Pencarian

Anak Tanpa Rumah 1

Anak Tanpa Rumah The Suitcase Kid Karya Jacqueline Wilson Bagian 1


Judul Buku "Anak Tanpa Rumah Judul Asli: The Suitcase Kid
Pengarang: Jacqueline Wilson
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2004 Cetakan ke: dua" Untuk mengenang Hilda Ellen Smeed
halaman 7 SAAT orangtuaku berpisah, mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan denganku. Mum mau aku tinggal dengannya. Dad ingin aku bersamanya. Aku tidak mau tinggal di tempat baru Mum maupun Dad. Aku mau tetap tinggal di tempat kami yang lama, Mulberry Cottage, hanya kami bertiga. Empat, kalau termasuk kelinci totol Sylvania-ku, Radish.
Mereka lama berselisih tentang siapa yang bakal dapat hak perwalian. Kupikir awalnya mereka sedang bicara tentang gulali, sama-sama ada li-nya, kan" Aku benci gulali karena kita tidak tahu kapan ia bakal lengket di tenggorokan dan membuatmu tersedak.
Mum marah, dan Dad marah, dan aku juga marah. Aku merasa aku dibelah dua. Separo diriku ingin memihak Mum. Separo yang lain ingin memihak Dad. Lebih enak jadi Radish. Ia hanya berpihak padaku. Ia tinggal dalam sakuku sehingga tak pernah ada pertengkaran siapa yang akan memiliki hak perwalian atas dirinya.
halaman 8 Kami harus menemui penasihat keluarga. Ini konyol, karena Dad dan Mum kan tidak mau hidup sebagai keluarga lagi. Penasihat keluarga itu mengobrol denganku. Ia berusaha tetap santai, walaupun aku tahu ia ingin bicara tentang segala hal sedalam-dalamnya. Ia punya boneka-boneka kecil di kantornya, ibu boneka dan ayah boneka, dan satu set anak-anak boneka dalam berbagai ukuran. Wanita itu menyuruhku main dengan boneka. Aku memencet perut ibu boneka dan ayah boneka, dan bilang aku tidak mau main dengan boneka-boneka tua yang konyol itu.
Tapi wanita itu melihatku merogoh-rogoh saku, dan melihat Radish sekilas. Aku sering menggenggam Radish erat-erat saat perasaanku tidak enak.
"Oh, mainan yang lucu sekali. Boleh kulihat, ya?" katanya dengan suara konyol yang biasa dipakai orang dewasa ketika ingin membuatmu suka padanya.
halaman 9 "Ia bukan mainan, tapi maskot," ujarku. Aku sama sekali tidak ingin menunjukkan Radish padanya. Radish milikku, milikku seorang. Tapi aku terpaksa mengizinkan wanita itu memegang-megangnya, melepas baju Radish, dan menggantung kelinciku itu dalam posisi terbalik dengan sangat kasar.
"Kelinci capa namanya?" tanyanya.
Ia bicara seolah umurku baru dua tahun, bukan sepuluh. Aku hanya mengangkat bahu dan menggeleng.
"Itu Radish," kata Mum. "Andrea sudah bertahun-tahun memilikinya. Ia anggota keluarga yang sangat penting."
"Sebetulnya aku yang membelikan Radish untuk Andrea. Hadiah akhir pekan kecil-kecilan. Aku memberinya kado kecil sesekali," kata Dad.
"Radish bukan pemberian darimu! Aku yang membelinya sebelum Natal untuk dimasukkan ke dalam kaus kaki Andrea," kata Mum.
"Dengar, aku jelas-jelas ingat membeli kelinci itu di toko di ujung jalan,"
"Toko di ujung jalan itu bahkan tidak menjual seri keluarga Sylvania. Aku membeli boneka itu di toko mainan di kota dan?"
Kusambar Radish dan dengan lembut kututup telinganya dengan kedua tanganku. Radish tidak tahan mendengar orangtuaku bertengkar.
halaman 10 "Tidak apa-apa," kata wanita itu, berusaha menyuruh mereka diam. Ia masih tersenyum pada Radish.
"Halo, Radish," katanya sambil menatap wajah kecil Radish yang berbulu.
Aku merengut. Oke, aku memang menganggap Radish hidup, tapi aku tidak tahan kalau orang dewasa juga berpura-pura menganggap Radish hidup.
"Kurasa kau agak sedih dan khawatir tentang di mana kau akan tinggal nanti, Radish kecil," kata wanita itu.
Mulut Radish tetap terkancing.
"Kita tahu apa kemauan Mum dan kita tahu apa kemauan Dad, tapi apa yang kauinginkan, Radish?" wanita itu bertanya.
Radish tak mengucapkan sepatah kata pun.
"Kurasa ia agak pemalu," kata wanita itu. "Mungkin sulit untuk bicara di depan Mum dan Dad."
Jadi ia meminta Mum dan Dad keluar dari ruangan selama beberapa menit. Mereka sebetulnya enggan. Mereka terus menatapku. Kau tahu seperti apa rasanya jadi pemimpin tim di sekolah dan semua orang ingin jadi anggota tim yang pertama kali dipilih. Pilih aku, kata Mum. Pilih aku, kata Dad. Aku menunduk menatap Radish sampai mereka keluar.
halaman 11 "Kasihan Radish. Ini masalah yang berat untuknya, bukan?" kata wanita itu.
Radish dan aku tetap diam. Wanita itu pun diam beberapa saat. Juga Mum dan Dad di luar. Aku bertanya-tanya apakah mereka menguping. Tapi lalu mereka mulai kembali bertengkar. Hanya bisik-bisik awalnya, tapi kemudian mereka jadi benar-benar kalap dan mulai berbicara keras.
"Ya ampun," kata wanita itu. "Nah, Radish. Ini Mum. Dan ini Dad," ia menegakkan boneka-boneka bututnya di ujung-ujung meja. Lalu ia mengeluarkan batu bata mainan dan membuat rumah kecil untuk ibu boneka dan satu lagi untuk ayah boneka. Ia meraih Radish dan menempatkannya di tengah. Lalu ia menatapku. "Di mana Radish mau tinggal, Andrea" Apakah ia mau tinggal di Rumah A" Ia menunjuk rumah ibu boneka. "Atau ia mau tinggal di Rumah B" Ia menunjuk rumah ayah boneka.
"Ia mau tinggal di Rumah C. Mulberry Cottage, tempat kami tinggal selama ini. Dengan Mum, Dad, dan aku," ujarku.
"Aku tahu itu yang ia mau. Tapi tidak bisa.
halaman 12 Tidak lagi. Itu tidak mungkin. Dengarkan saja Mum dan Dad," katanya. Mereka sekarang saling berteriak. "Mereka tidak lagi bisa bahagia kalau tinggal bersama. Kau bisa lihat sendiri, kan, Andrea" Tapi mereka berdua sangat menyayangimu dan ingin kau bahagia. Jadi rumah mana yang paling membuatmu dan Radish bahagia" Rumah A" Ia menunjuk rumah ibu lagi. "Atau Rumah B" Giliran rumah ayah boneka.
Kupandangi Rumah A. Kupandangi Rumah B. Kupandangi Radish. Kubuat ia berjalan ke satu arah. Lalu ke arah lainnya. Kubuat ia berjalan maju-mundur di atas meja.
"Ia masih ingin tinggal di Rumah C. Tapi tidak bisa lagi"padahal kupikir masih bisa. Jadi ia mau tinggal di Rumah A dan Rumah B."
"Ah," kata wanita itu. "Maksudmu ia mau tinggal seminggu di Rumah A dan seminggu di Rumah B?"
Jadi begitulah keputusannya. Radish tinggal denganku, dalam sakuku, seperti selama ini. Ia yang paling beruntung. Dan aku harus tinggal seminggu di tempat Mum dan minggu berikutnya di tempat Dad. Gampang kok, semudah A B C. Rasanya tidak deh.
halaman 13 A untuk Andy Andy NAMAKu Andrea West, tapi aku biasa dipanggil Andy. Saudara tiriku yang jahat, Katie, biasa memanggilku Andy Pandy. Semua orang menganggap dia manis. Manis adalah spesialisasi Katie. Kami sebaya"sebenarnya ia lebih tua lima hari daripada aku"tapi tingginya tidak sampai sepinggangku. Kebetulan badanku besar. Katie luar biasa kecil. Orang tidak mengira umurnya sepuluh tahun. Mereka pikir ia baru tujuh atau delapan tahun dan Katie memanfaatkan itu semaksimal mungkin. Ia mengedipkan mata birunya yang lebar dan mengernyitkan hidung mungilnya yang berwarna merah jambu, dan berbicara dengan suara melengking seperti tikus putih kecil. Semua orang jadi gemas dan ingin menggigiti kupingnya. Katie bukan tikus putih kecil. Ia Tikus Got Raksasa.
halaman 14 Katie manja bukan main. Ia punya televisi dan video sendiri di kamarnya. Kalau minggu itu aku menginap di tempat Mum, aku harus sekamar dengan Katie. Ia selalu ngotot memilih acara TV yang akan ditonton dan selalu mendapat giliran pertama memilih video. Ia punya film-film horor tegang banjir darah yang susah dilupakan, yang tidak diketahui ayahnya. Ia menyembunyikan film-film itu dalam kotak Care Bears. Selain itu ia juga punya film-film Walt Disney biasa. Dan ia juga punya video MENONTON BERSAMA IBU. Pernah lihat yang seperti itu" Videonya agak konyol sebetulnya, berisi berbagai acara anak-anak yang dulu ditonton Mum dan Dad pada zaman kuda gigit besi. Salah satunya sandiwara boneka berjudul Andy Pandy. Kami menontonnya bersama dan sejak itulah Katie memanggilku Andy Pandy.
Aku tidak tahan dan menyuruhnya tutup mulut, tapi ia menolak. Jadi kupaksa dia. Mum melihat kami saling tonjok dan ia naik pitam. Ia tidak bilang apa-apa pada Katie. Hanya aku yang diomeli.
halaman 15 "Teganya kau memukul Katie! Aku tidak menyangka kau bisa sejahat ini! Badanmu dua kali lebih besar daripada Katie. Aku tidak bisa membiarkan kekerasan seperti ini. Kau membuatku sangat malu. Katie sudah repot-repot menyambutmu di rumahnya dan kau berkelakuan seperti ini!"
Aku ingin menjotos Mum dan Katie sekaligus.
"Tidak adil. Mum tidak tahu seperti apa dia sebenarnya," teriakku, tapi aku jadi kedengaran seperti tukang mengadu.
Aku melangkah lebar-lebar ke luar dan mengunci diriku sendiri di kamar mandi sambil memeluk Radish erat-erat. Kami tinggal di kamar mandi berabad-abad dan bahkan saat keluar, kami tidak bicara pada siapa pun seharian. Mum mencoba berbaikan saat kami akan tidur, tapi aku tetap tidak mengatakan apa-apa, tidak selama Katie masih nyengir dalam gelap.
Berhari-hari kemudian barulah aku bisa berdua saja dengan Mum. Paman Bill kerja lembur. Tapi sebenarnya ia bukan pamanku. Ia ayah tiriku yang mengerikan dan aku tidak suka padanya. Aku tidak mengerti apa yang membuat Mum suka padanya. Kuperhatikan ia dengan cermat dan yang kulihat hanya babun raksasa penuh bulu. Badannya penuh bulu hitam lebat seperti babun. Mukanya juga bonyok dan jelek seperti babun. Aku tak pernah melihatnya sendiri, tapi aku yakin pantatnya juga merah manyala seperti pantat babun.
halaman 16 Paula sedang di rumah temannya. Graham mengurung diri di kamar, main game komputer. Dan Katie sedang les balet.
