
Bolchenkov duduk di meja di depan ruang ope-
210 rasional dan memandangi dua puluh orang terpilih. Ia menyalakan korek api dan
menyulut rokoknya yang ketujuh pagi itu.
"Berapa banyak orang yang diharapkan datang di lapangan siang nanti?" tanyanya.
"Hanya perkiraan, Chief," kata perwira berseragam paling senior yang hadir,
"mungkin mencapai seratus i ibu." Gumam pembicaraan bisik-bisik tersebar di ruangan.
"Tenang," kata Kepala Polisi tajam. "Mengapa begitu banyak, Kapten" Chernopov
hanya memperoleh 70.000." "Zerimski tokoh yang jauh lebih karismatis dan karena sekarang jajak pendapat
mulai mengunggul-kannya, kuperkirakan dia akan menarik lebih banyak orang."
"Berapa banyak yang dapat kausediakan di lapangan?"
"Setiap orang yang tersedia akan berada di lapangan, Chief, dan semua cuti sudah
kubatalkan. Telah kuberitahukan deskripsi orang itu dengan harapan kita dapat menemukannya
sebelum dia tiba di lapangan. Tapi tak banyak dari mereka yang sudah berpengalaman dalam hal
sebesar ini." "Bila akan ada seratus ribu orang di lapangan," kata Bolchenkov, "ini juga
merupakan pengalaman pertamaku. Apakah semua perwira telah diberi deskripsi orang itu?"
"Ya, Chief, tapi mungkin ia menyamar. Bagaimanapun ada banyak orang asing tinggi
bermata biru dan berambut keabu-abuan di luar sana. Dan jangan lupa,
211 mereka belum diberitahu mengapa orang itu dicari dan akan ditanyai. Kita sendiri
tak perlu panik." "Setuju. Tapi aku tak mau mengagetkannya sekarang, hanya memberinya kesempatan
kedua kelak. Apa ada yang memperoleh informasi lebih lanjut?"
"Ya, Chief," jawab seorang yang lebih muda yang bersandar pada tembok belakang.
Kepala Polisi mematikan rokok dan mengangguk.
"Ada tiga wartawan Afrika Selatan yang secara resmi meliput pemilihan. Dari
gambaran yang diberikan informan, aku cukup yakin orang itu yang bernama Piet de Villiers."
"Apa ada data tentang dia di komputer?"
"Tidak," jawab si perwira muda. "Tapi polisi di Johannesburg sangat membantu.
Ada tiga orang dalam berkas mereka yang sesuai dengan nama itu disertai tindak pidana dari
pencopetan sampai bigami. Tapi tak ada yang cocok dengan gambaran yang diberikan. Dan
bagaimanapun, dua di antara mereka kini sedang meringkuk di penjara. Mereka tak tahu ada di mana yang
ketiga itu. Mereka juga menyebutkan ada koneksi dengan Kolombia."
"Koneksi apa dengan Kolombia?"
"Beberapa minggu lalu CIA menyebarkan memo rahasia yang memberi keterangan
tentang pembunuhan atas calon presiden di Bogota. Kelihatannya mereka mengejar pembunuh
itu ke Afrika Selatan, lalu dia lolos. Aku menelepon penghubungku di CIA, tapi dia cuma
bisa bilang mereka tahu orang itu bergerak lagi, dan terakhir dia terlihat sedang naik
pesawat ke Jenewa." "Cuma itu yang kubutuhkan," kata Kepala Polisi.
212 Menurut dugaanku pasti tak ada tanda-tanda adanya Villiers saat Zerimski
mengunjungi Hermitage pagi ini, kan?" "Tak ada, Chief," kata suara lain lagi, "tak ada di tntara korps wartawan. Ada
23 wartawan di sana, dan hanya dua yang sesuai dengan deskripsi itu. Yang satu bernama Clifford
Symonds, koordinator reporter CNN, dan yang satu lagi sudah kukenal bertahun-tahun, teman main
caturku." Semua orang di ruangan itu tertawa. Ketegangan agak mereda.
"Atap-atap dan gedung?" tanya sang kepala.
"Aku telah menugasi selusin orang dengan perincian untuk melindungi atap dan
gedung di seputar lapangan," kata kepala kesatuan bersenjata api kaliber lingan. "Kebanyakan
gedung-gedung itu kantor-kantor umum, jadi aku akan menempatkan perwira berpakaian preman di
setiap jalan masuk dan keluar, lika ada seseorang yang sesuai dengan gambaran itu mencoba masuk
lapangan ataupun

Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

salah satu gedung yang mempunyai pemandangan lapangan dari atas, ia akan ditahan
di tempat." "Hati-hati jangan sampai menahan pejabat asing dan melibatkan kita ke dalam
kesulitan lebih besar. Ada pertanyaan?"
"Ya, Chief. Apa kau telah mempertimbangkan membatalkan rapat?" tanya sebuah
suara dari belakang. "Sudah kupertimbangkan. Dan kuputuskan tidak. Jika aku harus membatalkan rapat
setiap kali menerima ancaman terhadap tokoh publik, jalur telepon kita akan terblokir
telepon-telepon dari orang-orang radikal setengah matang yang tak punya pekerjaan 213
lain kecuali menganiaya. Bagaimanapun ini bisa juga hanya tanda bahaya bohongan.
Dan bahkan bila de Villiers berkeliaran di kota, dan melihat kehadiran kita di lapangan,
mungkin dia pikir-pikir dulu. Ada pertanyaan lagi?" Semuanya bungkam.
"Jika salah seorang di antara kalian melihat sesuatu, dan maksudku apa pun, aku
ingin tahu secepatnya. Jangan sampai nanti ada yang bilang padaku, 'Aku tidak
melaporkannya, Chief, karena
kupikir tak penting waktu itu.'"
Connor tetap menyimak siaran televisi sambil bercukur. Hillary Bowker sedang
menyajikan berita aktual mengenai apa yang terjadi di Amerika Serikat. RUU Pengurangan Senjata
telah lolos di DPR, dapat masuk dengan kelebihan tiga suara. Namun Tom Lawrence mengklaim bahwa
hasil itu merupakan kemenangan bagi akal sehat. Di lain pihak, para pakar telah memberi
peringatan bahwa RUU itu akan melalui jalan jauh lebih ketat bila telah mencapai lantai Senat.
"Sama sekali tidak," Presiden meyakinkan rombongan para wartawan dalam jumpa
pers tadi pagi. Connor tersenyum. "DPR hanya melaksanakan kehendak rakyat. Dan saya yakin Senat
juga ingin berbuat persis sama."
Presiden kini digantikan tayangan seorang gadis cantik berambut merah cerah.
Connor teringat akan Maggie. Sejalan dengan pekerjaanku, seharusnya aku menikah dengan penyaji
berita, katanya suatu saat kepada Maggie.
"Dan kini, untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
214 pemilihan yang akan diadakan di Rusia, kita menuju ke Clifford Symonds.
koresponden kami di St. Petersburg." Connor berhenti bercukur dan menatap layar. "Jajak pendapat menunjukkan bahwa
dua calon terkemuka, Perdana Menteri Grigory Chernopov dan pemimpin Partai Komunis Victor
Zerimski, kini bersaing ketat. Calon Komunis akan menyampaikan pidato dalam rapat di
Lapangan Kemerdekaan siang ini yang diperkirakan polisi akan menyedot sekitar seratus
ribu orang. Pagi ini Mr. Zerimski akan mengadakan pertemuan pribadi dengan Jenderal Borodin yang
diharapkan tak lama lagi akan menyatakan menarik diri dari pencalonan sebagai akibat hasil yang
tak memadai dalam jajak pendapat terakhir. Masih belum pasti mana dari kedua calon terkemuka
itu yang hendak didukung Borodin. Dan hasil pemilihan bisa tergantung pada keputusan itu.
Clifford Symonds, CNN International, St. Petersburg."
Wajah Hillary Bowker muncul lagi di layar. "Dan kini ramalan cuaca," katanya
dengan senyum lebar. Connor mematikan televisi, sebab ia tidak tertarik pada suhu di Florida. Ia
kembali mengoleskan busa sabun pada wajahnya yang ditumbuhi rambut pendek-pendek dan meneruskan
bercukur. Ia telah memutuskan untuk tidak menghadiri konferensi pers Zerimski pagi itu, yang
hanya merupakan puji-pujian dari sekretaris persnya atas apa yang telah dihasilkan si
bos bahkan sebelum sarapan, ataupun mengunjungi Hermitage, dan menghabiskan banyak waktu untuk
menghindari Mitchell. Ia akan berkonsentrasi pada pemunculan Zenmski di depan publik hari
itu. Ia 215 telah menemukan restoran yang cocok di sisi barat lapangan. Masakannya tidak
terkenal, tetapi kelebihannya adalah punya lantai dua, dan pemandangan ke Lapangan Kemerdekaan
dari atas. Yang lebih penting, punya pintu belakang, sehingga ia tak perlu memasuki
lapangan bila belum perlu. Begitu meninggalkan hotel, ia menelepon restoran itu dari boks telepon paling
dekat dan memesan meja di sudut dekat jendela untuk pukul dua belas. Kemudian ia pergi untuk
menyewa mobil, hal yang di St. Petersburg jauh lebih sulit dilakukan daripada di Moskwa. Empat
puluh menit kemudian ia mengendarai mobil menuju ke pusat kota dan meninggalkan kendaraan itu di
tempat parkir bawah tanah hanya beberapa ratus meter dari Lapangan Kemerdekaan. Ia telah
memutuskan kembali ke Moskwa naik mobil seusai pidato itu. Dengan cara demikian ia segera
akan tahu bila ada orang mengikutinya. Ia naik ke jalan, menuju ke hotel terdekat, la
menyisipkan lembaran dua puluh dolar ke tangan porter dan mengatakan memerlukan kamar sekitar sejam untuk
mandi dan ganti pakaian. Ketika ia kembali ke lift pukul dua belas kurang beberapa menit, si porter tidak
mengenalinya kembali. Connor menitipkan ransel padanya dan berkata akan mengambilnya lagi
sekitar pukul empat sore. Si porter meletakkan ransel itu di bawah meja layan dan untuk
pertama kalinya melihat koper itu. Karena berlabel nama sama, ransel dan koper itu disatukannya.
