Sembilan Pembawa Cincin 6
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien Bagian 6
berada di Shire yang tenang dan dicintainya ia menatap ke bawah, ke Jalan yang
dibencinya, matanya tertuju ke barat - ke rumahnya. Mendadak ia menyadari ada
dua bercak hitam bergerak perlahan menyusurinya, pergi ke barat; dan ketika ia
memandang lagi, ia melihat tiga bercak lain merangkak ke timur untuk
menghadang mereka. Frodo berteriak dan memegang tangan Strider.
"Lihat," katanya sambil menunjuk ke bawah.
Strider segera menjatuhkan diri ke tanah di belakang puing lingkaran, sambil
menarik Frodo di sebelahnya. Merry juga menjatuhkan diri di sampingnya.
"Apa itu?" bisiknya.
"Aku tidak tahu, tapi aku mengkhawatirkan hal terburuk," jawab Strider.
Perlahan mereka merangkak ke pinggir lingkaran lagi, dan mengintip melalui
celah antara dua batu runcing. Cahaya sudah tidak begitu terang, karena pagi
yang cerah sudah memudar, dan awan-awan yang merangkak keluar dari Timur sudah
menyusul matahari yang akan terbenam. Mereka semua bisa melihat bercakbercak
hitam itu, tapi baik Frodo maupun Merry tidak bisa melihat jelas bentuk
mereka; namun perasaan mereka mengatakan bahwa di sana, jauh di bawah, para
Penunggang Hitam berkumpul di Jalan di bawah kaki bukit.
"Ya," kata Strider, yang dengan penglihatannya yang tajam tidak ragu lagi.
"Musuh ada di sini!"
Bergegas mereka merangkak pergi, menuruni sisi utara bukit, untuk mencari
Halaman | 198 The Lord of The Rings kawan-kawan mereka. Sam dan Peregrin tidak tinggal diam. Mereka sudah menjelajahi lembah kecil
dan lereng-lereng sekitamya. Tak jauh dari sana, mereka menemukan sumber
mata air jernih di sisi bukit, dan di dekatnya jejak kaki yang belum berusia
lebih dari dua hari. Di lembahnya sendiri mereka menemukan bekas api yang belum lama,
dan tanda-tanda lain dari perkemahan yang terburuburu. Ada beberapa batuan
yang sudah jatuh di ujung lembah yang paling dekat ke bukit. Di belakangnya Sam
menemukan kayu-kayu api yang ditumpuk rapi.
"Aku ingin tahu, apakah Gandalf sudah ke sini," katanya pada Pippin. "Siapa
pun yang menyimpan barang-barang ini di sini, berniat kembali ke sini rupanya."
Strider sangat tertarik dengan penemuan-penemuan itu. "Coba tadi aku
menunggu dan menjelajahi sendiri tanah di bawah sini," katanya, bergegas ke mata
air untuk memeriksa jejak kaki.
"Seperti sudah kukhawatirkan," katanya ketika ia kembali. "Sam dan Pippin
menginjak tanah lembek, dan jejaknya sudah rusak atau bercampur. Para Penjaga
Hutan datang ke sini baru-baru ini. Merekalah yang meninggalkan kayu api di
tempat ini. Tapi juga ada beberapa jejak yang lebih baru, yang bukan dibuat oleh
para Penjaga Hutan. Setidaknya satu set baru, hanya sehari-dua hari yang lalu,
dibuat oleh sepatu bot berat. Setidaknya satu. Aku belum yakin saat ini, tapi
kurasa ada banyak kaki bersepatu bot." ia berhenti bicara dan tenggelam dalam pikiran
cemas. Masing-masing hobbit membayangkan para Penunggang berjubah dan
bersepatu bot. Kalau para Penunggang sudah menemukan lembah itu, semakin
cepat Strider menuntun mereka ke tempat lain semakin baik. Sam memandang
cekungan itu dengan rasa sangat tak suka, setelah mendengar kabar musuh
mereka ada di Jalan, hanya beberapa mil dari sana.
"Tidakkah kita sebaiknya cepat pergi dari sini, Mr. Strider?" tanya Sam tak
sabar. "Sudah mulai sore, dan aku tidak suka tempat ini: entah mengapa membuat
semangatku patah." "Ya, kita memang harus memutuskan apa yang mesti dilakukan segera,"
jawab Strider sambil mendongak, mempertimbangkan waktu dan cuaca. "Yah,
Sam," katanya akhirnya, "aku juga tidak suka tempat ini, tapi aku tidak tahu
tempat lain yang lebih baik, yang bisa kita capai sebelum malam. Setidaknya kita berada
di luar pandangan untuk sementara, dan kalau kita bergerak, kita akan jauh lebih
mungkin terlihat oleh mata-mata. Yang bisa kita lakukan hanyalah menyimpang
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 199 dari jalan kita, kembali ke utara, di sisi bukit sebelah sini, yang tanahnya
sedikitbanyak sama seperti di sini. Jalan sudah diawasi, tapi kita harus
melintasinya, kalau ingin mencoba bersembunyi di semak-semak sebelah selatan. Di sebelah
utara Jalan, di seberang bukit, tanahnya kosong dan datar sepanjang bermil-mil."
"Apakah para Penunggang itu bisa melihat?" tanya Merry. "Maksudku,
sepertinya mereka lebih banyak menggunakan hidung daripada mata, untuk
mengendus-endus mencari kita, kalau mengendus adalah kata yang tepat untuk
itu, setidaknya di waktu terang. Tapi kau menyuruh kami tiarap ketika kau
melihat mereka di bawah; dan sekarang katamu kita bisa terlihat kalau bergerak."
"Aku terlalu ceroboh di atas-bukit," jawab Strider. "Aku begitu bersemangat
ingin mencari tanda dari Gandalf; tapi kita salah, naik bertiga dan berdiri
begitu lama di sana. Karena kuda-kuda hitam bisa melihat, dan para Penunggang itu bisa
menggunakan manusia dan makhluk-makhluk lain sebagai mata-mata, seperti
sudah terbukti di Bree. Mereka sendiri tidak melihat dunia sebagaimana kita
melihatnya, tapi bentuk-bentuk kita melontarkan bayangan ke dalam benak
mereka, yang hanya bisa dihancurkan oleh matahari tengah hari; dan dalam gelap
mereka menerima banyak tanda dan bentuk yang tersembunyi bagi kita: saat itulah
mereka perlu paling ditakuti. Dan sepanjang waktu mereka mencium darah
makhluk hidup, menginginkannya dan membencinya. Ada indra-indra lain selain
penglihatan dan penciuman, Kita bisa merasakan kehadiran merekameresahkan
hati kita, begitu kita sampai di sini, dan sebelum kita melihat mereka: mereka
bisa lebih tajam lagi merasakan kehadiran kita. Juga," tambahnya, dan suaranya
menjadi bisikan, "Cincin itu menarik mereka."
"Apakah tidak ada cara untuk lari?" kata Frodo, melihat dengan kalut ke
sekelilingnya. "Kalau aku bergerak, aku akan kelihatan dan diburu!"
Strider meletakkan tangannya di bahu Frodo. "Masih ada harapan," katanya.
"Kau tidak sendirian. Mari kita ambil kayu yang sudah disiapkan di sini untuk
api, sebagai suatu tanda. Hanya sedikit perlindungan atau pertahanan di sini, tapi
api bisa dimanfaatkan. Sauron bisa memakai api, dan hal-hal lainnya, untuk maksud
jahatnya, tapi para Penunggang ini tidak menyukai api, dan takut terhadap mereka
yang menggunakannya. Api adalah sahabat kita di hutan belantara."
"Mungkin," gerutu Sam. "Tapi api itu juga bisa menunjukkan dengan jelas di
mana kita berada, selain kalau kita berteriak."
Di pojok paling rendah dan paling terlindung di lembah itu, mereka
menyalakan api dan menyiapkan makanan. Bayang-bayang senja mulai turun, dan
Halaman | 200 The Lord of The Rings hawa mulai dingin. Tiba-tiba mereka menyadari bahwa mereka sudah lapar sekali,
karena mereka tidak makan apa pun sejak sarapan; tapi mereka hanya berani
membuat makan malam sederhana saja. Negeri di depan mereka kosong dari
semua makhluk hidup, kecuali burung dan hewan, tempat-tempat tidak ramah yang
ditinggalkan semua bangsa di dunia. Kadang-kadang para Penjaga Hutan lewat di
seberang perbukitan, tapi jumlahnya hanya sedikit dan mereka tidak bermalam.
Pengembara lain sangat langka, dan dari jenis jahat: sesekali bangsa troll
berkeliaran keluar dari lembah-lembah utara Pegunungan Berkabut. Hanya di Jalan
bisa ditemukan pelancong, paling sering orang-orang kerdil, bergegas untuk
urusan mereka sendiri, dan tidak suka memberikan pertolongan atau berbicara dengan
orang asing "Entah apakah persediaan makanan kita bisa mencukupi," kata Frodo. "Kita
sudah cukup hati-hati dalam beberapa hari terakhir, dan makan malam ini bukan
pesta; tapi kita sudah menghabiskan lebih banyak daripada seharusnya, kalau kita
masih harus berjalan selama dua minggu, dan mungkin lebih."
"Ada makanan di belantara," kata Strider, "buah berry, akar-akaran, dan
tanaman; dan aku punya keterampilan sebagai pemburu bila diperlukan. Kau tidak
perlu takut mati kelaparan sebelum musim dingin tiba. Tapi mengumpulkan dan
menangkap makanan adalah pekerjaan panjang dan melelahkan, dan kita perlu
buru-buru. Jadi, kencangkan ikat pinggang kalian, dan pikirkan penuh harapan
meja-meja makan di rumah Elrond!"
Hawa dingin semakin menusuk, sementara hari semakin gelap.
Mengintip keluar dari lembah, mereka sekarang hanya bisa melihat tanah
kelabu yang menghilang cepat ke dalam bayang-bayang. Langit di alas sudah
jernih lagi, dan perlahan-lahan terisi bintang-bintang yang berkelap-kelip.
Frodo dan kawan-kawannya meringkuk mengelilingi api, terbungkus dengan segala
macam busana dan selimut yang mereka miliki; tapi Strider sudah puas dengan
satu mantel, dan duduk agak menjauh, sambil mengisap pipanya dengan
termenung. Saat malam tiba dan nyala api mulai terang Strider menceritakan dongengdongeng
pada mereka, untuk mengalihkan benak mereka dari ketakutan. Ia tahu
banyak riwayat dan legenda dari zaman dulu, tentang Peri dan Manusia, perbuatan
baik dan jahat di Zaman Peri. Mereka bertanya dalam hati, berapa usia Strider,
dan di mana ia belajar semua kisah itu.
"Ceritakan tentang Gil-galad," kata Merry tiba-tiba, ketika Strider berhenti
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 201 sebentar di akhir cerita tentang Kerajaan-Kerajaan Peri. "Apakah kau tahu lebih
banyak tentang syair kuno yang kaubicarakan tadi?"
"Memang," jawab Strider. "Begitu juga Frodo, karena itu berhubungan erat
dengan kita." Merry dan Pippin memandang Frodo yang sedang menatap ke dalam
api. "Aku hanya tahu sedikit yang diceritakan Gandalf padaku," kata Frodo
perlahan. "Gil-galad adalah yang terakhir dari raja-raja agung bangsa Peri di
Dunia Tengah. Gil-galad berarti sinar bintang dalam bahasa Peri. Dengan Elendil,
sahabat kaum Peri, dia pergi ke negeri..."
"Jangan!" Strider memotong, "menurutku dongeng itu jangan diceritakan
sekarang, saat anak buah Musuh berada di dekat kita. Kalau kita berhasil
mencapai rumah Elrond, kalian bisa mendengarnya di sana, diceritakan
selengkapnya." "Kalau begitu, ceritakan dongeng lain dari masa lalu," pinta Sam, 'dongeng
tentang bangsa Peri sebelum masa hilangnya. Aku ingin sekali mendengar lebih
banyak tentang kaum Peri; kegelapan terasa begitu mencekam."
"Akan kuceritakan kisah Tinuviel," kata Strider, "singkat saja, karena ini kisah
panjang yang akhirnya tidak diketahui; dan sekarang tidak ada yang ingat dengan
betul kisah ini, seperti diceritakan di masa lalu, kecuali Elrond. Suatu kisah
indah, meski sedih, seperti semua dongeng Dunia Tengah, namun mungkin kisah ini bisa
membangkitkan semangat kalian." ia diam sejenak, lalu mulai menyanyi perlahan,
bukannya berbicara, Dedaunan panjang, rumput hijau, Tinggi indah pepohonan cemara, Dan di
padang tampak cahaya kemilau Bintang-bintang berkelip di keremangan Tinuviel
menari di sana Diiringi nada suling indah memukau, Cahaya bintang gemerlap di
rambutnya, Pun di pakaiannya berkilauan.
Datang Beren dari pegunungan dingin nan sepi, Di bawah dedaunan tersesat
mengembara, Menyusuri sepanjang tepi Sungai Peri Melangkah sendiri, dicekam
kepedihan. Mengintip di antara ranting-ranting cemara Terpesona oleh bungabunga
emas indah tak terperi Pada jubah dan lengan si gadis jelita, Dan rambutnya
yang terurai, sekelam bayangan.
Terpesona ia oleh pemandangan itu Kakinya yang letih seketika pulih; Kuat
dan tangkas, ia bergegas maju, Menggapai alur-alur sinar bulan kemilau. Di rimba
belantara hutan Peri Tinuviel lari dengan kaki-kaki lincah berpacu, Dan
tinggallah Beren mengembara sendiri Di belantara sepi, mendengarkan terpukau.
Halaman | 202 The Lord of The Rings Sering ia dengar tapak-tapak lincah Kaki-kaki ringan bagai tanpa suara, Atau
musik yang memancar di bawah tanah, Tersembunyi bergetar di liang-liang.
Kini layu tergeletak berkas-berkas cemara, Berguguran satu per satu sambil
mendesah Daun-daun beech ikut berjatuhan pula Di hutan musim dingin
melayanglayang. Beren s'lalu mencari si gadis Peri Di hamparan tebal daun-daun berguguran,
Di bawah cahaya bulan dan bintang yang berseri Di angkasa dingin dan berembun
beku. Jubah Tinuviel gemerlap di bawah sinar rembulan, Seperti di puncak bukit
nan jauh dan tinggi Ia menari, dan di kakinya bertaburan Kabut perak yang
gemetar malu-malu. Musim dingin berlalu, Tinuviel datang lagi, Nyanyiannya membangunkan
musim semi, Bagai hujan rintik dan burung penyanyi, Mencairkan air yang dingin
beku. Di kakinya merekah bunga-bunga Peri Berkembang indah dan berseri
kembali Ingin Beren menari dan bernyanyi Di atas rumput bersamanya selalu.
Beren datang menghampiri, namun Tinuviel lari. Tinuviel! Tinuviel!
Dipanggilnya nama si gadis Peri; Si gadis pun berhenti, bagai tersihir Sesaat
tertegun si gadis Tinuviel Terpikat suara Beren yang menggugah hati, Beren
mendatangi, dan luluhlah Tinicviel Oleh pesona yang mengikatnya sampai akhir.
Kala menatap mata Tinuviel si Jelita Yang tersembunyi bayangan rambutnya,
Tampak oleh Beren tercermin di dalamnya.
Kemilau bintang-bintang yang gemetar perlahan
Tinuviel nan cantik memesona,
Gadis Peri yang bijaksana,
Mengurai rambutnya menutupi dirinya
Dan lengan-lengannya yang gemerlap keperakan.
Nasib membawa mereka mengembara,
Lewat gunung berbatu dingin kelabu,
Lewat lorong besi dan pintu kegelapan nan menyiksa,
Dan hutan bayangan tanpa harapan.
Dipisahkan Samudra luas yang menderu,
Sebelum akhirnya kembali berjumpa,
Kini mereka t'lah lama berlalu
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 203 Bernyanyi tanpa duka, di dalam hutan.
Strider menarik napas panjang, dan berhenti sebelum berbicara lagi. "Itu
sebuah lagu," katanya, "di antara kaum Peri disebut anntennath, tapi sulit
diterjemahkan ke dalam Bahasa Umum, dan ini hanya gema kasar dari lagu itu.
Lagu ini menceritakan perjumpaan Beren, putra Barahir, dengan Luthien Tinuviel.
Beren manusia biasa, tapi Luthien adalah putri Thingol, raja Peri di Dunia
Tengah, ketika dunia masih muda; dia gadis tercantik yang pernah ada di antara anak-anak
dunia. Kecantikannya seperti bintang-bintang di atas kabut negeri-negeri Utara,
dan wajahnya bercahaya. Di masa itu, Musuh Besar tinggal di Angband di Utara,
dan Sauron hanyalah anak buahnya. Bangsa Peri dari Barat kembali ke Dunia
Tengah untuk berperang dengannya, demi merebut kembali Silmaril yang telah
dicurinya; nenek moyang Manusia mendukung para Peri. Tapi Musuh menang dan
Barahir tewas dibunuh. Beren, yang melarikan diri melalui bahaya besar, pergi
lewat Pegunungan Teror, masuk ke Kerajaan Thingol yang tersembunyi di hutan
Neldoreth. Di sana dia melihat Luthien menyanyi dan menari di padang, di sisi
Sungai Esgalduin yang tersihir; Beren menamainya Tinuviel, artinya burung bulbul
dalam bahasa kuno. Banyak penderitaan menimpa mereka setelah itu, dan mereka
terpisah untuk waktu lama. Tinuviel menyelamatkan Beren dari penjara bawah
tanah Sauron, dan bersama-sama mereka melewati bahayabahaya besar, bahkan
menjatuhkan Musuh Besar dan takhtanya, dan mengambil dan mahkota besinya
satu dari tiga Silmaril, yang paling cemerlang di antara semua berlian, untuk
maskawin Luthien kepada Thingol ayahnya. Namun pada akhirnya Beren dibunuh
Serigala yang datang dari gerbang Angband, dan dia mail di pelukan Tinuviel.
Tapi Tinuviel memilih menjadi manusia biasa, dan mati di dunia, agar bisa menyusul
Beren; dalam lagunya dikatakan bahwa mereka berjumpa lagi di seberang
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Samudra Pemisah, hidup lagi bersama-sama selama suatu masa singkat di hutan
hijau, mereka mati lama berselang, meninggalkan dunia fana ini. Begitulah, hanya
Luthien Tinuviel dan bangsa Peri yang mati dan meninggalkan dunia, dan mereka
kehilangan dia yang paling mereka cintai. Tapi dari keturunannya muncul garis
silsilah bangsawan Peri masa lampau yang turun di antara Manusia. Sampai
sekarang keturunannya masih hidup, dan konon silsilahnya tidak akan pernah
berhenti. Elrond dan Rivendell termasuk sanaknya. Karena dan Beren dan Luthien
lahirlah ahli waris Dior Thingol; dan dari dia turun Elwing the White yang
dinikahi Earendil, dia yang berlayar dengan kapalnya, keluar dari kabut dunia, masuk ke
lautan surga, dengan Silmaril di dahinya. Dan dari Earendil lahirlah Raja-raja
dan Numenor, yaitu Westernesse."
Halaman | 204 The Lord of The Rings Sementara Strider berbicara, mereka memperhatikan wajahnya yang
bergairah aneh, disinari cahaya remang-remang nyala api merah. Matanya
berbinar, suaranya dalam dan gagah. Di atasnya terbentang langit gelap
berbintang. Mendadak cahaya pucat muncul dari atas mahkota Weathertop di
belakang Strider. Bulan yang semakin besar mendaki perlahan ke atas bukit yang
melindungi mereka, dan bintang-bintang di atas puncak bukit memudar.
Kisah itu berakhir. Para hobbit bergerak dan meregangkan tubuh. "Lihat!" kata
Merry. "Bulan sudah tinggi: pasti sudah larut malam."
Yang lain juga menengadah. Ketika itulah mereka melihat di puncak bukit
sesuatu yang kecil dan gelap, berlatar belakang kilauan bulan yang sedang naik.
Mungkin juga sesuatu itu hanya sebuah baru besar atau karang menonjol yang
kena cahaya pucat. Sam dan Merry bangkit dan menjauh dari api. Frodo dan Pippin tetap duduk
diam. Strider memperhatikan cahaya bulan di atas bukit dengan cermat. Semua
diam dan tenang, tapi Frodo merasa ketakutan, setelah Strider tidak berbicara
lagi. Ia meringkuk lebih dekat ke api. Pada saat itu Sam berlari kembali dari pinggir
lembah. "Aku tidak tahu apa itu," katanya, "tapi tiba-tiba aku merasa takut. Aku tidak
berani keluar dan lembah ini; aku merasa sesuatu sedang merangkak naik di
lerengnya." "Apakah kau melihat sesuatu?" tanya Frodo sambil melompat bangkit.
"Tidak, Sir. Aku tidak melihat apa pun, tapi aku tidak berhenti untuk melihat."
"Aku melihat sesuatu," kata Merry, "atau kupikir begitu di sebelah barat sana,
di mana sinar bulan jatuh ke atas dataran rendah di balik bayangan puncak bukit,
aku menyangka ada dua atau tiga sosok hitam. Kelihatannya mereka bergerak ke
arah sini." "Tetaplah dekat ke api, dengan wajah menghadap ke luar!" teriak Strider.
"Siapkan beberapa tongkat panjang di tangan kalian!"
Untuk waktu lama, hampir tanpa bernapas, mereka duduk di sana, diam dan
waspada, membelakangi api, masing-masing menatap ke dalam kekelaman di
sekitar. Tak ada yang terjadi. Tak ada bunyi atau gerakan di malam itu. Frodo
bergerak, merasa perlu memecah kesunyian: ia ingin sekali berteriak keras.
"Sst!" bisik Strider. "Apa itu?" Pippin menarik napas kaget pada saat
bersamaan. Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 205 Dari atas bibir lembah kecil itu, di sisi yang jauh dari bukit, mereka merasa
sebuah bayangan muncul, satu bayangan atau lebih dari satu. Mereka mengamati
lebih tajam, dan bayangan-bayangan itu seolah bertambah. Tak lama kemudian,
tak bisa diragukan lagi: tiga atau empat sosok tinggi gelap berdiri di lereng,
memandang mereka. Begitu hitam, hingga tampak bagaikan lubang hitam dalam
keremangan di belakang. Frodo merasa mendengar desis samar-samar, seperti
napas beracun, dan ada hawa dingin yang menusuk tajam. Lalu sosok-sosok itu
perlahan-lahan mendekat. Kengerian melanda Pippin dan Merry, dan mereka tiarap ke tanah. Sam
mengerut ke sisi Frodo. Frodo sama ngerinya dengan kawan-kawannya; ia
gemetar, seakan-akan sangat kedinginan, tapi ketakutannya tertelan dalam suatu
godaan mendadak untuk memasang Cincin-nya. Hasrat ini mencengkeramnya, dan
ia tak bisa memikirkan hal lain. Ia tidak lupa Barrow, juga tidak lupa pesan
Gandalf; tapi seolah ada yang mendorongnya untuk tidak mengacuhkan semua peringatan,
dan ia sangat ingin menyerah. Bukan karena berharap bisa melarikan diri, atau
melakukan sesuatu, baik ataupun buruk: ia hanya merasa harus mengambil Cincin
itu dan memasangnya di jarinya. Ia tak mampu berbicara. Ia merasa Sam
memandangnya, seolah tahu bahwa majikannya sedang dalam kesulitan besar,
tapi Frodo tak bisa menoleh kepadanya. Ia memejamkan mata dan berjuang untuk
beberapa saat; tapi kemudian ia tak tahan lagi. Akhirnya perlahan-lahan ia
mengeluarkan rantainya, dan menyelipkan Cincin itu di jari telunjuk tangan
kirinya. Dalam sekejap, meski semua yang lain tetap seperti sebelumnya, remangremang dan
gelap, sosok-sosok itu menjadi jelas sekali. Ia mampu melihat
menembus selubung hitam mereka. Ada lima sosok tinggi: dua berdiri di bibir
lembah, tiga maju mendekat. Pada wajah putih mereka menyala mata yang tajam
dan tidak kenal kasihan; di bawah mantel mereka ada jubah kelabu panjang; di
atas rambut mereka yang kelabu ada topi baja dari perak; di tangan mereka yang
kurus kering ada pedang baja. Mata mereka menemukan dirinya dan menusuknya,
saat mereka lari mendekati. Dengan nekat ia menghunus pedangnya. Pedang itu
menyala merah, seperti sebatang puntung berapi. Dua dari sosok itu berhenti.
Yang ketiga lebih tinggi daripada yang lain: rambutnya panjang mengilat, dan di
atas topi bajanya ada mahkota. Di satu tangan ia memegang pedang panjang, dan
di tangan lainnya sebilah pisau; pisau dan tangan yang memegangnya sama-sama
bersinar dengan cahaya pucat. Ia melompat maju dan menghantam Frodo.
Tepat pada saat itu Frodo melemparkan diri ke depan, ke atas tanah, dan ia
mendengar dirinya sendiri berteriak nyaring, Oh Elbereth! Gilthoniel! Pada saat
Halaman | 206 The Lord of The Rings yang sama ia memukul kaki musuhnya. Teriakan nyaring terdengar di malam
kelam, dan Frodo merasa perih, seakan-akan sebatang anak panah dari es
beracun menembus pundak kirinya. Ketika pingsan, ia menangkap sekilas-seolah
melalui kabut yang berputar-putar-sosok Strider meloncat keluar dari kegelapan
dengan tongkat kayu menyala di kedua tangannya. Dengan upaya terakhir, sambil
menjatuhkan pedangnya, Frodo melepaskan Cincin di jarinya dan
menggenggamnya erat-erat dalam kepalan tangannya.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 207 Pelarian Ke Ford Ketika Frodo sadar kembali, ia masih mencengkeram Cincin itu dengan erat.
Ia berbaring dekat api, yang sekarang sudah ditumpuk tinggi dan menyala terang
sekali. Ketiga kawannya membungkuk di atasnya.
"Apa yang terjadi" Di mana raja pucat itu?" tanya Frodo liar.
Sesaat mereka terlalu gembira mendengar ia berbicara, sehingga tidak
langsung menjawabnya; lagi pula, mereka tidak memahami pertanyaannya.
Akhirnya ia tahu dari Sam bahwa mereka tidak melihat apa pun, kecuali
bentukbentuk samar-samar dan gelap yang datang ke arah mereka. Mendadak dengan
ngeri Sam menyadari majikannya sudah hilang; pada scat itu sebuah bayangan
hitam berlari melewatinya, dan ia jatuh. Ia mendengar suara Frodo, tapi
seakanakan datang dari jauh sekali, atau dari bawah tanah, meneriakkan kata-kata
aneh. Mereka tidak melihat apa pun lagi, sampai mereka tersandung tubuh Frodo yang
berbaring seperti mati, wajah tertelungkup di atas rumput, dengan pedangnya di
bawahnya. Strider menyuruh mereka mengangkatnya dan membaringkannya di
dekat api, lalu ia menghilang. Sekarang semua itu sudah cukup lama berlalu.
Sam jelas sudah mulai meragukan Strider lagi; tapi sementara mereka
berbicara, Strider kembali, muncul tiba-tiba dari kegelapan. Mereka bergerak
kaget, dan Sam menghunus pedangnya, sambil berdiri di atas Frodo; tapi Strider dengan
cepat berjongkok di sisinya.
"Aku bukan Penunggang Hitam, Sam," katanya lembut, " juga tidak
bersekongkol dengan mereka. Aku tadi berupaya mencari tahu tentang gerakan
mereka; tapi aku tidak menemukan apa pun. Aku tidak mengerti, mengapa mereka
pergi dan tidak menyerang lagi. Tapi sekarang tidak ada perasaan tentang
kehadiran mereka di mana pun."
Setelah mendengar cerita Frodo, Strider menjadi sangat khawatir. Ia
menggelengkan kepala dan mengeluh, lalu menyuruh Pippin dan Merry
memanaskan sebanyak mungkin air yang bisa mereka tampung dalam ceret kecil
mereka, dan membasuh luka Frodo dengan itu. "Jaga agar api tetap bagus, dan
usahakan Frodo tetap hangat!" katanya. Lalu ia bangkit dan berjalan menjauh,
memanggil Sam. "Rasanya sekarang aku lebih memahami hal ini," katanya dengan
suara rendah. "Kelihatannya hanya ada lima orang di pihak musuh. Mengapa
mereka tidak semua di sini, aku tidak tahu; tapi kurasa mereka tak menduga akan
mendapat perlawanan. Mereka mundur untuk sementara. Tapi tidak jauh. Mereka
Halaman | 208 The Lord of The Rings akan kembali lain kali, kalau kita tak bisa lari. Mereka hanya menunggu, karena
mengira tujuan mereka sudah hampir tercapai, dan bahwa Cincin itu tak bisa
terbang lebih jauh lagi. Aku cemas mereka mengira majikanmu sudah mendapat
luka mematikan, yang akan membuatnya menyerah menuruti kemauan mereka.
Kita lihat saja!" Sam tercekik menahan tangis. "Jangan putus asa!" kata Strider. "Kau harus
mempercayai aku sekarang. Frodo-mu ternyata lebih tangguh daripada yang
kuduga, meski Gandalf sudah memperkirakan hal itu. Dia tidak tewas, dan kurasa
dia akan sanggup melawan kekuatan jahat dari lukanya, lebih lama daripada yang
diharapkan musuh-musuhnya. Aku akan berusaha sebisaku untuk membantu dan
menyembuhkannya. Jagalah dia baik-baik, sementara aku pergi!" Strider bergegas
pergi dan lenyap kembali ditelan kegelapan.
Frodo tertidur sebentar, meski rasa pedih dari lukanya lambat lawn semakin
berat, dan rasa dingin yang mematikan menyebar dari pundaknya ke tangan dan
sisi tubuhnya. Kawan-kawannya menjaganya, menghangatkannya, dan membasuh
lukanya. Malam berlalu perlahan dan melelahkan. Fajar mulai merebak di langit,
dan lembah kecil itu mulai dipenuhi cahaya kelabu, ketika Strider akhirnya
kembali. "Lihat!" teriak Strider; sambil membungkuk ia memungut sebuah jubah hitam
yang tergeletak di tanah, tersembunyi kegelapan. Satu kaki di atas kelimannya
ada sayatan. "Ini bekas sapuan pedang Frodo," katanya. "Aku khawatir ini satu-
satunya cedera yang diderita musuh; karena dia tak bisa terluka, dan semua mata pisau
yang menusuk Raja mengerikan itu pasti hancur. Yang lebih mematikan untuknya
adalah nama Elbereth."
"Dan lebih mematikan untuk Frodo adalah ini!" ia membungkuk lagi dan
mengangkat sebuah pisau panjang tipis. Ada kilauan dingin di dalamnya. Saat
Strider mengangkatnya di bawah cahaya yang semakin terang, mereka
memandang keheranan, karena mata pisau itu tampaknya melebur dan lenyap
seperti asap di udara, meninggalkan pangkalnya di tangan Strider.
"Aduh!" teriaknya. "Inilah pisau terkutuk yang menimbulkan luka ini. Pada
masa sekarang, hanya sedikit orang yang punya keahlian menyembuhkan, untuk
menandingi senjata jahat seperti itu. Tapi aku akan berusaha semampuku."
