Pencarian

Orang Orang Sisilia 3

Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo Bagian 3


mengawasi rumah Guiliano dari lorong sempit yang gelap dan aman. Mereka
berjongkok dalam bayang-bayang, menunggu.
Lima menit kemudian mereka bisa mendengar deru jip menyusuri Via Belia. Enam
carabinieri berjejalan di dalamnya termasuk Maresciallo sendiri. Dua di
antaranya segera memasuki jalan-jalan samping untuk memblokir pintu belakang.
Maresciallo dan tiga anak buahnya melangkah ke pintu dan memukulinya kuat-kuat.
Pada saat yang sama sebuah truk kecil tertutup berhenti di belakang jip dan dua
carabinieri lagi, dengan senapan siap ditembakkan, melompat turun untuk mengatur
jalan. Turi Guiliano mengawasi semuanya dengan penuh minat Penggerebekan polisi
berdasarkan anggapan sasaran mereka tidak sedang dalam posisi melancarkan
serangan balasan; satu-satunya alternatif mereka hanyalah melarikan diri dari
kekuatan yang lebih unggul. Turi Guiliano pada saat itu menetapkan prinsip dasar
untuk selalu berada dalam-posisi balas menyerang saat diburu, tidak peduli
seberapa tipis peluangnya, atau barangkali semakin tipis kemungkinannya justru
semakin baik Ini operasi taktis pertama Guiliano dan ia terpesona melihat betapa mudah
baginya mengendalikan situasi kalau ia memilih pertumpahan darah. Benar, ia
tidak bisa menembak Maresciallo dan ketiga anak buahnya di pintu karena peluru-
pelurunya mungkin menembus ke dalam rumah dan mengenai keluarganya. Tapi ia bisa
membantai dengan mudah kedua petugas yang menjaga jalan dan dua pengemudi di
kendaraan masing-masing. Kalau mau, ia bisa melakukannya begitu Maresciallo dan
anak buahnya masuk ke dalam rumah keluarga Guiliano. Mereka tidak akan berani
keluar, dan dirinya serta Pisciotta bisa berjalan ke ladang-ladang dengan
santai. Sedangkan van yang memblokir di ujung jalan, jarak mereka terlalu jauh
sehingga tak perlu diperhitungkan. Mereka tidak akan memiliki inisiatif
menyusuri jalan tanpa perintah.
Tapi pada saat ini ia tidak ingin menumpahkan darah. Gerakannya masih merupakan
manuver intelektual. Dan ia terutama ingin melihat Maresciallo beraksi, karena
inilah orang yang akan menjadi musuh utamanya di masa depan.
Pada saat itu pintu rumah dibuka oleh ayah Guiliano, dan Maresciallo meraih
lengan pria tua itu dengan kasar dan mendorongnya ke jalan diiringi teriakan,
menyuruhnya menunggu di sana.
Seorang Maresciallo dari carabinieri Italia merupakan bintara tertinggi dari
pasukan Kepolisian Nasional dan biasanya merupakan komandan detasemen kota
kecil. Oleh karena itu ia dianggap orang penting dalam masyarakat setempat dan
diperlakukan dengan hormat, sama seperti yang diterima wali kota dan pastor
setempat. Jadi ia tidak menduga akan mendapat sambutan dari ibu Guiliano ketika
wanita itu menerjang ke arahnya dan meludah ke tanah di depannya, untuk
menunjukkan kejijikannya.
Ia dan ketiga anak buahnya harus menerobos ke dalam rumah dan menggeledahnya
sementara dimaki-maki dan dilecehkan oleh ibu Guiliano. Semua orang dibawa
keluar ke jalan untuk ditanyai; rumah-rumah tetangga dikosongkan dari orang-
orang yang juga mengata-ngatai para polisi.
Ketika penggeledahan dalam rumah terbukti tidak menghasilkan apa-apa,
Maresciallo mencoba menanyai para penghuninya. Ayah Guiliano tertegun.
"Menurutmu aku akan mengkhianati putraku sendiri?" tanyanya kepada Maresciallo,
dan raungan persetujuan terdengar dari kerumunan di jalan. Maresciallo
memerintahkan keluarga Guiliano masuk kembali ke dalam rumah.
Dalam bayang-bayang di lorong, Pisciotta berkata kepada Guiliano, "Mereka
beruntung karena ibumu tidak menyimpan senjata kita." Tapi Turi tidak menjawab.
Darah mengalir deras ke kepalanya.. Ia harus berjuang keras untuk mengendalikan
diri. Maresciallo mengayunkan gada dan memukul pria dalam kerumunan yang berani
memprotes perlakuan kasar terhadap orangtua Guiliano. Dua carabinieri lainnya
mulai menangkapi penduduk Montelepre secara acak dan melemparkan mereka ke dalam
truk yang menunggu, menendangi dan memukuli mereka sepanjang jalan, tanpa
mengacuhkan jerit ketakutan dan protes mereka.
Tiba-tiba seorang laki-laki berdiri sendirian di jalan menghadapi carabinieri.
Ia menerjang Maresciallo. Terdengar tembakan, dan pria itu jatuh ke jalan. Dari
salah satu rumah seorang wanita menjerit dan berlari keluar, menghambur ke
suaminya yang jatuh. Turi Guiliano mengenali wanita itu, ia teman lama
keluarganya yang selalu membawakan kue Paskah yang baru dipanggang untuk ibunya.
Turi menepuk bahu Pisciotta dan berbisik, "Ikut aku," dan mulai berlari
menyusuri jalan sempit berliku-liku ke arah lapangan kota, di ujung seberang Via
Belia. Pisciotta berteriak keras, "Apa yang kaulakukan?" tapi lalu terdiam. Karena
tiba-tiba ia menyadari apa yang direncanakan Turi. Truk penuh tahanan itu
terpaksa menyusuri Via Belia untuk berputar balik dan kembali ke Barak Bellampo.
Saat ia berlari menyusuri jalan sejajar yang gelap, Turi Guiliano merasa tidak
kasatmata, bagai dewa. Ia tahu musuh tidak akan pernah bermimpi, tidak akan
pernah bisa membayangkan, apa yang dilakukannya. Ia tahu mereka mengira dirinya
melarikan diri ke pegunungan. Ia merasakan kegembiraan yang liar. Mereka akan
belajar bahwa mereka tidak bisa menyerbu rumah ibunya begitu saja, mereka akan
berpikir dua kali sebelum melakukannya lagi. Mereka tidak lagi bisa menembak
seseorang dengan darah dingin. Ia akan memaksa mereka menunjukkan penghormatan
kepada tetangga dan keluarganya.
Ia tiba di seberang alun-alun, dan dalam siraman cahaya satu-satunya lampu jalan
yang ada ia bisa melihat van polisi yang memblokir jalan masuk ke Via Belia.
Memangnya ia bisa ditangkap dengan jebakan seperti itu" Apa yang mereka
pikirkan" Apa itu merupakan contoh kepandaian pejabat" Ia berpindah ke jalan
samping yang lain agar bisa menuju pintu belakang gereja yang mendominasi alun-
alun, Pisciotta mengikutinya. Di dalam, mereka berdua melompati pagar altar lalu
berhenti sejenak di panggung suci tempat bertahun-tahun berselang mereka
bertugas sebagai putra-putra altar dan melayani pastor sementara ia melayani
Misa Minggu dan Komuni bagi penduduk Montelepre. Sambil menyandang senjata yang
siap ditembakkan, mereka berlutut dan membuat tanda salib dengan kikuk; sejenak
kekuatan patung-patung lilin Kristus yang bermahkotakan duri, patung-patung
Bunda Maria yang berjubah biru, dan sederet patung orang suci, menumpulkan
keinginan mereka bertempur. Lalu mereka berlari menyusuri lorong pendek ke pintu
kayu ek besar yang memberi mereka bidang tembak ke lapangan. Dan mereka kembali
berlutut untuk menyiapkan senjata.
149 Van yang memblokir Via Bella mundur untuk memberi kesempatan truk berisi tahanan
memasuki alun-alun supaya bisa berputar balik dan kembali menyusuri jalan. Pada
saat itu Turi Guiliano mendorong pintu gereja hingga terbuka dan berkata kepada
Pisciotta, 'Tembak ke atas kepala mereka." Pada saat yang sama ia menembakkan
pistol otomatisnya ke van yang menghalangi jalan, membidik roda-roda dan
mesinnya. Tiba-tiba lapangan itu terang benderang saat mesin van meledak dan van
itu terbakar. Kedua carabinieri di kursi depan terhuyung-huyung keluar bagai
boneka yang sendi-sendinya lemas, keterkejutan mereka tidak memberi kesempatan
pada tubuh mereka untuk mengatasi shock. Di samping Guiliano, Pisciotta
menembakkan senapan ke bagian depan truk yang membawa tahanan. Turi Guiliano
melihat sopirnya melompat keluar dan jatuh tidak bergerak lagi. Carabinieri
bersenjata lainnya melompat keluar dan Pisciotta kembali menembak. Petugas
polisi kedua jatuh. Turi berpaling kepada Pisciotta untuk memarahinya, tapi
tiba-tiba jendela-jendela kaca berwarna gereja pecah berantakan akibat tembakan
senapan mesin dan serpihan warna-warni jatuh ke lantai gereja bagaikan batu
mirah. Turi menyadari tidak ada lagi kemungkinan pengampunan. Aspanu benar.
Mereka harus membunuh atau dibunuh.
Guiliano menarik lengan Pisciotta dan berlari kembali menerobos gereja,, keluar
melalui pintu belakang dan menyusuri jalan-jalan Montelepre yang gelap dan
berliku-liku. Ia sadar malam ini tidak ada harapan untuk membantu para tahanan
melarikan diri. Mereka menyelinap melewati dinding terakhir kota, melintasi
ladang-ladang terbuka, dan terus berlari sampai mereka aman di lereng-lereng
menanjak yang dipenuhi bongkahan batu putih. Fajar telah merekah sewaktu mereka
tiba di puncak Mpnte d'Ora di Pegunungan Cammarata.
Lebih dari seribu tahun lalu Spartacus menyembunyikan pasukan budaknya di sini
dan memimpin mereka keluar untuk melawan legiun Romawi. sSaat berdiri di puncak
Monte d'Ora ini, mengawasi matahari terbit, Turi Guiliano dipenuhi sukacita
belia karena berhasil meloloskan diri dari musuh-musuhnya. Ia tidak akan pernah
mematuhi sesama manusia lagi. Ia akan memilih siapa yang tetap hidup dan siapa
yang mati, dan tidak ada keragu-raguan dalam benaknya bahwa semua yang
akan'dilakukannya adalah demi kejayaan dan kemerdekaan Sisilia, untuk kebaikan
dan bukan untuk kejahatan. Ia hanya akan menyerang demi keadilan, untuk membantu
orang miskin. Ia akan memenangkan setiap pertempuran, memenangkan cinta orang-
orang yang tertekan. Ia berusia dua puluh tahun.
Bab 7 DON CROCE MALO dilahirkan di desa Villaba, lubang lumpur kecil yang dijadikannya
makmur dan terkenal di seluruh Sisilia. Bagi orang Sisilia, tidaklah ironis ia
berasal dari keluarga religius yang menyiapkan dirinya untuk menjadi pastor di
Gereja Katolik Suci, dan nama pertamanya yang sebenarnya adalah Crocefisso, nama
religius yang hanya diberikan oleh orangtua yang paling saleh. Tentu saja,
sebagai pemuda bertubuh ramping ia dipaksa memainkan peran sebagai Kristus dalam
drama-drama keagamaan yang diselenggarakan untuk merayakan Paskah Suci dan
kesalehan dirinya diakui.
Tapi sewaktu tumbuh dewasa di pergantian abad, jelas Croce Malo sulit menerima
kekuasaan yang bukan berasal dari dirinya sendiri. Ia menyelundup, ia memeras,
ia mencuri, dan akhirnya, yang paling buruk, ia menghamili gadis belia di
desanya pemeran Magdalena dalam drama. Ia lalu menolak menikahinya, berdalih ?mereka berdua terhanyut dalam semangat religius drama itu, dan oleh karena itu
dirinya seharusnya dimaafkan.
Keluarga gadis itu mendapati penjelasannya terlalu samar dan menuntut pernikahan
atau kematian. Croce Malo terlalu bangga diri untuk menikahi gadis yang
begitu ternoda dan melarikan diri ke pegunungan. Sesudah setahun menjalani
kehidupan sebagai bandit, ia mendapat nasib baik sehingga bisa berhubungan
dengan Mafia. "Mafia," dalam bahasa Arab berarti tempat perlindungan, dan kata itu mendapat
tempat dalam bahasa Sisilia sewaktu bangsa Saracen memerintah negeri itu di abad
ke-10. Sepanjang sejarah, orang-orang Sisilia ditekan habis-habisan oleh orang-
orang Romawi, Ke-pausan, Normandia, Prancis, Jerman, dan Spanyol. Pemerintah
memperbudak kelas pekerja yang miskin, mengeksploitasi tenaga mereka, memerkosa
para wanita mereka, membunuhi para pemimpin mereka. Bahkan kaum kaya pun tidak
luput. Para Inkuisitor Spanyol dari Gereja Katolik Suci merampas harta kekayaan
mereka dengan alasan mereka orang sesat. Jadi "Mafia" pun muncul sebagai
kelompok rahasia para pembalas dendam. Sewaktu pengadilan kerajaan menolak
menghukum bangsawan Normandia yang memerkosa istri petani, sekelompok petani
membunuhnya. Sewaktu kepala polisi menyiksa pencuri kelas teri dengan cassetta
yang ditakuti, kepala polisi itu ditemukan tewas terbunuh. Pelan-pelan para
petani dan kaum miskin yang berkemauan paling kuat mengorganisir diri menjadi
kelompok yang mendapat dukungan rakyat dan akhirnya menjadi pemerintah bayangan
yang lebih kuat Kalau ada kesalahan yang harus diperbaiki, tidak ada yang mau
menemui polisi, mereka menemui pemimpin Mafia setempat, yang menjadi perantara
masalah tersebut. Kejahatan terbesar yang bisa dilakukan orang Sisilia adalah memberikan informasi
apa pun kepada pihak berwenang mengenai apa pun yang dilakukan Mafia. Mereka
menutup mulut. Dan aksi ini kemudian dikenal
dengan nama omerta. Selama berabad-abad praktik tersebut berkembang hingga
mereka tidak pernah memberitahu polisi mengenai kejahatan bahkan yang menimpa
diri sendiri. Semua komunikasi antara rakyat dan para penegak hukum terputus
sehingga anak kecil pun diajari untuk tidak memberi orang asing petunjuk arah ke
desa atau rumah seseorang.
Selama berabad-abad Mafia memerintah Sisilia, kehadirannya begitu tersembunyi
dan tidak kentara sehingga pihak berwenang tidak pernah benar-benar memahami
seberapa besar kekuasaannya. Sampai Perang Dunia H, kaa "Mafia" tidak pernah
diucapkan di Pulau Sisilia.
