Pencarian

The Chamber 2

Novel The Chamber Karya John Grisham Bagian 2


paralegal yang akan datang begitu mendengar panggilan dan isyarat darinya. Tak
seorang pun akan percaya ia punya penghasilan 400.000 dolar lebih setahun. Dan
ia sama sekali tak peduli. E. Gamer Goodman menyukai pekerjaannya. Ia sedang
berusak sebaik mungkin menyelamatkan satu nyawa Jagj agar tidak dibunuh secara
legal. Ia meninggalkan perpustakaan dan mengemudi, kan mobil beberapa blok ke
Mississippi College School of Law. Seorang profesor di sana, John Bryan Glass,
adalah dosen yang mengajar hukum dan hukum acara pidana, dan juga mulai
menerbjf. kan artikel ilmiah menentang hukuman mati. Goodman ingin menemuinya
untuk melihat barangkali sang Profesor punya beberapa mahasiswa pandai yang
tertarik pada suatu proyek riset. Sang Profesor sudah pulang, tapi dijadwalkan
akan mengajar pukul 09.00 hari Kamis nanti. Goodman memeriksa perpustakaan
sekolah hukum itu, lalu meninggalkannya. Ia mengemudi beberapa blok ke Old State
Capitol Building, sekadar n?- j lewatkan waktu, dan berlama-lama melihat-lihat 1
tempat itu. Acara itu berlangsung tiga puluh menit, separonya dilewatkan di
Civil Rights Exhibit di j lantai dasar. Ia menanyakan hotel pada penjaga j toko
cendera mata yang menyarankan Millsaps-Buie House, sekitar satu mil di jalan
itu. Ia menemukan rumah besar gaya Victoria lepat sepan' I yang dikatakan
penjaga toko itu, dan mengambil ruangan kosong terakhir. Rumah itu direstorasi
dengan indah, perabotan dan ornamennya kuno. Petugas menyiapkan wiski dan air,
dan ia membawanya ke kamar TIGA PULUH SEMBILAN Auburn house buka pukul 08.00.
Seorang satpam berseragam jelek yang lesu dan tak bersemangat membuka gerbang di
depan jalan masuk, dan Adam adalah orang pertama yang memasuki halaman parkir.
Ia menunggu di dalam mobil selama sepuluh menit, sampai satu mobil lain parkir
di dekatnya. Ia mengenali wanita itu sebagai konselor yang dijumpainya di kantor
Lee dua minggu sebelumnya. Ia menghentikannya di trotoar ketika wanita itu akan
memasuki pintu samping. "Permisi," katanya, "Kita sudah pernah bertemu. Saya
Adam Hall. Kemenakan Lee. Maaf, tapi saya tidak ingat nama Anda." Wanita itu
menjinjing tas kerja usang di satu tangan dan kantong cokelat berisi makan siang
di tangan lain. Ia tersenyum dan berkata, "Joyce Cobb. Saya ingat. Di mana Lee?"
"Entahlah. Saya tadi berharap Anda tahu sesuatu. Anda belum mendengar kabar
darinya?" "Tidak. Sejak Selasa." "Selasa" Sejak Sabtu saya belum bicara den?
nya. Apakah Anda bicara dengannya hari Sel kemarin?" "Dia menelepon ke sini,
tapi saya tidak ojc^ dengannya. Hari itulah mereka memuat berita $ nangkapannya
karena mengemudi dalam Jceadaj? mabuk." - "Di mana dia waktu itu?" "Dia tak
mengatakannya. Dia minta bicara de-ngan administrator, katanya dia akan keluar
sebentar, harus mencari pertolongan, hal-hal macam itu. /ah. Tak pernah
mengatakan dia ada di mana atau kapan akan kembali." "Bagaimana dengan pasien-
pasiennya?" "Kami menangani mereka. Ini selalu jadi per- f gulatan, Anda tahu.
Tapi kami bisa mengatasinya." I "Lee takkan melupakan gadis-gadis ini. Menurut
Anda, adakah kemungkinan dia bicara dengan me-reka minggu ini?" "Dengar, Adam,
kebanyakan gadis-gadis ini ti- j dak punya telepon, oke" Dan Lee pasti takkan
melibatkan diri dalam proyek-proyek ini. Kati i mengurus gadis-gadisnya, dan
saya tahu mereka tidak bicara dengannya." Adam mundur setapak dan memandang ke gerbang. "Saya
tahu. Saya harus menemukannya. Saya sungguh khawatir." "Dia akan baik-baik saja.
Dia sudah pemati melakukan hal yang sama, dan segalanya beres." Joyce mendadak
terburu-buru hendak ke dalam. "Kalau saya dengar sesuatu, Anda akan saya beri'
jrabar." Terima kasih. Saya tinggal di apartemennya." "Saya tahu." Adam
mengucapkan terima kasih kepadanya, dan berlalu. Pukul 09.00 ia berada di
kantor, terkubur dalam kertas. Kolonel Nugent duduk di ujung sebuah meja panjang
dalam ruangan yang penuh penjaga dan staf. Meja itu terletak di atas platform
pendek, sekitar tiga puluh senti di atas yang lain,' dan pada dinding di-
belakangnya ada sebuah papan tulis besar. Sebuah podium portabel berdiri di satu
sudut Kursi-kursi di sisi kanan meja itu kosong, sehingga para penjaga dan staf
yang duduk di kursi lipat bisa melihat wajah orang-orang penting di sebelah kiri
Nugent Morris Henry dari kantor Jaksa Agung ada di sana, makalah-makalah tebal
berjajar di' hadapannya. Lucas Mann duduk di ujung, menulis catatan. Dua asisten
kepala duduk di samping Henry. Seorang pesuruh dari kantor gubernur duduk di
samping Lucas. Nugent melirik jam tangan, lalu memulai pidato pendeknya. Ia
mengacu pada catatan dan mengarahkan komentarnya pada penjaga dan staf. "Sampai
pagi ini, tanggal 2 Agustus, segala penangguhan eksekusi sudah dicabut oleh
berbagai pengadilan, dan tak ada yang akan inengheiirikan eksekusi. Kita anggap
eksekusi ini akan berlangsung seperti yang direncanakan, satu menit lewat tengah
malam Rabu depan. Kita punya enam hari penuh untuk bersiap, dan saya bertekad
hal ini terlaksana dengan lancar, tanpa gangguan. "Narapidana ini sedikitnya
punya tiga petisi dan dalih yang sedang digarap di berbagai pengadilan, dan,
tentu saja, tak mungkin meramalkan apa yang mungkin terjadi. Kita terus
berhubungan dengan kantor Jaksa Agung. Bahkan Mr. Morris Henry ada di sini
bersama kita hari ini. 'Menurut pendapatnya, -dan sesuai dengan pendapat Mr.
Lucas Mann, eksekusi ini kemungkinan besar akan terlaksana Penundaan bisa
diberikan sedap saat, tapi tampaknya meragukan. Bagaimanapun juga kita h-arus
siap. Narapidana ini diperkirakan akan memohon sidang mempertimbangkan
pengampunan, tapi, terus terang, hal ini diperkirakan takkan berhasil. Mulai
sekarang sampai Rabu depan, kita akan terus dalam keadaan siaga." Kata-kata
Nugent kuat dan jelas. Ia menguasai pentas tengah, dan jelas menikmati setiap
saat. Ia melirik catatan dan meneruskan, "Kamar gas itu sendiri sedang
dipersiapkan. Kamar gas itu sudah tua, dan dua tahun tak pernah dipakai, jadi
kita sangat hati-hati dengannya. Seorang wakil dari pabrik pembuatnya tiba pagi
ini; dia akan melakukan tes hari ini dan malam ini. Kita akan melakukan geladi
resik lengkap selama akhir pekan, mungkin minggu malam, dengan asumsi tak ada
penundaan lagi. Saya sudah mengumpulkan daftar sukarela736 wan anggota regu
eksekusi, dan saya akan menetapkannya siang ini. "Saat ini kita dibanjiri
permintaan dari media untuk segala macam hal. Mereka ingin mewawancarai Mr.
Cayhall, pengacaranya, pengacara kita. Kepala Penjara, penjaga, narapidana lain
di The Row, algojo, setiap orang. Mereka ingin menyaksikan eksekusi. Mereka
ingin foto selnya dan kamar gas itu. Khas kekonyolan media massa. Tapi kita
harus menghadapinya. Tidak boleh ada kontak apa pun dengan anggota pers, kecuali
saya lebih dulu menyetujuinya. Itu berlaku bagi setiap karyawan lembaga. Tak ada
perkecualian. Kebanyakan reporter ini tidak berasal dari sini, dan mereka hiruk-
pikuk membuat kita tampak seperti segerombolan redneck bodoh. Jadi, jangan
bicara dengan mereka. Tak ada perkecualian. Saya akan memberikan pernyataan yang
sesuai bila saya anggap perlu. Berhati-hatilah dengan orang-orang ini. Mereka
pemakan bangkai. "Kita juga memperkirakan akan ada masalah dari luar. Sekitar
sepuluh menit yang lalu, kelompok pertama Ku Klux Klan tiba di gerbang depan.
Mereka diarahkan ke tempat biasanya antara jalan raya dan gedung administrasi,
tempat semua protes berlangsung. Kita juga mendengar ada kelompok-kelompok lain
semacam itu akan ke sini sebentar lagi, dan tampaknya mereka merencanakan protes
sampai urusan ini selesai. Kita akan mengawasi mereka dengan ketat. Mereka punya
hak melakukan ini, asalkan tanpa kekerasan. Meskipun ^ tidak di sini pada empat
eksekusi terakhir, say, sudah diberitahu bahwa kelompok-kelompok pen dukung
hukuman mati biasanya juga muncul ^ menimbulkan keributan. Kita merencanakan m?,
misahkan dua kelompok tersebut, karena alasan yang sudah jelas." Nugent tak bisa
duduk lebih lama lagi dan j berdiri kaku di ujung meja. Semua mata tertuju I
padanya, la mengamati catatan sejenak. "Eksekusi kali ini akan berbeda, karena
ke- 1 tenaran Mr. Cayhall. Ini akan menarik banyak j perhatian, banyak media,
banyak orang gila. Kita I harus selalu bertindak profesional, dan saya takkan
menolerir pelanggaran apa pun terhadap peraturan, j Mr. Cayhall dan keluarganya
berhak menerima I perlakuan hormat selama hari-hari terakhir ini. Tak I ada
komentar melecehkan tentang kamar gas atau eksekusi tersebut. Saya tidak akan
membiarkannya, I Ada pertanyaan?" Nugent mengamati ruangan itu dan cukup puas
dengan diri sendiri, la sudah meliput semuanya, J Tak ada pertanyaan. "Baiklah.
Kita akan bertemu j lagi besok pagi pukul sembilan." Ia membubarkan mereka dan
ruangan itu kosong dengan cepat. Garner Goodman menemui Professor John Bryan
Glass ketika ra sedang meninggalkan kantor dan hendak pergi memberi kuliah.
Kelas itu terlupakan saat keduanya berdiri di gang dan saling memuji, Glass
sudah membaca semua buku Goodman, dan Goodman sudah membaca sebagian besar
artikel terbaru Glass yang mengutuk hukuman mati. Percakapan itu dengan cepat
beralih ke kekacauan kasus Cayhall, dan secara spesifik pada kebutuhan mendesak
Goodman akan beberapa mahasiswa hukum yang dapat dipercaya dan bisa membantu
melaksanakan proyek riset selama akhir pekan. Glass menawarkan bantuannya, dan
mereka berdua setuju makan siang bersama beberapa jam lagi, guna menuntaskan
persoalan tersebut Tiga blok dari Mississippi College School of Law, Goodman
menemukan kantor Southern Capital Defense Group yang kecil dan berjejalan.
Organisasi ini adalah lembaga swasta federal dengan kantor-kantor sempit,
berjejalan di setiap negara bagian yang masih memberlakukan hukuman mati.
Direkturnya seorang pengacara muda kulit hitam lulusan Yale bernama Hez Kerry,
yang telah meninggalkan kekayaan biro-biro hukum besar dan mengabdikan hidupnya
untuk menghapuskan hukuman mati. Goodman sudah pernah menemuinya dalam dua
konferensi. Meskipun kelompok yang disebut Kerry's Group ini tidak langsung
mewakili setiap narapidana di death row, kelompok ini punya tanggung jawab
memantau setiap kasus. Hez berusia 31 tahun dan menua dengan cepat Ubannya
adalah bukti tekanan dari 47 orang yang menghadapi hukuman mati. Pada dinding di
meja kerja sekretaris di serambi ada kalender kecil, dan melintang di atasnya
seorang telah menuliskan kata-kata BIRTHDAY^ ON DEATH ROW. Setiap orang mendapat
sebuah kartu, tidak lebih. Anggaran belanjanya ketat, dai, kartu-kartu itu
biasanya dibeli dengan uang kembalian yang dikumpulkan di kantor. Kelompok itu
punya dua pengacara yang bekerja di bawah supervisi Kerry, dan cuma punya satu
sekretaris tetap. Beberapa mahasiswa dari sekolah hukum bekerja cuma-cuma
beberapa jam seminggu. Satu jam lebih Goodman bicara dengan Hez Kerry. Mereka
merencanakan gerakan untuk Selasa mendatang. Kerry sendiri akan bersiaga di
kantor panitera Mahkamah Agung Mississippi. Goodman akan tinggal di kantor
Gubernur. John Bryan Glass akan diminta tinggal di kantor satelit Pengadilan
Fifth Circuit di gedung pengadilan federal Jackson. Salah satu mantan associate
Goodman yang sekarang bekerja di Washington sudah setuju menunggu di kantor
panitera Mahkamah Agung AS. Adam akan ditinggalkan sendiri di The Row dengan
klien dan mengoordinasikan telepon-telepon pada saat terakhir. ?jj Kerry setuju
berperan serta dalam proyek analisis pasar yang dilakukan Goodman selama akhir
pekan. Pukul 11.00, Goodman kembali ke kantor Gubernur di gedung kapitol. dan
menyerahkan permohonan tertulis kepada Larramore untuk tidang pertimbangan
pemberian pengampunan. Gubernur tak ada di kantor, sangat sibuk hari-hari ini,
dan ia, Larramore, akan menemuinya tepat setelah makan siang. Goodman
meninggalkan nomor teleponnya di Millsaps-Buie House dan mengatakan akan
menelepon secara berkala. Ia kemudian menuju kantornya yang baru, sekarang
dilengkapi dengan mebel terbaik yang disewa selama dua bulan, tunai tentunya.
