Pencarian

Gadis Misterius 5

Gadis Misterius Karya Sherls Astrella Bagian 5


kemudian membacanya kembali.
"Lihatlah ini, Maria. Aku tidak dapat mempercayainya," kata Lady Debora
sambil menyerahkan koran itu pada Maria.
Maria menerima koran itu dan melihat di halaman terdepan koran itu
tertulis sederet huruf yang besar.
PRINCESS MINERVA MENGHILANG
Seluruh warga Xoechbee sedang berduka karena menyebarnya kabar
yang mengatakan Princess Minerva yang mereka sayangi menghilang.
Tidak ada yang tahu dari mana asal berita angin itu. Selain itu beredar
pula kabar yang menyatakan Raja dan Ratu menjadi sedih karenanya dan
Ratu jatuh sakit ketika mendengar berita ini.
Kabar lain menyatakan Princess menghilang dalam kecelakaan kereta.
Saat itu Princess dalam perjalanan pulang dari Castil yang berada di balik
Death Rocks menuju Istana bersama pengasuhnya. Dalam kecelakaan itu,
pengasuh Princess dan kusir kuda mengalami luka-luka yang cukup parah
tetapi mereka masih dapat diselamatkan sedangkan Princess sendiri
menghilang dalam kecelakaan itu.
Keberadaan Princess Minerva yang hanya diketahui oleh warga Xoechbee
membuat seluruh warga kota itu menjadi gempar ketika kabar ini
menyebar. Sebagian dari Kerajaan Zirva yang tidak mengenal Princess bertanyatanya siapakah
Princess Minerva itu" Tetapi hingga kini pihak Istana
masih belum mengatakan apa-apa untuk menjelaskan apa yang telah dan
tengah terjadi saat ini dan mengapa Princess Minerva tidak pernah
terlihat hingga saat ini"
Dari seorang yang kami tanyai, kami mendapat informasi bahwa Princess
jarang berada di Xoechbee sehingga menyebabkan ia jarang terlihat. Dari
penduduk Xoechbee yang lain, kami mendapat keterangan bahwa untuk
menjaga kesehatannya, maka Princess sering menghabiskan waktunya di
luar Xoechbee. Pangeran Alcon yang mendapat banyak pertanyaan dari rakyat sewaktu ia
mengunjungi penjara bawah tanah juga tidak berkata apa-apa. Ia hanya
tersenyum. Tetapi dari seorang polisi yang menjaga penjara itu, berkata, "Seluruh
polisi dan tahanan yang berada di penjara ini juga bertanya hal yang
sama kepada Pangeran tetapi beliau hanya tersenyum saja. Kami semua,
polisi dan tahanan, sangat menyayangi Princess, beliau amat baik dan
kami merasa sedih ketika Princess dikabarkan menghilang."
Seorang warga yang cukup berpengaruh di Xoechbee yang enggan
disebut namanya mengatakan, "Warga Xoechbee dan penghuni penjara
bawah tanah Xoechbee telah memutuskan suatu tindakan tanpa menanti
keterangan dari pihak Istana. Kami memutuskan untuk mencari Princess
di Death Rocks. Tetapi karena sulitnya perjalanan untuk mencapai Death
Rocks, kami memutuskan untuk menyediakan hadiah bagi siapa saja
yang berhasil menemukan Princess yang kami sayangi tersebut."
Ketika ditanya bagaimana bila pihak Istana melarang tindakannya, ia
mengatakan, "Kami tidak takut apa yang akan dilakukan oleh Istana.
Mengapa hingga kini mereka tidak segera menangani urusan yang sangat
penting ini?" Pria itu juga mengatakan, "Saya pernah sekali bertemu dengan Princess
dan saya terpesona padanya. Saya akan selalu mengingat Princess.
Siapapun yang bertemu dengan Princess tidak akan dapat melupakannya,
mereka akan segera menyayanginya karena kebaikan hati yang
ditunjukkannya." Ketika ditanya bagaimana ciri-ciri Princess, pria itu berkata, "Princess
memiliki rambut pirang dan wajah yang cantik, selebihnya sukar
dikatakan. Tetapi yang pasti, Princess selalu disayang siapa pun."
Pria itu menegaskan siapa pun yang menemukan orang yang tak dikenal
diharapkan segera mengatakannya kepada dirinya agar bisa dikenali
apakah itu benar Princess atau bukan.
Maria melipat kembali koran itu dan menyerahkannya kepada Lady
Debora. "Bagaimana" Luar biasa bukan?" kata Lady Debora, "Aku pernah
mendengar tentang Princess dalam pesta dansa keluarga Blueberry.
Bayangkan, Maria bila aku berhasil menemukan Princess. Aku akan
mendapat hadiah yang sangat banyak."
"Tetapi, Tuan Puteri, Anda tidak pernah bertemu Princess dan siapa yang
akan mengantar Anda ke sana" Death Rocks sangat jauh dari sini," kata
Maria. "Princess pasti bisa segera cocok denganku, aku yakin itu dan jangan ikut
campur urusanku, Maria. Dengan siapa aku akan pergi, itu bukan
urusanmu. Sekarang cepat panggil Mr. Liesting, aku mempunyai
rencana." Maria meninggalkan Lady Debora dan segera memanggil Mr. Liesting
yang seperti biasanya sibuk membersihkan halaman.
"Ada apa, Maria?" tanya Mr. Liesting ketika melihat Maria mendekat.
"Tuan Puteri memanggil Anda," jawab Maria.
"Baiklah, aku akan segera ke sana."
Tak lama kemudian, Maria kembali lagi ke kamar Lady Debora bersama
Mr. Liesting. Sebelum memasuki ruangan itu, Maria mengetuk pintunya
dan mendapat sambutan yang penuh semangat dari Lady Debora. Wanita
itu sudah turun dari tempat tidurnya. Ia sedang menyisir rambutnya di
depan meja rias. "Mr. Liesting, aku ingin engkau segera menyampaikan surat ini," katanya
sambil menyerahkan sehelai surat.
"Baik, Tuan Puteri," kata Mr. Liesting sambil menerima surat itu.
Setelah Mr. Liesting meninggalkan kamar itu, Lady Debora berkata,
"Sekarang bantu aku, Maria. Jangan lamban seperti itu. Aku harus
sesegera mungkin bersiap-siap."
Maria segera melayani wanita itu dengan terampil.
Kali ini Maria tidak banyak mengatakan apa-apa tentang pendapatnya,
perhatian Maria terpecah karena berita itu.
Maria merasa sedih karena berita itu. Ia merasa kasihan pada seluruh
warga Xoechbee yang kehilangan Princess yang mereka sayangi.
Ketika Maria telah menyelesaikan tugasnya, Lady Debora segera
meninggalkan kamarnya. Kemudian Maria merapikan kamar Lady Debora.
Tak lama kemudian, Lady Debora muncul lagi dengan wajah yang kesal.
"Ada apa, Tuan Puteri?" tanya Maria.
"Aku tidak percaya!" kata Lady Debora marah.
Maria terkejut melihat kemarahan Lady Debora yang baru pertama kali ini
dilihatnya. Walaupun wanita itu sering marah-marah padanya, tetapi baru
kali ini ia melihat wajah Lady Debora penuh dengan kemarahan.
"Ada apa?" tanya Baroness Lora yang tiba-tiba muncul mendengar
teriakan kemarahan putrinya, "Apa yang kaulakukan pada anakku,
Maria?" "Saya tidak melakukan apa-apa," jawab Maria.
Lady Debora membalik badannya dan memeluk ibunya, "Aku tidak
percaya, Mama. Alexander menolak ajakanku."
"Apa yang terjadi?" tanya Baroness Lora tak mengerti, "Ke mana engkau
akan mengajak Alexander di hari sepanas ini?"
Maria mengambil surat kabar yang diletakkannya di tempat tidur Lady
Debora dan menyerahkannya kepada Baroness Lora.
Baroness Lora menerimanya dengan kasar. Dan seperti halnya Lady
Debora, ia membelalak terkejut ketika membaca berita yang tertulis di
halaman depan koran itu. "Luar biasa! Bayangkan bila kita menemukan Princess terlebih dulu, kita
akan mendapat hadiah yang sangat besar," kata Baroness Lora.
"Itulah Mama yang ingin aku lakukan. Tetapi Alexander menolak
ajakanku, ia mengatakan lebih baik kita menunggu berita selanjutnya
karena mungkin saja Princess sudah ditemukan atau berita itu hanya
kebohongan saja." Baroness Lora terdiam. "Mungkin Alexander ada benarnya. Death Rocks
bukan tempat yang mudah ditempuh, tempat itu sangat terjal. Aku
pernah mendengarnya dari Papamu, katanya tempat itu sangat
berbahaya." "Tetapi, Mama, bagaimana bila kita didahului oleh orang lain. Aku tidak
ingin orang lain mendahuluiku. Aku ingin menjadi sahabat karib Princess
dan bila mungkin aku ingin menjadi istri Pangeran."
"Pasti menyenangkan sekali bila engkau menjadi Ratu. Tetapi berbahaya
bila engkau pergi ke tempat itu tanpa rencana lebih dulu," kata Baroness
Lora. Maria ingin mengatakan sesuatu tetapi ketika melihat tatapan Baroness
Lora yang penuh kemarahan kepada dirinya, ia tidak jadi
mengatakannya. "Sekarang biarkanlah Alexander yang merencanakannya dan kita akan
menanti berita selanjutnya," kata Baroness Lora menenangkan putrinya.
"Baiklah, Mama."
Walaupun Lady Debora telah menyetujui usul ibunya, tetapi sepanjang
hari itu Lady Debora tidak dapat melepaskan bayangannya dari
kemungkinan itu. Sepanjang hari Lady Debora tampak sangat gelisah seperti ingin segera
menanti hari esok tiba. Maria juga tidak dapat melepaskan pikirannya dari pembicaraan kedua
wanita itu. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan Alexander bila mengetahui hal ini.
Sejak Alexander mengundang mereka ke rumahnya, Maria tahu pria itu
menyadari sesuatu yaitu dirinya tidak sebanding dengan Lady Debora
maka ia memilih Lady Debora.
Sering kali ia berusaha mengusir perasaan itu, tetapi ia tidak dapat
melakukannya. Dugaan itu terus terngiang di benaknya.
Di samping itu ia juga tidak dapat membiarkan Lady Debora memasuki
Death Rocks dengan sembarangan. Terlalu berbahaya memasuki Death
Rocks dengan sembarangan, tempat itu adalah tempat suci bagi suku
Deady. Tetapi ia tidak dapat mengatakannya kepada Lady Debora maupun
Baroness Lora karena kedua wanita itu tidak mempercayai mitos.
Satu-satunya harapannya untuk mencegah Lady Debora mendekati
tempat itu adalah Alexander. Maria tidak berharap dapat melakukannya
saat Alexander mengajak mereka pergi seperti kebiasaannya akhir-akhir
ini sejak pesta itu. Apa yang diduga Maria memang benar. Ia sama sekali tidak dapat
berbicara dengan Alexander tanpa kehadiran Lady Debora.
Lady Debora sama sekali tidak mau meninggalkan Alexander. Tangannya
terus menggandeng mesra tangan Alexander.
Selama perjalanan ke Blueberry House, Maria sama sekali tidak melihat
ke Alexander maupun ke Lady Debora. Ia merasa hatinya bergejolak
karena suatu perasaan yang tak dikenalnya setiap kali ia melihat kedua
orang itu. Hari ini Maria sama sekali tidak dapat berhenti memikirkan berita yang
dibacanya di koran tadi pagi. Tulisan-tulisan itu terus terbayang di
matanya. Perhatian Maria yang biasanya selalu terpaku pada keindahan Sungai
Alleghei yang mereka lalui kini tampak menerawang. Tidak ada yang
nampak di mata Maria selain pandangannya yang menerawang.
"Hingga kapan engkau akan duduk di sana?"
Maria terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia segera menyadari kereta
yang mereka tumpangi telah sampai di House.
Maria segera turun dan kereta dan seperti biasanya ia segera pergi ke
Ruang Perpustakaan setelah mengantar Lady Debora menemui Duchess
di Ruang Besar. "Hari ini aku mempunyai kejutan untukmu," kata Alexander.
Maria memandang tak mengerti kepada Alexander yang hanya
tersenyum. Alexander masih tersenyum ketika ia membukakan pintu Ruang
Perpustakaan untuk Maria.
Maria melihat seseorang duduk di depan Duke. Ia merasa pernah melihat
pria yang duduk membelakangi pintu itu.
Kedua orang itu segera menghentikan percakapan mereka ketika Maria
dan Alexander memasuki ruangan itu.
Maria terkejut ketika pria yang duduk di depan Duke memalingkan
kepalanya. Pria itu berdiri dan menyambut Maria.
Sebelum Maria sempat berkata apa-apa, pria itu menarik tangan Maria
dan menciumnya. "Senang dapat berjumpa dengan Anda lagi, Mr. Townie," kata Maria
dengan tersenyum. "Aku juga senang dapat berjumpa denganmu, Maria," kata Trown Townie.
Trown Townie mengamati wajah Maria. "Aku tidak percaya gadis inilah
yang kutemui di pesta dansamu, Shaw. Ia jauh lebih cantik dari yang
kulihat. Dan matanya membuatku merasa kagum," kata Trown Townie.
"Telah kukatakan kepadamu ia memiliki mata yang sangat indah. Mata
ungu yang bening dan jernih," kata Duke.
"Aku percaya jika saat itu Maria tidak mengenakan topeng, ia akan jauh
lebih menarik perhatian tamu-tamu. Matanya benar-benar
mengagumkan," kata Trown Townie.
"Anda terlalu berlebihan, Mr. Townie. Tidak ada yang menarik dari mata
saya, Anda sendiri yang membuatnya terasa menarik," kata Maria
merendah. "Duduklah, Maria. Jangan kaubiarkan Trown membuatmu terus berdiri,"
kata Duke. Trown Townie menarikkan kursi untuk Maria. Maria mengangguk dan
tersenyum kepadanya kemudian duduk.
"Hari ini aku mempunyai kabar yang pasti akan membuat kalian merasa
terkejut," kata Trown Townie antusias.
"Kabar apa?" tanya Duke.
Trown Townie segera menjawab cepat dan penuh semangat, "Princess
hilang!" Duke tertawa mendengar jawaban itu. "Engkau terlambat. Hari ini seluruh
penduduk Kerajaan Zirva mengetahui berita itu. Lihatlah ini."
Trown Townie mengambil koran yang diberikan Duke padanya. Setelah
membaca koran itu, Trown Townie mengeluh.
"Aku terlambat. Aku terburu-buru berangkat ke sini tadi pagi sehingga
tidak sempat membaca koran," keluh Trown Townie, "Maksudku menjadi
orang pertama yang memberi tahu kalian mengenai kabar ini ternyata
koran ini telah mendahuluiku. Tetapi tidak apa, aku yakin kalian pasti
masih bingung dengan berita ini."
"Ya, aku memang bingung. Mengapa ini semua bisa terjadi," kata Duke
sambil menunjuk koran. "Aku mendengar berita hilangnya Princess ini ketika aku kembali ke
Xoechbee. Saat itu masyarakat ribut sehubungan dengan menyebarnya
kabar hilangnya Princess Minerva. Kudengar dari beberapa orang,
Princess sedang dalam perjalanan pulang dari Foentza saat itu."
"Aku tahu itu. Di koran telah disebutkan," sela Duke.
"Aku juga tahu tetapi diam dan dengarkanlah apa yang akan kukatakan
ini karena kalian pasti akan terkejut mendengarnya seperti halnya aku
ketika mengetahuinya," kata Trown Townie.