Pelan-pelan Connor menyusuri trotoar di dekat Lapangan Kemerdekaan. Ia melewati
dua polisi yang 216 sedang menanyai seorang asing tinggi berambut keabu-abuan. Mereka tak
memandangnya lagi ketika Connor menyelinap masuk dan naik lift menuju ke lestoran di lantai dua.
Ia menyebutkan namanya kepada kepala pelayan dan langsung diantar ke meja di sudut. Ia duduk
sedemikian rupa hingga terlindung dari tamu-tamu lain, tapi masih punya pemandangan rienyeluruh
atas lapangan di bawah. Ia sedang memikirkan Tom Lawrence, dan sedang bertanya-tanya pukul berapa ia
harus pergi sebelum ia memutuskan. Pada saat itu seorang pelayan muncul di sampingnya dan
menyerahkan menu. Connor memandang ke luar jendela, dan terperanjat karena
lapangan sudah hampir penuh, padahal masih dua
jam lagi Zerimski menyampaikan pidatonya. Di antara
massa ia melihat beberapa polisi berpakaian preman.
Satu-dua polisi muda menempel pada patung-patung
dan memeriksa dengan teliti sekeliling lapangan.
Tapi apa yang mereka cari" Apakah Kepala Polisi
terlalu hati-hati, atau khawatir akan ada demonstrasi
selama pidato Zerimski"
Kepala pelayan itu kembali. "Anda pesan apa,
Sir" Polisi, telah memerintahkan kami untuk menutup
restoran sebelum pukul dua."
"Kalau begitu lebih baik aku pesan steak kecil
saja," sahut Connor.
217 BAB ENAM BELAS "Di mana menurutmu dia sekarang ini?" tanya Sergei.
"Ia ada di luar sana entah di mana. Tapi bila dia kukenal pun. hampir tak
mungkin menemukannya di tengah kerumunan ini," kata Jackson. "Seperti mencari jarum di tengah
tumpukan jerami." "Siapa pernah kehilangan jarum di tumpukan
jerami?" "Hentikan ucapanmu yang sok itu dan lakukan tugas untuk apa kau dibayar," kata
Jackson. "Kau kuberi bonus sepuluh dolar bila dapat melihatnya. Ingat, kemungkinan besar dia
menyamar dengan baik." Sergei tiba-tiba jauh lebih memperhatikan massa yang berdesakan di lapangan.
"Kau lihat orang di tangga teratas di sudut utara itu?" tanyanya. "Yang sedang bicara dengan
polisi." "Ya," jawab Jackson. "Itu Vladimir Bolchenkov, kepala polisi. Orang jujur, walaupun dia orang kedua
yang paling berkuasa di St. Petersburg."
218 "Siapa yang pertama?" tanya Jackson. "Wali Kota?"
"Bukan, saudaranya - Joseph. Bos Mafya kota ini."
"Apa itu tak mengakibatkan konflik kepentingan?"
"Tidak. Kau hanya ditahan di St. Petersburg kalau bukan Mafya."
"Dari mana kau dapat semua informasi itu?" tanya Jackson.
"Dari ibuku. Ia tidur dengan keduanya."
Jackson tertawa seraya melanjutkan mengamati Kepala Polisi yang sedang bicara
dengan petugas berseragam. Ia sebenarnya ingin mendengarkan pembicaraan mereka. Bila hal itu
terjadi di Washington, CIA pasti akan dapat memutar kembali rekaman percakapan mereka kata
demi kata. ' Kau lihat orang-orang muda di sekitar patung-patung itu?" tanya polisi senior
di samping Bolchenkov. "Ada apa dengan mereka?" tanya Kepala Polisi.
"Kalau-kalau kau terheran-heran mengapa aku tak menahan mereka, mereka semua
anggota timku. Dari sana mereka dapat melihat kerumunan dengan lebih baik. Lihat di belakangmu,
Chief: penjual hotdog, dua pendorong kereta bunga, dan empat penjaja koran itu orang-orangku.
Dan masih ada lagi polisi berseragam, dua belas bus penuh, tak sampai satu blok dari sini.
Mereka dapat dipanggil masuk hanya dengan pemberitahuan sekejap. Selama jam berikut juga akan ada
seratus orang berpakaian preman yang keluar-masuk lapangan. Tiap jalan keluar dijaga, dan
setiap orang yang mempunyai pemandangan atas lapangan ini dijaga satu orangku dalam jarak beberapa
kaki." 219 "Jika dia sebaik yang kuperkirakan. dia pasti telah menemukan tempat yang tak
pernah terpikirkan olehmu," kata Kepala Polisi.
Connor memesan secangkir kopi dan terus mengamati aktivitas yang berlangsung di
lapangan di bawah. Walau masih setengah jam lagi calon presiden tiba, lapangan telah penuh
sesak dengan orang-orang, mulai dari para pemuja Zerimski hingga ke orang yang hanya ingin
tahu. Ia senang melihat betapa penjual hotdog itu repot menyamarkan identitas aslinya sebagai
polisi. Orang itu baru saja menerima keluhan dari pembelinya lagi - mungkin lupa memberi saus tomat.
Connor mengalihkan perhatian ke sisi seberang lapangan. Stand kecil yang didirikan
untuk pers kini menjadi satu-satunya area yang tetap tak ditempati. Ia terheran-heran mengapa
begitu banyak detektif berpakaian preman berdesakan di situ, jauh lebih banyak daripada yang
diperlukan untuk menghalau orang yang kebetulan lewat memasuki area khusus. Itu tak ada artinya.
Pikirannya dibuyarkan oleh secangkir kopi panas yang disajikan di depannya. Ia melihat jam.
Sekarang seharusnya Zerimski telah menyelesaikan pertemuannya dengan Jenderal Borodin.
Hasilnya akan merupakan berita utama di semua saluran televisi malam nanti. Connor bertanya-
tanya apakah ia bisa mengetahui telah terjadi transaksi atau belum dari gaya bicara Zerimski.
Ia meminta bonnya. Sementara menunggu ia memusatkan perhatian pada pemandangan
di bawah untuk terakhir kali. Tak ada seorang profesional pun yang pernah
mempertimbangkan Lapangan
Ke- 220 merdekaan sebagai area sasaran. Di samping semua masalah yang telah
diidentifikasinya, kehati-hatian Kepala Polisi sudah jelas bagi setiap orang
yang mau melihatnya. Kendati demikian, Connor
merasa bahwa besarnya massa itu saja akan memberinya kesempatan terbaik untuk
mempelajari Zerimski lebih dekat lagi, maka itulah sebabnya ia memutuskan untuk tidak duduk
di antara korps pers pada kesempatan ini.
Ia membayar tunai bonnya, kemudian berjalan pelan menghampiri gadis yang duduk
di pojok dan menyerahkan karcis. Gadis itu memberikan topi dan mantelnya. Dan Connor
memberinya tip lembaran lima rubel. Orang-orang tua selalu memberi tip kecil, demikian yang
dibacanya di suatu tempat. Ia bergabung dengan rombongan besar para pekerja yang membanjir keluar kantor di
lantai pertama. Mereka jelas memperoleh libur untuk menghadiri rapat. Semua manajer
dalam lingkup

Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

satu mil dari lapangan kemungkinan besar telah menerima kenyataan bahwa tak
banyak pekerjaan yang dapat dilakukan siang itu. Dua polisi berpakaian preman berdiri beberapa
meter dari pintu, sedang memeriksa rombongan pekerja itu dengan teliti. Tetapi karena udara
dingin, mereka hanya menunjukkan diri sesedikit mungkin. Connor merasa terdorong oleh massa yang
membanjir keluar menuju trotoar. Lapangan Kemerdekaan telah penuh sesak ketika Connor menyelusup di antara orang-
orang menuju ke panggung. Massa itu pasti berjumlah 70.000 lebih. Ia tahu Kepala
Polisi telah berdoa meminta badai. Tapi hari itu khas musim dingin di St. Petersburg -
221 dingin, tajam, dan jernih. Ia memandangi tempat yang dikelilingi tali untuk
pers. Di situ masih terlihat banyak kegiatan. Ia tersenyum ketika melihat Mitchell di tempat
biasanya. Sekitar tiga meter dari tempat ia biasanya duduk. Tidak hari ini, temanku. Setidaknya kali
ini Mitchell mengenakan mantel hangat dan tutup kepala yang layak.
"Hari baik bagi para pencopet," kata Sergei sambil memandangi massa.
"Apakah mereka berani mengambil risiko dengan kehadiran polisi sebanyak ini?"
tanya Jackson. "Selalu dapat ditemukan polisi bila tak diperlukan," kata Sergei. "Aku telah
melihat beberapa mantan napi yang pergi membawa dompet, tapi polisi tampaknya tak begitu
berminat." "Mungkin mereka telah banyak menemui masalah di pihak mereka sendiri, apalagi
dengan massa mendekati seratus ribu orang dan Zerimski bisa tiba setiap saat."
Mata Sergei tertuju pada Kepala Polisi. "Di mana dia sekarang?" tanya Bolchenkov
kepada seorang sersan dengan walkie-talkie.
"Delapan belas menit yang lalu ia meninggalkan pertemuan dengan Borodin. dan
kini diantar mobil melalui Preyti Street. Sekitar tujuh menit lagi ia akan tiba."
"Kalau begitu dalam tujuh menit lagi masalah kita dimulai," kata Kepala Polisi
sambil melihat jam. "Apakah menurutmu tak mungkin orang kita mencoba menembak Zerimski yang sedang
dalam mobil?" "Tak mungkin," jawab Kepala Polisi. "Kita ini 222
berurusan dengan seorang profesional. Ia tak mungkin membidik sasaran yang
sedang bergerak, apalagi dalam mobil antipeluru. Bagaimanapun ia tidak dapat memastikan Zerimski
naik mobil yang mana. Tidak. Orang kita di sana, dalam kerumunan. Aku dapat merasakannya.
