Pencarian

Dracula 2

Dracula Karya Bram Stoker Bagian 2


dan jurang-jurang. Keindahan itu menyenangkan hatiku. Setiap kali menghirup
napas, aku merasa damai dan nyaman. Saat aku bersandar pada jendela itu, mataku
menangkap sesuatu yang bergerak di suatu tempat satu tingkat di bawahku, agak di
sebelah kiri. Dari susunan kamar-kamarnya, kuduga itu adalah jendela kamar Count
sendiri. Jendela tempatku berdiri itu tinggi dan bertiang batu. Meskipun sudah
amat usang karena tuanya, batu itu masih utuh, tapi ambang kayunya agaknya sudah
lama hilang. Aku bersembunyi di balik balu, dan melihat baik-baik ke luar.
Yang kulihat adalah kepala Count yang terulur dari jendela. Aku tak melihat
wajahnya, tapi aku bisa mengenalinya dari tengkuknya dan gerakan punggung dan
lengannya. Apalagi, tak mungkin aku keliru melihat tangan yang sering
kuperhatikan itu. Mula-mula aku hanya tertarik dan merasa senang, mengingat hal
sektcil itu pun mampu menarik perhatian dan menyenangkan hati seseorang, bila ia
terpenjara. Tapi perasaan-perasaan itu segera berubah menjadi rasa jijik dan
ngeri, waktu 80 kulihat bahwa seluruh tubuh pria itu perlahan-lahan keluar dari jendela dan
mulai merayap menuruni tembok puri di atas jurang dalam yang mengerikan itu. Ia
merayap dengan kepala di bawah, sedangkan mantelnya terentang di sekelilingnya,
menyerupai sayap yang besar. Mula-mula aku tak percaya pada mataku. Kupikir itu
adalah tipuan penglihatan dalam sinar bulan, atau suatu efek mengerikan dari
suatu bayang-bayang. Lalu kuperhatikan baik-baik, dan kurasa 'aku lak mungkin
salah lihat. Kulihat jemari tangan dan kakinya mencengkeram sudut-sudut batu
yang sudah banyak terlepas dari tempelannya karena tuanya. Dengan memanfaatkan
setiap bagian yang tak rata itu, ia bergerak terus ke bawah dengan kecepatan
cukup tinggi, seperti seekor kadal yang melata di tembok.
Manusia macam apakah dia, atau makhluk apakah dia yang menyerupai manusia"
Kurasa tempat yang mengerikan itu telah menguasai diriku. Aku ketakutan sangat ?ketakutan dan aku tak dapat meloloskan diri. Aku terkurung oleh rasa takut yang
?tak dapat kubayangkan....
'f w,Jf \ 15 Mei -Sekali lagi kulihat Count Muac dengan cara seperti kadal. Ia bergerak
?turun dengan sikap miring, kira-kira tiga ratus meter ke frawah dan jauh di
sebelah kiri. Ia menghilang ke suatu lubang atau jendela. Setelah kepalanya
lenyap, aku mengulurkan rubahku lebih jauh ke luar, agar bisa melihat lebih
baik. Tapi sia-sia jaraknya terlalu
?81 jauh. Aku tahu bahwa ia sudah meninggalkan puri sekarang, dan kupikir kesempatan
itu akan kumanfaatkan untuk meneliti lebih banyak daripada yang selama ini
berani kulakukan. Akumasuk kembali ke kamar, dengan membawa lampu"TCucoba
membuka semua pintu. Seperti sudah kuduga, semua pintu terkunci, dan semua
kuncinya boleh dikatakan baru semua. Kuturuni tangga menuju ruang depan tempatku
masuk pertama kali dulu. Kudapati bahwa aku bisa mencabut palang pintunya dengan
mudah, demikian pula kailan rantai pengamannya, tapi pintu itu terkunci, dan
kuncinya tak ada! Kunci itu pasti ada di kamar Count. Aku harus berjaga-jaga
melihat kalau-kalau suatu saat kamarnya tak dikunci, supaya aku bisa mengambil
kunci dan melarikan diri'. Aku terus memeriksa semua tempat, tangga-tangga, dan
lorong-lorong, dan mencoba membuka pintu-pintu yang berhubungan dengan tangga-
tangga dan lorong-lorong itu. Satu atau dua kamar kecil di dekat ruang depan
memang terbuka, tapi di dalamnya tak ada apa-apa kecuali perabotan tua yang
sudah tebal debunya, dan sudah dimakan ngengat. Tapi akhirnya kutemukan sebuah
pintu di kepala tangga, yang meskipun kelihatan terkunci, bisa dibuka waktu
kudorong. Kucoba mendorongnya lebih kuat, dan kudapati bahwa pintu itu
sebenarnya tak terkunci, tapi sulit dibuka karena engselnya sudah lepas, dan
pintu yang berat itu tersandar saja pada lantai. Inilah kesempatan yang mungkin
takkan kudapatkan lagi. Kukumpulkan segenap tenagaku,
82 dan dengan usaha keras kupaksakan membuka pintu itu, hingga aku bisa masuk. Aku
mendapati diriku berada di dalam salah satu sayap puri yang terletak jauh lebih
ke kanan daripada semua kamar lain yang sudah kukenal, dan satu lantai di bawah.
Dari jendela-jendelanya kulihat bahwa kamar-kamar utamanya terletak memanjang di
bagian selatan puri, sedangkan jendela-jendela kamar di ujung, menghadap ke
barat dan ke selatan. Di sisi sebelah selatan dan barat itu ada sebuah jurang
lebar. Rupanya puri itu dibangun di sudut sebuah batu karang besar, hingga pada
tiga sisinya tak dapat dicapai, baik oleh senjata berbandulan, panah, maupun
meriam kecil. Oleh karenanya, cahaya dan kenyamanan tak mungkin didapat di
tempat dengan posisi demikian. Di sebelah baratnya ada sebuah lembah luas,
kemudian di kejauhan, menjulang gunung besar tinggi yang puncaknya bergerigi.
Puncak-puncak itu seolah-olah menjulang tumpang tindih. Gunung itu merupakan
batu karang yang penuh dengan abu gunung dan tumbuhan berduri, yang akarnya
menempel pada jurang-jurang dan celah-celah batu.
Jelas kelihatan bahwa bagian dari puri ini di zaman dulu didiami oleh kaum
wanita, karena perabotannya lebih nyaman daripada yang telah kulihat di bagian-
bagian lain. Jendela-jendelanya tak bertiraij dan sinar bulan yang masuk lewat
ambang jendela yang bersegi-segi, memungkinkan kita melihat warna-warni di dalam
kamar itu. Tapi cahaya itu terlalu lembut hingga kita tak bisa
83 melihat dengan jelas debu tebal yang melapisi semua barang, dan kerusakan-
kerusakan yang ditimbulkan oleh ngengat pun tersamar. Lenteraku terasa kurang
berguna dalam cahaya^bulan itu, tapi aku senang benda itu ada padaku, karena aku
merasa ngeri dan kesepian di tempat yang membekukan hati dan menggetarkan
sarafku ini. Bagaimanapun juga, tempat ini lebih baik daripada tinggal seorang
diri di kamar-kamar yang sangat kubenci, gara-gara kehadiran Count. Setelah
mencoba menenangkan diri, aku duduk di depan sebuah meja kecil dari kayu ek. Di
zaman dulu, mungkin seorang wanita cantik pernah duduk di sini, menulis surat
cinta dengan banyak kesalahan ejaan, sambil berpikir keras dengan wajah bersemu
merah. Kutuliskan dalam buku harianku, dengan huruf steno, segala yang terjadi
sejak aku terakhir menulis. Kini adalah abad kesembilan belas dan zaman modern,
tapi di sini masih terdapat kekuatan yang tak dapat dimusnahkan oleh
modernisasi. Kemudian, pagi hari tanggal 16 Mei. Tuhan, lindungilah kewarasan pikiranku, ?karena aku merasa kewarasanku sudah berkurang. Keamanan dan keyakinan akan
adanya keamanan itu rasanya sudah tak ada lagi Selama aku tinggal di sini, hanya
ada satu hal yang kuharapkan, yaitu supaya aku jangan sampai menjadi gila. Itu
pun kalau sekarang aku belum gila! Kalaupun aku masih waras, psanya gila sekali
mengingat bahwa di antara
84 semua hal jahat yang mengintai di tempat yang kubenci ini, Count-lah yang paling
kurang kutakuti. Karena kurasa hanya padanya aku bisa mencari perlindungan,
meskipun dengan syarat aku harus melayani keinginannya. Tuhan Mahabesar, Tuhan
Maha Pengampun, tenangkanlah aku, karena bila aku tak tenang, aku bisa jadi
gila. Aku mulai bisa mengerti mengenai hal-hal tertentu yang semula tak
kupahami. Selama ini, aku tak pernah mengerti betul apa maksud Shakespeare waktu
ia menyuruh Hamlet berkata,
"My tablets! Quick, my tablets!
'Tis meet that I put it down. "* Dan seterusnya.
Karena kini bila aku merasa otakku sudah mulai goyah, atau merasa shock hingga
serasa akan mati, aku berpaling pada buku harianku untuk menenangkan diri.
Kebiasaanku menuliskan semuanya dengan teliti, telah membantuku menenangkan
diri. Peringatan Count yang misterius telah membuatku merasa takut waktu itu. Kini,
bila kupikirkan hal itu, aku lebih ketakutan lagi, karena di masa yang akan
datang ia akan menguasai diriku. Aku takkan berani meragukan apa-apa yang
dikatakannya! Setelah aku menulis dalam buku harianku, dan untungnya tak lupa menyimpan buku
serta penaku ke dalam sakuku kembali, aku merasa mengantuk.
Cepat ambilkan kerat tulisku! Aku harus menuliskannya.
85 Aku teringat akan peringatan Count, tapi akan kulanggar peringatan itu dengan
sepenu^i kesadaranku. Aku ingin sekali tidur, dan rasanya sudah tak tertahankan
lagi. Cahaya bulan yang lembut terasa membelai, dan pemandangan luas di luar,
memberiku rasa bebas yang menyegarkan. Kuputuskan untuk tidak kembali ke kamar-
kamar suram yang seperti berhantu itu malam ini. Aku akan tidur di sini, di mana
dahulu kala kaum wanita duduk-duduk dan menyanyi dan hidup dengan manis, walau
di hati mereka tersimpan rasa sedih memikirkan kaum pria yang sedang berada jauh
di tengah peperangan yang kejam. Kutarik sebuah sofa besar dari tempatnya di
dekat sudut, supaya sambil berbaring aku bisa melihat pemandangan indah di
sebelah timur dan selatan. Tanpa berpikir atau mempedulikan debu, kubaringkan
tubuhku untuk tidur. Kurasa aku lalu tertidur. Yah, semoga saja begitu, sebab
aku takut, karena semuanya yang terjadi kemudian benar-benar terasa
nyata demikian nyatanya, hingga kini, sementara aku duduk bermandikan sinar ?matihari pagi yang cerah, sedikit pun aku tak percaya bahwa yang kualami waktu
itu hanya mimpi dalam tidur.
Aku tidak sendirian. Kamarnya tak berubah, tetap seperti saat aku masuk. Di
sepanjang lantai, dalam cahaya bulan yang cerah, bisa kulihat bekas telapak
kakiku sendiri di tempat yang tebal timbunan debunya. Dalam cahaya bulan itu,
tampak di hadapanku tiga orang wanita muda. Melihat
86 pakaian dan gerak-geriknya, mereka adalah wanita bangsawan. Waktu aku melihat
mereka dari belakang, kupikir aku sedang bermimpi, karena meskipun cahaya bulan
menerangi mereka dari belakang, tak ada bayang-bayang mereka di lantai. Mereka
mendekatiku, dan memandangiku beberapa lama. Lalu mereka berbisik-bisik. Dua di
antaranya berambut hitam, dengan hidung besar dan bengkok seperti hidung Count,
serta mata besar dan tajam. Mata itu kelihatan merah dibandingkan dengan cahaya
bulan yang kuning pucat. Yang seorang lagi sangat pirang, kulitnya amat putih,
rambutnya tebal bergelombang, dan berwarna keemasan, sedangkan matanya biru
seperti permata safir yang pucat. Rasanya aku mengenali wajahnya, mengenalinya
sehubungan dengan semacam mimpi yang mengerikan. Tapi pada saat itu aku tak bisa
mengingat bagaimana hubungannya dan di mana. Ketiganya memiliki gigi putih
berkilat dan bersinar seperti mutiara, di balik bibir yang merah cerah. Ada
sesuatu pada diri mereka yang membuatku resah. Ada kerinduan yang muncul,
bercampur rasa takut. Dalam hatiku timbul hasrat jahat supaya mereka menciumku
dengan bibir merah itu. Tak baik menuliskan itu semua, karena mungkin Mina akan
membaca catatan ini, dan itu akan menyakiti hatinya. Tapi itulah keadaan
sebenarnya. Mereka berbisik-bisik lagi, lalu ketiganya tertawa cekikikan. Suara
tawa itu merdu seperti musik, tapi sekaligus keras, hingga rasanya tak pantas
keluar dari bibir manusia yang lembut itu. Suara
87 itu manis seperti denting gelas yang dimainkan oleh tangan cekatan. Gadis yang
pirang menggeleng dengan genit, tapi kedua temannya mendesaknya terus. Salah
seorang berkata, "Ayolah! Kau dulu, nanti kami menyusul. Kau yang berhak memulai." Yang seorang
lagi menambahkan, "Dia masih muda dan kuat. Dia bisa memberikan cukup ciuman untuk kita bertiga."
Aku diam tak bergerak, melihat lewat bulu mataku dengan penuh harapan
menyenangkan. Gadis yang pirang membungkukkan tubuh ke arahku, hingga aku bisa
merasakan dengus napasnya. Napas itu manis, semanis madu dan menggugah saraf,
seperti suaranya tadi. Tapi di balik kesan manis itu ada bau yang memuakkan bau?darah.
Aku takut mengangkat kelopak mataku, tapi aku tetap waspada, dan melihat dengan
awas lewat bulu mataku. Gadis itu berlutut dan menunduk ke arahku. Ia kelihatan
senang sekali. Terasa benar napasnya yang membuatku amat tercekam, sekaligus
jijik. Sementara ia mengulurkan leher ke arahku, jelas terlihat ia mcleletkan
lidahnya seperti binatang, hingga dalam cahaya bulan dapat kulihat air liurnya
pada bibir dan lidahnya yang merah, menyapu giginya yang tajam dan putih.
Kepalanya makin lama makin merendah, sedangkan bibirnya mencari daerah di bawah
mulut dan daguku, dan kelihatannya akan menempel di leherku. Lalu ia berhenti
lagi, dan kudengar bunyi decak lidahnya yang melelet pada gigi dan bibirnya. Aku
me-88 rasakan embusan napas hangatnya di leherku. Kulit leherku terasa menggelenyar,
seperti perasaan bila ada tangan yang akan menggelitik makin mendekat dan makin
mendekat. Kini kurasakan sentuhan bibirnya yang lembut, bergetar pada kulit leherku yang
sangat peka, disertai sentuhan dua buah gigi tajam yang terhenti di situ.
Kututup mataku dengan hati penuh gairah dan senang, dan aku menunggu menunggu
?dengan jantung berdebar.