"Baik. Teruskan ceritamu, aku tidak akan menyela," kata Duke.
"Saat itu seharusnya Princess tidak berada di Foentza."
"Mengapa Princess berada di Foentza" Bukankah seharusnya ia berada di
Istana Plesaides pada musim semi?" kata Duke.
Trown Townie terkejut. "Dari mana engkau mengetahuinya?"
"Mathwe yang mengatakannya kepadaku," jawab Duke.
Sekali lagi Trown Townie mengeluh, "Tidak ada lagi yang akan
kuceritakan kepada kalian. Semua yang semula akan mengejutkan kalian
ternyata telah kalian ketahui."
"Bagaimana keadaan pengasuh Princess dan kusir kudanya?" tanya Maria
cemas. "Kudengar mereka terluka cukup parah tetapi tidak ada yang perlu
dikhawatirkan selain hilangnya Princess. Luka-luka kedua orang itu telah


Gadis Misterius Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sembuh tetapi sang putri belum ditemukan," kata Trown Townie.
Maria merasa bingung pada perasaan lega yang muncul di dadanya
setelah mendengar jawaban itu.
Alexander memanfaatkan keheningan yang muncul di antara mereka,
"Kurasa percakapan kita hari ini cukup. Aku ingin mengajak Maria pergi
bila kalian tidak keberatan."
"Tentu tidak," kata Duke dan Trown Townie bersamaan.
"Ayo, Maria," kata Alexander sambil membantu Maria berdiri.
Maria mengikuti Alexander tanpa banyak berkata apa-apa.
"Kita akan ke mana?" tanya Maria pada akhirnya.
"Aku ingin mengajakmu berkuda. Selama engkau berada di Obbeyville,
engkau tidak pernah berkuda, bukan?" kata Alexander.
"Tetapi saya tidak tahu apakah saya bisa berkuda," kata Maria cemas.
"Jangan khawatir. Kita akan membuktikannya," kata Alexander.
Maria diam saja bahkan ia tetap diam ketika mereka bertemu dengan
Lady Debora dan Duchess yang sedang melangkah meninggalkan Ruang
Besar. Lady Debora memandang curiga pada Maria.
Alexander menyadari hal itu dan segera berkata, "Di sini engkau rupanya.
Aku baru saja menyuruh Maria untuk mencarimu. Tetapi ia tidak dapat
menemukanmu, maka aku membantu Maria mencarimu."
"Mengapa engkau mencariku?" tanya Lady Debora.
"Aku ingin bertanya apakah engkau mau berkuda denganku" Kurasa
sayang sekali bila kita melewatkan hari yang indah ini," kata Alexander.
Lady Debora tersenyum senang, "Tentu saja bila Duchess tak keberatan
aku meninggalkannya."
Duchess cepat-cepat berkata, "Tidak, aku sama sekali tidak keberatan.
Pergilah, Al benar sayang sekali bila hari secerah ini dilewatkan begitu
saja." "Mari kira pergi," kata Alexander.
Lady Debora melirik tajam ketika Maria juga mengikuti mereka.
Alexander cepat-cepat bertindak sebelum Lady Debora merasa semakin
curiga, "Aku memintanya untuk ikut dengan kita. Kurasa ada baiknya kita
mengajaknya." Lady Debora pura-pura tersenyum senang padahal di dalam hatinya ia
merasa jengkel karena gangguan yang ditimbulkan oleh Maria.
Lady Debora memalingkan pandangannya dari Maria dengan angkuh dan
ia segera merangkulkan tangannya di lengan Alexander.
Maria berusaha mengalihkan pandangannya dari pemandangan yang
membuatnya merasa tidak enak itu.
Alexander menyuruh pelayan menyiapkan kuda bagi mereka.
Sambil menanti, Maria memperhatikan halaman Blueberry House yang
tampak indah dengan daun-daun yang mulai menguning.
"Engkau tidak ikut berkuda?" tanya Alexander.
"Terima kasih tetapi saya khawatir saya tidak dapat mengendarai kuda,"
jawab Maria. "Cobalah dulu. Siapa tahu engkau dapat," kata Alexander.
Maria menggelengkan kepalanya lagi.
Lady Debora yang telah duduk di atas kuda berkata, "Biarkanlah ia,
Alexander. Ia pasti tidak dapat mengendarai kuda. Lebih baik kita segera
berangkat selagi hari masih belum terlalu panas."
Alexander tidak mempedulikan ucapan Maria, ia terus mencoba
membujuk Maria. "Cobalah, Maria."
"Tuan Puteri benar, Tuan Muda. Lebih baik Anda berdua segera berangkat
selagi hari masih belum terlalu panas," kata Maria menolak bujukan
Alexander. "Aku tidak tega membiarkanmu terus berdiri di sini sambil menanti kami.
Lebih baik engkau duduk di depanku selagi aku mengendalikan kuda,"
kata Alexander. "Tidak. Saya lebih suka menanti di sini."
"Aku tidak tega membiarkanmu berdiri di sini, Maria."
"Tidak apa-apa. Saya dapat menanti di dalam."
"Sudahlah, Alexander. Ia tidak mau ikut, jangan engkau paksa," kata
Lady Debora jengkel. Sekali lagi Alexander mengabaikan Lady Debora, "Bila engkau tidak ikut,
Maria, aku tidak jadi pergi."
Maria terkejut mendengar perkataan Alexander dan sebelum Lady Debora
sempat berkata apa-apa, ia segera bertindak.
"Baiklah, saya akan ikut. Saya tidak akan ikut di kuda Anda, saya akan
naik kuda lain." Jawaban yang diberikan Maria membuat Alexander tersenyum senang
dan Lady Debora menahan marah.
Tanpa mempedulikan Lady Debora yang sejak tadi memendam
kemarahannya, Alexander segera menaikkan Maria ke atas kuda.
Maria merasa gaun pelayan yang dikenakannya terasa menganggu ketika
ia berada di atas kuda. Tetapi perasaan itu segera digantikan perasaan lain yang tiba-tiba muncul
saat ia mulai menyentakkan tali kendali kuda itu.
Mula-mula Maria seperti halnya Alexander dan Lady Debora, merasa
terkejut melihat kemampuannya mengendarai kuda.
Tetapi tak lama kemudian Maria merasakan kerinduan yang akhir-akhir
ini sering muncul di dadanya.
Maria merasa rindu pada masa lalunya pada kenangan-kenangan masa
kecilnya yang terlupakan. Maria ingin sekali segera mengingat semuanya
tetapi sepertinya semua masa lalunya takkan pernah muncul kembali.
Maria telah lama berada di Obbeyville dalam keadaan hilang ingatan
tetapi hingga kini ia tidak dapat mengingat apa pun. Hanya potongan-
potongan kecil dari masa lalunya saja yang pernah muncul dalam
benaknya tetapi tetap tidak dapat diingat Maria.
BAB 13 Ketika Maria bertemu dengan Alexander keesokan harinya, Maria telah
merencanakan untuk membicarakan masalah hilangnya Princess Mincerva
segera setelah ia bertemu.
Kemarin ketika mereka berada di Blueberry House tidak ada yang dapat
dilakukan Maria untuk membuat ia dan Alexander hanya berdua. Dan pagi
ini Maria tidak mau membuang waktu yang ada.
"Selamat pagi," kata Maria.
"Selamat pagi, Maria."
"Anda telah mendengar berita itu?" tanya Maria walaupun ia telah tahu
jawabannya. "Ya. Engkau juga telah membacanya bukan" Aku terkejut sekali ketika
membacanya. Aku rasa semua orang juga terkejut mendengarnya
terutama setelah berita kemarin."
"Saya hanya ingin memperingatkan Anda untuk tidak menuju Death
Rocks. Lebih baik Anda menghindari tempat itu bila Anda ingin selamat."
"Engkau berkata seperti aku akan menghadapi pasukan iblis bila aku ke
Death Rocks." "Itulah yang Anda hadapi bila Anda ke sana," kata Maria.
"Aku ingin ke sana. Aku ingin melihat tempat kecelakaan yang menimpa
Princess." "Saya juga ingin ke sana tetapi tempat itu terlalu berbahaya untuk
didekati dengan sembarangan, bila Anda bersikeras ke sana, saya
mengusulkan untuk pergi di pagi hari," kata Maria.
"Mengapa demikian, Maria?"
"Karena ada yang harus saya lakukan sebelum Anda ke sana. Saya harus
mempersiapkan kedatangan Anda di sana. Katakanlah memintakan ijin
kepada penghuni tebing itu. Dan satu pesan saya, kembalilah sebelum
matahari tenggelam."
Alexander tersenyum mendengar kata-kata Maria, "Engkau telah
mengingat sesuatu yang penting" Engkau bersikeras mencegahku ke
Death Rocks." "Saya tidak dapat mengatakannya kepada Anda, tetapi memang benar
tempat itu berbahaya dan saya seharusnya mencegah Anda ke tempat
itu." "Tetapi engkau tidak dapat menghentikan saya bukan?"
"Ya, karena Anda memang tidak dapat dihentikan," kata Maria sambil
tersenyum. "Akhirnya..." "Akhirnya?" tanya Maria keheranan.
"Akhirnya engkau tersenyum," kata Alexander sambil menarik tubuh
Maria, "Sejak tadi engkau berbicara dengan serius sekali tidak seperti
Maria yang selama ini kukenal senang tersenyum."
Maria tersenyum geli, "Karena hal itu memang sangat serius, maka saya
harus mengatakannya dengan serius pula."
"Kalau engkau tersenyum, engkau sangat cantik. Tetapi lebih cantik lagi
bila engkau tertawa. Dan sayang sekali aku tidak dapat membuatmu
tertawa, engkau hanya pernah sekali tertawa yaitu ketika kita melihat
matahari terbit, setelah itu tidak pernah lagi," kata Alexander.
Alexander menunduk tetapi kemudian segera melepaskan Maria.
"Aku ingin menciummu tetapi engkau sekarang telah menjadi bidadari.
Aku baru saja menyadarinya," kata Alexander, "Benarkah itu, Maria"
Jarang ada orang yang mengetahui itu. Walaupun hampir seluruh buku
itu telah kauartikan untuk kami, tetapi aku tidak mengetahui masalah
larangn mendekati Death Rocks itu."
"Saya tidak ingat, saya hanya ingat saya harus mencegah orang yang
hendak ke sana." "Engkau pasti bidadari yang diutus untuk mencegah kami semua
mendekati Death Rocks. Dan Bila tugasmu telah usai, engkau akan
kembali ke Holly Mountain."
"Saya tidak tahu," kata Maria.
"Sekarang katakan kepadaku apa yang harus kulakukan," kata Alexander.
"Hanya satu yang hendak saya katakan kepada Anda, jangan pergi ke
Death Rocks hari ini pergilah ke sana esok pagi," kata Maria.
"Hanya itu?" tanya Alexander, "Aku merasa engkau masih ingin
mengatakan yang lain dan banyak yang akan kaukatakan."
"Untuk sementara hari ini cukup ini saja," kata Maria.
"Tidakkah engkau menyadari, Maria, engkau menjadi seorang yang
sangat berbeda dari Maria yang biasanya bila engkau berbicara dengan
serius," kata Alexander.
"Apa yang saya katakan ini memang penting karena ini menyangkut
keselamatan Anda bila Anda ingin selamat," kata Maria.
"Engkau akan ke mana?" tanya Alexander ketika melihat Maria sejak tadi
hendak pergi. Maria tersenyum. "Menyelesaikan tugas terakhir saya."
"Dan setelah itu engkau akan menghilang?" tanya Alexander cemas.
"Saya tidak tahu. Tolong jangan cegah saya melakukan tugas terakhir
saya di pagi ini," kata Maria melihat Alexander hendak mencegahnya
pergi. "Tetapi kita baru saja bertemu, Maria. Dan engkau seperti ingin segera
menghindar dariku. Apakah ini semua karena berita yang
menggemparkan itu?" "Saya tidak tahu. Tetapi saya memang harus segera menyelesaikan tugas
terakhir saya di pagi hari ini bila saya tidak ingin menyesal di kemudian
hari." "Semua orang sibuk membicarakan Princess," kata Alexander.
"Saya tahu. Semua orang pasti terkejut bila mendengar nama seseorang
yang penting yang tidak pernah didengarnya apalagi bila ia adalah putri
raja," kata Maria. "Aku ingin tahu apakah berita itu benar," kata Alexander.
Maria tersenyum, "Seperti yang Anda katakan. Kita hanya dapat menanti
berita selanjutnya. Saya kira berita tentang Princess akan terus
berlangsung hingga semuanya menjadi jelas. Bahkan mungkin ketika
semuanya menjadi jelas, mereka tidak akan berhenti membicarakan
dirinya." "Aku juga menduga seperti itu," kata Alexander, "Aku yakin Trown Townie
sangat tertarik mendengar berita pagi ini."
"Mengingat betapa semangatnya ia kemarin saat menceritakan hal itu
kepada kita, saya menduga ia pasti juga ikut dalam rombongan orang
yang ingin menemukan Princess," kata Maria.
"Apakah aku harus menemukannnya dan mencegahnya pergi?" tanya
Alexander sambil tersenyum.
Maria tahu Alexander bertanya tidak dengan sungguh-sungguh tetapi
Maria menganggap pertanyaan itu serius apalagi di keadaan seperti ini. Di
mana semua orang ingin pergi ke Death Rocks yang sebenarnya
merupakan tempat berbahaya.
"Bila Anda bertemu dengannya, cegahlah ia," kata Maria dengan
tersenyum, "Dan sekarang jangan menghalangi saya lagi."
Walaupun Maria telah meminta Alexander untuk tidak menghalanginya,
tetapi pria itu tetap menghalangi Maria.
Alexander menarik tangan Maria ketika gadis itu hendak pergi.
"Engkau akan ke mana?" tanya Alexander, "Aku akan mengantarmu."
Maria menggeleng dan tersenyum, "Anda akan menyesal bila ikut saya."
"Aku tidak akan menyesal, Maria. Aku telah cukup mengenalmu dan
selama ini engkau tidak pernah membuatku merasa menyesal," kata
Alexander bersikeras. "Saya tahu Anda memang tidak dapat dicegah dan Anda tidak ingin
dicegah siapa pun bila Anda memiliki suatu keinginan," kata Maria.
"Engkau telah mengetahuinya karena itu engkau harus mengijinkan aku
mengantarmu." "Baiklah," kata Maria mengalah, "Saya ingin menemui Quiya."
"Untuk menyelesaikan 'ijin'ku?"
"Hanya itu yang dapat saya lakukan untuk saat ini," kata Maria.
Alexander mengantar Maria ke rumah Quiya.
Tidak ada yang berbicara ketika mereka berjalan mendekati rumah itu.
Semua sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Quiya dan Quiyi terkejut ketika melihat Maria datang bersama Alexander.
Sedangkan Ityu tampak sangat senang. Anak itu berlari menyambutnya.
"Selamat pagi," kata Ityu.
"Selamat pagi, Ityu. Bagaimana pelajaranmu" Apakah engkau sudah
menguasai apa yang aku ajarkan kepadamu?" kata Maria.
"Hampir. Saya akan belajar terus sampai saya bisa membaca dengan
lancar seperti Anda," kata Ityu.
"Selamat pagi, Quiya. Dapatkah saya berbicara berdua saja dengan
Anda?" kata Maria dengan tegas.
Ketegasan Maria mengeluarkan setiap patah kata membuat Alexander
merasa terkejut. Selama hampir tiga bulan ia mengenal Maria, ia selalu mendengar tutur
kata gadis itu selalu lembut. Tidak pernah terdengar ketegasan di dalam
nada bicaranya tetapi apa yang dikatakannya selalu diperbuat orang lain.