Menurut tanda yang tertulis di bawah tempat duduk, kursi-kursi lipat itu sisa
dari sebuah balai pertemuan gereja. Meja-mejanya yang reyot juga sudah pernah
dipakai untuk makan seadanya dan resepsi pernikahan. Goodman mengamati sarangnya
yang disusun dengan tergesa-gesa. Ia duduk, dan dengan telepon genggam baru ia
menelepon sekretarisnya di Chicago, kantor Adam di Memphis, istrinya di rumah,
dan saluran hotline Gubernur. Pokul 16.00 hari Kamis, Mahkamah Agung Mississippi
masih belum menolak klaim berdasarkan dalih inkompetensi mental Sam. Sudah tiga
puluh jam berlalu sejak Adam mengajukannya. Ia membuat kesal diri sendiri dengan
menelepon panitera. Ia bosan menjelaskan sesuatu yang sudah jelas ia butuh
jawaban. Tak ada secercah pun tanda optimisme bahwa pengadilan itu benar-benar
mempertimbangkan kebenaran klaim tersebut. Menurut Adam, pengadilan sedang
berlambat-lambat dan menunda langkahnya ke pengadilan federal. Pada saat ini, ia
merasa keringanan di mahkamah agu" negara bagian adalah sesuatu yang mustahil. |
Ia pun tidak optimis di pengadilan federal. M4 I kamah Agung AS belum lagi
memutuskan per. I mohonannya untuk mempertimbangkan dalih bah- i wa pemakaian
kamar gas tidak konstitusional, 1 Pengadilan Fifth Circuit berlama-lama dengan
da- | lih nasihat hukum yang tidak efektif.
Tak ada perkembangan pada hari Kamis. Peng. I adilan-pengadilan itu cuma duduk-
duduk, seolah-olah ini dalih perkara biasa yang diajukan dan dipertimbangkan dan
dicatat, lalu diteruskan dan ditunda selama bertahun-tahun. Ia menginginkan
tindakan, lebih disukai pemberian penundaan pada tingkat tertentu, atau bila
bukan penundaan, suatn argumentasi lisan atau pemeriksaan tentang kesahihan
dalih itu, atau bahkan penolakan, sehingga ia bisa bergerak ke pengadilan
berikutnya. Ia mondar-mandir mengelilingi meja di kantornya dan menunggu
telepon. Ia sudah lelah mondar-mandir dan muak dengan telepon. Kertas-kertas
sisa puluhan makalah berserakan dalam kantor itu. Mejanya diselimuti tumpukan
kertas yang porak-poranda. Pesan-pesan telepon berwarna merah jambu dan kuning
tertempel di sepanjang salah satu rak buku. Adam mendadak benci tempat itu. la
butuh udara segar. Ia mengatakan pada Darlene akan pergi jalan-jalan, lalu
meninggalkan gedung. Saat itu hampir pukul 17.00, masih terang dan sangat
hangat, la berjalan ke Hotel Peabody di Jalan Union dan minum di sudut lobi,
dekat piano. Itu minuman keras pertama sejak hari Rabu di New Orleans, dan
meskipun menikmatinya, ia khawatir dengan Lee. Ia mencarinya di tengah kerumunan
.peserta suatu pertemuan yang bergerombol di sekitar meja registrasi. Ia melihat
meja-meja di lobi itu terisi dengan orang-orang berpakaian bagus, berharap entah
dengan alasan apa Lee akan muncul. Di manakah kau akan bersembunyi bila kau
berumur Hma puluh dan melarikan diri dari kehidupan" Seorang laki-laki dengan
buntut kuda dan sepatu lars hiking berhenti dan menatap, lalu berjalan
menghampiri. "Permisi. Apakah Anda Adam Hall, pengacara Sam Cayhall?" Adam
mengangguk. Laki-laki itu tersenyum, jelas senang mengenali Adam, dan berjalan
ke mejanya. "Saya Kirk Kleckner dari New York Times:' Ia meletakkan sehelai
kartu nama di depan Adam. "Saya berada di sini untuk meliput eksekusi Cayhall.
Sebenarnya saya baru saja tiba. Boleh saya duduk?" Adam melambaikan tangan ke
kursi kosong di seberang meja bundar kecil itu. Kleckner duduk. "Beruntung
menemukan Anda di sini," katanya penuh senyum.* Ia berusia sekitar awal empat
puluhan, dengan raut bagaikan wartawan kawakan yang sudah melompat-lompat ke
segala penjuru dunia - jenggot lebat, vest katun tanpa lengan di atas kemeja
denim, dan celana jeans. "Saya ^ j ngenal Anda dari foto-foto yang saya pelajar,
^ I lam penerbangan ke sini." "Senang berjumpa dengan Anda," kata Ad^ t datar.
"Bisakah kita bicara?" "Tentang apa?" "Oh, tentang banyak hal. Saya mengerti
klien J Anda tidak akan memberikan wawancara." "Itu benar." "Bagaimana dengan
Anda?" "Sama. Kita bisa bercakap-cakap, tapi tak ada yang boleh dimuat" "Itu
membuat urusan jadi sulit." "Terus terang saya tak peduli. Saya tak peduli
betapa sulitnya pekerjaan Anda." "Cukup fair." Seorang pelayan muda yang luwes
dengan rok pendek mampir cukup lama untuk menerima pesanan. Kopi hitam. "Kapan
terakhir kali Anda menemui kakek Anda?" "Selasa." "Kapan Anda akan menemuinya
lagi?" "Besok." "Bagaimana keadaannya?" "Dia masih hidup. Tekanan makin berat,
tapi sampai sejauh ini dia menerimanya.dengan baik." "Bagaimana dengan Anda?"
"Senang sekali." "Serius. Apakah Anda sampai kurang tidur" Anda tahu, hal-hal
macam itulah." -Saya lelah. Yeah, saya kurang tidur, saya lembur berjam-jam,
berlarian bolak-balik ke penjara. Masalah ini sudah mendekati batas akhir, jadi
beberapa hari berikut ini akan sangat sibuk." "Saya meliput eksekusi Bundy di
Florida. Macam sirkus saja. Beberapa hari pengacaranya tidak tidur." * "Memang
sulit bersantai." "Apakah Anda akan melakukannya lagi" Saya tahu ini bukan
bidang khusus Anda, tapi apakah Anda mempertimbangkan menangani kasus hukuman
mati lain?" "Hanya bila saya menemukan sanak lain di death row. Mengapa Anda
meliput hal seperti ini?" "Sudah bertahun-tahun saya menulis tentang hukuman
mati. Memesona. Saya ingin mewawancarai Mr. Cayhall." Adam menggelengkan kepala
dan menghabiskan minuman. "Tidak. Tidak mungkin. Dia takkan bicara pada siapa
pun." a Maukah Anda membantu saya menanyainya?" "Tidak." Kopi tiba. Kleckner
mengaduknya dengan sendok. Adam melihat ke orang banyak. "Kemarin saya
mewawancarai Benjamin Keyes di Washington," kata Kleckner. "Dia mengatakan tidak
terkejut kalau Anda sekarang mengatakan dia melakukan kekeliruan dalam sidang.
Katanya dia su-dah memperkirakan hal itu akan muncul." Saat ini Adam tak peduli
tentang Benjamin Keyes atau pendapatnya. "Itu langkah baku. ^ harus pergi.
Senang berjumpa dengan Anda." "Tapi saya ingin bicara tentang..." "Dengar. Anda
beruntung berpapasan dengan saya." kata Adam sambil cepat berdiri. "Cuma
beberapa hai lagi," kata Kleckner ketika Adam berjalan pergi. * Adam
meninggalkan Peabody dan berjalan-jalan ke Front Street dekat sungai, sepanjang
jalan melewati kelompok-kelompok orang muda berpakaian rapi yang sangat mirip
dirinya, semuanya bergegas pulang. Ia ui pada mereka: apa pun bidang pekerjaan
atau karier mereka, apa pun tekanan yang mereka alami saat ini. mereka tidak
memikul beban seberat dirinya. la makan sandwich di sebuah deli, dan padi pakui
19.00 sudah kembali ke kantor. Kelinci itu dijebak di hutan Parch man oleh dua
penjaga, yang menamakannya Sam. Kelinci cokelat berekor bulat, terbesar di
antara yang berhasil ditangkap. Tiga lainnya sudah dimakan. Kamis larut malam,
Sam si kelinci dan para pengurusnya, bersama Kolonel Nugent dan regu eksekusi,
memasuki Maximum Security Unit dengan von dan pickup penjara. Mereka melaju pet-
lahan-lahan melewati bagian depan dan mengitari lapangan bermain di ujung barat.
Mereka parkir A samping bangunan persegi dari bata merah yang menempel di sudut
barat daya MSU. Dua pintu baja putih tanpa jendela menuju bagian dalam bangunan
persegi itu. Satu menghadap ke selatan, menuju sebuah mangan sempit, dua kali
empat setengah meter, tempat para saksi duduk selama eksekusi berlangsung.
Mereka menghadap ke deretan tirai hitam, yang bila dibuka akan memperlihatkan
bagian belakang kamar gas itu sendiri, cuma beberapa senti dari situ. "? Pintu


Novel The Chamber Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lainnya menuju Kamar Gas, sebuah mangan berukuran empat setengah kali tiga
setengah meter dengan lantai beton bercat. Kamar Gas ber-bentuk segi delapan
berdiri di tengah, berkilat cerah karena lapisan enamel perak baru dan baunya
pun seperti itu. Seminggu sebelumnya Nugent sudah menginspeksinya dan
memerintahkan pengecatan. Tempat yang disebut ruang ke matian itu tak bernoda
setitik pun dan bersih. Tirai hitam di jendela di belakang kamar gas itu
terbuka. Sam si kelinci ditinggalkan dalam pickup sementara seorang penjaga
bertubuh kecil, dengan tinggi dan bobot seukuran Sam Cayhall, digiring dua
rekannya yang lebjh besar menuju Kamar Gas. Nugent melangkah tegap dan
menginspeksi bagaikan Jenderal Patton - menunjuk, mengangguk, dan mengernyit.
Penjaga bertubuh kecil itu didorong lebih dulu ke dalam Kamar Gas, lalu diikuti
dua penjaga yang memutarnya dan membawanya ke kursi kayu. Tanpa sepatah kata
atau senyum, tanpa tawa atau gurauan, mereka mengikat pergelangannya lebih dulu
dengan pengikat kulit ke lengan kursi. Laku lututnya, lalu ^ langan kaki.
Kemudian salah satu penjaga angkat kepalanya satu atau dua senti dan roe|3
gangnya, sementara yang lain mengikatkan pe" ikat kepala dari kulit. Dua penjaga
itu melangkah dengan hati-hati luar dari Kamar Gas. Nugent menunjuk ke sah
anggota lain dari regu itu, yang melangkah maju seolah-olah ingin mengucapkan
sesuatu kepada sj terhukum. "Sampai di sini, Lucas Mann akan membacakan 1
keputusan hukuman mati kepada Mr. Cayhall" I Nugent menjelaskan bagaikan
sutradara film arna- I tir. "Kemudian saya akan menanyakan apakah dia j punya
pesan terakhir." Ia menunjuk lagi; penjaga f yang ditunjuk menutup pintu tebal
ke kamar gas r itu dan menyegelnya. "Buka," Nugent menyalak, dan pintu itu
terbuka. Si penjaga bertubuh kecil dibebaskan. "Ambil kelincinya," perintah
Nugent Salah satu I pengurus mengambil Sam si kelinci dari pickup. Ia i duduk
dalam sangkar kawat, tak tahu-menahu akan bahaya. Sangkar itu diserahkan kepada
dua penjaga yang baru saja meninggalkan Kamar Gas. Mereka dengan hati-hati
meletakkannya di kursi kayu, lalu melaksanakan tugas mereka mengikat manusia
imajiner, Pergelangan tangan, lutut per-gelangan kaki, kepala, dan kelinci itu
pun siap t digas. Dua penjaga itu meninggalkan Kamar Gas. Pintu ditutup dan
disegel. Nugent memberi isyarat kepada algojo, yang meletakkan kaleng berisi
asam sulfat ke dalam slang yang menjulur sampai Ice bagian bawah Kamar Gas. Ia
menarik tuas, terdengar suara berdetak, dan asam sulfat itu sampai ke mangkuk di
bawah kursi. Nugent melangkah ke salah satu jendela dan mengawasi dengan penuh
perhatian. Anggota lain dalam regu itu berbuat sama. Sudut-sudut jendela itu
sudah diolesi vaselin untuk mencegah kebocoran. Gas beracun itu dilepas
perlahan-lahan. Kabut asap tipis terlihat membubung dari bawah kursi, naik ke
atas. Pada mulanya sang kelinci tidak bereaksi terhadap uap yang merembes ke
dalam sel kecilnya, tapi gas itu menyerangnya cukup cepat. Ia menegang kaku,
lalu melompat beberapa kali, menumbuk dinding sangkarnya beberapa kali, lalu
kejang-kejang hebat, melompat dan meregang dan menggeliat liar. Kurang dari saru
menit ia diam tak bergerak. Nugent tersenyum sambil melirik ke jam tangannya.
"Bereskan," perintahnya, dan lubang ventilasi di atas Kamar Gas dibuka untuk
melepaskan gas. Pintu dari Kamar Gas ke luar dibuka, dan hampir semua anggota
regu eksekusi itu berjalan.ke luar, mencari udara segar atau merokok. Sedikitnya
butuh lima belas menit lagi sebelum Kamar Gas bisa dibuka dan kelinci itu
disingkirkan. Kemudian mereka hams menyemprot dan membersihkannya. Nugent masih
berada di dalam, mengawasi segalanya. Jadi, mereka merokok dan te tawa-fawa
sedikit. Tak lebih delapan belas meter dari sana, u. dela-jendela di atas gang
Tier A terbuka. Sam bjs mendengar suara mereka. Saat itu sudah le^" pukul 22.00
dan lampu-lampu sudah padam, tanj dalam setiap sel di sepanjang tier itu dua tang^
terjulur di antara jeruji, ketika empat belas orang mendengarkan dalam kesunyian
gelap. Narapidana penghuni death row hidup dalam sel berukuran dua kali tiga
meter selama 23 jam se- j hari. Ia mendengar segalanya - suara berdetak aneh dari
sepasang sepatu lars baru di gang; nada j suara atau aksen yang belum biasa
terdengar; de- J ngung mesin pemangkas rumput di kejauhan. Dan I sudah tentu ia
bisa mendengar suara pinta ke j Kamar Gas dibuka dan ditutup. Ia bisa mendengar
suara tawa puas dan pongah dari regu eksekusi. Sam bertelekan pada lengan,
memandangi jen- j dela di atas gang. Di luar sana, mereka sedang berlatih
membunuhnya. EMPAT PULUH Di antara tepi barat Highway 49 dan halaman depan
gedung administrasi Parchman, terbentang sepetak tanah berumput halus selebar 45
meter. Tanah itu menarik perhatian, sebab dulu di situ ada jalur rel kereta api.
Di situlah tempat pemrotes hukuman mati berkumpul dan memantau setiap eksekusi.
