Pencarian

Winnetou Kepala Suku Apache 7

Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May Bagian 7


"Saudara saya kulitputih akan memperoleh emas dan perak yang dibawa kudaapi.
Kami tidak memerlukannya, karena di gunung-gunung kami tersimpan butiran nugget
dalam jumlah yang berlimpah-limpah, sehingga kami hanya tinggal mengambilnya.
Ka-wo-mien, kepala suku Ogellallah," katanya sambil menunjuk diri sendiri,
"pernah mengenal seorang mukapucat yang sangat bijaksana dan gagah perkasa. Dia
mengatakan, bahwa emas tidak lebih daripada deadly dust (debu maut) dan barang
itu diciptakan oleh roh jahat penghuni bumi supaya manusia dihasut menjadi
perampok dan pembunuh."
"Kalau begitu si mukapucat itu sudah gila. Siapa namanya?"
"Dia bukan orang gila, melainkan seorang prajurit yang sangat cerdik dan berani.
Orang-orang Ogellallah pernah berkumpul di sana, di dekat Sungai Broad-Fork
untuk mengumpulkan scalp dari sejumlah pemburu kulit binatang yang menangkap
beaver di daerah itu. Di antara mereka ada seorang kulitputih. Mereka
menganggapnya gila, karena dia mengumpulkan tumbuh-tumbuhan serta menangkap
kumbang, dan dia hanya datang untuk melihat-lihat padang sabana. Tetapi
kepalanya dipenuhi kebijaksanaan dan tangannya dialiri kekuatan yang dahsyat.
Tembakan senapannya tidak pernah meleset dan dengan pisaunya dia tidak gentar
menghadapi beruang dari Rocky Mountains. Dia bermaksud mengajar kulitputih
tentang cara-cara menghadapi kulitmerah, tetapi mereka malahan menertawakan dia. Karena itu mereka
kemudian dibunuh dan kulit-kulit kepala mereka masih menghiasi wigwam orang
Ogellallah hingga hari ini. Dia tidak lari meninggalkan saudara-saudaranya
kulitputih, malahan dia membunuh banyak kulitmerah. Akan tetapi jumlah
kulitmerah begitu banyak, sehingga dia berhasil dirobohkan, walalupun tubuhnya
kokoh seperti sebatang pohon ek yang akan menghancurkan semuanya jika tumbang
ditebang kapak woodman[Penebang kayu]. Dia lalu ditangkap dan digiring ke
perkampungan suku Ogellallah. Mereka tidak membunuhnya karena dia seorang
prajurit yang gagah berani dan banyak gadis kulitmerah ingin pergi ke kemahnya
agar dijadikan squaw. Ma-ti-ru, kepala suku tertinggi Ogellallah, mengajukan dua
pilihan: dia harus mengambil anak gadisnya untuk dijadikan istri atau dia akan
dijatuhi hukuman mati. Tetapi dia malahan mencampakkan kembang prairie yang
cantik itu, mencuri kuda kepala suku dan merebut kembali senjatanya lalu
membunuh banyak prajurit, kemudian melarikan
diri." "Sudah berapa lama peristiwa itu terjadi?"
"Sejak peristiwa itu matahari kembali bersinar selama empat musim dingin."
"Siapa nama orang itu?"
"Tinjunya ibarat cakar beruang. Dengan tangan kosong dia berhasil menghancurkan
tengkorak banyak kulitmerah dan juga beberapa mukapucat. Karena itu oleh
pemburu-pemburu kulitputih, dia dinamai Old Shatterhand."
Apa yang diceritakan Ka-wo-mien merupakan salah satu kisah petualangan saya di
masa lampau. Sekarang saya kembali mengenali dia dan juga Ma-ti-ru yang duduk di
sampingnya. Dulu keduanya pernah menangkap saya. Yang diceritakan tadi memang
benar, tetapi dalam hati saya harus mengumpat, karena dia terlalu membesar-
besarkan kemampuan saya. "Old Shatterhand" Saya pun mengenalnya!" jawab si kulitputih. "Dulu dia berada
di hide-spot[Tempat persembunyian hasil buruan para pemburu] milik Old Firehand,
ketika saya dan beberapa prajurit tangguh menyerang tempat itu untuk merampas
kulit otter[Binatang sejenis berang-berang] dan beaver. Saya berhasil melarikan
diri bersama-sama dua orang lain. Saya ingin sekali bertemu lagi dengan keparat
itu, karena dia harus membayar kembali semua utang beserta bunganya kepada
saya." Sekarang saya pun bisa mengenali orang itu. Dia adalah pemimpin para bushheaders
yang dulu merampok kami. Tapi kami menyambutnya dengan cara yang sepadan,
sehingga hanya tiga orang yang berhasil lolos. Dia adalah seorang perampok
prairie yang lebih ditakuti daripada manusia-manusia primitif itu, karena dalam
dirinya tertanam perpaduan sifat jahat dari kulitputih dan kulitmerah dengan
ukuran dua kali lipat. Ma-ti-ru yang sampai saat ini tidak berkata apa-apa, mengangkat tangannya.
"Celakalah dia, seandainya dia jatuh sekali lagi ke tangan kulitmerah! Dia akan
diikat pada tiang siksaan dan Ma-ti-ru akan menyayat daging dari tulang-
tulangnya. Dia telah membunuh prajurit Ogellallah, merampas kuda terbaik milik
kepala suku, dan menolak cinta yang diberikan oleh gadis tercantik padang
sabana!" Andaikan ketiga orang itu tahu, bahwa orang yang sedang mereka kecam kini sedang
berbaring tiga depa di belakang mereka!
"Kulitmerah tidak akan melihatnya lagi, karena dia telah menyeberangi laut
menuju suatu daerah, di mana matahari terasa membakar seperti api, di mana
hamparan pasirnya lebih luas daripada padang sabana, suatu tempat di mana singa-
singa mengaum, dan pria boleh beristrikan beberapa wanita."
Memang saya seringkali bercerita di beberapa api unggun, bahwa saya akan pergi
ke Gurun Sahara. Perjalanan itu pun sudah saya lakukan. Sekarang, ketika saya
mengembara keliling di padang prairie ini, saya merasa terkejut karena berita
tersebut telah tersebar sampai ke telinga orang-orang Indian. Kelihatannya di daerah ini
saya lebih terkenal karena mahir menggunakan pisau daripada menulis dengan pena
di tanah air sendiri. "Dia akan kembali lagi," kata Ma-ti-ru. "Barangsiapa yang telah menghirup hawa
prairie, dia pasti selalu merasa rindu untuk kembali lagi selama Roh Agung masih
membiarkannya hidup!"
Dalam hal ini dia benar. Seperti penduduk pegunungan yang tinggal di dataran
rendah begitu merindukan puncak-puncak gunung dan seperti seorang pelaut yang
tak sanggup berpisah dari lautan, demikian pula halnya dengan setiap orang yang
sudah pernah mengembara di padang prairie. Saya memang kembali setelah
perjalanan tersebut. Sekarang Ka-wo-mien menunjuk ke arah bintang.
"Saudara saya kulitputih, lihatlah ke langit! Kini tiba waktunya kita pergi ke
jalan kudaapi. Apakah tangan-tangan besi yang direbut prajurit saya dari pelayan
kuda kulitputih itu cukup kuat untuk membongkar jalan kudaapi?"
Pertanyaan ini sekaligus memberikan keterangan, siapa orang yang tadi terbunuh;
tentu saja seorang pegawai kereta yang membawa peralatannya untuk memeriksa rel
kereta. Alat itulah yang disebut 'tangan besi' oleh kepala suku tadi.
"Tangan-tangan itu lebih kuat daripada tangan dua puluh kulitmerah," jawab si
kulitputih. "Dan saudara saya tahu bagaimana menggunakannya?"
"Ya. Kulitmerah harus menuruti perintah saya! Satu jam lagi kereta itu akan tiba
di sini. Tapi saudara-saudara saya harus ingat sekali lagi bahwa emas dan perak
akan menjadi milik saya!"
"Ma-ti-ru tidak pernah berdusta!" kata kepala suku untuk meyakinkan dia lalu
berdiri. "Emas itu menjadi milikmu, sedangkan semua barang lain, termasuk scalps
para mukapucat, akan menjadi milik prajurit-prajurit Ogellallah yang gagah
berani." "Dan kalian akan memberikan saya bagal[Peranakan kuda dan keledai] untuk
mengangkut emas-emas, juga beberapa orang yang akan melindungi saya dalam
perjalanan menuju Canada?"
"Kamu akan mendapat bagal dan prajurit-prajurit Ogellallah akan mengantarmu
hingga ke perbatasan negeri Aztlan (demikian orang Sioux menyebut Mexico).
Seandainya kudaapi membawa lebih banyak barang yang berkenan di hati Ka-wo-mien
dan Ma-ti-ru, maka mereka akan mengantarmu hingga ke ibukota Aztlan, tempat
putramu sedang menantikan kedatanganmu, seperti yang pernah kamu ceritakan."
Orang itu kemudian berseru. Tiba-tiba semua orang Indian bangkit. Saya menoleh
ke belakang. Tidak jauh dari tempat saya berbaring, terdengar bunyi desiran
halus yang mirip hembusan angin pada rerumputan.
"Sam!" Perkataan ini saya ucapkan seperti berbisik. Tapi dia yang hanya beberapa
langkah jauhnya dari saya, bisa mendengarnya. Sahabat saya yang bertubuh kerdil
itu mula-mula hanya sedikit menampakkan diri tapi kemudian seluruh tubuhnya.
"Charley!" Saya merangkak mendekatinya. "Apa yang Anda lihat?" tanya saya.
"Tidak banyak. Hanya orang-orang Indian seperti yang Anda lihat."
"Anda juga mendengar sesuatu?"
"Sama sekali tidak, tak sepatah kata pun. Dan Anda?"
"Sangat banyak. Kemarilah! Kita berangkat, tentu saja ke arah barat dan kita
harus bergegas menuju ke tempat kuda-kuda kita."
Tanpa suara saya merangkak mundur. Dia mengikuti dari belakang. Ketika tiba di
rel kereta, kami menyeberang ke sisi yang lain. Di sana kami berhenti.
"Sam, pergilah ke tempat kuda-kuda kita dan berkudalah sepanjang rel sampai
setengah mil, lalu tunggulah saya di sana. Saya tak akan meninggalkan kulitmerah
itu sebelum saya mengetahui dengan pasti, apa yang akan mereka lakukan."
"Dapatkah saya mengambil alih tugas ini" Sampai saat ini Anda sudah terlalu
banyak memata-matai, hingga saya merasa malu karena sama sekali tidak berbuat
apa-apa." "Tidak mungkin, Sam! Mustang saya akan menuruti perintah Anda, tetapi Tony Anda
mungkin tidak akan mengindahkan perintah saya."
"Memang Anda misalnya benar, Charley. Baiklah, saya akan pergi!"
Dia berjalan dengan badan tegak dan segera menghilang. Rasanya hanya membuang-
buang tenaga, jika saya memeriksa apakah dia meninggalkan jejak kaki di tanah.
Setelah dia menghilang dalam kegelapan malam, saya segera berbaring di sisi rel
yang lain sambil melihat orang-orang Indian di seberang rel. Mereka mengendap-
endap beriringan dengan diam-diam.
Saya lalu mengikuti mereka sedemikian rupa sehingga kami tetap berada dalam
posisi sejajar. Mereka berhenti tidak jauh dari tempat saya menemukan palu, lalu
naik ke atas rel. Saya menarik diri ke belakang semak-semak. Tak lama kemudian
saya mendengar bunyi besi yang beradu dan disusul bunyi palu yang keras. Para
bushheaders itu mulai bekerja. Dengan bantuan alat yang berhasil dirampas dari
pegawai kereta, mereka mulai mendongkel rel.
Kini tibalah saatnya untuk bertindak. Saya meninggalkan tempat yang akan menjadi
saksi perampokan itu, dan bergegas merangkak maju. Setelah lima menit saya
berhasil menyusul Sam. "Mereka mulai merusak rel?" tanyanya kepada saya.
"Ya." "Saya bisa mendengarnya. Jika orang menempelkan telinganya pada rel, dia
misalnya bisa menangkap bunyi pukulan palu itu."
"Sekarang maju terus, Sam! Kereta akan tiba dalam tiga perempat jam. Kita harus
pergi menghadangnya sebelum orang-orang Indian melihat lampu sorot kereta."
"Dengar, Charley, saya tidak bisa ikut!"
"Mengapa?" "Seandainya kita berdua meninggalkan tempat ini, maka kelak kita akan kehilangan
waktu karena harus memata-matai mereka dua kali. Tapi kalau saya pergi ke tempat
orang Indian untuk mengamati mereka, maka setelah kembali saya bisa langsung
menceritakannya kepada Anda."
"Benar! Lalu bagaimana dengan Tony?"
"Saya akan membiarkannya di sini. Ia tidak akan beranjak dari tempatnya sampai
saya pulang." "Baiklah! Saya tahu, Anda tidak akan menghancurkan rencana kita."
"Tentu saja tidak, percayalah. Sekarang pergilah, Charley! Anda akan bertemu
lagi dengan saya di sini."
Saya naik ke pelana kuda dan berangkat untuk menghadang kereta yang akan datang.
Dalam kegelapan saya berkuda dengan cepat. Rasanya penting jika saya menempuh
jarak yang agak jauh sehingga orang-orang Indian tidak bisa melihat di mana
kereta dihentikan. Malam perlahan-lahan menjadi terang. Bintang-bintang mulai
bersinar dan memancarkan kilaunya yang lembut di atas padang prairie sehingga
orang bisa melihat cukup jelas sampai jarak beberapa meter. Akibatnya saya
memacu kuda semakin cepat dan terus berlari tanpa henti sampai saya menempuh
jarak kira-kira tiga mil inggris.
Di sana saya berhenti, melompat turun lalu menambatkan kuda serta mengikat kedua
kaki depannya. Hal ini penting karena bunyi yang ditimbulkan oleh kereta bisa
membuat kuda itu berontak.
Sekarang saya mengumpulkan sebanyak mungkin rumput kering dan membungkusnya pada
sepotong ranting kecil untuk membentuk sebuah obor. Rumput itu ditancapkan pada
setangkai kayu yang saya ambil dari semak-semak. Setelah
selesai, saya tinggal menunggu kereta. Selimut saya bentangkan di atas rel lalu
dari waktu ke waktu saya hanya duduk memasang telinga pada rel kereta. Kemudian
saya kembali menyelidiki dari arah mana kereta datang.