Tapi pada saat itu ada kejutan lain yang menerpaku secepat kilat. Aku menyadari
kehadiran Count, dan merasakan badai kemurkaan yang merasukinya. Tanpa sengaja
kubuka mataku. Kulihat tangannya yang kuat mencengkeram leher halus wanita
pirang itu, lalu menariknya dengan tenaga raksasa. Mata biru wanita itu
memancarkan kemurkaan, giginya yang putih terkatup geram, sedangkan pipinya yang
pucat merah padam penuh nafsu. Sedangkan Count... tak pernah kubayangkan ekspresi
dendam dan kemarahan sehebat itu. Matanya benar-benar berapi-api. Warna merah di
mata itu mengerikan, seolah-olah api neraka sedang menyala di baliknya. Wajahnya
sepucat wajah orang mati, dan garis-garisnya keras seperti kawat yang diregang.
Alisnya yang lebat yang hampir bertemu di atas hidungnya, kini kelihatan seperti
palang dari logam panas membara. Dengan ayunan tangannya dilemparkannya wanita
itu dengan kejam, lalu ia membuat gerakan terhadap yang lain, seolah-olah
mendorong mereka mundur! Gerak-89
geriknya sama benar dengan gerakan memerintah yang pernah kulihat digunakannya
terhadap serigala-serigala. Dengan suara rendah yang nyaris berupa bisikan,
namun terasa seperti ledakarT~yang membelah udara dan bergema di seluruh ruangan
itu, ia berkata, "Berani benar kalian menyentuhnya! Berani sekali kalian datang melihat dia,
padahal sudah ku-larang. Ayo, kembali! Laki-laki ini milikku! Awas, kalau kalian
berani mengganggunya, kalian akan berurusan denganku!"
Gadis pirang itu menantangnya dengan tertawa genit. Ia berbalik dan menjawab,
"Kau sendiri tak pernah memberikan cinta. Kau mengenal cinta!" Kedua temannya
membenarkan, dan terdengarlah suara tawa riang, keras, dan tak berjiwa di
seluruh ruangan itu. Kedengarannya seperti hantu yang sedang bersuka ria. Aku
serasa hampir pingsan mendengarnya. Lalu Count berbalik, dan setelah memandangi
wajahku, ia berbisik dengan suara halus,
"Oh, aku juga bisa memberikan cinta. Kalian tentu ingat masa yang lalu, bukan"
Nah, sekarang kujanjikan pada kalian, bila aku sudah puas dengan dia, kalian
boleh mengecupnya sepuas-puasnya. Sekarang pergilah! Aku harus membangunkannya,
karena kami harus bekerja."
"Apakah kami takkan mendapat apa-apa malam ini?" tanya salah seorang di antara
mereka, sambil tertawa dengan suara rendah dan menunjuk ke arah suatu bungkusan
yang tadi dilemparkan.Count
90 ke lantai. Bungkusan itu tampak bergerak-gerak, seolah-olah berisi sesuatu yang
hidup. Sebagai jawaban, Count mengangguk. Salah seorang dari wanita itu melompat
ke depan dan membukanya. Kalau telingaku tidak menipuku, terdengar bunyi napas
tersentak dan rintihan halus, seperti suara anak kecil yang setengah disumbat.
Ketiga wanita itu mengerumuni bungkusan tersebut. Aku merasa amat ngeri. Tapi
waktu kulihat, mereka sudah menghilang dengan bungkusan mengerikan itu. Tak ada
pintu di dekat mereka, dan mereka tak mungkin melewati aku tanpa terlihat. Tapi
mereka seperti sirna begitu saja dalam cahaya bulan, dan agaknya keluar lewat
jendela, karena di luar kulihat sosok-sosok mereka yang samar-samar itu sesaat,
dan kemudian hilang sama sekali.
Rasa takut yang amat hebat menyerangku, dan aku pun pingsan.
TAIVJANJ V\" > " -
_ "Jay^ Scanned book (sbook) ini hanya untuk koleksi pribadi. DILARANG MENGKOMERSILKAN
atau hidup anda mengalami ketidakbahagiaan dan ketidakberuntungan
BBSC 91 TAMAN J8A<- . 4\ " JAYA ?OL.KAUC* . YOGiAKAifiA Bab 4 CATATAN HARIAN JONATHAN HARKER (lanjutan)
Aku terbangun di kamarku sendiri. Sekiranya itu bukan mimpi, pasti Count yang
telah membawaku kemari. Aku mencoba untuk menganggap biasa hal itu, tapi aku tak
berhasil meyakinkan diriku sendiri. Yang jelas ada beberapa bukti kecil, seperti
umpamanya, pakaianku terlipat rapi dan diletakkan di dekatku dengan cara yang
bukan merupakan kebiasaanku. Arlojiku tidak diputar, padahal aku sudah terbiasa
memutarnya sebelum tidur, dan banyak lagi hal-hal kecil lainnya. Tapi semua itu
tak bisa dijadikan pegangan, karena mungkin itu merupakan bukti bahwa pikiranku
sedang tidak normal, dan entah karena apa, aku jelas dalam keadaan kacau. Aku
harus mencari bukti. Tapi ada satu hal yang membuatku senang. Kalaupun Count
yang membawaku dan mengganti pakaianku, dia pasti melakukannya dengan tergesa-
gesa, karena isi sakuku masih lengkap. Aku yakin, bila ia melihat catatan
harianku, pasti benda itu akan diambil dan


Dracula Karya Bram Stoker di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

92 dimusnahkannya: Aku melayangkan pandang. Ruangan ini, yang meskipun sangat
mengerikan, kini terasa sebagai tempat perlindungan bagiku, karena tak ada yang
lebih mengerikan daripada wanita-wanita menakutkan itu... wanita-wanita yang
sedang menunggu kesempatan untuk mengisap darahku.
78 Mei. Aku turun lagi untuk melihat kamar itu di siang hari, karena aku harus ?tahu kebenarannya. Waktu aku tiba di ambang pintu di puncak tangga, kudapati
pintunya tertutup. Kelihatannya, pintu itu telah dipaksakan pada kusennya,
hingga ada bagian kayunya yang pecah. Kulihat bahwa gemboknya tidak dikatupkan,
tapi pintu itu dikunci dari dalam. Aku takut pengalamanku semalam bukan mimpi,
dan aku harus bertindak berdasarkan dugaan itu.
19 Mei. Aku benar-benar tak berdaya dalam kesulitanku ini. Semalam Count telah
?menyuruhku menulis tiga pucuk surat dengan nada yang amat manis. Satu surat
harus menyatakan bahwa aku akan berangkat pulang. Dalam surat yang satu lagi
harus kutulis bahwa aku akan berangkat keesokan harinya, setelah surat itu
kutulis. Sedangkan dalam surat ketiga, aku sudah berangkat dari puri dan sudah
tiba di Bistritz. Ingin sekali aku melawan perintahnya, tapi aku merasa bahwa dalam keadaanku
sekarang, gila rasanya bila aku terang-terangan bertengkar de -
93 ngan Count, sebab aku berada dalam kekuasaannya sepenuhnya. Bila aku menolak, ia
pasti merasa curiga dan marah. Ia menyadari, sudah banyak yang kuketahui, dan
?karenanya aku harus mati, sebab aku bisa berbahaya baginya. Maka satu-satunya
kesempatanku adalah mengulur-ulur waktu. Mungkin akan ada kesempatan bagiku
untuk melarikan diri. Di matanya kulihat kemarahan seperti yang kulihat saat ia
melemparkan wanita pirang itu. Dijelaskannya bahwa di tempat ini jarang ada pos,
dan tak tetap datangnya, dan kalau surat-surat itu kutulis sekarang, teman-
temanku tentu akan merasa tenang. Diyakinkannya padaku dengan sangat
mengesankan, bahwa surat-surat itu akan tersimpan di Bistritz, dan bila kemudian
ternyata aku harus memperpanjang masa tinggalku di tempat itu, ia akan
memusnahkan surat-surat tersebut. Bila aku melawannya, pasti akan menimbulkan
kecurigaan. Oleh karenanya, aku pura-pura setuju dengan rencana-rencananya, dan
kutanyakan tanggal-tanggal yang harus kucantumkan pada surat-surat itu. Ia
menimbang-nimbang sebentar, lalu berkata,
"Yang pertama harus bertanggal 12 Juni, yang kedua tanggal 19 Juni, dan yang
ketiga tanggal 29 Juni."
Sekarang aku tahu tinggal berapa lama lagi hidupku. Tuhan, tolonglah aku!
28 Mei Ada kesempatan untuk melarikan diri, atau setidaknya untuk mengirim
?berita ke rumah. 94 Ada serombongan orang Szgany yang datang ke puri, dan berkemah di pekarangan.
Orang Szgany adalah kaum gipsi. Aku punya catatan tentang mereka dalam bukuku.
Mereka bersekutu dengan kaum gipsi lainnya di dunia, tapi di daerah ini, mereka
merupakan orang-orang aneh. Ada beribu-ribu orang gipsi hidup di Hungaria dan
Transylvania, dan semuanya hidup di luar undang-undang. Biasanya mereka tunduk
di bawah seorang bangsawan besar atau boyar, dan menamakan diri mereka seperti
kaum bangsawan itu. Mereka tak kenal takut, tak beragama, dan hanya percaya pada
takhayul. Mereka memakai bahasa tersendiri, yaitu suatu cabang bahasa Rumania.
Aku akan menulis beberapa pucuk surat ke Inggris, dan akan mencoba meminta
bantuan mereka untuk mengeposkannya. Aku sudah bercakap-cakap dengan mereka
lewat jendela, untuk memulai perkenalan. Mereka membuka topi dan memberi hormat
dengan isyarat-isyarat. Tapi aku tak mengerti. Aku juga tak memahami bahasa yang
mereka ucapkan.... Surat-surat itu sudah kutulis. Surat untuk Mina kutulis dengan huruf steno. Mr.
Hawkins hanya kuminta untuk menghubungi Mina. Kepada Mina kujelaskan keadaanku,
tapi tanpa hal-hal yang mengerikan, karena aku masih takut kalau-kalau kejadian-
kejadian itu hanya khayalanku saja. Bila semua yang tersimpan dalam hatiku
kukemukakan padanya, ia akan sangat terkejut dan ketakutan. Sekiranya surat itu
tak sampai, maka Count tetap
95 takkan tahu rahasiaku, atau seberapa banyak yang kuketahui....
Surat-surat sudah kuberikan. Kulemparkan melalui jeruji besi jendela kamarku
dengan kusertai uang. Kubuat isyarat-isyarat sebisaku, untuk meminta agar mereka
mengeposkannya. Laki-laki yang mengambilnya menekankannya ke dadanya, lalu
membungkuk dan menyimpannya di topinya. -" Aku tak bisa berbuat lebih dari itu.
Aku menyelinap masuk kembali ke ruang kerja, lalu membaca. Karena Count tidak
masuk, aku menulis di sini....
Count datang. Ia duduk di sampingku. Sambil membuka dua pucuk surat, ia berkata
dengan suara yang amat halus,
"Orang-orang Szgany itu memberikan ini pada saya. Meskipun saya tak tahu dari
mana datangnya surat-surat ini, saya pasti akan mengurusnya. Lihat!" Ia pasti
sudah membacanya. "Yang satu ini dari Anda, kepada sahabat saya Peter Hawkins.
Yang satu lagi ini..." Dilihatnya huruf-huruf yang aneh waktu dibukanya amplop
itu. Wajahnya1 menjadi gelap, dan matanya bersinar jahat... "Yang ini adalah
barang tak berguna, suatu penghinaan terhadap persahabatan dan kebaikan hati
orang! Surat ini tidak ditandatangani. Jadi pasti tak berguna bagi kita." Lalu
dengan tenang dipegangnya amplop itu beserta isinya di atas nyala api lampu,
sampai habis terbakar. Lalu katanya lagi,
"Surat yang ditujukan pada Hawkins itu tentu akan saya kirimkan, karena itu dari
Anda. Saya 96 menghormati surat-surat Anda. Maafkan saya, Sahabat, karena tanpa sepengetahuan
Anda, surat itu telah saya buka. Silakan Anda ganti surat itu." Diulurkannya
surat itu padaku, dan sambil membungkuk sopan diberikannya sebuah amplop bersih.
Aku hanya bisa mengganti amplop itu, dan memberikannya padanya tanpa berkata
apa-apa. Waktu ia keluar dari kamar, kudengar kunci diputar perlahan-lahan. Aku
segera pergi ke pintu itu, dan membukanya. Pintu itu terkunci.
Ketika satu-dua jam kemudian Count masuk, aku terbangun. Rupanya aku tertidur di
sofa. Ia sopan sekali, dan sangat ceria. Melihat bahwa aku baru bangun tidur, ia
berkata, "Oh, rupanya Anda lelah" Pergilah tidur. Anda bisa beristirahat sepenuhnya di
sana. Mungkin malam ini saya tak bisa bercakap-cakap dengan Anda, karena banyak
sekali pekerjaan saya. Tapi saya harap Anda tidur."
Aku pergi ke kamarku, dan tidur. Dan anehnya, aku tidur tanpa bermimpi. Rasa
putus asa membawa ketenangan tersendiri.
31 Mei. Pagi ini, waktu aku bangun, kurencanakan untuk mengambil kertas dan ?amplop dari tasku sendiri, dan menyimpannya di dalam sakuku, supaya aku bisa
menulis bila ada kesempatan. Tapi lagi-lagi aku menemui kejutan. Lagi-lagi aku
terperanjat! Semua kertasku lenyap semua, termasuk catatan catatanku tentang kereta-kereta
?api, biro - 97 biro perjalanan, surat-surat berharga, pokoknya semua yang akan berguna bagiku
bila aku berada di luar puri. Aku duduk dan berpikir sebentar, lalu aku mendapat
gagasan. Kuperiksa dompetku dan lemari pakaian tempatku menyimpan pakaian.