Alexander hanya dapat menduga apa yang akan dibicarakan Maria
dengan Quiya adalah sesuatu yang sangat penting sehingga Maria
berkata tegas. "Tentu saja," kata Quiya.
Quiya segera membawa Maria ke sebuah ruangan kecil yang penuh
peralatan yang sering digunakannya untuk melakukan upacara di Sungai
Alleghei. Dalam keadaan biasa, Maria akan memperhatikan alat-alat itu. Tetapi kini
ia tidak dapat memusatkan perhatiannya kepada hal yang lain. Ia sangat
mencemaskan keselamatan Alexander bila pria itu tetap bersikeras ke
Death Rocks. "Adakah yang dapat saya bantu?" tanya Quiya.
"Anda telah mengetahui Death Rocks dan mitos yang terpendam di
sana?" "Saya kurang tahu mengenai itu," jawab Quiya.
"Anda telah mendengar berita menghilangnya Princess di Death Rocks?"
tanya Maria lagi. "Ya. Berita itu membuat saya sempat terkejut."
"Apakah Anda menyadari bahaya yang timbul bila orang-orang memaksa
diri mereka ke Death Rocks?"
Melihat Quiya tidak mengerti apa yang dikatakannya, Maria berkata lagi,


Gadis Misterius Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kali ini saya akan menceritakan mitos ketiga itu kepada Anda. Sebagai
salah satu dari suku Deady dan sebagai seorang dari ketiga Quiya Anda
berhak mengetahuinya."
Quiya duduk diam menatap wajah Maria yang tetap tenang namun serius.
"Di Obbeyville, penduduk percaya ketika sinar matahari di musim panas
telah memerah di ujung barat, mereka harus segera menyembunyikan
dirinya karena dari sanalah para iblis itu muncul. Di ujung barat tempat
matahari tenggelam itu adalah Death Rocks. Dan dari sanalah para iblis
berasal." "Death Rocks adalah tempat tinggal para iblis?" kata Quiya tak percaya.
"Itulah sebabnya berbahaya bila setiap orang dengan gegabah mendekati
tempat itu. Dan itu pula sebabnya mitos ketiga itu disembunyikan. Suku
Deady takut bila penduduk lainnya mengetahuinya, mereka tidak akan
diterima di manapun karena mereka dianggap sebagai 'anak-anak
setan'." "Dulu mitos itu tidak disembunyikan. Banyak orang selain suku itu yang
juga mengetahuinya karena itu ada buku kuno itu yang menceritakan
keseluruhan mitos yang ada di Kerajaan Zirva."
"Mengapa kemudian suku Deady memutuskan untuk
menyembunyikannya?" tanya Quiya.
"Hal itu terjadi ketika suku Deady memiliki musuh, suku Hodly yang
tinggal di Holly Mountain. Kedua suku itu bermusuhan seperti para dewa
di Holly Mountain dengan setan di Deady. Semula kedua suku itu hidup
rukun, tetapi segalanya berubah ketika nafsu serakah manusia tidak
terbendung lagi. keduanya mulai bersaing dalam segala hal dan akhirnya
menimbulkan permusuhan yang sangat hebat. Seperti para dewa dan
setan, mereka juga saling berperang."
"Aku tidak pernah mendengar nama suku Hodly," kata Quiya.
"Suku itu punah," kata Maria sedih, "Berbeda dengan perang antara dewa
dengan iblis, suku itu mengalami kekalahan total. Tidak seorang pun di
antara suku itu yang tersisa dan mitos di sana tidak pernah terdengar."
"Tragis sekali," kata Quiya.
Maria mengangguk. "Setelah perang itu selesai, suku Deady mulai
menyadari bahwa mitos yang ada di antara mereka itu tidak
menguntungkan, karena itu mereka berusaha menyembunyikan mitos itu
dari pengetahuan orang di luar suku itu. Mereka tidak ingin seorangpun
tahu bahwa mereka tinggal di Death Rocks yang merupakan tempat
bersemayamnya para iblis. Mereka tidak ingin mendapat sebutan seperti
yang diberikan suku Hodly, 'anak-anak setan'."
"Sekarang saya mengerti mengapa mitos itu disembunyikan dari pihak
manapun di luar suku itu," kata Quiya, "Tetapi mengapa Anda
mengetahuinya?" "Hingga saat ini saya tidak dapat mengingatnya," kata Maria, "Saya juga
harus mengatakan kepada Anda bahwa sesungguhnya iblis yang tinggal
di Death Rocks adalah dewa yang menentang dewa-dewa yang tinggal di
Holly Mountain." "Cerita ini sangat luar biasa hingga saya merasa sukar untuk
mempercayainya." "Apa yang saya katakan ini adalah yang saya ketahui. Saya tidak
mengkhayal," kata Maria tenang, "Suku Deady benar-benar masih ada di
pedalaman Death Rocks dan mereka terus menyembunyikan mitos itu
dari orang di luar mereka sendiri."
"Setelah mereka menyembunyikan mitos itu, sebagian dari mereka
menyebar ke berbagai penjuru dan sebagian menyembunyikan diri di
Death Rocks?" "Ya, demikianlah yang terjadi."
"Orang tua saya telah lama berada di luar Death Rocks tetapi keduanya
sama-sama keturunan asli suku itu, di antara nenek moyang mereka
belum ada percampuran dengan suku lain. Sedangkan ayah istri saya asli
dari Death Rocks. Walaupun begitu, ia tidak pernah bercerita apa-apa
mengenai itu." "Sekarang banyak suku Deady yang membaur dengan suku lain dan
semakin sedikit orang yang benar-benar keturunan suku itu. mungkin
itulah yang membuat ayah Quiyi kurang mempercayai Anda," kata Maria.
"Ya, sekarang saya tahu itu. Dan apakah yang dapat saya bantu" Anda
tiba-tiba memutuskan untuk menceritakannya kepada saya tentu karena
Anda ingin saya membantu Anda?"
"Anda benar, Quiya. Saya bukan orang dalam suku Deady karena itu saya
tidak dapat berbuat banyak tetapi saya tahu Anda bisa melakukannya.
Dapatkah Anda mengadakan upacara untuk melindungi mereka yang
pergi ke Death Rocks?" tanya Maria.
"Anda memang seorang bidadari yang diutus untuk menolong orangorang yang akan ke
Death Rocks," kata Quiya.
"Saya tidak tahu tentang itu, tetapi saya ingin mengetahui apakah Anda
dapat melakukannya hari ini dan di dalam rumah ini?"
Quiya berpikir sambil melihat sekeliling ruangan, "Saya tidak tahu. Sukar
untuk mengatakannya. Selama ini upacara yang saya adakan selalu
diadakan di luar ruangan selain itu Anda memintanya dengan sangat
mendesak." "Saya berharap kepada Anda, Quiya. Keselamatan mereka tergantung
pada Anda," kata Maria.
Quiya mengangkat bahunya, "Bila Anda memaksa, saya akan
mencobanya." "Terima kasih, Quiya. Saya tahu Anda dapat melakukannya," kata Maria.
Melihat kelegaan yang terpancar di mata Maria, Quiya tersenyum,
"Rupanya Anda sangat mencintainya sehingga Anda sangat
mencemaskannya." "Dia?" tanya Maria tak mengerti.
"Pria yang sering bersama Anda. Sejak penduduk Obbeyville melihat Anda
berduaan dengannya, penduduk Obbeyville sering membicarakan Anda
berdua." Maria tersenyum, "Mereka akan lebih membicarakan saya bila mereka
tahu apa yang saya katakan ini kepada Anda. Tetapi saya percaya mereka
tidak akan tahu karena Anda juga tidak akan menceritakannya kepada
siapa pun." "Tentu, saya berjanji."
Maria meninggalkan ruangan itu dengan perasaan lega bercampur
bingung. Ia mencoba menyadari perasaannya yang sebenarnya kepada Alexander.
Tetapi ia masih sukar menjawab pertanyaan yang terus menggema di
telinganya sejak percakapannnya dengan Quiya.
"Apakah memang benar aku mencintai Alexander?" tanya Maria pada
dirinya sendiri, "Apakah itu bukan karena Alexander mirip seseorang di
masa laluku" Apakah aku menyukai Alexander karena ia mirip dengan
pria di masa laluku itu?"
Sampai hari telah berganti, Maria masih tidak dapat menjawab
pertanyaan yang terus menggema itu sehingga membuat ia sukar tidur.
Ketika Maria bangun, hujan tengah mengguyur tanah.
Tidak ada yang dapat dilakukan Maria di dini hari yang dingin itu,
karenanya Maria duduk menghadap jendela sambil terus memikirkan
masa lalunya dan pertanyaan yang terus bergaung di telinganya.
Untuk pertama kalinya sejak ia berada di Obbeyville, Maria bertanya
kepada dirinya sendiri, "Sebenarnya siapakah aku" Mengapa aku
mengetahui banyak tentang mitos itu" Apakah yang dikatakan Quiya
memang benar" Apakah aku seorang bidadari?"
Maria terus memikirkan semuanya sambil mengawasi hujan yang terus
turun dengan derasnya. Di akhir musim panas, alam tengah mempersiapkan datangnya musim
yang baru, musim gugur. Hujan telah mulai mengguyur bumi bahkan tak
jarang menyebabkan badai.
Tak terasa hampir tiga bulan Maria berada Obbeyville tanpa sedikitpun ia
dapat mengingat masa lalunya, seolah-olah masa lalunya telah benarbenar terkubur
di kegelapan yang pekat. Maria tidak tahu apakah ia akan terus berada di Obbeyville bila Alexander
dan Lady Debora menikah. Memikirkan kemungkinan itu, membuat Maria sedih dan ingin menangis
tetapi kebiasaannya yang selalu menahan perasaan membuatnya tidak
melakukannya. Bahkan ketika Maria memikirkan kemungkinan itu, ia tidak dapat
menyadari perasaannya yang sebenarnya kepada Alexander.
"Apakah aku sedih karena Al mirip dengan pria di masa laluku" Apakah
aku sedih karena bila Al menikah bagiku itu sama seperti pernikahan pria
di masa laluku?" tanya Maria pada dirinya sendiri.
"Pria di masa laluku, siapakah engkau" Mengapa aku tidak dapat
mengingatmu bahkan tidak pernah dapat melihat wajahmu dengan jelas
setiap kali aku merasa seperti berada di sisimu" Aku sangat
merindukanmu, pria masa laluku."
Perasaan rindu yang terus memenuhi dadanya sejak ia mengingat
keberadaan pria itu, tidak terbendung lagi.
Untuk pertama kalinya pula sejak Maria berada di Obbeyville, ia
meneteskan air mata. "Aku tidak mengerti semua ini seakan-akan tidak ada seorangpun yang
ingin aku mengingat kembali masa laluku," bisiknya pada hujan di luar
yang mulai mereda. "Pria di masa laluku, bantulah aku. Aku tidak tahan dengan semua ini,
aku tahu engkau selalu menjagaku, selalu melindungiku. Kini aku
berharap engkau melindungi aku pula. Aku ingin semua ini segera
berakhir. Aku tidak tahu apakah aku benar-benar mencintai Alexander
ataukah aku mencintainya karena ia mirip denganmu," kata Maria sambil
menggenggam erat-erat kalung yang melingkari lehernya.
"Apakah kalung ini juga darimu, pria di masa laluku?" tanya Maria pada
sosok pria yang muncul di balik kabut masa lalunya.
Maria melihat hujan telah mereda. Tetes air di dedaunan yang menguning
berjatuhan ke tanah diselingi dengan jatuhnya dedaunan di tanah yang
basah. Maria menyeka air mata yang masih tersisa di pipinya. Tetapi ia tidak
bangkit dari tepi jendela itu. Ia tetap duduk di sana sambil mengawasi
suasana pagi hari. "Aku takut," kata Maria pada dirinya sendiri, "Pagi ini mereka akan ke
Death Rocks dan aku tidak tahu apa yang akan menimpa mereka. Aku
tidak ingin mereka pergi ke sana di pagi yang basah seperti ini. Tentu
perjalanan ke Death Rocks akan menjadi semakin sulit karenanya."
Maria terdiam sambil mengawasi kereta kuda milik keluarga Blueberry
yang mendekati Sidewinder House.
"Apa yang dapat kulakukan. Mereka akan pergi. Terlalu terlambat untuk
mencegah mereka." "Mengapa aku sangat ingin mencegah mereka pergi ke sana?" tanya
Maria. Maria terdiam tetapi pandangan matanya tetap terpaku pada sosok pria
yang tengah menuruni kereta kuda itu.
"Tentu karena aku tidak ingin sesuatu yang tak kuharapkan terjadi pada
mereka." Jawaban yang dibuat Maria untuk menjawab pertanyaannya sendiri tidak
membuat ia merasa puas. Ia merasa jawaban itu tidak tepat. Ketika ia
melihat Lady Debora keluar dari Sidewinder House dengan berseri-seri di
sisi Alexander, ia mengetahuinya.
"Aku tidak ingin mereka pergi berdua. Mengapa?"
Pertanyaan yang baru saja muncul membuat Maria terdiam entah untuk
ke berapa kalinya sejak gadis itu duduk merenung di depan jendela.
"Itu karena engkau mencintainya tetapi engkau enggan mengakuinya
karena engkau takut menyadari cintamu tak terbalas," kata suara hati
kecilnya. Maria sadar apa yang dikatakan hati kecilnya itu memang benar. Ia
mencintai Alexander sejak pertama kali mereka bertemu tetapi ia enggan
mengakuinya karena tidak ingin sakit hati.
Ia tidak ingin sakit hati melihat Lady Debora dan Alexander tampak
semakin akrab setiap harinya sejak Alexander mengundang mereka ke
rumahnya, karena itu ia tidak pernah mengakuinya.
Maria kembali menitikkan air mata.
"Percuma. Semuanya telah terlambat. Lady Debora memang lebih pantas
untuk Alexander daripada aku, Alexander pasti telah menyadari hal itu.
Aku tidak ingin melihat mereka pergi berdua. Aku takut menghadapi hari
ini." Maria memandang sayu pada langit yang terus menurunkan hujan dan
mencoba membayangkan wajah seseorang yang sering muncul di tiap
mimpinya tetapi tak pernah dapat dilihatnya dengan jelas, seolah-olah
pria itu berada di dalam kabut yang pekat seperti masa lalunya.
"Pria di masa laluku, datanglah dan lindungilah aku, aku takut sekali. Aku
takut menghadapi hari ini. Sejak aku bangun, aku melakukan sesuatu
yang tak pernah kulakukan sejak aku kecil, aku merenungkan diriku
sendiri." Maria mempererat genggamannya pada leontin kalungnya.
"Selama ini aku tidak pernah melakukannya tetapi hari ini aku
melakukannya dan aku tidak pernah takut menghadapi hari-hari yang
harus kujalani tetapi pagi ini aku merasa taku. Aku merasa sesuatu akan
terjadi hari ini, sesuatu yang tidak dapat kuhindari."
Setelah menyeka air matanya yang terus mengalir di pipinya, Maria
berkata dengan penuh keyakinan.
"Jika ini memang yang telah ditakdirkan dewa, maka aku akan
menjalaninya seperti biasanya. Biarlah aku terus mencintai Al walaupun ia
tidak mencintaiku. Akan kujaga baik-baik perasaanku ini."
"Tetapi belum tentu ia tidak menyukaimu, mungkin saja ia seperti
Duchess. Sebenarnya ia enggan melakukannya tetapi karena ia ingin
mengajakmu pergi, maka ia beralasan ingin mengajak Lady Debora
pergi," kata hati kecilnya memberinya harapan, "Selain itu engkau harus
ingat Lady Debora mempunyai niat untuk menikahi Pangeran bila ia
berhasil menemukan Princess."
