Pencarian

Memburu Nyawa Pendekar 3

Rajawali Emas 19 Memburu Nyawa Sang Pendekar Bagian 3


nambatkan kuda masing-masing dan dibiarkan ter-
guyur hujan deras.
Rajawali Emas segera memperkenalkan ketiga
orang itu pada Putri Lebah yang menyambut dengan
senyuman padahal dalam hatinya dia mendumal tak
karuan "Kalian akan mampus!" geramnya sengit dalam ha-
ti. Setelah memperkenalkan Putri Lebah, Rajawali
Emas berkata, "Melihat kemunculan kalian, rasanya
ada masalah yang sangat penting. Bolehkah aku tahu
masalah apa yang sedang kalian emban sekarang?"
Gandung Pulungan memandang dulu pada Kerta
Sedayu dan Mangku Langit sebelum berkata pada Ra-
jawali Emas, "Sebenarnya... ini adalah tugas yang cu-
kup penting. Tetapi di hadapanmu, rasanya tak ada
salahnya bila kami memberi tahu. Dan kami juga
mempercayai kawanmu yang berjuluk Putri Lebah ini.
Di samping itu juga, semenjak meninggalkan Keraton
Wedok Mulyo, kami bertiga telah sepakat untuk me-
minta bantuanmu, Rajawali Emas. Dan tak kami
sangka kalau kami bertemu denganmu sekarang. Te-
tapi, itu terserah padamu sendiri." Gendeng Pulungan
terdiam sejenak, lalu melanjutkan,
"Tugas yang kami emban sehubungan dengan mati-
nya Pangeran Muda Wijaya Harum pada Jumat Legi
dengan leher patah dan tubuh penuh darah. Selama
dua bulan kematian Pangeran Muda, kami tak menda-
patkan jejak yang menguntungkan untuk mengetahui
siapa pembunuhnya. Hingga kemudian, datanglah seo-
rang tua yang berjuluk Ki Ageng Malaya. Darinyalah
kami tahu kalau yang membunuh Pangeran Muda ada-
lah seorang perempuan yang berjuluk Ratu dari Kege-
lapan. Dan dari Ki Ageng Malaya pula kami mengeta-
hui ciri-ciri perempuan yang menurutnya pandai me-
nyamar itu. Hingga akhirnya Sang Prabu mengutus
kami bertiga untuk mencari Ratu dari Kegelapan. Te-
tapi sampai saat ini, kami belum menemukan jejak-
nya." Tak ada yang bersuara. Masing-masing orang di-
buncah perasaan sendiri-sendiri. Sementara diam-
diam Ratu dari Kegelapan yang menyamar sebagai Pu-
tri Lebah menggeram dalam hati, "Manusia-manusia
celaka ini harus mampus!"
Gandung Pulungan berkata lagi, "Rajawali Emas...
pernahkah engkau berjumpa dengan perempuan yang
berjuluk Ratu dari Kegelapan?"
Rajawali Emas menggelengkan kepalanya.
"Tidak. Aku bahkan baru mendengar julukan itu."
Kembali tak ada yang bersuara, yang kemudian di-
pecahkan oleh kata-kata Gandung Pulungan, "Kami
pun mendapatkan kesulitan yang cukup besar, meng-
ingat perempuan itu pandai menyamar. Bisa jadi da-
lam perjalanan yang telah kami lakukan, kami pernah
bertemu dengan perempuan itu yang kebetulan sedang
menyamar entah sebagai siapa." Gandung Pulungan
memutus kata-katanya sendiri, sebelum melanjutkan,
"Rajawali Emas... apakah kau bersedia membantu ka-
mi?" Tirta menghela napas pendek. "Urusanku untuk
menghentikan sepak terjang manusia sesat berjuluk
Seruling Haus Darah sampai saat ini belum selesai.
Bahkan aku sendiri belum pernah berjumpa dengan
manusia itu. Juga, para cecunguk yang menjadi pen-
gikutnya yang entah siapa saja dan baru segelintir
orang yang kukenal. Tetapi kupikir... bagian dari hi-
dupku ini memang harus kujalani sebisanya. Paling ti-
dak... yah, mungkin tugas untuk membantu Keraton-
Wedok Mulyo adalah bagian dari hidupku pula."
Setelah berpikir seperti itu, Rajawali Emas meng-
anggukkan kepalanya.
"Aku bersedia membantu. Tetapi, aku tak bisa men-
janjikan sampai kapan semuanya itu akan terlaksana."
Bukan hanya wajah Gandung Pulungan yang berseri-
seri, wajah kedua rekannya pun kelihatan sumringah
mendengar jawaban Rajawali Emas. Dan sejak tadi
orang-orang itu seperti tak mempedulikan pakaian dan
tubuh mereka yang basah hingga akhirnya menjadi ke-
ring sendiri. "Terima kasih atas kesediaanmu, Pendekar," kata
Gandung Pulungan.
Sunyi mengerjap. Hanya gemuruh hujan yang ter-
dengar. Dan mendadak saja mereka dikejutkan oleh kata-
kata Putri Lebah, "Aku pernah mendengar perempuan
yang berjuluk Ratu dari Kegelapan."
Segera saja masing-masing orang mengalihkan pan-
dangannya pada Putri Lebah dengan tatapan melebar.
Dan masing-masing orang tidak tahu kalau orang yang
sedang mereka bicarakan berada di hadapan mereka
sendiri. Rajawali Emas yang membuka suara, "Benarkah
yang kau katakan itu. Ken?"
Putri Lebah yang telah mengatur siasat mengang-
gukkan kepalanya mantap.
"Yah, aku bahkan mengenalnya. Menurut guruku,
Dewi Lebah, ada seorang tokoh sesat yang berjuluk Ra-
tu dari Kegelapan yang selalu membunuh lawan-
lawannya atau orang yang diinginkan kematiannya de-
ngan cara mematahkan lehernya. Guruku pernah ber-
tarung dengannya di hadapanku, namun Ratu dari Ke-
gelapan berhasil dikalahkannya. Dan aku mendengar,
kalau dia bersumpah untuk membunuh guruku den-
gan menantangnya kembali bertarung di Puncak Kali-
muntu." "Kapankah itu?" tanya Gandung Pulungan dengan
cepat. Kelihatan sekali kalau orang ini tidak sabar un-
tuk berjumpa dengan Ratu dari Kegelapan.
"Aku tidak tahu pasti. Hanya yang kudengar, dua
belas purnama sejak pertarungan antara guruku den-
gan Ratu dari Kegelapan. Dan pertarungan terakhir
mereka itu, di mana Ratu dari Kegelapan menerima
kekalahan, sudah terjadi sekitar sebelas purnama lalu.
Berarti...."
"Tinggal satu purnama sekarang. Dan menurut he-
matku, purnama bulan ini tinggal delapan hari lagi,"
potong Gandung Pulungan tidak sabar. "Putri Lebah...
tahukah kau di mana Puncak Kalimuntu berada?"
Ratu dari Kegelapan yang telah mengatur siasat jitu
menganggukkan kepalanya.
"Setahuku, Puncak Kalimuntu berada di sebuah
lembah yang cukup jauh dari sini. Bila kita berjalan te-
rus ke arah timur, lembah yang pertama kali kita te-
mukan, di sanalah Puncak Kalimuntu berada. Karena
di lembah itu terdapat sebuah bukit yang cukup ter-
jal." Rajawali Emas berkata, "Bagaimana, Gandung"
Apakah kau dan teman-temanmu ini akan segera me-
nuju ke Sana?"
Gandung Pulungan menganggukkan kepalanya.
"Ya! Perempuan celaka itu harus segera mampus!"
"Kalau begitu, kalian tunggu sampai hujan reda.
Gandung, untuk saat ini aku mohon maaf yang sebe-
sar-besarnya. Ada urusan lain yang sedang kuhadapi.
Seorang tokoh sesat berjuluk Seruling Haus Darah ha-
rus bisa kuhentikan sepak terjangnya, mengingat dia
telah banyak menurunkan tangan telengas!"