"Hanya kau dan aku, Sobat," kata Mum. "Apa yang akan kita lakukan sekarang?"
Aku mengangkat bahu dan pura-pura sibuk menonton TV. Aku masih merasa agak dongkol. Tapi Mum duduk di sebelahku di sofa dan melingkarkan lengannya di bahuku. Mulanya kubuat tubuhku kaku, tapi Mum terus merapat padaku dan akhirnya aku bisa dibilang bersandar padanya. Akhirnya aku malah duduk di pangkuannya. Mum bertubuh mungil dan aku besar, mungkin aku membuatnya gepeng, tapi kelihatannya ia tak keberatan.
"Gembiralah sedikit," kata Mum sambil bermain-main dengan rambutku, memilinnya jadi kepangan-kepangan kecil.
Aku sedang memanjangkan rambut, tapi tumbuhnya lama sekali. Panjangnya bahkan belum sampai sebahu. Rambut Katie sepunggung dan warnanya hitam mengilap.
halaman 17 "Ini kombinasi yang sangat istimewa," katanya pongah padaku. "Mata biru dan rambut hitam. Aku mewarisinya dari ibuku."
Suaranya selalu kedengaran sedih dan khidmat saat bicara tentang ibunya. Lagaknya seolah ibunya baru meninggal minggu lalu dan semua orang harus kasihan padanya. Sebetulnya ibu Katie meninggal saat Katie masih sangat kecil dan ia mungkin tidak benar-benar ingat seperti apa wajahnya. Mungkin ia tidak akan tahu ibunya bermata biru dan berambut hitam kalau bukan karena foto berwarna dalam pigura di ambang jendela.
Mataku berwarna cokelat seperti lumpur. Rambutku juga. Membuatku agak tertekan.
"Aku sedang tidak ingin gembira," gerutuku walaupun aku tak beringsut dari pangkuan Mum.
"Kenapa kemarin kau ribut-ribut dengan Katie?" tanya Mum.
"Ia mengataiku."
"Apa?" "Andy Pandy." Mum meledak tertawa. "Tidak jelek-jelek amat!"
halaman 18 "Jelek!" protesku, dan aku bergeser ke samping, kembali ke sofa.
"Andy Pandy. Itu. cuma julukan biasa."
"Itu nama acara TV."
"Aku tahu. Andy Pandy oke kok. Ia pahlawan. Aku rasa ia agak cengeng. Tapi kau tidak cengeng. Panggil saja Katie Looby Lou dan goda ia sedikit. Tapi jangan berkelahi. Aku tidak suka."
"Mum tidak mengerti."
"Oh, para ibu memang tidak pernah mengerti," kata Mum sambil mengacak-acak rambutku. "Kita nonton Neighbours, yuk?"
Mum membesarkan suara TV. Aku tidak mau repot-repot menerangkan tentang Andy Pandy. Andy Pandy selalu ikut permainan-permainan tolol dengan Teddy dan Looby Lou, lalu terdengar suara konyol wanita pemandu acara yang berkata, "Sudah waktunya pulang."
Dan Andy harus pulang ke keranjangnya sementara wanita itu menyanyikan lagu Saatnya Pulang ke Rumah. Katie memanggilku Andy Pandy dan menyanyikan lagu Saatnya Pulang ke Rumah dengan suara kecilnya yang manis, tapi aku merasa ia seperti meludahiku. Karena ia tahu aku tak lagi punya rumah.
halaman 19 B untuk Bathroom Kamar Mandi KAMI harus berjejalan kalau aku menginap di Albert Road. Itu rumah Paman-palsu Bill. Aku tidak akan pernah memanggilnya Paman. Aku bahkan tidak mau memanggilnya Bill saja, polos tanpa embel-embel. Walaupun Bill memang polos. Aku bahkan tidak berbicara dengannya kalau tidak terpaksa sekali.
Aku tidak tahan melihat cara Mum bicara dengannya. Mum menggelendot di sampingnya, menyimak setiap patah kata yang diucapkannya, dan terbahak-bahak mendengar lelucon tololnya. Mum bahkan tidak marah kalau Bill pergi minum-minum dengan kawan-kawannya sepulang kerja. Konyol sekali, karena dulu ia sering mengomeli Dad kalau pulang terlambat. Walaupun mungkin itu karena Dad mulai pacaran dengan Carrie cengeng itu...
halaman 20 Paman-palsu Bill adalah tukang cat dan dekorator, walaupun kau tidak akan menyangka begitu kalau melihat rumahnya. (Begitulah awalnya ia bertemu Mum. Waktu ia datang untuk mengecat koridor dan tangga di Mulberry Cottage, karena terlalu tinggi untuk Mum sehingga ia tidak bisa mencapainya. Bill si Babun punya tangga papan khusus. Aku ingin menyuruhnya berjalan sepanjang tangga papan itu. Sampai ujung lalu jatuh.) Rumahnya di Albert Road ini berantakan sekali, sama sekali tidak seindah Mulberry Cottage, jadi aku tidak mengerti mengapa Mum pura-pura senang tinggal di sini. Mum juga mulai mendekorasi rumah ini, mengubahnya di sana-sini. Membuat rumah ini sesuai dengan seleranya.
Tak ada tempat di rumah ini yang sesuai dengan seleraku. Semua orang selalu keluarmasuk dapur dan ruang keluarga. Mum tidur sekamar dengan Billy si Babun tua, jadi aku jelas tidak pernah masuk ke sana.
halaman 21 Bill punya tiga anak: Paula, Graham, dan si tikus got Katie. Aku tidak suka satu pun dari mereka, tapi kurasa Paula yang paling lumayan. Umurnya empat belas tahun dan ia tidak begitu suka pada Mum, mereka berdua sering bertengkar. Ini kudukung mati-matian karena mungkin bisa membuat Mum bosan dan berpikir untuk pergi. Dan setelah itu aku tinggal membuat Dad meninggalkan Carrie dan kami semua bisa jadi keluarga lagi. Mungkin kami bahkan bisa membeli kembali Mulberry Cottage dan memulai semuanya dari awal lagi, bahagia selamanya.
Paula punya kamar sendiri dan ia menempelkan poster-poster penyanyi pop di seantero kamar. Ia juga selalu menyetel stereo system-nya keras-keras hingga seisi rumah bergetar. Ia punya earphones khusus tapi sengaja tidak pernah memakainya. Justru kami yang harus pakai pelindung kuping.
Lucu juga sebenarnya. Paula ribut sekali, tapi Graham anak lelaki paling pendiam yang bisa kalian bayangkan. Umurnya dua belas, tapi aku jauh lebih tinggi daripada dia. Kalau kami berkelahi, aku tahu aku bakal menang, gampang banget. Tapi Graham bukan tipe yang suka berkelahi. Mukanya pucat dan sering kedutan. Ia memakai kacamata dan suka mengurung diri di kamar, bermain komputer. Kurasa suatu hari nanti ia akan jadi robot. Gerakannya tersentak-sentak, dan kalau ia bicara"yang jarang sekali"suaranya datar seperti mesin.
halaman 22 Kamar Katie paling besar, jadi ia selalu sekamar denganku. Itu bukan kemauanku. Aku tidak mau sekamar dengannya. Aku tidak tahan. Aku tidak bisa pura-pura jadi peragawati, berlatih pasang muka lucu, atau bermain dengan Radish karena Katie selalu ada di kamar. Aku bahkan tidak bisa hanyut dalam buku cerita yang kubaca karena Katie menyalakan televisinya keras-keras atau menyanyikan lagu-lagu konyol tepat di telingaku supaya konsentrasiku buyar.
Jadi kau tahu ke mana aku pergi saat butuh ketenangan dan kedamaian" Aku mengunci diriku sendiri di kamar mandi.
Tidak ada tempat yang enak untuk duduk. Toilet jadi keras setelah beberapa lama. Pinggiran bak mandi terlalu dingin. Aku tidak bisa membayangkan duduk di dalam bak. Aku selalu cuma mengelap badan di wastafel. Si Babun mandi tiap hari dan meninggalkan rambut hitam di mana-mana, dan serpihan-serpihan plester tembok dan cat.
halaman 23 Aku mengumpulkan beberapa rambutnya yang kotor dalam kotak korek api, bersama potongan kuku dan secarik tisu bekasnya. Lalu kukarang jampi-jampi jahat dan kulempar kotak itu ke luar jendela. Besoknya, seharian aku menunggu dengan penuh harap berita tentang si Babun jatuh dari tangga. Tapi harapanku tidak terkabul. Ilmu sihirku tidak mempan. Harusnya aku tahu itu. Sudah sering aku berharap Mum, Dad, dan aku bisa bersama lagi di Mulberry Cottage, tapi itu belum juga terjadi.
Bahkan saat mengunci diriku sendiri di kamar mandi aku tidak selalu bisa berkonsentrasi dengan buku yang kubaca. Dulu aku membaca bergunung-gunung buku dan sudah menamatkan semua buku cerita di Kotak Kisah di sekolah. Aku juga sering ke perpustakaan dan punya koleksi buku, hampir lima puluh banyaknya, beberapa lumayan sulit, mirip buku orang dewasa. Tapi sekarang semua bukuku disimpan dalam kardus-kardus di tempat yang tak bisa kujangkau, dan semua buku di sekolah dan perpustakaan tiba-tiba jadi membosankan. Aku tidak bisa menghayati ceritanya. Aku terus berpikir tentang Mum, Dad, dan Mulberry Cottage.
halaman 24 Jadi sekarang aku memilih berbagai buku yang benar-benar kekanak-kanakan, yang kubaca bertahun-tahun yang lalu waktu umurku enam, tujuh, delapan tahun. Aku ingat saat pertama kali membaca buku-buku itu dan kadang bisa berkhayal jadi kecil lagi dan segalanya baik-baik saja.
Kadang-kadang itu gagal, bahkan saat sendirian di kamar mandi. Jadi biasanya aku hanya bermain dengan Radish.
Radish suka sekali kamar mandi. Itu tempat favoritnya. Jangan lupa tingginya hanya empat sentimeter. Wastafel dan bak mandi adalah Kolam Renang Pribadi-nya. Biasanya aku membuat Seluncuran Super dengan menyimpulkan beberapa celana ketat Paula dan merentangkannya dari pegangan pintu ke keran air di bak. Pantat Radish kurang licin, jadi biasanya aku menyabuni pantatnya supaya ia bisa berseluncur dengan lancar. Ini artinya celana Paula juga jadi bersabun, tapi mau diapakan lagi"
Radish tentu tidak suka berenang di kandang si Babun yang penuh bulu, tapi ia suka berendam di wastafel dan jadi ahli melompat dari ambang jendela ke air. Kadang-kadang ia jumpalitan sambil melompat.
halaman 25 Kalau ia mulai menggigil, kukeringkan badannya dengan handuk dan spons, dan Radish akan menghangatkan badannya dengan menggunakan spons sebagai Istana Membal pribadinya. Kalau ia bosan membal-membal dari spons, biasanya ia memohon agar aku membuatkan manusia salju untuknya. Aku tahu ini bakal jadi masalah, tapi aku tak peduli. Kuambil krim cukur si Babun, lalu aku dan Radish membuat gundukan-gundukan salju, lalu kami mulai membentuknya jadi manusia salju. Terakhir kali aku kebablasan. Aku membuat gadis salju, kelinci salju, dan rumah kecil dari salju. Memang sih, bentuknya lebih mirip gundukan besar daripada rumah, tapi si gadis salju dan kelinci salju sangat menyukainya. Aku juga mencoba membuat pohon, tapi tube krim cukur itu berbunyi prut dan aku sadar aku sudah mengosongkannya. Hampir setube penuh.
