Pencarian

Vertical Run 5

Vertical Run Karya Joseph R. Garber Bagian 5


tanpa bunyi, dan bersalto, mengayunkan senapan yang masih berbunyi itu ke kanan.
Peluru-pelur# itu berdebuk ke dinding. Tak ada siapa pun di sana. Koridor itu
kosong, tenang di bawah lampu neon. Wallpaper tak mencolok, karpet beige,
lukisan indah berbingkai bisu itu tetap sama seperti semula perusahaan Amerika,?hanya dinodai beberapa lubang peluru dan tiga mayat bermandi darah.
Dave berputar ke kiri, dan berputar lagi. Tuhan mengasihimu, Bung. Ransome
benar-benar terkecoh. Ya.
Sekarang ayo selesaikan. Benar.
Dave mengeluarkan magasin Jati-matic itu dan memasukkan magasin baru. Ia membawa
senapan itu dengan tangan kiri dan mulai berlari. Ransome sedang
* ?395 %menuju ke tangga barat, Ransome dan semua anak buahnya kecuali empat orang yang
ada di lantai dasar. Dave berlari cepat ke tangga timur. Kini ia tenang, terkendali. Ia sudah tenang
sejak merobohkan tiga orang di ruang rapat tadi. Ketenangan lama itu sudah
kembali padanya, sikap waspada santai seorang profesional yang sedang
melaksanakan pekerjaan profesional. Tak ada kegusaran, tak ada kengerian, tak
ada kebimbangan. Hanya tugas itu. Tugas itu saja.
Ia mengulurkan tangan ke pintu, membukanya, dan berlari menaiki tangga.
Lantai 49. Pintu darurat itu terkunci. Tak ada waktu untuk mengakalinya. Ia menembaknya
terbuka. Ia berlari. Hanya ada beberapa detik yang tersisa. Ransome akan sampai di atap
setiap saat. Takkan butuh waktu lama baginya untuk menyadari ia telah terpancing
melakukan sesuatu yang tak seharusnya dilakukan seorang
komandan mengkonsentrasikan pasukannya di satu lokasi dengan hanya satu jalan ?masuk dan satu jalan keluar.
Dave berlari. Melewati satu koridor. Belok kanan. Lebih cepat. Satu belokan lagi.
Momentum gerakannya membuatnya menabrak dinding. Ia terpental, tersandung, dan
kembali berlari cepat. Kakinya yang tanpa sepatu berdetap pada karpet. Napasnya
tidak memburu. Ia tenang, teguh, damai. Tak sampai tiga puluh detik lagi,
segalanya akan beres. Pintu darurat ke tangga barat.
396 Dave menahan tubuh hingga berhenti. Nyaris berusaha keras. Sepertinya ia tak
ingin berhenti berlari. Ia merasa bisa terus berlari selamanya.
Ditempelkannya telinga pada pintu. Ia tak mendengar apa-apa. Musuhnya tak ada di
sana. Ia mendorong pintu itu, mengganjalnya terbuka dengan salah satu pistolnya.
Beton di bawah kakinya yang terbungkus kaus terasa 'dingin. Di atasnya ia bisa
mendengar detak tertahan bunyi tumit sepatu. Beberapa orang masih di tangga,
belum sampai ke atap. Sayang. Ia mengambil empat langkah ke depan dan melihat ke bawah. Tangga itu berputar
seperti spiral sejauh 49 lantai. Dua tingkat tangga per lantai, 98 tingkat
seluruhnya. Satu platform tiap lantai, dan satu lagi di antara tiap lantak Kau
bisa melihat ke dasar. Kau bisa melihat ke puncak.
Dan bila kau tengadah, dan bila kau tahu ke mana harus melihat, kau bisa melihat
di mana ruang tangga itu menuju ke atap. Kau bisa melihat dasar platform di
dalam bungker atap. Kau bisa melihat di mana Dave menempelkan botol cokelat
berisi kristal nitrogen triiodida.
Baby go boom! Dave mengangkat Jati-Matic. Tembakan yang berbahaya. Ia melihat kembali ke
pintu, memperhitungkan toleransinya. Dua meter. Mepet. Ia akan berhasil bila
perhitungan waktunya tepat. Bila tidak, ia takkan pernah tahu.
Ia memusatkan pandangannya. Seseorang masih di atas sana naik ke atap. Dave
menunggu orang itu keluar dari bahaya.
397Radio bergemeresak. Ransome berteriak, "Myna! Myna, tutup..." Waktu habis! Dave
menembak. Jati-Matic itu tersentak di pundaknya. Ia melompat, terjun ke arah pintu.
Jarinya masih menempel pada picu. Peluru menyembur di dalam ruang tangga,
berpantulan pada beton. Pintu itu, koridor, tempat aman hanya beberapa kaki
jauhnya. Matanya terpejam rapat. Cahaya itu putih terang, begitu putih, begitu
menyilaukan. Pembuluh darah di kelopak matanya jadi berpijar merah membara.
Dan hawa panas seperti jantung Tuhan.
Dan petir, bukan guruh badai petir di kejauhan, bukan gemuruh pelan dan panjang
yang terdengar dari jendela kamar tidur anak-anak, bukan tunggu kilatnya dan
hitung berapa detik sampai kau mendengar bunyinya dan kemudian kalikan dengan
0,2 hingga kau akan tahu berapa mil jarak petir itu menyambar.
Bukan petir dari jauh. Bukan petir dari dekat.
Petir dalam ruangan, petir yang terdengar dari dalam petir itu sendiri.
Sebagian tubuhnya sudah melewati ambang pintu ketika ledakan itu menyambar.
Tenaga ledakan itu tidak memukulnya roboh, melainkan mengangkatnya, memutarnya,
dan membantingnya ke dinding dalam keadaan jungkir balik. Ledakan itu menahannya
sedetik, mendorongnya begitu keras sehingga napas meninggalkan paru-parunya, dan
kemudian menjatuhkannya ke lantai.
Ia merasa seakan-akan satu geng jalanan
398 memukulinya dengan pentungan. Setiap ototnya sakit. Setiap inci kulitnya terasa
memar. Ia menjauhkan diri dari pintu terbuka itu, yang kini hanya berupa logam penyok
pada engsel melengkung. Gumpalan-gumpalan beton tercurah dari atas, memantul,
dan menggelinding pada karpet. Awan debu yang mencekik tercurah ke wajahnya. Ia
membuka mulut mencari napas dan merangkak pergi.
Air. Di ujung koridor itu ada pancuran air minum. Ia sampai ke sana, menegakkan
badan, dan mendorong tuasnya. Ia minum banyak-banyak, dan membiarkan air
mengalir ke wajahnya. Di belakangnya terdengar bunyi logam terbanting. Sebatang
baja-I lepas dari langit-langit dan menusuk lantai di tempat, beberapa detik
lalu, ia tergeletak. Astaga, Sobat, apakah kau yakin tidak terlalu banyak membakar triiodida itu"
Tidak. Ia kembali minum air. Suara gelombang statik" suara manusia bergemeresak di radio. Telinga Dave ? ? ?berdenging. Ia tidak bisa memahami... Ia menggerakkan rahangnya maju-mundur,
menelan ludah, dan mencoba memulihkan pendengarannya. Terdengar bunyi plop, dan
ia bisa mendengar lagi. "...di sana" Ulangi, apa yang terjadi" Masuk, Robin. Masuk, Partridge. Ulangi, apa
yang terjadi di atas sana" Harap jawab." Itu Myna, orang yang dipasang di lobi.
Dave menekan tombol transmit. "Myna, berikan laporan. Bagaimana kedengarannya di
bawah sana?" 399"Seperti tabrakan kereta api."
"Apakah ada yang mendengarnya di jalan" Apakah ada kegiatan di luar sana?"
"Negatif. Siapa pun di luar sana yang mendengarnya mungkin mengira itu peledakan
got Con Ed. Tapi ada orang lain di gedung ini, dan berani bertaruh mereka semua
sedang menghubungi 911."
Benar. Apa pun yang terjadi selanjutnya harus terjadi dengan cepat.
"Standby, Myna. Jangan lakukan apa-apa."
"Afirmatif. Tapi siapa ini?"
"Akan kukatakan siapa itu." Ransome. Suaranya parau seperti pita rekaman 78 rpm.
Dave menekankan ibu jarinya. "David Elliot bicara, Myna. Tetaplah tenang, dan
jangan bertindak sembrono bila kau ingin pulang selamat hari ini."
Ransome berbicara lembut, "Kau membuatku tercengang, Mr. Elliot. Tampaknya hanya
ada kemungkinan kecil kami akan pulang."
"Mereka akan pulang dengan selamat bila mereka mendengarkan dan melakukan apa
yang kukatakan. Myna, Partridge, kalian semua, perhatikan aku baik-baik.
Pertama, kujelaskan bagaimana status kalian menurutku. Myna, kau punya tiga
orang bersamamu. Ada enam orang di lantai 45..."
"Mati," sela Ransome.
"Tidak semuanya. Seharusnya kau melihat lebih teliti. Aku hanya menembak mereka
yang tak memberiku pilihan lain. Coba kalian renungkan, sehari penuh aku mencoba
sebisa mungkin untuk tidak membunuh kalian."
"Dan patut disesali karena kurang berhasil."
400 Dave mengertakkan gigi. Satu angka untuk John Ransome. Ia tidak bisa membiarkan
keparat itu mencetak angka lagi tidak bila ia, seperti yang diharapnya, hendak ?memenangkan hati anak buah Ransome untuk menentangnya. "Oke, Ransome, di atap
kau punya berapa selusin."
? ?"Kau tak benar-benar berharap aku mengatakannya, kan?"
"Lebih sedikit. Siapa saja yang tadi berada di tangga, siapa saja yang berdiri
dekat pintu, sekarang sudah tercatat dalam daftar korban. Myna, sebagai
informasi, bunyi bising yang kaudengar tadi adalah bunyi aku meledakkan tangga.
Semua yang di atap tetap berada di sana."
"Di sini Robin. Myna, beritaruj Mabes segera."
"Tahan, Myna," Dave menyela. "Bila kau memberitahu Mabes, salah satu dari dua
hal akan terjadi. Satu, mereka akan mengirim lebih banyak orang, atau dua,
mereka akan mengatakan persetan dengan itu semua dan menjatuhkan heavy. Mana pun
yang terjadi, kau akan mati."
"Jangan dengarkan dia, Myna."
"Myna, bila mereka mengirim lebih banyak orang, mereka takkan mendapatkanku.
Tidak seketika itu juga. Bahkan seandainya mereka mengirimkan satu resimen penuh
dan memeriksa kantor demi kantor, tetap akan butuh waktu berjam-jam. Saat itu
matahari tentu sudah terbit. Akan ada banyak orang di jalan. Para pekerja akan
datang. Kota ini akan terbangun."
"Myna, aku sudah memberimu perintah. Hubungi Mabes."
"Dan kau tahu apa yang akan kulakukan" Aku 4")lakan menunggu sampai puncak jam
sibuk. Kemudian aku akan memecahkan kaca dengan kursi dan terjun ke bawah.
Mungkin aku akan melompat dari jendela lantai 10. Mungkin jendela lantai 40. Tak
ada bedanya, sebab saat aku menimpa beton di bawah, darahku akan tersebar ke
mana-mana. Apakah kau melihat ke jalan sesudah Bernie Levy yang malang melompat,
Myna" Akan sama kejadiannya denganku."
"Myna, aku tak perlu memperingatkanmu mengenai hukuman menolak perintah^ kan?"
"Kau sudah dengar apa yang dikatakan bos kalian beberapa saat lalu mengenai
darahku, kan" Darahku penuh kuman atau virus atau entah apa dari neraka. Coba
pikirkan, Myna, pikirkan seberapa jauh darah Bernie memercik. Pijdrkan berapa
banyak orang yang mulut dan hidungnya tepercik darahku kalau aku melompat keluar
dari jendela pada jam sibuk."
"Kerjakan tugasmu, Myna, telepon..."
Myna memotong ucapan Ransome, "Apa pilihanku" Aku akan mati bila kau melompat.
Aku akan mati bila mereka membom kita. Dan aku akan mati bila aku membiarkanmu
keluar dari sini, sebab virusmu akan membunuh semua orang di dunia."
"Aku takkan kabur. Itu kesepakatannya."
Myna tidak menjawab. Sesudah diam sesaat, Ransome tertawa pelan. "Aku ingin
dengar ini. Oh ya, sungguh aku ingin dengar. Katakan padaku, Mr. Elliot, apa
rencana yang ada dalam benakmu" Sudah tentu kau tak percaya, di saat selarut
ini, kau mendapatkan pemecahan baru untuk mengatasi kesulitan kita?"
"Aku punya. Apakah kau mau mendengarnya?"
402 Ransome mendengus. "Bicaralah."
"Pertama, aku ingin menanyakan sesuatu pada Myna. Myna, apakah kau tahu apa yang
telah dilakukan temanmu Robin, temanku Ransome" rladiah kecil macam apa yang
ditinggalkannya untukku di dalam kantor Bernie Levie?"
"Uh..." "Bagaimana denganmu, Parrot" Apakah kau pernah ke sana dan melihatnya?"
"Tidak. Aku berada dua lantai di bawahnya dalam regu cadangan. Mengapa kau
tanya?" "Ceritakan pada mereka, Ransome. Kau begitu bangga dengannya, jadi ceritakan
pada mereka." Dave mendengar bunyi desis dan goresan. Rokok dan korek Ransome ternyata selamat
dari ledakan itu. "Aku tak melihat alasan untuk melakukannya, Mr. Elliot. Aku
juga tak menerima perintah dari orang seperti kau."
"Baiklah. Aku akan melakukannya untukmu. Parrot, Myna, kalian semua, yang
dilakukan bos kalian adalah memenggali beberapa kepala dan menancapkannya pada
tonggak." Dave berhenti untuk memberikan efek. "Kepala wanita."
Seseorang, Dave tidak tahu siapa, menggumamkan umpatan tak percaya.
Suara Ransome mengeras, tidak banyak, tetapi bisa terdengar. "Kau melakukan
kesalahan, Mr. Elliot. Lebih dari satu kali. Jika melihat lebih cermat, kau
tentu akan tahu..." "Bahwa kau menahan Marge Cohen sebagai sandera" Nah, tidak. Aku sudah
menemukannya, dan aku melepaskannya, dan sudah sejak lama" dia keluar dari
sini." 403Ransome berbisik, "Ke-pa-rat."
"Oke, mari kita bahas pokok persoalannya." Dave berbicara sambil merapatkan
gigi, berusaha keras mengendalikan suaranya. "Aku ingin kalian tahu bahwa bos
kalian telah memancangkan kepala beberapa wanita. Kalian dengar itu" Apakah
kalian mendengarku dengan jelas" Apakah kalian mengerti apa yang dikerjakan
komandan sinting kalian di waktu luangnya" Kuulangi sekali lagi bos kalian ?memenggali kepala wanita."
"Perang urat saraf. Langkah yang disetujui..."Simpan omonganmu, Ransome. Itu cuma dalih. Dia ingin kalian percaya bahwa "alasannya melakukan hal itu adalah untuk meruntuhkan sarafku. Aku dulu di 'Nam.
Kalian tahu itu. Dan ketika aku di sana ada orang melakukan tindakan yang sama
terhadap perempuan-perempuan Vietnam memenggali kepala mereka. Saat itu aku
?lumpuh, jadi bos kalian pikir sekarang pun aku akan lumpuh. Itulah alasan yang
akan diberikan Ransome pada kalian. Namun itu bukan satu-satunya alasan. Bukan
alasan sebenarnya. Alasan sesungguhnya, alasan mengapa ia melakukannya..."
"Diam, Elliot. Siapa yang memberimu izin untuk buka praktek psikiatri?"
"...sebab dia suka..."
"Letnan Elliot mengkhianati anak buah dan komandannya sendiri."
Dave terperangah. "Itulah yang dilakukannya di 'Nam. Ia mengkhianati komandannya. Mengadukannya.
