Pencarian

Akhenaten Adventure 2

The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr Bagian 2


yang membunuh kakek."
"Menjijikkan." "Kurasa begitu," Nimrod menyetujui, "menjijikkan,
sangat menjijikkan."
Philippa tersenyum ramah pada pamannya, tapi di
saat yang sama dia bertanya-tanya apakah
ketidaksukaan pada anak-anak yang menjadi alasan
mengapa ia dan John tidak pernah bertemu dengan
Pamannya semasa mereka kecil"
Rolls-Royce itu menepi di luar gedung putih yang
tinggi dan besar dengan bagian luar atap dibatasi
dinding rendah dan banyak menara membuatnya
mirip benteng kecil yang baru dicat.
Nimrod mempersilakan mereka masuk ke tempat
tinggalnya yang hebat. "Selamat datang di rumahku," ujarnya, "masuklah
dengan bebas dan pastikan kalian tinggalkan sedikit
keriangan yang kalian bawa ke dalamnya."
John dan Philippa, yang tidak terbiasa dengan
formalitas seperti itu, berjanji akan memenuhi
permintaan itu. Rumah itu tampak jauh lebih besar di bagian dalam
dan sangat sepi, mengingat jalanan yang sibuk hanya
beberapa meter jauhnya. Rumah itu merupakan
campuran gaya yang aneh. Bagian tertua dari rumah
itu tampak sangat kuno dengan dinding berlapis kayu,
permadani gantung usang, papan lantai kayu hitam,
dan perapian batu Prancis yang berhiaskan ukiran
kepala-kepala yang disebut Nimrod sebagai dewa-
dewi Romawi. Sementara dalam menara yang
setengah lagi terbuat dari kayu. Di sebagian besar
ruangan ada beberapa artefak Mesir, berbagai patung
binatang dari perunggu, trofi - trofi berburu, dan telur
burung unta. Semua kursi dan sofa dilapisi kain warna
merah, yang sepertinya adalah warna favorit Nimrod.
Api dinyalakan di hampir setiap perapian. Kaki-kaki
lilin fantastis dan tempat lilin perak raksasa - yang
beberapa di antaranya dipasangi lusinan lilin lebah -
membuat suasana di rumah itu terasa seperti petang
bahkan pada pertengahan pagi. Hampir semua lukisan
adalah lukisan orang telanjang, tapi Philippa berpikir
bahwa hanya beberapa yang tampak menarik,
karena banyak dari model itu seharusnya mengurangi
berat badan sebelum dilukis. Di tempat lain, gudang
tembakau dengan dekorasi berlebihan, yang dipenuhi
cerutu pilihan, berdesakan dengan barang pecah-belah
yang bagus, pemantik rokok antik, dan lampu minyak
Romawi atau Etruria kuno. Perpustakaan dengan
beberapa ratus koleksi buku di dalamnya adalah
tempat favorit Nimrod, dia tampak betah di sana.
Meja kayu-hitam besar dengan kaki singa dan kursi
berlapis emas, terlihat menonjol untuk memenuhi
ruangan. Kata Nimrod, itu milik Raja Sulaiman.
"Apakah itu, hmm, sangat berharga?" tanya John.
"Berharga" Maksudmu dalam nilai uang?"
"Iya. Maksudku Raja Sulaiman kaya-raya, kan?"
"Kesalahpahaman yang umum," sindir Nimrod.
"Tapi bukankah dia mempunyai tambang berlian
sendiri?" tanya Philippa.
"Ya," John mengiyakan, "tambang Raja Sulaiman.
Pasti... kau pernah mendengar tentang itu."
Nimrod membuka laci meja, mengambil lalu
meletakkan sebuah buku besar di meja.
"Bacalah!" perintahnya pada John dengan gaya
mengesankan. "Aku tidak bisa. Buku itu menggunakan tulisan kuno
yang aneh." "Benar. Aku lupa kalau kalian belum mendapat
banyak pendidikan. Begini, Raja Sulaiman punya
semua jenis masalah dengan rakyatnya. Dia mencatat
semua kekesalannya pada rakyatnya. Dan, karena
memiliki selera humor yang tinggi, Raja itu memberi
judul bukunya Big Book of Moans [Buku Keluhan
Besar]. Kau mengerti" Itu mungkin akibat dari salah
terjemah, atau seseorang salah paham atas suatu hal,
sehingga sebenarnya tidak ada Big Book of Maine
[Buku Tambang Emas Besar], yang ada adalah Buku
Keluhan [moans]. Keluhan Raja Sulaiman."
Nimrod menggerak-gerakkan jari telunjuknya yang
besar ke arah si kembar. "Kalian akan belajar banyak
hal menarik selama bersamaku. Juga hal-hal berguna,
bukan segala yang diajarkan di sekolah. Itulah
masalahnya dengan sekolah sekarang. Yang mereka
pedulikan hanya uang dan hasil ujian. Menghasilkan
lebih banyak bankir investasi dan akuntan, seakan
dunia butuh lebih banyak orang seperti itu. Turuti
nasihatku. Beri dirimu pendidikan."
"Oh ya, aku jadi ingat," ujarnya, "aku ada hadiah
untuk kalian." Nimrod berjalan menuju rak bukunya, memilih dua
buku yang dijilid dengan indah, lalu menyerahkan
masing-masing satu pada kedua anak itu.
"Ini salah satu buku terhebat yang pernah ditulis.
Kisah Seribu Satu Malam. Dongeng yang digunakan
Putri Scheherazade untuk menghibur seorang Sultan
jahat yang mengancam akan membunuhnya dan istri-
istri lainnya jika jadi bosan pada kisah-kisah si Putri.
Bacalah dengan cepat dan katakan pendapat kalian."
"Baca dengan cepat?" tanya John sambil membolak-
balik halaman buku itu, "tapi buku ini lebih dari seribu
halaman. Seribu satu tepatnya. Butuh waktu setahun
untuk membaca buku ini. Mungkin sepanjang tahun
berikutnya juga." Philippa menaruh buku bersampul kulit yang berat itu
di telapak salah satu tangannya. Dia sedang berusaha
menebak beratnya. Dia lebih suka membaca daripada
John, tapi dia, yang sudah pernah membaca buku
Oliver Twist karangan Charles Dickens, juga
ketakutan ketika melihat buku tebal itu diberikan
kepadanya. "Beratnya mungkin sekitar 2,27 kilogram," kata nya,
"kalau tertidur saat baca buku ini, kau berisiko
mendapat luka serius."
"Tapi, aku harap kalian membacanya," tandas Nimrod,
"dan sekarang mari kutunjukkan kamar kalian."
Si kembar mendapati bahwa mereka telah
ditempatkan di menara tua, di dalam dua ruangan
besar persegi tujuh yang dipisahkan oleh kamar
mandi Art Deco yang dipenuh dengan batu akik dan
perunggu Rusia. "Kalian akan sangat nyaman di kamar-kamar ini," ujar
Paman Nimrod, "aku yakin itu. Tapi kalau kalian
memutuskan untuk menjelajah, ingat bahwa rumah
ini sudah sangat tua. Terutama bagian ini. Ingat
bahwa kita berada di Inggris, dan Inggris bukanlah
Amerika. Cara kami tidak sama dengan cara kalian,
dan kalian mungkin mendapati hal-hal yang tampak
sedikit aneh." Dia menggeleng-gelengkan kepala, "kalau sesuatu
yang tidak lazim benar-benar terjadi, usahakan agar
tidak menjadi ketakutan. Rumah ini cukup ramah."
John dan Philippa tersenyum gagah dan berusaha
agar tidak terlihat takut, walaupun perkataan
pamannya terdengar agak menakutkan.
"Agar kalian betah," dia melanjutkan seraya
menggiring mereka ke ruang duduk kecil berisi sofa
dan televisi.Setelah mengambil remote control dan
menghidupkan televisi ukuran kecil, dia menambah
kan, "aku telah menyiapkan televisi agar kalian bisa
bersantai sendirian. Aku sendiri tidak butuh televisi.
Tapi aku percaya anak anak sekarang nyaris mustahil
hidup tanpa benda yang satu ini."
"Hei, lihat!" John menunjuk ke arah televisi, karena di
layar ada foto Otis dan Melody Barstool, keduanya
dari Poughkeepsie di New York, "cepat," teriak John
kepada pamannya, "kencangkan lagi suaranya. Kami
benar-benar harus menontonnya."
"Oh, ampun," seru Nimrod. "Aku tidak sangka kalau
kecanduan kalian sudah sangat kronis."
"Ini pasti tentang pasangan penumpang yang duduk
di sebelah kami saat di pesawat. Mereka lenyap saat
penerbangan." "Benarkah, astaga!" seru Nimrod. Dia tersenyum kecil
aneh lalu duduk disebelah si kembar di sofa. "Menarik
sekali. Aku suka misteri yang seru."
"Pencarian ekstensif pada pesawat di udara dan di
London tak memberi petunjuk sedikit pun tentang
keberadaan pasangan ini," ujar pembaca berita
stasiun televisi BBC. "Polisi disiagakan di London dan
New York karena kekhawatiran yang bertambah atas
keselamatan pasangan yang berumur tujuh puluhan
itu. Lalu, tadi pagi, pasangan itu muncul dalam
keadaan selamat dan sehat di kampung halaman
mereka di Poughkeepsie, tampaknya mereka sendiri
tidak bisa menjelaskan menghilangnya diri mereka.
Banyak saksi mengklaim telah melihat pasangan
Barstool di pesawat Boeing 747 British Airways, dan
sudah bicara pada mereka saat penerbangan."
"Dan," ucap Nimrod, "mereka duduk di sebelahmu,
katamu?" "Ya," jawab Philippa.
"Kami baru selesai melahap hidangan di pesawat,"
kata Otis Barstool pada seorang reporter. "Aku makan
bistik, dan Melody menyantap ayam. Tak seorang pun
dari kami yang minum alkohol. Aku baru bersandar
untuk membaca buku saat kami merasakan
guncangan pesawat yang sangat buruk ini.
Sebelumnya kami memang jarang terbang dan aku
jujur saja, kami berdua menjadi sangat gelisah."
Nimrod tertawa. "Benar-benar gelisah," ulangnya,
meniru aksen Otis Barstool dengan sempurna.
"Kami berdua mulai berharap, berdoa bahwa kami
pulang ke rumah. Selanjutnya yang aku tahu, kami
telah duduk di sofa di ruang duduk kami seolah-olah
kami tidak pernah pergi. Selama beberapa saat kami
hanya duduk di sana, berusaha berpikir apa yang
mungkin telah terjadi. Akhirnya kami menyimpulkan
bahwa kami telah mengalami semacam gangguan
jiwa, atau bahkan memimpikan semua itu. Tapi
kemudian sheriff membunyikan bel pintu kami, dan
kurasa kalian semua tahu sisa ceritanya. Aku pernah
mendengar tentang maskapai penerbangan yang
kehilangan tas, tapi ini pertama kalinya aku
mendengar maskapai penerbangan kehilangan dua
penumpang. Bahkan, British Airways tidak kehilangan
tas-tas kami. Tas-tas itu ada di London sekarang,
terjadi begitu saja."
"Menurut Anda, ada kemungkinan doa Anda
dikabulkan?" tanya si reporter.
"Aku rasa inilah satu-satunya penjelasan yang tepat,"
Melody Barstool mengakui.
"Kalian punya rencana untuk mengambil tindakan
hukum terhadap British Airways?" tanya si reporter.
"Kami sudah bicara pada seorang pengacara. Tapi dia
memberitahu kami bahwa kenyataan tentang kami
berdua percaya kekuatan doalah yang membuat kami
terlempar keluar dari pesawat bisa memengaruhi
setiap tuntutan yang kami ajukan pada maskapai itu.
Tampaknya, maskapai penerbangan tidak
bertanggung jawab secara hukum bila sesuatu seperti
itu terjadi. 'Perbuatan Tuhan', begitu mereka
menyebutnya." Nimrod mencondongkan tubuh ke arah John, matanya
bersinar-sinar dengan sorot curiga. "Katakan padaku,
Anak muda, apakah adikmu selalu begitu impulsif"
Kurang ahli dan ad hoc?"
"Dia memang aneh," tawa John, yang tidak tahu sama
sekali apa arti ad hoc. "Otis Barstool pasti telah mengatakan sesuatu
padamu, Philippa," tawa Nimrod, "sehingga kau
membuat pria malang itu menghilang seperti itu."
Dia tertawa terbahak-bahak yang menggema ke
seluruh ruangan. "Aku jadi tahu kalau aku harus berhati-hati sekali
dengan apa yang kukatakan pada kalian, Nak,karena
kalau tidak, aku bisa berakhir seperti pasangan
Barstool." Philippa tersenyum sambil berusaha memahami
lelucon itu. "Tertawalah sesukamu," sahutnya. "Tapi mereka
benar-benar pasangan tua yang sangat baik, dan aku
senang sekali mereka baik-baik saja."
"Kusalahkan kejadian itu pada ayamnya," celetuk
John. "Hidangan di pesawat itu. Terasa tidak enak di
lidahku." "Itu hanya karena kau juga makan bistik," tukas
Philippa. "Omong-omong soal makanan," celetuk Nimrod,
"apakah ada di antara kalian yang merasa lapar?"
"Kelaparan," John mengakui.
"Bagus. Kalau begitu aku akan buatkan sarapan
Inggris yang lezat. Ini sangat mirip sarapan Amerika,
dengan tiga variasi lokal ini: Telur mata sapi
diletakkan di sisi timur piring sebagai kebalikan dari
barat, bacon harus terasa seperti daging dan
bukannya lapisan kulit kering, dan
tomatnya harus disajikan serampangan, karena kalau
tidak seluruhnya dibatalkan."
Seusai sarapan, yang selezat janji Nimrod, Philippa


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kembali pada subjek tentang pasangan Barstool.
"Bagaimana bisa dua orang tua menghilang dari
dalam pesawat yang sedang ada di udara?" dia
bertanya. "Maksudku, pasti ada kekeliruan. Hal seperti
itu tidak terjadi begitu saja."
"Tapi hal itu terjadi," timpal Nimrod. "Kalau laporan
berita televisi itu yang kita percayai."
Dia terkekeh dan menyalakan sebatang cerutu. "Ya,
benar, mulai sekarang, kita semua harus berhati-hati
pada apa yang kita harapkan."
"Apa maksudnya?" tanya Philippa.
Nimrod berdiri. "Aku bilang, 'kita harus mencuci piring'.
Mister Groanin sudah punya cukup banyak tugas
untuk dilakukan di rumah ini tanpa kita bertiga
ditambahkan untuk menjadi bebannya. Dan kalau kita
meninggalkan piring-piring ini untuknya, dia akan
mengeluh seharian. Menjadi pelayan bertangan satu
tidak membuat Groanin merasa sepadan dengan
tugas manapun yang wajib dia lakukan. Groanin
sesuai dengan namanya dan tukang mengeluh sesuai
dengan sifatnya, itulah yang selalu kukatakan."
Setelah selesai mencuci piring, mereka kembali ke
perpustakaan untuk menghangatkan diri di depan
perapian. Nimrod menyalakan sebatang cerutu lagi,
dan Philippa melihat-lihat sebagian dari banyak buku
di rak dan melihat ada beberapa lusin buku tentang
permainan dengan kartu dan bentuk lain judi yang
ditulis oleh seorang pria bernama Hoyle, dan satu set
berisi lima puluh volume buku bersampul kulit dari
sesuatu yang berjudul The Baghdad Rules.
"Apa The Baghdad Rules ini?" tanya Philippa.
"Itu aturan protokol," jawab Nimrod samar. "Disusun di
Baghdad, pada zaman dulu. Begini, kalau kalian tidak
ada kegiatan yang lebih seru siang ini, cobalah
membaca satu atau dua bab buku Kisah Seribu Satu
Malam yang kuberikan. Lalu kita akan punya sesuatu
untuk dibahas saat makan malam nanti, setuju" Dan
setelah kalian membacanya, akan kujelaskan pada
kalian kenyataan-kenyataan hidup. Tentang
bagaimana kalian bisa sampai ke sini."