Si Babun memukul-mukul dada dan meraung pagi harinya, tapi aku dan Radish tak peduli.
halaman 26 C untuk Cottage Pondok KAMI tidak dari dulu tinggal di Mulberry Cottage. Waktu aku masih kecil, kami tinggal di apartemen sempit di tengah London. Tempat itu bising, di mana-mana banyak sampah, dan apartemen kami berkali-kali dibobol maling. Mum dan Dad sering mengobrol tentang pindah ke rumah kecil cantik di pedesaan, tapi itu selalu kedengaran seperti dongeng.
halaman 27 Lalu suatu hari kami jalan-jalan naik mobil, cuaca waktu itu panas dan aku jadi bosan dan mulai merengek dan orangtuaku jadi kesal, jadi aku menjerit-jerit dan tidak mau diam sampai Dad berhenti di depan toko kecil untuk menyogokku agar tenang. Aku berhenti berteriak-teriak dan mulai menyeruput es krimku dengan gembira. Mum dan Dad juga makan es krim dan kami bertiga berjalan kaki sebentar dalam hangatnya sinar matahari. Saat itulah kami melihatnya. Rumah kecil di ujung jalan. Rumah kecil bercat putih dengan atap abu-abu kehitaman, cerobong asap hitam, dan pintu berwarna kuning cerah seperti mentega. Bunga mawar kuning dan honeysuckle merambat di kerangka di sekeliling pintu dan di jeruji jendela, dan bunga-bunga lainnya tumbuh di halaman yang luas. Di tengah halaman ada pohon tua yang batangnya meliuk dan dahan-dahannya terjulur sampai hampir mencapai tanah. Mum dan Dad begitu terpesona dengan rumah itu hingga mereka lupa mengawasiku. Aku berjalan memasuki gerbang dan menuju pohon tersebut, yang penuh diganduli buah-buah lunak berwarna gelap. Kupetik satu dan kumasukkan ke mulutku. Rasanya manis, tajam, dan sensasional. Buah murbei perdanaku.
halaman 28 Ada tanda "Dijual" di pagar. Tampaknya kami memang ditakdirkan untuk membeli Mulberry Cottage. Letaknya tidak benar-benar di pedesaan. Ternyata kayunya banyak yang keropos dan dipenuhi rayap dan selama tahun pertama di mana-mana ada debu dan separo ruangan tidak bisa dipakai. Tapi tak apalah. Kami sudah menemukan rumah dalam dongeng itu.
Aku yang menemukannya. Bagaimanapun, akulah yang pertama kali berteriak-teriak hingga orangtuaku terpaksa berhenti. Itu rumahku. Aku yang menyebutnya Mulberry Cottage"Pondok Murbei-dari awal.
Mum masak pai murbei pada tahun pertama kami tinggal di sana. Lalu Mum membuat selai murbei. Selai itu tidak cukup kental tapi aku tak peduli. Aku sama sekali tak ambil pusing saat selai itu mengalir dari tanganku dan meleleh ke dalam lengan bajuku. Aku suka menjilatinya.
Waktu Mum kembali bekerja, tidak ada lagi acara masak-memasak seperti itu. Dad pernah mencoba membuat pai, tapi kulitnya hangus dan jadi terlalu renyah. Tapi tak soal, karena buah murbei membuat kulit itu sedikit lebih lunak. Dad tidak pernah mencoba lagi dan aku jadi terbiasa makan buah murbei mentah.
halaman 29 Apakah kau pernah makan buah murbei" Rasanya lebih enak daripada raspberry atau stroberi. Kau makan satu dan setelah itu ingin satu lagi, lalu satu lagi. Buah itu meninggalkan noda, walaupun kau sudah sangat hati-hati ketika memakannya. Kau jadi mirip Drakula karena air murbei meleleh seperti darah di dagumu, tapi siapa yang peduli" Kau juga bisa bolak-balik ke toilet karena sakit perut, tapi jujur deh, penderitaan itu sebanding dengan enaknya buah murbei.
Air liurku menitik. Aku sangat ingin makan buah murbei. Aku tak bisa membayangkan orang lain tinggal di Mulberry Cottage sekarang, memetik buah pohon murbeiku. Ada orang lain di kamarku yang papan lantainya tidak rata. Aku sering mendongkel papan lantai itu, berharap ada orang di masa lalu yang menyembunyikan harta karun di bawahnya. Aku tahu aku Pasti bisa menemukan harta itu dan semua lorong rahasia kalau saja aku bisa terus tinggal di sana.
| lanjut | kembali | atas | bawah | daftar isi | depan halaman 30
D untuk Dad Dad DAD menjemputku jumat malam. Saking girang dan tak sabarnya, aku sampai tak bisa duduk diam saat menonton Neighbours. Aku tak sabar menunggu Dad datang"tapi waktu ia memencet klakson mobilnya, aku tiba-tiba mencengkeram Mum dan jadi tak ingin pergi. Selalu begitu.
halaman 31 Dad tidak pernah lagi datang ke pintu depan. Dad dan Mum masih sering bertengkar kalau mereka berduaan terlalu lama. Dan pernah, Dad dan si Babun hampir saja berkelahi. Mereka berdua mengacung-acungkan tinju dan berjalan mengitari satu sama lain. Mum berteriak-teriak, tapi kedua orang itu sama sekali tak memperhatikan. Aku terus menarik Dad, tapi ia menepiskan tanganku. Katie yang akhirnya berhasil mencegah mereka berkelahi.
"Oh, jangan, Daddy, aku takut," rengeknya melengking, mata birunya uang legendaris mengerjap-ngerjap.
Aku benar-benar tidak tahan dengan kelakuan Katie.
Ada satu uang membuatku senang. Dad juga tidak tahan melihat Katie.
"Aku bertengkar lagi dengan Katie," ujarku pada Dad saat kami dalam perjalanan ke rumahnya.
"Siapa yang menang."
"Aku dong." Dad terkekeh. "Bagus, Andy. Ia anak paling manja yang pernah kulihat."
"Kemarin Paman Bill bilang aku manja," kataku.
Aku protes karena tidak kebagian krim susu, susu paling kental di bagian paling atas kemasan, untuk kutuang di atas cornflake sarapanku tiga pagi berturut-turut. Si Babun bilang kami harus gantian. Kubilang aku tidak pernah harus bergantian saat tinggal di rumah kami yang lama dengan Mum dan Dad. Paman Bill bilang sudah waktunya aku belajar berbagi.
halaman 32 Aku bicara banyak sekah sehabis itu dan akhirnya kena marah habis-habisan. Tapi aku tak peduli sebab Paula mengizinkan aku mengambil krim susu saat gilirannya, karena ia ingin langsing.
"'Kurang ajar orang itu! Entah apa yang dilihat ibumu padanya," kata Dad.
"Ya, ia menyebalkan," dengan gembira aku menyatakan persetujuanku.
"Apakah ia membuatmu sebal, Andy?" tanya Dad sambil mengulurkan tangan dan menggelitik daguku.
"Yah, begitu deh."
"Langsung bilang padaku kalau ia mengomel lagi atau melakukan apa saja yang mengerikan, oke" Langsung saja angkat telepon. Gila, menyuruhmu tinggal di sana dua minggu. Kau akan lebih senang tinggal denganku, kan?"
"Mmm," gumamku dan kuraih Radish dari dalam sakuku.
"Aku kangen sekali padamu saat kau di tempat Mum," kata Dad.
"Aku juga kangen, Dad," kataku.
halaman 33 Saat bersama Mum, aku rindu pada Dad. Saat bersama Dad, aku rindu pada Mum. Kadang aku tak percaya kami pernah tinggal bersama di Mulberry Cottage.
"Sini, Sayang," kata Dad sambil menurunkan kecepatan supaya bisa merangkulku.
Aku menggelendot di dada Dad dan ia mencium bagian atas kepalaku. Aku jadi merasa seperti rumput segar dan Dad biri-biri lapar.
"Putri kecilku," kata Dad.
Aku senang sekali dipanggil begitu. Walaupun aku tidak kecil. Aku besar.
Dad melirik arlojinya dan meremas bahuku.
"Kita datang terlalu awal. Bagaimana kalau kita minum es krim soda dulu, berdua saja, kau dan aku?" Ia mengedipkan mata. "Tidak usah beritahu Carrie."
Carrie adalah istri baru Dad. Ia menentang segala sesuatu yang rasanya lezat, seperti es krim, minuman bersoda, hamburger dan kentang goreng, serta cokelat. Ia selalu menghidangkan lumpur berwarna kecokelatan tiap waktu makan. Anak-anaknya, Zen dan Crystal, diberi makan wortel, bukan permen. (Biar begitu anak-anak itu sering curang. Mereka selalu menukar wortel mereka dengan permen Smarties di kelas taman bermain mereka.)
halaman 34 Es krim soda adalah minuman favoritku. Aku tak pernah bisa menentukan apakah aku paling suka stroberi atau cokelat. Dad tahu aku selalu mengubah-ubah pilihan di antara keduanya.
"Bagaimana kalau hari ini kita pesan dua es krim soda" Satu stroberi, satu cokelat," usul Dad.
"Wow!" Tapi aku jadi ragu. Karena kulihat perasaan Dad sedang enak... "Dad?" panggilku, mencoba kedengaran manis dan manja seperti Katie. "Dad, kalau kita masih punya banyak waktu, barangkali kita bisa melakukan yang lain."
"Bukan es krim soda" Wah! Oke, Sayang, apa yang kaumau" Apa pun boleh untuk putri kecilku."
Kutarik napas dalam. "Bisakah kita pergi melihat Mulberry Cottage sebentar?"
Lengan Dad berubah kaku. Senyum di wajahnya hilang.
"Oh, Andy. Jangan mulai lagi."
"Oh, Dad, tolong. Aku tidak mulai apa-apa kok. Aku cuma mau melihat Mulberry Cottage lagi, itu saja."
halaman 35 "Kenapa" Tidak ada gunanya. Kita tidak akan pernah tinggal di Mulberry Cottage lagi. Ada keluarga lain yang tinggal di sana sekarang."
"Aku tahu. Aku cuma mau melihat, itu saja. Karena aku suka rumah itu. Dan harusnya buah-buah murbei sudah mulai keluar dan mungkin kita bisa memetik beberapa dan kita bisa minta Mum masak pai dan?"
"Jangan konyol, Andrea," kata Dad, dan ia menyalakan mobil dan kami berlalu.
Aku tidak pergi ke Mulberry Cottage. Aku tidak dapat es krim stroberi ataupun cokelat. Tidak adil. Hidup tidak pernah adil.
halaman 36 E untuk Ethel Ethel SEUMUR hidup aku anak tunggal. Aku sama sekali tak keberatan. Lalu mendadak hidupku berantakan. Aku punya lima setengah kakak dan adik tiri, laki-laki dan perempuan.