Lima tahun sesudah Don Croce melarikan diri ke pegunungan, ia terkenal sebaga
"Orang yang Berkualitas". Yaitu orang yang bisa dipercaya untuk menghabisi orang
lain. dengan dampak serninimal mungkin. h. "Orang Terhormat", dan sesudah
mengatur segala sesuatu, ia pulang kembali ke Villaba, sekitar 65 kilometer arah
selatan Palermo. Pengaturan ini termasuk membayar tebusan kepada keluarga gadis
yang diper-malukannya. Hal ini kemudian dianggap sebagai ukuran kedermawanannya,
tapi sebenarnya lebih merupakan pertanda kebijakannya. Gadis yang hamil itu
dikirim ke kerabatnya di Amerika dengan label janda muda untuk menyembunyikan
aib, tapi keluarganya ingat. Bagaimanapun juga, mereka orang Sisilia. Don Croce,
pembunuh ahli, pemeras brutal, anggota Friends of the Friends yang menakutkan,
tidak bisa mengandalkan semua ini untuk melindungi diri dari keluarga yang dipermalukan itu. Ini soal
kehormatan, dan kalau bukan . karena tebusan itu, mereka akan terpaksa
membunuhnya tidak peduli konsekuensinya.
Dengan menggabungkan kedermawanan dan kebijaksanaan, Croce Malo mendapat gelar
terhormat "Don". Pada waktu berusia empat puluh tahun ia telah diakui sebagai
anggota Friends of the Friends paling terkemuka dan sering dimintai bantuan
untuk membereskan perselisihan berat antara cosce-cosce atau "klan" Mafia yang? ?bersaing, membereskan vendetta paling sadis. Ia orang yang logis, ia pandai, ia
diplomat berbakat, tapi yang paling penting, ia tidak jatuh pingsan kalau
melihat darah. Ia kemudian terkenal sebaga "Don Perdamaian" di seluruh Mafia
Sisilia, dan semua orang makmur; orang-orang yang keras kepala dibunuh dan Don
Croce menjadi kaya. Bahkan adik lelakinya, Benjamino, menjadi sekretaris
Kardinal Palermo, tapi darah lebih kental daripada air suci dan kesetiaan
pertamanya adalah kepada Don Croce.
Ia menikah dan menjadi ayah bocah lelaki yang dipujanya. Don Croce saat itu
?tidak sebijaksana sekarang, tidak serendah hati sebagaimana kemudian
dipelajarinya melalui lecutan kesengsaraan merancang kudeta yang menyebabkan ia
?terkenal di seluruh Sisilia, dan menjadi objek kekaguman masyarakat kelas
tertinggi Romawi. Kudeta ini muncul dari ketidakcocokan pernikahan yang bahkan
harus dialami orang-orang terhebat dalam sejarah.
Don Croce, karena posisinya dalam Friends of the Friends, menikahi anggota
keluarga angkuh yang baru-baru ini membeli gelar kebangsawanan dengan sejumlah
besar uang sehingga darah mereka pun berubah biru. Sesudah menikah selama
beberapa tahun, istrinya memperlakukan dirinya dengan kurang hormat, kesalahan
yang menurut Don Croce harus diperbaiki meskipun, tentu saja, tidak dengan
gayanya yang biasa. Darah biru sang istri menyebabkan ia menganggap rendah gaya
hidup kasar dan sederhana kaum petani, sikap Don Croce yang tidak mengatakan
apa-apa kalau tidak ada yang perlu dikatakan, pakaiannya yang biasa,
kebiasaannya yang suka memerintah dengan kasar. Istrinya juga teringat betapa
para pelamar lainnya seketika mundur teratur begitu Don Croce mengumumkan
keinginannya, melamar dirinya.
Tentu saja sang istri tidak menunjukkan perasaan tidak hormatnya secara
mencolok. Bagaimanapun juga, ini Sisilia, bukan Inggris atau Amerika. Tapi Don
memiliki jiwa sangat peka. Ia segera menyadari istrinya tidak memuja cara
hidupnya, dan itu sudah menjadi bukti rasa tidak hormatnya. Don Croce
membulatkan tekad untuk memenangkan hati sang istri dengan cara sedemikian rupa
sehingga bertahan sampai akhir hayat, sehingga ia bisa memusatkan perhatian pada
bisnis sepenuhnya. Benaknya yang lincah berjuang keras mencari cara mengatasi
masalah itu dan mencetuskan rencana yang menjadikan dirinya layak disejajarkan
dengan Machiavelli. Raja Italia akan datang ke Sisilia untuk mengunjungi orang-orang yang setia
padanya, dari mereka memang benar-benar setia. Semua orang Sisilia membenci
pemerintah Roma dan takut terhadap Mafia. Tapi mereka mencintai keluarga
kerajaan karena mereka memiliki hubungan darah dengan Bunda Maria dan Tuhan sen-
156 diri. Festival-festival besar disiapkan untuk kunjungan Raja.
Di hari Minggu pertamanya di Sisilia, Raja menghadiri Misa di Katedral Palermo
yang agung. Ia akan menjadi bapak permandian bagi salah satu keluarga bangsawan
lama Sisilia, Pangeran Ollorto. Raja telah menjadi bapak permandian bagi
sedikitnya seratus anak, para putra marsekal, bupati, dan orang-orang paling
berkuasa dari partai Fasis. Kesediaan itu merupakan langkah politik untuk
mengukuhkan hubungan antara kerajaan dan para eksekutif pemerintahan. Anak-anak
baptis kerajaan otomatis menjadi Kesatria Kerajaan dan mendapat dokumen serta
ikat pinggang lebar untuk membuktikan kehormatan yang mereka terima. Juga
cangkir perak kecil. Don Croce sudah siap. Tiga ratus anak buahnya hadir dalam festival. Adiknya,
Benjamino, merupakan salah satu pastor yang melaksanakan upacara itu. Bayi
Pangeran Ollorto dibaptis, dan ayahnya yang bangga keluar dari katedral sambil
mengangkat bayinya tinggi-tinggi penuh kemenangan. Para penonton berteriak
menyatakan persetujuan. Pangeran Ollorto salah satu kaum bangsawan yang tidak
begitu dibenci, pria ramping yang tampan; penampilan memang selalu dinilai
tinggi di Sisilia. Pada saat itu sekelompok anak buah Don Croce menyeruak maju memasuki katedral
dan dengan efektif memblokir jalan keluar Raja. Raja seorang pria kecil dengan


Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kumis lebih lebat daripada rambut di kepalanya. Ia mengenakan seragam lengkap
Kesatria berkuda, yang menyebabkan dirinya tampak seperti prajurit mainan.
Kendati penampilannya angkuh, ia sangat
baik. Jadi sewaktu Pater Benjamino menyodorkan bayi lain lagi, ia bingung tapi
tidak memprotes. Kerumunan orang yang mendesak maju, sesuai instruksi Don Croce,
menghalanginya dari anggota rombongannya dan Kardinal Palermo sehingga mereka
tidak bisa turut campur. Pater Benjamino bergegas memercikkan air suci dari
kolam di dekatnya dan menyambar bayi itu dari pelukan Raja dan menyerahkannya
kepada Don Croce. Istri Don Croce menitikkan air mata bahagia saat berlutut di
depan Raja. Raja menjadi bapak permandian anak mereka satu-satunya. Ia tidak
bisa meminta lebih banyak lagi.
Don Croce bertambah gemuk dan wajah kurusnya menumbuhkan pipi-pipi bagaikan
lempengan kayu mahoni; hidungnya menjadi mirip paruh besar yang berfungsi
sebagai antena kekuasaan. Rambutnya berubah menjadi uban seperti warna kawat
duri. Tubuhnya menggembung anggun; matanya menjadi berpelupuk dengan daging yang
tumbuh bagai lumut lebat di wajahnya. Kekuasaannya meningkat seiring setiap
kilogram pertambahan berat tubuhnya sampai ia menjadi bagai tugu yang tak bisa
diterobos. Ia tampaknya tidak memiliki kelemahan sebagai manusia; ia tidak
pernah menunjukkan kemarahan, tidak pernah menunjukkan keserakahan. Ia penuh
kasih pada semua orang tapi tidak pernah menunjukkan cinta. Ia sadar akan
tanggung jawabnya yang berat dan karenanya tidak pernah mengutarakan
ketakutannya di ranjang istrinya atau di atas payudaranya. Ia Raja Sisilia yang
sebenarnya. Tapi putranya sang putra mahkota terserang penyakit aneh reformasi? ?sosial religius dan pindah ke
Brasilia untuk mendidik dan meningkatkan taraf hidup suku Indian liar di
sepanjang Amazon. Don begitu malu hingga tidak pernah menyinggung-nyinggung nama
putranya lagi. Di awal naiknya Mussolini ke takhta, Don Croce tidak terkesan. Ia mengamat^
Mussolini dengan hati-hati dan mencapai kesimpulan orang itu tidak cerdik maupun
berani. Dan kalau orang seperti itu bisa memerintah Italia, berarti ia, Don
Croce, bisa memerintah Sisilia.
Tapi lalu bencana menimpa. Sesudah berkuasa selama beberapa tahun, Mussolini
mengalihkan perhatiannya ke Sisilia dan Mafia. Ia menyadari Mafia bukanlah
sekumpulan penjahat compang-camping melainkan pemerintah bayangan sejati yang
mengendalikan sebagian kekaisarannya. Dan ia menyadari bahwa sepanjang sejarah
Mafia bersekongkol melawan pemerintahan apa pun yang memerintah Roma. Para
penguasa Sisilia selama seribu tahun terakhir telah mencoba dan gagal. Sekarang
sang Diktator bersumpah untuk menghancurkan mereka untuk selama-lamanya. Kaum
Fasis tidak memercayai demokrasi, aturan hukum masyarakat. Mereka berbuat sesuka
hati demi apa yang menurut mereka baik bagi negara. Pendeknya, mereka
menggunakan metode-metode Don Croce Malo.
Mussolini mengirim menterinya yang paling tepercaya, Cesare Mori, ke Sisilia
sebagai Kepala Daerah dengan kekuasaan tanpa batas. Mori memulai dengan
membekukan semua pengadilan di Sisilia dan melangkahi semua pengamanan hukum
orang-orang di sana. Ia membanjiri Sisilia dengan pasukan yang diperintahkan
menembak terlebih dulu dan bertanya kemudian. Ia menangkap dan mendeportasi
seluruh desa. Sebelum masa kediktatoran, Italia tidak memberlakukan hukuman mati, yang
merupakan kerugian dalam perlawanan terhadap Mafia yang menggunakan kematian
sebagai alat penegak hukum utamanya. Semua ini berubah di bawah pimpinan Kepala
Daerah Mori. Anggota Mafia yang bangga yang mematuhi hukum omerta, bertahan ?bahkan dalam menghadapi cassetta yang menakutkan ditembak. Mereka yang dituduh
?bersekongkol dibuang ke pulau kecil terisolir di Mediterania. Dalam waktu
setahun Pulau Sisilia dilumpuhkan, Mafia sebagai kekuatan pemerintahan
dihancurkan. Roma tidak peduli ribuan orang tak bersalah terjebak dalam jaring-
jaring yang luas ini dan menderita bersama mereka yang bersalah.
Don Croce menyukai keadilan demokrasi dan murka melihat tindakan Fascist! kaum
Fasis itu. Teman-teman dan kolega-koleganya dipenjara dengan tuduhan dibuat-
buat, karena mereka terlalu pandai sampai-sampai tidak meninggalkan jejak
kejahatan mereka. Banyak yang dipenjara hanya karena desas-desus, informasi
rahasia dari para bajingan yang tidak bisa dilacak dan diajak bicara, karena
mereka tidak perlu muncul terang-terangan dan bersaksi. Di mana keadilan hukum"
Kaum Fasis kembali ke era Inkuisisi, ke zaman hak istimewa raja-raja. Don Croce
tidak pernah memercayai hak istimewa raja, ia sungguh yakin tidak ada manusia
waras bersedia memercayai hak itu kecuali ia terancam dicabik-cabik empat ekor
kuda liar. Lebih buruk lagi, kaum Fasis menghadirkan kembali cassetta, alat penyiksaan abad
pertengahan kotak sepanjang satu meter, lebar 60 sentimeter, yang menghasilkan
?keajaiban pada tubuh-tubuh yang keras kepala. Bahkan anggota Mafia yang paling
gigih pun mendapati lidahnya sama kendurnya sebagaimana moral wanita Inggris
bila berhadapan dengan cassetta. Don Croce dengan marah membual ia tidak pernah
menggunakan penyiksaan apa pun. Pembunuhan saja sudah cukup.
Seperti seekor paus yang agung, Don Croce menyelam dalam perairan keruh dunia
bawah tanah Sisilia. Ia memasuki biara sebagai biarawan Fransiskan gadungan, di
bawah perlindungan Kepala Biara Manfredi. Mereka memiliki hubungan lama dan
menyenangkan. Don, walaupun bangga dengan buta hurufnya, terpaksa mempekerjakan
Kepala Biara untuk menulis surat tuntutan tebusan sewaktu menerjuni bidang
penculikan di awal kariernya. Mereka selalu jujur satu sama lain. Mereka
mendapati selera mereka sama wanita gampangan, anggur yang enak, dan pencurian
?yang rumit Don sering mengajak Kepala Biara ke Swiss untuk mengunjungi dokternya
dan mencicipi kemewahan damai negara itu. Perubahan yang menenteramkan dan
menyenangkan dari kesenangan yang lebih berbahaya di Sisilia.
Sewaktu Perang Dunia II pecah, Mussolini tidak lagi bisa memberikan perhatian
penuh pada Sisilia. Don Croce segera mengambil kesempatan ini untuk membangun
jaringan komunikasi dengan Friends of the Friends yang tersisa, mengirimkan
pesan harapan kepada orang-orang kuat Mafia lama yang dibuang ke pulau-pulau
kecil Pantelleria dan Stromboli. Ia bersahabat dengan keluarga-keluarga pemimpin
Mafia yang dipenjarakan oleh Kepala Daerah Mori.
Don Croce tahu satu-satunya harapan, pada akhirnya, adalah kemenangan Sekutu,
dan ia harus mengerahkan segenap upaya untuk mencapainya. Ia mengadakan kontak
dengan kelompok-kelompok partisan bawah tanah dan memerintahkan anak buahnya
menolong pilot Sekutu mana pun yang selamat setelah pesawatnya ditembak jatuh.
Karena itu, pada saat-saat kritis, Don Croce telah siap.
Sewaktu Angkatan Darat Amerika menginvasi Sisilia di bulan Juli 1943, Don Croce
mengulurkan bantuan. Bukankah banyak sesama orang Sisilia di antara pasukan
penyerbu itu, putra-putra para imigran" Apa orang Sisilia harus bertempur
melawan sesama orang Sisilia demi orang Jerman" Anak buah Don Croce membujuk
ribuan prajurit Italia untuk desersi dan bersembunyi di tempat yang disiapkan
Mafia bagi mereka. Don Croce sendiri mengadakan kontak dengan agen-agen rahasia
Angkatan Darat Amerika dan mengantar pasukan penyerang melewati celah-celah
pegunungan sehingga mereka bisa mengepung meriam-meriam Jerman. Sementara
pasukan Inggris di seberang pulau menderita korban dalam jumlah besar dan hanya
bisa maju pelan-pelan, Angkatan Darat Amerika menyelesaikan misinya jauh lebih
cepat dari jadwal dan dengan korban sangat sedikit.