Mereka selalu datang, biasanya kelompok-kelompok kecil orang-orang penuh
komitmen yang duduk di kursi lipat dan mengacungkan plakat-plakat buatan
sendiri. Mereka menyalakan lilin di waktu malam dan menyanyikan lagu-lagu pujian
pada jam-jam terakhir. Mereka menyanyi, memanjatkan doa, dan menangis ketika
kematian diumumkan. Suatu kejutan baru terjadi pada jam-jam sebelum eksekusi
Teddy Doyle Meeks, seorang pemerkosa dan pembunuh anak-anak. Protes yang tenang
dan nyaris khusyuk itu dikacaukan gerombolan mahasiswa yang susah diatur dan
mendadak muncul tanpa peringatan serta bersuka ria menuntut darah. Mereka minum
bir dan memainkan muN kaitan ada di sini?" tanya ^ mencoba menyelamatkan Sam t
N** ' "Kami takkan pergi akhir." Kami akan nya kau tidak akan berhasil
melakukannya Anggota Kran yang masih muda dengan merah dan batara? keringat di
kening men^" ahh pimpinan. *^'*n "ah dekat /agi ^ Adam. Tidak. Dia/ah alasan
mengapa fcamj i sini. Aku belum lahir ketika Sam membunuh y hudi- Y ahudr
itu. /adi kau tak bisa mempersaJaJij^ aha. Kami ada di sini untuk memprotes
eksekusi nya. Dia diadili karena a/asan politis." "Dia takkan berada di "ini
kaJau bukan ^ gars Kian. Mana topeng ka/un" Kupikir hj" selalu menyembunyikan
wajah." Kelompok itu fterenyak dan bergerak-gerak sah, tah tahu pasti apa yang
mesti dilakukan "!& jutnya. Bagaimanapun juga, pemuda ini cucu Sag Cay ha/f.
jdofej dan juara mereka. Ia pengacau yang sedang berusaha menyelamatkan simbol
paling berharga "Mengapa katai tidak pergi saja7" tanya Adat "Sam tidak
menghendaki kalian di %ha." "Mengapa km tidak enyah ke neraka?" 10 laki-laki
mudm itu mencemooh. 'Muh* besar Pergilah sap, oke7 .Sam jauh fe-bfh berharga
bagi kalian dalam keadaan mati d* pada hidup, biarkan dia meninggal dengan
tenang lalu kalian akan punya martir yang hebat." Dan bagaimana kalau Sam minta
kalian pergi" Apa kalian mau pergi'.'" Tidak." kalanya mencemooh lagi. lalu
melirik pada yang lainnya. Semua tampaknya setuju untuk tidak menyingkir. "Kami
merencanakan akan membuat keributan besar." "Bagus. Foto kalian terpampang di
surat kabar. Itulah maksud semua ini, kan" Badut sirkus dongan pakaian lucu
selalu menarik perhatian." Terdengar pintu-pintu mobil dibanting di belakang
Adam. dan ketika menoleh, ia melihat kru televisi bergegas keluar dari van yang
diparkir dekat Saab-nya. "Wah, wah," katanya pada kelompok itu, "Senyum, teman-
teman. Inilah peristiwa besar yang kalian tunggu." "Enyahlah ke neraka," laki-
laki itu membentak marah. Adam berbalik memunggungi mereka dan berjalan ke
mobilnya. Seorang reporter bergegas ke arahnya, dibuntuti seorang juru kamera.
"Apakah Anda Adam Hall?" ia bertanya terengah engah. "Pengacara Cayhall?" "Ya,"
kata Adam tanpa berhenti. "Bisakah kita bicara sebentar?" Tidak Tapi bocah-bocah
itu ingin sekali bicara/' katanya, menunjuk ke belakang. Wartawati itu mengikuti
di sebelahnya, sementara juru kamera sibuk dengan peralatannya. Adam membuka 94U
pintu mobil, lalu membantingnya sambil men? kunci kontak. Louise, penjaga
gerbang, mengangsurkan se kartu bernomor untuk diletakkan pada dashb, lalu
melambaikan tangan, mempersilakannya^ 1 Packer melakukan penggeledahan wajib di
d pintu depan The Row. "Apa di dalam saiuf I tanyanya, menunjuk kotak pendingin
kecil I dibawa Adam dengan tangan kiri. ", "Eskimo Pie, Sersan. Mau satu?" "Coba
kulihat." Adam mengangsurkan pendingin I itu kepada Packer, yang membuka
tutupnya cukup | lama untuk menghitung setengah lusin Eskimo masih beku di bawah
selapis es. Ia mengangsurkan kembali pendingin itu kepada Adam dan menunjuk ke
pintu kantor depan, beberapa meter dari sana. "Mulai sekarang kalian bertemu di
sini," ia menjelaskan. Mereka melangkah ke dalam ruangan. "Kenapa?" tanya Adam
sambil memandang se- I keliling ruangan. Di sana ada sebuah meja besi ] dengan
telepon, tiga kursi, dan dua lemah arsip dalam keadaan terkunci. "Memang begini
cara kami melaksanakannya. Kami meringankan peraturan begitu hari besar itu
makin dekat Sam harus menerima tamunya di sin'- *?ga tak ada pembatasan waktu."
i "Sungguh manis." Adam meletakkan tas di meja dan mengangkat telepon. Packer
berlalu untuk menjemput Sam. Wanita baik hati di kantor panitera Jackson
memberitahu Adam bahwa baru beberapa menit yang lalu Mahkamah Agung menolak
petisi kliennya yang memohon keringanan hukuman dengan alasan mentalnya tidak
kompeten. Adam mengucapkan terima kasih kepadanya, mengatakan sudah menduga, dan
seharusnya ini bisa dilakukan sehari sebelumnya. Lalu dimintanya si sekretaris
mem-/flx copy keputusan pengadilan ke kantornya di Memphis, juga ke kantor Lucas
Mann di Parchman. la menelepon Darlene di Memphis dan memerintahkannya mem-/euc-
kan petisi baru itu ke pengadilan distrik federal, serta copy-nya ke Peng- "
adilan Fifth Circuit dan ke kantor Mr. Olander yang sibuk di Mahkamah Agung
Washington, la -menelepon Mr. Olander untuk mengabarkan petisi itu akan datang,
dan diberitahu bahwa Mahkamah Agung bara saja menolak meninjau klaim Adam bahwa
kamar gas tidak konstitusional. Sam memasuki kantor depan tanpa borgol ketika
Adam masih bicara di telepon. Mereka ber-I jabat tangan dengan cepat, lalu Sam
duduk. Bukannya mengambil rokok, ia membuka kotak pendingin dan mengambil
sebatang Eskimo Pie. la memakannya perlahan-lahan sambil mendengarkan Adam
berbicara dengan Olander. "Mahkamah Agung AS baru saja menolak permohonan penhv
jauan ulang," Adam berbisik pada Sam (W tangan menutupi kop telepon. Sam
tersenyum aneh dan mengamati beber^ amplop yang dibawanya. "Mahkamah Agung
Mississippi juga menolak? Adam menjelaskan kepada kliennya sementara L memencet
beberapa nomor lagi. "Tapi itu mernato sudah diduga. Sekarang kita sedang
mengajukan, nya ke pengadilan federal." Ia menelepon ke Pen?. adilan Fifth
Circuit untuk memeriksa status klaim, nya tentang bantuan hukum yang tidak
efektif Panitera di New Orleans memberitahu bahwa be-lum ada tindakan apa pun
yang diambil pagi itu. Adam meletakkan gagang telepon dan duduk di tepi meja.
"Pengadilan Fifth Circuit masih memendam klaim bantuan hukum yang tidak efektif
itu," ia melapor kepada kliennya yang tahu tentang hukum dan prosedur serta
menyerapnya bagaikan ahli hukum terpelajar. "Dari segala segi, pagi ini tidak
begitu baik." "Stasiun televisi Jackson pagi ini mengatakan aku telah minta
Gubernur mengadakan sidang pertimbangan pemberian pengampunan," kata Sam di
sela-sela gigitan. "Tentu saja ini tidak benar. Aku tidak menyetujuinya." "
Tenang, Sam. Itu langkah rutin." "Rutin apa! Tadinya kupikir kita punya
kesepakatan. Mereka bahkan menayangkan McAllister di TV, bicara betapa pedih
perasaannya dalam ambil keputusan tentang pemberian pengam-itu. Aku sudah
memperingatkanmu." McAllister tidak penting, Sam. Permohonan itu coma formantas.
Kita tidak harus terlibat." Sam menggelengkan kepala dengan kesal. Adam
memperhatikannya dengan cermat, la tidak benar-benar marah, tidak pula benar-
benar peduli dengan apa yang telah dilalaikan Adam. la sudah menyerah, nyaris
kalah. Sedikit omelan itu muncul secara wajar. Seminggu sebelumnya ia tentu
sudah mencaci maki. "Tadi malam mereka berlatih, kau tahu. Mereka menggarap
kamar gas itu, membunuh tikus atau entah apa, segalanya bekerja sempurna, dan
sekarang semua orang tegang menunggu eksekusiku. Bisakah kaupercaya" Mereka
mengadakan geladi resik dengan pakaian lengkap untukku. Bangsat-bangsat ito." .
"Aku ikut sedih, Sam." "Tahukah kau seperti apakah bau gas sianida?" "Tidak."
"Kayu manis. Baunya tercium di udara kemarin malam. Idiot-idiot itu tidak mau
repot-repot menutup jendela di tier kami, dan aku mengendusnya." Adam tidak tahu
ini benar atau tidak. Ia tahu bahwa kamar gas itu dibiarkan terbuka ventilasinya
selama beberapa menit sesudah eksekusi, dan gas itu lepas ke udara. Tentu saja
gas itu tak bisa merembes ke tier. Mungkin Sam mendengar cerita tentang gas itu
dari para penjaga. Mungkin itu cuma bagian dari dongeng di sana. Ia dud^ 't
pinggir meja, mengayun-ayunkan kaki, menjJ I orang tua dengan lengan kurus dan
rambut ^ f minyak yang tampak menyedihkan itu. Sungg^ j suatu dosa mengerikan
membunuh makhluk ^ 1 seperti Sam Cayhall. Kejahatannya terjadi satu ge. nerasi
yang lalu. Ia sudah menderita dan matj I berkali-kali dalam selnya yang bemkuran
dua j tiga meter. Bagaimana negara bisa mendapatkan ! faedah dengan membunuhnya
sekarang" Ada banyak hal dalam pikiran Adam, tak satu '" pun di antaranya bisa
menjadi usaha terakhir. "Aku menyesal, Sam," katanya lagi, penuh iba, "Tapi kita
perlu bicara tentang beberapa hal." "Apakah orang-orang Klan itu ada di luar
pagi iai" Televisi menayangkan gambar mereka di sini kemarin." "Ya Kuhitung ada
tujuh beberapa menit yang lalu. Berseragam lengkap, tapi tanpa topeng." "Aku
dulu pernah memakai pakaian seperti itu, kau tahu," katanya, sangat mirip
veteran perang yang membual kepada anak-anak kecil. . "Aku tahu, Sam: Dan karena
memakainya kau sekarang duduk
di death row ini dengan pengacaramu, menghitung jam sebelum mereka mengikatmu
dalam Kamar Gas. Kau seharusnya benci pada orang-orang tolol di luar sana." "Aku
tidak membenci mereka. Tapi mereka tak punya hak berada di sini. Mereka telah
meninggalkanku. Dogan mengirimku ke sini, dan ketikS/li 1Cl\ saksi
memberatkanku, dia adalah Imperial Wizaid Mississippi. Mereka tidak memberiku
sepeser pun untuk biaya pembelaan. Mereka melupakanku.?"Apa yang kauharapkan
dari segerombolan penjahat" Kesetiaan?" "Aku setia." "Dan lihat akibatnya, Sam.
Kau seharusnya mengadukan Klan dan minta mereka enyah, menyingkir dari
eksekusimu." :'$$m Sam memainkan amplop-amplopnya, lalu meletakkannya dengan
hati-hati pada sebuah kursi. "Kusuruh mereka menyingkir," kata Adam. "Kapan?"
"Baru beberapa menit yang lalu. Aku bertengkar dengan mereka. Mereka sama sekali
tak peduli denganmu, Sam; mereka memanfaatkan eksekusi ini, sebab kau akan
menjadi martir yang hebat, orang yan^ bisa dipakai untuk berpawai dan
dibicarakan selama bertahun-tahun yang akan datang. Mereka akan meneriakkan
namamu bila membakar salib, dan mereka akan berziarah ke makammu. Mereka ingin
kau mad, Sam. Itu cara humas yang hebat." "Kau langsung menghadapi mereka?" Sam
bertanya dengan sedikit nada geli dan bangga. "Yeah. Bukan urusan besar.
Bagaimana dengan Carmen" Kalau boleh datang dia perlu mengatur perjalanannya."
Sam mengisap rokoknya sambil berpikir. "Aku mau menemuinya, tapi kau harus
memperingatkannya tentang penampilanku. Aku tak ingin a-kejut." * ^ "Kau
kelihatan hebat, Sam." "Wah. teruna kasih. Bagaimana dengan Lee> 'Bagaimana
dengan dia?" "Bagaimana keadaannya" Kami punya koran 4 sini. Aku melihatnya di
koran Memphis kemarin, lalu membaca tentang penangkapan^ karena mengemudi dalam
keadaan mabuk hari Se lasa. Dia tidak dipenjara, kan?" "Tidak. Dia ada di klinik
rehabilitasi," ^ Adam seolah-olah tahu tepat di mana Lee. "Apa dia bisa datang
berkunjung?" "Apa kau menginginkannya?" "Kurasa begitu. Mungkin hari Senin. Kita
tunggu saja." "Tak ada masalah," kata Adam sambil berpikir bagaimana ia bisa
menemukan Lee. "Aku akan bicara dengannya akhir pekan ini." Sam mengangsurkan
salah satu amplop tak tertutup kepada Adam. "Berikan ini pada orang-orang di
luar. Ini daftar pengunjung yang kusetujui mulai sekarang sampat nanti.
Bukalah." Adam melihat daftar itu. Di situ ada empat nama Adam, Lee. Carmen, dan
Donnie Cayhall "Tidak begitu panjang." "Aku punya banyak sanak saudara, tapi aku
tak ingin mereka ke sini. Sembilan setengah tahun mereka tak pernah
mengunjungiku, maka terkutuklah aku kalau mereka datang ke sini pada menit
terakhir untuk mengucapkan selamat tinggal. Mereka bisa menyimpannya untuk
penguburan." "Akn menerima segala macam permintaan dari reporter dan wartawan
untuk mengadakan wawancara." "Lupakan saja." "Itulah yang kukatakan pada mereka.
Tapi ada permintaan yang mungkin menarik minatmu. Ada orang bernama Wendall
Sherman, pengarang yang cukup punya reputasi dan sudah menerbitkan empat atau
lima buku serta memenangkan beberapa penghargaan. Aku belum pernah membaca
karyanya, tapi dia menghubungiku. Dia sah. Aku bicara melalui telepon dengannya
kemarin. Dia ingin duduk bersamamu dan merekam kisahmu. Rasanya " dia sangat
jujur, dan katanya rekaman itu bisa makan waktu berjam-jam. Dia akan terbang ke
Memphis hari ini, kalau kau bilang ya." "Mengapa dia ingin merekam aku?" - "Dia
ingin menulis buku tentang dirimu," "Novel roman?" "Aku meragukannya. Dia
bersedia membayar 50.000 dolar di muka, dengan persentase royaltinya kelak."
"Hebat. Aku mendapat 50.000 dolar beberapa hari sebelum mati. Apa yang akan
kulakukan dengan uang itu?" "Aku cuma menyampaikan tawaran." "Katakan padanya
untuk pergi ke neraka. Aku tidak tertarik." "Baiklah." "Aku ingin kau menyusun
konsep p^., bahwa aku menyerahkan semua hak atas hidupku padamu, dan sesudah aku
pergi kau (J^ berbuat apa saja dengannya." ^ "Bukan gagasan buruk merekamnya."