Mengirimnya ke mahkamah militer, dia dan lima anak buahnya. Kalian tak bisa
mempercayainya. Kalian tak bisa memper -
404 cayai sepatah kata pun yang dikatakannya. Dia adalah Yudas."
"Benar." Dave, dengan buku-buku jari memutih, meremas radio itu sekuat-kuatnya.
"Kau benar, Ransome. Dan aku berani bertaruh bahwa sedikitnya salah satu anak
buahmu mungkin lebih dari satu akan mengambil tindakan yang sama." Dave
? ?merendahkan suaranya dan meneruskan dengan sungguh-sungguh. "Salah satu dari
kalian akan menyerahkan Ransome. Kalian akan melakukannya sebab itulah tindakan
yang benar, atau kalian melakukannya sebab kalian takkan bisa tidur malam hari,
atau kalian melakukannya' sebab kalian tahu bahwa bila siapa pun yang berwenang
sampai tahu apa yang terjadi di sini, kalian akan tertimpa nasib seperti bos
kalian. Dan itu, Teman-teman, akan jadi nasib yang benar-benar mengenaskan."
Ransome mendengus. "Omong kosong. Aku punya wewenang..."
"Untuk memenggal leher perempuan, untuk menggorok perempuan" Hei, kalian, bila
Ransome punya wewenang seperti itu, aku ingin melihatnya dalam surat tertulis.
Maksudku, seandainya aku jadi kalian..."
"Kalian terlindungi. Akulah perwira senior di sini, sepenuhnya bertanggung
jawab, dan..." Dave balas menukas, "Perwira seniorlah yang lolos dengan penundaan hukuman. Anak
buahlah yang menanggung akibat. Selalu demikian keadaannya selama ini, dan
selalu demikianlah kelak. Aku tak pernah berjumpa dengan prajurit tempur yang
tak tahu itu, Ransome."
"Mr. Elliot, aku sudah bosan denganmu. Myna,
405kuperintahkan kau menghubungi Mabes. Sekarang kerjakanlah."
"Jangan, Myna. Dengarkan tawaranku. Terimalah tawaran ini atau kau akan mati."
Radio itu bungkam. Detik demi detik berlalu. Tangan Dave berkeringat. Ia tidak
berani meletakkan radio itu untuk menyeka keringatnya.
Akhirnya, Myna berkata, "Teruskan, Sir. Maksudku, rasanya kami harus mendengar
tawaranmu. Maksudku bila tak ada yang keberatan."
"Kau mengecewakanku, Myna," bisik Ransome. "Ingat, bila dia ingin berunding, dia
bisa melakukannya setiap saat pagi ini."
Kau menangkapnya basah, Sobat.
Dave menyela, "Partridge, kau percaya itu" Selama ini kaulah yang paling dekat
dengan Ransome. Ayolah, Partridge, katakan pada kami, katakan pada teman-
temanmu, apa yang akan terjadi bila aku mencoba berunding."
Suara Ransome meninggi, meskipun hanya sedikit. "Diam, Partridge! Ini akan
kutangani. Seperti kalian semua tahu, seandainya Mr. Elliot sedikit membantu,
seandainya dia menunjukkan tanda bersedia bekerja sama, seandainya dia bertindak
dewasa seperti yang kita harapkan..."
Partridge menyela, "Kau tentu sudah menembak jantungnya."
Suara Ransome pecah. "Partridge, terkutuk kau, prajurit! Dan, Myna, aku


Vertical Run Karya Joseph R. Garber di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memerintahkanmu, dan kau harus patuh!"
Dave menjaga suaranya tetap datar. Tidak mudah. "Tawaranku sederhana. Yang
kuinginkan hanyalah 406 Ransome. Kalian berikan dia padaku, biarkan aku bersamanya beberapa menit, dan
sesudah aku selesai..." %
"Pembohong! Pembohong keparat busuk!"
"Sesudah aku selesai dengan apa yang harus kulakukan sama seperti yang akan ?kalian lakukan akan kulepaskan senjataku, dan aku akan menyerahkan diri."
?"Ini omong kosong! Omong kosong! Jangan dengarkan!"
Dave memaksa diri agar terdengar letih dan putus asa. "Lift mungkin rusak akibat
ledakan itu, Myna. Aku akan menuruni tangga, sebelah utara. Tanpa senjata. Tanpa
tipuan. Tangan terangkat. Kemudian terserah padamu. Kau mau menembakku,
terserah. Kurasa aku toh bakal mati juga. Kau mau menelepon Mabes, itu pun
boleh. Apa pun yang kauinginkan, itulah yang kaulakukan. Aku tak peduli. Aku
hanya ingin melewatkan beberapa saat intim bersama bosmu."
"Kau bajingan. Kaupikir orang-orang ini begitu tolol..."
Satu suara lain memotong Ransome. Suara Par-r-tridge, berbicara pelan,
"Bagaimana kau mau mengambilnya" Dia ada di atas sini. Kau di bawah sana."
"Aku akan kembali ke kantor Bernie Levy. Dalam satu menit aku akan berada di
sana. Di sana ada tali. Kabel sebenarnya. Di sisi utara atap. Ikat Ransome dan
turunkan dia ke jendela Levy yang pecah. Tapi mula-mula lepaskan semua
?pakaiannya. Aku ingin dia telanjang bulat."
Ransome menggeram, "Wah, Mr. Elliot, aku tak pernah tahu kau merasa begitu
terhadapku." 407Dave tak menghiraukannya. "Partridge, Myna" Apakah kita sepakat?"
Hening di ujung lain hubungan radio itu. Dave menahan napas. Kini semuanya
terkait pada kesetiaan. Sejauh mana kesetiaan anak buah Ransome pada pemimpin
mereka" Sejauh mana mereka mencintainya; sekuat apa ikatan mereka" Dalam jiwa
beberapa prajurit ada ikatan erat yang lebih dari sekadar ketaatan. Bila orang
yang mereka ikuti adalah orang yang tepat, tak ada apa pun yang bisa
menghancurkan ikatan mereka terhadapnya. Mereka akan mati lebih dulu.
Namun perwira yang mereka abdi dengan sumpah setia itu harus berjuang
mendapatkannya. Dave menduga Ransome tidak demikian.
Demikian pula menurut Partridge.
"Setuju." Ada ketegasan militer dalam suara Partridge. Dave tahu orang itu
mengatakan yang sebenarnya.
Ransome mengaum, "LEPASKAN TANGAN BUSUKMU DARIKU. AKU AKAN MELIHATMU DI DEPAN
REGU TEMBAK KAU KEPARAT JANGAN BERANI-BERANI MENYENTUHKU KAU BAJINGAN BUSUK ATAU
AKAN KUKEBIRI KALIAN..."
Dave mendengar suara mendengus dan caci maki tersekap. Radio Ransome
mengeluarkan bunyi seperti kertas kaca diremas.
"Partridge." Dave bertanya, "Partridge, apakah kau di sana?"
"Di sini, Mr. Elliot. Kau di mana?"
"Hampir sampai ke kantor Levy. Aku di koridor sekarang."
408 "Kami siap menurunkannya."
"Tunggu sebentar, Partridge. Berapa ukuran sepatu yang dipakainya?"
"Menurutku dua belas. Lebar. Dua belas B atau C."
Dave melangkah ke dalam kantor Bernie. Sisa pembantaian dan kengerian tak
bermakna itu^inti semua peperangan dalam sejarah. Cara terbaik adalah
mengabaikannya. Mengabaikannya adalah satu-satunya cara agar seorang prajurit
bisa tetap waras. "Bagus. Biarkan sepatunya tetap terpakai. Selain itu tak ada apa pun. Bahkan
kaus kakinya pun tidak. Hanya sepatunya. Bisa dimengerti, Partridge?"
"Mengerti, Mr. Elliot."
"Panggil aku Dave."
"Dia segera diturunkan... Mr. Elliot."
Dave berjalan ke jendela dan menarik kanvas itu. Ia mendongak. Tubuh Ransome
baru saja diturunkan melewati pagar atap. Ia telanjang, putih, dan secara kasar,
otot-ototnya bisa dikatakan indah. Bahkan dari kejauhan, Dave bisa melihat
badannya terhias silang-silang bekas luka.
Laki-laki ini pernah menerima medali Purple Heart. Mungkin lebih dari satu.
Kendali diri Ransome sudah pulih. Ia tidak lagi berteriak, tidak lagi mengumpat.
Suaranya tenang, datar, samar-samar menunjukkan aksen Appalachian-nya. "Aku
sangat kecewa dengan kalian semua. Kalian menangani situasi ini bukan dengan
tanggung jawab yang diharapkan dari para profesional terampil. Tapi masih ada
waktu..." Dave menekan tombol transmit pada radionya. "Par -
409tridge, aku tak ingin dia diturunkan seluruhnya. Akan kuberitahu kapan kau
harus berhenti. Dan tolong geser dia sedikit ke kiri, supaya aku bisa
meraihnya." "Baik, Mr. Elliot."
"...masih ada waktu untuk membalikkan situasi ini. Kalian tahu aku. Kalian tahu
aku orang berpikiran terbuka. Aku siap melupakan sedikit penyimpangan dari tugas
ini. Kalau tidak, yang kalian lakukan akan disebut pemberontakan. Aku ingin
kalian..." Ransome berputar turun. Tubuhnya menggesek permukaan granit kasar dari gedung
itu. Meninggalkan bekas parutan pada kulitnya. Dave meringis. Ransome tidak.
"...memikirkan pemberontakan. Dan aku ingin kalian memikirkan.kewajiban kalian.
Aku punya keyakinan bahwa bila kalian memikirkan kewajiban, kalian akan
melakukan tindakan yang tepat dan benar."
Dave menekan radionya. "Partridge, kurang-lebih satu setengah meter lagi lalu
berhenti." "Siap." Partridge dan orang-orang di atap itu tidak bersikap lembut terhadap Ransome.
Pergelangan kakinya diikat erat dengan kabel. Peredaran darahnya terpotong, dan
kakinya berubah jadi ungu tua. Di bagian atas, lengannya terpilin di belakang
punggung. Kabel itu diikatkan demikian kencang di sekitar sekat rongga dadanya
sehingga daging menonjol di antara lilitan. Ransome tentu kesakitan, tetapi
tentu saja ia tidak memperlihatkannya. Laki-laki seperti Ransome tak pernah
memperlihatkannya. Dave melangkah mundur dari jendela. Kaki Ransome yang tertutup sepatu muncul.
Kemudian betisnya yang telanjang. "Tahan," kata Dave.
410 "Siap." Ransome terkekeh. "Kau salah, Mr. Elliot. Mereka harus menurunkanku satu-dua
kaki lagi sebelum kau bisa membelai-belaiku."
Dave tak menghiraukannya. Ia mengulurkan tangan ke udara, meraih kaki kiri
Ransome, dan membuka tali sepatunya.
"Apa ini, Mr. Elliot, kaupikir aku menyembunyikan senapan mesin kaliber .50 di
sana?" Dave melepaskan sepatu kanan Ransome, dan memakainya ke kaki sendiri. Ukurannya
sangat tepat, sama seperti dengan yang kiri.
Ransome tertawa seolah menikmati lelucon pribadi. "Ah, hadiah buatmu. Seharian
sudah kauhabiskan pura-pura sebagai orang yang bisa menggantikan kedudukanku.
Sekarang kaupikir sudah berhasil. Tapi sebenarnya belum."
Dave membungkuk dan mengikat tali sepatu.
"Sementara kau menikmati saat-saat kemenangan sementara, biar kuberitahu kau,
bila kaupikir kau mempermalukanku, kau keliru. Dan bila kaupikir kau bisa
menghancurkanku, kau juga keliru."
Dave menegakkan tubuh. Ia mencondongkan badan ke luar jendela, meraih betis
Ransome. Ia berbicara ke radio, "Partridge, apakah kau dengar penjelasan Ransome
mengenai situasiku?"
Partridge terdengar sedikit bingung. "Ya, Sir. Mengapa kautanyakan?"
"Seluruhnya?" "Ya, Sir" "Semua tentang tiga fase penyakit ini. Pertama dalam darah, kemudian dalam
cairan tubuh, dan kemudian dalam sistem pernapasan?"
411"Ya, Sir. Aku mengerti." "Dan kau mengerti semuanya?" "Ya, Sir."
"Dan kau tahu aku sekarang dalam fase kedua" Bahwa penyakit ini bisa ditularkan
lewat darah, urin, dan ludah" Dan tentang minum dari cangkir yang sama, dan
gigitan sayang, dan ciuman, semuanya itu?"
"Afirmatif, Sir. Sekarang tolong katakan mengapa kautanyakan semuanya ini?"
"Tentu," kata Dave. "Atau yang lebih baik, lihatlah ke bawah, dan saksikan."
David Elliot memandang wajah musuhnya. Ia tidak lagi membenci laki-laki ini.
Kalaupun ada perasaan, ia merasa sedikit bersimpati padanya.
Ransome balas menatap tajam.
Dave tersenyum. Anehnya, senyum itu sungguh-sungguh, hangat dan bukannya tidak
ramah. Mata Ransome menyala-nyala dengan kebencian yang nyaris bisa teraba. "Apakah kau
siap balas dendam, Elliot" Ayolah, man, ayo. Aku sudah tak sabar melihat
perbuatan sinting apa yang ada dalam benakmu."
Senyum Dave melebar. Ia memperkeras suaranya, memastikan bahwa orang-orang di
atas atap itu bisa mendengarnya. "Apa yang ada dalam benakku, Sobat" Hanya ada
ciuman. Itu saja. Hanya ciuman dan sedikit gigitan sayang."
Saat Dave Elliot menurunkan Marge Cohen keluar dari jendela lantai 2 yang pecah,
di atasnya, jauh namun cukup jelas, ia mendengar jeritan Ransome yang tajam dan
gila penuh ketakutan. Dan tetap mendengarnya, sewaktu mereka pergi menyongsong fajar.
412 EPILOG Tidurlah; dan bila hidup terasa pahit bagimu, maafkanlah,
Bila manis, bersyukurlah; meskipun tak bisa meneruskannya lagi.
Dan baiklah kiranya bersyukur, dan memaafkan.
Algernon Charles Swinburne, "Ave atque Vale"
Seorang laki-laki di atas kuda.
Namanya David Elliot. Ia berperawakan ramping dan berkulit gelap, wajahnya belum
pucat akibat serangan terakhir penyakitnya.
Perjalanan ini adalah yang terakhir. Ia tahu bahwa maut menanti di ujungnya.
Matanya cokelat, dan tampak serius seandainya tidak ada senyum yang membuat
sudut-sudutnya berkeriput.
Ia tahu bahwa ia akan mati seorang diri, dan sudah berdamai dengan takdir yang
tak terelakkan 413itu. Musim gugur sudah dekat, musim dingin tidak jauh lagi; tubuhnya tidak
akan ditemukan sampai musim panas datang lagi.
Kesadaran inilah sebagian yang menyebabkan senyum itu. Mikroba yang tak lama
lagi akan memasuki tahap ketiga, tahap membunuh, membutuhkan inang hidup. Maka
dengan mati jauh dari manusia lain, ia akan membunuh apa yang telah membunuhnya.
Ada alasan-alasan lain mengapa ia tersenyum, namun itu hal-hal pribadi.
Hari ini, ia sudah lebih dari 320 kilometer di sebelah timur San Francisco, di
Pegunungan Sierra. Kemarin ia melintasi kaki lereng, dan mengambil' kudanya dari
laki-laki dengan kulit seperti disamak yang tampak tak sedikit pun bertambah
usianya sejak terakhir kali Dave melihatnya.
Dave memberikan uang dan beberapa surat kepada laki-laki itu. Surat-surat
tersebut dialamatkan kepada pied-a-terre di Sutton Place, ke kantor di Basel, ke
asrama di Columbia University, dan ke ranch di Colorado. Laki-laki itu
menghitung uang, tersenyum puas, melipat surat-surat itu ke dalam saku kemeja,
dan berjanji tidak akan mengirimkannya hingga salju pertama musim itu turun.