"Seruling Haus Darah?" ulang Gandung Pulungan.
"Pendekar! Seingatku, kami pernah pula mendengar
julukan manusia celaka itu! Memang, kehidupan yang
kita jalani ini tak luput dari perbuatan manusia-
manusia celaka! Baiklah, kami bisa mengerti akan
urusanmu sekarang!"
"Tetapi bila dalam waktu delapan hari ini aku be-
lum juga mendapatkan petunjuk atau menemukan di
mana manusia celaka itu berada, aku akan segera me-
nuju Puncak Kahmuntu."
"Terima kasih atas kesediaanmu itu, Pendekar."
Mereka terus bercakap-cakap sampai kemudian hu-
jan berhenti. Dan ketiga orang berpakaian keraton itu
pun segera berpamitan. Masing-masing segera menaiki
kuda tunggangan mereka.
Sebelum berangkat Gandung Pulungan berkata,
"Kami gembira karena berjumpa dengan tokoh muda
yang namanya telah menjulang dan berdiri di pihak lu-
rus!" Tirta cuma tersenyum.
"Semoga kahan berhasil menemukan dan membawa
Ratu dari Kegelapan ke Keraton Wedok Mulyo!"
Lalu ketiga orang itu segera menggebah kuda ma-
sing-masing. Lepas dari pandangan, Rajawali Emas
berkata pada Putri Lebah, "Ken Zuraidah... kupikir kita
pun harus meneruskan perjalanan untuk segera men-
cari Seruling Haus Darah!"
Ratu dari Kegelapan yang saat ini dikenal sebagai
Putri Lebah karena penyamarannya, terdiam sejenak
seraya membatin, "Aku masih memiliki waktu delapan
hari untuk membunuh orang-orang keraton itu! Dan
aku yakin, kesempatanku meninggalkan Rajawali
Emas untuk membunuh orang-orang itu akan kuda-
patkan! Huh! Bila saja aku tak menginginkan untuk
tidur dengan pemuda gagah ini, dia tentunya sudah
terkapar di atas tanah karena begitu banyak kesempa-
tan yang kumiliki! Yah... semuanya akan kudapatkan
secara sempurna!"
Lalu seraya menatap pemuda di sebelahnya, Putri
Lebah menganggukkan kepala.
"Baiklah. Kita memang harus secepatnya menemu-
kan manusia sesat itu, Tirta."
"Kau benar. Ken," sahut Tirta.
Lalu keduanya pun mulai melangkah.
*** Bab 77 PAGI menghampar kembali dalam batas keriangan
yang wajar. Udara berhembus dingin dan sisa-sisa em-
bun masih belum mengering. Lembah Iblis, sebuah
tempat yang sepi dan menebarkan bau busuk, nampak
dua sosok tubuh sedang berdiri tegak tanpa bersuara.
Pandangan masing-masing orang tak berkedip mena-
tap satu sosok tubuh kurus berambut panjang yang
tergeletak tanpa nyawa. Di dada sosok perempuan tua
itu terdapat lubang empat buah menjajar dari atas ke
bawah. Namun, tak ada darah atau bekas darah yang
keluar. "Gila! Mengapa jadi begini" Apakah perempuan ini
telah membunuh diri?" terdengar suara salah seorang
yang ternyata seorang nenek berpakaian panjang war-
na hitam penuh tambalan. Si nenek yang dibaluri kulit
tipis dan penuh keriput ini menggerakkan kepalanya
pada orang di sebelahnya, "Raja Dewa! Apa yang ada
dalam pikiranmu melihat mayat Ratu Iblis di hadapan
kita sekarang?"
Lelaki yang berusia beberapa tahun lebih tua dari si
nenek, namun masih kelihatan tegap ini terdiam bebe-
rapa saat. Pakaian putih agak kusam dan kumis pu-
tihnya yang menjuntai dipermainkan angin. Di ping-
gang lelaki tua ini terdapat angkin berwarna kuning
kehitaman. "Aku tak bisa menduga apa yang terjadi. Dan aku
tak gembira sama sekali melihat musuh bebuyutanku
ini sudah tewas. Hanya yang bisa kuduga, kalau kita
terlambat untuk mendapatkan kembali Trisula Mata
Empat milikku," katanya dengan kedua tangan yang
berada di balik pinggul.
Si nenek yang di kedua lengannya dipenuhi gelang-
gelang warna hitam dan tak lain Peri Gelang Rantai
adanya mendengus. Kembali dialihkan pandangannya
ke mayat Ratu Iblis. Perlahan-lahan dia membungkuk
meneliti empat buah lubang di tubuh perempuan tua
berpakaian hitam pekat yang telah tewas.
Lalu dia kembali berdiri dan alihkan pandangan
pada 'Raja Dewa.
"Menilik luka di dadanya, perempuan celaka ini te-
was dibunuh dengan Trisula Mata Empat milikmu. Ra-
ja Dewa!" Raja Dewa menganggukkan kepalanya.
"Kau benar! Dan seperti kata-kataku tadi, kita ter-
lambat mendapatkan Trisula Mata Empat. Orang yang
datang ke sini, tentunya tahu kalau Ratu Iblis memiliki
senjata pusakaku! Dia merebutnya dan membunuhnya
dengan senjataku itu!"
"Keparat! Ini gara-gara kehadiran Maut Tangan Sa-
tu hingga kita terlambat datang! Raja Dewa.... Siapa
orang yang telah melakukan semua ini?"
"Peri Gelang Rantai.... Bila kau bertanya seperti itu
padahal aku selama ini selalu bersamamu, kau nam-
paknya begitu tinggi mengagumiku," sahut Raja Dewa
yang membuat si nenek keluarkan dengusan kembali.
Seperti diceritakan pada episode sebelumnya. Peri
Gelang Rantai datang menemui Raja Dewa di Bukit
Kebombong untuk meminjam senjata sakti Trisula Ma-
ta Empat milik Raja Dewa. Namun lelaki tua perkasa
itu mengatakan kalau Trisula Mata Empat berada di
tangan Ratu Iblis saat terjadi pertempuran sengit bebe-
rapa puluh tahun dengannya. Sementara Raja Dewa
sendiri telah mendapatkan Anting Mustika Ratu milik
Ratu Iblis yang sebelumnya dicanteli pada bagian ten-
gah dari dua anting yang dikenakan Iblis Cadas Silu-
man.

Rajawali Emas 19 Memburu Nyawa Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena tak mendapatkan Trisula Mata Empat, Peri
Gelang Rantai bermaksud meminjam Anting Mustika
Ratu. Tetapi Raja Dewa menolak dengan alasan, kalau
Anting Mustika Ratu adalah milik Ratu Iblis. Lalu dise-
pakati untuk mengembalikan Anting Mustika Ratu pa-
da Ratu Iblis sekaligus mendapatkan Trisula Mata Em-
pat. Dan di perjalanan, keduanya berjumpa dengan
Maut Tangan Satu, salah seorang cecunguk dari Serul-
ing Haus Darah. Peri Gelang Rantai segera menghajar
lelaki berlengan satu itu hingga tunggang langgang.
Lalu keduanya memutuskan untuk segera menuju ke
Lembah Iblis. Akan tetapi, begitu keduanya tiba di
Lembah Iblis, dilihatnya Ratu Iblis telah menjadi
mayat. Peri Gelang Rantai berkata lagi, "Apa yang akan kita
lakukan sekarang?"
Raja Dewa sejenak terdiam.
"Menurutmu sendiri bagaimana?" tanyanya kemu-
dian. Kendati mendengus karena pertanyaannya justru
dibalikkan, Peri Gelang Rantai berkata pula, "Tak
mungkin kita berdiam di sini berteman dengan mayat
perempuan celaka ini! Karena justru akan men...."
"Kita kuburkan dulu mayatnya!" kata Raja Dewa
memutus kata-kata si nenek yang di sepanjang lengan-
nya dilingkari oleh gelang-gelang hitam.