"Maksudmu..." "Bicaralah dengan mesin kecil dan pita ^ I Aku bisa membawakannya
untukmu. Duduklah membosankan." Sam menghabiskan & kirno Pie dan melemparkan gagangnya ke dalam
tempat sampah. "Tergantung bagaimana kau melihatnya. Semi} rasanya sangat
menegangkan sekarang." "Yeah, km benar. Hidup yang cukup man- j bosankan, tapi
akhirnya sangat sensasional." 'l "Kurasa bisa jadi bestseller." "Aku akan
memikirkannya." Sam mendadak melompat berdiri, meninggalku l sepatu mandi karet
di bawah kursi. Ia berjalan f dengan langkah lebar menyeberangi ruangan,
mengukur dan merokok sambil berjalan. "Tiga tela* kali enam belas setengah,"
gumamnya pada diri sendiri, lalu mengukur lagi. Adam menulis catatan pada buku
tulis dan men- i coba mengabaikan sosok merah yang mondar-mandir di antara
dinding. Sam akhirnya berhenti dan bersandar pada lemari arsip. "Aku ingin kau
membantuku," katanya, menatap dinding di seberani ruangan itu. Suaranya jauh
lebih rendah. Ia bernapas perlahan-lahan. "Aku mendengarkan," kata Adam. Sam
maju selangkah ke kursi dan memungut satu amplop. Ia menyerahkannya pada Adam
dan jcembalj ke posisinya, bersandar pada lemari arsip. Amplop itu terbalik,
sehingga Adam tak dapat melibat tulisan di atasnya. "Aku ingin kau
mengirimkannya," kata Sam. "Kepada siapa?" "Quince Lincoln." Adam meletakkannya
di meja di sisinya dan mengamati Sam dengan cermat. Tapi Sam sedang berkelana di
dunia lain. Matanya yang keriput menatap kosong pada sesuatu di dinding


Novel The Chamber Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seberangnya. "Seminggu aku menulisnya," katanya, suaranya nyaris parau, "tapi
sudah empat puluh tahun aku memikirkannya." "Apa isi surat itu?" Adam bertanya
perlahan-lahan. "Permintaan maaf. Sudah bertahun-tahun aku memikul perasaan
bersalah, Adam. Joe Lincoln orang yang baik, ayah yang baik. Aku kehilangan akal
sehat dan membunuhnya tanpa alasan. Dan sebelum menembaknya, aku tahu aku bisa
lolos dari hukuman. Aku tak bisa lepas dari perasaan bersalah. Sangat bersalah.
Tak ada yang bisa kulakukan sekarang, kecuali mengatakan aku menyesal." "Aku
yakin itu sangat berarti bagi keluarga Lincoln." "Mungkin. Dalam surat itu aku
mohon pengatn, pun an mereka, yang kupercaya merupakan cara orang Kristen
bertindak. Aku ingin mati, dengan keyakinan aku telah mencoba menyatakan
penyesalanku." "Tahu di mana aku mungkin akan menemukan, nya?" "Itulah bagian
yang sulit. Dari sanak keluarga, aku mendengar keluarga Lincoln masih ada di
Ford County. Ruby, jandanya, mungkin masih hidup. Aku khawatir kau harus pergi
ke Clanton dan bertanya-tanya di sana. Di sana sheriff-nya orang Afrika, jadi
kau akan mulai dengannya. Barangkali dia kenal semua orang Afrika di county
itu." "Dan kalau aku menemukan Quince?" "Katakan padanya siapa dirimu. Berikan
surat Ku padanya Katakan padanya aku mati dengan setumpuk perasaan bersalah.
Bisakah kau melakukannya?" "Dengan senang hati. Tapi aku tak pasti kapan , bisa
melakukannya" "Tunggulah sampai aku mati. Kau akan punya J banyak waktu begitu
urusan ini selesai." Sam sekali lagi berjalan ke kursi, dan kali ini ia
mengambil dua amplop. Ia menyerahkannya pada Adam, dan mulai mondar-mandir
perlahan-lahan, majo-mundur melintasi ruangan. Nama Ruth Kramer terketik pada
salah satu amplop, tanpa alamat, dan Elliot Kramer pada yang satunya. "Itu untuk
keluarga Kramer. Serahkanlah pada mereka, tapi tunggu sampai selesai eksekusi."
"Mengapa menunggu?" "Sebab motifku mumi. Aku tak ingin mereka f mengira aku
melakukan hal ini untuk menimbul-I kan simpati di saat kematianku." Adam
meletakkan surat untuk keluarga Kramer j di samping surat untuk Quince Lincoln -
tiga surat, tiga mayat. Berapa surat lagi yang akan dibuat Sam selama akhir
pekan" Berapa korban lagi yang ada di luar sana" "Kau yakin akan mati, kan,
Sam?" Ia berhenti di samping pintu dan merenungkan hal ini sejenak. "Kita tak
punya peluang. Aku sedang bersiap." "Kita masih punya kesempatan." "Benar. Tapi
aku bersiap, kalau-kalau ini terjadi. Aku telah menyakiti banyak orang, Adam,
dan aku tak pernah berusaha memikirkannya. Namun bila kau punya janji dengan
maut, kau memikirkan kerusakan yang telah kauperbuat." Adam memungut tiga amplop
itu dan memandangnya. "Apakah ada yang lain?" Sam menyeringai dan memandang ke
lantai. "Cuma itu saja, untuk sekarang." Surat kabar Jackson pada pagi hari
Jumat memuat berita halaman depan tentang permohonan Sam Cayhall untuk suatu
sidang pengampunan. Berita itu termasuk foto rapi Gubernur David McAllister,
foto Sam yang buruk, dan komentar panjang untuk kepentingan sendiri oleh Mona
Stark, kepala staf Gubernur - semuanya mengatakan Gubernur dang bergumul mengambil
keputusan. Karena ia benar-benar pengabdi rakyat, hamba seluruh warga
Mississippi, McAllister memasan? sistem telepon hotline yang mahal tak lama
setek ia terpilih. Nomor toll free itu tertempel di seloM penjuru negara bagian,
dan para pemilihnya term. menerus dihujani iklan layanan masyarakat untuk
memakai People's Hotline tersebut. Teleponlajj Gubernur. Dia memperhatikan
pendapat Anda. Demokrasi dalam bentuknya yang terbaik. Para operator selalu
siaga. Dan karena ambisinya lebih besar daripada keuletannya, McAllister dan
stafnya memantau fe- i lepon-telepon itu setiap hari. Ia pengikut, bukan I
pemimpin. Ia menghabiskan banyak uang untuk I mengadakan pol dengar pendapat,
dan terbukti se- j cara diam-diam mahir menemukan masalah-ma- f salah yang
mengusik masyarakat, lalu melompat ke depan memimpin parade. Goodman dan Adam
mencurigai bal ini. Mc- j Ailister tampak terlalu terobsesi dengan panggilan
untuk melontarkan inisiatif baru. Orang itu penghitung suara pemilik yang tak
kenal malu, jadi mereka memutuskan akan memberikan sesuatu un- . tuk dihitung.
Goodman membaca berita itu pagi-pagi sambil menikmati kopi dan buah-buahan, dan
pukul 07,30 j bicara melalui telepon dengan Profesor John Bryan Glass dan Hez
Kerry. Pukul 08.00, tiga mahasiswa I Glass sudah minum kopi dari cangkir kertas
di kantor sementara yang kumuh. Analisis pasar itu akan dimulai. Goodman menjelaskan cara kerja dan
perlunya r menjaga kerahasiaan. Mereka tidak melanggar hukum, ia meyakinkan
mereka, cuma memanipulasi I opini publik. Telepon-telepon genggam itu terletak f
di meja, bersama halaman-halaman buku telepon yang di-copy Goodman pada hari
Rabu. Mahasis-1 wa-mahasiswa itu sedikit khawatir, tapi toh, bergairah untuk
mulai. Mereka akan dibayar dengan baik. Goodman mendemonstrasikan tekniknya
dengan melakukan telepon pertama. Ia memutar nomornya. "People's Hotline," jawab
sebuah suara yang menyenangkan. Ya. Saya menelepon mengenai berita koran pagi
ini, tentang Sam Cayhall," kata Goodman perlahan-lahan, menirukan aksen yang
diseret-seret. Ia mengucapkannya dengan enggan. Mahasiswa-mahasiswa itu sangat
geli. "Dan nama Anda?" "Ya. Saya Ned Lancaster, dari Biloxi, Mississippi," balas
Goodman sambil membaca dari daftar telepon. "Dan saya memilih untuk Gubernur.
Dia orang yang baik," ia membumbui dengan baik. "Dan bagaimana perasaan Anda
tentang Sam Cayhall?" "Saya pikir tidak seharusnya dia dieksekusi. Dia orang tua
yang sudah banyak menderita, dan saya 769 ingin Gubernur memberikan pengampunan,
g,^ kan dia mari dengan tenang di Parch man sana." "Oke. Akan saya pastikan
Gubernur tahu |e /epon Anda." "Terima kasih." Goodman menekan satu tombol pada
teleporj dan membungkuk di hadapan penontonnya. "Gam-mng sekati Man kita mulai."
Mahasiswa kulit putih itu memilih satu nomor telepon Percakapan itu berlangsung
seperu ini, j "Halo. in; Lester Crosby dari Bude. Mississippi Saya menelepon
mengenai eksekusi Sam Cavhif Ya, Ma'am. Nomor saya" 553-9084 Ya, beat. I Bude.
Mississippi, di Franklin County. Benar Nah, nenurut saya tidak seharusnya Sam
Cayrufl dikinm ke kamar gas. Saya tidak setuju. Sm I pikir Gubernur harus turun
tangan dan menghentikannya. Ya. Ma'am, benar Terima kasih." fa ter- j senyum
kepada Goodman yang sedang memencet Wanita kulit putih itu mahasiswi setengah bm
la berasal dan kota kecil di daerah pedesaan negara bagian itu dan aksennya
memang sengau. "Halo, ini kantor Gubernur" Bagus. Sayi me-berkenaan dengan
berita Cayhall di kotm hari ini. Susan Barnes. Decatur. Mississippi. Benar Nak,
d?a sudah tua dan mungkin akan mati juga beberapa tahun lagi. Apa manfaatnya
bagi negara membunuhnya sekarang" Ampuni dia. Apa" U saya mgin Gubernur menghentikannya Saya berikan suara
untuk Gubernur, dan menurut saya dia orang baik. Ya. Terima kasih juga."
Mahasiswa kulit hitam itu berusia akhir dua puluhan. Ia memberitahu operator
hotline bahwa ia warga kulit hitam Mississippi, sangat menentang gagasan yang
diperjuangkan Sam Cayhall dan Ku Klux Klan, tapi bagaimanapun juga menentang
eksekusi ini. "Pemerintah tak berhak menentukan hidup-mati orang," katanya.
Dalam keadaan apa pun ia tidak mendukung hukuman mati. Demikianlah hal itu
berlangsung. Telepon membanjir dari segala penjuru negara bagian itu, susul-
menyusul, masing-masing dari orang yang berlainan dengan alasan berlainan untuk
menghend-kan eksekusi tersebut. Mahasiswa-mahasiswi itu jsdi kreatif, mencoba
segala macam aksen dan alasan-alasan baru. Sekali-sekali telepon mereka terantuk
sinyal sibuk, dan rasanya menggelikan mengetahui mereka telah memadati hotline
tersebut. Karena aksennya yang tegas, Goodman mengambil peran sebagai orang
luar, semacam abo-lisionis hukuman mati yang berdatangan dari segala penjuru
negeri dengan berbagai nama alias dan tempat asal yang sangat bervariasi.
Goodman pernah mengkhawatirkan McAllister cukup paranoid untuk melacak telepon-
telepon ke hotline-nya, tapi ia memutuskan operator-operator itu akan terlalu
sibuk. Dan mereka memang sibuk. Di sisi lain kota itu John Bryan Glass
membatalkan kuliah dan mengunci piatu ke kantornya, la bergembira menelepon
berulang-ulang dengan berbagai rtia^ nama. Tak jauh darinya, Hez Kerry dan salah
SJ pengacara stafnya juga membombardir hotktk dengan pesan yang sama. Adam
bergegas ke Memphis. DarJene ada di kan. tornya, sia-sia berusaha mengatur
gunungan dokumen, fa menunjuk ke satu tumpukan yang pj. img dekat ke komputer.
"Keputusan menolak pe- i ninjauan ulang ada di atas, lalu keputusan dan* I
Mahkamah Agung Mississippi. Di sampingnya I adalah petisi habeas corpus yang
akan diajukan k pengadilan distrik federal. Aku sudah mengirimkan semuanya
dengan fox." Adam melepas jas dan melemparkannya ke kursi. Ia melihat sederet
pesan telepon pada kertas merah jambu yang ditempel pada rak baku "Siapa orang-
orang ini?" "Reporter, penulis, pembual, beberapa adalah pengacara lain yang
menawarkan bantuan. Satu dari Garner Goodman di Jackson. Katanya analisis pasar
itu berjalan baik, jangan menelepon. Apakah analisis pasar itu?" "Jangan tanya.
Tidak ada kabar dari fifth Gt- t cwttT Tidak." Adam menghela napas dalam dan
duduk di . kursi. "Makan siang?" tanya Darlene. "Sandwich saja, kalau kau tidak
keberatan. Bisakah kau bekerja besok dan hari Minggu?" "Tentu.". "Aku butuh kau
tinggal di sini selama akhir pekan, di samping telepon dan fax. Maaf." "Aku
tidak keberatan. Akan kuambilkan sandwich." Ia berlalu, menutup pintu di
belakangnya. Adam menelepon kondominium Lee. Tak ada jawaban. Ia menelepon
Auburn House, tapi tak seorang pun mendengar kabar darinya. Ia menelepon Phelps
Booth yang sedang rapat direksi. Ia menelepon Carmen di Berkeley dan menyuruhnya
bersiap terbang ke Memphis hari Minggu. Ia melihat pesan-pesan telepon itu dan
memutuskan tak satu pun patut dibalas. Pukul 13.00, Mona Stark bicara dengan
orang-orang pers yang berkeliaran di sekitar kantor Gubernur di gedung kapitol.
Ia mengatakan bahwa setelah mempertimbangkan banyak hal. Gubernur memutuskan
mengadakan sidang mempertimbangkan pengampunan pada hari Senin pukul 10.00.
Dalam kesempatan itu, Gubernur akan mendengarkan berbagai persoalan dan dalih,
serta mengambil keputusan yang adil. Ia menjelaskan bahwa menimbang hidup atau
mati merupakan tanggung jawab yang luar biasa berat, namun David McAllister akan
melakukan apa yang adil dan benar. EMPAT PULUH SATU Packer pergi ke sel pada
pukul 05.30 hari Sabtu dan tak peduli dengan borgol. Sam sedang roe. nunggu dan
mereka diam-diam meninggalkan Tier A. Mereka berjalan melewati dapur tempat para
narapidana sedang menggoreng telur dan bacon, I Sam belum pernah melihat dapur,
dan ia berjalan perlahan-lahan, menghitung langkah, memeriksa 1 ukurannya.