Sekarang David Elliot berkuda ke barat menuju ke dataran tinggi yang luas,
menaiki lereng berbatu-batu, ke lembah kecil yang pernah dikunjunginya sekali,
dan tak pernah dilupakannya. Di sana tak ada jalan setapak, tapi ia tahu ke mana
harus pergi. Setiap meter tanah di sana granit, kelabu dengan bercak-bercak ?hitam masih segar dalam benaknya, seolah baru kemarin ia ke sini.
?414 Ia tidak bercukur. Rambut-rambut di pipi, dagu, dan bagian atas bibirnya sudah
tiga hari dibiarkan tumbuh.. Ia berangan seandainya cambang itu tumbuh lebih
cepat. Kiranya baik memakai kumis pada akhirnya.
Dave mengambil sehelai saputangan. Ia mengangkat tepi topi jeraminya dan menyeka
keringat. Ia tahu masih berapa jauh tujuannya. Hanya tinggal sejam lagi.
Matahari hampir tenggelam ketika ia tiba. Udara dipenuhi dengan cahaya keemasan.
Ia mendaki gundukan kecil, menengok ke bawah, dan menahan napas. Keindahan
lembah itu sungguh mendebarkan. Di tengahnya, lebih hijau daripada botol hijau,
terbentang danau zamrud yang selalu diingatnya, sama seperti ia mengingat
bayangan senja lembut yang terbentang di seberangnya. Tak sesuatu pun bergerak.
Dan ya, udara ini sesegar anggur.
Inilah saat terindah dalam hidupnya, terindah yang bisa dialami. Ia tahu bahwa,
di antara semua orang, ia mendapatkan hak istimewa untuk mengalaminya dua kali.
Dan kesadaran ini mengisi hatinya dengan kegembiraan.
415THE SPECIALIST CONSULTING GROUP. Inc. Jawaban merujuk pada arsip: 04-95-270K
T Kantor Administrasi Proyek
Mail Drop 172, LEMDUSA 20817
KEPADA: Daftar Edaran, via faks
DARI: Administrator Proyek, Proyek 79-1-18
SUBJEK: Status Kantor ini memberitahukan kepada Anda bahwa:
1. Hasil-hasil pengujian terbaru menunjukkan bahwa kemampuan hidup mikroba
138,12.b tergantung pada inang yang menyerap oksigen dalam jumlah besar.
Efektivitas mikroba menurun secara logaritmis sesuai fungsi rumus f(x) =
-2.17E+5 " ln(x) + 4.71E+5, di mana x adalah tekanan atmosfer dalam milibar
Mikroba 138.12.b memasuki saat tidur pada ketinggian 1.260 meter " 5% di atas
permukaan laut. 100% mortalitas mikroba terjadi di atas ketinggian 2.040 meter "
5% di atas permukaan laut. Staf R&D menekankan bahwa hasil ini tidak
diperkirakan, dan mohon maaf atas segala kesulitan yang mungkin timbul dari
kekhilafan ini. Staf lebih lanjut menegaskan bahwa efektivitas mikroba tetap
pada parameter yang telah ditetapkan di bawah ketinggian 600 meter " 5%.
2. Penyelidikan lapangan menegaskan bahwa subjek ELLIOT, David Perry, mencapai
lokasi perkemahan di bawah Gunung Excelsior, negara bagian California (38?07'
Lintang Utara dan II8?53' Bujur Barat) pada tanggal 29 September tahun ini. Peta
USGS menunjukkan bahwa lokasi perkemahan ini terletak pada ketinggian 2.830
meter di atas permukaan laut. Dengan demikian, kemungkinan besar bahwa subjek
ELLIOT, pada saat ini, masih belum mati. Data lebih jauh mengenai gerakan subjek
ELLIOT selanjutnya dan keberadaannya saat ini belum diterima.
3. Subjek KREUTER, John James, Kolonel, Veteran Angkatan Bersenjata AS,
meninggalkan kantornya di Basel, Switzerland, pada tanggal 14 Oktober tahun ini.
Data lebih lanjut mengenai gerakan dan keberadaan subjek KREUTER saat ini belum
diterima 4. Catatan paspor menunjukkan bahwa subjek COHEN, Marigold Fields, melapor pada
imigrasi Swiss pada tanggal 28 September tahun ini. Subjek Cohen tinggal di
Hotel Mercure Luceme, Switzerland sampai tanggal 14 Oktober tahun ini. Data
lebih lanjut mengenai gerakan dan keberadaan subjek Cohen saat ini belum
diterima 5. Kantor ini menilai kemungkinan inisiatif balas dendam oleh subjek ELLIOT,
mungkin bekerja sama dengan subjek KREUTER, adalah di atas tingkat risiko yang
bisa diterima. Semua personel yang terlibat dengan ini diarahkan untuk mengambil
prosedur pertahanan tingkat 3. %
6. Tetap tenang, Saudara-saudaralTampaknya situasi ini dalam kendali kita.
LTF /mjCATATAN PENULIS Pada tahun 1946 penyelidik kejahatan perang Sekutu menemukan bahwa Dr. Shiro
Ishii, jenderal Tentara Kekaisaran Jepang dan komandan organisasi militer yang
dikenal sebagai Unit 731, telah membangun laboratorium senjata biologi terbesar
dan termaju di dunia di Manchuria. Laboratorium-laboratorium satelitnya kelak
ditemukan di Tokyo dan tempat lain. Bukti-bukti yang dikumpulkan oleh para
penyelidik itu menunjukkan bahwa selama masa perang, Ishii dan para asistennya
telah melakukan uji coba senjata biologis secara ekstensif terhadap penduduk
sipil Cina serta terhadap tahanan perang Amerika dan Inggris yang disekap di
berbagai kamp di Asia Tenggara.
Tak dapat dijelaskan mengapa Dr. Ishii (yang kejahatannya jauh melampaui
rekannya dari Jerman, Dr. Josef Mengele) tidak pernah dibawa ke pengadilan.
Sebaliknya, ia diizinkan menikmati masa pensiun yang makmur dan panjang,
menikmati uang tunjangan besar dari Pemerintah Jepang serta pendapat dari
berbagai sumber yang tetap anonim sampai, tepat ketika novel ini dikirim kepada
typesetter, The New York Times mengungkapkan bahwa Pemerintah AS telah memba-
419yarkan upah tetap dalam jumlah besar kepada Dr. Ishii.
Beberapa catatan yang bisa dilihat umum memberikan keterangan yang membingungkan
mengenai hakikat laporan-laporan riset yang dibuat oleh Dr. Ishii dan stafnya.
Salam buat dimhad-pangcu, suhu bbsc, kang zusi sekeluarga, otoy dengan
kameranya, syauq arr dengan lianaold.wordpress.com -nya, grafity, dan
semua dimliader. Dilarang meng komersil kan atau kesialan menimpa anda.
420 Ya, catat nama saya sebagai anggota GRAMEDIA BOOK CLUB dan kirimi saya informasi


Vertical Run Karya Joseph R. Garber di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setiap kali ada buku baru karya pengarang favorit saya yang terbit. Terlampir
prangko balasan Rp 600,- Nama No. Anggota -Usia Jabatan
Alamat ...........................(Isikan jika Anda pernah terdaftar)
...........................tahun Pria/wanita*
Pelajar/mahasiswa/karyawan/wiraswastawan/ ibu rumah tangga*
Kode pos:........... * Coret yang tidak perlu Tandai pengarang yang Anda pilih
( ) JohnGrisham ( ) Sidney Sheldon ( ) AlistairMacLean ( ) JackHiggins ( ) Jeffry Archer ( ) Michael Crichton ( ) Sir Arthur Conan Doyle
( ) Thomas Harris ( ) Steve Martini ( ) Irving Wallace ( ) Stephen King ( ) Barbara Delinsky ( ) Barbara Taylor Bradford
( ) Erich Segal Telp.:..................................
(Terjebak) > Pearl S. Buck > Jackie Collins ) Rosamunde Pilcher ) Agatha Christie I Danielle Steel I Mary Higgins Clark )
James Patterson I Harold Robbins
> KenFollet I Mario Puzo I Joseph Finder i CarlSagan i R.L.Stine i Joseph R. Garber
PT Gramedia Pustaka Utama Bagian Promosi Jl. Palmerah Selatan 24-26, Lt.6
Jakarta 10270 "Sayang" Beri aku sekaleng bir. Berdebat denganmu membuatku hauuuuus sekali."
Taffy mengambil sekaleng Ballantine hangat dari kantong pelananya. Ia
mengangsurkannya pada Dave, sekaligus dengan pembuka botol. Dave membuka bir itu
dan dengan cepat mengangkatnya ke mulut, menadahi busanya dengan lidah. Kemudian
ia mengangkat tepi topi jeraminya dan menyeka keringatnya dengan sehelai
saputangan, satu dari enam helai yang dibekalkan ibunya. "Masih berapa jauh?"
tanyanya. Taffy melontarkan senyum miring. "Menurut sumber-sumberku, kita seharusnya sudah
sampai. Tentu saja waktu itu sumber-sumberku sedang mabuk."
Dave tergelak. Mereka berdua meneruskan perjalanan.
Matahari sudah hampir tenggelam ketika mereka tiba, saat keramat ketika langit
membara, dan keheningan suatu gunung suci turun. Mereka naik ke tanjakan dan
melihat ke bawah. Dave mengatur napas. Keindahan tempat itu serasa menghentikan
jantung. ^'Sungguh sempurna," bisik Taffy. "Tepat seperti yang mereka katakan, tempat
yang sempurna. Apakah aku benar, atau benar?"
Dave tidak menjawab. Ia terpukau pada apa yang sedang ia saksikan, sebuah lembah
kecil, lima atau mungkin enam kali lebih besar daripada stadion Indiana State.
Lembah itu nyaris membentuk lingkaran sempurna, dibatasi tebing karang terjal
berwarna putih pada tiga sisinya, sebatang pohon conifer menjulang tinggi, dan
di tengahnya ada danau kecil berwarna Tiijau zamrud, lebih hijau daripada botol
hijau. 9Bayang-bayang senja yang lembut terbentang di atasnya. Tak ada sesuatu pun yang
bergerak. Udaranya segar memabukkan. Dave merasakan sesuatu yang belum pernah
dirasakannya sebelum ini, dan tidak berharap akan pernah mengalaminya lagi. Ia
terangkat tinggi; ia merasa utuh penuh.
Tiba-tiba bunyi panah berbulu melesat di udara, seekor elang berekor merah
melesat dari angkasa. Cakarnya mencengkeram binatang kelabu kecil. Elang itu
melengkingkan pekik kemenangan ketika berkelebat hilang dari pandangan. Semuanya
terjadi dalam hitungan detik, di sini dan lenyap, hanya dengan ujung-ujung sayap
berkilauan yang mengambang di udara untuk menandai lintasan terbangnya. Kuda
Dave tersentak resah ke belakang. Dave membelai lehernya.
"Kita berkemah di tepi danau, compadreV
"Boleh," jawab Dave. Ia tidak benar-benar menaruh perhatian. Sebaliknya, ia
terbungkus perasaan kagum, sesaat tenggelam dalam impian. Shangri-la, Bali Hai,
Avalon, Armenia-in-the-Sky, Oz, Negeri Ajaib, Bar-soom setiap orang memiliki ?tempat impian pribadi. Lembah inilah tempat impiannya. Keindahan tempat itu
menyihirnya dan menjadikannya bagian dari alam sekelilingnya. Ia tahu bahwa ia
takkan pernah melupakan lembah ini, tahu bahwa selama sisa hidupnya, apa pun
masalah yang akan datang, kenangan akan saat dan tempat ini akan tetap menghibur
dan memberinya kedamaian.
Saat ini merupakan saat terindah dalam hidupnya, terindah yang pernah
dialaminya, dan selama hidup ia akan mengingatnya dengan penuh kerinduan. Ia
tahu akan hal ini, dan itu membuatnya sedih.
10 1. Walaupun dari segala macam tindakan, tipu muslihat adalah sesuatu yang dibenci,
tapi dalam urusan perang hal itu merupakan tindakan yang terpuji dan mulia, dan
barang siapa mengalahkan musuhnya dengan strategi, layak dipuji seperti ia yang
mengalahkan musuh dengan kekuatan.
Machiavelli, Sang Pangeran?BAB 1
BAGAIMANA DAVE KEHILANGAN PEKERJAAN
1. PADA pagi di hari ia menghilang, David Elliot bangun, seperti biasa dilakukannya
pada hari kerja, tepat pukul 05.45. Dua puluh lima tahun sebelumnya di tempat
yang hijau dan panas, ia pernah mempelajari cara untuk bangun kapan saja ia mau.
Kini itu sudah jadi kebiasaan.
Dave mengeluarkan kakinya dari bawah selimut Pratesi. Ia memandang dengan tulus
ke tempat istrinya, Helen, berbaring meringkuk membentuk bola kecil, padat, di
bagian kanan ranjang itu. Jam radio Panasonic di meja samping ranjang disetel
untuk berbunyi pukul 08.20. Saat sang istri terbangun menyambut hari kerjanya
yang lebih beradab, Dave sudah berada di kantornya di pusat kota, bekerja keras.
Ia melangkah ke dalam lemari dinding dan meraih
13sepatu Nike, sweatsuit, kaus kaki, dan ikat kepalanya dari rak. Kemudian,
berjalan hati-hati menyusuri lemari pakaian yang sangat modern, rendah, dan
panjang buah karya terbaru redekorasi Helen yang obsesif ia meraba-raba dan
? ?mengeluarkan tas lipat dari laci, memasukkan pakaian dalam untuk ganti, dompet,
kunci, dan arloji Rolex President emas miliknya ke tas itu.
Sesudah mampir ke kamar mandi tamu untuk buang air dan sikat gigi, ia menuju ke
dapur. Lampu indikator mesin kopi Toshiba-nya menyala hijau. Timer digital
display-nya menunjukkan angka 05.48. Ia menuang isi poci itu ke dalam cangkir
enamel besar yang dihiasi dengan gambar 47 Ronin, cendera mata dari kunjungan ke
Kuil Sengakuji dalam salah satu perjalanan bisnis ke Tokyo. Ia mengosongkan
ampas dari wadah bubuk kopinya, mengisi reservoir mesin itu, dan menyetelnya
kembali untuk pukul 08.15. Helen juga membutuhkan kopi pagi sebanyak ia sendiri.
Atau mungkin lebih banyak Helen jauh dari ramah-tamah saat baru bangun, dan
?sesudah membuka pintu-pintu galerinya di Lexington Avenue barulah ia menyandang
perilakunya yang terbaik.
Kopi kental, hangat mengalir turun dalam tenggorokan Dave. Ia bergidik senang.
Sesuatu yang lembut menggosok kaki piamanya. Dave mengulurkan tangan ke bawah
untuk menggaruk dagu kucing itu. "Bon matin, ma belle," katanya, tahu bahwa
semua kucing lebih suka bicara bahasa Prancis. Kucing itu, yang dinamakan
Apache, melengkungkan lehernya, meregangkan tubuh, dan mendengkur.
Helen tidak suka nama Apache. Lebih dari satu kali ia mendesak agar Dave
mengubahnya. Pernikahan 14 kedua memang menghasilkan lebih banyak kompromi daripada pernikahan pertama.
Dave tahu itu, dan tahu ia harus mengabulkan permintaan istrinya. Tapi nama
kucing tetaplah nama kucing; tak ada kaitannya dengan keinginan pemiliknya. Dan
demikianlah, sesudah lima tahun perkawinannya Dave tetap memanggil binatang itu
"Apache", sedangkan Helen (sebagai perempuan berambut pirang, terbiasa semaunya
sendiri) dengan dingin menyebutnya sebagai "kucing itu".