Tanpa pedulikan dengusan Peri Gelang Rantai ka-
rena kata-katanya dipotong tadi. Raja Dewa mengge-
rakkan dagunya ke atas. Lalu terlihat dua batang rant-
ing terangkat. Dan seperti dilakukan oleh tangan-
tangan cekatan, kedua ranting itu mulai menggali ta-
nah padahal Raja Dewa hanya berdiri di tempatnya
dengan kedua tangan tetap berada di belakang ping-
gulnya! Beberapa kejapan berlalu dan telah terbentuklah
sebuah lubang yang cukup panjang dan dalam semen-
tara di sisi tanah berlubang itu membentuk satu gun-
dukan tanah yang cukup tinggi. Dan seperti digerak-
kan oleh tenaga gaib, mayat Ratu Iblis terangkat dan
perlahan-lahan masuk ke dalam lubang itu. Menyusul
ranting-ranting yang mendadak seperti bernyawa me-
nutup lubang itu kembali.
Dan akhirnya kedua ranting itu tergolek lagi tak
ubahnya benda mati di tempat semula.
Peri Gelang Rantai yang memperhatikan diam-diam
mendesis kagum dalam hati, "Luar biasa! Setua itu dia
masih memiliki tenaga dalam yang menakjubkan! Aku
masih tak mengerti akan jalan pikirannya! Bertahun-
tahun dia selalu bermusuhan dengan Ratu Iblis! Dan
tatkala melihat Ratu Iblis tewas, dia justru nampak ti-
dak senang! Malah menguburkan mayat perempuan
celaka yang telah banyak membuat onar itu!"
Seraya mengangkat kepala, si nenek berpakaian
panjang warna hitam penuh tambalan ini berseru, "Ra-
ja Dewa... aku tetap akan mencari Seruling Haus Da-
rah, manusia laknat yang hendak menduduki takhta
tertinggi di rimba persilatan! Padahal, rimba persilatan
tak pernah dikuasai oleh satu orang! Dan manusia ce-
laka itu memiliki niat busuk hingga semua yang hidup
ini berada di bawah kekuasaannya!" Si nenek menarik
napas dulu seraya memandang Raja Dewa sebelum
melanjutkan, "Cara satu-satunya menghadapi manusia sesat itu
sekarang, adalah mendapatkan Seruling Gading milik
Raja Seruling yang direbutnya! Tanpa seruling mustika
itu, Seruling Haus Darah tak akan bisa banyak ber-
buat, karena sebenarnya dia bukanlah orang yang pa-
tut diperhitungkan! Terbukti sebelumnya Dewa Tanpa
Nama berhasil mengalahkannya! Tetapi seperti sifat-
mu, Dewa Tanpa Nama selalu berbaik hati agar manu-
sia keparat itu mau mengubah seluruh watak sesatnya
hingga dia tak pernah membunuhnya! Padahal akhir-
nya, justru Dewa Tanpa Nama yang tewas akibat Se-
ruling Gading milik Raja Seruling yang disalahgunakan
oleh Seruling Haus Darah!"
"Gagasanmu sangat baik. Peri Gelang Rantai!" kata
Raja Dewa tanpa tersinggung dengan kata-kata yang
dibaluri kecaman dari si nenek tadi. "Hanya saja... ba-
gaimana caranya mendapatkan Seruling Gading itu
sementara kita belum mengetahui di mana Seruling
Haus Darah berada" Dan apakah kau tidak berpikir
kalau kemungkinan besar Seruling' Haus Darahlah
yang telah mencabut nyawa Ratu Iblis"!"
Mendengar kata-kata Raja Dewa, si nenek yang di
sepanjang lengannya sebatas siku terdapat gelang-ge-
lang warna hitam terdiam. Pandangannya menyipit se-
raya membatin, "Benar juga yang dikatakan Raja De-
wa. Memang tak menutup kemungkinan bila Seruling
Haus Darah yang melakukannya. Menghadapi Ratu Ib-
lis yang sudah dalam keadaan hidup tidak mati pun
ogah, sangat mudah dilakukan oleh siapa saja! Apalagi
oleh Seruling Haus Darah! Benar-benar kapiran bila
Trisula Mata Empat sudah berada di tangan manusia
sesat itu! Berarti semuanya justru akan...."
Seraya memutus kata batinnya sendiri. Peri Gelang
Rantai mengangkat kepala. Sejurus dia memandang
Raja Dewa yang berdiri dengan kedua tangan tetap
menyatu di belakang pinggul. Lalu berkata, "Raja De-
wa.... Trisula Mata Empat entah berada di tangan sia-
pa sekarang, sementara Ratu Iblis telah mampus! Apa-
kah kau tetap tak akan mau mempergunakan Anting
Mustika Ratu milik Ratu Iblis"!"
Raja Dewa menggelengkan kepalanya.
"Rasanya tidak pantas mempergunakan senjata mi-
lik orang lain kendati senjata pusaka itu berada di ta-
nganku dan pemiliknya sudah mati! Aku tahu, salah
satu khasiat dari rendaman air Anting Mustika Ratu
akan menjadikan orang yang meminumnya kebal se-
lama tiga hari! Dan kemungkinan besar orang yang
meminumnya dapat menahan gempuran dahsyat dari
irama Seruling Gading! Tetapi bagiku, terlalu riskan
mempergunakan Anting Mustika Ratu ini! Berat atau
tidak, kita akan tetap mencari Seruling Haus Darah
apa pun yang akan terjadi!"
Kendati tak mengerti dengan jalan pikiran Raja De-
wa, Peri Gelang Rantai membenarkan pula alasan itu.
Lalu katanya, "Aku bisa memahaminya. Sekarang...
kalau memang sudah tak ada yang bisa kita lakukan,
sebaiknya kita tinggalkan tempat ini."
Raja Dewa mengangguk.
"Itu lebih baik."
Lalu tanpa memandang lagi pada Peri Gelang Ran-
tai, lelaki berangkin kuning kehitaman ini sudah mem-
balikkan tubuh. Dan sudah mulai melangkah dengan
kedua tangan tetap menyatu di belakang pinggul.
Peri Gelang Rantai mendengus melihat Raja Dewa
melangkah seolah menganggapnya hanya sebatang
kayu belaka. "Susah mengikuti jalan pikiran lelaki ini! Sebenar-
nya, menghadapi Seruling Haus Darah bukanlah hal
yang sulit bila dia tak memiliki Seruling Gading! Na-
mun senjata pusaka milik Raja Seruling itu memang
sangat luar biasa! Huh! Keadaan makin sulit seka-
rang!!" Habis mendumal dalam hati, si nenek segera meng-
gerakkan kaki mengikuti langkah Raja Dewa.
Satu kejap berikutnya, Lembah Iblis ditelan sepi.
Tanda di mana Lembah Iblis pernah dihuni, hanya
gundukan tanah di mana mayat Ratu Iblis berada.
*** Bab 10 SALAH sebuah ranggasan semak belukar di hutan
Lampongan bergerak-gerak. Bukan dikarenakan hem-
busan angin yang cukup kuat, karena di kejap lain da-
ri gerak-gerakan yang terjadi, semak itu akhirnya
menguak. Dan menyusul dua sosok tubuh keluar dari
sana. Yang seorang tinggi semampai mengenakan pa-
kaian panjang berwarna kuning cemerlang. Rambut-
nya panjang tergerai. Namun wajahnya tertutup topeng
perak! Sementara yang seorang lagi perempuan tua
namun seluruh kulit yang dimilikinya masih kencang.
Mengenakan pakaian panjang berwarna kuning kebi-
ruan, yang terbuka di bagian dadanya, hingga mem-
perlihatkan bungkahan payudaranya yang besar na-
mun sudah mulai kendor.
