Pencarian

Frankenstein 1

Frankenstein Or The Modern Prometheus Karya Mary Shelley Bagian 1


?"FRANKENSTEIN (Frankenstein Or The Modern Prometheus)
by Mary Shelley SURAT 1 Kepada Mrs. Saville, Inggris
St. Peters burgh, 11Desember17 Di awal perjalananku ini aku tidak menemui halangan apa pun, bertentangan dengan perkiraanmu bahwa perjalananku akan penuh bahaya. Kuharapkan semoga kau bersukacita mendengarnya. Kemarin aku tiba di sini, dan tugasku yang pertama ialah meyakinkan adikku yang tercinta bahwa aku selamat sejahtera tidak kurang suatu apa. Juga kepercayaanku kepada diri sendiri makin besar, bahwa dalam usaha yang kujalankan ini aku akan memperoleh hasil yang baik.
Aku sudah jauh sekali di sebelah utara dari kota London. Dan di kala aku mengembara di jalan-jalan kota Petersburgh, angin utara yang dingin membelai pipiku, menyegarkan perasaan serta mengisi kalbuku dengan sukacita. Dapatkah kau memahami perasaan semacam ini" Angin ini datang dari arah yang akan kutuju, memberiku kesempatan untuk mencicipi iklimnya yang dingin. Semangatku bangkit merasakan angin yang penuh janji ini, dan impianku pun semakin jelas serta hasratku semakin, menyala-nyala, Aku mencoba membayangkan kutub utara sebagai tempat yang penuh es dan sangat sunyi, tapi sia-sia belaka. Selalu terbayang dalam pikiranku kutub utara sebagai daerah yang sangat indah dan menyenangkan. Di sana,Mar garet,matahari selamanya selalu kelihatan: bulatannya yang besar terus menerus mengitari kaki langit dan menyebarkan keindahan yang tak ada habishabisnya. Di sana. Adikku perkenankan lah aku mempercayai para pelaut yang sudah ber pengalaman di sana salju dan uap beku sudah tersapu. Dan dengan berlayar di laut tenang, kami akan dihembus angin perlahan-lahan ke negeri yang keindahannya tidak bisa ditandingi oleh negeri mana pun yang sudah didiami manusia di muka bumi ini. Isi dan rupa negeri ini bisa jadi tiada taranya, sebab rupanya tak bisa diragukan lagi bahwa makhluk kayangan mendiami daerah sunyi yang belum ditemukan manusia ini. Apa yang tidak akan ditemukan di negeri yang terang selama-lamanya" Mungkin di sana aku akan menemukan kekuatan gaib yang bisa menarik ujung jarum kompas agar selalu menunjuk ke arahnya. Mungkin juga aku akan bisa membuat seribu penyelidikan, dan hanya dengan pelayaran ini saja orang akan bisa membongkar rahasia daerah ini yang kelihatannya begitu ajaib. Akan kupuaskan rasa ingin tahuku dengan menjelajahi bagian dunia yang belum dikunjungi manusia ini, dan mungkin aku akan menginjak tanah yang tidak pernah diinjak manusia sebelumnya.
Itulah semua hal-hal yang memikat hatiku, dan itu sudah cukup untuk menaklukkan semua rasa takut menghadapi bahaya atau maut sekalipun, Waktu aku akan memulai perjalanan ini, hatiku penuh kegembiraan seperti perasaan seorang anak waktu pertama kali naik ke atas sampan bersama temantemannya dalam liburan, untuk pergi ke hulu sungai yang belum pernah dilihatnya. Tapi seandainya semua dugaanku meleset, orang banyak tetap akan memperoleh manfaat yang sangat besar, sampai ke generasi yang terakhir, dengan penemuan jalan laut dekat kutub menuju ke negeri-negeri yang waktu sekarang hanya bisa ditempuh dalam waktu berbulan-bulan; atau dengan membeberkan rahasia magnet, yang bagaimanapun juga hanya bisa dicapai dengan melakukan perjalanan seperti yang kutempuh.
Semua bayangan ini telah mengusir segala kekhawatiran seperti yang kuuraikan pada awal suratku. Aku merasakan dalam hati semangatku yang berkobar-kobar, yang melambungkan diriku ke sorga ketujuh. Sebab tak ada suatu apa pun yang bisa menenangkan jiwa, kecuali kebulatan tekad ini satu hal yang seharusnya mendapat perhatian setiap cendekiawan.
Ekspedisi ini sudah menjadi impianku sejak masa kanak-kanak. Aku telah membaca dengan penuh minat berbagai macam kisah pelayaran untuk mencoba mencapai Laut Pacific Utara melalui lautan yang mengelilingi kutub. Kau ingat, bukan, perpustakaan PamanThomasyang baik penuh dengan buku yang berisi kisah pelayaran untuk mencari penemuan baru" Aku melalaikan pendidikanku, tapi aku sangat gemar membaca. Buku-buku ini ku-pelajari siang dan malam. Semakin dalam aku memahami buku-buku ini, semakin dalam pula kesedihanku, sebagai anak-anak, setelah kuketahui pesan ayah sebelum meninggal yang melarang paman mengijinkanku menuntut kehidupan di laut. Bayangan ini menjadi kabur waktu untuk pertama kalinya aku meresapi curahan hati para penyair yang sangat mempesonakan dan mengangkat sukmaku ke langit ketujuh. Aku juga lalu menjadi penyair>dan selama setahun hidup dalam sorga cip-taanku sendiri. Aku juga mengkhayalkan akan punya nama yang setaraf dengan Homerus dan Shakespeare. Kau tahu benar dengan kegagalanku, dan betapa beratnya penderitaanku menanggung kekecewaan. Tapi pada waktu itu aku mewarisi harta saudara sepupuku. Sejak itu aku mulai memikirkan kembali idam-idamanku yang dulu.
Enam tahun telah lewat sejak aku mengambil ke-putusan akan menempuh ekspedisi yang sedang kujalani ini. Tapi bahkan sekarang pun aku masih ingat saat pertama aku membaktikan diri pada usaha besar ini. Aku memulainya dengan membiasakan diriku dalam kehidupan yang penuh kekerasan. Beberapa kali aku turut berlayar dengan kapal penangkap ikan paus ke Laut Utara. Aku melatih tubuhku menahan lapar, haus, dingin dan kurang tidur. Di siang hari aku sering bekerja lebih keras daripada pelaut biasa. Dan waktu-waktu malamku kuisi dengan mempelajari matematika, ilmu pengobatan, serta cabang-cabang ilmu fisika yang paling penting diketahui para penjelajah samudera. Dua kali aku benar-benar bekerja sebagai pembantu juru mudi di kapal ikan paus Tanah Hijau, dan mendapat pujian karena kerjaku memuaskan.
Kuakui bahwa aku agak bangga juga, waktu dengan setulus hati nakhoda menawarkan jabatan pembantu nakhoda kepadaku. Sebesar itulah penghargaannya atas hasil kerjaku.
Dan sekarang,Margaretsayang, tidakkah sudah sepantasnya kalau aku mencapai tujuan yang luhur" Sampai akhir hayatku aku bisa hidup senang dan serba mewah, tapi aku lebih suka memilih mencapai keharuman nama daripada menuruti setiap godaan karena harta yang kumiliki. Ah, betapa bulatnya sudah tekadku! Ketetapan hati dan keberanianku sangat besar; tapi seringkali semangatku merosot, dan harapanku goncang. Aku akan memulai pelayaran yang lama dan sulit, yangmenuntut segenap kemampuanku. Aku bukan hanya perlu membangkitkan semangat orang lain, melainkan juga harus bisa membesarkan hatiku sen diri manakala semangatku menurun. Waktu ini merupakan waktu yang paling menyenangkan untuk bepergian di Rusia. Orang-orang yang bepergian melaju dengan cepat melintasi saljudalam kereta-kereta salju. Gerakan kereta menyenangkan, dan menurut pendapatku rasanya jauh lebih nikmat daripada naik kereta kuda di Inggris. Hawa dingin tidak begitu terasa, kalau orang terbungkus dalam kulit binatang berbulu. Kini aku sudah ganti mengenakan pakaian semacam itu, sebab sangat besar bedanya berjalan-jalan di atas geladak dengan duduk berjam-jam tidak bergerak-gerak. Dalam udara yang sangat dingin darahbenar-benar bisa membeku dalam pembuluhnya,
kalau orang tidak melakukan gerakan apa pun. Aku tidak ingin mati di jalan antara St. Petersburgh denganArchangel.
Dua atau tiga minggu lagi aku akan berangkat ke kotaArchangel.Di sana aku bermaksud menyewa sebuah kapal. Caranya mudah, yaitu hanya dengan membayarkan uang asuransi kepada pemiliknya serta mencari pelaut yang biasa menangkap ikan paus sebanyak yang kuanggap perlu. Aku tidak bermaksud memulai pelayaran sebelum bulan Juni tiba; dan bilamana aku akan kembali" Ah, Adikku sayang, bagaimana mungkin aku menjawab pertanyaan ini" Kalau aku berhasil, berbulan-bulan, mungkin bertahun-tahun lagi barulah kita bisa bertemu lagi. Kalau aku gagal, kita akan segera bertemu lagi, atau tidak sama sekali.
Selamat berpisah, Margaret sayang. Semoga Tuhan menaburkan berkat kepadamu serta menyelamatkanku, supaya aku bisa merasakan lagi kasih sayang dan segala kebaikan hatimu kepadaku.
Kakakmu tercinta, R.Walton.
SURAT 2 Kepada Mrs. Saville, Inggris
Archangel, 28Maret17 Alangkah lambatnya waktu berjalan di sini, di tempat aku sekarang dikelilingi es dan salju! Namun aku telah mengambil langkah kedua menuju ke arah pelaksanaan cita-citaku. Aku sudah berhasil menyewa sebuah kapal, dan sedang sibuk mengumpulkan kelasi untuk kapalku. Yang sudah berhasil kuperoleh ternyata orang-orang yang bisa ku perca ya. Mereka semua orangorang yang memiliki ketabahan, keberanian serta tak kenal gentar. Tapi aku masih punya satu keinginan yang belum bisa kupenuhi. Karena kekurangan ini hingga saat sekarang aku masih merasakan diriku sangat malang dan sedih. Aku tidak punya sahabat,Margaret.Kalau wajahku berseriseri karena hasil yang memuaskan, takkan ada yang turut merasa gembira bersamaku. Kalau aku mendapat kekecewaan, takkan ada yang berusaha menghiburku. Memang benar aku akan mencurahkan semua pikiran dan perasaanku di atas kertas; tapi itu cara yang kurang memadai untuk melahirkan perasaan. Aku ingin sekali punya sahabat seorang laki-laki yang bisa memahami perasaanku, dan bisa mengimbangi tatapan mataku. Mungkin kau akan menganggap aku orang yang romantis, Adikku sayang, tapi aku memang sangat sedih karena membutuhkan seorang sahabat. Tak ada seorang pun di dekatku yang memiliki perasaan halus dan lega hati, lembut tapi berani, yang punya cita rasa sama dengan citarasaku, yang bisa menyetujui atau melarang rencanaku. Betapa seorang sahabat seperti ini akan bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan kakakmu yang malang ini! Hasratku terlalu besar untuk melaksanakan sesuatu, dan sangat tidak sabar menghadapi kesulitan. Tapi masih ada lagi yang lebih buruk bagiku, yaitu kenyataan bahwa aku hanya belajar sendiri: dari kecil sampai umur empat belas tahun aku hidup liar seenaknya sendiri, tidak membaca apa pun kecuali buku-buku kisah pelayaran dari perpustakaan PamanThomas.Pada umur empat belas aku mulai mengenal para penyair terkemuka dari negeri kita. Tapi itu pun hanya setelah aku tidak bisa menarik manfaatnya yang terpenting, karena aku yakin bahwa aku harus mengerti lebih banyak bahasa lain di samping bahasa negeri tumpah darahku sendiri. Sekarang aku sudah berusia dua puluh delapan, dan kenyataannya aku lebih tidak berpendidikan daripada anak sekolah berumur lima helas tahun. Benar aku berpikir lebih banyak, dan impianku lebih maju dan hebat, tapi aku harus memiliki kemampuan untuk memegang teguh citacitaku. Dan aku sangat membutuhkan seorang sahabat yang punya cukup akal sehat sehingga tidak mengejekku sebagai seorang romantis, serta punya cukup penghargaan kepadaku untuk berusaha membimbing jalan pikiranku. Ah, ini keluhan yang tidak ada gunanya. Tentu saja aku yakin aku takkan mendapatkan sahabat di samudera luas. Bahkan di sini pun, diArchangel,aku yakin takkan mendapat sahabat di kalangan para saudagar dan pelaut. Tapi aku punya firasat yang tidak berhubungan dengan kodrat manusia, yang berdegup-degup dalam dadaku.
Perwira kapalku seorang laki-laki yang keberanian maupun semangatnya mengagumkan. Dia sangat mendambakan kejayaan, atau lebih tepat lagi kemajuan dalam profesinya. Dia seorang Inggris tangguh, dan masih memiliki beberapa watak manusia yang paling mulia. Aku pertama kali berkenalan dengan dia di sebuah kapal ikan paus. Demi mengetahui bahwa dia menganggur di kota ini, aku dengan mudah segera mengambilnya untuk membantu pelaksanaan rencana besarku.
Bintara kapal seorang yang pembawaannya tak ada cacat celanya. Di kapal dia terkenal sebagai seorang yang lemah lembut, dan lunak dalam memegang disiplin. Sifat-sifat ini, ditambah dengan kejujuran dan keberaniannya, membuatku sangat ingin menggunakan tenaganya. Di masa kanak-kanak dulu aku hidup sebatang kara. Kemudian aku mendapat bimbinganmu yang lemah lembut, dan ini semua menjadi dasar dari watakku. Aku sangat jijik melihat kekejaman yang biasanya terjadi di atas kapal: aku tidak pernah merasa yakin bahwa hal itu perlu. Itulah sebabnya maka waktu kudengar ada seorang pelaut yang terkenal baik hati serta disegani oleh awak kapalnya, aku merasa sangat mujur karena bisa memakai tenaganya.