Belum sampai sepuluh menit, saya menangkap bunyi halus yang timbul akibat
putaran roda. Makin lama bunyi itu terdengar makin keras. Lalu di kejauhan saya
melihat titik kecil yang terang yang muncul seperti bintang di atas kaki langit.
Tapi itu tentu bukan bintang, karena makin lama titik itu membesar dan bergerak
cepat kemari. Kereta sudah datang.
Dalam waktu singkat tampak lampu sorotnya terbagi dua. Sekarang tibalah saatnya.
Saya menyulut obor dan nyala api segera berkobar-kobar sehingga bisa terlihat
oleh orang-orang di kereta. Bunyi roda terdengar makin keras. Saya sudah melihat
dengan jelas kedua lampu sorot yang bersinar terang menembus kegelapan malam.
Hanya dalam satu menit kereta itu sudah sampai di tempat saya.
Maka saya membakar obor dan sambil melambai-lambaikannya di atas kepala, saya
berlari menghadang kereta. Tentu saja masinis melihat bahwa saya memberinya
tanda untuk berhenti. Dia menurut. Terdengar bunyi peluit tiga kali secara
bersusulan. Rem ditekan rapat-rapat pada roda. Setelah bunyi gemuruh yang
memekakkan telinga disertai bunyi putaran roda, akhirnya kereta berhenti persis
di tempat saya menyalakan obor. Masinis segera membungkukkan badannya dari atas
dan bertanya, "Hallo Bung, apa maksud Anda" Barangkali Anda ingin naik?"
"Tidak, Sir! Justru sebaliknya saya ingin meminta supaya Anda turun dari
kereta." "Hal itu tidak mungkin!"
"Tapi Anda harus turun karena di depan sana rel kereta sudah dibongkar oleh
orang-orang Indian."
"Apa" Orang Indian" 's death! Anda mengatakan yang sebenarnya, Bung?" "Tak ada
alasan untuk berbohong!"
"Apa maksud Anda?" tanya kondektur yang kemudian datang turun menghampiri saya.
"Katanya ada orang-orang Indian di depan kita," jawab masinis. "Apa" Anda
melihat mereka?" "Saya melihat dan menguping pembicaraan mereka. Mereka adalah orang-orang
Ogellallah." "Manusia-manusia paling kejam yang pernah ada di muka Bumi. Berapa jumlah
mereka?" "Sekitar enam puluh orang."
"Terkutuk! Dalam tahun ini bajingan-bajingan itu sudah tiga kali merampok
kereta. Tetapi kali ini pun kita akan menghalau mereka. Sudah lama saya
merindukan kesempatan untuk memberi mereka pelajaran. Berapa jauhnya dari sini?"
"Kira-kira tiga mil."
"Kalau begitu tutuplah semua lampu, Masinis! Mata mereka sangat tajam.
Dengarlah, Master, saya sangat berutang budi kepada Anda karena Anda telah
mengingatkan kami tentang bahaya itu! Tapi Anda pasti seorang pemburu prairie
seperti yang terlihat dari pakaian Anda."
"Ya, begitulah. Saya juga masih membawa seorang teman yang bertugas mengawasi
kulitmerah itu sampai kita datang."
"Anda bertindak bijaksana. Tapi jangan cemas! Ini bukan sebuah tragedi, malahan
sebaliknya sesuatu yang sangat menyenangkan buat kita."
Para penumpang dalam gerbong terdekat rupanya mendengar percakapan kami dan
segera membuka pintu. Mereka berlompatan turun dan menghujani kami dengan
ratusan pertanyaan serta seruan. Atas perintah kondektur, mereka kembali tenang.
"Anda memuat emas dan perak di dalam kereta?" tanya saya kepadanya. "Siapa yang
mengatakannya?" "Orang-orang Indian itu! Mereka diberitahu oleh seorang bushheader kulitputih.
Dia akan mendapatkan logam-logam itu sebagai jatahnya, sedangkan semua barang
yang lain, termasuk scalp, akan jatuh ke tangan Indian."
"Ah! Bagaimana keparat itu bisa tahu apa yang kami bawa?"
"Kelihatannya dia mendapat keterangan ini dari seorang pegawai kereta. Tapi
bagaimana caranya, saya sendiri tidak tahu."
"Kita segera mengetahuinya jika dia jatuh hidup-hidup ke tangan kita, dan saya
menginginkannya demikian. Tapi katakan dulu, siapa nama Anda, Master! Biar orang
tahu bagaimana harus memanggil Anda!"
"Teman saya bernama Sans-ear, dan saya..."
"Sans-ear" Ya ampun, dia adalah seorang yang sangat kuat dalam urusan seperti
ini dan kekuatannya setara dengan kekuatan dua belas orang! Lalu Anda sendiri?"
"Di padang prairie ini saya dipanggil Old Shatterhand."
"Old Shatterhand, orang yang dikejar lebih dari seratus prajurit Sioux tiga
bulan lalu di daerah Montana dan menempuh perjalanan dari Yellow-Stone, dari


Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

puncak bersalju hingga ke Benteng Fort selama tiga hari hanya dengan menggunakan
sepatu salju?" "Ya." "Sir, saya sudah banyak kali mendengar tentang Anda dan saya senang bertemu Anda
saat ini. Luar biasa! Bukankah beberapa waktu yang lalu Anda berhasil
menggagalkan rencana Parranoh, kepala suku kulitputih Sioux, yang bermaksud
mencelakakan kereta?"
"Benar. Waktu itu saya ditemani Winnetou, kepala suku paling termasyhur di
seluruh padang prairie. Tapi, Sir, mari kita menentukan langkah kita
selanjutnya! Orang-orang Indian tahu persis, kapan kereta akan tiba. Mereka bisa
menaruh curiga, seandainya kita berlama-lama di sini."
"Benar pendapat Anda. Tapi terlebih dulu saya ingin tahu, apa rencana mereka.
Barangsiapa yang ingin menyerang musuh, dia harus diberitahu tentang rencana
yang akan diterapkan musuhnya."
"Anda berbicara seperti seorang panglima perang, Sir. Sayang saya tidak bisa
memberikan keterangan lebih. Sekedar mengingatkan Anda, saya tidak bisa menunggu
lebih lama sampai orang-orang Indian selesai dengan rencananya. Kita akan
mengetahui semua hal yang penting dari sahabat saya. Jika saya meminta Anda
untuk menentukan sikap, sebenarnya saya hanya ingin tahu, apakah Anda berani
menyerang mereka atau tidak."
"Tentu saja, tentu saja saya akan menyerang mereka," jawabnya cepat. "Saya harus
menghancurkan keserakahan suku yang ingin merampas barang muatan kita. Anda dan
teman Anda tentu tidak kuat melawan enam puluh orang kulitmerah sehingga Anda
tidak berani." "Pshaw, Sir!" saya memotongnya. "Apakah kami berani melakukannya atau tidak,
tentang hal itu kami tentu tahu lebih baik daripada orang lain. Hari ini, ketika
matahari masih bersinar, Sans-ear telah menyerang empat kulitmerah dan membunuh
mereka hanya dalam dua menit. Dan saya tegaskan kepada Anda, kami pun bisa
mengirim lagi beberapa orang Ogellallah ke padang perburuan abadi tanpa
membutuhkan bantuan Anda. Yang lebih penting di sini bukan jumlah melainkan
bagaimana orang menggunakan tangan dan kepalanya. Apabila saya sendiri
melepaskan dua puluh lima tembakan dari senjata buatan Henry dalam kegelapan,
tanpa perlu mengisi dengan peluru baru, pasti orang Indian tidak tahu apakah
mereka sedang menghadapi dua atau dua puluh orang. Dengarlah, kalian semua,
adakah di antara kalian yang membawa senjata?"
Pertanyaan ini sebenarnya berlebihan. Saya tahu, mereka semua selalu membawa
senjata. Hanya saja kondektur bertindak seakan-akan dia ingin mengambil
alih komando. Tentu saya tidak setuju. Tugas memimpin penyerangan terhadap
kawanan Indian, apalagi pada malam hari, tidak bisa dipercayakan begitu saja
kepada seorang pegawai kereta, walaupun orang itu berbadan tegap dan sangat
berani. Saya mendapat jawaban "Ya" secara serentak dari mereka. Kemudian si
kondektur menambahkan, "Saya membawa enam belas pekerja kereta api sebagai penumpang. Mereka tahu
menggunakan pisau dan senjatanya dengan baik. Selain itu ada dua puluh orang
militer yang hendak dibawa ke Benteng Palwieh, dan kelompok ini dilengkapi
dengan senjata, revolver serta pisau. Namun ada juga beberapa gentlemen di sini
yang ingin bersenang-senang karena ingin mencakar kulit orang Indian sedikit
lebih dalam. Hei, siapa yang mau ikut?"
Semua orang tanpa kecuali menyatakan siap untuk pergi. Kalau terdapat seseorang
yang takut, pasti dia juga akan mengiyakan, supaya tidak dianggap pengecut.
Tentu saja orang-orang ini nanti tidak akan berbuat banyak dan lebih baik jika
mereka tinggal. Karena itu saya berkata,
"Dengarlah, Mesch'schurs! Kalian semua adalah pria-pria yang tangguh, tetapi
tidak semua orang boleh ikut. Kalian harus memahaminya. Saya lihat, di sini ada
beberapa ladies dan tidak mungkin kita membiarkan mereka sendirian tanpa
perlindungan. Seandainya kita menang, dan hal itu tidak diragukan lagi, bisa
jadi orang-orang Indian lari tercerai-berai dan akan datang kemari lalu
menyerang kereta yang kita tinggalkan. Karena itu kita harus menempatkan
beberapa orang berani di sini. Yang mau menerima tugas ini, harap melapor!"
Benar! Ada beberapa orang yang bersedia membela penumpang kereta dengan berjanji
mempertaruhkan nyawa sendiri. Mereka adalah suami dari tiga wanita dan lima
penumpang lainnya. Saya mendapat kesan seolah-olah kelompok terakhir ini tahu
lebih baik tentang harga perkakas besi, anggur, cerutu dan buah kenari, daripada
cara memakai pisau Bowie dengan benar. Saya tidak marah menanggapi sikap
kelompok pertama di atas yang mau tinggal karena mereka menjalankan kewajibannya
untuk melindungi istrinya.
"Kereta tidak dapat ditinggalkan tanpa petugas. Siapa yang akan menjaga di
sini?" tanya saya kepada kondektur.
"Masinis dan seorang yang mengatur bahan bakar," demikian jawabnya. "Dia bisa
memimpin para gentlemen yang berani ini. Tentu saja saya akan pergi bersama Anda
dan akan memimpin pasukan."
"Baiklah, seperti yang Anda inginkan, Sir! Pasti Anda sudah sering kali
bertempur melawan orang Indian, bukan?"
"Hal itu tidak penting! Orang-orang Yambariko (golongan yang paling hina dari
suku Indian) hanya tahu menyerang musuhnya dengan diam-diam kemudian
membantainya. Apabila mereka diserang secara terang-terangan dan terencana, maka
mereka akan lari terbirit-birit guna menyelamatkan diri. Jadi pekerjaan kita
tidak terlalu berat."
"Saya tidak yakin, Sir! Mereka adalah orang Ogellallah, kelompok Sioux yang
terkenal haus darah, dan mereka dipimpin kepala suku ternama, Ka-wo-mien dan Ma-
ti-ru." "Apakah Anda bermaksud mengatakan bahwa saya takut terhadap mereka" Di sini
jumlah kita lebih dari dua puluh orang dan saya kira, persoalan ini sangat
gampang. Saya akan menyuruh orang menutup lampu kereta sehingga kulitmerah tidak
tahu bahwa saya sudah diperingatkan. Sekarang kita membuka tutup lampu. Anda
naik ke kereta dan masinis akan mengemudikan kereta sampai ke tempat rel yang
dirusakkan. Di sana kita berhenti lalu turun dari kereta dan menyerang penjahat-
penjahat itu sehingga tak seorang pun dari mereka yang dibiarkan hidup. Kemudian
kita memperbaiki kembali potongan besi pada rel yang dirusakkan. Paling-paling
kita akan terlambat satu jam."
"Harus saya akui, rencana Anda lahir dari pemikiran seorang komandan pasukan
berkuda, karena bagi dia, tidak ada yang lebih menggembirakan daripada
merobohkan musuhnya dalam duel berkuda. Tetapi situasi sekarang tidak sama. Jika
Anda bersikeras menjalankan rencana Anda, maka keempat puluh prajurit Anda akan
mati. Dan saya menolak untuk terlibat dalam rencana itu."
"Apa" Jadi Anda tidak mau menolong kami" Apa Anda takut atau jengkel karena Anda
tidak dipercayakan untuk memimpin?"
"Takut" Pshaw! Jika Anda benar-benar sudah mendengar tentang saya, pasti Anda
tidak akan gegabah berkata seperti itu. Old Shatterhand sangat mudah terpancing
emosinya sehingga dia bisa menghancurkan kepala Anda dengan tangannya untuk
membuktikan bahwa tidak sia-sia dia menyandang nama itu. Tentang rasa jengkel,
sebenarnya bagi saya tak ada bedanya, apakah dalam jam berikutnya kereta dan
scalp kalian masih menjadi milik kalian atau sudah menjadi milik orang Indian.
Namun tidak seorang pun berhak atas scalp saya, kecuali saya sendiri. Dan saya
akan mempertahankannya. Good evening, Mesch'schurs!"
Saya berbalik. Kondektur menahan tangan saya dan berkata,
"Stopp, Master! Anda tak boleh pergi seenaknya! Sekarang sayalah yang mengambil
alih komando dan Anda harus menuruti perintah saya. Saya tidak bisa membiarkan
kereta berhenti terlalu jauh dari tempat perampokan karena sayalah yang
bertanggung jawab jika terjadi kerusakan pada kereta. Jadi saya tetap berpegang
pada rencana saya: Anda membawa kami ke tempat itu dan kami tidak akan turun
dari kereta sebelum tiba di sana. Seorang panglima perang yang sejati harus
memperhitungkan semua kemungkinan, termasuk dia juga bisa kalah dalam
pertempuran. Dalam hal ini kereta bisa menjadi tempat perlindungan yang aman
buat kita. Dari dalam kereta kita pun bisa mempertahankan diri sampai kita
mendapat bantuan dari kereta berikutnya yang datang dari arah barat atau timur.
Bukankah begitu, tuan-tuan?"