Ada Paula, Graham, dan Katie si mungil yang mengerikan, anak-anak Paman-palsu Bill. Ada juga Zen dan Crystal, si kembar berumur lima tahun anak Carrie. Ya, Zen dan Crystal. Apakah kau pernah mendengar nama setolol itu" Mum tergelak-gelak saat mendengarnya. Lalu ada yang setengah. Carrie akan punya bayi lagi.
halaman 37 Tadinya aku tak mengira. Carrie sangat kurus, tapi ia sering memakai baju panjang dan longgar hingga aku tak pernah memperhatikan perutnya. Lalu Jumat malam saat aku mengemasi barangku, aku bertengkar dengan Zen. Crystal sih lumayan. Rambutnya panjang, wajahnya mungil dan putih dan ia sering mengisap jempol. Zen suka menggigit kuku. Sebentar lagi ia pasti akan mengunyah kukunya sampai buku jari. Rambutnya panjang dan pirang dan wajahnya juga mungil dan putih. Waktu pertama kali melihat mereka, kupikir mereka sepasang gadis kembar. Tapi walau Zen kelihatan seperti banci kecil yang cengeng, ia tangguh kayak sepatu bot tua. Dan ia memang memakai sepatu bot, semacam Doc Martens mini, dan kalau menendang dengan sepatu itu, ia tidak setengah-setengah. Ada poster besar Gerakan Perdamaian di dapur Carrie, tapi kalau ada Zen, tak ada yang bisa mendapat kedamaian.
Zen punya poster Kura-kura Ninja di sisi tempat tidur tingkatnya. Dekat tempat tidur Crystal ada poster balerina, dan ia juga mulai les balet, dan selalu berputar-putar kian kemari dengan sepatu balet merah mudanya. Carrie mencoba mengirimnya ke les karate pemula, tapi Crystal tidak suka. Carrie juga mencoba menyuruh Zen ikut les balet dengan Crystal, tapi anak itu cuma bikin onar dan selalu konyol hingga gurunya mengeluh. Tidak heran.
halaman 38 Nah, aku harus tidur di kamar Zen dan Crystal dua minggu sebulan, selang-seling, dan itu membosankan. Memang ada tempat tidur tingkat milik si kembar di situ, tapi selain itu ruangan tersebut sama sekali tidak kelihatan seperti kamar tidur. Carrie mengizinkan mereka mengeluarkan semua mainan sekaligus dan tidak mengembalikannya ke tempat semula. Si kembar juga punya tenda mainan di situ dan Pondok Wendy"seperti di cerita Peter Pan dari jemuran handuk; lalu ada juga tumpukan kardus yang katanya sih gerbong kereta, toko-toko, dan gua. Kau harus menerobos ini semua untuk menyeberangi ruangan ke lemari besar. Lemari itu bobrok dan separo lacinya tidak bisa ditutup rapat, tapi Carrie melukisinya dengan gambar naga, ikan duyung, unicorn"kuda bertanduk satu"dan tokoh-tokoh dunia dongeng lainnya hingga lemari itu jadi kelihatan cantik, setidaknya di mata orang yang suka dongeng.
halaman 39 Kurasa aku bakal suka lemari seperti itu kalau aku seumur Crystal. Sekarang pun aku tidak keberatan punya barang seperti itu. Kalau saja aku bisa menyimpannya di kamar tidurku yang lama di Mulberry Cottage.
Mum bilang kedengarannya aku kok seperti harus tidur di timbunan sampah dan ia sangat kesal karena aku tidak punya ranjang sungguhan. Carrie membuatkan kantong tidur aneh dari katun yang katanya sih mirip futon"kasur gulung dari Jepang. Ia menyulam gambar perempuan Jepang, kupu-kupu, dan burung di bagian luarnya. Kupikir kantong tidur itu hadiah istimewa untukku dan aku jadi suka. Lalu aku tahu teman-teman Zen dan Crystal yang aneh-aneh sering datang menginap dan mereka tidur di kantong itu juga, jadi aku berang.
Aku mengeluh punggungku sakit, leherku sakit, dan seluruh badanku sakit setelah semalaman dibungkus kantong tidur.
"Jangan cengeng, Andy," kata Dad tajam.
"Ngengeng-cengeng," kata Zen sambil menginjak kakiku dengan sepatu botnya.
"Kau bisa tidur denganku kalau mau, Andy," kata Crystal.
"Trims. Kau suka ngompol," ujarku.
"Cuma sekali-sekali," kata Crystal, pipinya memerah.
halaman 40 Aku merasa jadi orang jahat saat itu. Aku tidak benar-benar marah pada Crystal. Aku marah pada Carrie karena kalau Dad tidak kabur dengannya, aku yakin kami akan hidup bahagia selama-lamanya di Mulberry Cottage.
Aku sering bicara kasar pada Carrie, tapi ia tak pernah membalas. Ia selalu berlagak seolah senang bertemu denganku, tapi aku yakin itu bohong. Lebih sering ia tidak suka dengan kehadiranku. Ia ingin memiliki Dad untuk dirinya sendiri. Berani bertaruh itulah alasannya membuatkan kantong tidur itu. Ia bisa melipat dan menyingkirkannya ke lemari. Berani bertaruh ia juga ingin melipat dan menyingkirkan aku.
Nah lagi, aku selalu sibuk berbenah supaya bisa ada ruang untuk menempatkan barang-barangku, jadi aku harus sering melempar mainan konyol yang sudah rongsok jauh-jauh. Crystal tidak keberatan Barbie-nya melayang dan mendarat dengan kaki mencuat ke angkasa, dan ia hanya tertawa saat boneka Kuda Poni miliknya terbang di udara seperti Pegasus"si kuda terbang Yunani. Tapi Zen menjerit menuduhku mengacak-acak mainan Transformernya dan menendangku keras-keras. Jadi kukaitkan kakiku di kakinya dan ia tersandung, lalu mengaum marah dan menonjok perutku.
halaman 41 "Stop, Zen!" teriak Crystal. "Tidak boleh meninju perut orang. Carrie bilang begitu."
"Ia bilang tidak boleh meninju perutnya karena ia akan punya bayi lagi," kata Zen. "Aku masih boleh menonjok orang lain."
"Tidak boleh," kataku, dan kudorong tubuhnya lalu kududuki. "Apa maksudmu tadi ngomong bayi?" tanyaku dengan napas memburu.
"Bayi Carrie dan Simon," kata Crystal.
Ia sedang mengisap jempol, jadi omongannya kurang jelas. Kusuruh Crystal mengulang ucapannya sambil berusaha menangkap kaki Zen yang menendang-nendang.
"Stop, Zen! Dasar anak bengal!" kataku, lalu kujambak rambutnya. Zen benci itu.
Ia mulai menjerit-jerit, lalu Carrie dan Dad datang tergopoh-gopoh dan terjadi keributan karena akulah yang menduduki Zen dan badanku kira-kira dua kali lebih besar daripada badannya.
"Tapi ia menyepak Andy beberapa kali," kata Crystal jujur.
Mungkin lumayan juga punya adik tiri seperti Crystal. Tapi satu hal sudah pasti. Aku tidak bisa membayangkan punya adik tiri lagi. Adik tiri yang akan jadi putri kecil Dad juga.
"Kau akan punya bayi," kataku galak pada Carrie.
halaman 42 "Betul. Senang, ya?" kata Carrie sambil tersenyum gugup.
"Kenapa kau mau punya anak lagi padahal sudah punya Zen dan Crystal?" tanyaku.
"Aku ingin punya anak dari Simon juga," kata Carrie.
Jawabannya membuatku mual. Wajah Dad juga kelihatan memerah.
"Kami bermaksud memberitahumu akhir pekan ini, sungguh," kata Dad.
"Tidak apa-apa. Aku tidak benar-benar tertarik. Aku tidak suka bayi," tukasku.
"Jangan begitu. Kurasa kau akan senang punya adik perempuan," kata Dad.
"Trims. Tapi kan belum pasti bayi itu nantinya perempuan. Bisa saja laki-laki. Anak laki-laki kayak Zen," kataku.
Dad juga tidak begitu menyukai Zen. Aku senang. Aku tidak setuju Zen dan Crystal menguasai Dad sepanjang waktu hanya karena mereka tidak punya ayah sendiri. (Carrie bilang ayah mereka tidak tahan merasa terikat. Mungkin laki-laki itu melihat Zen sekali dan langsung kabur.)
"Zen kembar," tambahku dengan nada penuh kemenangan.
Tapi Carrie menggeleng. halaman 43 "Tidak. Aku sudah diperiksa. Takut kembar lagi. Tapi hanya ada satu bayi. Perempuan."
"Oh." Aku tak tahu harus bilang apa lagi.
Kesunyian yang panjang. Carrie menatapku. Lalu ia menatap Dad. Dad tidak melakukan apa-apa. Jadi Carrie mendekat dan mengalungkan lengannya di leherku.
"Kita panggil apa adikmu nanti, Andy?" tanyanya.
Wajah Dad berbinar. "Ya, Andy. Bagaimana kalau kau yang memilih nama untuknya?"
Carrie tampak khawatir, tapi ia mengangguk.
"Oke," kataku. "Aku yang pilih namanya."
Mereka terpaksa membiarkanku memilih sekarang. Mereka sudah berjanji. Dan aku akan memilih nama paling jelek yang pernah ada.
Aku dulu punya bibi buyut bernama Ethel yang bau pipis dan suka berteriak-teriak pada semua orang. Begitu melihatku ia berkata, "Siapa si raksasa tukang melongo yang kakinya besar ini" Mudah-mudahan ia punya otak, karena jelas ia tidak cantik."
Aku punya otak kok. Calon adik tiriku akan bernama Ethel.
| lanjut | kembali | atas | bawah | daftar isi | depan halaman 44
F untuk Friends Teman-teman AILEEN sudah jadi teman baikku sejak tahun pertama di taman bermain dulu. Ibunya dan Mum sering menjemput kami dengan mobil sepulang sekolah. Kadang-kadang kami pulang ke tempat Aileen dan ibunya membuatkan cokelat panas dengan marshmallow, lalu aku dan Aileen main boneka Barbie. Kadang Aileen dan ibunya ikut ke Mulberry Cottage bersama Mum dan aku, dan kami semua minum jus"kami pernah minum jus murbei"lalu Aileen dan aku main boneka seri Sylvania milikku.
halaman 45 Lalu waktu kami cukup besar untuk melakukan berbagai hal tanpa ditemani para ibu, kami pergi ke taman dan main ayunan, lalu pergi ke toko di tikungan jalan untuk membeli keripik dan Coke, kemudian merangkak lewat lubang di pagar ke daerah tak berpenghuni dan bermain di antara semak-semak. Kami benar-benar gembira.
Tapi sekarang semuanya berbeda. Sejak meninggalkan Mulberry Cottage, aku dan Aileen tidak bisa lagi main bersama sepulang sekolah. Rumah baru Mum dan si Babun bermil-mil jauhnya dari situ. Apartemen Dad dan Carrie bahkan lebih jauh lagi di arah sebaliknya. Mum pernah mengizinkan Aileen datang untuk minum teh, tapi Katie tidak mau meninggalkan kami, sedangkan tidak ada tempat main pribadi untukku, dan akhirnya kami hanya mendengarkan kaset-kaset Paula. Kami tidak bisa lagi merasa penuh rahasia dan istimewa seperti dulu.