Apache berjalan pergi mengerjakan acara paginya. "AM revoir, Apache," bisik
Dave, dengan cara kecil seperti itu memuaskan rasa hormat yang dinodai terlalu
banyak konsesi. Sambil memikirkan yang bukan-bukan mengenai perbedaan antara cat kucing dengan ?cattiness kebencian, Dave mengambil koran pagi New York Times dari luar pintu
?apartemen. Selama beberapa menit berikutnya, ia duduk di depan meja kamar makan
untuk menikmati kopi dan membalik-balik lembaran* surat kabar. Ia membacanya
sambil lalu. Ritual pagi melihat-lihat surat kabar sepintas hanya sekadar alasan
untuk menikmati cangkir pertama kopinya hari itu.
Ketika membalik halaman sampai ke bagian ekonomi, tanpa begitu disadarinya ia
memperhatikan telapak tangan kanannya telah terangkat untuk memijat dada
kirinya. Dave meringis. Sebuah suara dalam dirinya Dave selalu mengira itu
?malaikat pelindungnya berbisik sengit, Masih mencari-cari rokok. Dua belas
?tahun sesudah kau berhenti, dan tubuhmu masih membutuhkan suntikan nikotin pagi
hari. Coba pikir, Sobat, mungkin kau toh seharusnya kembali merokok lagi.
15*** "Pagi, Mr. Elliot. Hari yang nyaman untuk lari." Penjaga pintu gedung itu
percaya bahwa sudah menjadi tugasnya untuk meyakinkan para pelari pagi bahwa
setiap pagi adalah "hari yang nyaman untuk lari".
"Selamat pagi, Tad. Ada kabar mengenai Lithuania di koran pagi ini?"
Leluhur Tad bermigrasi ke Amerika Serikat pada tahun 1880-an. Tetapi bagi Tad,
itu seperti baru kemarin. Ia nasionalis yang kukuh terhadap tanah leluhurnya.
Dave merasa bahwa selama tiga tahun sejak ia dan Helen membeli apartemen mereka,
tak pernah sehari pun lewat tanpa Tad mengucapkan sesuatu tentang Lithuania.
"Tak ada apa-apa di News atau Times, Mr. Elliot. Tapi saya mendapat koran dari
Vilnius lewat pos. Koran itu biasanya tiba hari Rabu atau Kamis. Akan saya
beritahu Anda apa yang terjadi besok."
"Bagus." "Omong-omong, kenapa tangan Anda?" Tad menunjuk balutan kain kasa yang diplester
pada telapak tangan kiri Dave.
"Seorang karyawan menggigitku."
Tad mengedipkan mata. "Anda pasti bercanda."
'Tidak. Kami... maksudku perusahaan kami membeli lab riset di Long Island. Kemarin
aku berkunjung ke sana untuk melihat-lihat. Salah satu... karyawan produksi
menyatakan ketidaksetujuannya pada manajemen baru ini." Dave menyeringai masam.
"Padahal pengambilalihan itu tanpa kekerasan."
Tad tertawa terbahak-bahak seraya mendorong pintu depan hingga terbuka. "Anda
mengarang, bukan?" 16 "Tidak. Kau melihat banyak yang seperti itu dalam kehidupan di perusahaan
besar menggigit tangan yang memberi makan."
?Tad tergelak lagi. "Rasanya saya senang cuma jadi penjaga pintu, Mr. Elliot.
Selamat pagi." "Sama-sama, Tad. Sampai jumpa besok,"
"Tentu, Mr. Elliot. Selamat jalan."
Pada hari Sabtu dan Minggu, Dave biasanya lari ke barat, berjoging melintasi
Fifty-seventh Street menuju ke Fifth Avenue, lalu ke utara menuju ke Central
Park. Pada hari-hari itu, lari sepenuhnya merupakan kegiatan bersenang-senang.
Lebih sedikit orang-orang gila yang mengancam di jalanan atau begitulah ?rasanya dan si pelari bisa memusatkan pikiran pada langkahnya. Yang paling baik
?adalah akhir pekan saat Mark datang dari Columbia University untuk berlari di
sisi ayahnya. Mark, putranya dari Annie, kebanggaan istimewa Dave. Berlari
bersama Mark merupakan bagian terindah dari hari-hari Dave, yang paling
dinantikannya. Dave selalu ingat untuk mengajak Helen bergabung dengan mereka dalam lari akhir
pekan tersebut. Helen tidak pernah menerimanya. Ia merasa keringat pelari kurang
begitu anggun, dan sebaliknya ia lebih suka keringat chic yang diperas di pusat-
pusat kebugaran mahal, oleh pelatih-pelatih pribadinya yang bahkan lebih mahal
lagi. Tidak jadi masalah. Mark bersamanya, dan, cerah atau hujan, acara lari itu
menyenangkan. - Tidak begitu halnya pada hari kerja. Tak peduli bagaimana kau
berlari, tak peduli ke mana kau berlari,
17dibutuhkan kewaspadaan luar biasa. Blok-blok tertentu harus dihindari; lorong-
lorong adalah risiko; tak ada yang berani, kecuali orang nekat, berlari di bawah
jembatan dan jalan layang; dan mereka yang bijaksana takkan mulai lari sebelum
fajar. Berlari waktu subuh, bahkan laki-laki seperti David Elliot sekalipun,
yang tak punya musuh di dunia, kadang-kadang melirik resah ke belakang.
Rutenya di hari kerja membawanya ke timur di Fifty-seventh Street ke Sutton
Place, kemudian ke utara di York Avenue hingga ia sampai di jembatan
penyeberangan pejalan kaki melintasi FDR Drive. Ia berlari menyusuri jalan kecil
di pinggir East River hingga sampai ke ujung Nineties Street. Sesampai di sana,
ia membelok ke selatan lagi, menyusuri kembali jalur yang sudah ditempuhnya.
Sesudah menyeberangi jembatan untuk kedua kalinya, berlari ke barat menuju ke
Park Avenue, dan kemudian ke selatan menuju ke persimpangan antara Fiftieth dan
Park Avenue. Biasanya ia memasuki kantornya beberapa saat sesudah pukul 07.00.
Sebagai wakil direktur eksekutif perusahaan, David Elliot berhak atas, dan
menikmati, berbagai fasilitas yang sesuai dengan kedudukan tersebut. Suite-nya
di lantai 45 berupa ruangan seluas 75 meter persegi tertata mahal, lemari walk
in, bar tersembunyi, dan kamar mandi lengkap dengan tub dan shower.
Dave suka air mandinya panas. Uap mengisi kamar mandi ketika ia menyabuni
tubuhnya dari atas ke bawah dua kali. Masih di bawah pancuran, ia mengambil
pisau cukur Gillette dan sekaleng krim cukur dari rak di atas keran. Ia tak
pernah memakai cermin 18 saat bercukur, dan sudah begitu lama hingga ia tak ingat lagi sejak kapan. Itu
merupakan kebiasaan lain yang diperolehnya dalam perang yang mau tak mau
diingatnya. Pukul 07.20. David Elliot, dengan sehelai handuk melilit pinggang, melangkah keluar dari
kamar mandi dan masuk ke kantornya. Di atas bufet mahoni di belakang meja kerja
mahoni yang serasi, mesin kopi Toshiba, saudara kembar dari model yang ada di
rumah, berbunyi tiga kali, memberi tanda bahwa kopinya sudah siap. Dave mengisi
cangkir besar berwarna cokelat dengan kopi itu. Cangkir itu dihiasi desain
enamel perak, bersegi-segi: Logo perusahaan Senterex.
Dave minum seteguk dan mengembuskan napas. Hidup tanpa kopi sungguh terlalu
menyebalkan untuk direnungkan.
Sialan, ia melihat lukisan cat air di atas lemarinya miring. Setiap satu atau
dua minggu, beberapa vandal jembel dari kru pembersih gedung tentu menyenggolnya
miring. Itu hal kecil yang mengesalkan, tapi semakin menjengkelkan. Ia
meletakkan cangkir kopinya di atas alas kuningan (juga di-emboss dengan logo
Senterex), dan meluruskan lukisan itu gambar seekor harimau tidur karya Hua Yen?sekitar pertengahan abad kedelapan belas cukup indah, cukup berharga, salah
?satu dari fasilitas yang menyenangkan bekerja di Senterex. Bernie Levy, direktur
utama perusahaan itu, yang lebih pintar dari orang-orang kasar itu, tidak
membiarkan pembelanjaan untuk tata ruang para eksekutif itu jatuh ke tangan pada
desainer berbayaran 19tinggi, atau lebih parah lagi, istri para eksekutifnya. Sebaliknya ia menuntut
karya seni bermutu, hanya karya para master, menghiasi ruangan-ruangan di kantor
pusat itu. Karena alasan inilah enam rangkaian lukisan Leonor Freni menghiasi
ruang resepsi lantai 45. Orozco, Rouault, Beckmann, Barlach, dan Ensor bisa
ditemukan di koridor-koridornya. Di tempat lain, pada dinding berbagai kantor,
tamu bisa menemukan lukisan Picasso, Munch, Thomas Eakins (di kantor Direktur
Utama Senterex, tentu saja) salah satu karya Matisse yang paling mahal, dan
lukisan abstrak Whistler yang memesona. Bernie sendiri mempunyai kegemaran
istirnewa terhadap karya Camille Pissarro, dua lukisan cat minyaknya tergantung
megah di ruang rapat perusahaan. Dasar Bernie, ia menyangkal bahwa Senterex
mengumpulkan karya seni itu karena alasan-alasan estetis; sebaliknya, bila para
tamu berkomentar mengenai koleksi perusahaan itu, ia membual berapa besarnya
koleksi itu bila diuangkan, dan betapa banyak uang tunai yang bisa dikumpulkan
perusahaan seandainya koleksi itu dijual. Tetapi Bernie bohong. Ia takkan pernah
menjual koleksi Senterex, tak sepotong pun. Ia terlalu mencintainya.
Dave mundur selangkah, mengamati macan itu. Lukisan itu sudah lurus kembali,
atau sudah cukup lurus. Dan sekarang saat untuk sedikit musik. Ia menyalakan stereonya. Pembukaan Long
March Symphony karya Ding San-de mengalun lembut melalui speaker. Sambil


Vertical Run Karya Joseph R. Garber di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersantai, dalam hati Dave bertanya-tanya mengapa tokoh-tokoh musik Amerika
mengabaikan karya-karya romantis Cina.
Tak menemukan jawaban untuk pertanyaannya sen -
20 diri, dan lebih tak peduli lagi terhadap politik kebudayaan dibanding dengan
politik kemasyarakatannya, Dave menyisihkan pikiran itu dari benaknya. Sebagai
gantinya, ia meraih cangkir kopi dan minum seteguk. Aduh, sungguh nikmat!
Hampir tanpa kecuali Dave selalu menjadi orang pertama yang tiba di kantor atau
?setidaknya orang pertama di suite eksekutif. Bernie Levy, kapten kapal
perusahaan, belum muncul hingga sekitar pukul 08.00, limusinnya meninggalkan
Short Hills, New Jersey, pukul 06.50 tepat. Kader-kader eksekutif lainnya
berdatangan antara pukul 08.15 sampai 08.45, tergantung pada kereta api mana
yang berhasil mereka tumpangi dari Greenwich, Scarsdale, atau Darien, dan selalu
dengan syarat kereta tersebut berangkat tepat waktu. Yang pertama dari para
sekretaris tiba pukul 08.30 tepat.
Karena alasan inilah, seperti halnya kebiasaan paginya yang tak bervariasi, Dave
tahu ia bisa telanjang bulat bermalas-malasan di meja kerjanya, menikmati kopi
cangkir kedua untuk hari itu, dan mempelajari halaman-halaman The Wall Street
Journal. Beberapa menit yang tenang berikutnya, dengan cangkir kopi ketiga di tangan, ia
berjalan ke lemari walk-in, lalu memilih setelan jas untuk hari tersebut.
Hari ini ia memilih setelan cokelat muda, hampir khaki. Meskipun udara lengas
brutal dari musim panas terakhir sudah hilang, udara di akhir September masih
hangat. Setelan jas wol Dave akan tetap berada di gantungan selama beberapa
minggu lagi. Sesudah mengenakan celana dan sabuk, dan dengan kaki terbungkus nyaman dalam
pantofel B ally dan kulit yang lembut, Dave membuka kemeja putih yang
21tersetrika licin. Ia mengenakannya, dan sesudah menimbang-nimbang beberapa
lama, ia memilih dasi kuning pucat dengan motif biru dari raknya. Cermin besar
melapisi seluruh bagian belakang pintu lemari. Ia menarik daun pintu itu tiga
perempat tertutup sehingga bisa mengamati diri sendiri.
Kau tak pernah belajar bagaimana mengikatkan dasi tanpa cermin, kan" malaikat
pelindungnya bertanya. Ia mengamati diri sendiri dengan cermat. Tak jelek. Sama sekali tak jelek. Garis
pinggangnya tidak berubah sejak kuliah. Empat puluh tujuh tahun, tapi tampak
lebih muda. Oh, kau anjing tampan, kau akan hidup selamanya. Dave mengangguk
seolah menyetujuinya. Joging tiap hari, dua kali seminggu berlatih beban, tidak
merokok kecuali sekali-sekali mengisap cerutu mahal, diet yang bahkan Helen pun
tak bisa mencerca, konsumsi alkohol tidak berlebihan...
"Davy?" Suara bertanya itu datang dari belakangnya suara Bernie Levy, aksen Brooklyn-?nya yang kasar tak bisa dicuri. Dave melirik Rolex-nya. Pukul 07.43. Lalu lintas
pasti sangat sepi pagi ini. Pemimpin dan Direktur Utama Senterex berada di
kantor jauh lebih pagi dari jadwal.
Dave mengangkat pundak mengenakan jasnya, mendorong simpul dasinya sedikit ke
kiri, dan memegang .cangkir kopinya, mendorong pintu lemari hingga terbuka.
"Ya, Bernie. Ada apa?"
Bernie memunggungi lemari itu. Dave tidak melihat pistol itu sampai Bernie
berbalik. 22 Di hutan sini ada dua macam waktu waktu panjang dan waktu lamban. Waktu panjang
?adalah yang biasanya kaualami. Kau duduk di bawah sebatang pohon atau di dalam
tenda lapangan, atau mungkin kau sedang berjingkat gaya Indian menerobos semak
belukar, dan tidak terjadi apa-apa. Berjam-jam lewat, dan tidak ada yang
terjadi. Kemudian kau melihat arloji Timex-mu dan ternyata waktu baru berlalu
lima menit sejak terakhir kali kau melihatnya. Waktu panjang.
Jenis yang lain adalah waktu lamban. Terdengar detak datar logam, receiver
sepucuk AK-47 menerima sebutir pelufu. Kemudian tembakan dan ledakan dan jeritan
dan desing peluru di segala penjuru dan masing-masing terbidik ke arahmu selama-
lamanya. Dan sesudah teror panas berjam-jam, dan kemurkaan besar, ketika
tembakan berhenti, kau kembali dari neraka dan melihat arloji Timex-mu.
Coba terka apa" Baru lima menit berlalu sejak terakhir kali kau melihatnya.
Waktu lamban. Jam itu tercekik molase. Orang-orang menangisi betapa lambannya
detik-detik berlalu. Mereka adalah MACV-SOG. Simbol kesatuan di pundak mereka
bergambar tengkorak bertaring memakai baret hijau. Mereka terkeras dari yang
keras, terburuk dari yang buruk. Tak ada sesuatu pun yang menggentarkan mereka.
Mereka melihat arloji. Mereka menangis.
- Suatu siang, bau bubuk mesiu dan kuningan panas masih segar di udara, Letnan
Satu David Elliotmeletakkan Timex baja birunya "di atas pokok kayu yang sudah
membusuk, memasukkan satu magasin penuh ke pistol otomatis Colt .45 Model 191
IA, dan meledakkan arloji itu hingga berkeping-keping.
Pistol dalam tangan Bernie Levy serasa kecil ganjil. Bernie 12,5 senti lebih
pendek dan sepuluh kilo lebih berat daripada Dave. Tangannya besar dan gemuk.