"Ya, itu mungkin saja. Aku terlalu mudah putus asa," kata Maria
meyakinkan dirinya sendiri, "Tetapi aku tidak dapat berharap lebih bila
mengingat sikap kedua orang itu."
Maria menyeka air mata yang kembali membasahi pelupuk matanya dan
membulatkan tekad untuk melihat ke halaman Sidewinder House.
Ia terkejut ketika melihat kereta itu masih berada di sana.
Suara ketukan di pintu kamarnya, membuat Maria segera bengkit dari
tempatnya semula. "Maria, Alexander mengajakmu pergi. Engkau harus segera bersiap," kata
Mrs. Vye. Tanpa menanti apapun kata Maria, wanita itu segera menyiapkan Maria
untuk pergi. Maria diam saja. Ia tidak berusaha mencegah Mrs. Vye, bahkan ketika ia
dibawa Mrs. Vye ke sisi Alexander.
"Aku rasa gaunmu kali ini cukup tebal sehingga aku tidak perlu khawatir
engkau kedinginan," kata Alexander.
"Sayang sekali hujan terus mengguyur bumi sejak tadi sehingga jalanjalan menjadi
licin. Anda harus berhati-hati agar tidak terjadi apa-apa
selama perjalanan Anda ke Death Rocks."
"Karena itulah engkau aku ajak. Aku tahu engkau pasti mengetahui apa
yang harus kulakukan di pagi yang basah ini," kata Alexander.
"Anda harus memutari tebing itu. Bila dari Obbeyville kita terus berjalan
ke barat, kita akan segera sampai ke Death Rocks tetapi jalan itu
berbahaya terutama di jalan yang licin setelah hujan semalam. Satu-satu
jalan yang paling aman adalah memutari Death Rocks dan dari Foentza
kita menuju ke tujuan kita semula. Memang jalan itu lebih membutuhkan
waktu lebih lama tetapi lebih aman," kata Maria.
"Aku tahu engkau dapat mengatasi masalah ini," kata Alexander.
Selama perjalanan, Maria menyibukkan diri dengan menatap
pemandangan yang mereka lalui.
Tetapi perhatiannya tidak benar-benar tercurah ke sana.
Maria teringat pada pagi sebelumnya ketika Lady Debora membaca koran
dengan penuh semangat. Dan ketika wanita itu menemukan apa yang


Gadis Misterius Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dicarinya, ia berseru senang.
"Berita itu memang benar. Panggilkan Mr. Liesting, Maria," katanya.
Maria segera meninggalkan kamar itu dan kembali bersama Mr. Liesting.
"Antarkan surat ini," kata Lady Debora sambil menyerahkan sepucuk
surat kepada Mr. Liesting.
Setelah menerima surat itu, Mr. Liesting segera menghilang.
Maria telah menduga kepada siapa Lady Debora mengirimkan surat itu.
Kali ini Lady Debora tidak terburu-buru menyiapkan dirinya. Wanita itu
hanya duduk di depan meja rias sambil mencari-cari perhiasan.
Maria meraih koran yang diletakkan Lady Debora di tempat tidurnya dan
membaca halaman pertama yang bertuliskan besar-besar.
PRINCESS MINERVA RESMI DINYATAKAN MENGHILANG
Akhirnya Istana mengeluarkan penjelasannya setelah melihat reaksi masyarakat
terhadap berita hilangnya Princess Minerva.
Menteri Dalam Negeri dalam pidatonya di depan Istana Plesaides mengatakan
Princess Minerva telah menghilang di Death Rocks sejak tiga bulan yang lalu. Princess
menghilang dalam kecelakaan kereta yang menimpanya di Death Rocks. Saat itu Princess dalam
perjalanan menuju Small Cottage dari Castil Yonga di balik Death Rocks.
Menteri Dalam Negeri juga menjelaskan sebab Princess jarang terlihat. "Princess
bukan ingin menghindari kita tetapi Princess harus menghindar dari cuaca yang dapat
menyebabkannya sakit. Sebenarnya Princess juga tidak ingin sering meninggalkan
Xoechbee tetapi karena kondisi kesehatannya, maka ia terpaksa melakukannya."
Selain itu, melalui Menteri Dalam Negeri, pihak Istana juga meminta masyarakat
tetap tenang karena usaha pencarian Princess sudah dilakukan sejak kecelakaan itu dan
masih terus dilakukan hingga kini.
Pangeran Alcon yang juga hadir dalam acara pidato itu mengatakan, "Aku percaya
adikku masih hidup karena itu kalian tidak perlu khawatir. Kami telah mengusahakan
mencarinya tetapi kami tidak menolak bantuan kalian. Kami akan sangat senang bila salah
seorang dari kalian yang menemukan seorang gadis tak dikenal di antara kalian, segera
melaporkan kepada kami." Ketika masyarakat yang berkumpul di depan Istana Plesaides menanyakan keadaan
Ratu, Pangeran menjawab, "Paduka Ratu memang terkejut ketika mendengar berita ini
tetapi beliau sehat-sehat saja hanya agak terguncang. Kalian tidak perlu khawatir.
Paduka Raja juga sehat-sehat saja."
Setelah mendengar penjelasan singkat dari Istana, masyarakat tampak lega. Dengan
demikian Istana telah secara resmi menyatakan Princes Minerva menghilang sejak
tiga bulan yang lalu dan hingga kini belum ditemukan.
Berita kedua mengenai Princess Minerva membuat penduduk Kerajaan Zirva yang
kebingungan dengan kebenaran berita yang terdahulu merasa lega.
Maria yakin setelah keluarnya pernyataan resmi Istana, banyak penduduk yang
mencoba menemukan Princess di Death Rocks.
Maria merasa lega ketika Quiya mengatakan ia telah melakukan apa yang diminta
Maria sebelumnya dan ia berharap orang-orang yang pergi ke sana akan selamat seperti
harapannya. Seperti yang dikatakan Maria, perjalanan menuju Death Rocks dengan memutar
terlebih dahulu membuat perjalanan itu menjadi semakin lama tetapi lebih aman.
Maria terlalu sibuk dengan pemandangan yang terlihat olehnya dan pikiran-
pikirannya sehingga ia tidak menyadari ketika mereka telah tiba di tempat itu.
"Engkau tidak turun?"
Pertanyaan Alexander membuatnya terkejut. Ia memalingkan wajahnya dan menatap
wajah Alexander yang berada sangat dekat darinya.
Walaupun jantungnya berdebar sangat keras, Maria tetap berkata tenang, "Saya
akan segera turun." "Lekaslah bila engkau ingin melihat pemandangan di luar. Lebih indah pemandangan
yang tampak jelas daripada yang kita lihat melalui jendela," kata Alexander.
Maria menatap ke tempat duduk di depannya yang telah kosong. Maria tidak
menyadari Lady Debora telah meninggalkan kereta itu.
"Lady Debora sangat bersemangat sekali. Sejak tadi ia menanti tidak sabar saat-
saat ini. Ia segera melompat turun ketika kita tiba," kata Alexander.
Alexander membantu Maria turun dari kereta.
Maria tidak memperhatikan Lady Debora yang segera menyambut mesra Alexander yang
baru saja turun dari kereta.
Perhatian Maria kini sepenuhnya tercurah kepada pemandangan yang terhampar di
depannya. Angin dingin yang meminkan rambutnya tidak membuat Maria bergeming ketika ia
berdiri hampir di ujung tebing yang curam itu.
Holly Mountain yang menjulang tinggi tepat di hadapannya masih tertutup kabut
putih dari puncak hingga kaki gunung.
Sungai Alleghei yang bermata air di Holly Mountain tampak berkilauan tertimpa
sinar matahari. Sungai itu terus memanjang membentuk pita.
Saat Maria memandang sungai itu, Maria ingat ia pernah ke tempat ini.
Pita putih kebiru-biruan di antara hijaunya dedaunan yang diingatnya ketika ia
dalam perjalanan menuju Blueberry House bersama Lady Debora dan Alexander, adalah
Sungai Alleghei yang terlihat dari Death Rocks.
Sungai itu mendekati Death Rocks tetapi ketika jaraknya semakin kecil, pita itu
menjauh dan terus mengalir tenang seolah enggan menyentuh Death Rocks.
Atap-atap rumah penduduk yang menyembul di antara hijaunya hutan tampak seperti
titik kecil yang menodai warna hijau permadani.
Maria terus menatap pemandangan di depannya sambil terus berusaha mengingat masa
lalunya. Maria tahu bila ia dapat mengetahui mengapa ia merasa ngeri ketika ia berdiri
dan menatap pemandangan yang indah itu, ia akan mampu menyingkap kabut masa lalunya.
Tetapi seperti biasanya, sesuatu menghalangi Maria. Kali ini halangan itu lebih
kuat dari sebelumnya. Maria terus mencoba membuka tirai itu. Maria seolah-olah melihat sesuatu yang
berwarna kemerahan menyelubungi puncak Holly Mountain yang berkabut. Udara yang dingin
menerpa tubuhnya yang terasa ringan.
Maria merasa tubuhnya seperti meluncur ke bawah tanpa ada yang menahannya.
Sesaat kemudian Maria benar-benar jatuh. Maria hampir saja jatuh menimpa tanah
jika Alexander tidak segera menangkapnya.
Alexander sejak tadi mengawasi Maria dan ia menyadari wajah Maria yang terus
memucat. Ia tidak dapat berbuat apa-apa karena Lady Debora merangkul erat-erat tangannya.
Ketika gadis itu jatuh, Alexander segera menyentakkan tangan Lady Debora dan
menangkap Maria sebelum tubuh gadis itu menyentuh tanah.
Lady Debora sangat terkejut dengan tindakan Alexander yang cepat itu dan ia
menjadi jengkel ketika melihat Alexander telah membopong Maria ke kereta.
"Sebaiknya kita segera pulang saat ini, Lady Debora," kata Alexander.
Lady Debora menjadi semakin jengkel ketika Alexander tidak membantunya naik
kereta. Pria itu naik lebih dulu ke kereta dan ketika ia tiba di dalam kereta, ia
melihat Alexander sedang memangku Maria seperti memangku anak kecil.
Alexander sama sekali tidak mempedulikan Lady Debora bahka ketika wanita itu
bertanya, "Apa yang terjadi pada Maria?"
Wajah Maria yang sangat pucat membuatnya terlalu cemas untuk memikirkan yang
lain. Ia khawatir Maria akan pingsan selama berhari-hari lagi.
Kusir kuda menjalankan keretanya tidak melewati Foentza tetapi melalui jalan
yang lebih pendek menuju Obbeyville, seperti yang diperintahkan Alexander.
Lady Debora merasa marah karena tidak dipedulikan oleh Alexander. Alexander
terus memperhatikan Maria sejak tadi dan menganggap di sana tidak ada orang lain
selain mereka berdua. Alexander tidak menyadari keberadaan Lady Debora di kereta yang sama dengannya.
Lady Debora yang mengetahui hal itu hanya diam menahan amarah. Ia tahu percuma
ia berusaha menarik perhatian Alexander dari Maria bila ia telah menganggap kata-
katanya hanya sebagai angin lalu.
Ketika mereka semakin mendekati Obbeyville, Maria membuka matanya.
"Aku khawatir engkau akan terus menutup matamu," kata Alexander tidak menyadari
keberadaan Lady Debora. "Terima kasih. Saya sudah lebih baik sekarang. Anda pasti lelah memangku saya
selama perjalanan yang panjang," kata Maria.
Permohonan untuk dibiarkan meninggalkan pelukan yang diberikan Alexander
tersirat di matanya ketika ia memandang pria itu.
Alexander menyadarinya tetapi ia pura-pura tidak peduli bahkan ketika Lady
Debora berkata, "Ia sudah sadar sekarang. Kurasa engkau bisa berhenti memangkunya," kata wanita
itu. "Ia masih sangat pucat dan lemah, Lady Debora. Aku tidak ingin ada yang jatuh
sakit selama bersamaku," kata Alexander.
Lady Debora memandang penuh kebencian kepada Maria yang memilih untuk
menyembunyikan pandangan matanya ke langit-langit kereta yang berwarna hitam.
"Apakah engkau merasa pusing?" tanya Alexander.
Maria menggelengkan kepalanya.
"Sebaiknya engkau segera beristirahat setibanya kita di Obbeyville. Mrs. Vye
pasti sedih bila engkau sakit," kata Alexander dengan kelembutan yang membuat Lady Debora semakin
jengkel. "Saya sudah tidak apa-apa. Saya merasa lebih baik sekarang dan saya tidak merasa
membutuhkan istirahat," kata Maria menolak usul itu.
"Dengarkan, Maria. Engkau masih lemah dan jangan terlalu banyak bergerak agar
engkau tidak jatuh sakit." Maria tersenyum, "Anda berbicara seakan-akan Anda ini dokter."
Alexander membalas senyuman Maria dan berkata, "Saat ini aku memang menjadi
doktermu." Keduanya berbicara tanpa ingat keberadaan Lady Debora di antara mereka.
Lady Debora memandang jengkel kepada mereka berdua tanpa melakukan apa-apa. Ia
tahu seandainya ia berteriak, ia tetap tidak akan dapat membuat Alexander melepaskan
Maria. Lady Debora merasa sangat lega ketika mereka telah tiba di Obbeyville. Baginya,
dengan tibanya mereka di Obbeyville berarti ia dapat merebut kembali perhatian
Alexander. Dan ia sangat kecewa ketika Alexander tidak membantunya turun dari kereta.
Pria itu masih sangat cemas dengan keadaan Maria. Alexander membopong Maria ke
pondok Mrs. Vye sekalipun Maria menolaknya.
Setelah yakin Maria tidak akan meninggalkan kamarnya, Alexander kembali menemui
Lady Debora yang tampak jengkel.
"Mengapa engkau memperhatikan dia?" tanya Lady Debora.
"Ia memang memerlukan perhatian," jawab Alexander.
"Baiklah, ia memang memerlukan perhatian. Tetapi bagaimana denganku, apakah aku
tidak memerlukan perhatian?"
"Engkau telah mendapat cukup banyak perhatian dan Maria lebih membutuhkan banyak
perhatian saat ini," kata Alexander.
"Apa baiknya ia dibandingkan dengan aku?" tanya Lady Debora.
"Maafkan saya, saya tidak ingin membicarakannya. Sekarang saya mohon diri untuk
pulang," kata Alexander dengan kedinginan yang sopan.
Lady Debora menahan amarahnya ketika melihat Alexander menuju kereta kudanya dan
menghilang di balik pintu kereta itu.
Dengan langkah kesal, ia menaiki tangga dan membanting pintu kamarnya.
Saat itu Baroness Lora tidak berada di Sidewinder House sehingga ia tidak tahu
apa yang telah terjadi. Tak lama setelah Lady Debora membanting pintu kamarnya, Maria muncul di ujung
bawah tangga itu. Ia mendengar suara pintu itu ketika ia tiba di depan pintu masuk Sidewinder
House. Mrs. Vye tidak tahu ia berada di sana. Seperti halnya Alexander, ia menduga
Maria sedang tertidur. Maria pura-pura tidur ketika Alexander dan Mrs. Vye menemaninya. Ia tahu mereka
tidak akan pergi sebelum yakin ia tidak akan pergi sebelum yakin ia akan beristirahat.
Tetapi mereka tidak mengetahui Maria hanya pura-pura tidur.
"Ia telah tertidur," kata Mrs. Vye.
"Sebaiknya kita meninggalkannya agar ia bisa tidur dengan tenang," kata
Alexander. Mrs. Vye segera meninggalkan kamar Maria sedangkan Alexander masih mengawasi
Maria yang pura-pura tidur. Maria tahu Alexander masih berada di kamarnya dan ia khawatir Alexander tahu ia
hanya pura-pura saja. Alexander mendekati Maria. Ia menyentuh wajah Maria sebelum mencium pipi gadis
itu. Setelah itu ia meniggalkan kamar Maria.