Aku masih bertemu Aileen tiap hari di sekolah, tapi rasanya tidak seperti dulu. Ibu Aileen sekarang sering mengantar Fiona pulang. Aileen dan Fiona main bareng sepulang sekolah.
halaman 46 Kami selalu bertiga ke mana-mana saat istirahat di sekolah. Aileen terus menegaskan bahwa ia masih sahabatku, tapi kalau harus mencari pasangan di kelas, ia selalu memilih Fiona.
halaman 47 G untuk Garden Taman AKU selalu pulang sekolah sendirian sekarang. Tidak ada yang mengantar lagi. Aku harus menyusuri Seymore Road, belok di Larkspur Lane, lewat Victoria Street, dan terus ke kota. Aku berhenti di terminal bus, lalu, kalau sedang tinggal dengan Mum, naik bus nomor 29 sampai pub The Cricketers, kemudian jalan kaki sepuluh menit. Aku harus naik bus dua kali saat tinggal dengan Dad, nomor 62, lalu nomor 144, lalu jalan kaki lima belas menit lagi walaupun sudah naik bus dua kali. Terus terang, aku capek sekali saat tiba di rumah.
halaman 48 Mungkin aku sudah gila kalau tidak punya Radish sebagai teman bicara di jalan. Aku tersesat sekali atau dua kali awalnya, lupa jalan, dan merasakan pusaran panas yang mengerikan di dalam lambungku. Aku harus menggenggam Radish erat-erat agar tidak menangis. Lalu aku menenangkan diri dan menanyakan arah ke terminal bus pada seorang ibu yang kelihatannya tidak berbahaya dan sedang bersama anak.


Anak Tanpa Rumah The Suitcase Kid Karya Jacqueline Wilson di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kali lainnya dompetku mungkin jatuh dari saku mantelku, karena saat antre naik bus, aku bermaksud mengeluarkan uang dan dompetku ternyata sudah hilang. Sejenak kupikir Radish juga lenyap, tapi lalu ia kutemukan berpegangan erat-erat di kain pelapis saku mantel. Radish membuat perasaanku agak mendingan, tapi aku masih tak tahu harus bagaimana.
Aku bisa saja memberitahu sopir bus dompetku hilang, tapi aku takut ia bakal marah. Sopir bus itu badannya gemuk dan besar dan keningnya selalu berkerut.
Tapi akhirnya aku tak perlu bicara dengan sopir bus itu karena ada perempuan tua yang melihatku merogoh-rogoh saku dengan kalang kabut.
halaman 49 "Ada apa, Nak" Uangmu hilang" Sudahlah, jangan bingung. Aku yang bayar ongkosmu hari ini."
Aku sangat berterima kasih dan minta ongkos lebih banyak pada Mum keesokan harinya untuk mengembalikan uang perempuan tua itu. Mum sangat khawatir saat tahu apa yang terjadi.
"Kasihan kau, Andy. Kau pasti sangat cemas. Oh, Sayang, aku benar-benar tidak tega melihatku pulang sekolah sendirian sekarang."
Mum tidak bisa datang menjemputku karena ia bekerja dari pukul 09.00 sampai pukul 17.00 di apotek untuk meringankan biaya rumah tangga. Aku sering berharap ia memilih bekerja di toko yang lebih asyik, toko kue, toko mainan, atau toko hewan piaraan. Apa enaknya kalau Mum hanya membawa pulang tisu toilet setengah harga atau permen batuk yang setengah rusak"
"Aku selalu pulang sendirian dari sekolah sejak umurku enam tahun, Bibi Carol,"' kata Katie pongah.
"Itu tidak masuk hitungan. Sekolahmu yang lama cuma di ujung jalan. Bayi umur enam bulan pun bisa merangkak ke sana," kataku.
halaman 50 "Aku ingin kau pindah ke sekolah Katie, Andy," kata Mum. "Itu lebih masuk akal."
"Tapi kalau aku pindah ke sekolah Katie perjalanan ke sana bisa makan waktu berjam-jam kalau berangkat dari tempat Dad," kataku.
"Yah. Urusan pindah ke sana kemari ini sudah benar-benar keterlaluan," kata Mum. "Kau jadi capek, Andy. Aku hanya memikirkanmu, Sayang. Akan jauh lebih baik kalau kau menetap di satu tempat saja sementara waktu dan belajar di sekolah terdekat."
"Itu juga yang dikatakan Dad. Ia mau aku menetap di tempatnya. Dan pindah ke sekolah Zen dan Crystal, " kataku.
Aku tidak mau pindah ke sekolah mana pun.
Aku suka sekolahku. Walaupun tidak seperti dulu lagi. Aileen tidak seperti dulu. Bahkan guru-gurunya tidak sama lagi. Mereka menghujaniku dengan perhatian saat Mum dan Dad baru berpisah, tapi sekarang mereka sering kesal padaku. Aku sering lupa melakukan sesuatu, atau kehilangan buku, atau tidak menyimak pelajaran.
"Cobalah berkonsentrasi, Andrea," mereka bilang.
halaman 51 Aku sudah berkonsentrasi kok, tapi belakangan ini konsentrasiku sering kah bukan pada pelajaran.
Ada yang menyenangkan dari perjalanan membosankan dari dan ke sekolah. Aku menemukan pohon murbei lain. Pohon itu ada di taman di Larkspur Lane, jadi aku bisa melihatnya saat tinggal dengan Mum atau dengan Dad. Pohon itu tidak sebagus pohon murbei di Mulberry Cottage, tentu saja. Yang ini lebih tua, keriput, dan bungkuk tapi tetap menghasilkan banyak buah murbei.
Aku mengamati buah-buah itu berubah ranum, warnanya berganti dari merah ke ungu lalu hitam mengilap dan penuh air. Kelihatannya tidak ada yang memetik buah-buah itu. Rumput di taman tersebut tinggi, bunga-bunga tumbuh tak beraturan, dan sulur-suluran merambat ke mana-mana. Mungkin tidak ada yang tinggal di sana.
Tiap hari aku mengintip lewat pagar yang tinggi agar bisa melihat rumah itu, walaupun terhalang pohon lainnya. Aku tak pernah mendengar bunyi radio atau kursi taman dikeluarkan ke halaman. Aku mulai sering bersandar di pagar dan mengamati sisi sebelah dalamnya. Kadang-kadang Radish kukeluarkan supaya ia juga bisa melihat.
halaman 52 Taman itu seperti negeri dongeng buat Radish. Ia bisa merambah rerumputan, pura-pura jadi Penjelajah Rimba, lalu berayun di sulur-suluran seperti Tarzan mungil. Dan ia bisa makan buah murbei...
Air liurku menitik saat aku menatap buah-buah yang besar itu. Suatu hari aku tak tahan lagi dan mengayunkan kakiku ke atas pagar dan melompat ke dalam. Aku lari melintasi rerumputan yang tinggi mendekati pohon murbei, kusambar segenggam buah, dan lari kembali ke pagar. Tanganku tergores pohon dan tulang keringku terbentur keras saat memanjat pagar, tapi buah murbei itu aman di tanganku. Kujejalkan semuanya ke mulut dan airnya muncrat ke lidahku. Kupejamkan mata karena rasanya persis seperti waktu di Mulberry Cottage.
Aku masih sering berhenti di taman yang ada pohon murbeinya itu. Dan sering kali, aku menyelinap masuk.
halaman 53 H untuk Haiku Haiku Andai Mum, Dad, Aku, dan Radish masih di Mulberry Cottage ITU Haiku. Kami belajar Haiku di kelas Bahasa Inggris. Waktu Bu Guru bilang kami bakal belajar Haiku, kami semua girang sekah karena mengira itu ada hubungannya dengan Kung Fu. Tapi Haiku sebenarnya puisi pendek dari Jepang. Bu Guru membacakan beberapa Haiku dan ada yang tentang taman di bawah cahaya bulan, dengan pohon dan buah beri liar. Aku mulai menyimak. Aku memutuskan aku sangat suka Haiku.
halaman 54 Aku mimpi jadi sekecil kelinci damai di rumah Itu Haiku lagi. Dengan Mum dengan Dad dengan Radish persis seperti dulu Itu juga Haiku. halaman 55 I untuk Ill Sakit AKU sering jatuh sakit sekarang. Kepalaku sakit, kadang perutku yang sakit, atau seluruh tubuhku nyeri dan badanku terlalu panas atau terlalu dingin sampai aku menggigil. Gejalanya lebih parah di hari Jumat. Itu hari ganti rumah.
Beberapa minggu yang lalu tenggorokanku gatal pada hari Jumat pagi. Aku meringkuk di bawah selimut sampai badanku panas sekali dan berkeringat, lalu kupanggil Mum dengan suara mengibakan penuh kesedihan dan penderitaan.
halaman 56 Mum meraba dahiku dan memelukku dengan khawatir. Aku tahu Katie akan mengejekku bayi, tapi aku tak peduli. Perhatian Mum untukku selalu lebih di hari Jumat. Aku memeluknya dan bilang aku benar-benar tidak enak badan.
"Kurasa kau kena flu," kata Mum. "Ya ampun. Kau jelas tidak kuat menempuh perjalanan jauh ke sekolah dalam keadaan seperti ini. Sebaiknya kau tidur saja."
"Sendirian?" tanyaku sambil meringkuk hingga badanku menciut sekecil-kecilnya.
Mum tampak ragu. "Mungkin sebaiknya aku tidak ke kantor hari ini."
"Oh, Mum, sungguh?" tanyaku.
"Mereka bakal marah. Tapi apa boleh buat. Kau benar-benar sakit, Sayang. Sebaiknya kau tidur sepanjang akhir pekan ini."
"Apa" Di tempat Dad?"
"Bukan. Kau harus tetap di sini. Kau tidak akan kuat pergi ke sana," kata Mum tegas.
Aku mulai merasa benar-benar sakit setelah itu. Aku mau tinggal dengan Mum dan membiarkannya memanjakanku"tapi aku juga mau ke tempat Dad.
halaman 57 Tapi aku tetap menikmati hari itu sepuas-puasnya. Katie menghambur keluar dari kamar dengan marah, setelah berbisik melarangku menyentuh video dan kasetnya.
"Kubalas kau nanti."
Aku bisa mengalahkannya dengan gampang, tapi ia punya berbagai cara yang kejam untuk menyakitiku. Ia menyembunyikan barang-barangku. Ia mencoret-coret buku sekolahku. Pernah aku menemukan Radish terapung di toilet dan aku yakin Katie yang membuangnva ke sana. Radish harus berendam semalaman dalam mangkuk berisi desinfektan dan bau cairan itu tidak hilang selama berhari-hari sehingga kalau aku memeluk Radish erat-erat, mataku jadi berair.
Tapi aku tidak perlu main dengan kaset dan video Katie, atau barang-barang bututnya yang lain. Mum masuk ke kamar dan duduk di pinggir tempat tidur, membaca koran, dan aku membaca salah satu buku anak-anakku yang lama, dan kalau aku pura-pura kelihatan lemas, Mum akan membaca keras-keras untukku. Mum memasakkan makan siang yang enak, sup tomat dan roti putih yang empuk, lalu Mum membuat semangkuk agar-agar hijau. Mum bahkan berpura-pura agar-agar itu rasa selada hingga Radish bisa berenang di dalam dunia ajaib itu dan kaki-kakinya jadi lengket.
halaman 58 Aku dan Mum tidur siang setelah makan dan saat aku bangun, Mum meminjamkan saputangan rendanya dan aku main pengantin-pengantinan dengan Radish. Kubilang badanku sudah agak lumayan dan aku sudah bisa turun dari tempat tidur, tapi Mum tak menghiraukan. Lalu Paula, Graham, dan Katie pulang dari sekolah dan si Babun pulang kerja dan sekitar jam tujuh kudengar bunyi klakson mobil. Dad datang menjemputku.