Mula-mula aku mendengar tentang diri pelaut ini dengan cara yang agak romantis: yaitu dari seorang wanita yang mendapat kebahagiaan dengan berhutang budi kepadanya. Secara singkat inilah cerita tentang dirinya. Beberapa tahun yang lalu dia mencintai seorang gadis Rusia yang agak kaya. Karena dia berhasil mengumpulkan uang sangat banyak sebagai mas-kawin, maka ayah gadis ini menerima lamarannya. Dia menemui calon iste-rinya sebelum upacara perkawinan yang harinya sudah ditentukan. Tapi si gadis menangis dan bersujud di mukanya, memohon agar dia mau membebaskannya. Sigadis mengakui bahwa sudah lama dia mencintai laki-laki lain, tapi laki-laki ini miskin dan ayahnya pasti takkan menerima lamarannya. Kawan yang dermawan ini menenangkan si gadis, dan setelah si gadis menyebutkan nama laki-laki yang dicintainya dia terus membebaskannya.
Dia sudah membeli perladangan, yang di-4maksudkan untuk gantungan hidupnya. Tapi ladang ini diberikannya kepada laki-laki saingannya, bersamasama dengan sisa uangnya untuk membeli ternak. Kemudian dia sendiri mendesak ayah si gadis agar mengijinkan anaknya kawin dengan laki-laki pilihannya. Tentu saja ayah gadis ini dengan tegas menolak, sebab merasa telah terikat oleh hukum. Karena sang ayah tetap teguh dengan pendiriannya, maka kawanku ini pergi meninggalkan negerinya. Dia tidak mau pulang sebelum didengarnya si gadis menikah denganpemuda pilihannya. Kau pasti akan berkata; Sungguh mulia hatinya! Memang demikian. Tapi dia seorang yang sama sekali tidak terpelajar. Dia pendiam seperti orang Turki, serta memiliki sifat tidak pedulian. Itulah sebabnya maka sikap hidupnya sangat mengherankan, tidak begitu mengindahkan hal-hal yang seharusnya diperhatikan.
Tapi janganlah kau mengira, karena aku hampir tidak pernah mengeluh dan bisa mencari penghiburan dengan memeras tenaga yang belum kuketahui hasilnya, maka keputusanku sudah goyah. Keputusanku sudah bulat dan pasti seperti nasib sendiri, dan pelayaranku tertunda hanya karena menunggu cuaca yang baik untuk bertolak.
Musim dingin sangat dahsyat, tapi rupanya musim semi yang cerah akan segera tiba. Mungkin aku akan bisa berlayar lebih cepat daripada yang kuperkirakan. Aku tidak akan melakukan suatu ketololan: kau sudah cukup mengenalku untuk mempercayai kemampuanku, serta yakin akan tindakanku yang hati-hati manakala keselamatan orang lain tergantung kepada tindakan yang akan kuambil.
Aku tidak bisa melukiskan perasaanku setelah saat pelaksanaan rencanaku semakin dekat. Mustahil bagiku untuk memaparkan kepadamu getaran perasaan yang kuhayati, setengah gembira dan setengah ketakutan, waktu aku bersiap-siap untuk berangkat. Aku akan berangkat untuk menjelajahi daerah yang belum diinjak manusia, pergi ke negeri kabut dan salju, tapi aku tidak akan membunuh burung albatros satu pun. Maka janganlah kau merisaukan keselamatanku, atau takut jangan-jangan kelak aku kembali compang-camping dan sengsara seperti Pelaut Purba. Kau akan tersenyum membaca perumpamaanku, tapi aku akan membuka sebuah rahasia. Aku seringkali merasa tertarik kepada lautan yang penuh rahasia dan berbahaya seperti yang dikhayalkan oleh para penyair modern, Ada sesuatu dalam jiwaku yang sedang berkembang, sesuatu yang tidak bisa ku fahami. Aku orang yang suka bekerjasuka membanting tulang, dan bekerja keras dengan teliti. Tapi di samping ini aku pun mencintai dan percaya kepada hal-hal yang menakjubkan. Maka dalam segala usaha yang kulakukan aku menjauhi jalan yang biasa ditempuh orang. Aku bahkan mau mengarungi lautan yang paling buas untuk menjelajahi daerah yang belum didatangi manusia.
Tapi aku akan kembali dengan pengalaman yang lebih luas. Apakah kita akan bertemu lagi, setelah aku mengarungi samudera luas dan kembali melalui ujung selatan Afrika atau Amerika" Aku tidak berani mengharapkan hasil yang sebesar itu, namun aku juga tidak berani membayangkan sebaliknya. Tapi sementara ini teruslah kau menulis surat kepadaku setiap kali ada kesempatan: mungkin aku akan menerima surat-suratmu pada saat-saat aku sangat membutuhkannya untuk memperbesar semangatku. Aku sangat sayang kepadamu. Kenangkanlah aku dengan penuh kasih sayang, seandainya kau tidak pernah mendengar apa pun dariku lagi
Kakakmu tercinta, Robert Walton.
SURAT 3 Kepada Mrs. Saville, Inggris
7 Juli 17.... Adikku sayang, Aku menulis beberapa baris surat ini dengan tergesa-gesa, untuk mengabarkan bahwa aku selamat dan pelayaranku maju dengan pesat. Surat ini akan sampai ke tanah Inggris dibawa oleh seorang saudagar yang sekarang sedang dalam perjalanan pulang dariArchangel.Dia lebih mujur daripada aku, yang mungkin selama bertahun-tahun takkan melihat tanah tumpah darahku. Namun bagaimanapun juga sekarang aku merasa berbesar hati. semua anak buahku gagah berani dan tekadnya sangat teguh. Lembaran-lembaran es terapung yang terus-menerus hanyut melewati kami menunjukkan bahwa daerah yang sedang kami tuju berbahaya, tapi mereka tidak memperlihatkan rasa takut. Kami sudah mencapai garis lintang yang sangat tinggi. Tapi waktu ini tepat di tengah musim panas, walaupun di sini tidak sehangat di tanah Inggris. Tapi angin selatan yang menghembus kami dengan cepat ke arah pantai idam idamanku meniupkan nafas kehangatan baru yang tidak kuduga. Sampai saat ini kami belum pernah mengalami peristiwa kecelakaan apa pun yang cukup berarti untuk diceritakan dalam surat. Satu atau dua kali diserang angin kencang atau ada kebocoran di kapal merupakan peristiwa yang biasanya lupa dicatat oleh para pelaut yang berpengalaman. Aku akan merasa puas kalau selama dalam pelayaran kami tidak ditimpa kecelakaan yang lebih buruk daripada kejadian-kejadian semacam itu.
Selamat berpisah, Margaret-ku sayang. Yakinlah bahwa aku tidak akan begitu tolol menantang bahaya, demi kebaikan kita bersama. Aku akan selalu menghadapi apa saja dengan tenang, tabah dan bijaksana.
Tapi keberhasilan akan memahkotai usaha usa haku. Mengapa tidak" Sudah sejauh ini jarak yang kutempuh, mengarungi samudera yang luas tidak terhingga. Bintang-bintang sendiri akan menjadi saksi atas kemenanganku. Apa salahnya kalau aku terus saja menjelajahi alam yang belum terjinakkan, namun begitu penurut" Apa yang bisa menghalangi kebulatan hati dan tekad manusia" Aku merasa berbesar hati, penuh kemantapan dan kepercayaan. Tapi aku harus mengakhiri suratku. Semoga Tuhan memberkati adikku yang tercinta!
RW. SURAT 4 Kepada Mrs. Saville, Inggris
5 Agustus,17 Apa yang kami alami begitu anehnya, sehingga mau tidak mau aku harus mencatatnya. Tapi mungkin sekali kita akan bertemu lebih dulu sebelum catatan-catatanku ini sampai ke tanganmu.
Pada hari Senin yang lalu (tanggal31Juli) kapal kami hampir terkurung dalam kepungan es. Es mengepung kapal dari segala penjuru, hampir-hampir tidak memberikan air sedikit pun untuk tempat kapal mengapung. Kami menghadapi keadaan yang berbahaya, terutama waktu kabut yang sangat tebal juga turun menyelimuti kami. Kalau menghadapi keadaan begini kami hanya bisa pasrah, berharap semoga keadaan dan cuaca segera berubah.
Kira-kira pada jam dua kabut lenyap. Dan kami melihat padang es meluas ke segala penjuru, se akan tak ada habis-habisnya. Beberapa temanku berkeluhkesah. Aku sendiri menjadi waspada dengan pikiran gelisah, waktu tiba-tiba pemandangan yang aneh menarik perhatian kami sehingga sejenak kami lupa dengan kecemasan memikirkan kesulitan kami. Kami melihat sebuah kereta salju rendah ditarik beberapa ekor anjing melaju terus ke arah utara, pada kejauhan setengah mil. Sesosok tubuh laki-laki berukuran raksasa duduk di atas kereta salju, serta mengendalikan anjing-anjing penarik. Kami mengawasi si pelancong yang melaju cepat sekali dengan menggunakan teropong, sampat dia lenyap di kejauhan, di padang es yang tidak rata.
Apa ,yang kami lihat membuat kami sangat takjub tidak terperi. Kami yakin bahwa kami sejauh beratus-ratus mil dari daratan mana pun. Tapi makhluk yang kami lihat ini rupanya telah menunjukkan bahwa sebenarnya daratan tidak sejauh yang kami duga. Namun karena terkurung dalam es, kami tidak bisa mengikuti jejaknya. Kami hanya bisa mengikuti dengan pandangan mata, dengan perhatian yang sangat besar.
Kira-kira dua jam setelah peristiwa ini, kami mendengar lautan bergolak, Sebelum malam tiba es telah pecah dan kapal kami bebas dari kepungan-nya. Namun kami tidak menjalankan kapal sampai pagi hari. Kami takut janganjangan dalam gelap kami menabrak pecahan es besar-besar yang terapung di mana-mana setelah lapisan es pecah. Aku memanfaatkan waktu ini untuk beristirahat selama beberapa jam.
Paginya segera setelah hari terang aku pergi ke geladak. Kulihat semua pelaut sedang sibuk di satu sisi kapal. Rupanya mereka sedang berbicara kepada seorang yang terapung di laut. Yang kulihat ternyata sebuah kereta salju, bentuknya sama seperti kereta salju yang kami lihat kemarin. Kereta ini hanyut ke arah kami di atas sebungkal es besar. Hanya tinggal seekor anjing saja yang masih hidup. Tapi di atas kereta ada seorang manusia,danwaktu itu para pelaut sedang membujuknya untuk naik ke kapal. Orang ini tidak seperti penumpang kereta satunya, yang rupanya seperti manusia biadab dari pulau yang belum ditemukan. Orang ini jelas seorang Eropa.
Waktu aku muncul di geladak, bintara kapal ber kata, Ini kapten kami. Dia tidak akan membiarkanmu binasa di samudera luas.
Demi melihatku, orang asing ini berbicara dalam bahasa Inggris, walaupun dengan aksen asing. Sebelum aku naik ke kapalmu, katanya, sudikah kau memberitahukan kepadaku arah mana yang akan kautuju" Kau pasti bisa membayangkan keherananku mendengar pertanyaan yang diajukan kepadaku. Dia seorang laki-laki yang hampir binasa, dan menurut pendapatku dia lebih suka menemukan kapalku daripada menemukan intan permata yang paling berharga di dunia. Tapi aku menjawab bahwa kami sedang dalam pelayaran mencari penemuan baru di kutub utara. Mendengar ini rupanya dia merasa puas, dan mau naik ke atas kapal. Ya Tuhan! Margaret, kalau kau melihat lakilaki yang naik ke kapal demi keselamatannya ini, keherananmu pasti tanpa batas. Anggota badannya hampir beku seluruhnya, dan tubuhnya kurus kering mengerikan sekali karena kelelahan dan penderitaan. Belum pernah aku melihat orang yang seburuk itu kondisi badannya. Kami mengusungnya ke dalam kabin, tapi segera setelah dia meninggalkan udara segar dia jatuh pingsan. Maka kami membawanya kembali ke geladak, serta menyadarkannya kembali dengan menggosok tubuhnya dengan brendi dan memaksanya meneguk minuman ini sedikit. Setelah dia menunjukkan tanda-tanda hidup, kami membungkusnya dengan beberapa helai selimut dan meletakkannya dekat cerobong dapur. Sedikit demi sedikitkesadarannya pulih kembali dan dia bisa makan sop sedikit. Ini mengembalikan kesadarannya sama sekali dengan cara yang sangat menakjubkan.
Dua hari berlalu dalam keadaan semacam ini, dan aku seringkali merasa khawatir jangan-jangan dia tidak bisa bicara lagi atau memahami kata-kata orang karena penderitaannya. Setelah dia berangsur pulih, kupindahkan dia ke kabinku sendiri. Dia kurawa t sebisaku kapan saja aku senggang dari tugas. Belum pernah aku melihat makhluk yang demikian menarik perhatian: matanya memancarkan keliaran, bahkan kegilaan. Tapi kadangkala kalau seseorang menunjukkan belas kasihan atau melakukan perbuatan baik sedikit saja bagi dia, mukanya kelihatan berseri-seri dengan kegembiraan yang tak ada taranya. Tapi hampir setiap waktu dia tampak bersedih hati dan putus asa. Kadangkadang dia juga mengkeretakkan gigi, seakan-akan tidak sabar menahankan beban kesedihan yang menindihnya.
Waktu tamuku ini sedikit pulih, aku menghadapi kesulitan besar bagaimana menahan orang-orang yang ingin mengajukan kepadanya seribu pertanyaan. Aku tidak bisa membiarkan dirinya diganggu rasa ingin tahu mereka yang besar. Dalam keadaan tubuh seperti sekarang ini, jelas sekali bahwa kesembuhannya tergantung pada istirahat sepenuhnya. Namun sekali perwira kapalku menanyakan mengapa dia datang jauh-jauh melintasi es dengan kendaraan yang begitu aneh.