Don Croce sendiri, meskipun hampir berusia 65 tahun dan luar biasa tambun,
memimpin sekelompok partisan Mafioso ke Palermo dan menculik jenderal Jerman
yang memimpin pertahanan. Ia bersembunyi bersama tawanannya di kota sampai garis
depan hancur dan Angkatan Darat Amerika berderap masuk. Komandan Tertinggi Amerika untuk
Italia selatan menyebut Don Croce dalam laporannya ke Washington sebaga
"Jenderal Mafia". Dan begitulah ia dikenal oleh para perwira staf Amerika selama
bulan-bulan berikutnya. Gubernur Militer Amerika untuk Sisilia adalah Kolonel Alfonso La Ponto. Sebagai
politisi tingkat tinggi dari Negara Bagian New Jersey, ia menerima perintah
langsung dan dilatih khusus untuk tugas ini. Aset terbesarnya adalah keramahan
dan pengetahuannya tentang bagaimana membereskan transaksi politik. Para perwira
staf dalam pemerintahan militernya dipilih berdasarkan kualifikasi yang sama.
Markas besar Pemerintahan Militer Amerika terdiri atas dua puluh perwira dan lima puluh anggota wajib militer. Banyak di antara mereka
keturunan Italia. Don Croce menyambut mereka semua dengan kasih saudara sedarah
yang tulus, memperlihatkan setiap tanda pengabdian dan sayang kepada mereka.
Terlepas dari fakta di hadapan teman-temannya ia sering menyebut mereka sebagai
"Domba kita dalam Kristus".
Tapi Don Crcce "selalu menepati janji", seperti sering dikatakan orang Amerika.
Kolonel La Ponto menjadikan Don Croce teman baik dan kepala penasihatnya. Sang
kolonel sering datang ke rumah Don Croce untuk menikmati hidangan makan malam
yang akrab di lidahnya. Masalah pertama yang harus diselesaikan adalah menunjuk wali-wali kota baru di
seluruh kota-kota kecil Sisilia-Para wali kota yang dulu tentu saja
anggota kelompok Fasis, dan telah ditahan di penjara Amerika.
Don Croce merekomendasikan para pemimpin Mafia yang dipenjarakan. Karena catatan
mereka dengan jelas menunjukkan mereka disiksa dan dipenjara oleh pemerintah
Fasis karena melawan tujuan dan kesejahteraan negara, tuduhan-tuduhan kejahatan
mereka pun dianggap hanya dibuat-buat. Don Croce, sambil menikmati ikan dan
spaghetti lezat buatan istrinya, menceritakan kisah-kisah indah betapa teman-
temannya semuanya pembunuh dan pencuri menolak mengingkari kepercayaan mereka? ?akan prinsip-prinsip demokratis keadilan dan kebebasan. Sang kolonel merasa
senang bisa menemukan orang-orang ideal dalam waktu secepat itu untuk mengatur
masyarakat sipil di bawah pengarahannya. Dalam waktu sebulan sebagian besar kota
di Sisilia Barat memiliki wali kota yang terdiri atas para anggota Mafia paling
ulet yang bisa ditemukan di penjara Fasis.
Dan mereka berfungsi sangat baik bagi Angkatan Darat Amerika. Hanya sedikit
pasukan Pendudukan yang ditinggalkan untuk mempertahankan ketertiban di kalangan
orang-orang yang ditaklukkan itu. Sementara perang terus berlanjut ke daratan
utama, tidak ada sabotase di garis belakang Amerika, tidak ada mata-mata
berkeliaran. Pasar gelap oleh rakyat biasa berhasil ditekan hingga minimal.
Kolonel menerima medali khusus dan promosi menjadi Brigadir Jenderal.
Para wali kota Mafia Don Croce menegakkan hukum penyelundupan dengan sangat
ketat dan carabinieri berpatroli di jalan-jalan dan celah-celah pegunungan tanpa
henti. Rasanya seperti masa lalu. Don Croce memerintah keduanya. Para inspektur
pemerintah memastikan para petani yang keras kepala menyerahkan padi dan zaitun
serta anggur mereka ke gudang-gudang pemerintah dengan harga yang sudah
ditentukan tentu saja, bahan makanan itu akan dibagikan kepada penduduk
?Sisilia. Untuk memastikan hal ini, Don Croce meminta dan menerima pinjaman truk-
truk Angkatan Darat Amerika untuk mengirimkan bahan makanan ini ke kota-kota
Palermo, Monreale, dan Trapani, ke Syracuse dan Catania, dan bahkan ke Napoli di
daratan utama. Pihak Amerika terheran-heran melihat betapa efisiennya cara kerja
Don Croce dan menghadiahinya surat pujian atas layanannya kepada pasukan
bersenjata Amerika Serikat.
Tapi Don Croce tidak bisa menyantap surat pujian itu, ia bahkan tidak bisa
membacanya demi kesenangan dirinya sendiri, karena ia buta huruf. Tepukan di
punggung dari Kolonel La Ponto tidak mengisi perutnya yang gendut. Don
Croce tidak memercayai rasa terima kasih orang-orang Amerika atau berkah yang
?diberikan Tuhan membulatkan tekad bahwa kebaikannya yang begitu besar dalam
?melayani kemanusiaan dan demokrasi akan mendapatkan imbalan. Jadi truk-tnk
Amerika yang penuh sesak itu, sopir-sopirnya dilengkapi kartu-kartu izin yang
ditandatangani Kolonel, bergulir ke tujuan yang agak berbeda sesuai perintah Don
Croce. Mereka membongkar muatan di gudang-gudang pribadi milik Don yang terletak
di kota-kota kecil seperti Montelepre, Villaba, dan Parunico. Lalu Don Croce dan
para koleganya menjual bahan makanan itu lima puluh kali lipat dari harga
resminya di pasar gelap. Jadi ia mengukuhkan hubungannya dengan para
pemimpin terkuat Mafia yang tengah bangkit kembali. Karena Don Croce percaya
keserakahan merupakan kelemahan terbesar manusia, ia pun membagikan labanya
dengan murah hati. Ia lebih dari murah hati. Kolonel La Ponto menerima hadiah-hadiah luar biasa
berupa patung-patung antik, lukisan-lukisan, dan perhiasan kuno. Ini merupakan
kesenangan Don. Di matanya para perwira dan orang-orang detasemen Pemerintahan
Militer Amerika adalah anak-anaknya, dan seperti ayah mana pun yang memanjakan
ia membanjiri mereka dengan hadiah. Orang-orang ini, dipilih terutama karena
pemahaman mereka akan karakter dan kebudayaan Italia, karena banyak di antara
mereka yang keturunan Sisilia, membalas kasihnya. Mereka menandatangani izin-
izin perjalanan khusus, mereka merawat truk-truk yang dipinjamkan kepada Don
Croce dengan perhatian lebih. Mereka menghadiri pesta-pestanya di mana mereka
bertemu gadis-gadis Sisilia yang baik dan menjalin hubungan cinta hangat yang
merupakan sisi lain karakter Sisilia. Diterima dalam keluarga-keluarga Sisilia
ini, menyantap hidangan yang sama seperti buatan ibu mereka yang imigran, banyak
di antara mereka menjalin hubungan dengan putri-putri Mafioso.
Don Croce Malo memiliki semua pada tempatnya untuk memperoleh kembali
kekuasaannya yang dulu. Para pemimpin Mafia di seluruh Sisilia berutang budi
padanya. Ia mengendalikan sumur-sumur bor yang menjual air kepada penduduk pulau
dengan harga yang memberinya laba yang bagus. Ia menciptakan monopoli bahan
makanan ia mengenakan pajak untuk setiap kios di pasar yang menjual buah-buahan,
setiap tukang daging yang menjual daging, kafe-kafe yang menjual kopi, bahkan musisi-
musisi pengelana. Karena satu-satunya sumber bensin hanyalah Angkatan Darat
Amerika, ia juga mengendalikannya. Ia menyediakan pengawas bagi lahan luas para
bangsawan, dan pada waktunya merencanakan untuk membeli tanah-tanah mereka
dengan harga murah. Ia dalam perjalanan meraih kekuasaan yang dimilikinya
sebelum Mussolini mengambil alih Italia. Ia membulatkan tekad untuk menjadi kaya
lagi. Dalam tahun-tahun mendatang ia, sebagaimana isu yang beredar, akan memeras
Sisilia. Hanya satu hal yang amat mengganggu Don Croce. Putra satu-satunya terobsesi
dengan keinginan eksentriknya untuk melakukan kebaikan. Adiknya, Pater
Benjamino, tidak bisa berkeluarga. Don tidak memiliki keturunan untuk mewarisi
kekaisarannya. Ia tidak memercayai para tangan kanannya, walaupun muda dan
terikat hubungan darah, untuk bisa diandalkan saat dirinya gagal.
Anak buah Don menandai Salvatore Guiliano, dan Kepala Biara Manfredi
mengkonfirmasi potensinya. Sekarang legenda-legenda bocah ini melanda seluruh
Sisilia. Don mencium jawaban atas satu-satunya masalahnya.
Bab 8 PADA pagi hari sesudah pelarian mereka dari Montelepre, Turi Guiliano dan Aspanu
Pisciotta mandi di sungai yang mengalir deras di belakang gua mereka di Monte
d'Ora. Mereka membawa senjata-senjata mereka ke tepi tebing dan membentangkan
sehelai selimut untuk menikmati fajar yang tercabik-cabik berkas cahaya merah
muda. Grotta Bianca merupakan gua panjang yang berakhir di sekumpulan bongkahan batu
besar yang mencapai atau hampir mencapai langit-langit gua. Sewaktu' kanak-? ?kanak Turi dan Aspanu berhasil menerobos celah-celah batu dan menemukan lorong
yang membentang hingga ke sisi lain pegunungan. Lorong itu sudah ada sebelum
Kristus, digali pasukan Spartacus, untuk bersembunyi dari legiun Romawi.
Jauh di bawah, semungil desa mainan, terletak Montelepre. Sekian banyak jalan
setapak yang menuju tebing mereka bagaikan cacing-cacing tipis putih yang
menempel di lereng-lereng pegunungan. Satu demi satu rumah-rumah batu kelabu
Montelepre berubah keemasan oleh matahari terbit.
Udara pagi bersih, buah-buah pir berduri yang bergeletakan di tanah terasa
dingin dan manis. Turi memungut satu dan menggigitnya hati-hati untuk menyegarkan mulurnya. Beberapa
jam lagi panas matahari akan mengubah buah-buah itu menjadi bola kapuk yang
tidak berair. Tokek-tokek, dengan kepala besar bagai balon di atas kaki-kaki
serangga yang kecil, merayapi tangannya. Tapi tokek-tokek itu tidak berbahaya
walau penampilan mereka menakutkan. Guiliano menjentikkan mereka ke samping.
Sementara Aspanu membersihkan senjata, Turi mengawasi kota di bawahnya. Mata
telanjangnya menangkap bintik-bintik hitam mungil, orang-orang yang menuju
pedalaman untuk menggarap sepetak kecil lahan mereka. Ia mencoba menemukan
rumahnya sendiri. Bertahun-tahun ia dan Aspanu mengibarkan bendera Sisilia dan
Amerika di atap rumah itu. Keduanya anak-anak cerdas dan ceria, dan mereka
menerima pujian sebagai patriot, tapi alasan sebenarnya adalah agar tetap bisa
mengawasi rumah itu sementara mereka berkeliaran di puncak-puncak gunung di
sekitar kota penghubung yang menenangkan dengan dunia orang dewasa.?Tiba-tiba ia teringat kejadian sepuluh tahun lalu. Para pejabat desa yang
merupakan kaum Fasis memerintahkan mereka menurunkan bendera Amerika dari atap
rumah Guiliano. Kedua bocah itu begitu marah sehingga mereka menurunkan kedua
bendera sekaligus, bendera Amerika dan Sisilia. Lalu mereka membawa keduanya ke
tempat persembunyian mereka, Grotta Bianca, dan menguburkannya di dekat dinding
bongkahan batu besar. Guiliano berkata kepada Pisciotta, "Awasi jalan-jalan setapak itu," dan masuk ke
dalam gua. Bahkan sesudah sepuluh tahun, Guiliano masih ingat dengan
tepat di mana mereka menguburkan bendera-bendera itu, di sudut kanan tempat
bongkahan-bongkahan batu menyatu dengan tanah. Saat itu mereka menggali tanah di
bawah bongkahan batu, lalu menjejalkan tanahnya kembali guna menutupi kedua
bendera. Selapis tipis lumut hijau-kehitaman tumbuh di atas tempat itu, Guiliano
menggalinya dengan sepatu botnya, lalu menggunakan batu kecil sebagai beliung.
Dalam waktu beberapa menit ia menemukan bendera-bendera itu. Bendera Amerika-nya
lusuh dan tercabik-cabik, tapi mereka membungkus bendera Sisilia di dalam
bendera Amerika, dan bendera Sisilia itu masih utuh. Guiliano mengibarkannya,


Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

warna-warna merah dan emasnya masih seterang saat ia kecil. Bahkan tak terdapat
satu lubang pun di bendera itu. Ia membawanya keluar dan berkata kepada
Pisciotta sambil tertawa, "Kau ingat ini, Aspanu?"
Pisciotta menatap bendera itu. Lalu ia juga tertawa, tapi lebih penuh semangat.
?"Ini takdir," teriaknya dan melompat serta menyambar bendera itu dari tangan
Guiliano. Ia menuju tepi tebing dan melambai-lambaikan-nya ke kota di bawah.
Mereka bahkan tidak perlu berbicara satu sama lain. Guiliano mencabut pohon
kecil yang tumbuh di permukaan tebing. Mereka menggali lubang dan menegakkan
pohon-itu dengan bantuan batu-batu, lalu mengikatkan bendera ke dahannya
sehingga berkibar-kibar bebas untuk dilihat seluruh dunia. Akhirnya, mereka
duduk di tepi tebing dan menunggu.
Baru pada tengah hari mereka melihat sesuatu. Itu pun hanya pria yang menunggang
keledai di jalan setapak berdebu yang menuju tebing mereka.
Mereka mengawasinya selama satu jam lagi dan saat keledai itu mulai memasuki
wilayah pegunungan dan menyusuri jalan setapak yang mendaki, Pisciotta berkata,
"Sialan, penunggang itu lebih kecil daripada keledainya. Pasti bapak baptismu,
Adonis." Guiliano menyadari kejijikan dalam suara Pisciotta. Pisciotta begitu ramping,
?begitu rapi, begitu bagus sosoknya memiliki kengerian terhadap cacat fisik.
?Paru-parunya yang terserang tuberkulosis, yang terkadang mengalirkan darah ke
mulurnya, membuatnya jijik, bukan karena membahayakan hidupnya, tapi karena
penyakit itu merusak apa yang menurutnya merupakan keindahan dirinya. Orang
Sisilia senang memberi julukan sesuai kelemahan atau ketidaknormalan fisik, dan
pernah sekali ada teman yang menyebut Pisciotta "Paru-paru Kertas". Pisciotta
berusaha menusuknya dengan pisau lipat. Hanya kekuatan Guiliano yang berhasil
mencegah pembunuhan itu. Guiliano berlari menuruni lereng pegunungan sejauh beberapa kilometer dan
bersembunyi di balik sebongkah batu granit besar. Ini salah satu permainan masa
kanak-kanaknya dengan Aspanu. Ia menunggu sampai Adonis melewati tempatnya, lalu
melangkah keluar dari balik batu seraya berseru, "Jangan bergerak." Ia
mengarahkan lupara-nya.. Sekali lagi tindakan itu merupakan permainan masa kecil. Adonis berbalik pelan-
pelan dengan cara sebegitu rupa sehingga menyembunyikan tangannya yang mencabut
pistol. Tapi Guiliano, sambil tertawa, melangkah kembali ke balik batu hanya
lara" lupara-nya yang berkilau tertimpa cahaya matahari.