Strider duduk di tanah, mengambil pangkal pisau itu dan meletakkannya di
lututnya, sambil menyanyikan lagu lambat dalam bahasa asing. Lalu ia
menyisihkan pisau itu dan berbicara dengan nada lembut kepada Frodo, dengan
kata-kata yang tak bisa ditangkap oleh yang lain. Dari tas pinggangnya ia
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 209 mengeluarkan beberapa helai daun panjang.
"Daun-daun ini," katanya, "sudah kucari jauh sekali; karena tanaman ini tidak
tumbuh di bukit-bukit gersang, melainkan di semak-semak jauh di selatan Jalan.
Aku menemukannya dalam kegelapan, dengan mencium bau daunnya." ia
menghancurkan satu dengan jarinya, dan daun itu mengeluarkan ban manis dan
pedas. "Untung aku bisa menemukannya, sebab inilah tanaman penyembuh yang
dibawa Manusia dari Barat ke Dunia Tengah. Mereka menamakannya athelas,
sekarang jarang tumbuh dan hanya ada di tempat-tempat mereka pernah tinggal
atau berkemah di masa lalu; daun ini tidak dikenal di Utara, kecuali oleh
beberapa pengembara di Belantara. Daun ini punya banyak manfaat bagus, tapi untuk luka
semacam ini mungkin kekuatan penyembuhannya tidak seberapa."
Ia melemparkan daun-daun itu ke dalam air mendidih dan membasuh bahu
Frodo. Wangi uapnya sangat menyegarkan, dan mereka yang tidak terluka merasa
pikiran mereka menjadi tenang dan jernih. Tanaman itu juga berpengaruh terhadap
luka Frodo, sebab Frodo merasa kepedihan dan rasa dingin membeku di sisi
tubuhnya agak berkurang; tapi tangannya masih tetap mati rasa, dan ia tak bisa
mengangkat atau menggunakannya. Dengan getir ia menyesali kebodohannya,
dan mengomeli dirinya sendiri karena kelemahannya; sekarang ia sadar bahwa
dengan memakai Cincin itu ia bukan mengikuti hasratnya sendiri, melainkan
mengikuti kemauan Musuh yang menguasainya. Ia bertanya dalam hati, apakah ia
akan selamanya cacat, dan bagaimana mereka akan berhasil meneruskan
perjalanan. Ia merasa terlalu lemah untuk berdiri.
Yang lainnya juga sedang membahas pertanyaan tersebut. Mereka
mengambil keputusan cepat untuk meninggalkan Weathertop sesegera mungkin.
"Kurasa musuh sudah mengawasi tempat ini sejak lama," kata Strider. "Kalau
Gandalf pernah ke sini, maka dia terpaksa menyingkir dan tidak akan kembali.
Bagaimanapun, kita akan berada dalam bahaya besar di sini setelah gelap, sejak
penyerangan semalam. Kalaupun kita pergi, hampir tak mungkin kita bertemu
bahaya yang lebih besar."
Begitu hari terang, mereka makan tergesa-gesa dan berkemas. Frodo tak
mampu berjalan, maka mereka membagi bagian terbesar bawaan mereka di antara
mereka berempat, dan menempatkan Frodo di alas kuda. Dalam beberapa hari
terakhir, hewan malang itu sudah banyak mengalami kemajuan; ia bahkan sudah
kelihatan lebih gemuk dan kuat, dan mulai menunjukkan rasa sayang kepada
majikan-majikannya yang baru, terutama Sam. Pasti perlakuan Bill Ferny
kepadanya buruk sekali, sampai-sampai perjalanan di hutan malah terasa jauh
Halaman | 210 The Lord of The Rings lebih baik daripada kehidupannya yang lama.
Mereka berangkat ke arah selatan. Ini berarti harus menyeberangi Jalan, tapi
itulah rute tercepat untuk sampai ke wilayah yang lebih banyak hutannya. Dan
mereka butuh makanan; karena Strider mengatakan Frodo harus tetap hangat,
terutama di malam hari, sementara api bisa memberikan perlindungan bagi mereka
semua. Strider juga berniat memperpendek perjalanan mereka dengan memotong
satu lagi lengkungan besar Jalan; ke arah timur melewati Weathertop, jalan itu
berubah haluan dan membelok lebar ke arah utara.
Mereka berjalan perlahan dan hati-hati mengitari lereng bukit sebelah barat
daya, dan setelah beberapa saat mereka sampai ke pinggir jalan. Tak ada
tandatanda adanya para Penunggang. Tapi sementara bergegas menyeberangi Jalan,
mereka mendengar dua teriakan di kejauhan: sebuah suara dingin memanggil dan
suara dingin lain menjawab. Dengan gemetar mereka melompat dan berlari ke
belukar yang ada di depan. Tanah di depan mereka melandai ke selatan, tapi liar
dan tak ada jejak jalan: semak-semak dan pohon-pohon kerdil tumbuh dalam
kerumunan rapat, dengan banyak tempat kosong di antaranya. Rumput jarang
sekali, kasar dan kelabu; dan dedaunan di semak-semak sudah pudar dan rontok.
Suatu wilayah yang tidak menyenangkan. Mereka hanya berbicara sedikit, sambil
berjalan susah payah. Frodo sangat sedih ketika melihat mereka berjalan dengan
kepala tertunduk dan Punggung bungkuk dibebani bawaan. Bahkan Strider tampak
letih dan tidak bersemangat.
Sebelum perjalanan hari pertama selesai, rasa sakit Frodo semakin
bertambah, tapi ia tidak mengungkapkannya untuk waktu lama. Empat hari berlalu,
tanpa banyak perubahan pada tanah ataupun pemandangan, kecuali bahwa di
belakang mereka Weathertop tenggelam perlahan-lahan, dan di depan mereka
pegunungan di kejauhan semakin dekat. Namun sejak bunyi teriakan tadi, mereka
tidak melihat atau mendengar tanda bahwa musuh sudah mengetahui pelarian
mereka atau mengejar mereka. Mereka merasa takut pada saat-saat gelap, dan
bergantian berjaga berpasangan di malam hari, setiap saat mengira akan melihat
sosok-sosok hitam mengikuti mereka di malam kelabu, disinari samar-samar oleh
bulan yang terselubung awan; tapi mereka tidak melihat apa pun, tidak mendengar
suara kecuali desiran daun dan rumput layu. Tak sekali pun mereka merasakan
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kehadiran kejahatan yang menyerang mereka sebelum penyerbuan di lembah.
Rasanya terlalu berlebihan untuk berharap bahwa para Penunggang itu sudah
kehilangan jejak mereka lagi. Mungkin mereka sedang menunggu untuk
menghadang di suatu tempat sempit"
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 211 Pada akhir hari kelima, tanah sekali lagi mulai menanjak landai, keluar dari
lembah lebar yang telah mereka turuni. Strider sekarang memutar arah mereka ke
timur laut lagi, dan pada hari keenam mereka sampai di puncak sebuah lereng
yang mendaki panjang, dan melihat di kejauhan sekelompok bukit berhutan. Jauh
di bawah mereka terlihat Jalan menyapu melingkari kaki bukit-bukit itu; dan di
sebelah kanan mereka, sebuah sungai kelabu berkilau pucat di bawah sinar
matahari yang tipis. Di kejauhan mereka melihat sungai lain lagi, di lembah
berbatu yang setengah terselubung kabut.
"Aku khawatir kita terpaksa kembali ke Jalan untuk beberapa waktu," kata
Strider. "Sekarang kita sudah sampai di Sungai Hoarwell, yang oleh bangsa Peri
disebut Mitheithel. Sungai ini mengalir keluar dari Ettenmoors, dataran tinggi
berbatu tempat bangsa troll di sebelah utara Rivendell, dan bergabung dengan
Loudwater di Selatan. Beberapa orang menyebutnya Greyflood setelah itu.
Sungainya besar sekali sebelum bermuara di Laut. Tak ada jalan melintasi
sumbernya di Ettenmoors, kecuali melewati Jembatan Terakhir yang dilintasi
Jalan." "Sungai apa itu yang jauh di sana?" tanya Merry.
"Itu Loudwater, Bruinen dari Rivendell," jawab Strider. "Jalan menyusuri
pinggiran bukit, sepanjang beberapa mil dari Jembatan, sampai ke Ford di
Bruinen. Tapi aku belum memikirkan bagaimana kita akan menyeberangi sungai itu. Satu
per satu sajalah! Kita akan beruntung kalau tidak ada rintangan menghadang di
Jembatan Terakhir." Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, mereka turun lagi ke pinggir Jalan. Sam
dan Strider berjalan di muka, tapi tidak menemukan tanda-tanda pelancong
ataupun penunggang kuda. Di sini, di bawah bayangan pepohonan, hujan sudah
turun beberapa waktu yang lalu. Strider memperkirakan hujan itu jatuh dua hari
yang lalu, dan sudah menghilangkan semua jejak kaki. Tidak ada penunggang
kuda yang lewat, sejauh ia bisa melihat.
Mereka bergegas secepat mungkin, dan setelah satu-dua mil mereka melihat
Jembatan Terakhir di depan, pada dasar lereng pendek yang curam. Mereka takut
akan melihat sosok-sosok hitam menunggu di sana, tapi ternyata tidak ada satu
pun. Strider menyuruh mereka bersembunyi di dalam belukar di sisi Jalan,
sementara ia main untuk menyelidiki.
Tak berapa lama kemudian, ia bergegas kembali. "Aku tidak melihat tandatanda ada
musuh," katanya, "dan aku sangat ingin tahu apa artinya itu. Tapi aku
Halaman | 212 The Lord of The Rings menemukan sesuatu yang sangat aneh."
Ia mengulurkan tangannya, dan menunjukkan sebutir permata hijau pucat.
"Aku menemukannya di dalam lumpur di tengah Jembatan," katanya. "Ini beryl,
batu permata Peri. Apakah memang diletakkan di sana, atau jatuh tanpa sengaja,
aku tidak tahu; tapi ini memberiku harapan. Aku akan menganggapnya tanda
bahwa kita boleh melewati Jembatan; tapi di luar itu aku tidak berani tetap
berjalan di Jalan, tanpa suatu tanda yang lebih jelas."
Segera mereka berjalan lagi. Mereka menyeberangi Jembatan dengan
selamat, tidak mendengar bunyi apa pun kecuali bunyi air berputar-putar menabrak
ketiga lengkungan jembatan itu. Satu mil dari sana mereka menjumpai sebuah
jurang yang menjulur ke arah utara, melewati tanah terjal di sebelah kiri Jalan.
Di sini Strider membelok, dan segera mereka hilang di tengah negeri suram dengan
pohon-pohon gelap berbelok-belok melalui kaki perbukitan yang cemberut.
Para hobbit senang meninggalkan negeri yang muram dan Jalan yang
berbahaya di belakang mereka; tapi negeri baru ini malah tampak mengancam dan
tidak ramah. Saat mereka maju, bukit-bukit di sekitar mereka semakin tinggi. Di
sana-sini, di atas dataran tinggi dan punggung bukit, mereka menangkap sekilas
pemandangan tembok-tembok batu kuno dan puing-puing menara: mereka tampak
mengancam. Frodo, yang tidak berjalan kaki, mempunyai waktu untuk memandang
ke depan dan berpikir. Ia ingat cerita Bilbo tentang perjalanannya dan
menaramenara mengancam di perbukitan sebelah utara Jalan, di negeri dekat hutan
Troll, di mana ia mengalami petualangan seriusnya yang pertama. Frodo menduga
sekarang mereka berada di wilayah yang sama, dan ia bertanya dalam hati,
apakah mungkin mereka akan lewat di dekat tempat yang sama.
"Siapa yang tinggal di negeri ini?" tanya Frodo. "Dan siapa yang membangun
menara-menara ini" Apakah ini negeri troll?"
"Bukan!" kata Strider. "Troll tidak membangun. Tidak ada yang hidup di negeri
ini. Manusia pernah tinggal di sini, berabad-abad yang lalu; tapi sekarang tidak
ada lagi. Mereka menjadi bangsa jahat, menurut dongengdongeng, karena mereka
jatuh di bawah bayangan Angmar. Tapi semua musnah dalam perang yang
membawa Kerajaan Utara ke kehancurannya. Tapi itu sudah begitu lama berlalu,
hingga bukit-bukit pun sudah melupakan mereka, meski bayangan gelap masih
menggantung di atas negeri ini."
"Di mana kau belajar kisah-kisah seperti itu, kalau semua negeri kosong dan
pelupa?" tanya Peregrin. "Burung-burung dan hewan tidak menceritakan kisah-
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 213 kisah semacam itu." "Pewaris-pewaris Elendil tidak lupa semua kejadian di masa lalu," kata Strider,
"dan banyak lagi hal yang bisa kuceritakan masih diingat di Rivendell."
"Seringkah kau ke Rivendell?" tanya Frodo.
"Sering," kata Strider. "Aku pernah tinggal di sana, dan aku masih kembali ke
sana kalau bisa. Hatiku ada di sana; tapi bukan takdirku untuk duduk diam, meski
di rumah indah milik Elrond."
Sekarang mereka mulai dikurung perbukitan. Jalan di belakang mereka masih
tetap menuju Sungai Bruinen, tapi keduanya sekarang tertutup dari pandangan.
Para pelancong itu masuk ke sebuah lembah panjang; sempit, dengan belahan
dalam, gelap, dan sepi. Pohon-pohon dengan akar-akar tua dan terpelintir
menggantung di atas batu karang, dan menumpuk di belakang menjadi lereng
hutan cemara yang mendaki.
Para hobbit mulai kelelahan. Mereka maju sangat lambat, karena terpaksa
memilih, jalan melalui' pedalaman, dibebani pohon-pohon tumbang dan batu-batu
yang terguling. Selama mungkin mereka menghindari mendaki, demi Frodo, dan
karena memang sulit untuk mencari jalan naik keluar dari lembah-lembah sempit
itu. Mereka sudah dua hari berada di negeri itu ketika cuaca menjadi basah.
Angin mulai berembus terus dari Barat, mencurahkan air dari lautan jauh ke atas
kepalakepala bukit yang gelap, dalam hujan rintikrintik yang membuat basah
kuyup. Di malam hari mereka semua basah kuyup, dan mereka bermalam dengan muram,
karena tidak berhasil menyalakan api. Hari berikutnya perbukitan semakin tinggi
dan lebih terjal di depan mereka, dan mereka terpaksa berbalik ke utara, keluar
dari jalur arah semula. Strider rupanya mulai cemas: mereka sudah hampir sepuluh
hari keluar dari Weathertop, dan persediaan makanan sudah sangat menipis.
Hujan terus turun. Malam itu mereka bermalam di suatu dataran berbatu, dengan tembok batu
karang di belakang, di mana ada sebuah gua pendek, hanya semacam cekungan
di dalam batu karang. Frodo resah. Hawa dingin dan basah membuat lukanya
semakin pedih, rasa sakit dan dingin yang mematikan menghilangkan kantuk. Ia
berbaring gelisah, can mendengarkan bunyi-bunyi malam dengan perasaan takut:
angin di celah-celah pecahan batu karang, air menetes, keriutan, bunyi geletar
jatuh batu yang tiba-tiba terlepas. Ia merasa ada sosok-sosok hitam mendekat
untuk mencekiknya, tapi ketika ia bangkit duduk, ia tidak melihat apa pun
kecuali punggung Strider yang duduk meringkuk, mengisap pipanya, dan berjaga. Ia
Halaman | 214 The Lord of The Rings berbaring lagi dan bermimpi buruk, di mana ia berjalan di halaman rumput
kebunnya di Shire, tapi halaman itu kelihatan kabur dan samar-samar, kurang
jelas dibanding dengan bayangan-bayangan tinggi hitam yang berdiri memandang dari
atas pagar. Di pagi hari ia terbangun, dan menyadari hujan sudah berhenti. Awan-awan
masih tebal, tapi sudah pecah, dan serpihan-serpihan biru muncul di antaranya.
Angin berubah arah lagi. Mereka tidak berangkat pagi-pagi. Segera sesudah
sarapan yang dingin dan tidak enak, Strider pergi sendirian, menyuruh yang lain
tetap di bawah perlindungan sebuah batu karang, sampai ia kembali. Ia akan
mendaki, kalau bisa, dan mempelajari letak tanah.
Ketika kembali, ia tidak membawa berita gembira. "Kita sudah terlalu jauh ke
utara," katanya, "dan kita harus menemukan cara untuk balik arah ke selatan
lagi. Kalau tetap pada arah sekarang ini, kita akan sampai di Ettendales, jauh di
utara Rivendell. Itu negeri troll, dan tidak begitu kukenal. Mungkin kita bisa mencari
jalan untuk lewat dan sampai di Rivendell dari utara; tapi itu akan makan waktu
terlalu lama, karena aku tidak tahu jalannya, dan makanan kita tidak akan cukup. Jadi,
bagaimanapun kita harus menemukan Ford Bruinen."
Sisa hari itu mereka habiskan dengan merangkak di tanah berbatu. Mereka
menemukan jalan di antara dua bukit yang membawa mereka kt sebuah lembah
yang menjulur ke tenggara, arah yang mereka ingin ambil; tetapi, menjelang
penghujung hari, jalan mereka dihadang punggung dataran tinggi; pinggirannya
yang gelap, pada latar belakang langit, terpecah ke dalam banyak ujung, seperti
gigi-gigi gergaji tumpul. Hanya ada dua pilihan: balik arah atau mendakinya.
Mereka memutuskan mencoba mendakinya, tapi ternyata sangat sulit. Tak
lama kemudian, Frodo terpaksa turun dari kuda dan berjuang dengan berjalan kaki.
Meski begitu, mereka putus asa menaikkan kuda mereka, atau bahkan mencari
jalan untuk mereka sendiri, dengan dibebani begitu banyak barang. Cahaya hampir
hilang, dan mereka semua kelelahan, ketika akhirnya mereka mencapai puncak.
Mereka naik ke atas sebuah pelana sempit di antara dua puncak yang lebih tinggi,
dan tanah turun lagi dengan curam, sedikit lebih jauh dari sana. Frodo
melemparkan tubuhnya ke tanah, dan berbaring menggigil di sana. Tangan kirinya
lumpuh, sisi tubuh serta pundaknya serasa dicengkeram cakar sedingin es.
Pohonpohon dan batubatu di sekitarnya terlihat kabur dan kelam.
"Kita tak bisa pergi lebih jauh lagi," kata Merry pada Strider. "Aku khawatir
ini sudah terlalu berat untuk Frodo. Aku sangat cemas tentang dia.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 215 Apa yang harus kita lakukan" Menurutmu, apakah mereka akan bisa
menyembuhkannya di Rivendell, kalau kita bisa sampai ke sana?"
"Kita lihat saja nanti," kata Strider. "Tak ada lagi yang bisa kulakukan di
belantara; dan justru karena lukanya, aku sangat ingin terus maju. Tapi aku
setuju, kita tak bisa berjalan lebih jauh lagi malam ini."
"Apa masalahnya dengan majikanku?" tanya Sam dengan suara rendah,
memandang memohon pada Strider. "Lukanya kecil, dan sudah tertutup. Tidak ada
yang kelihatan, kecuali bekas putih di pundaknya."
"Frodo sudah disentuh senjata Musuh," kata Strider, "dan ada semacam racun
atau kekuatan jahat yang berada di luar kemampuanku untuk menyembuhkan. Tapi
jangan putus harapan, Sam!"
Malam di atas punggung bukit dingin sekali. Mereka menyalakan api kecil di
bawah akar-akar kasar sebatang cemara yang menggantung di atas sebuah sumur
dangkal; tampaknya seperti bekas tambang penggalian batu. Mereka duduk
bersama. Angin bertiup dingin melewati celah, dan mereka mendengar puncakpuncak
pepohonan di bawah mengerang dan mengeluh. Frodo berbaring setengah
bermimpi, membayangkan sayap-sayap gelap yang tak henti-henti terbang
melayang di atasnya, dan di atas sayap terbanglah para pengejar yang mencarinya
di semua celah bukit Pagi merekah cerah dan indah; udara bersih, tampak cahaya pucat dan jernih
di langit yang sudah dibasuh hujan. Semangat mereka bangkit, tapi mereka
mendambakan matahari untuk menghangatkan anggota tubuh yang kedinginan.
Setelah hari terang, Strider membawa Merry bersamanya dan pergi mempelajari
tanah dari ketinggian, sampai sebelah timur celah. Matahari sudah terbit dan
sudah bersinar terang ketika ia kembali dengan kabar yang lebih menggembirakan.
Sekarang mereka sudah berjalan kuranglebih ke arah yang benar. Kalau mereka
meneruskan perjalanan, menuruni sisi sebelah sana punggung bukit, Pegunungan
akan berada di sebelah kiri mereka. Tak jauh di depan, Strider sudah melihat
sekilas Loudwater lagi, dan ia tahu bahwa, meski tersembunyi dari pandangan,
Jalan ke arah Ford tidak jauh dari Sungai dan terletak pada sisi yang paling
dekat dengan mereka. "Kita harus pergi ke Jalan lagi," kata Strider. "Kita tak bisa mengharapkan
menemukan jalan melewati bukit-bukit ini. Bahaya apa pun yang ada di sana, Jalan
itu adalah satu-satunya cara kita untuk sampai di Ford."
Selesai makan, mereka langsung berangkat. Perlahan mereka menuruni
Halaman | 216 The Lord of The Rings sebelah selatan punggung bukit: tapi jalan itu jauh lebih mudah daripada yang
mereka duga, karena lerengnya tidak begitu terjal pada sisi ini, dan tak lama
kemudian Frodo bisa menunggang kuda lagi. Kuda Bill Ferny yang malang ternyata
punya bakat tak terduga untuk mencari jalan, dan untuk sebisa mungkin
menghindari penunggangnya terguncang-guncang. Semangat rombongan itu
kembali meningkat. Bahkan Frodo merasa agak baikan dalam cahaya pagi, tapi
sebentar-sebentar kabut seolah menghalangi pandangannya, dan ia menyeka
matanya. Pippin agak lebih di depan yang lainnya. Tiba-tiba ia menoleh dan memanggil
mereka. "Ada jalan di sini!" teriaknya.
Ketika mereka berdiri sejajar dengannya, mereka melihat Pippin tidak salah: di
sana dengan jelas ada awal sebuah jalan, yang mendaki berkelokkelok keluar dari
hutan di bawah, dan menghilang di atas puncak bukit di belakang. Di beberapa
tempat ia agak kabur dan dipenuhi tanaman, atau sesak dengan batu-batu dan
pohon-pohon tumbang, tapi tampaknya pernah ramai digunakan. Jalan itu sudah
dibuat oleh tangan-tangan kuat dan kaki berat. Di sana-sini pohon-pohon lama
sudah ditebang atau dipatahkan, dan batu-batu besar dibelah atau digulingkan ke
pinggir untuk membuka jalan.
Mereka mengikuti jalan itu untuk beberapa saat, karena merupakan jalan
termudah untuk turun, tapi mereka berjalan hati-hati, dan kecemasan mereka
semakin bertambah ketika mereka masuk ke hutan yang gelap, dan jalan itu
semakin jelas dan lebar. Mendadak jalan itu keluar dari segerombolan pohon
cemara, menurun curam di sebuah lereng, dan membelok tajam ke kin', mengitari
pojok sebuah punggung bukit berbatu. Ketika sampai ke pojok itu, mereka
melayangkan pan_ dang ke sekeliling dan melihat bahwa jalan itu menjulur terus
di tanah datar, di bawah sebuah karang rendah yang dipenuhi pohon. Di tembok
bebatuan ada sebuah pintu yang menggantung miring terbuka pada satu
engselnya. Di luar pintu itu mereka semua berhenti. Ada sebuah gua atau liang batu
karang di belakangnya, tapi dalam keremangan tak ada yang terlihat.
Strider, Sam, dan Merry mendorong sekuat tenaga, dan berhasil membuka
pintu lebih lebar, lalu Strider dan Merry masuk. Mereka tidak pergi jauh, karena
di lantai bertebaran banyak tulang-belulang, dan tidak ada yang terlihat dekat
pintu masuk, kecuali beberapa guci kosong dan pot-pot pecah.
"Pasti ini gua troll, kalau itu memang ada!" kata Pippin. "Keluar, kalian
berdua, Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 217
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan mari kita pergi. Sekarang kita tahu siapa yang membuat jalan ini, dan
sebaiknya kita secepatnya keluar dari sini."
"Tak perlu, kukira," kata Strider, yang keluar dari gua. "Memang ini sebuah
lubang troll, tapi kelihatannya sudah lama ditinggalkan. Kurasa kita tak perlu
takut. Tapi kita harus turun terus dengan hati-hati, dan nanti kita lihat saja."
Jalan itu berlanjut lagi dan pintu, dan membelok ke kanan lagi, melintasi tanah
datar, terjun menuruni lereng yang berhutan rapat. Pippin, yang tidak mau
menunjukkan pada Strider bahwa ia masih takut, berjalan di depan dengan Merry.
Sam dan Strider di belakang mereka, mengapit kuda Frodo, karena jalan itu tidak
cukup lebar untuk empat atau lima hobbit berjalan satu baris. Mereka belum
berjalan jauh ketika Pippin datang berlari, disusul Merry. Mereka berdua tampak
ketakutan. "Ada troll!" Pippin berkata terengah-engah. "Di bawah, di tempat terbuka di
hutan, tidak jauh dari sini. Kami melihatnya dari antara batangbatang pohon.
Mereka besar sekali!"
"Kita akan pergi melihat mereka," kata Strider sambil memungut sebuah
tongkat. Frodo tidak mengatakan apa-apa, tapi Sam kelihatan takut.
Matahari sekarang sudah tinggi, dan bersinar melalui ranting-ranting pohon
yang sudah setengah gundul, menyinari tempat terbuka itu dengan bercakbercak
cahaya terang. Mereka berhenti tiba-tiba di pinggiran, dan mengintip melalui
batang-batang pohon, sambil menahan napas. Di sana berdiri troll-troll: tiga
troll besar. Satu membungkuk, dan dua yang lain berdiri memandangnya.
Strider berjalan maju dengan tak acuh. "Bangun, batu kuno!" katanya, dan ia
mematahkan tongkatnya ke alas troll yang membungkuk.
Tidak terjadi apa-apa. Para hobbit terenyak kaget, lalu Frodo tertawa. "Well!"
katanya. "Rupanya kita lupa sejarah keluarga kita! Ini pasti ketiga troll yang
ditangkap Gandalf ketika mereka sedang bertengkar tentang cara yang tepat untuk
memasak tiga belas Kurcaci dan satu hobbit."
"Aku sama sekali tidak tahu kita sudah berada di dekat tempat itu!" kata
Pippin. Ia kenal betul kisah itu. Bilbo dan Frodo sudah cukup sering
menceritakannya; tapi sebenarnya ia hanya setengah percaya. Bahkan sekarang ia
memandang troll-troll dan batu itu dengan penuh curiga, bertanya-tanya apakah
karena sihir mereka jangan-jangan hidup lagi.
"Kalian bukan hanya lupa sejarah keluarga kalian, tapi semua yang pernah
Halaman | 218 The Lord of The Rings kalian ketahui tentang troll," kata Strider. "Saat ini tengah hari, dan matahari
bersinar cerah, tapi kalian mencoba menakut-nakutiku dengan cerita ada troll
hidup menunggu kita di tempat terbuka ini! Pasti kalian sudah melihat, pada salah satu
dan mereka ada sarang burung lama di belakang telinganya. Itu perhiasan yang
sangat tidak lazim untuk troll hidup!"
Mereka semua tertawa. Frodo merasa semangatnya bangkit lagi: ingatan akan
petualangan sukses Bilbo yang pertama sangat membesarkan hati. Matahari juga
terasa hangat menghibur, dan kabut di depan matanya tampak agak tersingkap.
Mereka beristirahat sejenak di tempat terbuka itu, dan makan siang di bawah
bayangan kaki troll yang besar.
"Adakah yang mau menyanyi untuk kita, sementara matahari masih tinggi?"
kata Merry ketika mereka selesai. "Sudah berhari-hari kita tidak mendengar lagu
atau cerita." "Tidak sejak Weathertop," kata Frodo. Yang lain memandangnya. Jangan
khawatir tentang aku!" tambahnya. "Aku merasa jauh lebih baik, tapi rasanya aku
tak bisa menyanyi. Mungkin Sam bisa menggali sesuatu dari ingatannya."
"Ayo, Sam!" kata Merry. "Kau punya banyak materi di dalam kepalamu,
melebihi yang kauperlihatkan."
"Entah ya," kata Sam. "Tapi bagaimana kalau yang ini" Ini bukan puisi
betulan, kalau kau paham: hanya sedikit omong kosong. Tap, patung-patung kuno
ini mengingatkanku pada ini." Sambil berdiri, dengan tangan di belakang
punggung, seolah berada di sekolah, ia mulai menyanyikan lagu lama.
Troll duduk sendirian di kursi batu, Menggigit dan mengunyah tulang kaku;
Bertahun-tahun sudah menggigit tanpa lelah, Karena daging susah didapat.
Babat! Rapat! Troll tinggal sendirian di gua bukit batu, Dan daging susah
didapat. Datang Tom bersepatu bot besar. Katanya kepada Troll: "Maaf, apa yang
kaukunyah itu" Kok seperti tulang kering pamanku Tim, Yang mestinya berbaring
di kuburan. Pelataran! Halaman! Sudah lama pamanku mati, Dan kukira dia di
dalam kuburan." "Anakku, " kata Troll, "tulang ini aku curi. Tapi tulang dalam lubang tentu tak
berarti. Pamanmu sudah kaku seperti bongkah batu, Sebelum aku menemukan
tulangnya. Tulangnya! Belulangnya! Dia bisa kasih satu pada troll tua malang
ini, Karena dia tidak butuh tulang keringnya."
Kata Tom, "Aku tidak paham, kenapa yang semacam kau ini Mengambil
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 219 seenaknya, tanpa permisi Tulang kering sanak ayahku; Tulang tua itu, kembalikan!
Pakan! Lakan! Tulang itu miliknya, meski dia sudah mati; Jadi tulang itu
kembalikan!" "Supaya lebih kenyang," kata Troll sambil tertawa, "kumakan kau sekalian,
berikut tulang keringmu juga. Sedikit daging sebag bisa membuatku bugar! Kucoba
gigiku padamu sekarang. Ha sekarang! Lihat sekarang! Aku jemu mengunyah tulang dan kulit lama; Aku
ingin makan kau sekarang."
Mangsa sudah tertangkap, begitu dikiranya, Ternyata hanya angin dalam,
genggamannya. Sebelum ia sadar, Tom sudah menghindar Dengan sepatu bot
menendangnya. Tendang dia! Kemplang dia! Pikir Tom, tendangkan sepatu bot di
pantatnya, Biar dia tahu rasa.
Tapi... aduh, kerasnya daging dan tulang troll itu, Lebih keras daripada bukit
batu. Ditendang berkali-kali, tidak berarti sama sekali, Pantat troll tidak
merasa apa-apa. K'rasa apa! B'rasa apa! Mendengar Tom mengerang, Troll tua merasa
sangat lucu Kar'na ia tahu, kaki Toni sakit luar biasa.