Seketika air mukanya memancarkan kesedihan yang sangat dalam, dan dia menjawab, Untuk mengejar yang melarikan diri dari aku. Dan orang yang kaukejar ini naik kendaraan yang sama dengan yang kaunaiki"
Ya, jawabnya. Kalau begitu kurasa kami telah melihatnya. Sebab dulu pada hari sebelum kami menaikkanmu ke atas kapal kami melihat sebuah kereta salju ditarik anjing melintasi salju, dengan seorang laki-laki di atasnya. Ini membangkitkan perhatian si orang asing. Dia mengajukan pertanyaan banyak sekali mengenai arah yang dituju setan ini, sebagaimana dia menyebutnya. Kemudian setelah dia hanya berdua denganku, dia berkata, Aku pasti telah membangkitkan rasa ingin tahumu, demikian juga kawan-kawan lainnya. Tapi kau sungguh baik sekali sehingga tidak mengajukan pertanyaan. Tentu saja. Memang tidak sepantasnya dan bagiku di luar peri kemanusiaan kalau aku mengganggumu dengan rasa ingin tahuku.
Namun kau menolongku dari situasi yang aneh dan berbahaya. Dan kau merawatku sehingga aku tetap hidup.
Setelah ini, dia menanyakan kepadaku apakah aku berpendapat pecahnya es mencelakakan kereta salju satunya. Kukatakan kepadanya bahwa aku tidak bisa menjawab dengan kepastian. Sebab lapisan es baru pecah menjelang tengah malam, dan mungkin orang yang dikejarnya ini sudah sampai ke tempat yang aman sebelumnya. Tapi tentang ini pun aku tidak yakin.
Sejak saat itu pada diri orang asing ini tampak ada gairah baru untuk hidup. Dia menyatakan keinginannya yang besar untuk berada di geladak, supaya bisa melihat kereta salju yang dikejarnya. Tapi aku membujuknya agar tetap tinggal dalam kabin. Dia masih sangat lemah, sehingga pasti takkan kuat menahan udara dingin di luar. Kujanjikan kepadanya akan ada orang yang melakukan pengawasan untuknya, dan akan segera memberitahukan kepadanya kalau ada sesuatu yang kelihatan.
Hari ini hanya itulah catatanku tentang kejadian yang aneh ini. Kesehatan orang asing ini makin hari makin bertambah baik. Tapi dia sangat pendiam, dan kelihatan gelisah kalau ada orang selain aku memasuki kabinnya. Walaupun demikian sikapnya tetap penuh kedamaian dan lemah lembut. Semua pelaut menyukainya, walaupun mereka hampir tidak pernah berbicara dengannya. Sedangkan aku sendiri, aku mulai menyayanginya seperti seorang audaja. Aku sangat kasihan melihat kesedihannya yang sangat dalam dan terus-menerus ditanggungnya. Dulu waktu keadaannya lebih baik dia pasti seorang laki-laki terhormat, sebab bahkan sekarang dalam keadaan menyedihkan dia masih kelihatan begitu menarik dan ramah. Pernah kukatakan dalam salah satu suratku, Margaret-ku sayang, bahwa aku mustahil akan menemukan seorang sahabat di tengah samudera luas. Tapi ternyata kini aku bertemu dengan seorang laki-laki, yang sebelum semangatnya patah karena penderitaan tentu sangat menyenangkan sebagai seorang sahabat; aku bahkan akan merasa bahagia kalau punya saudara laki-laki seperti dia.
Aku akan terus membuat catatan tentang orang asing ini, setiap kali ada peristiwa baru yang patut dicatat.
13 Agustus 17.... Setiap hari rasa sayangku kepada tamuku ini semakin bertambah. Dia sekaligus telah membangkitkan kekaguman dan belas kasihanku yang sangat besar. Bagaimana bisa aku menyaksikan orang yang begitu terhormat dihancurkan oleh kesedihan tanpa turut merasa sedih pula" Dia begitu lemah lembut, namun juga sangat bijaksana. Perasaannya sangat halus, dan bicaranya mengalir dengan cepat dan fasih walaupun kata-katanya terpilih.
Sekarang kesehatan badannya sudah banyak pulihnya. Setiap hari dia terusmenerus berada di geladak, rupanya untuk mengawasi kereta salju yang dikejarnya. Tapi walaupun dia sedang bersedih hati, dia tidak terus-menerus memikirkan kesedihannya. Dia juga sangat tertarik kepada kegiatan orang lain. Seringkali dia mengajakku bercakap-cakap tentang pelayaran yang sedang kulakukan, dan aku memaparkan semua kepadanya tanpa te-deng aling-aling. Dengan penuh perhatian dia mendengarkan semua pertimbangan yang telah kuambil demi keberhasilan usahaku, sampai ke hal yang sekecil-kecilnya. Aku segera terseret oleh simpati yang diperlihatkannya sehingga kulahirkan semua isi hatiku. Kupaparkan kepadanya semua hasrat hatiku yang menyala-nyala. Aku bahkan mengatakan kepadanya bahwa dengan dorongan semangatku yang berkobar-kobar dengan segala senang hati aku mau mengorbankan hartaku, hidupku serta semua harapanku demi tercapainya citacitaku. Hidup atau matinya satu orang tak ada artinya apa-apa, demi penemuan pengetahuan yang sedang kuselidiki ini. Sebab penemuan yang sedang kucari ini sangat besar manfaatnya bagi seluruh umat manusia.
Sementara aku berbicara, kulihat wajah pendengarku berubah muram. Mulamula kukira dia sedang berusaha menekan perasaannya. Dia menutup matanya dengan dua tangan. Suaraku menjadi bergetar dan susah kukeluarkan, waktu kulihat air mata bercucuran di antara jari-jarinya. Suara erangan terdengar di antara sedu-sedannya. Aku berhenti berbicara. Akhirnya dia berkata dengan suara terputus-putus: Orang yang malang! Jadi kau juga memiliki kegilaan seperti yang kupunyai" Kau juga telah meminum minuman yang memabukkan ini" Dengar kataku. Akan kuceritakan asahku kepadamu, dan kau akan melemparkan mangkuk minuman ini dari bibirmu!
Kau bisa membayangkan betapa kata-katanya sangat kuat membangkitkan rasa ingin tahuku. Tapi kekalutan dan kesedihan yang mencekam diri orang asing ini meruntuhkan sama sekali tenaganya yang masih lemah. Untuk menenangkannya kembali diperlukan waktu berjam-jam untuk beristirahat, serta bercakapcakap dengan bahan pembicaraan ringan. Setelah berhasil menguasai perasaannya kembali, dia sangat menyesali dirinya karena telah menjadi budak nafsu Dan setelah berhasil menindas keputus-asa-annya, sekali lagi dia mengajakku membicarakan diriku sendiri. Dia menanya-kan riwayat hidupku di masa kanak-kanak. Aku menceritakannya secara singkat, tapi telah membangkitkan berbagai macam kenangan. Aku mengutara-kan keinginanku menemukan seorang sahabat, dan rasa dahagaku akan simpati orang lain. Kemudian aku juga menekankan keyakinanku bahwa orang bisa menceritakan kebahagiaannya kepada orang lain, untuk lebih merasakan kenikmatannya. Aku sependapat denganmu, jawabnya. Kita semua makhluk yang tidak sempurna, hanya separuh jadi. Kalau ada orang yang lebih bijaksana dan lebih baik daripada kita seperti itulah seharusnya seorang sahabat maka seharusnya dia bisa membantu menyempurnakan kodrat kita yang lemah dan penuh kesalahan. Kau punya harapan, dan dunia luas terhampar di hadapanmu. Kau tidak punya alasan apa pun untuk berputus asa. Tapi aku... aku telah kehilangan segala-galanya dan tidak bisa memulai hidup lagi dari permulaan. Waktu mengatakan ini air mukanya menjadi penuh perasaan, tenang dan seakan telah menyadari penderitaannya. Sikapnya sangat menyentuh hati sanubariku. Tapi kemudian dia berdiam diri dan masuk ke dalam kabinnya.
Bahkan dalam keadaan patah semangat seperti sekarang ini, tak ada seorang pun yang bisa lebih dalam merasakan keindahan alam. Langit yang penuh taburan bintang, laut biru dan setiap pemandangan di bagian dunia yang mempesonakan ini rupanya masih bisa mengangkat sukmanya ke sorga. Orang macam dia memiliki eksistensi ganda: mung-kun dia menderita karena kesedihan dan menanggung beban kekecewaan; namun setelah kembali kepada dirinya sendiri, dia berubah menjadi seperti roh surgawi yang dikelilingi lingkaran cahaya, dan di dalam cahaya ini tidak ada lagi kesedihan maupun penderitaan .
Apakah kau tersenyum membaca penyandra-anku yang sungguh-sungguh tentang pengembara yang hebat ini" Kau takkan tersenyum kalau kau melihatnya sendiri. Kau telah dididik dan diajar oleh buku-buku serta mengasingkan diri dari dunia; maka oleh karenanya dalam segala hal kau menjadi agak pemilih. Tapi ini akan membuatmu lebih bisa menghargai kelebihan yang luar biasa dari orang yang hebat ini. Kadang-kadang aku berusaha menemukan apa sebenarnya yang dia miliki, yang menyebabkan mutu orang ini jauh lebih tinggi daripada e tiap orang yang pernah kukenal. Aku yakin ini disebabkan oleh kearifan dengan dasar ilham, penilai-" an yang cepat namun tidak pernah keliru, kecermatan dalam menyelidiki sebab-sebab peristiwa, serta ketepatan bertindak yang tiada taranya; bisa juga ditambahkan kemampuan melahirkan isi hati, serta suara merdu laksana musik yang menenangkan jiwa.
19 Agustus 17 Kemarin orang asing ini berkata kepadaku, Kau pasti bisa melihat dengan mudah, Kapten Walton, w bahwa aku menderita kesedihan karena kemalangan yang sangat besar a d an tak ada tandingannya. Dulu aku pernah bertekad untuk membawa mati kenangan yang busuk ini, tapi kau telah membuat aku mengubah keputusanku. Kau sedang mencari pengetahuan dan kebijaksanaan, seperti aku dulu. Dengan sungguh-sungguh aku berharap semoga idamidamanmu setelah tercapai kelak tidak berubah menjadi ular berbisa yang akan menggigitmu, seperti apa yang telah kualami. Aku tidak tahu apakah penceritaan bencana yang menimpa diriku akan berguna bagimu. Tapi setelah kuketahui bahwa kau mengejar tujuan yang sama dengan tujuanku, dan membuat dirimu menantang bahaya seperti yang telah membuat diriku seperti sekarang ini, aku bisa membayangkan kau akan bisa memetik manfaat dari ceritaku. Kau akan bisa menggunakannya sebagai tuntunan kalau kau berhasil dalam usahamu, atau sebagai penghiburan kalau kau mendapatkankegagalan. Bersiap-siaplah kau mendengar peristiwa-peristiwa yang biasanya dianggap menakjubkan. Seandainya kita sedang berada di lingkungan alam yang tidak sebuas ini, mungkin aku akan khawatir jangan-jangan kau tidak percaya, bisa jadi bahkan akan menertawakanku. Tapi banyak sekali hal-hal yang ternyata tidak mustahil di bagian bumi yang liar dan penuh rahasia ini, yang akan menimbulkan ketawa bagi orang yang belum mengenal kekuasaan alam semesta. Aku tidak meragukan hal itu, dan dalam ceritaku terkandung kebenaran tentang peristiwa-peristiwa yang terjalin di dalamnya. Kau pasti membayangkan aku sangat gembira karena dia akan mau bercerita kepadaku. Tapi sesungguhnya aku merasa khawatir, jangan-jangan kesedihannya bangkit kembali karena dia menceritakan kemalangannya. Hasratku sangat besar ingin mendengarkan cerita yang dijanjikannya. Ini sebagian karena rasa ingin tahuku, dan sebagian lagi karena keinginan yang sangat besar untuk mengubah nasibnya kalau bisa. Dalam jawabanku aku menyatakan perasaanku ini.
Terima kasih, jawabnya. Aku sangat berterima kasih atas simpatimu kepadaku, tapi itu benar-benar tidak perlu. Tidak lama lagi takdirku akan tertunaikan. Aku hanya tinggal menunggu satu peristiwa lagi, dan kemudian aku akan beristirahat dalam kedamaian. Aku memahami perasaanmu, sambungnya, melihat aku ingin menyela kalimatnya; tapi kau keliru, Sahabatku, kalau kau memperbolehkanku memanggilmu demikian. Tak ada uat apa pun yang akan bisa mengubah nasibku. Dengarkan saja kisahku, dan kau akan mengerti bahwa nasibku telah ditetapkan.
Dia lalu mengatakan kepadaku bahwa dia akan memulai ceritanya besok pagi pada waktu aku senggang. Aku menyambut janjinya dengan ucapan terima kasih yang hangat sekali. Aku memutuskan akan mencatat ceritanya di waktu malam, kalau aku tidak begitu repot. Aku akan mencatat apa yang diceritakannya pada siang hari sedekat-dekatnya dengan kata-katanya sendiri. Kalau aku kebetulan sibuk, sekurang-kurangnya aku akan membuat catatancatatan pendek. Naskah ini pasti akan membuatmu sangat gembira. Tapi bagiku, yang mengenalnya dan mendengarnya dari mulutnya sendiri karena simpatiku kepadanya maka aku akan membacanya kelak saja di kemudian hari! Bahkan sekarang pun, di waktu aku memulai pekerjaanku, suaranya yang merdu bergetar di telingaku. Matanya yang lembut menatapku dengan penuh kesedihan. Kulihat tangannya yang kurus digerak-gerakkan untuk memberi tekanan pada kata-katanya, sementara wajahnya memancarkan apa yang terkandung dalam jiwanya.
Kisah yang akan diceritakannya aneh dan mengharukan, serta mengerikan seperti badai yang akan menerpa kapal dan menghancurkannya!