Guiliano berseru, "Godfather, ini Turi," dan menunggu sampai Adonis menyarungkan
pistolnya kembali di pinggangnya serta menurunkan ranselnya. Lalu Guiliano
menurunkan lupara dan melangkah ke tempat terbuka. Guiliano tahu Hector Adonis
sulit turun dari tunggangannya karena kaki-kakinya yang pendek dan ia ingin
membantunya. Tapi sewaktu ia muncul di jalan setapak Profesor sudah meluncur
turun dengan cepat, dan mereka berpelukan. Mereka berjalan mendaki ke tebing,
Guiliano membimbing keledainya.
"Well, anak muda, kau sudah memutus jalan pulang," ajar Hector Adonis dengan
suara berwibawa. "Dua lagi polisi tewas sesudah semalam. Masalah ini bukan lagi
lelucon." Sewaktu mereka tiba di tebing dan Pisciotta menyapanya, Addnis berkata, "Begitu
aku melihat bendera Sisilia itu aku tahu kalian ada di atas sini."
Pisciotta menyeringai dan berkata riang, "Turi dan aku serta pegunungan ini
telah melepaskan diri dari Italia."
Hector Adonis menatapnya tajam. Pemuda yang hanya memperhatikan diri sendiri,
menegaskan arti penting pribadinya.
"Seluruh kota sudah melihat bendera kalian," kata Adonis. 'Termasuk Maresciallo
dari carabinieri. Mereka akan naik kemari untuk menurunkannya."
Pisciotta berkata menantang, "Selalu kepala sekolah yang memberikan pengetahuan.
Mereka boleh saja mendekati bendera kami, tapi hanya itu yang akan mereka
temukan di sini Kami aman di malam hari. Butuh keajaiban bagi carabinieri untuk
keluar dari barak mereka di malam hari."
Adonis tak mengacuhkannya dan menurunkan
karung-karung dari keledainya. Ia memberi Guiliano teropong yang kuat dan kotak
pertolongan pertama, sehelai kemeja bersih, beberapa pakaian dalam, sehelai
sweter rajutan, peralatan cukur dengan silet bertepi lurus milik ayahnya, dan
enam potong sabun. "Kau akan memerlukan semua ini di atas sini," katanya.
Guiliano merasa senang mendapatkan teropong itu. Teropong berada di urutan
teratas dalam daftar benda-benda yang ia butuhkan selama beberapa minggu
mendatang. Ia tahu ibunya mengumpulkan sabun-sabun itu sepanjang tahun lalu.
Dalam kantong terpisah terdapat sepotong besar keju yang ditaburi merica,
sepotong roti, dan dua kue bulat besar yang sebenarnya roti diisi ham prosciutto
dan keju mozzarella dan dimahkotai telur-telur rebus.
Adonis memberitahu, "La Venera yang mengirimkan kue itu untukmu. Katanya dia
selalu memanggangkan kue itu untuk suaminya sewaktu dia tinggal di pegunungan.
Kau bisa bertahan seminggu dengannya."
Pisciotta tersenyum licik dan berkata, "Semakin lama semakin enak rasanya."
Kedua pemuda duduk di rerumputan dan mencabik-cabik roti. Pisciotta menggunakan
pisaunya untuk memotong keju. Rerumputan di sekitar mereka dipenuhi serangga,
jadi mereka meletakkan karung makanan di atas batu granit. Mereka minum air dari
sungai jernih yang mengalir hanya sekitar tiga puluh meter di bawah. Lalu mereka
beristirahat di tempat mereka bisa mengawasi tebing.
Hector Adonis mendesah. "Kalian berdua sangat puas dengan diri sendiri, tapi ini
bukan lelucon. Kalau mereka menangkap kalian, mereka akan menembak kalian,"
Guiliano berkata tenang, "Dan kalau aku menangkap mereka, akan kutembak mereka."
Hector Adonis terkejut mendengarnya. Takkan ada harapan pengampunan kalau
begini. "Jangan tergesa-gesa," ujarnya. "Kau masih muda."
Guiliano memandangnya lama. "Aku cukup tua bagi mereka untuk ditembak karena
sepotong keju. Kau mengira aku akan melarikan diri" Membiarkan keluargaku
kelaparan" Membiarkan dirimu membawakan makanan sementara aku berlibur di
pegunungan" Mereka datang untuk membunuhku, jadi akan kubunuh mereka. Dan kau,
godfather yang baik. Sewaktu aku kecil, kau sering mengajariku tentang kehidupan
para petani Sisilia, bukan" Betapa mereka tertekan, oleh Roma dan para pemungut
pajaknya, oleh para bangsawan, oleh para tuan tanah yang membayar tenaga kita
dengan lira yang tak cukup untuk mempertahankan hidup" Aku pernah ke pasar
bersama dua ratus pria penduduk Montelepre dan mereka menawar kami seakan-akan
kami ini ternak Seratus lira untuk pekerjaan pagi, kata mereka, terima atau
lupakan. Dan sebagian besar orang terpaksa menerimanya. Lalu siapa yang akan
menjadi pembela Sisilia, kalau bukan Salvatore Guiliano?"
Hector Adonis benar-benar kecewa. Sudah cukup buruk menjadi pelanggar hukum,
tapi menjadi revolusioner lebih berbahaya. "Semua itu boleh-boleh saja dalam
literatur," jelasnya. "Tapi dalam kehidupan nyata kau bisa masuk kubur lebih
cepat." Ia diam sejenak. "Apa gunanya tindakan kepahlawananmu semalam itu" Para
tetanggamu masih dipenjara."
"Akan kubebaskan mereka," sahut Guiliano pelan. Ia bisa melihat ketakjuban di
wajah bapak baptisnya. Ia menginginkan persetujuannya, bantuannya,
pengertiannya. Ia bisa melihat Adonis masih menganggap dirinya pemuda desa
berhati lembut. "Kau harus mengerti bagaimana keadaanku sekarang." Ia diam
sejenak. Bisakah ia menyatakan dengan tepat apa yang dipikirkannya" Apakah bapak
baptisnya ini akan menganggap dirinya terlalu sombong" Tapi ia melanjutkan, "Aku
tidak takut mati." Ia tersenyum kepada Hector Adonis, senyum kekanak-kanakan
yang begitu dikenal dan disukai Adonis. "Sungguh, aku sendiri takjub karenanya.
Tapi aku tidak takut terbunuh. Itu tidak mungkin terjadi padaku." Ia tertawa
keras. "Polisi mereka, mobil-mobil lapis baja mereka, senapan mesin mereka,
seluruh Roma. Aku tidak takut kepada mereka. Aku bisa mengalahkan mereka.
Pegunungan Sisilia ini penuh bandit. Passatempo dan anak buahnya. Terranova.
Mereka menentang Roma. Apa yang bisa mereka lakukan, aku bisa melakukannya."
Hector Adonis geli sekaligus gelisah. Apakah luka memengaruhi otak Guiliano"
Atau yang dilihatnya sekarang sama dengan awal kemunculan para pahlawan sejarah,
Alexander, Caesar, Roland" Kapan mimpi-mimpi tentang kepahlawanan dimulai, kalau
bukan saat duduk seorang diri di lembah kecil, berbicara pada sahabat-sahabat
baik. Tapi ia berkata santai, "Lupakan, Terranova dan Passatempo. Mereka
ditangkap dan dipenjara di Barak Bellampo. Mereka akan dikirim ke Palermo
beberapa hari lagi." Guiliano melanjutkan, "Akan kuselamatkan mereka, lalu
kutuntut rasa terima kasih mereka."
Kemuraman yang mengiringi kata-katanya menyebabkan Hector Adonis tertegun dan
Pisciotta bersukacita. Mereka terkejut melihat perubahan dalam diri Guiliano.
Sejak dulu mereka selaki mencintai dan menghormatinya. Guiliano selalu
menunjukkan martabat tinggi dan ketenangan bagi orang semuda dirinya. Tapi
sekarang untuk pertama kalinya mereka merasakan semangat Guiliano untuk meraih
kekuasaan. Hector Adonis mencela, 'Terima kasih" Passatempo membunuh paman yang memberinya
keledai pertamanya."
"Kalau begitu aku harus mengajarinya arti berterima kasih," ujar Guiliano. Ia
diam sejenak. "Dan sekarang aku harus meminta bantuanmu. Pikirkanlah baik-baik,
dan kalau kau menolak, aku akan tetap menjadi putra baptismu yang setia. Lupakan
kau teman baik orangtuaku dan lupakan perasaan sayangmu kepadaku. Aku meminta
bantuan ini demi Sisilia yang kauajarkan padaku agar kucintai. Jadilah mata dan
telingaku di Palermo."
Hector Adonis berkata kepadanya, "Apa yang kauminta .dariku,. sebagai dosen di
Universitas Palermo, adalah menjadi anggota kelompok banditmu."
Pisciotta mendesak tidak sabar, "Itu bukan hal aneh di Sisilia, di mana setiap
orang berhubungan dengan Friends of the Friends. Dan di mana lagi kecuali di
Sisilia dosen Sejarah dan Sastra menyandang pistol?"
Hector Adonis mengamati kedua pemuda itu dengan teliti sementara
mempertimbangkan jawabannya. Ia bisa dengan mudah berjanji hendak membantu dan
lalu melupakan janjinya. Ia bisa menolak dengan sama
mudahnya dan berjanji untuk kadang-kadang memberi bantuan seperti yang diberikan
seorang teman, seperti yang dilakukannya hari ini. Bagaimanapun juga, komedi ini
mungkin akan berlangsung singkat. Guiliano mungkin akan tewas dalam pertempuran
atau dikhianati. Ia mungkin pindah ke Amerika. Dan masalahnya akan terpecahkan,
pikirnya sedih. Hector Adonis teringat suatu hari di musim panas bertanun-tahun lalu, hari yang
sangat mirip hari ini, sewaktu Turi dan Aspanu tidak lebih dari delapan tahun
usianya. Mereka duduk di padang rumput yang membentang antara rumah Guiliano dan
pegunungan, menunggu makan malam. Hector Adonis membawa satu tas buku untuk
Turi. Salah satunya adalah Song of Roland, dan ia membacakannya bagi mereka.
Adonis hampir hafal puisinya. Itu merupakan puisi istimewa bagi setiap orang
Sisilia yang bisa membaca, dan kisahnya disukai oleh yang buta huruf. Puisi itu
menjadi kisah utama teater boneka yang dimainkan di setiap kota dan desa, dan
karakter-karakter legendarisnya dilukiskan di sisi setiap kereta yang bergulir
di sepanjang bukit-bukit Sisilia. Dua kesatria terhebat Kaisar Charlemagne,
Roland dan Oliver, membantai bangsa Saracen, melindungi penarikan diri kaisar
mereka ke Prancis. Adonis bercerita bagaimana mereka tewas dalam pertempuran
besar Roncevalles bagaimana Oliver sampai memohon tiga kali kepada Roland agar?meniup terompetnya untuk memanggil kembali pasukan Charlemagne dan bagaimana
Roland menolak karena gengsi. Lalu sewaktu bangsa Saracen berhasil mendesak
mereka, Roland meniup terompet besarnya, tapi sudah terlambat. Ketika
Charlemagne kembali untuk menyelamatkan para kesatrianya, ia mendapati mayat-mayat mereka di
antara ribuan mayat bangsa Saracen dan sangat sedih karenanya. Adonis teringat
air mata yang mengalir di pipi Turi Guiliano dan, agak aneh, ekspresi mengejek
pada wajah Aspanu Pisciotta. Bagi anak yang satu itu merupakan saat-saat
terhebat dalam hidup seseorang, bagi anak yang lain itu kematian amat memalukan
di tangan orang kafir. Kedua bocah laki-laki itu bangkit dari rerumputan, berlari masuk ke dalam rumah
untuk makan malam. Turi memeluk bahu Aspanu, dan Hector tersenyum melihatnya.
Pemandangan itu bagai Roland yang mendukung Oliver agar mereka berdua bisa mati
berdiri di hadapan bangsa Saracen yang menyerbu. Roland, sekarat, mengacungkan
sarung tangannya ke langit biru yang cerah, dan malaikat mengambilnya dari
tangannya. Atau begitulah menurut puisi dan legenda.
Kejadian itu berlangsung seribu tahun lalu, tapi Sisilia tetap menderita di
tengah alam berupa semak-semak zaitun dan dataran-dataran panas menyengat yang
sama, altar-altar di tepi jalan yang dibangun oleh para pengikut Kristus yang
pertama, puluhan salib tempat budak-budak pemberontak pimpinan Spartacus
disalibkan. Dan putra baptisnya akan menjadi salah satu pahlawan itu, tidak
memahami kalau Sisilia mau berubah, harus ada kawah moral yang meluluhlantakkan
tanah ini. Sementara Adonis mengawasi mereka sekarang, Pisciotta menelentang di rerumputan,
Guiliano menatapnya dengan mata cokelat tuanya diiringi senyuman yang agaknya
mengatakan dirinya tahu persis apa
yang dipikirkan bapak baptisnya, transformasi adegan yang menggelitik
berlangsung. Adonis melihat mereka bagai patung-patung yang diukir dari marmer,
tubuh-tubuh mereka tercabut dari kehidupan biasa. Pisciotta menjadi sosok pada
sebuah vas, tokek di tangannya berubah menjadi ular berbisa, semuanya diukir
dalam cahaya matahari pagi pegunungan yang cerah. Pisciotta tampak berbahaya,
orang yang mengisi dunia dengan racun dan belati.
Salvatore Guiliano alias Turi, putra baptisnya, merupakan sisi lain vas itu. Ia
memiliki keindahan Apollo dari Yunani, tubuh yang terbentuk sempurna, bagian
putih matanya begitu cerah hingga mengesankan kebutaan. Wajahnya memancarkan
keterbukaan dan keterusterangan dengan kepolosan pahlawan legendaris. Atau lebih
tepatnya, pikir Adonis, menolak sentimentalitas yang dirasakannya, kebulatan
tekad pemuda yang telah memutuskan untuk bertindak heroik. Tubuhnya berotot
bagai patung-patung Mediterania, paha yang penuh, punggung yang kekar. Tubuhnya
merupakan tubuh orang Amerika, lebih jangkung dan lebih bidang daripada sebagian
besar orang Sisilia. Bahkan sewaktu kanak-kanak, Pisciotta telah menunjukkan kelicikan. Guiliano
sangat percaya akan kebaikan manusia, dan bangga akan kejujurannya sendiri. Di
masa-masa itu Hector Adonis sering kali membayangkan Pisciotta akan menjadi
pemimpin saat mereka dewasa kelak, dan Guiliano menjadi pengikut. Tapi
seharusnya ia lebih tahu. Percaya pada kebaikan seseorang jauh lebih berbahaya
daripada percaya pada kelicikan seseorang.