Packer membuka sebuah pintu dan memberi tanda pada Sam agar bergegas dan
mengikuti. Mereka melangkah ke luar, dalam kegelapan. Sam berhenti dan memandang
mangan bata persegi di sebelah kanan, bangunan kecil tempat Kamar Gas. Packer
menarik sikunya dan mereka berjalan bersama ke ujung timur The Row, tempat satu
penjaga lain sedang mengawasi dan menunggu. Penjaga itu mengangsurkan secangkir
besar kopi kepada Sam, lalu membawanya melewati gerbang, ke dalam halaman
rekreasi yang mirip tempat bermain di ujung barat The Row. Tempat Ha dipagari
dan dipasangi kawat duri, dengan ring bola basket dan dua bangku. Packet
mengatakan akan kembali satu jam lagi, dan berlalu bersama si penjaga. Sam
berdiri lama di tempatnya, menghirup kopi panas dan menyerap pemandangan di
sana. Sel pertamanya terletak di Tier D, di sayap timur, dan ia sudah berkali-
kali ke sini. la tahu ukurannya dengan tepat - lima belas setengah kali sebelas
meter, la melihat penjaga di menara yang sedang duduk di bawah lampu dan
mengawasinya. Di balik pagar dan melalui bagian atas deretan tanaman kapas, ia
bisa melihat lampu gedung-gedung lain. Ia berjalan perlahan-lahan ke sebuah
bangku dan duduk. Sungguh baik orang-orang ini, mengabulkan perrmntaannya untuk
terakhir kalinya menyaksikan matahari terbit. Sudah sembilan setengah tahun ia
tak pernah melihatnya. Pada mulanya Nugent bilang tidak, lalu Packer turun
tangan dan menjelaskan pada sang Kolonel bahwa itu tidak apa-apa, tak ada risiko
keamanan apa pun, dan peduli amat, orang ini akan mati empat hari lagi. Packer
akan bertanggung jawab. Sam melihat langit timur, tempat secercah cahaya Jingga
mengintip melalui awan yang bertebaran. Pada hari-hari pertamanya di The Row,
ketika pengajuan bandingnya masih segar dan belum diputuskan, ia menghabiskan
waktu berjam-jam mengingat kesibukan membosankan dari kehidupan sehari-hari,
hal-hal kecil seperti mandi air n an gat tiap hari, kehadiran anjingnya, madu
pada biskuitnya. Saat itu ia benar-benar pg bahwa suatu hari ia akan bisa
kembali f,e % bajing dan burung puyuh, memancing ifc^ \ dan bream, duduk-duduk
di teras dan meny^"*1 matahari terbit, minum kopi di kota, dan menp darai pickup
tuanya ke mana saja ia mau. ' nya dalam angan-angan awal di The Row arj^ terbang
ke California dan mencari cucu-cucuoy. Ia tak pernah terbang. Namun impian akan
kebebasan telah lama rm terhapus kehidupan monoton yang membosanka?' dalam sel,
dan terbunuh pendapat kasar banyak hakim. Matahari terbit ini akan jadi yang
terakhir bagi- i nya. la benar-benar percaya itu. Terlalu banyak j orang
menginginkannya mati. Kamar gas- tidak c?, j kup sering dipakai. Sudah saatnya
melaksanakan J satu eksekusi, terkutuk, dan ia orang berikutnya f dalam antrean.
Langit makin terang dan awan menipis. Meski- I pun ia terpaksa menyaksikan
fenomena alam yang luar biasa ini melalui pagar kawat, hal itu tetap memuaskan.
Tinggal beberapa hari lagi dan pagar-pagar itu akan lenyap. Jeruji besi, kawat
duri, dan I sel penjara akan ditinggalkan untuk orang lain. Dua wartawan merokok
dan minum kopi dari me- : sin sambil menunggu di samping pintu masak i gedung
kapitol pada pagi hari Sabtu. Ada kabar ang bocor bahwa Gubernur akan melewatkan
satu hari yang panjang di kantornya, berkutat dengan masalah Cayhall. Pukul
07.30, mobil Lincoln hitamnya menggelinding sampai berhenti di dekat gedung, dan
ia cepat-cepat keluar. Dua pengawal pribadi berpakaian rapi mengawalnya ke pintu
masuk, bersama Mona Stark beberapa langkah di belakang. "Gubernur, apakah Anda
merencanakan menghadiri eksekusi?" reporter pertama bertanya terburu-buru.
McAllister tersenyum dan mengangkat tangan, seolah-olah ingin berhenti dan
bercakap-cakap tapi urusan terlalu kritis untuk itu. Kemudian ia melihat sebuah
kamera tergantung pada leher reporter satunya. "Saya belum lagi memutuskan,"
jawabnya, berhenti cuma sedetik. "Apakah Ruth Kramer akan memberikan kesaksian
dalam sidang pertimbangan pemberian pengampunan hari Senin nanti?" Kamera
diangkat dan siap. "Saya tak bisa mengatakannya sekarang," jawabnya, tersenyum
ke lensa. "Maaf, sobat, saya tidak bisa bicara sekarang." la memasuki gedung dan
naik lift ke kantornya di lantai dua. Pengawal-pengawal itu mengambil posisi di
serambi, di belakang surat kabar pagi. Pengacara Larramore sedang menunggu
dengan laporan terakhir. Ia menerangkan kepada Gubernur dan Miss Stark bahwa tak
ada perubahan dalam berbagai petisi dan dalih Cayhall sejak pgy 17.00 kemarin.
Tak ada apa pun yang terjadj malam itu. Menurutnya, petisi-petisi itu jadi
lebjjj mendesak, dan pengadilan akan menolaknya Hit cepat. Ia sudah bicara
dengan Morris Henry dj kantor Jaksa Agung, dan menurut penilaian ahli Dr. Death,
sekarang peluang eksekusi itu bakal terlaksana adalah delapan puluh persen.
"Bagaimana dengan sidang pemberian pengampunan hari Senin" Apakah ada kabar dari
peng- J acara Cayhall"1* tanya McAllister. "Tidak. Saya sudah minta Garner
Goodman un- | tuk mampir pukul sembilan pagi ini. Saya pikir f kita akan
membicarakan hal ini dengannya. Saya I akan berada di kantor kalau Anda
membutuhkan j saya" Larramore minta diri. Miss Stark melaksanakan ritual pagi,
membaca cepat harian-harian dari seluruh negara bagian dan meletakkannya di meja
j rapat. Dari sembilan surat kabar yang ia pantau, f delapan memuat berita kasus
Cayhall di halaman ' depan. Pengumuman akan diadakannya sidang pertimbangan
pengampunan menjadi sorotan khusus Sabtu pagi. Tiga dari koran-koran itu memuat
foto AP tentang orang-orang kian yang terpanggang di I bawah matahari bulan
Agustus yang ganas di Juar Parchman. McAllister melepas jas, menggulung lengan
kemeja, dan mulai melihat koran-koran itu. "Ambil : angkanya," katanya tingkat.
Mona meninggalkan kantor, dan kembali kurang dari satu menit. Ia membawa
printout komputer yang jelas membawa kabar mengerikan. "Aku mendengarkan,"
katanya. "Telepon-telepon itu
berhenti sekitar pukul sembilan semalam, yang terakhir pukul 21.07. Jumlah
keseluruhan hari itu adalah 486, dan sedikitnya sembilan puluh persen menyatakan
tantangan keras terhadap eksekusi tersebut." "Sembilan puluh persen." McAllister
tercengang, tak percaya. Namun ia tak lagi terguncang. Siang kemarin, para
operator hotline melaporkan telepon masuk dalam jumlah yang luar biasa, dan
pukul 13.00 Mona menganalisis printout. Mereka menghabiskan banyak waktu kemarin
siang untuk memandangi angka-angka itu, merenungkan langkah selanjurnya. Ia
hanya tidur sedikit "Siapakah orang-orang ini?" katanya sambil menatap ke luar
jendela. "Pemilih Anda. Telepon-telepon ini datang dari seluruh penjuru negara
bagian. Nama-nama dan nomor-nomornya kelihatannya benar." "Bagaimana catatan
terdahulu?" "Entahlah. Rasanya kita menerima sekitar seratus telepon sehari,
ketika DPR memutuskan kenaikan gaji bagi anggotanya Tapi tidak seperti ini." '
"Sembilan puluh persen," gumamnya lagi. "Dan masih ada lagi. Ada banyak telepon
masuk ke berbagai nomor di kantor ini. Sekretaris saya menerima sekitar
selusin." Tfn\ semuanya menenun?: eksekusi Saya ^ bicara dengan beberapa orang
kita, dan "*mt^ mendapat telepon macam itu. Dan Roxburgh ^ nelepon saya di rumah
tadi malam, mengata-kantornya diserbu dengan telepon yang mentm^ eksekusi
tersebut ' "Bagus Aku ingin dia berkeringat juga." "Apakah kita akan menutup
hotlineT "Berapa operator yang bekerja pada han Sj^ dan Minggu?" "Hanya satu."
"Tidak. Biarkan terbuka han ini. Coba km apa yang terjadi han ini dan besok." la
beo*!* ^ jendela lain dan mengendurkan dasi Kapan pen$. hitungan pol muistT kan
kepala. "Sembilan puluh persen lebih.* ralat Mona. Ruang pertempuran itu
dipenuhi kotak piuo dan Satu nampan berisi donat hangat dan wderrt cast; ?a"
kertas tinggi berisi kopi ??"karang menungg? para analis itu. dua di antaranya
baru saja tiba dengan teropong, mengamati gedung kapital tiga blok dari sana. dan memberikan
per-h.ni.m khusus pada jendela kantor Gubernar. Saat bosan kemarin, ia pergi ke
pusat pertokoan, mencari toko buku. la menemukan teropong l,u * jendela sebuah
toko kulit, dan sepanjang uang ia bersenang-senang mengintip Gubernur sedang
berpikir di jendelanya, tak disangsikan lagi tentu bertanya-tanya dari mana
telepon-telepon terkutuk itu berasal Mahasiswa-mahasiswa . itu melahap donat dan
surat kabar. Terjadi suatu diskusi pendek tapi serius mengenai kekurangan
procedural dalam undang-undang pembelaan setelah vonis dijatuhkan Anggota ketiga
dalam shift mi, seorang mahasiswa tahun pertama dari Nov Orleans, tiba pukul
08.00, dan telepon itu dimulai. Segera jelas bahwa hntlint itu tidak seefisien


Novel The Chamber Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"hari sebelumnya Sulit menghubungi operator. Tak ada masalah. Mereka memakai
nomor-nomor lain telepon di istana Gubernur, kantor-kantor re-ponsJ kecil yang
ia dinkan di tengah-tengah penggemar di seluruh penjuru negara bagian sehingga
ia. sebagai orang biasa, bisa berada dekat dengan rakyat Rakyat menelepon.
Goodman meninggalkan kantor dan berjalan menyusuri Congress Street, menuju
gedung kapital, la mendengar suara kmdsptaktr sedang dicoba, dan kemudian
melihat orang orang Ku Khu Klan. Mereka sedang mengatur diri, sedikitnya 781
satu lusin berpakaian parade lengkap, di sekelii "'S monumen wanita. Konfederasi
di dasar pan menuju gedung kapitol. Goodman berjalan dj samping mereka, bahkan
mengucapkan halo pada salah satunya, sehingga bila kembali ke Q]j. cago, ia bisa
mengatakan dirinya pernah bicara dengan orang Ku Klux Klan asli. Dua reporter
yang sudah menunggu Gubernur sekarang berada di tangga depan, menyaksikan
pemandangan di bawah. Satu kru televisi lokal riba ketika Goodman memasuki
gedung. Gubernur terlalu sibuk untuk menemuinya, Mona Stark menjelaskan dengan
prihatin, tapi Mr. i Larramore bisa memberi waktu beberapa menit, Ia tampak amat
letih, dan ini membuat Goodman sangat senang. Ia mengikutinya ke kantor Lar- j
ramore. Mereka menemukan sang pengacara se- | dang bicara di telepon. Goodman
berharap in salah satu teleponnya Ia duduk dengan patuk Mona menutup pintu dan
meninggalkan mereka, "Selamat pagi," kata Larramore setelah selesai bicara.
Goodman mengangguk sopan dan berkata, "Terima kasih atas sidang itu. Kami tidak
berharap Gubernur akan mengabulkannya, mengingat apa yang dikatakannya hari Rabu
kemarin." "Dia mengalami banyak tekanan. Kami semua. Apakah klien Anda bersedia
bicara tentang asistennya?" Tidak. Tak ada perubahan." Larramore menyisir
rambutnya yang lengket dengan jari dan menggelengkan kepala dengan kesal. "Kalau
begitu, apa gunanya diadakan sidang pertimbangan pengampunan" Gubernur takkan
mengubah keputusan ini, Mr, Goodman." "Kami sedang membujuk Sam, oke" Kami
sedang bicara dengannya. Mari kita teruskan dengan sidang itu hari Senin.
Mungkin Sam akan berubah pikiran." Telepon berdering dan Larramore mengangkatnya
dengan marah. "Bukan, ini bukan kantor Gubernur. Siapa ini?" Ia menuliskan satu
nama dan nomor telepon. "Ini bagian hukum gubernuran." Ia memejamkan mata dan
menggelengkan kepala. "Ya, ya, saya yakin Anda memberikan suara untuk Gubernur."
Ia mendengarkan lebih jauh. "Terima kasih, Mr. Hurt. Akan saya sampaikan pada
Gubernur bahwa Anda menelepon. Ya, terima kasih." Ia mengembalikan gagang
telepon ke tempatnya. "Jadi, Mr. Gilbert Hurt dari Dumas, Mississippi, tidak
setuju dengan eksekusi itu," katanya, menatap ke telepon. "Telepon di sini jadi
gila." "Banyak telepon masuk, ya?" tanya Goodman, bersimpati. "Anda takkan
percaya" "Setuju atau tidak?" "Bisa saya katakan fifty-fifty," kata Larramore.
Ia kembali mengangkat telepon dan menekan nomor Mr. Gilbert Hurt dari Dumas,
Mississippi. Tak seorang pun menjawab. "Aneh," katanya sam7r3 bil meletakkan
kembali gagang telepon "0 bara saja menelepon, meninggalkan nom 81,11 ! benar,
sekarang tak ada jawaban." Vang "Mungkin baru saja keluar. Coba iagi ! Goodman
berharap ia tak punya waktu UnLnanti1 coba lagi nanti. Selama satu jam pertama
arrr pasar kemarin, Goodman melakukan sedikit ubahan teknik. Ia menginstruksikan
para n Pet" ponnya untuk lebih dulu memeriksa nomor tel6 6 tersebut, memastikan
tak ada jawaban, hi 00^ mencegah orang-orang yang suka ingin tahu ma ! cam
Larramore atau mungkin operator hotliiu yang usil menelepon kembali dan
menemukan orang sebenarnya. Besar kemungkinan orang ter-sebut sangat mendukung
hukuman mati. hi memang memperlambat pekerjaan, tapi Goodman merasa lebih aman.
"Saya sedang menyusun rancangan sidang itu, berjaga-jaga kalau benar akan
dilaksanakan," kata. Larramore. "Kita mungkin akan melaksanakannya di House Ways
and Means Committee Room, di ujung gang ini." "Apakah ini sidang tertutup?"
"Tidak. Apakah itu jadi masalah?" "Kami punya sisa empat hari, Mr. Larramore.
