Pencarian

Blackstone Affair 2

All In The Blackstone Affair 2 Karya Raine Miller Bagian 2


memiringkan kepalanya untuk memberikanku akses saat aku
menghirup aroma kulitnya yang membiusku-membuatku benarbenar gila untuknya.
"Rasanya begitu nikmat denganmu di sini,"
bisikku. Sepanjang waktu aku berjuang dengan keinginanku ketika dia sudah
dekat. Ini adalah masalah baru yang aku belum pernah hadapi dalam
hubungan sebelumnya. Aku menyukai berhubungan seks-aku
bercinta dan aku memiliki penis. Aku juga tidak pernah punya
kesulitan menemukan teman kencan. Wanita suka penampilanku dan
seperti yang Ayah katakan, itu membuat segalanya lebih mudah, tapi
tidak selalu lebih baik. Ketika wanita mengejarmu karena mereka
pikir kau tampak panas dan memiliki sedikit uang dengan cepat
mengurangi hal-hal lain menjadi ke pertukaran yang sangat dasar.
Beberapa makan malam, beberapa seks, mungkin sesi kencan kedua-
berhungan seks. Dan kemudian...selamat tinggal. Intinya adalah aku
tidak suka untuk digunakan, dan aku sudah bertahun-tahun
melakukannya dengan wanita untuk membuatku bosan kencan untuk
seks. Brynne menimbulkan reaksi yang berbeda dariku dan dia
melakukannya sejak pertemuan pertama. Dia tidak pernah
mengejarku untuk satu hal. Jika aku tidak mendengar dia
memanggilku tampan di headset malam itu di galeri aku tidak akan
tahu dia pernah melihatku. Dia mendorong semua tombol yang tepat,
dan untuk pertama kalinya aku peduli tentang wanita jauh lebih
banyak daripada seks dengan wanita.
Oh aku masih peduli tentang seks, tapi itu sangat berbeda sekarang.
Kebutuhan yang dominan dalam diriku telah berkembang sejak
menemukan Brynne, seolah-olah dia adalah katalisnya. Bahkan, aku
tahu dia memang katalis itu. Aku ingin hal-hal dengan dia yang
membuatku takut karena aku tidak mau-tidak, tidak tahan kehilangan
dia karena itu. Apa yang dia bagi malam ini membuatku benar-benar ketakutan. Hal
ini juga membuat perilaku misteriusnya di awal pertemuan kami
menjadi sangat jelas. Aku punya beberapa jawaban setidaknya
tentang mengapa dia terus berlari.
"Aku senang juga." Dia menghembuskan napas panjang. "Aku
sangat merindukanmu, Ethan." Dia bersandar padaku, lekukan
pantatnya tepat dipinggulku. Dengan hanya lapisan spandex dari
celana pendeknya menutupi bagian yang indah dari dirinya,
kejantananku langsung bangun, siap dan rela untuk bertugas.
Ya Tuhan! Itu semua yang diperlukan untuk membuatku mulai
beraksi. Dia akan merasakan ereksiku dan kemudian apa" Aku
seharusnya tidak mendatangi dia sekarang. Dia masih rapuh dan
perlu untuk menyelesaikan ceritanya. Kalau saja aku bisa
mengatakan hal itu pada kemaluanku. Aku memutar kepalanya untuk
menatapku dan menelan bibirnya dalam ciuman yang sangat
mendalam yang memungkinkan semua logika menghilang.
Aku menggigiti dan mengisap bibirnya, berusaha menariknya ke
dalam diriku. Dia terasa begitu nikmat. Brynne meleleh tepat dimana
aku menginginkan dia, dan aku tahu aku tidak akan dapat menarik
diri kembali sekarang. Aku berada dalam kebutuhan yang sangat
besar untuk mengklaim wanitaku lagi.
Hanya bajingan yang ingin membawanya ke tempat tidur dan
membuatnya telanjang sekarang. Konsekuensinya, aku memang
seperti bajingan kotor. Aku bisa menerimanya. Brynne selalu bilang dia suka ketika aku berterus terang. Dia
mengatakan dia merasa lebih baik tentang aku mengatakan padanya
apa yang aku inginkan karena dia tahu apa yang akan terjadi. Dia
membutuhkan itu dariku. Jadi aku mengambil napas dalam-dalam
dan mengatakan padanya apa yang kuinginkan.
"Aku ingin membawamu ke tempat tidur sekarang. Aku ingin kau
dalam pelukanku dan aku ingin...dalam dirimu." Aku mencari
wajahnya yang tertahan di kedua tanganku dan menatapnya untuk
mencari jawabannya. *** Bab 5 "Aku juga menginginkanmu." Dia mengangguk dan mendongak lalu
menciumku. "Bawa aku ke tempat tidur, Ethan." Kata-kata paling
indah yang kudengar dalam beberapa hari ini masuk ketelingaku.
Aku mencium bibir manisnya yang dia tawarkan dan
mengangkatnya keatas menjauh dari lantai, tubuhnya menempel erat
di dadaku. Dia membungkus kakinya di sekeliling pinggulku dan
membenamkan wajahnya di leherku. Aku mengerang keras dan
mulai berjalan. Ketika kami sampai di kamar tidur, pemandangan di
tempat tidur menampakkan seprai bersih yang belum pernah dipakai
tidur. Sekarang hari Senin! Annabelle datang, terima kasih Tuhan!
Jika seprei itu bekas tadi pagi yang masih terpasang di sana dengan
semua bukti sesi masturbasiku yang menyedihkan, aku tak tahu apa
yang akan kulakukan. Aku mengingat dalam hati untuk memberi
Annabelle - tips ucapan terima kasih karena telah menjadi seorang
yang bijaksana. Aku membaringkan Brynne diatas punggungnya dan hanya
menatapnya sejenak. Kebutuhan untuk bergerak perlahan-lahan
sangat penting saat ini. Aku ingin mengagumi dan menerima hadiah
yang ia berikan padaku. Aku harus menikmatinya.
Rambutnya tersingkap diatas bahunya dan matanya tampak hijau
dengan atasan warna turquoise yang masih dia kenakan. Tak akan
dia kenakan untuk waktu yang lama.
Aku mulai melepas sepatu olah raganya. Kemudian kaus kakinya.
Aku memegang kakinya dan memijatnya sebelum meluncur ke atas
kakinya dan pinggulnya lalu ke ban pinggang celana pendeknya.
Jari-jariku menyelinap di bawahnya dan mencengkeramnya. Lalu
menurunkannya. Mataku mengawasi kulitnya yang terbuka ketika
celananya terlepas - pusar, tulang pinggulnya, perut, kemaluan, serta
kakinya yang panjang. Kaki yang akan membungkus di sekelilingku
ketika aku berada jauh di dalam dirinya yang indah saat telanjang.
Begitu manisnya. Ada alasan mengapa gadisku jadi seorang model. Seorang model
telanjang. Dia memiliki tubuh yang membuatku terdiam. Meskipun
aku belum menyingkap semua karya agung milikku. Aku meraih
atasannya. Ini juga seperti belanja 'one stop shop'. Dibaliknya tidak
memakai apapun. Aku ingin meneriakkan sebuah kemenangan YES.
Payudaranya seakan tumpah ke samping begitu aku melepaskan
kaosnya sampai ke atas kepalanya.
"Brynne...cantiknya." Aku mendengar suara namanya keluar dari
bibirku tapi tak mampu mengingat maksud dari apa yang kukatakan.
Aku harus melihatnya telanjang lagi, mengingat bagaimana
penampilannya, untuk mengetahui bahwa aku benar-benar bisa
menyentuhnya dan dia akan menerimaku. Aku menginginkan bagian
kecil dari dirinya didalam diriku sebelum aku bisa melakukan yang
lain juga, sepertinya aku begitu putus asa.
Perlahan-lahan aku menyeret mulutku dari pusarnya keatas menuju
salah satu payudaranya yang sempurna, menutupi seluruh puting dan
mengisapnya dalam-dalam. Aku menariknya ke dalam mulutku dan
membelai bagian bawahnya dengan jari-jariku. Begitu lembut.
Miliknya mengetat dan keras di bawah lidahku dan aku harus
pertimbangan miliknya yang satunya lagi supaya adil. Miliknya yang
indah benar-benar pantas memperoleh perhatian yang seimbang
supaya sama-sama adil. Dia terlihat begitu pasrah dan sensual terbaring di sana untukku,
mengisi mataku dengan gambaran mengenai dirinya. Seperti sebuah
potret. Tapi potret yang hanya aku seorang yang pernah lihat. Tapi
itu tidak benar. Gangguan rasa jengkel sekilas muncul saat aku
menekan gagasan bahwa orang lain telah melihatnya telanjang,
masuk jauh ke dalam penjara bawah tanah pikiranku. Saat ini aku
seakan memiliki sebuah perjamuan dihadapanku. Tiba saatnya untuk
menyantap. Aku ingin merasakan tubuhnya dengan lidah dan bibirku. Aku begitu
menginginkan dirinya, hingga jadi gemetar saat aku melepas sepatu
dan meraih sabukku. Aku melepas semua pakaianku dengan cepat,
sangat menyadari bahwa Brynne menyaksikan setiap langkah yang
kubuat, matanya menjelajah ke seluruh tubuhku. Saat melihat
kekaguman dirinya, membuat bolaku menjadi begitu keras yang
membuatku terasa sakit dan kemaluanku rasanya terbakar. Hanya
untuknya. Aku turun ke tempat tidur dengan menempatkan lututku di tempat
tidur terlebih dulu, perhatianku benar-benar teralihkan, aku harus
memulai dimana dulu. Dia seperti sebuah jamuan makan yang
terhampar, kakinya sedikit ditekuk tapi tidak mengungkapkan apa
yang ingin aku lihat. Keinginanku terbangun dari suatu tempat dan
kata-kata itu keluar dari mulutku. "Bukalah kakimu dan tunjukkan
padaku. Aku ingin melihat apa yang jadi milikku, sayang."
Perlahan, kakinya ditarik ke atas sampai telapak kakinya menapak di
sprai saat menekuk lututnya. Aku menahan napasku dan merasakan
degup jantung di dadaku. Dia menggeser salah satu kakinya ke atas
kemudian yang lain. Ya seperti itu. Dia melakukan apa yang aku
minta darinya. Penyerahan sempurna dalam sebuah gerakan yang
anggun, mengalirkan satu sentakan yang membangunkan gairahku
hanya dari pertunjukan yang dia berikan padaku. Aku sama sekali
tidak merasa puas. Aku benar-benar ingin menatapnya lama sebelum
aku memulai apa yang tidak pernah aku lakukan dalam beberapa
hari. "Angkat tanganmu ke atas kepalamu dan berpeganglah di tempat
tidur." Matanya berkedip sebentar dan berfokus pada mulutku.
"Percayalah. Aku akan membuatnya begitu menyenangkan untukmu,
sayang. Biarkan aku melakukan hal ini dengan caraku..."
"Ethan," bisiknya, tapi ia melakukan apa yang kuminta, perlahanlahan membawa
lengannya keatas hingga pergelangan tangannya
melintasi ke atas kepalanya dan mencengkeram tepi kasur. Ya Tuhan,
aku menyukai ketika ia menyebutkan namaku selama berhubungan
seks. Aku menyukai ketika dia memanggil namaku, setiap saat.
"Sayang." Payudaranya bergeser kesamping dan naik sedikit karena
lengannya diatas. Ujung putingnya berwarna raspberry, begitu
sempurnanya memohon lidahku dengan amat sangat. Aku kembali
pada mereka, mengisap dan memutar-mutar ujung sensitifnya,
menyukai bagaimana putingnya bergerak dibawah mulutku. Dia
bergerak seirama denganku.
Aku menarik bibirku lepas darinya. Jariku meraih salah satu
putingnya dan memutarnya sebelum menarik ujungnya sedikit
mencubit. Dia mengerang dan melengkung kearahku tapi tangannya
tetap di atas. Aku menjepit yang lainnya dan menyaksikan dia sedikit
melenturkan pinggulnya, kakinya melebar dan menampilkan lebih
banyak bagian dari dirinya, aku ingin lebih mengenalnya lagi.
"Kau sangat cantik seperti ini," kataku diperutnya saat aku
menciuminya menuju ke bawah ketempat yang dibutuhkan mulutku.
Aku menciumnya terlebih dulu dan menyukai responnya. Dia
bergetar dibawah sentuhanku. Aku menjentikkan lidahku di atas
miliknya, menekannya agar terbuka sambil mengerang. Suaranya
pelan dan lembut menunjukkan rasa kenikmatan dan kebutuhannya.
Kebutuhan apa yang bisa kuberikan padanya. Kebutuhan untukku.
"Kau...begitu cantik, Brynne," gumamku diatas tubuhnya.
"Kau membuat aku merasa cantik," dia tergagap dengan berbisik dan
membuka sedikit lebih banyak dibawah tubuhku.
"Ya...berikan dirimu padaku, sayang." Aku mencium bibir bawahnya
seperti aku menyukai mulutnya. "Aku akan membuatmu klimaks
begitu keras, dan kau tak akan memikirkan apapun lagi kecuali apa
yang sedang kulakukan," kataku.
"Kumohon buat aku..."
Aku menggeram didepan pangkal pahanya. "Membuat kau orgasme
di bawah lidahku adalah sesuatu yang paling seksi di dunia.
Bagaimana kau bergerak. Bagaimana kau merasa. Bagaimana
suaramu ketika kau sampai di ujung sana..."
"Ahhh..." dia mengerang dan bergerak di bawahku. Suara yang
sedemikian indahnya. Aku benar-benar membuat dirinya senang saat
ia berteriak, melengkungkan pinggulnya untuk betemu dengan
mulutku. Aku menahan pahanya terbuka dan menelan
kelembutannya yang bergetar. Aku tak bisa berhenti dan aku tidak
bisa memperlambat. Dia mendesakkan kebibirku, di mana lidahku
bisa menemukan jalan memasuki kedalam dirinya berulang-ulang,
semua itulah yang aku pedulikan. Aku terus melakukan itu,
mengempaskan clit-nya sampai aku merasa dia sampai.
"Oh, Ya Tuhan, Ethan!" Serunya pelan, bergetar saat klimaks
mengambil alih dirinya. "Uh huh," aku mengerang, nyaris tak bisa bicara. "Sekarang, kau
akan melakukannya lagi!" Kataku saat aku bergerak naik dan
mengarahkan kejantananku. Aku tersentak ketika organ kami saling
bersentuhan, seperti sentakan listrik mengisiku. Mata kami bertemu
dan matanya melebar dalam sekejap sebelum aku membawanya.
Aku membenamkan kejantananku dengan satu dorongan licin dan
keras, tak mampu menyangkal pada diriku sendiri untuk sedetik lagi.