Suara Pisciotta yang mengejek menerobos lamunan
Hector Adonis. "Tolong katakan ya, Profesor. Aku orang kedua dalam kelompok
Guiliano, tapi aku tidak memiliki anak buah satu pun untuk kuperintah." Ia
tersenyum. "Aku bersedia memulai dari yang kecil."
Meski Adonis tidak terprovokasi, mata Guiliano bersinar marah. Tapi ia bertanya
pelan, "Apa jawabanmu?"
Hector Adonis menjawab, "Ya." Apa lagi yang bisa dikatakan seorang bapak baptis"
Lalu Guiliano memberitahukan apa yang harus dilakukannya ketika kembali ke
Montelepre nanti dan menceritakan garis besar rencananya besok. Adonis sekali
lagi tertegun oleh keberanian dan kenekatan rencana-rencana pemuda ini. Tapi
sewaktu Guiliano mengangkatnya ke atas keledainya, ia membungkuk dan mencium
putra baptisnya. Pisciotta dan Guiliano mengawasi Adonis menuruni jalan setapak menuju
Montelepre. "Dia kecil sekali," komentar Pisciotta. "Dia jauh lebih cocok jadi
teman kita bermain bandit-banditan waktu kita kecil."
Guiliano berpaling kepadanya dan berkata lembut, "Dan leluconmu pasti lebih baik
waktu itu. Bersikaplah serius kalau kita sedang membicarakan masalah serius."
Tapi malam itu sebelum mereka tidur, keduanya berpelukan. "Kau saudaraku," kata
Guiliano. "Ingat itu." Lalu mereka menyelimuti diri dan melewatkan malam
terakhir persembunyian mereka dengan tidur.
Bab 9 TURI GUILIANO dan Aspanu Pisciotta terjaga sebelum fajar, sebelum cahaya pertama
memancar, karena kendati kemungkinannya tipis, carabinieri mungkin mulai
bergerak dalam kegelapan untuk mengejutkan mereka bersama matahari pagi. Mereka
melihat kendaraan lapis baja dari Palermo tiba di Barak Bellampo semalam bersama
dua jip pasukan tambahan. Sepanjang malam Guiliano berpatroli memeriksa keadaan
di lereng pegunungan dan mendengarkan suara apa pun yang mungkin ditimbulkan
siapa pun yang mendekati tebing mereka langkah berjaga-jaga yang ditertawakan ?Pisciotta. "Sewaktu kecil kita boleh bermain-main seperti itu," katanya kepada
Guiliano, "tapi apa kau benar-benar mengira carabinieri pemalas itu akan
mempertaruhkan nyawa mereka dalam kegelapan, atau bahkan melewatkan tidur
nyenyak malam hari di ranjang-ranjang empuk?"
"Kita' harus melatih diri dengan kebiasaan yang baik," kata Turi Guiliano. Ia
tahu suatu hari nanti akan datang musuh-musuh yang lebih hebat.
Turi dan Aspanu bekerja keras menempatkan senjata-senjata mereka di atas sehelai
selimut dan memeriksanya dengan teliti. Lalu mereka menyantap sebagian kue
roti pemberian La Venera, meminum anggur yang ditinggalkan Hector Adonis untuk
mereka. Kuenya, dengan merica pedas dan rempah-rempah, menghangatkan perut
mereka. Kue itu memberi mereka energi untuk membangun tirai dari cabang-cabang
pohon kecil dan bongkahan batu-batu di tepi tebing. Dari balik tirai ini, mereka
mengawasi kota dan jalan setapak pegunungan melalui teropong. Guiliano mengisi
peluru dan memasukkan beberapa kotak amunisi ke dalam saku-saku jaket kulit
dombanya sementara Pisciotta berjaga-jaga. Guiliano melakukan pekerjaannya
dengan hati-hati dan lambat Ia bahkan menguburkan sendiri semua pasokan dan


Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menutupinya dengan batu-batu besar. Ia tidak pernah memercayai siapa pun untuk
memeriksa detail-detail semacam ini. Jadi Pisciotta-lah yang melihat
keberangkatan kendaraan lapis baja dari Barak Belampo.
"Kau benar," kata Pisciotta. "Kendaraan itu menuju dataran Castellammare
menjauhi kita." Mereka saling tersenyum Guiliano diam-diam merasa gembira. Bagaimanapun juga,
melawan polisi ternyata tidak sulit Ini permainan anak-anak dengan kecerdikan
anak-anak. Kendaraan lapis baja itu akan menghilang di balik tikungan jalan
kemudian memutar balik dan mendaki ke pegunungan, menuju belakang tebing tempat
mereka berada. Pihak berwenang pasti mengetahui tentang terowongan itu dan
menduga mereka akan menggunakannya untuk melarikan diri dan justru mengarah ke
kendaraan lapis baja itu. Lengkap dengan senapan-senapan mesinnya.
Dalam waktu satu jam carabinieri akan mengirimkan satu detasemen ke Monte d'Ora
untuk menyerang dari depan dan mengusir mereka keluar. Ada gunanya polisi menganggap mereka
hanyalah pemuda-pemuda Uar, bajingan biasa. Bendera merah dan emas Sisilia yang
mereka kibarkan di tepi tebing mengkonfirmasi kecerobohan mereka, atau begitulah
pendapat polisi. Satu jam kemudian, van pasukan dan jip yang membawa Maresciallo Roccofino keluar
dari gerbang Barak Bellampo. Kedua kendaraan melaju santai ke kaki. Monte d'Ora
dan berhenti untuk menurunkan penumpangnya. Dua belas carabinieri yang
bersenjatakan senapan dikirim melalui jalan setapak kecil yang menyusuri lereng.
Maresciallo Roccofino menanggalkan topinya dan mengarahkannya ke arah bendera
merah dan emas yang berkibar-kibar di tebing di atas mereka.
Turi Guiliano mengawasi mereka melalui teropong dari balik'tirai cabang-cabang
pohon. Sejenak ia mengkhawatirkan kendaraan lapis baja di balik pegunungan. Apa
mereka juga menyuruh orang-orang dari lereng belakang naik kemari" Tapi orang-
orang itu butuh waktu satu jam untuk mendaki, mereka tidak mungkin berada di
dekat sini. Ia mengesampingkan mereka dari pikirannya dan berkata kepada
Pisciotta, "Aspanu, kalau kita tidak secerdik anggapan kita, kita tidak akan
pulang ke ibu kita dan menikmati sepiring spaghetti malam ini, seperti yang
sering kita lakukan sewaktu kecil dulu."
Pisciotta tertawa. "Kita selalu benci pulang; ingat" Tapi harus kuakui, ini
lebih asyik. Apa sebaiknya kita bunuh beberapa dari mereka?"
"Tidak," tegas Guiliano. "Tembak ke atas kepala mereka." Ia teringat bagaimana
Pisciotta tidak mematuhi perintahnya dua hari lalu. Ia mengingai
"Aspanu, patuhi perintahku. Tidak ada gunanya membunuh mereka. Kali ini tidak
ada gunanya membunuh mereka."Mereka menunggu dengan sabar selama satu jam. Lalu
Guiliano mendorong senapan taburnya menembus tirai cabang pohon dan menembak dua
kali. Mengagumkan sekali melihat bagaimana iring-iringan yang lurus dan percaya
diri itu berhamburan begitu cepat, seperti semut-semut yang melesat dan
menghilang ke balik rerumputan. Pisciotta menembakkan senapannya empat kali
Kepulan asap muncul di tempat-tempat berbeda di lereng saat para carabinieri
balas menembak. Guiliano menurunkan senapan tabur dan meraih teropong. Ia bisa melihat
Maresciallo dan sersannya menggunakan radio. Mereka menghubungi kendaraan lapis
baja di balik pegunungan, memperingatkan bahwa para pelanggar hukum akan menuju
ke sana. Ia meraih senapan' tabur lagi dan menembak dua kali, lalu berkata
kepada Pisciotta, "Sudah waktunya pergi."
Mereka berdua merangkak ke sisi seberang tebing, tidak terlihat oleh carabinieri
yang bergerak maju, lalu merosot menuruni lereng yang dipenuhi bongkahan batu,
berguling sejauh lima puluh meter sebelum bangkit berdiri, senjata siap
ditembakkan. Sambil membungkuk rendah, mereka berlari menuruni bukit, berhenti
hanya agar Guiliano bisa mengamati para penyerang melalui teropong.
Carabinieri terus menembaki tebing, tidak menyadari kedua pelanggar hukum itu
sekarang ada di samping mereka. Guiliano memimpin jalan menyusuri jalan setapak
sempit yang tersembunyi di sela-sela bongkahan batu besar dan memasuki hutan
kecil. Mereka beristirahat selama beberapa menit lalu mulai berlari dengan
lincah dan diam-diam, menuruni jalan setapak. Dalam waktu kurang dari satu jam
mereka sudah tiba di dataran yang memisahkan pegunungan dari Montelepre, tapi
mereka telah memutar ke seberang kota; kota itu kini berada di antara mereka dan
van pembawa pasukan. Mereka menyembunyikan senjata di balik jaket dan berjalan
menyeberangi dataran, tampak seperti dua petani dalam perjalanan ke ladang.
Mereka memasuki Montelepre dari ujung Via Belia, hanya seratus meter jauhnya
dari Barak Bellampo. Pada saat yang sama Maresciallo Roccofino memerintahkan anak buahnya terus
mendaki lereng ke arah bendera di tepi tebing. Selama satu jam terakhir tidak
terdengar tembakan balasan dan ia yakin kedua pelanggar hukum itu telah
melarikan diri melalui terowongan dan sekarang tengah menuruni lereng pegunungan
di baliknya, ke arah kendaraan lapis baja. Ia ingin menutup jebakannya. Anak
buahnya memerlukan waktu satu jam lagi sebelum tiba di tepi tebing dan merobek-
robek bendera. Maresciallo Roccofino melangkah ke gua dan memerintahkan anak
buahnya menggeser bongkahan batu yang menutupi terowongan. Ia mengirim anak
buahnya memasuki lorong batu itu ke seberang pegunungan untuk bertemu kendaraan
lapis baja. Ia tertegun sewaktu mendapati buruannya telah lolos. Ia menyebar
anak buahnya untuk mencari di sekitarnya, merasa yakin mereka akan berhasil
mendesak keluar para pelarian dari lubang persembunyian mereka.
Hector Adonis mematuhi perintah Guiliano sepenuhnya. .Di ujung Via Belia
terdapat kereta berlukisan legenda kuno yang menutupi setiap jengkalnya, di
dalam dan di luar kereta. Bahkan jeruji roda dan tepi-tepinya digambari baju-
baju baja kecil sehingga sewaktu rodanya berputar, gambar-gambar itu menampilkan
ilusi orang-orang yang tengah bertempur. Porosnya juga dihiasi lengkungan-
lengkungan merah berbintik-bintik perak.
Kereta itu tampak seperti manusia yang setiap jengkal tubuhnya dipenuhi tato. Di
depan kereta berdiri bagal putih yang terkantuk-kantuk. Guiliano melompat ke
kursi kusir yang kosong dan memandang ke dalam kereta. Kereta itu penuh guci
besar anggur yang dibungkus keranjang bambu. Sedikitnya ada dua puluh guci.
Guiliano menyelipkan senapan tabur ke balik sederet gucL Ia memandang ke arah
pegunungan sekilas; tidak ada apa pun yang bisa dilihatnya, kecuali benderanya
yang masih berkibar. Ia tersenyum ke arah Pisciotta. "Semuanya sesuai rencana,"
ujarnya. "Pergilah dan perlihatkan tarianmu."
Pisciotta memberi hormat sekilas, serius sekaligus mengejek, mengancingkan jaket
menutupi pistolnya, dan melangkah ke gerbang Barak Bellampo. Saat melangkah ia
melirik jalan yang menuju Castellammare, sekadar memastikan tidak ada kendaraan
lapis baja yang tengah melaju pulang dari pegunungan.
Tinggi di atas kursi kereta, Turi Guiliano mengawasi Pisciotta berjalan pelan-
pelan melintasi lapangan terbuka dan memasuki jalan setapak berlapis batu yang
menuju gerbang. Lalu ia memandang ke ujung seberang Via Belia. Ia bisa melihat
rumahnya, tapi tidak ada siapa pun yang berdiri di depannya. Tadinya ia berharap
bisa melihat ibunya sekilas. Beberapa pria duduk-duduk di depan salah satu
rumah, meja dan botol-botol anggur mereka diteduhi balkon yang menjorok. Tiba-
tiba ia teringat teropong yang melilit di lehernya dan menanggalkannya, lalu
melemparkannya ke bagian belakang kereta.
Seorang carabiniere muda berdiri berjaga-jaga di gerbang, bocah berumur tidak
lebih dari delapan belas tahun. Pipinya yang kemerahan dan wajahnya yang mulus
menyatakan ia lahir di provinsi-provinsi utara Italia; seragam hitam bergaris
putihnya kebesaran dan tidak dijahit dengan baik, dan topi militernya
menyebabkan penampilannya menyerupai boneka atau badut. Kendati peraturan
melarang, sebatang rokok tergantung di mulurnya yang bagai busur Cupid. Saat
mendekatinya dengan berjalan kaki, Pisciotta merasakan gelombang rasa jijik
sekaligus geli. Bahkan sesudah apa yang terjadi selama beberapa hari terakhir,
orang ini tidak memegang senapannya dalam sikap siaga.
Si penjaga hanya melihat seorang petani lusuh yang berani menumbuhkan kumis
lebih elegan daripada yang selayaknya. Ia berkata kasar, "Kau yang di sana, kau
makhluk hina, mau ke mana?" Ia tidak menyandang senapannya. Pisciotta bisa
menggoroknya dalam sedetik.
Tapi ia malah berusaha tampak penuh minat, berusaha menekan kemarahannya yang
timbul akibat kesombongan bocah ini. Ia berkata, "Kalau kau tidak keberatan, aku
mau menemui Maresciallo. Aku punya informasi berharga."
"Kau bisa menyampaikannya padaku," sahut si penjaga.
186 Pisciotta tidak bisa menahan diri. Ia berkata dengan nada marah, "Dan kau juga
bisa membayarku?" Si penjaga tertegun oleh kekasarannya. Lalu ia berkata menghina tapi agak
waspada, "Aku tidak akan membayarmu satu lira pun kalau kau memberitahu Yesus
datang lagi." Pisciotta tersenyum. "Lebih baik daripada itu. Aku tahu di mana Turi Guiliano
berada, orang yang menyebabkan hidungmu berdarah."
Penjaga itu berkata curiga, "Sejak kapan orang Sisilia membantu pihak berwenang
di negara terkutuk ini?"
Pisciotta maju lebih dekat. "Tapi aku punya ambisi," katanya. "Aku sudah
mengajukan lamaran menjadi carabiniere. Bulan depan aku akan ke Palermo untuk
menjalani ujian. Siapa tahu, kita berdua mungkin akan mengenakan seragam yang
sama tak lama lagi."