Segalanya jadi masalah. Tapi Gubernur berhak menentukan sidang ini. Kami. hanya
bersyukur dia mengadakannya." "Saya punya nomor Anda. Tetaplah berhubungan." 784
a takkan meninggalkan Jackson sampai Mereka berjabat tangan cepat dan Goodman
me-iinggaJkan kantor. Ia duduk di tangga depan se-IgBH setengah jam, menyaksikan
orang-orang Klan gengatur diri dan menarik perhatian orang-orang 'ahli. n? 785
EMPAT PULUH DUA Meskipun di waktu muda pernah memakai jubah putih dan kerudung
runcing. Donnie Cayhall menjaga jarak dengan deretan orang Klan yang berpatroli
di lapangan rumput dekat gerbang depan Pare h man. Keamanan dijaga ketat, dengan
penjaga-penjaga bersenjata mengawasi para pemrotes. Di samping payung besar
tempat orang-orang Klan berkumpul ada sekelompok skinhead dengan kemeja cokelat.
Mereka memegang spanduk menuntut pembebasan Sam Cayhall. Donnie -melihat
pemandangan itu sebentar, lalu mengikuti petunjuk seorang penjaga dan parkir di
tepi jalan raya. Namanya diperiksa di gardu jaga, dan beberapa menit kemudian
sebuah van penjara datang menjemputnya. Kakaknya sudah sembilan setengah tahun
di Parchman. dan Donnie mencoba mengunjungi sedikitnya sekait setahun. Namun
kunjungan terakhir adalah dua tahun yang lalu, ia malu mengakui Donnie Cayhall
berumur 61 tahun, termuda di 786 antara enin-n k ikuti ajaran Li,dara C**hM-
Semuanya meng-?"?" L dJ"an mereka dan bergabung dengan Klan pada usia belasan
tahun. Keputusan itu sederhana, tanpa banyak pemikiran-keputusan yang diharapkan
seluruh keluarga. Kelak ia b*> gabung dalam ketentaraan, berperang di Korea, dan
keliling dunia. Dalam proses tersebut, ia kehilangan minat memakai jubah dan
membakari salib. Ia meninggalkan Mississippi pada tahun 1961 dan bekerja pada
perusahaan mebel di North Carolina Ia sekarang tinggal dekat Durham. Sedap bulan
sepanjang sembilan setengah tahun, ia mengirimi Sam satu kardus rokok dan
sedikit uang. Ia menulis beberapa surat, tapi baik ia maupun Sam tidak berminat
dalam surat-menyurat. Tak banyak orang di Durham yang tahu bahwa ia punya kakak
di death row. Ia digeledah di pintu depan, dan ditunjuki jalan ke kantor depan.
Sam dibawa beberapa menit kemudian, dan mereka dibiarkan sendiri. Donnie
memeluknya lama-lama. Ketika saling melepaskan pelukan, mata mereka berdua
berkaca-kaca. Tinggi dan perawakan mereka mirip, meskipun Sam kelihaian dua
puluh tahun lebih tua. Ia duduk di pinggir meja dan Donnie mengambil kursi di
dekatnya. Mereka berdua menyalakan rokok dan menerawang ke awang-awang. "Ada
kabar baik?" Donnie akhirnya bertanya, yakin akan jawabannya. Tidak. Sama sekali
tidak ada. Berbagai adilan menolak segalanya. Mereka akan melalu kannya,
Donnie." Mereka akan membunuhku. 1^ reka akan menggiringku ke kamar gas dan me.
1 ngegasku seperti binatang." Wajah Donnie menunduk. "Aku ikut sedih, Sam." "Aku
juga, tapi persetan, aku akan senang bila semuanya selesai." "Jangan berkata
begitu." "Aku sungguh-sungguh. Aku muak hidup dalam sangkar. Aku sudah tua dan
saatku sudah tiba." Tapi kau tak layak dibunuh, Sam." Itulah bagian terberat,
kau tahu. Bukan karena aku akan mati, persetan, kita semua akan mati,
Aku cuma tak tahan memikirkan bangsat-bangsat ini bersenang-senang membunuhku.
Mereka akan menang. Dan hadiah mereka adalah mengikatku dan menyaksikan aku
tersedak. Gila." Tak bisakah pengacaramu melakukan sesuatu?" "Dia mencoba
segalanya, tapi tampaknya tak ada harapan. Aku ingin kau menemuinya." "Aku
melihat fotonya di surat kabar. Dia tidak mirip golongan kita." "Dia beruntung.
Tampangnya lebih mirip ibunya." "Bocah yang cerdas?" Sam tersenyum. "Yeah, dia
hebat. Dia benar benar bersedih atas hal ini." "Apakah dia akan ke sini hari
ini?" "Mungkin. Aku belum dengar kabar darinys pia tinggal bersama Lee di
Memphis," kata Sam dengan bangga. Karena dirinya, putri dan cucunya jadi dekat,
bahkan tinggal bersama dengan rukun. "Aku bicara dengan Albert pagi ini," kata
Donnie. "Katanya dia terlalu sakit untuk datang menjenguk." "Bagus. Aku tak
menginginkannya di sini. Aku juga tidak menginginkan anak-anak dan cucu-
cucunya." "Dia ingin datang, tapi tak bisa." "Suruh dia datang saat penguburan."
"Sudahlah, Sam." "Dengar, tak seorang pun akan menangisiku saat aku mati. Aku
tak ingin belas kasihan palsu sebelum itu. "Aku perlu sesuatu darimu, Donnie,
dan itu butuh sedikit uang." "Tentu. Apa saja." Sam menarik pinggang pakaian
terusan merahnya "Kaulihat benda sialan ini" Mereka menyebutnya si merah, dan
aku sudah memakainya setiap hari selama hampir sepuluh tahun. Inilah yang
diharapkan Negara Bagian Mississippi untuk kupakai saat mereka membunuhku. Tapi,
kau tahu, aku punya hak memakai apa pun yang kuinginkan. Aku ingin mati dengan
pakaian yang layak." Donnie mendadak terbawa emosi, la mencoba bicara, tapi tak
ada kata-kata yang keluar. Matanya basah dan bibirnya gemetar. Ia mengangguk dan
berhasil mengatakan, "Tentu, Sam." "Kau tahu celana kerja yang dinaroav Dickies"
Bertahun-tahun aku memakainya, Sep^l celana khaki." ~- Donnie masih mengangguk-
angguk. "Celana seperti itu akan menyenangkan, deng^ kemeja putih, bukan
pullover, tapi kemeja b?, kancing. Kemeja small, celana small, pinggang ukuran
32. Sepasang kaus kaki putih, dan sepatu murah an. Persetan, aku cuma akan
memakainya sekali, kan" Pergilah ke Wal-Mart atau entah ke ! mana. Kau mungkin
bisa mendapatkan semuanya dengan harga kurang dari tiga puluh dolar. Kas tidak
keberatan?" Donnie menyeka mata dan mencoba tersenyum, ; Tidak, Sam." "Aku akan
jadi pesolek, kan?" "Di mana kau akan dikuburkan?" "Clanton, di samping Anna.
Aku yakin itu akan mengusik istirahatnya yang damai. Adam akan mengurasnya" "Apa
lagi yang bisa kulakukan?" Tidak ada. Cukup kalau kau membawakan pakaian untuk
ganti." . "Aku akan mengerjakannya hari ini." "Kaulah satu-satunya orang di
dunia yang peduli padaku selama bertahun-tahun ini, tahukah kau" Bibi Barb
menulisiku surat selama bertahun-tahun sebelum meninggal, tapi suratnya selalu
kaku dan kering, dan kurasa dia melakukannya supaya bisa bercerita pada
tetangga." "Siapa i?1 Bibi Barb?" "Ibu Hubert Cain. Aku bahkan tidak yakin dia
"asih sanak kita. Aku hampir tak mengenalnya sampai tiba di sini, lalu dia mulai
mengirim surat-surat yang menyebalkan itu. Perasaannya terkoyak-koyak oleh fakta
bahwa salah satu anggota keluarganya dikirim ke Parchman." "Semoga dia
beristirahat dengan damai." Sam terkekeh dan teringat pada cerita lama semasa
kecil. Ia menceritakannya dengan antusias, dan beberapa menit kemudian dua
bersaudara itu tertawa keras. Donnie teringat pada kisah lain, dan demikianlah
pertemuan itu berlangsung selama satu jam. Saat Adam tiba Sabtu sore, Donnie
sudah berjam-jam berlalu. Ia dibawa ke kantor depan. Di situ ia menggelar
beberapa surat kabar di meja. Sam dibawa masuk, borgolnya dilepaskan, dan pintu
ditutup di belakang mereka. Ia membawa beberapa amplop lagi, yang langsung
dilihat Adam. "Ada tugas lagi untukku?" tanyanya curiga. . "Yeah, tapi ini bisa
menunggu sampai segalanya selesai." "Untuk siapa?" "Satu untuk keluarga Pinder
yang kubom di Vicksburg. Satu untuk sinagoga Yahudi yang kubom di Jackson. Satu
untuk agen real estate Yahudi itu, juga di Jackson. Mungkin ada lainnya. Tak
perlu tergesa-gesa, aku tahu kau sedang sibuk sekarang. Tapi setelah aku pergi,
aku akan fe, terima kasih kalau kau melaksanakannya." "Apa isi surat-surat ini?"
"Menurutmu apa?" "Entahlah. Kurasa kau mengatakan menyesal." "Bocah pintar. Aku
minta maaf atas perbuatan. I ku, bertobat atas dosa-dosaku, dan meminta me- I
reka memaafkanku." "Mengapa kau melakukan ini?" Sam berhenti dan bersandar pada
lemari arsip, 1 "Sebab aku duduk dalam sangkar sempit sepanjang I hari. Sebab
aku punya mesin tik dan banyak kertas. Aku bosan setengah mati, oke" Jadi,
mungkin aku ingin menulis. Karena aku punya had nurani, tidak begitu besar, tapi
ada, dan makin dekat ajal, makin bersalah saja perasaanku tentang semua yang
telah kulakukan." "Maaf. Surat-surat itu akan kukirim." Adam melingkari sesuatu
pada checklist. "Kita masih punya dua dalih. Pengadilan Fifth Circuit masih
berlama-lama dengan klaim ketidakefektifan bantuan hukum. Aku mengharapkan akan
muncul sesuatu sekarang, tapi sudah dua hari tak ada gerakan. Pengadilan distrik
masih memproses klaim inkompeten-si mental." "Percuma, Adam." "Mungkin, tapi aku
takkan menyerah. Akan kuajukan selusin petisi lagi kalau perlu." "Aku takkan
menandatangani apa-apa lagi. Kau tak bisa mengajukannya kalau aku tidak menan-
(jatanganinya." "Bisa. Ada banyak cara.' "Kalau begitu, kau dipecat." "Kau tak
bisa memecatku, Sam. Aku cucumu." "Kita punya perjanjian yang mengatakan aku
bisa memecatmu kapan saja aku mau. Perjanjian itu tertulis hitam di atas putih."
"Itu dokumen yang tidak kompeten, dikonsep oleh ahli hukum penghuni penjara yang
baik, tapi toh tidak kompeten secara fatal." Sam menyedot dan mengepulkan asap
rokok dan mulai berjalan lagi di deretan tegel. Setengah .tasin kali ia lewat di
depan Adam, pengacaranya kini, besok, dan sepanjang sisa hidupnya, la tahu tak
bisa memecatnya. "Akan diadakan sidang pertimbangan pemberian pengampunan pada
hari Senin," kata Adam, melihat buku tulis, dan menunggu ledakan. Namun Sam
menerimanya dengan baik, kakinya tak pernah berhenti melewatkan satu langkah
pun. "Apa tujuan sidang itu?" "Memohon pengampunan." "Kepada siapa?" "Gubernur."
"Dan kaupikir Gubernur akan mempertimbangkan memberiku pengampunan?" "Apa
ruginya?" "Jawab pertanyaan itu, bocah sok pintar. Apakah kau, dengan segala
pendidikan, pengalaman, dari kecemerlangan yudisialmu, serius mengharap, lean
gubernur ini memberikan pengampunan paj, ku?" "Mungkin." "Mungkin gombal. Kau
tolol" 'Terima kasih, Sam." "Kembali." Ia berhenti tepat di depan Adam dan
menudingkan saru jarinya yang bengkok pada Adam. "Sejak permulaan sudah
kukatakan padamu bahwa aku, sebagai klien, dan dengan demikian I berhak
dipertimbangkan pendapatnya sama sekali I tak mau berhubungan dengan David
McAllister. I Aku takkan memohon pengampunan pada si go- j blok itu. Aku takkan
minta keringanan. Aku tak I mau mengadakan kontak dengannya dalam ke- I adaan
apa pun. Itu kehendakku, dan aku sudah j menjelaskan hal ini dengan tegas
kepadamu, anak I muda, sejak hari pertama. Kau sebaliknya, sebagai I pengacara,
telah mengabaikan keinginanku dan se- ? enaknya bersenang-senang melakukan apa
yang J kauinginkan. Kau pengacara, tidak kurang tidak j lebih. Aku, sebaliknya,
adalah klien. Aku tak tahu I apa yang mereka ajarkan di sekolah hukum cang- j
gih itu, tapi akulah yang mengambil keputusan." Sam berjalan ke kursi kosong dan
memungut j satu amplop lain. Ia mengangsurkannya pada I Adam dan berkata, "Ini
surat untuk Gubernur, I memintanya membatalkan sidang hari Senin. Kalau i kau
menolak sidang itu dibatalkan, aku akan mem- i buat copy mm ini dan
menyebarkannya kepada pers. Aku akan mempermalukanmu dan Gamer Goodman, serta
Gubernur. Kau mengerti"'' "Cukup jelas." Sam mengembalikan amplop itu ke kursi,
lalu menyalakan sebatang rokok lagi. Adam membuat satu lingkaran lagi pada
daftarnya. "Carmen akan ke sini hari Senin. Aku tidak pasti dengan Lee." Sam
bergeser ke kursi dan duduk. Ia tidak memandang Adam. "Apakah dia masih di
lembaga rehabilitasi?" "Ya dan aku tidak pasti kapan dia keluar. Kau ingin dia
datang berkunjung?" "Coba kupikir dulu." "Pikirkanlah cepat-cepat, oke?" "Lucu,
sungguh lucu. Saudaraku Donnie tadi datang. Dia adikku, kau tahu. Dia ingin
bertemu denganmu." "Apakah dia pernah bergabung dengan Klan?" "Pertanyaan macam
apa itu?" "Ini pertanyaan ya atau tidak yang sederhana" "Ya. Dia pernah jadi
anggota Klan." "Kalau begitu, aku tak ingin bertemu, dengannya." "Dia bukan
orang jahat." "Aku percaya kata-katamu." "Dia adikku, Adam. Aku ingin kau
menemui adikku." "Aku tidak mau bertemu dengan Cayhall-Cayhall baru, Sam,
apalagi yang suka mengenakan jubah dan kerudung." 795 "O ya" Padahal tiga minggu
yang lalu kau "w tahu segalanya tentang keluarga kita. Tenis ^ tanya ini-iru."