Jangan lupa, terakhir kali ia mencoba hal seperti ini dengan sasaran orang yang sedang
berdiri di tempat terbuka.
Dengan demikian hampir tak mungkin keliru menembak orang lain. Dan dengan massa
lebih besar, kemungkinan lolos lebih baik."
Connor masih menyelinap pelan-pelan menuju panggung. Ia memandang sekeliling ke
massa, dan mengidentifikasi lagi beberapa polisi berpakaian preman. Zerimski tidak
berkeberatan, karena mereka hanya akan menambah jumlah pengunjung. Satu-satunya yang ia perhatikan
ialah mendapat pendengar jauh lebih banyak daripada Chernopov.
Connor memeriksa atap. Selusin penembak sedang memindai massa dengan teropong.
Seandainya mengenakan pakaian sport kuning, mereka tidak akan tampak lebih mencolok. Paling
sedikit ada beberapa ratus polisi berseragam yang berdiri di sekitar garis keliling
lapangan. Kepala Polisi jelas- jelas percaya akan arti pencegahan.
Jendela-jendela di gedung-gedung seputar lapangan telah berjejalan dengan
pekerja kantor yang berusaha mendapatkan pemandangan sebaik mungkin atas apa yang terjadi di bawah
mereka. Connor sekali lagi memandang ke tempat yang dikelilingi tali khusus untuk pers.
Kini mulai dipenuhi wartawan. Polisi memeriksa surat-surat mereka semua dengan cermat.
223 Itu hal biasa. Kecuali bahwa beberapa wartawan diminta membuka tutup kepala
mereka. Connor mengamatinya beberapa saat. Semua yang ditegur memiliki dua persamaan: pria dan
tinggi. Itu menyebabkan Connor berhenti melangkah. Kemudian dari lirikan mata ia melihat
Mitchell beberapa langkah darinya di tengah massa. Ia mengernyit. Bagaimana agen muda itu
dapat mengenalinya" Tiba-tiba, tanpa pemberitahuan lebih dulu, meledaklah sorak bergemuruh di
belakangnya. Seolah-olah seorang bintang rock tiba di panggung. Ia berpaling dan
melihat arak-arakan mobil Zerimski
maju pelan-pelan di sekitar tiga sisi lapangan. Mereka berhenti di sudut barat
laut. Massa bertepuk tangan antusias, walau mereka tak mungkin dapat melihat si kandidat. Sebab semua
jendela mobil itu berkaca hitam. Pintu limusin Zil terbuka, tapi tak mungkin tahu apakah
Zerimski ada di antara mereka yang turun dari mobil, sebab ia dikelilingi banyak tukang pukul tegap.
Ketika akhirnya si kandidat mendaki tangga beberapa saat kemudian, massa mulai
bersorak lebih keras lagi dan mencapai puncaknya ketika ia berjalan ke depan panggung, la
berhenti dan melambai ke satu arah, kemudian ke arah lain. Sekarang Connor telah dapat
mengatakan berapa langkah lagi ia akan berjalan, kemudian berpaling dan melambai lagi.
Orang berdesak-desakan untuk bisa melihat lebih baik, tetapi Connor tak
menggubris hiruk-pikuk di sekitarnya. Ia tetap mengamati para polisi, kebanyakan tidak memperhatikan
podium. Mereka sedang mencari sesuatu atau seseorang secara khusus. Sebuah gagasan 224
melintas di benaknya, tapi ia segera menghalaunya. I ulak. Tak mungkin.
Ketakutan mulai merayapinya. I i pernah diberitahu oleh seorang agen veteran bahwa I -nugasan
akhir selalu yang paling sulit. Tetapi bila meragukan sesuatu, peraturannya selalu i tap sama: menyingkirlah
dari daerah bahaya. Ia memandang sekeliling lapangan. Cepat-cepat mem-I -rtimbangkan jalan keluar
mana yang akan dipilih. Massa mulai mereda sementara menunggu Zerimski unulai pidato Connor
memutuskan akan bergerak menuju ujung utara lapangan saat tepuk tangan me-dak
berkepanjangan. Dengan cara demikian kemungkinan besar ia tidak akan dilihat menyelinap di i utara
massa. Ia memandang sekilas, tindakan refleks, mencari di mana Mitchell. Ia masih tetap berdiri
>cberapa meter di sebelah kanannya, bila tidak malah igak lebih dekat daripada ketika dilihatnya
tadi Zerimski mendekati mikrofon dengan tangan ter-mgkat tinggi untuk
memberitahu massa bahwa ia
segera akan mulai pidato.
'Aku telah melihat jarumnya," kata Sergei.
"Di mana?" tanya Jackson.
"Di sana, sekitar dua puluh langkah dari podium. Rambutnya berwarna lain dan
cara jalannya seperti >rang tua. Kau berutang sepuluh dolar padaku."
"Bagaimana kau dapat melihatnya dari jarak sejauh ini?" tanya Jackson.
"Dialah satu-satunya orang yang mencoba meninggalkan lapangan." .
Jackson menyerahkan lembaran sepuluh dolar sementara Zerimski berhenti di depan
mikrofon. Orang tua yang memperkenalkan Zerimski di Moskwa duduk
225 sendirian di bagian belakang podium. Zerimski tidak mengizinkan kesalahan
seperti itu berulang kembali. "Kamerad sekalian," ia mulai dengan lantang, "merupakan kehormatan besar bagi
saya berdiri di depan Anda sekalian sebagai calon presiden. Hari berganti hari saya semakin
sadar..." Ketika Connor memindai massa, sekali lagi ia melihat Mitchell. Ia selangkah
lebih dekat dengannya. "Walau beberapa gelintir warga kita menginginkan kembali ke zaman totaliter masa
lampau, mayoritas besar..." Hanya kata-kata yang diubah di sana-sini, pikir Connor. Ia telah melihat bahwa
Mitchell telah selangkah lebih dekat lagi dengannya.
"...menginginkan distribusi yang lebih adil dari kemakmuran yang telah
diciptakan oleh keterampilan dan kerja keras mereka." Ketika massa mulai bersorak, Connor cepat-
cepat bergerak beberapa langkah ke kanan. Ketika tepuk tangan berhenti, ia berhenti. Tak
bergerak sedikit pun. "Mengapa orang di bangku itu mengikuti sahabatmu?" tanya Sergei.
"Sebab dia seorang amatir," sahut Jackson.
"Atau seorang profesional yang tahu persis apa yang sedang ia lakukan?" sergah
Sergei. "Astaga, jangan katakan aku sudah kehilangan naluriku," kata Jackson.
"Sejauh ini ia telah melakukan apa saja, kecuali menciumnya," kata Sergei.
"Lihatlah jalan-jalan di St. Petersburg, Kamerad sekalian," lanjut Zerimski.
"Ya, Anda sekalian akan melihat Mercedes, BMW, dan Jaguar, tapi siapa yang
226 mengendarai mereka" Hanya segelintir orang yang mempunyai hak istimewa...."
Ketika tepuk tangan meledak lagi, Connor melangkah lebih maju menuju ujung utara
lapangan. "Saya menanti-nantikan hari negara ini bukan satu-satunya negara di bumi yang
memiliki limusin lebih banyak daripada mobil-mobil keluarga..."
Connor menoleh ke belakang dan melihat Mitchell lelah dua atau tiga langkah
lebih dekat ke arahnya. Sedang main apa dia itu"
"...dan di mana ada lebih banyak rekening bank h Swiss daripada rumah sakit."
Pada ledakan tepuk tangan berikutnya ia akan menghilang darinya. Ia
berkonsentrasi pada kata-kata
Zerimski untuk dengan tepat bisa mengantisipasi kapan ia harus bergerak.
"Kupikir aku sudah melihatnya," kata seorang polisi berpakaian preman yang
sedang memeriksa massa dengan teropong. "Di mana. di mana?" tanya Bolchenkov sambil menyambar teropong.
"Pukul dua belas, lima puluh meter ke belakang. Tak bergerak. Ia di depan
perempuan yang memakai selendang merah. Ia tidak mirip dengan fotonya. Tapi bila ada ledakan
tepuk tangan, ia bergerak terlalu cepat bagi orang seusia dia."
Bolchenkov mulai memfokuskan teropong. "Kena kau," katanya. Setelah beberapa
saat ia menambahkan, "Ya, mungkin itu dia. Beritahu mereka yang di pukul satu untuk
bergerak dan menahannya. Dan katakan pada dua orang yang delapan belas meter di depannya
untuk melindungi mereka. Kita selesaikan ini secepat mungkin." Polisi muda itu tampak cemas. "Jika kita melakukan
kesalahan," kata Kepala
Polisi, "aku yang bertanggung jawab."
"Janganlah kita pernah melupakan," lanjut Zerimski, "bahwa Rusia dapat kembali
menjadi bangsa terbesar di bumi..."
Mitchell kini selangkah dari Connor yang dengan sengaja tak menggubrisnya.
Beberapa detik lagi akan ada sorak-sorai berkepanjangan jika Zerimski mengatakan kepada massa apa
yang hendak ia lakukan bila menjadi presiden. Tak ada rekening bank yang dipenuhi dengan suap
para pengusaha tak jujur - inilah yang selalu memperoleh sorak-sorai paling keras. Kemudian ia
akan menghilang, dan memastikan bahwa Mitchell dipindahkan ke tugas administratif di suatu tempat
terpencil dan terbelakang serta penuh nyamuk.
"...Saya akan membaktikan diri saya untuk melayani Kamerad sekalian. Saya akan
lebih dari puas menerima gaji sebagai presiden, dan tidak menerima suap para pengusaha tak jujur
yang hanya bertujuan menjarah kekayaan bangsa."