"RatuBuku Bab 1 AKU warga kota Jenewa, dan orangtuaku termasuk salah satu keluarga paling terkemuka di kota ini. Leluhurku semua menjabat sebagai penasihat atau pegawai pemerintah, dan ayahku pernah memegang berbagai jabatan dengan memperoleh nama harum dalam masyarakat. Dia dihormati oleh siapa saja yang mengenalnya karena kejujuran dan perhatiannya kepada urusan masyarakat tanpa mengenal lelah. Dia mengisi masa mudanya dengan terus-menerus membaktikan diri kepada negerinya. Berbagai macam kejadian menyebabkan dia tidak bisa menikah di waktu masih muda. Setelah dia berusia lanjut, barulah dia menikah dan menjadi ayah atau kepala keluarga.
Peristiwa yang bertalian dengan perkawinan ayah menggambarkan wataknya, maka aku perlu menceritakannya. Salah satu sahabat ayah yang paling karib adalah seorang saudagar, yang karena beberapa kesalahan telah jatuh dari keadaan serba mewah ke kemiskinan. Saudagar ini bernama Beaufort. Dia seorang yang tabah serta teguh mempertahankan harga dirinya. Itulah sebabnya maka setelah jatuh miskin dia tidak mau tetap tinggal di kota tempat dia sebelumnya dikenal orang karena kekayaannya. Setelah membayar semua hutangnya dengan cara yang sangat terhormat, Beaufort dengan anak perempuannya pindah ke kota Lucerne. Di sana mereka hidup dalam kesengsaraan dan tidak dikenal orang. Ayah mencintai Beaufort dengan kasih sayang seorang sahabat sejati, dan sa ngat menyesalkan tindakannya pindah waktu ditimpa kemalangan. Dengan penuh kegetiran ayah sangat menyayangkan kebanggaan palsu sahabatnya, yang menyebabkan dia tidak begitu menghargai rasa saling mengasihi yang mempersatukan mereka. Ayah segera berusaha mencarinya, dengan harapan akan bisa membujuknya untuk memulai usaha kembali dengan bantuannya.
Beaufort menyembunyikan diri dengan sebaik-baiknya. Setelah sepuluh bulan lewat barulah ayah berhasil menemukan tempat tinggalnya. Dengan rasa gembira yang luar biasa ayah bergegas-gegas pergi ke rumahnya, yang terletak di jalan kecil dekat sungai Reuss. Tapi waktu ayah masuk, hanya kesedihan dan kesengsaraan saja yang menyambutnya.
Beaufort hanya tinggal memiliki uang dalam jumlah yang sangat kecil dari sisa kekayaannya. Uang ini hanya cukup untuk bekal hidupnya selama beberapa bulan. Sementara itu dia berharap akan memperoleh pekerjaan yang terhormat di rumah seorang saudagar. Tapi masa-masa itu tentu saja dihabiskannya dengan menganggur. Maka kesedih-4annya bertambah dalam, sebab dia memiliki banyak waktu kosong untuk memikirkannya. Akhirnya kesedihan mencengkam pikirannya, sedemikian rupa sehingga setelah tiga bulan dia jatuh sakit. Dia terbaring di tempat tidur, tidak bisa melakukan usaha apa pun. Anak perempuannya merawat dirinya dengan penuh kasih sayang. Tapi dengan sedih dia menyadari bahwa uang mereka yang sedikit menyusut dengan cepat, dan mereka tidak bisa minta bantuan kepada siapa pun. Tapi Caroline Beaufort memiliki otak yang lain daripada yang lain. Keberaniannya mendorongnya untuk berjuang. Dia melakukan apa saja yang bisa dikerjakannya. Dia menganyam jerami, dan dengan berbagai cara dia bisa memperoleh pendapatan yang hampir-hampir tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Beberapa bulan berlalu dalam keadaan semacam itu. Sakit Beaufort semakin payah. Waktu-waktu Caroline lebih banyak dihabiskan untuk merawat ayahnya. Maka pendapatannya pun menurun. Dan pada bulan kesepuluh ayahnya meninggal dalam pelukannya. KiniCaroline menjadi yatim piatu, sebatang kara dan tidak punya apa-apa di dunia. Pukulan yang terakhir ini benar-benar meruntuhkannya. Dia sedang berlutut dan menangisi mayat ayahnya, waktu ayahku masuk ke dalam ruangan. Ayah datang seperti roh pelindung yang akan menolong gadis yang malang ini. Si gadis segera menyerahkan diri di bawah perlindungan ayah.
Setelah mengurus pemakaman sahabatnya, ayah mengajak Caroline ke Jenewa. Di sana gadis anak sahabatnya ini diserahkan ke bawah perlindungan seorang kerabat. Dua tahun setelah peristiwa ini Caroline Beaufort menjadi isterinya. Antara kedua orang tuaku ada perbedaan usia yang sangat besar, tapi rupanya ini bahkan mempersatukan mereka lebih erat dalam ikatan kasih sayang. Ayah memiliki rasa keadilan yang besar, dan hal ini memungkinkan dia bisa mencintai dengan tulus dan sungguh-sungguh. Mungkin di masa mudanya ayah pernah menderita karena terlambat mengetahui bahwa orang yang dicintainya sama sekali tidak patut menerima cintanya, sehingga dia cenderung untuk berusaha mencari nilai-nilai yang lebih tinggi. Dalam hubungannya dengan ibuku, ayah menunjukkan rasa penuh terima kasih dan pemujaan. Ini sama sekali bukan rasa tergila-gila karena usianya, tapi sikap ayah diilhami deh rasa hormat kepada kebajikan ibuku. Ayah juga ingin memberikan sekedar pahala kepada ibu karena penderitaan yang begitu lama ditanggungnya. Semua ini menyebabkan sikap ayah begitu lemah lembut kepada ibu.
Apa saja yang dilakukan ayah ditujukan untuk memenuhi semua keinginan dan kesenangan ibu. Dia berusaha melindungi ibu, seperti seorang juru taman melindungi tanaman asing yang sangat indah: melindunginya dari angin yang agak kencang, serta memberinya apa saja yang bisa membuatnya senang. Kesehatan ibu, bahkan juga jiwanya yang tenang, telah terguncang oleh apa yang baru dialaminya. Selama waktu dua tahun sebelum perkawinan mereka, secara berangsur-angsur ayah mulai meninggalkan kegiatannya dalam masyarakat. Dan setelah mereka menikah, mereka terus pergi ke Itali untuk mencari iklim yang lebih menyenangkan. Pergantian suasana dan perjalanan menjelajahi negeri yang indah ini berhasil memulihkan kesehatan dan kekuatan ibu.
Dari Itali mereka terus melancong ke Jerman dan Perancis. Aku, putera mereka yang pertama, lahir di Napoli. Dan aku turut mengembara dengan mereka, walaupun aku masih bayi. Selama beberapa tahun aku menjadi putera tunggal mereka. Walau begitu besarnya mereka saling mencinta, namun rupanya mereka masih bisa melimpahkan kasih sayang yang tak ada habis-habisnya kepadaku.
Kenanganku yang pertama ialah belaian lembut ibu dan senyum kebahagiaan ayah waktu mereka melihat kepadaku. Aku merupakan barang mainan dan pujaan mereka, atau sesuatu yang lebih baik anak mereka, makhluk suci tanpa daya yang dianugerahkan kepada mereka oleh Tuhan. Mereka diberi tugas membesarkanku menjadi manusia yang baik. Masa depanku terletak di tangan mereka, yang akan membimbingku menuju kebahagiaan atau kesengsaraan. Dengan kesadaran yang sangat dalam yang kumiliki tentang apa yang harus mereka lakukan terhadap makhluk yang telah mereka beri hidup ini, ditambah dengan kasih sayang mereka, maka bisa dibayangkan bahwa selama masa kecilku aku menerima pelajaran kesabaran, suka beramal dan kemampuan menahan diri. Aku merasa dituntun dengan tali sutera, sehingga bagiku semua rasanya seperti serentetan kegembiraan.
Dalam waktu yang lama sekali hanya akulah anak mereka. Ibuku ingin sekali punya anak perempuan, tapi aku tetap menjadi putera tunggal mereka. Waktu aku berumur lima tahun, waktu itu kami sedang bertamasya ke seberang perbatasan Itali, selama seminggu mereka tinggal di tepi Danau Combo. Didorong oleh sifat dermawan mereka, maka mereka seringkali berkunjung ke pondok-pondok orang miskin. Ini bagi ibuku lebih dari sekedar tugas hidup. Baginya ini merupakan satu keharusan, satu pemenuhan hasrat. Dia masih ingat dengan apa yang telah dideritanya, dan bagaimana dia telah dibebaskan dari penderitaan ini. Maka sekarang sudah tiba gilirannya bagi dia untuk ganti menjadi malaikat pelindung bagi orang yang sengsara.
Suatu ketika, waktu mereka sedang berkeliling ke rumah-rumah orang miskin, perhatian mereka tertarik oleh sebuah gubuk buruk yang letaknya terpencil. Tampak beberapa orang anak separuh telanjang berkerumun dekat pondok, rupa mereka menggambarkan kemelaratan yang luar biasa. Suatu hari waktu ayah pergi ke Milan seorang diri, ibu mengajakku mengunjungi gubuk ini. Di dalam gubuk, ibu mendapatkan seorang petani dengan isterinya. Mereka keduanya bungkuk karena menanggung beban penderitaan dan kerja keras. Waktu itu mereka sedang membagi makanan yang tidak seberapa kepada lima orang anak yang kelaparan. Di antara kelima anak ini ada seorang yang menarik perhatian ibu jauh lebih besar daripada lain-lainnya. Rupa anak ini jauh berbeda dengan keempat anak lainnya.
Anak yang empat orang semuanya bermata hitam, anak anak kecil yang keras dan tangguh; tapi anak yang satu ini bertubuh kurus dan sangat cantik. Rambutnya kuning emas dan berkilau-kilauan. Walaupun pakaiannya sangat buruk, tapi anak ini seakan memakai mahkota martabat di atas kepalanya. Bentuk alisnya bagus, dan matanya biru bening. Bibir dan wajahnya penuh perasaan dan manis. Setiap orang yang melihatnya pasti memandang dirinya sebagai makhluk mulia, anugerah Yang Mahakuasa, dengan wajah yang memancarkan cahaya surgawi.
Isteri petani ini demi melihat mata ibu tertuju kepada si gadis kecil dengan penuh kekaguman, dengan senang hati segera menceritakan riwayat hidupnya. Gadis cilik ini bukan anaknya, melainkan anak seorang bangsawan Milan. Ibunya orang Jerman, dan meninggal dunia waktu melahirkannya. Maka si bayi lalu diserahkan kepada suami-isteri ini untuk dirawat: waktu itu keadaan mereka lebih baik. Waktu itu mereka belum lama kawin, dan anak mereka yang tertua baru saja lahir.
Ayah gadis kecil ini orang Italia. Dia salah seorang di antara orang-orang yang masih memimpikan kejayaan lama negeri Itali salah seorang di antara sekelompok orang yang berjuang mati-matian untuk kemerdekaan negerinya. Dia menjadi korban semangatnya sendiri yang berkobar-kobar. Tak ada seorang pun yang tahu, apakah dia sudah mati atau masih meringkuk dalam penjara bawah tanah Austria. Semua harta miliknya disita; maka anaknya menjadi kere yatim piatu. Dia tetap tinggal bersama orang tua angkatnya, dan berkembang di tengah-tengah kemelaratan dan lingkungan yang serba buruk. Dia laksana sekuntum bunga indah di tengah-tengah semak berduri yang gelap. Waktu ayah kembali dari Milan, dia melihatku sedang bermain-main di ruang tengah villa kami bersama seorang anak yang lebih cantik daripada bidadari dalam lukisan. Memang wajah gadis kecil ini seperti memancarkan cahaya, dan gerakannya lebih lincah daripada kambing gunung. Segera ibu menerangkan kepada ayah siapa dia.
Dengan ijin ayah, ibu berhasil membujuk suami-ten petani untuk menyerahkan anak angkatnya. Mereka sangat sayang kepada anak yatim piatu yang cantik ini. Kehadirannya di tengah-tengah mereka bagi mereka dianggap sebagai berkat Tuhan. Tapi tidaklah adil kalau tetap menahannya dalam kemiskinan dan serba kekurangan, kalau Tuhan memberinya kesempatan untuk dipelihara dan dilindungi oleh keluarga kaya. Mereka lalu menghubungi pendeta untuk minta pertimbangan. Hasilnya ialah persetujuan bagi Elizabeth Lavenza untuk menjadi penghuni rumah orang tuaku. Bagiku Elizabeth lebih dari sekedar seorang adik -dia teman bermainku yang cantik dan sangat kusayangi, yang selalu menyertaiku pada setiap kesempatan.
Setiap orang mencintai Elizabeth. Semua perhatian dan kasih sayang yang ditumpahkan orang kepadanya membuatku merasa senang dan bangga. Pada sore hari sebelum dia dibawa ke rumah, secara senda-gurau ibu berkata kepadaku, Aku punya hadiah yang sangat indah untuk Victor-ku besok pagi dia akan mendapatkannya.
Dan keesokan harinya ibu menyerahkan Elizabeth kepadaku sebagai hadiah yang dijanjikannya. Dengan kesungguhan kanak-kanak aku menafsirkan katakata ibu secara harfiah. Aku memandang Elizabeth sebagai milikku milikku untuk dilindungi, dicintai dan dimanjakan. Semua pujian yang diberikan kepadanya kuanggap sebagai pujian kepada benda milikku. Kami saling memanggil dengan sebutan saudara sepupu. Tak ada kata-kata atau pernyataan apa pun yang bisa menerangkan dengan tepat hubungannya denganku. Dia lebih dari sekedar adikku, sebab sampai akhir hayatnya dia hanya akan menjadi milikku.
Bab 2 KAMI dibesarkan bersama-sama; beda usia kami tidak ada setahun. Aku tidak perlu mengatakan bahwa kebencian atau pertengkaran asing bagi kami. Hubungan kami dijiwai oleh keserasian, serta watak kami yang berbeda dan bertentangan bahkan lebih mendekatkan hubungan kami.