Pistol itu nyaris hilang dalam genggamannya. Senjata itu berlapis nikel. Dave
berani bertaruh gagangnya tentu terbuat dari gading. Kaliber kecil, bisik
malaikat pelindung Dave. Dua puluh lima" Mungkin .22. Tenaga pukulnya tak besar.
Tapi cukup untuk jarak seperti ini.
"Bernie, kenapa kau bawa..."
Bernie tampak sangat letih. Matanya merah dan diliputi lingkaran hitam, seolah
sudah terlalu lama ia tidak tidur. Wajahnya, yang dulu tajam bergairah bak
rajawali, sudah kendur termakan usia. Lemak yang meng-gelambir di bawah dagunya
gemetar karena emosi yang tak dapat dibacj Dave. Berapa usianya" Enam puluh
tiga, kan" Dave berpikir ia seharusnya tahu tepat.
"...senjata?" Sorot mata Bernie kosong, kelopaknya setengah terkatup. Mata itu bak mata
reptil, dingin dan kosong. Sama sekali tak ada apa pun di dalamnya. Dave
berharap melihat sesuatu dalam mata tersebut. Entah apa, ia tidak tahu.
"Demi Tuhan, kenapa?"
Bernie menggeser tangannya ke depan, mengangkat pistol tersebut.
Astaga, dia akan menarik picunya!
24 "Bernie, ayolah, bicaralah padaku."
Bibir Bernie mengerut, menegang, kemudian mengendur. Dave mengawasi tangannya
menegang "Bernie, jangan. Katakan ada apa. Bernie, demi Tuhan..."
Pundak Bernie berkedut. Ia menjilat bibirnya. "Davy, ini... kalau saja aku punya
pilihan... Kau tak tahu, Davy... Bernie Levy hanya menyalahkan diri sendiri, dan
Tuhan takkan mengampuni. Davy, Davy, kau tak mungkin tahu betapa aku sangat
menyesali ini." Anehnya, Dave nyaris ingin terbahak. Nyaris. "Ini akari lebih menyakitimu
daripada menyakitiku, hah" Itu yang hendak kaukatakan, Bernie?"
Bernie menghela napas dan mengerutkan bibir. "Selalu demikian dengan hal-hal
yang ganjil, Davy, selalu demikian dengan wisenheimer spritz" Tangan yang
memegang pistol itu kembali menegang.
Waktu lamban. Meskipun tidak mendidih, kopi itu cukup panas.
Rasanya butuh waktu berabad-abad untuk mencapai wajah Bernie, matanya yang
terbelalak lebar. Kopi itu membakar tepat ke dalam matanya. Bernie berteriak.
Dave menapak satu, dua, tiga langkah ke depan, tangan kirinya diturunkan dan
diluruskan. Makan waktu berjam-jam untuk melakukannya, berjalan menyongsong
moncong pistol Bernie yang goyah.
Ia menyapu lengan Bernie, berjingkat akibat rasa nyeri pada tangannya yang
terbalut. Ia menghunjamkan lutut ke selangkangan Bernie. Bernie mengeluarkan
suara seperti ban bocor. Pistol itu terlempar. Dave meraihnya di udara. Bernie
membungkuk ke depan, kepalanya sejajar dengan pinggang Dave. Dave
25mengayunkan gagang pistol itu ke belakang kepalanya. Keras-keras. Dua kali.
Bernie tergeletak diam di lantai. David Elliot berdiri di sebelahnya, napasnya
terengah-engah, menunggu jam mencocokkan diri kembali ke waktu normal, tapi yang
terpenting adalah memikirkan apa yang selanjutnya harus dikerjakannya.
Kehidupan dalam dunia bisnis bukanlah tanpa saat-saat tegang. Ada bajingan dan
pahlawan, kemenangan dan kekalahan, serta pertarungan ganas. Persahabatan
dijalin, dan kemudian diputuskan; kata-kata kasar saling dilontarkan; ada
persaingan yang pahit, dan bahkan kebencian terbuka. Bagaimanapun, konflik
antareksekutif berbentuk pertarungan politis, bukan fisik. Hanya di televisi,
dan hanya dalam acara-acara tayangan yang lebih konyol, ada orang-orang bisnis
mencabut pistol dan menodongkannya kepada yang lain.
Pikiran semacam itu, dalam bentuk yang sudah sangat diringkas, berkelebat dalam
benak David Elliot saat ia berusaha mengatur napas. Ia merenungkan beberapa
detik terakhir, namun tidak menemukan jejak apa pun mengapa bosnya, yang
dianggapnya sebagai sahabat, berniat memburunya dengan senapan terisi.
Kecuali ini semacam lelucon konyol.
Lelucon" Uh-oh... Perut Dave serasa luruh. Kemudian ia melirik pistol itu. Sepucuk baby Browning.
Bukan mainan. Juga tanpa gagang gading. Ia mengeluarkan magasinnya. Delapan
butir penuh. Ia menarik kembali pengokangnya. Sebutir peluru melompat dari
tempatnya 26 dan bergulir ke lantai. Ia memungutnya. Kaliber .25, ujung berlubang. Bukan
lelucon. Kalau begitu apa" Apa gerangan yang bisa mendorong Bernard Levy, yang dikenal
Dave sebagai eksekutif berperangai tenang seperti bawaan sejak lahir, untuk
menodongkan sepucuk pistol kepada salah satu karyawannya"
Tak ada apa pun. Tak ada alasan di dunia ini yang bisa menjelaskan hal itu. Pagi
hari sebelumnya, tak lama sebelum berangkat melihat-lihat akuisisi baru di Long
Island, Dave duduk di kantor Bernie dan membahas serangkaian laporan pemasaran
bersamanya. Pertemuan itu berjalan baik, hangat dan ramah, serta ditutup dengan
persetujuan Bernie atas rekomendasi-rekomendasi Dave.
Tak ada sepatah pun kata negatif. Bahkan tak ada tanda-tanda ke sana.
Hal lain sebelum itu" Tidak mungkin. Dave mengelola beberapa dari dua lusin
divisi Senterex. Ia mengelolanya dengan rapi, dan hasilnya selalu seperti yang
diharapkan. Tak ada sumber konflik di sana.
Bukan berarti ia dan Bernie selalu sepakat. Bernie seorang deal maker,
konglomerat besar dari aliran lama. Ia mulai dari jalanan kota Brooklyn sebagai
putra imigran. Tanpa aset selain keberanian, hidung yang tajam mencium peluang,
dan pengamatan yang tajam untuk meraih akuisisi yang menguntungkan, ia membangun
Senterex mulai dari permukaan tanah.
Dan Bernie masih melakukan akuisisi. Ia tidak tahan bila tidak melakukannya. Itu
adalah darah hidupnya. Ia suka mencari-cari perusahaan kecil kadang - ?27kadang sedikit menguntungkan, kadang-kadang tidak yang bisa dibelinya dengan
?harga murah dan kemudian dikembangkannya. Sebagian dipertahankannya sebagai
bagian dari portofolio Senterex. Sebagian dijualnya, tapi tak pernah dengan
harga rugi. Semuanya cocok dengan visinya mengenai sinergi finansial. Sekali-
sekali eksekutif lain di Senterex tidak setuju dengan sasaran akuisisi Bernie,
dan berdebat dengannya. Dave sendiri telah menentang keras keputusan Bernie
untuk membeli Lockyear Laboratories, dan bahkan menentang lebih keras lagi
penugasan yang diberikan Bernie untuk memikul tanggung jawab pengoperasiannya
sesudah transaksi itu selesai.
Tapi apakah itu alasan yang cukup kuat untuk membunuh seseorang" Tak mungkin
terjadi dalam sejuta tahun.
Mungkinkah itu karena sesuatu yang pribadi" Apakah Dave melakukan sesuatu di
luar kantor yang telah menghina Bernie, menistanya, melecehkannya, atau
mengkhianatinya" Tidak mungkin. Bernie menjalani hidup yang tenang, nyaris
sepenuhnya pribadi. Meskipun hubungan mereka lebih dari sekadar ramah-tamah,
pergaulan mereka sebagian besar terbatas di seputar lantai 45.
Kini Bernie hendak membunuhnya. Tanpa sepatah pun kata penjelasan. Cuma sepucuk
pistol, dan dengan pedih Bernie mengatakan, "Bernie Levy hanya menyalahkan diri
sendiri, dan Tuhan takkan mengampuni."
"Aduh, Bernie," Dave berbisik, meskipun hanya bicara pada diri sendiri, "kalau
kau ingin menembak, demi Tuhan tembaklah orang yang istimewa. Bukan orang biasa
seperti aku." 28 Biasa David Elliot tahu tentang dirinya sendiri, tahu tepat siapa dirinya, tahu?bahwa ia laki-laki biasa, berpegang teguh pada perkiraan biasa dari kehidupan
biasa. Memang, ketika masih kecil, tak lebih dari bocah di daerah pertanian
Indiana, ia menginginkan sesuatu yang lebih daripada yang seharusnya diinginkan
anak petani tindakan-tindakan gagah berani yang diganjar dengan medali dan nama
?besar. Namun dengan segera ia mengetahui bahwa hal-hal semacam itu didapat
dengan suatu harga. Maka sekarang, dan selama waktu yang sangat lama, ia
hanyalah orang biasa. Persetan, lebih daripada sekadar biasa, ia adalah
statistik. Bagaimanakah profil rata-rata eksekutif perusahaan besar dengan gaji
cukup tinggi" David P. (Perry) Elliot, itu saja. Dua perkawinan, satu kali
cerai, bukan jenis yang rajin beribadat, konservatif dalam hal keuangan dan
moderat dalam kehidupan sosial, secara etnis berdarah campuran, bertubuh bugar,
gemar football, mengantuk dengan bisbol, membaca lebih sedikit daripada yang
seharusnya, nonton televisi lebih banyak daripada yang semestinya, perkawinan
monogami yang membosankan dan sedikit terlalu sopan santun, sekali-sekali toh
merasa tergoda, bekerja rata-rata 56 jam seminggu, khawatir dengan keadaan
bursa, mengeluh tentang pajak, tidak berjudi, tidak memakai obat bius, dan tidak
menunggu pemeriksaan fisik tahunannya dengan gembira. Ia berlibur di tempat-
tempat biasa. Ia bergaul dengan teman-teman biasa. Ia berpegang pada tata cara
biasa. Selama 25 tahun, ia mengabdi pada sesuatu yang biasa dalam segala hal.
Dengan sikap positif ia memeluknya, tidak mengingin-29kan yang lain dari
kehidupan ini di luar segala yang biasa. Beginilah ia mendefinisikan kata
"baik". Sialan, ia cuma laki-laki biasa dan tidak lebih.
Jadi kenapa, Bernie, kenapa gerangan kau mencoba membunuhku"
David Elliot, laki-laki biasa, tidak bisa menyusun jawaban untuk pertanyaan itu.
Dave melihat arlojinya. Pukul 07.45 tepat. Dua menit. Waktu lamban sudah
berakhir. Disadarinya bahwa tindakan yang harus diambil, satu-satunya yang harus
dikerjakan, adalah mencari bantuan. Mungkin Bernie menderita serangan penyakit.
Mungkin kerusakan otak atau...
...atau apa saja, malaikat pelindungnya yang sinis menggeram. Itu tidak relevan.
Sobat, kau baru saja memukul direktur perusahaan yang terdaftar dalam Bursa New
York bernilai $8 miliar dengan pistol hingga tergeletak di karpet kantormu yang
mahal. Menurut definisi, kau sekarang menghadapi masalah yang di luar
kompetensimu sebagai businessman. Di samping itu, coba kukemukakan, kaupukul
Bernie cukup keras. Bagaimana bila dia bukan sekadar pingsan" Seperti, misalnya...
oh, persetan... Dave menjatuhkan pistol itu ke dalam saku jasnya. Ia melangkah keluar dari
kantornya, menarik napas dalam, dan mulai berlari menyusuri lorong panjang
berlapis karpet yang menghubungkan kantor sudutnya itu dengan bagian lain dari
suite eksekutif tersebut. Ia berharap ada salah satu rekan kerjanya yang datang
pagi. Atau salah satu sekretaris. Atau resepsionis. Atau siapa saja.
30 ?Ia sampai di tempat penerimaan tamu di ujung koridor. Dua laki-laki bermata
dingin sedang berdiri di sana, tepat di balik sudut. Begitu melihatnya, mereka
mulai memasukkan tangan ke balik jas mereka.
Jam David Elliot kembali melambat.
3. Dave memaksa wajahnya tersenyum. "Selamat pagi. Saya Pete Ashby. Ada yang bisa
saya bantu?" Dua laki-laki itu membeku diam. Mata yang bertubuh lebih jangkung menyipit,
mengamati wajah Dave. "Apakah kalian menunggu Dave Elliot" Dia biasanya yang pertama datang, tapi saya
baru saja berjalan melewati kantornya dan pintunya masih tertutup."
Dua laki-laki itu mengendur, tapi hanya sedikit. Tak satu pun lebih tinggi
daripada Dave, tapi keduanya, dengan standar apa pun, berperawakan
besar sungguh besar, jenis kekar yang mengingatkanmu pada atlet angkat berat,
?pegulat profesional, dan operator bor beton. Leher kemeja jadi wash 'n' wear
mereka sedikitnya berukuran 18. Jas mereka, yang satu cokelat dan satunya lagi
kelabu (dan Dave lihat, tidak semuanya terbuat dari serat alami), adalah model
longgar, yang lebih disukai pria berotot kekar meskipun tak satu pun dari jas
?mereka itu yang dijahit cukup longgar untuk menyamarkan siluet sarung pistol
yang tergantung di pundak mereka.
Mereka tak mengenalmu, Sobat. Kau beruntung. Mereka tak tahu bagaimana
tampangmu. Paling-paling mereka sudah pernah melihat foto, dan bukan
31foto yang sangat bagus. Tetaplah tenang, kau mungkin bisa lolos dari ini.
Yang lebih jangkung di antara dua orang itu, laki-laki berwajah persegi yang
rambut pendeknya sudah mulai beruban, berkata, "Tidak, Mr. Ashley..."
"Ashby, Pete Ashby. Saya wakil direktur bagian teknik."
"Maaf kalau begitu, Mr. Ashby. Saya dan rekan saya di sini hendak menemui Mr.
Levy." Dalam suaranya ada logat Appalachian Tennessee timur, North Carolina
?barat, terapat di pegunungan Amerika Utara. Banyak orang mengatakan aksen itu
merdu, tapi logat seperti itu membuat kulit Dave merinding.
"Kantor Bernie ada di ujung gang di sebelah kiri. Dia biasanya datang sekitar
saat ini. Perlu saya lihat dulu?"


Vertical Run Karya Joseph R. Garber di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si jangkung melirikkan matanya ke kiri. Inilah pertama kalinya mereka
meninggalkan wajah Dave. "Tak perlu. Katanya dia akan menemui kami di sini."
Dave merasakan keringat merembes dari telapak tangannya. Pintu-pintu ke tempat
penerimaan tamu eksekutif Senterex terkunci sampai pukul 08.30. Tak seorang pun
bisa masuk tanpa kunci. "Bisa saya ambilkan kopi atau lainnya untuk Anda, Mr....
ahh, rasanya saya belum menangkap nama Anda."
"John." Diam sejenak. Laki-laki itu tidak senang memberitahukan namanya.
"RanSome. Dan rekan kerja saya Mark Carlucci. Kami... akuntan. Kami ke sini untuk...
memeriksa laporan audit bersama Mr. Levy."
Benar. Cooper Lybrand memang merekrut pen-siunan pemain lineback NFL untuk
menyeimbangkan pembukuan kliennya. Akan tiba saat itu.
32 "Senang berjumpa dengan Anda." Dave memperhatikan tidak seorang pun dari mereka
mengulurkan tangan. "Sekarang bagaimana dengan kopinya" Biar saya ambilkan untuk
Anda sekalian. Di lantai ini kami semua punya mesin kopi sendiri. Kebanyakan
perusahaan punya dapur kecil atau..."