Semua menjawab setuju. Mereka bukanlah westman, dan bagi mereka rencananya
kelihatan gampang diterapkan, sehingga mereka terpengaruh. Dia sangat senang
mendapat tanggapan seperti itu lalu berkata kepada saya,
"Kalau begitu naiklah, Sir!"
"Baik! Anda memberi perintah dan saya menurut!"
Dengan sekali lompat saya sudah duduk kembali di atas punggung kuda. Selama
pembicaraan tadi kuda itu sudah saya lepaskan ikatannya.
"Oh, bukan my dear. Maksud saya, Anda naik ke atas kereta!"
"Saya kira, ke atas kuda, Sir. Pemikiran kita saling bertolak belakang."
"Saya memerintahkan Anda untuk turun dari kuda!"
Saya berkuda ke sampingnya lalu membungkukkan badan dan berkata,
"Bung, tampaknya Anda belum pernah berjumpa dengan seorang pemburu prairie
sejati. Jika sudah, tentu Anda akan berbicara kepada saya dengan suara lain.
Bersiap-siaplah dan naiklah sendiri ke atas kereta!"
Dengan tangan kanan, saya mencengkeram baju pada bagian dadanya lalu
mengangkatnya ke atas. Dengan sebuah hentakan keras pada punggung kuda, binatang
itu segera merapat ke kereta. Pada detik berikutnya kereta melaju dengan lampu
dalam keadaan tertutup. Saya pun beranjak dari sana.
Malam semakin terang, sehingga saya bisa berkuda dengan cepat tanpa terhalang
sedikit pun oleh semak-semak. Setelah kurang dari seperempat jam, sampailah saya
di tempat Sam. "Jadi?" dia bertanya ketika saya turun dari kuda. "Saya kira, Anda membawa
orang-orang ke sini!"
Kepadanya saya ceritakan, mengapa hal itu tidak saya lakukan.
"Anda sudah bertindak tepat, Charley, sangat tepat! Seorang railroader seperti
dia pasti memandang kita dengan sebelah mata karena kita misalnya tidak
berdandan tiga kali dalam sehari. Tentu mereka akan menjalankan rencananya, tapi
nanti mereka akan terkejut, hihihihi!"
Sambil tertawa kecil, dia membuat gerakan orang menguliti kepala, kemudian
meneruskan, "Namun Anda belum menceritakan sama sekali, apa yang Anda alami di sana!"
"Mereka akan dipimpin oleh Ka-wo-mien dan Ma-ti-ru."
"Ah! Kalau begitu akan terjadi pertempuran yang sudah lama saya nanti-nantikan."
"Seorang kulitputih ada di antara mereka. Dialah yang membocorkan rahasia kepada
mereka bahwa kereta mengangkut emas dan perak."
"Tentu saja dia ingin memilikinya dan membiarkan semua barang lain serta scalp
diambil oleh orang Ogellallah?"
"Ya." "Bisa saya bayangkan! Mereka tentu sekelompok bushheader!" "Saya mengenali orang
itu. Pada suatu hari dia bersama kawanannya merampok hide-spot Old Firehand,
tetapi dia harus pulang dengan tangan hampa." "Siapa namanya?"
"Entahlah. Tidak penting mengetahui namanya, karena manusia seperti itu selalu
mengubah namanya setiap hari. Apa Anda sudah memata-matai?"
"Ya. Mereka berpencar dan berdiri menanti pada kedua sisi rel kereta, kira-kira
di bagian tengah antara rel yang dirusakkan dan kuda-kuda mereka. Di tempat
kuda-kuda, saya kembali melihat dua orang penjaga. Tetapi apa yang harus kita
lakukan, Charley" Apakah kita harus menolong railroaders atau kita misalnya
melanjutkan perjalanan?"
"Kita wajib menolong mereka, Sam. Atau mungkin Anda berpikir lain?"
"Sama sekali tidak! Anda benar, itu adalah kewajiban kita. Selain itu Anda harus
ingat kedua telinga saya sampai sekarang belum lunas harganya. Saya berani
menukar Tony dengan seekor katak seandainya besok pagi beberapa mayat Indian
yang terkapar mati di atas rel masih memiliki telinga! Tapi apa yang kita
lakukan sekarang, Charley?"
"Kita pun berpencar dan berdiri mengawasi kedua sisi rel, di antara orang Indian
dan kuda-kudanya." "Well! Tapi saya mempunyai ide lain! Bagaimana pendapat Anda dengan stampedo
(mengusir kuda hingga lari tercerai-berai)?"
"Hmmm! Ide itu baik, seandainya jumlah kita lebih banyak daripada mereka atau
seandainya kita tahu bagaimana menghancurkan mereka semua. Dalam kasus ini ide
itu tidak praktis. Dalam waktu singkat semua railroader akan binasa dan kita
berdua tidak mampu berbuat apa-apa selain mencegah supaya orang Indian jangan
sampai ke kereta berikutnya. Atau kita pun bisa menyergap mereka dengan tiba-
tiba sehingga mereka lari. Untuk kedua pilihan ini rasanya lebih baik jika
mereka melarikan diri. Tapi jika kita merampas kuda mereka, maka dengan
sendirinya mereka tidak akan meninggalkan tempat ini. Apakah Anda pernah
mendengar tentang hukum yang mengatakan, dalam keadaan tertentu orang harus
membangun jembatan emas bagi musuhnya?"
"Hingga kini saya hanya mengenal jembatan kayu, jembatan batu, dan jembatan
besi! Saya menghargai pendapat Anda, Charley, tetapi kalau saya misalnya
membayangkan betapa marahnya orang Indian ketika mereka turun dari kereta dan
tidak menemukan lagi kudanya, maka rasanya sungguh menggelikan. Dan yang paling
penting, kita tidak boleh membuat mereka terkejut dan panik, jika kita merebut
kuda mereka." "Benar! Tetapi lebih baik kita melihat dulu apa yang terjadi." "Saya pun
berpikir demikian! Namun pertama-tama Anda harus berjanji kepada saya!"
"Apa?" "Bahwa sayalah yang akan menyingkirkan kedua penjaga itu. Setuju?"
"Saya bukanlah seseorang yang menginginkan pertumpahan darah secara sia-sia.
Tapi dalam hal ini, saya lihat Anda berhak melakukannya. Ini suatu jalan keluar
yang menyedihkan! Jika kedua penjaga terbunuh, maka kuda-kuda mereka akan jatuh
ke tangan kita. Tapi terlebih dahulu mari kita sembunyikan kuda kita di tempat
yang aman. Kemudian baru kita pergi!"
Kami berkuda menjauh dari tempat itu. Kemudian saya mengikat kuda saya
sedemikian rupa sehingga hewan itu tidak bisa berpindah lebih dari tiga langkah.
Sam juga berbuat yang sama dengan Tony. Walaupun dia biasanya sangat yakin pada
kudanya, tetapi jika terjadi stampedo mungkin saja kawanan kuda yang tercerai-
berai berlari ke arah kuda kami lalu kedua hewan itu pun ikut lari bersama
kawanan tersebut. Sekarang kami berbalik dengan mengambil jalan memutar dan kembali ke belakang
orang Indian. Lampu sorot lokomotif belum juga terlihat. Barangkali rencana si
kondektur ditentang atau mereka tidak bisa langsung memutuskan untuk melanjutkan
perjalanan tanpa pengawalan saya.
Ketika kami tiba di tempat kuda-kuda Indian, dengan mudah kami bisa melihat
sosok kedua penjaga. Mereka kelihatan tidak tenang dan berpatroli secara
terpisah di sekitar daerah itu. Seorang dari mereka perlahan-lahan menghampiri
onggokan semak, tempat kami bersembunyi. Ketika dia melewati kami, Sam mencabut
pisaunya dan menikam orang itu. Tak ada suara keluar dari mulutnya. Yang seorang
lagi pun mengalami nasib yang sama, ketika dia lewat di sana. Barangsiapa yang
tidak mengenal padang prairie, pasti tidak merasakan dendam kesumat yang
menyulut pertempuran antara kulitmerah dan kulitputih dan bahwa masing-masing
pihak mereka sudah terbiasa melangkah di atas tumpahan darah musuhnya.
Saya membuang muka supaya tidak melihat bagaimana korban kedua itu roboh. Pada
saat itu saya melihat seekor kuda berdiri di dekat saya. Di punggungnya terdapat
pelana empuk buatan Spanyol dan kuda ini memakai sepatu ladam besar, seperti
yang biasa dijumpai di Amerika Tengah dan Selatan. Ia pun tidak dilengkapi
dengan peralatan berkuda a la Indian. Apa kuda itu milik seorang kulitputih"
Saya maju mendekat. Pada kedua sisi pelana terdapat saku kecil. Saya segera
memeriksanya isinya. Di dalamnya saya menemukan beberapa lembar kertas dan dua
buah pundi-pundi. Isi pundi-pundi tersebut belum saya periksa sekarang. Saya
memasukkan semuanya ke dalam saku.
"Sekarang bagaimana?" tanya Sam.
"Kita berpencar. Saya ke kanan dan Anda ke kiri. Tapi sebentar, lihatlah ke
sana!" "Kereta api, benar! Sekarang kereta api misalnya sudah datang! Kita menunggu
sebentar, Charley, untuk melihat apakah rencana mereka berhasil."
Ternyata rencana kondektur tadi tetap dipertahankan. Kedua lampu kereta
kelihatan semakin mendekat, tetapi dengan pelan, bahkan sangat pelan, karena
masinis harus mencari rel kereta yang sudah dirusakkan. Tak lama kemudian kami
mendengar bunyi putaran roda yang makin lama makin keras. Akhirnya kereta
berhenti di dekat tempat yang dirusak.
Orang-orang Indian pasti sangat marah jika sadar bahwa rencana mereka sudah
terbongkar! Barangkali mereka menyimpulkan bahwa para railroader telah
diberitahu. Saat ini rasanya sangat menguntungkan kalau kelompok railroader itu
tetap tinggal tenang di dalam gerbong kereta. Saya cukup yakin bahwa mereka akan
bersikap demikian. Namun betapa kecewanya saya, karena begitu pintu kereta
dibuka, saya melihat orang-orang kulitputih itu berhamburan keluar dan berlari
maju untuk menyerang. Mereka pasti segera merasakan akibat dari kecerobohan ini.
Saat menyerang, mereka berlari ke tempat yang diterangi lampu kereta dan dengan
demikian menyerahkan diri menjadi sasaran empuk bagi orang-orang Indian.
Terdengar bunyi tembakan, kemudian sekali lagi lalu terdengar pekikan keras yang
mengerikan. Orang-orang Indian mendesak maju sambil membawa senjata yang sudah kosong karena


Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

peluru-pelurunya sudah ditembakkan. Tapi mereka hanya menemukan mayat dan
korban-korban yang terluka, sedangkan yang lainnya sudah berlari mencari
perlindungan di dalam kereta. Beberapa orang Indian membungkuk guna menguliti
scalp dari kepala mayat-mayat itu, tetapi mereka harus mengurungkan niatnya
karena ditembak dari dalam oleh orang yang berada di gerbong paling depan.
Sekarang alangkah baiknya jika kereta bergerak mundur. Tapi hal itu tidak
terjadi. Barangkali masinis, juru api, serta penumpang yang lain melarikan diri
dan masuk ke dalam gerbong barang atau gerbong penumpang.
"Kini kereta misalnya akan dikepung oleh mereka," kata Sam.
"Saya kira tidak mungkin! Kulitmerah itu tahu, mereka hanya punya sedikit waktu
sampai kereta berikutnya datang. Mereka akan menyerang walaupun sebenarnya
mereka enggan melakukannya."
"Lalu apa yang akan kita lakukan" Sangat sulit bagi kita untuk mengambil
keputusan yang tepat."
"Tapi keputusan itu hanya akan berguna jika dibuat dengan cepat dan bisa
langsung diterapkan. Senjata terbaik untuk menyerang mereka adalah api. Kita
harus kembali ke tempat kuda-kuda itu. Setiap orang berkuda menempuh jalan
setengah lingkaran dan setiap lima puluh atau enam puluh meter, dia harus turun
untuk membakar rerumputan di padang prairie. Tetapi sebelumnya kita harus
mengerahkan stampedo untuk mencegah musuh membalas serangan dengan cepat dan
membuat mereka kesulitan untuk melarikan diri. Dalam situasi seperti ini tak ada
kemungkinan lain yang lebih baik."
"Astaga! Rencana ini akan mendatangkan kesulitan besar bagi mereka! Namun dengan
itu kereta pun akan ikut terbakar!"
"Tunggu dulu! Memang saya tidak tahu, apakah dalam kereta juga dimuat bahan-
bahan yang mudah terbakar seperti minyak dan aspal. Tetapi kayu kereta sangat
kuat dan bisa tahan terhadap nyala api yang timbul dari rerumputan yang
terbakar. Kemudian Anda juga harus memikirkan satu-satunya cara yang akan
dipakai orang Indian untuk menyelamatkan diri dari kepungan asap. Mereka pasti
akan balas membakar, yakni membakar rerumputan di dekat kereta. Percayalah!
Seandainya saya berada pada posisi mereka, maka saya misalnya akan mencari
tempat perlindungan di bawah kereta."
"Apakah Anda juga berpikir, berapa lama waktu yang kita butuhkan untuk
menyalakan api dengan bantuan punks" Kita pun tidak bisa menghidupkan obor,
karena nanti akan ketahuan."
"Seorang pemburu prairie sejati harus siap menghadapi segala situasi. Untuk
keperluan semacam ini, saya selalu menyediakan cukup korek api. Ini, ambillah!"
"Bravo, Charley! Sekarang saatnya kita membuat stampedo kemudian kembali ke
tempat kuda-kuda kita."
"Sebentar, Sam! Saya baru sadar bahwa tadi saya begitu bodoh! Kita tidak perlu
mengambil kuda-kuda kita. Di sini terdapat kuda mereka yang jumlahnya lebih dari
cukup. Saya akan mengambil kuda coklat itu!"
"Dan untuk saya yang berwarna merah kecokelat-cokelatan di sampingnya. Ayo maju,
dan potonglah tali lasonya!"
Kami bertindak dan bergerak cepat dari satu kuda ke kuda lain. Kemudian kami
membakar semak-semak yang terletak di belakang kawanan itu, lalu naik ke atas
kuda. Mula-mula nyala api tidak seberapa besar sehingga tidak terlihat oleh
orang-orang Indian. Sekarang kami bisa mulai beraksi tanpa terlihat oleh mereka.
"Di mana kita bertemu lagi?" tanya Sam.
"Di atas sana, di dekat rel, tetapi bukan di depan lampu kereta melainkan di
antara kobaran api. Mengerti?"