Setelan yang kupakai untuk bepergian sudah hilang, juga mantel dan selimut
perjalananku. Ku-cari-cari, tapi tak bisa kutemukan. Ini suatu rencana kekejian
baru.... 17 Juni. Pagi ini aku duduk di tepi tempat tidurku, memutar otak. Tiba-tiba di ?luar kudengar bunyi lecutan cemeti dan kelepak kaki kuda menaiki lorong berbatu
di luar pekarangan. Dengan gembira aku pergi ke jendela. Kulihat dua buah
gerobak barang yang besar-besar, masing-masing ditarik oleh delapan ekor kuda
tegap. Gerobak-gerobak itu masuk ke pekarangan. Di atas setiap pasang kuda duduk
seorang Slowak bertopi lebar, berikat pinggang besar berhiaskan paku, berbaju
kulit yang kotor, dan bersepatu lars tinggi. Mereka juga memegang tongkat
panjang. Aku berlari ke pintu. Aku akan turun dan mencoba keluar lewat ruang
depan. Kupikir ruangan itu pasti dibuka untuk menerima mereka. Aku ingin
menggabungkan diri dengan mereka. Tapi lagi-lagi aku terkejut. Pintu kamarku
terkunci dari luar. Lalu aku berlari ke jendela, dan berteriak memanggil mereka. Mereka mendongak,
melihat padaku dengan pandangan bodoh, lalu menunjuk. Tapi pada saat itu,
pemimpin orang-orang Szgany
98 keluar. Melihat mereka menunjuk ke jendelaku, pemimpin itu mengatakan sesuatu,
dan mereka pun tertawa. Sejak itu, semua usahaku, semua teriakanku untuk meminta
belas kasihan atau perm honanku yang menyedihkan sekalipun, tak dapat membuat
mereka menoleh padaku. Dengan tegas mereka membuang muka. Gerobak-gerobak barang
itu berisi peti-peti besar berbentuk segi empat, dengan gagang dari tali-tali
besar. Agaknya peti-peti itu kosong, terbukti dari mudahnya orang-orang Slowak
itu mengangkatnya, dan bunyi hampa yang terdengar waktu peti-peti itu
dipindahkan dengan kasar. Setelah semua peti diturunkan dari gerobak, dan
disusun di suatu sudut pekarangan, orang-orang Slowak itu diberi uang oleh si
orang Szgany. Orang-orang Slowak meludahi uang itu, agaknya supaya membawa
keberuntungan. Lalu dengan santai mereka naik ke kuda masing-masing, dan
sebentar kemudian kudengar lecutan cemeti yang makin lama makin menghilang di
kejauhan. 24 Juni, sebelum pagi. Semalam Count cepat meninggalkan aku, dan mengurung diri
?di kamarnya sendiri. Segera setelah merasa berani, aku berlari menaiki tangga
yang berkelok-kelok, dan melihat ke luar lewat jendela yang menghadap ke
selatan. Kupikir aku akan mengamati gerak-gerik Count, karena pasti ada sesuatu
yang sedang terjadi. Orang-orang Szgany telah ditempatkan di suatu bagian di
puri, dan sedang mengerjakan se-99
suatu. Aku yakin itu, karena sekali-sekali kudengar bunyi cangkul dan penggali
lamat-lamat dari jauh. Apa pun yang sedang mereka kerjakan, pasti bertujuan keji
dan jahat Setelah berada di jendela kira-kira kurang dari setengah jam, kulihat sesuatu
keluar dari kamar Count Aku mundur, dan kuperhatikan baik-baik. Maka kulihat ia
keluar. Aku terkejut sekali, karena ia memakai setelanku yang kupakai waktu
datang kemari, sedang di bahunya tergantung tas mengerikan yang dibawa pergi
oleh tiga wanita hantu itu. Tak diragukan lagi apa tujuan kepergiannya, tapi
kini ia mengenakan pakaianku! Jadi itulah rencana jahatnya yang baru. Yaitu
supaya orang mengira bahwa yang mereka lihat adalah aku, supaya ia bisa
menunjukkan bukti bahwa orang-orang di kota-kota atau desa-desa telah melihatku
mengeposkan sendiri surat-suratku. Juga, supaya bila ia melakukan kejahatan,
orang-orang setempat akan menudingku.
Aku marah sekali memikirkan bahwa hal itu sampai bisa terjadi, sedangkan aku
terkurung saja di sini. Jelas-jelas terpenjara, tapi tanpa perlindungan undang-
undang, yang sebenarnya bahkan menjadi hak dan hiburan bagi seorang penjahat
sekalipun. Kupikir aku akan menunggu sampai Count kembali. Lama aku duduk menunggu dengan
tabah, di dekat jendela. Waktu itu tampak olehku titik-titik kecil yang aneh,
seolah-olah mengapung di cahaya bulan. Titik-titik itu menyerupai debu yang amat
100 halus, berputar-putar, lalu menyatu menjadi gumpalan-gumpalan kabur Aku
memperhatikan dengan nyaman, semacam ketenangan menyelubungi ku. Aku bersandar
pada lekuk tembok dengan posisi yang lebih nyaman, supaya aku bisa lebih
menikmati gerakan-gerakan di angkasa itu.
Tapi aku dikejutkan oleh sesuatu. Terdengar suara anjing-anjing melolong dengan
suara rendah dan memilukan, jauh di suatu tempat di lembah di bawah, yang tak
kelihatan olehku. Suara itu terdengar makin nyaring di telingaku, sedangkan
gumpalan-gumpalan debu yang mengapung di angkasa itu seolah-olah menari-nari di
cahaya bulan, dan berubah-ubah bentuknya mengikuti suara itu.
Kurasakan diriku berjuang untuk bangun memenuhi panggilan naluriku. Ya, bahkan
seluruh jiwaku serasa berjuang, sedang kesadaranku yang tinggal setengah,
berjuang pula untuk memenuhi panggilan itu. Rupanya aku sedang disihir! Debu-
debu itu menari-nari, makin lama makin cepat. Sinar bulan tampak bergetar waktu
melewati diriku, bergerak ke arah sesuatu yang gelap ke tempat jauh. Makin lama
makin banyak debu yang berkumpul, sampai menjadi bentuk hantu yang samar-samar.
Lalu aku terkejut. Aku benar-benar bangun, dan mendapatkan kembali kesadaranku
sepenuhnya. Aku pergi, berlari sambil berteriak-teriak, menghindari tempat itu.
Bentuk hantu dalam sinar bulan yang perlahan-lahan menjadi nyata itu ternyata
adalah tiga sosok wanita hantu yang pernah ingin mengisap darahku. Aku lari, dan
baru me-101 rasa agak aman setelah tiba di kamarku sendiri, di mana tak ada sinar bulan, dan
lampu bersinar terang. Setelah beberapa jam berlalu, kudengar sesuatu bergerak di kamar Count.
Terdengar suara tangisan yang cepat-cepat disekap. Lalu menyusul suatu kesepian
yang mendalam dan mengerikan, hingga membuat tubuhku menggigil. Dengan hati
berdebar kucoba membuka pintu, tapi aku terkunci di dalam penjaraku, dan tak
bisa berbuat apa-apa. Aku pun duduk dan benar-benar menangis.
Saat itu, kudengar suatu suara di pekarangan suatu tangisan sedih seorang ?wanita. Aku berlari ke jendela. Kubuka jendela itu, lalu melihat ke luar lewat
jerujinya. Benar, di sana ada seorang wanita berambut kusut yang meletakkan
tangannya di dada. Kelihatannya ia keletihan karena berlari. Ia bersandar pada
sudut gerbang. Waktu melihat wajahku di jendela, ia menghambur ke depan, lalu
berteriak dengan suara yang mengandung ancaman,
"Monster, kembalikan anakku!"
Ia menjatuhkan dirinya, berlutut, dan sambil mengangkat tangannya, menyerukan
kata-kata yang sama dengan nada yang membuat hatiku pedih. Lalu ia menarik-narik
rambutnya dan memukuli dadanya, tanpa merasa sakit akibat per buatan-
perbuatannya itu. Akhirnya ia menjatuhkan diri ke tanah, dan meskipun aku tak
bisa melihatnya, aku bisa mendengar pukulan-pukulannya pada pintu pagar dengan
tangan telanjang. 102 Dari suatu tempat yang tinggi dan jauh, mungkin di menara, kudengar suara Count
memanggil sesuatu dengan bisikan yang terdengar keras dan nyaring. Panggilannya
dijawab oleh suara lolong serigala-serigala dari seluruh penjuru. Tak lama
kemudian, segerombolan serigala datang menyerbu, bagaikan air yang menerobos
keluar dari bendungan yang terbuka. Melalui jalan masuk yang lebar, mereka
menghambur ke pekarangan. Jeritan wanita itu tak terdengar lagi, dan lolong
serigala-serigala itu pun hanya sebentar. Tak lama kemudian, binatang-binatang
itu pergi lagi, satu demi satu, sambil menjilat-jilat lidah.
Aku tak bisa merasa kasihan pada wanita itu, karena aku sudah tahu apa yang
terjadi atas diri anaknya. Dan ibu itu memang sebaiknya mati saja.
Apa yang akan kulakukan" Apa yang bisa kulakukan" Bagaimana aku bisa melarikan
diri dari tempat yang pada malam hari penuh dengan kemurungan dan ketakutan ini"
25 Juni, pagi hari. Tak ada orang yang menyadari betapa manis dan betapa lega ?rasa hati dan mata kita bila hari sudah pagi, bila kita tak pernah frnenderita
malam harinya. Waktu matahari sudah demikian tinggi pagi ini, hingga mengenai
puncak gerbang besar di seberang jendela kamarku, tampak olehku bahwa titik
tertinggi puncak yang tersentuh oleh matahari itu menyerupai burung surga yang
sedang hinggap. Rasa takutku sirna seketika, seperti zat cair yang menguap dalam
kehangatan. 103 Aku-harus mengambil suatu tindakan, sementara semangat siang hari ini masih
kumiliki Semalam, salah satu dari surat-suratku yang'sudah diberi tanggal
sebelumnya dulu diposkan. Itu baru yang pertama dari suatu seri yang mematikan,
yang akan menghapus semua bekas hidupku di bumi ini.
Aku tak mau memikirkan hal itu. Aku harus berbuat sesuatu!
Selama ini, di tengah malam aku selalu tersiksa dan terancam, atau berada dalam
bahaya mengerikan. Aku tak pernah melihat Count di siang hari. Mungkinkah karena
ia tidur waktu orang-orang bangun, sedangkan bila orang-orang tidur ia bangun"
Kalau saja aku bisa masuk ke dalam kamarnya! Tapi rasanya tak mungkin. Pintunya
selalu terkunci, hingga tak ada jalan bagiku.
Ada, pasti ada jalan bila aku berani menempuhnya! Kalau raganya bisa pergi ke
tempat-tempat tertentu, mengapa tubuh orang lain tak bisa" Aku sendiri pernah
melihatnya merayap keluar dari jendela kamarnya. Mengapa aku tidak menirukan
caranya itu, dan masuk ke kamarnya lewat jendela" Kemungkinannya tipis sekali,
tapi keperluanku pun mendesak sekali. Aku akan memberanikan diri melakukannya.
Paling sial, aku akan mati. Mati sebagai seorang manusia, bukan sebagai seekor
anak sapi, dan kehidupan akhirat yang ditakuti mungkin masih terbuka bagiku.
Tuhan, bantu aku dalam pekerjaan ini!
Selamat tinggal, Mina, bila aku gagal. Selamat
104 tinggal sahabat setiaku yang sekaligus ayah angkatku. Selamat tinggal semua, dan
yang terakhir, sekali lagi, Mina!
Hari itu juga, beberapa saat kemudian. Aku sudah berusaha, dan dengan bantuan
?Tuhan, telah kembali dengan selamat ke kamarku ini. Harus kutuliskan semuanya
secara terperinci dan berurutan.
Waktu keberanianku masih utuh, aku langsung pergi ke jendela di sisi selatan,
dan keluar ke birai batu yang sempit, yang terdapat di sekeliling bangunan di
sisi sebelah sini. Batunya besar dan kasar, sedang bahan perekat di antara batu-
batu itu telah hilang, dengan berlalunya waktu. Kubuka sepatu larsku, lalu
kuberanikan diri keluar menempuh jalan berbahaya itu. Sekali aku melihat ke
bawah, supaya tidak terkejut bila tiba-tiba terlihat olehku kedalaman yang


Dracula Karya Bram Stoker di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengerikan itu. Setelah itu, aku terus berusaha untuk tidak melihatnya. Aku tahu
betul arah dan jarak ke kamar Count, dan berusaha mencapainya, mengingat
sulitnya kesempatan untuk itu. Aku tidak merasa pusing mungkin karena sangat
?tegang. Waktu terasa pendek sekali. Aku tiba di ambang jendela, dan kucoba
mengangkat daun jendelanya. Aku berdebar-debar sekali waktu membungkuk dan
meluncur masuk lewat jendela itu, dengan kaki di depan. Aku melihat ke
sekelilingku, mencari Count Tapi aku terkejut bercampur senang, karena ternyata
kamar itu kosong! Di kamar itu tak banyak pe-105
rabotnya, hanya ada beberapa barang,,itu pun kelihatannya tak pernah dipakai.
Perabotannya sama jenisnya dengan yang terdapat di kamar-kamar di sebelah
selatan, dan semuanya penuh dengan debu. Aku mencari kuncinya -kunci itu tak ?ada di lubangnya dan tak bisa kutemukan di mana-mana. Satu-satunya yang
?kutemukan adalah seonggok besar emas di salah satu sudut uang emas bermacam-
?macam jenis, mata uang dari Rumania, Inggris, Austria, Hungaria, Yunani, dan
Turki. Semuanya berlapis debu, seolah-olah sudah lama sekali terpendam di dalam
tanah. Kulihat bahwa tak satu pun di antaranya yang berumur kurang dari tiga
ratus tahun. Ada pula rantai, kalung, dan perhiasan-perhiasan lain, beberapa
memakai permata. Semuanya tua dan kotor.
Di salah satu sudut kamar itu terdapat sebuah pintu yang kelihatannya berat.
Kucoba membuka pintu itu, karena aku tak bisa menemukan kunci kamar maupun kunci
depan, yang menjadi tujuan utama pencarianku. Aku harus mengadakan penyelidikan
lebih lanjut. Kalau tidak, semua usahaku akan sia-sia. Pintu itu terbuka. Ada
jalan melalui sebuah lorong batu, menuju sebuah tangga yang berliku-liku. Tangga
itu curam. Aku turun dengan sangat hati-hati, karena tangga-tangga itu gelap,
hanya diterangi oleh lubang-lubang kecil pada tembok yang tebal. Di dasar tangga
ada sebuah lorong gelap yang menyerupai terowongan. Dari tempat itu tercium bau
busuk yang memualkan, bau tanah lama yang baru digali. Waktu aku
106 berjalan di sepanjang lorong itu, bau itu terasa makin dekat dan makin hebat.
Akhirnya kutarik sebuah pintu berat Pintu itu terbuka sedikit. Kudapati diriku
berada di sebuah kapel tua yang sudah runtuh, yang agaknya dipakai untuk tanah
pekuburan. Atapnya sudah rusak, dan pada dua tempat terdapat tangga menuju ruang
bawah tanah. Di situ tanahnya baru digali, dan agaknya dimasukkan ke dalam peti
besar dari kayu. Peti-peti itu adalah peti-peti yang dibawa oleh orang-orang
Slowak beberapa hari yang lalu. Tak ada seorang pun di sekitar tempat itu. Aku
mencari jalan keluar lagi, tapi tak kutemukan. Lalu kuteliti setiap jengkal
tanah itu, selagi ada kesempatan. Aku bahkan turun ke ruang penyimpanan peti
mati yang remang-remang, meskipun aku sangat takut ke sana. Aku mendatangi dua
di antara tempat penyimpanan peti itu, tapi aku tak melihat apa-apa, kecuali
bekas-bekas peti mati tua dan bertumpuk-tumpuk debu. Tapi di tempat ketiga aku
menemukan sesuatu. Di sana, di dalam salah satu peti besar yang berjumlah lima puluh buah,
terbaring Count, di atas tanah yang baru digali! Kalau ia belum mati, berarti ia
sedang tidur. Aku tak dapat memastikan mana yang benar, karena matanya terbuka
dan beku, tapi tidak kaku seperti mata orang yang sudah meninggal. Dan pipinya,
meskipun pucat, memberikan kesan pipi orang hidup, sedangkan bibirnya tetap
merah. Tapi sama sekali tak ada gerak, nadinya tak ada, tak ada napas dan detak
107 jantung. Aku membungkuk di atas tubuhnya dan mencoba mencari-cari tanda-tanda jk
hidupan tapi sia-sia. Ia tak mungkin sudah lama terbaring di situ, karena dalam
beberapa jam, bau tanah itu pasti sudah hilang. Di sisi peti itu ada tutupnya,
yang di sana-sini dilubangi. Kupikir mungkin kunci-kunci ada padanya, lalu aku
mulai memeriksa tubuhnya, mencari kunci-kunci itu. Tapi saat aku berbuat begitu,
terlihat olehku matanya. Meskipun mata itu mata yang mati, dan tidak menyadari
kehadiranku di situ, aku melihat pandangan kebencian di dalamnya. Aku jadi-
ketakutan dan lari dari tempat itu. Kamar Count pun langsung kutinggalkan lewat
jendela. Aku merayap lagi di tembok puri itu. Begitu tiba di kamarku, kuempaskan
tubuhku dengan terengah-engah ke tempat tidur, dan aku mencoba berpikir....