Masing-masing orang yang tak lain Dewi Topeng Pe-
rak dan Nenek Cabul adanya ini, menghentikan lang-
kah di depan ranggasan semak belukar. Mata masing-
masing orang memperhatikan sekelilingnya tanpa ke-
dip. Suasana sepi menggigit. Saat ini matahari sudah
berada tepat di tengah kepala. Namun sinarnya hanya
sedikit yang mampu menembus jajaran pepohonan di
tempat itu. Perempuan bertopeng perak mengalihkan pan-
dangan pada perempuan cabul yang berdiri di sebelah
kirinya, "Nenek Cabul! Sudah tiga hari ini kita mengi-
kuti jejak Ratu dari Kegelapan yang pergi bersama Ra-
jawali Emas, namun sampai saat ini kita tetap tak me-
nemukan jejaknya! Apakah kau berpikir sesuatu"!"
Nenek Cabul tersenyum lebar. Lalu dengan suara
yang selalu diselingi desahan dia berkata, "Bukan itu
yang ada di otakku sekarang! Kalaupun Ratu dari Ke-
gelapan menghendaki bersenang-senang dulu dengan
Rajawali Emas, tak ada salahnya sama sekali! Biarkan
dia puas dulu sampai kemudian pemuda keparat itu
dibunuhnya! Karena, aku tak melarangnya bertindak
seperti itu asalkan dia tidak lupa menjalankan perin-
tahku!" Mendengar sahutan itu, perempuan berpakaian ku-
ning cemerlang keluarkan dengusan. "Apakah kau ti-
dak berpikir, bila semakin banyak membuang waktu
justru akan membuka penyamarannya sendiri"!"
"Itu urusannya! Kalaupun dia mampus di tangan
Rajawali Emas, bukan urusanku!"
"Keparat betul jawaban perempuan celaka ini! Dia
sepertinya menganggap enteng diriku!" maki Dewi To-
peng Perak dalam hati dengan kedua mata terpentang
gusar. "Tetapi dia juga mempunyai keinginan yang sa-
ma denganku! Menginginkan kematian Rajawali Emas!
Menghadapi Rajawali Emas seorang diri, sangat sulit
kulakukan mengingat aku pernah dikalahkannya! Dan
dengan bantuan perempuan cabul ini, kemungkinan
besar akan mudah terlaksana! Apalagi dia telah men-
dapatkan Trisula Mata Empat milik Raja Dewa yang
berada di tangan Ratu Iblis! Dan keparatnya, dia justru
menghendaki untuk bertemu dengan Seruling Haus
Darah! Jahanam betul!"
Habis memaki-maki dalam hati, Dewi Topeng Perak
berkata dingin, "Apakah kau tetap menghendaki ber-
temu dengan Seruling Haus Darah?"
Nenek Cabul menganggukkan kepalanya dengan
seringaian lebar. Kejap lain dia berkata, "Apa yang kau
katakan itu sangat tepat, Perempuan Bertopeng Pe-
rak!" "Mengapa?"
"Tak usah banyak tanya! Ini urusanku! Dewi To-
peng Perak! Bila kau masih menghendaki bersama-
sama denganku untuk membunuh Rajawali Emas, te-
taplah berada di sini! Dan kunci mulutmu yang seper-
tinya terlalu lancang untuk mengetahui apa yang hen-
dak kulakukan! Dan bila kau memutuskan untuk ti-
dak bergabung, silakan tinggalkan aku! Tetapi kau
jangan lupa, tanpa bantuanku kau tak akan bisa men-
galahkan Rajawali Emas! Ingat, Trisula Mata Empat
sudah kumiliki sekarang!"
Hampir saja Dewi Topeng Perak tak kuasa untuk
tidak menampar mulut Nenek Cabul yang membuat
darahnya mendidih, namun dia masih bisa menahan-
nya. Lalu dengan menindih kegusaran yang kian tinggi
dirasakan dia berkata, "Aku tidak bermaksud seperti
yang kau katakan! Yang kupikirkan hanyalah Ratu da-
ri Kegelapan!"
"Urusan Ratu dari Kegelapan biar dia yang mengu-
rus sendiri! Karena toh dia bisa berdiri pada kedua ka-
kinya sendiri!" sahut Nenek Cabul dingin.
"Aku tahu kalau Rajawali Emas, selain memiliki ke-
saktian yang tinggi, juga memiliki otak yang cerdik!
Yang kukhawatirkan... justru orang suruhanmu itu
akan ganti dipermainkan oleh Rajawali Emas sebelum
akhirnya dibunuh!"
"Seperti yang kukatakan tadi, itu adalah urusan-
nya!" sahut Nenek Cabul tegas. Sepasang matanya dis-
ipitkan tanda dia tidak suka mendengar orang mengu-
lang-ngulang perkataan.
"Setan keparat! Ingin kuhajar perempuan celaka ini!
Tetapi aku masih membutuhkan bantuannya!" batin
Dewi Topeng Perak jengkel. Lalu katanya, "Menilik ka-
ta-katamu, kau sepertinya begitu yakin dengan ke-
mampuan Ratu dari Kegelapan! Padahal di saat dia
menyerangku, aku bisa menghabisinya dalam bebera-
pa gebrakan!"
Nenek Cabul menyeringai sinis, "Kau belum menge-
tahui siapa dia sebenarnya!"
"Keparat! Dia bukan hanya melecehkanku, tetapi
juga menghinaku! Rasanya aku sudah tak tahan un-
tuk...." Kata batin Dewi Topeng Perak terputus tatkala ter-
dengar suara nyaring diiringi tawa berkepanjangan,
"Perempuan bertopeng perak yang tak diketahui ba-
gaimana rupa dan bentuk wajahnya! Apakah kau su-


Rajawali Emas 19 Memburu Nyawa Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dah menemukan Rajawali Emas hingga kau kelihatan
berleha-leha seperti itu" Dan... wah, wah! Ada gundu-
kan daging indah yang nampak di depan mata! Tapi
sayang, meskipun besar sudah agak kendor!"
*** Seketika masing-masing orang mengalihkan pan-
dangannya ke arah kanan. Dewi Topeng Perak sudah
keluarkan dengusan tatkala mengenali satu sosok tu-
buh tinggi kurus dengan wajah cekung yang sedang
melangkah sambil tertawa-tawa. Sementara Nenek Ca-
bul menjerengkan sepasang matanya dengan kedua
tinju dikepalkan mendengar kata-kata lelaki berkepala
lonjong dengan rambut yang bisa dihitung itu.
"Iblis Lembah Ular!" berseru Dewi Topeng Perak
dengan tatapan tajam dari balik topeng perak yang di-
kenakannya. "Apakah kau sendiri sudah bertemu dan
mengalahkan Rajawali Emas, hah"!"
"Urusan mengalahkannya sangat mudah! Tetapi
menemukannya yang hingga saat ini belum bisa kula-
kukan!" sahut lelaki berpakaian hitam gombrang ber-
garis merah yang tak lain memang Iblis Lembah Ular
adanya. "Jangan banyak omong bila ternyata kau masih ko-
song melompong! Dan jangan jual lagak di hadapan-
ku!" hardik Dewi Topeng Perak gusar.
Hardikannya itu hanya disambut tawa nyaring oleh
Iblis Lembah Ular sementara sepasang matanya yang
masuk ke dalam rongganya, memandang tak berkedip
pada payudara Nenek Cabul yang diam-diam sedang
berkata dalam hati,
"Semenjak Pangeran Merah meninggalkanku, aku
belum lagi menikmati kehangatan surga dunia. Lelaki
ini meskipun kata-katanya barusan membuatku ingin
mematahkan tulang-tulang dalam tubuhnya, tetapi
lumayan juga bila dia ingin tidur denganku! Mengapa
tidak kurangsang saja dia" Bukankah ini satu kenik-
matan yang bisa kudapatkan sebelum aku bertemu
dengan Seruling Haus Darah?"
Berpikir demikian, perempuan cabul ini maju dua
tindak seraya menggerakkan dadanya hingga sepasang
mata Iblis Lembah Ular seperti hendak melompat ke-
luar. "Julukan Iblis Lembah Ular telah sampai pula di te-
lingaku! Mungkin, julukan dan wajahku tak mengin-
gatkan apa-apa bagimu! Tetapi tak ada salahnya bila
kukatakan, bukan?" kata Nenek Cabul dengan sua-
ranya yang selalu diselingi desahan.