Kaki Tom kalah, dia pun pulanglah, Dan kakinya tanpa bot lumpuh sudah;
Tapi Troll tak peduli, dan masih duduk sendiri, Dengan tulang yang dicuri dari
pemiliknya. Biliknya! Ciliknya! Pantat Troll masih sama, Dan tulang yang dicuri
dari pemiliknya! "Wah, itu peringatan untuk kita semua!" tawa Merry. "Untung kau
menggunakan tongkat, dan bukan tanganmu, Strider!" "Di mana kaudengar itu,
Sam?" tanya Pippin. "Aku belum pernah dengar kata-kata itu." Sam bergumam
tidak jelas. "Itu keluar dari kepalanya sendiri, tentu," kata Frodo. "Aku
belajar banyak tentang Sam Gamgee dalam perjalanan ini.
Mula-mula dia bersekongkol, sekarang dia melawak. Nanti dia akan menjadi
tukang sihir... atau pejuang!"
"Kuharap tidak," kata Sam. "Aku tidak ingin menjadi salah satu!"
Di siang hari, mereka berjalan terus ke hutan. Mungkin mereka menapak tilas
jalan yang dipakai bertahun-tahun lalu oleh Gandalf, Bilbo, dan para Kurcaci.
Setelah beberapa mil, mereka keluar di puncak tebing tinggi di atas Jalan. Pada
titik ini, Jalan sudah meninggalkan Hoarwell jauh di belakang, di lembahnya yang
sempit, dan sekarang menempel dekat ke kaki bukit, menjulur dan berbelok-belok
ke arah timur di antara pohon-pohon dan lereng tertutup tanaman heather yang
Halaman | 220 The Lord of The Rings menurun ke arah Ford dan Pegunungan. Tak jauh dari tebing, Strider menunjuk
sebuah batu di tengah rumput. Di atasnya bisa terlihat lambang-lambang rune para
Kurcaci dan tanda-tanda rahasia, tergores kasar dan sudah termakan cuaca.
"Lihat!" kata Merry. "Itu pasti batu yang menandai tempat emas para troll
disembunyikan. Berapa sisa bagian Bilbo, Frodo?"
Frodo memandang batu itu, dan berharap Bilbo dulu tidak membawa pulang
harta yang lebih berbahaya dan sulit dilepaskan. "Tidak ada yang tersisa," kata
Frodo. "Bilbo membagi-bagikan semuanya. Katanya dia merasa harta itu
sebenamya bukan miliknya, karena datang dari para perampok."
Jalan itu sepi di bawah bayang-bayang panjang senja yang datang lebih awal.
Tak ada tanda-tanda pelancong lain. Karena tidak ada arah -lain yang bisa
diambil, mereka menuruni tebing dan membelok ke kiri, berjalan secepat mungkin. Dengan
segera tampak sebuah punggung bukit, menghalangi cahaya matahari yang
terbenam dengan cepat. Angin dingin mengalir ke bawah, menyambut mereka dari
pegunungan di depan. Mereka mulai mencari tempat bermalam di luar Jalan, namun mendadak
terdengar bunyi yang membuat rasa takut kembali merayapi hati mereka: bunyi
derap kaki kuda di belakang. Mereka menoleh, tapi tak bisa melihat jauh karena
Jalan itu banyak membelok dan turun-naik. Secepat mungkin mereka merangkak
keluar dari jalan dan masuk ke semak-semak heather dan belukar berry di
lerenglereng di atas, sampai tiba di sebuah kerumunan hazel yang tumbuh lebat.
Saat mengintip ke luar dari semak-semak, mereka bisa melihat Jalan, samar-samar dan
kelabu dalam cahaya yang sudah mulai suram, sekitar tiga puluh kaki di bawah
sana. Bunyi derap kaki kuda semakin dekat. Derap langkahnya cepat, dengan
bunyi klipetiklipeti-klip ringan. Lalu samar-samar, seolah menjauh terembus
angin, mereka mendengar dering redup, seperti bunyi bel-bel kecil berdenting.
"Kedengarannya bukan bunyi kuda Penunggang Hitam!" kata Frodo,
mendengarkan dengan cermat. Hobbit-hobbit yang lain juga berharap demikian,
tapi mereka masih curiga. Mereka sudah begitu lama hidup dalam ketakutan
dikejar, sampai-sampai setiap bunyi dari belakang kedengaran mengancam dan
tidak ramah. Tapi sekarang Strider mencondongkan badan ke depan, membungkuk
ke tanah, dengan satu tangan di dekat telinga, dan pandangan gembira pada
wajahnya. Cahaya memudar, dan dedaunan di semak-semak bergemersik lembut. Bunyi
bel-bel All jadi lebih jelas dan semakin dekat, dan klipeti-klip datanglah kaki-
kaki Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 221 yang cepat. Tiba'-tiba terlihat seekor kuda putih, mengilap dalam keremangan,
berlari kencang. Dalam cahaya senja, tali kekangnya mengilat dan gemerlap,
seolah bertaburan permata bintang-bintang yang hidup. Jubah penunggangnya
berkibar-kibar di belakang, dan kerudungnya terbuka; rambutnya yang keemasan
mengalun kemilau dalam angin kecepatannya. Frodo melihat seakan-akan ada
cahaya putih yang bersinar dari dalam pakaian dan sosok penunggang itu, seolah
menembus selubung tipis. Strider melompat keluar dari persembunyian dan berlari kembali ke Jalan,
melompat sambil berteriak melintasi semak-semak heather; tapi bahkan sebelum ia
bergerak atau memanggil, penunggang itu sudah menghentikan kudanya dan
berhenti, menengadah ke arah belukar tempat mereka berdiri. Ketika melihat
Strider, ia turun dari kudanya dan berlari ke arahnya sambil berteriak, Ai na
vedui Dunadan! Mae govannen! Bahasanya dan suaranya yang berdering jernih tidak
menimbulkan keraguan lagi dalam hati mereka: penunggang itu dari bangsa Peri.
Tak ada bangsa lain di dunia yang mempunyai suara yang begitu indah didengar.
Tapi tampaknya ada nada ketergesaan atau ketakutan dalam teriakannya, dan
sekarang mereka melihat ia berbicara cepat dan mendesak kepada Strider.
Segera Strider memanggil mereka, lalu para hobbit meninggalkan semaksemak dan
bergegas turun ke Jalan. "Ini Glorfindel, yang tinggal di rumah Elrond,"
kata Strider. "Salam, dan selamat bertemu akhirnya!" kata Pangeran Peri itu kepada Frodo.
"Aku dikirim dari Rivendell untuk mencarimu. Kami khawatir kalian dalam bahaya
di jalan." "Kalau begitu, Gandalf sudah sampai di Rivendell?" seru Frodo gembira.
"Belum. Dia belum datang ketika aku berangkat, tapi itu sudah sembilan hari
yang lalu," jawab Glorfindel. "Elrond menerima berita yang membuatnya cemas.
Beberapa dari bangsaku, yang mengembara d" negerimu di luar Baranduin (Sungai
Brandywine), mendengar bahwa ada masalah, dan segera mengirimkan pesan
secepat mungkin. Kata mereka, Kaum Sembilan sudah di luar negeri mereka
sendiri, dan bahwa kalian berkeliaran dengan membawa beban berat tanpa
panduan, karena Gandalf belum kembali. Hanya sedikit di Rivendell yang bisa
melawan Kaum Sembilan dengan terbuka; tapi yang ada, dikirim Elrond ke utara,
barat, dan selatan. Sudah diperkirakan kalian akan mengambil jalan memutar jauh
demi menghindari pengejaran, dan tersesat di belantara.
"Tugasku adalah mengambil Jalan ini, dan aku sampai di Jembatan Mitheithel,
Halaman | 222 The Lord of The Rings serta meninggalkan tanda di sana, kira-kira hampir tujuh hari yang lalu. Tiga
anak buah Sauron ada di atas Jembatan itu, tapi mereka menarik diri dan aku mengejar
mereka ke arah barat. Aku juga bertemu dua yang lain, tapi mereka berbalik arah
ke selatan. Sejak itu aku mencari jejak kalian. Dua hari yang lalu aku
menemukannya, dan mengikutinya melintasi Jembatan; hari ini aku mengamati di
mana kalian turun lagi dari perbukitan. Tapi ayolah! Tidak ada waktu untuk
berita lebih banyak. Karena kalian ada di sini, kita harus mengambil risiko bahaya di
Jalan dan pergi. Ada lima di belakang kita, dan kalau mereka menemukan jejak kalian di
Jalan, mereka akan menyusul kita bagai angin. Dan mereka belum semuanya. Di
mana empat yang lain, aku tidak tahu. Aku khawatir Ford sudah diduduki untuk
mencegat kita." Sementara Glorfindel berbicara, kegelapan turun semakin dalam. Frodo
merasa keletihan berat menyergapnya. Sejak matahari mulai terbenam, kabut di
depan matanya semakin pekat, dan ia merasa ada bayang-bayang timbul di antara
dirinya dan wajah kawan-kawannya.
Sekarang rasa pedih menyerangnya, dan ia merasa dingin. Ia terhuyung, dan
memegang tangan Sam. "Majikanku sakit dan terluka," kata Sam marah. "ia tidak bisa meneruskan naik
kuda setelah malam tiba. Dia butuh istirahat."
Glorfindel menangkap Frodo yang terkulai ke tanah, dan sambil
mengangkatnya dengan lembut ke dalam pelukannya, ia memandang wajah Frodo
dengan kecemasan mendalam.
Dengan singkat Strider menceritakan penyerangan terhadap kemah mereka di
bawah Weathertop, dan tentang pisau mematikan itu. Ia mengeluarkan
pangkalnya, yang disimpannya, dan memberikannya pada Peri itu. Glorfindel
merinding saat mengambilnya, tapi ia memperhatikannya dengan saksama.
"Banyak hal jahat tertera di atas pangkal pisau ini," katanya "meski mungkin
matamu tak bisa melihatnya. Simpanlah, Aragorn, sampai kita tiba di rumah
Elrond! Tapi hati-hatilah, dan peganglah sesedikit mungkin! Aduh! Luka-luka akibat
senjata ini ada di luar kemampuanku untuk menyembuhkan. Aku akan melakukan
sebisaku, tapi kuminta kalian berjalan terus tanpa istirahat."
Ia menelusuri luka pada pundak Frodo dengan jemarinya, dan wajahnya
semakin muram, seolah apa yang ditemukannya membuatnya resah. Tetapi rasa
dingin di sisi tubuh dan lengan Frodo mulai berkurang; sedikit kehangatan
merangkak turun dari pundak ke tangannya, dan rasa pedih itu jadi lebih ringan.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 223 Cahaya senja di sekitarnya seakan jadi agak terang, seolah sebuah awan sudah
ditarik. Ia bisa melihat wajah kawankawannya lebih jelas, dan sedikit harapan
baru serta kekuatan kembali kepadanya.
"Kau menunggang kudaku," kata Glorfindel. "Aku akan memendekkan
sanggurdi sampai ke pinggir pelana, dan kau harus duduk sediam mungkin. Tapi
kau tak perlu takut: kudaku tidak akan menjatuhkan penunggang yang kusuruh
dibawanya. Langkahnya ringan dan lancar; dan kalau bahaya terlalu dekat, dia
akan membawamu dengan kecepatan yang tak bisa ditandingi kuda-kuda hitam
musuh." "Tidak, tidak akan!" kata Frodo. "Aku tidak akan menunggangnya, kalau aku
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan dibawa ke Rivendell atau ke tempat lain, meninggalkan teman-temanku
dalam bahaya." Glorfindel tersenyum. Katanya, "Menurutku teman-temanmu tidak akan berada
dalam bahaya bila kau tidak bersama mereka! Kurasa para pengejar itu akan
mengikutimu dan meninggalkan kami dengan tenteram. Kaulah sasaran mereka,
Frodo. Kau dan apa yang kaubawa itu yang membawa kita semua ke dalam
bahaya." Frodo tak bisa menjawab, dan ia bisa dibujuk untuk menaiki kuda putih
Glorfindel. Kuda mereka dibebani sebagian besar bawaan lain, agar mereka bisa
berjalan lebih ringan. Untuk sementara mereka maju dengan kecepatan tinggi, tapi
para hobbit mulai kesulitan menyamai kecepatan langkah kaki Peri yang tak pernah
letih. Ia terus memacu mereka, masuk ke mulut kegelapan, dan masih terus dalam
malam gelap berawan. Tak ada bintang maupun bulan. Baru saat fajar kelabu ia
membolehkan mereka berhenti. Pippin, Merry, dan Sam saat itu sudah hampir
tertidur sambil berdiri terhuyung-huyung; bahkan Strider tampak letih, terlihat
dari pundaknya yang menggantung. Frodo duduk di atas kuda sambil bermimpi gelap.
Mereka membaringkan diri di dalam semak-semak heather beberapa Meter
dari sisi jalan dan langsung tertidur Rasanya mereka baru saja memejamkan mata
ketika Glorfindel, yang berjaga sendirian sementara mereka tidur, membangunkan
mereka lagi. Matahari sudah tinggi di langit pagi itu, dan awan-awan serta kabut
malam sebelumnya sudah sirna.
"Minumlah ini!" kata Glorfindel pada mereka, menuangkan untuk masingmasing
sedikit minuman manis dari botol kulitnya yang bertatahkan perak.
Cairannya jernih seperti air dari mata air, dan tidak ada rasanya, juga tidak
terasa dingin ataupun panas di dalam mulut; tapi kekuatan dan semangat mengalir ke
Halaman | 224 The Lord of The Rings seluruh tubuh mereka saat meminumnya. Setelah itu, makan roti basi dan buahbuah
kering (sekarang itu saja yang tersisa) bisa memuaskan rasa lapar mereka
melebihi banyak sarapan enak yang pernah mereka nikmati di Shire.
Setelah beristirahat hampir lima jam, mereka masuk ke Jalan lagi. Glorfindel
masih mendesak mereka berjalan terus, dan hanya mengizinkan dua perhentian
singkat selama perjalanan hari itu. Dengan cara ini, mereka menempuh hampir dua
puluh mil sebelum malam, dan sampai ke suatu titik di mana Jalan membelok ke
kanan dan menurun menuju dasar lembah, yang sekarang langsung menuju
Bruinen. Sejauh itu tidak ada tanda atau bunyi pengejaran yang bisa didengar
para hobbit; tapi Glorfindel sering berhenti untuk mendengarkan sejenak, kalau mereka
tertinggal di belakang; wajahnya mencerminkan kecemasan. Satu-dua kali ia
berbicara dengan Strider dalam bahasa Peri.
Tapi, meski pemandu-pemandu mereka sangat cemas, jelas sekali bahwa
para hobbit tak bisa meneruskan perjalanan lagi malam itu. Mereka berjalan
terhuyung-huyung, pusing karena letih dan tak bisa memikirkan hal lain kecuali
kaki dan tungkai mereka. Rasa sakit Frodo semakin menjadi-jadi, dan sepanjang hari
itu benda-benda di sekitarnya terlihat kabur, sampai seperti bayangan kelabu. Ia
hampir gembira menyambut malam hari, karena saat itu dunia jadi tidak terlalu
pucat dan kosong. Para hobbit masih letih ketika mereka berangkat lagi pagi-pagi keesokan
harinya. Masih bermil-mil jarak antara mereka dan Ford, dan mereka berjalan
terpincang-pincang dengan kecepatan terbaik yang bisa mereka upayakan.
"Bahaya paling besar yang mengancam kita adalah sebelum kita sampai di
sungai," kata Glorfindel. "Hatiku memperingatkan bahwa pengejaran sudah sangat
dekat di belakang kita, dan bahaya lain mungkin menunggu di Ford."
Jalan itu masih menurun terus dari bukit. dan sekarang di beberapa tempat
ada banyak rumput di kedua sisinya; di situlah para hobbit berjalan bila
mungkin, untuk meredakan kelelahan kaki mereka. Siang itu mereka tiba di bagian Jalan
yang dinaungi bayang-bayang gelap pohon-pohon cemara tinggi, lalu terjun ke
dalam sebuah terowongan dalam, dengan dindingdinding curam dari batu merah
yang basah. Langkah mereka menimbulkan gema yang terus terdengar sementara
mereka bergegas maju; serasa ada banyak langkah kaki yang mengikuti. Tiba-tiba,
seolah melewati gerbang cahaya, Jalan itu keluar lagi dari ujung terowongan ke
udara terbuka. Di sana, di dasar sebuah lereng terjal, di depan mereka terhampar
tanah datar sepanjang satu mil; dan di seberangnya Ford dari Rivendell. Di sisi
seberang ada tebing terjal kecokelatan, dilintasi jalan berkelok-kelok; dan di
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 225 belakangnya gunung-gunung tinggi menjulang, pundak demi pundak, dan puncak
demi puncak, ke langit yang memudar.
Masih ada bunyi gema seperti langkah kaki yang mengejar di terowongan di
belakang mereka; bunyi berdesir seolah angin yang muncul dan mengalir melalui
ranting-ranting pohon cemara. Suatu saat Glorfindel menoleh dan mendengarkan,
lalu ia melompat ke depan dengan teriakan keras.
"Cepat!" teriaknya. "Cepat! Musuh sudah dekat!"
Kuda putih melompat maju. Para hobbit berlari menuruni lereng. Glorfindel
dan Strider menyusul sebagai penjaga garis belakang. Mereka baru separuh jalan
melintasi tanah datar, ketika tiba-tiba ada bunyi kuda lari berderap. Keluar
dari gerbang yang baru saja mereka tinggalkan, muncul seorang Penunggang Hitam. Ia
menahan kudanya dan berhenti, bergoyang di pelananya. Satu lagi mengikutinya,
lalu yang lain lagi, dan dua lagi.
"Jalan maju! Jalan?" teriak Glorfindel pada Frodo.
Frodo tidak langsung menuruti perintahnya, karena keengganan yang aneh
timbul dalam dirinya. Menahan kudanya agar berjalan perlahan, ia menoleh ke
belakang. Penunggang-Penunggang Hitam tampak duduk di atas kuda-kuda
mereka yang besar, bagai patung-patung yang mengancam di atas bukit yang
gelap dan kokoh, sementara semua hutan dan tanah di sekitar mereka seolah
tertelan kabut. Tiba-tiba dalam hati Frodo tahu bahwa mereka diam-diam
memerintahkannya menunggu. Dalam sekejap ketakutan dan kebencian bangkit
dalam dirinya. Tangan kirinya melepaskan tali kekang dan memegang Pangkal
pedangnya, dan dengan satu kilatan merah ia menghunusnya.
"Jalan terus! Jalan terus!" teriak Glorfindel, lalu dengan nyaring dan jelas ia
memanggil kudanya dalam bahasa Peri: noro lim, noro lim, Asfaloth!
Serentak kuda putih itu melompat maju dan berpacu seperti angin sepanjang
sisa terakhir Jalan. Pada saat bersamaan, kuda-kuda hitam berpacu menuruni
bukit mengejarnya, dan dari para Penunggang terdengar teriakan mengerikan,
seperti yang terdengar oleh Frodo memenuhi hutan di Wilayah Timur nun jauh di
sana. Teriakan itu dijawab: dengan ngeri Frodo dan teman-temannya melihat
empat penunggang lain keluar dari pohonpohon dan batu-batu di sebelah kiri. Dua
melaju ke arah Frodo, dua lainnya berpacu kencang sekali menuju Ford, untuk
memotong pelariannya. Sepertinya mereka melaju pesat bagai angin, dengan
cepat sosok mereka semakin besar dan gelap, ketika lintasan mereka bertemu
dengan lintasannya. Halaman | 226 The Lord of The Rings Sejenak Frodo menoleh ke belakang. Ia sudah tak bisa melihat temantemannya lagi.
Penunggang-Penunggang Hitam mulai tertinggal: bahkan kudakuda besar mereka tak
bisa menandingi kecepatan kuda Peri putih milik Glorfindel.
Ia melihat ke depan lagi, dan harapannya memudar. Kelihatannya sebelum
mencapai Ford jalannya akan dipotong oleh para Penunggang lain yang sudah
bersembunyi untuk menyergapnya. Ia bisa melihat mereka dengan jelas sekarang:
rupanya mereka sudah melepaskan kerudung dan mantel hitam mereka, sekarang
mereka berjubah putih dan kelabu. Pedang terhunus di tangan mereka yang pucat;
topi baja di kepala mereka. Mata mereka dingin berkilauan, dan mereka
meneriakinya dengan suara-suara menyeramkan.
Ketakutan memenuhi seluruh benak Frodo. Ia tak ingat lagi pedangnya. Tak
ada teriakan dari mulutnya. Ia memejamkan mata dan berpegangan erat pada
rambut tengkuk kudanya. Angin bersiul di telinganya, dan bel-bel pada tali
kekang berbunyi liar dan nyaring. Embusan angin dingin menusuknya bagai tombak ketika
kuda Peri itu berpacu bagai kilatan api putih, seolah bersayap, lewat tepat di
depan Penunggang terdepan. Frodo mendengar bunyi cemplungan air.. Air berbuih di sekitar kakinya. Ia
merasakan gerakan mengangkat dan menyentak cepat saat kudanya keluar dari
sungai dan berjuang mendaki jalan berbatu. Ia sedang mendaki tebing terjal. Ia
sudah di seberang Ford. Tetapi para pengejar sudah dekat sekali. Di atas tebing, kuda Frodo berhenti
dan membalikkan badan sambil meringkik galak. Ada Sembilan Penunggang di tepi
air di bawah, dan semangat Frodo merosot di depan wajah-wajah mereka yang
menengadah mengancam" Rasanya tak ada yang bisa mencegah mereka
menyeberangi sungai semudah yang telah ia lakukan; dan ia merasa sia-sia
mencoba melarikan diri melintasi jalan panjang dan tidak pasti dari Ford ke
pinggir Rivendell, kalau para Penunggang itu sudah menyeberang. Bagaimanapun, ia
merasa diperintah dengan mendesak untuk berhenti. Kebencian kembali bergejolak
dalam dirinya, tapi ia sudah tak punya kekuatan untuk menolaknya.
Tiba-tiba Penunggang terdepan memacu kudanya maju. Kuda itu berhenti di
batas air dan berdiri pada kaki belakangnya. Dengan upaya keras Frodo duduk
tegak dan mengacungkan pedangnya.
"Kembali!" teriaknya. "Kembalilah ke Negeri Mordor, dan jangan kejar aku
lagi!" Suaranya kedengaran tipis dan melengking di telinganya sendiri. Para
Penunggang itu berhenti, tapi Frodo tidak mempunyai kekuatan seperti Bombadil.
Musuh-musuhnya menertawakannya dengan bunyi tawa kasar dan mengerikan.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 227 "Ke sini! Ke sini!" teriak mereka. "Kami akan membawamu ke Mordor!"
"Pergilah!" bisik Frodo.
"Cincin! Cincin!" teriak mereka dengan suara menyeramkan, dan serentak
pemimpin mereka menyuruh kudanya maju ke dalam air, diikuti dari dekat oleh dua
pengikutnya. "Demi Elbereth dan Luthien sang Putri Cantik," kata Frodo dengan upaya
terakhir, sambil mengangkat pedangnya, "kau tidak akan mendapatkan Cincin
ataupun diriku!" Lalu pemimpin mereka, yang sudah separuh menyeberangi Ford, berdiri
mengancam di sanggurdinya, dan mengangkat tangannya. Frodo merasa kelu.
Lidahnya terpaku di mulutnya, dan jantungnya berdebar kencang. Pedangnya
patah dan jatuh dari tangannya yang gemetar. Kuda Peri berdiri di kedua kaki
belakangnya dan mendengus. Kuda hitam terdepan sudah hampir menginjak tepi
sungai. Pada saat itu terdengar geraman dan desiran: bunyi air deras menggulingkan
banyak batu. Samar-samar Frodo melihat sungai di bawahnya naik, dan dari
alirannya muncul barisan gelombang berbusa. Nyala putih tampak berkelip di
puncak-puncaknya, dan ia serasa melihat penunggang-penunggang putih -di atas
kuda-kuda putih dengan Surai berbuih di tengah air. Tiga Penunggang yang masih
berada di tengah Ford tenggelam: mereka lenyap, terkubur tiba-tiba di bawah buih
yang menggelegak. Mereka yang masih di belakang mundur dengan ngeri.
Dengan kesadarannya yang mulai hilang, Frodo mendengar teriakanteriakan,
dan rasanya di belakang Penunggang yang ragu-ragu di tepi sungai, ia melihat
sebuah sosok bercahaya putih yang menyala-nyala, dan di belakangnya berlarian
sosok-sosok kabur kecil melambaikan api, yang menyala merah di dalam kabut
kelabu yang mulai menutupi dunia.
Kuda-kuda hitam menggila, dan sambil melompat maju dengan ketakutan
mereka membawa penunggang mereka ke dalam air bah yang mengganas.
Teriakan tajam mereka tenggelam dalam raungan sungai ketika mereka tersapu
air. Lalu Frodo merasa dirinya jatuh, dan raungan serta kebingungan itu seolah
naik dan membenamkannya bersama musuhmusuhnya. Setelah itu ia tak melihat
dan mendengar apa-apa lagi.
Halaman | 228 The Lord of The Rings BUKU DUA Banyak Pertemuan Frodo bangun dan mendapati dirinya berbaring di tempat tidur. Mulanya ia mengira
ia bangun kesiangan, setelah suatu mimpi panjang yang tidak menyenangkan,
yang masih melayang-layang di batas ingatannya. Atau mungkin ia sakit" Tapi
langit-langit kelihatan aneh; datar, dan ada balok-balok gelap yang dipenuhi
ukiran. Ia: masih berbaring beberapa lama sambil memandangi bercak-bercak sinar
matahari pada dinding, dan mendengarkan bunyi air terjun. ?
"Di mana aku, dan jam berapa sekarang?" ia berkata keras-keras pada
langitlangit. "Di Rumah Elrond, dan sekarang jam sepuluh pagi," sebuah suara berkata.
"Sekarang pagi tanggal dua puluh empat Oktober, kalau kau mau tahu."
"Gandalf!" teriak Frodo sambil bangkit duduk. Penyihir itu duduk di kursi dekat
jendela tebuka. "Ya," kata Gandalf, "aku di sin'. Dan kau beruntung berada di sini juga, setelah
semua hal tidak masuk akal yang sudah kaulakukan sejak kau meninggalkan
rumahmu." Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 229 Frodo berbaring kembali. Ia merasa terlalu nyaman dan damai untuk berdebat,
dan bagaimanapun rasanya ia tidak akan menang ber-debat. Ia sudah sadar
sepenuhnya sekarang, dan ingatan tentang perjalanannya kembali bangkit: "jalan
pintas" melalui Old Forest yang membawa bencana; "kecelakaan" di Kuda Menari;
dan kegilaannya memakai Cincin di lembah di bawah Weathertop. Ada kesunyian
panjang yang hanya dipecahkan oleh isapan-isapan lembut pipa Gandalf saat ia
mengembuskan cincin-cincin asap putih ke luar jendela, sementara Frodo
memikirkan semua itu, dan dengan sia-sia mencoba membawa ingatannya sampai
kepada saat ia tiba di Rivendell.
"Di mana Sam?" tanya Frodo akhirnya. "Dan apakah semua yang lain baikbaik saja?"
"Ya, mereka semua aman dan selamat," jawab Gandalf. "Sam ada di sini,
sampai aku menyuruhnya keluar untuk beristirahat sebentar, kira-kira setengah
jam yang lalu." "Apa yang terjadi di Ford?" tanya Frodo. "Semua terasa kabur, dan masih
begitu sampai sekarang."
"Ya, memang begitu. Kau sudah mulai memudar," jawab Gandalf. "Luka itu
akhirnya menguasaimu. Kalau lewat beberapa jam lagi, kami sudah tak bisa
membantumu. Tapi dalam dirimu ada kekuatan, hobbit yang budiman! Seperti yang
kautunjukkan di Barrow. Di situ keadaan tak menentu: mungkin saat paling
berbahaya dari semuanya. Kalau saja kau bisa bertahan ketika di Weathertop."
"Rupanya kau sudah tahu banyak," kata Frodo. "Aku belum bicara dengan
yang lain tentang Barrow. Mula-mula terlalu mengerikan, dan sesudahnya banyak
hal lain yang harus dipikirkan. Bagaimana kau tahu tentang itu?"
"Kau berbicara panjang dalam tidurmu, Frodo," kata Gandalf lembut, "dan
tidak sulit bagiku untuk membaca pikiran dan ingatanmu. Jangan khawatir! Meski
barusan aku bilang 'tidak masuk akal', aku tidak bermaksud begitu. Penilaianku
terhadapmu baik juga tentang yang lain. Bukan prestasi kecil untuk datang sejauh
ini, dan melalul bahaya yang begitu besar, dan masih membawa Cincin."
"Kami tak mungkin berhasil tanpa Strider," kata Frodo. "Tapi kami
membutuhkanmu. Aku tidak tahu harus berbuat apa tanpa kau."
"Aku terhalang," kata Gandalf, "dan itu hampir saja menyebabkan kehancuran
kita. Tapi aku tidak yakin; mungkin memang lebih baik begitu."
"Kuharap kau menceritakan apa yang terjadi!"
Halaman | 230 The Lord of The Rings "Nanti saja! Kau tidak perlu berbicara atau mengkhawatirkan apa pun hari ini,
sesuai perintah Elrond."
"Tapi berbicara akan membuatku berhenti berpikir dan bertanya-tanya; dua hal
itu sama melelahkannya," kata Frodo. "Aku sadar penuh sekarang, dan aku ingat
banyak sekali hal yang membutuhkan penjelasan. Mengapa kau tertahan"
Setidaknya kau harus menceritakan itu padaku."
"Sebentar lagi kau akan mendengar semua yang ingin kauketahui," kata
Gandalf. "Kita akan mengadakan rapat Dewan, setelah kau cukup sehat.
Saat ini aku hanya akan mengatakan bahwa aku ditawan.
"Kau?" seru Frodo.
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya, aku, Gandalf si Kelabu," kata tukang sihir tersebut dengan khidmat.
"Banyak sekali kekuatan di dalam dunia, untuk kebaikan atau untuk kejahatan.
Beberapa lebih hebat daripada aku. Ada beberapa yang belum pernah kucoba
tandingi. Tapi saatku akan tiba. Penguasa dari Morgul dan para Penunggang Hitam
sudah muncul. Perang akan meletus!"
"Kalau begitu, kau sudah tahu tentang para Penunggang itu-sebelum aku
berjumpa dengan mereka?"
"Ya, aku tahu tentang mereka. Bahkan aku pernah membicarakannya
denganmu; karena para Penunggang Hitam itu adalah Hantu-Hantu Cincin,
Sembilan Pelayan dari Penguasa Cincin. Tapi aku tidak tahu bahwa mereka sudah
bangkit lagi; kalau tidak, aku sudah langsung mendampingimu dalam pelarianmu.
Aku baru mendengar berita tentang mereka setelah aku meninggalkanmu di bulan
Juni; tapi kisah itu harus menunggu. Untuk sementara ini, kita sudah
diselamatkan dari bencana oleh Aragorn."