Elizabethmempunyai sifat yang lebih tenang dan lebih terpusat. Tapi dengan semangatku yang menyala-nyala, aku memiliki minat yang lebih besar dan lebih dalam merasakan haus ilmu pengetahuan. Dia sibuk mengikuti hasil ciptaan para penyair. Dan dengan pemandangan alam indah yang mengelilingi rumah kami di Swiss pegunungan yang tenteram, perubahan musim, ada badai atau suasana tenang, kesunyian musim dingin serta kehidupan musim panas yang ramai dan ribut di pegunungan Alpen dia mendapatkan cukup banyak hal yang bisa dikagumi dan membuatnya bersukacita. Sementara teman bermainku ini memperhatikan segala hal yang indah di sekelilingnya dengan sungguh-sungguh dan rasa puas, aku mendapatkan kesenanganku dengan menyelidiki semua penyebabnya. Bagiku dunia merupakan sebuah rahasia, dan aku sangat ingin membongkar rahasia ini. Aku masih ingat, di antara beberapa hasratku yang pertama ialah menyelidiki dengan sungguh-sungguh untuk mengetahui hukumhukum alam, serta kegembiraan yang berhubungan erat dengan pesona, yang semuanya terhampar di hadapanku.
Waktu aku berumur tujuh tahun adikku lahir, laki-laki. Setelah itu orang tuaku tidak lagi hidup mengembara, dan kembali menetap di kampung halaman mereka sendiri. Kami punya sebuah rumah di Jenewa, dan sebuah lagi di Belrive. Rumah kami yang di Belrive terletak di tanah kami yang luas, di sebelah timur danau. Jaraknya dari kota kurang-lebih dua kilometer. Kami lebih banyak tinggal di Belrive, dan di sana orang tuaku hidup terpencil jauh dari keramaian.
Aku punya sifat yang lebih suka menghindari orang banyak, dan berhubungan erat dengan satu dua orang teman saja. Maka pada umumnya aku tidak begitu mempedulikan teman-teman sekolahku. Tapi di antara mereka aku punya seorang sahabat karib. Sahabatku ini bernama Henry Cler-val Dia putera seorang saudagar di Jenewa.
Clerval seorang anak laki-laki yang memiliki bakat dan kecenderungan unik - Dia sangat menyukai petualangan, kekerasan, dan bahkan bahaya, hanya karena dia menyukainya. Kegemarannya membaca buku-buku kepahlawanan dan romans. Dia menggubah lagu-lagu heroik, dan mulai menulis kisah-kisah petualangan ksatria yang mempesonakan. Dia mengajari kami bermain sandiwara serta mengajak kami turut ambil bagian dalam arak-arakan topeng. Tokoh-tokohnya kami ambil dari para pahlawan Roncesvalles, Meja Bundarnya Raja Arthur, serta para ksatria yang rela menumpahkan darah mereka sendiri untuk membebaskan makam keramat dari kekuasaan orang kafir. Tak ada lagi manusia yang pernah mengalami masa kanak-kanak yang lebih membahagiakan daripada masa kanak-kanakku. Orang tuaku sangat sayang dan sangat memanjakanku. Mereka bukan diktator yang memerintah kami menurut kehendak mereka, melainkan pencipta banyak hal menyenangkan yang kami nikmati. Kalau aku bergaul dengan keluarga lain, dengan jelas aku bisa merasakan betapa sangat mujurnya kami. Perasaan cinta kami sebagai anakanak berkembang, didorong oleh rasa terima kasih kepada orang tua kami. Watakku kadang-kadang keras, dan kehendakku bukan main kuatnya. Tapi semua ini tidak tertuju kepada keinginan yang kekanak-kanakan, melainkan kepada hasrat besar untuk mempelajari. Dan aku tidak ingin mempelajari semua hal dengan hasrat yang sama besarnya. Kuakui bahwa struktur bahasa, peraturan pemerintah dan politik berbagai negara bagian semuanya tidak menarik perhatianku. Keinginanku yang sangat besar ialah menyelidiki rahasia langit dan bumi. Aku tertarik kepada ujud luar dari benda-benda, rahasia alam serta jiwa manusia Namun penyelidikanku tetap tertuju kepada rahasia dunia secara metafisika, atau dalam tingkat yang lebih tinggi secara fisika. Sementara itu Clerval menyibukkan dirinya kurang lebih dengan hubungan moral antara benda-benda. Thema yang menarik hatinya ialah kebajikan para pahlawan dan tindakan manusia. Harapan dan impiannya ialah menjadi salah satu di antara orang-orang yang namanya tercatat dalam sejarah sebagai pahlawan umat manusia.
Sedangkan Elizabeth, jiwanya yang suci memancar seperti lampu yang dipersembahkan dalam kuil di rumah kami yang tenteram. Kasih sayangnya tertumpah kepada kami semua. Senyumannya, suaranya yang lembut serta pancaran matanya yang inda h selalu menggembirakan kami. Dia merupakan sukma hidup dari cinta yang lembut dan menarik. Aku mungkin akan bisa menjadi pemurung karena begitu tekunnya aku belajar, tapi dia selalu bisa melembutkan hatiku.
Dan Clerval dapatkah suatu keburukan memagari jiwa Clerval yang mulia" Dia begitu tekun dalam kedermawanannya, dan di tengah-tengah nafsunya untuk melakukan petualangan ada kebaikan dan kelemahlembutan. Namun sifat manusiawinya takkan sempurna kalau Elizabeth tidak memaparkan kepadanya kebaikan dan kedermawanan yang sesungguhnya, yang membuat perbuatannya berakhir dengan kebaikan serta mengarahkan impiannya yang membubung ke langit ke tujuan yang baik pula.
Aku merasa Sangat senang mengingat-ingat kenangan masa kanak-kanakku, sebelum kemalangan meracuni otakku dan mengubah bayangan serba indah menjadi bayangan yang penuh kesuraman. Kecuali itu, kalau aku membayangkan kenangan masa kanak-kanakku, akan teringat juga olehku peristiwa yang menyebabkanku menderita kesengsaraan sesudahnya. Kehendak yang kemudian menentukan nasibku lahir begitu saja seperti anak sungai di pegunungan, tanpa bisa diketahui di mana sumbernya. Namun keinginan ini makin lama makin besar, dan akhirnya menghanyutkan semua harapan dan kegembiraanku.
Yang kemudian menentukan nasibku ini tidak lain adalah ilmu pengetahuan alam. Dalam menceritakan kisah ini aku ingin menerangkan fakta yang mendon)ngku menggemari ilmu pengetahuan ini. Waktu aku berumur tiga belas tahun, kami semua pergi bertamasya ke pemandian dekat Thonon. Karena cuaca buruk, maka kami terpaksa terkurung satu hari di dalam penginapan. Dalam penginapan ini secara kebetulan aku menemukan satu jilid buku hasil karya Cornelius Agrippa.
Buku kubuka tanpa perhatian. Tapi teori yang di coba untuk dibuktikannya serta keajaiban fakta yang diceritakannya segera mengubah sikapku menjadi penuh perhatian. Rasanya seperti ada cahaya baru memancar dalam jiwaku, dan dengan penuh rasa gembira kuberitahukan penemuanku kepada ayah. Ayah melihat sepintas lalu ke judul buku yang tertulis pada halaman dalam dan berkata, Ah! Cornelius Agrippa! Victor-ku sayang, jangan membuang-buang waktu untuk membacanya. Ini sampah yang tidak berharga. Ayah hanya berkata demikian. Dia tidak mau bersusah-payah menerangkan kepadaku bahwa teori-teori Agrippa sama sekali keliru, dan bahwa ilmu pengetahuan modern punya kekuatan yang lebih besar daripada ilmu yang kuno ini; sebab ilmu pengetahuan kuno ini bersifat khayali, sedangkan ilmu pengetahuan modern nyata dan praktis. Seandainya ayah berkata demikian, aku pasti melem park n buku Agrippa ini dan kembali memusatkan perhatian kepada yang selama ini kupelajari dengan semangat lebih besar. Dan dengan demikian aku tidak jadi melayani dorongan yang akhirnya menjerumuskan diriku ke kehancuran. Tapi pandangan ayah yang sepintas lalu tanpa perhatian ke arah buku yang sedang kubaca menyebabkan aku mengira ayah tidak mengetahui isinya. Aku meneruskan membaca dengan penuh perhatian. Setelah aku pulang ke rumah, yang pertama kali kulakukan ialah mencari hasil karya yang lengkap dari penulis ini. Dan kemudian aku juga mencari buku-buku karya Paracelsus dan Albertus Magnus. Dengan rasa senang aku membaca dan mempelajari gagasan yang luar biasa dari para penulis ini. Isi buku-buku mereka kuanggap sebagai harta yang hanya diketahui oleh satu dua orang saja di samping aku sendiri. Dari dulu aku memang punya hasrat yang sangat besar untuk menembus rahasia alam se mesta. Tapi betapapun juga kerasnya kerja para filsuf modern serta betapapun hebatnya penemuan mereka, aku selalu tidak merasa puas mempelajarinya. Kabarnya Sir Isaac Newton pernah menyatakan bahwa dia merasa seperti anak kecil yang sedang memunguti kulit kerang di tepi samudera kebenaran yang luas dan belum terjelajahi. Menurut pendapatku, orang-orang sesudah dia yang berkecimpung dalam setiap cabang ilmu pengetahuan alam juga merupakan orang baru yang sedang melakukan perbuatan semacam itu.
Orang yang tidak terpelajar melihat benda-benda di sekitarnya, serta mengenalnya berdasarkan pengalaman dalam pemakaian praktis. Tapi filsuf yang paling terpelajar mengetahui sedikit lebih banyak. Dia telah membuka sebagian cadar dari wajah Alam, namun garis-garis wajahnya yang abadi masih tetap merupakan keajaiban dan misteri. Mungkin dia bisa menguraikan, mengenal bagian-bagiannya serta memberi nama. Namun pada hakekatnya tidak banyak yang diketahuinya. Aku dihadapkan dengan tembok penghalang yang kelihatannya didirikan untuk mencegah manusia memasuki benteng alam, dan secara tanpa perhitungan aku telah berkeluh-kesah.
Tapi inilah buku-buku yang ditulis oleh orang-orang yang telah menyelidiki lebih dalam dan tahu lebih banyak! Aku menelan semua kata-kata mereka, dan aku menjadi pengikut mereka. Memang rasanya aneh juga bahwa hal semacam itu bisa terjadi dalam abad delapan belas. Tapi di samping aku mengikuti pelajaran biasa di sekolah di Jenewa, dengan giat aku mempelajari sendiri ilmu pengetahuan yang kugemari .Ayah bukan orang yang gemar ilmu pengetahuan. Aku dibiarkannya sendiri berjuang dengan kebutaan kanak-kanak dan rasa haus ilmu pengetahuan seorang pelajar.
Di bawah bimbingan ajaran-ajaran baruku ini, dengan giat aku menyelidiki obat mukjijat hidup. Aku menyelidikinya dengan perhatian yang tidak terbagi. Harta kekayaan tidak ada artinya kalau dibandingkan dengan obat mukjijat ini. Betapa hebatnya kebesaran yang akan kuperoleh, seandai nya aku bisa mendapatkan penemuan ini! Aku akan bisa melenyapkan semua penyakit dari tubuh manusia, dan membuat manusia kebal dari apa pun kecuali kematian dengan cara kekerasan!
Tapi khayalanku tidak terbatas sampai ke situ saja. Memanggil setan dan iblis juga dibenarkan oleh para penulis kesayanganku ini. Dengan penuh minat aku berusaha menyatakannya. Dan kalau mantera-manteraku tidak menghasilkan apa-apa, aku lebih menyalahkan diriku sendiri yang kurang pengalaman daripada menyalahkan penyebar ajaran ini.
Demikianlah, beberapa waktu lamanya aku sibuk mengikuti ajaran yang salah. Aku memegang teguh seribu teori yang saling bertentangan, dan dengan susahpayah aku berusaha maju di tengah rawa-rawa dari berbagai macam ilmu pengetahuan. Aku hanya dituntun oleh daya khayal yang kuat serta cara berpikir yang kekanak-kanakan. Kemudian satu peristiwa lagi mengubah arus pikiranku, Waktu aku menginjak usia sekitar lima belas tahunan, kami pindah menempati rumah kami yang di Belrive. Di situlah aku menyaksikan angin ribut bercampur guruh dan petir yang paling hebat dan mengerikan. Angin keras ini datangnya dari balik pegunungan Jura, dan petir serta halilintar sabung-menyabung di mana-mana dengan kekerasan yang dahsyat. Aku melihat badai yang terus berlangsung dengan penuh perhatian dan rasa senang.
Dari pintu tempatku berdiri, tiba-tiba aku melihat pohon eik yang berdiri sejauh kira-kira dua puluh yard dari rumah disambar petir. Api menyala dengan hebatnya, tapi segera cahaya yang menyilaukan ini lenyap. Pohon eik juga turut lenyap, tinggal tunggulnya saja yang sudah hangus.
Keesokan harinya aku memeriksa pohon yang disambar petir dari dekat. Ternyata pohon tidak hancur, melainkan berubah menjadi pita-pita arang yang sangat kecil. Belum pernah aku melihat benda yang mendapat kerusakan sehebat itu.
Sebelumnya aku tidak pernah menyaksikan hukum listrik sejelas itu. Waktu itu kebetulan kami sedang mendapat tamu seorang penyelidik ilmu pengetahuan alam yang cukup ternama. Tertarik kepada bencana ini, dia segera menerangkan teorinya tentang kekuatan listrik dan galvanisme. Penjelasannya bagiku sangat asing dan membuatku merasa heran. Semua yang dikatakannya sangat bertentangan dengan pendapat Cornelius Agrippa, Albertus Magnus dan Paracelsus, dewa-dewa khayalanku. Pendapat yang bertentangan dengan teoriteori mereka ini membuatku segan meneruskan penyelidikanku. Aku merasa takkan mendapatkan hasil apa-apa. Segala hal yang selama ini menjadi pusat perhatianku tiba-tiba rasanya menjadi suatu hal yang hina.
Seketika aku menghentikan kegiatanku yang dulu. Kutinggalkan sejarah alam bersama semua cabangnya sebagai barang ciptaan yang tidak pernah jadi. Aku tidak ingin lagi mempelajari satu ilmu yang takkan pernah diakui sebagai ilmu pengetahuan yang benar.
