Pencarian

Kongo 2

Kongo Karya Michael Crichton Bagian 2


gedung Departemen Zoologi. Sekretarisnya, Carolyn, berkata, "Tadi ada telepon
dari Dr. Ross dari Wildlife Fund di Houston. Dia sedang dalam perjalanan ke San
Francisco. Seseorang bernama Mr. Hakamichi menelepon tiga kali, katanya penting.
Rapat staf Proyek Amy dimulai jam sepuluh nanti. Dan Windy ada di ruang kerja
Anda." "Oh ya?"
James Weldon merupakan profesor senior di Departemen Zoologi. "Windy" Weldon
biasa digambarkan dalam posisi mengacungkan jari telunjuk. Ia piawai dalam
menentukan ke arah mana 98 angin bertiup. Selama beberapa hari terakhir, ia terus menghindari Elliot dan
stafnya. Elliot masuk ke ruang kerjanya.
"Wah, Peter," ujar Weldon sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman, "pagi-pagi
sudah sampai di sini?"
Elliot langsung berjaga-jaga. "Saya pikir lebih baik saya datang sebelum ramai,"
ia menyahut. Para pengunjuk rasa baru muncul pukul sepuluh, kadang-kadang bahkan
Jebih siang dari itu, tergantung kesepakatan mereka dengan tim peliputan dari
TV. Begitulah kenyataannya zaman sekarang; demonstrasi berdasarkan perjanjian.
"Mereka takkan datang lagi." Weldon tersenyum.
Ia menyerahkan harian Chronicle edisi terakhir kepada Elliot. Salah satu artikel
pada halaman pertama ditandai dengan tinta hitam. Eleanor Vries telah
mengundurkan diri dari jabatan direktur regional PPA, dengan menyebutkan beban
kerja berlebih serta pertimbangan pribadi sebagai alasan; sebuah pemyataan dari
PPA di New York secara tersirat mengakui bahwa mereka keliru menilai maksud dan
tujuan riset Elliot. "Apa artinya ini?" tanya Elliot.
"Kantor Belli telah mempelajari kertas kerjamu serta pernyataan-pernyataan PPA,
lalu menyimpulkan bahwa PPA terancam tuntutan hukum karena melakukan fitnah,"
Weldon menjelaskan. "Kantor mereka di New York sedang kalang kabut. Mereka akan
mengajukan tawaran untuk berdamai hari ini.
Secara pribadi, saya berharap tawaran mereka bisa diterima."
Elliot duduk di kursinya. "Bagaimana dengan pertemuan staf pengajar minggu
depan?" "Oh, itu penting sekali," ujar Weldon. "Staf pengajar pasti akan membahas
perilaku tidak etis darijjihak pers, lalu mengeluarkan pernyataan tegas untuk ?mendukungmu. Saya sendiri sedang menyusun pernyataan untuk dikeluarkan dari biro
saya." Elliot segera mencium maksud Weldon. "Anda tidak perlu repot-repot karena saya,"
ia berkata. "Saya mendukungmu seribu persen, dan saya berharap kau menyadarinya," sahut
Weldon. Ia tampak gelisah, dan berjalan mondar-mandir sam-bil menatap dinding-
dinding yang dipenuhi lukisan Amy. Kelihatan jelas masih ada sesuatu dalam
pikiran Windy. "Dia masih membuat gambar-gam-bar yang sama?" ia akhirnya
bertanya. "Ya," jawab Elliot.
"Dan kalian tetap belum tahu apa artinya?"
Elliot merenung sejenak, lalu memutuskan masih terlalu dini untuk memberitahu
Weldon. "Begitulah," ia menyahut.
"Kau yakin?" Weldon mendesak sambil mengerutkan kening. "Sebab saya rasa ada
seseorang yang mengetahui arti gambar-gambar itu."
"Oh ya?" "Ada kejadian aneh," Weldon bercerita. "Ada
100 tawaran dari seseorang yang berminat membeli Amy."
"Membeli Amy" Apa maksudnya, beli?"
"Kemarin sekretaris saya dihubungi pengacara di Los Angeles yang menawarkan
150.000 dolar untuk Amy."
"Pasti salah satu dermawan konyol yang ingin menyelamatkan Amy dari penyiksaan,"
Elliot berkomentar. "Saya rasa bukan," balas Weldon. "Soalnya, tawaran itu datang dari Jepang. Dari
orang bernama Hakamichi dia pengusaha elektronik di Tokyo. Saya mengetahuinya ?waktu si pengacara menelepon kembali tadi pagi, untuk menaikkan tawaran-nya
menjadi 250.000." "Dua ratus lima puluh ribu dolar?" Elliot mengulangi. "Untuk Amy?" Tentu saja ia
tidak berminat. Ia takkan pernah menjual Amy. Tapi ke-napa seseorang menawarkan
uang sebanyak itu" Weldon telah siap dengan jawaban. "Uang sebanyak itu, seperempat juta dolar,
pasti berasal dari pihak swasta. Industri. Tampaknya Hakamichi membaca laporan
mengenai risetmu, dan menemukan cara untuk memanfaatkan primata yang dapat
berbahasa dalam konteks industri." Windy memandang ke langit-langit, pertanda ia
akan bicara panjang-lebar. "Saya kira ini bisa menjadi titik awal suatu bidang
baru, pelatihan primata untuk aplikasi industri dalam dunia nyata."
Peter Elliot mengumpat dalam hati. Ia meng -
101 ajarkan bahasa pada Amy bukan untuk menyuruhnya bekerja di pabrik, dan ia pun
mengemukakan pendapatnya pada Weldon.
"Coba pikirkan masak-masak," ujar Weldon. "Bagaimana kalau kita sekarang berada
di ambang bidang perilaku terapan pada monyet besar, suatu bidang yang sama
sekali baru" Coba pikirkan apa artinya. Bukan saja sumber pendanaan bagi
Departemen, dan kesempatan untuk melakukan riset terapan. Yang lebih penting
lagi, kita akan mempuny ai alasan untuk menjaga kelangsungan hidup binatang-
binatang ini. Kau tahu sendiri, monyet-monyet besar terancam punah. Jumlah
simpanse di Afrika terus berkurang. Habitat alami orang utan di Borneo semakin
menyempit akibat penebangan hutan, dan dalam sepuluh tahun mereka akan le-nyap
dari muka bumi. Gorila di hutan tropis di pedalaman Afrika tinggal tiga ribu
ekor. Binatang-binatang ini akan punah dalam waktu dekat kecuali kalau ada ?alasan untuk mempertahankan kelangsungan hidup mereka, sebagai spesies. Dan
kaulah yang mungkin memberikan alasan itu, Peter. Pikirkan baik-baik."
Elliot merenungkan ucapan Weldon dan memba-hasnya dalam rapat staf Proyek Amy
pada pukul sepuluh. Mereka memikirkan berbagai kemungkinan untuk memanfaatkan
monyet dalam industri, serta keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh oleh
pihak pemberi kerja, misalnya tidak adanya
102 serikat pekerja dan keharusan untuk membayar aneka macam tunjangan. Pada akhir
abad kedua puluh, ini merupakan pertimbangan-pertimbangan penting. (Pada tahun
1978, untuk setiap mobil yang dirakit di Detroit, komponen biaya berupa
tunjangan kesehatan pekerja melebihi komponen biaya pembelian baja untuk mobil
tersebut.) Namun mereka pun menyimpulkan bahwa visi mengenai "monyet-monyet industri" tidak
dapat di-pertanggungjawabkan. Monyet seperti Amy bukan versi murah dan bodoh
dari pekerja manusia. Jus-tru sebaliknya, Amy merupakan makhluk sangat cerdas
dan kompleks, tidak cocok dengan dunia industri. Ia membutuhkan pengawasan
ketat; ia angin-anginan dan tidak dapat diandalkan, kesehatannya pun mudah
terganggu. Jika Hakamichi membayangkan monyet-monyet dengan solder di tangan
untuk merakit pesawat TV dan stereo, ia telah disesatkan oleh informasi yang
keliru. Satu-satunya orang yang memberi peringatan untuk berhati-hati adalah Bergman, si
ahli psikologi anak. "Seperempat juta dolar bukan jumlah kecil," ia berkata,
"dan Mr. Hakamichi pasti bukan orang bodoh. Kemungkinan besar dia mendapat
informasi mengenai Amy melalui lukisan-lukisan-nya, yang menunjukkan Amy
menderita neurosis. Kalau dia tertarik pada Amy, itu pasti karena lukisan-
lukisannya. Tapi aku tak bisa membayangkan apa yang membuat lukisan-lukisan itu
dinilai seharga seperempat juta dolar."
ir ia 103 Para anggota staf yang Iain juga tak habis pikir, dan diskusi mereka lalu
beralih pada lukisan-lukisan Amy serta naskah-naskah yang baru selesai
diterjemahkan. Sarah Johnson, yang ditugas-kan melakukan riset, mengawali
percakapan dengan komentar "Aku bawa berita buruk tentang Kongo."
Sepanjang sebagian besar sejarah tercatat, ia menjelaskan, tak ada yang
diketahui mengenai Kongo. Orang Mesir kuno di hulu Sungai Nil hanya tahu mata
air sungai itu terletak jauh di selatan, di suatu daerah yang mereka sebut
Negeri Pohon-pohon. Di tempat misterius tersebut terdapat hutan rimba yang
begitu lebat sehingga selalu gelap gulita, baik siang maupun malam. Makhluk-
makhluk aneh menghuni kegelapan abadi itu, termasuk orang kecil berekor, dan
binatang yang setengah hitam setengah putih.
Selama hampir empat ribu tahun berikut tak ada kemajuan berarti dalam
pengetahuan mengenai pedalaman Afrika. Pada abad ketujuh, orang Arab mendarat di
Afrika Timur untuk mencari emas, gading, rempah-rempah, serta budak. Tapi mereka
bangsa saudagar-pelaut dan tidak melakukan penjelajahan di darat. Daerah
pedalaman mereka sebut Zinj Negeri Orang Hitam kawasan yang menjadi sumber
? ?dongeng dan legenda. Ada kisah-kisah
*Pegangan utama Johnson adalah karya A.J. Parkinson, The Congo Delta in Myth and
History (London: Peters, 1904)
104 tentang hutan lebat dan bangsa kerdil berekor; kisah-kisah mengenai gunung yang
menyemburkan api dan mengubah langit menjadi hitam; kisah-kisah tentang desa-
desa pribumi yang diserang kawanan monyet, yang lalu berhubungan badan dengan
para wanita; kisah-kisah tentang raksasa-rak-sasa berbulu dengan hidung pesek;
kisah-kisah mengenai makhluk setengah macan setengah manusia; kisah-kisah
mengenai pasar-pasar pribumi, tempat may at manusia dipotong-potong dan dijual
sebagai hjdangan lezat. Kisah-kisah semacam itu cukup ampuh untuk membuat orang-orang Arab membatasi
gerak-gerik mereka pada daerah pesisir, meski ada pula kisah-kisah yang tak
kalah memukau: gunung-gunung emas berkilau-kilau, alur-alur sungai penuh intan,
binatang-binatang yang dapat berbicara dengan manusia, peradaban-peradaban hutan
rimba yang megah tak terbayangkan. Satu kisah, khususnya, terus diulang-ulang:
kisah tentang Kota Hilang Zinj.
Menurut legenda, sebuah kota yang dikenal bangsa Yahudi pada masa Raja Solomon
merupakan sumber kekayaan intan yang luar biasa. Rahasia jalur perdagangan ke
kota itu dijaga ketat dan diteruskan dari ayah ke anak selama ber-generasi-
generasi. Tapi tambang-tambang intan tersebut telah terkuras habis dan kota itu
kini tinggal reruntuhan di pedalaman Afrika. Jalur perdagangan yang penuh bahaya
sudah lama ditelan oleh hutan,
105 dan pedagang terakhir yang mengingatnya membawa rahasia itu ke kubur, beratus-
ratus tahun silam. Tempat misterius dan memukau ini dinamakan "Kota Hilang Zinj" oleh orang-orang
Arab. Na-mun, meski kemasyhurannya tak lekang dimakan waktu, Johnson tidak
berhasil menemukan informasi mendetail mengenai kota itu. Tahun 1187, Ibn
Baratu, orang Arab yang tinggal di Mombasa, mencatat bahwa "kaum pribumi
setempat bercerita tentang kota hilang bernama Zinj di pedalaman. Bangsa hitam
yang menghuni kota itu pernah hidup makmur dan mewah, dan para budak pun
menghiasi diri dengan permata, terutama intan biru, sebab intan terdapat dalam
jumlah besar di sana."
Tahun 1292, pangeran Persia bernama Mohammed Zaid menyatakan bahwa "intan besar
(seukuran) kepalan tangan laki-laki dewasa diper-tontonkan di Zanzibar, dan
semua orang berkata intan itu berasal dari pedalaman, dari reruntuhan sebuah
kota bernama Zinj, dan di sinilah intan-intan sejenis ditemukan berserakan di
tanah, juga di alur-alur sungai".
Tahun 1334, orang Arab lainnya, Ibn
*Kota fabel Zinj ini menjadi dasar cerita novel terkenal H. Rider Haggard, King
Solomon's Mines, pertama diterbitkan tahun 1885. Haggard seorang Unguis
berbakat, pernah menjadi staf Gubernur Natal pada tahun 1875. Kemungkinan ia
mendengar tentang Zinj dari orang-orang Zulu yang tinggal di dekat wilayah
tersebut pada waktu itu. 106 Mohammed, menulis bahwa "rombongan kami bersiap-siap mencari kota Zinj, namun
berubah pikiran setelah mendengar kota itu sudah lama ditinggalkan dan telah
hancur. Kabarnya kota tersebut sungguh aneh, sebab pintu-pintu dan jendela-
jendela dibuat dengan lengkungan bulan sabit, dan para penghuninya telah
ditaklukkan oleh bangsa berbulu yang kejam, yang berbicara dengan berbisik dalam
bahasa tak dikenal."
Kemudian orang-orang Portugis, bangsa penjelajah yang tak kenal lelah, tiba.
Tahun 1544 mereka telah memasuki pedalaman dari pantai barat, dengan menyusuri
Sungai Kongo yang lebar. Tapi mereka segera menemui rintangan-rintangan yang
kemudian menghambat vpenjelajahan pedalaman Afrika selama ratusan tahun. Sungai
Kongo tidak dapat dilayari setelah jeram pertama (di suatu tempat yang dulu
dikenal dengan nama Leopoldville, dan kini bernama Kinshasa). Daerah tersebut
di-huni suku-suku kanibal yang tidak bersahabat. Dan hutan yang panas dan lembap
merupakan sumber penyakit malaria, penyakit tidur, bilharzia, blackwater ?fever yang membinasakan para pendatang asing.
?Orang-orang Portugis akhirnya gagal mencapai pedalaman Kongo. Orang-orang
Inggris, di bawah kepemimpinan Kapten Brenner di tahun 1644, mengalami nasib
sama; seluruh rombongannya hilang. Selama dua ratus tahun berikutnya wilayah
107 Kongo tetap merupakan titik putih pada peta-peta dunia beradab.
Namun para penjelajah zaman itu pun mengulangi legenda-legenda mengenai daerah
pedalanv-an, termasuk kisah tentang Zinj. Tahun 1642, seniman Portugis bernama
Juan Diego de Valdez membuat gambar terkenal dari Kota Hilang Zinj. "Tapi,"
Sarah Johnson menambahkan, "dia juga menggambar manusia berekor, dan monyet yang
berhubungan badan dengan wanita pribumi."