Iblis Lembah Ular kembali umbar tawanya dengan
pandangan tetap ke arah payudara Nenek Cabul.
"Biar kuingat-ingat dulu siapa kau adanya. Ya, ya...
tak salah. Siapa lagi orangnya yang bersikap genit se-
pertimu kecuali Nenek Cabul!"
Ganti Nenek Cabul yang terkikik dan lagi-lagi se-
ngaja menggerakkan payudaranya.
"Kau benar, Orang Gagah! Ya, akulah si Nenek Ca-
bul!" "Luar biasa! Tak kusangka kalau orang yang berju-
luk Nenek Cabul memiliki tubuh yang begitu indah
dan menggairahkan!" sahut Iblis Lembah Ular, keras.
Seperti layaknya seorang anak gadis, Nenek Cabul
tersipu-sipu, "Kau membuatku malu...."
Sementara kedua orang itu bercakap-cakap, Dewi
Topeng Perak menggeram dalam hati, "Keparat betul!
Iblis Lembah Ular dikatakan orang gagah! Dan sialan
betul sikap keduanya! Aku bisa melihat tanda-tanda
kalau keduanya akan berada dalam gairah birahi yang
tinggi! Apalagi perempuan cabul ini! Benar-benar ka-
piran! Ini Pertanda buruk!"
Masih menggeram dalam hati, Dewi Topeng Perak
mendengar kata-kata Nenek Cabul, "Iblis Lembah Ular!
Tidakkah kau merasakan udara begitu dingin kendati
matahari sudah melalui batas kepala"!"
"Sejak melihatmu pertama tadi, mendadak saja ku-
rasakan hawa yang cukup dingin hingga rasanya aku
membutuhkan kehangatan! Hanya yang masih ku-
sangsikan, di mana kehangatan itu kudapatkan?" sa-
hut Iblis Lembah Ular yang sebenarnya tahu sekali apa
yang dimaksudkan Nenek Cabul.
Nenek Cabul melangkah kembali tetap dengan
menggerakan payudaranya.
"Bila kau menghendaki kehangatan, bukan dengan
cara menyalakan api! Bukan dengan cara berpindah
tempat untuk mencari sinar matahari! Tetapi, kehan-
gatan yang keluar dari dalam tubuh itulah yang perlu
dinikmati!!"
Tertawa keras Iblis Lembah Ular.
"Kau benar-benar paham sekali soal itu."
"Karena kau begitu gagah...."
Lalu dengan sikap seperti telah sering bertemu de-
ngan Nenek Cabul, Iblis Lembah Ular melangkah dan
merangkul perempuan berpakaian kuning kebiruan itu
yang cekikikan. Makin keras cekikikannya tatkala Iblis
Lembah Ular menghujamkan ciuman pada lehernya.
Dewi Topeng Perak menggeram keras. "Keparat!
Manusia-manusia budak birahi! Manusia-manusia ti-
dak tahu malu! Seharusnya kalian mampus saja!"
Habis memaki gusar dalam hati, perempuan ber-
topeng perak ini segera melangkah untuk menjauh.
Dan hatinya makin mengkelap tatkala mendengar ka-
ta-kata Iblis Lembah Ular, "Kau hendak ke mana, Dewi
Topeng Perak" Tetaplah berada di sini! Tontonlah per-
tunjukan ini! Bila kau menghendakinya, aku masih
sanggup melakukannya padamu!!"
Panas bukan alang kepalang telinga Dewi Topeng
Perak mendengar kata-kata kotor itu. Tetapi dia tidak
melakukan apa-apa kecuali melangkah menjauh. Se-
mentara telinganya terus menangkap kata-kata kotor
dari keduanya. "Dasar kapiran! Ingin rasanya kubunuh kedua ma-
nusia celaka itu! Tetapi... aku juga menghendaki Trisu-
la Mata Empat yang berada pada Nenek Cabul! Huh!
Biarlah kedua manusia celaka yang dibudaki nafsu bi-
rahi itu berpacu satu!"
Dengan hati yang mangkel, perempuan bertopeng
perak ini membawa langkahnya menjauh. Sementara
Nenek Cabul segera membuka pakaiannya begitu tu-
buhnya perlahan-lahan direbahkan oleh Iblis Lembah
Ular di atas rerumputan.
Dasar manusia-manusia calon penghuni neraka!!
Dewi Topeng Perak terus menjauh hingga tanpa
disadarinya dia sudah berada di perbatasan hutan itu.
Di sini suasana terang, karena sinar matahari bebas
menerangi tanpa ada halangan sedikit juga.
Di hadapan perempuan bertopeng perak ini, mem-
bentang sebuah padang rumput yang sangat luas.
"Huh! Aku sebenarnya sama sekali tidak menghen-
daki hadiah dari Seruling Haus Darah bila aku berha-
sil membunuh Rajawali Emas! Tanpa hadiah yang di-
janjikan, aku akan tetap membunuh pemuda sialan
itu! Secara tidak langsung, semuanya akan berjalan
mulus, karena bukan hanya para cecunguk Seruling
Haus Darah yang turun tangan hendak membunuh
Rajawali Emas, tetapi Seruling Haus Darah sendiri!"
Perempuan bertopeng perak ini terdiam dengan
pandangan lurus ke depan. Kejap lain dia berkata lagi,
"Aku bisa menebak apa yang diinginkan Nenek Cabul
untuk bertemu dengan Seruling Haus Darah! Apalagi
yang diinginkannya bila bukan Seruling Gading milik
manusia keparat itu" Huh! Bila dia mendapatkannya,
bisa jadi justru aku yang harus menjadi pengikutnya!
Dengan memiliki dua pusaka tiada tanding, Nenek Ca-
bul akan berdiri tegak sampai ke langit tembus!!"
Membayangkan hal itu, bukan alang kepalang ge-
ramnya Dewi Topeng Perak. Kedua tinjunya mengepal
kuat-kuat tanda dia marah besar.
Dan mendadak saja perempuan ini mengangkat ke-
palanya ke atas tatkala mendengar suara koakan yang
sangat keras menyusul angin yang bergulung dahsyat.
"Kraaagghhh!!"
"Bwana! Burung rajawali raksasa milik Rajawali
Emas!" desis Dewi Topeng Perak terkesiap dan tanpa
sadar mundur satu langkah ke belakang. "Gila! Bukan-
kah biasanya bila Bwana muncul maka di sanalah Ra-
jawali Emas berada"!"
Sementara itu, dalam dua kejapan saja, burung ra-
jawali raksasa yang terbang di angkasa itu telah meng-
hilang dari pandangan Dewi Topeng Perak yang kem-
bali membatin, "Ini satu kesempatan untuk menemu-
kan di mana Rajawali Emas berada! Tetapi menyusul
atau mengikuti burung rajawali raksasa yang berkele-
bat lebih cepat dari setan itu, sama saja membuang
tenaga percuma! Siapa pun orangnya tak akan mung-
kin bisa mensejajarkan ilmu peringan tubuhnya den-
gan kecepatan burung rajawali raksasa itu terbang! Te-
tapi yang terpenting sekarang, burung itu terus ter-
bang ke arah barat, kemungkinan besar di sanalah Ra-
jawali Emas berada! Aku yakin, burung rajawali raksa-
sa itu hendak menjumpai majikannya! Hmmm... se-
baiknya aku kembali saja ke tempat semula! Mudah-
mudahan kedua manusia kotor itu telah menuntaskan
apa yang mereka inginkan!"
Dengan mempergunakan ilmu peringan tubuhnya,
Dewi Topeng Perak kembali ke tempat semula. Dan dia
menggeram hebat dengan kaki kiri dihentakkan ke ta-
nah hingga amblas sebatas lutut tatkala melihat Iblis
Lembah Ular dan Nenek Cabul masih bergulat di atas
rumput! "Keparat betul!" makinya sengit seraya mengangkat
kaki kirinya yang amblas, hingga begitu kakinya di-
angkat tanah itu ambrol. Lalu dengan segera dibalik-
kan tubuhnya. ' .