Aku mencoba turun dari tempat tidur tapi Mum buru-buru menyeretku kembali. Ia keluar untuk berbicara dengan Dad. Hanya saja mereka tidak bicara banyak. Mereka mulai saling membentak setelah satu menit. Lalu Dad menyerbu ke dalam rumah dan naik tangga untuk menemuiku. Paman-palsu Bill bilang Dad tidak berhak menyelonong masuk dan Dad bilang ia punya hak karena anaknya sakit. Dad merangkulku erat-erat tapi lalu ia mengamatiku dari jarak agak jauh.
"Kau kelihatan baik-baik saia. Mungkin kau memang pilek, tapi semua orang agak flu belakangan ini. Ayo, Andy, ganti baju dan kita berangkat sekarang juga," kata Dad.
halaman 59 Aku mulai ganti baju tapi Mum berteriak bahwa Dad gila kalau membawaku ke luar sementara udara sangat dingin dan aku sedang pilek, dan aku harus kembali ke tempat tidur saat itu juga.
Aku menggigil dalam piamaku di tengah kamar Katie, tak tahu apa yang harus kulakukan. Mum menang perang akhirnya. Dad menghambur ke luar dan aku sangat takut ia akan menyalahkanku, hingga aku mulai menangis. Mum menggiringku kembali ke tempat tidur sambil bilang Dad benar-benar tega menjemputku dalam keadaan seperti itu.
Aku harus terus di tempat tidur sepanjang akhir pekan dan semuanya jadi tidak asyik lagi dan mulai membosankan. Aku tidak bisa menguasai Mum lagi karena semua orang ada di rumah. Dan pada hari Minggu Katie ngotot ia tertular "pilek"-ku sehingga ia juga tinggal di kamar terus. Ia tidak mau dirawat Mum. Ia hanya mau ayahnya.
Jadi si Babun memangkunya dan menyebutnya tuan putri mungil yang malang dan berbagai julukan cengeng lainnya. Ia menyelinap ke toko saat makan siang dan membelikan Katie sekotak besar cokelat. Katie tidak menyentuh ayam, kentang panggang, dan buncis masakan Mum, tapi melahap hampir seluruh isi kotak cokelat itu sendirian.
halaman 60 Aku benci melihatnya bermanja-manja dengan ayahnya. Aku jadi makin rindu pada Dad. Aku tak sabar menunggu Jumat berikutnya agar bisa bertemu Dad lagi. Tapi waktu aku datang Dad kelihatan ngambek, seolah tinggal di tempat Mum adalah salahku.
"Aku tidak bisa dibohongi, Andy. Kau Cuma pura-pura," katanya tersinggung, dan saat aku mencoba naik ke pangkuannya, ia mendorongku dan bilang kelakuanku seperti bayi besar.
Ia tidak terlalu marah lagi pada hari Sabtu, dan di hari Minggu ia sudah kembali baik dan kami main Snap. Suatu malam ia pulang lebih cepat dan mengajakku ke luar, lalu kami beli es krim soda... tapi minggu itu tetap tidak seasyik biasanya.
Mungkin sebaiknya aku tidak usah sakit dulu beberapa waktu.
halaman 61 J untuk Jelly Agar-agar AKU jatuh sakit justru saat giliran berikutnya tinggal dengan Dad. Bukan sekadar hidung tersumbat. Aku sudah merasa panas-dingin dan tidak enak badan sejak hari Kamis, tapi aku biasanya memang begitu di rumah Carrie. Apartemennya di lantai bawah tanah yang lembap dan selalu berbau masam walaupun Carrie membakar hio sepanjang hari. Carrie punya pemanas gudang. Aku tidak tahu apa yang disimpan di gudang itu, yang pasti sih bukan panas. Aku memakai mantel bahkan di musim panas dan di musim gugur pakaianku dua lapis, bahkan celanaku juga.
halaman 62 Carrie kelihatannya tidak merasa dingin dan mondar-mandir dalam daster tipisnya tanpa kelihatan menggigil. Zen dan Crystal juga begitu. Mereka berkeliaran telanjang sehabis mandi atau bermain berjam-jam hanya dengan mengenakan piama, sementara aku gemetar setengah mati dalam kantong tidur Jepang-ku.
Dad kuberitahu bahwa aku merasa tidak enak badan tapi ia tak menggubris. Carrie mencoba melingkarkan lengannya di bahuku dan mendekapku.
"Besok Jumat ya" Kasihan kau, Andy."
Aku menggeliat menjauh. Bahkan saat hubungan kami sedang baik, aku tak suka ia memelukku. Aku makin tidak suka sekarang, setelah perut Carrie jadi buncit dengan bayi di dalamnya. Zen dan Crystal sering menempelkan kepala mereka di perut Carrie dan cekikikan saat bayinya bergerak. Aku merinding tiap melihatnya.
halaman 63 Aku mimpi tentang bayi itu malamnya. Perut Carrie membesar dan terus membesar sampai Carrie jadi sebesar ikan paus dan tidak bisa berjalan lagi. Lalu bayinya lahir dan badannya juga besar, malah lebih tinggi daripada aku, dengan kepala besar yang lunglai dan mata melotot berwarna biru yang memandang marah ke arahku. Bayi itu menangis tiap kali aku mendekat sehingga Dad bilang sebaiknya aku menyingkir saja. Bayi itu terus menangis bahkan saat aku sedang di kamar mandi sehingga Dad bilang aku harus keluar ke halaman yang dingin membekukan.
Aku mulai berteriak juga saat itu dan Dad jadi benar-benar marah dan mengatakan aku tidak memberi contoh yang baik untuk adikku Andrea.
"Apa maksudmu Andrea" Aku Andrea. Tidak mungkin bayi ini namanya juga Andrea. Aku yang berhak memilih namanya, kalian bilang boleh. Namanya Ethel. Aku akan memanggilnya Ethel."
Bayi itu menangis makin keras dan Dad mendorongku ke jalan.
"Jangan konyol. Kau bukan Andrea. Putri kecilku bayi ini dan namanya Andrea," teriak Dad dari dalam rumah sambil bergulat dengan bayi raksasanya.
"Aku putri kecilmu! Aku Andy!" jeritku sambil menghindar dari mobil-mobil di jalan.
halaman 64 Lalu ada mobil yang menabrakku tepat di dada dan mataku terbuka dan Zen sedang duduk di atasku.
"Bangun, Andy!" katanya sambil melonjak-lonjak naik-turun.
"Kau menjerit, Andy," kata Crystal sambil membungkuk di dekatku, rambut panjangnya menggelitik wajahku. "Kau mimpi buruk?"
"Mm. Turun, Zen," kataku. Suaraku terdengar serak dan aneh. Tenggorokanku sakit sekali. Aku tidak lagi menggigil. Badanku sangat panas.
"Minggir, Zen," kata Crystal sambil mendorong Zen. "Kayaknya kau sakit, Andy."
"Kayaknya begitu," kataku dan mulai menangis.
"Aku panggil Mum," kata Crystal.
"Jangan. Panggil ayahku," kataku parau.
Mereka datang berdua. Carrie duduk bersila di sampingku, perutnya yang buncit menggelembung di balik baju tidurnya. Ia mendesah penuh simpati.
"O si kecil manis yang malang, hari Jumat selalu membuatmu tidak enak badan ya," katanya. "Apakah kau mau kutunjukkan latihan relaksasi yang kupelajari di kelas persalinan"
Bisa membantu mengurangi ketegangan,"
halaman 65 "Ia bukan merasa tegang, ia benar-benar sakit," kata Dad, tangannya memegang dahiku. "Ia demam. Pegang, Carrie."
Aku menggeliat menghindari sentuhan tangan Carrie yang sejuk. Kucengkeram Dad erat-erat.
"Tenggorokanku sakit. Kepalaku juga. Dan leherku dan tangan dan kakiku. Badanku sakit semua. Oh, Dad, tolong bolos kerja hari ini dan tunggui aku," aku memohon.
"Sayangku yang malang. Ya, kelihatannya sakit tenggorokanmu parah juga. Tapi Carrie yang akan merawatmu."
"Aku cuma mau Dad."
"Jangan konyol," kata Dad, tapi ia tidak kedengaran marah. Diacaknya rambutku dan dipeluknya aku erat-erat. Dan ia kemudian membuatku takjub dengan menelepon kantornya sehabis sarapan dan bilang ia mengambil cuti satu hari.
"Maaf kalau merepotkan," katanya. "Tapi gadis kecilku butuh aku."
Aku jadi senang tenggorokanku meradang, walaupun sakitnya bukan main. Dad membawaku ke tempat tidurnya dan membuat semacam sarang khusus untukku, lalu kami main sepanjang pagi, catur jawa, tebak kata, dan bom-kapal-perang. Kami tidak pernah bisa benar-benar main permainan di atas kertas seperti itu karena selalu ada Zen dan Crystal. Mereka terlalu kecil untuk ikut bermain dan hanya mencorat-coret dan menghabiskan kertas.
halaman 66 Carrie membuat kacang panggang untuk makan siang, tapi aku hanya suka kacang panggang kalengan, jadi aku sama sekah tidak memakan masakannya.
"Tenggorokanku terlalu sakit," kataku dengan suara yang kubuat lebih parau.
"Wah," kata Carrie dengan tampang sedih. "Adakah yang bisa kumasakkan untukmu, Andy" Makanan apa yang paling kausukai?"
"Agar-agar." "Agar-agar. Baiklah. Aku akan membuat agar-agar buah yang enak untuk minum teh sore nanti," kata Carrie.
Ia pergi membeli jeruk dan menghabiskan waktu lama sekali di dapur.
"Aku belum pernah memasak agar-agar tapi kurasa hasilnya boleh juga," katanya.
"Memasak agar-agar gampang sekali kok, tinggal dituang ke air mendidih lalu diaduk," kataku.
"Oh, itu agar-agar dalam kemasan," kata Carrie dengan mimik kaget. "Aku tidak akan pernah memberimu makanan sampah, Andy. Kau perlu makanan segar yang kaya gizi."
halaman 67 Waktu minum teh sore itu dan Carrie membawakanku sepiring agar-agar buatannya, makanan itu. kelihatan tidak bergizi. Katanya sih itu agar-agar rasa jeruk, tapi warnanya tidak seperti jeruk. Warnanya cokelat aneh menjijikkan. Bentuknya juga tidak mirip agar-agar. Tidak lengket. Menggelinding terus di piring. Radish sudah gemetar tak sabar di tanganku, siap berpesta agar-agar lagi, tapi saat melihat agar-agar Carrie, ia melompat kembali ke saku piamaku, kupingnya lunglai.
"Ayo, Andy, makan agar-agarmu," kata Dad. "Carrie baik, kan, sudah memasakkannya khusus untukmu?"'
"Aku tidak lapar sekarang."
"Jangan nakal, Andy. Kau harus makan."
"Aku mual." "Jangan bertingkah."
Tapi aku benar-benar mual, dan kah ini bukan hanya karena agar-agar. Mum akan datang menjemputku sebentar lagi dan aku tahu bakal ada masalah.