Penjaga itu memandang Pisciotta dengan lebih ramah. Memang benar banyak orang
Sisilia menjadi polisi. Itu jalan keluar dari kemiskinan, jalan untuk
mendapatkan sepotong kecil kekuasaan. Sudah menjadi lelucon nasional yang
populer bahwa orang Sisilia, entah menjadi penjahat atau polisi, menimbulkan
kerusakan sama besar di kedua pihak. Sementara itu Pisciotta diam-diam tertawa
membayangkan dirinya menjadi carabiniere. Pisciotta orang yang flamboyan; ia
memiliki sehelai kemeja sutra yang dibuat di Palermo. Hanya orang bodoh yang
bersedia mengenakan seragam hitam bergaris putih dan topi kaku serta konyol itu.
"Sebaiknya kau berpikir *dua kali," kata si penjaga, tidak ingin semua orang
mendapat keberuntungan. "Bayarannya kecil dan kami semua akan kelaparan kalau
tidak menerima suap dari para penyelundup.
Dan baru minggu ini dua anggota barak kami, teman-teman baikku, tewas di tangan
Guiliano terkutuk itu. Dan setiap hari para petani sombong itu bahkan tidak mau
memberitahukan arah menuju tukang cukur di kota."
Pisciotta berkata riang, "Kita ajari mereka sopan santun dengai bastinado."
Lalu, dengan sikap bersekongkol, seakan mereka telah sama-sama menjadi
carabinieri, ia bertanya, "Kau punya rokok?"
Yang menggembirakan Pisciotta, saat-saat berbaik hati sudah usai. Penjaga itu
murka. "Rokok untukmu?" semburnya tak percaya. "Demi nama Kristus, kenapa aku
harus memberikan rokok pada sepotong kotoran Sisilia?" Dan sekarang akhirnya ia
menaikkan senapannya. Sejenak Pisciotta merasakan desakan liar untuk menghambur maju dan menggorok
lehernya. "Karena aku bisa memberitahukan di mana kalian dapat menemukan
Guiliano," jawab Pisciotta. "Kamerad-kameradmu yang mencari di pegunungan
terlalu tolol bahkan untuk menemukan seekor tokek."
Si penjaga tampak kebingungan. -Kekasaran itu menyebabkan ia hilang akal;
informasi yang ditawarkan membuatnya sadar lebih baik ia berkonsultasi dengan
seniornya. Ia merasa orang ini terlalu licik dan bisa menyebabkan dirinya
mendapat masalah. Ia membuka gerbang dan memberi isyarat dengan senapannya agar
Pisciotta memasuki lahan Barak Bellampo. Ia memunggungi jalan. Pada saat itu,
Guiliano, seratus meter jauhnya, menendang bagalnya hingga terjaga dan memajukan
keretanya ke jalan setapak batu yang menuju gerbang.
Lahan Barak Bellampo seluas 1,5 hektar. Di sana berdiri gedung administrasi
besar dengan bangsal berbentuk L yang merupakan sel-sel penjara. Di belakangnya
terdapat barak-barak tempat tinggal carabinieri, cukup besar untuk menampung
seratus orang, dengan bagian terpisah yang secara khusus disediakan sebagai
apartemen pribadi Maresciallo. Di sebelah kanan terdapat garasi kendaraan yang
sebenarnya lumbung dan sebagian masih digunakan untuk itu karena detasemen
tersebut meliputi sepasukan bagal dan keledai untuk perjalanan melintasi
pegunungan, saat kendaraan tidak berguna.
Jauh di belakang terdapat gudang amunisi dan pasokan, keduanya terbuat dari baja
bergelombang. Seluruh area dikepung pagar berkawat duri setinggi lebih dari dua
meter dengan dua menara tinggi untuk penjaga, tapi menara-menara itu telah
berbulan-bulan tidak digunakan. Barak Bellampo dibangun rezim Mussolini lalu
diperluas selama masa perang dengan Mafia.
Sewaktu melewati gerbang Pisciotta memeriksa tanda-tanda bahaya. Menara-menara
kosong, tidak ada penjaga bersenjata berkeliaran. Tempat itu tampak seperti
tanah pertanian yang sunyi dan damai. Tidak ada kendaraan di garasi; malah tidak
terlihat kendaraan di mana pun, yang mengejutkan dirinya, dan membuatnya
khawatir salah satu kendaraan akan segera kembali. Ia tidak bisa memahami
Maresciallo begitu bodoh sehingga meninggalkan garnisunnya tanpa kendaraan. Ia
harus memperingatkan Turi bahwa mereka mungkin mendapat tamu tidak terduga.
Dikawal penjaga muda itu, Pisciotta melewati pintu-pintu lebar gedung
administrasi. Ia memasuki ruangan
ion luas dengan kipas angin di langit-langit yang hanya sedikit mengusir panasnya
udara. Ada meja besar di atas panggung rendah yang mendominasi ruangan, dan di
sisi-sisinya terdapat pagar yang melingkupi meja-meja yang lebih kecil bagi para
staf; di sekitar ruangan terdapat bangku-bangku kayu. Semua itu kosong kecuali
meja besar di atas panggung. Di belakangnya duduk seorang kopral carabinieri
yang secara keseluruhan berlawanan dengan penjaga muda itu. Papan nama berukir
di meja bertuliskan KOPRAL CANIO SILVESTRO. Bagian atas tubuh kopral itu sangat
kekar bahu-bahu menggembung dan leher tebal dimahkotai kepalanya yang besar. ?Bekas luka kemerahan, sebaris jaringan mati mengilap, tampak seolah ditempelkan
dari telinganya ke ujung rahangnya yang bagai karang. Kumis lebat yang panjang
mengembang bagaikan dua sayap hitam di atas mulutnya.
Ia menyandang strip-strip kopral di lengan bajunya, pistol besar di sabuknya,
dan yang paling buruk ia memandang Pisciotta dengan amat curiga dan tidak
percaya sementara si penjaga menceritakan kisahnya. Ketika Kopral Silvestro
berbicara, aksennya mengungkapkan ia orang Sisilia. "Kau bajingan pembohong,"
cacinya kepada Pisciotta. Tapi sebelum ia sempat melanjutkan, suara Guiliano
terdengar berteriak dari balik gerbang.
"Hei yang. di sana, carabiniere, kau mau anggur atau tidak" Ya atau tidak?"
Pisciotta mengagumi gaya suara Guiliano; nadanya kasar, dialeknya begitu kental
sehingga hampir-hampir tidak bisa dipahami kecuali oleh penduduk asli provinsi
ini, pilihan kata-katanya, sombong, khas petani yang
cukup berhasil. Kopral menggerutu jengkel, "Demi nama Kristus, apa yang diteriakkan orang itu?"
dan dengan langkah-langkah lebar keluar dari gedung. Penjaga dan Pisciotta
mengikutinya. Kereta berhias lukisan dan bagal putih itu ada di luar gerbang. Tidak berbaju,
dadanya yang bidang mengilap oleh keringat, Turi Guiliano mengayun-ayunkan
seguci anggur. Ia melontarkan seringai lebar yang tolol; seluruh tubuhnya tampak
menjulur kikuk. Penan> pilannya menghapus kecurigaan. Tidak mungkin ia
menyembunyikan senjata, ia mabuk dan aksennya merupakan dialek paling kasar di
seluruh Sisilia. Tangan Kopral menyingkir dari pistolnya, si penjaga menurunkan
senapannya. Pisciotta mundur selangkah, siap mencabut pistolnya sendiri dari
balik jaketnya. "Aku membawa sekereta anggur untuk kalian," kata Guiliano lagi. Ia meniup hidung
dengan jarinya dan membuang ingusnya ke gerbang.
"Siapa yang memesan anggur ini?" tanya Kopral. Tapi ia melangkah ke gerbang dan
Guiliano tahu ia akan membukanya lebar-lebar agar kereta itu bisa lewat.
"Ayahku menyuruhku membawanya ke Maresciallo," kata Guiliano sambil mengedipkan
sebelah mata. Kopral menatapnya. Anggur itu merupakan hadiah karena membiarkan seorang petani
menyelundup. Kopral berpikir gelisah, bahwa sebagai orang Sisilia sejati si ayah
seharusnya mengantarkan sendiri anggurnya agar maksud pemberian hadiah itu lebih
jelas. Tapi lalu ia mengangkat bahu. "Turunkan dan bawa ke barak."
Guiliano berkata, "Bukan aku yang melakukannya, aku tidak mau."
Sekali lagi Kopral tersengat keraguan. Nalurinya memperingatkan dirinya.
Menyadari hal ini, Guiliano turun dari kereta dengan cara begitu rupa sehingga
bisa menyambar lupara dengan mudah dari tempat persembunyiannya. Tapi pertama-
tama ia mengangkat seguci anggur dalam pembungkus bambunya dan berkata, "Ada dua
puluh guci untuk kalian."
Kopral itu meneriakkan perintah ke arah barak tempat tinggal dan dua carabinieri
muda muncul berlari-lari; jaket mereka tidak terkancing dan mereka tidak
mengenakan topi. Tak satu pun membawa senjata. Guiliano berdiri di atas kereta
dan menyurukkan guci-guci anggur ke dalam pelukan mereka. Ia memberikan seguci
anggur kepada penjaga, bersenapan, yang mencoba menolak. Guiliano berkata riang,
"Kau nanti pasti membantu menghabiskannya, jadi bawalah."
Sekarang sesudah ketiga penjaga dilumpuhkan, lengan-lengan mereka sibuk membawa
guci, Guiliano mengamati pemandangan di sekitarnya. Persis seperti yang
dtinginkannya. Pisciotta berada tepat di belakang Kopral, satu-satunya prajurit
yang tangannya bebas. Guiliano mengamati lereng-lereng pegunungan; tidak
terlihat tanda-tanda kembalinya kelompok pencari. Ia memeriksa jalan ke
Castellammare; tidak terlihat tanda-tanda kehadiran kendaraan lapis baja. Di Via
Belia anak-anak masih bermain-main. Ia mengulurkan tangan ke kereta,


Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengeluarkan lupara, dan mengarahkannya kepada Kopral yang tertegun. Pada saat
yang sama Pisciotta mencabut pistol dari balik kemejanya. Ia menekankannya ke
punggung Kopral. "Jangan bergerak sedikit pun," ancam Pisciotta, "atau kucukur
kumismu yang lebat itu dengan timah."
Guiliano tetap mengarahkan lupara pada ketiga penjaga yang ketakutan. Ia
berkata, "Jangan lepaskan guci-guci itu dan semuanya masuk ke gedung." Penjaga
bersenjata memeluk guci anggurnya dan membiarkan senapannya jatuh ke tanah.
Pisciotta memungutnya saat mereka bergerak masuk. Di dalam ruangan, Guiliano
meraih papan nama dan mengaguminya. "Kopral Canio Sirvestro. Tolong kuncinya.
Semuanya" Tangan Kopral menempel pada pistolnya dan ia memelototi Guiliano. Pisciotta
memukul tangannya hingga tersentak maju dan mencabut senjatanya. Kopral berbalik
dan menatapnya dengan pandangan dingin mematikan. Pisciotta tersenyum dan
berkata, "Permisi."
Kopral berpaling memandang Guiliano dan berkata, "Nak, larilah dan jadilah
aktor, kau sangat pandai. Jangan melanjutkan perbuatanmu ini, kau tidak akan
pernah bisa lolos. Maresciallo dan anak buahnya akan kembali sebelum malam dan
akan memburumu ke ujung dunia. Pikirkan lagi, sobat muda, bagaimana rasanya
menjadi pelanggar hukum dengan harga atas kepalanya. Aku sendiri akan memburumu
dan aku tak pernah melupakan wajah orang. Akan kucari tahu namamu* dan kugali
kau keluar kalau kau bersembunyi di neraka."
Guiliano tersenyum kepadanya. Entah kenapa ia menyukai orang ini. Katanya, "Tapi
kalau kau ingin tahu namaku, kenapa tidak kautanyakan?"
Kopral memandangnya marah, "Dan kau akan memberitahuku, seperti orang idiot?"
Guiliano menjawab, "Aku tidak pernah berbohong. Namaku Guiliano."
Kopral mengayunkan tangannya ke samping, hendak meraih pistol yang telah diambil
Pisciotta. Guiliano semakin menyukainya karena reaksi naluriah itu. Orang ini
memiliki keberanian dan tanggung jawab. Para penjaga yang lain ketakutan. Ini
Salvatore Guiliano yang telah membunuh tiga kamerad mereka. Tidak ada alasan
untuk berpikir ia akan membiarkan mereka tetap hidup.
Kopral mengamati wajah Guiliano, mengingat-ingat-nya. Lalu, dengan gerak lambat
dan hati-hati, mengambil seikat besar kunci dari laci meja. Ia berbuat begitu
karena Guiliano menempelkan senapan taburnya keras-keras ke punggungnya.
Guiliarto menerima kunci dan melemparkannya kepada Pisciotta.
"Bebaskan para tahanan," katanya.
Di bangsal penjara gedung aciministrasi, dalam area sel yang luas, terdapat
sepuluh warga Montelepre yang ditangkap pada malam Guiliano melarikan diri. Di
salah satu sel kecil yang terpisah terdapat dua bandit yang terkenal di kawasan
ini, Passatempo dan Terranova. Pisciotta membuka kunci pintu-pintu sel mereka
dan mereka mengikutinya ke ruangan administrasi dengan gembira.
Warga Montelepre yang ditangkap, semuanya tetangga Guiliano, memasuki ruangan
adntinistrasi dan mengerumuninya untuk memeluknya penuh terima kasih. Guiliano
membiarkannya tapi mempertahankan kewaspadaannya, pandangannya tetap terpaku
pada para carabinieri tawanannya. Para tetangganya gembira melihat perbuatan
Guiliano; ia mempermalukan polisi yang
mereka benci, ia pembela mereka. Mereka melapor padanya bahwa Maresciallo
mengeluarkan perintah agar mereka dihukum bastinado, tapi Kopral menghentikan
pelaksanaan hukuman ini hanya dengan kekuatan karakternya dan argumentasi bahwa
tindakan seperti itu hanya menciptakan kemarahan lebih besar yang akan
.memengaruhi keamanan barak. Sebaliknya, besok pagi mereka akan dikirim ke
Palermo untuk diinterogasi hakim.
Guiliano mengarahkan moncong lupara ke lantai, takut tembakan yang tidak
disengaja mengenai orang-orang di sekitarnya. Mereka semua orang tua, para
tetangga yang dikenalnya sejak kecil. Hati-hati ia berbicara kepada mereka
sebagaimana caranya berbicara kepada mereka selama ini "Kalian boleh ikut
denganku ke pegunungan," katanya. "Atau kalian bisa mengunjungi kerabat di
bagian lain Sisilia sampai pihak berwenang menyadari kesalahan mereka." Ia
menunggu tapi yang ada hanya kesunyian. Kedua bandit, Passatempo dan Terranova,
berdiri terpisah dari yang kin. Mereka sangat waspada, seakan siap menyerang.