"Ya," kata Frodo, "memang Strider yang menyelamatkan kami. Meski begitu,
mula-mula aku takut padanya. Sam tak pernah sepenuhnya mempercayai dia,
kukira, setidaknya sebelum kami bertemu Glorfindel."
Gandalf tersenyum. "Aku sudah dengar semuanya tentang Sam," katanya.
"Sekarang dia sudah tidak menyimpan keraguan lagi."
"Aku senang," kata Frodo. "Karena aku jadi sangat sayang pada Strider. Yah,
sayang mungkin bukan kata yang tepat. Maksudku, dia sangat berharga bagiku;
meski dia aneh, dan kadang-kadang muram. Sebenarnya dia sering
mengingatkanku padamu. Aku tidak tahu bahwa di antara Makhluk-Makhluk Besar
ada yang seperti dia. Dulu kupikir mereka, yah, hanya besar, dan agak bodoh:
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 231 ramah dan bodoh seperti Butterbur, atau bodoh dan jahat seperti Bill Ferny. Tapi
memang kita tidak tahu banyak tentang Manusia di Shire, kecuali mungkin bangsa
Bree." "Bahkan tentang mereka pun kau tidak tahu banyak, kalau kaupikir Barliman
tua itu bodoh," kata Gandalf. "Dia cukup bijak dengan caranya sendiri. Dia
memang lebih banyak bicara daripada berpikir, dan lebih lamban; tapi dia bisa melihat
menembus tembok bata bila perlu (seperti kata orang-orang Bree). Tapi hanya
sedikit tersisa orang di Dunia Tengah yang menyamai Aragorn, putra Arathorn.
Bangsa Raja-Raja dari seberang Laut sudah hampir punah. Mungkin sekali Perang
Cincin ini akan menjadi petualangan mereka yang terakhir."
"Maksudmu Strider salah satu manusia dab bangsa Raja-Raja kuno?" kata
Frodo dengan kagum. "Kukira mereka semua sudah lenyap lama sekali. Kukira dia
hanya seorang Penjaga Hutan."
"Hanya Penjaga Hutan!" seru Gandalf. "Frodo-ku yang baik, justru itulah kaum
Penjaga Hutan: sisa-sisa terakhir di Utara dari bangsa besar, Manusia dari
Barat. Mereka sudah pernah membantuku, dan aku akan membutuhkan bantuan mereka
di masa depan, karena kita sudah sampai di Rivendell, tapi Cincin itu masih
belum tenang." "Kurasa memang belum," kata Frodo. "Tapi sejauh ini pikiranku satusatunya
hanyalah untuk bisa sampai di sini; dan kuharap aku talc perlu pergi lebih jauh
lagi. Nikmat sekali kalau bisa beristirahat saja. Sudah sebulan aku melarikan diri dan
menjalani petualangan, dan kusadari itu sudah lebih dari cukup untukku."
Frodo terdiam dan memejamkan mata. Setelah beberapa saat, ia berbicara
lagi. "Aku sudah hitung-hitung," katanya, "dan aku tak bisa menjumlah semuanya
sampai mencapai dua puluh empat Oktober. Seharusnya masih tanggal dua puluh
satu. Kita pasti mencapai Ford sekitar tanggal dua puluh."
"Kau bicara dan menghitung lebih banyak daripada seharusnya," kata
Gandalf. "Bagaimana rasanya bagian samping tubuhmu dan pundakmu sekarang?"
"Aku tidak tahu," jawab Frodo. "Sama sekali tidak terasa apa-apa: itu suatu
kemajuan, tapi" ia mencobanya "aku bisa menggerakkan tanganku sedikit. Ya,
sudah mulai hidup kembali. Tidak dingin," tambahnya, menyentuh tangan kirinya
dengan tangan kanan. "Bagus!" kata Gandalf. "Sudah sembuh dengan cepat. Tak lama lagi kau akan
sehat kembali. Elrond yang menyembuhkanmu: dia merawatmu berhari-hari, sejak
kau dibawa masuk." Halaman | 232 The Lord of The Rings "Berhari-hari?" kata Frodo.
"Ya, empat malam dan tiga hari, tepatnya. Para Peri membawamu dari Ford
pada malam kedua puluh, dan itulah saatnya kau kehilangan hitungan.
Kami sangat cemas, dan Sam hampir tak pernah meninggalkan sisimu,
kecuali kalau disuruh. Elrond penyembuh yang hebat, tapi senjata Musuh kita
sangat mematikan. Sebenarnya, aku hampir tak punya harapan, karena aku
menduga masih ada pecahan pisau dalam luka yang sudah tertutup. Tapi tak bisa
ditemukan sampai tadi malam. Lalu Elrond mengeluarkan serpihan itu. Letaknya
sangat dalam, dan bekerja di dalam."
Frodo menggigil, teringat pisau kejam dengan pangkal bergores yang lenyap
di tangan Strider. "Jangan cemas!" kata Gandalf. "Sudah hilang sekarang. Sudah
dilebur. Dan kelihatannya hobbit tidak mudah memudar. Aku kenal pejuangpejuang
kuat dari antara Makhluk-Makhluk Besar yang pasti cepat kalah oleh
serpihan itu, tapi kau sanggup menahankannya selama tujuh belas hari."
"Apa yang akan mereka lakukan padaku?" tanya Frodo. "Apa yang
penunggang itu coba lakukan?"
"Mereka berusaha menusuk jantungmu dengan pisau Morgul yang tertinggal
di dalam luka. Kalau mereka berhasil, kau akan jadi seperti mereka, hanya lebih
lemah dan di bawah kekuasaan mereka. Kau akan menjadi hantu di bawah
pemerintahan Penguasa Kegelapan, dan dia akan menyiksamu karena mencoba
menyimpan Cincin-nya-itu kalau ada siksaan yang lebih berat daripada melihat
cincin itu dirampok dan dipakai olehnya."
"Syukurlah aku tidak tahu bahaya mengerikan itu!" kata Frodo lemah.
"Memang aku sangat ketakutan, tapi seandainya aku tahu lebih banyak, aku tidak
bakal berani bergerak. Sungguh suatu mukjizat bahwa aku bisa selamat!"
"Ya, kau tertolong oleh keberuntungan atau nasibmu," kata Gandalf, "juga
keberanianmu. Sebab jantungmu tidak kena, dan hanya pundakmu yang
tertembus; dan itu karena kau bertahan sampai titik penghabisan. Tapi kau
memang nyaris kena. Kau dalam bahaya sangat besar sementara memakai Cincin
itu, karena saat itu kau setengah berada di dalam dunia hantu, dan mereka bisa
menangkapmu. Kau bisa melihat mereka, dan mereka bisa melihatmu."
"Aku tahu," kata Frodo. "Tampang mereka seram sekali! Tapi kenapa kami
semua bisa melihat kuda mereka?"
"Karena mereka kuda-kuda sungguhan; seperti halnya jubah-jubah hitam itu
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 233 juga jubah sungguhan, yang mereka pakai untuk memberi bentuk pada ketiadaan
mereka, kalau mereka berurusan dengan makhluk hidup."
"Lalu mengapa kuda-kuda hitam itu mau melayani penunggang seperti
mereka" Semua hewan lain ngeri kalau mereka mendekat, termasuk kuda Peri
milik Glorfindel. Anjing-anjing melolong dan angsa-angsa meneriaki mereka."
"Karena kuda-kuda ini dilahirkan dan dibesarkan untuk melayani Penguasa
Kegelapan di Mordor. Tidak semua pelayan dan barang bergerak mereka adalah
hantu! Ada Orc dan troll, ada warg dan serigala jadi-jadian; dan dari dulu
hingga sekarang ada banyak Manusia, Pejuang, dan raja-raja, yang menjadi makhluk
hidup tapi berada di bawah kekuasaannya. Dan jumlah mereka semakin hari
semakin bertambah." "Bagaimana dengan Rivendell dan kaum Peri" Apakah Rivendell aman?"
"Ya, saat ini, sampai semua yang lain dikalahkan. Bangsa Peri mungkin takut
kepada Penguasa Kegelapan, dan mereka mungkin melarikan diri darinya, tapi
mereka tidak akan pernah lagi mendengarkan atau melayaninya. Dan di sini, di
Rivendell, masih hidup beberapa di antara musuh-musuh utamanya: Kaum Bijak
bangsa Peri, para pangeran Eldar, yang berasal dari lautan-lautan terjauh.
Mereka tidak takut pada Hantu-Hantu Cincin, karena mereka yang pernah tinggal di Alam
Berkah sekaligus hidup dalam dua dunia, dan mereka mempunyai kekuatan besar
terhadap Yang Terlihat maupun Yang Tidak Terlihat."
"Rasanya aku melihat sebuah sosok putih bercahaya yang tidak memudar
seperti yang lain. Apakah itu Glorfindel?"
"Ya, kau melihatnya sejenak dalam wujudnya di dunia lain: salah satu yang
perkasa dari kaum Yang Pertama Lahir. Dia adalah Pangeran Peri dari keturunan
bangsawan. Memang di Rivendell ada kekuatan yang bisa menahan kehebatan
Mordor, untuk sementara: dan di tempat-tempat lain, kekuatan-kekuatan lain masih
ada. Ada juga kekuatan jenis lain di Shire. Tapi semua tempat seperti itu akan
segera menjadi pulau-pulau terkepung, kalau keadaan tetap berlanjut seperti ini.
Sang Penguasa Kegelapan sedang mengerahkan seluruh kekuatannya.
"Meski begitu," kata Gandalf, sambil tiba-tiba bangkit berdiri dan mengangkat
dagu, hingga jenggotnya menjadi kaku dan lurus bagai tambang berdiri, "kita
harus tetap mempertahankan keberanian kita. Kau akan segera sehat, kalau aku tidak
mematikanmu dengan omonganku. Kau berada di Rivendell, dan kau tidak perlu
khawatir tentang apa pun saat ini."
"Aku tidak punya keberanian untuk dipertahankan," kata Frodo, "tapi aku tidak
Halaman | 234 The Lord of The Rings cemas saat ini. Aku ingin tahu tentang teman-temanku, dan akhir kejadian di
Ford, karena aku akan terus bertanya; setelah itu, aku akan puas untuk sementara. Dan
aku akan tidur lagi; tapi aku tidak akan bisa memejamkan mata sampai kau
menyelesaikan cerita itu untukku."
Gandalf menggeser kursinya ke samping tempat tidur, dan memandang Frodo
dengan cermat. Wajah Frodo sudah tidak pucat lagi, matanya jernih, sadar serta
bangun sepenuhnya. Ia tersenyum, dan kelihatannya tidak ada masalah. Tapi
Gandalf merasa melihat suatu perubahan samar, begitu samar, seolah Frodo
menjadi agak tembus pandang, terutama tangan kirinya yang berada di luar, di
atas selimut. "Itu sudah bisa diduga," kata Gandalf pada dirinya sendiri. "Dia belum
sepenuhnya sembuh, dan apa yang akan terj adi padanya kelak, bahkan Elrond
pun takkan bisa menebak. Dia tidak akan berubah ja' hat, kurasa. Dia mungkin
akan jadi seperti gelas berisi cahaya terang bagi mata yang bisa melihat."
"Kau kelihatan sehat." kata Gandalf keras-keras. "Aku akan menambil risiko
menceritakan kisah singkat, tanpa meminta nasihat Elrond. Tapi sangat singkat,
camkan itu, lalu kau harus tidur lagi. Inilah yang terjadi, sejauh yang
kuketahui. Para Penunggang itu langsung mengejarmu, begitu kau lari. Mereka sudah tidak
membutuhkan panduan dari kuda-kuda mereka: mereka bisa melihatmu, karena
kau sudah berada di ambang dunia mereka. Dan Cincin itu juga menarik mereka.
Teman-temanmu meloncat menghindar, keluar dari Jalan, kalau tidak mereka akan
tergilas. Mereka tahu tidak ada yang bisa menyelamatkanmu, kalau kuda putih itu
tidak bisa. Para Penunggang itu terlalu cepat untuk disusul, dan terlalu banyak
jumlahnya untuk dilawan. Dengan berjalan kaki, bahkan Glorfindel dan Aragorn
tidak bakal bisa melawan mereka ber-Sembilan.
"Ketika Hantu-Hantu Cincin itu lewat, teman-temanmu berlari mengejar. Dekat
ke Ford ada suatu lembah kecil di samping jalan, diselubungi beberapa pohon
kerdil. Di sana mereka tergesa-gesa menyalakan api; Glorfindel tahu bahwa banjir
akan datang, bila para penunggang itu mencoba menyeberangi sungai, lalu dia
harus menghadapi mereka yang tertinggal di sisi sungai sebelah sini. Saat banjir
muncul, dia berlari keluar, diikuti Aragorn dan yang lainnya dengan tongkat-
tongkat menyala. Terjebak di antara api dan air, dan melihat seorang Pangeran Peri dalam
kemarahan, mereka kaget dan kuda-kuda mereka menjadi gila. Mereka' tersapu
serangan banjir pertama; yang lainnya terlempar ke dalam air oleh kuda-kuda
mereka, dan tenggelam."
"Dan itu akhir dari para Penunggang Hitam?" tanya Frodo.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 235 "Tidak," kata Gandalf. "Kuda-kuda mereka kelihatannya mati, dan tanpa
mereka, para Penunggang itu lumpuh. Tapi Hantu-Hantu Cincin itu sendiri tidak
mudah dihancurkan. Namun sekarang ini tak ada yang perlu dicemaskan dari
mereka. Teman-temanmu menyeberang setelah banjir reda, dan mereka
menemukanmu berbaring telungkup di puncak tebing, dengan pedang patah di
bawahmu. Kuda putih berdiri menjaga di sampingmu. Kau pucat dan din-in, dan
mereka khawatir kau sudah mati, atau lebih buruk daripada itu. Anak buah Elrond
menjumpai mereka, perlahan-lahan menggotongmu ke Rivendell."
"Siapa yang membuat banjir?" tanya Frodo.
"Elrond memerintahkannya," jawab Gandalf. "Sungai di lembah ini ada di
bawah kekuasaannya, dan akan naik dalam kemarahan kalau Elrond benar-benar
perlu menutup Ford. Begitu kapten para Hantu Cincin masuk ke dalam air,
banjirnya dikerahkan. Kalau boleh kukatakan, aku menambahkan beberapa
sentuhanku sendiri: mungkin kau tidak memperhatikannya, tapi beberapa ombak
mengambil bentuk kuda putih dengan penunggang putih bercahaya; dan banyak
batu besar menggelinding dan menggilas. Sejenak aku cemas bahwa kemurkaan
yang kami lepaskan terlalu besar, dan banjir tak terkendali akan menyapu kalian
semua. Air yang berasal dari salju di Pegunungan Berkabut punya kekuatan sangat
besar." "Ya, aku ingat semua sekarang," kata Frodo. "Raungan hebat itu. Kukira aku
akan tenggelam, dengan teman, musuh, dan semuanya. Tapi sekarang kami
aman!" Gandalf dengan cepat melirik Frodo, tapi Frodo sudah memejamkan mata.
"Ya, kalian semua aman untuk saat ini. Tak lama lagi akan ada pesta dan
bersukaria untuk merayakan kemenangan di Ford Bruinen, dan kalian semua akan
duduk di tempat kehormatan."
"Bagus!" kata Frodo. "Sungguh membahagiakan bahwa Elrond, Glorfindel,
dan pangeran-pangeran lain yang begitu agung, tak lupa Strider juga, bersedia
menunjukkan keramahan begitu besar padaku."
"Yah, banyak sekali alasan mereka melakukan itu," kata Gandalf sambil
tersenyum. "Aku salah satu alasan bagusnya. Cincin itu adalah alasan lainnya:
kau adalah si pembawa Cincin. Dan kau ahli waris Bilbo, sang penemu Cincin."
"Bilbo yang baik!" kata Frodo sambil mengantuk. "Aku ingin tahu, di mana dia.
Kalau saja dia ada di sini, dan bisa mendengar semua kisah ini. Dia pasti akan
tertawa. Sapi meloncat di atas Bulan! Dan troll tua malang!" Lalu Frodo tertidur
Halaman | 236 The Lord of The Rings lelap. Frodo sekarang aman di dalam Rumah Nyaman yang Terakhir di sebelah
timur Laut. Rumah itu, seperti diberitakan Bilbo dulu, "sebuah rumah sempurna,
entah kau senang makan atau tidur, bercerita atau bernyanyi, atau hanya duduk
dan berpikir, atau gabungan menyenangkan dari itu semua." Berada di sana saja
sudah merupakan obat untuk keletihan, ketakutan, dan kesedihan.
Sementara hari semakin malam, Frodo bangun lagi, dan ia sadar ia sudah
tidak butuh istirahat atau tidur; ia ingin makan-minum, dan mungkin bernyanyi
dan bercerita setelahnya. Ia turun dari tempat tidur dan menyadari lengannya sudah
hampir bisa digunakan lagi seperti semula. Ia menemukan pakaian bersih dari kain
hijau sudah disiapkan, pas sekali untuknya. Sambil becermin, ia kaget melihat
bayangan dirinya yang jauh lebih kurus daripada yang diingatnya: tampaknya
sangat mirip dengan keponakan muda Bilbo yang biasa pergi berjalan-jalan dengan
pamannya di Shire; tapi matanya memandang dengan merenung.
"Ya, kau sudah melihat berbagai hal sejak terakhir kali kau becermin," katanya
pada bayangannya. "Tapi sekarang mari kita pergi ke pertemuan gembira!" ia
mengulurkan tangannya dan menyiulkan sebuah lagu.
Saat itu ada ketukan di pintu, dan Sam masuk. Ia berlari menghampiri Frodo
dan memegang tangan kirinya, canggung dan malu-malu. Ia membelainya dengan
lembut, lalu wajahnya memerah, dan dengan cepat ia membuang muka.
"Halo, Sam!" kata Frodo.
"Panas sekali!" kata Sam. "Maksudku tanganmu, Mr. Frodo. Selama ini selalu
terasa dingin selama malam-malam panjang. Tapi... selamat dan ceria!" serunya,
membalik lagi dengan mata bersinar dan menarinari. "Bahagia sekali melihatmu
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sudah bangun dan sudah sehat lagi, Sir! Gandalf memintaku ke sini, untuk melihat
apakah kau sudah siap turun, dan aku mengira dia berkelakar."
"Aku sudah siap," kata Frodo. "Ayo kita pergi dan mencari yang lainnya!"
"Aku bisa mengantarmu pada mereka, Sir," kata Sam. "Rumah ini besar
sekali, dan aneh. Selalu ada hal baru yang bisa ditemukan, dan kita tidak tahu
apa yang bakal kita temukan di balik tikungan. Dan para Peri, Sir!' Peri di sini,
Peri di sana! Beberapa seperti raja, hebat dan luar biasa; beberapa sangat ceria seperti
anak kecil. Dan musik serta nyanyiannya - meski aku tak punya banyak waktu
atau semangat untuk mendengarkan sejak kita sampai di sini. Tapi aku sudah
mulai tahu adat kebiasaan di tempat ini."
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 237 "Aku tahu apa yang sudah kaulakukan, Sam," kata Frodo sambil memegang
tangan Sam. "Tapi malam ini kau akan gembira, dan mendengarkan sepuaspuasnya.
Ayo, tuntun aku lewat tikungan-tikungan!"
Sam menuntunnya melewati beberapa selasar, menuruni banyak tangga, dan
keluar ke sebuah halaman tinggi di atas tebing curam su-ngai. Ia menemukan
teman-temannya duduk di teras, di samping rumah yang menghadap ke timur.
Keremangan sudah menggantung di atas lembah di bawah, tapi masih ada cahaya
di wajah pegunungan Jauh di atas. Cuaca hangat. Bunyi air mengalir dan jatuh
terdengar sangat keras, dan udara senja dipenuhi wangi lembut pepohonan dan
bunga-bunga, seolah musim panas masih bertahan di kebun Elrond.
"Hura!" seru Pippin sambil bangkit berdiri. "Ini dia sepupu kita yang mulia!
Beri jalan untuk Frodo, si Penguasa Cincin!"
"Husy!" kata Gandalf dari kegelapan di bagian belakang teras. "Hal-hal jahat
tidak masuk ke lembah ini, tapi sebaiknya kita jangan menyebut-nyebut mereka.
Penguasa Cincin bukan Frodo, melainkan
Master dari Menara Kegelapan di Mordor, yang kekuatannya sekali lagi
menggapai seluruh dunia! Saat ini kita tengah duduk di dalam benteng. Di luar
sudah mulai gelap." "Gandalf sudah banyak mengatakan hal-hal menggembirakan se_ macam itu,"
kata Pippin. "Dia pikir aku perlu ditertibkan. Tapi tampaknya tak mungkin merasa
muram di tempat ini. Rasanya aku ingin bernyanyi, kalau saja aku tahu lagu yang
tepat untuk kesempatan ini."
"Aku sendiri juga merasa ingin nyanyi," tawa Frodo. "Meski saat ini aku lebih
ingin makan dan minum!"
"Itu bisa segera dipenuhi," kata Pippin. "Seperti biasa, kau sudah
menunjukkan kelihaianmu, bangun tepat saat makanan dihidangkan."
"Lebih dari sekadar makanan! Ini pesta!" kata Merry. "Begitu Gandalf
melaporkan bahwa kau sudah sembuh, persiapan segera dimulai." Baru saja ia
selesai berbicara, mereka dipanggil ke aula oleh bunyi denting banyak lonceng.
Aula rumah Elrond penuh dengan banyak orang: kebanyakan kaum Peri,
meski ada beberapa tamu dari jenis lain. Elrond, seperti biasa, duduk di kursi
besar, di ujung meja panjang di panggung; di kiri-kanannya duduk Glorfindel dan
Gandalf. Frodo memandang mereka dengan kagum, karena ia belum pernah melihat
Halaman | 238 The Lord of The Rings Elrond, yang banyak dibicarakan dalam dongeng-dongeng; ketika mereka duduk di
kanan-kirinya, Glorfindel, dan bahkan Gandalf, yang ia sangka sudah dikenalnya
benar, baru tampak sebagai sosok-sosok berwibawa dan berkuasa.
Glorfindel tinggi dan tegap; rambutnya bercahaya keemasan, wajahnya indah
dan muda, serta berani dan penuh kegembiraan; matanya tajam bersinar, dan
suaranya bagai musik; di dahinya ada kebijakan, dan di tangannya ada kekuatan.
Wajah Elrond seolah tanpa usia, tidak muda maupun tua, meski di dalamnya
terpancar ingatan kepada banyak hal, yang gembira maupun sedih. Rambutnya
gelap seperti bayang-bayang senja, dan di kepalanya ada mahkota perak; matanya
kelabu seperti senja yang bening, menyorotkan cahaya seperti cahaya bintang. Ia
tampak patut dimuliakan sebagai raja yang sudah melewati banyak musim dingin,
namun masih begitu kuat sebagai pejuang ulung dalam kekuatan sempurna- ia
adalah Penguasa Rivendell, dan sangat hebat di antara kaum Peri maupun
Manusia. Di tengah meja, bersandar pada kain-kain tenunan di dinding, ada sebuah
kursi di bawah kanopi, dan di sana duduk seorang wanita cantik; ia sangat mirip
Elrond dalam bentuk wanita, sampai-sampai Frodo menduga ia salah seorang
saudara dekatnya. Ia muda, tapi juga tidak muda. Kepangkepang rambutnya
berwarna gelap, tak tersentuh warna putih sedikit pun, lengannya putih, dan
wajahnya bening mulus tanpa cacat, matanya menyimpan binar-binar cahaya
bintang yang cerah, kelabu seperti malam tak berawan; ia seperti seorang ratu,
tatapan matanya menyorotkan pengetahuan dan pemikiran, seolah ia tahu banyak
hal yang sudah terjadi. Kepalanya tertutup topi renda perak bertabur batu-batu
permata kecil, putih berkilauan; tapi pakaiannya yang lembut kelabu tidak ada
hiasannya, kecuali sabuk dedaunan yang ditempa dari perak.
Begitulah, Frodo melihat sosok jelita yang belum banyak dilihat makhluk hidup
lainnya; dialah Arwen, putri Elrond, yang konon begitu mirip dengan Luthien; dan
ia dipanggil Undomiel, karena ia adalah Evenstar di antara bangsanya. Lama sekali
ia tinggal di negeri sanak ibunya, di Lorien di balik pegunungan, dan baru saja
kembali ke Rivendell, ke rumah ayahnya. Tetapi saudara-saudaranya, Elladan dan
Elrohir, sedang keluar bertugas: karena mereka sering naik kuda sampai jauh
bersama para Penjaga Hutan Utara, tak pernah melupakan penderitaan ibu mereka
di kandang para Orc. Belum pernah Frodo melihat ataupun membayangkan dalam benaknya
kecantikan sedemikian besar pada makhluk hidup; ia kaget dan malu, menyadari
bahwa ia duduk di meja Elrond, di antara semua orang yang tinggi dan tampan itu.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 239 Meski mendapat kursi yang pas, dan duduk di atas beberapa bantal, ia masih
merasa sangat kecil dan agak tidak serasi di lingkungan itu; tapi perasaan itu
cepat berlalu. Pesta itu riang sekali, dan makanan yang tersedia cukup untuk
memuaskan rasa laparnya. Baru beberapa saat kemudian ia mulai melihat
sekeliling, atau berbicara pada orang-orang di sebelahnya.
Pertama-tama ia mencari kawan-kawannya. Sam sudah memohon agar
diizinkan melayani majikannya, tapi ia diberitahu bahwa kali ini ia menjadi tamu
kehormatan. Frodo bisa melihatnya sekarang, duduk bersama Pippin dan Merry di
ujung salah satu meja dekat panggung. Ia tidak melihat Strider.
Di sebelah Frodo, di samping kanannya, duduk seorang kerdil yang tampak
penting, berpakaian mewah. Jenggotnya sangat panjang dan bercabang-cabang,
berwarna putih, hampir sama putihnya dengan Pakaiannya yang seputih salju. Ia
memakai ikat pinggang perak, dan di sekeliling lehernya tergantung rantai perak
dan berlian. Frodo berhenti makan untuk memandangnya.
"Selamat datang, dan selamat berjumpa!" kata orang kerdil itu, berbicara pada
Frodo. Lalu ia bangkit berdiri dan membungkuk. "Gloin siap melayani Anda,"
katanya, dan ia membungkuk semakin dalam.
"Frodo Baggins, siap melayani Anda dan keluarga Anda," kata Frodo dengan
sopan, bangkit dengan kaget dan memberantakkan bantal-bantalnya. "Benarkah
kau Gloin, salah satu dari dua belas pendamping Thorin Oakenshield yang agung?"
"Betul sekali," jawab orang kerdil itu, mengumpulkan bantal-bantal, dan
dengan sopan membantu Frodo duduk kembali. "Dan aku tidak bertanya, karena
aku sudah diberitahu bahwa kau adalah sanak dan ahli waris yang diadopsi oleh
kawan kami Bilbo yang termasyhur. Izinkan aku memberi selamat atas
kesembuhanmu." "Terima kasih banyak," kata Frodo.
"Kau mengalami petualangan-petualangan yang sangat aneh, kudengar," kata
Gloin. "Aku sangat ingin tahu, apa yang membuat empat hobbit melakukan
perjalanan sejauh ini. Belum ada kejadian seperti ini sejak Bilbo ikut kami.
Tapi mungkin aku tidak pantas bertanya-tanya terlalu banyak, karena kelihatannya
Elrond dan Gandalf tak ingin membicarakan ini."
"Mungkin kami tidak akan membahas ini, setidaknya belum sekarang," kata
Frodo sopan. Ia menduga bahwa, bahkan di rumah Elrond, masalah Cincin ini
bukanlah pokok pembicaraan yang santai; lagi pula, ia ingin melupakan
kesulitankesulitannya untuk sementara waktu. "Tapi aku juga sama ingin tahunya,
mengapa Halaman | 240 The Lord of The Rings seorang Kurcaci sepenting dirimu sampai datang jauh-jauh dari Gunung Sunyi."
Gloin memandangnya. "Kalau kau belum dengar, kukira kita juga tak perlu
membahas itu. Tak lama lagi Master Elrond akan memanggil kita semua, lalu kita
akan mendengar banyak hal. Tapi banyak hal lain yang bisa diceritakan."
Sepanjang menyantap hidangan, mereka bercakap-cakap, tapi Frodo lebih
banyak mendengarkan daripada berbicara; karena berita dari Shire, selain tentang
Cincin, tampak kecil dan sangat jauh, dan tidak periling, sementara Gloin punya
banyak cerita tentang kejadian-kejadian dan wilayah utara Belantara. Frodo
diberitahu bahwa sekarang Grimbeorn the Old, putra Beorn, menjadi penguasa dari
sejumlah manusia kekar, dan tidak ada Orc maupun serigala yang berani pergi ke
negeri mereka, yang terletak di antara Pegunungan dan Mirkwood.
"Bahkan," kata Gloin, "kalau bukan karena bangsa Beorning, jalan dari Dale
ke Rivendell sudah lama tak mungkin dilewati. Mereka gagah berani, dan menjaga
agar High Pass dan Ford di Carrock tetap terbuka. Tapi cukai mereka tinggi,"
tambahnya sambil menggelengkan kepala; "dan seperti Beorn, sejak dulu mereka
tidak begitu menyukai orang kerdil. Bagaimanapun, mereka bisa dipercaya, dan All
cukup bagus untuk saat ini. Di mana pun tidak ada orang-orang yang seramah
Manusia dari Dale. Bangsa Barding baik sekali. Mereka diperintah oleh cucu Bard
si Pemanah, Brand putra Bain putra Bard. Dia raja yang kuat, dan negerinya
sekarang mencapai jauh ke selatan dan timur Esgaroth."
"Bagaimana tentang bangsamu sendiri?" tanya Frodo.
"Banyak yang bisa diceritakan, baik dan buruk," kata Gloin, "tapi kebanyakan
bagus: sejauh ini kami beruntung, meski kami tak bisa melarikan diri dari
kegelapan masa kini. Kalau kau benar-benar ingin mendengar tentang kami, aku akan
menceritakannya dengan senang hati. Tapi hentikanlah aku-kalau kau lelah! Lidah
para Kurcaci suka mengoceh terus kalau membahas kegiatan mereka sendiri, kata
orang." Dan dengan itu Gloin memulai cerita panjang-lebar tentang kegiatan di
kerajaan Kurcaci. Ia senang menemukan pendengar yang begitu sopan; karena
Frodo tidak menunjukkan tanda-tanda kejemuan dan tidak berusaha mengalihkan
pokok pembicaraan, meski sebenarnya ia bingung mendengar nama-nama aneh
orang-orang dan tempat yang belum pernah ia dengar. Meski begitu, ia sangat
tertarik mendengar bahwa Dain masih menjadi Raja di Bawah Gunung, dan
sekarang sudah tua (sudah lewat dua ratus lima puluh tahun), sangat mulia dan
luar biasa kaya. Dari kesepuluh pendamping yang selamat dalam Pertempuran
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 241 Jawaban Answer 3 Wiro Sableng 029 Bencana Di Kuto Gede Pendekar Pedang Sakti 6
berada di Shire yang tenang dan dicintainya ia menatap ke bawah, ke Jalan yang
dibencinya, matanya tertuju ke barat - ke rumahnya. Mendadak ia menyadari ada
dua bercak hitam bergerak perlahan menyusurinya, pergi ke barat; dan ketika ia
memandang lagi, ia melihat tiga bercak lain merangkak ke timur untuk
menghadang mereka. Frodo berteriak dan memegang tangan Strider.