Massa meledak dalam sorak-sorai. Connor tiba-tiba berbalik dan bergerak ke
kanan. Ia hampir mengayunkan tiga langkah ketika polisi pertama memegang lengan kirinya. Polisi
kedua datang kemudian dari sebelah kanan. Ia dibanting, tapi tak mencoba melawan. Peraturan
pertama: bila tak ada yang disembunyikan, jangan melawan penangkapan. Kedua tangannya ditelikung
ke belakang punggung dan di-borgol. Massa lalu mengelilingi tiga orang di tanah itu. Mereka
kini jauh lebih tertarik pada tontonan 228 sampingan ini daripada pada kata-kata Zerimski. Mitchell agak mundur, dan
menunggu pertanyaan yang tak terelakkan lagi, "Siapa dia?"
"Pembunuh bayaran Mafya," bisiknya ke telinga orang-orang yang dekat dengannya.
Ia mundur ke tempat lingkaran khusus pers sambil berkali-kali menggumamkan, "Pembunuh bayaran
Mafya." "Kamerad sekalian warga negara yang baik, janganlah sekali-kali ragu bahwa jika
saya terpilih menjadi presiden, Anda sekalian dapat memastikan satu hal..."


Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau ditahan," kata orang ketiga yang tak dapat dilihat Connor karena kepalanya
ditekan ke tanah. "Bawa dia pergi," kata suara berwibawa itu. Dan Connor diseret cepat-cepat
menuju ke ujung utara lapangan. Zerimski melihat kekacauan itu, tetapi sebagai seorang profesional kawakan, ia
tak menggubrisnya. "Jika Chernopov terpilih, orang-orang Amerika akan lebih memperhatikan pandangan
Meksiko daripada pandangan Rusia," ia melanjutkan tanpa ragu.
Jackson tidak pernah mengalihkan pandangan dari Connor sementara massa menyibak,
membiarkan polisi berlalu.
"Kamerad sekalian, tinggal enam hari lagi dan rakyat akan memutuskan..."
Mitchell bergerak cepat, pergi dari keributan itu dan menuju ke stand pers.
"Lakukanlah itu bukan untuk saya, bahkan juga bukan untuk Partai Komunis.
Melainkan lakukanlah untuk generasi berikut orang-orang Rusia..."
229 Mobil polisi yang dikelilingi empat sepeda motor mulai keluar dari lapangan.
"...yang lalu mampu memainkan peranan sebagai warga bangsa terbesar di bumi.
Hanya satu yang saya minta - hak istimewa untuk boleh memimpin rakyat itu."
Kali ini ia diam, hingga pasti diperhatikan oleh semua yang ada di lapangan.
Akhirnya, dengan lembut ia mengakhiri dengan kata-kata, "Kamerad se kalian, saya menyerahkan diri
sebagai pelayan Anda sekalian."
Ia mundur, dan tiba-tiba bunyi sirene polisi lenyap ditelan raungan seratus ribu
suara. Jackson memandang ke lingkaran pers. Ia dapat melihat bahwa para wartawan jauh
lebih berminat pada mobil polisi yang menghilang dari pemandangan daripada pada kata-kata
Zerimski yang diulang-ulang. "Pembunuh bayaran Mafya," kata wartawati Turki kepada salah seorang kolega.
Suatu "fakta" yang
ia dengar dari seseorang di antara massa, yang akan dikutipnya sebagai "sumber
yang dapat dipercaya". Mitchell mendongak ke deretan kamerawan televisi yang mengikuti perjalanan mobil
polisi ketika menghilang dari pandangan dengan lampu biru berkilatan Matanya terpaku pada satu
orang yang perlu ia ajak bicara. Ia menunggu dengan sabar hingga Clifford Symonds memandang
ke arahnya, dilambaikannya tangannya untuk memberi isyarat bahwa ia perlu segera bicara
dengannya. Wartawan CNN itu dengan cepat bergabung dengan Atase Kebudayaan Amerika di
antara rombongan orang-orang yang bersorak-sorai.
230 Zerimski tetap di tengah podium, menyedot seluruh anjungan massa. Ia tak berniat
pergi selagi mereka masih meraung-raung menyetujuinya.
Symonds mendengarkan dengan cermat apa yang Jikemukakan Mitchell. Ia harus
mengudara dalam waktu dua belas menit lagi. Detik demi detik senyum di wajahnya semakin
lebar. Begitu Mitchell selesai bicara, Symonds bertanya. 'Apa kau benar-benar yakin?"
"Pernahkah aku menjatuhkanmu selama ini?" tanya Mitchell, mencoba terdengar
tersinggung. "Tidak," jawab Symonds minta maaf. "Tidak pernah."
"Tapi keping informasi ini harus kaujaga jauh-jauh dari Kedutaan."
"Tentu saja. Tapi siapa yang harus kusebut sebagai sumberku?"
"Seorang polisi yang tekun dan banyak akal. Itu yang paling takkan dibantah
Kepala Polisi." Symonds tertawa. "Lebih baik aku segera menemui produserku jika akan
menjadikannya berita utama dalam tayangan pagi ini."
"Oke," kata Mitchell. "Cuma ingat - pastikan tak dapat dilacak kembali ke diriku."
"Pernahkah aku menjatuhkanmu selama ini?" tukas Symonds. Ia berbalik, buru-buru kembali ke
lingkaran pers. Mitchell menyelinap pergi ke arah berlawanan. Masih ada satu orang lagi yang
suka mendengar cerita ini. Dan ini perlu dilakukan sebelum Zerimski meninggalkan podium.
Sebarisan bodyguard pelindung menghalangi para
231 pendukung yang terlalu antusias mendekati sang kandidat. Juru bicaranya hanya
beberapa meter dari Mitchell, senang akan sorak-sorai yang diterima bosnya.
Mitchell mengatakan pada salah satu bodyguard itu, dalam bahasa Rusia yang
bagus, siapa yang ingin diajaknya bicara. Bodyguard itu menoleh dan berteriak kepada si juru
bicara. Jika Zerimski terpilih, pikir Mitchell, pemerintahannya takkan rumit. Juru bicara itu langsung
memberi isyarat untuk membiarkan orang Amerika itu mendekat, dan ia memasuki area yang
dikelilingi tali, bergabung dengan teman caturnya. Dengan cepat ia menjelaskan samaran de Villiers
sebagai orang tua, dan dari hotel mana ia terlihat, sebelum memasuki restoran.
Menjelang akhir hari itu, Fitzgerald dan Jackson mulai menyadari bahwa mereka
berurusan dengan seorang profesional sejati.
Createddy syaucjy_arr@ya?ioo. co. id
CKofefo'"Novef%amf"]
'Wekfoj, ?}ffp;//tiamo&wordpress.com
232 BAB TUJUH BELAS Presiden dan Kepala Staf duduk di Ruang Oval, menonton tayangan berita pagi. Tak
ada yang bicara ketika Clifford Symonds menyajikan laporan.
"Seorang teroris internasional ditahan siang ini di Lapangan Kemerdekaan, selama
pidato pemimpin Komunis Victor Zerimski. Orang yang hingga kini belum diberitakan
namanya itu ditahan di Penjara Crucifix di pusat kota St. Petersburg. Polisi setempat tidak
menutup kemungkinan bahwa ia adalah orang yang sama dengan yang baru-baru ini terlibat
dalam pembunuhan atas Ricardo Guzman, calon Presiden Kolombia. Orang yang ditahan
polisi itu diduga telah mengikuti kampanye Zerimski beberapa hari di seluruh negeri. Minggu lalu
ia diberitakan di majalah Time sebagai penembak bayaran paling mahal di Barat. Diduga ia ditawari
sejuta dolar oleh Mafia Rusia, guna menyingkirkan Zerimski dari persaingan calon presiden.
Ketika polisi menangkap- 233 nya, perlu empat orang hanya untuk menahannya di atas tanah."
Diikuti tayangan serangkaian gambar seseorang yang ditangkap di antara massa dan
buru-buru dibawa pergi. Tetapi gambar terbaik yang mereka buat ialah bagian belakang
kepala yang tertutup topi kulit binatang. Wajah Symonds muncul kembali di layar.
"Calon Komunis itu tetap melanjutkan pidatonya, walau penangkapan itu hanya
beberapa meter di depan podium. Zerimski kemudian memuji polisi St. Petersburg atas ketekunan dan
profesionalisme mereka. Dan ia bersumpah walau banyak usaha pembunuhan
terhadapnya, tak ada yang akan menghalanginya dalam perjuangannya melawan kejahatan terorganisasi.
Zerimski kini bersaing ketat dengan Perdana Menteri Chernopov dalam jajak pendapat, tetapi
banyak pengamat berpendapat bahwa insiden hari ini akan mendorong popularitasnya dalam masa
persiapan akhir menjelang pemilihan. "Beberapa jam sebelum menyampaikan pidato itu, Zerimski mengadakan pertemuan
pribadi dengan Jenderal Borodin di markas besar di bagian utara kota. Tak ada yang tahu
hasil pembicaraan tersebut, tetapi para juru bicara Jenderal tak memungkiri bahwa
sebentar lagi Jenderal akan membuat pernyataan mengenai apakah ia bermaksud meneruskan kampanye
pencalonan dirinya, dan mungkin yang lebih penting lagi, yang mana di antara kedua calon
tersisa yang akan didukungnya apabila ia mengundurkan diri. Pemilihan itu tiba-tiba dibuka lebar-
lebar. Ini Chfford Symonds, CNN International, di Lapangan Kemerdekaan, St. Petersburg."
234 "Pada hari Senin Senat akan melanjutkan perdebatan mengenai RUU Pengurangan
Senjata Nuklir, Biologis, Kimia, dan Konvensional..."
Presiden menekan tombol pada remote control dan layar menjadi kosong.
"Dan kau bilang orang yang mereka tangkap tak punya koneksi sama sekali dengan
Mafya Rusia, melainkan agen CIA?"
"Ya. Aku menunggu konfirmasi Jackson bahwa orang itu sama dengan pembunuh
Guzman." "Aku harus mengatakan apa, bila pers menanyakan soal ini?"
"Kau harus membual, sebab tak perlu semua orang tahu bahwa orang yang mereka
tangkap adalah salah satu dari kita."