John dan Philippa langsung ngeri.
"Ehm... begini," ucap John, "kami sudah tahu semua
hal tentang bagaimana bayi dibuat. Tidak usah repot-
repot." "Bukan, bukan kenyataan hidup yang itu," dengus
Nimrod. "Yang aku bicarakan adalah sesuatu yang
jauh lebih menarik daripada bagaimana seorang bayi
mengerikan dibuat." "Apa yang bisa lebih menarik daripada itu?" goda
Philippa, komentar yang menimbulkan tatapan
mencela dan sedih dari pamannya.
"Aku bicara tentang bagaimana kalian bisa berada di
London sini. Tentang bagaimana orangtua kalian tidak
sanggup melaksanakan tugas yang bertentangan
dengan keinginan kalian untuk menghabiskan musim
panas bersamaku dan bukannya pergi ke Alembic
House. Tentang bagaimana aku masuk ke mimpi
kalian saat kalian berada di bawah pengaruh obat
bius. Tentang siapa dan apa kalian. Tentang
keberuntungan dan bagaimana cara kerjanya. Dan
tentang misi penting yang mengharuskan kalian
berada di sini sekarang. Kenyataan-kenyataan hidup
yang seperti itu." Nimrod akan mengatakan hal lain lagi tapi dia justru
menguap. "Ya ampun," katanya. "Maaf. Aku tidak
terbiasa memulai kegiatan seawal ini pada pagi hari.
Kurasa aku perlu tidur siang. Dan kusarankan kalian
melakukan hal yang sama."
Dia mengangkat satu tangan saat berjalan ke arah
pintu perpustakaan. "Kita akan bertemu saat makan malam, saat
semuanya akan dijelaskan pada kalian."
*** 222 333Saat John bangun awal sore itu, sejenak dia menatap
langit-langit yang dilukisi awan dan petir. Saat melihat
itu, John dikuasai perasaan bahwa hujan akan turun
atau gempa akan segera terjadi. Setengah jam
berlalu seperti itu. Setelah merasa bosan, John duduk
di ranjang, lalu mulai membaca buku yang di berikan
pamannya. Ternyata di dalamnya ada kejutan,
padahal dia hanya bermaksud untuk melihatnya
sekilas. Kisah Seribu Satu Malam bukanlah kisah
tunggal tapi kumpulan kaleidoskop. Kisah itu
diceritakan oleh Putri Scheherazade, seorang wanita
muda pemberani. Dia beranggapan bahwa seni
bercerita adalah alat untuk bertahan hidup. Kisah itu
menceritakan tentang para Raja dan Putri, Jin yang
berpengaruh, keajaiban semu, penipu cerdas,
saudagar rakus, dan pencuri cerdik. Beberapa dari
cerita itu - seperti Sinbad, Ali Baba dan Empat Puluh
Orang Penyamun, dan Aladdin - tentunya tak asing
bagi John. Tapi yang paling menarik adalah
bagaimana sebuah cerita muncul dari dalam cerita
lain, seperti teka-teki Cina. Sesaat kemudian buku itu
pun memikatnya dengan cara yang tidak pernah
dilakukan oleh buku mana saja sebelumnya. Mustahil
bagi John untuk berhenti membaca sampai dia
berhasil menamatkannya. Dia menyadari betapa
menakjubkan buku ini. Selama sisa hidupnya, dia
tidak melupakan hari di mana dia untuk pertama kali
membuka buku yang menakjubkan tersebut. Hal
menarik dari Kisah Seribu Satu Malam yang diberikan
Paman Nimrod adalah keanehan fisik bukunya.
Misalnya, John sadar bahwa mustahil menandai batas
bacanya dengan melipat sudutnya. Sekali atau dua
kali, tanda lipatan itu entah bagaimana, ketika dia
melihatnya lagi, menjadi lurus dengan sendirinya.
Alasan lainnya, buku itu sepertinya bisa menerangi
dirinya sendiri, karena saat hari berlalu menjadi
petang, John mendapati kalau dia bisa membacanya
tanpa cahaya lampu. Bahkan, dia bisa membacanya
dalam keadaan yang hampir gelap gulita di dalam
selimut yang menutupi kepala tanpa bantuan senter.
Bagaimana pun, bagi John, hal itu sama luar biasanya
dengan dirinya yang seumur hidupnya tak pernah
membaca buku dengan cara seperti itu. Rasa senang
yang luar biasa lainnya adalah kecepatan membaca
yang dia dapati saat dirinya membalik halaman-
halaman buku yang sehalus-sutra. Matanya bagaikan
terbang melintasi tiap-tiap kata. Sebelumnya, dia
mungkin butuh waktu dua atau tiga menit untuk
membaca satu halaman, sekarang dia hanya
membutuhkan waktu seper-sepuluhnya. Sehingga
buku dengan ketebalan 1001 halaman itu hanya
diselesaikan dalam waktu kurang dari enam jam.
Begitu membalik halaman terakhir, John merasa
sangat bangga pada dirinya sendiri. Dia pun berlari ke
kamar Philippa untuk menyombongkan diri tentang
prestasinya. Namun ternyata Philippa juga sudah
menamatkan buku itu sedikitnya satu jam lebih cepat.
"Ada hal aneh yang terjadi sini," John berkata,
menahan kejengkelannya pada Philippa.
Philippa - yang memang gemar membaca - pun
tertawa. "Kapan kau pernah menghabiskan waktu
sepanjang sore dengan membaca buku?" tanya
Philippa, "eh, tunggu dulu, kau memang pernah
melakukannya sewaktu ayah menjanjikan lima puluh
dolar bila kau membaca The Call of the Wild karya
Jack London." "Memang aku pantas bila mendapatkan setiap sen
dari lima puluh dolar itu," kata John, "itu adalah buku
paling membosankan yang pernah kubaca. Lagi pula,
kau tahu apa yang sebetulnya aku bicarakan."
Philippa tersenyum. "Oh ya, John," katanya, "aku
sudah menunggumu agar bisa mengadakan
eksperimen di hadapan seorang saksi."
"Eksperimen apa?"
"Seperti ini," jawab Philippa. Dia meraih buku Kisah
Seribu Satu Malam-nya, lalu melemparnya ke
perapian. "Hei," seru John, "kau sudah gila?"
"Kurasa begitu," sahut Philippa penuh kemenangan
seraya menunjuk buku itu yang tetap berada di atas
bara panas tanpa terbakar, "buku aneh yang tidak
terbakar, benar kan?"
Mereka menunggu selama beberapa menit,
memperhatikan saat buku itu secara nyata kebal dari
lahapan api. John pun mengambil penjepit arang,
memindahkan buku itu dari api, dan menaruhnya di
lantai sebelum menyentuhnya dengan sangat hati-
hati. "Tidak ada tanda hangus terbakar sedikit pun,"
katanya sambil membuka buku itu dan membalik-
balik halamannya, "coba kau pegang! Bahkan tidak
terasa panas." Philippa menyentuh buku yang terasa sejuk di ujung
jarinya. "Terbuat dari apa buku ini?" tanyanya.
"Kenapa tidak kita tanya pada Paman Nimrod?"
Di sebuah tangga, mereka agak kaget saat bertemu
seorang pria sedang naik ke atas. Orang itu tinggi,
kurus, bertampang seram dengan janggut putih,
mengenakan sorban putih dan mantel panjang putih.
Ketika melihat si kembar, pria itu menangkupkan
tangan lalu membungkuk saat berpapasan. Orang itu
lalu melanjutkan perjalanannya sebelum membuka
pintu tipuan di dinding yang berwarna perak, dan
menutupnya kembali. John mengembuskan napas gugup. "Menurutmu siapa
itu?" tanyanya. "Tenang," kata Philippa, "mungkin dia teman Nimrod.
Dia tersenyum, kan?"
"Apakah kau tidak menganggap aneh kalau orang
pertama yang kita temui setelah membaca Kisah
Seribu Satu Malam adalah pria yang kelihatan persis
seperti seorang tokoh dalam buku itu" Sepertinya dia
adalah Jin." "Jin" Bagaimana kau bisa berpikir seperti itu?" Philippa
tertawa, "dia tidak mengambang keluar dari botol. Dia
berjalan naik tangga."
"Dia memakai sorban."
"Sekarang ini, tidak setiap orang yang memakai
sorban punya kekuatan sihir," Philippa mengangkat
bahu, "tapi, tetap saja, mungkin kau harus berhati-hati
dan meminta tiga permohonan padanya."
"Kalau pun dia bukan Jin," sahut John, "kurasa Nimrod
harus menjelaskan semua ini."
Mereka menemukan Nimrod di ruang makan, di mana
meja telah diatur dengan selusin hidangan beraneka
ragam. Ada angsa panggang, separuh daging rusa,
kaki domba, sayur-sayuran, keju, buah-buahan,
anggur, dan Coca Cola. Nimrod juga sepertinya menunggu kedatangan
mereka karena hanya ada tiga kursi. Dia pun sudah
mengiris-iris daging angsa tadi.
"Ah, datang juga kalian," ucap Nimrod hangat, "kalian
datang tepat waktu untuk makan malam. Silakan
ambil sendiri." Dia membungkam rentetan pertanyaan pertama
kedua anak itu dengan telapak tangannya.
Setidaknya selama beberapa menit, semua pikiran
untuk menginterogasi Nimrod tentang berbagai
kejadian aneh atau pria tak dikenal tadi, telah
terlupakan. Setidaknya si kembar menyadari betapa
laparnya mereka. Mereka segera duduk dan menumpuk makanan pada
piring masing-masing. "Kami baru saja melihat pria bertampang aneh yang
berpakaian serba putih," ujar Philippa seraya
menjejalkan ham ke mulut, "dia juga memakai
sorban." "Apakah dia hantu?" tanya John.
"Hantu" Oh bukan, tidak ada hantu di rumah ini.
Makhluk jelek itu tidak akan berani. Tidak, itu bukan
hantu. Itu Mister Rakshasas. Dia berasal dari India.
Dan dia akan segera bergabung dengan kita. Aku
yakin kalian sudah membuatnya sangat ketakutan."
"Kami membuatnya takut?" John mengerutkan kening,
"bagaimana dengan kami" Dialah yang membuat
kami ketakutan setengah mati."
"Mister Rakshasas akan sangat gusar mendengar kau
bilang begitu, John. Dia sebetulnya tipe orang yang
sangat pemalu. Tak akan tega menakut-nakuti
walaupun itu hanyalah angsa," Nimrod ragu-ragu
sejenak lalu memasukkan seluruh dada angsa ke
dalam mulutnya, "bukan karena ada gunanya
menakut-nakuti angsa ini, karena toh sudah mati. Tapi
kurasa kalian paham."
"John terlalu membesar-besarkan," kata Philippa,
"Mister Rakshasas tidak terlalu menakutkan. Tapi dia
memang kelihatan agak misterius."
"Sabar, sabar," bujuk Nimrod, "sudah kubilang aku
akan beritahu, dan itu akan kulakukan."
Mister Groanin masuk ke ruangan itu sambil
membawa cake yang sangat besar ditangannya.
"Tapi, astaga," ujar Nimrod, "aku sudah bersusah-
payah menyiapkan hidangan ini...," Mister Groanin
mendengus penuh penghinaan dan meletakkan kue
itu di atas meja.

The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bersusah-payah, katanya," dia bergumam, "itu
menggelikan." "Jadi kupikir setidaknya yang bisa kau lakukan adalah
menyibukkan diri sampai pesta ini selesai. Hai,
Groanin! Apa yang kau katakan tadi tentang bersusah
payah?" "Tidak ada, Sir. Hanya itu?"
"Ya, ya," Nimrod menusuk seiiris besar daging dan
meletakkan di piringnya yang sudah penuh, "nah,
sekarang kalian jangan bicara sampai kita benar-
benar kenyang." Tiga puluh menit kemudian, Nimrod membuka kancing
jas merahnya, melihat waktu di arloji emasnya, lalu
menuang lagi segelas besar anggur Burgundy,
menyalakan cerutu yang sangat besar, dan kemudian
bersandar di kursi berlengan yang berderit.
"Oh, pesta yang meriah."
"Luar biasa," John sependapat.
Ada ketukan di pintu. Mister Rakshasas memasuki
ruang makan dan membungkuk sopan.
"Seratus ribu salam untuk saudara lampu ini,"
ucapnya, "semoga semua permintaan kalian, kecuali
satu, dikabulkan sehingga kalian masih punya sesuatu
untuk diperjuangkan. Dan semoga hari terburuk pada
masa depan kalian tidak lebih buruk daripada hari
paling bahagia pada masa lalu kalian."
Yang membuat John dan Philippa heran, Mister
Rakshasas berbicara dengan aksen Irlandia.
Melihat alis si kembar terangkat, Nimrod merasa
berkewajiban untuk memberi penjelasan kilat.
"Selama bertahun-tahun, Mister Rakshasas hidup
sendiri, dan mempelajari semua bahasa Inggrisnya
dari televisi Irlandia."
Mister Rakshasas mengangguk serius. "Semoga musuh
Irlandia tidak makan roti atau minum wiski, tapi tetap
terserang rasa gatal tanpa bisa menggaruk."
Setelah melihatnya lagi, dan dalam cahaya yang lebih
terang, si kembar menyadari bahwa Mister Rakshasas
tidak terlihat menyeramkan sama sekali. Pria itu
mengenakan jubah putih panjang yang dikancingkan
sampai ke leher, pantalon putih, sepatu kets putih,
dan sorban putih dengan sebutir kecil mutiara putih
yang menggantung tepat di atas dahinya. Janggut
panjang yang kasar dan kumis yang seputih
sorbannya, melengkapi glamor penampilannya yang
tidak lazim. Mata cokelatnya ramah, dan tersenyum,
tapi tetap saja Philippa merasakan bahwa mata itu
menyembunyikan tragedi besar yang pernah dialami
Mister Rakshasas. Dia duduk di rangka penutup perapian yang berlapis
kulit, begitu dekat sehingga dalam pandangan si
kembar, dia bisa saja terjilati api.
Mister Rakshasas menghangatkan tangannya yang
panjang dan kurus di atas api selama beberapa menit
sebelum akhirnya menyalakan pipa.
"Seperti biasa, kedatanganmu tepat waktu, Mister
Rakshasas," ujar Nimrod, "aku baru saja akan
memberi hadiah kepada keponakanku ini atas bakat
mereka." Jantung John melompat-lompat didalam dadanya
seperti seekor ikan salmon liar. Hadiah, padahal bukan
ulang tahunnya. Tapi Philippa punya gagasan yang
lebih bagus tentang bentuk hadiah yang dimaksudkan
pamannya itu, dan segera mulai khawatir lagi, karena
ini berarti dia ditakdirkan untuk menjadi semacam
orang eksentrik yang kutu buku.
Sebuah jam besar yang berdetak dengan irama
selayaknya pisau yang mengetuk-ngetuk dawai
piano, tiba-tiba berhenti.
Keheningan pun tercipta. Hal itu sepertinya
menimbulkan kesadaran bagi si kembar bahwa entah
mengapa kehidupan lama mereka telah berakhir,
kehidupan baru pun segera dimulai.
"Sekarang," kata Nimrod, "aku yang akan bicara dan
kalian hanya boleh mendengarkan. Ada banyak hal
yang perlu kalian pahami. Mungkin sebaiknya aku
mulai dari awal, bukankah begitu, Mister Rakshasas?"
"Ya," pria itu menjawab lambat-lambat di antara
kepulan pipanya, "mungkin diceritakan seluruhnya
saja. Seperti fakta bahwa seorang wanita Tyrone
tidak akan membeli kelinci tanpa kepala lantaran
takut kalau itu adalah kucing."
"Semua yang akan kuceritakan ini adalah benar," ujar
Nimrod, "bukankah ada banyak hal yang akan kalian
anggap menakjubkan, sulit dipercaya" Aku minta
kalian memercayai dan menyingkirkan sejenak
nonton fiIm fantasi yang terlalu berlebihan."
Nimrod mengembuskan cerutunya sambil merenung.