"Lihat," katanya sambil menunjuk ke bawah.
Strider segera menjatuhkan diri ke tanah di belakang puing lingkaran, sambil
menarik Frodo di sebelahnya. Merry juga menjatuhkan diri di sampingnya.
"Apa itu?" bisiknya.
"Aku tidak tahu, tapi aku mengkhawatirkan hal terburuk," jawab Strider.
Perlahan mereka merangkak ke pinggir lingkaran lagi, dan mengintip melalui
celah antara dua batu runcing. Cahaya sudah tidak begitu terang, karena pagi
yang cerah sudah memudar, dan awan-awan yang merangkak keluar dari Timur sudah
menyusul matahari yang akan terbenam. Mereka semua bisa melihat bercakbercak
hitam itu, tapi baik Frodo maupun Merry tidak bisa melihat jelas bentuk
mereka; namun perasaan mereka mengatakan bahwa di sana, jauh di bawah, para
Penunggang Hitam berkumpul di Jalan di bawah kaki bukit.
"Ya," kata Strider, yang dengan penglihatannya yang tajam tidak ragu lagi.
"Musuh ada di sini!"
Bergegas mereka merangkak pergi, menuruni sisi utara bukit, untuk mencari
Halaman | 198 The Lord of The Rings kawan-kawan mereka. Sam dan Peregrin tidak tinggal diam. Mereka sudah menjelajahi lembah kecil
dan lereng-lereng sekitamya. Tak jauh dari sana, mereka menemukan sumber
mata air jernih di sisi bukit, dan di dekatnya jejak kaki yang belum berusia
lebih dari dua hari. Di lembahnya sendiri mereka menemukan bekas api yang belum lama,
dan tanda-tanda lain dari perkemahan yang terburuburu. Ada beberapa batuan
yang sudah jatuh di ujung lembah yang paling dekat ke bukit. Di belakangnya Sam
menemukan kayu-kayu api yang ditumpuk rapi.
"Aku ingin tahu, apakah Gandalf sudah ke sini," katanya pada Pippin. "Siapa
pun yang menyimpan barang-barang ini di sini, berniat kembali ke sini rupanya."
Strider sangat tertarik dengan penemuan-penemuan itu. "Coba tadi aku
menunggu dan menjelajahi sendiri tanah di bawah sini," katanya, bergegas ke mata
air untuk memeriksa jejak kaki.
"Seperti sudah kukhawatirkan," katanya ketika ia kembali. "Sam dan Pippin
menginjak tanah lembek, dan jejaknya sudah rusak atau bercampur. Para Penjaga
Hutan datang ke sini baru-baru ini. Merekalah yang meninggalkan kayu api di
tempat ini. Tapi juga ada beberapa jejak yang lebih baru, yang bukan dibuat oleh
para Penjaga Hutan. Setidaknya satu set baru, hanya sehari-dua hari yang lalu,
dibuat oleh sepatu bot berat. Setidaknya satu. Aku belum yakin saat ini, tapi
kurasa ada banyak kaki bersepatu bot." ia berhenti bicara dan tenggelam dalam pikiran
cemas. Masing-masing hobbit membayangkan para Penunggang berjubah dan
bersepatu bot. Kalau para Penunggang sudah menemukan lembah itu, semakin
cepat Strider menuntun mereka ke tempat lain semakin baik. Sam memandang
cekungan itu dengan rasa sangat tak suka, setelah mendengar kabar musuh
mereka ada di Jalan, hanya beberapa mil dari sana.
"Tidakkah kita sebaiknya cepat pergi dari sini, Mr. Strider?" tanya Sam tak
sabar. "Sudah mulai sore, dan aku tidak suka tempat ini: entah mengapa membuat
semangatku patah." "Ya, kita memang harus memutuskan apa yang mesti dilakukan segera,"
jawab Strider sambil mendongak, mempertimbangkan waktu dan cuaca. "Yah,
Sam," katanya akhirnya, "aku juga tidak suka tempat ini, tapi aku tidak tahu
tempat lain yang lebih baik, yang bisa kita capai sebelum malam. Setidaknya kita berada
di luar pandangan untuk sementara, dan kalau kita bergerak, kita akan jauh lebih
mungkin terlihat oleh mata-mata. Yang bisa kita lakukan hanyalah menyimpang
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 199 dari jalan kita, kembali ke utara, di sisi bukit sebelah sini, yang tanahnya
sedikitbanyak sama seperti di sini. Jalan sudah diawasi, tapi kita harus
melintasinya, kalau ingin mencoba bersembunyi di semak-semak sebelah selatan. Di sebelah
utara Jalan, di seberang bukit, tanahnya kosong dan datar sepanjang bermil-mil."
"Apakah para Penunggang itu bisa melihat?" tanya Merry. "Maksudku,
sepertinya mereka lebih banyak menggunakan hidung daripada mata, untuk
mengendus-endus mencari kita, kalau mengendus adalah kata yang tepat untuk
itu, setidaknya di waktu terang. Tapi kau menyuruh kami tiarap ketika kau
melihat mereka di bawah; dan sekarang katamu kita bisa terlihat kalau bergerak."
"Aku terlalu ceroboh di atas-bukit," jawab Strider. "Aku begitu bersemangat
ingin mencari tanda dari Gandalf; tapi kita salah, naik bertiga dan berdiri
begitu lama di sana. Karena kuda-kuda hitam bisa melihat, dan para Penunggang itu bisa
menggunakan manusia dan makhluk-makhluk lain sebagai mata-mata, seperti
sudah terbukti di Bree. Mereka sendiri tidak melihat dunia sebagaimana kita
melihatnya, tapi bentuk-bentuk kita melontarkan bayangan ke dalam benak
mereka, yang hanya bisa dihancurkan oleh matahari tengah hari; dan dalam gelap
mereka menerima banyak tanda dan bentuk yang tersembunyi bagi kita: saat itulah
mereka perlu paling ditakuti. Dan sepanjang waktu mereka mencium darah
makhluk hidup, menginginkannya dan membencinya. Ada indra-indra lain selain
penglihatan dan penciuman, Kita bisa merasakan kehadiran merekameresahkan
hati kita, begitu kita sampai di sini, dan sebelum kita melihat mereka: mereka
bisa lebih tajam lagi merasakan kehadiran kita. Juga," tambahnya, dan suaranya
menjadi bisikan, "Cincin itu menarik mereka."
"Apakah tidak ada cara untuk lari?" kata Frodo, melihat dengan kalut ke
sekelilingnya. "Kalau aku bergerak, aku akan kelihatan dan diburu!"
Strider meletakkan tangannya di bahu Frodo. "Masih ada harapan," katanya.
"Kau tidak sendirian. Mari kita ambil kayu yang sudah disiapkan di sini untuk
api, sebagai suatu tanda. Hanya sedikit perlindungan atau pertahanan di sini, tapi
api bisa dimanfaatkan. Sauron bisa memakai api, dan hal-hal lainnya, untuk maksud
jahatnya, tapi para Penunggang ini tidak menyukai api, dan takut terhadap mereka
yang menggunakannya. Api adalah sahabat kita di hutan belantara."
"Mungkin," gerutu Sam. "Tapi api itu juga bisa menunjukkan dengan jelas di
mana kita berada, selain kalau kita berteriak."
Di pojok paling rendah dan paling terlindung di lembah itu, mereka
menyalakan api dan menyiapkan makanan. Bayang-bayang senja mulai turun, dan
Halaman | 200 The Lord of The Rings hawa mulai dingin. Tiba-tiba mereka menyadari bahwa mereka sudah lapar sekali,
karena mereka tidak makan apa pun sejak sarapan; tapi mereka hanya berani
membuat makan malam sederhana saja. Negeri di depan mereka kosong dari
semua makhluk hidup, kecuali burung dan hewan, tempat-tempat tidak ramah yang
ditinggalkan semua bangsa di dunia. Kadang-kadang para Penjaga Hutan lewat di
seberang perbukitan, tapi jumlahnya hanya sedikit dan mereka tidak bermalam.
Pengembara lain sangat langka, dan dari jenis jahat: sesekali bangsa troll
berkeliaran keluar dari lembah-lembah utara Pegunungan Berkabut. Hanya di Jalan
bisa ditemukan pelancong, paling sering orang-orang kerdil, bergegas untuk
urusan mereka sendiri, dan tidak suka memberikan pertolongan atau berbicara dengan
orang asing "Entah apakah persediaan makanan kita bisa mencukupi," kata Frodo. "Kita
sudah cukup hati-hati dalam beberapa hari terakhir, dan makan malam ini bukan
pesta; tapi kita sudah menghabiskan lebih banyak daripada seharusnya, kalau kita
masih harus berjalan selama dua minggu, dan mungkin lebih."
"Ada makanan di belantara," kata Strider, "buah berry, akar-akaran, dan
tanaman; dan aku punya keterampilan sebagai pemburu bila diperlukan. Kau tidak
perlu takut mati kelaparan sebelum musim dingin tiba. Tapi mengumpulkan dan
menangkap makanan adalah pekerjaan panjang dan melelahkan, dan kita perlu
buru-buru. Jadi, kencangkan ikat pinggang kalian, dan pikirkan penuh harapan
meja-meja makan di rumah Elrond!"
Hawa dingin semakin menusuk, sementara hari semakin gelap.
Mengintip keluar dari lembah, mereka sekarang hanya bisa melihat tanah
kelabu yang menghilang cepat ke dalam bayang-bayang. Langit di alas sudah
jernih lagi, dan perlahan-lahan terisi bintang-bintang yang berkelap-kelip.
Frodo dan kawan-kawannya meringkuk mengelilingi api, terbungkus dengan segala
macam busana dan selimut yang mereka miliki; tapi Strider sudah puas dengan
satu mantel, dan duduk agak menjauh, sambil mengisap pipanya dengan
termenung. Saat malam tiba dan nyala api mulai terang Strider menceritakan dongengdongeng
pada mereka, untuk mengalihkan benak mereka dari ketakutan. Ia tahu
banyak riwayat dan legenda dari zaman dulu, tentang Peri dan Manusia, perbuatan
baik dan jahat di Zaman Peri. Mereka bertanya dalam hati, berapa usia Strider,
dan di mana ia belajar semua kisah itu.
"Ceritakan tentang Gil-galad," kata Merry tiba-tiba, ketika Strider berhenti
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 201 sebentar di akhir cerita tentang Kerajaan-Kerajaan Peri. "Apakah kau tahu lebih
banyak tentang syair kuno yang kaubicarakan tadi?"
"Memang," jawab Strider. "Begitu juga Frodo, karena itu berhubungan erat
dengan kita." Merry dan Pippin memandang Frodo yang sedang menatap ke dalam
api. "Aku hanya tahu sedikit yang diceritakan Gandalf padaku," kata Frodo
perlahan. "Gil-galad adalah yang terakhir dari raja-raja agung bangsa Peri di
Dunia Tengah. Gil-galad berarti sinar bintang dalam bahasa Peri. Dengan Elendil,
sahabat kaum Peri, dia pergi ke negeri..."
"Jangan!" Strider memotong, "menurutku dongeng itu jangan diceritakan
sekarang, saat anak buah Musuh berada di dekat kita. Kalau kita berhasil
mencapai rumah Elrond, kalian bisa mendengarnya di sana, diceritakan
selengkapnya." "Kalau begitu, ceritakan dongeng lain dari masa lalu," pinta Sam, 'dongeng
tentang bangsa Peri sebelum masa hilangnya. Aku ingin sekali mendengar lebih
banyak tentang kaum Peri; kegelapan terasa begitu mencekam."
"Akan kuceritakan kisah Tinuviel," kata Strider, "singkat saja, karena ini kisah
panjang yang akhirnya tidak diketahui; dan sekarang tidak ada yang ingat dengan
betul kisah ini, seperti diceritakan di masa lalu, kecuali Elrond. Suatu kisah
indah, meski sedih, seperti semua dongeng Dunia Tengah, namun mungkin kisah ini bisa
membangkitkan semangat kalian." ia diam sejenak, lalu mulai menyanyi perlahan,
bukannya berbicara, Dedaunan panjang, rumput hijau, Tinggi indah pepohonan cemara, Dan di
padang tampak cahaya kemilau Bintang-bintang berkelip di keremangan Tinuviel
menari di sana Diiringi nada suling indah memukau, Cahaya bintang gemerlap di
rambutnya, Pun di pakaiannya berkilauan.
Datang Beren dari pegunungan dingin nan sepi, Di bawah dedaunan tersesat
mengembara, Menyusuri sepanjang tepi Sungai Peri Melangkah sendiri, dicekam
kepedihan. Mengintip di antara ranting-ranting cemara Terpesona oleh bungabunga
emas indah tak terperi Pada jubah dan lengan si gadis jelita, Dan rambutnya
yang terurai, sekelam bayangan.
Terpesona ia oleh pemandangan itu Kakinya yang letih seketika pulih; Kuat
dan tangkas, ia bergegas maju, Menggapai alur-alur sinar bulan kemilau. Di rimba
belantara hutan Peri Tinuviel lari dengan kaki-kaki lincah berpacu, Dan
tinggallah Beren mengembara sendiri Di belantara sepi, mendengarkan terpukau.
Halaman | 202 The Lord of The Rings Sering ia dengar tapak-tapak lincah Kaki-kaki ringan bagai tanpa suara, Atau
musik yang memancar di bawah tanah, Tersembunyi bergetar di liang-liang.
Kini layu tergeletak berkas-berkas cemara, Berguguran satu per satu sambil
mendesah Daun-daun beech ikut berjatuhan pula Di hutan musim dingin
melayanglayang. Beren s'lalu mencari si gadis Peri Di hamparan tebal daun-daun berguguran,
Di bawah cahaya bulan dan bintang yang berseri Di angkasa dingin dan berembun
beku. Jubah Tinuviel gemerlap di bawah sinar rembulan, Seperti di puncak bukit
nan jauh dan tinggi Ia menari, dan di kakinya bertaburan Kabut perak yang
gemetar malu-malu. Musim dingin berlalu, Tinuviel datang lagi, Nyanyiannya membangunkan
musim semi, Bagai hujan rintik dan burung penyanyi, Mencairkan air yang dingin
beku. Di kakinya merekah bunga-bunga Peri Berkembang indah dan berseri
kembali Ingin Beren menari dan bernyanyi Di atas rumput bersamanya selalu.
Beren datang menghampiri, namun Tinuviel lari. Tinuviel! Tinuviel!
Dipanggilnya nama si gadis Peri; Si gadis pun berhenti, bagai tersihir Sesaat
tertegun si gadis Tinuviel Terpikat suara Beren yang menggugah hati, Beren
mendatangi, dan luluhlah Tinicviel Oleh pesona yang mengikatnya sampai akhir.
Kala menatap mata Tinuviel si Jelita Yang tersembunyi bayangan rambutnya,
Tampak oleh Beren tercermin di dalamnya.
Kemilau bintang-bintang yang gemetar perlahan
Tinuviel nan cantik memesona,
Gadis Peri yang bijaksana,
Mengurai rambutnya menutupi dirinya
Dan lengan-lengannya yang gemerlap keperakan.
Nasib membawa mereka mengembara,
Lewat gunung berbatu dingin kelabu,
Lewat lorong besi dan pintu kegelapan nan menyiksa,
Dan hutan bayangan tanpa harapan.
Dipisahkan Samudra luas yang menderu,
Sebelum akhirnya kembali berjumpa,
Kini mereka t'lah lama berlalu
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 203 Bernyanyi tanpa duka, di dalam hutan.
Strider menarik napas panjang, dan berhenti sebelum berbicara lagi. "Itu
sebuah lagu," katanya, "di antara kaum Peri disebut anntennath, tapi sulit
diterjemahkan ke dalam Bahasa Umum, dan ini hanya gema kasar dari lagu itu.
Lagu ini menceritakan perjumpaan Beren, putra Barahir, dengan Luthien Tinuviel.
Beren manusia biasa, tapi Luthien adalah putri Thingol, raja Peri di Dunia
Tengah, ketika dunia masih muda; dia gadis tercantik yang pernah ada di antara anak-anak
dunia. Kecantikannya seperti bintang-bintang di atas kabut negeri-negeri Utara,
dan wajahnya bercahaya. Di masa itu, Musuh Besar tinggal di Angband di Utara,
dan Sauron hanyalah anak buahnya. Bangsa Peri dari Barat kembali ke Dunia
Tengah untuk berperang dengannya, demi merebut kembali Silmaril yang telah
dicurinya; nenek moyang Manusia mendukung para Peri. Tapi Musuh menang dan
Barahir tewas dibunuh. Beren, yang melarikan diri melalui bahaya besar, pergi
lewat Pegunungan Teror, masuk ke Kerajaan Thingol yang tersembunyi di hutan
Neldoreth. Di sana dia melihat Luthien menyanyi dan menari di padang, di sisi
Sungai Esgalduin yang tersihir; Beren menamainya Tinuviel, artinya burung bulbul
dalam bahasa kuno. Banyak penderitaan menimpa mereka setelah itu, dan mereka
terpisah untuk waktu lama. Tinuviel menyelamatkan Beren dari penjara bawah
tanah Sauron, dan bersama-sama mereka melewati bahayabahaya besar, bahkan
menjatuhkan Musuh Besar dan takhtanya, dan mengambil dan mahkota besinya
satu dari tiga Silmaril, yang paling cemerlang di antara semua berlian, untuk
maskawin Luthien kepada Thingol ayahnya. Namun pada akhirnya Beren dibunuh
Serigala yang datang dari gerbang Angband, dan dia mail di pelukan Tinuviel.
Tapi Tinuviel memilih menjadi manusia biasa, dan mati di dunia, agar bisa menyusul
Beren; dalam lagunya dikatakan bahwa mereka berjumpa lagi di seberang
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Samudra Pemisah, hidup lagi bersama-sama selama suatu masa singkat di hutan
hijau, mereka mati lama berselang, meninggalkan dunia fana ini. Begitulah, hanya
Luthien Tinuviel dan bangsa Peri yang mati dan meninggalkan dunia, dan mereka
kehilangan dia yang paling mereka cintai. Tapi dari keturunannya muncul garis
silsilah bangsawan Peri masa lampau yang turun di antara Manusia. Sampai
sekarang keturunannya masih hidup, dan konon silsilahnya tidak akan pernah
berhenti. Elrond dan Rivendell termasuk sanaknya. Karena dan Beren dan Luthien
lahirlah ahli waris Dior Thingol; dan dari dia turun Elwing the White yang
dinikahi Earendil, dia yang berlayar dengan kapalnya, keluar dari kabut dunia, masuk ke
lautan surga, dengan Silmaril di dahinya. Dan dari Earendil lahirlah Raja-raja
dan Numenor, yaitu Westernesse."
Halaman | 204 The Lord of The Rings Sementara Strider berbicara, mereka memperhatikan wajahnya yang
bergairah aneh, disinari cahaya remang-remang nyala api merah. Matanya
berbinar, suaranya dalam dan gagah. Di atasnya terbentang langit gelap
berbintang. Mendadak cahaya pucat muncul dari atas mahkota Weathertop di
belakang Strider. Bulan yang semakin besar mendaki perlahan ke atas bukit yang
melindungi mereka, dan bintang-bintang di atas puncak bukit memudar.
Kisah itu berakhir. Para hobbit bergerak dan meregangkan tubuh. "Lihat!" kata
Merry. "Bulan sudah tinggi: pasti sudah larut malam."
Yang lain juga menengadah. Ketika itulah mereka melihat di puncak bukit
sesuatu yang kecil dan gelap, berlatar belakang kilauan bulan yang sedang naik.
Mungkin juga sesuatu itu hanya sebuah baru besar atau karang menonjol yang
kena cahaya pucat. Sam dan Merry bangkit dan menjauh dari api. Frodo dan Pippin tetap duduk
diam. Strider memperhatikan cahaya bulan di atas bukit dengan cermat. Semua
diam dan tenang, tapi Frodo merasa ketakutan, setelah Strider tidak berbicara
lagi. Ia meringkuk lebih dekat ke api. Pada saat itu Sam berlari kembali dari pinggir
lembah. "Aku tidak tahu apa itu," katanya, "tapi tiba-tiba aku merasa takut. Aku tidak
berani keluar dan lembah ini; aku merasa sesuatu sedang merangkak naik di
lerengnya." "Apakah kau melihat sesuatu?" tanya Frodo sambil melompat bangkit.
"Tidak, Sir. Aku tidak melihat apa pun, tapi aku tidak berhenti untuk melihat."
"Aku melihat sesuatu," kata Merry, "atau kupikir begitu di sebelah barat sana,
di mana sinar bulan jatuh ke atas dataran rendah di balik bayangan puncak bukit,
aku menyangka ada dua atau tiga sosok hitam. Kelihatannya mereka bergerak ke
arah sini." "Tetaplah dekat ke api, dengan wajah menghadap ke luar!" teriak Strider.
"Siapkan beberapa tongkat panjang di tangan kalian!"
Untuk waktu lama, hampir tanpa bernapas, mereka duduk di sana, diam dan
waspada, membelakangi api, masing-masing menatap ke dalam kekelaman di
sekitar. Tak ada yang terjadi. Tak ada bunyi atau gerakan di malam itu. Frodo
bergerak, merasa perlu memecah kesunyian: ia ingin sekali berteriak keras.
"Sst!" bisik Strider. "Apa itu?" Pippin menarik napas kaget pada saat
bersamaan. Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 205 Dari atas bibir lembah kecil itu, di sisi yang jauh dari bukit, mereka merasa
sebuah bayangan muncul, satu bayangan atau lebih dari satu. Mereka mengamati
lebih tajam, dan bayangan-bayangan itu seolah bertambah. Tak lama kemudian,
tak bisa diragukan lagi: tiga atau empat sosok tinggi gelap berdiri di lereng,
memandang mereka. Begitu hitam, hingga tampak bagaikan lubang hitam dalam
keremangan di belakang. Frodo merasa mendengar desis samar-samar, seperti
napas beracun, dan ada hawa dingin yang menusuk tajam. Lalu sosok-sosok itu
perlahan-lahan mendekat. Kengerian melanda Pippin dan Merry, dan mereka tiarap ke tanah. Sam
mengerut ke sisi Frodo. Frodo sama ngerinya dengan kawan-kawannya; ia
gemetar, seakan-akan sangat kedinginan, tapi ketakutannya tertelan dalam suatu
godaan mendadak untuk memasang Cincin-nya. Hasrat ini mencengkeramnya, dan
ia tak bisa memikirkan hal lain. Ia tidak lupa Barrow, juga tidak lupa pesan
Gandalf; tapi seolah ada yang mendorongnya untuk tidak mengacuhkan semua peringatan,
dan ia sangat ingin menyerah. Bukan karena berharap bisa melarikan diri, atau
melakukan sesuatu, baik ataupun buruk: ia hanya merasa harus mengambil Cincin
itu dan memasangnya di jarinya. Ia tak mampu berbicara. Ia merasa Sam
memandangnya, seolah tahu bahwa majikannya sedang dalam kesulitan besar,
tapi Frodo tak bisa menoleh kepadanya. Ia memejamkan mata dan berjuang untuk
beberapa saat; tapi kemudian ia tak tahan lagi. Akhirnya perlahan-lahan ia
mengeluarkan rantainya, dan menyelipkan Cincin itu di jari telunjuk tangan
kirinya. Dalam sekejap, meski semua yang lain tetap seperti sebelumnya, remangremang dan
gelap, sosok-sosok itu menjadi jelas sekali. Ia mampu melihat
menembus selubung hitam mereka. Ada lima sosok tinggi: dua berdiri di bibir
lembah, tiga maju mendekat. Pada wajah putih mereka menyala mata yang tajam
dan tidak kenal kasihan; di bawah mantel mereka ada jubah kelabu panjang; di
atas rambut mereka yang kelabu ada topi baja dari perak; di tangan mereka yang
kurus kering ada pedang baja. Mata mereka menemukan dirinya dan menusuknya,
saat mereka lari mendekati. Dengan nekat ia menghunus pedangnya. Pedang itu
menyala merah, seperti sebatang puntung berapi. Dua dari sosok itu berhenti.
Yang ketiga lebih tinggi daripada yang lain: rambutnya panjang mengilat, dan di
atas topi bajanya ada mahkota. Di satu tangan ia memegang pedang panjang, dan
di tangan lainnya sebilah pisau; pisau dan tangan yang memegangnya sama-sama
bersinar dengan cahaya pucat. Ia melompat maju dan menghantam Frodo.
Tepat pada saat itu Frodo melemparkan diri ke depan, ke atas tanah, dan ia
mendengar dirinya sendiri berteriak nyaring, Oh Elbereth! Gilthoniel! Pada saat
Halaman | 206 The Lord of The Rings yang sama ia memukul kaki musuhnya. Teriakan nyaring terdengar di malam
kelam, dan Frodo merasa perih, seakan-akan sebatang anak panah dari es
beracun menembus pundak kirinya. Ketika pingsan, ia menangkap sekilas-seolah
melalui kabut yang berputar-putar-sosok Strider meloncat keluar dari kegelapan
dengan tongkat kayu menyala di kedua tangannya. Dengan upaya terakhir, sambil
menjatuhkan pedangnya, Frodo melepaskan Cincin di jarinya dan
menggenggamnya erat-erat dalam kepalan tangannya.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 207 Pelarian Ke Ford Ketika Frodo sadar kembali, ia masih mencengkeram Cincin itu dengan erat.
Ia berbaring dekat api, yang sekarang sudah ditumpuk tinggi dan menyala terang
sekali. Ketiga kawannya membungkuk di atasnya.
"Apa yang terjadi" Di mana raja pucat itu?" tanya Frodo liar.
Sesaat mereka terlalu gembira mendengar ia berbicara, sehingga tidak
langsung menjawabnya; lagi pula, mereka tidak memahami pertanyaannya.
Akhirnya ia tahu dari Sam bahwa mereka tidak melihat apa pun, kecuali
bentukbentuk samar-samar dan gelap yang datang ke arah mereka. Mendadak dengan
ngeri Sam menyadari majikannya sudah hilang; pada scat itu sebuah bayangan
hitam berlari melewatinya, dan ia jatuh. Ia mendengar suara Frodo, tapi
seakanakan datang dari jauh sekali, atau dari bawah tanah, meneriakkan kata-kata
aneh. Mereka tidak melihat apa pun lagi, sampai mereka tersandung tubuh Frodo yang
berbaring seperti mati, wajah tertelungkup di atas rumput, dengan pedangnya di
bawahnya. Strider menyuruh mereka mengangkatnya dan membaringkannya di
dekat api, lalu ia menghilang. Sekarang semua itu sudah cukup lama berlalu.
Sam jelas sudah mulai meragukan Strider lagi; tapi sementara mereka
berbicara, Strider kembali, muncul tiba-tiba dari kegelapan. Mereka bergerak
kaget, dan Sam menghunus pedangnya, sambil berdiri di atas Frodo; tapi Strider dengan
cepat berjongkok di sisinya.
"Aku bukan Penunggang Hitam, Sam," katanya lembut, " juga tidak
bersekongkol dengan mereka. Aku tadi berupaya mencari tahu tentang gerakan
mereka; tapi aku tidak menemukan apa pun. Aku tidak mengerti, mengapa mereka
pergi dan tidak menyerang lagi. Tapi sekarang tidak ada perasaan tentang
kehadiran mereka di mana pun."
Setelah mendengar cerita Frodo, Strider menjadi sangat khawatir. Ia
menggelengkan kepala dan mengeluh, lalu menyuruh Pippin dan Merry
memanaskan sebanyak mungkin air yang bisa mereka tampung dalam ceret kecil
mereka, dan membasuh luka Frodo dengan itu. "Jaga agar api tetap bagus, dan
usahakan Frodo tetap hangat!" katanya. Lalu ia bangkit dan berjalan menjauh,
memanggil Sam. "Rasanya sekarang aku lebih memahami hal ini," katanya dengan
suara rendah. "Kelihatannya hanya ada lima orang di pihak musuh. Mengapa
mereka tidak semua di sini, aku tidak tahu; tapi kurasa mereka tak menduga akan
mendapat perlawanan. Mereka mundur untuk sementara. Tapi tidak jauh. Mereka
Halaman | 208 The Lord of The Rings akan kembali lain kali, kalau kita tak bisa lari. Mereka hanya menunggu, karena
mengira tujuan mereka sudah hampir tercapai, dan bahwa Cincin itu tak bisa
terbang lebih jauh lagi. Aku cemas mereka mengira majikanmu sudah mendapat
luka mematikan, yang akan membuatnya menyerah menuruti kemauan mereka.
Kita lihat saja!" Sam tercekik menahan tangis. "Jangan putus asa!" kata Strider. "Kau harus
mempercayai aku sekarang. Frodo-mu ternyata lebih tangguh daripada yang
kuduga, meski Gandalf sudah memperkirakan hal itu. Dia tidak tewas, dan kurasa
dia akan sanggup melawan kekuatan jahat dari lukanya, lebih lama daripada yang
diharapkan musuh-musuhnya. Aku akan berusaha sebisaku untuk membantu dan
menyembuhkannya. Jagalah dia baik-baik, sementara aku pergi!" Strider bergegas
pergi dan lenyap kembali ditelan kegelapan.
Frodo tertidur sebentar, meski rasa pedih dari lukanya lambat lawn semakin
berat, dan rasa dingin yang mematikan menyebar dari pundaknya ke tangan dan
sisi tubuhnya. Kawan-kawannya menjaganya, menghangatkannya, dan membasuh
lukanya. Malam berlalu perlahan dan melelahkan. Fajar mulai merebak di langit,
dan lembah kecil itu mulai dipenuhi cahaya kelabu, ketika Strider akhirnya
kembali. "Lihat!" teriak Strider; sambil membungkuk ia memungut sebuah jubah hitam
yang tergeletak di tanah, tersembunyi kegelapan. Satu kaki di atas kelimannya
ada sayatan. "Ini bekas sapuan pedang Frodo," katanya. "Aku khawatir ini satu-
satunya cedera yang diderita musuh; karena dia tak bisa terluka, dan semua mata pisau
yang menusuk Raja mengerikan itu pasti hancur. Yang lebih mematikan untuknya
adalah nama Elbereth."
"Dan lebih mematikan untuk Frodo adalah ini!" ia membungkuk lagi dan
mengangkat sebuah pisau panjang tipis. Ada kilauan dingin di dalamnya. Saat
Strider mengangkatnya di bawah cahaya yang semakin terang, mereka
memandang keheranan, karena mata pisau itu tampaknya melebur dan lenyap
seperti asap di udara, meninggalkan pangkalnya di tangan Strider.
"Aduh!" teriaknya. "Inilah pisau terkutuk yang menimbulkan luka ini. Pada
masa sekarang, hanya sedikit orang yang punya keahlian menyembuhkan, untuk
menandingi senjata jahat seperti itu. Tapi aku akan berusaha semampuku."