"Ya. Ayo, go on, kuda handal!"
Kuda-kuda itu sudah meronta-ronta ketika ikatannya dilepas. Sekarang hewan-hewan
itu merasa panas karena api yang kian mendekat dan menegakkan bulu surainya.
Beberapa kuda sudah berlari-lari tidak tenang sehingga setiap saat binatang-
binatang itu bisa tercerai-berai. Saya berkuda ke arah kanan hingga masuk ke
prairie lalu berlari cepat dan mengambil jalan memutar dengan radius kira-kira
satu mil inggris. Lima kali saya turun dari kuda untuk menyulut api pada
rerumputan. Kini saya tiba kembali di dekat rel kereta dan saya teringat, rupanya karena kurang
berpikir, kami telah membuat kesalahan besar. Kami hanya menaruh perhatian pada
keadaan waktu itu dan sama sekali tidak memikirkan nasib kuda sendiri.
Saya segera menghela kuda tunggangan saya dan memacunya lurus menuju ke tempat
kuda-kuda kami ditambat. Kini kobaran api di sekeliling kami menerangi semuanya.
Jauh di padang sabana terdengar derap kuda yang berlari. Di dekat sini terdengar
teriakan marah serta kecewa yang kedengarannya hanya keluar dari mulut orang
Indian. Di bawah gerbong kereta tampak beberapa percikan api kecil. Jadi dugaan
saya bahwa orang-orang Indian itu mencoba menyelamatkan diri dengan balas
membakar tempat itu, ternyata tidak salah. Jauh di sebelah kiri terdapat kuda
saya dan Tony yang berkaki panjang, dan di sana . benar, dari sana datang Sam
dengan terburu-buru, sehingga tubuh kudanya hampir menyentuh tanah. Dia juga
sadar akan kesalahan dalam rencana kami.
Tetapi kuda-kuda kami pun sudah terlihat oleh orang-orang Indian. Beberapa orang
dari mereka berlari menuju kuda kami dan dua orang yang paling cepat berada
hanya beberapa langkah dari hewan-hewan tersebut. Saya mengencangkan tali
senjata, melompat ke atas pelana dan mengambil tomahawk. Dengan langkah secepat
singa, kuda saya berlari maju dan saya segera tiba di tempat kedua orang itu.
Dengan sekali memandang, saya langsung mengenali mereka. Keduanya adalah kepala
suku. "Berhenti, Ma-ti-ru. Itu kuda saya!"
Dia memalingkan wajahnya ke arah saya dan melihat saya. "Old Shatterhand!
Matilah kau, katak mukapucat!"
Dia mencabut pisau. Dengan sekali loncatan dia sudah berada di samping kuda
saya. Dia berancang-ancang menikam saya, tetapi kapak saya lebih dulu
mengenainya sehingga dia roboh ke tanah. Seorang lagi sudah melompat ke atas
punggung kuda milik saya, tetapi dia tidak memperhatikan bahwa kuda itu masih
terikat. "Ka-wo-min, tadi kamu berbicara dengan seorang pengkhianat kulitputih tentang
saya. Kini saya mau berbicara denganmu!"
Dia sadar bahwa dia tidak bisa berbuat apa-apa di atas kuda yang tak bisa lari.
Karena itu dia meluncur turun dan berlari menghilang di balik semak. Saya
mengayunkan tomahawk mengarah ke kepalanya. Senjata berat itu mengenai kepalanya
yang berhiaskan bulu rajawali. Dia pun roboh ke tanah. Sekarang saya melompat
turun, meraih Senapan Mr. Henry lalu berbalik kepada teman-temannya yang lain.
Tiga tembakan merobohkan tiga orang Indian. Mengingat api semakin dekat, saya
tidak mempunyai waktu lagi untuk melanjutkan pertempuran. Saya memotong ikatan
pada kaki kuda saya dan meloncat ke atasnya. Kuda cokelat itu berdiri dan
berlari. "Hallo, Charley, lewatlah pada celah yang tidak terbakar!" teriak Sam.
Dia baru sampai pada bagian itu lalu meloncat dari kudanya yang terus berlari
dan mendarat di atas punggung Tony. Kemudian dia membungkuk untuk memisahkan
talinya dan berlari di samping saya menuju suatu celah lain di mana lingkaran
api belum menyatu. Kami lewat dengan selamat, lalu berbelok ke kiri, ke balik kobaran api dan
berhenti di sana. Kami berada pada tempat ketiga yang tadi saya sulut dengan
api. Tanah kelihatan hitam karena terbakar walau sudah kembali dingin. Di depan
dan di belakang kami tampak jalur hitam yang hangus pada jalan yang tadi saya
lalui, tapi kedua sisinya dikelilingi oleh lautan api. Kobaran api juga
menyebarkan asap tebal ke udara sehingga kami hampir sesak napas.
Tapi dari waktu ke waktu asap yang menyesakkan dada ini terlihat semakin
berkurang. Hawa terasa semakin dingin seiring dengan jilatan api yang makin
menjauh. Setelah seperempat jam hanya tersisa bara-bara hitam di tanah. Padang
prairie tempat kami berdiri dipenuhi asap hitam sehingga kami tidak bisa melihat
lebih jauh dari tiga langkah; juga karena cahaya bintang terhalangi oleh asap.
"Bless me, seperti kobaran api di neraka!" ujar Sam. "Saya kira mustahil kalau
kereta tidak ikut terbakar."
"Saya yakin, tidak. Kereta biasanya dibuat untuk menghadapi situasi seperti ini,
karena seringkali kereta harus melewati daerah yang dilanda kebakaran hutan atau
kebakaran di padang sabana."
"Apa yang kita lakukan sekarang, Charley" Mereka sudah melihat kita dan akan
lebih waspada." "Sekarang pun mereka masih melihat kita karena kita berdiri di antara mereka dan
daerah yang terang. Kita harus membuat mereka mengira bahwa kita berjalan terus.
Mungkin saja mereka menganggap kita anggota suatu kelompok berburu yang
menjalankan tugas tertentu dan mereka berpikir, kita pergi tergesa-gesa karena
ingin menjemput prajurit-prajurit kita untuk membantu aksi perampokan ini. Kita
memacu kuda ke utara, kemudian berbelok ke arah timur dan kembali lagi ke sini
setelah mengambil jalan memutar."
"Saya juga misalnya berpikir yang sama dan saya kira, pada akhirnya beberapa
orang Indian akan kehilangan telinganya. Tomahawk Anda tadi juga misalnya begitu
ampuh." "Tapi korbannya tidak mati!" saya menanggapi dengan suara kering.
"Tidak mati" Lalu separah apa misalnya?"
"Saya hanya membuatnya lumpuh dengan tomahawk."
"Hanya membuatnya lumpuh" Apakah Anda masih waras" Hanya melumpuhkan orang
Indian padahal dia pantas mendapat hukuman yang lebih keras! Ya, kelak Anda akan
mendapat masalah baru dengan mereka."
"Tapi saya mempunyai alasan untuk tidak membunuhnya, dan saya meminta Anda untuk
paling tidak memahaminya."
"Tidak, sama sekali tidak, Charley! Apa karena mereka adalah kepala suku" Justru
terhadap mereka, orang tidak boleh menunjukkan belas kasihan."
"Dulu saya pernah menjadi tawanan mereka. Mereka bisa membunuh saya tetapi
mereka tidak melakukannya. Saya membalas kebaikan mereka dengan sikap tidak tahu
berterima kasih pada waktu melarikan diri. Karena itu tadi saya tidak
mengayunkan tomahawk dengan sekuat tenaga."
"Jangan marah, Charley, tetapi Anda misalnya telah bersikap begitu tolol! Ya,
semoga keparat-keparat ini mengerti ungkapan terima kasih Anda! Paling-paling
mereka akan berkata, Old Shatterhand tidak memiliki cukup tenaga untuk
menghancurkan kepala seorang kulitmerah. Saya hanya berharap mudah-mudahan
kobaran api ini bisa meluruskan lagi kesalahan yang sudah Anda buat."
Sambil berbicara keras, seperti berteriak-teriak, kami terus memacu kuda
berdampingan melewati padang prairie. Kuda betina Sam mampu berlari cepat karena
kakinya begitu panjang sehingga ia tetap berada sejajar di samping kuda saya.
Memang hanya beberapa menit sesudahnya kami tiba kembali pada rel, tepatnya di
sebuah tempat yang berjarak kira-kira satu mil ke arah timur dari tempat kereta
berhenti. Kemudian kami mengikat kuda dan mengendap-endap sepanjang rel menuju
tempat perampokan. Udara dipenuhi oleh bau hangus dan abu-abu halus menutupi dataran itu. Hembusan
angin menerbangkan abu-abu itu ke hidung kami. Rasanya sangat sulit menahan
bersin. Tapi jika kami bersin, itu berarti kehadiran kami akan diketahui. Kami
bisa melihat kedua lampu kereta dengan jelas. Tapi tak ada seorang Indian pun
yang terlihat pada kedua sisi rel kereta. Kami merangkak lebih dekat. Saya
memperhatikan lebih teliti dan memang benar, apa yang sudah saya duga. Karena
takut terbakar mereka menarik diri dan bersembunyi di bawah kolong gerbong
kereta. Di sana mereka berbaring berdesak-desakan dan tidak berani menampakkan
diri karena pasti akan terkena peluru kulitputih.
Tiba-tiba saya mendapat sebuah ide. Ide ini sangat sulit dijalankan tetapi
akibat yang ditimbulkannya sangat besar.
"Sam, kembalilah ke kuda-kuda kita supaya binatang-binatang itu jangan sampai
diambil oleh orang-orang Indian!"
"Pshaw! Kuda-kuda itu sedang disembunyikan di tempat yang aman!"
"Saya akan mengusirnya dari tempat itu."
"Dengan senapan?"
"Bukan." Saya menerangkan rencana saya. Dia mengangguk puas.
"Well, Charley. Ide ini sangat tepat. Hanya bergegaslah supaya mereka tidak
memergoki Anda ketika sedang berlari. Saya misalnya bersiap-siap dengan kuda
setiap saat, dan hihihihi, kita akan berkuda ke tengah-tengah mereka, ibarat
bison menerobos ke tengah-tengah kawanan coyote!"
Dia merangkak mundur, sementara itu saya bergerak maju sambil tetap memegang
pisau di tangan kanan untuk berjaga-jaga jika diserang tiba-tiba. Saya berhasil
tiba di bawah rel kereta tanpa terlihat. Di atasnya terdapat lokomotif. Roda-
roda penggerak yang besar dan tempat berbaring yang agak rendah menghalangi saya
untuk melihat apakah ada juga orang Indian yang berbaring di bawah lokomotif.
Saya merangkak ke atas rel dan setelah dua loncatan yang cepat, saya sudah
berada di atas 'kudaapi'.
Sebuah seruan keras terdengar dari bawah kereta. Tangan saya mulai bekerja dan
pada detik berikutnya train bergerak mundur. Terdengar suara orang berteriak,
ada yang karena kesakitan dan ada yang karena terkejut. Setelah kereta
dimundurkan kira-kira tiga puluh langkah, saya memajukannya lagi.
"Anjing!" teriak seseorang di samping saya. Sambil menggenggam pisau di tangan,
orang itu berusaha naik ke tempat saya.
Dia seorang kulitputih. Sebuah tendangan kaki yang keras ke arah dada membuatnya
jatuh ke tanah. "Kemari, Charley!" saya mendengar suara teriakan. "Cepat, cepat!"
Di sebelah kiri saya tampak Sans-ear sedang menunggang Tony. Sambil memegang
tali kekang kuda saya dengan sebuah tangan, dia mempertahankan diri melawan dua
orang Indian dengan tangan yang lain. Di depan saya muncul beberapa orang Indian
yang tidak terluka karena roda kereta, berlarian ke tempat kuda-kuda mereka.
Mustahil kalau mereka berpikir bahwa kuda-kuda itu masih berada di sana setelah
kebakaran tadi. Saya segera menghentikan kereta, melompat turun dan bergegas mengejar kawanan
itu. Karena teriakan Sam, kedua orang Indian itu terkejut. Sejenak mereka
melihat saya kemudian kabur. Saya pun mengejar dan tak lama kemudian kami saling
bersusulan. Hal ini tidak sebahaya yang dibayangkan orang. Mereka sangat
terkejut dan panik ketika mengetahui bahwa kudanya telah lenyap. Karena itu
mereka lari terbirit-birit, ibarat kawanan hewan liar yang lari tercerai-berai
ketika melihat anjing pemburu.
Tiba-tiba saya mendengar suara teriakan Sam,
"All devils, ini dia Fred Morgan! Hei setan, kau harus mati!"
Saya menoleh ke sana. Walaupun tempat itu silau oleh nyala api, saya bisa
melihat Sam sedang bersiap-siap menikam orang itu. Tikamannya tidak kena karena
lawannya membungkuk kemudian berlari menghilang dalam gerombolan temannya yang
sedang berlari. Sam memacu kudanya lebih cepat dan terus mengejar. Kejadian selanjutnya tidak
bisa saya ikuti karena di hadapan saya berdiri beberapa kulitmerah. Saya
terpaksa melayani mereka dan berhasil mengusir mereka hingga kabur.
Saya merasa tidak perlu mengejar mereka. Sudah cukup terjadi pertumpahan darah
dan saya yakin, orang-orang Indian tidak akan kembali setelah mendapat pelajaran
berharga hari ini. Maka saya berteriak keras meniru lolongan coyote untuk
memberi tanda kepada Sam supaya dia menghentikan pengejaran, karena hal itu bisa
berbahaya bagi dirinya. Kemudian saya kembali ke kereta.
Petugas kereta sudah turun ke tanah dan mencari penumpang yang tewas dan
terluka. Sementara itu, masinis menghidupkan kembali mesin dan kondektur berdiri
di sana sambil mengumpat. Ketika melihat saya, dia berkata marah,
"Apa yang merasuki pikiran Anda sehingga Anda menjalankan mesin dan menghalau
kulitmerah kemari, padahal kami sudah yakin kami bisa membasmi mereka tanpa
menyisakan seorang pun!"
"Sebentar, sebentar, Bung! Anda harus bersyukur bahwa mereka kabur karena
sebenarnya bukan kalian yang membasmi mereka tetapi justru sebaliknya. Beruntung
kalian bisa selamat."
"Siapa yang membakar prairie?"