Dalam suasana hati yang semacam ini aku lalu ganti mencurahkan perhatian kepada matematika Aku juga mempelajari semua mata pelajaran yang tergolong dalam ilmu pengetahuan yang mempunyai dasar kokoh serta layak ku pel aj an Memang begitu anehnya konstruksi dari jiwa kita. Kita hanya dihubungkan dengan ikat sendi yang sangat tipis ke kebahagiaan atau kehancuran. Kalau aku menengok kembali ke belakang, rasanya perubahan kecenderungan dan kehendakku dengan cara yang agak ajaib ini seperti digerakkan oleh malaikat pelindung kehidupanku. Rasanya seperti ada roh pelindung yang menyelamatkanku pada saat terakhir dari halilintar yang sudah siap menyambarku dari langit. Kemenangan malaikat pelindung ini ditandai oleh ketenangan jiwa dan kegembiraan yang kemudian kurasakan, setelah aku menyingkirkan sama sekali penyelidikan yang penuh siksaan ini. Waktu itulah seharusnya aku mendapat pelajaran bahwa mengikuti mereka akan mendatangkan bencana, dan meninggalkan mereka akan mendapatkan kebahagiaan.
Waktu itu merupakan perjuangan yang hebat dari kebaikan, namun tidak berhasil. Takdir terlampau kuat, dan hukumnya yang tak tergoyahkan telah menentukan kehancuranku yang mengerikan.
Bab 3 SETELAH aku mencapai umur tujuh belas tahun, orang tuaku memutuskan supaya aku menuntut pelajaran di perguruan tinggi Ingolstadt. Sampai saat itu aku bersekolah di Jenewa. Tapi ayah berpendapat bahwa aku perlu mengenal adat dan kebiasaan yang lain daripada yang ada di negeriku sendiri. Hari keberangkatanku segera ditentukan. Tapi sebelum hari yang ditentukan ini tiba, kemalanganku yang pertama dalam hidup datang menimpa. Rupanya ini merupakan pertanda dari kesengsaraan ku di masa yang akan datang. Elizabeth terserang penyakit demam merah. Sakitnya sangat payah, dan keadaannya sangat gawat. Selama dia sakit, dengan segala daya upaya kami membujuk ibuku agar tidak usah menjaga Elizabeth. Mula-mula ibuku menurut kepada bujukan kami. Tapi setelah didengarnya bahwa jiwa kesayangannya terancam, dia tidak bisa lagi menguasai kecemasannya. Ibuku tidak mau lagi beringsut dari tempat tidur si sakit. Dia merawat Elizabeth dengan penuh kesabaran dan ketekunan. Karena jerih payahnya, maka penyakit yang mengancam jiwa jantung hatinya berhasil diusir.Elizabethselamat, tapi akibat tindakan yang kurang hati-hati ini sangat fatal bagi jiwa si penolong sendiri. Ibuku jatuh sakit, dan pada hari ketiga sakitnya sudah sangat payah. Demamnya disertai gejala yang sangat menakutkan. Air muka para dokter yang merawatnya saja sudah menunjukkan bahwa keadaan ibuku sangat berbahaya. Pada saat-saat menjelang dia menghembuskan nafas penghabisan, keteguhan jiwa ibuku sebagai wanita paling berbudi tetap seperti sediakala. Dia mempertemukan tanganku dengan tangan Elizabeth. Anak-anakku, katanya, harapanku yang terbesar untuk memperoleh kebahagiaan di masa yang akan datang terletak pada ikatan antara kalian berdua. Harapan ini akan merupakan penghiburan bagi ayahmu. Elizabeth Sayangku, kau harus menggantikan tempatku untuk mengurus anakku yang masih kecil-kecil. Aduh! Aku sedih sekali terpaksa meninggalkan kalian semua. Hidupku penuh terisi dengan kebahagiaan dan kasih sayang, jadi berat sekali bagiku untuk meninggalkan itu semua. Tapi ini pikiran yang sama sekali tidak layak bagiku. Aku harus berusaha menggembirakan hatiku untuk menerima ke mati an, serta memegang teguh harapan akan bertemu kembali dengan kalian semua di dunia lain yang kekal abadi.
Ibuku meninggal dunia dengan tenang. Bahkan dalam kemattan wajahnya tetap memancarkan kasih sayang. Aku tidak perlu melukiskan bagaimana perasaan semua orang yang ikatan kasihnya direnggutkan oleh tangan maut yang sangat kejam. Demikian juga rasa kekosongan yang memasuki jiwa, serta keputusasaan yang terpancar dari setiap air muka.
Lama sekali pikiran kami belum bisa menerima kenyataan bahwa ibuku yang kami lihat setiap hari dan merupakan sebagian dari hidup kami sendiri telah pergi untuk selama-lamanya. Demikian juga tak erbayangkan oleh kami bagaimana mata ibuku yang kini tidak lagi berseri-seri, dan suaranya yang merdu tidak lagi bisa didengar.
Itulah perasaan kami pada hari-hari pertama. Tapi setelah beberapa waktu berlalu, kami terpaksa harus mau menerima kenyataan yang sangat mengerikan ini. Maka mulailah kami merasakan kepahitan dan kesedihan yang sebenarnya. Tapi siapakah yang tidak akan mengalami kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai" Dan apa perlunya aku melukiskan kesedihan yang pasti akan dirasakan oleh semua orang"
Lama-kelamaan tiba waktunya kami menganggap bahwa kesedihan sudah tidak perlu lagi. Akhirnya kesedihan bahkan lebih terasa sebagai bukti kelemahan jiwa. Ibuku memang sudah mati, tapi bagi kami masih banyak tugas yang harus dipikul. Kami harus terus melakukan tugas hidup kami seperti biasa. Juga kami harus belajar mengakui bahwa kami masih mujur, sebab masih ada yang selamat dari cengkeraman maut.
Keberangkatanku ke Ingolstadt yang tertunda karena beberapa peristiwa ini, kini mulai dipikirkan lagi pelaksanaannya. Aku berhasil minta kepada ayahku agar keberangkatanku diundur selama beberapa minggu. Aku merasa kurang layak kalau aku meninggalkan rumah waktu semua orang sedang berkabung, dan langsung memasuki kesibukan hidup.
Kesedihan semacam itu baru pernah kualami, tapi aku sama sekali tidak merasa gentar. Aku hanya tidak ingin cepat-cepat meninggalkan keluargaku yang masih ada. Dan di atas segala-galanya, aku ingin melihat Elizabeth-ku yang kucintai merasa agak terhibur lebih dulu.
Elizabethbisa menutupi kesedihannya, dan berusaha bertindak sebagai penghibur untuk mengurangi kesedihan kami semua. Dia kelihatan tabah menghadapi hidup, serta menunaikan tugasnya dengan tekun dan penuh semangat. Dia membaktikan dirinya dengan penuh kesetiaan kepada ayahku yang dipanggilnya dengan sebutan paman, serta diriku dengan adik-adikku yang dipanggilnya dengan sebutan saudara sepupu. Sikapnya kepada kami sangat manis, dengan senyum cerah yang selalu tersungging di bibirnya. Dia bahkan lupa ke pada kesedihannya sendiri, dalam usaha membuat kami melupakannya. Akhirnya hari keberangkatanku pun tibalah. Pada malam terakhir Clerval menginap di rumah. Dia sudah berusaha membujuk ayahnya agar mengijinkannya menemaniku dan menjadi teman sekolahku, namun usahanya sia-sia. Ayah Clerval seorang pedagang yang pikirannya dangkal. Cita-cita anaknya dianggap sebagai impian orang malas, dan akan mendatangkan kehancuran. Clerval sangat sedih memikirkan nasibnya yang malang karena tidak boleh menuntut pelajaran setinggi-tingginya. Dia tidak banyak bicara. Tapi kalau aku berbicara, aku bisa membaca dari pancaran matanya tekad yang bulat untuk membebaskan diri dari rantai yang membelenggunya.
Kami duduk-duduk sampai larut malam. Berat sekali rasanya bagi kami untuk berpisah, serta saling mengucapkan kata-kata Selamat berpisah! Tapi akhirnya perkataan itu pun keluar dari mulut kami masing-masing. Kami lalu masuk ke kamar tidur masing-masing, dengan dalih ingin segera beristirahat. Aku mengira telah bisa mengelabui mereka, dan demikian juga mereka terhadap diriku.
Tapi esoknya waktu aku turun menghampiri kereta yang akan membawaku pergi, mereka semua sudah menungguku. Di pagi buta itu mereka sudah siap melepas keberangkatanku. Sekali lagi ayah member kati ku. Clerval menjabat tanganku sekali lagi, dan Elizabeth sekali lagi mengingatkanku agar aku tidak lupa berkirim surat kepadanya. Dengan penuh kasih sayang dia melepas kepergianku, sahabat dan teman bermainnya.
Aku cepat-cepat masuk ke dalam kereta, dan duduk merenungkan kesedihanku. Selama ini aku dikelilingi oleh orang-orang yang mengasihiku, dan hidupku penuh kegembiraan. Sekarang aku sendirian. Di perguruan tinggi nanti aku harus mencari sahabat baru, dan harus bisa menjaga diriku sendiri. Selama ini hidupku hanya dalam lingkungan rumah. Ini menyebabkan aku memiliki sifat tidak menyukai muka baru. Aku mencintai adik-adikku, Elizabeth dan Clerval; semua ini muka-muka lama yang sudah sangat kukenal, dan aku yakin takkan bisa bergaul dengan orang yang belum kukenal.
Itulah yang kupikirkan waktu aku memulai perjalanan. Tapi lama-lama semangat dan harapanku mulai timbul. Hasratku menyala-nyala ingin mereguk ilmu pengetahuan banyak-banyak. Dulu di rumah aku seringkali berpikir, apakah hidupku di masa muda akan kuhabiskan di satu tempat saja; aku ingin sekali memasuki kehidupan di tengah keramaian dunia, dan menempati satu kedudukan di tengah-tengah manusia sesamaku. Sekarang keinginanku akan bisa kucapai, dan sungguh tolol kalau aku merasa menyesal. Dalam perjalanan ke Ingolstadt aku punya cukup waktu untuk memikirkan banyak hal. Memang perjalananku sangat lama dan melelahkan. Akhirnya menara kota yang tinggi dan berwarna putih mulai kelihatan, dan tidak lama kemudian aku sampai ke tempat yang kutuju. Aku turun dan diantarkan ke apartemen yang akan kutempati. Malamnya aku menyendiri di dalam kamar sesuai dengan keinginanku.
Keesokan harinya aku menyerahkan suratsurat pengantarku, serta menemui beberapa orang guru besarku yang kupandang paling penting. Sang Nasib atau lebih tepat lagi Dewa Kejahatan atau Dewi Kehancuran, yang mencengkeram diriku dengan kekuatannya yang dahsyat sejak aku meninggalkan rumah mendorongku untuk bertemu lebih dulu dengan M. Krempe, guru besar dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan alam. M. Krempe seorang yang aneh, tapi sangat dalam meresapi rahasia ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dia menanyakan kepadaku banyak hal mengenai kemajuanku dalam beberapa ilmu yang termasuk cabling ilmu pengetahuan alam. Aku menjawab dengan seenaknya, dan kadang-kadang dengan sikap sombong, dengan menyebutkan nama para ahli ilmu kimia yang bukunya sudah ku-pelajari.
Profesor Krempe terbelalak. Jadi kau, katanya, benar-benar menghabiskan waktumu untuk mempelajari semua omong kosong ini"
Dengan tegas aku mengiakan pertanyaannya.
Setiap menit, sambung M. Krempe dengan nada panas, setiap saat yang kaupergunakan untuk membaca buku-bukumu benar-benar terbuang sia-sia. Kau hanya memberatkan otakmu dengan teori yang sama sekali salah, serta nama-nama yang tak ada gunanya. Ya Tuhan! Di gurun pasir mana kau tinggal, sehingga tak ada seorang pun yang bisa memberimu nasihat" Pendapat dan teori yang kau pelajari dengan penuh ketekunan sebenarnya sudah berumur seribu tahun, sudah kuno dan sudah usang. Tak adakah orang yang mengatakannya kepadamu" Aku sedikit pun tidak mengira, di jaman ilmu pengetahuan modern ini menemukan seorang pengikut Alberto Magnus dan Paracelsus. Tuan yang terhormat, kau harus belajar dari permulaan lagi.
Selesai berbicara, dia terus menuliskan daftar -buku ilmu pengetahuan alam yang harus kupela-jari. Kemudian dia mengatakan bahwa minggu depan dia akan mulai memberikan kuliah tentang ilmu pengetahuan alam dalam garis besarnya. Pada hari-hari dia tidak memberi kuliah, tempatnya akan diisi oleh M. Waldman, guru besar lainnya, yang akan mengajarkan ilmu kimia. Lalu dia mengijin-kanku pergi.
Aku kembali ke tempat tinggalku, sama sekali tidak merasa kecewa. Aku memang sudah lama me- nyadari bahwa orang-orang yang dicela oleh sang profesor buku-bukunya tidak berguna untuk dipelajari. Aku tidak ingin mengulangi lagi mempelajari buku-buku ini dalam bentuk apa pun. M. Krempe orangnya kecil kurus, dengan suara kasar dan muka buruk. Dan guru besar ini menganggap kecenderunganku tidak sesuai dengan keinginannya. Mungkin dari kata-kataku dia sudah menarik kesimpulan tentang diriku pada masa kanak-kanak. Waktu masih kanak-kanak aku memang tidak merasa puas dengan hasil yang mungkin akan dicapai oleh para profesor modern di bidang ilmu pengetahuan alam. Karena sifat-sifatku yang lain daripada yang lain serta kurangnya bimbingan di bidang ini, aku lalu mempunyai ide yang tidak menentu. Aku telah berjalan mundur sepanjang lorong waktu, serta meninggalkan hasil penemuan para penyelidik ilmu pengetahuan modern untuk memungut impian para ahli ilmu kimia yang sudah dilupakan. Lagipula aku telah meremehkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh ilmu pengetahuan alam modern.
