Pencarian

Kekayaan Yang Menyesatkan 8

Kekayaan Yang Menyesatkan Karya Ken Follet Bagian 8


terlihat belok ke jalan lain yang menuju ke arah rumahnya di Piccadilly Street.
Micky terus mengejar. Jalanan sudah lebih sepi. Akhirnya^Micky berhasil.
"Greenbourne," panggilnya, "tunggu sebentar."
Solly menengok ke belakang, melihat siapa yang memanggil, lalu terus berjalan.
Dengan terengah-engah Micky mengejar dan akhirnya berhasil menangkap lengannya.
"Tunggu sebentar, aku perlu bicara denganmu!" . *
Solly juga kehabisan napas, sehingga tak bisa bicara. Setelah berhenti sejenak,
ia membentak, "Lepaskan tanganku." Ia merenggutkan tangannya dan melanjutkan
langkah. Micky terus mengejar dan sekali lagi berhasil merenggut lengan Solly. Solly
berusaha melepaskan diri, tapi gagal. "Dengarkan aku dulu!" pinta Micky.
"Sudah kukatakan jangan ganggu aku lagi!" bentak Solly.
"Sebentar saja!" Micky juga menjadi marah.
Tapi percuma saja. Solly tetap tidak mau mendengar. Ia menarik tangannya dari
pegangan Micky, berhasil, dan terus melangkah pergi.
Dua langkah lagi ia tiba di persimpangan jalan. JMau tak mau harus berhenti
karena ada kereta yang sedang berjalan kencang. Micky mengambil kesempatan ini
untuk berkata dengan nada memohon. "Solly, tenang dulu... aku hanya mau bicara
baik-baik denganmu."
"Persetan denganmu!" bentak Solly
Jalanan sudah sepi. Untuk mencegah Solly lepas darinya, Micky mencengkeram tepi
jasnya. Solly berontak. Micky membentak keras. "Dengarkan dulu!"
466 "Lepaskan aku!" Solly berhasil merenggut satu tangannya dan melayangkan tinjunya
ke hidung Micky. Terasa pedih. Darah mengalir. Merasa sakit dan terhina, Micky meledak. "Persetan
denganmu!" Tinjunya melayang ke pipi Solly.
Solly berbalik dan melangkah ke jalan. Pada saat bersamaan, mereka melihat ada
kereta besar berlari kencang ke arah Solly. Solly melompat kembali ke trotoar.
Micky melihat adanya peluang.
Jika Solly mati, kesulitan Micky akan hilang.
Tidak ada waktu untuk memikirkan akibatnya, tidak ada ruang untuk ragu, dan
tidak ada tempat untuk simpati.
Ia mendorong Solly sekuat tenaga ke tengah jalan, tepat di depan kuda penarik
kereta besar. Kusir kereta berteriak kaget dan berusaha menarik tali sais. Solly terjungkal
dan menjerit ngeri melihat kaki-kaki kuda terangkat ke arahnya. Micky melihat
tubuh Solly menggelinjang ketika kaki-kaki bersepatu besi itu menginjaknya.
Kemudian roda-roda kereta menggilasnya, meremukkan tengkorak kepalanya.
Micky membalikkan badan. Mulanya ia merasa ingin muntah, tapi masih bisa
menahannya. Seluruh tubuhnya gemetar. Lemas, nyaris pingsan. Ia bersandar ke
dinding. Lalu ia memaksakan diri memandang tubuh yang diam tak bergerak. Kepala Solly
remuk, wajahnya tak bisa dikenali lagi.
Solly mati. Dan Micky selamat.
Sekarang Ben Greenbourne tidak akan tahu tentang Augusta. Besok siang kontrak
selesai; jalan kereta api akan dibangun, dan Micky akan menjadi pahlawan di
Kordoba. ?Bibirnya terasa basah dan asin. Rupanya darah masih menetes dari hidungnya.
Dengan sapu tangan ia mengusap dan membersihkan ujung hidungnya.
467 Masih melihat tubuh Solly yang terkapar kaku di tengah jalan ia berpikir: Solly,
kau tidak pernah marah, tapi kali ini sekali marah nyawamu yang jadi imbalannya.
la melihat ke sekeliling, memastikan ada saksi mata atau tidak. Tidak ada satu
orang pun. Hanya si kusir kereta yang menyaksikan kejadian ini.
Kereta kuda sudah berhasil menghentikan larinya, sekitar dua puluh meter di
depan. Si kusir melompat keluar dan dari dalam kereta seorang wanita melongok ke
luar jendela. Micky bergegas membalikkan badan, berjalan cepat ke arah Ball
Mall. % Kemudian ia mendengar teriakan seorang pria, "Hei, kau... berhenti!" Ia tetap
melangkah, malah makin dipercepat. Akhirnya ia berbaur dengan pejalan kaki
lainnya di kawasan Pall Mali.
Oh, Tuhan. Akhirnya ia berhasil juga. Rasa menang merayapi hatinya. Rasa bangga.
Pikiran dan tindakan cepat dan disusul dengan ternyata bisa menyelesaikan
masalahnya. Ia bergegas masuk kembali ke dalam klub. Ia berharap tak seorang pun
memperhatikan kepergiannya tadi. Tapi, begitu melewati pintu depan, ia melihat
Hugh Pilaster keluar dari dalam klub.
Hugh mengangguk, "Malam, Miranda."
"Malam, Pilaster," jawab Micky; begitu tiba di ruang dalam ia mengumpati Hugh
pelan. Di ruang gantung mantel, ia menyeka ujung hidungnya, merapikan pakaiannya yang
sedikit kusut, dan menyisir rambut. Pikirannya masih melayang ke Hugh. Dialah
satu-satunya saksi mata yang melihat Micky masuk ke klub pada jam ini. Tadi
Micky hanya keluar selama beberapa menit. Kalau dihubungkan "dengan kematian
Solly, tidak akan membuktikan apa-apa. Tapi ia tetap tidak mempunyai alibi, dan
inilah yang membuatnya khawatir.
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY Ia mencuci tangannya, lalu bergegas ke ruang main kartu.
Edward sedang main baccarat dengan yang lain; masih ada kursi kosong. Tidak ada
yang menanyakan kenapa ia absen sebentar.
Ia menerima kartu. "Wajahmu agak pucat," komentar Edward.
"Ya," jawabnya tenang. "Sakit perut... mungkin ikannya tadi kurang segar."
"Ambilkan brendi untuk tuan ini," perintah Edward pada seorang pelayan.
Micky mengintip kartu di tangan. Angka sembilan dan sepuluh, sempurna. Ia
bertaruh satu mata uang mas.
Tidak mau kalah dalam bentuk apa pun malam ini.
[nj HUGH pergi ke rumah Maisie dua hari setelah Solly meninggal. Maisie sedang
sendirian, duduk diam di sofa, memakai gaun hitam, tampak kecil dan nyaris
hilang tertelan di ruang tamu yang mahabesar. Wajahnya masih tergurat duka yang
amat dalam dan sepertinya ia tidak tidur selama beberapa hari. Melihat
kondisinya, Hugh merasa trenyuh dan siap melakukan apa pun demi dia.
Melihat Hugh datang, Maisie langsung membiarkan dirinya dipeluk sambil berkata,
"Oh, Hugh, dia memang segalanya bagi kita."
Mendengar ini, Hugh tak bisa menahan air matanya. Selama ini ia terlalu kaget
untuk menerima berita kematian Solly, sehingga tidak bisa menangis. Solly tidak
pantas mati seperti itu. "Dia orang yang sangat baik,"
469 kata Hugh. "Aku kenal dia selama lima belas tahun, belum pernah kulihat dia
menyakiti orang lain."
"Kenapa sampai terjadi kecelakaan mengerikan itu?" tanya Maisie sedih.
Hugh ragu menjawab. Beberapa hari yang lalu ia baru tahu dari Tonio Silva bahwa
Micky Miranda melakukan pembunuhan atas diri Peter Middleton. Sekarang ia ingat
bahwa di luar Klub Cowes malam itu ia bertemu Micky. Polisi juga sedang
menyelidiki beberapa saki mata yang melihat Solly bertengkar dengtan seorang
pria berpakaian apik. Apakah fakta-fakta ini ada kaitannya"
Kalau ada, apa motif Micky" Hampir tidak ada. Bahkan Micky sedang menantikan
Solly menandatangani kontrak proyek besarnya, jadi hampir tak mungkin ia
membunuh orang yang menjadi pelindung. Hugh memutuskan untuk menyingkirkan
kecurigaan tak berdasar ini. "Ya, benar-benar kecelakaan yang tragis."
"Kusir kereta mengatakan kemungkinan Solly didorong ke tengah jalan oleh pria
yang bertengkar dengannya. Kalau laki-laki itu tidak bersalah, kenapa dia
melarikan diri ketika dipanggil?" kata Maisie penasaran.
"Bisa sajadia ingin merampok Solly, begitulah yang ditulis di surat-surat
kabat." Berita kematian Solly sebagai bankir dan salah satu pria terkaya di
dunia sangat simpang siur. Terlalu banyak spekulasi.
"Apakah perampok memakai busana malam yang apik?"
"Memang tidak. Tapi malam itu sudah gelap, sehingga si kusir kereta bisa saja
salah lihat." Maisie duduk kembali. "Kalau saja kau mau menunggu agak lama, kau bisa mengawini
aku bukan Nora ." Hugh terpana dengan keterusterangan Maisie. Waktu mendengar kematian sobatnya,
ia memang pernah memikirkan hal ini tapi ia malu sendiri. Memang sudah?470
sifat Maisie untuk langsung berterus terang pada orang-orang yang dekat padanya.
Karena itu, ia tidak mau menanggapinya secara langsung, jadi ia mencoba melucu,
"Kalau Pilaster kawin dengan Greenbourne, namanya bukan pernikahan, tapi
penggabungan usaha."
Maisie menggelengkan kepala dengan tegas. "Aku bukan anggota keluarga
Greenbourne. Mereka tidak pernah menerimaku."
"Tapi kau pasti mewarisi harta yang amat besar."
"Tidak satu sen pun, Hugh."
"Tak mungkin!" "Benar. Solly sendiri tidak punya uang. Selama ini ayahnya memberinya uang bukan
dalam jumlah besar, tapi tak pernah menanamkan uang atas namanya. Bahkan rumah
pun bukan milik kami. Hanya dengan perhiasan, pakaian milikku, serta semua
perabot ini, aku masih bisa hidup. Baik diriku maupun Bertie bukan pewaris
bank." Hugh terpana mendengarnya, sekaligus marah karena Maisie diperlakukan tidak
adil. "Jadi, Ben tidak akan menjamin kalian berdua. Termasuk cucunya?"
"Tidak satu sen pun. Aku sudah bertemu mertuaku pagi ini."
Benar-benar menyedihkan dan kejam. Sebagai teman, Hugh ikut merasa terpukul.
Katanya, "Memalukan sikapnya itu."
"Tidak juga," sanggah Maisie cepat. "Aku telah memberikan lima tahun kebahagiaan
pada Solly. Sebagai imbalannya, aku bisa hidup dan bergaul di kalangan tinggi.
Aku tidak keberatan hidup normal kembali seperti yang lain. Bisa kujual
perhiasanku sedikit demi sedikit, uangnya kuinvestasikan untuk hidup sehari-
hari." Sungguh berat menerima ini. "Kau tidak mau pindah ke rumah orangtuamu?"
"Di Manchester" Tidak, terlalu jauh dari sini. Aku akan tinggal di London dan
membantu Rachel Bodwin 471 mengurus rumah sakit bagi para wanita yang mengandung tanpa suami."
"Kudengar "ada isu-isu negatif soal rumah sakit itu. Menurut orang-orang, usaha
itu memalukan." "Oh, itu malah membuatku makin bersemangat."
Hugh memutuskan untuk bicara dengan Ben Greenbourne mengenai nasib Maisie dan
Bertie. Tapi ia tidak akan memberitahu Maisie dulu karena tidak mau memberinya
harapan kosong. "Maisie, kuminta kau tidak membuat keputusan gegabah... janji?"
"Misalnya?" Jangan cepat-cepat keluar dari rumah ini, nanti keluarga Greenbourne akan
menyita semua isinya."
"Ya, aku akan bertahan dulu."
"Dan kau juga butuh seorang pengacara untuk mewakili kepentinganmu."
Maisie menggelengkan kepala. "Aku sudah tak mampu membiayai pengacara hanya
untuk itu, kecuali aku merasa ditipu, dan dalam hal ini tak mungkin. Ben orang
yang jujur, walau hatinya sekeras baja. Mengherankan dia bisa punya anak-
selembut Solly." "Ah, kau sangat filosofis pagi ini," puji Hugh.
Maisie angkat bahu. "Selama ini aku sadar bahwa hidupku penuh dengan kejadian
menakjubkan. Pada usia sebelas, aku hampir tidak bisa makan. Pada usia sembilan
belas, aku hidup penuh kemewahan." Disentuhnya cincin berlian di jarinya.
"Berlian ini nilainya sejumlah uang yang tak pernah dilihat ibuku. Aku selalu
menyelenggarakan pesta-pesta paling megah di kota ini, aku bergaul dengan orang-
orang terkemuka, bahkan sering melantai dengan Pangeran Wales. Apa lagi yang
kuharapkan" Aku hidup tanpa sesal. Kecuali satu... kau menikah dengan Nora."
"Aku senang pada Nora," jawab Hugh agak ragu.
"Kau marah karena aku tidak mau tidur denganmu," komentar Maisie terang-
terangan. "Kau sangat membu-
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY tuhkan penyaluran nafsu seksmu, sehingga kau langsung menyerah pada godaan Nora.
Dia mengingatkanmu akan diriku. Tapi dia bukan aku dan sekarang kau tidak
bahagia." Hugh terkesima, seperti ditampar. Semua yang dikatakan Maisie benar
adanya. "Kau tidak pernah menyukai Nora?" tanyanya.
"Dan kau bisa saja menuduhku cemburu pada Nora. Mungkin saja benar, tapi satu
hal yang tidak kusukai... dia menikahimu bukan karena cinta, tapi karena uangmu.
Aku yakin kau sudah tahu ini sejak hari pertama pernikahan kalian."
Hugh ingat bagaimana sikap istrinya kalau diajak bercinta. Hanya sekali
seminggu, atau kalau dibawakan hadiah. Ia merasa tertekan. "Dia hidup sengsara
waktu belum menikah. Jadi, wajar saja kalau dia agak materialistik."
"Sengsara" Tidak seberat diriku," komentar Maisie ketus. "Bahkan kau sendiri
sengsara, ingat saat kau harus keluar dari sekolahmu karena masalah uang.
Kuingatkan, Hugh, tidak semua wanita yang sengsara secara materi buta akan nilai
cinta dan persahabatan. Banyak dari mereka lebih menghargai ketulusan daripada
harta." Hugh menjadi defensif. "Ya, tapi Nora tidak seburuk yang kaukira."
"Tetap saja kau tidak bahagia bersamanya."
Agak bingung dengan serangan Maisie yang mengandung kebenaran, Hugh mencoba
bertahan sebisanya. "Aku tidak akan menceraikan dia, sudah sumpah suci
perkawinan kami." Maisie tersenyum getir. "Ya, sudah kuduga kau akan berkata demikian."
Hugh tiba-tiba membayangkan tubuh Maisie yang telanjang, menantangnya untuk
bercinta. Hampir saja dia menarik kembali ucapannya tadi, tapi sadar hal ini
tidak benar. Dengan sigap ia berdiri untuk minta diri.
Maisie ikut berdiri. "Terima kasih atas kedatanganmu, Hugh."
473 Hugh berniat menyalami Maisie, tapi entah dorongan apa yang membuat ia mencium
pipi wanita itu, lalu mengecup bibirnya. Lembut. Sebelum hanyut, Hugh menarik
kembali bibirnya, lalu pergi tanpa pamit lagi.
Rumah Ben Greenbourne merupakan istana megah di kawasan Piccadilly. Setelah
menemui Maisie, Hugh langsung menuju rumah Greenbourne. Ia senang karena bisa
menolong^ Maisie, karena itu ia mendesak kepala pelayan untuk segera bisa
bertemu Ben. "Katakan padanya... urusan ini sangat mendesak." Ketika menunggu, ia
melihat seluruh kaca rias di ruang tamu ditutup, dan ia menduga ini semacam
adat-istiadat berduka orang Yahudi.