Dia mengerang dengan suara paling seksi yang pernah kudengar
ketika aku tenggelam ke dalam dirinya. Ya ampun, dia terasa nikmat
- ketat dan panas dan menelanku ke dalam, otot didalamnya
mencengkeram milikku melalui kekuatan klimaksnya yang sedang
berlangsung. Sesuatu yang begitu menyenangkan mengejutkanku
untuk memahami kekuatan yang dia miliki atas diriku. Brynne telah
menahanku untuk menjadi tawanannya seperti yang dia lakukan
pertama kalinya. Seks tidaklah berbeda. Dia menahanku menjadi
tawanan sepanjang waktu. Dia bergerak denganku, menerima setiap dorongan seperti ia
membutuhkannya dari diriku untuk hidup.
"Aku akan bercinta denganmu sampai kau klimaks lagi!"
Dan aku lakukan. Brynne menerima semuanya; setiap hentakan doronganku ke dalam
dirinya yang begitu manis, suara yang terdengar saat tubuh kami
menyatu bersama-sama mengisi udara, membawa kami lebih dekat
sampai menuju ke atas. Aku menjulang di atas wajahnya dengan
wajahku, menahan matanya dengan mataku, memiliki tubuhnya
dengan tubuhku. Aku hanya melihat dia. Aku hanya merasakannya.
Aku hanya mendengarkannya.
Dia menegang jauh di dalam sana dan matanya terbalik, mulutnya
menganga. Aku mengambilnya juga. Aku menutup bibirnya dengan
bibirku dan mendorong kedalam dengan lidahku. Aku menelan
teriakannya ketika dia mulai menuju orgasme dan memberikan
dirinya dengan milikku ketika dorongannya menghantam bolaku. Ini
akan menjadi sangat intens luar biasa - ledakan dari sesuatu yang tak
bisa terlukiskan, kenikmatan yang meniadakan kata-kata untuk
mengungkapkan bagaimana rasanya, milikku menyembur
kedalamnya. Aku hanya bisa tersesat di dalam dirinya dan mencoba
bertahan saat aku jatuh ke dalam kehampaan bersamaan dengan
ledakannya. Tubuhku perlahan lalu berhenti dan masih terkubur di dalam dirinya,
masih berkedut melalui denyutan nadiku. Aku tak pernah ingin pergi
di mana saat ini aku berada. Bagaimana aku bisa"
Saat mereda, kami menarik napas. Tugas sederhana mengambil
oksigen seakan telah menyita semuanya. Aku bisa merasakan denyut


All In The Blackstone Affair 2 Karya Raine Miller di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jantungnya berdebar dibawah dadaku dan sedikit mengejang karena
kenikmatan sangat terasa untuk terakhir kalinya dia mencekeram
erat diriku dengan dinding ketat miliknya. Seks yang begitu nikmat.
Ketika aku bisa bertahan untuk menarik mulutku menjauh dari
kulitnya, aku melayang di atas wajahnya, ingin mencari sesuatu yang
baik dimatanya. Aku takut apa yang bisa aku lihat. Terakhir kali
setelah kami bersama-sama seperti ini, sesuatu yang sangat buruk
terjadi pada waktu setelahnya. Dia memberitahumu untuk
melepaskannya dan berjalan keluar pintu.
"Aku mencintaimu." Bisikku, kata-kataku nyaris tak terdengar hanya
beberapa inci dari wajahnya dan melihat matanya berubah jadi
bercahaya dan kemudian basah. Dia mulai menangis.
Benar-benar bukan reaksi yang kuharapkan. Aku menarik keluar dari
tubuhnya dan merasakan semburan basah diantara kami. Tapi
Brynne lebih mengejutkanku sekali lagi. dia tidak menjauhkan
dirinya, alih-alih ia malah membenamkan dirinya tepat diatas
dadaku, bertahan diatasku dan menangis pelan. Dia menangis tapi
tak berusaha menjauh dari aku. Dia mencari kenyamanan. Aku sadar
bahwa aku tak pernah memahami pikiran seorang wanita.
"Katakan padaku semuanya baik-baik saja...bahkan jika itu tidak ..."
katanya di antara isak tangisnya.
"Ini akan menjadi baik-baik saja, sayang. Aku akan
memastikannya." Saat ini aku menginginkan sebatang Djarum
sebegitu buruknya dan aku bisa merasakan itu. Sebaliknya aku
memeluknya semakin erat menempel diriku dan membelai
rambutnya, jariku melilit diantara kelembutan rambutnya berulangulang sampai dia
berhenti menangis. "Mengapa?" Tanya dia setelah beberapa saat.
"Mengapa apa?" Aku mencium keningnya.
"Mengapa kau mencintaiku?" Suaranya pelan tapi pertanyaannya
terdengar sangat jelas. "Aku tak bisa mengubah bagaimana perasaanku atau kenapa itu,
Brynne. Aku hanya tahu kau gadis yang kuinginkan dan aku
mengikuti kata hatiku." Dia masih tak bisa mengatakan hal yang
sama padaku. Aku tahu dia peduli padaku, tapi kupikir dia semakin
yakin bahwa dirinya tak layak dicintai lebih dari apapun. Baik
memberi atau menerima. "Aku belum memberitahumu tentang sisa kisahku, Ethan."
Bingo. "Apa yang kau takuti?" Dia mengejang dalam pelukanku.
"Katakan apa yang membuatmu takut, sayang."
"Kalau kau akan berhenti."
"Berhenti mencintaimu" Tidak, aku tak akan."
"Meskipun setelah kau tahu semuanya" Aku kacau, Ethan." Dia
menatap ke arahku dengan warna mata yang berubah menjadi
berbeda lagi. "Hmmm." Aku mencium ujung hidungnya. "Aku sudah tahu banyak
mengenai perasaanku dan itu tak bisa mengubah apapun tentang apa
yang kurasakan. Kau tidak lebih buruk dariku. Aku perintahkan kau
untuk berhenti merasa khawatir. Dan kau benar. Kau memang kacau
di bawah sini, dan aku yang membuatmu seperti itu." Aku
merayapkan tanganku turun diantara kedua kakinya dan
menyelipkan jariku sepanjang pusat dirinya dan merasakan apa yang
kutempatkan di sana. Aku seperti manusia gua menyukai ide
mengenai semua cairan yang aku masukkan kedalam dirinya, tapi
mungkin ia tidak seperti itu. "Mandilah denganku dan kita bisa
bicara lagi." Matanya melebar karena sentuhanku tapi dia mengangguk kepalanya
dan berkata, "Kedengarannya menyenangkan."
Aku berguling dari tempat tidur dan berjalan untuk memulai mengisi
air di bak mandi. Matanya mengikuti gerakanku, melihat ke atas
punggungku. Aku tahu dia sedang menatap bekas luka itu. Aku tahu
dia juga akan segera bertanya padaku tentang itu. Dan aku harus
berbagi rentetan kehancuran masa laluku. Aku tidak
menginginkannya. Pikiran bahwa aku akan membawanya ke dalam
kekacauan itu melawan setiap naluri yang kumiliki, tapi tetap saja,
aku tak akan pernah menyimpan kebenaran dari dia lagi. Itu bukan
opsi dengan Brynne dan aku mendapatkan pelajaranku.
Aku tuangkan sabun cair secukupnya ke dalam bak mandi dan
menyesuaikan suhunya. Aku menengadah saat melihat dia berjalan
memasuki kamar mandi. Telanjang, cantik dan melangkah ke arahku,
ia mengambil napasku pergi meskipun dia sekarang sangat ramping.
Aku menemukan diriku berpikir untuk bercinta lagi dengan cara
jaman prasejarah tapi memaksa mengesampingkan pikiran itu
sehingga bagian rasional otakku bisa berfungsi. Kami benar-benar
perlu bicara melalui beberapa hal dan seks seakan punya cara
tersendiri hingga selalu ada di depan antrian pikiranku dan menutupi
pikiran yang lainnya. Bajingan serakah.
Jadi aku mengambil tangannya dan membantunya melangkah
memasuki ke dalam bak mandi denganku dan sampai kami duduk.
Aku duduk di belakang dan menempatkan dia di depanku, pantatnya
yang licin bersandar seakan menggoda menempel kejantananku yang
tiba-tiba terbangun. Aku mengatakan pada kelaminku untuk diam,
dan membayangkan Muriel si pedagang PKL dan kumis yang
menyertainya kalau ia ingin lebih dari celah Brynne yang indah itu.
Trik itu berhasil. Muriel sangat mengerikan, dan bahkan mungkin
bukan seorang wanita sejati. Bahkan mungkin juga bukan manusia.
Kenyataannya, aku yakin Muriel benar-benar alien pengintai yang
dikirim ke sini untuk menjual koran dan belajar bahasa. Aku masih
menginginkan Djarum-ku. berbungkus-bungkus.
Brynne mengendus udara. "Apa kau merokok di sini?"
"Kadang-kadang." Aku benar-benar harus berhenti melakukannya.
"Tapi aku harus menghentikannya di dalam rumah sekarang karena
kau ada di sini bersamaku."
"Aku tidak keberatan, Ethan. Rempah-rempah dan cengkeh baunya
harum dan itu tidak menggangguku, tapi aku tahu itu berakibat
buruk untukmu dan aku tidak suka bagian yang itu."
"Aku mencoba untuk berhenti." Aku menyelipkan tanganku ke
lengannya dan kemudian turun bertumpu di atas payudaranya tepat
di permukaan air. "Dengan kau di sini aku akan berbuat yang lebih
baik. Kau bisa jadi motivasiku, oke?"
Dia mengambil napas dalam-dalam dan mengangguk. Lalu ia mulai
bicara. "Aku tak pernah kembali ke SMA lagi. Hanya enam bulan sebelum
kelulusan dan aku keluar. Orang tuaku mengalami shock pada
perubahanku. Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi mereka
untuk mencari tahu tentang salah satu video itu. Mereka berdebat
tentang apa yang harus dilakukan, dan punya pendapat yang
berbeda. Aku tak peduli. Pikiranku seperti berada di tempat lain dan
sangat...sangat menyakitkan. Sangat sulit mengakui tentang diriku,
tapi itulah kebenarannya. Diriku hancur secara emosional dan
sepertinya tidak ada jalan untuk melarikan diri dari setanku."
Aku mencium bagian belakang kepalanya dan memeluknya sedikit
lebih erat. Aku tahu semua tentang setan, bajingan yang jahat itulah
mereka. "Bolehkah aku bertanya mengapa orang tuamu tidak
mencoba untuk membuat tuduhan pemerkosaan pada mereka
bertiga" Aku tidak bisa membayangkan itu akan jadi sulit untuk
mendapatkan surat penangkapan. Kau masih di bawah umur dan
mereka sudah dewasa...dan ada bukti rekaman video."
"Ayahku menginginkan mereka di penjara. Tapi ibuku tidak ingin
publikasi. Dia menegaskan bahwa reputasiku sebagai cewek
gampangan hanya akan menyeret nama kami masuk kedalam lumpur
dan itu merusak tatanan sosial. Dia mungkin benar. Tapi sekali lagi,
aku tak peduli apa yang dilakukan orang-orang tentang hal itu. Aku
kehilangan akalku." "Oh, sayang..."
"Kemudian aku menemukan diriku hamil akibat ulah mereka."
Aku terdiam pada saat mendengar berita yang tidak menyenangkan
itu. Brengsek... "Seakan itu menempatkan aku di tepi jurang. Aku - aku tidak bisa
berurusan dengan semua itu. Ayahku tak tahu apa yang harus
dilakukan tentang kehamilan ini. Dia mulai bicara dengan senator.
Ibuku menjadwalkan aborsi untukku dan aku sama sekali tidak bisa
menanganinya lagi. Aku tak ingin punya bayi. Tapi aku juga tak
ingin membunuh apa yang ada didalam diriku. Aku hanya tak ingin
diingatkan tentang kejadian itu dan segala sesuatunya dan semua
orang yang membuatku jadi teringat. Aku mengira aku akan merasa
lebih baik bagaimana diriku jika aku bisa mengeluarkan gambaran
itu, namun sekali lagi aku akan merasa lebih baik jika sejak awal aku
tidak pernah pergi ke pesta itu yang berakhir di atas meja biliard."
"Aku turut menyesal..." Aku bicara dengan lembut tapi tegas, aku
ingin dia benar-benar mengerti bagaimana aku ikut merasakan itu.
"Dengar, sayang, kau tak bisa menyalahkan dirimu sendiri atas apa
yang terjadi padamu." Aku menekannya sampai mendekati
telinganya. "Kau adalah korban tindak kejahatan yang diperlakukan
dengan menjijikkan. Itu bukan salahmu, Brynne. Kuharap kau tahu
itu sekarang." aku mengusap lengannya dari atas sampai ke bawah,
sambil mengambil air hangat dengan tanganku untuk kusiramkan di
atas kulitnya. Tubuhnya lebih menempel ke tubuhku dan mengambil napas dalamdalam. "Kupikir aku
sudah melakukan itu sekarang, minimal
sebagian besarnya. Dr. Roswell sudah membantuku, dan juga
menolongku untuk mencarikan jalan keluarku. Tapi pada saat itu aku
sudah begitu putus asa. Ingin mengakhiri hidupku. Aku tidak bisa
melihat jalan lain lagi untukku."
Semua kehangatan yang sebelumnya ada seketika meninggalkanku
dan aku menyiapkan diriku untuk mendengarkan apa yang akan
terjadi. Seperti kecelakaan kereta api dimana kau tak bisa berhenti
melihatnya, aku ingin mengetahui apa yang terjadi padanya, tapi
juga tak ingin mengetahuinya. Aku tak ingin pergi ke kegelapan
bersama dengannya. Dia bergeser di dalam bak mandi dan memutar-mutar jari-jarinya di
air saat ia mulai bicara lagi. "Aku tak pernah merasa begitu tenang
saat aku akan melakukannya pada hari itu. Aku bangun dan tahu apa
yang akan kulakukan. Aku menunggu sampai ayahku berangkat
kerja. Aku merasa tidak enak untuk melakukannya di rumah ayahku
tapi aku tahu kalau ibuku tidak akan pernah memaafkanku untuk
melakukannya di rumahnya. Aku menulis surat selamat tinggal pada
mereka dan meletakkannya di atas tempat tidurku. Lalu aku
mengambil segenggam pil tidur yang aku curi dari tempat
penyimpanan ibuku, lalu masuk ke bak mandi, dan memotong
pergelangan tanganku."