Tutup mulut, tutup mulut, tutup mulut. Kau meracau. Kau akan mengacaukan urusan.
"...yah, kopi saya sudah siap. Saya bisa..."
"Tidak, terima kasih, Mr. Ashey."
Itu percobaan keduamu, dasar kau bangsat licin.
"Ashby." "Maaf. Saya memang payah dengan nama-nama."
Pikiran Dave berpusar. Dua laki-laki ini pasti terlibat dengan apa yang telah
dilakukan Bernie atau tepatnya, yang ia coba lakukan beberapa menit ? ?sebelumnya. Tak ada penjelasan lain untuk kehadiran mereka di tempat penerimaan
tamu eksekutif pada waktu seperti ini. Tapi bagaimana keterlibatan mereka, dan
siapa mereka" Sarung pistol yang terpeta dari balik jas masing-masing
menjelaskan padanya... Apa" Apakah mereka polisi" Mafia" KGB" Dengan bajingan
macam apa Bernie melibatkan diri"
"Nah, saya harus bekerja. Bernie tentu akan ke sini setiap saat sekarang. Jadi
saya permisi..." "Tentu saja. Jangan sampai kami menahan Anda."
Tempat penerimaan tamu itu terletak di persimpangan empat koridor. Kantor Dave,
seperti kantor-kantor eksekutif divisi, terletak di ujung jauh koridor selatan.
Suite Bernie di sisi yang berseberangan, menempati sudut timur laut dan memiliki
pemandangan terindah. Kepala bagian lainnya keuangan, urusan
?33hukum, personalia, dan lain-lain menempati kantor-kantor di sebelah timur.
Sebuah lorong pendek menuju ke barat melalui pintu ganda dari kaca menuju ke
lift Dave membelok ke barat.
Salah, kau idiot, salah! Kau tadi bilang mesin kopimu ada di lantai ini. Kau
tadi bilang kau wakil direktur. Kau tak bisa pergi ke lift...
Ia tersentak menahan langkah. Dua laki-laki itu kini memandangnya. Ekspresi
mereka telah berubah. Dave mencoba mengimprovisasikan seulas senyum. Ia tidak berhasil. "Kalian tak
melihat tumpukan Wall Street Journal di samping lift" Mereka biasanya
meninggalkan koran itu tepat di luar pintu kaca." Alasan lemah, tapi pantas
dicoba. Laki-laki yang menyebut dirinya Ransome menggeleng pelan. Sorot matanya berubah
datar. Dave mengangguk, dan berbelok ke timur. Ia berjalan melintasi tempat penerimaan
tamu itu menuju ke koridor. Di tengah punggungnya serasa ada titik kecil yang
nyeri panas. Sudah 25 tahun ia tidak pernah merasakan hal seperti itu, tidak
sejak ia berpatroli di daerah Indian. Charlie ada di sini. Charlie bersenjata.
Oh, aduh, Charlie sekarang mengangkat senjata. Dia membidik. Dia menegangkan
jarinya. Hei, Bung, Charlie siap tersenyum....
Seluruh saraf di tubuhnya terbakar. Keringat mengucur dari keningnya dan menetes
ke pipi. Kerongkongannya terbakar akibat naiknya cairan lambung.
Di dalam koridor sekarang. Hampir lolos. Sepuluh detik lagi dan kau akan hilang
dari pandangan. Ia ingin berteriak dan berlari. Ia merasakan lututnya gemetar.
Degup jantungnya menulikan telinga. Tetap
34 tenang. Kau bisa, sama seperti yang kaulakukan dulu....
Enam meter darinya ada ceruk kecil pada koridor. Ceruk itu sebenarnya dibuat
untuk tempat mesin fotokopi yang tak pernah dipasang. Ketika melewatinya, Dave
mendengar suara Ransome yang lembut terseret di belakangnya. "Oh, Mr. Elliot,
ada satu hal." "Ya." Aduh sialan! 4. Dave melemparkan tubuhnya ke ceruk itu. Pundaknya menumbuk dinding dengan keras.
Empat lubang meletus menganga pada plester dinding. Serpihan-serpihan kecil
bercampur" debu kapur berhamburan di udara. Debu menyengat matanya. Ia meluncur
ke lantai, mencari-cari pistol Bernie di sakunya. Dua lubang lagi menganga.
Satu-satunya suara yang didengarnya adalah bunyi detak peluru merobek ke dalam
beton. Ransome dan Carlucci memakai alat peredam.
Ia melipat kakinya ke belakang, mencari pijakan pada dinding di belakangnya. Ia
menarik pengokang pistol kecil otomatis tersebut dan, sambil melepaskannya, ia
melemparkan diri ke depan ke koridor.
Carlucci baru saja memasuki lorong, satu langkah di depan Ransome, pistolnya
tersangga dengan dua belah tangan. Moncongnya terbidik tinggi, di atas tempat
Dave berbaring. Dave menembak dua kalv dan dua kali lagi. Carlucci berhenti.
Sebentuk karangan bunga, mawar darah, mekar di saku kemejanya. Mulutnya
ternganga. Ia berbisik, "Santa Maria, Bunda
35Allah, doakanlah...." Dave berguling kembali ke dalam ceruk itu.
Ransome, masih di tempat penerimaan tamu, melontarkan satu tembakan yang tak
terbidik baik, kemudian berkelit ke kiri dan hilang dari pandangan.
Dave memandang heran pada pistol kecil mengilat Salam genggamannya. Wah, wah,
malaikat pelindungnya berpendapat. Sama seperti naik sepeda, kan" Sekali kau
belajar bagaimana melakukannya, kau takkan pernah lupa.
Suara Ransome, rendah tapi bukan tak terdengar, datang dari tempat penerimaan
tamu. "Partridge, di sini Robin. Thrush tumbang. Aku menghadapi sasaran.
Kuulangi. Aku menghadapi sasaran."
Hebat, dia punya radio dan dia punya teman.
Ransome berhenti, mendengarkan jawaban yang tak dapat didengar Dave.
"Afirmatif untuk regu bersenjata, Partridge. Negatif untuk petugas medis, sudah
terlambat untuk itu. Negatif untuk penutupan gedung. Seharusnya ini pesta
pribadi. Kita pertahankan seperti itu." Ia berhenti lagi. "Untuk dicatat, 185
senti, 85 kilo, perawakan sedang dan sangat ramping. Rambut: cokelat muda, belah
kiri, potongan mahal. Tanpa bulu wajah. Mata cokelat. Tanpa kacamata, tanpa
ciri-ciri menonjol: Perhatikan itu. Tak ada tanda-tanda khusus kecuali balutan
kasa pada tangan kiri. Setelan ringan warna khaki, jas dua kancing, tanpa rompi.
Kemeja putih, dasi kuning berpola biru. Manset emas dengan hiasan batu onyx..."
Diam sedetik. "Onyx adalah batu akik hitam mengilat, Partridge. Astaga, dari
mana mereka menemukan kalian" Terus: pantofel hitam, polos, tanpa
36 jumbai atau hiasan. Jam tangan emas dipakai di tangan kiri. Cincin kawin di jari
manis. Satu hal lagi tambahkan 'bersenjata dan berbahaya' pada deskripsi itu." ?Ransome berhenti lagi, lalu menjawab, "Sekarang" Sekarang dia pongah seperti
negro berbekal pisau. Pikirnya dia mengendalikan situasi. Tapi tidak." Ransome
berhenti untuk yang terakhir kali, lalu berkata, "Tak jadi soal. Kita bisa
menunggu. Tak satu pun di antara kita boleh pergi ke mana pun. Roger, lantai 45,
afirmatif. Robin selesai."
Suara Ransome tenang, tanpa tanda-tanda emosi, dan aksen gunungnya membuat bulu
kuduk Dave berdiri. Jantungnya berdetak lebih cepat sekarang, dan napasnya
pendek-pendek. Suara itu, logat Appalachian terkutuk itu... begitu mirip suara
Sersan Michael Mullins... almarhum Sersan Mullins...
Sekarang bukan saat tepat untuk mengenang peristiwa lampau, Sobat. Sekarang saat
untuk berpikir. Berpikir cepat, dan berpikir...
"...tajam, Saudara-saudara." Instruktur latihan survival itu kolonel yang tegas,
berperawakan ramping dengan seragam yang terjahit sempurna. Ada sesuatu dalam
sikapnya, caranya berdiri, dan caranya bergerak, yang menyatakan kepada para
pendengarnya bahwa ia tahu pokok pengajarannya dari pengalamannya sendiri.
Kolonel itu tidak bicara tentang teori abstrak. Topik kuliahnya adalah
pengalaman pribadi yang didapatkan dengan mahal.
"Saudara-saudara, apakah kalian ingin tahu disebut apa orang yang panik
menghadapi tembakan" Akan saya beritahukan. Saudara-saudara, istilah teknis bagi
37orang yang panik dalam menghadapi tembakan adalah 'sasaran'. Prajurit macam
itu termasuk jenis prajurit yang sudah tercoret dari papan nilai pihak lawan
sebelum akhir ronde pertama. Dengan demikian, saat mendengar tembakan mendatangi
ke arah kalian, jangan panik. Jangan gentar. Jangan takut atau merasa terguncang
sedikit pun. Sebaliknya, kalian harus berpikir. Berpikir adalah satu-satunya
jalan keluar. Hanya logika dan penalaran yang akan menyelamatkan kalian. Dan.
apa dikatakan oleh logika dan penalaran, Saudara-saudara" Inilah yang
dikatakannya pada kita: bila orang menembakmu, satu-satunya tanggapan yang
rasional adalah dengan teguh dan tanpa keraguan buat musuh tak mampu
? ?menembakmu lagi. Saudara-saudara, tak ada alternatif lain yang bisa diterima
sebagai ganti tindakan ini."
Secara mental Dave mengingat kembali tata letak lantai 45 itu. Koridor tempat ia
terperangkap ini menuju ke timur, melewati setengah lusin kantor lain bilik-
?bilik yang dihuni para pembantu dan asisten kader eksekutif. Di ujung jauh
koridor itu ber-simpangan dengan koridor lain koridor yang melingkari garis
?keliling gedung itu* Disitulah para eksekutif tinggal.
Satu hal lain. Pintu keluar darurat saat kebakaran. Ada tiga jalan keluar
darurat itu, pintu-pintu baja berat yang terbuka ke tangga. Salah satunya...
terletak di koridor ini... di mana" Terpisah sekitar delapan meter, pikirnya. Bila
Ransome sehebat yang diperkirakannya, Dave tentu akan mati jauh sebelum mencapai
pintu tersebut. 38 Tapi, bagaimanapun kau toh akan mati juga, kan" Tadi Ransome mengatakan sesuatu
tentang regu bersenjata. Mungkin mereka di lobi, sekali jalan dengan lift.
Waktunya mendesak, Sobat, kau mungkin punya tiga menit, mungkin empat untuk
menghirup napas yang tersisa.
Dave meringis mendengar cemooh suara dalam pikirannya. Ransome, pikirnya. Satu-
satunya jalan keluar adalah melalui Ransome. Sambil menangkupkan tangan ke
mulutnya Dave berseru, "Hei, Ransome."
"Ya, Mr. Elliot. Bagaimana aku bisa membantumu?" Nada bicara Ransome netral,
datar. Bisa dikata dia terdengar santai.
"Aku menyesal mengenai temanmu Carlucci."
"Jangan khawatir. Aku hampir tak kenal orang itu."
"Bagus. Di samping itu, kupikir harus kauakui itu kesalahanmu."
"Benarkah begitu, kenapa?" Sedikit pun Ransome tidak terdengar tertarik.
"Kau seniornya. Di samping itu, kau seharusnya tahu kalau aku lolos melewati
Bernie, hampir pasti aku tentu membawa senjatanya."
Sesaat mereka diam sebelum Ransome menjawab, "Pendapatmu diterima." Suaranya
sepenuhnya tetap tidak emosional.
Ah, gagasan itu takkan berhasil. Kau takkan berhasil membuatnya kehilangan
ketenangan. Omong-omong, aku berani bertaruh regu bersenjata itu sudah ada di
lift sekarang. (Berpikirlah, Saudara-saudara. Berpikirlah cepat, dan berpikirlah tajam.)
39Dave memandang sekeliling ceruk tersebut. Ceruk itu dalamnya hanya sekitar
semeter dengan dinding-dinding seperti yang ada di dalam suite eksekutif,
dilapisi dengan wallpaper kaku, putih kekuningan. Pada enam tempat, lapisan itu
tercungkil berlubang, tak rata, dan memperlihatkan tempat-tempat kosong di
belakangnya. Tak ada yang bisa dilihat selain kotak merah kecil bertanda
ALARM FIRE.?Sambil mengulurkan tangan kirinya yang terbalut, Dave mengentakkan kotak alarm
kebakaran itu hingga terbuka dan menarik tuasnya. Raung sirene melengking dalam
lorong-lorong itu. Terdengar seperti gergaji bundar beradu dengan lembaran
logam, dan bunyi itu membuat tambalan gigi Dave ngilu.
Ransome memperkeras suara mengatasi lengkingan itu. "Tidak bagus, Mr. Elliot.
Kami akan mengumumkannya sebagai kekeliruan alarm."
Dave balas berteriak, "Pikirkanlah, Ransome."
"Apa yang kau... Ah! Bagus sekali, Mr. Elliot. Kau sudah menghentikan lift-lift
itu, kan" Menurut peraturan, lift-lift itu secara otomatis akan kembali ke
lantai dasar saat alarm berbunyi. Itu benar-benar hebat, bagus luar biasa."
"Terima kasih."
"Selamat, kau baru saja berhasil mengulur waktu yang tadinya kukira tak
kaumiliki. Tapi percayalah, orang-orangku akan pakai tangga."
Ransome rasanya bungkam. Tidak... tidak bungkam. Dave bisa mendengar suaranya,
tertindih bunyi alarm. Ia mungkin sedang bicara di radio menjelaskan situasi
itu. Uh-uh. Tidak bagus. Kau tak ingin dia bicara de -
40 ngan anak buahnya, kau ingin dia bicara denganmu.
"Ransome!" "Ya, Mr. Elliot." Ketika Ransome menjawab, alarm itu berhenti. Lenyapnya bunyi
itu membuat Dave terlonjak.
(Jangan panik. Jangan gentar.)
"Apa Ransome namamu yang sebenarnya?"
"Bukan." "Bagaimana dengan John?" "Bukan."
"Maukah kau mengatakan padaku siapa namamu?" "Tidak."
"Keberatan kalau aku terus memanggilmu Ransome" Atau kau lebih suka John?"
Ransome memikirkannya. "Ransome lebih bagus."
"Oke, Ransome namamu. Mr. Ransome, aku ingin minta tolong."
"Silakan." "Ceritakan padaku mengapa kau ada di sini. Maksudku, apa sebenarnya semua ini?"
"Maaf, tak bisa mengatakannya. Yang dapat kukatakan hanya tak ada sesuatu yang
pribadi. Harap kau bisa menerimanya."
(Kau harus berpikir. Berpikir adalah satu-satunya jalan keluar.)
Dave membiarkan nada pahit merayap dalam suaranya. "Terima kasih banyak. Lalu
mengapa kau tak dapat mengatakannya padaku" Ada apa, bukankah aku perlu tahu?"
"Sesuatu seperti itulah."
Ia mengendus-endus umpan. Sekarang coba merengek-rengek sedikit.
41"Baiklah kalau begitu. Apa saja pilihanku" Tak bisakah kita membuat
kesepakatan atau entah apa?"
"Aku khawatir tak bisa, Mr. Elliot. Hanya ada satu jalan untuk mengakhiri urusan
ini. Pilihan terbaik yang bisa kutawarkan hanyalah membuatnya mudah untukmu.
Renungkan pengalaman militermu; kau akan mengerti apa yang kumaksud."
Dave menggigit bibirnya. Apa yang diketahui orang ini mengenai catatan
militernya" Dan berani-beraninya dia mengungkitnya"
"Apa yang kaubicarakan?"