"Tapi ini akan menghabisi Dexter dan wakilnya yang brengsek itu sekaligus untuk
selama-lamanya." "Tidak bila kau mengklaim tak tahu apa-apa mengenai hal itu. Sebab rakyat
setengahnya akan memecatmu sebagai korban penipuan CIA. Tetapi jika kau mengakui mengetahui hal
itu, rakyat yang setengahnya lagi menghendaki panggilan untuk dimintai pertanggungjawaban.
Jadi sementara ini, kusarankan kau berpuas diri dengan mengatakan bahwa kau menunggu hasil
pemilihan Rusia dengan penuh minat."
"Sudah tentu pasti begitu." kata Lawrence. "Yang paling tidak kusukai ialah bila
si fasis kecil Zerimski itu menjadi presiden. Kita lebih baik kembali ke Perang Bintang dalam
semalam." "Kuharap itulah sebabnya Senat menahan RUU Pengurangan Senjatamu. Mereka tak mau
mengambil keputusan akhir sebelum mengetahui hasil pemilihan."
235 Lawrence mengangguk. "Jika yang mereka tahan di penjara jahanam itu salah satu
dari kita, kita harus melakukan sesuatu, dan secepatnya. Sebab jika Zerimski benar-benar menjadi
presiden, hanya Tuhan yang dapat menolongnya. Jelas aku takkan mampu."
Connor tidak bicara. Ia duduk diapit dua polisi di jok belakang mobil polisi. Ia
tahu orang-orang ini tak mempunyai pangkat ataupun wewenang untuk menanyainya. Pertanyaan akan datang
kemudian dari seseorang yang mempunyai lebih banyak tanda pangkat.
Ketika mereka memasuki pintu gerbang kayu besar Penjara Crucifix menuju halamarr
berbatu, yang dialami Connor pertama-tama ialah sambutan mereka. Tiga orang kekar
berseragam narapidana maju dan membuka pintu belakang mobil hingga hampir lepas dari
engsel, lalu menyeretnya keluar. Polisi muda yang duduk mengapitnya tampak ngeri.
Ketiga orang itu cepat-cepat menggiring tahanan baru itu melintasi halaman,
menuju gang panjang dan kumuh. Di situlah dimulai tendangan dan jotosan. Sebenarnya Connor ingin
protes. Tapi kosakata mereka tampaknya hanya terbatas pada gerutuan. Ketika mereka tiba di
ujung gang, salah satu dari mereka membuka pintu baja berat dan dua lainnya menjebloskannya ke
dalam sel kecil. Ia tak berusaha melawan ketika mereka mengambil sepatu, jam, cincin kawin, dan
dompetnya. Dari barang-barang itu mereka takkan mengetahui apa-apa. Mereka pergi dengan
membanting pintu sel hingga tertutup. Connor pelan-pelan bangkit berdiri. Ia menggeliat lelah, mencoba memeriksa
apakah ada tulang yang 236 patah. Tampaknya tak ada kerusakan permanen, walau memar-memar mulai tampak.
Ia melihat sekeliling ruangan yang tak lebih besar daripada kompartemen tidurnya dalam
perjalanan dari Moskwa. Tembok hijau dari bata tampak seakan tak pernah teperciki cat sejak
pergantian abad. Connor telah mengalami hidup di ruangan yang jauh lebih kecil di Vietnam selama
delapan belas bulan. Waktu itu perintah-perintahnya jelas: jika ditanyai musuh, sebutkan saja
nama, pangkat, dan nomor serimu. Peraturan itu tidak berlaku bagi seseorang yang hidup mengemban
Perintah Kesebelas: Jangan sampai tertangkap. Bila tertangkap, ingkarilah tegas-tegas bahwa kau
punya hubungan dengan CIA. Jangan cemas - CIA akan selalu mengurusimu.
Connor menyadari bahwa dalam kasusnya ia dapat melupakan "saluran-saluran
diplomatik yang biasa", kendati Gutenburg berkali-kali meyakinkannya. Berbaring di bangku selnya
yang kecil, kini ia menyadari semua tampak teratur rapi pada tempatnya.
Ia tidak diminta menandatangani penerimaan uang tunai, atau tanda tangan untuk
mobil. Dan kini ia ingat kembali kalimat yang dicoba diingat-ingatnya dari lubuk hatinya.
Ditelusurinya kata demi kata: "Jika soal pekerjaan barumu yang merisaukanmu, aku dengan senang mau
membicarakannya dengan direktur perusahaan di mana kau akan bergabung dan menjelaskan padanya
bahwa ini hanya penugasan jangka pendek,"
237

Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bagaimana Gutenburg tahu bahwa ia telah diwawancarai untuk pekerjaan baru, dan
bahwa ia berurusan langsung dengan direkturnya" la tahu sebab telah berbicara dengan Ben
Thompson. Itulah sebabnya mereka membatalkan penawaran mereka. "Maaf, aku harus
memberitahumu..." Mengenai Mitchell. seharusnya ia langsung menembus pandang wajah bocah yang
seperti malaikat itu. Tetapi ia masih bingung mengenai telepon dari Presiden. Mengapa Lawrence
tidak pernah menyebutnya dengan namanya sendiri" Dan kalimat-kalimatnya agak terputus-putus,
dan tawanya terdengar agak terlalu keras.
Bahkan sekarang pun i? masih sulit mempercayai seberapa jauh Helen Dexter mau
bertindak untuk menyelamatkan diri sendiri. Ia memandang ke langit-langit. Pertama-tama bila
Presiden tidak meneleponnya, ia sadar bahwa tak ada harapan lagi untuk dilepas dari Penjara
Crucifix. Dexter telah berhasil menghilangkan satu-satunya orang yang dapat membongkarnya, dan
Lawrence tak dapat berbuat apa-apa. Penerimaan Connor bulat-bulat terhadap kode detektif CIA menjadikannya bidak
sukarela bagi rencana penyelamatan hidup Dexter. Tak ada duta besar yang mau mengajukan protes
diplomatik baginya. Takkan ada bingkisan-bingkisan makanan. Ia harus merawat diri sendiri
seperti dulu di Vietnam. Dan ia telah di-beritahu oleh seorang polisi muda yang menangkapnya
mengenai masalah lain yang kali ini akan ia hadapi: tak ada yang lolos dari Crucifix selama 84
tahun ini. 238 Pintu sel tiba-tiba terbuka, dan seseorang dengan seragam biru muda berhiaskan
pita keemasan masuk. Dengan santai ia menyulut rokok. Ini rokok yang kelima belas hari itu.
Jackson tetap berada di lapangan hingga mobil polisi hilang dari pandangan. Ia
marah sekali dengan dirinya sendiri. Akhirnya ia berbal i k dan bergegas pergi. Ia
meninggalkan massa yang bersorak-sorai itu dan berjalan demikian cepat hingga Sergei terpaksa lari untuk
mengikutinya. Si bocah Rusia telah memutuskan bahwa saat itu bukan waktunya untuk mengajukan
pertanyaan. Kata "Mafya" diucapkan semua orang di jalan yang mereka lalui. Sergei lega ketika
Jackson berhenti dan memanggil taksi. Jackson hanya dapat mengagumi betapa baik Mitchell melaksanakan seluruh
tugasnya. Tentu saja dibimbing oleh Dexter dan Gutenburg. Pukulan klasik CIA, tetapi dengan
perbedaan: kali ini salah
seorang dari mereka sendiri yang mereka tinggalkan dengan kejam di penjara
asing. Ia tidak berusaha memikirkan apa yang akan mereka lakukan terhadap Connor. Ia
lebih suka meng-konsentrasikan diri pada laporan yang harus ia susun bagi Andy
Llyod. Seandainya saja malam
sebelumnya ia dapat menghubungi Andy, ia mungkin telah memperoleh lampu hijau
untuk melepaskan Connor. Ponselnya masih belum menyala juga, maka ia harus mengambil
risiko menggunakan pesawat telepon kamar hotel. Setelah 29 tahun, ia mempunyai
kesempatan untuk membalas dendam. Dan ternyata kesempatan itu pun tidak sempurna 239
Taksi berhenti di depan hotel Jackson. la membayarnya dan lari ke dalam. Tanpa
menunggu lift, ia langsung melompat ke tangga hingga ke lantai satu dan lari di sepanjang koridor
menuju ke Kamar 132. Sergei baru dapat menyusulnya ketika ia memutar kunci dan membuka pintu.
Bocah Rusia itu duduk di lantai di sudut kamar dan mendengarkan setengah
percakapan Jackson dengan seseorang yang bernama Llyod. Ketika akhirnya meletakkan pesawat telepon,
Jackson pucat dan gemetaran karena marah.
Sergei bicara untuk pertama kalinya setelah mereka meninggalkan lapangan,
"Mungkin sekarang sudah waktunya menemui salah satu pelanggan ibuku."
"Selamat," kata Dexter pada saat Gutenburg memasuki kantornya. Wakil Direktur
tersenyum sambil duduk berhadapan dengan bosnya dan meletakkan sebuah berkas di meja.
"Aku baru saja menonton tayangan berita utama di ABC dan CBS," kata Dexter.
"Berita mereka cocok dengan versi Symonds mengenai apa yang terjadi di Lapangan Kemerdekaan.
Apakah belum ada perkiraan sebesar apa pers akan memainkan berita itu besok?"
"Mereka telah kehilangan minat. Tak ada tembakan satu pun, tak ada tonjokan, dan
tersangka ternyata tak bersenjata. Dan tak ada yang mengira orang yang mereka tangkap itu
mungkin seorang Amerika. Besok pada jam-jam seperti ini, beritanya hanya akan terpampang di
halaman depan koran-koran di Rusia."
"Bagaimana jawaban kita terhadap pertanyaan pers?"
240 "Kita akan mengatakan bahwa ini masalah intern bagi orang-orang Rusia. Dan di
St. Petersburg penembak bayaran jauh lebih murah daripada jam tangan yang pantas. Akan
kukatakan pada mereka bahwa mereka hanya perlu membaca mengenai God-father Rusia di majalah
Time bulan lalu untuk memahami masalah-masalah yang mereka hadapi. Jika mereka mendesak,
akan kutunjukkan arah ke Kolombia. Jika mereka tetap mendesak, akan kubuang ke Afrika
Selatan. Itu akan memberi mereka beberapa inci kolom untuk memberi makan editor mereka yang
kelaparan." "Apakah ada tayangan yang menunjukkan rangkaian foto Fitzgerald setelah
penangkapan?" "Hanya belakang kepalanya. Itu pun ia masih dikelilingi para polisi. Jika tidak,
pasti akan dipasang berulang-ulang." "Apa ada kemungkinan ia muncul di depan publik dan membuat pernyataan yang
membahayakan kita dan mungkin ditindaklanjuti pers?"