Sebuah gumpalan asap besar keluar dari mulutnya,
"nah, sebagaimana yang akan dikatakan oleh orang
bijak atau penyihir mana pun, ada tiga jenis makhluk
dengan kecerdasan yang lebih tinggi di alam semesta.
Ada malaikat, yang terbuat dari cahaya lalu ada
manusia, yang terbuat dari tanah. Aku yakin kalian
semua sudah melihat acara pemakaman di televisi
ketika si pendeta berkhotbah, 'Tanah menjadi tanah;
abu menjadi abu; debu menjadi debu,' dan seterusnya
dan seterusnya. Itulah manusia yang sebenarnya.
Tanah, atau karbon kalau kalian ingin bersikap ilmiah.
Tanah dan air kalau kalian ingin benar-benar bersikap
ilmiah. Tapi, untuk tujuan perbincangan ini, kita tidak
melibatkan manusia. Tidak, kita tertarik pada makhluk
dengan kecerdasan lebih tinggi yang terakhir. Makhluk
ini adalah Jin. Jin adalah cara yang tepat untuk
menggambarkan apa yang dikenal secara kasar
sebagai genie. Kuharap tak seorang pun anggota
keluargaku akan menggunakan kata seperti genie. Itu
adalah kata untuk pantomim dan film-film animasi,
bukan untuk orang-orang seperti kita. Kata yang
benar adalah Jin, dan Jin terbuat dari api. Ya, api."
Nimrod mengembuskan asap cerutu lagi seolah untuk
membuktikan maksudnya. "Apakah ini lelucon?" tanya Philippa.
"Bisa kuyakinkan kalau aku benar-benar serius," ujar
Nimrod, "nah, Jin memiliki banyak suku. Kita bisa
menghabiskan waktu semalaman untuk menjelaskan
hal ini, bukankah begitu, Mister Rakshasas?"
"Oh, benar." "Tapi kalian, aku, ibumu, dan Mister Rakshasas ini
cukup beruntung menjadi Jin dari suku yang paling
terkenal. Suku Marid. Jumlah kita paling sedikit, tapi
kitalah Jin yang terkuat..."
"Nah, sekarang," tawa Nimrod, "aku sudah bilang. Bisa
dibilang Jin telah keluar dari botol.Tak perlu diragukan
lagi kalau kalian pernah mendengar tentang
ungkapan tadi. Aku yakin kalian menyangka itu bisa
berlaku pada diri kalian yang masih muda. Nah, aku di
sini untuk meyakinkan kalian bahwa itulah yang
terjadi. Karena kalian adalah anak-anak lampu."
*** "Maksud paman, kami adalah Jin, seperti dalam Kisah
Seribu Satu Malam?" tanya John, "seperti seorang pria
dalam kisah itu yang menemukan lampu atau botol
dan membebaskan Jinnya?"
Nimrod mengangguk. "Kau pasti bercanda," komentar Philippa.
"Aku tahu, memang agak sulit dipercaya," sahut
Nimrod. "Benar," kata John. "Tapi kalau kalian memikirkan
beberapa hal aneh yang kalian alami pastinya sejak
geraham bungsu kalian dicabut. Mau tidak mau kalian
terpaksa mengakui kemungkinan penjelasannya
juga." Nimrod mengamati cerutunya sebelum
mengembalikan ke mulut, menghisapnya lalu
mengembuskan asap yang membentuk lingkaran
cincin ukuran besar. Sesaat cincin asap itu mengambil
bentuk seperti paviliun yang mengapung persis apa
yang pernah dilihat si kembar dalam mimpi mereka di
ruang pencabutan geraham bungsu.
"Contohnya," lanjut Nimrod, "apakah tidak aneh kalau
aku tahu tentang mimpi kalian sewaktu dalam
pengaruh obat bius" Tentang bagaimana kita bertemu
di Paviliun Kerajaan Brighton. Bahwa ada seorang
wanita yang memainkan dulcimer. Bahwa kita
bermain dadu" Bahwa John menghasilkan lemparan
tiga angka enam, Philippa empat, dan bersama-sama,
kalian pun menghasilkan lemparan lima angka enam.
Kalau itu adalah mimpi, lalu bagaimana aku tahu
semua itu?" "Jadi apa itu kalau bukan mimpi?" tanya John.
"Cukup mudah, aku pergi ke New York, meninggalkan
tubuhku di Hotel Carlyle di Madison Avenue , dan
rohku yang ke rumah sakit tempat kalian mencabut
gigi, dan masuk ke tubuh kalian. Yang dimaksudkan
dengan roh adalah bayangan di dalam jasmaniku."
"Wow." "Selama kalian dalam pengaruh obat bius, aku
mengambil alih pikiran kalian. Menanamkan beberapa
pengalaman yang kalian ingat dengan sangat jelas.
Dan mengusulkan agar kalian harus memberitahu
orangtua kalau kalian harus ke London."
"Dan kenapa begitu, mengapa mereka langsung
setuju?" "Manusia dan Jin bertambah tua dalam kecepatan
yang berbeda," jelas Nimrod, "menjadi Jin bermula
dari geraham bungsunya tumbuh dan dicabut. Pada
manusia, geraham bungsu atau gigi naga yaitu
sebutan yang lebih disukai Jin, tidak mempunyai
tujuan nyata. Tapi bagi kita para Jin, gigi-gigi itu ada
karena alasan yang baik. Gigi itu adalah pertanda
kalau kekuatan kita siap digunakan. Begitu gigi naga
kita dicabut, kehidupan kita yang sesungguhnya
sebagai Jin telah bisa dimulai."
Asap cerutu Nimrod yang berikutnya mengambil
bentuk gedung-gedung New York.
"Begitu gigi naga itu diambil, orangtua kalian tak
berani mencegah kalian."
"Sikap bijaksana bagi para Jin dimulai di sini," celetuk
Mister Rakshasas. Tapi Philippa masih menggelengkan kepala.
Paman Nimrod menatap Mister Rakshasas lalu
menggeleng-gelengkan kepala. Kelihatannya dia agak
jengkel. "Ini lebih sulit dari yang kuduga," ujarnya, "tunggu,
baru terpikir olehku."
Dia menjentikkan jari pada John dan Philippa, "kalian
pernah terserang claustrophobia?"
Mereka berpandangan dan kemudian mengangguk
bersamaan. "Aha," ujarnya, dan mengembuskan gulungan asap
berbentuk seperti lampu minyak, "itu akibat sebagian
besar dari kita mendapati diri kita terjebak dalam
lampu dan botol oleh orang-orang pandai yang
untungnya jumlah mereka makin sedikit. Karena
itulah kita harus meminum pil arang untuk menjaga
agar bagian dalam tubuh kita tetap hangat, dan
mencegah agar kita tidak panik pada saat terkurung
di suatu tempat. Bila merasa hangat, Jin akan menjadi
tenang dan rileks. Bukankah begitu, Mister
Rakshasas?" "Penasihat terbaik bagi kucing adalah dirinya sendiri,
cukup benar," jawab Mister Rakshasas.
"Itu pil yang ibu berikan pada kami, ya?" tanya John,
yang lebih siap diyakinkan kalau dia adalah Jin
dibanding saudara kembarnya.
"Kurasa begitu. Seperti yang kukatakan tadi, Jin
terbuat dari api, jadi kalian akan menemukan kalau
semua sumber panas akan membantu membuat
kalian tetap tenang."
Philippa melirik gelisah pada Mister Rakshasas yang
duduk di lantai perapian. Dia menghisap pipanya, dan
itu cukup mencerminkan betapa mudah menganggap
pria itu sebagai sesuatu yang terbuat dari api; kalau
berada lebih dekat dengan api itu, dia pasti akan
terbakar. "Hal pertama yang Jin lakukan setelah dia dilepaskan
dari lampu atau botol, dengan bantuan oksigen di
atmosfer bumi,adalah berubah menjadi asap," lanjut
Nimrod, "api unggun, panggangan, lilin, pil arang,
bahkan rokok aneh itu, semuanya membantu."
"Tapi bukankah merokok tidak baik untuk kita?" John
mengajukan keberatan. "Memang sangat buruk buat manusia. Ya, tapi tidak
semuanya juga buruk untuk Jin. Kau akan mendapati
kalau manusia berusaha melakukan banyak hal yang
bisa kita lakukan, biasanya dengan konsekuensi yang
mencelakakan. Butuh waktu lama, tapi akhirnya kami
berhasil menyampaikan pesan ke alam manusia,
kalau merokok tidak baik untuk mereka."
"Seandainya semua ini benar," kata John yang tampak
tidak yakin seraya melirik pada saudaranya, "dan aku
tidak mengatakan kalau itulah pikiranku, apakah
menjadi Jin berarti aku bisa memberi manusia tiga
buah permintaan, dan hal-hal semacam itu?"
"Akhirnya kalian mulai mengerti. Tapi yang harus
kalian pahami, Anak muda, Jin adalah penjaga semua
keberuntungan di alam semesta. Mereka adalah
penjaga dan pelindung kecenderungan khayalan atau
yang dikenal dengan nama kesempatan. Terjadinya


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

peristiwa kebetulan, yang disukai atau tidak disukai,
demi kepentingan manusia. Pendeknya, kesempatan,
sebagai pemicu keberhasilan atau kegagalan,
terwujud sebagai kekuatan fisik di alam semesta,
yang bisa dikendalikan secara tersendiri oleh Jin.
Kalian akan bisa mengabulkan tiga permintaan kalau
sudah memahami cara dan alasannya. Tapi sampai
saat itu tiba, sampai kekuatan Jin kalian tumbuh
sedikit lebih kuat, itu adalah sesuatu yang bisa
dilakukan oleh pikiran bawah sadar kalian."
"Maksud Paman, seperti kalau kita memimpikannya?"
tanya Philippa. "Tepat sekali," jawab Nimrod.
"Itu mungkin menjelaskan kejadian Mr dan Mrs
Barstool di pesawat," kata Philippa, "aku rasa."
"Sekarang kau mengerti," Nimrod menyetujui, "salah
seorang dari mereka pasti telah menggunakan kata
harap, dan kau yakin kau menyukai orang itu."
Asap cerutu yang dihembuskan berikutnya terlihat
seperti pesawat Boeing 747.
"Dia berkata kalau dia berharap dapat pulang ke
rumah," kata Philippa, "aku merasa kasihan padanya."
"Itu dia. Masalah klasik dari apa yang kita, para Jin,
menyebutnya sebagai pemenuhan harapan di bawah
sadar. Kau mungkin tertidur sambil memikirkan
betapa menyenangkan kalau Mister Barstool yang
malang mendapatkan apa yang dia inginkan."
"Itu benar," Philippa mengerucutkan bibirnya dan
tampak berpikir, "dalam mimpi kami, dengan
beranggapan sejenak kalau itu benar-benar
adalah kau, apakah ada kaitannya antara alasanmu
meminta kami melemparkan dadu dan
keberuntungan?" "Ya. Aku ingin menguji kemampuan kalian saat ini
untuk memengaruhi kesempatan. Dan yang terjadi,
bila digabungkan, kemampuan kalian menjadi hebat.
Bila kalian bersatu, itu sama bagusnya dengan
kemampuan Jin dewasa. Dan itu sangat bermanfaat
bagi tujuan kita sekarang. Akan kujelaskan tentang..."
"Soal bawah sa... ehm," John menyela Nimrod.
"Perwujudan permintaan di bawah sadar," ulang
Nimrod. "Itu akan menjelaskan apa yang terjadi pada Mrs
Trump, pengurus rumahtangga kami," lanjut John,
"sebelum kami ke sini, Mrs Trump memenangkan $33
juta Undian Mega Million New York."
"Aku ingat betul sewaktu aku berpikir betapa
menyenangkan bila dia memenangkan lotere agar
bisa mengunjungi anak-anaknya di Eropa," Philippa
mengakui. "Nah, bukan perbuatan yang menyakitkan bila hal
seperti itu terjadi kan" Tapi kalian tahu, bila orang
menggunakan kata 'harap', bukan mereka yang harus
berhati-hati. Kita, para Jin, yang juga harus berhati-
hati. Belum tentu baik bila orang mendapatkan apa
yang mereka harapkan. Seperti yang didapat Mr dan
Mrs Barstool. Kita mungkin ingin menolong mereka -
biasanya, kalau kita jujur - yang terbaik adalah
mereka mendapatkan hal-hal tersebut melalui hasil
kerja keras mereka. Dengan begitu, mereka akan
lebih menghargai apa yang didapatnya, apa pun itu.
Ada banyak kejadian di mana mereka tak
mempertimbangkan dengan baik permintaan mereka
hingga akibatnya luput untuk dipikirkan."
"Seringkah terjadi mulut seorang mematahkan
hidungnya sendiri," celetuk Mister Rakshasas.
"Seperti dalam beberapa cerita dalam Kisah Seribu
Satu Malam," kata John.
"Benar." "Bila apa yang kau katakan itu benar, bahwa kami
adalah Jin. Maka ada cara mudah untuk membuktikan
semua ini," ujar Philippa.
"Apa yang kau usulkan?" tanya Nimrod.
Philippa mengangkat bahu. "Entahlah. Maksudku, kau
ahlinya. Bagaimana dengan membuat sesuatu muncul
atau menghilang?" "Dan apa yang akan dibuktikan dari situ?" tanya
Nimrod. "Pastinya, bukan sebuah trik yang dilakukan sampai
tiga kali," celetuk Mister Rakshasas.
"Mungkin itu membuktikan kalau kau adalah Jin,"
sahut Philippa. "Begitukah" Dan jika aku mampu membuat sesuatu
berwujud, bagaimana kau bisa tahu bahwa sesuatu
itu tidak pernah ada di sini?"
Philippa memandang sekeliling ruangan dengan
saksama. "Apa ya?" katanya.
"Seekor badak, mungkin," usul Nimrod sambil
mengembuskan gulungan asap berbentuk badak.
"Trik yang baik," ucap John penuh rasa kagum.
"Itu cuma asap," tukas Philippa, "tak ada badak
sungguhan di sini." "Apakah kau yakin atas ucapanmu itu?" tanya Nimrod.
"Aku yakin," jawab Philippa, dan mengangguk tegas
saat asap berbentuk badak itu akhirnya menghilang.
"Tapi bagaimana kalau badak yang sangat kecil?"
"Wah, kalau begitu, itu pasti bukan badak asli," sahut
Philippa. "Jawaban bagus," puji Nimrod, "tapi kebetulan, ada
seekor badak di ruangan ini. Dan itu bisa aku
buktikan." Dia menunjuk ke ujung lain ruangan dimana seekor
badak sekarang berdiri. Dengan panjang 3,65 meter
dan tinggi 1,52 meter, badak itu mendengus keras
lewat lubang hidungnya yang besar lalu bergerak-
gerak di atas kakinya yang tebal dan empuk sehingga
papan lantai di ruang makan Nimrod berderak
lantaran beratnya binatang itu yang mencapai dua
ton. "Astaga," ujar Philippa mundur selangkah.
Karena mendengar suara gadis itu dan merasakan
gerakan, badak tersebut memutar telinga besarnya,
mengedutkan bibir atasnya yang menonjol, dan
kemudian menghentakkan tanduknya yang
panjangnya sekitar tujuh puluh senti dengan agresif di
udara. Nimrod menyeringai kepada keponakan
perempuannya, "Puas?"
"Ya," bisiknya, lemas, "singkirkan dia."
"Apa yang harus disingkirkan?"
"Badak itu tentu saja."
"Badak apa?" Philippa menoleh lagi dan melihat kalau badak itu
sudah hilang. Bau hewan yang menyertainya juga
hilang. "Sihir," ujar John pelan, sangat terkesan pada pameran
kekuatan Nimrod. "Sihir" Ya Tuhan, bukan, Anakku. Jin tidak melakukan
sihir. Hal seperti itu hanya untuk anak-anak dan orang
dewasa bodoh. Jin mewujudkan keinginan. Itu cara
yang tepat untuk mengatakan apa yang kita lakukan.