"Aku menyerah, oke" Sudah cukup aku o*? dengar." "Oh, (api masih banyak yang
lain." "Cukup, cukup, tak usah diceritakan padaku." Sam menggerutu dan tersenyum
puas sendiri, j Adam melihat catatannya dan berkata, "Kau aku senang mengetahui
orang-orang Klan di luar sana I sekarang disusul kelompok Nazi, Arya, skinhead,
I dan kelompok pembenci lainnya. Mereka berbaris I di sepanjang jalan raya,
melambai-lambaikan pas- [ ler pada mobil-mobil yang lewat Poster-poster itu, I
tentu saja, menuntut kebebasan Sam Cayhall, pan- i lawan mereka. Sirkus biasa."
"Aku melihatnya di televisi." "Mereka juga berbaris di Jackson, di sekitar J
gedung kapitol." "Apa ini salahku?" "Bukan. Ini eksekusimu. Kau jadi simbol se-
{ karang. Akan jadi martir." "Apa yang harus kulakukan?" Tidak ada. Teruskan
saja dan mati, dan mereJca semua akan senang." "Apakah kau bukan bangsat hari
ini?" "Maaf, Sam. Tekanan ini mempengaruhiku." "Menyerah saja. Aku sudah
melakukannya. Aku sangat merekomendasikannya," "Lupakan saja. Aku telah membuat
badut-badttt ? itu lari jungkir balik, Sam. Aku belum lagi bertempur." , 'Teah,
kau sudah mengajukan tiga petisi, dan tujuh pengadilan semua menolakmu. Nol banding tujuh- Aku benci
melihat apa yang akan terjadi saat kau benar-benar ganas." Sam mengucapkan ini
dengan senyum licik, dan humor itu mengenai sasaran. Adam tertawa, dan mereka
berdua bernapas lebih lega. "Aku punya gagasan hebat untuk mengajukan gugatan
setelah kau pergi," katanya, pura-pura bergembira. "Sesudah aku pergi?" Tentu.
Kita gugat mereka mengakibatkan ke-matian yang tidak sah. Kita tuding
McAllister, Nugent,- Roxburgh, Negara Bagian Mississippi Kita seret semua
orang." "Itu belum pernah dilakukan," kata Sam sambil membelai jenggot, seolah-
olah berpikir keras. "Yeah, aku tahu. Semua itu kupikirkan sendiri. Kita mungkin
takkan memenangkan satu peser pun, tapi bayangkan keramaiannya. Aku akan
menganiaya bangsat-bangsat itu selama lima tahun mendatang." "Kau mendapat
izinku untuk mengajukannya. Gugat mereka!" Senyum mereka perlahan-lahan lenyap
dan humor tersebut menghilang. Adam menemukan hal lain dalam cheeklist-nya.
"Cuma beberapa hal lagi. Lucas Mann memintaku menanyakan saksi-saksimu. Kau
berhak menunjuk dua orang untuk hadir dalam ruang saksi, kalau urusan berlanjut
samp* sejauh itu." "Donnie tak mau melakukannya. Aku takkan mengizinkanmu berada
di sana. Aku tak bisa membayangkan orang lain lagi yang ingin nte-
nyaksifcannya." "Baiklah. Bicara tentang mereka, aku sedikitnya menerima tiga
puluh permintaan untuk wawancara. Sebenarnya sedap surat kabar dan majalah
terkemuka ingin mendapatkan hak itu." Tidak/ "Baiklah. Ingat penulis yang kita
bicarakan pada pertemuan terakhir - Wendall Sherman" Orang yang ingin merekam
kisahmu dan..." "Yeah, Untuk 50.000 dolar." "Sekarang tawarannya seratus ribu.
Penerbitnya akan menyediakan uang itu. Dia ingin merekam I semuanya, menyaksikan
eksekusi, melakukan riset j ekstensif, lalu menulis buku tebal tentang ini."
Tidak." "Baiklah." "Aku tak ingin menghabiskan tiga hari berikat J ini bicara
tentang hidupku. Aku tak ingin ada orang asing mengendus-endus di Ford County. J
Dan aku sama sekali tidak butuh seratus ribu dolar ] pada titik kehidupanku yang
sekarang." "Baik. Kau dulu pernah bicara tentang pakaian. yang ingin kaupakai."
"Donnie sedang mengurusnya." "Oke. Selanjutnya. Seandainya rak ada penun/ dm<
kau boleh ditemani dua orang pada jam-jam f terakhir. Seperti biasa, penjara


Novel The Chamber Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

punya formulir yang harus kautandatangani untuk menentukan orang-orang ini."
"Orangnya selalu si pengacara dan pendeta, kan?" "Benar." "Kalau begitu,
orangnya adalah kau dan Ralph Griffin, kurasa." Adam mengisikan nama-nama itu
pada sehelai formulir. "Siapakah Ralph Griffin?" "Pendeta baru di sini. Dia
menentang hukuman mati, bisakah kau percaya" Pendahulunya berpendapat kami semua
harus digas, dalam nama Yesus, tentunya." Adam mengangsurkan formulir itu pada
Sam. "Tanda tangani di sini." Sam mencoretkan namanya dan mengangsurkan-nya
kembali. "Kau berhak melakukan hubungan suami-istri untuk terakhir kali." Sam
tertawa keras. "Sudahlah, Nak. Aku sudah tua." "Itu tercantum dalam checklist,
oke" Lucas Mann kemarin dulu membisiki aku bahwa aku hams menyebutkan hal ini."
"Oke. Kau sudah menyebutkannya." "Aku punya formulir lain di sini untuk barang-
barang pribadimu. Siapa yang akan menerimanya?" "Maksudmu hartaku?" "Kurang-
Iebih." "Ini luar biasa sinting, Adam u rang kita melakukannya?" ' en8apa "Aku
pengacara, Sam. Kami dibav nangani detail. Ini cuma masalah dok? *2 "Kau ingin
barang-barangku?" men" Adam memikirkan hal ini sejenak ia menyakiti perasaan
Sam, tapi juga tak V* ^ bayangkan apa yang akan dUakukannya Y**" pakaian tua
yang lusuh, buku-buku kusut t"8*" kecil, dan sepatu mandi dari karet. "Tentu,"
kata^' "Kalau begitu, semuanya untukmu. Ambil !L bakarlah." "Tanda tanganilah di
sini," kata Adam, men. dorong formulir itu ke bawah wajahnya. Sam
menandatangani, lalu melompat berdiri dan mulai mondar-mandir lagi. "Aku benar-
benar ingin bn menemui Donnie." "Baiklah. Apa pun yang kau mau," kata Adam,
menjejalkan buku catatan dan formulir-formulir tadi ke dalam tas kerja.
Perincian-perincian kecil itu sekarang sudah lengkap. Tas itu terasa jauh lebih
berat. "Aku akan kembali besok pagi," katanya kepada Sam. "Bawa kabar baik
untukku, oke?" Kolonel Nugent berjalan pongah menyusuri tepi jalan raya, dengan
selusin penjaga penjara bersenjata di belakangnya. Ia menatap tajam orang-orang
Klan ta, yang pada hitungan terakhir bernur dan ja cemberut pada orang-orang
Nazi 260ian"' c0]celat, yang semuanya ada sepuluh ^"ja berhenti dan menatap
kelompok skinhead 0,81,8 bercampur di sebelah kelompok Nazi. Ia ya?"lan angkuh
mengelilingi tepian lapangan rumtemp1* protes itu berlangsung, berhenti sejenak
Suk bicara dengan dua biarawati Katolik yang duduk di bawah payung besar, sejauh
mungkin dari para demonstran. Suhu saat itu nyaris men-capai 38 derajat Celcius,
dan biarawati-biarawati itu terpanggang di bawah naungan. Mereka meneguk air es,
poster-poster mereka bersandar di lutut, menghadap ke jalan raya. Para biarawati
itu menanyakan siapa dirinya dan apa yang ia inginkan. Dijelaskannya bahwa ia
bertindak sebagai kepala penjara, dan hanya ingin memastikan demonstrasi itu
berlangsung tertib. Mereka memintanya pergi. EMPAT PULUH TIGA Mungkin ku karena
hari Minggu, atau mungkin gara-gara hujan, tapi Adam minum kopi paginya dalam
ketenteraman yang tak terduga. Hari masih gelap di luar. dan tetesan lembut
gerimis hangat musim panas di teras terasa menyihir, (a berdiri di tengah pintu
yang terbuka, mendengarkan tetesan hujan. Hari masih terlalu pagi untuk lalu
lintas di Riverside di bawah. Tak ada suara dari perahu tambang di sungai.
Semuanya hening dan damai. Dan begitu banyak urusan yang harus dikerjakan hari
ini. hari ketiga sebelum eksekusi. Ia akan mulai di kantor, tempat petisi detik
terakhir lainnya harus disiapkan. Intinya begitu konyol, sampai Adam nyaris malu
mengajukannya. Kemudian ia akan pergi ke Parchman dan duduk bersama Sam untuk
bercakap-cakap Rasanya takkan ada gerakan apa pun dari pengadilan pada hari
Minggu. Itu mungkin karena para panitera pengurus hukuman mati dan staf mereka
letalu siaga ketika eksekusi sudah mendekat Nfr m ?"i Jumat dan Sabtu berlalu
tanpa keputusan Ta pun, dan ia siap menghadapi ketidakaktifan yang sama hari
ini. Menurut pendapatnya yang tak terlatih dan belum teruji, besok keadaan akan
jauh berbeda. Besok tak akan ada apa-apa kecuali hiruk-pikuk. Dan hari Selasa,
yang tentunya dijadwalkan menjadi hari terakhir Sam sebagai makhluk bernapas,
akan jadi mimpi buruk penuh ketegangan. Namun hari Minggu ini tenang luar biasa.
Ia tertidur hampir tujuh jam, rekor baru belakangan ini. Kepalanya jernih,
denyut nadinya normal, dan napasnya teratur. Pikirannya tenang dan tidak kusut.
Ia membalik-balik koran Minggu, memeriksa judul-judul berita, tapi tidak membaca
apa pun. Sedikitnya ada dua berita tentang eksekusi Cayhall, satu dengan foto-
foto lebih banyak tentang sirkus yang makin menghebat di luar gerbang penjara.
Hujan berhenti ketika matahari muncul, dan ia duduk di kursi goyang basah selama
satu jam, melihat-lihat majalah arsitektur milik Lee. Sesudah beberapa jam
menikmati ketenangan dan keheningan, Adam bosan dan siap beraksi. Ada urusan
yang belum tuntas dalam kamar tidur Lee, urusan yang ingin dilupakan Adam tapi
tak bisa. Sudah sepuluh hari sekarang, pertempuran tanpa suara berkecamuk dalam
jiwanya tentang buku dalam laci Lee. Lee dalam keadaan mabuk ketika bercerita
tentang foto pembunuh-sewenang-wenang itu. tapi'itu bukan .gauan seorang pecandu
alkohol. Adam tahu buku itu ada Ada buku smgguhan dengan foto asli seorang laki-
laki muda berkulit hitam tergantung pada tali dan di bawah kakinya ada
segerombolan orang kulit purih yang bangga, bergaya di depan kamera, kebal
terhadap tuntutan hukum. Secara mental ia sudah menyusun foto itu, menambahkan
wajah-wajah, menggambarkan pohon itu, melukiskan talinya, menambahkan judui di
bawahnya Namun adi beberapa bal yang tidak diketahuinya dan tak dapat ia
bayangkan. Apakah wajah orang man' ini bisa terlihat" Apakah ia memakai sepatu
atau bertelanjang kaki" Apakah Sam yang masih sangat muda bisa dikenali dengan
mudah" Berapa banyak wajah putih dalam foto itu" Dan berapa usia mereka" Apakah
ada wanita" Senapan" Darah" Lee mengatakan laki-laki itu dicambuk. Apakah cambuk
ku ada dalam foto" Sudah berhari-hari ia membayangkan foto itu, dan sudah tiba
saatnya melihat buku tersebut. Ia tak bisa menunggu sampai nanti. Lee mungkin
akan kembali segar bugar. Ia mungkin akan memindahkan buku itu,
menyembunyikannya lagi. la merencanakan akan menghabiskan dua atau tiga malam
mendatang di sini, tapi itu bisa berubah dengan satu hubungan telepon. Ia bisa
saja terpaksa pergi ke Jackson atau tidur dalam mobilnya di Parchman. Urusan-
urusan i rutin- macam makan siang, makan malam, dan i tidur sekonyong-konyong
jadi tak dapat diramal- ' km bila klienmu cuma punya waktu kurang dari seminggu
untuk hidup. Ini saat yang tepat, dan ia memutuskan dirinya " sudah siap
menghadapi gerombolan pembunuh itu. Ia berjalan ke pintu depan dan memeriksa
halaman parkir, untuk memastikan Lee tidak memutuskan kembali. Ia mengunci pintu
ke kamar tidur Lee dan menarik laci paling atas. Laci itu penuh dengan pakaian
dalam, dan ia malu melakukan penggeledahan ink " -Buku itu ada di laci ketiga,
tergeletak di atas sweatshirt yang sudah pudar warnanya Buku itu tebal dan
dijilid dengan kain. hijau - Southern Negroes and the Great Depression.
Diterbitkan pada tahun 1947 oleh Toffler Press, Pittsburgh. Adam mengambilnya
dan duduk di tepi ranjang. Halaman-halamannya amat bersih dan rapi, seolah-olah
buku itu tak pernah disentuh atau dibaca. Lagi pula siapa di daerah Deep South
yang akan membaca buku macam itu" Bila buku itu telah beberapa dasawarsa menjadi
milik keluarga Cay-hall, Adam yakin buku itu tak pernah dibaca. Ia mengamati
sampul dan merenungkan keadaan macam apa yang menjadikan buku ini milik keluarga
Sam Cayhall. Buku itu berisi foto-foto yang terdiri atas tiga bagian. Yang pertama adalah
sejumlah foto rumah dan gubuk reyot tempat orang-orang kulit hitam . dipaksa
tinggal di perkebunan. Ada foto-foto keluarga di teras depan dengan puluhan
anak, ada foto-foto wajib pekerja perkebunan yang ". bungkuk rendah di ladang
sedang memetik kapa? Bagian kedua ada di tengah buku, jumlah-ada dua puluh
halaman. Ada dua foto pSn^ nuhan, yang pertama berupa pemandangan pe^i darah
yang mengerikan dengan dua orang & Klux Klan berjubah dan berkerudung memegang
senapan dan bergaya di depan kamera. Seorang laki-laki kulit hitam yang dianiaya
berat tergantung dari rambang di belakang mereka, matanya separo terbuka,
wajahnya hancur lebur dan berdarah. Tu-lisan di bawahnya menerangkan: Pembunuhan
semena-mena KKK, Central Mississippi, 1939. Seolah-olah ritual ini bisa
diterangkan sekadar dengan memberikan tempat dan waktu. Adam ternganga ngeri
melihat foto itu, kemudian membalik halaman, melihat pemandangai pembunuhan
kedua. Yang ini nyaris bukan apa-apa dibandingkan dengan yang pertama. Tubuh tak
bernyawa di ujung tali itu hanya bisa dilihat dari dada ke bawah. Pakaiannya
robek-robek, mungkin karena cambuk, bila benar alat itu dipakai. Laki-laki hitam
itu sangat kurus, celananya yang kedodoran dieratkan di pinggang, la
bertelanjang kaki. Tak ada darah yang terlihat. Tali yang menopang tubuhnya bisa
dilihat ter- I ikat pada dahan yang lebih rendah di latar be- J lakang. Pohon
itu besar, dengan dahan-dahan ke- J kar dan batang besar. Satu kelompok yang
gembira berkumpul cuma f berapa senti dari kaki yang bergelantungan. f ^kijaki,
wanita, dan anak-anak membadut di depan kamera, beberapa orang bergaya
menunjukkan kemarahan dan kejantanan yang dilebih-lebihkan - alis berkerut dalam,
mata ganas, bibir bertaut rapat, seolah-olah mereka memiliki kekuasaan tak
terbatas untuk melindungi kaum wanita mereka dari agresi orang Negro; sebagian
lainnya tersenyum dan tampak seperti tertawa kecil, "terutama yang wanita, dua
di antaranya cukup cantik; satu bocah laki-laki memegang pistol dan
mengarahkannya ke kamera dengan lagak mengancam; seorang laki-laki muda memegang
botol minuman keras yang diarahkan ke kamera untuk menunjukkan labelnya
Kebanyakan mereka tampak gembira dengan peristiwa ini. Adam menghitung ada tujuh
belas orang dalam kelompok tersebut, setiap orang menatap ke kamera tanpa malu
atau khawatir, .tanpa sedikit pun tanda telah terjadi suatu kesalahan. Mereka
sepenuhnya kebal dari tuntutan hukum. Mereka baru saja membunuh manusia lain,
dan jelas terlihat bahwa mereka melakukannya tanpa perasaan takut akan
konsekuensi. Ini sebuah pesta. Terjadi di waktu malam, udara hangat, ada minuman
keras dan wanita cantik Tentu mereka membawa makanan dalam keranjang dan akan
menggelar tikar di tanah untuk menikmati piknik di sekeliling pohon itu.