Maria terkejut sekali dengan tindakan Alexander yang tidak diduganya. Jantungnya


Gadis Misterius Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih berdebar keras ketika terdengar suara Mrs. Vye dan Alexander menjauhi pondok
itu. Sesaat setelah kepergian mereka, ia segera bangkit dan meninggalkan pondok Mrs.
Vye setelah kereta kuda Alexander menghilang.
Maria beruntung tidak ada yang melihatnya meninggalkan pondok Mrs. Vye.
Ia baru akan menuju kamar Lady Debora ketika pintu depan diketuk seseorang.
Maria membuka pintu itu dan terkejut melihat Marcel berdiri di sana. Maria
beruntung pria itu tidak mengenalinya. "Selamat siang. Adakah yang dapat saya bantu?" tanya Maria.
"Aku ingin bertemu Lady Debora," kata Marcel.
Maria memandang ke tangga kemudian berkata, "Masuklah. Saya akan segera
memanggil Lady Debora." Tanpa berkata apa-apa Marcel segera mengikuti Maria memasuki Ruang Besar.
Setelah membungkuk hormat, Maria segera menuju kamar Lady Debora.
Dengan cemas, ia mengetuk pintu kamar itu.
"Masuk," bentak Lady Debora dari dalam.
"Apa yang kauinginkan?" bentak Lady Debora ketika melihatnya muncul dari balik
pintu. "Tuan Muda Marcel ingin menemui Anda, Tuan Puteri. Ia sedang menanti di Ruang
Besar." "Marcel datang!?" tanya Lady Debora antusias.
"Ya, Tuan Puteri."
"Cepat bantu aku berdandan," kata Lady Debora tanpa mempedulikan lagi
kejengkelannya pada Maria. Setelah yakin penampilannya menarik, Lady Debora bersiap-siap menemui Marcel. Ia
membuka pintu dan hendak melangkah keluar ketika ia tiba-tiba berhenti.
"Jangan biarkan siapapun menggangguku!" katanya.
"Tetapi Tuan Puteri bagaimana bila Tuan Muda Alexander juga ingin menemui Anda?"
tanya Maria tanpa mengerti mengapa ia bertanya seperti itu.
"Ia tidak akan datang. Dan bila ia datang, jangan engkau ijinkan untuk bertemu
denganku. Mengerti?" "Mengapa Anda bisa memilih dua pria dalam waktu yang bersamaan?" tanya Maria.
"Untuk apa engkau turut campur. Lakukan saja apa yang kukatakan. Ingat, aku
tidak ingin diganggu." Maria menggelengkan kepalanya, "Saya heran mengapa seorang wanita bisa tertarik
pada dua pria pada waktu yang bersamaan. Sebenarnya siapakah yang yang Anda cintai di
antara mereka?" "Itu bukan urusanmu, anak kecil. Siapapun yang aku cintai itu bukan urusanmu,"
kata Lady Debora sambil membanting pintu.
Maria mencoba menasehati Lady Debora tetapi ia gagal. Ia tahu sifat menurun Lady
Debora yang diperolehnya dari Baroness Lora tidak dapat dirubah. Maria tidak dapat
berbuat apa-apa karenanya. Suara ketukan pintu yang terdengar beberapa saat kemudian membuat Maria segera
berlari membuka pintu itu. Maria terkejut sama seperti pria itu yang terkejut melihatnya.
"Mengapa engkau di sini, Maria" Bukankah engkau kusuruh tidur?" tanya Alexander.
"Maafkan saya, tetapi saya tidak dapat melanggar kewajiban saya. Mengapa Anda
kembali?" "Aku ingin bertemu Lady Debora. Apakah ia ada?"
"Ia ada di Ruang Duduk tetapi saat ini ia tidak ingin diganggu," kata Maria.
"Aku harus menemuinya," kata Alexander bersikeras.
"Jangan! Lady Debora telah berulang kali mengatakan kepadaku bahwa ia tidak
ingin diganggu," Maria mencoba mencegah Alexander.
"Maria, engkau telah tahu aku tidak dapat dicegah. Sekarang minggirlah aku ingin
menemuinya," kata Alexander sambil mendorong lembut Maria ke sampingnya.
"Jangan, Anda tidak boleh menemuinya," cegah Maria.
Maria mencoba mencegah pria itu membuka pintu yang menghubungkan Ruang Besar
dengan Ruang Duduk, tetapi terlambat.
Maria melihat wajah Alexander tampak tegang. Ia tidak berani melihat apa yang
telah dilihat Alexander sehingga pria itu tampak sangat marah tetapi ia tetap melihatnya.
Maria terkejut ketika melihat Lady Debora sedang merangkulkan tangannya dengan mesra di
sekeliling leher Marcel. Maria menatap cemas Alexander. Pria itu tampak geram sekali. Topi yang dibawanya
dilemparkan ke dalam ruangan itu dan mengejutkan kedua orang itu.
Topi yang dikenakan Lady Debora ketika ia pergi ke Death Rocks jatuh di dekat
kaki Lady Debora. Wanita itu menatap pintu yang terbuka dan terkejut.
Alexander bergegas meninggalkan ruangan itu.
Maria mengejar pria itu. Ia cemas sekali melihat kemarahan pria itu.
Alexander membalikkan badan ketika melihatnya mendekat.
"Seharusnya sejak dulu aku sadar siapa engkau. Engkau sama saja seperti Lady
Debora. Kalian tak lebih dari wanita yang hanya mengincar harta pria kaya."
"Tetapi, Al..." kata Maria mencoba membela dirinya.
"Jangan memanggilku Al!" bentak Alexander, "Cukup sudah aku engkau bodohi dengan
wajah cantikmu. Semua wanita sama saja, berwajah cantik tetapi berhati iblis."
"Engkau tidak mengerti," kata Maria dengan sedih.
"Ya, sejak awal aku memang tidak mengerti siapa sebenarnya dirimu tetapi
sekarang aku tahu. Engkau tidak lebih dari wanita murahan. Aku mengucapkan selamat untukmu,
engkau berhasil membuatku yakin engkau adalah bidadari. Ya, mungkin engkau memang
bidadari tetapi bidadari yang berhati iblis," kata Alexander tajam.
Maria terkejut mendengar kata-kata kasar itu. Ia tidak pernah mengharapkan cinta
Alexander tetapi ia juga tidak mengharapkan pria itu mengatakan kata-kata sekasar itu
kepadanya. "Mengapa" Engkau tidak dapat membela dirimu lagi karena aku telah membuka
kemisteriusan yang selama ini menutupimu. Aku curiga engkau sejak awal tidak
pernah hilang ingatan, engkau hanya pura-pura saja."
Maria tidak menyadari air mata mulai membasahi mata ungunya.
"Percuma saja menangis! Aku tidak akan terpengaruh. Aku tidak ingin melihatmu
lagi." Alexander membuktikan ucapannya dengan menaiki kereta kudanya dan segera
menghilang di jalan. Maria menghapus air matanya yang tak mau berhenti turun.
Hatinya terasa bagaikan teriris-iris. Ia merasa sedih mendengar kata-kata kasar
yang ditujukan Alexander padanya. Ia ingin menangis tersedu-sedu tetapi suara langkah
kaki seseorang membuatnya tidak melakukannya.
Marcel segera meninggalkan Sidewinder House seperti Alexander.
Lady Debora berteriak-teriak di depan pintu memanggil Marcel tetapi pria itu
tidak peduli. "Marcel, engkau hendak ke mana?" seru Lady Debora tanpa mendapat jawaban dari
Marcel. Marcel terus melangkahkan kakinya meninggalkan Sidewinder House. Dan ketika pria
itu mengendarai kudanya menjauh dari Sidewinder House, Lady Debora masuk ke dalam
rumah. Maria segera berlari mengikuti Lady Debora yang dengan marah-marah memasuki
Sidewinder House. Lady Debora membalikkan badannya ketika mengetahui Maria mengikutinya.
"Apa lagi yang kauinginkan?" bentaknya.
"Maafkan saya. Saya...."
"Cukup sudah engkau merusak semua rencanaku," potong Lady Debora.
Maria mendekati Lady Debora yang hampir tiba di ujung tangga dan berkata, "Saya
telah mencoba melarang..."
Sekali lagi Lady Debora memotong perkataan Maria, "Ya, engkau telah melarang.
Melarang apa" Melarang Alexander mencintaiku" Padahal aku yakin Alexander sudah hampir
jatuh cinta padaku tetapi engkau mengacaukannya. Aku muak melihatmu. Pergi!"
Tindakan Lady Debora yang tak diduga itu membuat Maria tidak dapat menjaga
keseimbangannya sehingga tubuhnya terhempas begitu saja dari ujung tangga itu.
Lady Debora tidak peduli melihat jatuh terguling dari tangga itu, ia terus
melangkahkan kakinya ke kamarnya dan membantingnya dengan keras.
Mrs. Vye yang berada di tempat itu memanggil cemas Maria yang terus terguling di
tangga kayu yang keras itu. "Maria... Maria.... Oh, Maria..., Maria...."
BAB 14 Panggilan Mrs. Vye terus bergema di telinga Maria.
Mula-mula panggilan itu terdengar jelas, "Maria... Maria... Maria." Tetapi tak lama
kemudian panggilan itu terdengar lain.
Maria berusaha menangkap panggilan yang terasa tak asing lagi di telinganya
itu. "Maria... Maria... Mar... Ma... Mi... Miner... Minerva... Princess Minerva.... Bangun
Princess. Anda berkata ingin melihat matahari terbit dari puncak Death Rocks."
Princess Minerva membuka matanya perlahan-lahan dan melihat langit yang
mulai memerah di sekitar Holly Mountain.
"Indah sekali, Mrs. Wve."
"Tentu saja, Princess Minerva. Ini pertama kalinya Anda melihat matahari terbit
dari Death Rocks di musim semi," kata Mrs. Wve.
"Aku ingin waktu berhenti di sini agar aku dapat terus melihat keindahan ini.
Tetapi bila keinginanku itu terkabul, segalanya akan berubah bukan?"
Mrs. Wve tertawa mendengarnya. "Para dewa pasti akan berkenan memberi
kesempatan kepada Anda untuk melihat pemandangan ini."
Mrs. Wve memperhatikan Princess Minerva yang asyik memandang langit di
belakang Holly Mountain yang mulai terang.
"Sayang sekali tahun ini kita tidak dapat pulang ke Istana," kata Mrs. Wve.
Princess Minerva menatap sedih pada Mrs. Wve, "Maafkan aku, Mrs. Wve.
Sebenarnya aku juga ingin pulang tetapi aku tidak dapat. Andai Al menuruti
pesanku, kita pasti dapat pulang ke Istana tahun ini."
"Jangan berkata seperti itu, Princess Minerva. Pangeran pasti sedih, ia
melakukannya karena ia menyayangi Anda."
"AKu mengerti, Mrs. Wve. Aku sedang berpikir bagaimana aku membuat semua
menteri dan semua orang di Istana kebingungan karena aku tiba-tiba
memutuskan tidak pulang ke Istana tahun ini."
"Semua orang pasti kecewa, Princess. Anda tiba-tiba memutuskan untuk pergi
ke Castil Yonga," kata Mrs. Wve.
Princess Minerva tersenyum, "Aku percaya padamu, Mrs. Wve. Aku menyesal
telah membuat mereka semua kecewa tetapi mereka telah mengetahui
sebelumnya bahwa aku tidak ingin diadakan pesta besar. Aku telah
menegaskannya sebelumnya. Sebulan sebelum aku kembali, aku telah mengirim
surat itu tetapi mereka tetap mempersiapkannya."
"Kami semua ingin merayakan secara besar-besaran pesta ulang tahun Anda
yang kedelapan belas, Princess."
"Aku tahu, Mrs. Wve. Tetapi mereka mengabaikan permintaanku, maka aku juga
tidak dapat disalahkan bila secara tiba-tiba aku meminta Durant mengarahkan
kereta ke Castil Yonga," kata Princess Minerva.
"Saat itu kita belum memasuki kota Xoechbee, jadi kita masih beruntung. Tidak
ada penduduk yang menyadari Anda membelokkan arah kereta sehingga
mereka tidak sempat mencegah Anda."
"Al sangat marah ketika ia tiba di Castil, Mrs. Wve."
"Itu wajar, Princess, Anda telah membuat semua rencananya gagal."
Princess Minerva tersenyum, "Al mengatakan aku adalah pengacau rencana
orang lain nomor satu di Kerajaan Zirva. Katanya, aku telah membuat Istana
gempar ketika surat keduaku dari Death Rocks tiba, mereka yang telah
mempersiapkan pesta untukku terpaksa membatalkannya."
"Saya merasa geli ketika melihat Pangeran lebih marah daripada Raja maupun
Ratu," kata Mrs. Wve.
"Itu tidak aneh, Mrs. Wve. Ialah yang merencanakan semua ini."
Princess Minerva tersenyum ketika membayangkan kembali kemarahan
kakaknya karena Princess Minerva yang akan dikejutkan ternyata telah
mengejutkan kakaknya terlebih dulu.
"Mengapa engkau diam-diam pergi ke Castil?" tanya Alcon saat melihatnya.
"Karena aku tidak ingin ada pesta besar untuk ulang tahunku," jawab Princess
Minerva sambil tersenyum manis.
Walaupun Alcon ingin sekali memeluknya tetapi ia tetap tidak melakukannya.
"Ini ulang tahunmu yang kedelapan belas, Minerva. Dan setelah ini kami tidak
dapat memanggilmu putri kecil lagi. Karena itu kami ingin merayakannya
dengan besar-besaran."
"Al, aku telah menulis surat kepadamu sebulan yang lalu."
"Ya, aku telah menerimanya tetapi aku tidak dapat melakukan apa yang
kauminta." Princess Minerva tersenyum lagi, "Karena engkau tidak dapat menolakku dan
karena engkau tidak ingin aku merayakan ulang tahunku yang kedelapan belas
ini dengan pesta biasa, maka engkau diam-diam merencanakan pesta besar itu
dan mengusahakannya agar aku tidak tahu sebelum ulang tahunku."
Alcon mengangguk, "Dari mana engkau mengetahuinya?"
"Aku telah menduga sebelumnya ketika aku melihat suasana di Xoechbee
berbeda dari biasanya. Aku merasa kota itu lebih meriah dibandingkan
sebelumnya, maka kemudian aku meminta Durant mengantarku ke sini," kata
Princess Minerva. Alcon tersenyum menuduh, "Dan engkau membuat aku kebingungan ketika
menerima suratmu yang menjelaskan engkau tidak pulang ke Istana tahun ini
tetapi ke Castil Yonga."
Princess Minerva tersenyum melihat kemarahan kakaknya yang hampir
meledak. "Dan karena itu pula aku terpaksa membatalkan semua rencanaku dan akhirnya
harus ikut mengungsi ke Castil Yonga untuk merayakan ulang tahunmu."
Alcon menatap menuduh wajah adiknya, "Selain itu aku juga harus membatasi
orang yang kuundang ke pestamu."
"Maafkan aku, Al. Tetapi engkau tahu aku tidak suka menjadi pusat perhatian,"
kata Princess Minerva, "Karena itu pula tahun ini aku tidak ke Istana seperti
biasanya." "Tidak apa-apa, Minerva. Seharusnya aku yang minta maaf bukan engkau," kata
Alcon sambil memeluk adiknya. "Sejak tadi aku ingin sekali melakukan ini tetapi
aku masih harus marah kepadamu," kata Alcon sambil tersenyum.