Sebaliknya waktu itu aku sangat terpengaruh oleh para ahli ilmu pengetahuan yang menyelidiki sarana untuk mencapai kekuatan dan kekebalan dari kematian. Pandangan bahwa hal semacam itu bisa dicapai memang harapan yang sia-sia belaka, namun rasanya sangat hebat. Tapi sekarang keadaan telah berubah. Tadinya minatku kepada ilmu pengetahuan karena tertarik oleh khayalan semacam itu. Lalu kemudian kudapatkan bahwa rupanya tujuan dari sang penyelidik hanya terbatas kepada penemuan bukti takkan tercapainya gagasan semacam itu. Aku terpaksa mengalihkan perhatianku dari gagasan yang hebat ini ke kenyataan, betapapun kecil artinya.
Demikianlah pendapatku selama dua atau tiga hari pertama aku tinggal di Ingolstadt. Waktu itu sebagian besar waktuku kuisi untuk mengenal keadaan di sekitarku, serta daerah di sekitar tempat tinggalku. Tapi minggu berikutnya aku mulai memikirkan pemberitahuan M. Krempe tentang kuliah. Aku tidak begitu tertarik ingin mengikuti kuliah orang kecil yang menyebalkan ini. Tapi aku teringat dia pernah menyebutkan tentang M. Waldman. (Juru besar yang namanya disebutkan oleh M. Krempe ini belum pernah kulihat, sebab waktu itu dia kebetulan sedang pergi ke luar kota.
Sebagian karena rasa ingin tahu dan sebagian lagi karena ingin mengisi waktu terluang, aku pergi ke ruang kuliah.Tidak lama kemudian M. Waldman masuk. Profesor ini sama sekali berbeda dengan rekannya. Usianya sekitar lima puluh tahunan, tapi air mukanya menunjukkan bahwa dia orang berilmu. Rambut di pelipisnya sudah ubanan, tapi rambut selebihnya masih hitam. Tubuhnya pendek, tapi sikapnya masih tegap. Dan suaranya paling merdu di antara suara semua orang yang pernah kudengar.
Dia memulai kuliahnya dengan menceritakan sejarah ilmu kimia. Kemudian diceritakannya berbagai perkembangan berkat hasil penyelidikan beberapa orang ahli. Dengan penuh semangat dise butkannya nama para penemu yang paling terkemuka. Kemudian dia secara sepintas lalu meninjau ilmu pengetahuan ini di masa sekarang, dengan menerangkan beberapa segi dasar. Setelah mempertunjukkan beberapa eksperimen, dia menutup kuliahnya dengan kata-kata pujian terhadap ilmu kimia modern. Kata-katanya tak terlupakan olehku, antara lain yang berbunyi:
Para ahli kuno dalam ilmu pengetahuan ini, katanya, menjanjikan dicapainya hal-hal yang ^mustahil, tapi tidak pernah menghasilkan apa pun. Sedangkan para ahli modern hampir tidak pernah menjanjikan apa-apa. Mereka tahu bahwa sifat logam tidak bisa diubah, dan obat mukjijat hidup hanya khayalan belaka. Para ahli ini kelihatannya hanya mengaduk-aduk kotoran dengan tangannya, serta matanya selalu mengintip ke dalam mikroskop. Walaupun demikian mereka benar-benar telah menemukan keajaiban. Mereka telah berhasil menyelidiki sampai sedalam-dalamnya keadaan alam, serta membongkar semua rahasianya. Mereka telah menjelajahi surga. Mereka telah menye lidiki bagaimana darah beredar dalam tubuh kita, serta hakekat dari udara yang kita pakai untuk bernafas. Mereka telah menemukan kekuatan baru yang hampirhampir tidak terbatas besarnya. Mereka bisa memerintah halilintar di langit, meniru gempa bumi, dan bahkan mencemoohkan dunia yang tidak kelihatan dengan bayangannya
Demikianlah kata-kata profesor ini. Bagiku kata-katanya kedengaran seperti kata-kata takdir, yang diucapkan untuk menghancurkan diriku. Waktu dia meneruskan, aku merasa seakan-akan sedang bergulat dengan musuh yang tidak bisa dipegang. Semua kata-katanya kuresapkan dalam hati sanubari, terasa sampai ke tulang sumsum. Lama-kelamaan otakku terisi dengan satu pikiran, satu gagasan, satu tujuan. Banyak sudah yang telah dilakukan, seru jiwa Frankenstein. Dan lebih banyak, jauh lebih banyak yang akan kucapai. Dengan menjalani kembali lorong yang sudah kukenal, aku akan merambah jalan baru. Aku akan menyelidiki semua kekuatan yang belum diketahui, serta membongkar rahasia paling dalam dari semua hasil pen-ciptaan Tuhan. Malamnya aku tidak bisa memicingkan mata. Aku merasakan jiwaku berontak dan bergolak. Aku tahu bahwa aku akan bisa meredakan perasaanku, tapi waktu itu aku tidak berdaya. Setelah lewat di-nihari barulah sedikit demi sedikit rasa kantuk datang.
Waktu aku bangun tidur, aku merasa seakan segala yang kupikirkan semalam hanyalah impian belaka. Kini yang masih ada tinggal keputusan untuk kembali mempelajari ilmu pengetahuan kuno. Aku akan membaktikan diri kepada ilmu pengetahuan, sebab yakin bahwa aku memiliki bakat alamiah. Hari itu juga aku berkunjung ke tempat M. Waldman. Sikapnya secara pribadi bahkan lebih lembut dan menarik daripada di muka umum. Waktu memberikan kuliah sikapnya kelihatan penuh harga diri. Kini di rumahnya sikapnya berubah menjadi penuh keramahan dan kebaikan hati.
Kupaparkan kepadanya semua cita-citaku, hampir sama seperti yang telah kukatakan kepada M. Krempe rekannya. Dengan penuh perhatian dia mendengarkan ceritaku mengenai buku-buku yang telah kupelajari. Dia tersenyum men-dengar nama Cornelius Agrippa dan Paracelsus, tapi tanpa kesombongan seperti yang diperlihatkan oleh M. Krempe.
Dia mengatakan bahwa Kepada merekalah para filsuf modem berhutang budi, sebab telah memberi sebagian besar landasan ilmu pengetahuan mereka. Mereka telah membuat tugas kita menjadi lebih mudah. Karena merekalah maka nama-nama baru bisa tampil, dan merekalah perintis jalan menuju ke jaman terang. Kerja para jenius, bagaimanapun juga keliru arahnya, hampir tidak pernah gagal dalam memberikan kemajuan kepada manusia. Aku mendengarkan pernyataannya yang dikeluarkan tanpa kesombongan ini. Kemudian kukatakan kepadanya bahwa kuliahnya telah berhasil mengusir prasangkaku terhadap ilmu kimia modern. Aku menyatakan perasaanku dengan rendah hati, seperti layaknya seorang anak muda kepada gurunya. Aku juga tidak lupa menyatakan cita-cita yang ingin kucapai sebagai hasil kerja yang akan kulakukan. Aku minta nasihat kepadanya tentang buku yang harus kupelajari.
Aku merasa berbahagia, kata M. Waldman, telah mendapatkan seorang pengikut. Dan kalau cita-citamu seimbang dengan kemampuanmu, aku yakin kau akan berhasil. Ilmu kimia adalah cabang ilmu pengetahuan alam. Kemajuannya yang terbesar sudah dicapai, tapi masih bisa dicapai kemajuan yang lebih besar lagi. Untuk itulah terutama aku melakukan penyelidikan. Namun di samping itu aku juga tidak meninggalkan cabang ilmu pengetahuan lainnya. Orang takkan menjadi ahli kimia yang besar, kalau dia hanya mengkhususkan diri di bidang ilmu manusia saja. Kalau kau benar-benar ingin menjadi seorang ilmiawan, dan bukan hanya sekedar seorang eksperimen talis belaka, inilah nasihatku kepadamu. Pelajarilah semua cabang ilmu pengetahuan alam, termasuk matematika.
Kemudian dia mengajakku masuk ke dalam laboratorium. Dia menerangkan kepadaku kegunaan berbagai macam mesin. Dikatakannya kepadaku apa yang harus kulakukan. Juga dia berjanji akan mengijinkanku memakai mesin-mesin miliknya kalau kemajuan yang kuperoleh sudah cukup, sehingga tidak akan mengacaukan mekanismenya. Dia pun tidak lupa memberiku daftar buku yang kuminta, dan aku segera minta diri.
Dan berakhirlah hari yang penuh kenangan ini. Hari ini yang menentukan nasibku di masa yang akan datang.
Bab 4 SEJAK hari itu sebagian besar waktuku kupakai untuk berkecimpung dalam ilmu pengetahuan alam, terutama ilmu kimia. Aku bekerja dengan cermat dan penuh kesungguhan. Dengan penuh semangat kubaca buku-buku yang harus kupelajari. Semua buku yang ditulis oleh para penyelidik modern, dan di dalamnya penuh dengan pendapat yang dikemukakan secara jenius sekali. Aku selalu mengikuti kuliah, serta membina hubungan dengan para ilmiawan perguruan tinggi. Bahkan dari M. Krempe aku mendapatkan banyak informasi dan pengetahuan. Memang sikap dan rupanya masih tetap tidak menyenangkan, tapi bukan berarti bahwa ilmu yang diajarkannya tidak berharga. M. Waldman bagiku merupakan seorang sahabat sejati. Kebaikannya tidak pernah diwarnai oleh dogmatisme. Ajarannya selalu diberikan dengan keterusterangan dan cara yang baik, sehingga lenyaplah persangkaan bahwa dia sedang menyombongkan kepandaiannya.
Dengan seribu satu macam cara dia meratakan jalan ilmu pengetahuan untukku. Dibuatnya penyelidikan yang paling sulit menjadi mudah bagiku untuk dimengerti. Mula-mula aku bekerja tanpa tujuan yang tertentu. Tapi lamakelamaan tujuanku semakin terarah. Kerjaku semakin giat, dengan semangat yang menyala-nyala. Seringkali aku tekun bekerja dalam laboratoriumku sampai bintang-bintang lenyap ditelan cahaya pagi yang terang. Karena kerjaku begitu giat, maka kemajuanku juga cepat. Semangatku yang menyala-nyala membuat heran para mahasiswa sesamaku, dan ke-cakapanku membuat heran para mahaguru. Profesor Krempe seringkali menanyakan kepadaku dengan senyum mengejek, bagaimana kemajuan Cornelius Agrippa. Sementara itu M. Waldman dengan sepenuh hati menyatakan harapannya semoga aku maju terus, dan merasa gembira dengan kemajuan yang telah kucapai.
Dua tahun berlalu dalam keadaan seperti itu. Selama itu aku tidak pernah menengok Jenewa. Aku terus tekun mencurahkan segenap jiwa dan pikiranku untuk mengejar penemuan yang kuharap akan bisa kuperoleh. Kecuali yang pernah mengalaminya, tak ada seorang pun yang bisa memahami godaan ilmu pengetahuan. Dalam pelajaran lain orang hanya bisa sampai sejauh yang sudah diketahui orang sebelumnya. Tapi dalam penyelidikan ilmu pengetahuan selalu ada bahan untuk memperoleh penemuan dan keajaiban baru.
Seorang dengan kemampuan sedang, yang berkecimpung dalam satu penyelidikan, pasti akhirnya akan memperoleh kecakapan besar dalam ilmu pengetahuan yang diselidikinya. Aku pun juga demikian. Aku pun mencurahkan segenap tenaga dan pikiran untuk mencapai satu tujuan Maka aku juga mendapatkan kemajuan pesat, sehingga setelah dua tahun aku berhasil menyempurnakan beberapa perkakas untuk digunakan dalam ilmu kimia. Hasil yang kuperoleh membuatku dihargai dan dikagumi di kalangan perguruan tinggi. Waktu itu aku sudah sangat hafal dengan teori dan praktek ilmu pengetahuan alam. Aku sudah menguasai semua yang diajarkan oleh para profesor dari lngolstadt. Untuk memperoleh kemajuan lebih banyak, kuanggap tempat tinggalku yang sekarang kurang memadai. Aku bermaksud kembali kepadasahabat-sahabatku, kembali ke kampung halamanku. Tapi kemudian terjadi Batu peristiwa yang mengharuskanku tinggal di situ lebih lama lagi. Salah satu hal yang paling menarik perhatianku ialah susunan tubuh manusia, dan semua binatang yang bernyawa. Aku sering bertanya kepada diriku sendiri, dari manakah sebenarnya asal nyawa setiap makhluk hidup. Ini memang satu pertanyaan yang lancang. Sebab soal ini sudah dianggap sebagai rahasia abadi.
Tapi aku juga berpikir, bahwa cukup banyak hal yang sebenarnya akan bisa diketahui, tapi penyelidikannya terhenti oleh kepengecutan atau ketakpedulian. Aku memikirkan persoalan ini masak-masak. Dan akhirnya aku memutuskan akan lebih banyak mencurahkan perhatian terutama kepada cabang ilmu pengetahuan alam yang berhubungan dengan ilmu faal.
Mungkin juga aku terdorong oleh semangat yang mendekati tataran adikodrati. Kalau tidak, penyelidikanku pasti akan membosankan atau tak ter tahankan. Untuk menyelidiki asal-usul kehidupan, maka orang harus lebih dulu menyelidiki kematian. Aku harus mengenal ilmu urai, tapi itu pun masih belum cukup. Aku harus menyelidiki penyebab kehancuran dan kebusukan tubuh manusia.
Sejak dulu ayah telah mendidikku agar aku tidak terpengaruh oleh sifat-sifat adikodrati yang mengerikan. Aku bahkan tidak pernah gemetar mendengar cerita takhayul, dan seingatku aku tidak pernah takut kepada hantu atau jadijadian. Kegelapan tidak ada pengaruhnya terhadap diriku. Dan bagiku kuburan hanyalah tempat menyimpan tubuh yang sudah tidak bernyawa lagi. yang dari tempat bersemayam kecantikan dan kekuatan telah berubah menjadi makanan cacing..