Setelah menunggu beberapa saat dengan hati dire-
jam kemarahan, Dewi Topeng Perak mendengar kata-
kata Nenek Cabul yang terkikik-kikik, "Luar biasa! Kau
kuat sekali bisa melakukannya berkali-kali!!"
Iblis Lembah Ular yang tengah mengenakan pa-
kaiannya kembali berkata sambil melirik Dewi Topeng
Perak yang berdiri membelakangi, "Bila perempuan itu
menghendaki, aku masih sanggup melakukannya!"
"Jahanam! Suatu saat akan kurobek mulut kotor-
nya itu!" maki Dewi Topeng Perak dalam hati. Lalu dia
berbalik kembali dan melangkah. Dengan menindih se-
luruh kejengkelannya, ia segera menceritakan apa
yang tadi dilihatnya pada Nenek Cabul.
Mendengar kata-kata Dewi Topeng Perak, bukannya
segera menanggapi, Nenek Cabul justru menjatuhkan
tubuhnya pada Iblis Lembah Ular.
"Mengapa harus mengurusi soal burung rajawali
raksasa itu sekarang" Bukankah masih ada kesempa-
tan yang akan kita tunggu dan dapatkan?" katanya
dan menyambung dalam hati, "Keinginanku sekarang
hanya untuk berjumpa dengan Seruling Haus Darah.
Aku tahu kalau Iblis Lembah Ular adalah salah seo-
rang anak buah dari Seruling Haus Darah juga. Kalau
kau tak segera membawaku kepada Seruling Haus Da-
rah, kuharapkan Iblis Lembah Ular yang membawaku.
Dan bila Seruling Gading telah pindah ke tanganku,
kalian berdua akan mampus di tanganku dengan ke-
matian yang tak pernah kalian bayangkan!"
"Setan jahanam!" maki Dewi Topeng Perak gusar.
Tetapi kemarahannya segera surut tatkala didengarnya
Iblis Lembah Ular berkata, "Nenek Cabul! Urusan bira-
hi bisa kita tunda untuk sementara! Aku sudah tak
sabar untuk membunuh Rajawali Emas!" Lalu sambil
melirik tajam pada Dewi Topeng Perak yang kembali
mengkelap, lelaki kurus berkepala lonjong dengan
rambut yang bisa dihitung ini berkata sinis, "Dan yang
paling penting, aku menghendaki hadiah dari Seruling
Haus Darah jatuh ke tanganku! Bukan ke tangan sia-
pa-siapa!"
Dewi Topeng Perak sudah mendahului berkelebat
sehingga dia tak mendengar kata-kata terakhir Iblis
Lembah Ular. Lalu sambil terkikik-kikik, Nenek Cabul
menyusul bersama lelaki berpakaian hitam gombrang
bergaris merah itu.
*** Bab 11 BURUNG rajawali raksasa berwarna keemasan itu te-
rus berkelebat dengan cepat. Kepakan kedua sayapnya
kerap kali menimbulkan suara bergemuruh yang san-
gat dahsyat. Angin laksana topan bergulung-gulung,
membuat rerumputan dan semak belukar di bawahnya
yang berjarak sekitar lima puluh tombak itu rebah.
Sementara ranting di pucuk pohon dan dedaunan be-
terbangan. Suara teriakan Bwana sendiri melebihi ke-
rasnya guntur dalam badai.
"Kraaaggghhhh!!"
Burung rajawali keemasan itu terus berkelebat dan
akhirnya hinggap di sebuah tempat luas yang terbuka.
Bersamaan dengan mendaratnya sosok besar itu,
terdengar tepukan yang cukup keras.
"Wah, wah! Terima kasih, Bwana! Kau rupanya me-
lihat juga isyarat yang kuberikan kepadamu!!"
Burung rajawali keemasan itu menegakkan tubuh.
Sepasang matanya yang membulat merah berputar ke
arah pemuda berpakaian keemasan yang berseru tadi.
Sementara itu, Ratu dari Kegelapan yang tetap me-
nyamar sebagai Putri Lebah terdiam dengan pandan-
gan takjub ke arah Bwana. Diam-diam dia membatin,
"Gila! Baru kali ini kulihat ada seekor burung rajawali


Rajawali Emas 19 Memburu Nyawa Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang besarnya kira-kira empat kali gajah dewasa! Ru-
panya perbuatan Rajawali Emas yang tadi bertepuk ti-
ga kali dan menggerakkan tangannya ke atas hingga
memercik sinar merah, rupanya tanda untuk memang-
gil burung rajawali raksasa itu. Hmmm... apa yang
hendak dilakukan sebenarnya?"
Memang, setelah meninggalkan gubuk di mana Ra-
jawali Emas dan Putri Lebah bertemu dengan utusan
orang-orang dari Keraton Wedok Mulyo, Rajawali Emas
menghentikan langkahnya di padang yang luas itu.
Semenjak meninggalkan gubuk itu, Rajawali Emas
terus berpikir tentang perjalanan yang dilaluinya. Di
satu pihak dia hendak meneruskan langkah untuk
mencari Seruling Haus Darah, sementara di pihak Iain
dia juga penasaran untuk mengetahui siapa perem-
puan yang berjuluk Ratu dari Kegelapan.
Rajawali Emas akhirnya berpikir untuk membagi
tugas dengan Bwana, satu-satunya teman yang diper-
cayainya. Makanya, dia segera memanggil burung raja-
wali raksasa kesayangannya itu dengan cara yang
hanya bisa dilakukannya seorang diri.
Dengan langkah riang, Rajawali Emas menghampiri
sosok burung rajawali raksasa itu.
"Apa kabarmu, Bwana?" sapanya setiap kali ber-
temu kembali dengan Bwana.
Seperti mengerti apa yang dimaksudkan majikan-
nya, Bwana menganggukkan kepalanya. Kejap lain
pandangannya dialihkan ke arah Putri Lebah yang ma-
sih berdiri dengan pandangan takjub menatapnya.
Menyusul kirikannya yang terdengar agak keras.
Tirta tertawa. "Ah, kau ini! Tidak, dia bukan keka-
sihku. Dia hanya seorang teman."
Bwana mengkirik kembali, kali ini bernada agak ta-
jam. Mendengar kirikan itu, Rajawali Emas kelihatan
agak terkejut. Untuk sesaat wajahnya berubah sebe-
lum kemudian terdengar kata-katanya bernada ragu-
ragu, "Ah, yang benar" Kau jangan mengada-ngada,
Bwana?" Bwana menggerakkan kepalanya seperti mengge-
leng sementara tatapannya agak tajam menusuk meli-
hat Rajawali Emas yang seperti tidak mempercayainya.
Tirta terdiam beberapa saat dengan kening yang
berulang kali dikernyitkan. Lalu katanya seraya mem-
belai-belai leher Bwana yang ditumbuhi bulu berwarna
keemasan, "Sudahlah. Aku sebenarnya sudah mulai
menduga soal itu, Bwana. Tetapi biarlah, aku mem-
punyai sedikit rencana yang mungkin bisa kulaksana-
kan. Bwana... aku mempunyai dua tugas yang kupikir
cukup berat bila kulaksanakan secara bersamaan. Ka-
rena, orang-orang yang sedang kukejar ini sampai hari
ini belum juga kutemukan. Yang membuat kepalaku
cukup pusing sebenarnya, karena aku belum pernah
melihat orang-orang itu."
Bwana kali ini mendekamkan tubuhnya. Kendati de-
mikian, sosoknya masih lebih tinggi ketimbang Raja-
wali Emas yang berdiri tegak.
"Bwana... kau kuinginkan untuk mendatangi Pun-
cak Kalimuntu di sebelah timur. Di tempat itu akan ti-
ba tiga orang lelaki berpakaian keraton. Mereka adalah
sahabat-sahabatku dan sekaligus merupakan saha-
batmu pula, yang sedang mencari seorang tokoh pe-
rempuan sesat berjuluk Ratu dari Kegelapan. Nah,
kuminta kau membantu ketiga orang itu bila dalam
keadaan terdesak. Karena sebenarnya... aku juga telah
memikirkan apa yang kau katakan sebelumnya tadi,
Bwana." Bwana mengkirik kembali.