"Aku tahu engkau akan marah bila bertemu denganku, Al."
"Sayang sekali kita tidak dapat mengundang banyak orang," kata Alcon,
"Sebenarnya Castil ini sangat luas tetapi sayang Death Rocks sangat terjal dan
sulit didekati sehingga aku hanya dapat mengundang sedikit orang yang berani
mengambil resiko jatuh di sana selain itu aku masih harus menghadapimu bila
aku berani mengundang banyak orang ke Castil ini."
"Al, aku senang engkau masih ingat apa yang kukatakan," kata Princess Minerva


Gadis Misterius Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sambil mempererat pelukannya.
Alcon tertawa, "Aku pasti ingat semua yang kaukatakan. Aku masih ingat
ceritamu tentang tebing itu."
"Engkau selalu merebut Minerva," tegur Raja yang sejak tadi diam memandang
kedua putranya. Ratu tersenyum melihat kejengkelan suaminya, melihat kemesraan yang
ditunjukkan kedua putranya.
Alcon menahan adiknya yang ingn menyambut kedua orang tuanya. Ia
tersenyum nakal kepada ayahnya ketika ia membopong adiknya memasuki
Castil. Princess Minerva masih memperhatikan matahari yang mulai menunjukkan
keseluruhan dirinya ketika tiba-tiba kereta berguncang sangat keras.
"Apa yang terjadi, Mrs. Wve?" tanya Princess Minerva.
"Saya tidak mengerti, Princess. Saya akan menanyakannya pada Durant," kata
Mrs. Wve. Sebelum Mrs. Wve bertanya, Durant telah berseru, "Jangan khawatir! Kerikil di
sini sangat besar tetapi aku bisa mengatasinya. Kalian berpegangan saja."
"Anda harus berpegangan yang erat, Princess," kata Mrs. Wve.
Princess Minerva menuruti perkataan Mrs. Wve. Ia memegang erat-erat tepi
jendela tanpa melepaskan matanya dari matahari yang semakin nampak bulat.
Tiba-tiba kereta yang ditumpanginya miring dan sesudah itu segalanya berjalan
dengan cepat. Princess Minerva merasa pintu di sampingnya membuka. Ia tidak siap
menghadapi itu dan merasakan tubuhnya terhempas keluar dari kereta itu. Ia
melihat Mrs. Wve mengulurkan tangannya berusaha untuk menariknya.
Princess Minerva juga mengulurkan tangannya tetapi jarak mereka terlalu jauh
sehingga tangan mereka tidak dapat saling bersentuhan. Menyadari hal itu,
Princess Minerva tersenyum pada Mrs. Wve dan Durant yang diikuti tertiupnya
tubuhnya oleh angin keras yang tiba-tiba bertiup.
Sebelum segalanya menjadi gelap, Princess Minerva melihat matahari bersinar
kemerahan seperti darah di ufuk timur dan ia merasa tubuhnya sangat ringan.
Ia juga melihat keretanya terjatuh dari tepi Death Rocks tetapi dahan pohon
yang tumbuh di sisi tebing itu menahan kereta itu.
Princess Minerva memalingkan kepalanya ke puncak Holly Mountain yang selalu
terlihat megah kemudian menutup matanya dan merasakan tubuhnya yang
terus meluncur ke bawah. Sebelum semuanya benar-benar menjadi gelap, Princess Minerva masih
memanggil nama seseorang.
"Maria! Maria!"
Suara orang yang terus menerus memanggilnya membuat Princess Minerva
tersadar. Ketika Princess Minerva membuka matanya, Princess Minerva tidak tahu di mana
ia berada. Princess Minerva melihat sekeliling ruangan itu dan melihat seorang
wanita duduk dengan cemas di sisi tempat tidurnya.
"Engkau baik-baik saja, Maria?" tanya wanita itu.
"Maria?" ulang Minerva bingung. Perlahan-lahan ingatannya kembali. Ia ingat ia
telah terdampar di tempat ini dan ditemukan oleh Mrs. Vye. Ia telah berada
dalam perlindungan wanita itu sebagai seorang gadis yang hilang ingatan
bernama Maria. Sekarang ia berada di kamarnya di pondok Mrs. Vye, wanita yang telah
menjaganya selama ia tidak dapat mengingat masa lalunya.
Princess Minerva mengangguk perlahan.
"Oh, syukurlah. Aku sangat cemas ketika melihat engkau jatuh dari ujung
tangga itu. Apakah engkau yakin engkau baik-baik saja, Maria?"
Sekali lagi Princess Minerva mengangguk perlahan.
"Tunggulah di sini, Maria. Aku akan melihat apakah Mr. Liesting telah kembali,"
kata Mrs. Vye, "Setelah memanggil beberapa orang untuk membawamu ke sini,
ia segera pergi memanggil dokter."
"Tidak perlu!" bentak seseorang yang tiba-tiba membuka pintu kamar.
Princess Minerva tidak terkejut ketika melihat Baroness Lora berdiri dengan
wajah yang penuh dengan kemarahan dan kemenangan.
Sebaliknya Mrs. Vye terkejut sekali ketika melihat wanita itu muncul dengan
wajahnya yang menakutkan.
"Sekarang juga engkau harus meninggalkan rumahku," kata Baroness Lora,
Engkau telah mendengar sendiri dari anakku, ia tidak ingin melihatmu lagi."
"Tetapi...," sela Mrs. Vye.
"Sekarang juga!" kata Baroness Lora dengan lantang.
"Tetapi, Yang Mulia, ia baru saja jatuh dari tangga," kata Mrs. Vye yang mulai
marah. "Itu kesalahannya sendiri mengapa ia berani merusak rencana putriku dan
sekarang ia harus meninggalkan rumah ini. Aku tidak sudi memelihara orang
yang tidak berguna lagi."
"Tetapi Maria belum dapat mengingat masa lalunya," kata Mrs. Vye.
Princess Minerva mendengar nada kemarahan yang ditahan oleh Mrs. Vye. Ia
mengulurkan tangannya hendak menenangkan wanita itu tetapi kepalanya yang
tadi terbentur tangga sewaktu ia jatuh, tiba-tiba sakit membuat ia terpaksa
menarik kembali tangannya.
"Apa hubungannya denganku" Sejak semula aku memang telah mengatakan ia
bukan gadis baik-baik tetapi karena putriku menginginkan ia tinggal maka aku
mengijinkan dia tinggal. Tetapi sekarang putriku tidak lagi membutuhkannya.
Dan itu artinya ia harus pergi."
"Ke mana Maria harus pergi?"
"Aku tidak peduli. Sekarang juga ia harus meninggalkan rumahku. Aku tidak
ingin wanita murahan di rumahku," bentak Baroness Lora.
Mrs. Vye ingin membela Maria lagi tetapi wanita itu telah mendahuluinya.
"Lakukan sekarang juga! Ingat aku yang berkuasa di sini sekarang," kata
Baroness Lora sambil membanting pintu.
"Jangan kaudengarkan wanita itu, Maria," kata Mrs. Vye, "Aku tidak akan
membiarkan ia menyakitimu."
Walaupun Mrs. Vye telah berkata seperti itu tetapi Princess Minerva membuat
keputusan lain. "Tolong panggilkan kereta untuk saya, Mrs. Vye," kata Princess Minerva.
"Untuk apa, Maria" Ia tidak akan dapat menyakitimu selama aku masih ada,"
kata Mrs. Vye bersikeras.
"Mrs. Vye, tolong jangan bersikeras lagi. Anda telah mendengar sendiri mereka
tidak ingin melihat saya lagi. Tolong panggilkan kereta untuk saya," kata
Princess Minerva. Mrs. Vye terdiam. Princess Minerva menggunakan kesempatan itu untuk membujuk Mrs. Vye lagi,
"Tolonglah, Mrs. Vye. Saya membutuhkan kereta itu sekarang juga."
"Aku tahu," kata Mrs. Vye tiba-tiba, "Engkau dapat pergi ke Blueberry House.
Tuan Muda Alexander pasti dapat membantumu."
Mendengar nama itu disebut, hati Princess Minerva terasa pilu.
Bagaimana ia dapat meminta bantuan kepada pria yang juga menolak bertemu
dengannya, dengan pria yang membuat hatinya hancur.
"Tolonglah, Mrs. Vye," kata Princess Minerva tanpa mengatakan yang lain.
"Tunggulah sebentar, Maria. Aku pasti akan menemukan kereta kuda untukmu,"
kata Mrs. Vye. Setelah kepergian Mrs. Vye, Princess Minerva bangkit dari tempat tidur.
Kepalanya yang masih terasa sakit membuat ia tidak dapat bergerak dengan
bebas. Dengan perlahan-lahan ia berusaha mendekati almari.
Sambil menanti kedatangan Mrs. Vye, ia mengganti gaun pelayan yang
dikenakannya dengan gaun putih milik Lady Debora yang belum pernah
dipakainya. Ketika ia melihat gaun merah muda pemberian Alexander, ia menangis.
"Sekarang semuanya telah jelas, Al hanya mencintai Lady Debora," katanya pilu
sambil menyentuh gaun itu.
Princess Minerva segera menyeka air matanya ketika mendengar suara Mrs. Vye
di depan pondok. Setelah menutup kembali almari itu, ia segera membuka pintu
kamarnya. Mrs. Vye terkejut ketika melihat Princess Minerva berdiri di dekat pintu.
"Apakah engkau akan pergi sekarang?" tanyanya.
Princess Minerva tersenyum. Walaupun hatinya sedih, tetapi ia tetap dapat
tersenyum manis seperti biasanya. "Anda telah mendengar apa yang dikatakan
Baroness Lora." "Tunggulah aku, Maria. Aku ikut denganmu," kata Mrs. Vye.
"Saya akan senang sekali, Mrs. Vye. Tetapi perjalanan yang akan saya lakukan
ini sangat jauh," kata Princess Minerva.
"Tidak apa-apa, Maria. Aku tidak ingin engkau pergi sendirian dalam keadaan
seperti itu," kata Mrs. Vye bersikeras.
"Saya baik-baik saja, Mrs. Vye."
Tiba-tiba kepala Princess Minerva yang tadi terbentur kembali terasa pening.
Princess Minerva memegang pegangan pintu.
Princess Minerva memegangnya dengan sangat erat sehingga jari-jarinya
tampak memutih. Rambut panjang Princess Minerva menutupi wajahnya yang
tiba-tiba memucat. Mrs. Vye mendekati Princess Minerva dan memegang tangannya, "Ada apa
denganmu, Maria" Engkau pucat sekali."
Princess Minerva memaksa dirinya menggeleng, "Tidak apa-apa, Mrs. Vye. Saya
baik-baik saja." "Engkau yakin, Maria?" kata Mrs. Vye tak percaya, "Aku ikut denganmu."
Princess Minerva menyentuh tangan Mrs. Vye yang memegang tangannya dan
berkata, "Tidak, Mrs. Vye. Perjalanan ini sangat jauh."
"Justru karena jauh itulah, maka aku harus ikut. Aku tidak ingin sesuatu yang
tak kuharapkan terjadi padamu. Aku akan ikut denganmu sekali pun engkau
akan menuju ujung dunia," kata Mrs. Vye bersikeras.
"Tidak, Mrs. Vye. Semua orang yang ada di sini membutuhkan Anda."
Princess Minerva melepaskan pegangannya pada pintu kamarnya dan mulai
melangkahkan kaki. "Ke mana engkau akan pergi, Maria?"
Princess Minerva menjawab pertanyaan itu dengan tersenyum. "Kusir kuda itu
telah menanti saya, Mrs. Vye. Saya tidak boleh membuatnya menunggu saya
terlalu lama." Ketika Princess Minerva membuka pintu depan pondok itu, Mrs. Vye tiba-tiba
berseru, "Tunggu, Maria. Aku akan ikut. Aku tidak peduli ke mana engkau akan pergi.
Aku akan dan harus ikut denganmu. Aku tidak dapat membiarkan engkau pergi
dalam keadaan seperti itu. Engkau bisa sakit dalam perjalanan nanti."
"Semua orang di sini membutuhkan Anda, Mrs. Vye," kata Princess Minerva
mengingatkan. "Tidak akan ada yang membutuhkan aku. Yang Mulia pasti senang bila aku
dapat meninggalkan tempat ini. Sejak dulu ia sangat mengharapkan aku pergi
jauh dari Obbeyville."
"Bagaimana dengan Mrs. Fat, Mrs. Dahrien, dan Mr. Liesting?"
Mrs. Vye terdiam. "Mereka memang akan kehilangan diriku bila aku pergi tetapi
mereka akan memarahiku bila membiarkanmu pergi dalam keadaan seperti ini.
Mereka pasti mengerti. Aku dapat menemui mereka lagi setelah mengantarmu."
"Bagaimana bila Anda tidak dapat kembali?" tanya Princess Minerva.
Mrs. Vye terdiam lagi. Princess Minerva memanfaatkan keheningan itu untuk membuka pintu dan
berkata, "Selamat tinggal, Mrs. Vye. Maafkan saya yang telah merepotkan Anda
selama ini." Princess Minerva melangkahkan kakinya meninggalkan pondok Mrs. Vye.
"Apakah Anda dapat mengantarkan saya ke tempat yang sangat jauh dari sini?"
tanya Princess Minerva kepada kusir kuda yang berdiri di depan pintu kereta.
"Ke mana Anda akan pergi?" tanya kusir kuda itu.
"Saya ingin pergi ke Xoechbee," jawab Princess Minerva.
Pekikan terkejut di belakangnya membuat Princess Minerva membalikkan
badannya. "Engkau akan ke sana" Tunggulah aku," kata Mrs. Vye.
Sebelum Princess Minerva berkata apa-apa untuk mencegah wanita tua itu, Mrs.
Vye telah berlari ke dalam rumah.
Princess Minerva kebingungan. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Apakah ia harus
menunggu atau pergi sebelum Mrs. Vye muncul.
Sebelum Princess Minerva memutuskan tindakannya, Mrs. Vye telah muncul
dengan membawa sebuah mantel yang tebal di tangannya.
Princess Minerva hendak mengatakan sesuatu tetapi Mrs. Vye telah
mendahuluinya. "Eido, engkau mau mengantarkan Maria, bukan?" kata Mrs. Vye.
"Tentu, Mrs. Vye."
"Tempat itu sangat jauh. Anda terpaksa meninggalkan keluarga Anda bila Anda
bersedia," kata Princess Minerva.
"Jangan khawatir, Miss. Saya tidak mempunyai keluarga lagi, kedua orang tua
saya telah meninggal sejak saya masih kecil dan satu-satunya orang yang
merawat saya sejak kematian orang tua saya juga baru meninggalkan saya,"
kata pria itu. Princess Minerva terpana, "Maafkan saya."
"Tidak apa-apa, Miss. Naiklah dan saya akan segera mengantarkan Anda."
Pria itu hendak membantu Princess Minerva naik tetapi Princess Minerva
menolakkanya. Princess Minerva memilih untuk menaiki kereta itu sendiri
daripada dibantu. Mrs. Vye mengikuti Princess Minerva naik ke kereta.
Princess Minerva terkejut. "Mrs. Vye, Anda?"
"Sekarang engkau tidak dapat lagi melarangku, Maria. Aku harus ikut
denganmu. Perjalanan yang kautempuh ini sangat jauh," kata Mrs. Vye dengan
tersenyum. "Bagaimana dengan keluarga Sidewinder, Mrs. Vye?"
"Jangan khawatir, Maria. Aku telah menjelaskannya kepadamu, mereka tidak
akan merasa kehilangan aku."
"Tetapi bagaimana dengan Mrs. Fat, Mrs. Dahrien, dan Mr. Liesting?"