"Saya." "Anda sudah sinting! Dengan itu Anda juga ingin membinasakan saya! Tahukah Anda,
bahwa saya bisa menangkap Anda dan menyerahkan Anda kepada court of justice"
[Inggris: Sidang Pengadilan]"
"Tidak, saya tidak tahu, tetapi dengan senang hati saya mengizinkan Anda untuk
menyuruh Old Shatterhand turun dari kuda, memasukkan dia ke dalam gerbong dan
menyerahkannya kepada pengadilan. Saya ingin tahu, apa yang akan Anda lakukan."
Kelihatannya dia agak terpojok.
"Saya tidak bermaksud demikian, Sir! Anda memang telah melakukan ketololan yang
tak ada duanya, tetapi saya memaafkannya."
"Terima kasih, Sir! Hati semua orang akan bersorak riang apabila para penguasa
dunia begitu rela mengampuni dan berbelas kasihan. Tapi apa yang sekarang Anda
lakukan?" "Tak ada, kecuali menyuruh orang memperbaiki rel kereta kemudian melanjutkan
perjalanan! Atau apakah kita akan diserang lagi?"
"Saya kira tidak, Sir! Penyerbuan yang Anda lakukan sudah direncanakan dan
dilaksanakan begitu hebat sehingga mereka pasti tidak berani datang lagi."
"Anda bermaksud mengolok-olok saya, Sir" Saya tidak mau menerimanya. Saya tidak


Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bisa berbuat apa-apa karena jumlah mereka begitu banyak dan mereka begitu gigih
memberikan perlawanan!"
"Sudah saya katakan. Orang Ogellallah mahir menggunakan senjatanya. Lihatlah,
dari enam belas petugas kereta dan dua puluh militer, tidak kurang dari sembilan
orang yang gugur. Saya tidak bertanggung jawab atas kematian mereka. Jika Anda
bayangkan, bahwa saya dan teman saya, hanya kami berdua yang berhasil mengusir
pergi seluruh prajurit kulitmerah, maka kira-kira Anda bisa membandingkan, apa
yang akan terjadi seandainya tadi Anda menuruti perintah saya dan bukannya
perintah Anda sendiri."
Tampaknya dia ingin membantah. Tapi beberapa orang membenarkan pendapat saya.
Karena itu dia berkata dengan agak ketus,
"Anda masih tinggal di sini sampai kami pergi?"
"Tentu saja! Seorang westman sejati tidak pernah bekerja setengah-setengah.
Kalian harus mulai bekerja. Nyalakan api agar menerangi kalian selama bekerja.
Di sini banyak terdapat semak-semak. Tempatkan beberapa orang penjaga untuk
berjaga-jaga seandainya kulitmerah kembali lagi ke sini."
"Apa Anda bersedia mengambil alih, Sir?"
"Apa?" "Tugas menjaga."
"Tidak. Saya sudah cukup banyak berjuang bagi Anda, dan masih banyak tugas lain
yang sedang menanti saya. Sementara itu Anda sendiri hanya perlu meneruskan
perjalanan. Dari taktik Anda orang bisa tahu bagaimana Anda akan membuat tugas
penjagaan." "Tapi mata dan telinga kami tidak begitu tajam dan terlatih seperti Anda!"
"Berusahalah, Sir! Berusahalah sedikit lebih keras, maka Anda bisa melihat serta
mendengar dengan baik seperti saya! Saya akan segera memberikan contohnya.
Tenanglah, tuan-tuan dan dengarlah ke arah kiri! Apakah kalian mendengar
sesuatu?" "Ya. Ada kuda datang. Pasti seorang Indian."
"Pshaw! Kalian sungguh yakin bahwa orang Indian memacu kudanya begitu ribut
kalau mereka ingin merampok kalian" Yang datang ini adalah teman saya. Saya
meminta dengan sangat supaya kalian menyambutnya dengan ramah. Dia adalah Sans-
ear dan orangnya sangat serius!"
Memang yang datang adalah Sam. Dia memacu kuda mendekat dan turun sambil
menunjukkan raut wajah seolah-olah dia hendak menantang seluruh dunia.
"Anda mendengar tanda dari saya?" saya bertanya kepadanya.
Dia hanya mengangguk lalu berpaling kepada kondektur.
"Jadi Andalah yang memimpin penyerangan hebat tadi?"
"Ya," jawabnya begitu tolol sehingga hampir-hampir saya tak kuat menahan
tawa. "Well, Sir! Kalau begitu saya harus memuji Anda, karena kuda ini, Tony, masih
memiliki otak yang lebih baik daripada otak Anda. Anda bisa menjadi orang
penting. Tapi perhatikanlah, jangan sampai orang memilih Anda menjadi presiden!
Tetaplah di sini, Tony, saya akan kembali lagi!"
Petugas kereta itu hanya berdiri tercengang dan tidak tahu harus berkata apa.
Juga seandainya dia ingin berbicara, tidak mungkin dia menyampaikannya karena
Sans-ear sudah menghilang dalam kegelapan malam. Tentu saja saya bertanya, apa
yang menyebabkan Sam begitu jengkel. Saya tidak berpikir lain, alasannya pasti
karena Fred Morgan. Orang itu tidak lain bushheader kulitputih yang saya tendang
dari atas lokomotif. Ke mana Sam pergi sekarang, bisa saya bayangkan. Sebenarnya
saya ingin sekali menyusul dia, tetapi saat ini saya tidak punya waktu. Setelah
beberapa menit dia kembali. Saya duduk dan dalam cahaya api saya melihat
persiapan yang dilakukan untuk memperbaiki rel. Dia mengambil tempat di samping
saya. Raut wajahnya kesal, bahkan kini bertambah jengkel.
"Bagaimana?" tanya saya.
"Bagaimana apa?" dia menantang saya.
"Apakah mereka sudah mati?"
"Mati" Lucu! Bagaimana dua kepala suku Indian bisa mati kalau Anda hanya
menggaruk kepala mereka seperti menghalau lalat. Itu hanya membuat mereka merasa
geli! Anda tahu, apa yang saya katakan tadi kepada kondektur?"
"Apa?" "Bahwa otak Tony lebih baik daripada otaknya."
"Lalu?" "Bandingkan dengan diri Anda sendiri! Tony misalnya pasti sudah membunuh Ka-wo-
min dan Ma-ti-ru, dan bukan hanya membuat mereka lumpuh. Keduanya sudah
menghilang!" "Saya senang karenanya!"
"Senang" Ini sesuatu yang pitiful[Inggris: Menyedihkan], sesuatu yang sungguh
menyakitkan. Anda membiarkan kedua keparat itu kabur, padahal scalp mereka sudah
ada di tangan Anda!" "Saya 'kan sudah menjelaskan alasannya kepada Anda, Sam. Hentikan umpatan
semacam itu! Lebih baik Anda ceritakan, mengapa Anda uring-uringan!" "Well, juga
setelah peristiwa itu. Apa Anda tahu orang yang saya jumpai?" "Fred Morgan."
"Egad! Siapa yang memberitahukan kepada Anda?" "Anda menyebut namanya cukup
keras ketika melihat dia." "Baiklah! Saya sudah lupa. Tebaklah, siapa orang
itu!" Dari pertanyaan dan raut wajah pemburu tua yang sedang geram itu saya
segera tahu. "Dialah orang yang telah membunuh istri dan anak Anda!" "Tentu saja! ... Siapa
lagi kalau bukan dia?"
Saya melanjutkan, "Menyedihkan! Berat rasanya! Anda berhasil menangkapnya?"
"Jahanam itu lolos dari kejaran saya. Bangsat itu raib, menghilang di
pegunungan! Oh, kejengkelan ini bisa membuat saya memotong telinga sendiri
seandainya saya masih memilikinya!"
"Saya melihat, bagaimana Anda memburunya dengan kuda, ke tengah-tengah orang
Indian." "Tidak berhasil, tidak berhasil. Saya tidak melihatnya lagi. Barangkali dia
tiarap di atas tanah sehingga saya melewatinya. Tapi dia akan menjadi milik
saya, saya harus menemukannya! Kuda-kuda telah lari, jadi kita bisa menelusuri
jejak kakinya." "Itu pekerjaan yang sulit! Memang jejak kulitputih bisa dibedakan dari jejak
kulitmerah. Tapi siapa yang bisa memastikan bahwa mereka tidak bisa mengubah
kebiasaan dengan berjalan menggunakan ujung jari kaki seperti orang-orang
Indian" Dan bukankah selalu terdapat jejak pada setiap dataran?"
"Anda benar, Charley. Tapi apa yang harus saya lakukan?"
Saya meraih tas dan mengeluarkan dua pundi-pundi serta beberapa lembar kertas
yang saya temukan pada kuda kulitputih.
"Barangkali kita bisa menemukan sesuatu yang membantu kita menentukan rencana
selanjutnya." Saya membuka kantung. Di dekat kami, api masih menyala. Cahayanya cukup terang
sehingga saya bisa memeriksa isinya. Saya berteriak kaget.
"Batu, batu mulia, berlian! Sam, saya menggenggam harta melimpah dalam tangan!"
Dari mana bushheader memperoleh barang ini dan bagaimana mereka membawanya ke
sabana" Mereka pasti tidak memilikinya dengan cara yang halal, ini sudah jelas.
Saya harus menemukan pemilik sebenarnya dari barang-barang tersebut.
"Berlian" 's death, benarkah" Tunjukkan! Sepanjang hidup, saya misalnya belum
pernah memegang sebutir barang tambang itu di tangan."
Saya memberikan kepadanya sambil berkata,
"Berlian dari Brazil. Ini, lihatlah!"
"Hmmm! Manusia memang makhluk yang aneh. Ini hanyalah sebuah batu, bukan besi
yang kuat dan awet. Benar 'kan, Charley?" "Karbon, Sam, tidak lebih dari
karbon!" "Karbon atau kokain, sama saja. Saya tidak mau menukar senjata tua saya dengan
seluruh barang ini! Apa yang akan Anda lakukan dengan arang-arang itu,
Charley?" "Memulangkan kepada pemilik yang sebenarnya."
"Siapa?" "Entahlah. Tapi saya akan mengetahuinya karena orang yang kehilangan barang ini
pasti tidak akan tinggal diam. Dia akan menulis pemberitahuan di surat
kabar." "Hihihihi, jadi mulai besok kita akan berlangganan surat kabar, Charley!" "Tidak
perlu. Pada akhirnya kita akan menemukan petunjuk dalam kertas-kertas ini."
"Kalau begitu lihatlah misalnya dengan segera!"
Saya membuka dan menemukan dua buah kartu pos yang indah dari Amerika Serikat
serta sebuah surat tanpa amplop. Surat itu berbunyi,
Galveston, tanggal... Ayah yang tercinta, Saya membutuhkanmu. Datanglah secepat mungkin. Tidak menjadi masalah, apakah
Ayah berhasil mendapat berlian atau tidak. Yang jelas kita akan menjadi kaya
raya. Pada pertengahan Agustus, ayah bisa menemui saya di Sierra Ranca, tempat
sungai Rio Pecos mengalir keluar
di antara Skettel-Pik dan Head-Pik. Hal-hal lain akan saya sampaikan secara
lisan. Anakmu, Patrik Tanggal dari surat itu sudah tersobek sehingga saya tidak bisa mengira kapan
surat itu ditulis. Saya membacakannya buat Sam.
"Behold," ujarnya ketika saya selesai membaca. "Benar, nama anak itu misalnya
tidak lain adalah Patrik. Keduanya termasuk dalam kesepuluh orang yang nyawanya
belum terpahat pada gagang senjata saya. Tapi coba ulangi lagi, apa nama kedua
gunung tadi?" "Skettel-Pik dan Head-Pik.[Skettel Peak dan Head Peak. Peak=Puncak (Inggris)]"
"Anda tahu gunung itu?"
"Sedikit. Saya berangkat dari Santa Fe menuju pegunungan Organos. Karena katanya
di Sierra Rianca dan Sierra Guadeluppe ada beruang, maka saya singgah sebentar
ke sana." "Anda pun tahu tentang sungai Rio Pecos?"
"Saya tahu sekali."
"Kalau begitu Andalah orang yang saya butuhkan. Kita akan pergi ke Texas dan
Mexico dan kita bisa mengambil jalan membelok sebentar ke kanan. Saya hanya ke
sana, karena saya misalnya ingin menjumpai teman-teman saya. Tapi karena mereka
sudah mengatakan di mana mereka akan ditemui, maka rasanya lucu jika Sans-ear
yang tua ini tidak menampakkan diri bersama Tony di hadapan mereka. Maukah Anda
pergi bersama saya, jika besok pagi kita tidak menemukan jejak Fred Morgan?"
"Tentu saja! Saya harus menangkapnya karena hanya dari dia saya bisa tahu siapa
pemilik batu-batu mulia ini."
"Kalau begitu simpanlah kembali barang-barang itu. Mari kita lihat apa yang
dikerjakan railroader!"
Sesuai anjuran saya, kondektur menempatkan penjaga. Selain pekerja kereta, para
pegawai kereta pun sibuk memperbaiki rel kereta yang rusak. Para penumpang hanya
berdiri, sebagian dari mereka memperhatikan pekerjaan perbaikan, dan sebagian
lagi sibuk mengurusi jenasah korban yang tewas atau memperhatikan kami berdua,
tapi mereka tidak berani mengganggu percakapan kami. Ketika kami berdiri,
beberapa orang datang menghampiri kami untuk mengucapkan terima kasih atas
pertolongan kami. Mereka lebih ramah daripada masinis. Mereka bertanya,
bagaimana mereka mengungkapkan rasa terima kasihnya dalam bentuk barang. Saya
menjawab, saya ingin membeli peluru, tembakau, roti, dan korek api seandainya
barang-barang itu dijual. Dengan segera mereka mengeluarkan barang-barang
tersebut dari kantongnya sehingga kami menerima hadiah yang jumlahnya lebih dari
cukup. Tentu saja saya tidak perlu membayarnya karena pasti akan ditolak.
Dalam waktu yang singkat perbaikan rel kereta sudah selesai. Perkakas kembali
disimpan. Kondektur mendekati kami lalu bertanya,
"Apakah Anda mau ikut, Mesch'schurs" Dengan senang hati saya mau mengantar Anda
ke tempat yang Anda inginkan."
"Terima kasih, Sir! Kami tetap tinggal di sini," jawab saya.
"Terserahlah. Tentu saya akan menulis berita tentang peristiwa hari ini dan saya
tidak lupa menyanjung nama Anda. Tidak tertutup kemungkinan bahwa Anda akan
mendapat hadiah." "Terima kasih, hadiah itu tidak perlu, karena kami tidak tinggal lama di daerah
ini." "Siapa yang berhak atas barang-barang yang direbut dari musuh?"