"Tidak." Jantungku seakan ditekan menjadi cengkeraman yang
terasa menyakitkan dan semua yang bisa kulakukan adalah memeluk
dirinya, merasakan kehangatan tubuhnya, dan bersyukur sekarang
dia bersama aku. Membayangkan dirinya pada saat ingin mengakhiri
hidupnya, pada usia muda, dan perasaan dia yang tidak mempunyai
pilihan lain adalah persoalan yang sangat serius. Aku bisa merasakan
bagaimana perasaan Brynne itu tapi rasa ketakutan langsung muncul
dari pikiranku. "Tapi aku menelan pil itu juga. Aku langsung mengantuk dan irisan
dipergelangan tanganku tidak cukup dalam yang bisa membuatku
kehabisan darah, aku tahunya saat diberitahu setelah sadar. Pil yang
kuambil ternyata jauh lebih berbahaya. Ayahku menemukan aku
pada saat yang sangat tepat. Dia pulang untuk makan siang dan ingin
memeriksaku. Dia mengatakan dia seakan merasakan ada getaran
aneh yang membayanginya sepanjang pagi dan dia hanya merasa
ingin pulang. Dia menyelamatkan aku." Brynne sedikit bergidik dan
sedikit memutar kepalanya untuk menyandarkan pipinya di dadaku.
Terima kasih, Tom Bennett. "Aku sangat senang kau menelan pil
itu," bisikku. "Ternyata gadisku tidak selalu cerdas dalam segala
hal." Aku mencoba meringankan sedikit emosinya tapi ini bukan
percakapan untuk memberinya nasehat. Peranku disini hanya
mendengarkan, jadi aku mencium rambutnya lagi dan menempatkan
tanganku di dadanya. "Jika aku bicara dengan ayahmu aku akan
berterima kasih padanya," bisikku.
"Aku terbangun di sebuah rumah sakit psikiatris. Kata-kata pertama
ibuku adalah aku mengalami keguguran dan telah melakukan
tindakan yang sangat bodoh dan mementingkan diri sendiri, dan
dokter itu harus menempatkanku di ruangan pengawasan
pencegahan bunuh diri. Ibuku tidak bisa menanganinya dengan baik.
Aku tahu aku membuat malu ibuku. Dan sekarang setelah aku lebih
tua aku hanya bisa membayangkan bagaimana aku menempatkan
orang tuaku menanggung akibat ulahku, tapi tampaknya ibuku tak
ingin menghadapi salah satu dari apa yang telah aku lakukan. Ibuku
terus-menerus mengatakan bahwa dia menyetujui kehamilan ini
dikeluarkan, sepertinya hal ini merupakan kekhawatiran terbesarnya.
Hubungan kami tidaklah mudah. Dia tidak menyetujui hampir semua
yang kulakukan." Brynne mendesah lagi di dadaku. Aku hanya terus menyentuh untuk
meyakinkan diriku bahwa dia memang di sini. Gadisku
menceritakan rahasia yang terdalamnya kepadaku, di bak mandi
dengan air panas, telanjang dalam pelukanku setelah beberapa kali
bercinta benar-benar mengacaukan pikiranku. Aku tidak memiliki
keluhan. Well, mungkin beberapa tapi aku tidak akan
menyuarakannya pada Brynne. Aku terus menyiramkan air hangat
diatas lengan dan payudaranya, dan berpikir bagaimanapun aku tidak
menyetujui ibunya. Apa seorang ibu harus mengatakan hal seperti itu
pada putrinya setelah percobaan bunuh dirinya"
"Ketika aku membaik, orang tuaku mengirimkan aku ke tempat yang
begitu indah di gurun pasir New Mexico. Butuh waktu tapi aku
menjadi lebih baik dan akhirnya belajar bagaimana menghadapi
masa laluku. Tidak sempurna, tapi kurasa aku berhasil membuat
beberapa kemajuan yang pantas. Aku menemukan minatku dalam
bidang seni dan semakin berkembang."
Brynne berhenti lagi menceritakan kisahnya, seakan dia mengukur
bagaimana aku menerima cerita masa lalunya dan mungkin aku
terkejut atau ngeri dengan dia sekarang. Dia terlalu khawatir. Aku
mengambil pergelangan tangannya yang ada bekas lukanya dan
mencium tepat di atas tanda bergerigi itu. Terlihat garis kecil seakan
merusak kilau kulit putih beningnya yang seharusnya sempurna,
warna biru pembuluh darahnya terlihat dari bawah kulitnya. Ide
memotong nadinya membuat aku merasa sangat sedih atas apa yang
harus dia rasakan. Tiba-tiba aku memiliki pencerahan - Brynne melakukan upayanya
itu hampir bersamaan waktunya saat aku berada didalam penjara
Afghanistan yang hampir saja -
Dia melilitkan jarinya dengan jariku yang menarikku keluar diri
lamunan, membawa tangan kami sampai ke mulutnya dan
menahannya di sana dibibirnya. Brynne mencium tanganku saat ini.
Aku merasakan kehangatan menyiram keseluruh tubuhku dan
mencoba untuk menahan sensasi yang luar biasa ini selagi
berlangsung karena gerakannya ini membuatku begitu emosional
untuk berbicara. "Aku tak pernah tahu bahwa ayahku pergi ke Senator Oakley dan
pada dasarnya dia memerasnya. Ia sangat marah karena hampir
kehilangan aku dan menyalahkan Lance Oakley karena semuanya.
Ayahku ingin mengajukan tuntutan tapi menyadari kalau aku dalam
kondisi tidak siap menghadapi persidangan dan mungkin tidak akan
pernah siap. Ada bonus tambahan dari ibuku yang menyuruhnya
untuk untuk membiarkannya saja, dengan pertimbangan untuk


All In The Blackstone Affair 2 Karya Raine Miller di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyembuhkanku dalam kedamaian, meyakinkannya agar
membiarkan gagasan tentang tuntutan formal itu berlalu. Tapi
Ayahku masih menginginkan ganti rugi meskipun dalam berbagai
bentuk. Senator Oakley hanya menginginkan semua kekacauan untuk pergi
menjauh, menjauh dari karier politiknya, karena itu ia memaksa
anaknya untuk mendaftar di Angkatan Darat dan masalah
terbesarnya teratasi saat Lance dikirim ke Irak. Kemudian ia
mengatur penerimaanku di Universitas London ketika pada saatnya
aku sudah lebih baik bisa meninggalkan New Mexico dan pergi ke
perguruan tinggi. Kami memutuskan London karena yang pasti
tempatnya begitu jauh dari rumah dan ada jurusan seni di sini. Aku
bisa berbicara bahasa disini dan Bibi Marie tinggal di sini jadi aku
benar-benar tidak sendirian di negara asing setidaknya masih ada
keluarga." "Jadi senator sudah tahu persis di mana kau berada selama ini?" Aku
menyerap situasi ini, bahayanya jauh lebih besar daripada yang
pernah aku bayangkan, dan risiko Brynne bisa menjadi sangat besar.
"Aku tak pernah tahu bagian ini sampai minggu lalu," bisiknya,
"Kupikir aku masuk karena usahaku sendiri."
"Aku bisa mengerti bagaimana hal itu mungkin mengganggu
pikiranmu, tapi kuliah pasca sarjana-mu yang sedang kau jalani bisa
memberi manfaat bagimu karena sesuai dengan bidangmu. Aku
pernah melihatmu di tempat kerja, dan aku tahu kau sangat cerdas
melakukan pekerjaan itu," kataku dengan nada menggoda dan
mencium samping rahangnya, "Anorak-ku (slang: julukan kutu
buku) yang menggemaskan, Profesor Bennett."
"Anorak?" Dia tertawa. "Apakah artinya bahasa gaul gila orang
Inggris itu?" "Ya, kupikir kau seorang Yanks (sebutan orang Amerika)
menyebutnya nerds atau geeks. Itulah kau. Seorang anorak artistik
yang kusukai." Aku memutarkan kepalanya kearahku dan bertemu
dengan bibirnya untuk memberinya ciuman lagi. Aku tahu kami
berdua teringat obrolan konyol kami di dalam mobil pagi itu tentang
profesor menahan siswanya yang nakal. Yang mana dirinya sebagai
profesornya, dan aku siswanya yang nakal.
"Kau gila," katanya sambil menempel di bibirku.
"Tergila-gila padamu," kataku, menekannya sedikit. "Tapi
sebenarnya, Senator Oakley berutang padamu jauh lebih banyak dari
apa yang dia berikan, meskipun hal itu tidak membuatku senang
karena mengetahui dia sangat tahu persis di manakau berada di
dunia ini dan apa yang kau lakukan setiap harinya."
"Aku tahu. Dan itu membuatku agak takut. Ayahku mengatakan
bahwa Eric Montrose tewas mengerikan dalam perkelahian di bar
ketika Lance ada di rumah yang sedang cuti dari Angkatan Darat.
Dia - dia adalah salah satu dari mereka...termasuk yang ada di video,
tapi aku tak pernah melihat salah satu dari mereka lagi setelah
malam itu. Bahkan Lance Oakley."
Nada suaranya menggangguku, begitu juga memori yang ada dalam
pikirannya saat dia berada di tangan orang-orang yang tidak
berakhlak. Aku adalah satu-satunya orang yang benar-benar merasa
bahagia kalau mereka semua mati. Bagian itu sama sekali tidak
menggangguku. Aku hanya berdoa untuk kematiannya yang tidak
ada hubungannya dengan video itu dan pemeriksaan Senator Oakley.
Aku membuka sumbatan bak mandi untuk membuang air dan
membantunya keluar dari bak mandi. "Aku tak akan membiarkan
sesuatu terjadi padamu dan kau tidak perlu takut. Aku akan
menanganinya." Aku tersenyum. Dan mulai mengeringkan kakinya
dengan handuk. "Aku akan bicara dengan ayahmu besok dan ingin
mengetahui semuanya yang berhubungan dengan Senator Oakley."
Aku mengeringkan tangannya, punggung dan payudaranya, aku
berpikir benar-benar bisa menggunakan ini. "Biarkan aku saja yang
mengkhawatirkan senator itu. Aku akan menyebarkan beberapa
orang-orangku dan melihat apa yang bisa aku dapatkan kembali
beberapa informasi itu. Tak ada yang akan bisa mendekati gadisku
kecuali mereka harus melalui aku dulu."
Dia tersenyum dan memberiku ciuman sedikit menggigit di bibir
bawahku yang terasa sangat menyenangkan. Aku mengalami
kesulitan menahan diriku ingin menyebarkan tubuhnya di atas meja
wastafel dan memiliki dirinya lagi.
Kulit Brynne bercahaya warna keemasan alami, namun sekarang
agak merah muda karena berendam air panas, dan sangat indah,
membuatku jadi keras untuk bisa dilihat dan tetap netral. Jangan
berpikir tentang hal itu. Aku mengabaikan desakan itu dan
meneruskan mengeringkan lekuk tubuh lezatnya yang sudah
kehilangan beberapa bobotnya tapi masih tetap terlihat cantik dan
semua itu milikku. Dia berdiri dengan anggun didepanku seolah-olah
sama sekali tidak terpengaruh dengan ketelanjangan kami saat
berdekatan. Aku bertanya-tanya bagaimana sih ia berhasil
melakukan itu. Well, aku punya gambaran kenapa dia bisa
mengelolanya. Karena ia seorang model yang berpose telanjang dan
dia melakukannya seperti itu. Jangan berpikir tentang yang itu juga.
Aku tak pernah ingat kapan aku dikuasai oleh nafsuku dengan cara
aku dikuasai oleh Brynne. Mungkin karena aku baru saja memulai
hubungan ini, tapi tidak dengan tingkat intensitas yang pernah aku
konsumsi seperti itu sekarang. Sialan, Brynne sebenarnya perlu
makanan, dan tempat tinggal hari-hari terakhir ini.
Setiap orang perlu kebutuhan mendasar, Brynne. Seperti makanan,
air...tempat tidur. Dia sudah memancing emosi dalam diriku yang aku tak tahu
keberadaannya sampai malam itu, ia berjalan di dalam Galeri
Andersen dan bicara omong kosong tentang aku dan tangan ahliku.
Dia menarik handuk dan menjauh dariku dengan seringainya yang
seksi lalu menggunakannya untuk membungkus semua
ketelanjangannya yang indah itu dengan handuk katun halus
berwarna krem. Betapa mengecewakan. Dia berjalan masuk ke
kamar tidur dan aku bisa mendengar suara laci terbuka dan tertutup.
Aku senang mendengar suara dia berada di sana, bergerak di sekitar
kamar dan bersiap-siap untuk tidur. Aku menarik handuk turun untuk
diriku sendiri dan mulai mengeringkan tubuhku, sangat bersyukur
aku akan tidur dengan dia dalam pelukanku malam ini.
*** Bab 6 Aku membuka mataku di dalam kegelapan dengan aroma Brynne
yang tercium di hidungku dan aku tersenyum ketika mengetahui di
mana kami berada. Dia berada di tempat tidur denganmu. Aku
berhati-hati untuk tidak bergerak agar tidak mengganggu tidurnya.
Dia menghadap kearahku, tapi kepalanya menunduk dan meringkuk
di sekitar lengannya. Aku hanya mengamati dirinya bernapas selama
beberapa menit, terpesona dan merasa puas untuk pertama kalinya
setelah beberapa hari ini. Aku ingin menyentuh gadisku tapi aku
harus membiarkan dia tidur. Demi Tuhan dia membutuhkannya.
Butuh. Begitu banyak kebutuhan dalam diriku sekarang. Kebutuhan
itu hanya Brynne yang bisa memuaskanku, dan itu membuatku
menjadi takut. Aku tak bisa membayangkan memiliki perasaan
seperti ini terhadap seorang wanita mana pun tepat sebulan yang
lalu, dan sekarang aku tak bisa membayangkan tidak bisa memiliki
dirinya dalam hidupku. Saat kami berpisah telah merubah
ketakutanku untuk selamanya.
Aku menarik napas dalam-dalam dan menahannya. Tercium samarsamar di seprei aroma
sehabis berhubungan seks tadi, tapi
kebanyakan itu hanyalah bau dari tubuhnya yang segar, aroma
bunga-bunga yang memabukkanku. Mabukku sekarang sama seperti
dengan mabukku pada malam pertama saat kami bertemu. Baunya
begitu menyenangkan, aku benci meninggalkannya sendirian di
tempat tidur, aku bangun dengan pelan-pelan dan memakai celana
jogging dan t-shirt. Aku berjalan melintasi ruang utama dan menuruni lorong menuju
ruang kerjaku, membiarkan pintu kamar terbuka dengan sedikit
celah, mengantisipasi seandainya Brynne terbangun dengan mimpi
buruknya. Aku sangat ingin merokok dan aku benar-benar perlu
bicara dengan ayahnya. "Tom Bennett." Logat Amerikanya yang kental di ujung lain dari
ponselku mengingatkan aku seberapa jauh Brynne dari keluarganya,
meskipun aku harus mengakui aku menyukainya karena dia sudah
menganggap London adalah rumahnya sekarang.