Ratu dari Kegelapan yang memperhatikan Rajawali
Emas dan Bwana, diam-diam membatin, "Luar biasa
kalau memang dugaanku ternyata benar, bahwa kedu-
anya nampak seperti bercakap-cakap. Jarang sekali
kuketahui ada orang yang bisa bercakap-cakap dengan
makhluk dari jenis yang berbeda. Sayangnya, aku tak
mendengar apa yang dikatakan Rajawali Emas.
Hmmm... lebih baik aku mendekat saja ke sana."
Berpikir demikian, masih tak mengurangi ketakju-
bannya, Putri Lebah melangkah mendekat. Rajawali
Emas yang saat itu sedang berkata-kata segera memu-
tusnya seraya membalikkan tubuh.
"Oh! Maaf! Aku sampai tak menghiraukan dirimu,
Putri Lebah. Ayo, berkenalan dengan Bwana! Bwana,
sambut Ken Zuraidah dengan baik!"
Bwana mengkirik seraya mengangguk-anggukkan
kepalanya. Putri Lebah yang kemudian membelai-belai bulu di
sayap Bwana diam-diam membatin, "Luar biasa! Sung-
guh luar biasa! Salah satu jenis tunggangan yang pal-
ing dahsyat sepanjang masa."
"Bwana adalah sahabatku, Putri," kata Rajawali
Emas kemudian. Lalu seperti menutupi sesuatu dia
berkata lagi pada Bwana, "Lakukan apa yang kukata-
kan tadi, Bwana. Dan jangan sampai meleset!"
Bwana mengkirik cukup keras.
Kejap lain, Rajawali Emas mengajak Putri Lebah
untuk berdiri agak menjauh. Seperti mengerti apa yang
dilakukan majikannya, Bwana menunggu sejenak lalu
mulai merentangkan kedua sayapnya dengan kelua-
rkan suara yang cukup keras.
Sungguh, pandangan siapa pun yang melihatnya
akan takjub luar biasa. Dua kejapan berikutnya, bu-
rung rajawali raksasa itu sudah melesat ke angkasa
dengan menimbulkan gemuruh dari kedua kepakan
sayapnya dan meninggalkan pijakan kedua kakinya
yang masuk ke dalam tanah.
Putri Lebah menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kau beruntung memiliki burung rajawali raksasa
itu, Tirta...."
"Aku tahu. Dialah sahabatku yang paling sejati .se-
lain kedua guruku dan Eyang Guru," sahut Tirta.
"O ya, apa yang sedang kau perintahkan pada Bwa-
na?" tanya Putri Lebah dengan keingintahuan yang be-
sar. Tirta tersenyum.
"Aku hanya memintanya untuk kembali ke Gunung
Rajawali untuk melihat keadaan di mana selama lima
tahun aku berdiam di sana," kata Tirta berbohong. La-
lu sambungnya yang kali ini mencerminkan kejujuran
hatinya, "Sebenarnya... aku ingin sekali bisa menda-
tangi Gunung Rajawali kembali. Atau menetap di sana.
Akan tetapi, tugas yang kuemban tak mungkin bisa
membuatku untuk sampai ke sana."
"Barangkali suatu saat kau bisa kembali untuk se-
mentara ke Gunung Rajawali."
Tirta menganggukkan kepalanya.
"Aku sangat berharap sekali. Putri... sebaiknya kita
kembali meneruskan perjalanan untuk mencari Serul-
ing Haus Darah. Karena sampai saat ini kita belum ju-
ga menemukan jejaknya. Rupanya manusia itu pandai
sekali bersembunyi kendati aku tahu apa yang akan
terjadi pada akhir bulan ini. Namun yang kuinginkan,
segera menemukannya dan menghentikan sepak ter-
jangnya. Putri... sebaiknya... awaaaaassss!!"
Memutus kata-katanya sendiri, Tirta segera mendo-
rong tubuh Putri Lebah. Bersamaan dengan itu, dia
pun membuang tubuhnya ke kiri.
Blaaaammm!! Satu gemuruh angin dahsyat yang barusan mende-
ru, menghantam tanah di mana sebelumnya Rajawali
Emas dan Putri Lebah berdiri. Tanah itu langsung
rengkah dan bertaburan di udara.
Menyusul terdengar suara dari sebelah kanan, "Ru-
panya yang dicari berada di sini! Dan hadiah akan ku-
dapatkan dengan sempurna!"
Lalu menyusul suara dari sebelah kiri, "Maut Ta-
ngan Satu! Pemuda itu bukan orang sembarangan!
Kau akan kesulitan menghadapinya! Lebih baik kita
bergabung dan membagi hadiah yang akan diberikan
Seruling Haus Darah!!"
*** Bab 98 SEKETIKA itu pula Rajawali Emas mengalihkan pan-
dangan ke kanan dan ke kiri. Kejap lain dia tertawa
melihat siapa orang yang berdiri dua tombak di sebe-
lah kirinya, sementara di dalam hatinya dia mengira-
ngira siapa lelaki berambut tegak laksana iblis di sebe-
lah kanannya yang tadi melancarkan serangannya.
"Wah! Kau rupanya, Datuk Jubah Merah!" serunya
dengan senyum mengejek. "Apakah kau belum kapok
kuhajar waktu itu"! Kau masih beruntung karena Dewi
Topeng Perak berhasil menyelamatkanmu"! Tetapi se
karang, kayaknya kau akan rebah bergelimang tanah!"
Wajah orang yang berseru menyusul seruan yang
pertama tadi mengkelap mendengar seruan Rajawali
Emas. "Keparat! Aku memang sudah merasakan kehe-
batan pemuda ini! Sepertinya aku memang tak akan
menang! Tetapi Maut Tangan Satu berada di sini pula"
Bila aku menunjukkan rasa jeriku, berarti ini tindakan
bodoh! Karena sudah tentu Maut Tangan Satu akan
mengerti kalau sesungguhnya nyaliku sudah ciut! Te-
tapi itu tak boleh terjadi!"
Habis membatin begitu, lelaki yang mengenakan
cawat hitam dan berjubah merah ini maju dua tindak
seraya merandek dingin, "Kau terlalu pandai berse-
sumbar, Rajawali Emas! Untuk kali ini aku tak akan
membiarkan kau bernapas lega!"
"Dengan kata lain, kau tak sanggup membunuhku,
bukan"!" sambar Tirta cepat.
Di seberang, Maut Tangan Satu yang memikirkan
sesuatu diam-diam membatin, "Menilik sikapnya, Da-
tuk Jubah Merah kelihatan ketakutan tetapi berusaha
menutupi keadaan! Keparat betul! Aku tahu, kalau dia
hanya berpura-pura berani! Tetapi persetan dengan se-
mua itu! Paling tidak, tenaganya mungkin masih bisa
kupergunakan! Untuk sementara biarlah kuikuti apa
kemauannya! Bila Rajawali Emas berhasil terbunuh,
justru lelaki bercawat itu yang akan mati di tanganku!"
Seraya maju selangkah, lelaki berpakaian hitam
sambung menyambung yang lengan kirinya kutung ini
berseru, "Datuk Jubah Merah! Usulmu sangat tepat
sekali! Sudah tentu tak ada salahnya berlaku seperti
yang kau hendaki! Hadiah sudah tentu kita bagi dua!"
"Bagus! Rupanya dia belum tahu apa yang kusim-
pan!" kata Datuk Jubah Merah dalam hati yang tidak
tahu apa yang dipikirkan Maut Tangan Satu. Lalu ber-
seru, "Urusan hadiah urusan kedua! Nyawa pemuda
itu yang harus kita dahulukan!"