Seseorang terdengar mengerang.
"Valdez rupanya penyandang cacaC Johnson melanjutkan. "Sepanjang hidupnya dia
tinggal di kota Setubal. Hari-harinya dihabiskan dengan minum-minum bersama para
pelaut dan membuat gambar berdasarkan cerita-cerita mereka."
Baru pada pertengahan abad kesembilan belas Afrika dijelajahi secara serius oleh
Burton dan Speke, Baker dan Livingstone, dan terutama oleh Stanley. Tak seorang
pun dari mereka berhasil menemukan jejak Kota Hilang Zinj. Dan selama seratus
tahun berikut pun tidak diperoleh petunjuk tentang kota yang keberadaannya
diragukan itu. Suasana rapat staf Proyek Amy terasa suram. "Aku sudah bilang beritanya buruk,"
ujar Sarah Johnson. "Maksudmu," kata Peter Elliot, "gambar ini didasarkan atas cerita dari mulut ke
mulut, dan kita tidak tahu pasti apakah kota itu benar-benar ada."
108 "Kelihatannya begitu," jawab Sarah Johnson. "Tak ada bukti bahwa kota dalam
gambar ini memang ada. Ini hanya cerita."
109 4 Ketergantungan Peter Elliot pada data keras abad kedua puluh fakta, diagram,
?grafik membuatnya tidak siap menghadapi kemungkinan bahwa sebuah gambar
?mendetail dari tahun 1642 tak lebih dari perkiraan seniman. Kenyataan itu
merupakan pukulan berat bagi dirinya.
Rencana mereka untuk membawa Amy ke Kongo tiba-tiba terasa kekanak-kanakan.
Kemiripan antara gambarnya dan gambar Valdez dari tahun 1642 rupanya tak lebih
dari kebetulan. Bagaimana mereka bisa sampai berharap Kota Hilang Zinj bukan
sekadar legenda" Di dunia abad ketujuh belas yang ditandai oleh perluasan
cakrawala, kisah mengenai kota seperti itu memang masuk akal. Tapi di abad kedua
puluh yang serba terkomputerisasi, keberadaan Kota Hilang Zinj sama meragukannya
seperti keberadaan Camelot atau Xanadu. Mereka telah membodohi diri sendiri
dengan menganggap serius kisah itu. "Kota hilang itu tidak ada," Elliot
mendesah. 110 "Oh, kota itu memang ada," seorang wanita menyangkal. "Soal itu sudah pasti."
Elliot segera menoleh dan melihat bahwa bukan Sarah Johnson yang mengatakannya.
Seorang wanita muda berusia awal dua puluhan yang jangkung dan langsing berdiri
di bagian belakang ruangan. Ia cantik, namun sikapnya dingin dan menjaga jarak.
Wanita itu mengenakan setelan jas untuk kantor, dan membawa tas kerja yang di-
letakkannya di meja, lalu dibuka.
"Saya Dr. Ross," ia memperkenalkan diri, "dari Wildlife Fund, dan saya ingin
minta pendapat Anda sekalian mengenai foto-foto ini."
Ia membagikan sejumlah foto, yang kemudian memancing siulan dan desahan saat
diamati oleh para anggota staf. Di ujung meja, Elliot sudah tak sabar menunggu
giliran. Foto-foto itu ternyata foto-foto hitam-putih dengan garis-garis horizontal,
diambil dari monitor video. Tapi objek yang diperlihatkan tetap sangat jelas:
reruntuhan sebuah kota di tengah hutan, dengan pintu dan jendela berbentuk bulan
sabit terbalik. di scan dan di-djvu kan unluk dimhader (dimhad.co.cc) oleh
OBI Dilarang meng-komersil-kan atau kcslalan menimpa anda selamanya
111

Kongo Karya Michael Crichton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

PEMECAHAN 5 AMY "Melalui satelit?" Elliot mengulangi. Suaranya bernada tegang.
"Ya, gambar-gambar ini ditransmisikan melalui satelit dari Afrika dua hari
lalu." "Berarti Anda mengetahui lokasi reruntuhan ini?"
"Tentu saja." "Dan ekspedisi Anda akan berangkat dalam beberapa jam?"
"Tepatnya, dalam 6 jam dan 23 menit," jawab Ross sambil menatap jam digitalnya.
Elliot menutup rapat staf dan berbicara empat mata dengan Ross selama lebih dari
satu jam. Belakangan Elliot mengaku bahwa Ross menge-labuinya dengan menyamarkan
tujuan ekspedisi serta bahaya-bahaya yang menanti mereka. Tapi Elliot memang
ingin berangkat, dan kemungkinan besar ia tidak terlalu peduli pada alasan-
alasan di balik ekspedisi Ross, maupun bahaya-bahaya yang mengancam. Sebagai
ahli mencari bantuan dana, ia sudah lama terbiasa menghadapi situasi di mana
112 kepentingan orang lain dan motivasinya sendiri tidak sejalan. Inilah sisi hina
kehidupan akademik: entah berapa banyak riset yang dibiayai karena mungkin dapat
menyembuhkan kanker" Seorang periset akan menjanjikan apa saja untuk memperoleh
uang. Rupanya tak pernah terlintas dalam benak Elliot bahwa Ross memanfaatkan dirinya
seperti halnya ia memanfaatkan Ross. Sejak awal Ross tidak sepenuhnya berterus
terang; ia menerima instruksi dari Travis untuk menjelaskan misi Kongo ERTS
dengan "data terbatas". Pembatasan data telah mendarah daging dalam diri Ross.
Semua orang di ERTS telah terlatih untuk mengatakan tidak lebih dari yang
diperlukan. Elliot memperlakukan Ross sebagai wakil lembaga penyandang dana
biasa, dam itu merupakan kesalahan besar.
Bisa dikatakan Ross dan Elliot sama-sama ke-liru menilai yang lain, sebab
masing-masing menampilkan diri secara menyesatkan. Elliot tampak begitu canggung
dan tertutup, sehingga anggota staf pengajar Berkeley pernah ada yang
berkomentar, "Pantas saja dia membaktikan hidupnya untuk meneliti monyet-monyet;
dia tidak punya keberanian untuk berbicara dengan orang." Sebenarnya Elliot
merupakan pemain football yang tangguh ketika masih di college, dan di balik
perilaku akademiknya yang seakan-akan dilandasi rasa ku-rang percaya diri
sesungguhnya terdapat ambisi menyala-nyala.
113 Sama halnya dengan Karen Ross. Kecerdasan dan keuletannya seakan-akan
bersembunyi di balik kecantikan dan logat Texas-nya yang lembut dan memesona.
(Ia menjadi dewasa dengan cepat, dan pernah disebut "contoh sempurna wanita
Texas yang tangguh" oleh salah satu guru high-school-nya.) Ross merasa
bertanggung jawab atas ekspedisi ERTS sebelumnya, dan ia bertekad untuk
memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan. Elliot dan Amy mungkin
dapat memban-tunya setelah mencapai lokasi; itu saja sudah cu-kup sebagai alasan
untuk mengajak mereka. Ross juga khawatir karena pihak konsorsium berusaha
menghubungi Elliot melalui Hakamichi. Jika Elliot dan Amy bergabung dengan
rombongan ERTS, pihak konsorsium akan kehilangan salah satu fak-tor keiinggulan
potensial itu pun merupakan alasan kuat untuk membawa Elliot dan monyetnya. ?Sebagai pertimbangan terakhir, Ross membutuhkan samaran seandainya rombongan
mereka dicegat di salah satu perbatasan seorang ahli primata dan seekor monyet
?cocok sekali untuk maksud tersebut.
Tapi sesungguhnya tujuan utama Karen Ross tetap intan-intan Kongo, dan ia
bersedia mengatakan apa pun, melakukan apa pun, dan mengor-bankan apa pun untuk
mencapai tujuannya. Dalam foto-foto yang diambil di bandara San Francisco, Elliot dan Ross
menampilkan diri sebagai dua ilmuwan muda penuh senyum yang
114 hendak bertolak ke Afrika untuk melakukan ekspedisi. Namun sebenarnya motivasi
mereka bertolak belakang dan sama-sama ditutup-tutupi. Elliot tidak mau berterus
terang bahwa tujuannya bersifat teoretis dan ilmiah; sedangkan Ross enggan
mengakui bahwa tujuannya jauh lebih pragmatis.
Tapi bagaimanapun, pada siang hari tanggal 14 Juni, Karen Ross dan Peter Elliot
melewati lapangan olahraga universitas di Hallowell Road naik Fiat tua milik
Elliot. Ross agak waswas. Mereka hendak menemui Amy.
Elliot membuka kunci pada pintu bertanda me-rah JANGAN MENGGANGGU, EKSPERIMEN
DENGAN BINATANG SEDANG BERLANGSUNG. Di balik pintu itu, Amy sedang mendengus-
dengus sambil menggaruk-garuk badan. Elliot berhenti sejenak.
"Pada waktu berhadapan dengan Amy," ia berpesan, "Anda harus ingat dia gorila,
bukan manusia. Gorila mempunyai aturan tingkah laku tersendiri. Jangan bicara
keras-keras atau bergerak mendadak, sampai dia terbiasa dengan kehadiran Anda.
Jangan perlihatkan gigi Anda kalau tersenyum, sebab itu dianggap ancaman. Dan
tunduk-kan kepala, sebab tatapan langsung dari orang yang tak dikenal merupakan
isyarat menantang. Jangan berdiri terlalu dekat dengan saya dan jangan sentuh
saya, sebab dia sangat pencemburu. Kalau Anda bicara dengan Amy, jangan bohong.
Biarpun menggunakan bahasa isyarat, dia mema-115
hami sebagian besar bahasa manusia, dan kami biasa bicara dengannya. Dia tahu
kalau seseorang membohonginya, dan dia tidak suka." "Tidak suka?"
"Dia akan mengabaikan Anda, menolak berbicara dengan Anda, dan bertingkah." "Ada
lagi?" "Tidak, saya kira cukup." Elliot tersenyum menenangkan. "Kami punya acara
penyambutan rutin, walaupun sebenarnya dia sudah terlalu besar untuk itu." Ia
membuka pintu, mempersiapkan diri, dan berkata, "Selamat pagi, Amy."
Sebuah sosok hitam besar melompat ke pelukannya. Elliot terhuyung-huyung ke
belakang. Ross tercengang melihat ukuran binatang itu. Ia membayangkan monyet
yang lebih kecil dan lebih Jucu. Amy sebesar wanita dewasa.
Amy mengecup pipi Elliot dengan bibirnya yang tebal. Kepalanya yang hitam tampak
besar sekali di samping kepala pria itu. Embusan napasnya membuat kacamata
Elliot berembun. Ross mencium bau manis, dan ia memperhatikan Elliot melepaskan
lengan Amy yang melingkar pada pundaknya. "Amy senang pagi ini?" Elliot
bertanya. Jari-jemari Amy bergerak cepat di dekat pipinya, seakan-akan mengusir lalat.
"Ya, aku terlambat hari ini," ujar Elliot.
Amy kembali menggerak-gerakkan jari, dan Ross menyadari bahwa binatang itu
sedang mem - 116 beri isyarat. Kecepatannya sungguh mengejutkan; semula Ross menduga gerak-gerik
Amy akan jauh lebih lamban dan kikuk. Ross juga menyadari bahwa pandangan Amy
terus melekat pada wajah Elliot. Segenap perhatian Amy tertuju pada periset itu.
Sepertinya ia berusaha menyerap segala sesuatu, mulai dari sikap tubuh Elliot,
ekspresi wajahnya, nada suaranya, sampai kata-kata yang diucapkannya.
"Aku ada pekerjaan tadi," Elliot menjelaskan. Amy kembali memberi isyarat dengan
cepat. "Ya, orang harus bekerja," Elliot membenarkan sambil menuntun Amy masuk
ke karavan. Setelah berada di dalam, ia memperkenalkan tamunya, "Amy, ini Dr.
Ross." Amy memandang Karen Ross dengan curiga.
"Halo, Amy," Karen-Ross menyapanya. Ia tersenyum sambil menundukkan kepala.
Sebenarnya ia merasa agak koriyol bersikap seperti itu, tapi di pihak lain ia
pun tidak berani mengambil risiko dengan monyet sebesar Amy.
Amy menatap Ross sejenak, lalu melintasi karavan, dan menghampiri standar
melukis. Ia sedang melukis saat Elliot dan Ross datang, dan kini ia melanjutkan
kegiatan itu tanpa menggubris mereka.
"Apa artinya ini?" tanya Ross. Ia merasa Amy bermaksud menghinanya.
"Kita tunggu saja," jawab Elliot.
Tak lama kemudian Amy kembali sambil me -
117 rangkak. Ia langsung menghampiri Karen Ross, lalu mengendus-endus
selangkangannya dan mengamatinya dengan saksama. Seperti nya ia sangat tertarik
pada tas kulit Ross yang dihiasi gesper kuningan mengilap. Belakangan Ross
berkomentar bahwa "kejadiannya persis seperti di pesta-pesta di Houston. Saya
diteliti wanita lain. Saya mendapat kesan dia akan bertanya, di mana saya
membeli pakaian saya."
Namun bukan itu hasilnya. Amy mengangkat tangan dan menorehkan cat hijau ke baju
Ross. "Sepertinya acara perkenalan ini kurang berhasil," ujar Ross.
Elliot mengikuti perkembangan pertemuan pertama itu dengan rasa waswas, meski
tidak memperlihat-kannya. Memperkenalkan orang baru pada Amy sering kali sulit,
terutama kalau orang itu wanita.
Dalam kurun waktu beberapa tahun, Elliot telah melihat sejumlah ciri khas wanita
pada diri Amy. Amy bisa bersikap manja, senang dipuji-puji, menaruh perhatian
besar pada penampilannya, suka memakai makeup, dan sangat cerewet mengenai warna
baju hangat yang dipakainya di musim di-ngin. Ia lebih menyukai pria daripada
wanita, dan secara terang-terangan menunjukkan sikap cemburu pada teman-teman
wanita Elliot. Elliot jarang mengajak mereka menemui Amy, tapi di pagi hari Amy
sering mengendus-endus untuk mencium bau
118 parfum, dan ia selalu berkomentar jika Elliot be-lum berganti baju.
Situasi ini mungkin bisa dianggap lucu, kalau saja Amy tidak suka menyerang
wanita yang tak dikenalnya. Dan serangan oleh Amy bukan sesuatu yang
menyenangkan. Amy kembali ke standar lukis, lalu berkata dengan bahasa isyarat, Tidak suka
perempuan tidak suka Amy tidak suka suruh pergi pergi.
"Ayo, Amy, jangan nakal," Peter berusaha membujuknya.
"Apa katanya?" tanya Ross sambil menuju tempat cuci tangan, untuk membersihkan
cat yang menempel di bajunya. Peter memperhatikan bahwa Ross tidak memekik dan
menjerit seperti sebagian besar pengunjung yang memperoleh sambutan tidak
bersahabat dari Amy. "Dia bilang suka baju Anda," ujar Peter.