Kita mewujudkan harapan kita. Kalau dikatakan
dengan cara yang agak berbeda, itu adalah
konsentrasi pada sesuatu. Cuma itu. Dan jangan
pernah menyebutnya sihir. Tak ada sihir yang terlibat
di sini. Ya ampun, selanjutnya kau akan bertanya
apakah aku punya kelinci dan topi tinggi. Tapi sudah
kau lihat apa yang kumaksud dengan bukti. Satu
menit badak itu ada di sana dan pada menit
berikutnya, dia menghilang."
"Bagaimana dengan Ayah?" tanya Philippa, "Apa dia
juga berasal dari Jin?"
"Tidak, ayahmu adalah manusia," jawab Nimrod,
"kekuatan Jin diturunkan hanya lewat ibu. Tapi
banyak Jin menikahi manusia. Jin perempuan yang
menikahi manusia akan melahirkan anak-anak Jin.
Tapi Jin laki-laki yang menikahi manusia hanya akan
menurunkan anak-anak manusia."
"Dan Ayah tahu soal ini?" tanya Philippa.
"Tentu saja. Meskipun dia tidak mengetahuinya saat
menikahi ibumu. Ibumu jatuh cinta padanya dari
kejauhan, kira-kira begitu, dan bertekad untuk
mencari tahu orang macam apa dia. Jadi ibumu
melakukan trik padanya. Bukan trik jahat. Hanya
selubung kecil cerdas untuk melihat apakah ayahmu
berhati emas. Dia berpakaian compang-camping dan,
dengan berpura-pura jadi tunawisma, dia meminta
ayahmu memberinya uang receh untuk membeli
secangkir kopi. Ayahmu sangat baik hati, dan dia bisa
melihat ada yang istimewa pada ibu kalian. Jadi dia
mengatur agar ibu kalian mendapatkan rumah dan
pekerjaan. Akhirnya, mereka menikah dan saat itulah
Layla memberitahu kalau dia adalah Jin. Tapi
kekayaan besar yang telah ayah kalian kumpulkan,
itu telah dia dapatkan melalui usahanya sendiri."
"Romantis sekali," ujar Philippa.
"Selanjutnya," Nimrod menyetujui, "Ibu kalian benar-
benar menunjukkan kepadanya satu jasa penting
sebagai Jin karena tanpa itu ayah kalian tidak akan
berada di tempatnya sekarang. Dua pria, yang sangat
iri pada keberhasilan Edward, merencanakan untuk
membunuh dan mencuri uangnya. Layla tahu itu dan
hendak membunuh mereka berdua, tapi Edward
memohon untuk membiarkan mereka hidup. Kalian
tahu, dua pria itu adalah saudara ayah kalian yaitu
Alan dan Neil." "Maksudmu bukan...?" John merasakan mulutnya
menganga saat Nimrod mengembuskan dua buah
gulungan asap yang menyerupai dua ekor hewan
peliharaan kesayangan keluarga Gaunt.
"Layla mengubah mereka menjadi anjing."
"Pantas saja," kata Philippa.
"Bukankah itu adil?" John menyetujui.
Kini dia berharap andai dia tidak pernah membujuk
untuk mengubah nama anjing-anjing itu. Tak heran
bila nama mereka terdengar seperti manusia, dan
tidak heran mengapa ayahnya yang malang sangat
menentang perubahan nama mereka menjadi
Winston dan Elvis. "Ayah kalian sangat tergoncang ketika melihat
kemarahan ibu kalian dengan memamerkan kekuatan
Jin sehingga dia meminta agar Layla tidak
menggunakan kekuatan itu lagi. Yang lebih penting
lagi, saat kalian lahir, Edward memaksa Layla berjanji
untuk membesarkan kalian tidak sebagai Jin, tapi
sebagai manusia normal. Janji yang dia pegang
sampai sekarang. Dan itulah sebabnya kita tidak
saling mengenal selama sepuluh atau sebelas tahun
terakhir. Apa pun keinginan ibu dan ayah kalian, itu
mereka lakukan demi alasan terbaik. Tapi aku selalu
percaya kalau pengetahuan tentang apa dan siapa
kalian seharusnya tidak dirahasiakan dari kalian."
Nimrod mengangkat bahu. "Ini bukan urusanku hingga
Layla memutuskan untuk mengirim kalian ke sekolah
di Salem. Kalian tahu, perlu usaha tertentu untuk
menjadi Jin. Dan sekolah Dr. Griggs menawarkan
lingkungan di mana Jin muda seperti kalian tak dapat
dibedakan dari anak berbakat lain."
"Maksudmu ada orangtua lain seperti orangtua kami?"
ucap John, "siapa yang ingin mencegah anak-anak
mereka menjadi Jin?"
"Beberapa orangtua," ujar Nimrod, "dalam masyarakat
sekarang, menyesuaikan diri dengan apa yang
dianggap normal adalah segalanya. Griggs
mengeksploitasi ketakutan manusia karena berbeda."
"Tapi bagaimana dia mencegah kita memiliki
kekuatan?" tanya John yang langsung marah ketika
mengetahui kalau sebenarnya ada sebuah tempat di
mana kedua anak itu mungkin bisa dicegah untuk
menjadi Jin. Itu sepertinya menyenangkan.
"Teknik Alembic-nya sangat sederhana," jelas Nimrod.
"Dia memberi kalian begitu banyak tugas sekolah
sehingga pikiran kalian dialihkan dari latihan kekuatan
Jin, disadari atau tidak. Yang terburuk dari semua itu,
dia membujuk murid-muridnya agar tidak
memercayai segala sesuatu yang tidak bisa
dibuktikan dengan ilmu pengetahuan. Ini bencana
bagi Jin, karena percaya pada sesuatu yang
mempengaruhi pikiran sehingga anak-anak Jin
menjadi tidak bisa memaksimalkan kekuatannya
sebagai Jin. Agar bisa menggunakan kekuatan itu,
yakin pada diri sendiri adalah segalanya. Jadi, saat
aku tahu kalau ibu kalian - sudah lama - berencana
mengirim kalian ke Griggs, aku memutuskan untuk
bertindak." "Pastinya, sungguh memalukan mencoba membuat
janggut kambing dari ekor kuda stallion yang bagus,"
ucap Mister Rakshasas. "Tapi," bantah Philippa, "kalau Jin tidak bisa
menggunakan kekuatannya sampai geraham
bungsunya dicabut, bukankah akan lebih mudah kalau
membiar kan saja gigi-gigi itu berada dalam mulut
kami?" "Begitu ada dalam mulutmu," jelas Nimrod, "gigi-gigi
itu mewujudkan kekuatannya dengan beberapa cara.
Seperti contohnya apa yang terjadi dengan Philippa
yang dapat mengabulkan berbagai permintaan bawah
sadar," Nimrod menatap John, "Tak diragukan lagi ada
sebuah cara di mana kau, John, juga merasakan


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kekuatan tersembunyi dari gigi-gigi itu."
"Retakan di dinding kamarku," ucap John, "muncul
tepat lewat papan di ujung kepala ranjangku dan
kelihatannya bermula dari bantal di bawah pipiku."
"Kita akan sampai ke sana nanti," Nimrod mengangkat
tangan ke udara seolah sudah membuktikan
maksudnya, "terlebih lagi, semakin lama kau
menunda pencabutan, pada akhirnya semakin
dramatis, semakin merusak kekuatan Jin itu," kata
Nimrod, "ibumu bersikap cukup masuk akal dengan
mengadu peruntungan bahwa yang terbaik adalah
bertindak sekarang, saat kekuatan Jin kalian masih
belum matang." Philippa berpikir sejenak, "Ibu dan ayah," katanya,
"mereka melakukan itu demi alasan yang baik, kan?"
"Mereka hanya menginginkan yang terbaik untuk
kalian," tegas Nimrod, "yang mereka lihat, dengan
menjadi manusia, kalian akan memperoleh
kesempatan yang lebih baik untuk menjalani hidup
yang normal dibandingkan dengan menjadi Jin."
"Aku tak yakin kalau aku menginginkan kehidupan
yang normal," sembur Philippa, "setidaknya, tidak
sepanjang waktu. Tapi aku juga tidak ingin
meninggalkan rumah. Bagaimana pun juga, aku
belum menginginkannya."
"Aku juga," kata John, "tidak bisakah kami belajar
tentang Jin lalu pulang?"
"Aku baru saja ingin mengusulkan hal yang sama,"
Nimrod tersenyum dan merangkul John dan Philippa,
"lagi pula, ada pekerjaan penting yang harus kita
lakukan. Ya Tuhan, ya! Kita harus bergerak cepat."
"Omong-omong soal retakan," ujar Philippa, "aku
punya pertanyaan. Aku heran kenapa retakan di
dinding kamar John identik dengan retakan yang kami
lihat di koran." Philippa menjelaskan bagaimana retakan di dinding
kamar John identik dengan yang dia lihat pada foto
dinding Cairo Museum setelah gempa di Mesir baru-
baru ini. Nimrod tampak terkejut. "Kenapa tidak kau ceritakan
padaku sebelumnya?" katanya.
John dan Philippa mengangkat bahu, "kami pikir itu
tidak lebih dari kebetulan yang menarik," sahut John.
"Kebetulan?" Nimrod tertawa, "Kebetulan hanyalah
sebuah istilah ilmuwan untuk kesempatan."
"Pastinya, buku harian tentang kebetulan di meja
berisi terlalu banyak perjanjian untuk disimpan
sendiri," angguk Mister Rakshasas.
Nimrod menggelengkan kepala. "Tidak, ini pesan yang
ditujukan padamu. Satu-satunya pertanyaan adalah
dari siapa." "Siapa atau apa?" ujar Mister Rakshasas, "kau tidak
perlu melihat bumi bergerak untuk mengetahui
bahwa dia telah bicara."
"Tepat sekali," ujar Nimrod, "bagaimana pun juga kita
harus ke Mesir. Itulah yang sejak tadi aku berusaha
sampaikan. Dan kejadian ini hanya menegaskan
keharusan untuk ke sana sesegera mungkin. Tapi aku
berharap untuk merahasiakan keberadaan kalian."
"Dari siapa?" tanya Philippa.
"Dari musuh kita."
"Inikah bahaya yang kau sebut-sebut di bandara?"
tanya Philippa. "Apa aku bilang begitu" Well, ya, mungkin ada
bahaya. Kita tidak akan menjadi satu-satunya Jin
yang datang ke Mesir hanya untuk mencari harta
karun. Kalau kalian ingat Kisah Seribu Satu Malam,
ada beberapa suku Jin lain, tentunya berbeda dengan
kita, yang kurang peduli pada manusia dan
bermaksud menyakitinya."
"Suku Ifrit?" tanya John.
"Suku Ifrit. Ya, Nak, ingatanmu bagus," puji Nimrod,
"mereka adalah Jin terburuk dari kaum Jin. Suku Jin
jahat yang menjadi musuh abadi kita. Mungkin kita
akan bertemu mereka dalam perjalanan ke Mesir."
"Aku tidak suka mendengarnya," Philippa mengakui.
"Dunia penuh hal-hal jahat," desah Mister Rakshasas,
"dan kalau ingin menghindarinya, kau hanya harus
hidup sendiri dengan pintu terkunci dan tirai tertutup."
"Kalau kita meninggalkan London besok sore dan
mengejar penerbangan jam 5:30, kita semua bisa
sampai di Kairo sebelum tengah malam," ujar Nimrod.
"Mesir adalah tempat yang tepat untuk melatih Jin
muda seperti kalian," kata Mister Rakshasas.
"Benarkah?" tanya John, "kenapa?"
"Mesir adalah negara gurun, dan Jin akan selalu dalam
kondisi terkuat di negara gurun," jelas Nimrod, "Jin
berasal dari gurun, tahukah kau?"
Dia menemukan sebuah lilin kecil, kemudian
menyalakan cerutunya,mengembuskan asapnya
selama beberapa detik seperti naga, dan akhirnya
mengembuskan gumpalan asap yang berbentuk
seperti patung Sphinx. "Aku tidak tahu kenapa," ujar John, "tapi sekarang
kalau dipikir-pikir, kelihatannya aku memang selalu
ingin pergi ke Mesir."
"Itulah Jin yang ada dalam dirimu, Nak," ujar Nimrod
berseri-seri, "Jin itulah yang bicara."
"Well, kalau aku boleh pamit," kata Mister Rakshasas,
"Ini saatnya aku kembali ke botol."
Dan setelah membungkuk sopan, dia meninggalkan
ruangan. "Mister Rakshasas menderita agoraphobia," ujar
Nimrod. "Bukankah itu adalah rasa takut pada tempat
terbuka?" ucap Philippa.
"Ya. Begini, Mister Rakshasas pernah terjebak dalam
botol oleh Ghul dalam waktu yang sangat lama.
Begitu lama, sehingga sekarang dia merasa gugup bila
berada di luar botolnya terlalu lama. Maksudku, coba
pikirkan betapa gelisahnya kalian melihat semua
orang kalau kalian terkurung dalam waktu lama.
Dunia semakin bising."
"Kasihan Mister Rakshasas," kata Philippa.
"Kupikir akan sangat baik bagi kesehatan mentalnya
bila bersama Jin muda seperti kalian untuk diajak
bicara dan bertanya padanya," ujar Nimrod, "kalian
akan tahu kalau dia adalah jenis Jin yang sangat
menarik. Yang hampir tidak mengherankan mengingat
dia telah mengabdikan hidupnya selama bertahun-
tahun untuk mempelajari siapa dan apa Jin itu. Buku
adalah satu-satunya hal yang membuatnya bertahan
selama terkurung. Buku dan televisi Irlandia."
"Bagaimana kau bisa belajar atau nonton televisi
kalau berada di dalam botol?" tanya John.
"Meskipun berada dalam botol, kau masih memiliki
tekad untuk menyediakan apa pun yang kau
inginkan. Radio, televisi, koran, makanan dan anggur,
sofa, kursi, ranjang, tergantung ukuran lampu atau
botolnya. Tahukah kau, Jin yang masuk ke dalam
botol mengharuskan dia keluar dari ruang tiga-
dimensi. Sehingga bagian dalam ruangan itu jauh
lebih luas daripada yang kau kira. Hanya saja kau
tidak bisa meninggalkan wadah itu sampai ada yang
membebaskanmu. Dan kau tidak bisa berharap ada
tamu datang berkunjung. Tempat itu seperti penjara
pribadi yang sangat mewah. Kesendirian itulah yang
paling membuatmu jengkel. Kalau tidak, tempat itu
sebetulnya cukup bisa ditanggung."
"Kau pernah terjebak dalam botol?" tanya John,
"maksudku yang diluar keinginanmu."
"Jelas, sudah terjadi beberapa kali. Itu semacam risiko
pekerjaan bagi Jin. Waktu terlama aku terkurung
dalam botol adalah sekitar enam bulan. Sebenarnya
itu kecelakaan. Tak bisa dihindari. Aku terkurung
dalam sebuah botol dekoratif antik. Aku sedang
berburu di sebuah toko kaca antik di Wimbledon
Village, tepat diluar Kota London. Pemiliknya ada di
belakang toko, sedang membungkus sesuatu, jadi
kupikir aku dapat dengan cepat masuk ke dalam
botol untuk memeriksa apakah botol itu cocok. Tapi
saat aku di dalam, pasti, tidak lebih dari tiga puluh
detik, pria si pemilik took memasang tutup kacanya
kembali. Itu bukan salahnya. Maksudku, dia tidak tahu
aku berada di dalam sana. Tak ada yang dapat
kulakukan sampai seseorang membeli botol dekoratif
itu. Botol itu mahal sekali, jadi aku harus menunggu
sampai botol itu mendapatkan rumah baru."
"Apa yang terjadi?"
"Mister Groanin muncul, itulah yang terjadi."
"Maksudmu, dia yang membeli botol itu?"
"Sebetulnya tidak. Groanin akan membenciku karena
menceritakan ini. Dia mencuri botol tempat aku
terperangkap." "Dan kau masih mengabulkan tiga permintaan nya?"
Philippa terdengar heran.
"Terpaksa." "Karena mencuri sesuatu?"
"Ada aturan tak tertulis di antara para Jin yang baik
bahwa kita harus selalu mengabulkan tiga permintaan
untuk orang yang membebaskan kita. Tapi tidak
pernah empat permintaan. Permintaan keempat akan
membatalkan ketiga permintaan sebelumnya. Itu
namanya Peraturan Baghdad."