Maisie tadi benar-benar telah membuatnya terkesima dan hilang keseimbangan.
Melihat Maisie, hatinya dipenuhi oleh cinta dan kerinduan. Ia takkan pernah bisa
bahagia tanpa Maisie. Tapi Nora adalah istrinya, wanita yang telah memberinya
kehangatan dan kasih sayang dalam hidupnya setelah ia ditolak oleh Maisie. Apa
gunanya bersumpah sehidup semati jika akhirnya harus bercerai"
Akhirnya kepala pelayan mempersilakan ia masuk ke ruang perpustakaan. Ia
berpapasan dengan enam atau tujuh tamu yang sudah akan pulang. Ben sedang duduk
di kursi kayu sederhana tanpa alas kaki. Di dekatnya ada meja yang dipenuhi
dengan buah dan makanan kecil para tamu.
Ia berusia lewat enam puluh tahun Solly lahir terlambat tampak kuyu dan tua, ? ?namun tak ada tanda air mata. Ia berdiri menyambut kedatangan Hugh, tegak dan
formal seperti biasa, lalu mempersilakan Hugh duduk di depannya.
Greenbourne memegang sepucuk surat. "Coba dengarkan ini," katanya, lalu mulai
membaca. "Papa sayang, kami baru saja memperoleh guru baru yang mengajar
474 bahasa Latin, Reverend Green, dan saya bisa memperoleh angka sepuluh. Waterford
berhasil menangkap seekor tikus dengan sebilah sapu. Tikus itu sekarang dia
latih untuk makan dari telapak tangannya. Makanan di sini terlalu sedikit,
bisakah Papa mengirimi kue-kue" Putramu tercinta, Solomon." Ia melipat kembali
surat itu dan berkata, "Usianya waktu itu baru empat belas tahun."
Hugh tahu. Ben sangat menderita, kendati ia bersikap tegar. "Ya, aku ingat tikus
itu," ujarnya. "Jari Waterford pernah digigitnya."
"Kalau saja aku bisa memutar balik jarum waktu," kata Ben tiba-tiba. Hugh
melihat kendali diri laki-laki tua di depannya ini mulai melemah.
"Aku salah satu teman lama Solly," ujarnya perlahan.
"Ya. Dia sangat menyayangimu, kendati kau lebih muda darinya."
"Aku tidak tahu mengapa dia kagum padaku. Tapi dia selalu memandang orang lain
dari segi positifnya."
"Ya, dia terlalu lembut."
Hugh tidak mau berlarut membicarakan kebaikan almarhum. "Aku datang ke sini
bukan hanya berduka cita, tapi juga ingin mengemukakan masalah Maisie."
Greenbourne tiba-tiba tegang. Wajahnya yang semula sedih berubah kaku, persis
wajah seorang jendral Prussia. Hugh jadi heran, kenapa orang bisa membenci


Kekayaan Yang Menyesatkan Karya Ken Follet di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Maisie yang begitu cantik serta lucu.
Hugh melanjutkan. "Aku bertemu dia setelah Solly. Aku jatuh cinta padanya, tapi
akhirnya Solly yang menang."
"Karena dia lebih kaya darimu."
"Mr. Greenbourne, kuharap Anda memperbolehkan aku bercerita yang sebenarnya.
Maisie adalah gadis miskin yang mencari suami kaya. Itu benar. Tapi setelah
menikah dengan Solly, dia menjalankan bagiannya dengan baik. Dia istri yang
hebat." "Untuk itu dia sudah memperoleh ganjarannya," tukas
475 Greenbourne cepat. "Dia sudah menikmati lima tahun paling bahagia dari hidupnya,
sebagai istri terhormat kalangan atas."
"Lucu juga, dia mengucapkan hal yang sama. Tapi itu saja tidak cukup. Bagaimana
dengan si kecil Bertie" Pasti Anda tidak akan tega menelantarkan cucu Anda
sendiri?" "Cucu?" tukas Greenbourne. "Hubert bukan apa-apa-ku."
Hati Hugh tiba-tiba berdebar keras, merasa sesuatu akan terjadi. Semacam mimpi
buruk mengerikan yang akan datang. "Aku tidak paham... apa maksud Anda."
"Wanita itu telah mengandung ketika menikah dengan anakku."
Hugh terkesima. "Solly tahu haf ini, dan dia sendiri mengakuinya. Tapi Solly adalah Solly. Dia
tetap bertanggungjawab penuh dan memperlakukan anak itu seperti anaknya sendiri.
Segera setelah pernikahan, mereka berkeliling Eropa selama dua tahun, lalu
kembali dengan membawa anak itu. Mereka mengaku usianya baru empat bulan dan
menunjukkan sertifikat kelahiran palsu karena tanggal dan bulannya diundurkan.
Setelah dua tahun pergi, sulit diketahui bahwa bayi itu sebenarnya empat bulan
lebih tua." Jantung Hugh serasa berhenti. Ada pertanyaan yang harus ia cari jawabannya, tapi
ia takut. "Kalau begitu... siapa ayahnya?"
"Wanita itu tidak pernah mengaku. Juga Solly tidak pernah tahu, karena dia tidak
peduli." Tapi Hugh peduli. Bertie adalah anaknya. Ia menatap Ben Greenbourne, tak sanggup bicara.
Ia akan menanyakan pada Maisie dan membuatnya berterus terang. Ia yakin Maisie
bersedia mengakuinya. Maisie bukan wanita. murahan. Ia masih perawan asli
476 ketika pertama bercinta dengan Hugh. Jadi, Hugh-lah yang membuat Maisie
mengandung. Lalu datang Augusta yang sengaja memisahkan mereka. Akhirnya Maisie
menikah dengan Solly. Dia menamai anaknya Hubert, mirip nama Hugh.
"Memang menarik kasus ini," kata Greenbourne tiba-tiba, karena melihat tamunya
kelihatan bingung dan kaget.
Aku punya seorang anak laki-laki, pikir Hugh. Hubert. Dipanggil Bertie. Batinnya
bergolak, pedih. "Jadi, setelah anakku meninggal, kau bisa memahami mengapa aku tidak mau
berurusan lagi dengan wanita itu dan anaknya."
"Oh, jangan khawatir. Aku akan mengurus mereka berdua."
"Kau?" tanya Greenbourne heran. "Mengapa kau yang jadi terbeban?"
"Oh, karena sekarang hanya aku yang mereka kenal... itu saja."
"Jangan hanyut terlalu jauh, Pilaster. Kau sendiri punya istri."
Hugh tidak mau melanjutkan percakapan dengan Greenbourne. Ia harus pergi. Dengan
sikap hormat ia berdiri dan menyalam, "Duka citaku yang paling dalam, Mr.
Greenbourne. Solly adalah teman terbaik yang ku.-miliki."
Greenbourne balas mengangguk. Hugh langsung minta diri.
Di ruang ganti, ia mengambil mantel dan tongkatnya. Pikirannya melayang jauh ke
masa silam. Sambil berjalan kaki ke rumahnya, ia terus memikirkan masalah yang
dihadapinya saat ini. Segalanya telah berubah. Nora adalah istri sahnya, tapi Maisie ibu dari
putranya. Nora bisa menjaga diri sendiri, juga Maisie. Tapi Bertie" Dia butuh
seorang ayah. Tiba-tiba ia kembali dihadapkan pada pertanyaan
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY lama itu: apa yang mesti ia lakukan selama sisa hidupnya"
Jika ia berkonsultasi dengan pendeta gerejanya, jelas akan dijawab bahwa yang
sudah disatukan oleh Tuhan, tidak bisa diceraikan oleh manusia. Tapi pendeta tak
tahu dilema yang ia hadapi sekarang. Nora menikahinya demi harta. Ikatan di
antara mereka hanya berupa secarik kertas belaka. Dibanding dengan tanggung
jawab seorang ayah kepada anaknya, mana yang lebih berbobot" Bukankah Berti juga
merupakan buah cinta kasihnya dengan Maisie"
Apakah aku sedang mencari alasan untuk bercerai, pikirnya. Jika ya, alangkah
egois hatinya. Ia serasa terbelah dua. Terombang-ambing.
Ia mencoba mempertimbangkan cerai. Ia bisa saja minta cerai dengan Nora, lalu
memberinya sejumlah uang yang sangat besar untuk penyelesaian. Lalu ia menikah
dengan Maisie. Pasti terjadi skandal besar. Ia tidak akan diterima menjadi mitra
Pilasters Bank. Reputasinya akan jatuh di London. Takkan ada satu pun keluarga
baik-baik yang mau bergaul dengan mereka berdua. Pekerjaan" Ia bisa saja pindah
ke Boston atau New York. Maisie pasti tertarik pindah ke Amerika. Kendati tidak
akan menjadi jutawan, paling tidak ia akan bahagia karena bisa menikah dengan
jvanita yang dicintainya.
Akhirnya ia tiba di depan rumahnya di kawasan Kensington, hanya setengah mil
dari rumah Aiigusta. Rumahnya anggun berbata merah. Sudah tentu tak bisa
dibandingkan dengan rumah Augusta di kawasan Kensington Grove yang besar, mirip
istana. Pasti Nora sedang berada di kamarnya, berdandan untuk makan siang. Kira-
kira apa reaksinya jika suaminya minta cerai"
la yakin akan apa yang ingin dilakukannya. Tapi tepatkah tindakannya"
Bertielah yang menjadi alasannya. Salah meninggal -
478 kan Nora demi Maisie. Tetapi benar, meninggalkan Nora demi Bertie.
Ia membayangkan reaksi Nora ketika ia minta bercerai. Wajahnya akan masam dan
ditekuk kejam. Pasti ucapan pertamanya adalah, "Kau harus membayarku dengan
setiap sen uang yang kaumiliki."
Aneh, membayangkan reaksi Nora malah membuat nuraninya lega. Jika saja Nora
menangis, ia tidak akan sampai hati melakukan ini.
Ia masuk ke dalam rumah. Nora sedang di depan kaca, mematut-matut kalung baru hadiah dari Hugh. Pedih
rasanya memikirkan kalung yang ia berikan agar bisa bercinta dengan istrinya
sendiri. Nora yang lebih dahulu bicara, "Aku ada berita untukmu."
"Nanti saja... ini lebih penting."
Tapi Nora tidak mau disela. Wajahnya menampilkan rasa menang bercampur kesal.
"Untuk sementara kau harus puasa total, tidak bercinta denganku," katanya.
Hugh merasa percuma menyela. Ia tahu sifat istrinya yang akan terus bicara. "Apa
yang mau kaukatakan?" tanyanya tak sabar.
"Sesuatu yang tak bisa dihindari telah terjadi."
Tiba-tiba Hugh menduga. Rasanya bagai ditabrak kereta. Terlambat, kalau memang
itu yang dimaksud istrinya. Ia takkan menceraikan Nora. Perasaan kehilangan
datang merayapi kalbunya. Kehilangan wanita yang ia cintai dan anaknya.
Ia menatap mata Nora. Ada sorot menantang di dalamnya. Mungkin ia sudah tahu
rencana Hugh. Hugh memaksa dirinya tersenyum. "Apa itu?"
"Aku mengandung!" kata Nora.
479 di scan dan di-djvu-kan untuk dimhader (dimhad.co.cc) oleh
OBI Dilarang meng-komersil-kan atau kesialan menimpa anda selamanya
BAB SATU September JOSEPH PILASTER meninggal pada bulan September 1890, setelah tujuh belas tahun
menikmati posisi sebagai Mitra Senior Pilasters Bank. Selama periode itu,
Inggris makin makmur, begitu pula keluarga Pilaster. Mereka sekarang hampir sama
kayanya dengan keluarga Greenbourne. Kekayaan Joseph sendiri berjumlah hampir
dua juta pound, mencakup koleksinya berupa enam puluh lima kotak tembakau antik
bertatahkan berlian yang nilainya mencapai seratus ribu pound dan ia wariskan
kepada Edward. Semua anggota keluarga Pilaster menginvestasikan uang mereka di bank keluarga
yang bisa memberikan bunga sebesar lima persen setahun, sementara nasabah biasa
bunganya hanya sekitar satu setengah persen. Para mitra Pilasters Bank lebih
banyak lagi untungnya. Selain lima persen bagian saham, mereka juga memperoleh
bagian laba usaha. Setelah sepuluh tahun menikmati sistem bagi hasil keuntungan,
Hugh mulai bisa dikategorikan sebagai seorang jutawan baru.
Pada pagi hari sebelum upacara penguburan pamannya, Hugh meneliti wajahnya di
depan kaca. Mencari apakah sudah ada kerut-kerut tanda ketuaan. Usianya
483 sudah tiga puluh tujuh tahun. Rambutnya mulai beruban, tapi sebagian besar masih
hitam. Di atas bibirnya tidak tumbuh kumis. Kumis keriting sedang jadi model
saat ini. Hugh memikirkan apakah ia perlu ikut-ikutan agar bisa tampil lebih
muda. Paman Joseph benar-benar beruntung, pikir Hugh. Selama ia menjadi Mitra Senior,
dunia bisnis di Eropa hanya mengalami dua krisis besar: bangkrutnya City of
Glasgow Bank pada tahun 1878 dan bank Prancis Union Generate pada~tahun 1882. Di
antara kedua peristiwa itu, Bank of England hanya menaikkan suku bunganya sampai
enam persen setahun, jauh di bawah ambang kepanikan nasabah. Tapi menurut
pandangan Hugh, kesalahan Paman Joseph terletak pada komitmennya yang terlalu
jauh pada investasi di belahan benua Amerika Selatan. Untungnya kekhawatiran
Hugh tentang kemungkinan jatuhnya Pilasters Bank tidak pernah terjadi. Hugh
berpendapat bahwa terlalu banyak menanamkan investasi pada proyek berisiko
tinggi bisa diibaratkan menyewakan rumah yang nyaris ambruk. Uang sewa terus
masuk, tapi begitu rumahnya roboh, tidak ada lagi uang sewa dan rumah. Sekarang,
dengan tiadanya Joseph, Hugh ingin meluruskan kembali pola investasi Pilasters
Bank dengan cara menjual sebagian besar investasi di Amerika Selatan atau
memperbaiki beberapa yang mudah melemah.
Selesai bercukur dan berpakaian, ia masuk ke kamar Nora. Hari ini hari Jumat
pagi: hari bercinta. Hugh telah menyetujui persyaratan istrinya, bercinta
seminggu sekali saja. Nora telah menanti di ranjang: wajah dan tubuhnya makin
gemuk, dan ada beberapa kerut di bawah matanya sebagai tanda usia, tapi ia masih
tetap cantik. Ia bercinta dengan Nora sambil menutup mata, membayangkan sedang bercinta dengan
Maisie. Kadang ia berniat menyerah saja, cerai dan kawin dengan Maisie. Tapi tetap saja
sukar, sampai lahir ketiga
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY putranya yang sangat ia cintai: Tobias, dinamai sesuai ayah Hugh; Samuel, sesuai
pamannya; dan Solomon, untuk mengenang Solly Greenbourne. Toby, yang sulung,
tahun depan sudah masuk ke Windfield School. Nora kurang memberi perhatian
kepada anak-anak itu, jadi Hugh-lah yang lebih banyak mengurus mereka.
Putra Hugh yang dirahasiakan, Bertie, sekarang sudah enam belas tahun, dan sudah
bersekolah di Windfield. Ia menjadi bintang pelajar dan kapten tim cricket. Hugh
yang membiayai sekolahnya, mengunjunginya sebagai wali ketika ada perayaan
sekolah. Secara umum, ia bertindak sebagai ayah pengganti. Ada kecurigaan
beberapa orang iseng, jangan-jangan ayah Bertie adalah Hugh sendiri. Tapi isu
seperti ini segera tertepis karena setiap orang tahu ketegaran kakek Bertie yang
tidak mau tahu soal cucunya. Sebagai sahabat Solly, sudah sewajarnya jika Hugh
membantu. Selesai bercinta, Nora bertanya, "Jam berapa upacara penguburannya?"
"Jam sebelas, di Kensington Methodist Hall. Dan makan siang sesudahnya di rumah
almarhum Paman." Hugh dan Nora masih tinggal di Kensington, tapi di rumah yang lebih besar.