Amy langsung memelototinya. Ia selalu melotot jika Peter memberikan terjemahan
yang keliru. Amy jangan bohong. Peter jangan bohong.
"Jangan nakal, Amy," Peter mengulangi. "Karen orang baik."
Amy mendengus, lalu kembali melukis dengan terburu-buru.
"Bagaimana sekarang?" tanya Ross.
"Beri dia waktu." Peter tersenyum untuk menenangkan tamunya. "Dia butuh waktu
untuk menyesuaikan diri."
Ia tidak berusaha menjelaskan bahwa tingkah
119 laku simpanse lebih parah lagi. Simpanse biasa melempar tinja pada orang asing,
bahkan pada orang-orang yang mereka kenal baik; kadang-kadang mereka menyerang
untuk menentukan siapa yang lebih berkuasa. Untung saja gorila tidak seagresif
itu, dan jauh lebih longgar dalam hierarki kekuasaan.
Tiba-tiba Amy mencabut kertas pada standar lukis dan mulai mengoyak-ngoyaknya.
Sobekan-sobekan kertas beterbangan ke segala arah.
"Apakah ini termasuk proses penyesuaian?" Karen Ross bertanya. Ia tampak lebih
banyak geli daripada takut:
"Amy, berhenti," ujar Peter dengan nada suara sengaja dibuat jengkel. "Amy..."
Amy duduk di tengah ruangan, dikelilingi kertas yang terus disobek-sobeknya
sambil memberi isyarat, Perempuan ini. Perempuan ini. Amy memperlihatkan
perilaku penggantian yang klasik. Jika se-ekor gorila enggan bertindak agresif
secara langsung, ia mengambil tindakan simbolik. Dalam ka-sus ini, ia sedang
mencabik-cabik Karen Ross.
Semakin lama' ia semakin marah, suatu pola yang oleh staf Proyek Amy disebut
"ancangan-cang". Sama seperti manusia, yang mula-mula berwajah merah, lalu
mengencangkan otot-otot, lalu berteriak dan melempar-lemparkan barang sebelum
akhirnya terlibat bentrokan fisik, gorila pun melewati tahap-tahap tertentu
sebelum menerjang. Mencabik-cabik kertas atau rumput, diikuti ge-120
rakan menyamping bagaikan kepiting, serta bunyi mendengus-dengus. Kemudian ia
akan memufcul-mukul lantai sambil bersuara sekeras mungkin.
Dan setelah itu Amy akan menyerang jika Elliot tidak menghentikan proses ?tersebut.
"Amy," ia berkata dengan tegas. "Karen perempuan kancing."
Seketika Amy berhenti. Dalam dunianya, "kancing" merupakan istilah untuk orang
berkedudukan. tinggi. Amy sangat peka terhadap sikap dan tingkah laku seseorang, serta tidak mengalami
kesulitan dalam mengamati para anggota staf dan menentukan siapa membawahi
siapa. Tapi jika menghadapi orang yang tak dikenalnya, Amy dihinggapi perasaan
bingung; indikator-indikator utama yang menunjukkan status di kalangan
manusia pakaian, pembawaan, dan gaya bicara tidak berarti apa-apa baginya.
? ?Ketika masih kecil, ia acap kali menyerang petugas-petugas polisi tanpa sebab
jelas. Setelah beberapa insiden yang disusul ancaman tuntutan hukum, staf Proyek
Amy akhirnya sadar bahwa baju seragam polisi yang dilengkapi kancing-kan-cing
mengilap dianggap menggelikan oleh Amy; ia berasumsi bahwa siapa pun yang
berpakaian se-konyol itu pasti berkedudukan rendah, dan karena itu boleh
diserang. Tapi sesudah mempelajari kon-sep "kancing", ia bersikap segan pada
setiap orang berseragam. 121 Amy kini menatap Ross "kancing" dengan penuh hormat. Di tengah-tengah sobekan
kertas yang mengelilinginya, ia mendadak tampak salah tingkah, seakan-akan telah
melakukan kesalahan yang bodoh. Tanpa perlu disuruh, ia bangkit dan pergi ke
pojok sambil menghadap ke dinding.
"Apa lagi ini?" tanya Ross.
"Dia tahu dia nakal."
"Anda memaksanya berdiri di pojok, seperti anak kecil" Dia tidak bermaksud
jahat." Sebelum Elliot sempat berkata apa-apa, Ross sudah menghampiri Amy.
Pandangan Amy tetap tertuju lurus ke depan.
Ross melepaskan tas yang disandangnya di bahu dan meletakkannya di lantai, dalam
jangkauan tangan Amy. Pertama-tama tidak terjadi apa-apa. Kemudian Amy meraih
tas itu, menatap Karen, lalu menoleh ke arah Peter.
Peter berkata, "Dia akan merusak segala sesuatu di dalam tas Anda."
"Tidak apa-apa."
Amy segera membuka gesper kuningan dan me-numpahkan isi tas ke lantai. Ia mulai
mencari-cari sambil memberi isyarat, Lipstik^ lipstik, Amy suka Amy mau lipstik
mau. "Dia minta lipstik."
Ross membungkuk dan memungut lipstik. Amy mencabut tutupnya dan menorehkan
lingkaran me-rah pada wajah Karen. Ia tersenyum dan mendengkur gembira, lalu
menghampiri cermin yang 122 dipasang di lantai. Di depan kaca, ia mengoleskan lipstik ke wajahnya sendiri.
"Nah, kelihatannya sudah ada kemajuan," Karen Ross berkomentar.
Di seberang ruangan, Amy jongkok di depan cermin sambil mencoreng-coreng
wajahnya. Ia tersenyum lebar, lalu memoleskan lipstik ke giginya. Elliot merasa
kesempatan ini cocok untuk mengajukan pertanyaan pada Amy. "Amy mau jalan-
jalan?" ia berkata. Amy suka berpesiar, dan ia menganggapnya sebagai imbalan istimewa. Jika suatu
eksperimen berjalan dengan baik, Elliot sering mengajaknya naik mobil ke drive-
in. Di sana Amy minum sari jeruk dengan sedotan, dan menikmati kegaduhan yang
ditimbulkannya div kalangan penonton. Ia memberi isyarat, Jalan-jalan mobil"
"Bukan, bukan naik mobil. Jalan-jalan jauh. Lama."
Pergi rumah" "Ya, kita akan pergi dari rumah. Lama."
Ini membuatnya curiga. Amy baru beberapa kali meninggalkan rumah untuk waktu
lama, dan setiap kali karena ia harus dirawat di rumah sakit akibat radang paru-
paru dan infeksi saluran kencing; ia tidak menyukainya. Ia kembali memberi
isyarat, Pergi mana"
"Ke hutan rimba, Amy."
Amy terdiam agak lama. Mula-mula Elliot menyangka Amy tidak memahaminya, tapi
Amy tahu 123 kata "hutan" dan seharusnya mampu menyimpulkan maksud Elliot. Amy memberi
isyarat berulang-ulang, seperti yang selalu dilakukannya kalau ia sedang
merenung: Jalan-jalan hutan jalan-jalan hutan pergi jalan-jalan hutan. Ia
meletakkan lipstik Ross. Kemudian ia menatap sobekan-sobek-an kertas di lantai,
yang lalu dipungutnya satu per satu dan dimasukkan ke keranjang sampah.
"Apa artinya ini?" tanya Karen Ross.
"Ini berarti Amy ingin jalan-jalan," jawab Peter Elliot.
124 6 Hidung Boeing 747 kargo itu terbuka seperti ra-hang, sehingga bagian dalam
pesawat yang luas dan terang benderang kelihatan jelas. Baru tadi sore pesawat
tersebut diterbangkan dari Houston ke San Francisco. Kini pukul sembilan malam,
dan sejumlah pekerja yang tampak heran sedang mengangkut kandang aluminium
berukuran besar, berkotak-kotak pil vitamin, pispot, serta kardus-kardus berisi


Kongo Karya Michael Crichton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mainan. Salah seorang dari mereka mengambil cangkir berbentuk Mickey Mouse, lalu
mengamatinya sambil geleng-geleng kepala.
Elliot berdiri di apron bersama Amy, yang menutup kedua telinganya untuk
menghalau suara mendesing mesin-mesin jet. Amy memberi isyarat pada Peter,
Burung ribut. "Kita terbang naik burung, Amy," ujar Peter.
Amy belum pernah terbang, dan belum pernah melihat pesawat dari dekat. Kita naik
mobil, ia memutuskan, sambil mengamati Jumbo Jet di hadapan mereka.
125 KEBERANGKATAN "Kita tidak bisa naik mobil. Kita terbang." Terbang mana terbang" "Terbang
hutan." Jawaban ini rupanya membingungkan bagi Amy, tapi Elliot enggan menjelaskannya
lebih lan-jut. Seperti semua gorila, Amy tidak suka air, dan menolak
menyeberangi sungai paling kecil pun. Elliot tahu Amy akan kalang kabut kalau
mendengar mereka akan melintasi perairan luas. Karena itu ia segera mengalihkan
pembicaraan dan mengajak Amy masuk ke pesawat untuk melihat-lihat. Ketika mereka
menaiki ramp di hidung pesawat, Amy memberi isyarat, Mana perempuan kancing"
Elliot pun belum melihat Ross selama lima jam terakhir, dan ia terkejut karena
wanita itu ternyata sudah ada di pesawat. Ross sedang berbicara melalui telepon
yang dipasang di dinding ruang kar-go. Elliot mendengarnya berkata, "Hmm, Irving
tampaknya yakin ini sudah cukup. Ya, kami punya empat unit 907. Kekurangannya
bisa ditutupi dengan perlengkapan lain yang ada di sini. Dua HUD mikro, cuma
itu. Ya, kenapa tidak?" Ia mengakhiri percakapannya, lalu berpaling pada Elliot
dan Amy. "Semuanya beres?" tanya Elliot.
"Ya. Mari saya antar Anda berkeliling." Ia mengajak Elliot memasuki ruang kargo.
Amy berjalan di samping mereka. Elliot menengok ke belakang dan melihat seorang
petugas menaiki ramp 126 sambil membawa sejumlah kotak logam bernomor yang diberi tanda INTEC, INC.,
diikuti nomor-nomor seri.
"Ini ruang kargo utama," ujar Ross. Ruangan itu dipenuhi beberapa jip bergardan
ganda, kendaraan-kendaraan amfibi, perahu-perahu karet, serta rak-rak berisi
pakaian, perlengkapan, bahan makanan semuanya ditandai dengan kode komputer ?dan disusun dalam modul-modul. Ross menjelaskan bahwa ERTS sanggup menyiapkan
ekspedisi untuk kondisi geografis dan iklim apa pun dalam waktu beberapa jam
saja. Ia terus menekankan kecepatan yang dimungkinkan berkat bantuan komputer.
"Kenapa harus terburu-buru?" tanya Elliot.
"Sebab ini bisnis," jawab Karen Ross. "Empat tahun lalu belum ada -perusahaan
seperti ERTS. Sekarang ada sembilan di seluruh dunia, dan semuanya menjual
keunggulan kompetitif, berarti kecepatan. Dulu, di tahun enam puluhan, sebuah
perusahaan katakanlah, perusahaan minyak bisa menghabiskan berbulan-bulan atau
? ?bahkan bertahun-tahun untuk menyelidiki lokasi tertentu. Tapi sekarang tak
seorang pun mampu bersaing dengan 'cara seperti itu. Keputusan-keputusan bisnis
diambil dalam waktu beberapa minggu atau hari. Segala sesuatu dikerjakan lebih
cepat. Kami sudah bersiap-siap menghadapi tahun delapan puluhan, ketika kami
akan memberikan jawaban-jawaban dalam beberapa jam. Saat ini jangka waktu
kontrak ERTS rata-rata sedikit kurang dari tiga ming-127
gu, atau lima ratus jam. Tahun 1990, kami akan menyediakan data 'tutup kantor'.
Seorang ekse-kutif bisa menghubungi kami pagi-pagi untuk min-ta informasi
mengenai suatu lokasi di mana pun di dunia, lalu memperoleh laporan lengkap yang
ditransmisikan melalui komputer ke mejanya sebelum kantornya tutup malam itu,
? katakanlah dalam sepuluh sampai dua belas jam."
Ketika mereka kembali berkeliling, Elliot menyadari bahwa sebagian besar ruang
kargo digunakan untuk menyimpan modul-modul aluminium bertanda "C3I".
"Benar," kata Ross. "Command-Control Communications and Intelligence Komunikasi?Pengendali Komunikasi dan Intelijen. Ini komponen-komponen mikronik,
perlengkapan paling mahal yang dibawa. Waktu kami baru mulai dalam bisnis ini,
12 persen dari biaya total digunakan untuk perlengkapan elektronik. Sekarang
sudah 31 persen, dan setiap tahun jumlahnya terus meningkat. Ada komunikasi
lapangan, pengindraan jarak jauh, pertahanan, dan sebagainya."
Kemudian Ross mengajak mereka ke bagian belakang pesawat. Di sana ada modul
hunian yang cukup nyaman, lengkap dengan konsol komputer dan beberapa tempat
tidur tingkat. Amy memberi isyarat, Rumah bagus.
"Ya, memang bagus."
Mereka diperkenalkan pada Jensen, ahli geologi muda yang memelihara janggut, dan
kepada Irving 128 Levine yang berkata bahwa ia bertugas sebagai "E3". Kedua pria itu sedang
menjalankan studi probabilitas pada komputer, tapi mereka berhenti sejenak untuk
bersalaman dengan Amy yang menatap mereka dengan serius, lalu mengalihkan
perhatiannya ke layar monitor. Amy terpukau oleh gambar-gambar berwarna-warni
yang tampak pada layar dan oleh lampu-lampu kecil yang berkerlap-kerlip. Ia
terus mencoba menekan tombol-tombol dan memberi isyarat, Amy main kotak.
"Jangan sekarang, Amy," ujar Elliot sambil menyingkirkan tangan Amy dari
keyboard. Jensen bertanya, "Apakah dia selalu seperti ini?"
"Ya," jawab Elliot. "Dia suka komputer. Dia kenal komputer sejak kecil, dan
semua komputer dianggapnya hak milik pribadi." Kemudian ia menambahkan, "E3 itu
singkatan apa?" "Expedition Electronics Expert" Irving menyahut riang. Ia berperawakan pendek
dan murah senyum. "Saya ahli elektronik untuk ekspedisi ini. Kami bawa beberapa
peralatan dari Intec, sekadar untuk berjaga-jaga. Soalnya orang-orang Jepang dan
Jerman itu pasti takkan tinggal diam."
"Oh-oh, dia mulai lagi," ujar Jensen sambil tertawa, ketika Amy kembali menekan-
nekan tombol. Elliot berseru, "Amy, jangan!"
"Ini cuma permainan. Pasti tidak menarik untuk monyet," kata Jensen. Kemudian ia
menambahkan, "Tak ada yang bisa rusak."