29 Juni. Hari ini adalah tanggal suratku yang terakhir, dan Count'telah
?mengambil langkah-langkah untuk membuktikan bahwa tanggal itu memang benar,
karena kulihat lagi ia meninggalkan puri lewat jendela yang sama, juga dengan
memakai pakaianku. Sementara ia menuruni tembok dengan cara seperti kadal, aku
merasa alangkah baiknya kalau aku memiliki pistol atau senjata lain yang
mematikan, supaya aku bisa memusnahkannya. Tapi kusadari pula bahwa senjata
buatan manusia macam apa pun takkan ada pengaruhnya atas dirinya. Aku tak berani
menunggu sampai ia kembali, karena aku takut akan melihat tiga wanita
108 bersaudara yang mengerikan itu lagi. Jadi aku kembali ke ruang perpustakaan, dan
membaca di sana sampai aku tertidur.
Aku terbangun karena menyadari kehadiran Count yang memandangiku dengan tatapan
kejam. Waktu dilihatnya aku sudah bangun, ia berkata,
"Sahabat, besok kita sudah harus berpisah. Anda akan kembali ke negeri Inggris
yang indah itu, sedangkan saya akan menjalankan suatu tugas. Mungkin kita takkan
pernah bertemu lagi. Surat Anda ke Inggris sudah dikirimkan. Besok saya tidak
akan berada di sini, tapi semuanya sudah akan siap untuk perjalanan Anda. Pagi-
pagi, orang-orang Szgany akan datang. Mereka ada pekerjaan di sini. Beberapa
orang Slowak juga akan datang. Setelah mereka pergi, kereta saya akan datang
menjemput Anda, dan membawa Anda pergi sam" pai ke Celah Borgo, lalu di sana
Anda akan menemukan kereta dari Bukovina yang menuju Bistritz. Tapi saya
berharap masih bisa bertemu dengan Anda di Puri Dracula ini." Aku curiga
padanya, dan memutuskan untuk menguji ketulusannya. Kelulusan! Sungguh ironis
rasanya menuliskan-perkataan tersebut sehubungan dengan monster seperti itu.
Maka aku langsung saja bertanya,
"Mengapa saya tak boleh berangkat malam ini?"
"Karena kusir dan kuda-kuda saya sedang pergi menjalankan tugas, Saudara."
"Tapi saya bisa berjalan kaki. Saya ingin segera berangkat." Ia tersenyum lembut
dan halus, tapi 109 seperti setan, hingga aku tahu bahwa ada tipu muslihat di balik kehalusannya
itu. Katanya, "Bagaimana dengan barang-barang Anda?"
"Saya tak peduli barang-barang itu. Saya bisa minta barang-barang itu dikirim
lain kali." Count bangkit, dan berkata dengan amat sopan dan manis, hingga aku merasa perlu
menggosok-gosok mataku, karena rasanya sungguhan sekali.
"Orang Inggris mempunyai suatu ungkapan yang saya sukai, karena intinya sama
dengan semangat yang berlaku bagi kaum boyar. Bunyinya, 'Sambutlah tamu yang
akan datang, dan percepatlah keberangkatan dia yang ingin pulang.' Mari ikut
saya, sahabat muda. Anda takkan berada di rumah ini lebih lama daripada yang
Anda inginkan, meskipun saya sedih karena Anda mendadak begitu ingin pergi dari
sini. Mari!" Dengan anggun fa berjalan di depanku, dengan membawa lampu,
menuruni tangga, dan melewati sepanjang lorong. Tiba-tiba ia berhenti.
"Dengar!" Dari tempat yang dekat, terdengar lolong serigala yang banyak jumlahnya. Suara
itu seolah-olah muncul begitu Count mengangkat tangannya, sama benar dengan
musik dari suatu orkes besar yang langsung mulai dengan terangkatnya tongkat di
tangan dirigen. Setelah berhenti sebentar, ia berjalan lagi dengan anggun ke
arah pintu. Diangkatnya palang pintu yang berat itu, dibukanya kaitan rantainya,
lalu pintu itu didorongnya.
Aku terkejut sekali melihat bahwa pintu itu
110 ternyata tak terkunci. Aku curiga. Kulihat ke sekelilingku, tapi aku sama sekali
tak melihat kunci. Begitu pintu mulai terbuka, lolong serigala di luar makin nyaring dan marah.
Binatang-binatang itu masuk lewat pintu yang terbuka, dengan rahang merah dan
gigi terus mengunyah. Tampak telapak kaki yang bercakar tajam waktu mereka
melompat. Waktu itu, tahulah aku bahwa sia-sia berjuang melawan Count, Dengan
sekutu-sekutu seperti ini di bawah perintahnya, aku tak bisa berbuat apa-apa. Tapi pintu masih terus dibukanya perlahan-lahan,
hanya tubuhnya yang ada di ambang pintu itu. Tiba-tiba kusadari bahwa inilah
saat dan beginilah cara kematianku. Aku akan diumpankan kepada serigala-serigala
itu, atas keinginanku sendiri pula. Sungguh jahat niat Count itu! Pada
kesempatan terakhir, aku berteriak, _ . ^
"Tutup pintu. Saya akan menunggu sampai besok!" Dan kututup mukaku dengan
tangan, untuk menyembunyikan air mata kekecewaan. Dengan satu ayunan tangannya
yang kuat, Count membanting pintu itu hingga tertutup. Palang pintu terpasang
kembali ke tempatnya dengan bunyi amat nyaring, hingga menggema ke seluruh
ruangan. Kami kembali ke ruang perpustakaan tanpa berbicara, "dan beberapa menit
kemudian, aku kembali ke kamarku sendiri. Terakhir Count Dracula kulihat adalah
waktu ia melemparkan ciuman tangannya padaku, dengan mata merah yang
membayangkan kemenangan, dan dengan senyuman yang bisa membuat Yudas di neraka
merasa bangga. 111 Waktu sudah berada kembali di kamar dan akan berbaring, aku merasa mendengar
bisikan di pintu. Aku mendekati pintu itu perlahan-lahan, dan memasang telinga.
Kalau telingaku taksalah dengar, Count berkata,
"Pergi, kembali ke tempat kalian sendiri! Waktu kalian belum tiba. Tunggu!
Bersabarlah! Malam ini giliranku. Besok malam untuk kalian!" Terdengar suara
tawa-halus manis. Dengan marah kurenggutkan pintu hingga terbuka, dan di luar
kulihat ketiga, wanita mengerikan itu menjilat-jilat lidah. Waktu aku muncul,
mereka tertawa serentak dengan mengerikan, lalu pergi.
Aku masuk kembali ke kamarku, lalu berlutut. Jadi, sudah begitu dekatkah saatku"
Besok! Besok! Tuhan, tolong aku, dan mereka yang kusayangi!
30 Juni, pagi hari. Mungkin ini merupakan kata-kata terakhir yang kutulis dalam?buku harianku. Aku tidur sampai menjelang fajar. Waktu bangun, aku berlutut
lagi, karena aku bertekad untuk siap, kalau maut datang menjemput.
Akhirnya kurasakan perubahan halus di udara, dan aku pun tahu bahwa hari sudah
pagi. Terdengar kokok ayam yang kutunggu-tunggu, dan aku merasa bahwa aku
selamat. Dengan senang kubuka pintu kamarku, dan aku berlari ke ruang depan. Aku
sudah melihat bahwa pintu tak terkunci, dan sekarang aku bisa melarikan diri.
Dengan tangan gemetar karena tegang, kutanggalkan rantainya, dan kutarik palang
pintu yang berat itu. 112 Tapi pintu itu tak bergerak. Aku tercekam rasa putus asa. Kutarik-tarik pintu
itu, lalu kuguncang' guncang hingga berderak-derak, meskipun pintu itu kokoh.
Kini kulihat bahwa pintu itu terkunci. Rupanya Count menguncinya setelah aku
meninggalkannya semalam. Lalu timbul niat nekat untuk mendapatkan kunci-kunci itu, betapapun besar
bahayanya. Pada saat itu juga timbul tekadku untuk meniti tembok lagi dan masuk
ke kamar Count. Mungkin ia akan membunuhku, tapi kini kematian rasanya merupakan
pilihan terbaik di antara kejahatan-kejahatan yang kualami. Tanpa menunggu lebih
lama, aku berlari ke jendela sebelah timur, lalu merayap menuruni tembok seperti
yang pernah kulakukan, dan langsung masuk ke kamar Count. Kamar itu kosong,
seperti yang kuharapkan. Di kamar itu aku tak bisa menemukan kunci, tapi
tumpukan uang emas masih ada. Aku pergi ke pintu di sudut, lalu menuruni tangga
yang berliku-liku, dan melewati lorong gelap, menuju kapel tua. Kini aku sudah
tahu betul di mana aku bisa menemukan monster yang kucari itu.
Peli besar itu masih terletak di tempat yang sama, di dekat tembok, tapi
tutupnya terpasang di atasnya. Tutup itu tidak terpaku, tapi paku-paku-nya sudah
tersedia di tempatnya masing-masing, tinggal dipalu. Aku harus menemukan raga
monster itu untuk mendapatkan kunci. Maka kuangkat tutup peti, dan kusandarkan
pada tembok. Lalu terlihat olehku sesuatu yang membuatku amat ta -
113 kut Di situ terbaring Count, tapi ia seolah-olah telah mendapatkan kembali
separo masa mudanya. Rambut dan kumisnya yang putih telah berubah kelabu,
seperti warna besi, pipinya lebih montok, dan kulitnya yang putih bersemu dadu.
Mulutnya lebih merah daripada biasanya, karena pada bibirnya tampak bekas darah
segar yang menetes dari sudut-sudut mulutnya, mengalir ke dagu dan lehernya.
Bahkan matanya yang cekung dan membara tampak seperti tertanam pada daging yang
menggembung, karena kelopak mata dan kantong di bawah mata itu membengkak.
Pendek kata, seluruh tubuh makhluk mengerikan itu berlumuran darah. Ia terbaring
bagaikan seekor lintah yang menjijikkan, yang keletihan karena kekenyangan. Aku
gemetar waktu membungkuk untuk menyentuhnya. Semua urat saraf dalam tubuhku
serasa memberontak karena sentuhan itu. Tapi aku harus mencari terus, karena
kalau tidak, celakalah aku. Bila malam tiba, tubuhku akan menjadi mangsa ketiga
makhluk mengerikan itu. Kutelusuri seluruh bagian tubuhnya, tapi kunci itu tak
kutemukan. Lalu aku berhenti, dan melihat ke wajah Count. Di wajah yang bengkak
itu tampak senyum mengejek. Aku jadi marah sekali. Inilah makhluk yang sedang
kubantu kepindaharinya ke London. Dan di sana kelak, mungkin selama .berabad-
abad, ia akan memuaskan, nafsunya akan darah, di tengah berjuta-juta penduduk.
Dengan demikian, akan tercipta suatu lingkaran baru yang makin meluas, terdiri
atas makhluk-makhluk setengah hantu yang m
114 mangsa orang-orang tak berdaya. Aku jadi marah sekali mengingat hal itu. Ingin
sekali aku membebaskan dunia dari monster itu. Aku tak punya senjata mematikan,
maka kusambar saja sekop yang telah digunakan para pekerja untuk mengisi peti-
peti. Kuangkat tinggi-tinggi sekop itu, lalu dengan ujung di bawah, kuhantamkan
ke wajah yang kubenci itu. Tapi belum sempal mata sekop* itu mengenai
sasarannya, kepalanya berpaling dan matanya tertuju padaku, penuh dengan nyala
kebencian yang beracun. Pandangan itu serasa melumpuhkan diriku, sekop ilu
terputar dalam tanganku, dan meleset dari wajah itu. Pukulanku hanya menimbulkan
luka dalam pada dahinya. Kemudian sekop itu terlepas dari tanganku, dan jatuh ke
atas peti. Waktu aku menariknya kembali, sisi matanya tersangkut pada tepi tutup
peti, hingga . peti itu menutup lagi. Dengan demikian, hilanglah pemandangan
mengerikan itu. Yang tampak olehku untuk terakhir kali adalah wajah bengkak yang
berlumuran darah, dengan senyum jahat yang mungkin akan dibawanya sampai ke
neraka jahanam. Aku berpikir keras, langkah apa yang harus kuambil. Tapi otakku serasa terbakar,
dan aku menunggu saja dengan rasa putus asa yang kian menjadi. Saat menunggu,
dari jauh kudengar sebuah lagu gipsi yang dinyanyikan beramai-ramai dengan
gembira. Suara itu makin mendekat. Dan di antara suara nyanyian itu terdengar
bunyi roda yang berat dan ecutan 1 utan mb k Itu pasti TAMAN eACUAN *OAT. '
orang-orang Szgany dan Slowak yang dikatakan Count akan datang. Setelah melihat
ke sekelilingku untuk terakhir kali, dan melihat lagi ke peti yang berisi tubuh
menjijikkan itu, aku pergi meninggalkan tempat itu. Aku kembali ke kamar Count
dengan tekad untuk keluar, begitu ada pintu terbuka. Kupasang telingaku baik-
baik. Di bawah, kudengar bunyi kunci berderak pada lubangnya yang berkarat, dan
pintu berat itu terdengar terbuka. Jadi pasti ada jalan masuk lain, atau
seseorang memiliki kunci untuk salah satu pintu yang terkunci itu. Lalu
terdengar bunyi langkah-langkah kaki orang, yang kemudian menghilang di salah
satu lorong. Semua suara itu terdengar seperti gema. Aku berbalik, lalu turun
lagi ke tempat penyimpanan peti-peti mati, di mana aku bisa menemukan jalan
masuk baru. Tapi pada saat itu seolah-olah ada tiupan angin keras, dan pintu ke
arah tangga yang berliku-liku itu terempas demikian kerasnya, sehingga debu
berhamburan. Aku berlari untuk membukanya, tapi kudapati pintu itu tertutup
rapat Lagi-lagi aku terpenjara, dengan jaring kematian yang mengurung lebih
rapat lagi. Sementara aku menulis, di bawah terdengar langkah-langkah kaki orang banyak yang
disusul oleh bunyi suatu barang berat yang dibanting dengan kasar ke tanah. Itu
tentu peti-peti yang berisi tanah. Terdengar bunyi orang memalu sesuatu. Pasti
peti mati itu yang sedang dipaku. Kemudian terdengar lagi langkah-langkah kaki
yang berat di sepanjang lorong, berjalan dengan santai.
116 Pintu dibuka dan ditutup kembali, lalu terdengar kunci diputar dan kunci dicabut
lagi. Terdengar pintu lain dibuka dan ditutup kembali, kunci yang diputar, dan
gembok yang dipasang. Dengar! Roda-roda berat itu menggelinding di pekarangan, dan terus ke jalan
berbatu-batu karang di bawah. Terdengar pula bunyi lecutan cemeti, dan suara
nyanyian orang-orang Szgany itu saat mereka sedang menjauh.