Mereka pindah rumah sejak mempunyai anak. Nora memilih rumah dengan gaya dan
corak Flemish seperti milik Augusta gaya yang sedang populer di kalangan kelas ?atas kota London. Hampir semua meniru rumah Augusta.
Padahal Augusta sendiri tidak puas dengan rumahnya. Ia ingin rumah yang jauh
lebih besar, paling tidak seperti milik keluarga Greenbourne di kawasan
Piccadilly. Sayangnya suaminya menolak. Menurut Joseph, rumah mereka sudah cukup
mewah. Rumah ini sekarang, menjadi milik Edward. Mungkin Augusta akan membujuk
anaknya untuk menjual rumah itu dan pindah ke rumah yang lebih megah.
Ketika Hugh turun untuk makan pagi, di ruang makan
485 sudah menunggu ibunya yang semalam datang bersama adiknya, Dotty, dari
Folkstone. Hugh mencium ibunya dan duduk di sampingnya. Tanpa basa-basi ibunya
bertanya, "Menurutmu, apakah dia benar-benar mencintai Dotty, Hugh?"
Hugh tahu arah pertanyaan ibunya. Adiknya, yang sekarang berusia dua puluh
empat, bertunangan dengan Lord Ipswich, putra tertua Duke of Norwich. Nick
Ipswich dikenal sebagai putra bangsawan yang sudah bangkrut secara finansial,
karena itu wajar jika ibunya mempertanyakan hal ini: benarkah ia mau menikah
dengan Dotty karena cinta atau karena maskawin besar yang akan diberikan oleh
Hugh. Hugh memandang ibunya dengan sayang. Ia masih saja berbusana serba hitam sebagai
tanda berkabung kepada almarhum suaminya. Rambutnya sudah mulai memutih, tapi
bagi Hugh ibunya tetap cantik seperti dulu. Dengan mantap Hugh berkata, "Ya, dia
mencintai Dotty, Mama."
Hugh ingat waktu Nick datang kepadanya untuk melamar Dotty. Sebagai wali
adiknya, ia mencoba melihat niat Nick. Dalam kasus pernikahan kelas atas,
biasanya yang bicara lebih dulu adalah pengacara kedua belah pihak. Mereka akan
merundingkan dengan tuntas persyaratan nikah dan syarat-syarat lainnya. Tapi
kali ini berbeda. Nick terang-terangan mengatakan pada Dotty bahwa ia miskin.
Reaksi Dotty, "Aku sudah mengalami bagaimana kemiskinan dan bagaimana kekayaan
itu, jadi harta bukanlah tujuan hidupku. Bagiku yang paling penting adalah
pribadi seseorang, karena dari situlah berasal kebahagiaan sejati." Menurut Hugh
memang idealistik, tapi dari pertemuan dengan Nick, ia merasa yakin pemuda ini
memang mencintai adiknya.
Augusta jadi berang sewaktu mendengar pertunangan Dotty. Jika ayah Nick
meninggal, Dotty akan mewarisi gelar duchess, lebih tinggi dari gelarnya yang
countess. 486 Dotty datang bergabung di ruang makan. Dulu ia seorang gadis pemalu, sekarang
sudah menjadi wanita dewasa yang tinggi semampai, sensual, berkemauan keras, dan
bersemangat. Mungkin itulah sebabnya banyak pemuda merasa terintimidasi olehnya,
hingga sampai usia dua puluh empat ia belum menikah. Tapi Nick memiliki
kepribadian kuat. Pernikahan mereka pasti akan penuh warna, pikir Hugh; tidak
monoton seperti pernikahannya dengan Nora.
Nick datang pada jam sepuluh pagi. Hugh yang mengundangnya datang. Nick duduk di
sisi Dotty, menikmati kopi. Tidak seperti anak bangsawan lainnya, Nick lulusan
Oxford dan sekarang mulai merintis karier sendiri. Wajahnya tampan, khas
Inggris. Dotty tidak putus-putusnya memandang tunangannya, seolah ingin
melahapnya. Hugh iri pada cinta mereka berdua yang polos dan terbuka.
Pada usia tiga pulub tujuh, Hugh sebenarnya merasa canggung berperan sebagai
ayah Dotty, tapi pagi ini sangatlah penting bagi masa depan Dotty dan ia ingin
menyelesaikannya. "Dotty, tunanganmu Nick dan aku telah membahas panjang lebar
soal keuangan," katanya.
Ibunya berdiri, ingin meninggalkan ruangan. Hugh memegang tangannya sambil
berkata, "Mama, sekarang sudah zamannya wanita ikut membahas soal keuangan ?zaman modern." Ibunya tersenyum dan duduk kembali.
Hugh melanjutkan, "Seperti kalian ketahui, Nick ingin ikut ujian pengacara,
untuk merintis karier profesionalnya. Menurut pendapatnya, gelar bangsawan saja
sekarang tidak akan menjamin masa depan." Sebagai bankir, Hugh bisa memahami
rencana Nick. Ia tahu ayah Nick bangkrut karena salah berspekulasi. Sebagai
bangsawan, ia mewarisi tanah pertanian yang luas. Dalam masa keemasan usaha
pertanian, ia meminjam uang dari bank. Membangun irigasi, membeli peralatan
modern pertanian, dan memulai usahanya. Tapi pada tahun 1870-an
487 terjadi masa depresi yang sampai sekarang tahun 1890-an masih terasa
? ?dampaknya. Harga tanah pertanian pun jatuh, dan nilainya tidak cukup untuk
melunasi utangnya pada bank.
"Tapi tanah itu masih bisa memberikan hasil lumayan jika Nick dapat membereskan
dulu utang-piutangnya dengan bank, lalu mengelola sisa tanahnya secara
profesional, seperti layaknya usaha-usaha yang lain."
Nick menambahkan, "Aku bermaksud menjual tanah-tanah dan rumah-rumah yang tidak
bisa kutangani, mengelola sebaik mungkin apa yang tersisa. Aku juga akan
membangun rumah-rumah di tanah kami di sebelah selatan London, Sydenham."


Kekayaan Yang Menyesatkan Karya Ken Follet di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hugh berkata, "Sudah kami hitung bahwa untuk membereskan semuanya dibutuhkan
uang seratus ribu pound. Dan sejumlah itulah yang akan kuberikan pada kalian
sebagai maskawin dari ku."
Dotty terpana kaget, dan Mama menangis haru. Nick, yang sudah tahu jumlah itu
sebelumnya, berkata, "Anda benar-benar murah hati pada kami berdua." Dotty
merangkul dan mencium tunangannya, lalu memeluk dan mencium kakaknya. Hugh agak
jengah, tapi ia sangat senang bisa membuat mereka berdua bahagia. Selain itu, ia
yakin Nick akan mengelola keuangannya dengan bijak dan memberikan kebahagiaan
pada Dotty. Nora datang berbusana hitam-ungu. Ia sudah makan pagi di kamar tidur, seperti
kebiasaannya. "Di mana anak-anak?" tanyanya tak sabar, sambil melihat jam.
"Sudah kuberitahu pengasuh sembrono itu untuk menyiapkan mereka..."
Ucapannya terputus oleh kemunculan anak-anak bersama pengasuh mereka: Tobby,
sebelas tahun; Sam, enam tahun; dan Sol, empat tahun. Mereka semua memakai jas
hitam dan topi tinggi. Hugh bangga memandang mereka, "Pasukan cilikku! Toby,
berapa tingkat bunga tadi malam dari Bank of England?"
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY "Tidak berubah, dua setengah persen, Sir," jawab Tobias yang setiap pagi selalu
memeriksa koran The. Times.
Sam, adiknya, mendekati ibunya dengan bersemangat, "Mama, aku punya binatang
piaraan baru." Si pengasuh tampak kaget, "Kau tidak memberitahuku...."
Sam mengambil kotak korek api dari saku dan membukanya di depan ibunya," Bill si
labah-labah!" teriaknya bangga.
Nora menjerti takut, menepis kotak korek dari tangan putranya, dan menghindar
dengan cepat. "Anak bandel!" teriaknya jengkel.
Sam merangkak di lantai, mencari Iabah-labahnya yang menghilang. "Bill hilang!"
tangisnya memelas. Nora malah menghardik pengasuhnya. "Kenapa kau membiarkan anak-anak bermain
dengan binatang menjijikkan begitu?"
"Maaf, Nyonya, saya tidak tahu."
Hugh menyela. "Sudahlah, tidak apa-apa." Ia merangkul bahu istrinya dan berkata,
"Kau cuma kaget, Sayang." Ia menuntun Nora ke luar ruangan. "Ayo, kita semua
berangkat sekarang."
Di luar rumah, ia memegang bahu Sam dan berkata, "Nah, Sam, jangan membuat takut
wanita dengan cara seperti tadi, ya?"
"Binatang piaraanku hilang," jawab Sam sedih.
"Labah-labah tidak akan senang hidup di dalam kotak kecil seperti itu.
Seharusnya kau memelihara binatang lain. Bagaimana kalau burung kenari?"
Wajah Sam menjadi cerah, "Boleh?"
"Asal kau janji akan memberinya makan dan minum secara teratur setiap hari."
"Ya, pasti... pasti!"
"Kalau begitu, besok kita beli."
"Hore!" 489 Mereka berkereta menuju Kensington Methodist Hall. Hujan turun deras. Anak-anak
belum pernah pergi ke upacara kematian. Toby, yang pendiam, bertanya serius,
"Papa, apa kita semua nanti harus menangis?"
Nora menyela, "Jangan bodoh begitu!"
Hugh sebenarnya berharap istrinya bisa lebih lembut kepada anak-anak. Mereka
butuh kasih sayang ibunya. Tapi Nora selalu tak sabar. Hugh mencoba memaklumi.
Nora sudah ditinggal mati ibunya sejak masih bayi, jadi ia tidak tahu bagaimana
bersikap sebagai ibu bagi anak-anaknya sendiri. Hugh menjawab Tobby. "Kau boleh
saja menangis di upacara pemakaman nanti, asalkan memang ingin."
"Kukira tidak perlu. Aku tidak begitu sayang pada Paman Joseph."
"Kalau aku sayang pada Bill si labah-labah."
Sol, si bungsu berkata, "Aku sudah terlalu besar untuk menangis."
Kensington Methodist Hall sudah dipenuhi tamu. Dekorasi di dalamnya dibuat
sesederhana mungkin, tanpa patung dan lukisan. Hanya ada organ mahabesar.
Ornamen bangunannya mirip gereja Anglikan dan Katolik.
Pagi ini hampir tidak ada tempat tersisa di dalam gereja. Yang tidak mendapat
tempat duduk, berdiri di belakang dan di sisi kanan-kiri. Tamu-tamu berasal dari
kalangan perbankan dan dunia keuangan. Semua karyawan Pilasters Bank diliburkan
hari itu. Hugh mengangguk kepada Gubernur Bank of England, Menteri Keuangan
Inggris, dan Ben Greenbourne yang kelihatan tetap tegar dan kuat, walau usianya
sudah melewati tujuh puluh tahun.
Para anggota keluarga disediakan tempat di kursi paling depan. Hugh duduk di
dekat Paman Samuel yang tetap pesolek di balik busana berkabungnya. Seperti Ben
Greenbourne, Paman Samuel kelihatan masih sehat dalam usia tujuh puluhan.
490 Sebagai mitra paling tua dan paling berpengalaman, Samuel jelas akan menjadi
mitra senior, menggantikan Joseph Pilaster. Tapi pasti akan ada halangan dari
Augusta. Mereka berdua tidak pernah rukun. Augusta mungkin akan mendukung Young
William yang saat ini sudah berusia empat puluh dua tahun.
Mitra lainnya, Mayor Hartshorn dan Sir Harry Tonks, suami Clementine, putri
Joseph, jelas tidak akan dijadikan mitra senior, karena mereka orang luar.
Tinggal Hugh dan Edward. Hugh ingin sekali menjadi mitra senior. Kendati paling muda dari semua mitra,
Hugh yakin akan mampu mengembangkan bank dalam waktu singkat. Ia akan
membersihkan semua investasi yang meragukan, termasuk investasi di negara-negara
Amerika Selatan. Tapi ia yakin Augusta akan menentangnya lebih hebat daripada
menentang Samuel. Namun Hugh tidak mau menyerah, menunggu sampai bibinya
meninggal atau tua. Pasti masih lama sekali karena sekarang, di usia lima puluh
delapan, Augusta masih sehat dan bersemangat.
Mitra yang lain adalah Edward Pilaster. Tubuhnya makin gemuk dan wajahnya merah.
Akhir-akhir ini ia makin kentara mengidap penyakit kulit yang sangat tidak enak
dilihat. Ia tidak cerdas dan sangat pemalas. Selama tujuh belas tahun menjadi
mitra, ia sama sekali tidak meraup pengetahuan dan pengalaman sebagai bankir.
Kerjanya hanya minum, judi, makan enak, dan melacur. Datang ke kantor setelah
jam sepuluh pagi, pulang saat makan siang dan terus berfoya-foya. Minum sherry
untuk sarapan dan terus-menerus mereguk brendi sesudahnya. Pekerjaannya
dilakukan oleh asistennya, Simon Oliver. Jika ia sampai menjadi mitra senior,
bisa membawa bencana. Emily, istri Edward, duduk di sebelah suaminya. Sebuah kejadian langka. Mereka
hidup terpisah. Edward tetap tinggal dengan ibunya di Whitehaven House, se -
491 dangkan Emily tinggal sendiri di rumah pedesaan di luar kota London. Ia datang
ke London pada saat acara formal saja, misalnya saat kematian anggota keluarga
atau pernikahan. Hugh merasa Emily dan Edward saling membenci. Dulu Emily
berwajah cantik kekanakan dengan mata polos biru besar. Sekarang ia tampak layu,
dan beberapa kerut mulai terlihat di bawah matanya. Wajahnya memancarkan
kesepian dan kekecewaan. Di sebelah Emily duduk Micky Miranda dengan setelan abu-abu berkerah bulu warna
hitam. Sejak mengetahui Micky yang membunuh Peter Middleton, Hugh merasa takut
bergaul dengannya. Edward dan Micky masih saja akrab, bagai sepasang perompak.
Keduanya menjadi motor dalam beberapa investasi di negara-negara Amerika Selatan
selama sepuluh tahun terakhir ini.
Upacara di gereja cukup panjang, lalu disusul dengan prosesi ke pemakaman di
bawah guyuran hujan bulan September. Semuanya menyita waktu hampir satu jam
karena begitu banyak pelayat yang datang.
Hugh mencoba memperhatikan wajah Augusta saat peti jenazah suaminya diturunkan
ke dasar makam. Wanita itu berdiri di bawah payung besar yang dipegang Edward.
Rambutnya telah putih seluruhnya dan sosoknya tampak megah. Tak ada tanda-tanda
kesedihan dalam dirinya. Wajahnya yang angkuh tampak keras bagai wajah senator
Romawi. Setelah upacara pemakaman selesai, semua anggota keluarga besar Pilaster
diundang makan siang di rumah Augusta. Beberapa karib, seperti Micky Miranda,
juga diundang. Dua meja makan panjang telah disiapkan di ruang tengah, cukup
untuk semua yang datang. Hugh sudah lama tidak datang ke rumah ini, mungkin sekitar setahun atau dua
tahun. Sekarang dekorasi rumah itu bergaya Arab. Mulai dari perabot, tirai, sampai daun pintu dan jendela. Semuanya berukir
kaligrafi Timur Tengah. SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY Augusta menempatkan Edward di kursi kebesaran almarhum ayahnya. Ia tampak
canggung, karena ia jelas tidak pantas menggantikan Joseph. Ayahnya bukan
pemimpin yang bodoh, kendati ia terlalu menuruti keinginan istrinya.
Augusta, seperti biasa, mempunyai rencana besar bagi dirinya dan Edward. Selesai
makan, ia langsung membuat pengumuman. "Harus ada mitra senior pengganti
almarhum suamiku, dan jelas yang pantas menggantikan adalah Edward."
Hugh merasa kelancangan bibinya sudah keterlaluan. Augusta selalu buta akan
kelemahan putranya, tapi ini benar-benar di luar dugaan.