Amy memberi isyarat, Amy gorila baik, lalu
129 menekan tombol lagi. Ia tampak santai, dan Elliot bersyukur perhatian Amy
beralih pada komputer. Ia selalu merasa geli melihat sosok Amy yang hitam besar
di depan konsol komputer. Amy suka memegang bibir sambil merenung sebelum
menekan tombol, seakan-akan mengolok-olok tingkah laku manusia:
Ross, yang seperti biasa berpikiran pragmatis, kembali membahas masalah nyata
yang mereka hadapi. "Apakah Amy mau tidur di ranjang?"
Elliot menggelengkan kepala. "Tidak. Gorila menyiapkan tempat bam setiap malam.
Berikan saja beberapa helai selimut. Dia akan membuat sarang di lantai dan tidur
di sana." Ross mengangguk. "Bagaimana dengan vitamin dan obat-obatan untuk dia" Dia mau
minum pil?" "Biasanya dia harus dibujuk dulu, atau pilnya disembunyikan di dalam sepotong
pisang. Dia biasa menelan pisang tanpa dikunyah dulu."
"Tanpa dikunyah dulu." Ross mengangguk-angguk, seolah-olah baru menerima
informasi penting. "Kami punya vitamin standar," katanya. "Saya akan mengatur
jatah khusus untuk Amy."
"Dia minum vitamin yang sama seperti manusia, hanya saja dia butuh vitamin C
dalam jumlah besar."
"Kami menjatahkan tiga ribu unit per hari. Cu-kup" Bagus. Dan apakah dia tahan
obat anti-malaria" Obat itu harus diminum mulai sekarang."
130 "Secara umum," ujar Elliot, "reaksi Amy terhadap obat-obatan sama seperti
manusia." Ross mengangguk. "Apakah tekanan udara di kabin akan mengganggu Amy" Tekanannya
dibuat setara dengan ketinggian 1.500 meter."
Elliot menggelengkan kepala. "Dia gorila pegunungan, dan mereka hidup di
ketinggian antara 1.500 sampai 2.700 meter, jadi dari segi itu tidak ada
masalah. Tapi dia sudah terbiasa dengan iklim lembap, dan cepat mengalami
dehidrasi. Kita harus menjaga agar dia jangan sampai kekurangan cairan."
"Apakah dia bisa menggunakan WC?" "Tempat duduknya mungkin terlalu tinggi," ba-
las Elliot. "Tapi saya membawa pispot untuk dia." -"Amy mau menggunakan pispot?"
"Tentu." "Saya punya kalung baru untuk dia. Apakah dia mau memakainya?"
"Asal Anda memberikannya sebagai hadiah."
Sewaktu mereka membahas detail-detail lain kebutuhan Amy, Elliot menyadari bahwa
telah terjadi sesuatu dalam beberapa jam terakhir, nyaris tanpa diketahui:
perilaku Amy yang neurotik dan tak menentu telah lenyap. Sepertinya perilaku
yang ia tampilkan sebelumnya tidak lagi relevan; sejak diberitahu mereka akan
menempuh perjalanan jauh, ia tidak lagi uring-uringan dan menutup diri; ia
kembali menjadi gorila betina berusia muda. Elliot sempat bertanya-tanya, apakah
mimpi-mimpi dan 131 depresi Amy karena ia sudah begitu lama terkungkung dalam lingkungan
laboratorium. Mula-mula suasana di lab memang menyenangkan, bagaikan tempat
penitipan untuk anak kecil. Tapi setelah beberapa tahun, tempat itu mungkin
terlalu sempit dan membosankan. Mungkin, Elliot berkata dalam hati, Amy hanya
membutuhkan suasana yang lebih bergairah.
Suasana menjelang keberangkatan mereka memang penuh gairah. Ketika berbicara
dengan Ross, Elliot merasa sesuatu yang luar biasa akan terjadi. Ekspedisi
bersama Amy merupakan contoh pertama suatu peristiwa yang sudah bertahun-tahun
diramalkan oleh para periset primata tesis Pearl.?
Frederick Pearl ahli teori perilaku binatang. Dalam suatu pertemuan American
Ethnological Society di New York pada tahun 1972, ia berkata, "Primata telah
mempelajari bahasa isyarat, dan kini hanya masalah waktu sampai seseorang
membawa seekor binatang ke lapangan, guna membantu penelitian binatang liar dari
spesies yang sama. Kita dapat membayangkan primata berkemampuan bahasa bertindak
sebagai penerjemah, atau bahkan sebagai duta umat manusia, dalam kontak dengan
makhluk-makhluk liar."
Tesis Pearl segera menarik perhatian serta pendanaan dari Angkatan Udara AS,
yang telah me-nyokong riset linguistik sejak tahun 1960-an. Menurut salah satu
cerita, Angkatan Udara mempunyai proyek rahasia bernama CONTOUR, yang
132 menyangkut kemungkinan kontak dengan bentuk-bentuk kehidupan dari luar bumi.
Secara resmi, pihak militer berpendapat bahwa penampakan UFO merupakan gejala
alam, tapi mereka tidak menutup mata terhadap kemungkinan-kemungkinan lain.
Seandainya terjadi kontak dengan kehidupan dari luar bumi, dasar-dasar
linguistik jelas berperan sangat besar. Dan membawa primata ke lapangan
dipandang sebagai contoh kontak dengan "kecerdasan asing"; karena itulah pihak
Angkatan Udara bersedia menjadi penyandang dana.
Pearl meramalkan bahwa penelitian lapangan akan dilakukan sebelum tahun 1976,
tapi nyatanya belum ada yang memulainya. Masalahnya, setelah dipelajari lebih
mendalam, tak seorang pun menemukan keuntungan yang-dapat diraih sebagian besar?primata berkemampuan bahasa tak kalah bingung dibandingkan manusia jika
menghadapi primata liar. Beberapa di antara monyet-monyet itu bahkan menyangkal
hubungan apa pun dengan se-sama mereka, seperti Arthur si simpanse, yang
menyebut simpanse-simpanse lain "makhluk-makhluk hitam". (Amy pernah diajak ke
kebun binatang untuk melihat gorila lain. Ia mengenaii mereka, namun bersikap
angkuh dan menyebut mereka "gorila bodoh" setelah menyadari mereka tidak
menjawab ketika diajak berbicara dengan bahasa isyarat.)
Berdasarkan pengamatan-pengamatan seperti itu, periset lain, John Bates,
menyimpulkan di tahun 133 1977 bahwa "kita menciptakan kelompok elite binatang berpendidikan yang
memperlihatkan sikap melecehkan yang serupa dengan sikap seorang doktor terhadap
pengemudi truk. Kecil kemungkinan primata berkemampuan bahasa dapat dimanfaatkan
sebagai duta di lapangan. Mereka terlalu tinggi hati."
Namun sesungguhnya tak seorang pun tahu apa yang akan terjadi jika seekor p^mata
dibawa ke lapangan. Sebab belum pernah ada yang mencobanya: Amy merupakan kasus
pertama. Pukul 23.00, pesawat kargo ERTS melaju di landasan bandara internasional San
Francisco, le-pas landas dengan susah payah, lalu membelah kegelapan malam ke
arah timur, untuk memulai penerbangan ke Afrika.
134 HARI 3 TANGIER 15 Juni 1979 di scan dan dl-djvu-kan untuk dlmhader (dimhad.co.cc) oleh
OBI Dilarang meng-komersil-kan atau kesial an menimpa anda selamanya
1 DATA BUMI Peter elliot mengenai Amy sejak Amy masih bayi. Ia bangga akan kemampuannya
meramalkan reaksi-reaksi Amy, meskipun ia mengenalnya hanya dalam lingkungan
laboratorium. Kini, ketika dihadapkan pada situasi-situasi baru, perilaku Amy
membuat Elliot tercengang.
Elliot menduga Amy akan ketakutan saat pesawat mereka lepas landas, dan ia telah
menyiapkan alat suntik berisi obat penenang Thoralen. Tapi ternyata Amy tak
perlu disuntik. Amy memperhatikan Jensen dan Levine memasang sabuk pengaman
masing-masing, lalu segera mengikuti contoh mereka. Sepertinya prosedur itu
dianggapnya lucu, meski agak kekanak-kanakan. Amy memang sempat membelalakkan
mata saat mendengar suara mesin jet menderu-deru, tapi berhubung orang-orang di
sekitarnya kelihatannya tidak terganggu, ia pun ikut bersikap acuh tak acuh dan
jemu. Namun setelah lepas landas, Amy memandang
137 ke luar jendela dan langsung panik. Ia membuka sabuk pengamannya dan mulai
mondar-mandir di ruang .penumpang, berpindah-pindah dari satu jendela ke jendela
berikut, menabrak-nabrak orang' sambil memberi isyarat, Mana tanah tanah mana
tanah" Di luar, permukaan bumi kelihatan gelap dan samar-samar. Mana tanah"
Elliot menyuntik Amy dengan Thoralen, lalu mulai membelai-belai-nya. Kemudian ia
mendudukkan Amy dan menarik-narik bulunya.
Di alam bebas, primata menghabiskan beberapa jam setiap hari dengan saling
merapikan bulu dan mencari kutu. Kegiatan itu memegang peranan penting dalam
mengatur struktur sosial kelompok. Ada pola khas yang menentukan siapa membelai
siapa, dan seberapa sering. Selain itu, kegiatan tersebut tampaknya bersifat
menenangkan. Dalam beberapa menit saja kegelisahan Amy telah berkurang banyak.
Ia memperhatikan bahwa yang lain sedang minum, dan langsung minta "minuman buah
hijau" istilahnya untuk martini dengan buah zaitun serta sebatang rokok. Amy ? ?biasa mengajukan permintaan ini jika ada acara istimewa, misalnya pesta
departemen, dan kali ini pun Elliot memenuhi keinginannya.
Tapi segala hiruk-pikuk di sekitar keberangkatan mereka ternyata terlalu
menegangkan bagi Amy. Satu jam kemudian, ketika sedang memberi isyarat Gambar
bagus pada dirinya sendiri, Amy men -
138 dadak muntah. Ia langsung minta maaf, Amy maaf Amy berantakan Amy Amy maaf.
"Tidak apa-apa, Amy," ujar Elliot sambil membelai-belai kepalanya Tak lama
setelah itu Amy memberi isyarat Amy tidur sekarang. Ia menyusun beberapa helai
selimut hingga membentuk sarang di lantai, lalu merebahkan diri. Dalam waktu
singkat ia telah tertidur sambil mendengkur keras. Elliot, yang berbaring di
sampingnya, merasa he-ran bagaimana gorila-gorila lain bisa tidur di te-ngah
kebisingan seperti itu. Elliot mempunyai reaksi tersendiri terhadap perjalanan mereka. Ketika pertama
kali bertemu Karen Ross, ia menganggap wanita itu sebagai sesama ilmuwan. Tapi
pesawat raksasa yang berisi segala macam peralatan komputer, serta kerumitan
seluruh operasi yang penuh akronim itu menunjukkan bahwa ERTS didukung oleh
sumber daya yang sangat besar, atau mungkin bahkan terkait dengan pihak militer.
Karen Ross tertawa. "Cara kerja kami terlalu rapi untuk organisasi militer."
Kemudian ia menceritakan latar belakang perhatian ERTS kepada Virunga. Sama
seperti staf Proyek Amy, Karen Ross pun mengetahui legenda Kota Hilang Zinj.
Namun ia menarik kesimpulan yang sangat berlainan dari kisah itu.
Selama tiga ratus tahun terakhir ada sejumlah usaha untuk mencapai kota hilang
tersebut. Tahun 139 1692, John Mariey, seorang petualang asal Inggris, membawa ekspedisi dengan dua
ratus anggota ke Kongo; kabar ekspedisi itu tak pernah terdengar lagi. Tahun
1744, sebuah ekspedisi Belanda mencoba peruntungan mereka; tahun 1804, rombongan
Inggris lain di bawah pimpinan bangsawan Skotlandia, Sir James Taggert,
mendekati Virunga dari utara dan berhasil mencapai tikungan Rawana di Sungai
Ubangi. Taggert lalu mengutus tim pendahuluan ke selatan, tapi tim itu tak
pernah kembali.

Kongo Karya Michael Crichton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tahun 1872, Stanley lewat di dekat daerah Virunga, namun tidak memasuki kawasan
itu; tahun 1899, sebuah ekspedisi Jerman sampai di Virunga, tapi lebih dari
setengah rombongannya binasa dalam perjalanan. Sebuah ekspedisi Itali yang
dibiayai sendiri menghilang tanpa jejak pada tahun 1911. Sejak itu tak ada lagi
yang berusaha mencari Kota Hilang Zinj.
"Berarti tak ada yang berhasil menemukan kota itu," ujar Elliot.
Ross menggelengkan kepala. "Saya kira ada lebih dari satu ekspedisi yang sampai
di Zinj," ia berkata. "Hanya saja tak ada yang berhasil meninggalkannya lagi."
Hasil seperti itu tidak mengherankan. Di masa silam, penjelajahan benua Afrika
memang sarat bahaya. Ekspedisi-ekspedisi yang diselenggarakan secara hati-hati
pun sering kali kehilangan lebih
140 dari setengah anggota rombongan. Mereka yang tidak tumbang akibat malaria,
penyakit tidur, dan blackwater fever harus menghadapi sungai-sungai penuh buaya
dan kuda nil, hutan rimba yang di-huni .binatang buas, serta suku-suku kanibal
yang tidak bersahabat. Dan meski tumbuh subur, hutan rimba ternyata hanya
menyediakan sedikit bahan makanan bagi manusia. Sejumlah ekspedisi bernasib naas
dan mati kelaparan. "Saya berangkat dari asumsi bahwa kota itu memang ada," Ross berkata kepada
Elliot. "Lalu saya berpikir, di mana harus mencarinya?"
Legenda Kota Hijang Zinj berkaitan erat dengan tambang intan, dan intan dapat
ditemukan di daerah gunung berapi. Karena itu, Ross memfokuskan pencariannya. di
sepanjang Great Rift Valley sebuah patahan raksasa selebar 45 kilometer, yang ?membelah bagian timur benua Afrika sejauh 2.250 kilometer. Rift Valley
sedemikian besar, hingga keberadaannya baru diketahui pada tahun 1890-an.
Seorang ahli geologi bernama Gregory-lah yang pertama menyadari bahwa tebing-
tebing yang terpisah 45 kilo terbuat dari bebatuan yang sama. Great Rift Valley
sesungguhnya merupakan contoh proses pembentukan samudra yang gagal. Sekitar 200
juta tahun silam, bagian timur benua mulai memisahkan diri dari sisa daratan
Afrika; namun karena suatu sebab yang belum jelas, proses tersebut berhenti di
te-ngah jalan. 141 Pada peta, cekungan Great Rift ditandai oleh dua ciri: serangkaian danau
vertikal yang sempit Malawi, Tanganyika, Kivu, Mobutu dan serangkaian gunung
? ?berapi, termasuk satu-satunya kawasan gunung berapi aktif di Afrika, yaitu
Virunga. Tiga gunung berapi di barisan Pegunungan Virunga masih aktif: Mukenko,
Mubuti, dan Kana-garawi. Gunung-gunung itu menjulang antara 3.300-4.500 meter di
atas Rift Valley di timur dan Cekungan Kongo di barat. Dengan demikian, Virunga
tampaknya cocok sebagai tempat mencari intan. Langkah berikut yang ditempuh Ross
adalah menyelidiki data bumi. %
"Apa itu data bumi?" tanya Peter.