"Ini Ethan." Aku menghisap dalam-dalam lalu membuang asap
rokokku. Keheningan mulai terasa kemudian buru-buru dia bertanya. "Apakah
Brynne aman" Apa yang terjadi" Dimana dia?"
"Tidak terjadi apa-apa, Tom. Dia sedang tidur sekarang ini dan
benar-benar aman." Aku menghisap rokokku lagi.
"Kau bersama dia" Tunggu. Apakah dia di tempatmu sekarang?"
Keheningan semakin terasa dan rasanya tidak menyenangkan saat
Tom Bennett sepertinya sedang merenung apa yang sudah kulakukan
dengan putrinya. "Jadi kalian berdua sudah semakin dekat. Dengar,
aku minta maaf soal telepon yang pernah kulakukan beberapa hari
yang lalu - " "Kau benar-benar menyesal?" Aku menginterupsinya. "Dan ya
memang benar Brynne bersamaku saat ini dan aku berencana untuk
membuat hubungan ini semakin dekat, Tom." Aku mematikan
Djarum-ku dan memutuskan untuk tidak menyalakan rokok lagi
sampai selesai pembicaraan ini. "Asal kau tahu, aku tak akan minta
maaf karena berhubungan dengannya. Kau yang mengatur semuanya
ini. Aku hanya pria biasa yang jatuh cinta pada seorang gadis yang
cantik dan menarik. Aku tidak bisa mencegahnya sekarang, Bisakah
kita saling memahami itu sekarang?"
Tom mengeluarkan suara yang kedengarannya seperti frustrasi yang
ditujukan padaku. Aku harus memberinya penghargaan karena tidak
meledak amarahnya tapi mungkin dia masih memiliki kemarahan itu
dalam dirinya. "Dengar, Ethan...Aku hanya menginginkan dia aman.
Biar Brynne yang membuat keputusannya sendiri dalam hal dengan
siapa dia ingin berkencan. Aku hanya ingin para bajingan itu
menjauhkan diri darinya. Yang mengingatkan dia tentang segala hal
yang buruk. Kau tak tahu bagaimana dia menderita. Itu hampir
menghancurkannya." "Aku tahu. Dia menceritakan semuanya padaku tadi malam. Aku
punya beberapa hal yang ingin kusampaikan padamu juga."
"Silakan," kata Tom tidak sabar.
"Pertama, aku ingin mengucapkan terima kasih karena pikiranmu
yang merasa tidak enak dan pulang ke rumah untuk makan siang
sekalian memeriksa keadaannya pada hari itu. Dan kedua, aku ingin
menanyakan sesuatu." Aku berhenti sejenak untuk memikirkan
dampak dari omonganku. "Apa yang yang sebenarnya ada dalam
pikiranmu hingga tidak menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi
pada putrimu" Seperti kata pepatah Knowledge is power semakin
aku tahu semuanya, aku jadi semakin bisa mengatasi semua itu,
Tom. Bagaimana mungkin aku bisa menjaga dan melindungi dia
ketika aku tak tahu apa yang mereka lakukan padanya" Apa yang
dikatakan Brynne padaku tentang rekaman seks bukanlah tindakan
gegabah saat kau menjelaskan hal itu padaku; itu adalah tindak
kriminal tentang penganiayaan dan pelecehan terhadap seorang gadis
tujuh belas tahun oleh tiga pria dewasa yang sah secara hukum."
"Aku tahu itu," katanya dengan suara menyesal. "Aku tak ingin
melanggar kepercayaannya dengan membeberkan semua detail itu
padamu atau siapa pun. Cerita itu miliknya dan dia sendiri yang
berhak untuk mengungkapkannya."
Persetan dengan ini. Aku menyalakan rokok Djarum keduaku. "Kau
tidak menceritakan bagian tentang senator yang memberi dia
beasiswa ke University of London. Dia tahu persis di mana Brynne
berada selama bertahun-tahun."
"Aku menyadari itu, dan sekali lagi, aku hanya ingin membuat dia
pergi sejauh mungkin dari orang-orang itu!" Katanya sambil
menggertakkan giginya lagi. "Aku tahu situasi ini berpotensi
menjadi bencana karena meninggalkan putriku dalam posisi yang
paling buruk! Sekarang apa kau paham kenapa aku
membutuhkanmu" Semuanya ini akan luput dari pemberitaan lalu
dilupakan jika saja tidak terjadi kecelakaan pesawat itu. Siapa yang
mengira kalau Oakley akan diteliti untuk menjabat menjadi wakil
presiden berikutnya!"
Aku mendesah dengan keras. "Aku sudah menyelidiki dia dan sejauh
ini aku tidak menemukan kejelekan apapun yang muncul tentang
senator itu. Aku tahu anaknya bermasalah, tapi catatan hitam Senator
Oakley tertutup rapi dan bersih."
"Well, aku tidak mempercayai dia. Dan sekarang salah satu brengsek
tak bermoral itu sudah mati! Senator ingin semua cerita ini mati dan
dikubur, dan sekarang, putriku terjebak di tengah-tengah tumpukan
kekacauan itu! Ini tidak bisa diterima!"
"Kau benar, dan aku mengawasi mereka semua, percayalah padaku.
Aku memiliki beberapa kenalan di SF (pasukan khusus) yang sedang
memeriksa catatan militer putranya. Jika ada sesuatu di sana aku
akan mengetahuinya. Pertanyaan untukmu. Brynne mengatakan
dialah satu-satunya orang yang teridentifikasi di dalam video itu. Dia
mengatakan padaku yang lain kebanyakan tak terlihat di kamera dan
suara mereka ditutupi dengan sebuah lagu - "
"Aku - aku melihatnya. Aku melihat apa yang mereka lakukan pada
anak gadisku..." Suara pria itu seperti hancur sekarang.
Aku menutup mataku dan memaksa agar gambaran itu segera
memudar. Aku tak bisa membayangkan ada pada posisinya, melihat
apa yang dilakukan bajingan tak bermoral itu dan tidak mencoba
untuk membunuh orang yang menyakiti Brynne. Aku salut pada Tom
Bennett karena tidak menjadi seorang pembunuh di dalam catatanku.
Aku berdeham agar bisa bicara. "Ada hal lain yang perlu kau ketahui
tentang aku." "Apa itu?" "Dia tanggung jawabku sekarang. Aku yang mengambil keputusan
sekarang, dan aku melakukan kontak dengan orang-orang Oakley,
kapan dan jika saatnya tiba. Brynne sudah dewasa dan kami
bersama-sama. Dan jika kau merasa khawatir tentang motifku untuk
mengatakan ini, tak usah khawatir. Aku mencintainya, Tom. Aku
akan melakukan apa pun untuk menjaganya agar dia aman dan
bahagia." Aku menghisap asap rokok itu untuk terakhir kalinya dan
membiarkan kata-kataku meresap kedalamnya.
Dia menghela napas sebelum menjawab. "Aku punya dua hal untuk
dikatakan terhadap masalah itu. Dari seorang klien yang
membutuhkanmu, aku setuju dengan sepenuh hati. Aku tahu kau
orang yang kompeten untuk pekerjaan itu. Jika ada yang bisa
membawa Brynne melewati kekacauan ini maka orang itu adalah
kau." Dia berhenti sejenak dan aku bisa menebak apa yang akan dikatakan
selanjutnya. "Tapi sebagai seorang ayah yang mencintai putrinya - dan kau
benar-benar tak akan bisa memahami perasaan itu sampai hal itu
terjadi padamu - jika kau menyakiti hatinya dalam urusan ini, dan
membuatnya patah hati, aku akan mendatangimu, Blackstone, dan
aku akan melupakan kalau kita pernah berteman."
Aku tersenyum di kursiku, senang bahwa pembicaraan ini telah
keluar dari jalur. "Cukup adil, Tom Bennett. Aku bisa menerima
syarat itu." Kami bicara sedikit lebih banyak lagi dan aku memperoleh cerita


All In The Blackstone Affair 2 Karya Raine Miller di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lengkap tentang latar belakang Oakley yang berasal dari San
Francisco. Kami merencanakan untuk bicara lagi segera, agar dia
mengikuti setiap ada perkembangan baru, dan mengakhiri
percakapan ini. Aku masih tinggal dimejaku sebentar, menulis beberapa catatan, dan
mengirim beberapa email sebelum mematikan laptopku. Saat aku
mematikan lampu, Simba berenang liar di akuarium dengan lampu
yang menyala di belakang mejaku. Aku berbalik dan menyapanya
sebelum keluar menuju ke balkon untuk duduk sebentar.
Aku melewati kamar tidur dan tak mendengar apa-apa selain
keheningan. Aku ingin Brynne tidur dengan nyenyak. Tanpa ada lagi
mimpi buruk untuk gadisku. Dia telah melalui kehidupannya yang
cukup buruk sepanjang hidupnya.
Langit malam dengan jutaan bintang malam ini. Hal ini tidak sering
terjadi mereka tampak begitu gemerlap dan aku menyadari itu akan
menjadi waktu yang lama setelah aku duduk di sini. Aku
menyalakan rokok lainnya. Ini adalah satu-satunya hal yang tidak
berguna. Jika aku merokok di luar maka tak seorangpun tahu tentang
hal ini. Aku seharusnya tidak merokok di dalam karena Brynne di
sana juga. Aku menyilangkan kakiku di atas kursi ottoman dan bersandar ke
kursi panjang. Aku membiarkan pikiranku mengembara pada
kejadian hari ini dan semua yang telah terjadi. Aku berpikir tentang
kisah tragis Brynne dan bagaimana hal itu telah berubah sekarang.
Bagi kami berdua. Ya...masa kegelapan kita berdua sudah seperti
alam semesta yang sejajar. Saat itu usianya baru tujuh belas tahun
dan aku sudah dua puluh lima. Kami berdua di tempat yang sangat
buruk. Aku merasa lebih terhubung dengan dia dibandingkan
sebelumnya, duduk di sini sendirian, menghisap tembakau berempah
masuk kedalam paru-paruku.
Aku dulunya merokok Dunhills. Itu adalah merek pilihanku dan di
urutan yang paling atas. Aku suka hal-hal yang bagus jadi itu tidak
mengejutkan lagi. Tapi itu semua berubah setelah kejadian di
Afghanistan. Banyak hal yang berubah setelah di tempat itu. Aku
menyerap nikotin yang sangat didambakan tubuhku dan menatap
banyak sekali bintang yang bersinar di atas kepalaku.
...Setiap penjaga merokok tembakau dicampur cengkeh. Masingmasing bajingan
pemberontak itu memiliki satu yang terlihat begitu
menyenangkan, lintingan rokok yang tidak sempurna menggantung
dibibirnya ketika mereka melakukan tugas-tugasnya yaitu memukul
dan mengacaukan pikiran. Dan baunya Seperti ambrosia murni
(makanan para dewa Yunani). Aku bermimpi sedang merokok di
hari pertama penangkapanku. Aku bermimpi tentang aroma manis
cengkeh di campur dengan tembakau sampai aku yakin aku akan
mati sebelum aku mencicipinya. Pemukulan dan interogasi
kemudian di mulai. Kupikir mereka tak tahu siapa yang telah
mereka tangkap saat pertama kalinya. Meskipun semua ada
waktunya, dan mereka akhirnya mengetahui. Orang-orang
Afghanistan itu ingin menggunakan aku untuk menegosiasikan
pembebasan teman mereka. Aku mendapatkan semua itu dari mereka yang berteriak-teriak
hingga nyaris pingsan. Itu benar-benar diluar kekuasaanku.
Kebijakan pemerintah tidak akan negosiasi dengan teroris jadi aku
tahu mereka akan kecewa. Dan aku tahu mereka akan
melampiaskan perasaan frustrasinya padaku. Yang mana mereka
sudah melakukannya. Aku sering bertanya-tanya apakah mereka
tahu seberapa dekat aku ketika aku datang untuk menghancurkan
mereka pada awalnya. Aku merasa sangat bersalah sekali karena
mengetahui kebenaran itu, dan merasa lega aku tidak harus
memilih, tapi ada beberapa interogasi (jika kau menyebutnya
semacam itu) di mana aku akan bernyanyi seperti burung kenari di
tambang batu bara jika mereka menawari aku satu batang lintingan
rokok kretek yang rasanya manis dan nikmat itu untuk dihisap.
Hal itulah yang pertama kali aku minta ketika aku berjalan keluar
dari tumpukan puing-puing. Marinir AS yang menemukanku terlebih
dulu, mengatakan aku dalam kondisi sangat shock. Aku...dan aku
tidak mengira aku masih hidup. Aku pikir dia sangat shock saat
melihat seseorang yang masih hidup berjalan keluar dari sisa-sisa
puing penjaraku setelah mereka mengebom untuk
menghancurkannya (yang mana aku mengucapkan sangat berterima
kasih untuk itu). Tapi aku sungguh-sungguh dalam kondisi sangat
shock karena aku tahu secepat itu takdir telah merubahku. Aku
akhirnya menemukan keberuntungan. Atau keberuntungan akhirnya
menemukanku. Ethan Blackstone adalah orang yang sangat
beruntung, pria yang begitu beruntung -
Sebuah bayangan bergerak dari balik cahaya redup di belakangku
yang menarik perhatianku. Aku menoleh. Jantungku berdesir
didalam dadaku saat melihat Brynne berdiri tepat di seberang kaca
geser sedang memandangku. Kami saling menatap selama satu atau
dua detik sampai dia mengulurkan tangannya untuk membuka pintu
dan melangkah keluar. "Kau sudah bangun," kataku.
"Kau merokok di luar sini," katanya.
Aku meletakkan rokokku di asbak dan menjulurkan tanganku
terbuka untuknya. "Kau memergokiku."
Dia melangkah dan berdiri tepat diatasku, terlihat kacau, rambutnya
kusut karena baru bangun tidur dengan t-shirt biru muda dan celana
boxer sutraku. Dan tidak memakai apapun dibaliknya. Aku
menariknya turun kearahku dan dia tersenyum kecil, menekuk
kakinya yang panjang di kedua sisiku, duduk mengangkang
dipangkuanku dan memegang wajahku dengan kedua tangannya.
"Kau sangat kacau, Blackstone." Matanya menyipit, mencoba untuk
membacaku. Aku tahu apa yang dia lakukan dan aku sangat berharap
aku bisa tahu apa yang benar-benar dia pikirkan. Pada kenyataannya
dia baru saja merangkak di atas pangkuanku dan memegang wajahku
yang membuatku senang, tapi melihat dia yang begitu santai dan
bahagia setelah terjaga di tengah malam, membuatku merasa lebih
senang lagi. "Mmmmm, aku tahu bagaimana kau dapat menghukumku jika kau
menginginkannya," kataku padanya.