Semuanya terdiam, dan Hugh sadar bahwa mereka menunggunya bicara. Hugh adalah
juru bicara para mitra jika sudah menyangkut Augusta.
Mulanya ia ragu, sambil memikirkan bagaimana mesti menangani hal ini. Akhirnya
ia memutuskan untuk menghindar sementara. "Saya rasa para mitra bisa membahas
besok di kantor," katanya.
Augusta tidak mau dikalahkan oleh keponakannya. Dengan nada gusar ia menukas,
"Kau tidak berhak melarangku bicara apa saja di dalam rumahku sendiri."
"Baiklah," jawab Hugh. "Jika itu yang Bibi inginkan." Ia berpikir cepat, lalu
mengeluarkannya secara gamblang tapi pedas. "Sayangnya Bibi tidak tahu betapa
pekanya urusan yang Bibi omongkan tadi, mungkin karena Bibi sama sekali tidak
tahu apa-apa tentang masalah di bank."
"Apa, kurang ajar sekali...."
Hugh menyela dengan keras. "Mitra paling senior di dalam Pilasters Bank adalah
Paman Samuel." Hugh sadar suaranya terlalu keras. Ia mencoba menenangkan diri
dan berkata dengan lebih lunak, "Saya yakin semua mitra akan setuju menunjuk
beliau, bankir yang andal dan disegani di dunia keuangan."
493 Paman Samuel kelihatan senang dengan pujian itu, tapi tidak mengatakan apa-apa.
Tak seorang pun menentang Hugh, atau menyetujui ucapannya. Hugh mengira karena
mereka segan kepada Augusta, sehingga tidak bersedia terang-terangan
menentangnya. Pengecut semua, hanya mengandalkan aku, pikir Hugh kesal.
Biarlah, apa yang terjadi, terjadilah. Ia melanjutkan, "Jika Paman Samuel
menolak, seperti pernah beliau lakukan dulu, masih ada Paman William, juga
seorang bankir andal yang disegani dalam dunia keuangan."
Augusta tampak makin tak sabar. "Bukan dunia keuangan yang memutuskan, tetapi
keluarga Pilaster." "Mitra Pilaster, tepatnya," koreksi Hugh seketika. "Seperti halnya para mitra
butuh kepercayaan dari semua anggota keluarga, begitu pula Pilasters Bank butuh
kepercayaan dari masyarakat keuangan. Jika sampai kehilangan kepercayaan itu,
habislah kita." Augusta jadi sangat marah. "Kita berhak memilih siapa saja yang kita inginkan."
Hugh menggelengkan kepala kuat-kuat. Omongan yang tidak bertanggung jawab
seperti itu membuatnya sangat jengkel. "Kita tidak memiliki hak, tapi
kewajiban," tegasnya. "Kita dipercaya masyarakat untuk mengelola uang mereka
yang jumlahnya jutaan pound. Kita tidak bisa bertindak semaunya. Kita harus
melakukan apa yang menjadi kewajiban kita."
Augusta mencoba taktik lain. "Edward adajah putra tunggal dan ahli waris
almarhum." "Jabatan di bank bukan jabatan warisan," jawab Hugh jengkel. "Jabatan ini hanya
diperuntukkan bagi orang yang paling mampu."
Giliran Augusta yang jengkel. "Edward adalah bankir yang andal, sama seperti
lain-lainnya!" Hugh melihat ke sekeliling meja makan, secara dramatis menatap mata masing-
masing mitra agak lama 494 sebelum melanjutkan, "Adakah di antara yang hadir di sini yang dengan sejujurnya
mengakui Edward sebagai bankir paling andal dari kita semua?"
Tidak ada yang menjawab. Sunyi senyap.
Akhirnya Augusta yang berkata, "Proyek obligasi Edward di Amerika Selatan
memberikan keuntungan banyak sekali pada bank."
Hugh mengangguk. "Memang benar Edward yang membawa proyek obligasi pemerintahan
di Amerika Selatan. Jutaan pound nilainya. Tapi perlu diingat bahwa obligasi ini
sangat rapuh. Begitu salah satu pemerintah di sana tidak bisa membayar bunga
yang jatuh tempo, hancurlah bank kita. Bank adalah bisnis yang dilandasi oleh
pilar kepercayaan masyarakat. Sekarang, karena Edward, reputasi kita berada di
ujung tanduk." Hugh semakin emosional. Ia tidak rela kalau bank yang telah ia
kembangkan dengan keringat dan pikirannya dihancurkan oleh ambisi gila Augusta.
"Kau juga menjual obligasi pemerintah Amerika Utara," sela Augusta tak mau
kalah. "Bisnis begini selalu ada risikonya. Itulah dasar dari sebuah bank." Gaya
bicaranya penuh kemenangan.
"Benar. Tetapi pemerintah Amerika Serikat merupakan pemerintahan yang
demokratis, punya kekayaan sumber daya alam yang luar biasa banyaknya dan tidak
punya musuh. Apalagi sekarang mereka sudah menghapuskan perbudakan, jadi tidak
ada alasan untuk mencemaskan kestabilan negara itu dalam seratus tahun yang akan
datang sekalipun. Sedangkan pemerintahan di Amerika Selatan bisa jatuh dalam
waktu sepuluh hari yang akan datang. Jadi, memang benar ada risiko di kedua tipe
bisnis tadi, tapi risiko di Amerika Serikat jauh lebih kecil daripada di negara
belahan selatan. Jelas" Bisnis perbankan adalah bisnis memperhitungkan risiko."
Augusta tak mampu memahami penjelasan Hugh, karena pada dasarnya ia tidak paham
apa itu bisnis. Ia 495 menjawab, "Kau hanya iri pada Edward kau memang selalu iri pada dia."?Hugh heran kenapa para mitra lainnya diam saja. Tiba-tiba ia sadar, mereka pasti
sudah didekati dan diintimidasi oleh Augusta. Tapi apa yang bisa memaksa mereka
menerima bujukan Augusta soal pengangkatan Edward sebagai mitra senior" Ia
berpikir keras. "Apa sebenarnya yang dia katakan pada kalian?" tiba-tiba Hugh bertanya pada
setiap mitra yang hadir. "William" George" Harry" Ayo... terus terang saja. Kalian
pasti telah bicara dan kena bujuk dia, atau dijanjikan sesuatu."
Ketiga mitra jadi saling pandang. Akhirnya William yang menjawab, "Tidak ada
satu pun yang kena suap, Hugh. Hanya saja dia dan Edward mengancam jika
keinginan mereka tidak dipenuhi, mereka akan me..." William berhenti, ragu dan
malu. "Ayo, mereka akan melakukan apa?" desak Hugh tak sabar.
"Mereka akan menarik saham mereka dari Pilasters Bank."
"Apa?" tanya Hugh kaget. Menarik saham dari bank merupakan pengkhianatan tak
termaafkan, persis seperti yang telah dilakukan almarhum ayahnya. Jika sampai
Augusta mempunyai pemikiran seperti itu, berarti ia sudah sangat serius atau
sudah gila tertutup oleh ambisinya.
Kedua orang ini memiliki saham sekitar empat puluh persen, atau bernilai sekitar
lebih dari dua juta pound. Dengan menarik semuanya di akhir tahun fiskal, yang
memang diperbolehkan oleh perundang-undangan, bank akan langsung lumpuh.
Sangat mengejutkan sampai Augusta bisa melakukan ancaman seperti itu dan lebih ?parah lagi karena para mitra yang sudah makan asam garam bisnis bisa mengalah
dan menyerah begitu saja.
496 "Kalau begitu, kalian sudah menyerahkan kekuasaan mutlak kepadanya!" kata Hugh
geram. "Jika sekarang kalian begitu mudah mengalah, lain kali dia akan
melakukannya lagi... bahkan akan lebih sering! Kenapa tidak angkat saja dia jadi
mitra senior sekalian!"
Edward marah. "Jangan berani-berani bicara begitu tentang ibuku. Jaga tata
kramamu!" "Persetan dengan tata krama!" bentak Hugh kasar. Ia tahu tidak ada gunanya
menuruti emosi, tapi ia sudah terlalu marah untuk bersikap sebagai seorang
gentleman. "Kalian akan membuat bank keluarga ini ambruk. Augusta terlalu
serakah, Edward terlalu tolol, dan kalian terlalu pengecut untuk menghentikan
mereka." Dengan geram ia berdiri dan melempar serbet makan ke meja dengan sikap
menantang. "Paling tidak masih ada satu orang yang tidak takut pada mereka
berdua." Ia berhenti sejenak, menarik napas panjang, sadar bahwa ia akan membuat
keputusan yang akan mengubah jalan hidupnya. Tidak ada pilihan lain. "Aku
mengundurkan diri," katanya.
Saat membalikkan badan hendak keluar, ia masih sempat menangkap senyum
kemenangan di bibir Augusta.
Paman Samuel datang menemui Hugh sore harinya.
Samuel sudah tua, tapi gayanya masih seperti dua puluh tahun yang lalu. Ia masih
hidup bersama "sekretaris" prianya, Stephen Caine. Selama ini hanya Hugh yang
pernah datang mengunjunginya di rumahnya di kawasan Chelsea, yang berdekorasi
indah dan dipenuhi kucing peliharaan. Pernah, pada suatu malam ketika sudah


Kekayaan Yang Menyesatkan Karya Ken Follet di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setengah mabuk, Stephen bergurau mengatakan bahwa mungkin dialah satu-satunya
"istri" anggota Pilaster yang lain dari yang lain.
Samuel datang langsung ke ruang perpustakaan, menemui Hugh yang sedang istirahat
setelah makan malam. SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY Sebuah buku terbuka di lututnya, namun tidak dibaca. Hugh sedang menatap
perapian, memikirkan masa depannya. Ia memang punya banyak uang untuk hidup
tenang tanpa perlu bekerja lagi seumur hidupnya, tapi ia tidak akan pernah
menjadi mitra senior di bank keluarganya.
Paman Samuel tampak lelah dan sedih. "Aku tidak pernah bisa rukun dengan
sepupuku Joseph," katanya membuka percakapan. "Kalau saja aku bisa mengenal dia
lebih dalam lagi." Hugh menawarkan minum dan ia minta anggur. Pelayan diminta mengambil sebotol
anggur dengan dua gelas. "Bagaimana perasaanmu soal tadi siang?" tanya Samuel. Hanya dia yang menanyakan
perasaan Hugh. "Tadi siang saya sangat marah, tapi sekarang sudah reda. Edward sama sekali
tidak pantas menjadi mitra senior, tapi mau apa lagi. Tak ada yang bisa mengubah
niat mereka berdua."
"Aku mengerti perasaanmu. Aku juga akan mundur pada akhir tahun. Sudah kukatakan
pada mereka. Tapi aku tidak akan langsung menarik sahamku. Mungkin mestinya aku
ikut bicara tadi. Tapi entahlah. Kurasa tidak akan banyak bedanya."
"Lalu apa lagi reaksi mereka?"
"Itulah, aku datang ke sini diminta menjadi perantara mereka. Mereka minta aku
membujukmu untuk mengurungkan niat mundurmu."
"Kalau itu yang mereka minta, berarti mereka memang orang-orang tolol."
"Benar, aku setuju, tapi ada beberapa pertimbangan yang perlu kaupikirkan masak-
masak. Kalau kau mundur sekarang juga, masyarakat akan segera tahu alasanmu...
bahwa kau tidak yakin Edward mampu mengelola Pilasters Bank. Akibatnya" Semua
orang akan menarik tabungan, deposito, dan rekening mereka. Masyarakat tidak
akan mempercayai Pilasters Bank lagi."
498 "Ya, itulah akibatnya kalau sebuah bank memilih pemimpin yang lemah. Kalau tetap
menggunakan bank ini, masyarakat akan kehilangan uang mereka."
"Ya, tapi bagaimana kalau pengunduran dirimu menimbulkan krisis keuangan hebat?"
"Mungkinkah bisa berakibat begitu parah?" Hugh tidak pernah memikirkan sejauh
ini. "Ya, kupikir demikian." *
"Saya tidak ingin itu terjadi." Krisis keuangan akan menyeret begitu banyak
kepentingan. Hugh ingat akibat kejatuhan Overend and Gurney di tahun 1866.
Ayahnya ikut bangkrut dan keluarganya jadi ikut menderita.
"Mungkin sebaiknya kau tetap tinggal sampai akhir tahun ini. Hanya beberapa
bulan lagi. Nanti, jika semua orang sudah terbiasa dengan Edward, kepergianmu
tidak akan memberi pengaruh negatif bagi bank."
Kepala pelayan datang membawa anggur. Hugh menikmatinya pelan sambil berpikir
keras. Ia baru saja memberi kuliah dan nasihat kepada para mitra tentang
perlunya melaksanakan kewajiban mereka sebagai pengelola uang masyarakat. Kalau
ia sendiri mundur sekarang hanya karena alasan pribadi, apa bedanya dia dengan
Augusta" Selain itu bertahan untuk beberapa bulan di Pilasters Bank akan
memberinya waktu untuk memikirkan rencana selanjutnya.
Ia menarik napas panjang. "Baiklah, saya akan tinggal sampai akhir tahun ini."
Samuel mengangguk senang. "Sudah kuduga kau akan melakukan itu. Keputusan yang
tepat. Kau selalu mengambil keputusan yang tepat pada akhirnya."
499 [II] SEBELUM Maisie Greenbourne meninggalkan kehidupan kelas atasnya sebelas tahun
yang lalu, ia berhasil membujuk teman-temannya yang kaya untuk memberi sumbangan
dana kepada Southwark Female Hospital yang dirintis oleh Rachel Bodwin. Dengan
uang yang ditanam dalam investasi, biaya operasional rumah sakit tidak menjadi
masalah lagi. Ayah Rachel, satu-satunya pria dalam manajemen rumah sakit itu, menjadi
bendahara andaL Semula Maise bemiat mengolah dananya, tapi para bankir dan
pialang saham tampak kurang serius jika berhadapan dengan dirinya sebagai
wanita. Mereka sering mengabaikan instruksinya, kadang juga menyimpan informasi
yang ia butuhkan. Ia bisa saja melawan dominasi pria dalam manajemen dana,
tetapi banyak urusan lain yang lebih penting untuk diperjuangkan. Akhirnya ia
menyerahkan pengelolaan dana kepada ayah Rachel.
Selama ini Maisie tetap setia menjanda. Sedangkan Rachel masih menikah dengan
Micky Miranda, meski hanya di atas kertas. Diam-diam ia menjalin hubungan dengan
kakak Maisie, Dan Robinson, yang menjadi anggota parlemen. Mereka bertiga
tinggal bersama di rumah Maisie di daerah pinggiran Walworth.
Rumah sakit mereka terletak di daerah pekerja Southwark, di tengah kota London.
Mereka menyewa dalam jangka panjang sederetan rumah di dekat Katedral Southwark.
Tembok antara keempat rumah tersebut dibobol agar bisa bersambung satu dengan
yang lainnya. Tempat tidur pasien tidak diatur dalam satu ruang besar, tapi lebih bersifat
pribadi. Di dalam setiap kamar tidur diatur dua atau tiga ranjang pasien,
sehingga suasana rumah sakit terasa lebih nyaman.
500 Kantor Maisie kecil tapi asri, terletak di dekat pintu utama rumah sakit. Di
dalam kamar ada dua kursi, vas berisi bunga segar, karpet yang sudah lusuh, dan
tirai-tirai bercorak terang. Di dinding hanya ada poster Maisie sewaktu bermain
di sirkus, dan di bawahnya sebuah lemari arsip.
Pagi itu ia sedang menerima seorang gadis muda, tanpa alas kaki, kusut masai,
dan mengandung sekitar sembilan bulan.
Sinar matanya memelas seperti mata seekor kucing kelaparan dan kelelahan. Tanya
Maisie, "Siapa namamu, Manis?"
"Rose Porter, Mum..."
Mereka selalu memanggilnya dengan sebutan "Mum", seolah-olah ia seorang nyonya
besar. Sia-sia ia meminta mereka memanggilnya Maisie saja. "Kau mau minum teh?"
tanyanya kepada calon pasiennya.
"Ya, Mum." Sambil menuangkan teh hangat di cangkir dan mencampurnya dengan susu serta gula,
ia berkomentar, "Kau tampak lelah."