"Kenapa begitu?"
"Oh, sebaiknya kau tanyakan pada Mister Rak
shasas," ujar Nimrod, "Dia tahu lebih banyak tentang
Hukum Peraturan Baghdad daripada aku. Dia
melakukan studi tentang itu seumur hidupnya.
Percayalah, perlu waktu seumur hidup untuk
mengetahui semua aturannya."
"Jadi apa yang Mister Groanin minta?" tanya John.
"Biasa, tidak baik untuk mengatakannya," Nimrod
mengembuskan cerutunya, "tapi seperti yang akan
kau simpulkan dari membaca Kisah Seribu Satu
Maiam, bukannya tidak lazim mengabulkan tiga
permintaan manusia dan mereka menyia-nyiakan
permintaan itu untuk sesuatu yang tidak berguna.
Mereka akan berkata, Kuharap aku tidak kehausan,
dan kemudian, saat kau pergi mengambilkan segelas
air, mereka tampak sakit hati dan merasa tertipu.
Nah, itulah yang terjadi pada Groanin. Saat pertama
kali bertemu dengannya, sepuluh tahun lalu, dia
hanya punya satu lengan, seperti sekarang. Dia
kehilangan lengan lainnya di British Museum. Tapi itu
cerita lain. Dia bukannya segera meminta satu lengan
baru, Mister Groanin malah menyia-nyiakan dua
permintaan pertamanya untuk sesuatu yang sangat
tidak berguna. Sekarang dia tidak tahu apakah akan
meminta lengan baru, atau hal lain, misalnya uang
yang banyak. Dan hingga dia bisa memperbaiki
pikirannya dan memikirkan tentang permintaan
ketiganya, dia tak membiarkan aku hilang dari
pandangannya, dan aku berkewajiban membuatnya
tetap bersamaku. Jadi kupekerjakan saja dia sebagai
pelayanku. Itulah mengapa dia selalu menggumam,
agar aku tidak bisa mendengarnya. Dia takut kalau-
kalau tanpa sengaja dia menucapkan kata harap lalu
aku mengabulkan permintaan sia-sia ketiganya itu.
Kalau kalian dengar dia menggunakan kata harap,
aku akan sangat berterima kasih kalau kalian
memberitahuku. Aku tidak keberatan mengakui
bahwa aku akan menuntaskan urusan ini, agar dia
bisa melanjutkan hidupnya, dan aku bisa
mempekerjakan pelayan lain yang bisa aku libatkan
dalam pembicaraan yang menyenangkan."
"Kasihan Mister Groanin," ujar Philippa.
"Orang pandai berharap mendapatkan sesuatu yang
abstrak seperti talenta atau kearifan," ujar Nimrod,
"beberapa orang biasanya berharap menjadi penulis
andal. Tapi, sekarang, sebagian besar orang minta
uang kontan atau jadi bintang fiIm. Sangat
membosankan. Tapi apa yang bisa kau lakukan"
Sebuah permintaan bagaimana pun juga tetaplah
sebuah permintaan." *** 333Sesampainya di Kairo pada larut malam, mereka
dijemput oleh Creemy, pelayan Nimrod bertubuh
sangat tinggi dan berkebangsaan Mesir. Tingginya
makin bertambah lantaran terdapat kopiah merah di
atas kepalanya. Sepertinya dia tidak membutuhkan
tongkat untuk membantunya berjalan. Creemy sangat
menyukai anak-anak. Dia tidak pernah berhenti
tersenyum dan selalu menawari si kembar beberapa
permen Mint ekstra-pedas produksi King Fahd yang
gemar sekali dia kunyah dengan gigi ekstra putih
yang sama kuatnya. "Kenapa Mister Rakshasas tidak ikut dengan kita?"
tanya John. "Oh, tapi dia memang bersama kita," sahut Nimrod.
"Bersama kita" Mana?" John melihat berkeliling dan
mengerutkan kening, "Aku tidak melihatnya."
"Itu karena dia berada dalam lampu di dalam tasmu.
Kumasukkan dia ke sana karena tasku sudah penuh.
Begitulah cara Jin bepergian yaitu berada dalam tas
Jin lain bila ingin menghemat ongkos pesawat atau,
seperti Mister Rakshasas yang menderita
agoraphobia." John mengulurkan tangan untuk mengambil tasnya
yang berjalan di atas roda dan mendapati dirinya


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

didorong dengan kasar ke samping oleh Creemy yang
lalu memukuli tas itu dengan tongkat. Tindakan itu
hampir menyebabkan kepanikan di antara wisatawan
yang hendak mengambil tas mereka sehingga polisi
pun segera bersiaga. "Hei!" teriak John, "apa alasanmu?"
Beberapa saat kemudian Creemy membungkuk dan
mengambil ular berwarna kehijauan dan cokelat
keemasan, yang telah melilit pegangan tas kulit John
yang berwarna sama. Ular itu sudah mati.
Polisi itu menyarungkan pistol dan menepuk
punggung Creemy, sementara John mengamati ular
mati itu dari dekat. Panjangnya sekitar 120 atau 150
sentimeter. Dan dari reaksi kerumunan orang hendak
melihat dan memberi selamat pada John yang nyaris
celaka, ular itu ternyata jelas-jelas berbisa.
"Najahaje," ucap Creemy.
"Untung saja, "kata Nimrod, "kalau kau ambil tas itu,
kau pasti sudah digigit dan mati. Itu ular kobra mesir,
John. Ular paling mematikan di Mesir."
John menelan ludah, tiba-tiba bersyukur karena sudah
lolos dari bencana. "Terima kasih, Mister Creemy,"
katanya. Creemy tersenyum, menjabat tangan John yang
terulur, lalu mulai mengumpulkan tas lainnya dari roda
berjalan. Sebenarnya itu tidaklah sukar, tapi sebagian
besar wisatawan dari London ternyata enggan
melakukannya. Mereka takut kalau-kalau masih ada
ular lain. "Penduduk negeri ini hidup bersama binatang yang
merugikan," gerutu Mister Groanin, "dan yang aku
maksud bukan hanya ular dan serangga. Kalau kau
menyentuh apa pun di dekat tempat ini, cucilah
tangan dengan sabun antiseptik, itu saranku."
"Kurasa itu bukan kecelakaan," ujar Nimrod saat
mereka keluar dan menunggu Creemy mengambil
mobil, "kobra mesir adalah binatang pemalu, kecuali
kalau mereka dibuat jengkel. Aku tak pernah mengira
akan menemukan seekor kobra diroda berjalan."
"Maksudmu ada yang sengaja meletakkannya di
sana?" ucap John, tersenyum gugup, "dengan maksud
agar aku terbunuh?" "Kalau kau ingat, itu adalah tas yang berisi lampu
Mister Rakshasas," jelas Nimrod, "keberadaannya pasti
telah terdeteksi saat tas itu dipindah dari pesawat.
Jadi, ini salahku. Tapi dengar, kalau itu membuatmu
sangat tidak nyaman, kita segera ke loket tiket
American Airlines lalu beli tiket dengan tujuan New
York." John berpikir sejenak. "Tidak," katanya tegar, "kau
sudah mengatakan perjalanan ini mungkin berbahaya.
Lagi pula, aku belum melihat Piramida."
Tapi bahaya di petang itu masih belum berakhir.
Sepuluh menit setelah keluar dari bandara, di dalam
mobil Cadillac Eldorado putih yang sudah tua, Creemy
mengumumkan bahwa mereka dibuntuti.
"Mobil Mercedes hitam, Bos," katanya seraya melirik
kaca spion. Secara naluriah si kembar menoleh ke belakang dan
memang benar. Sebuah Mercedes hitam melaju di
jalan utama itu sekitar dua puluh tujuh atau tiga
puluh enam meter di belakang mereka, dan dalam
kecepatan yang sama. "Bisakah kau meloloskan diri
dari mereka?" Creemy menyeringai, "Ini Kairo, Bos. Lihat saja."
Beberapa mil kemudian, Creemy menginjak pedal
gas, menjauh dari jalan utama, dan melaju di jalan
satu arah, sampai mereka berada di area yang penuh
toko-toko tua dan kerumunan orang.
"Ini pasar kaki lima lama, Bos," ucap Creemy sambil
melaju di lorong sempit dan kemudian melewati jalan
tembus yang tampak kuno, "banyak jalan-jalan tua.
Polisi lalu-lintas pun bisa tersesat di sini, tapi si tua
Creemy ini cukup mengenal Kairo. Tidak masalah."
Mobil itu menambah kecepatan saat mengitari satu
sudut, melempar si kembar ke pangkuan Nimrod, dan
kemudian sudut lain. Para pejalan kaki segera minggir
saat Cadillac itu melaju melewati serangkaian lampu
merah. Nimrod menoleh ke belakang melalui kaca spion di
depan dan melihat Mercedes hitam itu masih tetap
membuntuti. "Mereka masih mengejar kita," katanya
kepada Creemy. "Saya melihatnya." Creemy menyeringai.
Setelah melaju cepat ke daerah perbukitan, dia
membelok tajam ke area parkir hotel. Berhenti di
antara dua bus, dia cepat-cepat mematikan lampu
dan mesin. Sesaat kemudian, Mercedes itu lewat
dengan cepat. Akhirnya mereka semua mengembuskan napas lega.
"Bagus, Creemy," puji Nimrod.
"Itu tadi Jin dari suku Ifrit?" tanya Philippa.
Nimrod tak menjawab, namun berkata, "Bawa kami
pulang, Creemy," Nimrod menyalakan kembali
cerutunya. Di bagian kota Kairo yang dikenal dengan nama
Garden City, kediaman Nimrod lebih mirip istana
ketimbang rumah. Halaman rumputnya hijau terawat
rapih, pohon-pohon palemnya yang rimbun, dan
dindingnya putih besar. Di dalam interiornya yang
sejuk, lantai marmernya ditutupi karpet Persia, dan di
mana-mana ada banyak barang antik Mesir sehingga
rumah itu terasa lebih mirip museum dibanding rumah
ayah mereka. Tapi yang paling tidak lazim dari rumah
itu adalah apa yang Nimrod sebut Ruang Tuchemeter.
Di dalam ruang itu terdapat sebuah alat seperti jam
bundar besar, tergantung pada dinding, menghadap
ke sebuah kursi yang tampak memiliki hiasan
berlebihan. Apabila tidak sedang mengemudikan
Cadillac atau memasak di dapur, Creemy biasa
menempatinya. Terkadang Nimrod juga melakukan
hal yang sama. Bila diamati secara lebih dekat,
ternyata jam itu terbuat dari emas, dan berdiameter
sekitar dua meter, dan memiliki satu jarum. Rupanya
itu bukanlah jam. Baik, Buruk, dan Homoeostasis,
begitulah tiga kata yang tertulis dengan huruf besar di
permukaan perak tuchemeter tersebut. Satu-satunya
jarumnya yang berbentuk seperti lengan berotot
dengan jari telunjuk manusia terjulur- sedang
menunjuk agak ke sebelah kiri kata "homoeostasis"
sehingga memasuki wilayah berlabel "Buruk".
"Itu adalah tuchemeter," jelas Nimrod dengan bangga
saat membawa kedua keponakannya itu berkeliling
ruangan, "alat ini mengukur keberuntungan di dunia,
semuanya; baik dan buruk. Ini adalah replika. Sama
persis dengan yang dimiliki oleh Jin Biru dari Babilonia
di Berlin, hanya saja yang itu lebih besar. Alat itu
mencatat jumlah resmi keberuntungan di permukaan
bumi, yang disebut BML (Berlin Meridian Luck). Aku
punya yang lebih kecil di rumahku di London."
"Kita benar-benar bisa mengukur semua
keberuntungan di dunia?" tanya John.
"Semudah kau mengukur cuaca dengan baro meter,"
sahut Nimrod, "hukum fisika di alam semesta
menyingkirkan kemungkinan bahwa hal-hal terjadi
begitu saja. Tak ada yang namanya kebetulan. Saat
alam semesta diciptakan, manusia diberi kekuasaan
atas dunia, malaikat atas surga, dan Jin atas interaksi
di antara keduanya, sesuatu yang disebut takdir oleh
beberapa orang. Takdir sering kelihatan seperti
kebetulan. Tapi bukan, tentunya. Itu keberuntungan,
dan dikendalikan oleh Jin. Nasib baik dipengaruhi oleh
tiga suku Jin baik. Dan nasib buruk oleh suku jahat. Di
sana ada perselisihan abadi di antara keduanya.
Keseimbangan yang sangat sempurna, yang kita
sebut homoeostasis. "Tuchemeter ini, benda yang secara tidak resmi dijaga
oleh Creemy, memungkinkan aku melihat kalau suku
jahat, menyebabkan nasib buruk yang membutuhkan
campur tangan kami."
"Seperti mengabulkan tiga permintaan seseorang?"
tanya John yang sangat ingin melakukan itu.
"Tepat sekali," jawab Nimrod. Sejenak dia tampak
prihatin, "sejak gempa bumi itu, jarum tuchemeter
menunjuk ke kiri homoeostasis, yang membuatku
curiga kalau suku Ifrit sedang merencanakan sesuatu.
Sangat mungkin merekalah yang membuntuti kita
dari bandara atau yang meletakkan ular di pegangan
tas John." Dia melirik arlojinya dan menggelengkan kepala, "tapi
waktu berjalan terus, dan aku ingin tunjukkan pada
kalian bagian dari kota ini sebelum tidur. Meskipun
mungkin akan lebih baik kalau kita memilih
kendaraan yang paling tidak menarik perhatian."
Nimrod menyuruh Creemy menyiapkan kereta kuda
yang disebut ghari dan, meskipun sekarang sudah
sangat larut, ketiganya pergi membelah jantung kota
Kairo yang masih ramai dan sibuk. Meskipun sudah
lewat jam satu dini hari, banyak toko yang masih
buka, menjual barang-barang yang belum pernah si
kembar lihat. Hanya ada sedikit tanda-tanda kerusakan akibat
gempa yang dahsyat itu. "Lebih sejuk kalau pergi belanja pada jam seperti ini,"
jelas Nimrod. Philippa mengatakan kepada Nimrod bahwa dia
belum pernah melihat begitu banyak orang atau,
terlebih lagi, begitu banyak mobil.
"Dua puluh juta orang tinggal di Kairo," papar Nimrod,
"tempat ini sangat miskin, tapi entah bagai mana
mereka semua bisa berjalan dengan senyum di
wajahnya." "Seperti Creemy," timpal John.
"Nama aslinya adalah Karim," ujar Nimrod, "tapi aku
selalu berpikir bahwa Creemy terasa lebih cocok. Dia
tidak pernah berhenti tersenyum. Seperti kucing yang
mendapatkan cream -bagian susu yang berlemak."
Nimrod menyalakan cerutu dan melambai-
lambaikannya ke jalanan. "Jadi," katanya, "bagaimana
pendapat kalian tentang Kairo?"
Dari nada suaranya jelaslah kalau Nimrod
menganggap kota ini mengagumkan, "apa kalian
menyukainya?" "Ya," kata Philippa. Hidungnya mengerut sedikit saat
kereta itu melewati pasar pinggir jalan yang sangat
ramai. Sesaat, mereka hampir tenggelam oleh orang-orang
yang memanjat masuk kereta kuda dan berusaha
menawarkan sesuatu sampai akhirnya mereka
mendengar Nimrod, dalam bahasa Arab yang fasih,
menyuruh mereka pergi. Nimrod juga menyuruh si
kusir melecut cambuknya untuk menambah laju
kecepatan. "Hanya saja baunya kurang enak," tambahnya.
"Setiap orang bilang begitu saat mereka pertama
datang di sini. Tapi kalian akan segera terbiasa."
"Bukan itu yang kumaksud. Tapi ya, mungkin sedikit.
Beberapa bagian kota berbau lebih menyengat di
banding di tempat lain. Sebetulnya yang kumaksud
adalah baunya aneh. Seolah sudah sangat tua.