Dia meringkuk di tubuhku dan aku memeluknya. "Apa yang kau
pikirkan" Kau tampak begitu jauh, menyelinap sambil merokok di
sini dalam kegelapan."
Aku bicara diatas rambutnya dan menggerakkan tanganku ke atas
dan ke bawah punggungnya. "Aku sedang memikirkan tentang
...keberuntungan. Menjadi beruntung. Memiliki beberapa
keberuntungan itu." Ini memang benar dan alasanku masih bisa
bernapas meskipun aku belum bisa berbagi cerita itu dengan dia.
Aku menginginkan itu, tapi tak tahu caranya bahkan untuk memulai
menceritakan itu dengan Brynne. Dia tak perlu omong kosong yang
lebih menyakitkan yang bisa menambah bebannya lagi.
"Dan kau" Orang yang beruntung?"
"Dulunya aku tidak. Tapi kemudian suatu hari keberuntunganku
telah merubahku menjadi lebih baik. Aku mengambil karunia yang
diberikan padaku dan mulai bermain kartu."
Dia menelusuri dadaku dengan jari-jarinya begitu lembut, mungkin
tidak menyadari seberapa besar pengaruhnya terhadapku.
"Kau memenangkan banyak turnamen. Ayahku mengatakan padaku
bagaimana dia bertemu denganmu."
Aku mengangguk diatas kepalanya, bibirku masih dirambutnya.
"Aku sangat menyukai ayahmu ketika pertama kalinya kami
bertemu. Aku masih menyukainya sampai sekarang. Aku baru saja
berbicara dengannya."
Tangannya didadaku langsung diam sejenak tapi kemudian
meneruskan mengelus dengan lembut. "Dan apa katanya?"
"Ia bicara seperti yang aku bayangkan itu. Kami berdua bicara
seperlunya dan sedikit berbasa-basi. Dia tahu tentang hubungan kita.
Aku mengatakan padanya. Keinginannya sama seperti aku - untuk
menjagamu agar aman dan bahagia."
"Aku merasa aman denganmu...Aku selalu merasakannya. Dan aku
tahu ayahku sangat menghargaimu. Dia bercerita padaku bagaimana
dia harus merayumu untuk melindungiku." Suaranya menempel di
tubuhku, mulutnya tepat di atas dadaku. Suara yang indah, lembut
dan menarik, dan itu salah satu yang membuatku menjadi sangat
keras. "Aku hanya berharap dia mengatakan padaku apa yang terjadi
denganmu." Dia berhenti sebentar dan kemudian berbisik dengan
penuh tekad, "Aku harus tahu apa yang terjadi, Ethan. Aku tidak
ingin kembali menjadi korban yang tidak sadar. Rahasia akan
menghancurkan aku - aku tidak bisa menanganinya sekarang. Aku
harus selalu mengetahui semuanya. Aku tak mau lagi bangun seperti
itu dan menemukan diriku di atas meja, tak tahu siapa atau kenapa -
Aku tak bisa - " "Shhhhh...Aku tahu." Aku menghentikannya sebelum dia
meneruskan bicaranya. "Aku menyadari itu sekarang."
Aku meraih wajahnya. Aku ingin melihat matanya ketika aku akan
meneruskan berbicara dengannya. Dia benar-benar cantik saat
menatapku di bawah cahaya penuh bintang dimalam hari dimana ia
berbaring di dadaku. Bibirnya ingin kucium dan aku ingin berada di
dalamnya lagi, tapi sebaliknya aku memaksakan diri untuk berbicara
dengannya. "Aku sangat menyesal karena menyimpan rahasia itu.
Aku mengerti mengapa kau butuh transparansi. Aku menerimanya,
dan aku berjanji untuk menceritakan semuanya mulai sekarang,
meskipun aku berpikir kau tak akan suka mendengarnya. Dan aku
tahu bahwa sulit bagimu untuk menceritakan kisahmu tadi, tapi aku
ingin kau tahu bahwa aku sangat bangga sekali padamu. Kau begitu
kuat...dan cantik...dan brilian, Brynne Bennett. Gadis Amerikaku
yang cantik." Aku mengusap diatas bibirnya dengan ibu jariku.
Dia tersenyum dengan setengah mulutnya ditarik ke atas ke arahku.
"Terima kasih," bisiknya.
"Dan kau tahu apa yang terbaik dalam hal ini?" Tanyaku.
"Katakan padaku."
"Kau di sini bersamaku. Di sini, di mana aku bisa melakukan ini."
Aku memasukkan tanganku di bawah bajunya dan menangkup
payudaranya, yang begitu lembut, mengisi tanganku dengan
miliknya yang kenyal dan lembut itu. Aku tersenyum kepadanya.
Semacam senyum dimana aku bisa merasakan itu di wajahku, dan
cukup banyak mengisyaratkan kearahnya dan seperti daftar lain yang
sangat pendek. "Aku," katanya. "Dan aku sangat senang berada di sini denganmu,
Ethan. Kau orang pertama yang membuat aku...melupakan peristiwa
itu." Suaranya semakin lembut tapi anehnya, lebih jelas. "Aku tak
tahu mengapa ini bisa begitu saat bersamamu, tapi memang itulah
kenyataannya. Aku - aku tidak biasa melakukan - keintiman sejak
lama. Lalu aku masih...merasa begitu sulit...waktu aku mencoba - "
"Ini tidak penting lagi, sayang," aku menyela. Aku benci bahkan
hanya membayangkan saja Brynne dengan orang lain; pria lain
melihatnya telanjang, menyentuhnya, membuat dia orgasme.
Gambaran itu membuatku gila karena rasa cemburu, tapi apa yang
baru saja dia katakan padaku, itu juga membuatku begitu bahagia
disaat yang sama. Aku adalah orang pertama yang membuat dia
melupakannya. Astaga ya! Dan aku akan membuat diriku menjadi
orang terakhir yang pernah dia ingat juga.
"Aku memilikimu sekarang, dan aku akan menahanmu, dan aku
tidak akan membiarkan kau pergi lagi."
Dia mengguman padaku dan matanya menyala saat aku meremas
payudara yang lain dan menemukan putingnya muncul mengetat.
Dia memiliki puting yang begitu sensitif dan aku suka sekali
menghisapnya. Dan membuat dia menginginkanku. Ini adalah
motivasi yang nyata jika aku jujur. Membuat Brynne menginginkan
aku adalah obsesiku. Aku menyibakkan rambutnya ke samping lalu bibirku melekat di
lehernya. Aku menyukai rasa kulitnya dan bagaimana dia merespon
ketika aku menyentuhnya. Kami berdua sepertinya memiliki kontak
batin, dan aku tahu ini sejak awal. Sekarang dia melengkungkan
tubuhnya kedadaku, membenturkan dadanya lebih jauh ketanganku.
Aku menjepit putingnya dan menikmati suara yang dia buat ketika
aku melakukan itu. Aku tahu kemana ini akan berlanjut, atau di
mana aku ingin mengarahkan ini. Aku ingin bergerak didalam
dirinya, membuatnya klimaks, dia akan menamplkan pandangan
mata yang lembut, menyala yang tampak cantik saat ia mencapai
klimaks. Aku merasa hidup ketika melihat dikedalaman matanya.
Penampilannya itu mendorongku bertingkah seperti belum pernah
dinilai lebih sebelumnya dengan seorang wanita.
Dia mulai menggeser-geserkan dirinya di pangkuanku. Pinggulnya
digoyang-goyang di atas kemaluanku yang kini sangat terangsang
dibalik kain tipis dari celana joggingku, membuatku membayangkan
semua hal kinky yang ingin aku coba. Dan akulah pria yang ingin
mencoba adegan kinky dengannya.
Aku menyelipkan tanganku melalui pahanya memasuki celana boxer
sutra yang dia pakai dan tepat sampai pangkal pahanya. Akses yang
begitu mudah. Dan dia begitu basah untukku, aku hanya bisa maju
sedikit demi sedikit untuk lebih kedalam. Dia mengerang ketika aku
menyentuh inti tubuhnya dan mulai berputar-putar di atas clit-nya
yang ingin kusentuh dengan milikku yang sudah mengeras. Dia
menginginkan aku. Aku membuat dia menginginkan aku secara
seksual. Jika itu hal terbaik yang bisa kulakukan dengan dia untuk
saat ini maka aku akan mengambil apa yang bisa aku dapatkan.
Bagaimanapun juga aku menginginkan lebih dari Brynne-ku. Begitu
banyak sekali. Aku menyeret mulutku menjauh dari lehernya dan tanganku dari
pangkal pahanya dan mengangkatnya dari pangkuanku hingga dia
berdiri di hadapanku. Aku tetap dikursi panjang dan mengalihkan
tatapanku ke atas kearahnya. "Lepaskan pakaianmu untukku."
Dia sedikit terhuyung-huyung diatas kakinya, menatap kearahku,
ekspresinya tak terbaca. Aku tidak tahu apakah dia akan melakukan
perintahku, tapi aku tidak peduli. Aku baru saja mengetahui gairahku
tertantang yang membuatku semakin mengeras sampai menjadi
seperti besi. "Tapi kita berada di luar..." Dia berpaling melihat keluar dari balkon
lalu kembali menatapku. "Segeralah telanjang dan duduk lagi di atas pangkuanku."
Dia mulai bernapas dengan berat dan aku masih tidak yakin apakah
dia akan melakukannya, tapi aku tetap mengatakan padanya. Brynne
menyukainya ketika aku berbicara dengan terus terang.
"Tidak ada seorangpun yang bisa melihat. Aku ingin bercinta di sini,
sekarang, di bawah bintang-bintang," kataku.
Dia menatapku dengan warna matanya yang tak bisa sebutkan dan
menjulurkan tangannya ke bagian bawah t-shirt-nya. Dia
menariknya keatas dan berhenti dalam sekejap, tapi menahannya
dengan satu tangan sejenak sebelum melepaskan pakaiannya dan
membiarkannya jatuh ke lantai balkon. Penundaan itu, Tatapan yang
dia berikan padaku adalah tatapan seksi yang murni tanpa noda.
Gadisku tahu bagaimana memainkan permainan ini. Dia juga
memiliki payudara yang paling indah di dunia.
Berikutnya dia pindah ke pinggang celana pendek. Ibu jarinya
diselipkan di balik karet elastisnya. Mulutku mulai keluar air liur
saat celana itu mulai turun. Dia membungkuk dengan anggun dan
melangkah keluar dari celana boxer sutraku. Dia berdiri benar-benar
telanjang didepanku, kakinya sedikit terbuka, rambutnya acakacakan dengan liar
dari bangun tidur, menunggu aku untuk


All In The Blackstone Affair 2 Karya Raine Miller di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengatakan apa yang harus dilakukan selanjutnya.
"Ya Tuhan, lihatlah dirimu. Tak ada yang bisa kau katakan padaku
bahwa itu akan mengubah perasaanku tentangmu, atau membuatku
menginginkan dirimu menjadi berkurang." Kemaluanku berdenyut
dengan iramanya sendiri. Seakan sekarat saat melihat keberanian
dirinya. "Percayalah," kataku padanya, nadaku sedikit membawa
kepedihan. Raut wajahnya menyiratkan perasaan lega saat mendengar kata-
kataku. Brynne tidak bergerak, dirinya masih memiliki begitu
banyak keraguan tentang bagaimana masa lalunya mungkin
mengubah perasaanku kepadanya. Aku harus melakukan sesuatu
untuk menunjukkan padanya bahwa masalah itu tidak penting
bagiku."Kemarilah, cantik."
Dia melangkah kearahku dan merangkak ke atas pangkuanku lagi,
menekuk kakinya dan menyesuaikan duduknya tepat di atas
kemaluanku hanya dengan lapisan katun lembut yang memisahkan
kulit kami. Aku akan melakukan sesuatu pada payudaranya terlebih
dulu, masing-masing tanganku menangkup satu-satu dan
meremasnya. Mereka mengisi tanganku dengan tepat, tidak lebih
tapi kenyal dan lembut begitu menggiurkan dan berjanji akan
mengklaim bagian tubuhnya yang lain untuk diriku sendiri.
Kesempurnaan. Dia melengkung ke belakang ketika aku menggigit putingnya. Tidak
keras, tapi cukup untuk memberinya sedikit sengatan kemudian
mengerang dengan menakjubkan ketika aku menjilatnya dengan
lidahku. Aku bertanya-tanya bagaimana reaksinya jika itu dilakukan
dengan klem penjepit. Aku yakin aku bisa membuatnya langsung
orgasme. Sebetulnya, aku cukup tahu itu. Dia akan menjadi sesuatu
yang luar biasa untuk di tonton ketika itu terjadi. Aku mencoba
dengan payudara yang satunya dan merasakan dirinya semakin
menegang, melengkung ke belakang dengan tanganku yang
menahannya, tubuhnya terpampang jelas dan hangat...dan begitu
cantik. Aku ingin berada di dalam dirinya. Untuk merasakan orgasme
Brynne di sekeliling jariku atau lidah atau kemaluanku, sebuah
sensasi yang tak bisa digambarkan, satu-satunya yang membuatku
kecanduan. Aku menggerakkan tanganku menuruni punggungnya,
meluncur dengan menjejak jariku sampai di atas pantatnya, turun
lagi jauh lebih ke bawah sampai memenuhi celahnya yang sudah
basah. Dia tersentak dengan suara lembut saat jemariku menyentuh
intinya, dan mengerang ketika aku menembus panas yang sudah
basah memasuki jepitannya sampai dalam.
"Kau milikku..." Aku mengatakan padanya sambil berbisik, hanya
beberapa inci dari wajahnya. "Ini milikku. Sepanjang waktu...entah
dengan jariku...atau lidahku ...atau kemaluanku.
Matanya menatapku dengan terbakar saat jari-jariku bergerak
didalamnya. Aku mengambil mulutnya dan mengubur lidahku sejauh
yang aku bisa sampai ke dalam bersamaan dengan apa dilakukan
jariku diantara pahanya. Pahanya begitu cantik terbuka lebar diatas
pangkuanku karena aku menyuruhnya untuk melakukan itu.
Aku begitu bernafsu, hingga aku yakin aku terlalu kasar padanya,
tapi aku tidak bisa mengendalikan itu. Dia tidak protes, dan jika dia
melakukannya, aku akan berhenti. Setiap respon, setiap suara dan
desahannya, setiap gerakannya yang liar di atas kemaluanku, itu
seakan sudah mengatakan padaku, itulah kenyataannya, dia
menyukainya. Brynne menyukaiku sebagai dominan ketika kami
bercinta dan aku sangat menyukai bagaimana reaksi dia saat
bersamaku. Memegang dia dengan cara ini, dengan tanganku di bawah melalui
pantatnya, memaksanya semakin dekat terhadapku adalah sesuatu
yang harus kulakukan. Aku ingin dia mengerti bahwa aku tak bisa
membiarkan dia pergi lagi. Aku tak akan membiarkan dia pergi.