"Menurut undang-undang padang prairie, semuanya menjadi milik pihak yang
menang." "Kita sudah menang, karena itu kita bisa mengambil barang-barang yang dibawa
orang Indian. Silakan, tuan-tuan! Setiap orang harus mengambil tanda mata untuk
mengenang pertempuran hari ini!"
Tiba-tiba Sam maju menghampirinya dan berkata,
"Maukah Anda menunjukkan kami mayat-mayat orang Indian yang telah Anda kalahkan
atau Anda bunuh, Sir?"
Orang itu menatapnya agak terperangah. "Apa maksud Anda?"
"Apabila Anda telah membunuh seseorang, maka Anda misalnya boleh merampas
hartanya, tapi jika tidak maka Anda tidak boleh."
"Sam, biarlah mereka mengambilnya," kata saya sambil berpaling kepada sahabat
saya. "Kita tidak membutuhkannya sama sekali!"
"Jika Anda berpendapat demikian, baiklah. Tetapi scalp mereka jangan disentuh!"
"Anda pun harus mengambil mayat pemeriksa rel yang tergeletak di sana," saya
menambahkan. "Itu merupakan kewajiban Anda!"
Keinginan saya tentu saja dipenuhi. Mereka mencari mayat-mayat orang Indian dan
merampas senjata serta harta bendanya. Kemudian mereka menaikkan mayat
kulitputih ke dalam sebuah gerbong. Setelah perpisahan yang singkat, kereta pun
bergerak maju. Selama beberapa saat kami masih mendengar bunyi putaran roda,
lambat laun makin melemah. Setelah itu kami sendirian lagi di padang sabana yang
luas dan sepi ini. "Apa yang harus kita lakukan sekarang, Charley?" tanya Sam.
"Tidur." "Apakah Anda berpikir, bahwa orang-orang Indian tidak akan datang lagi karena
manusia-manusia berani itu kini telah pergi?"
"Saya kira tidak."
"Tapi saya misalnya merasa heran, mengapa Fred Morgan tidak kembali lagi dan
paling tidak berusaha menemukan kembali kuda serta batu berliannya!"
"Hal itu mungkin, tapi saya meragukannya. Siapa yang mau mencari lagi kudanya
yang sudah lari terhalau oleh api" Dia juga tahu, selain railroader masih ada
orang lain di sini dan dia tidak boleh menunjukkan batang hidungnya kepada
mereka jika tidak ingin menjerumuskan diri ke dalam bahaya."
"Tadi dia melihat saya, begitu pula sebaliknya. Saya heran kalau dia tidak ingin
menghadiahi saya peluru atau besi tajam!"
"Kita harus menunggu. Hari ini keadaannya aman. Walaupun demikian kita bisa
sedikit menghindar dari rel kereta sampai kita cukup yakin bahwa kita tidak akan
diganggu." "Well, mari kita pergi!"
Dia bangkit. Saya naik ke punggung kuda dan kami berkuda kira-kira satu mil
inggris ke arah utara. Di tempat itu kami berhenti, lalu mengikat kuda dan
membungkus diri dalam selimut.
Saya benar-benar letih sehingga segera tertidur. Kemudian, seperti dalam mimpi,
saya mendengar bunyi kereta melaju dari timur ke barat. Tapi saya tidak terjaga
sepenuhnya, lalu saya kembali tertidur.
Ketika saya bangun dan membuka selimut, hari masih sangat pagi. Tapi Sam sudah
duduk di hadapan saya dan dengan nikmat dia mengisap sebuah cerutu yang kemarin
malam dihadiahkan kepada kami.
"Good morning, Charley! Memang ada perbedaan antara cerutu pemberian penumpang
dan cerutu patent-smokers Anda, yang pabriknya terdapat di bawah pelana kuda.
Mari, isaplah bersama saya barang satu batang kemudian kita pergi bekerja. Kita
harus menunda sarapan sampai menemukan air."
"Semoga kita segera menemukannya. Ini tentu sangat baik untuk kuda kita yang
belum diberi makan. Omong-omong saya pun bisa menikmati cerutu di atas punggung
kuda." Saya menyulut sebatang cerutu kemudian melepaskan tali ikatan kuda. "Ke mana
kita pergi?" tanya Sam.
"Kita berangkat dari sini sampai ke tempat kereta berhenti. Di sana tak ada
jejak yang akan luput dari perhatian kita."
"Tapi kita tidak berkuda berdampingan."
"Ya. Tentu saja kita berkuda beriring-iringan. Ayo, mari pergi!"
Abu halus dari rerumputan yang terbakar mampu merekam jejak prajurit Ogellallah
yang kabur. Tapi hembusan angin sepanjang malam telah mengaburkan jejak-jejak
itu sehingga tidak terlihat lagi. Akhirnya kami tiba di sana tanpa mendapat
hasil. "Apa Anda melihat sesuatu, Charley?" tanya Sam.
"Tidak." "Saya pun tidak. Angin terkutuk, dia misalnya hanya datang seandainya tidak
diperlukan! Kalau Anda tidak menemukan surat itu, pasti kita tidak bisa menyusun


Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rencana kita selanjutnya."
"Jadi mari kita berangkat ke Rio Pecos!"
"Well! Tapi sebelumnya saya ingin mengatakan kepada kulitmerah, bahwa mereka
harus berterima kasih kepada seseorang atas peristiwa kemarin."
Pada saat saya naik dan berbaring di rel, dia memulai pekerjaannya. Saya tidak
mau ikut ambil bagian. Dia membaringkan mayat Indian berdampingan dan meletakkan
telinga mereka yang sudah terpotong ke dalam tangannya masing-masing.
"Sekarang marilah!" katanya. "Kita terus berkuda sampai tiba di mata air
terdekat. Saya ingin tahu, siapa yang lebih kuat menahan haus, kuda Anda atau si
tua Tony." "Kuda Anda memikul beban yang lebih ringan daripada kuda saya."
"Well, Charley. Daging manusia yang dipikulnya lebih ringan, tetapi ia memiliki
otak yang lebih banyak. Bung, saya tidak bisa menerima bahwa Fred Morgan bisa
lolos. Tetapi bahwa Anda tidak langsung membunuh kedua kepala suku itu, hal itu
misalnya akan saya maafkan, seandainya Anda membantu saya menangkap Morgan."
PENANCAP TIANG Di antara Texas, Arizona, New Mexico, dan Indian Territory terbentang sebidang
tanah yang sangat luas. Daerah ini sebenarnya berada di antara sungai yang
mengalir dari pegunungan Ozark, yaitu antara Sierra Guadelupe di bagian utara
dan Gunung Gualpa di selatan. Daerah ini dikelilingi oleh puncak-puncak gunung
yang tinggi yang membatasi aliran Sungai Rio Pecos di sebelah utara dan mata air dari Sungai Red River, daerah Sabine, Trinidad, Brazos dan
Colorado. Hamparan padang pasir yang gersang dan tandus itu diselingi oleh hamparan
kerikil yang tajam dan kering. Tanah di sana begitu gersang, sehingga tak ada
tanaman yang bisa tumbuh di atasnya. Suhu yang menyengat kulit pada siang hari
akan berubah menjadi begitu dingin menusuk tulang pada malam hari. Di padang
pasir ini tidak ditemukan wahah atau oase seperti layaknya di Gurun Sahara. Tak
terlihat tanah lembab di mana orang bisa menduga ada mata air di bawahnya.
Bahkan di sana hampir tidak terdapat daerah peralihan antara pegunungan yang
ditumbuhi hutan lebat dan padang tandus. Keadaan ini tentu saja mengandung
bahaya tersembunyi yang tidak kasat mata. Di beberapa tempat tumbuh semak
mezquite yang jarang dan berkulit keras. Tidak diketahui, dengan kekuatan apa
tumbuhan itu bisa bertahan hidup. Daunnya tidak lagi hijau. Ada hal lain yang
mengherankan, di tempat itu dijumpai pula sejenis kaktus liar yang hanya tumbuh
beberapa batang atau membentuk sebuah rumpun atau tersebar di beberapa tempat
lain di sekitarnya. Kehadiran kaktus itu masih menjadi teka-teki yang belum bisa
dijelaskan. Tanaman mezqu te maupun kaktus kelihatan tidak menarik untuk
dipandang karena berwarna cokelat abu-abu dan mempunyai bentuk batang yang
jelek. Tumbuhan itu tertutup oleh lapisan debu pasir yang tebal. Kuda-kuda yang
terjebak di dalam lautan kaktus, akibat penunggangnya yang kurang berhati-hati,
pasti akan menderita luka parah karena kakinya tertusuk duri-duri yang tajam dan
keras. Pasti hewan itu tidak bisa lagi meneruskan perjalanan. Penunggangnya
harus menyerah dan membunuh kudanya jika dia tidak ingin melihat binatang itu
keluar dari sana dengan luka parah.
Walaupun gurun pasir itu sangat berbahaya, masih ada juga manusia yang berani
melewatinya. Di tempat itu terbentang jalan ke Santa Fe dan Fort Union sampai ke
Passo del Norte dan terus turun ke padang prairie yang mengandung cukup air
serta ke hutan-hutan di daerah Texas. Tetapi 'jalan' di sini tidak boleh
dibayangkan seperti jalan raya yang dijumpai di negara-negara maju. Bisa saja
seorang penunggang kuda, rastreador[Spanyol: Pencari emas atau penunjuk jalan]
atau sekelompok orang nekat, ataupun orang Indian yang berkuda dengan cepat
melewati padang pasir ini. Tapi kadang-kadang terlihat kafilah yang ditarik
lembu bergerak begitu lamban seperti siput darat melintasi padang sepi ini.
Sebenarnya tak ada jalan di sana, juga tak ada jalan sejajar yang berjarak lima
belas menit perjalanan seperti yang terdapat di padang rumput di Luneburg atau
pada pesisir pantai di Brandenburg. Setiap orang yang berkuda atau berjalan
kaki, membuat jalannya sendiri, selama masih terlihat tanda-tanda di tanah yang
menunjukkan bahwa dia masih berada pada arah yang benar. Namun makin lama tanda-
tanda itu mulai menghilang, sehingga orang dengan penglihatan tajam sekalipun
tidak bisa menelusurinya. Mulai dari tempat itu dibuat tanda lain, yakni tiang-
tiang yang ditancapkan di atas tanah sebagai penunjuk arah.
Walaupun sudah diberi tanda, padang pasir itu tetap saja meminta korban. Bahkan
jumlahnya lebih banyak daripada yang terjadi di Gurun Sahara di Afrika atau
Gurun Schamo di Asia yang terkenal sebagai padang gurun yang angker. Mayat
manusia, bangkai binatang, sobekan pelana kuda, dan barang-barang rongsokan
lainnya berserakan di tepi dan tengah jalan. Barang-barang itu menjadi saksi
bisu tentang kisah yang tidak pernah didengar oleh telinga dan hanya bisa
ditangkap oleh mata. Burung-burung nasar pemakan bangkai terbang tinggi di udara
dan dengan penasaran memantau gerak maju makhluk hidup di bawahnya, seolah-olah binatang
itu tahu bahwa mangsa-mangsa empuk itu tidak akan lolos.
Lalu, apa nama gurun pasir ini" Penduduk yang tinggal di sekitarnya memberinya
nama yang berbeda-beda, kadang dalam bahasa Inggris, kadang Perancis ataupun
Spanyol. Tetapi karena tiang-tiang yang ditancapkan sebagai penunjuk jalan tadi,
maka gurun itu disebut Llano Estaccado (estaccado berarti tertancap).
Dua orang penunggang kuda sedang berjalan dari arah hulu Red River menuju ke
Sierra Rianca. Kuda-kuda mereka terlihat sangat kelelahan. Binatang malang itu
begitu kurus dan hanya tinggal kulit pembalut tulang. Kedua binatang itu pun
tampak lusuh ibarat burung yang terbujur kaku di dalam sarangnya. Dengan
menyeret kakinya tanpa tenaga, binatang itu bergerak maju perlahan-lahan,
seolah-olah akan tersandung setiap kali melangkah. Karena itu orang bisa
menduga, setiap saat kuda itu bisa roboh ke tanah. Matanya sudah merah. Lidahnya
yang kering terjulur keluar di antara sudut bibirnya dan jatuh terkulai lemas.
Tapi walaupun panas yang membakar, pada tubuhnya tidak terlihat butir-butir
keringat. Dari mulutnya pun tidak keluar buih. Ini menunjukkan bahwa binatang-
binatang itu tidak lagi memiliki cairan dalam tubuhnya selain darah, karena
cairan itu telah menguap akibat panasnya gurun pasir.
Kedua kuda itu adalah Tony dan mustang saya. Tentu penunggangnya adalah Sam dan
saya. Sudah lima hari kami berkuda menempuh Llano Estaccado. Sebelumnya kami masih
menjumpai mata air di beberapa tempat. Namun kini sama sekali tidak terlihat
adanya air. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana unta-unta di padang pasir
begitu praktis menyimpan persediaan air di punuknya. Kini saya teringat akan
sebuah peribahasa dari Uhland [(Johann) Ludwig Uhland (1787-1862), penyair dan
filologis Jerman ternama] yang kira-kira berarti,
"Jika kuda terlalu letih untuk memikul tuannya, maka tuannya harus ganti memikul
kudanya!" Walaupun mungkin, realisasi dari ungkapan ini sangat sulit dibayangkan, karena
penunggang kuda itu pun berada dalam keadaan tanpa harapan seperti si kudanya.
Si kerdil Sam yang semakin kurus bergantung pada leher kudanya seakan-akan
tubuhnya ditopang begitu saja oleh leher kuda. Mulutnya menganga, matanya
memandang kosong, tampak nanar. Sementara itu keadaan saya, kelopak mata saya
terasa begitu berat seperti digantung dengan timah. Tenggorokan saya terasa
kering. Saya tidak bisa bersuara karena kerongkongan saya seperti hendak pecah
setiap kali berbicara. Nadi saya dialiri oleh sesuatu yang mendidih seperti
leburan besi panas. Saya kira, tidak sampai satu jam lagi, saya akan terjatuh
dari punggung kuda dan terkapar di tanah tanpa daya.
"A...ir!" Sam mengerang perlahan.
Saya menegakkan kepala. Apa yang harus saya jawab" Saya hanya diam. Tiba-tiba
kuda saya tersentak dan berhenti. Saya berusaha sedapat mungkin untuk memacunya,
namun binatang itu tidak mau maju. Si Tony yang sudah tua itu pun sama.