Strider duduk di tanah, mengambil pangkal pisau itu dan meletakkannya di
lututnya, sambil menyanyikan lagu lambat dalam bahasa asing. Lalu ia
menyisihkan pisau itu dan berbicara dengan nada lembut kepada Frodo, dengan
kata-kata yang tak bisa ditangkap oleh yang lain. Dari tas pinggangnya ia
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 209 mengeluarkan beberapa helai daun panjang.
"Daun-daun ini," katanya, "sudah kucari jauh sekali; karena tanaman ini tidak
tumbuh di bukit-bukit gersang, melainkan di semak-semak jauh di selatan Jalan.
Aku menemukannya dalam kegelapan, dengan mencium bau daunnya." ia
menghancurkan satu dengan jarinya, dan daun itu mengeluarkan ban manis dan
pedas. "Untung aku bisa menemukannya, sebab inilah tanaman penyembuh yang
dibawa Manusia dari Barat ke Dunia Tengah. Mereka menamakannya athelas,
sekarang jarang tumbuh dan hanya ada di tempat-tempat mereka pernah tinggal
atau berkemah di masa lalu; daun ini tidak dikenal di Utara, kecuali oleh
beberapa pengembara di Belantara. Daun ini punya banyak manfaat bagus, tapi untuk luka
semacam ini mungkin kekuatan penyembuhannya tidak seberapa."
Ia melemparkan daun-daun itu ke dalam air mendidih dan membasuh bahu
Frodo. Wangi uapnya sangat menyegarkan, dan mereka yang tidak terluka merasa
pikiran mereka menjadi tenang dan jernih. Tanaman itu juga berpengaruh terhadap
luka Frodo, sebab Frodo merasa kepedihan dan rasa dingin membeku di sisi
tubuhnya agak berkurang; tapi tangannya masih tetap mati rasa, dan ia tak bisa
mengangkat atau menggunakannya. Dengan getir ia menyesali kebodohannya,
dan mengomeli dirinya sendiri karena kelemahannya; sekarang ia sadar bahwa
dengan memakai Cincin itu ia bukan mengikuti hasratnya sendiri, melainkan
mengikuti kemauan Musuh yang menguasainya. Ia bertanya dalam hati, apakah ia
akan selamanya cacat, dan bagaimana mereka akan berhasil meneruskan
perjalanan. Ia merasa terlalu lemah untuk berdiri.
Yang lainnya juga sedang membahas pertanyaan tersebut. Mereka
mengambil keputusan cepat untuk meninggalkan Weathertop sesegera mungkin.
"Kurasa musuh sudah mengawasi tempat ini sejak lama," kata Strider. "Kalau
Gandalf pernah ke sini, maka dia terpaksa menyingkir dan tidak akan kembali.
Bagaimanapun, kita akan berada dalam bahaya besar di sini setelah gelap, sejak
penyerangan semalam. Kalaupun kita pergi, hampir tak mungkin kita bertemu
bahaya yang lebih besar."
Begitu hari terang, mereka makan tergesa-gesa dan berkemas. Frodo tak
mampu berjalan, maka mereka membagi bagian terbesar bawaan mereka di antara
mereka berempat, dan menempatkan Frodo di alas kuda. Dalam beberapa hari
terakhir, hewan malang itu sudah banyak mengalami kemajuan; ia bahkan sudah
kelihatan lebih gemuk dan kuat, dan mulai menunjukkan rasa sayang kepada
majikan-majikannya yang baru, terutama Sam. Pasti perlakuan Bill Ferny
kepadanya buruk sekali, sampai-sampai perjalanan di hutan malah terasa jauh
Halaman | 210 The Lord of The Rings lebih baik daripada kehidupannya yang lama.
Mereka berangkat ke arah selatan. Ini berarti harus menyeberangi Jalan, tapi
itulah rute tercepat untuk sampai ke wilayah yang lebih banyak hutannya. Dan
mereka butuh makanan; karena Strider mengatakan Frodo harus tetap hangat,
terutama di malam hari, sementara api bisa memberikan perlindungan bagi mereka
semua. Strider juga berniat memperpendek perjalanan mereka dengan memotong
satu lagi lengkungan besar Jalan; ke arah timur melewati Weathertop, jalan itu
berubah haluan dan membelok lebar ke arah utara.
Mereka berjalan perlahan dan hati-hati mengitari lereng bukit sebelah barat
daya, dan setelah beberapa saat mereka sampai ke pinggir jalan. Tak ada
tandatanda adanya para Penunggang. Tapi sementara bergegas menyeberangi Jalan,
mereka mendengar dua teriakan di kejauhan: sebuah suara dingin memanggil dan
suara dingin lain menjawab. Dengan gemetar mereka melompat dan berlari ke
belukar yang ada di depan. Tanah di depan mereka melandai ke selatan, tapi liar
dan tak ada jejak jalan: semak-semak dan pohon-pohon kerdil tumbuh dalam
kerumunan rapat, dengan banyak tempat kosong di antaranya. Rumput jarang
sekali, kasar dan kelabu; dan dedaunan di semak-semak sudah pudar dan rontok.
Suatu wilayah yang tidak menyenangkan. Mereka hanya berbicara sedikit, sambil
berjalan susah payah. Frodo sangat sedih ketika melihat mereka berjalan dengan
kepala tertunduk dan Punggung bungkuk dibebani bawaan. Bahkan Strider tampak
letih dan tidak bersemangat.
Sebelum perjalanan hari pertama selesai, rasa sakit Frodo semakin
bertambah, tapi ia tidak mengungkapkannya untuk waktu lama. Empat hari berlalu,
tanpa banyak perubahan pada tanah ataupun pemandangan, kecuali bahwa di
belakang mereka Weathertop tenggelam perlahan-lahan, dan di depan mereka
pegunungan di kejauhan semakin dekat. Namun sejak bunyi teriakan tadi, mereka
tidak melihat atau mendengar tanda bahwa musuh sudah mengetahui pelarian
mereka atau mengejar mereka. Mereka merasa takut pada saat-saat gelap, dan
bergantian berjaga berpasangan di malam hari, setiap saat mengira akan melihat
sosok-sosok hitam mengikuti mereka di malam kelabu, disinari samar-samar oleh
bulan yang terselubung awan; tapi mereka tidak melihat apa pun, tidak mendengar
suara kecuali desiran daun dan rumput layu. Tak sekali pun mereka merasakan
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kehadiran kejahatan yang menyerang mereka sebelum penyerbuan di lembah.
Rasanya terlalu berlebihan untuk berharap bahwa para Penunggang itu sudah
kehilangan jejak mereka lagi. Mungkin mereka sedang menunggu untuk
menghadang di suatu tempat sempit"
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 211 Pada akhir hari kelima, tanah sekali lagi mulai menanjak landai, keluar dari
lembah lebar yang telah mereka turuni. Strider sekarang memutar arah mereka ke
timur laut lagi, dan pada hari keenam mereka sampai di puncak sebuah lereng
yang mendaki panjang, dan melihat di kejauhan sekelompok bukit berhutan. Jauh
di bawah mereka terlihat Jalan menyapu melingkari kaki bukit-bukit itu; dan di
sebelah kanan mereka, sebuah sungai kelabu berkilau pucat di bawah sinar
matahari yang tipis. Di kejauhan mereka melihat sungai lain lagi, di lembah
berbatu yang setengah terselubung kabut.
"Aku khawatir kita terpaksa kembali ke Jalan untuk beberapa waktu," kata
Strider. "Sekarang kita sudah sampai di Sungai Hoarwell, yang oleh bangsa Peri
disebut Mitheithel. Sungai ini mengalir keluar dari Ettenmoors, dataran tinggi
berbatu tempat bangsa troll di sebelah utara Rivendell, dan bergabung dengan
Loudwater di Selatan. Beberapa orang menyebutnya Greyflood setelah itu.
Sungainya besar sekali sebelum bermuara di Laut. Tak ada jalan melintasi
sumbernya di Ettenmoors, kecuali melewati Jembatan Terakhir yang dilintasi
Jalan." "Sungai apa itu yang jauh di sana?" tanya Merry.
"Itu Loudwater, Bruinen dari Rivendell," jawab Strider. "Jalan menyusuri
pinggiran bukit, sepanjang beberapa mil dari Jembatan, sampai ke Ford di
Bruinen. Tapi aku belum memikirkan bagaimana kita akan menyeberangi sungai itu. Satu
per satu sajalah! Kita akan beruntung kalau tidak ada rintangan menghadang di
Jembatan Terakhir." Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, mereka turun lagi ke pinggir Jalan. Sam
dan Strider berjalan di muka, tapi tidak menemukan tanda-tanda pelancong
ataupun penunggang kuda. Di sini, di bawah bayangan pepohonan, hujan sudah
turun beberapa waktu yang lalu. Strider memperkirakan hujan itu jatuh dua hari
yang lalu, dan sudah menghilangkan semua jejak kaki. Tidak ada penunggang
kuda yang lewat, sejauh ia bisa melihat.
Mereka bergegas secepat mungkin, dan setelah satu-dua mil mereka melihat
Jembatan Terakhir di depan, pada dasar lereng pendek yang curam. Mereka takut
akan melihat sosok-sosok hitam menunggu di sana, tapi ternyata tidak ada satu
pun. Strider menyuruh mereka bersembunyi di dalam belukar di sisi Jalan,
sementara ia main untuk menyelidiki.
Tak berapa lama kemudian, ia bergegas kembali. "Aku tidak melihat tandatanda ada
musuh," katanya, "dan aku sangat ingin tahu apa artinya itu. Tapi aku
Halaman | 212 The Lord of The Rings menemukan sesuatu yang sangat aneh."
Ia mengulurkan tangannya, dan menunjukkan sebutir permata hijau pucat.
"Aku menemukannya di dalam lumpur di tengah Jembatan," katanya. "Ini beryl,
batu permata Peri. Apakah memang diletakkan di sana, atau jatuh tanpa sengaja,
aku tidak tahu; tapi ini memberiku harapan. Aku akan menganggapnya tanda
bahwa kita boleh melewati Jembatan; tapi di luar itu aku tidak berani tetap
berjalan di Jalan, tanpa suatu tanda yang lebih jelas."
Segera mereka berjalan lagi. Mereka menyeberangi Jembatan dengan
selamat, tidak mendengar bunyi apa pun kecuali bunyi air berputar-putar menabrak
ketiga lengkungan jembatan itu. Satu mil dari sana mereka menjumpai sebuah
jurang yang menjulur ke arah utara, melewati tanah terjal di sebelah kiri Jalan.
Di sini Strider membelok, dan segera mereka hilang di tengah negeri suram dengan
pohon-pohon gelap berbelok-belok melalui kaki perbukitan yang cemberut.
Para hobbit senang meninggalkan negeri yang muram dan Jalan yang
berbahaya di belakang mereka; tapi negeri baru ini malah tampak mengancam dan
tidak ramah. Saat mereka maju, bukit-bukit di sekitar mereka semakin tinggi. Di
sana-sini, di atas dataran tinggi dan punggung bukit, mereka menangkap sekilas
pemandangan tembok-tembok batu kuno dan puing-puing menara: mereka tampak
mengancam. Frodo, yang tidak berjalan kaki, mempunyai waktu untuk memandang
ke depan dan berpikir. Ia ingat cerita Bilbo tentang perjalanannya dan
menaramenara mengancam di perbukitan sebelah utara Jalan, di negeri dekat hutan
Troll, di mana ia mengalami petualangan seriusnya yang pertama. Frodo menduga
sekarang mereka berada di wilayah yang sama, dan ia bertanya dalam hati,
apakah mungkin mereka akan lewat di dekat tempat yang sama.
"Siapa yang tinggal di negeri ini?" tanya Frodo. "Dan siapa yang membangun
menara-menara ini" Apakah ini negeri troll?"
"Bukan!" kata Strider. "Troll tidak membangun. Tidak ada yang hidup di negeri
ini. Manusia pernah tinggal di sini, berabad-abad yang lalu; tapi sekarang tidak
ada lagi. Mereka menjadi bangsa jahat, menurut dongengdongeng, karena mereka
jatuh di bawah bayangan Angmar. Tapi semua musnah dalam perang yang
membawa Kerajaan Utara ke kehancurannya. Tapi itu sudah begitu lama berlalu,
hingga bukit-bukit pun sudah melupakan mereka, meski bayangan gelap masih
menggantung di atas negeri ini."
"Di mana kau belajar kisah-kisah seperti itu, kalau semua negeri kosong dan
pelupa?" tanya Peregrin. "Burung-burung dan hewan tidak menceritakan kisah-
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 213 kisah semacam itu." "Pewaris-pewaris Elendil tidak lupa semua kejadian di masa lalu," kata Strider,
"dan banyak lagi hal yang bisa kuceritakan masih diingat di Rivendell."
"Seringkah kau ke Rivendell?" tanya Frodo.
"Sering," kata Strider. "Aku pernah tinggal di sana, dan aku masih kembali ke
sana kalau bisa. Hatiku ada di sana; tapi bukan takdirku untuk duduk diam, meski
di rumah indah milik Elrond."
Sekarang mereka mulai dikurung perbukitan. Jalan di belakang mereka masih
tetap menuju Sungai Bruinen, tapi keduanya sekarang tertutup dari pandangan.
Para pelancong itu masuk ke sebuah lembah panjang; sempit, dengan belahan
dalam, gelap, dan sepi. Pohon-pohon dengan akar-akar tua dan terpelintir
menggantung di atas batu karang, dan menumpuk di belakang menjadi lereng
hutan cemara yang mendaki.
Para hobbit mulai kelelahan. Mereka maju sangat lambat, karena terpaksa
memilih, jalan melalui' pedalaman, dibebani pohon-pohon tumbang dan batu-batu
yang terguling. Selama mungkin mereka menghindari mendaki, demi Frodo, dan
karena memang sulit untuk mencari jalan naik keluar dari lembah-lembah sempit
itu. Mereka sudah dua hari berada di negeri itu ketika cuaca menjadi basah.
Angin mulai berembus terus dari Barat, mencurahkan air dari lautan jauh ke atas
kepalakepala bukit yang gelap, dalam hujan rintikrintik yang membuat basah
kuyup. Di malam hari mereka semua basah kuyup, dan mereka bermalam dengan muram,
karena tidak berhasil menyalakan api. Hari berikutnya perbukitan semakin tinggi
dan lebih terjal di depan mereka, dan mereka terpaksa berbalik ke utara, keluar
dari jalur arah semula. Strider rupanya mulai cemas: mereka sudah hampir sepuluh
hari keluar dari Weathertop, dan persediaan makanan sudah sangat menipis.
Hujan terus turun. Malam itu mereka bermalam di suatu dataran berbatu, dengan tembok batu
karang di belakang, di mana ada sebuah gua pendek, hanya semacam cekungan
di dalam batu karang. Frodo resah. Hawa dingin dan basah membuat lukanya
semakin pedih, rasa sakit dan dingin yang mematikan menghilangkan kantuk. Ia
berbaring gelisah, can mendengarkan bunyi-bunyi malam dengan perasaan takut:
angin di celah-celah pecahan batu karang, air menetes, keriutan, bunyi geletar
jatuh batu yang tiba-tiba terlepas. Ia merasa ada sosok-sosok hitam mendekat
untuk mencekiknya, tapi ketika ia bangkit duduk, ia tidak melihat apa pun
kecuali punggung Strider yang duduk meringkuk, mengisap pipanya, dan berjaga. Ia
Halaman | 214 The Lord of The Rings berbaring lagi dan bermimpi buruk, di mana ia berjalan di halaman rumput
kebunnya di Shire, tapi halaman itu kelihatan kabur dan samar-samar, kurang
jelas dibanding dengan bayangan-bayangan tinggi hitam yang berdiri memandang dari
atas pagar. Di pagi hari ia terbangun, dan menyadari hujan sudah berhenti. Awan-awan
masih tebal, tapi sudah pecah, dan serpihan-serpihan biru muncul di antaranya.
Angin berubah arah lagi. Mereka tidak berangkat pagi-pagi. Segera sesudah
sarapan yang dingin dan tidak enak, Strider pergi sendirian, menyuruh yang lain
tetap di bawah perlindungan sebuah batu karang, sampai ia kembali. Ia akan
mendaki, kalau bisa, dan mempelajari letak tanah.
Ketika kembali, ia tidak membawa berita gembira. "Kita sudah terlalu jauh ke
utara," katanya, "dan kita harus menemukan cara untuk balik arah ke selatan
lagi. Kalau tetap pada arah sekarang ini, kita akan sampai di Ettendales, jauh di
utara Rivendell. Itu negeri troll, dan tidak begitu kukenal. Mungkin kita bisa mencari
jalan untuk lewat dan sampai di Rivendell dari utara; tapi itu akan makan waktu
terlalu lama, karena aku tidak tahu jalannya, dan makanan kita tidak akan cukup. Jadi,
bagaimanapun kita harus menemukan Ford Bruinen."
Sisa hari itu mereka habiskan dengan merangkak di tanah berbatu. Mereka
menemukan jalan di antara dua bukit yang membawa mereka kt sebuah lembah
yang menjulur ke tenggara, arah yang mereka ingin ambil; tetapi, menjelang
penghujung hari, jalan mereka dihadang punggung dataran tinggi; pinggirannya
yang gelap, pada latar belakang langit, terpecah ke dalam banyak ujung, seperti
gigi-gigi gergaji tumpul. Hanya ada dua pilihan: balik arah atau mendakinya.
Mereka memutuskan mencoba mendakinya, tapi ternyata sangat sulit. Tak
lama kemudian, Frodo terpaksa turun dari kuda dan berjuang dengan berjalan kaki.
Meski begitu, mereka putus asa menaikkan kuda mereka, atau bahkan mencari
jalan untuk mereka sendiri, dengan dibebani begitu banyak barang. Cahaya hampir
hilang, dan mereka semua kelelahan, ketika akhirnya mereka mencapai puncak.
Mereka naik ke atas sebuah pelana sempit di antara dua puncak yang lebih tinggi,
dan tanah turun lagi dengan curam, sedikit lebih jauh dari sana. Frodo
melemparkan tubuhnya ke tanah, dan berbaring menggigil di sana. Tangan kirinya
lumpuh, sisi tubuh serta pundaknya serasa dicengkeram cakar sedingin es.
Pohonpohon dan batubatu di sekitarnya terlihat kabur dan kelam.
"Kita tak bisa pergi lebih jauh lagi," kata Merry pada Strider. "Aku khawatir
ini sudah terlalu berat untuk Frodo. Aku sangat cemas tentang dia.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 215 Apa yang harus kita lakukan" Menurutmu, apakah mereka akan bisa
menyembuhkannya di Rivendell, kalau kita bisa sampai ke sana?"
"Kita lihat saja nanti," kata Strider. "Tak ada lagi yang bisa kulakukan di
belantara; dan justru karena lukanya, aku sangat ingin terus maju. Tapi aku
setuju, kita tak bisa berjalan lebih jauh lagi malam ini."
"Apa masalahnya dengan majikanku?" tanya Sam dengan suara rendah,
memandang memohon pada Strider. "Lukanya kecil, dan sudah tertutup. Tidak ada
yang kelihatan, kecuali bekas putih di pundaknya."
"Frodo sudah disentuh senjata Musuh," kata Strider, "dan ada semacam racun
atau kekuatan jahat yang berada di luar kemampuanku untuk menyembuhkan. Tapi
jangan putus harapan, Sam!"
Malam di atas punggung bukit dingin sekali. Mereka menyalakan api kecil di
bawah akar-akar kasar sebatang cemara yang menggantung di atas sebuah sumur
dangkal; tampaknya seperti bekas tambang penggalian batu. Mereka duduk
bersama. Angin bertiup dingin melewati celah, dan mereka mendengar puncakpuncak
pepohonan di bawah mengerang dan mengeluh. Frodo berbaring setengah
bermimpi, membayangkan sayap-sayap gelap yang tak henti-henti terbang
melayang di atasnya, dan di atas sayap terbanglah para pengejar yang mencarinya
di semua celah bukit Pagi merekah cerah dan indah; udara bersih, tampak cahaya pucat dan jernih
di langit yang sudah dibasuh hujan. Semangat mereka bangkit, tapi mereka
mendambakan matahari untuk menghangatkan anggota tubuh yang kedinginan.
Setelah hari terang, Strider membawa Merry bersamanya dan pergi mempelajari
tanah dari ketinggian, sampai sebelah timur celah. Matahari sudah terbit dan
sudah bersinar terang ketika ia kembali dengan kabar yang lebih menggembirakan.
Sekarang mereka sudah berjalan kuranglebih ke arah yang benar. Kalau mereka
meneruskan perjalanan, menuruni sisi sebelah sana punggung bukit, Pegunungan
akan berada di sebelah kiri mereka. Tak jauh di depan, Strider sudah melihat
sekilas Loudwater lagi, dan ia tahu bahwa, meski tersembunyi dari pandangan,
Jalan ke arah Ford tidak jauh dari Sungai dan terletak pada sisi yang paling
dekat dengan mereka. "Kita harus pergi ke Jalan lagi," kata Strider. "Kita tak bisa mengharapkan
menemukan jalan melewati bukit-bukit ini. Bahaya apa pun yang ada di sana, Jalan
itu adalah satu-satunya cara kita untuk sampai di Ford."
Selesai makan, mereka langsung berangkat. Perlahan mereka menuruni
Halaman | 216 The Lord of The Rings sebelah selatan punggung bukit: tapi jalan itu jauh lebih mudah daripada yang
mereka duga, karena lerengnya tidak begitu terjal pada sisi ini, dan tak lama
kemudian Frodo bisa menunggang kuda lagi. Kuda Bill Ferny yang malang ternyata
punya bakat tak terduga untuk mencari jalan, dan untuk sebisa mungkin
menghindari penunggangnya terguncang-guncang. Semangat rombongan itu
kembali meningkat. Bahkan Frodo merasa agak baikan dalam cahaya pagi, tapi
sebentar-sebentar kabut seolah menghalangi pandangannya, dan ia menyeka
matanya. Pippin agak lebih di depan yang lainnya. Tiba-tiba ia menoleh dan memanggil
mereka. "Ada jalan di sini!" teriaknya.
Ketika mereka berdiri sejajar dengannya, mereka melihat Pippin tidak salah: di
sana dengan jelas ada awal sebuah jalan, yang mendaki berkelokkelok keluar dari
hutan di bawah, dan menghilang di atas puncak bukit di belakang. Di beberapa
tempat ia agak kabur dan dipenuhi tanaman, atau sesak dengan batu-batu dan
pohon-pohon tumbang, tapi tampaknya pernah ramai digunakan. Jalan itu sudah
dibuat oleh tangan-tangan kuat dan kaki berat. Di sana-sini pohon-pohon lama
sudah ditebang atau dipatahkan, dan batu-batu besar dibelah atau digulingkan ke
pinggir untuk membuka jalan.
Mereka mengikuti jalan itu untuk beberapa saat, karena merupakan jalan
termudah untuk turun, tapi mereka berjalan hati-hati, dan kecemasan mereka
semakin bertambah ketika mereka masuk ke hutan yang gelap, dan jalan itu
semakin jelas dan lebar. Mendadak jalan itu keluar dari segerombolan pohon
cemara, menurun curam di sebuah lereng, dan membelok tajam ke kin', mengitari
pojok sebuah punggung bukit berbatu. Ketika sampai ke pojok itu, mereka
melayangkan pan_ dang ke sekeliling dan melihat bahwa jalan itu menjulur terus
di tanah datar, di bawah sebuah karang rendah yang dipenuhi pohon. Di tembok
bebatuan ada sebuah pintu yang menggantung miring terbuka pada satu
engselnya. Di luar pintu itu mereka semua berhenti. Ada sebuah gua atau liang batu
karang di belakangnya, tapi dalam keremangan tak ada yang terlihat.
Strider, Sam, dan Merry mendorong sekuat tenaga, dan berhasil membuka
pintu lebih lebar, lalu Strider dan Merry masuk. Mereka tidak pergi jauh, karena
di lantai bertebaran banyak tulang-belulang, dan tidak ada yang terlihat dekat
pintu masuk, kecuali beberapa guci kosong dan pot-pot pecah.
"Pasti ini gua troll, kalau itu memang ada!" kata Pippin. "Keluar, kalian
berdua, Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 217
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan mari kita pergi. Sekarang kita tahu siapa yang membuat jalan ini, dan
sebaiknya kita secepatnya keluar dari sini."
"Tak perlu, kukira," kata Strider, yang keluar dari gua. "Memang ini sebuah
lubang troll, tapi kelihatannya sudah lama ditinggalkan. Kurasa kita tak perlu
takut. Tapi kita harus turun terus dengan hati-hati, dan nanti kita lihat saja."
Jalan itu berlanjut lagi dan pintu, dan membelok ke kanan lagi, melintasi tanah
datar, terjun menuruni lereng yang berhutan rapat. Pippin, yang tidak mau
menunjukkan pada Strider bahwa ia masih takut, berjalan di depan dengan Merry.
Sam dan Strider di belakang mereka, mengapit kuda Frodo, karena jalan itu tidak
cukup lebar untuk empat atau lima hobbit berjalan satu baris. Mereka belum
berjalan jauh ketika Pippin datang berlari, disusul Merry. Mereka berdua tampak
ketakutan. "Ada troll!" Pippin berkata terengah-engah. "Di bawah, di tempat terbuka di
hutan, tidak jauh dari sini. Kami melihatnya dari antara batangbatang pohon.
Mereka besar sekali!"
"Kita akan pergi melihat mereka," kata Strider sambil memungut sebuah
tongkat. Frodo tidak mengatakan apa-apa, tapi Sam kelihatan takut.
Matahari sekarang sudah tinggi, dan bersinar melalui ranting-ranting pohon
yang sudah setengah gundul, menyinari tempat terbuka itu dengan bercakbercak
cahaya terang. Mereka berhenti tiba-tiba di pinggiran, dan mengintip melalui
batang-batang pohon, sambil menahan napas. Di sana berdiri troll-troll: tiga
troll besar. Satu membungkuk, dan dua yang lain berdiri memandangnya.
Strider berjalan maju dengan tak acuh. "Bangun, batu kuno!" katanya, dan ia
mematahkan tongkatnya ke alas troll yang membungkuk.
Tidak terjadi apa-apa. Para hobbit terenyak kaget, lalu Frodo tertawa. "Well!"
katanya. "Rupanya kita lupa sejarah keluarga kita! Ini pasti ketiga troll yang
ditangkap Gandalf ketika mereka sedang bertengkar tentang cara yang tepat untuk
memasak tiga belas Kurcaci dan satu hobbit."
"Aku sama sekali tidak tahu kita sudah berada di dekat tempat itu!" kata
Pippin. Ia kenal betul kisah itu. Bilbo dan Frodo sudah cukup sering
menceritakannya; tapi sebenarnya ia hanya setengah percaya. Bahkan sekarang ia
memandang troll-troll dan batu itu dengan penuh curiga, bertanya-tanya apakah
karena sihir mereka jangan-jangan hidup lagi.
"Kalian bukan hanya lupa sejarah keluarga kalian, tapi semua yang pernah
Halaman | 218 The Lord of The Rings kalian ketahui tentang troll," kata Strider. "Saat ini tengah hari, dan matahari
bersinar cerah, tapi kalian mencoba menakut-nakutiku dengan cerita ada troll
hidup menunggu kita di tempat terbuka ini! Pasti kalian sudah melihat, pada salah satu
dan mereka ada sarang burung lama di belakang telinganya. Itu perhiasan yang
sangat tidak lazim untuk troll hidup!"
Mereka semua tertawa. Frodo merasa semangatnya bangkit lagi: ingatan akan
petualangan sukses Bilbo yang pertama sangat membesarkan hati. Matahari juga
terasa hangat menghibur, dan kabut di depan matanya tampak agak tersingkap.
Mereka beristirahat sejenak di tempat terbuka itu, dan makan siang di bawah
bayangan kaki troll yang besar.
"Adakah yang mau menyanyi untuk kita, sementara matahari masih tinggi?"
kata Merry ketika mereka selesai. "Sudah berhari-hari kita tidak mendengar lagu
atau cerita." "Tidak sejak Weathertop," kata Frodo. Yang lain memandangnya. Jangan
khawatir tentang aku!" tambahnya. "Aku merasa jauh lebih baik, tapi rasanya aku
tak bisa menyanyi. Mungkin Sam bisa menggali sesuatu dari ingatannya."
"Ayo, Sam!" kata Merry. "Kau punya banyak materi di dalam kepalamu,
melebihi yang kauperlihatkan."
"Entah ya," kata Sam. "Tapi bagaimana kalau yang ini" Ini bukan puisi
betulan, kalau kau paham: hanya sedikit omong kosong. Tap, patung-patung kuno
ini mengingatkanku pada ini." Sambil berdiri, dengan tangan di belakang
punggung, seolah berada di sekolah, ia mulai menyanyikan lagu lama.
Troll duduk sendirian di kursi batu, Menggigit dan mengunyah tulang kaku;
Bertahun-tahun sudah menggigit tanpa lelah, Karena daging susah didapat.
Babat! Rapat! Troll tinggal sendirian di gua bukit batu, Dan daging susah
didapat. Datang Tom bersepatu bot besar. Katanya kepada Troll: "Maaf, apa yang
kaukunyah itu" Kok seperti tulang kering pamanku Tim, Yang mestinya berbaring
di kuburan. Pelataran! Halaman! Sudah lama pamanku mati, Dan kukira dia di
dalam kuburan." "Anakku, " kata Troll, "tulang ini aku curi. Tapi tulang dalam lubang tentu tak
berarti. Pamanmu sudah kaku seperti bongkah batu, Sebelum aku menemukan
tulangnya. Tulangnya! Belulangnya! Dia bisa kasih satu pada troll tua malang
ini, Karena dia tidak butuh tulang keringnya."
Kata Tom, "Aku tidak paham, kenapa yang semacam kau ini Mengambil
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 219 seenaknya, tanpa permisi Tulang kering sanak ayahku; Tulang tua itu, kembalikan!
Pakan! Lakan! Tulang itu miliknya, meski dia sudah mati; Jadi tulang itu
kembalikan!" "Supaya lebih kenyang," kata Troll sambil tertawa, "kumakan kau sekalian,
berikut tulang keringmu juga. Sedikit daging sebag bisa membuatku bugar! Kucoba
gigiku padamu sekarang. Ha sekarang! Lihat sekarang! Aku jemu mengunyah tulang dan kulit lama; Aku
ingin makan kau sekarang."
Mangsa sudah tertangkap, begitu dikiranya, Ternyata hanya angin dalam,
genggamannya. Sebelum ia sadar, Tom sudah menghindar Dengan sepatu bot
menendangnya. Tendang dia! Kemplang dia! Pikir Tom, tendangkan sepatu bot di
pantatnya, Biar dia tahu rasa.
Tapi... aduh, kerasnya daging dan tulang troll itu, Lebih keras daripada bukit
batu. Ditendang berkali-kali, tidak berarti sama sekali, Pantat troll tidak
merasa apa-apa. K'rasa apa! B'rasa apa! Mendengar Tom mengerang, Troll tua merasa
sangat lucu Kar'na ia tahu, kaki Toni sakit luar biasa.