"Boleh dikata tak mungkin. Jika mereka mengadakan sidang pengadilan, pers asing
pasti tak boleh masuk. Dan jika Zerimski dipilih, Fitzgerald takkan pernah keluar dari Penjara
Crucifix." "Sudah kausiapkan laporan untuk Lawrence?" tanya Dexter. "Sebab sudah pasti ia
akan membuat perhitungan dengan kita."
Gutenburg membungkuk ke depan dan menepuk berkas yang ia letakkan di meja
Direktur. Dexter membukanya dan mulai membacanya. Ia tak menunjukkan emosi apa pun ketika
membalik halaman-halamannya. Setelah sampai di akhir laporan,
241 ia menutup berkas. Dan secercah senyum melintasi wajahnya sebelum berkas itu
dikembalikannya. 'Tolong tanda tangani atas namamu dan secepatnya kaukirim ke Gedung Putih," kata
Dexter. "Sebab apa pun yang diragukannya saat ini, bila Zerimski jadi presiden, ia
takkan mau lagi menyebut-nyebut perkara ini."
Gutenburg mengangguk setuju.
Helen Dexter memandang wakilnya di seberang meja. "Sayang kita harus
mengorbankan Fitzgerald," katanya. "Tapi bila ini membantu pemilihan Zerimski, akan tercapai
dua tujuan sekaligus. RUU Pengurangan Senjata Lawrence akan ditolak Kongres, dan campur
tangan Gedung Putih atas CIA akan jauh berkurang."
Connor menurunkan tungkainya dari bangku, menapakkan kaki telanjangnya di
lantai, dan menghadapi tamunya. Kepala Polisi menyedot rokoknya dalam-dalam dan mengepulkan
asapnya tinggi-tinggi. "Kebiasaan jelek," katanya dalam bahasa Inggris sempurna.
"Istriku tak henti-hentinya memintaku berhenti merokok."
Connor tak menunjukkan emosi apa-apa.
"Namaku Vladimir Bolchenkov. Aku kepala polisi kota ini. Kupikir barangkali kita
dapat ngobrol sebelum memasukkannya ke laporan "
"Namaku Piet de Villiers. Aku warga Afrika Selatan, bekerja pada koran
Johannesburg Journal, dan
aku ingin bertemu dengan duta besarku."
"Nah, sekarang ini masalahku," kata Bolchenkov. Rokoknya masih terjuntai di
sudut mulut. "Nah, begini, aku tak percaya namamu Piet de Villiers.
242 Dan aku sangat yakin kau bukan warga Afrika Selatan. Dan aku yakin kau tak
bekerja pada Johannesburg Journal, sebab tak ada koran seperti itu. Dan agar kita tak saling
mtfnyia-nyiakan waktu, aku tahu dari otoritas tertinggi bahwa bukan Mafya yang mempekerjakanmu.
Kuakui aku belum tahu siapa sebenarnya kau, atau bahkan dari negara mana asalmu. Tapi siapa
pun yang mengirimmu, kalau memakai istilah modern, sudah menjatuhkanmu ke dalam lumpur.
Dan dari ketinggian yang sangat menjulang."
Connor bahkan tak berkedip.
'Tapi aku dapat memastikan mereka takkan berbuat demikian terhadapku. Jadi jika
kau merasa tak bisa terbantu dengan pertanyaan-pertanyaanku, aku tak bisa berbuat apa-apa
kecuali membiarkanmu membusuk di sini. ^Sementara aku bergelimang dalam
kesenangan yang akhir-akhir ini berlimpah, padahal aku tak berjasa sedikit pun."
Connor tetap juga tak bereaksi.
"Aku tahu aku tak dapat berhubungan denganmu," kata Kepala Polisi. "Kukira jadi
tanggung jawabku untuk menunjukkan bahwa ini bukan Kolombia. Dan aku takkan mengalihkan
kesetiaanku pada orang terakhir yang kuajak bicara atau pada yang menawarkan gepokan dolar
paling tebal." Ia berhenti, menyedot rokoknya, kemudian menambahkan, "Kuduga itulah salah satu di
antara banyak persamaan kita." Ia berbalik dan berjalan menuju pintu sel, lalu berhenti. "Kau kubiarkan
memikirkannya dulu. Tapi bila aku jadi kau, aku takkan menunggu terlalu lama."
243 Ia menggedor pintu. "Biar kutegaskan dulu padamu, siapa pun kau," lanjutnya saat
pintu terbuka, "takkan ada penjepitan ibu jari, takkan ada penyiksaan, ataupun bentuk-bentuk
penganiayaan lainnya yang canggih selama aku jadi Kepala Polisi St. Petersburg. Aku tak
percaya pada penyiksaan. Itu bukan gayaku. Tapi aku tak dapat menjanjikan semuanya akan
seramah ini bila Victor Zerimski terpilih jadi presiden kami yang berikut."
Kepala Polisi membanting pintu sel hingga tertutup. Connor mendengar kunci
diputar di dalam lubangnya. 244 BAB DELAPAN BELAS Tiga bmw putih berhenti di depan hotel. Orang yang duduk di samping sopir dari
ketiga mobil itu turun ke trotoar dan memeriksa kiri-kanan jalan. Setelah mereka puas, pintu
belakang mobil tengah terbuka, Alexei Romanov keluar. Orang muda yang tinggi itu mengenakan mantel
kasmir panjang hitam. Tanpa menoleh ke kanan-kiri ia berjalan cepat menuju hotel. Ketiga orang
itu mengikutinya dalam posisi setengah lingkaran yang mengitarinya.
Dari gambaran yang telah diberikan melalui telepon, Romanov langsung mengenali
orang Amerika tinggi yang berdiri di tengah ruangan. Ia tampak sedang menanti seseorang.
"Mr. Jackson?" tanya Romanov dengan suara besar dan dalam.
"Ya," jawab Jackson. Ia sebenarnya akan berjabatan tangan jika Romanov tidak
berbalik dan langsung kembali ke pintu masuk.
245 Ketiga mobil itu masih hidup mesinnya dan pintu-pintunya masih terbuka ketika
Jackson keluar ke jalan. Ia diantar menuju pintu belakang mobil tengah. Ia duduk diapit orang yang
tak mau berjabat tangan dengannya dan seorang lain yang sama-sama diam saja tetapi bertubuh lebih
besar. Ketiga mobil meluncur di jalur- tengah. Seakan tersihir, mobil-mobil lain
menyingkir. Hanya lampu lalu lintas yang tampaknya tidak tahu siapa mereka ini.
Ketika arak-arakan mobil ini meluncur di kota, Jackson memaki dirinya lagi. Ini
semua tidak perlu seandainya ia dapat menghubungi Lloyd 24 jam lebih awal. Tapi itu peninjauan
ulang, pikirnya - hanya bakat bawaan para politisi.
"Kau perlu menjumpai Nicolai Romanov," kata Sergei. la telah memutar nomor
telepon ibunya, dan ketika telepon itu akhirnya diangkat, Sergei berkelakuan seperti yang belum
pernah dilihat Jackson sebelumnya. Sikapnya penuh hormat, ia mendengarkan dengan penuh
perhatian, dan tak pernah menyela. Dua puluh menit kemudian ia meletakkan pesawat.
"Kukira ibuku akan menelepon." kalanya. "Masalahnya adalah orang tak bisa
menjadi anggota 'Pencuri dalam Hukum' - atau yang kausebut Mafia - sebelum berumur empat belas.
Sama saja bahkan juga bagi Alexei, putra tunggal Tsar."
Sergei menerangkan lebih lanjut bahwa ia telah meminta supaya Jackson diizinkan
bertemu dengan Tsar, pemimpin Pencuri dalam Hukum. Organisasi itu didirikan pada masa Rusia


Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih diperintah oleh 246 Tsar sungguhan, dan tetap bertahan hingga menjadi organisasi kriminal paling
ditakuti dan dihormati di dunia. "Tsar hanya mau bicara dengan sedikit wanita, di antaranya adalah ibuku. Ibuku
akan memintanya agar mau menerima kedatanganmu," kata Sergei.
Telepon berdering, dan Sergei langsung mengangkatnya. Sementara mendengarkan
dengan cermat apa kata ibunya, ia menjadi pucat dan mulai gemetar. Ia ragu-ragu beberapa saat,
tapi akhirnya menyetujui saran ibunya. Ketika meletakkan pesawat, tangannya masih gemetaran.
"Apa ia setuju bertemu denganku?" tanya Jackson.
"Ya," sahut Sergei tenang. "Besok pagi ada dua orang datang menjemputmu: Alexei
Romanov, putra Tsar, yang akan menggantikan bila Tsar meninggal, dan Stefan Ivanitsky,
sepupu Alexei, pemimpin ketiga." "Lalu apa masalahnya?"
"Karena tak mengenalmu, mereka mengajukan syarat."
"Apa syaratnya?"
"Jika Tsar berpendapat kau hanya menyia-nyiakan waktunya, dua orang itu akan
kembali dan mematahkan satu kakiku, untuk mengingatkanku agar tak mengganggu mereka lagi."
"Kalau begitu sebaiknya kaupastikan bahwa kau tak ada di sekitar sini bila aku
kembali." "Jika aku tak ada di sini, mereka akan mendatangi ibuku dan mematahkan kakinya.
Dan jika aku tertangkap, mereka akan mematahkan kedua kakiku. Itulah aturan tak tertulis
Mafia." 247 Jackson menimbang-nimbang apakah ia akan membatalkan pertemuan itu. la tak mau
bertanggung jawab atas nasib Sergei bila akhirnya harus ditopang tongkat. Tapi bocah itu
mengatakan sudah terlambat. Ia telah menerima syarat mereka.