Sementara itu, Ratu dari Kegelapan diam-diam
mendesis, "Aku tahu sekarang, kalau kedua manusia
ini juga anak buah Seruling Haus Darah! Dan sebe-
narnya, secara tidak langsung adalah kambrat-
kambratku! Tetapi bila aku berdiam diri saja, sudah
tentu ini akan memancing keheranan Rajawali Emas
mengingat semula aku sudah sesumbar untuk menguji
ilmu agar julukan Putri Lebah yang kupergunakan se-
karang masuk jajaran orang-orang atas! Tetapi...."
Ratu dari Kegelapan memutus kata batinnya sendiri.
Kejap lain nampak senyuman aneh di bibirnya. "Men-
gapa aku harus membuang waktu dan berlaku bodoh"
Bukankah yang terpenting aku hendak mencari ke-
sempatan untuk mendatangi Puncak Kalimuntu" Tiga
orang utusan Keraton Wedok Mulyo itu harus kubu-
nuh sebelum berita tentang yang kulakukan merebak!
Dan siapa sebenarnya Ki Ageng Malaya" Suatu saat
aku juga ingin membunuhnya!"
Seraya maju tiga tindak, Putri Lebah berseru, "Tir-
ta! Manusia-manusia sialan ini tak perlu dikasihani!
Aku memilih lelaki yang rupanya tak pernah mengenal
pakaian itu!"
Tanpa mengalihkan pandangannya pada gadis ber-
pakaian hijau muda penuh renda di sepanjang kedua
lengannya, Rajawali Emas menyahut, "Putri! Yang ku-
hadapi adalah urusanku! Sebaiknya kau menyingkir
saja dari sini!"
"Tidak! Aku sudah tidak tahan untuk menggampar
mulut lelaki berjuluk Datuk Jubah Merah itu!!"
Habis membentak keras, sepasang kaki Putri Lebah
segera menjejak tanah. Saat itu pula tubuhnya mem-
bubung tinggi di udara dengan debu yang mengepul
karena injakan kedua kakinya tadi. Dikawal teriakan
keras, tubuhnya langsung meluruk ke arah Datuk Ju-
bah Merah dengan kedua tangan dikembangkan dan
didorong keras.
Wuussss!! Datuk Jubah Merah yang merasa beruntung karena
pembukaan sudah dilakukan oleh gadis berpakaian hi-
jau muda berenda putih di sepanjang kedua lengan-
nya, segera menggebrak pula.
Dalam gebrakan pertama, Putri Lebah memang
mengeluarkan kemampuannya untuk mendesak Datuk
Jubah Merah. Namun pada jurus-jurus berikutnya, dia
sengaja membuat dirinya didesak hebat oleh lelaki ber-
cawat itu. Karena, dia memikirkan satu kesempatan
untuk menjauh sementara dari Rajawali Emas, untuk
mendatangi Puncak Kahmuntu.
Sementara itu, Maut Tangan Satu sedang meng-
geram dingin pada Rajawali Emas, "Pemuda dari Gu-
nung Rajawali! Lebih baik menyerah ketimbang nya-
wamu akan putus!"
Tirta cuma nyengir saja. Dan nampaknya sedikit
pun dia tidak cemas memperhatikan bagaimana Putri


Rajawali Emas 19 Memburu Nyawa Sang Pendekar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lebah sedang didesak hebat oleh Datuk Jubah Merah.
Seraya mencabut sebatang rumput dan mulai menghi-
sap-hisapnya dia berkata, "Apakah kalimat yang kau
ucapkan barusan itu tidak terbalik" Jangan-jangan...
kau berbuat seperti itu untuk menutupi ketakutan-
mu?" "Setan keparat!!"
"Busyet! Kok ada orang yang mengatai dirinya sen-
diri, ya" Lebih baik katakan di mana Seruling Haus
Darah berada! Tetapi... eh! Bagaimana bila aku mem-
bunuh diri di depan manusia sialan itu" Apakah ha-
diahnya akan diberikan kepadaku juga" Cuma ya...
aku tidak tahu bagaimana caranya membunuh diri!"
"Pemuda sialan! Biar kutunjukan caranya kepa-
damu!!" Dikawal teriakan mengguntur, Maut Tangan Satu
sudah menggebrak maju. Rupanya, lelaki ini sudah tak
tahan mendengar ejekan Rajawali Emas. Seketika ta-
ngan kanannya melabrak dahsyat dengan timbulkan
suara bergemuruh.
Rajawali Emas yang memang sudah bersiaga, sege-
ra mengangkat tangan kanannya pula.
Des!! Begitu benturan terjadi, Maut Tangan Satu surut
satu tindak ke belakang. Namun dengan kecepatan
luar biasa, dia sudah menjejakkan kaki kanannya di
tanah hingga kemudian tubuhnya meluncur ke depan.
Kedua kakinya memburu kepala dan dada Rajawali
Emas! Kali ini Rajawali Emas sudah menyongsong maju.
Jurus 'Sentakkan Ekor Pecahkan Gunung' dilepaskan.
Blaaam! Blaaammm!
Lagi terjadi benturan keras dan menimbulkan letu-
pan yang cukup memecahkan telinga. Maut Tangan
Satu rupanya benar-benar kedot. Semua ini sebenar-
nya didorong karena ketamakannya untuk menda-
patkan hadiah. Begitu ia kembali terhuyung ke belakang, tubuhnya
sudah melabrak maju. Kali ini dia menggerakkan bahu
kirinya. Seketika baju lengan kirinya yang tanpa tan-
gan, bergerak laksana pecut.
Cltaaarr...! - Terdengar suara keras dan saat itu pula menderu
lima cahaya berwarna merah yang menebarkan hawa
panas. Sesaat tempat itu menjadi agak terang.
Sejenak Rajawali Emas terkesiap melihatnya. Cepat
dipergunakan jurus menghindar 'Rajawali Lingkar
Bumi'. Bersamaan dengan itu, dialirkan tenaga surya
pada kedua tangannya.
Angin deras yang menebarkan hawa tak kalah pa-
nasnya dengan serangan Maut Tangan Satu menderu.
Dan melabrak lima sinar merah yang dilepaskan
Maut Tangan Satu. Seketika terdengar suara letupan
cukup keras dengan muncratnya lima cahaya merah
tadi ke atas. Masing-masing orang mundur lima tindak ke bela-
kang. Namun dengan cepat lelaki berambut berdiri ka-
ku itu segera kuasai keseimbangannya, dan berdiri
dengan kaki terpentang. Pandangannya tak berkedip
pada Rajawali Emas yang merasa dadanya cukup se-
sak akibat' benturan tadi.
"Rupanya julukan Rajawali Emas memang tak bisa
dipandang ringan! Tetapi biar bagaimanapun juga, tu-
buhnya harus kubawa pada Seruling Haus Darah!"
Segera saja dia lipat gandakan tenaga dalamnya.
Teriakannya membahana saat tubuhnya meluncur
kembali dengan gebrakan yang dahsyat.
Cukup terkesiap Rajawali Emas menerima serangan
itu. Namun sebelum dia membalas, telinganya me-
nangkap pekikan Putri Lebah yang terhantam pukulan
tangan kanan Datuk Jubah Merah.
Sesaat Rajawali Emas menjadi gugup. Kecemasan-
nya mulai nampak sekarang. Dan dia hanya menahan
gempuran Maut Tangan Satu tanpa bergeser dari tem-
patnya. Des! Des! Karena pikirannya mulai bercabang, hantaman te-
lak Maut Tangan Satu membuatnya terjajar tiga tindak
ke belakang dengan dada yang terasa nyeri. Dan sege-
ra saja dia bergulingan tatkala dirasakan sambaran
angin deras mengarah pada kepalanya.
Rupanya, Maut Tangan Satu telah melepaskan ten-
dangan kaki kanannya.
Di lain kejap, setelah berhasil meloloskan diri, Ra-
jawali Emas segera melompat ke balik semak di mana
tubuh Putri Lebah terlontar ke sana tatkala menerima
hantaman Datuk Jubah Merah.
"Putriiiii....!!"
SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Holmes Sigiro
https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
Gadis Buronan 2 Pendekar Hina Kelana 30 Dendam Gila Dari Kubur Elang Terbang Di Dataran Luas 2
^