Kaki Tom kalah, dia pun pulanglah, Dan kakinya tanpa bot lumpuh sudah;
Tapi Troll tak peduli, dan masih duduk sendiri, Dengan tulang yang dicuri dari
pemiliknya. Biliknya! Ciliknya! Pantat Troll masih sama, Dan tulang yang dicuri
dari pemiliknya! "Wah, itu peringatan untuk kita semua!" tawa Merry. "Untung kau
menggunakan tongkat, dan bukan tanganmu, Strider!" "Di mana kaudengar itu,
Sam?" tanya Pippin. "Aku belum pernah dengar kata-kata itu." Sam bergumam
tidak jelas. "Itu keluar dari kepalanya sendiri, tentu," kata Frodo. "Aku
belajar banyak tentang Sam Gamgee dalam perjalanan ini.
Mula-mula dia bersekongkol, sekarang dia melawak. Nanti dia akan menjadi
tukang sihir... atau pejuang!"
"Kuharap tidak," kata Sam. "Aku tidak ingin menjadi salah satu!"
Di siang hari, mereka berjalan terus ke hutan. Mungkin mereka menapak tilas
jalan yang dipakai bertahun-tahun lalu oleh Gandalf, Bilbo, dan para Kurcaci.
Setelah beberapa mil, mereka keluar di puncak tebing tinggi di atas Jalan. Pada
titik ini, Jalan sudah meninggalkan Hoarwell jauh di belakang, di lembahnya yang
sempit, dan sekarang menempel dekat ke kaki bukit, menjulur dan berbelok-belok
ke arah timur di antara pohon-pohon dan lereng tertutup tanaman heather yang
Halaman | 220 The Lord of The Rings menurun ke arah Ford dan Pegunungan. Tak jauh dari tebing, Strider menunjuk
sebuah batu di tengah rumput. Di atasnya bisa terlihat lambang-lambang rune para
Kurcaci dan tanda-tanda rahasia, tergores kasar dan sudah termakan cuaca.
"Lihat!" kata Merry. "Itu pasti batu yang menandai tempat emas para troll
disembunyikan. Berapa sisa bagian Bilbo, Frodo?"
Frodo memandang batu itu, dan berharap Bilbo dulu tidak membawa pulang
harta yang lebih berbahaya dan sulit dilepaskan. "Tidak ada yang tersisa," kata
Frodo. "Bilbo membagi-bagikan semuanya. Katanya dia merasa harta itu
sebenamya bukan miliknya, karena datang dari para perampok."
Jalan itu sepi di bawah bayang-bayang panjang senja yang datang lebih awal.
Tak ada tanda-tanda pelancong lain. Karena tidak ada arah -lain yang bisa
diambil, mereka menuruni tebing dan membelok ke kiri, berjalan secepat mungkin. Dengan
segera tampak sebuah punggung bukit, menghalangi cahaya matahari yang
terbenam dengan cepat. Angin dingin mengalir ke bawah, menyambut mereka dari
pegunungan di depan. Mereka mulai mencari tempat bermalam di luar Jalan, namun mendadak
terdengar bunyi yang membuat rasa takut kembali merayapi hati mereka: bunyi
derap kaki kuda di belakang. Mereka menoleh, tapi tak bisa melihat jauh karena
Jalan itu banyak membelok dan turun-naik. Secepat mungkin mereka merangkak
keluar dari jalan dan masuk ke semak-semak heather dan belukar berry di
lerenglereng di atas, sampai tiba di sebuah kerumunan hazel yang tumbuh lebat.
Saat mengintip ke luar dari semak-semak, mereka bisa melihat Jalan, samar-samar dan
kelabu dalam cahaya yang sudah mulai suram, sekitar tiga puluh kaki di bawah
sana. Bunyi derap kaki kuda semakin dekat. Derap langkahnya cepat, dengan
bunyi klipetiklipeti-klip ringan. Lalu samar-samar, seolah menjauh terembus
angin, mereka mendengar dering redup, seperti bunyi bel-bel kecil berdenting.
"Kedengarannya bukan bunyi kuda Penunggang Hitam!" kata Frodo,
mendengarkan dengan cermat. Hobbit-hobbit yang lain juga berharap demikian,
tapi mereka masih curiga. Mereka sudah begitu lama hidup dalam ketakutan
dikejar, sampai-sampai setiap bunyi dari belakang kedengaran mengancam dan
tidak ramah. Tapi sekarang Strider mencondongkan badan ke depan, membungkuk
ke tanah, dengan satu tangan di dekat telinga, dan pandangan gembira pada
wajahnya. Cahaya memudar, dan dedaunan di semak-semak bergemersik lembut. Bunyi
bel-bel All jadi lebih jelas dan semakin dekat, dan klipeti-klip datanglah kaki-
kaki Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 221 yang cepat. Tiba'-tiba terlihat seekor kuda putih, mengilap dalam keremangan,
berlari kencang. Dalam cahaya senja, tali kekangnya mengilat dan gemerlap,
seolah bertaburan permata bintang-bintang yang hidup. Jubah penunggangnya
berkibar-kibar di belakang, dan kerudungnya terbuka; rambutnya yang keemasan
mengalun kemilau dalam angin kecepatannya. Frodo melihat seakan-akan ada
cahaya putih yang bersinar dari dalam pakaian dan sosok penunggang itu, seolah
menembus selubung tipis. Strider melompat keluar dari persembunyian dan berlari kembali ke Jalan,
melompat sambil berteriak melintasi semak-semak heather; tapi bahkan sebelum ia
bergerak atau memanggil, penunggang itu sudah menghentikan kudanya dan
berhenti, menengadah ke arah belukar tempat mereka berdiri. Ketika melihat
Strider, ia turun dari kudanya dan berlari ke arahnya sambil berteriak, Ai na
vedui Dunadan! Mae govannen! Bahasanya dan suaranya yang berdering jernih tidak
menimbulkan keraguan lagi dalam hati mereka: penunggang itu dari bangsa Peri.
Tak ada bangsa lain di dunia yang mempunyai suara yang begitu indah didengar.
Tapi tampaknya ada nada ketergesaan atau ketakutan dalam teriakannya, dan
sekarang mereka melihat ia berbicara cepat dan mendesak kepada Strider.
Segera Strider memanggil mereka, lalu para hobbit meninggalkan semaksemak dan
bergegas turun ke Jalan. "Ini Glorfindel, yang tinggal di rumah Elrond,"
kata Strider. "Salam, dan selamat bertemu akhirnya!" kata Pangeran Peri itu kepada Frodo.
"Aku dikirim dari Rivendell untuk mencarimu. Kami khawatir kalian dalam bahaya
di jalan." "Kalau begitu, Gandalf sudah sampai di Rivendell?" seru Frodo gembira.
"Belum. Dia belum datang ketika aku berangkat, tapi itu sudah sembilan hari
yang lalu," jawab Glorfindel. "Elrond menerima berita yang membuatnya cemas.
Beberapa dari bangsaku, yang mengembara d" negerimu di luar Baranduin (Sungai
Brandywine), mendengar bahwa ada masalah, dan segera mengirimkan pesan
secepat mungkin. Kata mereka, Kaum Sembilan sudah di luar negeri mereka
sendiri, dan bahwa kalian berkeliaran dengan membawa beban berat tanpa
panduan, karena Gandalf belum kembali. Hanya sedikit di Rivendell yang bisa
melawan Kaum Sembilan dengan terbuka; tapi yang ada, dikirim Elrond ke utara,
barat, dan selatan. Sudah diperkirakan kalian akan mengambil jalan memutar jauh
demi menghindari pengejaran, dan tersesat di belantara.
"Tugasku adalah mengambil Jalan ini, dan aku sampai di Jembatan Mitheithel,
Halaman | 222 The Lord of The Rings serta meninggalkan tanda di sana, kira-kira hampir tujuh hari yang lalu. Tiga
anak buah Sauron ada di atas Jembatan itu, tapi mereka menarik diri dan aku mengejar
mereka ke arah barat. Aku juga bertemu dua yang lain, tapi mereka berbalik arah
ke selatan. Sejak itu aku mencari jejak kalian. Dua hari yang lalu aku
menemukannya, dan mengikutinya melintasi Jembatan; hari ini aku mengamati di
mana kalian turun lagi dari perbukitan. Tapi ayolah! Tidak ada waktu untuk
berita lebih banyak. Karena kalian ada di sini, kita harus mengambil risiko bahaya di
Jalan dan pergi. Ada lima di belakang kita, dan kalau mereka menemukan jejak kalian di
Jalan, mereka akan menyusul kita bagai angin. Dan mereka belum semuanya. Di
mana empat yang lain, aku tidak tahu. Aku khawatir Ford sudah diduduki untuk
mencegat kita." Sementara Glorfindel berbicara, kegelapan turun semakin dalam. Frodo
merasa keletihan berat menyergapnya. Sejak matahari mulai terbenam, kabut di
depan matanya semakin pekat, dan ia merasa ada bayang-bayang timbul di antara
dirinya dan wajah kawan-kawannya.
Sekarang rasa pedih menyerangnya, dan ia merasa dingin. Ia terhuyung, dan
memegang tangan Sam. "Majikanku sakit dan terluka," kata Sam marah. "ia tidak bisa meneruskan naik
kuda setelah malam tiba. Dia butuh istirahat."
Glorfindel menangkap Frodo yang terkulai ke tanah, dan sambil
mengangkatnya dengan lembut ke dalam pelukannya, ia memandang wajah Frodo
dengan kecemasan mendalam.
Dengan singkat Strider menceritakan penyerangan terhadap kemah mereka di
bawah Weathertop, dan tentang pisau mematikan itu. Ia mengeluarkan
pangkalnya, yang disimpannya, dan memberikannya pada Peri itu. Glorfindel
merinding saat mengambilnya, tapi ia memperhatikannya dengan saksama.
"Banyak hal jahat tertera di atas pangkal pisau ini," katanya "meski mungkin
matamu tak bisa melihatnya. Simpanlah, Aragorn, sampai kita tiba di rumah
Elrond! Tapi hati-hatilah, dan peganglah sesedikit mungkin! Aduh! Luka-luka akibat
senjata ini ada di luar kemampuanku untuk menyembuhkan. Aku akan melakukan
sebisaku, tapi kuminta kalian berjalan terus tanpa istirahat."
Ia menelusuri luka pada pundak Frodo dengan jemarinya, dan wajahnya
semakin muram, seolah apa yang ditemukannya membuatnya resah. Tetapi rasa
dingin di sisi tubuh dan lengan Frodo mulai berkurang; sedikit kehangatan
merangkak turun dari pundak ke tangannya, dan rasa pedih itu jadi lebih ringan.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 223 Cahaya senja di sekitarnya seakan jadi agak terang, seolah sebuah awan sudah
ditarik. Ia bisa melihat wajah kawankawannya lebih jelas, dan sedikit harapan
baru serta kekuatan kembali kepadanya.
"Kau menunggang kudaku," kata Glorfindel. "Aku akan memendekkan
sanggurdi sampai ke pinggir pelana, dan kau harus duduk sediam mungkin. Tapi
kau tak perlu takut: kudaku tidak akan menjatuhkan penunggang yang kusuruh
dibawanya. Langkahnya ringan dan lancar; dan kalau bahaya terlalu dekat, dia
akan membawamu dengan kecepatan yang tak bisa ditandingi kuda-kuda hitam
musuh." "Tidak, tidak akan!" kata Frodo. "Aku tidak akan menunggangnya, kalau aku
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan dibawa ke Rivendell atau ke tempat lain, meninggalkan teman-temanku
dalam bahaya." Glorfindel tersenyum. Katanya, "Menurutku teman-temanmu tidak akan berada
dalam bahaya bila kau tidak bersama mereka! Kurasa para pengejar itu akan
mengikutimu dan meninggalkan kami dengan tenteram. Kaulah sasaran mereka,
Frodo. Kau dan apa yang kaubawa itu yang membawa kita semua ke dalam
bahaya." Frodo tak bisa menjawab, dan ia bisa dibujuk untuk menaiki kuda putih
Glorfindel. Kuda mereka dibebani sebagian besar bawaan lain, agar mereka bisa
berjalan lebih ringan. Untuk sementara mereka maju dengan kecepatan tinggi, tapi
para hobbit mulai kesulitan menyamai kecepatan langkah kaki Peri yang tak pernah
letih. Ia terus memacu mereka, masuk ke mulut kegelapan, dan masih terus dalam
malam gelap berawan. Tak ada bintang maupun bulan. Baru saat fajar kelabu ia
membolehkan mereka berhenti. Pippin, Merry, dan Sam saat itu sudah hampir
tertidur sambil berdiri terhuyung-huyung; bahkan Strider tampak letih, terlihat
dari pundaknya yang menggantung. Frodo duduk di atas kuda sambil bermimpi gelap.
Mereka membaringkan diri di dalam semak-semak heather beberapa Meter
dari sisi jalan dan langsung tertidur Rasanya mereka baru saja memejamkan mata
ketika Glorfindel, yang berjaga sendirian sementara mereka tidur, membangunkan
mereka lagi. Matahari sudah tinggi di langit pagi itu, dan awan-awan serta kabut
malam sebelumnya sudah sirna.
"Minumlah ini!" kata Glorfindel pada mereka, menuangkan untuk masingmasing
sedikit minuman manis dari botol kulitnya yang bertatahkan perak.
Cairannya jernih seperti air dari mata air, dan tidak ada rasanya, juga tidak
terasa dingin ataupun panas di dalam mulut; tapi kekuatan dan semangat mengalir ke
Halaman | 224 The Lord of The Rings seluruh tubuh mereka saat meminumnya. Setelah itu, makan roti basi dan buahbuah
kering (sekarang itu saja yang tersisa) bisa memuaskan rasa lapar mereka
melebihi banyak sarapan enak yang pernah mereka nikmati di Shire.
Setelah beristirahat hampir lima jam, mereka masuk ke Jalan lagi. Glorfindel
masih mendesak mereka berjalan terus, dan hanya mengizinkan dua perhentian
singkat selama perjalanan hari itu. Dengan cara ini, mereka menempuh hampir dua
puluh mil sebelum malam, dan sampai ke suatu titik di mana Jalan membelok ke
kanan dan menurun menuju dasar lembah, yang sekarang langsung menuju
Bruinen. Sejauh itu tidak ada tanda atau bunyi pengejaran yang bisa didengar
para hobbit; tapi Glorfindel sering berhenti untuk mendengarkan sejenak, kalau mereka
tertinggal di belakang; wajahnya mencerminkan kecemasan. Satu-dua kali ia
berbicara dengan Strider dalam bahasa Peri.
Tapi, meski pemandu-pemandu mereka sangat cemas, jelas sekali bahwa
para hobbit tak bisa meneruskan perjalanan lagi malam itu. Mereka berjalan
terhuyung-huyung, pusing karena letih dan tak bisa memikirkan hal lain kecuali
kaki dan tungkai mereka. Rasa sakit Frodo semakin menjadi-jadi, dan sepanjang hari
itu benda-benda di sekitarnya terlihat kabur, sampai seperti bayangan kelabu. Ia
hampir gembira menyambut malam hari, karena saat itu dunia jadi tidak terlalu
pucat dan kosong. Para hobbit masih letih ketika mereka berangkat lagi pagi-pagi keesokan
harinya. Masih bermil-mil jarak antara mereka dan Ford, dan mereka berjalan
terpincang-pincang dengan kecepatan terbaik yang bisa mereka upayakan.
"Bahaya paling besar yang mengancam kita adalah sebelum kita sampai di
sungai," kata Glorfindel. "Hatiku memperingatkan bahwa pengejaran sudah sangat
dekat di belakang kita, dan bahaya lain mungkin menunggu di Ford."
Jalan itu masih menurun terus dari bukit. dan sekarang di beberapa tempat
ada banyak rumput di kedua sisinya; di situlah para hobbit berjalan bila
mungkin, untuk meredakan kelelahan kaki mereka. Siang itu mereka tiba di bagian Jalan
yang dinaungi bayang-bayang gelap pohon-pohon cemara tinggi, lalu terjun ke
dalam sebuah terowongan dalam, dengan dindingdinding curam dari batu merah
yang basah. Langkah mereka menimbulkan gema yang terus terdengar sementara
mereka bergegas maju; serasa ada banyak langkah kaki yang mengikuti. Tiba-tiba,
seolah melewati gerbang cahaya, Jalan itu keluar lagi dari ujung terowongan ke
udara terbuka. Di sana, di dasar sebuah lereng terjal, di depan mereka terhampar
tanah datar sepanjang satu mil; dan di seberangnya Ford dari Rivendell. Di sisi
seberang ada tebing terjal kecokelatan, dilintasi jalan berkelok-kelok; dan di
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 225 belakangnya gunung-gunung tinggi menjulang, pundak demi pundak, dan puncak
demi puncak, ke langit yang memudar.
Masih ada bunyi gema seperti langkah kaki yang mengejar di terowongan di
belakang mereka; bunyi berdesir seolah angin yang muncul dan mengalir melalui
ranting-ranting pohon cemara. Suatu saat Glorfindel menoleh dan mendengarkan,
lalu ia melompat ke depan dengan teriakan keras.
"Cepat!" teriaknya. "Cepat! Musuh sudah dekat!"
Kuda putih melompat maju. Para hobbit berlari menuruni lereng. Glorfindel
dan Strider menyusul sebagai penjaga garis belakang. Mereka baru separuh jalan
melintasi tanah datar, ketika tiba-tiba ada bunyi kuda lari berderap. Keluar
dari gerbang yang baru saja mereka tinggalkan, muncul seorang Penunggang Hitam. Ia
menahan kudanya dan berhenti, bergoyang di pelananya. Satu lagi mengikutinya,
lalu yang lain lagi, dan dua lagi.
"Jalan maju! Jalan?" teriak Glorfindel pada Frodo.
Frodo tidak langsung menuruti perintahnya, karena keengganan yang aneh
timbul dalam dirinya. Menahan kudanya agar berjalan perlahan, ia menoleh ke
belakang. Penunggang-Penunggang Hitam tampak duduk di atas kuda-kuda
mereka yang besar, bagai patung-patung yang mengancam di atas bukit yang
gelap dan kokoh, sementara semua hutan dan tanah di sekitar mereka seolah
tertelan kabut. Tiba-tiba dalam hati Frodo tahu bahwa mereka diam-diam
memerintahkannya menunggu. Dalam sekejap ketakutan dan kebencian bangkit
dalam dirinya. Tangan kirinya melepaskan tali kekang dan memegang Pangkal
pedangnya, dan dengan satu kilatan merah ia menghunusnya.
"Jalan terus! Jalan terus!" teriak Glorfindel, lalu dengan nyaring dan jelas ia
memanggil kudanya dalam bahasa Peri: noro lim, noro lim, Asfaloth!
Serentak kuda putih itu melompat maju dan berpacu seperti angin sepanjang
sisa terakhir Jalan. Pada saat bersamaan, kuda-kuda hitam berpacu menuruni
bukit mengejarnya, dan dari para Penunggang terdengar teriakan mengerikan,
seperti yang terdengar oleh Frodo memenuhi hutan di Wilayah Timur nun jauh di
sana. Teriakan itu dijawab: dengan ngeri Frodo dan teman-temannya melihat
empat penunggang lain keluar dari pohonpohon dan batu-batu di sebelah kiri. Dua
melaju ke arah Frodo, dua lainnya berpacu kencang sekali menuju Ford, untuk
memotong pelariannya. Sepertinya mereka melaju pesat bagai angin, dengan
cepat sosok mereka semakin besar dan gelap, ketika lintasan mereka bertemu
dengan lintasannya. Halaman | 226 The Lord of The Rings Sejenak Frodo menoleh ke belakang. Ia sudah tak bisa melihat temantemannya lagi.
Penunggang-Penunggang Hitam mulai tertinggal: bahkan kudakuda besar mereka tak
bisa menandingi kecepatan kuda Peri putih milik Glorfindel.
Ia melihat ke depan lagi, dan harapannya memudar. Kelihatannya sebelum
mencapai Ford jalannya akan dipotong oleh para Penunggang lain yang sudah
bersembunyi untuk menyergapnya. Ia bisa melihat mereka dengan jelas sekarang:
rupanya mereka sudah melepaskan kerudung dan mantel hitam mereka, sekarang
mereka berjubah putih dan kelabu. Pedang terhunus di tangan mereka yang pucat;
topi baja di kepala mereka. Mata mereka dingin berkilauan, dan mereka
meneriakinya dengan suara-suara menyeramkan.
Ketakutan memenuhi seluruh benak Frodo. Ia tak ingat lagi pedangnya. Tak
ada teriakan dari mulutnya. Ia memejamkan mata dan berpegangan erat pada
rambut tengkuk kudanya. Angin bersiul di telinganya, dan bel-bel pada tali
kekang berbunyi liar dan nyaring. Embusan angin dingin menusuknya bagai tombak ketika
kuda Peri itu berpacu bagai kilatan api putih, seolah bersayap, lewat tepat di
depan Penunggang terdepan. Frodo mendengar bunyi cemplungan air.. Air berbuih di sekitar kakinya. Ia
merasakan gerakan mengangkat dan menyentak cepat saat kudanya keluar dari
sungai dan berjuang mendaki jalan berbatu. Ia sedang mendaki tebing terjal. Ia
sudah di seberang Ford. Tetapi para pengejar sudah dekat sekali. Di atas tebing, kuda Frodo berhenti
dan membalikkan badan sambil meringkik galak. Ada Sembilan Penunggang di tepi
air di bawah, dan semangat Frodo merosot di depan wajah-wajah mereka yang
menengadah mengancam" Rasanya tak ada yang bisa mencegah mereka
menyeberangi sungai semudah yang telah ia lakukan; dan ia merasa sia-sia
mencoba melarikan diri melintasi jalan panjang dan tidak pasti dari Ford ke
pinggir Rivendell, kalau para Penunggang itu sudah menyeberang. Bagaimanapun, ia
merasa diperintah dengan mendesak untuk berhenti. Kebencian kembali bergejolak
dalam dirinya, tapi ia sudah tak punya kekuatan untuk menolaknya.
Tiba-tiba Penunggang terdepan memacu kudanya maju. Kuda itu berhenti di
batas air dan berdiri pada kaki belakangnya. Dengan upaya keras Frodo duduk
tegak dan mengacungkan pedangnya.
"Kembali!" teriaknya. "Kembalilah ke Negeri Mordor, dan jangan kejar aku
lagi!" Suaranya kedengaran tipis dan melengking di telinganya sendiri. Para
Penunggang itu berhenti, tapi Frodo tidak mempunyai kekuatan seperti Bombadil.
Musuh-musuhnya menertawakannya dengan bunyi tawa kasar dan mengerikan.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 227 "Ke sini! Ke sini!" teriak mereka. "Kami akan membawamu ke Mordor!"
"Pergilah!" bisik Frodo.
"Cincin! Cincin!" teriak mereka dengan suara menyeramkan, dan serentak
pemimpin mereka menyuruh kudanya maju ke dalam air, diikuti dari dekat oleh dua
pengikutnya. "Demi Elbereth dan Luthien sang Putri Cantik," kata Frodo dengan upaya
terakhir, sambil mengangkat pedangnya, "kau tidak akan mendapatkan Cincin
ataupun diriku!" Lalu pemimpin mereka, yang sudah separuh menyeberangi Ford, berdiri
mengancam di sanggurdinya, dan mengangkat tangannya. Frodo merasa kelu.
Lidahnya terpaku di mulutnya, dan jantungnya berdebar kencang. Pedangnya
patah dan jatuh dari tangannya yang gemetar. Kuda Peri berdiri di kedua kaki
belakangnya dan mendengus. Kuda hitam terdepan sudah hampir menginjak tepi
sungai. Pada saat itu terdengar geraman dan desiran: bunyi air deras menggulingkan
banyak batu. Samar-samar Frodo melihat sungai di bawahnya naik, dan dari
alirannya muncul barisan gelombang berbusa. Nyala putih tampak berkelip di
puncak-puncaknya, dan ia serasa melihat penunggang-penunggang putih -di atas
kuda-kuda putih dengan Surai berbuih di tengah air. Tiga Penunggang yang masih
berada di tengah Ford tenggelam: mereka lenyap, terkubur tiba-tiba di bawah buih
yang menggelegak. Mereka yang masih di belakang mundur dengan ngeri.
Dengan kesadarannya yang mulai hilang, Frodo mendengar teriakanteriakan,
dan rasanya di belakang Penunggang yang ragu-ragu di tepi sungai, ia melihat
sebuah sosok bercahaya putih yang menyala-nyala, dan di belakangnya berlarian
sosok-sosok kabur kecil melambaikan api, yang menyala merah di dalam kabut
kelabu yang mulai menutupi dunia.
Kuda-kuda hitam menggila, dan sambil melompat maju dengan ketakutan
mereka membawa penunggang mereka ke dalam air bah yang mengganas.
Teriakan tajam mereka tenggelam dalam raungan sungai ketika mereka tersapu
air. Lalu Frodo merasa dirinya jatuh, dan raungan serta kebingungan itu seolah
naik dan membenamkannya bersama musuhmusuhnya. Setelah itu ia tak melihat
dan mendengar apa-apa lagi.
Halaman | 228 The Lord of The Rings BUKU DUA Banyak Pertemuan Frodo bangun dan mendapati dirinya berbaring di tempat tidur. Mulanya ia mengira
ia bangun kesiangan, setelah suatu mimpi panjang yang tidak menyenangkan,
yang masih melayang-layang di batas ingatannya. Atau mungkin ia sakit" Tapi
langit-langit kelihatan aneh; datar, dan ada balok-balok gelap yang dipenuhi
ukiran. Ia: masih berbaring beberapa lama sambil memandangi bercak-bercak sinar
matahari pada dinding, dan mendengarkan bunyi air terjun. ?
"Di mana aku, dan jam berapa sekarang?" ia berkata keras-keras pada
langitlangit. "Di Rumah Elrond, dan sekarang jam sepuluh pagi," sebuah suara berkata.
"Sekarang pagi tanggal dua puluh empat Oktober, kalau kau mau tahu."
"Gandalf!" teriak Frodo sambil bangkit duduk. Penyihir itu duduk di kursi dekat
jendela tebuka. "Ya," kata Gandalf, "aku di sin'. Dan kau beruntung berada di sini juga, setelah
semua hal tidak masuk akal yang sudah kaulakukan sejak kau meninggalkan
rumahmu." Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 229 Frodo berbaring kembali. Ia merasa terlalu nyaman dan damai untuk berdebat,
dan bagaimanapun rasanya ia tidak akan menang ber-debat. Ia sudah sadar
sepenuhnya sekarang, dan ingatan tentang perjalanannya kembali bangkit: "jalan
pintas" melalui Old Forest yang membawa bencana; "kecelakaan" di Kuda Menari;
dan kegilaannya memakai Cincin di lembah di bawah Weathertop. Ada kesunyian
panjang yang hanya dipecahkan oleh isapan-isapan lembut pipa Gandalf saat ia
mengembuskan cincin-cincin asap putih ke luar jendela, sementara Frodo
memikirkan semua itu, dan dengan sia-sia mencoba membawa ingatannya sampai
kepada saat ia tiba di Rivendell.
"Di mana Sam?" tanya Frodo akhirnya. "Dan apakah semua yang lain baikbaik saja?"
"Ya, mereka semua aman dan selamat," jawab Gandalf. "Sam ada di sini,
sampai aku menyuruhnya keluar untuk beristirahat sebentar, kira-kira setengah
jam yang lalu." "Apa yang terjadi di Ford?" tanya Frodo. "Semua terasa kabur, dan masih
begitu sampai sekarang."
"Ya, memang begitu. Kau sudah mulai memudar," jawab Gandalf. "Luka itu
akhirnya menguasaimu. Kalau lewat beberapa jam lagi, kami sudah tak bisa
membantumu. Tapi dalam dirimu ada kekuatan, hobbit yang budiman! Seperti yang
kautunjukkan di Barrow. Di situ keadaan tak menentu: mungkin saat paling
berbahaya dari semuanya. Kalau saja kau bisa bertahan ketika di Weathertop."
"Rupanya kau sudah tahu banyak," kata Frodo. "Aku belum bicara dengan
yang lain tentang Barrow. Mula-mula terlalu mengerikan, dan sesudahnya banyak
hal lain yang harus dipikirkan. Bagaimana kau tahu tentang itu?"
"Kau berbicara panjang dalam tidurmu, Frodo," kata Gandalf lembut, "dan
tidak sulit bagiku untuk membaca pikiran dan ingatanmu. Jangan khawatir! Meski
barusan aku bilang 'tidak masuk akal', aku tidak bermaksud begitu. Penilaianku
terhadapmu baik juga tentang yang lain. Bukan prestasi kecil untuk datang sejauh
ini, dan melalul bahaya yang begitu besar, dan masih membawa Cincin."
"Kami tak mungkin berhasil tanpa Strider," kata Frodo. "Tapi kami
membutuhkanmu. Aku tidak tahu harus berbuat apa tanpa kau."
"Aku terhalang," kata Gandalf, "dan itu hampir saja menyebabkan kehancuran
kita. Tapi aku tidak yakin; mungkin memang lebih baik begitu."
"Kuharap kau menceritakan apa yang terjadi!"
Halaman | 230 The Lord of The Rings "Nanti saja! Kau tidak perlu berbicara atau mengkhawatirkan apa pun hari ini,
sesuai perintah Elrond."
"Tapi berbicara akan membuatku berhenti berpikir dan bertanya-tanya; dua hal
itu sama melelahkannya," kata Frodo. "Aku sadar penuh sekarang, dan aku ingat
banyak sekali hal yang membutuhkan penjelasan. Mengapa kau tertahan"
Setidaknya kau harus menceritakan itu padaku."
"Sebentar lagi kau akan mendengar semua yang ingin kauketahui," kata
Gandalf. "Kita akan mengadakan rapat Dewan, setelah kau cukup sehat.
Saat ini aku hanya akan mengatakan bahwa aku ditawan.
"Kau?" seru Frodo.
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya, aku, Gandalf si Kelabu," kata tukang sihir tersebut dengan khidmat.
"Banyak sekali kekuatan di dalam dunia, untuk kebaikan atau untuk kejahatan.
Beberapa lebih hebat daripada aku. Ada beberapa yang belum pernah kucoba
tandingi. Tapi saatku akan tiba. Penguasa dari Morgul dan para Penunggang Hitam
sudah muncul. Perang akan meletus!"
"Kalau begitu, kau sudah tahu tentang para Penunggang itu-sebelum aku
berjumpa dengan mereka?"
"Ya, aku tahu tentang mereka. Bahkan aku pernah membicarakannya
denganmu; karena para Penunggang Hitam itu adalah Hantu-Hantu Cincin,
Sembilan Pelayan dari Penguasa Cincin. Tapi aku tidak tahu bahwa mereka sudah
bangkit lagi; kalau tidak, aku sudah langsung mendampingimu dalam pelarianmu.
Aku baru mendengar berita tentang mereka setelah aku meninggalkanmu di bulan
Juni; tapi kisah itu harus menunggu. Untuk sementara ini, kita sudah
diselamatkan dari bencana oleh Aragorn."