"Ya, aku berjalan kaki dari Bath, Mum."
Jauhnya sekitar seratus mil. "Bisa makan waktu seminggu!" komentar Maisie.
"Kasihan sekali."
Rose menangis terisak-isak.
Maisie sudah biasa menghadapi situasi ini. Ia selalu membiarkan mereka menangis
sampai tuntas. Ia duduk di lengan kursi Rose, menepuk bahunya dengan hangat.
"Aku sadar aku jahat sekali," isak Rose.
"Tidak, kau tidak jahat," sahut Maisie. "Kita semua wanita, bisa saling
memahami. Kita di sini tidak mem-bicarkan kejahatan. Kejahatan hanya kata yang
tepat bagi kaum politikus dan pendeta."
Setelah tenang kembali, Rose mulai mencerucup tehnya. Maisie mengambil arsip
pasien dan mulai menulis di belakang meja tulisnya. Ia selalu mencatat data
setiap SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY pasien yang masuk ke rumah sakit ini. Kadang arsipnya sering bermanfaat,
terutama kalau ada anggota Partai Konservatif di Parlemen yang mengritik bahwa
para wanita hamil yang datang ke rumah sakit Maisie kebanyakan para pelacur.
Atau mereka hanya mau membuang bayinya. Atau mereka tidak mau malu karena hamil
sebelum nikah. Jika terjadi hal semacam itu, ada data untuk menjawab kritikan
itu di surat kabar, atau bisa ia kutip sewaktu berpidato di beberapa kesempatan.
"Coba ceritakan apa yang telah terjadi," katanya pada Rose. "Bagaimana kau
sampai hamil, dan di mana kau tinggal."
"Aku bekerja sebagai koki Mrs. Freeman di Bath."
"Dan di mana kau bertemu si pemuda?"
"Di jalan, tak sengaja. Waktu aku jalan-jalan dengan memakai payung kuningku
yang baru." Maisie terus mendengarkan cerita Rose. Khas percintaan muda mudi yang lupa diri.
Terjadi beberapa kali, di rumah majikan Rose sewaktu ia sendirian atau ketika
nyonya rumah sedang mabuk berat. Pada suatu hari si pemuda kehilangan
pekerjaannya dan terpaksa pindah ke luar kota. Menulis surat satu-dua kali
kepada Rose, lalu hilang begitu saja. Lalu semuanya sudah terlambat: Rose
mengandung. "Akan kucoba melacak dia untukmu," hibur Maisie.
"Kukira dia sudah tidak mencintaiku lagi."
"Kita lihat saja nanti." Sering kali upaya Maisie berhasil baik. Pria yang
mencoba lari dari tanggung jawab akan bersikap lain jika bertemu gadisnya yang
sudah melahirkan dan melihat bayi mereka. Bayi mungil tanpa daya. Sering kali
sang ayah akan luluh hatinya. Apalagi pacar Rose pergi karena pindah kerja,
bukan karena tidak mencintai Rose.
Tiba-tiba Rose menyeringai kesakitan. Maisie bertanya khawatir, "Kenapa?"
502 "Pinggangku tiba-tiba sakit. Mungkin karena kecapaian jalan kaki begitu jauh."
Maisie tersenyum, "Itu tanda sudah waktunya kau melahirkan. Ayo, masuk ke kamar
bersalin." Rose diajak naik ke lantai atas dan diserahkan pada seorang suster. "Semuanya
akan beres, jangan khawatir. Kau akan melahirkan seorang bayi mungil."
Maisie berkeliling kamar pasien dan berhenti di tepi ranjang seorang pasien yang
tidak bersedia memberikan data dirinya. Usianya sekitar tujuh belas tahun,
cantik, berambut hitam kelam. Aksen bicaranya kelas atas, pakaian dalamnya
mahal, dan Maisie yakin ia orang Yahudi. "Bagaimana kabarmu hari ini, Sayang?"
tanya Maisie. "Sehat dan sangat berterima kasih pada Anda, Mrs. Greenbourne."
Ia begitu bertolak belakang dengan Rose. Hanya nasib mereka yang sama:
mengandung tanpa suami, dan akan melahirkan bayi hasil hubungan cinta mereka
secara alamiah dan menyakitkan.
Kembali ke kamar kerjanya, Maisie mulai menulis surat pembaca yang ditujukan ke
editor The Times. Rumah Sakit Khusus Wanita Southwark, London, S. E.
10 September, 1890 Kepada Editor The Times Dengan hormat,
Saya membaca penuh minat surat Dr. Charles Wickam tentang kaum wanita yang
secara fisik lebih lemah daripada pria.
Ia agak ragu meneruskan suratnya, tapi dengan datangnya Rose Porter, ia mendapat
inspirasi baru. 503 Kami baru saja menerima sebagai pasien seorang gadis muda belia dalam kondisi
khusus yang telah berjalan kaki ke tempat kami dari Bath.
Editor mungkin akan menghapus kata dalam kondisi khusus yang dianggap terlalu
vulgar, tapi Maisie akan tetap membiarkan apa adanya. Kalau mau disensor, biar
si editor sendiri yang melakukannya.
Kami mencatat bahwa Dr. Wickam menulis dari Cowes Club dan kami bertanya-tanya
dalam hati, berapa banyak pria di sana yang bisa melakukan jalan kaki sejauh
pasien wanita kami dari Bath ke London"
Sudah tentu sebagai wanita Jcami tidak pernah masuk ke dalam klub itu, tapi,
sering kali jika kami lewat di depannya, kami lihat banyak pria yang kadang
masih muda-muda memesan kereta kuda hanya untuk jarak satu mil. Dari penampilan
mereka, kami ragukan mereka sanggup berjalan kaki dari kawasan Piccadilly Circus
ke kawasan Parliament Square.
Mereka jelas takkan sanggup bekerja setiap hari selama dua belas jam di kawasan
East End, seperti yang dilakukan oleh ribuan kaum wanita di Inggris saat ini...
Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar. "Masuk," panggil Maisie.
Wanita yang masuk tidak mengandung atau miskin. Dari busananya yang mahal, jelas
ia berasal dari kelas atas. Ia adalah Emily Pilaster, istri Edward Pilaster.
Maisie menyambut dengan memeluknya erat Emily merupakan pendukung dan sponsor
gigih rumah sakit Maisie dan Rachel. Selain itu masih banyak pendukung
504 lain, termasuk April Tilsey, sobat lama Maisie yang sekarang sudah memiliki tiga
rumah bordil di London. Mereka selalu siap menyumbang pakaian bekas, makanan,
kadang bahkan ikut mencarikan pekerjaan bagi wanita yang telah melahirkan. Tapi
terutama sering memberikan dukungan moral pada saat kaum pria menyerang
keberadaan rumah sakit itu atau hal-hal kecil seperti kenapa tidak pernah ada
kebaktian hari Minggu, kenapa mereka tidak diharuskan berdoa sebelum makan,
kenapa mereka tidak diberi khotbah tentang dosa mereka mengandung tanpa suami,
dan lain sebagainya. Melihat Emily kadang membuat Maisie ikut merasa bersalah. Kejadian malam itu di
rumah bordil April. Sejak itu, Edward dan Emily diam-diam hidup terpisah. Si
suami tinggal di kota bersama ibunya, si istri tinggal di rumah pedesaan. Mereka
saling membenci. Pagi ini Emily tampak riang gembira. Wajahnya cerah dan merona merah. Setelah
menutup pintu, ia berkata penuh semangat, "Maisie, aku sedang jatuh cinta."
Meski agak ragu Maisie menjawab, "Bagus, bagus sekali! Dengan siapa?"
"Robert Charlesworth. Penyair dan penulis artikel tentang seni Itali. Dia
tinggal di Florence, tapi menyewa rumah di dekat rumahku. Dia tinggal di Inggris
hanya dalam bulan September, bulan favoritnya."
Tampaknya penyair ini .cukup kaya untuk tidak bekerja secara tetap, pikir
Maisie. "Kedengarannya romantis sekali."
"Oh, ya. Sangat romantis. Kau pasti menyukainya."
"Ya, pasti," kata Maisie, kendati ia tidak senang pada penyair yang tidak
bekerja tetap. Tapi ia senang Emily bisa bahagia; ia sudah terlalu banyak
mengalami kepahitan. "Kalau begitu, kau berhubungan gelap dengan dia?"
Pipi Emily merona merah. "Oh, Maisie, kau selalu bertanya langsung. Aku jadi
malu. Sudah tentu tidak!"
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY Setelah peristiwa malam itu di kamar rumah bordil April, Maisie heran Emily
masih tetap pemalu jika menyinggung soal seks. Tapi Maisie sadar ia memang
kadang-kadang terlalu langsung jika berbicara dengan orang lain. Seharusnya ia
tidak begitu, tapi untuk mengubahnya jelas tak mungkin. Maisie bukan tipe wanita
yang mampu bersikap munafik atau berpura-pura. Jika memikirkan sesuatu, ia akan
langsung mengatakannya terus terang. "Baiklah, Emily. Tapi kau tak mungkin
menjadi istri laki-laki itu."
Jawaban Emily membuat Maisie kaget. "Justru karena itulah aku datang ke sini,
minta nasihatmu. Bisakah perkawinanku dengan Edward dibatalkan oleh hukum?"
"Oh, Tuhan!" Maisie berpikir sejenak. "Atas dasar tidak adanya nafkah batin dari
pihak suami, begitu kira-kira?"
"Ya." Maisie mengangguk. "Ya, berdasarkan hukum memang bisa dijadikan alasan. "Ia
memang sering menjadi penasihat para wanita, karena pada masa itu tidak ada
pengacara wanita. Pengacara pria barangkali akan langsung memberitahu Edward
tentang rencana Emily. Sebagai pembela hak-hak kaum wanita, Maisie telah
mempelajari hukum dan peraturan perkawinan, khususnya seluk-beluk perceraian.
"Kau harus pergi ke Pengadilan Tinggi dan langsung mendaftar ke Divisi
Perceraian. Dasar pengajuan ceraimu adalah suami yang impoten dengan wanita
siapa pun, tidak hanya denganmu."
Wajah Emily seketika jadi muram. "Kita tahu dia bisa main dengan pelacur."
"Ya, juga fakta bahwa sekarang kau sudah tidak perawan lagi juga bisa dijadikan
sanggahan Edward." "Kalau begitu, percuma saja aku menuntut cerai," komentar Emily sedih.
"Ada juga jalan lain. Bujuk Edward agar mau bekerja sama denganmu. Menurutmu dia
bersedia?" 506 Emily kembali cerah. "Ya, mungkin dia mau."
"Jika dia bersedia menandatangani pernyataan bahwa dia memang impoten dan setuju
untuk tidak menolak permohonan cerai dari pihak wanita, bukti-bukti yang
kauajukan tidak akan dibantah lagi oleh pihak pengadilan."
"Kalau begitu, aku tinggal mencari jalan bagaimana membujuk Edward agar bersedia
tanda tangan." Wajah Emily tampak keras, mengingatkan Maisie akan tekad seorang
wanita yang sudah terpojok; ia bisa nekat dan melakukan apa saja untuk mencapai
niatnya. "Tapi kau harus hati-hati. Semuanya harus dirahasiakan, karena ada semacam
polisi perceraian yang disebut Proctor Sang Ratu. Tugasnya adalah mengawasi
proses perceraian mulai dari permohonan sampai keputusan cerai."?"Jika sudah selesai, aku bisa menikah dengan Robert?"
"Ya. Tapi butuh waktu. Absennya nafkah batin bisa dijadikan alasan perceraian
penuh di bawah Hukum Perkawinan Gereja. Prosesnya bisa memakan waktu setahun.


Kekayaan Yang Menyesatkan Karya Ken Follet di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah diputuskan, dibutuhkan lagi waktu percobaan enam bulan. Setelah itu kau
baru bisa menikah dengan pria lain."
"Oh, kuharap Edward mau tanda tangan."
"Omong-omong, bagaimana perasaannya padamu?"
"Dia benci padaku."
"Kaupikir dia mau berpisah darimu?"
"Dia tidak akan peduli, asalkan aku tidak menghalangi cara hidupnya."
"Bagaimana kalau kau membuatnya jengkel?" Maksudmu, kalau aku ribut-ribut
tentang hubungan suami-istri kami?"
"Ya." "Kurasa bisa." Maisie yakin kalau Emily sudah bertekad, ia pasti akan melakukannya.
507 "Aku harus pergi ke pengacara untuk mempersiapkan surat pernyataan Edward."
"Akan kuminta tolong ayah Rachel, dia pengacara." "Oh, kau baik sekali."
"Tapi tidak hari ini. Aku harus hadir pada hari pertama semesteran Bertie di
Windfield. Besok pagi saja aku bicara dengannya."
Emily berdiri dan pamit sambil berkata, "Maisie, kau memang teman terbaik yang
pernah kumiliki." "Tapi ingat, tuntutanmu akan menggegerkan keluarga Pilaster, khususnya Augusta."
"Oh, aku tidak pernah takut padanya."
Maisie Greenbourne selalu menarik perhatian di Windfield. Ada beberapa alasan.
Ia dikenal sebagai janda milyuner Solly Greenbourne, kendati ia tidak mewarisi
apa-apa dari keluarga mendiang suaminya. Kedua, ia dikenal sebagai wanita "maju"
pembela hak asasi kaum wanita, dan menurut isu-isu miring, membuat para gadis
jadi berani bergaul bebas sebelum menikah. Ketiga, setiap mengunjungi Bertie di
sekolah, ia selalu ditemani oleh Hugh Pilaster, bankir tampan yang menanggung
biaya sekolah Bertie. Beberapa orangtua yang berpikiran negatif curiga bahwa
ayah Bertie yang sejati adalah Hugh sendiri. Alasan terakhir, yang paling utama,
Maisie di usia tiga puluh empat tahun masih cantik, sehingga mampu membuat para
pria memalingkan kepala jika berpapasan dengannya. ?Hari ini ia memakai busana warna merah tomat dengan topi dihiasi bulu burung. Ia
tahu setiap orang akan mengagumi dirinya, kendati dalam hati ia merasa sedih
sekali. Tujuh belas tahun yang lalu ia melewatkan malam pertamanya dengan Hugh, dan
sampai hari ini ia masih mencintai Hugh. Karena itu, ia selalu merasa sedih jika
harus bertemu Hugh seperti saat ini. Tapi pada hari -
?508 hari biasa, ia bisa menyibukkan diri menolong para gadis yang menderita.
Sudah sebelas tahun Hugh tahu bahwa Bertie adalah anak kandungnya. Ben
Greenbourne yang membangkitkan rasa penasarannya, lalu Maisie sendiri mengaku
ketika didesak. Sejak itu pula ia melakukan apa saja demi Bertie, kecuali
memberi pengakuan sebagai ayah kandungnya. Bertie sendiri masih menganggap Solly
sebagai ayah kandung yang begitu menyayanginya. Memberitahukan tentang Hugh
Pilaster malah akan membuatnya bingung dan akhirnya gundah.
Nama anak itu sebenarnya Hubert, dan panggilan kecilnya Bertie sama dengan
?panggilan kecil Pangeran Wales. Maisie tidak pernah bertemu Pangeran Wales lagi
karena sekarang ia bukan lagi istri seorang jutawan. Ia hanya seorang janda yang
hidup di rumah biasa di selatan London, jadi jelas ia tidak masuk hitungan
sebagai teman pewaris mahkota Inggris.
Maisie memilih nama Hubert untuk anaknya bukan tanpa alasan. Nama itu
mengingatkannya akan nama Hugh, tapi ia selalu merasa agak malu kalau memanggil
nama anaknya, karena itu ia memilih nama panggilan Bertie. Ia memberitahu
anaknya bahwa Hugh adalah sobat terbaik almarhum ayahnya. Untungnya tidak ada
persamaan rupa antara Bertie dengan Hugh. Bertie malah mirip ayah Maisie,
berambut hitam dan bermata cokelat sendu. Tubuhnya tinggi dan kuat; ia pandai
dalam pelajaran, rajin, dan atlet yang hebat. Maisie amat bangga jika memandang
putranya. Dalam acara publik seperti hari ini, Hugh selalu bersikap resmi dan sopan
terhadap Maisie. Tapi Maisie bisa merasakan kepedihan di dalam hati pria yang
dicintainya itu. Dari ayah Rachel, Maisie tahu bahwa Hugh adalah bankir terkenal di London. Jika
sudah bicara soal keuangan, matanya bersinar dan nada bicaranya berapi-
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY api. Tapi jika sudah menyangkut soal keluarganya, ia berubah menjadi pendiam. Ia
hanya bersedia membicarakan ketiga putranya yang sangat ia cintai. Hanya sebatas
itu. Ia tidak mau membicarakan rumahnya, kehidupan sosialnya, apalagi istrinya.