Kurasa itu adalah kebutuhan di dalam diriku untuk memilikinya.
Aku membutuhkan kontrol saat berhubungan seks sebelumnya, tapi
tidak seperti ini. Brynne melakukan sesuatu padaku, aku bahkan tak
bisa memahaminya. Belum pernah aku merasa seperti ini. Hanya
dengan dia. Aku mengangkat tubuhnya naik dari pinggulku. Dia mengerti dan
menahan dirinya menggantung, cukup bagiku untuk melakukan
sesuatu yaitu mendorong celana joggingku menuruni pinggangku.
Bukan trik yang paling mudah, tapi itu diperlukan jika aku ingin
berada di dalam dirinya, dan dia tampak begitu siap dengan
rencanaku. Aku menahan milikku lurus ke atas dan mengatakan
padanya dengan napas yang keras, "Tepat di sini. Dan masukkan ke
dalam dirimu dengan baik."
Kurasa aku mungkin benar-benar mengeluarkan satu atau dua tetes
air mata di mataku ketika dia meluncur turun di atasku dan mulai
bergerak. Aku tahu aku juga menginginkannya. Aku merasa mataku
berair saat sentuhan pertama dirinya mengelilingi kemaluanku dan
semua itu terasa licin, panas, dan benar-benar nikmat selama seks
liar ini saat ia melompat naik dan turun ke bawah, hubungan seks
yang tidak akan kulupakan. Dan sekali lagi ketika aku mendorong
diriku ke dalam dirinya. Aku berhasil membuat dirinya orgasme lagi
dengan ibu jariku menggosok miliknya yang manis itu, dan aku
menyukai setiap rintihan dan suara yang dia buat saat dia mencapai
puncaknya beberapa saat kemudian. Dia orgasme dengan keras
semakin meremas diriku. Namaku keluar dari bibirnya saat itu
terjadi adalah benar-benar saat terbaik bagiku juga. Ethan...
Ketika ia roboh di atas tubuhku, kemaluanku masih mengejang,
terkubur jauh di dalam dirinya, di guncang oleh gejolak orgasme saat
otot di dalam dirinya meremas dan menarik. Aku yakin aku bisa
tinggal dalam dirinya untuk selamanya.
Aku menahan kami bersama-sama, tak pernah ingin memisahkan
tubuh kami. Kami berada di luar di balkon untuk sejenak. Aku hanya
mendekapnya dan mengusap ke atas dan ke bawah di punggungnya
dengan jariku. Dia menciumi leherku dan dada, dan terasa sangat
lembut dan hangat meskipun udara dingin karena masih malam, dan
kami berada di luar, dan dia benar-benar telanjang. Aku menarik
selimut yang menutupi kursi lain dan membungkus di sekitar
tubuhnya. Untuk pertama kalinya aku memahami apa yang dimaksudkan
orang-orang ketika mereka mengatakan mereka bisa menangis
karena mereka merasa sangat bahagia.
*** Bab 7 "Masuklah dan pilih yang mana yang kau sukai untuk hari ini,"
kataku. Brynne menyeringai dari pintu ruang pakaianku dan
kemudian menghilang kembali ke dalamnya.
"Well, aku suka yang ungu, tapi kupikir hari ini kita akan pergi
dengan yang satu ini," ujarnya saat dia muncul dengan dasi biru di
tangannya. Dia melenggang ke arahku dan membungkuskan sutra itu
di leherku. "Ini cocok dengan matamu dan aku suka warna matamu."
Aku suka ketika kau mengucapkan kata cinta yang mengacu pada
apa pun tentangku. Aku melihat ekspresi wajahnya saat ia bekerja memasang simpul
dasiku, menggigit sedikit sudut lezat bibir bawahnya dalam
konsentrasi; menyukai perhatiannya dan tidak menyukai kenyataan
bahwa ia jelas pernah mempraktekkan ini dengan orang lain. Dia
berdiri tepat di depan pria lain dan mengikat dasi itu untuknya. Aku
tahu itu. Aku mencoba untuk tidak membayangkan bahwa itu adalah
pagi ketika ia melakukan layanan ini untuk bajingan itu dan bahwa
dia tak akan menghabiskan malam mengisap ereksi si bajingan itu.
Aku seperti bajingan yang pencemburu sekarang. Aku belum pernah
cemburu dengan salah satu gadis yang aku kencani sebelumnya, tapi
sekali lagi, Brynne bukan hanya seorang gadis untukku. Brynne
adalah Sang Gadis itu. Gadisku.
"Aku suka bahwa kau berada di sini melakukan ini untukku," kataku.
"Aku juga." Dia tersenyum ke arahku untuk sesaat sebelum kembali
mengerjakan tugasnya. Ada begitu banyak lagi yang ingin kukatakan, tapi aku tidak
mengatakannya. Mendesak dia tak akan pernah berhasil, dan aku
belajar dari pengalamanku untuk hal itu, tapi tetap masih sulit untuk
melakukan semua hal ini pelan-pelan. Aku tak ingin pelan-pelan
dengan Brynne. Aku ingin cepat dan intens dan sepanjang waktu.
Terima kasih Tuhan aku tidak mengatakan hal itu keras-keras.
"Apa kegiatanmu hari ini, Miss Bennett?" Tanyaku sebagai gantinya.
"Aku ada pertemuan makan siang dengan rekan-rekan dari
universitas. Berdoalah untukku. Aku harus mulai berpikir tentang
mendapatkan visa kerja itu dan mungkin ada sesuatu dalam hal ini
untukku. Seperti janji pemeliharaan di museum London utama." Dia
menyelesaikan dasiku dan menepuknya. "Sudah. Kau tampak sangat
keren dengan dasi birumu, Mr. Blackstone." Ia menyodorkan
bibirnya padaku dengan mata terpejam.
Aku menciumnya dengan hanya kecupan kecil di bibirnya yang
merekah. Dia membuka matanya dan menyipitkannya, tampak
kecewa. "Kau mengharapkan sesuatu yang lebih ya?" aku suka
menggodanya dan membuatnya tertawa.
Dia berdiri di depanku bersikap seakan dia tidak peduli. "Meh,"
katanya sambil mengangkat bahu, "ciumanmu...lumayan kurasa. Aku
bisa bertahan meskipun tak mendapatkannya."
Aku tertawa melihat ekspresi di wajahnya dan menggelitik
pinggangnya. "Suatu hal yang baik kau mengkonservasi lukisan,
sayangku, karena kau tak bisa bohong dengan baik."
Dia menjerit karena gelitikan itu dan mencoba untuk melarikan diri.
Aku melingkarkan lenganku di sekeliling tubuhnya dan menariknya
kearahku. "Tak melarikan diri untukmu," gumamku di bibirnya.
"Bagaimana jika aku tidak ingin melarikan diri?" Tanya dia
dibibirku. "Itu bagus juga," jawabku dengan ciuman. Aku mulai lambat dan
menyeluruh, menikmati momen pagi ini bersama sebelum kami
harus berurusan dengan pekerjaan kami masing-masing. Dia meleleh
padaku dengan cara yang begitu manis sehingga aku harus
mengingatkan kami berdua karena memiliki pekerjaan dan tak ada
waktu untuk membawanya kembali ke tempat tidur sekarang. Hal
baiknya adalah bahwa kami akan berada di sini lagi pada malam
hari, dan aku bisa mewujudkan dengan baik imajinasiku dengan
sangat jelas. Aku memberi ciuman selamat tinggal padanya beberapa kali lagi
sebelum kami berpisah: saat menunggu di lift, di garasi parkir
bersandar pada Rover, dan ketika aku mengantarnya ke Rothvale.
Suatu keuntungan dari memiliki seseorang yang kau begitu ingin
bersamanya dalam hidupmu. Sekali lagi, aku adalah seorang yang
pria yang benar-benar beruntung. Setidaknya aku cukup pintar untuk
menyadari hal itu. *** Aku masuk melalui pintu depan hari ini setelah parkir karena aku
ingin membeli semua koran penting di Amerika Serikat dan
menjelajahi detail kecil di dalamnya. Koran-koran itu pasti penuh
dengan perang politik sekarang, tapi pertarungan membosankan
yang sebenarnya antar kandidat belum dimulai. Pemilihan Presiden
diadakan awal November di AS, sehingga masih ada lima bulan lagi
untuk publisitas. Aku tiba-tiba merasa sedikit khawatir dan lalu
mengabaikannya. Aku tidak boleh gagal dalam melindungi dirinya.
Aku tak akan membiarkan kegagalan.
Muriel menyeringai padaku ketika aku membayar Koran-koran itu.
Aku mencoba untuk tidak bergidik saat melihat giginya. "Ini dia,
luv," katanya, sambil mengulurkan tangan kotornya dengan uang
kembalianku. Aku melihat tangan kotor itu dan memutuskan ia membutuhkan
perubahan lebih daripada yang aku butuhkan untuk kontrak penyakit
menular. "Simpan saja." Aku menatap mata aneh indahnya yang
hijau dan mengangguk sekali. "Aku akan mendapatkan semua korankoran AS teratur
dari sekarang jika kau sudah menyiapkannya,"
tawarku. "Oh, betapa baiknya dirimu. Aku akan menyiapkannya. Semoga
harimu menyenangkan, tampan." Dia mengedipkan mata. Dia
menatapku dan menunjukkan lagi sedikit lebih banyak dari gigi
mengerikan itu. Aku mencoba untuk tidak melihat terlalu dekat, tapi
kupikir Muriel bisa bersaing denganku dalam hal rambut janggut.
Kasihan dia. Ketika aku masuk ke kantorku, aku memulai penyelidikan dengan
sungguh-sungguh. Aku mendengarkan pesan suara dari orang yang
telah menelepon Brynne. Aku mengulanginya beberapa kali. Orang
Amerika, tentunya, non-konfrontatif, tidak ada yang terungkap
dalam pesan itu apa pun tentang apa yang dia mungkin tahu. "Halo.
Ini adalah Greg Denton dari The Washington Review. Aku mencoba
untuk menemukan Brynne Bennett yang bersekolah di SMA Union
Bay, San Francisco... "
Pesannya singkat dan jelas, dan dia meninggalkan informasinya
untuk panggilan kembali. Sejarah menunjukkan ia hanya menelepon
dia satu kali sehingga ada kesempatan yang sangat baik dia tidak
tahu banyak, atau bahkan Brynne orang yang tepat yang ia coba
untuk hubungi. Aku memberikan pengarahan singkat pada Frances tanpa
memberikan rincian spesifik, menyuruhnya untuk mencari informasi
tentang Greg Denton di The Washington Review dan juga untuk
melihat apa lagi yang dia bisa peroleh di surat kabar yang kubeli
pagi ini. Aku baru saja duduk kembali, melototi laci mejaku di mana rokok di
simpan saat Neil masuk. "Kau tampak agak...manusiawi...pagi ini, sobat." Dia duduk di kursi
dan menatapku, sedikit seringai pada rahang perseginya.
"Jangan katakan itu," aku memperingatkan.
"Baiklah." Dia menarik keluar ponsel miliknya dan tampak sibuk
dengan itu. "Aku tak akan mengatakan aku tahu siapa yang
menginap semalam. Dan aku pasti tidak akan mengatakan aku
melihat kalian berdua berciuman sambil menunggu lift pagi ini di
kamera keama - " "Tutup mulutmu!"
Neil menertawakanku. "Hei, karyawan kantor ini semuanya senang,
sobat. Kita semua bisa bernapas lagi tanpa takut tercabik-cabik. Sang
bos mendapatkan kembali pacarnya. Puji Tuhan!" Dia melihat ke
atas dan mengangkat tangannya. "Ini adalah 2 minggu yang kacau
- " "Aku ingin sekali melihat bagaimana menyedihkannya dirimu jika
Elaina tiba-tiba memutuskan dia tidak tahan melihatmu lagi." Aku
memotongnya, menawarkan sebuah senyum palsu, dan menunggu
untuk perubahan sikapnya. "Yang selalu bisa saja terjadi, Kau tahu,
karena aku tahu semua rahasia memalukanmu."
Bekerja dengan baik. Neil kehilangan sikap brengseknya dalam
waktu kira-kira satu koma lima detik.
"Kami benar-benar senang untukmu, E," katanya pelan. Dan aku
tahu ia bersungguh-sungguh.
"Bagaimana kelanjutan penyelidikan Letnan Oakley?" Tanyaku,
menyerah dan membuka laci mejaku untuk menarik keluar pemantik
apiku dan sebungkus rokok Djarum.
"Dia sudah melakukan hal-hal yang sangat buruk pada rakyat Irak
dan bisa lolos dari hal itu, tapi tak yakin berapa lama hal itu akan
tetap terkubur. Kupikir sang senator hanya bisa lega jika anaknya
berhenti mendapatkan masalah di Irak di waktu yang hampir


All In The Blackstone Affair 2 Karya Raine Miller di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendekati kampanye pemilunya."
Aku mendenguskan menyetujui dan mengisap kembali hembusan
yang manis pertamaku. Cengkehnya memberikan stimulasi yang
cukup menyenangkan, tapi aku sudah terbiasa dengan itu. Sekarang
aku hanya membiarkan nikotin melakukan tugasnya dan merasa
bersalah karena apa yang aku masukkan ke dalam tubuhku. "Jadi
menurutmu dia berkarir dalam militer?" Aku menghembuskan nafas
jauh dari Neil. Neil menggeleng. "Kupikir tidak."
"Kenapa tidak?"
Neil memiliki naluri paling tajam dari semua orang yang aku pernah
kenal. Dia tak hanya seorang karyawan, bukan dalam jangka
panjang. Neil lebih, lebih daripada itu. Kami pernah bersama-sama
saat remaja, pergi ke medan perang, selamat dari neraka itu untuk
kembali ke Inggris, berusaha untuk tumbuh dewasa dalam prosesnya
dan memulai bisnis yang sukses. Aku percayakan hidupku padanya.
Yang berarti aku bisa percayakan Brynne padanya juga. Aku senang
Brynne menyukainya karena aku punya perasaan dia harus dijaga
pada akhirnya setiap kali dia pergi keluar. Brynne akan begitu benci
hal itu. Tapi sebanyak apapun dia membenci detail keamanan,
Brynne tak akan melampiaskannya pada Neil. Gadisku terlalu baik
untuk hal semacam itu. Aku tidak membohongi diri sendiri - teman atau tidak, aku benarbenar senang Neil
sudah memiliki seorang wanita, dan jika ia lajang
dia tak akan menjadi pilihan pertamaku. Dia adalah seorang pria
tampan. "Well, ini adalah bagian menariknya. Letnan Lance Oakely stoplossed* hanya
beberapa minggu setelah pesawat itu jatuh. Dari apa
yang aku bisa cari tahu, AS cukup banyak menghentikan praktek
stop-loss lebih dari setahun yang lalu, dan hanya segelintir saja yang
bertugas sekarang." "Apakah kau berpikir apa yang aku pikirkan, sobat?"