Sepertinya orang-orang sudah tinggal di sini lama
sekali. Ada juga bau yang kau cium di bagian pusat
kota New York, pada hari yang sangat panas. Kota ini
berbau seperti itu,hanya saja baunya seratus kali
lipat." John mengangguk. "Ya, itulah yang kupikirkan. Tapi
aku juga mendapatkan perasaan aneh kalau aku
sudah pernah ke sini. Entah bagaimana, aku merasa
seperti di kampung halamanku."
"Ya, kau benar," Philippa menyetujui, "tapi lebih dari
itu, kurasa. Sejak sampai di sini, aku merasa seperti
diawasi." "Bagus," kata Nimrod, "memang, dalam satu hal kau
berada di kampung halamanmu, John. Dan Philippa"
Ada lebih banyak Jin di Kairo daripada di tempat lain,
dengan pengecualian mungkin di Istanbul, Turki. Kau
mungkin bisa merasakan kehadiran mereka."
"Apakah ini berarti kita orang Arab?" tanya John.
"Ya Tuhan, tidak," jawab Nimrod, "bangsa Arab adalah
ras manusia. Kita Jin. Jin sangat berbeda dengan ras
manusia mana pun. Mister Rakshasas akan
menjelaskan tentang semua suku itu pada kalian
besok, kalau kalian mau."
"Sekarang, aku hanya berharap kusir kereta ini
berhenti mencambuk kuda malang ini," ujar Philippa
yang bergidik saat orang Mesir itu melecut
cambuknya ke udara. Nimrod tertawa, "Keinginanmu adalah perintah untuk
ku, Nona muda," katanya. Dan setelah menutup mata,
dia menggumamkan sesuatu dengan berbisik. Detik
berikutnya kuda itu langsung menarik ghari begitu
cepat sehingga mereka mulai menyusul mobil-mobil
dan bus. Si kusir meneriakkan sesuatu dalam bahasa
Arab tapi kuda itu menolak berhenti, kuku-kukunya
berderak keras di jalan yang licin.
"Oh ya, sudah saatnya kita pulang," kata Nimrod
tenang, "sekarang sudah lebih larut daripada yang
kuduga." "Bukan ini yang kumaksud," teriak Philippa sambil
mencengkeram pinggir ghari saat mereka melesat


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengitari sudut jalan. "Apa maksudmu?" kata Nimrod sambil tertawa, "kau
menginginkan si kusir itu berhenti menggunakan
cemetinya, kan?" "Maksudku, dia tak perlu mencambuk kalau kudanya
sudah berlari cepat," sahut Philippa.
Saat ghari itu berguncang karena melewati sebuah
lubang besar dijalan, Philippa berteriak ketakutan.
"Asyik, kan?" kata Nimrod, "di Kairo tidak ada
tunggangan seperti kuda dan kereta pada siang hari
di musim panas yang hangat."
Mereka sampai di pinggiran Garden City dan kira-kira
satu menit kemudian, kuda itu berhenti tanpa
diperintahkan, tepat di luar rumah Nimrod.
Ketiga Jin itu turun. Begitu juga si kusir yang tampak
ketakutan bukan hanya karena kudanya lari kencang
sekali, tapi juga karena kuda itu telah menemukan
jalan pulang tanpa bantuan apa pun darinya.
Nimrod menepuk-nepuk kuda itu dengan riang di
bahu untuk menunjukkan pada pria itu bahwa ia
tidak marah dan kemudian memberi uang tip yang
sangat banyak. Takut si kusir berniat menghukum
kudanya nanti. "Kita bisa terbunuh," Philippa memarahi pamannya
saat mereka sudah berada di dalam rumah.
"Oh, kupikir kita tidak dalam bahaya," kata Nimrod
tersenyum, "tapi mungkin sekarang kau tahu apa
yang kumaksud dengan permintaan. Kau tidak akan
tahu hasil permintaan itu. Kau ingin si kusir berhenti
menggunakan cemeti, dan dia melakukannya. Kau
hanya tidak suka alasan mengapa dia berhenti
menggunakan cambuk. Itu pelajaran penting bagi Jin.
Bila kau bermain-main dengan masa depan, ada
aspek acak, tak diharapkan, dan bahkan tidak
menyenangkan atas apa yang kau lakukan.
Masalahnya, kita hidup di dunia yang sangat rumit.
Variasi kecil dalam kondisi awal bisa mengakibatkan
transformasi dinamis dalam kejadian akhir. Dan
variasi besar, jenis yang dibuat menjadi kenyataan
oleh Jin yang mengabulkan permintaan, bisa
mengakibatkan transformasi yang sangat dinamis
dalam kejadian akhir."
"Hmm, ya," kata John sambil melirik cemas pada
Philippa dengan harapan si adik tidak memahami,
seperti dirinya. Menangkap tatapan John, Philippa mengangkat bahu
sebagai jawaban. Nimrod mengantar mereka ke
ruang melukis, di mana Creemy telah menyiapkan
minuman panas. "Jin mempunyai peribahasa: Harapan adalah
makanan, itu sangat mirip ikan -begitu sudah
dimakan, akan sulit dimuntahkan." Nimrod berhenti,
"mungkin ada sesuatu yang hilang pada kalimat itu
dalam terjemahan dari bahasa Arab aslinya. Tapi yang
dimaksudkan adalah siapa pun harus berhati-hati
pada apa yang dia harapkan, karena mungkin saja
harapan itu terwujud, tapi dengan cara yang tidak dia
bayangkan sebelumnya."
John menguap keras. "Sudahlah, mungkin kalian mengerti intinya."
"Ya," sahut Philippa, "aku rasa begitu."
John mencibir ke Philippa. Sudah menjadi sifat Philippa
untuk berpura-pura bahwa dia memahami sesuatu
bahkan saat dia tidak paham.
"Sudah cukup kegembiraan untuk malam ini," ujar
Nimrod, "bukankah begitu" Kurasa ini saatnya kita
semua tidur." Dan kemudian, dengan kaki yang masih terasa sedikit
seperti jelly setelah naik kereta tadi, si kembar pergi
ke kamar mereka yang besar dan dihias indah seperti
milik Putri Scherezade dalam Kisah Seribu Satu Malam.
Begitu naik ke atas ranjang, mereka segera terlelap.
*** Pada penghujung pagi keesokan harinya, Creemy
memberitahukan bahwa Nimrod kedatangan Mrs
Coeur de Lapin, istri duta besar Prancis untuk Mesir,
yang tinggal di sebelah rumah. Wanita berpostur
tinggi, sangat elegan, kulitnya tanpa cacat dan
penampilannya bagaikan Putri Kerajaan. Hidungnya
yang pipih sering mendongak sehingga dia tampak
agak meremehkan orang bila sedang bicara. Ini cuma
sikapnya, tapi dia bukanlah seorang tidak ramah
untuk ukuran wanita Prancis. Dia menyapa Nimrod
seperti menyapa sepupunya yang lama tak berjumpa
hingga ketika bicara dia terlihat penuh semangat,
seperti air terjun Niagara. Baru setelah itu, dia sampai
pada inti pembicaraan. "Aku dengar suara anak-anak di kebun," katanya
dengan merdu, "dan aku merasa perlu segera datang
agar kunjunganmu di Kairo jadi lebih menyenangkan."
Mrs Coeur de Lapin memakai baju panjang tipis
warna ungu dan syal hijau melilit lehernya yang
seperti leher angsa, dan di sekeliling rambut
pirangnya. Sebuah ikat kepala hitam dan emas-
kehijauan pun memberi kesan Bohemia, seakan dia
bukanlah istri duta besar melainkan seorang peramal
atau pembaca telapak tangan.
"Anda baik sekali, Mrs Coeur de Lapin," ujar Nimrod
yang memang menganggapnya sangat menarik -
setidaknya begitulah pikir Philippa. Itu terlihat dari
cara Nimrod meraba-raba dasi dengan gugup saat
berbicara, persis seperti yang dilakukan banyak pria
lain bila mereka bicara kepada ibunya.
"Sungguh menyenangkan ada anak-anak di
lingkungan ini," katanya sambil tersenyum hangat
pada si kembar, "anak-anakku sudah dewasa dan
tinggal di Prancis, jadi rumahku terasa sangat sepi
tanpa mereka. Mungkin kalian mau mampir ke
sebelah kapan-kapan. Kami punya kebun yang indah.
Selama berada di Kairo, aku seperti orang Inggris. Aku
menggarap kebun." "Anda baik sekali," ujar Nimrod, "tapi kami akan
sangat sibuk selama berada di sini."
"Kita bisa piknik," cetus Mrs Coeur de Lapin,
mengabaikan penolakan Nimrod, "besok, mungkin
bisa. Kalian mau, Anak-anak?"
"Ya," jawab John yang sangat suka berpiknik, "mau
sekali." "Baguslah kalau begitu," ucap wanita Prancis itu.
"Anda baik sekali," kata Nimrod sambil
mempermainkan dasi dengan penuh semangat,
"jelas." "Tidak," cibir Mrs Coeur de Lapin sambil membelai
rambut John, "aku bersikap egois. Aku suka anak-
anak." Dia mengembuskan napas pelan, "selama bertahun-
tahun merekalah seluruh hidupku. Juga anak-anak
yang manis. Nimrod, kau tidak mengatakan kalau kau
adalah paman dari anak-anak berwajah menawan ini.
Mereka mengingatkanku pada anak-anakku."
Setelah Mrs Coeur de Lapin pergi, Philippa bertanya
pada Nimrod mengapa dia tidak ingin menerima
keramahan itu. "Kau harusnya tahu kita tidak sedang berlibur," jawab
Nimrod, "ada banyak hal yang harus dilakukan.
Banyak yang belum kalian ketahui. Kita harus
memulai pelatihan kalian. Tapi sebelum itu bisa
kulakukan, ada tapabrata yang perlu kalian jalani.
Tammuz kalian." "Tapabrata?" tanya John, "aku tidak yakin kalau aku
menyukainya." "Ribuan tahun lalu," jelas Nimrod, "salah seorang
leluhur kita adalah seorang Raja yang juga bernama
Nimrod. Dia sangat terkenal karena membangun
Menara Babel. Dia adalah pria hebat yang hidup
sampai lanjut usia. Begitu kematiannya, dan sebelum
bisa berkabung atas kematian Nimrod, Semiramis,
permaisurinya, melahirkan bayi laki-laki yang dia beri
nama Tammuz. Ketika sudah cukup sehat, Semiramis
pergi ke padang pasir untuk berpuasa selama empat
puluh hari dan empat puluh malam untuk berkabung
atas kematian suaminya. Pada saat itulah datang
sebuah pengungkapan rahasia bahwa Tammuz
sebenarnya adalah Nimrod yang terlahir kembali.
Sekarang, semua Jin muda dari suku kita selalu
menjalankan ritus Tammuz, untuk memperingati
kelahiran kembali dan menandai jalan mereka
menuju kedewasaan. Tak seorang pun bisa menjadi
Jin dan menggunakan kekuatan Jin sebelum dia
berpuasa di gurun pasir. Karena dari padang pasirlah
kalian datang, dan sampai kalian merasakan
panasnya padang pasir yang membakar tulang,
barulah kalian bisa memahami api Jin yang
membakar dalam diri kalian."
"Tunggu dulu," sela Philippa, "maksumu kami harus
menghabiskan waktu empat puluh hari dan empat
puluh malam sendirian di padang pasir?"
"Bukan empat puluh hari," sahut Nimrod kikuk, "tak
ada yang seperti itu. Bahkan, sangat singkat."
"Berapa lama?" tanya John curiga.
"Satu malam," jawab Nimrod, "mulai senja hingga
fajar." "Kami sendirian?" teriak Philippa. "Dalam kegelapan"
Tanpa makanan dan minuman?"
"Kalian ingin menjadi Jin, kan?" ucap Nimrod, "dengan
kekuatan untuk mengabulkan tiga permintaan dan
hal-hal semacam itu" Atau kalian ingin menjadi
manusia biasa?" "Tentu saja kami ingin menjadi Jin," jawab John.
"Sungguh, tak ada yang perlu dikhawatirkan," kata
Nimrod, "aku tahu ada daerah kecil yang
menyenangkan di dekat Piramida. Kalian akan merasa
cukup nyaman sana." "Kapan?" tanya Philippa.
"Makin cepat makin baik, kan" Kupikir malam ini yang
terbaik." John dan Philippa tidak berkata apa-apa selama
beberapa saat. "Mengapa kita tidak ke sana sekarang, di siang hari,
supaya kalian bisa melihat-lihat tempatnya dan
terbiasa" Juga melihat Piramida."
Nimrod meminta Creemy mengantar mereka ke Giza,
yaitu sebuah desa di dekat kompleks Piramida.
Sepanjang perjalanan, mobil mereka beberapa kali
berhenti sebentar di toko-toko barang antik dan
museum kecil. Setiap berhenti, Nimrod selalu bertanya
tentang gempa bumi itu dan apa yang mungkin
tersingkap, seolah dia mencari tahu hal tertentu. John
dan Philippa bertanya-tanya hal apakah itu.
Akhirnya, mobil berhenti di jalan yang tenang dan
tampak berdebu, dan Nimrod memimpin si kembar
melewati pintu toko parfum kecil tanpa nama, yang
berdiri di antara kandang kuda dan pasar buah serta
sayuran. Bagi si kembar, toko itu tampak seperti
tempat yang aneh untuk menjual parfum. Sama
anehnya, mengapa Nimrod ingin masuk ke toko itu,
setidaknya sampai mereka mendapati rak kaca yang
berisi beberapa botol kaca antic dan lampu minyak Romawi
kuno. Seorang pria yang memakai kemeja putih panjang
membungkuk khidmat kepada ketiga orang tamunya,
kemudian mencium tangan Nimrod dengan hormat.
Selama beberapa sesaat kedua pria itu bicara dalam
bahasa Prancis dan kemudian bahasa Arab sebelum
Nimrod berpaling pada anak-anak itu.
"Ini Huamai," katanya, "Huamai, ini keponakanku,
Philippa dan John." Huamai membungkuk pada anak-anak tersebut.
"Suatu kehormatan bagiku," katanya, "dengan
membawa anak-anak muda ke tempat ini."
Nimrod menepuk-nepuk bahu Huamai. "Sudahlah,
sobat. Katakan, Huamai, apakah Toeragh, anakmu itu
ada di sini" Aku ingin menyewa tiga unta putih."
"Silakan masuk," sahut Huamai. Dia mengantar
Nimrod dan si kembar ke ruangan kecil berdinding
kaca, dan menunjuk satu set bantal duduk di lantai.
"Akan kusampaikan padanya secepat mungkin."
Kemudian dia membungkuk lagi lalu keluar ruangan.
"Huamai adalah penjual parfum yang hebat," jelas
Nimrod, "salah satu yang terbaik. Setelah
menunggang unta, kita akan kembali ke sini dan
mencoba sedikit parfum racikannya, kemudian
mungkin kalian akan mengerti mengapa Delilah bisa
memperbudak Samson, Sheba memukau Raja
Sulaiman, dan Cleopatra memikat Mark Anthony"
"Tidak mau," sergah John, "aku tidak mau pakai
parfum. Itu hanya untuk anak perempuan."
Nimrod tersenyum kalem. "Kita lihat saja nanti."
Dia berdiri saat Huamai melongok di pintu dan
membungkuk lagi, "Mari.Untanya sudah siap."
Si kembar mengikuti Nimrod melintasi toko berbau
harum tersebut menuju kebun kecil di belakang toko.
Di situ ada tiga ekor unta putih yang sedang berlutut.
Masing-masing unta ditunggangi turis Amerika
berbadan besar yang membawa kamera, botol air,
dan buku petunjuk. Ketiga turis yang duduk di atas
unta terlihat seperti setumpuk kue bagel raksasa yang
ditumpuk di atas kue bagel raksasa lain.
"Unta menjadi sarana terbaik untuk mengelilingi


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Piramida," jelas Nimrod, "karena satu alasan,
perjalanannya menyenangkan. Dan, karena alasan
lain, itu satu-satunya cara agar tidak terus-menerus
dirongrong oleh penduduk setempat yang berusaha
menjual sesuatu yang tidak kalian inginkan."