Maisie tahu bahwa Nora bukan ibu yang baik, juga sebagai istri. Hugh tampaknya
sudah pasrah dengan kehidupan perkawinannya yang dingin.
Pagi ini Hugh memakai jas abu-abu, cocok dengan rambutnya yang sudah beruban di
sana-sini. Badannya lebih gemuk, seringainya masih tetap seperti dulu, ramah
memikat. Sewaktu berjalan ke aula Windfield, Maisie merasa sedih. Mereka seperti
suami-istri, tapi sebenarnya bukan. Rasanya ia mau memberikan segala miliknya
asalkan bisa berduaan terus dengan Hugh sepanjang waktu.
Mereka membantu Bertie menata barang pribadinya di kamar asrama, dan sekarang
Bertie membuatkan teh hangat. Hugh membawa kue banyak, cukup untuk enam orang
lebih. "Putra tertuaku, Tobby, akan masuk ke sini tahun depan. Tolong amat-amati
dia, mau kan?" kata Hugh sambil minum teh.
"Ya, senang sekali," jawab Bertie. "Akan kujaga dia agar tidak berenang di
Bishop's wood." Maisie melotot kepada anaknya. "Maaf. Aku hanya bercanda."
"Mereka masih membicarakan tragedi itu?" tanya Hugh ingin tahu."
"Ya, mereka selalu bercerita tentang Peter Middleton yang mati tenggelam, tapi
tetap saja kami mencuri-curi kesempatan untuk berenang di sana."
Selesai minum teh, mereka berpamitan pada Bertie. Maisie menahan tangisnya
karena harus berpisah dengan anaknya. Mereka berjalan kaki ke stasiun kereta,
lalu naik gerbong kelas satu menuju London.
Di sepanjang jalan, sambil melihat pemandangan di luar, Hugh berkata, "Edward
akan diangkat menjadi mitra senior."
510 Maisie terkejut. "Dia tidak punya kemampuan serta otak untuk menjadi mitra
senior di bank." "Memang. Karena itu aku akan mundur dari bank pada akhir tahun."
"Hugh!" Maisie tahu sifat Hugh. Mati-hidupnya untuk bank keluarganya, jadi kalau
ia memutuskan mundur, pasti karena situasi di dalam sudah tak tertahankan lagi.
"Lalu apa rencanamu selanjutnya?"
"Tidak tahu. Nanti akan kupikirkan, karena aku masih bekerja di bank sampai
akhir tahun ini." "Apakah bank tidak akan bangkrut jika dipimpin Edward?"
"Aku khawatir itu akan terjadi."
Maisie sedih atas kejadian yang dialami Hugh. Ia selalu tertimpa nasib jelek,
sementara Edward selalu bernasib mujur. "Edward sekarang mewarisi gelar ayahnya.
Dia menjadi Lord Whitehaven. Kau tahu, kalau gelar itu jatuh ke Ben Greenbourne,
Bertie sudah mewarisinya saat ini?"
"Ya." "Tapi semuanya berantakan karena ulah Augusta." "Augusta?"
"Ya. Dialah yang mendalangi semua artikel waktu itu, kau ingat, artikel-artikel
yang mempertanyakan apakah seorang Yahudi pantas menjadi bangsawan?"
"Ya, aku ingat, tapi bagaimana kau begitu yakin Augusta yang menjadi dalangnya?"
"Pangeran Wales sendiri yang bercerita pada kami."
"Hmmm... hmmm." Hugh menggelengkan kepala. "Augusta memang selalu bertingkah."
"Ya, dan Emily sekarang juga bergelar Lady Whitehaven."
"Paling tidak, dia mendapatkan sesuatu dari perkawinannya yang hancur."
"Hugh, akan kuceritakan sesuatu yang rahasia sekali."
511 Maisie merendahkan suaranya, hampir berbisik. "Emily akan minta cerai pada
Edward." "Bagus bagi Emily! Atas dasar perkawinan tanpa nafkah batin, kukira?"
"Ya, benar. Kau tampaknya tidak terkejut mendengar ini?"
"Bagaimana mau terkejut" Sejak awal pernikahan, mereka tidak pernah bersentuhan.
Tidak pantas untuk disebut sebagai suami-istri."
"Ya, dan Emily sudah jenuh dengan kepalsuan perkawinan mereka, karena itu dia
memutuskan ingin segera mengakhiri semuanya."
"Dia akan mendapat tentangan dari keluarga Pilaster," kata Hugh.
"Tentangan dari Augusta. Emily sudah siap untuk itu. Dia punya tekad kuat dan
pasti berhasil." "Apa dia sudah punya kekasih lain?"
"Ya, tapi baru sebatas kekasih saja, belum sampai tingkat bercinta. Emily tidak
mau melakukan skandal dengan pria lain."
Hugh tersenyum dan sambil memandang mesra Maisie, ia berkata, "Kau juga pernah
menolak membuat skandal. Ingat kan?"
Maisie tahu yang dimaksud Hugh adalah peristiwa malam itu di Kingsbridge Manor,
ketika ia menolak membuka pintu kamarnya terhadap ketukan Hugh. "Aku menikah
dengan seorang pria budiman dan kita tidak mau menyakiti hatinya. Situasi Emily
sangat berbeda dengan kita."
Hugh mengangguk setuju. "Aku mengerti perasaannya. Dia tidak mau main belakang
atau berbohong, karena berbohong itulah yang membuat para pelaku perselingkuhan
jadi malu dan dihinggapi rasa bersalah."
Maisie tidak setuju. "Tidak juga, Hugh. Kita hidup hanya sekali. Kalau hendak
memperoleh kebahagiaan, kita harus meraihnya."
512 "Tapi dengan begitu kau akan kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam
hidupmu. Integritas dirimu."
"Ah, integritas... Terlalu abstrak bagiku."
"Bagiku juga demikian, dulu di rumah Kingo, pada malam kau menolakku. Betapa
rendahnya diriku jika malam itu sampai terjadi pengkhianatan terhadap orang
berbudi seperti Solly. Tapi sejak itu aku makin menghargai integritas, apalagi
sekarang." "Apa sebenarnya integritas itu?"
"Sikap selalu berterus terang, menepati janji, dan bertanggung jawab atas
kesalahan yang kauperbuat. Berlaku sama dalam bisnis maupun dalam kehidupan
"sehari-hari. Mempraktekkan apa yang kauyakini, menjalankan apa yang telah
kaujanjikan. Sebagai bankir, integritas menjadi suatu kemutlakan. Bagaimana mau
jadi bankir yang dipercaya jika kau hidup atas dasar kebohongan" Jika istrimu
sendiri tidak mempercayaimu?"
Maisie tiba-tiba merasa marah pada Hugh. Entah kenapa. Sebentar lagi Hugh akan
meninggalkan bank keluarga. Istrinya tidak mencintai dia dan ketiga anaknya.
Kenapa ia tidak kembali saja pada Maisie, wanita yang benar-benar mencintainya"
Di stasiun Paddington, Hugh menemani Maisie mencari kereta sewaan. Ketika akan
berpisah, Maisie menggenggam kedua tangan Hugh dan berkata, "Pulanglah
bersamaku." Hugh menggelengkan kepala dengan sedih.
"Kita saling mencintai sejak dulu. Kenapa mesti peduli dengan akibat?"
"Bukankah kehidupan memang merupakan mata rantai sebab-akibat?"
"Oh, Hugh, ayolah."
Hugh melepaskan tangannya dan berpamitan pelan, "Sampai jumpa, Maisie."
Maisie menatapnya putus asa. Kerinduan yang bertahun-tahun dipendam itu rasanya
tak tertahankan lagi. 513 Ingin rasanya ia menarik Hugh masuk ke kereta bersamanya.
Sementara ia masih terpaku, Hugh mengangguk pada kusir kereta. "Berangkatlah."
Si kusir menyentuh kudanya dengan cambuk kecilnya. Roda-roda pun mulai bergerak.
Sesaat kemudian, Hugh sudah hilang dari pandangan.
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY HUGH tidak bisa tidur nyenyak malam itu. Ia menyesal menolak ajakan Maisie
pulang ke rumahnya. Tapi ada hal lain yang mengganggunya. Ia merasa Maisie telah mengatakan sesuatu
yang mengandung makna tersembunyi dan amat penting, sesuatu yang sinis dan
mengejutkan, yang luput dari perhatiannya. Sesuatu yang samar-samar tetapi
menggelitik dirinya. Ia ingat mereka bicara tentang pengangkatan Edward sebagai mitra senior; gelar
yang diwarisi Edward; rencana Emily meminta pembatalan perkawinannya dengan
Edward; malam hari di Kingsbridge Manor ketika mereka nyaris melakukan
perselingkuhan; konflik nilai-nilai antara integritas dengan kebahagiaan... di
mana sesuatu yang teramat penting itu"
Ia mencoba mengingat-ingat kembali percakapan mereka berdua: Pulanglah
bersamaku... Kalau hendak memperoleh kebahagiaan, kita harus meraihnya... Emily akan
minta cerai pada Edward... Emily sekarang juga bergelar Lady Whitehaven... Kalau
gelar itu jatuh ke Ben Greenbourne, Bertie sudah mewarisinya saat ini.
Tidak, ada sesuatu yang mengganjal. Edward mewarisi gelar bangsawan almarhum
ayahnya, yang seharusnya 514 jatuh pada Ben Greenbourne tetapi gagal karena kampanye anti Yahudi di koran, ?yang didalangi Augusta. Dan Maisie tahu kebusukan Augusta langsung dari
penuturan Pangeran Wales sendiri.
Hugh membalikkan tubuh dengan gelisah. Pembicaraan tadi pagi hanya memberi bukti
lain soal kekejaman Augusta. Tapi Solly sudah tahu...
Tiba-tiba Hugh bangkit dan duduk menatap kegelapan dalam kamarnya.
Ya, Solly sudah tahu. Jika Solly tahu keluarga Pilaster berada di belakang kampanye anti Yahudi yang
menyebabkan kesedihan ayahnya, ia pasti tidak sudi melakukan bisnis dengan
keluarga Pilaster. Ini berarti tidak akan ada proyek jalan kereta api
Santamaria. Solly pasti sudah mengatakan ini pada Edward dan Edward tentunya
memberitahu Micky. "Ohj Tuhan," keluh Hugh keras-keras.
Ia memang sudah lama curiga bahwa Micky berada di belakang kematian Solly, tapi
waktu itu ia belum tahu pasti motif yang tepat bagi Micky untuk membunuh Solly.
Bukankah ia lebih membutuhkan Solly dalam keadaan hidup, karena Solly salah satu
sponsor utama proyek jalan kereta apinya" Tapi jika ternyata Solly berubah
menjadi orang yang bisa membatalkan proyek besarnya, kemungkinan Micky tidak
segan-segan menyingkirkan Solly. Bukankah kusir kereta bersaksi bahwa ada
seorang pria mendorong tubuh Solly ke arah kereta kudanya yang sedang berlari
cepat" Dan bukankah malam itu Hugh berpapasan dengan Micky yang sedang masuk ke
dalam klub" Waktunya bersamaan dengan waktu terbunuhnya Solly. Mungkinkah Micky
membunuh orang sebaik Solly" Pikiran-pikiran seperti.ini membuat bulu kuduk Hugh
merinding. Ngeri dan marah menjadi satu.
Ia bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan mondar -
515 mandir di seputar kamarnya. Apakah Micky telah melenyapkan nyawa dua kawannya:
Peter dan Solly" Kalau memang, lalu ia mau apa?" Ya, ia mau bertindak apa"
Keesokan harinya ia masuk kantor dengan hati masih gundah.
Pagi itu ia habiskan di mejanya di ruang mitra. Dulu ia sangat ingin duduk di
ruangan mewah yang tenang ini, membuat berbagai keputusan yang menyangkut jutaan
pound di bawah potret-potret para leluhurnya. Sekarang ia sudah terbiasa, dan
sebentar lagi ia akan melepaskan semuanya.
Ia sedang menyelesaikan beberapa proyek yang belum tuntas, tapi pikirannya tak
mampu lagi berkonsentrasi. Di benaknya melayang-layang sosok Micky dan Solly
yang malang. Ia sangat marah membayangkan orang sebaik Solly dibunuh oleh
bajingan parasit seperti Micky. Ingin rasanya ia mencekik Micky dengan tangannya
sendiri. Tapi itu tak mungkin. Melaporkan kejahatan Micky pun mustahil, karena
ia tak punya bukti. Kepala Administrasi, Jonas Mulberry, tampak cemas sepanjang pagi ini. Berkali-
kali ia bolak-balik masuk ke ruang mitra, dengan berbagai alasan. Akhirnya Hugh
menyimpulkan Mulberry ingin bicara empat mata dengannya.
Beberapa menit sebelum waktu makan siang, Hugh keluar kamar kerja, meninggalkan
para mitra lainnya. Ia berjalan di koridor, menuju ruang telepon. Dua tahun yang
lalu mereka memasang telepon, dan sekarang baru menyesal kenapa dulu tidak
dipasang di ruang mitra saja, sehingga setiap ada telepon mereka tidak perlu
keluar ruangan. Di koridor ia berpapasan dengan Jonas. "Ya, ada yang ingin Anda bicarakan
sendirian denganku?"
"Ya, Mr. Hugh," jawab Mulberry lega. Dengan nada
516 rendah ia berbisik, "Saya kebetulan membaca surat usulan proyek yang sedang
dirancang oleh Simon Oliver, klerk Mr. Edward."
Hugh menggamit lengan Mulberry, mengajaknya masuk ke dalam ruang telepon dan
menutup pintunya. "Ya, apa isinya?"
"Usulan pendanaan pinjaman untuk Kordoba sejumlah dua juta pound}"
"Oh, tidak. Pilasters Bank tidak sanggup lagi mendanai proyek sebesar itu di
Amerika Selatan." "Saya tahu Anda akan mengatakan demikian."


Kekayaan Yang Menyesatkan Karya Ken Follet di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Proyek apa itu?"
"Proyek membangun pelabuhan baru di Provinsi Santamaria."
"Akal-akalan baru lagi dari Micky Miranda."
"Ya, saya kira demikian. Dia dan sepupunya Simon Oliver memang punya pengaruh
besar pada diri Mr. Edward."
"Baiklah, Mulberry. Terima kasih Anda telah memberitahuku. Akan kucoba menangani
hal ini." Ia segera kembali ke ruang mitra. Apakah para mitra lain akan menerima proyek
ini" Kemungkinan besar. Hugh dan Samuel sudah tidak punya pengaruh lagi karena
pada akhir tahun mereka akan keluar. Young William tidak merasa khawatir atas
proyek-proyek di Amerika Selatan. Mayor Hartshorn dan Sir Harry akan melakukan
apa yang diminta. Dan Edward telah menjadi mitra senior sekarang.
Apa yang bisa dilakukan Hugh" Ia masih bekerja di bank, berarti tanggung
jawabnya belum selesai. Masalah utamanya, Edward selalu tidak memakai akal sehat jika sudah menyangkut
kepentingan Micky Miranda. Persis seperti yang dikatakan Jonas: Edward berada di
bawah pengaruh Senor Miranda.
Adakah hal-hal yang bisa menggoyahkan pengaruh Micky atas diri Edward" Ada, soal
pembunuhan yang 517 dilakukan Micky atas Peter Middleton. Edward tidak akan percaya, tapi tak ada
salahnya dicoba. Paling tidak, ia bisa saling bagi informasi yang selama ini
sudah memberatkan nuraninya.
Secara naluriah ia segera keluar, mencari Edward yang sudah pergi makan siang.