"Di ERTS, kami terutama menangani pengindra- . an jarak jauh," Ross menjelaskan.
"Foto-foto satelit, foto-foto udara, Iarikan radar samping. Kami memiliki jutaan
citra pengindraan jarak jauh, tapi tak ada yang dapat menggantikan data bumi,
yaitu data yang dikumpulkan langsung di lapangan. Saya mulai dengan mempelajari
laporan ekspedisi pendahuluan yang kami utus untuk mencari emas. Ternyata mereka
juga menemukan intan." Ia menekan beberapa tombol, dan gambar pada layar segera
berubah. Elliot melihat lusinan titik cahaya di monitor.
"Titik-titik ini memperlihatkan lokasi endapan letakan pada alur-alur sungai di
Virunga. Anda bisa melihat bahwa lokasi-lokasi itu membentuk pola setengah
lingkaran yang berpusat pada
142 gunung-gunung berapi. Kesimpulannya, intan-intan tersebut terbawa arus sungai
dari lereng gunung berapi sampai ke lokasi sekarang."
"Jadi, Anda mengirim ekspedisi untuk mencari sumbernya?"
"Ya." Ross menunjuk ke layar. "Tapi jangan terkecoh oleh apa yang tampak di
sini. Citra satelit ini meliputi kawasan hutan seluas 50.000 kilometer persegi.
Sebagian besar belum pernah didatangi orang Barat. Medannya berat. Jarak pan-
dangnya ke segala arah hanya beberapa meter. Sebuah ekspedisi bisa menyelidiki
daerah tersebut selama bertahun-tahun, dan lewat dalam jarak 180 meter dari kota
itu tanpa menemukannya. Karena itu, saya merasa perlu mempersempit sektor
pencarian. Saya berusaha menemukan kota itu."
"Menemukan kota itu" Berdasarkan citra satelit?"
"Ya," balas Ross. "Dan saya berhasil."
Hutan tropis merupakan kawasan sulit untuk teknologi pengindraan jarak jauh.
Pohon-pohon raksasa membentuk atap vegetasi yang tak dapat ditembus dan menutupi
segala sesuatu yang berada di bawahnya. Hutan tropis Kongo tampak seperti karpet
hijau yang monoton pada foto-foto udara atau satelit. Sungai-sungai selebar lima
belas, atau bahkan tiga puluh meter pun tetap tersembunyi di balik kanopi
dedaunan dan tidak kelihatan dari udara.
143 Karena itu, kecil kemungkinannya Ross dapat menemukan petunjuk mengenai sebuah
kota hilang pada foto-foto udara. Tapi Ross mempunyai gagasan lain: justru
vegetasi yang menghalangi pandangan itulah yang hendak dimanfaatkannya.
Penelitian vegetasi merupakan prosedur biasa di daerah-daerah beriklim sedang,
tempat kelebatan dedaunan berubah-ubah sesuai musim. Tapi hutan tropis di daerah
khatulistiwa tidak mengenai perubahan musiman: kelebatannya selalu sama, baik
pada musim panas maupun musim dingin. Karena itu, Ross mengalihkan perhatiannya
pada aspek, yaitu perbedaan albedo pada vegetasi.
Secara teknis, albedo didefinisikan sebagai perbandingan antara energi
elektromagnetik yang di-pantulkan suatu permukaan dan jumlah energi yang
mengenai permukaan tersebut. Untuk spektrum kasatmata, albedo merupakan ukuran
seberapa "mengilap" suatu permukaan. Sungai memiliki albedo tinggi, karena air
memantulkan ham-pir seluruh sinar matahari yang menerpanya. Vegetasi sebaliknya
menyerap cahaya, sehingga mempunyai albedo rendah. Mulai tahun 1977, ERTS telah
mengembangkan program-program komputer yang sanggup mengukur albedo secara
teliti. Ross lalu bertanya pada dirinya sendiri: Jika memang ada kota hilang, tanda-
tanda seperti apa yang akan terlihat pada vegetasi" Jawabannya sudah jelas:
hutan sekunder tua. Hutan tropis yang belum terjamah disebut hutan
144 primer. Hutan primerlah yang terbayang oleh sebagian besar orang saat
membayangkan hutan tropis: pohon-pohon raksasa berkayu keras, mahoni, jati, dan
kayu hitam; di bawahnya, lapisan pakis dan palem. Hutan primer memang gelap dan
menyeramkan, namun sesungguhnya mudah diterobos. Tapi jika hutan primer ditebang
oleh manusia dan kemudian ditinggalkan, tempatnya akan diisi tumbuhan sekunder
yang sama sekali berlainan terutama tumbuhan kayu lunak dan pohon yang tum-buh ?dengan cepat, bambu dan tanaman rambat berduri yang lalu membentuk tirai yang
?tak dapat ditembus. Tapi Ross tidak ambil pusing soal itu. Perhatiannya semata-mata tertuju pada
aspek albedo hutan tropis. Karena tumbuhan sekunder berbeda, albedo hutan
sekunder pun berbeda dengan albedo hutan primer. Dan hutan sekunder bisa
diklasi-fikasi berdasarkan usia. Berlainan dengan pohon-pohon kayu keras pada
hutan primer yang bisa hidup selama ratusan tahun, usia tumbuh-tumbuhan kayu
lunak pada hutan sekunder hanya sekitar dua puluh tahun. Jadi, dengan
berjalannya waktu, hutan sekunder digantikan hutan sekunder dalam bentuk lain,
begitu seterusnya. Dengan mengamati daerah-daerah tempat hutan sekunder biasa ditemukan misalnya
?di tepi su-ngai-sungai besar, tempat hutan kerap dibuka untuk permukiman
manusia, yang kemudian ditinggalkan lagi Ross memastikan bahwa komputer
?145 ERTS mampu membaca perbedaan-perbedaan reflektivitas yang sangat kecil.
Ia lalu memberi perintah pada komputer untuk mencari perbedaan albedo sebesar
0,03 atau ku-rang dari itu, dengan unit pencarian sebesar seratus meter atau
kurang, di kawasan hutan tropis seluas 50.000 kilometer persegi pada lereng-
lereng barat barisan gunung berapi Virunga. Tugas tersebut akan menghabiskan 31
tahun jika dikerjakan oleh tim analis foto udara dengan lima puluh anggota.
Komputer ERTS melarik 129.000 foto satelit dan udara dalam waktu kurang dari
sembilan jam. Dan berhasil menemukan kota yang dicari.
Bulan Mei 1979, Ross telah memperoleh citra komputer yang memperlihatkan hutan
sekunder sangat tua yang membentuk pola geometris menyerupai kisi-kisi. Pola
tersebut ditemukan pada posisi dua derajat lintang utara dan tiga puluh derajat
bujur timur, pada lereng barat gunung berapi Mukenko yang masih aktif. Menurut
taksiran komputer, usia hutan sekunder tersebut antara lima ratus dan delapan
ratus tahun. "Jadi, Anda mengirim ekspedisi ke sana?" ujar Elliot.
Ross mengangguk. "Tiga minggu lalu, di bawah pimpinan orang Afrika Selatan
bernama Kruger. Ekspedisi itu mengkonfirmasi endapan letakan in-' tan mentah,
kemudian mencari sumbernya, dan menemukan kota itu."
146 "Dan setelah itu?" Elliot bertanya.
Ia mengamati rekaman video itu untuk kedua kali.
Pada layar tampak gambar hitam-putih yang memperlihatkan perkemahan yang porak-
poranda dan berasap. Beberapa mayat dengan tengkorak remuk bergelimpangan.
Kemudian sebuah bayangan melintas pada mayat-mayat itu. Pandangan kamera segera
melebar, dan mereka melihat bayangan itu dengan jelas. Elliot sependapat bahwa
bayangan tersebut menyerupai bayangan gorila, namun ia berkeras, "Gorila tidak
mungkin berbuat begini. Gorila bukan binatang agresif. Mereka hanya makan
tanaman." Mereka menyaksikan rekaman itu sampai habis, kemudian mengamati citra terakhir
yang telah di-olah dengan komputer oleh Ross. Citra tersebut jelas-jelas
memperlihatkan kepala seekor gorila jantan.
"Inilah data bumi," ujar Ross.
Elliot belum yakin. Ia memutar-ulang tiga detik terakhir dari rekaman video, dan
mengamati kepala gorila yang tampak di layar. Gambarnya kurang jelas dan
berbayang, tapi Elliot merasa ada yang tidak beres. Ia tak sanggup
memastikannya. Perilaku binatang yang terekam memang menyimpang dari perilaku
gorila pada umumnya, tapi se-lain itu masih ada lagi. Ia menekan tombol freeze
frame dan menatap citra yang tak bergerak. Wajah dan bulu binatang itu berwarna
kelabu. 147 "Apakah kontrasnya bisa ditingkatkan?" ia bertanya pada Ross. "Gambar ini
terlalu buram." "Entahlah," ujar Ross sambil memainkan tom-bol-tombol. "Menurut saya, gambar ini
cukup baik." Ia tidak berhasil membuatnya lebih gelap.
"Ini terlalu kelabu," Elliot berkomentar. "Gorila jauh lebih gelap."
"Hmm, rentang kontrasnya sudah tepat untuk video."
Elliot yakin makhluk tersebut terlalu terang untuk gorila pegunungan. Ia yakin
mereka sedang menatap ras binatang baru, atau spesies baru. Spesies monyet besar
yang baru, berwarna kelabu, berperilaku agresif, ditemukan di bagian timur
Kongo. Elliot bergabung dengan ekspedisi ini untuk menyelidiki kebenaran mimpi-
mimpi Amy suatu langkah besar dalam bidang psikologi tapi kini taruhannya ? ?mendadak berlipat ganda.
Ross berkata, "Menurut Anda, ini bukan gorila?"
"Ada beberapa cara untuk memastikannya," ja-wab Elliot. Ia mengerutkan kening
dan kembali menatap layar monitor, sementara pesawat mereka terus membelah
kegelapan malam. 148 MASALAH B-8 "Aku harus apaV ujar Tom Seamans. Ia menjepit gagang telepon dengan bahu, lalu
berguling ke samping untuk menatap jam di samping tempat tidurnya. Ternyata baru
pukul 03.00 dini hari. "Pergi ke kebun binatang," Elliot mengulangi. Suaranya kurang jelas, seakan-akan
berasal dari bawah air. "Peter, kau telepon dari mana?"
"Kami ada di atas Samudra Atlantik sekarang," jawab Elliot. "Menuju Afrika."
"Semuanya baik-baik saja?"
"Ya, semuanya baik-baik saja," kata Elliot. "Tapi kuminta kau pagi-pagi sekali
pergi ke kebun binatang."
"Terus, apa yang harus kulakukan di sana?"
"Rekam gorila-gorila dengan kamera video. Lebih baik kalau mereka sedang
bergerak. Ini sangat penting untuk program pembedaan."
"Tunggu, biar kucatat dulu," ujar Seamans. Ia menangani pemrograman komputer
untuk staf Pro - 149 yek Amy dan sudah terbiasa menerima permintaan aneh-aneh, tapi bukan di tengah
malam buta. "Program pembedaan apa?"
"Sekalian putar semua film tentang gorila yang ada di perpustakaan gorila apa ?saja, liar atau di kebun binatang. Makin banyak makin baik, asal dalam keadaan
bergerak. Dan sebagai pembanding, kau sebaiknya pakai simpanse. Apa saja yang
kita miliki tentang simpanse. Pindahkan ke pita video dan gunakan programmu
untuk menganalisisnya."
"Program apa?" Seamans menguap.
"Program yang akan kautulis," balas Elliot. "Aku butuh program pembedaan
multivariabel yang didasarkan atas tampilan visual."
"Maksudmu, program pengenalan pola?" Seamans telah menyusun program pengenalan
pola yang memungkinkan mereka memantau penggunaan bahasa Amy selama 24 jam
setiap hari. Program itu merupakan karya kebanggaan Seamans.
"Terserah kau saja," Elliot menyahut. "Pokoknya, aku butuh program yang mampu
membedakan gorila dari primata lain, misalnya simpanse. Program pembedaan
spesies." * "Gila!" seru Seamans. "Itu masalah B-8." Dalam bidang program komputer untuk
pengenalan pola, suatu bidang baru yang sedang berkembang, masalah B^B merupakan
masalah paling sulit; sejumlah tim riset telah menghabiskan waktu bertahun-tahun
untuk mengajarkan perbedaan antara "B" dan "8" kepada komputer justru karena
?perbedaannya begitu jelas. Namun apa yang jelas bagi mata manusia belum tentu
jelas bagi pelarik komputer. Alat itu harus diberitahu, dan instruksi spesifik
tersebut ternyata lebih rumit dari yang di-duga, terutama untuk aksara-aksara
yang ditulis tangan. Kini Elliot minta program yang sanggup membedakan gorila dan simpanse yaag
berpenampilan serupa. Seamans tak dapat menyembunyikan rasa herannya. "Untuk
apa" Perbedaannya sudah jelas. Gorila ya gorila dan simpanse ya simpanse."
"Kerjakan saja," kata Elliot.
"Apa aku bisa memakai ukuran tubuh?" Gorila dan simpanse bisa dibedakan secara
akurat berdasarkan ukuran tubuh. Tapi program-program visual tak dapat
menentukan ukuran, kecuali jika jarak antara subjek dan alat perekam, serta
jarak titik api lensa bersangkutan diketahui.
"Tidak, ukuran tubuh tidak bisa dipakai," jawab Elliot. "Hanya morfologi
elemen." Seamans menghela napas. "Baiklah. Resolusi-nya?"
"Aku butuh tingkat kepastian 95 persen untuk penentuan spesies, berdasarkan
rekaman video hitam-putih kurang dari tiga detik."
Seamans mengerutkan kening. Rupanya Elliot mempunyai rekaman video sepanjang
tiga detik dari seekor binatang, dan ia tidak yakin binatang tersebut gorila
atau bukan. Pengalaman Elliot dengan gorila lebih dari cukup untuk mengetahui
150 151 perbedaannya: gorila dan simpanse sangat berlainan, baik dari segi ukuran tubuh,
penampilan, cara gerak, maupun perilaku. Kedua spesies itu berbeda seperti
lumba-lumba dan paus. Mata manusia jauh lebih jeli dibandingkan program komputer
mana pun dalam melakukan pembedaan seperti itu. Meski demikian, Elliot tampaknya
tidak mempercayai penglihatannya. Ada apa sebenarnya"
"Akan kuusahakan," ujar Seamans, "tapi aku butuh waktu. Program seperti ini
tidak bisa ditulis dalam semalam."