Suara Ransome menghangat. Perubahan nada suara itu nyaris tak terasa, tapi ada.
"Tadi malam aku membaca berkas 201-mu."
Baru tadi malam" Apa yang..."
Ransome meneruskan, "Ternyata kita belajar di sekolah yang sama serta mengikuti
pelajaran-pelajaran yang sama, kau dan aku. Akademi Paman Ho dalam urusan sopan
santun elegan. Kau ' R.O.T.C. Aku keajaiban 90 hari. Tidak penting bagaimana
kita sampai ke sana. Yang penting, meskipun aku di sana sebelum kau, kita dalam
unit yang sama, dan tempat yang sama, dan masuk ke neraka dahsyat yang sama.
Kita bahkan melapor pada CO...." *
"Mamba Jack," kata Dave tanpa pikir. Ini jelek, sangat jelek.
"Ya, Kolonel Kreuter. Aku termasuk dalam regunya, sama seperti kau. Dan Jack
cuma memakai satu jenis orang jenis seperti aku, seperti kau. Orang macam ?itulah."
Dave memaksakan diri tertawa. "Ransome, apakah kau mencoba mengatakan bahwa
menurutmu aku semacam lawan tangguh?"
42 "Kau tahu itu, Sobat. Mereka takkan memberikan baret hijau padamu kecuali kau
salah satu dari itu. Dulu kau memakainya. Aku memakainya. Kita adalah kita."
Dave tak ingin mendengar ini. "Mungkin. Tapi aku sudah lama jadi orang lain
sekarang." "Kurasa tidak. Sekali kau jadi salah satu di antara kita, kau selalu salah satu
di antara kita." Logat pegunungan Ransome terdengar bersemangat sekarang, dan ia
bicara dengan kebanggaan prajurit. "Ini seperti jadi komunis atau Katolik. Kau
tak bisa berhenti. Tak sepenuhnya. Coba pikirkan kau masih punya semua
?kecepatan gerakan; kau masih profesional. Kalau kau tak percaya, coba saja tanya
Carlucci." "Aku beruntung."
"Kurasa tidak."
(Hanya logika dan akal sehat yang akan menyelamatkanmu.)
Dave menaikkan nada suaranya, bicara lebih cepat dan dengan kegelisahan yang
diperhitungkan. "Oke, oke. apa maksudmu?"
"Maksudku sangat sederhana. Kau menjalani tugas dengan kehormatan, setidaknya


Vertical Run Karya Joseph R. Garber di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hingga terakhir..." Dave membentak, "Beberapa orang akan bilang itulah satu-satunya bagian
terhormat." "Ya," kata Ransome dengan suara terseret, "tapi kita berdua tahu orang macam apa
mereka. Tapi yang kumaksud adalah kau dulu memakai warna yang sama, menjalankan
tugas, dan mengabdi bersama yang terbaik."
"Jadi?" "Jadi, itu menambah nilaimu dalam catatanku." Dave meninggikan suaranya. "Apa?"
Ia terdengar hampir menjerit.
43"Satu pertolongan. Hanya satu. Pertama, lemparkan pistol kecil mainan itu.
Lalu kau keluar dan mengambil posisi. Kau ingat posisi itu, kan" Berlutut,
tangan di bawah pantat. Tundukkan kepalamu, dan aku akan menangani sisanya.
Tidak bertele-tele, tidak ruwet. Itulah penawaran terbaik yang bisa kuberikan
padamu, Mr. Elliot. Bersih, cepat, dan tanpa rasa sakit. Kalau tidak yah,
?persetan, Bung, kita akan melewatkan pagi yang porak-poranda di sini."
"Ya Tuhan!" Dave membuat kata itu terdengar seperti cicit ketakutan. Ia ingin
terdengar nyaris histeris, tapi belum benar-benar demikian. "Itukah tawaran
terbaikmu" Astaga!"
"Pikirkanlah. Masalahnya bisa lebih buruk." (Dan apa yang dikatakan logika dan
akal sehat pada kita, Saudara-saudara")
Dave menanggalkan jasnya dan menghitung sampai lima puluh. "Uh...," ia mengerang.
"Ayolah, Mr. Elliot, pakailah akal sehat. Buatlah urusan ini mudah untukmu
sendiri." "Kau tak bisa... maksudku, tak bisakah kita... ahh, merundingkan urusan ini" Kalau
saja kauberitahukan apa masalahnya..."
Jangan terlalu berlebihan. Dia akan curiga.
"Coba saja bisa kukatakan, tapi tak bisa. Dengar, Mr. Elliot, dulu kau dan aku
menjalankan tugas yang sama. Ingat bagaimana keadaannya" Nah, aku menyesal
mengatakan begitulah keadaannya sekarang. Jadi, ayolah, Mr. Elliot, kita berdua
tahu bagaimana urusan ini diselesaikan, sama seperti kita ketahui juga tak ada
cara lain. Hadapilah kenyataan, Sobat: makin lama kau menunggu, makin parah
keadaannya. 44 Ayo, Mr. Elliot, kuminta bukankah kau lebih suka penyelesaiannya lebih mudah ?bagimu?" Suara Ransome lembut, simpatik, mendorong.
(Satu-satunya tanggapan yang rasional adalah membuat musuh tidak mampu
menembakmu.) "Uh... maksudku... uh... Tapi tak bisakah kita... uh..." Dave menarik lengannya, bersiap
melakukan lemparan keras, dan melontarkan jasnya yang sudah tergulung ke tengah
koridor. Hujan peluru tanpa bunyi mencabik-cabiknya jadi pita saat jas itu masih
berada di udara. Dave tersenyum, dalam hati menghitung berapa kali Ransome melepaskan tembakan.
Suara dalam benaknya, malaikat pelindungnya, mengejek dengan suara cempreng
Donal Bebek, Tentu saja kau tahu ini artinya perang....
5. Dulu ia tidak membenci perang. Dua puluh lima tahun yang lalu tak sedikit pun ia
membencinya. Orang lain memang benci. Tapi Dave Elliot tidak. Dave Elliot cukup
menikmatinya atau setidaknya menyukainya sampai ia menyadari bagaimana perang
?sedang mengubahnya. Ia terutama menikmatinya saat musuhnya hebat. Makin cakap mereka, makin
senanglah dia. Ada sesuatu yang menggairahkan mengetahui lawanmu adalah
profesional-profesional yang cerdik dan tangguh, sehingga membuat... membuat
pertempuran itu... nyaris menyenangkan.
"Ransome, kuanggap itu isyarat yang tak bersahabat."
45"Aku mengerti perspektifmu, Mr. Elliot, tapi coba lihat situasinya dari sudut
pandangku. Aku sekadar berusaha mengerjakan tugasku di sini." Sedikit pun tak
ada tanda penyesalan dalam suara Ransome.
Ayolah, Ransome, lakukan. Ayo, Ransome, ayo. Kau tahu kau harus melakukannya.
Jantung Dave berdegup menggeledek. Ia memaksa diri mengambil napas panjang-
panjang, dalam-dalam, hiperventilasi, menjaga tingkat adrenalinnya tetap tinggi, mendorong diri bersiap melakukan apa yang akan
dilakukannya. Kuatkan semangat, kuatkan semangat, kuatkan semangat! Itulah yang
selalu diteriakkan Mamba Jack sebelum timah panas mulai beterbangan. Kuatkan
semangat! Ya! "Tadi kupikir kita sesama rekan dalam pasukan."
"Aku ingin kau tahu bahwa aku sungguh-sungguh jujur mengenai hal itu, Mr.
Elliot." Dengarkan. Bersiaplah. Otot-otot kaki Dave menggelenyar. Wajahnya merah membara
penuh harap. Dengan obsesif ia menggosokkan ibu jarinya dengan telunjuk maju-
mundur cepat. "Kau tahu aku takkan percaya lagi apa yang kaukatakan."
"Aku bisa menghargai itu."
Setiap detik sekarang. Setiap detik...
Suara itu sangat samar. Cuma klik kecil bunyi yang ditimbulkan oleh magasin ?dikeluarkan dari gagang pistol, Dave berdoa. ' Pasti itu. Kalau tidak, kau akan
mati. Ia menarik keras tuas alarm kebakaran, memakainya untuk menarik tubuh berdiri.
Sirene meraung, mengisi 46 jerong itu dengan lengking memekakkan. Dave berputar keluar dari ceruk,
meregangkan kaki, melemparkan sikunya, berlari ke depan sekeras-kerasnya dan
secepat-cepatnya, berlari seperti yang dilakukannya setiap pagi tapi lebih
cepat, bila para dewa memutuskan tersenyum pada Dave Elliot, berlari ke tempat
laki-laki yang menyebut dirinya John Ransome sedang membungkuk dengan pistol
yang untuk sementara itu kosong.
Dan ternyata dewa-dewa itu benar-benar tersenyum. Ransome sedang tiarap di
lantai tempat penerimaan tamu, kepala dan pundaknya menyudut ke dalam lorong
dalam gaya tiarap klasik untuk penembak. Sebuah magasin kosong tergeletak di
bawah dagunya. Ia kehilangan keseimbangan, berguling ke samping untuk mengisi
kembali senjatanya. Ketika menerjang-maju, Dave melihat kemarahan terlintas pada
wajah Ransome. Laki-laki itu tahu ia telah terkecoh.
Well, terima kasih, Mr. Ransome. Kau sungguh baik mau berbaring dalam posisi
seperti itu sempurna untuk latihan menembak sasaran, tapi kurang menguntungkan
?dari segi mobilitas. Ransome beringsut mundur, mengangkat tangannya berusaha membela diri. Dave
terpisah satu setengah meter. Ransome menarik tubuh hingga merangkak; mulai
hendak berdiri. Ini terlalu dekat. Terlalu dekat. Ia akan terpaksa memakai pistol Bernie, dan ia
tidak ingin melakukannya kecuali terpaksa. Dan dia harus melakukannya kecuali...
Ada satu hal, para instrukturnya di Fort Bragg memberitahu, satu hal yang sama
sekali, selamanya tak 47boleh kaulakukan dalam pertarungan tangan kosong, menendang lawanmu. Lupakan
segala yang pernah kausaksikan atau kaudengar atau kaubaca tentang karate, judo,
kung-fu. Lupakan Batman dan lupakan Bruce Lee dalam film seri TV Green Hornet.
Itu produk Hollywood, bukan dunia nyata. Dalam dunia nyata, ada dua puluh hal
berbeda yang bisa dilakukan lawan bila kaurnengangkat kaki ke udara, dan
sembilan belas di antaranya akan membuatmu mati. Jangan pernah menendang! Dulu
para sersan pelatih itu meneriakkannya berkali-kali. Jangan pernah menendang!
Ia menendang wajah Ransome.
Sekolah yang sama dan pelajaran yang sama" Itukah yang kaukatakan, Mr. Ransome"
Kalau begitu, kau tentu tak menduga gerakan itu, kan"
Tumit Dave menghunjam telak di bawah pipi kiri Ransome, menyentakkan kepalanya
ke belakang dan memutarnya terjungkal, telentang dengan perut di atas. Dave
melipat siku kanannya menjadi seperti tombak, menerjang ke depan, menusuk keras
ke ulu hati Ransome. Wajah Ransome jadi putih pucat. Dave menarik kembali
lengannya, meratakan telapaknya, mengarahkan pukulan mematikan ke ujung dagu
Ransome. Ia tak pernah melepaskan pukulan itu. Wajah Ransome mengendur, dan matanya
terpejam. Dave melintangkan lengan kanannya pada leher Ransome dengan kekuatan mencekik.
Ransome tak bergerak. Dave membuka kelopak mata kanan Ransome. Hanya putihnya
yang terlihat. Kebanyakan orang bisa memutar bola mata mereka ke belakang.
Seseorang yang terlatih bisa pura-pura pingsan secara
48 meyakinkan. Dave menjentikkan jari ke putih mata Ransome. Tak ada gerakan
sedikit pun. Tak ada orang yang bisa pura-pura. Ransome tak sadarkan diri.
Dave Elliot ingin merokok lebih dari yang lainnya di dunia ini.
Menurut isi dompetnya, John Michael Ransome adalah wakil direktur pada
perusahaan bernama The Specialist Consulting Group. Almarhum Mark Carlucci
adalah associate senior pada organisasi yang sama. Tak satu pun dari kartu nama
dua laki-laki itu mencantumkan alamat, hanya nomor telepon: kode wilayah 703 ?Virginia. Juga tidak ada alamat rumah pada SIM mereka, cuma nomor kotak
pos nomor kotak pos yang sama untuk Ransome maupun Carlucci.
?Sekarang ada kebetulan kecil untukmu. Suara dalam benak Dave terdengar sedikit
puas, setidaknya untuk sementara ini.
"Sparrow, di sini Partridge. Lapor." Radio Carlucci model mini, hitam, dan tidak
mencantumkan cap atau tanda dari pabrik pembuatnya. Carlucci menjepitkannya di
sabuk. Sekarang Dave memakainya di sabuknya sendiri.
"Roger. Di sini Sparrow. Ada banyak sekali tangga di gedung ini."
"Di mana kau dan kapan perkiraan waktu kedatanganmu?"
"Kami di lantai 34 tangga selatan, dan orang-orang ini butuh istirahat. Beri
kami tiga, Partridge."
"Apakah tiga menit lagi bisa kauterima, Robin?"
Dave menjawab, mencoba menirukan logat Appalachian Ransome yang terseret lembut,
"Afirmatif." 49"Roger. Kami istirahat, Sparrow. Partridge out." Wah.
Dave mundur meninggalkan Ransome. Meskipun laki-laki itu pingsan dan terikat
dengan sabuknya sendiri, Dave tidak ingin melepaskan pandangan darinya tidak
?pula dari pistol aneh yang diambilnya dari tangan almarhum Mark Carlucci.
Kau harus pikirkan baja penembak itu.
Nanti. Tidak sekarang. Ia mengangkat telepon di meja resepsionis, menekan nomor 9 untuk sambungan
keluar, dan menekan nomor pada kartu nama Ransome. Jeda sejenak sementara
telepon itu disambungkan. Pesawat di ujung seberang berdering satu kali sebelum
suara mekanis menjawab, "Masukkan sandi otorisasi Anda."
"Halo, saya mau bicara dengan sekretaris Mr. Ransome."
"Masukkan sandi otorisasi sekarang." Itu suara operator telepon robot yang
dikendalikan komputer. Dave menekan beberapa tombol telepon, memasukkan nomor
acak. "Akses ditolak." Klik.
Dave mengangkat bahu. Kalau hendak mendapatkan jawaban, ia tentu harus
mendapatkannya dari tempat lain. Sementara itu...
Ia melangkah kembali ke tempat Ransome terbaring. Laki-laki itu masih tak
sadarkan diri. Sekalipun seandainya ia sadar, Dave sangsi ia akan mengatakan
sesuatu kepadanya. Ransome bukanlah jenis orang yang bisa dengan mudah dipaksa
bicara. Tentu butuh interogasi berjam-jam interogasi gaya MACV-SOG untuk ? ?meruntuhkannya.
Dave hendak menjatuhkan dompet Ransome ke
50 dada laki-laki itu. Ia berhenti, mengernyit, dan membukanya. Dihitungnya uang di
dalam dompet tersebut. Delapan puluh tiga dolar. Ia sama sekali tidak suka
melakukan ini. Ah, lakukanlah. Berapa kali mereka bisa menggantungmu"
Kalau benar ia dalam masalah sebesar yang diperkirakannya apa definisi yang
?lebih baik dari masalah selain menghadapi regu penembak berperangai buruk" maka
?ia akan membutuhkan uang tunai. Memakai kartu kredit sama saja dengan bunuh
diri. Setiap transaksi kartu kredit di Amerika dicatat secara elektronis.