Setelah menduga-duga di mana Edward makan siang, ia naik kereta kuda ke Cowes
Club. Di jalan ia memikirkan apa yang akan dikatakannya pada Edward. Tidak perlu
kalimat yang berbunga, tetapi langsung ke sasaran, mengatakan apa yang ia
ketahui. Ruang makan klub masih sepi, hanya ada Edward. Ia sedang minum segelas besar
Madeira. Kulitnya tampak makin parah, memerah dan berbercak-bercak.
Hugh duduk di dekatnya, memesan segelas teh. Ketika masih kanak-kanak, mereka
saling bermusuhan. Ia benci pada sifat Edward yang licik serta mau menang
sendiri. Tapi setelah dewasa, Hugh bisa memahami mengapa Edward bisa begitu:
karena ia berada di bawah pengaruh dua orang yang jahat. Augusta yang terlalu
protektif dan Micky yang memanfaatkannya. Edward sendiri tetap tidak menyukai
Hugh dan tidak menutupi perasaan ini. "Kau kemari pasti tidak hanya mau minum
teh," katanya. "Apa maumu?"
Permulaan yang jelek, tapi tak ada salahnya tetap mencoba. Dengan agak pesimis
Hugh memulai, "Aku akan memberitahumu sesuatu yang penting dan mengejutkan."
"O ya" Apa itu?"
"Kau mungkin sukar menerima ini, tapi harus kukatakan karena ini fakta
sebenarnya. Kukira Micky Miranda adalah pembunuh."
"Oh, Tuhan, jangan mulai lagi omong kosong itu," kata Edward marah.
"Dengarkan dulu, jangan emosional," sela Hugh. "Aku akan segera keluar dari
Pilasters Bank. Kau adalah mitra senior, jadi aku tidak punya kepentingan apa-
apa SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY lagi dengan dirimu dan kariermu. Tapi kemarin aku mendengar sesuatu yang saling
berkaitan. Ibumu berada di belakang rangkaian artikel yang menyudutkan Ben
Greenbourne." Edward tersentak, seolah-olah ucapan Hugh mengarah pada sesuatu yang sudah
diketahuinya. Hugh makin bersemangat. "Aku berada di jalur yang tepat, bukan?" katanya. Ia
mulai lagi. "Solly tahu hal ini. Dia langsung datang kepadamu, mengancam akan
membatalkan pendanaan proyek jalan kereta api Santamaria. Benar kan?"
Edward hanya mengangguk. Hugh menggeser kursinya, mendekat.
Edward berkata, "Ya, Solly datang ke meja ini. Waktu itu aku duduk bersama
Micky. Dia marah sekali, kesetanan. Tapi..."
"Dan malam itu Solly meninggal."
"Ya, tapi Micky terus berada di sini bersamaku, main kartu, lalu pergi ke tempat
Nellie." "Dia pasti pergi meninggalkanmu sebentar, mungkin beberapa menit."
"Tidak." "Aku lihat sendiri dia masuk ke klub sekitar saat kematian Solly."
"Mungkin sebelumnya."
"Dia bisa saja pamitan pergi ke toilet atau..."
"Tidak mungkin cukup waktunya," sanggah Edward tak mau kalah. Wajahnya menjadi
skeptis. Harapan Hugh luntur lagi. Tadi, untuk sesaat ia bisa meyakinkan Edward. Sekarang
ia mulai ragu apakah mampu mengembalikannya lagi.
"Akal sehatmu sudah mulai kabur," sindir Edward. "Micky tak mungkin sekejam
itu." Hugh memutuskan untuk menceritakan tentang Peter Middleton. Usahanya yang
terakhir, sebab jika Edward tidak percaya tentang kemungkinan Micky membunuh
519 Solly sebelas tahun yang lalu, bagaimana ia mau percaya mengenai pembunuhan dua
puluh empat tahun yang lalu" Dengan putus asa ia mencoba upaya terakhirnya. "Kau
tahu, Micky juga membunuh Peter Middleton," katanya, menjaga suaranya setenang
mungkin. "Hah, menggelikan sekali."
"Selama ini kau mengira kaulah pembunuh Peter. Aku tahu itu. Kau membenamkan
Peter berkali-kali, lalu mengejar Tonio. Kauanggap Peter tenggelam karena
terlalu lelah untuk berenang ke tepi kolam, tapi ada sesuatu yang tidak
kauketahui." Meski masih skeptis, Edward tergelitik. "Apa itu?"
"Tidak mungkin Peter mati tenggelam, karena dia perenang hebat.'-'
"Dia anak kurus dan penakut."
"Ya, justru untuk menutupi itu dia berlatih renang sepanjang musim panas, setiap
hari. Dia mampu berenang jauh. Dan ada saksi yang melihat dia berhasil berenang
ke tepi. Tonio Silva."
"Apa! Dia melihat apa lagi?"
"Sementara kau memanjat tebing, Micky memegang kepala Peter di bawah air sampai
Peter tewas." "Mengapa kau menunggu sampai sekian lama untuk memberitahu aku?" tanya Edward.
Hugh agak kaget dengan sambutannya yang tidak skeptis lagi.
"Kuanggap kau tidak akan percaya. Aku menceritakan ini sebagai usaha terakhir
agar kau tidak terjerumus lagi ke dalam proyek lain di Kordoba." Ia mengamati
wajah Edward sejenak, lalu melanjutkan, "Kau percaya apa yang kukatakan ini,
kan?" Edward mengangguk. "Kenapa?" "Karena aku tahu motif Micky membunuh Peter." "Apa?" Hugh terbakar oleh rasa
ingin tahu. Sudah bertahun-tahun ia bertanya-tanya tentang hal ini.
Edward meneguk minuman kerasnya, lalu terdiam.
520 Semula Hugh khawatir ia tidak mau bicara apa-apa lagi. tapi akhirnya Edward
berkata, "Di Kordoba, keluarga Miranda kaya sekali, tapi untuk hidup di Inggris
uang mereka tidak berharga. Uang yang dikirim oleh ayahnya untuk jatah satu
tahun, habis dalam beberapa minggu saja, tapi dia tidak mau berterus terang. Dia
selalu menyombongkan diri sebagai anak orang kaya, jadi ketika terdesak
kekurangan uang, dia mencuri."
Hugh ingat skandal hilangnya uang kepala sekolah di bulan Juni 1866. "Enam
keping uang emas Dr. Offerton... jadi, dia yang mencurinya?"
"Ya." "Ya Tuhan." "Dan Peter tahu." "Bagaimana?"
"Dia melihat Micky keluar dari kantor Offerton. Ketika soal hilangnya uang
dilaporkan, dia menduga-duga Micky pelakunya. Dia mengancam akan melaporkan,
kecuali Micky mengaku. Dan kebetulan sebelum ancamannya dilaksanakan, kami
bertemu dia di kolam siang itu. Aku berusaha menakut-nakutinya dengan
menenggelamkan kepalanya. Tapi tidak kuduga..."
"Micky akan membunuhnya."
"Dan selama ini dia merekayasa bahwa akulah pembunuh Peter. Jahanam licik!"
Hugh sadar bahwa ia berhasil menggoyahkan kepercayaan Edward pada Micky. Ia
tergoda untuk berkata: Setelah kau tahu kebusukan Micky, hentikan saja proyek
pelabuhan Santamaria. Tapi ia memutuskan untuk tidak terlalu memaksa. Cukup
untuk sementara ini. Biar Edward sendiri yang memutuskan. Hugh berdiri. "Maaf,
aku sudah membuatmu sedih," katanya.
Edward tidak langsung menjawab. Ia merenung lama sekali, lalu menggaruk lehernya
yang berbercak-bercak merah. "Ya." Hanya itu jawabnya.
"Aku pergi dulu."
521 Edward tidak memberi komentar. Pandangannya kosong ke depan, menatap gelas di
tangannya. Sekilas Hugh melihat air mata menitik di pipinya.
Hugh pergi keluar dan menutup pintu perlahan.
[IV] AUGUSTA senang dengan status jandanya. Apalagi busana serba hitam sangat sesuai
dengannya. Serasi dengan warna matanya yang hitam, rambutnya yang keperakan, dan
alisnya yang hitam. Joseph sudah empat minggu meninggal, tapi Augusta tidak merasa terlalu
kehilangan. Sungguh suatu kenikmatan tersendiri karena tidak ada lagi orang yang
mengeluh soal daging bistik yang belum matang, buku-buku di perpusatakaan yang
berdebu, dan soal-soal kecil lainnya. Ia sendirian sekarang, bebas melakukan apa
saja. Ia bukan istri mitra senior lagi, tetapi ibu mitra senior. Apalagi ia
sekarang adalah Dowager Countess of Whitehaven. Ia menikmati segala yang pernah
diberikan Joseph, tanpa perlu terganggu oleh kerewelan Joseph yang telah
almarhum. Dan lebih hebatnya, ia bisa menikah lagi sekarang. Ia sudah lima puluh delapan
tahun dan tidak bisa mengandung lagi, tapi gairahnya masih menggelora, malah
makin menjadi-jadi sejak kematian Joseph. Apalagi jika Micky Miranda ada di
sampingnya, menyentuh tangannya, menatap kedua matanya, atau mengelus
pinggulnya, Augusta merasa lemas dan pusing memikirkan gairahnya yang tak
tersalurkan. Sambil mematut diri di depan kaca, ia berpikir: Micky dan aku cocok sekali. Kami
begitu mirip. Kalau menjadi
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY suami-istri, kami akan punya anak-anak yang cantik dan bermata hitam.
Di kaca ia melihat anak kesayangannya datang. Edward sekarang sudah gendut
total, kulitnya berbercak-bercak, dan perangainya mudah tersinggung, apalagi
kalau efek anggur yang diminumnya saat makan siang mulai hilang.
Augusta ingin menanyakan suatu hal penting dan sedang tak ingin bersikap lunak
pada Edward. "Apa betul yang kudengar bahwa Emily minta cerai darimu?"
"Ya. Dia ingin menikah dengan pria lain," jawab Edward tak acuh.
"Tidak bisa. Dia sudah terikat padamu."
"Tidak juga," sanggah Edward.
Apa maksudnya" Walau sangat menyayangi putranya, kadang Augusta jengkel setengah
mati padanya. Seperti saat ini. "Jangan bodoh begitu!" bentaknya. "Sudah tentu
dia istrimu!" "Aku kawin dengan dia hanya untuk menuruti kemauan Ibu. Dan dia juga mau kawin
denganku karena orangtuanya memaksa. Kami tidak pernah saling mencintai dan..."
Edward agak ragu sejenak, tapi kemudian melanjutkan, "Kami tidak pernah bercinta
sekali pun." Heran dan mengejutkan Edward berani membicarakan soal seks di depan wanita,
bahkan ibunya sendiri. Augusta memang sudah menduga ketidakharmonisan perkawinan
mereka sejak awal. Tapi ia tidak akan membiarkan Emily bebas begitu saja.
"Kalian tidak bisa bercerai. Bisa membuat skandal yang memalukan keluarga."
"Tidak akan terjadi skandal."
"Sudah tentu bisa," hardiknya emosional. "Semua orang di London akan senang
menjadikan ini gosip murahan" Belum lagi koran kuning yang dibeli para pembantu.
Huh, akan sangat memalukan, bisa berlangsung setahun lebih. Apalagi putranya
sudah bergelar Lord Whitehaven!
523 Edward masih mencoba membantah. "Ya, tapi bukankah Emily berhak memperoleh
kebebasan?" Augusta tidak peduli. "Dia tidak bisa memaksamu, kan?"
"Dia hanya minta aku menandatangani surat pernyataan bahwa kami tidak pernah
berhubungan selama usia perkawinan kami. Singkat, tapi langsung mengena ke inti
masalah kami berdua."
"Dan jika kau tidak sudi menandatangani surat itu?"
"Bagi dia akan sukar menuntut cerai dariku, karena tidak ada pembuktian."
"Kalau begitu, masalahnya selesai. Kita tidak perlu khawatir lagi. Sekarang
tidak perlu lagi bicara soal itu."
"Tapi..." "Katakan padanya dia tidak akan memperoleh perceraian darimu. Aku sama sekali
tidak mau mendengar topik ini dibicarakan di rumah ini."
"Baiklah, Ibu."
Augusta kaget, kenapa anaknya begitu cepat menyerah. Pasti ada masalah lain yang
lebih penting yang sedang dipikirkan Edward. "Ada apa lagi, Teddy?" tanyanya
dengan lebih lembut. Edward mendesah berat. "Hugh menceritakan sesuatu yang mengerikan."
"Apa?" "Katanya Micky membunuh Solly Greenbourne." Bulu kuduk Augusta bergidik.
"Bagaimana mungkin" Solly kan mati tertubruk kereta kuda?"
"Hugh menduga Micky yang mendorong Solly." "Kau percaya dia?"
"Micky memang bersamaku malam itu, tapi dia bisa saja menyelinap keluar
sebentar. Dan memang itu yang dia lakukan. Malam itu dia pamit selama beberapa
menit ke kamar kecil. Jadi, tuduhan Hugh bisa saja terjadi. Ibu percaya?"
Augusta mengangguk. Micky memang berbahaya dan
SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY kejam; justru itulah yang membuatnya menjadi pria jantan yang menggetarkan hati.
Micky sanggup melakukan apa pun, dan sanggup mengelak.
"Aku belum bisa menerima kenyataan bahwa Micky membunuh orang," kata Edward.
"Dia memang licik, tapi sampai membunuh" Hampir tak masuk akal."
"Dia sanggup membunuh," kata Augusta.
"Bagaimana Ibu bisa begitu yakin?"
Edward tampak begitu menyedihkan. Bijakkah memberitahukan sesuatu tentang Micky,
pikir Augusta. Jika dia tahu, apakah akan berpengaruh positif bagi perkembangan
dirinya" Ah, apa salahnya dia tahu kenyataan. Mungkin dia bisa lebih berhati-
hati dan serius untuk selanjutnya. "Micky membunuh Paman Seth-mu," kata Augusta.
"Ya Tuhan!" "Ya, dia membekap wajahnya dengan bantal. Aku memergokinya di kamar itu." Tiba-
tiba ia teringat peristiwa selanjutnya sore hari itu; darahnya menggelegak dan
mendesir cepat. "Tapi apa motifnya membunuh Paman Seth?"
"Dia ingin senjata api yang dipesan ayahnya dikirim secepatnya ke Kordoba. Kau
ingat?" "Ya, aku ingat." Edward terdiam sesaat. Augusta memejamkan mata, membayangkan
adegan pelukan liar bersama Micky di samping ranjang Seth yang sudah mati.
Edward menyadarkannya dari lamunan. "Ada hal lain yang lebih mengerikan dan
perlu kuberitahukan pada Ibu. Ingat soal Peter Middleton?"
"Sudah tentu," jawab Augusta pendek. Bagaimana ia bisa melupakan anak itu"
Kematian anak itu menghantui mereka sekeluarga sampai sekarang. "Kenapa dia?"
"Kata Hugh, Micky yang membunuh Peter."
Sekarang Augusta benar-benar kaget. "Apa" Tak mungkin... aku tidak percaya."
525 Edward mengangguk. "Dia sengaja membenamkan kepala Peter di dalam air sampai
mati lemas." Bukan pembunuhan itu yang membuat Augusta ngeri, tetapi pengkhianatan Micky
selama dua puluh empat tahun ini yang membuatnya bergidik. "Hugh pasti
berbohong." "Katanya Tonio melihat peristiwa itu." "Jadi, selama ini Micky telah membohongi
kita berdua?" "Ya, kukira itu benar."
Augusta tahu Edward tidak akan percaya semua itu tanpa alasan tertentu. "Kenapa
kau percaya pada cerita Hugh?"
"Karena aku tahu sesuatu yang tidak diketahui Hugh. Micky mencuri uang dari
salah satu guru dan Peter tahu. Dia mengancam akan mengadu ke kepala sekolah.
Micky lalu mencari segala cara untuk mencegah Peter mengadu."


Kekayaan Yang Menyesatkan Karya Ken Follet di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Micky memang selalu kekurangan uang," kata Augusta. Ia menggeleng tak percaya.
"Dan selama dua puluh empat tahun ini kita mengira..."
"Akulah pembunuh Peter."