"Waktu kita hanya satu malam," balas Elliot. "Aku akan menelepon lagi dalam 24
jam." 152 3 Di salah satu pojok modul hunian di dalam pesawat 747 terdapat kotak serat kaca
kedap suara, dengan tutup berengsel dan layar CRT berukuran kecil; kotak itu
dijuluki "peti mayat" karena menimbulkan perasaan terkungkung pada orang-orang
yang bekerja di dalamnya. Pesawat mereka sedang berada di atas bagian tengah
Samudra Atlantik ketika Ross masuk ke peti mayat itu. Sekilas ia menatap Elliot
dan Amy keduanya sedang tidur sambil mendengkur keras serta Jensen dan Levine ? ?yang sedang asyik menekuni permainan komputer. Kemudian ia merapatkan tutup peti
mayat. Ross letih, tapi ia tahu takkan memperoleh istirahat cukup selama dua minggu
berikut, sampai ekspedisi mereka berakhir. Dalam 14 hari 336 jam tim yang
? ?dipimpin Ross harus berhasil mengalahkan konsorsium Euro-Jepang atau gagal
total, sehingga hak eksplorasi mineral di Virunga, Zaire, terlepas dari tangan
mereka. 153 DI DALAM PETI MAYAT

Kongo Karya Michael Crichton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perlombaan telah dimulai, dan Karen Ross bertekad keluar sebagai pemenang.
Ia memasukkan koordinat Houston"menyebutkan identitas pengirim, lalu mehunggu
sampai alat pengacak menyala. Mulai saat itu akan terjadi penundaan sinyal
selama lima detik di kedua ujung, sebab ia dan Houston akan mengirim pesan-pesan
sandi terpenggal-penggal untuk mengecoh pihak-pihak yang mungkin ikut mengu-
ping. Sebuah kata muncul pada monitor: TRAVIS.
Ross mengetikkan namanya sendiri. Kemudian ia mengangkat gagang telepon.
"Situasinya gawat," Travis membuka percakapan, walaupun yang terdengar bukan
suara Travis, melainkan sinyal audio komputer yang datar dan tanpa ekspresi.
"Tolong jelaskan," ujar Ross.
"Rombongan mata sipit sudah mulai beraksi," suara tiruan Travis berkata.
Ross telah hafal gaya bicara Travis: semua pesaing di sebut "mata sipit" oleh
atasannya itu. Selama empat tahun berakhir, sebagian besar pesaing mereka memang
berasal dari Jepang. (Travis sering berkomentar, "Di tahun delapan puluhan,
saingan kita orang-orang Jepang. Di tahun sembilan puluhan, kita akan menghadapi
orang-orang Cina. Mereka sama-sama sipit, sama-sama bekerja pada hari Minggu,
dan tidak peduli soal pertan-154
dingan football. Jadi, kita terpaksa mengikuti contoh mereka.")
"Detail, ujar Ross, lalu menunggu lima detik. Ia bisa membayangkan Travis duduk
di RPK di Houston sambil mendengarkan suara komputer. Suara datar itu menuntut
penyesuaian pola bicara. Hal-hal yang biasanya sudah cukup jelas dengan
menggunakan intonasi dan gaya bicara kini perlu diterangkan secara eksplisit.
"Mereka tahu kalian sedang dalam perjalanan," Travis melaporkan. "Jadwal mereka
langsung di-perketat. Ini pekerjaan orang-orang Jerman te-manmu, si Richter. ?Aku sedang menyiapkan um-pan untuk mengecoh mereka. Ini berita baiknya."
"Dan yang buruk?"
"Kongo jadi neraka dalam sepuluh jam terakhir," kata Travis. "Kita dapat GPU
yang gawat." "Print," sahut Ross.
Ia melihat tulisan GEOPOLITICAL UPDATE pada layar, diikuti paragraf yang padat:
KEDUBES ZAIRE WASHINGTON NYATAKAN PERBATASAN TIMUR VIA RWANDA TERTUTUP TANPA
PENJELASAN PERKIRAAN PASUKAN IDI AMIN LARI KE ZAIRE TIMUR MENYUSUL SERBUAN
TANZANIA KE UGANDA TIMBUL KERUSUHAN TAPI FAKTA BERBEDA SUKU-SUKU SETEMPAT
{KIGANI} MEMBERONTAK DILAPORKAN TERJADI TINDAK KEKEJAMAN DAN KANI-155
BALISME DSB SIKAP PYGMY PENGHUNI HUTAN TIDAK MENENTU BUNUH SEMUA PENGUNJUNG
HUTAN TROPIS KONGO PEMERINTAH ZAIRE UTUS JENDERAL MUGU-RU {ALIAS PEMBANTAI
STANLEYVILLE} PATAHKAN PEMBERONTAKAN KIGANI "DENGAN SEGALA CARA" SITUASI GAWAT
JALAN MASUK SAH KE ZAIRE HANYA LE-WAT KINSHASA DI BARAT TAK DAPAT MEMBANTU HARUS
BISA TARIK MUNRO TAK PEDULI BIAYA JANGAN SAMPAI DI-KONTRAK KONSORSIUM MAU BAYAR
BE-RAPA SAJA SITUASI KALIAN SANGAT BERBAHAYA HARUS MANFAATKAN MUNRO AGAR SELAMAT
Karen Ross menatap layar. Inilah berita terburuk yang dapat mereka terima. Ia
berkata, "Sudah ada tolok waktu?"
KONSORSIUM EURO-JEPANG KINI TERDIRI ATAS HAKAMICHI {JEPANG} GERLICH {JERMAN}
VOORSTER {AMSTERDAM} BERHASIL ATASI PERBEDAAN PANDANGAN DAN KERJA SAMA KINI
LANCAR MEMANTAU KITA TIDAK BISA JAMIN TRANSMISI AMAN MULAI SEKARANG ANTISIPASI
TINDAKAN BALASAN ELEKTRONIK DAN TAK-TIK PERANG UNTUK MENCAPAI SASARAN B-DUA
MEREKA AKAN MASUK KONGO 156 {SUMBER LA YAK DIPERCAYA} DALAM WAKTU 48 JAM KINI MENCARI MUNRO /
"Kapan mereka akan sampai di Tangier?" tanya Ross.
"Enam jam lagi. Kalian?"
"Tujuh jam. Dan Munro?"
"Kita belum tahu soal Munro," ujar Travis. "Kau bisa menjebaknya?"
"Tentu," balas Ross. "Jebakannya akan kusiap-kan sekarang juga. Kalau Munro
tidak bisa diajak bekerja sama, kujamin dia akan tertahan 72 jam sebelum
diizinkan ke luar negeri."
"Apa rencanamu?"
"Senapan mesin dari Ceko. Ditemukan di rumah Munro, lengkap dengan sidik
jarinya. Mestinya cukup."
"Ya, mestinya cukup," Travis sependapat. "Bagaimana dengan para penumpangmu?"
Yang dimaksudnya adalah Elliot dan Amy.
"Mereka baik-baik saja," jawab Ross. "Mereka tidak tahu apa-apa."
"Jaga agar tetap begitu," Travis berpesan, lalu meletakkan gagang telepon.
157 MEMBERI UMPAN "Sudah waktunya memberi umpan," Travis berseru riang. "Siapa saja yang siap
mencaploknya?" "Ada lima penguping di saluran Beta," jawab Rogers. Ia ahli pengawasan
elektronik di ERTS. "Ada yang kita kenal?"
"Aku kenal semuanya," balas Rogers, agak jengkel. "Saluran Beta adalah saluran
utama kita di sini, jadi siapa pun yang mau menyadap sistem kita pasti memilih
saluran itu. Tapi tentu saja pemakaian saluran Beta terbatas pada urusan yang
tidak pakai sandi pajak, daftar gaji, dan sebagainya."?"Kita harus menyiapkan umpan," ujar Travis. Memberi umpan berarti memberi
informasi palsu melalui saluran yang disadap. Prosedur itu harus dilakukan
dengan hati-hati. "Rombongan mata sipit juga ada?"
"Tentu. Apa yang akan kita umpankan pada mereka?"
"Koordinat kota yang hilang," kata Travis.
158 Rogers mengangguk sambil mengusap alis. la berbadan gemuk dan mudah berkeringat.
"Seberapa teliti?"
"Sangat teliti," sahut Travis. "Mereka bukan anak ingusan yang tidak tahu apa-
apa." "Tapi bukan koordinat sesungguhnya?"
"Ya Tuhan, jangan. Tapi cukup dekat. Katakanlah, dalam radius dua ratus
kilometer." "Beres," ujar Rogers.
"Pakai sandi?" tanya Travis.
"Tentu saja." "Ada sandi yang bisa dipecahkan dalam dua belas sampai lima belas jam?"
Rogers mengangguk. "Ada. Sepintas lalu kelihatannya rumit sekali, tapi setelah
dipelajari dengan teliti, semuanya langsung jelas. Ada kelemahan dalam
mengaburkan frekuensi pemakaian huruf. Pihak penerima pasti menyangka kita
membuat kesalahan." "Asal jangan terlalu mudah," Travis mewanti-wanti.
"Oh, jangan khawatir. Mereka tetap harus me-meras keringat. Dan mereka takkan
menyangka ini cuma umpan. Kita pernah mencoba sandi ini dengan Angkatan Darat,
dan mereka muncul di sini sambil tersenyum lebar untuk menguliahi kita. Mereka
tak pernah tahu itu memang disengaja."
"Oke," ujar Travis. "Siapkan datanya, lalu beri umpan pada mereka. Aku butuh
sesuatu yang bisa membuat mereka merasa aman selama 48 jam
159 berikut atau lebih sampai mereka sadar kita mengelabui mereka."?"Dengan senang hati," balas Rogers, kemudian pindah ke terminal Beta.
Travis menghela napas. Pemberian umpan akan segera dimulai, dan ia berharap
bahwa siasat itu dapat melindungi timnya di lapangan cukup lama agar mereka
?dapat menemukan intan-intan itu lebih dulu.
160 COLOK-COLOK BAHAYA Ia terbangun akibat suara-suara yang bergumam-gumam.
"Seberapa pasti colok ini?"
"Sangat pasti. Ini pissup-nya, sembilan hari lalu, dan bukan di atas titik
pusat." "Itu lapisan awan?"
"Bukan, bukan lapisan awan, warnanya terlalu gelap. Itu semburan dari colok
kita." "Gila."
Elliot membuka mata dan melihat garis merah tipis di cakrawala melalui jendela
pesawat. Fajar telah menyingsing. Arlojinya menunjukkan 05.11 pukul lima pagi,
?waktu San Francisco. Ia hanya tidur dua jam setelah menelepon Seamans. Ia
menguap, lalu melirik ke arah Amy yang tidur meringkuk di selimut-selimut di
lantai. Amy mendengkur keras. Ranjang-ranjang yang lain kosong.
Ia kembali mendengar suara bergumam, dan menoleh ke konsol komputer. Jensen dan
Levine sedang menatap layar monitor sambil berbicara
161 pelan-pelan, "Kelihatannya berbahaya. Apakah kita punya proyeksi komputer untuk
itu?" "Sedang disusun. Ini akan makan waktu. Aku minta data untuk lima tahun terakhir,
juga semua pissup yang lain."
Elliot turun dari tempat tidur dan ikut memperhatikan layar. "Apa itu pissupT
"PSOP adalah singkatan untuk prior significant orbital passes oleh satelit,"
Jensen menjelaskan. "Kami sebut pissup, sebab biasanya data itu baru diminta
kalau sudah ada kekacauan. Kami sedang mengamati colok vulkanik ini," Jensen
berkata sambil menunjuk layar. "Kelihatannya tidak terlalu bagus."
"Colok vulkanik yang mana?" tanya Elliot.
Mereka menunjukkan gumpalan-gumpalan asap hijau tua dalam warna-warna
?artifisial buatan komputer yang menyembur dari kawah Mukenko, salah safu gunung
?berapi aktif pada barisan Virunga. "Mukenko meletus rata-rata tiga tahun
sekali," ujar Levine. "Letusan terakhir terjadi Ma-ret 1977, tapi tampaknya
gunung itu sedang mengambil ancang-ancang untuk meletus lagi dalam minggu ini.
Kami sedang menunggu perhitungan probabilitas."
"Ross sudah tahu?"
Levine dan Jensen angkat bahu. "Sudah, tapi sepertinya dia tidak terlalu risau.
Dua jam lalu dia dapat GPU mendesak dari Houston, dan langsung
162 masuk ke ruang kargo. Setelah itu, dia belum kelihatan lagi."
Elliot menyusul ke ruang kargo yang remang-remang. Ruang kargo tidak diinsulasi
dan udaranya dingin sekali. Permukaan-permukaan logam dan kaca pada truk-truk
tertutup lapisan es tipis, dan setiap embusan napas Elliot segera mengembun. Ia
menemukan Karen Ross sedang bekerja di sebuah meja. Wanita itu sedang
membelakanginya, tapi ketika Elliot mendekat, ia langsung menghentikan
pekerjaannya dan berbalik.
"Saya pikir Anda sedang tidur," kata Ross.
"Saya tidak bisa tidur lagi. Ada apa?"
"Cuma memeriksa perlengkapan. Ini unit teknologi canggih yang akan kita bawa,"
ujar Ross sambil mengangkat ransel berukuran kecil. "Kami telah mengembangkan
unit mini untuk penggunaan di lapangan; perlengkapan seberat sepuluh kilo yang
dapat memenuhi segala kebutuhan selama dua minggu: makanan, air, pakaian,
semuanya." "Air juga?" tanya Elliot.
Air merupakan zat berat: tujuh persepuluh"tubuh manusia adalah air, dan sebagian
besar berat makanan adalah air; karena itulah makanan yang didehidrasi begitu
ringan. Namun air jauh lebih penting bagi manusia daripada makanan. Manusia bisa
bertahan selama berminggu-minggu tanpa makanan, tapi tanpa air, dia akan tewas
dalam beberapa jam. Dan air berat.
Ross tersenyum. "Manusia rata-rata memakai
163 empat sampai enam liter per hari, yang merupakan beban seberat empat sampai enam
setengah kilo. Pada ekspedisi dua minggu ke daerah gurun, kami seharusnya
menyediakan seratus kilo air untuk se-tiap orang, Tapi kami punya unit daur
ulang air dari NASA, yang memurnikan semua cairan tubuh, termasuk air seni.
Beratnya hanya enam ons. Itulah cara yang kami pakai."
Melihat ekspresi Elliot, Ross segera menambahkan, "Jangan berprasangka buruk.
Air kami lebih bersih dari air leding di rumah Anda."
"Baiklah, kalau Anda bilang begitu." Elliot me-raih kacamata hitam berbentuk
janggal. Kacamata itu gelap sekali dan tebal, pada bingkainya terdapat lensa
yang aneh. "Kacamata holografik untuk pandangan malam," ujar Ross. "Berlensa khusus, dengan
lapisan tipis untuk membelokkan sinar." Ia lalu menunjukkan lensa kamera bebas
getaran dengan sistem optik yang dapat mengkompensasi gerakan, lampu strobe
inframerah, serta laser mini seukuran penghapus pensil. Selain itu masih ada
sejumlah tripod yang dilengkapi motor serta bracket untuk memasang sesuatu, tapi
Ross tidak memberi penjelasan selain mengatakan bahwa tripod-tripod itu termasuk
"unit-unit pertahanan".
Elliot menghampiri meja di ujung ruangan, tempat ia menemukan enam senapan mesin
berderet di bawah lampu. Ia mengangkat salah satu; senjata itu berat dan
mengilap karena dipoles dengan mi -
164 nyak. Sejumlah magasin peluru menumpuk di dekatnya. Elliot tidak memperhatikan
huruf-huruf pada gagang; semua senjata tersebut merupakan senapan Rusia bertipe
AK-47 yang dirakit di Ceko, di bawah lisensi.