Tinggallah aku bersama tiga hantu perempuan yang mengerikan itu. Oh! Mina juga
seorang wanita, tapi sama sekali tak ada persamaannya dengan mereka! Mereka
adalah setan-setan dari neraka!
Aku tak mau tinggal seorang diri dengan mereka! Akan kucoba merayap menuruni
tembok puri, lebih jauh ke bawah daripada yang telah kulakukan. Akan kubawa
beberapa keping uang emas itu, kalau-kalau aku membutuhkannya kelak. Aku harus
menemukan jalan keluar dari tempat mengerikan ini.
Kemudian akan kucari jalan pulang! Pergi dengan kereta api tercepat dari tempat
terdekat! Lari dari tempat terkutuk ini, dari negeri terkutuk ini, tempat setan
dan anak-anaknya masih gentayangan di muka bumi!
Setidaknya, belas kasihan Tuhan masih lebih baik daripada monster-monster ini.
Jurang-jurang itu memang terjal dan dalam. Kalau aku jatuh ke dalamnya, aku akan
mati. Mati sebagai manusia seutuhnya.


Dracula Karya Bram Stoker di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

117 Selamat tinggal semuanya! SelamatX tinggal, Mina!
118 Bab 5 SURAT DARI MISS MINA MURRAY KEPADA MISS LUCY WESTENRA
Lucy tersayang, 9 Mei. Maafkan aku terlambat menulis surat. Aku sibuk sekali. Pekerjaan sebagai wakil
kepala sekolah ternyata berat juga. Aku ingin mengunjungimu dan pergi ke tepi
laut, di mana kita bisa bercakap-cakap dengan bebas dan berangan-angan. Akhir-
akhir ini aku bekerja keras supaya bisa mengimbangi pendidikan Jonathan. Aku
berlatih menulis dengan huruf steno, dengan bersungguh-sungguh sekali. Kalau
kami sudah menikah nanti, aku ingin berguna bagi Jonathan. Kalau aku sudah bisa
menulis steno dengan baik, aku akan bisa menuliskan apa-apa yang ingin
dituliskannya, dan kemudian mengetiknya. Aku juga berlatih mengetik dengan
rajin. Kadang-kadang aku dan dia saling berkirim surat dengan huruf steno.
Sekarang dia mencatat tentang perjalanannya di luar negeri, dengan huruf steno..
Kalau aku mengunjungimu kelak aku akan menulis dalam buku catatan ha
119 rianku dengan huruf steno. Maksudku bukan catatan pendek-pendek, tapi catatan
lengkap, terutama untuk melatih diriku. Kurasa catatan seperti itu takkan
berguna bagi orang lain, dan memang bukan dimaksud untuk orang lain. Mungkin
pada suatu hari kelak akan kuperlihatkan pada Jonathan, bila ada sesuatu yang
perin diketahui bersama. Aku ingin mencoba berbuat seperti yang dilakukan oleh
para wartawati. Mereka mewawancarai seseorang sambil menuliskan gambaran tentang
orang itu atau sesuatu yang lain, dan sekaligus mengingat apa yang dibicarakan.
Kata orang, dengan sedikit latihan, kita akan bisa mengingat apa-apa yang
terjadi atau ucapan seseorang yang kita dengar pada suatu hari. Tapi kita lihat
sajalah. Akan kuceritakan padamu tentang rencana-rencana kecilku, kalau kita
bertemu nanti. Aku baru saja menerima surat dari Jonathan, yang ditulisnya dengan terburu-buru
dari Transylvania. Dia baik-baik saja, dan kira-kira seminggu lagi akan kembali.
Ingin sekali aku mendengar berita-beritanya. Pasti menyenangkan sekali melihat
negeri-negeri asing. Aku ingin tahu apakah kami maksudku aku dan Jonathan akan? ?bisa melihatnya bersama-sama kelak. Wah, lonceng masuk jam sepuluh sudah
berbunyi. Sampai bertemu. Yang menyayangimu, Mina. 120 Ceritakan semuanya kalau kau menulis surat. Sudah lama kau tidak menceritakan
apa-apa padaku. Aku mendengar desas-desus, terutama tentang seorang pria
jangkung, tampan, dan berambut keriting?"" .
* SURAT DARI LUCY WESTENRA KEPADA MINA MURRAY
Chatham Street 17, Mina tersayang, Rabu.
Terlebih dulu ingin kukatakan bahwa kau telah menilaiku dengan sangat tak adil,
dengan mengatakan bahwa aku kurang menulis surat. Sudah dua kali aku menulis
kepadamu, sejak .kita ber-" pisah. Sedangkan suratmu yang terakhir baru yang
kedua. Apalagi tak ada yang harus kuceritakan padamu. Benar-benar tak ada yang
menarik bagimu. Kota ini sekarang menyenangkan sekali. Kami sering pergi melihat
pameran lukisan, dan berjalan-jalan atau naik kereta ke taman-taman. Mengenai
pria jangkung berambut keriting itu, kurasa yang kaumaksud adalah pria yang
pergi bersama kami ke pertunjukan musik baru-baru ini. Rupanya ada orang yang
telah menyebar gunjingan. Dia adalah Mr. Holmwood. Dia sering mengunjungi kami,
dan ia cocok sekali dengan Mama. Banyak sekali hal yang sama-sama mereka sukai
dan mereka percakapkan. Beberapa waktu yang lalu, kami bertemu dengan seorang
pria yang cocok sekali untukmu, sekiranya kau belum ber-121
tunangan dengan Jonathan: Ia merupakan-pasangan yang luar biasa, karena dia
tampan, berharta, dan lahir dari keluarga baik-baik. Dia seorang dokter dan
pintar sekali. Bayangkan! Umurnya baru dua puluh sembilan tahun, dan dia sudah
mengepalai sebuah sanatorium penyakit jiwa yang amat besar. Mr. Holmwood yang
memperkenalkannya padaku. Dia lalu mengunjungi kami, dan sekarang dia sering
datang. Kurasa dia adalah orang yang sangat tegas, tapi sekaligus tenang, dan
kelihatannya tak mudah tergoyahkan. Bisa kubayangkan betapa besar pengaruhnya
atas pasien-pasiennya. Dia punya kebiasaan aneh, yaitu suka melihat langsung ke
wajah orang, seolah-olah mencoba membaca pikiran orang. Dia sering mencoba
melakukan hal itu atas diriku, tapi aku boleh menyombong bahwa dia mengalami
kesulitan dalam hal itu. Cerminku sendiri yang meyakinkan diriku-akan hal itu.
Pernahkah kau membaca wajahmu sendiri di cermin" Aku pernah, dan bisa kukatakan
bahwa itu suatu bahan studi yang baik. Aku bahkan bisa berkata bahwa kita akan
mendapatkan kesulitan lebih besar daripada yang kita duga bila kita tak pernah
mencobanya. Katanya aku merupakan bahan studi psikologis tersendiri baginya. Dan
dengan rendah hati aku membenarkan hal itu. Kau tahu, kan, bahwa aku tak
berminat dalam hal busana, hingga aku tak bisa berbicara tentang mode. Bagiku,
pakaian adalah hal yang membosankan. Arthur tahu itu. Nah! Terbuka sudah
sekarang! Kita memang selalu menceritakan rahasia kita masing-masing sejak kita
122 kanak-kanak, bukan" Kita biasa tidur berdua, makan bersama, tertawa dan menangis
bersama. Dan sekarang, karena aku sudah menyebutkan nama si dia, aku ingin
bercerita lebih banyak. Oh, Mina, kau pasti sudah bisa menduga. Aku jatuh cinta
padanya. Wajahku memerah sementara aku menuliskan kata-kata itu, karena meskipun
kurasa dia juga mencintaiku, dia belum pernah mengucapkannya. Tapi Mina, aku
mencintainya, sungguh! Nah, sekarang aku lega. Alangkah senangnya bila kau
berada di dekatku, Sayang. Duduk di dekat perapian sambil sama-sama berganti
pakaian, seperti yang biasa kita lakukan. Maka akan kuceritakan padamu bagaimana
perasaanku. Aku tak tahu mengapa aku mau menceritakan ini semua, meski padamu
sekalipun. Aku takut berhenti, bisa-bisa kurobek nanti surat ini. Aku tak mau
berhenti, karena aku memang ingin menceritakannya padamu.
Aku ingin mendengar beritamu secepatnya, dan ceritakan padaku bagaimana
pendapatmu tentang apa yang telah kuceritakan itu. Aku harus berhenti sekarang.
Selamat tidur. Doakan aku. Doakan supaya aku berbahagia.
Lucy. N.B. Tak perlu kukatakan bahwa ini rahasia. Sekali lagi, selamat tidur.
123 SURAT DARI LUCY WEST EN R A KEPADA MINA MURRAY
Mina tersayang, 24 Mei. Terima kasih banyak atas suratmu yang manis. Senang sekali aku bisa bercerita
padamu dan mendapat simpatimu.
Sayangku, di sini tak pernah hujan, tapi sekonyong-konyong air bagai dicurahkan
dari langit. Tepat sekali peribahasa tua itu.
Dalam bulan September nanti, aku sudah akan berumur dua puluh tahun, dan sampai
sekarang masih belum ada orang yang menyatakan cinta padaku. Tapi hari ini, tiga
orang sekaligus menyampaikan cinta mereka padaku. Bayangkan! TIGA orang! Hebat,
bukan" Tapi aku merasa kasihan, benar-benar dan sungguh-sungguh kasihan pada dua
pria malang itu. Oh, Mina, aku berbahagia sekali, hingga tak tahu apa yang harus
kuperbuat. Bayangkan, tiga lamaran! Tapi, demi Tuhan, jangan ceritakan pada
seorang pun di antara teman-teman wanita kita. Aku takut mereka nanti punya
pikiran yang bukan-bukan, dan merasa rendah diri bila mereka tidak mendapatkan
sekurang-kurangnya enam pernyataan cinta. Soalnya ada gadis-gadis yang genit,
bukan" Kita berdua, Mina, yang sudah bertunangan dan yang tak lama lagi akan
menikah baik-baik serta hidup tenang, kita bisa membenci kegenitan.
Nah, sekarang akan kuceritakan tentang tiga pria itu. Tapi harus kaurahasiakan
dari semua 124 orang, kecuali Jonathan tentunya. Kau pasti akan' menceritakannya padanya,
karena kalau aku jadi' kau, aku pun akan menceritakannya pada Arthur. Seorang
wanita harus menceritakan segala-galanya pada suaminya. Sependapatkah kau dengan
aku" Pria menyukai wanita yang jujur, terutama istri mereka. Padahal kurasa kaum
wanita tidak selalu jujur sebagaimana mestinya.
Nah, sayangku, nomor Satu datang lak lama sebelum makan siang. Tentang dia, aku
sudah bercerita padamu. Dia adalah Dr. John Seward, pria pemimpin sanatorium
penyakit jiwa ilu. Rahangnya kokoh dan dahinya bagus. Dari luar dia kelihaian
dingin, padahal dia pasti gugup. Agaknya dia sudah berlatih untuk mengingat dan
mengucapkan kata-katanya. Tapi dia hampir saja menduduki topinya sendiri,
padahal kalau hatinya benar-benar tenang, hal itu tentunya takkan terjadi,
bukan" Lalu, agar tampak santai, dia terus memainkan pinset, hingga aku ingin
terbahak melihatnya. Tapi dia berbicara dengan jujur sekali padaku. Dikatakannya
betapa sayangnya dia padaku, meskipun dia belum lama mengenalku. Dan bila aku
mau hidup bersamanya, aku akan merupakan hiburan baginya. Dia baru akan
Mengatakan bahwa dia takkan berbahagia bila aku tak suka padanya, lapi aku sudah
keburu menangis. Melihat itu, dia segera berkata bahwa kata-katanya pasti kasar,
dan bahwa dia sama sekali lak ingin menambah kesulitanku. Lalu kata-katanya
terputus. Kemudian dia bertanya apakah kelak aku akan bisa mencintainya. Waktu
aku menggeleng, tangannya
125 gemetar, dan dengan ragu dia bertanya apakah aku sudah mencintai orang lain.
Dia menanyakannya dengan manis sekali, dan berkata bahwa dia tak mau memaksa
kalau itu merupakan rahasia hatiku.. Dia hanya ingin tahu, katanya, karena bila
hati seorang wanita masih bebas, seorang pria masih bisa berharap.
Lalu, Mina, aku merasa bahwa aku wajib mengatakan bahwa sudah ada seseorang.
Hanya itu yang kukatakan. Dia bangkit, sikapnya tegar. Lalu digenggamnya kedua
belah tanganku erat-erat. Katanya dia berharap aku akan berbahagia, dan bila aku
membutuhkan seorang teman, aku harus menganggap dirinya sebagai yang terbaik.
Aduh, Mina, aku jadi menangis dibuatnya. Maafkan kalau surat ini berbercak-
bercak bekas air mataku. Mendapatkan pernyataan cinta dari seseorang memang
menyenangkan sekali, tapi sedih rasanya kalau kita harus melihat seorang pria
malang yang kita ketahui mencintai kita dengan tulus, pergi dengan patah hati.
Dan kita pun tahu bahwa apa pun yang dikatakannya pada saat itu, ki sudah lak
berarti lagi dalam hidupnya. Sayangku, aku harus berhenti dulu sementara. Aku
sedih sekali, meskipun aku berbahagia.
Malam hari. Arthur baru saja pulang, dan sekarang aku sudah lebih senang daripada waktu aku
berhenti menulis tadi. Jadi aku bisa meneruskan ceritaku padamu tentang hari
ini. Ndh, sayangku, nomor Dua dalang setelah ma -
126 kan siang. Dia baik sekali. Dia orang Amerika dari Texas. Penampilannya muda dan
segar sekali, -hingga rasanya tak mudah kita percaya bahwa dia sudah pernah
mengunjungi banyak tempat dan telah menjalani banyak petualangan. Aku sering
merasa kasihan pada tokoh Desdemona dalam drama Othello, yang harus begitu
banyak mendengarkan kisah petualangan dari suaminya, orang kulit hitam itu Kurasa kita, kaum wanita,
adalah makhluk-makhluk pengecut, dan kita mengira seorang pria selalu bisa
membebaskan kita dari rasa takut, hingga kita mau saja menikah dengannya. Se -
karang aku tahu apa yang akan kulakukan seandainya aku seorang pria yang ingin
membuat seorang gadis menerima cintaku. Tapi tidak juga, ah. Pria bernama Mr.
Morris itu suka sekali menceritakan petualangan-petualangannya padaku, sedangkan
Arthur tak pernah bercerita apa-apa. Tapi... aduh, aku sudah melantur.
Nah, Mr. Quincey P. Morris menemukan aku sedang seorang diri. Agaknya pria
memang sering menemukan seorang gadis seorang diri. Tapi tidak juga, karena
Arthur harus mencoba dua kali untuk mencari kesempatan, dan aku membantunya
sebisanya dalam hal itu. Aku tak malu mengakuinya
sekarang. Harus kuceritakan pula bahwa Mr. Morris tak selalu menggunakan gaya
bahasa slang Dia tak pernah memakainya kalau sedang berbicara dengan orang
asing, atau kalau ada orang
logat/bahasa populer 127 asing. Dia orang berpendidikan, dan sopan santunnya sempurna. Tapi kemudian
didengarnya bahwa aku suka mendengarnya menggunakan slang Amerika itu. Jadi
dengan aku, bila tak ada orang lain yang mungkin akan terkejut dibuatnya bila
mendengarnya, dia memakai gaya bahasa itu. Dia memakai kata-kata yang lucu-lucu
sekali. Kurasa semua itu dicari-carinya, karena selalu sesuai dengan apa yang
harus dikatakannya. Tapi memang begitulah slang itu. Aku tak tahu apakah aku
akan bisa berbicara dengan gaya bahasa itu. Nah, Mr. Morris duduk di sampingku.