Sekilas pandangan pada Stefan Ivanitsky, kemenakan Tsar, yang duduk di samping
kanannya, telah cukup meyakinkan Jackson bahwa mematahkan kaki baginya hanya butuh waktu
sekejap, dan akan segera melupakannya bahkan dalam waktu lebih singkat lagi.
Begitu melewati batas kota. iring-iringan mobil BMW itu mempercepat lajunya
hingga hampir seratus kilometer per jam. Ketika merayapi jalan melingkar-lingkar naik ke
perbukitan, mereka hanya berjumpa dengan sedikit kendaraan lain. Mereka melewati para petani di
pinggir jalan dengan kepala tertunduk, tak ada tanda pada wajah mereka apakah mereka peduli
dengan masa lampau atau dengan masa yang akan datang. Jackson mulai memahami mengapa kata-
kata Zerimski dapat membangkitkan sepercik harapan terakhir yang tertinggal dalam
diri mereka. Tanpa pemberitahuan lebih dulu, mobil terdepan tiba-tiba membelok ke kiri dan
berhenti di luar gerbang besi kukuh yang puncaknya berhiaskan elang hitam dengan sayap terkepak.
Dua orang membawa senapan Kalashnikov melangkah maju, dan sopii mobil pertama menurunkan
jendela kaca gelap supaya mereka dapat mengintai ke dalam. Itu mengingatkan Jackson akan
kedatangan di markas besar CIA - tetapi di Langley para penjaga hanya bersenjatakan pistol dan
masih disarungkan. 248 Setelah ketiga mobil itu diperiksa, salah seorang penjaga mengangguk dan sayap-
sayap burung elang itu menyibak. Iring-iringan mobil maju pelan-pelan mengikuti jalur masuk
berkerikil yang melingkar melalui hutan lebat. Lima menit kemudian barulah Jackson melihat
sekilas sebuah rumah, walaupun ternyata itu bukan rumah. Seabad lalu itu istana putra pertama
Kaisar, kini dihuni oleh seorang keturunan jauh yang juga percaya akan posisinya sebagai ahli waris.
"Jangan bicara dengan Tsar kecuali bila ia menyapamu lebih dulu," demikian
Sergei mewanti-wanti. "Dan selalu perlakukan dia seperti leluhurnya kaum
ningrat." Jackson memilih tak
mengatakan kepada Sergei bahwa ia tak punya gambaran sama sekali bagaimana
memperlakukan seorang anggota Keluarga Kerajaan Rusia.
Mobil-mobil itu mendecit berhenti di muka pintu depan. Seseorang yang tinggi
anggun mengenakan jas panjang hitam, kemeja putih, dan dasi kupu-kupu, berdiri menunggu
di anak tangga teratas, la membungkuk kepada Jackson yang berusaha bergaya seolah telah
terbiasa dengan perlakuan seperti itu. Bagaimanapun ia pernah bertemu dengan Richard Nixon satu
kali. "Selamat datang di Is'ana Musim Dingin, Mr. Jackson," kata kepala pelayan itu.
"Mr. Romanov menanti Anda di Galeri Biru."
Alexei Romanov dan Stefan Ivanitsky mengantar Jackson melewati pintu terbuka.
Jackson dan Romanov muda mengikuti kepala pelayan itu melalui koridor panjang dari pualam,
sementara Ivanitsky 249 tetap berdiri di dekat pintu masuk. Jackson sebenarnya ingin sekali berhenti
untuk mengagumi lukisan-lukisan dan patung-patung yang pantas menghiasi museum mana pun di dunia
ini. Tapi langkah si kepala pelayan yang teratur tak mengizinkannya. Kepala pelayan itu
berhenti ketika sampai di dua pintu putih di ujung koridor yang hampir setinggi langit-langit.
Ia mengetuk dan membuka salah satu pintu, dan menepi mempersilakan Jackson masuk.
"Mr. Jackson," ia memberitahukan, lalu meninggalkan ruangan itu dan menutup
pintu dengan tenang. Jackson melangkah ke dalam ruang duduk yang luas dan berperabotan mewah. Di
lantai terhampar satu-satunya permadani, yang mana orang Turki bersedia memperdagangkan hidupnya
untuk memperolehnya. Dari sebuah kursi bergaya Louis XIV berlengan tinggi dilapisi
beledu merah, bangkitlah seorang tua dengan setelan biru bergaris-garis. Rambutnya keperakan,
dan warna kulitnya menyiratkan bahwa sudah lama ia mengidap penyakit. Tubuhnya kurus agak
membungkuk ketika ia melangkah maju untuk menjabat tangan tamunya.
"Sungguh baik kau datang sejauh ini untuk menemuiku, Mr. Jackson," katanya.
"Maafkan aku, bahasa Inggrisku sudah agak karatan. Aku terpaksa meninggalkan Oxford tahun
1939, segera setelah pecah perang, walau aku baru tahun kedua. Orang-orang Inggris tidak
pernah benar-benar mempercayai orang-orang Rusia, meskipun kemudian kami menjadi sekutu." Ia
tersenyum manis. "Aku yakin mereka bersikap sama bila berurusan dengan orang-orang Amerika."
250 Jackson tidak yakin bagaimana menanggapinya.
"Silakan duduk, Mr. Jackson," kata orang tua itu sambil memberi isyarat ke
kursi, kembaran dari yang telah ia duduki. "Terima kasih," kata Jackson. Itulah kata-kata pertama yang ia ucapkan sejak
meninggalkan hotel. "Nah, Mr. Jackson," kata Romanov sambil pelan-pelan duduk di kursi, "jika aku
mengajukan pertanyaan, pastikan menjawab dengan tepat. Bila ragu-ragu, bersantailah dulu
sebelum menjawab. Sebab bila kau memutuskan berdusta padaku - bagaimana aku harus mengatakannya ya" -
kau akan tahu bukan hanya pertemuan ini yang berakhir."
Jackson sebenarnya ingin keluar saal itu juga, tetapi tahu bahwa kemungkinan
besar orang tua itulah satu-satunya orang di dunia yang dapat mengeluarkan Connor hidup-hidup
dari Penjara Crucifix. la hanya mengangguk singkat untuk memberitahu bahwa ia telah mengerti.
"Baiklah," kata Romanov. "Dan sekarang aku ingin mengenal lebih baik mengenai
dirimu, Mr. Jackson. Secara sekilas aku dapat mengatakan bahwa kau bekerja pada biro
penegakan hukum. Dan karena kau di negeriku, kuasumsikan kau anggota CIA, bukan FBI. Benarkah aku?"
"Aku bekerja untuk CIA selama 28 tahun hingga digantikan baru-baru ini." Jackson
memilih kata-katanya dengan hati-hati.
"Mempunyai bos wanita memang menyalahi hukum alam," Romanov memberi komentar,
tanpa tersenyum sedikit pun. "Organisasi yang kupimpin takkan menerima ketololan
seperti itu." 251 Orang tua itu memiringkan tubuh ke meja di kirinya dan mengambil gelas kecil
penuh cairan tanpa warna yang tidak diperhatikan Jackson hingga saat itu. Ia minum, dan
mengembalikan gelas itu ke
meja sebelum mengajukan pertanyaan berikutnya.
"Apakah kau akhir-akhir ini bekerja untuk biro penegakan hukum lainnya?"
"Tio'ak" sahut Jackson tegas.
"Jadi kau freelanceT tanya orang tua itu.
Jackson tidak menjawab. "Aku tahu," katanya. "Dari sikap bungkammu aku dapat menarik kesimpulan bahwa
kau bukan satu-satunya orang yang tak mempercayai Helen Dex-ter."
Lagi-lagi Jackson tak berkata sepatah pun. Tetapi ia segera mengetahui tak ada
gunanya berbohong pada Romanov. "Mengapa kau ingin bertemu denganku, Mr. Jackson?"
Jackson menduga orang tua itu tahu persis mengapa, tetapi ia mengikuti permainan
teka-teki itu. "Aku datang atas nama sahabatku yang, karena ke-tololanku, telah ditangkap dan
sekarang meringkuk di Penjara Crucifix."
"Lembaga yang tak begitu terkenal dengan catatan prestasi humaniternya,
khususnya bila mengenai naik banding dan permohonan pembebasan bersyarat."
Jackson mengangguk setuju.
"Aku tahu bukan sahabatmu yang bertanggung jawab atas informasi pada pers bahwa
organisasiku telah menawarkan sejuta dolar untuk menyingkirkan Zerimski dari persaingan calon
presiden Sebab bila 252 itu benar, ia pasti telah gantung diri di selnya lama sebelum ini. Tidak. Kuduga
orang yang menjajakan sepotong informasi salah ini salah seorang kaki tangan Helen Dexter,"
lanjut Romanov. "Seandainya kau datang padaku agak lebih awal, Mr. Jackson, aku dapat
memperingatkanmu mengenai Mitchell." Ia minum lagi dan menambahkan, "Ia salah satu dari sedikit
orang-orang negaramu yang ku-pertimbangkan untuk kurekrut ke dalam organisasiku. Kulihat kau
terkejut akan luasnya pengetahuanku."
Padahal Jackson merasa tak satu pun ototnya bergerak.
"Mr. Jackson, kau pasti tak kaget kan kalau tahu aku memasang orang-orangku di
jajaran eselon atas baik CIA maupun FBI?" Senyum tipis kembali menghiasi wajahnya. "Dan jika
kuanggap ternyata ada gunanya, akan kulugaskan juga orangku di Gedung Putih. Tapi karena
Presiden Lawrence menyingkapkan apa saja yang ditanyakan padanya dalam konferensi pers
mingguan, itu nyaris tak perlu. Kita lanjutkan ke pertanyaan berikut. Apakah sahabatmu bekerja
untuk CIA?" Jackson tidak menjawab. "Ah, begitu. Seperti dugaanku. Nah, kupikir ia boleh memastikan Helen Dexter
takkan buru-buru membebaskannya kali ini."