Kini aku harus menyelidiki penyebab dan proses pembusukan. Berhari-hari siang-malam aku harus f menyelidikinya dalam ruang bawah tanah, atau dalam kamar penyimpanan mayat. Perhatianku tercurah kepada setiap benda yang sangat mengerikan bagi orang yang berperasaan halus. Aku tahu benar bagaimana tubuh manusia yang kondisinya bagus semakin merosot dan rusak sama sekali. Aku melihat bagaimana kematian berhasil mengalahkan kehidupan. Aku mengerti bagaimana cacing mewarisi keajaiban mata dan otak.
Kuselidiki dan kuanalisa semua penyebab sampai yang sekecil-kecilnya, yang mendatangkan perubahan dari kehidupan ke kematian, serta dari kematian ke kehidupan. Akhirnya dari tengah-tengah kegelapan ini tiba-tiba memancar cahaya terang di dalam hatiku. Cahaya ini begitu terang dan ajaib, namun cukup sederhana.
Penemuan yang kuperoleh sedemikian sederhananya, sehingga sementara aku merasa silau oleh kehebatan penemuanku sendiri, aku juga merasa y heran. Di antara begitu banyak jenius yang melakukan penyelidikan dalam ilmu pengetahuan seperti yang kuselidiki, hanya aku sendiri yang berhasil membuka rahasia yang sangat menakjubkan ini.
Ingat, aku tidak sedang menceritakan khayalan orang gila. Matahari di langit tidak bersinar lebih terang daripada kebenaran apa yang telah ku-paparkan tadi. Mungkin juga penemuanku karena. suatu mukjijat, tapi hakekat dari penemuanku nyata dan masuk akal. Setelah berhari-hari siang malam aku membanting tulang dan memeras tenaga, aku berhasil menemukan penyebab kehidupan. Tidak, bahkan lebih dari itu! Aku bahkan mampu menghidupkan benda yang tidak bernyawa.
Keheranan yang mula-mula kurasakan setelah aku mendapatkan penemuan ini segera berubah menjadi kegembiraan dan kepuasan luar biasa. Setelah begitu lama aku bekerja dengan susah payah, akhirnya aku berhasil mencapai puncak idam-idamanku, serta memetik hasil jerih lelahku.
Tapi penemuanku ini begitu hebat dan luar biasa. Aku sampai melupakan semua jerih payah yang telah kukeluarkan untuk mencapainya, dan yang kulihat hanya hasilnya saja. Semua yang pernah diselidiki dan diinginkan oleh orang-orang paling pintar sejak dunia mulai tercipta, kini ada di dalam jangkauan ku Bukan hanya itu, kini semua terhampar di hadapanku. Pengetahuan yang kuperoleh bukan semata-mata pencapaian satu hasil, melainkan lebih merupakan pembuka jalan ke arah sasaran apa saja yang ingin kuselidiki lebih lanjut. Aku seperti orang Mesir yang dikuburkan hidup-hidup bersama orang mati, dan telah menemukan jalan ke kehidupan, hanya dengan bimbingan cahaya remangremang yang tidak begitu pasti.
Melihat matamu yang memancarkan sinar penuh hasrat, takjub dan penuh harap, Sahabatku, aku tahu bahwa kau ingin diberitahu tentang rahasia yang berhasil kuketahui. Tapi itu mustahil kulakukan. Dengarkan ceritaku dengan sabar sampai selesai, dan nanti kau akan tahu mengapa aku tidak mau membukakan rahasiaku kepadamu. Aku tidak ingin menyebabkan kau jatuh ke dalam kehancuran dan kesedihan seperti yang kualami, karena aku memiliki hasrat yang menyala-nyala dan tak ter kendalikan.
Ambillah diriku sebagai pelajaran. Kalau bukan karena ajaranku, sekurangkurangnya kau bisa belajar dari pengalamanku. Sadarilah betapa berbahayanya orang memiliki ilmu pengetahuan. Dan juga yakinlah betapa lebih bahagianya orang yang menganggap kota kediamannya sebagai dunia seluruhnya, daripada orang yang ingin menjadi lebih besar daripada yang diijinkan oleh kodratnya. Waktu aku sadar bahwa aku telah memiliki kekuatan yang sangat menakjubkan, lama sekali aku merasa ragu-ragu tentang cara bagaimana aku akan menggunakannya. Aku memang telah memiliki kemampuan menghidupkan benda mati. Namun aku masih harus melakukan kerja yang sangat berat dan sulit untuk menyiapkan ujud benda yang akan kuhidupkan ini. Aku harus membuat tubuh dengan segala jaringan sel, otot dan pembuluh darah yang rumit serta tepat seperti tubuh yang sebenarnya.
Mula-mula aku ragu-ragu, akan membuat manusia seperti diriku sendiri, ataukah menciptakan makhluk yang susunan tubuhnya lebih sederhana. Tapi imajinasiku terlalu terpengaruh oleh hasil besar yang telah kucapai. Aku sampai tidak ragu-ragu lagi dengan kemampuanku untuk menghidupkan makhluk yang susunan tubuhnya serumit dan seajaib tubuh manusia.
Waktu itu bahan yang kumiliki hampir-hampir tidak memadai untuk memenuhi keinginanku yang sangat besar. Walaupun demikian aku tidak ragu-ragu lagi bahwa aku akan berhasil. Maka aku lalu menyiapkan bahan lebih banyak, untuk menjaga kemungkinan aku mendapat kegagalan. Mungkin saja pekerjaanku nanti akan banyak menghadapi kesalahan, dan akhirnya mendapat hasil yang kurang sempurna. Namun setelah kurenungkan kembali kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknik yang setiap hari bertambah, harapanku menjadi semakin besar. Usahaku sekarang sekurang-kurangnya akan bisa dijadikan landasan bagi keberhasilan usaha di masa mendatang. Aku tidak beranggapan bahwa besar dan rumitnya rencanaku akan menjadikan pelaksanaannya mustahil dilakukan.
Dengan perasaan inilah aku memulai kerjaku menciptakan manusia buatan. Tadinya aku bermaksud membuatnya sedekat mungkin dengan bentuk dan ukuran manusia yang sebenarnya. Tapi ke mudian ternyata kerenikan bagianbagian tubuh menjadi penghalang kecepatanku bekerja. Maka aku lalu memutuskan untuk menyimpang dari rencana semula. Manusia ciptaanku akan kubuat -dalam ukuran raksasa. Tinggi badannya akan kubuat sekitar delapan kaki, dengan bagian-bagian tubuh serba besar. Setelah menetapkan keputusanku dan dalam waktu beberapa bulan berhasil menyiapkan bahan yang kubutuhkan, aku mulai bekerja.
Tak ada seorang pun yang bisa memahami perasaanku yang berubah-ubah, yang mendorongku ke depan laksana badai dalam kegembiraanku yang pertama karena memperoleh keberhasilan. Hidup f dan mati bagiku merupakan ikatan ideal yang bisa kuterobos, dan kemudian aku akan bisa menyinarkan cahaya terang dalam dunia yang gelap. Kelak satu jenis makhluk baru akan menjunjung diriku sebagai pencipta mereka. Ciptaanku akan menjadi manusia yang sempurna dan bahagia. Tak ada seorang ayah yang akan menerima rasa terima kasih dari anak-anaknya sesempurna diriku menerima rasa berhutang budi dari mereka.
Mengikuti pikiran ini, kupikir kalau aku bisa menghidupkan benda mati, pada satu saat kelak aku juga akan bisa menghidupkan kembali orang yang sudah mati. Ya, sekarang aku memang belum berhasil, Tapi aku yakin kelak akan bisa membuktikan bahwa harapanku ini bukan hal yang mustahil.Pikiran ini semakin memperbesar semangatku, sementara aku terus melaksanakan kerjaku dengan kegiatan yang tak pernah kendur. Mukaku menjadi pucat karena terus-menerus belajar, dan tubuhku semakin kurus karena selalu mengurung diri. Kadangkala aku mendapat kegagalan, padahal sebelumnya aku yakin bahwa perhitunganku takkan meleset. Namun aku tetap berpegang teguh kepada harapan bahwa aku akan berhasil pada jam atau hari berikutnya.
Aku selalu menaruh harapan pada satu rahasia yang hanya diketahui oleh diriku sendiri. Kepada harapan inilah aku membaktikan diriku. Di waktu-waktu tengah malam rembulan menyaksikan kerjaku, sementara dengan penuh hasrat aku mengejar hakekat hidup sampai ke persembunyiannya.
Siapa yang akan bisa memahami kengerian dari kerjaku yang kulakukan dengan sembunyi-sembunyi" Aku mengaduk-aduk tanah kuburan yang lembab dan najis, atau menyiksa binatang hidup untuk menghidupkan tanah liat yang tidak bernyawa. Mengingat ini saja sekarang aku menggigil dengan air mata berlinang.
Tapi waktu itu dorongan impuls yang hampir-hampir mirip kegilaan memaksaku untuk terus maju ke depan. Rasanya aku seakan sudah kehilangan jiwa dan perasaan dalam mengejar tujuan ini. Itu memang hanya satu hal yang bersifat sementara. Aku yakin bahwa setelah rangsangan yang tidak wajar ini tidak lagi mempengaruhiku, aku akan kembali lagi kepada watakku seperti sediakala.
Aku mengumpulkan tulang-tulang dari tempat penyimpanan mayat. Dengan tanganku sendiri ku aduk-aduk rahasia paling mengerikan dari tubuh manusia. Aku bekerja melakukan penciptaanku yang menjijikkan ini dalam kamar tertutup. Kamar ini, atau lebih tepat kalau kukatakan sebuah sel, terletak di bagian gedung paling atas. Kamar tempatku bekerja ini terpisah dari apartemen lainnya oleh tangga dan serambi atas.
Mataku sudah mulai keluar dari lekuknya, karena tekunnya aku mengerjakan bagian yang rumit-rumit. Kamar bedah dan ruang penjagalanku dihiasi dengan bahan-bahan yang berhasil kukumpulkan. Seringkali sifat kodratiku sebagai seorang manusia merasa jijik kepada pekerjaan yang sedang kulakukan. Tapi sementara itu karena WP dorongan semangat yang semakin meningkat, kerjaku sudah mendekati saat penyelesaian.
Bulan-bulan dalam musim panas berlalu, sementara jiwa dan pikiranku masih tercurah kepada pekerjaanku. Waktu itu musim panas yang seindah-indahnya di antara semua musim panas yang pernah kualami. Belum pernah ladang mengeluarkan hasil bumi yang begitu metimpah-ruah, dan kebun anggur menghasilkan buah yang sedemikian f bagusnya. Namun waktu itu mataku sudah tidak peka lagi terhadap keindahan alam.
Perasaan yang membuatku tidak mempedulikan keindahan di sekelilingku juga menyebabkan aku melupakan semua sahabatku yang jauh terpisah denganku, dan lama sekali tidak pernah bertemu.
Aku tahu bahwa mereka pasti gelisah karena aku tidak pernah mengirim kabar. Aku masih ingat benar kata-kata ayahku: Aku tahu bahwa selama kau merasa puas dengan dirimu sendiri, kau tidak pernah lupa kepada kami; dan kau akan selalu mengirim kabar kepada kami secara teratur. Maafkanlah aku kalau aku mengingatkanmu bahwa terhentinya surat-surat yang kaukirim merupakan bukti bahwa tugasmu yang lain juga kauabaikan.
Aku tahu benar bagaimana perasaan ayahku. Tapi aku pun tidak bisa mengalihkan perhatian dari pekerjaan yang sedang kutekuni. Memang pekerjaanku menjijikkan, tapi tidak pernah lepas mencengkeram imajinasiku. Sementara aku ingin mengenyahkan semua halyang bertalian dengan perasaan dan kasih sayang, sampai pekerjaan besar yang menyita segenap sifat kodratiku kuselesaikan.
Waktu itu aku berpikir bahwa ayahku tidak adil kalau menganggap terhentinya surat-suratku kepada mereka merupakan kejahatan atau kesalahanku. Tapi sekarang aku sadar bahwa dia benar. Waktu itu aku memang tidak bebas sama sekali dari kesalahan. Orang yang baik harus selalu menjaga ketenangan dan ketenteraman pikirannya, serta tidak pernah membiarkan ketenteramannya ini terganggu oleh nafsu maupun keinginan sementara.
Aku tidak tahu apakah mengejar pengetahuan bisa dianggap sebagai perkecualian dari ketentuan tersebut di atas. Mungkin kalau pengetahuan yang dikejar ini mengakibatkan makin lemahnya perasaan kasih sayang atau menghancurkan citarasa, maka penyelidikan ini melanggar hukum. Atau dengan lain perkataan, pengejaran pengetahuan ini tidak layak bagi kemanusiaan. Tapi ketentuan semacam ini juga tidak selalu dipatuhi. Kalau orang tidak boleh mengejar pengetahuan yang akan merusak ketenangan dan kasih sayang, maka Yunani takkan pernah diperbudak; Caesar takkan menyia-nyiakan negerinya; Amerika takkan segera ditemukan, serta kerajaan Mexico dan Peru takkan dihancurkan. Tapi aku lupa telah menyelingi bagian paling menarik dari ceritaku dengan pelajaran tentang moral. Air mukamu mengingatkanku untuk melanjutkan ceritaku.
Dalam suratnya, ayah sama sekali tidak menegur kesalahanku. Dia hanya mengingatkan bahwa aku lama tidak berkirim surat, serta menanyakan tentang pelajaranku dengan perhatian yang lebih khusus daripada sebelumnya. Musim dingin, musim semi dan musim panas berlalu sementara aku terus tekun bekerja. Aku tidak mempedulikan bunga bermekaran atau daun pohon-pohonan semakin rimbun. Padahal sebelumnya aku sangat senang menyaksikan semua keindahan ini. Sedalam itulah ketekunanku menghadapi pekerjaanku. Musim gugur pun tiba, dan pekerjaanku masih belum selesai. Tapi kini setiap hari aku semakin yakin bahwa kerjaku berhasil dengan memuaskan. Walaupun demikian semangatku tertahan oleh pikiran gelisah yang mulai timbul. Aku merasa lebih mirip dengan orang yang harus melakukan kerja paksa dalam tambang, daripada seorang seniman yang tekun melakukan pekerjaan yang digemarinya.
Menaklukkan Agen Rahasia 2 Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung Racun Gugah Jantan 2
^