Seorang pria muda berwajah ramah yang berkumis
dengan membawa sebuah cambuk unta berlari ke
arah Nimrod lalu membungkuk.
"Ini Toeragh," ujar Nimrod yang mulai bicara dalam
bahasa Arab. Setelah satu atau dua menit bernegosiasi,Nimrod
memberi Toeragh uang kertas lalu menoleh pada si
kembar. "Semua sudah diatur. Tiga unta ini menjadi
milik kita selama kita inginkan."
Saat Nimrod bicara, ketiga unta itu berdiri dan
meringkik kencang, sehingga ketiga penunggangnya
memekik, antara takut dan senang.
"Tapi unta-unta itu kan sudah disewa mereka," protes
John, "lihat!" Dia menunjuk pada turis-turis yang saling
memotret, "sudah ada penunggangnya."
"Tidak, tidak, tidak," sahut Nimrod, "kau salah paham.
Kita tidak menunggang unta. Hal itu tidak banyak
kesenangannya. Sangat tidak menyenangkan
menurutku, dengan punuk besar di tengah mereka.
Kita akan menjadi unta. Nah, itu usul yang jauh lebih
menarik, kan?" "Apa?" teriak Philippa, "Aku tidak mau menjadi unta.
Mereka jorok." Rasa jijiknya membayangkan gagasan
untuk menjadi unta meningkat dengan cepat saat
seekor unta mulai membuang air seni di tanah.
"Omong kosong," ujar Nimrod, "ini unta-unta yang
sangat cantik. Yang terbaik di Kairo. Terlebih lagi, unta
adalah binatang yang sangat penting bagi suku Jin
kita. Suku Marid telah mengubah diri mereka menjadi
unta selama ribuan tahun. Lagi pula, pengalaman ini
akan berguna bila kalian sudah menjadi Jin."
"Tapi bagaimana?" tanya John yang terlihat sama
tidak senang atas gagasan pamannya, "Apanya yang
berguna bagi kami" Kucing, atau anjing, atau bahkan
kuda, bisa kupahami. Tapi bukan unta."
"Apalagi yang membuang air seni itu," ujar Philippa
sambil menutup hidung, "kapan dia akan berhenti
melakukannya?" "Jangan berdebat," sergah Nimrod, "mereka akan
segera berangkat. Dengar, aku pernah menjadi unta,
ibumu pernah menjadi unta, dan nenekmu seekor
unta. Dan ini hanya berlangsung beberapa jam saja."
Philippa siap berjalan kembali ke toko parfum itu. "No
way, Jose," katanya saat Nimrod mengangkat tangan
ke udara, "aku tidak mau menjadi unta jelek."
"Aku juga," ucap John. Hanya saja kata-katanya itu
keluar berupa sendawa seekor unta yang sangat
besar. Kini John sudah memiliki punuk seperti unta.
Philippa bersendawa balik padanya. Dia juga sudah
menjadi seekor unta. "Jangan bicara, berpikir saja," Nimrod sepertinya bicara
dalam kepala Philippa. "Kalau kau mencoba bicara
dengan cara biasa, maka yang keluar hanyalah
sendawa." John bersendawa keras, beberapa kali, begitu juga
Philippa yang ketakutan. Karena setahunya dia tidak
pernah bersendawa. "Ini menjijikkan," pikirnya sedih.
"Itu lebih baik," pikir Nimrod.
"Aku bisa mendengar pikiranmu," ujar Philippa.
"Tentu saja. Kau pikir unta bisa bicara?"
Toeragh menyentakkan kendali Nimrod, dan dia mulai
berjalan. John dan Philippa, yang terikat pada pelana
Nimrod dengan sebuah tali panjang, tak punya pilihan
kecuali mengikuti. Mereka berjalan beberapa saat dan setelah mengitari
satu sudut, terlihatlah Piramida.
"Di sana," ujar Nimrod. "Bagaimana menurut kalian?"
"Wow," pikir Philippa. Sesaat dia lupa pada turis
dipunggungnya. Tak lama kemudian dia mencurahkan
seluruh perhatiannya pada Piramida, meskipun
sebagai unta; memang, dalam setengah jam sejak
berangkat dari toko parfum Huamai, menjadi unta
mulai terasa seperti hal yang wajar. Dia
menikmatinya, mekipun dia tak ingin mengakuinya
pada Nimrod. Menjadi kembaran Philippa, John tentunya memiliki
pikiran yang sama dengan saudaranya. Dia menyadari
ada beberapa keuntungan berjalan mengelilingi
Piramida dalam wujud unta. Terlebih lagi, dia merasa
sangat kuat, seolah dia bisa dengan mudah
membawa dua orang turis sejauh empat puluh atau
enam puluh kilometer. Tak ada keraguan soal itu di
benak John: di Mesir, setidaknya, menjadi unta ada
untungnya. "Tidak bisakah kami menghabiskan malam tapabrata
di padang pasir dalam bentuk unta?" pikirnya.
"Sayang sekali tidak," jawab Nimrod. "Kau harus
dalam wujud manusia normalmu. Tapi aku senang
kau menerima dengan sangat baik pengalaman
menjadi binatang. Karena mengambil wujud binatang
tertentu adalah penting dalam pengembangan
kekuatan Jin kalian. Kalian bisa menjadi binatang apa
saja, meskipun hanya dalam waktu terbatas, kecuali
unta. Unta adalah makhluk yang kita -suku Marid-
bisa gunakan dalam waktu tak terbatas."
Mereka menempuh jarak sekitar dua kilometer ke
selatan, di luar Piramida Giza yang terkecil, menuju
lengkung padang pasir terpencil bernama Abu Sir,
dimana Nimrod menjelaskan bahwa dua buah
Piramida masih terkubur di bawah pasir.
"Inilah bagian padang pasir yang kuceritakan pada
kalian," jelas Nimrod. "Tempat aku akan membawa
kalian nanti malam. Untuk ujian berat tapabrata
kalian." John bersendawa keras, seolah untuk menunjukkan
kurangnya antusias pada seluruh urusan itu.
"Mengapa kita kesini?" tanya salah seorang turis.
"Tidak ada yang bisa dilihat. Ayo kita kembali."
"Bagaimana caramu membuat binatang bodoh ini
berjalan lebih cepat?" keluh suaminya sambil
membuka tali yang terikat pada dua unta lain dan
menendang samping tubuh Philippa.
Philippa langsung berderap cepat, yang sepertinya
justru dinikmati turis itu; dan kemudian berlari
kencang, yang sepertinya tidak dia nikmati. Sambil
bersendawa nyaring dengan riang, Philippa berlari
kembali ke Giza, Toeragh mengejarnya, dan dua unta
lain sampai, karena pasti mengkhawatirkan
keselamatan nyawanya, pria itu melompat dari
pelana Philippa dan terjatuh ke bukit pasir tanpa
terluka. Philippa memperlambat larinya, dan kemudian
berbalik untuk meludah ke tanah di dekat
penunggangnya yang jatuh. "Biar tahu rasa dia karena
sudah menendangku," katanya gembira.
Kembali ke toko parfum, saat para turis sudah pergi,
Nimrod mengubah dirinya dan si kembar kembali ke
wujud manusia. John segera menyadari sesuatu yang tidak
menyenangkan pada dirinya. "Ugh," katanya, "bauku
menjijikkan." "Kita semua bau," ujar Nimrod, "begitulah yang terjadi
pada transformasi binatang. Baunya kadang-kadang
bisa bertahan agak lama setelah seseorang berubah
ke wujud manusia lagi. Ini salah satu alasan mengapa
Huamai mengelola toko parfum bersama dengan
penyewaan unta. Agar Jin yang memiliki kebutuhan
mendesak seperti kita bisa harum kembali."
Mereka masuk ke toko di mana Huamai sedang
menunggu untuk menjual pada mereka sebotol
parfum dengan aroma terbaiknya -Air d'Onajees-
tringh. "Apakah kau masih berpikir kalau parfum hanya
untuk perempuan?" tawa Nimrod sambil mengambil
botol dari tangan Huamai.
"Kurasa parfum apa pun akan jauh lebih baik daripada
memiliki aroma bau seperti unta," gerutu John sambil
menutulkan sedikit parfum ke belakang telinga dan
dada dengan enggan, "meskipun parfumnya beraroma
perempuan sekali pun."
"Dengar," jelas Nimrod, "dia terdengar sangat mirip
Groanin." "Omong-omong soal Mister Groanin," ujar Philippa, "di
mana dia" Aku tidak melihatnya tadi pagi."
"Dia gusar karena suatu hal?" tanya John.
"Tidak," jawab Nimrod, "tapi dia sangat jauh dari
merasa puas. Groanin benci Mesir, betapa malangnya.
Dia lebih suka tinggal di kamarnya dan menonton
televisi atau membaca The Daily Telegraph atau
puisinya. Dia tidak tahan pada hawa panas Mesir,
tidak tahan pada makanannya, tidak tahan pada
lalatnya, dan tidak tahan pada orang-orangnya.
Mungkin kalian akan jarang melihatnya sampai kita
kembali ke London." "Aku heran, kenapa kau mengajaknya," ucap John.
"Karena aku bisa hidup tanpa mentega, tapi aku tidak
bisa hidup tanpa seorang pelayan. Siapa yang akan
membersihkan perabot perak" Siapa yang akan
melipat selimutku" Siapa yang akan membawakan
teh dan menyiapkan air mandiku" Yang terpenting,
siapa yang akan membukakan pintu dan
memberitahukan kepada mereka -orang yang
menawarkan sesuatu yang tidak ingin kubeli -bahwa
aku tidak berada di rumah" Mister Groanin adalah
penghubungku dengan dunia."
"Mungkin dia bisa ikut kami malam ini," usul Philippa
tegas, "siapa tahu ada yang mencoba menjual
sesuatu kepada kami."
*** 333Sore itu, sesaat sebelum matahari tenggelam, Nimrod
meminta Creemy mengantar mereka berempat ke
padang pasir di sebelah selatan piramida.
Setibanya di tempat tujuan, Nimrod dan Creemy
membuka bagasi mobil, lalu mengeluarkan tikar,
kamus bahasa Inggris, dua bendel kertas dan dua
pensil, dua kantong tidur, sekotak korek api, dan
terakhir, sebuah lampu minyak tua dari perunggu
dengan pegangan yang diukir berbentuk seperti pria
tua bungkuk. "Ini barang-barang yang kalian perlukan," ujar Nimrod.
"Tapi tak ada makanannya," ucap John.
"Bukan puasa namanya kalau kalian membawa
makanan?" kata Nimrod.
"Kau tidak punya senter?" tanya Philippa sambil
memandang sekeliling. Dia tidak yakin kalau apa
yang dicarinya itu ada, "Tak lama lagi akan sangat
gelap dan lampu itu tidak terlihat seperti bisa
menerangi kue ulang tahun."
Nimrod tampak terguncang. "Kau tidak boleh
melaksanakan ritual Tammuz dengan senter,"
katanya, "kau bukan pencuri, tapi Jin, dan berasal dari
keluarga Jin yang terkenal. Coba ingat itu. Maksud
dari ujian tapabrata ini adalah kau harus mampu
menghabiskan malam di alam liar dengan api sebagai
teman. Lampu minyak memiliki posisi yang sangat
istimewa bagi kita."
Nimrod mengomel lantang dan menggeleng-
gelengkan kepala, "senter. Ide apa itu?"
"Kami tidak terbiasa pada kegelapan, itu saja," kata
John gugup, "semua polusi cahaya di New York
membuat kota itu tidak terlalu gelap. Tidak seperti
kegelapan yang ada di Mesir ini."
"Ini lampu Byzantine dari abad ketujuh Masehi," ujar
Nimrod, "dan bisa kutegaskan kalau lampu itu akan
cukup untuk kebutuhan kalian."
"Tapi apa yang akan kami lakukan sepanjang
semalaman?" tanya Philippa.
"Berusahalah tidur," jawab Nimrod, "itulah yang
biasanya dilakukan orang pada malam hari.
Kusarankan kau menggunakan kantong tidur itu,
karena cuaca akan menjadi dingin setelah gelap.
Kalau merasa bosan, kalian bisa memainkan
permainan kata-kata dengan kamus. Atau mungkin
menggosok lampu antik itu agar mengilap. Tadi dalam
perjalanan ke sini, aku melihat lampu itu sudah agak
kusam." Creemy sudah kembali ke mobil Cadillac dan
menyalakan mesin. "Kami akan kembali saat fajar," ujar Nimrod saat naik
ke jok belakang. "Tapi, bagaimana kalau sesuatu terjadi pada kami?"
tanya John. "Tidak seorang pun yang tahu kalian ada di luar sini
selain aku dan Creemy. Apa yang mungkin bisa
terjadi pada kalian" Lagi pula, kalian Jin. Orang lainlah
yang seharusnya takut pada kalian," Nimrod menutup
pintu mobil dan kemudian menurunkan kaca jendela,
"omong-omong, kalau kalian melihat cahaya aneh di
atas Piramida dan suara menggelegar di langit, jangan
khawatir. Itu son et lumiere di Piramida. Pertunjukan
suara dan cahaya untuk para turis. Kurasa dari sini
kalian akan mendengar setiap kata. Siapa tahu"
Kalian bahkan mungkin belajar sesuatu."
Nimrod menepuk bahu Creemy, dan mobil itu lenyap


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam kepulan pasir dan debu seperti kereta perang
putih yang agung. Mereka meninggalkan si kembar dalam kegelapan
yang kini mulai datang dengan cepat di Abu Sir. John
sangat yakin dia bisa mendengar bunyi detak
jantungnya sendiri. "Kalau saja Neil dan Alan ada di sini," katanya,
"maksudku, Winston dan Elvis."
"Kuharap juga begitu," Philippa mengakui, "kurasa aku
takkan setakut sekarang ini."
"Kupikir itulah tujuannya," kata John, "bukan ujian
namanya kalau hanya berjalan-jalan di taman."
Angin sepoi-sepoi hangat tampaknya menggoda,
membelai wajah mereka dan membuat rambut
mereka berkibar-kibar. "Kuharap tapabrata ini berguna," kata Philippa.
"Kurasa begitu, kalau kita akhirnya punya kekuatan
Jin seperti Nimrod," kata John.
Tak lama setelah kepergian Nimrod, mereka
mendengar musik membosankan dan sinar laser
menembus langit karena pertunjukan suara dan
cahaya dimulai di piramida sekitar satu setengah
kilometer ke utara. Setidaknya selama beberapa saat
mereka sangat tertarik pada apa yang terjadi
sehingga tidak memperhatikan kegelapan. Namun
saat pertunjukan itu usai, Philippa mendapati dirinya
menggigil karena kedinginan dan ketakutan.
"Malam menjadi gelap dengan sangat cepat, ya?"
katanya. Dia menelan ludah dengan tidak nyaman,
lalu merangkak ke dalam kantong tidur dengan
harapan benda tersebut dapat melindunginya dari
segala sesuatu yang merayap keluar di padang pasir,
"haruskah kita menyalakan lampu itu sekarang?"
John mengambil kotak korek api dan kemudian
menimbang-nimbang lampu itu di tangannya.
"Aneh," katanya, "barang jelek ini tidak mau
menyala." "Jangan bergurau, John. Itu tidak lucu."
"Tidak, sungguh, aku tidak bercanda." Dia
menyerahkan lampu itu dan koreknya pada Philippa,
"ini, coba saja."
Philippa mengambil lampu dan korek itu lalu coba
menyalakannya. Dia pun gagal hingga tersisa satu
dari lima batang korek api. Lampu itu pun
diperiksanya dengan lebih teliti, "Pantas kita tidak bisa
menyala," katanya, "Lampu bodoh ini tidak punya
sumbu." Dengan cemas, Philippa mulai menggosok lampu itu
dengan lengan bajunya. "Setidaknya sekarang bulan purnama," celetuk John
yang berusaha mengurangi kesedihan saudaranya.
Tanpa menyalakan korek api, dia hampir tidak bisa
melihat di mana adiknya. "Dan kau lihat langit itu" Banyak sekali bintang.