Jackson tetap bungkam. "Baiklah," kata orang tua itu. "Jadi sekarang aku tahu persis apa yang
kauharapkan dariku." Ia
berhenti sejenak. "Tapi aku bingung, tak tahu imbalan apa yang kautawarkan
padaku." 253 "Aku tak punya gambaran sama sekali berapa tarif yang berlaku sekarang," kata
Jackson. Orang tua itu mulai tertawa. "Sesaat pun kau pasti tak percaya, Mr. Jackson,
bahwa kau kudatangkan kemari hanya untuk membicarakan soal uang, ya kan" Lihatlah
sekelilingmu, maka kau tahu bahwa berapa pun yang kautawarkan takkan cukup. Time menilai terlalu
rendah ketika berspekulasi mengenai kekuasaan dan kekayaanku. Tahun lalu saja organisasiku
mempunyai om/et $187 miliar, melebihi ekonomi Belgia atau Swedia. Kini kami punya cabang-cabang
yang beroperasi penuh di 142 negara. Tiap bulan dibuka cabang baru, mengutip semboyan
McDonald. Tidak, Mr. Jackson, hari-hariku yang tersisa di dunia ini tak cukup kalau disia-
siakan untuk membicarakan uang dengan orang yang tak berduit."
"Lalu mengapa Anda bersedia menemuiku?" tanya Jackson.
"Kau tak perlu mengajukan pertanyaan, Mr. Jackson," kata Romanov tajam. "Jawab
saja pertanyaanku. Aku kaget, tampaknya kau tak mendapat penjelasan yang cukup."
Romanov kembali meneguk cairan tak berwarna itu sebelum menjelaskan dengan
cermat apa yang diharapkannya sebagai imbalan untuk membantu melepaskan Connor. Jackson tahu ia


Perintah Kesebelas The Eleventh Commandment Karya Jeffrey Archer di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak berwenang menerima persyaratan Romanov atas nama Connor, tetapi karena telah
diperintahkan untuk tidak mengajukan pertanyaan, ia tetap diam.
"Mungkin kau perlu sedikit waktu untuk mempertimbangkan usulku, Mr. Jackson,"
lanjut Romanov. 254 "Tapi bila sahabatmu setuju dengan persyaratanku, lalu gagal memenuhi
kewajibannya, ia harus benar-benar disadarkan akan konsekuensi-konsekuensi tindakannya." Ia berhenti
untuk mengambil napas. "Aku benar-benar berharap, Mr. Jackson, bahwa ia bukanlah jenis orang
yang, setelah menandatangani persetujuan, mengandalkan pengacara lihai untuk mencari-cari
lubang guna melepaskannya dari kewajibannya. Kau tahu, dalam pengadilan ini, aku adalah
hakim dan juri. Dan akan kutunjuk putraku, Alexei, sebagai penuntut. Aku telah menugasinya dengan
tanggung jawab pribadi untuk mengawasi bahwa perjanjian khusus ini dilaksanakan secara harfiah.
Aku telah memerintahkannya agar menemanimu kembali ke Amerika. Dan ia takkan kembali
sebelum persetujuan itu dilaksanakan. Kuharap semuanya telah jelas, Mr. Jackson."
Kantor Zerimski sangat kontras dengan istana Tsar. Pemimpin Komunis itu
menempati lantai tiga gedung bobrok di pinggiran utara Moskwa, walaupun setiap orang yang pernah
diundang ke dacha-nya di Volga dengan segera menyadari bahwa ia tidak asing
dengan kemewahan. Pemungutan suara telah berakhir pukul sepuluh tadi malam. Kini yang bisa
dilakukan Zerimski hanyalah menunggu petugas dari Baltik hingga Pasifik menghitung kertas suara. Ia
tahu benar bahwa di beberapa distrik orang-orang memberikan suara beberapa kali. Di tempat-
tempat lain peti-peti suara tidak pernah sampai ke balai kota. Tetapi ia yakin bahwa begitu
ia menyetujui syarat-syarat Borodin dan
255 jenderal itu menarik diri dari pencalonan presiden, kesempatannya untuk menang
terbuka lebar. Namun ia cukup realistis untuk menjajaki pendapat dengan baik atas setengah
suara-suara itu karena adanya dukungan Mafya terhadap Chernopov. Dengan demikian ia mempunyai
sedikit kemungkinan untuk dinyatakan jadi pemenang. Karena alasan itulah ia memutuskan
bersekutu dengan kubu Tsar. Hasil pemilihan baru akan diketahui beberapa hari lagi. Karena di kebanyakan
tempat di negeri itu, penghitungan suara masih secara manual. Ia tak perlu diingatkan pada ucapan
Stalin yang sering dikutip, tak jadi soal berapa banyak jumlah orang yang memberikan suara, yang
penting hanya siapa yang menghitungnya.
Kelompok inti Zerimski sedang bekerja melalui telepon untuk melacak apa yang
sedang terjadi di tengah bangsa yang besar itu. Tetapi semua ketua negara bagian hanya mau
mengatakan bahwa tampaknya terlalu cepat untuk menelepon. Hari itu si pemimpin Komunis menggebrak
meja lebih sering daripada minggu sebelumnya, dan mengurung diri dalam kamarnya hingga lama
untuk mengadakan pembicaraan telepon pribadi.
"Nah, itu berita bagus, Stefan," kata Zerimski. "Selama kau dapat menangani
masalah sepupumu." la sedang mendengarkan jawaban Ivanitsky. Tiba-tiba ada ketukan di pintu. Ia
sedang meletakkan pesawat telepon saat Kepala Staf masuk. Ia tak mau Titov mengetahui dengan siapa
ia baru saja berbicara. "Pers sedang bertanya-tanya apakah Anda mau bicara pada mereka," kata Titov
sambil berharap 256 majikannya bisa sibuk beberapa saat. Terakhir kali ia melihat nyamuk pers
kemarin pagi, ternyata mereka semua menonton dia memberikan suara di Koski, distrik di Moskwa tempat
kelahirannya. Barangkali tidak ada bedanya seandainya ia mencalonkan diri untuk menjadi
Presiden Amerika Serikat. Zerimski mengangguk enggan, dan mengikuti Titov menuruni anak tangga menuju ke
jalan, la telah menginstruksikan kepada anggota stafnya supaya tidak mengizinkan anggota
pers memasuki gedung, karena takut mereka akan mengetahui betapa organisasinya itu tidak
efisien dan kekurangan staf. Tetapi itu akan berubah begitu ia menguasai peti simpanan
negara. Ia tidak memberitahukan, bahkan pada Kepala Stafnya, bahwa bila ia menang, ini akan
menjadi pemilihan umum terakhir di Rusia selama ia masih hidup. Dan ia tidak akan memedulikan
seberapa pun banyaknya protes di majalah-majalah dan koran-koran asing. Dalam waktu sangat
singkat, mereka tak akan mempunyai sirkulasi sama sekali di sebelah timur Jerman.
Begitu turun ke trotoar, Zerimski disambut oleh rombongan terbesar para wartawan
yang telah ia lihat sejak permulaan kampanye.
"Sejauh mana Anda yakin akan menang, Mr. Zerimski?" teriak seseorang sebelum ia
sempat mengucapkan selamat siang.
"Jika pemenang adalah orang yang paling banyak dipilih rakyat, akulah Presiden
Rusia berikut." "Tapi ketua panel pengamat internasional mengatakan ini pemilihan paling
demokratis dalam sejarah Rusia. Apakah Anda tak menerima penilaian itu?"
257 "Aku terima jika aku dinyatakan jadi pemenang," jawab Zerimski. Para wartawan
tertawa sopan mendengar sedikit permainan kata ini.
"Jika terpilih, berapa lama lagi Anda akan mengunjungi Presiden Lawrence di
Washington?" "Segera setelah ia mengunjungiku di Moskwa," tukasnya tangkas.
"Jika Anda jadi presiden, akan diapakan orang yang ditangkap di Lapangan
Kemerdekaan dan dituduh bersekongkol untuk membunuh Anda itu?"
"Itu akan diputuskan pengadilan. Tapi kalian dapat memastikan ia akan memperoleh
pengadilan yang adil." Tiba-tiba Zerimski merasa bosan. Tanpa memberitahu lebih dulu ia berbalik dan
menghilang kembali ke dalam gedung, tak menggubris pertanyaan-pertanyaan yang diteriakkan.
"Apakah Anda menawarkan jabatan kepada Borodin dalam kabinet baru Anda nanti?"
"Apa yang akan Anda lakukan terhadap Chech-nya?"
"Apakah Mafya akan jadi sasaran pertama Anda?"
Sementara dengan lelah ia menaiki tangga menuju ke lantai tiga, ia memutuskan
bahwa menang atau kalah itulah terakhir kalinya ia akan bicara dengan pers. Ia tidak iri pada
Lawrence yang berusaha mengelola negara di mana para wartawan berharap diperlakukan sederajat.
Begitu sampai di kantornya, ia merebahkan diri di kursi yang nyaman, dan tidur untuk pertama
kalinya setelah beberapa hari. Anak kunci diputar di dalam lubang kunci, dan
258 pintu sel terbuka lebar. Bolchenkov masuk sambil membawa ransel besar dan koper
kulit yang lusuh. "Kaulihat aku kembali lagi," kata Kepala Polisi St. Petersburg, sambil duduk
berhadapan dengan Connor. "Dari situ kau bisa mengasumsikan aku menginginkan obrolan ojf the
record lagi. Tapi terpaksa kukatakan aku mengharap obrolan ini bisa lebih produktif daripada
pertemuan kita yang terakhir." Kepala Polisi memandangi orang yang duduk di bangku itu. Tampaknya dalam lima
hari ini berat Connor susut beberapa kilo.
"Kulihat kau belum terbiasa dengan nouvelle cui-sine kami." kata Bolchenkov
sambil menyulut rokok. "Harus kuakui perlu beberapa hari bahkan bagi para penjahat di St.
Pendekar Sakti Im Yang 5 Pendekar Rajawali Sakti 123 Misteri Hantu Berkabung Minyak Darah Malaikat 1
^