Dia kelihatan senang dan gembira sekali. Digenggamnya tanganku, lalu dia berkata
dengan amat manis, "Miss Lucy, aku tahu bahwa aku tak pandai membetulkan sepatumu kalau rusak. Tapi
kurasa, bila kau menunggu laki-laki yang mampu melakukan hal itu, kau akan
kecewa sekali. Sebab itu maukah kau ikut aku saja, dan kita berdua menjalani
hidup ini bersama-sama?"
Dia mengatakannya dengan lucu sekali, hingga rasanya tidak terlalu sulit bagiku
untuk menolaknya. Tidak sesulit menolak Dr. Seward. Lalu kukatakan dengan cara
yang amat santai bahwa aku tak bisa ikut dengannya, dan tak bisa menjalani hidup
bersamanya. Lalu katanya cara bicaranya mungkin terlalu santai, dan ia berharap
aku mau memaafkannya bila aku menganggapnya salah karena berbicara dengan cara
yang begitu santai mengenai persoalan-yang begitu penting dan besar artinya. Dia
memang kelihatan serius waktu berkata begitu, dan mau tak mau, aku jadi bersikap
serius pula. Aku tahu, Mina, kau pasti akan menganggapku konyol sekali, tapi
terus terang, aku memang amat senang bahwa dia adalah orang kedua dalam sehari
itu. Lalu, Sayang, sebelum aku sempat berkata-kata lagi, dia sudah mencurahkan
kata-kata cinta dan mengeluarkan seluruh isi hatinya padaku. Dia kelihatan
begitu bersungguh-sungguh, hingga kupikir salah sekali menganggap seorang pria
lak pernah bersungguh-sungguh, hanya karena dia senang bercanda sesekali. Kurasa
dia melihat sesuatu di wajahku, yang membuatnya mengubah pikirannya. Dia lalu
berhenti mendadak, dan berkata dengan gaya berwibawa yang pasti bisa membuatku
jatuh cinta padanya, sekiranya aku masih bebas.
"Lucy, aku tahu kau adalah seorang gadis yang berhati tulus. Aku takkan berada
di sini, berbicara begini padamu, sekiranya aku tak yakin bahwa kau berhati
bersih, sampai ke lubuk jiwamu. Coba katakan terus terang, apakah ada orang lain
yang kaucintai" Sekiranya ada, aku takkan pernah mengganggumu lagi. Tapi bila
kauizinkan, aku ingin menjadi sahabatmu yang paling setia."
Mina, sayangku, mengapa kaum pria begitu luhur budi, padahal kita, kaum wanita,
tidak begitu berarti bagi mereka" Hampir saja aku mempermainkan pria yang begitu
baik dan begitu berbudi. Air mataku bercucuran suratku ini jadi penuh dengan ?bercak-bercak air mala aku sedih sekali. Mengapa seorang gadis lak boleh
?menikah dengan 129 tiga pria sekaligus, atau sebanyak yang menginginkan dirinya, supaya tak usah
menghadapi kesulitan ini" Tapi aku tak boleh berkata begitu. Itu sudah takdir.
Aku merasa senang, karena meskipun aku menangis, aku bisa menatap mata Mr.
Morris yang tegar itu, dan kukatakan dengan terus terang, *
"Ya, ada seorang yang kucintai, meskipun dia belum mengatakan bahwa dia
mencintaiku." Agaknya tindakanku mengatakan yang sebenarnya itu tepat, karena
wajahnya jadi berseri-seri. Diulurkannya tangannya padaku, lalu digenggamnya
tangan ku, dan dia berkata dengan ceria,
"Itu baru gadis pemberani. Lebih baik terlambat mendapat kesempatan memperoleh
cintamu, daripada ada kesempatan mendapatkan gadis lain mana pun di dunia ini.
Jangan menangis, sayangku. Aku cukup kuat, dan aku menerimanya dengan tabah.
Bila pria lain itu tak tahu akan kebahagiaan yang menunggunya, sebaiknya dia
mencarinya segera, karena kalau tidak, dia akan berhadapan denganku. Anak manis,
kejujuran dan keberanianmu lelah menjadikan dirimu sahabatku. Dan itu lebih
langka daripada seorang kekasih, karena seorang sahabat tidak begitu egois.
Sayangku, aku akan menempuh jalan sepi mulai sekarang. Maukah kau memberiku
sebuah kecupan kecil" Itu akan kujadikan kenangan untuk mengusir kegelapan. Pria
yang lain itu pasti orang baik. Dia pasti orang berbudi, karena kalau tidak, kau
takkan mungkin mencintainya, karena dia belum mengatakan apa-apa."
Aku Jadi terharu, Mina, karena dia begitu be -
130 rani, begitu manis dan luhur terhadap saingannya, bukan" Padahal dia begitu
sedih. Jadi aku membungkuk, lalu menciumnya. Dia bangkit, tanganku masih
digenggamnya. Waktu dia melihat wajahku, wajahku pasti merah. Lalu dia berkata,
"Gadis kecilku, kugenggam tanganmu, dan kau telah menciumku. Dengan begitu, kita
jadi bersahabat. Terima kasih alas kejujuranmu yang manis. Selamat tinggal.
Diremasnya tanganku, lalu dilepaskannya, la mengambil topinya, lalu langsung
keluar dari kamar, tanpa menoleh, tanpa air mala, tanpa bergetar atau berhenti
lagi. Sedang aku... aku menangis seperti bayi. Oh, mengapa pria macam itu harus
dibuat tak bahagia" Padahal banyak sekali gadis yang pasti mau memujanya. Aku
sendiri pun mau, sekiranya aku masih bebas tapi aku tak mau bebas. Sayangku, ?peristiwa itu membuatku risau, dan aku merasa belum bisa langsung menulis
tentang kebahagiaan, selelah menceritakan tentang peristiwa sedih ilu. Aku tak
mau menulis tentang nomor Tiga, sebelum aku merasa senang lagi.
Sahabat yang mencintaimu selalu,
N.B. Oh, mengenai nomor Tiga aku tak perlu menceritakan tentang nomor Tiga,
?bukan" Apalagi semuanya membingungkan sekali. Rasanya baru sebentar sekali dia
masuk ke kamar. Tahu-tahu kedua lengannya sudah merangkulku, dan dia
131

Dracula Karya Bram Stoker di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menciumku. Aku bahagia, bahagia sekali.sAku tak tahu apa yang telah kuperbuat
hingga mendapatkan nikmat ini. Di masa mendatang, aku harus mencoba
memperlihatkan rasa syukurku pada Tuhan, atas segala kebaikanNya kepadaku,
memberiku kekasih yang begitu baik, calon suami yang baik, dan sahabat yang
begitu baik pula. Sampai jumpa.
CATATAN HARIAN DR. SEWARD
(terekam dalam fonograf) 25 Mei. Tak ada selera makan hari ini. Tak bisa makan, tak bisa beristirahat,
?jadi mengisi catatan saja. Sejak cintaku ditolak kemarin, aku merasakan semacam
kekosongan. Rasanya tak ada apa-apa lagi di dunia ini yang cukup penting untuk
dilakukan.... Karena aku tahu bahwa satu-satunya pengobatan untuk hal semacam ini
adalah bekerja, maka aku pergi mengunjungi pasien-pasienku. Kupilih seseorang
yang merupakan bahan studi menarik, la aneh Sekali, hingga aku bertekad untuk
memahaminya sebatas kemampuanku. Agaknya hari ini aku telah makin mendekati inti
misterinya. Kutanyai dia dengan lebih teliti, dengan tujuan mendapatkan fakta-fakta dari
halusinasinya. Kini kusadari bahwa caraku melakukannya boleh dikatakan kejam,
karena dalam hal itu aku seolah-olah ingin mempertahankannya dalam keadaan gila
padahal terhadap pasien-pasien lain, hal itu kuhindari dengan sekuat tenaga,
?seperti aku menghindari neraka. (Memangnya dalam hal apa aku
132 tak ingin menghindari neraka") Omnia Romoe ve-nalia sunt. Selalu ada sebabnya
orang masuk neraka! Bila ada sesuatu yang tersembunyi di balik naluri, itu baik
juga untuk dilacak dengan teliti, jadi sebaiknya aku mulai melakukannya.
R.M. Renfield, umur 59 berwatak periang, punya kekuatan fisik yang besar,
?sering kumal ka-" caunya, kadang-kadang murung, dan suka mempunyai gagasan
tertentu yang tidak kupahami. Kurasa wataknya yang periang dan pengaruh yang
mengganggunya berakibat dalam suatu akhir yang bersifat mental. Ia mungkin
berbahaya, walaupun tidak egois. Bagi orang-orang egois, kewaspadaan merupakan
tempat berlindung yang aman, baik terhadap musuh-musuhnya, maupun terhadap
dirinya sendiri. Pendapatku mengenai hal itu adalah,
* bila dirinya sendiri yang merupakan tilik penting, maka daya sentripetal akan
diimbangi oleh daya sentrifugal. Bila suatu tugas atau suatu sebab dan
sebagainya yang merupakan tilik awal, maka daya sentrifugal yang menjadi paling
penting, dan hanya suatu kecelakaan atau serangkaian kecelakaan sajalah yang
bisa mengimbanginya. SURAT DARI QUINCEY P. M Wtt&& " . s? KEPADA YANG TERHORMAT**l-P >T~ ARTHUR HOLM WOOD YCG K a&ta '
?Arthur yang baik, 25 Mei.
Sudah sering sekali kita saling bertukar cerita di dekat api unggun di padang
rumput. Kita pun telah saling mengobati luka masing-masing, selelah
133 " kita sama-sama mencoba mendarat di Marquesas, dan minum demi kesehatan masing-
masing di pantai Titicaca. Masih banyak yang harus kita ceritakan, dan masih ada
luka-luka lain yang harus diobati, juga masih ada lagi yang harus saling kita
.doakan. Bagaimana kalau kita lakukan itu di api unggunku besok malam" Aku tak
ragu mengajakmu, karena aku tahu bahwa wanita itu harus ^ menghadiri suatu
jamuan makan, jadi kau bebas pergi. Hanya akan ada seorang lain lagi, yaitu
teman lama kita dalam Perang Korea, Jack Seward. Dia akan datang juga, dan kami
berdua akan menangisi nasib kami, dan dengan setulusnya ingin mendoakan
keselamatan bagi pria yang paling berbahagia di seluruh dunia ini, karena lelah
berhasil merebut hati paling luhur yang pernah diciptakan Tuhan, hati yang
paling pantas dimiliki. Kami berjanji akan menyambutmu dengan hangat dan penuh
kasih, dan akan mendoakan keselamatan kalian dengan setulus-lulusnya. Kami
bersumpah tidak akan mengganggumu, sekiranya kau sedang asyik memandangi
sepasang mata yang indah. Tapi dalanglah.
Telap sahabatmu, Quinccy P. Morris.
TELEGRAM DARI ARTHUR HOLM WOOD KEPADA QUINCEY P. MORRIS
26 Mei. Bersedia datang kapan saja. Akan membawa berita-berita yang pasti
?merupakan sensasi bagi kalian.
134 Bab 6 CATATAN HARIAN MINA MURRAY
24 Juli. Whitby. Lucy menjemputku di stasiun. Ia lebih manis dan lebih cantik.
?Kami langsung pergi ke rumah mereka, atau tepatnya Penginapan Crescent, tempat
mereka menyewakan kamar. ^ Tempat itu indah sekali. Sungai kecil Esk mengalir melalui sebuah lembah yang
dalam, dan kemudian melebar di dekat pelabuhan. Ada sebuah jembatan besar
terentang di atas sungai itu. Tembok jembatan itu tinggi, dan bila kita melihat
lewat celah-celahnya, pemandangannya nampak lebih jauh daripada sebenarnya.
Lembahnya hijau dan indah, dan tebingnya demikian curam, hingga bila kita berada
di dataran tinggi yang mengapitnya, kita takkan bisa melihat lembah itu, kecuali
kalau kita '* berdiri dekat sekali di tepinya dan melihat ke bawah. Di sisi sebelah kami
adalah kota tua. Rumah-rumah di situ semua beratap genting merah, dan kelihatan
bersusun-susun, seperti yang kita lihat pada gambar-gambar kota Nuremberg. Tepat
di atas kota terdapat reruntuhan Biara Whit -
135 by, yang dahulu kala dihancurkan oleh -para penyerang dari Denmark. Itu
merupakan sebagian dari pemandangan Marmion, yaitu patung seorang gadis yang
dipahatkan pada temboknya. Reruntuhan itu luas dan bagus sekali, dan penuh
dengan bagian-bagian yang romantis. Menurut legenda, seorang wanita berpakaian
serba putih sering menampakkan diri di salah satu jendelanya. Di antara
reruntuhan itu dan kota ada sebuah gereja lagi, yaitu gereja paroki. Di
sekelilingnya terdapat tanah pekuburan yang luas, penuh dengan batu nisan.
Kurasa itulah bagian terindah di Whitby, karena gereja itu terletak tepat di
atas kota. Dari situ pemandangannya luas ke pelabuhan, dan terus ke sebuah teluk
di mana tanjung yang bernama Kettleness menjorok ke laut. Tanah pekuburan itu
menurun ke arah pelabuhan demikian curamnya, hingga sebagian tebingnya runtuh
dan merusakkan sebagian dari kuburan orang yang ada di situ. Di salah satu
tempat, sebagian dari batu-batu kuburan terjulur ke luar, sedangkan jauh di
bawahnya terdapat jalan berpasir. Di sela-sela kuburan-kuburan itu terdapat
lorong-lorong, dan di kanan-kirinya terdapat bangku-bangku. Banyak orang suka
duduk-duduk di situ sepanjang hari, untuk melihat pemandangan indah dan
menikmati angin sepoi-sepoi. Aku sendiri juga akan sering datang dan duduk-duduk
di situ, juga untuk bekerja. Saat ini pun aku sedang menulis di situ. Kuletakkan
buku di pangkuanku, dan aku menulis sambil mendengarkan percakapan tiga orang
pria tua yang 136 duduk tak jauh dari tempatku. Agaknya mereka tak punya pekerjaan lain sepanjang
hari, kecuali duduk-duduk di sini dan bercakap-cakap.
Pelabuhan terletak di bawahku. Di sisinya yang terjauh, sebuah tembok panjang
dari batu granit terentang ke laut. Ujung tembok itu melengkung, dan di tengah-
tengah lengkung itu ada sebuah mercu suar. Dari situ ada pula sebuah tembok laut
yang tebal. Pada sisi terdekat, tembok laut itu melengkung ke bagian dalam, dan
di ujungnya ada pula sebuah mercu suar. Di antara kedua Jemtjpk laut itu
terdapat suatu celah sempit yang tiba-tiba melebar ke arah pelabuhan.