Mrs. Vye memegang tangan Maria. "Sudahlah, Maria. Mereka pasti akan
mengerti lagipula setelah mengantarmu aku dapat menemui mereka lagi.
Sekarang duduklah yang nyaman dan pejamkan matamu. Engkau tampak
semakin pucat." Mrs. Vye duduk di samping Princess Minerva dan berkata kepada kusir kuda,
"Mari kita berangkat, Eido."
Kereta mulai bergerak perlahan meninggalkan pondok Mrs. Vye.
Princess Minerva memandangi pondok Mrs. Vye yang mulai menghilang di balik
Sidewinder House. Matanya terus mengawasi Sidewinder House yang semakin mengecil dan
akhirnya menghilang. Saat itu ia tahu sangat kecil kemungkinan ia dapat ke
tempat ini lagi, tempat yang telah merebut tempat di hatinya.
Sejak tinggal di Obbeyville, Princess Minerva tahu ia tertarik dengan keindahan
tempat ini. Dengan pohon-pohonnya yang mulai menguning di awal musim
panas. Dengan bunga zinnianya yang indah.
Princess Minerva tahu ia akan merindukan Sidewinder House dan suasananya
yang penuh kegembiraan di tengah pelayan lainnya dan kemarahan-kemarahan
baik Baroness Lora maupun Lady Debora yang telah menjadi bagian dari
hidupnya selama tiga bulan terakhir ini.
Ia akan kehilangan semua yang telah menjadi bagian kehidupannya di
Obbeyville. Keindahan Obbeyville tak akan dapat dilihatnya lagi.
Princess Minerva tidak akan dapat melihat wajah Obbeyville di musim panas
lagi. Ia tidak akan dapat melihat lagi keindahan bunga zinnia yang bermekaran
di tepi Sungai Alleghei. Ia tidak akan dapat melihat halaman Sidewinder House
yang ditatanya bersama Mr. Liesting. Tidak juga dedaunan yang selalu
berserakan di atas rumput yang menguning. Ia tidak akan dapat menemui Ityu
lagi dan bercerita banyak tentang mitos-mitos yang ingin diketahui anak itu.
Princess Minerva juga tahu ia tidak akan dapat bermain lagi dengan anak-anak
Obbeyville di tepi Sungai Alleghei yang selalu bersinar.
Princess Minerva menutup matanya sebelum air matanya menetes. Tetapi ia
segera membukanya lagi ketika bayangan seseorang muncul saat ia menutup
matanya. Dari semua rasa kehilangan yang turut bersamanya, Princess Minerva merasa
paling kehilangan Alexander. Sejak menyadari ia mencintai pria itu, Princess
Minerva tidak pernah mengharapkan cinta Alexander. Ia mengerti bila Alexander
memilih Lady Debora daripada dirinya. Walaupun Lady Debora mirip dengan ular
betina yang buas tetapi tidak dapat disangsikan lagi kecantikan wanita itu. Lady
Debora sangat cantik secantik ibunya, Baroness Lora. Tidak mengherankan bila
Alexander mencintainya. Kata-kata kasar Alexander yang ditujukan kepadanya dengan penuh kemarahan


Gadis Misterius Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih terngiang jelas di telinga Princess Minerva. Masih terbayang jelas
bagaimana wajah Alexander yang dipenuhi kemarahan.
Mata Alexander yang dingin tampak semakin dingin. Mata itu menatap tajam
padanya dan mengiringi kata-katanya yang menyayat hatinya, seakan-akan
Alexander tidak hanya melukainya melalui kata-kata saja tetapi juga melalui
tatapannya yang tajam. Wajah Alexander yang biasanya selalu tersenyum tampak sangat menakutkan.
Terkenang saat-saat bahagianya dengan Alexander, Princess Minerva ingin
menangis. Tetapi Princess Minerva juga tahu tidak ada yang dapat dilakukannya
untuk mengembalikan saat-saat itu.
Ketika Alexander berkata tajam 'Aku tidak ingin melihatmu lagi' dengan penuh
kemarahan, Princess Minerva tahu pria itu benar-benar tidak mengharapkan lagi
dan tidak pernah ingin bertemu lagi dengannya.
Princess Minerva tahu walaupun ia dapat kembali ke Obbeyville di hari-hari yang
akan datang, tetapi saat itu akan sangat berbeda dengan saat-saat yang telah ia
lalui di Obbeyville. Ia tidak akan dapat menemui Alexander lagi walaupun ia ingin bertemu
dengannya. Alexander pasti akan menolak bertemu dengannya. Princess
Minerva percaya Alexander akan memilih untuk pergi jauh daripada bertemu
dengannya, gadis yang dianggapnya hina.
Princess Minerva semakin sedih bila ia mengingat wajah Duchess yang penuh
kasih sayang seperti ibunya juga Blueberry House yang indah dengan bungabunga
mawarnya dan pintu gerbang putihnya yang megah.
Princess Minerva bisa saja tetap tinggal di Obbeyville tanpa mengatakan ia telah
mengingat semua masa lalunya, tetapi ia tidak dapat mengabaikan ibunya yang
dikabarkan jatuh sakit. Princess Minerva tidak dapat mengabaikan perasaan rindunya pada kakaknya,
Pangeran Alcon dan semua orang yang ada di Istana Plesaides. Apalagi
pengasuhnya, Mrs. Wve yang pasti juga akan merasa sangat kehilangan dirinya.
Princess Minerva tahu ia harus kembali ke Istana Plesaides agar tidak membuat
Mrs. Wve terutama Durant, kusir kuda yang mengantarkannya ketika
kecelakaan itu terjadi merasa bersalah karena telah menyebabkan kecelakaan
itu terjadi sehingga ia menghilang.
Princess Minerva menutup matanya yang mulai membasah dan mencoba tertidur
serta berhenti memikirkan kesedihan yang tidak akan dapat dengan mudah
dihapuskan dari hatinya. BAB 15 Setelah melalui perjalanan panjang dan melelahkan, akhirnya mereka
memasuki kota Xoechbee. Sesaat setelah mereka meninggalkan Obbeyville, cuaca masih terang.
Tetapi beberapa saat kemudian hujan deras terus menerus menganggu
perjalanan mereka ditambah lagi keadaan Princess Minerva yang semakin
memburuk. Selama beberapa kali, Mrs. Vye menghentikan kereta di penginapan dan
memaksa Princess Minerva untuk tinggal beberapa hari tetapi Princess
Minerva selalu menolaknya.
Princess Minerva bersikeras segera pergi ke Xoechbee tanpa menjelaskan
apa-apa kepada Mrs. Vye maupun kepada Eido. Hanya hujan deraslah
yang membuat Princess Minerva terpaksa membatalkan perjalanan
panjangnya. Kadang-kadang keadaan Princess Minerva terus memburuk
sehingga gadis itu menjadi sangat lemah.
Saat itulah Mrs. Vye memanfaatkan keadaan untuk berhenti dan
menginap selama beberapa hari di penginapan yang mereka temui hingga
Princess Minerva pulih kembali.
Bila Princess Minerva mulai pulih, Mrs. Vye tidak segera memutuskan
untuk berangkat walaupun Princess Minerva telah memaksanya.
Princess Minerva tidak dapat berbuat apa-apa. Ia tahu kondisinya
semakin memburuk karena udara yang dingin dan terus berubah. Mantel
tebal yang dibawa Mrs. Vye untuk mencegahnya jatuh sakit karena udara
dingin bila hari hujan juga tidak membantu apa-apa. Dengan semakin
melemahnya tubuh Princess Minerva, perjalanan berjalan semakin
lambat. Perjalanan yang biasanya dapat ditempuh selama beberapa hari kini
menjadi berminggu-minggu karena banyaknya halangan yang harus
mereka hadapi. Bahkan ketika mereka memasuki Xoechbee, halangan itu tetap ada.
Hujan deras mengguyur bumi ketika mereka memasuki Xoechbee.
Ketika menyadari kereta telah memasuki Xoechbee, Princess Minerva
berkata perlahan kepada Mrs. Vye, "Tolong antarkan saya ke Istana
Plesaides." Mrs. Vye terkejut tetapi ia tidak bertanya apa-apa kepada Maria. Ia
berteriak mengalahkan gemuruh hujan deras, "Ke Istana Plesaides, Eido."
Mrs. Vye tahu Eido pasti sama terkejutnya dengan dirinya.
Selama perjalanan, Mrs. Vye telah banyak menceritakan mengenai Maria
kepada Eido. Dan seperti penduduk Obbeyville, pria itu juga mengagumi
gadis itu. Mrs. Vye menatap Princess Minerva yang tampak sangat pucat dan mulai
menebak diri gadis itu yang sebenarnya. Mrs. Vye telah membaca berita
hilangnya Princess Minerva di koran dan ia mulai menduga Marialah sang
putri yang hilang itu. Semua yang ada pada gadis itu sangat tepat bila ia adalah seorang putri,
kecantikkan, keanggunan, keramahan serta kepandaian Maria, kecuali
satu hal, kepandaian memasak gadis itu dan mengurus rumah.
Kepandaian memasak Maria membuat Mrs. Vye kembali berpikir apakah
benar Maria adalah putri yang hilang itu.
Terlalu janggal bagi Mrs. Vye bila Maria sebagai seorang putri yang tak
pernah kekurangan pelayan dapat memasak dan melakukan pekerjaan
lainnya yang tak sesuai dengan kedudukannya seperti menata rumah.
Hal itu telah terbukti. Selama berada di Obbeyville, Maria telah
menunjukkan kepandaiannya menata rumah.
Selama berada di Obbeyville, Maria tidak diam saja melihat Sidewinder
House yang sepi. Gadis itu meramaikan suasana di dalam Sidewinder
House dengan bunga-bunga musim panas. Di beberapa ruangan gadis itu
telah melakukan perubahan yang membuat ruangan itu jauh lebih
menarik dari keadaan semula. Gadis itu juga merubah penampilan
halaman Sidewinder House menjadi lebih menarik.
Mrs. Vye benar-benar kebingungan. Terlalu banyak hal yang
membingungkan pada diri gadis itu bahkan sejak ia menemukan gadis
itu. Ketika kereta berhenti setelah beberapa saat mengelilingi Xoechbee untuk
menemukan Istana Plesaides, Mrs. Vye tahu segalanya akan menjadi
jelas. Mrs. Vye menanti di dalam kereta tetapi tidak terjadi apa-apa.
Mrs. Vye mulai merasa cemas. Setelah tak sabar menanti akhirnya ia
memutuskan untuk turun. Setelah menutupi tubuh Princess Minerva yang
bersandar lemah pada sisi kereta, ia turun.
Tanpa mempedulikan hujan yang menerpa tubuhnya, ia segera menemui
Eido yang tengah berdebat bersama dua orang prajurit yang menjaga
pintu gerbang. "Ada apa, Eido?" tanya Mrs. Vye.
"Mereka tidak mengijinkan kita memasuki Istana, Mrs. Vye," jawab Eido.
"Mengapa kalian tidak mengijinkan kami masuk dan menemui Raja?"
tanya Mrs. Vye pada kedua prajurit itu.
"Kami bertugas menghadang semua orang yang tidak dikenal yang ingin
memasuki Istana," jawab salah satu prajurit itu.
"Biarkan kami masuk dan menemui Raja. Ini penting sekali," kata Mrs.
Vye bersikeras. Prajurit yang tadi menjawab pertanyaan Mrs. Vye berkata, "Katakan dulu
kepada kami urusan apa?"
"Kami harus menemui Raja sekarang juga," kata Eido ikut-ikutan
berbantah. Prajurit yang satunya berkata dengan sabar, "Kami bertugas untuk
menjaga pintu gerbang ini karena itu kami tidak dapat menjaga siapapun
yang ingin memasuki Istana tanpa tujuan yang jelas."
"Kami membawa Princess," kata Mrs. Vye.
Jawaban Mrs. Vye mengejutkan ketiga pria itu. Suasana menjadi hening
hingga tawa prajurit yang tadi berbantah dengan Mrs. Vye memecahkan
keheningan itu. "Princess kami hilang bagaimana kalian dapat menemukannya"
Tunjukkan dulu buktinya kepada kami," kata prajurit itu.
Mrs. Vye mulai marah, "Princess sekarang berada di kereta. Cepat ijinkan
kami masuk karena ini menyangkut nyawa Princess kalian. Bila terjadi
sesuatu pada Princess, kalianlah yang akan disalahkan."
"Maafkan kelancangan saya tetapi teman saya benar, kami tidak dapat
melakukan apa-apa bila Anda tidak dapat menunjukkan buktinya kepada
kami," kata prajurit yang lebih muda dan lebih sabar itu.
"Princess berada di ambang kematian tetapi kalian masih tidak
mengijinkan kami menemui Raja," kata Mrs. Vye marah.
"Maafkan kami, kami hanya menjalankan tugas," kata prajurit yang sabar
itu lagi. "Baiklah," kata Mrs. Vye sambil melangkah ke kereta.
Mrs. Vye merasa ragu apakah benar Maria adalah Princess yang hilang
itu. Walaupun ia telah berulang kali menyebut Maria sebagai Princess,
tetapi ia sebenarnya merasa ragu apakah itu benar.
"Apakah di luar hujan lagi?" tanya Princess Minerva lirih ketika ia melihat
Mrs. Vye memasuki kereta dengan tubuh yang basah.
"Ya, Maria. Musim gugur selalu dipenuhi hujan," kata Mrs. Vye.
Nada bicara Mrs. Vye yang seperti orang baru bertengkar hebat membuat
Princess Minerva bertanya, "Ada apa, Mrs. Vye?"
Untuk sesaat Mrs. Vye ragu-ragu tetapi akhirnya ia berkata, "Mereka
tidak mengijinkan kita masuk."
Princess Minerva tersenyum lemah selemah gerakan tangannya yang
menyentuh kalungnya. Setelah melepas kalung itu, Princess Minerva
menyerahkannya kepada Mrs. Vye.
"Mintalah kepada penjaga-penjaga itu untuk menunjukkan kalung ini
pada Pangeran Alcon," kata Princess Minerva.
Mrs. Vye menerima kalung itu dengan ragu-ragu.
Princess Minerva menyadari keragu-raguan itu dan berkata, "Tolonglah,
Mrs. Vye." Mrs. Vye membawa kalung itu di tangannya dan menemui prajuritprajurit itu.
"Princess meminta kalian menunjukkan kalung ini pada Pangeran," kata
Mrs. Vye sambil menunjukkan kalung itu.
Prajurit yang kasar itu tertawa.
Temannya yang lebih sabar menegurnya, "Jangan tertawa!"
"Mengapa aku tidak boleh tertawa" Lucu sekali menunjukkan bukti
dengan seuntai kalung yang bisa didapatkan siapa saja di manapun."
"Princess berkata seperti itu dan engkau meragukannya," kata Eido.
"Maafkan temanku. Ia memang seperti itu," kata prajurit yang lebih
sabar. "Apakah aku salah bila bersikap seperti ini?" tanya prajurit yang satunya.
Prajurit yang lebih sabar mengacuhkannya dan berkata kepada Mrs. Vye,
"Saya akan membawa kalung itu dan menunjukkannya pada Pangeran
Alcon." Teman prajurit itu tertawa lagi, "Bagaimana bila gadis yang dikatakan
wanita ini bukan Princess?"
"Itu adalah urusan nanti. Sekarang aku hanya melakukan apa yang harus
kulakukan," kata prajurit itu sambil menerima kalung itu.
Sebelum temannya berkata apa-apa, prajurit itu membuka pintu gerbang
yang tinggi dan besar itu dan berlari memasuki halaman Istana yang
luas. -----0----- Suasana di Ruang Tahta terasa sangat sunyi dan mencekam.