Aku berbaring menunggu. Kudengar mobil van Paman-palsu Bill berhenti di depan rumah. Kudengar suara langkah Mum dan detak sepatunya di tangga ke apartemen bawah tanah. Kudengar bunyi ketukan di pintu. Lalu kudengar suara pertengkaran.
halaman 68 "Apa maksudmu Andrea sedang tidur" Ya Tuhan, aku tidak percaya ini! Aku tidak mengira kau bisa serendah ini! Hanya karena Andrea benar-benar sakit minggu lalu... Oh, tentu ia tidak sakit sekarang! Kau hanya sengaja menghalang-halangi, mencoba membalas dengan cara paling keji dan menyakitkan... Aku sudah tahu kebiasaanmu! Ayo, serahkan Andrea detik ini juga."
"Anak itu sakit berat. Tenggorokannya sakit dan ia demam?"
"Aku tidak heran, tinggal di apartemen tua yang lembap begini. Menyedihkan, bukan tempat untuk anak-anak."
"Kalau kau tidak mengurasku habis-habisan saat kita bercerai, kami bisa mencari tempat yang lebih baik. "
"Oh, jangan beri aku omong kosong seperti itu. lagi. Dan kau juga tidak berusaha agar Andy dapat tempat tidur yang layak. Ia bilang ia harus tidur di lantai. Aku benar-benar takjub, kau terlalu pelit untuk membelikan anakmu sendiri tempat tidur"sementara anaknya punya tempat tidur bertingkat. Aku tahu itu. Nah, kalau Andrea benar-benar sakit, aku harus membawanya pulang denganku supaya ia bisa mendapat perawatan yang layak. Andrea" Andrea, di mana kau, Sayang" Ini Mum. Aku datang menjemputmu."
halaman 69 Aku mendengar Mum menyerbu kian kemari sebelum menemukan kamar yang benar.
"Kasihan kau, manisku," katanya sambil menghambur ke arahku. "Kenapa kau harus terkurung di sini" Uh, di ranjang mereka pula. Ayo, pakai mantelmu. Kau pulang denganku sekarang juga."
Aku melompat turun dengan patuh dan langsung menginjak piring berisi agar-agar. Aku berdiri menggigil, berlumuran lendir cokelat sampai mata kaki.
"Ya, Tuhan! Apa itu?" jerit Mum.
"Agar-agar. Carrie memasakkannya untukku."
"Agar-agar," dengus Mum. "Kau diberi makan lumpur oleh gelandangan tolol itu dan ia menyebutnya agar-agar?"
"Berhentilah mengata-ngatai Carrie!" bentak Dad.
halaman 70 "Aku berhak mengata-ngatainya, perempuan nakal jorok! Ia tidak boleh mengurus anakku lagi, kau dengar" Akan kusuruh pegawai Departemen Sosial datang ke sini. Kau sudah cukup goblok mengasuh anak kembarnya dan kelihatannya sebentar lagi ia akan melahirkan bayimu, tapi aku cuma mau bilang satu hal ia tidak akan mengurus anakku lagi, tidak akan pernah lagi."
halaman 71 K untuk Katie Katie MUM membawaku pulang dan bilang aku tidak akan pernah kembali ke tempat Dad. Dad menelepon, lalu datang, lalu mengirim surat bertubi-tubi. Aku tetap di tempat tidur dan mencoba melupakan mereka berdua. Aku main bermacarn-macam permainan Di-Bawah-Selimut dengan Radish. Ia juga kena radang tenggorokan dan kami tahu satu-satunya obat untuk itu adalah seteguk jus murbei ajaib, jadi kami mencarinya dengan menjelajahi daratan yang gelap dan gersang (coba saja merayap-rayap di bawah selimut) tapi tenggorokan kami tetap kering dan nyeri.
halaman 72 "Sedang apa kau di situ, tolol?"
Itu suara Katie, ia sudah pulang dari sekolah.
"Apa kabar si kecil malang yang tak berdaya hari ini?" tanyanya sinis. "Kapan kau akan mengungsi ke tempat ayahmu lagi, he" Aku bosan kau ada di sini, bikin kamarku berantakan saja. Ibumu tidak serius, kan" Kau tidak akan terus di sini?"
Aku keluar dengan muka merah dari balik selimut.
"Aku tidak tahu," gumamku.
Katie memasukkan kaset ke dalam video dan menekan tombol. Wajah boneka yang sudah kukenal muncul di layar.
"Oh, ha ha, lucu sekali," kataku.
Katie menekan tombol fast forward hingga kaset berputar makin cepat dan Andy Pandy dan Teddy tersenta-sentak seperti sepasang orang gila, lalu Katie menghentikan video begitu ia melihat keranjang.
halaman 73 "Sudah waktunya kembali ke dalam keranjang, Andy," kata Katie, dengan suara tinggi seperti wanita pemandu acara sandiwara boneka. "Kau dengar, Andy Pandy" Lipat kaki dan tanganmu yang besar dan jejalkan kepala gendutmu ke dalam keranjang, ya" Akan kukirim kau ke ayahmu. Hanya saja, begitu bayinya lahir, mereka tidak akan punya tempat lagi untukmu, jadi kau harus tetap meringkuk dalam keranjang selama-lamanya, oke, karena tidak ada yang sayang padamu."
Kugenggam Radish erat-erat. Aku tahu Katie sengaja memanas-manasiku. Tapi ia berhasil. Aku merasa panas. Panas sekali hingga aku tak bisa bernapas.
"Mereka sayang aku kok," kataku serak.
"Mum sayang aku. Dad sayang aku. Karena itulah mereka ribut. Mereka berdua sangat sayang padaku."
"Mereka tidak sayang padamu," kata Katie.
"Mereka berebut hanya karena ingin saling menyakiti. Kalau mereka benar-benar sayang padamu, mereka akan tetap tinggal di rumah kecil yang selalu kausebut-sebut itu. Tapi ayahmu pergi dan ibumu pergi. Ayahmu sayang istri barunya. Dan ibumu sayang ayahku. Itu yang mereka sayangi, bukan kau."
"Diam!" teriakku dan turun dari tempat tidur untuk memukulnya.
halaman 74 Pukulanku tidak keras, tidak mungkin sampai menyakiti Katie, tapi ia langsung menjerit dan Mum datang tergopoh-gopoh.
"Apa lagi masalahnya sekarang?" teriak Mum di tengah keributan seraya memeluk Katie.
"Andy mencolok mataku, sakit!" jerit Katie.
"Andrea! Kupikir kita setuju untuk berhenti berbuat seperti ini! Aku tidak mau kau menakut-nakuti Katie! Sini, Katie, coba lihat. Matamu baik-baik saia kok. Walaupun, oh, ya ampun, memang sedikit merah. Andrea, teganya kau!"
"Aku tidak menyentuh matanya," protesku jujur. Tapi lalu kulihat kepalanku. Kuping Radish mencuat di sela-sela jariku. Kelihatannya Radish-lah yang mencolok mata Katie untukku.
Aku mencoba menjelaskan tapi Mum tak mau mendengar. Ia amat sangat marah. Lalu si Babun pulang dan aku menguping dengan cemas, kudengar Mum menceritakan semuanya. Lalu Katie mulai menangis lagi, menarik perhatian si Babun. Kemudian si Babun masuk ke kamar menemuiku dan aku jadi sangat ketakutan.
Aku bersumpah akan mencolok matanya juga kalau ia membentak atau menamparku. Ia tidak berhak memarahiku. Ia bukan ayahku. Tiba-tiba aku sangat merindukan ayahku sendiri dan aku menangis.
halaman 75 "Yah, aku senang kau merasa menyesal, Andrea," kata si Babun. "Ampun, kalian ini, anak-anak! Kupikir kalian bakal cocok, karena umur kalian sama. Tapi dengar, Andrea. Aku tahu kau sedang sedih dan tidak enak badan, tapi itu bukan alasan. Kau harus berhenti memukuli Katie, kalau tidak lain kali ia akan benar-benar terluka. Badannya kecil dan ia tidak biasa dikasari. Sekarang matanya perih sekali. Akibatnya bisa sangat buruk, tahu. Aku tidak mau gadis kecilku terluka parah. Ia sudah jadi anak yang manis karena mau berbagi kamar dan segala barang-barangnya denganmu. Jadi aku ingin kau sedikit berterima kasih, Andrea. Aku tahu di dalam hatimu kau anak baik, walaupun kau sedikit gampang marah. Kau mewarisi sifat itu dari ayahmu, itu jelas. Tapi kau harus belajar mengendalikan dirimu sendiri, Sayang."
halaman 76 Bukan main susahnya mengendalikan diriku saat itu. Aku ingin menjerit dan menendang dan meninju dan mengamuk karena ini tidak adil. Katie selalu menyakitiku lebih daripada yang pernah kulakukan terhadapnya. Dan aku tidak mau sekamar dengannya. Aku mau kamarku sendiri, kamarku yang lama di Mulberry Cottage. Kamarku sendiri dan barang-barangku sendiri, di mana aku bisa tinggal bersama kelinciku.
halaman 77 L untuk Lake Danau TAMAN di Larkspur Lane punya danau! Yah, bukan danau sungguhan. Sebenarnya itu hanya kolam ikan mas bundar dari batu bata"tapi itu danau yang menakjubkan untuk Radish.
Kami pergi ke sana hampir tiap hari sepulang sekolah walaupun buah murbeinya hampir habis sekarang. Kami mulai menjelajahi taman dengan teliti. Pernah kami mengira ada wajah di jendela dan kami lari terbirit-birit. Kami tidak kembali selama beberapa hari dan selalu berjalan cepat-cepat lewat gerbang taman tanpa menengok ke dalam, tapi kami sangat merindukannya.
halaman 78 Radish melompati pagar sendirian, jadi aku harus masuk mengejarnya. Aku ingin berada dekat pohon murbei, tapi Radish menemukan jalan setapak dan mengikutinya sampai ke sudut di belakang semak-semak dan di situ ada tiga anak tangga menuju ke taman lainnya. Rumput di situ juga lebat dan panjang, lebih tinggi daripada kuping Radish, dan kalau aku tengkurap hingga sama tingginya dengan Radish, aku tidak bisa melihat danau itu sampai kami hampir jatuh ke dalamnya.
Kurasa aku belum pernah melihat Radish segirang itu. Ia senang berenang dan menyelam di kamar mandi di tempat Mum (kamar mandi di tempat Dad tidak berkunci dan di bawah bak mandinya ada celah berisi sarang labah-labah, jadi Radish tidak suka main di situ), tapi dibandingkan kamar mandi, danau itu benar-benar seperti surga.
Radish ingin langsung berenang, tapi aku menyuruhnya bermain-main di pinggir saja, takut danau itu terfalu dalam. Kami berdua kaget setengah mati saat ada ikan paus oranye naik ke permukaan dan menggigit tangan Radish.
halaman 79 Kusambar Radish ke luar saat itu juga. Kami sudah membaca cerita Yunus dan Ikan Paus di sekolah dan aku tidak mau kalau harus membedah perut ikan mas untuk mengeluarkan Radish. Tapi Radish tidak kelihatan terganggu dengan ikan itu. Kuperhatikan mulut mereka baik-baik. Ikan-ikan itu membuka dan menutup mulut mereka seolah sedang meniupkan kecupan-kecupan yang sama sekali tidak berbahaya. Kelihatannya mereka tidak punya gigi. Tapi bisa saja mereka menyedot Radish dan menelannya bulat-bulat.