Elliot menoleh ke arah Ross.
"Sekadar untuk berjaga-jaga," Ross berkata. "Ini perlengkapan standar untuk
semua ekspedisi. Te-nang saja."
Elliot menggelengkan kepala. "Bagaimana dengan GPU yang Anda terima dari
Houston?" "Saya tidak khawatir soal itu," ujar Ross. "Saya yang khawatir," balas
Elliot. Ross lalu menjelaskan bahwa GPU itu sekadar laporan teknis. Pemerintah Zaire
telah menutup perbatasan timur dalam dua puluh jam terakhir. Lalu lintas
pariwisata dan niaga tidak dapat memasuki Zaire dari Rwanda maupun Uganda. Semua
orang kini harus masuk dari arah barat, melalui Kinshasa.
- Tak ada penjelasan resmi mengapa perbatasan timur ditutup, namun sumber-sumber
di Washington menduga pasukan Idi Amin, yang melarikan diri melintasi perbatasan
Zaire akibat serbuan Tanzania ke Uganda, mungkin menyebabkan "kerusuhan lokal".
Di Afrika Tengah, kerusuhan lokal biasanya berarti kanibalisme dan tindak
kekejaman lainnya. 165 "Anda percaya itu?" tanya Elliot. "Kanibalisme dan tindak kekejaman?"
"Tidak," ujar Ross. "Itu berita bohong. Itu ulah rombongan Belanda, Jerman, dan
Jepang kemungkinan besar teman Anda, Hakamichi. Konsorsium Euro-Jepang tahu ?ERTS sebentar lagi akan menemukan cadangan intan di Virunga, dan mereka ingin
menghambat kita. Mereka bekerja sama dengan orang dalam, kemungkinan besar di
Kinshasa, dan menutup perbatasan timur. Itu saja."
"Kalau begitu, untuk apa Anda membawa senapan mesin?"
"Sekadar berjaga-jaga," Ross mengulangi. "Senjata-senjata itu takkan digunakan
dalam perjalanan ini, percayalah. Nah, sebaiknya Anda beristirahat saja
sekarang. Tidak lama lagi kita akan mendarat di Tangier." "Tangier?"
"Kapten Munro ada di sana."
166 6 MUNRO Nama "Kapten" Charles Munro tidak tercantum pada daftar pemimpin ekspedisi yang
biasa digunakan oleh tim-tim lapangan. Ada beberapa alasan untuk itu terutama
"reputasinya yang sangat buruk.
Munro dibesarkan di Provinsi Perbatasan Utara yang liar di Kenya. Ia anak haram
petani asal Skotlandia dan pembantunya yang berasal dari India. Ayah Munro
bernasib naas dan terbunuh oleh gerilyawan Mau Mau pada tahun 1956. Tak lama
kemudian ibu Munro meninggal akibat TBC. Munro lalu mengembara ke Nairobi,
tempat ia bekerja sebagai pemandu bagi turis-turis yang hendak berburu. Saat
itulah Munro menganugerahkan pangkat "Kapten" untuk dirinya sendiri, meskipun ia
tak pernah menjadi anggota militer.
*Meskipun lebih dari 19.000 orang tewas selama pemberontakan Mau Mau, hanya 37
orang kulit putih menjadi korban dalam kekacauan yang berlangsung selama tujuh
tahun. Setiap korban kulit putih dipandang sebagai korban keadaan, bukan korban
sikap politik orang kulit hitam.
167 Rupanya Kapten Munro tidak cocok dengan pekerjaan mengantar-antar wisatawan.
Pada tahun 1960, ia dilaporkan menyelundupkan senjata dari Uganda ke Kongo yang
baru saja merdeka. Setelah Moise Tshombe dikirim ke pengasingan pada tahun 1963,
kegiatan Munro menimbulkan masalah politik, dan menjelang akhir 1963 ia terpaksa
menghilang dari Afrika Timur.
Setahun setelah itu, ia muncul kembali sebagai salah satu tentara bayaran
Jenderal Mobutu di Kongo, di bawah pimpinan Kolonel "Mad Mike" Hoare. Hoare
menilai Munro sebagai "orang yang keras dan tangguh, mampu bertempur secara
efektif di hutan rimba, asal bisa dijauhkan dari perempuan". Setelah penaklukan
Stanleyville dalam Operasi Dragon Rouge, nama Munro dikaitkan dengan tindak
kekejaman tentara bayaran di sebuah desa bernama Avakabi. Munro kembali
menghilang selama beberapa tahun.
Pada tahun 1968 ia diketahui berada di Tangier, hidup mewah sebagai tokoh
setempat. Sumber kekayaan Munro tak pernah terungkap dengan pasti, namun menurut
kabar burung ia menyediakan senjata ringan asal Jerman Timur untuk para
pemberontak komunis Sudan di tahun 1971, ikut terlibat dalam pemberontakan kubu
Royalis di Etiopia tahun 1974-1975, dan membantu pasukan pa-yung Prancis yang
diterjunkan di Provinsi Shaba di Zaire pada tahun 1978.


Kongo Karya Michael Crichton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sepak terjang Munro yang cenderung mengabai -
168 kan hukum menjadikan dirinya kasus istimewa di Afrika pada dasawarsa 1970-an.
Meskipun ber-status persona nongrata di setengah lusin negara Afrika, ia tetap
bebas melakukan perjalanan keliling benua dengan menggunakan berbagai paspor.
Semua petugas perbatasan mengenai tampang Munro, namun sukar bagi mereka untuk
memutuskan apakah ia harus dicekal atau dibiarkan memasuki wilayah mereka.
Perusahaan-perusahaan pertambangan asing, yang peka terhadap perasaan setempat,
enggan menyewa Munro sebagai pemimpin ekspedisi untuk rombongan-rombongan
mereka. Selain itu, Munro juga mematok tarif tertinggi di kalangan pemandu. Di
pihak lain, ia dikenal sebagai orang yang sanggup mengerjakan tugas-tugas sulit.
Dengan menggunakan nama samaran, ia berhasil membawa dua ekspedisi pertambangan
timah dari Jerman ke Kamerun pada tahun 1974; dan ia pernah membawa rombongan
ERTS ke Angola semasa puncak bentrokan senjata pada tahun 1977. Tahun berikutnya
ia meninggalkan ekspedisi ERTS bertujuan Zambia, karena Houston menolak bayaran
yang dimintanya. Houston akhirnya membatalkan ekspedisi tersebut.
Singkat kata, Munro diakui sebagai pemandu terbaik untuk perjalanan berbahaya.
Karena itulah pesawat ERTS mampir di Tangier.
Di bandara Tangier, pesawat kargo ERTS beserta
169 seluruh isinya ditahan di kawasan berikat, tapi semua anggota rombongan selain
Amy melewati pabean sambil membawa barang-barang milik pribadi masing-masing.
Jensen dan Levine lalu di-bawa ke kantor bea cukai untuk digeledah; pada barang
bawaan mereka ditemukan heroin dalam jumlah sangat kecil.
Kejadian mengejutkan ini merupakan mata ran-tai terakhir dalam serangkaian
peristiwa yang secara tak langsung saling terkait. Tahun 1977 para petugas
pabean AS mulai menggunakan alat pelacak pantulan netron, serta detektor uap
yang bekerja secara kimiawi. Peralatan elektronik itu dirakit berdasarkan
pesanan oleh Hakamichi Electronics di Tokyo. Setahun kemudian timbul pertanyaan
mengenai ketelitian peralatan tersebut. Hakamichi lalu mengusulkan agar
peralatan mereka diuji coba di sejumlah bandara di seluruh dunia, antara lain di
Singapura, Bangkok, Delhi, Munich, dan Tangier.
Dengan demikian, kemampuan detektor-detektor di bandara Tangier telah diketahui
oleh pihak Hakamichi, dan mereka juga tahu bahwa bubuk biji opium serta serpihan
lobak akan memicu alarm palsu pada sensor-sensor di bandara. Ke-kisruhan yang
timbul baru dapat diatasi setelah melalui penelitian yang memakan waktu 48 jam.
(Belakangan terbukti bahwa terdapat serpihan-ser-pihan lobak pada tas kerja
kedua anggota ekspedisi tersebut.)
170 Baik Irving maupun Jensen menyangkal terlibat penyelundupan zat terlarang, dan
memohon bantuan Konsulat AS. Tapi kasus mereka tetap mengambang selama beberapa
hari; Ross lalu menelepon Travis di Houston, yang menduga kejadian itu merupakan
"siasat mata sipit". Tak ada yang dapat mereka lakukan selain melanjutkan
rencana dan meneruskan ekspedisi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
"Mereka pikir ini bakal menghentikan kita," ujar Travis, "tapi mereka salah
perhitungan." "Siapa yang akan menangani urusan geologi?" tanya Ross.
"Kau," jawab Travis.
"Dan urusan elektronik?"
"Kaulah ahlinya," Travis menyahut. "Pokoknya, kalian harus mendapatkan Munro.
Dia kunci semuanya."
Suara azan magrib terdengar sayup-sayup di atas rumah-rumah berwarna pastel di
kawasan Kasbah di Tangier. Di masa lampau, sang muazin naik ke menara untuk
melantunkan panggilan salat, tapi kini ia telah digantikan oleh rekaman yang di-
kumandangkan melalui pengeras suara.
Karen Ross duduk di teras rumah Kapten Munro yang menghadap ke Kasbah, sambil
menunggu kesempatan bertatap muka dengan orang tersebut. Peter Elliot duduk di
sampingnya. Pria 171 itu rupanya kelelahan akibat penerbangan lama, sebab ia tertidur pulas sambil
mendengkur keras. Mereka telah menunggu tiga jam, dan Ross merasa cemas. Rumah Munro bergaya Moor,
terbuka ke arah luar. Dari bagian dalam, terbawa oleh angin yang bertiup pelan,
terdengar suara-suara berbicara dalam suatu bahasa Asia.
Salah satu pelayan Munro muncul di teras sambil membawa telepon. Gadis itu
membungkuk so-pan, dan Ross melihat ia bermata ungu; sangat cantik, usianya
pasti tak lebih dari enam belas tahun. Ia berbicara dengan hati-hati dalam
bahasa Inggris, "Ini sambungan Anda ke Houston. Acara tawar-menawar akan segera
dimulai." Karen membangunkan Elliot yang tampaknya masih enggan membuka mata. "Acara
negosiasi sudah dimulai," ia memberitahukan.
Sejak pertama menginjakkan kaki di rumah Munro, Elliot sudah terkesima. Semula
ia menduga mereka akan menemui hunian bersuasana militer, dan ia tercengang
ketika melihat lengkungan-leng-kungan indah serta air mancur berkilau-kilau
dalam cahaya matahari. Kemudian ia melihat orang-orang Jepang dan Jerman di ruangan sebelah. Mereka
menatap tajam ke arah Ross dan dirinya. Sorot mata mereka * berkesan sangat
tidak bersahabat, namun Ross ma-lah berkata, "Permisi sebentar," lalu
menghampiri pemuda Jerman berambut pirang dan memeluknya
172 hangat. Mereka saling mengecup pipi dan mengobrol riang, seperti layaknya dua
teman akrab. Elliot sempat merasa curiga, tapi jadi lebih te-nang setelah melihat bahwa
orang-orang Jepang yang semuanya bersetelan jas hitam juga tampak tidak ? ?senang. Ia langsung tersenyum ramah, se-akan-akan menyetujui adegan reuni
tersebut. Namun ketika Ross kembali, ia segera bertanya, "Siapa itu?"
"Itu Richter," jawab Ross. "Pakar topologi paling cemerlang di Eropa Barat;
bidang keahliannya adalah ekstrapolasi ruang-n. Pemikirannya sangat elegan." Ia
tersenyum. "Hampir sama elegan dengan pemikiran saya."
"Tapi dia bekerja untuk pihak konsorsium?"
"Tentu saja. Dia orang Jerman."
"Dan Anda mengobrol dengan dia?"
"Saya senang sekali mendapat kesempatan ini," balas Ross. "Karl punya kelemahan
fatal. Dia hanya mampu menangani data yang telah ada. Dia mengambil data yang
diberikan, lalu menjungkir-balikkan semuanya dalam ruang-n. Tapi dia tak sanggup
membayangkan sesuatu yang baru. Saya pernah punya pembimbing seperti itu di
M.I.T. Terikat pada fakta, disandera kenyataan." Ross menggeleng-gelengkan
kepala. "Apakah dia bertanya tentang Amy?"
"Tentu." "Dan apa yang Anda katakan padanya?"
173 "Saya memberitahunya bahwa Amy sakit keras dan mungkin akan mati."
"Dan dia percaya itu?"
"Kita lihat saja. Ah, itu Munro."
Kapten Munro muncul di ruangan sebelah sambil memegang cerutu. Ia bertubuh
tinggi dan berpenampilan keras, dengan kumis tebal dan mata berwarna gelap yang
awas. Ia berbicara sejenak dengan orang-orang Jepang dan Jerman, yang tampaknya
tidak senang mendengar apa yang dikatakannya. Segera setelah itu ia menemui Ross
dan Elliot sambil tersenyum lebar.
"Saya dengar Anda akan pergi ke Kongo, Dr. Ross."
"Kita yang akan pergi, Kapten Munro," balas Ross.
Munro tersenyum. "Sepertinya semua orang me-nuju ke sana."
Basa-basi itu diikuti percakapan yang tidak dipahami oleh Elliot. Karen Ross
berkata, "Lima puluh ribu dolar AS dalam franc Swiss dan 0,02 dari hasil bersih
penggalian tahun pertama."
Munro menggelengkan kepala. "Seratus dalam franc Swiss tambah 0,06 dari hasil
tahun pertama untuk bahan galian utama, perhitungan crude-grade, tanpa diskon."
"Seratus dalam dolar AS dan 0,01 dari hasil tahun pertama untuk semua bahan
galian, diskon penuh dari titik asal."
"Dari titik asal" Di tengah-tengah Kongo" Di -
174 beri tiga tahun pun saya belum tentu mau. Bagav-mana kalau kegiatan Anda
dihentikan?" "Kalau Anda menginginkan bagian, Anda harus berani bertaruh. Mobutu bukan orang
bodoh." "Posisi Mobutu sedang goyah, dan saya masih hidup karena saya tidak pernah
bertaruh," balas Munro. "Seratus tambah 0,04 hasil tahun pertama untuk bahan
galian utama, diskon frontloading. Atau 0,02 dari bagian Anda."
"Kalau Anda tidak mau bertaruh, bagaimana dengan dua ratus tunai untuk bagian
Anda?" Munro menggelengkan kepala. "Untuk mendapatkan HEM di Kinshasa saja Anda bayar
lebih dari itu." "Harga-harga di Kinshasa sedang melambung, termasuk harga hak eksplorasi
mineral. Dan menurut perhitungan komputer, batas eksplorasinya saat ini jauh di
bawah seribu." "Hmm, begitu?" Munro tersenyum dan kembali ke ruangan sebelah, tempat orang-
orang Jepang dan Jerman sedang menunggunya.
Ross cepat-cepat menambahkan, "Soal yang terakhir, mereka tidak perlu tahu."