"Ya," kata Frodo, "memang Strider yang menyelamatkan kami. Meski begitu,
mula-mula aku takut padanya. Sam tak pernah sepenuhnya mempercayai dia,
kukira, setidaknya sebelum kami bertemu Glorfindel."
Gandalf tersenyum. "Aku sudah dengar semuanya tentang Sam," katanya.
"Sekarang dia sudah tidak menyimpan keraguan lagi."
"Aku senang," kata Frodo. "Karena aku jadi sangat sayang pada Strider. Yah,
sayang mungkin bukan kata yang tepat. Maksudku, dia sangat berharga bagiku;
meski dia aneh, dan kadang-kadang muram. Sebenarnya dia sering
mengingatkanku padamu. Aku tidak tahu bahwa di antara Makhluk-Makhluk Besar
ada yang seperti dia. Dulu kupikir mereka, yah, hanya besar, dan agak bodoh:
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 231 ramah dan bodoh seperti Butterbur, atau bodoh dan jahat seperti Bill Ferny. Tapi
memang kita tidak tahu banyak tentang Manusia di Shire, kecuali mungkin bangsa
Bree." "Bahkan tentang mereka pun kau tidak tahu banyak, kalau kaupikir Barliman
tua itu bodoh," kata Gandalf. "Dia cukup bijak dengan caranya sendiri. Dia
memang lebih banyak bicara daripada berpikir, dan lebih lamban; tapi dia bisa melihat
menembus tembok bata bila perlu (seperti kata orang-orang Bree). Tapi hanya
sedikit tersisa orang di Dunia Tengah yang menyamai Aragorn, putra Arathorn.
Bangsa Raja-Raja dari seberang Laut sudah hampir punah. Mungkin sekali Perang
Cincin ini akan menjadi petualangan mereka yang terakhir."
"Maksudmu Strider salah satu manusia dab bangsa Raja-Raja kuno?" kata
Frodo dengan kagum. "Kukira mereka semua sudah lenyap lama sekali. Kukira dia
hanya seorang Penjaga Hutan."
"Hanya Penjaga Hutan!" seru Gandalf. "Frodo-ku yang baik, justru itulah kaum
Penjaga Hutan: sisa-sisa terakhir di Utara dari bangsa besar, Manusia dari
Barat. Mereka sudah pernah membantuku, dan aku akan membutuhkan bantuan mereka
di masa depan, karena kita sudah sampai di Rivendell, tapi Cincin itu masih
belum tenang." "Kurasa memang belum," kata Frodo. "Tapi sejauh ini pikiranku satusatunya
hanyalah untuk bisa sampai di sini; dan kuharap aku talc perlu pergi lebih jauh
lagi. Nikmat sekali kalau bisa beristirahat saja. Sudah sebulan aku melarikan diri dan
menjalani petualangan, dan kusadari itu sudah lebih dari cukup untukku."
Frodo terdiam dan memejamkan mata. Setelah beberapa saat, ia berbicara
lagi. "Aku sudah hitung-hitung," katanya, "dan aku tak bisa menjumlah semuanya
sampai mencapai dua puluh empat Oktober. Seharusnya masih tanggal dua puluh
satu. Kita pasti mencapai Ford sekitar tanggal dua puluh."
"Kau bicara dan menghitung lebih banyak daripada seharusnya," kata
Gandalf. "Bagaimana rasanya bagian samping tubuhmu dan pundakmu sekarang?"
"Aku tidak tahu," jawab Frodo. "Sama sekali tidak terasa apa-apa: itu suatu
kemajuan, tapi" ia mencobanya "aku bisa menggerakkan tanganku sedikit. Ya,
sudah mulai hidup kembali. Tidak dingin," tambahnya, menyentuh tangan kirinya
dengan tangan kanan. "Bagus!" kata Gandalf. "Sudah sembuh dengan cepat. Tak lama lagi kau akan
sehat kembali. Elrond yang menyembuhkanmu: dia merawatmu berhari-hari, sejak
kau dibawa masuk." Halaman | 232 The Lord of The Rings "Berhari-hari?" kata Frodo.
"Ya, empat malam dan tiga hari, tepatnya. Para Peri membawamu dari Ford
pada malam kedua puluh, dan itulah saatnya kau kehilangan hitungan.
Kami sangat cemas, dan Sam hampir tak pernah meninggalkan sisimu,
kecuali kalau disuruh. Elrond penyembuh yang hebat, tapi senjata Musuh kita
sangat mematikan. Sebenarnya, aku hampir tak punya harapan, karena aku
menduga masih ada pecahan pisau dalam luka yang sudah tertutup. Tapi tak bisa
ditemukan sampai tadi malam. Lalu Elrond mengeluarkan serpihan itu. Letaknya
sangat dalam, dan bekerja di dalam."
Frodo menggigil, teringat pisau kejam dengan pangkal bergores yang lenyap
di tangan Strider. "Jangan cemas!" kata Gandalf. "Sudah hilang sekarang. Sudah
dilebur. Dan kelihatannya hobbit tidak mudah memudar. Aku kenal pejuangpejuang
kuat dari antara Makhluk-Makhluk Besar yang pasti cepat kalah oleh
serpihan itu, tapi kau sanggup menahankannya selama tujuh belas hari."
"Apa yang akan mereka lakukan padaku?" tanya Frodo. "Apa yang
penunggang itu coba lakukan?"
"Mereka berusaha menusuk jantungmu dengan pisau Morgul yang tertinggal
di dalam luka. Kalau mereka berhasil, kau akan jadi seperti mereka, hanya lebih
lemah dan di bawah kekuasaan mereka. Kau akan menjadi hantu di bawah
pemerintahan Penguasa Kegelapan, dan dia akan menyiksamu karena mencoba
menyimpan Cincin-nya-itu kalau ada siksaan yang lebih berat daripada melihat
cincin itu dirampok dan dipakai olehnya."
"Syukurlah aku tidak tahu bahaya mengerikan itu!" kata Frodo lemah.
"Memang aku sangat ketakutan, tapi seandainya aku tahu lebih banyak, aku tidak
bakal berani bergerak. Sungguh suatu mukjizat bahwa aku bisa selamat!"
"Ya, kau tertolong oleh keberuntungan atau nasibmu," kata Gandalf, "juga
keberanianmu. Sebab jantungmu tidak kena, dan hanya pundakmu yang
tertembus; dan itu karena kau bertahan sampai titik penghabisan. Tapi kau
memang nyaris kena. Kau dalam bahaya sangat besar sementara memakai Cincin
itu, karena saat itu kau setengah berada di dalam dunia hantu, dan mereka bisa
menangkapmu. Kau bisa melihat mereka, dan mereka bisa melihatmu."
"Aku tahu," kata Frodo. "Tampang mereka seram sekali! Tapi kenapa kami
semua bisa melihat kuda mereka?"
"Karena mereka kuda-kuda sungguhan; seperti halnya jubah-jubah hitam itu
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 233 juga jubah sungguhan, yang mereka pakai untuk memberi bentuk pada ketiadaan
mereka, kalau mereka berurusan dengan makhluk hidup."
"Lalu mengapa kuda-kuda hitam itu mau melayani penunggang seperti
mereka" Semua hewan lain ngeri kalau mereka mendekat, termasuk kuda Peri
milik Glorfindel. Anjing-anjing melolong dan angsa-angsa meneriaki mereka."
"Karena kuda-kuda ini dilahirkan dan dibesarkan untuk melayani Penguasa
Kegelapan di Mordor. Tidak semua pelayan dan barang bergerak mereka adalah
hantu! Ada Orc dan troll, ada warg dan serigala jadi-jadian; dan dari dulu
hingga sekarang ada banyak Manusia, Pejuang, dan raja-raja, yang menjadi makhluk
hidup tapi berada di bawah kekuasaannya. Dan jumlah mereka semakin hari
semakin bertambah." "Bagaimana dengan Rivendell dan kaum Peri" Apakah Rivendell aman?"
"Ya, saat ini, sampai semua yang lain dikalahkan. Bangsa Peri mungkin takut
kepada Penguasa Kegelapan, dan mereka mungkin melarikan diri darinya, tapi
mereka tidak akan pernah lagi mendengarkan atau melayaninya. Dan di sini, di
Rivendell, masih hidup beberapa di antara musuh-musuh utamanya: Kaum Bijak
bangsa Peri, para pangeran Eldar, yang berasal dari lautan-lautan terjauh.
Mereka tidak takut pada Hantu-Hantu Cincin, karena mereka yang pernah tinggal di Alam
Berkah sekaligus hidup dalam dua dunia, dan mereka mempunyai kekuatan besar
terhadap Yang Terlihat maupun Yang Tidak Terlihat."
"Rasanya aku melihat sebuah sosok putih bercahaya yang tidak memudar
seperti yang lain. Apakah itu Glorfindel?"
"Ya, kau melihatnya sejenak dalam wujudnya di dunia lain: salah satu yang
perkasa dari kaum Yang Pertama Lahir. Dia adalah Pangeran Peri dari keturunan
bangsawan. Memang di Rivendell ada kekuatan yang bisa menahan kehebatan
Mordor, untuk sementara: dan di tempat-tempat lain, kekuatan-kekuatan lain masih
ada. Ada juga kekuatan jenis lain di Shire. Tapi semua tempat seperti itu akan
segera menjadi pulau-pulau terkepung, kalau keadaan tetap berlanjut seperti ini.
Sang Penguasa Kegelapan sedang mengerahkan seluruh kekuatannya.
"Meski begitu," kata Gandalf, sambil tiba-tiba bangkit berdiri dan mengangkat
dagu, hingga jenggotnya menjadi kaku dan lurus bagai tambang berdiri, "kita
harus tetap mempertahankan keberanian kita. Kau akan segera sehat, kalau aku tidak
mematikanmu dengan omonganku. Kau berada di Rivendell, dan kau tidak perlu
khawatir tentang apa pun saat ini."
"Aku tidak punya keberanian untuk dipertahankan," kata Frodo, "tapi aku tidak
Halaman | 234 The Lord of The Rings cemas saat ini. Aku ingin tahu tentang teman-temanku, dan akhir kejadian di
Ford, karena aku akan terus bertanya; setelah itu, aku akan puas untuk sementara. Dan
aku akan tidur lagi; tapi aku tidak akan bisa memejamkan mata sampai kau
menyelesaikan cerita itu untukku."
Gandalf menggeser kursinya ke samping tempat tidur, dan memandang Frodo
dengan cermat. Wajah Frodo sudah tidak pucat lagi, matanya jernih, sadar serta
bangun sepenuhnya. Ia tersenyum, dan kelihatannya tidak ada masalah. Tapi
Gandalf merasa melihat suatu perubahan samar, begitu samar, seolah Frodo
menjadi agak tembus pandang, terutama tangan kirinya yang berada di luar, di
atas selimut. "Itu sudah bisa diduga," kata Gandalf pada dirinya sendiri. "Dia belum
sepenuhnya sembuh, dan apa yang akan terj adi padanya kelak, bahkan Elrond
pun takkan bisa menebak. Dia tidak akan berubah ja' hat, kurasa. Dia mungkin
akan jadi seperti gelas berisi cahaya terang bagi mata yang bisa melihat."
"Kau kelihatan sehat." kata Gandalf keras-keras. "Aku akan menambil risiko
menceritakan kisah singkat, tanpa meminta nasihat Elrond. Tapi sangat singkat,
camkan itu, lalu kau harus tidur lagi. Inilah yang terjadi, sejauh yang
kuketahui. Para Penunggang itu langsung mengejarmu, begitu kau lari. Mereka sudah tidak
membutuhkan panduan dari kuda-kuda mereka: mereka bisa melihatmu, karena
kau sudah berada di ambang dunia mereka. Dan Cincin itu juga menarik mereka.
Teman-temanmu meloncat menghindar, keluar dari Jalan, kalau tidak mereka akan
tergilas. Mereka tahu tidak ada yang bisa menyelamatkanmu, kalau kuda putih itu
tidak bisa. Para Penunggang itu terlalu cepat untuk disusul, dan terlalu banyak
jumlahnya untuk dilawan. Dengan berjalan kaki, bahkan Glorfindel dan Aragorn
tidak bakal bisa melawan mereka ber-Sembilan.
"Ketika Hantu-Hantu Cincin itu lewat, teman-temanmu berlari mengejar. Dekat
ke Ford ada suatu lembah kecil di samping jalan, diselubungi beberapa pohon
kerdil. Di sana mereka tergesa-gesa menyalakan api; Glorfindel tahu bahwa banjir
akan datang, bila para penunggang itu mencoba menyeberangi sungai, lalu dia
harus menghadapi mereka yang tertinggal di sisi sungai sebelah sini. Saat banjir
muncul, dia berlari keluar, diikuti Aragorn dan yang lainnya dengan tongkat-
tongkat menyala. Terjebak di antara api dan air, dan melihat seorang Pangeran Peri dalam
kemarahan, mereka kaget dan kuda-kuda mereka menjadi gila. Mereka' tersapu
serangan banjir pertama; yang lainnya terlempar ke dalam air oleh kuda-kuda
mereka, dan tenggelam."
"Dan itu akhir dari para Penunggang Hitam?" tanya Frodo.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 235 "Tidak," kata Gandalf. "Kuda-kuda mereka kelihatannya mati, dan tanpa
mereka, para Penunggang itu lumpuh. Tapi Hantu-Hantu Cincin itu sendiri tidak
mudah dihancurkan. Namun sekarang ini tak ada yang perlu dicemaskan dari
mereka. Teman-temanmu menyeberang setelah banjir reda, dan mereka
menemukanmu berbaring telungkup di puncak tebing, dengan pedang patah di
bawahmu. Kuda putih berdiri menjaga di sampingmu. Kau pucat dan din-in, dan
mereka khawatir kau sudah mati, atau lebih buruk daripada itu. Anak buah Elrond
menjumpai mereka, perlahan-lahan menggotongmu ke Rivendell."
"Siapa yang membuat banjir?" tanya Frodo.
"Elrond memerintahkannya," jawab Gandalf. "Sungai di lembah ini ada di
bawah kekuasaannya, dan akan naik dalam kemarahan kalau Elrond benar-benar
perlu menutup Ford. Begitu kapten para Hantu Cincin masuk ke dalam air,
banjirnya dikerahkan. Kalau boleh kukatakan, aku menambahkan beberapa
sentuhanku sendiri: mungkin kau tidak memperhatikannya, tapi beberapa ombak
mengambil bentuk kuda putih dengan penunggang putih bercahaya; dan banyak
batu besar menggelinding dan menggilas. Sejenak aku cemas bahwa kemurkaan
yang kami lepaskan terlalu besar, dan banjir tak terkendali akan menyapu kalian
semua. Air yang berasal dari salju di Pegunungan Berkabut punya kekuatan sangat
besar." "Ya, aku ingat semua sekarang," kata Frodo. "Raungan hebat itu. Kukira aku
akan tenggelam, dengan teman, musuh, dan semuanya. Tapi sekarang kami
aman!" Gandalf dengan cepat melirik Frodo, tapi Frodo sudah memejamkan mata.
"Ya, kalian semua aman untuk saat ini. Tak lama lagi akan ada pesta dan
bersukaria untuk merayakan kemenangan di Ford Bruinen, dan kalian semua akan
duduk di tempat kehormatan."
"Bagus!" kata Frodo. "Sungguh membahagiakan bahwa Elrond, Glorfindel,
dan pangeran-pangeran lain yang begitu agung, tak lupa Strider juga, bersedia
menunjukkan keramahan begitu besar padaku."
"Yah, banyak sekali alasan mereka melakukan itu," kata Gandalf sambil
tersenyum. "Aku salah satu alasan bagusnya. Cincin itu adalah alasan lainnya:
kau adalah si pembawa Cincin. Dan kau ahli waris Bilbo, sang penemu Cincin."
"Bilbo yang baik!" kata Frodo sambil mengantuk. "Aku ingin tahu, di mana dia.
Kalau saja dia ada di sini, dan bisa mendengar semua kisah ini. Dia pasti akan
tertawa. Sapi meloncat di atas Bulan! Dan troll tua malang!" Lalu Frodo tertidur
Halaman | 236 The Lord of The Rings lelap. Frodo sekarang aman di dalam Rumah Nyaman yang Terakhir di sebelah
timur Laut. Rumah itu, seperti diberitakan Bilbo dulu, "sebuah rumah sempurna,
entah kau senang makan atau tidur, bercerita atau bernyanyi, atau hanya duduk
dan berpikir, atau gabungan menyenangkan dari itu semua." Berada di sana saja
sudah merupakan obat untuk keletihan, ketakutan, dan kesedihan.
Sementara hari semakin malam, Frodo bangun lagi, dan ia sadar ia sudah
tidak butuh istirahat atau tidur; ia ingin makan-minum, dan mungkin bernyanyi
dan bercerita setelahnya. Ia turun dari tempat tidur dan menyadari lengannya sudah
hampir bisa digunakan lagi seperti semula. Ia menemukan pakaian bersih dari kain
hijau sudah disiapkan, pas sekali untuknya. Sambil becermin, ia kaget melihat
bayangan dirinya yang jauh lebih kurus daripada yang diingatnya: tampaknya
sangat mirip dengan keponakan muda Bilbo yang biasa pergi berjalan-jalan dengan
pamannya di Shire; tapi matanya memandang dengan merenung.
"Ya, kau sudah melihat berbagai hal sejak terakhir kali kau becermin," katanya
pada bayangannya. "Tapi sekarang mari kita pergi ke pertemuan gembira!" ia
mengulurkan tangannya dan menyiulkan sebuah lagu.
Saat itu ada ketukan di pintu, dan Sam masuk. Ia berlari menghampiri Frodo
dan memegang tangan kirinya, canggung dan malu-malu. Ia membelainya dengan
lembut, lalu wajahnya memerah, dan dengan cepat ia membuang muka.
"Halo, Sam!" kata Frodo.
"Panas sekali!" kata Sam. "Maksudku tanganmu, Mr. Frodo. Selama ini selalu
terasa dingin selama malam-malam panjang. Tapi... selamat dan ceria!" serunya,
membalik lagi dengan mata bersinar dan menarinari. "Bahagia sekali melihatmu
Sembilan Pembawa Cincin The Lord Of The Rings Buku Satu Karya J.r Tolkien di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sudah bangun dan sudah sehat lagi, Sir! Gandalf memintaku ke sini, untuk melihat
apakah kau sudah siap turun, dan aku mengira dia berkelakar."
"Aku sudah siap," kata Frodo. "Ayo kita pergi dan mencari yang lainnya!"
"Aku bisa mengantarmu pada mereka, Sir," kata Sam. "Rumah ini besar
sekali, dan aneh. Selalu ada hal baru yang bisa ditemukan, dan kita tidak tahu
apa yang bakal kita temukan di balik tikungan. Dan para Peri, Sir!' Peri di sini,
Peri di sana! Beberapa seperti raja, hebat dan luar biasa; beberapa sangat ceria seperti
anak kecil. Dan musik serta nyanyiannya - meski aku tak punya banyak waktu
atau semangat untuk mendengarkan sejak kita sampai di sini. Tapi aku sudah
mulai tahu adat kebiasaan di tempat ini."
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 237 "Aku tahu apa yang sudah kaulakukan, Sam," kata Frodo sambil memegang
tangan Sam. "Tapi malam ini kau akan gembira, dan mendengarkan sepuaspuasnya.
Ayo, tuntun aku lewat tikungan-tikungan!"
Sam menuntunnya melewati beberapa selasar, menuruni banyak tangga, dan
keluar ke sebuah halaman tinggi di atas tebing curam su-ngai. Ia menemukan
teman-temannya duduk di teras, di samping rumah yang menghadap ke timur.
Keremangan sudah menggantung di atas lembah di bawah, tapi masih ada cahaya
di wajah pegunungan Jauh di atas. Cuaca hangat. Bunyi air mengalir dan jatuh
terdengar sangat keras, dan udara senja dipenuhi wangi lembut pepohonan dan
bunga-bunga, seolah musim panas masih bertahan di kebun Elrond.
"Hura!" seru Pippin sambil bangkit berdiri. "Ini dia sepupu kita yang mulia!
Beri jalan untuk Frodo, si Penguasa Cincin!"
"Husy!" kata Gandalf dari kegelapan di bagian belakang teras. "Hal-hal jahat
tidak masuk ke lembah ini, tapi sebaiknya kita jangan menyebut-nyebut mereka.
Penguasa Cincin bukan Frodo, melainkan
Master dari Menara Kegelapan di Mordor, yang kekuatannya sekali lagi
menggapai seluruh dunia! Saat ini kita tengah duduk di dalam benteng. Di luar
sudah mulai gelap." "Gandalf sudah banyak mengatakan hal-hal menggembirakan se_ macam itu,"
kata Pippin. "Dia pikir aku perlu ditertibkan. Tapi tampaknya tak mungkin merasa
muram di tempat ini. Rasanya aku ingin bernyanyi, kalau saja aku tahu lagu yang
tepat untuk kesempatan ini."
"Aku sendiri juga merasa ingin nyanyi," tawa Frodo. "Meski saat ini aku lebih
ingin makan dan minum!"
"Itu bisa segera dipenuhi," kata Pippin. "Seperti biasa, kau sudah
menunjukkan kelihaianmu, bangun tepat saat makanan dihidangkan."
"Lebih dari sekadar makanan! Ini pesta!" kata Merry. "Begitu Gandalf
melaporkan bahwa kau sudah sembuh, persiapan segera dimulai." Baru saja ia
selesai berbicara, mereka dipanggil ke aula oleh bunyi denting banyak lonceng.
Aula rumah Elrond penuh dengan banyak orang: kebanyakan kaum Peri,
meski ada beberapa tamu dari jenis lain. Elrond, seperti biasa, duduk di kursi
besar, di ujung meja panjang di panggung; di kiri-kanannya duduk Glorfindel dan
Gandalf. Frodo memandang mereka dengan kagum, karena ia belum pernah melihat
Halaman | 238 The Lord of The Rings Elrond, yang banyak dibicarakan dalam dongeng-dongeng; ketika mereka duduk di
kanan-kirinya, Glorfindel, dan bahkan Gandalf, yang ia sangka sudah dikenalnya
benar, baru tampak sebagai sosok-sosok berwibawa dan berkuasa.
Glorfindel tinggi dan tegap; rambutnya bercahaya keemasan, wajahnya indah
dan muda, serta berani dan penuh kegembiraan; matanya tajam bersinar, dan
suaranya bagai musik; di dahinya ada kebijakan, dan di tangannya ada kekuatan.
Wajah Elrond seolah tanpa usia, tidak muda maupun tua, meski di dalamnya
terpancar ingatan kepada banyak hal, yang gembira maupun sedih. Rambutnya
gelap seperti bayang-bayang senja, dan di kepalanya ada mahkota perak; matanya
kelabu seperti senja yang bening, menyorotkan cahaya seperti cahaya bintang. Ia
tampak patut dimuliakan sebagai raja yang sudah melewati banyak musim dingin,
namun masih begitu kuat sebagai pejuang ulung dalam kekuatan sempurna- ia
adalah Penguasa Rivendell, dan sangat hebat di antara kaum Peri maupun
Manusia. Di tengah meja, bersandar pada kain-kain tenunan di dinding, ada sebuah
kursi di bawah kanopi, dan di sana duduk seorang wanita cantik; ia sangat mirip
Elrond dalam bentuk wanita, sampai-sampai Frodo menduga ia salah seorang
saudara dekatnya. Ia muda, tapi juga tidak muda. Kepangkepang rambutnya
berwarna gelap, tak tersentuh warna putih sedikit pun, lengannya putih, dan
wajahnya bening mulus tanpa cacat, matanya menyimpan binar-binar cahaya
bintang yang cerah, kelabu seperti malam tak berawan; ia seperti seorang ratu,
tatapan matanya menyorotkan pengetahuan dan pemikiran, seolah ia tahu banyak
hal yang sudah terjadi. Kepalanya tertutup topi renda perak bertabur batu-batu
permata kecil, putih berkilauan; tapi pakaiannya yang lembut kelabu tidak ada
hiasannya, kecuali sabuk dedaunan yang ditempa dari perak.
Begitulah, Frodo melihat sosok jelita yang belum banyak dilihat makhluk hidup
lainnya; dialah Arwen, putri Elrond, yang konon begitu mirip dengan Luthien; dan
ia dipanggil Undomiel, karena ia adalah Evenstar di antara bangsanya. Lama sekali
ia tinggal di negeri sanak ibunya, di Lorien di balik pegunungan, dan baru saja
kembali ke Rivendell, ke rumah ayahnya. Tetapi saudara-saudaranya, Elladan dan
Elrohir, sedang keluar bertugas: karena mereka sering naik kuda sampai jauh
bersama para Penjaga Hutan Utara, tak pernah melupakan penderitaan ibu mereka
di kandang para Orc. Belum pernah Frodo melihat ataupun membayangkan dalam benaknya
kecantikan sedemikian besar pada makhluk hidup; ia kaget dan malu, menyadari
bahwa ia duduk di meja Elrond, di antara semua orang yang tinggi dan tampan itu.
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 239 Meski mendapat kursi yang pas, dan duduk di atas beberapa bantal, ia masih
merasa sangat kecil dan agak tidak serasi di lingkungan itu; tapi perasaan itu
cepat berlalu. Pesta itu riang sekali, dan makanan yang tersedia cukup untuk
memuaskan rasa laparnya. Baru beberapa saat kemudian ia mulai melihat
sekeliling, atau berbicara pada orang-orang di sebelahnya.
Pertama-tama ia mencari kawan-kawannya. Sam sudah memohon agar
diizinkan melayani majikannya, tapi ia diberitahu bahwa kali ini ia menjadi tamu
kehormatan. Frodo bisa melihatnya sekarang, duduk bersama Pippin dan Merry di
ujung salah satu meja dekat panggung. Ia tidak melihat Strider.
Di sebelah Frodo, di samping kanannya, duduk seorang kerdil yang tampak
penting, berpakaian mewah. Jenggotnya sangat panjang dan bercabang-cabang,
berwarna putih, hampir sama putihnya dengan Pakaiannya yang seputih salju. Ia
memakai ikat pinggang perak, dan di sekeliling lehernya tergantung rantai perak
dan berlian. Frodo berhenti makan untuk memandangnya.
"Selamat datang, dan selamat berjumpa!" kata orang kerdil itu, berbicara pada
Frodo. Lalu ia bangkit berdiri dan membungkuk. "Gloin siap melayani Anda,"
katanya, dan ia membungkuk semakin dalam.
"Frodo Baggins, siap melayani Anda dan keluarga Anda," kata Frodo dengan
sopan, bangkit dengan kaget dan memberantakkan bantal-bantalnya. "Benarkah
kau Gloin, salah satu dari dua belas pendamping Thorin Oakenshield yang agung?"
"Betul sekali," jawab orang kerdil itu, mengumpulkan bantal-bantal, dan
dengan sopan membantu Frodo duduk kembali. "Dan aku tidak bertanya, karena
aku sudah diberitahu bahwa kau adalah sanak dan ahli waris yang diadopsi oleh
kawan kami Bilbo yang termasyhur. Izinkan aku memberi selamat atas
kesembuhanmu." "Terima kasih banyak," kata Frodo.
"Kau mengalami petualangan-petualangan yang sangat aneh, kudengar," kata
Gloin. "Aku sangat ingin tahu, apa yang membuat empat hobbit melakukan
perjalanan sejauh ini. Belum ada kejadian seperti ini sejak Bilbo ikut kami.
Tapi mungkin aku tidak pantas bertanya-tanya terlalu banyak, karena kelihatannya
Elrond dan Gandalf tak ingin membicarakan ini."
"Mungkin kami tidak akan membahas ini, setidaknya belum sekarang," kata
Frodo sopan. Ia menduga bahwa, bahkan di rumah Elrond, masalah Cincin ini
bukanlah pokok pembicaraan yang santai; lagi pula, ia ingin melupakan
kesulitankesulitannya untuk sementara waktu. "Tapi aku juga sama ingin tahunya,
mengapa Halaman | 240 The Lord of The Rings seorang Kurcaci sepenting dirimu sampai datang jauh-jauh dari Gunung Sunyi."
Gloin memandangnya. "Kalau kau belum dengar, kukira kita juga tak perlu
membahas itu. Tak lama lagi Master Elrond akan memanggil kita semua, lalu kita
akan mendengar banyak hal. Tapi banyak hal lain yang bisa diceritakan."
Sepanjang menyantap hidangan, mereka bercakap-cakap, tapi Frodo lebih
banyak mendengarkan daripada berbicara; karena berita dari Shire, selain tentang
Cincin, tampak kecil dan sangat jauh, dan tidak periling, sementara Gloin punya
banyak cerita tentang kejadian-kejadian dan wilayah utara Belantara. Frodo
diberitahu bahwa sekarang Grimbeorn the Old, putra Beorn, menjadi penguasa dari
sejumlah manusia kekar, dan tidak ada Orc maupun serigala yang berani pergi ke
negeri mereka, yang terletak di antara Pegunungan dan Mirkwood.
"Bahkan," kata Gloin, "kalau bukan karena bangsa Beorning, jalan dari Dale
ke Rivendell sudah lama tak mungkin dilewati. Mereka gagah berani, dan menjaga
agar High Pass dan Ford di Carrock tetap terbuka. Tapi cukai mereka tinggi,"
tambahnya sambil menggelengkan kepala; "dan seperti Beorn, sejak dulu mereka
tidak begitu menyukai orang kerdil. Bagaimanapun, mereka bisa dipercaya, dan All
cukup bagus untuk saat ini. Di mana pun tidak ada orang-orang yang seramah
Manusia dari Dale. Bangsa Barding baik sekali. Mereka diperintah oleh cucu Bard
si Pemanah, Brand putra Bain putra Bard. Dia raja yang kuat, dan negerinya
sekarang mencapai jauh ke selatan dan timur Esgaroth."
"Bagaimana tentang bangsamu sendiri?" tanya Frodo.
"Banyak yang bisa diceritakan, baik dan buruk," kata Gloin, "tapi kebanyakan
bagus: sejauh ini kami beruntung, meski kami tak bisa melarikan diri dari
kegelapan masa kini. Kalau kau benar-benar ingin mendengar tentang kami, aku akan
menceritakannya dengan senang hati. Tapi hentikanlah aku-kalau kau lelah! Lidah
para Kurcaci suka mengoceh terus kalau membahas kegiatan mereka sendiri, kata
orang." Dan dengan itu Gloin memulai cerita panjang-lebar tentang kegiatan di
kerajaan Kurcaci. Ia senang menemukan pendengar yang begitu sopan; karena
Frodo tidak menunjukkan tanda-tanda kejemuan dan tidak berusaha mengalihkan
pokok pembicaraan, meski sebenarnya ia bingung mendengar nama-nama aneh
orang-orang dan tempat yang belum pernah ia dengar. Meski begitu, ia sangat
tertarik mendengar bahwa Dain masih menjadi Raja di Bawah Gunung, dan
sekarang sudah tua (sudah lewat dua ratus lima puluh tahun), sangat mulia dan
luar biasa kaya. Dari kesepuluh pendamping yang selamat dalam Pertempuran
Sembilan Pembawa Cincin Halaman | 241 Jawaban Answer 3 Wiro Sableng 029 Bencana Di Kuto Gede Pendekar Pedang Sakti 6