Kupikir sebaiknya Radish berperahu saja. Aku menemukan bermacam-macam daun yang lebar, tapi begitu Radish berdiri di atasnya, daun-daun itu langsung tenggelam. Aku mencoba mengumpulkan ranting, tapi aku butuh sesuatu untuk mengikatnya. Kuselundupkan Sellotape dari laci dapur di tempat Mum dan keesokan harinya kuikat ranting-ranting itu menjadi rakit kecil yang bagus, tapi kelihatannya Radish tidak suka berlayar di atasnya. Rakit itu sering terbalik. Aku takut Radish akan berlayar ke tengah danau, lalu jatuh dan tenggelam di tempat yang terlalu dalam.
Radish perlu perahu yang layak, bukan rakit.
halaman 80 Kudekati Graham sehabis minum teh sore hari berikutnya.
"Hei, Graham,"' tegurku sambil tersenyum padanya.
Ia mengerjap di balik kacamatanya. Kami hampir tidak pernah mengobrol sejak Mum pindah ke tempatnya. Biasanya ia menyendiri di kamar bersama komputernya. Ia pintar dan sering dapat PR tambahan. Si Babun menjulukinya Anak Ajaib. Aku tidak suka caranya mengatakan itu. Si Babun kelihatannya tidak terlalu suka pada Graham. Ia tergila-gila pada Katie dan sayang pada Paula, walaupun ia sering cerewet karena Paula merias wajahnya terlalu tebal dan sering pulang larut malam. Tapi ia sering mengejek Graham. Graham tidak pernah membalas. Graham tidak pernah banyak bicara.
"Graham, kau punya perahu mainan, tidak" Maksudku"aku tahu kau sudah terlalu besar untuk main mainan seperti itu, tapi apa kau dulu punya?"
Graham menggeleng. "Aku buat sendiri dulu, dari Meccano bekas."
"Oh, ya" Bisa mengapung, tidak?"
"Tidak, karena itu logam, jadi tidak mengapung."
halaman 81 "Yah, buat apa perahu seperti itu?" kataku kecewa. "Apa yang bisa mengapung, Graham" Aku sudah mencoba kayu, tapi rasanya belum cocok."
"Gabus." "Gabus. Apa itu" Oh, aku tahu. Seperti sumbat botol itu, kan" Tapi itu tidak cukup besar. Apa lagi yang bisa mengapung?"
"Karet." Aku menggeleng sambil berpikir tentang karet penghapus dalam tempat pensilku.
"Masih terlalu kecil. Ayo, Graham, apa lagi?"
"Plastik." Aku berpikir keras. Aku kembali ke ruang tamu. Kupinjam salah satu kaset si Babun sambil memastikan tidak ada yang melihat. Kucoba mengapungkan kotak plastiknya di bak mandi. Lumayan juga, tapi begitu kucoba meletakkan Radish di atasnya, Radish dan kotak itu tenggelam bersama-sama. Perlu kotak yang lebih besar. Kotak kaset video. Aha.
Keesokan harinya, sepulang sekolah Radish berlayar di atas kapal Video dari satu sisi danau ke sisi lainnya. Layar perahunya mengembang dan Radish berdiri di atas geladak kapal, matanya yang hitam bersinar bahagia.
halaman 82 M untuk My Mate Graham Sobatku Graham Mum tetap bilang aku tidak boleh kembali ke tempat Dad. Dad menghubungi pengacaranya. Kami harus menemui penasihat keluarga lagi.
Orangnya masih yang sama, wanita yang punya boneka ibu, boneka ayah, dan batu bata untuk membuat Rumah A dan Rumah B.
"Halo, Andrea. Apa kabar Radish?" ia bertanya.
Aku hanya mengangkat bahu, tapi terkesan karena ia masih ingat nama Radish.
halaman 83 Mum dan Dad mengomel terus. Aku tidak banyak bicara. Begitu pula Radish. Penasihat keluarga itu terus-menerus menoleh ke arah kami dan menanyakan pendapat kami. Kami berdua mengangkat bahu berkali-kali sampai bahu kami pegal.
Asyik juga sih mendengar Mum menjelek-jelekkan Carrie, Zen, dan Crystal, dan lumayan juga mendengar Dad menjelek-jelekkan si Babun, Paula, Graham, dan Katie, tapi sama sekah tidak menyenangkan mendengar mereka saling menghina. Tenggorokanku mulai sakit lagi dan aku merasa mual, perutku sakit. Aku keluar ke toilet di koridor, berharap rasa sakitnya berkurang. Lalu aku menyelinap kembali dan diam-diam menguping di pintu.
"Bagaimana Andrea menghadapi semua ini?" tanya si penasihat keluarga.
"Ini sangat buruk untuk anak malang itu," kata Mum.
"Ya, semua ini sangat membuatnya gelisah," kata Dad. "Walaupun sesudah tinggal denganku beberapa hari ia jadi tenang"dan di akhir minggu ia hampir kembali ceria seperti dulu."
"Itu karena ia tahu akan segera pulang ke tempatku."
"Omong kosong! Anak itu sangat rindu padaku, ia bilang sendiri."
halaman 84 "Apakah kalian menemukan perilaku bermasalah?" tanya wanita itu.
Aku jadi agak tegang. "Ia baik-baik saja denganku."
"Kami rukun-rukun saja kok. Dari dulu begitu."
"Hanya saja gurunya bilang ia agak tertutup dan nilai-nilainya tidak begitu bagus."
"Apa maksudmu tertutup" Ia anak yang periang dan punya banyak teman."
"Dan sangat cerdas, hampir selalu jadi nomor satu di kelasnya."
"Ya, pasti, tapi banyak yang harus dihadapinya belakangan ini."
Aku mengangguk pahit di balik pintu.
"Anak-anak dalam situasi seperti ini sering mengembangkan kebiasaan mengkhawatirkan yang menunjukkan mereka tertekan. Mereka jadi manja dan banyak menuntut. Mereka suka menggigit kuku. Mereka jadi sering mengompol."
"Kurang ajar!" desisku. "Aku tidak mengompol."
"Kadang-kadang mereka mulai mencuri, tapi ini tidak seserius kedengarannya. Ini hanya cara untuk menarik perhatian, mencuri benda-benda kecil karena mereka merasa diperlakukan tak adil."
halaman 85 "Ya ampun," kata Mum dengan suara tercekik. "Masalahnya begini, Andrea mulai suka mengambil barang-barang belakangan ini."
"Apa?"?"" desisku. "Tidak pernah! Aku bukan maling! Apa sebenarnya maksud Mum?"
"Yah, Andrea tidak pernah mencuri apa-apa kalau bersamaku. Jadi itu hanya menunjukkan ia kangen pada ayahnya."
"Sebenarnya bukan mencuri. Dan barang yang diambil sebenarnya sepele. Tidak mungkin ia benar-benar butuh semua itu. Maksudku, ia tidak mencuri uang atau cokelat atau yang semacamnya," kata Mum, suaranya terdengar seperti nyaris menangis. "Aku belum bilang apa-apa padanya, tapi aku mulai khawatir. Awalnya waktu ia mencuri Sellotape-ku. Lalu ia mengambil kaset Bill. Aku tahu ia tidak suka musik seperti itu, jadi kupikir ia hanya berniat Jail. Tapi lalu ia mencuri kaset video Katie. Itu yang benar-benar membingungkan. Andy memang tidak suka video itu, judulnya Menonton Bersama Mum, boneka Andy Pandy dalam sandiwara itu membuatnya kesal. Anehnya, Andy tidak mengambil video itu, tapi kotaknya saja. Coba, untuk apa ia mengambil kotak video" Sama sekali tidak masuk akal."
halaman 86 Kujulurkan lidahku ke arah pintu. Masuk akal kok.


Anak Tanpa Rumah The Suitcase Kid Karya Jacqueline Wilson di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mungkin ia hanya mau membuat Katie kesal," kata si penasihat keluarga.
"Mungkin," kata Mum, "ia memang tidak rukun dengan Katie. Mereka selalu bertengkar."
"Ia juga sering berkelahi dengan Zen dan Crystal," kata Dad, "tapi kalau Andrea bisa tinggal sedikit lebih lama di tempat kami, aku yakin ia akan betah dan kami bisa jadi keluarga besar yang bahagia, apalagi setelah si bayi lahir."
"Ia perlu bersamaku," kata Mum. "Ia tidak suka punya adik tiri lagi. Ia bilang begitu padaku."
"Ya, ia sudah harus belajar tinggal dengan lima saudara tiri," kata si penasihat keluarga. "Kalian tidak bisa mengharap Andrea bisa akur dengan mereka. Ia tidak mau tinggal bersama mereka, ia tidak mau hidup dengan pasangan baru Anda masing-masing"ia hanya ingin tinggal bersama Anda berdua."
Aku mengangguk sambil menggenggam Radish.
"Tentu saja itu tidak mungkin."
Mungkin kok. "Ke mana Andrea, ya" Sebaiknya aku ke luar mencarinya."
halaman 87 Aku tahu itu tanda untukku dan segera masuk. Mereka bertiga memberiku senyum lebar yang palsu. Aku tidak balas tersenyum. Aku tetap tidak mengatakan apa-apa. Mereka pikir mereka sudah mengerti semuanya tentang diriku, tapi mereka tidak tahu apa-apa. Dan mereka sebenarnya salah tentang adik dan kakak tiriku. Aku memang tidak begitu suka Zen, tapi Crystal oke juga, ia anak yang manis kadang-kadang. Aku memusuhi dan benci pada Katie si tikus sok imut, tapi Paula lucu, walaupun ia sering sewot kalau aku memakai celana ketat yang dijemurnya untuk seluncuran Radish. Tapi yang paling baik di antara mereka semua adalah Graham. Kami sekarang berteman.
Ia tetap menjauh seperti biasa selama beberapa hari, lalu tiba-tiba ia mencegatku di tangga.
"Aku punya sesuatu untukmu di kamarku," gumamnya.
Perahu. Ia membuatkanku perahu sungguhan yang pas untuk Radish dari potongan-potongan kayu yang dipaku dengan cermat dan dicat. Ada layar sungguhan dari saputangan tua dan bendera kecil dari pita di puncak tiangnya.
"Yang ini bisa mengapung," kata Graham.
halaman 88 "Sudah kucoba di kamar mandi. Dan bisa dinaiki satu penumpang."
"Oh, Graham!" Kupeluk ia erat-erat. Mukanya memerah dan kacamatanya berembun. "Perahunya bagus sekali. Pasti kau butuh waktu lama membuatnya. Kenapa kaulakukan ini untukku?"
"Karena aku suka caramu menghajar Katie," kata Graham nyengir. "Aku juga sebal padanya. Dulu ia suka membuatku kesal, mengejekku, dan mengacak barang-barangku. Sekarang ia tidak peduli padaku karena ada kau yang bisa diganggunya."
"Yah, memang tidak adil. Dan aku juga tidak bisa menyingkir darinya." Aku berpikir-pikir sambil menelengkan kepala. "Tidak enak sekamar dengannya. Eh, Graham, aku boleh sekamar denganmu, ya, sekali-sekali?"
"Oh, kamar ini terlalu kecil untuk dua orang, apalagi ada komputerku dan barang-barang lainnya," kata Graham terbata-bata, matanya mengerjap-ngerjap cemas.
"Oke deh. Aku sebenarnya punya tempat rahasia sendiri kok."
"Kamar mandi?" "Bukan, lebih bagus daripada kamar mandi. Aku ke sana sepulang sekolah. Di sana aku akan melayarkan perahuku. Terima kasih banyak ya, Graham. Nah, kita sekarang berteman, kan, kau dan aku?"
Api Di Bukit Menoreh 29 Pendekar Pulau Neraka 10 Mustika Dewi Pelangi Pedang Asmara 10
^