Bila air pasang naik, bagus sekali di situ. Tapi bila surut, airnya kering,
hingga yang ada hanyalah Sungai Esk yang mengalir di celah tebing-tebing pasir
yang diselingi batu di sana-sini. Di bagian luar pelabuhan, di sisi terdekat,
terdapat batu karang besar sepanjang kira-kira satu kilometer. Ujungnya yang
tajam menjulur lurus dari belakang mercu suar di bagian selatan. Di ujung
dipasang pelampung peringatan dengan sebuah lonceng yang terayun-ayun bila cuaca
buruk, dan memperdengarkan bunyi memilukan dibawa angin. Ada kisah bahwa bila
sebuah kapal hilang, di laut 'terdengar lonceng-lonceng. Sebaiknya kutanyakan
hal itu pada orang tua itu. Ini dia datang....
Orang tua itu lucu. Pasti ia sudah tua sekali, karena wajahnya penuh kerut-
merut, seperti kulit pohon saja. Katanya umurnya sudah hampir seratus tahun, dan
ia sudah menjadi seorang pelaut
pada armada penangkapan ikan Greenland waktu terjadi pertempuran di Waterloo.
Kurasa\a orang yang tak mudah percaya, karena waktu kutanyakan padanya tentang
lonceng-lonceng di laut dan wa nita berpakaian putih di biara itu, ia menjawab
dengan tegas, "Tak usah percaya itu semua, Miss. Itu semua kolot. Ingat, saya tidak mengatakan
bahwa semua itu tak pernah ada, tapi di zaman saya pun sudah tak ada lagi.
Kisah-kisah itu baik untuk pendatang-pendatang, pelancong-pelancong, dan
sebagainya, tapi tidak untuk wanita muda baik-baik seperti Anda. Orang-orang
dari York atau Leeds, yang suka sekali makan ikan haring pada waktu minum teh,
dan suka membeli batu hitam dengan harga murah, nah, mereka itu percaya. Entah
siapa yang suka menceritakan kisah-kisah bohong itu pada mereka, tapi koran-
koran pun penuh dengan omong kosong itu."
Kupikir tepat sekali kalau aku menanyakan hal-hal yang menarik pada orang tua
itu. Jadi kutanyakan apakah ia mau menceritakan penangkapan ikan paus di zaman
dahulu. Ia baru saja akan mulai, ketika jam berdentang enam kali. Ia langsung
berdiri dengan amat susah payah.
"Saya harus pulang, Miss. Cucu perempuan saya tak suka menunggu kalau sudah
waktunya minum teh. Padahal saya harus berjalan perlahan-lahan sekali di jalan
berbatu-batu ini, karena kekuatan saya sudah makin berkurang."
Ia pergi dengan tertatih-tatih, dan kulihat ia
138 bergegas menuruni tangga semampunya. Tangga itulah yang istimewa di tempat
tersebut. Tangga itu dari kota menanjak menuju gereja. Anak tangganya beratus-
ratus jumlahnya aku tak tahu berapa dan berkelok-kelok dengan lekuk yang ? ?tajam-tajam. Lerengnya sangat landai, hingga seekor kuda bisa berjalan turun-
naik dengan mudah. Kurasa dahulu tangga itu pasti ada hubungannya dengan gereja
itu. Aku akan pulang. Lucy tadi pergi mengunjungi seseorang dengan ibunya. Aku tak
ikut, karena mereka ada urusan di sana. Kurasa sekarang mereka sudah kembali.
1 Agustus. Sejam yang lalu aku naik kemari lengan Lucy, dan kami bercakap-cakap
?mengenai hal-hal yang amat menarik dengan saKabat lamaku. Juga ada dua orang tua
lain yang agaknya selalu ikut dengannya. Kelihatannya kakek tuaku itu adalah
juru bicara mereka. Kurasa waktu ia masih rryjda ia adalah orang yang keras dan
sok berkuasa. Ia tak mudah menerima pendapat orang lain, dan suka bersikap
meremehkan. Bila tak bisa mengalahkan orang dalam suatu perdebatan, dibentaknya
orang itu, dan bila orang diam saja, dianggapnya orang itu sependapat dengan
dia. Lucy mengenakan baju putih, la cantik dan manis. Ia tampak segar sejak di
sini. Kulihat pria-pria tua itu berebutan ingin duduk di dekatnya. Ia memang
manis sekali terhadap orang-orang tua, dan kurasa mereka langsung jatuh hati
padanya. Bahkan ka-139 kek tuaku itu pun banyak mengalah padanya dan tak mau membantahnya, tapi
akibatnya, Ba^tahan-bantahannya padaku jadi berlipat ganda. Kubawa dia pada
pokok pembicaraan mengenai legenda-legenda itu, dan ia pun segera berkhotbah.
Aku ingin mengingatnya, jadi sebaiknya kucatat.
"Itu semua omong kosong!" katanya. "Tak lain dari omong kosong. Semua kisah
tentang kutukan-kutukan, tentang angin ribut, hantu-hantu, dan semuanya yang
berhubungan dengan itu, cuma bikin kepala pusing dan perempuan-perempuan
mengoceh saja. Itu semua hanya isapan jempol saja. Juga semua peringatan dan
tanda-tanda, itu semua kan ciptaan pendeta-pendeta saja, supaya orang mau
melakukan hal hal yang tak mau mereka lakukan atas kesadaran sendiri. Saya
jengkel kalau ingat itu semua. Itu kan kisah-kisah orang-orang yang tak puas
dengan kebohongan-kebohongan yang dicetak, dan apa-apa yang dikhotbahkan di
gereja, dan masih mau pula mereka menggoreskannya pada batu nisan dengan
membesar-besarkan kenyataannya. Lihat saja ke sekeliling Anda, lihat semua batu
nisin itu, yang dipasang karena kesombongan, tapi kemudian tumbang karena
terlalu sarat dengan kebohongan-kebohongan yang dituliskan di situ. Padahal
kebanyakan mereka itu" bukan siapa-siapa, dan sebenarnya tak ada yang ingin
mengenangnya, apalagi menuliskannya. Bohong, semua itu bohong! Tapi itu semua
akan menjadi tanggungan mereka di akhirat Mereka akan datang bergerombol-
gerombol dengan geme-140 tar, sambil menyeret batu nisan mereka untuk membuktikan betapa baiknya mereka."
Dari air mukanya yang membayangkan rasa puas, dan caranya melihat pada teman-
temannya untuk minta dibenarkan, dapat dilihat bahwa ia sedang memamerkan
kearifannya. Maka kutahan ia supaya tidak berlanjut, dengan berkata,
"Ah, Mr. Swales, masa begitu. Pasti tidak semua batu nisan ini tak benar."
"Omong kosong! Hanya sedikit sekali yang memang benar. Tapi banyak pula yang
membesar-besarkan kebaikan orang, kalau itu keluarganya sendiri. Semuanya
bohong. Misalnya Anda. Anda datang kemari sebagai orang asing, dan Anda melihat
pekuburan ini." Aku mengangguk saja, karena kupikir lebih baik membenarkannya,
meskipun aku tak banyak mengerti kata-kata bahasa daerahnya. Pokoknya aku tahu
bahwa itu ada hubungannya dengan pekuburan ini. Katanya lagi, "Dan Anda percaya
bahwa yang terbaring di sini memang penduduk sini?" Aku mengangguk lagi. "Nah,
di situlah awal kebohongan-kebohongan itu. Wah, ada berpuluh-puluh yang
menguburkan orang tak dikenal di sini." Ia menyikut teman-temannya, dan mereka
tertawa. "Coba lihat yang itu. Coba baca!" Aku mendekati batu nisan itu, dan
membaca, "Edward Spencelagh, pelaut. Dibunuh oleh para perompak di pantai, April 1854,
pada usia 30 tahun." Setelah aku kembali, Mr. Swales berkata lag",
141 "Nah, siapa yang membawa mayatnya pulang kemari dan menguburkannya di sini"
Padahal dia terbunuh di pantai Andres, di Alaska sana! Saya bisa menunjuk
selusin nama yang sebenarnya terkubur di lautan di Greenland di utara sana, tapi
batu nisannya ada di sini. Lihat saja ini: Braith waite Lowrey saya kenal ?ayahnya, dia hilang di Greenland sana, atau Andrew Woodhouse, yang tenggelam di
laut yang sama pada tahun 1777, atau John Paxton ini, yang tenggelam di Cape
Farewell setahun kemudian, atau si tua John Rawl-ings, yang kakeknya berlayar
bersama saya. Dia tenggelam di Teluk Finlandia tahun 1850. Apakah Anda pikir
orang-orang ini masih sempat buru-buru lari kemari sebelum terompet kematian
memanggil" Percayalah, kalau begitu mereka harus berebutan mencari tempat,
seperti kami di zaman dahulu kalau ingin meluncur di es dari pagi sampai malam."
Agaknya itu merupakan lelucon setempat, karena orang tua itu tertawa terkekeh-
kekeh dan teman-temannya mengikutinya.
"Tapi," kataku. "Anda tak sepenuhnya benar. Anda menyimpulkan bahwa semua orang
itu atau roh-roh mereka harus membawa batu nisan mereka ke akhirat. Apakah itu
benar-benar perlu?" "Yah, lalu apa gunanya batu-batu nisan itu" Coba jawab, Miss."
"Saya rasa untuk menyenangkan hati sanak saudaranya."
"Menurut Anda, untuk menyenangkan hati sanak saudaranya, ya?" katanya dengan
nada mence - 142 mooh. "Bagaimana itu bisa menyenangkan hati sanak saudaranya, kalau mereka tahu
bahwa apa yang tertulis di situ bohong belaka, dan semua orang di tempat ini
tahu?" Ia menunjuk sebuah kuburan di dekat tepi tebing karang, tempat bangku
terletak. "Coba baca kebohongan di batu nisan itu," katanya. Dari tempatku
duduk, huruf-huruf itu terbalik, tapi Lucy duduk hampir tepat di depannya. Jadi
ia yang membungkuk dan membaca,
"Dengan khidmat' mengenang George Canon, yang meninggal pada tanggal 19 Juli
1873, karena jatuh dari tebing batu Kettleness. Semoga ia bangkit kembali dalam
kemenangan. Nisan ini dibangun oleh ibunya yang berkabung bagi putra
kesayangannya. Ia adalah putra tunggal ibunya, dan ibunya seorang janda. Ah, Mr.
Swales, saya tak melihat sesuatu yang lucu di situ!" Lucy mengucapkan kata-kata
itu dengan bersungguh-sungguh dan agak keras.
"Anda tak melihat lucunya! Ha! Ha! Itu karena Anda tak tahu bahwa ibu itu adalah
seekor singa betina yang sangat membenci anaknya, karena anaknya itu jahat ya, ?dia memang seorang penjahat. Dan demikian bencinya dia pada ibunya, sampai-
sampai dia bunuh diri supaya ibunya tidak mendapatkan asuransi yang telah
disiapkannya untuknya. Ditembaknya kepalanya dengan sebuah senapan tua yang
biasa dipakai orang untuk menakut-nakuti burung. Tapi waktu itu tidak untuk
menakut-nakuti burung, melainkan untuk menembak kepalanya sendiri. Begitulah dia
jatuh dari 143 tebing karang itu. Dan mengenai harapan ibunya agar anaknya bangkit kembali
dalam kemenangan, hmm, saya sering mendengar anak itu berkata bahwa dia ingin
rjaasuk neraka. Ibunya begitu alim, sehingga anaknya yakin bahwa ibunya itu
pasti akan masuk surga, dan katanya dia tak ingin bersama-sama ibunya lagi.
Nah," diketuk-keluk-kannya tongkatnya pada batu nisan itu, "tidakkah batu ini
penuh dengan kebohongan" Dan apakah Malaikat Gabriel tidak akan terkekeh bila si
George datang terpontang-panting sambil menyeret batu nisannya, dan meminta
supaya batu itu dijadikan bukti?"
Aku tak tahu apa yang harus dikatakan. Tapi Lucy membelokkan percakapan itu
dengan berkata sambil bangkit,
"Untuk apa Anda ceritakan semuanya itu pada kami" Ini adalah tempat duduk yang
paling saya sukai, dan saya tak suka pindah ke tempat lain. Tapi sekarang,
apakah pantas saya duduk di atas kuburan orang yang telah membunuh dirinya?"


Dracula Karya Bram Stoker di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tak apa-apa, anak cantik. Si George malah senang, karena seorang gadis yang
begitu langsing duduk di pangkuannya. Tak apa-apa. Saya bahkan sudah lebih dari
dua puluh tahun duduk di sini, dan saya tak apa-apa. Tak usah dirisaukan
kebohongan-kebohongan yang ada di bawah Anda ini. Anggap saja tak ada! Bahkan
akan lebih baik bila Anda merasa senang bila semua batu nisan ini dihilangkan,
dan membiarkan tempat ini menjadi lapangan yang gersang. Tuh, jam sudah
berbunyi, 144 saya harus pergi. Permisi!" Dan ia pun pergi terseok-seok.
Aku dan Lucy masih tetap duduk beberapa lamanya. Pemandangan di hadapan kami
begitu^ indahnya, hingga tanpa sadar kami berpegangan tangan. Lucy bercerita
lagi tentang Arthur dan rencana pernikahan mereka. Aku jadi agak sedih, karena
sudah sebulan penuh aku tidak mendapat berita dari Jonathan.
Pada hari itu juga. Aku naik ke sini seorang diri, karena aku sedih. Tetap tak
?ada surat untukku. Mudah-mudahan saja Jonathan tak apa-apa. Jam baru saja
berbunyi pukul sembilan. Kulihat lampu tersebar di seluruh kota, kadang-kadang
berderet-deret di jalan-jalan, kadang-kadang satu-satu. Lampu-lampu itu
memanjang di sepanjang Sungai Esk, dan menghilang kembali di tikungan lembah. Di
sebelah kiriku pemandangan terputus oleh garis hitam, yaitu atap rumah tua di
sebelah biara. Domba-domba dan anak-anaknya mengembik di padang-padang rumput,
jauh di belakang, sedangkan di jalanan berlapis beton di bawah, terdengar
langkah-langkah ladam kedelai di jalan beraspal. Band yang ada di atas tembok
laut memainkan lagu berirama waltz dengan keras. Lebih jauh di sepanjang dermaga
ada pertemuan Bala Keselamatan, di sebuah jalan di belakang. Kedua band itu tak
saling dengar, tapi di atas sini aku mendengar dan melihatnya. Aku ingin tahu di
mana Jonathan berada, dan apakah ia ingat pada-145
ku! Alangkah bahagianya bila ia berada di sini bersamaku. \
CATATAN HARIAN DR. SEWARD
5 Juni. -Makin bisa aku memahami Renfield sebagai manusia, makin menarik ?kasusnya. Ada sifat-sifat tertentu padanya yang sangat berkembang, yaitu egois,
penuh rahasia, dan memendam suatu tujuan. Alangkah baiknya seandainya aku tahu
apa yang menjadi tujuannya itu. Agaknya ia punya rencana tertentu, tapi aku tak
tahu apa itu. Sifatnya yang paling menonjol adalah cintanya pada binatang-
binatang. Tapi ada perubahan-perubahan aneh pada kecintaannya itu, hingga
kadang-kadang kupikir ia memiliki sifat kejam yang aneh. Binatang-binatang
kesayangannya aneh-aneh pula jenisnya. Saat ini umpamanya, hobinya adalah
menangkap lalat. Jumlah yang dimilikinya sekarang banyak sekali, hingga aku
harus menegurnya mengenai hal itu. Aku terkejut karena ia tak marah sebagaimana
yang kuduga. Ia menanggapinya dengan serius. Ia hanya merenung sebentar, lalu
berkata, "Bisakah saya diberi waktu tiga hari" Nanti akan saya beresi semua."