"Turun!" kata saya. Semua organ berbicara terasa sakit saat saya mengucapkan
kata ini. Bagian tubuh saya mulai dari paru-paru sampai ke mulut, terasa seperti
ditusuk oleh ribuan jarum.
Saya jatuh melorot dari kuda, meraih tali kekang dan melangkah maju dengan bisu.
Kuda itu mengikuti saya perlahan-lahan, tak ada lagi beban yang harus
dipikulnya. Sam pun menuntun kudanya dari belakang, namun pada saat itu dia
tampaknya lebih letih daripada saya. Kami terus berjalan maju perlahan-lahan
sejauh setengah mil. Pada waktu itu saya mendengar suara erangan keras dari
belakang. Saya membalikkan tubuh. Sam tergeletak di tanah dengan mata tertutup.
Saya maju menghampiri dia lalu duduk di sampingnya, diam dan tanpa suara, karena keadaan
kami tetap tidak akan berubah walaupun kami berbicara.
Rasanya hidup saya akan segera berakhir, saya tiba pada tujuan akhir
pengembaraan! Saya ingin mengenang kembali orang tua dan saudara-saudara saya
yang tinggal jauh di tanah Jerman. Saya ingin menenangkan pikiran untuk
berdoa ... tapi tidak berhasil. Pikiran saya kusut. Tanpa sadar kami sudah
menjadi korban dari siasat jahat yang sebelumnya pun sudah menelan banyak nyawa.
Kelompok pencari emas yang mendapat rezeki pada diggins di California sering
datang dari Santa Fe menyeberang ke Paso del Norte dan kini ingin membawa hasil
pekerjaannya ke daerah Timur. Mereka mengambil jalan pintas melalui Llano
Estaccado. Dengan melalui jalan ini, mereka justru menantang bahaya yang bukan
timbul karena pengaruh tanah dan cuaca, karena selain itu mereka akan disambut
oleh orang-orang lain. Orang-orang ini adalah mereka yang tidak puas bekerja
pada tambang emas dan tidak berhasrat untuk bekerja secara jujur. Mereka adalah
orang-orang yang dipecat dan dicaci-maki di daerah Timur karena kasus korupsi.
Kini mereka berkumpul di dekat Estaccado untuk menjarah para penambang emas itu.
Kebanyakan dari mereka mempunyai perawakan kekar dan terlatih. Keberanian mereka
sudah teruji dalam berbagai kesulitan dan pertempuran, karena itu tentu saja
sangat berbahaya jika orang mencari persoalan dengan mereka. Para perampok liar
itu merancang sebuah ide yang sangat keji dan tidak berperikemanusiaan: mereka
mencabut tonggak-tonggak yang dipasang sebagai penunjuk arah lalu menanamnya
menuju arah yang lain, sehingga para pengelana akan digiring kepada keganasan
padang pasir lalu akhirnya terbunuh dalam ketidakberdayaan. Dengan itu mudah
bagi mereka untuk merampas harta korban tanpa perlu bersusah payah atau
menghadang bahaya. Tulang belulang korban yang telah pudar karena diterpa panas
matahari berserakan di padang sepi ini. Sementara itu kerabatnya di rumah sia-
sia menunggu mereka pulang dan mereka tidak pernah mendengar lagi cerita tentang
nasib orang-orang malang itu.
Sampai sekarang kami mengikuti tonggak itu tanpa menaruh curiga. Baru pada waktu
tengah hari, kami sadar bahwa tiang-tiang itu telah menyesatkan kami. Saya tidak
tahu, sejak kapan kami menyimpang dari arah yang sebenarnya. Tetapi rasanya
tidak berguna jika kami kembali ke tempat semula, terutama karena dari waktu ke
waktu keadaan kami semakin parah. Sam tidak mungkin lagi meneruskan perjalanan.
Saya sendiri pun tidak bisa berjalan lagi lebih dari satu mil walaupun saya
mengerahkan seluruh tenaga saya yang masih tersisa sedikit. Hanya satu hal yang
pasti, kami akan segera menjadi mayat, seandainya tidak ada yang datang menolong
kami. Dan pertolongan itu harus segera datang.
Tiba-tiba terdengar suara yang keras dan serak di atas kepala saya. Saya
menengadah ke atas dan melihat seekor burung nasar. Binatang yang barangkali
baru saja terbang ke udara itu, melayang rendah di atas kami. Burung itu terbang
berputar-putar di atas seolah-olah kami pasti akan menjadi mangsanya. Di dekat
kami pasti terkapar seorang atau para stakemen[Orang-orang yang menancapkan
tiang penunjuk jalan]. Kelompok terakhir ini biasa disebut perampok dari
Estaccado. Saya memandang sekeliling untuk mencari jejak yang mungkin ada di
sana. Mata saya memerah karena terik matahari dan sakit demam, sehingga terasa sakit
dan tidak bisa berfungsi dengan baik. Walaupun demikian, pada jarak sekitar
beberapa langkah di depan, saya melihat beberapa titik. Titik-titik itu bukan
bebatuan atau gundukan tanah. Saya meraih senapan berlaras ganda dan berusaha
untuk berjalan mendekat. Sebelum mencapai setengah dari jarak ke tempat itu, saya melihat tiga ekor
coyote, dan tidak jauh darinya tampak beberapa ekor burung ruak-ruak. Binatang-
binatang itu mengerumuni sesuatu yang tidak jelas terlihat oleh saya. Pasti
tubuh binatang atau manusia, tetapi pemilik tubuh itu belum mati. Jika tidak
pasti binatang- binatang pemangsa itu sudah lama melahap bangkainya. Pada saat yang sama tumbuh
harapan dalam diri saya setelah melihat coyote. Binatang ini berani menyusup
agak jauh ke daerah gurun pasir, walaupun mereka sebenarnya tidak bisa bertahan
hidup tanpa air. Saya juga harus menyelidiki apa yang sedang dikerubutinya. Saya
sudah mengayunkan langkah untuk maju. Tiba-tiba terbersit suatu pikiran untuk
menggunakan senjata. Kami hampir sekarat. Di sini tidak ada air untuk melepaskan dahaga, tetapi
paling tidak kami bisa minum darah binatang itu. Saya membidik. Namun, karena
saya begitu lemah dan sedang sakit demam, maka ujung senapan bergetar hebat.
Karena itu saya duduk, menopang tangan di atas lutut supaya bisa menembak dengan
tepat. Saya menarik pelatuk dua kali. Dua ekor coyote roboh ke atas pasir. Pada saat
itu saya melupakan semua keletihan lalu berlari dengan cepat ke sana. Seekor
serigala tertembak di kepalanya, sedangkan tembakan yang lain tampaknya kurang
tepat, sehingga saya harus malu seandainya saya tidak berada dalam kondisi
sakit. Peluru hanya meremukkan kedua kaki depannya. Ketika saya menembak,
serigala itu sedang lari. Sekarang binatang itu roboh ke pasir sambil meraung-
raung. Saya mencabut pisau, memotong urat nadi pada leher serigala yang lebih dulu
tertembak lalu meminum darahnya dengan puas seakan-akan saya minum
nektar[Minuman sangat lezat]. Kemudian saya mengambil cangkir kulit dari ikat
pinggang lalu mengisinya sampai penuh dan bergegas menghampiri seorang pria yang
terkapar di dekatnya, seorang Negro. Cangkir yang saya pegang hampir jatuh
terlepas, karena saya begitu terkejut melihat wajah orang itu yang bukan tampak
hitam melainkan keabu-abuan karena debu pasir.
"Bob!" Mendengar seruan saya, dia membuka sedikit kelopak matanya. "Air!" dia
mengerang. Saya berlutut di sampingnya, lalu meninggikan tubuhnya kemudian mendekatkan
cangkir ke mulutnya. "Minumlah!" Dia membuka mulut, tapi karena tenggorokannya kering, dia tidak bisa menelannya.
Hal ini berlangsung lama, sehingga akhirnya saya menuangkan cairan menjijikkan
itu ke dalam mulutnya. Kemudian dia rebah lagi ke tanah.
Sekarang saya harus memikirkan nasib Sam. Dengan hati-hati saya mengambil darah
dari coyote yang lebih dulu tertembak mati karena darahnya lebih kental daripada
serigala yang hanya terluka.
Lalu saya mendekati serigala kedua. Binatang itu meraung-raung dan menggigit
saya. Tetapi saya masih membiarkannya hidup. Kemudian saya mencekik lehernya dan
menyeretnya sampai ke tempat Sans-ear. Lalu binatang itu saya tekan ke tanah,
sehingga tidak bergerak. Kemudian saya memotong nadinya.
"Sam, minumlah ini!"
Dia tergolek tanpa daya di tanah. Tetapi kini dia bangun.
"Minum" Oh!"
Dengan terburu-buru dia menyambar cangkir dan mengosongkannya dengan sekali
teguk. Saya mengambil cangkir itu dari tangannya lalu mengisinya lagi. Sam minum
lagi sampai habis. "Darah, fie! Ah, brrr, ooohhh, tapi itu lebih baik daripada tidak minum sama
sekali!" Saya menghabiskan beberapa teguk darah yang masih tersisa kemudian bangkit.
Serigala ketiga yang tadi melarikan diri, kini datang lagi dan mengancam hendak
menggigit Bob, walaupun si Negro itu masih hidup. Saya kembali mengisi senjata,
melangkah ke dekat binatang itu lalu menembaknya mati. Dengan darahnya saya bisa
membantu si kulithitam, sehingga kesadarannya pulih kembali dan dia bisa
menggerakkan tubuhnya. Para pengembara seringkali mengalami perjumpaan yang sangat mengesankan.
Perjumpaan seperti itu kini saya alami pada si orang Negro itu. Saya mengenal
dia dengan sangat baik. Saya pernah menginap selama beberapa hari di rumah
majikannya, Marshall, seorang pedagang permata di Louisville. Pada waktu itu
saya menyukai pria Negro itu karena dia seorang yang setia dan lucu. Dua putra
pedagang itu pergi berburu bersama saya ke pegunungan Cumberlands, kemudian
menemani saya sampai ke Mississippi. Keduanya adalah pemuda tampan dan rasa
persaudaraan di antara mereka membuat saya sungguh kagum. Mengapa Bob, pria
kulithitam yang sudah tua dan beruban ini, bisa datang sampai ke Llano
Estaccado" "Apakah sekarang keadaannya lebih baik, Bob?" tanya saya kepadanya.
"Lebih baik ... oh, sangat baik," dia berdiri dan sekarang tampaknya dia
mengenal saya. "Massa, apa saya tidak salah" Massa Charley, pemburu yang luar
daripada biasa! Oh, Bob senang bahwa bertemu Massa, karena Massa Charley harus
tolong Massa Bern', jika tidak akan mati dia."
"Bernard" Di mana dia berada?"
"O, di mana Massa Bern' ya?" Dia memandang sekeliling lalu menunjuk ke selatan.
"Massa Bern' adalah di sana! Oh bukan, adalah di sana... atau di sana... atau di
sana!" Dia memutar tubuhnya dan menunjuk ke arah barat, utara dan timur. Bob


Winnetou Kepala Suku Apache Karya Dr. Karl May di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak tahu, di mana Massa yang masih muda itu berada.
"Apa yang dilakukan Bernard di Llano Estaccado ini?"
"Melakukan apa" Tidak Bob mengetahui, sebab tidak Bob melihat Massa Bern' yang
pergi bersama Massa-Massa yang lain."
"Siapakah yang pergi bersama dengannya?"
"Mereka adalah pemburu, adalah pedagang, adalah ... oh, tidak Bob mengetahui
semuanya!" "Ke mana dia hendak pergi?"
"Ke Californ', ke Francisco, ke tempat Massa Allan."
"Jadi Allan berada di Francisco?"
"Massa Allan adalah di sana, membeli banyak emas untuk Massa Marshall. Tetapi
Massa Marshall membutuhkan tidak lagi emas, karena Massa Marshall adalah sudah
mati." "Master Marshall sudah meninggal?" tanya saya tercengang karena dulu pedagang
permata itu masih terlihat segar bugar.
"Ya, tetapi tidaklah mati karena sakit tetapi oleh karena pembunuhan."
"Dia dibunuh?" teriak saya tidak percaya. "Siapa pembunuhnya?"
"Tidak Bob mengetahui pembunuhnya. Juga tidak mengetahui seorang pun. Pembunuh
itu datang pada malam hari, menghujam pisau ke dada Massa Marshall, mengambil
semua batu-batu permata dan emas yang adalah menjadi milik Massa Marshall. Siapa
adalah pembunuhnya dan ke mana dia pergi, itu tidak sheriff mengetahui, tidak
juga jury[Dewan pengadilan], tidak juga Massa Bern' atau Bob."
"Kapan peristiwa itu terjadi?"
"Terjadinya beberapa minggu yang lalu, beberapa bulan yang lalu. Sudah lewat
lima bulan. Massa Bern' jadi sangat miskin. Massa Bern' menuliskan surat kepada
Massa Allan di Californ', tetapi tidak dibalas, sehingga berangkat dia sendiri
ke Californ' untuk mencarikan Massa Allan."
Berita yang sekarang saya dengar tentu saja sangat mengejutkan; sebuah
pembunuhan dengan latar belakang perampokan. Pembunuhan tersebut telah
menghancurkan kebahagiaan keluarga yang hidup penuh damai. Sang ayah dibunuh dan
kedua putranya jatuh dalam jurang kemiskinan. Jadi semua batu mulia dan permata
sudah dirampok" Tanpa sadar, saya teringat kembali akan batu berlian yang saya
curi dari Fred Morgan. Berlian itu masih tetap saya bawa. Tetapi mengapa
pembunuh itu meninggalkan Louisville dan pergi ke padang prairie"
"Bagaimana engkau berangkat kemari?" tanya saya lagi.
"Dari Memphis ke Fort Smith, kemudian melintasi pegunungan lalu sampai ke
Prestan, Massa. Bob adalah berjalan, berkuda, berlari sampai ke padang pasir
Estaccad' yang luas dan mengerikan ini. Karena tidak menemukan air lagi, tiba-
tiba menjadi letih kuda dan Bob. Bob menjatuh dari kuda, kuda melari terus dan
Bob tidur terkapar. Sekarang menghadapi Bob bahaya yang sangat besar dan pelan-
pelan mati karena kehausan, sampai Massa Charley mendatangi dan memberikan Bob
minum dengan darah. O, Massa, selamatkan Massa Marshall maka cinta Bob kepada
Massa Charley akan menjadi selebar dunia ini!"