Semua yang ada di sana tampak termenung memikirkan sesuatu.
"Apakah tidak ada kabar?" tanya Pangeran Alcon.
Menteri Dalam Negeri yang ditanya berkata, "Hingga saat ini belum ada
kabar mengenai Princess, Pangeran."
"Sudah hampir empat bulan berlalu tetapi mengapa masih belum ada
kabar," kata Pangeran dengan cemas.
"Maafkan saya, Pangeran. Saya telah memerintahkan beberapa orang
untuk mencari Princess di sekitar Death Rocks tetapi hingga kini kami
belum menemukannya. Kami juga telah mencarinya ke sekitar Foentza
tetapi tetap tak dapat menemukan Princess."
"Bagaimana perkembangan terakhir usaha pencarian itu?" tanya Raja.
"Hingga saat ini saya telah mengirim banyak orang dan banyak pula
bantuan dari masyarakat yang ingin menemukan Princess tetapi tetap
saja Princess belum ditemukan," jawab Menteri Dalam Negeri.
"Apakah engkau telah mencari di sekitar Death Rocks terutama di bawah
tebing itu?" tanya Pangeran.
"Saya telah mencari Princess di bawah Death Rocks hingga jarak yang
memungkinkan sebagai tempat jatuhnya Princess," jawab Menteri Dalam
Negeri. "Tetapi Pangeran...."
"Tetapi apa, Kendsley?" tanya Pangeran Alcon tak sabar.
"Menurut saya, sangat kecil sekali kemungkinan Princess masih hidup.
Death Rocks sangat curam dan terjal selain itu tempat itu sangat tinggi.
Mustahil Princess masih selamat setelah jatuh dari tebing yang sangat
curam itu." "Tidak mungkin!" seru Pangeran, "Bila Minerva telah meninggal, kita pasti
masih dapat menemukan jasadnya tetapi hingga kini kita tidak
menemukan apa-apa selain kuda-kuda yang mati itu dan kereta yang
hancur. Minerva masih hidup. Ia pasti masih hidup, aku yakin itu."
"Alcon, apa yang dikatakan Kendsley ada benarnya. Mustahil Minerva
masih hidup setelah jatuh dari tebing yang tinggi itu. Mrs. Wve sendiri
telah mengatakan Minerva terlempar terluar dari kereta dan ia sempat
melihat Minerva jatuh ke bawah," kata Raja.
"Tidak mungkin, Papa. Minerva pasti masih hidup. Apakah Papa percaya
Minerva telah meninggal?"
Raja berkata sedih, "Aku juga tidak percaya, tetapi hal itu mungkin saja.
Sangat mustahil Minerva masih hidup, mengingat tebing itu sangat
curam." "Bagaimana dengan Mama, apakah Mama percaya Minerva masih hidup?"
"Mama tidak tahu, Alcon. Mama ingin mempercayai Minerva masih hidup
tetapi Kendsley benar tidak mungkin Minerva masih hidup. Mama tidak
mengharapkan Minerva telah meninggal tetapi bila benar itu yang terjadi,
kita tidak dapat berbuat apa-apa, Alcon, selain menerimanya," kata Ratu
tak kalah sedihnya dengan Raja.
"Tidak, Minerva masih hidup. Aku tidak akan percaya Minerva telah
meninggal sampai aku bertemu kembali dengannya. Aku yakin Minerva
masih hidup di suatu tempat," kata Pangeran melawan pendapat semua
orang yang ada di ruangan itu.
"Alcon!" tegur Ratu.
"Maafkan aku, Mama. Tetapi aku tidak akan pernah percaya Minerva telah
meninggal sebelum aku melihat jasadnya. Aku percaya Minerva masih
hidup." Pangeran berjalan mondar-mandir di ruangan itu dan hampir menabrak
seorang prajurit yang memasuki ruangan itu dengan terburu-buru.
Prajurit itu berlutut di depan Raja yang duduk di kursi kebesarannya dan
hendak berkata sesuatu tetapi Pangeran telah mendahuluinya.
"Tidak perlu terlalu formal. Katakan apa yang hendak kaulaporkan," kata
Pangeran tegas. "Seorang dari penjaga gerbang meminta ijin untuk bertemu," kata
prajurit itu. "Apakah terjadi sesuatu di luar?" tanya Raja.
"Maafkan saya, saya tidak mengetahuinya."
Pangeran mengambil tindakan lebih dulu, "Suruh dia masuk."
"Baik." Sesaat setelah kepergian prajurit itu, seorang prajurit yang berbaju basah
memasuki Ruang Tahta. Sekali lagi sebelum prajurit itu berkata apa-apa, Pangeran Alcon
mendahuluinya, "Tidak perlu bersikap formal dan segera katakan apa
yang hendak kaulaporkan."


Gadis Misterius Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Alcon!" tegur Ratu.
"Maaf, Mama. Aku benar-benar merasa gila karena hilangnya Minerva,"
kata Pangeran. "Itulah yang hendak saya laporkan, Pangeran. Di luar ada seorang wanita
tua yang bersikeras masuk, katanya ini menyangkut hidup matinya
Princess," kata prajurit itu hati-hati.
Semua orang terkejut mendengar perkataan prajurit itu.
"Katakan sekali lagi," kata Pangeran tak percaya.
"Di luar ada seorang wanita tua yang mengaku membawa Princess,"
ulang prajurit itu. "Apakah engkau yakin ia adalah Princess?" tanya Menteri Dalam Negeri.
"Saya tidak tahu. Tetapi wanita itu berkata Princess meminta saya untuk
menunjukkan kalung ini kepada Pangeran," kata prajurit itu sambil
mengangkat kalung itu. Leontin kalung yang berbentuk hati itu terayun-ayun dan berkilauan
tertimpa sinar yang memenuhi ruangan itu. Melalui rantainya yang halus,
air dari tangan prajurit itu menetes hingga menyentuh lantai. Air itu terus
menetes seperti air mata.
Semua orang memandang kalung yang terayun-ayun itu tanpa ada yang
berkata apa-apa. Pangeran Alcon membelalak terkejut. Ia mengambil kalung itu dari
tangan prajurit itu dan mengamatinya.
"Tidak salah lagi ini kalung yang kuberikan pada Minerva pada ulang
tahunnya yang kedelapan belas," kata Pangeran dengan penuh semangat.
"Apakah engkau yakin, Alcon?" tanya Raja.
"Aku yakin sekali, Papa. Kalung ini hanya ada satu di dunia. Kalung ini
dibuat khusus untuk Minerva. Di mana mereka?" tanya Pangeran.
"Mereka di luar gerbang, Pangeran."
Pangeran menggenggam kalung itu dan berlari meninggalkan Ruang
Tahta. Sesaat sebelum ia mencapai pintu, Raja bertanya, "Engkau hendak ke
mana, Alcon?" "Aku ingin menemui Minerva."
Pangeran terus berlari tanpa menghiraukan prajurit dan pelayan yang
terkejut melihatnya berlari seperti orang yang dikejar setan.
Pangeran Alcon juga tak menghiraukan hujan yang menerpa tubuhnya. Ia
terus berlari menembus hujan.
Kemunculan Pangeran yang mendadak dengan tubuh basah kuyup
membuat tiga orang yang menanti di gerbang, kebingungan dan terkejut.
Mrs. Vye terkejut melihat seorang pria yang mirip dengan Maria muncul
dengan berlari-lari dan terus berlari ke kereta tanpa menghiraukan
mereka yang terpaku di tempatnya.
Pangeran Alcon membuka kereta dan melihat adiknya tersenyum lemah
padanya. "Minerva!" seru Pangeran girang.
"Aku pulang, Al," kata Princess Minerva lirih sambil tersenyum lemah.
Pangeran memasuki kereta dan saat itulah ia menyadari keadaan
adiknya. Napas Princess Minerva terputus-putus, seperti orang yang berada di
ambang maut. Rambut yang menutupi wajahnya yang pucat, tidak
bersinar lagi. Mata Princess Minerva memandang lemah pada kakaknya
seakan-akan ia kehilangan tenaganya untuk membuka mata.
"Engkau pucat sekali," kata Pangeran Alcon, "Aku lupa engkau tidak
tahan udara dingin. Pasti perjalanan ini membuatmu jatuh sakit."
Pangeran Alcon mengangkat tubuh Princess Minerva yang lemah dan
membawanya meninggalkan kereta.
Princess Minerva merasa lelah. Ia telah berusaha keras agar lekas sampai
di Istana Plesaides dan kini setelah ia sampai, ia merasa tidak bertenaga
lagi. Semua tenaganya telah digunakannya untuk mempertahankan
dirinya agar tidak pingsan selama perjalanan. Kelelahan dan kelegaan
yang menerpa tubuhnya membuat Princess Minerva jatuh pingsan saat
Pangeran membawanya meninggalkan kereta.
Pangeran kembali berlari tanpa mempedulikan ketiga orang yang masih
terkejut. Pangeran berlari menembus hujan sambil melindungi tubuh
adiknya dari tetesan hujan dengan tubuhnya sendiri.
Pangeran terus berlari ketika ia melihat Raja dan Ratu serta beberapa
orang berjalan di halaman dengan payung besar yang melindungi mereka
dari hujan deras. "Sekarang engkau akan ke mana?" tanya Raja.
"Aku akan membawa Minerva ke kamarnya," kata Pangeran sambil terus
berlari meninggalkan sekelompok orang yang terkejut dengan
jawabannya itu. Seluruh Istana gempar dengan munculnya putri mereka.
Ratu dan Mrs. Wve menangis gembira ketika mendengar putri mereka
yang hilang telah kembali. Mungkin tidak hanya Ratu dan Mrs. Wve saja
yang menangis gembira tetapi juga beberapa pelayan yang menyayangi
Princess Minerva. Dalam waktu singkat seluruh Istana disibukkan oleh keadaan Princess
Minerva yang parah. Sebagian bingung mencari dokter, sebagian lagi
bingung membuat Princess Minerva merasa hangat.
Raja memerintahkan untuk membawa Mrs. Vye dan Eido masuk setelah
melihat putranya membawa adiknya masuk ke dalam Istana.
Kedua orang itu terkejut ketika mengetahui Maria benar-benar Princess
yang hilang itu terutama Mrs. Vye. Tetapi kebingungan wanita itu masih
belum hilang semuanya. Ia masih tidak mengerti mengapa Princess
Minerva memiliki banyak kepandaian yang sangat tidak sesuai dengan
kedudukannya sebagai seorang putri raja.
Pelayan-pelayan Istana menyambut Mrs. Vye dan Eido dengan penuh
suka cita. Mereka membawakan baju ganti bagi kedua orang itu dan
menyuruh mereka mengganti baju mereka yang basah.
Prajurit yang semula berbantah dengan Mrs. Vye dan prajurit yang
menunjukkan kalung Princess Minerva pada Pangeran terkejut ketika
mengetahui berita itu seperti halnya Mrs. Vye yang menyadari Maria
adalah putri yang hilang itu.
Tadi sewaktu berdiri di depan pintu gerbang sambil menanti prajurit yang
membawa masuk kalung Maria, ia sempat memperhatikan wajah Istana.
Istana itu tampak seperti Istana negeri dongeng dengan dindingnya yang
putih dan halamannya yang luas dan indah. Beberapa ujung menara yang
runcing tampak bersinar setiap kali ada petir yang menggelegar di langit.
Bendera yang berkibar-kibar di ujung menara itu basah oleh air hujan
demikian pula patung-patung yang menghiasi halaman Istana.
Dengan tersebarnya kabar bahwa Princess Minerva telah kembali, Mrs.
Vye merasa senang karena telah membuat prajurit yang kasar itu
menjadi merasa malu. Mrs. Vye tidak menyukai prajurit kasar itu, ia lebih
menyukai prajurit satunya yang sabar.
Setelah mengganti gaunnya yang basah dan menghangat dirinya, Mrs.
Vye dibawa pelayan menemui Princess Minerva di kamarnya.
Mrs. Vye terpesona pada kamar Princess Minerva yang luas.
Saat Mrs. Vye memasuki ruangan itu, ia mencium bau harumnya bunga
dan saat ia berada di dalam, barulah ia menyadari bau harum itu berasal
dari bunga-bunga yang memenuhi ruangan yang luas itu.
Udara di ruangan itu hangat. Api di perapian yang besar, menyala dan
menimbulkan bunyi kayu yang terbakar. Sofa yang indah dan antik
dengan mejanya yang tak kalah indahnya terletak di depan perapian
menambah indahnya ruangan itu. Sofa itu terlihat sangat nyaman bila
diduduki. Sebuah jendela panjang menghubungkan ruangan itu dengan
serambi. Tirai putih yang panjang menutupi jendela itu sehingga Mrs. Vye
tidak dapat melihat keadaan serambi itu.
Tetapi Mrs. Vye dapat menebak serambi itu juga tampak indah dengan
pemandangannya yang indah pula.
Piano putih yang berada di dekat jendela menarik perhatiannya. Piano itu
tampak antik dan anggun. Sebuah bangku yang indah berada di depan
piano itu. Seorang wanita yang setua diri Mrs. Vye muncul dari balik sebuah pintu
yang berada di dalam ruangan tempatnya berdiri. Wanita itu
menghampirinya dan berkata, "Terima kasih Anda telah membawa
kembali putri kami."
Mrs. Vye menggelengkan kepalanya, "Tidak, bukan saya yang membawa
Princess. Ia sendirilah yang membawa dirinya kembali ke Istana, saya
hanya mengikutinya."
"Saya pengasuh Princess Minerva, Mrs. Wve," kata wanita itu.
"Saya Mrs. Vye," kata Mrs. Vye memperkenalkan dirinya.
"Andakah yang merawat Princess selama ini?" tanya Mrs. Wve.
Mrs. Vye menganggukkan kepalanya.
"Terima kasih Anda telah merawat Princess dengan baik. Saya tidak tahu
harus berkata apa selain itu. Saya benar-benar berterima kasih
karenanya." "Jangan berkata seperti itu. Saya tidak dapat menjaga Princess dengan
baik buktinya sekarang ia jatuh sakit," kata Mrs. Vye.
"Tidak apa-apa. Princess memang tidak tahan dengan udara dingin, tidak
ada yang menyalahkan Anda. Saya tetap berterima kasih pada Anda."
Pangeran muncul dari balik pintu yang sama dengan pintu tempat
munculnya Mrs. Wve. Pangeran tersenyum pada Mrs. Vye dan berkata, "Saya berterima kasih
atas bantuan Anda. Anda telah menjaga Minerva dengan baik."
Mrs. Vye melihat kemiripan senyum Pangeran dengan Maria dan ia
membalas senyuman itu, "Anda terlalu melebihkan."
"Silakan bila Anda ingin menemui Minerva. Setelah itu saya
mengharapkan kedatangan Anda di Ruang Tahta. Kami membutuhkan
keterangan Anda," kata Pangeran.
"Baik," jawab Mrs. Vye.
Pangeran tersenyum lagi. "Tolong kauantarkan Mrs. Wve."
"Baik, Pangeran," kata Mrs. Wve.
Setelah Pangeran meninggalkan ruangan itu, Mrs. Wve membawa Mrs.
Vye memasuki ruangan tempat terbaringnya Princess Minerva.
"Apakah pria itu adalah Pangeran Alcon?" tanya Mrs. Vye.
"Ya, ia kakak Princess."
"Ia mirip sekali dengan Princess."
"Tentu saja, mereka bersaudara," kata Mrs. Wve.
Sekali lagi Mrs. Vye terpesona pada ruangan tempatnya berada.
Peri Angsa Putih 3 Pendekar Naga Putih 02 Dedemit Bukit Iblis Rahasia Bwana 2
^