Belilah sesuatu di sebuah toko, dan pelayan toko itu akan menggosokkan kartumu
pada salah satu terminal kecil Verifone abu-abu itu untuk memasukkan data
pembelianmu ke komputer di tempat jauh. Kotak Verifone itu secara otomatis
mencatat identitas penjual yang memasukkan transaksi tersebut. Kalau seseorang
ingin tahu kau berada di mana tepatnya di mana yang harus mereka lakukan
? ?hanyalah meneliti beberapa komputer. Dan bila kau cukup tolol untuk memakai
mesin ATM, pekerjaan itu akan lebih mudah lagi.
Dave melipat uang Ransome dua kali, dan memasukkannya ke saku celana. Kemudian
ia mengosongkan dompet Carlucci. Enam puluh tujuh dolar. Ia tahu seharusnya ia
menguras saku Bernie Levy juga, tapi sudah terlambat melakukannya sekarang. Ia
sudah kembali ke kantornya mempersiapkan kejutan kecil untuk regu bersenjata
Ransome. Bukan gagasan bagus masuk ke sana lagi.
Sebagai gantinya ia berjalan ke pintu darurat di sebelah barat, dan masuk ke'
ruang tangga. Bila 51beruntung, ia akan mendapatkan pertolongan hanya tiga lantai dari sana.
6. Tangga darurat setiap gedung perkantoran pencakar langit pasti punya. Biasanya
?terbuat dari beton tapi kadang-kadang baja. Semuanya tergantung pada peraturan
pembangunan gedung itu. Tangga Dave terbuat dari beton.
Lubang tempat tangga itu mengingatkannya pada film tentang penjara Cagney and ?Raft sekitar 1939. Dinding-dindingnya tanpa tanda apa-apa, seragam, kelabu.
Nuansa monoton dingin itu hanya disela dengan pipa-pipa berisolasi dan, setiap
lima lantai, dengan kotak enamel merah berisi slang darurat untuk menghadapi
kebakaran. Anak tangga itu sendiri cukup lebar bagi tiga orang berjalan berdampingan;
melingkar-lingkar dari puncak gedung hingga lantai dasar, cukup sempurna bentuk
geometrisnya, spiral dari semen. Pada tiap lantai dan tiap setengah lantai ada
platform beton 2 kali 3,5 meter. Lima puluh lantai, seratus platform, dan dua
belas anak tangga yang menghubungkan tiap platform satu ke yang berikutnya. Sama
sekali tak ada tanda-tanda selain pelat logam yang menyebutkan nomor lantai.
Pada setiap platform, tangga itu membelok 180 derajat. Dua belas anak tangga
naik, belok. Dua belas anak tangga, belok. Dua belas anak tangga, belok. Kalau
lari terlalu cepat, kau akan pusing.
Pusing... Kalau punya masalah dengan ketinggian,
52 kau tentu tak ingin melihat ke balik susuran dan ke bawah lubang itu.
Dave menggigit bibir. Celah antara tangga yang melilit seperti spiral itu cukup
lebar untuk satu orang. Bila ingin cara mudah untuk mengakhiri semua ini, kau
tak perlu berbuat apa-apa selain melangkah ke pintu darurat, melintasi platform,
melangkahi susuran besi yang dingin, dan...
Hei, bukankah suasana hati kita gedang ceria pagi ini"
Lima lantai teratas gedung itu menampung kantor Howe & Hummel, penasihat hukum.
Harry Halliwel, partner senior di sana dan pengacara Dave, menghuni kantor sudut
yang luas di lantai 48. Seperti Dave, Harry suka bangun pagi dan setia lari
pagi. Mereka sering kali tiba di persimpangan Fiftieth dan Park Avenue
bersamaan. Harry berlari ke utara dari rumahnya di Murray Hill, Dave datang dari
arah yang berlawanan. la menganggap Harry bukan saja sebagai pengacaranya, tetapi juga sebagai
sahabatnya. Lima tahun sebelumnya, ketika Dave dan Helen menikah, Harry menjadi
best man dan istrinya, Susan, menjadi matron of honor. Sedikitnya sekali
sebulan, dan kadang-kadang lebih sering, dua pasangan itu pergi bersama malam
hari ke kota. Suatu ketika mereka pernah berlibur ke Hawaii bersama, meskipun
Harry menghabiskan sebagian besar waktunya di pantai dengan telepon seluler
tertempel di telinga. Bila ada yang bisa menolong Dave sekarang. Harry-lah orangnya. Dengan otak
cerdas dan cara 53bicara lembut merayu, Harry Halliwell adalah pengacaranya pengacara. Lebih
dari itu, ia salah satu orang langka dengan integritas yang tidak dipertanya kan
lagi serta oleh para politisi dan pimpinan perusahaan disebut sebagai "pialang
jujur". Ia sering diundang untuk menyelesaikan konflik antara serikat buruh dan
manajemen, antara kalangan bisnis dan pemerintah, bahkan kadang-kadang
antarnegara. Tak peduli betapa ruwet perselisihannya. Harry selalu berhasil
menegosiasikan kompromi yang dirasa adil oleh kedua belah pihak.
Harry rasanya kenal semua orang, dan semua orang rasanya kenal dia. Kliennya
bervariasi mulai dari nama-nama raksasa dalam Forbes 400 sampai bos-bos Mafia.
Tak ada masalah yang tak dapat ditangani Harry Halliwell.
Termasuk, mudah-mudahan, membantu klien yang tiba-tiba saja kepalanya jadi
buruan pembunuh bayaran. Dave berlari naik, dua atau tiga anak tangga sekaligus, berlari seperti yang
dilakukannya seumur hidup, dan dengan sempurna. Ketika ia sampai di lantai. 48,
napasnya bahkan tidak terengah-engah.
Ia mendorong pintu darurat. Tidak bergerak.
Ia mengentakkan pegangannya. Terkunci. Alarm kebakaran seharusnya membuka kunci
semua pintu di gedung itu secara otomatis. Tentu ada yang tidak beres, atau
mungkin anak buah Ransome tahu bagaimana menangani pekerjaan mereka.
Pintu darurat hanya terbuka satu arah. Pintu-pintu itu terbuka dari dalam, tapi
terkunci dari luar. 54 Di kota ini terlalu banyak orang sinting yang akan melakukan sebaliknya.


Vertical Run Karya Joseph R. Garber di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bukan masalah. Dave mungkin tidak bisa memakai Kartu Platinum American Express-
nya untuk membeli cara melepaskan diri dari kesulitan, tapi bukan berarti sama
sekali tidak bisa memakainya. Instrukturnya bukan pelatih dari Special Forces ?di Fort Bragg, tetapi yang lain, yang tak pernah menyebut nama belakang
mereka pernah mengajarkan, di antara berbagai keterampilan haram lain, cara
?membuka kunci tanpa anak kunci.
Gerendel itu berdetak. Pintu darurat itu terempas membuka.
Beberapa saat kemudian ia sudah berada di luar kantor Harry. Pintu Harry terbuka
sedikit. Lampu-lampunya menyala. Ia bisa mendengar suara Harry berbicara pelan
di telepon. Dave mengetuk pintu dan kemudian masuk. Harry sedang duduk berselonjor di
kursinya, masih dengan pakaian lari. Kakinya diletakkan di atas meja Parsons
yang penuh barang dan goresan, yang dipakainya sebagai meja kerja. Di
belakangnya, rak-rak buku penuh dengan kertas-kertas lepas, bundel dokumen, dan
koleksi segala macam benda tetek-bengek yang dikumpulkan selama tiga puluh tahun
kariernya. Sang pengacara mengangkat muka memandang Dave, mengangkat alis sebelah, dan
berbicara di telepon. "Ya. Ya. Aku mengerti. Sungguh. Jangan khawatir. Kongres
takkan menyelidiki. Aku sudah bicara dengan Bob, dan menurutku kita bisa
menemukan titik kesepakatan. Tidak, kurasa tidak. Sungguh. Benar. Nah, sekarang
aku ada janji lain yang harus
55kutangani. Tentu. Oh, dan maaf aku tak bisa menghadiri ulang tahun Chelsea.
Aku yakin dia menerima hadiahku. Bagus. Tentu saja. Jangan terlalu dipikirkan.
Ya, selamat pagi." Harry menghela napas sambil meletakkan gagang telepon ke tempatnya. "Ya ampun."
Pertama ia mengernyit, lalu memandang sambil tersenyum. "Sudah tiba bulan yang
sama. Sidang penentuan anggaran. Orang tentu menyangka bahwa sesudah dua ratus
tahun bekerja, pihak eksekutif dan legislatif tentu sudah belajar bagaimana
mencapai kesepakatan." Ia menunjuk poci perak Tiffany. "Kopi, David?"
"Terima kasih. Aku membutuhkannya."
"Duduklah, dan ceritakan padaku apa yang membawamu ke kantorku sepagi ini."
Harry mengangkat poci itu. Ia mengamatinya dan meringis.
Dave menarik kursi. Ia mencoba menyusun cara yang cocok untuk menuturkan apa
yang harus dikatakannya. Ia tidak bisa melakukannya. Sebaliknya, ia berkata
tanpa pikir, "Harry, ini memang gila, tapi Bernie baru saja mencoba membunuhku."
Alis Halliwell terangkat lagi. Ia mengangkat tutup poci dan mengintip ke
dalamnya. "Kau tentu bercanda."
"Sama sekali tidak. Dan dia tak sendiri. Ada dua orang lain pembunuh, Harry."?Harry mengguncang poci kopi itu dan mengernyit. "Hmmf. Rasanya aku menghabiskan
poci ini kurang dari setengah jam. Minum kopi sebanyak ini tak bagus untuk
jantung. Pembunuh, katamu" Mereka tentunya tidak begitu mahir, kan" Tidak kalau
kau..." Ia berhenti, mengacungkan poci itu dan mengamati wajah Dave.
Dave mengangguk. "Ini bukan lelucon, Harry. Sudah
56 ada satu mayat di lantai 45. Mungkin dua. Aku dalam kesulitan."
Harry menarik kakinya dari meja. Ia berdiri dan berbisil^ "Kau serius, ya?"
Dave mengangguk lagi. "Bagaimana kau, ahh, bisa... well.."
"Nasib baik, Harry. Refleks lama dan keberuntungan. Dan seandainya tak sebugar
sekarang, kurasa aku sudah mati."
Alis Harry mencapai puncak ketinggian, bertahan di sana beberapa detik, lalu
jatuh mengernyit. "Uh... well. Wah, wah, wah..."
"Aku butuh pertolongan."
Harry melontarkan senyum profesionalnya yang sangat terlatih dan membuat
kliennya merasa lebih lega. "Dan kau akan mendapatkannya. Tapi pertama-tama kau
akan mendapat kopi. Seperti aku juga." Ia keluar dari balik meja kerjanya. "Apa
pun... well... masalah ini, Dave, aku yakin ini tentu menuntut konsumsi kafein lebih
banyak dari yang kita perlukan. Aku akan ambil kopi lagi."
Sambil berkata demikian, ia berjalan melewati Dave dan menuju ke pintu. Dave
tidak menghitung waktu dengan tepat untuk tindakan berikutnya. Seandainya
melakukannya, ia tentu tidak melihat kilatan perak berat dari sudut mata Harry.
Mendadak Dave miring ke kiri. Poci k"pi menghantam sandaran kursi, meleset hanya
seinci dari tengkoraknya. Poci itu lepas dari tangan Harry dan menggelinding di
atas karpet. "Harry! Ada apa...?" Dave sudah berdiri. Dengan wajah berubah dan merah, Harry
mundur ke pintu. "Kau sudah mati, Elliot! Mati!"
57Dave tertegun, mulutnya ternganga. Rasa asam dan dingin mengaduk isi perutnya.
"Harry..." Tapi Harry berbalik dan lari.
7. Sampai sejauh ini, ia bertindak mengandalkan intuisi dan banyak keberuntungan.
Kini ia butuh rencana. Ransome orang profesional, begitu pula anak buahnya. Akan ada orang di lobi
mengawasi lift dan tangga darurat. Ransome sudah memberitahu mereka bagaimana
tampang Dave dan bagaimana caranya berpakaian. Sepagi ini lobi itu masih kosong.
Dalam sedetik anak buah Ransome akan mengenalinya bila ia mencoba kabur dari
gedung ini. Juga tidak mungkin mencari telepon dan minta bantuan. Ia tidak bisa menghubungi
teman, menelepon istrinya, menelepon saudaranya. Ia bahkan tidak bisa menelepon
polisi. Sedikitnya tidak langsung sekarang ini. Sampai ia tahu mengapa mengapa,?mengapa, mengapa bosnya, sahabatnya, dan beberapa orang yang sama sekali tak
?dikenalnya menghendaki kematiannya.
Sebab bila mereka menginginkannya mati, mereka mungkin ingin beberapa orang lain
mati juga. Dan David Elliot tidak berniat membawa orang-orang yang dicintainya
ke dalam bahaya. Di samping itu, ia bisa menjaga diri sendiri. Setidaknya untuk sementara waktu.
Mungkin lebih lama dari itu. Lagi pula, dulu mereka melatihnya dengan
baik memuaskan. Sepertinya tubuhnya belum melupakan pelajaran yang sudah lama
?ditolak pikirannya. . 58 Hal itu menakutkannya. Menakutkannya lebih daripada yang dilakukan Bernie. Atau
Harry. Atau Ransome. Atau bunyi yang ditimbulkan peluru, dekat, terlalu dekat,
ke tempat kau meringkuk ketakutan.
Di balik kulitnya, sesudah sekian tahun ini. rasanya masih hidup seseorang dulu
?ia nyaris berubah jadi orang tersebut. Dan tak seorang pun baik Ransome, atau
?orang lain membuatnya takut lebih hebat daripada orang itu.
?Dave harus mencari tempat bersembunyi bersembunyi dan merenung dan menyusun
?rencana. Rasanya ia tahu di mana tempat itu.
Sekarang ia di lantai 40, distrik kelas pekerja Senterex dan rumah bagi eselon-
eselon perusahaan yang lebih rendah. Tidak ada karya seni mahal di benteng ini.
Sebagian besar lantai itu berupa bilik-bilik kerja berpenyekat yang ditempati
para akuntan junior,, petugas pencatat order, dan golongan lebah pekerja
lainnya. Mereka orang-orang yang bekerja tepat dari pukul sembilan hingga pukul
lima. Seluruh lantai tersebut pasti masih kosong.
Lantai 40 juga tempat kafeteria karyawan terletak, ruangan berdinding putih
dilengkapi dengan meja-meja berlapis Formica, dan menampung sederet mesin
otomat. Dave berjalan melewatinya, berhenti, dan berputar. Ia perlu sesuatu dari
kafeteria. Dua benda, sebenarnya...
Ia menyisipkan sehelai satu dolar curiannya ke mesin penukar uang. Empat pecahan
25 sen berdencing ke nampan penukar. Ia memasukkan dua keping ke mesin kopi.
Sebuah cangkir kertas turun ke dispensernya. Mesin itu bersendawa dan
menyemburkan cairan 59cokelat mengepul-ngepul ke dalam cangkir. Dave mengangkatnya.
Aduh! Kopi ini hampir mendidih'
Ia menghirup seteguk. Rasanya membakar, jauh terlampau panas, dan...
Blah! Ugh! Memuakkan! Astaga, inilah kopi terbusuk yang pernah kaurasakan sejak
dinas ketentaraan dulu. Seandainya bekerja di tempat ini, aku akan mengajukan
keluhan pada Dinas Perlindungan Lingkungan!
Dengan ragu-ragu ia menyesap untuk kedua kalinya. Tidak, ini takkan semakin
mempengaruhimu, dan kau tak menginginkannya.
Dave berjalan ke meja tempat penyimpanan bumbu dan peralatan makan kafeteria.
Sejenak ia berpikir untuk menambah kopinya dengan zat berwarna mencurigakan
berlabel "Pengganti Krim Kopi Buatan", tetapi memutuskan untuk tidak
melakukannya. Sebagai gantinya, ia memilih dua garpu stainless steel dan pisau
Selendang Sutera Emas 2 Dewa Arak 21 Dendam Tokoh Buangan Bentrok Rimba Persilatan 22
^