"Oh, saya yakin mereka sudah mengetahuinya," balas Munro, lalu menemui para
wakil pihak konsorsium. "Bajingan," Ross menggerutu. Ia merendahkan suara ketika bicara melalui telepon.
"Dia takkan menerima tawaran kita. Tidak, tidak, dia takkan mau. Mereka berusaha
keras menarik dia." 175 Elliot berkata, "Anda menawar tinggi sekali untuk jasa dia."
"Dia yang terbaik," Ross menjawab singkat, lalu kembali berbisik-bisik lewat
telepon. Munro kembali menghampiri Karen Ross. "Bagaimana perhitungan batas eksplorasi
Anda tadi?" "Di bawah seribu."
"Hmm, begitu. Tapi Anda tetap yakin proyek ini menguntungkan?"
"Saya tidak pernah bilang proyek ini menguntungkan."
"Kalau begitu, Anda hanya membuang-buang uang pergi ke Kongo," Munro
berkomentar. Karen Ross tidak menyahut. Pandangannya beralih ke langit-langit.
"Suasana di Virunga saat ini tak bisa dikatakan nyaman. Suku Kigani sedang
berperang, dan mereka kanibal. Orang-orang pygmy juga tidak lagi bersahabat.
Bisa-bisa Anda akan berakhir dengan anak panah di punggung. Ada gunung berapi
yang siap meletus. Lalat tsetse. Air jelek. Pejabat-peja-bat korup. Bukan tempat
yang patut didatangi tanpa alasan kuat, hmm" Mungkin lebih baik perjalanan Anda
ditunda sampai suasananya kembali tenang."
Peter Elliot setuju sekali, dan ia langsung mengutarakan pendapatnya.
"Pilihan bijaksana," ujar Munro dengan senyum lebar yang membuat jengkel Ross.
176 "Tampaknya," kata Karen Ross, "kita takkan berhasil mencapai kata sepakat."
"Kelihatannya begitu." Munro mengangguk-angguk.
Elliot menyimpulkan bahwa proses negosiasi telah berakhir. Ia segera bangkit
untuk bersalaman dengan Munro dan pergi, tapi sebelum ia sempat mengulurkan
tangan, Munro sudah pindah ke ruang sebelah dan mulai berunding dengan orang-
orang Jepang dan Jerman. "Sudah ada titik terang," kata Ross.
"Titik terang?" Elliot bertanya heran. "Menurut saya, dia justru membuat Anda
tak berkutik." "Bukan. Dia percaya kita tahu lebih banyak mengenai lokasi daripada mereka, dan
kita mempunyai peluang lebih besar untuk berhasil, sehingga dia bisa ikut
mendapat keuntungan."
Di ruang sebelah, rombongan orang Jepang dan Jerman mendadak berdiri dan menuju
pintu depan. Sebelum mereka keluar, Munro bersalaman dengan orang-orang Jerman
dan membungkuk kepada orang-orang Jepang.
"Kelihatannya Anda benar," Elliot berkata pada Ross. "Dia menyuruh mereka
pergi." Tapi Ross malah mengerutkan kening dan pa-sang tampang geram. "Brengsekv" ia
menggerutu. "Mereka tidak boleh pergi begitu saja."
Elliot kembali terheraft-heran. "Saya pikir justru itu yang Anda harapkan."
"Sial," Ross mengumpat. "Kita ditipu mentah -
177 mentah." Ia menempelkan gagang telepon ke telinga dan berbisik-bisik dengan
Houston. Elliot benar-benar bingung^ Dan ia semakin terbengong-bengong ketika Munro
mengunci pintu setelah tamu-tamunya pergi, lalu menghampiri Ross dan Elliot
sambil mengumumkan bahwa ma-kan malam sudah siap.
Mereka makan dengan gaya Maroko, sambil duduk di lantai dan menggunakan tangan.
Hidangan pertama adalah masakan daging burung dara, disusul daging rebus.
"Jadi, Anda menolak tawaran orang-orang Jepang itu?" tanya Ross.
"Oh, bukan," jawab Munro. "Itu melanggar tata krama. Saya katakan pada mereka?bahwa saya akan mempertimbangkan usu lan mereka. Dan itu bukan sekadar basa-
basi." "Kalau begitu, kenapa mereka pergi?"
Munro angkat bahu. "Bukan karena kehendak saya, percayalah. Saya rasa mereka
mendengar sesuatu lewat telepon yang mengubah seluruh rencana mereka."
Karen Ross melirik jam tangannya, lalu meng-hafalkan waktu saat itu. "Masakan
ini lezat sekali," ia berkomentar untuk beramah-tamah.
"Syukurlah. Ini tajin. Daging unta."
Karen Ross tersedak. Selera makan Peter Elliot pun mendadak berkurang. Munro
berpaling pada - 178 nya. "Kabarnya Anda punya gorila, Profesot Elliot?"
"Dari mana Anda tahu itu?"
"Saya diberitahu orang-orang Jepang tadi. Mereka tak habis pikir, kenapa gorila
diikutsertakan dalam ekspedisi. Seorang pria muda dengan seekor gorila, dan
seorang wanita muda yang mencari..."
"Intan kualitas industri," ujar Karen Ross.
"Ah, intan kualitas industri." Munro berpaling pada Elliot. "Saya suka
percakapan terbuka. Intan" Menarik." Ia bersikap seolah-olah mereka sekadar
mengobrol untuk mengisi waktu.
Ross berkata, "Anda harus mengantar kami ke sana, Munro."
"Dunia penuh dengan intan kualitas industri," balas Munro. "Intan seperti itu
ada di Afrika, India, Rusia, Brazil, Kanada, bahkan di Amerika
Serikat Arkansas, New York, Kentucky di mana-mana. Tapi Anda mau ke Kongo."? ?Karen Ross menangkap pertanyaan yang tersirat dalam ucapan Munro. "Kami mencari
intan biru berlapis boron Tipe lib," ia menjelaskan. "Intan jenis itu memiliki
sifat-sifat semikonduktor yang penting untuk aplikasi mikroelektronik."
Munro mengusap-usap kumisnya. "Intan biru," ia berkata sambil mengangguk-angguk.
"Pantas Anda begitu ngotot."
Ross diam saja. "Apakah intan jenis itu tidak bisa dibuat secara artifisial?"
179 "Tidak. Memang pernah ada proses pelapisan boron dalam skala komersial, tapi
prosesnya ternyata tak bisa diandalkan. Pihak Amerika sempat mengembangkan
proses seperti itu, begitu pula pihak Jepang. Tapi akhirnya semuanya angkat
tangan." "Jadi, Anda harus menemukan sumber alami?"
"Betul. Dan saya ingin secepat mungkin sampai di sana," Ross berkata dengan nada
datar sambil menatap Munro.
"Tentu," sahut Munro. "Bisnis di atas segala-galanya, bukan begitu, Dr. Ross?"
Ia melintasi ruangan, bersandar pada sebuah lengkungan, dan memandang ke
kegelapan malam yang menyelubungi Tangier. "Tapi saya tidak heran," ia
melanjutkan. "Sebenarnya..."
Begitu senapan mesin mulai memberondong, Munro langsung tiarap untuk berlindung.
Gelas-gelas di meja pecah berantakan, salah satu pelayan menjerit, Elliot dan
Ross menjatuhkan diri ke lantai marmer sementara peluru-peluru berdesing-desing
di atas kepala mereka. Berondongan itu berlangsung sekitar tiga puluh detik,
kemudian suasana kembali hening.
Setelah yakin keadaan sudah aman lagi, mereka bangkit pelan-pelan dan
berpandangan. "Pihak konsorsium tidak main-main." Munro nyengir lebar. "Saya suka orang
seperti itu." Ross menepis serpihan plesteran dinding yang menempel di bajunya, lalu berpaling
pada Munro. 180 "Lima koma dua untuk dua ratus pertama, tanpa deduksi, dalam franc Swiss,


Kongo Karya Michael Crichton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

disesuaikan." "Lima koma tujuh."
"Lima koma tujuh. Oke."
Munro bersalaman dengan mereka, lalu berkata bahwa ia membutuhkan beberapa menit
untuk mengemasi barang-barangnya sebelum bertolak ke Nairobi.
"Begitu saja?" tanya Ross. Ia mendadak tampak cemas, dan kembali melirik jam
tangannya. "Ada masalah?" tanya Munro.
"AK-47 asal Ceko," ujar Ross. "Di gudang Anda."
Munro tenang-tenang saja. "Sebaiknya dipindah-kan dulu dari sana," ia
berkomentar. "Pihak konsorsium pasti menggunakan siasat serupa, padahal masih
banyak yang harus kita kerjakan dalam beberapa jam berikut ini." Sirene polisi
terdengar meraung-raung di kejauhan. Munro berkata, "Kita lewat tangga belakang
saja." Satu jam setelah itu, mereka telah lepas landas dan menuju Nairobi.
181 HARI 4 NAIROBI 16 Juni 1979 dl-scan dan di-djvu-kan untuk dimhader (dimhad.co.cc) oleh
O IB II Dilarang meng-komersil-kan atau
1 Jarak melintasi Afrika dari Tangier ke Nairobi lebih jauh dibandingkan jarak
melintasi Samudra Atlantik dari New York ke London 5.400 kilometer, atau ?penerbangan selama delapan jam. Ross menghabiskan waktu di depan komputer,
dengan mengerjakan sesuatu yang disebutnya hyperspace probability lines.
Layar monitor memperlihatkan peta Afrika yang dilintasi garis-garis dengan
berbagai warna. "Ini semua tolok waktu," Ross menjelaskan. "Kita bisa
membandingkan semuanya dari segi waktu tempuh dan faktor-faktor penghambat." Di
bawah layar terdapat penunjuk waktu tempuh total, dengan angka-angka yang terus
berubah-ubah. "Apa maksudnya ini?" tanya Elliot.
"Komputer sedang memilih jalur tercepat. Anda bisa lihat, komputer baru saja
menemukan tolok waktu yang akan membawa kita ke lokasi dalam 6 hari 18 jam dan
51 menit. Mau tak mau Elliot tersenyum. Ia merasa geli
185 TOLOK WAKTU ketika membayangkan komputer meramalkan sampai ke hitungan menit kapan mereka
akan tiba di lokasi di Kongo. Tapi Ross tampak serius sekali.
Di depan mata mereka, angka yang terlihat pada jam komputer berubah lagi menjadi
5 hari 22 jam 24 menit. "Lumayan," ujar Ross sambil mengangguk. "Tapi tetap kurang baik." Ia menekan
sebuah tom-bol dan garis-garis pada layar mulai bergeser-geser dan merentang,
bagaikan terbuat dari karet. "Ini perkiraan jalur konsorsium," Ross berkata,
"berdasarkan asumsi-asumsi kita tentang ekspedisi mereka. Mereka menggunakan tim
besar tiga puluh orang atau lebih. Dan mereka belum mengetahui lokasi kota itu ?secara tepat. Paling tidak, kami menduga mereka belum tahu. Tapi mereka menang
waktu, paling tidak dua belas jam, sebab pesawat mereka sudah mulai dipersiapkan
di Nairobi." Jam di bawah layar memperlihatkan waktu tempuh total: 5 hari 9 jam 19 menit.
Ross menekan tombol bertulisan TANGGAL, dan angka-angka pada jam tadi berubah
menjadi 06 21 79 0814. "Menurut ini, mereka akan mencapai lokasi di Kongo
beberapa menit setelah pukul delapan pagi tanggal 21 Juni."
Komputer di hadapannya berdengung pelan; garis-garis di layar terus bergeser dan
merentang, dan jam waktu tempuh menunjukkan angka-angka baru: 06 21 79 1224.
"Hmm," ujar Ross, "ini perkiraan waktu tiba
186 kita. Kalau sama-sama tidak ada hambatan, pihak konsorsium akan tiba di lokasi
sekitar empat jam lebih cepat dari kita, lima hari dari sekarang."
Munro lewat. Ia sedang makan sandwich. "Sebaiknya cari jalur lain," ia berkata.
"Atau perketat waktu tempuh."
"Dengan membawa monyet" Saya kira sulit." Munro angkat bahu.. "Tak ada pilihan
lain, dengan tolok waktu seperti itu."
Elliot mendengarkan mereka sambil terheran-heran. Ross dan Munro sedang
membicarakan perbedaan beberapa jam, lima hari ke depan. "Tapi," ia berkata,
"dalam beberapa hari berikut bisa terjadi macam-macam, di Nairobi, di tengah
hutan tentunya Anda tidak terlalu mengandalkan angka-angka itu, bukan?"
?"Ini bukan seperti penjelajahan Afrika di masa Iampau," Ross menanggapinya,
"ketika suatu ekspedisi menghilang selama berbulan-bulan. Perhitungan komputer
paling-paling meleset beberapa menit katakanlah, sekitar setengah jam untuk
?proyeksi lima hari ke depan." Ia menggelengkan kepala. "Kita jelas-jelas punya
masalah, dan kita harus melakukan sesuatu. Taruhannya terlalu besar." "Maksud
Anda, intan-intan itu." Ross mengangguk, lalu menunjuk bagian bawah layar.
Elliot membaca kata-kata KONTRAK BIRU, dan langsung bertanya apa yang dimaksud
dengan Kontrak Biru. "Setumpuk uang," jawab Ross. Kemudian ia
187 menambahkan, "Moga-moga." Sebab sesungguhnya ia sendiri tidak tahu pasti.
Setiap kontrak baru di ERTS segera memperoleh nama sandi. Nama perusahaan
pemberi kontrak diketahui hanya oleh Travis dan komputer pusat. Semua orang lain
di ERTS, mulai dari para programmer komputer sampai tenaga-tenaga lapangan,
mengenai suatu proyek hanya dengan nama sandi yang didasarkan atas warna:
Kontrak Merah, Kontrak Kuning, Kontrak Putih. Langkah ini ditempuh untuk
melindungi kepentingan bisnis dari perusahaan-perusahaan yang terlibat. Tapi
para pakar matematika di ERTS tetap asyik bermain tebak-tebakan mengenai asal-
usul suatu kontrak, dan ini menjadi pokok pembicaraan sehari-hari di kantin.
Kontrak Biru diperoleh bulan Desember 1978. ERTS diminta mencari sumber alamiah
intan-intan kualitas industri di negara sahabat atau negara netral. Intan-intan
tersebut harus merupakan Tipe lib, yaitu kristal-kristal dengan kandungan
nitrogen rendah. Tidak ada spesifikasi mengenai dimensi, sehingga ukuran kristal
tidak berpengaruh. Kuanti-tas minimal yang harus bisa ditambang juga tidak
ditentukan. Pihak pemberi kontrak bersedia menerima hasil sesedikit apa pun. Dan
yang paling tidak lazim, kontrak tersebut tidak dilengkapi UECL.
Hampir semua kontrak yang diperoleh ERTS disertai unit extraction cost
limit batas biaya?188 ekstraksi per unit. Menemukan cadangan bahan galian belum cukup; bahan galian
itu harus dapat diekstraksi dengan memenuhi persyaratan biaya per unit yang
Kisah Para Pendekar Pulau Es 16 Wiro Sableng 137 Aksara Batu Bernyawa Napas Vampir 2
^