Augusta mengangguk. "Dan Micky diam saja. Aku tidak bisa menerima ini, Ibu. Dia membiarkan aku
merasa menjadi pembunuh. Bukankah itu pengkhianatan terhadap persahabatan?"
Dengan simpatik Augusta bertanya, "Kau mau meninggalkan dia?"
"Jelas," jawab Edward sedih. "Tapi hanya dia satu-satunya temanku."
Augusta nyaris terisak-isak. Mereka saling pandang, merenungkan apa yang telah
mereka lakukan selama ini, dan mengapa bisa begitu.
"Selama dua Duluh lima tahun kita perlakukan dia
?26 sebagai anggota keluarga sendiri," kata Edward penuh kekecewaan. "Ternyata dia
tak lebih dari monster."
Monster, pikir Augusta. Benar, Micky Miranda tak lain dari monster.
Tapi ia mencintai Micky, kendati monster itu telah membunuh tiga orang.
Seandainya saja Micky sekarang datang ke ruangan ini, ia tidak akan ragu memeluk
dan meraihnya. Ia mencoba mempelajari ekspresi wajah anaknya, dan menyadari bahwa anaknya juga
punya perasaan yang sama terhadap monster itu. Dulu ia hanya menduga-duga, tapi
sekarang ia tahu pasti. Edward mencintai Micky Miranda.
di-scan dan di-djvu kan unluk
dimhader (dImhad.co.cc) oleh
OBI Dilarang meng-komersU-kan atau kesialan menimpa anda selamanya
BAB DUA Oktober MICKY MIRANDA gundah sekali selama beberapa hari ini. Ia sedang duduk sendiri di
Cowes Club mencoba memikirkan kenapa Edward selalu menghindari dirinya. Apa yang
telah ia lakukan hingga menyakiti hati sobatnya" Edward tidak ada di Nellie's,
tidak muncul di klub, bahkan tidak hadir di ruang tamu Augusta pada saat minum
teh. Selama seminggu Micky tidak pernah melihatnya.
la pernah menanyakan hal ini pada Augusta, tapi jawabannya sama saja: tidak
tahu. Dalam hati, Micky merasa ada sesuatu yang dirahasiakan Augusta. Sikapnya
sedikit kaku dan menghindar.
Selama dua puluh tahun berteman karib dengan Edward, mereka tidak pernah begini.
Kalaupun bertengkar, hanya sehari dua hari. Sekarang kelihatannya sangat serius.
Ia bisa kehilangan proyek pelabuhan Santamaria.
Selama sepuluh tahun terakhir ini. Pilasters Bank telah mengeluarkan obligasi
Pemerintah Kordoba setiap tahun. Hasilnya dipakai untuk membangun jalan kereta
api, pipa air minum, dan pertambangan. Sebagian kecil dipinjam pemerintah.
Secara langsung maupun tak langsung, keluarga Miranda ikut diperkaya oleh
obligasi 528 ini. Dan Papa Miranda menjadi orang paling kuat dan berkuasa di Kordoba, setelah
Presiden Garcia. Micky tentu saja ikut menjadi kaya. Ia mengambil komisi untuk setiap transaksi
ke Kordoba tentunya tanpa setahu pihak bank. Selain itu, ia menjadi orang ?
paling populer setelah ayahnya di seluruh Kordoba. Ia disebut-sebut sebagai
pengganti ayahnya. Dan rencana akhir serta terbesar Papa akan segera dimulai: Revolusi
menggulingkan Presiden Garcia.
Rencana ini telah disusun selama bertahun-tahun dan sangat rahasia. Pasukan
keluarga Miranda akan naik kereta api ke ibu kota. Bersamaan dengan itu, juga
akan diserang kota Milpita, pelabuhan di Pantai Pasifik yang selama ini menjadi
pusat logistik ibukota. Hanya saja revolusi selalu membutuhkan biaya besar. Papa telah memberi instruksi
pada Micky agar mengusahakan pinjaman uang dalam jumlah terbesar yang bisa ia
peroleh: dua juta pound. Dana ini akan dipakai untuk membeli senjata dan suplai
logistik perang saudara yang akan menggulingkan Presiden Garcia. Papa sudah
menjanjikan hadiah tak terhingga bagi Micky. Papa sebagai presiden, Micky
sebagai perdana menteri dengan kekuasaan kedua di seluruh negeri. Otomatis ia
adalah calon pengganti Papa sebagai presiden kelak jika' Papa meninggal.
Inilah jabatan dan posisi yang ia impikan sejak dulu.
Ia akan pulang ke negerinya sendiri sebagai pahlawan negara, tangan kanan Papa,
putra mahkota, dan penguasa bagi seluruh kerabatnya termasuk kakaknya sendiri.?Dan semua ini bisa terlaksana hanya dengan bantuan Edward.
Tanpa Edward, tak ada dana. Selama ini Micky memang telah memberi monopoli bagi
Pilasters Bank atas perdagangan antara Inggris dengan Kordoba. Monopoli ini
berhasil menaikkan prestasi dan prestise Edward di bank. Sekarang Edward telah
menjadi mitra senior. SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY sesuatu yang takkan pernah ia raih sendiri tanpa bantuan Micky. Tapi karena
dimonopoli Pilasters Bank, tidak ada lembaga keuangan lain di London yang punya
pengalaman berbisnis dengan Kordoba. Mereka buta dengan seluk beluk dan lika-
liku melakukan bisnis di sana. Jadi, jika Micky menawarkan proyek Pelabuhan
Santamaria ini kepada mereka, mereka pasti menolak, dengan asumsi Micky datang
karena Pilasters Bank telah menolak proyeknya. Sudah beberapa kali Micky
mengalami ditolak bank selama beberapa tahun ini.
Karena itu, sikap menghindar Edward selama beberapa hari membuat Micky resah,
tak bisa tidur, tak enak makan. Apalagi Augusta bersikap dingin setiap kali
ditanya tentang Edward. Micky tak bisa bertanya pada siapa-siapa, karena ia
satu-satunya teman karib Edward Pilaster.
Sementara ia duduk merokok, dilihatnya Hugh masuk ke ruang makan Cowes Club.
Saat itu jam tujuh malam. Hugh sedang duduk sendirian, mungkin sedang menunggu
seseorang untuk makan malam.
Micky tidak senang pada Hugh; begitu pula Hugh kepadanya. Tapi tak ada ruginya
ia menanyakan soal Edward pada Hugh. "Selamat malam, Pilaster," sapanya.
"Malam, Miranda."
"Apa kau pernah bertemu sepupumu, Edward, selama beberapa hari ini" Dia
menghilang terus." "Dia tidak ke mana-mana. Dia selalu datang ke bank setiap hari."
"Ah," Micky kaget campur ragu. Dengan menebalkan muka ia minta izin duduk,
"Boleh aku duduk sebentar?" Ia langsung duduk tanpa menunggu jawaban Hugh.
Dengan suara rendah ia bertanya, "Apa kau tahu, kira-kira perbuatan apa yang
kulakukan sehingga Edward tersinggung?"
Hugh berpikir sebentar, lalu berkata, "Kurasa tak ada salahnya memberitahumu.
Edward baru mengetahui 530 soal siapa yang membunuh Peter Middleton, dan selama dua puluh empat tahun kau
telah membohonginya soal ini."
Micky hampir terlompat dari kursinya. Bagaimana Edward sampai tahu soal ini"
Hampir saja ia bertanya pada Hugh, lalu menahan diri. Dengan bertanya sama saja
ia mengakui perbuatannya. Maka dengan pura-pura marah, ia bangkit berdiri dan
berkata, "Akan kuanggap omonganmu tadi tidak pernah ada." Lalu ia meninggalkan
ruangan klub. Setelah beberapa saat, ia baru yakin bahwa apa pun yang akan dituduhkan padanya
soal kematian Peter Middleton, tidak pernah ada bukti langsung. Dari segi hukum
ia aman, tapi dari segi kemarahan Edward, ia tetap berada di ujung tanduk. Tanpa
dukungan Edward, tak mungkin ia akan memperoleh dana dua juta pound yang
dituntut terus-menerus oleh Papa.
Mau tak mau ia harus memohon pengampunan dari Edward. Sesegera mungkin. Dan ia
harus menemui Edward dulu.
Malam ini ia tidak bisa karena harus hadir di resepsi Kedutaan Prancis, lalu
jamuan makan bersama beberapa anggota Partai Konservatif. Keesokan harinya ia
mulai menyusun strategi. Waktu makan siang, ia pergi ke Nellie's, membangunkan
April, dan membujuknya untuk mengirimkan pesan pada Edward dengan janji "suatu
malam khusus yang tak ada duanya". Edward harus datang sendiri untuk
membuktikannya. Micky memesan kamar terbaik April dan mencarter gadis favorit Edward, Henrietta,
yang bertubuh langsing dengan rambut hitam kelam berpotongan pendek. Micky
memberi instruksi khusus tentang pakaian yang harus ia kenakan malam ini:
setelan pria lengkap dengan topi tinggi. Pakaian yang di mata Edward sangat
seksi. Tepat setengah sepuluh malam. Micky sudah siap di
531 kamar, menunggu kedatangan Edward. Di dinding digantung beberapa seri lukisan
erotis, tepat di atas ranjang lebar bertiang empat, dua kursi sofa, perapian,
dan wastafel. Micky duduk di sofa beludru, hanya memakai mantel sutra,
mencerucup brendi, dan di sampingnya duduk manja Henrietta.
Dengan nada bosan Henrietta bertanya pada Micky, "Kau suka lukisan-lukisan itu?"
Micky tidak menjawab, hanya angkat bahu sedikit. Ia sama sekali tidak berminat
bercakap-cakap dengan perempuan ini. Baginya perempuan tak lain hanya objek.
Hubungan seks baginya bukan manifestasi cinta, tapi sebuah proses penguasaan
mutlak. Dengan begitu, ia menjadi lebih percaya diri. Begitu juga atas sesama
pria. Makin besar kontrol dirinya atas mereka, makin besar kepuasan egonya.
Bahkan gairahnya atas Augusta, yang ia dambakan sejak masa remajanya, tak lain
sekadar keinginan un tuk menjinakkan dan menaklukkan wanita itu.
Dari sudut pandang seperti ini, tak heran jika ia tak berminat pada diri
Henrietta. Tak ada kepuasan ego hanya dengan menggauli wanita semacam Henrietta.
Cukup dengan imbalan materi, ia akan melayani apa pun permintaan Micky. Jadi,
dengan gelisah ia menunggu kedatangan Edward. Dalam hatinya masih timbul
pertanyaan: datang atau tidak, datang atau tidak.
Satu jam telah lewat. Lalu satu jam lagi. Micky mulai putus asa. Bisakah ia
menjumpai Edward malam ini" Jika tidak, kesempatannya memohon maaf pada Edward
akan sirna. Bisa saja ia menunggu Edward di depan kantor waktu makan siang, tapi
itu bukan cara yang elegan. Apalagi Edward bisa saja tidak mengacuhkan dirinya.
Lalu bagaimana lagi" Menunggu sampai bertemu Edward dalam pesta atau kesempatan
sosial lainnya" Terlalu lama. Ia tak mungkin menunggu begitu lama.
Lalu, beberapa menit sebelum tengah malam, April muncul di depan pintu. Katanya,
"Dia baru saja datang."
532 "Akhirnya," seru Micky lega.
"Dia sedang minum sebentar. Katanya tidak akan main kartu, tapi akan langsung ke
sini." Micky jadi tegang. Ia merasa bersalah karena telah mengkhianati sobatnya selama
dua puluh tahun lebih. Edward menderita karena selama ini ia menyangka
dirinyalah yang membunuh Peter, padahal Mickylah yang berbuat dosa. Ia harus
memohon maaf sebesar-besarnya pada Edward, kalau perlu menyembah pun akan ia
lakukan. Untuk inilah ia menyiapkan sebuah rencana khusus.
Ia mengatur posisi duduk Henrietta. Kaki menyilang, topi sedikit menutup alis
mata, dan pipa rokok di tangan. Lampu ruangan ia kecilkan, lalu ia menyiapkan
diri dengan duduk di ranjang.
Beberapa menit kemudian, Edward muncul di depan pintu. Dalam keremangan lampu
kamar ia tidak melihat kehadiran Micky. Ia berhenti di pintu, menatap ke arah
Henrietta, dan berkata, "Halo, siapa kau?"
Yang disapa mengangkat kepala dan berkata dengan nada merayu, "Halo, Edward." *
"Oh, kau rupanya," jawab Edward. Ia masuk ke dalam kamar sambil menutup pintu.
"Apa maksud April menjanjikan "malam sangat khusus?" Kalau kau, aku sudah
kenal." SBOOK BY OBI PRC/TXT BY OTOY "Aku." Tiba-tiba Micky berkata sambil bangkit dari ranjang.
Edward mengernyit. "Aku tidak sudi bertemu denganmu," tukasnya ketus sambil
berbalik menuju pintu kamar.
Micky melompat berdiri di depannya. "Kumohon beri aku kesempatan untuk
mengatakan mengapa aku bertindak begitu. Bukankah kita sudah lama berteman?"
"Teman" Aku baru tahu soal Peter."
Micky mengangguk. "Kumohon beri aku kesempatan untuk menjelaskan padamu."
"Penjelasan apa lagi?"
"Bagaimana aku sampai begitu bodoh, bertindak begitu padamu, dan kenapa aku
tidak punya keberanian untuk mengakuinya."
Edward tampak agak ragu, mulai terbuai dengan kata-kata manis beracun dari
Micky. "Kumohon kau duduk sebentar saja, di samping Henrietta, dan akan kujelaskan."
Edward masih ragu. Micky mencoba lagi, "Kumohon..."
Edward menyerah, duduk di sofa.
Micky melangkah ke meja kecil di samping sofa, menuangkan brendi, dan
memberikannya pada Edward. Brendi diterima dengan sedikit anggukan kepala.
Henrietta menggeserkan tubuhnya mendekat dan meraih tangan Edward. Edward
mencerucup brendinya, melihat ke sekeliling kamar, dan berkata, "Aku benci
lukisan-lukisan itu."
"Aku juga," sela Henrietta ikut-ikutan. "Membuatku merinding."
"Tutup mulutmu, Henrietta!" bentak Micky tiba-tiba.
"Maaf, aku lancang bicara tadi," jawab Henrietta agak tersinggung.
Micky duduk di sofa di depan Edward, lalu berkata, "Aku mengaku salah telah
mengkhianati dirimu, tapi waktu itu aku baru lima belas tahun dan kau merupakan
sobatku selama ini. Apa kau sampai hati memutuskan persahabatan kita yang begitu
lama hanya karena kesalahan masa laluku?"
"Ya, tapi kau bisa menceritakan yang sebenarnya padaku selama tahun-tahun kita
bersama, dua puluh lima tahun ini!" sela Edward ketus.
Micky memasang wajah sesedih mungkin. "Memang bisa, dan seharusnya memang
begitu, tapi aku takut. Sekali berdusta, kau akan tidak mempercayai aku lagi.
Aku takut merusak persahabatan kita."
"Belum tentu." 534 "Tapi nyatanya memang begini saat ini kan?"
"Ya," jawab Edward. Ada nada ragu dalam suaranya.
Micky tahu saatnya sudah tiba untuk meneruskan rencana terakhirnya.
Ia berdiri dan melepaskan mantelnya. Telanjang bulat.
Ia sadar tubuhnya masih prima, tanpa timbunan lemak, bersih mengilat. Ia begitu
bangga pada dirinya. Dengan cekatan Henrietta bangkit dari sofa dan berlutut di depan kaki Micky.
Micky melirik ke arah Edward. Kelihatannya Edward mulai terangsang, tapi
kemudian membuang muka. Dengan nekat Micky memainkan kartu terakhirnya.
"Tinggalkan kami, Henrietta," perintahnya.
Henrietta tampak bingung, tapi ia beranjak keluar dari kamar.
Edward menatap Micky. "Kenapa kauusir dia?"
"Untuk apa ada dia?" jawab Micky. Ia melangkah mendekati sofa Edward tubuh ?telanjangnya tinggal beberapa senti dari wajah sobatnya. Ia mulai mengelus-elus
Bulan Jatuh Dilereng Gunung 12 Pendekar Rajawali Sakti 107 Titisan Anak Setan Delapan Kitab Pusaka Iblis 4
^