Pembunuhan semena-mena di pedesaan Missu-. ^ 1936 demikian bunyi tulisan di
bawahnya. Sam ada di deretan depan, membunga benekkan pada lutut di antara dua I
adalah laki-laki muda yang mirip dengan Sam, tapi mustahil mengatakannya dengan
pasti. ter. lain. Mereka bertiga bergaya hebat di depa?, mera. Umurnya lima
belas atau enam belas m. wajahnya yang kurus berusaha keras, kelfa^' mengancam -
bibir bertaut, alis merapat, dag angkat. Kepongahan seorang bocah laki-laki y^.
berusaha menyamai. bajingan-bajingan yang fe^ matang di sekelilingnya. Ia bisa
dikenali dengan mudah, sebab seseorang telah menorehkan garis dengan tinta bini
yang sudah pudar ke tepi foto itu, di mana-nama Sam Cayhall tertulis dengan
huruf besar. Garis itu me-lintasi tabuh dan wajah orang lain dan berhenti pada
telinga kiri Sam. Eddie. Ini pasti perbuat? Eddie. Lee mengatakan Eddie
menemukan buku ini di gudang di atas pata-para, dan Adam bisa membayangkan
ayahnya bersembunyi dalam kegelapan, menangisi foto itu, mengidentifikasikan Sam
dengan menudingkan panah yang menuduh ke kepalanya. Lee juga mengatakan ayah Sam
adalah pemimpin gerombolan kecil ini, namun Adam tak dapat mengenalinya. Mungkin
Eddie pun tak bisa mengenalinya, sebab tak ada tanda-tanda apa pun. Di situ
sedikitnya ada tujuh laki-laki yang cukup tua untuk jadi ayah Sam. Berapa di
antara orang-orang ini bermarga Cayhall" Lee mengatakan saudara-saudara Sam juga
terlibat, dan barangkah merdu ja mengamati mata kakeknya yang jernih dan indah,
lalu hatinya sakit. Sam cuma seorang bocah, dilahirkan dan dibesarkan dalam
sebuah ramah tangga di mana kebencian terhadap orang jmlit hitam dan golongan
lain merupakan jalan hidup. Berapa banyak kesalahan yang bisa ditimpakan
padanya" Lihatlah orang-orang di sekelilingnya, ayahnya, sanak saudara, teman-
teman, dan tetangga, semuanya mungkin orang-orang jujur, miskin, dan rajin yang
terekam pada akhir sualu upacara kejam yang merupakan hal lumrah dalam
masyarakat mereka. Sam tak punya pilihan. Inilah dunia satu-satunya yang ia
ketahui. Bagaimana Adam bisa mendamaikan masa lalu dengan masa kini" Bagaimana
ia bisa menuai orang-orang dan perbuatan mengerikan ini dengan adil bila
perbedaan nasib bisa membuatnya berada di tengah-tengah mereka, seandainya ia
lahir empat puluh tahun lebih awal" Sewaktu memandangi wajah-wajah mereka, suatu
perasaan lega yang aneh memeluknya. Meskipun Sam jelas peserta sukarela, ia cuma
salah satu anggota gerombolan itu, cuma bersalah sebagian. Jelas beberapa lelaki
yang lebih tua dengan wajah keras itulah yang melaksanakan pembunuhan, dan
sisanya ikut datang untuk menyaksikan. Melihat foto tersebut, mustahil
membayangkan Sam dan sobat-sobatnya yang lebih muda telah melaksanakan
kebrutalan ini. Sam buat apa-apa untuk menghentikannya, jy mungkin ia tak
berbuat apa pun untuk mendoro nya. Pemandangan itu menimbulkan seratus penani an
yang tak* terjawab. Siapa fotografernya, ^ bagaimana ia bisa berada di sana
dengan fcaiw nya" Siapakah pemuda kulit hitam itu" Di ^ kah keluarganya, ibunya"
Bagaimana mereka r^. nangkapnya" Apakah sebelumnya ia dipenjara^ dan kemudian
diserahkan kepada gerombolan k oleh yang berwajib" Apa yang mereka kkukm dengan
mayatnya setelah ini selesai" Apakft orang yang mengaku sebagai korban
pemerkosa? itu salah satu wanita muda yang tersenyum pada kamera" Apakah ayahnya
salah satu dari laki-laki itu" Saudara-saudaranya" Seandainya Sam melakukan
pembunuhan sewenang-wenang pada usia semuda itu, apa yang bisa diharapkan
darinya sebagai orang dewasa" Seberapa seringkah orang-orang ini berkumpul dan
berpesta seperti ini di pedesaan Mississippi" Bagaimana dalam dunia ciptaan
Tuhan ini Sm Cayhall bisa menjadi orang lain selain dirinya" h tak pernah punya
kesempatan. Sam menunggu dengan sabar di kantor depan, menghirup kopi dari poci
yang lain. Kopi ini kental dan sedap, berbeda dengan godokan ampas yang mereka
sajikan setiap pagi kepada para nas- i 810 dana Packer memberikannya dalam
cangkir Vet-0s besar. Sam duduk di meja, dengan kaki di kursi. Pintu terbuka dan
Kolonel Nugent melangkah tegap ke dalam, dengan Packer di belakang. Pintu
ditutup. Sam menegak dan memberi hormat cepat. "Selamat pagi, Sam," kata Nugent
muram. "Bagaimana keadaanmu?" "Hebat. Kau?" "Sibuk." "Yeah, aku tahu ada banyak
urusan dalam pikiranmu. Ini berat bagimu, berusaha mengatur eksekusiku dan
memastikannya berjalan benar-benar lancar. Tugas berat. Aku angkat topi
untukmu." Nugent tak menghiraukan sindiran itu. "Perlu bicara denganmu tentang
beberapa hal. Pengacaramu sekarang mengatakan kau gila, dan aku cuma ingin
melihat sendiri keadaanmu." "Aku merasa seperti jutawan." "Nah, kau kelihatannya
sehat-sehat saja." "Wah, terima kasih. Kau pun kelihatan sehat-sehat. Sepatu
lars yang bagus." Lars tempur hitam itu berkilauan seperti biasa. Packer
meliriknya dan tersenyum lebar. "Ya," kata Nugent sambil duduk di kursi dan
melihat sehelai kertas. "Psikiater mengatakan kau tidak kooperatif." "Kuharap
begitu. Sudah hampir sepuluh tahun aku di sini, dan dia akhirnya membawa pantat
" h* .ini untuk melihat bagaimana kebesamya Ke 811 i adaanku ketika satu kakiku
sudah berada di kabur. Yang dia inginkan adalah memberiku "J bius, sehingga aku
melayang-layang saat to ' badut-badut membunuhku. Membuat tugas to^ lebih mudah,
kan?" "Dia cuma berusaha membantu." "Kalau begitu, semoga Tuhan memberkatinya
Katakan padanya aku menyesal. Itu takkan terjadi lagi. Cafaf pelanggaranku dalam
RVR. Masukkag laporan itu dalam berkasku." "Kita perlu bicara tentang makanan
terakhirmu; "Mengapa Packer ada di sini?" Nugent melirik Packer, lalu memandang
Sam, "Sebab begitulah prosedurnya." "Dia ada di sini untuk melindungimu, kan"
Kau takut padaku. Kau takut ditinggalkan sendirian bersamaku dalam ruangan ini,
kan, Nugent" Aku hampir tujuh puluh tahun, lemah sekali, separo mati karena
rokok, dan kau takut padaku, seorang pembunuh." "Sama sekali tidak." "Aku akan
menendangi pantatmu ke seluruh penjuru ruangan ini, Nugent, kalau aku mau." "Aku
betul-betul takut. Dengar, Sam, mari kita selesaikan urusan ini. Apa yang
kauinginkan sebagai makanan terakhirmu?" "Sekarang hari Minggu. Makanan
terakhirku di- j jadwalkan untuk Selasa malam. Mengapa kau me- j repotiku dengan
urusan itu sekarang?" "Kami harus menyusun rencana. Kau boleh minta apa saja,
dalam batas yang wajar." "Siapa yang akan memasaknya?" "Akan disiapkan di dapur
sini." "Oh, hebat! Oleh koki pintar yang selama sembilan setengah tahun
memberiku sampah. Sungguh menyebalkan!" "Apa yang kauinginkan, Sam" Aku mencoba
bersikap wajar." "Bagaimana kalau roti panggang dan wortel godok" Aku tak suka
membebani mereka dengan sesuatu yang baru." "Baiklah, Sam. Bila kau sudah
memutuskan, "katakanlah pada Packer di sini, dan dia akan mem-beritahu dapur."
"Takkan ada makanan terakhir, Nugent Pengacaraku akan melontarkan artileri berat
besok. Kalian badut-badut takkan tahu apa yang menimpa diri kalian." "Kuharap
kau benar." "Kau bangsat penipu. Kau tak sabar lagi ingin menggiringku ke sana
dan mengikatku. KaU tak tahan dengan angan-angan menanyaiku apakah
ada pesan terakhir, lalu mengangguk pada salah satu kacungmu untuk menutup
pintu. Dan ketika segalanya selesai, kau akan menghadapi pers dengan wajah sedih
dan mengumumkan bahwa 'Pada pukul 24.15, pagi ini, # Agustus, Sam Cayhall
dieksekusi dalam kamar gas di Parchman sini, sesuai dengan keputusan Circuit
Court Lakehead County, 813 Mississippi.' Itu akan jadi saat terhebat fagj^
Nugent. Jangan bohong padaku.* Sang Kolonel tak pernah mengalihkan pandang, aa
dari kertas. "Kami perlu daftar saksimu." Temui pengacaraku." "Dan kami perlu
tahu. apa yang harus dilaku^ dengan barang-barangmu." Temui pengacaraku." "Oke.
Kami menerima banyak permintaan wawancara dari pers." "Temui pengacaraku."
Nugent melompat berdiri dan menghambur keluar dari kantor itu. Packer memegang
pintu, menunggu beberapa detik, lalu dengan tenang berkata, "Duduklah dS tempat,
Sam, ada orang lain lagi yang ingin menemuimu." Sam tersenyum dan mengedipkan
mata padi Packer. "Kalau begitu, tolong ambilkan kopi lagi, Packer." Packer
mengambil cangkir, dan beberapa menit kemudian kembali membawa kopi. la juga
memberikan koran Minggu dari Jackson kepada Sam, dan Sam sedang membaca segala
macam berita tentang eksekusinya ketika sang Pendeta, Ralph Griffin, mengetuk
dan masuk. Sam meletakkan koran di meja dan mengamati sang Pendeta. Griffin
memakai sepatu sport putih, jeans pudar, dm kemeja hitam dengan keran pendeta
berwarna putih. "Pagi, Pak Pendeta," kala Sam sambi/ meneguk kopi. /Apa kabar,
Sam?" Griffin bertanya seraya menarik kursi sangat dekat ke meja, lalu duduk.
"Saat ini hati saya penuh dengan kebencian," kata Sam muram. "Saya sedih
mendengarnya. Kepada siapa kebencian itu ditujukan?" "Kolonel Nugent. Tapi saya
akan mengatasinya" "Apakah Anda sudah berdoa, Sam?" "Tidak." "Kenapa tidak?"
"Mengapa tergesa-gesa" Saya masih punya hari ini, besok, dan hari Selasa. Saya


Novel The Chamber Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rasa Anda dan saya akan berdoa banyak-banyak Selasa malam "nanti," 'Kalau Anda
menginginkannya. Itu terserah Anda. Saya akan berada di sini." Saya ingin Anda
bersama saya sampai saat terakhir, Pak Pendeta, kalau Anda tidak keberatan. Anda
dan pengacara saya. Kalian diizinkan duduk bersama saya selama jam-jam
terakhir." "Saya merasa mendapat kehormatan besar." "Terima kasih." "Tepatnya
apa yang Anda ingin saya doakan, Sam?" Sam meneguk kopinya lama-lama. "Ah, yang
pertama, saya ingin tahu saat saya meninggalkan dunia, segala perbuatan buruk
yang saya lakukan sudah diampuni." "Dosa-dosa Anda?" 815 "Benar." Tuhan
mengharapkan kita mengaku dosa ^ pada-Nya dan meminta pengampunan." "Semuanya"
Sekaligus?" "Ya, yang bisa kita ingat." "Kalau begitu, lebih baik kita mulai
dari se-karang. Akan butuh waktu beberapa lama." "Terserah Anda. Apa lagi yang
ingin Anda doakan?" "Keluarga saya, seperti apa adanya. Ini akan berat bagi cucu
saya, dan adik saya, dan mungkin anak perempuan saya. Takkan banyak air mata
yang bakal dicucurkan untuk saya, Anda mengerti, namun saya ingin mereka
mendapat penghiburan, ' Dan saya ingin memanjatkan doa bagi teman-' j teman saya
di The Row sini. Ini akan berat bagi mereka" "Ada lainnya?" "Yeah. Saya ingin
memanjatkan doa yang tulus bagi keluarga Kramer, terutama untuk Ruth." "Keluarga
korban?" "Benar. Juga untuk keluarga Lincoln." "Siapakah keluarga Lincoln?"
"Kisahnya panjang. Korban lain." ? "Ini bagus, Sam. Anda perlu mengeluarkan ini
Tiga Maha Besar 5 Bergelut Dalam Kemelut Takhta Dan Angkara Karya Langit Kresna Hariadi Tangan Berbisa 11
^