Kataku boleh. Aku harus mengawasinya.
18 Juni. Kegemarannya kini beralih pada laba-laba, dan ia memiliki koleksi
?laba-laba besar-besar sekali dalam kotak. Ia terus memberi lalat pada binatang-
binatang itu. Jumlah lalat jadi sangat berkurang, meskipun ia masih tetap
menggunakan 146 separo dari makanannya untuk memikat lalat dari luar kamarnya.
1 Juli. Kini laba-labanya jadi sangat mengganggu, seperti lalat-lalatnya dulu.
?Dan tadi kusuruh ia membuangnya. Mendengar itu, ia kelihatan sedih sekali, jadi
kukatakan supaya ia membuang sebagian saja. Perintah itu diterimanya dengan
ceria, dan -aku memberinya waktu yang sama untuk pengurangan itu, seperti
sebelumnya. Waktu aku masih berada di kamarnya pun aku 'sudah dibuat jijik
olehnya, karena waktu seekor lalat hijau yang dijaringnya dengan mengumpankan
makanan busuk mendengung masuk ke dalam kamarnya, ditangkapnya binatang itu,
dipegangnya sebentar dengan gembira, dan sebelum kusadari benar apa yang akan
dilakukannya, binatang itu dimakannya. Kutegur dia karena perbuatannya itu, tapi
ia membantah dengan tenang. Katanya binatang itu enak dan menyehatkan sekali.
Bahwa yang dimakannya itu sesuatu yang hidup, suatu kehidupan yang kuat, dan
karenanya memberinya kekuatan. Aku jadi mendapat gagasan. Harus kuamati
bagaimana caranya mengurangi jumlah laba-labanya. Agaknya ada suatu masalah
besir dalam pikirannya, karena ia menyimpan sebuah buku catatan kecil. Ia sering
mencatat sesuatu dalam buku itu. Berhalaman-halaman penuh, berisi angka-angka,
pada umumnya angka-angka tunggal yang di-kelompok-kelompokkan, lalu jumlahnya
dijumlah-147 kan lagi dalam kelompok-kelompok pulaA seperti seorang akuntan yang sedang
mengaudit sajp. 8 Juli. Penyakit jiwanya bersifat khas, dan dasar gagasan dalam pikiranku
?berkembang. Tak lama lagi dasar itu akan menjadi suatu gagasan utuh, dan setelah
itu... Ah, otak tak sadar! Kau harus merobohkan tembokmu demi saudaramu yang
sadar. Kuhindari pasienku itu beberapa hari, supaya aku bisa melihat bila ada
perubahan. Tapi keadaan tak berubah, kecuali bahwa ia telah membuang beberapa
binatang kesayangannya, dan kini mempunyai kesayangan baru. Ia telah berhasil
me-, nangkap seekor burung gereja, dan sudah mulai menjinakkannya. Caranya
menjinakkan sederhana sekali, karena kulihat jumlah laba-labanya sudah jauh
berkurang. Tapi laba-laba yang masih hidup tetap diberi makan cukup, karena ia
masih menangkap lalat dengan mengumpankan makanannya sendiri.
19 Juli. Kami mengalami kemajuan. Pasienku kini memiliki sekawanan burung
?gereja, sedangkan lalat dan laba-labanya sudah hampir punah. Waktu aku masuk, ia
berlari menyambutku, dan berkata bahwa ia ingin meminta bantuanku bantuan yang
?besar artinya. Sambil berbicara, ia merayuku seperti seekor anjing. Waktu
kutanyakan apa yang dimintanya, ia berkata dengan suara dan sikap berapi-api,
"Seekor anak kucing. Seekor anak kucing kecil
148 yang cantik dan berbulu halus, yang suka bermain-main, untuk saya jadikan teman
bermain, saya ajar, saya beri makan beri makan, dan beri makan terus!" Aku ?sudah menduga permintaan itu, karena kulihat bahwa binatang-binatang
kesayangannya sudah bertambah terus, baik besarnya maupun kegiatannya. Aku tak
peduli kawanan burung i gereja itu akan dimusnahkannya'pula dengan cara yang
sama seperti ia memusnahkan lalat dan laba-labanya, jadi kukatakan bahwa aku
akan mengusahakannya, dan kutanyakan apakah ia tidak lebih suka memiliki kucing
daripada anaknya. Melihat caranya menjawab, terungkaplah betapa besar
keinginannya. "Oh, ya, saya suka kucing! Saya minta anak kucing karena saya takut Anda tak mau
memberi * saya kucing. Tak ada orang yang akan menolak memberi saya anak kucing,
?bukan?" Aku menggeleng, dan kukatakan bahwa sekarang ini aku belum bisa
memberikannya, tapi aku akan mengusahakannya. Ia tampak kecewa, dan aku bisa
membaca suatu peringatan bahaya di wajahnya. Ia mengerling dengan pandangan yang
mendadak menjadi kejam dan menyiratkan pembunuhan. Orang ini adalah pembunuh
maniak yang belum + berkembang. Aku akan mengetesnya dengan keinginannya sekarang, dan melihat
bagaimana perkembangannya, supaya aku tahu lebih banyak.
Jam sepuluh malam. Aku baru saja mengunjunginya dan menemukannya duduk merajuk
?di sudut. Waktu aku masuk, ia menjatuhkan diri, berlutut di depanku, dan memohon
supay^ ia boleh memiliki seekor kucing. Dikatakannya bahwa keselamatannya
tergantung pada binatang itu. Aku tetap pada pendirianku, dan kukatakan bahwa ia
tak bisa memilikinya. Mendengar itu, ia pergi tanpa berkata apa-apa, lalu duduk
di sudut tempat aku menemukannya tadi, sambil menggigit kukunya. Aku akan
menjenguknya lagi besok pagi-pagi.
20 Juli. Aku mengunjungi Renfield pagi-pagi, sebelum petugas mulai berkeliling.
?Kudapati ia sudah bangun dan bernyanyi-nyanyi kecil, la sedang menaburkan gula
yang disimpannya di jendelanya. Rupanya ia akan menangkap lalat lagi. Ia
melakukannya dengan ceria dan penuh semangat. Aku melihat ke sekelilingku,
mencari burung-burungnya, dan karena tak kulihat, kutanyakan di mana burung-
burung itu. Tanpa menoleh ia menjawab bahwa burung-burung itu sudah terbang
semuanya. Kulihat beberapa lembar bulu berserakan di lantai, dan di atas
bantalnya ada setetes darah. Aku tak berkata apa-apa. Aku pergi. Kukatakan pada
penjaga supaya melapor padaku kalau ada sesuatu yang aneh mengenai dirinya siang
ini. Jam sebelas siang. Petugas baru saja mendatangiku untuk mengatakan bahwa
?Renfield sakit perut dan memuntahkan bulu banyak sekali. "Saya rasa, Dok,"
katanya, "dia telah memakan burung-burungnya mentah-mentah."
150 Jam sebelas malam. Malam ini Renfield' telah kuberi obat penenang berdosis
?tinggi, cukup banyak untuk membuatnya tidur '^ma. Buku sakunya kuambil, akan
kulihat. Pikiran yang mengganggu otakku akhir-akhir ini lengkap sudah. Teoriku
terbukti benar. Pasienku yang merupakan penderita sakit jiwa yang suka membunuh
ini termasuk aneh. Aku masih harus menemukan golongan baru untuknya. Sebaiknya
ia kunamakan maniak pemakan benda hidup. Yang diinginkannya adalah melahap
sebanyak mungkin benda hidup, dan ia sudah berusaha menjalankan hal itu. Ia
memberikan banyak lalat pada seekor laba-laba, dan memberikan banyak laba-laba
untuk dimakan burung, lalu ia menginginkan seekor kucing untuk memangsa burung
yang banyak itu. Apakah yang akan menjadi langkah-langkahnya selanjutnya"
Rasanya tak rugi menyelesaikan eksperimen itu. Tapi tak bisa dilakukan tanpa
alasan jelas. Orang mengecam dilakukannya pembedahan terhadap benda hidup, tapi
lihatlah hasilnya-sekarang! Apa galahnya memajukan ilmu pengetahuan tentang
otak" Sekiranya aku memiliki rahasia dari pikiran semacam itu kalau saja aku ?memiliki kunci khayalan dari satu orang gila saja mungkin aku bisa memajukan
?cabang ilmu pengetahuan itu sendiri sampai ke puncaknya, hingga bila
dibandingkan dengan psikologi Burdon-Sanderson atau pengetahuan otak Ferrier,
hasil penemuan itu akan jauh lebih berarti. Kalau saja ada alasan yang jelas!
Aku tak boleh memikirkan hal itu terlalu banyak,
151 nanti aku tertarik. Suatu tujuan yang baik mungkin menguntungkan aku, karena
bukankah aku sendiri mungkin juga punya pembawaan otak y\ng luar biasa"
Orang-orang gila bertindak dalam batas bidangnya sendiri. Aku ingin tahu, atas
dasar berapa kehidupankah ia menilai manusia". Apakah atas dasar satu kehidupan
saja" Ia telah menutup pembukuannya dengan cermat, dan hari ini memulai suatu
catatan kegiatan baru. Berapa orangkah di antara kita yang membuat catatan
setiap hari dalam hidup kita"
Bagiku sendiri, rasanya baru kemarin seluruh hidupku berakhir bersama harapan
baruku. Dan aku benar-benar mulai dengan lembaran baru. Dan begitulah
seterusnya, sampai Sang Pembuat Perhitungan menjumlahkan semua catatan
pekerjaanku, dan menutup buku besarku dengan pertimbangan untung atau rugi. Oh,
Lucy, Lucy, aku tak bisa marah padamu. Dan aku pun tak bisa marah pada
sahabatku_yang akan berbahagia bersamamu. Tapi aku hanya bisa menunggu tanpa
harapan dan terus bekerja. Bekerja! Bekerja!
Kalau saja aku punya suatu tujuan yang kuat seperti sahabatku yang gila itu-
?suatu tujuan yang bagus dan tidak bersifat egois barulah aku bisa berbahagia.
?CATATAN HARIAN MINA MURRAY
26 Juli. Aku cemas, dan aku merasa senang bisa menyatakan isi hatiku di dalam
?buku ini. 152 Rasanya seperti berbisik pada diri sendiri dan sekaligus mendengarkannya. Lalu
ada pula keistimewaan huruf-huruf steno ini. Rasanya lain daripada menulis
biasa. Aku sedih memikirkan Lucy dan Jonathan. Sudah beberapa lama aku tidak mendengar
berita dari Jonathan, dan aku sangat khawatir. Tapi kemarin Mr. Hawkins yang
selalu baik hati itu menyampaikan surat dari Jonathan. Aku telah menulis surat
padanya dan bertanya apakah ia mendengar berita dari Jonathan, dan katinya surat
yang dilampirkannya itu baru saja diterimanya. Surat itu singkat sekali, ditulis
di Puri Dracula, dan mengatakan bahwa Jonathan sedang bersiap-siap untuk
berangkat pulang. Itu bukan kebiasaan Jonathan. Aku tak mengerti; dan aku jadi
khawatir. Lalu mengenai Lucy. Meskipun dia sehat-sehat saja, akhir-akhir ini kebiasaan
lamanya muncul kembali, yaitu suka tidur berjalan. Ibunya yang menceritakan hal
itu padaku, dan kami putuskan untuk mengunci pintu kamar kami setiap malam. Mrs.
Westenra beranggapan bahwa orang-orang yang suka tidur berjalan sering naik ke
atap rumah atau pergi ke tepi bukit karang, lalu tiba-tiba terbangun, dan jatuh
dengan suatu teriakan mengeri-kaii yang bergema ke mana-mana. Kasihan, ia pasti
amat cemas memikirkan Lucy. Diceritakannya juga tentang suaminya, ayah Lucy,
yang punya kebiasaan sama. Tengah malam ia bangun, berpakaian, lalu keluar bila
tak dicegah. Lucy akan menikah pada musim gugur, dan sudah meren-153
canakan pakaian-pakaiannya dan bagaimana ia akan mengatur rumahnya kelak. Aku
mengerti keadaannya, karena aku pun akan berbuat begitu juga, hanya saja aku dan
Jonathan harus memulai hidup ini dengan cara yang amat sederhana,, dan kami juga
harus pekerja keras untuk mencari uang.
Mr. Holmwood atau Hon. Arthur Holmwood, putra tunggal Lord Godalming sebentar ? ?lagi akan ^ datang. Ia akan berangkat, karena ayahnya sakit. Kulihat Lucy
tersayang gelisah menunggunya. Ia ingin mengajak Arthur naik dan duduk di bangku
pekuburan di atas bukit karang itu, dan memperlihatkan padanya keindahan Whitby.
Ia pasti begitu gelisah karena harus menunggu, dan pasti akan tenang kembali
bila Arthur datang. 27 Juli. Belum juga ada berita dari Jonathan. Aku khawatir memikirkannya. Aku
?tak mengerti mengapa aku harus khawatir, tapi aku mengharapkan sekali ia menulis
surat, meskipun hanya sebaris saja.
Lucy makin sering tidur berjalan, dan setiap malam aku terbangun karena ia
berjalan kian-kemari di kamar. Untunglah udaranya panas, hingga ia takkan masuk
angin. Tapi aku mulai merasakan akibat dari rasa khawatir itu, dan aku jadi
sering terbangun pada malam hari. Aku pun mudah gugup dan tak bisa tidur.
Syukurlah kesehatan Lucy tetap baik. Mr. Holmwood mendadak dipanggil ke Ring
untuk melihat ayahnya yang sakitnya tiba-tiba menjadi lebih parah. Lucy kesal
ka-154 rena pertemuan dengan tunangannya itu tertunda. Tapi hal itu tidak mempengaruhi
dirinya. Ia sudah lebih gemuk, sedangkan pipinya bersemu dadu. Ia sudah tak lagi
pucat seperti orang kekurangan darah. Kuharap keadaan itu bertahan.
{M 3 Agustus. -Satu minggu lagi telah berlalu, dan tetap saja tak ada berita dari
?Jonathan. Bahkan pada Mr. Hawkins pun ia tak mengirim berita. Hal itu
diceritakan oleh Mr. Hawkins, yang suratnya baru saja kuterima. Oh, semoga saja
ia tidak sakit. Kalau tak ada apa-apa, ia pasti menulis surat Kulihat lagi
suratnya yang terakhir itu. Entah mengapa, aku merasa tak puas dengan surat itu.
Gaya surat itu bukan gaya Jonathan. Tapi itu tulisan tangannya. Itu pasti.
Dalam minggu terakhir ini Lucy tak lagi tidur berjalan, tapi air mukanya
membayangkan keresahan. Aku tak mengerti. Bahkan dalam tidur pun ia seolah-olah
memperhatikan diriku. Ia mencoba membuka pintu, dan waktu menemukan pintu
terkunci, ia berkeliling kamaynencarinya.
6 Agustus. Tiga hari lagi berlalu, dan tetap belum ada berita. Ketegangan ini
Irama Seruling Menggemparkan Rimba Persilatan 13 Dewa Arak 63 Angkara Si Anak Naga Pukulan Si Kuda Binal 4
^