Passatempo pria pendek kekar dan jelek, dengan wajah menakutkan akibat cacar
yang dideritanya sewaktu kanak-kanak, mulurnya tebal dan tidak berbentuk. Para
petani di pedalaman menyebutnya "si Kasar". Terranova bertubuh kecil dan
berpostur bagai musang. Kendati begitu, raut wajahnya yang kecil tampak
menyenangkan, bibirnya selalu membentuk senyuman wajar. Passatempo merupakan
bandit khas Sisilia yang serakah dan mencuri ternak serta membunuh sekadar demi
uang Terranova petani yang bekerja keras dan memulai kariernya sebagai pelanggar
hukum sewaktu dua penarik pajak datang untuk menyita babi kesayangannya. Ia terpaksa membunuh
keduanya, menjagal babi untuk disantap keluarga dan kerabatnya, lalu melarikan
diri ke pegunungan. Kedua pria itu bergabung dan membentuk gerombolan tapi
dikhianati dan ditangkap sewaktu bersembunyi di gudang kosong di ladang padi di
Corleone. Guiliano berkata kepada mereka, "Kalian berdua tidak punya pilihan lain. Kita
akan ke pegunungan bersama-sama* lalu kalau mau kalian bisa tetap berada di
bawah perintahku atau bercliri sendiri. Tapi untuk hari ini aku membutuhkan
bantuan kalian dan kalian berdua berutang padaku." Ia tersenyum kepada mereka,
mencoba memperlunak tuntutan agar mereka mematuhi perintahnya.
Sebelum kedua bandit sempat menjawab, kopral carabinieri itu melakukan tindakan
sinting namun berani. Mungkin karena martabat Sisilia yang terluka, mungkin
karena kebuasan hewani yang alamiah, atau sekadar fakta bahwa bandit-bandit
terkenal tahanannya akan melarikan diri telah memicu kemurkaannya. Ia bercliri
hanya beberapa langkah dari Guiliano dan dengan kecepatan mengejutkan maju dalam
satu langkah lebar. Pada saat yang sama ia mencabut pistol kecil yang tersembunyi di balik
kemejanya. Guiliano mengayunkan lupara untuk menembak tapi terlambat. Kopral
menjulurkan pistolnya sejauh setengah meter dari kepala Guiliano. Pelurunya akan
telak menghantam wajah Guiliano.
Semua orang membeku karena kaget. Guiliano melihat pistol yang diarahkan ke
kepalanya. Di belakangnya wajah Kopral yang merah karena marah menegangkan
Otot-ototnya bagai tubuh ular. Tapi pistol itu seolah bergerak sangat lambat.
Rasanya seperti jatuh dalam mimpi buruk, jatuh selamanya tapi tahu itu hanya
mimpi dan ia tidak akan pernah tiba di dasarnya. Dalam waktu sepersekian detik
sebelum Kopral menarik picunya, Guiliano merasakan kedamaian luar biasa dan
tidak takut sama sekali. Matanya tidak berkedip sewaktu Kopral menarik picunya,
ia malah maju selangkah. Terdengar bunyi klik metalik yang keras saat pelatuknya
menghantam amunisi yang rusak di larasnya. Sepersekian detik sesudahnya,
Pisciotta, Terranova, dan Passatempo menghambur ke arah Kopral. Dan kopral itu
jatuh tertimpa berat tubuh mereka. Terranova menyambar pistolnya dan berusaha
merampasnya, Passatempo mencengkeram rambut di kepalanya dan berusaha mencungkil
matanya, Pisciotta mencabut pisaunya dan siap menghunjamkannya ke leher Kopral
Guiliano menghentikannya tepat pada waktunya.
Guiliano berkata pelan, "Jangan bunuh dia." Dan menarik mereka dari Kopral yang
sekarang tidak bergerak dan tidak berdaya. Ia menunduk dan kecewa melihat
kerusakan yang terjadi dalam kemurkaan sesaat itu. Telinga Kopral setengah
tercabik dari kepalanya dan menyemburkan banyak darah. Lengan kanannya patah dan
terkulai membentuk sudut yang mengerikan di samping tubuhnya. Salah satu matanya
memancarkan darah, kulitnya menjuntai di sana.
Orang itu tetap tidak takut. Ia berbaring di sana menanti kematian, dan Guiliano
merasakan gelombang kasih yang hebat baginya. Inilah orang yang telah menguji
dirinya, dan yang menegaskan keabadiannya
sendiri; inilah orang yang mengesahkan kelumpuhan kematian. Guiliano menariknya
berdiri dan, yang mengejutkan semua orang, memeluknya sesaat. Lalu ia berpura-
pura sekadar membantu agar Kopral bisa berdiri tegak.
Terranova memeriksa pistolnya. "Kau beruntung sekali," katanya kepada Guiliano.
"Hanya satu peluru yang tidak bisa meledak."
Guiliano mengulurkan tangan meminta pistol itu. Terranova ragu-ragu sejenak,
lalu memberikannya. Guiliano berpaling kepada Kopral. "Jaga sikapmu," katanya
ramah, "dan tidak akan terjadi apa-apa pada dirimu dan anak buahmu. Kujamin."
Kopral itu, terlalu kaget dan terlalu lemah akibat luka-lukanya untuk bisa
menjawab, tampak tidak mengerti apa yang diucapkan. Passatempo berbisik kepada
Pisciotta, "Berikan pisaumu dan akan kubereskan dia."
Pisciotta berkata, "Guiliano yang memberi perintah di sini dan semua orang
patuh." Pisciotta mengatakannya dengan nada biasa agar tidak memberi kesan pada
Passatempo bahwa ia sendiri siap membunuh bandit itu dalam sekejap mata.
Penduduk Montelepre yang semula ditahan bergegas pergi. Mereka tidak ingin
menjadi saksi pembantaian carabinieri. Guiliano mengawal Kopral dan para penjaga
ke bangsal penjara dan'mengunci mereka di satu sel yang sama. Lalu ia mengajak
Pisciotta, Terranova, dan Passatempo menggeledah gedung-gedung lainnya di Barak
Bellampo. Di gudang senjata mereka menemukan senapan, pistol, senapan mesin, dan
berkotak-kotak amunisi. Mereka menyandang senjata-senjata itu di bahu dan memuat
kotak-kotak amunisinya ke
kereta. Dari barak tempat tinggal mereka mengambil beberapa helai selimut dan
kantong tidur, dan Pisciotta melemparkan dua seragam carabinieri ke dalam kereta
sekadar untuk keberuntungan. Lalu, dengan Guiliano di kursi kusir, kereta penuh
sesak oleh barang rampasan, ketiga orang lainnya berjalan dengan senjata siap
ditembakkan, menyebar untuk melindungi diri dari serangan apa pun. Mereka
bergegas menyusuri jalan menuju CasteUammare. Mereka membutuhkan waktu lebih
dari satu jam untuk tiba di rumah petani yang telah meminjamkan keretanya kepada
Hector Adonis dan menguburkan barang rampasan di kandang babinya. Lalu mereka
membantu si petani mengecat keretanya dengan warna hijau zaitun yang dicuri dari
depot pasokan Angkatan Darat Amerika.
Maresciallo Roccofino pulang bersama regu pencarinya pada saat makan malam;
matahari telah menghilang dari langit dan hari itu sinarnya masih kalah panas
dibandingkan kemarahan yang dirasakan Maresciallo begitu melihat anak buahnya
dikurung dalam penjara mereka sendiri. Maresciallo memerintahkan kendaraan lapis
baja menjelajahi seluruh jalanan untuk mencari jejak para penjahat, tapi pada
saat itu Guiliano sudah berada jauh di tempat perlindungan di pegunungan.
Koran-koran di seluruh Italia menerbitkan kisah itu secara besar-besaran. Baru
tiga hari sebelumnya, pembunuhan dua carabinieri juga menjadi berita halaman
pertama, tapi pada saat itu Guiliano hanyalah bandit Sisilia putus asa .dan
satu-satunya yang membuat ia terkenal adalah kebrutalan. Kejadian kali ini
berbeda. Ia memenangkan pertempuran nyali dan taktik melawan
200 Kepolisian Nasional. Ia membebaskan teman-teman dan tetangganya dari apa yang
jelas merupakan penahanan yang tidak adil. Para wartawan dari Palermo, Napoli,
Roma, dan Milan pergi ke Montelepre, mewawancarai keluarga dan teman-teman Turi
Guiliano. Ibunya dipotret sambil membawa gitar Turi yang menurutnya dimainkan
Turi bagaikan malaikat. (Ini tidak benar; Guiliano hanya bisa memainkannya
dengan cukup baik, sekadar nadanya bisa dikenali.) Mantan teman-teman sekolahnya
mengakui bahwa Turi kutu buku sehingga ia dijuluki "Profesor". Koran-koran
menangkap informasi ini dengan gembira. Bandit Sisilia yang benar-benar bisa
membaca. Mereka juga menyebut-nyebut sepupunya, Aspanu Pisciotta, yang
menggabungkan diri dengannya semata-mata karena persahabatan, dan amat penasaran
terhadap Guiliano, orang yang mampu membangkitkan kesetiaan seperti itu.
Lalu sehelai potret lama yang diambil sewaktu Guiliano berusia tujuh belas
tahun, yang memperlihatkan ketampanan khas Mediterania-nya yang luar biasa,
menjadikan seluruh kisahnya sangat memikat. Tapi mungkin yang paling menarik
bagi orang-orang Italia adalah pengampunan Guiliano atas kopral yang mencoba
membunuhnya. Itu lebih baik daripada opera lebih mirip sandiwara boneka yang ?begitu populer di Sisila, di mana sosok-sosok dari kayu tidak pernah meneteskan
darah atau tercabik dagingnya atau koyak oleh peluru.
Koran-koran hanya menyesalkan tindakan Guiliano membebaskan dua penjahat seperi
Terranova dan Passatempo, menyiratkan bahwa dua sekawan jahat itu
ini bisa menodai citra pahlawan berbaju besi mengilap ini.
Hanya koran Milan yang mengingatkan bahwa Salvatore 'Turi" Guiliano membunuh
tiga anggota Kepolisian Nasional dan menyarankan agar diambil langkah-langkah
khusus untuk menangkapnya, bahwa pembunuh seharusnya tidak diampuni kejahatannya
hanya karena ia tampan, bisa membaca, dan bisa memainkan gitar.
Bab 10 DON CROCE sekarang menyadari keberadaan Turi Guiliano sepenuhnya dan sangat
mengagumi dirinya. Benar-benar pemuda Mafioso sejati. Tentu saja yang
dimaksudkannya adalah penggunaan kata Mafioso dalam tradisi lama, seperti wajah
Mafioso, pohon Mafioso, wanita Mafioso, yang berarti yang paling indah, yang
paling cantik. Pemuda ini akan menjadi tangan kanan luar biasa bagi Don Croce. Panglima perang
yang tangguh di lapangan. Don Croce memaafkan fakta Guiliano saat ini merupakan
duri dalam dagingnya. Kedua bandit yang dipenjarakan di Montelepre, Passatempo
yang ditakuti dan Terranova yang cerdik, tertangkap berdasarkan persetujuan dan
campur tangan Don. Tapi semua ini bisa dimaafkan, yang berlalu biar berlalu; Don
tidak pernah menyimpan dendam yang bisa mengacaukan keuntungannya di masa depan.
Ia akan melacak Turi Guiliano dengan sangat hati-hati.
Jauh di pegunungan, Guiliano sama sekali tidak menyadari ketenarannya. Ia
terlalu sibuk menyusun bersalah renCana ulltuk membangun kekuasaannya. Ma-
pertamanya adalah kedua pemimpin bandit itu,
Terranova dan Passatempo. Ia bertanya secara mendetail bagaimana mereka bisa
tertangkap dan mendapat kesimpulan mereka dikhianati, ada yang membocorkan
informasi tentang mereka. Keduanya bersumpah anak buah mereka setia dan banyak
yang terbunuh dalam jebakan itu. Guiliano mempertimbangkan semua ini dan
mendapat kesimpulan Mafia, yang selama ini bertindak sebagai pagar dan perantara
bagi kelompok bandit itu, telah mengkhianati mereka. Sewaktu ia menyatakan
kesimpulannya kepada kedua bandit, mereka menolak memercayainya. Friends of the
Friends tak akan pernah melanggar aturan suci omerta yang merupakan titik pusat
pertahanan mereka sendiri. Guiliano tidak berkeras. Sebaliknya ia mengajukan
penawaran resmi kepada mereka untuk bergabung dengan kelompoknya.
Ia menjelaskan tujuannya bukan hanya bertahan hidup tapi juga menjadi kekuatan
politik. Ia menekankan mereka tidak akan merampok orang miskin. Malahan separo
keuntungan yang didapat kelompok akan dibagikan kepada kaum miskin di provinsi-
provinsi sekitar Montelepre hingga ke pinggiran Palermo. Terranova dan
Passatempo akan memimpin kelompok mereka sendiri tapi berada di bawah pimpinan
Guiliano secara keseluruhan. Kelompok-kelompok bawahan ini tidak akan melakukan
ekspedisi apa pun untuk mendapatkan uang tanpa persetujuan Guiliano. Bersama-
sama mereka memegang kekuasaan mutlak atas provinsi-provinsi di mana terletak
Palermo, Monreale, Montelepre, Partinico, dan Corleone. Guiliano menegaskan
bahwa mereka akan menyerang carabinieri. Bahwa polisilah yang akan merasa takut,
bukan para bandit. Mereka tertegun mendengar keberaniannya.
Passatempo, bandit gaya lama yang percaya akan pemerkosaan, pemerasan kecil-
kecilan, dan pembunuhan para gembala, seketika mulai mempertimbangkan bagaimana
ia bisa mendapat keuntungan dari hubungan ini, lalu membunuh Guiliano dan
merampas bagiannya. Terranova, yang menyukai Guiliano dan lebih berterima kasih
karena sudah diselamatkan, berpikir-pikir bagaimana cara mengarahkan bandit muda
berbakat ini ke jalan yang lebih tepat. Guiliano memandang mereka sambil
tersenyum tipis, seakan bisa membaca benak mereka dan geli dengan pikkan-pikiran
itu. Pisciotta sudah terbiasa dengan gagasan-gagasan besar teman seumur hidupnya itu.
Ia percaya. Kalau Turi Guiliano mengatakan bisa melakukan sesuatu, Aspanu
Pisciotta percaya ia bisa melakukannya. Jadi sekarang ia mendengarkan.
Dalam cahaya matahari pagi yang menerangi pegunungan dengan warna keemasan,
mereka bertiga mendengarkan Guiliano, terpesona sementara ia menceritakan betapa
mereka akan memimpin perjuangan memerdekakan orang Sisilia, mengangkat derajat
kaum miskin, menghancurkan kekuasaan Mafia, kaum bangsawan, dan pemerintahan
Roma. Mereka akan tertawa bila orang lain yang mengatakannya, tapi mereka
teringat peristiwa yang disaksikan semua orang kejadian yang akan selalu ?diingat mereka: Kopral carabinieri itu mengacungkan pistol ke kepala Guiliano.
Tatapan bisu Guiliano, keyakinan mutlaknya bahwa dirinya tidak akan mati
sementara menunggu Kopral menarik picunya. Pengampunan yang diberikannya kepada
Kopral setelah pistolnya tidak meledak. Semua ini tindakan orang yang memercayai
keabadiannya sendiri dan memaksa orang lain juga memercayainya. Dan sekarang
mereka menatap pemuda tampan itu, dan terkesan oleh keindahan dirinya,
semangatnya, dan kepolosannya.