Neil mengangguk lagi. "Segera setelah sang senator tahu dia
dicalonkan menjadi wakil-presiden berikutnya, ia mengirim anak
laki-laki satu-satunya stop-lossed* untuk tugas berikutnya ke Irak."
Aku berdecak lidah. "Kedengarannya seperti Senator mengenal
anaknya dengan sangat baik dan menyadari lebih lanjut bila anak
laki-lakinya dapat menjauhkan diri dari kampanye, kemungkinan
sang senator terpilih lebih baik." Aku bersandar di kursiku dan
mengisap cengkehku. "Siapa yang paling mampu memperoleh
perintah stop-loss daripada orang yang memiliki koneksi politik.
Aku mulai berpikir Senator Oakley lebih berharap anaknya tak
pernah pulang kembali dari Irak. Pahlawan perang dan
sejenisnya...terlihat sangat patriotik." Aku melambaikan tanganku
untuk menekankan maksudku.
"Tepat seperti yang kupikirkan." Neil melototi rokok di jari-jariku.
"Kupikir kau berhenti merokok itu?"
"Ya... jika di rumah." Aku mematikanna ke asbak. "Aku tak akan
merokok di sekitar dia." Dan aku cukup yakin Neil cukup cerdas
untuk mencari tahu mengapa aku tidak melakukan itu. Tapi itu hal
tentang pertemanan...kau mengerti satu sama lain, tidak perlu
menjelaskan hal yang memuakkan tentang omong kosong yang
menyakitkanmu yang kau berharap kau bisa lupa, tapi mereka cukup
banyak tahu bagian darimu dari bawah sampai ke sumsum dalam
tulangmu. *** Ponsel Brynne menyala dan membangkitkanku keluar dari
pekerjaanku. Aku memeriksa ID pemanggil. Hanya satu kata - Mom.
Nah ini harusnya menyenangkan, pikirku sambil menekan tombol
terima. "Halo."
Ada keheningan, dan kemudian suara angkuh. "Aku mencoba untuk
menghubungi putriku, dan yang aku tahu ini adalah nomor
teleponnya, kepada siapa aku bicara?"
"Ethan Blackstone, ma'am."
"Mengapa kau menjawab telepon putriku, Mr. Blackstone?"
"Aku sedang mengawasi nomor lamanya, Mrs - " Maafkan aku, aku
tak tahu namamu." Aku tidak akan memberikan memberikan
informasi ini dengan mudah. Ibu Brynne yang harus bertanya
padaku. Dengan baik. Sejauh ini, aku tidak terkesan.
"Exley." Dia menungguku untuk mengatakan sesuatu tapi aku tidak
melakukannya. Aku bermain poker dan aku tahu bagaimana
menunggu. "Kenapa kau mengawasi teleponnya?"
Aku tak bisa menahan senyum. Kami berdua tahu siapa yang
memenangkan ronde ini. "Well, aku berurusan dengan keamanan,
Mrs. Exley. Ini pekerjaanku. Ayah Brynne yang mempekerjakanku
untuk menjaga keselamatannya begitu Senator Oakley sedang
diperiksa. Aku juga tak akan pura-pura dengan Anda, ma'am. Aku
tahu mengapa keselamatannya dalam bahaya dan begitu juga Anda.
Aku tahu semuanya." Sekarang aku berhenti untuk memberi efek
kejutan. "Dia mengatakan padaku apa yang terjadi padanya yang
berkaitan dengan anak laki-laki Oakley."
Aku mendengar tarikan nafas tajam dan aku akan rela membayar
untuk melihat wajahnya saat ini, tapi sayangnya, harus
menggunakan imajinasiku. "Kaulah yang membeli fotonya kan" Dia
bercerita tentang kau membeli foto telanjang dia dan membawanya
pulang setelah itu. Sesuatu yang kau harus tahu tentang Brynne, Mr.
Blackstone, adalah bahwa dia suka untuk mengejutkanku."
"Apakah benar begitu" Aku tak tahu tentang itu, Mrs. Exley. Brynne
tak pernah menyebut tentangmu sebelumnya padaku tadi malam.
Aku tak punya apa-apa untuk melawan pernyataan Anda."
Dia tampaknya mengabaikan penghinaan terselubungku dan
langsung menyerang pokok permasalahannya. "Jadi kau
berhubungan dengan putriku, Mr. Blackstone" Aku bisa membaca
diantara garis dan membuat asumsi sebagus orang lain. Dan Brynne
adalah anakku satu-satunya, dan bertentangan dengan apa yang dia
bilang, aku mencintai putriku dan hanya menginginkan yang terbaik
untuknya." "Panggil Ethan saja - dan ya, aku bisa mengatakan bahwa aku
menjalin hubungan dengan Brynne."
Aku meraih rokok segar dan menjentikkan pemantikku agar terbuka.
Benarkah" Wanita ini tak tahu dia bermain dengan siapa. Kita bisa
terus seperti ini sepanjang hari dan aku masih akan menang. "Dan
aku juga." Dia diam sejenak dan kemudian bertanya, "Kau juga apa, Mr.
Blackstone?" "Mencintai putrimu dan hanya menginginkan yang terbaik untuknya.
Aku akan menjaganya dari bahaya apapun. Dia tanggung jawabku
sekarang." Sekali lagi aku hanya bisa membayangkan dia memutar matanya
pada apa yang baru saja kukatakan dan bertanya-tanya bagaimana
gadisku menghadapi semua penolakan dari wanita ini. Aku
menangkap bahwa dia tidak menerima penawaranku untuk
memanggil nama pertamaku juga. Itu membuatku sedih untuk
Brynne. Terutama karena aku merindukan ibuku seumur hidupku
dan di sini Brynne dengan ibu yang mencela setiap keputusannya.
Aku lebih suka memiliki memori kasih seorang ibu yang aku tak
pernah punya, daripada harus menghadapi wanita naga ini untuk
seumur hidup. "Kalau begitu, mungkin aku harap bisa memiliki nomor telepon
barunya karena dia tidak mampu memberikan sendiri kepadaku?"
Dia terdengar lebih seperti korban terluka saat ini, dan berniat
menjauh dariku secepat mungkin.
Dan aku tersenyum sekarang. Aku begitu suka kemenangan. "Oh
kumohon, jangan, Mrs. Exley, jangan tersinggung. Ini semua terjadi
sangat mendadak malam tadi. Brynne mengatakan kepadaku sesuatu
kemarin dan aku membuat keputusan bahwa ia membutuhkan nomor
ponsel baru. Sesederhana itu. Dia hanya belum punya waktu untuk
berhubungan dengan Anda, aku yakin itu sebabnya." Begitu mudah
bermurah hati ketika kau memegang kartu yang lebih baik.
"Kau yang membuat keputusan untukknya, Mr. Blackstone?"
"Ya." Man, rokokku rasanya begitu nikmat.
"Mengapa kau membuat keputusan untuk Brynne?" Sang mama
punya cakar tampaknya. "Karena seperti yang aku katakan sebelumnya, Mrs. Exley, aku akan
menjaganya dari siapa pun atau apa pun yang mencoba untuk
menyakitinya. Siapapun...atau apapun." Aku menghirup penuh
aroma cengkeh dan menikmati rasanya.
Dia kemudian terdiam. Aku menunggunya, dan akhirnya dia
menyerah." Nomor baru Brynne, Mr. Blackstone?"
"Tentu saja, Mrs. Exley. Begini saja. Aku akan mengirim nomor
barunya pada Anda dari ponselku, dan dengan cara itu Anda dapat
memiliki nomorku juga. Jika Anda mempunyai keprihatinan apapun
tentang situasi ini dengan Brynne atau pertanyaan tentang masa
lalunya dari media atau sebaliknya, aku ingin Anda untuk berbagi
denganku. Silahkan hubungi aku setiap saat."
Percakapan kami berakhir dengan cepat setelah percakapan itu dan
aku merasa lebih dari sekedar senang saat kami memutuskan
sambungan telepon. Ya Tuhan, dia begitu sulit. Kasihan Brynne.
Kasihan Tom Bennett. Bagaimana bisa Tom berhubungan dengan
wanita itu" Tidak bisa melihat bagaimana hubungan mereka berawal,
dan aku bahkan tak tahu seperti apa dia. Aku yakin ia cantik. Dingin,
tapi cantik. Aku mengirim sms ke ibu Brynne dengan nomor barunya dan pesan
singkat: Senang mengobrol dengan Anda, Mrs E. -EB- dan
tersenyum terus saat aku melakukannya.
Brynne mengirimiku sms sekitar satu jam kemudian: Kau bicara
dengan ibuku"! :O Oh boy. Mummy sudah menghubunginya. Aku berharap tidak terlalu
banyak mendapat kesulitan. Aku mengirim sms balasan dengan:
Maaf sayang. Dia menelepon ponsel lamamu dan tidak begitu
senang ketika aku yang mengangkatnya :/
Brynne segera membalas kembali: Maaf kau harus berurusan
dengannya. Aku akan menebusnya untukmu. ?"
Aku harus tersenyum karena itu. Aku mengetik: kau memberiku 2
"!! Aku menerima tawaranmu, sayang...dan dia tidak seburuk itu.
Kupikir sebuah kebohongan putih tidak masalah dalam ketika
berurusan dengan ibu pacarku. Wanita itu tidak baik.
Ada sedikit jeda sebelum dia menjawab, tapi itu setimpal ketika
balasannya datang. Kau memberi kesan yang sangat besar padanya.
Aku akan memberitahumu nanti malam. Aku harus pergi untuk
makan siang sekarang. Merindukanmu...sayang xxx "
Aku membelai kata-kata yang dia tulis di layar ponsel, tak ingin
menutup pesannya. Dia memanggilku sayang. Dia bilang dia
merindukanku. Dia mengirimku ciuman dan hati. Aku mencoba
untuk tidak membaca terlalu banyak pesannya itu, tapi tetap saja
sulit untuk tidak melakukannya. Aku hanya ingin apa yang aku
inginkan dan aku tak ingin menunggunya lebih lama lagi.
Lamunanku terputus ketika Frances menelepon dan mengingatkanku
bahwa aku memang punya sebuah perusahaan untuk dijalankan.
"Dengan berat hati harus kukatakan bahwa ada Ivan Everley
menghubungi Anda," katanya lewat speaker.
Aku mengatakan padanya untuk meneruskan sambungannya dan
mengangkatnya. "Kau menemukan kesulitan lagi, kan," kataku sinis.
"Ancaman pembunuhan datang lagi, E. Kali ini ke Kantor Archery
World Federation. Aku tak peduli tentang hal itu, tapi orang-orang
bodoh di Komisi Olimpiade tidak akan menjamin tempat
penyelenggaraan bagiku untuk mengumumkan kompetisi tanpa
jaminan darimu. Aku beritahu padamu bahwa orang-orang yang
benar-benar gila menguasai permainan ini dan dan aku tidak punya
waktu untuk omong kosong ini."
"Aku juga sudah tahu itu. Aku akan bicara dengan mereka tapi
kupikir kita harus bertemu untuk membahas jadwalnya sehingga kita
bisa mengatur keamanan itu untukkmu," kataku.
"Menurutmu kapan?"
"Aku tak tahu, makan siang" Aku bisa menyuruh Frances mengatur
sesuatu ketika kau sudah lowong."
"Itu bagus juga. Aku benar-benar bersyukur padamu, E, jika tidak
kupikir aku tak akan mengumumkan pertandingan sama sekali.
Perusahaanmu memberikan pengaruh pada orang-orang bodoh yang
menjalankan olimpiade itu."
"Ngomong-ngomong tentang orang-orang bodoh yang menjalankan
kekuasaannya...Ivan, Kau baru saja mengingatkanku pada sesuatu.
Bukankah kau masuk dewan eksekutif di Galeri Nasional?"
Ivan mendengus. "Ya, kau bisa dibilang begitu. Kenapa" Dan aku
akan berpura-pura kau tidak menghinaku karena aku murah hati
seperti itu...dan keluarga."
"Benar, sepupu." Aku memutar mataku. "Pacarku kuliah konservasi
seni di University of London. Dia orang Amerika dan membutuhkan
visa kerja untuk tinggal di sini tanpa batas waktu."
"Tunggu. Apa maksudmu. Apakah kau baru saja mengatakan 'pacar'
mu" Sang Blackstone yang sulit dipahami sudah tidak sendiri lagi"
Bagaimana mungkin, sobat?"
Aku seharusnya tahu aku akan mendapatkan pelecehan begitu aku
membuka mulutku. Aku tertawa agak canggung. "Aku tak tahu pasti,
tapi ya, dia brilian untuk urusan restorasi lukisan dan dia benar-benar
mencintai apa yang dia lakukan. Dan aku benar-benar tidak ingin
visanya berakhir..."
"Aku mendengarmu, E. Aku akan menanyakannya. Sebenarnya ada
acara yang akan datang di Museum Nasional. The Mallerton Society
- " "Oh yeah, dia bilang padaku tentang itu. Aku akan membawanya.
Sebenarnya dia pernah mengerjakan salah satu lukisan Mallerton.
Aku tahu Brynne bisa menjelaskannya lebih baik dariku. Aku akan
memperkenalkan dirinya dan kau akan melihat apa yang aku
maksudkan." "Aku berharap untuk bertemu Si Cantik Amerika itu yang telah
menyambar kejantananmu keluar dari lingkaran one-night-stand."
"Tolong jangan katakan padanya tentang hal itu ketika kau bertemu
dengannya atau aku harus melihat ke sisi yang lain terhadap semua
ancaman pembunuhan yang kau terima secara teratur dari
penggemar setiamu." Dia tertawa padaku. "Kau tahu, E, jika kau ingin dia di sini tanpa
batas waktu, yang harus kau lakukan adalah menikahinya dan dia tak
akan membutuhkan visa kerja."
Pikiranku langsung mengalami kelebihan kapasitas begitu ia
mengatakan kata-kata "menikahinya" dan aku mendapati diriku
mencari-cari lagi rokok dari laci mejaku.
"Kau tidak mengatakan hal itu hanya padaku kan, meskipun aku tak
perlu heran, kau seperti seorang bodoh. Kau dan semua orang yang
mendukung ikatan pernikahan - itulah hal yang paling lucu yang aku
pernah dengar sepanjang tahun yang berasal dari mulutmu, atau
lebih tepatnya, pantat bodohmu."