Ini tentu saja suatu permintaan, namun saya tidak berharap sedikit pun untuk
bisa memenuhinya. Bagaimana orang Negro ini sampai bisa mempercayai saya untuk
tugas itu, saya tidak tahu. Tetapi untuk menolak permintaan itu pun rasanya
tidak mungkin. Saya bertanya lagi,
"Berapa besar kelompok kalian?"
"Sangat besar, Massa. Sembilan orang, ditambah Bob."
"Ke mana kalian akan pergi waktu itu?"
"Tidak Bob mengetahui. Selalu Bob berkuda dari belakang dan tidak mendengar, apa
yang dikatakan Massa lain."
"Engkau membawa pisau dan pedang. Apakah kalian semua memiliki senjata?"
"Tidak banyak kanon dan meriam, tetapi kami memiliki banyak bedil dan senjata
dan pisau dan pistol dan revolver."
"Siapa yang memimpin kalian?"
"Seseorang yang bernama Williams."
"Ingatlah sekali lagi dengan sungguh-sungguh, ke mana mereka pergi ketika engkau
jatuh dari kuda." "Saya tidak tahu lagi. Ke sana, ke situ, ke sana." "Kapan" Kira-kira pada jam
berapa?" "Saat itu hari adalah hampir malam ... ah, oh, sekarang Bob mengetahui: Massa
Bern' berkuda lurus ke arah matahari terbenam ketika Bob menjatuh dari
kuda." "Bagus! Engkau sudah mampu berjalan kembali?"
"Bob bisa berlarikan lagi seperti seekor rusa. Darah tadi adalah baik untuk
mengobati dahaga." Benar, minuman yang tidak lazim itu juga mampu memuaskan dahaga saya, sehingga
lenyaplah demam dari tubuh saya. Sekarang si kerdil Sam berdiri di samping saya,
dia pun merasakan perubahan besar dalam dirinya. Dia datang mendekat untuk
mendengarkan pembicaraan kami. Keadaannya kelihatan seratus persen lebih baik
daripada lima menit sebelumnya.
Kelompok, tempat Bernard Marshall bergabung, pasti menderita keletihan yang
hebat seperti kami. Jika tidak tentu saja pemuda tegap itu tidak akan membiarkan
pelayannya yang setia ini seorang diri saja. Barangkali rasa haus dan demam
begitu menderanya, sehingga dia tidak mampu mengontrol pikiran dan inderanya.
Dari keterangan Bob yang terakhir saya bisa menduga, dia mau pergi ke arah
barat, seperti kami. Tetapi bagaimana kami bisa menyusulnya" Bagaimana kami bisa
menolongnya sementara kami sendiri masih membutuhkan pertolongan dan selain itu
tidak bisa memakai kuda-kuda kami"
Saya berpikir dan terus berpikir, tetapi tidak berhasil menemukan sebuah ide
yang gemilang. Hanya saya bisa membayangkan, kelompok itu pasti belum pergi
terlalu jauh. Tetapi bagaimana mungkin mereka tidak meninggalkan jejak sedikit
pun" Saya berpaling kepada Sam,
"Tinggallah di sini bersama kuda-kuda. Binatang-binatang itu barangkali sudah
cukup beristirahat, sehingga nanti bisa berlari lagi sejauh satu mil. Seandainya
saya belum kembali dalam dua jam, maka ikutilah saya."
"Well, Charley. Kamu tidak akan pergi terlalu jauh karena minuman dari jus
coyote tadi misalnya tidak akan bertahan lama."
Jelas bahwa sekarang kami saling menyapa dengan "kamu" dan bukan lagi dengan
"Anda" seperti pada hari pertama pertemuan kami. Yang saya maksudkan di sini
adalah sebutan "kamu" yang biasa dipakai para pemburu prairie.
Saya memeriksa tanah di tempat itu dan menemukan bahwa jejak Bob mulai dari
tempat di mana dia terbaring, mengarah ke utara. Saya mengikutinya. Kira-kira
setelah dua puluh menit saya tiba di suatu tempat. Di sana terlihat jejak
sepuluh ekor kuda yang mengarah ke barat. Di sini Bob terjatuh dari kudanya
karena letih, dan tampaknya tak seorang pun memperhatikan hal itu. Mungkin saja
pada waktu itu dia berada agak jauh di belakang kelompoknya. Saya kembali
mengikuti jejak dan menemukan bahwa kudanya lalu lari mengikuti kuda-kuda yang
lain. Tapi tampaknya seluruh kuda tersebut begitu lemah karena setiap saat
binatang-binatang itu tersungkur ke tanah dan hanya berjalan terseok-seok.
Karena itulah di pasir terlihat garis-garis yang sangat jelas yang timbul setiap
kali kuda-kuda itu melangkah.
Hal ini meninggalkan jejak yang sangat jelas, sehingga tanpa susah payah saya
bisa mengikutinya dengan cepat. Saya menyebutnya "dengan cepat" karena memang
hal itu berlangsung cepat. Tidak bisa saya pastikan apakah saya tiba-tiba
digerakkan oleh kekuatan yang timbul karena minuman yang menjijikkan tadi atau
karena rasa cemas pada nasib Bernard Marshall.
Saya sudah berjalan sejauh satu mil. Saya melihat beberapa pohon kaktus yang
tumbuh jarang-jarang. Tanaman itu benar-benar meranggas, sehingga hampir
seluruhnya berwarna kuning. Semakin jauh saya melangkah, tampak tanaman itu
tumbuh dalam rumpun yang berpencar-pencar. Makin lama tanaman itu makin banyak
terlihat dan akhirnya menghalangi serta menutupi jalan yang membentang hingga ke
kaki langit di seberang. Tentu saja jejak-jejak yang terus saya telusuri tidak menerobos ke dalam rumpun
ini, tetapi memutar. Saya mengikutinya, namun tidak lama, karena tiba-tiba saya
menemukan suatu ide yang memberikan saya kekuatan baru.
Jika terik matahari makin bertambah di dataran rendah pada Semenanjung Florida
yang panas, maka sumur-sumur air di sana akan mengering, sehingga manusia dan
hewan menderita kehausan. Tanah terasa begitu panas seperti timah cair dan hawa
membakar seperti magma. Di langit tidak tampak sedikit pun gumpalan awan. Jika
terjadi hal seperti ini maka orang-orang yang menderita kepanasan membakar
alang-alang dan semak-semak kering lainnya untuk menciptakan hujan. Saya sendiri
sudah dua kali mengalami hal itu. Barangsiapa yang mengenal hukum, kekuatan, dan
perubahan alam; dia pasti bisa memahami teknik seperti ini dan tidak perlu
membuat suatu uraian ilmiah terhadapnya.
Pada saat ini saya berpikir tentang teknik itu. Belum selesai berpikir, saya
sudah berlutut di dekat tanaman kaktus dan memotong daun-daun kering untuk
dibakar. Beberapa menit kemudian timbul nyala api yang kecil, makin lama api itu
bertambah besar, dan dalam waktu yang singkat membentuk kobaran api yang
merambat luas. Sudah beberapa kali saya mengalami kebakaran di padang prairie. Tapi tak ada
kebakaran dengan api berkobar-kobar ke langit disertai bunyi-bunyi keras seperti
kaktus-kaktus ini. Karena setiap pohon yang terbakar, meledak dan mengeluarkan
bunyi mirip tembakan, seolah-olah satu pasukan tentara sedang terlibat bentrok
senjata. Nyala api membumbung tinggi ke langit dan di atasnya beterbangan debu-
debu panas yang mengandung potongan-potongan kaktus yang terlontar ke atas
akibat panas. Di bawah kaki saya, tanah terasa bergetar dan di udara terdengar
bunyi seperti gemuruh. Ini merupakan cara terbaik yang bisa saya lakukan - paling tidak pada saat ini -
untuk menolong Bernard Marshall dan orang-orangnya. Saya berjalan balik tanpa
merasa khawatir apakah nanti saya masih bisa membaca jejak mereka atau tidak.
Harapan ini menguatkan hati saya dan saya memerlukan tidak lebih dari setengah
jam untuk sampai ke tempat semula. Tapi ternyata hal itu tidak perlu karena di
tengah jalan saya melihat Sam datang bersama Bob, membawa serta kuda-kuda kami.
Binatang-binatang itu sudah bisa berjalan lagi.
"Zounds, Charley, apa yang sebenarnya terjadi di sana" Mula-mula saya kira ada
gempa bumi, tetapi sekarang saya misalnya berpikir, hamparan pasir yang panas
ini tidak mungkin terbakar."
"Bukan pasir, Sam, melainkan kaktus yang tumbuh berumpun-rumpun di
sana." "Dari mana api itu" Saya tidak yakin bahwa kamulah yang telah membakarnya."
"Mengapa tidak?"
"Jadi ternyata kamulah orangnya! Tapi katakan, untuk apa?" "Untuk mendatangkan
hujan." "Hujan" Jangan marah, Charley, tapi saya kira, kamu rupanya sudah gila, sehingga
bertindak seperti itu!"
"Apa engkau tidak tahu bahwa pada orang-orang primitif, orang-orang yang
dianggap gila justru menjadi orang-orang pandai?"
"Saya tidak yakin, jika kamu berdalih bahwa kamu telah melakukan sesuatu yang
bijaksana! Karena udara akan menjadi dua kali lebih panas daripada sebelumnya."
"Hawa panas akan bertambah dan dengan itu akan timbul pula tegangan listrik di
udara." "Listrikmu sama sekali tidak berguna buat saya misalnya! Saya tidak makan atau
minum listrik. Saya tidak mengenal makhluk asing yang bernama listrik itu."
"Engkau akan segera mengetahuinya, karena dalam waktu singkat kilat akan
menyambar dan barangkali disertai dengan sedikit petir."
"Teruslah menanti! Charley yang malang, kamu benar-benar sudah sinting!"
Dia memandang saya dengan rasa iba, sehingga saya mengerti bahwa dia tidak
bergurau. Saya kemudian menunjuk ke atas,
"Apakah engkau melihat kabut-kabut hitam yang kini mulai berkumpul?"
"Astaga! Charley, ternyata kamu sama sekali tidak gila seperti yang saya
bayangkan!" "Kabut-kabut itu akan membentuk awan yang akan berubah menjadi hujan akibat
tekanan." "Charley, seandainya benar demikian, maka saya adalah seekor keledai bodoh dan
kamu adalah orang paling pintar di daratan Amerika, juga di negara-negara lain."
"Ah biasa saja, Sam. Saya sudah melihat peristiwa ini di Florida dan sekarang
saya hanya menirunya, karena saya pikir, hujan inilah yang kita harapkan.
Lihatlah, di sana sudah tampak awan! Begitu kaktus ini habis terbakar maka akan
turun hujan. Dan jika engkau tidak mau percaya maka perhatikanlah Tony, kudamu.
Ia mengibas-ibas ekor buntungnya dan hidungnya mendongak ke langit. Kuda mustang
saya pun sudah mencium bau hujan yang tentu saja tidak melayang jauh dari tempat
kebakaran. Mari kita ke sana supaya kita pun terkena guyuran hujan!"
Kami berlari tetapi sebenarnya sekarang kami bisa naik ke punggung kuda, karena
binatang-binatang itu kelihatan begitu bersemangat seakan-akan mendapat tenaga
baru. Sekarang kuda-kuda itu bergerak maju seperti biasanya. Nalurinya pada air
segar membuat binatang itu berjingkrak-jingkrak.
Ramalan saya terbukti. Setengah jam kemudian awan-awan kecil berkumpul, sehingga
langit di atas kepala kami tampak gelap. Kemudian hujan turun, tetapi bukan
dengan perlahan melainkan secara tiba-tiba, seolah-olah tumpah dari sebuah
bejana keras yang dipecahkan. Rasanya seperti ada dua puluh tangan yang memukul-
mukul di pundak kami. Hanya dalam waktu sepuluh menit, tubuh kami sudah basah
kuyup, seolah-olah kami berenang menyeberangi sungai dengan pakaian lengkap.
Mula-mula kedua kuda berdiri tenang dan hanya membiarkan butir-butir air hujan
yang jatuh sambil menggerakkan hidungnya. Tetapi kemudian binatang-binatang itu
mulai meloncat-loncat dan kami bisa melihat bahwa tenaganya telah pulih kembali.
Kami sendiri diliputi rasa girang yang tak terlukiskan. Lalu kami merentangkan
selimut untuk menampung curahan-curahan air hujan dan setelah cukup meminumnya,
kami mengisinya dalam tabung air.
Yang paling merasa gembira adalah si Negro Bob. Dia berguling-guling di atas
tanah dan melumuri tubuhnya, sehingga tubuhnya, rambutnya yang kontras dengan
kulitnya serta wajahnya menjadi sulit dikenali.
"Massa, Massa, oh, oh, air, air segar, air melimpah! Bob adalah sehat kembali,
Bob adalah kuat kembali, Bob bisa berlari lagi, berjalan dan berkuda sampai ke
Californ'! Akan juga Massa Bern' mendapat air?"
"Barangkali, karena saya yakin, dia pasti berada tidak jauh dari padang kaktus
ini. Tapi minumlah, karena sebentar lagi hujan akan berhenti."
Dia memungut kembali topinya yang jatuh dari tanah. Topi itu bersisi lebar. Dia
memegang sisi bawahnya tinggi-tinggi, lalu membuka lebar kedua bibirnya yang
tebal, sehingga mulutnya menganga lebar, selebar jarak antara kedua telinganya.
Kemudian dia memiringkan kepalanya ke belakang dan menuangkan minuman segar itu
di antara rahangnya yang direnggangkan.
"Oh, oh, segar, Massa. Bob minum lebih banyak lagi!" Dia menaikkan topinya
sekali lagi, tetapi kemudian kecewa. "Ah, hujan sudah selesai. Tak ada air
lagi!" Memang setelah terdengar bunyi gemuruh beruntun, akhirnya hujan pun berhenti
dengan tiba-tiba, sama seperti ketika hujan mulai turun. Tetapi kami tidak
memerlukannya lagi karena rasa dahaga kami telah dipuaskan dan di samping itu
tabung air kami pun sudah diisi sampai penuh.
"Sekarang mari kita makan," ujar saya, "kemudian segera berangkat, sehingga kita
bisa menyusul Marshall!"
Setelah beberapa menit kami selesai. Santapan kami hanya berupa sepotong dendeng
kerbau. Lalu kami naik ke punggung kuda dan memacunya maju. Pada waktu itu Bob
Pendekar Guntur 19 Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen Pedang Abadi 2
^