Keesokan harinya Guiliano mengajak ketiga anak buahnya, Aspanu Pisciotta,
Passatempo, dan Terranova, menuruni jalan setapak pegunungan yang akan membawa
mereka ke dataran-dataran dekat Castelvetrano. Ia turun pada dini hari untuk
memeriksa medan. Ia dan anak buahnya mengenakan pakaian pekerja.
Ia tahu konvoi truk bahan makanan akan melintasi jalan ini dalam perjalanan
menuju pasar-pasar Palermo. Masalahnya bagaimana cara menghentikan truk-truk ku.
Mereka akan melaju dengan kecepatan tinggi untuk menghindari pembajakan dan para
sopirnya mungkin bersenjata.
Guiliano memerintahkan anak buahnya bersembunyi di semak-semak jalanan tepat di
luar Castelvetrano, lalu ia sendiri duduk di atas sebongkah batu putih besar di
tempat terbuka. Orang-orang yang pergi ke ladang menatapnya tanpa ekspresi.
Mereka melihat lupara yang disandangnya dan bergegas melanjutkan perjalanan.


Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Guiliano bertanya-tanya adakah di antara mereka yang mengenalinya. Lalu ia
melihat kereta besar berlukiskan legenda muncul menyusuri jalan, ditarik bagal.
Guiliano mengenali pria tua yang menjalankannya. Ia salah satu dari para
pengusaha penyewaan kereta yang jumlahnya begitu banyak di pedalaman Sisilia.
Pria itu menyewakan kereta-keretanya untuk
membawa bambu dari desa-desa ke pabrik di kota. Bertahun-tahun lalu ia pernah
datang ke Montelepre dan mengantarkan hasil bumi bagi ayah Guiliano. Guiliano
melangkah ke tengah jalan. Ijtpara menjuntai dari tangan kanannya. Kusir
mengenalinya kendati wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun, hanya matanya
yang berkilau sejenak. Guiliano menyapanya dengan gaya yang biasa digunakannya sewaktu kecil,
memanggilnya Paman. "Zu Peppino," sapanya. "Ini hari keberuntungan bagi kita
berdua. Aku kemari untuk memberimu kekayaan dan kau kemari untuk membantuku
meringankan beban orang miskin." Ia benar-benar gembira bertemu pria tua itu dan
tertawa terbahak-bahak. Pria tua itu tidak menjawab. Ia menatap Guiliano, wajahnya yang bagai batu
menunggu. Guiliano naik ke kereta dan duduk di sampingnya. Ia menyembunyikan
lupara di dalam kereta dan tertawa lagi penuh semangat Karena Zu Peppino, ia
yakin hari ini hari keberuntungannya.
Guiliano menikmati kesegaran akhir musim gugur, keindahan pegunungan di kaki
langit, pengetahuan bahwa ketiga anak buahnya di semak-semak mengawasi jalanan
dengan pistol. Ia menjelaskan rencananya kepada Zu Peppino, yang mendengarkan
tanpa kata-kata dan tanpa perubahan ekspresi. Sampai Guiliano mengungkapkan
imbalannya: keretanya akan dipenuhi bahan makanan dari truk. Lalu Zu Peppino
mendengus dan berkata, "Turi Guiliano, sejak dulu kau pemuda hebat, pemberani.
Kau tidak berubah sejak menjadi pria dewasa." Guiliano kini ingat Zu Peppino
salah satu murid sistem pendidikan lama Sisilia yang terbiasa
207 dengan kata-kata berbunga-bunga. "Aku akan membantumu dalam hal ini dan yang
lainnya. Sampaikan salamku untuk ayahmu yang seharusnya bangga memiliki putra
seperti dirimu." Konvoi tiga truk yang dipenuhi bahan makanan muncul di jalan pada tengah hari.
Sewaktu berbelok di tikungan yang langsung menuju dataran Partinico, mereka
terpaksa berhenti Sekelompok kereta dan bagal menghalangi jalan sepenuhnya. Zu
Peppino yang mengaturnya. Semua pengusaha penyewaan kereta berutang budi padanya
dan mematuhinya. Sopir truk terdepan membunyikan klakson dan memajukan truknya sehingga menyodok
kereta terdekat. Pria di kereta berpaling dan melontarkan pandangan begitu
garang sehingga si sopir seketika menghentikan truk dan menunggu dengan sabar.
Ia tahu para pemilik kereta sewaan ini walau profesi mereka sederhana orang-? ?orang bermartabat yang akan menusuknya hingga tewas lalu melanjutkan perjalanan
sambil bernyanyi-' nyanyi, dan dalam hal kehormatan, mereka merasa lebih berhak
atas jalanan daripada pengendara kendaraan bermotor.
Kedua truk yang lain berhenti. Kedua sopirnya melangkah turun. Salah seorang
berasal dari ujung timur Sisilia dan yang satu lagi orang asing; artinya, dari
Roma. Sopir Roma itu mendekati kereta-kereta sewaan sambil membuka ritsleting
jaketnya, berteriak marah kepada mereka agar memindahkan bagal-bagal sialan dan
kotak kotoran mereka dari jalan. Ia membiarkan satu tangan di balik jaketnya.
Guiliano melompat turun dari kereta. Ia tidak bersusah payah mengeluarkan lupara
dari dalam kereta ataupun mencabut pistol di sabuknya. Ia memberikan isyarat
kepada anak buahnya yang menunggu di semak-semak dan mereka berhamburan ke jalan
sambil mengacungkan senjata. Terranova memisahkan diri menuju truk paling
belakang agar truk itu tidak bisa di* pindahkan. Pisciotta merosot di tepi jalan
dan menghadapi sopir Roma yang marah itu.
Sementara itu Passatempo, lebih bersemangat daripada yang lain, menyentakkan
sopir truk pertama dari dalam kendaraannya dan melemparkannya ke jalan ke depan
kaki Guiliano. Guiliano mengulurkan tangan dan menariknya berdiri. Pada waktu
itu, Pisciotta menggiring sopir truk paling belakang untuk bergabung dengan
kedua rekannya. Sopir Roma itu telah mengeluarkan tangannya yang kosong dari
balik jaket dan menghapus kemarahan dari wajahnya. Guiliano tersenyum tulus dan
berkata, "Ini hari keberuntungan kalian bertiga. Kalian tidak perlu bersusah
payah melakukan perjalanan ke Palermo. Kereta-kereta sewaanku akan membongkar
muatan truk dan membagi-bagikan makanannya kepada kaum miskin di distrik ini,
tentu saja di bawah pengawasanku. Izinkan aku memperkenalkan diri. Namaku
Guiliano." Ketiga sopir seketika meminta maaf dan bersikap ramah. Mereka tidak tergesa-
gesa, jelas mereka. Mereka punya waktu selama-lamanya. Malah, sekarang sudah
tiba saatnya makan siang. Truk-truk mereka nyaman. Cuaca tidak terlalu panas.
Memang benar, ini kebetulan yang menggembirakan, keberuntungan.
Guiliano menyadari ketakutan mereka. "Jangan khawatir," katanya. "Aku tidak
membunuh orang yang mencari makan dengan keringatnya sendiri. Kalian akan makan siang bersamaku
sementara anak buahku melakukan pekerjaan mereka, lalu kalian akan pulang ke
rumah kepada istri dan anak-anak dan memberitahukan tentang keberuntungan
kalian. Kalau polisi menginterogasi kalian, bantu mereka sesedikit mungkin dan
aku akan berterima kasih kepada kalian."
Guiliano diam sejenak. Penting sekali baginya agar orang-orang ini tidak merasa
malu atau benci. Penting sekali agar mereka melaporkan perlakuan baiknya. Karena
akan ada "korban-korban" lainnya.
Mereka membiarkan diri digiring ke keteduhan se-bongfcjfcibam raksasa di tepi
jalan. Mereka dengan sukarela menawarkan pistol mereka kepada Guiliano tanpa
digeledah. Dan mereka duduk bagai malaikat sementara kereta-kereta sewaan
mengambil alih muatan truk Sewaktu kereta-kereta sewaan sudah penuh, masih ada
satu truk yang tersisa. Guiliano memerintahkan Pisciotta dan Passatempo
menumpang truk itu bersama sopirnya dan meminta Pisciotta mengirimkan bahan
makanan itu ke para buruh tani di Montelepre. Guiliano sendiri dan Terranova
akan mengawasi pembagian makanan di distrik Castelvetrano dan Partinico.
Kemudian mereka akan bertemu di gua di puncak Monte d'Ora.
Dengan satu tindakan ini Guiliano akan memenangkan dukungan dari seluruh
pedalaman. Adakah bandit lain yang membagikan hasil jarahannya kepada orang
miskin" Keesokan harinya koran-koran di seluruh Sisilia memuat kisah bandit
Robin Hood itu. Hanya Passatempo yang menggerutu mereka melakukan pekerjaan satu
hari dengan sia-sia. Pisciotta dan
Terranova memahami kelompok mereka telah memperoleh seribu pendukung melawan
Roma. Yang tidak mereka ketahui adalah bahan makanan itu sebenarnya akan dikirim ke
gudang Don Croce. Dalam waktu sebulan Guiliano memiliki mata-mata di mana-mana melapor padanya ?pedagang kaya mana yang bepergian dengan uang pasar gelap, kebiasaan bangsawan-
bangsawan tertentu, dan beberapa penjahat yang bergosip dengan pejabat-pejabat
tinggi kepolisian. Dan dengan cara itu sampailah ke telinga Guiliano kabar
tentang perhiasaan milik Duchess of Alcamo yang terkadang dipamerkannya. Konon
hampir sepanjang tahun perhiasan itu disimpan dalam lemari besi bank di Palermo
tapi Duchess sesekali mengambilnya untuk menghadiri pesta-pesta. Untuk
mengetahui lebih jauh apa yang menurutnya merupakan sasaran kelas kakap,
Guiliano mengirim Aspanu Pisciotta ke rumah Alcamo.
Tiga puluh dua kilometer ke arah barat laut Montelepre, lahan Duke dan Duchess
of Alcamo dipagari tembok, gerbang-gerbangnya dijaga orang-orang bersenjata.
Duke juga membayar "sewa" kepada Friends of the Friends, yang menjamin ternaknya
tidak akan dicuri, rumahnya tidak akan dirampok, atau anggota keluarganya tidak
akan diculik. Pada masa-masa biasa dan dengan penjahat-penjahat yang biasa,
perlindungan ini menjadikan dirinya lebih aman dibandingkan Paus di Vatikan.
Di awal bulan November perkebunan-perkebunan luas Sisilia menuai anggur, dan
untuk itu para pemilik menyewa para pekerja dari desa-desa sekitarnya.
Pisciotta melapor ke balai kota dan membiarkan dirinya direkrut untuk bekerja di
lahan Duke of Alcamo. Ia menghabiskan hari pertama bekerja keras, mengisi
keranjang-keranjang dengan tumpukan-tumpukan buah ungu kehitaman. Ada lebih dari
seratus orang di kebun anggur pria, wanita, dan anak-anak kecil yang bernyanyi ?bersama sambil bekerja. Di tengah hari, makan siang disajikan di luar ruangan.
Pisciotta duduk seorang diri, mengawasi yang lainnya. Ia melihat gadis muda yang
membawa baki berisi roti dari puri. Gadis itu cantik tapi pucat; jelas ia jarang
bekerja di bawah matahari. Selain itu pakaiannya juga lebih baik daripada
wanita-wanita lainnya. Tapi yang paling menarik Pisciotta adalah raut cemberut
menghina di wajahnya, dan caranya menghindari sentuhan dengan para pekerja lain.
Ia mendapat informasi gadis ini pelayan pribadi Duchess.
Pisciotta seketika menyadari gadis itu sesuai dengan tujuannya, lebih baik
daripada siapa pun. Guiliano, yang memahami cara-cara Pisciotta, tegas-tegas
memerintahkannya untuk tidak mempermalukan gadis setempat mana pun dalam proses
mendapatkan informasi; tapi Pisciotta menganggap Turi terlalu romantis dan polos
dalam memandang cara-cara kerja dunia ini. Sasarannya terlalu kaya, gadisnya
terlalu cantik. Sewaktu gadis itu keluar lagi membawa baki besar berisi roti, ia mengangkatnya
dari tangan si gadis dan membawakannya. Gadis itu terkejut, dan sewaktu
Pisciotta menanyakan namanya, ia menolak menjawab.
Pisciotta meletakkan baki dan menyambar lengannya. Ia tersenyum liar, "Kalau aku
bertanya padamu, jawab. Kalau tidak, akan kukubur kau di tumpukan anggur
itu." Lalu ia tertawa untuk menunjukkan ia hanya bergurau. Ia melontarkan senyum
paling memesona, berbicara dengan suara paling lembut. "Kau gadis tercantik yang
pernah kulihat di Sisilia," pujinya. "Aku harus bercakap-cakap denganmu."
Si pelayan ketakutan sekaligus terpesona. Ia memerhatikan pisau pemotong yang
berbahaya menjuntai dari pinggang Pisciotta, gaya Pisciotta yang seakan juga
seorang duke. Kini ia tertarik. Ia mengatakan namanya Graziella.
Ketika hari kerja berakhir, Pisciotta dengan berani mengetuk pintu belakang
dapur puri dan menanyakan Graziella. Wanita tua yang membukakan pintu
mendengarkan, lalu berkata tegas, "Pelayan tidak diizinkan menerima tamu." Ia
membanting pintu di depan Pisciotta.
Keesokan harinya Pisciotta mengambil baki yang dibawa Graziella dan berbisik ia
ingin menemui Graziella sesudah pekerjaan usai. Diselipkannya seuntai gelang
emas ke pergelangan Graziella sambil mengelusnya. Graziella berjanji akan
menyelinap keluar sesudah gelap dan menemuinya di kebun anggur yang kosong.
Malam itu Aspanu Pisciotta mengenakan kemeja sutra istimewa buatan penjahit
Palermo. Ia menunggu Graziella di lembah yang terbentuk dari tumpukan buah
anggur di semua sisinya. Ketika Graziella muncul, ia memeluknya, dan sewaktu
Graziella mendongak untuk dicium, Pisciotta menyapu bibir gadis itu dengan
bibirnya dan pada saat bersamaan meletakkan tangannya di sela-sela kaki
Graziella. Graziella mencoba melepaskan diri tapi Pisciotta memeluknya erat-
erat. Mereka berciuman lebih dalam dan Pisciotta mengangkat
rok wol Graziella, terkejut mendapati gadis itu mengenakan pakaian dalam sutra.
Graziella pasti meminjamnya dari Duchess, pikir Pisciotta. Ia benar-benar
pemberani, dan pencuri. Ia membaringkan Graziella di atas selimut yang telah dibentangkannya di tanah.
Mereka berbaring bersama-sama di sana. Graziella menciuminya penuh nafsu dan
Pisciotta bisa merasakan reaksinya dari balik celana dalam sutra yang
dikenakannya. Dengan satu gerakan cepat ia menanggalkan celana dalam itu dan
kulit hangat yang basah pun berada dalam genggamannya. Graziella membuka
sabuknya dan sementara mereka terus berciuman, Pisciotta mendorong celana
panjangnya turun ke pergelangan kaki. Ia bergulir ke atas tubuh Graziella,
Cinta Bernoda Darah 6 Pendekar Pulau Neraka 04 Cinta Berlumur Darah Memburu Nyawa Pendekar 3
^