Beberapa di antaranya begitu dekat sampai-sampai
bisa kita sentuh. Lihat yang satu itu. Tepat di atas
cakrawala. Kelihatan seolah hanya beberapa ratus
meter jauhnya. Seperti yang kukatakan pada Nimrod.
Kau tidak pernah melihat langit malam yang
sesungguhnya di New York."
Philippa berhenti menggosok lampu lalu mendongak.
Lampu ditangannya pun berguncang, seakan mulai
terbang tepat pada saat Philippa hendak
membenarkan ucapan John. Tentunya dengan
harapan dapat mengalihkan perhatian John dari situasi
yang kurang menguntungkan ini. Philippa berteriak
ketakutan, dia yakin ada yang merampas lampu itu
dari tangannya. Dengan masih dalam kantong tidur, dia berdiri dan
melompat-lompat ke arah kakaknya, "John," serunya.
"Sesuatu terjadi pada lampu itu."
Bahkan di saat dia bicara, asap tebal yang bersinar
keluar dari tempat sumbu yang kosong pada lampu
itu, membubung ke langit tinggi di atas kepala
mereka dengan kecepatan yang tidak wajar. Lalu
membentuk awan raksasa yang sepertinya
melayang-layang seolah mengancam akan
mencurahkan hujan. Pada saat yang sama, mereka
menyadari ada aroma tajam aneh seperti cat poster,
seolah ada yang mengecat asap itu dengan kuas.
"Aku tidak suka ini," ujar Philippa, "aku tidak suka
sama sekali." Saat sudah keluar semua dari lampu kuno, asap itu
bergabung kembali dengan sendirinya dan menjadi
tubuh berbentuk siluet manusia yang dua kali lebih
tinggi dan lebih besar daripada raksasa terbesar yang
bisa mereka bayangkan. Tapi, perlahan siluet itu
mengecil dan mengerut hingga berbentuk normal. Jin
pun mulai bisa dikenali. "Mister Rakshasas," seru si kembar, mengembuskan
napas lega dengan keras, "syukurlah ternyata kau."
"Selamat malam pada kalian berdua," katanya dengan
aksen Irlandia yang sangat bagus sehingga terdengar
sangat teatrikal. "Kau membuat kami sangat ketakutan," Philippa
tertawa saat dia berhasil mengatur napas.
"Apakah ini bagian dari Tammuz?" tanya John.
"Begitulah, Jin muda," jawab Jin tua itu, "benar. Aku
bertanya-tanya butuh berapa lama lagi hingga kalian
menggosok lampu itu. Kalian tidak benar-benar
berpikir kalau paman kalian akan meninggalkan
kalian di luar sini sendirian, kan?"
Dia mendesah, "well, mungkin memang begitu. Aku
yakin bahwa saat Nimrod memberi kalian lampu tua
itu, kalian akan ingat cerita Aladdin, dari buku Kisah
Seribu Satu Malam, tapi kelihatannya aku salah. Yang
penting bahwa kalian merasa seolah telah
ditelantarkan di padang pasir, sesuatu yang dianggap
sangat penting dalam Tammuz. Itu dan sebuah
instruksi kecil dari kesungguhanmu. Dalam
kapasitasku sebagai pemimpin sementara seremonial
suku Marid." "Kukira Nimrod kepala suku kita," ucap Philippa.
"Pada dasarnya, ibu kalianlah kepala suku Marid," ujar
Mister Rakshasas, "tapi sejak dia bersumpah untuk
berhenti menggunakan semua kekuatan Jin, Nimrod
yang bertanggung jawab atas urusan harian suku
Marid. Tapi, karena Mister Nimrod ada urusan
mendesak malam ini, jadi dia memercayaiku untuk
melaksanakan tapabrata formal kalian."
Seperti sebelumnya, Mister Rakshasas mengenakan
sorban dan mantel panjang putih yang serasi dengan
janggut putih rapinya. Dia memegang lampu minyak
lain di tangannya. Hanya saja yang ini benar-benar
menyala dan memancarkan cahaya kuat. Itu pun
hanya menerangi padang pasir itu sejauh beberapa
meter di sekeliling mereka. Si kembar tidak pernah
melihatnya sejak meninggalkan London, dan secara
berangsur-angsur, rasa takut dan terkejut mereka
berubah menjadi rasa senang. Karena itulah kali
pertama mereka melihat Jin muncul dari dalam lampu.
"Apa yang akan terjadi pada kami sekarang?" tanya
John. "Yang terburuk dari ujian kalian sudah berakhir," kata
Mister Rakshasas, "kecuali kalau kalian menganggap
mendengar orang tua seperti aku bicara adalah hal
terburuk. Paman kalian, Mister Nimrod, adalah Jin
hebat yang kusebut sobat dengan rasa hormat, telah
memintaku menceritakan pada kalian bagaimana
menjadi Jin. Jadi, aku harus meminta kalian
memperhatikan, karena ada hal penting yang
berkenaan dengan cerita ini. Dan pastinya, kalian
harus benar-benar memahaminya."
Suara Mister Rakshasas menjadi lebih tegas dan lebih
nyaring saat dia melanjutkan bicara, sehingga si
kembar menduga kalau dia mungkin tidak terlalu
pemalu seperti yang selalu diucapkan Nimrod.
"Pada awal terciptanya bumi, hanya ada dua
kekuatan di dunia, dan hanya tiga jenis makhluk yang
mampu mengetahui perbedaan di antara keduanya.
Kekuatan ini adalah kebaikan dan kebatilan, dan
hanya malaikat, Jin, dan manusia yang
mengetahuinya secara terpisah Jin berada setengah
jalan di antara manusia dan malaikat. Mereka terbuat
dari jenis api yang lembut, maka itu mereka memiliki
kekuatan untuk mengambil wujud yang mereka
senangi. Lantaran memiliki kekuatan untuk
mengendalikan keberuntungan, maka itu sebagian
manusia memuja Jin sebagai setengah dewa. Hal itu
menjadikan manusia lain yang menyembah Tuhan
Yang Esa, menjadi sangat marah. Lambat-laun
malaikat, Jin, dan manusia dipaksakan untuk memilih
antara kebenaran dan kebatilan. Itu disebut Pilihan
Besar. Hanya sedikit malaikat yang memilih kebatilan
tapi nama-nama mereka terlalu berpengaruh untuk
dianggap enteng. Manusia adalah makhluk bumi yang
terbanyak, dan sebagian memilih kebaikan, namun
yang terbanyak memilih kebatilan sehingga figur-figur
yang tepat berkurang. Tapi, keadaan jadi berbeda
pada kasus Jin. Karena hanya berjumlah enam suku -
lebih sedikit daripada manusia- jadi para Jin lebih
mudah diberi penjelasan dalam persoalan Pilihan
Besar ini. Tiga suku -Marid, Jinn, dan Jann- adalah tiga
suku pertama yang memilih kebaikan; sedangkan tiga
suku lain: Ifrit, Syaitan, dan Ghul -memilih kebatilan-.
Bila kita kembali ke masa lalu, sayang sekali tiga suku
Jin yang baik telah memutuskan bahwa peperangan
adalah kejahatan besar. Konsekuensinya, mereka tak
lagi berperang demi kebaikan. Banyak peperangan
yang terjadi antara manusia dan Jin karena Pilihan
Besar ini. Dan suku-suku Jin yang jahat melakukan
hal-hal mengerikan. Tidak hanya kepada Jin lain, tapi
juga kepada manusia.Karena itulah sepanjang waktu,
manusia memutuskan untuk memperlakukan Jin
sebagai makhluk jahat. Sebagian Jin baik dibantai.
Yang lain melarikan diri untuk mendapatkan
kehidupan di tempat beriklim dingin yang lebih
tenang. Meskipun kekuatannya berkurang, tapi
memastikan mereka dapat melangsungkan
kehidupannya dalam jangka panjang. Secara
berangsur-angsur -lebih dari ratusan tahun-
keseimbangan kekuatan antara kebaikan dan
kebatilan diperoleh. Tapi dalam pengertian nyata,
perang itu masih ada sampai saat ini."
"Berarti kita sedang berperang melawan suku Ifrit?"
tanya John. "Sejenis perang, ya. Perang dingin kalau boleh
dibilang," Mister Rakshasas mengakui.
"Bagaimana mungkin kita tidak mendengar lebih
banyak tentang ini?" tanya Philippa.
"Karena sekarang, sebagian besar manusia percaya
bahwa Jin tidak lagi berwujud, yang sangat sesuai
dengan tujuan kami. Sementara orang lain, yang
menyebut diri mereka orang bijak, atau tukang sulap,
sudah belajar mengikat Jin untuk melayani mereka.
Beberapa di antara mereka bahkan memiliki darah
Jin.Lantaran semua alasan ini, Jin yang bijak telah
belajar untuk berhati-hati tentang bagaimana dan
kapan manusia boleh mengetahui keadaan mereka
yang sebenarnya." "Jadi, seperti apa tampang Ifrit ini?" tanya Philippa.
"Pertanyaan bagus, Nak. Ya, kau harus belajar untuk
mengetahui perbedaan suku-suku Jin, perbedaan jenis
Jin. Apakah Jin itu kawan atau lawan kita. Kalau
lawan, bagaimanakah cara melawannya. Sejauh ini
aku sudah mendaftar sistem bantuan dengan kartu
Jin, yang akan ku berikan pada kalian sekarang."
Sambil berkata begitu, Mister Rakshasas merogoh ke
dalam saku mantelnya dan mengeluarkan dua set
kartu besar yang dia berikan masing-masing satu set
kepada John dan Philippa. Pada setiap kartu terdapat
nama Jin, sukunya, wujud binatang yang disukai, dan
berbagai kekuatan dan kelemahannya.
John mengamati kartu-kartu itu. "Ini benar-benar cool,"
katanya. "John. Apakah menurutmu kau bisa menahan diri
untuk tidak menggunakan kata itu?" kata Mister
Rakshasas. "Cool bukanlah kata yang membuat
nyaman bagi Jin yang menghormati dirinya sendiri.
Kami, para Jin, terbuat dari jenis api yang lembut. Dan
bisa kupastikan padamu, tidak ada yang cool tentang
itu." "Apa maksudnya?" tanya Philippa, "jenis api yang
lembut" Api adalah api, kan?"
"Mungkin, bagi pria dari Cork," kata Mister Rakshasas,
"tapi dengar, kau pernah mendengar bahwa orang
Eskimo punya delapan belas kata yang berbeda untuk
salju" Merupakan fakta bahwa kami, para Jin,
memiliki dua puluh tujuh kata yang berbeda untuk
api, tidak termasuk sekitar selusin kata dalam bahasa
Inggris. Sebagian besar dari kata ini berhubungan
dengan apa yang kami sebut Api Purba, yaitu api
yang panas, atau api yang disebabkan oleh gesekan.
Tapi ada juga api yang lembut yang membakar dalam
diri semua Jin, yang baik atau yang jahat. Manusia
menyebut ini roh mereka, meskipun hanya punya
sedikit kegunaan praktis, tidak seperti api lembut
yang ada dalam diri kalian berdua. Semua kekuatan
Jin berhubungan dengan api yang lembut ini. Inilah
yang memberi kalian kekuatan pikiran atas sesuatu.


The Akhenaten Adventure Children Of The Lamp Karya P B Kerr di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Inilah kekuatan yang sangat ingin dimiliki manusia."
"Tapi bagaimana?" desak John, "bagaimana kami
melakukannya" Apa yang harus dilakukan untuk
melatih kekuatan kami" Memikirkan 'hal-hal indah'
seperti dalam kisah Peter Pan?"
"Yang harus kalian lakukan hanyalah belajar
memusatkan kekuatan api dalam diri kalian pada apa
pun yang ingin kalian jadikan sebagai sasaran. Dan
cara terbaik melakukannya adalah memikirkan
sebuah kata. Satu kata yang akan kalian gunakan
untuk melatih kekuatan Jin kalian. Inilah tujuan utama
dari malam ini. Membantu kalian menemukan ruang
dan kesunyian untuk melihat ke dalam diri kalian,
untuk bermeditasi dan menemukan kata yang akan
membantu kalian memusatkan kekuatan."
"Maksudmu seperti kata sihir?" tanya Philippa.
Mister Rakshasas mengerutkan keningnya. "Kami, Jin,
lebih suka menyebut kata ini sebagai kata fokus. Tapi
benar bahwa beginilah kata-kata sihir dimulai di
antara manusia. Mereka mendengar Jin yang ceroboh
menggunakan kata fokusnya, lalu setelah melihat
hasilnya, mengira kata itu mungkin berhasil bila
mereka mencobanya dalam cara yang sama.
Begitulah kata SESAME bermula. Tak ada yang
istimewa pada sesame, atau wijen. Hanya tanaman
yang ditanam orang India Timur secara meluas. Tapi
beberapa Jin berpikir kata itu mungkin bisa menjadi
kata fokus yang bagus dan, sebelum tahu di mana dia
berada, kata itu diambil dan digunakan oleh manusia
yang menulis cerita Kisah Seribu Satu Malam."
"Jadi yang harus kami lakukan," ujar Philippa, "adalah
memikirkan satu kata fokus yang tepat dan kami
akan bisa mulai melakukan trik."
"Trik?" wajah Mister Rakshasas mengerut, "trik bukan
untuk Jin. Saat kukatakan kekuatan api, aku
bersungguh-sungguh. Orang bisa terluka. Karena itulah
kalian berada di luar sini jauh dari mana-mana. Untuk
belajar menggunakan kekuatan api itu dengan
bertanggung jawab." "Ya, Mister Rakshasas," ujar Philippa, "maafkan aku."
"Kata fokus kalian ibarat kaca pembesar. Kalian
melihat dengan cara seperti kaca itu bisa
memusatkan kekuatan cahaya matahari pada titik
yang sangat kecil di tengah selembar kertas sehingga
terbakar. Kata fokus bekerja dengan cara yang sama.
Yang harus kalian lakukan adalah memilih sebuah
kata yang sangat kecil kemungkinannya untuk
muncul dalam pembicaraan normal. Begitulah
ABRAKADABRA berawal. Dan banyak kata lain."
"Apa kata fokusmu?" tanya Philippa.
"Kata fokusku" SESQUIPEDALIAN. Konon kata itu
ditemukan oleh penyair Romawi Horace untuk kata
yang sangat panjang. Dan kata fokus Nimrod adalah
QWERTYUIOP. Itu sepuluh abjad pertama di keyboard
mesin tik. Kedua kata itu tidak mungkin terlupakan
dan juga hampir tak mungkin digunakan dalam
pembicaraan normal."
"Ya," Philippa menyetujui, "kata-kata fokus yang
sangat bagus. Aku tidak bisa memikirkan sesuatu
yang sebagus itu." "Tak perlu terburu-buru," ucap Mister Rakshasas, "dan
sebenarnya, kau harus memikirkannya dengan lebih
serius. Itulah maksudnya mengapa kita berada di sini."
"Bagaimana dengan BILTONG?" tanya Philippa, "itu
sejenis daging antelop yang dikeringkan dari Afrika
Selatan. Aku tidak akan mungkin mau pergi belanja
dan memesannya. Menjijikkan."
"Aku tahu apa itu," kata Mister Rakshasas, "tapi aku
juga tidak menyarankan kalian memilih kata yang
sangat pendek. Pastinya, aku pernah mengetahui
kasus Jin yang menggumamkan kata fokusnya dalam
tidur, akibatnya bencana pun timbul. Tapi aku tidak
pernah mendengar orang tidur yang mengucapkan,
contohnya, kata FLOC CINAUCINHILIPILIFICATION."
"Kurasa aku takkan bisa mengucapkan kata seperti
itu," ujar John, "terutama saat aku terjaga."
"Sebetulnya, apa arti kata itu?" tanya Philippa.
"FLOCCINAUCINHILIPILIFICATION" Artinya perkiraan
sesuatu yang tidak berharga. Yang membuat kata itu
kurang lebih sempurna untuk menjadi kata fokus
karena tak seorang pun bisa mengucapkan kata
serumit FLOCCINAUCINHILIPILIFICATION dalam
Naga Beracun 17 Pedang Pusaka Buntung Karya T. Nilkas Telapak Setan 12
^