Sepupuku tertawa lagi karena ucapanku. "Hanya karena
pernikahanku adalah kekacauan besar bukan berarti pernikahanmu
akan begitu, E." "Kita telah mencapai akhir dari pembicaraan ini, Ivan. Aku akan
menutup teleponku sekarang." Aku masih bisa mendengar dia
tertawa ketika aku menarik gagang telepon jauh dari telingaku.
*** *stop-loss: istilah militer dimana seseorang diharuskan melakukan


All In The Blackstone Affair 2 Karya Raine Miller di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perpanjangan tugas secara paksa diluar kontrak awalnya.
Bab 8 Menjemputnya dari tempat kerja adalah sesuatu yang aku nantikan
tanpa terkecuali hari ini. Segala sesuatunya berjalan baik sampai
pesan yang masuk pada ponselnya. Sekarang aku merasa putus asa
karena terlalu lama untuk segera melihatnya.
Aku masuk ke dalam Rothvale, memarkirkan mobilku dan
mengawasi pintu dimana dia akan keluar dari gedung itu;
percakapanku dengan sepupuku masih menggangguku sejak kami
bicara, dan benar-benar telah menginfeksi imajinasiku dengan semua
kegilaan. Pernikahan"...Sungguh"! Bagaimana jika dimulai dengan
hubungan berkomitmen yang eksklusif sebagai awalnya"
Gagasan untuk menikahi seseorang belum pernah ada dalam daftar
kehidupanku. Aku hanya tidak melihat masa depan seperti itu dalam
kartuku dan tidak pernah melihatnya. Institusi itu sendiri memegang
kehormatanku sepenuhnya, tapi kemungkinan besar seorang dengan
beban emosional masa lalu dan gaya hidupku, hampir pasti aku akan
gagal sebagai seorang suami. Ada banyak kotoran dalam WC-ku,
mundur jauh kebelakang, aku hampir tidak bisa memisahkan waktu
kapan ketika aku mungkin telah menjadi biasa.
Kakakku menikah dan juga sangat bahagia, dengan tiga orang anakanak yang cantik.
Hannah dan Fredy memiliki cita-cita yang standar,
kupikir. Hanya saja aku tak pernah berpikir untuk itu. Kakak
perempuanku telah menempuh jalur domestik dan menyenangkan
ayah kami dengan cucu-cucu, dan pada dasarnya membuat aku lepas
dari keharusan untuk bersaing. Maksudku, Hannah melakukannya
dengan sangat baik hingga tak perlu bagiku merasakan tekanan
seperti itu. Aku memutuskan untuk menelepon Hannah sambil menunggu
Brynne keluar. Aku menyeringai ketika dia mengangkatnya pada
nada kedua. "Apa kabar adikku?"
"Kehilangan pikirannya karena bekerja," ujarku.
Itu bukan satu-satunya hal yang membuat pikiranmu hilang atau
begitulah yang kudengar." Hannah bisa jadi sangat puas dan begitu
mengganggu ketika dia merasa perlu.
"Jadi, ayah menemuimu dan dia sudah mengoceh padamu?"
"Dia benar-benar khawatir tentangmu. Dia memberitahuku bahwa
dia tak pernah melihatmu seperti itu, bahkan ketika kau pulang dari
perang." "Hmmm. Aku semestinya tidak pergi ke sana dan mengatakan semua
hal padanya. Aku seperti banci saat melakukannya. Entah bagaimana
caranya, aku akan membalas kebaikannya. Jadi, bagaimana kabarnya
kakakku?" "Usaha yang bagus, E, tapi aku tidak terpengaruh. Adikku akhirnya
jatuh cinta pada seseorang dan kau pikir aku akan membiarkan kabar
menarik ini menjauh" Kau pikir aku orang macam apa" Kita berdua
tahu siapa saudara kandung yang paling pintar disini.
Aku mendesah pada kakakku. "Tak mau berdebat denganmu tentang
hal itu, Han." "Wow. Kau benar-benar telah berubah, benar kan?"
"Yah, kupikir begitu. Aku berharap itu berjalan baik. Dan ayah bisa
berhenti untuk khawatir tentangku, kami kembali bersama sekarang
jadi aku tak lagi menyedihkan, seorang yang hancur saat terakhir
kali dia lihat." "Kau sudah membaca puisi, Ethan" Kau terdengar berbeda."
"Tak ada komentar," Kataku terhadap sindiran tajamnya. "Dengar,
aku bertanya-tanya dapatkah aku membawanya ke tempatmu untuk
berakhir pekan. Kupikir Brynne akan menyukai Halborough dan aku
lebih senang membawanya keluar kota untuk beberapa hari.
Dapatkah kau dan Freddy menerima kami berdua?"
"Untukmu" Untuk kesempatan bertemu dengan seorang Amerika
yang mengubah adik pendirianku, yang melajang dan tak berdaya,
menjadi tergila-gila jatuh cinta, peminum bir Meksiko" Tidak
masalah." Aku tertawa. "Bagus. Beritahu aku tanggalnya, Han. Aku ingin
kalian semua bertemu dengannya, dan rumah indahmu akan menjadi
tempat yang sempurna untuk melakukan itu. Dan aku merindukan
anak-anak." "Mereka merindukan Paman Ethan-nya. Okey...aku akan memeriksa
bukunya dan memberitahumu kapan. Ini mulai sibuk dengan
pertandingan yang akan datang."
"Kau jangan bilang padaku. Kegilaan seluruh kota padahal sekarang
baru bulan Juni!" Kami menutup telepon dan aku menatap keluar jendela menantikan
Brynne. Aku menarik keluar ponselnya dari sakuku dan membaca
pesan yang merusak hari tenangku. Seorang pria bernama Alex
Craven dari Museum Victoria & Albert yang dengan senang hati
akan kuubah dia menjadi orang kebiri:
Brynne, senang melihatmu lagi hari ini. Juga pada Brill on the
Mallerton. Aku dengan senang hati untuk mengajakmu makan
malam dan mendiskusikan lebih lanjut bagaimana kita bisa
mendapatkanmu sebagai staf. Tidak tahu kalau kau menjadi
model tapi sekarang aku telah melihat foto-fotomu, aku harus
mengenal lebih jauh!-Alex
Aku yakin aku melukai sisi lidahku karena menggertakkan gigiku.
Dorongan untuk membalas pesannya adalah sesuatu yang amat
sangat kuinginkan, aku bisa merasakan bau amis darah dalam
mulutku - bersamaan dengan kalimat: Persetan, kau idiot tolol. Dia
sudah ada yang punya dan pacarnya akan memotong dua
bolamu jika kau terlalu banyak memikirkan tubuh
telanjangnya. - Ethan w/si pisau besar. Tentu saja aku tidak
melakukannya, tapi hampir saja.
Ya Tuhan, bagaimana mengendalikan diriku" Aku tidak merasa baik
terhadap hal semacam ini. Kecemburuan memuakkan dan aku akan
banyak mendapatkan hal seperti ini bersama Byrnne. Bagian dari
paket bersama dirinya karena dia sangat cantik dan dipajang dengan
begitu menonjol. Aku membutuhkan jaminan lebih banyak darinya
dan aku cukup yakin dia belum siap memberikanku lebih.
Pintu penumpang terbuka dan dia masuk, menjatuhkan dirinya ke
kursi, merona karena gerimis ringan yang turun sejak aku parkir. Dia
menyeringai dan membungkuk ke arahku untuk memberi ciuman.
"Nah di sini kau sekarang," Kataku dan menariknya ke arahku.
Kulitnya sedikit dingin tapi bibirnya hangat dan lembut untukku.
Ya, untukku! Aku mengganyang bibirnya dan memegang wajahnya,
mengklaimnya dengan lidahku lebih dalam lagi sehingga dia
merasakan seberapa besar aku menginginannya. Dia membiarkan
invasi pada awalnya dan aku tidak berhenti sampai dia mengeluh
dan aku mundur. Aku melepasnya dan bersandar kesamping kursiku
untuk memandangnya. "Maaf, itu sedikit buas dariku." Aku memberikannya tatapan
mengancam terbaikku. Wajahnya berubah dan dalam matanya memberikan ekspresi
mencari. Ya ampun, dia cantik. Tak heran bajingan bernama Alex itu
menginginkan dia telanjang. Aku ingin dia telanjang. Saat ini juga!
Rambutnya tergerai hari ini dan dia memakai jaket hijau tua dan
syal. Warna yang indah untuknya, memperjelas warna hijau dan
hazel pada matanya, dan beberapa tetes percikan air hujan di
rambutnya. "Apa yang salah, Ethan?"
"Mengapa kau berpikir ada sesuatu yang salah?"
"Hanya menduga," dia menyeringai, "dan serangan lidahmu
menegaskannya." Aku menggelengkan kepalaku. "Aku hanya merindukanmu.
Bagaimana makan siangmu dengan kolega-kolega yang ingin kau
buat terkesan?" "Mengagumkan. Bagianku dalam restorasi Lady Percival itu benarbenar memberi
umpan untuk mengingatku kembali. Aku berharap
sesuatu datang karenanya. Mungkin itu akan terjadi." Dia tersenyum.
"Dan aku berutang budi padamu." Dia menciumku satu kali di
bibirku dan memegang daguku dengan tangannya.
Aku mencoba untuk membalas senyumnya. Kupikir aku
melakukannya, tapi ternyata aku payah dalam menyembunyikan
perasaanku sama payahnya dalam menangani kecemburuanku. Oh...
sesuatu akan muncul karena itu, sayang. Alex Craven akan
mendapat ereksi dan ketagihan saat mengingat foto telanjangmu,
bukan karena lukisan Lady Percival yang menggetarkan jiwa
memegang buku langka dan berharganya! Lukisan Mallerton bisa
membusuk, tapi Brynne Bennett dengan kejantanan Alex ada
didalamnya yang dia inginkan!
Dia mendesah padaku. "Akankah kau mengatakan padaku apa yang
salah" Kau menggeram dan aku cukup yakin menggeram bukanlah
tanda umum kebahagiaan dan keharmonisan." Dia menatap dengan
sangat kesal padaku. "Ini datang beberapa waktu lalu." Aku mengatur ponselnya di
pangkuannya dengan teks terpampang di layar.
Dia mengangkatnya dan membaca, menelan ludah satu kali dan
kemudian melihat kesamping menatapku. "Kau cemburu saat kau
melihat ini." Bukan sebuah pertanyaan.
Aku mengangguk padanya. Mungkin sebaiknya membiarkan
semuanya menggantung saat ini. "Dia ingin menidurimu."
Semua pria melakukannya ketika mereka melihat foto telanjangmu.
Aku tidak cukup tolol untuk mengatakan itu padanya, tapi aku yakin
bisa memikirkan itu jika aku ingin. Itu adalah kebenaran yang
sesungguhnya! "Aku sangat meragukan itu, Ethan."
"Kalau begitu dia gay?"
Dia mengangkat bahu. "Kupikir Alex bukan gay tapi aku tidak tahu
pasti." "Jadi pasti dia ingin menidurimu." Aku berkata dengan murung,
jendela luar sekarang dilapisi dengan gerimis dan mengatur suasana
yang sempurna seperti yang kurasakan.
"Ethan, lihat padaku."
Nada perintahnya sangat mengejutkanku. Dan itu membuatku keras.
Aku menoleh pada gadisku yang dalam waktu singkat telah begitu
berarti bagiku dan bertanya-tanya apa yang ingin dia katakan. Aku
tak tahu bagaimana cara membagi dia, atau bagaimana agar aku
tidak cemburu, atau bagaimana menjadi pasangan yang luwes dari
seorang model seni telanjang bahwa pria lain hanya tergiur atau
befantasi tentang bercinta dengannya. Aku hanya tak tahu bagaimana
caranya menjadi pria seperti itu.
"Alex Craven bukanlah seorang pria."
Brynne memutar bibirnya untuk menahan tawanya. Itu bukan
masalah. Aku cukup lega untuk menerima godaannya.
"Oh," kataku, merasa amat sangat bodoh, "baiklah, kau seharusnya
pergi untuk makan malam dengan Alex Craven dan aku
mendoakanmu mendapat keberuntungan yang sangat banyak,
sayang. Dia terdengar benar-benar ingin mempekerjakanmu." Aku
mengangguk. Dia tertawa dan berkata," kau terlalu banyak khawatir, baby."
Aku mencondongkan tubuh kearah bibirnya tapi tidak sampai
menyentuhnya. "Aku tidak bisa mencegah untuk khawatir, dan aku
suka itu saat kau memanggilku baby." Aku menciumnya lagi, kali ini
tidak seperti seorang Neanderthal (subspesies manusia purba yang
telah punah dan berasal dari zaman Pleistosen), tapi bagaimana aku
seharusnya menciumnya sejak awal. Aku menggulirkan jari-jariku di
sekitar kepalanya dan mencoba untuk menunjukkan padanya bahwa
dia berarti untukku. Aku mundur perlahan-lahan dengan sedikit
gigitan pada bibir bawahnya, membawa tanganku turun ke samping
wajahnya dan turun ke lehernya. "Aku ingin membawamu pulang
sekarang. Tempatku. Aku sangat membutuhkannya."
Aku berharap dia tahu ini adalah permintaan menurut versiku. Aku
memintanya membawa pakaian yang cukup untuk beberapa hari tapi
tidak yakin dia sungguh-sungguh melakukannya. Aku hanya ingin
bersamanya sepanjang waktu. Aku tak bisa menjelaskan apa bedanya
dengan keinginan yang sangat dalam...sebuah kebutuhan untuk
memilikinya dan bicara dan menyentuhnya. Dan bercinta. Itu
membuatku seperti seorang bajingan tapi aku tak peduli lagi, dan
menahan diri untuk mendorongnya merupakan kesulitan yang
mengganggu. "Oke, tempatmu malam ini." Dia membawa tangannya ke rambutku
dan membelainya, mencariku lagi dengan mata cerdasnya. Aku
bersumpah dia dapat membacaku seperti buku yang terbuka dan
bertanya-tanya mengapa dia masih bisa tahan bersamaku. Aku
berharap itu karena dia mulai balas mencintaiku, tapi aku benci
untuk memikirkan lebih jauh karena aku selalu kembali pada
pikiran...bagaimana kalau dia tidak mencintaiku"
"Terima kasih." Aku mengambil tangannya dari pegangannya pada
rambutku dan membawanya ke bibirku untuk menciumnya. Aku
mengangkat mataku untuk melihat reaksinya dan aku sangat-sangat
bahagia melihat senyumnya. Aku membalas senyumnya dan kembali
menyetir mobil. Waktunya untuk membawa pulang gadisku sehingga
aku dapat melakukan semua hal yang ingin kulakukan bersamanya.
*** Ayam parmigiana di mulutku sempurna yang dihidangkan dengan
Pena Wasiat 7 Detektif Stop - Pengkhianatan Di Lembah Neraka Pedang Darah Bunga Iblis 3
^